ANALISIS KEPRIBADIAN Florence Nightingale ( 1820 – 1910 )
Oleh: Shara Fadhilla H
190110080103
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Jatinangor 2010
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Memilih Tokoh Perkembangan sosial budaya, ilmu dan teknologi meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan. Tuntutan terhadap keperawatan ini meliputi tuntutan terhadap kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan. Tuntutan terhadap keperawatan akan berbeda seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu, keperawatan harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat memberikan pelayanan yang memadai. Pada zaman sebelum Florence Nightingale, perawat dianggap sebagai pembantu rumah tangga, karena kegiatan keperawatan dilakukan berdasarkan insting dan pengalaman. Pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan yang hina. Adapun alasannya adalah sebagai berikut: 1.
Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau “buntut” (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti ke mana tentara pergi,
2.
Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka sehingga profesi ini dianggap sebagai profesi yang kurang sopan untuk wanita baikbaik, selain itu banyak pasien memperlakukan wanita yang tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak sopan (tidak senonoh),
3.
Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan di atas,
4.
Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak dibandingkan menjalankan tugasnya sebagai seorang perawat. Meskipun mengahadapi hambatan dari keluarga dan alasan-alasan Florence tetap
memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang perawat. Florence bahkan meninggalkan warisan yang sangat berharga, yaitu sistem kesehatan publik. Sistem tersebut menunjukkan keyakinannya akan hukum Tuhan, Sang Pencipta segalanya, selain itu pendekatannya juga menyeluruh. Ia juga menekankan pentingnya kesehatan dan pencegahan penyakit secara konsisten. Ia mencetuskan perilaku hidup yang sehat dengan rumah yang layak huni (sesuatu yang langka di masanya, bahkan bagi mereka yang hidup makmur), air dan udara yang bersih, nutrisi yang baik, kelahiran yang aman (tingkat kematian dalam proses kelahiran maupun pasca kelahiran karena demam, lebih tinggi), perawatan anak yang benar, yang ditunjukkan dengan tidak satu anak pun yang menjadi 2
pekerja. Florence juga memegang peranan yang sangat penting dalam mengangkat harkat para perawat. Selain itu, minat dan kemampuan matematis yang dimilikinya semenjak kecil membuat Florence menjadi salah satu tokoh yang turut berperan penting dalam hal statistik. Ia juga menjadi orang terkemuka yang memperkenalkan pengembangan pelayanan medis dan kesehatan publik di India dan juga menjadi orang pertama yang memimpin studi tingkat kelahiran anak-anak Aborigin di daerah-daerah koloni Inggris. Florence telah berjasa besar bagi dunia medis, khususnya menetapkan fondasi keperawatan. Florence membuat orang berpikir bahwa perawat adalah profesi yang penting dan harus diperlengkapi dengan pendidikan khusus. Profesi ini kini menjadi profesi yang sangat mulia, jauh melebihi pandangan masyarakat Inggris sebelumnya. Hal inilah yang membuat
penulis tertarik untuk menganalis kepribadian Florence
Nightingale.
1.2 Latar Belakang Memilih Teori
1.2.1 TEORI HUMANISTIK : Abraham Maslow (Theory of Needs) Penulis akan menganalisis kepribadian Florence Nightingale dengan menggunakan teori kepribadian yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Dengan menggunakan teori Maslow, analisis kepribadian Florence Nightingale akan lebih mudah digambarkan karena Maslow menekankan bahwa aktualisasi diri pada setiap manusia sangatlah penting. Teori maslow ini menekankan pentingnya peran kebutuhan dalam pembentukan kepribadian. Pada awalnya Maslow merupakan pengikut setia John Watson, namun kemudian ia menyadari bahwa behaviorisme dan psikoanalisis yang mengembangkan teori berdasarkan penelitian yang dilakukan pada binatang dan orang neurotik tidak berhasil mengungkapkan nilai-nilai kemanusiaan. Maslow akhirnya menjadi orang yang pertama kali memproklamirkan aliran humanistik sebagai kekuatan ketiga dalam psikologi. Maslow menyusun teori motivasi manusia dimana variasi kebutuhan tersusun dalam bentuk hierarki. Setiap hierarki kebutuhan dapat dipenuhi hanya bila jenjang sebelumnya telah terpuaskan. Menurut Maslow, manusia adalah wanting animal yang ingin memperoleh pemuasan. Apabila muncul suatu keinginan untuk mencapai pemuasan maka akan segera diikuti oleh munculnya 3
keinginan lain yang juga menuntuk pemuasan. Human desires merupakan innate yang berdasarkan prioritas dan potensi yang terdapat pada masing-masing needs, tersusun dalam bentuk hierarki di bawah ini: 1. Physiological Needs (udara, air, vitamin, mineral, makanan, dan sebagainya) 2. Safety Needs (bebas dari rasa takut, sakit, dan sebagainya) 3. Belonginess and Love (keakraban dan afeksi dalam relasi interpersonal dan sebagainya) 4. Esteem Needs (rasa tanggung jawab, self respect, dan sebagainya) 5. Self Actualization Needs (apresiasi terhadap keindahan, ilmu, dan sebagainya)
1.2.2
TEORI BEHAVIORISTIK: Hans J. Eysenck Cyril Burt, Charles spearman, dan Ivan Pavlov adalah orang-orang yang berpengaruh besar terhadap Pavlov. Burt dan Spearman sebagai profesornya memperlihatkan bahwa kepribadian baik jika diteliti dengan menggunakan psikometri. Sementara Pavlov yang secara pribadi tidak dikenali oleh Eysenck menekankan bahwa struktur kepribadian memiliki dasar-dasar biologis. Dua sisi pengaruh tersebut membuat teori Eysenck memilki komponen psikometri dan biologis yang sangat kuat. Eysenck berpendapat dasar umum-umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Namun ia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Hal ini menjelaskan mengapa tingkat pencapaian seseorang itu berbeda-beda dan menjelaskan mengapa individu berbeda satu sama lainnya Menurut Eysenck, kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku actual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Hal-hal yang telah dijelaskan di atas merupakan alasan penulis untuk menggunakan teori Eysenck ini dalam menganalisis kepribadian Florence Nightingale.
