MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity) PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan)
ARIADI NOOR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity) PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan)
Oleh : ARIADI NOOR
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Harpasis H Sanusi, MS Dr. Ir. Fredinand Yulianda, M.Sc.
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc
@ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi
: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan)
Nama
: ARIADI NOOR
NRP
: C.261040121
Program Studi
: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Program
: Doktor (S3)
ii
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Widigdo Ketua
Dr. Ir. Richardus F Kaswadji, MSc Anggota
Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Anggota
Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr.Ir.Mennofatria Boer, DEA
Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 24 Desember 2008
Tanggal Lulus :
iii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas limpahan Rahkmat dan KaruniaNya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Disertasi ini berjudul “Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program studi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam disertasi ini dikaji secara komprehensif tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi biofisik dan kelayakan bioteknis perairan pesisir Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya kerapu dalam KJA di laut, (2) pendugaan kuatitatif limbah organik, nitrogen dan phospat dari sistem budidaya kerapu dalam KJA di laut dan antropogenik dari daratan (upland), (3) pendugaan daya dukung (Carriying Capacity) lingkungan pesisir teluk, dan (4) pendekatan permodelan pada pengelolaan lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di laut, dan (5) perumusan skenario dan strategi pengelolaan. Pada kesempatan ini kami ucapkan banyak terimakasih kepada Komisi Pembimbing yang
diketuai
oleh
Bapak
Dr.
Ir.
BAMBANG
WIDIGDO,
Dr. Ir. RICHARDUS F. KASWADJI, M.Sc, Dr. Ir. HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, DEA, dan Prof. Dr. Ir. DEDI SOEDHARMA,DEA, sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan.
Bogor,
Desember 2008
Penulis.
iv
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN PRAKATA
……………………………………………....... ii
...........……………………………………………………......... iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….......... iv DAFTAR TABEL
……………………………………………………………........ vii
DAFTAR GAMBAR
……………………………………………………........ ix
DAFTAR LAMPIRAN
................................................................................ x
I. PENDAHULUAN
……………………………………………………....... 1
1.1. Latar Belakang
………………......………………………………........ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian
……………………………………..... 2
1.3. Kerangka Pedekatan Masalah
..................................……………...
2
……………………………...........................
4
.......................................................
4
…………………………………………….....
6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
1.5. Kebaruan (Novelty) Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Budidaya Ikan Kerapu dan Prospek Pengembangannya
.......
6
2.2. Faktor Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lingkungan dan Kelayakan ..........................................................................................
8
2.3. Pengertian Daya Dukung
……………………..................................
10
2.4. Integrasi Kegiatan Perikanan Budidaya dalam Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu ...............................................................................
11
2.5. Pendekatan Sistem dan Pemodelan …………….......................... 12 2.5.1. Analisis Sistem ……………………………......................... 12 2.5.2. Pemodelan ……………………………………………................ 13
III. METODOLOGI
............……………………………………..... 14
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
…………………………….... 14
3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis Perairan Pesisir Teluk ................................................................... 3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan ........................................... 3.2.2. Karakterisasi Oseanografi …………………….......................... 3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan ........................................... 3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan ....
15 16 18 19 20
v
3.3. Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung
.................... 23
3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya (Internal loading) ……………………………............................ 24 3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (antropogenik) (eksternal loading) ........................................................ 26 3.6. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung ......... 28 3.7. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan kerapu . 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………...... 33 4.1. Keadaan Umum Teluk Tamiang
..………………………….....
4.2. Karakterisasi Topografi dan Ekosistem Perairan Teluk Tamiang ........ 4.2.1. Karakterisasi Topografi ……………………………. .. 4.2.2. Karakterisasi Ekosistem Perairan ……………. 4.2.2.1. Ekosistem Mangrove …………………………….... 4.2.2.2. Ekosistem Terumbu Karang .....………………..
33 34 34 38 38 38
4.3. Karakterisasi Biologi Perairan ........................................................ 39 4.3.1. Phytoplankton dan Zooplankton ............................................ 39 4.3.2. Bentos ................................................................................ 46 4.3.3. Produktivitas Primer ..................................................... 52 4.4. Karakterisasi Fisika Kimia Perairan Teluk Tamiang
…………….. 53
4.5. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan ...............
63
4.6. Keragaan Budidaya Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis) dalam KJA ...................................................................
70
4.7. Pendugaaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari kegiatan Budidaya (Internal Loading) ...........................................................
71
4.8. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (Eksternal Loading) ...................................................................
73
4.9. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu ................... 4.9.1 Pendugaan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N ...................................................... 4.9.2 Pendugaan Daya Dukung Melalui Ketersediaan Oksigen Terlarut dengan Limbah Organik .........................................
75 75 76
vi
V.
4.10.
Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik
....................... 77
4.11.
Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu Berbasis Daya Dukung di Perairan Teluk Tamiang ................................... 4.11.1. Daya Dukung Fisik (Ekologi) Perairan ....................... 4.11.2. Daya Dukung Produksi Biomass Ikan ....................... 4.11.3. Daya Dukung Sosial Ekonomi ……………………......
95 95 96 96
4.12.
Implikasi Kebijakan Operasional
4.13.
Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu di Pesisir Teluk Tamiang Secara bekelanjutan ........... 97
SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
............................................... 97
……………………………………………........ 99
...…………………………………………………......... 99 …………………………………………………….. ..... 100
……………………………………………………......... 101
....................................................................................................... 106
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya
.............
20
2
Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu ............................................................
21
3
Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman
............................................
27
4
Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan
............................................
27
5
Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang
...................
28
6
Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Tamiang Kec. Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru .....................................................................................
36
Kelas dan genera fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang ................................................................................
39
Jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun Pengamatan ...................................................................................................
40
Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Fitoplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ................................................................................................
43
Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Zooplankton di Perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 .................................................................................................
46
Famili dan spesies Bentos yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang .............................................................................................
47
Jumlah jenis dan kelimpahan bentos pad masing-masing stasiun pengamatan ..................................................................................................
48
Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ...............................................................................................................
49
Rekapitulasi Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi bentos di perairan Teluk Tamiang .............................................................................
51
15
Nilai produktitivitas primer (gC/m3/hari) perairan Teluk Tamiang ...................
53
16
Kriteria kecepatan arus perairan teluk untuk budidaya ikan (Velvin, 1999) ....
55
7
8
9
10
11
12
13
14
viii 17
Kriteria pencemaran perairan berdasarkan nilai DO (Lee et al., 1978) .........
58
18
Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978)
....................
59
19
Rangkuman penilaian kondisi parameter biologi dan fisika-kimia perairan yang diperoleh selama penelitian di Teluk Tamiang ....................................
62
20
Kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu ....
63
21
Sistem penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan Kerapu ..........................................................................................................
64
Rekapitulasi rata-rata nilai parameter kualitas lingkungan untuk budidaya ikan kerapu ...................................................................................................
64
23
Rekapitulasi nilai perkalian bobot dan Skor pada setiap stasiun pengamatan
65
24
Tingkat kelayakan/kesesuaian perairan setiap stasiun pengamatan
............
66
25
Luas perairan teluk potensial untuk budidaya KJA Ikan Kerapu
..................
67
26
Hasil pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA selama 180 hari
............
70
27
Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang ..........................................
71
28
Nilai Hasil Pendugaan Kuantifikasi Total N dan P dari pakan yang diberikan ..
72
29
Alur pemanfaatan N dan P pakan oleh ikan kerapu bebek ............................
72
30
Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar perairan Teluk Tamiang ......
74
31
Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) perairan Teluk Tamiang selama 24 jam dengan selang waktu 3 jam pada tiga stasiun pengamatan ..........................
76
Rekapitulasi 2 (dua) Metode Pendekatan Pendugaan Daya Dukung Perairan Teluk Tamiang untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu ........................................
77
Informasi dasar pemodelan bagi pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu ....................................................
80
34
Hasil simulasi produksi biomass Ikan Kerapu dan total pakan
......................
83
35
Hasil simulasi produksi limbah kegiatan budidaya KJA Ikan Kerapu selama 180 hari pemeliharaan ...................................................................................
85
36
Hasil simulasi produksi biomass dan keuntungan (Profit) ..............................
86
37
Perbandingan tiga skenario (data lapangan dan data model simulasi) ..........
94
22
32
33
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pikir penelitian
................................................................................
5
2
Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes Altivelis) ........................................................
7
3
Peta lokasi penelitian ..........................................................................................
14
4
Titik sampling perairan Teluk Tamiang ..............................................................
15
5
Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu .......................................................................................................
23
6
Karamba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan ..............
25
7
Sebaran kedalaman perairan Teluk Tamiang ..................................................
34
8
Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Barat ...............
35
9
Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Timur ..............
35
10
Kontur dasar perairan Teluk Tamiang
35
11
Grafik kondisi pasang surut perairan Teluk Tamiang
.......................................
36
12
Komposisi jenis (%) berdasarkan kelimpahan fitoplankton pada setiap bulan pengamatan ......................................................................................................
39
13
Peta tematik kondisi físika perairan Teluk Tamiang
.........................................
68
14
Peta kesesuaian perairan untuk pengambangan budidaya KJA Ikan Kerapu ...
69
15
Diagram perbandingan tingkat kesesuaian areal Budidaya KJA ......................
69
16
Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada Sistem pengelolaan kualitas lingkungan ...........................................................................................
78
17
Model global keterkaitan antar submodel .........................................................
82
18
Konsep submodel biomass Ikan Kerapu ..........................................................
83
19
Konsep submodel produksi limbah budidaya dan antropogenik ......................
84
20
Konsep submodel ekonomi budidaya Ikan Kerapu ...........................................
85
21
Grafik perbandingan antar skenario pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang ..................................................................................................
94
..............................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Tabel hasil analisis plankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 .................................................................................................
108
Tabel hasil analisis bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 .................................................................................................
114
Hasil analisis uji beda nyata (levene’s test) kelimpahan plankton di perairan Teluk Tamiang ...............................................................................................
120
Hasil analisis uji beda nyata (levene’s test) kelimpahan bentos di perairan Teluk Tamiang ................................................................................................
121
Data karakteristik kualitas lingkungan (fisika-kimia air) disekitar KJA Kerapu di perairan Teluk Tamiang ..............................................................................
122
Rekapitulasi hasil analisis rata-rata parameter fisika-kimia perairan Teluk Tamiang selama penelitian ...........................................................................
125
Matrik penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA ikan kerapu pada setiap stasiun pengamatan ........................................................
126
Data sampling sisa pakan dan feses serta perhitungan pendugaan total bahan organik .................................................................................................
130
Perhitungan pendugaan limbah N dan P yang dihasilkan dari produksi 237,6 kg ikan Kerapu ................................................................................................
131
10
Simulasi submodel produksi limbah budidaya KJA Ikan Kerapu ....................
132
11
Jumlah total bahan organik dan unit KJA hasil simulasi skenario optimis .....
133
12
Jumlah total bahan organik dan unit KJA hasil simulasi skenario moderat ....
134
13
Jumlah total bahan organik dan Unit KJA hasil Simulasi skenario pesimis ....
135
14
Hasil simulasi biomass dan keuntungan (Profit)
............................................
136
15
Formulasi model
............................................................................................
137
16
Uji statistika (Uji t beda nyata)
2
3
4
5
6
7
8
9
.......................................................................
140
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan), dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Desember 2008
Ariadi Noor NRP. C261040121
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabaru pada tanggal 26 Desember 1968 sebagai anak kedua dari pasangan Abdul Gaffar Noor, MH dan (Alm) Siti Arbajah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2001, penulis diterima di Program Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan melanjutkan program Doktor (S3) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004. Penulis bekerja sebagai staf di Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan sejak tahun 1993 hingga sekarang.
ABSTRAK ARIADI NOOR. Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh BAMBANG WIDIGDO sebagai Ketua Komisi Pembimbing, RICHARDUS F. KASWADJI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, dan DEDI SOEDHARMA sebagai anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini berlokasi di perairan Teluk Tamiang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi karakteristik biofisik dan daya dukung lingkungan Teluk Tamiang, beban limbah yang berasal dari aktivitas budidaya maupun aktivitas masyarakat sekitarnya yang berdampak terhadap lingkungan perairan, serta kapasitas asimilasi beban limbah yang dijadikan masukan data untuk membuat model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu. Pendekatan pemodelan yang dibangun dengan mengacu pada hasil penelitian serta informasi ilmiah lainnya, digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan Kerapu baik untuk saat sekarang maupun prospektif dimasa yang akan datang dalam suatu model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung. Metodologi yang digunakan untuk meliputi serangkaian percobaan lapangan dan metode survey untuk menilai karakteristik biofisik lingkungan perairan dan kesesuaian serta tingkat kelayakan perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA, pendekatan analisis prospektif dan sistem serta pemodelan. Data dan informasi yang diperoleh dirangkum dan diolah menjadi satu informasi dasar bagi pengembangan model pengelolaan Teluk Tamiang yang terpadu dan berkelanjutan. Kawasan Teluk Tamiang memiliki luas perairan yang layak untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya KJA ikan kerapu mencapai 385 Ha. Daya dukung Teluk Tamiang sebasar 18,8 – 62,5 ton ikan atau 16 – 52 unit rakit KJA (produksi optimal – maksimal). Beban limbah beban limbah yang masuk ke perairan (loading) sebesar 174,2 kgN dan 32,4 kgP. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707,5 kg (50,3%) dari total pakan. Hasil simulasi model yang dikembangkan terhadap beberapa parameter menghasilkan nilai prediksi yang tidak berbeda nyata dengan nilai observasi lapangan. Dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk pemahaman, optimasi dan pendugaan alokasi sumberdaya perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya pada batas minimum resiko degradasi lingkungan.
Kata kunci : Model Pengelolaan, Kualitas Lingkungan,Daya Dukung, Keramba Jaring Apung ikan Kerapu Bebek
ABSTRACT ARIADI NOOR. Model of Environmental Quality Management Based On Carrying Capacity of Bay for Development Floating Cage Culture of Humpback Grouper. (Case Study in Tamiang Bay, Kotabaru District, South Kalimantan Province). Under the direction of BAMBANG WIDIGDO, RICHARDUS F. KASWADJI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, and DEDI SOEDHARMA. This research is located in Tamiang Bay of South Kalimantan Province. The aim of this research was to get the data and information of the biophysic characteristic, waste load from both marine culture and society activity as well as environment Tamiang Bay carrying capacity. The data input were used make environment quality management model based on carrying capacity for developing of floating cage culture humpback grouper. Method used was field experiment and survey. Developing of floating cage culture of humpback grouper reach 385 hectare. Carrying capacity of Tamiang Bay is 18,8 – 62,5 ton fish or 16 - 52 unit the floating cage culture (optimal production - maximal). The waste burden were loading about 174,5 kg N and 32,4 kg P. The total of organic substance particle yield 707,5 kg ( 50,3%) of food total. Simulation model toward some parameter showed both prediction value and field observation have not significant effect. This model can be used to give understanding, optimation and estimation Tamiang Bay resources inorder to developt marine culture with minimum risk of environment degradation.
Key words : Management model, environmental quality, carrying capacity, floating cage culture humpback grouper
RINGKASAN Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir yang mampu memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan masyarakat pesisir, penyedia lapangan kerja, dan perolehan devisa Negara yang potensial. Namun dalam penentuan lokasi untuk pengembangan perikanan budidaya sering mengabaikan aspek daya dukung lingkungan. Alokasi input teknologi pada kondisi di atas daya dukung dilakukan untuk mengejar tingkat keuntungan maksimal sehingga mengakibatkan banyak kegiatan budidaya perikanan yang mengalami kegagalan dan meninggalkan kerusakan lingkungan hidup perikanan yang sulit dipulihkan. Perairan Teluk Tamiang merupakan kawasan yang potensial untuk kegiatan pengembangan budidaya ikan, terutama kegiatan budidaya KJA ikan kerapu. Daya dukung lingkungan perairan teluk serta aktivitas masyarakat (antropogenik) didaratan akan sangat menentukan besaran dan kapasitas alokasi sumberdaya untuk pemanfaatan dan pengembangannya secara terpadu dan berkelanjutan. Budidaya KJA ikan kerapu merupakan sistem produksi ikan yang produktif, namun potensial berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan perairan akibat beban limbah yang dihasilkan yang terjadi secara timbal balik. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model pengelolaan kuaitas berbasis daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu. Dalam pelaksanaan penelitian ruang lingkup penelitiannya adalah mendapatkan data dan informasi karakteristik biofisik dan daya dukung lingkungan Teluk Tamiang, beban limbah yang berasal dari aktivitas budidaya maupun aktivitas masyarakat di daratan (Antropogenik) sekitarnya yang berdampak terhadap lingkungan perairan, serta kapasitas asimilasi beban limbah yang dijadikan masukan data untuk membuat model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung. Pendekatan pemodelan yang dibangun dengan mengacu pada hasil penelitian serta informasi ilmiah lainnya, digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan Kerapu baik untuk saat sekarang maupun prospektif dimasa yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi percobaan lapangan (pemeliharaan ikan kerapu dalam keramba jaring apung) dan metode survey untuk menilai karakteristik biofisik lingkungan perairan dan kesesuaian serta tingkat kelayakan perairan teluk dengan pendekatan GIS, pendekatan analisis prospektif dan sistem pemodelan. Data dan informasi diolah menjadi satu informasi dasar bagi pengembangan model pengelolaan Teluk Tamiang yang terpadu dan berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan Teluk Tamiang memiliki luas perairan yang layak untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya KJA ikan kerapu mencapai 385 Ha. Daya dukung Teluk Tamiang sebasar 18,8 – 62,5 ton ikan atau atau 16 – 53 unit (80 – 260 KJA) pada tingkat baku mutu ammonia (NH3N) 0,3 dan 1 ppm (produksi optimal – maksimal). Beban limbah beban limbah yang masuk ke perairan (loading) sebesar 174,2 kg N dan 32,4 kg P. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707,5 kg (50,3%) dari total pakan. Hasil simulasi model yang dikembangkan terhadap beberapa parameter menghasilkan nilai prediksi yang tidak berbeda nyata dengan nilai observasi lapangan dan memberikan alternatif dalam pengembangan
budidaya KJA Ikan yang meliputi 3 (tiga) skenario yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis. Pendekatan sistem yang dilakukan menyentuh kepada 2 (dua) komponen yaitu komponen kegiatan budidaya dalam lingkungan perairan dan komponen aktivitas di daratan (antropogenik) yang terintegrasi dalam satu sistem pengelolaan kualitas lingkungan, sehingga model yang dibuat merupakan gambaran (abstraksi) dari kondisi nyata dalam pengelolaan lingkungan yang terintegrasi. Rancang bangun model bersifat umum yang memasukan komponen padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik, volume teluk, nilai flusing time, dan nilai baku mutu untuk biota laut (Budidaya Perikanan) (MENLH 51 Tahun 2004), dapat diaplikasikan pada kawasan perairan teluk lain dengan variabel yang sudah ada atau yang masih diasumsikan. Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu. Dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk pemahaman, optimasi dan pendugaan alokasi sumberdaya perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya pada batas minimum resiko degradasi lingkungan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir yang potensial dan mampu memberikan kontribusi relatif signifikan terhadap pendapatan masyarakat
pesisir, penyedia lapangan kerja, dan perolehan devisa
negara. Potensi sumberdaya perikanan laut yang mencakup ikan dan biota perikanan lainnya diperkirakan mencapai 53,9 juta ton/tahun, yang terdiri dari potensi tangkap lestari sumberdaya ikan laut sebesar 6,1 juta ton/tahun dan potensi budidaya laut sebesar 46,7 juta ton/tahun. Dahuri (1998) menyatakan bahwa secara keseluruhan kurang dari 10% dari potensi yang sudah termanfaatkan. Dalam dekade terakhir, perkembangan perikanan budidaya laut nasional relatif pesat.
Selama periode tahun
2000 sampai dengan tahun 2004 terjadi kenaikan produksi budidaya laut dari 197.114 ton menjadi 420.919 ton atau kenaikan sebesar 28,4 % per tahun. Kenaikan tersebut berkontribusi terhadap total produksi budidaya sebesar 28,7 %.
Produksi budidaya
keramba jaring apung di laut mengalami peningkatan yakni dari angka produksi sebesar 34.602 ton menjadi 62.371 ton ikan atau meningkat sebesar 20%.
Kenaikan
nilai produksi pada periode yang sama dari 1,3 menjadi 1,9 triliun rupiah meningkat sebesar 11,5 % per tahun (Statistik Ditjen Perikanan Budidaya DKP, 2005). Kenaikan kontribusi yang relatif besar ini menyebabkan perikanan budidaya dapat dijadikan penggerak utama (prime mover) perekonomian masyarakat pesisir untuk menggantikan perikanan tangkap.
Hal ini dimungkinkan dengan adanya
dukungan teknologi perbenihan, pembesaran, tersedianya sarana produksi (akuainput), pangsa pasar yang luas, harga jual yang relatif tinggi dibandingkan komoditas perikanan lainnya, ketersediaan lahan yang potensial, dan kebijakan pemerintah dalam menjadikan perikanan budidaya menjadi prioritas utama pembangunan perikanan. Namun demikian, keberadaan dan keberlanjutan pemanfaatan tergantung pada dinamika kualitas lingkungan pesisir dan daya dukung akibat adanya interaksi antar pengguna di wilayah pesisir, di samping kegiatan perikanan budidaya itu sendiri. Penentuan
lokasi
untuk
pengembangan
perikanan
budidaya
seringkali
mengabaikan aspek daya dukung lingkungan. Alokasi input teknologi pada kondisi di atas daya dukung dilakukan untuk mengejar tingkat keuntungan maksimal sehingga mengakibatkan banyak kegiatan budidaya perikanan yang mengalami kegagalan dan meninggalkan kerusakan lingkungan hidup perikanan yang sulit dipulihkan. Kerusakan
lingkungan akibat budidaya ikan dalam keramba jaring apung umumnya disebabkan oleh limbah yang berasal dari sisa pakan dan feses ikan peliharaan yang melebihi daya dukung perairan. Terlantarnya lahan dan berubahnya fungsi ekologi di wilayah pesisir merupakan salah satu indikasi pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir yang mengabaikan daya dukung dan pertimbangan lingkungan. Disamping berasal dari limbah internal tersebut, beban limbah perairan juga dapat berasal dari daratan. Untuk menjaga kelestarian suatu perairan maka kegiatan budidaya harus memperhatikan jumlah beban limbah baik dari ikan budidaya maupun dari lingkungan. Kajian mendalam yang diarahkan untuk mendapatkan informasi beban limbah dan dampaknya terhadap lingkungan pesisir dan daya dukung serta hubungan antara faktor-faktor bersifat spesifik kawasan menjadi penting dilakukan untuk menjawab persoalan pelestarian kawasan teluk dalam penggunaannya sebagai kawasan budidaya yang berkelanjutan.
1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menyusun model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung (carrying capacity) perairan teluk bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu.
Secara khusus, penelitian ditujukan untuk
menentukan alokasi sumberdaya perairan pesisir teluk yang proporsional terutama untuk mendapatkan luas pemanfaatan lahan perairan, jumlah unit keramba jaring apung yang diusahakan, dan level kegiatan masyarakat di daratan. Manfaat penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan didalam merumuskan kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan dan pengembangan perikanan budidaya laut serta tata ruang wilayah pesisir (Perairan Teluk) yang berbasis kepada daya
dukung
lingkungan
untuk
kegiatan
budidaya
yang
berkelanjutan
dan
bertanggungjawab.
1.3. Kerangka Pedekatan Masalah Suatu wilayah perairan pesisir dapat dikatakan sesuai untuk kegiatan budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung apabila kondisi lingkungan perairannya layak dan memenuhi kriteria-kriteria teknis-ekologis yang baku. Kondisi lingkungan perairan yang dimaksud antara lain secara fisika (kontur kedalaman, arus, pasang surut,
gelombang,) dan kimia (oksigen terlarut, derajat keasaman/pH, salinitas, BOD5, nutrient dll) (Beveridge, 1996). Kondisi perairan tersebut mempengaruhi kapasitas perairan dalam menangkap limbah jika jumlah keramba jaring apung yang dikembangkan di kawasan perairan tersebut tidak memperhatikan kapasitas tampung perairan maka akan berakibat pada penurunan mutu lingkungan yang akhirnya menurunkan produkivitas keramba jaring apung itu sendiri. Dalam perikanan budidaya di perairan umum (budidaya keramba jaring apung) sebanyak 30% dari total pakan yang diberikan tidak dikonsumsi oleh ikan dan sekitar 25-30% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan (McDonald et al., 1996). Sisa bahan organik tersebut akan mengendap ke dasar perairan dan jika suatu saat terjadi up welling akan menyebabkan kematian masal ikan
Sumber limbah yang
berkontribusi terhadap daya dukung perairan juga berasal dari daratan (limbah antropogenik) antara lain dari kegiatan peternakan dan pemukiman (rumah tangga), sehingga
penentuan
daya
dukung
suatu
perairan
juga
memperhatikan
dan
memperhitungkan potensi limbah dari kegiatan di daratan tersebut. Daya dukung adalah kemampuan badan air atau perairan dalam menerima limbah organik baik internal (dari kegiatan budidaya) maupun dari luar (daratan) untuk didaur ulang atau diasimilasi sehingga tidak mencemari lingkungan yang berakibat terganggunya keseimbangan ekologis (Widigdo, 2000). Untuk penentuan daya dukung suatu perairan memerlukan analisis yang mampu mengkaitkan hubungan antara sifat biofisik perairan, parameter-parameter standar yang diperlukan untuk budidaya ikan kerapu, jumlah limbah ikan kerapu, potensi limbah dari lingkungan luar, serta kapasitas asimilasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka muncul beberapa pertanyaan : 1) Bagaimana karakteristik biofisik (hidro-oseanografi) dan kelayakan bioteknis perairan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu? 2) Berapa besar beban limbah dari budidaya dan antropogenik yang dapat mempengaruhi daya dukung? 3) Model seperti apa yang dapat menggambarkan system pengelolaan kualitas lingkungan di Teluk Tamiang? 4) Bagaimana scenario dan strategi pengelolaan untuk masa yang akan datang? Beberapa pendekatan dalam estimasi daya dukung yang telah dilakukan untuk pengembangan kerapu dalam keramba jaring apung di perairan laut, di antaranya
untuk perairan semi tertutup (teluk) melalui pendekatan berdasarkan pada loading N dan P yang terbuang ke lingkungan perairan (Beveridge, 1987), pendekatan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air berdasarkan beban limbah pakan yang masuk ke air.
dan pendekatan
Secara skematis kerangka
pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini antara lain : 1. Karakterisasi biofisik (hidro-oseanografi) dan analisis tingkat kelayakan/kesesuaian bioteknis perairan pesisir Teluk Tamiang. 2. Pendugaan beban limbah organik, N dan P baik yang bersumber dari kegiatan budidaya KJA dan limbah dari daratan (antropogenik) yang masuk ke dalam lingkungan perairan serta daya dukung lingkungan perairan bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung Ikan Kerapu. 3. Pemodelan pengelolaan kualitas lingkungan bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu. 4. Perumusan skenario dan strategi pengelolaan kawasan Teluk Tamiang
1.5. Kebaruan (Novelty) Capaian keilmuan yang dapat ditampilkan sebagai bentuk kebaruan (novelty) dari penelitian ini antara lain : 1) Rancang bangun model bersifat umum yang memasukan komponen padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik, volume teluk, nilai flusing time, dan nilai baku mutu untuk biota laut (Budidaya Perikanan) (KEPMENLH 51 Tahun 2004), dapat diaplikasikan pada kawasan perairan teluk lain dengan variabel yang sudah ada atau yang masih diasumsikan. 2) Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.
Mulai
Analisis Karakteristik Biofisik dan Bioteknis
Tidak Cocok ?
STOP
Ya Kegiatan Budidaya KJA Ikan Kerapu
Estimasi Limbah dan Daya Dukung
Limbah Antropogenik
Kondisi HydroOseanografi
Jumlah Unit KJA, Kapasitas Produksi Analisis Kelayakan/ Kesesuaian Perairan (GIS)
Analisis Prospektif dan Model Dinamik
Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu
Selesai
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Budidaya Ikan Kerapu dan Prospek Pengembangannya Ikan kerapu (grouper) termasuk dalam Family Serranidae merupakan jenis ikan yang paling populer dan bernilai ekonomi tinggi diantara jenis ikan karang di daerah Asia-Pasifik (SEAFDEC, 2001). Ikan kerapu umumnya tumbuh cepat, kuat dan cocok untuk budidaya intensif.
Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang umumnya
dipasarkan dalam keadaan hidup (Sunyoto, 1993).
Ikan kerapu tersebar luas di
perairan pantai baik didaerah tropis maupun sub tropis, bernilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas utama dalam perdagangan ikan hidup. Jumlah ikan kerapu diperkirakan ada sekitar 46 spesies yang hidup diberbagai tipe habitat. Jumlah tersebut
berasal dari 7 (tujuh) genus, yaitu Aethaloperca,
Anyperodon, Cephalopolis, Cromileptis, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari ketujuh genus tersebut genus Cromileptis, Epinephelus, dan Plectropomus sekarang digolongkan sebagai ikan komersial dan mulai dibudidayakan (Sunyoto, 1993). Secara sistematika jenis ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) dapat dituliskan sebagai berikut : Class : Teleostomi/Teleostei Sub-Class : Actinopterygii Ordo
: Perciformes Sub-Ordo : Percoide Famili : Serranidae Sub-Famili : Epinephelinae Genus : Cromileptis, Epinephelus Species : Cromileptis altivelis
Ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) banyak dijumpai di perairan batu karang atau daerah karang berlumpur, hidup pada kedalaman 40 – 60 meter. Dalam siklus hidupnya ikan muda dan larva hidup di dasar perairan berupa pasir karang yang banyak ditumbuhi padang lamun dengan kedalaman 0,5 – 3,0 meter.
Menginjak
dewasa ikan ini akan bermigrasi menuju perairan yang lebih dalam yang biasanya dilakukan pada siang dan senja hari.
Telur dan larva bersifat pelagis, sedangkan
kerapu muda dan dewasa bersifat demersal.
Ikan kerapu Kerapu bersifat stenohaline
yaitu mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan berkadar garam rendah dan bersifat nocturnal yaitu bersembunyi di liang-liang karang pada siang hari dan aktif bergerak pada malam hari. (Gambar 2).
Gambar 2 Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis) Aktifitas budidaya laut sebagai salah satu usaha pemanfaatan potensi kawasan pesisir pada saat ini sangat berpeluang besar bagi peningkatan produksi perikanan. Tingkat keberhasilan pengembangannya sangat ditentukan oleh proses pengelolaan dan penguasaan teknologi yang berorientasi ekologis dan ekonomis serta keterpaduan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut secara sadar mempertimbangkan keberlanjutan manfaat.
Karena itu perlu diupayakan suatu konsep pengembangan budidaya laut
yang berorientasi berkelanjutan. Ikan kerapu merupakan ikan air laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi khususnya untuk konsumsi restoran-restoran besar di dalam maupun di luar negeri. Ikan kerapu biasa diekspor dalam bentuk ikan segar, ikan olahan setengah jadi (fillet dan sashimi) serta ikan hidup ke beberapa negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Amerika Serikat. Tingginya permintaan yang tidak diimbangi dengan produksi memunculkan ide untuk membudidayakan ikan ini (www.suharjawanasuria.tripod.com, Juni 2006). Ditinjau dari segi harga jual (khususnya untuk ekspor), ternyata ikan kerapu menunjukkan trend harga yang baik dan dapat diandalkan sebagai salah satu penunjang penambahan devisa negara. Hal ini dapat dilihat pada harga beberapa jenis ikan kerapu hidup tahun 2004 dimana
untuk
ikan
kerapu bebek/tikus
dapat
mencapai harga Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 320.000,- per kilogram. Walaupun usaha pengembangan budidaya ikan kerapu dengan menggunakan KJA ini ditujukan
untuk pasar ekspor, namun sebagian dari hasil produksi juga diharapkan dapat dipasarkan untuk konsumsi pasar dalam negeri.
2.2.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lingkungan dan Kelayakan Kualitas lingkungan (perairan) yang mempengaruhi kehidupan organisme
perairan dalam ekosistemnya adalah parameter biologi, fisika dan kimia. Menurut Boyd (1990) setiap organisme perairan memerlukan kisaran nilai parameter kualitas air tertentu dan kisaran tersebut terkait dengan kondisi lokasi. Pemilihan lokasi Ketepatan lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam usaha budidaya ikan kerapu di dalam keramba jaring apung. Beberapa kegagalan usaha budidaya terjadi karena lokasi yang dipilih kurang cocok.
Untuk itu, diperlukan
perencanaan yang mendalam terutama pemilihan lokasi yang harus memenuhi kaidah dan persyaratan bioteknis. Beberapa persyaratan
perlu dipenuhi dalam pemilihan lokasi.
Menurut
Nugroho (1989), beberapa faktor yang perlu dipenuhi dalam penilihan lokasi keramba jaring apung adalah: (1) Lokasi terlindung dari gangguan angin dan gelombang yang kuat, namun masih
memiliki pergerakan air yang baik, (2) Jarak dasar kurungan
dengan dasar perairan pada saat surut minimal 2 meter, (3) Pergerakan/arus air berkisar antara 15-25 cm/detik), (4) Salinitas (kadar garam) berkisar antara 15-30 ppt, (5). Suhu air 27-29 oC. Lokasi budidaya harus jauh dan bebas dari limbah pencemaran baik yang berasal dari industri, pertanian dan rumah tangga, (6) Dasar Perairan sebaiknya betofografi landai, kedalaman perairan antara 7 – 15 meter pada saat dari surut terendah,sehingga jarak dasar karamba ke dasar lebih dari 2 meter (>2). Kedalaman tersebut untuk mencegah gangguan dari hewan-hewan bentik, serta memberikan jarak yang cukup agar pengaruh limbah kotoran (feses) dan sisa pakan tidak menimbulkan efek negatif bagi ikan. Kondisi dasar perairan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air diatasnya. Dasar perairan yang mengalami pelumpuran, bila terjadi gerakan air oleh arus maupun gelombang akan membawa partikel dasar ke permukaan (Upwelling) yang akan menyebabkan kekeruhan, sehingga penetrasi cahaya matahari menjadi berkurang dan partikel lumpur ini berpotensi menutupi insang ikan.
Arus air sangat
membantu pertukaran air dalam keramba, membersihkan timbunan sisa-sisa
metabolisme ikan dan membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan. Sebaliknya, apabila kecepatan arus tinggi akan sangat berpotensi merusak konstruksi KJA serta dapat menyebabkan stres pada ikan, selera makan ikan berkurang, dan energi banyak terbuang. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, letak lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari badan air. perairan.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Effendi, 2003). Suhu optimal untuk pertumbuhan kerapu bebek sekitar antara 27 – 29oC (Akbar dan Sudaryanto,
2002).
Suhu perairan sangat penting di dalam mempengaruhi
pertumbuhan ikan budidaya. Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Perairan dengan tingkat kecerahan sangat tinggi (jernih) sangat baik sebagai lokasi budidaya laut.
Untuk budidaya laut
kecerahan yang dipersyaratkan adalah > 3 meter (Akbar dan Sudaryanto,
2002).
Kekeruhan atau turbiditas disebabkan oleh adanya partikel tersuspensi dan terlarut dalam air, seperi jasad renik, lumpur, bahan organik, tanah liat dan zat koloid serta benda terapung lainnya yang tidak mengendap dengan segera.
Kekeruhan dapat
mempengaruhi pernapasan ikan, proses fotosintesa dan produktivitas primer. Dalam budidaya ikan, nilai kekeruhan (turbidity) berkisar antara 2 – 30 NTU (Nephlelometric Turbidity Unit). Padatan tersuspensi yang tinggi akan mengganggu pernapasan ikan karena partikel-partikel tersebut dapat menutupi insang. Padatan tersuspensi perairan untuk usaha budidaya laut adalah berkisar antara 5 – 25 ppm (Akbar dan Sudaryanto 2002). Salinitas juga dapat mempengaruhi kehidupan ikan/biota laut lainnya.
Boyd
(1990) menyatakan sebagian besar ikan-ikan muda lebih sensitif terhadap perubahan salinitas bila dibandingkan ikan dewasa. Peningkatan salinitas dapat meningkatkan tekanan osmotik air (media) yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme. Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter utama bagi kehidupan hewan perairan.
Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari proses fotosintesis
fitoplankton pada siang hari.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen
dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya pada malam hari) dan
masuknya limbah pencemar baik an organik maupun organik yang mudah urai ke lingkungan laut. Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya yang baik adalah berkisar antara 5 – 8 ppm (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Nitrogen di dalam air terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang bersifat toksik terhadap ikan dan organisme lainnya hanya 3 (tiga) senyawa yaitu ammonia (NH3-N), nitrit (NO2-N) dan nitrat (NO3-N). Senyawa ini selain berasal dari atmosfir juga banyak berasal dari sisa makanan, organisme mati dan hasil ekskresi metabolisme hewan akuatik. Ammonia dan nitrit merupakan senyawa nitrogen yang paling toksik, sedangkan nitrat
hanya bersifat toksik pada konsentrasi yang tinggi.
Kehadiran nitrit yang berlebihan dapat mengoksidasi ion ferro dalam hemoglobin menjadi ion ferri yang merubah hemoglobin menjadi meteoglobin yang dapat merupakan parameter penting dalam budidaya ikan karena nitrat merupakan bentuk oksidasi terbanyak dari nitrogen dalam air.
Konsentrasi ammonia dan nitrat untuk
keperluan budidaya adalah < 1 ppm.
2.3. Pengertian Daya Dukung Daya dukung lingkungan perairan didifinisikan sebagai suatu yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Artinya daya dukung lingkungan adalah nilai suatu mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem (Poernomo, 1997).
Pengertian ini apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir
menjadi kemampuan badan air atau perairan di kawasan pesisir dalam menerima limbah organik.
Termasuk didalamnya adalah kemampuan mendaur ulang atau
mengasimilasi limbah tersebut sehingga tidak mencemari lingkungan perairan (Widigdo, 2000). Kemampuan badan air dalam menerima limbah yang masuk ditentukan oleh kemampuan pencucian (flushing) dan purifikasi (kapasitas asimilasi) dari perairan tersebut. Apabila beban limbah yang masuk melebihi kemampuan daur ulang dan kekuatan pencucian badan air maka perairan menjadi tercemar. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah fotosintesa dari produsen primer (Fitoplankton). Sementara konsumen utama oksigen dalam air adalah hewan, bakteri dan bahan organik melalui proses respirasi dan oksidasi.
Keseimbangan
proses asimilasi dan respirasi akan berpengaruh pada oksigen budget dalam air dan akan berpengaruh pula pada kehidupan organisme perairan.
Kenchington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya dukung sebagai kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu panjang. Daya dukung lingkungan dapat berkurang akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi (Clark, 1974).
Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas
asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP, 1993). Sementara menurut Gowen et al.,
1989 didalam Barg, 1992) menyatakan
bahwa kemampuan pengenceran pesisir untuk menerima limbah sangat dipengaruhi oleh laju pengenceran (flushing time), volume air yang tersedia dan beban limbah yang masuk ke perairan. Flushing time diartikan sebagai waktu yang diperlukan dari suatu unit volume massa air berdiam (tinggal) dalam suatu area tertentu sebelum digantikan oleh unit volume massa air yang baru. Estimasi daya dukung lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan laut di KJA merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan dan ekosistem sekitarnya (Piper et al., 1982 didalam Meade, 1989) atau jika telah ditentukan banyaknya ikan budidaya dalam satu keramba jaring apung, estimasi ini akan menunjukkan berapa unit keramba jaring apung yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan. Jadi untuk sampai pada perhitungan estimasi dibutuhkan data-data menyangkut luasan area yang cocok untuk budidaya sesuai persyaratan, masa tanam, umur panen, besarnya produksi limbah organik, kapasitas asimilasi, flushing rate dll.
2.4.
