ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN SENSUS PAJAK NASIONAL TAHAP I PADA KPP PRATAMA SERPONG GUIDO PARULIAN DAN GUNADI Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesa,
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Penelitian ini berfokus pada latar belakang diadakan kebijakan Sensus Pajak Nasional, pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional tahap I pada KPP Pratama Serpong, dan mengetahui hambatan-hambatan pelaksanaan kebijakan. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, penelitian lapangan, data statistik, dan juga wawancara mendalam dengan beberapa informan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat beberapa latar belakang diadakan kebijakan Sensus Pajak Nasional, beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Serpong berdasarkan teori Edward III yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi, dan terdapat beberapa hambatan pada pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional tahap I pada KPP Pratama Serpong. Kata Kunci: Ekstensifikasi Pajak, Sensus Pajak Nasional, Implementasi Kebijakan
Analysis Implementation of The First Stage of National Tax Census Policy at KPP Pratama Serpong Abstract. This thesis discuss about the implementation of national tax census. This research focused the background of national tax census policy was held, the implementation of the first stage of national tax census at KPP Pratama Serpong, and knowing the constraints of policy implementation. The collection of data in this research using a qualitative approach. Data collected through literature studies, field research, statistical data, as well as in-depth interviews with several informant. This research result showed that there is some background the policy national tax census was held, some of the factors affect the implementation of national tax census policy at KPP Pratama Serpong based on Edward III theory are communication, resources, disposition, and bureaucratic structure, and there are some barriers on the implementation of the first stage of national tax census policy at KPP Pratama Serpong.
Keywords: Extensification of Tax, National Tax Census, Policy Implementation
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
1.
PENDAHULUAN Sensus Pajak Nasional merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah pembayar pajak sekaligus meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Sensus Pajak Nasional juga merupakan kebijakan ekstensifikasi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Suplemen Pajak, 2011: 3). Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh data akurat mengenai potensi pajak sehingga dapat memperluas basis pajak dan hasilnya adalah penerimaan pajak optimal. Dalam pelaksanaannya, Sensus Pajak Nasional akan didukung data yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), termasuk data Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bagi PBB Pedesaan dan Perkotaan yang saat ini belum diambil alih oleh Kabupaten/Kota yang pengelolaan datanya dilakukan dengan Sismiop (Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak) bagi data atributiknya, dan dengan SIG (Sistim Informasi Geografis) bagi data spasialnya, serta data tambahan berupa data SIN (Single Identity Number) (Gagas Pajak Edisi VI, 2011: 34). Sensus Pajak Nasional sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang baru yang dilakukan oleh DJP. Sensus Pajak Nasional merupakan penyempurnaan kegiatan yang telah dilakukan yaitu penyisiran (canvassing) yang dilakukan secara parsial (Suplemen Pajak, 2011: 3). Canvassing atau penyisiran adalah upaya langsung ke lapangan mencari wajib pajak yang potensial atau yang belum memiliki NPWP. Caranya dengan mendatangi secara langsung wajib pajak melalui door to door sehingga diharapkan Wajib Pajak tidak dapat menghindar apabila belum memiliki NPWP dan dapat diberikan NPWP di lokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP (digilib.petra.ac.id/.../jiunkpe-ns-s1-200732403084-8778-penyisiran, hal 9), sedangkan Sensus Pajak Nasional sama seperti canvassing namun dilakukan secara menyeluruh (skalanya nasional), teroganisir (DJP, Kantor Wilayah, Kantor Pelayanan Pajak) , dan aspek yang disinggung lebih beragam, meliputi seluruh aspek perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak tersebut dengan metode wawancara langsung (Suplemen Pajak, 2011: 3). Hal yang melatarbelakangi diadakan Sensus Pajak Nasional karena Wajib Pajak Orang Pribadi yang mau melaporkan SPT masih rendah bila dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar. Perbandingannya dapat dilihat dari data siaran pers yang diterbitkan oleh DJP dalam 5 (lima) tahun, yaitu jumlah pemilik NPWP terus mengalami kenaikan. Tahun 2005 sebanyak 4,35 juta, tahun 2006 sebanyak 4,80 juta, tahun 2007 sebanyak 7,13 juta, tahun 2008 sebanyak 10,68 juta, tahun 2009 sebanyak 15,91 juta. Namun Rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan 30 November 2009 yaitu sebesar 50,94% (http://www.pajak.go.id/dmdocuments/siaran%20pers%202010-final-1.pdf), tahun 2010
