PERHITUNGAN OVERALL EFFICIENCY EFFECTIVENESS DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUKTIVE MAINTENANCE DI PT MAHAKARYA INTI BUANA Zulfi Azwar, Poerwanto, Yetti Meutia Hasibuan Jurusan Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan Jl. H.M. Joni No. 70 C, Medan 20152
Abstract The function of mechine equipment which is used in the production process will be damaged with the increasing age of the machine and decrease the ability of the machinery and equipment, althought the service life and the use of the machine can be extended by the application of service periodically throught the right maintenance. Total Productive Maintenance is one of the methods developed in Japan can be used to improve the productivity and efficiency of production companies using the maintenance or equipment effectively. The object of the study is Line Production. The first steps to improve the productivity and efficiency of companies by measuring the effectiveness of line production using Overal Equipment Effectiveness Method, then the research measure OEE with six big losses from this factor found the highest which caused the low efficiency line production. Data is collected from last year, from July 2011 to June 2012. The result of analysis showed that fluctuation happened in OEE every month. The lowest OEE on July 2011 was 50,34% and the higest on June 2012 was 77,22%. From the result of analyse using Pareto Diagram and cause and effect, the imprtent factor to be eliminate by company was Reduced Speed Loss factor. Abstrak Fungsi mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi akan mengalami kerusakan sejalan dengan semakin bertambahnya usia mesin dan penurunan kemampuan mesin dan peralatan tersebut, meskipun demikian umur pemakaian dan penggunaan mesin dapat diperpanjang dengan penerapan metode perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan (maintenance) yang tepat. Total Productive Maintenance (TPM) adalah salah satu metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi perusahaan dengan menggunakan mesin/peralatan secara efektif. Objek yang diteliti pada penelitian ini adalah Line Production. Tahapan pertama dalam usaha peningkatan efisiensi produksi pada perusahaan ini adalah dengan melakukan pengukuran efektivitas Line Production dengan menggunakan metode overall equipment effectiveness (OEE) yang kemudian dilanjutkan dengan pengukuran OEE six big losses dan dari factor six big losses tersebut dicari faktor terbesar yang mengakibatkan rendahnya efisiensi Line Production. Data yang digunakan adalah data satu tahun terakhir, yaitu mulai bulan Juli 2011 sampai dengan Juni 2012. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai OEE tiap bulannya. Nilai OEE terendah terjadi pada bulan Juli 2011, yaitu sebesar 50,34% dan OEE tertinggi terjadi pada bulan Juni 2012 sebesar 77,22%. Dari hasil analisa dengan menggunakan Diagram Pareto dan cause and effect, faktor yang menjadi prioritas utama untuk dieliminasi oleh perusahaan adalah faktor Reduced Speed Loss. Kata kunci: overall efficiency effectiveness, total produktive maintenance
A. Pendahuluan Berhentinya suatu proses dilantai diproduksi sering kali disebabkan adanya masalah pada mesin/peralatan produksi, misalnya tingginya jumlah downtime mesin jauh dari rencana downtime yang telah direncanakan perusahaan sehingga availability mesin tidak maksimal karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) yang
mengakibatkan tidak adanya output yang dihasilkan. Downtime mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, penggantian cetakan, lamanya prosedur set-up dan adjustment dan lain sebagainya. Hal ini tentunya akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena tingginya downtime akan mengurangi performance effeciency karena hal tersebut akan mengurangi waktu yang tersedia untuk
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
1
