ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis DR. Muhammad Japar, MSi. © PENERBIT POHON CAHAYA (Anggota IKAPI) Jl. Tirtodipuran 8 Yogyakarta 55142 Telp.: (0274) 781 0808; (0274) 820 6688 E-mail:
[email protected] Website: www.pohoncahaya.com Cetakan ke-1
: Oktober 2015
Perancang sampul Penata Letak
: Tri Danang Cipta Arga : Bimo Setyoseno
DR. Muhammad Japar, MSi. Analisis Kepribadian Konseli Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2015. vi + 86 hlm.; 15,5×23 cm ISBN: 978-602-0833-45-3 Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip dan mempublikasikan sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit Dicetak oleh: PERCETAKAN POHON CAHAYA
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala puji kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Buku Analisis Kepribadian Konseli: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis dapat terselesaikan. Penyusunan buku ini didasarkan atas kebutuhan para konselor baik di masyarakat maupun di sekolah untuk melakukan analisis kepribadian sebagai dasar dalam melaksanakan tugasnya mem berikan layanan konseling kepada individu-individu konseli. Melakukan analisis kepribadian konseli merupakan langkah awal dalam layanan konseling di masyarakat maupun di Sekolah. Agar layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor dan guru pembimbing efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, konselor dan guru pembimbing perlu memahami potensi, sifat dan dinamika kepribadian konseli dengan baik. Pemahaman sifat dan dinamika kepribadian melalui analisis kepribadian konseli memberi informasi kepada konselor tentang kekhasan konseli yang sangat berguna untuk penetapan model intervensi konseling yang akan diberikan kepada konseli tersebut. Konseli merupakan individu yang dibantu dalam proses konseling. Konseli yang dibantu tersebut sedang menghadapi masalah dan kondisinya dalam keadaan yang tidak seimbang. Kondisi konseli yang tidak seimbang oleh Prayitno (pakar bimbingan konseling Fakultas Imu Pendidikan, Universitas Negeri Padang) disebut individu yang mengalami KES-T yaitu kehidupan efektif sehari-hari terganggu. Sebagai individu yang periaku efektif sehari-hari terganggu, perilaku yang ditunjukkannya seringkali tidak sesuai dengan keadaan dirinya yang sesungguhnya dan masalah yang diungkapkan konseli belum tentu masalah yang sesungguhnya. Berdasar hal tersebut, Konselor perlu melakukan iii
analisis kepribadian dan dinamika kepribadian konseli dengan mendasarkan pada teori-teori kepribadian. Buku ini mengantarkan para pembaca terutama pada pe ma haman mengenai pengertian kepribadian konseli, teori-teori kepribadian sebagai dasar analisis kepribadian konseli, dan membantu memahami dinamika kepribadian konseli. Konseli sebagai individu memiliki keunikan pribadi sehingga untuk memahami keunikan tersebut perlu pemahaman tentang analisis kepribadian. Penulis berharap, semoga buku analisis kepribadian konseli ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para konselor dan calon konselor serta calon guru pembimbing untuk mempersiapkan diri sebagai konselor dan guru pembimbing profesional. Bagi para guru pembimbing sekolah buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk meningkatkan kualitas layanan konseling bagi para siswanya yang sedang menghadapi masalah. Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkenan membantu penyusunan buku ini. Kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan di masa yang akan datang sangat kami harapkan. Atas kritik dan saran yang membangun, kami sampaikan terimakasih. Magelang, April 2015
iv
Penulis
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ............................................... iii DAFTAR ISI ....................................................... v BAB I.BIMBINGAN DAN KONSELING ..........................
1
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling .............. 1 B. Bimbingan Konseling Perkembangan ............... 5 C. Ruang Lingkup Layanan Konseling .................. 11 BAB II.KONSELI DALAM LAYANAN KONSELING ............. 14 A. B. C.
Pengertian Konseli .................................... 14 Kepribadian Konseli ................................... 15 Kebutuhan Analisis Kepribadian Konseli dalam konseling ....................................... 16
BAB III.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKO-ANALISIS SIGMUND FREUD ............................ 19 A. Riwayat Singkat Sigmund Freud .................... B. Kepribadian Menurut Psikoanalisis Freud ......... C. Dinamika Kepribadian ................................ D. Perkembangan Kepribadian ......................... E. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Psikoanalisis ...........................................
19 20 25 31 39
BAB IV.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKOLOGI INDIVIDUAL ALFRED ADLER ..................... 42 A. B. C.
Riwayat Singkat Alfred Adler ........................ 42 Kepribadian Menurut Adler .......................... 45 Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Kepribadian Menurut Adler .......................... 53
v
BAB V.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR TEORI KAREN HORNEY ........................... 56 A. B. C.
Riwayat Singkat Karen Horney ...................... 56 Kepribadian Horney ................................... 57 Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Pandangan Horney .................................... 61
BAB VI.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR TEORI SULLIVAN ................................................ 67 A. B. C.
Riwayat Singkat Harry Stack Sullivan .............. 67 Kepribadian Sullivan .................................. 68 Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Teori Sullivan .......................................... 71
BAB VII. ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKOANALITIK C.G.JUNG .................................... 74 A. B. C. D. E.
Riwayat Singkat C.G.Jung ........................... Kepribadian Menurut Jung ........................... Dinamika Kepribadian ................................ Perkembangan Kepribadian ......................... Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Pandangan Jung .......................................
