TUGAS AKHIR
PENERAPAN TOTAL PRODUKTIF MAINTENANCE PADA MESIN PENDINGIN GEDUNG PERKANTORAN MENARA SUDIRMAN
UNIVERSITAS
MERCU BUANA Disusun Oleh : Nama
: Satryo Legowo
NIM
: 41606110050
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009
TUGAS AKHIR
PENERAPAN TOTAL PRODUKTIF MAINTENANCE PADA MESIN PENDINGIN GEDUNG PERKANTORAN MENARA SUDIRMAN
UNIVERSITAS
MERCU BUANA Disusun Oleh : Nama
: Satryo Legowo
NIM
: 41606110050
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009
3
LEMBAR PERSETUJUAN
PENERAPAN TOTAL PRODUKTIF MAINTENANCE PADA MESIN PENDINGIN GEDUNG PERKANTORAN MENARA SUDIRMAN
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta
Disusun Oleh : Nama
: Satryo Legowo
NIM
: 41606110050
Jakarta, Oktober 2009 Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Industri
(M. Kholil, ST. MT)
Meneyetujui, Dosen Pembimbing
(Ir. Herry Agung P, Msc)
5
LEMBAR PENGESAHAN
PENERAPAN TOTAL PRODUKTIF MAINTENANCE PADA MESIN PENDINGIN GEDUNG PERKANTORAN MENARA SUDIRMAN
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta
Disusun Oleh : Nama
: Satryo Legowo
NIM
: 41606110050
Jakarta, Oktober 2009 Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Industri
(M. Kholil, ST. MT)
Meneyetujui, Dosen Pembimbing
(Ir. Herry Agung P, Msc)
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….,(i)
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….…......(ii)
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………………..(iv)
KATA PENGANTAR……………………………………………………….….….(v)
DAFTAR ISI……………………………………………….…….…………….…...(vi)
DAFTAR TABEL…………………………………………….……...……..…..…...(x)
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..……...(xi)
ABSTRAK……………………………………………………………..…………..(xii)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………….1 1.2. Pembatasan Masalah…………………………………………...…………3 1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………………………4 1.4. Manfaat Yang Diharapkan……………………………………………….4
11
1.5. Metode Pengumpulan Data………………………………………………4 1.6. Sistematika Penulisan……………………………………………………5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sejarah Perkembangan……………………………………………………7 2.2. TPM Dan Keungulannya………………………………………………...9 2.3. Bentuk-Bentuk dari Sistem Pemeliharaan………………………..……..11 2.4. Lima Pilar TPM…………………………………………………………14 2.5. Kaizen Sebagai Induk TPM………………………………….………….19 2.6. Landasan Pelaksanaan TPM…………………………………………….20 2.7. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness……………………22
BAB III Tinjauan dan Pembahasan Mesin 3.1. Refigerasi dan Mesin Refigerasi………………………………………...25 3.2. Siklus Refrigerasi dari Unit Pendingin Secara Umum………………….28 3.3. Siklus Refrigerasi dari Unit Pendingin Air Sentrifugal…………………32 3.4. Komponen Utama Mesin Pendingin……………………………….……34 3.4.1. Kompresor………………………………………………….…34 3.4.2. Kondensor………………………………………………..……35 3.4.3. Evaporator……………………………………………………..37 3.4.4. Katup Ekspansi………………………………………………..37 3.4.5. Refrigeran……………………………………………………..38
12
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……………………………………………39 4.1. Menganalisa kondisi umum, pemeliharaan, kerusakan dan operator………………………………………………………...41 4.2. Mengumpulkan data 6 kerugian utama………………………...41 4.3. Mengolah data Overall equipment effectiveness (OEE) sebelum implementasi TPM…………………………………………….41 4.4. Mengkaji Implementasi TPM sesuai dengan kondisi perusahaan …………………………………………………………………42 4.5. Memilih Objek Mesin………………………………………….42 4.6. Mengolah dan menganalisa data Overall Effectiveness (OEE) sesudah implementasi TPM…………………………………...42 4.7. Membandingkan kondisi sebelum dan sesudah implementasi TPM……………………………………………………………42 4.8. Membuat kesimpulan dan saran untuk perusahaan…………….42
BAB V ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA………………………...............44 5.1.
Struktur organisasi………………………………………….. 44
5.2.
Penanganan Maintenance pada mesin chiller……………….45
5.3.
Implementasi TPM…………………………………………..45 5.3.1
Penjelasan dan perincian langkah kerja……………..46 5.3.1.1.
Tahap persiapan……………………..46
5.3.1.2.
Tahap awal implementasi……………54
5.3.1.3.
Tahap implementasi TPM……………54
13
5.4.
Overall Equipment Effectiveness............................................56 5.4.1. Kondisi yang diinginkan……………………………..60
5.5.
Analisa kerusakan komponen………………………………..61 5.5.1. Analisa TPM untuk kerusakan komponen Mesin……61
5.6.
Analisa Pemeliharaan………………………………………..63 5.6.1. Analisa TPM untuk pemeliharaan……………………64
5.7.
Analisa enam kerugian utama……………………………….65 5.7.1. Avaiability Rate……………………………..65 5.7.2. Performance Rate……………………………68 5.7.3. Total Yield…………………………………..70 5.7.4. Overall Equipment Effectiveness……………71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….73 6.1.Kesimpulan…………………………………………………………………..73 6.4.Saran………………………………………………………………….……...73
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..74
LAMPIRAN..…………………………………………………………….………….75
14
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai OEE Januari 2007…………………………………………………….57 Tabel 2. Downtime Chiller Januari 2007…………………………………………….57 Tabel 3. Power Input Chiller Januari 2007…………………………………………..58 Tabel 4. Total Komplain dr Tenant Januari 2007……………………………………59 Tabel 5. Downtime Chiller Januari 2008…………………………………………….65 Tabel 6. Power Input Chiller Januari 2008…………………………………………..69 Tabel 7. Total Komplain dr Tenant Januari 2008……………………………………71 Tabel 8. Nilai OEE Januari 2008…………………………………………………….71
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Chiller York……………………………………………………………..26 Gambar 2. Siklus Primer Mesin Pendingin………………………………………….27 Gambar 3 Sirkulasi Sistem Pendingin……………………………………………….31 Gambar 4 Langkah-langkah Implementasi TPM……………………………………40
16
ABSTRAK
Satryo Legowo : Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Pendingin Gedung Perkantoran Menara Sudirman
Pemeliharaan merupakan factor yang penting dalam kegiatan industri. Pada dasarnya prinsip utama manajemen pemeliharaan adalah untuk menekan periode kerusakkan sampai batas minimum. Overall Equipment Effectivenes (OEE) adalah salah satu tool untuk menilai besarnya efektifiyas pemanfaatan peralatan atau mesin. Mesin yang digunakan pada gedung perkantoran menara sudirman adalah mesin pendingin (AC) Chiller. Pada awal sebelum penerapan TPM, OEE dari mesin tersebut sangatlah rendah yakni hanya berkisar 40%. Tugas akhir ini difokuskan untuk mengkaji penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dengan tujuan untuk meningkatkan OEE. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpilkan data 6 kerugian utama (six big losses). Selain itu, penulis mengidentifikasi kerugian mana yang bisa dikurangi dari data OEE awal untuk mesin tersebut. Dari implementasi penerapan TPM dimungkinkan nilai OEE meningkat menjadi 61%.
Kata kunci: Overall Equipment Effectiveness, total productive maintenance
18
ABSTRACT
Satryo Legowo: Implementation Of Total Productive Maintenance at Menara Sudirman Tower
Maintenance is important factor in industrial. Basically principal of maintenance manage are to decrease period of breakdown until zero. Overall equipment effectiveness is a tool to measure quantity of affectivity for machine use. At the first before implementation OEE value just 40%. In this dissertation we focused to implementation of total productive maintenance with the final purpose to increase the value of OEE. First time to do is collect six big losses. After that, we identification, from which part, that losses can be decrease from the previous data before the implementation. Next to do is to research a value after us running TPM. From this research after this implementation value of OEE can increase up to 60%.
Key: overall equipment effectiveness, total productive maintenance
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sistem pendingin merupakan salah satu peralatan yang sangat penting dalam
sebuah bangunan yang berskala besar, misalnya : plasa, mall, perkantoran, hotel, dan gedung – gedung yang lain. Sistem pendingin dalam tiap – tiap gedung tidaklah sama. Ada yang menggunakan system pendingin sentral dengan chiller sebagai pendinginnya, tetapi ada juga yang menggunakan system Air Conditionong Split dengan kapasitas besar maupun kecil. Dalam gedung perkantoran yang terletak di jantung Ibu kota seperti pada Menara Sudirman, sistem pendingin sangatlah diperlukan guna memberikan kenyamanan bagi seluruh penghuninya. Sistem pendingin pada Menara Sudirman menggunakan sistem sentral yakni menggunakan Chiller sebagai pendinginnya. Bagi gedung perkantoran sebesar Menara Sudirman penggunaan system pendingin sangatlah besar, sebab hamper sebagian besar daya listrik yang ada
21
digunakan untuk suplai pendingin. Bagi gedung perkantoran Menara Sudirman, kenyamanan para penghuni tiap ruangan sangatlah penting tanpa mengabaikan efisiensi daya listrik yang ada. Dengan melihat permasalahan diatas penulis tertarik untuk mempelajari kapasitas mesin pendingin yang ada apakah effisiensinya mesinya sebanding antara input maupun outputnya berdasarkan teori – teori mengenai Total Productive Maintrnace. Dalam era persaingan industri yang semakin global disertai perkembangan teknologi yang pesat, perusahaan - perusahan yang bergerak di bidang pelayanan gedung terus berusaha meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan yang dihasilkannya. Dalam hal ini pihak perusahaan menginginkan agar peralatan/mesin tetap berada dalam kondisi yang baik sehingga dapat beroperasi secara memuaskan. Untuk menjaga kondisi dari mesin-mesin tersebut agar berada dalam keadaan yang optimal saat digunakan, maka diperlukan kegiatan perawatan pada mesin-mesin tersebut untuk menjaga keandalan sistem dan menyediakan mesin cadangan untuk menghindari menurunnya availabilitas sistem karena tindakan pemeliharaan. Dalam bidang pelayanan gedung, kegiatan pemeliharaan merupakan ujung tombak dari kesuksesan pelayanan. Kegiatan pemeliharaan ini dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan operasional dan kinerja sistem agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ketika suatu sistem mengalami kerusakan maka sistem tersebut memerlukan perawatan perbaikan. Perawatan perbaikan ini menyebabkan biaya downtime yang mahal dan resiko yang tinggi jika sistem tersebut adalah sistem yang besar dengan unit-unit yang mahal harganya. Jika kita melakukan
22
pemeliharaan sebelum terjadinya kerusakan atau perawatan pencegahan, maka biaya yang dihasilkan akan lebih kecil daripada biaya perawatan perbaikan. Hal ini dikarenakan pemeliharaan pencegahan memerlukan waktu yang lebih kecil jika dibandingkan dengan perawatan perbaikan sehingga uptime yang diharapkan dari sistem juga dapat meningkat. Selain itu, dengan pemeliharaan pencegahan biayabiaya operasi yang mungkin terjadi dapat dikendalikan. Dalam hal ini rusaknya/tidak berfungsinya salah satu peralatan di dalam gedung mengakibatkan terganggunya pelayanan. Hal ini tentunya sangat merugikan pihak perusahaan karena selain dapat menurunkan tingkat kepercayaan penghuni juga mengakibatkan adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan akibat kerusakan itu. Oleh sebab itu pihak perusahaan perlu melakukan terobosan-terobosan baru untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, salah satunya dengan melakukan implementasi Total Productive Maintenance.
1.2.
Pembatasan Masalah Total Productive Maintenance (TPM) merupakan kesepakatan bersama dari
bagian maintenance dan manajemen, serta diketahui oleh seluruh karyawan di bidang lainnya. Dalam pembahasan ini penulis hanya mengambil salah satu contoh mesin untuk dipelajari dan dibuat Total Productive Maintenance (TPM) nya. Mesin yang akan dijadikan contoh yaitu mesin pendingin (Chiller). Untuk diukur pencapaian nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang digunakan sebagai dasar dalam usaha perbaikan dan peningkatan efektivitas dari mesin tersebut.
