Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness Friendy Negarawan1, Ja’far Salim2, Wahyu Susihono3 1, 2, 3
Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 1 2 3
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected] ABSTRAK PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan dan pelapisan (coating) pipa baja,. Pada tahun 2012, target produksi yang telah ditetapkan perusahaan sebesar 2000 ton/bulan. Target produksi tersebut mampu dicapai pada tiap bulannya Namun, pada bulan Maret, April, Mei, dan Agustus, perusahaan tidak mampu memenuhi target. Tidak tercapainya target produksi ini diindikasikan karena terjadinya kerusakan mesin/peralatan produksi akibat manajemen sistem perawatan dan pemeliharaan mesin/peralatan yang belum efektif. Untuk itu perlu adanya perhitungan efektifitas mesin/peralatan dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE), kemudian menghitung OEE six big losses untuk menghitung besarnya masing-masing faktor yang menyebabkan kerugian pada proses produksi, selanjutnya melakukan identifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan mesin dengan metode fishbone, dan melakukan upaya perbaikan dengan metode Total Productive Maintenance (TPM) untuk menurunkan resiko kerusakan mesin sehingga target produksi dapat terpenuhi. Hasil dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai rata-rata availability sebesar 69%, performance efficiency sebesar 47%, rate of quality product sebesar 95% dan nilai OEE sebesar 29,50%. Dari enam faktor six big losees tersebut, didapatkan 2 faktor yang memiliki nilai total time losses terbesar yang akan menjadi prioritas dilakukan perbaikan dengan diagram sebab akibat. Kedua faktor tersebut yaitu faktor idling and minor stoppages yang memiliki nilai total time losses sebesar 2024,1 jam dan faktor setup and adjusment losses yang memiliki nilai total time losses sebesar 869 jam. Faktor idling and minor stoppages memiliki nilai total time losses tertinggi pertama. Hal ini disebabkan karena bagian-bagian mesin sering mengalami gangguan berulang-ulang dan mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk sehingga menghambat kelancaran proses produksi. Faktor setup and adjusment losses memiliki nilai total time losses tertinggi kedua. Hal ini disebabkan karena proses penyesuaian (setup) yang dilakukan operator saat mengoperasikan mesin sehingga dapat menggangu proses produksi. Kata kunci : Equipment Effectiveness (OEE), Total Productive Maintenance (TPM), OEE six big losses
PENDAHULUAN PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan dan pelapisan (coating) pipa baja, dimana perusahaan ini belum optimal dalam memenuhi target produksi yang telah ditetapkan perusahaan. Pada tahun 2012, target produksi yang telah ditetapkan perusahaan sebesar 2000 ton/bulan. Target produksi tersebut mampu dicapai pada bulan Januari, Februari, Juni, Juli, September, Oktober, November, dan Desember tahun 2012. Namun, pada bulan Maret, April, Mei, dan Agustus, perusahaan tidak mampu memenuhi target produksi karena jumlah produksi pada bulan Maret hanya sebesar 1355 ton, bulan April sebesar 1366 ton, bulan Mei sebesar 1457 ton, dan bulan Agustus sebesar 702 ton. Tidak tercapainya target produksi ini diindikasikan karena terjadinya kerusakan mesin/peralatan produksi akibat manajemen sistem perawatan dan pemeliharaan mesin/peralatan yang belum efektif. Untuk itu perlu adanya perhitungan efektifitas mesin/peralatan dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE),
kemudian menghitung OEE six big losses untuk menghitung besarnya masing-masing faktor yang menyebabkan kerugian pada proses produksi, selanjutnya melakukan identifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan mesin dengan metode fishbone, dan melakukan upaya perbaikan dengan metode Total Productive Maintenance (TPM) untuk menurunkan resiko kerusakan mesin sehingga target produksi dapat terpenuhi. Mesin yang diteliti yaitu mesin ERW (Electric Resistance Welding), dimana mesin tersebut dipilih sebagai obyek penelitian karena mesin tersebut memproduksi pipa pengelasan longitudinal yang merupakan salah satu produk unggulan PT. X. Belum optimalnya kinerja mesin produksi serta begitu banyaknya permasalahan yang terjadi salah satunya masalah perawatan dan pemeliharaan mesin produksi sehingga perlu adanya penelitian dari masalah ini. Teknik yang mengembangkan pemeliharaan dan perawatan secara menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal dengan Total Productive Maintenance (TPM). Menurut Blanchard et
al.(1995), TPM adalah konsep perawatan mesin yang terintegrasi dimana pendekatan yang dipakai adalah topdown, berorientasi pada sistem, dan memperhitungkan faktor life-cycle, dengan tujuan utama untuk memaksimalkan produktifitas. Tujuan dari penelitian ini yaitu menghitung efektivitas penggunaan mesin secara menyeluruh, menganalisis besarnya masing-masing faktor yang terdapat pada six big losses dan menentukan faktor apa saja yang memberikan kontribusi terbesar dari enam faktor six big losses, dan menganalisis faktor yang menjadi prioritas sebagai dasar untuk dilakukan perbaikan.