4
1.3 Biografi Tokoh
Florence Nightingale ( 1820 – 1910 )
Florence Nightingale lahir tanggal 12 Mei 1820 di Florence, Italia, dalam suatu perjalanan panjang keliling Eropa. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris. Florence Nightingale memiliki seorang kakak perempuan bernama Parthenope. Beliau adalah seorang anak bangsawan Inggris yang kaya, beradab dan bercita-cita tinggi yang bernama William Edward Nightingale. Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Edward Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Ia belajar bermacam-macam bahasa yaitu bahasa Latin, Yunani, Perancis, dan lain-lain. Ia senang memelihara binatang yang sakit, selain itu ia senang bersama ibunya mengunjungi orang miskin yang sakit serta rajin beribadah. Pada masa remaja mulai terlihat perilaku Florence dan kakaknya yang kontras. Kakaknya, Parthenope, hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah karena pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence sendiri lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Pada suatu ketika, pada saat Florence berdoa dengan hikmat ia mendengar suara Tuhan bahwa dalam hidupnya menanti sebuah tugas. Pada saat itu Folrence berusia tujuh belas tahun. Akhirnya Pada tanggal 7 Februari 1837 dia menulis di buku hariannya tentang pengalamannya itu dengan judul “Tuhan berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya. Tetapi pelayanan apa?” Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita bukan karena status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat disaat ia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit.
5
Sebagai keluarga yang berasal dari kalangan mapan, keinginan Florence untuk berkarier sebagai perawat mendapat tantangan keras. Ibu dan kakaknya sangat keberatan dengan jalur yang hendak ditempuh Florence. Sedangkan ayahnya, meski mendukung kegiatan kemanusiaan yang dilakukan putrinya ini, juga tidak ingin Florence menjadi perawat. Karena pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan yang hina. Adapun alasannya adalah sebagai berikut: o
Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau “buntut” (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti ke mana tentara pergi,
o
Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka sehingga profesi ini dianggap sebagai profesi yang kurang sopan untuk wanita baik-baik, selain itu banyak pasien memperlakukan wanita yang tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak sopan (tidak senonoh),
o
Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan di atas,
o
Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak dibandingkan menjalankan tugasnya sebagai seorang perawat. Meskipun mengahadapi hambatan dari keluarga dan alasan-alasan Florence
tetap memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang perawat. Ketika berumur 20 tahun Florence meminta izin kepada orang tuanya untuk bekerja di rumah sakit dan belajar tentang keperawatan.
Akan tetapi orang tuanya tetap tidak
mengijinkannya karena keadaan rumah sakit pada saat itu sangaat memprihatinkan. Walaupun mendapat larangan dari kedua orang tuanya semangat Florence untuk menjadi perawat tidak hilang. Pada suatu hari nenek Florence sakit. Saat itu Florence mendapat kesempatan untuk merawat neneknya sampai pada akhirnya beliau meninggal. Dengan pengalaman merawat neneknya tersebut bertambahlah pengalaman Florence dalam merawat orang sakit. Florence berpendapat bahwa ia perlu menuntut ilmu agar dapat menjalankan pekerjaan perawat dengan baik karena menolong sesama manusia sama halnya dengan mengabdikan diri kepada Tuhan. Florence bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, “Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?” Dr. Samuel Howe menjawab, “Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah
6
sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.” Florence
sering
bertanya-tanya,
mengapa
gereja
Protestan
tidak
seperti Catholic Sisters of Charity yang memberikan jalan bagi para wanita untuk mencurahkan hidupnya dengan melayani orang lain. Dr. Howe menceritakan kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, didirikan oleh Pendeta Theodor Fliedner. Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat tidur, sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang, sebuah rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan sekolah pelatihan untuk para perawat disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan selalu diikuti dengan doa. Florence sangat tertarik dan bersemangat menanggapi cerita Dr. Howe dan mengatakan bahwa Kaiserworth adalah tujuannya. Pada bulan Juli 1850 saat ia telah berusia 30 tahun, Florence pergi ke Kaiserworth di Jerman. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang. Tiga tahun kernudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte, institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. Di sini florence beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis berbunyi; “rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam” Menanggapi anccaman Florence ini, Komite Rumah Sakit pada akhirnya merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
7
Peran Florence Nightingale pada Perang Krimea Pada tahun 1854, ketika Inggris dan Perancis mengumumkan perang terhadap Rusia untuk menguasai Krimea dan Konstantinopel (pintu gerbang menuju Timur Tengah). Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka. Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME wartawan tersebut menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, “Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?”. Hati rakyat Inggris pun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa saatnya telah tiba abgi dirinya untuk bertindak, ia pun menulis surat kepada menteri perang saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan di perang krimea.. Pada pertemuan antara Florence dan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Dijelaskan bahwa banyak prajurit-prajurit yang mati di Krimea bukan karena peluru ataupun bom, namun hal tersebut disebabkan karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria yang ada jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupinya. Sebagai Menteri Perang, Sidney Herbert meminta Florence untuk mengepalai sebuah tim perawat bagi rumah sakit militer di Scutari, Turki. Florence menggunakan kesempatan tersebut dengan baik. Dia berangkat bersama sebuah tim pilihan yang terdiri dari 38 orang perawat. Hanya 14 orang perawat yang mempunyai pengalaman di lapangan sementara 24 orang lainnya adalah anggota lembaga keagamaan yang terdiri dari Biarawati Katolik Roma, perawat rumah sakit Protestan, dan beberapa biarawati Anglikan yang berpengalaman di bidang penyakit kolera. Teman-temannya, Charles dan Selina Bracebridge juga turut bersama tim tersebut untuk mendorong semangatnya. Tiba bulan November 1854 di Barak Selimiye, di Scutari dengan 38 rekanrekannya, mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba disana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan. Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang 8
terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat. Florence melihat para prajurit yang terluka tidak mendapat perawatan dengan baik. Obat-obatan yang minim ditambah dengan tidak diperhatikannya kebersihan sering membawa akibat yang fatal bagi pasien. Peralatan untuk menyiapkan makanan bagi para pasien pun tidak tersedia. Selama perang berlangsung, Florence menghadapi tantangan berat untuk meyakinkan para dokter militer bahwa para perawat wanita pun diperlukan di sebuah rumah sakit militer. Dokter -dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemiliknya, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap. Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu. Kenyataan yang demikian membuat Florence semakin yakin bahwa yang membunuh para prajurit justru kondisi tempat perawatan yang sangat buruk. Sekembalinya ke Inggris, Florence mengumpulkan lebih banyak bukti yang disodorkannya kepada Komisi Kesehatan Angkatan Darat. Ia melaporkan betapa banyaknya prajurit yang meninggal akibat buruknya kondisi di barak-barak. Hal inilah yang kemudian memengaruhi karier keperawatan Florence.