74 75 79 80 82
DAFTAR PUSTAKA ............................................... 85
vi
BAB I BIMBINGAN DAN KONSELING A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Layanan konseling merupakan layanan profesional untuk membantu individu dan atau konseli untuk memecahkan masalah yang dihadapi, menyesuaikan diri terhadap diri sendiri dan lingkungan, dan guna mencapai kebahagiaan hidup. Oleh karena layanan konseling merupakan layanan profesional, maka layanan konseling harus diberikan oleh orang yang memiliki keahlian atau kemampuan profesional dalam bidang konseling, dilaksanakan sesuai prosedur dan menggunakan teknik-teknik konseling, serta memperhatikan kode etik layanan konseling. Kebutuhan akan layanan konseling terus meningkat seiring dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat, konseling bukan saja dibutuhkan di lingkungan pendidikan atau sekolah tetapi juga dibutuhkan di masyarakat luas. Layanan konseling di Indonesia, keberadaannya terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan bimbingan konseling di sekolah sudah dimulai pada tahun 1960 an, terus berkembang sampai saat ini dan bahkan layanan bimbingan konseling di sekolah akan terus memantapkan keberadaannya seiring dengan program pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Dalam proses perjalanannya, program bimbingan konseling di sekolah penuh dinamika dan selalu mengalami perbaikan. Pengembangan layanan konseling di Indonesia mengalami berbagai macam hambatan dan atau kendala. Beberapa kendala yang mengiringi perjalanan program bimbingan di sekolah di Indonesia antara lain: Guru bimbingan konseling (Guru BK) belum seluruhnya berlatar pendidikan S1 BK dan dari yang berlatar BK masih sangat terbatas yang telah menempuh PPK. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2008 mengamanatkan bahwa Guru BK harus berpendidikan 1
S1 BK dan memiliki pendidikan profosi konselor (PPK). Fasilitas pendukung layanan BK di sekolah kebanyakan belum memadai, misal ruang konseling belum tersedia dan kalaupun tersedia masih jauh dari memadai. Kendala lain, persepsi siswa terhadap guru BK belum sepenuhnya sesuai harapan, kesadaran siswa terhadap kebutuhan layanan BK di sekolah masih rendah, waktu layanan terbatas, persepsi guru mata pelajaran terhadap program dan guru BK masih belum menggembirakan, persepsi kepala sekolah yang masih beragam terhadap program BK. Kepala sekolah yang kurang memahami dan kurang menaruh perhatian kepada layanan BK di sekolah, kadang tidak memberi dukungan terhadap layanan Bk dalam segala bentuk, misal tidak menyediakan fasilitas fisik, tidak menyediakan jam khusus untuk melaksanakan bimbingan klasikal, tidak jarang juga tidak memberi alokasi dana untuk mendukung pelaksanaan program BK dan jika mengalokasikanpun kurang memadai. Akibat dari kendala-kendala di atas pelaksanaan program layanan konseling menjadi tidak optimal sehingga tujuan program bimbingan konseling belum optimal. Bimbingan konseling sekolah merupakan bagian integral dari proses pendidikan di Indonesia dan sudah ada sejak tahun 1960an yang terkenal dengan sebutan bimbingan dan penyuluhan, sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2007, h. 4) bahwa bimbingan konseling sekoah pada awal kehadirannya di Indonesia pada tahun 1960-an. Program bimbingan konseling sekolah tersebut lebih dikenal dengan sebutan bimbingan dan penyuluhan (BP), istilah tersebut merupakan terjemahan dari “guidance and counseling”. Dalam perkembangannya sekarang nama bimbingan dan penyuluhan berubah menjadi bimbingan konseling. Bimbingan konseling di sekolah merupakan bidang layanan kepada peserta didik untuk membantu mengoptimalkan perkembangannya. Bimbingan merupakan salah satu program dari keseluruhan program pendidikan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa terutama membantu siswa mencapai penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sebagaimana 2
dikemukakan oleh Tolbert (dalam Sukmadinata, 2007) bahwa bimbingan adalah seluruh program atau semua kegiatan dan layanan dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu agar mereka dapat menyusun dan melakanakan rencana serta melakukan penyesuaian diri dalam semua aspek kehidupannya sehari-hari” Hal senada dikemukakan Sofyan (2004), bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar individu yang bersangkutan dapat memahami dirinya, mengarahkan dirinya, dan kemudian mampu merealisasikan dirinya dalam kehidupan nyata. Miller (dalam Sukmadinata, 2007, mendefinisikan bahwa bimbingan merupakan suatu proses untuk membantu individu agar memiliki pemahaman diri dan mengarahkan diri, agar dapat menyesuaikan diri secara maksimal dalam kehidupan di sekolah, rumah dan masyarakat. Schmidt (1993) yang menekankan pada bimbingan di sekolah secara lebih rinci mengemukan bahwa bimbingan dimaksudkan untuk membantu para siswa mengembangkan karakter, memecahkan masalah tingkah laku, dan yang berhubungan dengan minat kerja dan mata pelajaran dalam kurikulum. Wingkel (2001), menekankan tujuan bimbingan pada perkembangan siswa yaitu membantu siswa berkembang sejauh mungkin dan mengambil manfaat sebanyak mungkin dari pengalamannya di sekolah mengingat ciri-ciri pribadinya dan tuntutan kehidupan masyarakatnya sekarang. Konseling merupakan salah satu teknik layanan di dalam bimbingan. Konseling menurut Good (dalam Sukmadinata, 2007) merupakan bantuan yang bersifat individual dan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah pribadi, pendidikan dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis dan berdasarkan hal-hal tersebut bantuan pemecahan masalah dirumuskan, seringkali dengan meminta bantuan para spesialis, narasumber di sekolah dan masyarakat agar klien dapat membuat keputusan sendiri. Konseling merupakan proses pemberian bantuan dari konselor kepada konseli untuk memecahkan masalah. Perkembangan kon 3