melakukan proses (operation time), karena selain dapat menurunkan tingkat efektivitas mesin/peralatan yang secara langsung mengakibatkan adanya biaya yang harus dikeluarkan akibat kerusakan tersebut juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen karena keterlambatan pengiriman barang. Mesin juga menghasilkan quality produk yang rendah karena banyak produk yang cacat sementara perusahaan mengharapkan zero deffect atas produk yang dihasilkan, kerugian yang dialami perusahaan ini dikenal dengan six big loss. PT.Mahakarya Inti Buana merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi sarung tangan karet (glove) yang tidak terlepas dari masalah yang berkaitan dengan efektivitas mesin/peralatan yang diakibatkan oleh six big loss tersebut. Hal ini dapat terlihat dengan frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan karena kerusakan tersebut target produkasi tercapai. Akibat lain yang ditimbulkan kerusakan mesin/peralatan yaitu dalam hal kualitas produk yang dihasilkan dimana produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas akan dikerjakan ulang. Total productive maintenance (TPM) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan manufaktur secara menyeluruh dengan menggunakan Oveall equipment effectiveness (OEE) sebagai alat yang digunakan untuk mengukur dan mengetahui kinerja mesin/peralatan. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang kesesuai faktor-faktor yang menentukan kebutuhan dengan perhitungan efektivitas mesin dengan metode total productive maintenance dengan kondisi perusahaan dan melihat faktor mana dari six big tersebut yang dominan mempengaruhi terjadinya penurunan efektivitas mesin/peralatan. B. Metode Penelitian 1. Identifikasi Masalah Langkah awal penelitian untuk tugas akhir ini ditandai dengan pengidentifikasian masalah. Masalah yang dibahas adalah tingginya jumlah downtime yang mengakibatkan banyaknya waktu jam kerja proses produksi yang hilang sehingga perlu dilakukan perhitungan efektifitas mesin dengan metode total productive maintenance pada PT. Mahakarya Inti Buana. 2. Studi Pustaka Penelitian ini dilakukan atas dasar kepustakaan dengan mempelajari dan memahami berbagai aplikasi buku yang erat hubungannya dengan judul penelitian ini. 3. Studi Orientasi Pada tahap ini dilakukan peninjauan ke lapangan terhadap masalah yang akan diteliti oleh penulis.
4. Metode Penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif. Metode diskriftif adalah ilmu yang berisikan metode-metode pengumpulan, penyajian dan pengaturan data guna membuat gambaran yang jelas tentang variasi data, yang pada akhirnya akan mempermudah proses analisis data. 5. Variabel Penelitian Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Variabel juga merupakan pedoman atau petunjuk untuk mencari data maupun informasi di lapangan baik dengan menggunakan wawancara ataupun observasi. Adapun variabel pada penelitian ini antara lain: a. Working hours b. Planned downtime c. Ideal cycle time d. Set-up time e. Downtime losses f. Number of defects & output 6. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan daa untuk penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Liberary Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu penelitian yang dilakukan guna memperoleh data yang bersifat teoritis, yaitu dengan mempelajari berbagai pustaka yang memiliki relevan dengan sasaran penelitian. 2. Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu dengan cara sebagai berikut: Wawancara Melakukan Tanya jawab, diskusi dengan pihak perusahaan yang berkompeten dalam menangani line production selama proses berjalan. Observasi Melakukan penelitian dan perhitungan sebagai pedoman untuk mencari data maupun informasi dilintasi line production. 7. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode overall equipment effectiveness dan diawali dengan perhitungan ideal cycle time. Data ideal cycle time yang telah diperoleh akan digunakan untuk perhitungan nilai equipment availability, performance efficiency, rate of quality product, OEE dan OEE six big losses. Data dari kompenen pembentuk rasio OEE merupakan data merupakan data yang akan dilakukan untuk pengukuran tingkat produktivitas dan efisiensi penggunaan mesin. Hal ini penting dilakukan untuk dapat menegtahui factor-faktor apa saja yang mengakibatkan rendahnya produktivitas dan efisiensi mesin.