Akhir Hidup Florence Nightingale meninggal dalam tugasnya pada tanggal 13 Agustus 1910 pada usia 90 tahun karena penyakit tifus. Florence telah berjasa besar bagi dunia medis, khususnya menetapkan fondasi keperawatan. Betapa perawat adalah profesi yang penting dan harus diperlengkapi dengan pendidikan khusus. Tidak heran, bila profesi ini kini menjadi profesi yang sangat mulia, jauh melebihi pandangan masyarakat Inggris sebelumnya.
Warisan Florence Nightingale Salah satu warisan yang sangat berharga dari Florence ialah sistem kesehatan publik. Sistem tersebut menunjukkan keyakinannya akan hukum Tuhan, Sang 9
Pencipta segalanya, selain itu pendekatannya juga menyeluruh. Ia juga menekankan pentingnya kesehatan dan pencegahan penyakit secara konsisten. Ia mencetuskan perilaku hidup yang sehat dengan: 1.
rumah yang layak huni (sesuatu yang langka di masanya, bahkan bagi mereka yang hidup makmur);
2.
air dan udara yang bersih;
3.
nutrisi yang baik;
4.
kelahiran yang aman (tingkat kematian dalam proses kelahiran maupun pasca kelahiran karena demam, lebih tinggi);
5.
perawatan anak yang benar, yang ditunjukkan dengan tidak satu anak pun yang menjadi pekerja. Florence juga memegang peranan yang sangat penting dalam mengangkat
harkat para perawat. Meskipun bila kita cermati, hal ini sudah dilakukan sejak Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya membangun rumah sakit di Kaiserswerth, Florence yang berperan menaikkan derajat para perawat sebagai profesional yang dihargai. Pada tahun 1860, ia mendirikan Nightingale Training School bagi para perawat di Rumah Sakit St. Thomas. Pada tahun 1860, karya terbaiknya, Notes on Nursing dipublikasikan. Karya ini menjadi penting mengingat di dalamnya terdapat prinsip-prinsip keperawatan yang meliputi pengawasan yang teliti dan sensitif bagi para pasien. Selain itu, minat dan kemampuan matematis yang dimilikinya semenjak kecil membuat Florence menjadi salah satu tokoh yang turut berperan penting dalam hal statistik. Ia mengompilasi, menganalisis, dan mempresentasikan pengamatan medisnya dengan bidang yang juga dikuasai ayahnya. Salah satu peranannya ialah dalam mempresentasikan informasi secara visual. Ia bisa dikatakan memperbaiki "grafik kue pie" yang diperkenalkan pertama kali oleh William Playfair pada tahun 1801. Dalam penjelasannya di hadapan anggota parlemen, Florence menggunakan grafik yang menyerupai histogram melingkar yang kita kenal belakangan, mengingat para anggota parlemen terlihat tidak suka membaca atau memahami laporan statistik tradisional. Belakangan, Florence mempelajari sanitasi di India dengan statistik yang komprehensif.
Ia
juga
menjadi
orang
terkemuka
yang
memperkenalkan
pengembangan pelayanan medis dan kesehatan publik di sana. Atas perannya ini, ia
10
menjadi wanita pertama yang berbagian dalam Royal Statistical Society, yang juga menjadi anggota kehormatan dari American Statistical Association. Selain mempromosikan keseragaman statistik di rumah sakit Florence juga merupakan salah satu penguji data yang berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan. Ia juga menjadi orang pertama yang memimpin studi tingkat kelahiran anak-anak Aborigin di daerah-daerah koloni Inggris.
11
BAB II TEORI
2.1 Theory of Needs: Abraham Maslow Teori yang dikemukakan oleh Maslow menekankan pentingnya peran kebutuhan dalam pembentukan kepribadian. Pada awalnya Maslow merupakan pengikut setia John Watson, namun kemudian ia menyadari bahwa behaviorisme dan psikoanalisis yang mengembangkan teori berdasarkan penelitian yang dilakukan pada binatang dan orang neurotik tidak berhasil mengungkapkan nilainilai kemanusiaan. Maslow akhirnya menjadi orang yang pertama kali memproklamirkan aliran humanistik sebagai kekuatan ketiga dalam psikologi. Maslow menyusun teori motivasi manusia dimana variasi kebutuhan tersusun dalam bentuk hierarki. Setiap hierarki kebutuhan dapat dipenuhi hanya bila jenjang sebelumnya telah terpuaskan. Menurut Maslow, manusia adalah wanting animal yang ingin memperoleh pemuasan. Apabila muncul suatu keinginan untuk mencapai pemuasan maka akan segera diikuti oleh munculnya keinginan lain yang juga menuntuk pemuasan. Human desires merupakan innate yang berdasarkan prioritas dan potensi yang terdapat pada masing-masing needs, tersusun dalam bentuk hierarki di bawah ini: Self Actualization Needs Self Esteem Needs Belongingness and Love Needs
Safety Needs
Physiological Needs
12
1. Physiological Needs ( Kebutuhan fisiologis) Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan yang paling kuat diantara kebutuhan-kebutuhan lain yang ada pada diri manusia. Umumnya kebutuhan fisiologis ini berkaitan dengan usaha untuk memelihara fisik organisme yang harus dipuaskan sampai suatu level minimal tertentu sebelum muncul bentuk-bentuk motivasi dari kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan fisiologis ini antara lain adalah kebutuhan untuk makan, minum, gula, protein, serta kebutuhan istirahat, seks, dan sebagainya. Apabila kebutuhan fisiologis ini gagal dipenuhi maka individu tidak akan mampu bertahan untuk dapat melakukan pemuasan terhadap bentuk-bentuk kebutuhan yang lebih tinggi. Apabila ada salah satu kebutuhan yang tidak terpuaskan, maka kebutuhan tersebut akan mendominasi individu sehingga membuat kebutuhan-kebutuhan lain akan menjadi kurang penting atau bahkan biasa saja hilang.
2. Safety Needs (Kebutuhan akan rasa aman) Setelah kebutuhan fisiologis cukup terpuaskan maka akan muncul kebutuhan lain, yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman sudah mulai muncul sejak bayi dalam bentuk menangis atau berteriak ketakutan karena tindakan yang dirasakan merupakan sumber bahaya. Kebutuhan ini sangat terlihat pada anak-anak, karena anak-anak relatif membutuhkan bantuan dan bergantung pada orang dewasa. Kebutuhan ini meliputi dorongan untuk memperoleh jaminan yang cukup dalam bentuk kepastian hukum, aturan, struktur, dan kemungkinan-kemungkinan hidup dalam masyarakat.