Loading Time = Total Available Time – Planned Downtime
(1)
Downtime = Breakdown + Setup
(2)
Operation Time = Loading Time – Downtime
(3)
Availability =
(4)
x 100 %
METODE PENELITIAN Cara untuk meningkatkan efisiensi produksi yang dilakukan adalah menghitung nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE). dan menghitung nilai OEE six big losses. Dari kedua cara itulah akan didapatkan nilai efisiensi mesin secara keseluruhan dan mendapatkan nilai dari 6 faktor six big losses. Dengan penjelasan berikut, maka perusahaan akan melakukan perbaikan sehingga efektifitas produksi meningkat. Penelitian ini diawali dengan permasalahan target produksi yang tidak dapat dicapai oleh PT. X sehingga tujuan perusahaan untuk meningkatkan efektivitas produksi sulit terwujud. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, peneliti mengambil beberapa data produksi perusahaan, waktu kerusakan mesin, waktu pemeliharaan mesin, waktu setup mesin, dan jumlah produk reject. Data tersebut digunakan untuk menghitung nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE). dan nilai faktor OEE six big losses. Usulan perbaikan dibuat berdasarkan perhitungan nilai dari masing-masing faktor six big losses. Nilai yang memiliki persentase tertinggi menjadi prioritas faktor yang akan dilakukan perbaikan dengan diagram sebab akibat .
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini diawali dengan pengambilan data produksi perusahaan, waktu kerusakan mesin, waktu pemeliharaan mesin, waktu setup mesin, dan jumlah produk reject. dimana berikut tahapannya : 1. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah suatu metode pengukuran tingkat efektifitas pemakaian suatu peralatan atau sistem dengan mengikutsertakan beberapa sudut pandang dalam proses perhitungan tersebut. Sudut pandang yang diikutsertakan dalam perhitungan antara lain adalah tingkat availability, tingkat performance, dan tingkat quality dari suatu mesin atau sistem. Langkah- langkah perhitungan nilai OEE adalah sebagai berikut : a) Perhitungan availability ratio Availability adalah tingkat pengoperasian suatu mesin atau system. Rumus-rumusnya adalah :
Gambar 1. Diagram Availability Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa persentase availability tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Mei tahun 2012 sebesar 80,22 %. Hal ini disebabkan tingkat penggunaan mesin pada bulan mei cukup optimal. Sedangkan persentase availability terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan November tahun 2012 sebesar 51,77 %. Hal ini disebabkan karena cukup banyak terjadi proses setup, adanya jadual pemeliharaan mesin dan kerusakan mesin. b) Perhitungan performance efficiency Performance efficiency adalah tingkat performa yang ditunjukkan oleh suatu mesin atau sistem dalam menjalankan tugas yang ditetapkan. Rumusrumusnya adalah : Ideal Cycle Time mesin ERW = 1 Jam / 19005Kg = 5,26177 x 10-05 Jam / Kg (5) Performance Efficiency = x 100 %
(6)
Gambar 2. Diagram Performance Efficiency Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa persentase performance efficiency tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 95,46 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan September tahun 2012, jumlah aktual produk yang dihasilkan mampu melebihi jumlah produksi teoritis yang artinya mesin tersebut dalam kondisi perfomance dan kinerja yang baik. Sedangkan persentase performance efficiency terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 18,71 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus tahun 2012 cukup banyak terjadi pengurangan kecepatan mesin saat produksi, dan pemberhentian proses karena faktor idling and minor stopaages.