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
2
Analisa dilakukan pada hasil perhitungan equipment availability, performance efficiency, rate of quality product, OEE, OEE six big losses yang dapat dilihat dalam blok diagram perhitungan OEE, dan analisa diagram sebab akibat. C. Pembahasan 1. Pengertian Maintenance Pada industri manufactur mesin-mesin dan peralatan yang telah tersedia dan siap pakai dibutuhkan setiap saat proses produksi akan dimulai. Fungsi mesin/perealatan yang digunakan dalam proses produksi tersebut akan mengalami kerusakan sejalan dengan semakin menurunnya kemampuan mesis/peralatan tersebut, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemilaharaan yang tepat. Menurunnya kemampuan mesin/peralatan ada dua jenis yaitu : 1. Natural deteriation yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keeausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaannya secara benar. 2. Accelerated deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia sehingga dapat mempercepat pemburukan/keausan mesin karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan. Kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan dapat terjadi karena banyak sebab dan terjadi pada waktu yang berbeda sepanjang umur mesin/peralatan tersebut digunakan. Oleh karena itulah dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan kerusakan yang mungkin timbul ketia proses produksi berjalan, dibutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan. Pemeliharaan adalah semua tindakan teknis dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap baik dan dapat melakukan swgala fungsinya dengan baik, efisien, dan ekonomis sesuai dengan tingkat keamanan yang tinggi. Sedangkan menurut Assauri1, menyatakan pemeliharaan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan mencakup dua hal sebagai berikut :
1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baiksehingga komponen-komponen ang terdapat dalam mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya. 2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi. 2. Tujuan Maintenance Maintenance dilakukan pada mesin/peralatan dengan maksud agar tujuan komersil perusahaan dapat tercapai dan juga kegiatan Maintenance yang dilakukan adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadi kerusakan yang terlalucepat dimana kerusakan tersebut bisa saja dikarenakan keausan akibat pengoperasian yang salah. Karena maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai demgan rencana dan mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai. Beberapa tujuan maintenance antara lain : 1. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan. 2. Menjaga agar setiap mesin/peralatan dalam kondisi baik dan dalam keadaan dapat berfungsi dengan baik. 3. Dapat menjamin ketersedian optimum peralatan yang dipasang untuk produksi 4. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktunya. 5. Memaksimumkan ketersedian semua mesin/peralatan sistem produksi ( mengurangi downtime ) 6. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. 7. Dapat mendukung upaya memuaskan pelanggan. 3. Jenis-Jenis Maintenance a. Planned Maintenance ( pemeliharaan terencana ) Planned maintenance ( pemeliharaan terencana ) adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran kemasa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
3
melalui informasi dari cacatan riwayat mesin/peralatan. Konsep planned maintenance ditujukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manager dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi dapat diperbaiki dengan imformasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk mengambi keputusan. Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan perbaikan, dan lain-lain. Keuntungan dilakukannya planned maintenance antara lain adalah : 1. Memperpanjang inteval waktu overhaul dan umur mesin/peralatan 2. Mengurangi downtime,corrective maintenance, dan menaikkan up-time 3. Meningkatkan efisiensi mesin/peralatan serta penjadwalan tenaga kerja yang lebih efektif 4. Menyeimbangkan distribusi pekerjaan antara tenaga kerja ssecara lebih seimbang 5. Mengurangi jumlah mesin stand by dan jumlah persedian suku cadang 6. Meningkatkan produksi dan penghematan biaya maintenance 7. Mengurangi jam kerja lembur 8. Dapat menstandarkan prosedur kerja, biaya dan waktu penyelesaian pekerjaan. Sedangkan kerugian dari pelaksanaan sistem Planned maintenance antara lain adalah : 1. Pemakaian suku cadang menjadi lebih banyak, karena komponen yang kondisinya menurun langsung diganti,tidak menunggu sampai betulbetul rusak 2. Dwngan panned maintenance mesin/peralatan akan lebih sering diperiksa atau ditangani, dan jika salah dalam pemeriksaan, justru dapat menimbulkan kerusakan. 3. Biaya awal untuk pembentukan preventive maintenance yang tinggi Pemeliharaan terencana ( planned maintenance ) terdiri dari tiga bentuk pelaksaan yaitu : 1. Preventive Maintenance (pemeliharaan pencegahan ) Preventive Maintenance (pemeliharaan pencegahan) adalah tindakan-tindakan maintenance yang dilakukan ketika dan selama mesin/peralatan sedang beroperasi dengan baik, sebelum mesin/peralatan tersebut rusak yang bertujuan untuk menjagaagar mesin/peralatan tidak rusak dan mendeteksi gejala akan terjadinya kerusakan secara dini, sehingga dapat bertindak untuk mengadakan perbaikan sebelum mesin/peralatan mengalami breakdown.