seling bukan hanya ditujukan untuk memecahkan masalah tetapi juga untuk pengembangan diri, sebagaimana dikemukakan McCleod (2003) bahwa konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan berhubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapi, bimbingan atau pemecahan masalah. Palmer (2010) menjelaskan bahwa telah diterima secara luas bahwa konseling bisa berupa bentuk pertolongan yang sesuai untuk beragam masalah atau perhatian personal, yang paling umum adalah depresi, kegelisahan, kesedihan, kesulitan menjalin hubungan, krisis dan trauma kehidupan, kecanduan, perilaku rendah diri dan ambisi yang dipangkas. Konseling bisa terkait dengan isu kehilangan, kebingungan, dan kondisi negatif lainnya, atau bisa juga digunakan secara proaktif dan untuk pembelajaran, misalnya, bagaimana bersantai, lebih tegas, menangani stres dan menjalani kehidupan yang lebih memuaskan. Sedangkan, Winkel (1997) menekankan tujuan konseling pada perubahan pada diri siswa, perubahan baik dalam bentuk pandangan, sikap, sifat, maupun keterampilan yang lebih memungkinkan siswa tersebut dapat menerima dirinya sendiri secara optimal. Layanan bimbingan konseling berfokus pengembangan potensi individu konseli (termasuk peserta didik), pengembangan pribadi dan sosial, serta bantuan pemecahan masalah yang dihadapinya. Layanan kepada konseli termasuk para peserta didik tersebut dilakukan oleh tenaga profesional dalam bidang bimbingan konseling. Tenaga profesional yang dimaksud adalah bahwa konselor harus berlatar belakang pendidikan bimbingan konseling dan pendidikan profesi konselor. Konseling mengandung hubungan terapiutik antara konselor dengan klien. Dalam hubungan terapiutik, keterlibatan diri konseli pada proses konseling merupakan hal yang penting. Masalah yang dihadapi dalam layanan konseling di masyarakat, bukan hanya terletak keterlibatan dalam proses konseling melainkan juga terletak pada keterlibatan dalam kegiatan yang berkait dengan pemecahan masalah (misal pengungkapan potensi) dan 4
keterlibatan dalam segala bentuk dan jenis layanan konseling (seperti konseling keluarga). Keterlibatan masyarakat atau keluarga mengikuti layanan konseling belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan penyebabnya antara lain sebagian merasa belum perlu bantuan ahli dan sebagian lain menyadari butuh bantuan ahli untuk membantu memecahkan masalah tetapi belum tahu kepada siapa dan dimana mereka harus mencari bantuan pemecahan masalah yang dihadapinya. Berdasar pengertian bimbingan dapat dikemukakan bahwa esensi bimbingan merupakan proses membantu individu agar memiliki pemahaman diri dan mengarahkan diri, agar dapat menyesuaikan diri secara maksimal dalam kehidupan di sekolah, rumah dan masyarakat. Inti konseling adalah proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli untuk pengembangan diri konseli, memecahkan masalah dan untuk mengadakan penyesuaian diri. Bimbingan konseling di sekolah memiliki beberapa fungsi. Fungsi bimbingan konseling antara lain pemahaman diri, pe ngarahan diri, perencanaan dan pengembangan diri, pemecahan masalah dan dan fungsi penyesuaian diri. Fungsi layanan bimbingan konseling tersebut selaras dengan pendapat Sukmadinata. Sukmadinata (2007, 21) mengemukakan bahwa layanan bimbingan konseling mempunyai empat fungsi utama, yaitu: (1) Pemahaman Individu, (2) Pencegahan dan pengembangan, (3) Penyesuaian diri (4) Pemecahan masalah. Tujuan konseling menurut British Association of Counseing (BAC), 1984 sebagaimana dikutif McCleod (2003) adalah mem berikan kesempatan kepada “klien” untuk mengeksplorasi, me nemukan, dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Konseling mengindikasikan hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien.
B. Bimbingan dan Konseling Perkembangan Pada bagian ini diuraikan mengenai bimbingan konseling perkembangan karena kecenderungan yang berkembang dewasa ini adalah bimbingan konseling perkembangan, sehingga konselor 5
dan atau calon konselor dan guru bimbingan konseling sekolah perlu mengenal bimbingan konseling perkembangan. Pendekatan bimbingan perkembangan mempertimbangkan sifat alami perkembangan manusia, mencakup tahap-tahap dan tugas-tugas umum perkembangan yang sebagian besar merupakan pengalaman individu, seperti kematangan mereka dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Realitas menunjukkan bahwa perkembangan siswa itu tidak hanya terdiri dari sifat bawaan saja, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama pengaruh orangtua yang selama 12 jam dibawah pengawasannya dan 8 jam selebihnya di sekolah maupun masyarakat. Maka sifat alami manusia pada dasarnya terkondisi dengan lingkungannya, oleh karena itu konselor dalam memberi pelayanan harus memperhatikan sifat bawaan dan kondisi lingkungan siswa yang bermasalah. Perkembangan siswa tidak bisa terlepas dari latar belakang historis dan budaya, di dalam masyarakat yang majemuk atau multikultur selalu