1
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)
ARIEF RIDWAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)” adalah benar merupakan bagian penelitian BOPTN dengan judul “Penilaian Ekonomi Kelembagaan Pengelolaan Waduk Series Sungai Citarum Jawa Barat dalam Rangka Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan” dengan Ketua Peneliti Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr yang dikerjakan secara bersama – sama antara penulis dan tim peneliti. Penelitian ini belum pernah dipublikasikan dimanapun, kecuali dilaporan penelitian BOPTN dan laporan skripsi ini. Tim peneliti BOPTN berhak menggunakan data ini untuk keperluan publikasi dalam bentuk jurnal, buku, majalah jurnal, dll. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari laporan skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014
Arief Ridwan NIM H44090047
3
ABSTRAK ARIEF RIDWAN. Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta). Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Waduk Jatiluhur merupakan waduk multifungsi yang berada didaerah aliran Sungai Citarum, Purwakarta. Waduk ini memiliki kontribusi besar terhadap sektor perikanan wilayah Jawa Barat. Kegiatan utama perikanan yang dilakukan di Waduk Jatiluhur adalah perikanan budidaya melalui teknik KJA. Sebagian besar petani ikan melakukan pembesaran ikan mas dan nila. Ikan mas dan nila merupakan komoditas utama di Waduk Jatiluhur. Para petani menerapkan dua jenis sistem budidaya diantaranya monokultur (Ikan Mas) dan polikultur (Ikan Mas dan Nila). Tujuan penelitian yang pertama adalah mengestimasi tingkat pendapatan petani ikan monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan polikultur di Waduk Jatiluhur. Hasil yang diperoleh pada tujuan pertama menunjukan pendapatan yang diperoleh oleh petani polikultur lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh oleh petani monokultur. Perbedaan antara dua sistem budidaya ikan secara statistik berbeda nyata (signifikan) yang berarti bahwa statistik tingkat pendapatan petani yang menerapkan sistem polikultur secara signifikan berbeda dari petani yang menerapkan sistem monokultur. Tujuan yang kedua adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani ikan dalam pemilihan pola usahatani secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur dengan analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil regresi logistik yang diperoleh, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani secara nyata pada taraf nyata 15 persen adalah tingkat pendidikan (PDDK), lama usaha budidaya (LMUB), pendapatan petani (PDPT) dan jumlah tanggungan keluarga (JTK) sedangkan luas areal KJA (LAKJA) tidak berpengaruh terhadap keputusan petani tersebut. Kata kunci: Perbandingan pendapatan, monokultur ikan mas, polikultur ikan mas dan nila, faktor penentu pemilihan pola budidaya ikan
4
ABSTRACT ARIEF RIDWAN. Comparative Analysis of Income Level and Factors Affecting The Choice of Aquaculture System in Keramba net cage (Case Study at Jatiluhur Reservoir, Purwakarta Regency). Supervised by YUSMAN SYAUKAT. Jatiluhur reservoir is a multi-purpose dam located in Citarum River basin, Purwakarta. This reservoir has a major contribution for fishery sector in West Java. Main fishing activites in Jatiluhur Reservoir is fish cultivation by using Keramba net cage (Keramba Jaring Apung) techniques. Farmers mostly grow golden fish and tilapia fish. Both fishes are the major commodities in Jatiluhur Reservoir. Farmers apply two kinds of cultivation systems monoculture (only golden fish) and polyculture (golden fish and tilapia). The main goal of this research is to estimate the rate of farmers’ income, both for monoculture and polyculture farming, in Jatiluhur Reservoir. The result showed that income earned by polyculture farmers is more favorable than monoculture farmers. The difference among the two systems was statistically significantly meaning that statistically the level of income of the farmers who applied polyculture system was significantly different from those who applied monoculture systems. The second goal is to identify the factors that influence the farmers’ decision in the selection of the pattern between monoculture and polyculture systems in Jatiluhur Reservoir with logistic regression analysis. Based on the result obtained, the factors that influence farmers’ decisions at 15 percent significant level are the level of education, length of experience cultivation, farmers’ income and number of dependents, while the acreage of KJA has no effect on the farmers’ decision. Key words: comparison of income, golden fish monoculture, polyculture of golden fish and tilapia, determinants of the selection of fish farming pattern
5
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)
ARIEF RIDWAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
6
Judul Skripsi
Nama NIM
:
Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta) : Arief Ridwan : H44090047
Disetujui oleh
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
7
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah budidaya perikanan KJA, dengan judul “Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Ayahanda tercinta (Yusuf Asnawi), Ibunda tercinta (Yeyet Sumiati), Kakak tersayang (Fahmi), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si sebagai penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si sebagai wakil komisi pendidikan departemen yang telah memberikan saran, dan masukkan dalam penulisan skripsi. 4. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr, Ir Ujang Sehabudin, Kastana Sapanli S.Pi M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian dilapang, yang telah membimbing dan memfasilitasi selama penulis mengambil data. 5. Kepala UPTD Waduk Jatiluhur, Wakil UPTD Waduk Jatiluhur (Ibu Catrin), Petugas dan Pendamping Lapang Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta (Kang Dian), Perwakilan PJT II (Pak Waino), Ketua Kelompok Tani Ikan Desa Jatimekar (Pak Warisdi) yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. 6. Teman satu bimbingan, (Yulis, Kristin, Anjar, Hastin, dan Wasis) atas dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai. 7. Kukuh, Wina, Mufqi, Qyqy, Hilman, Luthfi, Dear, Abhe, dan seluruh sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya. 8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Maret 2014
Arief Ridwan
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian .................................................... 7 II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8 2.1 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pengelolaan KJA....................... 8 2.2 Usaha Perikanan ...................................................................................... 8 2.3 Pendapatan Usahatani............................................................................ 10 2.4 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Tunggal (Monokultur) .............................................................................................. 11 2.5 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Kolor (Polikultur) ................................................................................................. 11 2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12 III KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 14 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 14 IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 16 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 16 4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 16 4.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................... 17 4.4 Metode Analisis Data ........................................................................... 18 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani .................................................... 18 4.4.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan ................................................... 20 4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Melakukan Pemilihan Budidaya Ikan Secara Monokultur dan Polikultur .................................................................................... 21 4.4.3.1 Model Regresi Logistik.................................................... 23
9
4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik................................... 25 V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................................ 27 5.1 Kondisi Umum Kecamatan Jatiluhur ..................................................... 27 5.2 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur ........................................................... 28 5.3 Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur ........................ 30 5.4 Karakteristik Petani ............................................................................... 33 5.4.1 Usia ............................................................................................. 34 5.4.2 Tingkat Pendidikan ...................................................................... 34 5.4.3 Pengalaman Usaha ....................................................................... 35 5.5 Karakteristik Usahatani ........................................................................ 35 VI HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 39 6.1 Analisis Usahatani ................................................................................. 39 6.1.1 Penerimaan Usahatani ................................................................. 40 6.1.2 Biaya Usahatani .......................................................................... 41 6.1.3 Pendapatan Usahatani .................................................................. 44 6.1.4 Biaya per Satuan Produksi ........................................................... 44 6.1.5 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya.................................... 45 6.1.6 Perbedaan Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Mas dan Nila Secara Monokultur dan Polikultur ............................................... 46 6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Usahatani ............ 47 6.2.1 Umur Petani................................................................................ 49 6.2.2 Tingkat Pendidikan..................................................................... 49 6.2.3 Lama Usaha Budidaya................................................................ 50 6.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga.................................................... 50 6.2.5 Pendapatan Usahatani................................................................. 51 6.2.6 Luas Areal KJA.......................................................................... 51 VII SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 52 7.1 Simpulan ............................................................................................... 52 7.2 Saran ..................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 54 LAMPIRAN ..................................................................................................... 57 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 87
10
No
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah Produksi Ikan Mas dan Nila KJA Waduk Jatiluhur Tahun 2011 Sampai Tahun 2012 ................................................................................... 3 2 Total Produksi Per Jenis Usaha Perikanan Budidaya KJA Tahun 2009 Sampai Tahun 2012 ................................................................................... 3 3 Data Penggunaan Areal KJA di Waduk Jatluhur Wilayah Kabupaten Purwakarta ................................................................................................. 4 4 Matriks Metode Analisis Data .................................................................... 19 5 Pengelompokan Responden Petani KJA di Waduk Jatiluhur berdasarkan Kelompok Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Usaha, dan Pola Usahatani ........................................................................................... 34 6 Akses Modal Pembiayaan Usaha Budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ......... 37 7 Penerimaan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA (14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani .................................. 40 8 Rincian biaya budidaya ikan mas secara monokultur per unit KJA (14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur ........................................ 42 9 Rincian biaya budidaya ikan mas secara polikultur per unit KJA (14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur ........................................ 43 10 Pendapatan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA (14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur ... 44 11 Biaya dan keuntungan per satuan produksi budidaya ikan mas dan nila menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur. ............................................... 45 12 Rasio R/C usahatani budidaya ikan mas dan nila selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur ................................................ 46 13 Hasil Uji Beda Pendapatan Monokultur (Ikan Mas) dengan Polikultur (Ikan Mas dan Nila) ................................................................................. 47 14 Hasil Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Pemilihan Pola Usahatani........................................................................... 48
11
No
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 16 2 Satuan Wilayah Sungai Citarum ................................................................. 30 3 Petak Jaring Apung Setiap Satu Unit KJA .................................................. 32
12
DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1 Kuesioner Penelitian .................................................................................. 58 2 Lokasi Penelitian........................................................................................ 63 3 Analisis Regresi Logistik ........................................................................... 64 4 Uji beda pendapatan atas biaya tunai budidaya ikan mas dan nila dalam per unit KJA (14X14m) selama satu tahun ................................................. 65 5 Uji beda pendapatan atas biaya total budidaya ikan mas dan nila dalam per unit KJA (14X14m) selama satu tahun ................................................. 67 6 Biaya penyusutan konstruksi KJA Pola Monokultur ................................... 69 7 Biaya penyusutan konstruksi KJA Pola Polikultur. ..................................... 69 8 Data penerimaan total usahatani pola monokultur ...................................... 70 9 Data penerimaan total usahatani pola polikultur. ........................................ 71 10 Data biaya variabel dan biaya tetap tunai pola monokultur ......................... 73 11 Pendapatan atas biaya tunai pola monokultur ............................................. 75 12 Pendapatan atas biaya total pola monolikultur ............................................ 77 13 Data biaya variabel dan biaya tetap tunai pola polikultur ............................ 79 14 Pendapatan atas biaya tunai pola polikultur ................................................ 81 15 Pendapatan atas biaya total pola polikultur ................................................. 83 16 Input Data Analisis Logit ........................................................................... 84 17 Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 86
13
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor alternatif yang diharapkan dapat mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu wilayah dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Budidaya perikanan adalah salah satu paket teknologi perikanan yang juga berpeluang besar dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun pembangunan secara nasional. Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan waduk secara tidak langsung dapat merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi satu ekosistem yang berbeda dari ekosisitem asalnya. Pada hakekatnya pembangunan waduk merupakan usaha pembendungan aliran sungai yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, air minum dan pengendali banjir. Selain itu, pemanfaatan pembangunan waduk lebih luas lagi dapat dijadikan sebagai kawasan budidaya perikanan Pembangunan perikanan di Indonesia dapat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu perikanan laut dan perikanan darat termasuk didalamnya kegiatan penangkapan tangkap dan kegiatan budidaya ikan. Peningkatan produksi perikanan diharapkan dapat meningkatkan penyediaan ikan bagi penduduk, pendapatan bagi nelayan dan petani ikan, memperluas kesempatan usaha kerja di sektor perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya serta meningkatkan devisa negara. Produksi perikanan tahun 2011 yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya mencapai 12,39 juta ton, atau 101,05 persen dari target sebesar 12,26 juta ton. Dari total produksi tersebut, kontribusi perikanan budidaya sebesar 6,98 juta ton (56,33 persen), dan produksi perikanan tangkap menyumbang sebesar 5,41 juta ton (43,67 persen). Jika dilihat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional dalam kurun waktu 2007-2011 mencapai 10,76 persen per tahun, dimana pertumbuhan budidaya rata-rata per tahun sebesar 21,64 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ratarata per tahun perikanan tangkap yang sebesar 1,78 persen. Kontribusi PDB sektor
2
perikanan terhadap PDB nasional mencapai 51,38 persen. (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011) Keanekaragaman jenis (plasma nutfah) ikan memberi peluang besar dalam kegiatan budidaya perikanan ikan air tawar, baik usaha perikanan tangkap diperairan umum (waduk, rawa, sungai, dan danau) maupun usaha budidaya ikan dikolam dan sawah (mina padi). Kegiatan perikanan di perairan umum diarahkan untuk budidaya ikan antara lain dalam keramba jaring bambu dan keramba jaring apung (KJA). Seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia, maka pemanfaatan sumberdaya perairan untuk budidaya ikan air tawar ini menjadi sangat penting. Walaupun dikatakan sebagai waduk multifungsi, waduk (Saguling, Cirata, dan Ir H Juanda) pada awalnya dibangun dengan tujuan utama yang sama yakni sebagai pembangkit listrik tenaga air. Namun pada akhirnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat maka waduk baik juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan umum dan kegiatan budidaya ikan air tawar. Budidaya ikan air tawar dalam KJA merupakan metode akuakultur yang paling produktif saat ini. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor kelebihan dalam penerapan teknik KJA diantaranya padat penebaran benih yang tinggi, ketersediaan kuantitas air, tidak memerlukan pengolahan tanah, pengendalian gangguan predator relatif lebih mudah, pemanenan lebih mudah, dan dapat dipindahkan ke lokasi lain (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 1994). Waduk Jatiluhur yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu tempat usaha budidaya ikan dalam jaring terapung yang berkembang cukup pesat dari tahun ke tahun. Badan Pusat Statistik mencatat, nilai produksi usaha keramba jaring apung (KJA) di Purwakarta mencapai Rp 730,7 miliar pada tahun 2009, sekitar 53,6 persen dari total nilai produksi KJA Jawa Barat yang mencapai Rp 1,36 triliun. Keberadaan KJA menjadikan Jawa Barat sebagai ”lumbung” ikan air tawar nasional, sedangkan untuk total produksi KJA di Kabupaten Purwakarta mencapai 73.897 ton. Angka ini mengalami peningkatan sekitar 108,68 persen dari produksi perikanan KJA tahun 2008 sebesar 67.996,08 ton. Bila ditelusuri lebih mendalam
3
ternyata produksi perikanan KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta menghasilkan nilai produksi KJA tertinggi. Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi, maka sudah sepantasnya usahatani budidaya perikanan dikembangkan dan ditingkatkan di Indonesia. Didukung dengan iklim di Indonesia yang cocok untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan
budidaya
ikan.
Usahatani
merupakan tumpuan sebagian besar petani di Indonesia. Usahatani budidaya ikan adalah usaha
yang menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas
utamanya. Berikut jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur tahun 2011 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2011 sampai tahun 2012 No
Jenis ikan
Jumlah produksi (ton) Tahun 2011 Tahun 2012 1 Mas 50.375 50.022 2 Nila 35.460 40.089 Jumlah 85.835 90.111 Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta 2013
Laju Pertumbuhan (%) 99,30 113,05 212,35
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat terlihat jumlah produksi ikan mas dan nila mengalami peningkatan produksi sebesar 212,35 persen dari tahun 2011 sampai tahun 2012. Selain itu, jumlah produksi ikan yang dihasilkan didominasi oleh ikan mas. Hal ini sesuai dengan hasil survei di lokasi penelitian bahwa komoditas utama dari budidaya KJA di Waduk Jatiluhur adalah ikan mas. Sistem
budidaya
KJA
dikenal
lebih
efektif
dan
efisien
dalam
pembudidayaan dibandingkan dengan sistem perikanan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Total produksi perjenis usaha perikanan budidaya KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2009 sampai tahun 2012 Produksi (ton/tahun) No
Jenis Usaha
1
Kolam Air Tenang (KAT)
2
Sawah Perikanan
3
Kolam Air Deras (KAD)
4
KJA Jumlah
2009
2010
2011
2012
459,30
449,40
453,25
497,20
0
0
0
0
134
135,90
112
0
73.897
88.629
110.095
110.631
74.490,3
89.214,3
110.660,25
111.128,2
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Jawa Barat tahun 2012
4
Berdasarkan Tabel 2, KJA adalah sistem budidaya yang paling banyak menghasilkan produksi ikan dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Data penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2012 dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data Penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2012 No
Jenis ikan
1
Pembesaran ikan mas/nila (bagian atas mas/bagian bawah nila) 2 Pembesaran patin/nila (bagian atas patin/bagian bawah nila) 3 Pembesaran ikan mas (bagian atas ikan mas) 4 Pendederan patin (bagian atas nila/bagian bawah patin) 5 Pendederan nila (bagian atas nila/ bagian bawah nila) 6 Aneka ikan (bagian atas aneka ikan/bagian bawah nila) 7 Tidak beroperasi Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2012
Jumlah petak ukuran 7mx7m (petak) 9.564 2.352 2.375 588 4.916 1.496 173
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa areal KJA di Waduk Jatiluhur di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2012 paling banyak digunakan untuk areal pembesaran ikan mas pada bagian atas dan ikan nila pada bagian bawah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah petak KJA yaitu sebanyak 9.564 petak KJA dengan ukuran per kolam adalah 7m x 7m sedangkan hanya sekitar 2.375 petak KJA yang masih melakukan budidaya dengan satu komoditas (ikan mas). Melihat potensi Sumberdaya Ikan (SDI) di Waduk Jatiluhur menyebabkan masyarakat di luar maupun sekitar waduk terus membangun KJA. Peningkatan jumlah KJA di Waduk Jatiluhur sampai saat ini telah menempati posisi tengah danau namun kualitas produksi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada pencemaran lingkungan waduk akibat jumlah budidaya KJA yang berlebihan dan dapat mempengaruhi kelangsungan produksi perikanan budidaya tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap produksi usaha budidaya KJA tersebut pada satu unit luasan KJA melalui biaya yang dikeluarkan oleh petani tersebut serta pendapatan yang diperolehnya. Dengan demikian keberlanjutan usaha budidaya ikan di Waduk Jatiluhur diharapkan dapat terus diarahkan secara lestari.