Gambaran yang diperoleh dari pengertiandiatas adalah bahwa kegiatan pemeliharaan pencwgahan yang paling penting adalah pemeriksaan, yang meliputi pemeriksaan terhadap semua mesin/peralatan produksi yang sesuai dengan rencana dan pembuatan laporan-laporan dari hasil pemeriksaan. Dengan demikian semua pasilitas produksi yang dikenai preventive maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu diusakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. Secara umum tujuan dari preventivemaintenance adalah : a. Meminimumkan downtime serta meningkatkan kehandalan ( reliability ) mesin/peralatan dan menjaga agar mesin/peralatan dapat berfungsi tanpa ada gangguan b. Meningkatkan efisiensi dan umur ekonomis mesin/peralatan Kegiatan utama yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan dan tetap menjaga agar mesin berfungsi dengan baik meliputi tiga hal : a.Pemeliharaan harian untuk mencegah terjadinya pemburukan mesin meliputi kegiatan membersihkan, memeriksa, pelumas dan pengencangan baut/mur mesin b.Pemeriksaan berkala untuk mencari gejala memburuknya kondisi mesin yang mungkin terjadi c.Melaksanakan perbaikan jika terdapat kerusakan pada mesin ataupun melakukan perbaikan untuk mencegah kerusakan yang mungkin timbul sebelum terjadi Kegiatan preventive maintenance sangat penting bagi mesin/peralatan produksi yang bersifat kritis (critical unit) , sebuah mesin/peralatan produksi termasuk dalam critical unit apabila : a.Kerusakan mesin/peralatan akan mempengaruhi kualitas dari produk yang akan dihasilkan dan menyebabkan kemacetan proses produksi b.Kerusakan mesin/pwralatan akan membahayakan keselamatan atau kesehatan para pekerja c.Modal yang ditanamkan pada mesin/peralatan tersebut atau harga dari mesin/peralatan ini cukup mahal Ciri-ciri Preventive antara lain adalah : a. Maintenance yang dilakukan ini terencana dan terjadwal b. Mesin/peralatan yang akan dirawat telah diidentifikasi dan telah diuraikan menjadi komponen-komponennya
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
4
c. Sebagian besar kegiatan maintenance dilakukan pada komponen mesin pada keadaan mesin masih bekerja, dan sebagian lain pada keadaan masih berhenti. d. Untuk setiap komponen dilakukan tindakantindakan maintenance yang telah ditetapkan secara rutin pada interval-interval waktu tertentu. Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan dibedakan atas dua bagian yaitu : a. Routine Maintenance (pemeliharaan rutin) Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Routine maintenance ini dapat berupa penyetelan, pelumasan bagian yang bergerak, pembersihan mesin/peralatan atau pemanasan selama beberapa menit sebelum digunakan setiap hari. b. Periodik Maintenance (pemeliharaan periodik) Periodik maintenance (pemeliharaan periodik) adalah kigiatan pemelijaraan atau perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya sebulan sekali, dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai jadwal pelaksanaannya, misalnya setiap seratus jam kerja mwsin, dan seterusnya. Periodic maintenance ini dapat berupa penyetelan dan pemeriksaan katup-katup pemasukan/pengeluaran minyak pelumas. 2. Corrective Maintenance (pemeliharaan perbaikan) Corrective Maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah suatu kegiatan maintenance yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Corrective maintenance menuntut para operator yang mengoperasikan mesin/peralatan untuk melaksanakan dua hal yang mengcakup : 1. Mencatathasil yang diperoleh dari inspeksi harian mencakup semua kerusakan yang timbul secara detil dan terperinci. 2. Secara aktif ikut berperan untuk memberikan ideide yang membangun bertujuan pencegahan terjadinya kerusakan mesin/peralatan dan mengantisipasi kondisi yang memungkinkan kerusakan mesin/peralatan. Kegiatan Corrective maintenance ( pemeliharaan perbaikan ) dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : a. Perbaikan kerusakan diluar pemeriksaan
Perbaikan dilakukan terhadap satu atau beberapa komponen yang rusak, sehingga dapat berfungsi secara normal b. Perbaikan mrnyeluruh (overhaul) merupakan kegiatan maintrnance dengan secara menyeluruh terhadap suatu mesin/peralatan yang telah lama dioperasikan, dimana mesin/peralatan yang akan semakin menurun. Perbaikan yang dilakukan bertujuan untuk mengembalikan kemampuan mesin pada kondisi yang seoptimal mungkin, dapat menghasilkan daya kerja yang tinggi, dan dapat memperpanjang usia kegunaan mesin/peralatan. 3. Predictive maintenance (Pemeliharaan perbaikan) Predictive maintenance adalah tingkatantangkatan maintenance yang dilakukan pada tanggal yang telah ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasiyang diambil dari interval-interval waktu tertentu. Data rekaman yang untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flom rate dan lain-lainnya. Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan laporan oleh operator lapangan yang diajukan melalui work order kedepartemen maintenance untuk dilakukan tindakan yang tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan. b. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan tak terencana) Unplanned Maintenance (pemeliharaan tak terencana) biasanya berupa breakdown/emergency maintenance yaitu tindakan yang tidak akan dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umr pakai dari pada mesin/peralatan, dan dapat memperkecil prekuensi kerusakan. 4. Total productive Maintenance ( TPM ) 4.1 Pendahuluan Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali ditetapkan oleh industry-industri manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan pada satu departemen disebut dengan Maintenance department. Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950 –an, yang kemudian berkembang seiring dengan
