ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH DARI UNIT USAHA TEMPAT PEMOTONGAN AYAM DI BOGOR
INTAN ANINDITA SUSENO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah Limbah dari Unit Usaha Tempat Pemotongan Ayam di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Intan Anindita Suseno NIM B04120114
ABSTRAK INTAN ANINDITA SUSENO. Analisis Nilai Tambah Limbah dari Unit Usaha Tempat Pemotongan Ayam di Bogor. Dibimbing oleh EKO SUGENG PRIBADI dan TRI KISOWO JUMINO. Usaha pemotongan ayam mengalami pertumbuhan seiring peningkatan kebutuhan daging ayam. Tempat Pemotongan Ayam (TPnA) merupakan usaha pemotongan ayam skala kecil dan tradisional yang dapat menghasilkan hasil samping dan limbah. Limbah dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai guna. Penelitian ini bertujuan menerangkan analisis nilai tambah ekonomi dari pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh unit usaha TPnA di wilayah Bogor. Empat unit usaha TPnA yang menjadi responden dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposive sampling, yakni TPnA Berkah Putra, TPnA H. Kusman, TPnA Putra Farm, dan TPnA H. Sony Pondok Rumput. Wawancara dilakukan kepada responden untuk mengetahui jenis dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh unit usaha TPnA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah cair dimanfaatkan dengan dialirkan menuju kolam ikan maupun tidak dimanfaatkan dengan dialirkan menuju tangki septik atau perairan umum. Limbah padat dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Bulu diperoleh pengumpul bulu secara cuma-cuma untuk dijual kepada pabrik tepung bulu dalam bentuk basah maupun kering. Bulu kering menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan bulu basah. Kata kunci: limbah cair, limbah padat, nilai tambah, tempat pemotongan ayam
ABSTRACT INTAN ANINDITA SUSENO. Value Added Analysis of Waste Materials from The Small-Scale Chicken Abattoir Business Units in Bogor. Supervised by EKO SUGENG PRIBADI and TRI KISOWO JUMINO. Chicken abattoir business has been increasing in related with chicken meat demand increasing. Small-scale chicken abattoir (TPnA) is a traditional chicken abattoir business unit that is going to produce by-products and waste materials. Various valued products could be made from some waste materials. The research objective was assessed an economic analysis of waste materials produced by TPnA in Bogor. The four abattoirs, namely TPnA Berkah Putra, TPnA H. Kusman, TPnA Putra Farm, and TPnA H. Sony Pondok Rumput, were chosen by purposive sampling method. An interview was done to obtain information about kind of and utilization of waste materials produced by TPnA units. The research result showed that some TPnA drained wastewater to fish pond and other drained to septic tank or directly to river. Solid waste materials were utilized as a feed raw material. Feathers were collected by feather collectors which they picked for free of charge. They sold feathers to feather powder producers in wet or dry feathers. Dry feathers yielded higher added-value than wet feathers. Keywords: small-scale chicken abattoir, solid waste, value added analysis, wastewater
ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH DARI UNIT USAHA TEMPAT PEMOTONGAN AYAM DI BOGOR
INTAN ANINDITA SUSENO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Analisis Nilai Tambah Limbah dari Unit Usaha Tempat Pemotongan Ayam di Bogor Nama : Intan Anindita Suseno NIM : B04120114
Disetujui oleh
Dr. Eko S. Pribadi, MS., drh. Pembimbing I
Tri Kisowo Jumino, drh. Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Drh Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada ALLAH subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Skripsi berjudul “Analisis Nilai Tambah Limbah dari Unit Usaha Tempat Pemotongan Ayam di Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan ungkapan terima kasih kepada Bapak Dr. Eko S. Pribadi, MS., drh. dan Bapak Tri Kisowo Jumino, drh. yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penelitian dan penyusunan Skripsi ini. Tidak lupa Penulis sampaikan penghargaan kepada Ibu Ni Luh Putu Ika Mayasari, PhD., drh. sebagai Dosen Pembimbing Akademik. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Mustika, drh., Bapak M. Toif Hidayatullah, drh., Bapak Achmad Dahrul, dan Ibu Wina, drh., atas kesediaannya dalam memberikan informasi yang bermanfaat. Juga ungkapan terima kasih kepada Bapak Hidayat, Bapak H. Kusman, Mbak Dewi, Bapak H. Sony, Ibu Hj. Warti dan Bapak Dedy atas kesediaannya untuk menjadi responden dalam Penelitian ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak (Ir Eddy Suseno), Ibu (Dra Ani Trimaningsih), Adik (Aditia Aji Suseno), serta seluruh keluarga dan sahabat terdekat atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Eko Prasetyo Nugroho, drh., Nisa Chairana, SKH., Crisna Kemala, SKH., dan rekan tim penelitian (Elisa Masimpan, Efandri Zahra, dan Danar Intan Puspaningtyas), yang sudah banyak membantu dan memfasilitasi Penulis dalam pengumpulan data penelitian serta mendorong dan menyemangati Penulis dalam penyusunan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2016 Intan Anindita Suseno
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tempat Pemotongan Ayam (TPnA)
2
Hasil samping dan Limbah Unit Usaha TPnA
2
Nilai Tambah
4
METODE
4
Tempat dan Waktu Penelitian
4
Responden
4
Pengumpulan Data
5
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Unit Usaha TPnA
6
Pemanfaatan Produk Hasil Proses Pemotongan Ayam di Unit Usaha TPnA
8
Pemanfaatan Limbah TPnA
10
Analisis Nilai Tambah Limbah Unit Usaha TPnA
14
KESIMPULAN DAN SARAN
18
Kesimpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 Persentase hasil hasil samping terhadap bobot tubuh ayam
4
2 Model analisis nilai tambah oleh Hayami et al. (1987)
5
3 Pemanfaatan hasil samping yang dihasilkan dari unit usaha TPnA
10
4 Pemanfaatan limbah cair yang dihasilkan dari unit usaha TPnA
11
5 Pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan dari unit usaha TPnA
13
6 Analisis nilai tambah limbah bulu pada pelaku pengumpul bulu per hari
15
DAFTAR GAMBAR 1 Alur proses pengolahan ayam di TPnA beserta hasil samping dan limbah yang dihasilkan
3
2 Bangunan TPnA
7
3 Fasilitas sederhana di unit usaha TPnA
8
4 Diagram alir pemanfaatan dan nilai tambah produk yang hasil proses pemotongan ayam di TPnA
9
5 Tujuan aliran air bekas pemrosesan
12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner untuk Pelaku usaha TPnA
22
2 Kuesioner untuk Pelaku Usaha Pengolah Limbah dan produk samping dari Unit usaha TPnA
26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging ayam merupakan komoditas sumber protein hewani yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Konsumsi per kapita daging ayam ras pedaging dalam rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 4,797 kg/kapita/tahun dan mengalami pertumbuhan sebesar 21,04% dari tahun 2014 (Susenas 2016). Peningkatan kebutuhan daging ayam sudah pasti diimbangi dengan meningkatnya berbagai usaha pendukung di sektor hulu hingga hilir, termasuk usaha pemotongan ayam. Usaha pemotongan ayam merupakan usaha pemrosesan ayam hidup menjadi karkas ayam (Murtidjo 2003). Usaha ini dapat berskala besar dan modern berupa rumah potong hewan unggas (RPH-U) atau berskala kecil dan tradisional berupa tempat pemotongan ayam (TPnA). Unit usaha TPnA lebih banyak dijumpai di kalangan masyarakat karena usaha RPH-U memerlukan biaya yang besar untuk penyediaan mesin canggih serta komponen bangunan yang sesuai dengan baku bangunan yang sudah ditetapkan. Unit usaha TPnA selain menghasilkan produk utama juga menghasilkan hasil samping (by-product) dan limbah. Hasil samping biasa dimanfaatkan sedangkan limbah biasa dibuang. Menurut Jayathilakan et al. (2012), bahan organik tidak memiliki ketahanan biologik yang baik di lingkungan, berpotensi sebagai sumber mikroorganisme patogen, memiliki kandungan air yang tinggi, berpotensi untuk terjadi autooksidasi yang sangat cepat, serta memiliki aktivitas enzimatik yang tinggi. Salah satu dampak negatif akibat pembuangan limbah yang sembarangan adalah pencemaran air dan udara yang berpengaruh pada penurunan mutu lingkungan (Erlita 2011). Oleh karena itu, penanganan limbah perlu mendapat perhatian dalam upaya menekan dampak negatif yang mungkin terjadi. Bahkan, limbah memiliki potensi yang sama dengan hasil samping untuk dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai guna. Pemanfaatan dari limbah dari unit usaha TPnA menghasilkan nilai tambah (Adiati et al. 2004). Pemanfaatan secara ekonomik melibatkan kegiatan jual beli pada pelaku usaha TPnA dan usaha pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari unit usaha TPnA. Nilai tambah dari pemanfaatan ini dapat dianalisis untuk mengetahui pergerakan ekonomi dari unit usaha tersebut.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan melakukan analisis pemanfaatan secara teknik dan ekonomik dari limbah yang dihasilkan oleh unit usaha TPnA di wilayah Bogor. Penelitian ini juga bertujuan menerangkan analisis nilai tambah dari limbah yang dihasilkan oleh unit usaha TPnA di wilayah Bogor.