5
1.2 Rumusan Masalah Sejak dirintis tahun 1974, usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, nyaris tidak pernah surut. Nilai produksi yang mencapai lebih dari 70.000 ton ikan per tahun, usaha ini menggerakkan ekonomi rakyat serta menghidupi 3.636 rumah tangga yang terlibat langsung di dalamnya. KJA mulai di sosialisasikan di Waduk Jatiluhur (Ir H Juanda) di bawah pengelolaan Perum Jasa Tirta (PJT) II pada tahun 1988. Teknologi ini awalnya diperuntukkan bagi warga lokal yang tergusur proyek pembangunan waduk. Namun, KJA terus berkembang karena menguntungkan, bahkan menarik investor dari luar daerah.1 Usaha budidaya ikan dalam KJA memberikan harapan bagi masyarakat yang terkena proyek dan tinggal di sekitar Waduk Jatiluhur untuk memperoleh pendapatan. Adanya usaha KJA memicu juga usaha pendukung seperti toko pakan, jasa pengangkutan, serta rumah pengolahan ikan. Semua saling menopang sehingga terjalin dalam sebuah rantai kehidupan. Pada tahap awal, kondisi perairan yang cukup baik dan jumlah jaring yang masih serasi dapat memberikan penghasilan yang cukup layak bagi masyarakat sehingga mendorong terjadinya peningkatan usaha KJA di Waduk Jatiluhur relatif cepat. Tahun 2002, jumlah KJA di waduk Jatiluhur seluas 8.300 hektar di aliran Sungai Citarum berjumlah 2.159 unit (petak). Kurun waktu 2005-2006 melonjak dari 5.141 unit menjadi 13.080 unit dan terus bertambah. Hasil pendataan tahun 2011, populasi KJA telah mencapai 19.630 unit (Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, 2011). Menurut Surat Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan Perikanan, jumlah KJA ideal adalah 2.100 unit. Kelompok Kerja Bidang Perikanan PJT II tahun 1996 merekomendasikan 5.480 unit, sedangkan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1996 merekomendasikan 3.637 unit. Namun kondisi yang terjadi saat ini semua batasan sudah terlampaui. Kondisi yang melebihi daya dukung dari batas ideal yang telah ditentukan jelas menjadi salah satu penyebab turunnya produktivitas usaha KJA. Padahal peraturan itu diharapkan menekan jumlah KJA secara alami. Jika KJA 1
http://regional.kompas.com/read/2012/07/23/04512694/Rantai.Hidup.Keramba.Jaring.Apung [diakses tanggal 21 Juni 2013]
6
berkurang mendekati batas ideal, mutu perairan diharapkan membaik dan terhindar dari kerugian besar akibat kematian ikan secara massal. Namun, dampaknya saat ini dapat berupa ancaman potensi pencemaran akibat pakan ikan yang berlebihan sehingga dapat mempengaruhi menurunnya kualitas air waduk, fluktuasi debit air yang semakin terbatas, dan serangan virus. Seiring dengan meningkatnya jumlah jaring apung yang semakin tidak terkontrol, terjadi juga peningkatan teknik penguasaan jaring apung yaitu teknik budidaya jaring susun atau lapis. Teknik KJA polikultur bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan produktivitas jenis usaha. Pada saat ini usaha kegiatan budidaya ikan KJA di Waduk Jatiluhur yang dijalankan oleh Rumah Tangga Petani (RTP) ukurannya sangat beragam dilihat dari jumlah unit jaring yang diusahakan oleh setiap RTP. Selain itu pada masingmasing RTP memilih jenis usaha yang berbeda yaitu monokultur dan polikutur. Pemanfaatan waduk sebagai kegiatan budidaya ikan dalam KJA telah menyebabkan masuknya limbah padat berupa pakan ikan dan kotoran ikan yang mendangkal didasar waduk jatiluhur. Penurunan kualitas air pada Waduk Jatiluhur antara lain adalah akibat dari kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah melampaui daya dukung perairan danau (Badan Pusat Penelitian Limnologi, 2009). Dari sekian banyak dampak positif maupun negatif usaha budidaya ikan dalam KJA tersebut terhadap perkembangan ekonomi sektor lainnya memungkinkan banyak peluang bagi masyarakat sekitar waduk untuk turut berperan serta memperoleh kesempatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, baik sebagai tenaga kerja atau pengusaha budidaya ikan KJA (monokultur dan polikultur) secara langsung ataupun sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan orang yang bekerja disekitar Waduk dan kebutuhan para pendatang secara tidak langsung. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Bagaimana tingkat pendapatan petani ikan jenis usaha monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan jenis usaha polikultur di Waduk Jatiluhur?
7
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada pemilihan pola usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengestimasi
tingkat
pendapatan
petani
ikan
usaha
monokultur
dibandingkan dengan pendapatan petani ikan usaha polikultur di Waduk Jatiluhur. 2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani ikan dalam pemilihan budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur. 1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini antara lain:
1.
Penelitian dilakukan hanya pada Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta.
2.
Penelitian hanya mengkaji dan mengestimasi tingkat pendapatan dari usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola usahatani.
3.
Responden dalam penelitian adalah petani ikan yang membudidayakan ikan secara monokultur dan petani ikan yang membudidayakan ikan secara polikultur.
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pengelolaan KJA Permintaan dunia akan ikan berdaging putih (white meat) mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Hal ini menjadi dasar pemikiran dalam upaya pengembangan budidaya perikanan. Menurut beberapa peneliti, perhitungan ekonomi KJA adalah usaha agribisnis yang menguntungkan. Penerapan keramba jaring apung mini investasinya tidak terlalu besar sehingga diharapkan mampu dipraktekkan oleh petani dan pengusaha kecil (Hanafi A. et al. 1990). Keuntungan bisnis keramba memang menggiurkan. Tetapi budidaya ini juga memerlukan kesabaran dan keuletan. Diantaranya jika pergantian musim tiba, maka keberadaan ikan keramba terancam oleh berbagai jenis penyakit ikan yang menimbulkan kematian dalam jumlah besar. Meskipun demikian pengembangan KJA masih menghadapi masalah antara lain (1) pemilihan lokasi budidaya yang setidaknya dapat berjalan sepanjang tahun, bebas dari pengaruh gelombang besar, sehingga menjamin penggunan kerambajaring apung secara optimal, (2) Ketersediaan benih sampai saat ini masih mengandalkan dari alam dan sedikit jumlahnya karena sangat dipengaruhi oleh musim. Penyediaan pakan berupa ikan rucah masih terbatas dan penyediaannya bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia, (3) Pengenalan kepada petani ikan dan nelayan yang mungkin saja masih dihadapkan pada kendala-kendala sosial budidaya karena sudah terpaku anggapan bahwa laut adalah tangkap menangkap bukan tempat budidaya (Anggawati, 1991). Pengawasan dan perawatan rutin setiap hari merupakan faktor keberhasilan dari upaya pembesaran ikan dengan KJA. Pengotoran jaring (kurungan) baik yang disebabkan oleh sampah, pelumpuran maupun jasad pengganggu yang menempel pada jaring akan menjadi penyebab turunnya derajat pergantian air dalam kurungan (Abdulkadir, 2010). Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan pola pembesaran ikan mas dan nila yang banyak dilakukan di danau atau waduk. Jaring yang digunakan untuk pemeliharaan diapungkan di danau atau waduk dengan bantuan pelampung berupa drum plastic atau drum baja. Untuk mencegah KJA tidak berpindah tempat, petani biasanya menancapkan jangkar di dasar perairan.
9
Pada KJA yang jumlahnya banyak, petani umumnya membangun rumah ditasnya untuk tempat penampungan pakan dan tempat tinggal para pekerja. Pada tebar pembesaran mas dan nila di KJA umumnya 10 ekor/
.
Misalnya, luas KJA berukuran 7x7 meter dengan kedalaman 3 meter maka dapat diisi benih sebanyak 1.470 ekor. Namun, jika kondisi waduk atau danau memiliki kedalaman lebih dari 8 meter seperti di Jatiluhur, kedalaman KJA bisa ditambah hingga 7 meter. Semakin dalam KJA berguna untuk menambah populasi ikan nila di dalam KJA (Wiryanta et al, 2010). Untuk pemberian pakan, pada bulan pertama pakan diberikan setiap hari sebanyak 5 persen dari biomassa. Setelah itu, pakan cukup diberikan sebanyak 3 persen dari biomassa. Periode pemberian pakan dalam sehari dibagi tiga kali, yakni pada pagi, siang, dan sore hari (Rachmatun, 2010). Operator (teknisi) Keramba Jaring Apung harus rajin memperhatikan perilaku ikan-ikan yang dipelihara. Aspek – aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut (a) Nafsu makan dan dosis pakan, (b) Tingkat kegesitan ikan. Bila ada ikan yang tampak lemah maka harus diambil contoh untuk diperiksa apakah ada sesuatu gejala penyakit atau tidak, (c) Kualitas air, (d) Tingkat kecerahan air waduk/danau apabila derajat kecerahan kurang dari 15 cm, berarti plankton terlalu lebat sehiongga kandungan oksigennya defisit pada malam hari yang dapat membahayakan ikan. Nilai kecerahan untuk waduk dan danau sebaiknya lebih dari 100 cm, (e) Luas keramba di waduk maksimum 2 persen dari luas perairan. Batas maksimum ini biasanya ditentukan oleh pemerintah daerah setempat, (f) Pembatasan kapasitas produksi keramba, (g) Kecepatan arus dilokasi keramba tidak kurang dari 5-10 m/detik, (h) Hama pemangsa ikan dan/atau perusak jaring yang dapat menyebabkan kerugian. Hama tersebut ialah burung pemasangsa, berang-berang, ular, belut, ikan-ikan buas dan kura-kura yang merusak jaring. Hama dapat dihalau dengan pemasangan perangkap, pembersihan tepi waduk dan pelaksanaan patrol secara periodik (Rachmatun, 2010).
10
2.2 Usaha Perikanan Usaha perikanan bukanlah usaha yang hanya sekedar melakukan kegiatan pemeliharaan ikan di kolam, di sungai, di danau, atau di laut, melainkan usaha yang mencakup berbagai aspek organisme (sumber hayati). Usaha perikanan di Indonesia dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Selain perikanan di laut, kita mempunyai perairan di darat berupa danau, sungai, dan rawa. Usaha perikanan dapat dibagi dua jenis, yaitu usaha perikanan darat dan perikanan laut. Usaha perikanan darat disebut juga usaha perikanan air tawar (Evy, 2008). 2.3 Pendapatan Usahatani Usahatani sebagai satu kegiatan produksi pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara keduanya merupakan pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) mengartikan pendapatan usahatani sebagai balas jasa dari kerjasama antara faktorfaktor produksi dengan petani sebagai penanam modal dan sekaligus pengelola usahatani. Analisis pendapatan memerlukan dua komponen utama, yaitu keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu dalam usahatani dan keadaan penerimaan pasca produksi dan pemasaran usahatani (Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan adalah besaran output
usaha, baik produk utama maupun produk sampingan yang dihasilkan. Sementara itu, pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumber daya yang terukur dalam satuan nominal uang (rupiah) yang dikeluarkan dalam mencapai tujuan usahatani. Komponen pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Beban biaya dalam pengeluaran tunai, meliputi: pembayaran tunai sarana produksi pertanian seperti pembelian benih, pupuk, obatobatan (pestisida), beban biaya sewa dibayar dimuka seperti sewa lahan garapan, sewa alat mesin pertanian (bila ada), dan biaya tenaga kerja. Beban biaya yang termasuk dalam pengeluaran diperhitungkan adalah nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan dan penyusutan peralatan pertanian.
11
Komponen penerimaan usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Pendapatan tunai bersumber dari penjualan tunai hasil produksi/panen (output) usahatani yang dilakukan, sedangkan penerimaan non tunai bersumber dari (1) produk/hasil panen (output) yang dikonsumsi keluarga petani dan (2) kenaikan nilai inventaris, yaitu nilai benda-benda investasi yang dimiliki rumah tangga petani berdasarkan selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun. 2.4 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Tunggal (Monokultur) Menurut Maulana (2003), pembesaran ikan pada KJA tunggal biasanya dilakukan secara monokultur yaitu dalam satu jaring pada lapisan atas ditebarkan hanya satu jenis ikan tanpa ada jenis ikan lain, dimana ikan yang ditebar sebagai komoditas pokok. Pada sistem KJA tunggal, pakan tambahan mutlak diberikan karena jumlah pakan alami dalam waduk relatif sedikit, bahkan hampir tidak ada. Pakan tambahan berupa pelet diberikan setiap hari dengan dosis tiga persen dari berat ikan. Jaring apung yang telah terpasang di danau atau waduk biasanya dirakit menjadi satu unit. Satu unit rakit jaring terapung terdiri dari empat net kolam dan satu tempat jaga (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005). 2.5 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Kolor (Polikultur) Menurut penelitian Sukamto dan Maryam (2005), teknik budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) dengan sistem jaring kolor yaitu jaring terdiri atas bagian bawah satu buah jaring dan di bagian atas dua buah jaring dalam dua petakan. Ada lagi jaring kolor empat yang terdiri dari atas satu jaring di bagian bawah dan empat jaring di bagian atas di dalam empat petakan. Berdasarkan teknik budidaya sistem KJA kolor, petani ikan tidak harus membudidayakan ikan nila di jaring apung secara khusus akan tetapi dapat dibudidayakan bersama dengan ikan mas (budidaya ikan secara polikultur) serta produksi ikan dapat ditingkatkan yaitu dari ikan mas di jaring atas dan ikan nila di jaring bawah. Pada awalnya sistem KJA kolor digunakan oleh para petani ikan di Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling untuk mengantisipasi kematian masal ikan yang
12
hampir terjadi setiap tahun. Hal ini disebabkan sisa pakan yang terbuang ke dasar perairan, sehingga menyebabkan mutu/kualitas air menurun. Efisiensi pakan pada sistem KJA kolor bisa ditingkatkan karena pakan atau debu pakan yang terbuang ke bawah atau ke pinggir bisa dimanfaatkan ikan lain yang dipelihara seperti ikan nila, sehingga pakan yang terbuang ke perairan juga semakin berkurang (Sukamto dan Maryam, 2005). 2.6 Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian Ridwan (2008) yang berjudul Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan membandingkan pendapatan, efisiensi, dan kelayakan serta sensitivitas usahatani padi ramah lingkungan dan anorganik. Berdasarkan analisis pendapatan, diketahui bahwa pendapatan usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani padi anorganik. Berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk Dengan Jaring Apung Kasus Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat oleh Dandan Hendayana (2002). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perbedaan keragaan usaha antara sebelum dan sesudah krisis dengan menggunakan alat ukur benefit cost analisis yang menghitung komponen finansial, menjelaskan keragaan usaha KJA dilihat dari kelayakan usaha berdasarkan analisis finansial anta sebelum krisis dan sesudahnya, menelusuri gambaran usaha berdasarkan hubungan fungsional antara kegiatan produksi dengan kegiatan pengadaan sarana produksi serta kegitan pemasaran hasil jaring apung sebagai sistem usaha yang berwawasan agribisnis. Hasil dari penelitian adalah berdasarkan nilai NPV dengan diskon faktor 20 persen menghasilkan nilai NPV yang positif sehingga dengan adanya krisis ini secara finansial usaha ini tidak mengalami tampilan perubahan yang merugikan, sistem pemasaran pakan yang selama ini terjadi tidak efisien. Dampak Budidaya Ikan Jaring Apung di Waduk Cirata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Cianjur, oleh Maman Sudrajat (2009). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
13
dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa rumah tangga sekitar lokasi yang menjadi petani budidaya KJA tingkat kesejahteraannya lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga bukan petani budidaya KJA. Lebih rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga non-petani budidaya karena pada umumnya mata pencaharian penduduk sekitar lokasi adalah petani padi sawah atau lahan darat dengan luas < 0,25 ha atau buruh tani yang upahnya di bawah upah minimum. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah banyak dilakukan, terdapat perbedaan pada penelitian yang dilakukan saat ini. Perbedaan tersebut terletak pada lokasi dan bahasan penelitian.