terjadi perubahan, dimana keanekaragaman maupun keunikan budaya sangat bernilai. Maka teori perkembangan harus dikemas dalam suatu kerangka acuan yang praktis, dimana suatu perkembangan harus dipandang secara berkelanjutan, siklus, progresif dan aktif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan atau bimbingan konseling komprehensif didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan pengentasan masalah-masalah siswa. Tugas – tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai siswa, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling standar. Ketika pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan dipergunakan akan menggabungkan pendekatan yang berorientasi klinis, remidial dan prevenstif (Myrick, 2011:8) Terkait dengan tugas perkembangan siswa, bahwa yang dimaksud dengan tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil dalam pencapaiannya akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa keberhasilan 6
dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal, akan menimbulkan ketidakbahagiaan, tidak diterima oleh masyarakat, dan mengalami kesulitan dalam menghadapi tugastugas berikutnya. Oleh sebab itulah bimbingan dan konseling perkembangan sangat diperlukan disekolah. Konsep bimbingan dan konseling perkembangan mengandung implikasi bahwa target layanannya menjadi tidak sebatas individu saja, melainkan akan tertuju kepada semua individu dalam berbagai kehidupan di dalam masyarakat. Perkembangan yang sehat atau optimal dalam pengembangan perilaku efektif harus terjadi pada setiap diri individu dalam berbagai tatanan lingkungan. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi terarah kepada upaya membantu indvidu untuk lebih menyadari dirinya dan cara-cara ia merespon lingkungannya, mengembangkan kebermaknaan pribadi dalam perilakunya dan mengembangkan serta mengklasifikasi perangkat tujuan dan nilai-nilai perilaku pada masa yang akan datang. Strategi layanan bimbingan dan konseling menjadi terarah kepada upaya menata dan menciptakan ekologi perkembangan atau lingkungan belajar yang memfasilitasi perkembangan individu. Myrick (2011:33) menyebutkan bahwa manusia secara alami bergerak sebagai individu yang positif ke arah peningkatan diri (self-enhancement). Individu dapat mengenali adanya suatu ke kuatan di dalam diri masing-masing sehingga, individu percaya bahwa dirinya adalah khusus dan tidak ada seorangpun yang menyamainya. Disamping itu potensi yang dimilikinya merupakan “asset” berharga bagi masyarakat dan masa depan manusia. Untuk itu, Bimbingan dan Konseling komprehensif terarah pada upaya membantu peserta didik dalam memenuhi kebutuhan agar dapat berkembang sesuai dengan tahap dan tugas perkembangannya. Teori tentang perkembangan menunjukkan pola pertumbuhan dalam serangkaian domain atau dimensi diantara domain-domain tersebut adalah emosi (Dupont, 1978), ciri-ciri psikososial (Erikson, 1950), etika (Kohlberg, 1981) ego (Loevinger, 1976), berpikir (Piaget, 1952) dan keterampilan interpersonal (Selman, 1980 dan (Sciarra, 2004). 7
Schmidt ( 2008 : 55 ) mengemukakan bahwa dalam bimbingan dan konseling perkembangan menggambarkan kegiatan dan layanan yang dirancang untuk membantu siswa fokus pada pencapaian pengetahuan dan kemampuannya dan untuk mengembangkan tujuan hidup sehat dan memperoleh perilaku untuk mencapai tujuan tersebut. Hide dan Saginak (2012) menyebutkan bahwa Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah suatu model pencegahan komprehensif yang didasarkan pada perencanaan yang baik, kurikulum bimbingan yang sesuai dengan tahap perkembangan yang terintegrasi dengan kurikulum akademik yang ada untuk semua siswa. Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan program yang komprehensif yang memiliki komponen penting dari program instruksional yang menyediakan bantuan untuk semua siswa dan memberikan kesempatan kepada seluruh untuk pengembangan diri secara optimal. Dewasa ini, efektivitas dan efisiensi pembelajaran sedang disorot untuk mencapai tujuan mendidik warga negara yang bertanggung jawab, memiliki akhlak mulia atau karakter dan produktif yang memiliki kesadaran global. lebih dari sebelumnya, program bimbingan konseling komprehensif sangat penting untuk membantu mempersiapkan siswa untuk memenuhi tantangan masa depan. Bimbingan konseling perkembangan merupakan program yang sangat penting untuk pencapaian keunggulan dalam pendidikan untuk semua siswa dan program bimbingan konseling perkembangan mengatur sumber daya untuk memenuhi kebutuhan prioritas siswa. Oeh karena itu perancangan konseling yang berpijak pada perkembangan individu merupakan langkah konkrit yamg mendasar. Program konseling sekolah yang efektif dan bimbingan konseling perkembangan yang komprehensif memberikan kerangka kerja yang mantap untuk memastikan bahwa seluruh siswa dipersiapkan dengan baik untuk memenuhi tuntutan akademik, sosial-emosional dan tantangan karir yang dihadapi oleh mereka, 8
