ANALISIS PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SAM RATULANGI TONDANO Michelle Jessica Kairupan*, A. Joy. M. Rattu**, Jean Henry Raule*** *program pasca sarjana Universitas Sam Ratulangi ** Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi *** Poltekes Kementerian kesehatan Manado ABSTRAK Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan hal yang penting sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya. Perawat perlu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan melalui pencatatan atau pendokumentasian. Melalui dokumentasi asuhan keperawatan, akan terlihat sejauh mana kompetensi perawat dalam memberikan asuhan kepada kliennya dan berguna untuk komunikasi antar tim kesehatan dalam memberikan pelayanan yang tertulis secara akurat dan lengkap. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pendokumentasian asuhan keperawatan dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr Sam Ratulangi Tondano. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data primer penelitian ini diperoleh dari wawancara mendalam pada 11 informan. Data sekunder dari telaah dokumen asuhan keperawatan dengan menggunakan panduan observasi. Informan penelitian ini yaitu Direktur Rumah Sakit (1 orang), Kepala Bidang Keperawatan (1 orang), Kepala Seksi Keperawatan (1 orang), Kepala Ruangan (4 orang) dan Perawat Pelaksana (4 orang). Data diolah secara manual dengan membuat transkrip kemudian disusun dalam bentuk matriks dan dilakukan teknik pemeriksaan dengan triangulasi sumber dan metode. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano pada tahap pengkajian keperawatan sampai tahap evaluasi keperawatan ada tiga ruangan rawat inap yang tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dan satu ruangan rawat inap yang melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr Sam Ratulangi Tondano masih jauh dari yang diharapkan. Disarankan bagi pihak manajemen keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Sam Ratulangi Tondano agar meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang keperawatan dan kesadaran akan pentingnya dokumentasi asuhan keperawatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Kata Kunci: Dokumentasi, Asuhan Keperawatan
ABSTRACT Nursing care documentation is important as the evidence of responsibility and accountability of nurses in performing their duties. Nurses need to document the provided nursing care through registration or documentation. Through nursing care documentation, it will be seen to what extent the competence of nurses in providing care to clients. In addition, it is also useful for communication between the health team in providing services which written accurately and completely. The purpose of this research is to analyze the nursing care documentation from the assessment phase to the evaluation phase in the inpatient wards of the Dr Sam Ratulangi General Hospital Tondano. This study used a qualitative method. The primary data obtained from in-depth interviews using 11 informants. Secondary data were taken from the study documents. This informant consists of the Director of the Hospital (1 person), Head of Nursing (1 person), Section Chief Nursing (1 person), Head of the Wards (4 persons) and the Nurses (4 persons). Data were processed manually by making transcript and then arranged in a matrix form and performed the examination with triangulation techniques and methods. Research results are presented in narrative form. Results showed that from the nursing assessment phase to the evaluation phase of nursing, there were three inpatient wards did not do the documentation while only one inpatient ward did the documentation.
90
This study can be concluded that the documentation of nursing care in inpatient wards of the Dr Sam Ratulangi General Hospital Tondano is still far from expected. It is suggested for the nursing management in the Dr Sam Ratulangi General Hospital Tondano to improve the quality and quantity of human resources in the field of nursing and awareness of the importance of nursing care documentation to improve health services. Key words: Documentation, Nursing Care kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2011). Keperawatan ialah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual yang komprehensif/holistik yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik dalam keadaan sehat atau sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia yang mengacu pada standar keperawatan (Nursalam, 2011). Dunia keperawatan di Indonesia terus berkembang seiring dengan meningkatnya strata pendidikan keperawatan di Indonesia, disamping akses informasi yang sangat cepat diseluruh dunia. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar, yaitu dimulai dari pengkajian, sampai dengan evaluasi (Jasun, 2006). Perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut pula untuk dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan secara benar. Sebagaimana tertera dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan dalam pasal 37 (d) menyatakan bahwa perawat berkewajiban untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai standar (Hasanbari, 2007). Perawat mempunyai tugas memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuhan keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan dan berperan serta dalam melakukan penyuluhan. Semua langkah-langkah dalam proses keperawatan tersebut harus di dokumentasikan dengan baik dan benar (Ali, 2010).
