ANALISIS MASALAH DALAM METODOLOGI PENELITIAN Yusuf Djapar Dosen Universitas Negeri Gorontalo Abstraction Qualititave research as a research procedure that resulted in a data description form is written words of people and behaviuor that can be observed. Formulating the research problem this form is along with descriptive questions to find the answer. Limiting problem is the effort to set limits with clear problems, which allows researches to identify factors which are included in the scape of the problem, and the factors which do not goal to obtain a qualitative is to understand the quality through the process of inductive thinking. Testing results of qualitative research are in the form of descriptive and narrative. Quantitative research is to result the testing theory and a set of construct proportion, determine the relationship between variables, to predict and explain phenomena. Prophesise theory is a set consisting of a construct. Theory also says about the relationship between a set of variables. Theory explains how to describe the phenomena with which the variables are interconnetcted and how significant contribution of each variable. The problem is the effort to declare explicitly the questions what to look for the answer. Goal of this research is to test the theory through the process of deductive thinking. Techniques of collecting data using instruments based on the formula construct/generalize the theory of birth dimensions, indicators, or aspects of the measured. Dimensional formulation/quantitative indicators of research is reviewed to 2 or more concepts/framework/phrase. Each concept formulated into 2 or more questions/statements related to the variables examined. Formulation of the theory thet emphasizes the 2 or more aspects of the measured variables related to the answers can be examined using the attitude scale. Its examination is in the form of a description of the figures. Key Words: qualitative, quantitative, and research
A. Konsep Dasar Penelitian Kualitatif Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 98
Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut, Kir dan Miller (1986:9) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Selanjutnya, pengkajian definisi inkuiri alamiah telah diadakan terlebih dahulu oleh Willem dan Rausch (1969), kemudian hasil mereka diulas lagi oleh Guba (lihat terjemahan Sutan Zanti Arbi, 1987, 11-17), dan akhirnya disimpulkan atas dasar ulasan tersebut beberapa hal sebagai berikut: 1. Inkuiri naturalistik selalu adalah suatu taraf; 2. Taraf sejauh mana tingkatan pengkajian adalah naturalistik merupakan fungsi sesuatu yang dilakukan oleh peneliti; 3. Yang dilakukan peneliti berkaitan dengan stimulus variabel-bebas atau kondisi yang merupakan dimensi penting sekali; 4. Dimensi penting lainnya ialah apa yang dilakukan oleh peneliti dalam membatasi rentangan respons dari keluasan subyek; 5. Inkuiri naturalistik tidak mewajibkan peneliti agar terlebih dahulu membentuk konsep-konsep atau teori-teori tertentu mengenai lapangan perhatiannya; sebaiknya ia dapat mendekati lapangan perhatiannya dengan pikiran yang murni; 6. Istilah naturalistik merupakan istilah yang memodifikasi penelitian atau metode, tetapi tidak memodifikasi gejala-gejala. B. Konsep Dasar Penelitian Kuantitatif 1. Dilihat dari segi Penyelidikan Ilmiah dan Definisi Penelitian Tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah untuk menghasilkan dan menguji teori. Teori adalah sekumpulan konstrak dan proporsi yang sedang berhubungan yang menetukan hubungan antara variabel untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (Kerlinger, 1986). Berdasarkan pengertian tersebut, teori merupakan sekumpulan prosisi yang terdiri atas konstrak tertentu. Selanjutnya, teori dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena dengan cara menjelaskan variabel mana yang saling berhubungan dan bagaimana hubungannya. Dengan penjelasan tersebut kita dapat memprediksi suatu variabel yang lain sehingga memberikan kemungkinan untuk melakukan control. Agar berguna untuk mengembangkan pengetahuan yang ilmiah, teori harus memnuhi beberapa syarat (McMillan dan Schumacher, 1989) mengemukakan: 1) Teori yang harus memberikan penjelasan sederhana tentang hubunganhubungan yang teramati dan berelevan dengan masalah khusus; 99
2) Teori harus konsisten dengan hubungan-hubungan yang teramati dan pengetahuan yang telah mapan; 3) Teori masih dianggap sebagai penjelasan sementara dan harus memberikan cara dan peluang untuk pengujian dan revisi; 4) Teori harus memberikan stimulasi untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang yang diperlukan. Pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian didasarkan pada fakta yang reliabel dan valid (Gagne dan Drin Coll, 1988). Fakta dikatakan reliabel bila fakta yang sama dapat diamati berulang kali dalam kondisi yang sama atau konsisten. Pengetahuan dikatakan valid bila dapat diberlakukan terhadap berbagai situasi bukan hanya terjadi pada situasi khusus yang diamati. Istilah “ilmu pengetahuan” (science) mengacu pada pengetahuan yang telah diperoleh dengan cara-cara ilmiah. Sedangkan istilah “ilmiah” mengacu pada pendekatan untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang diakui dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.
