ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH
Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI. Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut. Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi. Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 15,41 persen. Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah. Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2) analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi eksponensial. Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masingmasing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman. Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah. Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P. Produksi cabang usaha cabai merah dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Skala usaha cabang usahatani cabai merah adalah increasing return to scale, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,28533. Elastisitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika tingkat penggunaan seluruh faktor produksi digandakan 1 kali, maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 1,28533
kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan. Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu. Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dikurangi, sehngga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah.
ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH
Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
:
Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah
Nama
:
Eko Hendrawanto
Nrp
:
A14105535
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 131 687 506
Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian:
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
LAIN
MANAPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN
YANG
PERNAH
DITULIS
ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, 25 Juni 2008
Eko Hendrawanto A 14105535
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober 1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989 hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4 tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah ”. Skripsi ini disusun sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor produksi. Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara optimum.
Penulis
menyadari
bahwa
laporan
penelitian
ini
masih
banyak
kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, 25 Juni 2008
Eko Hendrawanto A14105535
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan penelitian
dilaksanakan
hingga
laporan
penelitian
ini
ditulis.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan
dan
pengarahan
sejak
perencanaan
penulisan
proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini. 4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi. 5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama penelitian. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan selama penelitian. 7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan informasi yang diberikan.
8. Seluruh rekan seperjuangan Abdi Haris, Alam Lazuardi, Erwin Fahri, Kholid Samsurrizal, Tenri Wali, Dafri Aryadi, Yudistira Marfianda, Zaky Adnani, Akbar Zamani, Northa Idaman, Encep Zaky, Nelda Yesi Romauli Sitanggang, Rilian Sari, Amatu As Saheda, Ruri Kurnia Herlita, Marliana, Thia Anggraeni Nash atas segala dukungan, kritik, saran yang telah diberikan. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dengan segala keterbatasan wawasan dan pikiran penulis, sehingga sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan ini. Kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan sehingga dimasa mendatang dapat lebih baik. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, 25 Juni 2008 Eko Hendrawanto A14105535
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv I.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
II.
Latar Belakang ............................................................................. Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................... Kegunaan Penelitian ....................................................................
1 4 6 6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cabai ........................................................................................... 7 2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................... 7 2.2.1. Pendapatan ...................................................................... 7 2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi.................................................. 8 2.3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ................................... 18 2.4. Analisis Cabang Usahatani .......................................................... 19
III.
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 3.1.1. Fungsi Produksi ................................................................ 3.1.2. Skala Usaha (Return To Scale) ........................................ 3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum ............... 3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani ........................................ 3.1.5. Faktor-Faktor Produksi Yang Berpengaruh ...................... 3.1.6. Perumusan Hipotesis ........................................................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
IV.
METODE PENELITIAN 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ Metode Pengambilan Contoh ....................................................... Jenis Dan Sumber Data ................................................................ Analisis Data ................................................................................. 4.4.1. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani........................... 4.4.2. Analisis Produksi ............................................................... 4.4.3. Analisis Faktor Produksi Cabang Usahatani ..................... 4.4.4 Analisis Tingkat Penggunaan Masukan Optimum ............ 4.4.5. Pengujian Hipotesis .......................................................... 4.5. Konsep Dan Pengukuran Peubah ................................................
21 21 27 29 31 34 35 36
40 41 42 42 42 46 48 46 53 55
V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Sukagalih .................................................... 59 5.2. Karakteristik Responden ............................................................... 59 5.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha ...... 66
VI.
ANALISIS CABANG USAHATANI 6.1. Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah .................................. 6.1.1. Persiapan Lahan ............................................................... 6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman....................................... 6.1.3. Pemeliharaan Tanaman .................................................... 6.1.4. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman .............. 6.1.5. Panen ................................................................................ 6.2. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi........................................... 6.3. Biaya Cabang Usahatani .............................................................. 6.3.1. Biaya Tidak Tetap ............................................................. 6.3.2. Biaya Tetap ....................................................................... 6.3.3. Biaya Sewa Lahan ............................................................ 6.3.4. Total Biaya ........................................................................ 6.3.5. Biaya Rata-Rata ................................................................ 6.4. Penerimaan Cabang Usahatani .................................................... 6.5. Pendapatan Cabang Usahatani .................................................... 6.6. Efisiensi Cabang Usahatani .......................................................... 6.6.1. Produktivitas Per Hektar ................................................... 6.6.2. Rasio Penerimaan Terhadap Pengeluaran .......................
VII.
ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI 7.1. Pendugaan Fungsi Produksi ........................................................ 7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III ............................. 7.2. Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha .............. 7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani Cabai merah di Lokasi Penelitian..................................... 7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi Penelitian ......................................................................... 7.3. Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ................. 7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output terhadap Tingkat Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ...........................
VIII.
68 68 69 70 71 71 72 75 76 80 82 82 83 83 86 87 88 88
91 91 93 93 103 107 111
KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ................................................................................... 114 8.2. Saran ............................................................................................ 114
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa .............................
2
2.
Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa Barat, 2001-2005. .................................................................................
3
Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor, 2004-2006...............................................................
5
Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Wilayah Bogor Tengah .......................................................................................
40
Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan Cabai Merah pada Tahun 2007 ............................................................
41
6.
Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi.................
47
7.
Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi. .........................
54
8.
Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008 ...........................
58
9.
Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih.............................................
59
10.
Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ............................
66
Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih .........
67
Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ........
67
Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis Standar .................................................................................................
73
Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ....................
75
Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................................
77
Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ....................................................................................
79
3. 4. 5.
11. 12. 13. 14. 15. 16.
17.
Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ....................................................................................
80
Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007................................
81
19.
Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007........
83
20.
Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................................
84
21.
Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden .....................
89
22.
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III .........
92
23.
Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi ...................
93
24.
Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 ..................
95
18.
25.
Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 .................................................................................... 104
26.
Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya Korbanan terhadap Nilai Produksi ........................................................ 107
27.
Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007 ................................ 108
28.
Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007 ..................................................... 112
29.
Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Penurunan Harga Cabai Merah sebesar 22,23 Persen, 2007 ..................................................... 113
1
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk .................
22
2.
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................
39
3.
Distribusi Responden Berdasarkan Umur ......................................
60
4.
Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani di Desa Sukagalih ..................................................
60
5.
Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan .............
61
6.
Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008 ....................
62
7.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008 .......
63
8.
Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah ..............
64
9.
Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden ...........
65
10.
Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa Sukagalih (Rp/kg), 2007 ..................................................................
85
Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih (Kg), 2007 ..............................................................
85
Distribusi Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi (Rp), 2007 .................................................................
86
11. 12.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg)......... 122
2.
Penurunan Fungsi Produksi untuk Pendugaan Return To Scale ....... 123
3.
Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi ......... 125
4.
Frekuensi Petani Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ......................................................................................... 126
5.
Nilai Harapan Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ......................................................................................... 126
6.
Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ......................................................................................... 127
7.
Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan) ........... 128
8.
Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, Rupiah. ..................................................... 129
9.
Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP) ............. 130
10.
Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP) ..................... 131
11.
Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang Usahatani Cabai (HKP) ...................................................................... 132
12.
Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih. .................................... 133
13.
Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai ........... 134
14.
Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Rupiah per kilogram) ....................................................... 135
15.
Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, ( Kilogram) ............................................................... 136
16.
Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani ..................... 137
17.
Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C .................................................. 138
18.
Hasil Pendugaan Fungsi produksi Model I. ........................................ 139
19.
Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I. ...................... 140
20.
Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II. ....................................... 141
21. 22.
Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II.................................. 142 Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III. ...................................... 143
23. 24.
Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III................................. 144 Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III. ......... 145
25.
Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi. ................ 146
26.
Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2.080 meter persegi. .............. 147
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu produsen sayuran terbesar di Indonesia. Kontribusi Pulau Jawa terhadap total produksi dan luas panen sayuran nasional tetap stabil, sekitar 60 persen selama tahun 1980 hingga 1993 (Ali, 2000). Sayuran di Indonesia hingga saat ini sebagian besar masih dihasilkan di Pulau Jawa. Sayuran yang dihasilkan Pulau Jawa rata-rata sebesar 63,54 persen dari total produksi nasional selama kurun 2001 hingga 2005. Produksi sayuran mengalami pertumbuhan sebesar 1,86 persen pada tahun 2005. Produsen sayuran tersebar di enam Propinsi di Pulau Jawa. Propinsi Jawa Barat merupakan produsen sayuran terbesar di Pulau Jawa. Kontribusi Propinsi tersebut antara tahun 2001 dan 2005 sekitar 54,25 persen dari total produksi sayuran di Pulau Jawa. Angka pertumbuhan produksi sayuran di Propinsi tersebut pada tahun 2005 adalah 9,31 persen. Pertumbuhan produksi relatif beragam antar Propinsi. Angka pertumbuhan produksi terbesar terjadi di DKI Jakarta yaitu 26,62 persen. Penurunan produksi sayuran terjadi di Banten pada tahun 2005 hingga sebesar 18,20 persen. Produksi sayuran di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1. Produktivitas sayuran menurut Propinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1. Kecenderungan yang terjadi selama tahun 2001 hingga 2005 adalah peningkatan produktivitas. Produktivitas sayuran di Pulau Jawa masih beragam seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Jawa Barat masih merupakan produsen sayuran terbesar, kondisi tersebut ditunjukkan oleh produktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding propinsi lain. Produktivitas sayuran di Jawa Barat terus mengalami peningkatan sejak 2002 hingga 2005 dengan tingkat pertumbuhan
berbeda tiap tahun. Produktivitas mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,29 persen, 3,04 persen, 3,98 persen dan 7,81 persen. Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten
Uraian Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 15.578 17.980 16.108 17.001 21.527 3,53 4,05 4,71 3,94 5,85 2.609.922 2.484.256 2.781.359 2.929.585 3.202.413 14,58 14,63 15,07 15,67 16,90 830.131 906.317 1.147.627 1.315.286 1.230.025 7,93 7,78 8,45 9,07 9,50 64.600 81.069 100.376 90.153 89.616 7,45 7,85 9,39 8,23 8,46 955.871 860.561 1.029.065 1.129.913 1.086.133 7,96 7,92 8,35 8,72 8,88 140.454 132.262 180.160 228.745 187.104 6,51 6,21 9,15 9,83 9,41
(%)* 26,62 48,56 9,31 7,81 -6,48 4,81 -0,60 2,89 -3,87 1,81 -18,20 -4,24
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura Keterangan : * merupakan angka pertumbuhan tahun 2005 dari 2004
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia, cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang dihasilkan. Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Cabai merah digunakan di bidang kuliner baik dalam bentuk segar maupun olahan. Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena dari segi harga yang berfluktuasi dan merupakan tanaman yang paling luas dibudidayakan. Cabai merah di budidayakan di seluruh Indonesia, namun produsen terbesarnya adalah Propinsi Jawa Barat. Produksi cabai merah di Jawa Barat tahun 2005 sekitar 198.343 ton atau 9,97 persen dari produksi nasional. Produktivitas cabai merah tertinggi pada tahun 2005 sebesar 12,45 ton per hektar, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. (Departemen Pertanian dan Direktorat Jenderal Hotikultura, 2006). Produktivitas merupakan indikator kinerja budidaya sayuran, yaitu jumlah hasil panen yang dihasilkan untuk setiap luasan lahan. Produktivitas cabai merah
pada Tabel 2, dapat dilihat terdapat fluktuasi antar tahun. Fluktuasi tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, karena secara teoritis hubungan tersebut digambarkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi dapat berupa masukan (input) produksi maupun faktor iklim. Masukan (input) seperti sarana produksi pertanian masih dapat dikendalikan oleh petani, sedangkan curah hujan, suhu, dan berbagai variabel iklim yang lain tentu diluar kendali petani (Dillon, 1990). Tabel 2. Tahun
Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa Barat, 2001-2005. Luas Panen (Ha) 16851 17867 20304 20246 21473
2001 2002 2003 2004 2005
Cabai Merah Produksi Produktivitas (Ton) (Ton/Ha) 15983 9.48 150948 8.45 2473 12.18 21125 10.43 267369 12.45
Perubahan 1) (%) A2) 0.06 0.14 0.00 0.06
B3) 8.44 -0.98 7.54 1.66
C4) -0.11 0.44 -0.14 0.19
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 1) 2) 3) produksi, 4) produktivitas Keterangan : perubahan terhadap tahun sebelumnya, luas panen,
Masukan produksi mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam usahatani. Masukan produksi merupakan sumber biaya pada suatu usahatani, sehingga harus digunakan dengan efisien. Usahatani diharapkan dapat dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien. Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi tersebut. Harga cabai merah di tingkat petani cenderung mengalami fluktuasi, kecenderungan tersebut terjadi setiap bulan. Harga cabai merah di Jawa Barat antara tahun 1999 hingga 2005 dapat disimak pada Lampiran 1. Harga rata-rata
mengalami fluktuasi selama kurun waktu tersebut. Harga rata-rata terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu Rp 536 894,71 per 100 kilogram. Harga tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu Rp 1 336 580,77 per 100 kilogram. Fluktuasi harga terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,23 persen. Harga cabai merah bulanan pada tahun 2004 dapat dikatakan paling stabil selama periode 1999 hingga 2005. Stabilitas harga pada tahun 2005 mengalami penurunan, kondisi ini ditunjukkan dengan tingkat fluktuasi harga sebesar 35,48 persen. Fluktuasi harga tersebut diduga berpengaruh terhadap penerimaan cabang usahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen penerimaan cabang usahatani selain hasil panen. Fluktuasi harga cabai merah diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi. Produksi maupun harga cabai merah masih cenderung mengalami fluktuasi, sehingga efisiensi ekonomi produksi perlu ditingkatkan. Efisiensi tersebut diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi cabang usahatani dapat dilihat dari beberapa pendekatan, antaralain efisiensi teknis, efisiensi harga, ekonomi skala usaha. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat didekati dari produktivitas tanaman. Produktivitas cabai merah tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2005 yaitu 8,63 ton per hektar, kemudian turun hingga 15,41 persen pada tahun 2006. Penurunan produktivitas tersebut berlawanan dengan peningkatan produksi dan luas panen tahun 2006. Data tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat disimak pada Tabel 3. Produktivitas seperti telah dikemukakan sebelumnya diduga dipengaruhi oleh faktor produksi yang digunakan. Pertanyaan yang kemudian dapat diajukan
adalah apakah semua faktor produksi cabang usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap produksi?. Produktivitas
yang
cenderung
mengalami
penurunan
mungkin
berdampak pada penurunan penerimaan cabang usahatani, sehingga cabang usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi cabang usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran (R/C). Ukuran efisiensi yang lebih spesifik dapat didekati dengan efisiensi harga terhadap alokasi faktor produksi. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi cabang usahatani cabai merah? Tabel 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor, 2004-2006. Tahun Produksi Luas Panen Produktivitas (Ton) (Ha) (Ton/Ha) 2004 3 726 713 5,23 2005 6 391 741 8,63 2006 6 880 943 7,30 Simpangan Baku 1 698 125 491 1,713 Rata – rata 5 666 799 000 7,053 Koefisien Variasi 0,30 0,16 0,24 Sumber
: Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, diolah
Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama kurun tahun 1999 hingga 2005, data tersebut selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Perubahan harga cabai merah tersebut diduga akan berpengaruh terhadap efisiensi cabang usahatani. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi harga, yaitu tingkat penggunaan faktor produksi yang memaksimumkan keuntungan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi tersebut? pengaruh perubahan harga tersebut diharapkan dapat dianalisis dalam penelitian ini. Permasalahan–permasalahan dalam penelitian ini antaralain :
2
Bagaimana tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah?
3
Bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah?
4
Bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi harga (allocative efficiency)?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah. 2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah. 3. Menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapan dapat berguna bagi tiga pihak, yaitu : 1. Pihak petani, peneltitan ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan cabang usahatani. 2. Pihak penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang cabang usahatani cabai merah. 3. Pihak peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Cabai Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas komersial karena
sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Cabai dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Usahatani cabai dapat dikembangkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
rumah
tangga
dan
industri
pengolahan. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang dapat dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan (Santika, 2001). Sifat cabai dapat dilihat dari aroma dan rasa. Cabai merupakan bahan pangan yang sangat penting di berbagai negara. Cabai merupakan sumber pro-vitamin A dan vitamin C bahkan dapat digunakan sebagai tanaman obat (Rubatzky,1999). Cabai merupakan tanaman asli daerah tropika dan subtropika Amerika. Penyebaran cabai ke seluruh dunia tidak terlepas dari peran pedagang Spanyol dan Portugis (Rubatzky,1999). Cabai adalah tanaman hortikultura yang banyak ditanam di Pulau Jawa. Cabai dalam perdagangan internasional dibedakan berdasarkan tingkat kepedasannya menjadi tiga kelompok, yaitu sangat pedas, sedang hingga kurang pedas dan yang terakhir adalah paprika (Santika, 2001). 2.2.
Penelitian Terdahulu
2.2.1. Pendapatan Hasil analisis pendapatan yang dilakukan oleh Nurliah (2002) diketahui bahwa usahatani cabai kerinting sudah efisien dan menguntungkan. Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 17 131 413 per hektar dan rasio R/C 2,14. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah 30 orang, responden tersebut dipilih secara sengaja. Biaya usahatani cabai keriting sebagian besar diserap oleh upah tenaga kerja non keluarga dan
pembelian pestisida. Biaya tenaga kerja dan pestisida yang dikeluarkan mencapai 26,86 persen dan 22,49 persen dari biaya total rata-rata sebesar Rp 14 311 487 per hektar. Pendapatan usahatani cabai merah menurut Saragih (2001) dipengaruhi oleh teknologi budidaya yang digunakan. Tiga puluh petani cabai merah dipilih secara purposive oleh Saragih (2001), kemudian dibedakan menjadi masingmasing lima belas petani tradisional dan modern. Usahatani secara tradisional maupun modern pada kondisi normal tetap menguntungkan, dengan indikator keuntungan bernilai positif dan rasio R/C lebih besar dari satu. Pendapatan usahatani cabai merah modern relatif lebih tinggi, karena jumlah produksi dan harga jual yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani modern dan tradisional masing-masing mencapai Rp 33 351 614,7 per hektar dan Rp 26 823 849,4 per hektar. Usahatani modern dengan penggunaan plastik mulsa ternyata lebih efisien, hal ini ditunjukkan rasio R/C mencapai 2,2 sedangkan usahatani tradisional hanya mencapai rasio R/C 1,9. 2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi Penelitian tentang efisiensi ekonomi pada usaha peternakan sapi perah rakyat dilakukan oleh Mandaka dan Hutagaol pada tahun 2005. Kelurahan kebon Pedes dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian tersebut. Jumlah peternak dan ternak yang dilibatkan pada penelitian tersebut mencapai 31 orang dan 251 ekor ternak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Strata ditentukan berdasarkan skala pemilikan induk produktif (laktasi dan kering). Alat analisis yang digunakan oleh Mandaka dan Hutagaol (2005) adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Hasil yang diperoleh yaitu semua peubah bebas secara serempak berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan usaha
ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen. Peubah bebas yang berpengaruh nyata yaitu harga pakan konsentrat, jumlah induk produktif dan peubah boneka skala usaha. Kondisi ekonomi skala usaha ternak sapi tersebut adalah decreasing return to scale, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 0,869. Efisiensi ekonomi relatif belum dicapai pada semua skala usaha. Analisis efisiensi penggunaan masukan produksi dan ekonomi skala usaha pernah dilakukan oleh Irawan dan Hutabarat (1991). Penelitian tersebut dilakukan terhadap usahatani tebu di Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Efisiensi penggunaan masukan dianalisis dengan pendekatan kesamaan antara elastisitas keuntungan atas harga masukan (αi) dengan pangsa keuntungan atas biaya masukan terhadap keuntungan (PSi). Efisiensi penggunaan masukan produksi pada kategori tanaman keprasan lahan sawah dan kering sudah dicapai. Kondisi yang berbeda terjadi pada tanaman tebu baru lahan sawah. Pupuk, tenaga kerja, dan obat pada usahatani tebu baru lahan sawah belum efisien karena tingkat penggunaannya yang masih terlampau rendah. Usahatani tebu yang diteliti oleh Irawan dan Hutabarat (1991) mempunyai skala usaha yang berbeda antar kategori. Kategori tanaman baru lahan sawah mempunyai skala usaha meningkat, kategori tanaman keprasan lahan kering mempunyai skala usaha menurun dan kategori tanaman tebu keprasan lahan sawah sudah mempunyai skala usaha konstan. Keragaman skala usaha tersebut menurut Irawan dan Hutabarat (1991) disebabkan karena perbedaan produktivitas masukan usahatani. Analisis ekonomi usahatani yang terkait dengan efisiensi panggunaan masukan produksi juga pernah dilakukan oleh Widjaja (1991). Cakupan penelitian tersebut meliputi analisis pendapatan usahatani, efisiensi faktor-faktor produksi hingga optimalisasi faktor–faktor produksi yang digunakan. Metode
penarikan contoh acak berstrata digunakan sebagai teknik pengambilan contoh dalam penelitian tersebut. Strata dibedakan berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, fungsi produksi Cobb Douglas dan efisiensi faktor produksi. Pendapatan dari sapi perah untuk semua strata lebih dominan, jika dibanding pendapatan usahatani yang lain maupun dari luar usahatani. Kondisi tersebut menurut Widjaja (1991) merupakan indikasi bahwa usaha ternak sapi perah sudah menjadi usaha pokok. Hasil analisis fungsi produksi diketahui bahwa 81,68 keragaman produksi susu pada peternakan sapi perah di Kecamatan Pangalengan dapat diterangkan oleh faktor–faktor produksi yang dipilih. Faktor–faktor produksi yang digunakan secara umum mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95 hingga 99 persen. Usaha peternakan sapi perah mempunyai skala usaha yang semakin menurun, ini ditunjukkan oleh elastisitas produksi sebesar 0,9379. Skala usaha tersebut berarti efisiensi teknis sudah dicapai, namun efisiensi ekonomis masih belum dicapai. Hasil analisis produksi yang dilakukan oleh Nur’iman (2001) terhadap petani tomat anggota dan bukan anggota kelompok tani, diketahui bahwa secara umum penggunaan teknologi budidaya tomat kedua kelompok petani tidak berbeda. Petani anggota kelompok tani lebih mempunyai elastisitas produksi lebih besar, jika dibanding petani bukan anggota kelompok tani. Alokasi faktorfaktor produksi pada kedua kelompok petani tersebut masih belum optimal. Kondisi tersebut dilihat dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Petani anggota kelompok tani lebih efisien dibanding petani bukan anggota, jika dilihat dari imbangan penerimaan terhadap pengeluaran. Petani Gapoktan mempunyai nilai imbangan penerimaan terhadap pengeluaran tunai dan total masing-masing adalah 1,71 dan 1,63, sedangkan kelompok petani yang lainnya sebesar 1,54 dan 1,42. Hasil penelitian yang selanjutnya adalah resiko produksi petani
anggota kelompok tani diketahui lebih tinggi. Resiko produksi tomat masih belum dapat ditekan secara optimal oleh kelompok tani. Penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam budidaya salak bongkok dilakukan oleh Maya pada tahun 2006. Faktor produksi salak bongkok diduga meliputi luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman, pengalamam, tenaga kerja, pupuk kandang, dan pupuk urea. Pupuk urea digunakan sebagai peubah boneka (dummy), sehingga produksi dengan dan tanpa pupuk urea dapat dibedakan. Model analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah model fungsi Cobb-Douglas. Peubah-peubah dugaan diketahui signifikan pada selang kepercayaan 95 hingga 99 persen. Faktor-faktor produksi yang digunakan masih belum optimal, jika dilihat dari rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal yang disarankan yaitu luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Skala ekonomi usaha budidaya salak bongkok tersebut adalah skala decreasing return to scale. Elastisitas produksi yang diperoleh adalah 0,594, sehingga menurut teori produksi klasik usaha tersebut ada pada daerah II. Efisiensi faktor produksi pada usahatani padi sudah dianalisis oleh Irawati (2006), penelitian dilakukan terhadap petani program PTT dan petani bukan program PTT di Karawang. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang digunakan petani program PTT berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada selang kepercayaan 95 persen. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja, sedangkan pupuk SP-36 dan obat padat tidak berpengaruh nyata. Hasil uji terhadap faktor produksi yang digunakan petani bukan program PTT, diketahui bahwa luas lahan, benih, pupuk NPK dan tenaga kerja berpengaruh nyata sedangkan pupuk SP-36, obat padat dan cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Faktor produksi yang digunakan
kedua kelompok petani masih belum efisien, hal ini diketahui dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2005) diarahkan pada analisis penyebab rendahnya produkivitas padi ladang, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi. Analisis yang digunakan yaitu pendapatan usahatani, dan fungsi produksi Cobb Douglas. Faktor determinan produktivitas padi ladang diidentifikasi berdasarkan statistik uji t terhadap koefisien regresi. Efisiensi ekonomi dianalisis dengan pendekatan rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal. Pendapatan usahatani padi ladang yang diteliti oleh Purba (2005) dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan total. Pendapatan atas biaya tunai dari usahatani tersebut sebesar Rp 1 104 326 sedangkan pendapatan atas biaya total Rp – 520 854. Usahatani padi ladang kurang menguntungkan ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya total sebesar 0,75, namun bagi petani masih menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh 3,01 kali lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan (R/C tunai = 3,01). Faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas padi ladang yaitu tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Produksi padi ladang sangat dipengaruhi oleh kedua kelompok tenaga kerja tersebut. Benih, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi ladang. Usahatani padi ladang berada pada skala pengembalian yang meningkat, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas produksi sebesar 1,17. Efisiensi ekonomi pada usahatani tersebut belum berhasil dicapai. Nilai rasio NPM dibanding BKM tidak sesuai dengan kriteria, sehingga komposisi faktor produksi yang digunakan harus diubah. Analisis efisiensi faktor produksi udang tambak di Indonesia dilakukan oleh Nasution pada tahun 2005. Penelitian
tersebut dilakukan untuk
menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi udang tambak, tingkat
efisiensi produksi dan menganalisis nilai total factor productivity usaha budidaya udang tambak. Penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis awal yaitu : 1) input produksi digunakan dengan kombinasi yang belum optimal oleh petani tambak di Indonesia dan 2) lahan, benur, tenaga kerja, pestisida dan masukan produksi lain berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan sebagai pendekatan analisis faktor determinan produksi udang tambak. Efisiensi penggunaan faktor produksi dianalisis dengan pendekatan rasio NPM dibanding BKM. Analisis terhadap total faktor produktivitas relatif lebih rumit, karena pendekatan yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas restriksi. Restriksi tersebut berarti fungsi produksi dikondisikan pada skala pengembalian konstan, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sama dengan satu. Kendala ditemukan dalam pendugaan fungsi produksi, ditemukan adanya multikolinier antar faktor produksi. Permasalahan tersebut kemudian diatasi dengan analisis komponen utama. Produksi udang tambak di Indonesia sangat nyata dipengaruhi oleh luas tambak, tenaga kerja dan pestisida. Produksi tambak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik pada selang kepercayaan 90 persen. Usaha budidaya tambak udang di Indonesia masih dapat dikembangkan karena mempunyai skala pengembalian yang meningkat. Elastisitas produksi sebesar 1,8337 merupakan indikator kondisi tersebut. Efisiensi ekonomi belum dicapai, ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Total faktor produktivitas sebesar
-9,26 persen, berarti secara agregat tidak
terjadi peningkatan teknologi dalam produksi udang di Indonesia, namun sebaliknya terjadi penurunan. Penelitian dengan topik efisiensi penggunan faktor produksi dilakukan oleh Retmawati (2005) terhadap petani padi sawah dan padi ladang. Penelitian tersebut dilakukan agar diperoleh suatu gambaran perbandingan usahatani padi
sawah dan padi ladang. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan yaitu pendapatan usahatani, produktivitas, tingkat penggunaan masukan produksi dan efisiensi usahatani. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu analisis pendapatan, analisis produktivitas, analisis efisiensi penggunaan faktor produksi dan analisis fungsi produksi Cobb Douglas. Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa usahatani padi sawah lebih menguntungkan dibanding padi ladang. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk kedua jenis usahatani padi sama, namun keuntungan total dari padi sawah diperoleh Rp 1 667 410 dengan rasio R/C 1,55, sedangkan padi ladang lebih rendah yaitu Rp1 161 582 dengan rasio R/C 1,44. Perbedaan tersebut disebabkan karena produktivitas padi sawah sebesar 12.148,2 kg per hektar, sedangkan produktivitas padi ladang lebih rendah yaitu 7.941,65 kg per hektar. Harga jual kedua jenis padi sama yaitu Rp 1 100 per kg. Peubah boneka yang digunakan sebagai pembeda antara usahatani padi sawah dan ladang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kondisi tersebut disebabkan karena benih, pupuk dan perlakuan pemupukan yang sama pada kedua usahatani. Elastisitas produksi usahatani padi sawah dan ladang sebesar 1,26573, berarti usahatani berada dalam skala pengembalian meningkat. Efisiensi penggunaan faktor produksi pada kedua usahatani belum tercapai, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal untuk usahatani padi sawah yaitu 0,87 hektar lahan, 9,30 kg benih, 47,23 pupuk KCL, 102,32 kg pupuk TSP dan 56,09 HOK tenaga kerja. Kombinasi optimal pada usahatani padi ladang yaitu 1,08 hektar lahan, 8,11 kg benih, 31,02 pupuk KCL, 106,08 kg pupuk TSP dan 69,45 HOK tenaga kerja. Penelitian Vidiayanti (2004) mempunyai topik yang sama tetapi obyek yang dianalisis adalah usaha ternak sapi perah. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis tingkat pendapatan, skala pengembalian ekonomi dan
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi perah. Sampel sebanyak 30 orang responden dipilih secara acak dari sekitar 180 orang peternak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis skala pengembalian dan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tiga peubah boneka yang dimasukan dalam fungsi produksi. Peubah boneka digunakan dalam fungsi produksi sehingga pengaruh perbedaan tingkat pendidikan peternak, usia produktif sapi perah dan pengalaman peternak terhadap produksi dapat diketahui. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usaha ternak sapi perah menguntungkan dari segi usahatani maupun petani. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 7 690 979,61 dengan rasio R/C 1,17 berarti dari segi usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 24 849 506,67 dengan rasio R/C 1,56 maka dapat disimpulkan menguntungkan bagi petani. Produksi susu dipengaruhi secara nyata oleh hijauan sapi laktasi. Peubah boneka pengalaman signifikan berpengaruh terhadap produksi. Produksi susu yang diperoleh peternak dengan pengalaman lebih dari lima tahun lebih tinggi dibanding peternak dengan pengalaman dibawah lima tahun. Usaha ternak sapi perah mempunyai skala pengembalian meningkat dengan elastisitas produksi sebesar 1,13429. Produksi usaha ternak tersebut berada pada daerah tidak rasional, karena tingkat produksi optimal dapat dicapai dengan peningkatan jumlah faktor produksi. Efisiensi ekonomi belum berhasil dicapai jika dilihat dari rasio NPM dibanding BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi penggunaan faktor produksi harus diubah agar efisiensi ekonomi dicapai.
Penelitian tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ayam ras pedaging sudah dilakukan oleh Murjoko (2004). Penelitian tersebut dipusatkan pada beberapa tujuan yaitu menganalisis faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi ayam ras pedaging, menganalisis tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi, menentukan kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dan menganalisis tingkat pendapatan peternak plasma ayam. Sampel responden diambil dengan metode sensus terhadap seluruh peternak sejumlah 38 orang. Metode analisis yang digunakan terdiri dari pendugaan dan pemilihan model fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi pengunaan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi dipilih dari tiga model alternatif yaitu model linier berganda, Cobb Douglas dan translog. Analisis dilanjutkan dengan rasio NPM dibanding BKM, sehingga diketahui efisiensi ekonomi tingkat penggunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis pendapatan usahatani peternakan adalah analisis rasio R/C dan rasio B/C. Model fungsi produksi akhir yang dipilih adalah model Cobb Douglas karena dua pertimbangan. Hasil uji kolmogorov–smirnov model Cobb Douglas mempunyai nilai P 0,15, sedangkan model linier berganda mempunyai P 0,079, hal ini berarti model Cobb Douglas lebih bagus. Pertimbangan yang kedua adalah masalah multikolinieritas pada model translog yang tidak dapat diatasi. Model Cobb Douglas tersebut mempunyai R2 99,4 persen dan secara statistik faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi. Produksi ayam ras pedaging yang diteliti dipengaruhi oleh bibit DOC, pakan strarter, pakan finisher, tenaga kerja dan obat-vaksin-vitamin (OVK). Faktor-faktor produksi tersebut secara statistik berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen. Faktor produksi pemanas gasolec
dan mortalitas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Peubah bebas dalam model berada pada daerah rasional, ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi bernilai positif dan lebih rendah dari satu. Efisiensi ekonomi produksi diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi ekonomi pada beberapa faktor produksi belum dicapai, jika dilihat dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi pakan starter, pakan finisher dan tenaga kerja secara statistik belum efisien. Tingkat penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditingkatkan menjadi 7.129 kg pakan starter, 10.570 kg pakan finisher dan 704,55 HOK tenaga kerja. Perubahan tersebut berdampak pada perbedaan pendapatan aktual dan optimal. Pendapatan bersih pada kondisi aktual sebesar Rp 6 067 386, rasio R/C 1,1 dan rasio B/C 0,1, pada kondisi optimal mengalami peningkatan menjadi masingmasing Rp 21 785 728, rasio R/C 1,346 dan rasio B/C 0,346. Pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi padi gogo tumpang sari jagung diteliti oleh Susanto (2004). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, tingkat pendapatan dan produktivitas, dan
efisiensi
penggunaan
faktor-faktor
produksi
usahatani
padi
gogo
tumpangsari jagung. Hipotesis awal dari penelitian Susanto (2004) yaitu 1) biaya produksi secara keseluruhan dapat ditutupi oleh nilai pendapatan, 2) luas lahan, benih, pupuk kimia dan tenaga kerja mempunyai hubungan nyata dengan produksi padi gogo, dan 3) keuntungan maksimal dapat dicapai jika tingkat penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal. Responden sebanyak 30 orang dalam penelitian tersebut diundi secara acak sederhana. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan, analisis regresi dan analisis efisiensi ekonomi. Hipotesis pertama diterima karena rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,92 dan rasio R/C atas biaya diperhitungkan
sebesar 1,09. Rasio R/C tersebut berarti secara keseluruhan biaya produksi dapat ditutupi oleh nilai pendapatan yang diperoleh petani. Produksi padi gogo dipengaruhi oleh benih, pupuk urea dan pupuk TSP. Hasil tersebut diketahui dari hasil statistik uji t (parsial) bahwa koefisien regresi benih nyata pada α = 1 %, pupuk urea nyata pada α = 10 % dan pupuk TSP nyata pada α = 1 %. Benih dan pupuk TSP mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi padi gogo, hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 1 persen. Produksi padi gogo berada pada skala pengembalian meningkat, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,36. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal, hal ini diketahui dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Tingkat penggunaan optimal adalah sebagai berikut luas lahan 3,34 hektar, benih 61,5 gram , pupuk urea 0,26 kg dan tenaga kerja 35 HOK. 2.3.