PENDAHULUAN Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran penting rumah sakit salah satunya adalah penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang bermutu dan profesional melalui penerapan kemajuan ilmu, teknologi, sesuai dengan standar, nilai-nilai moral dan etika profesi keperawatan (Nursalam, 2011). Pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan visi dan misi rumah sakit tidak terlepas dari proses manajemen yang merupakan suatu pendekatan dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan organisasi. Dalam organisasi keperawatan, pelaksanaan manajemen keperawatan dikenal sebagai manajemen keperawatan (Pastiyanto, 2013). Manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja yang dilakukan oleh anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Dalam hal ini seorang manajer keperawatan dituntut untuk melakukan 5 fungsi utama yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC) agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien bagi pasien dan keluarganya (Nursalam, 2002). Saat ini dunia keperawatan semakin berkembang. Perawat dianggap sebagai salah satu profesi kesehatan yang harus dilibatkan dalam pencapaian tujuan pembangunan
91
Dokumentasi keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar data yang akurat dan lengkap secara tertulis sebagai tanggung jawab perawat (Wahid dan Suprapto, 2012). Dokumentasi asuhan keperawatan juga berfungsi untuk melindungi perawat tetapi juga sebagai bukti tindakan keperawatan sudah dilakukan secara profesional dan legal sehingga dapat memberikan perlindungan pada perawat dan pasien (Iyer dan Camp, 2005). Peningkatan kualitas dokumentasi keperawatan dapat membantu dalam proses penyerahan informasi dari satu tenaga kesehatan profesional ke tenaga kesehatan berikutnya, serta dapat memberikan perawatan berkelanjutan yang optimal (Abdullah, 2012). Kualitas dokumentasi keperawatan yang berfungsi vital ini dapat dilihat dari kepatuhan perawat terhadap aturan pendokumentasian yang ditetapkan oleh profesi dalam menuliskan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Nursalam, 2001). Seorang perawat harus mengisi dokumentasi asuhan keperawatan secara lengkap dan jelas setelah pasien menerima pelayanan. Hal ini sesuai dengan Permenkes No: 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan bahwa dokumentai harus dibuat secara lengkap dan jelas. Dokumentasi yang jelas memuat informasi yang berkesinambungan sehingga pasien yang dirawat, dokter dan petugas kesehatan lainnya memperoleh informasi yang lengkap (Shofari, 2002). Selain itu, dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai banyak manfaat dilihat dari berbagai aspek hukum, kualitas pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi.
Rawat Inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa pada bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Maret 2016. Pemilihan informan pada penelitian ini berdasarkan prinsip kesesuaian (appropriateness). Kesesuaian sampel dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan judul penelitian. Berdasarkan prinsip di atas, maka informan dalam penelitian ini berjumlah 11 informan yaitu Direktur Rumah Sakit (1 orang), Kepala Bidang Keperawatan (1 orang), Kepala Seksi Keperawatan (1 orang), Kepala ruangan (4 orang) dan Perawat Pelaksana (4 orang). Data primer diperoleh secara langsung dengan wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara kepada direktur rumah sakit, kepala bidang keperawatan, kepala seksi keperawatan, kepala ruangan dan perawat pelaksana di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa dan hasil observasi langsung dengan panduan observasi yang melihat dokumentasi keperawatan yang ada di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan pada panduan dan hasilnya dicatat/direkam dengan alat perekam. Data sekunder diperoleh dari pengamatan dengan observasi pada dokumentasi keperawatan pasien yang dirawat minimal 3 hari perawatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan Informan sasaran adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano berjumlah 4 orang, perawat kepala ruangan berjumlah 4 orang, kepala seksi keperawatan 1 orang, kepala bidang keperawatan 1 orang, direktur rumah sakit 1 orang. Keseluruhan informan berjumlah 11 informan. Secara umum bila dilihat dari jenis kelamin dari 11 informan yang ditemui 10 orang adalah perempuan sedangkan laki-laki hanya satu informan. Berdasarkan usia terdapat 5 informan berusia antara 40 tahun sampai 55 tahun dan empat informan berusia antara 30 tahun sampai 39 tahun, dan 2 informan berusia 20 tahun sampai 25 tahun. Dilihat dari lamanya bekerja lebih dari 10 tahun terdapat 8 informan
METODE Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara wawancara mendalam (depth interview) yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa. Penelitian dilakukan di Ruang
92
sedangkan yang lamanya bekerja kurang dari 10 tahun hanya 3 informan. Jika dilihat dari tingkat pendidikan S1 terdapat 5 informan, DIII ada 3 informan, DIV ada 2 informan, dan S2 ada 1 informan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano, maka salah satu misinya adalah pelayanan asuhan keperawatan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan maka dibutuhkan peran dari pihak rumah sakit dalam hal ini manajemen keperawatan yang ada agar asuhan keperawatan dapat ditingkatkan salah satunya melalui proses pendokumentasian asuhan keperawatan. Pelaksanaan proses pendokumentasian asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik bila pimpinan rumah sakit dalam hal ini direktur rumah sakit, kepala bidang keperawatan, kepala seksi perawatan, kepala ruangan dan perawat pelaksana ada kerjasama yang baik antara satu dengan lainnya. Semakin baik fungsi manajemen maka semakin baik pula terlaksananya pendokumentasian asuhan keperawatan yang akan diberikan oleh perawat pelaksana. Sehingga ketika pihak rumah sakit menginginkan pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik maka harus dilakukan pengelolaan keperawatan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang sesuai dengan tujuan sehingga perawat dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang baik kepada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budianto, Bethan, Haskas (2012), ada hubungan antara fungsi manajemen dengan motivasi perawat dalam pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan.