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
sebesar 58,16%, tahun 2011 sebesar 52,74% dari 17,69 juta Wajib Pajak Orang Pribadi. Untuk Wajib Pajak Badan lebih kecil karena hanya 32,72% dari 1,59 juta perusahaan (http://www.bisnis.com/articles/target-pajak-penggelapan-marak-rasio-kepatuhan-pajakturun). Sensus Pajak Nasional pada dasarnya merupakan program ekstensifikasi yang proaktif, yakni dengan mendatangi subjek pajak secara langsung di lokasi tempat usaha dan/atau tempat tinggal mereka. Kegiatan sensus ini juga diikuti dengan kegiatan penyuluhan dan himbauan kepada wajib pajak yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk mendaftarkan diri dan melaporkan kewajiban pajaknya apabila masih belum dilakukan. Setiap kebijakan yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah akan menimbulkan suatu pro dan kontra dalam masyarakat, sekalipun dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan. Hal ini juga berlaku pada kebijakan Sensus Pajak Nasional yang pada perjalanannya, kebijakan Sensus Pajak Nasional pada Tahap I ini terlihat mengalami hambatan-hambatan sehingga mengalami beberapa perubahan. Perubahan tersebut berupa penurunan target pendataan wajib pajak dan perpanjangan periode sensus menjadi tiga bulan. Namun walaupun target pendataan sensus sudah diturunkan, target hanya tercapai sebesar 60% secara nasional. Pada KPP Pratama Serpong target tersebut juga tidak tercapai, dari target yang ingin dicapai sebesar 4932 Formulir Isian Sensus namun realisasi penerimaan sebesar 4.744 Formulir Isian Sensus. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan latar belakang diadakan Sensus Pajak Nasional 2. Menjelaskan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional yang telah berjalan di KPP Pratama Serpong 3. Menjelaskan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional 2.
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Implementasi Kebijakan Publik Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public
administration dan public policy (Edwards, 1980: 1-2). Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan mengajukan 2 buah pertanyaan, yakni: prakondisiprakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Dan hambatan-hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? FaktorFaktor tersebut adalah komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
(disposisi), dan struktur birokrasi. Menurut Edwards, oleh karena empat faktor tersebut yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah dengan cara merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut. Berikut merupakan 4 faktor yang dipakai dalam mengukur suatu implementasi kebijakan (Winarno, 2012: 178-202): a. Komunikasi (Communication) Menurut Edwards, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Edwards membahas tiga hal penting dalam proses mengukur keberhasilan komunikasi yaitu, transmisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency). Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi-komunikasi harus akurat dan dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya maka petunjuk-petunjuk itu harus jelas. Jika petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak jelas maka para pelaksana (implementor) akan mengalami kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan. Aspek lain dari komunikasi menyangkut petunjuk-petunjuk pelaksanaan adalah persoalan konsistensi. Keputusan-keputusan yang tidak konsisten atau bertentangan akan menghambat kemampuan mereka untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. b. Sumber–sumber (Resources) Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas, dan konsisten tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka implementasi itu cenderung tidak aktif. Dengan demikian, sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber penting itu meliputi: staf yang memadai serta memiliki keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas mereka, informasi merupakan sumber penting kedua dalam implementasi kebijakan karena melibatkan persoalan-persoalan teknis seperti bagaimana harus melaksanakan kebijakan tersebut, wewenang merupakan sumber penting lain dalam pelaksanaan kebijakan bila wewenang formal tidak ada atau sering disebut wewenang diatas kertas, seringkali disalahmengerti oleh para pengamat dengan wewenang yang efektif, dan fasilitas yang merupakan sumber penting terakhir dalam implementasi