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, produksi dan efisiensi
ekonomi usahatani telah banyak dilakukan sebelumnya. Hasil dari setiap penelitian sangat beragam, namun terdapat kesamaan pada metode analisis yang digunakan. Kesamaan yang lain adalah jenis data yang digunakan dalam penelitian usahatani yaitu data cross section pada waktu tertentu. Perubahan dapat terjadi karena pengaruh waktu, harga input dan output usahatani mungkin telah mengalami perubahan sejak penelitian dilakukan. Pendapatan dan efisiensi ekonomi mungkin telah mengalami perubahan sebagai akibat perubahan harga tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat diperoleh suatu
gambaran pendapatan, produksi dan efisiensi ekonomi cabang usahatani khususnya cabai merah pada saat penelitian dilakukan.
Penelitian tentang pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah yang dilakukan mempunyai persamaan dengan penelitian–penelitian terdahulu. Persamaan yang dimaksud adalah pendekatan yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi ekponensial. Perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada waktu dan tempat penelitian dilakukan. 2.4.
Analisis Cabang Usahatani Sifat produksi pertanian menurut Gumbira et. al (2004) antaralain
musiman, pasokan produk bervariasi dan tidak stabil dari waktu ke waktu, jumlah produksi sulit ditentukan dan bervariasi antar pusat produksi secara geografis. Produksi pertanian bersifat musiman dan berfluktuasi sehingga dikenal adanya musim panen raya dan paceklik. Produksi pertanian tidak semua bersifat musiman, masih ada sebagian yang dapat berproduksi terus-menerus. Jumlah produksi pertanian juga bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi tersebut menurut Gumbira et. al (2004) disebabkan oleh tanggapan petani terhadap tingkat harga, kebijakan pemerintah tentang pengembangan komoditas, dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan (Force majeur). Variasi jumlah tersebut berakibat pada terjadinya variasi harga produk. Pusat-pusat produksi pertanian dipengaruhi oleh kesesuaian geografis untuk budidaya pertanian. Pusat produksi sayuran pada umumnya terdapat didaerah dataran tinggi, karena suhu rendah sesuai dengan komoditas sayuran. Daerah dataran rendah sesuai untuk budidaya komoditas yang lain, misalnya kelapa dan sagu. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk budidaya komoditas tertentu akan berbeda antar daerah. Perbedaan tersebut dipengaruhi berbagai faktor salah satunya efisiensi produksi antar daerah berbeda-beda (Gumbira et. al, 2004).
Gambaran keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan keadaan yang akan datang dari suatu tindakan dapat diketahui dari analisis pendapatan. Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani juga dapat dilihat dari analisis pendapatan ini. Ukuran keberhasilan usahatani ditentukan dari kemampuan untuk membayar semua biaya pembelian sarana produksi, bunga modal dan depresiasi modal, sewa lahan hingga upah tenaga kerja (Soeharjo dan Patong, 1973). Pendapatan merupakan balas jasa dari dari faktor-faktor produksi usahatani. Faktor produksi tersebut berupa lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kegiatannya.
dan
memberikan
Pendapatan
kepuasan
usahatani
petani
akan
agar
dapat
dialokasikan
melanjutkan
pada
berbagai
kebutuhan. Sisa pendapatan dapat digunakan untuk penambahan faktor produksi atau dialokasikan pada kegiatan di sektor lain (Soeharjo dan Patong, 1973). Dua keterangan pokok diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani agar mempunyai arti praktis. Dua hal tersebut adalah keadaan penerimaan dan pengeluaran dalam batasan waktu tertentu, misalnya satu musim atau satu tahun (Soeharjo dan Patong, 1973). Keuntungan yang diperoleh dari suatu usahatani dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran dalam batas waktu tertentu.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Proses produksi pertanian merupakan proses yang kompleks dan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi baru. Fungsi produksi merupakan gambaran hubungan antara masukan dengan keluaran produksi. Hubungan tersebut digambarkan sebagai tingkat transformasi masukan menjadi keluaran produksi (Doll dan Orazem, 1984). Pindyck dan Rubinfeld (2001) menyatakan bahwa keluaran terbesar untuk setiap kombinasi masukan tertentu ditunjukkan oleh fungsi produksi. Fungsi produksi klasik merupakan pendekatan ekonomi paling dasar. Fungsi produksi merupakan cara sistematis untuk menggambarkan hubungan antara perbedaan jumlah masukan yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk (Kay. et. al, 2004). Fungsi dan keterkaitannya dengan produk rata-rata (Average Physical Product) maupun produk marjinal (Marginal Physical Product) dapat digambarkan dalam grafik. Hubungan antara TPP dengan MPP dan APP berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa selama TPP meningkat dengan tingkat semakin bertambah maka MPP dan APP akan mengalami peningkatan secara bersamaan. Titik maksimum MPP terjadi ketika pertambahan TPP mencapai titik balik, yaitu dari tingkat semakin bertambah menjadi semakin berkurang. Produk marjinal (MPP) kemudian mengalami penurunan secara berkelanjutan hingga titik nol ketika TPP mencapai maksimum. Keterkaitan antara APP dengan MPP yaitu ketika MPP lebih tinggi dari APP, maka APP akan mengalami peningkatan dan demikian sebaliknya (Kay. et. al., 2004)
Output Stage I Ep > 1
Stage II
Stage III
1> Ep > 0
Ep < 0 TPP
Input
Output Increasing marginal return
Decreasing marginal return
MPP
Negative marginal return
APP Input
Keterangan :
APP : Average Physical Product MPP : Marginal Physical Product TPP : Total Physical Product Sumber : Snodgrass and Wallace, 1964 dan Kay . et. al, 2004.
Gambar 1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk Hubungan antara TPP, APP dan MPP biasanya digunakan untuk membedakan fungsi produksi menjadi tiga daerah. Daerah I dimulai dari titik awal dimana tidak ada input yang digunakan hingga titik APP maksimum tepat berpotongan dengan MPP. Daerah I jika dikaitkan dengan tujuan petani untuk mencapai keuntungan maksimum, maka daerah tersebut merupakan daerah produksi yang tidak rasional. Produksi (TPP) yang lebih besar masih berpeluang untuk dicapai jika jumlah input yang digunakan ditingkatkan, maka menjadi tidak rasional jika jumlah input yang digunakan dipertahankan pada titik tersebut. Produktivitas input tetap mengalami peningkatan pada daerah tersebut (Kay. et. al., 2004). Daerah produksi yang selanjutnya adalah daerah II yang dimulai dari titik perpotongan MPP dengan APP (maksimum APP) hingga titik nol MPP. Efisiensi tertinggi dari input tidak tetap yang digunakan tercapai ketika MPP berpotongan
dengan APP, yaitu tepat pada garis batas antara daerah I dengan II. Produk marjinal (MPP) juga mengalami penurunan hingga titik nol pada daerah II. Daerah II merupakan daerah produksi yang rasional. Daerah produksi yang terakhir adalah daerah III yang ditunjukkan oleh penurunan produksi (TPP) dan marjinal produk (MPP) bernilai negatif. Daerah tersebut merupakan daerah produksi yang tidak rasional (Kay. et. al., 2004). Daerah produksi dapat dikaitkan dengan rekomendasi ekonomi bagi produsen atau petani. Daerah pertama yaitu ketika produk marjinal lebih besar dari produk rata-rata, maka jumlah alokasi faktor produksi sebaiknya ditingkatkan hingga titik maksimum produk marjinal tercapai. Efisiensi faktor produksi tidak tetap terjadi pada daerah kedua, dimana produk rata-rata mencapai puncak dan mulai mengalami penurunan. Daerah yang ketiga dimana produk rata-rata lebih besar dari produk marjinal, maka tidak rasional untuk menambah faktor produksi (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (masukan (input)). Fungsi produksi menurut Murbayanto (1989), Wallace and Snodgrass (1964), Buse and Bromley (1975), Doll and Orazem (1984)
serta Heady and Dillon
(1961) dapat dirumuskan dalam bentuk matematis sebagai berikut:
(
)
Y = f X , X , ........X ...................................................................... (1) 1 2 n Keterangan Y = hasil produksi fisik = faktor-faktor produksi X1.....Xn
Fungsi produksi yang sering digunakan yaitu fungsi linier, kuadratik, eksponensial, transcendental, translog dan Constant Elasticity of Substitution (Soekartawi,1984). Fungsi produksi juga dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi spillman, fungsi hiperbolik dan sebagainya. Pendekatan yang sudah banyak
digunakan untuk analisis fungsi produksi adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk umum adalah sebagai berikut (Heady dan Dillon, 1961) :
Y = aX
b
...................................................................................................... (2)
Peubah yang dinotasikan sebagai X adalah masukan (input) produksi yang diukur, Y adalah output produksi, a merupakan konstanta dan b merupakan elastisitas
produksi.
Hubungan
faktor
produksi
dengan
hasil
produksi
digambarkan oleh produk marjinal. Produk marjinal tersebut merupakan gambaran peningkatan jumlah hasil produksi, karena masukan (input) produksi yang digunakan ditambah satu unit. Produk marjinal dapat diturunkan dari fungsi produksi pada persamaan (2) dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut Heady dan Dillon (1961) : dY dX
= baX
b -1
=
baX X
b
........................................................................ (3)
Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (2) adalah fungsi produksi eksponensial. Fungsi produksi tersebut mempunyai nilai eksponen (koefisien regresi) yang merupakan elastisitas produksi. Elastisitas produksi tersebut dapat digunakan langsung untuk menduga skala usaha (Return to Scale). Kondisi tersebut dibuktikan sebagai berikut (Heady dan Dillon, 1961) : Ep = (baX
b - 1 X baX ) = Y X
b ⋅
X Y
............................................................. (4)
Nilai Y dari persamaan fungsi produksi (Y = aXb) disubstitusikan kedalam persamaan tersebut maka diperoleh persamaan sebagai berikut : Ep =
bY X ⋅ ..................................................................................... (5) X Y
Elastisitas produksi merupakan koefisien b (eksponen) dari fungsi produksi, seperti dapat dilihat dari persamaan tersebut bahwa Ep= b. Elastisitas produksi merupakan perubahan output yang disebabkan perubahan input. Skala Usaha dapat diketahui dari koefisien elastisitas produksi tersebut (Haedy dan Dillon, 1961). Estimasi fungsi produksi menurut Heady dan Dillon (1964) meliputi dua fase, yaitu pengumpulan data dan analisis data tersebut. Data tersebut dapat diperoleh dari sumber percobaan maupun selain percobaan. Pendugaan fungsi produksi eksponensial relatif lebih rumit dibanding metode pendugaan regresi sederhana. Kendala tersebut dapat diatasi dengan transformasi sehingga parameternya berbentuk linier. Model tersebut dapat ditranformasi dalam bentuk logaritma menjadi persamaan sebagai berikut (Gujarati, 1988). lnY = ln a + b1 lnX1 + b 2 lnX 2 + b 3 lnX 3 + .... + b n lnX n ........................ (6)
Y * = a * + b1 * X1 * + b 2 * X 2 * + b 3 * X 3 * + .... + b n * X n * .................. (7)
Keterangan : Y* =Y a*, b1*, b2*, b3*, bn* = a, b1, b2, b3, bn X1*, X2*, X3*, Xn* = X1, X2, X3, Xn
Peubah-peubah dalam persamaan (6) bagian atas dapat didefinisikan kembali, maka diperoleh persamaan (7). Model persamaan (7) tidak ubahnya seperti model regresi linier dengan peubah dan parameter berbentuk linier. Parameter atau koefisien regresi dari model tersebut dapat diduga dengan pendekatan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) (Gujarati, 1988). Teknik
penyelesaian
fungsi
produksi
Cobb
Douglas
dengan
dilogaritmakan dan diubah menjadi fungsi linier. Fungsi produksi dengan teknik transformasi tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, 2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap
pengamatan, 3) setiap variabel X adalah perfect competition, dan 4) perbedaan lokasi seperti iklim tercakup dalam faktor kesalahan, u (Soekartawi,1984). Fungsi
produksi
Cobb-Douglas
digunakan
dengan
pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut : 1. Fungsi Cobb-douglas sudah banyak digunakan dalam penelitian. 2. Cov (ui , uj)= 0, i≠j. Asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara ui dan uj. 3. Var (ui) = σ2 (homoskedastisitas) yaitu besar varian ui sama untuk setiap i. 4. Fungsi Cobb-Douglas dapat ditransformasi kedalam bentuk linier melalui transformasi logaritma, sehingga metode OLS dapat digunakan (Heady dan Dillon, 1961), (Gujarati, 1988). 5. Masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi dengan transformasi logaritma (Nachrowi dan Usman, 2006). Heterokedastisitas adalah varians dari residual atau error tidak konstan. Analisis regresi dengan metode pendugaan OLS dapat dilakukan jika error mempunyai varians yang konstan (homoskedastis). 6. Elastisitas produksi dari masukan (input) yang bersangkutan (Xi) dapat langsung diketahui dari parameter penduga (bi) (Heady dan Dillon, 1961), (Gujarati, 1988). 7. Skala usaha (Return to Scale) merupakan elastisitas dari fungsi produksi yang diduga. Elastisitas fungsi produksi merupakan penjumlahan dari elastisitas masing-masing faktor produksi. Proses produksi pada skala menurun jika nilai Σ b < 1, jika Σ b = 1 maka produksi pada skala konstan sedangkan jika Σ b > 1 berarti proses produksi pada skala meningkat (Heady dan Dillon, 1961). Estimasi koefisien regresi dilakukan dengan
metode OLS. Asumsi-
asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2006) : 1. Multikolinier tidak ada, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan (Xi).
2. E(ui) = 0 atau E(ui | xi) = 0 atau E(Yi) = β1+ β2 Xi ui menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili dalam model. Asumsinya pengaruh ui terhadap Yi diabaikan. 3. Kovarian antara ui dan Xi nol atau cov (ui , Xi) = 0. asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara ui dan Xi. 3.1.2. Skala Usaha (Return to Scale) Hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing return) sangat penting dari sudut pandang teoritis maupun praktis (Kay, et. al. 2004). Hukum tersebut juga dikenal sebagai hukum produktivitas yang semakin berkurang (law of diminishing productivity). Interpretasi hukum tersebut yaitu jika jumlah salah satu masukan produksi ditambah sementara semua masukan yang lain dipertahankan tetap (konstan), maka jumlah tambahahan keluaran per unit masukan kemungkinan akan semakin berkurang (Doll dan Orazem, 1984). Hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing return) ambigu karena acuan yang digunakan berbeda-beda. Tiga indikator dalam fungsi produksi klasik yaitu total produk (TPP), marjinal produk (MPP) dan rata-rata produk (APP). Titik dimana mulai terjadi penurunan pada ketiga indikator tersebut berbeda, sementara law of diminishing return digambarkan oleh penurunan tersebut. Antisipasi masalah tersebut maka hukum pengembalian yang semakin berkurang diterapkan secara langsung pada marjinal produk atau dikenal hukum pengembalian marjinal yang semakin berkurang (law of diminishing marginal return). Solusi lain yang dapat digunakan adalah elastisitas produksi (Doll dan Orazem, 1984). Elastisitas produksi merupakan konsep yang mengukur tingkat respon antara masukan dan keluaran. Hukum pengembalian yang semakin berkurang mempunyai tiga sifat yang perlu ditekankan. Sifat yang pertama adalah hukum tersebut berlaku jika
satu atau lebih input tetap digunakan dalam produksi. Sifat yang kedua yaitu definisi hukum tersebut tidak mencakup diminishing marginal return sejak unit pertama dari input tidak tetap (titik awal penggunaan input tidak tetap). Sifat yang ketiga yaitu hukum tersebut berdasarkan pada proses biologis yang ditemukan pada produksi pertanian (Kay, et. al., 2004) Skala Usaha diperlukan untuk mengetahui apakah suatu usaha yang diteliti mengikuti kaidah incereasing, constant atau decreasing return to scale (Soekartawi,1990). Skala usaha dapat diketahui dari nilai elastisitas produksi. Skala usaha dapat dibagi dalam tiga kemungkinan sebagai berikut : 1. Decreassing return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) < 1. Kondisi ini dapat diartikan bahwa proporsi tambahan masukan produksi melebihi proporsi tambahan keluaran produksi. 2. Constant return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) = 1. Kondisi demikian berarti tambahan keluaran produksi dihasilkan dari tambahan masukan produksi dengan proporsi yang sama. 3. Increasing return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) > 1. Kondisi demikian berarti proporsi keluaran produksi yang dihasilkan lebih besar dibanding proporsi tambahan masukan produksi. Definisi Skala usaha sering dikaitkan langsung dengan keluaran, sehingga dapat dikatakan sebagai ukuran perubahan keluaran yang disebabkan oleh perubahan semua masukan secara proporsinal (Doll dan Orazem, 1984). Diseconomies of scale terjadi ketika proporsi perubahan keluaran lebih rendah dari proporsi perubahan masukan. Kondisi sebaliknya ketika proporsi perubahan keluaran sama dengan atau lebih besar dari proporsi perubahan masukan maka terjadi ekonomi skala usaha (economies of scale) (Doll dan Orazem, 1984). Return to scale dapat diduga dari fungsi produksi yang digunakan. Return to scale diduga dengan cara menyatakan hubungan antara RHS dan LHS dalam
persamaan. LHS merupakan nilai Y sedangkan RHS merupakan turunan parsial dari fungsi produksi (Heady dan Dillon, 1961). Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam Lampiran 2. 3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum Masukan yang diperlukan dalam proses produksi cabang usahatani sangat beragam. Masukan produksi seperti sinar matahari dan udara sudah tersedia secara bebas di alam, namun masukan tersebut tidak diperhatikan. Masukan produksi yang diperhatikan secara ekonomis adalah masukan yang mempunyai biaya. Masukan produksi tersebut seharusnya dapat dialokasikan dan digunakan dengan efisien (Doll dan Orazem, 1984). Efisiensi
alokasi
masukan
produksi
dapat
didekati
dengan
dua
pendekatan, yaitu meminimalkan biaya (minimizing cost) dan memaksimalkan keuntungan (profit maximization) (Doll and Orazem, 1984) dan (Snodgrass and Wallace, 1964). Tambahan setiap unit masukan produksi yang digunakan masih menguntungkan, jika nilai marjinal produk (VMP) lebih besar dari biaya (harga,P) (Buse and Bromley,1975). Keuntungan maksimum untuk suatu fungsi produksi tertentu dapat dicapai, jika produk marjinal dari setiap faktor produksi sama dengan rasio harga faktor produksi dengan harga produk. Kondisi tersebut harus terjadi secara simultan pada semua faktor produksi yang digunakan (Heady dan Dillon, 1961). Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi tersebut merupakan alokasi optimum. Konsep tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Doll dan Orazem, 1984) : VMPX1 = PX1; VMPX 2 = PX 2 ; VMPX 3 = PX 3 ; VMPX n = PX n ............... (9)
Persamaan (9) jika dibagi dengan harga masing-masing faktor produksi, maka setiap persamaan akan sama dengan satu, dapat dituliskan bahwa (Doll dan Orazem, 1984) :
VMPX1 PX1
=
VMPX 2 PX 2
=
VMPX 3 PX1
= ....... =
VMPX n PX n
= 1 ........................... (10)
Nilai produk marjinal (VMP) masukan produksi merupakan produk marjinal (MPP) dikalikan harga produk, maka dapat ditulis sebagai berikut : VMPX1 = (MPPX1 ) (Py) ; VMPX 2 = (MPPX 2 ) (Py) ; VMPX 3 = (MPPX 3 ) (Py) ; VMPX n = (MPPX n ) (Py)
............................. (11)
Keuntungan maksimum dapat dicapai apabila cabang usahatani sudah dilakukan dengan efisien. Pengertian efisiensi dalam terminologi ilmu ekonomi menurut Soekartawi (1984) dapat dibedakan menjadi efisiensi teknis, efisiensi alokatif (efisiensi harga) dan efisiensi ekonomi. Efisien secara teknis (efisiensi teknis) jika faktor produksi yang digunakan sudah menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi alokatif dicapai ketika nilai produk marjinal sama dengan biaya faktor produksi. Efisiensi ekonomi terjadi ketika cabang usahatai telah efisien secara teknis sekaligus secara alokatif. Kondisi
alokasi
masukan
optimum
menurut
Soekartawi
(2002)
merupakan efisiensi harga atau allocative efficiency. Efisiensi diartikan sebagai upaya agar biaya dapat ditekan sekecil mungkin namun diperoleh produksi yang sebesar mungkin. Efisiensi tersebut dilakukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Alokasi optimal dapat didekati berdasarkan nilai tambah dari satu satuan biaya masukan yang dikeluarkan dengan satu satuan nilai tambah keluaran yang dihasilkan. Parameter yang lebih praktis diperlukan agar lebih mudah diuji. Parameter yang harus diketahui yaitu produk marjinal, jumlah output, jumlah
input, harga ouput dan harga input. Fungsi produksi cabang usahatani dapat dilihat pada persamaan (12), kemudian kondisi keuntungan maksimum dapat dirumuskan sebagai berikut : b b2 bn Y = aX1 1 X 2 X n dY dX i
=
PX i
b −1 b2 bn PX1 → b1aX1 1 X 2 X n = Py Py
b b2 bn ........................................ (12) b1aX1 1 X 2 X n PX1 b1Y PX1 = → = X1 X1 Py Py b1 × Y × Py NPM = 1→ =1 X1 × PX1 BKM
3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani Pendapatan cabang usahatani dalam penelitian ini dianalisis dengan pendekatan analisis usahatani. Analisis tersebut meliputi analisis keuntungan dan
rasio R/C. Analisis tersebut dimulai dengan identifikasi biaya dan
penerimaan usahatani. Hasil identifikasi tersebut digunakan untuk perhitungan nilai keuntungan dan rasio R/C. Gambaran keuntungan cabang usahatani cabai merah diharapkan diperoleh dari hasil analisis tersebut. Penerimaan usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1973) dapat diwujudkan dalam tiga hal, yaitu : hasil penjualan produksi; produk yang dikonsumsi selama melakukan kegiatan; dan kenaikkan nilai inventaris. Konsep penerimaan usahatani dikemukakan oleh Soekartawi (2002), sebagai hasil perkalian antara harga jual dengan output produksi. Konsep tersebut secara matematis sebagai berikut : TR i = Yi × PYi ................................................................................... (13) Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Produksi Cabang Usahatani Py = Harga Y
Pengeluaran usahatani oleh Soeharjo (1973) dibedakan menjadi biaya yang bersifat tunai dan diperhitungkan. Pengeluaran yang diperhitungkan digambarkan sebagai biaya akibat penurunan nilai inventaris usahatani atau penyusutan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tunai merupakan sejumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan, misalnya biaya sarana produksi usahatani, biaya belanja masukan produksi yang digunakan dan sebagainya. Biaya
mempunyai
peran
penting
dalam
pengambilan
keputusan
usahatani. Jumlah biaya yang dikeluarkan akan berpengaruh pada harga pokok produk yang dihasilkan. Jumlah biaya produksi usahatani dapat dipengaruhi oleh struktur tanah, topografi tanah, jenis tanaman yang dibudidayakan dan teknologi yang digunakan. Biaya pengolahan tanah yang diperlukan untuk struktur tanah liat pada lahan dengan derajat kemiringan yang tinggi cenderung lebih besar. Biaya produksi yang besar diperlukan untuk jenis tanaman tertentu, sedangkan tanaman lain tetap dapat berproduksi tinggi dengan biaya rendah (Soeharjo dan Patong, 1973). Biaya usahatani oleh Soeharjo dan Patong (1973) digolongkan berdasarkan sifatnya. Biaya usahatani dibedakan menjadi biaya tetap dan tidak tetap, biaya dibayarkan dan tidak dibayarkan, serta biaya langsung dan tidak langsung. Jenis biaya usahatani kemudian dibedakan lagi menjadi biaya tetap (Total Fixed Cost), biaya tetap rata-rata (Average Total Fixed Cost), biaya variabel (Total Variable Cost), biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost), biaya marjinal (Marginal Cost), biaya total (Total Cost) dan yang terakhir biaya total rata-rata (Average Total Cost). Konsep biaya usahatani menurut Soekartawi (2002) terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan tanpa dipengaruhi jumlah produksi. Biaya yang besarnya
berubah sesuai dengan jumlah produksi didefinisikan sebagai biaya tidak tetap. Konsep biaya usahatani dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut : n FC = ∑ Xi Pxi .................................................................................. (17) i=1 n VC = ∑ Xi Pxi .................................................................................. (18) i=1 Keterangan : VC = Biaya tidak tetap, Xi = Jumlah masukan tidak tetap, Pxi = Harga masukan tidak tetap, n = Macam masukan tidak tetap FC = Biaya tetap, Xi = Jumlah masukan tetap, Pxi = Harga masukan tetap, n = Macam masukan tetap
Biaya usahatani yang dikeluarkan merupakan gabungan dari biaya tetap dan tidak tetap, secara matematis dirumuskan sebagai berikut : TC = FC + VC .................................................................................... (19)
Pendapatan
dapat
dihitung
dengan
beberapa
pendekatan
yang
disesuaikan dengan tingkat perkembangan usahatani (Soeharjo dan Patong, 1973). Tenaga kerja yang terlibat dalam cabang usahatani pada umumnya terdiri dari tenaga kerja keluarga dan upahan. Biaya tenaga kerja keluarga dihitung sebagai biaya diperhitungkan, sedangkan tenaga kerja upahan dihitung sebagai biaya tunai. Ukuran-ukuran
pendapatan
antara
lain
pendapatan
kerja
petani,
penghasilan kerja petani, pendapatan kerja keluarga dan pendapatan keluarga. Efisiensi cabang usahatani tidak ditunjukkan oleh nilai pendapatan yang besar. Ukuran efisiensi yang dapat digunakan yaitu : 1) penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan, 2) penerimaan untuk setiap pekerja, dan 3) penerimaan untuk rupiah yang diinvestasikan (Soeharjo dan Patong, 1973). Ukuran
pendapatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
yaitu
pendapatan kerja petani (operator’s farm labor income) dan pendapatan kerja keluarga (Family farm labor earning). Pendapatan kerja petani merupakan selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran baik tunai maupun
diperhitungkan. Total pengeluaran tersebut termasuk bunga modal dan nilai kerja petani. Ukuran pendapatan kerja keluarga diperoleh dari penghasilan kerja petani ditambah nilai kerja keluarga (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis efisiensi dilakukan dengan pendekatan nilai penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dikeluarkan atau dikenal sebagai rasio R/C. Rasio R/C atau return cost ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : R
C
=
TR R Py × Y ................................................................... (20) ; = C TC FC + VC
Kriteria analisis R/C yaitu rasio R/C = 1, secara teoritis tidak terjadi keuntungan maupun kerugian pada cabang usahatani. Suatu cabang usahatani dikatakan menguntungkan jika rasio R/C lebih besar dari satu (R/C > 1). Rasio R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1) berarti cabang usahatani tersebut tidak menguntungkan. 3.1.5. Faktor- faktor Produksi yang Berpengaruh Analisis produksi cabang usahatani cabai merah dilakukan dengan pendugaan fungsi produksi. Fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk regresi linier berganda, fungsi tersebut merupakan gambaran hubungan antara beberapa masukan produksi dengan keluaran produksi. Faktor produksi yang berpengaruh dapat dianalisis dengan pendekatan analisis regresi. Analisis regresi menurut Soekartawi (1961) dapat menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab akibat. Konsep tersebut berarti satu variabel dipengaruhi oleh variabel yang lain. Besarnya pengaruh satu variabel dapat diduga dengan koefisien regresi dari variabel tersebut. Persamaan regresi yaitu fungsi produksi terdapat pada persamaan (7). Y merupakan variabel yang
dijelaskan
(dependent)
dan
X
merupakan
variabel
yang
menjelaskan
(independent). Jumlah produksi yang dihasilkan merupakan variabel yang dijelaskan sedangkan faktor-faktor produksi yang digunakan merupakan variabel yang menjelaskan. Hubungan variabel Y dan X menurut Soekartawi (1961) merupakan hubungan searah, dimana Y akan selalu dipengaruhi oleh X dan tidak mungkin terjadi sebaliknya. Faktor produksi yang mempunyai pengaruh secara nyata terhadap produksi dapat didekati dengan uji koefisien regresi secara parsial. Uji koefisien regresi menurut Soekartawi (1961) merupakan suatu uji terhadap koefisien regresi pada tingkat kepercayaan tertentu, sehingga bisa diketahui apakah variabel bebas (X) pada model yang digunakan benar-benar berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y). Analisis ini dilakukan dengan uji koefisien regresi setiap faktor produksi pada fungsi produksi cabai merah. Penelitian tentang cabang usahatani cabai merah dilakukan berdasarkan studi literatur. Analisis cabang usahatani cabai merah dilakukan berdasarkan teori penerimaan, pengeluaran dan pendapatan usahatani. Analisis tentang efisiensi cabang usahatani dilakukan berdasarkan teori rasio antara pendapatan dengan pengeluaran. Analisis terhadap fungsi produksi cabang usahatani cabai merah dilakukan untuk analisis faktor determinan produksi dan skala usaha, efisiensi alokasi masukan (input) produksi dan dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi masukan tersebut. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan teori produksi yang telah diuraikan sebelumnya. 3.1.6. Perumusan Hipotesis 1. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran cabang usahatani cabai merah diduga lebih besar dari satu. ( H0 : R/C = 1, dan H1 : R/C > 1 )
2. Produksi cabang usahatani cabai merah diduga dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl, nilai obat–obatan, serta pupuk kandang. (H0 : bi = 0, dan H1 : bi > 0). 3. Elastisitas produksi cabang usahatani cabai merah diduga tidak sama dengan satu. (H0 : Σbi = 1 dan H1 Σbi ≠ 1). 4. Elastisitas produksi parsial diduga tidak sama dengan pangsa harga masukan terhadap keluaran produksi cabang usahatani cabai merah. (H0 : bi = PSi dan H1 : bi ≠ PSi). Uji terhadap beberapa hipotesis tersebut diuraikan dalam motode penelitian. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini dilakukan berdasarkan kecenderungan yang terjadi pada cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor selama tahun 2004 hingga 2006. Permasalahan tersebut adalah fluktuasi produktivitas, harga, dan produktivitas yang relatif masih rendah. Preposisi atau dugaan-dugaan dikembangkan
berdasarkan
permasalahan
tersebut.
Preposisi-preposisi
berdasarkan permasalahan cabang usahatani kemudian dirumuskan menjadi beberapa hipotesis penelitian. Hipotesis tersebut diperlukan agar dapat ditentukan metode analisis yang sesuai dan dapat diuji secara statistik. Produktivitas cabai merah di Kabupaten Bogor relatif tidak stabil, bahkan pada tahun 2006 mengalami penurunan hingga 15,41 persen. Cabang usahatani sebagai suatu proses produksi harus dilakukan secara efisien, sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum. Efisiensi secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran. Ukuran efisiensi yang lebih spesifik didekati dengan efisiensi harga. Kondisi keuntungan cabang usahatani didekati dengan analisis pendapatan kerja petani dan pendapatan kerja keluarga.
Identifikasi biaya dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan cabang usahatani tersebut. Identifikasi biaya dilakukan agar biaya-biaya produksi yang dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga diperlukan karena merupakan komponen penerimaan cabang usahatani. Keuntungan diperoleh dari total penerimaan dikurang biaya yang dikeluarkan. Penerimaan yang diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung dengan pendekatan rasio R/C. Usahatani yang dilakukan menguntungkan jika rasio tersebut lebih besar dari satu. Produktivitas cabai merah diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan. Hubungan antara produksi dan faktor produksi yang digunakan didekati dengan analisis fungsi produksi eksponensial. Hubungan antara produksi dengan faktor produksi digambarkan dengan nilai elastisitas produksi parsial. Faktor produksi yang digunakan dalam produksi cabang usahatani cabai merah yaitu : lahan, tenaga kerja, pupuk kimia, obat-obatan, dan pupuk kandang. Faktor-faktor produksi tersebut diduga berpengaruh nyata terhadap produksi cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian. Uji beda nyata satu arah terhadap elastisitas produksi parsial digunakan sebagai metode untuk menguji hipotesis tersebut. Fungsi produksi menurut teori produksi klasik dapat dibedakan menjadi tiga daerah yaitu daerah I, II dan III. Produksi pada daerah II merupakan area yang relevan dengan teori ekonomi, karena berlaku hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing returns) (Doll dan Orazem, 1984) dan (Soekartawi, 1984). Hukum pengembalian yang semakin berkurang berlaku jika elastisitas produksi bernilai positif dan kurang dari satu (0<Ep<1). Elastisitas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui skala usaha. Elastisitas produksi dapat digunakan sebagai parameter uji terhadap skala usaha cabang usahatani. Cabang usahatani cabai merah diduga mempunyai elastisitas produksi tidak
sama dengan satu (Ep≠1). Analisis yang digunakan adalah analisis produksi dengan pendekatan fungsi eksponensial. Elastisitas produksi merupakan jumlah dari seluruh elastisitas faktor produksi. Produktivitas
cabang
usahatani
cabai
merah
diharapkan
dapat
ditingkatkan dengan tingkat penggunaan faktor produksi yang lebih tinggi. Hal ini berarti biaya produksi yang diperlukan juga lebih tinggi sementara petani pada umumnya mempunyai keterbatasan modal. Pendekatan yang lebih sesuai bagi petani adalah bagaimana agar keuntungan dapat dimaksimumkan. Keuntungan maksimum diperoleh ketika proses produksi sudah dilakukan secara efisien. Efisiensi usahatani secara spesifik dapat didekati dengan efisiensi harga. Efisiensi tersebut dianalisis dengan pendekatan uji kesamaan koefisien regreasi (elastisitas
produksi
parsial)
dengan
pangsa
biaya
masukan
terhadap
penerimaan (PSi). Elastisitas produksi parsial diduga tidak sama dengan pangsa biaya masukan terhadap penerimaan produksi. Kondisi tersebut berarti tingkat penggunaan faktor-faktor produksi cabang usahatani cabai merah masih belum optimum. Penyebab tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tidak optimum, kemudian ditelusuri dengan rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM lebih dari satu berarti tingkat penggunaan faktor produksi sudah berlebihan, demikian sebaliknya. Resiko dari segi pasar yang disebabkan karena fluktuasi harga yang tinggi. Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama kurun tahun 1999 hingga 2005. Tingkat fluktuasi pada tahun 2005 mengalami peningkatan
menjadi
22,23
persen.