2 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini akan menjadi informasi mengenai pemanfaatan dan nilai tambah yang didapat dari pelaku usaha pengolah limbah dari unit usaha TPnA.
TINJAUAN PUSTAKA Tempat Pemotongan Ayam (TPnA) Tempat pemotongan ayam, biasa disingkat TPnA, merupakan usaha pengolahan ayam yang dilakukan dengan peralatan dan teknik pemotongan sederhana (Bantani 2004). Usaha pemotongan ini pada umumnya bersifat tradisional dan dijalankan oleh pelaku usaha perorangan. Pemotongan ayam di TPnA termasuk dalam skala kecil dengan jumlah pemotongan tidak lebih dari 1.000 ekor (Murtidjo 2003). Unit usaha TPnA biasa didirikan di wilayah permukiman rumah penduduk atau di dekat pasar tradisional (Muladno et al. 2008). Ayam disembelih di unit usaha TPnA dengan cara manual menurut syariat Agama Islam untuk menghasilkan daging yang halal. Ayam harus disembelih dengan memotong tiga saluran besar di leher yakni trakhea, esofagus, dan pembuluh darah. Ayam dicelup ke dalam air bersuhu 52–55 °C selama 45 detik (Rahayu et al. 2011). Pencabutan bulu dilakukan dengan mesin pencabut bulu. Pengeluaran isi perut (eviserasi) dilakukan secara manual. Jeroan termasuk hati, ampela, jantung, limpa, dan usus dikeluarkan dari rongga perut. Isi usus dikeluarkan sehingga dihasilkan usus bersih. Karkas siap dipotong sesuai keinginan dan segera disalurkan kepada pembeli. Proses pendinginan karkas tidak biasa diterapkan di TPnA (Rejab et al. 2012). Hasil Samping dan Limbah Unit Usaha TPnA Hasil samping dan limbah merupakan produk yang dapat dihasilkan dari suatu proses produksi oleh unit usaha TPnA selain produk utama. Hasil samping biasanya merupakan produk tersendiri dan dihasilkan dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan produk utama. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi dan umumnya tidak dikehendaki (Nandiyanto 2008). Setiap kegiatan dalam proses pengolahan ayam hidup menjadi karkas di unit usaha TPnA dapat menghasilkan hasil samping maupun limbah (Gambar 1).
3
Gambar 1
Alur proses pengolahan ayam di TPnA beserta hasil samping dan limbah yang dihasilkan (Singgih dan Kariana 2008).
Hasil samping dari usaha pemotongan hewan, termasuk unggas, adalah semua yang dihasilkan oleh hewan selain daging (Jayathilakan et al. 2012). Hasil samping ini dibagi menjadi dua jenis, yakni hasil samping konsumsi dan hasil samping nonkonsumsi. Hasil samping yang umum dikonsumsi di Indonesia antara lain kepala, ceker, serta jeroan yang terdiri atas hati, ampela, jantung, dan usus (Singgih dan Kariana 2008). Organ hati, ampela, dan jantung dari unggas dikenal dengan istilah giblet (Kurtini et al. 2014). Hasil samping nonkonsumsi antara lain bulu, darah, dan jeroan yang tidak dikonsumsi (Bharathy et al. 2012; Alfisyahrin et al. 2016). Hasil samping nonkonsumsi tergolong dalam limbah. Selain hasil samping nonkonsumsi, limbah dari usaha pemotongan ayam berupa bangkai ayam dan air bekas pemrosesan (Kiepper et al. 2008). Limbah digolongkan berdasarkan wujudnya menjadi limbah cair dan limbah padat. Seekor ayam mampu menghasilkan karkas sebesar 70 hingga 75% bobot tubuhnya (Williams 2007). Sisanya sebesar 25 hingga 30% merupakan hasil samping, baik hasil samping konsumsi maupun nonkonsumsi. Persentase hasil samping yang dihasilkan oleh seekor ayam terhadap bobot tubuhnya dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Kiepper et al. (2008), volume limbah berupa air bekas pemrosesan yang dapat dihasilkan oleh usaha pemotongan ayam bervariasi mencapai 19 hingga 38 L per ekor. Limbah tersebut dapat memiliki volume lebih kecil pada usaha pemotongan ayam skala kecil.
4 Tabel 1
Persentase hasil hasil samping terhadap bobot tubuh ayam (Putnam 1991; Sams 2001; Adiati et al. 2004; Williams 2007)
Jenis Hasil samping Kepala Ceker Ampela dan proventrikulus Hati Jantung Usus Bulu Darah
Persentase (%) 2,5–3,0 3,5–4,0 3,5–4,2 1,7–2,8 0,42–0,70 8,5–9,0 6,0–8,0 2,0–3,7
Nilai Tambah Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu proses produksi. Nilai tambah dapat bersifat teknik maupun ekonomik. Nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dan biaya bahan baku beserta masukan lainnya, tidak termasuk tenaga kerja (Kemenkeu 2012). Salah satu model analisis nilai tambah yang sering digunakan dalam usaha bidang pertanian adalah model Hayami et al. (1987). Model ini dinilai lebih tepat penerapannya untuk menganalisis nilai tambah usaha bidang pertanian, mampu menerangkan produktivitas produk, mampu menerangkan balas jasa bagi pemilikpemilik faktor produksi, serta dapat dimodifikasi untuk analisis nilai tambah selain subsistem pengolahan (Wiradisastra 2008).
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diawali di unit usaha TPnA wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Penelitian selanjutnya dilakukan di unit usaha pengolah limbah berdasarkan data yang diperoleh dari unit usaha TPnA. Penelitian dilaksanakan pada Januari sampai dengan Juni 2016.
Responden Unit usaha TPnA yang berada di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor menjadi responden dalam penelitian ini. Pemilihan TPnA dilakukan dengan teknik purposive sampling yang didasarkan pada beberapa kriteria, yakni: (1) memiliki skala pemotongan di atas 500 ekor ayam hidup per hari, (2) merupakan binaan dinas, serta (3) memiliki akses yang mudah dijangkau. Beberapa di antaranya adalah unit usaha TPnA Berkah Putra di Laladon, TPnA H. Kusman di Ciampea, TPnA Purta Farm di Dramaga, serta TPnA H. Sony Pondok Rumput.
5 Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan menggunakan metode survei dengan cara wawancara langsung kepada responden, yakni pelaku usaha TPnA dan pelaku usaha pengolah limbah unit usaha TPnA. Metode ini menggunakan alat bantu berupa daftar pertanyaan atau kuesioner. Pengamatan langsung terhadap obyek juga dilakukan untuk memperkuat pengumpulan data. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengolah data primer menjadi informasi yang diperlukan. Informasi ini berupa pemanfaatan limbah TPnA serta nilai tambah dari proses pemanfaatan tersebut. Analisis nilai tambah dilakukan pada produk yang dimanfaatkan secara ekonomik dengan mengadopsi model Analisis Nilai Tambah Produk Pertanian oleh Hayami et al. (1987) (Tabel 2).
Tabel 2 Model analisis nilai tambah oleh Hayami et al. (1987) Peubah Pengeluaran, pemasukan, dan harga (1) Keluaran (kg) (2) Masukan bahan baku (kg) (3) Masukan tenaga kerja (HKP) (4) Faktor alih bentuk (5) Koefisien tenaga kerja (HKP/kg) (6) Harga keluaran (Rp/kg) (7) Upah tenaga kerja (Rp/HKP) Pendapatan dan keuntungan (8) Harga bahan baku (Rp/kg) (9) Harga masukan lain (Rp/kg) (10) Nilai keluaran (Rp/kg) (11) Pendapatan lain (Rp/kg) (12) a. Nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (13) a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) b. Bagian tenaga kerja (14) a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat keuntungan Balas jasa dari pemilik faktor produksi (15) Laba a. Pendapatan tenaga kerja b. Sumbangan masukan lain c. Keuntungan
Nilai A B C D = A/B E = C/B F G H I J=D×F K L=J+K–H–I M% = L/J × 100% N=E×G O% = N/L × 100% P=L–N Q% = P/J × 100% R=J–H S% = N/R × 100% T% = I/R× 100% U% = P/R× 100%
Definisi istilah: 1. Keluaran merupakan barang atau jasa yang dihasilkan dari proses produksi. 2. Masukan merupakan barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku adalah barang yang dijadikan sebagai masukan utama produksi. 3. Harian kerja pria (HKP) adalah waktu yang digunakan oleh tiap tenaga kerja dalam satu hari. Pria yang bekerja selama delapan jam tiap hari dihitung sebagai satu HKP.