OEE = Availability x Performance Efficiency x Rate of Quality Product (7) Tabel 1. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Mesin ERW Tahun 2012
c) Perhitungan rate of quality product Rate of quality product adalah rasio produk yang sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap jumlah produk yang diproses. Rumusnya adalah : Rate of Quality Product =
x
100
%
(6)
Gambar 3. Diagram Rate of Quality Product Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa persentase rate of quality product tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Februari tahun 2012 sebesar 97,20 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Februari tahun 2012, mesin mampu banyak memproduksi produk yang sesuai spesifikasi. Sedangkan persentase rate of quality product terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Juli tahun 2012 sebesar 91,85 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Juli tahun 2012, banyak produk yang dihasilkan dari proses produksi keluar dari spesifikasi yang telah ditetapkan. d) Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk mengukur pengukuran tingkat efektifitas pemakaian mesin ERW di PT. X. Rumus-rumusnya adalah :
Gambar 4.Diagram Overall Equipment Effectiveness (OEE) Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 4, dapat dilihat bahwa persentase Overall Equipment Effectiveness (OEE) tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 58,73 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan September 2012, kinerja mesin secara keseluruhan yang dinilai dari aspek availability, performance efficiency, dan rate of quality product memeiliki nilai kumulatif yang cukup baik, meskipun nilainya masih jauh dari kondsi optimal yaitu sebesar 100 %, sehingga diperlukan perbaikan yang berkelanjutan agar kinerja mesin dapat hasil yang lebih optimal. Sedangkan persentase Overall Equipment Effectiveness (OEE) terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 10,13 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus tahun 2012, kinerja mesin secara keseluruhan yang dinilai dari aspek availability, performance efficiency, dan rate of quality product memiliki nilai kumulatif yang buruk sehingga perlu dilakukan perbaikan segera dari 3 aspek tersebut agar OEE mesin ERW mencapai nilai yang lebih baik. 2. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) six big losses six big losses adalah enam kerugian yang harus dihindari oleh setiap perusahaan yang dapat mengurangi tingkat efektifitas suatu mesin. Six big losses terdiri dari : a) Breakdown Losses
Kerugian ini disebabkan karena mesin yang ada mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi, yang mengakibatkan proses produksi menjadi terganggu. Rumus-rumusnya adalah : Breakdown Losess =
x 100 %
(8)
Gambar 5. Diagram Breakdown Losses Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 5, dapat dilihat bahwa persentase breakdown losses tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar 26,19 % hal ini disebabkan karena pada bulan januari banyak terjadi kerusakan mesin yang diakibatkan dari aktivitas proses produksi. Sedangkan persentase breakdown loss terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Maret tahun 2012 sebesar 5,37 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Maret tidak banyak terjadi kerusakan mesin. b) Setup and Adjusment Losses Hilangnya waktu akibat dilakukannya penyesuaian dan proses setup yang dilakukan oleh operator mesin. Rumusnya adalah : Setup and Adjusment Losses = x 100 %
persentase setup and adjusment losses terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Maret tahun 2012 sebesar 5,37 %. Hal ini disebabkan karena operator tidak banyak melakukan aktivitas setup dalam mengoperasikan mesin.
(9)
c) Idling and Minor Stoppages Idling and minor stoppages adalah suatu keadaan dimana dalam proses produksi yang berkesinambungan, salah satu bagian dalam proses produksi tersebut mengalami gangguan, sehingga proses selanjutnya tidak dapat berjalan karena gangguan tersebut (idle). Keadaan ini menyebabkan terganggunya proses produksi yang ada sehingga kecepatan produksi menjadi menurun karena harus melakukan perbaikan terhadap bagian yang terganggu tersebut. Rumusnya adalah : Non Productive Time = Operation Time – Actual Production Time
(10)
Idling and Minor Stoppages = x 100 %
(11)
Gambar 7. Diagram Idling and Minor Stoppages Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Gambar 6. Diagram Setup and Adjusment Losses Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 7, dapat dilihat bahwa persentase idling and minor stoppages tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Maret tahun 2012 sebesar 62,70 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Maret banyak terjadi keadaan dimana berhentinya operasi dalam waktu singkat karena masalah-masalah sementara. Contohnya adanya komponen yang menyangkut, terjadinya malfungsi sensor, program eror, dll. Sedangkan persentase idling and minor stoppages terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 2,91 %. hal ini disebabkan karena operasi tidak banyak mengalami gangguan.