psiko, sosio, spiritual), data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, dan masalah dirumuskan berdasarkan masalah yang telah diturunkan, sedangkan untuk tiga ruangan lainnya (bedah, kebidanan, anak) perawat mengkaji data sesuai dengan pedoman, data tidak dikelompokkan (bio, psiko, sosio, spiritual), data tidak dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, dan masalah yang dirumuskan tidak berdasarkan masalah yang telah diturunkan. Pengkajian keperawatan yang dilakukan di empat ruang rawat inap, hanya ruang perawatan interna yang catatan pengkajiannya di isi oleh perawat sedangkan ruang perawatan bedah, kebidanan dan anak untuk catatan pengkajiannya tidak di isi oleh perawat. Menurut Nursalam (2009), pengkajian awal sangat penting karena di dokumentasikan sebagai sumber data, membantu dalam strukturisasi riwayat kesehatan pasien dan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik. Pengkajian keperawatan yang tidak lengkap tentang kebutuhan pasien menyebabkan tidak efektinya asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh karena itu, pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa. Iyer (2004) yang dikutip oleh Tambuwun (2010), pengkajian merupakan pengumpulan informasi tentang kebutuhan pasien untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan merencanakan asuhan keperawatan. Perawat dituntut mempunyai pengetahuan tentang konsep dan teori sebagai dasar dalam mengartikan data yang diperoleh serta dapat menjalin komunikasi yang efektif. Pengetahuan tersebut meliputi kemampuan perawat tentang cara memperoleh data atau fakta, menyeleksi, memproses informasi, dan memutuskan suatu asuhan keperawatan berdasarkan data yang diperoleh. Tahapan tersebut yaitu menentukan prioritas masalah, menentukan tindakan serta memilih dan melaksanakan tindakan yang telah ditentukan. Departemen kesehatan telah menerbitkan buku instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di rumah sakit (2005) salah satunya instrumen studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan digunakan untuk mengumpulkan data kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh perawat. Aspek yang dinilai dalam studi dokumentasi
1. Pengkajian Keperawatan Pemahaman pendokumentasian pelaksanaan asuhan keperawatan pada tahap pengkajian berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan empat perawat pelaksana di ruang rawat inap menunjukkan bahwa pengkajian dilakukan sesuai dengan pedoman pengkajian dari rumah sakit. Hasil observasi dokumen asuhan keperawatan di ruang interna ditemukan perawat mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman, data dikelompokkan (bio,
93
penerapan standar asuhan keperawatan meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi keperawatan. Ketentuanketentuan tahap pengkajian yang telah ditetapkan dalam standar proses keperawatan departemen kesehatan, diantaranya yaitu setelah melakukan pengkajian data dikelompokkan menurut bio, psiko, sosial dan spiritual secara jelas. Data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, masalah keperawatan dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan (nutrisi, cairan dan elektrolit, perkemihan, persepsi sensori dan lain-lain). Pada instrument tersebut jelas aspek yang dinilai serta dapat digunakan untuk menilai kinerja pelayanan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh rumah sakit. Pengkajian yang dilakukan di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano dalam pelaksanaannya belum berjalan dengan sebagaimana mestinya. Hasil penelitian ini menunjukkan kurangnya kemauan perawat dalam melakukan pengkajian. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam melaksanakan pekerjaan perawat sehari-hari yaitu pendidikan, usia, dan motivasi. Hasil penelitian dari Nelfiyanti (2009) menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan dan motivasi intrinsik maupun ekstrinsik (tanggung jawab, prestasi, penghargaan, gaji, kondisi kerja) perawat berpengaruh signifikan terhadap kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan. Hasil wawancara peneliti dengan perawat pelaksana dan kepala ruangan bahwa jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat di ruangan, dimana setiap ruangan rawat inap jumlah perawat delapan belas orang dan dibagi dalam tiga shift (pagi, siang, malam) sedangkan jumlah pasien rata-rata 30 orang di ruangan. Jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat sehingga perawat tidak memiliki waktu untuk melakukan pengkajian secara lengkap pada pasien. Jumlah perawat di empat ruang rawat inap sebanyak 63 perawat dengan jumlah kapasitas tempat tidur 128. Perbandingan jumlah tenaga perawat dengan jumlah kapasitas tempat tidur sebesar 1:1 artinya dua pasien dirawat oleh satu perawat. Hal ini belum sesuai dengan Permenkes No. 262/MenKes/per/VII/1997 untuk rumah sakit