serta program tersebut dapat memenuhi standard akademik, menyediakan lingkungan yang aman untuk belajar, mengurangi bahaya dan meningkatkan ketahanan siswa. Berdasar beberapa definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan Konseling Perkembangan adalah suatu proses bantuan yang proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pribadi yang efektif – produktif, dan keberfungsiannya di dalam lingkungan melalui interaksi yang sehat dan membantu siswa untuk mempersiapkan masa depan dan memenuhi tantangan di masa depan. Program perkembangan membutuhkan bantuan semua personil sekolah agar dapat mencapai tujuannya, yang diorganisasikan melalui kurikulum bimbingan, para konselor dan guru, secara khusus, harus bekerja erat satu sama lain untuk memberikan bimbingan yang layak dan layanan konseling bagi para siswa. Dalam rangka membangun suatu program bimbingan dan konseling perkembangan yang komprehensif di sekolah, adalah penting untuk mengetahui prinsip dan asumsi dasar di belakang satu pendekatan. Lebih dari itu, adalah sangat menolong untuk memahami bagaimana personil sekolah bekerja sama untuk menerapkan program. Kemudian, perhatian dapat berikan kepada strategi dan ketrampilan yang membuat pekerjaan konselor unik dan bermanfaat. Bimbingan dan Konseling perkembangan berasumsi bahwa secara alami manusia bergerak sebagai individu yang secara positif ke arah self-enhancement. Itu mengenali ada suatu kekuatan di dalam masing-masing dari kita yang membuat kita percaya bahwa kita adalah khusus dan tidak ada seorangpun seperti kita. Hal tersebut mengandung asumsi bahwa potensi individu adalah asset berharga untuk masyarakat dan masa depan manusia. Sifat bawaan yang berupa keunikan dan ekspresi pribadi ini yang masing-masing individu seringkali mengharuskan dikompromikan dengan kekuatan lingkungan. Kekuatan lingkungan dapat saja datang dari individu lainnya, yang sedang mengejar 9
tujuan khusus mereka sendiri. Mereka juga datang dari suatu masyarakat yang menghadirkan suatu koleksi sikap, nilai-nilai, dan hukum yang dirancang untuk membantu orang-orang untuk hidup bersama-sama. Kadang-Kadang kekuatan dalam dan kekuatan luar berselisih menghasilkan konflik. Kadang-kadang pribadi tumbuh dan perkembangannya menderita. Pendekatan perkembangan mempertimbangkan sifat alami perkembangan manusia, mencakup tahap-tahap dan tugas-tugas umum yang kebanyakan berupa pengalaman individu seperti kematangan mereka akan dari masa kanak-kanak ke kedewasaan. Itu berpusat pada positif self-concept dan mengakui bahwa selfconcept seseorang dibentuk dan diperbaiki melalui pendidikan dan pengalaman. Lebih lanjut mengenali bahwa perasaan, ga gasan, dan perilaku dihubungkan bersama-sama dan mereka pe lajari. Bagaimanapun, kondisi-kondisi yang paling diinginkan untuk belajar dan re-learning adalah pertimbangan penting untuk perkembangan. Sasaran akhir adalah untuk membantu para siswa belajar lebih secara efektif dan secara efisien. Suatu syarat program perkembangan adalah bantuan dari semua personil sekolah dalam rangka memenuhi tujuannya, yang diorganisir di sekitar kurikulum. Konselor dan guru-guru, khususnya, harus bekerja dengan akrab bersama-sama untuk menyediakan layanan bimbingan dan konseling untuk para siswa di sekolah. Ada suatu kebutuhan, oleh karena itu, untuk mengidentifikasi peran personil sekolah di dalam program bimbingan dan konseling yang komprehensif dan untuk mengenali bagaimana mereka melengkapi satu sama lain. Lebih lanjut, ada suatu kebutuhan yang secara rinci menggambarkan fungsi pekerjaan dan intervensi dasar dari konselor sekolah, sebagai penanggungjawab program. Zaman sudah berubah dan ada kebutuhan untuk program bimbingan dan konseling yang komprehensif yang meluas dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. Sebagai tambahan, ada suatu kebutuhan untuk menyusun kembali kurikulum bimbingan, untuk melatih kembali konselor sekolah dan guru-guru untuk peran baru bimbingan dan konseling, dan untuk menjadi lebih 10
dapat dipertanggungjawabkan dalam menemukan kebutuhan perkembangan orang-orang muda. Itu tidak melibatkan suatu revolusi di dalam pendidikan, hanyalah membantu evolusi bim bingan dan konseling di sekolah. Dalam rangka membangun suatu program bimbingan dan konseling perkembangan, ada beberapa konsep tentang perkembangan manusia untuk diketahui. Seseorang untuk bisa bertindak secara profesional dan kompeten di dalam hubungan dengan orang yang lain memerlukan pengetahuan psikologi, perkembangan manusia, dan ketrampilan konseling. Ketika seseorang berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, maka seseorang tidak terlibat yang terlalu jauh. Peningkatan efisiensi dan efektivitas di dalam pekerjaan, sering mengambil sesuatu di luar intuisi, tiruan, dan kebiasaan. Sukses lebih tergantung atas refleksi yang bijaksana seperti konsep mengapa dan apa yang sedang berusaha kita lakukan dan arah ketika ingin pergi. Sejak istilah ”developmental” menjadi mulai populer dalam bimbingan dan konseling, maka hal tersebut terkait: Pertama, perkembangan manusia adalah suatu set life-long dari fisiologis, psikologis, dan proses sosial yang mulai dari kelahiran sampai kematian. Kedua, perkembangan ini melibatkan suatu interaksi antara apa yang seseorang diberi secara genetik pada kelahiran dan lingkungan yang berbeda di mana orang itu hidup dan tumbuh. Perkembangan manusia adalah suatu perjalanan dari kelahiran sampai mati di mana kepribadian membentang, berubah, dan berubah lagi. Perkembangan adalah suatu istilah yang biasa digunakan ketika membicarakan tentang orang-orang atau perubahan yang tampak dalam beberapa aspek dari individu. Perkembangan dapat terganggu jika faktor tertentu merintangi kecenderungan alami. Sebagai tambahan, sifat alami institusi sosial dan dimensi budaya mempengaruhi proses dan tahap-tahap hidup.