Perubahan
harga
tersebut
diduga
berpengaruh terhadap tingkat optimum penggunan faktor-faktor produksi. Perubahan harga cabai merah tersebut kemudian digunakan sebagai dasar pemikiran bahwa diperlukan analisis sensitifitas. Analisis tersebut dilakukan
untuk menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap tingkat alokasi faktor produksi optimum. Kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu sejak Februari hingga Maret tahun 2008. Waktu tersebut digunakan untuk mengumpulkan keterangan dari petani dan data-data dari instansi terkait di Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ditentukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama wilayah Bogor Tengah dipilih secara sengaja, dengan pertimbangan wilayah tersebut merupakan produsen cabai merah terbesar di Kabupaten Bogor. Cabai merah yang dihasilkan wilayah tersebut mencapai 2.877,8 ton atau sekitar 56,30 persen dari total produksi Kabupatan Bogor. Tahap kedua adalah pemilihan Kecamatan yang menjadi produsen cabai merah di wilayah Bogor Tengah. Produsen cabai merah di wilayah tersebut yaitu Kecamatan Tamansari, Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Tiga Kecamatan mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai lokasi penelitian. Penelitian tentang pendapatan cabang usahatani cabai merah di Kecamatan Cisarua telah dilakukan oleh Siregar (2008), sehingga lokasi yang dapat dipilih adalah Kecamatan Megamendung atau Kecamatan Tamansari. Dua alternatif lokasi tersebut kemudian dipilih secara acak sederhana. Kecamatan Megamendung diperoleh dari secara acak sebagai lokasi penelitian. data produksi, luas panen dan produktivitas per Kecamatan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai merah di Wilayah Bogor Tengah. Produksi (x100kg) Kecamatan
Cisarua Tamansari Megamendung
2005 2931
2006 8697
% 196,72
5527 5710
6852 6335
23,97 10,95
Luas Panen (Ha)
2005 2006 % 16 75 368,75 39 78
41 119
5,13 52,64
Produktivitas (ku/ha)
2005 183,19
2006 115,96
141,72 73,21
167,12 53,24
% 36,70 17,92 27,28
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2005-2006
Tahap ketiga adalah pemilihan lokasi kasus penelitian cabang usahatani cabai merah. Kecamatan Megamendung terdiri dari delapan Desa yang mungkin dipilih sebagai lokasi penelitian, selengkapnya dapatvdilihat pada Tabel 5. Langkah selanjutnya Desa lokasi penelitian dipilih secara acak, dengan petimbangan setiap Desa mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi peneitian. Desa Sukagalih terpilih secara acak sebagai lokasi penelitian. Responden diambil tiga puluh orang petani dari Desa Sukagalih. Proses pemilihan secara acak dilakukan dengan perangkat lunak minitab. Tabel 5. Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan Cabai Merah pada Tahun 2007. Desa Luas lahan (m2) Sukakarya 110.000 Cipayung Girang 100.000 Sukagalih 8.000 Sukamahi 5.000 Sukamaju 5.000 Kuta 5.000 Megamendung 5.000 Cipayung 3.000 Sumber : Unit Pelayanan Teknis Daerah Kecamatan Megamendung, 2007.
4.2. Metode Pengambilan Contoh Sampel
responden
diambil
dengan
metode
snowball
sampling.
Responden pertama diperoleh dari informasi Penyuluh Lapangan di Kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kecamatan Megamendung. Responden selanjutnya diperoleh dari informasi dari responden pertama tersebut, demikian seterusnya. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang petani cabai merah, sesuai dengan kriteria sebaran normal. Responden-responden tersebut merupakan petani yang membudidayakan cabai merah pada musim tanam April hingga Desember 2007.
4.3.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden yang dipilih. Wawancara dilakukan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer yang digunakan merupakan data produksi cabang usahatani cabai merah pada musim panen bulan Oktober hingga Desember 2007. Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari catatan yang terdapat di berbagai instansi terkait. Instansi yang dimaksud adalah lembagalembaga yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. 4.4.
Analisis Data Analisis data dilakukan melalui tahap pemindahan data, penyuntingan
data, pengolahan data dan interpretasi data. Pengolahan data dengan kalkulator dan perangkat lunak komputer minitab. Analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis tabulasi sehingga data dapat disederhanakan dan mudah dibaca. 4.4.1. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Analisis
pendapatan
dilakukan
dengan
mencari
selisih
antara
penerimaan dan pengeluaran usahatani. Kondisi pendapatan usahatani diharapkan bernilai positif. Biaya yang dikeluarkan pada cabang usahatani secara umum dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai pada caang usahatani cabai merah terdiri dari biaya pembelian benih, kapur, pupuk urea, SP 36, KCl, pupuk kandang, obat-obatan, ajir dan tali serta biaya tenaga
kerja dari luar keluarga. Biaya-biaya tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Biaya Tidak Tetap = ∑ (X i × PX i ) .............................................................. (21) Keterangan : Xi = Faktor produksi PXi = Harga faktor produksi.
Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan dan sewa lahan. Biaya penyusutan tersebut dihitung dengan metode garis lurus, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Penyusutan =
(Nilai beli - Nilai sisa) Umur ekonomis
× Bobot .............................................. (22)
Penyusutan tersebut dibebankan secara proporsional terhadap cabang usahatani cabai merah. Metode pembobotan yang digunakan adalah rasio luas lahan cabai merah terhadap total luasan lahan yang diusahakan oleh petani. rasio tersebut kemudian dikalikan dengan umur tanaman dalam satu musim. Bobot tersebut dapat ditulis secara matematis sebagai berikut :
⎛ ⎞ Luas lahan cabai merah (Ha) ⎛ ⎞ ⎜ umur per musim tanam (bln) ⎟ ⎟×⎜ ⎟⎟ (23) ⎝ Total luas lahan yang diusahakan (Ha) ⎠ ⎜ 12 bulan tahun ⎝ ⎠
Bobot = ⎜
Biaya total yang dikeluarkan merupakan hasil penjumlahan biaya-biaya yang telah diuraikan diatas. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap, tidak tetap dan biaya sewa lahan. Biaya tersebut mencakup biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun diperhitungkan. Penerimaan cabang usahatani cabai merah merupakan nilai hasil panen yang dijual. Penerimaan tersebut merupakan perkalian antara hasil panen dengan harga yang berlaku ketika panen. Panen cabai dilakukan beberapa kali sehingga penerimaan dihitung pada setiap panen. Penerimaan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Penerimaan =
n
∑ (Y × PY) ........................................................................ (24)
i=1
Keterangan : Y = Hasil panen yang diperoleh (Kg) Py = Harga yang berlaku (Rp/kg) i = Panen ke-i,
Pendapatan
cabang
usahatani
cabai
merah
dibedakan
menjadi
pendapatan kerja petani dan pendapatan kerja keluarga. Konsep pendapatan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Pendapatan Kerja Petani = Total Penerimaan- Total Pengeluaran .........................(25) Pendapatan Kerja Keluarga = Pendapatan Kerja Petani - Nilai Kerja Keluarga ......(26)
Efisiensi usahatani digambarkan oleh nilai imbangan antara jumlah penerimaan dengan biaya. Analisis efisiensi yang digunakan adalah rasio R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Kriteria efisiensi usahatani jika rasio R/C lebih besar atau sama dengan satu. Rasio R/C sama dengan satu berarti usahatani yang dilakukan hanya mampu membayar biaya yang dikeluarkan, keuntungan yang diperoleh berada pada batas normal. Rasio R/C lebih besar dari satu berarti penerimaan usahatani lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Kondisi sebaliknya ketika rasio R/C kurang dari nol.
Revenue Cost
=
Total Revenue Total Cost
Keterangan : P Y TFC TVC
Hubungan
=
P× Y TFC + TVC
.......................................................(27)
= Harga cabai merah (Rp/kg) = Hasil panen cabai merah (Kg) = Total biaya tetap (Rp) = Total biaya tidak tetap (Rp)
antara
karakteristik
sosio-ekonomi
responden
dengan
penerimaan dan produktivitas cabang usahatani cabai merah dapat dianalisis dengan uji kebebasan tabel kontingensi (Khi kuadrat). Karakteristik sosioekonomi tersebut meliputi : umur, pendidikan, luas lahan dan keterlibatan dalam kelompok tani.
Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan cabang usahatani antara lain adalah faktor internal cabang usahatani tersebut. Faktor internal suatu cabang usahatani antara lain petani pengelola dan tenaga kerja. Tenaga kerja manusia menurut Hernanto (1989) mempunyai kemampuan kerja yang dipengaruhi
oleh
pendidikan,
umur,
keterampilan,
pengalaman,
tingkat
kecukupan dan tingkat kesehatan. Umur petani terutama berkaitan dengan pengalaman dan kemampuan fisik untuk bekerja. Cara pengelolaan cabang usahatani tentu ditentukan oleh pengalaman yang dimiliki petani. Umur petani dengan cara pengelolaan cabang usahatani pada batas tertentu dapat dikatakan berkorelasi positif, semakin tua pengalaman yang dimiliki semakin matang sehingga mempunyai kemampuan pengelolaan yang lebih baik. Petani sebagai pengelola cabang usahatani dituntut untuk mempunyai kemampuan menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan semua faktor– faktor produksi yang dikuasai sehingga produksi diperoleh yang sesuai dengan harapan (Hernanto, 1989). Kemampuan mengelola cabang usahatani tentu dipengaruhi oleh pengalaman setiap petani. Pengalaman petani dapat diperoleh sendiri maupun dari orang lain. Kelompok Tani merupakan sarana belajar dan berbagi pengalaman bagi petani. Kelompok usahatani menurut Hernanto (1989) merupakan salah satu upaya agar masalah petani dapat diselesaikan diantara petani sendiri. Kelompok tani secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan produktivitas cabang usahatani, selanjutnya berdampak pada peningkatan pendapatan setiap anggotanya. Lahan merupakan salah satu faktor internal dari cabang usahatani (Hernanto, 1989). Lahan yang sempit menurut Hernanto (1989) dapat berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan petani. Tingkat pendapatan kemudian dapat berpengaruh pada tingkat konsumsi keluarga petani. Pendapatan yang rendah
akan berkorelasi dengan tingkat konsumsi yang rendah, sehingga produktivitas kerja dan tingkat pemupukan modal berkurang (hernanto, 1989). Uji tersebut digunakan untuk menguji kebebasan dua peubah (r x c), secara matematis nilai χ 2 dapat dihitung sebagai berikut (Walpole, 1995):
χ2 = ∑ i
(o i − e i ) ............................................................................... (28) ei
Keterangan oi = Frekuensi teramati ei = Frekuensi harapan r = Row atau jumlah baris c = Colums atau jumlah kolom
4.4.2. Analisis Produksi Hubungan teknis antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi yang dihasilkan dapat diduga berdasarkan model fungsi produksi. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb-Douglas, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Y = a X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7 X8b8 eu ..............................................(29) Fungsi tersebut dapat ditransformasikan secara logaritma kedalam bentuk linier sebagai berikut : lnY = ln a + b1lnX1+ b2lnX2+ b3lnX3+ b4lnX5+ b6lnX6+ b7lnX7+ b8lnX8 + u .....(30)
Keterangan : Y = Hasil produksi cabai merah (Kg) per hektar. X1 = Jumlah tenaga kerja (HKP) per hektar X2 = Jumlah benih (gram) per hektar. X3 = Jumlah kapur (Kg) per hektar. X4 = Jumlah pupuk urea (Kg) per hektar. X5 = Jumlah pupuk SP 36 (Kg) per hektar. X6 = Jumlah pupuk ZK/KCL (Kg) per hektar. X7 = Jumlah pupuk kandang (Kg) per hektar. X8 = Nilai obat-obatan yang digunakan (Rp) per hektar. u = Unsur sisa e = 2,718 Ln a = Intersep, merupakan besaran parameter bi = Nilai dugaan besaran parameter i = 1,2,3,...10
Metode penduga ditentukan dengan metode kuadrat terkecil (OLS), sehingga ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Kelayakan model diuji berdasarkan asumsi OLS yaitu multikolinier, homoskedastis dan normalitas error. Kesesuaian model penduga dengan dengan data yang digunakan (goodness of fit) diuji berdasarkan koefisien determinasi dan beda nyata parameter penduga secara serempak. Uji beda nyata parameter penduga secara serempak dilakukan dengan pendekatan analisis ragam (analysis of variance). Hipotesis awal dalam uji tersebut yaitu parameter penduga dalam model secara serempak sama dengan nol. Analisis ragam tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut. Tabel 6. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi. Hipotesis
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = b7 = b8 H1 : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ b6 ≠ b7 ≠ b8 Keterangan :
JKS JKR n k
Uji Statistik F =
{JKS/(k - 1)} {(JKR)/(n - k)}
Kriteria uji F hitung > F α(k–1, n–k), maka tolak Ho F hitung < F α(k–1, n– k), maka terima Ho
= jumlah kuadrat sisaan = Jumlah kuadrat regresi = Jumlah data = Jumlah parameter penduga
Hipotesis awal (H0) ditolak berarti secara serempak parameter penduga dalam model berpengaruh nyata terhadap keragaman produksi pada tingkat kepercayaan α, dan sebaliknya jika H0 tidak ditolak. Koefisien determinasi yang digunakan dalam uji kelayakan model (goodness of fit) merupakan ukuran berapa keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi mempunyai keterkaitan erat dengan nilai F pada analisis ragam. Uji statistik F selain digunakan untuk menguji siknifikansi parameter penduga secara serempak juga merupakan uji siknifikansi koefisien derminasi.
Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
⎛ σe 2 JKS ⎜ 2 R = = 1− ⎜ i JKT ⎜ σY 2 ⎝ i
⎞ ⎟ ⎟⎟ .................................................................................(31) ⎠
Keterangan : σei2 = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat), σYi2 = Jumlah kuadrat total
Keterkaitan antara koefisien determinasi dengan uji F dapat dirumuskan sebagai berikut :
JKS (n - k ) JKR (n − 1) JKS (n - k ) = JKT − JKS (n − 1) JKS JKT (n - k ) ....................................................................................(32) = JKT − JKS (n − 1) JKT 2 (n - k ) R = 1 − R 2 (n − 1)
F =
Peubah bebas yang dilibatkan dalam model fungsi produksi cabang usahatani cabai merah cukup banyak. Peubah-peubah bebas tersebut seharusnya saling bebas satu dengan yang lain sehingga model yang diperoleh tidak bias. Keterkaitan atau hubungan antar peubah bebas dikenal dengan istilah multikolinier. Uji multikolinier dilakukan dengan pendekatan Varians Inflation Factors (VIF). Nilai VIF digunakan sebagai indikator dalan uji tersebut.
Nilai VIF lebih besar dari
10 berarti terdapat kolinier antar peubah bebas
(Gujarati, 2003). Asumsi OLS tentang heteroskedastisitas dan normalitas sisaan diuji dengan pendekatan grafis. 4.4.3. Analisis Faktor Produksi Cabang Usahatani
Hubungan faktor produksi dengan hasil produksi digambarkan oleh produk marjinal. Produk marjinal merupakan gambaran peningkatan jumlah hasil produksi yang disebabkan karena masukan (input) produksi yang digunakan mengalami peningkatan sebesar satu unit. Produk marjinal untuk setiap faktor
produksi dapat diturunkan secara parsial dari fungsi produksi (29), sebagai ilustrasi produk marjinal X1 (luas lahan) dapat diuraikan pada persamaan (33).
dY
= a⎛⎜ b1X b1 − 1X b2 X b3 X b4 X b5 X b6 X b7 X b8 ⎞⎟ 1 2 3 4 5 6 7 8 ⎠ ⎝ dX 1 b1 ⎛ b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 = ⎜ aX1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 ⎞⎟ ..................... (33) X ⎝ ⎠ 1 b1 = Y X 1 Produk marjinal untuk faktor–faktor produksi yang lain juga dapat ditentukan dengan cara yang sama yaitu turunan parsial dari fungsi produksi. Hubungan antara faktor–faktor produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan juga dapat didekati dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (parsial) merupakan gambaran prosentase perubahan produksi yang akan terjadi karena prosentase perubahan jumlah faktor produksi yang bersangkutan. Elastisitas produksi (parsial) dapat diperoleh perkalian antara produk marjinal dengan rasio faktor produksi dengan hasil produksi. Proses penurunan fungsi produksi terhadap luas lahan sebagai ilustrasi dapat diuraikan sebagai berikut : Ep =
dY dX
EpX1 =
×
i
X
i ..................................................................................... (34) Y
dY dX 1
×
X X1 b1 = Y × 1 = b1 .................................................... (35) Y X Y 1
Elastisitas produksi (parsial) untuk faktor produksi yang lain dapat ditentukan dengan cara yang sama. Elastisitas produksi (parsial) tersebut sama dengan koefisien regresi pada model fungsi produksi yang sudah ditransformasi dalam bentuk linier berganda pada persamaan (30).
Hubungan antara faktor–faktor produksi dengan hasil produksi telah diuraikan sebelumnya dapat dianalisis dari produk marjinal dan elastisitas produksi (parsial). Elastisitas produksi (parsial) merupakan ukuran yang lebih mudah digunakan dalam analisis ini. Elastisitas tersebut diperoleh dari pendugaan model fungsi produksi. Analisis faktor produksi dilakukan dengan pendekatan uji siknifikansi elastisitas produksi (parsial) untuk setiap faktor produksi. Pengaruh suatu faktor produksi diuji dengan hipotesis nol (H0) yaitu elastisitas faktor produksi tidak berpengaruh terhadap produksi, secara ringkas dapat ditulis H0 : bi = 0. Hipotesis alternatif yaitu elastisitas faktor produksi berpengaruh positif terhadap produksi, secara ringkas dapat ditulis H1 : bi > 0. Skala pengembalian diperlukan untuk mengetahui apakah suatu usaha yang diteliti mengikuti kaidah incereasing, constant atau decreasing return to scale. Skala pengembalian pada model penduga fungsi produksi dapat diduga
dengan prosedur sebagai berikut : dY dY dY dY dY Y >< X1 + X2 + X3 + X4 +X + 5 dX1 dX 2 dX 3 dX 4 dX 5 X6
dY dX 6
dY
dY
.............. (36)
+ X7 + X8 dX 7 dX 8
Prosedur pendugaan skala pengembalian lebih jelas dapat dilihat di Lampiran 2. Hasil akhir yang diperoleh dari persamaan diatas adalah sebagai berikut
Y >< (b1 + b2 + b3 + b4 + b5 + b6 + b7 + b8 ) × Y Y >< (b1 + b2 + b3 + b4 + b5 + b6 + b7 + b8 ) Y
.................................. (37)
1 >< (b1 + b2 + b3 + b4 + b5 + b6 + b7 + b8 )
Skala pengembalian berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui dari jumlah dari keseluruhan elastisitas produksi parsial pada model penduga fungsi
produksi. Return to scale pada cabang usahatani cabai merah dapat dianalisis dengan pendekatan analisis sidik ragam. Model penduga fungsi produksi yang diretriksi diperlukan dalam analisis tersebut. Model restriksi merupakan model penduga fungsi produksi dengan ketentuan bahwa elastisitas produksinya adalah satu. Elastisitas produksi tersebut berarti model retriksi mempunyai skala pengembalian yang tetap (constan return to scale). Model restriksi dapat diturunkan dari model penduga fungsi produksi, secara tertulis diuraikan dalam Lampiran 2. Model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
⎛ Y ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎟ = ln a + b ln⎜ 1 ⎟ + b ln⎜ 2 ⎟ + b ln⎜ 3 ⎟ + b ln⎜ 4 ⎟ 4 ⎜X ⎟ 1 ⎜X ⎟ 2 ⎜X ⎟ 3 ⎜X ⎟ ⎜X ⎟ ⎝ 3 ⎠ .... (38) ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ + b 5 ln⎜ 5 ⎟ + b 6 ln⎜ 6 ⎟ + b 7 ln⎜ 7 ⎟ + b 8 ln⎜ 8 ⎟ + u ⎜X ⎟ ⎜X ⎟ ⎜X ⎟ ⎜X ⎟ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠
ln⎜
Persamaan yang terakhir merupakan model penduga yang direstriksi. Peubah bebas maupun tidak bebas pada model tersebut dinyatakan sebagai rasio terhadap salah satu peubah bebas. Peubah bebas yang dipilih sebagai pembagi pada model tersebut dapat diambil dari peubah yang tidak siknifikan pada model penduga fungsi produksi tanpa restriksi. Return to scale dapat diuji dengan hipotesis H0 : Σbi = 1 dan H1 : Σbi ≠ 1. Elastisitas produksi yang dinyatakan dalam H0 berarti cabang usahatani cabai merah mengikuti kaidah constant return to scale. Hipotesis alternatif H1 menyatakan bahwa cabang usahatani cabai merah mengikuti kaidah decreasing atau increasing return to scale. 4.4.4. Analisis Tingkat Penggunaan Masukan Optimum
Pendekatan yang dapat digunakan untuk analisis tingkat penggunaan masukan produksi adalah memaksimalkan keuntungan (profit maximization). Keuntungan dari suatu proses produksi dapat dimaksimalkan ketika nilai marjinal
produk setiap masukan sama dengan biaya unit masukan tersebut. Kriteria tingkat penggunaan masukan optimum pada cabang usahatani cabai merah dapat didekati dengan produk marjinal pada model penduga fungsi produksi. Turunan parsial dari fungsi produksi dapat dilihat pada persamaan (33). Keuntungan maksimum dicapai ketika nilai produk marjinal sama dengan biaya korbanan marjinal. Nilai produk marjinal merupakan perkalian produk marjinal dengan harga keluaran sedangkan biaya korbanan marjinal merupakan harga masukan. Kriteria tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
Py
dY dX i
= Px i (i = 1,2,3,.... ..8) .............................................................. (39)
Persamaan tersebut dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut : Px
i = dY (i = 1,2,3,.... .8) ................................................................... (40) Py dX i
Keterangan Py = Harga cabai merah (Rp) Pxi = Harga faktor produksi per satuan (Rp) dY/dXi = Produk marjinal = faktor produksi ke-i Xi i = 1,2,3,4,5,6,7,8
Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa rasio harga masukan terhadap harga keluaran sama dengan produk marjinal dicapai pada keuntungan maksimum. Tingkat penggunaan masukan produksi optimum dicapai pada kondisi tersebut. Persamaan (39) tersebut jika dikalikan dengan (Xi/Y) pada kedua sisi maka diperoleh bahwa pangsa biaya masukan ke i terhadap nilai produksi sama dengan elastisitas keluaran ke i pada kondisi keuntungan masksimum (Purwoto dan Rachmat, 1990). Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Px i Py
×
Xi Y
=
dY dX i
×
Xi Y
(i = 1,2,3,.... ..8)
PS i = b i (i = 1,2,3,.... .8)
...................................................... (41)
PSi merupakan pangsa biaya masukan ke i terhadap nilai produksi, sedangkan bi merupakan elastisitas keluaran dari masukan ke i. Xi merupakan masukan ke i yang digunakan dalam produksi cabang usahatani dan Y merupakan keluaran yang dihasilkan. Pangsa biaya masukan tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan untuk uji tingkat penggunaan masukan optimum pada cabang usahatani cabai merah. Tingkat penggunaan masukan produksi optimum cabang usahatani cabai merah diuji dengan hipotesis awal (H0) : PSi = Σ bi dengan hipotesis alternatif (H1) : PSi ≠ Σ bi. 4.4.5. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang pertama dugaan tentang rasio R/C cabang usahatani cabai merah dari populasi petani di lokasi penelitian. Hipotesis awal (H0) yaitu rasio R/C hasil analisis sama dengan satu (Impas). Hipotesis alternatif (H1) adalah rasio R/C tidak sama dengan satu. H0 : µ = µ0 = R/C = 1 H1 : µ = R/C ≠ 1 t
hitung
=
x −µ σ
0
n
Jika : t hitung > Іt (α/2, n – k)І, maka tolak H0 Keterangan : : Nilai tengah populasi R/C pada H0 µ0 σ : Simpangan baku X : Rata-rata populasi R/C N : Jumlah observasi
Hipotesis kedua adalah dugaan bahwa semua variabel produksi yang digunakan dalam fungsi produksi mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi. Hipotesis awal (H0) yaitu produksi cabang usahatani tidak dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, kapur, pupuk kandang, urea, KCl, SP 36, dan nilai obat–
obatan. Hipotesis alternatif (H1) yaitu dugaan bahwa faktor-faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah di lokasi penelitian. Uji statistik terhadap hipotesis tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi. Hipotesis H 0 : b1 = 0 ; H 1 : b1 > 0 H 0 : b2 = 0 ; H 1 : b2 > 0 H 0 : b3 = 0 ; H 1 : b3 > 0 H 0 : b4 = 0 ; H 1 : b4 > 0 H 0 : b5 = 0 ; H 1 : b5 > 0 H 0 : b6 = 0 ; H 1 : b6 > 0 H 0 : b7 = 0 ; H 1 : b7 > 0 H 0 : b8 = 0 ; H 1 : b8 > 0 Keterangan :
Uji Statistik
t=
Kriteria uji
Jika І t hitung І > t (α, n – k), maka tolak H0 Jika І t hitung І < t (α, n – k), maka tolak H1
bi σ bi
k = Jumlah variabel termasuk intersep ; n = Jumlah data ; i = 1,2,3,4,5,6,7,8, ; α = 0,05 ; bi = Parameter penduga xi ; σ bi = Simpangan baku parameter penduga Xi
Hipotesis ketiga adalah dugaan apakah cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mempunyai kondisi IRS, CRS atau DRS. Hipotesis ini dapat diuji berdasarkan koefisien elastisitas produksi. Return to scale dapat diuji dengan hipotesis awal (H0) yaitu Ep = 1 berarti diduga cabang usahatani cabai merah dalam kondisi CRS. Hipotesis alternatif (H1) yaitu Ep ≠ 1, dimana jika Ep > 1 berarti usaha dalam kondisi IRS dan jika Ep < 1 maka usaha dalam kondisi DRS. Elastisitas produksi merupakan hasil penjumlahan dari elastisitas setiap masukan produksi yang digunakan atau Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 + b6 + b7 + b8. H0 : Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 + b6 + b7 + b8 = 1 H1 : Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 + b6 + b7 + b8 ≠ 1
Statistik uji t
⎛⎜ RSS ⎞⎟ − RSS R UR ⎠ ⎝ F =
RSS
UR
m
n−k
Wilayah kritik : F hitung>Fα(k-1, n-k) : tolak H0 ; F hitung
Hipotesis yang keempat yaitu dugaan bahwa tingkat penggunaan masukan produksi di lokasi penelitian belum optimal. Kriteria keuntungan maskimum digunakan sebagai dasar uji hipotesis tersebut. Keuntungan maksimum dicapai ketika nilai marjinal produk sama dengan biaya korbanan marjinalnya, selain itu kondisi pada persamaan (41) juga harus dicapai (Purwoto dan Rachmat, 1990). Hipotesis awal (H0) yaitu bi = PSi yang berarti efisiensi alokatif sudah dicapai oleh petani. Hipotesis alternatif (H1) yaitu bi ≠ PSi. Notasi Xi merupakan masukan produksi yang digunakan dimana i = 1, 2, 3, ....., n. H0 : bi = PSi H1 : bi ≠ PSi Statistik uji t
t=
b Se(b)
Jika : Іt hitungІ > t (α/2, n – k) : tolak H0 ; Іt hitungІ < t (α/2, n – k), : tidak tolak H0 Keterangan : Y* = Rata-rata geometrik produksi yang dihasilkan X*i = Rata-rata geometrik masukan produksi ke-i bi = Koefisien regresi (elastisitas produksi parsial) masukan produksi ke-i Se (bi) = Simpangan baku koefisien regresi masukan ke-i
4.5.
Konsep Peubah dan Pengukurannya
Peubah–peubah yang digunakan pada model penduga fungsi produksi cabang usahatani cabai merah adalah sebagai berikut : 1. Hasil produksi (Y) Hasil produksi cabai merah adalah hasil produksi kotor yang dicapai pada waktu panen, dan diukur dalam satuan kilogram cabai merah per hektar. Harga jual cabai merah merupakan harga per kilogram cabai merah ditingkat petani ketika panen.
2. Jumlah tenaga kerja (X1) Jumlah tenaga kerja merupakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah tenaga kerja merupakan penjumlahan tenaga kerja pria dan wanita yang dialokasikan untuk kegiatan persiapan lahan, pengolahan tanah, pengapuran, persemaian,
pembibitan,
penanaman,
pemupukan,
pemasangan
ajir,
penyemprotan, perampelan, dan pemanenan. Jumlah tenaga kerja diukur dalam satuan jam kerja setara pria. Jam kerja pria yang digunakan adalah 8 jam per hari, sehingga jam kerja yang berlaku di tempat penelitian disesuaikan dengan acuan tersebut. Biaya korbanan marjinal diukur sebagai biaya per unit tenaga kerja pria. Biaya tersebut diperoleh dari upah yang berlaku setelah disesuaikan dengan acuan jam kerja setara pria yang digunakan. 3. Benih (X2) Jumlah benih adalah banyaknya benih cabai merah yang dialokasikan dalam produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah benih tersebut diukur dengan satuan gram. Biaya korbanan marjinal benih adalah harga benih setiap gram. 4. Kapur (X3) Jumlah kapur merupakan banyaknya kapur yang digunakan dalam proses produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah kapur yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korban marjinal per unit kapur adalah harga kapur per kilogram. 5. Jumlah pupuk urea (X4) Jumlah pupuk urea merupakan
banyaknya pupuk urea yang digunakan
dalam produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah pupuk
urea diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan yang dikeluarkan didefinisikan sebagai harga pupuk urea per kilogram. 6. Jumlah pupuk SP 36 (X5) Jumlah pupuk SP 36 merupakan banyaknya pupuk SP 36 yang digunakan dalam proses produksi cabang usahatani cabai merah per hektar selama satu musim tanam. Jumlah pupuk SP 36 yang digunakan tersebut diukur dengan satuan kilogram sedangkan biaya korbanan per unit adalah harga pupuk SP 36 per kilogram. 7. Jumlah pupuk KCl (X6) Jumlah pupuk KCl adalah banyaknya pupuk KCl yang digunakan dalam produksi cabang usahatani cabai merah dalam satu hektar. Jumlah pupuk KCl yang digunakan diukur dengan satuan kilogram. Biaya korbanan marjinal yang dikeluarkan adalah harga untuk setiap kilogram pupuk tersebut. 8. Jumlah pupuk kandang (X7) Jumlah pupuk kandang merupakan banyaknya pupuk tersebut yang digunakan dalam produksi caang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah pupuk kandang diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga per kilogram pupuk tersebut. 9. Nilai obat-obatan (X8) Nilai obat-obatan merupakan jumlah nominal biaya obat-obatan yang digunakan. Nilai nominal tersebut merupakan hasil perkalian antara jumlah obat yang digunakan dengan harga per unitnya.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1.
Kondisi Umum Desa Sukagalih
Jumlah penduduk di Desa Sukagalih yaitu 7 295 orang yang terdiri dari 3 689 orang laki – laki dan 3 606 orang perempuan. Mata pencaharian penduduk yang paling dominan adalah petani. Penduduk yang bekerja sebagai petani sekitar 63,34 persen dari jumlah penduduk Desa Sukagalih. Penduduk yang mempunyai pekerjaan diluar sektor pertanian sekitar 36,66 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk Desa Sukagalih menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008 Mata Pencaharian
Petani Pemilik Tanah Petani Penggarap Buruh Tani Buruh Bangunan Buruh Perkebunan Pedagang Pengemudi Lain-Lain Total
Jumlah (Orang) 677 426 580 336 159 126 258 95 2657
Prosentase
25,48% 16,03% 21,83% 12,65% 5,98% 4,74% 9,71% 3,58% 100,00%
Sumber : Laporan Bulanan Desa Sukagalih, 03 April 2008
Petani di Desa Sukagalih dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pemilik lahan, penggarap dan buruh tani. Jumlah petani secara keseluruhan yaitu 1683 orang, petani yang mempunyai lahan sendiri sekitar 40,23 persen dari jumlah tersebut. Petani penggarap yang terdapat di Desa Sukagalih yaitu 426 orang atau 25,31 persen dari seluruh petani yang ada, sedangkan 34,46 persen yang lain adalah buruh tani. Lahan yang digunakan oleh para petani penggarap adalah lahan bekas PTPN VIII.
