ANALISIS KINERJA KEUANGAN DENGAN COMMON SIZE DAN RASIORASIO KEUANGAN PADA PT SAPTA PRIMA ADIKARYA PALEMBANG
Devi Mutiana Jurusan Akuntansi Politeknik PalComTech Palembang
Abstrak Tujuan utama laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan. Hal ini bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan- keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Namun demikian bukan berarti dari laporan keuangan tersebut sudah dapat langsung dilakukan pengambilan keputusan, melainkan laporan keuangan hanya dapat menggambarkan hasil akhir dari suatu kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam periode yang bersangkutan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengambilan keputusan melalui laporan keuangan adalah dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan tersebut. Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan tersebut diperlukan beberapa tolak ukur. Analisis yang biasa dipakai adalah rasio atau indeks yang merupakan perbandingan di antara data-data keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan alat utama yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan. Melalui analisis rasio dapat dihasilkan pengukuran dalam bentuk rasio/relatif dan bukan dalam angka yang absolut. Dengan demikian dapat mempermudah dalam melihat perubahan-perubahan yang terjadi, apakah menunjukkan arah yang tetap, meningkat atau bahkan menurun. .Kata Kunci :Analisis, Kinerja keuangan dan Rasio-rasio keuangan.
PENDAHULUAN
Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan tersebut diperlukan beberapa tolak ukur. Analisis yang biasa dipakai adalah rasio atau indeks yang merupakan perbandingan di antara data-data keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan alat utama yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan. Melalui analisis rasio dapat dihasilkan pengukuran dalam bentuk rasio/relatif dan bukan dalam angka yang absolut. Dengan demikian dapat mempermudah dalam melihat perubahanperubahan yang terjadi, apakah menunjukkan arah yang tetap, meningkat atau bahkan menurun.Faktor-faktor yang paling utama untuk mendapatkan perhatian analisis adalah tingkat likuiditas, profitabilitas atau rentabilitas, solvabilitas dan aktivitas . Likuiditas dapat menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Profitabilitas dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Solvabilitas dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Aktivitas dapat mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya. Dari faktor-faktor tersebut tingkat likuiditas adalah faktor utama yang diperhatikan untuk tujuan analisis jangka pendek karena merupakan tingkat kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya tepat pada waktunya. Perusahaan yang mampu memenuhi
1
kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Perusahaan dapat dikatakan mampu membayar kewajiban keuangannya tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendek. Berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan pada laporan keuangan PT. Sapta Prima Adikarya yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi selama tiga tahun berturut-turut yaitu 2006, 2007 dan 2008 yaitu terjadi penurunan kemampuan aktiva lancar dalam membiayai utang lancar perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara aktiva lancar dan utang lancar perusahaan. Pada tahun 2006 aktiva dan utang lancar perusahaan menunjukkan Rp. 2.690.070.306 dan Rp. 1.846.075.160, tahun 2007 menunjukkan Rp. 3.884.171.313 dan Rp. 2.937.307.740, tahun 2008 menunjukkan Rp. 5.150.034.473 dan Rp. 4.176.040.000. Terlalu besarnya dana yang tertanam dalam piutang perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara penjualan dan rata-rata piutang perusahaan. Pada tahun 2006 penjualan dan rata-rata piutang perusahaan menunjukkan Rp. 9.966.521.000 dan Rp. 1.837.234.473, tahun 2007 menunjukkan Rp. 11.846.231.000 dan Rp. 2.646.815.300, tahun 2008 menunjukkan Rp. 13.739.142.200 dan Rp. 3.407.009.811.