2. Dilihat dari Segi Ciri Penelitian Kependidikan Penelitian di bidang pendidikan, sebagaimana di bidang lain, didukung (James H. McMillan dan Sally Schumacher: 1989), mengemukakan tujuh cirri utama yaitu: obyektif, tepat, verifikatif, menjelaskan, empiris, logis, dan probabilitas. 3. Dilihat dari Segi Model Proses Penelitian Kependidikan Proses penelitian kependidikan mempunyai beberapa tahapan: 1) Penentuan masalah secara umum (memilih topik penelitian yang masih bersifat umum). 2) Ulasan keputusan (memahami penelitian yang telah dilakukan dalam bidang yang sama). 3) Penetuan fokus masalah (nyatakan masalah secara formal berupa pernyataan, pernyataan atau hipotesis dan definisi operasional). 4) Penentuan Desain dan Metode (pilih satu atau lebih metode eksperimen, observasional, atau menggunakan sumber yang tersedia). 5) Analisis Hasil (susun informasi secara sistematis dan tafsirkan penemuan hipotesis, diterima, ditolak, dimodifikasi). 6) Penarikan Kesimpulan (tulis dan bahas manfaat penemuan dan hubungan dengan teori dan penelitian terdahulu). C. Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif Guba dan Lincoln (1981:62-82) menyajikan uraian yang cukup panjang dan mempertentangkan perbedaan paradigma kedua penelitian ini. Untuk penelitian kaulitatif digunakan istilah scientif paradigma (paradigma ilmiah, 100
penulis), sedangkan penelitian kualitatif dinamakan naturalistic inquiry (inkuiri alamiah). Perbedaan antara kuantitatif dan kualitatif pada dasarnya mengacu pada dua hal (McMillan dan Schumacher, 1989), yang pertama mengacu pada sifat pengetahuan, bagaimana orang memahami kenyataan dan tujuan akhir penelitian. Kedua mengacu pada metode bagaimana data dikumpulkan dan dianalisis. Menurut Roberts (1982), perbedaan ini berakar pada pandangan metafisis dalam istilah Stephen C. Pepper (1942) disebut World hypothesis, yang berbeda. Pernelitian kuantitatif didasarkan pada pandangan formisme dan mekanisme, sedangkan penelitian kualitatif didasarkan pada pandangan kontekstualisme dan organisme. Pandangan metafisis ini merupakan alat dasar penalaran konseptual yang memberikan perbandingan dalam pembentukan pengetahuan. 1. Perumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif Perumusan masalah pada bagian ini akan membahas secara berturut-turut pembatasan masalah studi melalui fokus model perumusan masalah, analisis perumusan masalah, diakhiri dengan prinsip-prinsip perumusan masalah. 1) Pembatasan Masalah Studi Melalui Fakus Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan “fokus”. Pada dasarnya penentuan masalah menurut Lincoln dan Guba (1985:226) bergantung pada paradigma apakah yang dianut oleh seorang peneliti kebijakan. Dengan demikian maka ada 3 macam masalah, yaitu (a) “masalah” untuk peneliti, (b) “evaluasi” untuk evaluator, dan (c) “pilihan kebijaksanaan” untuk peneliti kebijaksanaan. Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan dan jelas berbeda dengan tujuan. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan (Guba, 1978:44; Lincoln 1981:88). Faktor yang berhubungan tersebut mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. Ada dua maksud peneliti menetapkan fakus, (a) penetapan fokus dapat membatasi studi (membatasi bidang inkuiri). Misalnya jika kita membatasi diri pada upaya menemukan teori dari dasar, maka lapangan penelitian tidak akan kita manfaatkan lagi, (b) Penetapan Fokus berfungsi untuk memenuhi criteria inklusi-eksklusi atau memasukkan-mengeluarkan. Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus, seorang peneliti tahu persis data mana yang perlu dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dimasukkan ke dalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan. Jadi dengan menetapkan fokus yang jelas dan mantap seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang akan dikumpulkan dan data mana yang akan dibuang. Contoh: Joseph A. Kotarba mengadakan penelitian dengan judul “Discovery Amorphus Social Experience: The Case of Chronic Pain”. Pada mulanya tujuan penelitiannya untuk memahami secara tuntas pengalaman sakit total, termasuk cara-cara yang mempengaruhi hubungan dengan keluarga dan 101
2)
3) a.
b.
pekerjaan serta cara-cara digunakan untuk mencari pertolongan dari orang awam dan dari orang profesional. Karena tidak pasti tentang parameter yang mempertajam populasi tentang sakitnya orang-orang secara kronis, ia mengubah fokus penelitiannya menjadi “Bermacam Pengalaman dalam Seluruh Cara Hidup dan Seluruh Unsur Komunitas” (Joseph A. Kotarba dalam Shaffir, STebbins, dan Turowertz, 1980:57-58) atau bersifat tentative artinya penyempurnaan rumusan fokus atau masalah masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian. Model Perumusan Masalah Contoh: Penelitian yang dilakukan oleh Gary Alan Fine berjudul “Cracking Diamonds: Observer Role in Little League Baseball Setting and the Aquistion of School Competence” dalam Shaffir, Stebbins, dan Turowetz, 1980:118) Penelitian tentang kelakuan anak-anak fokus penelitian ini, menyajikan isu menarik. Kenyataan biologis pokok bahwa semua orang dewasa pernah menjadi kanak-kanak. Kultur kanak-kanak bervariasi sepanjang