ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah)
Oleh : Murry Hadi Nugroho A14105575
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MURRY HADI NUGROHO. Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat SNI. (Di bawah bimbingan RAHMAT YANUAR). Ikan gurami merupakan salah satu potensi air tawar yang mempunyai prospek pasar yang sangat baik hal ini karena ikan gurami memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik dalam segi harga jual maupun harga beli. Mahalnya harga ikan gurami disebabkan ikan ini memerlukan waktu relatif lama untuk mencapai ukuran konsumsi. Untuk membesarkan benih ukuran 2 – 3 cm sampai konsumsi di perlukan waktu selama 15 bulan. Berbeda dengan ikan lele dan ikan mas, untuk mencapai ukuran konsumsi hanya memerlukan waktu 4 - 5 bulan dari benih ukuran 2-3 cm. Hal ini yang mendorong para pembudidaya ikan gurami untuk mensegmentasikan kegiatan usahanya. Semua kegiatan budidaya ikan gurami dapat dijadikan usaha, mulai dari pembenihan hingga pembesaran yang masing-masing mempunyai keuntungan sendiri. Kualitas dan kuantitas benih sangat menentukan output ikan gurami yang akan dihasilkan. Jika benih yang digunakan berkualitas baik, maka kemungkinan besar kegiatan usaha budidaya pembesaran ikan gurami menjadi baik. Standar Nasional Indonesia (SNI) produk perikanan merupakan salah satu program pemerintah yang ditujukan kepada para pembudidaya ikan. SNI bertujuan untuk mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa guna menunjang tercapainya tujuan strategis yaitu peningkatan daya saing. Standar Nasional Indonesia merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk membantu para petani dalam meningkatkan hasil produksi dan kualitas produk. Petani yang sudah menerapkan SNI melalui pelatihan dan penyuluhan akan mendapatkan pengakuan dari pemerintah berupa sertifikat SNI. Sertifikasi SNI adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah memberikan jaminan tertulis bahwa sistem kegiatan budidaya sesuai dengan SNI. Kabupaten Banyumas merupakan salah satu sentra ikan gurami di Indonesia. Terdapat unit bisnis pembenihan ikan gurami bersertifikat SNI tepatnya di Desa Beji Kecamatan Kedung Banteng. Dengan sertifikasi dan penerapan SNI, diharapkan dapat meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha pembenihan ikan gurami. Untuk itu perlu dikaji bagaimana dampak dari sertifikasi SNI terhadap pendapatan yang diterima oleh petani pembudidaya ikan gurami.. Selain itu salah satu faktor yang menjadi kendala petani bersertifikat dan non sertifikat dalam usaha pembenihan ikan gurami adalah keterbatasan modal. Dengan terbatasnya modal, maka pengalokasiannya untuk penggunaan faktor-faktor produksi menjadi sangat terbatas, sehingga perlu dikaji faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami agar modal dapat dialokasikan dengan baik. Dari penjelasan tersebut maka penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pendapatan usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat dan non-sertifikat dan menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi dalam proses produksi pembenihan ikan gurami Untuk menganalisis dampak sertifikat terhadap pendapatan digunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio untuk membandingkan penerimaan yang didapatkan oleh petani bersertifikat dan non sertifikat. Untuk menganalisis faktor-
faktor yang berpengaruh digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasi kedalam bentuk logaritma natural. Setelah diuji, maka akan didapat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap hasil produksi benih ikan gurami. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi benih ikan gurami adalah luas kolam (X1), jumlah induk (X2), kepadatan (X3), Dosis pupuk (X4), pakan benih (X5), tenaga kerja (X6) dan variable dummy sertifikat. Akan tetapi Dengan adanya sebagian telur yang langsung dijual oleh para petani, maka variabel jumlah induk (X2) dihilangkan karena dikhawatirkan hasil regresi menjadi bias dan model menjadi kurang baik, sehingga faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm adalah luas kolam (X1), kepadatan (X2), Dosis pupuk (X3), pakan benih (X4), tenaga kerja (X5) dan variable dummy sertifikat. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, pendapatan yang diterima oleh petani bersertifikat SNI lebih besar dibandingkan dengan yang diterima oleh petani non sertifikat. Hal tersebut tergambarkan oleh nilai R/C rasio, R/C yang diperoleh petani bersertifikat lebih tinggi dibandingkan petani non sertifikat. Tidak semua telur dari induk ikan gurami di benihkan oleh para petani, akan tetapi ada sebagian telur yang langsung dijual oleh para petani baik petani bersertifikat maupun petani non sertifikat. Pendapatan yang diterima oleh petani responden bersertifikat lebih tinggi bukan dikarenakan harga produk yang berbeda akan tetapi hasil produksi yang dihasilkan oleh petani responden bersertifikat lebih besar dibandingkan dengan petani responden non sertifikat dengan jumlah input yang berbeda. Dari hasil analisis faktor-faktor menggunakan fungsi Cobb-Douglas semua variabel independent secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami dimana hasil tersebut didapatkan dari uji F dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengaruh faktor produksi secara parsial dengan menggunakan uji t menunjukan bahwa faktor luas kolam (X1), kepadatan (X2), Dosis pupuk (X3) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami pada tingkat kepercayaan 95 %. Sedangkan faktor pakan benih (X4), tenaga kerja (X5) dan variabel dummy sertifikat tidak berpengaruh nyata tehadap hasil produksi benih ikan gurami pada tingkat kepercayaan 95 %.Usaha pembenihan ikan gurami di Desa Beji berada pada kondisi increasing return to scale atau kenaikan hasil yang meningkat. Hal ini ditunjukan oleh hasil penjumlahan koefisien dari masing-masing faktor produksi. Dalam uji statistik, dummy sertifikat tidak berpengaruh terhadap hasil produksi. Walaupun demikian petani bersertifikat memiliki pendapatan yang lebih besar dan lebih efisien dibandingkan dengan petani non sertifikat, sehingga petani non sertifikat diharapkan untuk mengikuti program sertifikasi yang dilakukan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio, dimana nilai R/C petani sertifikat lebih tinggi baik atas biaya tunai maupun biaya total dibandingkan dengan petani non sertifikat.Secara bersama-sama faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami. Akan tetapi untuk uji parsial tidak semua faktor produksi berpengaruh terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara parsial yaitu luas kolam, kepadatan dan dosis pemupukan. Nilai elastisitas dari variabel luas kolam adalah positif 0,965 yang berada pada daerah rasional. Pada daerah ini penggunaan variabel luas kolam didaerah penelitian sudah efisien sehingga perlu dipertahankan luasannya. Nilai elastisitas dari kepadatan adalah positif 0,996, nilai ini berada pada derah rasional
sehingga penggunaan kepadatan didaerah penelitian sudah efisien dan dipertahankan jumlah penggunaan kepadatannya. Untuk variabel dosis pupuk memiliki nilai elastisitas sebesar negatif 0,450 yang berada pada daerah irasional III sehingga penggunaan dosis pupuk didaerah penelitian sudah tidak efisien dan perlu dikurangi dosis pemakaiannya. Nilai skala ekonomi untuk usaha pembenihan ikan gurami di Desa Beji adalah 1,8134 yang berada pada daerah irasional I yang berarti penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-sama belum efisien dilakukan, sehingga untuk mencapai efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-sama masih dapat ditingkatkan.
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah)
Oleh : MURRY HADI NUGROHO A14105575
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Nama : Murry Hadi Nugroho NRP : A14105575 Program studi : Ektensi Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Rahmat Yanuar, Sp. MSi NIP 132 321 442
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019
Tanggal kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH
Bogor,
Mei 2008
Murry Hadi Nugroho A14105575
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 juni 1985 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sudirman dan Purwantini. Pendidikan yang telah penulis tempuh adalah pada tahun 1990 penulis memasuki bangku SD di Sekolah Dasar Negeri Panaragan II Bogor Sampai 1996 dan melanjutkan ke SLTP Negeri 7 Bogor dari tahun 1996 sampai dengan tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas yaitu di SMU N 6 Bogor, dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan Diploma 3 pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Produksi Benih Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Setelah itu pada tahun 2005 penulis melanjutkan kembali
pendidikannya ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini mengambil topik mengenai ”Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat SNI kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan petani bersertifikat SNI dan non sertifikat SNI serta menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil produksi pada proses produksi pembenihan ikan gurami. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi yang telah dibuat ini. Semoga apa yang penulis sampaikan pada skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Bogor,
Mei 2008
Murry Hadi Nugroho A14105575
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril, semangat, bimbingan dan arahan dari semua pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua dan adikku tersayang yang telah memberikan dukungan moril, materil serta doa dan kasih sayang tanpa pamrih. 2. Bapak Rahmat Yanuar. Sp. MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya. 3. Bapak M. Firdaus PhD yang telah menjadi dosen evaluator dan penguji yang memberikan banyak saran pada penelitian saya. 4. Ibu Tintin Sarianti, Sp atas masukan selaku komisi pendidikan yang memberikan masukan pada waktu sidang. 5. Bapak Ade Sunarma, MSi. yang banyak memberikan informasi, saran dan bantuan pada saat sebelum dan setelah penelitian. 6. Keluarga Bapak Chaeruri selaku ketua kelompok UPR Setia Maju yang telah memberikan informasi dan bantuan pada saat penelitian. 7. Keluarga Mas Joko Purwokerto atas dukungan dan motivasinya. 8. Kakak-kakakku mas ndut, mas ade, mas sugeng dan mas joko atas doa dan semangatnya. 9. Urmatul Uska Akbar, yang telah banyak memberikan dukungan, semangat dan doa. 10. Barudak Saung, yang tak bisa disebutkan satu per satu, atas dukungan dan motivasinya selama penyusunan skripsi. 11. Teman-teman X10C Topan C, Ari K, Febryanto W, Simon A, Tomson B, Alfredo Z, Panjang, Marudut H, Baroes, Puji Subekti serta semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................x DAFTAR TABEL .............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .....................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................6 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................................7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Gurami ..................................................................................8 2.2 Standar Nasional Indonesia Produk Perikanan ...........................................10 2.3 Standar Nasional Indonesia Ikan Gurami ...................................................10 2.3.1 Pengelolaan Kelas Induk Pokok (Parent Stock) ..............................11 2.3.1 Produksi Benih Kelas Benih Sebar ..................................................11 2.4 Penelitian Terdahulu ...................................................................................15 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .....................................................................20 3.1.1 Pendapatan Usahatani........................................................................20 3.1.2 Analisis Fungsi Produksi...................................................................22 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................................28 IV. METODOLOGI 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................31 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................................31 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................................32 4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani ..........................................................32 4.3.2 Analisis Fungsi Produksi ...................................................................34 4.4 Konsep Pengukuran Variabel......................................................................38 V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian .............................................................40 5.2 Karakteristik Responden .............................................................................42 5.2.1 Petani Sertifikat SNI ..........................................................................42 5.2.1.1 Usia ........................................................................................42 5.2.1.2 Tingkat Pendidikan ................................................................42 5.2.1.3 Pengalaman Usahatani ...........................................................43
5.2.1.4 Luas Kolam............................................................................43 5.2.2 Petani Non Sertifikat SIN ..................................................................44 5.2.2.1 Usia ........................................................................................44 5.2.2.2 Tingkat Pendidikan ................................................................44 5.2.2.3 Pengalaman Usahatani ...........................................................45 5.2.2.4 Luas Kolam............................................................................45 5.3 Gambaran Umum Pembenihan Ikan Gurami di Daerah Penelitian ............46 5.4 Pemasaran Benih Ikan Gurami ...................................................................50 VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pendapatan ....................................................................................52 6.1.1 Penggunaan Sarana Produksi ............................................................52 6.1.1.1 Pupuk ....................................................................................52 6.1.1.2 Kapur.....................................................................................52 6.1.1.3 Daun Sente ............................................................................52 6.1.1.4 Pelet Induk ............................................................................53 6.1.1.5 Pelet Benih ............................................................................53 6.1.1.6 Tenaga Verja.........................................................................53 6.1.1.7 Induk Ikan Gurami ................................................................54 6.1.2 Penerimaan Usahatani .......................................................................54 6.1.3 Struktur Biaya....................................................................................56 6.2 Analisis Faktor-faktor Produksi ..................................................................63 6.2.1 Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi.......................................63 6.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi...................................................65 VII. KESIMPULAN dan SARAN .................................................................69 7.1 Kesimpulan .................................................................................................69 7.2 Saran............................................................................................................70 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................72 LAMPIRAN.....................................................................................................74
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi Ikan Indonesia Menurut Segi Lahan Periode 2001-2005 ..............1 2. Perubahan Harga Benih Ikan Gurami Berdasarkan Ukuran .........................2 3. Jumlah Benih Yang di Tebar Periode 2000-2004 .........................................2 4. Produksi Telur Ikan Gurami di Kabupaten Banyumas .................................4 5. Unit Pembenihan Ikan Air Tawar Bersertifikat ............................................5 6. Kriteria Kuantitatif Induk Pokok (parent stock) ...........................................11 7. Kriteria Benih Ikan Gurami Kelas Benih Sebar............................................12 8. Standar Proses Produksi Pembenihan Ikan Gurami......................................15 9. Jumlah Penduduk Desa Beji Berdasarkan Umur Tahun 2007 ......................40 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007...............41 11. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Beji .............................................41 12. Tingkat Pendidikan Petani Bersertifikat SNI................................................42 13. Sebaran Responden bersertifikat Berdasarkan Pengalaman Usahatani ........43 14. Luas Kolam Petani Bersertifikat SNI............................................................43 15. Sebaran Responden Non sertifikat Berdasarkan Umur.................................44 16. Tingkat Pendidikan Petani Non Sertifikat SNI .............................................44 17. Sebaran Responden Non Sertifikat Berdasarkan Pengalaman Usahatani.....45 18. Luas Kolam Petani Non Sertifikat ................................................................45 19. Nilai Penyusutan Peralatan ...........................................................................60 20. Rata-rata Pendapatan Petani per Tahun Dengan Luasan 1000m 2 ................62 21. Hasil Analisis Ragam....................................................................................64 22. Analisis Variabel Pada Model.......................................................................65
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Ikan Gurami ...................................................................................................9 2. Bentuk Fungsi Produksi Dengan Satu Variabel.............................................23 3. Kurva Hubungan Fungsi Produksi Total dengan Produk Marginal dan Produk Rata-rata......................................................................................26 4. Kerangka Pemikiran Operasional...................................................................29 5. Saluran Pemasaran Telur dan Benih Ikan Gurami di Desa Beji ....................51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas................................................74 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Fungsi Produksi........................................75
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Orientasi sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional adalah sebagai pemasok kebutuhan konsumsi dan gizi masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan berwirausaha, peningkatan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan dan mampu mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian khususnya sub sektor perikanan (Soekartawi, 2005). Berdasarkan lahan tempat budidaya, sub sektor perikanan di bedakan menjadi dua golongan, yaitu perikanan darat dan perikanan laut, dimana perikanan darat terbagi lagi menjadi perikanan air tawar dan perikanan air payau. Tabel 1. Produksi Ikan Indonesia Menurut Segi Lahan Periode 2001-2005 No Tahun Perikanan darat (Ribu Ton) 1 2001 5.091 2 2002 5.233 3 2003 5.608 4 2004 5.867 5 2005 6.072 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007
Perikanan laut (Ribu Ton) 3.966 4.073 4.383 4.572 4.653
Salah satu komoditas perikanan air tawar yang bernilai ekonomis adalah ikan gurami. Hal ini dapat dilihat dari segi harga jual dan beli ikan gurami yang jauh lebih mahal dan relatif lebih stabil di banding ikan budidaya komoditas air tawar lainnya (Basyarah, 2002). Mahalnya harga ikan gurami disebabkan ikan ini memerlukan waktu relatif lama untuk mencapai ukuran konsumsi. Untuk membesarkan benih ukuran 2 – 3 cm sampai konsumsi di perlukan waktu selama 15 bulan. Berbeda dengan ikan lele dan ikan mas, untuk mencapai ukuran konsumsi hanya memerlukan waktu 4 - 5 bulan dari benih ukuran 2-3 cm. Hal ini yang mendorong para pembudidaya ikan gurami untuk mensegmentasikan kegiatan usahanya. Segmentasi
dalam kegiatan budidaya perikanan adalah suatu pengelompokan kegiatan budidaya berdasarkan
ukuran produk yang dihasilkan. Perubahan harga ikan gurami
berdasarkan ukuran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perubahan Harga Benih Ikan Gurami Berdasarkan Ukuran Ukuran Benih (cm) 1-2 2-4 4-6 6-8 8-11 Sumber : Petani Ikan Gurami di Bogor
Harga (Rp/ekor) 200-400 400-800 800-1000 1000-1200 1200-1800
Lama Pemeliharaan dari telur (Hari) 40 80 120 160 200
Pembenihan merupakan salah satu segmen dari kegiatan usaha budidaya ikan gurami. Kegiatan ini meliputi persiapan kolam, pengelolaan induk hingga pemeliharaan benih. Secara umum jumlah benih yang ditebar di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan rata – rata peningkatan pertahun sebesar 42,25% (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Benih Ikan Gurami yang di tebar di Indonesia periode 2000 - 2004 No 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004
Peningkatan rata-rata per tahun (%)
Benih Yang di Tebar (Ekor) 857.905 1.190.329 1.899.903 2.925.815 3.478.296 42,25
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2007
Dalam tabel 3, jumlah benih yang di tebar di Indonesia dapat menggambarkan tingkat permintaan benih ikan gurami. Dengan kata lain, peningkatan jumlah benih ikan gurami yang ditebar menunjukan bahwa kegiatan usaha pembenihan ikan gurami sangat menjanjikan untuk diusahakan. Terlepas dari itu, kegiatan pembenihan ikan gurami juga memiliki permasalahan yang selalu di hadapi oleh para pembudidaya. Permasalahan yang terjadi adalah tingginya tingkat kematian,
rendahnya fekunditas telur, rendahnya derajat pembuahan dan penetasan telur serta beragamnya ukuran benih pada pemeliharaan di kolam. Kualitas benih akan menentukan keberhasilan dari hasil produksi pembesaran ikan gurami. Dengan kualitas benih yang baik, memungkinkan kegiatan usaha budidaya pembesaran ikan gurami menjadi baik sehingga akan berdampak pada peningkatan jumlah hasil produksi pembesaran ikan gurami. Manajemen sistem budidaya sangat berpengaruh terhadap hasil produksi, dengan manajemen sistem budidaya yang baik maka produk benih yang dihasilkan akan berkualitas baik.