Luas lahan pertanian yang terdapat di Desa Sukagalih mencapai 204 hektar. Lahan yang digunakan sebagai sawah mencapai 62,25 persen dari luas lahan pertanian yang ada. Sawah yang terdapat di Desa Sukagalih sebagian besar merupakan sawah irigasi teknis, prosentase sawah irigasi teknis mencapai 55,12 persen. Prosentase lahan yang digunakan sebagai tegalan adalah 30,88 persen. Lahan pertanian di Desa Sukagalih dominan digunakan sebagai lahan sawah dan tegalan. Luas lahan pertanian di Desa Sukagalih dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih Penggunaan Tanah Irigasi Teknis Irigasi Setengah Teknis Irigasi Sederhana Tadah Hujan Pemukiman Pekarangan Kebun Ladang Hutan Lindung Hutan Negara Hutan Wisata Lain-Lain Total
Luas (Ha) 70 20 15 22 8 7 63 14 13 17 2 10 261
Prosentase (%) 26,82 7,66 5,75 8,43 3,07 2,68 24,14 5,36 4,98 6,51 0,77 3,83 100,00
Sumber : Laporan Bulanan Desa Sukagalih, 03 April 2008
5.2.
Karakteristik Responden
Jenis–jenis pekerjaan pada cabang usahatani secara keseluruhan pada umumnya dapat dikerjakan oleh tenaga kerja pria. Responden secara umum berusia diatas 30 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden secara umum merupakan pria pada usia produktif. Pria usia produktif secara fisik mempunyai kekuatan yang memadai, sehingga setiap jenis pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien. Efisiensi kerja yang baik akan diikuti dengan produktivitas kerja yang baik.
Karakteristik responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, keanggotaan dalam kelompok tani, luas lahan garapan dan alasan memilih cabang usahatani cabai merah.
23.33%
30.00%
46.67%
30 - 36 tahun
37 - 43 tahun
44 - 50 tahun
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Sebaran umur responden berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Usia responden berkisar antara 30 tahun hingga 47 tahun. Umur responden kemudian dibedakan menjadi tiga kategori seperti terlihat pada Gambar 3. Rentang usia pada setiap kelas adalah 6 tahun. Responden yang berusia antara 37 hingga 43 tahun mencapai 46,67 persen dari total responden. Prosentase responden yang berusia 30 hingga 36 tahun sekitar 30,00 persen sedangkan 23,33 persen sisanya adalah responden petani cabai merah yang berusia antara 44 hingga 50 tahun.
43%
57%
Anggota Kelompok Tani Bukan Anggota Kelompok Tani
Gambar 4.Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani.
Responden berdasarkan status keanggotaan dalam kelompok tani dapat dilihat pada Gambar 4.Responden dalam penelitian cabang usahatani cabai merah sebagian besar merupakan anggota kelompok tani. Prosentase responden yang menjadi anggota kelompok tani sekitar 57 persen dari total responden. Responden yang tidak menjadi anggota kelompok tani sekitar 43 persen. Kelompok tani selain sebagai sarana komunikasi para petani juga berfungsi sebagai sarana pengenalan teknologi. Teknologi yang sedang dikembangkan adalah di Desa Sukagalih adalah pertanian organik.
16.67%
16.67% 66.67%
0.336-0.480 Ha
0.192-0.336 Ha
0.048-0.192 Ha
Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan.
Luas lahan garapan berkisar antara 0,048 hingga 0,480 hektar, selanjutnya luas lahan dibedakan menjadi tiga kategori seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Responden sebagian besar mempunyai lahan garapan yang berkisar 0,048-0,192 hektar. Distribusi responden pada kategori tersebut sekitar 66 persen atau 20 orang. Distribusi pada dua kategori yang lain masing-masing adalah 17 persen atau 5 orang. Responden petani secara keseluruhan merupakan kepala keluarga yang harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya. Hasil dari cabang usahatani cabai merah dapat dinikmati setelah 4 hingga 5 bulan setelah tanam, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi setiap hari. Kebutuhan hidup keluarga tidak sepenuhnya dapat dipenuhi dari pendapatan cabang usahatani,
sehingga sebagaian besar responden mempunyai sumber pendapatan yang lain. Petani dengan pekerjaan ganda berakibat pada jam kerja efektif yang dicurahkan pada cabang usahatani. Jam kerja efektif yang dicurahkan pada cabang usahatani di Desa Sukagalih sekitar 4 jam dalam satu hari kerja. Responden mempunyai mata pencaharian selain sebagai petani. Pekerjaan sampingan yang dominan adalah buruh tani, responden yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai buruh tani mencapai 40 persen dari total responden. Jasa buruh tani diperlukan pada kegiatan - kegiatan tertentu saja, yaitu pada saat dilakukan persiapan dan pengolahan tanah. Jenis pekerjaan tersebut dilakukan pada awal musim tanam sehingga kegiatan cabang usahatani yang dilakukan tidak terganggu.
17%
23%
TIDAK ADA OJEG BURUH TANI 40%
20%
DAGANG
Gambar 6. Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008
Responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain mencapai 23 persen. Jenis pekerjaan sampingan yang lain adalah berdagang, pekerjaan tersebut dilakukan oleh 17 persen responden petani cabai merah. Pekerjaan sampingan yang cukup banyak dilakukan selain sebagai petani yaitu menjadi tukang ojeg. Ojeg merupakan sarana transportasi yang dominan di Desa Sukagalih, karena letak Desa yang jauh dari terminal angkutan umum. Jenis–jenis pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada Gambar 6.
Tingkat pendidikan petani mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan pengalaman usahatani yang dimiliki. Keadaan tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap cara pengelolaan cabang usahatani. Tingkat pendidikan petani yang semakin tinggi diharapkan cabang usahatani yang diselenggarakan dapat dikelola dengan lebih baik. Kemampuan mengelola yang lebih baik tersebut disebabkan karena wawasan dan pengetahuan yang dimiliki semakin luas dan semakin terbuka terhadap inovasi yang dianjurkan. Tingkat pendidikan responden berkisar antara Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama. Tingkat pendidikan terakhir yang dominan yaitu sekolah dasar. Responden yang mempunyai pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Dasar sebanyak 25 orang atau sekitar 83 persen. Pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Menengah Pertama pernah ditempuh oleh 5 orang responden yang lain. Prosentase responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh dapat dilihat pada Gambar 7.
17%
SD SMP 83%
Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008
Suatu kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari berbagai pertimbangan atau motivasi petani, seperti pertimbangan ekonomi dan sosial. Cabang usahatani cabai merah jika dilihat dari segi motivasi
pengusahaannya merupakan usaha yang bersifat komersial. Kenyataan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
20%
13% HARGA JUAL LEBIH MAHAL MENGIKUTI POLA KEBIASAAN YANG ADA
10% 30% 27%
LEBIH MENGUNTUNGKAN UMUR TANAMAN LEBIH PANJANG ALASAN LAIN-LAINNYA
Gambar 8. Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah
Cabang usahatani cabai merah menurut responden lebih menguntungkan dibanding komoditas sayuran yang lain. Alasan tersebut diungkapkan oleh 27 persen responden petani cabai merah di Desa Sukagalih. Tingkat keuntungan cabang usahtani cabai merah lebih tinggi karena harga jual relatif lebih mahal, selain itu panen pada semua tingkat harga dapat dinikmati oleh petani. Alasan pertama yang diuraikan sebelumnya disebabkan karena harga jual yang lebih mahal dan umur panen yang relatif lebih lama. Harga jual yang lebih mahal diungkapkan oleh 13 persen responden sebagai alasan bertani cabai merah. Harga jual cabai merah relatif lebih tinggi dibandingkan wortel, pakcoy, caisin, bawang daun, sawi putih dan komoditas sayuran lain yang sering dibudidayakan petani. Umur tanaman yang lebih panjang khususnya pada periode panen menjadi pertimbangan dari 10 persen responden. Harga cabai merah mempunyai tingkat fluktuasi yang tinggi, sehingga harga pada setiap panen selalu berubah. Cabai merah mempunyai umur panen yang lebih panjang sehingga panen dapat dilakukan sebanyak 10 hingga 12 kali. Kompensasi dari umur tanaman tersebut adalah perubahan harga jual dapat diikuti oleh petani. Panen ketika harja jual rendah hingga panen ketika harga jual tinggi dapat
dinikmati petani karena umur tanaman yang lebih panjang. Tiga alasan yang telah diuraikan sebelumnya sangat terkait dengan kepentingan ekonomi sebagai pertimbangan petani. Cabang
usahatani
cabai
merah
dilakukan oleh
responden
juga
disebabkan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut dapat dilihat dari alasan yang paling banyak diungkapkan oleh responden adalah pola kebiasaan yang sudah ada. Pola kebiasaan tersebut diturunkan dari orang tua atau petani lain yang sudah lebih berpengalaman. Pola kebiasaan sebagai alasan bertani cabai merah diungkapkan oleh 30 persen responden. Umur tanaman cabai merah relatif lebih panjang dibanding komoditas sayuran yang lain, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan juga lebih besar dan penerimaan baru diperoleh setelah 5 bulan. Responden pada umumnya mempunyai beberapa cabang usahatani yang dilakukan secara bersamaan. Komoditas yang dipilih adalah jenis sayuran yang mempunyai umur lebih singkat. Hasil panen dari komoditas alternatif tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk membayar biaya tenaga kerja pada cabang usahatani cabai merah. Komoditas yang dibudidayakan oleh responden petani di Desa Sukagalih dapat dilihat pada Gambar 9.
1.59% 15.87%
26.98%
12.70% 3.17% 6.35% 20.63%
3.17% 3.17% 6.35%
CAISIN BUNCIS KUBIS JAGUNG BAWANG DAUN SAWI PUTIH WORTEL TOMAT PAKCOY CABAI RAWIT
Gambar 9. Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden
Komoditas caisin merupakan komoditas selain yang dominan cabai merah dibudidayakan oleh responden di lokasi penelitian. Komoditas tersebut dibudidayakan oleh 26,98 persen responden di lokasi penelitian. Komoditas tersebut menurut petani tidak memerlukan biaya produksi yang tinggi dan umurnya relatif lebih pendek dibanding komoditas lain. 5.3.
Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi luas lahan garapan, pendidikan, umur dan status keanggotaan dalam kelompok tani. Hubungan karakteristik tersebut dengan tingkat efisiensi cabang usahatani dianalisis dengan pendekatan uji kebebasan tabel kontingensi (Khi kuadrat). Hipotesis yang diuji adalah terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan efisiensi cabang usahatani. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih. Karakteristik Luas lahan Umur Keikutsertaan dalam Kelompok Tani
Derajat Bebas 2 2
Χ20,05 5,99 5,99
Χ2hitung 19,72 0,03
1
3,84
3,57
Kesimpulan Tolak H0 Terima H0
Terima H0
Hasil perhitungan khi kuadrat pada Tabel 12 antara luas lahan dengan efisiensi usaha diperoleh nilai χ2 hitung sebesar 19,72. Nilai χ2 tabel pada α = 5% dengan derajat bebas 2 adalah 5,99, berarti nilai χ2 hitung berada pada daerah penolakan hipotesis awal. Hipotesis kebebasan antara luas lahan dengan penerimaan usahatani dapat ditolak pada taraf nyata 5 persen. Hasil uji tersebut secara lengkap disajikan dalam Lampiran 6. Luas lahan berpengaruh terhadap rasio R/C atas biaya total, hal ini diketahui dari hasil uji kebebasan tabel kontingensi pada Tabel 11. Nilai χ2 hitung luas lahan yaitu 6,94 sedangkan nilai χ2 tabel pada derajat bebas 2 dengan taraf
nyata 5 persen adalah sebesar 5,99, sehingga nilai χ2 hitung lebih besar dari χ2 tabel. Luas lahan berhubungan nyata dengan rasio R/C atas biaya total. Hal ini disebabkan karena semakin luas lahan maka penerimaan akan semakin besar. Sisi biaya yang mengalami perubahan adalah biaya tidak tetap dan sewa lahan, sementara biaya penyusutan tidak berubah. Persentase biaya tetap pada lahan luas menjadi semakin kecil, sehingga secara keseluruhan persentase biaya total terhadap penerimaan juga berkurang. Tabel 11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih. Karakteristik Luas lahan Umur Keikutsertaan dalam Kelompok Tani
Derajat Bebas 2 2
1
Χ20,05 5,99 5,99
Χ2hitung 6,94 0,24
3,84
0,19
Kesimpulan Tolak H0 Terima H0
Terima H0
Umur responden merupakan karakteristik yang nyata berpengaruh terhadap rasio R/C atas biaya tunai.
Hasil uji kebebasan tabel kontingensi
antara umur dengan rasio R/C atas biaya tunai dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih. Karakteristik Luas lahan Umur Keanggotaan
Derajat Bebas 2 2 1
Χ20,05 5,99 5,99 3,84
Χ2hitung 3,73 8,38 2,14
Kesimpulan Terima H0 Tolak H0 Terima H0
Berdasarkan hasil uji tersebut maka dapat dikatakan bahwa umur berhubungan dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran yang diperoleh petani. Kecenderungannya umur responden berdampak positif terhadap rasio R/C atas biaya tunai cabang usahatani cabai merah. Umur responden diduga berkaitan dengan pengalaman, sehingga pengetahuan dan ketrampilan mengelola cabang usahatani meningkat sesuai pengalaman. Kemampuan petani sebagai pengelola cabang usahatani semakin baik, sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh juga semakin baik.
VI. ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI CABAI MERAH
6.1.
Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah
Keragaan cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 6.1.1. Persiapan Lahan
Penyiapan lahan merupakan langkah awal yang dikerjakan dalam budidaya cabai merah di lokasi penelitian. Penyiapan lahan meliputi kegiatan pembukaan lahan, pengapuran, pengolahan lahan dan pembentukan bedengan dan pemupukan dasar. Pembukaan lahan pada dasarnya merupakan pembersihan lahan dari berbagai macam gulma dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Pembukaan lahan dilakukan agar pertumbuhan akar tanaman tidak terhambat, selain itu tumbuhan inang bagi hama dan penyakit dapat dikurangi. Tumbuhan pada permukaan tanah sisa-sisa perakaran pertanaman sebelumnya dibabat dan dicangkuli. Pengolahan
lahan
dilakukan
setelah
pembukaan
lahan
selesai.
Pengolahan dilakukan dengan harapan struktur tanah dapat diperbaiki, sehingga sesuai dengan pertumbuhan akar tanaman. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah tanah merah yang relatif gembur, sehingga pengolahan cukup dilakukan dengan cangkul. Pengolahan lahan dilakukan dengan dicangkul hingga kedalaman sekitar 15-20 cm. Pengapuran dilakukan pH tanah dapat disesuaikan hingga mendekati netral. Pengapuran dilakukan secara bersamaan dengan pengolahan lahan. Kapur ditaburkan pada permukaan lahan yang telah dicangkul rata, kemudian
dicangkul kembali sehingga tercampur rata. Lahan kemudian dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu sehingga kapur dapat diurai secara sempurna. Pembentukan bedengan selanjutnya dilakukan sekitar 2 minggu setelah proses pengapuran. Bedengan dibentuk dengan ukuran lebar 100 cm, tinggi 3040 cm dan parit selebar 50 cm sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan lahan. Parit diperlukan untuk menjaga aliran air hujan dan memberi kemudahan ketika dilakukan perawatan tanaman. Pemupukan dasar dilakukan dengan cara ditaburkan pada permukaan bedengan tanah. Bedengan tersebut kemudian dicangkul agar pupuk kandang tidak tercuci oleh air hujan. Bedengan yang telah diberi pupuk kandang kemudian dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu. Jeda waktu tersebut diperlukan agar senyawa beracun dapat diurai (proses oksidasi) sehingga tidak berbahaya bagi tanaman. 6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman
Pembibitan dilakukan pada bedengan yang diberi naungan. Benih yang akan disemai terlebih dahulu direndam dalam air hangat selama 4-6 jam. Perlakuan tersebut dilakukan untuk mempercepat perkecambahan benih. Teknik pembibitan yang dilakukan adalah meletakan benih satu per satu pada cetakan media semai. Cetakan yang digunakan adalah pipa ukuran ¾ inchi, cetakan media dibungkus dengan polibag yang terbuat dari daun pisang. Keuntungan dari teknik tersebut adalah memudahkan pada proses penanaman dan kebutuhan tenaga kerja lebih hemat. Teknik tersebut tidak memerlukan proses pemindahan bibit dari media semai ke polibag, sehingga tenaga kerja dapat dihemat. Pembibitan dilakukan selama kurang lebih 1 bulan. Penanaman dilakukan kurang lebih 1 bulan setelah pembibitan. Karakteristik bibit yang sudah siap tanam yaitu telah mempunyai 3-4 helai daun.
Bibit yang akan ditanam dipertahankan agar medianya tidak pecah, kemudian dimasukan kedalam lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 cm x 60 cm, sehingga dalam 1 bedengan terdapat 2 lajur tanaman. Populasi tanaman pada lahan seluas 2080 meter persegi kurang lebih 4000 tanaman. Pupuk kimia digunakan pada proses penanaman, pupuk ditempatkan pada lubang tugal disela bibit tanaman. Pupuk kimia yang digunakan yaitu campuran antara urea, SP 36 dan KCl. Pupuk kimia yang dominan digunakan pada adalah urea. Hal ini jika dilihat dari kandungan pupuk, maka pupuk urea sangat diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif yang dimaksud adalah pertumbuhan daun dan tinggi tanaman. 6.1.3. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, perampelan, pemasangan ajir dan pemupukan susulan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang tidak bertahan setelah dipindahkan ke lahan. Penyulaman dilakukan paling lambat 2 minggu setelah tanam, bibit yang digunakan adalah sisa bibit yang ada. Bibit yang digunakan untuk penyulaman merupakan bibit yang disemaikan secara bersamaan dengan bibit yang digantikan. Penyulaman biasanya dilakukan pada pagi hari ketika cuaca belum terlalu panas. Perampelan dilakukan pada tunas samping yang keluar diketiak daun tanaman yang berumur 15-20 hari setelah tanam. Perampelan tunas tersebut bertujuan agar tanaman menjadi kokoh. Perampelan tunas tersebut dilakukan sebanyak 2-3 kali hingga tanaman berumur 25-30 hari setelah tanam. Pertumbuhan tanaman cabai merah perlu ditopang dengan ajir. Ajir dipasang dengan sistem tegak pada setiap tanaman. Ajir dipasang kurang lebih 30 hari setelah tanam, sehingga tidak merupak akar tanaman. Ajir yang telah dipasang perlu diikatkan dengan tanaman. Hal yang perlu diperhatikan adalah
ikatan harus cukup kuat tetapi tidak menimbulkan gesekan pada batang tanaman. Pemupukan susulan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan pada saat pembentukan buah. Pupuk yang digunakan adalah urea, SP 36 dan KCl dengan proporsi sekitar 20 persen dari total kebutuhan pupuk. Pupuk kimia sebagian besar digunakan pada pemupukan dasar. 6.1.4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Budidaya cabai merah di lokasi penelitian dilakukan pada musim hujan, sehingga tanaman mudah diserang penyakit patek. Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh petani adalah dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45. Konsentrasi yang digunakan adalah 5 gram per liter. Penyiangan dilakukan untuk mengurangi gulma tanaman yang tumbuh disekitar tanaman cabai merah. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabuti gulma yang tumbuh disekitar tanaman. 6.1.5. Panen
Panen dilakukan setelah buah mencapai tingkat kemasakan yang maksimal. Cabai merah yang siap dipanen secara fisik berwarna merah menyala dengan sedikit garis hitam. Kriteria yang lain yaitu bobot maksimal dengan bentuk yang padat. Panen pertama biasanya dilakukan kurang lebih 5 bulan setelah tanam. Panen dapat dilakukan 1 minggu sekali selama 2-3 bulan sejak panen pertama dilakukan. Umur panen dipengaruhi oleh kobinasi pupuk yang diberikan pada tanaman. Kombinasi pupuk yang dominan pada unsur N, berakibat pada umur vegetatif yang lebih panjang. Umur vegetatif lebih panjang berarti panen tertunda. Kondisi sebalinya jika unsur P lebih dominan dibanding pupuk lain,
maka umur panen lebih dini dibanding pemupukan dengan kombinasi berimbang. Cabai merah dipanen dengan cara dipetik beserta tangkai buahnya. Cara tersebut dilakukan agar cabai yang dipanen tidak mudah busuk ketika disimpan dan bobotnya tidak banyak susut. 6.2.
Tingkat Penggunaan Faktor Produksi
Faktor produksi yang digunakan yaitu lahan, benih, tenaga kerja, kapur, pupuk urea, SP 36, KCL, pupuk kandang dan obat-obatan. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut perlu diuraikan, sehingga dapat ditelusuri apakah sudah sesuai dengan dengan standar budidaya cabai merah. Benih yang digunakan petani adalah varietas cabai merah hibrida TM-999 (Hybrid TM-999). Varietas tersebut mempunyai pertumbuhan sangat kuat dan dapat terus berbunga, sehingga dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Hasil per tanaman sekitar 0,8-1,2 kilogram1, produksi cabai merah di lokasi penelitian relatif lebih rendah. Hasil panen sebesar 1926,70 kilogram diperoleh dari luas lahan 2.080 meter persegi. Populasi tanaman2 pada luasan tersebut sekitar 4.333 tanaman, sehingga perkiraan hasil per tanaman dapat diketahui sebesar 0,44 kilogram. Hasil per tanaman tersebut relatif lebih rendah, seperti telah diuraikan sebelumnya. Kombinasi pupuk kimia yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P dan K. Unsur P diperlukan tanaman untuk pertumbuhan generatif sehingga pembungaan dan pemasakan buah lebih cepat. Unsur K diperlukan untuk meningkatkan kualitas buah dan mengeraskan bagian batang dan cabang 1
Ir. Final Prajnanta. 2002. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.
2
Populasi =
Luas Lahan (meter persegi) Jarak Tanam (meter persegi)
tanaman. Dosis pupuk yang sudah sesuai dengan yang dianjurkan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ayam. Pupuk kandang diperlukan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga diperoleh tanah yang remah. Pupuk kandang sangat baik untuk tanaman cabai merah, akan tetapi tingkat kematangan pupuk perlu diperhatikan. Pupuk kandang yang belum matang akan mengeluarkan gas, gas tersebut berbahaya bagi tanaman. Pupuk kandang yang telah masak ditandai dengan wujud fisik seperti tanah berwarna hitam. Ciri yang lain yaitu jika tangan dimasukkan dalam gundukan pupuk, maka tidak akan terasa panas. Pupuk yang digunakan dilokasi penelitian adalah pupuk kandang dan pupuk kimia (Urea, KCL dan SP 36). Jumlah yang digunakan disajikan dalam Tabel 13 sebagai berikut. Tabel 13. Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis Standar. Jenis Pupuk
Pupuk Kandang Urea SP 36 KCl
Dosis per Hektar (Kg) Aktual3 Standar4 24.910,30 18.000 – 27.000 207,47 250 147,66 500 133,62 400
Informasi yang dapat diambil dari Tabel 15 tersebut adalah dosis pupuk relatif lebih rendah dibandingkan dosis yang seharusnya (standar). Kombinasi pupuk yang digunakan lebih dominan pada unsur N, sehingga pertumbuhan generatif tanaman kurang. Unsur N lebih berperan pada pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu memperkuat struktur tanaman cabai merah. Kombinasi tersebut kemungkinan merupakan penyebab produktivitas tanaman cabai merah relatif rendah. 3 4
Lampiran 25
Ir. Final Prajnanta, op.cit., hal. 62
Obat-obatan yang biasa digunakan petani adalah Decis, Antracol dan Dithane. Penyemprotan pestisida dilakukan setelah ditemukan tanda-tanda
serangan hama atau penyakit tanaman. Hama yang dominan adalah lalat buah (Dacus dorsalis Hend.), karena cabai merah dibudidayakan pada musim hujan. Buah yang diserang ditandai dengan luka berupa titik tusukan, dan jika dibelah terlihat biji buah berwarna hitam. Penyakit tanaman yang dominan adalah patek (Antraknosa). Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan, dan dapat berkembang pesat pada kondisi kelembaban tinggi. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan Dithane M-45, dosis yang digunakan adalah 5 gram per liter. Dosis yang dianjurkan adalah 2-3 gram per liter, sehingga dosis yang digunakan petani relatif lebih tinggi. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi penting dalam cabang usahatani cabai merah. Kerja dalam ilmu diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang dilakukan untuk memproduksi bendabenda. Tingkat penggunaan tenaga kerja pada cabang usahatani sangat dipengaruhi oleh kebutuhan kerja pada satu musim. Kebutuhan tenaga kerja akan meningkat pada musim pembukaan lahan, pengolahan lahan dan pemanenan. Kebutuhan tenaga kerja pada musim tersebut melampui persediaan tenaga kerja keluarga. Kekurangan tenaga kerja tersebut kemudian dipenuhi dengan tenaga kerja dari luar keluarga. Kebutuhan tenaga kerja pada cabang usahatani cabai merah dilokasi penelitian disajikan dalam Tabel 14. Kebutuhan tenaga kerja terbesar terjadi pada kegiatan panen. Kondisi tersebut disebabkan karena panen hasus diselesaikan pada pagi hari, sehingga dapat segera dijual ke pasar maupun pedagang pengumpul. Cabai merah dipanen setiap minggu selama kurang lebih 3 bulan sejak panen pertama. Intensitas panen tersebut juga menyebabkan kebutuhan tenaga kerja menjadi lebih besar. Tenaga kerja wanita dari luar keluarga lebih dominan digunakan
pada kegiatan tersebut. Tenaga kerja dari dalam keluarga petani secara total lebih besar dibanding dengan tenaga kerja luar keluarga. Kebutuhan tenaga kerja yang relatif besar diperlukan pada kegiatan pembukaan dan pengolahan lahan. Kondisi ini disebabkan oleh sebagian besar responden (17 orang) baru membuka menggunakan lahan bekas PTPN VIII. Kondisi lahan dipenuhi rumput dan tumbuhan semak, sehingga diperlukan tenaga kerja cukup besar untuk membabat dan membersihkan lahan. Lahan tersebut pada umumnya belum pernah digunakan untuk budidaya. Kegiatan tersebut relatif lebih ringan, jika dilakukan pada lahan yang pernah digunakan sebagai lahan budidaya. Tabel 14. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007. Kegiatan
Hari
Pembukaan Lahan Pengolahan Tanah Pengapuran Pemupukan I Pemupukan II Penyemaian Pembibitan Pembuatan Lubang Tanam Penanaman Penyulaman Perampelan Pemasangan Ajir Pemupukan Susulan Penyemprotan Penyiangan Pemanenan Total
2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,86 0,52 2,57 0,96 2,65 4,08 3,63 15,37 52,17
6.3.
Luar Keluarga Jumlah HKP Pria Wanita 2,733 0,053 6,27 1,967 0,027 5,18 0,633 0,000 0,45 1,000 0,053 0,88 0,467 0,000 0,33 0,000 0,000 0,00 0,000 0,000 0,00 0,833 0,000 0,78 0,200 0,960 1,00 0,000 0,720 0,37 0,100 0,640 1,90 0,433 0,000 0,42 0,167 0,160 0,87 0,100 0,000 0,41 0,033 0,720 2,74 0,367 1,013 21,21 9,033 4,347 42,78
Dalam Keluarga Jumlah HKP Pria Wanita 1,000 0,000 2,25 1,000 0,000 2,60 1,000 0,000 0,70 1,000 0,000 0,83 1,000 0,027 0,72 1,000 0,000 0,28 1,000 0,000 13,23 0,933 0,000 0,88 0,700 0,747 1,12 0,467 0,773 0,65 0,733 0,747 3,64 1,000 0,053 0,99 0,967 0,240 3,17 1,000 0,000 4,08 0,800 0,640 5,32 0,967 0,747 26,53 14,567 3,973 67,03
Biaya Cabang Usahatani.
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha akan dipengaruhi berbagai faktor salah satunya adalah biaya. Biaya dalam analisis cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih dibedakan menjadi tiga komponen biaya. Komponen
biaya yang dimaksud adalah biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya sewa lahan. Komponen–komponen biaya tersebut selanjutnya diuraikan secara terpisah. 6.3.1. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap didefinisikan sebagai jenis biaya yang dipengaruhi oleh besarnya produksi. Biaya tidak tetap pada cabang usahatani cabai merah terdiri dari biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Biaya sarana produksi yaitu biaya pembelian benih, pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk KCl, pupuk kandang, kapur, dan obat-obatan. Ajir dan tali juga digunakan pada cabang usahatani cabai merah. Besarnya biaya ditentukan dari jumlah sarana produksi yang digunakan dan harga dari sarana produksi tersebut. Biaya tidak tetap dapat dibedakan menjadi biaya yang bersifat tunai dan diperhitungkan. Biaya tunai pada cabang usahatani cabai merah terdiri biaya pembelian sarana produksi dan biaya tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga petani. Alokasi biaya tersebut mencapai Rp 4 793 752, 22 atau sekitar 64,13 persen dari total biaya tidak tetap. Biaya tunai tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja sebesar Rp 1 711 287, 78 dan biaya sarana produksi sebesar Rp 3 082 464, 44. Biaya sarana produksi sebesar Rp 3 082 464, 44 digunakan untuk pembelian beberapa sarana produksi. Proporsi biaya terbesar adalah biaya pembelian obat-obatan yaitu sebesar 36,24 persen sedangkan proporsi biaya terkecil adalah biaya pembelian pupuk SP 36. Biaya sarana produksi ditentukan oleh harga per unit dan jumlah sarana produksi yang digunakan. Harga per unit tersebut adalah harga pembelian per kemasan dibagi volume kemasan tersebut. Biaya pembelian obat-obatan lebih dominan karena penyemprotan dilakukan secara intensif. Penyemprotan obatobatan relatif lebih sering dilakukan, karena lapisan pestisida pada permukaan tanaman tercuci oleh air hujan. Dosis penggunaan pestisida seperti telah
dikemukakan sebelumnya relatif lebih tinggi dibanding dosis yang dianjurkan, sehingga kebutuhan pestisida juga semakin besar. Jenis pupuk yang dominan digunakan pada cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian adalah pupuk kandang dengan dosis rata-rata sekitar 1,18 kg per pohon. Harga pembelian satu karung pupuk kandang adalah Rp 5 000, 00, berat pupuk kandang per karung adalah 30 kilogram. Harga pupuk kandang per kilogram adalah Rp 166, 67, biaya menjadi besar karena unit digunakan dalam jumlah besar. Rincian tentang harga faktor–faktor produksi disajikan dalam Lampiran 7. Pupuk KCl merupakan pupuk yang paling mahal yaitu Rp 2 040, 00 per kilogram karena digunakan dalam jumlah sedikit maka biaya pupuk KCl menjadi kecil. Biaya sarana produksi pada cabang usahatani cabai merah dapat dilihat pada Tabel 15, sedangkan rincian biaya pada setiap responden disajikan dalam Lampiran 8. Tabel 15. Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007. Sarana Produksi
Benih Kapur Pupuk Urea Pupuk KCl Pupuk SP 36 Pupuk Kandang Obat-Obatan Ajir Tali Total
NILAI (Rp) 292 125, 00 63 584, 44 60 036, 67 58 805, 00 51 480, 00 808 333, 33 1 117 100, 00 570 500, 00 60 500, 00 3 082 464, 44
% 9,48 2,06 1,95 1,91 1,67 26,22 36,24 18,51 1,96 100,00
Pembelian sarana produksi disesuaikan dengan ketersediaan modal petani. Intensitas pembelian dapat dilakukan satu hingga tiga kali dalam satu periode tanam. Keterbatasan modal petani diantisipasi dengan pembelian sarana produksi yang tidak dilakukan sekaligus pada awal musim tanam. Komoditas dengan umur panen lebih pendek juga dibudidayakan oleh petani, sehingga
pendapatan yang diperoleh komoditas tersebut dapat digunakan untuk pembelian sarana produksi cabang usahatani cabai merah. Sarana produksi yang dibeli secara bertahap antara lain pupuk urea, KCl, SP 36, pestisida padat dan pestisida cair. Sarana produksi yang dibutuhkan petani tidak dapat diperoleh dengan jumlah dan waktu yang tepat dari toko sarana produksi di Desa Sukagalih. Sarana produksi kemudian dibeli dari Bogor atau Ciawi sehingga terdapat biaya tambahan yaitu biaya transportasi. Pembelian sarana produksi secara sekaligus dilakukan oleh petani karena pertimbangan biaya transportasi tersebut. Tindakan yang sama dilakukan oleh petani yang memperoleh pinjaman modal. Pinjaman modal tersebut diperoleh dari pedagang tengkulak dan dibayar pada saat panen. Tenaga kerja luar keluarga (upahan) merupakan sumber biaya tunai selain sarana produksi. Jam kerja efektif (rata-rata) di Desa Sukagalih adalah 4 jam dengan tingkat upah Rp 20 000, 00 per hari kerja pria atau Rp 5 000, 00 per jam kerja pria. Jam kerja dimulai pada pukul 08.00 hingga 12.00. Upah tersebut sudah termasuk dengan uang rokok dan kopi. Prosentase terbesar dari biaya tenaga kerja tunai diserap pada kegiatan panen. Panen cabai merah di lokasi penelitian rata-rata dilakukan sebanyak dua belas kali. Jumlah biaya yang dikeluarkan ditentukan oleh jumlah tanaga kerja dan jumlah hari yang diperlukan untuk kegiatan. Total biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan adalah Rp 1 711 287, 78. Biaya tenaga kerja tunai pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukamaju dapat dilihat pada Tabel 16. Rincian jumlah tenaga kerja pada setiap responden disajikan dalam Lampiran 9. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan secara tunai adalah biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya pembelian sarana produksi. Jumlah total biaya tunai yang dialokasikan yaitu sebesar Rp 4 793 752, 22 , dimana 35,70 persen dari
biaya tenaga kerja luar keluarga dan 64,30 persen sisanya dari biaya sarana produksi. Tabel 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007. Kegiatan
Pembukaan Lahan Pengolahan Tanah dan Pembentukan Bedengan Pengapuran Pemupukan I Pemupukan II Penyemaian Pembibitan Pembuatan Lubang Tanam Penanaman Penyulaman Perampelan Pemasangan Ajir Pemupukan Susulan Penyemprotan Penyiangan Pemanenan Total
2,25
Jumlah Pria Wanita 2,733 0,053
2,60
1,967
0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,86 0,52 2,57 0,96 2,65 4,08 3,63 15,37 52,17
0,633 1,000 0,467 0,000 0,000 0,833 0,200 0,000 0,100 0,433 0,167 0,100 0,033 0,367 9,033
Hari
HKP
Tunai (Rp)
%
6,27
250 800, 00
14,66
0,027
5,18
207 306, 67
12,11
0,000 0,053 0,000 0,000 0,000 0,000 0,960 0,720 0,640 0,000 0,160 0,000 0,720 1,013 4,347
0,45 0,88 0,33 0,00 0,00 0,78 1,00 0,37 1,90 0,42 0,87 0,41 2,74 21,21 42,78
17 838, 89 35 111, 11 13 144, 44 31 111, 11 39 826, 67 14 880, 00 75 973, 33 16 611, 11 34 626, 67 16 333, 33 109 484, 44 848 240, 00 1 711 287, 78
1,04 2,05 0,77 0,00 0,00 1,82 2,33 0,87 4,44 0,97 2,02 0,95 6,40 49,57 100,00
Biaya tidak tetap pada cabang usahatani cabai merah tidak seluruhnya dikeluarkan secara tunai. Upah atas jasa tenaga kerja dalam keluarga tidak dibayarkan dalam bentuk tunai. Tenaga kerja dalam keluarga dilibatkan dalam setiap kegiatan pada cabang usahatani cabai merah, setidaknya terdapat satu tenaga kerja dari kegiatan pembukaan lahan hingga panen. Prosentase biaya tenaga kerja dalam keluarga sebagian besar dialokasikan pada kegiatan panen. Panen pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih dilakukan sebanyak 12 kali, rata-rata dalam satu minggu dilakukan satu kali panen. Kegiatan panen dilakukan berulang kali dalam satu musim sehingga banyak tenaga kerja yang digunakan. Biaya tenaga kerja dalam keluarga dapat dilihat pada Tabel 17. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada setiap responden dapat disimak pada Lampiran 10.