6 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Faktor alih bentuk menunjukkan banyaknya keluaran yang dihasilkan dari satu satuan masukan. Koefisien tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu satuan masukan. Harga keluaran adalah nilai dari produk yang dihasikan. Upah tenaga kerja adalah imbalan bagi tenaga kerja (dalam satuan HKP). Harga bahan baku adalah nilai bahan baku yang digunakan. Harga masukan lain adalah nilai dari penggunaan masukan lain selain masukan utama. Nilai keluaran adalah nilai dari produk yang dihasikan dari penggunaan satu satuan masukan. Pendapatan lain adalah jumlah biaya selain biaya penjualan yang didapatkan sebagai pemasukan. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditas karena adanya suatu perlakuan. Rasio nilai tambah adalah perbandingan nilai tambah dengan nilai keluaran. Pendapatan tenaga kerja adalah nilai imbalan bagi tenaga kerja dalam satu satuan HKP. Bagian tenaga kerja adalah perbandingan pendapatan tenaga kerja dengan nilai tambah. Keuntungan adalah selisih nilai keluaran dan masukan. Tingkat keuntungan adalah perbandingan keuntungan dengan nilai keluaran. Laba adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen untuk suatu produk dengan harga yang diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Unit Usaha TPnA Unit usaha pemotongan ayam termasuk dalam sektor hilir usaha peternakan. Usaha ini tergolong dalam usaha pemotongan ayam dalam skala kecil dan bersifat tradisional sehingga memiliki karakteristik yang berbeda dengan RPH-U. Unit usaha TPnA Berkah Putra dan TPnA H. Sony Pondok Rumput bertempat di Kota Bogor sedangkan unit usaha TPnA Putra Farm dan TPnA H. Kusman bertempat di Kabupaten Bogor. Skala pemotongan ayam hidup per hari pada unit usaha TPnA yang diamati berkisar antara 500 sampai dengan 1.700 ekor dengan rincian unit usaha TPnA Putra Farm sebesar 500 ekor, TPnA H. Kusman sebesar 900 ekor, TPnA Berkah Putra sebesar 1.500 ekor, dan TPnA H. Sony Pondok Rumput sebesar 1.700 ekor. Jenis ayam yang dipotong di unit usaha TPnA tersebut seluruhnya adalah ayam pedaging (broiler). Tidak ditemukan pemotongan ayam selain jenis tersebut, seperti ayam kampung maupun ayam petelur afkir. Sistem pengadaan ayam pedaging di usaha pemotongan ayam dapat dibagi menjadi sistem franco dan loco. Sistem franco mensyaratkan penyedia ayam mengirimkan sendiri ayam hidupnya ke tempat pemotongan ayam dan menanggung biaya kendaraan pengangkut, keranjang, tenaga pengemudi, hingga risiko penyusutan dan kematian ayam. Sebaliknya, sistem loco mensyaratkan pelaku usaha pemotongan ayam mengambil sendiri ayam ke peternak atau pelaku usaha penyedia ayam (Priyatno 2003). Sistem loco secara umum berlaku di keempat TPnA dengan kendaraan fasilitas pengangkut, dan tenaga pengemudi merupakan tanggung jawab pihak pemilik TPnA. Selain itu, pemilik TPnA menanggung risiko penyusutan hingga kematian ayam akibat pengangkutan. Sistem loco secara umum lebih banyak dilakukan karena jarak tempat usaha yang
7 dekat dan harga jual ayam yang lebih tinggi apabila diperjualbelikan dengan sistem franco. Ayam pedaging yang dipotong di TPnA Berkah Putra diperoleh dari daerah sekitar Bogor, seperti Karawang, Banten, Cianjur, dan Sukabumi. Ayam pedaging di TPnA Putra Farm, TPnA H. Kusman, dan TPnA H. Sony Pondok Rumput biasa diperoleh dari Kota maupun Kabupaten Bogor. Unit usaha TPnA Pondok Rumput juga terkadang mendatangkan ayam hidup dari Lampung dan Purbalingga dengan sistem franco. Keempat unit usaha TPnA memiliki tempat bangunan di tengah permukiman dan tidak memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Menurut Muladno et al. (2008), bangunan TPnA biasanya didirikan di tengah permukiman penduduk atau di dekat pasar untuk menjaga keterjangkauan dengan pengumpul maupun pengecer sehingga pemasaran ayam lebih efisien. Selain itu, izin unit usaha TPnA biasanya hanya sebatas izin usaha dari lingkungan RT/RW saja. Meskipun demikian, unit usaha TPnA yang diamati tetap berada di bawah binaan dinas terkait. Bentuk bangunan TPnA yang dikunjungi berupa bangunan yang terpisah dengan bangunan rumah pemilik TPnA. Bangunan ini dapat berada di dalam maupun di luar area rumah. Bangunan TPnA yang berada di luar area rumah biasanya berlokasi tidak jauh dari rumah. Bangunan keempat unit usaha TPnA bersifat permanen dengan bahan batu bata atau beton (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Muladno et al. (2008) bahwa bangunan TPnA dapat bersifat permanen dengan bahan batu bata atau beton maupun semipermanen dengan bahan bambu atau kayu. Keempat unit usaha TPnA tidak memiliki batas fisik antara ruang kotor dan ruang bersih. Menurut Abubakar (2008), unit usaha TPnA belum memisahkan area bersih dan area kotor karena tidak memiliki lahan yang cukup untuk pengembangan bangunan TPnA.
Gambar 2 Bangunan TPnA: a) TPnA H. Kusman; b) TPnA Putra Farm; c) TPnA Berkah Putra; d) TPnA H. Sony Pondok Rumput Unit usaha TPnA yang diamati merupakan bangunan dengan fasilitas dan perlengkapan memotong yang sederhana, yakni tanpa mesin dan alat penggantung
8 (Gambar 3a,b,c). Seluruh tahap pemrosesan ayam dilakukan secara manual. Namun, pencabutan bulu dilakukan menggunakan mesin pencabut bulu (Gambar 3d). Unit usaha TPnA Putra Farm memiliki mesin dan alat penggantung berukuran kecil yang merupakan hibah dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, alat tersebut hampir tidak pernah digunakan saat ini karena proses pengolahan secara manual dinilai lebih efisien dan praktis. Unit usaha TPnA dilengkapi dengan fasilitas panci besar di atas kompor untuk menyediakan air mendidih yang diperlukan untuk proses pembersihan bulu ayam dan perebusan hasil samping. Rahayu et al. (2011) menyatakan bahwa fasilitas dan perlengkapan yang biasa terdapat pada TPnA adalah kendaraan dan keranjang pengangkut ayam hidup, pisau, kompor pemanas air dan panci, bak atau ember berisi air bersih, mesin pencabut bulu, serta talenan atau meja tempat pengeluaran isi perut dan pemotongan karkas.
Gambar 3 Fasilitas sederhana unit usaha TPnA: a) mesin pencabut bulu; b) bak plastik berisi air; c) meja penanganan karkas; d) mesin pencabut bulu Penyembelihan ayam di keempat unit usaha TPnA dilakukan oleh para juru sembelih. Juru sembelih di unit usaha TPnA H. Sony Pondok Rumput sudah memiliki sertifikat halal dari MUI. Unit usaha TPnA Berkah Putra memiliki 14 orang tenaga kerja meskipun tidak semuanya bekerja setiap hari. Unit usaha TPnA H. Kusman dan TPnA Putra Farm masing-masing memiliki enam dan empat orang pekerja. Tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha TPnA adalah juru sembelih, tenaga pemroses ayam, dan pengemudi. Pemilik unit usaha TPnA H. Sony Pondok Rumput juga memiliki kios ayam sendiri. Usaha ini memiliki 24 orang pekerja yang terdiri atas tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha TPnA dan penjaga kios.
Pemanfaatan Produk Hasil Proses Pemotongan Ayam di Unit Usaha TPnA Produk utama yang dihasilkan oleh unit usaha TPnA adalah karkas. Pemrosesan ayam hidup menjadi karkas di unit usaha TPnA menghasilkan hasil
9 samping dan limbah. Hasil samping yang dihasilkan dari keempat unit usaha TPnA berupa kepala, ceker, hati, ampela, jantung, dan usus. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah cair (air bekas pemrosesan dan darah) serta limbah padat (bulu, bangkai ayam, dan sekum). Limbah dimanfaatkan secara teknik maupun secara ekonomik yang menghasilkan nilai tambah (Gambar 4).