Berdasarkan gambar 6, dapat dilihat bahwa persentase setup and adjusment losses tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar 26,19 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Januari banyak aktivitas setup mesin yang dilakukan oleh operator. Sedangkan
d) Reduced Speed Losses Reduced speed losses adalah suatu keadaan dimana mesin dioperasikan dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan kecepatan desain dari mesin tersebut karena biasanya kecepatan aktual lebih rendah dari kecepatan ideal. Hal ini menyebabkan kerugian
karena mesin dioperasikan tidak pada kemampuan sesungguhnya. Rumusnya adalah : Ideal Production Time = Ideal Cycle Time x Total Product Processes
(12)
Reduced Speed Time = Total Actual Production Time–Ideal Production Time(13) Reduced Speed Losses =
Gambar 9. Diagram Rework Losses Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
x 100 %
(14)
Gambar 8. Diagram Reduced Speed Losses Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 8, dapat dilihat bahwa persentase reduced speed losses tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 0,0058 %. Hal ini disebabkan pada bulan September tahun 2012, mesin banyak beroperasi dibawah kecepatan standar yang dirancang bagi mesin tersebut karena raw material yang kurang standar, masalah mekanik, keausan mesin, intervensi manusia, dll. Sedangkan persentase reduced speed losses terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 0,0010 %. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus 2012, kecepatan operasi mesin berada pada kondisi stabil dan operator tidak banyak melakukan perubahan kecapatan mesin.
Berdasarkan gambar 9, dapat dilihat bahwa persentase rework losses tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 0,67 %. Hal ini disebabkan karena produk yang dihasilkan dari proses produksi pada bulan September tahun 2012, cukup banyak menghasilkan produk rework. Sedangkan persentase rework losses terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 0,11 %. Hal ini disebabkan karena jumlah produk cacat telah mampu diminimalisir dengan cara peningkatan pemeliharaan mesin dan meminimalisir kesalahan operator. f) Scrap Losses Scrap losses adalah kerugian yang diakibatkan selama proses produksi belum mencapai keadaan proses yang stabil sehingga produk yang dihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang ditententukan. Rumus-rumusnya adalah : Scrap Time = Ideal Cycle Time x Scrap Weight Scrap Losses =
(17)
x 100 % (18)
e) Rework Losses Rework losses adalah kerugian yang ditimbulkan dari hasil produksi karena produk yang dihasilkan merupakan produk yang kurang memenuhi spesifikasi sehingga memerlukan pengerjaan ulang (rework). rumus-rumusnya adalah : Rework Time = Ideal Cycle Time x Rework Weight Rework Losses=
(15)
x 100% (16)
Gambar 10. Diagram Scrap Losses Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 10, dapat dilihat bahwa persentase scrap losses tertinggi pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan November tahun 2012 sebesar 2,89 %. Hal ini disebabkan karena banyaknya produk reject yang dihasilkan dari proses produksi. Sedangkan persentase scrap losses terendah pada mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 0,61 %.
Hal ini disebabkan karena jumlah produk reject telah mampu diminimalisir dengan cara peningkatan inspeksi produk dan pengawasan proses produksi. 3. Pengaruh Six Big Losses Setelah melakukan perhitungan faktor six big losses yang mempengaruhi efektivitas mesin, selanjutnya dilakukan perhitungan komulatif time loss untuk masing-masing faktor dalam six big losses.
