ANALISIS PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN DASAR (STUDI KASUS: KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN)1
Oleh: Herwin, ST2 Dibawah Bimbingan : Prof. Dr. Elfindri, SE, MA dan Prof. Dr. Nasri Bachtiar, SE, MS
RINGKASAN Untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang layak, bebas dari ketertinggalan, pendidikan merupakan kunci penting. Karena itu, ia menjadi agenda penting di seluruh negara. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun merupakan perwujudan perhatian pemerintah untuk menciptakan sumberdaya manusia yang siap bersaing di era global. Dengan berlakunya otonomi daerah, pengelolaan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun tetap harus mengacu pada standar nasional untuk menciptakan pendidikan yang bermutu. Maka Standar Pelayanan Minimum (SPM) Pendidikan Dasar menjadi tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan yang dasar di daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pencapaian SPM Pendidikan Dasar, dengan studi kasus di Kecamatan Sangir, dilanjutkan dengan memprediksi kebutuhan untuk pencapaian standar ini sampai tahun 2015 serta menyiapkan strategi untuk pencapaiannya. Data untuk ini adalah data sekunder serta data primer. Metoda penelitian adalah dengan analisis gap antara kondisi ril dengan SPM. Kondisi yang diamati antara lain: jumlah sekolah dan ruang kelas, sarana pendukung, pendidik dan tenaga kependidikan, serta buku dan alat peraga. Juga sedikit diamati kondisi pembiayaan operasi nonpersonalia di sekolah dan membandingkan dengan standar sebagaimana ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009. Analisis gap menghasilkan kenyataan bahwa sebenarnya ruang kelas dan guru telah berlebih di Kecamatan Sangir bila distribusi siswa dan guru mengacu kepada SPM Dikdas, bahkan terkesan boros. Bahkan jumlah guru tahun 2010 masih berlebih sampai tahun 2015. Ruang kelas SD cukup sampai 2015, dan perlu tambahan 6 lokal untuk SLTP. Namun kualifikasi guru masih sangat jauh dari pemenuhan SPM. Kualifikasi kepala sekolah juga belum memenuhi SPM. Sementara fasilitas-fasilitas pendukung juga masih terdapat kekurangan. Demikian pula halnya dengan buku dan alat peraga, masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk melengkapinya. Sedangkan analisis terhadap pembiayaan operasi nonpersonalia di sekolah menunjukkan masih kecilnya pangsa anggaran untuk ini. Demikian juga alokasi untuk Alat Tulis Sekolah dan Bahan/Alat Habis Pakai, belum memenuhi standar. Kenyataan ini mengharuskan pemerintah tetap memprioritaskan perhatian pada penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Perlu dilakukan pengaturan ulang distribusi siswa dan guru untuk mengurangi disparitas, diikuti dengan peningkatan kualifikasi pendidik, serta melengkapi sekolah dengan semua sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana diminta dalam SPM Dikdas. Perlu dilakukan penataan terhadap pembiayaan pendidikan, dengan cara meningkatkan dan mengefisienkannya.
1
Artikel Intisari Tesis pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Program Pasca Sarjana Universitas Andalas Tahun Ajaran 2010/2011 2 Mahasiswa Program Studi Perencanaan Pembangunan (Tailor Made) Angkatan VII Program Pasca Sarjana Universitas Andalas No. BP 1021206040
2
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah agenda penting negara yang merupakan kunci suksesnya pembangunan negara tercinta ini. Urgensi pendidikan semakin terlihat jelas jika dibaca sejarah turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Muhammad SAW, dimana ayat yang pertama diwahyukan Allah SWT berbunyi “Iqra’” yang berarti “Bacalah!”. Maka jelaslah ilmu pengetahuan -yang merupakan hasil dari proses pendidikanadalah kebutuhan terpenting bagi manusia untuk berinteraksi baik dengan alam, sesama manusia maupun dengan tuhannya. Dengan proses pendidikan dari zaman ke zaman telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan pola pikir manusia sehingga terciptalah kehidupan manusia yang beradab, ditata dengan sistem yang teratur dan ditopang oleh teknologi yang semakin canggih. Pendidikan juga merupakan instrumen pembangunan ekonomi dan sosial, serta dalam konteks lebih luas merupakan dasar utama bagi keseluruhan upaya implementasi prioritas tertinggi kebijakan pembangunan sumberdaya manusia dalam kerangka pembangunan nasional yang komprehensif. Oleh sebab itu, pembangunan dan penyelenggaraan layanan pendidikan nasional perlu dilakukan dengan pendekatan komprehensif, holistik, serta mengedepankan cara pandang anak didik sebagai manusia utuh. Mengingat peran penting dan strategisnya pendidikan, maka selayaknya pendidikan dijadikan prioritas utama pembangunan baik di pusat, propinsi maupun daerah.