Integrasi Kegiatan Perikanan Budidaya dalam Pengelolaan Pesisir Secara terpadu Pengembangan budidaya KJA ikan kerapu dalam konsep pengelolaan secara
terpadu (integrated coastal management/ICM) merupakan suatu proses yang mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholders dalam menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana terpadu (integrated plan) baik dari aktivitas didaratan (antropogenik) maupun aktivitas budidaya di lautan untuk melindungi ekosistem pesisir beserta sumberdaya alam yang terdapat didalamnya untuk kesejahteraan secara adil dan berkelanjutan. pengelolaan
yang
meliputi
penilaian
secara
Suatu kerangka (sistem) kerja komprehensif
(comprehensive
assessment), penentuan tujuan, perencanaan dan pengelolaan pembangunan (pemanfaatan) wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alamnya, dengan memperhatikan perspektif (aspirasi) tradisional, budaya
dan historis serta konflik
kepentingan dan penggunaan”. Beberapa prinsip dasar dalam perencanaan pengembangan budidaya laut dalam konsep pengelolaan pesisir secara terpadu antara lain : (1) Agenda 21 Rio prinsip pembangunan berkelanjutan, (2) keterpaduan dan koordinasi antar sektor, (3) pelibatan masyarakat, (4) analisis cost and benefit spesifik lokasi , (5) pehitungan kapasitas lingkungan (daya dukung), (6) penerapan aturan insentif, (7) pengawasan dampak yang ditimbulkan oleh setiap aktivitas, (8) evaluasi dan penyesuaian, serta (9) efektivitas lembaga dan organisasi yang berperan (GESAMP, 2001). Selanjutnya parameter yang berhubungan dengan integrasi kegiatan perikanan budidaya dalam rencana pengelolaan pesisir antara lain : (1) parameter fisika meliputi pemetaan penggunaan lahan didaratan, kegiatan pembangunan, reklamasi dan pengairan; (2) parameter biologi dan kimia, meliputi kecerahan perairan, keberadaan padang lamun, mangrove, terumbu karang dan pencemaran bahan organik; (3) parameter sosial dan ekonomi masyarakat meliputi kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, tingkatan pendapatan masyarakat, konflik antar sector berdasarkan perbedaan kepentingan (FAO, 1996). Sistem budidaya yang memperhitungkan ukuran daya dukung lingkungan perairan tempat berlangsungnya kegiatan budidaya dalam menentukan skala usaha/ukuran unit usaha akan dapat menjamin kontinuitas hasil panen.
Sistem
budidaya model ini sering diperkenalkan sebagai sistem budidaya berkelanjutan dan bertanggungjawab (sustainable and responsible aquaculture).
2.5. Pendekatan Sistem dan Pemodelan 2.5.1. Analisis Sistem Sistem adalah sekelompok komponen yang dioperasikan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Forrester, 1968).
Menurut Hall dan Day (1977)
analisis sistem adalah suatu studi (kajian) secara formal (ilmiah) tentang suatu sistem atau sifat-sifat umum dari sistem-sistem. Analisis sistem adalah pengorganisasian data dan informasi secara teratur dan logis untuk menyusun suatu model, kemudian diikuti dengan eksploitasi dan pengujian secara seksama terhadap model tersebut guna memvalidasi dan memperbaikinya.
Analisis sistem mencakup filosofi pemecahan
masalah secara umum maupun sekumpulan teknik kuantitatif, termasuk formula yang berkaitan dengan berfungsinya sistem-sistem kompleks, seperti ekosistem alamiah, sistem sosial, dan sistem ekonomi (Grant et al., 1997).
2.5.2. Pemodelan Model adalah suatu ekspresi formal dari komponen-komponen esensial dari suatu masalah yang menjadi perhatian kita (Jorgensen, 1988).
Model dapat
dideskripsikan dalam bentuk fisik, matematik, atau verbal, meskipun beberapa pakar pemodelan menolak terminologi model verbal karena bahasa yang digunakan sangat membingungkan (Jeffer, 1978). Model merupakan formalisasi dari pengetahuan kita tentang suatu sistem dan model yang baik adalah yang memiliki atribut-atribut fungsional yang penting (elemen dan fungsi utama) dari sistem yang sebenarnya (Hall dan Day, 1977).
Menurut Goodman (1975 didalam Hall dan Day, 1977), model
merupakan alat untuk memprediksi perilaku dari suatu entitas yang kompleks dan sedikit dipahami (poorly understood), atas dasar perilaku dari bagian-bagian (komponen) dari entitas tersebut yang telah diketahui dengan baik. Pemodelan adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi konsekuensi (response) dari sistem terhadap tindakan (intervensi manusia). Jika tindakan manusia (management intervention) ini dicobakan secara langsung terhadap sistem yang sebenarnya (alam), maka konsekuensinya terlalu mahal, merusak, atau sukar dipelajari. Dengan demikian, apa yang dapat kita lakukan dengan model adalah untuk pemahaman (understanding), pendugaan (assessing), dan dukungan informasi (information support).
Prinsip lain dari penggunaan model adalah untuk menguji
validitas pengukuran di lapang dan asumsi yang diturunkan dari data tersebut. Dengan pemodelan kita berharap dapat mengetahui lebih banyak tentang struktur dan tingkah laku alam baik dalam kondisi sekarang maupun yang akan datang yang dapat diketahui dalam bentuk simulasi. Menurut Grant et al., (1977), simulasi adalah suatu proses yang menggunakan model untuk menirukan atau menelusuri tahap demi tahap tentang perilaku dari suatu sistem yang dipelajari. Model simulasi disusun dari suatu seri perhitungan dan operasi logis yang secara bersama-sama menyajikan struktur (keadaan) dan perilaku (perubahan keadaan) dari sistem yang dipelajari.
III. METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan (Gambar 3).
Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan
antara lain telah berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu di Teluk Tamiang yang memiliki luas 2.289,8 ha. Penelitian lapangan dan laboratorium dilaksanakan mulai dari bulan April – Nopember 2006.
Kalimantan Selatan
Teluk Tamiang
Gambar 3 Peta lokasi penelitian
3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis Perairan Teluk Tamiang Analisis karakteristik sifat perairan merupakan kajian tentang kondisi biofisik dan kimia perairan, mencakup aspek kualitas perairan (Biologi, fisika, dan kimia), serta oseanografi.
Pengamatan kualitas air dilakukan untuk menentukan kelayakan
perairan bagi kehidupan ikan kerapu. Contoh air diambil pada 10 titik lokasi sampling (Gambar 4) pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x kedalaman laut) dengan menggunakan water sampler Niskin Van Dorn (International Association of the Physical of the ocean (IAPSO, 1936 didalam Hulagalung et al., 1997).
Contoh air untuk
keperluan analisa laboratorium diambil setiap bulan satu kali selama 6 bulan.
Jenis
dan metode analisa parameter secara rinci disajikan pada Tabel 1. Penentuan lokasi dilakukan dengan alat bantu GPS (Global Positioning Systems).
10
8
9
7
6 5
4 2
3
1
Gambar 4 Titik sampling perairan Teluk Tamiang
3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan Kajian biologi perairan meliputi produktivitas primer, plankton dan bentos, yang ditujukan untuk mengetahui karakteristik perairan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran dan kesuburan perairan. -
Pengukuran
Produktivitas
Primer.
Produktivitas
primer
diukur
dengan
menggunakan botol gelap dan botol terang (Vollenweider, 1969 didalam Kaswadji et al., 1993). Pengukuran produktivitas primer bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh produsen primer (fitoplankton). Produktivitas primer dihitung dengan menentukan kandungan oksigen terlarut dalam botol terang dikurangi dengan kandungan oksigen dalam botol gelap setelah dilakukan masa inkubasi (pencahayaan) selama 3 jam. Nilai oksigen terlarut yang diperoleh dari hasil pengurangan tersebut, kemudian dikonversikan ke satuan mgC/m3/jam. Perhitungan produktivitas primer dilakukan menurut Umaly dan Cuvin (1988) sebagai berikut:
GP =
0,375 (O2 dalam BT) – (O2 dalam BG) (1000) ------------------------------------------------------- x --------- mgC/m3/jam Lama pencahayaan (jam) KF
Keterangan : GP = Produktifitas Primer BT = Botol Terang BG = Botol Gelap Lama inkubasi = selama 3 jam (dari jam 9.00 – 12.00) O2 = Oksigen terlarut (mg/l) KF = Kuosien Fotosintesa = 1,2 1000 = konversi liter menjadi m3 0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32) (Ryther, 1965 didalam Kaswadji et al., 1993). Jika diasumsikan bahwa dalam satu hari terdapat 12 jam terang, maka dalam satu hari GP x 4 jam. -
Kelimpahan Plankton. Sampel diambil dengan menyaring air sebanyak 200 liter melalui plankton net no. 25 dan dimampatkan menjadi sekitar 25 ml dan diawetkan dengan menambahkan 5 – 10 tetes larutan formalin 10 ppm.
Identifikasi jenis
dilakukan dengan bantuan mikoskop dan buku identifikasi Davis (1955). Perhitungan kepadatan plankton dilakukan dengan menggunakan Sedgwick Rafter Counting Chamber dibawah mikroskop (APHA, 1992).
Kelimpahan plankton (K)
ditentukan dengan metode penyapuan (sensus) dengan menggunakan Sedwick Rafter Cell (SRC) (APHA 1992) sebagai berikut :
Vs 1 K = ----- x -----x N Va Vo Dimana : K Vs Va N Vo
-
= = = = =
Bentos.
Kelimpahan total plankton (sel/l) Volume air yang tersaring (ml) Volume air yang disaring (l) Jumlah plankton yang teramati Volume air yang diamati (ml)
Sampel sedimen diambil dengan alat bantu Ekman grab pada 10 titik
sampling. Selanjutnya contoh sedimen yang diperoleh disimpan kedalam kantong plastik, diawetkan dengan formalin 10 ppm.
Kepadatan/kelimpahan bentos (K)
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : K
1000 x a = ------------b
Dimana : K a b 1000
= = = =
Kepadatan makrozobentos (individu/m2) jumlah makrozobentos Luas bukaan mulut Ekman Grab (cm2) konversi dari cm2 ke m2
Stabilitas Komunitas Stabilitas komunitas plankton dan bentos dinyatakan dengan indeks keanekaragaman (H1) oleh Shannon Wiener (Odum, 1971) dan indeks keseragaman (E) Evennes Index (Odum, 1971) serta indeks dominansi (C) Shannon Wienner (Odum, 1971),
yang
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : -
Indeks Keanekaragaman (H1) Keanekaragaman dihitung dengan rumus Index Shannon Wiener (Odum, 1971): H1 = ∑ (ni) ln (ni) N N Dimana : H1 = indeks Keanekaragaman ni = jumlah individu tiap spesies N = jumlah individu seluruh spesies Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner diklasifikasikan sebagai berikut : = keanekaragaman populasi kecil dan komunitas rendah H1 < 1 H1 < 1 < 3 = keanekaragaman populasi sedang dan komunitas sedang = keanekaragaman populasi tinggi dan komunitas tinggi H1 < 3
-
Indeks Keseragaman (E) Indeks keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Index (Odum, 1971). E =
H1 LnS
Dimana : E = indeks keseragaman H1 = indeks keanekaragaman S = jumlah spesies Nilai keseragaman berkisar antara 0 – 1. Apabila nilai E mendekati 0, maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu antar jenis merata. -
Indeks Dominansi (C) Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Shannon Wienner (Odum, 1971) sebagai berikut : C Dimana : C ni N Pi
= = = =
= ∑ (Pi)2 Indeks Dominansi Jumlah individu taksa ke-i Jumlah total individu ni/N = Proporsi spesies ke-i
Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0 – 1. Bila nilai indeks dominansi mendekati 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila nilai indeks dominasi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan. Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis statistik uji beda nyata digunakan alat bantu piranti lunak Excel Stat Pro 7.5 dan SPSS 11,5.
3.2.2. Karakterisasi Oseanografis. -
Pasang surut. Diukur dengan alat bantu papan pembaca yang dipasang di lokasi penelitian. Pembacaan tinggi permukaan air dilakukan selama 3x24 jam pada saat pasang purnama dan surut terendah yang bertujuan untuk mengetahui volume perairan baik pada saat pasang maupun surut serta polanya yang berkaitan dengan proses pengenceran (flushing time). Hasil pengamatan pasang surut diklarifikasi dengan data pasang surut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidrooseanografi TNI-AL untuk stasiun pengamatan Kotabaru. Sementara kecepatan arus pasang surut di
dalam Teluk Tamiang diukur dengan floating roop, sedangkan arah dan pola arus diamati dengan menelusuri arah pergerakan arus secara langsung (insitu). -
Bathymetri.
Peta kontur bathymetri merupakan kontur dari kedalaman teluk,
diperoleh dengan menggunakan Lowrens Echosounder (model X16) dan diproses dengan bantuan piranti lunak Surfare 8.0.
Data dari pencatatan ini kemudian
dikoreksi ke chart datum dengan referensi tabel pasang surut dan dikuatkan dengan pengukuran lapangan pada waktu dan rentang pasang yang berbeda. -
Substrat dasar. Contoh substrat diambil pada lokasi dengan metode yang sama dengan sampel bentos.
Contoh substrat diambil dengan alat Ekman grab,
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan sampai dianalisa tekstur substrat.
Pada setiap contoh sampel dianalisis di laboratorium secara fisik
substratnya antara lain jenis pasir, karang berpasir putih, pasir berkarang, pasir berlumpur, dan berlumpur.
3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan Kajian kimia perairan meliputi parameter kimia perairan yang berpengaruh kehidupan ikan kerapu antara lain parameter pH, Salinitas, Oksigen Terlarut (DO), Nitrit, Nitrat, Orthophosphat, dan BOD5. Parameter-parameter tersebut diukur satu kali setiap bulan selama 6 bulan. Secara rinci jenis parameter dan metode analisanya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya Parameter Biologi 1. Produktivitas primer 2. Plankton 3. Bentos
Fisika 1. Suhu (oC) 2. Kecerahan/pembacaan secchi disk (m) 3. TSS (ppm) 4. Kecepatan Arus (m/dt) 5. Substrat Dasar 6. Kedalaman (m) 7. Pasang surut (m) 8. Keterlindungan (ketinggian gelombang (m) Kimia 1. pH 2. Salinitas (ppt) 3. Oksigen terlarut (ppm) 4. Ammonia (ppm) 5. Nitrit (ppm) 6. Nitrat (ppm) 7. Orthophosphat (ppm) 8. BOD5 (ppm)
Alat/Cara Analisis
Keterangan
Botol Gelap dan Botol Terang, DO meter Plankton net No.25, Mikroskop dan buku identifikasi Ekman Grab, Mikroskop dan buku identifikasi
Insitu Laboratorium
Thermometer Hg Piring Sechi
Insitu Insitu
Gravimaterik Floating roop Ekman Grab Lowrens Echosounder Papan berskala Tongkat berskala
Laboratorium Insitu Laboratorium Insitu Insitu Insitu
pH meter Refraktometer DO meter Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol BOD, DO meter
Insitu Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Laboratorium
3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan Penentuan kelayakan/kesesuaian
bioteknis untuk pengembangan budidaya
KJA dilakukan dengan metode pembobotan dan penilaian (skoring) untuk setiap parameter yang berpengaruh pada kelayakannya untuk ikan kerapu yang diberikan oleh Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) (Tabel 2). Dalam metode ini pertama-tama ditentukan parameter-parameter utama yang berpengaruh pada kegiatan budidaya KJA ikan kerapu, kemudian sesuai dengan perannya parameterparameter tersebut diberi bobot dan skor.
Bobot menunjukan kepentingan parameter
pada keberhasilan budidaya. Nilai yang diberikan adalah rentang 1 s/d 5. Semakin tinggi nilai, semakin penting peranannya.
Skor (s) dibagi dalam empat kategori yaitu
skor 4 (sangat layak) di mana nilai parameter tersebut sangat layak (optimum), skor 3
(sedang) di mana nilai parameter pada rentang yang masih dapat ditoleransi untuk hidup layak, skor 2 (rendah) dimana nilai parameter terletak pada rentang yang masih dapat ditolerasi (direkomendasikan) namun sudah mengganggu proses metabolisme, dan skor 1 (tidak layak) di mana nilai parameter berada diluar rentang yang direkomendasikan dan sudah mengganggu proses metabolisme.
Penentuan skor
didasarkan pada rentang nilai hasil pengukuran lapangan terhadap 8 (delapan) parameter utama seperti yang disajikan pada Tabel 2. kelayakan/kesesuaian setiap parameter
Untuk memperoleh nilai
maka nilai ”bobot” dikalikan dengan ”skor”
untuk masing-masing parameter pada setiap stasiun yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan lapang. Tabel 2
Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu Nilai skor dan Tingkat Kesesuaian dan Rentang nilai Parameter Hasil Pengukuran 4 3 2 1 (Tinggi) (Sedang) (Rendah) (Tidak Sesuai) (4) (5) (6) (7)
No
Parameter
Bobot
(1)
(2)
(3)
1
Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/ angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar
5
>10
7-9
4-6
<4
4
Sangat terlindung (<0,5 m)*
Terlindung (<0,5 m)*
Agak terbuka (>0,5 m)*
Terbuka (>0,5 m)*
-----
3 3
28 - 30 31 - 34
26 - 27 29 - 30
> 30/<24 < 25/>35
---------
3
Pasir berkarang
Berlumpur
-----
3
Pasir, karang berpasir 6 - 10
24 - 25 25 – 27/ 34 - 35 Pasir berlumpur
3-5
0-2
0
-----
3
7-8
6 – 7/>8
5-6
<5
-----
3
21 - 40
16 - 20
13 - 15
<12
-----
2
3 4 5 6 7 8
Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Kelayakan Parameter (8) (Bobot x Skor) -----
∑ Bobot x Skor
Keterangan : *) ketinggian gelombang
Hasil perkalian antara bobot dan skor dari setiap parameter
pada masing-
masing stasiun pengamatan kemudian dijumlahkan. Dari hasil penjumlahan tersebut tentukan jumlah nilai maksimal (∑ nilai maksimal ) dan jumlah nilai minimal (∑ nilai minimal ).
Untuk mendapatkan nilai kesesuaian pada setiap lokasi pengamatan,
selisih nilai maksimal dan minimal dibagi kedalam 4 kategori (klas) yaitu a) sesuai tinggi (S1), b) sesuai sedang (S2), c) sesuai rendah (S3), dan d), tidak sesuai (N), yang penentuannya terlebih dulu dilakukan perhitungan nilai selang klas kesesuaian dengan persamaan sebagai berikut : Selang Kelas Kesesuaian (X) = ∑ nilai maksimal - ∑ nilai minimal Banyak Klas Selanjutnya untuk menentukan tingkatan kesesuaian/kelayakan perairan bagi pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu yang terbagi 4 kategori (klas) dari kisaran total nilai (bobot x skor) pada setiap stasiun pengamatan dengan klas kesesuaian, dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Klas kesesuaian Kesesuaian tinggi (S1) nilainya berkisar antara = (∑ maks - X) s/d (∑ maks) Kesesuaian sedang (S2)nilai berkisar antara = (∑ maks -1-2X) s/d (∑ maks -1-X) Kesesuaian rendah (S3) nilai berkisar antara = (∑ maks -2-3X) s/d (∑ maks -2-2X) Tidak sesuai (N) nilai berkisar antara = < (∑ maks -3-3X) Untuk menganalisis secara spasial, titik-titik stasiun pengamatan terlebih dulu dilakukan interpolasi yang merupakan suatu metode pengelolaan data titik menjadi area (polygon). Dari hasil interpolasi masing-masing parameter kualitas perairan yang diperoleh, disusun dalam bentuk peta tematik. Luasan perairan yang layak/sesuai bagi pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung yang dihasilkan setelah seluruh data parameter utama pembobotan dalam bentuk peta tematik di overlay (tumpang susun). Kemudian
penentuan
luas
areal
perairan
yang
layak/sesuai
bagi
pengembangan budidaya KJA Ikan kerapu dilakukan dengan bantuan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) piranti lunak
ArcView versi 3.3 dan Surfer 8.0.
Diagram alir penyusunan tingkat kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung disajikan pada Gambar 5.
Potensi Sumberdaya Perairan untuk Pengembangan Budidaya Ikan di Teluk Tamiang
Data Primer (Biofisik Perairan)
Geografi Information System (GIS)
Data Sekunder (Peta rupa bumi)
Penyusunan Data Base • Atribut (data tabular) • Data Grafis Peta Tematik
Kriteria Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Laut Peta Tingkat Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu Gambar 5
Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu
3.3. Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung
Keramba jaring apung yang digunakan terbuat dari kayu ulin dan jaring nilon (D24) dengan mesh size 3,175 cm. Ukuran keramba yang digunakan adalah 3 x 3 x 2,5 m3 sebanyak 1 jaring diletakan dalam satu unit rakit (Gambar 6). Ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) yang digunakan sebagai hewan uji memiliki berat awal rata-rata 360 gr/ekor. Ikan uji tersebut diambil dari bibit alam sekitar perairan Teluk Tamiang dengan tingkat kepadatan 20 ekor/m3. Masa pemeliharaan + selama 6 bulan dan selama pemeliharaan diberi pakan berupa ikan rucah (segar). Jumlah pakan yang diberikan adalah 4% dari biomass ikan setiap hari yang terbagi dalam 3 kali pemberian pakan yaitu pada jam 07.00, 13.00 dan 18.00.
Jumlah pakan
disesuaikan setiap bulan sekali selama 6 bulan (180 hari). Untuk mengetahui total biomass dilakukan sampling menggunakan jaring serok.
Untuk mengetahui perubahan kualitas air akibat kegiatan budidaya ikan di sekitar lokasi budidaya dilakukan pengamatan kualitas air antara lain suhu, kecerahan, TSS, DO, salinitas, BOD. COD, Nitrit, Nitrat, dan Orthoposphat dengan frekuensi
pengamatan sebanyak 1 kali 1 bulan selama 6 bulan didalam kurungan karamba maupun lingkungan sekitarnya. Untuk parameter DO dan salinitas diukur secara ”insitu” yaitu di setiap stasiun pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x kedalaman laut) (International Association of the Physical of the ocean (IAPSO, 1936 didalam Hulagalung et al 1997). Sedangkan untuk parameter lainnya contoh air dimasukan kedalam botol sampel kemudian diawetkan dalam suhu dingin (es) pada kotak pendingin (cool box) dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.
Untuk mengetahui pertumbuhan ikan diukur setiap bulan sekali dengan cara menimbang sebanyak 25 ekor per keramba jaring apung dengan alat bantu timbangan OHAUS berketelitian 0,1 gr.
Untuk mengetahui sintasan, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (RKP), dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : Sintasan (%)= (jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian/jumlah ikan saat tebar) x 100% LPH (gr/hari)= (Wt-Wo)1/t, dimana Wt: bobot ikan pada akhir penelitian (gr); Wo: bobot ikan pada awal penelitian (gr); t (hari) dan RKP
= jumlah pakan yang diberikan/berat biomass ikan yang dihasilkan
3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya (Internal Loading) Untuk menduga jumlah limbah budidaya ikan kerapu (berupa feses maupu sisa pakan) yang terbuang dari keramba ke lingkungan perairan di bagian luar jaring dipasang jaring halus mesh size 20 mikron. Jaring halus tersebut dipasang di luar jaring apung (tempat pemeliharaan ikan). Perangkap tersebut diikatkan pada sebuah bingkai yang terbuat dari kayu ulin berbentuk segi empat yang berukuran 3,5 x 3,5 meter, dan bagian bawah perangkap dipasangi pemberat (Gambar 6).
Pengumpulan
limbah sisa pakan dan feses dilakukan setiap bulan sekali sebanyak 6 kali sampling ulangan (selama kegiatan budidaya). Untuk pengumpulan sisa pakan dilakukan 2 jam setelah pemberian pakan,
sedangkan untuk pengumpulan feses,
dipasang selama 24 jam sebelum koleksi feses.
jaring halus
Limbah yang terkumpul kemudian
dipisahkan antara feses dan sisa pakan. Baik feses maupun sisa pakan kemudian ditimbang dan selanjutnya dianalisa kadar proximat yang terdiri dari yaitu lemak kasar
(Ekstraksi Soxhlet), karbohidrat (Spektrofotometer), serat kasar (Fibretex), kadar abu (Muffle), kadar air (pengeringan oven), serta N dan P (Semi Micro Kjeldahl dan Olsen). Sebagai pembanding analisa proximat juga dilakukan terhadap ikan rucah (sebagai pakan segar) dan ikan kerapu pada akhir pemeliharaan.
Rakit Pelampung Bingkai Jaring Perangkap (3,5x3,5) Jaring Keramba (3x3x2,5) Perangkap feses & sisa Pakan (3,5x3,5x2,7) Pemberat (2-3 kg)
Gambar 6 Keramba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan
Pendugaan
total
bahan
organik
dihitung
berdasarkan
metode
yang
dikemukakan oleh Iwama (1991 didalam Barg, 1992) dengan mengacu pada total pakan yang tidak dikonsumsi dan jumlah feses, dengan persamaan sebagai berikut : O
= TU + TFW
O TU
= total output partikel bahan organik = total pakan yang tidak dimakan, yang diperoleh dengan persamaan : TU = TF x UW TF = total pakan yang diberikan UW = presentase pakan yang tidak dimakan (rasio total pakan yang dimakan terhadap total pakan yang diberikan). = total limbah feses, dihitung dengan persamaan : TFW = F x TE F = persentase feses (rasio total feses terhadap total pakan yang dimakan) TE = total pakan yang dimakan, diperoleh dengan persamaan :
TFW
TE TF TU
= TF – TU = total pakan yang diberikan = total pakan yang tidak dimakan
Pendugaan kuantifikasi limbah total N dan P (TN dan TP) didasarkan atas data kandungan N dan P dalam pakan ikan rucah, dan dalam karkas ikan kerapu (Baveridge, 1987, Barg, 1992).
Pendugaan total N dan P mengacu pada metode
Ackefors dan Enell (1990 didalam Barg, 1992), dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Persamaan untuk Loading N dan P adalah : Kg P = (A x Cdp) – (B x Cfp) Kg N = (A x Cdn) – (B x Cfn) Dimana : A B Cd Cf
= bobot basah pakan rucah yang digunakan (kg) = bobot basah kerapu yang diproduksi (kg) = kandungan phosphor (Cdp) dan nitrogen (Cdn) di pakan diekspresikan sebagai % bobot basah) = kandungan phosphor (Cfp) dan nitrogen (Cfn) dari karkas ikan, diekspresikan sebagai % bobot basah.
3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (Antropogenik) (Eksternal Loading) Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada di daratan mengacu pada metode Interactionin
the
yang
Coastal
Zone
dikembangkan (LOICZ)
oleh
Project
Land
(Malou
San
Ocean Diego-
McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm). Pendugaan kuantitatif limbah yang bersumber dari daratan (upland) berasal dari aktivitas (1) pemukiman, dan (2) peternakan, bertujuan untuk mengetahui besaran potensi kontribusi beban limbah organik (nitrogen dan phosphor) ke perairan teluk antara lain : (1) Aktivitas Pemukiman. Besaran limbah organik (Total N dan P) yang berasal dari pemukiman, dihitung dengan cara sensus
yaitu menghitung secara langsung
jumlah penduduk yang bermukim disekitar teluk.
Untuk mendapatkan besar
kontribusi limbah yang terdiri dari limbah padat (kg/hari) dan limbah cair (liter/hari), maka jumlah penduduk tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dari berbagai acuan antara lain dari 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997), dan 3) World Bank didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 3).
Tabel 3 Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman No. 1.
Jenis Aktivitas Aktivitas Pemukiman Limbah padat
2.
Sampah
3.
Deterjen
Koefisien Limbah 1,86 kg N/org/th 0,37 kg P/org/th 4 kg N/org/th 1 kg P/org/th 1 kg P/org/th
Sumber Acuan Sogreah (1974) Padilla et al (1997) World Bank (1993)
Catatan : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993) di dalam Diego- McGlone (2006).
(2)
Aktivitas Peternakan. Besaran volume limbah (Total N dan P) tersebut dihitung dengan menghitung secara langsung jumlah ternak yang berada atau dipelihara disekitar teluk.
Untuk mendapatkan besar kontribusi limbah yang terdiri dari
limbah padat (kg/hari), maka jumlah ternak tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dari berbagai acuan antara lain 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 4). Tabel 4 Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan No. 1.
Jenis Aktivitas Komoditas Peternakan Ternak Sapi
2.
Ternak Kambing
3.
Ternak Ayam
Koefisien Limbah 43,8 kg N/ekr/th 11,3 kg P/ekr/th 4 kg N/ekor/th 21,5 kP/ekor/th 0,3 kg N/ekor/th 0,7 kg P/ekor/th
Sumber Acuan WHO (1993) WHO (1993) Valiela et al (1997)
Catatan : 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)
Beban limbah yang berasal dari pemukiman dan peternakan diperoleh dari data perhitungan langsung dilapangan yang mengacu pada data sekunder statistik Desa/Kecamatan.. Pendugaan total nitrogen (TN) dan total fosfat (TP) dari limbah antropogenik dihitung dengan mengalikan antara tingkatn aktivitas dengan koefisien limbah (N dan P) (Tabel 5) dengan persamaan sebagai berikut : TN
= tingkatan aktivitas x koefisien limbah
TP
= tingkatan aktivitas x koefisien limbah
Tabel 5 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang Jenis Aktivitas Pemukiman 1. Limbah padat 2. Sampah 3. Deterjen Jumlah Peternakan 1. Sapi 2. Kambing 3. Ayam
Koefisien Limbah
1,86 kg N/org/th 0,37 kg P/org/th 4 kg N/org/th 1 kg P/org/th 1 kg P/org/th
43,8 kg N/ekr/th 11,3 kg P/ekr/th 4 kg N/ekor/th 21,5 kP/ekor/th 0,3 kg N/ekor/th 0,7 kg P/ekor/th
Tingkatan Aktivitas Jumlah Penduduk (orang)
Jumlah Ternak (ekor) yang dipelihara
Jumlah Jumlah Total
Total N (kg/th)
Total P (kg/th)
Ket.
…….. ……..
…….. ……..
……..
……..
-
-
…….. ……..
…….. ……..
……..
……..
-
-
1 2 3 3 3
4 4 4 4 5 5
Sumber Pustaka : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993); 4) WHO (1993); 5) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)
3.6. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung Dalam melakukan pendugaan daya dukung lingkungan dilakukan dalam 2 bentuk pendekatan antara lain (1) pendekatan yang mengacu pada loading total nitrogen (TN) dari sistem budidaya dan antropogenik yang terbuang ke lingkungan perairan dan (2) pendekatan yang mengacu pada kapasitas ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air dan bahan organik. Pendekatan (1) Mengacu kepada Loading Total Nitrogen (TN) Limbah buangan dari aktifitas budidaya mengakibatkan terjadinya pengkayaan nutrien (Hipernutrifikasi) di perairan teluk. Level hipernutrifikasi ditentukan oleh volume badan air, laju pembilasan (flushing rate) dan fluktuasi pasang surut (Gowen et al, (1989 didalam Barg, 1992), memberikan persamaan estimasi sebagai berikut : Ec
= N x F/V
dimana : Ec N F V
= Konsentrasi limbah/level hipernutrifikasi (mg/l) = output harian dari limbah nitrogen terlarut (limbah internal dan eksternal) = flushing time dari badan air (hari) = volume badan air (L)
Flushing time (F) yaitu waktu (jumlah hari) yang diperlukan limbah berdiam (tinggal) dalam badan air sehingga lingkungan perairan menjadi bersih. Penentuan Flushing time ditentukan dengan menggunakan formula : F = 1/D Laju pengeceran (dilution) D, dapat dihitung dengan metode
pergantian pasang
yaitu : D
= (Vh – Vl) / T x Vh
Dimana : (Vh – VI) adalah volume pergantian pasang Vh = volume air dalam badan air saat pasang tertinggi (m3) VI = volume air dalam badan air saat surut (m3) T = periode pasang dalam satuan hari Perhitungan Volume Badan Air Teluk diukur pada saat pasang tertinggi (MHWS (Mean High Water Spring), dan pada saat surut terendah MLWS (Mean Low Water Spring) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Vh
= A.h1 dan Vl
Dimana : A h1 dan h0 Vh V1 Vh – Vl
= = = = =
= A.h0
luas perairan teluk (m2) kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah Volume air pada saat pasang tertinggi Volume air pada saat surut terendah perubahan volume karena efek pasut.
Perhitungan selanjutnya adalah menghitung konsentrasi [Nlp] hasil pengkayaan nutrien ini dihubungkan dengan nilai nitrogen (Ammonia (NH3N) baku mutu perairan untuk budidaya (Kep-51/MENLH/2004) untuk mendapatkan nilai kapasitas optimal produksi budidaya (Prodopt) dengan pengertian bahwa nilai konsentrasi [Nlp] berasal dari limbah produksi ikan (per unit rakit KJA) dan antropogenik tidak melebihi baku mutu, maka produksi optimal dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut : (Prodopt) (ton) = [Nbm] dimana : [Nbm] = [N] baku mutu perairan untuk budidaya [Nlp] (0,3 – 1 ppm) selang konsentrasi Ammonia (NH3N) yang dipersyaratkan [Nlp] = Konsentrasi [N] limbah produksi ikan dan antropogenik hasil pengkayaan nutrien . Produksi optimal (Prodopt) adalah jumlah produksi ikan yang dapat dihasilkan oleh unit budidaya (unit rakit KJA) tanpa melampaui baku mutu perairan yang dipersyaratkan. Nilai pendugaan produksi optimal adalah perbandingan antara konsentrasi [N] baku
mutu dengan konsentrasi [N] limbah produksi. Bila diketahui output limbah N hasil produksi dalam 1unit KJA, maka akan dapat diketahui jumlah produksi ikan secara optimal. Pendekatan 2. Mengacu Kepada Ketersediaan Oksigen Terlarut dan Bahan Organik Penentuan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas ketersediaan kandungan oksigen terlarut dari badan air dan bahan organik, dengan mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Willoughby (1968 didalam Meade, 1989), dan Boyd (1990). Pergantian air akibat pasang surut akan menyediakan atau memasok oksigen terlarut sehingga konsumsi oksigen oleh organisme non budidaya tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa perairan pesisir dapat dibebani dengan sejumlah
ikan yang
menggunakan oksigen terlarut, di mana O2 dipasok baik yang berasal dari aliran air pasang surut maupun difusi dari udara. Tahap 1.
Menentukan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air adalah perbedaan antara konsentrasi
O2 terlarut didalam inflow (Oin) dan
konsentrasi O2 terlarut minimal yang dikehendaki dari sistem budidaya (Oout) yaitu 4 ppm (Boyd, 1990). Jika volume air teluk (Qo m3) diketahui, maka total oksigen yang tersedia dalam perairan (O2) selama 24 jam (1.440 menit/hari) adalah : = Qo m3 /min x 1.440 min/hari x (Oin – Oout)g O2 / m3 = A g m3/hari/1000 = B kg O2 Dimana : Qo = volume ar teluk (m3 ) Qin = kandungan oksigen terlarut didalam badan air (mg/l) Oout = kadar oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan (mg/l) 1.440= jumlah menit dalam satu hari Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan organik diketahui berdasarkan Willoughby (1968 didalam Meade, 1989) bahwa setiap 1 kg limbah organik memerlukan 0,2 kg O2 / limbah organik. Tahap 2.
Untuk pendugaan daya dukung yang diijinkan dengan mengacu bahwa untuk setiap kilogram limbah bahan organik membutuhkan 0,2 kg O2 sehingga dapat diduga kemampuan perairan untuk menampung limbah bahan organik maksimal yang diijinkan. Dengan demikian, beban limbah
bahan
organik
yang dapat ditampung tanpa melampaui daya dukung
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : B kg O2 0,2 kg O2 /kg limbah organik
= Ckg limbah bahan organik
Jika diketahui dalam 1 unit rakit KJA mengahasilkan limbah bahan organik = D kg limbah bahan organik, maka kapasitas daya dukung lingkungan perairan untuk budidaya kerapu adalah : = Unit rakit KJA
C kg limbah bahan organik D kg limbah bahan organik/1 unit KJA
3.7. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu di Laut Dalam membangun sistem pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung (carrying capacity) bagi pengembangan keramba jaring apung ikan kerapu di Teluk Tamiang, dilakukan pengembangan model guna mempresentasikan peubah komponen-komponen utama penyusun struktur pengelolaan kualitas lingkungan serta interaksi diantaranya.
Berdasarkan karakteristik perairan teluk yang kompleks dan
dinamis serta multidimensi, ditetapkan penggunaan model simbolik yang digunakan sebagai alat bantu dalam pemodelan sistem ini adalah Stella versi 7.02.
Blok
bangunan dasar (basic building block) dalam bahasa Stella versi 7.02 yang digunakan adalah meliputi stocks, flows, converter, connector, dan sink source. Permodelan dan simulasi pendugaan beban limbah N dan P dari sistem budidaya kerapu dalam keramba jaring apung dibangun dan dikembangkan berdasarkan pada data empiris sistem produksi budidaya yang ada, level aktivitas antropogenik dan karakteristik biofisik lingkungan perairan, serta hasil uji laboratorium. Pemodelan dan simulasi digunakan untuk pendekatan sistem dalam menentukan beban limbah, daya dukung, dan optimalisasi alokasi sumberdaya perikanan budidaya. Pemodelan sistem dibangun berdasarkan integrasi dari faktor-faktor dominan yang diperoleh dari analisis prospektif.
Dalam hal ini faktor-faktor dominan yang
diperoleh menjadi komponen utama sub-sub model dari model yang dibangun. Demikian pula skenario yang disusun berdasarkan pendekatan Analisis Prospektif akan disimulasikan secara kuantitatif berdasarkan model simbolik perangkat lunak Stella @
7.02. dengan demikian pemodelan sistem disini dilakukan dengan tahapan-tahapan antara lain penyusunan skenario, pembangunan model dan simulasi skenario. Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut sepenuhnya harus merupakan pendapat pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli (expert) mengenai pengelolaan lingkungan Teluk, khususnya Teluk Tamiang. kebutuhan pelaku dilakukan dengan menggunakan kuisioner. dengan menggunakan cara matriks.
Inventarisasi
Analisis dilakukan
Hasil analisis matriks ini ditunjukkan
dan
dipresentasikan dalam bentuk grafik dalam salib sumbu Kartesien (Bourgeois, 2002., Hartrisari, 2002). Berdasarkan hasil grafik dalam salib sumbu akan terpilih yang dikelompokan kedalam 4 kuadran, yaitu kuadran kiri atas sebagai kuadran I merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem dengan ketergantungan rendah terhadap keterkaitan faktor, sehingga akan digunakan sebagai input didalam sistem.
Kuadran kanan atas sebagai kuadran II merupakan kelompok faktor yang
memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem namun ketergantungan juga besar terhadap keterkaitan faktor, sehingga digunakan sebagai penghubung (stake) didalam sistem.