1
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan, telah menyediakan tata laksana usaha pembenihan ikan dengan diterbitkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang budidaya ikan. Dengan penerapan SNI, akan memungkinkan adanya perbaikan pada manajemen sistem usaha mulai dari persiapan sarana dan prasarana, pengelolaan induk serta pengelolaan benih yang nantinya diharapkan mampu menjawab permasalahan pada kegiatan pembenihan. 2 Standar Nasional Indonesia (SNI) produk perikanan merupakan salah satu program pemerintah yang ditujukan kepada para pembudidaya ikan. SNI bertujuan untuk mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa guna menunjang tercapainya tujuan strategis yaitu peningkatan daya saing (BSN, 2000). Pada dasarnya SNI produk perikanan bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk budidaya yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang. Namun demikian pemerintah melalui Balai Budidaya terus berupaya melakukan pembinaan melalui pelatihan, penyuluhan dan diseminasi kepada para pembudidaya untuk menerapkan SNI dalam kegiatan usaha budidayanya.
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah sentra produksi ikan gurami di Propinsi Jawa Tengah. Beberapa kecamatan yang menjadi sentra benih ikan gurami di Kabupaten Banyumas adalah Kecamatan Karanglewas, Kedung Banteng, Baturaden dan Kemranjen dengan total produksi pembesaran sebesar 1.096,311 ton hingga bulan November pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 3,53% dari tahun 2006 yang menghasilkan produksi sebesar 1.058,689 ton. Peningkatan produksi pembesaran ikan gurami di Kabupaten Banyumas berbanding lurus dengan produksi telur ikan gurami (Tabel 3). Tabel 4. Produksi Telur Ikan Gurami di Kabupten Banyumas No 1
Tahun 2005
Produksi Telur (ekor) 39.171.580
2
2006
40.759.060
3
2007
39.541.099*
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Banyumas, 2007 * : Data Hingga tanggal 20 November 2007
1.2 Perumusan Masalah Kegiatan usaha pembenihan ikan gurami yang di lakukan oleh para pembudidaya umumnya masih menggunakan sistem tradisional, sehingga kegiatan produksinya belum dapat dilakukan secara terkontrol baik kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Di era perdagangan global yang kompetitif, ketatnya persyaratan mutu dan tuntutan konsumen akan kualitas produk, mendorong pemerintah untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk perikanan. Standar Nasional Indonesia merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk membantu para petani dalam meningkatkan hasil produksi dan kualitas produk. Petani yang sudah menerapkan SNI melalui pelatihan dan penyuluhan akan mendapatkan pengakuan dari pemerintah berupa sertifikat SNI. Sertifikasi SNI
adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah memberikan jaminan tertulis bahwa sistem kegiatan budidaya sesuai dengan SNI. Hingga saat ini, pengurusan sertifikasi SNI masih tidak dipungut biaya, namun minat dan kesadaran para petani untuk mendapatkan sertifikat masih rendah karena para petani umumnya sudah terbiasa dengan teknologi yang mereka gunakan. Selain itu untuk mendapatkan sertifikat SNI para petani diharuskan mencatat seluruh kegiatan proses produksi dan hasil produksi pada usaha pembenihan ikan gurami yang mereka lakukan. Hal ini juga yang menurunkan minat para petani untuk mendapatkan sertifikat SNI. Beberapa perusahaan serta unit pembenihan rakyat yang sudah mendapatkan sertifikat SNI dapat di lihat pada tabel 4. Tabel 5. Unit Pembenihan Ikan Air Tawar Bersertifikat Lembaga
Provinsi
Kegiatan Usaha
PT. Nalendra sinta Mina Usaha PT. Sejati Minat Tahta BBAT Cijengkol UPR. Setia Maju UPR. Sri Utama
Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Tengah
Pembenihan Ikan Nila Pembenihan Ikan Gurami Pembenihan Ikan Patin Pembenihan Ikan Gurami Pembenihan Ikan Gurami
Sumber : www.benih-dkp.go.id
Dengan sertifikasi dan penerapan SNI, diharapkan dapat meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha pembenihan ikan gurami. Untuk itu perlu dikaji bagaimana dampak dari sertifikasi SNI terhadap pendapatan yang diterima oleh petani pembudidaya ikan gurami. Selain itu, dengan membandingkan pendapatan yang diterima oleh petani bersertifikat dan non sertifikat akan dapat menggambarkan apakah usahatani pembenihan ikan gurami petani bersertifikat lebih efisien dibandingkan dengan petani non sertifikat dalam hal R/C rasio. Salah satu faktor yang menjadi kendala petani bersertifikat dan non sertifikat dalam usaha pembenihan ikan gurami adalah keterbatasan modal. Dengan
terbatasnya modal maka pengalokasiannya untuk penggunaan faktor-faktor produksi menjadi sangat terbatas, sehingga perlu dikaji faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami agar modal dapat dialokasikan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1.
Seberapa besar tingkat pendapatan petani bersertifikat SNI dan Non sertifikat SNI
2.
Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap hasil produksi dalam proses produksi pembenihan ikan gurami?
1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Membandingkan karakteristik usahatani petani bersertifikat SNI dan non Sertifikat SNI
2.
Menganalisis tingkat pendapatan usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat dan non-sertifikat
3.
Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami
1.4 Kegunaan Penelitian 1.
Sebagai tambahan informasi tentang manfaat Standar Nasional Indonesia (SNI) produk perikanan kepada pembudidaya ikan gurami.
2.
Sebagai bahan pertimbangan tentang usaha pembenihan ikan gurami kepada petani.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Ikan Gurami Ikan gurami (Osphronemus Goramy Lacepeda) merupakan ikan asli
perairan Indonesia yang sudah lama dibudidayakan secara komersil oleh para pembudidaya. Menurut Anonim (2000),
klasifikasi dari ikan gurami adalah
sebagai barikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Belontiidae Famili : Osphronemidae Genus : Osphronemus Spesies : Osphronemus goramy Lac. Secara morfologi, ikan ini memiliki garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah, sirip ekor membulat, jari-jari lemah pertama pada sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Ikan gurami memiliki panjang standar dua kali dari tinggi badan dan empat kali dari panjang kepala. Induk gurami jantan ditandai dengan adanya benjolan di kepala bagian atas, rahang bawah tebal dan tidak adanya bintik hitam di kelopak sirip dada. Sedangkan induk betina ditandai dengan bentuk kepala bagian atas datar, rahang bawah tipis dan adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada (BSN, 2000).
Gambar 1. Ikan Gurami. Sumber : Badan Standarisasi Nasional
Keterangan gambar: 1 : Panjang Standar 2 : Panjang Kepala 3 : Tinggi Badan Bentuk badan yang lebar dan pipih menyebabkan ikan gurami cocok dibudidayakan di lingkungan dengan perairan yang tenang, dengan ketinggian dari permukaan laut 0 – 800 m, suhu udara 25 - 28 0c dan derajat keasaman air (pH) 6,5 – 7,8. Ikan gurami mempunyai alat pernapasan tambahan yaitu Labirin, sehingga mampu hidup di perairan yang kurang oksigen karena mampu menghirup oksigen dari udara luar. Ikan gurami sampai umur 40 hari merupakan jenis ikan karnivora yang kemudian berubah menjadi herbivora (BSN, 2000). Pada saat benih kurang dari 40 hari, ikan gurami mengkonsumsi pakan alami berupa cacing rambut (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai dengan ukuran mulutnya (Sunarma, 2002). Sedangkan pada saat dewasa, ikan gurami mengkonsumsi pakan yang berasal dari tumbuhan seperti daun sente, daun papaya dan daun ubi kayu (Jatmiko, 2003).
9
2.2
Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Perikanan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk perikanan adalah suatu standar
minimal dalam kegiatan budidaya yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Secara resmi kelembagaan SNI ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional yang disusun melalui konsensus nasional oleh para pakar perikanan budidaya dengan melibatkan para pembudidaya dari berbagai daerah, sehingga tata laksana yang tersusun dapat digunakan di tingkat pembudidaya (Sunarma, 2002). Penerbitan SNI produksi perikanan merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu proses dan hasil produksi serta perbaikan pada manajemen usahanya. Namun tata laksana yang tercantum dalam SNI masih berupa acuan pokok sehingga diperlukan penjabaran yang lebih aplikatif di masing-masing daerah. Penjabaran ini dapat berupa Standar Prosedur Operasional (SPO) yang diterjemahkan melalui pelatihan dan pendampingan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Direktorat Jenderal Perikanan. 2.3
SNI Ikan Gurami Kegiatan produksi ikan gurami yang telah diterbitkan dalam SNI adalah
kegiatan pengelolaan kelas induk pokok (Parent Stock) dan produksi kelas benih sebar. Induk pokok adalah induk ikan keturunan pertama dari induk dasar yang memenuhi standar mutu kelas induk pokok, dimana induk dasar adalah induk keturunan pertama dari induk pejenis yang memenuhi standar mutu, sedangkan induk pejenis adalah induk ikan yang dihasilkan oleh dan dibawah pengawasan penyelenggara pemulia. Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari induk pokok (BSN, 2000).