Ini
diwujudkan
dengan
penganggaran
semaksimal
mungkin
bagi
kelangsungan proses pendidikan baik di lembaga formal maupun non formal. Pemerintah telah mengambil kebijakan mengatur anggaran pendidikan baik di pusat, propinsi maupun daerah haruslah minimal 20% dari anggaran keseluruhan. Ini tentu saja secara kuantitatif merupakan angin surga bagi penyelenggara pendidikan karena sudah terbayang peningkatan kesejahteraan dari anggaran ini, walaupun masih dipertanyakan darimana datangnya angka 20% tersebut. Setinggi apapun biaya yang dianggarkan untuk pendidikan, tetap saja pemerataan akses menjadi indikator terkuat keberhasilan pembangunan pendidikan di daerah. Pendidikan seyogyanya harus dapat dinikmati oleh semua warga negara baik di perkotaan maupun pedesaan, masyarakat ekonomi mapan maupun yang tidak mapan. Untuk itu peningkatan akses dan pemerataan layanan pendidikan selayaknya
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
3 mendapat perhatian yang serius sehingga seluruh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dimanapun berada dapat mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya sampai pendidikan dasar yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Untuk mencetak masyarakat yang siap dengan ilmu pengetahuan dan mental untuk berkarya dalam masyarakat, hendaknya menempuh pendidikan sekurang-kurangnya setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat atas (SLTA). Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai merupakan faktor yang sangat vital bagi peningkatan akses layanan dan mutu pendidikan. Semakin lengkap sarana dan prasarana, akan semakin efektif proses belajar dan mengajar dilaksanakan dan siswa akan semakin mudah menyerap setiap materi yang diajarkan. Selama 6 (enam) tahun sejak berdiri Pemerintah Kabupaten Solok Selatan telah berusaha membenahi kekurangan-kekurangan di bidang pendidikan. Telah dirasakan manfaatnya melalui prestasi-prestasi peserta didik baik pada bidang akademis maupun ekstrakurikuler di dalam dan di luar daerah. Namun dengan kondisi yang ada sekarang rasanya belumlah mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan akses layanan pendidikan yang bermutu standar. Hal ini terlihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) yakni, berpendidikan SD sebesar 88%; SLTP sebesar 59,80%; dan SLTA 58,49%. Sedangkan dari segi Angka Partisipasi Murni (APM) besaran jumlah penduduk yang berpendidikan SD sebesar 72%; SLTP sebesar 51%; dan SLTA sebesar 49,70 %. Ini berarti bahwa setiap 100 orang penduduk yang berusia 06 tahun sampai dengan 12 tahun yang bersekola hanya 72 orang dan yang tidak bersekolah 28 orang, demikian seterusnya setiap 100 orang penduduk yang berusia 12-15 tahun hanya 51 orang yang bersekolah dan lebih kecil lagi dari 100 orang penduduk yang berusia 15 – 19 tahun hanya 50 orang yang bersekolah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Solok Selatan program wajib belajar 9 tahun belum tuntas karena masih banyak anak yang putus sekolah. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan belum tuntasnya program wajib belajar 9 tahun di daerah ini, antara lain karena jarak lokasi sekolah yang jauh dari lokasi pemukiman penduduk; masih rendahnya tingkat kesadaran dari anak usia sekolah untuk bersekolah, rendahnya pemahaman anak dan orang tua tentang pentingnya bersekolah, kurangnya kesadaran dan motivasi dari orang tua anak, dan kemampuan ekonomi orang tua yang terbatas. Kecamatan Sangir di satu sisi berpotensi menjadi kawasan perkotaan dan perlu perhatian yang serius dalam kualitas pendidikan. Di sisi lain Kecamatan Sangir masih Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
4 memiliki beban mengentaskan ketertinggalan beberapa jorong di dalamnya, karena terdapat beberapa jorong di kecamatan ini yang merupakan jorong terpencil dan tertinggal. Dengan mata pencaharian penduduk yang mayoritas adalah petani, di kecamatan ini waktu sangat berharga termasuk bagi anak usia sekolah. Ini tentu saja menjadi masalah yang sangat signifikan bagi keberlangsungan pendidikan. Kondisi perekonomian masyarakat yang masih rata-rata berpenghasilan menengah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap masalah ini. Tercatat sampai tahun 2008 APK untuk SD dan MI di kecamatan ini sudah melebihi 100 persen. Namun untuk tingkat SLTP belum sebagus SD. APK SMP dan MTs pada tahun 2008 masih di bawah 75 persen (hasil pengolahan data BPS). Keberhasilan pencapaian APK di atas 100 persen bagi tingkat SD diperkirakan lebih disebabkan oleh tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, seiring dengan pembangunan di Kecamatan Sangir yang merupakan kawasan ibukota kabupaten. Namun di lapangan masih sering ditemui keluhan masyarakat akan besarnya biaya pendidikan. Besarnya animo masyarakat terhadap pendidikan dinilai lebih disebabkan oleh keengganan untuk melihat anaknya tidak berpendidikan di tengah kemajuan pembangunan di kecamatan ini serta meningkatnya jumlah masyarakat berpendidikan tinggi di ibukota kabupaten. Dalam hal ini, jika pemerintah alpa menyikapi dengan program-program yang terencana matang untuk menunjang keberlangsungan pendidikan serta memberi kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat, dikuatirkan akan menghasilkan lulusan yang tidak berkualitas, atau malah bisa menurunkan minat masyarakat terhadap dunia pendidikan. Bagaimanapun nilai waktu bagi anak seorang petani atau buruh lebih berharga ekonomi dibanding anak seorang pejabat atau pengusaha. Penelitian ini bertujuan : 1) Menganalisis ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan saat ini berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar; Menghitung kebutuhan sarana, prasarana dan pembiayaan pendidikan dasar sembilan tahun pada tahun 2015; Merancang strategi untuk pencapaian Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kecamatan Sangir.
Dari perumusan masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah dari beberapa hal sebagai berikut : 1) Penelitian ini dibatasi dengan perkiraan kebutuhan sarana, prasarana dan pembiayaan pendidikan sampai Tahun 2015; 2) Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
5 Untuk lebih fokus dan akuratnya hasil penelitian, lokasi penelitian dibatasi pada pendidikan formal tingkat SD/MI sampai dengan SLTP di Kecamatan Sangir. II.
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pendidikan di Indonesia Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Program Wajib Belajar dicanangkan mengingat pentingnya pengentasan buta huruf di kalangan masyarakat. Perkembangan teknologi menuntut seluruh masyarakat untuk mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Penduduk yang buta huruf niscaya akan menjadi beban penghambat kemajuan pembangunan manusia, sekaligus menjadi penghambat dalam memajukan negara atau daerah untuk keluar dari status negara terbelakang. Pasal 31 UUD 1945 yang telah diamendemen mengatur program wajib belajar sebagai penghormatan atas hak memperoleh pendidikan. Melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), hak untuk memperoleh pendidikan dasar yang semula hanya sampai tamat SD ditingkatkan menjadi SD dan SLTP. Dan Secara lebih mendalam Wajib Belajar Sembilan Tahun diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Menurut pasal 1 peraturan ini, yang dimaksud dengan wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Fungsi wajib belajar berdasarkan pasal 2 peraturan ini adalah untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia. Sedangkan tujuan wajib belajar adalah memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Program wajib belajar memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memperoleh pendidikan sampai dengan jenjang SLTP dengan biaya
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
6 yang ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Jaminan ini diberikan tanpa membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Ini berimplikasi kepada kewajiban semua orang tua yang mempunyai anak usia SD dan SLTP agar memberikan kesempatan sepenuhnya kepada anak-anak mereka untuk menjalani pendidikan di sekolah-sekolah sehingga minimal menamatkan SLTP. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar yang terakhir diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 merupakan tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan daerah. SPM Pendidikan ini menjadi acuan dalam perencanaan program dan penganggaran target masing-masing daerah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman/standar teknis perencanaan yang berlaku. Menurut Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010, kriteria yang harus dipenuhi sebagai Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar, seperti terlihat pada Tabel 1. Sementara itu, Standar Nasional Pendidikan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Sedangkan tujuan diterbitkannya standar ini adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. 2.2. Pembangunan Pendidikan Untuk bisa menyukseskan pembangunan, mutu sumber daya manusia merupakan faktor penting yang mesti menjadi prioritas utama dalam pembangunan itu. Ini tidak lain tidak bukan merupakan keluaran dari proses pendidikan dan pembangunan kesehatan. Untuk ini tentu saja harus dilakukan perencanaan yang matang dan pembangunan yang maksimal pada bidang pendidikan dan kesehatan itu sendiri. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan bermanfaat baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan negara secara umum dalam pelaksanaan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Menyadari hal tersebut negara-negara dunia terutama
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
7 negara-negara
berkembang
berlomba-lomba
dalam
rangka
melaksanakan
pembangunan bidang pendidikan untuk penduduknya.....(Todaro, 2000).