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
yang digunakan untuk membantu para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan kebijakan. c. Kecenderungan-kecenderungan (Disposition) Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaiknya, bila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit. Menurut Edwards, ada kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana kebijakan, namun kebijakankebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung dengan pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan pribadi maka kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dielakkan terjadi, yakni antara keputusan-keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan. d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structures) Struktur organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh penting pada implementasi. Salah satu aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (Standard operating Procedures, SOP). Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan-peraturan. Sifat kedua dari stuktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar di antara beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan. 2.2 Kebijakan Pajak Kebijakan pajak merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah dalam melakukan fungsi alokasi, distribusi, regulasi dan fungsi stabilisasi. Kebijakan pajak berhubungan dengan tiga fungsi publik yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Pelaksanaan kebijakan pajak harus dilakukan melalui pembagian sistem perpajakan yang
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
berpengaruh terhadap alokasi sumber, distribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi. Kebijakan perpajakan secara umum bertujuan sebagai alat untuk mengumpulkan sumber pendanaan. Dalam kebijakan pajak, maka asas yang terpenting adalah pengenaan pajak harus adil (equality) dan memiliki kepastian hukum (certainty). Keadilan di sini berarti bahwa tidak ada perbedaan antara wajib pajak dengan wajib pajak yang lain, dimana wajib pajak yang satu sering diperiksa sedangkan wajib pajak yang lain malah tidak pernah diperiksa. Kepastian hukum (certainty) disini diharapkan bahwa pengenaan pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi, tidak bermakna ganda dan tidak bisa ditafsirkan lain (uambigious). Apabila tidak ada kepastian bagi wajib pajak tentang kewajiban pajaknya, maka pajak yang terutang tergantung kepada ”kebijaksanaan” petugas pajak yang dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan dirinya (Mansury, 1999: 12). 2.3 Pengertian Sensus Sensus adalah cara pengumpulan data dimana seluruh elemen populasi diselidiki satu per satu. Data yang diperoleh sebagai hasil pengolahan sensus disebut data yang sebenarnya (true value), atau sering disebut parameter. Misalnya, hasil sensus penduduk tahun 1980 memberikan data sebenarnya mengenai penduduk Indonesia (jumlah menurut umur, menurut jenis kelamin, menurut lapangan kerja, menurut agama dan pendidikan), dan sensus pegawai negeri tahun 1973 memberikan data sebenarnya mengenai jumlah menurut pendidikan, menurut pusat dan daerah, dan lain sebagainya. Sensus pertanian dan sensus
industri,
masing-masing
memberikan
data
sebenarnya
tentang
keadaan
permasalahan pertanian dan industry (Supranto, 2000: 22-23), sedangkan dalam penelitian ini sensus pajak nasional bertujuan untuk memberikan data sebenarnya tentang keadaan wajib pajak dan potensi penerimaan pajak di Indonesia. Menurut Sumarsan sensus pajak nasional adalah kegiatan pendataan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, pencapaian target penerimaan perpajakan dan pengamanan negara dengan mendatangi subjek pajak di seluruh Indonesia, yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan bekerja sama dengan pihak lain. Metode pelaksanaan sensus pajak tersebut dilakukan secara serentak, bertahap, berbasis wilayah dengan skala prioritas, langsung ke lokasi dan mencakup seluruh subjek pajak dan objek pajak dalam wilayah Indonesia (Sumarsan, 2012 : 1-3).
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