Gambar 4 Diagram alir pemanfaatan dan nilai tambah produk yang hasil proses pemotongan ayam di unit usaha TPnA Hasil Samping Unit Usaha TPnA Hasil samping dari keempat unit usaha TPnA berupa kepala, ceker, hati, ampela, jantung, dan usus seluruhnya dimanfaatkan dengan dijual bersama karkas untuk dikonsumsi (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk tersebut merupakan hasil samping konsumsi. Sistem penjualan ayam di TPnA adalah sistem sewa tempat yang berarti pembeli melakukan pembelian ayam berdasarkan harga ayam hidup serta biaya jasa pemotongannya di TPnA. Unit usaha TPnA menyediakan jasa pemotong ayam, walaupun para pedagang juga dapat memotong sendiri di TPnA tersebut. Pada sistem ini, karkas beserta seluruh hasil samping menjadi milik pembeli. Hasil samping di unit usaha TPnA Berkah Putra, TPnA Putra Farm, dan TPnA H. Kusman dipasarkan bersama karkas oleh pembeli yang merupakan pedagang pengecer ayam potong. Unit usaha TPnA H. Sony Pondok Rumput juga memasarkan hasil samping dengan karkas di kiosnya. Hasil samping ini masing-masing dijual terpisah namun hati, ampela, dan jantung dijual dalam satu kesatuan. Jenis hasil samping yang dapat konsumsi dari pemotongan ayam sifatnya beragam di berbagai negara. Hal ini bergantung pada adat istiadat, agama, selera, serta kebiasaan dari masyarakat (Ockerman dan Hansen 2000). Menurut Sams (2001), kepala, kaki, serta jeroan yang terdiri atas hati, ampela, dan jantung
10 merupakan bagian dari ayam yang biasa dikonsumsi manusia sedangkan usus tergolong dalam hasil samping nonkonsumsi dan biasa digunakan sebagai bahan pakan ternak. Namun, usus merupakan salah satu bahan pangan yang biasa dikonsumsi di kalangan masyarakat Indonesia. Usus dan giblet (jeroan) merupakan sumber protein hewani alternatif yang lebih ekonomis dibandingkan daging ayam. Menurut Astawan (2009), secara umum jeroan mengandung banyak zat gizi termasuk karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Tabel 3 Pemanfaatan hasil samping yang dihasilkan dari unit usaha TPnA Hasil samping Kepala Ceker Hati Ampela Jantung Usus
Pemanfaatan Dijual bersama karkas Dijual bersama karkas Dijual bersama karkas; dijual terpisah bersama ampela Dijual bersama karkas; dijual terpisah bersama hati Dijual bersama karkas; dijual terpisah bersama hati dan ampela Dijual bersama karkas; dijual terpisah
Menurut USDA (2008), penanganan terhadap jeroan adalah dengan pendinginan pada suhu kurang dari 4 °C dalam jangka waktu tidak lebih dari dua jam setelah penyembelihan. Penanganan ini tidak ditemukan pada keempat unit usaha TPnA karena proses pemotongan ayam tidak disertai dengan proses pendinginan. Usus direbus terlebih dahulu pada unit usaha TPnA Berkah Putra, TPnA H. Kusman, dan TPnA H. Sony Pondok Rumput untuk mencegah rusaknya usus ketika dijual kepada konsumen. Menurut Ockerman dan Hansen (2000), secara umum jeroan mengandung glikogen yang lebih tinggi dan lapisan lemak pelindung yang lebih rendah dibandingkan karkas. Hal ini menyebabkan jeroan, khususnya usus, memiliki ketahanan yang rendah terhadap mikroorganisme.
Pemanfaatan Limbah TPnA Limbah dihasilkan dari usaha pemotongan ayam berasal dari setiap proses pemotongan ayam yang terjadi dalam TPnA, meliputi pengangkutan dan penampungan ayam hidup, penyembelihan, penghilangan bulu, pengeluaran isi perut, pencucian, pendinginan, pemotongan, dan pembersihan (Jayathilakan et al. 2012). Limbah terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan oleh keempat TPnA meliputi darah, isi jeroan, feses, serta air bekas pemrosesan. Limbah padat yang dihasilkan adalah bulu, bangkai ayam, serta sekum.
11 Pemanfaatan Limbah Cair Unit Usaha TPnA Pengamatan di keempat unit usaha TPnA menunjukkan bahwa ada pelaku usaha yang memanfaatkan limbah cair dan ada yang mengalirkannya menuju saluran pembuangan (Tabel 4). Limbah cair berupa isi jeroan dan feses tergabung dalam air bekas pemrosesan. Darah dapat tergabung atau terpisah dari air bekas pemrosesan. Pemisahan darah dan air bekas pemrosesan ditemukan di unit usaha TPnA H. Kusman dan TPnA H. Sony Pondok Rumput.
Tabel 4 Pemanfaatan limbah cair yang dihasilkan dari unit usaha TPnA Limbah Cair Darah Air bekas pemrosesan
Pemanfaatan Pakan ikan, dialirkan ke tangki septik atau langsung ke sungai, dibuang dengan dikumpulkan bersama bulu Dialirkan ke kolam ikan, tangki septik, atau langsung ke sungai
Di TPnA yang diamati, air digunakan untuk merebus ayam dalam proses pencabutan bulu, merebus usus, memisahkan isi dari jeroan, mencuci karkas dan jeroan, membersihkan area penampungan ayam dari feses, serta membersihkan seluruh area TPnA dari sisa darah, bekas potongan jaringan yang tidak diinginkan, lemak, dan sisa pemotongan lainnya. Selain limbah cair berupa isi jeroan, feses, dan darah, sisa pemotongan karkas berupa potongan daging, tulang, kulit, serta lemak juga dapat terkandung dalam air bekas pemrosesan. Air merupakan media yang penting dalam pemrosesan ayam karena air mampu melarutkan sisa buangan (Widya et al. 2008). Sumber air utama pada keempat unit usaha TPnA adalah air sumur. Air PAM digunakan oleh unit usaha TPnA H. Sony Pondok Rumput untuk mencuci karkas yang siap dijual. Air sungai digunakan oleh unit usaha TPnA Berkah Putra untuk membersihkan area TPnA setelah selesainya proses pemotongan. Air bekas pemrosesan di keempat unit usaha TPnA dialirkan menuju kolam ikan, tangki septik, maupun langsung ke perairan umum melalui saluran pembuangan yang terpasang permanen pada bangunan TPnA (Gambar 5). Air bekas pemrosesan yang dialirkan ke kolam ikan dapat ditemukan pada unit usaha TPnA Berkah Putra dan TPnA H. Kusman. Isi jeroan, feses, sisa darah, sisa jaringan, serta lemak yang terkandung dalam air bekas pemrosesan dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Ikan yang dipelihara di kolam unit usaha TPnA Berkah Putra dan TPnA H. Kusman adalah ikan lele dumbo dan ikan patin. Jenis ikan tersebut merupakan ikan karnivora (Suyanto 2004). Air bekas pemrosesan merupakan sumber pakan yang kaya nutrien bagi ikan karnivora. Menurut Kiepper et al (2008), kandungan proksimat dari air bekas pemrosesan terdiri atas 55,3% lemak, 27,1% protein, 6,1% abu, dan 4,1% serat. Oleh karena itu, air bekas pemrosesan merupakan sumber pakan yang kaya nutrien bagi ikan lele. Selain itu, penggunaan air bekas pemrosesan untuk pakan lele sangat potensial karena ketersediaan yang melimpah, mudah didapat, serta sangat murah.