Tabel 1.
No.
Indikator SPM Pendidikan Dasar menurut Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Standar Minimal
Indikator SPM
1.
SD
Jarak jangkauan jalan kaki dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil R-S/K max Ruang guru/sekolah Ruang kepala sekolah per sekolah Laboratorium IPA Ketersediaan guru
2. 3. 4. 5. 6.
7.
Kualifikasi guru
8. 9. 10.
Kualifikasi Kepala Sekolah Kualifikasi Pengawas Sekolah Buku Teks
11.
Alat Peraga IPA
12.
Buku Pengayaan Referensi
13. 14.
Jam kerja guru per minggu Tatap muka perminggu
15.
Kurikulum
dan
SMP
3 km
6 km
32 1 -
36 1 1
R-S/G max = 32 Setiap satuan pendidikan tersedia 6 orang guru, untuk daerah khusus 4 orang Setiap sekolah: • 2 orang guru S1 atau D4 • 2 orang guru lulus sertifikasi • •
S1/D4 dan bersertifikat S1/D4 dan bersertifikat 1 set/siswa untuk mata pelajaran : • Bahasa Indonesia • Matematika • IPA • IPS 1 set, terdiri dari : • Model kerangka manusia • Model tubuh manusia • Bola dunia/globe • Contoh alat optik • Kit IPA • Poster/Carta IPA • 100 judul buku pengayaan • 10 buku referensi 37,5 Kelas I-II = 18 jam Kelas III = 24 jam Kelas IV – VI = 27 jam KTSP
• • •
Cukup untuk 36 siswa 1 guru/mata pelajaran Untuk daerah khusus, guru/rumpun mat pelajaran
70% S1/D4, 35% bersertifikat Untuk daerah khusus 40% dan 20% Mata pelajaran yang wajib S1/D4 dan sertifikat : o Matematika o IPA o Bahasa Indonesia o Bahasa Inggeris S1/D4 dan bersertifikat S1/D4 dan bersertifikat 1 set/siswa untuk semua mata pelajaran • • •
• •
200 judul buku pengayaan 20 buku referensi
37,5 27 jam
KTSP
Pendidikan dasar merupakan faktor vital dalam penyiapan sumber daya manusia yang handal. Pada jenjang ini peserta didik dibekali dengan ilmu pengetahuan dasar sebagai modal awal untuk pengembangan kepada ilmu lanjutan. Dalam Elfindri Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
1
Herwin, ST - 2012
8 (2008;227-228) 228) dinyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan terget dari MDGs (Milenium Milenium Development Goals) Goals 2015 dan gerakan EFA (Education Education For All). All Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun strategi dan arah kebijakan pembangunan nasional (Kemdiknas, 2010), 2010), disamping mengacu kepada visi, misi dan tujuan serta evaluasi capaian pembangunan pendidikan, juga memperhatikan komitmen pemerintah terhadap konvensi internasional mengenai pendidikan, khususnya Konvensi Dakkar tentang EFA, Konvensi Hak Anak, MDGs, serta World Summit on Sustainable Development. Development. Bapppenas (2010;1) menguraikan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), poin kedua adalah “Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua”. Kondisi akhir pada tahun 2009 tentang pencapaian tujuan pembangunan milenium bidang pendidikan adalah sabagaimana Tabel 2. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDG pendidikan adalah meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki laki-laki maupun perempuan.
Tabel 2.
Pencapaian Sasaran MDGs Tahun 2009 Bidang Pendidikan
Sumber : Laporan MDGs Bappenas, Bappena 2010
2.3. Pembiayaan Pendidikan Elfindri (2011) mengatakan, ketika sebuah program dirancang, maka model pembiayaan merupakan instrumen utama dalam melaksanakan program tersebut. Sehingga dengan demikian, program pendidikan sematang dan secanggih apapun, tanpa rencana pembiayaan yang matang matang pula, niscaya akan mentah. Dan kalaupun
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar
9 bisa dilaksanakan ia akan memakan biaya yang tidak optimal, sehingga hasil yang paling kelihatan hanyalah pemborosan semata. Kebijakan otonomi daerah sebetulnya memberikan harapan untuk lebih tepatsasarannya penganggaran pendidikan karena daerah lebih tahu pasti tentang apa saja kekurangan dan kebutuhan daerahnya. Ini didukung dengan telah diterbitkannya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar sebagai bench mark dalam penganggaran, sehingga perincian anggaran per-item kebutuhan dapat lebih tepat. Namun ternyata kebanyakan daerah tidak siap dengan sumberdaya manusianya sehingga perencanaan dilakukan tidak matang. Prinsip kebijakan anggaran pendidikan semestinya mengikuti logika demand side financing, dengan arti kata pemerintah menyediakan anggaran untuk memenuhi target-target pemerataan dan kualitas pendidikan yang disepakati. Kemudian anggaran pendidikan difokuskan kepada pencapaian tahapan pembangunan pendidikan. Selain untuk memenuhi gaji guru, fokus kepada tiga hal yaitu kualitas pendidik, infrastruktur dan memperbaiki kurikulum. Sementara yang dianut di negara kita saat ini adalah supply side financing, dimana terlebih dahulu disediakan anggaran, baru setelah itu disiapkan program dan proyek untuk menghabiskannya. Pemerintah telah mengatur suatu standar biaya operasi non personalia melalui Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009. Asumsi yang dipakai dalam standar ini adalah bahwa dalam satu SD/MI terdapat 6 rombongan belajar dengan setiap rombel berisi 28 peserta didik, dan dalam satu SMP/MTs terdapat 6 rombel yang berisi 32 siswa. Tabel standar biaya non personalia untuk SD/MI dan SMP/MTs dalam kondisi ini di DKI Jakarta adalah sebagaimana Tabel 2.4. Sedangkan untuk masing-masing daerah di luar DKI Jakarta ditetapkan indeks yang menjadi pengali dengan biaya standar sekolah di DKI Jakarta. Indeks untuk Kabupaten Solok Selatan adalah 0,911. Maka untuk menentukan standar biaya operasi non personalia untuk sekolah di Solok Selatan adalah dengan mengalikan jumlah uang dalam Tabel 3 dengan 0,911. Sedangkan dalam hal pembiayaan pendidikan di daerah, Elfindri (2011) merekomendasikan model satuan pembiayaan pendidikan yang ideal menuju MDGs 2015 sebagaimana Tabel 4.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
10 Tabel 3
Standar Biaya Operasi Non Personalia untuk SD/MI dan SMP/MTs di DKI Jakarta menurut Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 Biaya Operasi Nonpersonalia (Rp ribu)
%
% Minimum
No.