C. Ruang Lingkup Layanan Konseling Konseling mengandung hubungan terapiutik antara konselor dengan klien. Dalam hubungan terapiutik, keterlibatan diri konseli 11
pada proses konseling merupakan hal yang penting. Layanan konseling mengindikasikan keterlibatan konseli dalam pemecahan masalah dan keterlibatan dalam segala bentuk dan jenis layanan konseling. Tujuan konseling adalah memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengeksplorasi, menemukan, dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Konseling bertujuan untuk mebantu konseli memecahkan masalah, menyesuaikan diri, dan mencapai kesejahteraan serta kebahagian hidup. Ruang lingkup konseling sangat luas dilihat konseli (umur, jenis kelamin, pekerjaan, hobby, latar budaya, dan sebaginya), jenis masalah, lokasi, pendekatan, dan lain sebaginya. Pada layanan bimbingan konseling di sekolah, konseling dapat mencakup 4 pendekatan yaitu: (a) krisis, (b) remidial, (c) preventif, dan (d) pengembangan (Myrick, 1993) Konseling tidak terbatas hanya pada peserta didik di sekolah, tetapi juga menjangkau konseli di luar sekolah atau anggota masyarakat secara umum. Berdasar hal tersebut dapat dikemukakan bahwa konseling dapat dilakukan pada setting sekolah dan setting luar sekolah atau masyarakat. Layanan konseling di sekolah dapat diberikan kepada siswa pendidikan dasar (termasuk peserta didik pada pendidikan anak usia dini) dan menengah, serta mahasiswa di perguruan tinggi, sedang pada setting di luar sekolah dapat ditujukan kepada anak, remaja, orang dewasa dan bahkan kepada para lansia. Konseling pada setting sekolah, layanan konseling dapat membantu masalah konseli yang berhubungan masalah pendidikan, pemilihan studi lanjut, pribadi dan sosial. Masalah yang ditangani melalui layanan konseling pada setting luar sekolah atau di masyarakat dapat berupa masalah yang berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan, perkawinan, kehidupan keluarga dan sebagainya. Konseling dapat juga dilakukan pada setting keluarga dengan masalah antara lain hubungan anak dengan orang tua,
12
hubungan dengan anggota keluarga lain, masalah hubungan suami isteri, pekerjaan, dan sebagainya Pengalaman penulis memberikan layanan pada setting sekolah dilaksanakan di beberapa sekolah menengah tingkat pertama dan sekolah menengah tingkat atas. Penulis juga melakukan konseling kepada orang tua siswa pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini di Kota Magelang dan di Sekolah Dasar. Pada setting luar sekolah, dilaksanakan di dua rumah sakit pemerintah di kota Magelang, Kantor BKKBN, dan Panti Asuhan. Masalah yang dihadapi antara lain bunuh diri (yang gagal) disebabkan pertengakaran suami isteri dan merasa disingkirkan dalam keluarga. Masalah penemuan makna hidup, pendidikan dan karir, pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Konseli pada semua setting (baik konseli pada konseling di masyarakat, dalam keluarga dan di sekolah) memiliki kepribadian yang unik dan atau khas, yang berbeda antara individu konseli satu dengan individu konseli lainnya. Pemahaman kepribadian dan dinamikanya akan sangat menentukan model konseling yang diterapkan pada tiap-tiap individu dan menetukan proses serta hasil konseling. Pemahaman kepribadian dan dinamika kepribadian dilakukan melalui analisis kepribadian yang cermat dan akurat.
13
BAB II KONSELI DALAM LAYANAN KONSELING A. Pengertian Konseli Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan dari konselor kepada konseli untuk memecahkan masalah, untuk mengadakan penyesuaian diri, dan untuk mencapai kesejahteraan, serta kebahagian hidup. Burks dan Stefflre (1979) mengemukakan bahwa konseling merupakan hubungan profesional antara konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan itu umumnya hubungan antara dua orang, meskipun dapat saja melibatkan lebih dari satu orang. Konseling dirancang untuk membantu klien agar dapat memahami dan memiliki kejelasan tentang pandanganpandangannya dalam kehidupannya, belajar mencapai tujuan yang ditentukannya sendiri melalui proses pemilihan yang bermakna, didasarkan atas informasi yang akurat, dan melalui pemecahan masalah yang bersifat emosional dan interpersonal. Memperhatikan pendapat Burks dan Stefflre di atas tampak bahwa individu yang dibantu oeh konselor adalah klien. Klien dalam konteks layanan konseling adalah individu yang sedang menghadapi masalah baik masalah pribadi maupun sosial yang memerlukan bantuan konselor untuk memecahkannya. Namun dalam konseling, orang yang dibantu dalam memecahkan masalah sebutannya bukan hanya client. Di samping sebutan klien terdapat sebutan lain yaitu konseli. Istilah client digunakan di banyak profesi seperti hukum, pajak, perbankan, dan sebagainya, sehingga client dalam layanan konseling dengan layanan lain tidaklah sama. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 dengan tegas menyatakan bahwa inidividu yang dibantu dalam proses konseling adalah konseli. Berdasar Peraturan pemerintah tersebut maka istilah resmi orang yang dibantu dalam layanan konseling disebut konseli. Dalam praktek konseling sehari-hari penggunaan istilah 14
konseli untuk penyebutan individu yang dibantu dalam proses konseling belum dapat dikatakan konsisten karena kenyataannya masih ada yang lebih familier dengan istilah klien. Konseli merupakan individu yang yang dibantu konselor dalam proses konseling. Individu tersebut sedang menghadapi masalah dan oleh Prayitno (2012) sedang mengalami KES-T yaitu individu yang kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu. Melalui layanan konseling diharapkan konseli mampu mengatasi masalah kehidupannya dan pada gilirannya konseli akan mencapai kehidupan efektif sehar-hari (KES-T) sebagaimana dikemukakan Prayitno.
B. Kepribadian Konseli Kepribadian atau personality berasal dari kata latin: persona. Pada mulanya kata persona menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya. Kenyataan di masyarakat sering seseorang terkecoh dengan kesan pertama pada awal perjumpaan. Seseorang pada awal perjumpaan tampak hangat, baik hati, suka menolong, menaruh hormat pada orang lain, dan dapat dipercaya, namun setelah pergaulan yang cukup lama barulah di ketahui sifat dan karakteistik orang tersebut yang sangat berbeda atau berlawanan dengan sikap dan perilaku yang ditunjukkan ketika awal jumpa. Gambaran tersebut memperjelas bahwa ketika awal perjumpaan seseorang memakai topeng dengan baik, tetapi pada gilirannya sedikit demi sedikit terbukalah topengnya dan ketahuan sifat kepribadian yang asli. Peterpen, salah satu Groupband yang terkenal pada masanya dengan lugas menyanyikan lagu “bukalah topengmu” dan lagu tersebut memudahkan kita memahami kepribadian. Menurut John Locke (Danusastro, 1986) merupakan suatu pikiran dan kecerdasan yang memiliki pertimbangan dan refleksi 15
serta membentuk diri sebagai self. Pendapat John Locke tersebut dikemukakan sebelum kajian dan pengembangan psikologi sebagai ilmu modern. Burgess menjelaskan bahwa kepribadian adalah integrasi dari seluruh sifat yang menentukan peran dan status orang tersebut dalam masyarakat. Pendapat lain dikemukakan oleh MacCurdy dan pendapat ini mengarah pada pola tingkah laku seseorang yang khas sifatnya. MacCurdy (Danusastro, 1986) mengemukakan bahwa kepribadian adalah integrasi pola-pola atau minat yang memberi kecenderungan khas individu untuk berperilaku. Pengertian kepribadian yang banyak diterima ahli dikemukakan oleh Allport. Allport mengemukakan pengertian kepribadian setelah menkaji lebih dari lima puluh pengertian kepribadian. Menurut Allport (Hall dan Lindzey d, 1978) personality is the dinamic organization within the individual of tose psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment. Keperibadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita, dan persoalanpersoalan yang dihadapi seseorang.