waktu, melalui ruang, melalui perbedaan demografis dan lingkungan, kultur kanakkanak tetap cenderung konservatif, dan isi kulturnya berubah berdikit-dikit (Newall, 1963; Opic, 1959). Jadi seseorang mungkin mengira bahwa orang dewasa secara senang hati tidak menyadari apa yang telah berlalu dalam kenyataan masyarakat praadolelensi sebagai kenyataan yang penuh rahasia. Apa yang mulanya diutamakan kemudian dibuang sebagai kekanak-kanakan dan bukan sebagai kegunaan praktis untuk melaksanakan tugas-tugas “orang dewasa”. Proses peneliti memperoleh kemampuan untuk berurusan dengan anak-anak berkaitan dengan perasaan yang diterima. Seperti yang dikemukakan di atas, pernyataan ini dapat ditetapkan pada seluruh lingkungan pengamatan berperanserta walaupun kita akan memfokuskan diri hanya pada hubungan antara kemampuan sosial dan peranan di dalam masyarakat kanak-kanak dan akan menggunakan contoh ini untuk memahami bagaimana cara peneliti mempelajari kaitan-kaitan dalam situasi yang sedikit dikenal. Contoh 2: Penelitian Zajano (Maleong hal. 69) Contoh 3: Nancy Chism (Maleong hal. 69-70) Analisis Perumusan Masalah Kriteria Analisis; (a) apakah rumusan masalah berhubungan dua atau lebih faktor, (b) apakah rumusan masalah dipisahkan dari tujuan penelitian, (c) apakah uraiannya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian, (d) apakah uraian masalah memenuhi inklusi-ekslusi, (e) apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit dan berkaitan dengan masalah penelitian? (f) apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah fokus secara eksplisit atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah? Kajian dan Temuan 102
2. 1) 2)
3)
4)
5)
6)
Kajian dan temuan ini didasarkan pada contoh Model Perumusan Masalah yang dilakukan oleh Gary Alan Fine (contoh 1 hal ) dan contoh no. 2, 3 pada hal , dari patokan contoh tersebut terdapat hubungan antara atau dua lebih faktor. Dapat dikatakan bahwa rumusan masalah itu telah memenuhi definisi fokus atau masalah. Untuk contoh no. 1, penyajiannya secara diskusi. Contoh no. 6, 7 penyajiannya secara proposional. Contoh no. 7 pula secara tegas menyatakan adanya pembatasan studi atau menyatakan secara eksplisit fokusnya. Prinsip Perumusan Masalah Prinsip yang berkaitan dengan teori dari dasar-dasar yakni menemukan teori dari dasar-dasar sebagai acuan utama. Prinsip berkaitan dengan maksud perumusan masalah yakni penyusunan teori substantif yakni teori yang berakar dari data usaha menemukan teori dapat menguji suatu teori yang berlaku. Penemuan dapat membawa peneliti menguji suatu teori yang berlaku. Masalah yang dirumuskan mungkin disempurnakan akan berfungsi sebagai patokan untuk keperluan mengadakan analisis data kemudian menjadi hipotesis kerja. Prinsip Hubungan Faktor Faktor dapat berupa konsep, peristiwa, pengalaman atau fenomena yang perlu dipertimbangkan peneliti merumuskan masalah yaitu: a. adanya dua atau lebih faktor b. faktor-faktor itu dihubungkan secara logis atau bermakna, c. hasil pekerjaan menghubungkan suatu keadaan yang membingungkan. Fokus sebagai wahana membatasi studi Fokus ini berkaitan dengan orientasi teori peneliti sendiri. Penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak mengharuskan peneliti menganut suatu orientasi tertentu. Pilihan subyektif peneliti dihormati dan dihargai dalam penelitian kualitatif. Demikian pula, apakah peneliti menganut paradigma ilmiah atau alamiah, terserah pada peneliti untuk menerapkannya. Prinsip yang berkaitan dengan Kriteria Inklusi-Eksklusi Perumusan fokus yang baik dilakukan sebelum ke lapangan dan mungkin disempurnakan pada awal kita terjun ke lapangan akan membatasi peneliti guna memilih mana data yang relevan dan mana pula yang tidak. Data yang relevan dianalisis sedangkan yang tidak relevan dengan masalah dikeluarkan. Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah Prinsip ini ada 3 yaitu: a. Secara diskusi, yakni disajikan secara deskriptif tanpa pertanyaan penelitian. b. Secara proposisional, yakni secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna; Dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian. 103
7)
8)
9)
3.
c. Secara gaungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian ditegaskan lagi dalam bentuk proposisional. Prinsip sehubungan dengan posisi perumusan masalah Unsur-unsur penelitan lainnya yang erat kaitannya dengan perumusan masalah adalah “latar belakang masalah”, “tujuan”, dan “metode penelitian”. Prinsip posisi menghendaki agar rumusan latar belakang penelitian didahulukan karena latar belakanglah yang memberikan ancang-ancang dan alasan diadakannya penelitian. Prinsip lainnya ialah hendaknya rumusan masalah disusun terlebih dahulu, baru tujuan penelitian. Tujuan penelitian pada dasarnya berusaha memecahkan dan menjawab pertanyaan pada masalah penelitian. Prinsip terakhir masalah dipisahkan dari metode penelitian. Prinsip yang berkaitan dengan hasil kajian kepustakaan Pada dasarnya perumusan masalah tidak dapat dipisahkan dari hasil kajian kepustakaan. Kajian kepustakaan mengarahkan serta membimbing peneliti untuk membentuk kategori substantif walaupun kategori substantif