Jenjang
Per sekolah/
Per
program
rombongan
keahlian
belajar
Per peserta
untuk Alat Tulis
didik
Sekolah (ATS)
Minimum untuk Bahan dan Alat Habis Pakai (BAHP)
1
SD/MI
97.440
16.240
580
10
10
2
SMP/MTs
136.320
22.720
710
10
10
Tabel 4.
Pola Pembiayaan Ideal Pendidikan Dasar Menuju MDGs 2015
Jenjang Unit
SD
SMP
Unit Cost
Keadaan Sekarang Pemerintah
RT
Menuju MDGs 2015
Masyarakat
Pemerintah
RT
Masyarakat
Rp
1.846.601
518.942
1.321.428
6.231
996.002
844.368
%
100
28,1
71,6
0,3
53,9
45,8
6.231 0,3
Rp
2.930.699
684.942
2.235.632
10.125
1.483.305
1.437.269
10.125
%
100
23,4
76,3
0,3
50,6
49,1
0,3
Sumber: Elfindri, 2011
III. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan. Data yang dipergunakan adalah data primer dan sekunder. Data sekunder dikeluarkan oleh dinas/intansi terkait yang ada di Kabupaten Solok Selatan, berupa buku Profil Pendidikan, Renstra Dinas Pendidikan, APBD, RPJM, RPJP, Kabupaten Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka, Rangkuman Kecamatan Pendataan Sekolah. Untuk data-data yang tidak didapatkan dalam data sekunder, maka dikumpulkan data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada beberapa kepala sekolah sampel. Di samping itu juga dilakukan wawancara kepada Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pendidikan, Kabid Program Dinas Pendidikan , dan lain-lain untuk hal-hal yang dianggap perlu.
Analisis gap ditujukan untuk melihat kondisi ril pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan, dengan menggunakan indikator-indikator yang terdapat dalam SPM. Analisis dilakukan
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
11 terhadap tiap-tiap sekolah berdasarkan data individu yang disampaikan oleh sekolahsekolah kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Solok Selatan. Namun tidak semua data yang dibutuhkan untuk analisis termuat dalam data individu dimaksud. Untuk kasus ini penulis mengumpulkan data dengan menyebarkan kuesioner kepada beberapa sampel sekolah. Prediksi kebutuhan sarana dan prasarana serta kebutuhan pembiayaan pendidikan didapat dengan terlebih dahulu memprediksi jumlah siswa. Berdasarkan data penduduk dari tahun ke tahun dapat di rumuskan model pertumbuhan penduduk. Dan akhirnya dapat diprediksi jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur sampai tahun 2015. Prediksi jumlah penduduk usia sekolah diperoleh setelah memecah penduduk pada masing-masing kelompok umur dengan Spraque Multiplier, dan mengelompokkan kembali berdasarkan usia penduduk pada masing-masing tingkat pendidikan. Dan mengacu kepada target MDGs bahwa APM pendidikan dasar pada tahun 2015 adalah 100%, dapat diperkirakan jumlah siswa pada masing-masing tahun sampai 2015. Kebutuhan sarana dan prasarana dihitung berdasarkan indikator-indikator standar dalam SPM Pendidikan Dasar. Sementara kebutuhan pembiayaan dihitung berdasarkan tabel standar satuan biaya pendidikan yang direkomendasikan. Keselarasan pembiayaan dianalisis dengan membandingkan anggaran di satuan pendidikan dengan standar pada Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009. IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Sangir merupakan salah satu kecamatan tertua di Kabupaten Solok Selatan, sudah terbentuk semenjak masih dibawah pemerintahan Kabupaten Solok, sampai dengan tahun 2009 memiliki 3 (tiga) nagari dengan 34 (tiga puluh empat) jorong. Baik di tingkat Kabupaten Solok Selatan maupun di Kecamatan Sangir, persentase penduduk tertinggi adalah pada anak-anak usia pendidikan dasar. Dari data kependudukan tahun 2009, terdaftar sebanyak 1.443 pencari kerja di Kabupaten Solok Selatan, terdiri dari 844 laki-laki dan 599 perempuan. Dari jumlah tersebut, yang terbanyak adalah tidak tamat SD sebanyak 338 orang. Terbanyak kedua adalah tamatan SLTA 292 orang, dilanjutkan Sarjana Muda 200 orang, Sarjana 181 orang, D1/D2 171 orang, tamat SD 142 orang, dan tamat SLTP 119 orang.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
12 Sedangkan di Kecamatan Sangir, dari 36.847 penduduk seluruhnya, terbanyak berpendidikan tamat SD yaitu 10.967 orang, dan terbanyak ke dua adalah tidak/belum sekolah sebanyak 7.316 orang. Kondisi sebagaimana digambarkan data-data tersebut di atas jelas menegaskan bahwasanya masih berat beban kerja pemerintah dalam upaya pengentasan buta huruf di Kabupaten Solok Selatan umumnya, dan Kecamatan Sangir khususnya. Diharapkan dengan program Wajib Belajar Sembilan Tahun dapat mengurangi secara berkelanjutan angka penduduk yang tidak sekolah, tidak tamat SD dan tidak tamat SLTP. Secara kuantitas, terlihat adanya pembangunan pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Ini terlihat dengan meningkatnya jumlah sekolah, ruang kelas maupun tenaga pengajar, baik di tingkat SD maupun SLTP. Namun perkembangan Kecamatan Sangir ini mesti dianalisis apakah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal. Perlu juga dianalisis mutu pendidik. Sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan, semua guru yang mengajar di SMP haruslah sudah menamatkan jenjang S-1, dan pada mata pelajaran tertentu harus memiliki sertifikat. Dari sisi pembiayaan pendidikan, terlihat adanya perhatian dari pemerintah terhadap dunia pendidikan. Ini terlihat dengan selalu meningkatnya anggaran untuk pendidikan di Kabupaten Solok Selatan. Ini seiring dengan pertumbuhan APBD. Anggaran ini adalah sebagaimana Tabel 5. Terlihat terjadi juga peningkatan pada gaji dan tunjangan pegawai, menunjukkan pemerinta juga begitu perhatian terhadap kesejahteraan guru. Namun Tabel 6 menunjukkan, bahwa ternyata pembiayaan ini tidaklah efisien. Rata-rata empat per lima bagian dari anggaran ini habis untuk membayar gaji dan tunjangan bagi pegawai. Pada tahun 2005 81,76% anggaran pendidikan terpakai untuk gaji dan tunjangan pegawai, dan hanya 10,53% dianggarkan untuk belanja modal. Hingga pada tahun 2011 pangsa untuk biaya personalia dan belanja modal dari anggaran pandidikan masing-masing adalah 75,20% dan 12,70%. Kenyataan ini menuntut untuk dianalisis lagi kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan di Kabupaten Solok Selatan. Bila ternyata jumlah guru telah melebihi dari kebutuhan, maka anggaran yang besar untuk Dinas Pendidikan akan sia-sia belaka dan hanya menghasilkan pemborosan.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