10
2.3.1 Pengelolaan Kelas Induk Pokok (Parent Stock) Perbedaan paling mencolok antara induk jantan dengan induk betina adalah untuk ikan jantan terdapat benjolan di bagian kepala, bibir bawah tebal dan tidak memiliki warna hitam pada ketiak sirip dada. Sedangkan ikan betina memiliki ciri-ciri yaitu tidak terdapat benjolan di bagian kepala, bibir bawah tipis dan memiliki warna hitam pada ketiak sirip dada. Induk yang dipilih sebagai kelas induk pokok harus memenuhi SNI. Terdapat beberapa persyaratan dalam pengelolaan induk agar memenuhi SNI, yaitu terbagi atas kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif. Dalam kriteria kualitatif syarat yang harus dipenuhi adalah calon induk pokok merupakan hasil pembesaran benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk dasar atau pejenis, bentuk tubuh pipih vertikal berwarna kecoklatan dan bagian perut berwarna putih keperakan atau kekuning-kuningan serta tidak memiliki kelainan bentuk tubuh atau cacat tubuh dan organ tubuh harus lengkap (BSN, 2000). Tabel 6. Kriteria Kuantitatif Induk Pokok (Parent Stock) Jenis kelamin Kriteria
satuan
Umur
jantan
betina
Bulan
24 – 30
30 – 35
Panjang Standar
Cm
30 – 35
30 - 35
Bobot Tubuh
Kg/Ekor
1.5 – 2.0
2.0 – 2.5
Sumber : Badan Standarisasi Nasional
2.3.2 Produksi Benih Kelas Benih Sebar Benih sebar merupakan benih keturunan pertama dari induk pokok (Parent Stock). Benih sebar ikan gurami terdiri dari larva, benih pendederan 1, benih pendederan 2, benih pendederan 3, benih pendederan 4 dan benih pendederan 5. Kegiatan produksi benih ikan gurami kelas benih sebar harus memenuhi
11
persyaratan SNI. Beberapa persyaratan tersebut terdiri dari pra produksi, proses produksi dan pemanenan. Persyaratan pra produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam memproduksi benih ikan gurami kelas benih sebar yang terdiri dari lokasi, sumber air, wadah budidaya, induk, pakan, pupuk, obat-obatan dan peralatan pembenihan. Sedangkan persyaratan proses produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangkaian kegiatan untuk memproduksi benih ikan gurami kelas benih sebar. Persyaratan pemanenan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan tahap akhir proses produksi benih ikan gurami. Tabel 7. Kriteria Benih Ikan Gurami Kelas Benih Sebar Kriteria
satuan
larva
Benih P1
Benih P2
Benih P3
Benih P4
Benih P5
Umur Maksimal
Hari
10 – 12
40
80
120
160
200
Penjang total
Cm
0.75 – 1.00
1-2
2-4
4 -6
6-8
8 – 11
Bobot minimal
gram
0.03
0.2
0.5
1.0
3.5
7.0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional
2.4
Pembenihan Ikan Gurami Kegiatan pembenihan ikan gurami terbagi ke dalam beberapa kegiatan, yaitu
kegiatan pemeliharaan induk, pemanenan telur, pemeliharaan larva, pemeliharaan benih dan pemanenan benih. Kegiatan pemeliharaan induk merupakan awal dari kegiatan pembenihan ikan gurami. Kegiatan ini meliputi pemberian pakan, pengecekan sarang dan pemanenan sarang. Pakan yang diberikan berupa pakan pelet dengan jumlah 1 % dari bobot biomassa, frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Selain diberi pakan buatan, induk gurami juga diberi pakan alami berupa daun sente (Allocasia macrorrhiza) sebanyak 5 % dari bobot biomassa per hari.
12
Hingga saat ini, pemijahan ikan gurami baru dapat dilakukan secara alami. Namun demikian, Ikan ini termasuk dalam kelompok induk ikan yang menjaga telurnya secara baik. Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1 : 3-4 atau dapat dikatakan dalam satu pasang terdiri dari empat sampai lima ekor induk ikan gurami. Ikan jantan yang sudah siap memijah membangun sarang untuk menampung telur dari induk betina. Biasanya induk jantan memerlukan waktu 1 – 2 minggu untuk membangun sarang. Untuk memudahkan induk jantan membangun sarang, kolam induk diberi tempat dan bahan sarang. Tempat sarang berupa keranjang sampah plastik bulat diameter 20 - 25 cm atau tempat lain yang serupa yang ditempatkan pada kedalaman 10 - 15 cm dibawah permukaan air. Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau bahan lain yang dapat dibuat sarang yang ditempatkan di permukaan air sekitar tempat sarang. Pada pemijahan secara masal, dapat disediakan sarang sejumlah induk jantan yang ada dengan jarak antar sarang sekitar 1 – 2 m. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya persaingan dalam membangun sarang. Pengecekan telur dilakukan setiap pagi pada setiap sarang yang sudah dibuat induk ikan. Pengecekan dilakukan dengan cara menusuk sarang atau dengan menggoyangkannya atau dengan meraba bagian depan sarang. Bila dari dalam sarang keluar telur atau minyak atau bagian depan sarang sudah tertutup, maka pemijahan sudah terjadi dan sarang berisi telur. Sarang yang berisi telur dikeluarkan dari tempat sarang secara perlahan untuk dipindahkan ke dalam waskom plastik yang telah diisi air kolam induk. Secara perlahan sarang dibuka sampai telur keluar dan mengapung di permukaan air. Telur-telur tersebut diambil dengan menggunakan sendok atau centong untuk dipindahkan ke dalam wadah
13
penetasan berupa corong penetasan, waskom plastik atau akuarium yang sudah diisi dengan air bersih. Telur yang baik dipisahkan dari telur yang jelek. Telur yang baik berwarna kuning bening sedangkan telur yang jelek berwarna kuning pucat. Telur ikan gurami akan menetas setelah 36-48 jam dari pemijahan pada suhu 29 – 31ºC. Larva – larva yang baru menetas posisi badannya terbalik yaitu bagian perut berada diatas sedang bagian punggung berada dibawah, hal ini disebabkan karena telur ikan gurame mengandung minyak. Selama 3 – 4 hari setelah menetas larva hanya bergerak berputar – putar dengan posisi badan terbalik. Setelah 4 – 5 hari larva akan berbalik badan semua dan bergerak normal. Larva diberi pakan setelah berumur 8-9 hari setelah menetas, hal ini berfungsi untuk pengenalan pakan dari endogenus (makanan yang berasal dalam tubuh) ke eksogenus (makanan yang berasal dari luar). Pemberian pakan dilakukan secara ad-libitum (sekenyangnya dalam satu periode pemberian pakan dan selalu tersedia). Kuning telur larva gurame akan habis pada saat larva berumur 10 – 12 hari setelah menetas. Setelah larva berumur 14-15 hari, maka larva siap dipelihara di wadah pemeliharaan. Wadah dapat berupa kolam tanah, kolam tembok, bak terpal dan akuarium. Jika dengan menggunakan kolam tanah dan tembok, maka kolam harus diberi kapur dan di pupuk. Pengapuran berfungsi untuk membunuh bibit penyakit dan hama yang ada di dasar kolam, sedangkan pemupukan berfungsi untuk menimbulkan pakan alami. Sedangkan jika menggunakan bak terpal dan akuarium tidak dilakukan kegiatan pengapuran dan pemupukan. Kepadatan pada setiap wadah pemeliharaan berbede-beda, untuk kolam tanah dan kolam tembok,
14
kepadatan yang digunakan adalah 100 ekor/m2, untuk bak terpal kepadatan larva yang digunakan adalah 250 – 500 ekor/m2, sedangkan untuk akuarim kepadatan yang digunakan antara 10-15 ekor per liter air. Benih dapat dipanen setelah 15-25 hari dari penebaran larva atau berumur 30-40 hari setelah menetas. Beberapa standar proses produksi dalam memproduksi benih ikan gurami hingga ukuran 1-2 cm dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 8. Standar Proses Produksi Benih Ikan Gurami Ukuran 1-2 Cm No Standar Satuan Jumlah 2 1 Dosis Pupuk 500 Gram/ m 2 2 Kepadatan 100 Ekor/ m 3 Tingkat Pemberian Pakan % Bobot biomassa 20 4 Perbandingan Jantan dan Betina ekor 1 : 3-4 Sumber : Badan Standarisasi Nasional.
2.5
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian mengenai ikan gurami, pendapatan dan efisiensi faktor produksi. Penelitian Basyarah (2002)
mengenai ikan gurami yang berjudul Analisis
Kelayakan Finansial Usaha Pemeliharaan Ikan Gurami Di Desa Puswasari Kabupaten Bogor menjelaskan bahwa terdapat tiga pola usaha dalam kegiatan budidaya ikan gurami di desa purwasari, yaitu Pola Usaha I (pembenihan), Pola Usaha II (pendederan) dan Pola Usaha III (pembesaran). Pola usaha IV (pembenihan sampai pembesaran) merupakan pola rancangan alternatif yang dapat dikembangkan di daerah penelitian
Berdasarkan analisis kelayakan
finansial dengan menggunakan kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period, keempat pola usaha tersebut
menunjukan kelayakan untuk
diusahakan. Pola usaha I menghasilkan NPV sebesar Rp. 1.159.345,50, IRR adalah 39%, Net B/C 1,48 dan Payback Period 3,09 tahun. Pola usaha II
15
menghasilkan NPV sebesar Rp. 6.771.987, IRR 70%, Net B/C 3,4 dan Payback Period 2,09 tahun. Pola usaha III menghasilkan NPV sebesar Rp. 10.984.445,50, IRR 76%, Net B/C 1,95 dan Payback Period 1,08 tahun. Sedangkan pola usaha IV sebagai pola rancangan alternative menghasilkan NPV sebesar Rp. 13.164.954, IRR 94%, Net B/C 2,56 dan Payback Period 1,05 tahun. Penelitian Jatmiko (2003) dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi Usaha Pembesaran Ikan Gurami studi kasus di Desa Cogrek, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis, pendapatan usaha pembesaran ikan gurami di desa Cogrek pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini ditunjukan dengan nilai R/C yang didapatkan pada kondisi optimal 1,96 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 1,46. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi pembesaran ikan gurami adalah jumlah benih, pakan pelet, pakan daun sente, luas kolam dan tenaga kerja. Dari hasil analisis Cobb-Douglas menunjukan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pada tingkat kepercayaan 95% adalah benih, pakan pelet dan pakan daun sente. Sedangkan faktor luas kolam berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85% dan faktor tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi baik pada tingkat kepercayaan 85 % dan 95%. Irawati (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pendapatan Dan Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi Usahatani Padi Program PTT dan Non-PTT kasus di Kabupaten Karawang. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi di daerah penelitian, petani
16
non-program PTT pendapatan atas biaya tunai dan total lebih tinggi dibandingkan dengan petani program PTT. Akan tetapi, pada kondisi optimal pendapatan total yang diterima oleh petani program PTT lebih besar dibandingkan petani non program. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb Douglas, untuk petani program PTT menunjukan bahwa faktor - faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi usahatani padi adalah luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja. Sedangkan untuk pupuk sp-36 dan obat padat tidak berpengaruh nyata. Untuk petani non PTT menunjukan bahwa luas lahan, benih, NPK, dan tenaga kerja merupakan faktor - faktor yang berpengaruh nyata pada peningkatan produksi usahatani padi, sedangkan sp-36, urea, obat padat dan obat cair tidak berpengaruh nyata. Analisis Pendapatan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kelangsungan Usaha Kolam Jaring Apung, kasus di Desa Bangus, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang dilakukan oleh Yulinar (2005) menjelaskan bahwa pendapatan usaha kolam jaring apung dihitung menggunakan analisis pendapatan dengan bantuan tabel arus kas seperti arus penerimaan dan biaya yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis, penerimaan petani terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori untung, kategori rugi dan kategori bangkrut. Penerimaan petani kategori untung sebesar Rp 128.092.674,00/thn dengan total biaya produksi sebesar Rp 7.680.084,95/thn. Penerimaan petani kategori rugi sebesar Rp 60.503.513,59/thn dengan total biaya produksi sebesar Rp 69.850.535,58/thn. Penerimaan petani kategori bangkrut sebesar Rp 54.699.639,90/thn dengan total biaya produksi sebesar Rp 62.652.689,30/thn. Alat analisis yang digunakan dalam menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha kolam jaring apung
17
adalah analisis logit atau regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis, faktor yang berpengaruh nyata terhadap kelangsungan usaha kolam jarring apung di waduk saguling desa Bangus adalah kualitas air dan jumlah kolam. Analisis Pendapatan Nelayan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah oleh Effendi (2004) menyebutkan bahwa pendapatan non pertanian adalah pendapatan yang berasal dari tingkat upah, sewa dan keuntungan yang di peroleh dari tenaga kerja yang dicurahkan dikurangi dengan biaya – biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan diluar usaha pertanian yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan yang menggunakan trammel net, gill net dan long line adalah ukuran kapal, pengalaman nakhoda dan jumlah alat tangkap. Mulyani (2007) dengan judul penelitian Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Lele di OMAH FISH FARM, Kecamatan Ciseeng-Parung Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa ikan lele dapat dibudidayakan dengan lahan dan sumber air yang terbatas, kepadatan tinggi dan relatif lebih cepat untuk mencapai ukuran konsumsi dibandingkan dengan ikan gurami. Akan tetapi harga per-kilogram ikan lele jauh lebih murah dibandingkan dengan ikan gurami. Hasil analisis usaha, nilai R/C ratio selama satu tahun adalah sebesar 0,57 yang berarti usaha budidaya tersebut tidak menguntungkan untuk diusahakan. Prospek Usaha Budidaya Ikan Nila Gift Sistem Kolor Pada Keramba Jaring Apung Di Waduk Cirata Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur Jawa Barat oleh Resmi (2007) menyebutkan bahwa kombinasi antara ikan nila dan ikan mas dalam budidaya sistem kolor lebih menguntungkan dibandingkan dengan
18
kombinasi ikan nila dan ikan bawal dengan nilai R/C masing-masing sebesar 2,02 dan 1,87. Harga masing-masing jenis ikan berbeda, untuk ikan nila sebesar Rp 5500/kg, ikan mas 9500/kg dan ikan bawal sebesar Rp 6000/kg. Dibandingkan dengan ikan gurami harga tersebut relatif jauh lebih rendah dimana harga ikan gurami sebesar Rp 18.000-20.000,-. Penelitian Jaelani (2003) yang berjudul Prospek Pengembangan Usaha Pembenihan Ikan Gurami Di Kelurahan Tertasari Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Hasil analisis usaha menggambarkan nilai R/C untuk usaha pembenihan ikan gurami sebesar 2,13 dengan hasil panen berupa benih ukuran 0,75 – 2 cm. Uraian di atas menunjukan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian mengenai pendapatan usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat Standar Nasional Indonesia, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis pendapatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi pada usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat SNI.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pendapatan Usahatani Usahatani merupakan satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal dan pengelolaan atau manajemen. Unsur – unsur tersebut saling berkaitan, kedudukannya dalam usahatani sama penting dan tidak dapat dipisahkan. Pemahaman keempat unsur tersebut diperlukan karena menyangkut masalah penguasaan dan pemilikan terhadap faktor-faktor produksi, dimana pemilikan memberikan kekuatan dan kekuasaan untuk berbuat terhadap faktor-faktor produksi dalam penggunaan pada proses produksi. Seseorang yang menguasai atau memiliki faktor produksi, dapat memberikan posisi atau status sosial yang tinggi di lingkungan masyarakatnya (Hernanto, 1989). Tingkat keuntungan dapat diukur dengan pendapatan usahatani yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usahatani dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan dapaat menggambarkan keadaan yang akan datang. Pendapatan dalam usahatani adalah balas jasa terhadap setiap faktor produksi dan merupakan ukuran keberhasilan usahatani. Menurut Soekartawi, et.al (1986), terdapat banyak cara untuk mengukur pendapatan usahatani, diantaranya adalah pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan pendapatan
20
tunai usahatani (farm net cash flow). Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan kotor usahatani (gross return) dengan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Penerimaan kotor usahatani (gross return) adalah nilai produk total usahatani alam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Sedangkan pengeluaran total (total farm expenses) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai (farm receipt) dengan pengeluaran tunai usahatani (farm payment). Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk hasil usahatani. Sedangkan pengeluaran tunai usahatani (farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Ukuran pengeluaran usahatani dapat digolongkan berdasarkan jumlah output yang dihasilkan dan berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan. Biaya tetap dan biaya tidak tetap merupakan golongan biaya yang didasarkan pada jumlah output yang dihasilkan. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan jumlah produksi. Golongan yang didasarkan pada biaya yang langsung dikeluarkan adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai. Didalam biaya tunai maupun tidak tunai terdapat biaya tetap dan biaya tidak tetap, dengan kata lain biaya tunai usahatani adalah pengeluaran biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dibayar tunai selama proses produksi, sedangkan biaya tidak tunai adalah pengeluaran biaya tetap dan biaya tidak tetap yang tidak dikeluarkan secara tunai oleh petani dalam kegiatan proses produksi usahatani.