LANDASAN TEORI Analisa Laporan Keuangan Menurut Mamduh dan Halim (2007:69) dalam melakukan analisa terhadap perkembangan posisi keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan perusahaan dari tahun ke tahun atau laporan keuangan komparatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempermudah dalam membaca data-data keuangan yang telah disajikan dalam laporan komparatif tersebut adalah dengan menggunakan analisis common size. Rasio Likuiditas Menurut Jusuf (2006:50), rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya termasuk bagian dari kewajiban jangka panjang yang telah berubah menjadi kewajiban jangka pendek). Pengertian rasio likuiditas menurut Munawir (2004:31) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Rasio Profitabilitas Menurut Agnes (2005:21), profitability ratio (rasio profitabilitas) adalah suatu rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Menurut Munawir (2004:43), rentabilitas atau profitability adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Pengertian profitabilitas (kemampuan mencapai laba) menurut Aliminsyah dan Padji (2003:206) adalah suatu kemahiran untuk memperoleh hasil dalam dunia usaha dengan perhitungan yang seksama. Rasio Solvabilitas Pengertian rasio solvabilitas menurut Riyanto (2001:224)
2
adalah kemampuan
perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang). Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini dilikuidasikan. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas atau sering disebut rasio efisiensi. Menurut Riyanto (2001:235) adalah mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Masalah Sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan yang telah penulis rumuskan dalam perumusan masalah, maka penulis akan menganalisa permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan sesuai dengan teori-teori yang relevan seperti yang telah penulis kemukakan dalam Landasan Teori. Penganalisaan ini penulis lakukan dengan mengolah data yang penulis dapatkan dari perusahaan. Data tersebut adalah laporan keuangan yang berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi perusahaan tahun 2006, 2007 dan 2008. Agar permasalahan yang akan dianalisis tersebut dapat menghasilkan suatu pemecahan yang tepat, maka penulis akan membagi langkah-langkah analisis dalam pemecahan masalah tersebut, yaitu analisis laporan keuangan common size dan analisis rasio-rasio keuangan khususnya pada rasio-rasio keuangan. Analisis laporan keuangan common size antara lain terdiri dari analisis neraca common size untuk tahun 2006 dan 2007, analisis laporan laba rugi common size untuk tahun 2006 dan 2007, analisis neraca common size untuk tahun 2007 dan 2008 dan analisis laporan laba rugi common size untuk tahun 2007 dan 2008. Analisis likuiditas antara lain terdiri dari current ratio, acid test ratio, cash ratio, rasio perputaran piutang, periode rata-rata pengumpulan piutang, rasio perputaran persediaan dan periode rata-rata persediaan tersimpan di gudang. Analisis profitabilitas antara lain terdiri dari return on investment (ROI), gross profit margin, operating income ratio, dan operating assets turnover. Analisis solvabilitas yaitu Total Debt to equity dan analisis aktivitas yaitu Fixed Assets Turnover. Pembahasaan Analisis common size disusun dengan jalan menghitung tiap-tiap rekening dalam laporan rugi-laba dan neraca menjadi proporsi dari total penjualan (untuk laporan rugi-laba) atau dari total aktiva (untuk neraca). Cara semacam ini memudahkan pembacaan data-data keuangan untuk beberapa periode (mencari trend-trend tertentu). 1. Neraca Common Size untuk Tahun 2006 dan 2007 Di dalam menganalisis neraca dengan menggunakan analisis common size, total aktiva dinyatakan sebagai 100 persen. Kemudian, pos-pos yang ada dalam kelompok ini dinyatakan sebagai persentase terhadap total aktiva bersangkutan. Adapun neraca komparatif untuk tahun 2005 dan 2006 penulis sajikan pada tabel 1 dan neraca common size yang telah penulis hitung berdasarkan neraca komparatif tersebut penulis sajikan pada tabel 2.
3
Tabel 1. PT SAPTA PRIIMA ADIKARYA NERACA KOMPARATIF F PER 31 DESEMBER 2006 DAN 2007
4
Tabel 2. PT SAPTA PR RIMA ADIKARYA NERACA COMMON SIZE SI PER 31 DESEMBER 2006 DAN 2007
Neraca common size untuk 2006 dan 2007 dicari dengan jalan membagi m tiap-tiap rekening neraca dengan total aktiva. Dari neraca common size untuk tahun 2006 dan 2007 yang terdapat pada tabel 2, maka aka dapat diketahui bahwa disisi aktiva lancar terjadi penurunan proporsi kas perusahaan sebesar 0.61%, penurunan proporsi kas bank sebesar 0,41%, sebaliknya terjadi di peningkatan pada proporsi piutang perusahaan an sebesar se 1,43% dan peningkatan pada proporsi persediaan material sebesar 1,78%. Dari perubahan perubaha proporsi dari pos-pos aktiva lancar tersebut, maka proporsi dari aktiva lancar mengalami engalami peningkatan sebesar 2.18%. Peningkatan pada proporsi aktiva lancar tersebut berpengaruh pada sisi aktiva tetap perusahaan, yaitu proporsi nilai buku aktiva tetap perusahaan mengalami penurunan sebesar 2,18%. Hal ini disebabkan adanya penurunan pada proporsi ttanah nah sebesar 6,98%, penurunan pada proporsi bangunan sebesar 1,08%, peningkatan pada proporsi akumulasi aku
5