23
1.3.
Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini, nantinya diharapkan penulis sangat berguna
bagi para pembaca dan rekan-rekan mahasiswa. Tujuan itu antara lain: - Mendapatkan nilai OEE pada mesin chiller. - Mendapatkan akar penyebab dari permasalahan yang ada serta mengajukan saransaran pemecahannya.
1.4 .
Manfaat yang Diharapkan Disamping tujuan, penulis juga mengharapkan sesuatu manfaat dari
pembuatan tugas akhir ini. Manfaat yang diharapkan setelah melakukan penulisan skripsi ini adalah: a.
Dapat menguasai ilmu pemeliharan mesin, khususnya Total Productive
Maintenance (TPM) b.
Dapat melaksanakan pembuatan standar pemeliharaan untuk tiap mesin.
c.
Dapat menerapkan pemeliharaan dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam
perawatan mesin di industri/gedung. d.
Dapat menghitung nilai OEE suatu mesin
1.5.
Metode Pengumpulan Data Dalam menyelesaikan pnyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan data-data
yang akurat dan tepat untuk menunjang pembuatan Tital Productive Maintenance
24
(TPM). Adapun metode untuk mengumpulkan data-data yang dilakukan penulis, diantaranya: a.
Studi literature
Pencarian data dengan cara mempelajari literature-literatur yang berhubungan dengan standar pemeliharaan mesin Chiller, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan system pendingin. Hal ini dilakukan guna memperoleh data yang akurat tentang masalah yang diangkat. b.
Studi wawancara
Pencarian data dengan cara melakukan Tanya jawab langsung kepada orang-orang yang berkompeten dalam hal ini adalah supervisor Mekanikal yang mengepalai bagian tata udara. c.
Studi lapangan
Pencarian data dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan, dengan melaksanakan langsung pemeliharaan mesin chiller. Disamping
itu penulis juga
melakukan service pada mesin chiller ketika mengalami kerusakan yang tidak terduga.
1.6.
Sistematika Penulisan
Pada laporan tugas akhir ini disusun menjadi 5 bab, yaitu : •
BAB I : Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang permasalahan, tujuan, ruang
lingkup pembahasan, metode pembahasan, dan sistematika pembahasan
25
•
BAB II : Dasar Teori Pada bab ini menjelaskan tentang dasar – dsar teori yang mendukung dalam
perhitungan efisiensi total produktif maintenance. •
BAB III : Tinjauan Pembahasan Mesin Pada bab ini merupakan tinjuan mengenai pembahasan mesin pendingin atau
mesin chiller serta berisi data – data yang akan dijadikan acuan dalam perhitungan. •
BAB IV : Metodologi Penelitian Bab ini berisi ltentang angkah – langkah kerja dalam penulisan Tugas Akhir sehingga sesuai dengan tujuan
•
BAB V : Analisis dan Pengolahan Data Bab ini berisi tentang data – data yang diperlukan untuk melakukan
pengolahan data juga berisi tentang analisa yang dilakukan terhadap hasil pengolahan data yang telah dibahas pada bab sebelumnya. •
BAB VI : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulis yang diberikan
kepada pihak perusahaan berdasarkan analisa yang dilakukan sebelumnya.
26
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Sejarah Perkembangan Pada awal generasi pertama (berakhir hingga perang dunia II), pada masa itu
industri tidak bersifat mekanis tinggi, sehingga down time tidak terlalu banyak terjadi, artinya upaya untuk mencegah kerusakan bukan merupakan suatu prioritas utama, sehingga pemeliharaan lebih bersifat breakdown maintenance. Lagi pula alat produksi umumnya berteknologi sederhana dengan perhitungan yang sangat aman, mesin – mesin yang ada dibuat sangat andal dan mudah direparasi, akhirnya tidak diperlukan suatu sistem pemeliharaan selain : Pembersihan, service dan pelumasan rutin. Dimana kebutuhan akan ketrampilan jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sekarang ini.1
Sejalan dengan waktu terjadinya perang dunia II banyak merubah cara berfikir manusia, perang menyebabkan kenaikan bebutuhan akan segala barang sementara 1
Wireman, Terry, (2004). Total Productive Maintenance (2nd ed). New York: Industrial Press
28
pemasokan barang menurun secara drastis. Kondisi ini meningkatkan kebutuhan akan mekanisasi. Sekitar tahun lima puluhan sampai dengan awal tujuh puluhan jumlah mesin semakin banyak dan kompleks, ketergantungan industri pada alat atau permesinan pun dimulai disini. Dengan meningkatnya ketergantungan, down time menjadi perhatian utama, hal ini mengarah pada idea bahwa kegagalan mesin sebenarnya dapat dideteksi dan dicegah, sehingga lahirlah konsep pemeliharaan preventive dimana pada tahun enam puluhan overhoul mesin didasarkan pada interval waktu yang tetap. Biaya pemeliharaan semakin meningkat tajam relatif terhadap biaya opersi yang lain, kondisi ini mengarah pada sistem perencanaan dan kontrol pemeliharaan. Dengan demikian kegiatan pemeliharaan dapat lebih terkontrol. Akhirnya jumlah modal untuk asset tetap pada perusahaan tersebut mengalami peningkatan dan mulai dipikirkan untuk memaksimalkan masa pakai dari peralatan yang ada. Mulai tahun tujuh puluhan , industri memperoleh mementum perubahan yang sangat signifikan . Dimana konsumen membuat harapan tuntutan baru, riset – riset terobosan baru, teknik-teknik dan sistem manajemen baru .2
Pada mulanya ketika bidang produksi
sudah lama memiliki sistem
manajemen , orang belum memperhatikan bagaimana cara me-manage bidang pemeliharaan, bidang ini hanya dianggap penunjang yang tidak perlu diatur dengan 2
Wireman, Terry, (2004). Total Productive Maintenance (2nd ed). New York: Industrial Press
29
cermat, namun setelah teknologi
permesinan menjadi lebih rumit dan kapasitas
produksi yang dimiliki pabrik semakin besar, mulai terasa ketidak mampuan mesin untuk memenuhi target produksi yang berarti kerugian yang tidak kecil. Ketidakmampuan itu banyak disebabkan oleh gangguan atau kerusakan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
Seluruh permasalahan diatas dapat ditanggulangi apabila perusahaan mempunyai menajemen yang baik dibidang pemeliharaan. Manajemen yang paling sederhana yaitu untuk “Breakdown maintenance” sampai yang terbaru adalah Total Productive Maintenance (TPM).
2.2
TPM Dan Keunggulannya Breakdown maintenance dirasakan memiliki banyak kelemahan karena tidak
mempu memperkirakan kerusakan alat sebelumnya, lalu dibuatlah preventive maintenance dimana kegiatan pemeliharaan berupa inspeksi secara periodik, selanjutnya orang berfikir bagaimana seluruh kegiatan disusun dalan suatu program yang terencana dengan baik untuk inspeksi maupun perbaikan yang disebut Produktive maintenance. Namun demikian terasa ada sesuatu yang kurang yaitu operator produksi tidak dilibatkan dalam kegiatan pemeliharaan sehingga lahirlah Sistem Manajemen Total Produktive Maintenance yang lebih komprehensive dan melibatkan seluruh personil serta total dalam partisipasi.
30
Mengapa menerapkan TPM Kebutuhan dan tuntutan konsumen senantisa selalu berkembang kearah yang lebih kompleks sehingga menajemen membutuhkan suatu sistem yang mampu memenuhi harapan – harapannya maka diperlukan suatu sistem produksi yang terintegrasi dengan suatu
sistem pembiayaan
yang effektif. Konsumen dan
manajeman senantiasa mengharapakan mutu yang lebih tinggi dari biaya yang telah dikeluarkan .
Lingkup perhitungan biaya total pada industri seringkali kurang lengkap. Dengan mudah kita dapat melakukan estimasi pada biaya desain, pengembangan hingga instalasi suatu alat produksi. Tapi biaya operasi dan pemeliharaan seringkali sulit diestimasi kerena sifatnya yang tersembunyi. Tidak jarang perusahaan baru menyadari betapa besar biaya operasional dan pemeliharaan setelah
segala
sesuatunya terlambat sehingga kelangsungan hidup perusahaan sudah terancam . Penyebab seluruh masalah
sebagian besar terdapat pada bagaimana cara
mengambil keputusan ketika tahap awal yaitu ;
Bagaiman mengambil keputusan mengenai sistem pengoperasian
Pemilihan peralatan
Pengoperasian peralatan
Sistem pemeliharaan
Tingkat perbaikan
31
Sehingga pada masa sekarang ini diperlukan suatu sitem yang bersifat menyeluruh, Total dan terintegrasi dengan baik.
Bentuk-bentuk dari sistem pemeliharaan3 :
2.3
1. Pemeliharan Preventif (Preventive Maintenance) Adalah pekerjaan pemeliharan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharan yang direncanakan untuk pencegahan (preventif). Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk: inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan.
2. Perawatan Korektif Adalah pekerjaan pemeliharan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai standar yang dapat diterima. Dalam pemeliharan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.
3
Corder, Anthony, (1996). Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga
32
3. Pemeliharan Berjalan Dimana pekerjaan pemeliharan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi. 4. Pemeliharan Prediktif 4 Pemeliharan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya pemeliharan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang canggih.
5. Pemeliharan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance) Pekerjaan pemeliharan dilakukan setelah terjadi kerusakan pada peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, material, alat-alat dan tenaga kerjanya.
6. Pemeliharan Darurat (Emergency Maintenance) Adalah pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
4
Ibid. p 20
33
Disamping jenis-jenis pemeliharan yang telah disebutkan diatas, terdapat juga beberapa jenis pekerjaan lain yang bisa dianggap merupakan jenis pekerjaan pemeliharan seperti: a. Pemeliharan dengan cara penggantian (Replacement instead of maintenance) Pemeliharan dilakukan dengan cara mengganti peralatan tanpa dilakukan pemeliharan, karena harga peralatan pengganti lebih murah bila dibandingkan dengan biaya pemeliharannya. Atau alasan lainnya adalah apabila perkembangan teknologi sangat cepat, peralatan tidak dirancang untuk waktu yang lama, atau banyak komponen rusak tidak memungkinkan lagi diperbaiki.
b. Penggantian yang direncanakan (Planned Replacement) 5 Dengan telah ditentukan waktu mengganti peralatan dengan peralatan yang baru, berarti industri tidak memerlukan waktu lama untuk melakukan pemeliharan, kecuali untuk melakukan pemeliharan dasar yang ringan seperti pelumasan dan penyetelan. Ketika peralatan telah menurun kondisinya langsung diganti dengan yang baru. Cara penggantian ini mempunyai keuntungan antara lain, pabrik selalu memiliki peralatan yang baru dan siap pakai. 7.
Total Productive Maintenance Dengan adanya kata Total maka lebih dikembangkan lagi mencakup seluruh
aspek perusahaan dengan :
5
Ibid. p 23
34
a. Total Partisipasi: Seluruh personil didalam perusahaan dari Top Manajemen sampai dengan Operator dan Supporting lainnya harus terlibat aktif b. Total dalam Effektivitas Dimana sistem yang dikembangkan harus dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan serta harapan dari konsumen ( Internal maupun Eksternal) sesuai dengan mutu / kualitasnya serta biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut c. Total dalam sistem pemeliharaan Dimana TPM mengintegrasikan
antara kegiatan
desainer,enginering dan
pemeliharaan. Sehingga kelemahan ataupun kekurangan dari masing-masing proses ini dapat diidentifikasi dan diselesaikan
2.4
Lima Pilar TPM 6
Membangun peraturan/Kebijaksanaan perusahaan untuk memaksimalkan
effektivitas sistem produksi atau alat
Memanfaatkan pendekatan lapangan, untuk menangkal setiap jenis kerugian /
kegagalan dalam bentuk kegiatan pemeliharaan produktif secara menyeluruh
Kerjasama antar bagian atau sector
Mellibatkan setiap personil dari seluruh level
Kegiatan kelompok kecil untuk meningkatkan motivasi dan sikap kerja
6
Nakajima, Seiichi. (2001). Introduction to Total Productive Maintenance. Prantice Hall : New York
35
Pilar I, Effektivitas alat / mesin produksi Dimana TPM berupaya untuk menghilangkan “ Kerugian “: 1.
