88
NILAI MORAL DALAM PUISI NYAYIAN ANGSA KARYA W.S. RENDRA SEBUAH TELAAH PENDEKATAN MORAL Yusuf Jafar Dosen Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK Salah satu tujuan kehadiran sastra di tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berfikir dan berketuhanan. Memang karya sastra tidak safah dengan gagasan, tema dan peran-peran tertentu. Dengan pendekatan moral ini, penulis tidak melihat seberapa jauh karya sastra itu memiliki moral. Merupakan norma tentang kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kehidupan sebuah masyarakat (Atar Semi, 1990). Karya sastra selalu mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan pengarang sebagai refleksi pengarang atas realita kehidupan yang dilihat, dibaca, didengar, atau dialami. I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan penilaian baik buruk sifat manusia telah mempergunakan sebuah norma. Norma itu disebut dengan norma moral. Norma moral dipakai sebagai tolak ukur oleh masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang sebagai manusia. Norma moral dapat membedakan antara orang yang baik dengan orang yang buruk, siswa yang baik dan siswa yang buruk, pejabat yang baik dan pejabat yang buruk. Namun dengan demikian dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak hanya menggunakan norma moral saja, tetapi mempergunakan pula norma sopan santun dan norma hukum. Kedua norma ini lebih menonjol karena bersifat lahiriah. Norma sopan santun melihat sikap lahiriah manusia, bukan kualitas moralnya. Oleh karena itu bisa saja terjadi misalnya, seorang copet berlaku sopan di dalam bus kota, agar seseorang yang menjadi incarannya lengah, dan copet itu mudah melakukan aksi mencopetnya. Secara lahiriah copet itu sopan, tetapi secara moral sangat buruk. Norma hukum juga bersifat lahiriah. Norma ini merupakan norma yang dituntut secara tegas oleh masyarakat demi kepentingan umum. Siapa yang melanggar norma ini maka harus dihukum. Dengan demikian bisa juga terjadi misalnya seseorang dihukum karena terpaksa melanggar aturan lalu lintas demi menyelamatkan nyawa orang lain dengan menggunakan jalan pintas agar cepat sampai di rumah sakit. Hal-hal yang dibicarakan di atas bisa saja dijumpai dalam karya sastra baik dalam drama, novel, cerpen, maupun puisi. Pengarang memasukkan nilai moral dalam karya sastra sebagai upaya untuk menyampaikan pandangannya terhadap nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan manusia. II. Landasan Teoritis Kata yang sangat dekat dengan etika adalah “moral”. Moral berasal dari bahasa Latin “mos mores” yang berarti kebiasaan, adat. Jadi etika dan moral mempunyai arti yang sama yakni adat kebiasaan. Yang dimaksud dengan kebiasaan adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, kita mengatakan bahwa kelompok pemakai narkotika mempunyai moral yang bejat, artinya mereka berpegang pada norma yang tidak baik.
88
89 Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Jika kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan. Moralitas merupakan salah satu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain. Moralitas dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang baik dan buruk; tentang boleh dan dilarang, tentang harus yang dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan. Kata “harus” dalam “yang harus dilakukan” adalah “keharusan moral” yaitu keharusan yang didasarkan pada “hukum moral”. Hukum moral mengarahkan diri kepada kemauan manusia dengan menyuruh dia untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan juga hukum moral mewajibkan manusia. Jadi keharusan moral adalah kewajiban. Kewajiban itu merupakan tuntunan, bahwa manusia