penyusutan bangunan sebesar 0,13%, peningkatan pada proporsi peralatan kantor sebesar 0,17%, peningkatan pada proporsi akumulasi penyusutan peralatan kantor sebesar 0,02%, peningkatan pada proporsi peralatan kerja sebesar 2,21%, peningkatan pada akumulasi penyusutan peralatan kerja sebesar 0,03%, peningkatan pada proporsi kendaraan dan alat berat sebesar 4,63% dan peningkatan pada proporsi akumulasi penyusutan kendaraan dan alat berat sebesar 0,94%, sehingga dari perubahan masing-masing pos tersebut proporsi aktiva tetap perusahaan mangalami penurunan sebesar 2,18%. Dari peningkatan dan penurunan proporsi pada tiap-tiap pos dalam total aktiva maka dapat disimpulkan bahwa modal kerja bruto perusahaan mengalami peningkatan sebesar 2,18%. Peningkatan ini disebabkan karena pada tahun 2007 perusahaan tidak sepenuhnya membelanjakan hasil operasinya atau laba perusahaan yang tertanam pada aktiva lancar perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada perubahan proporsi piutang dan persediaan material perusahaan yang meningkat pada tahun 2007 bila dibandingkan dengan tahun 2006. Pada sisi kewajiban lancar terjadi peningkatan pada proporsi hutang usaha sebesar 6,06%, penurunan pada proporsi hutang bank sebesar 1,18% dan penurunan pada proporsi hutang lain-lain sebesar 0,50%, sehingga dari perubahan-perubahan proporsi pos-pos tersebut, proporsi kewajiban lancar perusahaan mengalami peningkatan sebesar 4,38%. Pada sisi kewajiban jangka panjang perusahaan, proporsi hutang bank mengalami penurunan sebesar 2,73%. Dari peningkatan proporsi pada kewajiban lancar dan penurunan pada proporsi kewajiban jangka panjang menyebabkan peningkatan pada proporsi jumlah kewajiban perusahaan yaitu sebesar 1,66%. Selanjutnya pada sisi equitas perusahaan, proporsi modal mengalami penurunan sebesar 5,31%, proporsi laba rugi tahun-tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 11,54% dan proporsi laba rugi tahun berjalan mengalami penurunan sebesar 7,89%. Sehingga dari peningkatan dan penurunan yang telah terjadi pada pos-pos tersebut menyebabkan penurunan pada proporsi equitas perusahaan sebesar 1,66%. Dari peningkatan dan penurunan yang telah terjadi pada tiap-tiap pos dalam kewajiban perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 terjadi peningkatan pendanaan kreditor terhadap total harta perusahaan sebesar 1,66%. Hal ini disebabkan pada tahun 2007 37,14% dari total harta yang dimiliki oleh perusahaan merupakan pendanaan dari kreditor dan 62,86% dari harta tersebut merupakan pendanaan perusahaan sendiri. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 yaitu 35,48% dari total harta merupakan pendanaan dari kreditor dan 64,52% sisanya merupakan pendanaan perusahaan sendiri. Sedangkan dari peningkatan dan penurunan yang terjadi pada sisi equitas perusahaan dapat disimpulkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memaksimalkan penggunaan aktiva menurun. Hal ini dapat dilihat dari adanya penurunan proporsi laba rugi tahun berjalan sebesar 7,89%. Dari perbandingan neraca common size perusahaan untuk tahun 2006 dan 2007, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 tingkat likuiditas perusahaan menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan pada proporsi aktiva lancar perusahaan tidak sebanding dengan peningkatan pada proporsi kewajiban lancarnya, yaitu dari 39,06 : 26,81 (1,46:1) pada tahun 2006 menjadi 41,24 : 31,19 (1,32:1). Peningkatan pada proporsi kewajiban mengindikasikan bahwa semakin besarnya pendanaan dari kreditor yang menyebabkan semakin besarnya beban bunga yang dikeluarkan sehingga dapat terjadi penundaan pembayaran hutang. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan lebih mengontrol biaya- biaya yang akan dikeluarkan dan membuat anggaran yang baik untuk biaya-biaya tersebut sehingga apabila perusahaan akan melakukan peminjaman dana maka dana tersebut tidak akan berlebihan. Selain itu peningkatan pada proporsi piutang dan persediaan material perusahaan dapat mengindikasikan bahwa semakin lamanya atau kurang efektifnya pengkonversian piutang dan persediaan tersebut menjadi kas sehingga apabila
6
terjadi penagihan terhadap hutang-hutang perusahaan, maka perusahaan akan mengalami kesulitan pembayaran karena kurangnya ketersediaan kas yang dimilikinya. Penurunan tingkat likuiditas perusahaan juga disebabkan oleh penurunan pada proporsi laba tahun berjalan perusahaan sebesar 7,89%. Penurunan tersebut bisa disebabkan oleh dua hal, faktor yang pertama adanya kelebihan investasi pada aktiva perusahaan yang berarti ketidakmampuan perusahaan dalam memaksimalkan penjualannya. Hal ini dikarenakan pada saat perusahaan melakukan investasi tersebut baik dengan cara tunai maupun kredit, maka pada saat itu tingkat likuiditas perusahaan akan menurun. Dengan melakukan investasi tersebut perusahaan berharap dapat meningkatkan likuiditasnya dengan cara menutupi penurunan likuiditasnya dengan meningkatkan proporsi penjualannya pada tahuntahun berikutnya melalui investasi tersebut. Tetapi pada kenyataannya proporsi laba yang dihasilkan perusahaan semakin menurun sehingga perusahaan mengalami kekurangan dana dalam upaya untuk menutupi pembiayaan investasi tersebut. Kedua adalah apabila perusahaan telah dapat meningkatkan penjualannya, maka faktor yang dapat menyebabkan penurunan likuiditasnya adalah ketidakmampuan perusahaan dalam mengontrol efisiensi penggunaan dana/biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan penjualan tersebut. Hal ini dikarenakan setelah perusahaan dapat meningkatkan proporsi penjualannya, perusahaan tidak dapat mengontrol penggunaan biaya yang dikeluarkan sehingga proporsi laba yang diperoleh perusahaan semakin mengecil. Untuk mengetahui hal tersebut maka penulis akan melanjutkan analisis ini dengan melakukan analisis common size terhadap laporan laba rugi perusahaan. 2. Laporan Laba Rugi Common Size untuk tahun 2006 dan 2007 Di dalam menganalisis laporan laba rugi dengan menggunakan analisis common size, total penjualan dinyatakan sebagai 100 persen. Kemudian, pos-pos yang ada dalam kelompok ini dinyatakan sebagai persentase terhadap total penjualan bersangkutan. Adapun laporan laba rugi komparatif untuk tahun 2006 dan 2007 penulis sajikan pada tabel 3 dan laporan laba rugi common size yang telah penulis hitung berdasarkan laporan laba rugi komparatif tersebut penulis sajikan pada tabel 4.