2.4 Pengertian Pajak Ada berbagai pengertian atau definisi tentang Pajak yang diberikan oleh para ahli, khususnya para ahli di bidang Keuangan Negara, Ekonomi, maupun Hukum. Dibawah ini disajikan beberapa definisi dari para ahli, antara lain: 1. H.C Adams, (1851-1921), seorang ekonom dan filsuf bangsa Amerika merumuskan pajak sebagai : a contribution from the citizen to the support of the state (Adams, 1898: 302). 2. C.F Bastable, menyatakan bahwa pajak adalah a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for the service of the public powers (Bastable, 1993: 263). 3. Prof. Dr. P.J.A. Andriani merumuskan pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib yang membayarnya menurut peraturanperaturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Brotodihardjo, 1989: 2). 4. Ferdinand H.M. Grapperhaus, seorang guru besar di Universitas Leiden di bidang Hukum Pajak dan Sejarah Pajak mendefinisikan pajak yang terpendek yaitu an individual sacrifice for a collective goal (Grapperhaus, 1998: 1). 2.5 Ekstensifikasi Pajak Pengertian ekstensifikasi pajak tidak lain ditujukan untuk menambah penerimaan negara, yaitu sebuah metode yang secara umum identik dengan perluasan cakupan pengenaan pajak dengan menambah sumber-sumber penerimaannya. Menurut Soemitro, definisi ekstensifikasi pajak adalah sebagai berikut: “Ekstensifikasi pajak adalah cara meningkatkan penerimaan pajak dengan cara perluasan pemungutan pajak dalam arti menambah Wajib Pajak baru dan menciptakan pajak-pajak yang baru atau memperluas ruang lingkup pajak yang ada.” Dari pengertian tersebut, ektensifikasi pajak diperluas pengertiannya dengan memiliki tiga cara dalam penerapannya, yaitu menambah Wajib Pajak, menciptakan pajak-pajak yang baru, atau memperluas lingkup pajak yang sudah ada. Menurut Mardiasmo, ekstensifikasi pajak berarti memperluas atau memperbanyak jumlah subjek pajak dan ikut masuk untuk ambil bagian dalam net tax system sehingga memperbanyak barisan pembayar pajak dan juga memperluas objek pajak. Perluasan atau
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
ekstensifikasi wajib pajak dilakukan untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi yang tidak dapat di-cover oleh peraturan perpajakan sebelumnya. Definisi yang senada dengan Mardiasmo juga diungkapkan oleh Hardi tentang ekstensifikasi pajak yaitu sebagai upaya mencari wajib pajak yang bersembunyi. Sementara itu, Liberti Pandiangan, Kepala KPP Madya Palembang, memberikan pemahaman yang agak berbeda tentang ekstensifikasi pajak yaitu sebagai upaya untuk menerapkan equal treatment (perlakuan yang sama dalam perpajakan) bagi masyarakat oleh karena prinsip dasar perpajakan yang tidak membolehkan adanya diskriminasi. Dengan demikian, secara umum pengertian tentang ekstensifikasi pajak yang dalam hal ini dikhususkan pada ekstensifikasi sensus pajak nasional yaitu sebuah metode atau cara untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan memperluas cakupan pemungutannya dalam arti menambah wajib pajak baru, baik yang memang belum terdaftar atau yang sengaja bersembunyi, sehingga tercapai perlakuan yang sama terhadap seluruh warga negara dalam bidang perpajakan. Usaha ekstensifikasi yang dilaksanakan memiliki sasaran untuk memberikan tambahan penerimaan negara. Sejauh mana program tersebut memberikan pengaruh atau seberapa signifikan hasilnya terhadap penerimaan negara setidaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam klasifikasi tingkat penerimaan.
3.
METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena
peneliti berupaya untuk mendapatkan pemahaman mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu kebijakan pajak yaitu Sensus Pajak Nasional mengenai alasan Sensus Pajak Nasional diadakan, mengetahui pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Serpong, serta ingin mengetahui hambatanb-hambatan dalam pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional pada KPP Pratama Serpong. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Kedua teknik pengumpulan data ini digunakan dalam rangka mendapatkan jawaban yang lebih komprehensif atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.
4. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Kebijakan Sensus Pajak Nasional diadakan Salah satu syarat untuk menuju kemandirian bangsa dengan meningkatkan peran aktif seluruh masyarakat melalui pembayaran pajak. Menurut Soemitro pajak adalah iuran
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Soemitro, 1994: 1979). Oleh sebab itu karena pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum seharusnya pemerintah dapat mengajak seluruh rakyatnya untuk lebih sadar dan patuh dalam membayar pajak namun dari fakta yang ada pemerintah masih belum bisa meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dari seluruh rakyat untuk membayar pajak. Berikut merupakan data tabel penduduk Indonesia menurut status pekerjaan utama tahun 2011:
Tabel 5.1 Status Pekerjaan Utama Penduduk Indonesia Tahun2011 No.
Status Pekerjaan Utama
1
Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar
2
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar
3
Buruh/Karyawan/Pegawai
4
Berusaha Sendiri
5
Pekerja Bebas di Pertanian
6
Pekerja Bebas di Non Pertanian
7
Pekerja Keluarga/Tak Dibayar
2011
3.717.869 19.662.375 37.771.890 19.415.464 5.476.491 5.639.857 17.986453 109.670.399
Total
Sumber data : Biro Pusat Statistik
Menurut analisis peneliti bahwa penduduk Indonesia yang mempunyai penghasilan diatas PTKP dan masih berpotensi untuk menjadi Wajib Pajak baru masih besar yaitu berjumlah sekitar 50 juta orang, jika diperkirakan dari orang yang berusaha dibantu buruh tetap berjumlah 3,7 juta orang, orang yang berusaha dibantu buruh tidak tetap berjumlah 10 juta orang, buruh/karyawan/pegawai berjumlah 30 juta orang, dan orang yang berusaha sendiri berjumlah 6,3 juta orang. Sedangkan untuk pekerja bebas di pertanian, non pertanian, dan pekerja keluarga/tak dibayar tidak berpotensi sebagai Wajib Pajak. Berdasarkan hal tersebut, bahwa jumlah pekerja di Indonesia yang berpotensi besar itu masih belum sebanding dengan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah terdaftar berdasarkan jumlah kepemilikan NPWP Orang Pribadi di Indonesia dari tahun 2005 sampai tahun 2011, hal ini bisa dilihat sebagai berikut:
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
Tabel 5.2 Jumlah Kepemilikan NPWP dari tahun 2005-2011 Tahun
Jumlah Kepemilikan NPWP
2005
4,35 Juta
2006
4,80 Juta
2007
7,13 Juta
2008
10, 68 Juta
2009
15,91 Juta
2011
17,69 Juta
Sumber data: Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak
Fakta juga menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih rendah sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 5.3 Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi: Jumlah Pemilik NPWP Wajib Pajak
Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT
Orang Pribadi Tahun 2011
Tahunan PPh Orang Pribadi Tahunan 2011
17,69 Juta Wajib Pajak Orang
52,74%
Pribadi Sumber data: Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak
Tabel 5.4 Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan: Jumlah Pemilik NPWP Wajib Pajak
Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT
Badan Tahun 2011
Tahunan PPh Badan Tahunan 2011
1,5 Juta Perusahaan
32,72%
Sumber data: Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan data tersebut, bahwa pembayaran pajak yang dilaporkan melalui penyerahan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masih rendah yaitu berjumlah 9,3 Juta orang (52,74% x 17,69 juta WP OP), hal ini tidak sebanding dengan jumlah orang yang aktif
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
bekerja di Indonesia yang berjumlah sekitar 109 Juta orang menurut data dari BPS dan juga untuk Wajib Pajak Badan yang melaporkan penyerahan SPT hanya berjumlah 490.800 perusahaan (32,72% x 1,5 juta WP Badan) tidak sebanding dengan jumlah badan usaha yang berjumlah 1,5 Juta perusahaan berdasarkan jumlah kepemilikan NPWP, hal ini disebabkan karena tingkat kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan masih rendah. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah masyarakat Indonesia yang berpotensi untuk menjadi Wajib Pajak baru masih besar dan juga Wajib Pajak yang sudah memiliki NPWP namun tidak patuh pada kewajiban perpajakannya juga masih memiliki potensi besar sehingga kesadaran akan membayar pajak perlu ditingkatkan namun harus dilakukan dengan cara yang bijaksana sehingga masyarakat Indonesia tidak menjadi antipati terhadap pajak. Oleh karena itu pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak mengadakan suatu program kebijakan yaitu Sensus Pajak Nasional.
4.2. Analisis Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I pada KPP Pratama Serpong Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I yang dijalankan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK 149/PMK.03/2011. Program Sensus Pajak Nasional Tahap I dijalankan selama dua bulan, dimulai pada tanggal 30 September 2011 hingga 30 November 2011. Menurut Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan untuk mengukur suatu implementasi kebijakan. Keempat faktor tersebut yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sesuai dengan teori Edwards III dan kaitannya dengan kebijakan Sensus Pajak Nasional, keempat faktor tersebut dapat membantu dan menghambat pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional. Berikut merupakan penjelasan dari keempat faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I pada KPP Pratama Serpong: 2.1 Komunikasi KPP Pratama Serpong yang memiliki wilayah kerja 6 kecamatan di Kota Tangerang Selatan melakukan penyaluran komunikasi dengan berbagai cara yaitu dengan sosialisasi secara langsung dan sosialisasi secara tidak langsung terkait dengan kebijakan Sensus Pajak Nasional. Berikut merupakan kutipan wawancara yang diungkapkan oleh Bapak Kristian Agung selaku Kepala Seksi Ekstensifikasi KPP Pratama Serpong mengenai sosialisasi secara langsung ke masyarakat:
