STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETENAGAKERJAAN
1. PENDAHULUAN Pada tahun 2008, Pemerintah melalui Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) mulai menyusun dan menetapkan Standar Pelayanan Minimal. Hingga saat ini terdapat 13 (tiga belas) Standar Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Standar Pelayanan Minimal atau disebut dengan SPM merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sesuai amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang, SPM diterapkan pada urusan wajib daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik daerah Provinsi maupun daerah Kab./Kota. Dengan demikian, SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Penyusunan dan penetapan SPM mengacu pada : a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; b. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab./Kota; c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. 13 (tiga belas) SPM yang telah ditetapkan meliputi : 1. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kab./Kota; 2. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri di Kab./Kota; 3. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kab./Kota; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kab./Kota;
5. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2009 tentang SPM Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Penghapusan Eksploitasi Seksual pada Anak dan Remaja di Kab./Kota, dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan; 6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2010 tentang SPM Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kab./Kota; 7. Peraturan Kepala BKKBN Nomor 55/HK-010/B5 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kab./Kota; 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kab./Kota; 9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 15/MEN/X/2010 tentang SPM Bidang Ketenagakerjaan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 04/MEN/IV/2011 tentang Perubahan atas Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 15/MEN/X/2010 tentang SPM Bidang Ketenagakerjaan; 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kab./Kota; 12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM. 106/HK.501/MKP/2010 tentang SPM Bidang Kesenian; 13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Kominfo di Kab./Kota. Pelaksanaan penerapan SPM untuk lingkup Pemerintah Provinsi meliputi 4 (empat) SPM, yakni : - Bidang Lingkungan Hidup; - Bidang Perumahan; - Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; - Bidang Ketenagakerjaan. Sedangkan untuk lingkup Pemerintah Kab./Kota, pelaksanaan penerapan SPM meliputi 13 (tiga belas) SPM seperti disebutkan sebelumnya. Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM, yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mempunyai batas waktu pencapaian. SPM berbeda dengan Standar Teknis, karena Standar Teknis merupakan faktor pendukung pencapaian SPM.
2. STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETENAGAKERJAAN Melalui
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
Per.
15/MEN/X/2010 serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 04/MEN/IV/2011 tentang Perubahan atas Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor
Per.
15/MEN/X/2010,
Pemerintah
menyusun
SPM
Bidang
Ketenagakerjaan. SPM Bidang Ketenagakerjaan merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar bidang ketenagakerjaan yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Berpedoman pada kedua dasar hukum tersebut, terdapat 5 (lima) pelayanan dasar di bidang ketenagakerjaan yang termasuk ke dalam SPM Bidang Ketenagakerjaan, yakni : 1. Pelayanan pelatihan kerja, dengan 3 (tiga) indikator meliputi : a. Tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi; b. Tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan berbasis masyarakat; c. Tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan kewirausahaan. 2. Pelayanan penempatan tenaga kerja, dengan 1 (satu) indikator berupa : Pencari kerja yang terdaftar yang ditempatkan. 3. Pelayanan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dengan 1 (satu) indikator berupa : Kasus yang diselesaikan dengan Perjanjian Bersama (PB). 4. Pelayanan kepesertaan Jamsostek, dengan 1 (satu) indikator berupa : Peserta/buruh yang menjadi peserta program Jamsostek aktif. 5. Pelayanan pengawasan ketenagakerjaan, dengan 2 (dua) indikator meliputi : a. Pemeriksaan perusahaan; b. Pengujian peralatan di perusahaan. Kelima pelayanan dasar dalam SPM Bidang Ketenagakerjaan tersebut wajib dilaksanakan pencapaiannya oleh Dinas yang membidangi ketenagakerjaan, baik di tingkat Provinsi maupun Kab./Kota. Lebih lanjut, tabel berikut menguraikan secara lebih terinci mengenai indikator SPM, nilai SPM, cara penghitungan SPM, serta batas waktu pencapaiannya :
Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketenagakerjaan
NO
PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WKT INDIKATOR NILAI PENCAPAIAN (TAHUN)
SATKER PENANGGUNG JAWAB
RUMUS PENGHITUNGAN INDIKATOR
CONTOH PENGHITUNGAN
1 Pelayanan 1. Besaran tenaga Pelatihan Kerja kerja yg mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi
75%
2016
Disnaker Prov., ∑ tenaga kerja yg dilatih x 100 Kab./Kota ∑ pendaftar pelatihan berbasis kompetensi
Di wilayah A, tenaga kerja yg mendaftar untuk mengikuti pelatihan berbasis kompetensi sebanyak 6.500 org. Jumlah tenaga kerja yg dapat dilatih pada periode tsb sebanyak 1.250 org, maka persentase tenaga kerja yg mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi di wilayah A pada tahun berjalan adalah : 1.250 org x 100 = 19% 6.500 org Artinya : baru 19% dari jumlah tenaga kerja yg mendaftar pelatihan berbasis kompetensi di wilayah A yg telah dilatih.