Waktu ngganggur
2.
Penyesuaian produksi
3.
Kegagalan Alat
4.
Kegagalan Proses
5.
Produksi Normal
6.
Produksi Abnormal
7.
Cacat Kualitas
8.
Proses Ulang
Pilar II, Memanfaatkan pendekatan lapangan 7 Bentuk kegiatan pemeliharaan produktif terencana secara menyeluruh yang merupakan perpaduan antara pemeliharaan spesial ( oleh teknisi Pemelihara ) dan pemeliharaan mandiri (Operator Produksi) Yang terdiri dari 4 fase, 6 tahap Pemeliharaan spesial dan 7 tahap pemeliharaan mandiri. 4 Fase Pemeliharaan terencana : 1.
Menstabilkan Interval Kegagalan
2.
Memperpanjang masa pakai alat
3.
Pemulihan kemunduran alat
4.
Prediksi masa pakai alat
7
Ibid. p 35
36
6 Tahap pemeliharaan Special : 1.
Evaluasi alat dan memahami kondisinya
2.
Memulihkan kemunduran dan memperbaiki kelemahan
3.
Membangun sistem informasi manajeman
4.
Membangun sistem pemeliharaan periodik
5.
Membangun sistem pemeliharaan prediktif
6.
Evaluasi sistem pemeliharaan terencana
7 Tahap Pemeliharaan Mandiri : 1.
Melaksanakan pembersihan awal
2.
Menggulangi sumber kontaminsi
3.
Menyusun standard kebersihan dan pemeriksaan
4.
Melaksanakan inspeksi pada alat umum
5.
Melaksanakan inspeksi pada proses umum
6.
Melaksanakan pemeliharaan mandiri secara sistematis
7.
Manajemen diri sepenuhnya.
Pilar III, Kerjasama antar bagian atau sector,Termasuk pengembangan, penjualan dan administrasi. Dimana penyempurnaan sistem yang dilakukan tidak cukup hanya dengan kelompok kecil saja, tapi juga tim melibatkan beberapa personil dari
37
departemen terkait, Tim ini dikenal sebagia tim proyek yang berfungsi untuk melaksanakan peningkatan /penyempurnaan yang terfokus pada alat atu sistem .
Pilar IV, Melibatkan setiap personil dari seluruh Level Hal ini dimaksudkan agar kebijakan atau sasaran perusahaan dapat disosialisasikan dan dicapai dari seluruh personil dalam organisasi perusahaan .
Pilar V. Kegiatan kelompok kecil Untuk meningkatkan motivasi dan sikap kerja yaitu hakekat kaizen atau continous Improvement dimana kelompok kecil ialah personil yang paling memahami kondisi lingkungannya sehingga setiap individu dapat memberikan kemampuanya secara maksimal.
Keuntungan – keuntugan dengan melaksanakan TPM: Meliputi : a.
Productivity ( Produktivitas),
b.
Quality (Kwalitas),
c.
Cost ( Biaya),
d.
Delivery ( Penyerahan ),
e.
Safety ( Keselamatan) ,
f.
Motivasi.
38
Peningkatan Produktivitas dengan TPM meliputi: •
Produktivitas Pekerja
•
Nilai Tambah Personil
•
Tingkat Pengoperasian
Peningkatan Kualitas dengan TPM meliputi “ Pengurangan “:
Cacat dalam Proses
Cacat Produk
Keluhlan Pemakai Produk
Pengurangan Pembiayaan dalam TPM meliputi:
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pemeliharaan
Konservasi energi
Untuk Delivery ( Penyerahan ), TPM memberikan :
Pengurangan Stok
Peningkatan Perputaran Inventory
Untuk masalah Safety, TPM memberikan :
Kecelakaan Nihil
Polusi Nihil
39
Untuk Motivasi, TPM memberikan andil dengan :
Bertambahnya idea-idea perbaikan
Waktu untuk pertemuan kelompok kecil meningkat
Apresiasi atau peghargaan
2.5
Kaizen Sebagai Induk TPM Kencenderungan sistem yang digunakan untuk kegiatan perusahaan pada
masa mendatang adalah apa yang dikenal sebagai manajemen total (Total management) Sebagaimana pada sekpakbola total sistem ini mengikut sertakan seluruh personil dalam kegiatan untuk mencapai sasaran perusahaan.
Kita bisa melihat pada sepakbola tradisionil, seorang back-kiri hanya bertanggungjawab terhadap serangan lawan yang datang melalui sektor kiri gawang kita. Apabila datang serangan melalui sektor kanan maka itu menjadi tanggung jawab penuh dari back-kanan dan back kiri samasekali tidak punya urusan pada kondisi ini. Jadi seorang pemain hanya menjalankan fungsinya masing-masing saja. Pada sepakbola total, apabila terjadi kondisi seperti tersebut diatas, back kiri akan bahu membahu dengan back kanan untuk menghalau serangan karena mereka sadar bahwa serangan lewat manapun akan berpotensi untuk menembus gawang yang berarti kekalahan untuk seluruh tim sepakbola.
40
Manajeman total menuntut seseorang untuk melihat perusahaan secara total sebagai markas yang harus dipertahankan bersama. Kerugian yang dialami oleh salah seorang personil perusahaan berarti kerugian bagi keluarga besar perusahaan tersebut.
Kaizen merupakan budaya kerja yang melandasi pelaksanaan manajemen total secara utuh. Tanpa menjalankan Kaizen pelaksanaan makmanajemen total tidak akan menaikkan efisiensi yang tinggi. Sangat perlu memahami Kaizen sebelum beralih ke Manajemen Total.
LANDASAN PELAKSANAAN TPM8
2.6
Dalam pelaksanaanya TPM dilandasai oleh semangat 5S/5R/5P yaitu : 5S
5R
5P
SEIRI
RINGKAS
PEMILAHAN
SEITON
RAPIH
PENATAAN
SEISO
RESIK
PEMBERSIHAN
SEIKETSU
RAWAT
PEMANTAPAN
SHITSUKE
RAJIN
PEMBIASAAN
a. DEFINISI Yaitu budaya tentang bagaimana seorang memperlakukan tempat kerja secara benar,sehingga dapat mencipatakan kemudahan dalam bekerja b. TUJUAN 8
www.scribd.com/doc/13801152/TPM-Seiichi-Nakajima
41
Tujuan dari 5S,5R,5P adalah: •
effisiensi kerja
•
produktivitas kerja
•
kualitas kerja
•
keselamatan kerja
•
meningkatkan modal dan disiplin kerja
•
kenyamanan kerja
c. ARTI DARI 5S,5R,5P •
SEIRI (PEMILAHAN)
Memisahkan barang antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Barang tidak berguna dibuang, barang yang diperlukan diatur •
SEITON (PENATAAN)
Pengaturan barang sehingga dalam pengambilan dan pengembalian dapat dilakukan dengan cepat (barang yang yang berada ditempat kerja harus mempunyai tempat yang pasti) •
SEISO (PEMBERSIHAN)
Menghilangkan sampah dan kotoran serta barang yang tidak diperlukan untuk membuat tempat kerja yang bersih dan nyaman •
SEIKETSU (PEMANTAPAN)
Menetapkan pemilihan dan penataan serta mempertahankan agas selalu ringkas, rapi dan bersih
42
•
SHITSUKE (PEMBIASAAN)
Pembentukan diri untuk membiasakan mematuhi dengan baik segalla sesuatu yang telah menjadi peraturan
2.7 Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness9
Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah metode pengukuran efektivitas penggunaan suatu peralatan. OEE dikenal sebagai salah satu aplikasi progam Total Productive Maintenance (TPM). Kemampuan mengidentifikasikan secara jelas akar permasalahan dan faktor penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan menjadi terfokus merupakan faktor utama metode ini diaplikasikan secara menyeluruh oleh banyak perusahaan didunia. Pengungkapan akar masalah dan faktor penyebabnya diperlukan sebelum perusahaan melakukan usaha perbaikan. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi kerugian peralatan (Equipment Losses) yang terjadi. Kemudian mengukur pencapaian nilai OEE satu lini produksi dalam satu periode dan melalui analisis pareto terhadap hasil pengukuran tersebut diperoleh akar permasalahan dan faktor penyebabnya yang secara jelas ditampilkan pada sebuah diagram sebab-akibat. OEE merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan
99
www.scribd.com/doc/13801152/TPM-Seiichi-Nakajima
43
menghapuskan six big losses peralatan. Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu (1) Availability ratio, (2) Performance ratio, dan (3) Quality ratio. Untuk mendapatkan nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih dahulu. Availability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah: Availability =
operation time = loading time-downtime loading time
loading time
Performance ratio merupakan suatu ratio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Formula pengukuran rasio ini adalah:
Performance rate = processed amount x theoretical cycle time operation time
44
Quality ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:
Quality Rate = processed amount – defect amount Processed amount
Nilai OEE diperoleh dengan mengalikan ketiga rasio utama tersebut. Secara matematis formula pengukuran nilai OEE adalah sebagai berikut: OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%)
45
BAB III
TINJAUAN dan PEMBAHASAN MESIN
3.1.
Refrigerasi dan Mesin Refrigerasi AC water chiller merupakan alat pengkondisian udara yang dapat
mengkondisikan udara lebih dari satu ruangan untuk satu perangkat AC, karena sistem AC water chlller terdiri dari dua siklus yaitu siklus primer dan siklus sekunder. Pada siklus primer yang bertindak sebagai fluida kerja adalah refrigeran dan pada siklus sekunder yang bertindak sebagai fluida kerja adalah air.
47
Gambar 1 Chiller York10 Air Conditioning adalah “Proses penanganan udara; untuk mengontrol secara serempak terhadap temperatur, kelembaban, kebersihan dan distribusi untuk mencapai kondisi yang diinginkan”. Dengan melakukan pengkondisian udara tersebut setiap orang dapat mengatur suhu, kelembaban udara sesuai dengan yang diinginkan sehingga
dapat
menghasilkan
pengkondisian
udara
nyaman
(comfort
air
conditioning). Di masyarakat, alat pengkondisian udara ini biasa dikenal dengan sebutan AC (Air Conditioning), yang mana salah satunya adalah AC jenis Water Chiller. AC jenis Water Chiller terdiri dari dua siklus yang saling berkaitan; siklus refrgeran primer dan siklus refrigeran sekunder. Pada siklus primer, refrigeran primer tersirkulasi melalui empat komponen utama AC yaitu kompresor, kondensor, katup ekspansi, dan evaporator. Refrigeran
10
www.york.com/products/esg/products/yorkengineeredproducts.asp?display=24
48
dikompresikan oleh kompresor menuju kondensor kemudian menuju alat ekspansi dan evaporator. Prinsip kerja pada siklus primer ini merupakan prinsip kerja kompresi uap.
Gambar 2 Siklus Primer Mesin Pendingin
Refrigeran primer mengalami evaporasi dengan menyerap panas refrigeran sekunder untuk mendinginkan chilled water. Pada siklus sekunder, refrigeran sekunder disirkulasikan oleh pompa dari evaporator ke AHU (air handling unit), FCU dan kembali lagi ke evaporator secara kontinyu. Refrigerant adalah zat yang mengalir dalam sirkulasi sistem mesin pendingin baik system refrigerasi maupun air
49
conditioning (AC) dan merupakan fluida kerja dalam proses penyerapan panas. Refrigerant dalam siklusnya dapat berubah wujud, menguap selama penyerapan kalor mengembun selama pelepasan kalor. Refrigeran yang mengalir dalam siklus sekunder adalah air (water) yang disirkulasikan dengan bantuan pompa yang dapat diatur laju alirannya dengan bantuan flow meter. Tentu akan sangat penting untuk mengatur laju aliran volume air pendingin agar didapat pendinginan yang maksimal, karena air pendingin (chilled water) inilah yang nantinya akan mengambil panas ruangan. Dengan laju aliran air pendingin yang tinggi, mungkin akan didapat pendinginan ruangan yang cepat, tetapi penyerapan panas ruangan tidak terjadi secara maksimal, karena dengan kecepatan yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan fluida pendingin untuk mengambil panas ruangan. Disamping itu hal ini juga akan berdampak pada pelepasan panas yang terjadi pada kondensor, sehingga kondensor juga harus cepat melepas panas ke lingkungan. Hal ini juga akan berdampak pada kerja yang harus dilakukan kompresor juga harus semakin besar. Dilain pihak jika laju aliran volumenya rendah kemungkinan akan dapat menyerap panas secara maksimal tetapi, waktu untuk pendinginan ruangannya akan lama dicapai.