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
“Kalau tahun lalu awalnya kita lakukan launching itu 1 KPP. Lokasi waktu itu ada di Teras Kota lalu juga mengundang perwakilan dari PEMDA…waktu itu Airin dateng…terus perwakilan dari pengusaha…kemudian ditindaklanjuti lagi dengan pemberitahuan ke pengelola gedung, pengelola lingkungan, pihak kelurahan, sampai ke pihak RT/RW…misalkan kaya di ITC tuh…kita hubungin ke pihak pengelola ITCnya…nanti dia hubungin ke pihak-pihak yang lain…baru nanti kita masuk…kalo ga begitu kita nanti ga boleh masuk tuh…satpamnya intinya…pake surat sosialisasi bahwa akan diadakan sensus di tempat tersebut” (Wawancara dengan Kristian Agung, tanggal 1 Juli 2012) Selain melakukan sosialisasi secara langsung, KPP Pratama Serpong juga melakukan sosialisasi secara tidak langsung ke pihak masyarakat di daerah Serpong. Sosialisasi secara tidak langsungnya yaitu melalui pihak perantara yang bekerja sama dengan pihak KPP Pratama Serpong. Berikut adalah sosialisasi secara tidak langsung yang dilakukan oleh pihak KPP Pratama Serpong yaitu: Sosialisasi secara tidak langsung melalui media spanduk, pamflet, dan banner elektronik terkait dengan pelaksanaan Kebijakan Sensus Pajak Nasional. Pemasangan berbagai media tersebut ditempatkan pada tempattempat strategis seperti pusat perbelanjaan di Kawasan Serpong dan juga di titik-titik strategis yang mudah dilihat oleh banyak orang. 2.2 Sumber Daya Menurut Edward terdapat empat indikator sumber daya dalam implementasi kebijakan. Keempat indikator tersebut adalah staff, informasi, wewenang, dan fasilitas. Edward menyebutkan beberapa indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan. a.) Staff Sumber daya manusia yang dimiliki oleh pihak KPP Pratama Serpong untuk melaksanakan Kebijakan Sensus Pajak Nasional di daerah Serpong tergolong cukup dengan jumlah 20 orang petugas sensus yang pergi ke lapangan dan juga dengan target sekitar 200 Formulir Isian Sensus per orang sehingga efisiensi yang digunakan oleh pihak KPP Pratama Serpong dalam menggunakan sumber daya manusia yang ada sudah efisien dan mencapai tujuan. b.) Informasi Direktorat Jenderal Pajak sebagai pembuat kebijakan Sensus Pajak Nasional telah
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
mengeluarkan berbagai informasi pedoman pelaksana agar memberikan informasi yang jelas kepada para pelaksana kebijakan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Serpong dan juga memudahkan dalam pembuatan rencana kerja pelaksanaan Kebijakan Sensus Pajak Nasional namun dalam informasi yang didapat itu tidak mencakup keseluruhan yaitu informasi yang didapat di dalam aturan-aturan pelaksanaan dan bimbingan teknis atau pelatihan terkadang berbeda ketika diterapkan dalam pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak Kristian Agung selaku Kepala Seksi Ekstensifikasi di KPP Pratama Serpong: “Sebetulnya kalo udah ke lapangan kan situasional sekali ya, kadangkadang yang disampaikan di bimbingan teknis itupun, tidak bisa juga diterapkan di lapangan” (Wawancara dengan Kristian Agung, tanggal 1 Juli 2012)
c.) Wewenang Pada pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional tahap I di KPP Pratama Serpong pendelegasian wewenang dilakukan melalui beberapa tingkatan. Tingkatan pertama yaitu dari Menteri Keuangan selanjutnya ke Direktur Jenderal Pajak sebagai implementor atau pelaksana kebijakan Sensus Pajak Nasional lalu ke Kepala Kanwil Banten dan diteruskan lagi ke Kepala Kantor KPP Pratama Serpong yang merupakan pejabat instansi langsung dibawah Direktorat Jenderal Pajak untuk menerima wewenang tersebut untuk melaksanakan kebijakan Sensus Pajak Nasional dan juga mengawasi jalannya kebijakan Sensus Pajak Nasional sehingga koordinasi wewenang dari Kementerian Keuangan sampai ke KPP Pratama Serpong berjalan dengan baik. d.) Fasilitas Fasilitas atau sarana dan prasarana yang digunakan oleh petugas pelaksana Sensus Pajak Nasional sudah menunjang untuk menjalankan kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahap I di wilayah Serpong karena dengan fasilitas tersebut maka petugas sensus lebih dikenal oleh pihak masyarakat dan responden sensus dan juga dengan adanya name tag sebagai pegawai resmi Direktorat Jenderal Pajak maka dapat lebih dipercaya oleh para responden sensus untuk menjalankan kebijakan Sensus Pajak Nasional sehingga efektifitas dari pengunaan sumber daya fasilitas berjalan dengan efektif.