21
Ukuran efisiensi usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan usahatani. Untuk mengukur efisiensi usahatani digunakan rasio imbangan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan (R/C) yang merupakan perbandingan antara pendapatan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi (Hernanto, 1989). Nilai R/C tidak memiliki satuan, jika nilai R/C sama dengan satu maka menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah. Jika R/C lebih besar dari satu, maka menunjukan bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan lebih besar dari satu rupiah, begitu sebaliknya. Semakin besar nilai R/C, maka semakin besar pendapatan yang diterima dan kedudukan ekonomi usahatani tersebut semakin baik.
3.1.2 Analisis Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menjelaskan hubungan fisik antara
produksi
(output)
dan
faktor
-
faktor
produksi
(input)
yang
mempengaruhinya. Hubungan antara input dan output pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing return), artinya tiap tambahan unit input akan mengakibatkan proporsi unit tambahan output yang semakin kecil dibanding unit tambahan input, yang kemudian tiap tambahan input tersebut akan menghasilkan output yang terus berkurang (Soekartawi, et al 1986). Dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Y = f ( X 1, X 2 , X 3 ,........, X n ) …...………………………………………...…(1)
22
Dimana : Y
:
Output produksi
X 1, X 2 , X 3 ,........, X n
:
Faktor – faktor Produksi
f
:
dibaca fungsi dari
Terdapat beberapa bentuk aljabar fungsi produksi yang sering digunakan dalam memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, yaitu : 1.
Fungsi Produksi Kuadratik Dengan menggunakan variabel masukan tunggal, maka fungsi produksi
kuadratik dapat dituliskan sebagai beikut : Y = f ( X 1 ) atau dapat dituliskan Y = a + bX + cX 2 …………………..…………………………………(2) Dimana : Y
:
Variabel yang dijelaskan
X
:
Variabel yang menjelaskan
a, b, c
:
Koefisien yang harus diduga
Menurut Soekartawi, et al (1986), persamaan ( 2 ) akan mempunyai arti ekonomi dan hasil produksi mencapai maksimum jika X sama dengan b/2c dan koefisien b harus positif dan lebih besar dari koefisien c, dimana koefisien c ini harus bernilai negatif Gambar 3. Y Y = f ( X1 )
0 Gambar 2. et.al,1986)
X Bentuk fungsi produksi dengan satu variabel. (Soekartawi,
23
2.
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Menurut Soekartawi, et al (1986), persamaan matematik dari fungsi Cobb-
Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = a0 X 1a1 X 2a 2 , ........... X nan eu ……………….…………………………….(3)
Dimana :
3.
Y
:
Variabel Yang Dijelaskan
X 1 , ..... X n
:
Variabel yang menjelaskan
aa
:
Intersep
a1 , ......an
:
Dugaan slope yang berhubungan dengan X 1
e
:
Bilangan natural (e = 2,7182)
u
:
Sisa (residual)
Fungsi Produksi Linear Berganda Fungsi produksi linear berganda merupakan analisis regresi yang melibatkan
hubungan dari dua atau lebih variabel bebas. Rumus matematik dari fungsi produks linear berganda yaitu : Y = b0 + b1 X 1 + b2 X 2 + b3 X 3 + .... + bn X n …………………………………..(4) Dimana : Y
:
Variabel Yang Dijelaskan
X
:
Variabel yang menjelaskan
b0
:
Intersept
b1 ....bn
:
Koefisien Regresi
24
Persamaan fungsi produsi dapat menduga jumlah produk yang dihasilkan pada tingkat penggunaan input tertentu. Selain itu dengan adanya fungsi produksi akan dapat mengetahui besarnya produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk rata – rata adalah jumlah produksi per satuan faktor produksi (Y/X). Sedangkan produk marginal adalah perubahan produksi yang diakibatkan oleh adanya tambahan unit input, sehingga nilai produk marginal didapat dari nilai turunan pertama dari fungsi produksi terhadap input PMi = dY/dXi (Soekartawi et al, 1986). Elastisitas produksi dapat menggambarkan perubahan dari produk yang dihasilkan dari setiap penggunaan faktor produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output akibat persentase perubahan input. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ep =
dY X ………………………………………….…………………(6) x dX Y
Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan elastisitas produksi, sehingga rumus elastisitas menjadi : Ep = PM x
X PM = ……………………….……….……………………(7) Y PR
Dimana : Ep
:
Elastisitas produksi
PM
:
Produk marginal
PR
:
Produk rata-rata
Y
:
Output produksi
X
:
Input produksi
25
Y
TP Ep = 1
I
II
Ep > 1 0
X1
Ep = 0
III
0 < Ep < 1 X2
Ep < 0 X3
X
MP AP
AP MP X1
X2
X3
X
Gambar 3. Kurva Hubungan Fungsi Produksi Total dengan Produk Marginal dan Produk Rata-rata (Soekartawi, 2002).
26
Keterangan Gambar : TP
:
Total Produksi
MP
:
Marginal Product (Produk Marginal)
AP
:
Average Product (Produk Rata-rata)
Y
:
Output Produksi
Xi
:
Faktor Produksi ke-i
Gambar 3. menggambarkan nilai elastisitas pada setiap daerah produksi, sehingga daerah produksi dapat dibedakan berdasarkan besarnya elastisitas produksi, yaitu : 1.
Daerah I (Daerah Irasional) Daerah I memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dari satu (Ep>1), artinya
setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output produksi lebih dari satu persen, daerah ini sering disebut sebagai kenaikan hasil yang semakin bertambah (increasing return to scale). 2.
Daerah II (Daerah Rasional) Daerah produksi ini memiliki elastisitas diantara nol dan satu (0<Ep<1),
yang berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen maka akan mengakibatkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya makin berkurang atau (decreasing return to scale). 3.
Daerah III (Daerah Irasional) Daerah III memiliki nilai elastisitas lebih kecil dari nol (Ep<0), artinya
setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, daerah ini disebut sebagai kenaikan hasil yang negatif.
27
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional
Tujuan utama diterbitkannya SNI dan sertifikasi pembenihan ikan gurami adalah untuk membantu para petani dalam meningkatkan hasil produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Dengan penerapan SNI dan sertifikasi, akan memungkinkan adanya perbaikan pada manajemen produksi, pengelolaan proses produksi dan hasil produksi. Dengan perbaikan manajemen, pengelolaan proses produksi dan hasil produksi diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya para pembudidaya ikan gurami. Dengan sertifikasi SNI memungkinkan adanya ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi pada kegiatan pembenihan ikan gurami. Faktor-faktor produksi usaha pembenihan gurami yang menjadi ketentuan SNI adalah dosis pupuk, kepadatan, tingkat pemberian pakan dan induk ikan gurami. Dengan adanya ketentuan penggunaan input maka terjadi perbedaan biaya input antara petani responden bersertifikat dan non sertifikat. Usaha pembenihan ikan gurami juga memerlukan sarana produksi lain berupa kolam dan tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan dari usaha pembenihan ikan gurami bersertifikat SNI dan non sertifikat SNI. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis penggunaan faktorfaktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi pada usaha pembenihan ikan gurami. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis efisiensi usahatani dan analisis fungsi produksi. Analisis pendapatan usahatani meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan R/C rasio. Analisis pendapatan yang digunakan adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Analisis model fungsi produksi, yang
28
digunakan adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan variabel dummy. Model ini digunakan untuk menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi dalam usaha pembenihan ikan gurami. Kerangka pemikiran operasional dapat diringkas seperti pada Gambar 4. Pengaruh Sertifikasi SNI Pembenihan Ikan Gurami Terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usahatani
Setelah Sertifikasi SNI
Non Sertifikasi SNI
Faktor – faktor Produksi o Jumlah Induk o Luas Kolam o Pemupukan o Kepadatan o Pakan Larva o Tenaga Kerja
Analisis Fungsi Produksi
Analisis Pendapatan Usahatani
o Pendapatan o Efisiensi Usahatani R/C Ratio
Faktor Yang Paling Berpengaruh
Rekomendasi Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional.
29
3.3
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan sebagai dasar pertimbangan untuk melaksanakan penelitian ini adalah : 1.
Usaha pembenihan ikan gurami bersertifikat diduga lebih efisien dibandingkan petani non sertifikat dalam hal R/C rasio.
2.
Faktor produksi luas kolam pendederan benih, Jumlah induk, dosis pemupukan, kepadatan larva, pakan benih dan tenaga kerja diduga berpengaruh terhadap hasil produksi benih ukuran 1-2 cm dalam proses produksi pembenihan ikan gurami baik pada petani bersertifikat maupun petani non sertifikat.
30
IV. METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Beji, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Banyumas merupakan sentra produksi benih ikan gurami di Jawa Tengah dan terdapat Unit Bisnis kegiatan pembenihan ikan gurami yang telah menerapkan
SNI dan
disertifikasi produksi pembenihan ikan gurami. Pengambilan data dilakukan pada bulan November – Desember 2007.
4.2
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa cross section data. Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan produksi dan wawancara menggunakan kuesioner dengan jumlah sampel sebanyak 30 petani. Pemilihan responden non sertifikat dilakukan secara tidak sengaja (accidental sampling), sedangkan pemilihan petani bersertifikat dilakukan secara sengaja dalam satu kelompok tani. Sampel sebanyak 30 petani dimaksudkan agar dapat menggambarkan tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh para petani. Data sekunder diperoleh dari berbagai berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini baik dari buku, internet, studi terdahulu dan instansi pemerintah yang terkait seperti Badan Standarisasi Nasional, Balai Budidaya Air Tawar dan Departemen kelautan dan Perikanan.
31
4.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pengolahan data dengan menggunakan bantuan software MINITAB 14 dan Microsoft Excel 2003. Software MINITAB 14 digunakan untuk menganalisis faktor-faktor produksi, sedangkan Microsoft Excel 2003 digunakan untuk menganalisis dan mentabulasikan pendapatan usahatani, lalu hasil dari masingmasing analisis disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif. Analisis yang dilakukan berupa analisis pendapatan usahatani, R/C rasio dan analisis penggunaan faktor – faktor produksi.
4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan merupakan balas jasa terhadap setiap faktor produksi yang digunakan. Total pendapatan usahatani diperhitungkan sebagai selisih antara penerimaan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Tingkat pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut :
π total = P T– BT π total = P T– (Bt + Btt) π tunai = PT – Bt Dimana :
π total
: Pendapatan atas biaya total
π tunai
: Pendapatan atas biaya tunai
PT
: Penerimaan Total
BT
: Biaya Total
Bt
: Biaya Tunai
Btt
: Biaya Tidak Tunai
32
Analisis pendapatan yang dilakukan disertai dengan analisis keberhasilan dari usahatani. Analisis keberhasilan usahatani digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan biaya yang dapat digambarkan oleh R/C rasio. R/C rasio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dan dapat dirumuskan sebagai berikut : R / C rasio atas biaya tunai
= Total Penerimaan Total Biaya Tunai
R / C rasio atas biaya total
=
Total Penerimaan Total Biaya
Dimana : R/C > 1 : Usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan. Artinya, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi usaha pembenihan ikan gurami, akan menghasilkan penerimaan sebesar lebih dari satu rupiah. R/C < 1 : Usahatani tersebut tidak menguntungkan untuk diusahakan. Artinya, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi usaha pembenihan ikan gurami, akan menghasilkan penerimaan sebesar kurang dari satu rupiah. R/C = 1 : Usahatani tersebut masih efisien untuk diusahakan. Artinya, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi usaha pembenihan ikan gurami, akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah.
33
4.3.2 Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi menjelaskan hubungan antara jumlah produksi dengan faktor – faktor produksi yang mempengaruhinya. Analisis fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan variabel dummy. Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (MKT), sehingga harus memenuhi asumsi MKT. beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu (Gujarati, 1991) : 1. Nonmultikolinearitas
:
Antara variabel independen dalam model
regresi tidak saling berhubungan secara sempurna. 2. Homoskedastisitas
:
Varians semua variabel adalah sama.
3. Nonautokorelasi
:
Tidak terdapat pengaruh dari variabel
dalam model melalui tenggang waktu. 4. Nilai rata-rata kesalahan (error) populasi pada model sama dengan nol 5. Variabel independent adalah konstan untuk contoh yang berulang. 6. Variasi unsur sisa (error) menyebar normal.