13 Tabel 5
Perkembangan Anggaran Pendidikan Kabupaten Solok Selatan Anggaran Pendidikan (ribu rupiah)
TAHUN
TOTAL BELANJA DERAH (ribu rupiah)
DANA BOS SD
Total
Gaji dan Tunjangan Pegawai
Belanja Modal
Anggaran Dikdas 9 tahun
Jumlah Siswa
Besar per Siswa
SLTP Jumlah Dana (ribu rupiah)
Jumlah Siswa
Besar per Siswa
Jumlah Dana (ribu rupiah)
2005
94.192.564
35.164.553
28.749.132
3.704.349
*
*
235
*
*
325
*
2006
228.109.512
58.544.628
38.740.638
13.697.719
*
*
235
*
*
325
*
2007
287.919.026
69.947.593
39.553.119
19.768.471
17.834.709
*
254
*
*
354
*
2008
365.098.903
99.390.070
66.068.650
19.254.533
21.889.660
21.871
397
8.682.787
5.189
570
2.957.730
2009
412.669.378
101.765.004
79.843.049
9.836.501
13.893.125
21.503
397
8.536.691
5.551
570
3.164.070
2010
357.785.099
124.350.695
98.625.747
15.794.041
14.437.109
21.707
397
8.617.679
5.684
570
3.239.880
2011
409.015.840
139.793.383
105.127.715
17.749.211
26.549.679
21.714
397
8.620.458
5.684
570
3.239.880
Sumber: DPPKAD Solok Selatan, Dinas Pendidikan Solok Selatan
Tabel 6
Proporsi Anggaran Pendidikan Kabupaten Solok Selatan 20052011 TOTAL BELANJA DERAH (ribu rupiah)
Persentase Anggaran Pendidikan (%) terhadap APBD
2005
TAHUN
Persentase Komponen Anggaran Pendidikan terhadap Total Anggaran Pendidikan
Total
Gaji dan Tunjangan Pegawai
Diluar Gaji dan Tunjangan Pegawai
Gaji dan Tunjangan Pegawai
Belanja Modal
Anggaran Dikdas 9 tahun
94.192.564
37,33
30,52
6,81
81,76
10,53
*
2006
228.109.512
25,67
16,98
8,68
66,17
23,40
*
2007
287.919.026
24,29
13,74
10,56
56,55
28,26
25,50
2008
365.098.903
27,22
18,10
9,13
66,47
19,37
22,02
2009
412.669.378
24,66
19,35
5,31
78,46
9,67
13,65
2010
357.785.099
34,76
27,57
7,19
79,31
12,70
11,61
2011
409.015.840
34,18
25,70
8,48
75,20
12,70
18,99
Sumber: DPPKAD Solok Selatan, Dinas Pendidikan Solok Selatan
Berpijak pada kondisi pendidikan yang ada serta mengacu kepada RPJM Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011 - 2015 dan Renstra Kemdiknas 2010 - 2014, Dinas Pendidikan Kabupaten Solok Selatan telah menyusun suatu rancangan pembangunan pendidikan berupa Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) Dinas Pendidikan Kabupaten Solok Selatan 2010-2015. Keseluruhan program yang ditetapkan dalam Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Solok Selatan 2011- 2015 adalah sebagai berikut: 1. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan TK 2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
14 3. Program Pendidikan Menengah 4. Program Pendidikan Non Formal 5. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan 6. Program Pengembangan Perpustakaan Sekolah dan Budaya Baca 7. Program Peningkatan Pembinaan Olahraga
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Gap Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Analisis gap ditujukan untuk melihat kondisi ril pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan. Analisis dilakukan terhadap tiap-tiap sekolah berdasarkan data individu yang disampaikan oleh sekolah-sekolah kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Solok Selatan. Namun tidak semua data yang dibutuhkan untuk analisis termuat dalam data individu dimaksud. Untuk kasus ini penulis mengumpulkan data dengan menyebarkan kuesioner kepada beberapa sampel sekolah. Hasil analisis gap menunjukkan bahwa secara umum di Kecamatan Sangir sampai tahun 2010 belum sepenuhnya mencapai Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar dengan rincian sebagai berikut: a. Jumlah sekolah telah mencukupi untuk pendidikan dasar sembilan tahun di Kecamatan Sangir, namun masih terdapat siswa yang menempuh jarak di atas 3 kilometer dari rumah ke sekolah pada daerah khusus. b. Rasio Siswa per Kelas (R-S/K) untuk SD/MI adalah 26,51 dan di SLTP adalah 26,84. Dengan jumlah rombel yang ada, terjadi kekurangan ruang kelas baik di SD/MI maupun SLTP. Ini diakibatkan oleh tidak meratanya penyebaran siswa pada sekolah-sekolah di Kecamatan Sangir sehingga RS/K pada masing-masing sekolah sangat beragam. Jika distribusi siswa diatur ulang berdasarkan SPM Pendidikan Dasar diiringi dengan rehab seluruh ruang kelas yang rusak berat, maka akan terdapat kelebihan ruang kelas di SD/MI sebanyak 36 ruang, dan di SLTP sebanyak 19 ruang. c. Jumlah guru sudah berlebih di Kecamatan Sangir. Dengan jumlah rombel yang ada tahun 2010 terdapat kelebihan di SD/MI sebanyak 16 guru kelas, 17 guru Agama dan 1 guru Pendidikan Jasmani. Jika siswa di distribusi
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
15 ulang bewrdasarkan SPM Dikdas, kelebihan guru kelas akan menjadi 79 orang. Sementara di SLTP terdapat kelebihan 57 orang guru di Kecamatan Sangir. Jika jam mengajar guru dimaksimalkan dengan cara ikut mengajar di sekolah lain untuk memperoleh minimal 24 jam tatap muka per minggu, maka kelebihan guru SLTP di Kecamatan sangir menjadi 96 orang. d. Untuk kualifikasi guru berijazah S1/D-IV, pada tingkat SLTP telah terpenuhi jika dihitung berdasarkan persentase yang ditetapkan dalam SPM Pendidikan Dasar. Namun pada pelajaran-pelajaran tertentu yang wajib S1/D-IV, terdapat kekurangan untuk mata pelajaran: • Matematika 2 orang • IPA 3 orang • Bahasa Indonesia 2 orang • Bahasa Inggeris 2 orang Sedangkan di tingkat SD/MI, masih terjadi kekurangan guru yang berpendidikan S1/D-IV sebanyak 22 orang jika mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. Untuk kewajiban guru bersertifikat, pada tingkat SD/MI terdapat kekurangan sebanyak 57 orang guru untuk dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. Pada tingkat SLTP, dari segi persentase guru bersertifikat yang ditetapkan dalam SPM Pendidikan Dasar, terdapat kekurangan 22 orang guru bersertifikat untuk dpat memenuhi SPM ini. Sedangkan pada mata pelajaran tertentu yang wajib bersertifikat, kekurangannya adalah pada mata pelajaran: •
Matematika 9 orang
•
IPA 9 orang
•
Bahasa Indonesia 9 orang
•
Bahasa Inggeris 9 orang.