Keadaan sebaliknya ditunjukan oleh faktor pada kuadran kanan bawah
sebagai kuadran IV, yaitu kuadran yang memiliki pengaruh yang rendah pada kinerja sistem dan memiliki ketergantungan besar terhadap keterkaitan faktor, sehingga dikatakan sebagai output dari sistem. Pada kuadran kiri bawah sebagai kuadran III merupakan kelompok yang memberi pengaruh kecil terhadap kinerja sistem dan mempunyai tingkat ketergantungan kecil terhadap keterkaitan faktor, sehingga dikatakan sebagai variable authonomus unused. Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui kelayakan model yang telah dibangun, sehingga model dapat dianggap layak untuk digunakan. Proses evaluasi yang dilakukan melibatkan dua kategori (tahap) pengujian, yaitu pengujian struktur model dan pengujian perilaku model. Evaluasi struktur model merupakan pengujian apakah model tidak bertentangan dengan mekanisme yang terjadi didalam sistem nyata. Oleh karena itu evaluasi struktur berhubungan dengan informasi dan literatur mengenai mekanisme sistem nyata. Proses evaluasi struktur, meliputi uji kesesuaian struktur dan konsistensi dimensi (Sushil, 1993). Evaluasi perilaku model merupakan pengujian apakah model mampu membangkitkan perilaku yang mendekati sistem nyata. Proses pengujian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pemodelan dengan dunia nyata.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Teluk Tamiang Teluk Tamiang berada di pantai Barat Kalimantan Selatan, terletak pada posisi o
04 05' 00" Lintang Selatan dan 116o 05' 00" Bujur Timur dengan luas sekitar 2.289,8 Ha. Secara administratif, Teluk Tamiang masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Laut Barat, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan yang meliputi desa Gosong Panjang, desa Kampung Baru, desa Tanjung Sungkai, desa Tanjung Pelayar, desa Terusan Tengah dan desa Tanjung Kunyit dengan jumlah penduduk seluruhnya 9.158 jiwa. Di sekitar Teluk Tamiang terdapat jalan Kabupaten dan jaringan listrik yang sudah menjangkau sebagian besar wilayah sampai ke pelosok desa. Fasilitas Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) yang berada di desa Teluk Tamiang merupakan salah satu sarana pembenihan (hatchery) multi spesies ikan (ikan kerapu, bandeng, udang, lobster dsb) milik pemerintah untuk melayani kebutuhan benih regional Kalimantan Selatan. Keberadaan fasilitas pembenihan tersebut diharapkan dapat menunjang pengembangan budidaya ikan laut pada masa yang akan datang Sampai dengan tahun 2006 jumlah penduduk desa Teluk Tamiang sebanyak 1.402 jiwa
dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 4% pertahun, dimana
mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, pembudidaya ikan dan rumput laut sisanya bergerak disektor jasa, dan perdagangan (BPS Kabupaten Kotabaru, 2006). Berdasarkan kondisi saat ini, aktivitas
penduduk setempat yang dominan
disekitar desa Teluk Tamiang adalah sebagai nelayan kecil dengan menggunakan alat tangkap ikan lampara dasar, pembudidaya ikan dan rumput laut serta peternakan. Perkembangan pembudidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) hingga sekarang belum begitu pesat, namun melihat kondisi perairan, ketersediaan infrastruktur dan kemudahan pasokan sarana produksi serta pemasaran, maka perairan Teluk Tamiang merupakan kawasan yang potensial bagi pengembangan budidaya ikan laut sistem KJA dimasa yang akan datang.
4.2. Karakterisasi Topografi dan Ekosistem Perairan Teluk Tamiang 4.2.1. Karakterisasi Topografi Perairan Teluk Tamiang mempunyai luasan sebesar 2.289,8 Ha.
Karakteristik
topografi dasar teluk berbentuk datar (flat) namun memiliki dua buah cekungan beralur lebar ke arah mulut teluk.
Bentuk topografi demikian diduga memiliki dinamika
oseanografi yang unik dengan pola sirkulasi massa air yang lebih cepat dan dinamis. Hasil pengamatan kondisi kontur dasar perairan dengan menggunakan echosounder dan diproses dengan bantuan piranti lunak Surfer 8.0 untuk mendapatkan data kedalaman dan volume perairan (Gambar 7 s/d 10).
A
B
C2
C1
B
A= Wilayah daratan B= Wilayah lautan C= Wilayah perairan teluk
Gambar 7 Sebaran kedalaman perairan Teluk Tamiang
A
Color Scale
C2 C1 C2
C1
= cekungan 1 = cekungan 2
B Gambar 8. Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Barat
Color Scale
A C2 C2
C1 C2
= cekungan 1 = cekungan 2
C1 C1B
Gambar 9 Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Timur
Color Scale
A C2 C1
B
C1 C2
= cekungan 1 = cekungan 2
Keterangan : A = wilayah daratan; B = wilayah lautan Gambar 10 Kontur dasar perairan Teluk Tamiang Teluk Tamiang memiliki 2 (dua) buah cekungan yakni yang berada di mulut teluk dan tepi bagian dalam perairan teluk. Cekungan bagian dalam teluk mempunyai kedalaman antara 3 – 6 meter, sementara pada cekungan bagian luar dekat mulut teluk mempunyai kedalaman 7 – 14 meter. Cekungan bagian dalam teluk (C2) merupakan perangkap sedimen bahan organik dan anorganik yang mempunyai spesifikasi sirkulasi massa air dan kecepatan arus relatif lemah sehingga diduga berdampak pada
kecepatan penggelontoran sedimen dan bahan organik dan anorganik
yang
terperangkap. Lain halnya dengan cekungan yang berada dimuka mulut teluk (C1) mempunyai sirkulasi massa air dan kecepatan arus relatif lebih kuat sehingga resiko penumpukan sedimen relatif kecil karena proses pasang surut akan mampu menggelontorkan sedimen organik dan organik keluar dari perairan teluk menuju perairan Selat Makasar dan Laut Jawa. Hasil pengamatan di lapangan mengenai kondisi pasang surut perairan pesisir Teluk Tamiang menunjukkan pola pasang surut campuran. Dalam satu hari sering terjadi 1 dan 2 kali pasang (tipe pasut campuran dominasi semi diurnal/ Mixed, Mainly semi diurnal tide) yang mempengaruhi besaran nilai flushing time pada suatu perairan dengan kisaran 0 – 110 cm (Gambar 11 dan Tabel 6).
Bulan Baru
140
120
120
100
Tinggi Pasang (cm)
Tinggi Pasang (cm)
Pasang Purnama
100 80 60 40 20 0
80 60 40 20 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 2 3
4 5 6 7
Waktu Pengamatan (jam)
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu Pengamatan (jam)
Rataan Bulanan
Tinggi Pasang (cm)
120 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu Pengamatan (jam)
Gambar 11 Grafik kondisi pasang surut perairan Teluk Tamiang Tabel 6 Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Tamiang Karakteristik Tidal Level MHWS MSL MLWS
Level (cm)
Volume (m3)
Tidal range (cm)
55 0 -55
202.647.300 190.053.400 177.459.500
110
Keterangan : MHWS (Mean High Water Spring), paras laut tertinggi rata-rata saat spring tide MSL ( Mean Sea Level), paras laut rata-rata MLWS (Mean Low Water Spring), paras laut terendah rata-rata spring tide
Menurut Lee et al.
(2000) didalam Rachmansyah (2004), flusing time
didefinisikan sebagai rata-rata waktu tinggal suatu partikel di dalam badan air yang dicirikan oleh efektivitas perpindahan suatu limbah sehingga perairan menjadi bersih. Flushing time merupakan karakteristik yang penting untuk menentukan sensitivitas kerusakan suatu lokasi potensial akibat buangan limbah budidaya dan antropogenik serta merupakan elemen utama dalam penentuan konsentrasi limbah bahan organik dan kontaminan lainnya yang akan tersimpan di dalam badan air. Berdasarkan
data
hidrooseanografi
yang
didapatkan,
maka
dengan
mengembangkan rumus Gowen et al, (1989) didalam Barg, (1992) yang mengacu pada data pasang surut, volume dan luasan teluk, maka “Flushing time” Teluk Tamiang didapatkan adalah selama 4,2 hari dengan prosedur perhitungan sebagai berikut : Vh
= A.h1
Dimana : A h1 dan h0 Vh – V1 Vh V1 Vh – V1
dan V1 = A.h0 = luas perairan teluk (m2) = kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah = perubahan volume karena efek pasang surut = 202.647.300 m3 (Volume air pada saat pasang tertinggi) = 177.459.500 m3 (Volume air pada saat surut terendah) = 202.647.300 - 177.459.500 = 25.187.800 m3
Perhitungan dilution rate (D) : D = (Vh – Vi) / T x Vh Dimana : T = periode pasut, untuk perairan Teluk Tamiang adalah 12 jam / 0.5 hari Maka : D = 25.187.800 / 0.5 x 202.647.300 m3 = 0.24 / hari Perhitungan flushing time (F) : F = 1/D = 1/0.24 = 4.2 hari Wilayah yang dicirikan oleh tingginya flushing rate memiliki laju buangan limbah yang lebih tinggi dibandingkan wilayah dengan flushing rate yang rendah. Untuk menduga beberapa dampak budidaya pada suatu lokasi, maka nilai flushing rate merupakan referensi yang penting untuk digunakan dalam estimasi waktu tinggal dari suatu perairan yang menerima buangan limbah.
Dari hasil perhitungan nilai flushing
rate maka Teluk Tamiang termasuk memiliki flushing time relatif tinggi.
4.2.2. Karakterisasi Ekosistem Perairan 4.2.2.1. Ekosistem Mangrove Sebagian wilayah perairan Teluk Tamiang dikelilingi oleh hutan mangrove. Hutan mangrove tumbuh secara alami di pantai Teluk Tamiang. Hasil pengamatan lapangan dan perhitungan luas dari peta pemanfaatan lahan (landused) Kabupaten Kotabaru (desa Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat) tahun 2005 dengan bantuan program Arc View versi 3.3 maka didapatkan luas hutan mangrove adalah + 127,4 ha tersebar tumbuh sepanjang 13.5 km di pesisir pantai teluk Tamiang dengan ketebalan mangrove yang diukur dari garis pantai ke arah darat berkisar antara 100 400 meter yang didominasi oleh jenis hutan bakau dan api-api (Rhizophora sp dan Avicenia sp). Keberadaan hutan mangrove yang tumbuh di sekitar Teluk Tamiang relatif penting bagi keseimbangan ekosistem perairan teluk. Keberadaan mangrove selain berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi perairan teluk dalam penyedia stok ikan, juga dapat berfungsi sebagai pencuci dan perangkap sedimen dalam perairan teluk.
4.2.2.2. Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas yang terdapat di sebagian besar wilayah pesisir.
Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis terhadap
lingkungan perairan dan mempunyai keterkaitan dengan ekosistem lainnya seperti ekosistem lamun dan hutan mangrove. Keberadaan ekosistem tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik lingkungan perairan seperti suhu, salinitas, kecerahan dan kedalaman perairan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Tim Survey Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004 menunjukan bahwa kondisi kawasan terumbu karang di perairan Teluk Tamiang menunjukan beberapa jenis terumbu karang dapat berkembang relatif baik dan termasuk pada kategori tutupan karang yang cukup baik. Terumbu karang yang terdapat di perairan Teluk Tamiang merupakan tipe karang tepi ( fringing reef), di mana terumbu karang hidup berkembang sepanjang pantai dan pada mulut teluk.
Luas tutupan terumbu karang di perairan Teluk
Tamiang +115 ha didominasi jenis Acropora branching, Acropora tabulate, Acropora digitate, Acropora submassive, Heliopora, dan Gurgonians (Tim Survey DKP Kalimantan Selatan, 2004).
4.3. Karakterisasi Biologi Perairan 4.3.1. Phytoplankton dan Zooplankton 4.3.1.1 Komposisi jenis Fitoplankton Berdasarkan hasil identifikasi phytoplankton di perairan Teluk Tamiang yang diambil contoh airnya pada 10 stasiun, maka ditemukan 3 kelas fitoplankton yaitu Chyanophyta, Chlorophyta, dan Chrysophyta dengan 25 genera.
Kelimpahan jenis
dan jumlah plankton hasil pengamatan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei s/d Oktober dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 12. Tabel 7
Kelas dan genera fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang Kelas
Genera Aphanothece dan Polycytis Closteriopsis Campyloneis, Climacosphenia, Bidhulpia, Ceratium, Chaetoceros, Coscinusdiscus, Diploneis, Cyclotella, Diatoma, Distephanus, Epithemia, Eunotia, Pleurosigma, Gyrosigma, Hemiaulus, Eucampia, Nitszchia, Fragilaria, Thalassiosira, Rhizosolenia, Lauderia dan Thalassiotrix.
Cyanophyta Chlorophytta Chrysophyta
100% 80% 60% 40% 20%
63,9 86,9
74,5
85
83,4
79,1
1,7 34,4
0% Mei-06
7,7 2,3 10,8
17,8
7,4 7,6
6,7 9,9
5,7 15,2
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Chyanophyta
Chlorophyta
Chrysophyta
Gambar 12 Komposisi jenis fitoplankton pada setiap bulan pengamatan Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa penyusun genera fitoplankton yang diperoleh selama penelitian didapatkan komposisi jenis oleh kelas Chrysophyta (22 genera) berkisar antara 63.9 – 86.9 %, menyusul kelas Chyanophyta (2 genera) berkisar antara 7.6 – 34.4%, dan kelas Chlorophyta (1 genera) berkisar antara 1.7 – 7.7%.
Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Ray dan Rao (1964), bahwa Chrysophyta sering mendominasi suatu perairan pesisir laut, karena fitoplankton dari kelas ini mudah beradaptasi dengan lingkungannya, tahan terhadap kondisi yang ekstrim, dan mampu memanfaatkan nutrient dengan baik dibanding kelas fitoplankton yang lain seperti
Nitzchia sp (Kelas Chrysophyta), Chaetoceros sp (Kelas
Chrysophyta), dan Thalasstrix (Kelas Chrysophyta).
4.3.1.2 Kelimpahan Fitoplankton Dari hasil pengamatan dilapangan didapatkan nilai
kelimpahan fitoplankton
tertinggi diperoleh pada pengamatan bulan Oktober dengan nilai kelimpahan sebesar 10.522 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah diperoleh pada bulan Mei sebesar 783 sel/liter. Adapun nilai kelimpahan fitoplankton yang diperoleh pada pengamatan bulan Juni dan Juli berkisar antara 4.365 - 8.871 sel/liter dan 4.692 - 7.308 sel/liter. Nilai kelimpahan bulan Agustus dan September berkisar antara 3.956 - 7.556 sel/liter dan 4.953 - 8.603 sel/liter.
Stasiun 6 pada pengamatan bulan Oktober memiliki nilai
kelimpahan fitoplankton yang tertinggi dari seluruh stasiun pengamatan dengan nilai kelimpahan sebesar 1.052,2 sel/liter. Stasiun 2 pada pengamatan bulan Mei memiliki nilai kelimpahan fitoplankton yang terendah dengan nilai kelimpahan sebesar 783 sel/liter.
Dari hasil pengamatan dari mulai bulan Mei s/d Oktober
terlihat
kecenderungan nilai kelimpahan yang cenderung meningkat (Tabel 8). Tabel 8 Jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun pengamatan
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Jenis 25 19 22 20 18 16 18 19 21 22
Mei-06 Kelimpahan (sel/liter) 6254 783 859 2.271 2.527 4.090 3.535 3.186 7.932 5.159
Bulan Pengamatan Juni-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (sel/liter) 21 5.456 21 7.421 18 5.447 17 4.967 16 4.365 16 6.004 17 8.286 17 8.871 20 7.008 19 7.200
Juli-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (sel/liter) 21 6.189 22 6.281 21 5.986 24 5.525 18 7.308 17 7.990 20 4.692 22 5.221 19 6.478 18 6.290 dilanjutkan
lanjutan Tabel 8 Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Agustus-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (sel/liter) 17 5.058 18 5.181 15 3.956 19 4.908 22 6.567 20 6.403 20 4.809 20 6.853 18 7.024 20 7.556
Bulan Pengamatan September-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (sel/liter) 21 6.658 19 6.477 20 5.891 20 5.206 16 4.953 21 8.603 16 5.343 15 5.596 17 5.791 16 6.355
Oktober-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (sel/liter) 19 6.028 20 6.011 14 7.537 18 9.454 12 7.618 16 10.522 17 7.495 11 10.198 15 7.299 20 7.611
Adanya perbedaan nilai kelimpahan tersebut diduga disebabkan oleh faktor musim. Pada bulan Oktober curah hujan relatif lebih besar (musim barat) dibanding dengan bulan Mei. Pada musim hujan ketersediaan nutien lebih banyak yang mampu dimanfaatkan fitoplankton dengan baik. Keberadaan nutrien berbeda dengan musim kemarau (musim timur) mempunyai ketersediaan nutrien relatif lebih kecil sehingga kelimpahan fitoplankton menjadi rendah juga.
Komunitas fitoplankton memiliki
kelimpahan yang tinggi dalam periode pengamatan musim hujan karena konsentrasi nutrien lebih banyak, sebaliknya pada musim kemarau konsentrasi nutrien lebih kecil. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Goldman and Horne (1983) yang menyatakan
bahwa ada dua faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton dalam mencapai tingkat pertumbuhan maksimal yaitu temperatur, cahaya, dan nutrien. Nilai kelimpahan fitoplankton pada pengamatan bulan Juni menunjukan kisaran hasil yang lebih tinggi dan
merata.
Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 8
dengan nilai kelimpahan sebesar 8.871 sel/liter dan kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun 5 dengan nilai kelimpahan sebesar 4.365 sel/liter.
Adapun stasiun
lainnya memiliki kisaran nilai kelimpahan fitoplankton antara 4.967 – 8.286 sel/liter. Pengamatan bulan Juli menunjukan hasil yang cukup merata dengan nilai kelimpahan yang tidak jauh beda dengan pengamatan pada bulan Juni. Nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 6 dengan nilai 7.990 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 7 sebesar 4.692 sel/liter. Pada pengamatan bulan Agustus menunjukan kisaran hasil yang lebih rendah. Nilai
kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 10 dengan nilai kelimpahan sebesar
7.556 sel/liter dan kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun 3 dengan nilai kelimpahan sebesar 3.956 sel/liter.
Adapun stasiun lainnya memiliki kisaran nilai
kelimpahan fitoplankton antara 4.809 – 7.024 sel/liter.
Pengamatan bulan September
menunjukan hasil yang cukup merata dengan nilai kelimpahan yang tidak jauh beda dengan pengamatan pada bulan Agustus. Nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 6 dengan nilai 8.603 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 5 sebesar
4.953 sel/liter.
Adapun stasiun lainnya memiliki kisaran nilai
kelimpahan fitoplankton antara 5.206 – 6.658 sel/liter. Lain halnya pada pengamatan bulan Oktober menunjukan kisaran hasil yang lebih tinggi dan
merata bila dibandingkan dengan pengamatan bulan sebelumnya.
Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 6 dengan nilai kelimpahan sebesar 10.522 sel/liter dan kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun 2 dengan nilai kelimpahan sebesar 6.011 sel/liter.
Adapun stasiun lainnya memiliki kisaran nilai kelimpahan
fitoplankton antara 6.208 – 10.198 sel/liter (Lampiran 1). Namun hasil analisis varians (Levene’s test) nilai kelimpahan baik secara temporal dan spasial ternyata kelimpahan komunitas fitoplankton tidak berbeda nyata (α = 0.05), hasil analisis ini menunjukan bahwa kelimpahan komunitas fitoplankton dianggap sama disetiap bulan dan stasiun pengamatan (Lampiran 3). Menurut Nontji (1984) fitoplankton dengan kelimpahan tinggi umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau perairan pesisir dan lepas pantai dimana terjadi up-welling.
Di kedua lokasi ini terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara
datang dari daratan (run off) kelaut, sedangkan di daerah dimana terjadi up-welling yang mengangkat zat hara dari lapisan lebih dalam yang kaya zat hara ke arah permukaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Arinardi (1997) yang menyatakan bahwa fitoplankton umumnya lebih padat di perairan dekat pantai dan makin berkurang pada perairan yang kearah laut lepas. Selanjutnya Davis (1955), menyatakan bahwa penelitian tentang kandungan fitoplankton diberbagai perairan menunjukan adanya keragaman baik dalam jumlah maupun jenisnya baik antar wilayah perairan maupun inter perairan tertentu walaupun lokasinya relatif berdekatan dan berasal dari masa air yang sama, kondisi demikian disebabkan oleh bermacam faktor antara lain kondisi angin, arus, proses up welling, suhu perairan, salinitas, zat hara, kedalaman perairan dan proses pencampuran massa air. Terjadinya kecenderungan peningkatan tingkat kelimpahan di perairan tersebut mengindikasikan bahwa perairan Teluk Tamiang relatif subur.
4.3.1.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C) Fitoplankton Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota perairan terutama dalam hubungannya dengan kondisi suatu perairan.
Nilai keanekaragaman (H’), indeks
keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) fitoplankton perairan Teluk Tamiang dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
H’ 1,363 3,605 2,785 1,358 2,599 1,581 2,316 2,575 2,537 2,424
H’ 2,584 2,519 2,377 2,659 2,476 2,301 2,688 2,637 2,295 2,647
Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Fitoplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006
C 0,425 0,093 0,799 0,514 0,110 0,416 0,137 0,101 0,109 0,152
Bulan Pengamatan Juni-06 H’ E C 1,442 0,448 0,476 1,989 0,618 0,207 2,383 0,740 0,121 2,318 0,720 0,135 2,263 0,703 0,158 2,379 0,739 0,118 2,370 0,736 0,111 2,204 0,685 0,142 2,597 0,807 0,089 2,575 0,799 0,095
H’ 2,132 2,125 2,674 2,598 2,001 2,074 2,585 2,530 2,528 2,449
Agustus-06 E C 0,803 0,087 0,783 0,107 0,738 0,114 0,826 0,084 0,779 0,107 0,715 0,162 0,835 0,083 0,819 0,091 0,713 0,156 0,822 0,087
Bulan Pengamatan September-06 H’ E C 2,806 0,872 0,069 2,647 0,822 0,089 2,579 0,801 0,094 2,694 0,837 0,080 1,791 0,556 0,291 2,292 0,774 0,118 2,286 0,710 0,134 2,068 0,642 0,168 2,227 0,692 0,144 2,219 0,689 0,135
H’ 2,379 2,495 1,639 2,137 1,095 2,068 1,779 1,909 1,925 2,185
Mei-06 E 0,424 0,809 0,865 0,422 0,807 0,491 0,719 0,799 0,788 0,753
Juli-06 E 0,662 0,660 0,831 0,807 0,621 0,644 0,803 0,786 0,785 0,761
C 0,186 0,194 0,085 0,101 0,180 0,206 0,088 0,108 0,099 0,114
Oktober-06 E C 0,739 0,123 0,775 0,109 0,509 0,279 0,664 0,159 0,340 0,515 0,643 0,207 0,553 0,206 0,593 0,182 0,598 0,199 0,679 0,160
Indeks keanekaragaman (H’) yang diperoleh pada pengamatan dari bulan Mei sampai bulan Oktober memiliki kisaran antara 1.095 – 3.605. Dari Tabel 9
terlihat
bahwa stasiun 2 memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi dan stasiun 1 memiliki nilai indeks yang terendah pada pengamatan bulan Mei. Untuk indeks keseragaman (E) didapatkan nilai indeks berkisar antara 0.424 – 0.872.
Stasiun 1 pada bulan
September didapatkan nilai indeks keseragaman tertinggi yaitu 0.872 dan terendah didapatkan pada stasiun 5 sebesar 0,340 di bulan Oktober.
Nilai indeks dominansi
(C) yang didapatkan berkisar antara 0.069 – 0.799. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun 3 di bulan Mei sebesar 0.799 namun yang terendah didapatkan pada stasiun 1 di bulan September sebesar 0.069. Menurut Parson et al., (1984), indeks keanekaragaman antara 1.0 – 3.0 menunjukan suatu perairan cukup stabil dan bila nilai indeks lebih besar dari 3.0 (> 3.0) maka perairan stabil. Hasil yang didapatkan menunjukan nilai indeks keanekaragaman (H’) ) (Shannon-Wiener) fitoplankton perairan Teluk Tamiang berkisar antara 1,095 – 3,605 menunjukan ragam individu yang besar, dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut dalam kondisi stabil.
Selanjutnya menurut Odum (1971) jika indeks
keseragaman antara 0,5 – 1,0 atau lebih kecil dari 1 (<1) maka sebaran individu antara jenis relatif merata. Bila nilai indeks dominansi mendekati 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila nilai indeks dominansi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan. Nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,340 – 0,872, dan indeks dominansi berkisar antara 0,069 – 0,799. Indeks keseragaman berkisar antara 0,340 – 0,872 menunjukan bahwa struktur komunitas fitoplankton mempunyai keseragaman jenis dalam kisaran kecil sampai tinggi.
Semakin besar nilai indeks keseragaman
(mendekati 1) maka semakin besar pula keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu sama atau tidak ada kecenderungan terjadinya dominansi oleh satu jenis fitoplankton. Berdasarkan indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) plankton (phyto) maka dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Tamiang termasuk dalam tingkat keanekaragaman sedang dengan kategori daerah yang tidak tercemar dengan penyebaran individu pada masing-masing stasiun merata dan tidak ada jenis yang dominan sehingga termasuk perairan yang stabil. 4.3.1.4 Komposisi jenis dan Kelimpahan zooplankton Untuk jenis zooplankton didapatkan selama penelitian ditemukan 2 (dua) kelas yaitu Protozoa dan Aschelminthes yang meliputi 7 genera yaitu Protoperidium, Prorocentrum, Dinophysis, Acanthocystis, Eutinnus (Protozoa), Ecentrum, dan Ploesoma (Aschelminthes). Kelas zooplankton yang mendominasi adalah Protozoa. Nilai rata-rata kelimpahan zooplankton tertinggi diperoleh pada pengamatan bulan Mei dengan total nilai kelimpahan sebesar 262.3 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah diperoleh pada bulan Oktober sebesar 83.1 sel/liter. Adapun nilai kelimpahan
fitoplankton yang diperoleh pada pengamatan bulan Juni dan Juli sebesar 229.7 sel/liter dan 204,4 sel/liter. Nilai kelimpahan bulan Agustus dan September sebesar 224.8 sel/liter dan 98.9 sel/liter. Stasiun 6 pada pengamatan bulan Mei memiliki nilai kelimpahan zooplankton yang tertinggi dari seluruh stasiun pengamatan dengan nilai kelimpahan sebesar 1.171 sel/liter. Stasiun 2 pada pengamatan bulan Mei dan stasiun 3 pada bulan Agustus memiliki nilai kelimpahan yang terendah yakni sebesar 28 sel/liter. Nilai rata-rata kelimpahan zooplankton pada setiap bulan pengamatan (dari bulan Mei s/d Oktober) di masing-masing stasiun mempunyai nilai kelimpahan yang cenderung menurun.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan kondisi total nilai
kelimpahan fitoplankton yang cenderung meningkat dari bulan Mei hingga bulan Oktober. Kondisi ini diduga sebagai akibat dari tidak terjadinya proses pemangsaan (Grazing) oleh zooplankton terhadap fitoplankton sehingga kelimpahan fitoplankton menjadi tinggi dan kelimpahan zooplankton menjadi rendah. Pernyataan ini diperkuat oleh Basmi (1995) yang menyatakan bahwa pengelompokan densitas fitoplankton sering bergantian dengan gerombolan yang padat dari zooplankton.
Pergiliran
pergantian kelimpahan kedua organisme ini adalah akibat dari grazing dan perbedaan cepat laju reproduktif antar keduanya.
4.3.1.5 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C) Zooplankton Nilai indeks keanekaragaman (H’) zooplankton yang diperoleh pada masingmasing stasiun selama bulan Mei s/d Oktober 2006 menunjukan nilai indeks berkisar antara 0.942 – 1.916. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi didapatkan pada stasiun 4 pada bulan Juni sebesar 1,916 dan nilai indeks yang terendah didapatkan pada stasiun 3 di bulan Mei. Nilai indeks keanekaragaman pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober berkisar antara 1.389 - 1.876 (Tabel 10). Untuk nilai indeks keseragaman (E) yang didapatkan selama pengamatan berkisar antara 0.484 – 0.973. Nilai indeks keseragaman tersebut masih lebih kecil dari 1 (< 1) yang berarti sebaran individu merata dan perairan dalam kondisi stabil.
Nilai
indeks dominansi (C) zooplankton didapatkan nilai berkisar antara 0.151 – 0.557. Indeks dominansi tertinggi pada stasiun 3 di bulan Mei, sedangkan yang terendah pada stasiun 4 di bulan Juni (Tabel 10).
Tabel 10 Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
H’ 1,483 1,729 0,942 1,632 1,625 1,366 1,663 1,671 1,467 1,419
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
H’ 1,560 1,658 1,770 1,751 1,514 1,801 1,863 1,607 1,799 1,847
C 0,342 0,186 0,557 0,261 0,269 0,364 0,251 0,251 0,315 0,349
Bulan Pengamatan Juni-06 H’ E C 1,305 0,670 0,409 1,671 0,859 0,234 1,702 0,874 0,228 1,916 0,985 0,151 1,893 0,973 0,156 1,789 0,919 0,186 1,389 0,714 0,293 1,364 0,958 0,167 1,536 0,789 0,310 1,830 0,940 0,177
H’ 1,579 1,833 1,530 1,635 1,389 1,826 1,876 1,686 1,565 1,841
Agustus-06 E C 0,802 0,278 0,852 0,224 0,909 0,179 0,899 0,197 0,778 0,275 0,925 0,193 0,957 0,168 0,826 0,230 0,925 0,186 0,949 0,169
Bulan Pengamatan September-06 H’ E C 1,525 0,784 0,238 1,704 0,876 0,196 1,630 0,898 0,233 1,679 0,863 0,204 1,497 0,738 0,273 1,487 0,764 0,298 1,561 0,802 0,218 1,399 0,769 0,328 1,724 0,886 0,189 1,746 0,904 0,177
H’ 1,891 1,351 1,247 1,676 1,263 1,519 1,691 1,292 1,289 1,581
Mei-06 E 0,762 0,888 0,484 0,835 0,839 0,702 0,855 0,859 0,754 0,729
Juli-06 E 0,812 0,943 0,786 0,840 0,714 0,939 0,964 0,867 0,804 0,946
C 0,268 0,171 0,228 0,215 0,322 0,176 0,164 0,206 0,262 0,173
Oktober-06 E C 0,972 0,158 0,694 0,323 0,641 0,326 0,861 0,208 0,649 0,320 0,780 0,233 0,869 0,198 0,664 0,359 0,662 0,296 0,813 0,211
Berdasarkan indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (C) plankton (phyto dan zooplankton) maka dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Tamiang termasuk dalam dalam status perairan stabil pada kategori perairan yang tidak tercemar hingga tercemar ringan dengan sebaran individu yang merata.
4.3.2. Bentos 4.3.2.1 Kelimpahan Bentos Analisis bentos merupakan salah satu aspek biologi perairan untuk melengkapi analisis aspek fisik dan kimia perairan sebagai petunjuk terjadinya perubahan kualitas lingkungan atau indikasi terjadinya pencemaran pada suatu perairan. Sesuai dengan sifat organisme bentos yang hidupnya menetap di dasar perairan maka keragaan jenis dan jumlah bentos sering dijadikan indikator dan bahan sampel untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu
perairan maupun untuk
mengetahui jenis bahan pencemar (Price, 1979; Abel, 1989 didalam Tambaru, 2000). Selanjutnya Pearson et al (1983) didalam Rustam (2005) mengemukakan bahwa apabila dalam suatu lingkungan perairan terjadi penurunan keragaman secara tajam sampai hanya sebagian kecil saja populasi yang dominan, maka lingkungan tersebut telah mengalami tekanan akibat pencemaran dan populasi tersebut sebagai indikator pencemaran. Dari hasil pengamatan terhadap bentos pada masing-masing stasiun selama 6 bulan yakni dari bulan Mei s/d Oktober ditemukan 14 famili dan 43 spesies (Tabel 11). Tabel 11 Famili dan spesies bentos yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang Famili Olividae Epitoniidae Tellinidae Veneridae Arcidae Niticidae Dentalidae Ovulidae Eulimidae Lucinidae Cardiidae Buccinidae Concellariidae Mitridae
Spesies Oliva sp Epitonium Trifasciatum, Epitonium lamellose, Epitonium scalase Tellina sp Pitar manillae, Donsinia insularum, Gafrarium tumidum, Placamen chlorotica, Donax (latona) cuneatus, dan Dosinia insilarum Barbatia decussota, Barbatia candida, dan Achatina Fulicia Natica vitellus, Natica canrena Dentalium longtrorsium, Dentalium elephantium Phenacovolca angasi, Pholas orieantalis, Prionovula fruticum Arca sp Codakia sp Trachycardium sp, Laevicardium crassum, Vepricardium fimbiatum, dan Chicoreus (triplex) Pisania fascicullata, Cantharus fumosus, Placuna placenta, Batllaria Zonaks, Pisania crocata, dan Brunneus Cancellaria longitrorsum, Corbicula Javana, dan Cancellaria oblonga Imbricaria olivaefromis, Mitrapelliserpentis, Mitra avenacea, Mitra eremitarum, dan Imbricaria conularis
Pada Tabel 12 terlihat bahwa kelimpahan bentos pada pengamatan bulan Mei didapatkan nilai kelimpahan berkisar antara 74 - 12.811 indv/m2 atau rata-rata sebesar 1.755 indv/m2 dengan nilai kelimpahan tertinggi sebesar 12.811 indv/m2, namun nilai total kelimpahan terendah diperoleh pada bulan Juni sebesar 499.5 indv/m2. Adapun nilai kelimpahan bentos yang diperoleh pada pengamatan bulan Juli dan Agustus berkisar antara 136 - 2.736 indv/m2 atau rata-rata sebesar 523,7 indv/m2 dan 93 - 1.833 indv/m2 atau rata-rata sebesar 512.6 indv/m2.
Nilai rata-rata kelimpahan bulan
September dan Oktober sebesar 752.5 indv/m2 dan 694 indv/m2. Stasiun 10 pada pengamatan bulan Mei memiliki nilai kelimpahan bentos yang tertinggi dari seluruh stasiun pengamatan dengan nilai kelimpahan sebesar 12.811 indv/m2. Stasiun 1 pada pengamatan bulan Mei memiliki nilai kelimpahan bentos yang terendah dengan nilai kelimpahan sebesar 74 indv/m2 (Lampiran 2). Dari hasil analisis varians (Levene’s test) terhadap nilai kelimpahan baik secara spasial maupun temporal mempunyai nilai yang significan dalam artian nilai kelimpahan bentos yang didapatkan cukup berbeda nyata ((α = 0,05) (Lampiran 4). Tabel 12 Jumlah jenis dan kelimpahan bentos pada masing-masing stasiun pengamatan Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
74 3.254 136 167 200 297 107 209 295 12.811
Bulan Pengamatan Juni-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (indv/ m2) 35 267 10 544 20 141 18 135 23 247 20 178 19 253 23 178 21 246 21 2.806
Juli-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (indv/ m2) 27 318 15 270 11 375 15 136 12 193 14 388 14 213 15 216 18 392 15 2.736
Agustus-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (indv/m2) 24 572 18 520 11 93 11 112 19 446 13 157 17 477 15 233 13 683 13 1.833
Bulan Pengamatan September-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (indv/ m2) 23 254 14 1.329 16 157 12 348 17 303 16 292 21 677 14 259 20 924 13 2.982
Oktober-06 Jumlah Kelimpahan Jenis (indv/ m2) 19 164 13 1.499 26 255 22 356 17 252 18 266 21 376 16 161 20 410 13 3.201
Jumlah Jenis 20 7 26 20 12 17 19 17 13 12
Mei-06 Kelimpahan (indv/ m2)
4.3.2.2 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C) Bentos Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota perairan terutama dalam hubungannya dengan kondisi suatu perairan.
Nilai keanekaragaman (H’), indeks
keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) bentos di perairan Teluk Tamiang dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
H’ 3,513 2,093 3,969 3,961 3,111 3,554 3,401 2,751 3,381 2,578
H’ 3,424 3,164 3,349 3,251 3,479 3,388 3,190 3,936 2,037 2,856
C 0,156 0,314 0,098 0,078 0,147 0,108 0,132 0,218 0,110 0,198
Bulan Pengamatan Juni-06 H’ E C 4,678 2,864 0,061 2,471 1,513 0,252 3,662 2,242 0,131 3,833 2,347 0,082 4,282 2,622 0,058 4,002 2,450 0,075 3,604 2,206 0,130 4,252 2,603 0,062 4,101 2,510 0,066 3,102 1,899 0,148
H’ 4,154 3,159 1,886 3,251 2,864 2,505 2,867 2,771 2,823 2,745
Agustus-06 E C 2,481 0,208 2,520 0,152 3,216 0,104 3,122 0,124 2,721 0,132 3,041 0,114 2,593 0,158 2,497 0,236 1,829 0,469 2,563 0,176
Bulan Pengamatan September-06 H’ E C 4,176 3,067 0,069 2,353 2,053 0,292 3,527 2,929 0,113 3,914 2,960 0,084 3,726 3,028 0,089 3,623 3,008 0,104 2,161 1,634 0,464 2,864 2,498 0,184 2,981 2,291 0,261 3,088 2,772 0,128
H’ 3,926 2,417 4,288 3,764 3,679 3,751 3,753 2,966 3,912 3,048
Mei-06 E 2,700 2,477 2,805 3,045 2,883 2,889 2,660 2,236 3,036 2,388
Juli-06 E 2,902 2,686 1,811 3,251 2,864 2,505 2,867 2,771 2,823 2,745
C 0,085 0,147 0,438 0,082 0,151 0,199 0,139 0,169 0,115 0,126
Oktober-06 E C 3,071 0,080 2,169 0,243 3,031 0,066 2,804 0,106 2,989 0,100 2,988 0,093 2,838 0,044 2,463 0,203 3,007 0,078 2,737 0,137
Nilai indeks keanekaragaman (H) bentos selama pengamatan didapatkan nilai indeks berkisar antara 2.037 – 4.678.
nilai indeks keanekaragaman tertinggi
didapatkan pada stasiun 1 di bulan Juni, namun yang terendah didapatkan pada stasiun 9 di bulan Agustus. Nilai indeks keseragaman (E) bentos selama pengamatan didapatkan nilai indeks berkisar antara 1.513 – 3.251. Nilai indeks keseragaman (E) terendah ditemukan pada stasiun 2 di bulan Juni sedangkan indeks tertinggi ditemukan pada stasiun 4 di bulan Juli.
Untuk nilai indeks dominansi (C) bentos didapatkan nilai
indeks berkisar 0.044 – 0.469. Indeks dominansi terendah ditemukan pada stasiun 7 di bulan Oktober dan indeks dominansi tertinggi ditemukan pada stasiun 9 di bulan Agustus (Tabel 14).
Hasil analisis bentos pada masing-masing stasiun menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 2.037 – 4.678. Tambaru
Staub et al., (1992) didalam
(2000), memberikan 4 kategori atas status perairan berdasarkan indeks
keanekaragaman antara lain (1) indeks keanekaragaman berkisar antara 3.0 – 4.5 berarti perairan tercemar sangat ringan, (2) indeks keanekaragaman antara 2.0-3.0 perairan terindikasi tercemar ringan, (3) indeks keanekaragaman antara 1.0 – 2.0 perairan terindikasi tercemar sedang, dan (4) indeks keanekaragaman lebih kecil dari 1,0 (<1,0) maka perairan terindikasi tercemar berat (Tabel 20). Bila dilihat dari kisaran indeks keanekaragaman tersebut mengindikasikan bahwa perairan Teluk Tamiang berada pada kondisi tercemar sangat ringan. Dari hasil perhitungan indeks keseragaman (E) organisme bentos yang ditemukan adalah 1.513 – 3.251, indeks ini cukup besar menunjukan keseragaman yang besar artinya organisme bentos hidup merata dan seragam diseluruh perairan Teluk Tamiang sehingga termasuk perairan yang tidak tercemar.
Menurut Odum
(1971) bahwa semakin besar indeks keseragaman (E) menunjukan keseragaman jenis besar, dimana semakin tinggi nilai keseragaman berarti jumlah individu setiap spesies sama atau hampir sama, begitu juga sebaliknya semakin kecil indeks keseragaman (E) maka semakin kecil pula keseragaman jenis dalam suatu komunitas, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak sama.
Berikut pada Tabel 14
rekapitulasi indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi plankton dan bentos di perairan Teluk Tamiang.