tipe C yaitu dengan rasio 1:1 yang artinya satu pasien dirawat oleh satu perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannnya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan. Ketenagaan yang kurang dan tidak sesuai pada setiap ruangan akan mempengaruhi terhadap penurunan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan. Menurunnya kualitas dokumentasi asuhan keperawatan berarti fungsi dokumentasi sebagai alat komunikasi, mekanisme pertanggung gugatan, metode pengumulan data, sarana pelayanan keperawatan, sarana evaluasi, sarana meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan, sarana pendidikan, audit pelayanan keperawatan akan tidak mempunyai fungsi dan manfaat yang maksimal dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahap dokumentasi pengkajian di ruang perawatan interna sudah dilakukan oleh perawat pelaksana walaupun dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan belum optimal. Berbeda dengan ruangan yang lain (bedah, kebidanan, anak), dokumentasi keperawatan tahap pengkajian tidak di isi (kosong). Ini terbukti dari hasil observasi pelaksanaan dokumentasi yang ada di ruangan tersebut tidak diisi. Kepala ruangan sebagai manajer lini yang salah satu tugasnya mengontrol asuhan keperawatan belum melakukan tugas dan fungsinya. Tugas pokok kepala ruang rawat inap meliputi: merencanakan, mengelola, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional. Adapun salah satu uraian tugas kepala ruangan yaitu memberikan pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawat dan tenaga kerja lain agar melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan atau standar, sedangkan salah satu tanggung jawab kepala ruangan ialah kelancaran pelaksanaan asuhan pelayanan keperawatan. Diharapkan sebagai kepala ruangan yang memiliki keterampilan kepemimpinan, keterampilan mengatur waktu serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan, pelaksanaan dokumentasi di ruang rawat inap RSUD Dr
94
Sam Ratulangi Tondano pada tahap pengkajian dapat dilakukan oleh perawat pelaksana. Manajemen kepala ruangan rawat inap menentukan keberhasilan dalam memberikan pelayanan keperawatan bagi pasien. Keberhasilan perawat memberikan pelayanan yang terbaik tidak lepas dari pengelolaan, koordinasi, pengawasan dan pengendalian kepala ruangan. Berbagai kegiatan dalam menetapkan keterampilan kepemimpinan agar tujuan keperawatan dapat tercapai menurut Kron (1987) yang dikutip oleh Warsito (2006), kegiatan tersebut meliputi: perencanaan dan pengorganisasian, membuat penugasan dan memberi pengarahan, mendorong kerjasama dan partisipasi, kegiatan koordinasi dan evaluasi hasil kerja. Hal ini akan meningkatkan kemampuam perawat pelaksana dalam mutu pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana bahwa dokumentasi pada tahap pengkajian yang masih kurang karena tidak ada sangsi tegas bagi perawat yang tidak mendokumentasikan serta kurangnya kesadaran perawat. Semuanya tidak lepas dari peran kepala ruangan sebagai pemimpin sehingga pelaksanaan dokumentasi dapat dilakukan sesuai dengan standar. Disamping itu juga ada faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan dokumentasi pada tahap pengkajian yang belum lengkap yaitu tidak adanya reward dan punishment dari pimpinan dimana hal tersebut akan meningkatkan motivasi perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini didukung hasil penelitian yang dilakukan Widyaningtyas (2007), bahwa ada hubungan antara unsur tenaga, pelatihan, sarana, supervisi, reward, punishment, waktu, dan motivasi dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus. Untuk meningkatkan pelaksanaan dokumentasi pada tahap ini, kegiatan seminar, pelatihan, supervisi yang terencana, tepat dan benar akan memberikan kesempatan bagi perawat untuk meningkatkan kinerjanya. Pada tahap pengkajian keperawatan di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano, didapati bahwa sebagian besar pendokumentasian tidak dilakukan oleh para