14
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi, maka sudah sepantasnya usaha budidaya perikanan dikembangkan dan ditingkatkan di Indonesia. Pembangunan perikanan diperairan waduk kiranya sangat penting dan perlu untuk dikembangkan karena sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya hayati pengganti dari lahan daratan yang digenangi. Pengembangan perikanan budidaya yang umum diterapkan adalah teknologi budidaya dalam keramba jaring apung. Usahatani budidaya ikan ialah usaha yang menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai sumberdaya utamanya. Masalah klasik yang umumnya ditemui pada danau-danau atau waduk-waduk tempat dikembangkannya budidaya ikan dalam jaring adalah masalah daya dukung perairan (Carrying Capacity). Faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan budidaya ikan ialah keragaan usahataninya. Salah satu wilayah perairan di Waduk Jatiluhur yang terdapat cukup banyak jumlah KJA adalah di Kecamatan Jatiluhur. Budidaya KJA secara monokultur juga masih tetap dipertahankan,dengan alasan masih ada petani setempat yang memiliki modal terbatas. Budidaya KJA secara polikultur dapat meningkatkan produksi ikan mas dan nila juga dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan waduk akibat sedimentasi yang ditimbulkan dari pengendapan sisa pakan. Petani budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada KJA monokultur dan polikultur khususnya di Kecamatan Jatiluhur melakukan proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan yang maksimal. Perbandingan manfaat ekonomi berupa pendapatan pada pola usaha tani yang membudidayakan ikan secara polikultur dengan pendapatan petani yang hanya melakukan usahatani budidaya ikan secara monokultur merupakan ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi mengenai faktor-faktor penentu pemilihan usaha budidaya ikan secara polikultur dan monokultur. Pendekatan yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada petani ikan dan dianalisis dengan metode regresi logistik. Secara rinci kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
15
Upaya Peningkatan Produksi dan Pengembangan Budidaya Ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur
Usaha Budidaya Ikan Mas dan Nila dalam KJA Budidaya Ikan Mas (Monokultur)
Pendapatan Budidaya Ikan Mas (Monokultur)
Faktor-faktor Yang mempengaruhi pemilihan jenis usaha budidaya
Budidaya Ikan Mas dan Nila (Polikultur)
dibandingkan
Pendapatan Budidaya Ikan Mas dan Nila (Polikultur)
Pendapatan Budidaya Ikan Monokultur =, <, > Budidaya Polikultur Analisis Pendapatan & Uji Beda
Analisis Regresi Logistik
Keterangan : Metode Analisis
Meningkatnya Kesejahteraan Petani alur berpikir
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
16
IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan tempat ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa budidaya ikan sistem polikultur dan monokultur masih berjalan dan memiliki potensi pengembangan kawasan budidaya ikan air tawar terbesar di Jawa Barat. Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama tujuh bulan, dimulai pada bulan Februari hingga Agustus 2013. Setelah tahapan pra penelitian maka dilanjutkan dengan proses pengambilan data primer. Pengambilan data primer dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai November 2013. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penulisan skripsi. Tahapan ini akan dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada minggu terakhir bulan Januari sampai dengan minggu kedua bulan Februari 2014. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung kepada petani ikan pemilik, buruh tani, dan informan lainnya di Waduk Jatiluhur melalui kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, buku-buku, internet, dan literatur yang mendukung, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, Perum Jasa Tirta II (PJT II), Badan Pusat Statistik Jawa Barat dan lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.
17
4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian dalam menentukan cara untuk mengambil sejumlah responden sebagai sampel dari suatu populasi. Tujuan dari penarikan sampling adalah mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian namun peneliti harus memperoleh jumlah responden yang memenuhi kriteria dan representatif agar data yang diperoleh akurat. Salah satu jenis populasi adalah populasi yang bersifat homogen. Populasi yang bersifat homogen biasanya berada pada wilayah perairan. Karakter khusus dari populasi homogen terletak pada tidak adanya perbedaan pola dari hasil tes setelah melakukan wawancara kepada seluruh responden namun data yang dihasilkan tetap beragam, hanya pola saja yang sama antar petani (Bungin 2008). Sampel merupakan sebagian data yang diambil dalam suatu populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani budidaya KJA monokultur dan polikultur di Kecamatan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Penentuan lokasi dan objek penelitian dipilih dengan menggunakan metode purposive. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 60 responden yaitu yang terbagi atas 30 responden petani budidaya KJA monokultur dan 30 responden petani budidaya KJA polikultur yang melakukan budidaya pembesaran ikan mas dan nila di wilayah tersebut. Jumlah tersebut sudah mewakili karakteristik yang dibutuhkan yaitu usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama profesi, dan pendapatan. Sampel ini diambil berdasarkan jumlah data sebaran normal statistik dan bersifat homogen. Sistem budidaya yeng terdapat di lokasi penelitian bersifat homogen dalam hal penggunaan ukuran luas unit KJA yang sama pada setiap petani sehingga dengan jumlah tersebut dapat mewakili jumlah responden pada penelitian. Penentuan responden pada penelitian ini berdasarkan informasi yang diberikan oleh Kepala UPTD kemudian wakil UPTD dan selanjutnya kepada pendamping sehingga dilakukan pendataan terhadap responden yaitu sebanyak 60 responden.
18
4.4 Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan
komputer dengan program Statistical Program and Service
Solution (SPSS) 16, Microsoft Office Excel 2007. Metode analisis data yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini Tabel 4 Matriks Metode Analisis Data No 1
2
Tujuan Penelitian Mengestimasi Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Secara Monokultur dibandingkan degan usahatani Polikultur
Sumber Data
Metode Analisis Data
Responden dengan menggunakan kuesioner
Analisis Pendapatan Usaha tani dan Uji Beda (Paired Sample Test)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam pemilihan budidaya ikan monokultur dan polikultur
Responden dengan menggunakan kuesioner
Analisis Regresi Logistik
Sumber : Penulis (2013)
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Untuk membandingkan pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan secara polikultur dengan petani yang melakukan budidaya ikan secara monokultur yaitu melalui pendekatan analisis pendapatan. Pendapatan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Secara sistematis pendapatan usaha tani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006): π = TR-TC ...……………… (1) Di mana:
π
= pendapatan (benefit)
TR
= total penerimaan (total revenue)
TC
= total biaya (total cost)
Penerimaan usahatani budidaya ikan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (y) dengan harga jual (P). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: ...………... (2)
19
Di mana:
TR
= penerimaan total (Rp)
y
= produksi ikan yang diperoleh (ton) = harga jual ikan (Rp)
i
= jenis ikan yang dibudidayakan
n
= banyak ikan yang dibudidayakan (ekor)
Rumus diatas apabila digunakan dalam mengestimasi pendapatan usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur maka persamaan menjadi (Penulis, 2013) : ............................. (3) Di mana: = pendapatan usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur i
= jenis ikan yang dibudidayakan (1= Mas, 2=Nila)
j
= jenis input (1=pakan, 2=benih, 3=Tenaga Kerja)
v
= jumlah input yang digunakan (Kg, orang) = harga jual ikan yang berlaku (Rp) =
harga input yang berlaku (Rp)
Total biaya yang dikeluarkan baik untuk usahatani budidaya ikan monokultur dan budidaya ikan polikultur dibedakan atas biaya tunai dan non tunai. Estimasi perhitungan total penerimaan dan total biaya tersebut melihat pendapatan yang diperoleh. Analisis dilakukan dengan cara menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio). Analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) merupakan salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. R/C ratio menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani. Apabila R/C >1 maka usaha tani tersebut dikatakan menguntungkan, R/C =1 maka usaha tani tersebut berada pada kondisi impas artinya tidak untung dan tidak rugi, R/C <1 maka usaha tani tersebut berada pada kondisi tidak menguntungkan. Analisis R/C ratio dapat dituliskan sebagai berikut: R/C ratio =
...………………........................................ (4)
20
4.4.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan Analisis tingkat perbedaan pendapatan dilakukan untuk membandingkan tingkat pendapatan antara petani yang melakukan usahatani budidaya ikan mas secara monokultur dalam satu unit jaring apung (empat kolam bagian atas) dengan petani yang melakukan usahatani budidaya ikan mas dan nila secara polikultur (kolor) dalam satu unit jaring apung (empat kolam bagian atas dan satu kolam bagian bawah). Perbedaan ini diuji dengan uji t untuk mean dari dua sampel yang saling berhubungan (related). Tingkat pendapatan setiap strata tersebut dijelaskan sebagai berikut : Rata-rata tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas secara monokultur Rata-rata tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya mas dan nila secara polikultur Menurut Nazir (1985), pengujian dilakukan dengan cara berpasangan (paired sample test) yaitu sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perilaku atau pengukuran yang berbeda. Adapun hipotesis yang digunakan sebagai berikut: : : Hipotesis
menunjukkan tingkat pendapatan petani yang melakukan
budidaya ikan mas secara monokultur dengan yang melakukan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur tidak berbeda nyata sedangkan
menunjukkan tingkat
pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas secara monokultur dengan yang melakukan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur adalah berbeda nyata. Daerah penolakan hipotesisnya adalah sebagai berikut: Tolak
, terima
: jika t hitung > t tabel (df =
)
Terima
, tolak
: jika t hitung < t tabel (df =
)
Keterangan: df = discount factor = jumlah sampel 1 = jumlah sampel 2
21
Nilai t hitung didapatkan dari perhitungan rata-rata tingkat pendapatan dengan standard error. ...…………………........................... (5) Keterangan: = standard error dari beda X1 dan X2 Standard error dari beda X1 dan X2 didapatkan dari rumus berikut ini: ...……………… (6) Keterangan: = sumsquare dari sampel 1 = sumsquare dari sampel 2 = jumlah sampel 1 = jumlah sampel 2
Nilai sumsquare didapatkan dari rumus berikut ini: ...………………………....(7) Keterangan: = Pendapatan petani ke-i (Rp) = Jumlah sampel ke-i (responden) 4.4.3
Identifikasi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Petani
untuk
Melakukan Pemilihan Budidaya Ikan Secara Monokultur dan Polikultur Menurut Soekartawi (1988) pada proses pengambilan keputusan, seseorang menolak dan menerima suatu adopsi inovasi banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern individu tersebut (misalnya pendidikan, umur dan sebagainya) serta situasi ekstern atau situasi lingkungannya, misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan atas suatu hal yang dinilai baik atau buruk.
22
4.4.3.1 Model Regresi Logistik Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur yaitu dengan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut (Juanda, 2009): Pi = F (Zi) = F (α + βXi) =
=
…....................... (8)
Persamaan (8) dapat ditunjukkan menjadi: ...………………………………………................... (9)
Pi = Di mana: Pi
= peluang individu dalam mengambil keputusan
Xi
= variabel bebas
α
= intersep
β
= koefisien regresi
e
= bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718)
Zi
= α + βXi Kedua sisi dari persamaan (9) dikalikan dengan 1+ e-zi sehingga
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: (1+ e-Zi) Pi = 1 Dibagi dengan Pi dimana 1 disubstitusi dengan Pi/ Pi, e-Zi =
-
=
e Zi =
, karena e-Zi = 1/ eZi maka menjadi, ............................................................................(10)
Persamaan (10) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (ln) yaitu: Zi = ln
……………………………………………….
(11)
Atau dari persamaan (11) dapat dituliskan menjadi, ) = Zi = α+ βXi ...……………………………………….
(12)
Persamaan (12) merupakan model persamaan logit atau model regresi logistik.
23
Faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi keputusan petani untuk
melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur diantaranya adalah tingkat pendidikan formal, luas areal KJA, umur, jumlah tanggungan keluarga dan lama usaha budidaya ikan2. Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhimya, maka model logit dapat dirumuskan sebagai berikut: ) = Zi = β0 + β1PDDK + β2LAKJA + β3UMR + β4JTK + β5LMUB + β6PDPT ...… (13)
Di mana: Zi
= keputusan petani
Pi
= peluang individu dalam mengambil keputusan usaha budidaya ikan secara polikultur
(1- Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan usaha budidaya ikan
secara monokultur β0
= intersep
βi
= parameter peubah Xi
PDDK = tingkat pendidikan formal petani (tahun) LAKJA = luas areal KJA yang dimiliki petani (
)
UMR
= umur petani (tahun)
JTK
= jumlah tanggungan keluarga petani (orang)
LMUB = pengalaman melakukan usaha budidaya ikan (tahun) PDPT
= pendapatan petani (Rp/tahun) Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani
dalam melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur adalah sebagai berikut: 1) Tingkat Pendidikan Formal (PDDK) Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin mudah untuk memahami prospek pengembangan budidaya ikan dibandingkan dengan petani berpendidikan rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah melakukan pemilihan terhadap prospek budidaya ikan yang lebih baik.
2
Jurnal Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Vol 3 Tahun 2009
24
2) Luas Areal KJA yang Dimiliki (LAKJA) Luas areal KJA yang dimiliki diharapkan bernilai positif. Semakin besar areal KJA yang diusahakan maka semakin mudah untuk menambah volume produksi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. 3) Umur Petani (UMR) Umur petani diharapkan bernilai negatif. Petani dengan golongan usia yang produktif akan memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan budidaya ikan. 4) Jumlah Tanggungan Keluarga (JTK) Jumlah tanggungan keluarga diharapkan bernilai positif. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan menyebabkan semakin banyak kebutuhan hidup sehingga terdapat dorongan untuk meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah anggota keluarga akan mendorong petani untuk melakukan pengembangan budidaya ikan. 5) Lama Usaha Budidaya Ikan (LMUB) Lama usaha budidaya ikan diharapkan bernilai positif. Semakin lama pengalaman dalam usaha budidaya ikan, maka akan mendorong petani ikan untuk membudidayakan ikan dengan teknik yang lebih baik. 6) Pendapatan Petani (PDPT) Pendapatan petani ikan diharapkan bernilai positif. Semakin besar pendapatan yang diterima oleh petani maka kesejahteraan hidup petani akan semakin meningkat.
4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik a)
Uji Likelihood Ratio Setelah dugaan model linear logistik diperoleh, selanjutnya menguji apakah
model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan kualitatif (Hosmer D.W, 2000). Hipotesis statistik yang duji dalam hal ini adalah: H0
: β1 = β2 = β3 =…= βk = 0
(model tidak dapat menjelaskan)
H1
: minimal ada βi ≠ 0, i = 1,2,3,…k
(model dapat menjelaskan)
25
Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio. Statistik uji G dibawah ini menyebar menurut sebaran Chi-square dengan derajat bebas. G = - 2log
= -2log
= -2
...………… (14)
Di mana : : Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model dibawah hipotesis nol : Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model dibawah hipotesis alternatif : Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model dibawah hipotesis nol : Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model dibawah hipotesis alternatif Nilai -2
tersebut mengikuti distribusi Chi-square dengan df = p. Jika
menggunakan taraf nyata sebesar α, maka kriteria ujinya adalah tolak H0 apabila ≥
Nilai -2 b)
atau p-value ≤ α.
Uji Wald Untuk menguji faktor mana (βi ≠ 0) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, diperlukan statistik uji Wald. Uji Wald dapat menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial yang serupa dengan uji-t dalam regresi linear biasa (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji adalah: H0
: βi = 0 untuk 1,2,3,…k
(peubah Xi tidak berpengaruh nyata)
H1
: βi ≠ 0
(peubah Xi berpengaruh nyata)
Statistik uji yang digunakan adalah: W=
β
...……………… (15) β
Di mana: = koefisen regresi = standard error of β (galat kesalahan dari β)
26
c)
Uji Odds Ratio Odds Ratio merupakan rasio peluang peluang terjadi pilihan-1 (ya) terhadap
peluang terjadi pilihan-0 (tidak) dari variabel respons. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut: Odds Ratio =
...……………… (16)
Di mana: Pi
= peluang kejadian yang terjadi
1- Pi= peluang kejadian yang tidak terjadi
27
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Kecamatan Jatiluhur Kecamatan Jatiluhur merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Jarak dari Jatiluhur ke Kabupaten Purwakarta sekitar 8 km yang dihubungkan oleh jalan kabupaten dan provinsi. Secara administratif, Kecamatan Jatiluhur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kecamatan Sukasari di sebelah Utara, Kecamatan Sukatani disebelah Barat, Kecamatan Pasawahan di sebelah Selatan, Kecamatan Babakancikao dan Kecamatan Purwakarta di sebelah Timur. Luas Kecamatan Jatiluhur berdasarkan data pokok Kecamatan tahun 2012 – 2013 adalah 3.556.413 Ha yang terdiri dari 660.000 Ha Lahan Pertanian, Sawah, dan Kebun, 12.000 Ha Perairan Darat, 2.351.413 Ha Pemukiman, 543.000 Ha Zona Industri. Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2013mencapai 63.197 jiwa yang terdiri dari 31.537 laki-laki (50 persen) dan 31.660 perempuan (50 persen). Berdasarkan usia jumlah penduduk Kecamatan Jatiluhur terbagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok usia (0 – 5) tahun sebesar 4.211 jiwa, kelompok usia (6 – 15) tahun sebesar 14.308 jiwa, kelompok usia (16 – 60) tahun sebesar 40.910 jiwa, kelompok usia (>61) tahun sebesar 3.426 jiwa (Data Kecamatan Jatiluhur 2013). Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) masih dominan mencapai 9.040 jiwa (30,57 persen) dan 9.130 jiwa (30,87 persen) sedangkan yang berpendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) mencapai 7.760 jiwa (26,24 persen). Jumlah penduduk yang duduk dibangku Perguruan Tinggi seperti Program Diploma, Sarjana (S1), dan Pasca Sarjana (S2) hanya mencapai 1.785 jiwa (6,03 persen), 1.800 jiwa (6,08 persen), dan 60 jiwa (0,2 persen). Berkaitan dengan pengembangan usahatani budidaya ikan dalam KJA maka salah satu aspek yang penting dan perlu diperhatikan adalah sumberdaya manusianya dalam hal ini petani. Kualitas sumberdaya manusia (petani) yang rendah akan menjadi salah satu faktor pemicu yang menghambat jalannya usahatani budidaya ikan tersebut. Kegiatan yang dapat
28
dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM petani yaitu melalui kegiatan alih teknologi (Bappeda Kabupaten Purwakarta, 2009) 5.2 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur Gagasan awal pembangunan bendungan Jatiluhur (Ir. H.Juanda) berawal dari tulisan Prof. Dr. Ir. W.J Blommenstein tahun 1948 yang menulis bahwa daerah aliran sungai Citarum sebagai sumber aliran air utama, dirancang untuk memadukan potensi sumberdaya air dari mulai sungai Ciujung di Provinsi Banten sampai dengan Kali Rambut di Pekalongan untuk mengairi areal sawah irigasi seluas 520.000 Ha. Tulisan tersebut kemudian dipelajari dan dikaji ulang oleh Ir. Van Schravendjik dan Ir. Abdoelah Angoedi di tahun 1950 yang kemudian menyederhanakan dengan mengintegrasikan potensi sumberdaya air dibagian Utara Jawa Barat dari Kali Bekasi di Ujung Barat sampai dengan Sungai Cilanang di Kabupaten Indramayu untuk mengairi lahan seluas 242.000 Ha. Waduk Jatiluhur merupakan waduk cascade (series) yang terletak di aliran Sungai Citarum dan berada paling hilir dimana sebelumnya terdapat Waduk Cirata dan Waduk Saguling. Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari beberapa anak Sungai Citarum yang tersebar dibeberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 sub DAS yakni sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Perahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang,dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan Gunung Gede Pangrango. Luas daerah tangkapan air DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,4 yang mencakup Kabupaten Bandung, Cianjur, Sumedang, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi yakni muara Gembong, Bungin dan Muara Karawang di Laut Jawa (Gambar 2).