seharusnya bersumber dari data. Kajian kepustakaan merumuskan konstruk/generalisasi teori yang melahirkan rumusan dimensi dan indikator dikaji melahirkan butirbutir instrument sebagai panduan pengumpulan data. Prinsip yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Perumusan masalah mempertimbangkan ragam pembacanya atau disesuaikan dengan tingkat kemampuan pembacanya, tingkat keumumannya dengan para pembaca. Jika laporan penelitian ditujukan mengambil keputusan, hendaknya perumusannya menggunakan bahasa langsung yang tidak berbelit-belit dan yang mudah dipahami. Tahap Pralapangan 1) Menyusun rancangan penelitian; berisi (1) Latarbelakang masalah dan alasan pelaksanaan penelitian; (2) Kaitan kepustakaan yang menghasilkan pokok-pokok: (a) kesesuaian paradigma dengan fokus, (b) rumusan fokus/masalah penelitian, (c) hipotesis kerja, (d) kesesuaian paradigma dengan teori substantive yang mengarahkan inkuiri. (3) Pemilihan lapangan penelitian-penelitian, (4) Penentuan jadwal penelitian, (5) Pemilihan alat penelitian, (6) Rancangan pengumpulan data, (7) Rancangan prosedur analisis data, (8) Rancangan perlengkapan, (9) Rancangan pengecekan kebenaran data. 2) Memilih lapangan penelitian Pemilihan lapangan penelitian diarahkan oleh teori substantif yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis kerja walaupun masih tantatif sifatnya. Hipotesis kerja itu baru akan terumuskan secara tetap setelah dikonfirmasikan dengan data yang muncul ketika peneliti sudah tidak memasuki latar penelitian. Cara yang terbaik perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif; pergilah dan 104
3)
4)
5)
6) 7)
jejakilah lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang beada di lapangan. Mengurus perizinan Peneliti jangan mengabaikan izin meninggalkan tugas atau kegiatan kuliah yang perlu dimintakan dari atasan peneliti seperti Bapak Direktur, Ketua Program Studi, Rektor, Ketua Jurusan, Dekan Fakultas, Kepala Instansi Pemerintah Tingkat Daerah atau Pusat. Hal ini tergantung di kawasan atau tempat mana yang mejnadi latar/obyek penelitiannya. Selain mengetahui siapa yang berwewenang segi lain yang perlu diperhatikan/menjadi syarat yakni (1) surat tugas, (2) surat izin instansi atasan, (3) identitas diri seperti KTP, Foto, dan lain-lain, (4) jika perlu memperlihatkan kamera foto, tape recorder, video recorder, dan sebagainya, (5) peneliti perlu memaparkan maksud, tujuan, hasil penelitian, siapa-siapa yang arus dihubungi. Syarat lain yang perlu dimiliki oleh peneliti ialah syarat pribadi peneliti yaitu sikap terbuka, jujur, bersahabat, simpatik, dan empatik, obyektif dalam meghadapi konflik, berlaku adil, dan sikap-sikap positif lainnya. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan Penjajakan dan penilaian lapangan sudah akan terlaksana dengan baik apabila peneliti sudah membaca terlebih dahulu dari kepustakaan atau mengetahui melalui orang tentang situasi dan kondisi daerah tempat penelitian dilakukan. Kondisi yang dimaksud diketahui lebih dulu oleh peneliti seperti; gambaran umum tentang geografi, demografi, sejarah, tokoh-tokoh, adat-istiadat, konteks kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan, agama, pendidikan, mata pencaharian dan sebagainya. Dalam kaitan ini Kirk dan Miller (1986:59-70) merumuskan segi-segi yang perlu diketahui pada tahap “invensi” ini ke dalam tiga aspek, yaitu: a. Pemahaman atas petunjuk dan cara b. Memahami pandangan hidup c. Penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan tempat penelitian. Memilih dan memanfaatkan informasi Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim dengan kebaikannya memberikan pandangan tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Menyiapkan penelitian (sesuai kebutuhan dan kondisi) Persoalan etika penelitian Peneliti hendaknya mempersiapkan diri baik secara fisik, psikologis, maupun mental. Tentang fisik dan mental berkaitan dengan kemampuan menahan diri, menahan emosi, dan menahan perasaan terhadap hal-hal yang aneh, menggelikan, tidak termasuk akal dan sebagainya. 105
Beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam menghadapi persoalan etika yaitu: a. Sewaktu tiba dan berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian, beritahu secara jujur dan terbuka maksud dan tujuan kedatangan peneliti. b. Pandang dan hargailah orang-orang yang diteliti bukan sebagai “subyek” melainkan sebagai orang yang sama derajat dengan peneliti. c. Hargai, hormati dan patuhi semua peraturan norma, nilai masyarakat, kepercayaan, adat-istiadat, dan kebudayaan. d. Peganglah kerahasiaan berkenaan dengan informasi yang diberikan oleh subyek. e. Tulislah segala kejadian, peristiwa, cerita dan lain-lain secara jujur, benar, jangan ditambah-tambah ddan diberi bumbu, tetapi nyatakanlah sesuai aslinya. Memoles atau membedaki atau “memproses data dalam pabrik” ataupun “mengubah data” akan merupakan dosa terakhir bagi seorang ilmuwan (Bogdan dan Biklen, 1982:50). E Penelitian Kuantitatif 1. Pengajuan Masalah Tujuan penelitian ilmiah adalah untuk membedakan atau menghubungkan dua variabel yang didasarkan kepada kriteria pembeda atau penghubung yang berdasarkan