3. Belonginess and Love Needs (Kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai) Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang mendorong individu untuk melakukan relasi afektif dengan orang lain. Sasaran utama dari kebutuhan ini adalah menjadi anggota dari suatu kelompok. Apabila kebutuhan ini tidak dapat terpuaskan maka individu akan merasa kesepian, kehilangan teman, terasing secara sosial, dan ditolak oleh lingkungan. Kebutuhan ini agak erat kaitannya dengan bentuk nature love yang meliputi kesejahteraan, hubungan saling mencinta antara dua manusia, saling menghargai, saling percaya, saling mengagumi, saling memberi, dan menerima. 13
4. Esteem Needs (Kebutuhan akan harga diri) Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang mendorong individu untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan-kebutuhan sbeelumnya dapat terpuaskan hingga taraf tertentu. Maslow membedakan self-esteem needs menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Self respect, merupakan dorongan untuk merasa berkuasa, berhak, dipercaya, merasa kuat, merasa mampu, bebas, berguna, dan adekuat.
b. Self esteem dari orang lain, merupakan kebutuhan yang terdapat pada diri individu untuk mengetahui bahwa dia mampu memerintah dan mengatasi tantangan dalam hidupnya, gengsi, dihargai, diperhatikan, terkenal, memiliki reputasi yang baik, dan disukai oleh orang lain Kebutuhan akan harga diri menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, mampu, dan perasaan berguna dan penting. Kebutuhan akan harga diri dapat turun kembali ke hierarki kebutuhan yang lebih rendah apabila realisasi kebutuhan ini dirasakan berbahaya bagi individu.
5. Self Actualization Needs (Kebutuhan aktualisasi diri) Kebutuhan ini merupakan dorongan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dapat seorang individu lakukan, dan untuk menjadi kreatif dan bebas dalam mencapai puncak prestasi potensinya. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan yang lainnya telah terpenuhi. Individu yang dapat mencapai tingkat kebutuhan aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan
dari
kebutuhan-kebutuhan
yang
orang
lain
bahkan
tidak
menyadarinya nahwa kebutuhan semacam itu ada. Individu mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami dan tidak mau ditekan oleh budaya. Realisasi munculnya needs ini dapat dikatan tidaklah mudah. Individu seringkali takut mencari potensi terbaik yang mereka miliki, karena potensi tersebut menuntut tanggung jawab yang sangat besar. 14
Ciri-ciri Person yang self Actualizer: 1.
Persepsinya tehadap realitas sangat efisien
2.
Penerimaan terhadap diri, orang lain, dan lingkungan: mempunyai persamaan respek dan objektif, tidak berleibhan, lancar, dan tidak ada hambatan
3.
Spontan, sederhana, dan wajar
4.
Problem centering
5.
Menyalurkan kebutuhan-kebutuhan privacy secukupnya
6.
Otonom, bebas dari ikatan berlebihan terhadap nilai budaya lingkungan
7.
Apresiasi yang senantiasa segar
8.
Social interest dengan perasaan kemanusiaan yang mendalam
9.
Interpersonal realition: akrab, mendalam dan terbatas
10. Memiliki struktur karakter yang dinamis 11. Bisa memisahkan means dan end 12. Kreatif 13. Memiliki selera humor yang filosofis dan kosmis 14. Kreatif 15. Resisten terhadap seni atau budaya
2.2 Teori Eysenck Hans Eysenk termasuk seorang ahli teori kepribadian yang sangat produktif dalam mengukur teori-teori kepribadian. Eksperimennya yang terkenal adalah memisahkan antara orang yang masuk partai konservatif dan yang tidak. Ia memeriksa mahasiswa untuk melihat orang-orang mana saja yang nantinya akan menjadi seorang radikalis. Ada satu faktor dalam diri manusia yang tidak bisa dijelaskan secara faal karena adanya faktor-faktor herediter yang bisa keluar bila dipancing. Faktor herediter ini disebut sebagai temperament. Ia juga menjelaskan teori-teorinya menjadi tipologi. Faktor yang membedakan antara satu individu dengan individu yang lainnya adalah trait, yaitu yang disebut tipologi. Dalam
penelitiannya
tentang
kepribadian
manusia,
Eysenck
melakukan
pendekatan dimana hal ini dilakukan dengan teknik statistik/matematik (factor analysis), yaitu:
15
1. Metoda Ortogonal Faktor yang ditemukan tidak mempunyai korelasi antar faktor lainnya (kemampuan yang terdapat pada salah satu faktor tidak menggambarkan apapun tentang kemampuan yang terdapat pada faktor lainnya) 2. Metoda Oblique Sampai batasan tertentu terdapat korelasi antar faktor pengelompokkan trait
kemungkinan
TYPES (CATTELL tidak sampai pada tipologi,
EYSENCK membuat tipologi)
Proses Pengukuran yang Dilakukan oleh Eysenck: a. Pengukuran Trait: -
Kuesioner dan pengukuran objektif
-
Penyusunan alat-alat ukur untuk mendeteksi trait, misalnya MPI (Maudsley Personality Inventories) dan EPI (Eysenck Personality Inventories)
b. Pengembangan teori untuk mencari atau menjelaskan hubungan-hubungan dari penampilan masing-masing trait -
Teori Kepribadian EYSENCK
-
Mencari individual preferences dan kaitan fungsi-fungsi psikologis
c. Maencari atau menjelaskan dasar atau kaitan biologis yang menyebabkan munculnya trait -
Misalnya Neurophysiologis, konstitusi fisik
-
Tipologi Eysenck
Struktur Kepribadian dan Dinamika Kepribadian Struktur dasarnya adalah trait. Pengembangan dari trait ini dapat menjelaskan mengapa individu berbeda dengan individu yang lainnya. Perbedaan ini karena trait berkaitan dengan faktor-faktor lainnya sehingga untuk fungsi dinamis trait memerlukan hubungan trait lain. Stimulus respon ada karena saling berhubungan. Struktur dan dinamikakepribadian digambarkan sebagai berikut:
16
TRAIT
Faktor yang menjadi dasar kepribadian dan memungkinkan individu berbeda dengan individu lain
Asumsi: fungsi-fungsi kepribadian (trait) saling berhubungan satu sama lain
FACTOR ANALYSIS
antara individu (dalam sampel) Prosedur statistic
CLUSTER OF TRAITS
Traits yang berkorelasi kuat dikelompokkelompokkan (mempunyai kesamaan fungsi kepribadian)
TYPES
Dimensi memberi
dasar corak
dibalik pada
traits
yang
kepribadian
individu
Tersusun atas dasar pemfungsian traits dalam kelompok-kelompok fungsi yang saling berkaitan atau mempengaruhi
Tetap memungkinkan perbedaan corak individual, karena perbedaan intensitas dan kualitas traits pada tiap individu
17
Tipologi Kepribadian menurut Eysenck
18
BAB III PEMBAHASAN ANALISIS TOKOH
3.1 Teori Psikologi Humanistik: Abaraham Maslow (Theory of Needs)
3.1.1 Struktur Kepribadian
Hierarchy of Needs
Self Actualization Needs
Self Esteem Needs
Belongingness and Love Needs
Safety Needs
Physiological Needs
a.