29
Sumber : Google Map (2012)3 Gambar 2 Satuan Wilayah Sungai (SWS) Citarum Bendungan Ir.H. Juanda yang terletak lebih kurang 8 km sebelah Barat Purwakarta dibangun dengan tipe timbunan batu (rockfill dam) dengan inti tanah liat miring, mempunyai tinggi 105 m dan panjang 1220 m membentuk genangan seluas 83
dan menamupng air 3 milyar
. Berbeda dengan Waduk Cirata
dan Saguling yang berfungsi tunggal (Pembangkit tenaga listrik),Waduk Ir.H.Juanda merupakan Waduk serbaguna yang antara lain digunakan untuk : a. Penyediaan air untuk pengairan di Jawa Barat bagian Utara yang meliputi areal sawah seluas 242.000 Ha. b. Pembangkitan tenaga listrik yang berkapasitas 187,5 MW (Setelah di Uperating) dan dapat berproduksi 1000 juta kWh/tahun. c. Pencegahan banjir didaerah Kabupaten Karawang dan sekitarnya. d. Penyediaan air baku untuk air minum, air untuk kebutuhan industri, dan air penggelontoran. e. Budidaya perikanan air tawar melalui teknik jaring apung f. Pengembangan pariwisata dan olahraga air. g. Transportasi air.
3
https://www.google.com/search/citarum.org/knowledge_center/index list.php?id_categories=13# [diakses tanggal 26 Februari 2014]
30
5.3 Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur Secara umum ikan-ikan yang terdapat di Waduk Jatiluhur diklasifikasikan menjadi ikan yang tumbuh secara alami dan ikan yang dibudidayakan. Benih ikan yang tumbuh secara alami tidak sepenuhnya habitat asli tetapi telah dilakukan beberapa kali penebaran benih oleh pengelola waduk. Pemeliharaan ikan budidaya yang menggunakan jaring terbuat dari benang polyethilene dan secara umum dikenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA). Sejak diresmikannya Perusahaan Negara Jatiluhur (PNJ) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 8 tahun 1967 tanggal 24 Juli 1967 salah satu fungsi dibangunnya waduk adalah penambahan produksi perikanan darat. Namun demikian pemanfaatan waduk untuk perikanan budidaya baru dimulai pada tahun1988 dan luasan yang direkomendasikan untuk pemanfaatan ini hanya satu persen dari luasan Waduk dengan jumlah KJA yang direkomendasikan sebesar 2.100 petak zonasi direkomendasikan pada satu lokasi yakni didaerah Ubrug. Dalam pembinaan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur Pemda setempat melalui Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta berperan sebagai koordinator
pengaturan,
pembinaan,
pengawasan,
dan
pengendalian yang diawali dengan penyusunan rencana induk tata ruang (master plan) yang kemudian ditetapkan melalui ketetapan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dan dijabarkan ke dalam zonasi penataan lokasi serta petunjuk teknis pelaksanaan. PJT II yang dalam hal ini sebagai pengelola waduk berkoordinasi dengan Pemda dalam pelaksanaan operasional pengelolaan KJA dilapangan. Spesifikasi untuk ukuran setiap petak keramba jaring apung adalah luas petak 49
(7mx7m) dengan tinggi 2 meter dan umumnya setiap 4 petak jaring
petani menggunakan lapisan jaring dibawahnya yang biasa disebut oleh petani sebagai jaring “kolor”. Satu unit KJA terdiri dari 4 Petak jaring yang dilengkapi dengan ruangan untuk gudang pakan dan rumah jaga. KJA ditempatkan dengan memperhatikan kedalaman air 10 meter (3 meter untuk bagian atas dan 7 meter untuk bagian bawah), arah gelombang yang dominan, jarak antar unit KJA (50 m) letak pemasangan jangkar dan batas antar balok. Luas permukaan satu unit jaring apung secara keseluruhan adalah 196
(14mx14m) yang terdiri dari empat petak
(kolam) bagian atas. Jarak antar petakan kolam berselang satu meter dan jarak
31
antar unit keramba tidak boleh kurang dari satu meter. Jarak satu meter ini digunakan sebagai lalu lintas air. Spesifikasi untuk ukuran setiap petak dan unit keramba jaring apung sudah ditetapkan oleh Perda No 6 Tahun 2010 tentang izin usaha perikanan. Adapun tujuan ditetapkan perda ini adalah agar setiap pemilik usaha keramba secara teknis dapat mendirikan unit KJA dengan ukuran yang sama sehingga diharapkan dapat dengan mudah mematuhi aturan yang berlaku dan secara ekonomis pemilik usaha dalam hal ini petani dapat menghasilkan produksi ikan yang optimal.
a. Tampak Atas
b. Tampak Samping Sumber : Perdana, 2008 Gambar 3 Petak Jaring Apung Setiap Satu Unit KJA
32
Keterangan : : Pelampung dari drum : Bandul Pemberat/Jangkar
: Jaring Bawah untuk Pemeliharaan Ikan Nila : Jaring Atas untuk Pemeliharaan Ikan Mas : Lalu Lintas Air Ikan mas memiliki lama pemeliharaan atau masa panen rata-rata selama tiga bulan sedangkan ikan nila memiliki masa panen rata-rata selama enam bulan. Setelah ikan mas dipanen pertama kemudian kolam dan jaring ikan mas dibersihkan dan kondisi jaring diperiksa. Setelah hal tersebut dilakukan kemudian barulah dilakukan penebaran benih ikan mas kembali. Setelah itu, mulailah tahap pemeliharaan ikan dengan memberikan pakan sebanyak tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan ikan diberikan dengan cara ditebar. Porsi pakan ikan pada umumnya disesuaikan dengan ukuran ikan, untuk ikan yang berukuran kecil satu hari bisa mencapai 21Kg sedangkan untuk ukuran yang sedang satu hari bisa mencapai 24 Kg. Pemeliharan untuk ikan mas dilakukan terus menerus setiap hari selama tiga bulan kemudian. Setelah periode kedua barulah ikan mas dan nila sama-sama dipanen. Panen ikan dilakukan petani dengan berkoordinasi dengan tengkulak untuk datang ke lokasi pemanenan ikan. Panen ikan dalam KJA ini dilakukan dengan mengangkat jaring dari kedua sisi kolam dengan menggunakan bambu besar. Usahatani budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ini tidak menggunakan obatobatan. Petani budidaya hanya menggunakan pakan dan benih dalam pemeliharaan. Produksi ikan mas dapat dihitung dengan konversi bobot pakan yang diberikan terhadap berat hasil produksi yang dicapai. Konversi nilai pakan yang diketahui berdasarkan pengalaman petani adalah 45 sampai 50 persen dari berat hasil. Ilustrasinya bila petani memberikan pakan sebanyak 2 ton per unit dalam 1 musim tanam diperkirakan akan mendapatkan jumlah produksi yang maksimal sebanyak 1.000 Kg ditambah jumlah berat benih awal. Berbeda dengan ikan mas produksi ikan nila tidak dapat diperkirakan hasilnya hal ini dikarenakan pengeluaran biaya pakan tidak bertambah karena ikan nila tidak diberikan pakan
33
yang intensif. Ikan nila mendapatkan supply pakan dari sisa pakan ikan mas sehingga ikan nila dipelihara sebagai penyangga agar efisiensi produksi dapat ditingkatkan dengan menambah penerimaan usaha dari penjualan ikan nila. 5.4 Karakteristik Petani Karakteristik petani merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan usaha keramba jaring apung. Selain dukungan kemampuan modal usaha, diperlukan juga kemampuan dalam pengelolaannya. Orang yang mempunyai kemampuan pendidikan yang lebih baik, dan lebih berpengalaman,serta mempunyai kemampuan teknis yang memadai, akan berada pada posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan kondisi sebaliknya (Setianingsih, et al,1993). Karakteristik pemilik keramba yang dianggap penting adalah menyangkut aspek usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha. Tabel 5 Pengelompokan responden petani jaring apung di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta berdasarkan kelompok usia, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan pola usahatani. N = 60 Keterangan
Kelompok Usia 20 - 30 Tahun 31 - 40 Tahun 41 - 50 Tahun 51 - 60 Tahun Total Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Total Pengalaman Usaha 1 - 5 tahun 6 - 10 tahun 11 - 15 tahun 16 - 20 tahun 21 - 25 tahun 26 - 30 tahun Total
Petani Monokultur Jumlah Persentase (N) (%)
Petani Polikultur Jumlah Persentase (N) (%)
9 7 8 6
30 23 27 20
5 12 9 4
17 40 30 13
30
100
30
100
20 5 4 1 30
67 17 13 3 100
15 8 6 1 30
50 27 20 3 100
6 7 10 3 3 1 30
20 24 33 10 10 3 100
1 7 9 6 6 1 30
3 24 30 20 20 3 100
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
34
5.4.1 Usia Kisaran Usia
yang
produktif
untuk menjalankan usaha pertanian
(perikanan) berada pada kisaran usia 15 tahun sampai 50 tahun (Suharjo & Patong, 1973). Faktor usia sangat berkaitan dengan kemampuan berpikir petani dalam rangka pengambilan keputusan. Data responden petani keramba Waduk Jatiluhur pada Tabel 5 menunjukkan kisaran usia antara 20 tahun sampai dengan 60 tahun. Untuk pola usahatani polikultur kelompok usia menengah antara 31 tahun sampai 40 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 40 persen. Kelompok usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 30 persen. Usia 20 tahun sampai 30 tahun 17 persen dan kelompok usia lanjut (> 50 tahun) hanya sekitar 13 persen sedangkan untuk pola usahatani monokultur kelompok usia pemula antara 20 tahun sampai 30 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 30 persen. Kelompok usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 27 persen. Usia 31 tahun sampai 40 tahun 23 persen dan kelompok usia lanjut (> 50 tahun) hanya sekitar 20 persen. Dengan demikian kelompok usia responden yang mendominasi pemilikan usaha berada pada kelompok usia yang produktif. 5.4.2 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Tabel 5 dari catatan tingkat pendidikan responden, rata-rata mendapatkan tingkat pendidikan formal yang relatif baik. Untuk pola usahatani polikultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 50 persen, diikuti selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar 27 persen dan 20 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen. Untuk pola usahatani monokultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD
mendominasi dan
menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 67 persen, diikuti selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar 17 persen dan 13 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen. Implikasi dari kondisi ini diperlihatkan dengan pengelolaan usaha yang ditangani dengan baik. Hal ini ditandai dengan pengaturan administrasi dan pencatatan aktivitas produksi per unit melalui pembukuan yang teratur, pen
35
jadwalan tanam dan panen yang dilakukan berdasarkan variasi umur ikan. Selain itu pemberian pakan diperhitungkan dengan nilai konversi pakan terhadap berat dan hasil, juga kemampuan dalam memperkirakan harga jual ikan saat musim panen berdasarkan siklus permintaan. 5.4.3 Pengalaman Usaha Pengalaman usaha mempunyai kontribusi yang penting dalam penentuan hasil penerimaan usaha. Pengalaman akan memberikan kesempatan kepada petani untuk beradapatasi atau menyesuaikan diri, sehingga petani dapat menerapkan pola budidaya yang efisien. Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani polikultur keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 2 tahun. Responden memiliki rata-rata pengalaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 30 persen sedangkan Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani monokultur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 1 tahun. Responden memiliki rata-rata penglaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 33 persen Pengalaman bagi petani cukup penting sebagai bekal dalam menjalankan usaha. Petani yang berpengalaman akan mengetahui kapan produksi harus dihentikan untuk sementara waktu, dan kapan harga panen akan melonjak, serta berapa ton produksi yang akan dicapai. Aspek pengalaman pengalaman yang berkaitan dengan penerimaan usaha dapat diilustrasikan dengan adanya kasus kematian massal ikan yang disebabkan oleh virus ikan dan Umbalan. Hal ini diperkirakan dapat merugikan petani hingga ratusan juta rupiah. Petani dituntut harus mengetahui tindakan yang harus dilakukan agar kejadian ini dapat segera diatasi dan tidak terulang. 5.5 Karakteristik Usahatani Pengelolaan dan pembesaran budidaya ikan mas dan nila secara monokultur dan polikultur umumnya tidak memiliki karakteristik khusus. Hal ini dikarenakan luasan unit KJA yang sama antara petani satu sama lainnya yaitu berukuran 196 (14mx14m). Pola budidaya secara monokultur berarti membudidayakan ikan mas sebagai komoditas utama pada jaring lapisan atas saja sedangkan untuk pola
36
budidaya secara polikultur, ikan mas sebagai komoditas utama dan ikan nila sebagai komoditas sampingan dengan pemeliharaan jaring dilapisan bawah. Pada sistem monokultur ikan mas dibudidayakan selama tiga bulan. Untuk pemberian pakan berupa pelet konsentrat dapat disesuaikan dengan musim tanam ikan. Pakan diberikan oleh petani setiap hari dengan manajemen waktu dari pagi, siang, hingga sore. Tidak ada pakan tambahan, oksigen dan obat selama masa pemeliharaan. Benih ikan mas yang umunya digunakan oleh petani adalah benih yang berukuran 10 sampai 12 cm dengan berat 15 sampai 25 gram per ekor atau sering disebut dengan gelondongan besar. Kebutuhan benih ikan mas untuk pola budidaya secara monokultur adalah 157 kg per unit per musim tanam sedangkan pola budidaya ikan secara polikultur adalah 144 kg per unit per musim tanam untuk pembesaran ikan mas sedangkan 153 kg per unit per musim tanam untuk ikan nila. Usaha pembenihan ikan di Kabupaten Purwakarta disokong oleh Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) serta dukungan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Pertenakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta. Benih ikan mas dijual dengan harga Rp 25.000 per kg dengan ukuran yang seragam sedangkan benih ikan nila dijual dengan harga Rp 18.000 per kg. Dari budidaya ini dapat menghasilkan ikan konsumsi segar sebanyak 5 sampai 8 ekor. Ikan mas umumnya dipasarkan secara hidup dari tingkat petani hingga ke tingkat konsumen akhir sedangkan ikan nila dipasarkan dengan bantuan balok es agar kesegaran ikan tetap terjamin mutunya. Pada sistem budidaya ikan secara polikultur ikan mas dibudidayakan selama 3 bulan dan ikan nila selama 6 bulan tanpa pakan tambahan. Pakan ikan nila berasal dari sisa pemberian pakan ikan mas yang tidak termakan atau dari kotoran ikan mas. Akibat pemberian pakan sisa ini dan tidak diberikan pakan tambahan secara khusus maka pertumbuhan ikan nila menjadi semakin lama dibandingkan dengan pertumbuhan ikan mas. Ukuran panen yang digunakan didaerah penelitian meliputi ukuran kecil (8 ekor per kg), sedang (5 ekor per kg), dan besar (1-2 ekor per kg). Pada umumnya ukuran panen ikan yang besar jarang sekali ditemukan, rata-rata petani memanen ikan berukuran kecil dan sedang.