2. Besaran tenaga kerja yg mendapatkan pelatihan berbasis masyarakat
60%
2016
Disnaker Prov., ∑ tenaga kerja yg dilatih x 100 Kab./Kota ∑ pendaftar pelatihan berbasis masyarakat
Di wilayah B, tenaga kerja yg mendaftar untuk mengikuti pelatihan berbasis masyarakat sebanyak 5.000 org. Jumlah tenaga kerja yg dapat dilatih pada periode tsb sebanyak 1.350 org, maka persentase tenaga kerja yg mendapatkan pelatihan berbasis masyarakat di wilayah B pada tahun berjalan adalah : 1.350 org x 100 = 27% 5.000 org Artinya : baru 27% dari jumlah tenaga kerja yg mendaftar pelatihan berbasis masyarakat di wilayah B yg telah dilatih.
NO
PELAYANAN DASAR
2 Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja
STANDAR PELAYANAN MINIMAL SATKER PEBATAS WKT NANGGUNG INDIKATOR NILAI PENCAPAIAN JAWAB (TAHUN)
RUMUS PENGHITUNGAN INDIKATOR
CONTOH PENGHITUNGAN
3. Besaran tenaga kerja yg mendapatkan pelatihan kewirausahaan
60%
2016
Disnaker Prov., ∑ tenaga kerja yg dilatih x 100 Kab./Kota ∑ pendaftar pelatihan kewirausahaan
Di wilayah C, tenaga kerja yg mendaftar untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan sebanyak 7.800 org. Jumlah tenaga kerja yg dapat dilatih pada periode tsb sebanyak 900 org, maka persentase tenaga kerja yg mendapatkan pelatihan kewirausahaan di wilayah C pada tahun berjalan adalah : 900 org x 100 = 11.5% 7.800 org Artinya : baru 11.5% dari jumlah tenaga kerja yg mendaftar pelatihan kewirausahaan di wilayah C yg telah dilatih.
Besaran pencari kerja yg terdaftar yg ditempatkan
70%
2016
Disnaker Prov., ∑ pencari kerja yg ditempatkan x 100 Kab./Kota ∑ pencari kerja terdaftar
Di wilayah Kab. D, pencari kerja yg terdaftar sebanyak 15.000 org. Jumlah pencari kerja yg ditempatkan sebanyak 3.000 org, maka persentase pencari kerja yg dapat ditempatkan di wilayah tersebut pada tahun berjalan adalah : 3.000 org x 100 = 20% 15.000 org Artinya : baru 20% dari jumlah pencari kerja yg terdaftar di wilayah tsb yg dilatih.