perawat seperti halnya juga penelitian yang dilakukan oleh Kuera (2012) di RSUD Bitung bahwa pada tahap pengkajian keperawatan tidak di isi oleh perawat. 2. Diagnosa keperawatan Hasil wawancara dengan empat perawat pelaksana di ruang rawat inap pada tahap diagnosa keperawatan menunjukkan bahwa diagnosa diangkat berdasarkan masalah, mencerminkan PE (problem and etiology)/ PES (problem, etiology and symptom), serta merumuskan diagnosa keperawatan aktual dan potensial. Dalam merumuskan diagnosa terkadang hanya satu diagnosa yang dibuat. Pada hasil observasi dokumen diperoleh hasil bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan pada tahap diagnosa keperawatan ditemukan satu ruang perawatan mendokumentasikan pada tahap diagnosa, tetapi dalam pelaksanannya belum menggambarkan diagnosa aktual atau potensial, diagnosa yang diangkat hanya satu saja sedangkan masalah yang muncul bisa lebih dari satu. Hasil observasi dokumen pada tiga ruangan (bedah, kebidanan, anak) tidak dilaksanakan dokumentasi pada tahap diagnosa sehingga tidak dapat merumuskan diagnosa keperawwatan dan tidak mencerminkan PE/PES. Menurut Deswani (2009), diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir yang kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, dan pemberi kesehatan yang lain. Salah satu proses asuhan keperawatan tidak dilaksanakan dengan baik, maka mutu pelayanan keperawatan menjadi kurang baik pula sehingga menimbulkan keluhan-keluhan baik dari pasien maupun keluarga pasien. Mewujudkan pelayanan yang optimal membutuhkan tenaga perawat yang professional. Profesionalisme perawat dalam bekerja dapat dilihat dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien yang dirawatnya. Pentingnya peran dokter dalam pelaksanaan dokumentasi yang dilakukan perawat sehingga baik diagnosa medis maupun diagnosa keperawatan dapat berjalan bersama-sama. Dokumentasi merupakan sarana komunikasi antar tim kesehatan dalam
95
melakukan tindakan yang diberikan pada pasien. Pelaksanaan dokumentasi dalam tahap diagnosa belum dilakukan sesuai dengan protap. Sudah ada formatnya, tetapi tidak ditulis dengan benar dan terkadang hanya satu diagnosa keperawatan yang ditegakkan sampai pasien pulang dan masih memikirkan diagnosa apa yang akan dibuat, perumusan masalah yang dibuat kurang benar antara masalah dan etiologinya (tidak menyangkut masalah yang spesifik), perawat belum menyadari pentingnya diagnosa keperawatan. Dilihat dari hasil observasi dokumen terhadap pelaksanaan dokumentasi keperawatan pada tahap diagnosa keperawatan sebagian besar tidak di isi. Tahap diagnosa keperawatan di ruang rawat inap RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano belum berjalan dengan baik. Seharusnya pada tahap diagnosa keperawatan merupakan keputusan dari perawat yang menggambarkan kondisi pasiennya. Diagnosa mencakup pengelompokkan data, analisis dan merumuskan diagnosa. Diagnosa keperawatan ada yang bersifat potensial, aktual dan resiko. Hasil penelitian Ennimay (1999), bahwa pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru belum lengkap terutama pada pelaksanaan pengkajian dan diagnosis perawatan. Tahap diagnosa merupakan tahap pengambilan keputusan yang paling kritikal, dimana perawat dapat menentukan masalah yang dirasakan klien. Semakin perawat terlatih untuk berpikir kritis maka akan semakin tajam dalam menentukan masalah atau diagnosa keperawatan klien baik diagnosa aktual, potensial maupun resiko. Pengetahuan meningkatkan kemampuan perawat dalam pelaksanaann asuhan keperawatan dan pendokumentasian keperawatan. Setiap perawat mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda. Hasil penelitian Sumiyati (2009), bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan tentang proses keperawatan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Solusi pada tahap ini yaitu membuat form diagnosa dengan sistem check list sehingga tidak menghambat, tetapi mempermudah perawat mendokumentasikan asuhan keperawatan. Diharapkan diagnosa keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai
peningkatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.
3.
Rencana keperawatan
Hasil wawancara dengan empat perawat pelaksana mengenai dokumentasi asuhan keperawatan tahap rencana keperawatan dikatakan bahwa rencana tindakan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas, perumusan tujuan mengandung komponen pasien, perubahan perilaku, kondisi pasien atau keluarga serta rencana tindakan mengacu pada tujuan terperinci dan jelas. Nursalam (2001) mengatakan bahwa rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik. Hasil observasi pendokumentasian pelaksanaan asuhan keperawatan pada tahap rencana keperawatan dari dua belas dokumen yang dilakukan observasi terhadap kelengkapannya ditemukan perumusan tujuan tidak mengandung komponen pasien/subyek, perubahan perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu, rencana tindakan tidak mengacu pada tujuan dengan menggunakan kalimat yang jelas dan terperinci. Perencanaan tidak ditulis sebelumnya dan sebagian besar tidak berdasarkan urutan prioritas. Rencana keperawatan merupakan metode dokumentasi tentang asuhan keperawatan kepada klien. Handayaningsih (2009), didalam tahap perencanaan hal-hal yang harus mencakup didalamnya antara lain: perumusan tujuan berfokus pada klien, jelas dan singkat, dapat diukur dan di observasi, realistis, ada target waktu, melibatkan peran serta klien. 4.