itu harus melakukan yang baik. Kewajiban melakukan yang baik didasari oleh keyakinan yang tertanam dalam hati manusia. Keyakinan ini tidak terlepas dari kesadaran etis. Jadi tanggung jawab moral adalah kesadaran etis yang pada hakikatnya yang tidak hanya sadar akan adanya baik dan buruk, tetapi sadar pula, bahwa orang harus berbuat baik dan menghindari yang jahat. Berkaitan dengan kesadaran etis, maka manusia harus bertanggung jawab terhadap tindakannya, artinya ia harus dapat mengatakan dengan jujur bahwa tindakan itu sesuai nilai-nilai ataupun norma-norma tingkah laku. Tanggung jawab ini adalah tanggung jawab moral yang merupakan keyakinan. Bahwa tindakannya itu baik. Tanggung jawab itu diberikan pada orang lain dan juga pada diri sendiri (Muhadjir, 2001 : 272). Jika demikian halnya bagaimana kita dapat menilai seseorang itu sungguhsungguh baik atau sebenarnya buruk? Sebab dapat terjadi seseorang yang bermoral dihukum karena melanggar norma hukum. Atau seseorang yang berlaku sopan dan ramah ternyata seseorang tidak berbudi luhur. Di dalam menilai tingkah laku seseorang secara lahiriah memang agak sulit. Penilaian terhadap perilaku seseorang harus dilakukan secara cermat. Penilaian tidak hanya terbatas pada sikap lahiriah saja, tetapi harus melihat secara keseluruhan. Harus diamati motivasi apakah yang melarbelakangi atau yang menyebabkan seseoarng yang melakukan sesuatu perbuatan. Motivasi seseorang untuk berbuat sesuatu itulah yang sebenarnya menjadi tolak ukur kepribadian seseorang. Dengan mengenal seseorang lebih dekat akan dikenal pula motivasi perbuatannya. Dengan demikian penilaian terhadapnya tidak akan mudah tertipu oleh perbuatan yang tampaknya baik sekali, tetapi sebetulnya hanya berdasarkan perhitungan. Ada keterkaitan khusus antara karya sastra dengan moral. Banyaknya karya sastra yang mengandung nilai-nilai moral membuktikan hal tersebut. Mengapa? karena dengan terkandungnya nilai-nilai moral dalam sebuah karya sastra maka pengarang dapat mencerminkan pandangan hidupnya mengenai nilai-nilai kebenaran sehingga karya sastra tersebut dapat menawarkan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan sifat luhur manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat luhur manusia yang digambarkan pengarang melalui sikap dan tingkah laku para tokoh dan sebuah karya sastra dapat membentuk pribadi pembaca sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat dan makhluk akan menjadi lebih baik lagi. Inilah kaitan khusus karya sastra dengan moral. Nilai moral yang akan disampaikan pengarang menyatuh dalam alur cerita.dalam cerita itu pembaca akan bertemu dengan berbagai perbuatan para tokoh yang dilukiskan para pengarang dalam berbagai peristiwa. Dengan sendirinya pembaca akan memahami perilaku-perilaku yang baik dan perilaku yang buruk. Melalui alur cerita itulah pengarang memberikan petunjuk, nasehat atau pesan akhlak, perbuatan susila, dan budi pekerti. Sejalan dengan itu S.P. Lili
89
90 Tjahjadi berpendapat bahwa: Moralitas dipahami sebagai kesesuaian tindakan kita dengan norma batiniah, yakni kesadaran hati kita akan kewajiban kita. Bertindak moral berarti bertindak demi kewajiban semata-mata, bukan untuk mencapai tujuan tertentu atau tergerak oleh kecenderungan-kecenderungan emosional (Tjahjadi, 1001 : 64). Dengan demikian moral membicarakan tingkah laku manusia atau masyarakat yang dilakukan dengan sadar, dipandang dari sudut baik dan buruk. NYANYIAN ANGSA Majikan rumah pelacuran berkata kepadanya : “Sudah dua minggu kamu berbaring”. Sakitmu semakin menjadi. Kamu tak lagi hasilkan uang. Malahan padaku kamu berhutang. Ini biaya melulu. Aku tak kuat lagi. Hari ini kamu