NO
PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WKT INDIKATOR NILAI PENCAPAIAN (TAHUN)
SATKER PENANGGUNG JAWAB
RUMUS PENGHITUNGAN INDIKATOR
CONTOH PENGHITUNGAN
3 Pelayanan Penyelesaian Perselisihan Hub. Industrial
Besaran kasus yg diselesaikan dengan Perjanjian Bersama (PB)
50%
2016
Disnaker Prov., ∑ kasus yg diselesaikan dengan PB x 100 Kab./Kota ∑ kasus yg dicatatkan
Berdasarkan data, jumlah kasus perselisihan hubungan industrial yg dicatat pada tahun 2008 di Kab. E sebanyak 30 kasus. Jumlah kasus perselisihan hubungan industrial yg diselesaikan dgn Perjanjian Bersama (PB) sebanyak 13 kasus. Maka persentase penyelesaian kasus perselisihan hubungan industrial melalui Perjanjian Bersama di wilayah tsb pada tahun berjalan adalah : 13 kasus x 100 = 34% 38 kasus Artinya : baru 34% dari jumlah kasus perselisihan hubungan industrial yg diselesaikan dengan Perjanjian Bersama di wilayah tsb.
4 Pelayanan Kepesertaan Jamsostek
Besaran pekerja/buruh yg menjadi peserta program Jamsostek aktif
50%
2016
Disnaker Prov., ∑ pekerja/buruh peserta program jamsostek aktif x 100 Kab./Kota ∑ pekerja/buruh
Berdasarkan data, jumlah pekerja/buruh tahun 2008 di Kab. F sebanyak 211.586 orang. Jumlah pekerja/buruh yg telah menjadi peserta Jamsostek aktif sebanyak 94.305 orang. Maka persentase pekerja/buruh peserta Jamsostek aktif di wilayah tsb pada tahun berjalan adalah : 94.305 org x 100 = 44.57% 211.586 org Artinya : baru 44.57% dari jumlah seluruh pekerja/buruh yg telah menjadi peserta Jamsostek aktif di wilayah tsb.
NO
PELAYANAN DASAR
5 Pelayanan Pengawasan Ketenagakerjaan
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WKT INDIKATOR NILAI PENCAPAIAN (TAHUN) 1. Besaran pemeriksaan perusahaan
45%
2016
SATKER PENANGGUNG JAWAB
RUMUS PENGHITUNGAN INDIKATOR
Disnaker Prov., ∑ perusahaan yg telah diperiksa x 100 Kab./Kota ∑ perusahaan yg terdaftar
CONTOH PENGHITUNGAN
Di Provinsi dan Kab./Kota, perusahaan yg terdaftar sebanyak 1.200 perusahaan, yg diperiksa oleh Pengawas Ketenagakerjaan sebanyak 180 perusahaan dengan catatan jumlah Pengawas Ketenagakerjaan sebanyak 3 orang. Cara perhitungan jumlah perusahaan yg telah diperiksa oleh Pengawas Ketenagakerjaan adalah : 3 orang Pengawas Ketenagakerjaan x 5 perusahaan/bulan x 12 bulan = 180 perusahaan (satu tahun). Maka persentase pemeriksaan perusahaan di Provinsi dan Kab./Kota pada tahun berjalan adalah : 180 perusahaan x 100 = 15% 1.200 perusahaan Artinya : angka 15% adalah kinerja pengawasan ketenagakerjaan dalam melakukan pemeriksaan perusahaan di Provinsi dan Kab./Kota dalam tahun berjalan.
NO
PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL SATKER PEBATAS WKT NANGGUNG INDIKATOR NILAI PENCAPAIAN JAWAB (TAHUN) 2. Besaran pengujian peralatan di perusahaan
50%
2016
RUMUS PENGHITUNGAN INDIKATOR
Disnaker Prov., ∑ peralatan yg telah diuji x 100 Kab./Kota ∑ peralatan yg terdaftar
Sumber : - Permenakertrans No. Per. 15/MEN/X/2010 tentang SPM Bidang Ketenagakerjaan; - Permenakertrans No. Per. 04/MEN/IV/2011 tentang Perubahan atas Lampiran Permenakertrans No. Per. 15/MEN/X/2010.