Setelah menetapkan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani pembenihan ikan gurami, kemudian disusun model faktor produksi untuk menduga hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan hasil produksi yang dihasilkan. Rumus matematik dari fungsi produksi Cobb-Douglas dengan variabel dummy adalah : Y = b0 X 1 X 2 b1
b2
X3
b3
X4
b4
X5
b5
X6
b6
eb 7 D + u
Dari fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, kemudian model diubah kedalam bentuk linier, sehingga fungsi produksi menjadi :
34
ln Y = ln b0 + b1 ln X 1 + b2 ln X 2 + b3 ln X 3 + b4 ln X 4 + b5 ln X 5 + b6 ln X 6 + b7 D + u Dimana : Y
:
Hasil Produksi Benih ukuran 1-2 cm (ekor)
X1
:
Jumlah Induk (ekor)
X2
:
Luas kolam (m 2 )
X3
:
Kepadatan Larva (ekor/m 2 )
X4
:
Dosis Pemupukan (g/m 2 )
X5
:
Pakan Larva (kg)
X6
:
Tenaga Kerja (HKP)
D
:
Dummy Status Sertifikasi (1 sertifikasi SNI, 0 Non sertifikasi)
Variabel Y merupakan hasil produksi benih ukuran 1-2 cm sehingga faktor– faktor produksi yang diterapkan dalam SNI dan diduga berpengaruh terhadap hasil produksi adalah Jumlah induk, luas kolam pemeliharaan benih, dosis pemupukan, kepadatan larva, pakan larva dan tenaga kerja. Kemudian variabel– variabel dari faktor produksi tersebut akan dicoba ke dalam model fungsi produksi. Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk memperoleh nilai F-hitung, t-hitung, P-value dan koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut : JKR JKT
R2 = Dimana : JKR
:
Jumlah Kuadrat Regresi
JKT
:
Jumlah Kuadrat Total
35
Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas (X i ) terhadap variabel tidak bebas (Y). Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor – faktor produksi secara bersama – sama terhadap hasil produksi. Uji F dapat dirumuskan sebagai berikut : Hipotesis : H0 ; β 1 = β 2 = ...... = β 6 = 0
H1 ; β 1 ≠ β 2 ≠ ...... ≠ β 6 ≠ 0 F-hitung =
R 2 / (k −1) (1− R 2 ) / (n − k )
Dimana : R2
:
Koefisien determinasi
k
:
Jumlah variabel termasuk intersep
n
:
Jumlah pengamatan
α
:
Tingkat kepercayaan
Maka Kriteria Uji : F-hitung > F-tabel [F α (k - 1, k - n) ]
Tolak H0
F-hitung < F-tabel [F α (k - 1, k - n) ]
Terima H0
Nilai dari t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing – masing variabel bebas (X i ) yang dipakai secara terpisah berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y). Uji t dapat dirumuskan sebagai berikut :
36
Hipotesis : H0 ; β 1 = 0 H1 ; β i ≠ 0 ; i : 1, 2, 3, …., 6 t-hitung =
bi ( β i ) Sbi
Kriteria Uji : t-hitung > t-tabel [t α/2, (n - k)]
Tolak H0
t-hitung < t-tabel [t α/2, (n - k)]
Terima H0
Dimana : k
:
Jumlah variabel termasuk intersep
n
:
Jumlah pengamatan
bi
:
Koefisien dugaan ke-i
βi
:
Parameter ke-I yang dihipotesakan
Sbi
:
Simpangan baku koefisien regresi
Jika H0 ditolak artinya peubah bebas (X i ) berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas (Y), dan bila H0 diterima artinya peubah bebas (X i ) tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas (Y).
37
4.4 Konsep Pengukuran Variabel
Variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani pembenihan ikan gurami uang diusahakan pada satu musim tanam yang menghasilkan benih berukuran 1-2 cm. Dalam menganalisis pendapatan usaha pembenihan ikan gurami, variabel-variabel yang diukur adalah : 1.
Luas kolam adalah luas areal kolam yang digunakan untuk usaha pembenihan ikan gurami, satuan yang digunakan adalah m 2 .
2.
Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga dan diukur dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP) dengan lama kerja 8 jam/hari.
3.
Produksi total adalah hasil panen benih ikan gurami ukuran 1-2 cm yang di dapat per luasan kolam, diukur dalam ekor.
4.
Biaya tunai adalah besarnya uang yang dikeluarkan petani untuk membeli input produksi. Satuan yang dipergunakan adalah rupiah.
5.
Biaya tidak tunai adalah pengeluaran untuk pemakaian input produksi milik sendiri, pemakaian tenaga kerja keluarga yang didasarkan pada tingkat upah yang berlaku dan diukur dengan satuan rupiah.
6.
Biaya total adalah penjumlahan dari biaya tunai dan biaya tidak tunai.
7.
Harga produk adalah harga benih ikan gurami ukuran 1-2 cm di tingkat petani dalam satu musim, satuan yang digunakan adalah rupiah per ekor.
8.
Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dari perhitungan produk total yang dikalikan dengan harga jual produk di tingkat petani, diukur dengan satuan rupiah.
38
9.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Perhitungan pendapatan dilakukan atas biaya tunai dan biaya tidak tunai dan diukur dengan satuan rupiah. Untuk menganalisis faktor yang berpengaruh dan efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi dalam usaha pembenihan ikan gurami, variabel yang diamati adalah : 1.
Luas kolam X 1 ,
adalah luas kolam yang digunakan untuk usaha
pembenihan ikan gurami oleh petani diukur dalam (m 2 ) 2.
Jumlah induk X 2 , adalah jumlah induk yang digunakan dalam usaha pembenihan ikan gurami yang dilakukan oleh petani dan diukur dalam satuan (ekor)
3.
Kepadatan X 3 , adalah banyaknya calon benih yang ditebar dalam satu musim pemeliharaan persatuan luasan kolam (ekor/ m 2 )
4.
Dosis pemupukan X 4 , adalah banyaknya dosis pupuk yang digunakan dalam satu musim usaha pembenihan ikan gurami dan diukur dalam (g/m 2 )
5.
Pakan X 5 , adalah pakan yang diberikan kepada calon benih ikan gurami dalam satu musim pemeliharaan dan diukur dengan satuan (kg)
6.
Tenaga kerja X 6 , adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi benih ikan gurami, diukur dengan satuan (HKP).
7.
Hasil Produksi Y, total produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm yang dihasilkan, (ekor).
39
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Desa Beji berada di Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Desa Beji merupakan daerah dataran yang cukup tinggi dengan ketinggian antara 100 – 125 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata – rata 125 mm/tahun dan suhu udara berkisar antara 26 – 30 derajat celcius. Luas wilayah Desa Beji adalah 215,8175 Ha dengan luasan yang digunakan untuk budidaya perikanan adalah 97, 56 Ha. Secara administratif, Desa Beji berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Karang Nangka Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bobosan Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kebocoran Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kutosari
Berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk Desa Beji berjumlah 7.788 orang dengan 2.107 kepala keluarga yang terdiri dari 4.045 laki-laki dan 3.743 perempuan. Tabel 9. Jumlah Penduduk di Desa Beji Berdasarkan Umur Tahun 2007 Golongan Umur Jumlah (Orang) Persentase (%) 11,32 882 0-9 17,36 1.352 10-19 18,62 1.450 20-29 18,11 1.410 30-39 16,47 1.283 40-49 12,81 997 50-59 5,31 414 ≥ 60 Jumlah 7.788 100
Sumber : Monografi Desa Beji 2007
40
Berdasarkan dari tingkat pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Beji berpendidikan tamat SD (Sekolah Dasar) sebanyak 3016 orang. Klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Beji Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 5,36 418 Belum Sekolah 20,08 1.564 Tidak Tamat SD 38,72 3.016 Tamat SD 28,22 2.198 Tamat SLTP 6,63 517 Tamat SLTA 0,07 6 D1 0,11 9 D2 0,14 11 D3 0,65 47 S1 0,02 2 S2 Jumlah 7.788 100 Sumber : Monografi Desa Beji 2007
Sebagian besar penduduk Desa Beji bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 1918 orang. Pada Tabel 11. dapat dilihat klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Beji. Tabel 11. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Beji Tahun 2007 Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 56,18 1.918 Buruh Tani 14,03 479 Petani 8,14 278 Pedagang 1,78 61 Pengrajin 2,22 76 PNS 0,22 7 TNI/POLRI 4,45 152 Penjahit 0,17 6 Montir 1,28 44 Sopir 2,69 92 Pramuwisma 2,07 71 Karyawan 6,53 223 Tukang Batu 0,22 7 Guru Jumlah 3.414 100 Sumber : Monografi Desa Beji 2007
41
5.2
Karakteristik Responden
5.2.1
Petani Sertifikat SNI
5.2.1.1 Usia
Petani responden yang telah mendapatkan sertifikat SNI sebanyak 13 orang dan merupakan satu kelompok tani. Secara umum petani responden yang bersertifikat berusia rata – rata 48 tahun dengan kisaran usia antara 32-70 tahun. Usia ini memiliki potensi yang baik dalam pengelolaan usaha, karena memiliki pengalaman yang banyak serta mudah dalam mengadopsi teknologi baru. 5.2.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal petani responden bersertifikat SNI yang paling rendah adalah sekolah dasar. Pendidikan petani responden yang paling tinggi adalah sarjana, akan tetapi sebagian besar tingkat pendidikan formal petani responden adalah SLTA sebanyak 5 orang atau sebesar 38,47% (Tabel 12). Tabel 12. Tingkat Pendidikan Petani Responden Bersertifikat SNI Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) SD 4 30,77 SLTP 2 15,38 SLTA 5 38,47 S1 2 15,38 Jumlah 13 100
Dari tabel diatas dapat menggambarkan bahwa petani responden bersertifikat SNI memiliki rata-rata tingkat pendidikan yang menunjang untuk menerapkan SNI.
Dengan tingkat pendidikan tersebut petani akan mampu
mengerti tentang teknologi yang mereka terapkan dan akan mampu mencatat seluruh hasil kegiatan proses dan hasil produksi sebagai salah satu syarat mendapatkan sertifikat SNI.
42
5.2.1.3 Pengalaman Usahatani
Sebagian besar petani responden yang bersertifikat SNI memiliki pengalaman usaha pembenihan ikan gurami lebih dari 20 tahun. sebelum mengetahui adanya Standar Nasional Indonesia proses produksi pembenihan ikan gurami, pengetahuan petani tentang budidaya pembenihan ikan gurami didapat secara turun temurun dari orang tua mereka. Pengalaman petani responden bersertifikat berkisar antara 5-42 tahun (Tabel 13) Tabel 13. Sebaran Responden Bersertifikat SNI Berdasarkan Pengalaman Usaha Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 5-10 2 15,38 11-20 4 30,77 21-30 3 23,08 31-45 4 30,77 Jumlah 13 100
5.2.1.4 Luas Kolam
Semua kolam yang digunakan petani responden bersertifikat SNI adalah milik sendiri sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk sewa lahan untuk berusahatani ikan gurami. Luas kolam yang digunakan petani untuk memelihara benih hingga ukuran 1-2 cm beragam, mulai dari 100 m 2 hingga 5000 m 2 . Ratarata luas kolam yang digunakan oleh petani responden bersertifikat untuk memelihara benih adalah 1110,38 m 2 . Tabel 14. Luas Kolam Petani Responden Bersertifikat SNI Jumlah (Orang) Persentase (%) Luas Kolam Pendederan 1 (m 2 ) <500 3 23,08 500-1000 6 46,15 >1000 4 30,77 Jumlah 13 100
43
5.2.2
Petani Non Sertifikat
5.2.2.1 Usia
Petani responden yang tidak bersertifikat SNI berjumlah 17 orang dengan usia rata-rata 49 tahun yang berkisar antara 30-67 tahun. Sebagian besar petani responden yang tidak bersertifikat SNI berusia antara 41 hingga 50 tahun yaitu sebanyak 7 orang atau sebesar 41,18% (Tabel 15). Tabel 15. Sebaran Petani Responden Non Sertifikat Golongan Umur Jumlah (Orang) 30-40 3 41-50 7 51-60 2 >60 5 Jumlah 17
SNI Berdasarkan Umur Persentase (%) 17,65 41,18 11,76 29,41 100
5.2.2.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani responden yang tidak bersertifikat SNI sebagian besar sudah tamat SD. Tingkat pendidikan petani responden yang tidak bersertifikat paling tinggi adalah tamat SLTA. Dengan tingkat pendidikan sebagian besar lulusan SD, petani non sertifikat kurang mampu dalam mengadopsi dan menerapkanan teknologi baru dalam proses produksinya serta petani kurang mampu untuk menulis hasil kegiatan produksi sebagai syarat sertifikasi SNI. Kisaran pendidikan responden yang tidak bersertifikat mulai dari tamat SD hingga SLTA dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Tingkat Pendidikan Petani Responden Non Sertifikat SNI Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) SD 11 64,72 SLTP 4 23,52 SLTA 2 11,76 Jumlah 17 100
44
5.2.2.3 Pengalaman Usahatani
Petani responden yang tidak bersertifikat SNI memiliki rata-rata pengalaman usaha pembenihan ikan gurami 23,52 tahun dan berkisar antara 8 sampai 50 tahun. Tabel 17. Sebaran Responden Non Sertifikat SNI Berdasarkan Pengalaman Usaha Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 5-10 4 23,52 11-20 6 35,30 21-30 3 17,65 31-50 4 23,52 Jumlah 17 100 5.2.2.4 Luas Kolam
Luas kolam yang digunakan petani responden yang tidak bersertifikat SNI untuk memelihara larva hingga benih ukuran 1-2 cm, yaitu mulai dari luasan 70 m 2 hingga luasan 2000 m 2 . Sama halnya dengan petani responden bersertifikat, kolam yang dimiliki petani responden yang tidak bersertifikat merupakan milik sendiri. Rata-rata luas kolam yang digunakan untuk pemeliharaan larva oleh petani responden non sertifikat adalah 512,35 m 2 . Tabel 18. Luas Kolam Pendederan Petani Responden Non Sertifikat SNI Jumlah (Orang) Persentase (%) Luas Kolam Pendederan 1 (m 2 ) <250 3 17,65 250-750 12 70,58 >750 2 11,76 Jumlah 17 100
45
5.3
Gambaran Umum Usaha Pembenihan Ikan Gurami
Kualitas benih merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan dari usaha pembesaran ikan gurami. Dengan kualitas benih yang baik maka produksi dari hasil pembesaran ikan gurami pun akan baik. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan pemerintah dari diterbitkanya Standar Nasional Indonesia pembenihan ikan gurami. Salah satu unit pembenihan rakyat (UPR) yang sudah mendapatkan sertifikasi SNI adalah UPR Setia Maju yang berada di Desa Beji, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas. UPR Setia Maju mendapatkan sertifikasi SNI sejak tahun 2004 hingga sekarang. Setiap satu tahun sekali UPR yang mendapatkan sertifikasi akan di evaluasi oleh pihak pelaksana teknis dari program sertifikasi SNI, sehingga tidak menutup kemungkinan UPR yang sudah mendapatkan sertifikat SNI akan di copot dari sertifikasi jika persyaratan sertifikasi tidak digunakan. Salah satu keberhasilan yang didapatkan petani melalui program sertifikasi SNI adalah manajemen proses produksi yang dilakukan lebih terkontrol karena semua kegiatan proses produksi, hasil produksi serta biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dibukukan oleh petani. Keberhasilan lain yang didapatkan petani yaitu berupa pengakuan penerapan SNI yang berdampak pada permintaan produk yang meningkat. Adanya pihak dinas dari daerah Kalimantan yang membeli telur dan benih ikan gurami pada petani bersertifikat merupakan contoh adanya peningkatan permintaan. Kegiatan usaha pembenihan ikan gurami di daerah penelitian meliputi beberapa proses, diantaranya adalah pemeliharaan induk,pemijahan, pemanenan telur, pemeliharaan larva, persiapan kolam pendederan, pemeliharaan benih dan
46
pemanenan. Input produksi yang digunakan petani dalam proses produksi pembenihan ikan gurami di daerah penelitian adalah pupuk, kapur, pelet benih, pelet induk dan pakan daun sente. Kegiatan pemeliharaan induk merupakan awal dari kegiatan proses produksi benih ikan gurami. Namun pada dasarnya, usaha untuk memproduksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm tidak harus memiliki induk, akan tetapi dapat pula membeli telur gurami lalu memelihara hingga menghasilkan benih ikan gurami ukuran 1-2 cm. Kegiatan pembenihan ikan gurami yang dilakukan petani responden dimulai dari tahap pemeliharaan induk. Dalam kegiatan pemeliharaan induk, kegiatan yang dilakukan petani responden adalah kegiatan pemberian pakan pelet dan daun sente, pengecekan sarang ikan gurami dan pengecekan saluran masuk dan buangan air kolam induk. Perbandingan antara jantan dan betina ikan gurami yang dilakukan oleh petani responden bersertifikat adalah 1 : 4 artinya untuk satu petak kolam terdapat minimal satu ekor jantan dengan empat ekor betina, sedangkan untuk petani responden yang tidak bersertifikat perbandingan antara jantan dan betina induk ikan gurami bervariasi antara 1 : 2 hingga 1 : 4. Untuk SNI sendiri, perbandingan antara induk jantan dan betina adalah 1 : 3-4. Sebagian besar responden petani non sertifikat sudah menerapkan persyaratan SNI induk ikan gurami, namun ada beberapa petani yang belum menerapkan SNI induk ikan gurami. Kegiatan pemanenan telur merupakan tahap kedua dari kegiatan usaha pembenihan ikan gurami di daerah penelitian,. Sebelum di panen tentunya sarang induk diperiksa terlebih dahulu. Bahan sarang terbuat dari sabut kelapa dan ijuk. Bahan sarang diletakan dipermukaan air kolam induk. Tempat sarang yang
47
digunakan oleh petani berupa anyaman bambu yang dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai kerucut dengan diameter 20 cm. tempat sarang ditempatkan di sisi kolam yang ditancapkan ke dinding pematang kolam dengan kedalaman 10 cm. Untuk mengetahui sarang sudah berisi telur atau tidak dapat dilihat secara visual yaitu dengan melihat banyaknya ikan seribu di sekitar sarang. Untuk lebih meyakinkan, sarang digoyang secara perlahan atau sarang ditusuk dengan bambu kecil. Sarang yang sudah berisi telur ditandai dengan keluarnya minyak (berasal dari telur yang pecah) dari sarang ke permukaan air jika sarang ditusuk atau digoyangkan. Pemanenan telur dilakukan dengan cara mengangkat sarang yang telah berisi telur secara hati – hati agar telur tidak pecah atau keluar dari sarang. Sarang kemudian dipindahkan kedalam baskom untuk dipisahkan dan dibersihkan dari bahan sarang yang berupa sabut kelapa atau ijuk di lokasi penetasan telur. Telur yang sudah dipisahkan dari bahan sarang kemudian di lakukan sortasi telur yang baik dan tidak. Telur yang baik berwarna kuning bening, sedangkan yang tidak baik berwarna kuning pucat agak keputihan. Setelah itu telur dihitung untuk di tetaskan dan sisanya dijual oleh petani kepada pengepul. Telur yang sudah dihitung berdasarkan ukuran kolam pendederan akan menetas setelah dua hari. Larva yang baru menetas posisi badannya terbalik, yaitu bagian perut berada diatas sedang bagian punggung berada dibawah. Selama 3 – 4 hari setelah menetas larva hanya bergerak berputar – putar dengan posisi badan terbalik. Setelah 4 – 5 hari larva akan berbalik badan semua dan bergerak normal. Setelah larva berumur 7 hari, kolam pendederan di persiapkan untuk penebaran benih berumur 15 hari.