mesti pergi. (Malaikat penjaga firdaus) wajahnya tegas dan dengki dengan pedang yang menyalah menuding kepadaku. Maka darahku terus beku. Maria zaitun namaku. Pelacur yang sengsara. Kurang cantik dan agak tua }. Jam dua belas siang hari. Matahari terik di langit. Tak ada langit. Tak ada mega. Maria Zaitun ke luar rumah pelacuran. Tanpa koper. Tak ada lagi miliknya. Teman-temanya membuang muka. Sempoyongan ia berjalan. Badannya demam. Sipilis membakar tubuhnya. Penuh borok di klangkang Di leher, di ketiak, di susunya. Matanya merah. Bibirnya kering. Gusihnya berdarah. Sakit jantungnya kembuh pula. Ia pergi kepada dokter. Banyak pasien lebih dulu menunggu. Ia duduk di antara mereka. Tiba-tiba orang menyingkir dan menutup hidung mereka Ia meledak marah Tapi buru-buru juru rawat menariknya. Ia diberi giliran lebih dahulu. Dan tak ada yang memprotesnya
90
91 “Maria Zaitun, Untungmu sudah banyak padaku”. Kata dokter. “ya,” jawabannya. “Sekarang uangmu berapa?” “Tak ada”. Dokter geleng kepala dan menyuruhnya telanjang. Ia kesakitan waktu membuka baju Sebab bajunya lekat di borok ketiaknya. “Cukup kata dokter. Dan ia tak jadi memeriksa. Lalu ia berbisik kepada jururawat: “kasih ia injeksi vitamin c.” Dengan kaget jururawat berbisik kembali: “vitamin C? Dokter paling tidak ia perlu salvarzan.” Untuk apa? Ia tak bisa bayar. Dan lagi jelas ia hampir mati. Kenapa mesti di kasih obat mahal Yang diimport dari luar negri? (Malaikat penjaga firdaus wajahnya iri dan dengki dengan pedang yang menyala menuding kepadaku. Aku gemetar ketakutan. Hilang rasa. Hilang pikirku. Maria Zaitun namaku. Pelacur yang takut dan celaka). Jam satu siang. Matahari masih di puncak. Maria Zaitun berjalan tanpa sepatu. Dan aspal jalan yang jelek mutunya Lumer di bawah kakinya Ia berjalan menuju gereja. Pintu gereja telah dikunci. Karena khawatir akan pencuri. Ia menuju pastori da menekan bel pintu. Koster dan keluar dan berkata : “Kamu mau apa ? Pastor sedang makan siang. Dan ini bukan jam bicara”. “Maaf saya sakit. Ini perlu”. Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan berbau. Lalu berkata:: “Asal tinggal di luar, kamu boleh tunggu. Aku lihat apa pastor mau melihat kamu”. Lalu koster pergi menutup pintu. Ia menunggu sambil blingsatan kepanasan. Ada satu jam baru pastor datang kepadanya. Setelah mengorek sisa makanan dari giginya
91
92 Ia menyalakan cerutu, lalu bertanya:: “Kamu perlu apa?” Bau anggur dari mulutnya. Selopnya dari kulit buaya. Maria Zaitun menjawabnya : “Mau mengaku dosa” “Tapi ini bukan jam bicara. Ini waktu saya berdoa.” “Saya mau mati.” “Kamu sakit?” “ya, saya kena raja singa :” Mendengar ini pastor mundur dua tindak. Mukanya mungkret. Akhirnya agak keder ia kembali bersuara : “Apa kamu -mm- kupu-kupu malam ?” “Saya pelacur. Ya” “Santu Petrus! Tapi kamu Katolik.” “ya.” “Santu petrus.” Tiga detik tanpa suara. Matahari terus menyala. Lalu pastor kembali bersuara” “Kamu telah tergoda dosa.” “Tidak tergoda. Tapi melulu berdosa.” “Kamu telah terbujuk setan.” “Tidak. Saya terdesak kemiskinan. Dan gagal mencari kerja.” “Santu Petrus!” “Santu Petrus!” Pater dengarkan saya. Saya tak butuh tahu asal usul dosa saya. Yang nyata hidup saya telah gagal. Jiwa saya kalut. Dan saya mau mati. Sekarang saya takut sekali. Saya perlu Tuhan atau apa saja Untuk menemani saya.” Dan muka pastor menjadi merah padam. Ia menuding Maria Zaitun. Kamu galak seperti macan betina. Barangkali kamu akan gila. Tapi tak akan mati. Kamu tak perlu pastor. Kamu perlu dokter jiwa.” (Malaikat penjaga firdaus wajahnya sombong dan dengki dengan pedang yang menyala menuding kepadaku. Aku lesu tak berdaya. Tak bisa nangis. Tak bisa bersuara.