3.2.
Siklus Refrigerasi dari Unit Pendingin Secara Umum11
1. Penguapan Evaporator atau (penguap) yang dipakai berbentuk pipa bersirip pelat. Tekanan cairan refrigerant diturunkan pada katup ekspansi, didistribusikan secara 11
Arismunandar, Wiranto. 2002. Dasar Sistem Pendingin. Jakarta : Pradnya Paramita
50
merata kedalam pipa evaporator, oleh distributor refrigerant. Dalam hal tersebut refrigerant akan meuap dan menyerap kalor dari udara ruangan yang dialirkan melalui permukaan luar dari pipa evaporator. Apabila udara didinginkan (di bawah titik embun), maka air yang ada dalam udara akan mengembunpada permukaan evaporator, kemudian ditampung dan dialirkan keluar. Jadi cairan refrigerant diuapkan secara berangsur-angsur karena menerima kalor sebanyak kalor laten penguapan, selama mengalir di dalam setiap pipa dari koil evaporator. Selama proses penguapan itu, di dalam pipa akan terdapat campuran refrigerant dalam fasa cair dan gas. Dalam keadaan tersebut, tekanan (tekanan penguapan) dan temperaturnya (temperature penguapan) konstan. Oleh karena itu temperaturnya dapat dicari dengan mengukur tekanan refrigerant di dalam evaporator.
2. Kompresi Kompresor mengisap uap refrigerant dari ruangan penampung uap. Di dalam penampung uap, tekanannya diusahakan supaya tetap rendah. Di dalam kompresor, tekanan refrigerant dinaikan sehingga memudahkan pencairannya kembali. Energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang menggerakkan kompresor. Jadi, dalam proses kompresi, energi diberikan kepada uap refrigerant. Pada waktu uap refrigerant diisap masuk ke dalam kompresor, temperaturnya masih rendah; tetapi, selama proses kompresi berlangsung, temperaturnya naik. Jumlah refrigerant yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi tergantung pada jumlah uap yang diisap masuk ke dalam kompresor.
51
3. Pengembunan (Kondensasi) Uap refrigerant yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan mendinginkannya dengan air pendingin (atau dengan udara pendingin pada system dengan pendingin udara) yang ada pada temperature normal. Dengan kata lain, uap refrigerant menyerahkan panasnya (kalor laten pengembunan) kepada air pendingin (atau udara pendingin) di dalam kondensor, sehingga mengembun dan menjadi cair. Jadi, karena air (udara) pendingin menyerap panas dari refrigerant, maka ia akan menjadi panas pada waktu keluar dari kondensor. Selama refrigerant mengalami erubahan dari fasa uap ke fasa cair, di mana terdapat campuran refrigerant dalam fasa uap dan cair, tekanan (tekanan pengembunan) dan temperaturnya (temperature pengembunan) konstan. Oleh karena itu temperaturnya dapat dicari dengan mengukur tekanannya. Kalor yang dikeluarkan di dalam kondensor adalah jumlah kalor yang diperoleh dari udara yang mengalir melalui evaporator (kapasitas pendinginan), dan kerja (energi) yang diberikan oleh kompresor kepada fluida kerja. Uap refrigerant menjadi cair sempurna di dalam kondensor, kemudian dialirkan ke dalam pipa evaporator melalui katup ekspansi. Dalam hal ini, temperature refrigerant cair biasanya 2-3 derajat Celsius lebih rendah dari pada temperature refrigerant cair jenuh pada tekanan kondensasinya. Temperature tersebut menyatakan besarnya derajat pendinginan lanjut (degree of subcooling).
52
Gambar 3. Sirkulasi Sistem Pendingin Ket: 1. Kompresor 2. Kondensor 3. Expansion Valve 4. Evaporator 4. Expansi Untuk menurunkan tekanan dari refrigerant cair (tekanan tinggi) yang dicairkan di dalam kondensor, supaya dapat mudah menguap, maka dipergunakan alat yang dinamai katup expansi atau pipa kapilar. Setiap alat tersebut terakhir dirancang untuk suatu penurunan tekanan tertentu. Katup expansi yang biasa dipergunakan adalah katup expansi termostatik yang dapat mengatur laju aliran refrigerant, yaitu agar derajat super panas uap refrigerant di dalam evaporator dapat diusahakan konstan. Dalam penyegar udara yang kecil, dipergunakan pipa kapiler sebagai pengganti katup expansi. Diameter dalam dan panjang dari pipa kapilar tersebut ditentukan berdasarkan besarnya perbedaan tekanan yang diinginkan, antara
53
bagian yang bertekanan tinggi dan bagian bertekanan rendah, dan jumlah refrigerant yang bersirkulasi. Cairan refrigerant mengalir ke dalam evaporator, tekanannya turun dan menerima kalor penguapan dari udara, sehingga menguap secara berangsur-angsur. Selanjutnya, proses siklus tersebut di atas terjadi berulang-ulang.
3.3.
Siklus Refrigerasi dari Unit Pendingin Air Sentrifugal (Chiller
Sentrifugal)12 Uap refrigerant bertekanan rendah dan bertemperatur rendah yang diuapkan di dalam evaporator diisap masuk ke dalam kompresor melalui eliminator. Eliminator tersebut dipasang pada bagian atas dari pipa evaporator untuk memisahkan refrigerant yang ada di dalam fasa cair dari uap refrigerant. Selanjutnya, uap refrigerant tersebut diisap masuk kedalam impeller dari kompresor, melalui sudu isap yang dipasang dibagian masuk dari kompresor sentrifugal untuk mengatur laju aliran uap refrigerant yang diisap itu. Uap refrigerant bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang diperoleh dari proses kompresi dimasukkan ke dalam kondensor. Uap refrigerant tersebut kemudian diembunkan, yaitu dengan jalan mendinginkannya dengan air pendingin yang mengalir di dalam pipa kondensor. Refrigerant cair yang diperoleh dari pendinginan tersebut kemudian mengalir ke dalam ruang pelampung yang dipasang di bagian tengah evaporator. Apabila permukaan cairan refrigerant di dalam ruang pelampung naik dan mencapai ketinggian tertentu, maka katup yang terikat pada pelampung akan membuka lubang saluran, sehingga refrigerant cair akan 12
Arismunandar, Wiranto. (2003). Penyegaran Udara. Jakarta : Pradnya Paramita
54
mengalir keluar. Refrigerant cair tersebut mengalir keluar, sementara itu tekananya turun dan selanjutnya didistribusikan merata ke dalam evaporator, melalui distributor yang terpasang pada evaporator. Di dalam evaporator cairan refrigerant menguap, karena menyerap kalor dari air yang mengalir melalui pipa evaporator, kemudian mengalir kembali ke dalam kompresor. Dengan jalan demikian air tersebut menjadi dingin
Di samping itu, sebagian dari refrigerant cair yang bertemperatur tinggi dan mengalir ke ruang pelampung (dari kondensor) disemprotkan ke motor listrik sehingga menguap. Penguapan yang terjadi itu merupakan cara untuk mendinginkan motor listrik, supaya tidak menjadi terlampau panas sehingga dapat bekerja dengan baik. Refrigerant cair tersebut juga disemprotkan ke pendingin minyak pelumas, melalui pipa khusus, kemudian masuk ke dalam evaporator dalam bentuk uap bersama-sama dengan uap refrigerant yang terjadi pada pendinginan motor listrik. Refrigerant yang sesuai untuk pendingin air sentrifugal adalah refrigerant bertekanan rendah pada temperature kerjanya dan bersifat sebagai isolator listrik. Pada umumnya, refrigerant yang memiliki volume spesifik (uap) yang tinggi sangat sesuai untuk dipergunakan pada unit pendingin air sentrifugal adalah refrigerant yang bertekanan rendah pada temperature kerjanya dan bersifat sebagai isolator listrik. Pada umumnya, refrigerant yang memiliki volume spesifik (uap) yang tinggi sangat sesuai untuk dipergunakan pada unit pendingin air sentrifugal berkapasitas rendah (sampai 100 Ton Refrigerasi). Sedangkan untuk yang berkapasitas rendah, sebaiknya dipergunakan refrigerant dengan volume spesifik (uap) yang rendah, kalor laten
55
penguapan yang tinggi dan jumlah sirkulasi refrigerant yang rendah, misalkan refrigerant R 11 yang memiliki kapasitas 100-1000 Ton Refrigerasi. Cara kerja Air Cooled Water Chiller adalah sebagai berikut Kondenser didinginkan oleh air yang bersikulasi dengan udara luar dan evaporator menghasilkan air dingin. Kemudian oleh pompa, air dingin tersebut disalurkan ke beberapa bagian dari bangunan. Dalam gambar, air dingin tersebut di pompa ke suatu pengantar udara atau air handling unit, dimana udara dingin tersebut menuju suatu ruangan yang akan didinginkan. Kemudian udara dingin yang telah bercampur dengan panas ruangan akan dibawa kembali ke air handling unit, dimana air yang telah bercampur dengan panas ruangan dibawa kembali ke evaporator untuk didinginkan lagi. Dan udara panas ruangan akan dibuang ke luar melalui kondensor.
3.4
Komponen Utama Mesin Pendingin 13
3.4.1. Kompresor Kompresor adalah jantung dari sistem tata udara, Kompresor berguna untuk menghisap uap refrigeran dari ruang penampung uap. Ketika di dalam penampung uap, tekanannya diusahakan agar tetap rendah, supaya refrigerant senantiasa berada dalam keadaan uap dan bersuhu rendah. Lalu ketika di dalam kompresor, tekanan refrigeran dinaikkan sehingga memudahkan pencairannya kembali. Energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang menggerakkan kompresor. Jumlah refrigeran yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi tergantung pada jumlah uap yang dihisap masuk ke dalam kompresor. 13
Ibid. p 60
56
Dua jenis utama dari kompresor: 1. Kompresor positif, dimana gas di hisap masuk kedalam silinder dan dikompresikan sehingga terjadi kenaikan tekanan. 2. Kompresor non positif, dimana gas yang dihisap masuk dipercepat alirannya oleh sebuah impeler yang kemudian mengubah energi kinetik untuk menaikkan tekanan. Empat jenis kompresor refrigerasi yang paling umum adalah: o Kompresor torak (reciprocating compressor) o Kompresor sekrup (rotary screw compressor) o Kompresor sentrifugal o Kompresor sudu (vane)
3.4.2. Kondensor14 Kondensor berguna untuk pengembunan dan pencairan kembali uap refrigeran. Uap refrigeran yang bertekanan dan bersuhu tinggi pada akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan mendinginkannya dengan air pendingan (dengan udara pendingin pada sistem dengan pendinginan udara) yang ada pada suhu normal. Dengan kata lain, uap refrigeran menyerahkan panasnya (kalor laten pengembunan) kepada air dingin di dalam kondensor, sehingga mengembun dan menjadi cair. Jadi karena air pendingin menyerap panas dari refrigeran, maka ia akan menjadi panas pada waktu keluar dari kondensor. Selama
14
Ibid. p 63
57
refrigeran mengalami perubahan dari fasa uap ke fasa cair, dimana terdapat campuran refrigeran dalam fasa uap dan cair, tekanan (tekanan pengembunan) dan suhunya (suhu pengembunan) konstan. Kalor yang dikeluarkan dari dalam kondensor adalah jumlah kalor yang diperoleh dari udara yang mengalir melalui evaporator. Uap refrigeran menjadi cair sempurna didalam kondensor, kemudian dialirkan kedalam melalui pipa kapiler /katup ekspansi. Jenis-jenis kondensor : A. Kondensor Tabung dan Pipa Horisontal Ciri-ciri kondensor tabung dan pipa adalah sebagai berikut: • Dapat dibuat dengan pipa pendingin bersirip, sehingga relative berukuran kecil dan ringan. • Pipa air dapat dibuat lebih mudah. • Bentuknya sederhana (horisontal) dan mudah pemasangannya. • Pipa pendingin mudah dibersihkan. B. Kondensor Tabung dan Koil Ciri-ciri kondensor tabung dan koil adalah sebagai berikut : • Harganya murah karena mudah pembuatannya. • Kompak karena posisinya yang vertikal dan mudah pemasanganya. •
Boleh dikatakan tidak mungkin mengganti pipa pendingin, sedangkan
pembersihannya dilakukan dengan menggunakan deterjen. C. Kondensor Pipa Ganda Ciri-ciri kondensor jenis pipa ganda adalah sebagai berikut : • Konstruksi sederhana dengan harga memadai.