Physiological Need Kebutuhan fisiologis ini berkaitan dengan usaha untuk memelihara fisik organisme yang harus dipuaskan sampai suatu level minimal tertentu sebelum muncul bentuk-bentuk motivasi dari kebutuhan yang lebih tinggi. Florence Nightingale adalah seorang anak bangsawan Inggris yang kaya, beradab dan bercita-cita tinggi yang bernama William Edward Nightingale. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Semasa kecilnya ia 19
tinggal di sebuah rumah mewah yang besar dan mewah milik ayahnya. Semua kebutuhan fisiknya dapat terpenuhi dengan baik karena keadaan ekonomi keluarganya yang sangat baik. Kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya dapat dipenuhi oleh orang tuanya dengan baik. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa Physiological Need Florence terpenuhi dan tinggi.
b.
Safety Needs Setelah kebutuhan fisiologis seseorang cukup terpuaskan maka akan muncul kebutuhan yang lainnya, yaitu kebutuhan akan rasa aman. Berasal dari keluarga dengan latar belakang bangsawan yang kaya raya, membuat Florence tidak memiliki kekhawatiran dalam memenuhi kebutuhan akan rasa amanya. Kekayaan yang dimiliki orang tuanya dapat memenuhi semua kebutuhan yang ia inginkan. Sejak kecil ia juga sudah diberikan pendidikan dan keterampilan yang dapat menunjang kehidupan dewasanya nanti. Ia diajarkan bermacam-macam bahasa yaitu bahasa Latin, Yunani, Perancis, dan lain-lain.
c.
Belonginess and Love Needs Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang mendorong individu untuk melakukan relasi afektif dengan orang lain. Kebutuhan ini agak erat kaitannya dengan bentuk nature love yang meliputi kesejahteraan, hubungan saling mencinta antara dua manusia, saling menghargai, saling percaya, saling mengagumi, saling memberi, dan menerima. Belonginess and Love Needs Florence Nightingale dapat dikatan besar. Kebtuhan ini diperoleh Florence dari keluarganya. Sejak kecil Florence sering diajak oleh ibunya untuk mengunjungi dan membantu orang yang kurang mampu. Selain itu, pada masa remaja mulai terlihat perilaku Florence dan kakaknya yang kontras. Kakaknya, Parthenope, hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah karena pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak 20
keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Pada suatu ketika, pada saat Florence berdoa dengan hikmat ia mendengar suara Tuhan bahwa dalam hidupnya menanti sebuah tugas. Pada saat itu Folrence berusia tujuh belas tahun. Akhirnya Pada tanggal 7 Februari 1837 dia menulis di buku hariannya tentang pengalamannya itu dengan judul “Tuhan berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya. Tetapi pelayanan apa?”
d.
Self Esteem Needs Kebutuhan akan harga diri menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, mampu, dan perasaan berguna dan penting. Kebutuhan akan harga diri dapat turun kembali ke hierarki kebutuhan yang lebih rendah apabila realisasi kebutuhan ini dirasakan berbahaya bagi individu. Kebutuhan akan harga diri Florence Nightingale dapat dikatakan besar. Berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya, tidak membuat Florence menjadi pribadi yang terlalu tergantung pada kekayaan keluarganya. Ia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berusaha menjadi orang yang berguna bagi lingkungannya, dan percaya bahwa dirinya mampu melakukan hal tersebut. Ia lebih memilih untuk membantu warga sekitarnya daripada menjalankan kodratnya sebagai putri bangsawan. Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita bukan karena status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat disaat ia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit.
e.
Self Actualization Needs Kebutuhan
ini
merupakan
dorongan
untuk
memperoleh
kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dapat seorang individu lakukan, dan untuk menjadi kreatif dan bebas dalam mencapai puncak prestasi
21
potensinya. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan yang lainnya telah terpenuhi. Realisasi munculnya needs ini dapat dikatan tidaklah mudah. Individu seringkali takut mencari potensi terbaik yang mereka miliki, karena potensi tersebut menuntut tanggung jawab yang sangat besar. Kebutuhan aktualisasi diri Florence sangat besar. Florence menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita bukan karena status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat disaat ia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit. Sebagai keluarga yang berasal dari kalangan mapan, keinginan Florence untuk berkarier sebagai perawat mendapat tantangan keras. Ibu dan kakaknya sangat keberatan dengan jalur yang hendak ditempuh Florence. Sedangkan ayahnya, meski mendukung kegiatan kemanusiaan yang dilakukan putrinya ini, juga tidak ingin Florence menjadi perawat. Karena pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan yang hina. Meskipun mengahadapi hambatan dari keluarga dan alasanalasan Florence tetap memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang perawat. Ketika berumur 20 tahun Florence meminta izin kepada orang tuanya untuk bekerja di rumah sakit dan belajar tentang keperawatan. Akan tetapi orang tuanya tetap tidak mengijinkannya karena keadaan rumah sakit pada saat itu sangaat memprihatinkan. Walaupun mendapat larangan dari kedua orang tuanya semangat Florence untuk menjadi perawat tidak hilang. Tiga
tahun
kernudian,
dia
melaksanakan
pekerjaan
keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel.
22
3.1.2 Dinamika Kepribadian : Self Actualization Kebutuhan ini merupakan dorongan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dapat seorang individu lakukan, dan untuk menjadi kreatif dan bebas dalam mencapai puncak prestasi potensinya. Individu yang dapat mencapai tingkat kebutuhan aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadarinya bahwa kebutuhan semacam itu ada. Individu mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami dan tidak mau ditekan oleh budaya.
Ciri-ciri Person yang self Actualizer: 1.
Persepsinya tehadap realitas sangat efisien
2.