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
5
berkembangnya teknologi yang ada dan kemudian pada tahun 1960 –an muncul apa yang disebut dengan productive maintenance. Total productive maintenance ( TPM ) mulai dikembangkan pada tahun 1970 –an pada perusahaan Nippondenso Co. di Negara jepang yang merupakan pengembangan konsep maintenance yang diterapkan pada perusahaan industry manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive maintenance. Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM4 Dimana kita dapat hanya mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan dan cacat yang mungkin terjadi pada mesin/peralatan produksi, tetapi juga melaksanakan semuatindakan-tindakan maintenance tersebut secara efisien dan ekonomis. TPM merupakan pengembangan ide dari productive maintenance atau profitable PM. TPM berkembang dari kegiatan system maintenance tradisional yang melibatkan semua departemen dan semua orang untuk ikut berpartisipasi dan mengemban tanggung jawab dalam manajemem mesin/peralatan. Aspek yang membedakan TPM dengan PM adalah pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance). Kegiatan pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) ini dilaksanakan oleh operator pada bagian produksi untuk membantu mereka dapat menangangi dan merawat mesin/peralatan mereka sendiri. Pada sistem maintenance Amerika, departemen maintenance adalah bagian yang bertanggung jawab dalam oelaksanaan PM hal ini mencerminkan cirri dari konsep pembagian divisi tenaga kerja yang diatur oleh serikat buruh Amerika. Sedangkan pada Japanese-style PM, atau yang dikenal dengan TPM malah sebaliknya tidak bergantung pada departemen maintenance saja tetapi mengandalkan partisipasi dari semua level yang umum disebut pemeliharaan mandiri atau autonomous maintenance by operators. 4.2 Manfaat dari Total Produktive Maintenance ( TPM) Manfaat dari penerapan TPM secara systemmatik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan pada khususnya menyangkut factor-faktor berikut5 : 1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian pada perusahaan.
2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode yang terfokus. 3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan. 4. Biaya produksi rendah karena rugi-rugi dan pekerjaan yang tidak member nilai tambah dapat dikurangi. 5. Kesalahan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik. 6. Meningkatkan motivasi tenaga kerja, karena hak dan tanggung jawab didelagasikan pada tiap orang. 4.3 OEE (Overall Equipment Effectiveness) Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big losses pada mesin/peralatan. Keenam factor dalam six big losses seperti telah dijelaskan diatas, dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE. Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruluh yang mengindikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitas ataupun efisinsi mesin/peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memberikan cara yang dapat untuk menjamin peningkatan prodiktivitas penggunaan mesin/peralatan. Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan jika hanya didasarkan pada perhitungan satu factor saja, misalnya performance efficiency saja. Dari enam factor pada six big losses baru minor stoppages saja yang dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Rugirugi lainnya belum dihitung. Keenam factor dalam six big losses harus diikuti dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi actual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat. 4.3.1 Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan overall equipment effectiveness dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan mesin di Line Production selama periode Juli 2011-Juni 2012. Pengukuran overall equipment effectiveness ini merupakan kombinasi dari faktor waktu, kualitas pengoperasian mesin dan kecepatan produksi mesin di area ini. 1. Selama periode Juli 2011-Juni 2012 diperoleh nilai overall equipment effectiveness (OEE) yang cukup rendah yang berkisar antara 50,34% sampai 77,22%. Hal ini jauh dari
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
6
keadaan ideal dan disebabkan oleh rasio performance efficiency yang hanya berkisar antara 53,63% sampai 82,3% saja. Sementara rasio rate of quality products dan rasio availability sudah cukup tinggi. 2. Nilai OEE tertinggi pada Line Production hanya dicapai pada periode Juni 2012 yakni 77,22%. Hal ini disebabkan oleh tingginya rasio rate of quality products mesin yang digunakan yaitu mencapai 99,09% dan rasio availability sebesar 94,69% sedangkan performance efficiency hanya sebesar 82,3% Analisis Perhitungan OEE Six Big Losses Dalam penggambaran diagram pareto pada pengolahan data dapat dilihat bahwa faktor reduce speed yang dimiliki persentase terbesar dari keenam faktor penyebab kerugian yang mempengaruhi efektivitas Line Production ini. Analisis dilakukan dengan melihat persentase faktor-faktor six big losses terhadap total time loss yang disebabkan dari masingmasing factor six bis losses. Persentase reduce speed sebesar 82,77%, idling minor stoppages sebesar 8,25%, breakdown loss sebesar 6,51%, yield/Mutu III loss sebesar 1,96%, setup and adjustment loss sebesar 0,50% dan rework loss sebesar 0%.