e. Untuk kualifikasi kepala sekolah berijazah S1/D-IV, pada tingkat SLTP telah dapat terpenuhi. Sedangkan pada tingkat SD/MI, masih terdapat 13 SD dan 1 MI dari 34 SD/MI yang kepala sekolahnya belum berpendidikan S1/D-IV. Sementara untuk kewajiban kepala sekolah bersertifikat, masih menjadi beban berat di Kecamatan Sangir. Masih ada 24 SD, 3 MI, 2 SMP dan 5 MTs yang kepala sekolahnya belum bersertifikat.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
16 f. Kulaifikasi pengawas berijazah S1/D-IV telah terpenuhi baik di jenjang SD/MI maupun SLTP. Sedangkan kewajiban pengawas bersertifikat telah terpenuhi secara sempurna di jenjang SLTP, namun masih terdapat 1 (satu) dari 4 (empat) pengawas SD yang belum bersertifikat. g. Kewajiban ketersediaan buku teks pelajaran sebanyak jumlah siswa untuk mata pelajaran tertentu di SD/MI dan semua mata pelajaran di SLTP belum terpenuhi di Kecamatan Sangir. Baru 6 (enam) SD yang telah memenuhinya. h. Kewajiban ketersediaan buku pengayaan dan referensi di SD/MI dan SLTP belum terpenuhi di Kecamatan Sangir. i. Kewajiban menyediakan alat peraga IPA di tingkat SD terpenuhi sebesar 78%.
5.2. Analisis Keselarasan Pembiayaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Alokasi Biaya Operasi Nonpersonalia pada satuan pendidikan diatur dengan suatu standar yang diatur melalui Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009. Di Kecamatan Sangir, rata-rata biaya operasi nopersonalia pada tingkat SD adalah 73,78% dari standar. Sedangkan pada tingkat SLTP adalah 74,03 dari standar. Alokasi untuk biaya alat tulis sekolah tercatat cukup memadai bahkan cenderung terkesan boros pada tingkat SD, dan mendekati standar pada tingkat SLTP. Sedangkan alokasi untuk biaya Bahan dan Alat habis Pakai terhitung sangat minim baik pada tingkat SD maupun SMP. 5.3. Analisis Proyeksi Pencapaian SPM Pendidikan Dasar dan MDGs Tahun 2015 Dari data penduduk yang diperoleh melalui BPS, dapat diprediksi jumlah penduduk Kecamatan Sangir sampai tahun 2015. Selanjutnya jumlah ini dibagi kedalam kelompok umur. Komposisi tiap kelompok umur ini didasarkan kepada perkembangan komposisinya dari tahun 2005 sampai 2015. Sehingga didapatkan prediksi jumlah penduduk Kecamatan Sangir berdasarkan kelompok usia samapai tahun 2015, sebagaimana tabel 7. Selanjutnya adalah memprediksi jumlah penduduk usia sekolah sampai tahun 2015. Dengan menggunakan Spraque Multiplier didapatkan prediksi dimaksud.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
17 Langkah berikutnya adalah prediksi jumlah siswa SD dan SLTP. Mengacu kepada target MDGs pada tahun 2015, APM untuk pendidikan dasar diharapkan sudah 100%. Berdasarkan komposisi siswa berdasarkan usia pada tahun 2010, dapat diprediksi APK sampai tahun 2015 pada saat APM 100%. Hasilnya terlihat pada tabel 8. Tabel 7
Proyeksi Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan 2010 - 2015 Kelompok Umur
00-04 tahun 05-09 tahun 10-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 50-54 tahun 55-59 tahun 60-64 tahun 65 tahun keatas Jumlah
2010 4,453 4,561 4,437 3,272 2,895 3,477 3,275 2,871 2,246 1,929 1,544 1,108 671 1,499 38,238
2011 4,623 4,690 4,470 3,109 2,873 3,655 3,444 2,971 2,201 1,855 1,508 1,129 574 1,389 38,492
Jumlah 2012 2013 4,827 5,069 4,853 5,052 4,533 4,627 2,963 2,832 2,870 2,886 3,861 4,098 3,639 3,863 3,092 3,238 2,170 2,152 1,792 1,738 1,482 1,464 1,159 1,197 478 382 1,285 1,186 39,004 39,785
2014 5,354 5,293 4,755 2,712 2,920 4,373 4,123 3,411 2,146 1,693 1,455 1,244 284 1,090 40,851
Umur
2015 5,688 5,579 4,919 2,600 2,973 4,690 4,423 3,614 2,153 1,654 1,454 1,301 182 995 42,223
Sumber: pengolahan data
Tabel 8
Proyeksi Jumlah Siswa SD/MI dan SLTP di Kecamatan Sangir Sampai Tahun 2015 Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
APK SD (%)
111,45
111,95
112,45
112,95
113,45
113,94
APK SLTP (%)
85,45
93,12
100,78
108,45
116,12
123,78
Jumlah Siswa SD/MI
6.150
6.305
6.505
6.755
7.062
7.428
Jumlah Siswa SLTP
2.067
2.223
2.387
2.565
2.758
2.972
Sumber: pengolahan data
Dengan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, maka hasil analisis terhadap kebutuhan sarana dan prasarana sampai tahun 2015 adalah:
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
18 Dengan jumlah siswa SD/MI dari tahun ke tahun sampai tahun 2015 yang telah diperoleh dari hasil perhitungan sebelumnya, dapat diprediksi kebutuhan ruang kelas pada masing-masing jenjang di Kecamatan Sangir. Kebutuhan ini menggunakan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, dimana setiap kelas diisi dengan 32 siswa untuk SD/MI dan 36 siswa untuk SLTP. Hasilnya adalah seperti terlihat pada Tabel 5.29. Terlihat bahwa ternyata sampai tahun 2015 ruang kelas yang ada untuk tingkat SD/MI sekarang masih mencukupi untuk menampung semua siswa. Yang dibutuhkan adalah rehab ringan dan berat terhadap ruang kelas yang ada. Tabel 5.29 Prediksi Kebutuhan Ruang Kelas SD/MI dan SLTP di Kecamatan Sangir Sampai Tahun 2015 Tahun
Tersedia 2010
2010
2011
2012
2013
2014
2015
B
RR
RB
B+RR
B+RR+RB
162
51
19
213
232
61
16
-
77
77
192
197
203
211
221
232
Skedul Rehab Ringan
√
√
√
√
√
√
Skedul Rehab Berat
-
-
√
√
√
√
Kebutuhan Ruang Kelas SD/MI
57
62
66
71
77
83
Skedul Rehab Ringan
-
-
√
√
√
√
Skedul Rehab Berat
-
-
-
-
Penambahan RKB
-
-
-
Kebutuhan Ruang Kelas SLTP
-
-
6
-
Sumber: pengolahan data
Sedangkan pada tingkat SLTP, ruang kelas yang ada yang ada sekarang masih cukup untuk menampung seluruh siswa sampai tahun 2014. Kebutuhan ruang kelas baru sampai dengan tahun 2015 adalah sebanyak 6 lokal. Ruang Guru dan Kepala Sekolah masih harus dilengkapi untuk sekolah-sekolah yang belum memilikinya, yaitu: •
Ruang Guru:
5 SD dan 1 MIS, serta 1 SMP dan 3 MTs
•
Ruang Kepala Sekolah: 1 SMP dan 2 MTs
Di samping itu tetap dilakukan pemeliharaaan dan rehab ringan terhadap ruangan-ruangan yang telah ada.