Penerimaan terhadap diri, orang lain, dan lingkungan: mempunyai persamaan respek dan objektif, tidak berlebihan, lancar, dan tidak ada hambatan
3.
Spontan, sederhana, dan wajar
4.
Problem centering
5.
Menyalurkan kebutuhan-kebutuhan privacy secukupnya
6.
Otonom, bebas dari ikatan berlebihan terhadap nilai budaya lingkungan
7.
Apresiasi yang senantiasa segar
8.
Social interest dengan perasaan kemanusiaan yang mendalam
9.
Interpersonal realition: akrab, mendalam dan terbatas
10. Memiliki struktur karakter yang dinamis 11. Bisa memisahkan means dan end 12. Kreatif 13. Memiliki selera humor yang filosofis dan kosmis 14. Kreatif 15. Resisten terhadap seni atau budaya
23
Florence Nightingale dapat dikatakan memiliki self actualization yang besar. Hal ini dapat kita lihat dari hal-hal di bawah ini:
a. Florence menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita bukan karena status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat disaat ia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit. Florence berusaha mencapai kepuasan hidup dengan usahanya sendiri, yaitu dengan membantu orang yang kurang mampu.
b. Florence bukanlah individu yang terlalu terikat dengan budaya yang berlaku. Keinginannya untuk menjadi seorang perawat ditentang oleh keluarganya karena pada saat itu budaya yang berkembang adalah perawat merupakan suatu pekerjaan yang hina dan tiak layak dilakukan oleh seorang perempuan, apalagi seorang bangsawan seperti Florence. Akan tetapi Florence menolak budaya tersebut dan tetap memantapkan keputusannya untuk mengabdikan diri di bidang keperawatan.
c. Florence Nightingale menyadari potensi yang ia milki dalam dirinya untuk menjadi seorang perawat. Pada suatu hari Florence mendapat kesempatan untuk merawat neneknya sampai pada akhirnya beliau meninggal. Dengan pengalaman merawat neneknya tersebut bertambahlah pengalaman Florence dalam merawat orang sakit. Florence berpendapat bahwa ia perlu menuntut ilmu agar dapat menjalankan pekerjaan perawat dengan baik karena menolong sesama manusia sama halnya dengan mengabdikan diri kepada Tuhan. Florence bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, “Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?” Dokter tersebut, Dr. Samuel Howe, menjawab, “Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.”
24
d. Florence selalu berusaha dengan keras dan tidak pernah putus asa untuk menjadi sesuatu yang dapat ia lakukan, yang dalam hal ini adalah seorang perawat. Meskipun mengahadapi hambatan dari keluarga, Florence tetap memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang perawat. Ketika berumur 20 tahun Florence meminta izin kepada orang tuanya untuk bekerja di rumah sakit dan belajar tentang keperawatan. Akan tetapi orang tuanya tetap tidak mengijinkannya karena keadaan rumah sakit pada saat itu sangaat memprihatinkan. Walaupun mendapat larangan dari kedua orang tuanya semangat Florence untuk menjadi perawat tidak hilang. Pada bulan Juli 1850 saat ia telah berusia 30 tahun, Florence pergi ke Kaiserworth di Jerman. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.
Tiga
tahun
kernudian,
dia
melaksanakan
pekerjaan
keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte, institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama.
e. Dalam mencapai puncak prestasi potensi yang ia miliki, Florence selalu melakukan
hal-hal
yang
kreatif.
Selama
menjalankan
tugas
keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances, Florence memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte, institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. Bahkan florence beragumentasi sengit dengan Komite Rumah 25
Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut. Ancaman Florence tersebut membuat Komite Rumah Sakit pada akhirnya merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence. Pada perang krimea Florence mendaftar menjadi sukarelawan dan melaporkan betapa banyaknya prajurit yang meninggal akibat buruknya kondisi di barak-barak. Hal ini kemudian memengaruhi karier keperawatan Florence. Selain itu, salah satu warisan yang sangat berharga dari Florence ialah sistem kesehatan publik. Ia juga menekankan pentingnya kesehatan dan pencegahan penyakit secara konsisten. Ia mencetuskan perilaku hidup yang sehat dengan rumah yang layak huni (sesuatu yang langka di masanya, bahkan bagi mereka yang hidup makmur); air dan udara yang bersih; nutrisi yang baik; kelahiran yang aman (tingkat kematian dalam proses kelahiran maupun pasca kelahiran karena demam, lebih tinggi); perawatan anak yang benar, yang ditunjukkan dengan tidak satu anak pun yang menjadi pekerja. Florence juga memegang peranan yang sangat penting dalam mengangkat harkat para perawat. Ia yang berperan menaikkan derajat para perawat sebagai profesional yang dihargai. Pada tahun 1860, ia mendirikan Nightingale Training School bagi para perawat di Rumah Sakit St. Thomas.
Pada
tahun
1860,
karya
terbaiknya, Notes
on
Nursing dipublikasikan. Karya ini menjadi penting mengingat di dalamnya terdapat prinsip-prinsip keperawatan yang meliputi pengawasan yang teliti dan sensitif bagi para pasien. Selain itu, minat dan kemampuan matematis yang dimilikinya semenjak kecil membuat Florence menjadi salah satu tokoh yang turut berperan penting dalam hal statistik. Ia mengompilasi, menganalisis, dan mempresentasikan pengamatan medisnya dengan bidang yang juga dikuasai ayahnya. Salah satu peranannya ialah dalam mempresentasikan informasi secara visual. Ia bisa dikatakan memperbaiki "grafik kue pie" yang diperkenalkan pertama kali oleh William Playfair pada tahun 1801. Dalam penjelasannya di hadapan anggota parlemen, Florence menggunakan grafik yang menyerupai histogram melingkar yang kita kenal belakangan, mengingat para anggota parlemen terlihat tidak 26
suka membaca atau memahami laporan statistik tradisional. Ia juga menjadi
orang
terkemuka
yang
memperkenalkan
pengembangan
pelayanan medis dan kesehatan publik di sana. Atas perannya ini, ia menjadi wanita pertama yang berbagian dalam Royal Statistical Society, yang juga menjadi anggota kehormatan dari American Statistical Association. Selain mempromosikan keseragaman statistik di rumah sakit Florence juga merupakan salah satu penguji data yang berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan. Ia juga menjadi orang pertama yang memimpin studi tingkat kelahiran anak-anak Aborigin di daerah-daerah koloni Inggris.