2.
4.3.2
Analisis Diagram Sebab Akibat Analisa terhadap faktor yang memberikan kontribusi terbesar penyebab rendahnya efektivitas Line Production dilakukan dengan menggunakan diagram sebab akibat. Penganalisaan dilakukan dengan melihat persentase kumulatif time loss dari diagram pareto faktor six big losses di atas 80% yaitu reduce speed loss dan idling minor stoppages. Melalui diagram ini diketahui penyebab tingginya nilai faktor reduce speed loss dan idling minor stoppages tersebut secara lebih terperinci, dimulai dari faktor utamanya hingga faktor yang lebih kecil. Analisa diagram sebab akibat untuk faktor reduce speed loss adalah sebagai berikut: 1. Mesin/Peralatan a. Kerusakan pada salah satu mesin menyebabkan menurunnya kemampuan mesin dalam kegiatan produksi sehingga dapat menghambat kelancaran produksi. b. Kecepatan mesin berkurang dikarenakakan kecepatan aktual dari mesin memang sengaja dikurangi dengan pertimbangan masa pengoperasian mesin yang sudah cukup lama. c. Komponen mesin yang sudah tua dan aus serta menurunnya arus listrik mesin
3.
4.3.3
4.
5.
menyebabkan kecepatan mesin harus diturunkan. d. Menurunnya arus listrik di mesin menyebabkan penurunan kecepatan mesin. Manusia/Operator a. Kurangnya konsentrasi operator akibat kelelahan ataupun mengantuk menyebabkan pengaturan kerja mesin/peralatan juga terganggu karena kurang diperhatikannya kondisi mesin yang beroperasi. b. Operator kurang memahami dalam mengatur speed line production selama proses produksi. c. Pelatihan operator untuk pengoperasian mesin belum dilakukan terhadap semua operator baru. Material a. Kecepatan mesin berbeda untuk setiap spesifikasi glove, sehingga kecepatan mesin harus diturunkan dan disesuaikan dengan spesifikasi glove yang akan diproduksi. b. Kecepatan mesin harus diturunkan jika latex terlalu encer dan glove molor serta glove berkerut. c. Kecepatan mesin harus diturunkan jika latex terlalu tua dan glove rapuh dan gampang pecah. d. MST latex yang rendah menyebabkan glove melorot dan rapuh. Lingkungan a. Menurunnya temperatur thermal oil heater menyebabkan kecepatan mesin harus diturunkan. b. Padamnya aliran listrik dari PLN menyebabkan matinya mesin, sehingga ketika mesin dihidupkan maka kecepatan mesin tidak dapat langsung kembali ke kecepatan semula. Metode Kerja a. Perubahan spesifikasi glove yang dijalankan dapat menyebabkan kecepaatn produksi juga berubah karena harus ada penyesuaian lagi. b. Proses produksi yang berjalan secara kontinu menyebabkan pemakaian mesin secara terus menerus, ini menyebakan kondisi mesin harus prima. Dalam hal ini operator juga harus terus memonitoring performance mesin/peralatan tersebut. c. Set up/adjustment tidak sesuai dengan SOP.