12
Gambar 5
Tujuan aliran air bekas pemrosesan: a) Kolam ikan patin, TPnA Berkah Putra; b) Sungai Cibalok, TPnA H. Sony Pondok Rumput; c) Saluran pembuangan menuju tangki septik, TPnA Putra Farm; d) Saluran pembuangan bangunan TPnA H. Kusman
Pemisahan saluran pembuangan darah dan air bekas pemrosesan dilakukan di TPnA H. Kusman. Kolam ikan tempat penyaluran air bekas pemrosesan pada TPnA H. Kusman bukan milik pribadi melainkan milik tetangga. Air bekas pemrosesan dari TPnA ini dialirkan menuju kolam melalui pipa sepanjang 36 m. Darah tidak dialirkan bersama air bekas pemrosesan karena mudah mengendap akibat aliran air yang terbatas di dalam pipa. Darah dialirkan menuju tangki septik melalui saluran yang berbeda. Pembuangan air bekas pemrosesan dan darah ke tangki septik dapat ditemukan pada unit usaha TPnA Putra Farm. Menurut SNI Nomor 03-2398-2002, tangki septik merupakan suatu ruangan atau bak yang berfungsi untuk menampung dan mengolah air limbah dengan kecepatan alir yang lambat sehingga terjadi pengendapan bahan padat yang terkandung dalam limbah dan terjadi penguraian bahan organik oleh mikroorganisme anaerob menjadi bahan larut air dan gas. Pengaliran limbah pemrosesan ayam ke tangki septik dapat menjadi alternatif penanganan limbah karena bahan organik dapat terurai oleh mikroorganisme sehingga tidak mencemari lingkungan. Air bekas pemrosesan di unit usaha TPnA H. Sony Pondok Rumput dialirkan langsung menuju Sungai Cibalok. Darah tidak diikutkan dalam aliran air bekas pemrosesan tetapi dibuang dengan mengumpulkannya bersama bulu. Pembuangan limbah cair ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian. Kandungan bahan organik dalam air bekas pemrosesan merupakan substrat yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat memicu pembusukan dan menyebabkan pencemaran lingkungan (Widya et al. 2008). Kondisi tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi
13 warga sekitar. Karena pemotongan ayam di wilayah Pondok Rumput sudah terjadi sejak lama dan seluruh pelaku usaha pemotong ayam di wilayah tersebut membuang limbah ke sungai yang sama, penduduk sekitar sudah terbiasa dan tidak terganggu oleh adanya ketidaknyamanan tersebut (Suriastini 2014). Wilayah Pondok Rumput sendiri merupakan suatu sentra usaha pemotongan ayam yang sudah berdiri sejak tahun 1971 dan memiliki sekitar 38 pelaku usaha pemotong ayam (Adinugraha 2008). Pembuangan limbah ke sungai juga dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme patogen sehingga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit (Jayathilakan et al. 2012). Pemanfaatan Limbah Padat Unit Usaha TPnA Limbah padat yang dihasilkan oleh keempat unit usaha TPnA secara umum dimanfaatkan seluruhnya (Tabel 5). Limbah padat yang termasuk hasil samping nonkonsumsi dari usaha pemotongan ayam secara fisik relatif lebih mudah dimanfaatkan dibandingkan limbah cair. Limbah padat berupa bulu, bangkai ayam, dan sekum secara umum dimanfaatkan sebagai bahan pakan untuk ternak ikan maupun unggas baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tabel 5 Pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan dari unit usaha TPnA Limbah Padat Bulu Bangkai ayam Sekum
Pemanfaatan Diambil oleh pelaku usaha penampung bulu atau untuk pakan ikan Untuk pakan ikan Untuk pakan ikan atau langsung dibuang ke tangki septik
Bulu merupakan limbah padat yang memiliki volume terbesar. Limbah bulu secara umum diberikan secara gratis kepada para pelaku usaha pengumpul bulu. Unit usaha TPnA Berkah Putra dan TPnA H. Sony Pondok Rumput memberi bulu kepada pelaku usaha pengumpul bulu Ibu Hj. Warti yang mengolah bulu basah. Unit usaha TPnA H. Kusman memberikan bulu kepada pelaku usaha pengumpul bulu Bapak Dedy yang mengolah bulu kering. Bulu tersebut dijual kepada pabrik tepung bulu untuk menjadi bahan pakan. Menurut Adiati et al. (2004), tepung bulu merupakan sumber protein pakan yang dapat digunakan dengan kadar maksimum 45%. Kadar protein yang terkandung dalam bulu sangat tinggi, yakni sebesar 81% dalam 86% bahan kering. Bulu juga tersusun atas 1,2% lemak dan 1,3% abu (Zerdani et al. 2004). Unit usaha TPnA Putra Farm memanfaatkan limbah bulu secara langsung menjadi pakan ikan lele. Bulu merupakan bahan pakan dengan daya cerna yang rendah karena komponen protein penyusunnya adalah keratin. Keratin merupakan protein yang sukar larut dan memiliki kecernaan yang rendah karena memiliki struktur berupa serat-serat yang saling berhubungan dengan adanya ikatan disulfida (Joshi et al. 2007). Pada umumnya bulu dimanfaatkan sebagai pakan ikan dengan ditepungkan terlebih dahulu untuk memutus ikatan disulfida (Mulia et al. 2016).
14 Limbah padat yang dihasilkan oleh usaha pemotongan ayam selain bulu adalah bangkai ayam dan sekum. Menurut Voslarova et al. (2007), persentase kematian ayam pedaging akibat pengangkutan sebesar 0,253% dan angka ini berbanding lurus dengan jarak pengangkutan. Bangkai ayam merupakan satusatunya limbah padat yang bukan termasuk hasil samping nonkonsumsi dari proses pemotongan ayam di unit usaha TPnA. Limbah bangkai ayam dimanfaatkan sebagai pakan ikan karnivora di keempat unit usaha TPnA. Bangkai ayam diolah dengan cara direbus atau dibakar terlebih dahulu sebelum dijadikan pakan ikan karnivora (Khairuman et al. 2009). Sekum merupakan bagian dari jeroan nonkonsumsi. Seperti halnya bangkai ayam, sekum dimanfaatkan sebagai pakan untuk ikan karnivora di unit usaha TPnA Berkah Putra, TPnA H. Kusman, dan TPnA H. Sony Pondok Rumput. Pembuangan limbah padat hanya ditemui di TPnA Putra Farm. Limbah padat yang dibuang adalah sekum dan limbah ini dibuang ke tangki septik. Menurut Singgih dan Kariana (2008), limbah padat yang terbuang dapat terurai secara alami menghasilkan gas metan. Pembuangan limbah padat ke tangki septik merupakan salah satu langkah penanganan yang tepat untuk menghindari pencemaran udara dan ketidaknyamanan sosial.
Analisis Nilai Tambah Limbah Unit Usaha TPnA Pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari unit usaha TPnA secara ekonomik melibatkan pelaku usaha lain. Dalam penelitian ini, produk yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha lain adalah limbah bulu. Pelaku usaha tersebut adalah pengumpul yang menjual bulu yang dihasilkan oleh unit usaha TPnA kepada pabrik pembuat tepung bulu. Pengumpul bulu yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah dua orang, masing-masing menjual bulu dalam bentuk basah dan dalam bentuk kering. Nilai tambah dianalisis untuk mengetahui besarnya pertambahan nilai yang didapatkan dari pemasaran limbah bulu dari unit usaha TPnA. Menurut Indrawasih (2008), analisis nilai tambah dilakukan pada periode rata-rata produksi setiap hari. Satuan yang digunakan dalam analisis nilai tambah ini adalah kilogram (kg) bahan baku bulu. Analisis nilai tambah limbah bulu per hari secara lengkap tersaji dalam Tabel 6. Keluaran, Masukan, dan Harga Ibu Hj. Warti mampu mengumpukan bulu dengan volume sebesar 3.000 kg/hari dan dijual dengan volume yang sama setiap harinya. Pelaku usaha ini menjual segera seluruh bulu yang terkumpul setiap harinya dalam bentuk bulu basah. Nilai faktor alih bentuk pada usaha bulu basah Ibu Hj. Warti bernilai satu, yang berarti satu kilogram bahan baku bulu menghasilkan satu kilogram bulu basah. Bapak Dedy mampu mengumpulkan bulu sebesar 1.333,33 kg/hari dan hanya mampu menjual 533,33 kg/hari karena adanya penyusutan. Nilai faktor alih bentuk pada usaha bulu kering Bapak Dedy bernilai 0,4 yang berarti setiap satu kilogram bahan baku bulu akan menghasilkan 0,4 kg bulu kering.