7
Tabel 3. PT SAPTA PRIMA ADIKARYA LAPORAN LABA RUGI KOMPARATIF PER 31 DESEMBER 2006 DAN 2007 2006 Pendapatan Pendapatan Proyek Beban Pokok : Gaji tenaga kerja lapangan Beban Pemakaian Material Beban Operasional Kendaraan Beban Operasional peralatan Laba (Rugi) Kotor Beban Usaha : Beban Administrasi & Umum : Gaji Direksi Gaji Karyawan kantor Beban Administrasi Kantor Beban Asuransi Beban Listrik dan telepon Beban Perjalanan Dinas Beban Penyusutan Kendaraan Beban Penyusutan Peralatan Beban Penyusutan Gedung Laba (Rugi) Usaha Pendapatan Lain-lain Pendapatan Sewa Pendapatan Bunga
Beban Lain-lain Beban Bunga Beban Lain-lain
2007
Rp 9.966.521.000
Rp 11.846.231.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1.264.154.000 2.491.654.000 1.341.155.000 1.548.341.000 6.645.304.000 3.321.217.000
1.764.185.000 3.252.815.000 1.546.315.800 1.845.378.000 8.408.693.800 3.437.537.200
Rp 424.000.000 Rp 580.000.000 Rp 1.480.000 Rp 165.754.000 Rp 54.623.000 Rp 62.876.000 Rp 129.465.000 Rp 186.456.000 Rp 22.590.000 Rp 1.627.244.000 Rp 1.693.973.000
Rp 455.000.000 Rp 615.000.000 Rp 2.150.000 Rp 165.754.000 Rp 75.642.000 Rp 98.145.000 Rp 134.400.000 Rp 296.300.000 Rp 22.590.000 Rp 1.864.981.000 Rp 1.572.556.200
Rp Rp Rp
Rp Rp Rp
587.000.000 149.561.000 736.561.000
648.000.000 116.758.000 764.758.000
Laba (Rugi) Sebelum Pajak Beban Pajak
Rp 134.000.000 Rp 287.000.000 Rp 421.000.000 Rp 2.009.534.000 Rp 386.152.000
Rp 148.000.000 Rp 396.000.000 Rp 544.000.000 Rp 1.793.314.200 Rp 315.876.000
Laba (Rugi) Setelah Pajak
Rp 1.623.382.000
Rp 1.477.438.200
8
Tabel 4. PT SAPTA PRIMA ADIKARYA LAPORAN LABA COMMON SIZE PER 31 DESEMBER 2006 DAN 2007 2006 100,00
2007 100,00
Naik / (turun) 0,00
12,68 25,00 13,46 15,54 66,68 33,32
14,89 27,46 13,05 15,58 70,98 29,02
2,21 2,46 (0,40) 0,04 4,31 (4,31)
4,25 5,82 0,01 1,66 0,55 0,63 1,30 1,87 0,23 16,33 17,00
3,84 5,19 0,02 1,40 0,64 0,83 1,13 2,50 0,19 15,74 13,27
(0,41) (0,63) 0,00 (0,26) 0,09 0,20 (0,16) 0,63 (0,04) (0,58) (3,72)
5,89 1,50 7,39
5,47 0,99 6,46
(0,42) (0,52) (0,93)
1,34 2,88 4,22
1,25 3,34 4,59
(0,10) 0,46 0,37
Laba (Rugi) Sebelum Pajak Beban Pajak
20,16 3,87
15,14 2,67
(5,02) (1,21)
Laba (Rugi) Setelah Pajak
16,29
12,47
(3,82)
Pendapatan Pendapatan Proyek Beban Pokok : Gaji tenaga kerja lapangan Beban Pemakaian Material Beban Operasional Kendaraan Beban Operasional peralatan Laba (Rugi) Kotor Beban Usaha : Beban Administrasi & Umum : Gaji Direksi Gaji Karyawan kantor Beban Administrasi Kantor Beban Asuransi Beban Listrik dan telepon Beban Perjalanan Dinas Beban Penyusutan Kendaraan Beban Penyusutan Peralatan Beban Penyusutan Gedung Laba (Rugi) Usaha Pendapatan Lain-lain Pendapatan Sewa Pendapatan Bunga
Beban Lain-lain Beban Bunga Beban Lain-lain
Laporan laba rugi common size untuk 2006 dan 2007 dicari dengan jalan membagi tiaptiap rekening yang ada pada laporan laba rugi dengan total penjualan. Dari laporan laba rugi common size untuk tahun 2006 dan 2007 yang terdapat pada tabel 4, maka dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan pada proporsi beban pokok penjualan perusahaan sebesar 4,31% sehingga peningkatan tersebut menyebabkan penurunan pada proporsi laba kotor perusahaan
9