Ikan mas dapat
37
mencapai ukuran besar jika diberi perlakuan yang intensif dalam pemberian pakan tambahan yang khusus dan lamanya mencapai 6 bulan. Kondisi ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani juga permintaan dari konsumen yang rata-rata diminati oleh kalangan konsumen rumah tangga. Keterbatasan modal dalam hal ini yaitu dalam hal lamanya masa budidaya ikan mas, umumnya dialami oleh petani yang membudidayakan ikan secara monokultur. Sementara itu disisi lain petani sangat tergantung kepada perputaran uang yang lebih cepat agar usahataninya bisa terus berjalan sehingga budidaya ikan dalam kurun waktu ini tidak memungkinkan untuk dilakukan. Secara umum, petani pembudidaya ikan di daerah Waduk Jatiluhur dapat memperoleh modal dari dua sumber, yaitu modal sendiri dan pinjaman lembaga keuangan (bank). Usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Purwakarta merupakan salah satu contoh usaha lokal yang sudah mendapat akses pembiayaan dari perbankan. Tabel 6 Akses Modal Pembiayaan Usaha Budidaya KJA di Waduk Jatiluhur N = 60 Sumber Modal Lembaga Keuangan (Perbankan) Modal Sendiri Tengkulak, Pedagang
Petani Monokultur Jumlah Persentase (N) (%) 10 33
Petani Polikultur Jumlah Persentase (N) (%) 15 50
18
60
14
47
2
7
1
3
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan data responden petani monokultur pada Tabel 6 menunjukkan sebesar 60 persen sumber modal yang digunakan berasal dari modal sendiri sedangkan sisanya sebesar 33 persen dan 7 persen yang berasal dari Bank dan Tengkulak. Kondisi ini jauh berbeda dengan data responden petani polikultur yang sudah memanfaatkan akses permodalan dari Bank sekitar 50 persen. Namun tidak sedikit juga sumber modal yang digunakan berasal dari modal milik sendiri yaitu sekitar 47 persen, biasanya mereka yang menggunakan modal pribadi adalah pemilik keramba yang memiliki skala usaha dalam jumlah yang besar dan usaha KJA ini dijadikan sebagai ladang berinvestasi dalam prospek bisnisnya.
38
Bantuan permodalan dari lembaga keuangan perbankan bagi petani pembudidaya KJA di Waduk Jatiluhur Purwakarta sudah bekerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dengan pihak perbankan antara lain Bank Jabar, BRI dan BNI. Bentuk skema yang digunakan adalah menggunakan sistem plasma, dimana satu orang bapak plasma bersama-sama dengan puluhan petani binaannya mengajukan pinjaman kepada bank yang sudah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Bapak plasma biasanya adalah petani dengan skala usaha besar yang memiliki jaminan yang sudah dianggap layak oleh bank. Umumnya seorang petani pembudidaya Keramba Jaring Apung perlu menyediakan modal antara 30 – 100 juta rupiah untuk memulai usaha budidaya Keramba Jaring Apung. Besarnya modal awal ini membuat tidak semua penduduk lokal di sekitar Waduk Jatiluhur mampu memulai usaha budidaya ikan Keramba Jaring Apung. Sebagian penduduk yang memiliki modal cukup dapat menjadi pemilik budidaya, dan sisanya yang tidak memiliki kecukupan modal untuk membuka usaha sendiri, harus cukup puas untuk menjadi tenaga upahan yang bertugas menjaga petak jaring apung. Tenaga kerja dibutuhkan terutama untuk proses pemberian pakan dan penjagaan kolam. Setiap orang diberi tugas untuk mengelola satu unit (empat kolam). Tarif upah yang berlaku untuk setiap orang adalah Rp 750.000 per bulan. Tidak ada perbedaan antara status tenaga kerja yang digunakan berasal dari keluarga atau dari tenaga kerja luar yang diupah, karena curahan waktu kerja yang mereka dapatkan sama yaitu 90 hari per musim tebar.
39
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Usahatani Analisis usahatani dilakukan dengan mengukur penerimaan, biaya, dan pendapatan yang diperoleh dari usahatani yang dijalankan dalam periode tertentu. Perhitungan ini memberikan gambaran dari kegiatan usahatani selama periode tersebut. Selain itu analisis ini memberikan penilaian apakah usahatani pembesaran ikan mas dan nila di daerah penelitian memberikan tingkat keuntungan yang memungkinkan petani mengembangkan usahanya. 6.1.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan budidaya ikan mas dan nila yang ada didaerah penelitian dihitung dari jumlah output yang dihasilkan oleh budidaya jaring apung tersebut. Perhitungan penerimaan ini dibedakan berdasarkan cara budidaya ikan yang yang dilakukan oleh masing-masing petani (responden). Untuk perhitungan penerimaan usahatani budidaya ikan dengan pola monokultur, komponen yang dihitung adalah penjualan ikan mas yang dilakukan selama satu tahun, sedangkan untuk perhitungan penerimaan usahatani budidaya ikan dengan pola polikultur (kolor) yang dilakukan oleh petani adalah dengan menghitung penjualan ikan mas dan ikan nila yang dilakukan selama satu tahun. Penjualan ikan mas hasil budidaya ikan secara monokultur yang dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun karena panen yang dilakukan untuk ikan mas yang dibudidayakan dengan sistem ini adalah tiga bulan sekali dalam satu tahun. Penjualan yang dilakukan dari hasil budidaya ikan secara polikultur terdiri dari dua jenis penjualan yaitu penjualan ikan mas sebagai komoditas utama yang dilakukan sebanyak empat kali dalam satu tahun dan penjualan ikan nila yang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun. Jumlah produksi ikan mas yang dihasilkan dari budidaya ikan mas secara monokultur mencapai 407 Kg/kolam/musim tebar. Hal ini berarti dalam satu Musim Tebar (MT) satu unit KJA menghasilkan ikan mas sebanyak 1.628 Kg. Setiap satu unit jaring apung yang terdiri dari empat kolam selama satu tahun dapat dihasilkan ikan mas sebanyak 6.512 Kg, sedangkan untuk produk yang dihasilkan dari usaha budidaya ikan secara sistem polikultur terbagi atas dua
40
produk yaitu produksi ikan mas dan ikan nila. Jumlah produksi ikan mas yang dihasilkan
dari
budidaya
ikan
mas
secara
polikultur
mencapai
394
Kg/kolam/musim tebar sehingga dalam satu musim tanam satu unit KJA menghasilkan ikan mas sebanyak 1.576 Kg. Produksi ikan mas dalam
empat kolam bagian atas selama satu tahun
sebanyak 6.304 Kg dan untuk jumlah produksi ikan nila dalam satu kolam bagian bawah mencapai 1.097 Kg/kolam/musim tebar sehingga dalam satu tahun menghasilkan 2.194 Kg. Harga ikan mas dan ikan nila dihitung berdasarkan harga yang berlaku didaerah penelitian untuk tingkat petani yaitu Rp 18.000/Kg dan untuk ikan nila yaitu Rp 11.500/Kg. Penerimaan usahatani dari petani sebagai responden dihitung berdasarkan dua jenis usahatani yaitu budidaya ikan mas secara monokultur untuk satu unit keramba, budidaya ikan mas dan nila secara polikultur untuk satu unit keramba. Tabel 7 Penerimaan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA (14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur Pola Usahatani
Monokultur : Ikan Mas Polikultur : - Ikan Mas - Ikan Nila Total
Jumlah Produksi/ MT (Kg)
Periode MT dalam satu tahun
Jumlah Produksi/Tahun (Kg)
Harga Jual di Tingkat Petani (Rp/kg)
Penerimaan (Rp)
1.628
4
6.512
18.000
117.216.000
1.576 1.097
4 2
6.304 2.194
18.000 11.500
113.472.000 25.231.000 138.703.000
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penerimaan usahatani budidaya ikan mas secara monokultur dalam satu unit keramba menghasilkan penerimaan sebesar Rp 117.216.000/unit/tahun selama satu tahun, sedangkan untuk budidaya ikan mas dan nila secara polikultur (kolor) untuk satu unit keramba jaring apung menghasilkan penerimaan sebesar Rp 138.703.000/unit/tahun.
41
6.1.2 Biaya Usahatani Biaya usahatani untuk budidaya ikan mas dan ikan nila baik secara monokultur maupun polikultur terbagi atas tiga komponen biaya yaitu biaya variabel, biaya tetap dan biaya yang diperhitungkan (tidak tunai). Biaya variabel terdiri atas pembelian benih, pakan, dan upah tenaga kerja,sedangkan untuk biaya tetap terdiri atas biaya SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), biaya perawatan, dan retribusi ke PJT II. Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) . Tenaga kerja luar keluarga termasuk ke dalam komponen biaya variabel tunai sedangkan TKDK termasuk komponen biaya non tunai. Usahatani budidaya ikan mas secara monokultur dan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur yang dilakukan di Waduk Jatiluhur menggunakan beberapa TKLK dan TKDK. Tenaga kerja yang digunakan adalah sama dari penebaran benih sampai panen. Sistem biaya pada tenaga kerja yang dilakukan oleh petani budidaya adalah dengan memberikan upah atau bayaran kepada pekerja. Bayaran yang diberikan oleh pemilik kepada pekerja dilihat secara keseluruhan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan pekerja yaitu dimulai dari penebaran benih, pemeliharaan, perawatan jaring, sampai waktu panen. Setiap jenis kegiatan pekerjaan dilakukan oleh tenaga kerja yang sama. Penebaran benih ikan dilakukan petani sesuai dengan musim tanam dari masingmasing ikan. Kegiatan penebaran benih ini dilakukan selama satu hari. Pemeliharaan ikan mas dan nila dengan memberikan pakan ikan setiap hari sebanyak tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Perawatan jaring dan pembersihan kolam ikan dilakukan setiap habis panen. Sistem upah atau bayaran tenaga kerja pada usahatani budidaya ikan mas dan nila pada KJA secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur ini tidak dilakukan pembayaran disetiap kegiatan melainkan sistem yang diterapkan adalah pembayaran gaji pekerja yang dibayar setiap bulan. Selain itu untuk biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan. Biaya penyusutan pada kontruksi KJA atau alatalat yang digunakan pada usaha tersebut. Biaya penyusutan yang dihitung berdasarkan banyaknya jumlah masing-masing barang atau kontruksi KJA
42
terhadap umur ekonomis dan teknisnya. Biaya penyusutan dikeluarkan bila alatalat KJA atau kontruksi KJA sudah tidak dapat digunakan kembali dan harus diganti yang baru. Biaya penyusutan ini bersifat diperhitungkan karena besarnya biaya yang dikeluarkan tersebut tidak dikeluarkan secara tunai (Lampiran 6 - 7). Perhitungan biaya yang dikeluarkan oleh petani sebagai responden dibedakan berdasarkan pola dan jenis usahatani yang dijalankan oleh petani tersebut, yaitu budidaya ikan mas secara monokultur dalam satu unit keramba, budidaya ikan mas dan nila secara polikultur dalam satu unit keramba. Tabel 8 Rincian biaya budidaya ikan mas secara Monokultur per unit KJA (14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur Komponen Biaya
Satuan
Biaya Variabel a. Benih Ikan Mas Kg/MT (10-12 cm) Kg/MT b. Pakan (Jatra) c. Tenaga Kerja luar Orang/bln Keluarga Total Biaya Variabel (1) Biaya Tetap a. Retribusi Wajib Unit (PJT II) Unit b. Perawatan KJA Total Biaya Tetap (2) Biaya Tunai (1) + (2) Biaya Tidak Tunai a. Tenaga Kerja Orang/bln dalam Keluarga b. Penyusutan KJA Biaya Tidak Tunai Total Biaya Usahatani Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Periode dalam satu tahun
Nilai (Rp)
157
25.000
4
15.700.000
2.000
7.000
4
56.000.000
1
468.750
12
5.625.000 77.325.000
1
119.000
1
119.000
1
1.000.000
1
1.000.000 1.119.000 78.444.000
1
281.250
12
3.375.000 5.690.426 9.065.426 87.509.426
Dari Tabel 8 dapat dilihat total biaya usahatani yang dikeluarkan selama satu tahun untuk satu unit keramba jaring apung (4 kolam bagian atas) adalah sebesar Rp 87.509.426/unit/tahun. Biaya ini sepenuhnya dkeluarkan oleh petani sebagai pembudidaya ikan mas didaerah penelitian, sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp 78.444.000/unit/tahun dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) yang dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp 9.065.426/unit/tahun. Sementara itu untuk biaya tetap pada satu unit jaring apung
43
pola budidaya monokultur belum dikenakan SIUP dikarenakan jumlah petakan kolam belum melebihi lima petakan. Standar petakan kolam yang dikenakan SIUP di Waduk Jatiluhur berdasarkan Perda no 6 tahun 2010 berkisar diantara 5 – 20 petakan kolam per tiga bulan. Tabel 9 Rincian biaya budidaya ikan mas dan nila secara Polikultur per unit KJA (14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur Komponen Biaya
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Periode dalam satu tahun
Nilai (Rp)
Kg/MT
144
25.000
4
14.400.000
Kg/MT
153
18.000
2
5.508.000
Kg/MT
2.000
7.000
4
56.000.000
1
468.750
12
5.625.000
Satuan
Biaya Variabel a. Benih Ikan Mas (10-12 cm) b. Benih Ikan Nila (10-12 cm) c. Pakan (Jatra) d. Tenaga Kerja Luar Keluarga
Orang/bln
Total Biaya Variabel (1) Biaya Tetap a. Retribusi Wajib Unit (PJT II) b. Perawatan KJA Unit Total Biaya Tetap (2) Biaya Tunai (1) + (2) Biaya Tidak Tunai c. Tenaga Kerja dalam Orang/bln Keluarga e Penyusutan KJA Biaya Tidak Tunai Total Biaya Usahatani Sumber : Data Primer, diolah (2013)
81.533.000 1
119.000
1
119.000
1
1.000.000
1
1.000.000 1.119.000 82.652.000
1
281.250
12
3.375.000 6.646.426 10.021.426 92.673.426
Dari Tabel 9 dapat dilihat total biaya usahatani yang dikeluarkan selama satu tahun untuk satu unit keramba jaring apung (4 kolam bagian atas dan 1 kolam bagian bawah) adalah sebesar Rp 92.673.426/unit/tahun. Biaya ini sepenuhnya dikeluarkan oleh petani sebagai pembudidaya ikan mas didaerah penelitian, sedangkan
biaya
tunai
yang
dikeluarkan
selama
satu
tahun
Rp
82.652.000/unit/tahun. Biaya tidak tunai pola usahatani polikultur adalah sebesar Rp 10.021.426/unit/tahun. Biaya tetap hanya dibayarkan kepada pihak PJT II dalam bentuk retribusi wajib per tahun sebesar Rp 119.000 sebagai pengelola Waduk Jatiluhur.
44
6.1.3 Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dihitung dengan mengurangi penerimaan usahatani yang diterima selama satu tahun dengan biaya usahatani yang dikeluarkan selama satu tahun untuk setiap jenis usahatani yang dijalankan. Pendapatan ini dibagi ke dalam dua macam pendapatan yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang secara utuh
dikeluarkan sepenuhnya oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total seluruh input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Perhitungan pendapatan ini dibagi atas dua jenis usahatani yang dijalankan. Secara lengkap pendapatan usahatani selama satu tahun dari masing-masing jenis usahatani tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 Tabel 10 Pendapatan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA (14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur Rp/tahun Pola Usahatani
Penerimaan Usahatani
Jumlah Biaya Tunai
Monokultur : Ikan Mas 117.216.000 78.444.000 Polikultur : Ikan Mas 138.703.000 82.652.000 dan Nila Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Jumlah Biaya Total
Pendapatan Atas Biaya Tunai
Pendapatan Atas Biaya Total
87.509.426
38.772.000
29.706.574
92.673.426
56.051.000
46.029.574
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa pendapatan petani atas biaya tunai dan pendapatan petani atas biaya total untuk
pola ushatani monokultur adalah
sebesar Rp 38.772.000/unit/tahun dan Rp 29.706.574/unit/tahun sedangkan untuk pola usahatani polikultur adalah sebesar Rp 56.051.000/unit/tahun dan Rp 46.029.574/unit/tahun selama satu tahun. Artinya usaha ini masih sangat menguntungkan selama satu tahun. 6.1.4 Biaya per Satuan Produksi Biaya per satuan produksi diperoleh dengan membagi total biaya usahatani yang dikeluarkan dari masing-masing jenis usahatani selama satu tahun dengan total produksi ikan yang dihasilkan selama satu tahun. Perhitungan biaya per satuan produksi yang terjadi di Waduk Jatiluhur dibagi atas dua jenis usahatani
45
seperti pada perhitungan penerimaan usahatani dan biaya usahatani. Perhitungan ini dapat dijelaskan secara jelas pada Tabel 11. Tabel 11 Biaya dan keuntungan per satuan produksi budidaya ikan mas dan nila menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur Pola Usahatani
Biaya Total Usahatani (Rp)
Jumlah Produksi Ikan (Kg)
Monokultur : 87.509.426 6.512 Ikan Mas. Polikultur : Ikan Mas 92.673.426 8.498 dan Nila Sumber : Data Primer, diolah (2013)
BiayaPer Satuan Produksi (Rp/kg)
Harga Ikan di Tingkat Petani (Rp/kg)
Keuntungan Per Satuan Produksi (Rp/kg)
Persentase Keuntungan (%)
13.438
18.000
4.562
25,34
10.905
16.322
5.417
33,18
Dari perhitungan Tabel 11 didapat biaya per satuan produksi dari budidaya ikan mas dan nila yang terbagi atas dua jenis pola usahatani masing-masing adalah sebesar Rp 13.438 dan Rp 10.905. Untuk harga ditingkat petani pada pola budidaya ikan mas dan nila secara polikultur digunakan harga rata-rata gabungan yaitu Rp 16.322 harga ini didapat dari membagi penerimaan usahatani yang diterima dengan jumlah produksi ikan mas dan nila yang dihasilkan dari jenis usahatani yang dibudidayakan. Keuntungan yang diperoleh petani untuk masingmasing jenis usahatani adalah Rp 4.562, Rp 5.417 atau 25,34 persen dan 33,18 persen dari harga jual daging ikan ditingkat petani. 6.1.5 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis imbangan penerimaan dan biaya dihitung dari perbandingan antara total penerimaan usahatani yang diterima selama satu tahun dengan total biaya usahatani yang dikeluarkan selama satu tahun. Analisis imbangan penerimaan dan biaya ini ditunjukan dengan nilai rasio R/C yang dihasilkan oleh oleh usahatani yang dijalankan. Perhitungan rasio R/C ini dibagi atas dua jenis pola usahatani dan secara lengkap disajikan pada Tabel 12.