konsepsi keilmuan. Penelitian ilmiah tidak membedakan atau menghubungkan dua variabel sekiranya di antara keduanya tidak terdapat konsepsi yang mendukungnya. Aturan main dari penelitian ilmiah adalah berpikir konsepsional. Konsepsi dalam menyusun kerangka berpikir hipotesis, penyusunan instrument pengukuran, penarikan kesimpulan pengujian hipotesis didasarkan kepada konsepsi keilmuan. Langkah pertama dalam suatu penelitian ilmiah adalah mengajukan masalah. Pada hakikatnya suatu masalah tidak pernah berdiri sendiri dan terisolasi dari faktor-faktor lainnya. Selalu terdapat konstelasi yang merupakan latarbelakang dari suatu masalah seperti diuraikan berikut ini. 1. Latar Belakang Secara operasional suatu gejala baru dapat dikategorikan sebagai masalah bila gejala tersebut berada dalam suatu situasi tertentu, dapatlah dibandingkan mobil macet di tengah jalan dengan mobil jalan terus (berada di tempat parkir). Suatu hal yang bersifat paradox, memang bila ditinjau secara sepintas lalu, bahwa pemecahan suatu masalah malah menimbulkan masalah yang baru pula. Misalnya pengembangan teknologi baru akan menimbulkan masalah mengenai tingkat efisiensi teknologi itu bila dibandingkan dengan efisiensi teknologi lama. 2. Identifikasi Masalah Sebuah mobil yang mogok di tengah jalan menimbulkan kemacetan lalulintas dengan cepat dapat kita kenali sebagai masalah. 106
Demikian juga dalam lingkup peningkatan pemerataan kesempatan menikmati pendidikan misalnya inovasi pendidikan menampakkan diri sebagai masalah. Mampukah pendidikan nonformal berperan sebagai bentuk alternatif bagi pendidikan formal? Mungkinkah pendidikan nonformal diterapkan dalam situasi sekarang? Apakah pendidikan nonformal tidak menurunkan mutu pendidikan? Prasyarat apakah yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan pendidikan nonformal secara optimal? 3. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan faktor mana saja termasuk ke dalam lingkup permasalahan, dan faktor mana yang tidak. Contoh: Mengadakan perbandingan antara pendidikan formal dan nonformal, maka ruang lingkup permasalahan harus dibatasi dengan mengemukakan serangkaian pertanyaan, seperti dari segi efisiensi, efektifitas, ekonomi, sosiologi, kultural atau proses belajar mengajar? 4. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya. Juga merupakan pertanyaan lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti berdasarkan identifikasi ini dilihat buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir, Skripsi, Tesis/Disertasi pada masing-masing Fakultas di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo dan perguruan tinggi lain seperti UNJ, Malang, Ujung Pandang, Bandung, dan Jogya. 5. Kegunaan Penelitian dapat berbentuk kegunaan teoretis yang berupa pengetahuan baru maupun kegunaan praktis berupa jawaban pemecahan masalah. 2. Penyusunan Kerangka Teoretis dan Pengajuan Hipotesis Membandingkan pendidikan formal dan nonformal tentang “Prestasi Belajar IPA di SD”. Dengan mempergunakan pengetahuan ilmiah yang relevan dengan permasalahan tersebut maka kita mulai melakukan analisis berupa pengkajian teoretis. 1) Pengkajian Teori Upaya pertama yang kita lakukan adalah mencoba mengkaji berdasarkan pengetahuan ilmiah mengenai karakteristik dari pendidikan formal dan nonformal seperti: Apakah yang disebut pendidikan formal dan nonformal itu? Bagaimana cara pendidikan dilakukan? Apakah prasarana dan sarana yang dipergunakan? Bagaimanakah caranya melakukan bimbingan? Teknik evaluasi apa yang dipergunakan? Upaya kedua adalah membedakan kraakteristik formal dan nonformal dengan PBM-nya: Apakah perbedaan yang bersifat karakteristik dalam proses belajar mengajar? Dan seterusnya (Buku Pedoman hal. 17) 107
2) Penyusunan Kerangka berpikir dalam Pengajuan Hipotesis Kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara tetapi merupakan bahan argumentasi dalam merumuskan hipotesis (jawaban sementara). Kriteria utama agar kerangka pemikiran meyakinkan sesama ilmuan adalah alur-alur pikiran yang logis yang membangun suatu kerangka berpikir membuahkan kesimpulan berupa hipotesis. Pada hakikatnya kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis didasarkan kepada argumentasi berpikir deduktif dengan mempergunakan pengetahuan ilmiah sebagai premis-premis dasarnya. Disusun secara sistematik, analitik dan selektif. 3. Metodologi Penelitian Metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode. Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh dalam mencapai suatu tujuan tertentu sedangkan teknik adalah cara yang spesifik dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemui dalam melaksanakan prosedur. Jadi sebuah metode penelitian mencakup beberapa teknik yang termasuk di dalamnya umpamanya teknik pengambilan contoh teknik penyusunan instrumen, teknik pengukuran, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data (lihat buku Pedoman Penulisan Tesis hal. 37-40) 4. Kesimpulan, Implikasi dan Saran Analisis dan kesimpulan yang dikemukakan dalam bab hasil penelitian dirangkum dalam bab kesimpulan, implikasi dan saran. Pengkajian dalam bab hasil penelitian bersifat atomistik dan analitik, artinya setiap variabel penelitian dikaji masing-masing dan sangat terinci. Sebaliknya kesimpulan, implikasi dan saran merupakan rangkuman yang bersifat sistematik dan sintetik dengan mencoba mengemukakan seluruh hasil penelitian sebagai suatu kesatuan yang utuh. 2) Kualitatif dalam Mengembangkan Ilmu di Bidang TQM (Total Quality Management) 1. Perkembangan Konsep Kualitas 1. Konsep tahap lingkungan global (Fitness to Global Enviromental Requirements) Konsep ini menghasilkan produk berkualitas yang melestarikan sumber daya alam yang langka sehingga terjaga dari kerusakan akibat penggunaan teknologi yang semakin canggih. Limbah produk tidak boleh merusak lingkungan (udara, tanah dan air/laut) dan kemasannya harus dapat didaur ulang sehingga tidak merusak tanah. Hal ini sudah dimulai tahun 1995 dalam rangka memenuhi persyaratan impor Uni Eropa. 2. Metode, Teknik dan Alat TQM Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas proses dan produk akhir, maka dipergunakan metode teknik dan alat/tools sebagai berikut: Langkah dan Alat/Tools QC/Quality Control Tujuan QC Steps Tujuan QC Tools - Memilih Tema dan Masalah - Check Sheet 108
- Mengumpulkan dan Analisa Data - Analisa Penyebab Masalah - Merencanakan dan Melaksanakan Perbaikan → Target - Evaluasi Hasil dan Effect - Mencegah terulang masalah, membuat Standarisasi - Menggarap Masalah berikutnya
- Pareto Diagram - Cause & Effect Diagram - Graphs/Stratification - Control Charts - Histogram - Scatter Diagram
Di Indonesia, tujuh QC Steps telah berkembang menjadi delapan langkah yang dikenal dengan Delapan Langkah dan Tujuh Alat (Delta) yaitu: - Menetukan Tema dan Judul - Mencari Penyebab - Menentukan Penyebab Dominant/Utama - Membuat Perencanaan Perbaikan dan Menentukan Target - Melaksanakan Rencana Perbaikan - Meneliti Hasil Perbaikan - Membuat Standar Baru - Membuat Rencana Selanjutnya Tujuh Management & Planning Tools - Affinity Diagram (KJ method-konsep Dr. Jirp Kawakita) - Relation Diagram - Matrix Diagram - Tree Diagram - Arrow Diagram - Process Decision Program Chart (PDPC) - Matrix Data Analysis Penggunaan metode, teknik dan alat di atas secara ringkas proses pengidentifikasiannya ada lima yakni: - Orientasi Kelemahan - Explorasi Masalah - Memilih Tema dengan hati-hati - Menyusun Tema dengan jelas - Penentuan judul Langkah selanjutnya langsung mencari penyebab yang mencakup: - Analisa Penyebab - Ringkasan Penyebab Langkah berikut lagi: - Menentukan penyebab dominan melalui rumusan hipotesis dan ujicoba hipotesis - Kesimpulan, untuk ditindaklanjuti rencana Perbaikan dan Target seperti pada Matriks berikut ini. 109
No Faktor WHY Penyebab Kenapa Dominan 1 2 3 1 2 3 4 dan sebagainya
What Apa
Where Dimana
When Bila
Who Siapa
4
5
6
7
How Cost Bagaimana Biaya 8
Why ialah alasan “Mengapa diperlukan perbaikan terhadap penyebab”. What ialah “Apa rencana perbaikan untuk mencapai kondisi di (3)”. Where ialah “Solusi yang tepat untuk melaksanakan perbaikan”. When ialah “Alokasi waktu yang diperkirakan untuk perbaikan”. Who ialah “Anggota tim yang melaksanakan perbaikan memperoleh data hasil perbaikan dan melaporkan kemajuan hasil perbaikan”. - How ialah “Metode untuk memperbaiki faktor penyebab utama (2)”. - Cost ialah “Perkiraan biaya yang diperlukan untuk perbaikan”. 2. Total Quality Management (TQM) 1) Pengertian Dasar, Total Quality adalah total philosophy, yakni suatu pradigma total tentang perbaikan kontinu dalam empat dimensi, yaitu: a. Pengembangan perorangan dan professional b. Hubungan inter-personal c. Efektivitas Organisasi d. Produktivitas Organisasi 2) Kualitas manajemen organisasi Pengertian kualitas manajemen suatu organisasi ialah: a. Bahwa semua pekerjaan adalah proses yang berkualitas, dan b. Apa yang diserahkan kepada konsumen merupakan hasil akhir dari seluruh operasi proses organisasi. Hal di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Ekologi kualitas seperti hutan maha sebuah perusahaan juga mempunyai ekologi yang unik. Apabila semua karyawan dan seluruh system tidak bekerja dengan sikap pola berpikir yang seragam untuk tujuan yang sama, maka seluruh keadaan organisasi akan mati. b) Bahasa kualitas. Suatu bahasa Falsafah kualitas yang harus diterima dan dipakai dalam setiap bagian organisasi-organisasi. Hal ini berarti penentuan definisi tentang kualitas, kualitas system yang menghasilkan kualitas standar kinerja. c) Sistem kualitas. Sistem ini mencegah timbul produk/konsep Quality Control ialah memperbaiki setelah produk/jasa diketahui. Analogi -
110
9