Gambar 11. Diagram Faktor Six Big Losses Mesin ERW Tahun 2012 Sumber : Hasil Pengolahan Data PT. X (2013)
Berdasarkan gambar 11, faktor yang memberikan kontribusi terbesar dari faktor six big losses tersebut adalah idling and minor stoppages sebesar 53,205 %. Selanjutnya faktor setup and adjusment losses sebesar 22,581 %, faktor breakdown losses sebesar 21,228 %, faktor scrap losses sebesar 2,235 %, faktor rework losess sebesar 0,447 % dan faktor reduce speed losses sebesar 0,004 %. Berdasarkan nilai persentase faktor six big losses pada gambar 11. Faktor idling ang minor stoppages dan faktor setup dan adjustment losses dijadikan prioritas utama dilakukan perbaikan dengan metode Total Productive Maintenance (TPM). 4. Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Selama bulan Januari sampai Desember tahun 2012, diperoleh nilai rata-rata availability sebesar 69 %, nilai rata-rata performance efficiency sebesar 47 %, rate of quality product sebesar 95 %. Dari ketiga faktor tesebut didapatlah nilai rata-rata OEE sebesar 29, 50%. Nilai OEE tertinggi pada mesin ERW terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 58,73 %. Sedangkan untuk nilai OEE terendah terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 10,39 %. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai OEE rata-rata mesin ERW PT. X pada bulan Januari sampai Desember tahun 2012 yaitu 29,50 %. Hal ini berarti perusahaan belum mampu mencapai tingkat efektifitas mesin yang optimal sehingga perlu dilakukan continous improvement agar dapat mencapai tingkat OEE mencapai 100 %. 5. Analisa diagram sebab akibat Analisa dilakukan dengan melihat presentase kumulatif time losses, dimana didapatkan hasil bahwa faktor
idling and minor stoppages dan faktor setup and adjusment losses merupakan faktor yang memiliki nilai time losses tertinggi. Analisa diagram sebab akibat untuk faktor idling and minor stopagges dan faktor setup and adjusment losses adalah sebagai berikut : A. Idling and minor stoppages Rendahnya produktivitas mesin yang diakibatkan berhenti secara berulang-ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk. Hal ini disebabkan antara lain oleh : 1) Manusia / operator a) Operator kurang responsif dalam melakukan pengawasan pada saat mesin beroperasi sehingga menyebabkan mesin sering mengalami gangguan. b) Operator memiliki keterampilan yang kurang memadai dalam merawat dan membersihkan mesin yang menyebabkan mesin sering berhenti secara mendadak. 2) Mesin / peralatan a) Sering terjadi gangguan tiba-tiba, terjadi karena proses produksi mesin ElectricResistance Welding (ERW) yang berjalan secara kontinu. b) Umur mesin yang sudah tua. 3) Metode kerja a) Proses pemeliharaan dan perawatan mesin tidak sesuai Standard Operating Procedure (SOP), operator hanya melakukan perawatan bila ada kerusakan pada mesin. 4) Material / Bahan baku a) Adanya slack (kerak baja) pada permukaan Hot Rolled Coil (HRC) yang digunakan sebagai bahan baku sehingga proses produksi terganggu karena operator harus membuang slack tersebut dengan cara manual yaitu menggunakan gerinda tangan dan ampelas kasar. 5) Lingkungan a) Perawatan terhadap kebersihan mesin dan lingkungan yang kurang optimal menyebabkan tersangkutnya bahan - bahan pengotor ke mesin dan produk sehingga menyebabkan defect pada produk pipa, misalnya scracth dan indentation. B. Setup and adjusment losses Hilangnya waktu akibat dilakukannya penyesuaian dan proses setup yang dilakukan oleh operator mesin. Hal ini disebabkan antara lain oleh : 1) Manusia / operator a) Pemanfaatan waktu istirahat yang kurang optimal menyebabkan kurangnya konsentrasi operator, sehingga akan mengakibatkan pengaturan kerja mesin/peralatan yang beroperasi dilantai produksi kurang diperhatikan.
2)
3)
4)
5)
b) Kurang telitinya operator dalam mengoperasikan mesin dan mengatur bahan baku Hot Rolled Coil (HRC) yang akan diproduksi sehingga menyebakan lamanya waktu untuk proses setup. Mesin / peralatan a) Kerusakan pada salah satu bagian / komponen mesin sehingga dapat menghambat kelancaran produksi. b) Umur mesin yang sudah tua. Metode kerja a) Proses produksi yang berjalan secara kontinu menyebabkan pemakaian mesin secara terus menerus, ini menyebabkan kondisi mesin harus prima. Dalam hal ini operator juga harus memonitoring performansi mesin dan peralatan tersebut agar proses produksi berjalan lancar. b) Operator kurang melaksanakan pemeliharaan mesin sesuai Standard Operation Procedure (SOP) sehingga mesin sering mengalami gangguan saat mealksanakan proses produksi. Material / Bahan baku a) Hot Rolled Coil (HRC) ada yang tercampur dengan material lain sehingga menghambat proses pengelasan pipa dan pemotongan. Contohnya, jika material tercampur benda asing seperti serbuk baja atau lainnya akan berpengaruh pada produk pipa yang dihasilkan. Lingkungan 1) Kondisi lingkungan yang selalu menempatkan operator dan maintenance dalam keadaan bersuhu tinggi dan tingkat kebisingan yang tinggi, serta berdebu, mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam proses produksi dan lama dalam mengadakan perbaikan.