3.1.2 Growth and Development : Self Growth Minat Florence Nightingale pada bidang keperawatan tampaknya ssudah dimulai sejak ia masih kecil.
Saat ia masih kecil ibunya sering mengajak ia berkeliling untuk mengunjungi orang-orang yang kurang mampu. Tampaknya kebiasaan yang diajarkan ibunya padanya berkesan bagi Florence.
Ketika ia mulai memasuki masa remajanya, ia lebih memilih untuk melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang biasanya dilakukan oleh seorang putrid bangsawan. Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
Pada suatu ketika, pada saat Florence berdoa dengan hikmat ia mendengar suara Tuhan bahwa dalam hidupnya menanti sebuah tugas. Pada saat itu Folrence berusia tujuh belas tahun. Akhirnya, pada tanggal 7 Februari 1837, dia menulis di buku hariannya tentang pengalamannya itu dengan judul “Tuhan berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya. Tetapi pelayanan apa?”
Ketika berumur 20 tahun Florence meminta izin kepada orang tuanya untuk bekerja di rumah sakit dan belajar tentang keperawatan. Akan tetapi orang tuanya tetap tidak mengijinkannya karena keadaan rumah sakit pada saat itu sangaat memprihatinkan. Walaupun mendapat
27
larangan dari kedua orang tuanya semangat Florence untuk menjadi perawat tidak hilang.
Pada suatu hari nenek Florence sakit. Saat itu Florence mendapat kesempatan untuk merawat neneknya sampai pada akhirnya beliau meninggal.
Dengan
pengalaman
merawat
neneknya
tersebut
bertambahlah pengalaman Florence dalam merawat orang sakit. Lalu ia merasa perlu menuntut ilmu agar dapat menjalankan pekerjaan perawat dengan baik karena menolong sesama manusia sama halnya dengan mengabdikan diri kepada Tuhan. Florence bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, “Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?” Dr. Samuel Howe menjawab, “Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.”
Dr. Howe menceritakan kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, didirikan oleh Pendeta Theodor Fliedner. Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat tidur, sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang, sebuah rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan sekolah pelatihan untuk para perawat disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan selalu diikuti dengan doa. Florence sangat tertarik dan bersemangat menanggapi cerita Dr. Howe dan mengatakan bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.
Pada bulan Juli 1850 saat ia telah berusia 30 tahun, Florence pergi ke Kaiserworth di Jerman. Di sana ia terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien serta jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.
28
Tiga tahun kernudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner.
Pada usia dewasa, saat ia berusia 31 tahun Florence yang lebih cantik dibandingkan kakaknya, banyak mendapat lamaran untuk menikah. Tapi semua lamaran tersebut ditolak oleh Florence karena ia merasa terpanggil untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan dan telah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.
Pada tanggal 21 Oktober 1854, Florence berangkat bersama 38 gadis sukarelawan yang lain untuk membantu dalam Perang Krimea. Di sana Florence melakukan perubahan-perubahan penting berkaitan dengan sistem dan kebersihan rumah sakit. Dalam waktu sebulan rumah sakit tersebut sudah berubah menjadi lebih baik. Hal ini berpengaruh pada karir Florence di kemudian hari, dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang penting.
Pada 9 Juli 1960 Florence mendirikan Sekolah Perawat dan Kebidanan Nightingale dan menjadi pimpinan sekolah tersebut. Perawat yang lulus dari sekolah tersebut tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal perkembangan profesi keperawatan.
Pada tahun 1860, Florence menulis buku catatan (Notes on Nursing), buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan juga sekolah perawatan lainnya. Buku ini juga menjadi buku yan popular di kalangan orang awam dan telah terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.
Pada tahun 1883, Florence dianugrahi medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
Pada tahun 1907, saat ia sudah berumur 87 tahun, raja Inggris dihadapat
beratus-ratus
undangan
menganugrahkan
Florence
NIghtingale dengan bintang jasa The Order of Merit dan ia menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.
29
Pada tahun 1908, ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari London.
Sampai akhir hayatnya, Florence tetap mengabdikan diri di bidang keperawatan yang sangat ia cintai. Nightingale meninggal dalam tugasnya pada tanggal 13 Agustus 1910 pada usia 90 tahun karena penyakit tifus. Florence telah berjasa besar bagi dunia medis, khususnya menetapkan fondasi keperawatan. Betapa perawat adalah profesi yang penting dan harus diperlengkapi dengan pendidikan khusus. Tidak heran, bila profesi ini kini menjadi profesi yang sangat mulia, jauh melebihi pandangan masyarakat Inggris sebelumnya.
3.2 Analisis Teori Psikologi Behavioristik: Teori Eysenck
Struktur Kepribadian, dinamika Kepribadian, dan Growth and Development Struktur dasar kepribadian teori Eysenck ini adalah trait. Pengembangan dari trait ini dapat menjelaskan mengapa individu berbeda dengan individu yang lainnya. Perbedaan ini karena trait berkaitan dengan faktor-faktor lainnya sehingga untuk fungsi dinamis trait memerlukan hubungan trait lain. Stimulus respon ada karena saling berhubungan. Eysenck mengemukakan bahwa hanya ada tiga general superfactor. Tiga dimensi kepribadian Eysenck adalah Introversion-Extraversion (E), Neuroticism (N), dan Psychoticism (P). Eysenck menganggap ketiga faktor (dimensi kepribadian) tersebut sebagai bagian dari struktur kepribadian normal. Struktur kepribadian dan dinamika kepribadian Florence Nightingale dapat digambarkan sebagai berikut:
30
TRAIT
Sociable, Outgoing, Talkative, Responsive, Easygoing, Lively, Leadership
FACTOR ANALYSIS
CLUSTER OF TRAITS
TYPES
Sanguine
EXTROVERTED
Tipologi kepribadian Florence Nightingale menurut teori Eysenck 31
a. Sociable Menjadi seorang putri dari keluarga bangsawan tidak membuat Florence mengalami kesulitan dalam bergaul. Ketika kakaknya hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah karena pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence sendiri lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa Florence memililki pergaulan yang baik dengan lingkungannya.
b. Outgoing Florence merupakan sosok yang ramah terhadap orang lain, terutama orang di sekitarnya yang kurang mampu. Sejak kecil ia sudah diajarkan ibunya untuk membantu orang-orang di sekitarnya yang kurang mampu. Hal ini terus berlanjut hingga ia remaja. Florence banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita bukan karena status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat disaat ia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit.