sebesar 4,31%. Penurunan proporsi laba kotor perusahaan dikarenakan oleh adanya peningkatan proporsi pada pos gaji tenaga kerja lapangan sebesar 2,21%, peningkatan pada proporsi beban pemakaian material sebesar 2,46%, peningkatan beban operasional perusahaan sebesar 0,04 % dan terjadinya penurunan pada proporsi beban operasional kendaraan sebesar 0,40%. Kemudian terdapat penurunan pada proporsi beban usaha perusahaan sebesar 0,58%. Hal ini dikarenakan penurunan pada proporsi gaji direksi sebesar 0,41%, penurunan pada proporsi gaji karyawan kantor sebesar 0,63%, peningkatan pada proporsi beban administrasi kantor sebesar 0,01%, penurunan pada proporsi beban asuransi sebesar 0,26%, peningkatan pada proporsi beban listrik dan telepon sebesar 0,09%, peningkatan pada proporsi beban perjalanan dinas sebesar 0,20%, penurunan pada proporsi beban penyusutan kendaraan sebesar 0,16%, peningkatan pada proporsi beban penyusutan peralatan sebesar 0,63%, dan penurunan pada proporsi beban penyusutan gedung sebesar 0,04%. Dari peningkatan pada proporsi beban pokok penjualan sebesar 4,31% dan penurunan pada proporsi beban usaha sebesar 0,58% maka menyebabkan penurunan pada proporsi laba usaha perusahaan sebesar 3,72%. Selanjutnya terdapat penurunan pada proporsi pendapatan sewa sebesar 0,42%, penurunan pada proporsi pendapatan bunga sebesar 0,52%, penurunan pada beban bunga sebesar 0,10%, peningkatan pada beban lain-lain sebesar 0,46% dan penurunan beban pajak sebesar 1,21% sehingga penurunan dan peningkatan yang telah terjadi pada setiap pos laba rugi perusahaan menyebabkan penurunan pada proporsi laba setelah pajak perusahaan sebesar 3,82%. Dari perbandingan laba rugi common size perusahaan untuk tahun 2006 dan 2007, maka dapat disimpulkan bahwa penurunan tingkat likuiditas perusahaan pada tahun 2007 disebabkan oleh peningkatan pada proporsi beban operasional perusahaan sebesar 3,72% (4,31%-0,58%), penurunan pada proporsi pendapatan lain-lain perusahaan sebesar 0,93%, peningakatan pada proporsi beban lain-lain perusahaan sebesar 0,37% serta penurunan pada proporsi beban pajak perusahaan sebesar 1,21%. Dari penurunan dan peningkatan pada masing-masing pos-pos tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam mengefisiensikan penggunaan biaya yang telah dikeluarkan mengalami penurunan sehingga menyebabkan penurunan pada proporsi laba setelah pajak perusahaan yang dihasilkan, sehingga dengan adanya penurunan tersebut menyebabkan semakin kecilnya arus kas yang diterima perusahaan dari laba operasinya. Hal ini berpengaruh pada tingkat likuiditas perusahaan, yang menyebabkan tingkat likuiditas perusahaan menurun pada tahun 2007. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan lebih mengontrol efisiensi biaya-biaya yang akan dikeluarkan dan menyeleksi proyek-proyek yang biayanya lebih kecil. 3. Neraca Common Size untuk tahun 2007 dan 2008 Pada analisis common size untuk tahun 2007 dan 2008, total aktiva juga dinyatakan sebagai 100 persen. Kemudian, pos-pos yang ada dalam kelompok ini dinyatakan sebagai persentase terhadap total aktiva bersangkutan. Adapun neraca komparatif untuk tahun 2007 dan 2008 penulis sajikan pada tabel 5 dan neraca common size yang telah penulis hitung berdasarkan neraca komparatif tersebut penulis sajikan pada tabel 6.