6. Usulan Penyelesaian Masalah Adapun usulan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan yaitu :
Metode
Mesin Mesin sering mengalami gangguan tiba-tiba
Pemeliharaan mesin tidak sesuai SOP Penerapan SOP
Pergantian mesin
Mesin sudah tua
Perawatan Mesin Secara Berkala
Idling and Minor Stoppages Adanya slack (kerak baja) pada permukaan HRC
Kebersihan Lingkungan Kurang Terawat Menerapkan 5R
Perawatan Mesin Secara Berkala
Meningkatkan fungsi Memberikan Training pengawasan terhadap kinerja oerator Kurangnya Keterampilan Kurang Responsif Manusia
Material
Lingkungan
Gambar 12. Diagram Sebab Akibat Idling and Minor Stoppages Losses Sumber : Hasil Analisis (2013)
Metode Berkurangnya Performansi Mesin
Mesin Kerusakan Pada Komponen Mesin
Pengawasan Performansi Mesin
Pergantian mesin
Menyediakan Suku Cadang Mesin
Mesin sudah tua
Reduced Speed Losses
Tempat Kerja Bersuhu Tinggi, Bising dan Berdebu
Membersihkan Mesin, Meningkatkan fungsi Komponen Mesin, pengawasan terhadap dan Lingkungan kinerja oerator Kerja Dari Memberikan Bahan Pengotor Kurang Perlengkapan Safety Tercampurnya Teliti Kepada Operator Bahan Baku Dengan Bahan Pengotor Manusia Material Lingkungan
Menyediakan Konsumsi Saat Istirahat Kurang Optimal Memenfaatkan Waktu Istirahat Memberikan Agenda Istirahat Yang Optimal
Gambar 13. Diagram Sebab Akibat Reduced Speed Losses Sumber : Hasil Analisis (2013)
7. Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Adapun kegiatan dalam berbagai tahap adalah sebagai berikut : A. Mempersiapkan karyawan Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan tentang TPM, keunggulan TPM, keunggulan autonomus maintenance, langkahlangkah autonomus maintenance, serta pemahaman terhadap kinerja dan kondisi mesin. B. Melakukan pembersihan awal Sebelum produksi berlangsung, dilakukan pembersihan pada bagian-bagian mesin yang sering terjadi kerusakan dan juga pembersihan
C.
D.
E.
F.
G.
H.
untuk kebersihan bersama. Supervisor dan teknisi mendiskusikan dan menetapkan tanggal dan waktu untuk mengimplementasikan TPM. Karyawan membuat catatan kegiatan pembersihan untuk dimasukkan dalam laporan maintenance mesin. Penanganan kejanggalan Bagian-bagian yang tidak bisa diakses harus bisa dicapai dengan mudah. Contohnya apabila ada banyak baut untuk membuka suatu pintu flywheel maka pintu berengsel bisa digunakan. Menyusun standar kebersihan. Menbuat standar kebersihan seperti hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk pembersihan dan jadual pembersihan. Melaksanakan inspeksi umum pada alat Karyawan harus dilatih dalam pengetahuan tentang pneumatic, electrical, hydraulic, pelumas, pendingin mesin, drives, baut, mur, dan alat-alat keselamatan kerja. Ini diperlukan untuk meningkatkan keterampilan teknis dari karyawan untuk menggunakan manual inspeksi secara benar. Setelah memahami pengetahuan baru ini, karyawan harus menyampaikan pengetahuan ini (transfer knowledge) ke karyawan lainnya. Dengan didaptkan pengetahuan teknis baru ini, karyawan akan sangat memahami bagian-bagian mesin. Melakukan inspeksi umum pada proses Inspeksi pada proses adalah dengan memperhatikan waktu siklus dari proses produksi, apabila waktu siklus tidak seperti biasanya maka adanya masalah pada mesin. Masing-masing karyawan menyiapkan autonomus chart proses inspeksi dengan berkonsultasi kepada supervisornya. Standarisasi Mesin, peralatan kerja, lingkungan kerja harus diorganisasikan dan diatur secara rapi dengan prinsip 5R. Membuat manajemen pemeliharaan mandiri (autonomus maintenance maintenance) Pembuatan sistematis ini adalah seperti pada tahapan-tahapan dalam TPM, yaitu pengembangan kebijakan dan tujuan perusahaan untuk meningkatkan kegiatan pengembangan secara teratur. Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Overall Plant Effectiveness (OPE) dan target – target TPM lainnya harus dicapai dengan menggunakan peningkatan berkesinambungan melalui kaizen. Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action) harus diimplementasikan untuk kaizen.