Tabel 14
Rekapitulasi indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi plankton dan bentos perairan Teluk Tamiang Kisaran Nilai Indeks Hasil Analisis
Indeks
Sumber Acuan
Status Perairan
1.095 – 3.605
1.0 – 3.0
Parson et al., (1984)
Indeks Keseragaman
0.340 – 0.872
> 3.0 <1
Perairan stabil (ragam individu cukup besar) Perairan stabil (sebaran individu merata)
Indeks Dominansi
0.069 – 0.799
Mendekati 0 (< 1)
Odum (1971)
Perairan stabil (Tidak ada individu yang mendominasi)
Zooplankton Indeks Keanekaragaman
0.942 – 1.916
1.0 – 3.0
Parson et al., (1984)
Indeks Keseragaman
0.484 – 0.973
<1
Odum (1971)
Indeks Dominansi
0.151 – 0.557
Mendekati 0 (< 1)
Odum (1971)
Perairan stabil (ragam individu cukup besar) Perairan stabil (sebaran individu merata) Perairan stabil (Tidak ada individu yang mendominasi)
Bentos Indeks Keanekaragaman
2.037 – 4.678
3.0 – 4.5
Indeks Keseragaman
1.513 – 3.251
>1
Odum (1971)
Indeks Dominansi
0.044 – 0.469
Mendekati 0 (< 1)
Odum (1971)
Plankton Fitoplankton Indeks Keanekaragaman
Odum (1971)
Staub et al., (1992) didalam Tambaru (2000)
Perairan stabil (ragam individu cukup besar) Jumlah individu setiap spesies sama Perairan stabil (Tidak ada individu yang mendominasi)
Bila dilihat dari indeks dominansi bentos di perairan Teluk Tamiang tersebut memberikan indikasi bahwa tidak ada organisme yang mendominasi, hal ini ditunjukan dengan nilai indeks dominansi yang mendekati 0 yaitu berkisar antara 0.044 – 0.469. Menurut Odum (1971), bila indeks dominansi mendekati nilai 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila indeks dominansi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan. Dari indeks dominansi tersebut yang mendekati nilai 0, maka dapat dijelaskan bahwa organisme bentos di perairan Teluk Tamiang dalam keadaan stabil dan kondisi lingkungan relatif baik.
Mengacu pada rekapitulasi pada Tabel 15 diatas dalam menilai kondisi perairan Teluk Tamiang berdasarkan indeks keanekaragaman,indeks keseragaman dan indeks dominansi maka dapat disimpulkan secara umum bahwa kondisi perairan dalam keadaan stabil dan tidak tercemar.
4.3.3. Produktivitas Primer Produktivitas primer didefinisikan sebagai jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari
bahan anorganik dengan bantuan energi matahari, dapat dinyatakan dalam
gC/m3/hari. Produktivitas primer dibatasi oleh cahaya, nutrient (unsur hara), dan faktor hidrografi yaitu paduan semua faktor yang menggerakan massa air laut (arus, upwelling, dan difusi), struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton (Nybakken, 1992). Nilai produktivitas primer perairan pada dasarnya bergantung pada aktivitas fotosintesa yang dilakukan oleh fitoplankton, sehingga tinggi dan rendahnya nilai produktivitas primer mencerminkan kondisi kualitas lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton yang meliputi kondisi suhu, salinitas, cahaya matahari, pH, kekeruhan, konsentrasi nutrien, dan berbagai senyawa lainnya. Aspek dasar dari cahaya yang penting secara biologi adalah kuantitas dan kualitas. Kedua karakter ini berfluktuasi di laut, bergantung kepada waktu, ruang, kondisi cuaca, penyebaran sudut datang termasuk arah perubahan maksimum dan tingkat difusi dan polarisasi (Parson et al.
1984).
Makin dalam penetrasi cahaya
kedalam perairan menyebabkan semakin besar daerah dimana proses fotosintesis dapat berlangsung, sehingga kandungan oksigen terlarut masih tinggi pada lapisan air yang lebih dalam (Ruttner 1973 didalam Tambaru, 2007). Hasil
pengukuran
produktivitas
primer
pada
masing-masing
stasiun
pengamatan di lokasi penelitian setiap bulan pengamatan dari bulan Mei sampai Oktober 2006 berkisar antara 0.16 gC/m3/hari – 0.18 gC/m3/hari. Nilai produktivitas pada masing-masing stasiun pengamatan tidak mempunyai perbedaan yang besar bahkan cenderung seragam (Tabel 15). Hasil analisis varians (Levene’s test) nilai produktivitas primer baik secara temporal dan spasial ternyata tidak berbeda nyata ((α = 0.05),
hasil analisis ini menunjukan bahwa produktivitas primer dianggap sama
disetiap bulan dan stasiun pengamatan.
Tabel 15 Nilai Produktitivitas primer (gC/m3/hari) perairan Teluk Tamiang Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mei-06
Juni-06
0.16 0.23 0.16 0.22 0.14 0.15 0.22 0.13 0.21 0.15
0.16 0.25 0.23 0.18 0.17 0.15 0.20 0.21 0.16 0.13
Juli06 0.14 0.16 0.19 0.13 0.14 0.12 0.17 0.21 0.17 0.16
Bulan Pengamatan AgustusSeptember06 06 0.16 0.14 0.14 0.23 0.12 0.21 0.16 0.16 0.13 0.12 0.14 0.15 0.15 0.20 0.17 0.22 0.19 0.17 0.20 0.15
Oktober-06 0.16 0.16 0.16 0.21 0.23 0.17 0.14 0.14 0.20 0.18
Menurut Duxbury et al (1999), berdasarkan nilai produktivitas primer tingkat kesuburan perairan terbagi dalam 4 klasifikasi, antara lain : (1) nilai produktivitas primer lebih kecil dari 0.10 gC/m3/hari (< 0.10) diklasifikasikan kesuburan rendah (Oligotrophic); (2) nilai produktivitas primer kisaran antara 0.10 – 0.20 gC/m3/hari diklasifikasikan kesuburan sedang (Mesotrophic); (3) nilai produktivitas primer kisaran antara 0.20 – 0.30 gC/m3/hari diklasifikasikan kesuburan tinggi (Eutrophic); dan (4) nilai produktivitas primer kisaran > 0.30 gC/m3/hari diklasifikasikan kesuburan sangat tinggi (Hypertrophic). Berdasarkan besaran nilai produktivitas primer tersebut, maka perairan Teluk Tamiang termasuk dalam klasifikasi perairan yang mempunyai produktiviitas primer perairan dengan tingkat kesuburan sedang (Mesotrophic).
4.4. Karakterisasi Fisika Kimia Perairan Teluk Tamiang Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi penelitian meliputi sifat fisika dan kimia perairan antara lain suhu, kedalaman, kecerahan dan padatan tersuspensi, kecepatan arus dan gelombang, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), BOD5, COD, Nitrit, Nitrat, Ammonia, dan Orthophosphat dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.4.1. Suhu Hasil pengukuran suhu perairan selama penelitian diperoleh kisaran suhu ratarata harian antara 27.0 – 31.0oC. Sedangkan suhu rata-rata antar stasiun pengamatan berkisar antara 27.7 – 29.2oC. Hasil pengukuran menunjukan variasi yang relatif kecil meskipun terjadi perbedaan waktu pengambilan sampel yang berkaitan dengan
intensitas cahaya matahari dan kondisi cuaca. Kondisi suhu perairan yang relatif stabil ini cukup mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan pada kegiatan budidaya ikan dalam keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang. Nybakken (1992), menyatakan bahwa sesuai dengan sifat air, dalam jumlah yang besar memiliki kisaran fluktuasi suhu yang relatif kecil dan tidak melebihi batas toleransi organisme. Sebaran data hasil pengukuran suhu antar stasiun pengamatan, tidak menunjukan kondisi yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan (suhu ekstrim).
Nilai suhu pada seluruh stasiun pengamatan tidak berbeda jauh sehingga
masih tergolong normal dan dapat ditolerir oleh biota perairan.
4.4.2. Kedalaman Kedalaman perairan di lokasi penelitian yang terukur pada setiap stasiun pengamatan saat pasang berkisar antara 5,6 meter (Stasiun 10 ) sampai 14 meter (Stasiun 2). Pada saat kondisi surut maka kedalaman perairan pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 4.5 meter sampai 12.9 meter. Kedalaman perairan suatu teluk untuk pengembangan budidaya keramba jaring apung menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. perairan untuk
Sunyoto (1993), menyatakan bahwa kedalaman
kegiatan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu disyaratkan
berkisar antara 7 – 15 meter. Bila mengacu pada persyaratan kedalaman tersebut maka perairan Teluk Tamiang sudah memenuhi persyaratan untuk dijadikan areal pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu.
4.4.3. Kecerahan dan Padatan Tersuspensi (TSS) Kecerahan dan padatan tersuspensi (TSS) merupakan parameter-parameter yang saling berkaitan satu sama lain. Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi berbanding terbalik dengan tingkat kecerahan. Kedua parameter tersebut mempunyai peranan penting dalam produktivitas perairan sehubungan dengan proses fotosintesis dan respirasi biota perairan, serta kualitas perairan. Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Hasil pengukuran kecerahan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang pada setiap stasiun pengamatan berkisar
antara 3,5 meter (Stasiun 10) – 9 meter (Stasiun 2). Nilai rata-rata kecerahan untuk setiap stasiun berkisar antara 4.3 meter (Stasiun 10) – 8.6 meter (Stasiun 2). Berdasarkan kriteria baku mutu Kep-51/MENLH/2004 bagi budidaya perikanan (biota laut), nilai kecerahan terukur melebihi baku mutu yang diinginkan (> 5 m), sehingga nilai tingkat kecerahan yang diperoleh selama penelitian masih cukup baik untuk budidaya KJA ikan kerapu. Hasil pengukuran nilai padatan tersuspensi (TSS) yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 4.77 – 24.55 mg/l dan rata-rata berkisar antara 4.95 – 24.54 mg/liter. Apabila dibandingkan dengan kriteria baku mutu Kep-51/MENLH/2004, untuk keperluan perikanan, nilai terukur selama penelitian masih berada dibawah nilai yang direkomendasikan yaitu kurang dari 25 mg/l (< 25 mg/l).
4.4.4. Kecepatan, Arah Arus dan Gelombang Di perairan pantai terutama di teluk-teluk atau selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut dan pada umumnya arus yang terjadi akibat dari pasang surut sangat kecil (Nontji, 1993.). Kecepatan arus di lokasi penelitian pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0.11– 0.40 m/detik, sedangkan rata-rata berkisar antara 0.12– 0.37 m/detik yang diukur pada kedalaman 1 meter dari permukaan air. Menurut Velvin (1999), bahwa kecepatan arus terbagi ke dalam 4 katagori, yaitu kecepatan arus sangat rendah ( < 0.03 m/detik), kecepatan arus rendah (antara 0.04 s/d 0.06 m/detik), kecepatan arus sedang (antara 0.07 s/d 0.10 m/detik) dan kecepatan arus tinggi (0.10 – 0.25 m/detik) (Tabel 16) Tabel 16 Kriteria Kecepatan arus perairan teluk untuk budidaya ikan (Velvin, 1999) Kisaran Kecepatan Arus < 0,03 m/detik 04 s/d 0,06 m/detik 0.07 s/d 0.10 m/detik 0.10 – 0.25 m/detik
Kategori Kecepatan Arus Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Secara umum kecepatan arus di daerah penelitian tergolong tinggi karena perairannya relatif terbuka.
Kecapatan arus pada saat pasang lebih cepat dari
kecepatan arus pada saat surut. Kecepatan arus pada saat pasang berkisar antara 0.20 – 0.40 m/detik dengan arah masuk kedalam teluk Sedangkan kecepatan arus pada saat surut berkisar antara 0.15 – 0.17 m/detik dengan arah luar teluk. Ahmad et
al., (1991) dan Akbar et al., (2002), memberikan batasan kisaran nilai kecepatan arus untuk budidaya ikan kerapu berkisar antara 0.23 – 0.50 m/detik, sehingga sudah memenuhi persyaratan untuk pengembangan budidaya ikan dalam keramba jaring apung.
Arus yang terjadi di perairan Teluk Tamiang umumnya disebabkan oleh
gerakan pasang surut dan angin yang bertiup dipermukaan perairan. Selanjutnya Akbar et al., (2002), menyatakan bahwa kecepatan arus air lebih dari 0.50 m/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran. Arus yang terlalu kuat dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya, arus air yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring.
Hal ini akan
berpengaruh pada ketersediaan oksigen terlarut dan akan memperlemah kondisi ikan yang akhirnya akan mudah terserang berbagai penyakit. Gelombang yang terjadi dilaut umumnya disebabkan oleh hembusan angin. Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh kuat dan lemahnya hembusan angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin. Ketinggian gelombang perairan selama masa penelitian rata-rata kurang dari 0.3 m (< 0.3 m), namun pada bulan Agustus dapat mencapai 0.6 meter terjadi pada bagian muara atau tubir Teluk Tamiang. Dari kondisi kecepatan arus dan ketinggian gelombang pada perairan Teluk Tamiang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perairan teluk tersebut masih dalam kondisi yang cukup baik untuk dijadikan lokasi pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung.
4.4.5. Salinitas Hasil pengukuran salinitas selama penelitian rata-rata berkisar antara 25.9 – 34 yang diukur dari bulan Mei sampai bulan Oktober yakni berada pada pertengahan musim kemarau dan awal musim hujan, namun tidak menunjukkan variasi yang besar antar stasiun.
Rata-rata salinitas tertinggi (34) terjadi pada stasiun 1 dan 2 namun
salinitas terendah (25.9) terjadi pada stasiun 9 dan 10.
Secara umum salinitas
perairan lokasi studi cukup tinggi karena perairan Teluk Tamiang merupakan perairan relatif terbuka berhubungan langsung dengan laut Jawa dan selat Makasar namun tidak terjadi fluktuasi salinitas yang cukup tinggi. Akbar dan Sudaryanto (2002), menyatakan bahwa umumnya ikan kerapu sangat menyenangi air laut yang mempunyai nilai salinitas antara 30 – 33. Salinitas pada daerah penelitian berada dalam batas kisaran yang baik untuk pengembangan budidaya ika kerapu dalam keramba jaring apung.
4.4.6. Derajat Keasaman (pH) Air Kondisi perairan dengan pH netral sampai sedikit basa ideal untuk kehidupan ikan air laut.
Suatu perairan yang ber-pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas
pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Ikan kerapu akan baik pertumbuhannya bila dipelihara pada perairan dengan pH berkisar antara 8,0 sampai 8,2 (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Nilai pH yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 7.15 – 8.35 sedangkan rata-ratanya berkisar antara 7.73 – 8.24 (Gambar 18). menggambarkan
bahwa
perairan
tersebut
cenderung
bersifat
Nilai ini
alkalis.
Jika
dibandingkan dengan baku mutu pH perairan laut berdasarkan Kep-51/MENLH/2004, nilai pH yang terukur masih berada dalam kisaran yang diinginkan yaitu 6.5 – 8.5, maka dapat dikatakan bahwa pH perairan Teluk Tamiang masih cukup baik bagi kehidupan biota perairan.
4.4.7. Oksigen Terlarut (O2) Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi bergantung pada keadaan suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kelarutan oksigen didalam air berkurang
dengan
semakin
meningkatnya
suhu,
ketinggian/altitude
dengan
berkurangnya tekanan atmosfer (Jeffries dan Mills, 1996 di dalam Effendi, 2003). Menurut Connel and Miller (1995), pencemaran dari limbah organik juga dapat menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam perairan. Lee et al. (1978), mengatakan bahwa kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan dan terbagi dalam empat kategori, yaitu : Kadar oksigen terlarut antara 1) > 6.5 (mg/l) kotegori tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan;
2) kadar oksigen terlarut antara 4.5 – 6.4 termasuk kategori tercemar ringan;
3) kadar oksigen terlarut antara 2.0 – 4.4 termasuk kategori tercemar sedang; dan 4) dan kadar oksigen terlarut lebih kecil dari 2.0 (< 2.0) termasuk dalam kategori tercemar berat (Tabel 17).
Tabel 17 Kriteria pencemaran perairan berdasarkan nilai DO (Lee et al., 1978) Kisaran konsentrasi DO > 6.5 (mg/l) 4.5 – 6.4 mg/l 2.0 – 4.4 mg/l < 2.0 mg/l
Status Perairan Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat
Hasil pengukuran selama penelitian menunjukan kisaran oksigen terlarut antara 5.5 – 8.2, dengan nilai rata-rata setiap stasiun pengamatan antara 5.8 – 7.7mg/liter yang diukur pada jam 07.00, 12.000, dan 17.00. Berdasarkan kondisi oksigen terlarut yang terukur selama penelitian dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Tamiang termasuk dalam kategori perairan yang tidak tercemar sehingga
masih relatif baik
untuk bagi kehidupan biota akuatik dan pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung. 4.4.8. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD5) Secara tidak lagsung, BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell (1991) didalam Effendi (2003). Selanjutnya menurut Boyd (1990), BOD5 didefenisikan sebagai jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi bakteri aerob dalam botol yang diinkubasi pada suhu sekitar 20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan diuraikan secara biologik dengan melibatkan bakteri melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al. (1978) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya terbagi dalam empat tingkatan kategori antara lain : nilai BOD5 kurang dari 2,9 mg/lt (<2.9) kategori tidak tercemar; nilai BOD5 antara 3.0 – 5.0 mg/lt kategori tercemar ringan; nilai BOD5 antara 5.1 – 14.9 mg/lt kategori tercemar sedang; dan nilai BOD5 lebih besar atau sama dengan 15 mg/lt (> 15) termasuk kategori tercemar berat (Tabel 18).
Tabel 18 Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978) Kisaran Nilai BOD5 Kurang dari 2.9 mg/lt (<2.9 mg/l) 3.0 – 5.0 mg/lt 5.1 – 14.9 mg/lt Lebih besar atau sama dengan 15 mg/lt (> 15 mg/l)
Status Perairan Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat
Hasil pengukuran BOD5 selama penelitian berkisar antara 10.55 – 15.85 mg/lt, sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 12.63 – 15.49 mg/lt. Derajat pencemaran berdasarkan nilai BOD5 dengan kisaran antara 5.32 – 15.65 mg/liter diartikan bahwa perairan Teluk tamiang berada dalam kondisi tercemar sedang. Jika mengacu pada baku mutu Kep-51/MENLH/2004 (<25 mg/liter) untuk keperluan perikanan, kisaran nilai BOD5 yang terukur pada saat penelitian masih dalam keadaan baik dan belum melewati nilai ambang batas yaitu masih lebih kecil dari 25 mg/liter.
4.4.9. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) Keberadaan bahan organik berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan aktivitas peternakan.
Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat mencapai lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (UNESCO/WHO/UNEP (1992) didalam Effendi (2003). Hasil pengukuran COD selama penelitian berkisar antara 20,55 mg/liter (stasiun 1) – 77.98
mg/liter (stasiun 10).
Sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 24.21 mg/liter (stasiun 1) – 72.38 mg/liter (stasiun 10). Jika dibandingakn dengan baku mutu Kep-51/MENLH/2004
untuk keperluan
perikanan, kisaran nilai COD yang terukur pada saat penelitian masih dalam keadaan baik dan belum melewati nilai ambang batas maksimal yaitu lebih kecil dari 80 mg/liter artinya perairan Teluk Tamiang belum mengalami pencemaran.
4.4.10. Nitrit Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara ammonia dan nitrat (pada proses nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (pada proses denitrifikasi).
Denitrifikasi berlangsung pada kondisi anaerob. Pada proses denitrifikasi, gas N2 yang dapat terlepas dilepaskan dari dalam air ke udara. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut rendah (Effendi, 2003). Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0.06 mg/liter (Canadian Council of Resources and Environment Minister, 1987 didalam Effendi, 2003).
Kadar nitrit yang melebihi dari 0,05 mg/liter dapat bersifat
toksik bagi organisme perairan yang sensitif. Hasil pengukuran nitrit selama penelitian berkisar antara 0.002 – 0.045 mg/lt. Sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0,002 – 0,025 mg/liter, maka dapat diartikan bahwa nilai nitrit pada perairan Teluk Tamiang masih dalam batas yang cukup aman bagi biota laut.
4.4.11. Nitrat Nitrit (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003).
Nitrat nitrogen mudah larut
Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. Hasil pengukuran nitrat selama penelitian berkisar antara 0.015 – 0.635 mg/lt, sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0.061 – 0.443 mg/liter. Bila suatu perairan menunjukan kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter (> 5 mg/liter), maka perairan tersebut telah terjadi pencemaran antropogenik
yang berasal dari
aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0.2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming).
Pada
perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung
pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mg/liter.(Davis dan Cornwell, 1991 didalam Effendi, 2003). Kandungan nitrat yang terdapat dalam suatu perairan, dapat dikelompokan berdasarkan tingkat kesuburan, yakni perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 – 5 mg/liter, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat berkisar antara 5 – 50 mg/liter (Volenweider, 1969 dan Wetzel, 1975 didalam Effendi, 2003). Hal ini berarti bahwa nilai nitrat pada perairan Teluk Tamiang masih dalam batas yang cukup aman bagi biota laut meskipun mengarah terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan tetapi tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik .
4.4.12. Ammonia (NH3N) Kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter (McNeely et al., 1979 didalam Effendi, 2003). Kadar amonia yang tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, dan limpasan (run-off) pupuk pertanian dan peternakan. Hasil pengukuran ammonia selama penelitian berkisar antara 0.022 – 0.238 mg/lt, sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0.031 – 0.149 mg/liter. Hal ini berarti bahwa nilai ammonia pada perairan Teluk Tamiang masih dalam batas yang cukup aman bagi biota laut dan tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik serta mengindikasikan belum terjadinya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, dan peternakan.
4.4.13. Ortophosphat Berdasarkan kadar ortophosphat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu ; perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortophosphat 0.003 – 0.01 mg/liter; perairan mesotrofik memiliki kadar ortofosfat 0.011 – 0.03 mg/liter ; dan perairan eutrofik memiliki kadar ortophosphat 0.031 – 0.1 mg/liter (Vollenweider dalam Wetzel, 1975 didalam Effendi, 2003.
Hasil pengukuran ortophosphat selama penelitian berkisar
antara 0.026 – 0.234 mg/lt, sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0,043 – 0,145 mg/liter. Hal ini berarti bahwa nilai fosfor pada perairan Teluk Tamiang termasuk dalam perairan mesotrophyc dengan tingkat kesuburan sedang.
Rangkuman hasil analisis parameter kualitas perairan yang meliputi aspek biologi, fisika dan kimia perairan sebagai indikator kualitas perairan untuk menyatakan status dan tingkat pencemaran dan kesuburan perairan Teluk Tamiang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Rangkuman penilaian kondisi parameter biologi dan fisika-kimia perairan yang diperoleh selama penelitian di Teluk Tamiang. Baku Mutu Perairan Untuk Biota Laut Dipersyaratkan Keterangan
Paramater Kisaran Rata-rata Biologi Perairan Plankton Fitoplankton Perairan Stabil - Indeks Keanekaragman 1.09 – 3.65 1.0-3.0*) , >3,0 (Tidak - Indeks Keseragaman 0.34 – 0.87 tercemar/ringan) - Indeks Dominasi 0.07 – 0.79 Zooplankton - Indeks Keanekaragaman 0.94 – 1.92 1.0 – 3.0*), >3.0 Perairan Stabil - Indeks Keseragaman 0.48 – 0.97 (Tidak tercemar/ - Indeks Dominasi 0.15 – 0.56 ringan) Bentos - Indeks Keanekaragaman 2.04 – 4.68 3.0 – 4.5*) Tercemar - Indeks Keseragaman 1.51 – 3.25 sangat ringan - Indeks Dominasi 0.04 – 0.47 0.15 – 0.19 0.16 – 0.18 0.10 – 0.20****) Kesuburan Produktivitas Primer 3 Sedang (gC/m /hari) Fisika Perairan 25.7 – 30.4 27.8 – 29.2 26 – 32***) Memenuhi Suhu air (oC) Kedalaman (m) 6 – 14 4.9 – 12.5 7 – 15***) Memenuhi Kecerahan (m) 4 – 10 5 – 8,5 > 5**) Memenuhi Kekeruhan (NTU) 0.72 – 2.82 1.63 – 2.10 < 5**) Memenuhi Padatan Tersuspensi 4.76 – 37.45 12.18 – 24.35 < 25**) Memenuhi (TSS) (mg/l) Kecepatan Arus 0.20 – 0.40 0.15 – 0.40 0.20 – 0.50***) Memenuhi (m/detik) Substrat dasar Pasir karang Pasir karang Pasir karang***) Memenuhi Gelombang (m) 0 – 0.6 0.2 – 0.4 < 0.6***) Memenuhi Kimia Perairan Salinitas (ppt) 32.5 – 36.0 34.0 – 35.5 31.0 – 34.0***) Memenuhi Derajat Keasaman (pH) 7.80 – 8.54 7.87 – 8.04 7.0 – 8.5**) Memenuhi Oksigen Terlarut (DO) 5.30 – 8.23 5.64 – 8.02 > 5**) Memenuhi (mg/l) 5.32 – 15.65 5.63 – 13.78 < 25**) Memenuhi BOD5 (mg/l) COD (mg/l) 18.76 – 77.94 24.67 – 68.45 < 40 – 80**) Memenuhi Nitrit (mg/l) 0.002 – 0.045 0.002 – 0.025 Nihil**) Memenuhi Nitrat (mg/l) 0.094 – 0.659 0.117 – 0.576 Memenuhi 0.024 – 0.198 0.042 – 0.192 < 0.3 – 1**) Memenuhi Ammonia total (NH3-N) (mg/l) Orthophosphat (mg/l) 0.026 – 0.234 0.043 – 0.145 Memenuhi Keterangan : *) Parson et al (1984); Staub et al., (1992) didalam Tambaru (2000) **) Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan (Biota laut) menurut Kep-51/MENLH/2004, ***) Juknis Budidaya Ikan Kerapu dalam KJA (Ditjenkanbud DKP, 2004) ****) Duxbury et al., (1999)
4.5.
Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan Penentuan luas perairan yang sesuai bagi pengembangan budidaya KJA
dilakukan dengan aplikasi perangkat Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan operasi tumpang susun (overlay) dari masing-masing
peta tematik yang ditentukan.
Hasil
overlay peta-peta tematik tersebut beserta dengan kriteria kelayakan/kesesuaian dari Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) atau dikenal dengan analisa kelayakan/kesesuaian dengan pembobotan (scooring method) akan menghasilkan lokasi potensial untuk budidaya kerapu sistem KJA beserta dengan tingkatan kelayakan/kesesuaiannya.
Berikut kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk
budidaya KJA Ikan Kerapu disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu No. 1 2
Parameter-Parameter
3 4
Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil)
5
Substrat Dasar
6 7 8
s1 (Kesesuaian Tinggi) >10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
s2 (Kesesuaian Sedang) 7-9 Terlindung (<0,5 m)*
s3 (Kesesuaian Rendah) 4-6 Agak terbuka (>0,5 m)*
N (Tidak Sesuai) <4 Terbuka (>0,5 m)*
29 - 30 31 - 34
27 - 28 29 - 30
> 30/<25 < 25/>35
Pasir, karang berpasir 6 - 10 7-8 21 - 40
Pasir berkarang 3-5 6 – 7/>8 16 - 21
25 - 26 25 – 27/33 35 Pasir berlumpur 0-2 5-6 13 - 15
Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Keterangan : *) ketinggian gelombang Sumber acuan : Tiensongrusmee et al (1986) didalam Sunyoto (1993)
Berlumpur 0 <5 <12
Hasil penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan Kerapu disajikan pada Tabel 21, 22, 23 dan Lampiran 7) berikut :
Tabel 21 Sistem penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan Kerapu. Nilai skor dan Tingkat Kesesuaian dan Rentang nilai Parameter Hasil Pengukuran 4 3 2 1 (Tinggi) (Sedang) (Rendah) (Tidak Sesuai) (4) (5) (6) (7)
No
Parameter
Bobot
(1)
(2)
(3)
1
Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/ angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar
5
>10
7-9
4-6
<4
4
Sangat terlindung (<0,5 m)*
Terlindung (<0,5 m)*
Agak terbuka (>0,5 m)*
Terbuka (>0,5 m)*
-----
3 3
28 - 30 31 - 34
26 - 27 29 - 30
> 30/<24 < 25/>35
---------
3
Pasir berkarang
Berlumpur
-----
Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
3
Pasir, karang berpasir 6 - 10
24 - 25 25 – 27/ 34 - 35 Pasir berlumpur
3-5
0-2
0
-----
3
7-8
6 – 7/>8
5-6
<5
-----
3
21 - 40
16 - 20
13 - 15
<12
-----
2
3 4 5 6 7 8
Nilai Kelayakan Parameter (8) (Bobot x Skor) -----
∑ Bobot x Skor
Keterangan : *) ketinggian gelombang
Tabel 22 Rekapitulasi rata-rata nilai parameter kualitas lingkungan hasil pengamatan untuk budidaya ikan kerapu pada setiap stasiun. Parameter Kedalaman (meter) Ketinggian Gelombang (m) o Suhu ( C) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut (ppm) Kecepatan Arus (cm/dt)
1 10,0
2 14,0
0.42 28 33,5 PK 7,7 7,0 39
0.45 27,8 34 PK 8,6 7,7 37
Stasiun dan Nilai Parameter Pengamatan 3 4 5 6 7 8 10,5 7,1 6,9 6,7 4,6 4,6 0.40 28 34 PK 8,1 6,1 32
Keterangan : PK : Pasir Karang; PB : Pasir Berlumpur
0.42 28,8 32 PB 6,1 6,9 34
0.31 27,8 33 PB 5,9 6,8 33
0.30 28,2 33 PB 5,7 6,5 34
0.25 29 29,8 PB 4,4 6,5 22
0.28 29,1 28,9 PB 4,4 6,6 24
9 4,6
10 4,5
0.21 29,1 27,5 PB 4,5 6,2 19
0.19 29,2 25,9 PB 4,3 5,8 12
Tabel 23 Rekapitulasi nilai perkalian bobot dan skor pada setiap stasiun pengamatan (10 stasiun) Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Hasil
analisis
1 20 16
2 20 16
3 20 16
Stasiun Pengamatan 4 5 6 7 20 20 20 10 16 16 16 16
8 10 16
9 10 16
10 10 16
12 12 12 12 12 12 105
12 12 12 12 12 12 108
12 12 9 12 9 12 105
12 12 9 12 9 12 102
12 9 6 9 9 12 83
12 9 6 9 9 9 80
12 9 6 9 6 6 74
tingkat
12 12 9 9 9 12 99
kelayakan/kesesuaian
12 12 9 9 9 12 99
lahan
12 9 6 9 9 12 83
perairan
tersebut
menunjukkan posisi lahan-lahan perairan potensial untuk budidaya kerapu di perairan Teluk Tamiang dengan tingkat kelayakan/kesesuaian yang berbeda-beda. Tingkat kelayakan/kesesuaian yang berbeda ini disebabkan nilai parameter-parameter lingkungan yang digunakan dalam melakukan analisis overlay tidaklah sama sesuai gambaran atau nilai yang didapat saat pengambilan data, sehingga dengan batasan perhitungan evaluasi kelayakan/kesesuaian yang dipakai akan terdapat beberapa tingkat kelayakan/kesesuaian dapat menggambarkan kemampuan lahan perairan di dalam mendukung kegiatan pengembangan budidaya KJA ikan kerapu.
Karakteristik
masing-masing perairan berdasarkan kondisi kelayakan/kesesuaiannya antara lain : (1) Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian tinggi (S1) perairan yang tidak mempunyai pembatas yang besar untuk dikelola atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan meningkatkan masukan yang telah biasa diberikan; (2)
Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian sedang (S2) adalah perairan yang mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan;
(3)
Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian rendah (S3) adalah perairan yang mempunyai pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi
produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan; (4)
Kondisi perairan tidak sesuai (N) adalah perairan yang mempunyai pembatas yang lebih besar tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat
dimanfaatkan untuk pengelolaan yang lestari dalam jangka panjang (FAO, 1976 didalam Hardjowigeno et al., 2001). Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian tinggi (S1) merupakan kondisi
perairan
yang
ideal
dan
produktif
dibanding
kondisi
tingkat
kelayakan/kesesuaian yang lain dengan asumsi bahwa sistem budidaya yang diterapkan sama. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai selang klas 8.5 dengan kisaran total nilai pada masing-masing tingkat kelayakan/kesesuaian sebagai berikut : (1) tingkat kelayakan/kesesuaian tinggi (S1) dengan 108;
mempunyai rentang total nilai dari 99.5 sampai
(2) tingkat kelayakan/kesesuaian sedang (S2) mempunyai rentang total
nilai dari 90,9 sampai dengan 99.4; (3) Tingkat kelayakan/kesesuaian rendah (S3) mempunyai rentang total nilai 82.3 sampai dengan 90.8; dan (4) tidak sesuai (N) mempunyai rentang total nilai < 82.2. Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 23, maka posisi tingkat kelayakan/kesesuaian dari setiap stasiun disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Tingkat kelayakan/kesesuaian perairan setiap stasiun pengamatan Stasiun Pengamatan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8 Stasiun 9 Stasiun 10
S1 * * * *
Tingkat Kelayakan/Kesesuaian S2 S3
N
* * * * * *
Hasil perhitungan tingkat kelayakan/kesesuaian dari 10 stasiun pengamatan, masing-masing
stasiun
pengamatan
berada
kelayakan/kesesuaian yang berbeda-beda. kelayakan/kesesuaian
tinggi
kelayakan/kesesuaian
sedang
(S1), (S2),
pada
dengan
tingkat
Stasiun 1 s/d 4 berada pada tingkat
stasiun stasiun
5 7
s/d dan
kelayakan/kesesuaian rendah (S3), stasiun 9 dan 10 layak/sesuai (N).
lokasi 6 8
berada
pada
tingkat
berada
pada
tingkat
berada pada kondisi tidak
Selanjutnya untuk mendapatkan luasan perairan yang sesuai dengan kriteria kelayakan/kesesuaian, maka dilakukan proses analisis dengan bantuan piranti lunak program Arc View versi 3.3 dengan dua cara, antara lain : 1. Dari polygon yang ada setelah proses interpolasi dan tumpang susun (overlay) masing-masing peta tematik (Gambar 14), selanjutnya dilakukan klasifikasi data tabular untuk menghitung luasan (m2) dengan rumus yaitu : pilih [shape] dan klik return area. Kemudian untuk menghitung keliling (m) dengan rumus yaitu : pilih [shape] dan klik return length. 2. Dengan menggunakan ekstensi Arc View versi 3.3 yaitu dengan memilih (klik) ex tools, kemudian klik update area, parimeter, hectare, dan length,
kemudian pilih
file (data tabular) yang akan dicari luasannya. Dari hasil analisis secara spasial didapatkan luasan perairan Teluk Tamiang berdasarkan 4 (empat) tingkatan kelayakan/kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 13 s/d 15 berikut : Tabel 25 Luas perairan Teluk Tamiang potensial untuk budidaya KJA Ikan Kerapu Keterangan Areal Kelayakan/Kesesuaian Tinggi (S1) Kelayakan/Kesesuaian Sedang (S2) Kelayakan/Kesesuaian Rendah (S3) Tidak Layak/Sesuai (N) Total
Luas (m2) 3.851.000 9.975.000 3.046.700 6.025.300 22.898.000
Prosentase (%) 16,8 43,6 13,3 26,3 100,0
Kecerahan
Salinitas
Substrat Dasar
Kecepatan Arus
Kedalaman
Oksigen Terlarut (DO)
Suhu
Ketinggian Gelombang
Gambar 13 Peta tematik kondisi fisik perairan Teluk Tamiang
Gambar 14 Peta kelayakan/kesesuaian perairan untuk pengambangan budidaya KJA Ikan Kerapu
Kesesuaian Tinggi (385,1 Ha) 17%
Kesesuaian Sedang (997,5 Ha) 44%
Tidak Sesuai (602,59 Ha) 26% Kesesuaian Rendah (304,67 Ha) 13%
Gambar 15 Diagram perbandingan tingkat kelayakan/kesesuaian areal budidaya KJA Ikan Kerapu di perairan Teluk Tamiang
4.6. Keragaan Budidaya Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis) dalam Keramba Jaring Apung Pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA berlangsung selama 6 bulan (180 hari) dalam keramba jaring apung (KJA) yang berukuran 3 x 3 x 2,5 m, jumlah ikan yang ditebar sebanyak 450 ekor dengan tingkat kepadatan 20 ekor/m3. Selama masa pemeliharaan terjadi pertambahan bobot biomassa ikan dari 162 kg/KJA menjadi 237,6 kg/KJA dengan rata-rata pertambahan berat harian sebesar 0,96 gr/hari atau besar 28,8 gr/bulan, rasio konversi pakan (RKP) sebesar 5,9 dan sintasan mencapai 100% dengan jumlah pakan sebanyak 1.406,3 kg (Tabel 26). Bila dibandingkan dari hasil penelitian Tatam Sutarmat et al (2003) rasio konversi pakan (food convertion ratio) pada penelitian ini relatif lebih tinggi dan pertumbuhan harian lebih besar yaitu dengan laju pertumbuhan sebesar 0,80 gr/hari dengan RKP sebesar 5,85. Tabel 26 Hasil pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA selama 180 hari Komponen Jumlah ikan (ekor/KJA) Bobot (gr/ekor) Biomass (kg/KJA) Sintasan (%) Pakan % BW Jumlah pakan (kg) Pertmbuhan harian LPH (gr/hari) RKP
0 450 360 162 100 4 0.96 5.9
30 450 393 176.9 100 4 194.4 1.1
Pemeliharaan hari ke 60 90 120 450 450 450 423 450 477 190.4 202.5 214.3 100 100 100 4 4 4 212.3 228.5 242.5 1.0 0.9 0.9
150 450 504 226.8 100 4 257.0 0.9
180 450 528 237.6 100 271.6 0.96
Dari perbandingan keragaan pertumbuhan ikan kerapu diatas, maka nampak bahwa pertumbuhan ikan kerapu pada penelitian ini cukup baik. Pertumbuhan ikan yang dipelihara dalam keramba jaring apung dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik (Chua dan Teng, 1979 didalam Tatam Sutarmat et el., 2003). Diantara faktor-faktor tersebut mutu dan jenis pakan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan produksi, konversi pakan, dan sintasan. Ikan kerapu adalah jenis ikan karnivora yang memerlukan pakan dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Kebutuhan protein ikan kerapu bebek adalah 54.2% (Giri et al., 1999). Kandungan protein dalam pakan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ikan.
Pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran/umur, kualitas protein, kandungan energi pakan, keseimbangan gizi, dan tingkat pemberian pakan (Furnichi, 1988).
4.7. Pendugaaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari kegiatan Budidaya (Internal Loading) Dari hasil kegiatan pemeliharaan ikan kerapu selama 180 hari dengan padat tebar ikan sebanyak 20 ekor m-3 (450 ekor/keramba) dengan berat awal ikan rata-rata 360 gr/ekor yang dipelihara dalam 1 unit keramba menghasilkan produksi ikan 0.238 ton ikan (237.6 kg) membutuhkan jumlah pakan sebanyak 1.405.3 kg dengan rasio konversi pakan (RKP) 5.9. Berdasarkan hasil sampling sisa pakan dan feses ikan kerapu, diperoleh ratarata pakan yang tidak dimakan (sisa pakan) yaitu sebesar 18% (253,1 kg) dari total pakan yang diberikan (1.406.3 kg), sedangkan jumlah feses yang dihasilkan sebesar 39.4% (454.4 kg). Sehingga total limbah yang masuk ke perairan Teluk Tamiang yang berasal dari kegiatan budidaya ikan selama 180 hari sebesar 707.5 (50.3%) (Tabel 27, Lampiran 8). Tabel 27 Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Parameter yang dianalisa Rasio Konversi Pakan (FCR) Kandungan N Pakan (%) Kandungan P Pakan (%) Bobot awal ikan (gr/ekor) Bobot akhir ikan (gr/ekor) Jumlah pakan yang dibutuhkan (kg) Jumlah pakan yang terbuang (18%) Kebutuhan N untuk memproduksi ikan (kg/ton ikan) Kebutuhan P untuk memproduksi ikan (kg/ton ikan) Kecernaan N Pakan (%) Kecernaan P Pakan (%) Retensi N (%) Retensi P (%) Jumlah feses yang dihasilkan oleh 1 ton ikan (39,4%)
Nilai 5.9 12.6 2,6 360 528 1.406.3 253.1 145.4 29.9 81.0 57.5 26.1 23.8 454.4 kg/ton ikan
Untuk memproduksi 237,6 kg ikan dibutuhkan sebanyak 1.406.3 kg pakan rucah (FCR 5.9).