92
93 Maria Zaitun namaku. Pelacur yang lapar dan dahaga). Jam tiga siang. Matahari terus menyala. Dan angin tetap tidak ada. Maria Zaitun bersinjingkat Di atas jalan yang terbakar. Tiba-tiba ketika nyebrang jalan Ia kepleset kotoran anjing. Ia tak jatuh Tapi darah keluar dari borok di klangkagannya Dan meleleh ke kakinya Seperti sapi tengah melahirkan Ia berjalan sambil mengangkang. Di dekat pasar ia berhenti Pandangannya terkunang-kunang. Napasnya pendek-pendek. Ia merasa lapar Orang-orang pergi menghindar Lalu ia berjalan ke belakang satu restoran Dari tong sampah ia kumpulkan sisa makanan. Kemudian ia bungkus hati-hati Dengan daun pisang lalu berjalan menuju ke luar kota. (Malaikat menjaga firdaus wajahnya dingin dan dengki dengan pedang yang menyala menuding kepadaku. Yang Mulia, dengarkanlah aku. Maria Zaitun namaku. Pelacur lemah, gemetar ketakutan). Jam empat siang. Seperti siput ia berjalan Bungkusan sisa makanan masih di tangan Belum lagi dimakan Keringatnya bercucuran Rambutnya jadi tipis. Mukanya kurus dan hijau. Seperti jeruk yang kering. Lalu jam lima Ia sampai di luar kota Jalan lagi tak beraspal Tapi debumelulu Ia memandang matahari Dan pelan berkata : “Bedebah.” Sesudah berjalan satu kilo lagi
93
94 ia tinggalkan jalan raya Dan berbelok masuk sawah Berjalan di pematang (Malaikat penjaga firdaus Wajahnya dingin dan dengkih dengan pedang yang menyala mengusirku pergi dan dengan rasa jijik ia tusukkan pedangnya perkasa di antara kelangkangku Dengarkan, yang Mulya Maria Zaitun namaku Pelacur yang kalah Pelacut terhina). Jam enam sore Maria Zaitun kembali ke kali Angin bertiup Matahari turun Haripun senjak Dengan lega ia rebah di pinggir kali. Ia basuh kaki, tangan, dan mukanya Lalu ia makan pelan-pelan Baru sedikit ia berhenti Badannya masih lemas Tapi nafsu makannya tak ada lagi Lalu ia minum air kali. (Malaikat penjaga firdaus Tak kau rasakan bahwa senja telah telah tiba Angin turun dari gunung Dan hari merebahkan badannya? Malaikat penjaga firdaus Dengan tegas mengusirku Bagai patung ia berdir Dan pedangnya menyala). Jam tuju. Dan malam tiba Seragga bersiuran Air kali terantuk batu-batu Pohon-pohon dan semak-semak di dua tepi kali Nampak tenang Dan mnengkilat di bawah sinar bulan Maria Zaitun tidak taku lagi Ia teringat masa kanak-kanak dan remajanya Mandi di kali dengan ibunya Memanjat pepohonan Dan memancing ikan dengan pacarnya Ia tak lagi merasa sepi Dan takutnya pergi
94
95 Ia merasa bertemu sobat lama Tapi ia pingin lebih jauh cerita Tetang hidupnya. Lantaran itu ia sadar lagi kegagalan hidupnya Ia jadi berduka Dan mengadu pada sobatnya Sombari menangis tesedu-sedu Ini tak baik lagi penyakit jantungnya. (Malaekat penjaga firdaus Wajahnya dingin dan dengki Ia tak mau mendengar jawabku Ia tak mau melihat mataku sia-sia mencoba bicara padanya dengan angkuh ia berdiri dengan pedangnya yang menyala).