CONTOH PENGHITUNGAN
Di Provinsi dan Kab./Kota, jumlah peralatan yg terdaftar sebanyak 1.759 unit, yg diuji oleh Pengawas Ketenagakerjaan sebanyak 288 unit dengan catatan jumlah Pengawas Ketenagakerjaan spesialis sebanyak 3 orang. Cara perhitungan jumlah peralatan yg telah diuji oleh Pengawas Ketenagakerjaan adalah 3 orang Pengawas Ketenagakerjaan spesialis x 8 unit/bulan x 12 bulan = 288 unit (satu tahun). Maka persentase pengujian peralatan di Provinsi dan Kab./Kota pada tahun berjalan adalah : 288 unit x 100 = 24% 1.759 unit Artinya : angka 24% adalah kinerja pengawasan ketenagakerjaan dalam melakukan pengujian peralatan di perusahaan pada Provinsi dan Kab./Kota dalam tahun berjalan.
Penjelasan
lebih
lanjut
dari
kelima
jenis
pelayanan
dasar
pada
SPM Bidang
Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut : 2.1 Pelayanan Pelatihan A. Dasar 1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional; 2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia; 3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 22/MEN/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri; 4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 23/MEN/IX/2009 tentang Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi calon Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. B. Indikator yang dinilai 1) Tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi; 2) Tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan berbasis masyarakat; 3) Tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan kewirausahaan. C. Sumber data Data yang digunakan berasal dari dinas yang membidangi ketenagakerjaan di Provinsi dan Kab./Kota. D. Program yang bisa dilakukan untuk mendukung pencapaian indikator pelayanan pelatihan kerja 1) Pelatihan berbasis kompetensi, misalnya pelatihan otomotif, pelatihan las, pelatihan mesin pendingin, pelatihan elektrik, pelatihan mekatronik, dsb. 2) Pelatihan berbasis masyarakat, misalnya pelatihan menjahit, pelatihan pengolahan hasil pertanian, pelatihan pengolahan hasil laut, dsb. 3) Pelatihan kewirausahaan, misalnya pelatihan start up your business, pelatihan desa produktif, dsb. 2.2 Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja A. Dasar : 1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; 3) Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan di Perusahaan; 4) Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2002 tentang Konvensi ILO Nomor 88 mengenai Lembaga Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja;
5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 07/MEN/IV/2008 tentang Penempatan Tenaga Kerja; 6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 23/MEN/IX/2009 tentang Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; 7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia; 8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 14/MEN/X/2010 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. B. Indikator yang dinilai Pencari kerja yang terdaftar yang ditempatkan. C. Sumber data Data jumlah pencari kerja yang terdaftar dan data jumlah pencari kerja yang ditempatkan diperoleh dari : - Dinas yang membidangi ketenagakerjaan Kab./Kota; - Kantor perwakilan penempatan tenaga kerja; - Perusahaan pemberi kerja yang mendaftarkan lowongan kerja pada dinas yang membidangi ketenagakerjaan Kab./Kota berdasarkan hasil job canvasing, telepon, faksimili, email, maupun secara langsung melalui bagian human resources development; - Laporan dari perusahaan pemberi kerja, perusahaan penyedia jasa pekerja dan bursa kerja khusus mengenai penempatan tenaga kerja yang direkrut melalui dinas yang membidangi ketenagakerjaan Kab./Kota. D. Program yang bisa dilakukan untuk mendukung pencapaian indikator pelayanan penempatan tenaga kerja 1) Pelayanan penempatan tenaga kerja melalui mekanisme AKL; 2) Pelayanan penempatan tenaga kerja melalui mekanisme AKAD; 3) Pelayanan penempatan tenaga kerja melalui mekanisme AKAN. 2.3 Pelayanan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial A. Dasar : 1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; 2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP. 92/MEN/VI/2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi; 3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 31/MEN/XII/2008 tentang
Pedoman
Perundingan Bipartit;
Penyelesaian
Perselisihan
Hubungan
Industrial
Melalui
4) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 06 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial dan Angka Kreditnya. B. Indikator yang dinilai Kasus yang diselesaikan dengan Perjanjian Bersama (PB). C. Sumber data Data jumlah kasus yang diselesaikan di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui Perjanjian Bersama (PB) dan data jumlah kasus yang dicatatkan diperoleh dari dinas yang membidangi ketenagakerjaan di Provinsi dan Kab./Kota. D. Program pembinaan yang bisa dilakukan untuk mendukung pencapaian indikator pelayanan penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1) Sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketenagakerjaan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial; 2) Bimbingan teknis tentang tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
2.4 Pelayanan Kepesertaan Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh A. Dasar : 1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. B. Indikator yang dinilai Pekerja/buruh yang menjadi peserta program jamsostek aktif. C. Sumber data Data jumlah pekerja/buruh dan jumlah pekerja/buruh yang menjadi peserta Jamsostek yang diperoleh dari : - Dinas yang membidangi ketenagakerjaan Provinsi dan Kab./Kota; - Badan Pusat Statistik (BPS); - PT. Jamsostek (Persero). D. Program pembinaan yang bisa dilakukan untuk mendukung pencapaian indikator pelayanan peningkatan kepesertaan Jamsostek bagi pekerja/buruh 1) Sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 2) Bimbingan teknis tentang tata cata peningkatan dan pembinaan kepesertaan Jamsostek bagi pekerja/buruh; 3) Penegakan hukum terkait dengan kepesertaan Jamsostek.
2.5 Pelayanan Pengawasan Ketenagakerjaan A. Dasar : 1) Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie) dan Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening); 2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UndangUndang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia; 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan; 5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi) ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan; 7) Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; 8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER. 03/MEN/1984 tentang Pengawasan Terpadu; 9) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 09/MEN/V/2005 tentang Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan. B. Indikator yang dinilai 1) Pemeriksaan perusahaan 2) Pengujian peralatan di perusahaan C. Sumber data Dinas yang membidangi ketenagakerjaan Provinsi dan Kab./Kota; D. Program pembinaan yang bisa dilakukan untuk mendukung pencapaian indikator pelayanan pengawasan ketenagakerjaan 1) Dalam rangka pemeriksaan perusahaan : a. Pembinaan penerapan norma ketenagakerjaan di perusahaan; b. Pembinaan penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan; c. Peningkatan kuantitas dan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan; d. Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan ketenagakerjaan. 2) Dalam rangka pelaksanaan pengujian peralatan di perusahaan : a. Pendataan obyek pengujian K3; b. Peningkatan kuantitas dan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan spesialis; c. Peningkatan sarana dan prasarana pengujian; d. Pemberdayaan Ahli K3 spesialis.
3. PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) 3.1 Himbauan Menteri Dalam Negeri Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, dan mengacu pada Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/676/Sj tanggal 7 Maret 2011 perihal Percepatan Penerapan SPM di Daerah, maka untuk menjamin optimalisasi penerapan dan pencapaian indikator SPM, Pemerintah Pusat meminta Pemerintah Daerah melakukan langkah-langkah penerapan SPM sebagai berikut : 1. Menjadikan SPM yang telah ditetapkan sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan pemerintahan daerah; 2. Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri/Kepala LPNK; 3. Rencana pencapaian SPM dimaksud disinkronkan dan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD); 4. Target tahunan pencapaian SPM dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD) dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Penerapan SPM di daerah dilaksanakan secara bertahap berdasarkan pada analisis kemampuan dan potensi daerah. Analisis kemampuan dan potensi daerah tersebut digunakan untuk menyusun skala prioritas program dan kegiatan terkait rencana pencapaian dan penerapan SPM. Untuk menyusun rencana pencapaian SPM melalui langkah-langkah dimaksud, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.