Laboratorium IPA belum dimiliki oleh 2 SMP dan seluruh MTs. Mengingat pentingnya fungsi laboratorium IPA, harus sesegera mungkin diupayakan untuk melengkapinya di semua sekolah. Kementerian Agama Kabupaten Solok Selatan memiliki beban lebih berat dalam hal ini, dimana belum satupun dari lima MTs yang memiliki laboratorium IPA.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
19 Sedangkan kebutuhan guru sampai tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 5.30. Ternyata masih terdapat kelebihan guru pada tahun 2015 jika dibandingkan dengan kondisi ketersediaan guru tahun 2010. Tabel 5.30 Prediksi Kebutuhan Guru SD/MI dan SLTP di Kecamatan Sangir Sampai Tahun 2015 Tahun 2010 Kebutuhan Guru SD Guru Kelas Guru Agama Guru Pendidikan Jasmani Kebutuhan Guru SLTP Guru PPKn Guru Agama Guru B. Indonesia Guru B. Inggeris Guru Penjas Guru Matematika Guru IPA Guru IPS Guru TIK Guru Seni Budaya Guru Muatan Lokal
298 230 34 34 72 5 17 7 7 4 7 7 7 4 4 4
2011 303 235 34 34 73 4 15 8 8 4 8 8 8 4 4 4
2012 309 241 34 34 77 4 15 8 8 4 8 8 8 4 4 4
Tersedia tahun 2010
2013
2014
317 249 34 34 82 4 15 9 9 4 9 9 9 4 4 4
2015
327 259 34 34 88 5 16 10 10 5 10 10 10 5 5 5
338 270 34 34 95 5 17 10 10 5 10 10 10 5 5 5
PNS 258 207 33 18
Non PNS 137 102 18 17 218 14 42 20 24 15 19 30 17 12 11 14
Semua 395 309 51 35
Sumber: pengolahan data
Jika pada jumlahnya guru terjadi kelebihan, maka pada sisi kualifikasi terjadi kekurangan guru berkualifikasi sebagaimana diminta pada SPM Pendidikan Dasar. Untuk tingkat SD masih terdapat kekurangan sebanyak 22 orang guru berijazah S1/D-IV, dan 57 orang guru bersertifikat untuk dapat memenuhi SPM Pendidikan Dasar pada tahun 2010. Karena tidak terjadi penambahan jumlah sekolah, maka jumlah kebutuhan guru dengan kualifikasi demikian tetap sampai tahun 2015. Sedangkan pada tingkat SLTP, terdapat kekurangan 22 orang guru bersertifikat jika guru bersertifikat didistribusi ulang berdasarkan SPM Pendidikan Dasar, yakni 35% dari jumlah guru per sekolah. Jika tidak didistribusi ulang, maka kekurangan guru bersertifikat adalah 31 orang. Sedangkan untuk kualifikasi S1/D-IV secara umum bisa dinyatakan sudah memenuhi SPM Pendidikan Dasar. Untuk prediksi kebutuhan buku teks pelajaran dari tahun ke tahun sampai tahun 2015 untuk setiap judul yang ditetapkan dalam SPM adalah sama dengan jumlah siswa. Dan untuk buku referensi dan pengayaan tinggal melengkapi yang masih kurang, karena jumlahnya tidak berubah. Demikian pula halnya dengan alat peraga IPA. Sedangkan kebutuhan anggaran pemerintah untuk pembiayaan pendidikan dasar Kecamatan Sangir sampai tahun 2015 adalah seperti pada Tabel …
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
20 Tabel 5.33 Prediksi Kebutuhan Anggaran Pemerintah untuk Pembiayaan Wajib Belajar Sembilan Tahun di Kecamatan Sangir Sampai Tahun 2015 Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Pembiayaan Tingkat SD Pembiayaan Tingkat SLTP
6,125,412,300
6,279,901,296
6,479,201,398
6,728,392,882
7,033,765,320
7,398,302,856
3,065,991,435
3,296,881,633
3,539,927,492
3,804,389,946
4,090,560,517
4,408,382,460
Jumlah
9,191,403,735
9,576,782,929
10,019,128,890
10,532,782,827
11,124,325,838
11,806,685,316
Sumber: pengolahan data
VI. ARAH KEBIJAKAN
Bertolak dari hasil pengolahan data serta pembahasannya, maka arah kebijakan yang perlu untuk pencapaian SPM Pendidikan Dasar dan penyelarasan pembiayaan di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan adalah: 1. Pemerataan akses layanan pendidikan dengan strategi: a. Pengaturan distribusi siswa dibarengi dengan pengaturan kapasitas penerimaan siswa baru sehingga tidak ada sekolah yang memiliki Rasio siswa per kelas (R-S/K) melebihi 32 bagi SD dan 36 bagi SLTP b. Pemberian bantuan alat transportasi sepeda bagi siswa yang berdomisili pada jarak yang melebihi SPM Pendidikan Dasar dari sekolah c. Pembangunan asrama bagi sekolah di daerah terpencil yang memiliki siswa bertempat tinggal di atas Standar Pelayanan Minimal Pendiidkan Dasar jika jumlahnya besar (Boarding School). d. Pengadaan lokal jauh bagi siswa yang tidak tertanggulangi dengan strategi b dan c. 2. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas 3. Pengaturan distribusi dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan 4. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan dasar sembilan tahun 5. Penataan pembiayaan pendidikan
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
21 VII. SARAN-SARAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Untuk mengatasi masalah jarak tempuh siswa pada sekolah terpencil seperti SDN 23 Tandai, perlu diadakan Boarding School dengan menginapkan siswa pada tingkat yang sudah dianggap layak di satu asrama sekolah. 2. Dilakukan distribusi ulang terhadap siswa-siswa SD/MI dan SLTP di Kecamatan Sangir untuk memaksimalkan fungsi ruang kelas serta kinerja guru. Dapat dilakukan dengan memindahkan siswa dari sekolah yang memiliki R-S/K tinggi ke sekolah yang memiliki R-S/K rendah terdekat. Mesti diupayakan untuk terlebih dahulu mengisi setiap lokal dengan jumlah siswa sesuai dengan standar minimal pendidikan dasar, yaitu 32 orang untuk SD dan 36 orang untuk SMP. Selanjutnya lokal-lokal yang tidak terisi penuh diisi dengan siswa pindahan dari sekolah lain sehingga terjadi pemerataan rasio siswa per kelas. Bila memungkinkan, dapat diusahakan memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan, yaitu R-S/K 28 untuk SD dan 32 untuk SLTP. 3. Agar Pemerintah Daerah segera menuntaskan kekurangan terhadap sarana dan prasarana penunjang pendidikan, antara lain: ruang guru, ruang kepala sekolah dan laboratorium IPA. 4. Tidak diperlukan lagi penambahan guru SD/MI dan SLTP di Kecamatan Sangir. Yang diperlukan adalah peningkatan kualitas guru yang ada. Bahkan jika memungkinkan sangat disarankan untuk mengurangi jumlah guru sehingga bisa memiliki jam kerja yang maksimal, sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. Dan mesti diupayakan untuk semaksimal mungkin meningkatkan kualifikasi guru sehingga berpendidikan minimal S1/D-IV dan bersertifikat mengajar. 5. Buku teks pelajaran sangat urgen untuk menjamin berlangsungnya pendidikan bekualitas di sekolah. Untuk itu mesti diupayakan memenuhi kebutuhan buku ini sehingga setiap siswa dapat menggunakan satu paket buku teks pelajaran. Di samping itu harus diikuti juga dengan memperbanyak buku pengayaan dan referensi sebagaimana diminta dalam SPM Dikdas, guna menambah wawasan siswa.