Hasil analisis proximat didapatkan kandungan N pakan ikan rucah
sebanyak 177.2 kg dan 36.6 kg P.
Dari total pakan yang diberikan didapatkan
sebagai pakan yang tidak termakan (uneatenfood) sebanyak 253.1 kg (18%) dengan jumlah N sebanyak 31.9 kg dan 6.6 kg P. Sedangkan jumlah pakan yang dimakan (eaten food) sebanyak 1.153.7 kg (82%), dengan N sebanyak 145.4 kg dan 29.9 kg P, yang terbuang melalui feses sebanyak 454.4 kg (39.4%) dengan N sebanyak 27.6 kg
(15.6%) dan P sebanyak 12.7 kg (34.8%), sedangkan dibuang melalui ekskresi (urine) dan panas sebanyak 114.7 kg N dan 13.1 kg P (35.9%) serta yang tersimpan dalam daging sebanyak 30.7 kg N (17.3%) dan 4.1 kg P (11.2%).
Maka beban limbah yang
masuk ke perairan (loading) adalah sebesar 174.2 kg N dan 32.4 kg P. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707.5 kg (50.3%) dari total pakan sebanyak 1.406.3 kg (Tabel 28 dan 29). Tabel 28
Nilai Hasil Pendugaan Kuantifikasi Total N dan P dari pakan yang diberikan Parameter
Pakan yang diberikan Pakan yang dimakan (eaten food) Pakan yang terbuang (uneaten food) Feses Retensi Ekskresi (terlarut) Total limbah
Jumlah (kg) 1.406.3(100%) 1.153.7 (82%)
N (kg/ton ikan) 177.2 (100%) 145.4 (82.1%)
P (kg/ton ikan) 36.6 (100%) 29.9(81.9%)
253.1(18%)
31.9 (18.0%)
6.6 (18.1%)
454.4 (39,4%) 707.5 (50,3%)
27.6 (15.6%) 30,7 (17.3%) 114.7 (64.7%) 174.2 (98.3%)
12,7 (34.8%) 4.1 (11.2%) 13.1 (35.9%) 32.4 (88.8%)
Tabel 29 Alur pemanfaatan N dan P pakan oleh ikan kerapu bebek Pakan Segar/Rucah Per 237.9 kg Ikan Produksi 177.2 kg N (12.6%) 36.5 kgP (2.6%)
Retensi 30.7 kgN (17.3%) 4.1 kg P (11.2%)
Feses 27.6 kgN (15.6%) 12.7 kg P (34.8%)
Ekskresi 114.7 kg N (64.7%) 13.1 kg P (35.9%)
Uneaten food 31.9 kg N (18.0%) 6.6 kg P (18.1%)
Beban limbah 174.2kgN (98.3%) 32.4 kg P (88.8)
Dari hasil estimasi besaran limbah bahan organik yang dihasilkan yaitu sebesar 707.5 kg /ton ikan produksi atau sebesar 50.3% dari total pakan segar/rucah yang digunakan, lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan dengan pakan komersil yaitu hanya sebanyak 30% dari pakan menjadi limbah bahan organik (McDonald et al., 1996).
Persentase nilai tersebut menunjukkan adanya perbedaan besarnya limbah
yang masuk ke dalam perairan dari dua jenis pakan yaitu pakan rucah dan pakan komersil (pellet). Hasil penelitian Usman et al., (2002), terhadap ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) mendapatkan total N dan P mencapai 138,4 kgN/ton produksi atau 81,89% dari total N pakan dan 29,6 kgP/ton produksi atau 87,83% dari total P pakan. Beban
limbah dari pakan komersil mengandung N sebesar mencapai 7.68% N dan kandungan P pakan 1.53% P dengan konversi pakan 3,2.
Bila dibandingkan dengan hasil
penelitian ini dengan menggunakan pakan segar/rucah yang mengadung 12.6% N dan 2.6% P dan konversi pakan 5.8, maka terlihat perbedaan dimana penggunaan pakan segar/rucah menghasilkan beban limbah N dan P yang lebih besar.
Adanya
perbedaan ini diduga disebabkan oleh kandungan protein yang berbeda antara jenis pakan komersil dengan pakan rucah/segar.
Hasil penelitian Tatam Sutarmat et al.,
(2003), menyatakan bahwa dari hasil uji proximat pakan ikan segar/rucah mempunya kadar protein sebesar 58.64%, sedangkan pakan komersil hanya 44.7%.
Namun bila
dilihat dari keseimbangan unsur-unsur nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral) maka pakan komersil memiliki nilai nutrisi terbaik karena ditambahkan mineral dan vitamin campuran, sedangkan pada pakan ikan segar/rucah walaupun memiliki nilai protein dan energi cukup tinggi tetapi ditinjau dari keseimbangan nilai nutrisi adalah kurang seimbang, karena kecukupan vitamin dan mineral dalam ransum sangat mempengauhi metabolisme tubuh. Bila
diperbandingkan
antara
performance
pakan
komersil
dan
pakan
alami/rucah terhadap pertumbuhan ikan terlihat tidak ada perbedaan, namun dampak terhadap lingkungan dari limbah pakan yang terbuang ke perairan cukup berbeda, hal ini terlihat dari efisiensi pakan. Pakan komersil mempunyai efisiensi pakan sebesar 65.29%, sedangkan pakan alami/rucah mempunyai efisiensi 17.96% sehingga pakan rucah diduga lebih memberikan dampak negatif lebih besar terhadap lingkungan dari pada pakan komersil (Tatam Sutarmat et el, 2003).
4.8.
Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (Eksternal Loading) Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada didaratan
mengacu pada metode
yang
dikembangkan
McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm).
Hasil
Coastal
Zone
(Malou
Ocean Diego-
the
Project
Land San
Interactionin
(LOICZ)
oleh
identifikasi jenis dan tingkatan aktivitas serta pendugaan beban limbah antropogenik disekitar Teluk Tamiang terdiri dari kegiatan rumah tangga dan peternakan diuraikan pada Tabel 30 berikut.
Tabel 30 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang Jenis Aktivitas Rumah tangga 1. Limbah padat 2. Sampah 3. deterjen Jumlah Peternakan 1. Sapi 2. Kambing 3. Ayam Jumlah Jumlah Total
Koefisien Limbah 1.86 kg N/org/th 0.37 kg P/org/th 4 kg N/org/th 1 kg P/org/th 1 kg P/org/th
43.8 kg N/ekr/th 11.3 kg P/ekr/th 4 kg N/ekor/th 21.5 kP/ekor/th 0.3 kg N/ekor/th 0.7 kg P/ekor/th
Tingkatan Aktivitas
Total N (kg/th)
Total P (kg/th)
Ket.
205 orang
12 ekor 12 ekor 18 ekor 18 ekor 65 ekor 65 ekor
381.3
75,9
820
205 205
1.201.3
485.9
525.6 135.6 72 387 19.5 617.1 1.818.4
45.5 568.1 1.054
1 2 3 3 3
4 4 4 4 5 5
Sumber Pustaka : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993); 4) WHO (1993); 5) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)
Hasil analisis menunjukan bahwa aktivitas yang berkontribusi besar adalah kegiatan peternakan dan rumah tangga. Jumlah penduduk yang berdomisili di sekitar Teluk Tamiang meliputi 7 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 9.158 jiwa, namun yang bermukim dan beraktivitas di sekitar teluk berjumlah + 205 jiwa. Dari hasil perhitungan pendugaan didapatkan data bahwa jumlah total N (kg/tahun) sebesar 1.818,4 dan total P (kg/tahun) sebesar 1.054. Total N sebagian besar bersumber dari limbah rumah tangga sebesar 1.201.3 kg N/tahun (66,1%), sedangkan limbah dari peternakan hanya sebesar 617.1 kg N/tahun (33,9%). Total P sebagian besar juga bersumber dari peternakan yakni sebesar 568,1 kg P /th (53,8%), sedangkan rumah tangga hanya sebesar 485.9 kg/th (46,1%). Berdasarkan asumsi bahwa hanya 25% dari limbah antropogenik yang masuk ke perairan teluk setelah melalui asimilasi didaratan maka kontribusi limbah dari kegiatan antropogenik adalah 0,25 x 1.818,4 = 454.6 kg N dan 263.5 kg P per tahun. Maka bila dikonversi hariannya sebesar 1.263 kg N/hari dan 0.732 kg P/hari, besaran total N dari limbah antropogenik selama 180 hari masa pemeliharaan adalah sebesar 227.3 kg N dan 131 kg P.
4.9. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu Pendugaan
daya
dukung
lingkungan
Perairan
perairan
Teluk
Teluk
Bagi
Tamiang
bagi
pengembangan KJA ikan kerapu dilakukan dalam 2 (dua) pendekatan analisis, yaitu (1) Pendekatan analisis pada beban limbah total N dan (2) Pendekatan analisis pada ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan teluk dan limbah bahan organik. Beberapa parameter yang menjadi acuan penduga daya dukung antara lain : 1. Luas teluk
= 22.898.000 m2 atau 2.289,8 ha
2. Volume air pasang tertinggi (V pasang)
= 202.898.000 m3
3. Volume air pasang surut (V surut)
= 177.459.500 m3
4. Flushing time
= 4.2 hari
5. Rataan konsentrasi oksigen terlarut dalam kondisi stready state
= 6 ppm
6. Konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan dalam sistem budidaya (C O2out) : 4 ppm, diambil dari level kritis oksigen (pembulatan dari 3,6 ppm dari hasil penelitian) dan Lee et al., (2001) didalam Rachmansyah, (2004). 7. Food consumption oxygen (FCO) 0,2 kg O2 (Willoughby, 1968 diacu didalam Meade, 1989; Boyd 1990). 8. Total bahan organik
= 707.5 kg
9. Total beban N
= 174.2 kg/0.238 ton ikan
10. Total beban P
= 32.4 kg/0.238 ton ikan
11. Produktivitas ikan kerapu
= 237.6 kg/keramba
4.9.1. Pendugaan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N Pendugaan daya dukung perairan teluk dengan pendekatan beban limbah N didasarkan pada beban limbah N baik yang berasal dari kegiatan budidaya KJA ikan kerapu maupun yang berasal dari aktivitas antrophogenik di daratan (upland) sekitar teluk. Beban limbah yang berasal dari kegiatan budidaya sebesar 174.2 kg N dan 32.4 kg P beban limbah, dan dari aktivitas antropogenik di daratan (upland) sebesar 454.6 kg N dan 263.5 kg P per tahun. Dari hasil perhitungan pendugaan daya yaitu
dukung
perairan
Teluk Tamiang
mampu menunjang produksi optimal adalah sebesar 18.8 – 62.5 ton.
Bila
dikonversi kepada jumlah unit yang dapat dibudidayakan adalah 1unit terdiri dari 5 keramba berukuran 3 x 3 x 2.5 meter dengan tingkat produktivitas sebesar 237.6 kg
KJA, maka jika dalam 1 unit berproduksi 1.2 ton, jumlah unit yang dapat dikelola adalah sebanyak 15.7 – 52.1 unit (dibulatkan 16 – 52 unit KJA) atau (80 – 260 KJA).
4.9.2. Pendugaan Daya Dukung Melalui Ketersediaan Oksigen Terlarut dengan Limbah Organik Penentuan daya dukung perairan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut mengacu kepada Willoughby (1968 didalam Meade; 1989) dan Boyd (1990) bahwa penentuan daya dukung perairan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut yaitu perbedaan antara konsentrasi oksigen (O2) terlarut minimal yang dikehendaki oleh organisme (Oin) dengan kadar oksigen yang tersedia didalam perairan (Oout). Kadar minimum oksigen terlarut yang dikehendaki untuk budidaya (Oout) = 4 ppm (Tabel 31). Tabel 31 Kandungan oksigen terlarut (mg/l) perairan Teluk Tamiang selama 24 jam dengan selang waktu 3 jam pada tiga stasiun pengamatan Waktu Pengamatan Stasiun Pengamatan Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) (Jam) 1 2 3 07.00 6.45 6.25 6.25 10.00 6.43 6.34 6.34 13.00 6.97 6.53 6.74 16.00 6.85 6.74 6.72 19.00 5.95 6.34 6.31 22.00 5.65 6.56 5.51 01.00 6.15 5.25 6.00 04.00 5.62 4.79 3.67 Rataan 6.26 6.00 5.94 Rata-rata dari 3 6.06 (dibulatkan 6) stasiun Kadar oksigen diperairan teluk berdasarkan pengamatan 24 jam dengan selang waktu 3 jam pengamatan didapatkan kandungan oksigen terlarut rata-rata 6 ppm (dibulatkan). Ini berarti selisih antara oksigen yang ada didalam (Oin) dan di luar (Oout) sebesar 2 ppm. 25.187.800 m3,
Selanjutnya diketahui bahwa volume air yang tersedia sebesar maka kapasitas oksigen yang tersedia dalam perairan teluk yaitu :
25.187.800/24 x 2 ppm = 20.989,8 kg O2. Kadar oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai/merombak 1 kg limbah organik pakan diperlukan oksigen sebesar 0.2 kg (Willoughby, 1968 didalam Meade, 1989), maka kemampuan perairan untuk menampung limbah organik yaitu 20.989,8 kg O2/0.2 = 104.949 kg limbah organik. Hal ini berarti kemampuan perairan menampung limbah organik yang diperkenankan dari hasil budidaya KJA ikan kerapu tanpa melampaui daya dukung perairan teluk Tamiang adalah sebesar 104.949.3 kg (104.9 ton) limbah organik. Bila dalam 1 unit KJA rata-
rata menghasilkan BO sebesar 3.5 ton, maka jika dikonversi menjadi jumlah unit maksimal yang mampu ditampung (daya dukung) oleh Teluk Tamiang adalah sebanyak 30 unit KJA atau sebanyak 150 keramba (Tabel 32). Tabel 32 Rekapitulasi 2 (dua) metode pendekatan pendugaan daya dukung Perairan Teluk Tamiang untuk budidaya KJA Ikan Kerapu Metode Pendekatan
Daya Dukung
Keterangan
Beban Limbah Organik dengan Ketersediaan DO
104.949 kg limbah organik (35 ton ikan) atau 30 unit rakit (150 KJA )
Dominan dipengaruhi oleh beban limbah organik
Beban limbah Nitrogen (N) budidaya (Baku mutu 0,3 ppm dan 1 ppm)
18,8 – 62,5 ton ikan atau 16 – 52 unit (80 – 260 KJA)
Dominan dipengaruhi oleh beban limbah N dan volume air. (produksi optimal – maksimal)
Catatan : 1 unit rakit terdapat 5 buah KJA (uk. 3x3x2,5) dengan produksi tiap unit 1,2 Ton (237,6 kg/KJA).
Dari dua metode pendekatan yang digunakan dalam pendugaan daya dukung lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh kisaran antara 18.8 – 62.5 ton ikan atau atau 16 – 53 unit (80 – 260 KJA) pada 0.3 dan 1 ppm (produksi optimal – maksimal) Ammonia (NH3N) baku mutu perairan untuk budidaya (Kep-51/MENLH/2004). Metode pendugaan daya dukung yang dilakukan dengan pendekatan kualitas lingkungan perairan meliputi ketersediaan oksigen terlarut dan limbah bahan organik (limbah nitrogen organik) baik yang berasal dari limbah kegiatan budidaya maupun antropogenik yang berinteraksi dengan kondisi hydro-oseanografi perairan meliputi volume perairan (kedalaman dan luas), pola pasang surut, dan laju pembilasan (flushing rate) cukup memberikan gambaran kondisi daya dukung yang cukup realistis bagi perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu yang berkelanjutan.
Dari hasil analisis karakteristik biofisik dan kimia perairan Teluk
Tamiang serta keragaan budidaya KJA ikan kerapu didapatkan berbagai informasi dasar dalam rancang bangun model dinamik dalam pengelolaan kualitas lingkungan.
4.10. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik Metode prospektif merupakan eksplorasi tentang kemungkinan dimasa yang akan datang, sebagai satu metode untuk mendapatkan faktor kunci dan tujuan strategis
yang berperan dalam penanganan suatu wilayah sesuai kebutuhan para pelaku (stakeholders) yang terlibat.
Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut
sepenuhnya harus merupakan pendapat pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli (expert) mengenai pengelolaan lingkungan Teluk Tamiang.
Inventarisasi
kebutuhan pelaku dilakukan dengan menggunakan kuisioner. . Responden diminta pendapatnya tentang peubah atau faktor apa saja yang berpengaruh terhadap jalannya sistem. Faktor-faktor tersebut antara lain : (1)
Faktor biofisik lingkungan : produksi biomassa, limbah KJA dan antropogenik, kapasitas asimilasi, daya dukung, marine protected area (MPA), dan pelestarian lingkungan.
(2)
Faktor ekonomi : peningkatan pendapatan, saprodi, dan produk ekonomis
(3)
Faktor sosial : lapangan pekerjaan, pengembangan SDM, aktivitas industri dan pertambangan, pariwisata, dan pemukiman penduduk.
(4)
Faktor legalitas : Tata ruang kawasan dan penegakan hukum. Tahapan berikutnya menyepakati faktor-faktor peubah kunci, diskusi kriteria
keadaan dan pengaruh serta ketergantungan dalam sistem yang dikaji, yaitu pengelolaan kualitas lingkungan kawasan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya KJA.
Pada tahapan ini didapatkan sebanyak 17 faktor penting
yang
dianggap berkaitan erat dengan pengelolaan kualitas lingkungan. Analisis dilakukan dengan menggunakan cara matriks. Hasil analisis matriks ini ditunjukkan dan dipresentasikan dalam bentuk grafik dalam salib sumbu Kartesien (Bourgeois, 2002., Hartrisari, 2002) (Gambar 16). Overview of the importance of the different variables (direct and indirect influences)
2,00 1,80
Influence
1,60 1,40
Tek. Budidaya/produksi Tek. Penanganan Limbah/prod.limbah biomassa Plstrn. Lingkungan
1,20
Kapasitas Asimilasi Lapangan Kerja Daya Dukung Limbah Antrophogenik Peningkatan Pendapatan Pgmb. Pariwisata Pgmbg SDM Produk Ekonomis Aktivitas Industri & Penegakan HukumPertambanganTata Pemukiman Penduduk Ruang Kawasan
1,00 0,80
MPA 0,60 Saprodi 0,40 0,20 -
-
0,20
0,40
Copyright: CIRAD/CAPSA - 2004 Authors: Franck Jésus and
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
Dependence
Gambar 16 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem pengelolaan kualitas lingkungan (Salib Sumbu Kartesien)
Dari gambar diatas menunjukan bahwa faktor-faktor penentu terkelompokan dalam 4 kuadran.
Kuadran I (kanan atas) terdiri dari teknologi budidaya/produksi
biomassa, limbah budidaya dan antropogenik, kapasitas asimilasi dan lingkungan, dan daya dukung lingkungan merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem namun ketergantungan juga besar terhadap keterkaitan faktor, sehingga digunakan sebagai input didalam sistem. Kuadran II (kiri atas) terdiri dari pelestarian lingkungan, peningkatan pendapatan, dan lapangan pekerjaan merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem dengan ketergantungan rendah terhadap keterkaitan faktor, sehingga akan digunakan sebagai penghubung (stake) didalam sistem. Kuadran III (Kanan bawah) terdiri dari sarana produksi, produksi ekonomis, dan penegakan hukum merupakan kuadran yang memiliki pengaruh yang rendah pada kinerja sistem dan memiliki ketergantungan besar terhadap keterkaitan faktor, sehingga dikatakan sebagai variable authonomus unused dari sistem. Kuadran IV (kiri bawah) terdiri dari pengembangan SDM, aktivitas industri dan pertambangan, marine protected area (MPA), pengembangan pariwisata, pemukiman penduduk, dan tata ruang kawasan merupakan kelompok yang memberi pengaruh kecil terhadap kinerja sistem dan mempunyai tingkat ketergantungan kecil terhadap keterkaitan faktor, sehingga dikatakan sebagai output dari sistem. Berdasarkan hasil analisis prospektif ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 faktor penentu dari 17 faktor yang mewakili kebutuhan stakeholders dalam pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di Teluk Tamiang yaitu : (1) Teknologi budidaya/produksi biomassa, (2) Limbah budidaya dan antropogenik, (3) Kapasitas asimilasi dan lingkungan, (4) Daya dukung lingkungan, (5) Peningkatan pendapatan, (6) Pelestarian lingkungan, dan (7) Lapangan pekerjaan Permodelan dan simulasi pendugaan beban limbah N dan P dari sistem budidaya kerapu dalam KJA dibangun dan dikembangkan berdasarkan pada data empiris sistem produksi budidaya yang ada, karakteristik biofisik lingkungan perairan, hasil uji laboratorium dilakukan (Tabel 33) dengan tahapan-tahapan : (1) penyusunan skenario; (2) pembangunan model; (3) simulasi skenario.
Tabel 33 Informasi dasar pemodelan bagi pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 30
31 32 33 34 35
Parameter Luas teluk Volume teluk pada saat pasang tertinggi (HHWL) Volume teluk pada saat surut terendah (LLWL) Volume teluk (HHWL-LLWL) Kisaran pasang surut Flushing time Luas lahan pengembangan KJA Konsentrasi oksigen teluk Level kritis oksigen Padat penebaran ikan kerapu Bobot ikan awal pemeliharaan Bobot ikan akhir panen Laju pertumbuhan harian Sintasan (SR) Rasio konversi pakan (FCR) Tingkat produktivitas Jumlah pemberian pakan N pakan P pakan N feses P feses Pakan tidak termakan Retensi N Retensi P Presentase feses Kecepatan arus Beban limbah N KJA Beban limbah P KJA N Baku Mutu Ammonia (NH3N) (ppm) Level aktivitas • Rumah tangga (limbah padat,sampah, deterjen) • Peternakan (sapi, kambing, ayam) Beban N non KJA Beban P non KJA Biaya produksi ikan kerapu Harga jual ikan kerapu Batas ukuran untuk harga jual
Nilai 2.289,8 ha/22.898.000 m2 202.898.000 m3
Sumber Data Penelitian ini Penelitian ini
177.459.500 m3
Penelitian ini
25.187.800 m3 0 – 110 cm 4,2 hari 385 ha 6 ppm 4 ppm 15,20,25 ekor m-3 360 gr per ekor 528 gr per ekor 0,96 gr per hari 100 5,9 237,6 kg/KJA 1.406,3 kg 174,2 kg/ton ikan 32,4 kg//ton ikan 27,6 kg 12,7 kg 252,6 kg 30,7 kg 4,1 kg 459,2 kg (38,9%) 0,08 – 0,39 m/detik 174,2 kg 32,4 kg 0,3 - 1
Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Lee et al, 2001 dan Wedemeyer, 1996. Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini KepMNLH 51/2004
205 orang
Penelitian ini
685 ekor 1.818,4 kg/th 1.054 kg/th 150.000/KG 350.000-400.000/KG 530 Gr
Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini
(1) Penyusunan skenario Skenario merupakan suatu alternatif rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilakukan dalam kondisi nyata (real) berdasarkan perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor dimasa mendatang. Dari perkiraan responden mengenai kondisi (state) faktor-faktor tersebut dimasa mendatang, dapat disusun skenario yang mungkin terjadi di daerah penelitian. Hasil perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor
dimasa datang, selanjutnya dilakukan kombinasi yang mungkin antar kondisi faktor, dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible). Dari kombinasi antar kondisi faktor, didapatkan 3 (tiga) skenario, yang disebut : Skenario : (1) Optimis, (2) Moderat, (3) Pesimis.
(2) Pembangunan Model Struktur umpan balik dalam model pengelolaan kualitas lingkungan disusun oleh sub model yang saling berkaitan dan sekaligus merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di Teluk Tamiang.
Adapun sub-model tersebut didasarkan pada integrasi faktor-faktor yang
muncul pada kuadran kiri atas dari hasil analisis prospektif yang merupakan faktor dominan. Dengan demikian sub-sistem tersebut adalah sub-model produksi biomassa ikan kerapu (yang berkaitan teknologi budidaya KJA), sub-model limbah budidaya dan sub-model ekonomi yang saling berinteraksi.
Model umum pengelolaan kualitas
lingkungan perairan teluk berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu menggambarkan interaksi antar komponen teknologi budidaya (produksi biomassa ikan), limbah dari kegiatan budidaya KJA dan aktivitas antropogenik yang berasal dari daratan yang bersifat timbal balik. Pada model umum ini, masing-masing komponen mempunyai gugus formula sendiri-sendiri, namun saling terkait pada satu atau lebih peubah tertentu (Gambar 18 dan Lampiran 15). Model ini memiliki beberapa kelemahan karena pendugaan daya dukung lingkungan perairan terhadap limbah hasil budidaya dan antropogenik yang diaktualisasikan oleh perubahan konsentrasi nitrogen dan phophat, belum digambarkan secara lebih komprehensif dengan melibatkan peran komponen ekosistem, antara lain peran mikroorganisme sebagai pengurai (decomposer), ikan, plankton (zoo-p dan phyto-p) dan biota perairan lainnya baik langsung maupun tidak langsung. Komponen model untuk menduga daya dukung baru melibatkan peran hidrodinamika pasang surut sebagai pemasok oksigen terlarut dan pelarutan/pencucian (dilution dan flushing) dalam proses pengayaan bahan organik akibat budidaya (eutrification culture) dan baku mutu air untuk biota laut (KEP MNLH 51/2004). Model ini masih dapat dikembangkan dengan memasukan komponen fotosintesa, difusi, respirasi ikan dan mikroorganisme dalam suatu model untuk mendekati sistem yang sebenarnya melalui kajian atau penelitian ilmiah lanjutan.
Agar model tersebut dapat diimplementasikan di tempat lain untuk pendugaan daya dukung maka beberapa variabel yang perlu dilakukan perubahan sesuai dengan spesifik lokasi antara lain padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik, volume teluk, dan nilai flusing time. Submodel Ekonomi Budiday a Ikan Kerapu dalan KJA
Submodel Biomassa Ikan Kerapu
Sub-Model Beban Limbah N,P,OM Budiday a dan non-Budiday a (antrop)
Su b m o d e l Pro d u k B i o m a s s Panen ~
162
Total Pakan
0
Biom as s a
0
S u b m o d e l L i m b a h B u d i d a y a d a n An tr i p o g e n i k Load Organik
0
N Bay
0.4451
P Bay
0.0486
Su b m o d e l Eko n o m i ~
Fis h s ize
0
~
Gros s revenue
0
~
Prod cos t per kg
50000
Profit
0
Gambar 18 Model global keterkaitan antar sub-model
Deskripsi Model Model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung (carriying capacity) untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu terdiri dari 3 (tiga) submodel yaitu : 1. Submodel produksi biomassa kerapu, menggambarkan perubahan produksi biomassa kerapu dalam setiap siklus produksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor padat penebaran per luas keramba, jumlah keramba, bobot awal individu, pertumbuhan ikan, mortalitas, dan periode pemeliharaan (Gambar 19).
Submodel Biomassa Ikan Kerapu
Panen
No of KJA
Biomassa
Total Pakan
Biomassa growth day ~
Pakan harian
Wt
Stocking density SR
pct pakan
rearing periode
Gambar 19 Konsep submodel produksi biomassa Ikan Kerapu Keterangan Gambar: No of KJA : Jumlah Keramba Jaring apung Stocking density : padat tebar SR : rata-rata kehidupan (survival rate) Rearing periode : periode pemeliharaan Growt day : pertumbuhan harian Biomass : jumlah berat produksi ikan Pct pakan : prosentase pakan
Submodel produksi biomassa ikan
dibangun mengacu pada respon
pertumbuhan, rasio konversi pakan, sintasan, padat tebar, dan jumlah pakan harian dengan asumsi tidak dipengaruhi oleh musim.
Asumsi ini didasari atas pengukuran
semua parameter biofisik dan kimia selama penelitian relatif sama antara musim hujan dan kemarau yang menunjukan bahwa lingkungan perairan Teluk Tamiang memiliki kondisi biofisik dan kimia yang tidak berfluktuasi karena berada di wilayah tropis yang tidak berpotensi besar memiliki perubahan iklim yang drastis. Hasil simulasi model dengan mengoperasionalkan 1 (satu) unit KJA selama 180 hari pemeliharaan menghasilkan produksi biomassa sebanyak 237.24 kg dengan total pakan sebanyak 1.435.66 kg dan berat rata-rata sebesar 527.2 gr(Tabel 34). Tabel 34 Hasil simulasi produksi biomass ikan Kerapu dan total pakan Lama pemeliharaan (hari) 1 30 60 90 120 150 180
Produksi Biomass Ikan Kerapu (Kg) 162.5 176.85 190.35 202.5 214.65 226.8 237.24
Total Pakan yang digunakan (Kg) 0 196.53 416.58 652.05 902.1 1.166.72 1.435.66
Berat ikan per ekor (gr) 361.1 393 423 450 477 504 527.2
Persentase kehidupan ikan (%) 100 100 100 100 100 100 100
2. Submodel produksi limbah budidaya diperairan dan antropogenik, menggambarkan perubahan loading bahan organik, kandungan total phosphate, total nitrogen, nutrifikasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor jumlah pakan yang dikonsumsi (efisien pakan), jumlah pakan yang tidak dikonsumsi, jumlah feses, produksi biomassa kerapu, retensi phosphate dan nitrogen dalam kerapu, kandungan phosfat dan nitrogen dalam pakan, limbah pemukiman, peternakan, volume air pada saat pasang tinggi dan rendah, level hypernutrifikasi, dan baku mutu biota laut (Budidaya Perikanan) (KEPMENLH 51/tahun 2004) (Gambar 20). Sub-Model Beban Lim bah N ,P,OM Budiday a dan non-Budiday a (antrop)
U neat en f ood
Pc t N
Pakan harian
Pc t P
Uneaten f ood
PC t N Cerna N F ood los t
N Food
PC t P C erna P Food
Tot was te load N
P F ood lost
Tot was te load P
N F ood C erna
Pct N Retensi
W aste load N harian
Pc t P R etensi
W aste load P harian
N Retensi P R etensi N
eaten F ood
Kum N Bud
N F ec es N Eks kresi P eaten F ood Tot waste load OM
P F ec es Kum
con n non tbk
W as te load OM
pct U F
k um N non bud
Kum P Bud
U neat en f ood
P Ek sres i
F ec es
Total Pak an
P F ood C erna C on N non bddy a
N t ot
pk m
Eaten f ood Kum C on P non budiday a C on P non t bk
RT Ternak
Vol Tlk
Kum P non budiday a N Tot al Lim bah
F lushing
P tot
EC
Unit Krb Antrop
P Total Lim bah
Ternak 1 R T1
N bm
per unit5
KJA2
N bm 1
Unit KJA KJ A1
Gambar 20 Konsep submodel produksi limbah budidaya dan antropogenik Keterangan Gambar: Total waste load N : jumlah total limbah N yang masuk ke perairan Total waste load P : jumlah total limbah P yang masuk ke perairan Waste load OM : limbah bahan organik yang masuk ke perairan EC : eutophication culture : pengkayaaan bahan organik dari kegiatan budidaya Flushing time : lama pengenceran N bm : kadar Nitrogen (baku mutu) (KEPMNLH 51/2004) Uneaten food : jumlah pakan yang tidak termakan Feces : ekskresi ikan Kum N non bud : akumulasi limbah dari kegiatan antropogenik Kum con P non budidaya : akumulasi P non budidaya Kum non N non budidaya : akumulasi N non budidaya Pct N cerna : Prosentase Nitrogen hasil cerna Pct P cerna : Prosentase phospor hasil cerna
Sub model ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa pakan yang terbuang tidak termakan dan feses yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tidak dikonsumsi atau
diabsorbsi oleh organisme non budidaya sehingga beban limbah yang ada menggambarkan total beban limbah dari kegiatan budidaya KJA ikan kerapu. Hasil simulasi produksi limbah dari kegiatan budidaya KJA selama 180 hari pemeliharaan terakumulasi sebesar 178,8 kg Nitrogen (TN) dan 33,33 kg phospor (TP), (Tabel 35). Tabel 35 Hasil simulasi produksi limbah kegiatan budidaya KJA Ikan Kerapu selama 180 hari pemeliharaan Lama pemelihar aan (hari) 1 30 60 90 120 150 180
N Retensi (kg) -0,03 4,27 9,07 14,22 19,68 25,46 31,54
N Feses (kg) -0,02 3,83 8,15 12,78 17,68 22,88 28,35
N Ekskresi (kg) -0,1 15,91 33,84 53,03 73,4 94,96 117,65
P Ekskresi (kg) -0,01 1,82 3,88 6,08 8,42 10,89 13,49
P Feses (kg) -0,01 1,77 3,76 5,9 8,16 10,56 13,08
P Retensi (kg) 0 0,57 1,21 1,9 2,63 3,4 4,21
Akumulasi P Budidaya (kg) -0,02 4,51 9,59 15,03 20,8 26,91 33,33
Akumulasi N Budidaya (kg) -0,12 24,21 51,44 80,59 111,55 144,3 178,77
3. Sub model Ekonomi (pendapatan) dikembangkan untuk memberikan gambaran total biaya produksi (total cost), total penerimaan dan tingkat keuntungan budidaya KJA Ikan Kerapu (Gambar 21). Submodel Ekonomi Budiday a Ikan Kerapu dalan KJA
SR
Stocking density
No of KJA
Fish size
unit prise
Prod cost per kg Biomassa
Size limit f or selling prise Tot cost
Gross rev enue
Prof it
Gambar 21 Konsep submodel ekonomi budidaya Ikan Kerapu Keterangan Gambar : Stocking density : padat tebar ikan SR : survival rate atau rata-rata kehidupan No of KJA : jumlah unit keramba jaring apung Unit prise : satuan harga Prod cost per kg : biaya produksi per kg ikan Total cost : jumlah total biaya Gross revenue : pendapatan kotor Profit : keuntungan
Submodel ini dikembangkan dengan asumsi ukuran yang dapat dipasarkan mencapai 530 gr/ekor dengan tingkat harga antara Rp. 300.000 – Rp. 400.000 per kg ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan total biaya (total cost) antara Rp. 100.000 – Rp. 125.000 per kg ikan.
Hasil
simulasi dengan asumsi tingkat harga jual
Rp. 350.000 per kg dan total biaya sebesar Rp.125.000 per kg ikan,maka keuntungan yang akan didapatkan sebesar Rp. 53.379.000,- per siklus pemeliharaan (Tabel 36) Tabel 36 Hasil simulasi produksi biomass dan keuntungan (Profit) Lama pemeliharaan (hari) 1 30 60 90 120 150 180
Produksi Biaya Produksi Biomass Ikan per Kerapu (Kg) Kg ikan (Rp.) 162.5 176.85 125.000,00 190.35 125.000,00 202.5 125.000,00 214.65 125.000,00 226.8 125.000,00 237.24 125.000,00
Harga/kg ikan (Rp.) 350.000,00 350.000,00 350.000,00 350.000,00 350.000,00 350.000,00
Ukuran Keuntungan Ikan panen (Rp.) (kg) 39.791.250,00 0.39 42.828.750,00 0.42 45.562.500,00 0.45 48.296.250,00 0.48 51.030.000,00 0.50 53.379.000,00 0.53
Evaluasi Model Evaluasi dilakukan dengan membandingkan performansi model dari hasil simulasi beberapa peubah dengan hasil perhitungan lapangan.
Perbandingan
dilakukan terhadap produksi ikan (biomass), jumlah pakan yang digunakan, dan jumlah produksi limbah organik (total nitrogen/TN dan total phosphat/TP) yang dihasilkan baik dari hasil kegiatan budidaya maupun limbah antropogenik. Hasil simulasi pemodelan dibandingkan dengan data pengukuran di lapangan yang tersedia mendapatkan hasil yang menyatakan bahwa tidak berbeda nyata (Analisis Statistik Uji t beda nyata). Perbandingan antara perhitungan model simulasi
dengan perhitungan
lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Produksi biomassa Jumlah produksi biomassa ikan kerapu selama 180 hari pemeliharaan dari hasil perhitungan lapangan dari awal pemeliharaan sebanyak 162 kg, hari ke 30 sebanyak 176.9 kg, hari ke 60 sebanyak 190.4 kg, hari ke 90 sebanyak 202.5 kg, hari ke 120 sebanyak 214.3 kg, hari ke 150 sebanyak 226.8 kg, dan hari ke 180 sebanyak 237.6 kg. Dari hasil simulasi model didapatkan data produksi biomassa ikan yaitu pada hari awal pemeliharaan sebanyak 162.5 kg, hari ke 30 sebanyak 176.9 kg, hari ke 60 sebanyak 190.3 kg, hari ke 90 sebanyak 202.5 kg, hari ke 120
sebanyak 214.7 kg, hari ke 150 sebanyak 226.8 kg, dan hari ke 180 sebanyak 237.2 kg.
Hasil perhitungan lapangan didapatkan produksi biomassa pada umur
30 hari seberat 162.4 kg menjadi 237.6 kg pada akhir pemeliharaan. Sedangkan dari hasil simulasi model didapatkan produksi biomassa seberat 162.5 kg pada masa pemeliharaan hari ke 30 menjadi 237.2 kg pada hari ke 180.
Hari hasil uji
statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa antara hasil perhitungan lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = -5.18, α > 0.05) (Lampiran 16).
2) Total pakan yang digunakan Jumlah pakan ikan kerapu selama 180 hari pemeliharaan dari hari ke 30 sebanyak 194.4 kg, hari ke 60 sebanyak 212.3 kg, hari ke 90 sebanyak 228.3 kg, hari ke 120 sebanyak 242.5 kg, hari ke 150 sebanyak 257.8 kg, dan hari ke 180 sebanyak 271.0 kg. Dari hasil simulasi model didapatkan data produksi biomassa ikan yaitu pada hari ke 30 sebanyak 196.5 kg, hari ke 60 sebanyak 215.2 kg, hari ke 90 sebanyak 230.1 kg, hari ke 120 sebanyak 243.4 kg, hari ke 150 sebanyak 269.2 kg, dan hari ke 180 sebanyak 269.9 kg.
Hasil perhitungan lapangan didapatkan
bahwa dari awal pemeliharaan umur 30 hari dibutuhkan pakan sebanyak 194.4 kg menjadi 271.0 kg. Sedangkan dari hasil simulasi model didapatkan data jumlah pakan yang dibutuhkan dari 196.5 kg pada masa pemeliharaan hari ke 30 menjadi 269.9 kg pada hari ke 180.
Hasil uji statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa
antara hasil perhitungan lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = -1.530, α > 0.05) (Lampiran 16).