Tabel 17. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007. Kegiatan
Hari
Pembukaan Lahan Pengolahan Tanah Dan Pembentukan Bedengan Pengapuran Pemupukan I Pemupukan II Penyemaian Pembibitan Pembuatan Lubang Tanam Penanaman Penyulaman Perampelan Pemasangan Ajir Pemupukan Susulan Penyemprotan Penyiangan Pemanenan Total
2,25
Jumlah Pria Wanita 1,000 0,000
2,60
1,000
0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,86 0,52 2,57 0,96 2,65 4,08 3,63 15,37 52,17
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,933 0,700 0,467 0,733 1,000 0,967 1,000 0,800 0,967 14,567
2,25
Diperhitungkan (Rp) 90 000,00
0,000
2,60
104 000,00
3,88
0,000 0,000 0,027 0,000 0,000 0,000 0,747 0,773 0,747 0,053 0,240 0,000 0,640 0,747 3,973
0,70 0,83 0,72 0,28 13,23 0,88 1,12 0,65 3,64 0,99 3,17 4,08 5,32 26,53 67,03
28 166,67 33 333,33 28 917,78 11 166,67 529 333,33 34 844,44 49 668,89 25 626,67 151 946,67 40 377,78 127 906,67 163 333,33 209 280,00 1 053 128,89 2 681 031,11
1,05 1,24 1,08 0,42 19,74 1,30 1,85 0,96 5,67 1,51 4,77 6,09 7,81 39,28 100,00
HKP
%
3,36
Biaya tidak tetap pada cabang usahatani cabai merah terdiri dari biaya tunai dan diperhitungkan. Struktur biaya tidak tetap terdiri dari biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Jumlah total biaya tidak tetap yang dialokasikan sebesar Rp 7 474 783, 33 untuk lahan seluas 2.080 meter persegi. Komposisi biaya tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja sebesar 58,76 persen dan 41,24 persen sisanya merupakan biaya sarana produksi. Struktur biaya tersebut dominan pada biaya tenaga kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga kerja mempunyai peran penting dalam cabang usahatani cabai merah. 6.3.2. Biaya Tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan dalam cabang usahatani cabai merah. Alat pertanian mempunyai umur ekonomis yang panjang dan dapat digunakan dalam beberapa periode produksi. Alat pertanian yang digunakan petani akan mengalami penurunan nilai ekonomis selama digunakan karena penyusutan. Penurunan
nilai tersebut terjadi secara berkelanjutan bahkan hingga tidak mempunyai nilai jual. Nilai pembelian merupakan biaya aset yang harus dibebankan pada setiap periode produksi. Periode produksi cabang usahatani cabai merah adalah delapan bulan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan pendekatan metode garis lurus. Alat–alat pertanian tersebut terdiri dari cangkul, sabit, dan sprayer. Alat– alat tersebut tidak hanya digunakan pada cabang usahatani cabai merah tetap digunakan juga pada cabang usatahani yang lain. Kenyataan tersebut digunakan sebagai dasar bahwa biaya penyusutan harus dibebankan secara proporsional. Pendekatan yang digunakan sebagai dasar pembebanan biaya adalah luasan areal tanaman cabai merah terhadap total areal yang diusahakan oleh petani. Biaya penyusutan alat–alat pertanian merupakan komponen biaya yang tidak dikeluarkan dalam bentuk tunai tetapi hanya diperhitungkan. Biaya penyusutan alat pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007. Alat
Nilai Sisa
Jumlah
Penyusutan*
5,60
0, 00
1,93
10 702, 38
10 166, 67
5,73
0, 00
0,70
1 241, 28
368 166, 67
3,70
109 166, 67
1,40
98 000, 00
Nilai Beli
Umur
Cangkul
31 000, 00
Sabit Sprayer
Total
109 943, 66
Bobot
0,34**
Dibebankan
37 604, 80
Keterangan : * penyusutan dihitung dengan metode garis lurus kemudian dikalikan bobot ** bobot diperoleh dari prosentase lahan cabai merah terhadap total lahan yang dikuasai petani, dikalikan periode produksi cabai merah (0,67 tahun).
Biaya penyusutan alat dibebankan berdasarkan prosentase lahan budidaya cabai merah dan periode produksi cabai merah. Lahan budidaya cabai merah mempunyai prosentase sebesar 51,31 persen dari total lahan yang
dibudidayakan petani. Periode produksi cabai merah adalah 8 bulan, atau sekitar 0,67 tahun. Bobot pembebanan biaya penyusutan dihitung dari perkalian prosentase lahan dan periode produksi, sehingga diperoleh sebesar 0,34. Biaya penyusutan yang dikeluarkan selama satu tahun adalah Rp 109 943, 66. Biaya penyusutan yang dibebankan pada cabang usahatani cabai merah adalah Rp 37 604, 80. Jumlah alat yang dimiliki setiap responden hingga prosentase lahan budidaya cabai merah yang dikuasai dapat dilihat pada Lampiran 12. 6.3.3. Biaya Sewa Lahan
Petani cabai merah di lokasi penelitian sebagian besar merupakan petani penggarap lahan Hak Guna Usaha PTPN VIII dan penyewa. Petani penggarap lahan HGU sebanyak 17 orang atau sekitar 56,67 persen dari populasi responden. Petani penyewa lahan sebanyak 13 persen atau sekitar 43,33 persen dari populasi responden. Petani kemudian dianggap sebagai peminjam modal yang berupa lahan, maka biaya bunga modal yang dikeluarkan adalah biaya sewa lahan tersebut. Jumlah biaya sewa lahan yang dikeluarkan tergantung dari berapa besar lahan yang dipinjam, semakin besar lahan yang dipinjam berarti biaya bunga yang dibayar juga semakin besar.
Biaya sewa lahan di lokasi penelitian adalah
Rp 307 733, 33 per 2080 meter persegi. Biaya sewa tersebut digunakan dalam menghitung penghasilan bersih cabang usahatani cabai merah. Biaya sewa yang ditanggung oleh setiap responden disajikan dalam Lampiran 13. 6.3.4. Total Biaya
Biaya yang dikeluarkan pada cabang usahatani cabai merah terdiri dari biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya sewa lahan. Biaya-biaya tersebut dibayar secara tunai maupun hanya diperhitungkan. Total biaya yang dikeluarkan pada cabang usahatani cabai merah dapat diketahui dari hasil penjumlahan biaya-
biaya tersebut. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam cabang usahatani cabai merah dapat disimak pada Tabel 19. Tabel 19. Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007. Biaya Tenaga Kerja Sarana Produksi Biaya Penyusutan Biaya Sewa Total Biaya
Tunai 1 711 287, 78 3 082 464, 44 4 793 752, 22
Diperhitungkan 2 681 031, 11 0, 00 37 604, 80 307 733, 33 3 026 369, 25
Total 4 392 318, 89 3 082 464, 44 37 604, 80 307 733, 33 7 820 121, 47
% 56,17 39,42 0,48 3,94 100,00
Biaya cabang usahatani cabai merah sebagian besar dialokasikan pada biaya tidak tetap yaitu 95,59 persen. Biaya tersebut meliputi biaya tenaga kerja sebesar 56,17 persen dan 39,42 persen biaya sarana produksi. Tenaga kerja mempunyai peran penting jika dilihat struktur biaya tersebut. 6.3.5. Biaya Rata-Rata
Biaya rata–rata merupakan jumlah biaya yang dialokasikan pada setiap unit produksi. Biaya tersebut merupakan hasil bagi antara total biaya dengan jumlah panen yang diperoleh. Jumlah produksi cabai merah yang diperoleh sebesar 1.923,20 kilogram sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 7 820 121, 47. Rata–rata biaya total yang dikeluarkan untuk setiap kilogram adalah Rp 4 066, 20. Total biaya tidak tetap yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 7 474 783, 33, maka rata–rata biaya tersebut adalah Rp 3 886, 04 per kilogram cabai merah. Total biaya penyusutan sebesar Rp 37 604, 80 dan biaya sewa lahan sebesar Rp 307 333, 33, maka diperoleh rata-rata biaya tetap sebesar Rp 179, 56 per kilogram cabai merah. 6.4.
Penerimaan Cabang Usahatani.
Penerimaan cabang usahatani cabai merah yang dimaksud adalah nilai produk fisik dikalikan harga satuan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya–biaya. Panen cabai merah dilakukan sebanyak 12 kali, sehingga
penerimaan dihitung pada setiap panen. Panen dilakukan setiap minggu selama tiga bulan, hasil panen dan harga bervariasi pada setiap panen. Hasil panen, harga dan penerimaan yang diperoleh disajikan dalam Tabel 20. Data panen pada setiap responden disajikan dalam Lampiran 15. Hasil panen terbesar yang diperoleh adalah 337,33 kilogram dan harga jual yang berlaku Rp 6 190, 00 per kilogram cabai merah. Penerimaan yang diperoleh kemudian mulai berkurang karena produksi yang dihasilkan berkurang. Total penerimaan sebesar Rp 12 393 734, 32 diperoleh dari penjualan 1.926,70 kilogram cabai merah. Penerimaan rata-rata per panen adalah Rp 1 034 832, 70. Kecenderungan harga, produksi dan penerimaan cabang usahatani cabai merah dapat dilihat dari Tabel 20. Kecenderungan yang terjadi adalah perubahan harga dan produksi pada setiap panen. Perubahan tersebut berakibat pada perubahan penerimaan pada setiap panen. Perubahan harga dan hasil panen setiap responden disajikan dalam Lampiran 14 dan 15. Tabel 20. Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 Panen Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
Hasil (Kg) 51,00 84,70 142,50 195,17 282,33 337,33 302,00 235,67 157,83 95,00 27,17 16,00 1926,70
Harga (Rp/Kg) 5 783, 33 5 706, 67 5 776, 67 5 600, 00 5 891, 67 6 190, 00 6 533, 33 6 986, 67 7 443, 33 7 830, 00 10 050, 00 10 050, 00
Penerimaan (Rp) 294, 950, 00 483, 354, 67 823, 175, 00 1, 092, 933, 33 1, 663, 413, 89 2, 088, 093, 33 1, 973, 066, 67 1, 646, 524, 44 1, 174, 806, 11 743, 850, 00 273, 025, 00 160, 800, 00 12, 417, 992, 44
Harga dan produksi mempunyai pola kecenderungan
yang berbeda.
Harga cabai merah cenderung mengalami peningkatan dari panen ke panen. Harga terendah sekitar Rp 5 600, 00 pada awal musim panen kemudian terus meningkat hingga titik tertinggi sekitar Rp 10 050, 00 per kilogram pada akhir
musim panen. Harga tertinggi terjadi menjelang hari raya keagamaan dan tahun baru. Harga cabai merah pada setiap panen dapat dilihat pada Gambar 10.
Harga Cabai (Rp/kg)
Harga Cabai 10000.00 8000.00 6000.00 4000.00 2000.00 0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Panen ke-
Gambar 10.
Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa Sukagalih (Rp/kg), 2007.
Hasil panen yang diperoleh pada setiap panen tidak stabil. Hasil yang diperoleh pada permulaan musim panen masih rendah, kemudian mengalami peningkatan pada panen selanjutnya. Hasil tertinggi diperoleh pada panen ke-6 yaitu sekitar 336,78 kilogram, kemudian perlahan mengalami penurunan hingga hasil terendah pada panen ke-12 yaitu sekitar 15,88 kilogram. Kecenderungan hasil panen cabang usahatani cabai merah disajikan pada Gambar 11.
Hasil Panen 400.00 350.00
Hasil panen (Kg)
300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Panen ke-
Gambar 11. Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih (Kg), 2007
Kecenderungan hasil panen tersebut disebabkan karena pertumbuhan generatif tanaman. Pertumbuhan generatif yang dimaksud adalah jumlah bunga yang terbentuk, semakin banyak bunga maka produksi tanaman semakin besar.
Tingkat kemasakan cabai merah juga diperhatikan dalam panen. Cabai merah yang siap panen ditandai dengan perubahan warna buah menjadi merah lebih dari 60 persen. Penerimaan yang diperoleh petani juga mengalami kecenderungan yang sama dengan hasil panennya. Penerimaan cabang usahatani cabai merah dapat digambarkan dalam grafik histogram pada Gambar 12. Perbedaan penerimaan pada setiap panen disebabkan karena perbedaan harga yang berlaku dan hasil panen yang diperoleh. Penerimaan terendah terjadi pada akhir musim panen dimana produksi cabai merah hanya sekitar 15,88 kilogram meskipun harga yang berlaku sekitar Rp 10 050, 00 per kilogram cabai merah. Penerimaan Cabang Usahatani Cabai
Penerimaan (Rp)
2,500,000.00 2,000,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00 500,000.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Panen ke-
Gambar 12. Distribusi Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi (Rp), 2007 6.5.
Pendapatan Cabang Usahatani.
Konsep
pendapatan
cabang
usahatani
yang
digunakan
adalah
pendapatan kerja petani dan pendapatan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya cabang usahatani. Pendapatan kerja keluarga dapat didefinisikan sebagai selisih antara total penerimaan dengan seluruh biaya cabang usahatani selain biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tenaga kerja keluarga tidak dianggap sebagai pengeluaran dalam pendapatan tersebut.
Pendapatan kerja petani cabang usahatani cabai merah diketahui sebesar Rp 4 597 870, 97. Pendapatan kerja petani biasanya relatif kecil bahkan dapat bernilai negatif (Soeharjo dan Patong, 1973), jika dibandingkan dengan konsep tersebut maka dapat dikatakan kondisi pendapatan cabang usahatani cabai merah relatif lebih bagus. Pendapatan tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian cabang usahatani cabai merah yang dilakukan oleh Saragih (2000). Pendapatan kerja petani berdasarkan penelitian tersebut yaitu sebesar Rp 5 579 360,675. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan produktivitas, hasil penelitian Saragih (2000) mempunyai produktivitas yang lebih tinggi yaitu 10,3325 kilogram per hektar. Cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih relatif lebih menguntungkan dibanding cabang usahatani padi (Irawati, 2006). Pendapatan kerja petani padi program PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu) diketahui sebesar Rp 958 181, 97 sedangkan pendapatan kerja petani padi non program sebesar Rp 986 589, 71. Pendapatan cabang usahatani wortel organik yang dianalisis oleh Mei (2006) diketahui sebesar Rp 1 499 264, 00, maka pendapatan kerja petani cabang usahatani cabai merah relatif lebih bagus. Ukuran pendapatan yang kedua adalah pendapatan kerja keluarga. Pendapatan kerja keluarga pada cabang usahatani cabai merah diketahui sebesar Rp 7 278 902, 09. Pendapatan tersebut merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan anggota keluarganya. Pendapatan yang besar tidak selalu berarti efisiensi yang tinggi, maka analisis pendapatan diikuti dengan analisis efisiensi. 6.6.
Efisiensi Cabang Usahatani.
Ukuran efisiensi yang digunakan adalah produksi rata–rata untuk setiap rupiah yang dikeluarkan, penerimaan rata–rata untuk setiap satuan tenaga kerja,
produksi rata–rata untuk setiap unit areal cabang usahatani dan rasio penrimaan terhadap pengeluaran. Ukuran efisiensi cabang usahatani cabai merah pada setiap responden disajikan dalam Lampiran 16. 6.6.1. Produktivitas per Hektar
Produktivitas yang dimaksud adalah produksi rata–rata per hektar yang diperoleh dari hasil bagi antara total produksi cabai merah dengan luar areal panen. Produktivitas cabai merah rata–rata per hektar yang berhasil dicapai oleh petani di Desa Sukagalih adalah sebesar 9.713,72 kilogram atau sekitar 9,7 ton. Produksi rata–rata tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas cabai merah di provinsi Jawa Barat tahun 2005 yang mencapai 12,45 ton per hektar (Statistik Pertanian, 2006). Produktivitas cabang usahatani cabai merah di Desa Karawang, Kabupaten Sukabumi menurut Saragih (2001) mencapai 10,33 ton per hektar. berdasarkan hasil penelitian Rozfaulina (2000) diketahui bahwa produktivitas cabai merah di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi mencapai 11,30 ton per hektar. Produktivitas cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih relatif lebih rendah dibanding dua daerah penelitian tersebut. 6.6.2. Rasio Penerimaan terhadap Pengeluaran
Cabang usahatani cabai merah merupakan kegiatan usaha yang bersifat ekonomi, sehingga nilai penerimaan yang sebenarnya diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Ukuran tersebut merupakan ukuran sederhana, tetapi tingkat keuntungan maupun kerugian dari usaha dapat dihitung dari ukuran tersebut. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan juga dikenal sebagai rasio penerimaan dan pengeluaran (R/C). Rasio penerimaan dengan pengeluaran merupakan tingkat keuntungan cabang usahatani cabai merah. Rasio R/C atas biaya tunai maupun total lebih
besar dari 1, maka dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan menguntungkan bagi pengelola (petani) maupun cabang usahatani tersebut. Hipotesis pertama yang dikemukakan dalam kerangka pemikiran diuji dengan pendekatan uji nlai tengah rasio R/C. Hipotesis awal yang diuji yaitu R/C = 1 sedangkan hipotesis alternatifnya R/C > 1. Rasio R/C selanjutnya diuji terhadap nilai tengah sebaran R/C populasi responden. Sebaran rasio R/C tersebut dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji statistik terhadap nilai tengah rasio R/C dari responden petani di lokasi penelitian dapat disimak pada Tabel 21. Nilai t hitung rasio R/C atas biaya tunai dan total masing-masing 13,95 dan 7,98, sedangkan nilai t tabel diketahui sebesar 2,045. Nilai t tabel pada kedua hipotesis yang diuji lebih besar dari t tabel, sehingga hipotesis awal dapat ditolak pada taraf nyata 5 persen. Kesimpulan dari uji tersebut yaitu cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih mempunyai nilai rasio penerimaan terhadap pengeluaran yang lebih besar dari 1. Kondisi tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa cabang usahatani cabai merah dilokasi penelitian relatif menguntungkan. Uji nilai tengah terhadap sebaran rasio R/C dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden. Rasio R/C Hipotesis Nilai t Kesimpulan Ho : R/C = 1 Thitung = Atas biaya tunai Tolak Ho 13,95 H1 : R/C > 1 Ho : R/C = 1 Atas biaya total Tolak Ho Thitung = 7,98 H1 : R/C > 1 Keterangan : Ttabel (0.01, 29) = 2,462 ; α = 0,01
Hasil uji yang disajikan pada Tabel 21 berarti canang usahatani cabai merah mempunyai rasio R/C yang lebih besar dari 1, kemudian besar rata-rata rasio R/C petani cabai merah dilokasi penelitian diuraikan sebagai berikut. Rasio R/C pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih dibedakan menjadi R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.
Rasio penerimaan terhadap biaya tunai merupakan gambaran tingkat keuntungan petani yang sebenarnya. Biaya tunai merupakan biaya yang benar– benar dikeluarkan petani pada cabang usahatani cabai merah. Rasio R/C atas biaya tunai lebih besar dari rasio R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,59 berarti setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 000, 00 maka akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 2 590, 00. Biaya–biaya tertentu tidak dikeluarkan secara tunai, misalnya biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan dan biaya sewa lahan. Biaya sewa lahan tidak dikeluarkan secara tunai karena lahan yang digunakan merupakan
lahan
garapan
tanpa
sewa.
Biaya–biaya
tersebut
harus
diperhitungkan dalam analisis, sehingga tingkat keuntungan cabang usahatani yang sebenarnya dapat diketahui. Rasio R/C atas biaya total pada cabang usahatani cabai merah yaitu 1,59, maka setiap Rp 1 000, 00 yang dikeluarkan pada cabang usahatani cabai merah akan diperoleh penerimaan Rp 1 590, 00.
VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH
7.1.
Pendugaan Fungsi Produksi
Model fungsi produksi dugaan diperoleh dari hubungan antara variasi faktor-faktor produksi yang digunakan dengan variasi produksi cabai merah. Model fungsi produksi dugaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi eksponensial. Fungsi produksi diduga dengan metode kuadrat terkecil (OLS). 7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III
Model penduga fungsi produksi eksponensial yang diperoleh mempunyai koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) sebesar 93,5 persen. Koefisien tersebut dapat diartikan bahwa 93,5 persen keragaman produksi dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi yang digunakan dalam model sedangkan 6,5 persen sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak terdapat dalam model. Model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = 1,51 X10,128 X20,0849 X3- 0,0305 X40,214 X50,463 ................... (42) 0,126 0,390 0,0901 X6 X7 X8 Keterangan : Y = Produksi cabai merah (Kg) X1 = Tenaga kerja (HKP) X2 = Benih (g) X3 = Kapur (Kg) X4 = Pupuk urea (Kg) X5 = Pupuk SP 36 (Kg) X6 = Pupuk KCl (Kg) X7 = Pupuk Kandang (Kg) X8 = Nilai obat-obatan (Rp)
Kesesuaian model fungsi produksi tersebut diuji dengan analisis sidik ragam, kenormalan sisaan dan multikolinieritas. Hipotesis awal bahwa faktorfaktor produksi secara serempak tidak mempunyai pengaruh terhadap produksi
cabai merah. Hipotesis alternatif yang akan diuji adalah setidaknya terdapat satu faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi. Hasil analisis sidik ragam terhadap model fungsi produksi eksponensial disajikan dalam Tabel 22. Hasil analisis sidik ragam terhadap model fungsi produksi tersebut diperoleh nilai F hitung 53,01 lebih besar dari F tabel 2,39 maka hipotesis awal ditolak. Kesimpulan dari hasil uji tersebut yaitu produksi cabai merah secara serempak dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, kapur, pupuk urea, SP 36, KCl, pupuk kandang, dan nilai obat-obatan. Tabel 22. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III Hipotesis F Kesimpulan
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = β8 = 0 H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ β7 ≠ β8 ≠ 0
Fhitung = 53,01 Ftabel (0,05,9,21) = 2,37
Tolak H0
Kenormalan unsur sisaan diuji dengan pendekatan grafik kenormalan sisaan dan diperkuat dengan uji Anderson-Darling. Asumsi kenormalan sisaan terpenuhi ditunjukkan dengan bentuk sebaran sisaan yang berupa garis lurus. Hasil uji tersebut diperkuat oleh hasil uji Anderson-Darling dimana nilai-P sebesar 0,207 lebih besar dari taraf α = 5 persen. Kesimpulan dari uji kenormalan sisaan yaitu sisaan mendekati sebaran normal. Hasil uji terhadap kenormalan sisaan disajikan dalam Lampiran 24. Asumsi kehomogenan sisaan (homoscedasticity) pada model penduga terpenuhi, sebaran sisaan mempunyai pola acak dan merupakan indikasi bahwa sisaan mempunyai ragam konstan. Kriteria kesesuaian model dari segi analisis sidik ragam, kenormalan sisaan dan kehomogenan sisaan terpenuhi, namun multikolinieritas masih perlu diuji terlebih dahulu. Model yang dapat digunakan sebagai penduga produksi cabai merah harus bebas dari multikolinieritas antara peubah bebas dalam model. Parameter yang digunakan dalam uji multikolinieritas adalah nilai VIF (Variance Inflation
Factors). Nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terdapat multikolinieritas pada
model. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Hubungan linier antar peubah bebas juga diamati berdasarkan nilai koefisien korelasinya. Hubungan linier yang kuat antar peubah bebas ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang mendekati satu. Nilai koefisiensi korelasi antar peubah bebas dapat dilihat pada Lampiran 23. Tabel 23. Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi Peubah Koefisien Regresi VIF Konstanta 0,15070 Tenaga Kerja (Ln X1) 0,12849 2,4 Benih (Ln X2) 0,08494 1,9 Kapur (Ln X3) - 0,03046 1,6 Urea (Ln X4) 0,21360 3,9 0,46323 5,1 SP 36 (Ln X5) KCl (Ln X6) 0,12576 2,5 Pupuk kandang (Ln X7) 0,38984 2,2 Nilai Obat-obatan (Ln X8) -0,09007 2,2
Multikolinieritas pada model fungsi produksi berhasil diatasi dengan modifikasi peubah. Model fungsi produksi bebas dari masalah multikolinieritas ditunjukkan dengan nilai VIF lebih rendah dari 10. Peubah faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, benih, kapur, urea, SP 36, KCl, pupuk kandang, nilai obat-obatan tidak mempunyai masalah multikolinieritas. Hasil uji terhadap kenormalan sisaan, uji Anderson-Darling dan analisis sidik ragam, maka secara statistik model penduga fungsi produksi eksponensial (Model III) tersebut dapat digunakan sebagai model penduga. 7.2.
Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha
7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani Cabai merah di Lokasi Penelitian.
Fungsi produksi merupakan gambaran hubungan antara masukanmasukan produksi yang digunakan dengan keluaran produksi yang dihasilkan. Pengaruh perubahan masukan produksi terhadap keluaran produksi dapat dilihat
dari elastisitas produksi parsial. Elastisitas produksi parsial pada model penduga fungsi produksi eksponensial merupakan koefisien regresi faktor produksi tersebut. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi cabang usahatani cabai merah dianalisis dengan pendekatan uji beda nyata elastisitas produksi (parsial). Hipotesis awal yang diuji yaitu semua faktor produksi tidak mempunyai pengaruh pada produksi cabang usahatani cabai merah. Resiko kesalahan pengujian hipotesis menurut Gujarati (2003) dapat dibedakan menjadi dua tipe kesalahan. Kesalahan tipe I yaitu hipotesis ditolak padahal hipotesis tersebut benar, sedangkan kesalahan tipe II yaitu hipotesis tidak ditolak padahal hipotesis tersebut salah. Kriteria suatu hipotesis dipengaruhi oleh taraf nyata yang digunakan, umumnya hipotesis diuji pada taraf nyata 1, 5 hingga 10 persen. Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah nilai P (probability value). Nilai P merupakan tingkat beda nyata terendah dimana hipotesis awal dapat ditolak. Uji beda nyata koefisien regresi (elastisitas produksi parsial) dilakukan dengan pendekatan statistik uji t pada taraf nyata 5 persen. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Koefisien regresi yang berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen yaitu : tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCL, dan pupuk kandang. Koefisien regresi kapur dan nilai obat-obatan mempunyai nilai t hitung lebih rendah dari t tabel pada taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti koefisien regresi faktor-faktor produksi tersebut tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen. Koefisien regresi yang diperoleh sebagian besar bernilai positif sesuai dengan yang diharapkan, kecuali nilai obat-obatan dan kapur. Koefisien regresi nilai obat-obatan bernilai negatif, sehingga tambahan penggunaan masukan produksi tersebut akan berdampak pada penurunan produksi. Hubungan tersebut diduga disebabkan karena tingkat penggunaan obat-obatan yang
berlebihan. Fungisida padat (Dithane 45) misalnya yang dianjurkan adalah 0,20,3 persen atau sekitar 2-3 gram per liter air. Dosis yang digunakan petani adalah 5 gram per liter, sehingga diduga berakibat pada buruk pada tanaman. Tabel 24.
Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007. Peubah
Koefisien regresi
Tenaga Kerja (Ln X1)
0,12849
Benih (Ln X2)
0,08494
Kapur (Ln X3)
- 0,03046
Urea (Ln X4)
0,21360
SP 36 (Ln X5)
0,46323
KCl (Ln X6)
0,12576
Pupuk kandang (Ln X7)
0,38984
Nilai Obat-obatan (Ln X8)
-0,09007
Hipotesis
H0: b2 H1: b2 H0: b3 H1: b3 H0: b4 H1: b4 H0: b5 H1: b5 H0: b6 H1: b6 H0: b7 H1: b7 H0: b8 H1: b8 H0: b9 H1: b9
=0 >0 =0 >0 =0 >0 =0 >0 =0 >0 =0 >0 =0 >0 =0 >0
thitung
Kesimpulan
2,01
Tolak H0
1,95
Tolak H0
0,04
Terima H0
2,31
Tolak H0
5,68
Tolak H0
2,43
Tolak H0
4,31
Tolak H0
-2,80
Terima H0
Keterangan : t0,01, (n – 9) = 2,821 t0,025, (n – 9) = 2,262 t0,05, (n – 9) = 1,833
Koefisien regresi nilai obat-obatan bernilai negatif, jika dikaitkan dengan kondisi cabang usahatani dilokasi penelitian, hal ini diduga disebabkan budidaya cabai merah dilakukan pada musim hujan. Budidaya cabai merah pada musim hujan
relatif
rentan terhadap
penyakit
patek,
penyakit
tersebut dapat
berkembang pesat pada kelembaban tinggi. Kebutuhan pestisida pada musim hujan relatif lebih besar, karena intensitas penyemprotan yang tinggi. Pestisida yang telah disemprotkan dapat tercuci oleh air hujan, oleh karena itu tanaman harus kembali disemprot setelah hujan. Faktor produksi yang digunakan mempunyai pengaruh yang berbedabeda terhadap produksi cabang usahatani cabai merah. Pengaruh tersebut dianalisis dengan pendekatan elastisitas produksi masing-masing faktor
produksi. Faktor produksi yang dibahas lebih lanjut adalah faktor-faktor produksi yang berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen. Pengaruh faktor produksi terhadap produksi cabang usahatani cabai merah dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tenaga kerja (X2)
Tenaga kerja merupakan sumber biaya terbesar pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih. Hipotesis awal dalam uji t dinyatakan bahwa ketika semua faktor produksi yang lain dipertahankan tetap (konstan), maka tenaga kerja tidak mempunyai pengaruh (linier) terhadap produksi cabang usahatani cabai merah. Hipotesis tersebut diuji pada taraf nyata 5 persen dengan uji beda nyata satu arah. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel pada taraf nyata 5 persen, sehingga hipotesis awal dapat ditolak. Faktor produksi tenaga kerja mempunyai pengaruh positif yang nyata, hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,631 (Lampiran 23). Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting pada cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan oleh proporsi biaya tenaga kerja yang mencapai 56,17 persen dari total biaya. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi cabai merah cukup besar. Pengaruh tersebut ditunjukkan oleh elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,12849. Elastisitas tersebut relatif lebih rendah dibanding nilai elastisitas pupuk kimia maupun pupuk kandang. Produksi tanaman merupakan proses biologis yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh tenaga kerja, tetapi dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman. Hal ini yang diduga menjadi penyebab tenaga kerja mempunyai pengaruh relatif lebih kecil terhadap produksi cabai merah, jika dibandingkan dengan pupuk kimia (urea, KCl dan SP 36) dan pupuk kandang.
Elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,12849, berarti jika jumlah tenaga kerja ditingkatkan sebesar 1 persen sementara semua faktor produksi dipertahankan konstan, maka produksi akan mengalami peningkatan sebesar 0,12849 persen. Elastisitas produksi (parsial) tersebut sesuai dengan hukum pengembalian yang berkurang (law of diminishing return), dan menurut teori produksi maka tenaga kerja sudah digunakan secara rasional. 2. Benih (Ln X3)
Hasil uji beda nyata diketahui bahwa nilai t hitung yang diperoleh adalah 1,95 yang berada diluar area penerimaan hipotesis awal (H0). Benih mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi cabai merah pada taraf nyata 5 persen. Kesimpulan yang diperoleh dari uji beda nyata pada taraf nyata 5 persen adalah benih mempunyai pengaruh positif yang nyata secara statistik. Benih mempunyai elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,08494 dan secara statistik siknifikan pada taraf nyata 5 persen. Elastisitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika jumlah benih ditingkatkan sebesar 1 persen, sementara faktor–faktor produksi yang lain dipertahankan tetap (konstan), maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 0,08494 persen. Benih merupakan faktor produksi yang mempunyai pengaruh paling kecil terhadap produksi cabai merah, ditunjukkan dengan elastisitas produksi (parsial) tersebut. Benih cabai merah yang digunakan di lokasi penelitian adalah cabai merah Hibrida TM-999. Varietas tersebut mempunyai pertumbuhan yang sangat kuat, dan dapat dipanen dalam jangka waktu yang panjang. Varietas tersebut sebenarnya mampu berproduksi hingga 0,8-1,2 kilogram per tanaman, namun dilokasi penelitian hanya mencapai 0,44 kilogram per tanaman. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh kombinasi pupuk yang lebih dominan pada unsur N, sehingga pertumbuhan generatif tanaman kurang baik.