kesehatan ialah lebih baik melakukan pencegahan timbul penyakit daripada tindakan curative kemudian. d) Standar Kualitas. Proses Operasi harus berjalan benar sesuai standar kualitas yang telah disetujui agar hasil akhir menjadi produk tanpa caca/zero defects. e) Pengukuran Kualitas (sesuai batas spesifikasi kualitas yang telah ditentukan). f) Biaya Kualitas ada empat komponen, yaitu: - Biaya appraisal/penilaian sewaktu-waktu - Biaya pencegahan kerusakan - Biaya kegagalan internal - Biaya kegagalan eksternal 3. Falsafah Deming dalam TQM Dr. Deming dalam TQM (Total Quality Control) mengemukakan: - Ciptakan dan umumkan tujuan dan maksud strategi organisasi - Terapkan falsafah baru dalam organisasi - Hentikan ketergantungan pada inspeksi untuk mencapai kualitas - Hentikan bisnis berdasarkan harga semata, sebaliknya turunkan biaya produksi dengan perbaikan kualitas semua proses bisnis - Perbaiki terus-menerus setiap proses perencanaan, produksi dan jasa - Tentukan pendidikan. Latihan sebagai Strategi Jangka Panjang - Latih dan tanamkan kepemimpinan yang berkualitas - Hilangkan ketakutan, ciptakan kepercayaan dan iklim inovasi - Hapuskan semua slogan dan pemaksaan target untk tenaga kerja. - a) Hapuskan kuota numerik bagi tenaga kerja, dan b) Hapuskan sasaran numerik/MBO bagi manajemen. - Hapuskan kendala kebanggan keterampilan SDM - Terapkan sistem pendidikan dan perbaikan diri bagi setiap karyawan - Buat perencanaan dan tindakan untuk transpormasi budaya. 3) Kuantitatif dalam Mengembangkan Ilmu 1. Ilmu Bahasa (Linguistik) Uraian berikut ini tidaklah memaparkan mengembangkan ilmu metode kuantitatif secara menyeluruh atau mendalam. Penulis menguraikannya sekilas mungkin yang dapat memberikan gambaran singkat peran metode kuantitatif dalam ilmu bahasa (linguistik). Hal ini dapat dicontohkan pada beberapa istilah Peubah dan Kekerapan sebagai berikut ini. 1. Peubah dan Penggolongannya Pada hakikatnya, statistika berurusan dengan besaran peubah. Dalam kebanyakan penelitian yang bersifat kuantitatif, kita mengubah satu atau lebih kumpulan keadaan dan mengukur pengaruhnya terhadap satu atau lebih sifat yang kita perhatikan. 111
Setiap keadaan yang kita ubah-ubah itu disebut peubah bebas, sedangkan keadaan yang tanggapannya kita ukur disebut peubah terikat. Beberapa contoh pasangan yang diperlihatkan tertera dalam klasifikasi perbedaan peubah bebas dan peubah terikat. Kita dapat juga membedakan antara peubah malar dan peubah tan-malar (ijiran). Peubah malar ialah peubah capaian sembarang nilai dalam rentang yang diberikan; misalnya, panjang waktu yang diperlukan untuk mengucapkan sebuah kalimat adalah peubah nalar. Sebaliknya, peubah tidak nalar atau peubah ijiran ialah peubah yang hanya dapat mencapai beberapa nilai tertentu; misalnya, panjang kata mencapai beberapa nilai tertentu; contoh, panjang kata mungkin 1 huruf, 2 huruf, 3 huruf, 4 huruf, dan seterusnya, tetapi tidak mungkin 1,5 huruf, atau 2,61 huruf, atau 3,14159 huruf (meskipun, tentu saja, rataan panjang sejumlah kata merupakan peubah nalar, dan dapat bernilai 2,61). Salah satu segi penting selanjutnya dari penggolongan peubah berkaitan dengan taraf pengukuran, yang sesuai dengan peubah itu. Hal berhubungan dengan peubah tersebut dapatlah ditunjuk pada klasifikasi berikut ini. Peubah bebas Peubah terikat - Jenis metode mengajar - Skor pada ujian bahasa - Kerumitan kalimat - Cacah kalimat yang teringat dengan lengkap oleh jiwa - Kedudukan sosial - Persentase akhiran –ing yang diucapkan (in) oleh jiwa - Pokok bahasan karangan dalam - Panjang kalimat surat kabar Beberapa peubah benar-benar kualitatif. Pada peubah seperti pada klasifikasi peubah di atas dapat sama atau berbeda (peubah nomimal). Dan mengungkap tingkat kesopanan yang dikandung dalam kalimat disebut (peubah ordinal linguistik). Kebanyakan peubah yang diperhatikan dalam ilmu pengetahuan alam berjenis interval atau rasio, sedangkan peubah yang dijumpai dalam penelitian bahasa banyak yang berjenis nominal atau ordinal. Sangat penting bagi peneliti untuk mengetahui jenis peubah yang tertentu pula, seperti yang akan kita lihat dengan terperinci nanti. Taraf pengukuran peubah yang bersangkutan mempengaruhi pemilihan ukuran nilai yang umum dan ukuran keberagaman, dan juga pemilihan prosedur pengujian hipotesis untuk peubah interval dan peubah rasio dapat digunakan uji parametrik, akan tetapi untuk peubah nominal dan peubah ordinal, yang sesuai adalah uji tau-parametrik. Sementara itu, kita harus memperhatikan bahwa para peneliti gejala social dan linguistic lazimnya menggunakan taraf pengukuran yang tepatnya, lebih tinggi daripada yang dijamin oleh datanya. Alasan untuk tindakan ini, karena uji parametric yang hanya sesuai untuk data interval lebih besar kuat daripada uji tau-parametrik. 112
2. Sebaran kekerapan (untuk skor pada ujian bahasa) Tabel 1.1 Skor Kelompok A Kelompok B 5 │ 1 6 │ 1 7 ││ 2 8 ││ 2 9 │ 1 ││ 2 10 ││ 2 │ 1 11 ││ 2 │││ 3 12 ││ 2 ││││ 4 13 │││ 3 ││││ 4 14 ││││ 4 │││ 3 15 │││││ │ 6 ││ 2 16 │││ 3 ││ 2 17 ││││ 4 │ 1 18 │││ 3 │ 1 19 ││ 2 Sekarang marilah kita perhatikan apa yang terjadi apabila peubah itu dapat mencapai nilai dengan rentang yang lebih lebar. Data di dalam 1.2 menyatakan kekerapan kalimat dengan panjang (cacah kata) tertentu di dalam 100 kalimat pertama naskah The Bell karangan Iris Murdoch (edisi Penguin, 1962). Tabel 1.2 Panjang Kalimat Kekerapan Panjang Kalimat Kekerapan (cacah kata) (cacah kata) 3 1 23 4 4 24 2 5 1 25 4 6 2 26 7 2 27 1 8 8 28 3 9 3 29 3 10 3 30 2 11 5 31 1 12 3 32 2 13 3 33 2 14 8 34 1 113
15 7 35 16 3 36 2 17 4 37 1 18 1 38 1 19 6 39 20 4 40 1 21 2 41 22 3 42 1 Anggapan mana yang harus kita buat akan bergantung kepada apa yang hendak kita perbuat dengan data itu, seperti nampak pada tabel berikut ini.