KESIMPULAN Selama periode bulan Januari sampai Desember tahun 2012 diperoleh nilai rata-rata availability sebesar 69 %, nilai rata-rata performance efficiency sebesar 47 %, nilai rate of quality product sebesar 95 %, dan nilai rata-rata OEE mesin Electric Resistance Welding (ERW) PT. X sebesar 29,50 %. Nilai ini menunjukkan bahwa
kemampuan mesin Electric Resistance Welding (ERW) dalam mencapai target efektifitas penggunaan mesin dan peralatan belum mencapai kondisi ideal. Faktor breakdown losses memiliki nilai total time losses sebesar 807,6 jam. Faktor setup and adjusment losses memiliki nilai total time losses sebesar 869 jam. Faktor reduced speed losses memiliki nilai total time losses sebesar 0,16 jam. Faktor idling and minor stoppages losses memiliki nilai total time losses sebesar 2024,1 jam. Faktor rework losses memiliki nilai total time losses sebesar 18,128 jam. Faktor scrap losses memiliki nilai total time losses sebesar 85,03 jam. Dari enam faktor six big losees tersebut, didapatkan 2 faktor yang memiliki nilai total time losses terbesar yang akan menjadi prioritas dilakukan perbaikan dengan diagram sebab akibat. Kedua faktor tersebut yaitu faktor idling and minor stoppages yang memiliki nilai total time losses sebesar 2024,1 jam dan faktor setup and adjusment losses yang memiliki nilai total time losses sebesar 869 jam. Faktor idling and minor stoppages memiliki nilai total time losses tertinggi pertama. Hal ini disebabkan karena bagian-bagian mesin sering mengalami gangguan berulang-ulang dan mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk sehingga menghambat kelancaran proses produksi. Faktor setup and adjusment losses memiliki nilai total time losses tertinggi kedua. Hal ini disebabkan karena proses penyesuaian (setup) yang dilakukan operator saat mengoperasikan mesin sehingga dapat menggangu proses produksi. DAFTAR PUSTAKA Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi revisi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Garpersz, V. 1998. Manajemen Produksi Total. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Corder, Antony dan Kusnul Hadi. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga. Nakajima, S. 1988. Introduction to Total Productive Maintenance. Cambridge : MA Productivity Press. Inc. Susetyo, Joko dan Said, Ahmad. 2008. Analisis Total Productive Mainantenance Pada Lini Produksi Mesin Perkakas Guna Memperbaiki Kinerja Perusahaan, Jurnal Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi IST AKPRIND Yogyakarta. Octavia, Tanti., E.Stok, Ronald., dan Amelia, Yeni. 2001. Implementasi Total Productive Maintenance di Departemen Non Jahit PT. Kerta Rajasa Jaya, Jurnal Teknik Industri Universitas Kristen Petra, Vol. 3 No. 1, hal. 18-25. Betrianis dan Suhendra, Robby. 2005. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness Sebagai Dasar Usaha
Perbaikan Proses Manufaktur Pada Lini Produksi (Studi Kasus Pada Stamping Production Division Sebuah Industri Otomotif), Jurnal Teknik Industri Universitas Indonesia, Vol. 7 No. 2, hal. 91-100. Hasriyono, M., 2009. Evaluasi Efektivitas Mesin dengan Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) di PT. Hadi Baru, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hutagaol, H.J., 2009. Penerapan Total Productive Maintenance untuk Peningkatan Efisiensi Produksi dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara, Medan.