58
• Dapat mencapai kondisi superdingin karena arah aliran refrigeran dan air pendingin berlawanan. • Penggunaan air pendingin relatif kecil. • Kesulitan dalam membersihkan pipa; harus dipergunakan deterjen. •
Pemeriksaan terhadap korosi dan kerusakan pipa tidak mungkin dilaksanakan;
penggantian pipa juga sukar dilaksanakan.
3.4.3. Evaporator15 Tekanan
cairan
refrigeran
yang
diturunkan
pada
katup
ekspansi,
didistribusikan secara merata kedalam pipa Evaporator oleh distributor refrigeran, pada saat itu refrigeran akan menguap dan menyerap kalor dari udara ruangan yang dialirkan melalui permukaan luar dari pipa evaporator. Cairan refrigerant diuapkan secara berangsur-angsur karena menerima kalor sebanyak kalor laten penguapan, selama proses penguapan itu, di dalam pipa akan terdapat campuran refrigeran dalam fasa cair dan gas. Suhu penguapan dan tekanan penguapan dalam keadaan konstan pada saat itu terjadi. Evaporator adalah penukar kalor yang memegang peranan paling penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya.
3.4.4. Expansion Valve (Katup Ekspansi) Untuk menurunkan tekanan dari refrigeran cair (yang bertekanan tinggi) yang dicairkan di dalam kondensor, agar dapat mudah menguap, maka dipergunakan alat 15
Ibid. p 65
59
yang dinamakan katup ekspansi atau pipa kapilar. Katup ekspansi ini dirancang untuk suatu penurunan tekanan tertentu. Katup ekspansi yang biasa dipergunakan adalah katup ekspansi termostatik yang dapat mengatur laju aliran refrigeran, yaitu agar derajat super panas uap refrigeran di dalam cair yang besarnya sebanding dengan laju penguapan di dalam evaporator. Katup ekspansi mengatur supaya evaporator dapat selalu bekerja sehinga diperoleh efisiensi siklus refrigerasi yang maksimal. Apabila beban pendinginan turun, atau apabila katup expansi membuka lebih lebar, maka refrigeran didalam evaporator tidak menguap sempurna, sehingga refrigeran yang terisap masuk ke dalam kompresor mengandung cairan. Apabila hal tersebut terjadi dalam waktu cukup lama, sebagian uap akan mencair kembali, dan katup kompresor akan mengalami kerusakan.
3.4.5. Refrigeran16 Refrigeran sangat penting peranannya bagi mesin penyegar udara, sehingga dalam memilih jenis refrigeran haruslah yang paling sesuai dengan jenis kompresor yang dipakai, dan karakteristik termodinamikanya yang antara lain meliputi suhu penguapan dan tekanan penguapan serta suhu pengembunan dan tekanan pengembunan. Diantara persyaratan sebuah refrigeran yakni tidak berbau dan tidak mudah terbakar, mudah diperoleh serta ramah lingkungan.
16
Ibid. p 67
60
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Langkah – langkah yang harus dilakukan supaya penelitian sesuai dengan tujuan dan berhasil diterapkan di Menara Sudirman adalah sebagai berikut :
62
Menganalisa kondisi umum, pemeliharaan, kerusakan dan operator
Mengumpulkan data 6 kerugian utama
Mengolah data overall equipment effectiveness (OEE) sebelum implementasi TPM
Mengkaji implementasi TPM sesuai dengan kondisi perusahaan
Memilih objek mesin
Mengolah dan menganalisa data overall equipment effectiveness (OEE) sesudah implementasi TPM
Membandingkan kondisi sebelum dan sesudah implementasi TPM
Membuat kesimpulan dan saran untuk perusahaan
Gambar. Langkah – langkah implementasi TPM
63
4.1. Menganalisa kondisi umum, pemeliharaan, kerusakan dan operator Melakukan pengamatan dan menganalisa kondisi umum perusahaan yang akan diterapkan TPM. Selain itu juga menganalisa sistem pemeliharaan dan kerusakan yang sering terjadi. Juga melihat tugas operator chiller
4.2. Mengumpulkan data 6 kerugian utama Data – data yang perlu dikumpulkan untuk implementasi TPM adalah : 1. Waktu breakdown. 2. Waktu produksi. 3. Waktu setup and adjustment. 4. Kecepatan aktual mesin. 5. Jumlah produksi. 6. Jumlah reject. Data – data yang diperlukan diambil dari laporan operator yang telah dibuat oleh operator / bagian perawatan setiap harinya
4.3. Mengolah data overall equipment effectiveness (OEE) sebelum implementasi TPM Dari 6 data yang dikumpulkan akan diperoleh nilai availability rate, performance rate dan total yield. Nilai-nilai itu jika dikalikan akan diperoleh nilai OEE. Setelah itu avaiability rate, performance rate dan total yield akan ditinjau lagi untuk menentukan mesin mana yang akan digunakan sebagai contoh.
64
4.4. Mengkaji implementasi TPM sesuai dengan kondisi perusahaan Kajian implementasi TPM disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang ada dan untuk pelaksanaan selanjutnya diserahkan pada program perusahaan. Tahap implementasi dibagi menjadi : 1. Tahap persiapan. 2. Tahap implementasi awal. 3. Tahap implementasi TPM. 4.5. Memilih objek mesin Mesin yang akan digunakan sebagai objek percotohan adalah mesin Chiller satu sampai tiga.
4.6. Mengolah dan menganalisa data overall equipment effectiveness (OEE) sesudah implementasi TPM Dari 6 data yang dikumpulkan sesudah implementasi TPM akan diperoleh nilai OEE yang baru. Sesudah itu nilai availability rate, performance rate dan total yield akan dianalisa lagi untuk menentukan faktor mana yang menyebabkan nilai OEE rendah. 4.7. Membandingkan kondisi sebelum dan sesudah implementasi TPM Jika sudah diperoleh hasil OEE dengan implementasi TPM selanjutnya akan dibandingkan dengan OEE yang awal. 4.8. Membuat kesimpulan dan saran untuk perusahaan Dari penelitian akan diperoleh suatu kesimpulan, apakah implementasi TPM perlu diterapkan pada bagian engineering atau belum? Selain itu juga berisi saran-
65
saran untuk pengembangan dan pemantapan implementasi TPM supaya TPM dapat berjalan dengan sukses.
66
BAB V ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
5.1.
Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakankerangka formal suatu organisasi yaitu
hubungan formal yang terjadi di suatu organisasi yaitu hubungan formal yang terjadi di suatu organisasi. Dari struktur organisasi dapat diketahui departemen atau divisi yang ada, jalur dan tingkat wewenang jabatan serta jalur pertanggungjawabannya. Adanya struktur organisasi
mempermudah
pimpinan
dalam
mengawasidan
mengendalikan jalannya perusahaan. Menara Audirman menerapkan struktur organisasi yang vertikal dimana kekuasaan dan tanggung jawab bercabang dan menurun pada setiap tingkat pimpinan dari yang paling atas sampai yang terbawah. Karena penelitian ini dilakukan pada divisi engineering maka perlu diketahui pula struktur organisasi divisi engineering. Job description menjelaskan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab karyawan perusahaan. Berikut ini adalah job description divisi engineering.
68
1. Building Manager Bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan teknis maupun non teknis pada perusahaan, termasuk divisi engineering. 2. Group Head Terdiri dari empat orang grup head dan masing masing mengepalai empat bagian, yaitu Mekanik, Elektrik, Sipil dan Elektronik. 3. Supervisor Juga terdiri dari empat orang yang mensupervisi empat bagian. 4. Operator Control Room Bertugas menjalankan operasional gedung diantaranya menghidupkan chiller dan menyalakan lampu sesuai jadwal yang telah ditentukan. 5. Technician Melaksanakan aktifitas perbaikan dan perawatan peralatan yang berada di seluruh gedung.
5.2.
Penanganan Maintenance Pada Mesin Chiller Maintenance pada Mesin Chiller dan juga pada sistem pendingin dilakukan
oleh bagian Mekanik secara preventive maintenance maupun corrective maintenance. Preventive maintenance dilakukan sebelum mesin menalami kerusakan sedangkan corrective maintenance dilakukan ketika mesin telah mengalami kerusakan. Jika melakukan preventive schedule maintenance maka supervisor memeriksa jadwal dahulu kemudian memerintahkan teknisi mekanik untuk melakukan tindakan preventive maintenance sesuai dengan preventive maintenance check list. Preventive
69
maintenance check list di isi sesuai dengan jenis-jenis perawatan berkala sesuai dengan selang waktu tertentu. Untuk corrective maintenance pemeliharaan dilakukan ketika telah terjadi masalah pada mesin. Informasi ini biasanya didapatkan dari Operator Control Room tentang adanya masalah pada mesin. Teknisi mekanik kemudian memeriksa kondisi mesin sesuai dengan masalah yang terjadi. Kemudian jika kerusakan yang terjadi membutuhkan penggantian spare part maka teknisi akan menyiapkan penggantian dari bagian pergudangan. Jika masalah masih belum bisa dapat diatasi maka teknisi akan melapor kepada supervisor untuk ditindaklanjuti. Untuk penggantian spare part, perlu dicek terlebih dahulu di gudang. Jika tidak ada persediaan spare part, yang dibutuhkan, maka teknisi langsung membuat purchase order ke departemen purchasing
untuk dibelikan spare part yang
diinginkan secepatnya. Setip masalah mesin yang besar yaitu masalah mesin yang menyebabkan berhenti dan menyebabkan tidak dapat digunakannya mesin selama berhari-hari dicatat dalam machine hystory record.
5.3.
Implementasi TPM Berdasarkan dengan tahapan umum untuk implementasi TPM yang telah
disebutkan pada bab sebelumnya, berikut tahapan tersebut akan lebih diperinci lagi. Untuk siksesnya implementasi TPM sangat diperlukan dukungan dari semua pihak, mulai dari manajemen perusahaan, logistik, departemen produksi, teknisi mekanik, dan erutama operator sebagai pelaksana dilapangan.
70
5.3.1. Penjelasan dan perincian langkah kerja Berikut ini adalah perincian langkah kerja untuk implementasi TPM. Tetapi, langkah-langkah ini hanya sebagai usulan dan arahan saja, selanjutnya memerlukan koordinasi dengan perusahaan karena yang lebih mengerti tentang kondisi dan seluk beluk perusahaan adalah perusahaan sendiri. 5.3.1.1.Tahap persiapan 1. Mengumumkan keputusan manajemen puncak untuk implementasi TPM Dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Mengeluarkan surat keputusan yang dibuat oleh manajemen untuk mengumumkan keputusan yang resmi ke seluruh departemen terkait supaya memulai implementasi filosofi TPM di seluruh area perusahaan.
b.
Mengadakan kampanye implementasi TPM di seluruh area perusahaan, khususnya dimulai di bagian pemeliharaan sebagai lokasi implementasi TPM pertama. Kampanye implementasi TPM dapat menggunakan cara, seperti berikut: •
Mengadakan lomba kreatifitas teknisi, seperti membuat yel-yel yang berisi tentang semangat keedulian untuk pemeliharaan mesin. Dari yelyel yang terpilih harus diteriakan pada saat briefing. Pemenang dari yel-yel yang terbaik bisa diberi hadiah.
•
Memasang spanduk yang berisi slogan-slogan di ruang mesin dan tembok-tembok yang letaknya strategis.
71
TPM tidak hanya ditujukan pada operator produksi dan departemen produksi saja, tetapi juga tangung jawab setiap individu dalam perusahaan. Pembuatan slogan dilakukan oleh pihak yang terkait langsung dengan pelaksanaanya sehingga mudah diadaptasi. c.