Tabel 1.3 Data Kelompok Untuk Sebaran Panjang Kalimat Panjang Kalimat Kekerapan (cacah kata) 1–5 2 6 – 10 18 11 – 15 26 16 – 20 18 21 – 25 15 26 – 30 9 31 – 35 6 36 – 40 5 41 – 45 1 Gambaran yang lebih jelas lagi tentang sebaran kekerapan dapat diperoleh dengan mengubahnya menjadi histogram. Untuk data yang tidak terkelompokkan, kita hanya menyusun semua nilai yang dicapai oleh peubah pada sumbu mendatar, dan semua nilai kekerapan pada sumbu tegak, kemudian menggambarkan kotak atau batang pada setiap nilai yang dicapai oleh peubah itu. Data dari percobaan pengajaran bahasa rekaan kita itu disajikan dalam gambar sebagai histogram di dalam gambar 1.1. Jika kita berurusan dengan data terkelompok, lebar kotak dalam histogram itu berpadanan dengan selang kelas, seperti dalam gambar 1.2 yang menunjukkan sebaran panjang kalimat untuk data dari naskah The Bell. Sumbu mendatar itu ditandai dengan titik tengah semua sedang kelas. Untuk memperjelas perbedaan hasil skor ujian bahasa dapatlah dilihat pada gambar histogram berikut ini.
114
Gambar 1.4 a Histogram Skor Uji Bahasa Kelompok A Kekerapan 6 5 4 3 2 1 0
5
10
15
Gambar 1.4 b Histogram Skor Uji Bahasa Kelompok B Kekerapan 6 5 115
20
4 3 2 1 0
5
10
15
20
Histogram merupakan syarat penting dalam menyajikan data tinggi/rendah/besar/kecilnya pembuktian hasil analisis data. Grafik lain untuk sebaran kekerapan memiliki tanda yang jelas: harus memiliki judul, dan semua peubah yang relevan harus dinyatakan pada tiap-tiap sumbu, disertai dengan satuan pengukuran, dan pengolahan data. Lebih lanjut (mendalam) seperti mencari rerata, simpangan baku, uji kenormalan, dan penyimpulan. C. Kesimpulan 1. Penelitian kualitatif dalam pengembangan ilmu akan mendasari hal-hal sebagai berikut: a. Penelitian kualitatif memperlakukan pendekatan holistik yaitu memandang sesuatu untuk dianalisis, dikaji, dipahami, dinilai, dipecahkan, disimpulkan secara utuh berdasarkan hasil observasi, wawancara, angket serta pengamatan langsung di lapangan. b. Sistem penyusunan karya ilmiah metode kualitatif mengikuti pola atau kerangka masalah yang bermula dari studi Fokus. Analisis perumusan masalahnya berdasarkan kriteria, kajian dan temuan berdasarkan Fokus masalah. c. Sistem penyusunan karya ilmiah kualitatif memperhatikan prinsip-prinsip berkaitan dengan teori, fokus, konsep, peristiwa, inklusi-ekslusi, posisi, hasil; kajian kepustakaan dan prinsip berkaitan dengan penggunaan bahasa. d. Dalam kaitan pengembangan ilmu, maka penelitian kualitatif mempunyai arah paradigma dan karakteristik metodologi tersendiri. 2. Penelitian Kuantitatif dalam Pengembangan Ilmu mengacu pada hal-hal sebagai berikut: a. Teori merupakan sekumpulan istilah-istilah yang mendasari penulisan karya ilmiah seperti penemuan variabel, konseptual, operasional, kontruk, konten, sintesis, proposisi, dduktif, induktif, empiris, probabilistic, universal, dan kajian secara konverhensif. b. Teori harus konsisten dan dianggap sebagai penjelas sementara serta memberikan peluang untuk pengujian hipotesis dan reivisi. 116
c. Di lihat dari cirri penulisan karya ilmiah berkaitan dengan pendidikan, maka cirri utama karya kuantitatif yaitu, obyektif, tepat, verifikatif, menjelaskan, empiris, dan logis. d. Kerangka penelitian kuantitatif mengikuti pedoman penulisan tertentu yakni UNJ bagi mahasiswa Program Pascasarjana dan pedoman penelitian karakteristik untuk kuantitatif lainnya.. Dipandang dari sudut pengembangan ilmu lainnya (bukan skripsi, tesis, dan disertasi), maka penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat diperlakukan untuk mengembangkan berbagai disiplin ilmu. Pengembangan disiplin ilmu dimaksud terbukti adanya hasil-hasil karya ilmiah populer yang memberikan informasi aktual dan bermakna terhadap pembaca. Dengan demikian pembaca akan berubah sikap menyesuaikan diri mengikuti teknologi semakin mengglobal guna kepentingan hidup masa depannya yang cerah.
DAFTAR PUSTAKA Bungin Burhan. 2002 Analisis Data Penelitian Kualitatif: Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Christopher, B. 1995 Statistika dalam Linguistik: Bandung, ITB Djaali, Prof.Dr. dkk 2000 Pengukuran dalam Bidang Pendidikan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo Furchan Arief, Drs. 1982 Penelitian dalam Pendidikan: Surabaya, Usaha Nasional Hadjar, I. Drs. M.Ed 1997 Dasar-dasar Metodologi Pendidikan Kuantitatif: PT. Grafindo Persada Ibrahim B.F 1997 TQM (Total Quality Management): Jakarta, Uni Press Maleong, L. Prof. Dr. MA 1995 Metodologi Penelitian Kuantitatif: Bandung, PT. Remaja Rosda Karya Universitas Negeri Jakarta 2000 Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Sevilla G. Consuelo, dkk 1993 Pengantar Metodologi Penelitian, Universitas Indonesia Suriasuman, Prof. Dr 1995 Filsafat Ilmu (sebuah Pengantar Populer): Jakarta, Mulia Sari W. Mantja 2007 Etnografi Desain Penelitian Kualitatif Pendidikan dan Manajemen Pendidikan: Malang, Elang Mas
117