10
Tabel 5. PT SAPTA PRIMA ADIKARYA NERACA KOMPRATIF PER 31 DESEMBER 2007 DAN 2008 2007
2008
AKTIVA LANCAR Kas Bank Piutang Persediaan Material Jumlah Aktiva Lancar
Rp 129.876.540 Rp 786.245.000 Rp 2.646.815.300 Rp 321.234.473 Rp 3.884.171.313
Rp 196.700.500 Rp 903.089.689 Rp 3.807.009.811 Rp 643.234.473 Rp 5.550.034.473
AKTIVA TETAP Tanah Bangunan Akumulasi Penyusutan Bangunan Peralatan Kantor Akumulasi Penyusutan Peralatan kantor Peralatan Kerja Akumulasi Penyusutan Peralatan Kerja Kendaraan dan Alat Berat Akumulasi Penyusutan Kendaraan dan Alat Berat Nilai Buku Aktiva Tetap
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
JUMLAH AKTIVA
Rp 9.418.239.940
Rp 13.097.410.000
KEWAJIBAN LANCAR Hutang Usaha Hutang Bank Hutang Lain-lain Jumlah Kewajiban Lancar
Rp 2.464.000.000 Rp 346.500.000 Rp 126.807.740 Rp 2.937.307.740
Rp 3.688.640.000 Rp 798.400.000 Rp 289.000.000 Rp 4.776.040.000
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG Hutang Bank Jumlah Kewajiban
Rp 560.500.000 Rp 3.497.807.740
Rp 800.889.800 Rp 5.576.929.800
1.789.450.000 578.760.000 50.046.000 148.256.000 27.648.000 1.390.902.000 134.894.000 2.098.330.627 259.042.000 5.534.068.627
2.001.220.000 675.400.000 79.816.000 187.500.000 35.879.000 1.770.170.000 158.643.000 3.599.265.527 411.842.000 7.547.375.527
EKUITAS Modal Laba (Rugi) Ditahan Laba (Rugi) Tahun-tahun lalu Laba (Rugi) Tahun Berjalan Laba (Rugi) Ditahan Jumlah Equitas
Rp 1.360.000.000
Rp 1.360.000.000
Rp Rp Rp Rp
3.082.994.000 1.477.438.200 4.560.432.200 5.920.432.200
Rp Rp Rp Rp
JUMLAH KEWAJIBAN & EKUITAS
Rp
9.418.239.940
Rp 13.097.410.000
11
4.420.432.200 1.740.048.000 6.160.480.200 7.520.480.200
Tabel 6. PT SAPTA PRIMA ADIKARYA NERACA CO,,ON SIZE PER 31 DESEMBER 2007 DAN 2008 2007
2008
Naik / (turun)
AKTIVA LANCAR Kas Bank Piutang Persediaan Material Jumlah Aktiva Lancar
1,38 8,35 28,10 3,41 41,24
1,50 6,90 29,07 4,91 42,38
0,12 (1,45) 0,96 1,50 1,13
AKTIVA TETAP Tanah Bangunan Akumulasi Penyusutan Bangunan Peralatan Kantor Akumulasi Penyusutan Peralatan kantor Peralatan Kerja Akumulasi Penyusutan Peralatan Kerja Kendaraan dan Alat Berat Akumulasi Penyusutan Kendaraan dan Alat Berat Nilai Buku Aktiva Tetap
19,00 6,15 -0,53 1,57 -0,29 14,77 -1,43 22,28 -2,75 58,76
15,28 5,16 -0,61 1,43 -0,27 13,52 -1,21 27,48 -3,14 57,62
(3,72) (0,99) (0,08) (0,14) 0,02 (1,25) 0,22 5,20 (0,39) (1,13)
JUMLAH AKTIVA
100,00
100,00
(0,00)
KEWAJIBAN LANCAR Hutang Usaha Hutang Bank Hutang Lain-lain Jumlah Kewajiban Lancar
26,16 3,68 1,35 31,19
28,16 6,10 2,21 36,47
2,00 2,42 0,86 5,28
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG Hutang Bank Jumlah Kewajiban
5,95 37,14
6,11 42,58
0,16 5,44
EKUITAS Modal Laba (Rugi) Ditahan Laba (Rugi) Tahun-tahun lalu Laba (Rugi) Tahun Berjalan Laba (Rugi) Ditahan Jumlah Equitas
14,44
10,38
(4,06)
32,73 15,69 48,42 62,86
33,75 13,29 47,04 57,42
1,02 (2,40) (1,39) (5,44)
JUMLAH KEWAJIBAN & EKUITAS
100,00
100,00
(0,00)
Dari neraca common size untuk 2007 dan 2008 yang terdapat pada tabel 6, maka dapat diketahui bahwa disisi aktiva lancar terjadi peningkatan proporsi kas perusahaan sebesar 0.12%, peningkatan pada proporsi piutang perusahaan sebesar 0,96% dan peningkatan pada proporsi
12
persediaan material sebesar 1,50%. Sebaliknya terjadi penurunan proporsi kas bank sebesar 1,45%. Dari perubahan proporsi dari pos-pos aktiva lancar tersebut, maka proporsi dari aktiva lancar mengalami peningkatan sebesar 1,13%. Peningkatan pada proporsi aktiva lancar tersebut juga berpengaruh pada sisi aktiva tetap perusahaan, yaitu proporsi nilai buku aktiva tetap perusahaan mengalami penurunan sebesar 1,13%. Hal ini disebabkan adanya penurunan pada proporsi tanah sebesar 3,72%, penurunan pada proporsi bangunan sebesar 0,99%, peningkatan pada proporsi akumulasi penyusutan bangunan sebesar 0,08%, penurunan pada proporsi peralatan kantor sebesar 0,14 %, penurunan pada proporsi akumulasi penyusutan peralatan kantor sebesar 0,02%, penurunan pada proporsi peralatan kerja sebesar 1,25%, penurunan