48
Kolam pendederan dipersiapkan 5-7 hari sebelum larva ditebar dikolam. Kolam pendederan yang digunakan oleh responden bersertifikat maupun non sertifikat adalah kolam tanah. Kegiatan persiapan kolam meliputi pengeringan kolam, pembalikan tanah dasar kolam, pengapuran, pemupukan dan pengisian air. Kegiatan pengapuran kolam bertujuan untuk membunuh bibit penyakit serta predator yang menyerang bakal benih ikan gurami. Sedangkan pemupukan bertujuan untuk menimbulkan pakan alami di kolam pemeliharaan. Setelah 5-7 hari persiapan kolam, maka kegiatan selanjutnya adalah penebaran benih serta pemeliharaan benih. Kegiatan pemeliharaan benih berlangsung selama 20-25 hari. Kegiatan ini meliputi pemberian pakan dan pengecekan kolam jika agar air dalam kolam tidak merembes yang mengakibatkan ketinggian air pada kolam menjadi berkurang yang akan berpengaruh terhadap benih ikan gurami. Ketinggian air kolam untuk pemeliharaan benih adalah 40-60 cm dari dasar kolam dengan debit air 0,4 – 0,7 liter/detik. Pakan benih yang di berikan berupa pelet halus dengan frekuensi pemberian dua kali sehari untuk petani bersertifikat maupun petani non sertifikat. Akan tetapi ada beberapa petani yang tidak memberikan pakan pelet halus pada benih dengan alasan kolam sudah di pupuk dan terdapat pakan alami di perairan kolam. Tingkat pemberian pakan untuk benih yaitu 20 % dari bobot biomasa. Kegiatan terakhir dari usaha pembenihan ikan gurami adalah pemanenan benih ikan gurami ukuran 1-2 cm. Pemanenan dilakukan dengan menurunkan permukaan air sedikit demi sedikit hingga semua benih berkumpul di kubangan yang memang dipersiapkan untuk kolam pendederan. Setelah benih berkumpul,
49
kemudian benih di panen dengan menggunakan ayakan dan di masukan ke dalam baskom yang sudah terisi air. Setelah itu dilakukan perhitungan benih serta sortasi benih untuk memilah ukuran dari benih yang dihasilkan. Pemanenan biasanya dilakukan petani sendiri. 5.4
Pemasaran Benih Ikan Gurami
Pemasaran pada dasarnya merupakan aktivitas pasca panen yang menentukan tingkat harga. Keberadaan sarana-sarana seperti pasar ikan, prasarana jalan serta alat trasportasi merupakan komponen yang sangat penting dalam tercapainya pemasaran hasil-hasil perikanan pada umumnya. Pemasaran yang dilakukan oleh petani responden bersertifikat tidak hanya sebatas di daerah Kabupaten Banyumas akan tetapi para petani memasarkan produk ke daerah Jawa Timur untuk produk berupa telur ikan gurami, serta produk berupa benih yang dipasarkan ke daerah Jawa Barat seperti Sukabumi dan Bogor. Kabupaten lain di Jawa Tengah yang menjadi pasar petani responden bersertifikat adalah Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Cilacap, Purworejo, Magelang, Semarang serta DI Yogyakarta. Terdapat beberapa konsumen yang berasal dari Dinas Perikanan Pekanbaru, mereka datang langsung ke tempat petani karena mereka mengetahui bahwa petani tersebut telah mendapatkan sertifikat SNI. Untuk petani responden non sertifikat, mereka memasarkan benih dan telur di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat seperti Cilacap, Purbalingga, Temanggung,
Kabupaten Banyumas, Bogor dan Sukabumi. Baik petani
bersertifikat ataupun non sertifikat jika tidak ada pesanan telur ataupun benih, mereka menjual hasil produksinya ke pengepul kelompok masing-masing petani.
50
Selanjutnya para pengepul tersebut memasarkan produk telur ataupun benih ikan gurami kepada konsumen tetap yang mereka miliki. I
Petani Ikan Gurami
Pedagang Pengepul II Konsumen Gambar 5. Saluran Pemasaran Telur dan Benih Ikan Gurami dari Desa Beji.
Saluran pemasaran merupakan gerakan dari para produsen yaitu petani ikan ke konsumen yang mencakup beberapa lembaga pemasaran. Dari hasil penelitian, terdapat dua saluran pemasaran yang digunakan untuk menyalurkan hasil produksi ikan gurami dari produsen ke konsumen (Gambar 5). Saluran pertama merupakan saluran pendek, dimana lembaga pemasaran tidak terlibat dalam proses pemasaran hasil produksi yaitu hasil produksi langsung dipasarkan kepada konsumen yaitu petani pendeder dan petani pembesar ikan gurami. Saluran dua melibatkan lembaga pemasaran yaitu pengepul hasil produksi. Pada saluran dua petani menjual hasil produksi kepada pengepul yang kemudian dipasarkan kepada konsumen oleh pedagang pengepul. Transaksi jual beli antara petani ikan dengan pedagang pengepul dilakukan di tempat petani ikan. Karena jarak petani dengan pengepul dekat dan tidak harus menggunakan trasportasi maka biaya pengiriman tidak ada. Penentuan harga ditentukan oleh harga yang berkisar di pasaran, sehingga tidak ada tawarmenawar antara petani dengan pengepul kelompok. Pengepul kelompok mendapatkan keuntungan melalui biaya transportasi pengiriman produk.
51
VI. HASIL dan PEMBAHASAN
6.1
Analisis Pendapatan
6.1.1
Penggunaan Sarana Produksi per 1000 m 2
6.1.1.1 Pupuk
Petani responden bersertifikat dan responden non sertifikat menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan. Harga pupuk adalah Rp 150/kg. Rata-rata pupuk kandang yang digunakan oleh petani bersertifikat adalah 3000 Kg per tahun atau menerapkan SNI dengan dosis 500gram/m 2. Sedangkan petani non sertifikat pupuk yang digunakan rata-rata sebanyak 4.323,48 kg. Beberapa petani responden non sertifikat sudah menerapkan SNI dengan dosis 500gram/m 2. 6.1.1.2 Kapur
Kapur digunakan pada saat persiapan kolam pendederan, kegiatan pengapuran berfungsi untuk membunuh bibit penyakit dan hama yang ada di dalam kolam. Petani responden bersertifikat menghabiskan kapur rata-rata sebanyak 300 kg per tahun atau menerapkan SNI dengan dosis 50 gram/m 2. Untuk petani responden non sertifikat, menghabiskan kapur rata-rata 345,42 kg dengan harga perkilogram kapur adalah Rp 5000,-. 6.1.1.3 Daun Sente
Daun sente adalah pakan alami untuk induk ikan gurami, rata-rata petani responden bersertifikat menghabiskan pakan daun sente sebanyak 184,8 pikul per tahun. Sedangkan untuk petani non sertifikat rata-rata menghabiskan daun sente sebanyak 107,4 pikul per tahun. Berat rata-rata satu pikul adalah 30 kg, harga satu pikul daun sente adalah Rp 15.000, sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan
52
untuk daun sente oleh petani bersertifikat adalah Rp 2.772.000/tahun sedangkan petani non sertifikat menghabiskan biaya sebesar Rp 1.611.000/tahun. 6.1.1.4 Pelet Induk
Pakan pelet yang diberikan untuk induk hanyalah pelengkap dari pakan daun sente, akan tetapi ada beberapa petani yang menjadikan pelet sebagai pakan utama untuk induk. Pakan pelet yang dihabiskan oleh petani bersertifikat dalam satu tahun rata-rata sebanyak 139,38 kg dan petani non sertifikat sebanyak 102 kg dengan harga Rp 4000/kg. 6.1.1.5 Pelet Benih
Pelet benih yang digunakan berupa pelet halus atau tepung yang dibeli dengan harga Rp 10.000/kg. Pakan pelet benih yang dihabiskan dalam satu tahun adalah sebanyak 40,80 kg untuk petani responden bersertifikat dan 25,74 kg untuk petani non sertifikat. Rata-rata biaya pakan pelet benih yang dikeluarkan oleh petani bersertifikat adalah Rp 408.000 dan untuk petani non sertifikat adalah Rp 257.400,-. 6.1.1.6 Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan oleh petani adalah tenaga kerja dalam keluarga dan di luar keluarga tani. Tenaga kerja luar keluarga hanya digunakan pada saat persiapan kolam, sedangkan untuk kegiatan pemberian pakan dilakukan oleh petani itu sendiri. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu tahun untuk petani bersertifikat adalah 118,32 HKP. Sedangkan petani non sertifikat adalah 162,96 HKP. Upah tenaga kerja adalah Rp 20.000 per HKP baik untuk petani bersertifikat ataupun non sertifikat.
53
6.1.1.7 Induk Ikan Gurami
Rata-rata jumlah induk ikan gurami yang digunakan oleh petani responden bersertifikat sebanyak 80 ekor, sedangkan rata-rata jumlah induk yang digunakan oleh petani responden non sertifikat sebanyak 58 ekor. Harga induk ikan gurami per kilogram adalah Rp 30.000 dengan rata-rata berat per ekor 2,5 kg, baik untuk petani bersertifikat ataupun non sertifikat. Induk yang sudah tidak produktif akan dijual oleh petani dengan harga Rp 30.000/ekor. Induk dapat berproduksi selama tiga tahun sejak pertamakali induk berproduksi. Dengan bertambahnya umur induk ikan gurami maka kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan akan menurun, sehingga akan terjadi penurunan harga dengan bertambahnya umur induk. Akan tetapi dalam penelitian ini di asumsikan induk hanya digunakan selama satu tahun atau 6 periode produksi benih ikan gurami ukuran 1-2cm, sehingga setelah satu tahun petani akan mendapatkan penerimaan dari penjualan induk.
6.1.2
Penerimaan Usahatani
Analisis pendapatan meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Komponen biaya dibagi atas biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Penerimaan diperoleh melalui penjualan hasil produksi. Petani responden bersertifikat dan non sertifikat menjual produk berupa telur dengan harga Rp 18/butir dan benih ikan gurami ukuran 1-2 cm dengan harga Rp 150/ekor. Harga tersebut merupakan harga petani jika menjual produk kepada pengepul. Tidak ada perbedaan harga antara petani bersertifikat dan non sertifikat.
54
Hasil produksi telur rata-rata petani bersertifikat adalah sebanyak 1.063.999,87 ekor per tahun. Hasil produksi benih ukuran 1-2 cm petani responden bersertifikat 135.109,56 ekor/tahun. Untuk petani non sertifikat ratarata produksi telur per tahun adalah 685.604,60 ekor, dengan hasil produksi benih ukuran 1-2 cm sebanyak 97.685,64 ekor/tahun. Penerimaan yang diperoleh petani bersertifikat untuk hasil produksi telur yang tidak dipelihara hingga benih sebesar Rp 19.151.997,66 per tahun. Hasil ini didapatkan dari perkalian antara harga dengan jumlah hasil produksi. Sedangkan penerimaan tunai dari hasil benih ukuran 1-2 cm adalah Rp 20.266.434 per tahun dimana dalam satu tahun terdapat 6 periode produksi benih. Untuk petani non sertifikat, penerimaan dari hasil telur yang tidak dipelihara hingga benih sebesar Rp 12.340.882,8 dan untuk hasil produksi benih ukuran 1-2 cm per tahun sebesar Rp 14.652.846. Penerimaan yang didapatkan dari penjualan induk untuk petani bersertifikat adalah Rp 2.400.000, sedangkan untuk petani non sertifikat adalah Rp 1.740.000. Total penerimaan yang didapatkan oleh petani bersertifikat adalah Rp 41.818.431,66, sedangkan untuk petani non sertifikat adalah Rp 28.733.728,8. Penerimaan yang didapatkan petani bersertifikat SNI lebih besar dibandingkan dengan petani non sertifikat SNI. Hal ini tidak disebabkan oleh perbedaan harga akan tetapi disebabkan produkstivitas petani bersertifikat lebih besar dibandingkan dengan petani non sertifikat. Artinya dengan penggunaan faktor produksi dengan jumlah yang sama, petani bersertifikat mampu menghasilkan produk yang lebih besar dibandingkan petani non sertifikat.