Tindakan keperawatan
Pemahaman pendokumentasian pelaksanaan asuhan keperawatan tahap tindakan keperawatan menurut hasil wawancara mendalam kepada informan perawat pelaksana mengatakan tindakan yang dilaksanakan mengacu pada rencana perawatan, mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan, merevisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi, dan semua
96
tindakan yang dilaksanakan dicatat dengan ringkas dan jelas. Perawat banyak mengisi pada kolom tindakan keperawatan, hal ini karena tindakan merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien. Perawat memiliki tanggung jawab profesional terhadap segala tindakannya. Tindakan yang diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan, dimana dokumen asuhan keperawatan merupakan salah satu alat pembuktian atas tindakan perawat selama menjalankan tugas pelayanan keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai tahapan yaitu dari Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Rencana keperawatan, Tindakan keperawatan dan Evaluasi keperawatan. Hasil observasi yang dilakukan di empat ruang rawat inap di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano, sebagian besar dokumentasi pada tahap tindakan yang dilakukan oleh perawat tetapi pada tahap pengkajian, diagnosa, rencana tidak dilakukan, seharusnya proses asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar yaitu secara berkesinambungan dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi. Pentingnya penulisan tindakan keperawatan adalah: (a). Mengkomunikasikan / memberitahukan tindakan keperawatan dan rencana perawatan selanjutnya pada perawat lain (b). Memberikan petunjuk yang lengkap dari tindakan perawatan yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah klien (c). Menjadi bahan bukti yang benar dari tujuan langsung dengan maksud mengenal masalah klien. (d). Sebagai dasar untuk mengetahui efektifitas perencanaan jika diperlukan untuk merevisi perencanaan. Menurut undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa perawat dituntut sebagai pemberi jasa untuk mampu memberikan pelayanan bermutu sesuai standart pelayanan yang ditentukan. Masalah lain yang ada pada tahap ini yaitu kurangnya kemauan dari perawat dalam mendokumentasikan tindakan yang dilakukan oleh perawat, serta motivasi dari kepala ruangan juga belum berjalan. Hasil penelitian Hendrarni (2008), bahwa ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja asuhan keperawatan terhadap pengkajian dan tindakan perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan. Hal ini didukung hasil penelitian dari Fatahillah (2001), menunjukan bahwa terdapat hubungan antara motivasi perawat dengan pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan. Dokumentasi proses asuhan keperawatan yang baik dan berkualitas haruslah akurat, lengkap dan sesuai standar. Apabila kegiatan keperawatan tidak didokumentasikan dengan akurat dan lengkap maka sulit untuk membuktikan bahwa tindakan keperawatan telah dilakukan dengan benar (Hidayat, 2004). Kurang patuhnya perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan akan berakibat rendahnya mutu asuhan itu sendiri. Ini disebabkan oleh kurangnya supervisi yang dilakukan oleh manajer keperawatan, sehingga dokumentasi pada tahap tersebut belum terlaksana sesuai yang diharapkan. Supervisi yang dilakukan secara terencana dan jelas sangat mempengaruhi pelaksanaan dokumentasi pada tahap ini. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Herdiansyah (2011), bahwa ada pengaruh faktor-faktor eksternal perawat seperti fasilitas, prosedur/SOP (Standard Operation Procedure), supervisi dan sistem keperawatan yang mempengaruhi kepatuhan dokumentasi asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan. Hal ini juga didukung hasil penelitian Ely (2000), bahwa supervisi paling berhubungan dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada puskesmas rawat inap di Kabupaten Sleman sebagian besar tinggi dan cukup patuh sesuai dengan prosedur. Pendokumentasian yang dilakukan dengan baik dan benar maka segala tindakan yang memerlukan tindak lanjut dan berkelanjutan akan dapat terobservasi sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik dan program terapi akan dapat berhasil. Masalah lain pada tahap dokumentasi pencatatan tidak dilakukan secara lengkap sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan. Pencatatan dilakukan kurang jelas dan sangat ringkas, sehingga kadang kurang mampu untuk mendukung merumuskan masalah. Selain itu, setiap melakukan tindakan tidak selalu ditulis nama jelas, paraf dan tanggal serta jam dilaksanakannya tindakan. Perawat profesional dihadapkan pada suatu tuntutan tanggung jawab yang lebih tinggi dan tanggung gugat setiap tindakan yang dilaksanakan. Artinya tindakan keperawatan diberikan kepada klien
97
harus dihindarkan terjadinya kesalahan – kesalahan (negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan pendokumentasian yang akurat dan benar. Langkah selanjutnya dalam mengatasi masalah yang ada, maka dilakukan upaya pemecahan masalah yang mempercepat pengolahan, analisis, pengawasan tindakan keperawatan dan mempermudah pelaporan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna dan penyusun kebijakan. Menurut Kuntoro (2010), manajemen keperawatan diharapkan untuk merencanakan, mengatur dan menggerakkan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan sebaik – baiknya pada pasien, sehingga pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan dapat dilakukan. RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk tindakan keperawatan dan di ruangan sudah menerapkannya, berdasarkan penetapan Direktur Rumah Sakit yang secara rinci memuat prosedur tetap (protap) pelayanan keperawatan, namun kendalanya SOP keperawatan tersebut belum sepenuhnya diterapkan oleh perawat. Solusi yang dilakukan manajemen keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Sam Ratulangi Tondano, perlu melakukan kajian mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada saat ini, mengembangkan metode pengisian dokumen dan sistem evaluasi keterampilan dan pengetahuan perawat. Dokumentasi keperawatan tidak hanya sebagai sarana komunikasdi namun juga berkaitan dengan aspek legal dan jaminan dalam pemberian kualitas pelayanan serta alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya. 5.