Waktu Bulan Pepohonan Kali Borok Sipilis Perempuan Bagai kaca Kali memantul cahaya gemilang Rumput ilalang berikatan Bulan Seorang lelaki datang di seberang kali Ia berseru, Maria Zaitun, engkaukah itu?” “Ya, jawab Maria Zaitun keheranan. Lelaki itu menyebrang kali Ia tegap dan elok wajahnya Rambutnya ikal dan matanya lebar Maria Zaitun berdebar hatinya Ia seperti pernah kenal lelaki itu Entah di mana. Yang terang tidak di ranjang Itu sayang. Sebab ia suka lelaki seperti dia “Jadi kita bertemu di sini, “ kata lelaki itu. Maria Zaitun tak tahu jawabnya Sedang sementara ia keheranan Lelaki itu membungkuk mencium mulutnya Ia merasa seperti minum air kelapa Belum pernah ia merasa ciuman seperti itu Lalu lelaki itu membuka kutangnya Ia tak berdaya dan memang suka Ia menyerah
95
96 Dengan mata terpejam Ia merasa berlayar Ke Samodra yang belum pernah dikenalnya Dan setelah selesai Ia berkata kasmaran: “Semula kusangka hanya impian bahwa hal ini bisa kualami semula tak berani kuharapkan bahwa lelaki tampan seperti kau bakal lewat dalam hidupku Dengan penuh penghargaan lelaki itu memandang kepadanya Lalu senyum degan hormat dan sabar “Siapakah namamu?” Maria Zaitun bertanya. “Mempelai.” Jawabnya “Lihatlah engkau melucu,” Dan sambil berkata begitu Maria Zaitun menciumi seluruh tubuh lelaki itu Tiba-tiba ia berhenti Ia jumpai bekas-bekas luka di tubuh pahlawannya Di lambung kiri Di dua tapak tangan Di dua tapak kaki Maria Zaitun pelan berkata: “ Aku tahu siapa kamu.”
Lalu menebak lelaki itu dengan pandangan matanya Lelaki itu menganggukan kepala : “Betul . Ya.” (Malaikat penjaga firdaus Wajahnya dingin dan dengkih dengan pedang yang menyala tak bisa apa-apa Dengan kaku ia beku Tak berani lagi ia menuding padaku Ak tak takut lagi Sepi dan duka telah sirna Sambil menari kumasuki taman firdaus Dan kumakan apel sepuasku Maria Zaitun namaku Pelacur dan pengantin adalah saya). W.S. Rendra
Dalam makalah ini, diambil sebuah contoh karya sastra dalam bentuk puisi yang berjudul Nyanyian Angsa. Puisi ini merupakan salah satu puisi panjang W.S. Rendra yang dimuat dalam kumpulan puisi yang berjudul Blues untuk Bonie. Penyajian puisi ini berbeda dari puisi-puisi lain yang biasanya berbentuk bait-bait. Puisi Nyanyian Angsa dikemas dalam bentuk dialog, tetapi masih mempertahankan nilai estetis sebuah puisi.
96
97 Namun ternyata bukan bantuan atau pertolongan itu yang ia dapatkan melainkan cercaan dan hinaan. Ia kemudian menjadi putus asa dan mengucilkan diri, pergi menjauh dari lingkungan kehidupannya. Akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir di tempat yang jauh keramaian. Maria Zaitun merupakan salah satu simbol interpertasi dari rakya kecil. Pekerjaannya sebagai pelacur, dilakukannya karena keadaan yang terpaksa yakni miskin. sulitnya mencari pekerjaan dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi menjadikannya sebagai seorang pelacur. Hal ini bisa dilihat pada bait kelima yang berbunyi, ........... “ Tidak saya terdesak kemiskinan. Dan gagal mencari kerja.” Keberadaan pelacur menimbulkan pro dan kontra dalam pandangan masyarakat. Mereka yang setuju terhadap keberadaan pelacur adalah mereka yang mengetahui tentang latar belakang mengapa ada pelacuran, atau bisa juga mereka berada dalam kondisi yang sama dengan pelacur itu. Bagi mereka pelacur adalah sampah masyarakat yang harus diberantas. Dalam puisi ini Rendra ingin menyampaikan rasa simpatinya terhadap keberadaan pelacur. Namun, penyampaiannya dikemas dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang kontra. Gambaran-gambaran tersebut dapat dilihat dari sikap dokter. Seorang dokter seharusnya mau menolong, namun kenyataannya ia malah membiarkan Maria Zaitun menderita sakit. Hal ini dapat dilihat pada akhir bait ketiga yaitu, Dan lagi sudah jelas ia hampir mati. Kenapa mesti dikasih obat mahal Yang diimport dari luar negeri?” ........... Kedua dapat dilihat dari sikap pastor. Seharusnya sebagai seorang pastor semestinya memiliki sikap menolong dan pengasih bagi setiap orang. Sepantasnya ditolong tetapi ia berubah sikap tidak menolong. Bukannya nasehat ataupun dorongan semangat yang keluar dari mulut pastor, melainkan hinaan dan kata-kata yang kasar yang membuat Maria Zaitun semakin menderita dan putus asa. Hal ini dapat dilihat dalam bagian terakhir bait kelima yaitu, .......... “Kamu galak seperti macan betina. Barangkali kamu akan gila. Tapi tidak mati. Kamu tak perlu pastor. Kamu perlu dokter jiwa.” ............ Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat dikatakan puisi bertemakan Protes Sosial, dan kritik terhadap moral masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari keseluruhan isi puisi ini, dari bait pertama hingga bait terakhir Rendra mencoba mengekspresikan perasaan yang ada pada seseorang mantan pelacur yang pada masa tuanya mengidap penyakit raja singa sehingga banyak orang-orang di sekitarnya mengucilkannya. Bahkan orang-orang yang seharusnya menolong dan membimbingnya, membiarkannya dalam penderitannya tanpa sedikit pun memberikan rasa simpati kepadanya.