55
6.1.3
Struktur Biaya per Luasan 1000 m 2
Komponen biaya terbagi atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani baik petani bersertifikat maupun non sertifikat meliputi Pembelian induk, pupuk kandang, kapur, daun sente, pelet benih, pelet induk dan tenaga kerja upahan atau tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan meliputi biaya penyusutan alat, biaya penyusutan induk ikan gurami dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Harga induk per-kg adalah Rp 30.000 dengan rata-rata berat induk adalah 2,5 kg. Jumlah induk yang dimiliki oleh petani bersertifikat rata-rata sebanyak 80 ekor, sedangkan rata-rata petani non sertifikat sebanyak 58 ekor. Biaya yang dikeluarkan oleh petani bersertifikat untuk pembelian induk sebesar Rp 6.000.000, sedangkan petani non sertifikat sebesar Rp 4.350.000. Pupuk kandang merupakan salah satu komponen biaya tunai yang digunakan dalam persiapan kolam pemeliharaan benih. Harga pupuk kandang adalah Rp 150/kg baik untuk petani bersertifikat maupun petani non sertifikat. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani bersertifikat untuk penggunaan pupuk rata-rata sebesar Rp 450.000 dengan jumlah rata-rata sebanyak 3000 kg. Untuk petani non sertifikat, total biaya yang digunakan untuk pupuk rata-rata sebesar Rp 648.522 per tahun dengan jumlah sebanyak 4.323,48 kg. Biaya yang dikeluarkan petani bersertifikat untuk kapur sebesar Rp 1.500.000 dengan rata-rata jumlah kapur sebanyak 300 kg. Sedangkan untuk petani non sertifikat, total biaya yang dikeluarkan untuk kapur adalah Rp 1.727.100 per tahun dengan rata-rata jumlah kapur yang digunakan sebanyak 345,42 kg.
56
Biaya yang dikeluarkan oleh petani bersertifikat untuk penggunaan daun sente selama satu tahun rata-rata sebesar Rp 2.772.000 dengan jumlah rata-rata 184,8 pikul, dimana berat satu pikul rata-rata adalah 30 kg dengan harga Rp 15.000/pikul. Jika dikonversi kedalam kilogram, maka harga rata-rata daun sente adalah Rp 500/kg. Untuk petani non sertifikat, biaya untuk daun sente rata-rata sebesar Rp 1.611.000 dengan jumlah daun sente yang dihabiskan selama setahun sebanyak 107,4 pikul. Jumlah pelet benih yang dihabiskan dalam satu tahun dengan luasan 1000 m 2 oleh petani bersertifikat rata-rata sebanyak 40,80 kg dengan harga Rp 10.000/kg, maka total biaya yang dikeluarkan untuk pelet benih oleh petani bersertifikat rata-rata sebesar Rp 408.000. Sedangkan untuk petani non sertifikat, total biaya yang dikeluarkan untuk pelet benih sebesar Rp 257.400 dengan jumlah pelet yang digunakan sebanyak 25,74 kg. Untuk pelet induk, rata-rata jumlah pelet yang dihabiskan oleh petani bersertifikat adalah 139,38 kg dengan harga Rp 4000/kg sehingga rata-rata total biaya untuk pelet induk yang dikeluarkan oleh petani bersertifikat sebesar Rp 557.520. Sedangkan untuk petani non sertifikat, total biaya yang dikeluarkan untuk pakan pelet induk adalah Rp 408.000 dengan rata-rata pelet yang dihabiskan dalam satu periode produksi benih adalah 102 kg. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani, baik petani bersertifikat maupun non sertifikat hanya pada saat persiapan kolam pendederan saja, selanjutnya untuk kegiatan pemeliharaan induk dan benih dikerjakan oleh petani sendiri. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani bersertifikat sebanyak 118,32 HKP. Sedangkan untuk petani non sertifikat, rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk persiapan kolam adalah 162,96 HKP. Upah yang berlaku untuk
57
per Rp 20.000/HKP. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani bersertifikat adalah Rp 2.366.400 per tahun dengan luasan 1000 m 2, sedangkan untuk petani non sertifikat, total biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.259.200 per tahun. Biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan meliputi biaya penyusutan peralatan, sewa kolam dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Total biaya penyusutan peralatan per tahun adalah Rp 488.826,67 untuk petani bersertifikat, sedangkan untuk petani non sertifikat sebesar Rp 258.078,34. Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) dengan asumsi peralatan tersebut tidak digunakan lagi setelah melewati umur teknis. Peralatan yang digunakan dalam usaha pembenihan ikan gurami adalah : 1.
Centong Centong digunakan untuk memindahkan telur ke wadah penetasan telur
berupa waskom dan juga untuk menghitung telur yang akan dijual atau larva yang akan ditebar. Jumlah centong yang dimiliki oleh petani bersertifikat rata-rata adalah 3,53 buah, sedangkan petani non sertifikat rata-rata memiliki 3,29 buah dengan harga per unit centong adalah Rp 3.000 dan memiliki umur teknis selama satu tahun. 2.
Ayakan Ayakan digunakan untuk penebaran larva kekolam dan juga untuk
pemanenan benih. Rata-rata petani bersertifikat mempunyai ayakan sebanyak 2,07 buah, sedangkan untuk petani non sertifikat sebanyak 2 buah. Harga per unit ayakan adalah Rp 3.000 dengan umur teknis selama satu tahun.
58
3.
Waskom Waskom digunakan untuk pemeliharaan larva sebelum ditebar ke kolam.
Petani bersertifikat memiliki waskom sebanyak 15,69 buah, sedangkan petani non sertifikat memiliki rata-rata sebanyak 7,94 buah. Harga waskom adalah Rp 25.000/unit denga umur teknis selama tiga tahun. 4.
Jeligen Rata-rata petani bersertifikat memiliki jeligen sebanyak 11,15 buah,
sedangkan petani bersertifikat meiliki jeligen sebanyak 4,7 buah. Harga per unit jeligen adalah Rp 30.000 dengan umur teknis selama lima tahun. 5.
Cangkul Cangkul digunakan untuk persiapan kolam dan juga untuk pemeliharaan
kolam baik kolam induk maupun kolam benih. Harga per unit cangkul adalah Rp 40.000 dengan umur teknis selama lima tahun dan mempunyai nilai sisa sebesar Rp 5.000. 6.
Bambu Rata-rata jumlah bambu yang digunakan petani bersertifikat untuk
mensekat kolam induk sebanyak 61,92 batang, sedangkan petani non sertifikat sebanyak 30,58 batang. Harga per batang bambu adalah Rp 5.000 dengan umur teknis selama tiga tahun. Jumlah batang bambu yang digunakan oleh petani bersertifikat lebih banyak dibandingkan dengan petani non sertifikat, hal ini dikarenakan tidak semua induk yang dimiliki oleh petani non sertifikat dipijahkan persekat, akan tetapi ada beberapa jumlah induk yang dipijahkan secara masal.
59
7.
Ijuk Ijuk merupakan bahan dari sarang untuk induk ikan gurami. Didaerah
penelitian, ijuk dijual per kilogram dengan harga Rp 10.000. Rata-rata ijuk yang digunakan oleh petani bersertifikat sebanyak 11,46 Kg, sedangkan petani non sertifikat rata-rata sebanyak 6,1 Kg. Umur teknis ijuk selama satu tahun. 8.
Songgo Songgo merupakan tempat dari sarang yang berupa anyaman bambu yang
dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai kerucut. Harga per unit songgo sebesar Rp 2.500 denga umur teknis selama tiga tahun. Rata-rata petani bersertifikat menggunakan songgo sebanyak 56,30 buah, sedangkan petani non sertifikat sebanyak 34,23 buah. Untuk lebih jelasnya, peralatan yang digunakan dalam usaha budidaya ikan gurami dapat dilihat pada tabel 19. Tabel 19. Nilai Penyusutan Peralatan Jenis Jumlah Sertifikat Non Sertifikat 3,29 3,53 Centong (buah) 2 2,07 Ayakan (buah) 7,94 15,69 Waskom (buah) 4,7 11,15 Jeligen (buah) 1,05 1,38 Cangkul (buah) 30,58 61,92 Bambu (buah) 6,1 11,46 Ijuk (kg) 34,23 56,30 Songgo (buah)
Jumlah Nilai Penyusutan (Rp)
Umur Teknis (Tahun) Satu Satu Tiga Lima Lima Tiga Satu Tiga
Nilai Penyusutan (Rp) Sertifikat Non Sertifikat 9.870 10.590 6.000 6.210 130.750 66.166,67 28.200 66.900 7.350 9.660 103.200 50.966,67 61.000 114.600 28.525 46.916,67 488.826,67 258.078,34
Tenaga kerja dalam keluarga dimasukan dalam biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga untuk petani bersertifikat adalah sebanyak 129,18 HKP per tahun dengan luasan 1000 m 2, maka nilai biaya tenaga kerja dalam keluarga petani bersertifikat adalah Rp 2.583.600 per tahun. Sedangkan untuk petani non sertifikat sebanyak 127,02 HKP
60
per tahun dengan asumsi tidak ada penambahan tenaga kerja dalam keluarga jika luas kolam di tingkatkan dimana rata-rata luas kolam petani non sertifikat adalah 512,35 m 2. Nilai biaya tenaga kerja dalam keluarga petani non sertifikat adalah Rp 2.540.400,-. Nilai sewa kolam ditentukan oleh lokasi, kualitas kolam dan kontinuitas dari saluran air. Pada penelitian ini diasumsikan kriteria dari nilai sewa kolam yang digunakan oleh petani responden sama dan juga semua petani responden dianggap menyewa kolam. Rata-rata besarnya biaya sewa kolam per tahun di Desa Beji adalah Rp 5.000.000,-/Ha. Dimana diasumsikan perhitungan pendapatan produksi benih ukuran 1-2 cm didasarkan pada luasan kolam 1000 m 2. Sehingga biaya sewa kolam disetarakan dengan luasan 1000 m 2 yaitu sebesar Rp 500.000/ tahun. Sedangkan untuk kolam induk yang digunakan seluas 400 m 2 dengan jumlah rata-rata induk yang digunakan petani sertifikat sebanyak 80 ekor dan 58 ekor untuk petani non sertifikat. Biaya sewa kolam induk per tahun adalah Rp 200.000.
61
Tabel 20. Analisis Rata-rata Pendapatan Usahatani Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat dan Non Sertifikat SNI di Desa Beji Per Tahun dengan luasan 1000 m 2. Uraian Petani Sertifikat Petani Non (Rp) Sertifikat (Rp) Penerimaan Telur 19.151.997,67 12.340.882,8 Penerimaan Benih 20.266.434 14.652.846 Penjualan Induk 2.400.000 1.740.000 Total Penerimaan 41.818.431,67 28.733.728,8 Biaya Tunai : Pembelian Induk 6.000.000 4.350.000 Pupuk 450.000 648.522 Kapur 1.500.000 1.727.100 Pelet Induk 557.520 408.000 Pelet Benih 408.000 257.400 Daun Sente 2.772.000 1.611.000 TKLK 2.366.400 3.259.200 Total Biaya Tunai 14.053.920 12.261.222 Biaya Tidak Tunai : Penyusutan Alat 488.826,67 258.078,34 TKDK 2.583.600 2.540.400 Sewa Lahan Pendederan 500.000 500.000 Sewa Lahan Induk 200.000 200.000 Total Biaya Tidak Tunai 3.772.426,67 3.498.478,34 Biaya Total 17.826.346,67 15.759.700,34 Pendapatan Atas Biaya Tunai 27.764.511,67 16.472.506,8 Pendapatan Atas Biaya Total 23.992.084,99 12.974.028,46 R/C atas Biaya Tunai 2,97 2,34 R/C atas Biaya Total 2,34 1,82
Penerimaan yang didapatkan oleh petani bersertifikat lebih tinggi dibandingkan penerimaan petani non sertifikat baik untuk penerimaan telur maupun penerimaan benih. Dengan harga yang sama maka yang membedakan penerimaan tersebut adalah banyaknya hasil produksi. Dari hasil analisis petani bersertifikat memiliki produktifitas yang lebih besar dibandingkan dengan petani non sertifikat baik untuk hasil produksi benih maupun hasil produksi telur yang artinya dengan menggunakan input dengan jumlah yang sama, petani bersertifikat
62
akan dapat menghasilkan produksi yang lebih besar dibandingkan petani non sertifikat. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan efisiensi yang tinggi, karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang tinggi dan berlebihan. Oleh karena itu, perlu diukur tingkat efisiensi usahanya dengan menggunakan efisiensi usahatani yaitu R/C. R/C merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya. Analisis yang dilakukan mencakup R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Nilai R/C atas biaya tunai petani bersertifikat adalah 2,97 sedangkan untuk petani non sertifikat adalah 2,34. Nilai R/C ratio petani bersertifikat lebih tinggi dibanding dengan petani non sertifikat. Nilai R/C 2,97 untuk petani bersertifikat artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan untuk usaha pembenihan ikan gurami akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,97. Nilai R/C ratio atas biaya total untuk petani bersertifikat adalah 2,34, sedangkan untuk petani non sertifikat adalah 1,82.
6.2
Analisis Faktor produksi benih ikan gurami
Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (double log). Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm adalah luas kolam (X1), jumlah induk (X2), kepadatan (X3), Dosis pupuk (X4), pakan benih (X5), tenaga kerja (X6) dan variable dummy sertifikat. Variabel
Y merupakan hasil produksi benih ikan
gurami ukuran 1-2 cm, pada dasarnya variabel jumlah induk (X2) akan menghasilkan telur yang nantinya dipelihara hingga menjadi benih ukuran 1-2 cm,
63
akan tetapi dengan adanya sebagian telur yang langsung dijual oleh para petani di lokasi penelitian, maka variabel jumlah induk (X2) dihilangkan karena dikawatirkan hasil regresi menjadi bias dan model menjadi kurang baik, sehingga faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm adalah luas kolam (X1), kepadatan (X2), Dosis pupuk (X3), pakan benih (X4), tenaga kerja (X5) dan variable dummy sertifikat.