yang sudah dibuat, tahap akhir dari proses keperawatan, menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak, menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi asuhan keperawatan, menentukan efektif / tidaknya tindakan keperawatan dan perkembangan pasien terhadap masalah kesehatan. Pernyataan evaluasi memberikan informasi yang penting tentang pengaruh tindakan yang direncanakan pada keadaan kesehatan klien, pada tahap ini pelaksanaan evaluasi dari kepala ruangan maupun manajer keperawatan belum optimal. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini merupakan masalah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sam Ratulangi Tondano yang aktual dan harus diselesaikan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan yang merupakan bagian dari beberapa dimensi mutu pelayanan, khususnya dalam manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sam Ratulangi Tondano belum berjalan secara optimal. Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi sumber – sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan objektifitas pelaksanaan pelayanan keperawatan. Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya. Menurut Nurachmah (2000) dikutip oleh Wahyuni (2007), bagi seorang manajer keperawatan, maka harus memiliki beberapa kompetensi agar pelaksanaan pekerjaannya dapat berhasil yaitu: kemampuan menerapkan pengetahuan, keterampilan kepemimpinan, (kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin) dan kemampuan melaksanakan fungsi manajemen. Hasil observasi pendokumentasian pelaksanaan asuhan keperawatan pada tahap evaluasi dari empat ruangan yang dilakukan observasi terhadap kelengkapannya ditemukan semua tiga ruangan, tidak ada pelaksanaan evaluasi. Hasil evaluasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sam Ratulangi Tondano dalam pelaksanaannya menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis, Perencanaan), tetapi dalam hasil observasi tidak terlihat metode tersebut karena SOAP tidak ada (kosong). Tujuan evaluasi yaitu untuk menentukan seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mencegah atau mengobati respon manusia terhadap prosedur,
Evaluasi Keperawatan
Pemahaman pendokumentasian pelaksanaan asuhan keperawatan tahap evaluasi keperawatan menurut hasil wawancara mendalam kepada empat informan perawat pelaksana mengatakan bahwa pada tahap evaluasi dalam pelaksanaannya belum dilakukan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kepala Ruangan, Kepala Seksi dan Kepala Bidang Keperawatan. Menurut Nursalam (2001), evaluasi keperawatan ialah membandingkan efek / hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan
98
kesehatan. Supervisi dan evaluasi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Mengelola asuhan keperawatan dibutuhkan kemampuan manajemen dari perawat professional. Ada beberapa uraian tugas kepala ruangan belum bisa terlaksana dengan baik, hal ini menyebabkan tidak terlaksananya manajemen pelayanan keperawatan dari standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap. Melihat hal tersebut menunjukan bahwa masih ada kendala yang dihadapi oleh kepala ruangan dalam melaksanakan peran, fungsi serta uraian tugas kepala ruangan yang menyebabkan kinerja kepala ruangan belum sesuai dengan harapan. Dimana seorang manajer keperawatan atau sebagai perawat professional diharapkan mempunyai kemampuan dalam supervisi dan evaluasi. Supervisi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sam Ratulangi Tondano belum ada jadwal supervisi dari bidang keperawatan terhadap masing – masing ruang rawat inap, belum dilakukan penilaian pencapaian standar asuhan keperawatan secara optimal, belum ada format supervisi yang jelas. Sudjana (2004) dalam Nursalam (2011), supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah di tetapkan secara efisien dan efektif. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan / permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan mencoba memandang secara menyeluruh faktor – faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya. Sulit bagi seorang manajer keperawatan untuk mempertahankan mutu asuhan keperawatan tanpa melakukan supervisi, karena masalah – masalah yang terjadi di unit keperawatan tidak seluruhnya dapat diketahui oleh manajer keperawatan melalui informasi yang diberikan oleh staf keperawatan yang mungkin sangat terbatas tanpa melakukan supervisi keperawatan. Supervisor diharapkan mempunyai hubungan interpersonal yang memuaskan dengan staf agar tujuan supervisi dapat tercapai untuk meningkatkan motiviasi, kreativitas dan kemampuan perawat yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan. Supervisi keperawatan diperlukan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit, supervisi bukan berarti menghukum tetapi memberikan pengarahan dan petunjuk agar perawat dapat menyelesaikan tugasnya secara efektif dan efisien. Hasil asuhan keperawatan tersebut tercapai maka akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pelayanan, mereka cenderung menggunakan kembali pelayanan keperawatan sehingga berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumah sakit rawat inap, meningkatkan keuntungan rumah sakit dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan pelaksana keperawatan. Berdasarkan hasil wawancara bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sam Ratulangi Tondano, telah melakukan proses akreditasi pada bulan Desember tahun 2010 dan sementara melakukan persiapan untuk akreditasi lagi di tahun 2016. Salah satu syarat dalam akreditasi adalah pendokumentasian asuhan keperawatan. Observasi yang dilakukan peneliti bahwa untuk pengisian dokumentasi pada saat dilakukan akreditasi selesai maka dokumentasi yang ada ruang perawatan (ruang perawatan 1,2,3) tidak dilakukan oleh perawat pelaksana tetapi ada juga ruangan (ruangan 4) pada rentang waktu ada pada saat kepemimpinan seorang kepala yang menjalankan tugas dan fungsi dokumentasi perawatannya masih lengkap, tetapi setelah ada pergantian kepala ruangan sampai pada saat peneliti turun ke lapangan pendokumentasiannya tidak ada. Di setiap ruang rawat inap dipimpin oleh seorang manajer yaitu kepala ruang yang mampu melaksanakan manajemen operasional pengelolaan pelayanan keperawatan. Kesimpulan 1. Pada tahap pengkajian, sebagian besar pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tidak didokumentasikan, dan didukung dengan hasil observasi dimana sebagian besar tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan pada tahap ini. 2. Pada tahap diagnosa, sebagian besar pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tidak didokumentasikan, dan didukung dengan hasil observasi dimana sebagian besar tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan pada tahap ini.