15 Tabel 6 Analisis nilai tambah limbah bulu pada pelaku pengumpul bulu per hari (Hayami et al. 1987) No I 1 2 3 4 5 6 7 II 8 9 10 11 12 13 14 III 15
Peubah Pengeluaran, pemasukan, dan harga Keluaran (kg) Masukan bahan baku (kg) Masukan tenaga kerja (HKP) Faktor alih bentuk Koefisien tenaga kerja (HKP/kg) Harga keluaran (Rp/kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HKP) Pendapatan dan keuntungan Harga masukan bahan baku (Rp/kg) Harga masukan lain (Rp/kg) Pendapatan lain (Rp/kg) Nilai keluaran (Rp/kg) a. Nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) b. Bagian tenaga kerja a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat keuntungan Balas jasa dari pemilik faktor produksi Laba a. Pendapatan tenaga kerja b. Sumbangan masukan lain c. Keuntungan
Nilai Ibu Hj. Warti Bapak Dedy (Bulu Basah) (Bulu Kering) 3.000 3.000 4 1 0,0013 500 33.333,33
533,33 1.333,33 4 0,4 0,0030 1.500 62.500
0 127,78 11,11 500 383,33 77% 44,44 12% 338,89 68%
0 115 25 600 510 85% 187,50 37% 322,50 54%
500 9% 26% 68%
600 31% 19% 54%
Koefisien tenaga kerja yang digunakan dalam analisis nilai tambah ini adalah harian kerja pria (HKP). Menurut Wiradisastra (2008), HKP merupakan koefisien yang cocok digunakan dalam bidang pertanian karena usaha dalam bidang ini banyak melibatkan aktivitas fisik. Seorang pria dewasa yang bekerja selama delapan jam sehari atau lebih dihitung sebagai satu HKP. Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha pengumpul bulu Ibu Hj. Warti sebanyak empat orang pria yang semuanya berperan sebagai tenaga pengemudi yang bertugas untuk mengambil bulu dari usaha TPnA dan mengantarkan bulu ke pabrik tepung bulu di Tangerang. Tenaga kerja yang terlibat di Bapak Dedy adalah sebanyak empat orang pria, dengan rincian kerja dua orang bertugas sebagai tenaga pengemudi yang mengumpulkan bulu dari TPnA dan dua orang bertugas sebagai tenaga tambahan untuk mengeringkan bulu. Masukan tenaga kerja di kedua usaha ini diasumsikan sebesar empat HKP. Faktor koefisien tenaga kerja yang didapatkan dari usaha Ibu Hj. Warti dan Bapak Dedy masing-masing sebesar 0,0013 HKP (0,0104 jam) dan 0,003 HKP (0,0240 jam) per kg. Upah rata-rata tenaga kerja
16 yang dikeluarkan oleh Ibu Hj. Warti dan Bapak Dedy masing-masing sebesar Rp1.000.000,00 per bulan (Rp33.333,33/HKP) dan Rp1.875.000,00 per bulan (Rp62.500,00/HKP). Harga dari penjualan bulu basah oleh Ibu Hj. Warti sebesar Rp500,00/kg sedangkan harga jual bulu kering oleh Bapak Dedy lebih tinggi, yakni sebesar Rp1.500,00/kg. Harga jual bulu kering lebih tinggi dikarenakan adanya kenaikan nilai guna pada bulu kering. Bulu kering yang diterima dapat langsung diproses sedangkan bulu basah yang diterima oleh pabrik tepung bulu harus dikeringkan terlebih dahulu sehingga memerlukan proses yang lebih banyak dalam pengolahannya di dalam pabrik. Pendapatan dan Keuntungan Para pelaku usaha TPnA tidak menjual bulu yang dihasilkan dari usaha mereka karena bulu dianggap sebagai limbah. Limbah bulu merupakan buangan yang tidak diinginkan namun susah dalam penanganannya karena sifatnya yang sukar terurai di lingkungan dan menjadi sumber bau sehingga mengganggu masyarakat yang bertempat tinggal di permukiman sekitar TPnA. Para pelaku usaha TPnA ini sangat terbantu dengan adanya para pelaku usaha pengumpul bulu. Kedua pelaku usaha pengumpul bulu mendapatkan bulu secara cuma-cuma dari para pelaku usaha TPnA. Oleh karena itu, harga masukan bahan baku bernilai Rp0 (nol rupiah). Bahkan, para pelaku usaha TPnA terkadang memberikan upah bagi para pelaku usaha pengumpul bulu. Upah ini termasuk dalam pendapatan lain yang diasumsikan sebesar Rp1.000.000,00 per bulan (Rp33.333,33/hari) pada kedua pelaku usaha pengumpul bulu. Jika dikonversikan dalam kg masukan bahan baku, maka pendapatan lain yang diperoleh Ibu Hj. Warti dan Bapak Dedy masing-masing senilai Rp11,11/kg dan Rp25,00/kg. Harga masukan lain merupakan pembagian total sumbangan masukan lain dengan masukan yang digunakan (Wulandari 2008). Biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh para pelaku usaha pengumpul bulu menjadi komponen dalam sumbangan masukan lain. Biaya tambahan ini mencakup biaya pengangkutan, seperti bahan bakar minyak (BBM), biaya operasional yang terdiri atas listrik, air, retribusi, dan sewa tempat, serta biaya lain seperti biaya cicilan kendaraan. Total sumbangan masukan lain dari usaha Ibu Hj. Warti adalah Rp383.333,33/hari yang terdiri atas biaya pengangkutan sebesar Rp300.000,00/hari dan biaya cicilan kendaraan sebesar Rp83.333,33/hari. Nilai total sumbangan masukan lain di Bapak Dedy sebesar Rp153.333,33/hari, terdiri atas biaya pengangkutan sebesar Rp100.000,00/hari dan biaya sewa tanah sebesar Rp53.333,33/hari. Biaya pengangkutan yang dikeluarkan oleh Ibu Hj. Warti lebih besar karena pelaku usaha ini harus mengantarkan bulu basah ke pabrik tepung bulu di Tangerang, sedangkan pabrik tepung bulu di Garut mengambil sendiri bulu kering secara berkala ke tempat usaha Bapak Dedy. Total sumbangan masukan lain dari usaha Ibu Hj. Warti dan Bapak Dedy dibagi dengan jumlah masukan sehingga didapatkan harga masukan lain masing-masing Rp127,78/kg dan Rp115,00/kg. Nilai keluaran yang dihasilkan dari penjualan bulu basah dan kering masing-masing sebesar Rp500,00/kg dan Rp600,00/kg. Meskipun harga keluaran yang dihasilkan dari penjualan bulu kering jauh lebih tinggi dibandingkan bulu basah, nilai keluaran antara keduanya memiliki selisih yang tidak berbeda jauh.
17 Hal ini dikarenakan oleh faktor alih bentuk bulu kering yang jauh lebih kecil dibandingkan bulu basah. Nilai tambah didapatkan dengan cara mengurangi nilai keluaran dengan harga masukan bahan baku dan masukan lain. Nilai tersebut ditambahkan dengan pendapatan lain yang diperoleh pelaku usaha. Nilai tambah yang dihasilkan dari penjualan bulu basah oleh Ibu Hj. Warti sebesar Rp383,33/kg dan penjualan bulu kering oleh Bapak Dedy adalah Rp510,00/kg. Nilai tambah bulu kering lebih besar dibandingkan bulu basah. Rasio nilai tambah bulu basah dan bulu kering masing-masing sebesar 77% dan 85%. Nilai tambah dari pengolahan bulu kering lebih tinggi karena kenaikan nilai kegunaan bulu kering lebih besar dibandingkan bulu basah. Biaya pengangkutan usaha bulu kering yang lebih rendah juga mendukung tingginya nilai tambah. Pendapatan yang diperoleh tenaga kerja usaha Ibu Hj. Warti sebesar Rp44,44/kg. Nilai ini lebih kecil dibandingkan pada usaha Bapak Dedy yakni sebesar Rp187,50/kg. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan nilai tambah akan menyumbang bagian pendapatan tenaga kerja sebesar 12% pada usaha Ibu Hj. Warti dan 37% pada usaha Bapak Dedy. Pendapatan tenaga kerja lebih besar pada usaha Bapak Dedy karena upah yang diberikan kepada tenaga kerja lebih besar. Keuntungan merupakan hasil pengurangan nilai tambah dan pendapatan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh usaha bulu basah Ibu Hj. Warti dan usaha bulu kering Bapak Dedy masing-masing Rp338,89/kg dan Rp322,50/kg. Meskipun nilai tambah dari usaha bulu basah lebih kecil dibandingkan bulu kering, keuntungan usaha ini bernilai lebih besar. Hal ini karena bagian pendapatan tenaga kerja yang lebih kecil pada usaha ini. Apabila dibandingkan dengan nilai keluaran, tingkat keuntungan yang didapatkan oleh kedua usaha ini masing-masing 68% untuk usaha bulu basah Ibu Hj. Warti dan 54% untuk usaha bulu kering Bapak Dedy. Balas Jasa dari Pemilik Faktor Produksi Laba merupakan selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima pemilik usaha. Dengan kata lain, laba merupakan selisih harga masukan dengan harga keluaran. Nilai laba yang didapatkan oleh usaha bulu basah Ibu Hj. Warti dan usaha bulu kering Bapak Dedy sama dengan harga jual produk karena harga masukan bahan baku bernilai nol rupiah. Persentase pendapatan tenaga kerja, sumbangan masukan lain, serta keuntungan dari nilai laba dapat diamati. Persentase pendapatan tenaga kerja pada usaha bulu basah Ibu Hj. Warti bernilai 9% dan nilai ini lebih kecil dibandingkan usaha bulu kering Bapak Dedy yaitu 31%. Persentase sumbangan masukan lain pada usaha bulu basah Ibu Hj. Warti bernilai 26% dan nilai ini lebih besar dibandingkan usaha bulu kering Bapak Dedy yaitu 19%. Meskipun demikian, keuntungan yang diperoleh usaha bulu basah Ibu Hj. Warti lebih besar dibandingkan usaha bulu kering Bapak Dedy, masingmasing sebesar 68% dan 31%.
18
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Limbah cair yang dihasilkan dari unit usaha TPnA di wilayah Bogor berupa darah, isi jeroan, dan feses, yang sebagian besar terbawa dalam air bekas pemrosesan, dimanfaatkan sebagai pakan ikan meskipun ada juga yang dibuang ke tangki septik atau langsung ke perairan umum. Limbah padat berupa bulu, sekum, dan bangkai ayam dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan dan ayam baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara ekonomik limbah bulu dapat berupa bulu basah dan bulu kering. Nilai tambah yang dihasilkan dari penanganan bulu kering lebih tinggi karena nilai guna bulu kering lebih tinggi daripada bulu basah.