6.2.1
Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi
Hasil pendugaan yang diperoleh dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah : LNY = 1,81 + 0,965 LNX1 + 0,996 LNX2 - 0,450 LNX3 + 0,0508 LNX4 + 0,243 LNX5 + 0.0082 d Tabel 21. Hasil Analisis Ragam Source DF SS Regression 6 22,6408 Residual Error 23 0,8072 Total 29 23.4480
MS 3,7735 0,0351
F 107,51
P 0,000
Dari hasil pendugaan diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 96,6%. Hal ini berarti bahwa 96,6 % variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi faktorfaktor produksi dan sisanya sebesar 3,4 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Dari tabel diketahui nilai F-hitung sebesar 107,51 yang lebih besar dari nilai F-tabel sebesar 2,53 pada selang kepercayaan 95% sehingga dapat dihipotesiskan bahwa variabel independent yaitu luas kolam, kepadatan benih, dosis pupuk, pakan benih dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm. Beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam model fungsi produksi adalah multikolinearitas, normalistas dan homogenitas. Untuk mengetahui adanya
64
multikolinearitas dalam model dapat dilihat pada nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF lebih besar dari 10, maka terdapat masalah multikolinear yaitu terdapat hubungan yang sangat erat antar variabel prediktor, sehingga ada korelasi antar variabel prediktor maka akan ada ketidaksesuaian model. Nilai VIF pada masing-masing variabel lebih kecil dari 10, sehingga model memenuhi asumsi non multikolinear (Tabel 22). Tabel 22. Analisis Variabel Pada Model Prediktor Koefisien SE Konstanta 1,809 1,725 Luas kolam (X1) 0,96466 0,06589 Kepadatan (X2) 0,99624 0,08391 Dosis pupuk (X3) -0,4498 0,1677 Pakan larva (X4) 0,05081 0,04739 Tenaga kerja (X5) 0,2430 0,2110 dummy 0,00823 0,08359 T-tabel (0,05;23) : 2,069 Keterangan : *
Thitung 1,05 14,64 11,87 -2,68 1,07 1,15 0,10
Phitung 0,305 0,000* 0,000* 0,013* 0,295 0,261 0,922
VIF 3,7 2,5 1,8 1,6 1,1 1,5
Nyata pada tingkat kepercayaan 95
Pemeriksaan asumsi kenormalan sisaan menggunakan uji KomogrovSmirnov (KShitung). Jika nilai KShitung lebih kecil dibandingkan dengan KStabel, maka model memenuhi asumsi kenormalan. Nilai KS-hitung yang didapatkan adalah sebesar 0,134, nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan KStabel sebesar 0,242 pada selang kepercayaan 95 persen. Sehingga model ini memenuhi asumsi kenormalan. Pemeriksaan asumsi homogenitas ragam menunjukan bahwa plot sisaan dengan dugaan hasil produksi menyebar secara acak dan tidak membentuk pola, sehingga model memenuhi asumsi homogenitas (lampiran 2). Dari hasil analisis asumsi klasik maka fungsi produksi CobbDouglas merupakan model yang baik digunakan untuk menerangkan keadaan produksi pembenihan ikan gurami.
65
6.2.2
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Benih Ikan Gurami
Interpretasi koefisien dan signifikasi setiap variabel independent secara detail dapat dilihat sebagai berikut : 1.
Luas kolam (X1) Koefisien luas kolam bernilai positif yaitu 0,965. Angka ini mengartikan
bahwa dengan menambah luas areal kolam, maka rata-rata nilai hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm akan meningkat cateris paribus. Rata-rata luas kolam yang digunakan untuk memproduksi benih ikan gurami di daerah penelitian adalah 771,5 m 2 . Nilai koefisien faktor luas kolam sebesar 0,965 merupakan nilai elastisitas dari faktor luas kolam. Secara teknis, penggunaan luas kolam telah efisien karena berada pada daerah II (daerah rasional). Variabel luas kolam secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi dapat dilihat dari nilai T-hitung. Nilai T-hitung variabel luas kolam sebesar 14,64 lebih besar dibandingkan dengan nilai T-tabel sebesar 2,069 pada taraf nyata lima persen. Tingkat stres pada benih akan berkurang jika ruang gerak ikan tercukupi, artinya semakin luas kolam dengan tingkat kepadatan yang sama maka produktifitas menjadi lebih tinggi. 2.
Kepadatan larva (X2) Hasil analisis regresi, koefisien variabel kepadatan bernilai positif yaitu
0,996 artinya dengan menambah jumlah kepadatan maka akan meningkatkan hasil produksi cateris paribus. Rata-rata kepadatan benih didaerah penelitian adalah 45,3 ekor/ m 2 dimana kepadatan yang diberlakukan oleh SNI yaitu 100ekor/m 2 . Nilai koefisien menunjukan bahwa faktor kepadatan berada pada daerah II (daerah rasional), sehingga secara teknis faktor kepadatan telah efisien.
66
Nilai T-hitung variabel kepadatan larva lebih besar dibandingkan dengan nilai T-tabel yaitu sebesar 11,87 dimana nilai T-tabel 2,069 pada selang kepercayaan 95%. Nilai ini mengartikan bahwa tingkat kepadatan larva berpengaruh nyata secara parsial terhadap hasil produksi benih ikan gurami. 3.
Dosis pemupukan (X3) Koefisien variabel dosis pemupukan bernilai negatif sebesar 0,450. angka
ini mengartikan bahwa dengan penambahan jumlah dosis pupuk maka akan menurunkan hasil produksi benih ikan gurami cateris paribus. Rata-rata penggunaan dosis pupuk oleh petani didaerah penelitian adalah 625 gram/ m 2 dimana dosis pupuk yang dianjurkan oleh SNI adalah 500gram/ m 2 . Secara teknis, penggunaan dosis pupuk di daerah penelitian sudah tidak efisien karena berada pada daerah III (daerah irasional). Penggunaan dosis pupuk telah melebihi kebutuhan kesuburan air, sehingga dosis perlu dikurangi sampai batas tertentu. Nilai T-hitung dari variabel dosis pupuk adalah sebesar 2,68 nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai T-tabel yaitu 2,069 pada selang kepercayaan 95%. Artinya dosis pupuk berpengaruh nyata secara parsial terhadap hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm. 4.
Pakan Pelet Benih (X4) Pakan larva secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi
benih ikan gurami ukuran 1-2 cm. Hal ini mungkin disebabkan karena larva lebih memilih mengkonsumsi pakan alami dibandingkan dengan pakan pelet Selain itu, pelet yang diberikan pada benih hanya bersifat pembelajaran benih agar dapat mengkonsumsi pakan buatan.
67
5.
Tenaga Kerja (X5) Tenaga kerja pada usaha pembenihan ikan gurami digunakan pada
kegiatan persiapan kolam, pemeliharaan benih dan pemanenan. Dari hasil analisis, faktor tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami ukuran 1-2 cm. Menurut Sahara et al (2006), tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung tidak dapat mempengaruhi produksi, akan tetapi produksi yang akan menentukan jumlah hari kerja. 6.
Sertifikat (Dummy) Secara parsial dummy sertifikat SNI tidak berpengaruh nyata terhadap
hasil produksi benih ikan gurami. Dengan sertifikasi SNI maka akan ada ketentuan dari penggunaan faktor produksi, dengan ketentuan tersebut maka hal bahwa dummy sertifikat tidak berpengaruh mungkin dikarenakan dummy sertifikat telah tergambarkan oleh penggunaan dari faktor-faktor produksi yang telah ditentukan tersebut. Penjumlahan nilai koefisien regresi faktor-faktor produksi pada model Cobb-Douglas dapat menggambarkan skala usaha (return to scale). Hasil penjumlahan nilai koefisien regresi menunjukan nilai sebesar 1,8131, yang berarti setiap penambahan faktor-faktor produksi secara bersama-sama sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 1,8134 %. Nilai hasil penjumlahan koefisien tersebut merupakan nilai elastisitas dari usaha pembenihan ikan gurami di Desa Beji. Elastisitas produksi tersebut menunjukan bahwa usaha pembenihan ikan gurami di Desa Beji berada pada kondisi increasing return to scale atau kenaikan hasil yang meningkat. Sehingga penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-sama masih dapat ditingkatkan pada batas tertentu.
68
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, pendapatan usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat SNI lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diterima oleh petani non sertifikat. pendapatan yang diterima oleh petani responden bersertifikat lebih tinggi bukan dikarenakan harga produk yang berbeda akan tetapi hasil produksi yang dihasilkan oleh petani responden bersertifikat lebih besar dibandingkan dengan petani responden non sertifikat dengan jumlah input yang sama. Walaupun demikian pengusahaan pembenihan ikan grurami di daerah penelitian, baik petani bersertifikat maupun non sertifikat sangat baik untuk di usahakan karena memiliki nilai R/C yang tinggi. Namun nilai R/C petani bersertifikat baik atas biaya tunai dan biaya total lebih tinggi dibandingkan dengan nilai R/C petani non sertifikat. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan model yang baik digunakan untuk menerangkan keadaan produksi pembenihan ikan gurami karena memenuhi asumsi klasik. Dari hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukan bahwa faktor produksi luas kolam, kepadatan larva dan dosis pemupukan berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan faktor produksi pakan pelet, tenaga kerja dan dummy sertifikat tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami pada selang kepercayaan 95%. Skala ekonomi usaha pembenihan ikan gurami di Desa Beji berada pada tahap kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale) dengan elastisitas produksi sebesar 1,8134 yang berarti bahwa
69
dengan penambahan input secara bersama-sama sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 1,8134 %. 7.2
Saran
Dalam uji statistik, dummy sertifikat tidak berpengaruh terhadap hasil produksi. Walaupun demikian petani bersertifikat memiliki pendapatan yang lebih besar dan lebih efisien dibandingkan dengan petani non sertifikat, sehingga petani non sertifikat diharapkan untuk mengikuti program sertifikasi yang dilakukan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio, dimana nilai R/C petani sertifikat lebih tinggi baik atas biaya tunai maupun biaya total dibandingkan dengan petani non sertifikat. Secara bersama-sama faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami. Akan tetapi untuk uji parsial tidak semua faktor produksi berpengaruh terhadap hasil produksi pembenihan ikan gurami. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara parsial yaitu luas kolam, kepadatan dan dosis pemupukan. Nilai elastisitas dari variabel luas kolam adalah positif 0,965 yang berada pada daerah rasional. Pada daerah ini penggunaan variabel luas kolam didaerah penelitian sudah efisien sehingga perlu dipertahankan luasannya. Nilai elastisitas dari kepadatan adalah positif 0,996, nilai ini berada pada daerah rasional sehingga penggunaan kepadatan didaerah penelitian sudah efisien dan dipertahankan jumlah penggunaan kepadatannya. Untuk variabel dosis pupuk memiliki nilai elastisitas sebesar negatif 0,450 yang berada pada daerah irasional III sehingga penggunaan dosis pupuk didaerah penelitian sudah tidak efisien dan perlu dikurangi dosis pemakaiannya. Nilai skala ekonomi untuk usaha pembenihan ikan gurami di Desa Beji adalah 1,8134 yang
70
berada pada daerah irasional I yang berarti penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-sama belum efisien dilakukan, sehingga untuk mencapai efisiensi penggunaan
faktor-faktor
produksi
secara
bersama-sama
masih
dapat
ditingkatkan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Gurami (Osphronemus goramy, Lac.) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Gurami (Osphronemus goramy, Lac.) Kelas Benih Sebar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Basyarah, Y. 2002. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pemeliharaan Ikan Gurami Di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan tahun 2005. Jakarta.. Effendi, M. T. 2004. Analisis Pendapatan Nelayan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Gujarati, D dan Zain, S. 1991. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Irawati, I. N. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi Usahatani Padi Program PTT dan Non-Program PTT, kasus Penerapan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, di Karawang. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jaelani, Y. 2003. Prospek pengembangan Usaha Pembenihan Ikan Gurami di Kelurahan Tertasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Jatmiko, T. 2003. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi Usaha Pembesaran Ikan Gurami, studi kasus di Desa Cogrek, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi.. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
72
Mulyani,R. M. 2007. Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Lele di OMAH FISH FARM, Kecamatan Ciseeng-Parung, Kabupaten Bogor. Jawa Barat. Skripsi.. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nazir, M.2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Rahardi, F. 2001. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. Resmi, C. N. I. 2007. Prospek Pengembangan Budidaya Ikan Nila Gift Sistem Kolor Pada Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Skripsi.. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sahara, D et al. 2006. Profil Usahatani dan Analisis Produksi Kakao di Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 9. Sulawesi Tenggara. Soekartawi,et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil.Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian teori dan aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekartawi, 2005. Agroindustri Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Grafindo Persada. Jakarta. Sunarma, A. 2002. Penelaahan Sistem Usaha Budidaya Ikan Gurame (Osphronemus gouramy). Laporan Tinjauan Hasil Proyek Pengembangan Perekayasa Teknologi BBAT Sukabumi Tahun 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi.
73
Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Regression Analysis: LNY versus LNX1; LNX2; LNX3; LNX4; LNX5; LnX6; d The regression equation is LNY = 1,81 + 0,965 LNX1 + 0,996 Lnx2 - 0,450 lnx3 + 0,0508 lnx4 + 0,243 lnx5 + 0,0082 d
Predictor Constant LNX1 Lnx2 lnx3 lnx4 lnx5 d
Coef 1,809 0,96466 0,99624 -0,4498 0,05081 0,2430 0,00823
S = 0,187342
SE Coef 1,725 0,06589 0,08391 0,1677 0,04739 0,2110 0,08359
R-Sq = 96,6%
T 1,05 14,64 11,87 -2,68 1,07 1,15 0,10
P 0,305 0,000 0,000 0,013 0,295 0,261 0,922
VIF 3,7 2,5 1,8 1,6 1,1 1,5
R-Sq(adj) = 95,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 23 29
SS 22,6408 0,8072 23,4480
MS 3,7735 0,0351
F 107,51
P 0,000
74
Lampiran 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Model Cobb-Douglas Probability Plot of RESI1 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-7,90479E-15 0,1668 30 0,134 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
0,3
0,4
Residuals Versus the Fitted Values (response is LNY) 0,4 0,3
Residual
0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 8,0
8,5
9,0
9,5 10,0 Fitted Value
10,5
11,0
11,5
Data yang di uji adalah homogen, hal ini dapat dilihat dari sebaran data yang acak.
75