Elastisitas produksi (parsial) yang bernilai positif tetapi lebih kecil dari satu (0<Ep<1) berarti benih telah digunakan secara rasional. Faktor–faktor produksi yang bersifat tidak tetap menurut (Dillon, 1972) harus digunakan pada area rasional yaitu ketika berlaku hukum pengembalian yang berkurang (0<Ep<1). Tingkat penggunaan benih sudah sesuai syarat keharusan (0 < b3 <1) sehingga efisiensi teknis sudah dicapai. 3. Urea (Ln X5)
Hipotesis awal yang diuji yaitu faktor produksi pupuk urea tidak mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah, ketika faktor–faktor produksi yang lain dipertahankan konstan. Hipotesis tersebut diuji dengan uji satu arah pada taraf nyata 5 persen pada derajat bebas 21. Hasil uji beda nyata diketahui bahwa nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel, sehingga hipotesis awal dapat ditolak. Hasil uji tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pupuk urea mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 5 persen. Pupuk urea mempunyai pengaruh positif terhadap produksi dan secara statistik nyata pada taraf nyata 5 persen. Pupuk urea mempunyai elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,21360. Elastisitas produksi tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika jumlah pupuk urea ditingkatkan sebesar 1 persen, sementara semua faktor produksi yang lain dipertahankan konstan, maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 0,21360 persen. Pupuk urea mempunyai kandungan utama berupa unsur nitrogen. Unsur tersebut diperlukan untuk penyusunan klorofil, protein dan lemak. Pertumbuhan vegetatif yaitu pembentukan daun dan tinggi tanaman, dapat dirangsang dengan pupuk tersebut. Daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis pada tanaman, proses tersebut berpengaruh terhadap pembentukkan cadangan makanan yang disimpan dalam buah. Keterkaitan proses biologis dengan pertumbuhan vegetatif
tanaman tersebut, diduga menyebabkan pengaruh pupuk urea cukup besar terhadap produksi cabai merah. Pupuk urea telah digunakan secara rasional, kondisi tersebut ditunjukkan dengan nilai elastisitas produksi (parsial) yang bernilai positif tetapi lebih kecil dari satu. Tambahan produksi yang diperoleh lebih kecil dari tambahan pupuk urea yang digunakan, sehingga sesuai dengan hukum pengambalian yang semakin berkurang. Efisiensi teknis pada penggunaan pupuk urea sudah dicapai, namun efisiensi harga (allocative efficiency) masih perlu diuji. 4. SP 36 (Ln X5)
Pupuk SP 36 mempunyai kandungan fosfor yang diperlukan untuk memacu
pertumbuhan
pemasakan
buah.
akar,
pertumbuhan
Pertumbuhan
generatif
generatif
(pembungaan)
tanaman
ditunjukkan
dan
dengan
pertumbuhan bunga yang kemudian akan menjadi buah. Karakteristik varietas cabai merah Hibrida TM-999 yang mempunyai pertumbuhan generatif yang bagus, sehingga diperlukan ketersediaan unsur fosfor yang memadai. Pengaruh pupuk SP 36 berdasarkan model penduga fungsi produksi didekati dengan koefisien regresinya. Hipotesis awal yang diuji yaitu pupuk SP 36 tidak mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah, ketika faktor–faktor produksi yang lain dipertahankan konstan. Pendekatan yang digunakan adalah uji beda nyata satu arah terhadap elastisitas produksi (parsial) pada taraf nyata 5 persen pada derajat bebas 21. Nilai t hitung yang diperoleh dari uji beda nyata parameter penduga lebih besar dari nilai t tabel pada taraf nyata 5 persen dengan derajat bebas 21. Kesimpulan dari uji tersebut adalah hipotesis awal dapat ditolak, berarti pupuk SP 36 mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen terhadap produksi cabai merah.
Elastisitas produksi (parsial) pupuk SP 36 yaitu 0,46323. Elastisitas bernilai positif (b6>0) berarti pupuk SP 36 mempunyai hubungan searah dengan produksi cabai merah. Peningkatan jumlah pupuk SP 36 sebesar 1 persen (ceteris paribus), maka akan diikuti oleh peningkatan produksi cabai merah sebesar 0,46323 persen. Kondisi sebaliknya yaitu terjadi penurunan produksi sebesar 0,46323 persen jika jumlah pupuk SP 36 dikurangi 1 persen. Pupuk SP 36 dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang paling besar dibanding peubah pupuk kimia yang lain. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas produksi (parsial) yang paling besar dibanding faktor produksi yang lain. Hubungan kuat antara peubah tersebut dengan produksi cabai merah karena kandungan pupuk SP 36 sangat diperlukan untuk pertumbuhan generatif. Pertumbuhan tersebut dapat dipercepat dengan pemberian pupuk SP 36, sehingga panen dapat dilakukan lebih awal dan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Faktor produksi pupuk SP 36 sudah digunakan secara rasional jika dilihat dari nilai elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,46323. Hukum pengembalian semakin berkurang (diminishing return) berlaku pada setiap unit faktor produksi pupuk SP 36 yang digunakan. Diminishing return dapat diinterpretasikan bahwa produksi yang diperoleh selalu lebih kecil dari unit pupuk SP 36 yang digunakan. Kondisi skala pengembalian tersebut merupakan indikasi bahwa efisiensi teknis (syarat keharusan) sudah dicapai. Syarat kecukupan yaitu efisiensi harga pada tingkat penggunaan pupuk Sp 36 dapat diketahui dari analisis efisiensi harga. 5. KCl (Ln X6)
Pupuk KCl mempunyai kandungan unsur kalium yang diperlukan tanaman. Unsur tersebut diperlukan dalam penyusunan protein dan karbohidrat. Pengerasan bagian tanaman yang berkayu (batang dan cabang), peningkatan
kualitas buah, peningkatan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan serangan
hama penyakit. Tiga hal tersebut merupakan tujuan pupuk KCl
diberikan pada tanaman. Hipotesis awal yang diuji yaitu faktor produksi pupuk KCl tidak mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah ketika semua faktor produksi yang lain dipertahankan konstan. Hipotesis tersebut diuji dengan pendekatan uji beda nyata satu arah terhadap elastisitas produksi (parsial) pada taraf nyata 5 persen dan derajat bebas 21. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel, sehingga hipotesis awal yang diuji dapat ditolak pada taraf nyata 5 persen. Interpretasi dari kesimpulan tersebut yaitu pupuk KCl mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 5 persen. Pupuk KCl mempunyai pengaruh positif terhadap produksi cabai merah yang nyata pada taraf nyata 5 persen. Pengaruh pupuk KCl ditunjukkan dengan elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,12576.
Elastisitas tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa perubahan sebesar 1 persen pada jumlah pupuk KCl ketika semua faktor produksi yang lain dipertahankan konstan, maka produksi cabai merah akan mengalami perubahan sebesar 0,12576 persen dengan arah yang sama. Peningkatan pada jumlah pupuk KCl yang digunakan akan diikuti dengan produksi yang mengalami peningkatan. Tanaman cabai merah mempunyai buah dan daun yang lebat, sehingga diperlukan batang yang kuat sebagai penopang beban tersebut. Unsur kalium diperlukan untuk memperkeras bagian tanaman yang berkayu. Kebutuhan unsur tersebut dipenuhi dari pupuk KCl. Pengaruh pupuk KCl terhadap produksi cabai merah lebih rendah dibanding pupuk SP 36. Perbedaan tersebut disebabkan karena pupuk KCl lebih dominan diperlukan untuk memperkuat batang tanaman, sedangkan pupuk SP 36 lebih dominan pada pembentukkan dan pemasakan buah.
Tingkat pengembalian yang semakin berkurang berlaku pada setiap unit pupuk KCL yang digunakan. Produksi yang diperoleh selalu lebih kecil dibanding unit pupuk KCL yang digunakan. Pupuk KCl sudah digunakan pada daerah produksi rasional. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan nilai elastisitas produksi (parsial) bernilai positif tetapi lebih kecil dari satu. 6. Pupuk Kandang (Ln X8)
Hipotesis awal yang diuji yaitu faktor produksi pupuk kandang tidak mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah ketika semua faktor–faktor produksi yang lain dipertahankan konstan. Hipotesis tersebut diuji dengan pendekatan uji beda nyata satu arah pada taraf nyata 5 persen dan derajat bebas 21. Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis tersebut adalah nilai t hitung (4,31) lebih besar dari t tabel (1,72), sehingga hipotesis awal dapat ditolak. Hasil uji tersebut dapat diinterpretasikan bahwa produksi cabai merah dipengaruhi oleh pupuk kandang, dan secara statistik hubungan tersebut nyata pada taraf nyata 5 persen. Pupuk kandang mempunyai pengaruh positif terhadap produksi cabai merah dan secara statistik nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Hubungan pupuk kandang dan produksi cabai merah adalah positif dan searah, berarti jika jumlah pupuk kandang ditingkatkan maka produksi cabai merah akan mengalami
peningkatan.
Pengaruh
pupuk
kandang
relatif
lebih
besar
dibandingkan benih, tenaga kerja, pupuk urea dan KCl. Pupuk kandang pada dasarnya mempunyai kandungan fosfor (P), kalium (K) dan nitrogen (N), sehingga dapat dikategorikan sebagai pupuk majemuk. Pupuk kandang mempunyai kandungan nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K) dan beberapa unsur mikro dalam jumlah relatif sedikit. Pupuk kandang digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti porositas tanah,
struktur tanah dan daya menahan air tanah. Tanah yang paling sesuai untuk tanaman cabai merah hibirida adalah tanah bertekstur remah, gembur, tidak terlalu liat, tidak terlalu porus serta kaya bahan organik. Tekstur tanah yang remah mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Tanah yang mempunyai kemampuan menahan air tanah yang tinggi dibutuhkan oleh tanaman cabai merah hibrida. Pupuk yang diberikan pada tanaman tidak mudah tercuci atau hilang karena kemampuan menahan air tanah yang baik (Prajnanta, 2002). Tingkat penggunaan pupuk kandang sudah sesuai dengan ketentuan, sehingga kandungan unsur hara tanah menjadi lebih baik. Fungsi pupuk kandang dan tingkat penggunaan yang sesuai ketentuan tersebut, diduga menyebabkan pupuk tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produksi cabai merah. Pupuk kandang digunakan pada area rasional, karena nilai elastisitas produksi (parsial) yang mempunyai nilai positif tetapi kurang dari satu. Pengaruh pupuk kandang ditunjukkan dengan elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,38984. Elastisitas tersebut dapat diartikan bahwa perubahan sebesar 1 persen pada pupuk kandang yang digunakan, sementara semua faktor produksi yang lain dipertahankan konstan, maka akan terjadi perubahan produksi sebesar 0,38984 persen. 7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi Penelitian.
Skala usaha merupakan ukuran rasio persentase peningkatan keluaran dibanding persentase peningkatan masukan, jika semua masukan ditingkatkan secara sebanding (proporsional). Skala usaha (return to scale) merupakan respon dari produksi terhadap perubahan faktor produksi pada proporsi yang
tetap, sedemikian sehingga terjadi kenaikan produksi sepanjang garis faktor (Nofialdi, 1997). Hipotesis penelitian bahwa cabang usahatani mempunyai skala usaha (RTS) konstan dapat diuji secara statistik. Uji hipotesis dilakukan dengan pendekatan secara langsung, yaitu dengan menggunakan restriksi (kendala) pada awal prosedur pendugaan model. Restriksi yang digunakan yaitu b3 = 1 - b1 - b2 - b4 - b5 - b6 - b7 - b8, berdasarkan restriksi tersebut maka paremater penduga b3 dapat dieliminasi dari model. Model restriksi secara lengkap disajikan dalam lampiran 3. Hal yang perlu ditekankan yaitu model tersebut hanya digunakan pada uji skala usaha. Model III adalah model yang digunakan dalam analisis produksi cabang usahatani cabai merah. Pendekatan uji F digunakan sebagai pendekatan uji skala usaha cabang usahatani cabai merah. Jumlah kuadrat regresi model tanpa restriksi diperbandingkan dengan model restriksi dalam uji tersebut. Model tanpa restriksi mempunyai jumlah kuadrat regresi sebesar 1,19512 sedangkan model restriksi sebesar 2,06757. Hasil pengujian skala usaha (RTS) cabang usahatani cabai merah dapat dilihat pada Tabel 25. Perhitungan nilai F selengkapnya dapat disimak pada Lampiran 25. Tabel 25. Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007. Model Penduga
JKR
Hipotesis
Tanpa restriksi
1,19512
Ho : Σbi = 1
Restriksi
2,06757
H1 : Σbi ≠ 1
Nilai F
F hitung = 14,60* Ftabel (0,05,m,n-k) = 4,45
Kesimpulan
Tolak Ho
Keterangan : • *Perhitungan nilai F hitung dapat dilihat pada lampiran 24. • m = jumlah restriksi (kendala) yang digunakan, yaitu 1 parameter penduga (b3) yang dieliminasi. • n = jumlah observasi (responden) yang digunakan pada pengdugaan model fungsi produksi. • k = jumlah parameter penduga pada model (bi) termasuk konstanta. • n – k = 30 – 9 = 21.
Nilai F hitung pada uji skala usaha lebih besar dari nilai F tabel pada taraf nyata 5 persen, sehingga hipotesis awal ditolak. Kesimpulan dari uji tersebut yaitu skala usaha cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian bukan constan return to scale. Skala usaha yang sesuai mungkin adalah decreasing return to scale atau increasing return to scale. Skala usaha kemudian didekati
berdasarkan elastisitas produksi. Elastisitas produksi pada model penduga fungsi produksi merupakan hasil penjumlahan seluruh koefisien regresi (elastisitas produksi parsial). Elastisitas produksi yang dimaksud merupakan penjumlahan dari koefisien regresi peubah tenaga kerja, benih, kapur, urea, SP 36, KCl, pupuk kandang, dan nilai obat-obatan. Hasil penjumlahan beberapa koefisien regresi tersebut diketahui sebesar 1,28533. Elastisitas produksi lebih besar dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa cabang usahatani cabai merah mempunyai skala usaha meningkat (increasing return to scale). Skala usaha meningkat (Increasing return to scale) dapat diartikan jika seluruh faktor produksi ditingkatkan dengan proporsi (K) yang sama, maka akan diperoleh produksi yang mengalami peningkatan dengan proporsi yang lebih besar sejumlah nilai elastisitas produksi dikalikan K. Elasisitas produksi tersebut berarti jika seluruh faktor produksi ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan diperoleh tambahan produksi sebesar 1,28533 persen. Cabang usahatani cabai merah berada pada skala usaha yang meningkat (increasing return to scale) sehingga masih menguntungkan jika skala usaha akan ditingkatkan. Efisiensi penggunaan faktor produksi pada tahap IRTS mengalami peningkatan. Efisiensi tersebut digambarkan dengan nilai produk rata-rata yang terus mengalami peningkatan. Keputusan produksi pada skala pengembalian meningkat (increasing return to scale) merupakan tindakan yang tidak rasional jika dilihat dari teori produksi klasik.
7.3.
Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi.
Produksi cabang usahatani cabai merah pada tahap IRTS, berarti kondisi optimal belum dicapai. Kondisi optimal (keuntungan maksimum) menurut Suhendar (1989), hanya dapat dicapai ketika nilai elastisitas produksinya lebih kecil dari 1 (Σbi < 1). Keuntungan maksimum dicapai jika tingkat penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimum. Tingkat optimum penggunaan faktor-faktor produksi di lokasi penelitian didekati melalui efisiensi harga. Analisis
tingkat
penggunaan
faktor-faktor
produksi
ini,
hanya
dihubungkan dengan kegiatan produksi cabang usahatani cabai merah, pada periode tanam April – Desember 2007. Analisis tersebut dilakukan terhadap faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata dalam produksi cabai merah. Faktor–faktor produksi yang dimaksud yaitu tenaga kerja (X1), benih (X2), pupuk urea (X4), pupuk SP 36 (X5), pupuk KCl (X6), dan pupuk kandang (X7). Tingkat penggunaan faktor–faktor produksi optimum adalah tingkat penggunaan faktor produksi yang memaksimumkan keuntungan. Alokasi optimum faktor produksi pada dasarnya dapat dianalisis melalui pengujian kesamaan antara nilai elastisitas produksi (parsial) dengan pangsa biaya masukan yang bersangkutan terhadap
penerimaan
(PSi).
Tingkat
penggunaan
faktor
produksi
yang
memaksimumkan keuntungan diperoleh jika elastisitas produksi (parsial) sama dengan besar pangsa biaya terhadap penerimaan. Kesamaan elastisitas produksi parsial setiap faktor produksi dengan pangsa harga (persamaan 41) diuji dengan pendekatan uji beda nyata dua arah. Hipotesis awal yang diuji yaitu elastisitas produksi (parsial) sama dengan pangsa biaya korbanan terhadap nilai produksi untuk faktor produksi Xi. Tingkat penggunaan faktor–faktor produksi pada cabang usahatani cabai merah sudah optimum (keuntungan maksimum dicapai) jika hipotesis tersebut diterima. Hasil uji terhadap tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.
Hasil uji pada Tabel 26 berarti bahwa secara umum tingkat penggunaan faktor produksi belum optimum, kecuali benih. Kondisi tersebut dapat terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, penggunaan faktor produksi terlalu rendah sehingga nilai produk marjinal lebih besar dibanding harga faktor produksi tersebut. Kondisi tersebut berarti setiap tambahan faktor produksi masih akan meningkatkan penerimaan total. Kemungkinan yang kedua yaitu faktor produksi digunakan dalam jumlah berlebihan, sehingga nilai produk marjinal lebih rendah dibanding harga faktor produksi tersebut. Tabel 26. Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya Korbanan terhadap Nilai Produksi. Faktor Produksi
Tenaga Kerja (Ln X2) Benih (Ln X3) Urea (Ln X5) SP 36 (Ln X6) KCl (Ln X7) Pupuk kandang (Ln X8)
Hipotesis
Ho : b2 = PS2 H1 : b2 ≠ PS2 Ho : b3 = PS3 H1 : b3 ≠ PS3 Ho : b5 = PS5 H1 : b5 ≠ PS5 Ho : b6 = PS6 H1 : b6 ≠ PS6 Ho : b7 = PS7 H1 : b7 ≠ PS7 Ho : b8 = PS8 H1 : b8 ≠ PS8
PS
|Thit|
Kesimpulan
0,4792
6,07
Tolak H0
0,0179
1,56
Terima H0
0,0044
2,12
Tolak H0
0,0043
5,55
Tolak H0
0,0041
2,27
Tolak H0
0,0612
4,03
Tolak H0
Keterangan : • t(0,025, 20) = 2,086 • PSi = Pangsa biaya korbanan marjinal terhadap nilai produk marjinal faktor produksi ke-i • PSi =
PXi × Xi PYi × Yi
Kemungkinan penyebab alokasi tenaga kerja, urea, SP 36, KCL dan pupuk kandang tidak optimum ditelusuri berdasarkan nisbah NPM terhadap BKM. Tingkat penggunaan faktor produksi optimum ditunjukkan dengan nisbah sebesar satu. Hasil analisis rasio nilai produk marjinal terhadap biaya korbanan marjinal dapat dilihat pada Tabel 27.
Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa rasio nilai produk marjinal dan biaya korbanan marjinal tidak sama dengan satu. Hal ini merupakan indikasi ahwa alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah dilokasi penelitian masih belum efisien. Tabel 27. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007. Faktor Produksi Per Hektar
Tenaga Kerja (Ln X1) Urea (Ln X4) SP 36 (Ln X5) KCl (Ln X6) Pupuk kandang (Ln X7) Keterangan : • Y rata-rata geometrik • Py rata-rata geometrik
Rata–rata Elastisitas Geometrik Produksi
813,02 207,47 147,66 133,62 24910,30
0,12849 0,21360 0,46323 0,12576 0,38984
NPM
10 725,83 69 874,68 212 916,28 63 874,33 1 062,11
BKM
40 000,00 1 446,67 1 980,00 2 063,33 166,67
NPM BKM 0,268 48,300 107,533 30,957 6,373
= 9.713,72 Kg = Rp 6 986,81/kg
Berdasarkan Tabel 26 dan 27 dapat diuraikan beberapa hal sebagai berikut : Faktor produksi tenaga kerja mempunyai nilai produksi marjinal sebesar Rp 10 725, 83, nilai tersebut merupakan tambahan penerimaan yang akan diperoleh petani untuk setiap tambahan 1 HKP tenaga kerja yang digunakan. Nilai marjinal produk tersebut secara ekonomis tidak menguntungkan karena biaya korbanan yang dikeluarkan lebih besar. Rasio NPM : BKM sebesar 0,268 berarti setiap Rp 1,00 biaya tenaga kerja yang dikeluarkan, maka tambahan penerimaan yang diperoleh petani hanya Rp 0,268. Rasio tersebut merupakan indikasi penggunaan tenaga kerja telah melebihi ketentuan optimum. Kondisi tersebut diduga disebabkan karena sebagian besar responden (56,67 persen) merupakan petani yang baru membuka lahan pertanian baru. Kondisi lahan tersebut dipenuhi dengan rumput dan semak, sehingga diperlukan tenaga kerja yang cukup besar untuk proses pembukaan dan pengolahan lahan. Kebutuhan tenaga kerja terbesar adalah pada kegiatan panen. Panen biasanya
harus diselesaikan pada pagi hari, agar hasil panen dapat langsung dijual ke pasar atau ke pedagang pengumpul. Intensitas panen yang dilakukan sekali dalam seminggu, sehingga jumlah cabai merah yang siap panen relatif lebih banyak. Kondisi tersebut berakibat pada kebutuhan (jumlah) tenaga kerja yang relatif lebih besar. Upaya efisiensi dapat dilakukan dengan intensitas panen yang lebih sering, dan dilakukan pada pagi dan sore hari. Kebutuhan tenaga kerja diharapkan dapat ditekan melalui upaya tersebut, sehingga dapat dipenuhi dari keluarga petani saja. Panen cabai merah dapat dilakukan pada pagi dan sore hari, menurut Prajnanta (2002) panen dapat dilakukan 3 hari sekali. Pupuk urea mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 69 874, 68, tambahan penerimaan tersebut diperoleh dari setiap 1 kilogram tambahan pupuk urea yang dikeluarkan. Rasio nilai NPM : BKM pupuk urea adalah 48,300, sehingga tingkat keuntungan yang lebih besar masih berpeluang diperoleh melalui penambahan jumlah pupuk urea. Tambahan penerimaan yang akan diperoleh jauh lebih besar dari biaya korbanan yang dikeluarkan. Biaya korbanan pupuk urea adalah Rp 1 446,67 sedangkan tambahan penerimaan yang dihasilkan 48,300 kali lebih besar yaitu Rp 69 874, 68. Tingkat penggunaan pupuk urea dilokasi penelitian adalah sebesar 207,47 kilogram per hektar, angka tersebut relatif lebih rendah dibanding dosis yang dianjurkan yaitu 250 kilogram per hektar. Dosis pupuk sebenarnya masih dapat ditingkatkan, mengingat tambahan produksi sebesar 0,2 persen dapat diperoleh dari setiap persen tambahan pupuk urea. Tambahan penerimaan yang dihasilkan dari setiap kilogram pupuk KCl adalah Rp 63 874, 33. Tambahan penerimaan tersebut 30, 957 kali lebih besar dibanding biaya korbanan yang dikeluarkan yaitu Rp 2 063,33 per kilogram pupuk KCl. Rasio NPM yang lebih besar dibanding BKM merupakan indikasi
bahwa efisiensi harga belum dicapai. Jumlah pupuk KCl yang digunakan dapat ditambah sehingga efisiensi harga tercapai. Rasio NPM terhadap BKM pupuk KCl lebih besar dari 1 merupakan indikasi jumlah pupuk masih dapat ditinkatkan. Dosis pupuk KCl sebesar 133,62 kilogram per hektar. Dosis tersebut sebenarnya masih lebih rendah dibanding ketentuan yang dianjurkan yaitu 400 kilogram per hektar (Prajnanta,2002). Dosis pupuk KCl secara teknis masih dapat ditingkatkan, karena dosis yang digunakan jauh lebih rendah dari ketentuan. Tambahan pupuk KCl secara ekonomis juga masih menguntungkan petani, karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya tambahan yang dikeluarkan. Tingkat penggunaan pupuk SP 36 belum sesuai dengan kriteria efisiensi harga (allocative efficiency). Tambahan penerimaan yang diperoleh dari setiap kilogram pupuk SP 36 sebesar Rp 212 916, 28. Nilai produk marjinal tersebut hampir 107,533 kali lebih besar dari biaya korbanan marjinalnya. Porsi NPM yang lebih besar dari BKM merupakan indikasi bahwa jumlah pupuk SP 36 yang digunakan masih dapat ditingkatkan. Biaya korbanan marjinal merupakan harga pupuk SP 36 per kilogram yaitu Rp 1 980,00. Rasio NPM terhadap BKM sebesar 6,373 merupakan indikasi bahwa efisiensi harga belum dicapai. Rasio tersebut merupakan indikasi bahwa jumlah pupuk kandang yang digunakan relatif lebih rendah dibanding tingkat optimumnya. Tingkat penggunaan pupuk kandang masih dapat ditingkatkan, karena secara ekonomis juga masih menguntungkan. Penerimaan marjinal sebesar Rp 1 062, 11 diperoleh dari setiap tambahan 1 kilogram pupuk kandang. Jumlah rata-rata pupuk kandang yang digunakan adalah 24.910,30 kilogram per hektar, sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Dosis pupuk kandang yan g dianjurkan adalah 18–27 ton per hektar, sehingga dosis yang digunakan saat ini masih dapat ditingkatkan. Penambahan jumlah pupuk kandang secara
teknis masih menguntungkan, karena tambahan produksi sebesar 0,39 persen berpeluang diperoleh dari setiap persen tambahan pupuk kandang. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam cabang usahatani cabai merah secara umum belum sesuai dengan kriteria efisiensi harga (allocative efficiency). Tingkat penggunaan faktor produksi harus disesuaikan dengan
imbangan antara penerimaan marjinal dan biaya marjinalnya. Kondisi efisiensi harga dicapai ketika tambahan penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya tambahan yang dikeluarkan. 7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi.
terhadap
Tingkat
Tingkat optimum penggunaan faktor produksi ditentukan berdasarkan rasio NPM terhadap BKM. Tiga hal yang berpengaruh pada rasio tersebut yaitu produk marjinal, harga output dan input. Cabai merah mempunyai harga yang cenderung
berfluktuasi.
Analisis
pengaruh
perubahan
harga
dilakukan
berdasarkan tingkat fluktuasi tertinggi dalam kurun tahun 1999-2005. Fluktuasi harga tertinggi terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 22,23 persen dari harga rata-rata. Harga rata-rata cabai merah pada waktu penelitian adalah Rp 6 986, 81 per kilogram. Kisaran harga kemudian ditentukan berdasarkan tingkat fluktuasi sebesar 22,23 persen. Harga tertinggi adalah sebesar Rp 8 539, 97 per kilogram sedangkan harga paling rendah sebesar Rp 5 433, 64 per kilogram. Kisaran harga tersebut selanjutnya digunakan pada analisis pengaruh perubahan harga. Pengaruh peningkatan harga terhadap tingkat optimum penggunaan faktor produksi disajikan dalam Tabel 28. Perubahan rasio NPM terhadap BKM pada Tabel 28 didasarkan pada peningkatan harga cabai merah, sedangkan harga faktor-faktor produksi dan produk marjinal diasumsikan tidak berubah. Rasio NPM : BKM cenderung
mengalami peningkatan, karena harga cabai merah menjadi lebih mahal. Peningkatan harga output hanya berpengaruh pada peningkatan nilai marjinal produk saja. Nilai produk marjinal menjadi lebih tinggi, sedangkan biaya korbanan marjinalnya tidak berubah. Kondisi tersebut yang menyebabkan rasio NPM : BKM menjadi lebih tinggi. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu akan semakin mendekati satu, akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya jika rasio tersebut semula sudah diatas satu, maka rasio tersebut semakin jauh lebih besar dari satu. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 sebagai berikut. Tabel 28. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007. Faktor Produksi
bi
Tenaga Kerja (Ln X1) Urea (Ln X4) SP 36 (Ln X5) KCl (Ln X6) Pupuk kandang (Ln X7) Keterangan :
0,12849 0,21360 0,46323 0,12576 0,38984
*
Pangsa Biaya Input terhadap Output* Aktual** Perubahan*** 0,4792 0,3920 0,0044 0,0036 0,0043 0,0035 0,0041 0,0033 0,0612 0,0500
pangsa harga faktor produksi ke-i PSi =
Rasio NPM : BKM Aktual** 0,268 48,300 107,533 30,957 6,373
Perubahan*** 0,328 59,042 131,449 37,842 7,790
PXi × Xi PYi × Yi
** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 6 986, 81 per kilogram. *** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 8 539, 97 per kilogram.
Perubahan harga cabai merah mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap tingkat optimum penggunaan faktor produksi. Faktor produksi yang digunakan secara berlebihan, akan semakin mendekati titik optimum karena terjadi peningkatan harga. Kondisi tersebut dapat dilihat pada rasio NPM : BKM tenaga kerja. Rasio NPK : BKM tenaga kerja semakin mendekati satu, sehingga semakin mendekati tingkat optimum. Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah tenaga kerja yang harus dikurangi, relatif lebih sedikit dibanding kondisi aktual. Kondisi sebaliknya terjadi pada pupuk kimia (urea, SP 36 dan KCl) dan pupuk
kandang. Pupuk kimia dan pupuk kandang harus ditingkatkan dalam jumlah yang lebih besar dibanding kondisi aktual. Hal ini disebabkan oleh rasio NPM : BKM semakin besar, pasca peningkatan harga cabai merah sebesar 22,23 persen. Perubahan rasio NPM : BKM yang disebabkan perurunan harga cabai merah sebesar 22,23 persen disajikan dalam Tabel 29. Pangsa biaya masukan terhadap keluaran produksi cenderung lebih tinggi, jika dibandingkan dengan kondisi sebelum terjadi penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM cenderung semakin kecil akibat penurunan harga cabai merah. Tabel 29. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Penurunan Harga Cabai Merah sebesar 22,23 Persen, 2007. Faktor Produksi
bi
Tenaga Kerja (Ln X1) Urea (Ln X4) SP 36 (Ln X5) KCl (Ln X6) Pupuk kandang (Ln X7) Keterangan :
0,12849 0,21360 0,46323 0,12576 0,38984
*
Pangsa Biaya Input terhadap Output* Aktual** Perubahan*** 0,4792 0,6162 0,0044 0,0057 0,0043 0,0055 0,0041 0,0052 0,0612 0,0787
pangsa harga faktor produksi ke-i
PSi =
Rasio NPM : BKM Aktual** 0,268 48,300 107,533 30,957 6,373
Perubahan*** 0,209 37,558 83,618 24,072 4,955
PXi × Xi PYi × Yi
** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 6 986, 81 per kilogram. *** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 5 433, 64 per kilogram.
Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu akan semakin kecil akibat penurunan harga cabai merah. Kondisi tersebut terjadi pada tenaga kerja, rasio NPM : BKM semakin kecil sehingga jumlah tenaga kerja yang harus dikurangi semakin besar. Hal ini merupakan indikasi bahwa tingkat penggunaan tenaga kerja semakin jauh dari titik optimum karena penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang lebih besar dari satu akan semakin kecil akibat penurunan harga, sehingga relatif lebih mendekati titik optimum. Pupuk kimia dan pupuk kandang dapat dikatakan semakin mendekati tingkat optimum setelah terjadi penurunan harga cabai merah.
VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN
VIII. Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah sebagai berikut : 1. Pendapatan kerja petani sebesar Rp 4 597 870, 97, dan pendapatan keluarga petani sebesar Rp 7 278 902, 09 diperoleh dari lahan cabang usahatani cabai merah seluas 2.080 meter persegi. Rasio penerimaan dengan pengeluaran berdasarkan biaya tunai dan total, masing-masing sebesar 2,59 dan 1,59. Ukuran rasio tersebut merupakan indikator bahwa cabang usahatani cabai merah sudah menguntungkan bagi petani. 2. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi cabang usahatani cabai merah yaitu tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Elastisitas produksi sebesar 1,28533, berarti cabang usahatani tersebut berada pada skala meningkat (increasing return to scale). Skala tersebut dapat diinterpretasikan jika tingkat penggunaan semua faktor produksi digandakan secara proporsional, maka akan diperoleh peningkatan hasil yang lebih besar dari tingkat penggandaan faktor produksi. 3. Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang belum optimum atau dapat dikatakan bahwa efisiensi harga belum dicapai. Kondisi tersebut tidak berubah meskipun terjadi fluktuasi harga hingga 22,23 persen dari harga rata-rata. 8.2. Saran
Keuntungan maksimum pada cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian belum dicapai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keuntungan maksimum dapat dicapai dengan tingkat penggunaan faktor produksi yang
optimum, meskipun diakui bahwa tingkat optimum tersebut hanya berlaku pada tingkat harga rata-rata tertentu. Penelitian ini memiliki keterbatasan karena tidak berhasil memberikan informasi tentang berapa besar perubahan pada tingkat penggunaan faktor produksi, sehingga dicapai tingkat keuntungan maksimum. Keterbatasan tersebut menjadi dasar bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat penggunaan faktor produksi yang optimum. Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dikurangi, sehingga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali. Mubarik (Ed). 2000. Dynamics Of Vegetable Production, Distribution And Cosumption In Asia. Asian Vegetable Research And Development Center. Astuti. A, Widodo. S. dan Masyhuri. 1994. Analisis Resiko dan Perilaku Petani Bawang Putih di Kabupaten Bantul. Agro Ekonomi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Harga Konsumen Barang dan Jasa di 20 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Hortikultura Tahun 2005, Angka Tetap. Badan Pusat Statistik, Jakarta. __________________. 2006. Statistik Pertanian 2006. Badan Pusat Statistik, Jakarta. __________________. 2006. Kota Bogor dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik, Bogor. __________________. 2007. Kabupaten Bogor dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik, Bogor. Buse, Rueben C and Bromley, Daniel W. 1975. Apllied Economics : Resource Allocation in Rural America. Iowa State University Press. Ames. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2007. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2006. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor __________________________________________. 2007. Laporan Tahunan 2006. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor. __________________________________________. 2007. Analisa Usaha Tani Pertanian Tahun 2006. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor Direktorat Jendral Hortikultura. 2006. Analisis Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura. Direktorat Jendral Hortikultura. Jakarta. Doll, John P and Orazem, Frank. 1984. Production Economics Theory with applications. Grid Inc. Ohio Fleisher, Beverly. 1990. Agricultural Risk Management. Lynne Rienner Publishers. London.