Saran Penelitian lanjutan yang merupakan saran dari hasil penelitian ini, diantaranya: a) penelitian mengenai analisis nilai tambah ekonomik pada pelaku usaha lanjutan dari usaha pengumpul bulu (pelaku usaha pembuat tepung bulu, pelaku usaha pembuat pakan ayam) dapat dilakukan untuk mengetahui pergerakan ekonomi pemanfaatan bulu dari hulu hingga hilir, b) melakukan penelitian serupa pada usaha pemotongan ayam skala kecil di wilayah lain untuk mengetahui adanya pemanfaatan limbah lain yang menghasilkan nilai tambah ekonomi, seperti bangkai ayam, sekum, dan darah di wilayah lain, c) penelitian untuk melacak keberadaan patogen di limbah asal TPnA dan sifat tahan tidaknya terhadap antibiotika yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan hewan, kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan di sekitar TPnA.
DAFTAR PUSTAKA Abubakar. 2008. Standardisasi rumah potong ayam (RPA) “tradisional” dan penerapan sistem HACCP dalam proses pemotongan ayam di Indonesia. [internet]. [Jakarta 25 November 2008]. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. hlm 1-13; [diunduh 2016 Sept 24]. Tersedia pada: http://lib.bsn.go.id/index.php?/mjlh_artikel/majalah/detail_simple/552. Adiati U, Puastuti W, Mathius IW. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 14(1):39–44. Adinugraha Y. 2008. Sikap pengusaha terhadap rencana retempat tempat pemotongan ayam: kasus pengusaha pemotong ayam Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
19 Alfisyahrin RR, Azizah S, Nugroho E. 2016. Analisis respon stakeholders terhadap program pemberdayaan masyarakat home industry pengolahan ceker dan bulu ayam di Kelurahan Kampung Mandar Banyuwangi. JIIP. 25(2):62–70. Astawan M. 2009. Jeroan: makanan atau sampah? [internet]. [diunduh 15 Juli 2016]. Tersedia pada: http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C497. Bantani AT. 2004. Analisis struktur biaya dan pendapatan usaha pemotongan ayam tradisional di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bharathy N, Sakthivadivu R, Sivakumar K, Saravanakumar VR. 2012. Disposal and utilization of broiler slaughter waste by composting. Vet World. 5(6):359-361. Erlita DC. 2011. Pengelolaan limbah pemotongan ayam dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural marketing and processing in Upland Java: a perspective from a Sunda Village. Bogor (ID): CGPRT Centre. Indrawasih H. 2008. Analisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di Pasar Tradisional Kota Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jayathilakan K, Sultana K, Radhakrishna K, Bawa AS. 2012. Utilization of byproducts and waste materials from meat, poultry and fish processing industries: a review. J Food Sci Technol. 49(3):278–293. Joshi SD, Tejashwini MM, Revati N, Sridevi R, Roma D. Isolation, identification, and characterization of a feather degrading bacterium. Int J Poult Sci. 6(9):689-693. [Kemenkeu] Kementrian Keuangan RI. 2012. Kajian nilai tambah produk pertanian [internet]. [diunduh 20 Oktober 2015]. Tersedia pada: http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/kajian-nilai-tambah-produk-pertanian. Khairuman, Sihombing T, Amri K. 2009. Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Kiepper BH, Merka WC, Fletcher DL. 2008. Proximate composition of poultry processing wastewater particulate matter from broiler slaughter plants. Poult Sci. 87:1633–1636. Kurtini T, Nova K, Septinova D. 2014. Buku Ajar Produksi Ternak Unggas. Lampung (ID): Anugrah Utama Raharja. Muladno, Sjaf S, Arifin AY, Iswandari. 2008. Struktur Usaha Broiler di Indonesia. Jakarta (ID): Permata Wacana Lestari. Mulia DS, Yuliningsih RT, Maryanto H, Purbomartono C. 2016. Pemanfaatan limbah bulu ayam menjadi bahan pakan ikan dengan fermentasi Bacillus subtilis. JML. 23(1):49-57. Murtidjo BA. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta (ID): Kanisius. Nandiyanto ABD. 2008. Catatan kecil mengenai pengolahan limbah dengan menggunakan sinar matahari. IO. 12(20):17–20. Ockerman HW, Hansen CL. 2000. Animal By-Product Processing & Utilization. Boca Raton (US): CRC Press.
20 Priyatno AM. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. San Diego (US): Academic Press. Rahayu I, Sudaryani T, Santosa H. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Depok (ID): Penebar Swadaya. Rejab SBM, Zessin KH, Fries R, Patchanee P. 2012. Comparison of Campylobacter contamination levels on chicken carcasses between modern and traditional types of slaughtering facilities in Malaysia. J Vet Med Sci. 74(1):121–124. Sams AR. 2001. Poultry Meat Processing. Boca Raton (US): Taylor & Francis. Singgih ML, Kariana M. 2008. Perancangan teknologi tepat guna untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan pendapatan rumah pemotongan ayam [internet]. [Surabaya 2 Agustus 2008]. Surabaya (ID): Program Studi MMT-ITS. hlm 651-659; [diunduh 2015 Okt 19]. Tersedia pada: http://mmt.its.ac.id/download/SEMNAS/SEMNAS%20VIII/MI/19% 20Prosiding%20Moses-Mera-Ok-print.pdf. Suriastini PC. 2014. Kajian analisis risiko keberadaan tempat pemotongan ayam di Wilayah Pondok Rumput Bogor terhadap penyebaran penyakit Avian Influenza [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Susenas] Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2016. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa bahan makanan di Indonesia [internet]. [diunduh 8 Juni 2016]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/indikator/tabel-4-popprod-nak.pdf. Suyanto SR. 2004. Budidaya Ikan Lele. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. [USDA] United States Departement of Agriculture Food Safety and Inspection Service. 2008. Giblets and food safety [internet]. [diunduh 15 Juli 2016]. Tersedia pada: http://www.fsis.usda.gov/wps/wcm/connect/8c532492e9a6-43c7-abff-d5a00cb3f642/Giblets_and_Food_Safety.pdf. Voslarova EB, Janackova L, Rubesova A, Kozak I, Bedanova L, Steinhauser V, Vecerek. Mortality rates in poultry species and categories during transport for slaughter. Acta Vet Brno. 76:101-108. Widya N, Budiarsa WS, Mahendra MS. 2008. Studi pengaruh air limbah pemotongan hewan dan unggas terhadap kualitas air Sungai Subak Pakel I di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Ecotrophic. 3(2):55-60. Williams CM. 2007. Poultry waste management in developing countries [internet]. [diunduh 14 September 2015]. Tersedia pada: http://www.fao.org/docrep/013/al715e/al715e00.pdf. Wiradisastra AF. 2008. Analisis nilai tambah pemasaran ayam broiler: kasus pedagang pemotong di Pasar Baru Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wulandari S. 2008. Analisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di wilayah Jakarta Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zerdani I, Faid M, Malki A. 2004. Feather wastes digestion by new isolated strains Bacillus sp. in Morocco. Afr J Biotechnol. 3(1):67-70.
21
LAMPIRAN
22 Lampiran 1 Kuesioner untuk Pelaku Usaha TPnA Nama TPnA : ............................ Alamat : ............................ Narasumber : ............................ Gambaran Umum Unit usaha TPnA 1. Apakah unit usaha TPnA telah memiliki Nomor Kontrol Veteriner? Ya Lainnya, ............... Tidak 2. Berapa kapasitas pemotongan ayam perhari? 500–750 ekor, ....... 1251–1500 ekor, ..... >2000 ekor, ......... 1501–1750 ekor, ..... Lainnya, ............... 751–1000 ekor, ..... 1001–1250 ekor, ... 1751–2000 ekor, ..... 3. Apa sajakah ras ayam yang dipotong di TPnA? Broiler Ayam kampung Layer afkir Lainnya, ............... 4. Dari manakah asal ayam yang dipotong di TPnA? Kota Bogor Jadetabek Kabupaten Bogor Luar Jabodetabek, ............... 5. Berapa tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha TPnA ini? <10, ................... 31–40, ............... 41–50, ............... 11–20, ............... 21–30, ............... >50, ................... Bangunan TPnA 6. Apakah tempat TPnA jauh dari permukiman warga? Ya Lainnya, ............... Tidak 7. Apakah area yang dipakai untuk unit usaha TPnA terpisah dari bangunan induk? Ya Lainnya, ............... Tidak 8. Apakah terdapat pemisahan antara ruang kotor dan ruang bersih? Ya Lainnya, ............... Tidak 9. Dari mana sumber air untuk unit usaha TPnA? Air sumur Air sungai Air PAM Lainnya, ...............