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
7
3. Pemeliharaan
4.4 Perencanaan dan Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Usulan perbaikan efektivitas mesin/peralatan adalah masukan/saran yang diberikan kepada perusahaan untuk memperbaiki dan meningkatnya efektivitas penggunaan mesin/peralatan, dimana perbaikan ini dilakukan dengan menerapkan total productive maintenance di perusahaan tersebut. Petunjuk dan prosedur/langkah-langkah penerapan TPM secara rinci untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan itu sendiri. Tiap perusahaan harus merancang dan mengembangkan rencana kegiatan maintenance sendiri, karena kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung pada jenis perusahaan, metode produksi yang ditetapkan, serta kondisi dan jenis mesin/peralatan yang digunakan. Menurut Nakajima, terdapat beberapa kondisi dasar yang harus dipenuhi dalam pengembangan prinsip-prinsip TPM. Secara umum, untuk dapat berhasil dalam penerapan TPM ada 5 tahap kegiatan pengembangan TPM yaitu: a. Mengeliminasi six big losses untuk meningkatkan efektivitas mesin/peralatan dengan cara menganalisanya menggunakan diagram sebab akibat b. Program kegiatan pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) c. Membuat jadwal program maintenance bagi departemen maintenance d. Meningkatkan skill operator mesin/peralatan dan personal maintenance e. Merancang kegiatan manajemen mesin/peralatan Lima kegiatan tersebut di atas merupakan kegiatan dasar dalam penerapan TPM dalam perusahaan industri. Kegiatan pengembangan tersebut merupakan tentuan kegiatan minimal yang harus dilaksanakan dalam pengembangan TPM. 4.4.1 Delapan Pilar TPM (Total Productive Maintenance) Penerapan totalproductive maintenance (TPM) pada prakteknya berupa pelaksanaan delapan pilar utama TPM. Delapan pilar TPM bukan merupakan tahapan kegiatan yang harus dilakukan secara berurutan, namun lebih merupakan kegiatan-kegiatan yang berdiri sendiri. Kedelapan pilar TPM tersebut adalah: 1. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) 2. Peningkatan parsial (partial improvement)
terencana (planned maintenance) 4. Pelatihan (training) 5. Manajemen mesin dan produk baru 6. Pemeliharaan mutu 7. TPM di lingkungan kantor (TPM in office) 8. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan (safety, health and environment) Inti atau elemen dasar dari sistem total productive maintenance (TPM) sebenarnya adalah kegiatan pemeliharaan mandiri (partial improvement) dan kegiatan peningkatan parsial (partial improvement). Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) dimaksudkan untuk dapat mencegah kerusakan dan mempertahankan kondisi konsisten agar tetap dapat berjalan dengan baik seperti semula, sedangkan peningkatan parsial dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kemampuan sistem secara keseluruhan. 4.4.2
Total Productive Maintenance (TPM) Salah satu kegiatan total productive maintenance (TPM) yang utama adalah kegiatan peemliharaan mandiri (autonomous maintenance) dan kunci kesuksesan TPM juga tergantung pada kesuksesan program autonomous maintenance ini melibatkan seluruh karyawan mulai dari pimpinan sampai dengan operator. Dengan adanya kegiatan autonomous maintenance ini maka setiap operator akan terlibat dalam perawatan dan penanganan setiap masalah yang terjadi pada mesin/peralaatan mereka sendiri di bagian produksi. PT. Mahakarya Intibuana menerapkan system planned maintenance yang diatur oleh bagian Maintenance, bagian ini bertugas untuk mengatur pemeliharaan mesin-mesin yang ada di line production, mulai dari perencanaan sampai dengan penggantian. Penanganan kerusakan mesin/peralatan yang terjadi di line production merupakan tanggung jawab bagian ini. Tidak jarang terjadi keterlambatan penanganan kerusakan di line production karena operator di line production harus menghubungi bagian maintenance terlebih dahulu dan hal ini cukup memakan waktu. Oleh karena itu, akan lebih baik jika penanganan kerusakan diatasi oleh operator line production itu sendiri sehingga dapat mengurangi lamanya penanganan kerusakan mesin. Untuk itu dengan adanya informasi dari perhitungan efektivitas mesin dengan metode total productive maintenance jika dilakuakan peruabahan secara bertahap akan mengeliminasi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan dengan melakukan
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
8