2.3 Disposisi atau kecenderungan-kecenderungan a. Tanggapan pelaksana kebijakan terhadap peraturan Pelaksana kebijakan di KPP Pratama Serpong telah sepakat untuk menjalankan
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
kebijakan Sensus Pajak Nasional dan terdapat kesesuaian pandangan mengenai tujuan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional antara pembuat kebijakan dan juga pihak pelaksana kebijakan berdasarkan hal tersebut maka seperti diungkapkan oleh Perry yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas Kebijakan Publik yaitu kemampuan tanggung jawab pada institusi demokrasi yaitu antara petugas pelaksana kebijakan dengan pembuat kebijakan telah efektif. b.) Sikap pelaksana terhadap peraturan Sikap dari pelaksana kebijakan yaitu para petugas sensus pajak nasional di KPP Pratama Serpong sudah cukup baik untuk memberikan sosialisasi dan penjelasan mengenai isi dan tujuan dari Kebijakan Sensus Pajak Nasional sehingga kebijakan Sensus Pajak Nasional ini dapat diterima dengan cukup baik oleh Wajib Pajak dan masyarakat di daerah Serpong walaupun masih ada sedikit hambatan seperti cara berbicara dan keramahan petugas sensus pajak nasional itu sendiri. c.) Motivasi yang diberikan untuk meningkatkan dukungan pelaksana Pihak Direktorat Jenderal Pajak sudah memberikan motivasi yang baik kepada pihak pelaksana kebijakan yaitu petugas pelaksana sensus melalui insentif atau tambahan pemasukan melalui anggaran yang sudah disiapkan dan juga pihak KPP Pratama Serpong memberikan bentuk motivasi yang lain dalam bentuk sharing bersama antar petugas pelaksana sensus untuk menceritakan kendala sekaligus memberikan solusinya.
Sumber data: KMK No.304/KMK.03/2011
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
2.4 Struktur Birokrasi Menurut Edwards, terdapat dua karakteristik dari sturuktur birokrasi yaitu prosedurprosedur kerja sebagai ukuran dasar suatu pelaksanaan atau sering disebut sebagai Standard Operating Procedures dan Fragmentasi.
1. Standard Operating Procedures(SOP) Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I di KPP Pratama Serpong sudah terdapat SOP sebagai pedoman untuk melaksanakan Kebijakan Sensus Pajak Nasional. Hal ini berguna agar para pelaksana kebijakan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Serpong dapat lebih mudah membuat perencanaan yang tepat dan terkontrol atas pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahap I sehingga kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik dan masing-masing petugas pelaksana kebijakan tersebut memiliki tanggung jawab yang baik atas tugasnya masing-masing. 2. Fragmentasi Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab kebijakan kepada beberapa badan atau institusi yang berbeda sehingga perlu dibuat koordinasi antar badan-badan tersebut. fragmentasi organisasi pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional sangat dibutuhkan oleh para pelaksana kebijakan karena para petugas pelaksana sensus memerlukan bantuan dalam hal izin untuk memasuki lingkungan masyarakat dan juga sebagai pendamping pelaksana kebijakan untuk mempermudah dan memperlancar pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional.
4.3 Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahap I Pada KPP Pratama Serpong 1. Responden sensus yang sulit ditemui di lokasi Masih banyak responden sensus yang sulit ditemui di lokasi atau tempat usaha. Akibat dari responden yang sulit ditemui di lokasi atau tidak ada di tempat usaha maka dapat menghambat proses pelaksanaan Kebijakan Sensus Pajak Nasional dan waktu yang digunakan oleh petugas pelaksana sensus menjadi tidak efisien dan efektif. 2. Resistensi Masyarakat Resistensi atau penolakan langsung dari masyarakat akibat dari pengaruh media yang memberikan suatu pandangan yang buruk terhadap kinerja pemerintah dan aparatur pajak sehingga timbul suatu kecurigaan atau ketidakpercayaan terhadap kinerja atau program
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
pemerintah dan juga arti dari pajak itu sendiri yang sering dipandang sebagai hal yang cukup menakutkan karena akan mengurangi harta dari kekayaan seseorang sehingga kebanyakan orang bila dilihat perspektif secara umum belum sepenuhnya sukarela untuk membayar pajak. 3. Sikap dari petugas pelaksana kebijakan Petugas sensus pajak nasional di KPP Pratama Serpong mempunyai hambatan dalam hal cara berbicara atau menyampaikan maksud dan tujuan dari kebijakan sensus pajak nasional ke responden sensus sehingga hal ini dapat menimbulkan suatu kecurigaan dan juga kebingungan dari para responden sensus. 