pada akumulasi penyusutan peralatan kerja sebesar 0,22%, peningkatan pada proporsi kendaraan dan alat berat sebesar 5,20% dan peningkatan pada proporsi akumulasi penyusutan kendaraan dan alat berat sebesar 0,39%. Sehingga dari perubahan masing-masing pos tersebut, proporsi aktiva tetap perusahaan mengalami penurunan sebesar 1.13%. Dari peningkatan dan penurunan proporsi pada tiap-tiap pos dalam total aktiva maka dapat disimpulkan bahwa modal kerja bruto atau aktiva lancar perusahaan pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 1,13% yaitu, untuk tahun 2007 sebesar 41,24% dan tahun 2008 sebesar 42,38%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa setiap tahun selalu terjadi penambahan hutang yang cukup besar atau sebagian dari hasil operasi perusahaan selalu tertahan dan perusahaan tidak bisa membelanjakan hasil operasi tersebut.Hasil operasi perusahaan yang tertahan bisa disebabkan karena kesulitan perusahaan dalam mempercepat waktu pencairan kas dari aktiva lancarnya, yang dapat dilihat pada peningkatan proporsi piutang dan persediaan material perusahaan yang selalu meningkat dari tahun ketahun. Pada sisi kewajiban lancar terjadi peningkatan pada proporsi hutang usaha sebesar 2,00%, peningkatan pada proporsi hutang bank sebesar 2,42% dan peningkatan pada proporsi hutang lain-lain sebesar 0,86 %, sehingga dari peningkatan-peningkatan yang terjadi pada proporsi pos-pos tersebut, proporsi kewajiban lancar perusahaan mengalami peningkatan sebesar 5,28%. Pada sisi kewajiban jangka panjang perusahaan, proporsi hutang bank juga mengalami peningkatan sebesar 0,16%. Dari peningkatan yang terjadi pada proporsi kewajiban lancar dan proporsi kewajiban jangka panjang, maka menyebabkan peningkatan pada proporsi jumlah kewajiban perusahaan yaitu sebesar 5,44%. Selanjutnya pada sisi equitas perusahaan, proporsi modal mengalami penurunan sebesar 4,06%, proporsi laba rugi tahun-tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 1,02% dan proporsi laba rugi tahun berjalan mengalami penurunan sebesar 2,40%. Sehingga dari peningkatan dan penurunan yang telah terjadi pada pos-pos tersebut menyebabkan penurunan pada proporsi equitas perusahaan sebesar 5,44%. Dari peningkatan dan penurunan yang telah terjadi pada tiap-tiap pos dalam kewajiban perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008 juga terjadi peningkatan pendanaan kreditor terhadap total harta perusahaan sebesar 5,44%, yaitu pada tahun 2007 sebesar 37,14% dari total harta merupakan pendanaan dari kreditor dan 62,86% sisanya merupakan pendanaan perusahaan sendiri dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan, 42,58% dari total harta merupakan pendanaan dari kreditor dan 57,42% sisanya merupakan pendanaan perusahaan sendiri. Selanjutnya dari peningkatan dan penurunan yang terjadi pada sisi equitas perusahaan, maka dapat diketahui bahwa perolehan laba tahun berjalan perusahaan mengalami penurunan, yaitu sebesar 2,40%. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka pada tahun 2008 proporsi laba tahun berjalan mempunyai persentase paling kecil. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa setiap tahun perusahaan selalu mengalami
13
penurunan kemampuan dalam upaya memaksimalkan penggunaan aktivanya. Dari perbandingan neraca common size perusahaan untuk tahun 2007 dan 2008, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008 tingkat likuiditas perusahaan juga menurun. Apabila dibandingkan dengan tahun 2007, maka pada tahun 2008 tingkat likuiditas perusahaan menunjukkan angka yang lebih rendah. Pada tahun 2007 yaitu 41,24% dari aktiva perusahaan dapat menjamin 31,19% hutang lancarnya atau Rp. 1,32 (41,24% : 31,19%) dari aktiva lancar dapat menjamin setiap Rp. 1 hutang lancar dan pada tahun 2008 yaitu 42,38% dari aktiva perusahaan dapat menjamin 36,47% hutang lancarnya atau Rp. 1,16 (42,38% : 36,47%) dari aktiva lancar dapat menjamin setiap Rp. 1 hutang lancar. Hal ini disebabkan karena peningkatan pada proporsi aktiva