46
Tabel 12 Rasio R/C usahatani budidaya ikan mas dan nila selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur Pola Usahatani
Monokultur : Ikan Mas. Polikultur : Ikan Mas dan Nila
Penerimaan Usahatani (Rp) 117.216.000
Biaya Total Usahatani (Rp) 87.509.426
Rasio R/C
138.703.000
92.673.426
1,49
1,34
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rasio R/C dari masing-masing jenis usahatani adalah sebesar 1,34, 1,49. Nilai rasio R/C ini menunjukan nilai yang lebih besar dari satu
(R/C > 1). Hal ini berarti bahwa masing-masing jenis
usahatani tersebut layak untuk dijalankan atau menguntungkan. Nilai rasio R/C juga menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan petani untuk usahatani dengan menerapkan pola monokultur dan polikultur maka masingmasing akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,34 dan Rp 1,49. 6.1.6 Perbedaan Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Mas dan Nila Secara Monokultur dan Polikultur Pada dasarnya petani yang melakukan usaha budidaya ikan mas secara monokultur dengan petani yang melakukan usaha budidaya ikan mas dan nila secara polikultur keduanya memiliki perbedaan hasil pendapatan. Perbedaan pendapatan ini secara statistik dapat diuji menggunakan metode uji t, melalui metode ini dapat dilihat perbedaan pendapatan
usahatani dari kedua jenis
budidaya ikan berdasarkan perbedaan perlakuan yang dilakukan oleh kedua petani budidaya ikan dalam jaring apung. Dari hasil pengujian perbedaan pendapatan monokultur (ikan mas) dan polikultur (ikan mas dan nila) atas biaya tunai dan biaya total dengan uji t pada Tabel 12 didapat hasil uji beda pendapatan Sig (2-tailed) 0,001 < 0,05 (taraf nyata 5 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa
ditolak atau
diterima, artinya
terdapat perbedaan pendapatan secara statistik antara pola monokultur (ikan mas) dan pola polikultur (ikan mas dan nila). Pendapatan atas biaya tunai dan biaya
47
total pola polikultur lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai dan total pola monokultur. Tabel 13 Hasil uji beda pendapatan monokultur (ikan mas) dengan polikultur (ikan mas dan nila) Pendapatan Usahatani (Rp/tahun) Pola Usahatani Monokultur : Ikan Mas Polikultur : Ikan Mas dan Nila Uji Beda Statistik
Atas biaya tunai Max Min Mean 64.431.000 11.256.000 38.750.833
Atas biaya total Max Min Mean 55.915.574 2.440.574 29.767.074
99.011.000
87.614.574
8.011.000
Sig (2-tailed)
0,001
56.028.667
Sig (2-tailed)
3.114.574
46.545.241
0,001
Sumber : Data Primer, diolah (2013) Taraf Signifikansi α : 5 persen
Tabel 13 juga menunjukkan hasil pendapatan maksimum atas biaya tunai dan biaya total dari pola polikultur sebesar Rp 99.011.000 dan Rp 87.614.574 lebih besar dibandingkan dengan pendapatan maksimum atas biaya tunai dan biaya total dari pola monokultur sebesar Rp 64.431.000 dan Rp 55.915.574. Hal ini berarti bahwa petani monokultur dan polikultur lainnya mempunyai potensi untuk meningkatkan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total sebesar nilai maksimum tersebut. 6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Usahatani Model regresi logit akan diduga untuk menganalisis pengaruh variabel – variabel penjelas (independent variable) terhadap peluang petani dalam pemilihan pola usahatani budidaya ikan mas dan nila yang lebih baik dari segi finansial. Variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan tersebut diantaranya adalah lama pendidikan formal (PDDKN), luas areal KJA (LAKJA), umur petani (UMR), jumlah tanggungan keluarga (JTK), lama usaha budidaya ikan (LMUB), dan pendapatan (PDPT). Variabel dependen dalam model (Zi) ini merupakan output kualitatif yaitu keputusan petani dalam memilih budidaya ikan secara polikultur (i=1) dan keputusan petani dalam memilih budidaya ikan secara monokultur (i=0). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.
48
Tabel 14 Hasil Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Pemilihan Pola Usahatani Predictor
Coef
Sig
Odds Ratio
Constant -8,693 0,003 UMR 0,050 0,158 PDDK 0,168 LMUB 0,100 JTK 1,075 PDPT 0,003 Log - Likelihood = 63,684 Test that all slopes are zero ; G = 19,313 ; Df = 5 ; Sig = 0,002
0 1,052 1,183 1,106 2,930 1,003
Goodness of fit Cox snell R Square = 0,275 Nagelkerke R Square = 0,367 Hosmer and Lemeshow Test ; Chi-Square = 8,029 ; Df = 8 ; Sig = 0,431 Classification Table Overall Precentage = 70 Sumber : Data Primer, diolah (2013) Signifikansi pada taraf nyata (α) a : 15 persen
Berdasarkan hasil uji-G di pada tabel 14 diperoleh p-value 0,002 (p-value < α) Sig pada tabel Omnibus Test of Model Coefficients maka tolak
artinya
secara bersama-sama variable Independent berpengaruh terhadap Zi. Dari hasil analisis regresi logistik -2 Log likelihood sebesar 63,684, Cox and Snell R Square sebesar 0,275 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,367. Besarnya nilai Nagelkerke R Square menunjukkan kemampuan
empat peubah bebas dalam
menjelaskan pemilihan pola usahatani sebesar 27,5 persen sedangkan sebesar 72,5 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Hasil uji goodness of fit dapat dilihat dengan melihat nilai chi–square dalam Tabel Hosmer and Lemeshow Test (Lampiran 1). Berdasarkan pengolahan data, nilai chi-square sebesar 0,431 (Sig pada Tabel Hosmer and Lemeshow Test), berarti nilai Sig > α = 15 persen. Selain itu, nilai Overall Percentage diperoleh 70 persen artinya Kebaikan model dalam mengklasifikasikan Z sebesar 70 persen. Hasil analisis regresi logistik juga menunjukkan peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam taraf alpha. Hal ini terlihat dari besarnya nilai Sig < α dan hipotesis
Interpretasi peubah bebas
yang berpengaruh nyata maupun tidak nyata akan dijelaskan dalam subbab berikut ini :
49
6.2.1 Umur Petani Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value sebesar 0,158 (p-value.> α 15 persen) maka terima
artinya UMR tidak berpengaruh significant terhadap Z.
Koefisien umur petani bertanda positif yang menunjukkan
ketidaksesuaian
terhadap hipotesis. Umur petani yang sudah lanjut maupun yang masih dalam katergori usia produktif sama-sama mempunyai peluang untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap pemilihan pola usahatani polikultur dan monokultur. Berdasarkan kondisi dilapang baik petani yang berada dikisaran ratarata usia produktif (40 tahun) maupun yang sudah memasuki usia lanjut (63 tahun) memiliki lama pengalaman yang hampir sama yaitu sekitar 11 – 15 tahun, sehingga dalam hal ini petani dari kedua pola budidaya memiliki motivasi untuk berusaha yang sama dalam menentukan pilihan peluang usahatani budidaya ikan yang lebih baik dari segi finansial. 6.2.2 Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value sebesar 0,143 (p-value< α 15 persen) maka tolak
artinya PDDK berpengaruh significant terhadap Z. Semakin
tinggi tingkat pendidikan petani maka kecenderungan akan memilih menjadi petani polikultur. Berdasarkan kondisi dilapang rata-rata tingkat pendidikan petani kedua pola usahatani sudah mendapatkan pendidikan yang cukup baik. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap sikap petani dalam keputusan
menentukan
pola usahatani yang lebih baik, kondisi ini didukung oleh fakta
dilapang bahwa mayoritas petani sudah lebih mengetahui akan konsep usaha yang dapat memberikan keuntungan yang besar apalagi diketahui bahwa mayoritas petani sudah menempuh jenjang pendidikan formal selama 6 – 8 tahun atau setara dengan tingkat SD dan SMP. Hal ini juga menunjukkan bahwa pola pikir petani sudah cukup kreatif untuk menentukan pemilihan pola budidaya. Koefisien lama pendidikan petani bertanda positif yang menunjukkan
kesesuaian terhadap
hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 1,183. Artinya, setiap kenaikan PDDK satu tahun maka peluang untuk menjadi petani Polikultur adalah 1,183 kali lebih tinggi dari petani monokultur.
50
6.2.3 LamaUsaha Budidaya Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value 0,055 (p-value< α 15 persen) maka tolak
artinya LMUB berpengaruh significant terhadap Z. Semakin lama
pengalaman petani dalam budidaya ikan maka kecenderungan akan memilih menjadi petani polikultur. Koefisien lama usaha budidaya yang bertanda positif menunjukkan kesesuaian terhadap hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 1,106. Artinya, setiap kenaikan LMUB satu tahun maka peluang untuk menjadi petani Polikultur adalah 1,106 kali lebih tinggi dari petani monokultur. Berdasarkan survey lapang, petani yang sudah menjalankan usaha budidaya ikan mas dan nila lebih lama berarti memiliki pengalaman lebih baik dalam menjalankan usaha budidaya ikan mas dan nila khususnya pengalaman dalam menentukan keputusan yang bijak dalam mencari solusi untuk menghadapi kenaikan harga input usahatani, kematian massal ikan, dan permainan harga dari tengkulak. Rata-rata petani ikan di Waduk Jatiluhur sudah terjun ke dalam usaha budidaya ikan mas dan nila lebih dari 10 tahun ini berarti pengalaman mereka lebih matang dalam menentukan prospek usaha budidaya ikan yang lebih baik. Hanya sekitar 6 responden yang baru merintis usaha budidaya ikan dalam KJA selama 1 – 3 tahun. 6.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value sebesar 0,005 (p-value< α 15 persen) maka tolak
artinya JTK berpengaruh significant terhadap Z. Semakin
banyak jumlah anggota keluarga petani maka kecenderungan memilih menjadi petani polikultur. Koefisien jumlah tanggungan keluarga yang bertanda positif menunjukkan kesesuaian terhadap hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 2,930. Artinya, setiap kenaikan JTK satu orang maka peluang untuk menjadi petani Polikultur adalah 2,930 kali lebih tinggi dari petani monokultur. Hal ini karena apabila jumlah tanggungan keluarga petani semakin bertambah maka kebutuhan hidup petani akan semakin bertambah sehingga upaya petani untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dinilai lebih baik dengan mengandalkan dari usaha budidaya ikan secara polikultur yang dapat menghasilkan keuntungan besar, juga semakin banyak jumlah tanggungan maka
51
akan semakin bertambah jumlah anggota keluarga sehingga dapat diandalkan oleh petani dalam mengembangkan usaha budidayanya. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani ikan di Waduk Jatiluhur 3 – 5 orang, minimal setiap Rumah Tangga Petani (RTP) mengikutsertakan 1 atau 2 orang anggota keluarga sebagai Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) tujuannya selain sebagai sektor pekerjaan agar keahlian dalam hal membudidayakan ikan dapat diturunkan. 6.2.5 Pendapatan Petani Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value 0,120 (p-value< α 15 persen) maka tolak
artinya PDPT berpengaruh significant terhadap Z. Semakin besar
pendapatan yang diterima petani budidaya ikan maka kecenderungan akan memilih menjadi petani polikultur. Koefisien pendapatan yang bertanda positif menunjukkan kesesuaian terhadap hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 1,003. Artinya, setiap kenaikan PDPT sebesar seratus ribu rupiah maka peluang untuk menjadi petani Polikultur adalah 1,003 kali lebih tinggi dari petani monokultur. Berdasarkan survey lapang, petani yang
menjalankan usaha
budidaya ikan secara polikultur memiliki taraf hidup yang lebih sejahtera, fenomena ini berkaitan dengan ukuran kesejahteraan yang memang masih banyak mengandalkan masalah uang dan aset (Aniri NB dan Hartoyo, 2010). Pendapatan yang tinggi memungkinkan semua kebutuhan keluarga petani terpenuhi. Rata – rata pendapatan petani polikultur (mean income) sebesar Rp 46.545.241/tahun atau sebesar Rp 11.636.310/Musim Tebar dinilai para petani sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 6.2.6 Luas Areal KJA Luas Areal KJA tidak dimasukan karena secara analisis data ragam yang dimiliki oleh Luas Areal KJA Budidaya Ikan mas secara monokultur memiliki karakteristik ragam yang homogen yaitu bernilai nol artinya luas areal KJA tersebut memiliki ukuran yang sama rata sehingga komponen tersebut tidak layak dimasukan ke dalam model logistik. Hal ini didukung dengan fakta berdasarkan survey dilapang dimana setiap petani pemilik keramba memiliki luasan untuk satu unit yang sama yaitu berukuran 196
(14mx14m).
52
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1.
Pendapatan rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan per unit pola usahatani polikultur lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola usahatani monokultur. Rata – rata Pendapatan atas biaya total dari pola polikultur dan monokultur adalah Rp 46.545.241/tahun dan Rp 29.767.074/tahun. Rata – rata Pendapatan polikultur sebesar 36 persen lebih besar dari pendapatan monokultur. Tingkat pendapatan petani
pola polikultur secara statistik
berbeda nyata dengan pendapatan petani pola monokultur. 2.
Faktor – faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam pendidikan
menentukan
pilihan sistem budidaya ikan adalah tingkat
formal petani (PDDK), jumlah tanggungan anggota keluarga
petani (JTK), pengalaman melakukan usaha budidaya ikan (LMUB), dan pendapatan petani (PDPT). 7.2 Saran 1.
Usaha budidaya ikan dalam KJA sistem polikultur dapat memberikan keuntungan yang besar serta produksi ikan yang maksimal. Hal ini menarik perhatian masyarakat sekitar dan pendatang untuk terus melakukan usaha budidaya, sehingga menyebabkan populasi KJA terus bertambah setiap tahunnya. Pemerintah daerah seharusnya mengontrol perkembangan jumlah KJA melalui penerapan regulasi yang bertujuan untuk mengendalikan populasi KJA di Waduk Jatiluhur.
2.
Perlu adanya perhatian secara serius antara pihak pengelola (PJT II) dan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Puwakarta terhadap penurunan kualitas lingkungan waduk akibat limbah sisa pakan dan bahan pencemar yang semakin bertambah. Bentuk perhatian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan penyuluhan kepada petani tentang cara pemberian pakan yang optimal. Pola pemberian pakan yang disesuaikan dengan bobot ikan dan diberikan tiga kali sehari sehingga tidak banyak sisa pakan yang tidak termakan.
53
3.
Mengingat jumlah populasi KJA yang terus meningkat, maka pengadaan input (benih dan pakan ikan) serta material lain perlu dipersiapkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan input yang terus meningkat.
54
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir, I., 2010.KJA. [Internet] http://www.farraqafy.com.
[Januari,
2010].
Tersedia dari :
Aniri NB dan Hartoyo. 2010. Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya Ikan dan Non Pembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol. 3. No.1. Anggawati. 1991. Budidaya laut dengan Keramba Jaring Mini. Penas VII. Pertasi Kencana 13 – 20 Juli. Magelang. Badan Pusat Data Statistik dan Informasi. 2011. KKP Gapai Ekspor Perikanan. [internet]. [13 Desember 2013]. Tersedia dari: http://www.kkp.go.id Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. 2012. Menuju Pengelolaan Sungai Citarum yang Lebih Baik [Internet]. [26 Februari 2014]. Tersedia dari : https://www.google.com/search/citarum.org/knowledge_center/indexlist.ph p. Badan Pusat penelitian Limnologi. 2009. Introduksi Sistem Keramba Jaring Apung [internet]. [25 Januari 2013]. Tersedia dari: http://2009.lipi.go.id/.pdf Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kab. Purwakarta. 2009. Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Purwakarta. Jatiluhur. Biro Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Purwakarta dalam Angka BPS. Jakarta. Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Prenada Media Group Cahyono, Bambang. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta (ID): Kanisius BBRSE, 2009. Panduan lptekmas BRKP. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta. 2012. Data Stastistik Pembenihan dan Perikanan Budidaya Kabupaten Purwakarta Tahun 2012. Purwakarta (ID): Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta. 2011. Data Laporan Akhir Tahun Kabupaten Purwakarta Tahun 2011. Purwakarta (ID): Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2005. Teknologi untuk Masyarakat Pesisir : Seri Budidaya Perikanan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan danPerikanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 1994. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan dalam Jaring Terapung. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian, Jakarta.