Gumbira-Said, E. dan Harizt Intan, A. 2004. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta. Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometrics. Second Edition. McGraw-Hill Book Company. New York. _________________. 2003. Basic Econometrics. Third Edition. McGraw-Hill Book Company. New York. Hanafi, Mamduh M. 2006. Manajemen Risiko. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. Hars. Stephen B, Connor. Larry J. and Schwab. Gerald D. 1981. Managing The Farm Business. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Heady, Earl O and Dillon, Jhon L. 1961. Agricultural Production Fungtions. Iowa State University Press. Ames. Iowa. Heady, Earl O and Hopkins, John A.1955. Frm Records and Accounting. The Iowa State College Press. Ames. Iowa. U. S. A. Hutabarat. B. 1987. Rice Farmer’s Risk Attitude : An Analisys Of Production Risk In Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Agro Ekonomi Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Irawan, Bambang dan Hutabarat, Budiman. 1991. Analisis Efisiensi Penggunaan Masukan dan Ekonomi Skala Usaha pada Usahatani Tebu di Jawa Timur. Jurnal Agro Ekonomi vol. 10, No 1 dan 2, Oktober. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Irawati, Ira Novita. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktorfaktor Produksi Usahatani Padi Program PTT dan Non-Program PTT. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kay. Ronald D, et. al. 2004. Farm Management . Mcgraw-Hill. New York. Lukitasari. Dyah. 2003 Analisis Manajemen Resiko Terhadap Peningkatan Budidaya Jamur Tiram Putih. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mandaka, Syafrudin dan Hutagaol, M, Parulian. 2005. Analisis Fungsi Keuntungan, Efisiensi Ekonomi dan Kemungkinan Skema Kredit bagi Pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi Vol.23 No. 2, Oktober 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Maya, Dede.. 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok. Skripsi. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
McCormick, Robert E. 1993. Managerial Economics. Prentice Hall, Inc. senglewood Cliffs. Ney Jersey. Murbayanto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Murjoko. 2004. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Ayam Ras Pedaging. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mursito, Danan. 1999. Analsis Resiko pada Usaha Pemasaran Buah Lokal dan Buah Impor di Tingkat Pengecer Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nasution, Yunita Hafni. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Salak Sidimpuan. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nofialdi, H. 1997. Efisiensi, Skala Produksi dan Resiko Usaha Peternakan Rakyat dan Kecil Ayam Ras Petelur di Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nur’iman. 2001. Analisis Perbandingan Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Tomat antara Petani Gapoktan dan Non Gapoktan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nurliah, Elly. 2002. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah Keriting. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nurmalita, Dyah. 1998. Analisis Pendapatan dan Tingkat Resiko Usaha pada Sayuran Lokal dan Non Lokal. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Purba, Hendri Metro. 2005. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2007. Buletin Bulanan Indikator Makro Sektor Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta. ____________________________________. Buletin Agribisnis Bulan : Juni 2007. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta. Pindyck, Robert S and Rubinfeld, Daniel L. 1983. econometric Models and Economic Forecast. Mcgraw-Hill Book Company Japan, Ltd. Tokyo.
Rae. Allan N. 1994. Agricultural Management Economics.CAB International. Wallingford. United Kingdom. Retmawati, Latika. 2005. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang. Skripsi. Depertemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Instutut Pertanian Bogor. Bogor. Roumasset et. al. 1979. Risk, Uncertainty and Agricultural Development. Agricultural Development Council. Newyork. Rubtzky, Vincent E and Yamaguchi, Mas. 1999. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan Gizi, jilid 3. Penerbit ITB. Bandung. Rusjdi, Aos R. 1986. analisis Usaha Peternakan Ayam Pedaging pada Peternak Bimas dan Non Bimas di Kabupaten Sukabumi. Kumpulan Makalah Seminar Kelompok Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santika, Adhi. 2001. Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. Saragih, Bilmar. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simatupang, Pantjar. 1988. Penentuan Skala Usaha dengan Fungsi Keuntungan : Landasan Teoritis dengan contoh Fungsi Produksi Cobb-Douglas dan Translog. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 7, No. 1, Mei 1988. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor. Snodgrass, Milton M and Wallace, Luther T. 1964. Agriculture Economics and Growth. Meredith Publishing Company. New York. Soeharjo, A dan Patong, Dahlan. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial-Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, et. al. 1984. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. ______________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian ; Teori dan Aplikasi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. ______________. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis fungsi Cobb-douglas. Rajawali Pers. Jakarta. Stone, John A. 1968. Accounting for Management in Agriculture. Angus and Robertson Ltd. Sydney. Australia. Suhendar, Endang. 1989. Alokasi Efisiensi Usahatani Padigogo di Wilayah Aliran Sungai Citanduy (Kasus Kecamatan Cibeureum Kabupaten Tasikmalaya). Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sukiyono, Ketut. 2003. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 23 No. 2, Oktober 2005.Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Sulistiyawati. 2005. Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Usaha Tani Sayur-sayuran pada Perusahaan Pacet Segar, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Susanto, Harry. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Padi Gogo secara Tumpangsari dengan Jagung di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Depertemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Susila, Wayan R. 1999. Penggunaan Pemrograman Risiko Kuadratik dalam Pengembangan suatu Pola Usahatani. Mimbar Sosek. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Volume 12 No. 1 April 1999. Jurusan Ilmu-ilmu sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Turner, Jonathan and Taylor, Martin. 1998. Applied Farm Management. Blackwell Science Ltd. London. Vidiyanti, Anita. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktorfaktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah. Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widjaja, Kartika. 1991. Analisis Ekonomi Usahatani Keluarga pada Koperasi Peternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Pangalengan Jawa Barat, Indonesia. Laporan Penelitian. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakaan. Institut Pertanian Bogor. Wyllie, James.1955. Farm Management. Farmer and Stock-breeder Publications Ltd. London.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg) Bulan
Tahun 1999
2000
2001
2002
2004
2005
1
793 548,16
426 252,39
634 752,27
1 099 030,60
608 610,76
586 833,31
2
1 032 644,22
579 149,12
642 115,40
1 282 788,52
676 686,27
532 807,00
3
951 788,17
704 824,48
655 535,61
1 217 109,75
546 333,33
512 576,28
4
902 200,01
700 806,98
667 073,04
1 242 060,50
619 090,91
500 631,59
5
768 674,41
818 402,40
786 212,28
1 266 529,09
615 416,67
433 290,31
6
660 291,32
715 856,58
865 855,59
1 103 780,10
649 687,50
480 915,25
7
529 421,58
708 912,77
1 013 224,21
1 135 458,59
760 816,33
656 509,06
8
349 312,36
654 326,48
931 457,01
1 181 444,66
739 416,67
709 021,50
9
295 657,98
616 964,44
903 327,01
1 313 766,47
600 000,00
654 869,56
10
298 200,64
630 846,14
977 219,16
1 314 817,48
550 313,73
1 222 675,00
11
324 979,05
677 402,59
1 071 813,98
1 811 818,49
526 620,00
989 875,00
12
350 392,42
672 051,11
1 125 940,58
2 070 364,98
509 716,98
937 236,81
Rata-rata
604 759,19
658 816,29
856 210,51
1 336 580,77
616 892,43
684 770,06
Stdev
279 774,09
94 685,34
176 412,28
297 173,98
79 649,83
242 991,20
Sumber : Statistik Harga Produsen Tanaman Pangan dan Perkebunan Rakyat, 1996-2000, 19982002 dan 2002-2005.
Lampiran 2. Penurunan Fungsi Produksi Untuk Pendugaan Return To Scale Y >< X1
Y
dY dX 1
+ X2
dY dX 2
+ X3
dY dX 3
+ X4
dY dX 4
+X
⎛ b1X b1 ⎜ 1 b b b b b >< X1 ⎜ aX 2 X 3 X 4 X 5 X 6 2 3 4 5 6 X ⎜ 1 ⎝ ⎛ b2X b2 ⎜ 2 aX b X b X b X b X b + X2 ⎜ 3 4 5 6 1 4 5 6 1 3 X ⎜ 2 ⎝ ⎛ b3X b3 ⎜ 3 b b b b b aX 1X 2 X 4 X 5 X 6 + X3 ⎜ 1 2 4 5 6 X ⎜ 3 ⎝ ⎛ b4X b4 ⎜ 4 aX b X b X b X b X b + X4 ⎜ 6 1 2 3 5 6 1 2 3 5 X ⎜ 4 ⎝ ⎛ b5X b5 ⎜ 5 b b b b b a X 1 X 2 X 3 X 4X 6 +X ⎜ 2 3 4 6 1 5 X ⎜ 5 ⎝ ⎛ b6X b6 ⎜ 6 aXb X b X b X b X b +X ⎜ 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 X ⎜ 6 ⎝ ⎛ b7X b7 ⎜ 7 b b +X ⎜ aX 1X 2 1 2 7 ⎜ X7 ⎝ ⎛ b8X b8 ⎜ 8 b b +X ⎜ aX 1X 2 1 2 8 X ⎜ 8 ⎝
dY 5 dX
+ X6
5
dY dX 6
+ X7
dY dX 7
+ X8
dY dX 8
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ b b ⎟ X 7 X 8 ⎟ 7 8 ⎟ ⎠ ⎞ b b ⎟ X 7 X 8⎟ 7 8 ⎟ ⎠ ⎞ b b ⎟ X 7 X 8⎟ 7 8 ⎟ ⎠ ⎞ b b ⎟ X 7 X 8⎟ 8 7 ⎟ ⎠ b b X 7 X 8 7 8
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ b b ⎟ X 6X 8 ⎟ 6 8 ⎟ ⎠ b b 7 X 8 7 8
X
X
b b b 3 X 4 X 5 3 4 5
X
b b b b b b 3 X 4 X 5 X 6 X 7X 8 3 4 5 6 7 8
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
Lampiran 2. Lanjutan
⎛
Y >< b 1 ⎜ aX ⎝ 1 b2
⎛⎜ a ⎝
⎛⎜ a ⎝ ⎛ b4⎜a ⎝ b3
b
⎛⎜ a 5⎝
⎛⎜ a ⎝ ⎛ b ⎜a 7⎝ ⎛ b ⎜a 8⎝ ⎛ b ⎜a 9⎝ b
6
Y >< Y Y
><
1 ><
( ( (
X
X
X
X
X
X
X
X
b 1 b 1 b 1 b 1 b 1 b 1 b 1 b 1
b1
1 X
1 X
1 X
1 X
1 X
1 X
1 X
1 X
X
b 2 b2
2 b 2 b 2 b 2 b 2 b 2 b 2 b 2
2 X
X
b 3
2 X
2 X
2 X
2 X
2 X
2 X
2 X
b 3
3 X b
3 b 3 b 3 b 3 b 3 b 3 b 3
3 X b 4
3 X
3 X
3 X
3 X
3 X
3 X
3 X
b 4
4 X b
4 b 4 b 4 b 4 b 4 b 4 b 4
4 X b 5
4 X
4 X
4 X
4 X
4 X
4 X
4 X
b 5
5 X b
5 b 5 b 5 b 5 b 5 b 5 b 5
5 X b 6
5 X
5 X
5 X
5 X
5 X
5 X
5 X
b 6
b
b 6 b 6 b 6 b 6 b 6 b 6
X
6
6
X
6
b 7
6
X
6
X
6
X
6
X
6
X
6
X
6
X
b1 + b 2 + b 3 + b 4 + b + b + b + b 5 6 7 8
b1 + b 2 + b 3 + b 4 + b + b + b + b 5 6 7 8 b1 + b 2 + b 3 + b 4 + b + b + b + b 5 6 7 8
) ) )
b 7
7 X b
7 b 7 b 7 b 7 b 7 b 7 b 7
7 X b 8
7 X
7 X
7 X
7 X
7 X
7 X
7 X
b 8 8 b
8 b 8 b 8 b 8 b 8 b 8 b 8
8
8
8
8
8
8
8
8
⎞⎟ ⎠
⎞⎟ ⎠
+
⎞⎟ ⎠ ⎞⎟ ⎠ ⎞⎟ ⎠
+
+
+
+
⎞⎟ + ⎠ ⎞⎟ + ⎠ ⎞⎟ + ⎠ ⎞⎟ ⎠
Y
Lampiran 3. Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi
lnY = ln a + b1 lnX1 + b 2 lnX 2 + b 3 lnX 3 + b 4 lnX 4 + b 5 lnX 5 + b 6 lnX 6 + b 7 lnX 7 + b 8 lnX 8 + u restriksi : b1 + b 2 + b 3 + b 4 + b 5 + b 6 + b 7 + b 8 = 1 lnY = ln a + b1 lnX1 + b 2 lnX 2 + (1 - b1 − b 2 − b 4 − b 5 − b 6 − b 7 − b 8 ) lnX 3 + b 4 lnX 4 + b 5 lnX 5 + b 6 lnX 6 + b 7 lnX 7 + b 8 lnX 8 + u
(
)
(
)
(
lnY − lnX 3 = ln a + b1 lnX1 − lnX 3 + b 2 lnX 2 − lnX 3 + b 4 lnX 4 − lnX 3 + b 5 lnX 5 − lnX 3 + b 6 lnX 6 − lnX 3 + b 7 lnX 7 − lnX 3
( ) ( + b 8 (lnX 8 − lnX 3 ) + u
)
(
)
)
⎛ Y ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎟ = ln a + b ln⎜ 1 ⎟ + b ln⎜ 2 ⎟ + b ln⎜ 4 ⎟ 4 ⎜X ⎟ 1 ⎜X ⎟ 2 ⎜X ⎟ ⎜X ⎟ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎛ X5 ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎟ + b ln⎜ 6 ⎟ + b ln⎜ 7 ⎟ + b ln⎜ 8 ⎟ + u + b 5 ln⎜ ⎜X ⎟ 6 ⎜X ⎟ 7 ⎜X ⎟ 8 ⎜X ⎟ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠
ln⎜
The regression equation is PRODUKSI = 3.71 + 0.0809 HOK + 0.0152 BENIH + 0.253 UREA + 0.438 SP36 + 0.148 KCL + 0.228 PUKAN - 0.0689 nilai obat
Predictor
Coef
Constant
SE Coef
T
P
3.7086
0.4612
8.04
0.000
HOK
0.08092
0.06365
1.27
0.216
BENIH
0.01521
0.03255
0.47
0.645
UREA
0.2528
0.1097
2.30
0.031
SP36
0.43836
0.09268
4.73
0.000
KCL
0.14760
0.05752
2.57
0.017
0.22781
0.05904
3.86
0.001
-0.06886
0.04335
-1.59
0.126
PUKAN nilai obat
S = 0.0574048
R-Sq = 96.5%
R-Sq(adj) = 95.4%
Analysis of Variance Source
DF
SS
MS
F
P
7
2.06757
0.29537
89.63
0.000
Residual Error
23
0.07579
0.00330
Total
30
2.14336
Regression
Lampiran 4. Frekuensi
Petani
Berdasarkan
Indikator
Efisiensi
dan
Karakteristik Responden Karakteristik
Rasio R/C
Rasio R/C
Produktivitas
Tunai
Total
(Kg/Ha)
Penerimaan
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
0.048 - 0.192 Ha
9
5
3
11
10
4
0
14
0.192 - 0.336 Ha
6
5
8
3
5
6
6.00
5.00
0.336 - 0.480 Ha
0
5
3
2
0
5
5.00
0.00
15
15
14
16
15
15
11
19
10
6
7
9
8
8
6
10
5
9
9
5
7
7
5.00
9.00
15
15
16
14
15
15
11.00
19.00
30-36
4
5
4
5
6
3
3
6
36-42
10
3
7
6
6
7
5.00
8.00
42-48
1
7
4
4
3
5
6
2
15
15
15
15
15
15
14
16
Lahan
Jumlah Keanggotaan Anggota Bukan Jumlah Umur
Jumlah
Lampiran 5. Nilai
Harapan
Berdasarkan
Indikator
Efisiensi
dan
Karakteristik Responden Produktivitas Rasio R/C Tunai
Rasio R/C Total
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
0.048 - 0.192 Ha
7,00
7,00
6,53
7,47
7,00
7,00
5,13
8,87
0.192 - 0.336 Ha
5,50
5,50
5,13
5,87
5,50
5,50
4,03
6,97
0.336 - 0.480 Ha
2,50
2,50
2,33
2,67
2,50
2,50
1,83
3,17
Anggota
8,00
8,00
8,53
7,47
8,00
8,00
5,87
10,13
Bukan
7,00
7,00
7,47
6,53
7,00
7,00
5,13
8,87
30-36
4,50
4,50
4,50
4,50
4,50
4,50
4,20
4,80
36-42
6,50
6,50
6,50
6,50
6,50
6,50
6,07
6,93
42-48
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
3,73
4,27
Karakteristik
(Kg/Ha)
Penerimaan
Lahan
Keanggotaan
Umur
Lampiran 6.
Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden R/C Atas Biaya
Karakteristik
Tunai
Produktivitas
Total
(Kg/Ha)
Penerimaan
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
0.048 - 0.192 Ha
0,571
0,571
1,911
1,672
1,286
1,286
5,133
2,972
0.192 - 0.336 Ha
0,045
0,045
1,601
1,401
0,045
0,045
1,000
2,000
0.336 - 0.480 Ha
0,000
2,500
0,190
0,167
0,000
2,500
5,470
3,167
LAHAN
JUMLAH
3,734
6,942
5,162
19,742
KEANGGOTAAN ANGGOTA
0,500
0,500
0,276
0,315
0,000
0,000
0,003
0,002
BUKAN
0,571
0,571
0,315
0,360
0,000
0,000
0,003
0,002
JUMLAH
2,143
1,265
0,000
0,010
UMUR 30-36
0,056
0,056
0,056
0,056
0,500
0,500
0,343
0,300
36-42
1,885
1,885
0,038
0,038
0,038
0,038
0,188
0,164
42-48
2,250
2,250
0,000
0,000
0,250
0,250
1,376
1,204
JUMLAH
8,380
0,188
1,577
3,575
Lampiran 7. Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan) Responden
Benih
Kapur
Urea
Ujang Kosasih Ajud Nurdin Mahmur Usup Sulaiman Udin Sarin2 Banan Eman Sukatma Dede Rahman Parman Baban Sarin Juli Umar Dadang Dahrimi Saobarudin Suhaemi Daman Yanto Irwan Saefuloh Apud Upah Pahru Saripa Rata - Rata
95 80 80 75 80 80 80 80 85 80 85 95
17,5 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 17,5 17,5
85 75 70 70 70 70 75 75 70 70 70 85
90
15,0
85 85 100 80 90 95 90 90 90 80 90 80 80 85 90 80 90 85,5
15,0 17,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 17,0 15,0 15,38
KCl
O. Cair 200 380 200 150 200 180 200 200 350 380 380 200
0,125 0,150 0,150 0,150 0,150 0,150 0,125 0,125 0,150 0,125 0,150 0,125
30 15 15 15 15 15 15 35 15 15 15 30
100
5
55
180
0,150
15
100 75 90 100 100 105 95 95 100 100 100 100 100 100 100 100 100 99
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
60 175 55 185 60 180 55 180 60 200 60 185 60 250 60 250 60 350 60 380 60 350 55 375 55 375 55 250 60 250 60 250 60 200 60 252,83
Pukan
125 105 80 80 100 105 100 120 110 110 105 125
105 100 90 90 90 100 105 125 100 100 100 105
75
105
70 70 75 70 70 95 70 70 70 70 70 65 65 70 70 70 70 72,33
100 85 100 105 100 105 100 100 105 110 110 100 100 100 100 100 105 103,16
Keterangan : Volume sarana produksi per kemasan Benih
: 10 gram per kemasan
Kapur
: 50 kilogram per karung
Pupuk Urea
: 50 kilogram per karung
Pupuk SP 36
: 50 kilogram per karung
Pupuk KCl
: 50 kilogram per karung
Pupuk Kandang : 30 kilogram per karung Obat padat
: 1 kilogram per kemasan
Obat Cair
: 1 liter per kemasan
Ajir
: 1 batang per unit
Tali
: 1 gulung per unit.
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
O. Padat 60 55 60 60 60 55 110 55 60 60 55 60
SP 36
Ajir
Tali
0,100 12,5 0,125 15 0,150 15 0,150 15 0,125 15 0,125 15 0,150 15 0,150 15 0,125 15 0,125 15 0,125 15 0,125 15 0,125 15 0,150 12,5 0,125 15 0,150 15 0,125 15 0,136 16,5
Lampiran 8. Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Merah Di Desa Sukagalih, Rupiah. Responden Ujang Kosasih Ajud Nurdin Mahmur Usup Sulaiman Udin Sarin2 Banan Eman Sukatma Dede Rahman Parman Baban Sarin Juli Umar Dadang Dahrimi Saobarudin Suhaemi Daman Yanto Irwan Saefuloh Apud Upah Pahru Saripa Rata - Rata
Lahan 0,096 0,192 0,288 0,288 0,096 0,192 0,192 0,144 0,480 0,144 0,192 0,192
Benih 85500 171000 513000 513000 85500 171000 171000 128250 855000 171000 171000 85500
Kapur 30767 61533 76917 92300 30767 61533 61533 30767 153833 46150 46150 30767
Urea 28933 50633 72333 86800 28933 50633 57867 36167 144667 50633 50633 28933
KCl 30950 61900 82533 92850 30950 61900 61900 30950 123800 41267 51583 30950
SP 36 39600 39600 59400 59400 29700 39600 59400 29700 118800 29700 49500 39600
PUKAN 500000 750000 1000000 1000000 500000 750000 750000 583333 1750000 750000 750000 500000
O. Padat 420000 600000 900000 600000 360000 600000 480000 360000 1800000 360000 480000 420000
O. Cair 379250 505667 505667 252833 252833 252833 505667 252833 758500 505667 505667 379250
Ajir 271667 543333 815000 815000 271667 543333 543333 407500 1358333 407500 543333 271667
Tali 16500 49500 33000 99000 16500 66000 66000 16500 247500 33000 49500 16500
0,048
42750
15383
21700
30950
29700
250000
360000
252833
135833
16500
0,096 0,048 0,048 0,144 0,384 0,480 0,384 0,144 0,288 0,096 0,288 0,192 0,384 0,144 0,144 0,144 0,288 0,208
85500 42750 42750 128250 684000 855000 684000 128250 513000 85500 513000 171000 684000 171000 171000 128250 513000 292125
30767 15383 15383 30767 107683 153833 123067 30767 92300 30767 92300 61533 123067 46150 30767 30767 153833 63584, 44
28933 21700 14467 43400 108500 144667 108500 36167 86800 28933 86800 57867 115733 50633 50633 21700 86800 60036, 37
30950 20633 20633 30950 92850 123800 103167 30950 92850 30950 92850 61900 103167 41267 41267 20633 92850 58805, 00
29700 9900 19800 29700 89100 118800 79200 29700 89100 19800 89100 39600 89100 39600 39600 19800 89100 51480, 00
500000 166667 166667 583333 1500000 1750000 1250000 750000 1000000 500000 1000000 750000 1500000 750000 750000 500000 1000000 808333, 33
240000 360000 300000 360000 1200000 2700000 900000 600000 900000 360000 900000 600000 900000 360000 480000 360000 600000 662000, 00
252833 252833 252833 252833 758500 758500 252833 505667 1011333 252833 505667 505667 758500 505667 505667 252833 758500 455100, 00
271667 135833 135833 407500 1086667 1358333 1086667 407500 815000 271667 543333 543333 1086667 407500 407500 407500 815000 570500, 00
33000 33000 16500 66000 132000 66000 99000 49500 99000 33000 66000 49500 165000 33000 49500 33000 66000 60500, 00
Lampiran 9. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP) Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata - rata
1
2
2.25 9.00 4.50 6.75 2.25 2.25 9.00 2.25 20.25 9.00 9.00 2.25 2.25 2.25 1.80 1.80 2.25 9.00 20.25 9.00 2.25 4.50 9.00 9.00 6.75 9.00 2.25 4.50 6.75 6.75 6.27
2.60 10.40 5.20 5.20 2.60 2.60 5.20 2.60 10.40 10.40 10.40 2.60 2.60 2.60 2.08 0.00 2.60 10.40 5.20 10.40 2.60 2.60 2.60 7.80 7.80 10.40 2.60 2.60 2.60 7.80 5.18
3
0.00 0.70 0.70 0.00 0.00 0.70 0.70 0.00 2.11 0.70 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.70 0.70 0.70 0.70 0.00 0.70 0.00 0.70 0.70 0.70 0.00 0.00 0.00 1.41 0.45
4
0.00 3.33 1.67 0.83 0.00 0.83 0.83 0.00 2.50 0.00 0.83 0.00 0.00 0.00 0.67 0.67 0.83 0.83 1.67 0.83 0.00 0.83 0.00 0.83 3.33 0.83 0.83 0.83 0.83 1.67 0.88
5
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.70 0.70 0.00 2.11 0.00 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.70 0.00 0.70 0.00 0.70 0.00 0.70 0.00 0.70 0.00 0.70 0.00 1.41 0.33
6
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8
Kegiatan 9
0.93 0.93 0.93 0.93 0.00 0.93 0.00 0.00 1.87 0.93 0.93 0.93 0.00 0.93 0.00 0.00 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.78
0.00 2.23 0.69 0.69 0.69 1.55 0.69 0.00 2.06 1.37 1.37 0.00 0.00 0.69 0.69 0.69 1.55 1.55 1.37 0.69 0.00 1.37 1.37 1.37 1.37 0.69 1.37 0.69 1.55 1.55 1.00
10
11
12
13
14
15
16
0.00 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.83 0.41 0.41 0.00 0.00 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.00 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.37
0.00 0.00 0.00 2.57 2.05 2.05 2.05 0.00 8.21 4.11 2.05 0.00 0.00 0.00 2.05 2.05 2.05 2.57 2.05 2.05 0.00 6.16 0.00 4.11 0.00 2.05 0.00 2.05 2.05 4.62 1.90
0.00 0.00 0.96 0.00 0.00 0.96 0.00 0.00 0.96 0.00 0.96 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.96 0.96 0.96 0.96 0.00 0.96 0.00 0.96 0.96 0.96 0.00 0.00 0.00 0.96 0.42
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.65 4.24 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.12 2.65 2.65 0.00 0.00 0.00 2.12 2.65 2.65 2.12 0.00 0.00 2.12 0.87
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.08 4.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.41
0.00 2.91 8.72 3.63 0.00 2.91 2.91 0.00 8.72 2.91 5.81 0.00 0.00 0.00 2.91 2.91 0.00 2.91 5.81 2.91 0.00 2.91 2.91 8.72 0.00 2.91 0.00 2.91 2.91 2.91 2.74
12.29 27.66 27.66 27.66 0.00 27.66 27.66 24.59 24.59 12.29 27.66 12.29 0.00 0.00 12.29 12.29 12.29 39.95 73.76 27.66 27.66 24.59 12.29 36.88 24.59 27.66 24.59 0.00 0.00 27.66 21.21
Total
18.08 57.58 51.44 48.68 8.00 43.56 50.16 29.85 91.34 46.37 60.85 18.08 4.85 6.88 22.90 20.82 24.58 77.12 119.86 59.90 33.44 46.67 29.52 74.55 49.50 59.90 35.11 15.63 18.04 60.19 42.78
Lampiran 10. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP) responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata - rata
1
2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25 2,25
2
2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60
3
0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70
4
0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83
5
0,70 0,70 1,27 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,72
6
0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28
7
13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23 13,23
8
Kegiatan 9
0,00 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,00 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,87
1,55 1,55 0,69 0,69 0,69 1,55 0,69 1,55 1,55 1,55 1,55 1,55 1,55 0,69 0,86 0,86 1,55 1,55 0,69 0,69 1,55 1,55 1,55 1,55 1,55 0,69 1,55 0,69 1,55 1,55 1,24
10
11
12
13
14
15
0,93 0,93 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,93 0,93 0,41 0,41 0,52 0,93 0,93 0,41 0,41 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,41 0,93 0,93 0,41 0,41 0,64
4,62 4,62 4,62 4,62 2,05 2,05 2,05 4,62 4,62 4,62 4,62 4,62 4,62 4,62 2,57 2,57 2,05 4,62 2,05 2,05 4,62 4,62 4,62 4,62 4,62 2,05 4,62 4,62 2,05 4,62 3,80
1,73 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 1,73 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 1,01
2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 4,77 4,77 4,77 2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 4,77 2,65 2,65 2,65 4,77 4,77 2,12 2,65 2,65 2,65 2,65 4,77 4,77 3,20
4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08
6,54 6,54 2,91 6,54 6,54 6,54 2,91 6,54 6,54 6,54 6,54 6,54 0,00 3,63 3,63 3,63 0,00 6,54 2,91 6,54 3,63 6,54 6,54 6,54 6,54 6,54 6,54 6,54 2,91 6,54 5,23
16
27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 15,37 15,37 27,66 27,66 12,29 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 27,66 26,33
Total
70,36 70,52 66,08 69,15 66,58 67,44 62,95 70,01 72,13 72,13 72,13 70,36 63,98 66,24 52,07 52,17 61,42 72,64 47,58 66,58 67,62 72,64 72,64 69,99 70,52 66,58 70,52 69,67 65,93 72,13 67,03
Lampiran 11. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang Usahatani Cabai Merah (HKP) Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata - rata
1
2
4.50 11.25 6.75 9.00 4.50 4.50 11.25 4.50 22.50 11.25 11.25 4.50 4.50 4.50 4.05 4.05 4.50 11.25 22.50 11.25 4.50 6.75 11.25 11.25 9.00 11.25 4.50 6.75 9.00 9.00 8.52
5.20 13.00 7.80 7.80 5.20 5.20 7.80 5.20 13.00 13.00 13.00 5.20 5.20 5.20 4.68 2.60 5.20 13.00 7.80 13.00 5.20 5.20 5.20 10.40 10.40 13.00 5.20 5.20 5.20 10.40 7.78
3
4
5
6
0.70 1.41 1.41 0.70 0.70 1.41 1.41 0.70 2.82 1.41 1.41 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 1.41 1.41 1.41 1.41 0.70 1.41 0.70 1.41 1.41 1.41 0.70 0.70 0.70 2.11 1.15
0.83 4.17 2.50 1.67 0.83 1.67 1.67 0.83 3.33 0.83 1.67 0.83 0.83 0.83 1.50 1.50 1.67 1.67 2.50 1.67 0.83 1.67 0.83 1.67 4.17 1.67 1.67 1.67 1.67 2.50 1.71
0.70 0.70 1.27 0.70 0.70 1.41 1.41 0.70 2.82 0.70 1.41 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 1.41 0.70 1.41 0.70 1.41 0.70 1.41 0.70 1.41 0.70 1.41 0.70 2.11 1.05
0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
7
13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23 13.23
8
Kegiatan 9
0.93 1.87 1.87 1.87 0.93 1.87 0.93 0.93 2.80 1.87 1.87 0.93 0.93 1.87 0.93 0.93 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.65
1.55 3.78 1.37 1.37 1.37 3.09 1.37 1.55 3.61 2.92 2.92 1.55 1.55 1.37 1.55 1.55 3.09 3.09 2.06 1.37 1.55 2.92 2.92 2.92 2.92 1.37 2.92 1.37 3.09 3.09 2.24
10
0.93 1.34 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83 1.24 0.83 0.83 0.93 0.93 0.83 0.83 0.93 1.34 1.34 0.83 0.83 0.93 1.34 1.34 1.34 1.34 0.83 1.34 1.34 0.83 0.83 1.01
11
4.62 4.62 4.62 7.19 4.11 4.11 4.11 4.62 12.83 8.73 6.67 4.62 4.62 4.62 4.62 4.62 4.11 7.19 4.11 4.11 4.62 10.78 4.62 8.73 4.62 4.11 4.62 6.67 4.11 9.24 5.70
12
13
14
1.73 0.96 1.92 0.96 0.96 1.92 0.96 0.96 1.92 0.96 1.92 1.73 0.96 0.96 0.96 0.96 1.92 1.92 1.92 1.92 0.96 1.92 0.96 1.92 1.92 1.92 0.96 0.96 0.96 1.92 1.42