97
98 Pesan yang terkandung dalam puisi ini seakan-akan ditujukan pada semua pembaca dari semua golongan, baik golongan masyarakat biasa (koster), masyarakat berpendidikan tinggi (dokter) bahkan para pemuka agama (pastor). Namun apabila dilihat dari segi agama, yang dilakukan oleh Maria Zaitun adalah dosa karena pelacuran adalah perbuatan zinah atau maksiat yang diharamkan oleh semua agama. Melalui puisi Rendra juga ingin menunjukkan pandangan hidup seorang Maria Zaitun yang tidak mau menyerah begitu saja kepada keadaan yang telah membuatnya menderita. Keuletan Maria Zaitun menunjukkan falsafah kehidupan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan sesuatu (pertolongan atau bantuan spritual-material) Maria meskipun pelacur merasa wajib dan berusaha mencapai ketenangan, ketika sakit ... memohon bantuan dari pihak yang dikenallnya ... tidak mendapat bantuan pengobatan akhirnya menemui ajal alias mati. Tuhan tidak akan membeda-bedakan umatnya asalkan dia bertobat, betul-betul untuk menebus segala perbuatan yang telah ia perbuat selama ia hidup di dunia yang panah ini, dan perbuatan-perbuatan yang pernah ia lakukan agar supaya tidak ia ulangi kembali. IV. Kesimpulan Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan pengamatan atas kehidupan tersebut. Terkandungnya nilai-nilai moral dalam sebuah karya sastra termasuk puisi berarti pengarang dapat mencerminkan pandangan hidupnya mengenai nilai-nilai kebenaran sehingga karya sastra tersebut dapat menawarkan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan sifat luhur manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia tersebut. Melalui alur cerita dalam karya sastra atau puisi pembaca akan berkenalan dengan perilaku-perilaku tokoh yang baik dan perilaku-perilaku tokoh yang baik dan prilaku tokoh yang tidak baik. Dengan demikian pengarang memberikan petunjuk, nasehat/pesan akhlak, perbuatan susila dan budi pekerti. DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H, Glossary of Literary Terms. New York : Hourt Renehart and Winston, Tahun 1981. Alexander, L.G. Poetry and Prose Appreciation For Overseas Student. London : Longman Group Limited, Tahun 1976. Barnet, S, M, Berman, W. Burto. An Introduction to Literature : Fiction, Poetry Drama. Canada : Little, Brown & Company, tahun 1987. Bartens K. Etika, Jakarta : Gramedia. Tahun 2002. Culler, Jonathan. Structuralist Poetics: Structuralism Linguistic and the Study of Literature. London : Rontledege & Kegan Paul, Tahun 1975. Djojosuroto Kinayati, Analisis Teks Sastra & Pengajarannya .Yogyakarta:Penerbit Pustaka Cet. 1 2006. Muhadjir Noeng H. Filsafat Ilmu, Positivisme, Pos Potivisme dan Post Modernisme Yogyakarta : Rake Sarasin, Tahun 2001. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta. Gajah Mada. Univ Pers, Tahun 1995. Semi, Atar. Penelitian Bahasa dan Sastra. Pedang : Angkasa Raya, Tahun 1990. Semiawan Conny R., I Made Putrawan, Th.I . Setiawan. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Bandung : Remaja Rosdakarya Raya. Tahun 1987. Rendra W.S, Blues untuk Bonnie, Jakarta : Pustaka Jaya, Tahun 1993.
98