3) Total limbah Budidaya dan Antropogenik Total limbah nitrogen Jumlah produksi limbah (total nitrogen/TN) selama 180 hari pemeliharaan dari hasil perhitungan lapangan dan hasil simulasi model yakni sebanyak 177.2 kgN limbah pakan perhitungan lapangan menjadi 182.1 kg N hasil simulasi, 31.9 kg N yang terbuang data lapangan menjadi 32.8 kg N hasil simulasi model, 145.4 kg N yang dicerna dari perhitungan lapangan menjadi 120.8 kg N hasil simulasi, 30.7 kg N retensi hasil lapangan menjadi 31.5 kg N hasil simulasi, 27.6 kg N feses hasil perhitungan lapangan menjadi 28.4 kg hasil simulasi model, 114.7 kg N ekskresi
hasil perhitungan menjadi 117.7 kg N hasil simulasi model dan 174.1 kg N akumulasi perhitungan lapangan menjadi 178.8 kg N pada hasil simulasi. Dari hasil uji statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa antara hasil perhitungan lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = 0.345, α > 0.05). Total limbah phosphor Jumlah produksi limbah (total phospor/TP) selama 180 hari pemeliharaan dari hasil perhitungan lapangan dan hasil simulasi model yakni sebanyak 36.6 kgP limbah pakan perhitungan lapangan menjadi 37.6 kg P hasil simulasi, 6.6
kg P yang
terbuang data lapangan menjadi 6.8 kg P hasil simulasi model, 29.9 kg P yang dicerna dari perhitungan lapangan menjadi 17.7 kg P hasil simulasi, 4.1 kg P retensi hasil lapangan menjadi 4.2 kg P hasil simulasi, 12.7 kg P feses hasil perhitungan lapangan menjadi 13.1 kg P hasil simulasi model, 13.1 kg P ekskresi hasil perhitungan menjadi 13.5 kg P hasil simulasi model dan 32.4 kg P akumulasi perhitungan lapangan menjadi 33.3 kg P pada hasil simulasi model. Dari hasil uji statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa antara hasil perhitungan lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = 0.723, α > 0.05) (Lampiran 16). Dari hasil evaluasi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun memberikan hasil yang bersesuaian dengan kondisi nyata walaupun data lapangan secara harian tidak tersedia namun dinamika temporal dari proses biologi secara eksplisit dapat tergambar dalam model yang mampu mencirikan dinamika produksi biomass, total pakan yang digunakan dan dinamika produksi limbah yang dihasilkan. Perbedaan nilai yang terjadi antara perhitungan lapangan dan model simulasi meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, hal ini diakibatkan oleh waktu perhitungan, dimana dalam model simulasi mengacu pada perbedaan waktu harian (dt) sedangkan pengukuran dilapangan dilakukan sampling secara berkala dengan interval waktu 1 bulan (30 hari). Dengan demiikian, prediksi model lebih mencirikan proses biologi yang terjadi pada sistem budidaya ikan. Tidak adanya perbedaan nyata secara statistik antara prediksi model simulasi dengan data perhitungan lapangan (data empirik) mengindikasikan bahwa model yang
dibangun dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan produk biomass ikan, kebutuhan pakan dan limbah yang akan dihasilkan selama pemeliharaan
(3) Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan Pengelolaan Skenario untuk dasar pengambilan kebijakan dilakukan dengan melakukan simulasi sebagai suatu rancangan kebijakan yang memungkinkan dilakukan dalam keadaan nyata didasarkan pada model yang dibuat.
Sebagai suatu strategi
pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung untuk pengembangan KJA ikan kerapu yang optimal dan berkelanjutan, rancangan kebijakan dilakukan melalui kajian skenario yang disusun berdasarkan hasil analisis prospektif. Dalam menghubungkan antara skenario yang disusun kedalam model, dilakukan interpretasi kondisi faktor kedalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan beberapa perubahan pada peubah tertentu didalam model, sehingga skenario yang bersangkutan dapat disimulasikan. Beberapa skenario yang akan disimulasikan antara lain skenario optimis, moderat dan pesimis. Analisis skenario dilakukan terhadap beberapa peubah yang memungkinkan untuk dilakukan dalam kondisi nyata (real world), yaitu laju perkembangan KJA, populasi (pada sub model produksi/teknologi budidaya), N dan P pakan (pada sub model limbah budidaya), dan submodel ekonomi. Kemampuan sistem pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung dalam menghasilkan output yang dikehendaki dapat dianalisis pada beberapa indikator sebagai ukuran kemampuan sistem dengan melakukan running model. Simulasi skenario dalam penelitian ini mengkombinasikan besaran persentase (%) kontribusi limbah dari aktivitas antropogenik yang berasal dari pemukiman (rumah tangga) dan komoditas peternakan dengan tingkat padat tebar ikan kerapu (ekor/m3) yang dipelihara dalam keramba jaring apung diduga mendapatkan respon yang berbeda-beda antar skenario. Out put akhir dari kombinasi kontribusi limbah tersebut dengan padat tebar adalah untuk mendapatkan data dugaan yang meliputi total pakan yang dibutuhkan, total produksi biomass ikan, dan total limbah bahan organik yang dihasilkan, serta dugaan jumlah unit KJA yang dapat dibudidayakan tanpa melampaui daya dukung perairan Teluk Tamiang.
Beberapa alasan yang mendasari kepadatan
ikan menjadi salah satu komponen dalam membuat skenario pengelolaan adalah karena salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan budidaya ikan terutama dalam terutama penentuan jumlah input pakan, obat-obatan dan input
budidaya ikan lain yang akan diberikan. Alokasi input produksi melebihi daya dukung akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan budidaya itu sendiri. Karena itu aktivitas budidaya laut yang berkelanjutan membutuhkan input nutrien dan kimiawi pada level yang tidak melebihi daya dukung lingkungan. Skenario Optimis Pada simulasi skenario optimis dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 10% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebesar 15 ekor m-3 atau sebanyak 338 ekor per keramba seluas 22.5 m-3 (3 x 3 x 2,5 m), didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 413,5 kg, produksi biomass ikan sebesar 178,2 kg, total pakan sebanyak 1.085,5 kg dengan jumlah unit sebanyak 12 – 41 unit atau 61 – 203 keramba. Selanjutnya dari hasil simulasi skenario optimis dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 10% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 20 ekor m-3 atau 450 ekor per keramba seluas 22.5 m-3,
didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik
sebesar 478,04 kg, produksi biomass ikan sebesar 237.2 kg, total pakan sebanyak 1.445.2 kg dengan jumlah unit sebanyak 10 – 34 unit atau 50 – 170 keramba.
Hasil
yang didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kepadatan 15 ekor m-3 . Kemudian dari hasil simulasi skenario optimis dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 10% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 25 ekor m-3 atau 563 ekor per keramba seluas 22.5 m3
,
didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 543.7 kg, produksi
biomass ikan sebesar 297.3 kg, total pakan sebanyak 1.811.3 kg dengan jumlah unit sebanyak 9 – 29 unit atau 45 – 145 keramba. Hasil yang didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun
jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan
tingkat kepadatan 20 ekor m-3 . Dari hasil simulasi kombinasi
antara kontribusi limbah antropogenik sebesar
10 % pada skenario optimis didapat jumlah unit KJA yang dapat diterapkan (sesuai
daya dukung) maksimal pada tingkat baku mutu, yaitu 12 – 41 unit KJA dengan padat tebar 15 ekor m-3, menghaslkan tingkat produktivitas 178.2 kg per keramba, namun pada jumlah 10 – 34 unit KJA dengan padat tebar 20 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 237.24 kg per keramba, dan jumlah unit 9 – 29 unit KJA dengan padat tebar 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 297.34 kg per keramba. Bila dilihat dari tingkat prduktivitas yang dihasilkan dari skenario diatas terlihat bahwa dengan tingkat kepadatan
25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas
297.34 kg per keramba lebih tinggi dari tingkat kepadatan 15 dan 20 ekor m-3, namun jumlah unit KJA lebih sedikit. Implikasi dari skenario optimis adalah perlu dilakukan penurunan level aktivitas antropogenik di daratan yaitu melakukan pengurangan dari level aktivitas dari 205 jiwa menjadi 20.51 orang (dibulatkan 21 orang), menurunkan level aktivitas sebesar 90% dari kondisi saat ini, dan level aktivitas ternak hanya sebanyak 9.5 ekor (dibulatkan 10 ekor) dari jumlah ternak saat ini yaitu sebanyak 95 ekor.
Skenario Moderat Simulasi
skenario
optimis
kombinasi
antara
besaran
kontribusi
dari
antropogenik sebesar 25% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 15 ekor m-3 atau 338 ekor per keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 546.9 kg, produksi biomass ikan sebesar 178.2 kg, total pakan sebanyak 1.085.5 kg dengan jumlah unit sebanyak 8 – 25 unit atau 40 – 125 keramba. Selanjutnya dari hasil simulasi skenario moderat dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 25% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 20 ekor m-3 atau 450 ekor per keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 611.4 kg, produksi biomass ikan sebesar 237.2 kg, total pakan sebanyak 1.445.2 kg dengan jumlah unit sebanyak 7 – 23 unit atau 35 – 115 keramba.
Hasil yang
didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kepadatan 15 ekor m-3 (Lampiran 13). Kemudian dari hasil simulasi skenario moderat dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 25% dari total limbah aktivitas rumah
tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 25 ekor m-3 atau keramba seluas 22.5 m-3, sebesar 677.1 kg,
563 ekor per
didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik
produksi biomass ikan sebesar 297.3 kg, total pakan sebanyak
1.811.3 kg dengan jumlah unit sebanyak 6 – 20 unit atau 30 – 100 keramba. Hasil yang didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kepadatan 20 ekor m-3 . Dari hasil simulasi kombinasi antara kontribusi limbah antropogenik sebesar 25 % pada skenario moderat didapat jumlah unit KJA yang dapat diterapkan (sesuai daya dukung) maksimal pada tingkat baku mutu, yaitu 8 – 25 unit dengan padat tebar 15 ekor m-3, menghaslkan tingkat produktivitas
178.1 kg per keramba, namun untuk
jumlah unit sebanyak 7 – 23 unit dengan padat tebar 20 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 237.2 kg per keramba, dan bila jumlah unit sebanyak 6 – 20 unit dengan padat tebar 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 297.34 kg per keramba.
Skenario Pesimis Simulasi
skenario
optimis
kombinasi
antara
besaran
kontribusi
dari
antropogenik sebesar 40% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebesar 15 ekor m-3 atau sebanyak 338 ekor per keramba seluas 22.5 m-3, dari hasil
simulasi tersebut didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik
sebesar 680.2 kg, produksi biomass ikan sebesar 178.2 kg, total pakan sebanyak 1.085,5 kg dengan jumlah unit sebanyak 6 – 18 unit atau 30 – 90 keramba. Selanjutnya dari hasil simulasi skenario pesimis dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 40% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 20 ekor m-3 atau 450 ekor per keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 744.8 kg, produksi biomass ikan sebesar 237,2 kg, total pakan sebanyak 1.445.2 kg dengan jumlah unit sebanyak 5 – 17 unit atau 25 – 85 keramba.
Hasil yang
didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kepadatan 15 ekor m-3 (Lampiran 12). Namun hasil simulasi skenario pesimis dengan kombinasi antara besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 40% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan
kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba m-3,
jaring apung sebanyak 25 ekor m-3 atau 563 ekor per keramba seluas 22.5
didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 810.5 kg, produksi
biomass ikan sebesar 297.3 kg, total pakan sebanyak 1.811.3 kg dengan jumlah unit sebanyak 5 – 16 unit atau 25 – 80 keramba. produktivitas lebih besar namun
Hasil yang didapatkan dugaan tingkat
jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan
tingkat kepadatan 20 ekor m-3 . Dari hasil simulasi kombinasi antara kontribusi limbah antropogenik sebesar 40 % pada skenario pesimis didapatkan jumlah unit KJA yang dapat diterapkan (sesuai daya dukung) maksimal pada tingkat baku mutu, yaitu 6 – 18 unit dengan padat tebar 15 ekor m-3, menghaslkan tingkat produktivitas 178.2 kg per keramba, namun bila jumlah unit sebanyak 5 – 17 unit dengan padat tebar 20 ekor m-3 maka akan menghasilkan tingkat produktivitas 237.2 kg ikan per keramba, dan bila jumlah unit sebanyak 5 – 16 unit dengan padat tebar 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 297.3 kg per keramba. Implikasi dari skenario pesimis adalah terjadinya peningkatan level aktivitas (jumlah penduduk) dengan meningkatnya level aktivitas sebanyak 80.2 orang (dibulatkan 80) menjadi 285 orang (40%). Bila laju pertumbuhan penduduk Teluk Tamiang sekitar 4% per tahun maka kondisi ini diperkirakan akan terjadi pada 10 tahun kedepan. Untuk level aktivitas ternak sebanyak 37.2 ekor (dibulatkan 37 ekor) dari jumlah ternak saat ini meningkat dari 95 ekor menjadi 132 ekor (38,9%). Hasil simulasi skenario yang telah dilakukan dengan kombinasi antara besar kontribusi limbah dari antropogenik dengan padat tebar ikan kerapu pada aktivitas budidaya di perairan teluk menghasilkan beberapa alternatif untuk dapat dijadikan referensi bagi perencanaan pengelolaan kawasan perairan teluk sebagai kawasan pengembangan kegiatan budidaya ikan yang berkelanjutan berbasis daya dukung (Gambar 21). Perbandingan dari ketiga skenario diatas dapat dilihat pada Tabel 37 berikut :
Tabel 37 Perbandingan tiga skenario (data empirik dan data model simulasi) Skenaario Pesimis (kontrobusi 40%) Moderat (kontribusi 25%) Optimis (kontribusi 10%) Daya Dukung
Data Empirik Produksi Total Biomass Pakan (kg) (Kg) 5 – 17 unit 5.400 – 31.961 – (25 – 83 19.800 117.191,7 KJA) 8 – 25 unit 8.900 – 52.677,1(38 – 125 29.700 175.824 KJA) 12 – 40 14.200 – 84.046,5unit 47.500 281.141,6 (60 – 200 KJA) 16 – 52 18.800 – 111.272,9unit 62.500 369.923,2 (80 – 260 KJA Unit rakit/KJA
Data Model Simulasi Unit Produksi Total rakit/KJA Biomass Pakan (Kg) (Kg) 5–18 unit 6.016,4 – 36.048,95 (25 – 90 20.051,5 – KJA) 122.143,7 6-25 unit (30 8.018,7 – 48.846 – -125 KJA) 26.727,5 162.840,4
Nilai Keuntungan (Rp) 1.404.921.920 – 4.015.457.440 1.603.742.400 – 5.346.491.680
9 -41 unit (45-205 KJA)
12.020,9 – 40.067,5
72.744,8 244.071,1
2.404.190.160 – 8.013.492.700
16-52 unit (80-260 KJA)
18.016 – 60.050,2
109.744,5 – 365.795,9
3.603.201.120 – 12.010.037.760
Satuan Jumlah Unit Rakit
Perbandingan Antar Skenario 60 50 40 Daya Dukung 30 Daya Dukung Zona Pengelolaan (Max/BM 1 ppm); 20 (Min/BM 0.3 ppm); Optimis ; 40 52 Moderat; 25 10 16 Pesimis; 17 0
Daya Dukung (Min/BM 0.3 ppm)
Optimis
Moderat
Pesimis
Daya Dukung (Max/BM 1 ppm)
Skenario
Gambar 21 Grafik perbandingan antar skenario pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang Pada Gambar 21 terlihat bahwa kisaran jumlah unit untuk 3 (tiga) skenario belum melampaui daya dukung teluk sehingga skenario pengelolaan yang akan dilaksanakan masih berada dalam rentang batas minimal dan maksimal dari baku mutu air laut untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.
4.11.
Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu Berbasis Daya Dukung di Perairan Teluk Tamiang Dalam mencapai keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat tergantung
pada kondisi lingkungan perairan sekitarnya, maka bila terjadi penurunan kualitas lingkungan merupakan persoalan yang serius, karenanya kemampuan menentukan daya dukung lingkungan untuk keperluan budidaya merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Budidaya dalam keramba, seperti halnya system budidaya lainnya memerlukan kualitas perairan yang baik dan sangat mempengaruhi pemilihan suatu lokasi budidaya. Pemilihan lokasi yang benar dan sesuai daya dukung adalah suatu hal yang sangat penting karena hal ini mempengaruhi keberlanjutan kegiatan secara ekonomis (Lawson, 1995). Meskipun demikian, ketersediaan wilayah yang sesuai untuk kegiatan budidaya pada saat ini mulai berkurang dikarenakan menurunnya kualitas lingkungan. Sehingga, persyaratan pertama untuk keberlanjutan kegiatan budidaya adalah tersedianya system alokasi sumberdaya untuk budidaya. Sistem yang demikian harus diterapkan dalam konteks pendekatan perencanaan terpadu dibandingkan hanya menciptakan serangkaian peraturan untuk menghindari kerusakan lingkungan (Perez et al., 2003).
4.11.1. Daya Dukung Fisik (Ekologi) Perairan Luas perairan Teluk Tamiang yang layak untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu seluas 385 ha yang didasarkan berdasarkan kelayakan bioteknis yang menjadi penentu daya dukung fisik perairan yaitu kedalaman, kecepatan arus, gelombang, suhu, oksigen terlarut, salinitas, substrat dasar, dan kecerahan.
Daya
dukung lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh kisaran antara 18,8 – 62,5 ton ikan atau
sebanyak 16 – 52 unit (80 – 260 KJA)
(produksi optimal – maksimal) untuk 1 kali musim tanam/tahun dengan asumsi tingkat produktivitas 0,25 ton/keramba/musim pemeliharaan dengan volume keramba sebesar @22,5 m-3 (3 x 3 x 2,5 m). Bila dilakukan pola tanam sebanyak 2 kali dalam 1 tahun maka total produksi ikan yang dapat dihasilkan adalah sebesar 37,6 – 125 ton ikan kerapu.
4.11.2. Daya Dukung Produksi Biomass Ikan Hasil percobaan pemeliharaan ikan didapatkan tingkat produktivitas sebesar 257,6 kg per keramba dengan padat tebar 20 ekor per m3 pada ukuran ikan tebar seberat 360 gr per ekor atau sebanyak 450 ekor per keramba dimana sintasan dapat mencapai 100% dengan periode pemeliharaan selama 6 bulan (180 hari). Jenis pakan yang digunakan dalam pemeliharaan adalah jenis ikan pakan rucah (alami) yang berasal dari hasil tangkapan ikan nelayan setempat yang cukup tersedia sepanjang musim.
Beberapa faktor pembatas daya dukung produksi ikan di Teluk Tamiang
adalah keberadaan limbah baik yang berasal dari aktivitas budidaya itu sendiri maupun yang berasal dari daratan yang berasal dari aktivitas antropogenik. Keberadaan limbah bahan organik tersebut secara langsung akan berdampak kepada ketersediaan oksigen yang ada di perairan dan sangat menentukan tingkat kehidupan ikan budidaya.
4.11.3. Daya Dukung Sosial Ekonomi Dalam menentukan Teluk Tamiang sebagai kawasan pengembangan budidaya keramba
jaring
apung
ikan
kerapu
yang
terpadu
dan
berkelanjutan
telah
mempertimbangkan pola pemanfaatan yang sudah berlangsung saat ini yaitu kegiatan budidaya rumput laut dan alur pelayaran.
Tujuannnya adalah agar keberadaan
budidaya ikan yang akan dikembangkan tidak mengganggu alur pelayaran dan aktivitas lainnya secara timbal balik sehingga dapat dihindari konflik kepentingan antar stakeholders sekitar perairan teluk.
Secara ekonomi pengembangan budidaya
keramba jaring apung ikan kerapu cukup menjanjikan keuntungan dengan asumsi ukuran yang dapat dipasarkan mencapai 530 gr/ekor dengan tingkat harga antara Rp. 300.000 – Rp. 400.000 per kg ikan kerapu bebek (Cromileptis Altivelis) dan total biaya (total cost) antara Rp. 100.000 – Rp. 125.000 per kg ikan maka keuntungan yang akan didapatkan sebesar Rp. 53.379.000,- per siklus pemeliharaan per keramba. Daya dukung perairan teluk sangat terkait dengan partisipasi dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan (Stakeholders) baik masyarakat maupun pemerintah disekitar teluk Tamiang.
Peningkatan koordinasi antar instansi yang berkompeten
terhadap kelestarian teluk perlu terus ditingkatkan. Berdasarkan
uraian secara keseluruhan, pendekatan sistem dengan model
yang dibuat dalam pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung dapat memberikan gambaran eksploratif untuk pendugaan, pemahaman dan penunjang
keputusan yang berguna bagi pengelolaan kualitas lingkungan dalam pengembangan budidaya KJA ikan kerapu secara berkelanjutan.
4.12.
Implikasi Kebijakan Operasional Implikasi kebijakan operasional yang dapat ditempuh antara lain :
a)
Penataan kawasan pemukiman di sekitar perairan Teluk Tamiang dengan melakukan pembatasan dan penataan rumah penduduk.
b)
Memberikan penyuluhan
untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat
akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan perairan teluk dengan tidak menjadikan perairan teluk sebagai tempat pembuangan sampah. c)
Penurunan jumlah beban limbah yang berasal dari aktifitas antropogenik dengan mengupayakan pada penekanan laju pertumbuhan penduduk,membatasi dan menata pemukiman penduduk di sekitar Teluk Tamiang.
d)
Melakukan kegiatan diseminasi paket teknologi budidaya yang ramah lingkungan dengan menekankan pada peningkatan pengetahuan managemen budidaya keramba jaring apung.
e)
Perlu ada Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten sebagai bentuk dari tanggungjawab pemerintah untuk mengatur pemanfaatan Teluk Tamiang secara lestari baik dalam penentuan tingkat penerapan teknologi budidaya, pembatasan jumlah keramba jaring apung dalam instrumen regulasi izin usaha, dan penataan pemukiman/ruang agar harmonis dengan aktivitas lainnya.
4.13. Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya Kerapu Sistem KJA di Pesisir Teluk Tamiang Secara bekelanjutan Beberapa langkah strategi yang perlu diperhatikan antara lain : 1.
Tata aturan pengelolaan bersama dibuat dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan artinya pemanfaatan sumberdaya pesisir haruslah berbasis kepada aspek daya dukung lingkungan perairan sebagai batas optimal pengelolaan disamping harus pula mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Nilai daya dukung
perairan yang telah ditetapkan dan diuraikan sebelumnya hendaknya
dapat menjadi salah satu masukan didalam menyusun strategi pengelolaan bersama guna menentukan batas-batas wilayah pengelolaan untuk masingmasing pengguna
2.
Limbah hasil kegiatan budidaya ikan dalam KJA baik berupa sisa pakan, feses dan ekskresi yang terbuang kedalam perairan teluk (badan air) merupakan bahan pencemar organik yang dapat mempengaruhi tingkat kesuburan (eutrofikasi) dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan ikan budidaya dan biota perairan lainnya. Untuk mengantisipasi penurunan kelayakan habitat dan dampaknya terhadap lingkungan perairan budidaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya adalah efisiensi pakan melalui teknik pemberian pakan yang baik (frekuensi dan dosis pakan yang tepat) dan pengaturan padat tebar ikan dengan perbaikan dari sisi manajemen budidaya.
3.
Untuk meminimalisasi limbah dari aktivitas didaratan antara lain berasal dari kegiatan peternakan, dan pemukiman (rumah tangga), maka perlu dilakukan upaya-upaya antara lain : (1) membuat sarana tempat pembuangan sampah akhir di daratan yang mudah dijangkau, (2)
memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa pesisir teluk bukan merupakan tempat pembuangan sampah akan tetapi adalah ladang untuk kehidupan dan mendapatkan mata pencaharian, dan (3) melakukan kegiatan pemeliharaan ternak yang jauh dari wilayah pesisir (4) Penataan kawasan pemukiman penduduk disekitar Teluk Tamiang. 4.
Rencana pengembangan diarahkan dalam sistem perencanaan pengembangan wilayah pesisir secara terpadu yang dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Sistem ini akan bermanfaat untuk acuan perizinan dan akses kompromi antar stakeholders yang mencakup aspek persetujuan pemanfaatan wilayah untuk budidaya, transportasi laut dan pengelolaan pelestarian sumberdaya perairan, peternakan dan pemukiman yang dibangun dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan (integrated and sustainable).
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 1. Model pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA ikan kerapu yang dibangun dapat menggambarkan perilaku system yang nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan perairan untuk pengembangan kawasan budidaya.
Data dan informasi yang terkait dengan
pengelolaan budidaya KJA diperoleh melalui pendekatan simulasi. Model ini dapat digunakan untuk pemahaman, pendugaan (prediction) dan optimasi alokasi sumberdaya perikanan budidaya pada batas level minimum resiko kerusakan lingkungan . 2. Beban limbah budidaya kerapu dalam KJA yang terbuang ke lingkungan perairan masih cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan pengkayaan nutrient N dan P kedalam lingkungan perairan. Untuk memproduksi 237.6 kg ikan dibutuhkan sebanyak 1.406.3 kg pakan rucah (FCR 5.9). Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707.5 kg (50.3%) dari total pakan. 3. Dari kedua metode pendekatan yang digunakan dalam pendugaan daya dukung lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh kisaran produksi ikan antara 18.8 – 62.5 ton ikan atau 16 – 52 unit (80 – 260 KJA) pada tingkat baku mutu ammonia (NH3N) 0.3 dan 1 ppm (produksi optimal – maksimal) untuk 2 kali musim tanam/tahun. 4. Dari hasil simulasi skenario (optimis, moderat, dan pesimis) yang telah dilakukan dari kombinasi antara besar kontribusi limbah antropogenik dengan padat tebar ikan kerapu yang berbeda pada aktifitas budidaya di perairan teluk, menghasilkan beberapa alternatif untuk dapat dijadikan referensi bagi perencanaan pengelolaan kawasan perairan teluk karena masih dalam rentang daya dukung perairan teluk sebagai kawasan pengembangan kegiatan budidaya ikan yang berkelanjutan. 5. Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu).
Model penduga daya dukung
perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.
5.2. Saran 1. Upaya-upaya perbaikan ekosistem dan menyeimbangkan pemanfaatan perairan teluk melalui pendekatan eko-teknologi merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengurangi degradasi kualitas lingkungan perairan teluk dalam menjamin kelangsungan usaha budidaya ikan di KJA sehingga kualitas airnya layak bagi kehidupan ikan. 2. Model
pengelolaan
yang
dibangun
dapat
digunakan
sebagai
alat
untuk
memprediksi dampak dan optimasi pemanfaatan didasarkan pada variabel-variabel yang telah diketahui atau yang masih diasumsikan, oleh karena itu perlu ada kajian untuk lebih melengkapi kebutuhan dasar (perilaku sistem) agar mendekati kondisi yang sebenar benarnya antara lain tentang peran mikroorganisme sebagai pengurai (decomposer), ikan, plankton (zoo-p dan phyto-p) dan biota perairan lainnya. 3. Untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA di perairan Teluk Tamiang perlu ada identifikasi beban limbah dari pakan komersil (buatan) dan berbagai jenis ikan yang lain untuk dibudidayakan. 4. Upaya pengembangan budidaya KJA
secara lestari dan berkelanjutan perlu
didukung oleh sarana dan prasarana yang terkait dengan budidaya KJA serta penegakan peraturan dan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan perairan teluk.
DAFTAR PUSTAKA Abel, P.D. 1989. Water Pollution Biology. Halsted Press. A Division of John Wiley & Sons. New York. Akbar, S dan Sudaryanto, 2002. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar Swadaya. Jakarta. ). Ahmad T, Rukyani A. Wijono A. 1991. Teknik budidaya laut dengan keramba jaring apung. P:69-87. Dalam Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Jakarta, 12-13 April 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, FPKKA Agri-Business Club. Jakarta. APHA (American Public Health Association), 1992. Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. Washington, DC. 874p. Arinardi, O.H. 1997. Status Pengetahuan Plankton di Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 30: 63-95. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros, 2004. Laporan Evaluasi Tingkat Kelayakan Perairan Teluk Tamiang Bagi Pengembangan Budidaya Laut. Barg, U. C. 1992. Guidelines of the promotion of environmental management of coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328, FAO, Rome. 122 pages. Beveridge, M.C.M. 1987. Cage and pen farming: carrying capacity models and environmental impact. FAO Fish. Tech.Pap.255. FIRI/T255, 131p. Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482p. Beveridge, M.C.M. 1996. Cage Aquaculture. Second Edition. Fishing News Books. London. 346p. Boyd C. E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482p.
Alabama Agricultural
Bourgeois, R. 2002. Expert Meeting Methodology for Prospective Analysis. CIRAD Amis Ecopol. Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems: Ecological considerations for management of the the coastal zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C. 178p. Cornel G. E, Whoriskey F. G. 1993. The effects of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) cage culture on the water quality, zooplankton, benthos and sediment of Lac du Passage, Quebec, Aquaculture, 109:101-117.
Dahuri, R. 1998. Pengaruh pencemaran limbah industri terhadap potensi sumberdaya laut. Makalah pada Seminar Teknologi Pengolahan Limbah Industri dan Pencemaran Laut. BPPT, Jakarta. Davis, C.C, 1955. The Marine and Fresh Water Plankton, Michigan State Universitas Press. DITJENBUDKAN, 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Laut. Budidaya Ikan Kerapu. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Direktorat Pembudidayaan. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. 1996. Duxbury and Duxbury. 1999. Primer Productivity. Michigan State Universitas Press. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelanautan. IPB. Bogor. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor. FAO, 1996. Food and Agriculture Organization of the United Nation. FAO Technical Guidelines For Responsible Fisheries. Roma. Furnichi, M. 1988. Dietry Requirement. In Fish Nutrition in Mariculture (T. Watanabe ed). Japan International Cooperation Agency, p. 9-79. Forrrester, J.W. 1968. Massachusetts.
Principles of Systems.
Wright-Allen.
Press, Inc.
GESAMP REPORTS AND STUDIES FAO. 2001. Planning and Management for Sustainable Costal Aquaculture Development. Roma. Grant, W.E., E.K. Pedersen, and S.L. Marin. 1997. Ecology and Natural Resource Management: System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons. New York. Giri, N.A.,K. Suwirya, dan Marzuki. 1999. Kebutuhan protein, lemak, dan vitamin C pada yuwana kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 5(3): 38-49. Goldman R and A.J. Horne, 1983. Limnology. Company. Auckland, New Zealand. 464p.
McGraw Hill International . Book
Hall., C.A.S. and Day, Jr.,J.W. (Eds). 1997. Ecosystem modeling in theory and practice: An introduction with case histories. John Wiley & Sons, New York. 684 p. Hardjowigeno S, Widiatmika. 2001.Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Fakultas Pertanian Insitut Pertanian Bogor. Hartrisari, H. 2002. Bahan Kuliah Analisis Sistem dan Pemodelan dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (Tidak dipublikasi). Program Pascasarjana SPL-IPB. Bogor.
Hutagalung H. P, Setiapermana D dan Riyono S.H., 1997. Metode Analisis Air laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. 78 hal. Jeffers, J. N. R. 1978. An Introduction to System Analysis:with ecological application. Edward Arnold, London, p1-11. Jorgensen, S.E. 1988. Fundamentals of Ecological Modelling. Elsevier, Amesterdam. P:9-89. Kaswadji, R. F. Widjaja, F. and Wardianto Y. 1993. Produktivitas Primer dan laju pertumbuhan fitoplankton di perairan pantai Bekasi. J. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, (12):1-15. Kenchington R. A, Hudson B. E. T. (eds.) 1984. Coral reef management handbook. Jakarta, Indonesia. UNESCO Regional Officer for Science and Technology in South-East Asia;281pp. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Lawson TB. 1995. Fundamentals of Aquacultural Engineering. Chapman & Hall, New York. 355 pp. . Lee, C.D.,S.B, Wang and Kuo. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as Biological Indicators of Water Quality, with Reference to Community Diversity Index. International Conference of Water Pollutan Control in Developing Countries. Bangkok Thailand. McDonald M. E. Tikkanen C. A. Axler R. P. Larsen C. P. Host G. 1996. Fish simulation culture model (FIS-C): a bioenergetics based model for aquacultural wasteload application. Aquacultural Engineering, 15(4):243-259. Meade, J. W. 1989. Aquaculture Management. AnAvi Book, Van Nostrand Reinhold, New York. 175p. Nontji A. 1984. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta serta Keterkaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugroho, A. 1989. Budidaya Ikan Kerapu Di Kurungan Apung. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta. Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologi. Penerbit CV. Gramedia Jakarta. Penerjemah Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M Hutomo dan S. Sukardjo. 458 halaman. Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Third Edition. W.B. Saunders Company. Toronto.
Parson, T.P., M. Takahashi and B, Hargrave. 1984. Biological Oceanographie Process. Third Edition. Pergamon Press. Offord-New York-Toronto-SydneyParis-Frankfurt. Price, D.R.H. 1979. Fish as Indicators of River Water Quality in A. James and Lillian Evison. Biology Indicators of Water Quality. John Wiley and Sons, New York. Perez OM, Ross LG, Telfer TC and del Campo Barquin LM. 2003. Water Quality Requirements for Marine Fish Cage Site Selection in Tenerife (Canary Islands): predictive modelling and analysis using GIS. Aquaculture 224: 51–68. Rachmansyah, 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya Bandeng Dalam Keramba Jaring Apung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ray, P. and N. G. S. Rao, 1964. Density of Freshwater Diatom and Relation to some Physico-Chemical Condition of Water. Jurnal Fish. India. Rustam, 2005. Analisis Dampak Kegiatan Pertambakan Terhadap Daya Dukung Kawasan Pesisir (Studi Kasus Tambak Udang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. San Diego-McGlone. 2006. Marine Science Institute University of Philippines. (McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm) Sunyoto, P. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Sushil. 1993. System Dynamics. A Practical Approach for Managerial Problems. Wiley Eastern Limited. New Delhi. SEAFDEC Aquaculture Departemen Kelompok Kerja Perikanan Pembudidayaan dan Managemen Kesehatan Ikan Kerapu. 2001.
APEC.
Sutarmat, T, Hanafi. A, Suwarya. K, Ismi. S, Wadoyo, Kawahara. S. 2003. Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Terhadap Performasi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Penelitian Perikanan Indoenesia. Edisi Akuakultur. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dam Perikanan Republik Indonesia. Statistik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Perikanan Republik Indonesia.
Departemen Kelautan dan
Tambaru, R. 2000. Pengaruh waktu inkubasi terhadap Produkivitas Primer di Perairan Teluk Hurun. Tesis. Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu Perairan. IPB. Bogor. Umaly, R. C. and L. A. Cuvin. 1988. Limnologi: Laboratory and Field Guide PhysicoChemical Factors, Biology Factors. National Book Store Publik., Manila
Usman, Rachmansyah, Pongsapan DS. 2002. Beban limbah budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dalam keramba jaring apung. Laporan Hasil Penelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. (UNEP) United Nations Enviroment Programme. 1993. Training Manual on Assesment of the Wuantity and Type of Land-Based Pollution Discharges Into the Marine and Coastal Enviroment. RCU/EAS Technical Reports Series No.1. Velvin, R. 1999. Environment Effects from Fish Farming. In : Poppe, T (Ed.), Textbook of Fish Health and Fish Diseases. Universitetforlaget, Oslo, Norway, pp 340 – 347 in Norwegian. Widigdo, B. 2000. Penyusunan Kriteria Eko-Biologis untuk Pemulihan dan Pelestarian Kawasan Pesisir di Pantura Jawa Barat. PKSPL, Bogor. www.suharjawanasuria.tripod.com. 2006. Budidaya Kerapu dan Peluang Ekspor (Grouper Culvation to Face Export Challenge).
Piranti Lunak Visual Basic ”MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0” (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu)
Beveridge M and Muir JM. 1982. An Evaluation on Proposed Cage Fish Culture on Loch Lomond, an Important reservoir in Central Scotland. Can. Wat. Resources J. 7: 181 – 196. Bengen D.G. 2000. Sinopsis: Teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88p. Bergheim A, Hustveit H, Kittelsen A and Selmer-Olsen A. 1982. Estimated Pollution Loadings from Norwegian Fish Farms. I. Investigations 1978-1979. Aquaculture 28: 346 – 361. Garcia, S.M. and Staples, D.J. and Chesson, J. 2000. The FAO Guidelines for development and use of indicators for sustainable development of marine capture fisheries and an Australian example of their application. Ocean and Coastal management. 43 : 537 – 556. Gowen RJ and Bradbury NB. 1987. The Ecological Impact of Salmonid Farming in Coastal Waters: A Review. Oceanogr. Mar. Boil. Annu. Rev. 25: 563 – 575. Johnsen RI, Grhln-Nielsen O, Lunestad BT. 1993. Environmental distribution of organic waste from a marine fish farm. Aquaculture, 118:229-244. McLean W. E, Jensen J.O.T. Alderdice D.F. 1993. Oxygen consumption rates and water flow requirements of Pacific salmon (Oncorhynchus spp) in the fish culture environment. Aquaculture., 109;281-313. Molver J, Stigebrandt A and Bjerkenes V. 1988. On the Excretion of Nitrogen and phosphorous from Salmon. Proc. Aquaculture Int. Congres, 80 pp. Aquaculture International Congress. Vancouver, BC. Muller F and Varadi L. 1980. The Results of Cage Fish Culture in Hungary. Aquacult. Hung. 2: 154 – 167. Penczak T, Galicka W, Molinsky M, Kusto E and Zalewski M. 1982. The Enrichment of a Mesotrophic Lake by Carbon, Phosphorous and Nitrogen from the Cage Aquaculture of Rainbow Trout (Salmo gairdneri). J. Appl. Ecol. 19: 371 – 393. Poernomo, A. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Udang Ramah Lingkungan. Ditjend Perikanan, Jakarta. Peres H and Oliva-Teles A. 1999. Influence of Temperature on Protein Utilization in Juvenile European Seabass (Dicentrarchus labrax). Aquaculture 170: 337–348.