C. Kebutuhan Analisis Kepribadian Konseli dalam Konse ling Intervensi dalam konseling tidak dapat dilakukan begitu saja, ketika konseli datang berkonsultasi kepada konselor dan menyampaikan apa masalah yang dihadapinya maka konselor tidak dapat langsung melakukan tindakan konseling. Jika hal itu terjadi maka konseling tidak efektif dan tujuan konseling tidak akan tercapai. Oleh karen itu, Konselor harus mengkaji latar belakang masalah, apa masalah yang sesungguhnya dihadapi, potensi yang
16
dimiliki termasuk sifat kepribadian, dan bagaimana dinamika psikologisnya. Informasi yang akurat mengenai kepribadian konseli berikut dinamika kepribadiannya akan sangat bermakna dalam proses konseling. Analisis kepribadian konseli berikut dinamikanya memberikan informasi yang sangat dibutuhkan untuk keberhasilan layanan konseling. Berdasar hal tersebut maka konselor perlu terlebih dahulu melakukan analisis kepribadian konseli dan dinamikanya secara mendalam dan cermat sehingga informasi yang diperoleh benar-benar akurat dan memberikan dasar yang kuat bagi pelaksanaan konseling. Ilustrasi peristiwa nyata berikut ini memberi gambaran tentang perlunya analisis kepribadian konseli dan dinamika keperibadiannya. Seorang laki-laki tengah baya dan berstatus aparatur sipil negara datang berkonsultasi dengan di antar temannya. Pada awal kedatangan pada suatu siang dan diterima di kursi sudut, dia mengambil jarak dengan konselor, dan diantara konselor dan konseli duduklah teman yang mengantar (pengantar tersebut sangat dikenal oleh konselor). Konseli mengenakan jaket tebal di siang hari, menunjukkan seperti orang kedinginan, dan dengan wajah yang ditekuk. Konseli pernah dirawat inap di sebuah Rumah Sakit, dan setelah di rawat selama hampir satu bulan secara fisik konseli dinyatakan sehat tetapi yang bersangkutan masih merasakan sakit. Setelah dilakukan analisis kepribadian dan dinamika kepribadiannya ternyata pasien mengalami reaksi somatisasi dan depresi. Konseli mengalami masalah dalam hubungannya dengan atasan dan tertekan setiap hari. Konseli selalu berusaha menghindar tetapi masalah makin besar. Berdasar analisis tersebut dirancang suatu model konseling yang sesuai dengan kedaan konseli. Berdasar uraian di atas, tampak jelas bahwa pemahaman kepribadian beserta dinamika kepribadian konseli sangat diperlukan konselor baik konselor di sekolah maupun di masyarakat sebelum memberikan intervensi konseling dengan menggunakan suatu model konseling tertentu. Pemahaman kepribadian dan dinamika 17
kepribadian konseli dapat dilakukan dengan menggunakan teori kepribadian tertentu dan bahkan dapat dengan menggunakan kombinasi beberapa teori kepribadian. Informasi yang akurat hasil analisis kepribadian konseli sangat berguna bagi konselor untuk merancang konseling bagi konseli, sehingga bantuan konseling menjadi efektif dan efisien.
18
BAB III ANALISIS KERPIBADIAN BERDASAR PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud merupakan salah dari teori kepribadian yang sangat populer di seluruh penjuru dunia dan dijadikan referensi di berbagai disiplin ilmu serta berbagai lapangan kehidupan, seperti ekonomi, politik, psikologi, pendidikan, ke sehatan dan sebagainya dan tentu saja termasuk dalam bidang psikologi dan bimbingan konseling. Dalam bidang konseling, teori psikoanalisis dapat digunakan untuk menganalisis kepribadian konseli berikut dinamikanya. Penggunaan teori psikoanalisis untuk analisis kepribadian konseli dan dinamika kepribadiannya harus terlebih dahulu menguasai teori psikoanalisis. Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini akan diuraikan secara singkat riwayat dan konssep utama psikoanalisis dari Freud, sebelum menggunakannya untuk analisis kepribadian.