2.65 2.65 2.65 2.65 2.65 2.65 2.65 2.65 7.42 9.01 4.77 2.65 2.65 2.65 2.65 2.65 2.65 6.89 5.30 5.30 2.65 4.77 4.77 4.24 5.30 5.30 4.77 2.65 4.77 6.89 4.06
4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 8.17 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 8.17 8.17 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.08 4.49
15
16
6.54 9.45 11.63 10.17 6.54 9.45 5.81 6.54 15.26 9.45 12.35 6.54 0.00 3.63 6.54 6.54 0.00 9.45 8.72 9.45 3.63 9.45 9.45 15.26 6.54 9.45 6.54 9.45 5.81 9.45 7.97
39.95 55.32 55.32 55.32 27.66 55.32 55.32 52.25 52.25 39.95 55.32 39.95 27.66 27.66 27.66 27.66 39.95 67.61 86.05 55.32 55.32 52.25 39.95 64.54 52.25 55.32 52.25 27.66 27.66 55.32 47.53
Total
88.43 128.11 117.52 117.83 74.59 111.00 113.11 99.86 163.47 118.50 132.97 88.43 68.83 73.13 74.97 72.99 86.00 149.77 167.44 126.49 101.06 119.32 102.16 144.54 120.03 126.49 105.63 85.30 83.96 132.32 109.81
Lampiran 12. Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih. N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata - rata
Jumlah
Nilai Beli
Nilai Sisa
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
2 2 2 2 1 1 2 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 3 5 3 3 3 1 2 3 4 1 1 1 2 1.93
1 2 1 0 0 0 1 0 3 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 2 1 0 0 1 0.70
1 1 2 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1.40
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.00
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.00
70 000 25 000 30 000 35 000 25 000 25 000 70 000 35 000 35 000 30 000 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000 30 000 30 000 25 000 30 000 30 000 35 000 25 000 30 000 25 000 30 000 30 000 30 000 20 000 25 000 30 000 31 000, 00
25 000 10 000 15 000 0 0 0 25 000 0 15 000 25 000 15 000 0 0 15 000 0 25 000 0 0 15 000 25 000 0 15 000 0 15 000 15 000 20 000 15 000 0 0 15 000 10 166, 67
350 000 350 000 350 000 400 000 375 000 320 000 375 000 350 000 400 000 350 000 400 000 350 000 400 000 350 000 375 000 350 000 375 000 400 000 350 000 400 000 400 000 350 000 350 000 350 000 350 000 400 000 350 000 350 000 350 000 425 000 368 166, 67
20 000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 000, 00
50 000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50 000, 00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
150 000 100 000 125 000 100 000 75 000 125 000 125 000 75 000 125 000 125 000 125 000 125 000 125 000 100 000 100 000 100 000 125 000 125 000 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000 125 000 100 000 125 000 75 000 100 000 100 000 100 000 109 166, 67
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
Porsi Areal Cabai 0.50 0.33 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.25 0.33 0.50 1.00 1.00 0.50 0.50 0.50 0.50 0.65 0.50 1.00 0.50 0.50 0.60 0.40 0.40 0.38 0.25 0.30 0.50 0.51
Lama produksi
Bobot
8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00
0.33 0.22 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.17 0.22 0.33 0.67 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.43 0.33 0.67 0.33 0.33 0.40 0.27 0.27 0.25 0.17 0.20 0.33 0.34
Lampiran 13. Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai. Responden Ujang Kosasih Ajud Nurdin Mahmur Usup Sulaiman Udin Sarin2 Banan Eman Sukatma Dede Rahman Parman Baban Sarin Juli Umar Dadang Dahrimi Saobarudin Suhaemi Daman Yanto Irwan Saefuloh Apud Upah Pahru Saripa
Luas Lahan (Ha) 0.096 0.192 0.288 0.288 0.096 0.192 0.192 0.144 0.480 0.144 0.192 0.192 0.048 0.096 0.048 0.048 0.144 0.384 0.480 0.384 0.144 0.288 0.096 0.288 0.192 0.384 0.144 0.144 0.144 0.288
Biaya Sewa (Rp) 288000 576000 864000 864000 288000 576000 576000 432000 1440000 432000 800000 480000 144000 288000 144000 144000 432000 1152000 1920000 1536000 432000 864000 240000 1008000 768000 1152000 432000 432000 432000 864000 Rata - rata
Sewa Per Ha (Rp) 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 4000000.00 4800000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 3840000.00 3840000.00 2880000.00 2880000.00 2400000.00 3360000.00 3840000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 2880000.00 3077333.33
Sewa 1000m2 (Rp) 288000 288000 288000 288000 288000 288000 288000 288000 288000 288000 400000 480000 288000 288000 288000 288000 288000 288000 384000 384000 288000 288000 240000 336000 384000 288000 288000 288000 288000 288000 307733.3
Lampiran 14. Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Rupiah per kilogram) Responden Ujang Kosasih Ajud Nurdin Mahmur Usup Sulaiman Udin Sarin 2 Banan Eman Sukatma Dede Rahman Parman Baban Sarin Juli Umar Dadang Dahrimi Saobarudin Suhaemi Daman Yanto Irwan Saefuloh Apud Upah Pahru Saripa Rata - Rata
1 7 000, 00 6 000, 00 7 000, 00 6 000, 00 7 000, 00 5 000, 00 5 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 6 000, 00
2 7 000, 00 6 200, 00 4 500, 00 6 000, 00 7 500, 00 5 000, 00 5 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 6 500, 00
3 8 500, 00 6 200, 00 4 500, 00 6 000, 00 4 000, 00 6 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 6 500, 00 6 500, 00 8 200, 00 7 000, 00
4 6 000, 00 6 200, 00 3 500, 00 4 500, 00 4 200, 00 6 500, 00 7 000, 00 4 500, 00 4 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 7 200, 00
5 6 000, 00 6 500, 00 4 500, 00 5 000, 00 3 500, 00 7 000, 00 7 000, 00 5 000, 00 4 000, 00 5 500, 00 6 000, 00 8 000, 00
6 6 000, 00 7 700, 00 6 000, 00 8 000, 00 2 500, 00 7 000, 00 7 000, 00 5 000, 00 5 200, 00 5 700, 00 6 000, 00 8 500, 00
Panen ke7 6 000, 00 8 000, 00 6 000, 00 8 000, 00 10 000, 00 7 500, 00 7 000, 00 8 000, 00 6 000, 00 7 000, 00 7 500, 00 9 000, 00
8 4 500, 00 8 000, 00 6 000, 00 8 000, 00 9 000, 00 7 500, 00 12 000, 00 6 000, 00 6 500, 00 7 000, 00 11 000, 00 7 000, 00
9 5 000, 00 8 000, 00 6 000, 00 10 500, 00 9 000, 00 4 000, 00 12 000, 00 6 000, 00 5 500, 00 6 500, 00 15 000, 00 10 000, 00
10 10 000, 00 8 000, 00 5 000, 00 12 000, 00 9 000, 00 4 000, 00 12 000, 00 2 500, 00 5 500, 00 7 000, 00 12 500, 00 10 000, 00
11 0, 00 0, 00 0, 00 12 000, 00 0, 00 0, 00 0, 00 2 500, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00
12 0, 00 0, 00 0, 00 12 000, 00 0, 00 0, 00 0, 00 2 500, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00
7 000, 00
7 000, 00
6 000, 00
4 500, 00
4 500, 00
3 200, 00
2 500, 00
4 200, 00
4 200, 00
4 200, 00
0, 00
0, 00
3 941, 67
5 000, 00 4 000, 00 5 000, 00 4 000, 00 7 500, 00 6 000, 00 8 000, 00 7 000, 00 8 000, 00 3 000, 00 7 500, 00 4 500, 00 5 000, 00 3 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 5 783, 33
5 000, 00 3 000, 00 5 000, 00 4 000, 00 7 500, 00 6 000, 00 8 000, 00 7 000, 00 8 000, 00 3 000, 00 7 500, 00 4 500, 00 5 000, 00 3 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 5 706, 67
5 200, 00 2 500, 00 4 500, 00 4 500, 00 6 000, 00 6 500, 00 8 000, 00 6 000, 00 7 000, 00 4 000, 00 7 800, 00 4 500, 00 5 500, 00 4 200, 00 3 700, 00 3 000, 00 7 000, 00 5 776, 67
5 200, 00 4 000, 00 6 000, 00 4 500, 00 6 000, 00 6 250, 00 9 500, 00 6 000, 00 5 700, 00 4 000, 00 9 000, 00 5 000, 00 5 750, 00 6 000, 00 4 500, 00 3 500, 00 7 000, 00 5 600, 00
4 000, 00 7 000, 00 6 000, 00 6 700, 00 4 300, 00 7 000, 00 9 500, 00 6 000, 00 5 000, 00 6 200, 00 9 000, 00 5 700, 00 6 000, 00 6 100, 00 6 000, 00 6 000, 00 3 750, 00 5 891, 67
4 000, 00 7 000, 00 8 000, 00 6 700, 00 5 000, 00 7 000, 00 6 000, 00 5 000, 00 7 000, 00 6 200, 00 9 000, 00 6 000, 00 7 500, 00 7 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 4 000, 00 6 190, 00
3 000, 00 6 000, 00 8 000, 00 6 000, 00 5 500, 00 7 000, 00 6 000, 00 5 000, 00 7 000, 00 5 500, 00 4 700, 00 6 000, 00 8 000, 00 7 500, 00 7 100, 00 6 200, 00 5 000, 00 6 533, 33
3 000, 00 6 000, 00 12 000, 00 6 000, 00 8 000, 00 7 000, 00 4 500, 00 10 000, 00 7 000, 00 5 500, 00 4 000, 00 6 000, 00 8 000, 00 6 900, 00 7 500, 00 6 500, 00 5 000, 00 6 986, 67
3 700, 00 5 000, 00 15 000, 00 6 000, 00 10 500, 00 8 000, 00 4 500, 00 10 000, 00 7 000, 00 5 500, 00 4 000, 00 6 000, 00 8 700, 00 7 000, 00 7 500, 00 6 000, 00 7 200, 00 7 443, 33
3 700, 00 4 000, 00 16 000, 00 6 000, 00 10 500, 00 15 000, 00 3 000, 00 12 000, 00 6 500, 00 5 500, 00 4 000, 00 6 000, 00 8 500, 00 7 000, 00 7 500, 00 6 000, 00 12 000, 00 7 830, 00
0, 00 7 000, 00 0, 00 0, 00 0, 00 12 000, 00 15 000, 00 12 000, 00 0, 00 0, 00 4 000, 00 6 000, 00 9 000, 00 9 000, 00 0, 00 0, 00 12 000, 00 10 050, 00
0, 00 7 000, 00 0, 00 0, 00 0, 00 12 000, 00 15 000, 00 12 000, 00 0, 00 0, 00 4 000, 00 6 000, 00 9 000, 00 9 000, 00 0, 00 0, 00 12 000, 00 10 050, 00
3 483, 33 5 208, 33 7 125, 00 4 533, 33 5 900, 00 8 312, 50 8 083, 33 8 166, 67 5 683, 33 4 033, 33 6 208, 33 5 516, 67 7 162, 50 6 350, 00 4 816, 67 4 266, 67 6 912, 50 6 986, 81
Rata – rata 5 500, 00 5 900, 00 4 416, 67 8 166, 67 5 475, 00 4 958, 33 6 750, 00 5 250, 00 4 766, 67 5 433, 33 7 183, 33 6 600, 00
Lampiran 15. Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, ( Kilogram). Responden Ujang Kosasih Ajud Nurdin Mahmur Usup Sulaiman Udin Sarin2 Banan Eman Sukatma Dede Rahman Parman Baban Sarin Juli Umar Dadang Dahrimi Saobarudin Suhaemi Daman Yanto Irwan Saefuloh Apud Upah Pahru Saripa Rata - Rata
1 10 60 60 90 20 45 80 15 150 50 70 70 20 20 10 15 15 100 75 60 50 70 40 65 20 75 25 15 10 125 51.00
2 25 115 116 125 45 90 100 30 200 80 100 130 30 40 15 20 35 150 100 95 100 115 60 115 70 150 55 45 25 165 84.70
3 45 140 180 180 80 115 170 40 375 100 160 150 70 75 20 30 60 220 185 190 100 180 100 200 100 535 130 90 55 200 142.50
4 100 285 230 250 125 150 260 80 475 150 220 200 100 80 40 50 120 310 320 240 120 225 165 310 175 320 220 130 75 330 195.17
5 195 325 350 360 160 260 305 170 550 280 340 270 130 110 65 80 180 420 400 280 150 325 200 525 250 640 310 300 125 415 282.33
Panen Ke6 7 220 200 285 200 435 370 430 480 225 190 350 300 340 315 170 225 700 680 325 200 250 175 250 200 180 125 200 190 75 75 100 90 240 250 550 600 500 600 385 480 175 145 520 570 165 120 610 500 320 390 645 320 360 220 345 250 150 100 620 500 337.33 302.00
8 150 150 235 320 115 175 120 170 580 180 150 160 80 150 90 75 180 520 620 575 95 530 100 345 210 215 150 190 70 370 235.67
9 90 95 270 280 50 90 140 135 200 75 90 100 50 100 65 60 80 320 500 425 70 430 80 200 145 160 90 90 55 200 157.83
10
11
12
50 55 175 225 35 60 55 90 100 60 40 50 25 90 35 15 40 210 350 290 65 120 30 125 100 130 40 45 20 125 95.00
0 0 0 150 0 0 0 50 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 180 100 40 0 0 60 60 85 0 0 0 70 27.17
0 0 0 90 0 0 0 30 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 90 80 20 0 0 45 40 45 0 0 0 30 16.00
Total 1085.00 1710.00 2421.00 2980.00 1045.00 1635.00 1885.00 1205.00 4010.00 1500.00 1595.00 1580.00 810.00 1055.00 520.00 535.00 1200.00 3400.00 3920.00 3200.00 1130.00 3085.00 1060.00 3100.00 1880.00 3320.00 1600.00 1500.00 685.00 3150.00 1926.70
Lampiran 16. Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani RESPONDEN
RASIO R/C TUNAI
PRODUKTIVITAS
TOTAL
Kg/Ha
PENERIMAAN (Rp)
UJANG KOSASIH AJUD NURDIN MAHMUR USUP SULAIMAN UDIN SARIN2 BANAN EMAN SUKATMA DEDE RAHMAN PARMAN BABAN SARIN JULI UMAR DADANG DAHRIMI SAOBARUDIN SUHAEMI DAMAN YANTO IRWAN SAEFULOH APUD UPAH PAHRU SARIPA
2.93 2.18 2.28 4.26 3.47 1.50 2.81 2.69 1.66 2.41 2.40 3.01 2.96 2.60 2.31 3.22 2.85 2.33 2.52 2.14 1.75 2.78 2.20 2.77 1.98 2.20 3.08 3.10 1.35 2.62
1.33 1.51 1.31 2.52 1.64 1.87 1.70 1.26 1.31 1.54 1.73 1.97 1.02 1.03 1.04 1.53 1.49 1.56 1.86 1.60 2.65 1.95 1.28 1.99 1.28 1.68 1.63 1.62 0.89 1.60
11302.08 8906.25 8406.25 10347.22 10885.42 8515.63 9817.71 8368.06 8354.17 10416.67 8307.29 8229.17 16875.00 10989.58 10833.33 11145.83 8333.33 8854.17 8166.67 8333.33 7847.22 10711.81 11041.67 10763.89 9791.67 8645.83 11111.11 10416.67 4756.94 10937.50
6542500 12015000 12867000 23655000 6145000 10772500 13587776.2 6710000 22127500 9420000 12174500 12460000 3344500 4069000 2940000 4650000 7124000 22636000 31582500 20960000 8020000 20777500 5438000 21365000 10745000 22532000 10292000 9240500 3742500 17396250
RATA-RATA
2.55
1.58
9713.72
12511050.87
Lampiran 17. Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C One-Sample T: R/C TOTAL Test of mu = 1 vs > 1
95% Lower Variable
N
Mean
StDev
R/C TOTAL
30
1.57967 0.39808
SE Mean
Bound
T
0.07268
1.45618 7.98
P 0.000
One-Sample T: R/C TUNAI Test of mu = 1 vs > 1
95% Lower Variable
N
Mean
R/C TUNAI
30
2.54533 0.60696
StDev
SE Mean
Bound
T
P
0.11081
2.35704 13.95 0.000
Lampiran 18. Hasil Pendugaan Fungsi produksi Model I The regression equation is LN PRODUKSI = 0.215 - 0.388 LN LAHAN + 0.111 LN TK + 0.185 LN BENIH + 0.0654 LN KAPUR + 0.237 LN UREA + 0.403 LN SP36 + 0.142 LN KCL + 0.340 LN PUKAN - 0.157 LN O.PADAT - 0.0185 LN O.CAIR
Predictor Constant Ln LAHAN Ln TK Ln BENIH Lm KAPUR Ln UREA Ln SP36 Ln KCL Ln PUKAN Ln O.PADAT Ln O.CAIR
Coef 0.2146 -0.3884 0.11099 0.18549 0.06537 0.23739 0.40315 0.14242 0.33954 -0.15739 -0.01851
S = 0.0462370
SE Coef 0.9203 0.1146 0.05292 0.06036 0.05702 0.09047 0.08125 0.04931 0.07472 0.04213 0.02981
R-Sq = 99.6%
T 0.23 -3.39 2.10 3.07 1.15 2.62 4.96 2.89 4.54 -3.74 -0.62
P 0.818 0.003 0.050 0.006 0.266 0.017 0.000 0.009 0.000 0.001 0.542
VIF 73.2 12.8 41.3 17.4 40.6 28.8 11.8 25.2 7.2 2.5
R-Sq(adj) = 99.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Ln LAHAN Ln TK Ln BENIH Ln KAPUR Ln UREA Ln SP36 Ln KCL Ln PUKAN Ln O.PADAT Ln O.CAIR
DF 10 19 29
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
SS 9.71363 0.04062 9.75425
MS 0.97136 0.00214
F 454.36
P 0.000
Seq SS 8.74378 0.30196 0.13114 0.00905 0.27893 0.12434 0.04492 0.04747 0.03123 0.00082
Unusual Observations
Obs 22
LUAS LAHAN -1.24
PRODUKSI 8.03431
Fit 7.95667
SE Fit 0.02764
Residual 0.07763
St Resid 2.09R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Lampiran 19. Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I
Ln TK
Ln Lahan 0.923 0.000
Ln TK
Ln Benih
Ln Kapur
Ln Urea
Ln Benih
0.975 0.000
0.931 0.000
Ln Kapur
0.933 0.000
0.903 0.000
0.899 0.000
Ln Urea
0.955 0.000
0.945 0.000
0.965 0.000
0.910 0.000
Ln SP 36
0.916 0.000
0.933 0.000
0.935 0.000
0.908 0.000
0.963 0.000
Ln KCl
0.893 0.000
0.893 0.000
0.909 0.000
0.863 0.000
0.918 0.000
Ln Pukan
0.966 0.000
0.874 0.000
0.933 0.000
0.888 0.000
0.936 0.000
Ln O. Padat
0.837 0.000
0.866 0.000
0.855 0.000
0.895 0.000
0.857 0.000
Ln O. Ciar
0.653 0.000
0.703 0.000
0.662 0.000
0.655 0.000
0.697 0.000
Ln KCl
Ln SP 36 0.938 0.000
Ln KCl
Ln Pukan
Ln Pukan
0.874 0.000
0.881 0.000
Ln O. Padat
0.855 0.000
0.822 0.000
0.786 0.000
Ln O. Ciar
0.668 0.000
0.721 0.000
0.674 0.000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Ln O. Padat
0.665 0.000
Lampiran 20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II The regression equation is LN PRODUKSI = 0.689 + 0.116 LN TK + 0.0836 LN BENIH + 0.0022 LN KAPUR + 0.229 LN UREA + 0.469 LN SP 36 + 0.130 LN KCL + 0.351 LN PUKAN - 0.114 LN O. PADAT + 0.0003 LN O. CAIR
Predictor Constant LN TK LN BENIH LN KAPUR LN UREA LN SP 36 LN KCL LN PUKAN LN O. PADAT LN O. CAIR
Coef 0.6891 0.11643 0.08363 0.00223 0.22873 0.46940 0.13007 0.35102 -0.11434 0.00027
S = 0.0505638
SE Coef 0.9789 0.05781 0.04283 0.05403 0.09884 0.08263 0.05358 0.08152 0.04089 0.03125
R-Sq = 95.9%
T 0.70 2.01 1.95 0.04 2.31 5.68 2.43 4.31 -2.80 0.01
P 0.490 0.058 0.065 0.968 0.031 0.000 0.025 0.000 0.011 0.993
VIF 2.3 2.2 1.8 4.0 5.1 2.7 2.2 2.3 2.6
R-Sq(adj) = 94.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 9 20 29
SS 1.20317 0.05113 1.25431
MS 0.13369 0.00256
F 52.29
P 0.000
Lampiran 21. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II
LN TK
LN PRODUKSI LN TK 0.631 0.000
LN BENIH LN KAPUR LN UREA
LN BENIH
-0.038 0.843
-0.119 0.531
LN KAPUR
0.243 0.195
0.365 0.047
-0.260 0.166
LN UREA
0.849 0.000
0.617 0.000
0.045 0.812
0.237 0.207
LN SP 36
0.887 0.000
0.653 0.000
-0.101 0.594
0.427 0.019
0.773 0.000
LN KCL
0.777 0.000
0.489 0.006
-0.062 0.743
0.250 0.184
0.550 0.002
LN PUKAN
0.410 0.024
0.065 0.732
-0.469 0.009
-0.010 0.960
0.307 0.099
LN O. PADAT 0.391 0.033
0.565 0.001
-0.232 0.217
0.603 0.000
0.460 0.010
LN O. CAIR
0.508 0.004
0.518 0.003
-0.482 0.007
0.281 0.133
0.452 0.012
LN SP 36 0.720 0.000
LN KCL
LN PUKAN LN O.PADAT
LN PUKAN
0.144 0.447
0.299 0.108
LN O. PADAT
0.549 0.002
0.434 0.017
0.140 0.461
LN O. CAIR
0.474 0.008
0.525 0.003
0.480 0.007
LN KCL
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
0.544 0.002
Lampiran 22. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III The regression equation is LN PRODUKSI = 1.51 + 0.128 LN TK + 0.0849 LN BENIH - 0.0305 LN KAPUR + 0.214 LN UREA + 0.126 LN KCL + 0.463 LN SP 36 + 0.390 LN PUKAN - 0.0901 LN NILAI OBAT
Predictor
Coef
SE Coef
T
P
Constant
1.507
1.002
1.50
0.148
LN TK
0.12849
0.06205
2.07
0.051
2.4
LN BENIH
0.08494
0.04161
2.04
0.054
1.9
LN KAPUR
-0.03046
0.05315
-0.57
0.573
1.6
LN UREA
0.2136
0.1027
2.08
0.050
3.9
LN KCL
0.12576
0.05396
2.33
0.030
2.5
LN SP 36
0.46323
0.08632
5.37
0.000
5.1
0.38984
0.08628
4.52
0.000
2.2
-0.09007
0.04106
-2.19
0.040
2.2
LN PUKAN LN NILAI OBAT
S = 0.0530875
R-Sq = 95.3%
VIF
R-Sq(adj) = 93.5%
Analysis of Variance
Source
DF
SS
MS
F
P
8
1.19512
0.14939
53.01
0.000
Residual Error
21
0.05918
0.00282
Total
29
1.25431
Regression
Lampiran 23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III LN PRODUKSI 0.631 0.000
LN TK
LN BENIH
-0.038 0.843
-0.119 0.531
LN KAPUR
0.243 0.195
0.365 0.047
-0.260 0.166
LN UREA
0.849 0.000
0.617 0.000
0.045 0.812
0.237 0.207
LN SP 36
0.887 0.000
0.653 0.000
-0.101 0.594
0.427 0.019
LN KCL
0.777 0.000
0.489 0.006
-0.062 0.743
0.250 0.184
LN PUKAN
0.410 0.024
0.065 0.732
-0.469 0.009
-0.010 0.960
LN NILAI OBA
0.459 0.011
0.610 0.000
-0.315 0.090
0.488 0.006
LN UREA 0.773 0.000
LN SP 36
LN KCL
LN PUKAN
LN KCL
0.550 0.002
0.720 0.000
LN PUKAN
0.307 0.099
0.144 0.447
0.299 0.108
LN NILAI OBA
0.485 0.007
0.521 0.003
0.459 0.011
LN TK
LN SP 36
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
LN BENIH
LN KAPUR
0.331 0.074
Lampiran 24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III
Residuals Versus the Fitted Values (response is LN PRODUKSI) 0.15
Residual
0.10
0.05
0.00
-0.05
8.50
8.75
9.00 9.25 Fitted Value
9.50
9.75
Plot Uji Heteroskedastisitas Sisaan
uji kenormalan sisaan Normal 99
Mean StDev N AD P-Value
95 90
-4.50010E-15 0.04518 30 0.488 0.207
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.10
-0.05
0.00 0.05 RESI1
0.10
Plot Uji Normalitas Sisaan
0.15
Lampiran 25. Uji Skala Usaha (Return to Scale)
H0 : Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 +b6 + b7 + b8 = 1 H1 : Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 +b6 + b7 + b8 ≠ 1
(RSSR − RSSUR ) Fhitung =
m RSS UR n−k
⎛ 2,06757 − 1,19512 ⎞ ⎟ ⎜ 1 ⎠ ⎝ = 1,19512 ⎞ ⎛ ⎟ ⎜ ⎝ 20 ⎠ =
0,87245
0,059756 = 14,60
Wilayah kritik : F hitung>Fα(k-1, n-k) : tolak H0 ; F hitung
F tabel, maka H0 dapat ditolak
Keterangan : JKRR = Jumlah kuadrat regresi pada model restriksi JKSUR = Jumlah kuadrat sisaan pada model tanpa restriksi m = Jumlah restriksi linier, pada model restriksi digunakan 1 restriksi. n = Jumlah observasi k = Jumlah parameter pada model tanpa restriksi
Lampiran 26. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi. Responden Ujang Kosasih Ajud Nurdin Mahmur Usup Sulaiman Udin Sarin 2 Banan Eman Sukatma Dede Rahman Parman Baban Sarin 1 Juli Umar Dadang Dahrimi Saobarudin Suhaemi Daman Yanto Irwan Saefuloh Apud Upah Pahru Sarip A Rata – rata
Produksi (Kg/Ha) 11302,08 8906,25 8406,25 10347,22 10885,42 8515,63 9817,71 8368,06 8354,17 10416,67 8307,29 8229,17 16875,00 10989,58 10833,33 11145,83 8333,33 8854,17 8166,67 8333,33 7847,22 10711,81 11041,67 10763,89 9791,67 8645,83 11111,11 10416,67 4756,94 10937,50 9713,72
Tenaga Kerja (HKP/Ha) 1031,77 894,66 586,81 686,28 607,29 610,94 955,08 805,38 725,83 838,02 673,96 515,89 1195,31 711,98 1282,29 1308,85 627,43 903,32 801,09 728,65 720,49 690,63 856,51 941,23 1024,22 716,15 950,35 631,60 502,43 866,23 813,02
Benih (g/Ha) 104,17 104,17 208,33 208,33 104,17 104,17 104,17 104,17 208,33 138,89 104,17 104,17 104,17 104,17 104,17 104,17 104,17 208,33 208,33 208,33 104,17 208,33 104,17 208,33 104,17 208,33 138,89 138,89 104,17 208,33 142,36
Kapur (Kg/Ha)
Urea (Kg/Ha)
SP36 (Kg/Ha)
KCl (Kg/Ha)
1041,67 1041,67 694,44 694,44 1041,67 1041,67 1041,67 694,44 1041,67 694,44 520,83 1041,67 1041,67 520,83 1041,67 1041,67 694,44 781,25 1041,67 651,04 694,44 868,06 1041,67 694,44 1041,67 651,04 694,44 694,44 694,44 694,44 839,12
208,33 182,29 173,61 208,33 208,33 182,29 208,33 173,61 208,33 243,06 182,29 182,29 312,50 208,33 312,50 208,33 208,33 195,31 208,33 195,31 173,61 208,33 208,33 208,33 208,33 208,33 243,06 243,06 104,17 208,33 207,47
156,25 156,25 138,89 156,25 156,25 156,25 156,25 104,17 125,00 138,89 130,21 130,21 312,50 156,25 208,33 208,33 104,17 117,19 125,00 130,21 104,17 156,25 156,25 156,25 156,25 130,21 138,89 138,89 69,44 156,25 147,66
208,33 104,17 104,17 104,17 156,25 104,17 156,25 104,17 125,00 104,17 130,21 130,21 312,50 156,25 104,17 208,33 104,17 117,19 125,00 104,17 104,17 156,25 104,17 156,25 104,17 117,19 138,89 138,89 69,44 156,25 133,62
Pukan (Kg/Ha) 31250,00 23437,50 20833,33 20833,33 31250,00 23437,50 23437,50 24305,56 21875,00 31250,00 23437,50 23437,50 31250,00 31250,00 20833,33 20833,33 24305,56 23437,50 21875,00 19531,25 31250,00 20833,33 31250,00 20833,33 23437,50 23437,50 31250,00 31250,00 20833,33 20833,33 24910,30
O Padat (Kg/ha) 72,92 52,08 52,08 34,72 62,50 52,08 41,67 41,67 62,50 41,67 41,67 41,67 125,00 41,67 125,00 104,17 41,67 52,08 93,75 39,06 69,44 52,08 62,50 52,08 52,08 39,06 41,67 55,56 41,67 34,72 57,35
O Cair (Lt/Ha) 15,63 10,42 6,94 3,47 10,42 5,21 10,42 6,94 6,25 13,89 10,42 10,42 20,83 10,42 20,83 20,83 6,94 7,81 6,25 2,60 13,89 13,89 10,42 6,94 10,42 7,81 13,89 13,89 6,94 10,42 10,52
Nilai Obatobatan (Rp) 7 6 4 2 5 3 6 3 5 7 6 4 10 4 10 10 3 4 6 2 7 7 7 5 6 5 5 6 4 4 6
500 822 513 604 833 802 666 680 937 777 250 583 625 322 729 000 541 687 781 994 638 986 708 555 770 078 763 805 236 166 045
000, 00 916, 67 888, 89 166, 67 333, 33 083, 33 666, 67 555, 56 500, 00 777, 78 000, 00 333, 33 000, 00 916, 67 166, 67 000, 00 666, 67 500, 00 250, 00 791, 67 888, 89 111, 11 333, 33 555, 56 833, 33 125, 00 888, 89 555, 56 111, 11 666, 67 486, 11
Lampiran 27. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2080 meter persegi.
II
PENERIMAAN Panen Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total BIAYA TIDAK TETAP BIAYA TENAGA KERJA
No
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pembukaan Lahan Pengolahan Tanah dan Pembentukan Bedengan Pengapuran Pemupukan (Pupuk Kandang) Pemupukan (Pupuk Dasar) Penyemaian Pembibitan Pembuatan Lubang Tanam Penanaman Penyulaman Perampelan Pemasangan Ajir Pemupukan Susulan Penyemprotan Penyiangan Pemanenan Total
10 11 12 13 14 15
Hasil
51,00 84,70 142,50 195,17 282,33 337,33 302,00 235,67 157,83 95,00 27,17 16,00 1923,20
Biaya Per HKP 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00 40 000, 00
Hari Kerja 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,86 0,52 2,57 0,96 2,65 4,08 3,63 15,37 52,17
TKLK (HKP) 6,27 5,18 0,45 0,88 0,33 0,00 0,00 0,78 1,00 0,37 1,90 0,42 0,87 0,41 2,74 21,21 42,78
TKDK (HKP)
Tunai
2,25 2,60 0,70 0,83 0,72 0,28 13,23 0,87 1,24 0,64 3,80 1,01 3,20 4,08 5,23 26,33 67,03
250 800, 00 207 306, 67 17 838, 89 35 111, 11 13 144, 44 31 111, 11 39 826, 67 14 880, 00 75 973, 33 16 611, 11 34 626, 67 16 333, 33 109 484, 44 848 240, 00 1 711 287, 78
Harga 5 783, 33 5 706, 67 5 776, 67 5 600, 00 5 891, 67 6 190, 00 6 533, 33 6 986, 67 7 443, 33 7 830, 00 10 050, 00 10 050, 00
Diperhitungkan
90 000, 00 104 000, 00 28 166, 67 33 333, 33 28 917, 78 11 166, 67 529 333, 33 34 844, 44 49 668, 89 25 626, 67 151 946, 67 40 377, 78 127 906, 67 163 333, 33 209 280, 00 1 053 128, 89 2 681 031, 11
Penerimaan 294 950, 00 483 354, 67 823 175, 00 1 092 933, 33 1 663 413, 89 2 088 093, 33 1 973 066, 67 1 646 524, 44 1 174 806, 11 743 850, 00 273 025, 00 160 800, 00 12 393 734, 32
Total Biaya
340 800, 00 311 306, 67 46 005, 56 68 444, 44 42 062, 22 11 166, 67 529 333, 33 65 955, 56 89 495, 56 40 506, 67 227 920, 00 56 988, 89 162 533, 33 179 666, 67 318 764, 44 1 901 368, 89 4 392 318, 89
Lampiran 27. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2080 meter persegi (Lanjutan). No 1 2 3 5 6 8 9 10 12 13
BIAYA SARANA PRODUKSI Sarana Produksi Benih Kapur Pupuk Urea Pupuk Kcl Pupuk Sp-36 Pupuk Kandang Obat-Obatan Padat Obat-Obatan Cair Ajir Tali
Harga (Rp / Unit) 8 550, 00 307, 67 1 446, 67 2 063, 33 1 980, 00 166, 67 60 000, 00 252 833, 33 135, 83 16 500, 00
Volume 34,17 206,67 41,50 28,50 26,00 4850,00 11,03 1,80 4200,00 3,67 Total
III No 1 2 3
Total Biaya Tidak Tetap BIAYA TETAP Biaya Penyusutan Alat Alat Cangkul Sabit Sprayer
Bobot Total Biaya Tetap Biaya Sewa dan Bunga Lahan 0,208 Ha Total Biaya Sewa IV
TOTAL BIAYA
V
PENDAPATAN Pendapatan Kerja Petani Pendapatan Kerja Keluarga Rasio R/C atas Biaya Tunai Rasio R/C atas Biaya Total
Nilai Beli 31 000,00 10 166,67 368 166,67
Umur 5,60 5,73 3,70
Nilai Sisa 0,00 0,00 109 166,67
Jumlah 1,93 0,70 1,40 Total 0,34
Penyusutan 10 702, 38 1 241, 28 98 000, 00 109 943, 66
292 125, 00 63 584, 44 60 036, 67 58 805, 00 51 480, 00 808 333, 33 662 000, 00 455 100, 00 570 500, 00 60 500, 00 3 082 464, 44 4 793 752, 22
0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 0, 00 2 681 031, 11
292 125, 00 63 584, 44 60 036, 67 58 805, 00 51 480, 00 808 333, 33 662 000, 00 455 100, 00 570 500, 00 60 500, 00 3 082 464, 44 7 474 783, 33
0, 00 0, 00 0, 00 0, 00
3 660, 61 424, 56 33 519, 63 37 604, 80
3 660, 61 424, 56 33 519, 63 37 604, 80
0, 00
37 604, 80
37 604, 80
0, 00 0, 00
307 733, 33 307 733, 33
307 733, 33 307 733, 33
4 793 752, 22
3 026 369, 25
7 820 121, 47
4 597 870, 97 7 278 902, 09 2,59 1,59