Russel NR, Fish JD and Wootton RJ. 1996. Feeding and Growth of Juvenile Seabass: Effect of Ration and Temperature on Growth Rate and Efficiency. J. Fish Biol. 49, 206–220. Silvert, W. and J. W. Sowles. 1996. Modelling Environmental impact of marine finfish aquaculture, J. Appl. Ichtihyology 1996;12:75-81. excess Smith VH, Tilman GD, Nekola JC. 1999. Eutrophication: impacts of excess nutrient inputs on freshwater, marine, and terrestrial ecosystems. Environmental Pollution (100: 179 – 196. Wu RSS, Lam KS, MacKay DW, Lau TC and Yam V. 1994. Impact of Marine Fish Farming on Water Quality and Bottom Sediment: a Case Study of the SubTropical Environment. Mar. Environ. Res. 38: 115 – 145. Lowell, T. 1980. Feeding tilapia. Aquaculture, 7 : 42-43. (LOICZ) Project (Malou San Diego McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm) (2006)
108 Lampiran 1 Tabel Hasil analisis plankton di Perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 Bulan pengamatan : Mei 2006 Phylum Genera Phytoplankton
1. Cyanophyta Aphanothece Polycytis 2. Chlorophytta Closteriopsis 3. Chrysophyta Campyloneis Climacosphenia Bidhulpia Ceratium chaetoceros Coscinusdiscus Diploneis Cyclotella Diatoma Distephanus Epithemia Eunotia Pleurosigma Gyrosigma Hemiaulus Eucampia Nitszchia Fragilaria Thalassiosira Rhizosolenia Lauderia Thalassiotrix
Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
3750 1575
124 65
60 75
1475 67
231 201
43 2601
79 0
78 49
429 1321
178 125
8
10
6
0
29
40
201
213
42
71
38 15 23 45 53 98 8 38 68 8 8 15 45 23 30 15 30 68 105 23 60 105
36 17 26 0 0 28 16 30 0 14 15 35 0 41 0 20 26 0 55 0 126 99
45 8 20 59 60 0 35 0 158 8 10 13 54 25 28 17 23 66 15 23 0 51
42 19 20 0 38 65 13 0 43 10 12 0 41 21 0 16 0 46 0 32 15 96
67 41 0 105 0 201 67 84 0 40 27 43 74 46 70 0 665 125 201 135 75 0
0 55 178 0 149 189 0 0 157 159 0 38 0 74 0 57 0 17 89 0 112 132
718 15 78 59 0 75 19 78 0 0 701 0 78 0 212 17 113 0 49 210 121 712
49 71 0 25 128 32 325 273 128 107 0 81 79 0 28 0 256 704 0 259 301 0
28 321 79 0 310 42 0 321 0 178 48 321 1781 259 471 23 0 66 231 461 721 479
23 0 72 31 28 123 52 38 0 235 172 0 29 1721 178 321 258 114 722 112 325 231
6254 1.3632
783 2.6054
859 2.7850
2071 1.3583
2527 2.5987
4090 1.5805
3535 2.3161
3186 2.5745
7932 2.5373
5159 2.4237
0.4235 0.4245
0.8094 0.0930
0.8652 0.0789
0.4220 0.5142
0.8073 0.1100
0.4910 0.4160
0.7195 0.1366
0.7998 0.1005
0.7882 0.1090
0.7530 0.1516
60 8 8 8 8
0 5 4 6 4
33 4 2 3 0
47 12 15 8 10
147 21 33 18 25
245 40 59 651 71
38 10 11 4 8
67 12 15 18 9
58 10 12 0 10
79 278 34 27 14
8 8
7 2
3 0
8 4
40 30
63 42
8 7
16 14
12 10
52 20
108 1.4833
28 1.7288
45 0.9420
104 1.6325
314 1.6252
1171 1.3661
86 1.6629
151 1.6712
112 1.4665
504 1.4193
0.7623 0.3416
0.8884 0.1862
0.4841 0.5565
0.8389 0.2609
0.8352 0.2697
0.7021 0.3644
0.8545 0.2512
0.8588 0.2506
0.7536 0.3151
0.7294 0.3492
Zooplankton
1. Protozoa Protoperidium Prorocentrum Dinophysis Acanthocystis Eutinnus 2. Aschelminthes Ecentrum Ploesoma Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
109 Bulan pengamatan : Juni 2006 Phylum Genera Phytoplankton
1. Cyanophyta Aphanothece Polycytis 2. Chlorophytta Closteriopsis 3. Chrysophyta Campyloneis Climacosphenia Bidhulpia Ceratium chaetoceros Coscinusdiscus Diploneis Cyclotella Diatoma Distephanus Epithemia Eunotia Pleurosigma Gyrosigma Hemiaulus Eucampia Nitszchia Fragilaria Thalassiosira Rhizosolenia Lauderia Thalassiotrix
Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
225 27
45 76
782 0
123 214
210 231
445 1021
125 732
0 1321
721 642
0 69
21
0
234
152
123
231
0
576
121
25
45 29 0 115 201 24 16 24 15 34 0 23 14 49 0 125 3725 121 198 130 0 295
45 172 34 72 15 31 113 13 2126 115 117 335 238 2241 215 0 1232 0 0 12 126 48
0 112 234 0 124 95 0 123 241 8 112 0 0 123 514 15 0 124 982 27 1123 474
42 0 1120 0 242 1102 222 0 621 112 0 114 231 112 0 0 12 412 0 12 124 0
0 112 0 1102 162 1201 0 125 0 171 221 0 112 107 231 102 0 0 0 0 25 130
0 132 231 0 0 0 1121 321 123 0 112 607 125 0 13 0 201 0 174 1015 0 132
542 1251 231 0 321 1121 0 325 25 275 0 1213 0 1264 0 0 27 29 0 62 31 712
112 345 0 351 0 0 23 0 0 251 12 23 231 21 0 235 15 536 2231 1142 0 1446
21 0 112 721 27 112 406 231 1121 98 153 521 0 38 215 34 0 0 567 0 795 352
132 735 90 0 1423 451 0 267 0 69 372 27 0 565 235 742 176 0 523 356 712 231
5456 1.4416
7421 1.9888
5447 2.3826
4967 2.3182
4365 2.2630
6004 2.3789
8286 2.3704
8871 2.2037
7008 2.5968
7200 2.5746
0.4479 0.4758
0.6179 0.2066
0.7402 0.1210
0.7202 0.1348
0.7030 0.1578
0.7391 0.1180
0.7364 0.1105
0.6846 0.1419
0.8067 0.0896
0.7998 0.0951
69 11 9 2 11
46 9 15 28 6
86 32 17 8 19
70 57 67 65 32
37 35 15 32 15
135 25 32 131 92
54 26 7 23 0
34 22 12 17 19
58 12 10 5 7
45 40 78 82 23
6 4
7 9
23 30
46 73
35 32
71 45
11 0
12 35
8 12
22 34
112 1.3045
120 1.6711
215 1.7015
410 1.9159
201 1.8927
531 1.7885
121 1.3889
151 1.8644
112 1.5357
324 1.8300
0.6704 0.4098
0.8588 0.2342
0.8744 0.2285
0.9846 0.1507
0.9727 0.1564
0.9191 0.1864
0.7138 0.2931
0.9581 0.1668
0.7892 0.3101
0.9404 0.1772
Zooplankton
1. Protozoa Protoperidium Prorocentrum Dinophysis Acanthocystis Eutinnus 2. Aschelminthes Ecentrum Ploesoma Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
110 Bulan Pengamatan : Juli 2006 Phylum Genera Phytoplankton
1. Cyanophyta Aphanothece Polycytis 2. Chlorophytta Closteriopsis 3. Chrysophyta Campyloneis Climacosphenia Bidhulpia Ceratium chaetoceros Coscinusdiscus Diploneis Cyclotella Diatoma Distephanus Epithemia Eunotia Pleurosigma Gyrosigma Hemiaulus Eucampia Nitszchia Fragilaria Thalassiosira Rhizosolenia Lauderia Thalassiotrix
Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
1232 136
16 2341
871 124
98 513
2245 1451
0 398
222 567
132 0
432 227
79 889
27
65
0
132
321
3251
121
1134
0
121
72 0 135 0 98 135 18 35 37 5 35 321 0 175 12 2131 0 321 301 143 25 795
123 831 123 82 513 0 98 10 189 25 15 212 123 0 312 18 988 12 41 96 0 48
98 342 0 453 98 123 0 87 376 234 88 231 231 123 432 18 12 67 751 0 823 404
0 115 789 123 156 998 121 15 342 171 87 17 782 79 166 18 11 512 12 112 78 58
981 145 0 61 901 742 32 0 0 59 23 0 131 0 0 88 27 23 0 12 15 51
0 754 884 0 19 542 114 241 111 31 0 572 0 167 25 0 332 0 434 81 0 34
435 0 521 25 79 0 65 0 35 221 227 435 342 678 324 15 0 12 32 0 12 324
98 115 121 56 45 12 0 234 27 571 15 21 224 25 0 45 563 332 213 324 168 746
35 0 56 24 32 232 222 0 998 124 1123 231 567 42 343 456 0 0 787 95 0 452
675 567 357 215 456 71 65 1456 0 69 0 0 322 0 35 0 234 213 0 0 35 431
6189 2.1321
6281 2.1245
5986 2.6743
5505 2.5975
7308 2.0013
7990 2.0735
4692 2.5845
5221 2.5302
6478 2.5277
6290 2.4492
0.6624 0.1857
0.6600 0.1944
0.8308 0.0854
0.8070 0.1010
0.6217 0.1804
0.6442 0.2055
0.8029 0.0879
0.7860 0.1080
0.7853 0.0990
0.7609 0.1136
45 25 7 3 9
25 17 27 25 14
17 13 0 5 11
3 3 12 12 12
155 24 10 0 19
43 132 45 131 111
23 15 7 11 13
32 12 21 0 12
35 45 12 6 3
78 58 111 129 45
8 7
4 12
0 19
0 5
78 29
76 35
8 12
9 12
5 11
27 64
104 1.5798
124 1.8331
65 1.5301
47 1.6353
315 1.3892
573 1.8264
89 1.8759
98 1.6863
117 1.5654
512 1.8409
0.8118 0.2683
0.9420 0.1707
0.7863 0.2284
0.8404 0.2150
0.7139 0.3224
0.9386 0.1760
0.9640 0.1642
0.8666 0.2060
0.8044 0.2619
0.9461 0.1727
Zooplankton
1. Protozoa Protoperidium Prorocentrum Dinophysis Acanthocystis Eutinnus 2. Aschelminthes Ecentrum Ploesoma Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
111 Bulan Pengamatan : Agustus 2006 Phylum Genera Phytoplankton
1. Cyanophyta Aphanothece Polycytis 2. Chlorophytta Closteriopsis 3. Chrysophyta Campyloneis Climacosphenia Bidhulpia Ceratium chaetoceros Coscinusdiscus Diploneis Cyclotella Diatoma Distephanus Epithemia Eunotia Pleurosigma Gyrosigma Hemiaulus Eucampia Nitszchia Fragilaria Thalassiosira Rhizosolenia Lauderia Thalassiotrix
Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
341 212
231 142
0 221
77 345
234 0
552 545
125 156
298 456
324 34
57 56
0
125
0
125
567
2256
0
998
0
231
111 0 765 0 0 246 0 76 0 11 65 0 251 222 399 0 667 454 546 224 113 355
0 878 0 121 765 0 213 112 989 231 232 56 67 345 0 112 0 106 0 125 0 331
782 0 343 0 112 454 0 234 0 78 56 0 89 0 121 0 17 0 251 112 671 415
0 345 234 752 0 565 99 0 231 421 0 121 546 77 245 54 0 432 0 116 56 67
111 236 767 0 1238 0 561 12 265 77 26 45 99 88 15 57 454 999 651 15 25 25
215 112 0 334 29 321 99 454 0 342 21 56 21 0 32 0 343 0 467 89 12 103
137 556 341 0 56 321 524 0 67 324 235 0 65 777 231 158 0 35 56 294 27 324
254 132 342 231 0 26 21 0 123 321 0 56 123 400 0 279 125 0 567 1234 189 678
67 445 121 333 51 121 90 334 321 0 2321 67 0 889 123 0 124 678 0 0 0 581
445 0 0 671 342 0 345 115 456 1134 1221 0 231 222 434 55 567 32 565 321 56 0
5058 2.5835
5181 2.5197
3956 2.3767
4908 2.6586
6567 2.4763
6403 2.3013
4809 2.6875
6853 2.6372
7024 2.2946
7556 2.6471
0.8026 0.0875
0.7828 0.1072
0.7384 0.1138
0.8260 0.0842
0.7693 0.1069
0.7149 0.1624
0.8349 0.0827
0.8193 0.0910
0.7129 0.1557
0.8224 0.0873
25 51 5 5 11
112 8 76 39 45
6 5 5 0 4
4 2 9 13 10
98 121 12 8 9
35 195 78 76 56
24 17 9 9 15
55 0 35 25 10
32 25 17 10 6
65 76 99 125 55
5 11
8 33
5 3
2 5
26 37
56 75
7 11
13 13
8 14
20 64
113 1.5602
321 1.6579
28 1.7703
45 1.7509
311 1.5142
571 1.8005
92 1.8630
151 1.6065
112 1.7998
504 1.8468
0.8018 0.2775
0.8520 0.2240
0.9098 0.1735
0.8998 0.1970
0.7781 0.2748
0.9253 0.1932
0.9574 0.1680
0.8256 0.2330
0.9249 0.1861
0.9490 0.1691
Zooplankton
1. Protozoa Protoperidium Prorocentrum Dinophysis Acanthocystis Eutinnus 2. Aschelminthes Ecentrum Ploesoma Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
112 Bulan Pengamatan : September 2006 Phylum Genera Phytoplankton
1. Cyanophyta Aphanothece Polycytis 2. Chlorophytta Closteriopsis 3. Chrysophyta Campyloneis Climacosphenia Bidhulpia Ceratium chaetoceros Coscinusdiscus Diploneis Cyclotella Diatoma Distephanus Epithemia Eunotia Pleurosigma Gyrosigma Hemiaulus Eucampia Nitszchia Fragilaria Thalassiosira Rhizosolenia Lauderia Thalassiotrix
Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
231 67
112 786
125 67
0 345
253 34
52 545
0 175
1198 1456
0 0
157 412
0
345
34
123
67
2256
0
98
1132
0
234 0 656 0 12 445 0 121 75 45 165 667 275 342 245 561 245 542 778 345 325 282
231 456 12 0 234 0 237 262 667 345 215 67 124 0 0 0 1221 0 81 421 299 362
0 44 232 445 45 0 347 0 0 121 99 54 127 222 565 0 352 555 672 31 997 757
23 312 0 721 323 565 99 121 231 421 0 121 546 77 445 56 0 444 0 111 55 67
111 0 677 0 0 56 0 12 217 72 27 0 0 0 0 0 454 99 2499 15 125 235
215 112 0 345 29 231 976 454 0 43 215 637 20 232 33 115 443 0 656 891 0 103
0 57 352 0 52 0 523 0 87 24 235 0 561 0 1231 158 25 115 0 294 1127 327
254 132 0 233 0 37 0 1112 0 322 0 65 0 441 12 0 135 0 0 23 0 78
0 46 1123 0 55 123 95 336 123 0 1234 12 98 0 243 256 0 665 46 0 123 81
1123 0 12 531 42 0 45 0 57 1234 0 1231 21 234 0 0 435 0 67 123 0 631
6658 2.8057
6477 2.6470
5891 2.5786
5206 2.6940
4953 1.7911
8603 2.4916
5343 2.2864
5596 2.0680
5791 2.2267
6355 2.2187
0.8717 0.0692
0.8223 0.0886
0.8011 0.0940
0.8369 0.0800
0.5564 0.2906
0.7741 0.1180
0.7103 0.1342
0.6424 0.1682
0.6918 0.1438
0.6893 0.1348
15 25 10 0 9
0 8 4 9 10
9 5 9 0 8
9 12 26 17 15
35 53 0 12 19
32 91 18 16 0
0 18 21 0 25
52 3 13 15 12
23 22 16 0 9
23 15 23 25 13
0 10
12 18
7 25
0 5
12 0
16 13
9 16
0 5
9 13
15 0
69 1.5251
61 1.7039
63 1.6300
84 1.6792
131 1.4367
186 1.4866
89 1.5609
100 1.3993
92 1.7242
114 1.7600
0.7838 0.2376
0.8756 0.1959
0.8377 0.2331
0.8629 0.2041
0.7383 0.2729
0.7639 0.2980
0.8021 0.2180
0.7191 0.3276
0.8861 0.1890
0.9044 0.1771
Zooplankton
1. Protozoa Protoperidium Prorocentrum Dinophysis Acanthocystis Eutinnus 2. Aschelminthes Ecentrum Ploesoma Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
113 Bulan Pengamatan : Oktober 2006 Phylum Genera Phytoplankton
1. Cyanophyta Aphanothece Polycytis 2. Chlorophytta Closteriopsis 3. Chrysophyta Campyloneis Climacosphenia Bidhulpia Ceratium chaetoceros Coscinusdiscus Diploneis Cyclotella Diatoma Distephanus Epithemia Eunotia Pleurosigma Gyrosigma Hemiaulus Eucampia Nitszchia Fragilaria Thalassiosira Rhizosolenia Lauderia Thalassiotrix
Kelimpahan (sel/liter) Rata-Rata Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
1231 154
67 87
3541 1112
0 0
1132 321
621 121
231 112
0 0
2541 213
67 561
13
321
0
2231
0
652
25
1265
0
15
0 15 451 112 0 46 15 321 117 47 0 1231 0 0 111 521 134 521 0 667 132 189
432 87 0 57 1123 78 452 0 453 321 543 0 1165 231 12 0 0 12 113 65 325 67
26 0 0 15 0 23 0 231 12 0 0 1123 0 12 754 115 445 56 72 0 0 0
125 542 18 645 2421 68 132 0 0 652 25 0 666 123 0 234 25 144 1321 27 0 55
26 0 76 0 0 0 12 0 342 0 0 12 0 52 0 0 55 0 0 231 5321 38
0 652 0 0 0 542 76 45 0 112 0 0 112 0 135 0 785 123 878 1113 234 4321
345 0 321 12 0 17 0 113 0 0 3421 0 89 15 0 1345 25 76 38 0 989 321
3271 89 17 1231 76 123 0 0 1651 0 0 1263 0 651 561 0 0 0 0 0 0 0
16 1123 0 0 787 0 111 95 561 12 76 0 132 12 0 132 0 0 121 0 0 1367
78 0 98 1151 0 234 9 231 0 0 2341 78 216 1121 89 15 651 85 17 542 12 0
6028
6011
7537
9454
7618
10522
7495
10198
7299
7611
2.3786
2.4950
1.6399
2.1371
1.0945
2.0680
1.7790
1.9093
1.9248
2.1854
0.7390 0.1228
0.7751 0.1086
0.5095 0.2795
0.6639 0.1599
0.3400 0.5149
0.6425 0.2074
0.5527 0.2654
0.5932 0.1818
0.5980 0.1998
0.6789 0.1604
7 13 9 6 12
5 3 7 2 0
0 17 0 12 9
7 10 21 0 8
16 13 17 0 0
0 19 0 23 23
7 10 15 0 22
42 0 0 11 9
0 26 34 18 0
21 0 0 28 20
5 12
24 34
0 35
9 23
42 0
7 10
25 28
5 9
0 9
19 13
64 1.8905
75 1.3506
73 1.2467
78 1.6758
88 1.2631
82 1.5186
107 1.6911
76 1.2918
87 1.2888
101 1.5811
0.9715 0.1582
0.6940 0.3234
0.6407 0.3263
0.8612 0.2078
0.6491 0.3200
0.7804 0.2332
0.8691 0.1980
0.6639 0.3587
0.6623 0.2955
0.8125 0.2113
Zooplankton
1. Protozoa Protoperidium Prorocentrum Dinophysis Acanthocystis Eutinnus 2. Aschelminthes Ecentrum Ploesoma Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
114 Lampiran 2. Tabel hasil analisis bentos di Perairan Teluk Tamiang dari Mei s/d Oktober 2006 Bulan Pengamaran : Mei 2006 Famili/Spesies Olividae
St 1
St 2
St 3
St 4
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 8
St 9
St 10
Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase
0
667
0
4
0
25
0
37
12
44
0 2 1
0 0 0
3 23 0
0 0 3
0 0 12
31 0 0
0 15 0
0 0 1
23 0 0
133 0 0
Tellina sp
0
133
0
0
0
52
0
33
45
2222
Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum
4 0 2 1 0 0
0 0 0 0 178 0
0 1 8 19 0 2
6 12 0 0 0 3
0 0 0 0 17 0
0 0 0 0 50 0
0 0 21 0 0 0
0 0 0 0 72 0
7 23 0 0 52 0
0 0 0 0 2444 0
Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia
0 1 3
0 0 89
2 3 0
0 0 0
0 0 23
1 5 0
7 11 0
0 0 0
0 0 11
0 0 222
Natica vitellus Natica canrena
1 2
0 0
0 0
12 0
0 7
0 6
0 1
11 8
0 0
0 0
Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium
0 0
0 0
4 2
0 15
0 0
0 0
12 0
0 0
0 0
0 0
Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum
19 0 0
0 489 0
0 0 1
0 0 23
0 23 0
12 12 0
0 0 0
0 0 0
0 19 0
0 1822 0
Arca sp
0
1600
0
0
53
14
0
12
35
3911
Codakia sp
0
0
1
2
0
0
3
1
0
0
Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)
0 1 1 0
2 0 0 0
1 0 2 5
0 7 0 0
5 0 5 2
27 0 0 0
2 2 1 1
0 5 2 2
0 0 0 0
2 0 0 44
Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus
2 1 0 1 4 0
0 0 0 0 0 0
4 5 1 0 2 1
0 0 3 4 0 8
0 0 0 26 0 0
0 0 11 0 8 4
2 1 0 0 0 0
2 1 1 0 0 0
0 0 16 26 0 0
0 0 89 1644 0 0
Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga
1 1 0
0 89 0
2 0 6
5 0 16
0 0 0
0 13 0
0 0 0
1 0 1
0 12 0
0 222 0
Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis
5 1 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 7 0 1
0 3 0 11 3
0 6 0 0 9
1 1 7 0 0
3 2 1 0 1
0 0 0 0 0
0 0 1 0 0
0 0 0 0 0
0 0 20 74
0 0 7 3254
1 3 26 136
4 3 20 167
0 0 12 200
0 0 17 297
1 1 19 107
0 2 17 209
0 0 13 295
0 0 12 12811
3.5128 2.7000 0.1557
2.0930 2.4766 0.3139
3.9687 2.8048 0.0975
3.9613 3.0448 0.0786
3.1115 2.8833 0.1470
3.5545 2.8888 0.1082
3.4017 2.6602 0.1320
2.7509 2.2357 0.2175
3.3813 3.0354 0.1102
2.5775 2.3884 0.1975
Tellinidae
Veneridae
Arcidae
Niticidae
Dentalidae
Ovulidae
Eulimidae
Lucinidae Cardiidae
Buccinidae
Concellariidae
Mitridae
Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens Jumlah Spesies Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
115 Bulan Pengamatan : Juni 2006 Famili/Spesies
St 1
St 2
St 3
St 4
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 8
St 9
St 10
Olividae
Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase
2
235
2
5
17
0
0
0
15
2
3 2 3
0 0 0
5 12 0
1 5 3
0 0 16
22 0 0
0 5 0
3 7 0
5 5 2
27 2 0
Tellina sp
12
133
0
0
0
52
0
33
45
2222
Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum
5 0 5 4 5 5
0 3 0 0 80 0
5 0 3 6 0 4
0 15 5 12 0 3
14 5 0 3 12 0
7 0 7 0 21 0
21 0 17 23 8 0
0 7 6 0 0 12
8 15 0 5 23 0
0 0 0 0 213 0
Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia
8 3 5
0 0 63
3 0 5
2 0 0
0 7 17
1 0 5
7 11 0
4 15 0
2 0 9
0 0 215
Natica vitellus Natica canrena
5 1
0 0
2 1
8 0
0 8
4 3
0 0
9 5
0 0
3 0
Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium
5 6
0 3
3 0
0 0
2 7
0 6
8 0
0 4
1 0
0 0
Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum
12 0 3
0 57 0
3 0 5
0 4 16
0 19 4
9 9 0
0 7 7
3 9 0
0 0 0
0 723 0
Arca sp
7
49
38
0
24
0
71
0
15
343
Codakia sp
7
0
0
0
0
4
0
8
0
0
Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)
5 0 7 0
0 7 0 0
0 0 6 0
7 0 0 0
0 5 0 9
15 0 0 0
0 4 7 0
3 1 0 2
0 0 5 0
2 0 0 29
Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus
7 5 4 0 0 3
0 0 0 0 12 0
0 0 0 0 0 0
8 13 0 0 4 0
0 4 0 8 0 5
0 0 6 1 7 0
6 0 0 0 0 7
0 0 0 0 5 0
12 8 12 15 0 0
0 0 51 356 0 0
Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga
6 45 0
0 0 0
0 6 0
1 0 0
9 0 0
0 7 0
0 0 8
7 0 1
0 7 15
12 2484 0
Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis
7 5 12 3 7
0 0 0 0 0
7 1 0 0 0
0 3 0 11 3
0 0 5 0 0
12 0 0 5 0
0 0 0 0 7
0 0 0 7 0
15 0 0 0 4
8 0 17 0 5
8 0 35 267
0 0 10 544
0 0 20 141
0 0 18 135
12 0 23 247
0 12 20 178
0 0 19 253
7 8 23 178
0 0 21 246
7 0 21 2806
4.6780 2.8639 0.0612
2.4706 1.5125 0.2525
3.6620 2.2419 0.1313
3.8334 2.3468 0.0823
4.2822 2.6215 0.0584
4.0022 2.4501 0.0745
3.6038 2.2062 0.1300
4.2517 2.6029 0.0621
4.1005 2.5103 0.0658
3.1023 1.8992 0.1482
Tellinidae
Veneridae
Arcidae
Niticidae
Dentalidae Ovulidae
Eulimidae
Lucinidae Cardiidae
Buccinidae
Concellariidae
Mitridae
Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens Jumlah Spesies Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
116 Bulan Pengamatan : Juli 2006 Famili/Spesies
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase
56
23
0
0
0
12
0
9
7
21
6 0 6
0 5 2
0 19 0
9 0 0
0 0 7
23 0 4
0 9 0
0 4 0
51 0 4
70 0 0
Tellina sp
0
59
0
5
0
28
0
12
17
359
Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum
7 0 4 5 25 5
0 0 0 0 29 0
4 5 0 10 0 0
0 10 0 0 0 8
12 0 0 0 8 0
0 5 0 6 33 0
5 0 18 0 0 7
0 0 0 2 0 0
2 17 0 0 40 0
2 0 5 0 344 0
Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia
0 5 9
0 0 58
5 0 0
0 8 0
0 0 13
0 111 0
3 0 0
0 7 0
5 0 6
0 0 58
Natica vitellus Natica canrena
0 7
4 0
0 0
5 0
2 0
0 0
0 0
6 0
5 0
0 0
Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium
5 4
0 0
0 0
3 0
0 21
0 0
25 4
0 0
7 4
0 0
Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum
6 0 7
0 29 0
0 12 0
0 0 0
0 0 0
7 0 0
0 0 12
0 0 0
0 32 0
0 561 0
Arca sp
45
0
231
0
0
6
0
6
14
324
Codakia sp
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)
2 0 7 19
0 0 4 0
0 5 0 0
4 0 0 0
0 0 0 4
13 0 0 0
0 0 0 0
10 12 71 2
0 0 0 0
0 0 0 112
Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus
0 0 7 0 7 0
0 4 0 5 0 0
0 0 0 0 0 0
7 0 6 0 0 0
0 0 0 13 42 0
0 0 112 0 0 8
0 0 0 8 0 0
4 0 0 0 4 0
0 0 0 77 0 0
5 0 27 386 0 0
Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga
6 12 0
0 0 7
0 62 6
8 0 0
0 0 45
0 0 6
6 31 0
0 0 8
0 9 8
0 175 0
Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis
0 0 3 12 0
18 3 0 0 0
0 0 4 0 0
4 22 0 8 6
0 0 0 0 7
0 0 0 0 0
8 0 0 55 1
0 0 0 0 6
8 61 1 0 0
0 251 0 0 0
5 0 27 318 4.1539
0 5 15 270 3.1593
7 0 11 375 1.8860
8 0 15 136 3.8238
0 7 12 193 3.0908
0 0 14 388 2.8714
0 0 14 213 3.2859
31 9 15 216 3.2595
0 0 18 392 3.5433
0 21 15 2736 3.2285
2.9021 0.0851
2.6863 0.1471
1.8110 0.4375
3.2513 0.0818
2.8640 0.1509
2.5053 0.1990
2.8670 0.1386
2.7714 0.1689
2.8228 0.1149
2.7451 0.1259
Olividae
Tellinidae
Veneridae
Arcidae
Niticidae
Dentalidae Ovulidae
Eulimidae
Lucinidae Cardiidae
Buccinidae
Concellariidae
Mitridae
Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens Jumlah Spesies Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
117 Bulan Pengamatan : Agustus 2006 Famili/Spesies
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase
44
17
0
0
0
5
77
0
0
52
7 0 0
0 0 5
0 14 0
5 0 0
0 0 115
17 0 0
0 8 0
0 4 5
15 0 0
222 0 0
Tellina sp
0
121
0
0
12
25
0
17
454
76
Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum
9 10 8 7 0 9
0 0 0 0 112 0
7 0 0 7 0 0
0 0 4 0 0 0
0 15 0 0 5 0
0 0 0 12 28 0
0 6 12 0 0 0
0 0 7 0 22 0
16 17 0 0 17 0
0 0 0 0 52 0
Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia
10 0 0
0 0 55
0 0 0
4 7 0
0 0 12
0 0 0
9 0 6
0 9 0
0 0 0
0 0 56
Natica vitellus Natica canrena
10 6
0 0
0 0
0 0
9 0
0 15
0 0
5 0
0 9
0 0
Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium
5 5
0 0
0 7
6 10
0 5
0 0
45 4
5 0
0 0
2 0
20 234 0
0 17 0
7 0 0
0 0 14
0 0 0
0 8 0
7 7 4
0 0 0
0 10 0
0 455 0
Arca sp
0
55
0
0
34
0
0
0
12
434
Codakia sp
33
0
9
0
0
0
6
0
0
0
Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)
5 0 55 0
0 0 0 5
0 0 0 3
0 0 0 1
45 71 0 0
0 0 0 0
0 0 34 0
0 7 0 0
0 0 0 0
0 0 0 22
Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus
5 0 0 0 7 10
5 4 0 4 0 0
0 0 9 0 0 0
0 0 0 0 0 0
31 22 0 13 0 0
0 0 0 0 0 8
0 0 12 0 130 0
0 0 9 0 0 99
22 0 12 0 0 0
0 0 55 343 0 0
Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga
0 5 0
4 64 0
0 0 3
12 0 23
0 5 0
0 4 0
0 0 0
13 0 9
0 12 0
0 45 0
Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis
5 6 5 4 5
5 12 0 4 0
0 0 0 0 7
0 0 12 0 0
0 6 0 5 0
5 0 4 0 8
0 0 0 5 0
0 0 0 0 0
0 44 0 0 4
0 0 0 0 0
4 6 24 572 3.4236
5 8 18 520 3.1636
0 9 11 93 3.3495
0 3 11 112 3.2510
12 4 19 446 3.4795
0 0 13 157 3.3877
81 1 17 477 3.1901
0 2 15 233 2.9364
22 0 13 683 2.0372
0 0 13 1833 2.8557
2.4805 0.2078
2.5202 0.1520
3.2164 0.1044
3.1218 0.1240
2.7210 0.1316
3.0412 0.1141
2.5926 0.1575
2.4967 0.2358
1.8288 0.4696
2.5636 0.1758
Olividae
Tellinidae
Veneridae
Arcidae
Niticidae
Dentalidae
Ovulidae
Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum Eulimidae
Lucinidae Cardiidae
Buccinidae
Concellariidae
Mitridae
Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens Jumlah Spesies Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
118 Bulan Pengamatan : September 2006 Famili/Spesies
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase
33
51
22
0
0
0
6
45
33
18
0 0 4
0 0 0
0 16 0
0 0 8
22 0 14
0 0 0
4 21 0
0 2 0
21 0 0
34 0 0
Tellina sp
0
33
0
0
7
34
0
61
45
456
Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum
9 0 10 5 0 0
4 0 0 0 551 0
0 0 0 0 0 2
0 9 5 4 0 8
33 0 0 0 15 0
0 0 0 0 0 0
0 0 15 6 0 8
0 0 0 0 66 0
15 41 4 0 35 0
0 0 0 0 352 0
Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia
0 6 12
0 0 70
7 12 0
0 0 0
0 0 35
10 8 5
8 8 0
8 0 0
0 0 25
3 0 321
Natica vitellus Natica canrena
5 6
0 5
0 0
0 0
0 9
0 4
0 4
0 12
21 0
0 0
Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium
6 3
0 0
0 2
0 21
42 0
0 0
25 0
0 0
12 0
0 0
Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum
21 0 0
0 55 0
0 0 6
3 8 38
0 12 0
15 21 0
0 0 45
3 0 0
0 444 0
0 521 0
Arca sp
22
432
0
0
0
61
0
0
24
342
Codakia sp
0
0
0
8
0
0
7
24
0
0
Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)
0 4 0 22
4 0 21 0
4 0 0 0
0 56 14 21
4 0 0 5
23 0 21 0
0 8 0 0
0 0 0 2
0 7 51 0
2 0 0 21
Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus
1 0 4 8 8 6
5 0 0 0 0 0
8 8 0 4 4 6
2 0 24 0 0 8
0 0 0 25 0 0
0 0 22 0 8 4
442 21 0 0 0 0
0 0 0 0 5 4
0 12 21 63 0 0
0 0 231 452 0 0
Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga
6 5 0
0 44 0
2 0 0
32 0 14
0 0 5
0 24 0
0 0 0
4 0 7
0 25 0
0 216 0
Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis
0 4 0 21 0
0 0 0 22 0
32 0 0 0 6
0 32 6 0 0
0 6 0 34 12
4 5 7 0 0
3 0 3 2 4
0 0 0 0 0
0 4 1 0 0
0 0 0 0 0
0 0 23 254 4.1762
12 0 14 1329 2.3528
0 0 16 157 3.5274
6 0 21 348 3.9138
0 6 17 303 3.7263
0 0 16 292 3.6226
8 8 21 677 2.1613
0 2 14 259 2.8635
0 0 20 924 2.9810
0 0 13 2982 3.0878
3.0668 0.0697
2.0528 0.2920
2.9295 0.1133
2.9600 0.0842
3.0284 0.0895
3.0085 0.1043
1.6346 0.4640
2.4984 0.1835
2.2913 0.2612
2.7720 0.1281
Olividae
Tellinidae
Veneridae
Arcidae
Niticidae
Dentalidae
Ovulidae
Eulimidae
Lucinidae Cardiidae
Buccinidae
Concellariidae
Mitridae
Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens Jumlah Spesies Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman Indeks Dominasi
119 Bulan Pengamatan : Oktober 2006 Famili/Spesies
Stasiun Pengamatan St 5 St 6 St 7
St 1
St 2
St 3
St 4
St 8
St 9
St 10
Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase
22
45
0
4
0
32
0
0
12
56
0 6 6
0 0 0
8 22 3
0 0 6
0 0 12
25 4 0
8 26 0
0 0 3
54 9 0
342 0 0
Tellina sp
4
85
0
0
23
0
0
23
12
432
Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum
8 0 0 1 0 0
0 0 0 0 342 0
3 24 23 30 0 0
6 9 0 0 0 4
6 0 7 6 7 0
0 0 0 0 0 6
0 0 32 0 47 0
0 0 0 0 0 0
12 41 0 0 24 0
0 0 0 0 56 0
Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia
0 0 6
0 3 56
6 5 0
0 0 0
0 0 33
6 8 0
2 23 0
0 0 0
3 0 32
0 0 421
Natica vitellus Natica canrena
0 2
0 0
0 0
12 0
34 8
0 6
0 3
0 3
2 0
0 0
Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium
0 0
0 0
6 2
0 52
0 0
0 0
44 0
0 6
0 0
0 0
Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum
21 0 0
0 332 0
2 0 0
0 0 12
0 42 0
45 0 5
0 22 0
7 0 0
0 31 0
0 672 0
Arca sp
0
543
0
0
0
24
0
55
23
432
Codakia sp
0
0
4
2
0
5
0
2
0
0
Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)
0 5 5 0
4 0 6 6
4 6 0 12
0 7 0 0
5 6 5 2
21 0 0 0
22 0 61 4
0 0 2 2
0 4 0 0
2 0 0 24
Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus
8 4 0 6 12 0
0 0 0 0 0 0
9 2 6 0 2 4
0 0 3 8 22 44
6 0 0 20 0 0
0 0 12 0 8 0
0 4 0 0 22 0
0 4 2 0 0 23
21 0 24 23 0 0
0 0 65 231 0 0
Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga
6 6 0
0 50 4
0 0 6
12 8 72
0 0 0
0 21 0
0 0 0
6 0 0
0 45 0
0 452 0
Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis
13 4 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 12 0 2
0 4 0 22 12
0 4 0 0 9
8 4 8 0 0
3 4 4 4 8
3 0 0 0 0
0 0 5 0 8
0 0 0 0 0
0 0 19 164 3.9265
0 0 13 1499 2.4169
8 12 26 255 4.2883
8 5 22 356 3.7648
0 0 17 252 3.6786
0 0 18 266 3.7505
8 4 21 376 3.7530
2 2 16 161 2.9662
0 5 20 410 3.9122
0 0 13 3201 3.0487
3.0705
2.1697
3.0306
2.8044
2.9897
2.9878
2.8384
2.4633
3.0070
2.7369
Olividae
Tellinidae
Veneridae
Arcidae
Niticidae
Dentalidae
Ovulidae
Eulimidae Lucinidae Cardiidae
Buccinidae
Concellariidae
Mitridae
Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens Jumlah Spesies Kelimpahan (sel/liter) Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) Indeks Keseragaman
Lampiran 3. Hasil analisis Uji beda nyata (Levenes test) Kelimpahan Plankton di Perairan Teluk Tamiang XLSTAT 7.5.3 - k-Samples Comparison of Variances - 17/08/2008 at 15:05:47 Set of the compared groups: workbook = Book1 / sheet = Sheet1 / range = $A$2:$F$10 / 9 rows and 6 columns Significance level: 0,05 Levene's test: mean Standard StandardFirst Sample Frequency Mean Variance Minimum deviation error Quartile 6254 9 3371,333 4938496,250 2222,273 740,758 783,000 1565,000 5456 9 6618,778 2317988,444 1522,494 507,498 4365,000 5207,000 6189 9 6196,778 1032192,694 1015,969 338,656 4692,000 5373,000 5058 9 5917,444 1509940,278 1228,796 409,599 3956,000 4858,500 6658 9 6023,889 1187637,361 1089,788 363,263 4953,000 5274,500 6028 9 8193,889 2272703,611 1507,549 502,516 6011,000 7397,000 Levene's test:
Median 3186,000 7008,000 6281,000 6403,000 5791,000 7611,000
Third quartile 4624,500 7853,500 6893,000 6938,500 6416,000 9826,000
Maximum 7932,000 8871,000 7990,000 7556,000 8603,000 10522,000
F (observed 1,398 value) F (critical value) 2,844 DF 1 5 DF 2 48 One-tailed pvalue 0,242 Alpha 0,05 Conclusion: At the level of significance Alpha=0,050 the decision is to not reject the null hypothesis of equality of the variances. In other words, the unequality of variances is not significant.
120
Lampiran 4. Hasil analisis Uji beda nyata (Levenes test) Kelimpahan Bentos di Perairan Teluk Tamiang XLSTAT 7.5.3 - k-Samples Comparison of Variances - 18/08/2008 at 11:17:28 Set of the compared groups: workbook = Book1 / sheet = Sheet1 / range = $A$2:$F$10 / 9 rows and 6 columns Significance level: 0,05 Levene's test: mean
Sample 74 267 318 572 254 164
Frequency 9 9 9 9 9 9
Mean 1941,778 525,333 546,556 506,000 807,889 752,889
Variance 17636559,694 746600,500 682836,528 289878,750 810802,111 1006655,611
Standard deviation 4199,590 864,060 826,339 538,404 900,446 1003,322
Standarderror 1399,863 288,020 275,446 179,468 300,149 334,441
Minimum 107,000 135,000 136,000 93,000 157,000 161,000
First Quartile 151,500 159,500 203,000 134,500 275,500 253,500
Median 209,000 246,000 270,000 446,000 348,000 356,000
Third quartile 1775,500 398,500 390,000 601,500 1126,500 954,500
Maximum 12811,000 2806,000 2736,000 1833,000 2982,000 3201,000
Levene's test: F (observed value) F (critical value) DF 1 DF 2 One-tailed pvalue Alpha
3,860 2,844 5 48 0,005 0,05
Conclusion: At the level of significance Alpha=0,050 the decision is to reject the null hypothesis of equality of the variances. In other words, the unequality of variances is significant.