Memperkenalkan TPM melalui program komunikasi terstruktur, yaitu mengikuti struktur organisasi perusahaan. Karena penerapan TPM sangat luas dan diharapkan TPM lebih mudah diadaptasi penerapan dan tujuannya sesuai dengan bidang kerja masing-masing. Misalnya untuk departemen purchasing: tujuan TPM di departemen ini adalah untuk mengoptimalkan efektifitas dalam hal pembelian dengan menjalin komunikasi dengan bagian lapangan dan juga pergudangan, supaya barang
yang
dibeli
tidak
menumpuk
di
gudang
namun
terjaga
ketersediannya
2.
Melatih dan mengembangkan karyawan Dapat dilakukan dengan langkah-langkah a.
Pelatihan
•
Membuat presentasi resmi tentang TPM dan merealisasikan kepada semua pihak yang terkait dalam suksesnya implementasi TPM. Untuk level staf dan karyawan, yang dibahas meliputi : apa itu TPM, mengapa perlu TPM, apa keuntungan dan dampak dari TPM. Untuk operator, perlu menekankan apa itu TPM dan manfaatnya. Selain itu
72
juga perlu menekankan pentingnya peran serta operator dalam implementasi TPM. •
Memanfaatkan regu-regu yang sudah ada menjadi grup-grup TPM kira-kira terdiri dari tiga orang.
•
Mengharuskan kehadiran operator yang bertugas saat briefing sebelum bekerja. Dalam briefing ini berisi tentang : meningkatkan berulangulang tentang TPM supaya tertanam dalam pikiran (contoh: menyanyikan yel-yel), menegaskan keputusan perusahaan untuk menjalankan TPM dengan konsisten, mengadakan diskusi tentang penyampaian materi TPM, membahas masalah yang sering dihadapi dan dipimpin oleh masing-masing ketua grup supaya lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan, mengadakan lomba menyanyi yel-yel antar grup secara mendadak dengan hadiah poin, mengevaluasi materi yang telah disampaikan oleh ketua regu melalui angket atau percakapan secara langsung. Untuk operator yang hadir penuh selama satu bulan akan mendapat poin. Dari poin yang didapat akan dijumlah kemudian dikalkulasi menjadi sebuah hadiah.
•
Memberikan
pelatihan
tentang
pembersihan,
pelumasan,
dan
pengencangan bagian-bagian mesin secara umum yang harus dikuasai oleh semua operator. Hal ini nantinya akan berlanjut ke autonomus maintenance for operator.
73
•
Membina kedisplinan operator dalam pelaksanaan TPM dengan mengadakan inspeksi mendadak yang dilakukan oleh anggota organisasi TPM. Dimana yang terbukti menjaga kondisi mesinnya dengan baik akan mendapatkan poin.
•
Mengikuti pertemuan organisasi TPM untuk ketua regu dalam setiap minggunya dan menyampaikan masalah yang dihadapi regunya untuk dibahas serta dilaporkan hasil perbaikan di lapangan.
•
Menekankan batasan pemegang fungsi pemeliharaan. Operator : memelihara kondisi mesin dan menanganikerusakan kerusakan sederhana dan umum supaya mesin tidak mengalami kerusakan yang lebih parah. Bagian pemeliharaan : menangani kerusakan-kerusakan mesin yang membutuhkan kemampuan khusus.
•
Memasang spanduk yang berisi program TPM Contoh di di ruang-ruang mesin, menekankan kebersihan lantai kerja dan mesin, memelihara komponen tiap-tiap mesin dengan baik. Contoh umum untuk perusahaan : menekankan 5S atau 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin). Sasaran utama dari 5R adalah menciptakan tenaga kerja yang disiplin, menciptakan tempat kerja yang bersih, rapi dan naman, enciptakan visual control system.
•
Memberikan peraturan dan sanksi tegas untuk kesejahteraan bersama misalnya dengan mencari operator atau karyawan dalam bulan ini
74
yang paling kreatif, bersih, rapi dan peraih poin terbanyak akan mendapatkan hadiah. Apabila ada kedapatan berpenampilan kurang apih misalnya bisa dikenakan denda yang uangnya bisa digunakan untuk keperluan bersama. b.
Pengembangan
•
Membentuk organisasi TPM
•
Memebentuk satu orang pengawas kerja untuk tiap shift yang tidak sedang bertugas/libur supaya dapat lebih fokus mengawasi kerja rekannya.
•
Menyewa konsultan TPM atau mengadakan training untuk personil TPM supaya dapat mengarahkan organisasi dengan lebih baik.
•
Mengadaptasikan program TPM dalam program yang disusun dari, oleh dan untuk operator agar operator merasa dilibatkan dan mempunyai rasa ikut memiliki terhadap mesin.
•
Mengevaluasi sistem pemberian penghargaan atau hadiah untuk operator dan karyawan. Sistem penghargaan sebaiknya tidak hanya berupa uang saja, tetapi dapat berupa pemberian sertifikat/piagam untuk operator atau karyawan yang mempunyai poin terbanyak.
•
Memperbaiki suasana dan lingkungan kerja agar lebih kondusif.
75
•
Merencanakan dan mengadakan anggaran biaya untuk implementasi, meliputi biaya langsung dari anggota organisasi TPM, biaya training, konsultan dan lain sebagainya.
3.
Membudayakan dan membiasakan metode TPM a.
Memberikan reward kepada karyawan/grup yang dapat melakukan perbaikan pada mesin yang mengalami kerusakan dengan baik.
b.
Mengadakan lomba kebersihan dan penggantian komponen. Dari grup tersebut yang dapat mengganti komponen dengan cepat dan benar, maka akan diberikan hadiah yang bisa digunakan untuk grupnya.
c.
Membiasakan musyawarah tentang problem-problem mesin kepada operator maupun teknisi yang tergabung dalam organisasi TPM. Apabila terdapat grup yang dapat memberikan ide cemerlang untuk menyelesaikan masalah, maka akan diberikan hadiah yang sesuai dan dapat diusulkan kepada atasan untuk naik pangkat pada tahun berikutnya.
4.
Menciptakan organisasi TPM Dapat dilakukan dengan cara : a.
Menyusun anggota dari struktur organisasi yang terdiri dari semua departemen mulai dari manajemen puncak sampai level bawah. Untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antar departemen satu dan lainnya, hendaknya jumlah orang tidak terlalu banyak cukup perwakilan saja.
76
b.
Mengadakan rapat mingguan untuk mengevaluasi jalannya program dalam minggu itu. Apabila terdapat kesalahan dapat diperbaiki pada program yang direncanakan selanjutnya.
c.
Melaporkan secara rutin satu bulan sekali kepada pihak manajemen mengenai perkembangan pelaksanaan TPM.
d.
Memimpin, mengontrol dan melaksanakan master plan TPM sesuai dengan kondisi perusahaan.
e.
Menggalakkan sistem informasi dari bawah ke atas sesuai dengan struktur organisasi perusahaan.
5.
Menerapkan dasar TPM berdasarkan kebijakan dan tujuan TPM. Dapat dilakukan dengan langkah berikut : a.
membuat suatu item yang ditarget, misalnya untuk akhir tahun 2009 jumlah breakdown dapat berkurang 40%, dll.
b.
Membuat dan menyusun master plan untuk jangka panjang misalnya untuk 4 tahun kedepan dan jangka pendek misalnya untuk 1 tahun kedepan.
6.
Memformulasikan pelaksanaan TPM ditargetkan selesai selama 4 tahun untuk bagian engineering. Hanya saja untuk divisi ini dimulai sejak tahun pertama, yaitu dengan dimulainya proyek percontohan. Sedangkan bagian lainnya dimulai pada tahun kedua. Sehingga total waktu yang direncanakan untuk implementasi penuh selama kira-kira 5 tahun. Sedangkan untuk pelaksanaan TPM di bagian lainnya tidak perlu master plan, hanya saja 5S atau 5R dilaksanakan secara berkesinambungan.
77
5.3.1.2. a.
Tahap Awal Implementasi Melaksanakan tahap awal dari TPM Dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut •
Menhgitung efektifitas keseluruhan awal fasilitas
yang terdiri dari
komponen ssix big looses. Nilai yang dihasilkan merupakan gamaran awal sebelum adanya implementasi TPM. •
Nilai dari efektifitas tersebut merupakan peluang untuk peningkatan yang diharapkan, dapat diraih melalui implementasi TPM.
c.
Menentukan objek mesin untuk proyek percontohan Mesin yang akan dijadikan contoh adalah ketiga chiller yang digunakan di menara sudirman.
5.3.1.3. a.
Tahap Implementasi TPM
Memperbaiki efektifitas peralatan Untuk memperbaiki efektifitas peralatan pada tiap komponen overall equipment effectivenes OEE) yang ada, dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti : •
Overall:
meekan
dan
memeberlakukan
peraturan
tegas
tentang
pemeliharaan lingkungan dan mesin tiap operator sesuai dengnan apa yang telah disampaikan, melakukan pemeliharaan preventif sehingga terjadinya breakdown dapat dicegah selain itu dapat dilakukan dengan mengadakan inspeksi pada sistem komponen mesin.
78
•
Availability rate: memperbaiki kerusakan, mengganti komponen yang rusak, menambah waktu perencanaan pemeliharaan tiap mesin dan mengurangi waktu start up mesin dan penggantian komponen
•
Performance rate: meningkatkan utilitas mesin sehingga mesin dapat bekerja lebih baik dan menghasilkan pendinginan yang sempurna.
•
Total Yield: mengadakan inspeksi pada sistem dan komponen mesin, mempertahankan
mesin
dalam
kondisi
optimal
sehingga
hasil
pendinginan pun baik. Dan komplain dapat dikurangi.
b.
Mendirikan program perawatan mandiri (autonomus maintenance) Dapat dilakukan dengan langkah: •
Menyampaikan materi perawatan mandiri langkah per langkah (total 7 langkah)
yang diadaptasikan dengan kemampuan dan pengertian
opereator. •
Melakukan evaluasi terhadap materi apakah tujuannnya tercapai atau materi dapat diterima operator atau tidak. Dapat dilakukan dengan pengisian angket/form, melalui percakapan langsung, dll.
• c.
Menyusun standarisasi untuk perawatan mandiri.
Mengadakan program pelatihan Dapat dilakukan dengan cara: •
Melatih operator dengan skill-skill dasar yang harus dikuasai
79
•
Memberikan kesempatan kepada beberapa operator untuk mengikuti kursus pengembangan skill. Dan akan mendapatkan penghargaan poin tertinggi.
•
Mempromosikan operator yang mempunyai poin ertinggi untuk menjadi ketua regu..
•
Mengadakan pelatihan bagi operator, seperti satu bulan sekali untuk mempelajari metode dan skill baru yang dipandu oleh departemen pemeliharaan atau operator-operator yang telah dikursuskan.
•
Mengikutsertakan personil departemen pemeliharaan pada seminar atau pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan kemampuan penanganan kerusakan mesin, mengenalkan metode-metode baru, menganalisa kerusakan secara menyeluruh, dan memodifikasi komponen/mesin.
•
Mengundang wakil dari perusahaan yang telah sukses dalam implementasi TPM dan meraih penghargaan TPM award.
d.
Menciptakan early equipment management Dapat dilakukan dengan cara •
Menyeragamkan pnadangan dari semua departemen agar terjadi sinkronisasi dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
•
Memasukan usulan bagaimana melakukan pemeliharaan terencana dan menjadwal ulang operasional mesin agar dapat menghasilkan output yang lebih baik lagi.
80
5.4. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebelum melakukan perbaikan terhadap efektifitas peralatan,
penulis
menghitung nilai efektifitas peralatan sebelum adanya implementasi TPM. Sebagai salah satu contoh, berikut di bawah ini adalah perhitungan availability rate, performance rate, total yield dan OEE pada bulan Januari 2007.
Chiller Chiller 1 Chiller 2 Chiller 3
a.
Availability Rate
Performance Rate
Total Yield
OEE
96%
56%
73%
39%
97%
59%
73%
42%
58% 73% Tabel OEE bulan Januari 2007
40%
94%
Availability rate
Load time = waktu operasional chiller setiap harinya Load Time = 660 menit Down Time = waktu untuk melakuka n setup pada chiller Down Time = 30 menit Chiller 1 Chiller 2 Chiller 3 Down Time (mnt) 30 20 40 Operasional (mnt) 660 660 660 Tabel downtime chiller januari 2007 Availability rate =
(load time – down time )
X 100%
load time Availability rate =
(660 – 30 )
X 100%
81
660 = 96 %
b.