55
Direktori Data dan Informasi Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Bendungan Juanda (Jatiluhur) [Internet]. [10 Januari 2014]. Tersedia dari : http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan detail.asp.id Evy, R. 2008. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Swadaya Widya. Jakarta Firdaus M. 2004. Ekonometrika suatu pendekatan aplikatif. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Gujarati DN. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta (ID): Erlangga. Hanafi A, et al. 1990. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Prospek Pengembangan. Laporan Akhir. Balitbang. Jakarta. Herdiansyah, I. 2005. Analisis Aspek Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik (Studi Kasus di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hosmer, D.W., Lemeshow., S. 2000. Applied Logistic Regression. New York (US) : John Wiley&Sons, Inc. Hendayana, Dadan.2002. Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk Dengan Jaring Apung Kasus Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat Skripsi. Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPBPress. Kartamihardja, E. S. 1997. Pengembangan dan Pengelolaan Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Tancap Ramah Lingkungan di Perairan Waduk dan Danau Serbaguna. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II. Kurniawan, Muhammad. 2012. Rantai Hidup Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung [Internet]. [21 Juni 2013]. Tersedia dari : http://regional.kompas.com/read/2012/07/23/04512694/Rantai.HidupKera mba.Jaring.Apung Maulana, A. B. 2003. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Nila Gift Budidaya Keramba Jaring Apung, Desa Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skirpsi. Fakultas Pertanian IPB (tidak dipublikasikan). Bogor. Martyana, Rina. 2013. Analisis Pengaruh Dukungan Perbankan Terhadap Tingkat Ekonomi Pembudidaya Keramba Jaring Apung di Waduk Jatiluhur, Thesis. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran. Jatinangor. Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Nazir, M. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia.
56
Perdana, Haris. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. IPB. Perum Jasa Tirta II. 2002. Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung secara Terpadu di Waduk Ir.H. Juanda. PJT II. Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Ridwan. 2008. Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setianingsih et al. 1993. Aspek Sosial Ekonomi Budidaya Keramba Jaring Apung di Waduk Saguling. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Ikan Air Tawar. Bogor. Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Soekarwati, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia, Jakarta. Soekartawi, et al. 2006. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit UI. Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi pokok Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sudrajat, Maman. 2009. Dampak Budidaya Ikan Jaring Apung di Waduk Cirata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Cianjur. Tesis Magister Sains. Program Studi IlmuIlmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukamto dan S. Maryam. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1, Hal 5. Sumaryanto. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menerapkan Pola Tanam Diversifikasi. Jurnal Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Unit Pelaksana Teknis Dinas. Waduk Jatiluhur. Data produksi ikan dalam KJA Jatiluhur 2013. UPTD Jatiluhur. Purwakarta. Unit Pelaksana Teknis Dinas. Waduk Jatiluhur. Data penggunaan jumlah areal KJA Jatiluhur 2012. UPTD Jatiluhur. Purwakarta. Wiryanta, Bernard, et al. 2010. Buku Pintar Budidaya dan Bisnis Ikan Nila. Agromedia Pustaka. Jakarta.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG
(Studi kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta) Oleh Arief Ridwan (H44090047) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Tanggal Wawancara No. Responden Nama Responden Alamat Desa/ Kelurahan Kecamatan Kabupaten Provinsi A. Karakteristik Responden 1. Umur Responden
:
Tahun
2. Pendidikan formal terakhir :
Tahun
3. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian : 4. Jumlah tanggungan keluarga :
orang
B. Karakteristik Usahatani 1. Alasan melakukan usahatani : 1. Harga komoditas tinggi, 2. Memenuhi kebutuhan keluarga, 3. Ikut petani lain mengikuti program pemerintah, 4. Biaya lebih murah, 5. Lainnya, 2. Waktu tanam : 3. Waktu panen: 4. Status usahatani*) : 1. Penghasilan utama 5. Jika
sebagai
pekerjaan
2. Penghasilan sampingan
sampingan,
sebutkan
utamanya:............... 6. Pengalaman bertani :
tahun
7. Tergabung dalam kelompok tani: 1. Ya
2. Tidak
pekerjaan
59
Jika ya, nama kelompok tani..........................., tergabung sejak tahun........ Peran dalam kelompok tani sebagai................................... 8. Tergabung dalam Koperasi : 1. Ya 2. Tidak Jika ya, nama koperasi..................................., tergabung sejak tahun.......... Peran dalam koperasi sebagai ........................................ 9. Ukuran kolam yang digunakan :........x.........m 10. Jumlah unit : 11. Status kepemilikan areal : 1. Pemilik
2. Non Pemilik
12. Status penguasaan areal : 1. Milik 2. Sewa 3. Sakap/bagi hasil 4. Gadai 13. Jenis sistem Budidaya : 1. Polikultur
2. Monokultur
14. Modal usahatani dari : 1. Sendiri
3. Lainnya...............
2. Koperasi
Besarnya modal Rp 15. Memperoleh input produksi dari: 1. Sendiri 2.Koperasi 3.Lainnya........... 16. Input produksi yang digunakan: Jenis Input A. Input Tetap (biaya diperhitungkan) 1. Untuk jaring atas Bahan jarring Drum plastic Drum besi Bambu kecil Bambu besar Kayu kaso Busa Besi Baut Paku Tambang jaring Tambang jangkar Bandul/pemberat Jangkar luar Rumah jaga 2. Untuk jaring kolorBawah Bahan jaring kolor Bandul/ pemberat Tambang B. Input Variabel (biaya tunai)
Jumlah (satuan)
Kg/unit Buah/unit Buah/unit batang/unit Batang/unit batang/unit Batang/unit batang/unit Buah Kg/unit Kg/unit Kg/unit Buah/unit Buah/unit Unit Kg/unit Buah/unit Kg/unit
Harga satuan(Rp)
Biaya (Rp)
60
MT (Musim Tebar)1 Pakan Obat-obatan Isi ulang oksigen Benih ikan mas Benih ikan nila MT 2 Pakan Obat-obatan Isi ulang oksigen Benih ikan mas Benih ikan nila MT 3 Pakan Obat-obatan Isi ulang oksigen Benih ikan mas Benih ikan nila MT 4 Pakan Obat-obatan Isi ulang oksigen Benih ikan mas Benih ikan nila E. Lainnya (biaya tunai) Biaya pengerjaan bunga pinjaman Pajak Retribusi izin usaha perikanan Upah Tenaga kerja (4 kali musim tanam) Upah panen Biaya perawatan jaring
Kg/unit Pot Ulangan Kg/unit Kg/unit Kg Pot Ulangan Kg Kg Kg Pot Ulangan Kg Kg Kg Pot Ulangan Kg Kg hari % /tahun Unit Orang Orang Orang x hari x MT
17. Tenaga kerja yang digunakan No
Kegiatan
Waktu penyelesaian (jamxhari)
Jumlah TK Total (orang)
Jumlah TKDK (orang) L P
Jumlah TKLK (orang) L P
Upah (Rp/Bln) L
P
Biaya Sewa (Rp)
61
18. Biaya usahatani lainnya Jenis Pengeluaran
Biaya (Rp)
1. Retribusi Pengelola Waduk (PJT II) 2. Bunga Pinjaman 3. Biaya Sewa (SIUP) 4. .............................. 5. .............................. 19. Penyusutan peralatan yang digunakan: No
Jenis Alat
Jumlah Nilai (buah) Pembelian (Rp)
Waktu Pembelian (tahun)
Estimasi Umur Ekonomis (tahun)
Biaya Penyusutan (Rp)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Total Penyusutan 20. Penanganan hasil panen dan Pascapanen: Uraian Total Produksi - Dijual: 1.Pedagang Pengumpul 2.Pabrik Pengolahan 3.KUD 4.Gapoktan 5.Pasar 6.Lainnya........................ - Disimpan untuk konsumsi -Lainnya....................... Total Produksi Lain-lain 1. 2. 3. 4. 5. 6.Lainnya.......................
Satuan
Volume
Persentae (%)
Harga (Rp/kg)
Nilai (Rp)
62
21. Sumber modal usahatani selama setahun terakhir No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sumber Modal Sendiri Pinjaman dari bank komersial Kredit program Pinjaman dari pedagang input Pedagang pengumpul Pelepas uang (rentenir) Saudara Hibah dari pemerintah/swasta Lainnya .......................
Jumlah (Rp)
Share (%)
Alasan
22. Permasalahan yang dihadapi selama ini : a. Masalah pengadaan input (ketersediaan, harga, cara mendapatkan,dll): ............................................................................................................................. ............................................................................................................... b. Masalah
teknik
budidaya
usahatani
(ketersediaan
air,
hama/penyakit,bencana alam): ............................................................................................................................... ............................................................................................................. c. Masalah pasca panen : .............................................................................................................................. .............................................................................................................. d. Masalah pemodalan : .............................................................................................................................. ..............................................................................................................
63
Lampiran 2 Lokasi Penelitian
Sumber : Google Map (2011)4
4
http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan-detail.asp?id=119 [diakses tanggal 10 Januari 2014]
64
Lampiran 3 Analisis Regresi Logistik Logistic Regression Block 1 : Method (enter) Dependent Vari able Encoding Original Value Monokult ur Polikultur
Internal Value 0 1
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
19.313
5
.002
Block
19.313
5
.002
Model
19.313
5
.002
Model Summary
Step 1
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood 63.864a
.275
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 8.029
df
Sig. 8
.431
.367
65
Classification Tablea Predicted Z Observed Step 1 Z
Percentage
Monokultur Polikultur
Monokultur Polikultur
Correct
20
10
66.7
8
22
73.3
Overall Percentage
70.0
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B Step 1a UMR
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
.050
.036
1.991
1
.158
1.052
.981
1.128
PDDK
.168
.115
2.148
1
.143
1.183
.945
1.481
LMUB
.100
.052
3.691
1
.055
1.106
.998
1.225
1.075
.382
7.934
1
.005
2.930
1.387
6.189
.003
.002
2.414
1
.120
1.003
.999
1.006
-8.692
2.959
8.630
1
.003
.000
JTK PDPT Constant
a. Variable(s) entered on step 1: UMR, PDDK, LMUB, JTK, PDPT.
Lampiran 4 Uji Beda Pendapatan atas Biaya Tunai Budidaya Ikan Mas dan Nila dalam per unit KJA selama satu tahun Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic PolikulturT MonokulturT
df
.088 .109
Shapiro-Wilk
Sig. 30 30
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Statistic
df
Sig.
*
.977
30
.737
*
.972
30
.609
.200 .200
66
Gambar 4 Pendapatan PolikulturT Terdistribusi Normal
Gambar 5 Pendapatan MonokulturT Terdistribusi Normal Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
PolikulturT
5.6029E7
30
2.39724E7
4.37673E6
MonokulturT
3.8751E7
30
1.26555E7
2.31057E6
67
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Mean Pair PolikulturT 1
MonokulturT
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
Difference Lower
Sig. (2-
Upper
t
df
1.72778E7 2.44452E7 4.46306E6 8.14985E6 2.64058E7 3.871
29
tailed) .001
Lampiran 5 Uji Beda Pendapatan atas Biaya Total Budidaya Ikan Mas dan Nila dalam per unit KJA selama satu tahun
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Polikultur Monokultur
df
.077 .075
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
30
.200*
.981
30
.853
30
*
.973
30
.628
.200
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Gambar 6 Pendapatan Polikultur Terdistribusi Normal
68
Gambar 7 Pendapatan Monokultur Terdistribusi Normal Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Polikultur
2.9767E7
30
1.26554E7
2.31054E6
Monokultur
4.6545E7
30
2.31332E7
4.22352E6
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Mean Pair Polikultur 1
Monokultur
1.67782E7
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
2.37588E7 4.33774E6
Difference Lower
Sig. (2-
Upper -
t -
df -
2.56498E7 7.90649E6 3.868
29
tailed) .001
69
Lampiran 6 Biaya Penyusutan Konstruksi KJA Pola Monokultur
Komponen Biaya non Tunai
Jumlah barang (satuan)
Harga (Rp/satuan)
Umur teknis (tahun)
Nilai (Rp/unit/tahun)
Penyusutan kontruksi KJA Bahan Jaring Atas Drum Besi
4 Jaring 37 buah
1.000.000 110.000
4 2
1.000.000 2.035 000
Bambu
84 batang
6.000
1
504.000
Kayu Kaso
22 batang
3.000
1
66.000
Besi
40 batang
100.000
7
571.426
Pemberat Jaring (Bandul)
24 buah
22 500
1
139 000
Tambang jangkar
4 buah
125.000
4
125.000
Rumah Jaga
1 unit
10.000.000
8
1.250.000
Total Penyusutan
5.690.426
Lampiran 7 Biaya Penyusutan Konstruksi KJA Pola Polikultur
Komponen Biaya non Tunai
Jumlah barang (satuan)
Harga (Rp/satuan)
Umur teknis (tahun)
Nilai (Rp/unit/tahun)
Bahan Jaring Atas
Penyusutan kontruksi KJA 4 Jaring 1.000.000 4
Bahan Jaring Bawah
1 Jaring
1.500.000
4
375.000
Drum Besi Bambu
37 buah 84 batang
110.000 6.000
2 1
2.035 000 504.000
Kayu Kaso
22 batang
3.000
1
66.000
Besi
40 batang
100.000
7
571.426
32 buah
22 500
1
720.000
4 buah 1 unit
125.000 10.000.000
4 8
125.000 1.250.000
Pemberat Jaring (Bandul) Tambang jangkar Rumah Jaga Total Penyusutan
1.000.000
6.646.426
70
Lampiran 8 Data penerimaan total usahatani pola monokultur (Rp/unit/tahun)
Responden Said Solihin Nur Mista Abas Supriyanto Ateng Ahmad Daryo Apandi Budi Kosidin Oding Kokom Hidayat Ayud Dedeng Latip Mansur Ohing Takrim Opik Uman Didi Karyadi Sobur Mamat Ahman Ato Tarya
Produksi ikan mas 6.400 6.400 6.400 6.400 6.400 5.200 5.200 6.400 6.400 7.200 6.400 5.440 7.600 5.200 5.120 5.840 7.600 7.600 6.400 7.600 5.200 7.200 7.200 6.400 7.600 6.400 7.600 7.200 7.600 5.840 6.515
18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000
Harga
Penerimaan ikan mas 115.200.000 115.200.000 115.200.000 115.200.000 115.200.000 93.600.000 93.600.000 115.200.000 115.200.000 129.600.000 115.200.000 97.920.000 136.800.000 93.600.000 92.160.000 105.120.000 136.800.000 136.800.000 115.200.000 136.800.000 93.600.000 129.600.000 129.600.000 115.200.000 136.800.000 115.200.000 136.800.000 129.600.000 136.800.000 105.120.000 117.264.000
71 71
Lampiran 9 Data penerimaan total usahatani pola polikultur (Rp/unit/tahun) Responden
Warisdi Harun Asmita Kodir Haryo Ade Dodeng Tahim Ijal Matsur Tukin Wasta Anang Bambang Usep Ujang Ajidin Nano Sardani Dimas Rahmat
Produksi ikan mas
7.200 5.920 7.520 7.200 4.960 7.200 6.880 7.200 6.880 7.840 4.960 4.960 6.880 4.960 4.960 6.880 6.880 7.840 7.840 7.200 7.200
Harga
18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000
Penerimaan ikan mas
129.600.000 106.560.000 135.360.000 129.600.000 89.280.000 129.600.000 123.840.000 129.600.000 123.840.000 141.120.000 89.280.000 89.280.000 12.384.0000 89.280.000 89.280.000 123.840.000 123.840.000 141.120.000 141.120.000 129.600.000 129.600.000
Produksi ikan nila
1.800 900 1.800 1.080 60 1.260 960 3.600 960 2.400 3.600 1.440 1.440 1.260 2.940 4.200 6.000 4.200 2.520 2.880 1.920
Harga
11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500
Penerimaan ikan nila
20.700.000 10.350.000 20.700.000 12.420.000 690.000 14.490.000 11.040.000 41.400.000 11.040.000 27.600.000 41.400.000 16.560.000 16.560.000 14.490.000 33.810.000 48.300.000 69.000.000 48.300.000 28.980.000 33.120.000 22.080.000
Total Penerimaan
150.300.000 116.910.000 156.060.000 142.020.000 89.970.000 144.090.000 134.880.000 171.000.000 134.880.000 168.720.000 130.680.000 105.840.000 140.400.000 103.770.000 123.090.000 172.140.000 192.840.000 189.420.000 170.100.000 162.720.000 151.680.000