23 Proses Pemotongan Ayam dalam TPnA 10. Bagaimana proses pemotongan ayam di unit usaha TPnA? Menggunakan mesin (sistem rel) Menggunakan semi mesin Manual Lainnya, ............... 11. Apakah sudah ada sertifikasi halal bagi juru sembelih ayam di TPnA? Ya Lainnya, ............... Tidak 12. Apakah ada alat penggantung untuk proses pemotongan? Ya Lainnya, ............... Tidak 13. Apakah ada tempat khusus untuk perebusan dan pelepasan bulu? Ya Lainnya, ............... Tidak 14. Apakah ada tempat khusus untuk penanganan karkas? Ya Lainnya, ............... Tidak Hasil Samping dan Limbah 15. Apa sajakah yang termasuk hasil samping dari unit usaha TPnA? Darah Air bekas pemrosesan Kulit Kepala Isi jeroan Sekum Feses Ceker Hati dan ampela Usus Bulu Lainnya, ........... Ayam bangkai Jantung 16. Apa sajakah yang termasuk limbah padat dari unit usaha TPnA? Darah Air bekas pemrosesan Kulit Isi jeroan Sekum Kepala Feses Ceker Hati dan ampela Usus Bulu Lainnya, ........... Ayam bangkai Jantung 17. Apa sajakah yang termasuk limbah cair dari unit usaha TPnA? Darah Air bekas pemrosesan Kulit Isi jeroan Sekum Kepala Feses Ceker Hati dan ampela Usus Bulu Lainnya, ........... Ayam bangkai Jantung
24 18. Apakah terdapat saluran pembuangan khusus untuk limbah cair yang tidak termanfaatkan? Ya Lainnya, ............... Tidak (langsung ke pertanyaan nomor 20) 19. Ke manakah tujuan akhir saluran pembuangan tersebut? Langsung ke sungai, nama sungai ............... Instalasi pengolahan air limbah Lainnya, ....................................................... 20. Apakah terdapat pemisahan antara saluran pembuangan darah dan limbah cair lainnya? Ya Lainnya, ............... Tidak 21. Apa sajakah yang dilakukan terhadap: 21.1 Darah Dibuang, di ................ .... Dijual bersama karkas Dijual, ke ....................... Lainnya, ..................... harga .................. jumlah ................ 21.2 Isi jeroan Dibuang, di .................... Dijual bersama karkas Dijual, ke ....................... Lainnya, ..................... harga .................. jumlah ................ 21.3 Feses Dibuang, di .................... Dijual bersama karkas Dijual, ke ....................... Lainnya, ..................... harga .................. jumlah ................ 21.4 Usus Dibuang, di .................... Dijual bersama karkas Dijual, ke ....................... Lainnya, ..................... harga .................. jumlah ................ 21.5 Air bekas pemrosesan Dibuang, di .................... Dijual bersama karkas Dijual, ke ....................... Lainnya, ..................... harga .................. jumlah ................
25 21.6 Sekum Dibuang, di .................... Dijual, ke ....................... harga .................. jumlah ................ 21.7 Ceker Dibuang, di .................... Dijual, ke ....................... harga .................. jumlah ................ 21.8 Bulu Dibuang, di ..................... Dijual, ke ........................ harga ................... jumlah ................. 21.9 Jantung Dibuang, di ..................... Dijual, ke ........................ harga ................... jumlah ................. 21.10 Kepala Dibuang, di ..................... Dijual, ke ........................ harga ................... jumlah ................. 21.11 Hati dan ampela Dibuang, di ..................... Dijual, ke ........................ harga ................... jumlah ................. 21.12 Bangkai ayam Dibuang, di ..................... Dijual, ke ........................ harga ................... jumlah .................
Dijual bersama karkas Lainnya, .....................
Dijual bersama karkas Lainnya, .....................
Dijual bersama karkas Lainnya, .....................
Dijual bersama karkas Lainnya, .....................
Dijual bersama karkas Lainnya, .....................
Dijual bersama karkas Lainnya, .....................
Lainnya, .....................
26 Lampiran 2 Kuesioner untuk Pelaku Usaha Pengolah Limbah dari Unit usaha TPnA Nama usaha : ............................. Alamat : ............................. Narasumber : ............................. 1.
2.
3.
4. 5. 6.
7.
Limbah apakah yang diterima dari TPnA untuk diolah? Darah Air bekas pemrosesan Kulit Isi jeroan Sekum Kepala Feses Ceker Hati dan ampela Usus Bulu Lainnya, ........... Ayam bangkai Jantung Apa alat pengangkutan yang digunakan untuk mengangkut limbah dari TPnA? Motor Mobil bak terbuka Truk Mobil Angkutan umum Lainnya, .............. Berapa biaya pengangkutan yang dikeluarkan?
Rp300.000,00, .................................. Ke mana limbah TPnA dari pelaku usaha ini dipasarkan? ………..………..………..………..………..………..………..…… (sebutkan) Produk akhir apa yang dihasilkan dari usaha ini? ………..………..………..………..………..………..………..…… (sebutkan) Apakah terdapat tenaga kerja dalam usaha ini? Ya Lainnya, ............... Tidak Berapa orang tenaga kerja yang terlibat pada usaha ini? <10, ................... 31–40, ............... Lainnya, .............. 11–20, ............... 41–50, ............... 21–30, ............... >50, ...................
27 8.
Berapa rata-rata upah tenaga kerja per orang setiap bulan? < Rp250.000,00, .................................... Rp250.100,00–Rp500.000,00, ............... Rp500.100,00–Rp750.000,00, ............... Rp750.100,00–Rp1.000.000,00, ............ Rp1.000.100,00–Rp1.500.000,00, ......... >Rp1.500.100,00, .................................. 9. Berapa biaya operasional listrik yang dikeluarkan oleh usaha ini setiap bulan? < Rp50.000,00, ..................................... Rp50.100,00–Rp250.000,00, ................ Rp250.100,00–Rp500.000,00, .............. Rp500.100,00–Rp750.000,00, .............. Rp750.100,00–Rp1.000.000,00, ........... >Rp1.000.000,00, ................................. 10. Berapa biaya operasional air yang dikeluarkan oleh usaha ini setiap bulan? < Rp50.000,00, ..................................... Rp50.100,00–Rp250.000,00, ................ Rp250.100,00–Rp500.000,00, .............. Rp500.100,00–Rp750.000,00, .............. Rp750.100,00–Rp1.000.000,00, ........... >Rp1.000.000,00, ................................. 11. Berapa biaya operasional retribusi/sewa tempat yang dikeluarkan oleh usaha ini setiap bulan? < Rp50.000,00, ..................................... Rp50.100,00–Rp250.000,00, ............... Rp250.100,00–Rp500.000,00, ............. Rp500.100,00–Rp750.000,00, ............. Rp750.100,00–Rp1.000.000,00, .......... >Rp1.000.000,00, ................................. 12. Berapa biaya operasional lain yang dikeluarkan oleh usaha ini setiap bulan? < Rp50.000,00, ..................................... Rp50.100,00–Rp250.000,00, ................ Rp250.100,00–Rp500.000,00, .............. Rp500.100,00–Rp750.000,00, .............. Rp750.100,00–Rp1.000.000,00, ........... >Rp1.000.000,00, ................................. 13. Berapa unit produk yang dihasilkan oleh usaha ini setiap hari? .......................................................................................... (sebutkan) 14. Berapa harga jual produk per unit? .......................................................................................... (sebutkan)
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan pada 11 Maret 1994. Penulis merupakan anak sulung dari Bapak Eddy Suseno dan Ibu Ani Trimaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Magetan pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Undangan di Program Studi Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama melaksanakan studi, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Medis I pada tahun ajaran 2015/2016. Penulis aktif mengikuti Himpunan Mahasiswa Profesi Ornithologi dan Unggas dan pernah menjadi Ketua Divisi Pendidikan pada tahun ajaran 2014/2015. Kegiatan magang pernah penulis lakukan pada Januari 2014 di RPH Kota Malang dan pada Januari 2015 di Mensana Farm, Sukabumi. Penulis juga pernah berkontribusi dalam kegiatan pengabdian masyarakat IPB Goes to Field di Kabupaten Tangerang, Banten, pada Agustus 2015. Penulis pernah menjadi peserta kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa Penelitan (PKM-P) yang didanai oleh DIKTI dengan judul “Formulasi Salep Berbasis Duri Landak Sebagai Obat Persembuhan Luka Tanpa Jaringan Parut” pada tahun 2014 dan “Penerapan Enrichment yang Sesuai dengan Prinsip Kesejahteraan Hewan untuk Meningkatkan Status Kesehatan dan Produktivitas Ayam Petelur” pada tahun 2015. Penulis juga pernah memaparkan presentasi ilmiah berjudul “An Acceleration of Wound Healing with The Extract of Porcupine Quill: An Animal Model” pada The 13th International Conference on Veterinary Sciences (ICVS) di Bangkok, November 2015.