Performance Rate untuk mesin Nilai dari Coeficient of Performance adalah dalam range satu sampai delapan.
Sementara nilai COP yang terbaik adalah dalam range empat sampai delapan. Chiller 1 290
Chiller 2 Chiller 3 275 280
Power Input (KW) Kapasitas Chiller (TR) 370 370 Tabel Power Input Chiller Januari 2009
Performance rate =
(chiller capacity x 12000 )
370
X 0.293
Power Input =
4.6
=
4.7 X 100
X 100%
8 = 58.8 %
c.
Total Yield Total Yield didapatkan dari total lantai yang disuplai oleh chiller dikalikan
jumlah hari operasional selama sebulan. Dengan total reject adalah jumlah komplain yang diterima dari penghuni tenant yg mengeluhkan kurang dinginnya suplai dari AC.
82
s 1 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Minggu Ke 1 s r k j x x x x
Minggu Ke 2 s s r k j x x x x x x x x x
x x
x x
x
x x
x x
x
x
x
x
x
x x
x x
x
x
x
x
x
x x
x
x
x
x
x x
x
x
x x
x x
x x
x
x x
x x
x
x x x x x x x x x
x x
x
x x
x
Minggu Ke 4 s s r k j x x x x x x x
x
x
x
x x
x x
x x x
x
x
x
x x
x
x x x
x
x
x
x
Minggu Ke 3 s s r k j x x x x
x x
x x x
Tabel total komplain dari tenant Januari 2007 Total Input adalah 420 Total Reject adalah 112
Total Yield =
(input – reject )
X 100%
Input Total Yield =
420 - 112
X 100%
420 =
d.
73 %
overall equipment effectiveness (OEE) untuk chiller
83
OEE
= Availability Rate x Performance Rate x Total Yield
OEE
= 96% x 58.8% x 73% = 41%
5.4.1. Kondisi yang diinginkan Berdasarkan kondisi bulan januari 2007 akan dilakukan perbaikan-perbaikan untuk memperbaiki kondisi yang ada. Kemudian akan dilakukan perbandingan nilai antara sebelum dan sesudah adanya perbaikan pada kondisi tersebut. Nilai OEE yang diinginkan untuk bulan Jauari 2007 akan dibandingkan dengan nilai OEE yang diinginkan selama 2008. 1.
Availability Rtae a.
Breakdown losses dapat dikurangi dengan cara: •
Meningkatkan dan mengoptimalkan waktu pemeliharaan terencana (inspeksi umum atau preventive maintenance) untuk tiap-tiap mesin. Yang awalnya 30 menit/mesin setiap dua minggu (perawatan berkala untuk komponen mesin seperti, fan, filter, motor brushes, termostat, electric control. Ditingkatkan menjadi 40 menit.
•
Mencegah kerusakan pada mesin sehingga waktu dowtime untuk machine trouble tidak terjadi sama sekali. Sebagai contoh: pelumasan pada mesin dilakukan sesuai dengan jadwal dan kondisi mesin itu sendiri, sehingga pada saat operasional berlangsung dapat menghindari adanya kerusakan pada mesin.
•
Mencegah chiler tidak beroperasi kecuali memang sedang kondisi idle.
84
b.
Setup and adjustment loss dapat dikurangi dengan cara: •
Meghilangkan waktu start up
dengan melakukan start up mesin
sebelum jam operasional dilakukan, seperti: pada hari minggu mesin mati, mesin akan dberoperasional mulai pukul 06:00 pada shift 1, maka
operator
yang
bertugas
pada
shift
3
harus
sudah
mengoperasionalkan pada pukul 05:30 pagi. •
Mengurangi waktu set up mesin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, sebelum melakukan set up, maka semua peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan set up harus sudah dipersiapkan.
•
Mengurangi waktu kerusakan karena low oil temperature . Hal ini dapat dilakukan dengan memanaskan oil machine kira kira 10 menit sebelum menjalankan chiller.
•
Mecegah waktu downtime ketika beroperasi agar tidak terjadi sama sekali. Misalnya melakukan pengecekkan terlebih dahulu pada Motor CHWP, Motor CWP dan pada cooling tower.
b.
Performance Rate •
Meningkatkan/memaksimalkan kapasitas mesin dengan tujuan agar mendapatkan kapasitas maksimal dan dihasilkan perbandingan input dan output yang sesuai standar.
c.
Total Yield
85
•
Menjaga ruangan di dalam tenant agar dalam kondisi terbaik, misalkan tidak membiarkan penghuni membuka tirai yang akan mengakibatkan panas matahari akan terserap langsung.
5.5. Analisa Kerusakan Komponen Komponen-komponen mesin yang secara umum sering mengalami kerusakan terdiri dari: 1.
Flow Switch Flow Switch adalah alat pendeteksi aliran air, alat ini digunakan untuk
mendeteksi ada atu tidaknya aliran air yg mengalir ke condensor maupun evaporator. Biasanya alat ini mengalami kerusakan pada sistem limit switch nya yang sudah tidak bekerja lagi 2.
Relay Kerusakan yang terjadi disebabkan adalah ngefong (contact point yang terlalu
tipis karena adanya hentakan dan aliran listrik yang sering sambung putus) 3.
Bearing Biasanya Bearing ditemukan dalam kondisi yang sudah haus atau kurngnya
pelumasan (grease). Hal ini dapat menyebabkan berhenti bekerjanya motor yang mengharuskan terjadinya breakdown. 4.
V-Belt V-Belt digunakan pada rotor untuk memutar fan. Biasanya gejala awal akan
putusnya komponen ini adalah retaknya pada bagian-bagian tertentu.
86
5.5.1.Analisa TPM untuk kerusakan komponen mesin Melalui perawatan mandiri pada TPM dapat dilakukan pencarian terhadap sumber-sumber kontaminasi yang menyebabkan kerusakan untuk ditangani lebih lanjut. Cara penanggulangan komponen mesin diatas adalah: 1.
Flow Switch Pemilihan limit switch yg memiliki kuallitas yang baik diyakini dapat
mengurangi seringnya penggantian komponen tersebut. Biasanya limit switch yang jelek memiliki kontak yang mudah aus. 2.
Relay Cara penanggulangan pada ralay ngefong adalah menggosok jelaga di contact
point nya dengan kertas gosok sehinga contact point mempunyai tinggi permukaan yang sama. Apabila contact point nya sudah tipis sekali, maka relay akan diganti dengan yang baru. 3.
Bearing Biasanya Bearing yang jarang dilumasi akan menyebabkan komponen tersebut
cepat aus. Pelumasan bearing dengan grease sebulan sekali dapat menurunkan kerusakan pada bearing tersebut. 4.
V-Belt Pada V-Belt biasanya tidak ada perwatan khusus yang bisa membuat komponen
tersebut awaet. Namun pengecekan secara berkala yakni sebulan sekali dapat mencegah putusnya v-belt secara tiba-tiba ketika mesin beroperasi.
87
5.6. Analisa Pemeliharaan Paparan kondisi pemeliharaan secara umum yang ada dilapangan: a.
Luasnya lingkup sistem pendingin mesin yang perlu dirawat dan diperbaiki
menyebabkan departemen engineering belum bisa mengadakan analisa dan pengembangan mesin. b.
Analisa kerusakan komponen mesin belum dapat dilakukan dengan baik oleh
operator. c.
Pencatatan pemakaian komponen mesin dan riwayat mesin kurang optimal.
d.
Lingkungan kerja yang kurang sehat dan nyaman.
e.
Kurangnya jumlah personil pemeliharaan.
5.6.1. Analisa TPM untuk pemeliharaan •
Melalui TPM ditegaskan pemahaman wewenang pemeliharaan tidak hanya
dilakukan oleh personil pemeliharaan tidak hanya dilakukan oleh ersonil pemeliharaan saja. Melainkan juga merupakan wewenang tanggung jawab operator. Supaya kedua pihak sama-sama berkembang dan tidak ada yang dirugikan oleh pekerjaannya, maka perlu diadakan pendidikan tentang cara memelihara dan merawat mesin dengan baik dan diterapkan kedisiplinan terhadap penggunaan mesin dan peralatan. •
Memberikan training pada operator tentang analisa kerusakan pada komponen
mesin, sehingga analisa penyebab kerusakan dapat dilakukan dengan benar. Apabila
88
kerusakannya ringan, maka operator dapat mengatasi sendiri dan jika kerusakan yang dialami berat, maka bagian departemen pemeliharaan yang akan turun tangan. •
Komitmen yang berkesinambungan merupakan kunci keberhasilan TPM. Oleh
karena itu diperlukan kedisiplinan dalam segala hal terutama pencatatan. Pencatatan sangat
penting
untuk
menganalisa
dan
merencanakan
kegiatan-kegiatan
pemeliharaan, misalnya untuk rekayasa pencegahan terhadap sumber kontaminasi dan pemeliharaan terencana. •
Untuk mengatasi kekurangan jumlah personil pemeliharaan tentu saja perlu
ditambah. Melalui pendidikan TPM skill atau metode kerja operator dilatih agar dapat melaksanakan pemeliharaan sederhana atau paling tidak operator dapat menjaga kondisi dasar mesin (keberhasilan, pelumasan dan pencegahan).
5.7.
Analisa Enam Kerugian Utama (Six Big Losses). Berikut adalah analisa terhadap perhitungan enam kerugian utama yang terjadi
pada objek mesin selama bulan januari sampai desember, kemudian dianalisa peluang perbaikan oleh TPM. Karena TPM berusaha mengurangi kerugian dan membuat kegiatan inovatif untuk mencapai kondisi zero breakdown dan zero defect. Indikator enam kerugian utama ini ditunjukan oleh besaran angka OEE. 5.7.1. Availability Rate Berikut dipaparkan hasil perhitungan kerugian masing-masing beserta penyebabkan, kemudian dianalisa peluang TPM dalam memperbaiki komponen availability rate. Komponen-komponen itu adalah:
89
1. Breakdown losess Paparan hasil perhitungan dan kondisi lapangan Pada semua objek mesin didapati beberapa hari yang tidak berproduksi sama sekali. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Mesin: -
Mesin mengalami kerusakan.
-
Komponen atau spare part yang dibutuhkan tidak tersedia.
-
Spare part untuk komponen mesin tertentu tidak sesuai dengan standar, sehingga kondisinya mudah berubah.
-
Kondisi mesin menurun dikarenakan usia mesin yang sudah tua.
b. Tenaga kerja -
Skill operator yang kurang memahami kondisi karakteristik mesin. Hal ini dapat menyebabkan operator tidak bisa melakukan perbaikan untuk kerusakan sesderhana, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan perbaikan, dan melakukan kesalahan dalam pengoperasian dan penyetelan mesin.
-
Perbaikan mesin untuk kerusakan sederhana, mengharuskan menunggu personil pemeliharaan.
-
Moral karyawan yang kurang mempunyai rasa memiliki terhadap mesin yang dioperasikannya.
-
Operator tidak masuk kerja
c. Pengetahuan operator yang kurang menyadari manfaat dari perawatan mandiri. d. Preventive maintenance belum dilaksanakan secara optimal.
90
Analisa TPM a. Melalui organisasi TPM diciptakan suatu integrasi antar departemen untuk membuat jadwal produksi. Pastinya pembuatan jadwal produksi tersebut didukung dengan adanya jadwal pemeliharaan yang baik. b. Melalui TPM dilakukan rekayasa pencegahan dan pemeliharaan terencana untuk mengembalikan kondisi mesin agar tidak sering rusak. Untuk kegiatan sederhananya dapat dibuat form masalah yang terjadi dan sekaligus cara penangannya. Hal ini dimaksudkan supaya operator dapat menangani sendiri kerusakan mesinnya secara cepat. c. Mendukung perawatan mandiri pada TPM diperlukan lingkungan kerja yang sehat, nyman dan aman bagi tenaga kerja, sehingga operator pun dapat bekerja dengan senang. Selain itu perlu didukung oleh adanya penghargaan atau reward serta pendidikan/pelatihan yang mampu memotivasi kerja operator untuk dapat lebih baik.