72
Responden
Juhri Aang Dayat Mustam Didi Hasim Acim Soleh Endang
Produksi ikan mas
5.920 5.920 4.960 4.960 4.960 6.880 7.200 4.960 7.840 6.432
Harga
18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000
Penerimaan ikan mas
106.560.000 106.560.000 89.280.000 89.280.000 89.280.000 123.840.000 129.600.000 89.280.000 141.120.000 115.776.000
Produksi ikan nila
720 1.800 3.000 3.000 1.200 3.780 2.400 2.400 300 2.194
Harga
11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500
Penerimaan ikan nila
8.280.000 20.700.000 34.500.000 34.500.000 13.800.000 43.470.000 27.600.000 27.600.000 3.450.000 25.231.000
Total Penerimaan
114.840.000 127.260.000 123.780.000 123.780.000 103.080.000 167.310.000 157.200.000 116.880.000 144.570.000 141.007.000
72
Lampiran 10 Data Biaya Variabel dan Biaya Tetap Tunai Pola Monokultur
Responden
Said Solihin Nur Mista Abas Supriyanto Ateng Ahmad Daryo Apandi Budi Kosidin Oding Kokom Hidayat Ayud Dedeng Latip Mansur
Biaya Tetap Tunai Retribusi
Perawatan
119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
Total Biaya Tetap Tunai 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
Biaya Variabel Tunai Biaya Benih ikan mas 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 7.500.000 7.500.000 15.000.000 15.000.000 20.000.000 15.000.000 9.000.000 22.500.000 7.500.000 7.000.000 11.500.000 11.500.000 22.500.000 15.000.000
Biaya pakan ikan mas 56.000.000 56.000.000 42.000.000 56.000.000 51.800.000 47.600.000 56.000.000 56.000.000 44.800.000 56.000.000 56.000.000 88.200.000 88.200.000 88.200.000 65.800.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 63.000.000
Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga 5.625.000 5.625.000 5.625.000 0 5.625.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 6.750.000 5.625.000 4.500.000
Total Biaya Variabel Tunai 76.625.000 76.625.000 62.625.000 71.000.000 72.425.000 60.725.000 69.125.000 76.625.000 66.550.000 82.750.000 77.750.000 102.825.000 116.325.000 101.325.000 78.425.000 73.125.000 74.250.000 84.125.000 82.500.000
73
73
74
Ohing Takrim Opik Uman Didi Karyadi Sobur Mamat Ahman Ato Tarya
119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
22.500.000 7.500.000 20.000.000 20.000.000 15.000.000 22.500.000 15.000.000 22.500.000 20.000.000 22.500.000 11.500.000
61.600.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 50.400.000 51.800.000 42.000.000 56.000.000
0 6.750.000 6.750.000 6.750.000 5.625.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 4.500.000
84.100.000 70.250.000 82.750.000 82.750.000 76.625.000 85.250.000 77.750.000 79.650.000 78.550.000 71.250.000 72.000.000
74
Lampiran 11 Pendapatan atas biaya tunai pola Monokultur (Rp/tahun) Responden
Said Solihin Nur Mista Abas Supriyanto Ateng Ahmad Daryo Apandi Budi Kosidin Oding Kokom Hidayat Ayud Dedeng Latip Mansur
Total Penerimaan
115.200.000 115.200.000 115.200.000 115.200.000 115.200.000 93.600.000 93.600.000 115.200.000 115.200.000 129.600.000 115.200.000 97.920.000 136.800.000 93.600.000 92.160.000 105.120.000 136.800.000 136.800.000 115.200.000
Total Biaya Tetap Tunai
1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
Total Biaya Variabel Tunai
76.625.000 76.625.000 62.625.000 71.000.000 72.425.000 60.725.000 69.125.000 76.625.000 66.550.000 82.750.000 102.825.000 69.125.000 101.325.000 69.125.000 78.425.000 73.125.000 85.250.000 84.125.000 82.500.000
Total Biaya Tunai
77.744.000 77.744.000 63.744.000 72.119.000 73.544.000 61.844.000 70.244.000 77.744.000 67.669.000 83.869.000 103.944.000 70.244.000 102.444.000 70.244.000 79.544.000 74.244.000 86.369.000 85.244.000 83.619.000
Pendapatan atas biaya tunai
37.456.000 37.456.000 51.456.000 43.081.000 41.656.000 31.756.000 23.356.000 37.456.000 47.531.000 45.731.000 11.256.000 27.676.000 34.356.000 23.356.000 12.616.000 30.876.000 50.431.000 51.556.000 31.581.000
75
75
76
Responden
Ohing Takrim Opik Uman Didi Karyadi Sobur Mamat Ahman Ato Tarya
Total Penerimaan
136.800.000 93.600.000 129.600.000 129.600.000 115.200.000 136.800.000 115.200.000 136.800.000 129.600.000 136.800.000 105.120.000
Total Biaya Tetap Tunai
1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
Total Biaya Variabel Tunai
84.100.000 70.250.000 82.750.000 82.750.000 76.625.000 85.250.000 77.750.000 79.650.000 78.550.000 71.250.000 72.000.000
Total Biaya Tunai
85.219.000 71.369.000 83.869.000 83.869.000 77.744.000 86.369.000 78.869.000 80.769.000 79.669.000 72.369.000 73.119.000 Mean Min Max
Pendapatan atas biaya tunai
51.581.000 22.231.000 45.731.000 45.731.000 37.456.000 50.431.000 36.331.000 56.031.000 49.931.000 64.431.000 32.001.000 38.750.833,33 11.256.000 64.431.000
76
77
77
Lampiran 12 Pendapatan atas Biaya Total Pola Monokultur (Rp/tahun) Responden
Said Solihin Nur Mista Abas Supriyanto Ateng Ahmad Daryo Apandi Budi Kosidin Oding Kokom Hidayat Ayud Dedeng Latip Mansur Ohing Takrim
Total Penerimaan 115.200.000 115.200.000 115.200.000 115.200.000 115.200.000 93.600.000 93.600.000 115.200.000 115.200.000 129.600.000 115.200.000 97.920.000 136.800.000 93.600.000 92.160.000 105.120.000 136.800.000 136.800.000 115.200.000 136.800.000 93.600.000
Total Biaya Total Biaya non-Tunai Biaya Total Tunai Penyusutan Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga 77.744.000 5.690.426 3.375.000 86.809.426 77.744.000 5.690.426 3.375.000 86.809.426 63.744.000 5.690.426 3.375.000 72.809.426 72.119.000 5.690.426 0 77.809.426 73.544.000 5.690.426 3.375.000 82.609.426 61.844.000 5.690.426 3.375.000 70.909.426 70.244.000 5.690.426 3.375.000 79.309.426 77.744.000 5.690.426 3.375.000 86.809.426 67.669.000 5.690.426 5.625.000 78.984.426 83.869.000 5.690.426 5.625.000 95.184.426 103.944.000 5.690.426 3.125.000 112.759.426 70.244.000 5.690.426 3.375.000 79.309.426 102.444.000 5.690.426 3.375.000 111.509.426 70.244.000 5.690.426 3.375.000 79.309.426 79.544.000 5.690.426 3.375.000 88.609.426 74.244.000 5.690.426 3.125.000 83.059.426 86.369.000 5.690.426 5.625.000 97.684.426 85.244.000 5.690.426 3.375.000 94.309.426 83.619.000 5.690.426 3.375.000 92.684.426 85.219.000 5.690.426 0 90.909.426 71.369.000 5.690.426 2.825.000 79.884.426
Pendapatan atas biaya total
28.390.574 28.390.574 42.390.574 37.390.574 32.590.574 22.690.574 14.290.574 28.390.574 36.215.574 34.415.574 2.440.574 18.610.574 25.290.574 14.290.574 3.550.574 22.060.574 39.115.574 42.490.574 22.515.574 45.890.574 13.715.574
78
Opik Uman Didi Karyadi Sobur Mamat Ahman Ato Tarya
129.600.000 129.600.000 115.200.000 136.800.000 115.200.000 136.800.000 129.600.000 136.800.000 105.120.000
83.869.000 83.869.000 77.744.000 86.369.000 78.869.000 80.769.000 79.669.000 72.369.000 73.119.000
5.690.426 5.690.426 5.690.426 5.690.426 5.690.426 5.690.426 5.690.426 5.690.426 5.690.426
5.625.000 5.625.000 0 2.500.000 3.375.000 3.375.000 2.825.000 2.825.000 2.825.000
95.184.426 95.184.426 83.434.426 94.559.426 87.934.426 89.834.426 88.184.426 80.884.426 81.634.426 Mean Max Min
34.415.574 34.415.574 31.765.574 42.240.574 27.265.574 46.965.574 41.415.574 55.915.574 23.485.574 29.767.074 55.915.574 2.440.574
78
79
79
Lampiran 13 Data Biaya Variabel dan Biaya Tetap Tunai Pola Polikultur Responden
Biaya Tetap Tunai Retribusi
Warisdi Harun Asmita Kodir Haryo Ade Dodeng Tahim Ijal Matsur Tukin Wasta Anang Bambang Usep Ujang Ajidin Nano Sardani Dimas Rahmat
119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000
Perawatan
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
Biaya Variabel Tunai
Total Biaya Tetap Tunai
1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
Biaya Benih ikan mas
20.000.000 12.000.000 22.000.000 20.000.000 6.000.000 20.000.000 18.000.000 20.000.000 18.000.000 24.000.000 5.000.000 5.500.000 18.000.000 6.000.000 6.000000 18.000.000 18.000.000 24.000.000 12.000.000 20.000.000 20.000.000
Biaya Benih ikan nila
7.200.000 3.600.000 7.200.000 4.320.000 720.000 5.040.000 5.760.000 7.200.000 5.760.000 7.200.000 7.200.000 5.760.000 5.760.000 5.040.000 5.040.000 7.200.000 7.200.000 5.040.000 5.040.000 5.760.000 5.760.000
Biaya pakan ikan mas
56.000.000 56.000.000 42.000.000 56.000.000 51.800.000 47.600.000 56.000.000 56.000.000 44.800.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 65.800.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 63.000.000 61.600.000 60.200.000
Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga
5.625.000 5.625.000 5.625.000 0 5.625.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 5.625.000 6.750.000 5.625.000 4.500.000 0 6.750.000
Total Biaya Variabel Tunai
88.825.000 77.225.000 76.825.000 80.320.000 64.145.000 78.265.000 85.385.000 88.825.000 75.310.000 93.950.000 74.950.000 72.885.000 85.385.000 72.665.000 82.465.000 86.825.000 87.950.000 90.665.000 84.540.000 87.360.000 92.710.000
80
Juhri Aang Dayat Mustam Didi Hasim Acim Soleh Endang
119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
12.000.000 12.000.000 5.500.000 5.000.000 5.000.000 18.000.000 18.000.000 5.000.000 20.000.000
4.320.000 4.320.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 5.040.000 3600000 3600000 3600000
61.600.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 56.000.000 50.400.000 51800000 42000000 56000000
6.750.000 6.750.000 5.625.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 6.750.000 4.500.000
84.670.000 79.070.000 74.325.000 74.950.000 74.950.000 80.190.000 80.150.000 57.350.000 84.100.000
80
81
81
Lampiran 14 Pendapatan Atas Biaya Total Pola Polikultur (Rp/Tahun) Responden
Warisdi Harun Asmita Kodir Haryo Ade Dodeng Tahim Ijal Matsur Tukin Wasta Anang Bambang Usep Ujang Ajidin Nano Sardani Dimas Rahmat Juhri
Total Penerimaan
150.300.000 116.910.000 156.060.000 142.020.000 89.970.000 144.090.000 134.880.000 171.000.000 134.880.000 168.720.000 130.680.000 105.840.000 140.400.000 103.770.000 123.090.000 172.140.000 192.840.000 189.420.000 170.100.000 162.720.000 151.680.000 114.840.000
Total Biaya Tunai
89.944.000 78.344.000 95.069.000 81.439.000 65.264.000 79.384.000 86.504.000 89.944.000 76.429.000 95.069.000 76.069.000 86.504.000 86.504.000 73.784.000 83.584.000 87.944.000 93.829.000 91.784.000 85.659.000 88.479.000 93.829.000 85.789.000
Total Biaya non-Tunai Penyusutan
6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426
Biaya Total
Pendapatan atas biaya total
Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga
3.375.000 3.375.000 3.375.000 0 3.375.000 3.375.000 3.375.000 3.375.000 5.625.000 5.625.000 3.125.000 3.375.000 3.375.000 3.375.000 3.375.000 3.125.000 5.625.000 3.375.000 3.375.000 0 2.825.000 5.625.000
99.965.426 88.365.426 105.090.426 88.085.426 75285.426 89.405.426 96.525.426 99.965.426 88.700.426 107.340.426 85.840.426 96.525.426 96.525.426 83.805.426 93.605.426 97.715.426 106.100.426 101.805.426 95.680.426 95.125.426 103.300.426 98.060.426
50.334.574 28.544.574 50.969.574 53.934.574 14.684.574 54.684.574 38.354.574 71.034.574 46.179.574 61.379.574 44.839.574 9.314.574 43.874.574 19.964.574 29.484.574 74.424.574 86.739.574 87.614.574 74.419.574 67.594.574 48.379.574 16.779.574
82
Aang Dayat Mustam Didi Hasim Acim Soleh Endang
127.260.000 123.780.000 123.780.000 103.080.000 167.310.000 157.200.000 116.880.000 144.570.000
80.189.000 75.444.000 76.069.000 89.944.000 81.309.000 81.269.000 95.069.000 85.219.000
6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426 6.646.426
5.625.000 92.460.426 0 82.090.426 2.500.000 85.215.426 3.375.000 99.965.426 3.375.000 91.330.426 2.825.000 90.740.426 2.825.000 104.540.426 2.825.000 94.690.426 Mean Max Min
34.799.574 41.689.574 38.564.574 3.114.574 75.979.574 66.459.574 12.339.574 49.879.574 46.545.241 87.614.574 3.114.574
82
83
Lampiran 15 Pendapatan atas biaya tunai pola Polikultur (Rp/tahun) Responden
Warisdi Harun Asmita Kodir Haryo Ade Dodeng Tahim Ijal Matsur Tukin Wasta Anang Bambang Usep Ujang Ajidin Nano Sardani Dimas Rahmat Juhri Aang Dayat Mustam Didi Hasim Acim Soleh Endang
Total Penerimaan
150.300.000 116.910.000 156.060.000 142.020.000 89.970.000 144.090.000 134.880.000 171.000.000 134.880.000 168.720.000 130.680.000 105.840.000 140.400.000 103.770.000 123.090.000 172.140.000 192.840.000 189.420.000 170.100.000 162.720.000 151.680.000 114.840.000 127.260.000 123.780.000 123.780.000 103.080.000 167.310.000 157.200.000 116.880.000 144.570.000
Total Biaya Tetap Tunai
1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000 1.119.000
Total Biaya Variabel Tunai
88.825.000 77.225.000 93.950.000 80.320.000 64.145.000 78.265.000 85.385.000 88.825.000 75.310.000 93.950.000 74.950.000 93.950.000 85.385.000 72.665.000 82.465.000 86.825.000 92.710.000 90.665.000 84.540.000 87.360.000 92.710.000 84.670.000 79.070.000 74.325.000 74.950.000 93.950.000 80.190.000 80.150.000 93.950.000 84.100.000
Total Biaya Tunai
Pendapatan atas biaya tunai
89.944.000 78.344.000 95.069.000 81.439.000 65.264.000 79.384.000 86.504.000 89.944.000 76.429.000 95.069.000 76.069.000 95.069.000 86.504.000 73.784.000 83.584.000 87.944.000 93.829.000 91.784.000 85.659.000 88.479.000 93.829.000 85.789.000 80.189.000 75.444.000 76.069.000 95.069.000 81.309.000 81.269.000 95.069.000 85.219.000 Mean Max Min
60.356.000 38.566.000 60.991.000 60.581.000 24.706.000 64.706.000 48.376.000 81.056.000 58.451.000 73.651.000 54.611.000 10.771.000 53.896.000 29.986.000 39.506.000 84.196.000 99.011.000 97.636.000 84.441.000 74.241.000 57.851.000 29.051.000 47.071.000 48.336.000 47.711.000 8.011.000 86.001.000 75.931.000 21.811.000 59.351.000 56.028.667 99.011.000 8.011.000
84
Lampiran 16 Input data analisis logistik Z 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1
UMR 30 55 41 41 59 40 40 56 43 35 55 40 48 36 45 34 49 50 32 43 50 52 48 36 40 42 31 50 25 48 30 30 30 44 63 30 63 28 26 25 61 36
PDDK 6 4 6 6 6 5 6 6 4 12 15 9 6 9 12 9 6 6 9 9 6 12 1 9 4 9 6 6 7 6 9 6 6 6 6 9 7 9 6 6 6 6
LMUB 10 1 6 10 18 12 22 5 25 16 3 15 12 6 20 15 12 24 13 9 1 15 12 10 10 8 18 20 21 21 16 10 6 20 13 15 3 10 24 15 16 22
JTK 4 3 3 3 2 3 3 4 2 2 3 3 3 3 4 3 2 2 5 4 2 1 3 3 3 5 3 1 1 2 4 2 2 2 1 3 1 1 3 2 1 6
PDPT 503,34574 374,56 374,56 285,44574 509,69574 514,56 539,34574 146,84574 430,81 416,56 317,56 233,56 546,84574 383,54574 710,34574 461,79574 374,56 613,79574 448,39574 93,14574 475,31 457,31 112,56 438,74574 276,76 199,64574 294,84574 744,24574 343,56 867,39574 233,56 126,16 308,76 876,14574 744,19574 675,94574 504,31 483,79574 515,56 315,81 167,79574 347,99574
85
0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0
45 30 40 31 32 26 33 25 34 32 26 35 65 45 35 60 60 33
6 6 6 6 12 8 12 12 12 4 12 12 3 12 6 6 6 6
20 30 24 24 12 15 31 14 11 9 13 12 1 15 15 10 6 1
3 2 3 4 3 1 4 4 3 4 3 3 1 2 2 1 1 3
515,81 222,31 416,89574 385,64574 31,14574 457,31 759,79574 664,59574 644,31 320,01 123,39574 498,79574 457,31 374,56 504,31 363,31 560,31 499,31
86
Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian
Wawancara Ketua Kelompok Petani Ikan
Petak KJA - Wawancara Petani Ikan Monokultur
Pendampingan oleh Wakil PJT 2 - Pakan Ikan
87
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 29 Juli 1991. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara dari pasangan Yusuf Asnawi dan Yeyet Sumiati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri Panaragan 2 Bogor lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 14 Bogor lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus Sekolah Menengah Atas Kophri Dharma Wanita (KORNITA) IPB Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi di kampus. Penulis aktif sebagai staff divisi Business Sharia and Fund Rising FORMASI (Forum Mahasiswa dan Studi Islam) pada tahun 2011-2012. Selain itu, selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif dalam kegiatan atau acara kampus baik sebagai panitia maupun sebagai peserta.