4. Keterbatasan Waktu dan Anggaran Pelaksanaan Waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tahap I yang dilakukan selama 2 bulan dirasa masih kurang karena dengan waktu pelaksanaan yang singkat akan membuat persiapan yang dilakukan belum matang yang dapat berakibat pelaksanaannya tidak berjalan dengan efektif dan hasilnya tidak sesuai target. Mengenai anggaran yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Serpong untuk membiayai pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I, peneliti tidak mendapatkan datanya karena bersifat rahasia dan tidak dipublikasikan. SIMPULAN DAN SARAN 1. SIMPULAN Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: 1. Latar belakang Sensus Pajak Nasional diadakan karena jumlah pekerja di Indonesia memiliki potensi besar sebagai Wajib Pajak dan jumlahnya masih belum sebanding dengan jumlah kepemilikan NPWP yang terdaftar sampai tahun 2011. Rendahnya kesadaran Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan Badan jika dilihat dari rasionya masih belum sebanding dengan jumlah kepemilikan NPWP Orang Pribadi dan Badan yang terdaftar sampai tahun 2011. Sensus Pajak Nasional memiliki beberapa tujuan yaitu untuk memperluas basis pajak, memutakhiran data Wajib Pajak, meningkatkan kepatuhan penyampaian SPT dengan menghimbau Wajib Pajak, sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, dan meningkatkan penerimaan pajak. 2. Pada pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahap I pada KPP Pratama Serpong, responden sensus yang ditargetkan sebesar 4.932 Formulir Isian Sensus, realisasi dari pelaksanaan sensus sebesar 4.744 Formulir Isian Sensus, terdapat empat faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahap I berdasarkan teori Edward III, komunikasi yang dilakukan oleh pihak KPP Pratama Serpong melalui proses
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
melalui dua cara yaitu sosialisasi secara langsung dan tidak langsung kepada Wajib Pajak, sumber daya yang digunakan oleh pihak KPP Pratama Serpong yaitu staff yang dimiliki, informasi, wewenang, dan fasilitas yang dimiliki, disposisi pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Serpong dapat dilihat melalui tanggapan pelaksana Kebijakan terhadap peraturan, sikap pelaksana kebijakan terhadap pelaksanaan sensus, dan motivasi yang diberikan untuk meningkatkan dukungan pelaksanaan, KPP Pratama Serpong telah membuat susunan tim pelaksana sensus pajak nasional dan juga memiliki SOP sebagai pedoman dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi pada pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Serpong yaitu responden sensus yang sulit ditemui di lokasi, resistensi dari masyarakat, sikap dari petugas pelaksana kebijakan, dan keterbatasan waktu dan anggaran pelaksanaan. 2. SARAN 1. Mensosialisasikan terlebih dahulu kepada para responden sensus bahwa di lokasi tersebut akan diadakan sensus agar para responden sensus dapat mengetahui kapan akan disensus sehingga waktu pelaksanaan tidak terbuang percuma. 2. Memberikan penyuluhan dan himbauan kepada masyarakat secara baik-baik agar resistensi masyarakat dapat berkurang apabila dengan penyuluhan dan himbauan tidak bisa maka bisa dilakukan dengan penegakan hukum pajak sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. 3. Meningkatkan komunikasi secara efektif dan juga melakukan pendekatan secara baik-baik kepada masyarakat atau responden sensus agar pelaksanaan Sensus Pajak Nasional ini dapat diterima baik oleh pihak masyarakat dan berjalan seperti yang diharapkan. 4. Memperpanjang periode sensus menjadi 4-5 bulan dan juga meningkatkan anggaran pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional pada tahap selanjutnya.
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013
Kepustakaan Edwards, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington, D.C : Congressional Quarterly Inc. Grapperhaus, F.H.M. 1998. Tax Tales, For The Second Millenium, Amsterdam: IBFD. Mansury, R. 1999. Kebijakan Fiskal. Jakarta : YP4. Mardiasmo. 1997. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi. McDonald, Peter F. 1971-1980. Pedoman Analisa Data Sensus Indonesia, Australian: Vice-Chancellor’s Committee. Sumarsan, Thomas. 2012. Sensus Pajak Nasional,Siapa Takut?. Jakarta: Indeks. Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: C A P S. Waluyo. 2007. Manajemen Publik. Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju Karya Akademis: Skripsi Mochamad Jayadi Amin dengan judul Analisis Pelaksanaan Ekstensifikasi Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Tebet. Fisip UI: 2008 Skripsi Aditya Ramadona dengan judul Analisis Ekstensifikasi Perpajakan atas Apartmen Sebagai Suatu Objek Pajak Hotel: Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta. Fisip UI: 2006 Tesis Ria Mentari dengan judul Evaluasi Kebijakan Sunset Policy Ditinjau Dari Sudut Pandang Wajib Pajak(Studi Kasus: Pada Telkom Group). Fisip UI: 2006
Analisis pelaksanaan..., Guido Parulian, FISIP-UI, 2013