99
3. Pada tahap rencana, sebagian besar pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tidak di dokumentasikan dan didukung dengan hasil observasi dimana sebagian besar tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan pada tahap ini. 4. Pada tahap tindakan, sebagian besar pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tidak di dokumentasikan dan didukung dengan hasil observasi dimana sebagian besar tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan pada tahap ini. 5. Pada tahap evaluasi, sebagian besar pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tidak didokumentasikan, dan didukung dengan hasil observasi dimana semua tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan pada tahap ini.
e.
f.
g.
h.
Saran 1. Bagi Rumah Sakit a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan lebih menambah kegiatan seminar dan pelatihan terutama perawat yang terlibat langsung dalam dokumentasi asuhan keperawatan. b. Agar tahapan – tahapan pada asuhan keperawatan bisa dipahami perawat serta mempunyai persepsi yang sama dalam pendokumentasian, maka pada saat orientasi perawat baru diberi materi proses asuhan keperawatan. c. Melaksanakan dengan konsekuen semua kebijakan baik surat keputusan, petunjuk teknis, pedoman, dengan menerapkan sistem reward yang diberikan oleh pimpinan puncak, menengah sampai bawah kepada perawat pelaksana berupa serangkaian perhatian dan penghargaan atas setiap prestasi yang diraih oleh perawat dalam melaksanakan tugasnya dan diumumkan saat ada acara – acara penting, baik secara individu dan tim / unit / ruangan, serta punishment (sangsi) berupa teguran, penundaan kepangkatan bagi tenaga perawat yang belum mengaplikasikan asuhan keperawatan, serta mengadakan lomba dokumentasi asuhan keperawatan saat ulang tahun rumah sakit. d. Monitoring dan evaluasi atas hasil pendokumentasian dilakukan secara berkala dan berkesinambungan sehingga
i.
j.
setiap kesalahan dalam pendokumentasian dapat segera diperbaiki. Melakukan supervisi dan bimbingan teknis kepada perawat tentang pendokumentasian. Supervisi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga dapat memotivasi perawat untuk melaksanakan pendokumentasian secara lengkap. Adanya sistem pengawasan yang terencana, melakukan kajian SOP (Standat operasional procedur), mengembangkan metode pengisian dokumen dan sistem evaluasi keterampilan dan pengetahuan perawat. Perlu adanya penyegaran atau pelatihan mengenai asuhan keperawatan bagi perawat – perawat. Pelatihan manajemen dan kepemimpinan bagi kepala ruang rawat inap untuk meningkatkan kemampuan supervisi kepala ruang. Melengkapi sarana dan prasarana di ruangan agar pelaksanaan SOP (Standar Operasional Procedur) dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terselenggara dengan baik. Perlu adanya penambahan jumlah perawat diruang rawat inap untuk meningkatkan mutu pelayanan di ruang rawat inap.
Daftar Pustaka 1. Abdullah, A. 2012. Pengaruh Iklim Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Pasien di RSUD Cilegon tahun 2011. FKM UI. Depok. 2. Ali, Z. 2010. Dasar- dasar Dokumentasi Keperawatan. EGC. Jakarta
100
3.
Ennimay, E. 1999. Evaluasi Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Hubungannya dengan Pelaksanaan Angka Kredit Bagi Tenaga Keperawatan di RSUD Pekanbaru. Tesis Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
4.
Hasanbasri dan Ahmad. 2007. Pengembangan Manajemen Perawat
dan Bidan. KMKP Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
13. Widyaningtyas, R. 2010. Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat dalam Pendokumentasian di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
5. Iyer, P. W. and N. H. Camp. 2005. Nursing Documentation. Alih Bahasa Vienty Firman. Edisi Ke 3. EGC. Jakarta. 6. Jasun. 2006. Aplikasi Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Nanda NOC dan NIC Dalam Sistem Informasi Manajemen Keperawatan Di Banyumas. 7. Nelfiyanti. A. 2009. Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi Perawat Terhadap Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan Pada Rekam Medis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 8. Nursalam. 2001. Proses Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 9. Shofari, B. 2002. Pengelolaan Sistem Rekam Medis Kesehatan. Semarang.
10. Tambuwun, S. 2010. Analisis Penerapan Dokumentasi Asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap C Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi. Manado 11. Wahid dan Suprapto. 2012. Kompetensi Ilmu Keperawatan Dasar. Edisi 1 cetakan 1. CV. Sagung Seto. Jakarta 12. Warsito, E. B. 2007. Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksana tentang Fungsi Manajerial Kepala Ruang terhadap Pelaksanaan Manajemen Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondoutomo Semarang. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang
101