121
Lampiran 5. Data karakteristik kualitas lingkungan (fisika-kimia air) perairan Teluk Tamiang WAKTU Hr/bl/th 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
STASIUN PENGAMATAN PARAMETER
Satuan
Kecepatan Arus
(m/dt)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Suhu Air
(oC)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Kedalaman
(m)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Kecerahan
(m)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Kekeruhan
Rata-rata
(NTU)
1 0,35 0,36 0,40 0,35 0,40 0,39 0,35 28,0 27,3 29,3 27,5 28,3 27,5 28,0
2 0,27 0,32 0,41 0,39 0,40 0,41 0,37 27,0 27,2 28,5 27,6 28,5 28,4 27,8
3 0,31 0,32 0,33 0,29 0,32 0,35 0,32 26,7 26,3 28,4 28,2 28,3 28,5 28
4 0,28 0,35 0,36 0,32 0,35 0,35 0,34 29,0 27,2 28,2 29,5 28,2 29,6 28,8
5 0,26 0,35 0,17 0,23 0,16 0,15 0,33 28,0 27,3 26,5 28,0 27,5 29,3 27,8
6 0,26 0,31 0,37 0,35 0,36 0,37 0,32 28,2 27,0 27,3 28,3 27,3 29,4 28,2
7 0,22 0,17 0,22 0,25 0,21 0,23 0,22 29,3 28,3 28,3 29,6 28,3 28,5 29
8 0,21 0,31 0,27 0,24 0,26 0,25 0,21 29,2 28,3 29,2 28,4 28,2 29,2 29,1
9 0,15 0,17 0,25 0,23 0,21 0,26 0,19 29,0 27,0 28,7 29,0 30,2 29,7 29,1
10 0,15 0,15 0,05 0,12 0,12 0,11 0,12 28,0 29,3 28,3 30,4 29,3 29,3 29,2
10,3 10,2 10,0 9,7 10,0 9,8 10,0
14,3 14,2 14,0 13,5 14,2 13,7 14,0
10,7 10,6 10,3 10,6 10,4 10,6 10,5
7,4 7,3 7,0 6,8 7,0 7,1 7,1
6,9 7,1 6,8 6,7 6,7 6,9 6,9
6,7 6,8 6,6 6,8 6,5 6,8 6,7
4,8 4,7 4,5 4,4 4,5 4,5 4,6
4,8 4,6 4,6 4,5 4,6 4,6 4,6
4,7 4,6 4,5 4,6 4,5 4,5 4,6
4,5 4,5 4,7 4,5 4,5 4,5 4,5
7,0 8,0 7,5 8,5 7,5 7,5 7,7 1,12 1,15 1,35 1,53 1,65 1,67 1,37
9,0 9,0 8,5 8,0 8,5 8,5 8,6 0,89 0,89 1,12 1,16 1,19 1,15 1,04
8,0 7,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,1 1,15 1,15 1,63 1,68 1,57 1,63 1,42
6,5 5,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,1 2,10 2,32 2,32 2,35 2,34 2,32 2,26
5,5 6,0 6,0 5,5 6,0 6,0 5,9 2,10 2,52 2,53 2,56 2,58 2,54 2,22
5,5 6,5 5,5 6,0 5,5 5,5 5,7 2,10 2,10 2,32 2,38 2,62 2,51 2,12
4,5 5,0 4,5 4,0 4,5 4,5 4,4 2,62 2,82 2,82 2,89 2,87 2,84 2,77
4,0 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,4 2,82 2,56 2,56 2,59 2,59 2,57 2,64
5,0 5,5 4,0 5,0 4,0 4,0 4,5 2,10 2,10 2,82 2,88 2,89 2,88 2,54
4,0 3,5 4,5 5,0 4,5 4,5 4,3 2,56 2,82 2,82 2,82 2,90 2,90 2,70
122
15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
TSS
(mg/l)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Salinitas
-
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
pH
-
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
DO
(mg/l)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
BOD5
Rata-rata
(mg/lt)
12,2 12,2 12,3 12,3 12,3 12,3 12,4
15,1 13,1 13,3 13,1 13,1 13,1 11,1
16,0 14,1 14,3 14,1 14,1 14,1 14,1
15,15 15,20 15,20 15,35 15,40 15,40 15,46
15,10 15,11 15,17 15,11 15,11 15,11 15,12
15,50 15,67 15,79 15,80 15,85 15,85 14,69
15,50 15,67 15,78 15,81 15,85 15,85 19,69
18,50 18,67 18,87 18,80 18,85 18,85 18,69
20,12 20,13 20,18 20,14 20,15 20,15 17,56
24,10 24,34 24,38 24,35 24,37 24,37 24,14
33,5 33,0 32,5 33,2 33,0 32,0 33,5
33,5 34,0 34,0 34,0 33,5 34,5 34
34,5 34,0 34,5 34,0 34,0 34,5 34
32,5 32,0 32,0 33,0 32,0 32,0 32
32,5 32,5 32,3 33,5 32,5 33,0 33
33,5 32,5 32,5 33,5 33,0 33,0 33
30,3 30,3 29,3 29,4 29,5 29,5 29,8
29,5 28,5 28,5 27,5 28,5 29,5 28,9
28,3 27,1 27,1 25,8 28,0 28,2 27,5
26,0 25,0 26,0 25,5 26,2 26,2 25,9
8,30 8,25 8,25 8,15 8,25 8,14 8,24
8,15 8,10 8,10 8,10 8,00 8,00 8,09
7,85 7,65 7,65 7,90 8,35 8,15 7,98
8,15 8,10 8,10 8,15 8,25 8,15 8,16
7,85 7,65 7,65 7,90 8,35 8,05 7,97
8,00 7,56 7,56 7,25 7,15 7,10 7,57
7,85 7,75 7,75 7,50 7,47 7,17 7,68
8,00 7,84 7,84 7,45 7,25 7,13 7,67
8,10 7,85 7,85 7,76 7,65 7,35 7,82
8,21 7,65 7,65 7,88 7,25 7,15 7,73
7,2 7,0 6,9 6,9 7,0 7,2 6,8
7,0 8,2 7,3 7,3 8,0 8,2 7,3
6,9 5,8 6,2 6,2 5,6 5,8 6,2
7,2 6,5 6,9 6,9 7,2 7,2 5,5
6,7 6,0 7,5 7,5 6,5 6,7 6,8
6,5 6,3 6,7 6,7 6,6 6,5 6,7
6,4 6,5 6,7 6,7 6,5 6,4 5,2
6,4 7,0 6,6 6,6 6,7 6,5 5,5
6,0 6,4 6,2 6,2 6,0 6,2 5,6
5,2 5,6 5,6 5,4 5,5 5,4 5,4
14,32 13,32 14,32 14,27 14,32 15,32 14,17
10,55 12,05 13,35 12,45 13,25 13,45 12,53
13,48 12,65 13,47 13,58 14,15 14,25 13,89
11,65 12,65 12,36 13,36 13,15 14,15 12,99
13,45 13,60 14,65 14,69 14,75 14,85 14,23
14,30 14,47 15,15 15,25 15,25 15,35 14,77
14,15 14,64 15,35 15,38 15,55 15,65 14,97
15,65 15,65 15,65 15,85 15,65 15,67 15,49
12,75 14,65 14,65 14,95 15,75 15,79 14,74
14,75 15,25 15,35 15,85 15,75 15,85 15,35
123
15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
COD
(mg/l)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Nitrit (NO2)
(mg/l)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Nitrat (NO2)
(mg/l)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Ammonia (N-NH3)
(mg/l)
Rata-rata 15 Mei 06 15 Juni 06 15 Juli 06 15 Agt 06 15 Sept 06 15 Okt 06
Orthophosfat (PO4)
Rata-rata
(mg/l)
20,55 22,36 23,46 25,59 27,56 29,56 24,21
32,36 33,46 35,46 35,56 40,16 40,26 35,36
35,36 35,46 35,56 35,51 36,76 37,76 35,81
45,30 50,24 50,34 50,12 50,26 51,26 48,24
32,72 45,94 45,99 45,66 50,56 51,56 43,31
65,90 66,87 66,97 66,15 70,12 71,12 67,15
63,25 66,34 66,37 67,35 67,52 67,59 65,94
63,34 65,44 65,54 66,14 67,24 67,45 65,49
65,94 61,64 61,84 66,54 67,24 67,74 65,12
68,35 70,64 70,67 75,15 77,94 77,98 72,38
0,003 0,003 0,003 0,004 0,003 0,004 0,003
0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003 0,002
0,002 0,003 0,002 0,003 0,003 0,003 0,003
0,002 0,004 0,003 0,004 0,003 0,003 0,003
0,015 0,025 0,027 0,025 0,020 0,021 0,025
0,027 0,030 0,030 0,037 0,040 0,043 0,033
0,021 0,022 0,024 0,012 0,015 0,016 0,017
0,003 0,004 0,005 0,002 0,021 0,024 0,009
0,027 0,030 0,033 0,037 0,040 0,044 0,034
0,015 0,025 0,025 0,025 0,020 0,025 0,026
0,117 0,015 0,016 0,016 0,026 0,177 0,066
0,115 0,125 0,127 0,117 0,127 0,127 0,119
0,090 0,095 0,093 0,097 0,099 0,123 0,093
0,096 0,113 0,117 0,123 0,126 0,122 0,113
0,094 0,111 0,117 0,123 0,124 0,135 0,113
0,094 0,117 0,117 0,116 0,126 0,128 0,113
0,126 0,123 0,125 0,124 0,127 0,232 0,136
0,126 0,126 0,129 0,128 0,138 0,235 0,138
0,226 0,236 0,239 0,248 0,258 0,535 0,277
0,232 0,336 0,338 0,548 0,568 0,635 0,422
0,022 0,024 0,025 0,035 0,046 0,047 0,031
0,094 0,095 0,108 0,118 0,139 0,149 0,129
0,098 0,045 0,046 0,056 0,050 0,055 0,064
0,043 0,046 0,049 0,052 0,099 0,099 0,061
0,067 0,123 0,142 0,147 0,232 0,235 0,141
0,046 0,051 0,123 0,126 0,235 0,238 0,123
0,047 0,052 0,123 0,143 0,235 0,237 0,126
0,048 0,052 0,133 0,143 0,235 0,236 0,127
0,048 0,052 0,133 0,137 0,235 0,237 0,148
0,047 0,052 0,133 0,143 0,236 0,238 0,149
0,044 0,045 0,045 0,045 0,046 0,045 0,045
0,045 0,046 0,047 0,047 0,048 0,049 0,046
0,056 0,052 0,051 0,056 0,077 0,079 0,060
0,046 0,047 0,048 0,078 0,078 0,079 0,060
0,049 0,055 0,057 0,075 0,078 0,080 0,062
0,056 0,077 0,078 0,078 0,080 0,082 0,072
0,066 0,067 0,068 0,069 0,085 0,086 0,072
0,056 0,077 0,078 0,077 0,089 0,090 0,074
0,120 0,121 0,123 0,125 0,126 0,127 0,127
0,142 0,143 0,145 0,146 0,145 0,145 0,144
124
Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Rata-rata Parameter Fisika-Kimia Perairan Teluk Tamiang Selama Penelitian PARAMETER
STASIUN 6
1
2
3
4
5
Suhu Kedalaman Kecerahan Kekeruhan TSS Kecepatan Arus
28 10,0 7,7 1,37 12,4 0,39
27,8 14,0 8,6 1,04 11,1 0,37
28 10,5 8,1 1,42 14,1 0,32
28,8 7,1 6,1 2,26 15,46 0,34
27,8 6,9 5,9 2,22 15,12 0,33
Salinitas pH Oksigen terlarut BOD5 COD Nitrit Nitrat Ammonia Orthophosfat
33,5 8,24 6,8 14,17 24,21 0,003 0,066 0,031 0,045
34 8,09 7,3 12,53 35,36 0,002 0,119 0,129 0,046
34 7,98 6,0 13,89 35,81 0,003 0,093 0,064 0,060
32 8,16 6,8 12,99 48,24 0,003 0,113 0,061 0,060
33 7,97 6,7 14,23 43,31 0,025 0,113 0,141 0,062
Baku Mutu 7
8
9
10
Diinginkan
Diperbolehkan
28,2 6,7 5,7 2,12 14,69 0,34
29 4,6 4,4 2,77 19,69 0,22
29,1 4,6 4,4 2,64 18,69 0,24
29,1 4,6 4,5 2,54 17,56 0,19
29,2 4,5 4,3 2,70 24,14 0,12
alami >5 <5 < 25 -
alami >3 < 30 <80 -
33 7,57 6,4 14,77 67,15 0,033 0,113 0,123 0,072
29,8 7,68 6,4 14,97 65,94 0,017 0,136 0,126 0,072
28,9 7,67 6,6 15,49 65,49 0,009 0,138 0,127 0,074
27,5 7,82 6,1 14,74 65,12 0,034 0,277 0,148 0,127
25,9 7,73 5,5 15,35 72,38 0,026 0,422 0,149 0,144
Alami 6,5 – 8,5 <6 < 25 < 40 Nihil < 0,3 -
Alami 6,00 – 9,00 >4 < 25 < 80 Nihil <1 -
Keterangan : Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan (Biota Laut) menurut Kep-51/MENLH/I/2004.
125
Lampiran 7. Matrik penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi Budidaya KJA Ikan Kerapu pada setiap stasiun Stasiun : 1 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
Nilai Bobot x skor 20 16
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
4 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 4 4 4 3 4
12 12 12 12 9 12 105
Nilai Bobot x skor 20 16
Stasiun : 2 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
4 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 4 4 4 4 4
12 12 12 12 12 12 108
Nilai Bobot x skor 20 16
Stasiun : 3 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
4 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 4 4 4 3 4
12 12 12 12 9 12 105
126
Stasiun : 4 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
Nilai Bobot x skor 20 16
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
4 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 4 3 4 3 4
12 12 9 12 9 12 102
Nilai Bobot x skor 20 16
Stasiun : 5 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Totall Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
4 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 4 3 3 3 4
12 12 9 9 9 12 99
Nilai Bobot x skor 20 16
Stasiun : 6 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
4 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 4 3 3 3 4
12 12 9 9 9 12 99
127
Stasiun : 7 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
Nilai Bobot x skor 10 16
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
2 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 3 2 3 3 4
12 9 6 9 9 12 83
Nilai Bobot x skor 10 16
Stasiun : 8 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Total Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
2 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 3 2 3 3 4
12 9 6 9 9 12 83
Nilai Bobot x skor 10 16
Stasiun : 9 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kedalaman (meter) Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar) Suhu (oC) Salinitas (promil) Substrat Dasar Kecerahan (meter) Oksigen terlarut Kecepatan Arus (cm/dt) Totall Nilai
Nilai Pengamatan
Skor
Bobot 5 4
>10 Sangat terlindung (<0,5 m)*
2 4
3 3 3 3 3 3
28 - 30 31 - 34 Pasir, karang berpasir 5 - 10 7-8 21 - 40
4 3 2 3 3 3
12 9 6 9 9 9 80
128
Stasiun : 10 Nilai Pengamatan Parameter Bobot Kedalaman (meter) 5 >10 Keterlindungan terhadap 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* gelombang/angin besar) 3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 7 Oksigen terlarut 3 7-8 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 Totall Nilai Keterangan : nilai skor 4 (sesuai tinggi), nilai skor 3 (sesuai sedang), nilai skor 2 (sesuai rendah, dan nilai skor 1 (tidak sesuai). No. 1 2
Skor 2 4 4 3 2 3 2 2
Nilai Bobot x skor 10 16 12 9 6 9 6 6 74
129
Lampiran. 8. Data Sampling Sisa Pakan dan Feses serta perhitungan pendugaan Total Bahan Organik Tanggal Sampling 15 Juni 2006 16 Juli 2006 15 Agustus 2006 15 September 2006 15 Oktober 2006 15 Nopember 2006 Total
Jumlah Pakan yang Diberikan (gr) 2.000 2.300 2.500 3.000 3.000 3.500 16.300
Sisa Pakan (gr) 360 (18%) 414 (18%) 445 (17,8%) 540 (18%) 546 (18,2%) 630 (18%) 2.935 (18%)
Pakan Yang Dimakan (gr) 1.640 (82,0%) 1.890,6 (82,2%) 2.037,5 (81,5%) 2.460 (82,0%) 2.466 (82,2%) 2.870 (82,0%) 13.364,1 (82%)
Feces (gr) 652,7 (39,8%) 731,7 (38,7%) 788,5 (38,7%) 979,1 (39,8%) 974,1 (39,5%) 1.142,3 (39,8%) 5.268,4 (39,4%)
Perhitungan : Pendugaan (perhitungan) total bahan organik (O) berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Iwama (1991 didalam Barg, 1992) dengan mengacu pada total pakan tidak dikonsumsi (sisa pakan) dan feses : % sisa pakan (UW)
= Total sisa pakan Total pakan yang diberikan
x 100%
= 2.935/16.300 x 100% % feces (F)
= Total feses Total pakan yang dimakan
= 18% x 100%
= 5.268,4/13.364,1 x 100%
= 39,4%
Total pakan yang tidak dimakan (TU) = Total Pakan yang diberikan (TF) x UW TU = 1.406,3 x 18%
= 253,1 kg
Total limbah feses (TFW) = F x TE (Total pakan yang dimakan) Dimana TE = total pakan yang diberikan (TF) – Total pakan yang tidak dimakan = 1.406,3 - 253,1 = 1.153,2 kg TFW = 39,4% x 1.153,2 kg = 454,4 kg feses Sehingga Total Bahan Organik (O) = TU + TFW Total Bahan Organik (O) = TU + TFW = 253,1 + 454,4
= 707,5 kg
130
131 Lampiran 9. Perhitungan Pendugaan Limbah N dan P yang dihasilkan dari Produksi 237,6 kg ikan Kerapu
1)
Untuk memproduksi 237,6 kg ikan Kerapu jumlah pakan yang diperlukan sebanyak 1.406,3 kg N (12,6%) = 1.406,3 x 12,6% = 177,2 kg P (2,6%) = 1.406,3 x 2,6% = 36,6 kg
2)
Total pakan yang terbuang (sisa pakan) 18% dari total pakan yang diberikan = 253,1 kg, dengan kandungan N dan P dalam pakan : N (12,6%) = 253,1 x 12,6% = 31,9 kg P (2,6%) = 253,1 x 2,6% = 6,6 kg
3)
Total pakan yang termakan oleh ikan (total pakan yang diberikan – total pakan yang terbuang) adalah 82% (1.153,7 kg), dengan kandungan N dan P dalam pakan : N (12,6%) = 1.153,7 x 12,6% = 145,4 kg P (2,6%) = 1.153,7 x 2,6% = 29,9 kg
4)
Dengan kecernaan N dan P pakan, dari N dan P pakan yang dimakan adalah : N (81%) = 145,4 x 81% = 117,8 kg P (57,5%) = 29,9 x 57,5% = 17,2 kg
5)
Maka diperoleh kandungan N dan P dalam feses (N dan P dalam pakan yang dimakan dikurangi kecernaan N dan P pakan) adalah : N = 145,4 – 117,8 = 27,6 kg P = 29,9 – 17,2 = 12,7 kg
6)
Dari kecernaan pakan N dan P akan tersimpan dalam daging ikan (retensi) sebesar : N (26,1%) = 117,8 x 26,1% = 30,7 kg P (23,8%) = 17,2 x 23,8 % = 4,1 kg
7)
Sehingga N dan P yang akan terbuang sebagai ekskresi (terlarut) berasal dari kecernaan N dan P pada pakan dikurangi retensi N dan P dalam daging adalah : N = 145,4 – 30,7 = 114,7 kg P = 17,2 – 4,1 = 13,1 kg
Jadi total limbah N dan P yang akan masuk kedalaman perairan adalah N dan P dari sisa pakan, feses dan ekskresi : N = 31,9 + 27,6 + 114,7 = 174,2 kg P = 6,6 + 12,7 + 13,1 = 32,4 kg
132 Lampiran 10. Simulasi Sub model Produksi Limbah Budidaya KJA
Hari 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 179 Jumlah
Hari 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 179 Jumlah
N food lost (kg) 0 1,34 2,88 4,46 6,08 7,74 9,45 11,19 12,97 14,79 16,64 18,53 20,46 22,42 24,42 26,46 28,53 30,64 32,56 32,78 N Retensi (kg) -0,03 1,27 2,74 4,27 5,83 7,43 9,07 10,75 12,47 14,22 16 17,82 19,68 21,57 23,5 25,46 27,45 29,48 31,33 31,54
P Food (kg) 0 1,54 3,3 5,11 6,97 8,88 10,83 12,83 14,87 16,95 19,08 21,25 23,45 25,71 28 30,33 32,71 35,12 37,33 37,57
N Feses (kg) -0,02 1,14 2,47 3,83 5,24 6,68 8,15 9,66 11,2 12,78 14,38 16,02 17,68 19,38 21,12 22,88 24,67 26,5 28,16 28,35
P food lost (kg) 0 0,28 0,59 0,92 1,25 1,6 1,95 2,31 2,68 3,05 3,43 3,82 4,22 4,63 5,04 5,46 5,89 6,32 6,72 6,76
N Ekskresi(kg) -0,1 4,72 10,24 15,91 21,74 27,72 33,84 40,11 46,5 53,03 59,69 66,48 73,4 80,46 87,64 94,96 102,41 109,97 116,87 117,65
N eaten Food (kg) 0 5,99 12,98 20,18 27,57 35,15 42,92 50,86 58,97 67,24 75,69 84,3 93,08 102,03 111,14 120,42 129,86 139,45 148,21 149,19
P Ekskresi (kg) -0,01 0,54 1,17 1,82 2,49 3,18 3,88 4,6 5,33 6,08 6,84 7,62 8,42 9,22 10,05 10,89 11,74 12,61 13,4 13,49
P eaten Food (kg) 0 1,24 2,68 4,16 5,69 7,25 8,86 10,49 12,17 13,88 15,62 17,4 19,21 21,05 22,93 24,85 26,8 28,78 30,58 30,78
P Feses (kg) -0,01 0,53 1,14 1,77 2,42 3,08 3,76 4,46 5,17 5,9 6,64 7,39 8,16 8,95 9,75 10,56 11,39 12,23 13 13,08
N Food Cerna (kg) 0 4,85 10,52 16,35 22,33 28,47 34,76 41,19 47,76 54,47 61,31 68,28 75,39 82,64 90,02 97,54 105,19 112,95 120,05 120,84
P Retensi (kg) 0 0,17 0,37 0,57 0,78 0,99 1,21 1,44 1,67 1,9 2,14 2,38 2,63 2,88 3,14 3,4 3,67 3,94 4,19 4,21
Kum P Bud (kg) -0,02 1,34 2,91 4,51 6,17 7,86 9,59 11,37 13,18 15,03 16,91 18,84 20,8 22,8 24,83 26,91 29,02 31,16 33,12 33,33
P Food Cerna (kg) 0 0,71 1,54 2,39 3,27 4,17 5,09 6,03 7 7,98 8,98 10 11,04 12,11 13,19 14,29 15,41 16,55 17,58 17,7 Kum N Bud (kg) -0,12 7,21 15,58 24,21 33,06 42,14 51,44 60,96 70,68 80,59 90,71 101,03 111,55 122,26 133,18 144,3 155,61 167,1 177,59 178,77
133 Lampiran 11 Jumlah Total Bahan Organik dan Unit KJA Hasil Simulasi Skenario Optimis (Kontribusi Limbah Antopogenik 10%)
Hari
Total Bahan Organik ((kg) 2,19 23,85 48,25 73 98,1 123,52 149,26 175,31 201,65 228,29 252,51 255,21 282,43 309,94 337,74 365,83 394,22 422,88 451,79 478,04
Unit Rakit (BM 1 ppm)
Unit Rakit (BM 0,3 ppm)
1 0 10 2.803,25 20 1.308,25 30 847,81 40 624,29 50 492,39 60 405,38 70 343,73 80 297,82 90 262,3 99 236,59 100 234,02 110 210,97 120 191,83 130 175,68 140 161,88 150 149,95 160 139,55 170 130,4 179 123,07 Jumlah 122,3 Keterangan : BM = Baku Mutu (Kep 51/MENLH/2004)
0 840,97 392,47 254,34 187,29 147,72 121,61 103,12 89,35 78,69 70,98 70,21 63,29 57,55 52,7 48,56 44,99 41,86 39,12 36,92 36,69
Unit KJA (BM 0,3 ppm) (buah) 0 168,19 78,49 50,87 37,46 29,54 24,32 20,62 17,87 15,74 14,2 14,04 12,66 11,51 10,54 9,71 9 8,37 7,82 7,38 7,34
Unit KJA (BM 1 ppm) (buah) 0 560,65 261,65 169,56 124,86 98,48 81,08 68,75 59,56 52,46 47,32 46,8 42,19 38,37 35,14 32,38 29,99 27,91 26,08 24,61 24,46
Total BO = 478,04 kg/Keramba, maka Daya Dukung Teluk Tamiang = 7 – 25 unit rakit (37-122 buah keramba) dengan Baku Mutu (0,3 – 1 ppm) produksi minimal – maksimal.
134 Lampiran 12. Jumlah Total Bahan Organik dan Unit KJA Hasil Simulasi Skenario Moderat (Kontribusi Limbah Antropogenik 25%) Unit Rakit (BM Unit Rakit 1 ppm) (BM 0,3ppm) 1 0 0 10 2.457,49 737,25 20 1.153,10 345,93 30 750,22 225,06 40 554,36 166,31 50 438,65 131,6 60 362,26 108,68 70 308,08 92,42 80 267,68 80,3 90 236,4 70,92 100 211,46 63,44 110 191,13 57,34 120 174,22 52,27 130 159,95 47,99 140 147,75 44,32 150 137,19 41,16 160 127,97 38,39 170 119,85 35,96 179 113,34 34 Jumlah 112,66 33,8 Keterangan : BM = Baku Mutu (Kep 51/MENLH/2004) Hari
Total Bahan Organik (kg) 2,57 30,95 62,82 95,04 127,61 160,5 193,71 227,24 261,05 295,16 329,55 364,24 399,22 434,49 470,06 505,91 542,04 578,43 611,4
Unit KJA (BM 0,3 ppm) 0 147,45 69,19 45,01 33,26 26,32 21,74 18,48 16,06 14,18 12,69 11,47 10,45 9,6 8,86 8,23 7,68 7,19 6,8 6,76
Unit KJA (BM 1 ppm) 0 491,5 230,62 150,04 110,87 87,73 72,45 61,62 53,54 47,28 42,29 38,23 34,84 31,99 29,55 27,44 25,59 23,97 22,67 22,53
Total BO = 611,4 kg/Keramba, maka Daya Dukung Teluk Tamiang = 7 – 23 unit rakit (34-113 buah keramba) dengan Baku Mutu (0,3 – 1 ppm) produksi minimal – maksimal.
135
Lampiran 13. Jumlah Total Bahan Organik dan Unit Rakit KJA Hasil Simulasi Skenario Pesimis (Kontribusi Limbah Antropogenik 40%) Unit Rakit Unit Rakit (BM 1 ppm) (BM 0,3 ppm) 1 0 0 10 1.800,12 540,04 20 846,79 254,04 30 551,95 165,58 40 408,53 122,56 50 323,76 97,13 60 267,76 80,33 70 228,04 68,41 80 198,4 59,52 90 175,45 52,63 100 157,15 47,14 110 142,21 42,66 120 129,79 38,94 130 119,31 35,79 140 110,33 33,1 150 102,57 30,77 160 95,79 28,74 170 89,82 26,94 179 85,02 25,51 Jumlah 84,52 25,36 Keterangan : BM = Baku Mutu (Kep 51/MENLH/2004) Hari
Total Bahan Organik (kg) 2,94 38,04 77,39 117,08 157,12 197,48 238,17 279,16 320,45 362,02 403,89 446,05 488,5 531,25 574,28 617,61 661,21 705,07 744,77
Unit KJA (BM 0,3 ppm) 0 108,01 50,81 33,12 24,51 19,43 16,07 13,68 11,9 10,53 9,43 8,53 7,79 7,16 6,62 6,15 5,75 5,39 5,1 5,07
Unit KJA (BM 1 ppm) 0 360,02 169,36 110,39 81,71 64,75 53,55 45,61 39,68 35,09 31,43 28,44 25,96 23,86 22,07 20,51 19,16 17,96 17 16,9
Total BO = 744,8 kg/Keramba, maka Daya Dukung Teluk Tamiang = 5 – 17 unit rakit (25-85 buah keramba) dengan Baku Mutu (0,3 – 1 ppm) produksi minimal – maksimal.
136 Lampiran 14. Hasil Simulasi Biomass dan Keuntungan (Profit)
HARI 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 179 Panen
BIOMASS (PANEN) (Kg) 162,5 166,95 171,9 176,85 181,35 185,85 190,35 194,4 198,45 202,5 206,55 210,6 214,65 218,7 222,75 226,8 230,4 234 237,24 237,24
BIAYA UKURAN HARGA/KG KEUNTUNGAN IKAN (FISH PRODUKSI/ KG (Rp.) (Rp.) (Rp.) SIZE) (kg) 125.000,00 350.000,00 36.561.375,00 0,36 125.000,00 350.000,00 37.563.750,00 0,37 125.000,00 350.000,00 38.677.500,00 0,38 125.000,00 350.000,00 39.791.250,00 0,39 125.000,00 350.000,00 40.803.750,00 0,4 125.000,00 350.000,00 41.816.250,00 0,41 125.000,00 350.000,00 42.828.750,00 0,42 125.000,00 350.000,00 43.740.000,00 0,43 125.000,00 350.000,00 44.651.250,00 0,44 125.000,00 350.000,00 45.562.500,00 0,45 125.000,00 350.000,00 46.473.750,00 0,46 125.000,00 350.000,00 47.385.000,00 0,47 125.000,00 350.000,00 48.296.250,00 0,48 125.000,00 350.000,00 49.207.500,00 0,49 125.000,00 350.000,00 50.118.750,00 0,5 125.000,00 350.000,00 51.030.000,00 0,5 125.000,00 350.000,00 51.840.000,00 0,51 125.000,00 350.000,00 52.650.000,00 0,52 125.000,00 350.000,00 53.379.000,00 0,53 125.000,00 350.000,00 53.379.000,00 0,53
137 Lampiran 15. Formulasi Model Sub-Model Beban Limbah N,P,OM Budidaya dan non-Budidaya (antrop) Kum_Con_P_non_budidaya(t) = (Con_P_non_bddya) * dt INIT Kum_Con_P_non_budidaya = 0
Kum_Con_P_non_budidaya(t
-
dt)
+
INFLOWS: Con_P_non_tbk = Kum_P_non_budidaya/10000 kum_N_non_bud(t) = kum_N_non_bud(t - dt) + (N_tot) * dt INIT kum_N_non_bud = 0 INFLOWS: N_tot = pkm/360 Kum_P_non_budidaya(t) = Kum_P_non_budidaya(t - dt) + (P_tot) * dt INIT Kum_P_non_budidaya = 0 INFLOWS: P_tot = Antrop/365 Kum__Con_N_non_bddya(t) = Kum__Con_N_non_bddya(t - dt) + (con_n_non_bddya) * dt INIT Kum__Con_N_non_bddya = 0 INFLOWS: con_n_non_tbk = N_tot/10000 Tot_waste_load_N(t) = Tot_waste_load_N(t - dt) + (Waste_load_N_harian) * dt INIT Tot_waste_load_N = 0 INFLOWS: Waste_load_N_harian = Kum_N_Bud+kum_N_non_bud Tot_waste_load_OM(t) = Tot_waste_load_OM(t - dt) + (Waste_load_OM) * dt INIT Tot_waste_load_OM = 0 INFLOWS: Waste_load_OM = Uneaten_food+Feces+kum_N_non_bud+Kum_P_non_budidaya Tot_waste_load_P(t) = Tot_waste_load_P(t - dt) + (Waste_load_P_harian) * dt INIT Tot_waste_load_P = 0 INFLOWS: Waste_load_P_harian = Kum_P_Bud+Kum_P_non_budidaya Antrop = (Ternak1+RT1)*0.25 Eaten_food = Total_Pakan-Uneaten_food-Feces EC = N_Total_Limbah*Flushing/Vol_Tlk Feces = 1 Flushing = 4.2 KJA1 = N_bm1/EC/1000 KJA2 = N_bm/EC/1000 Kum_N_Bud = N_Food_lost+N_Feces+N_Ekskresi Kum_P_Bud = P_Food_lost+P_Feces+P_Eksresi N_bm = 0.3
138 N_bm1 = 1 N_Ekskresi = N__eaten_Food-N_Retensi N_Feces = N__eaten_Food-N_Food_Cerna N_Food = Pct_N*Total_Pakan N_Food_Cerna = N__eaten_Food*PCt_N_Cerna N_Food_lost = Pct_N*Uneaten_food N_Retensi = Pct_N_Retensi*N_Food_Cerna N_Total_Limbah = N_Ekskresi+N_Feces+N_Food_lost+kum_N_non_bud N__eaten_Food = Eaten_food*Pct_N Pct_N = 0.126 PCt_N_Cerna = 0.81 Pct_N_Retensi = 0.261 Pct_P = 0.026 PCt_P_Cerna = 0.575 Pct_P_Retensi = 0.238 pct_UF = 0.18 per_unit5 = 5 pkm = (Ternak+RT)*0.25 P_eaten_Food = Pct_P*Eaten_food P_Eksresi = P_Food_Cerna-P_Retensi P_Feces = P_eaten_Food-P_Food_Cerna P_Food = Pct_P*Total_Pakan P_Food_Cerna = PCt_P_Cerna*P_eaten_Food P_Food_lost = Pct_P*Uneaten_food P_Retensi = P_Food_Cerna*Pct_P_Retensi P_Total_Limbah = P_Eksresi+P_Feces+P_Food_lost+Kum_P_non_budidaya RT = 1201 RT1 = 486 Ternak = 617 Ternak1 = 568 Uneaten_food = pct_UF*Total_Pakan Unit_KJA = KJA2/per_unit5 Unit_Krb = KJA1/per_unit5 Vol_Tlk = 190050400
Submodel Ekonomi Budidaya Ikan Kerapu dalan KJA Fish_size = Biomassa/(Stocking_density*SR*No_of_KJA) Gross_revenue if(Fish_size>=Size_limit_for_selling_prise)then(Biomassa*unit_prise)else(0) Prod_cost_per_kg = 150000 Profit = Gross_revenue-Tot_cost Size_limit_for_selling_prise = 0.55/2 DOCUMENT: Batas limit ukuran udang untuk dipasarkan adalah 25 g/ekor Tot_cost if(Fish_size>=Size_limit_for_selling_prise)then(Biomassa*Prod_cost_per_kg)else(0) DOCUMENT: total dalam juta rupiah unit_prise = 350000 DOCUMENT: 350000
=
=
139 Submodel Biomassa Ikan Kerapu Panen(t) = Panen(t - dt) + (Biomassa) * dt INIT Panen = 162 INFLOWS: Biomassa = ((No_of_KJA*Stocking_density*SR*Wt)/1000) Total_Pakan(t) = Total_Pakan(t - dt) + (Pakan_harian) * dt INIT Total_Pakan = 0 INFLOWS: Pakan_harian = Biomassa*pct_pakan growth_day = (Wt-360)/Time No_of_KJA = 1 DOCUMENT: 250 pct_pakan = 0.04 rearing_periode = COUNTER(1,180) SR = 1 DOCUMENT: 100 Stocking_density = 564 DOCUMENT: 450
Wt = GRAPH(rearing_periode) (0.00, 360), (30.0, 393), (60.0, 423), (90.0, 450), (120, 477), (150, 504), (180, 528)
140 Lampiran 16. Uji Statistika (Uji t beda nyata) Untuk Evalusi Model Pengelolaan
T-Test (Biomass) Perbandingan Biomassa 0 162 162,5
Perhitungan Lapangan Model Simulasi
30 176,9 176,85
60 190,4 190,35
90 202,5 202,5
120 214,3 214,65
150 226,8 226,8
180 237,6 237,24
One-Sample Statistics
N Lapangan
7
Mean 201,5000
Model
7
201,5557
Std. Deviation 27,07016
Std. Error Mean 10,23156
26,90813
10,17032
One-Sample Test
Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t
df
Mean Difference
Sig. (2-tailed)
Lapangan
19,694
6
,000
201,50000
Lower 176,4643
Upper 226,5357
Model
19,818
6
,000
201,55571
176,6698
226,4416
Paired Samples Statistics
Pair 1
Lapangan
Mean 201,5000
Model
201,5557
7
Std. Deviation 27,07016
Std. Error Mean 10,23156
7
26,90813
10,17032
N
Paired Samples Correlations N Pair 1
Lapangan & Model
Correlation 7
1,000
Sig. ,000
Paired Samples Test
Mean
Pair 1
Lapangan - Model
-,05571
Paired Differences Std. 95% Confidence Std. Error Interval of the Deviation Mean Difference
,28442
,10750
Lower
Upper
-,31876
,20733
t
-,518
Sig. (2tailed)
df
6
,623
141 Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai biomass antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 • • •
= kedua nilai biomass antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. Jika nilai statistik k hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.
Bahwa : t hitung dari output adalah 0,518 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,623) > 0,05, maka H0 diterima.
T-Test (Pakan) Perbandingan Total Pakan 0 0 0
Perhitungan Lapang Model Simulasi
30 194,4 196,5
60 212,3 215,2
90 228,3 230,1
120 242,5 243,4
150 257 269,2
One-Sample Statistics
N Lapangan
7
Mean 200,8714
Model
7
203,4714
Std. Deviation 92,33998
Std. Error Mean 34,90123
93,65108
35,39678
One-Sample Test
Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t Lapangan Model
5,755
5,748 Paired Samples Statistics
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
6
,001
200,87143
Lower 115,4712
6
,001
203,47143
116,8586
Upper 286,2717 290,0842
180 271,6 269,9
142
Pair 1
Lapangan
Mean 200,8714
Model
203,4714
7
Std. Deviation 92,33998
Std. Error Mean 34,90123
7
93,65108
35,39678
N
Paired Samples Correlations N Pair 1
Lapangan & Model
Correlation 7
Sig.
,999
,000 Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Pair 1
Lapangan - Model
2,60000
Std. Deviation 4,49592
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean 1,69930
Lower
Upper
6,75804
1,55804
t -1,530
Sig. (2tailed)
df 6
Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai pakan antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 • •
= kedua nilai pakan antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.
Bahwa : t hitung dari output adalah 1,530 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,177) > 0,05, maka H0 diterima.
T-Test (limbah N) Limbah Nutrien (N) dalam kg Peubah N Pakan N Pakan terbuang (food loss) N yang dicerna
Perhitungan Lapangan 177,20
Model Simulasi 182,10
31,90
32,80
145,40
120,80
,177
143 N Retensi
30,70
31,50
N Feces
27,60
28,40
N Ekskresi
114,70
117,70
N Akumulasi Budidaya
174,10
178,80
One-Sample Statistics N Lapangan
7
Mean 100,2286
Model
7
98,8714
Std. Deviation 68,81060
Std. Error Mean 26,00796
68,33924
25,82981
One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t
df
Mean Difference
Sig. (2-tailed)
Lapangan
3,854
6
,008
100,22857
Lower 36,5894
Upper 163,8678
Model
3,828
6
,009
98,87143
35,6682
162,0747
Paired Samples Statistics
Pair 1
Lapangan Model
Mean 100,2286
7
Std. Deviation 68,81060
Std. Error Mean 26,00796
7
68,33924
25,82981
N
98,8714
Paired Samples Correlations N Pair 1
Lapangan & Model
Correlation 7
,989
Sig. ,000
Paired Samples Test
Mean Pair 1
Lapangan Model
1,357 14
Paired Differences Std. 95% Confidence Std. Error Interval of the Deviation Mean Difference
10,40398
3,9323 4
Lower
Upper
8,2649 4
10,979 22
t
,345
Sig. (2tailed)
df
6
Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai limbah N antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1
= kedua nilai limbah N antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata
,742
144 • •
Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.
Bahwa : t hitung dari output adalah 0,345 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,742) > 0,05, maka H0 diterima.
T-Test (Limbah Nutrien P) Limbah Nurien (P) dalam kg Peubah P Pakan P Pakan terbuang (food loss) P yang dicerna P Retensi P Feces P Ekskresi P Akumulasi Budidaya
Perhitungan Lapangan 36,6 6,6
Model Simulasi 37,6 6,8
29,9 4,1 12,7 13,1 32,4
17,7 4,2 13,1 13,5 33,3
One-Sample Statistics N Lapangan
7
Mean 19,3429
Model
7
18,0286
Std. Deviation 13,27640
Std. Error Mean 5,01801
12,77024
4,82670
One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Lapangan
3,855
6
,008
19,34286
Lower 7,0642
Upper 31,6215
Model
3,735
6
,010
18,02857
6,2181
29,8391
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Lapanga n Model
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
19,3429
7
13,27640
5,01801
18,0286
7
12,77024
4,82670
145
Paired Samples Correlations N Pair 1
Lapangan & Model
Correlation 7
Sig.
,932
,002
Paired Samples Test
Mean Pair 1
Lapanga n - Model
1,3142 9
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Error Std. Deviation Mean Lower Upper 1,8187 5,7645 4,81194 3,1360 4 9 2
t ,723
Sig. (2tailed)
df 6
,497
Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai limbah P antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 • •
= kedua nilai limbah P antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.
Bahwa : t hitung dari output adalah 0,723 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,497) > 0,05, maka H0 diterima.