pelatihan kepada operator sebagai tokoh yang berperan penting dalam pelaksanaan autonomous maintenance. Autonomous maintenance ini diterapkan melalui tujuh langkah yang akan membangun keahlian yang dibutuhkan oleh operator, sehingga operator dapat mengetahui langkah apa yang harus dilakukan terjadi kerusakan mesin/peralatan. 4.4.3
Membuat Jadwal Program Maintenance untuk Departemen Maintenance Program kegiatan ini dapat dilakukan dengan
cara: a. Melakukan kegiatan pemeliharaan harian, mingguan, bulanan, tahunan dan pemeriksaan secara berkala. b. Memprediksi umur komponen mesin/peralatan seperti umur dynamo, mold, dan lain-lain. c. Memperbaiki mesin yang rusak d. Melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap mesin/peralatan yang telah lama dioperasikan. Perbaiakan ini bertujuan untuk mengembalikan kemampuan mesin pada kondisi yang seoptimal mungkin, dapat menghasilkan daya kerja yang tinggi, serta dapat memperpanjang usia kegunaan mesin/peralatan. 4.4.4
Meningkatkan Skill Operator Mesin/Peralatan dan Personel Maintenance Pelatihan (training) myang diberikan kepada operator bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian operator sehingga tidaklah hanya cukup dengan “know-how” tetapi operator harus mempunyai kemampuan “know-why” sehingga dengan demikian diharpakan perawatan mesin/peralatan dapat berjalan lebih baik dan kerusakan dapat dicegah. Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah: 1. Menentukan kebijakan dan prioritas serta mengecek status pendidikan dan pelatihan karyawan 2. Menetapkan system dan tanggal pelatihan 3. Pelatihan karyawan untuk meningkatkan mutu operasi dan ketrampilan pemeliharaan 4. Evaluasi 4.4.5
Merancang Kegiatan Manajemen Mesin/Peralatan Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara membuat sebuah catatan penggunaan mesin/peralatan yang menandakan berapa banyak mesin/peralatan yang telah digunakan dan siapa saja yang telah menggunakannya. D. Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil pengukuran overall equipment effectiveness di line production PT. Mahakarya Intibuana, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Ideal cycle time dalam proses produksi di line production pada Mei 2011 – April 2012 adalah: Mei 2011 = 0,022 jam/kg Juni = 0,021 jam/kg Juli = 0,020 jam/kg Agustus = 0,022 jam/kg September = 0,022 jam/kg Oktober = 0,020 jam/kg November = 0,020 jam/kg Desember = 0,020 jam/kg Januari 2012 = 0,021 jam/kg Februari = 0,020 jam/kg Maret = 0,021 jam/kg April = 0,022 jam/kg 2. Speed Loss yang terjadi selama periode Juli 2011 – Juni 2012 ntelah menyebabkan hilangnya keefektivitasan penggunaan mesin/peralatan di line production, diamana persentase terbesar reduced speed terjadi pada bulan Mei 2008 sebesar 43,94%, ini diakibatkan oleh kerusakan yang terjadi pada line production sehingga menyebabkan menurunnya speed. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis member saran sebagai berikut: 1. Agar para pekerja melakukan pekerjaan dengan baik, seperti menjaga perawatan mesin agar produktivitas mesin berjalan dengan baik. 2. Untuk menghasilkan glove berkualitas baik tanpa cacat, maka pekerja harus membuat latex dengan komposisi yang tepat. E. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi., Manajemen Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. Assauri, Sofjan., Manajemen Produksi dan Operasi, Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000. Besterfiel, Dale H., “Quality Control”, Fifth Edition, Prentice-Hall International Inc., 1998, New Jersey. Blanchard, Benjamin S., An Enchanced Approach for Implementing Total Productive Maintenance in the Manufacturing Environment, Jurnal of Quality in
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
9
Maintenance Engineering, MCB University Press, Vol. 3, No. 2, 1997. Eugene, C. Hamacher., A methodology for Implementing Total Productive Maintenance in the Commercial Aircraft Industry, Partial Fullfilment of the Requirement for Degree of Master of Science in Management, Massachusetts Institute of Technology, 1996. Kotler, Philip, “Manajemen pemasaran”, Jilid 2, Edisi kelima,Penerbit Erlangga, 2001, Jakarta. Leflar, James A., Practical TPM, Succesful Equipment at Agilent Technologies, Productivity Press, Portland, Oregon, 2001. Mulyadi,“Total Quality Management”, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Aditya Media, 1998, Yogyakarta. Nakajima, S.,Introduction to Total Productive Maintenance, Cambridge, MA, Productivity Press, Inc., 1988. Tjiptono, Fandi & Diana, Anastasia, “Total Quality Management”, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Penerbit Andi, 1998, Yogyakarta.
Biltek Vol. 3, No. 022 Tahun 2014 – Sekolah Tinggi Teknik Harapan
10