c. Talkative Florence adalah tipe orang yang aktif. Ia banyak bicara dan bertanya pada orang lain. Florence pernah bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, “Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?” Dr. Samuel Howe menjawab, “Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.” Florence juga sering bertanya mengenai mengapa gereja Protestan tidak seperti Catholic Sisters of Charity yang memberikan jalan bagi para wanita untuk mencurahkan hidupnya dengan melayani orang lain. Selain itu, Florence juga pernah beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik dan
32
mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut.
d. Responsive Minat yang tinggi yang didukung oleh bakat yang tinggi pula membuat Florence selalu bertanggung jawab dalam setiap tugas yang ia jalankan. Dari sejak awal menjalani kehidupan sebagai seorang perawat, Florence telah menangani suatu kasus dengan tanggung jawab tinggi yang membuat perubahan besar dalam peraturan rumah sakit tempat ia bekerja. Tanggung jawabnya yang tinggi dalam bidang keperawatan ini juga dapat kita lihat dari keberhasilan Florence membuat perawat menjadi profesi yang bergengsi dan tidak dianggap hina lagi oleh masyarakat.
e. Lively Kehidupan Florence sebagai seorang perawat selalu padat dan berisi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Saat melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte, institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. Di sini florence beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut. Saat terjadi perang krimea, Florence tanpa ragu-ragu langsung mendaftarkan diri menjadi sukarelawan dalam perang tersebut. Ia merupakan satusatunya wanita yang mendaftarkan diri menjadi relawan. Di perang tersebut, Florence berjuang untuk meyakinkan para dokter bahwa perawat wanita sangat dibutuhkan di sebuah rumah sakit militer. Pada tahun 1860, karya terbaiknya, Notes on Nursing dipublikasikan. Karya ini menjadi penting mengingat di dalamnya terdapat prinsip-prinsip keperawatan yang meliputi pengawasan yang teliti dan sensitif bagi para pasien 33
Florence telah berjasa besar bagi dunia medis, khususnya menetapkan fondasi keperawatan. Betapa perawat adalah profesi yang penting dan harus diperlengkapi dengan pendidikan khusus. Tidak heran, bila profesi ini kini menjadi profesi yang sangat mulia, jauh melebihi pandangan masyarakat Inggris sebelumnya.
f. Leadership Selain memiliki kemampuan untuk mendapatkan penemuan-penemuan penting dalam bidang keperawatan, Florence juga memiliki kemampuan leadership yang baik. Menteri Perang, Sidney Herbert, meminta Florence untuk mengepalai sebuah tim perawat bagi rumah sakit militer di Scutari, Turki. Florence menggunakan kesempatan tersebut dengan baik. Dia berangkat bersama sebuah tim pilihan yang terdiri dari 38 orang perawat. Hanya 14 orang perawat yang mempunyai pengalaman di lapangan sementara 24 orang lainnya adalah anggota lembaga keagamaan yang terdiri dari Biarawati Katolik Roma, perawat rumah sakit Protestan, dan beberapa biarawati Anglikan yang berpengalaman di bidang penyakit kolera. Selama perang berlangsung, Florence menghadapi tantangan berat untuk meyakinkan para dokter militer bahwa para perawat wanita pun diperlukan di sebuah rumah sakit militer. Florence menemukan suatu kenyataan yang membuat Florence semakin yakin bahwa yang membunuh para prajurit justru kondisi tempat perawatan yang sangat buruk. Sekembalinya ke Inggris, Florence mengumpulkan lebih banyak bukti yang disodorkannya kepada Komisi Kesehatan Angkatan Darat. Ia melaporkan betapa banyaknya prajurit yang meninggal akibat buruknya kondisi di barak-barak. Hal inilah yang kemudian memengaruhi karier keperawatan Florence. Kemampuan leadership florence juga ditunjukkan saat ia menjadi orang pertama yang memimpin studi tingkat kelahiran anak-anak Aborigin di daerahdaerah koloni Inggris.
34
BAB IV KESIMPULAN
Florence Nightingale merupakan seorang tokoh yang sangat berperan dalam bidang keperawatan. Keberhasilannya dalam mengangkat harkat perawat dan mengubah pandangan orang terhadap perawat saat ini menjadi sangat baik membuat namanya menjadi sangat dikenal. Sebagai putri dari seorang bangsawan yang kaya raya, beradab, dan bercita-cita tinggi, Florence tidak memiliki hambatan yang berarti dalam memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, belonginess and love needs, dan kebutuhan akan harga dirinya. Kekayaan orang tuanya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya sangat menunjang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Akan tetapi, ia sedikit hambatan dalam usahanya untuk memenuhu kebutuhan aktualisasi dirinya. Hambatan tersebut berasal dari luar dirinya. Di saat putri-putri bangsawan lain memilih untuk menjalani kehidupan selayaknya seorang putrid bangsawan, Florence memilih untuk mengaktualisasikan dirinya untuk menjadi perawat. Pada saat ini, paradigma masyarakat tentang perawat sangat buruk. Perawat dianggap sebagai pekerjaan yang hina dan tidak layak untuk dikerjakan oleh seorang perempuan. Pandangan masyarakat terhadap perawat tersebut membuat keluarga Florence menentang dengan keras keputusannya. Akibat larangan dari keluarganya dan paradigm yang berkembang dari masyarakat tersebut proses pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri Florence menjadi agak terhambat. Akan tetapi hal tersebut tidak dibiarkan Florence berlanjut terus menerus. Tekadnya yang semakin kuat dari hari ke hari untuk menjadi seorang perawat membuat ia menentang budaya yang berlaku dan keputusan keluarganya. Ia tetap memutuskan untuk mengabdikan hidupnya menjadi seorang perawat. Florence juga memiliki tipe kepribadian ekstravert yang dikarakteristikkan oleh sifat Sociable, Outgoing, Talkative, Responsive, Easygoing, Lively, Leadership.
35
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian cetakan 7. Malang: UMM MALANG Feist, Jess and Gregory J Feist. 2009. Theories of Personality 7th Edition. Singapore: McGraw Hill International Edition Pervin, Lawrence A dan Oliver P John. 2001. PERSONALITY: theory and research. 8th edition. USA: John Wiley & Sons. Inc Sammy. 2009. Florence Nightingale (1820-1910). [online]. (http://jarumsuntik.com/florencenightingale-1820-1910/ diakses tanggal 23 Mei 2010) ______.
2009.
Florence
Nightingale
(1820-1910).
[online.].
(http://nursingbegin.com/tag/florence-nightingale/ diakses tanggal 23 Mei 2010)
36