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
22 6. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun dengan lancar dan berkeadilan perlu dinaikkan lagi anggaran untuk biaya pendidikan di luar gaji dan biaya pendidikan kedinasan. Ini dibarengi dengan perencanaan yang matang, sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran. Perlu juga dilakukan penambahan untuk pangsa biaya operasi nonpersonalia di satuan pendidikan untuk meningkatkan kinerja sekolah sehingga tercapai pendidikan yang bermutu. 7. Analisis ini hendaknya dapat dilakukan pada semua kecamatan, sehingga dihasilkan perencanaan yang matang untuk pendidikan di Kabupaten Solok Selatan. 8. Disarankan juga kepada Kementeran Pendidikan dan Kebudayaan untuk meneliti dan menetapkan lagi Standar Satuan Biaya Pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan, mengingat perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem penggajian guru, harga barang dan lain-lain. Diharapkan standar yang baru dapat menciptakan pola penganggaran pendidikan yang efektif dan efisien.
********************************************************************* Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Elfindri, SE, MA dan Bapak Prof. Dr. Nasri Bachtiar, SE, MS atas bimbingannya selama penulis melakukan penelitian. Semoga kita semua senantiasa diberi kesempatan untuk berkarya demi kemajuan pendidikan di Indonesia.. Amiin. *********************************************************************
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
23 DAFTAR PUSTAKA Bappenas, 2007, Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007, diterbitkan oleh Bappenas Bappenas, 2010, Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenimum di Indonesia 2010, diterbitkan oleh Bappenas. Bappenas, 2010-2, Lampiran Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, Bappenas. BPPPMD Kabupaten Solok Selatan, 2009, Profil Daerah Kabupaten Solok Selatan Tahun 2008. BPPPMD Kabupaten Solok Selatan, 2010, Revisi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Solok Selatan 2006 – 2026, kerjasama dengan Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi Universitas Negeri Padang BPPPMD Kabupaten Solok Selatan, 2010b, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Solok Selatan 2011 – 2015. BPS Kabupaten Solok Selatan, 2009, Solok Selatan Dalam Angka 2009. BPS Kabupaten Solok Selatan, 2009, Kecamatan Sangir Dalam Angka 2009. BPS, Bappenas, UNDP, 2001, Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia 2001, Menuju Konsensus Baru: Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia, publikasi bersama oleh BPS, Bappenas dan UNDP. BPS, Bappenas, UNDP, 2004, Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia 2004, Ekonomi dari Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia, publikasi bersama oleh BPS, Bappenas dan UNDP Indonesia. Chan, Sam.M, dan Tuti T. Sam, 2008, Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Daroesman, Ruth, 1975, Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Penerbit PT. Badan Penerbit “Indonesia Raya”, Jakarta Elfindri, 2011, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, belum diterbitkan Elfindri, Ph.D., 2001, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Penerbit Universitas Andalas, Padang Elfindri, Prof, Dr, dkk, 2008, Strategi Sukses Membangun Daerah, Penerbit Gorga Media Fattah, Nanang, Dr, 2002, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Jakarta. Gusveri, Rahmat, 2006, Kemungkinan Pencapaian Wajib Belajar 9 Tahun di Provinsi Sumatera Barat Pada Tahun 2010 http://pakguruonline.pendidikan.net, Data dan Indikator Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, Kemendiknas, Jakarta. Nasution, S., Prof. Dr. MA, 2003, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Edisi Keenam, Penerbit Bumi Aksara, Bandung Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB),
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012
24 Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs. dan SMA/MA Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948 tentang Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Rudiwan, 2005, Belajar Mudah Penelitian, Alfabeta, Bandung Sasono, Adi, dkk (1998), Solusi Islam Atas Problematika Umat, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta Stalker, Peter, 2008, Kita suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia, Bappenas Sudarmanto, R. Gunawan, Dr, SE, MM, 2010, Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi Daerah (Permasalahan dan Prospeknya), Program Pascasarjana Universitas Lampung. Sunarti, Iin, 2007, Sistem Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Buletin Equilibrium Todaro, Michael P., 2000, Pembangunan Ekonomi 1 Edisi Kelima, Penerbit Bumi aksara, Jakarta. Toyamah, Nina dan Syaikhu Usman, 2004, Alokasi Anggaran Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Implikasinya terhadap Pengelolaan Pelayanan Pendidikan, Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Verra, Siska, 2007, Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun di Kabupaten Padang Pariaman, thesis pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Yulmarses, Arifa, 2011, Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun di Kota Pariaman, thesis pada Program Pascasarjana Universitas Andalas
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar (Studi Kasus: Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Herwin, ST - 2012