2. Setup and adjustment losses Penyetelan metode penyetelan mesin yang berbeda pada setiap operator (tidak sesuai standar). Hal ini banyak disebabkan oleh skill dan metode kerja dari masingmasing operator yg berbeda. Juga mengenai penguasaaan pengetahuan karakteristik yang tidak sama pada operator karena masing-masing operator memiliki latar belakang yang berebeda. -
Analisa TPM
91
Melalui langkah quality insurance pada perawatan mandiri dapat dibuat suatu standar kualitas dan pencapaiannya, sehingga kualitas dapat dipertahankan. Melalui perawatan mandiri, diupayakan setiap operator mempunyai toolset sendiri-sendiri. Hal ini untuk menghindari budaya saling menyalahkan apabila ada peralatan yang hilang dan untuk meminimalkan waktu setup mesin.
3. Perhitungan Availability Rate Perhitungan Availability rate sebelum (januari 2007) dan sesudah implementasi TPM (januari 2008) adalah sebesar 98%. Dengan menurunkan nilai dari setup mesin menjadi 15 menit.
Chiller 1
Chiller 2 Chiller 3
Down Time (mnt) 15 17 Operasional (mnt) 660 660 Tabel Downtime awal januari 2008 Availability rate =
(load time – down time )
15 660
X 100%
load time Availability rate =
(660 – 15 )
X 100%
660 = 98 %
5.7.2. Performance Rate
92
Performance Rate dari mesin chiller dapat ditingatkan lagi yakni dengan menjaga agar semua peralatan yang ada dalam keadaan sebaik-baiknya sehingga pemakaian daya bisa ditekan menjadi lebih rendah. Analisa TPM: •
Pemeriksaan kebocoran gas. Baut yang kendor dapat mengakibatkan kebocoran refrigeran pada sistem. Kebocoran yang lebih besar akan menimbulkan bunyi mendesis. Maka semua baut yang kendor harus dikokohkan
•
Uap air. Denan Freon sebagai regrigeran, sistem refrigerasi harus bebas dari air.
•
Kualitas air pendingin. Untuk melindungi sistem dari korosi, maka harus diperhatikan kualitas air pendingin yang hendak dipakai Hasil dari performance rate pada objek mesin untuk bulan januari 2007
dibandingkan ketika pengecekkan pada januari 2008 yakni naik menjadi 65%. Performance rate dari Chiller ini tidak dapat dinaikkan lagi karena juga berkaitan dengan daya minimum yg dikonsumsi oleh mesin itu sendiri. Dengan melakukan pengukuran/perhitungan ulang pada daya mesin yang semula adalah 28 KW kini menjadi hanya 25 KW. Selain itu nilai COP yang sekarang yakni 5.21 sudah dalam range yang diijinkan yakni antara 4 sampai 8. Chiller 1 Chiller 2 Chiller 3 Power Input (KW) 250 250 245 Kapasitas Chiller (TR) 370 370 370 Tabel power input chiller januari 2008 Performance rate =
(chiller capacity x 12000 )
X 0.293
Power Input
93
=
5.2
=
5.2 X 100
X 100%
8 = 65 %
5.7.3. Total Yield Banyaknya komplain mengenai kurang dinginnya AC banyak disebabkan oleh diantaranya : •
Terlambatnya pengoperasian. Pengoperasian chiller yang seharusnya pukul 6:30 Pagi baru terlaksana pada pukul 6:45 pagi, biasanya operator terlambat melakukan setup pada mesin atau setup yang memakan waktu lama.
•
Banyak tirai yang dibuka pada jam-jam dimana matahari sedang dalam posisii diatsa.
•
Banyaknya lubang udara yang ditutup oleh penghuni.
Total Yield Total Yield pada bulan januari jauh lebih besar dibandingkan pada perhitungan setahun yang lalu. Dengan menambah jumlah chiller yang beroperasi, kendala kurang
94
dinginnya ruangan akan dapat teratasi. Nilai dari Total Yield yang terukur pada bulan januari 2008 adalah 94%. Minggu Ke 1 Minggu Ke 2 Minggu Ke 3 Minggu Ke 4 s s r k j s s r k j s s r k j s s r k j 1 x 3 x x 5 6 x x 7 x x 8 9 x 10 x x x x x 11 x 12 x x x 13 x 14 x x 15 16 x 17 x 18 19 20 x x 21 x 22 23 x Tabel total komplain yang diterima Januari 2008 Total Komplain 26 Total Penghuni 420
Total Yield =
(input – reject )
X 100%
Input Total Yield =
420 - 26
X 100%
420 =
94 %
95
5.7.4. Overall equipment effectiveness (OEE). Nilai dari OEE pada bulan Januari 2007 dibandingkan dengan bulan Januari 2008, yakni :
Chiller
Nilai OEE Awal Tahun 2007
Nilai OEE Awal Tahun 2008
Chiller 1 39% 60% Chiller 2 42% 60% Chiller 3 40% 61% Tabel OEE Setelah Implementasi Dari data diatas terlihat bahwa OEE yang telah didapatkan setelah implementasi belum didapatkan nilai diatas 90%. Namun untuk nilai tersebut bisa dikatakan sudah baik karena besaran nilai Availability rate dan Total Yield telah melampaui nilai 90%. Namun dari total OEE yang dicapai belumlah memuaskan ini dikarenakan nilai dari COP sudah sangat sulit untuk ditingkatkan lagi. Namun nilai COP yang didapatkan telah sesuai range yang distandarkan.
96
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
1.
Nilai OEE sebelum TPM adalah 41%
2.
Nilai OEE setelah TPM adalah 60%
3.
Untuk menurunkan downtime dan meningkatkan produktifitas, maka PPKP Menara Sudirman memerlukan implementasi TPM
4.
Seringnya komplain panas dari penghuni tenant banyak disebabkan karena kurangnya pendinginan yang disuplai oleh chiller
6.2.
Saran
1.
Perancangan jadwal preventive maintenance yang telah dibicarakan sebelumnya, perlu dilaksanakan secepatnya.
2.
Sosialisasi TPM kepada seluruh bagian terutama divisi engineering.
3.
Untuk implementasinya, perlu diadakan pelatihan-pelatihan tentang TPM.
4.
Maintenance yang baik dan teratur. Yakni dalam hal perawatan, pemeliharaan dan penggunaan, agar dapat meningkatkan kinerja dari chiller tersebut. Dan menjaga nilai OEE dalam range sesuai standard yang ditentukan.
98
DAFTAR PUSTAKA
Corder, Anthony. (1996). Teknik manajemen pemeliharaan. Jakarta: Erlangga. Susumekata, Jishiu. (1997), Aoutonomus maintenance for operators. (Andrew P, Dillion, Trans). Amerika: Productivity Press. Stephens, Matthew P. (2004). Autonomus Maintenance for operators. (Andrew P. Dillion, Trans). Amerika: Productivity Press. Arif, Susanto. (2008). Analisis pemeliharaan pencegahan dalam penggantian komponen mesin untuk meminimumkan downtime pada PT Aspex Kumbong Bogor. Tugas akhir. Jakarta: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana.
100
LAMPIRAN
102
Data Komplain Tenant Sebelum dan sesudah implementasi
s 1 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Minggu Ke 1 s r k x x x
s
Minggu Ke 2 s r k j x x
s
x x
Minggu Ke 3 s r k j x x x x
x x
x
x
x
x x
x x
x x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
5
5
6
8
x
j
s
x 5
5
5
x
x
x
6
5
6
x x
x x
x
6
x x
x
x
x x
x
x
x
x
x
x x
x x
x
x x
x
x
x
x x x
x x
x
x x
x
x
x
x
x x
x
x
x
x
s
x
x x
x x
x
x x
x
x x x
Minggu Ke 4 s r k j x x x x
x
x x x
x
s
x
x
7 5 Total Komplain
1 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
j x
x
x
5
5
7
x x
x
5
5
6
5
112
Minggu Ke 1 s r k x
Minggu Ke 2 s r k j
s
Minggu Ke 3 s r k j
s
Minggu Ke 4 s r k j
x
x
x
x x
x x
x
x
x
x
x
x x
x
x
x x
x
x x
x
x
103
21 22 23
x x 8
Total Komplain Total Penghuni
6
7
5
26 420
Kondisi OEE sebelum dan sesudah implementasi Chiller
Chiller 1 Chiller 2 Chiller 3
Nilai OEE Awal Tahun 2007 39% 42% 40%
Nilai OEE Awal Tahun 2008 60% 60% 61%
104
Kodisi Awal Januari 2007 Availability Rate Chiller 1 Down Time (mnt) Operasional (mnt) Chiller 1 Availability Rate
Chiller 2 20 660
30 660
Chiller 3 40 660
(load time - down time) X 100% Availability Rate (660 - 30) 660
X 100%
96% Chiller 2 Availability Rate
(load time - down time) X 100% Availability Rate (660 - 20) 660
X 100%
97% Chiller 3 Availability Rate
(load time - down time) X 100% load time (660 - 40) 660
X 100%
94%
Performance Rate Chiller 1 Power Input (KW) Kapasitas Chiller (TR)
290 370
Chiller 2 275 370
Chiller 3 280 370
Chiller 1 Performance Rate
(chiller capacity x 12000) X 0.293 power input (370x12000)
X 100%
105
280000 4.5 (4.5 x 100) 100% 8
X
56%
Chiller 2 Performance Rate
(chiller capacity x 12000) X 0.293 power input (370x12000) 275000
X 100%
4.7 (4.7 x 100) 100% 8
X
59% Chiller 3 Performance Rate
(chiller capacity x 12000) X 0.293 power input (370x12000) 260000
X 100%
4.6 (4.6 x 100) 100% 8
X
58%
Total Yield Chiller 1 Total Yield
(input - reject) X 100% Input 420-112 420
X 100%
106
73% Chiller 2 Total Yield
(input - reject) X 100% Input 420-112 420
X 100%
73% Chiller 3 Total Yield
(input - reject) X 100% Input 420-112 420
X 100%
73%
Overall Equipment Effectiveness Chiller 1 OEE OEE
Chiller 2 OEE OEE
Chiller 3 OEE OEE
Availability Rate x Performance Rate x Total Yield 96% x 56% x 73% 39
Availability Rate x Performance Rate x Total Yield 97% x 59% x 73% 42
Availability Rate x Performance Rate x Total Yield 94% x 58% x 73% 40
107
Kodisi Awal Januari 2008 Availability Rate Chiller 1 Down Time (mnt) Operasional (mnt) Chiller 1 Availability Rate
Chiller 2 17 660
15 660
Chiller 3 15 660
(load time - down time) X 100% Availability Rate (660 - 15) 660
X 100%
98% Chiller 2 Availability Rate
(load time - down time) X 100% Availability Rate (660 - 17) 660
X 100%
97% Chiller 3 Availability Rate
(load time - down time) X 100% load time (660 - 15) 660
X 100%
98%
Performance Rate Chiller 1 Power Input (KW) Kapasitas Chiller (TR)
250 370
Chiller 2 250 370
Chiller 3 245 370
Chiller 1 Performance Rate
(chiller capacity x 12000) X 0.293 power input
108
(370x12000) 25000
X 100%
5.2 (4.5 x 100) 100% 8
X
65%
Chiller 2 Performance Rate
(chiller capacity x 12000) X 0.293 power input (370x12000) 250000
X 100%
5.2 (4.5 x 100) 100% 8
X
65% Chiller 3 Performance Rate
(chiller capacity x 12000) X 0.293 power input (370x12000) 245000
X 100%
5.3 (5.3 x 100) 100% 8
X
66%
Total Yield Chiller 1 Total Yield
(input - reject) X 100% Input 0.938095
109
420-26 420
X 100%
94% Chiller 2 Total Yield
(input - reject) X 100% Input 420-26 420
X 100%
94% Chiller 3 Total Yield
(input - reject) X 100% Input 420-26 420
X 100%
94%
Overall Equipment Effectiveness Chiller 1 OEE OEE
Chiller 2 OEE OEE
Chiller 3 OEE OEE
Availability Rate x Performance Rate x Total Yield 98% x 65% x 94% 60
Availability Rate x Performance Rate x Total Yield 97% x 65% x 94% 60
Availability Rate x Performance Rate x Total Yield 98% x 66% x 94% 61
110