lancar perusahaan tidak sebesar peningkatan pada proporsi kewajiban lancarnya. Selain itu peningkatan pada proporsi piutang dan persediaan material perusahaan dapat mengindikasikan bahwa semakin lamanya pengkonversian piutang dan persediaan tersebut menjadi kas sehingga apabila terjadi penagihan terhadap hutang-hutang perusahaan, maka perusahaan akan mengalami kesulitan pembayaran karena kurangnya ketersediaan kas yang dimilikinya. Sama halnya dengan tahun 2007, penurunan tingkat likuiditas perusahaan tahun 2008 juga disebabkan oleh penurunan pada proporsi laba tahun berjalan perusahaan sebesar 2,40%. Penurunan tersebut bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya kelebihan investasi pada aktiva perusahaan yang berarti ketidakmampuan perusahaan dalam memaksimalkan penjualannya dan ketidakmampuan perusahaan dalam mengontrol efisiensi penggunaan dana/biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan penjualan tersebut.Untuk mengetahui hal tersebut maka penulis akan melanjutkan analisis ini dengan melakukan analisis common size terhadap laporan laba rugi perusahaan untuk tahun 2007 dan 2008. PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan yang telah penulis kemukakan. Adapun kesimpulan tersebut sebagai berikut : Adanya penurunan kemampuan aktiva lancar dalam membiayai utang lancar perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara aktiva lancar dan utang lancar perusahaan. Pada tahun 2006 aktiva dan utang lancar perusahaan menunjukkan Rp. 2.690.070.306 dan Rp. 1.846.075.160, tahun 2007 menunjukkan Rp. 3.884.171.313 dan Rp. 2.937.307.740, tahun 2008 menunjukkan Rp. 5.150.034.473 dan Rp.4.176.040.000 menyebabkan penurunan current ratio, acid test ratio dan cash ratio perusahaan setiap tahun yang mencerminkan semakin meningkatnya hutang perusahaan sehingga mengakibatkan likuiditas jangka pendek perusahaan menurun. Terlalu besarnya dana yang tertanam dalam piutang perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara penjualan dan rata-rata piutang perusahaan. Pada tahun 2006 penjualan dan rata-rata piutang perusahaan menunjukkan Rp. 9.966.521.000 dan Rp. 1.837.234.473, tahun 2007 menunjukkan Rp. 11.846.231.000 dan Rp. 2.646.815.300, tahun 2008 menunjukkan Rp 13.739.142.200 dan Rp. 3.407.009.811 menyebabkan penurunan perputaran piutang dan semakin lamanya periode penagihan piutang setiap tahun sehingga mengakibatkan semakin besarnya resiko piutang tersebut tidak tertagih dan semakin lamanya pengkonversian piutang tersebut menjadi uang kas. Adanya kelebihan investasi atas aktiva perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari
14
perbandingan antara penjualan dan total aktiva perusahaan. Pada tahun 2006 penjualan dan total aktiva perusahaan menunjukkan Rp. 9.966.521.000 dan Rp. 6.886.615.160, tahun 2007 Rp. 11.846.231.000 dan Rp. 9.278.239.940, tahun 2008 menunjukkan Rp 13.739.142.200 dan Rp. 12.697.410.000 dan dapat dilihat penurunan operating assets turnover setiap tahun yang mengindikasikan bahwa terlalu besarnya jumlah aktiva yang digunakan untuk menghasilkan penjualan sehingga biaya untuk menghasilkan penjualan tersebut menjadi semakin besar. Belum baiknya perusahaan dalam mengontrol efisiensi pengeluaran biaya-biaya yang dikeluarkan yang dapat dilihat dari penurunan Return On Investment (ROI), Gross Profit Margin dan Operating Income Ratio perusahaan sehingga mengakibatkan proporsi laba usaha setelah pajak perusahaan semakin menurun setiap tahun DAFTAR PUSTAKA Hutapea, Agnes. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : Zenith Publisher. Jusuf, Permana. ddk, 2006. Prinsip-Prinsip Akuntansi. Jakarta : Salemba Empat. Muhamad, Aliminsyah Ddk, 2003. Pengantar Akuntansi. Edisi Ketujuh. Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Munajab, Mamduh Dkk, 2007, Akutansi Keuangan . Edisi Revisi. Jakarta : Harvarindo. Munawir. 2004, Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Riyanto, Ahmad, 2001. Akuntansi Intemediate. Jakarta : Ghalia Indonesia.
15