A. Riwayat Singkat Sigmund Freud Sigmund Freud dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1956 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika Nazi menaklukkan Austria. Freud sebagai anak muda bercita-cita ingin menjadi ahli ilmu pengetahuan dan dengan keinginan itu pada tahun 1873 masuk fakultas kedokteran Universitas Wina, dan tamat pada tahun 1881. Sebenarnya Freud tidak bermaksud melakukan praktek sebagai dokter, tetapi karena keadaan memaksa (kurangnya fasilitas bagi orang-orang Yahudi, makin besarnya tanggungan keluarga) maka dia lalu melakukan praktek. Di dalam praktik ini ternyata ia mendapat kepuasan karena mendapat kesempatan untuk melakukan research dan menulis, sehingga jiwa penyelidiknya tidak tertekan. 19
Perhatian khusus Freud terhadap neurologi mendorongnya mengadakan spesialisasi dalam bidang perawatan orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Untuk mempertinggi kecakapannya, Freud belajar selama satu tahun kepada seorang ahli penyakit jiwa Perancis yaitu: Jean Charco. Dalam merawat pasien-pasiennya Charco mempergunakan metode hipnosis. Freud mencoba pula metode hipnosis ini, tetapi dia tidak puas akan hasilnya, karena itu ketika mendengar bahwa Joseph Breuer, seorang dokter di Wina maka Freud menemuinya untuk mendakan pendekatan. Breuer mempergunakan metode lain, yaitu dengan mengajak pasien berbicara dan ternyata berhasil, maka Freud lalu mencobanya dan ternyata berhasil, hasilnya lebih memuaskan. Breuer dan Freud bersama-sama menulis tentang histeria yang disembuhkan dengan percakapan itu (Studien Ueber Hysterie, 1985). Namun, kedua ahli tersebut bertentangan pendapat mengenai pentingnya faktor seksual dalam histeria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual merupakan sebab histeria, sedangkan Breuer dalam hal ini berpandaangan lain. Sejak berpisah dengan Breuer, Freud menempuh jalannya sendiri dan mengemukakan gagasan-gagasannya yang akhirnya merupakan dasar dari teori psikoanalisis dan memuncak dengan terbitnya karya utamanya yang pertama: “Traumadeutung” (Tabir mimpi, The Inerpretation of Dream, 1900). Buku-buku serta tulisan-tulisan Freud lainnya segera membuat pandangannya menjadi pusat perhatian para ahli di seluruh dunia, dan tidak lama kemudia Freud diikuti oleh banyak ahli dari berbagai negara, antara lain Ernest Jones dari Inggris, Carl Gustav Jung dari Zurich, A.A Brill dari New York, Sandor Jerenzi dari Budapest, Karl Abraham dari Berlin dan Alfred Adler dari Wina. Dua orang di antara murid-muridnya itu kemudian memisahkan diri karena pandangan yang berbeda; mereka ialah Alfred Adler dan C.G Jung.
B. Kepribadian Menurut Psikoanalisis Freud Teori Psikoanalisis klasik Freud dapat disarikan dalam tiga garis besar, yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian. Secara berturut intisari teori Freud adalah sebagai berikut: 20
1. Struktur kepribadian Kepribadian tersusun dari tiga sistem pokok, yakni: Id, Ego, dan Superego. Meskipin masing-masing bagian dari kepribadian tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanismenya sendiri, namun ketiganya berinteraksi erat satu dengan lainnya sehingga sukar (tidak mungkin) untuk memisahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi di antara ketiga sistem tersebut. Secara singkat Id, Ego dan Superego tersebut adalah sebagai berikut: a. Unsur sistem Id dalam kepribadian Id merupakan sistem kepribadian yang asli; Id merupakan rahim tempat Ego dan Superego berkembang. Id merupakan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk instinginsting. Id merupakan reservoir energi dan menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah yang menjadi sumber Id mendapatkan energinya. Freud juga menyebut Id “kenyataan yang sebenarnya”, karena Id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Prinsip reduksi tegangan yang merupakan ciri kerja Id ini disebut pleasure principle. Untuk melaksanakan tugas menghindari rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan, Id memiliki dua proses. Kedua proses tersebut adalah tindakan refleks dan proses 21
primer. Tindakan refleks adalah reaksi-reaksi otomatik dan bawaan seperti bersin dan berkedip; tindakan refleks itu biasanya segera mereduksi ketegangan. Organisme dilengkapi dengan sejumlah refleks semacam itu untuk menghadapi bentuk-bentuk rangsangan yang relatif sederhana. Proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia berusaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut. Misal: proses primer menyediakan khayalan tentang makanan kepada orang yang lapar. Pengalaman halusinatorik di mana objek-objek yang diinginkan ini hadir dalam bentuk gambaran ingatan disebut ”wishfulfillment”. Proses primer sendiri tidak akan mampu mereduksi tegangan. Orang yang lapar tidak dapat memakan khayalan tentang makan. Karena itu proses psikologis baru atau sekunder berkembang, dan apabila hal ini terjadi maka struktur sistem kedua kepribadian, yaitu ego, mulai terbentuk. b. Sub sistem Ego dalam kepribadian Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Ini berarti orang harus belajar membedakan antara gambaran ingatan tentang makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar. Setelah melakukan pembedaan yang sangat penting ini, maka perlu mengubah gambaran persepsi, yang terlaksana dengan menghadirkan makan di lingkungan. Perbedaan pokok antara Id dan Ego ialah bahwa Id hanya mengenal kenyataan subjektif jiwa, sedangkan Ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar. 22
Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan, dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Untuk sementara prinsip kenyataan menunda prinsip kenikmatan, meskipun prinsip kenikmatan akhirnya terpenuhi ketika objek yang dibutuhkan ditemukan dan dengan demikian tegangan direduksi. Prinsip sekunder adalah berpikir realistik. Dengan proses sekunder, Ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji renacana ini, biasanya melalui sutau tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak. Orang yang lapar berpikir di mana ia dapat menemukan makanan dan kemudian pergi ke tempat itu. Ini disebut ”reality testing”. Untuk melakukan peranannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi kognitif dan intelektual; proses-proses jiwa ini dipakai untuk melayani proses sekunder. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segisegi lingkungan ke mana ia akan memberikan respon, dan meutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam melaksanakan fungsifungsi eksekutif yang sangat penting ini, Ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini bukanlah tugas yang mudah dan sering menimbulkan tegangan berat pada Ego. Ego merupakan bagian dari Id yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan-tujuan Id dan bukan untuk mengecewakannya dan seluruh dayanya berasal dari Id. Ego tidak terpisah dari Id dan tidak pernah bebas sama sekali dari Id. Peranan utamanya adalah menengahi kebutuhan-kebutuhan instingtif dari organisme dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan sekitar. 23
c. Sub sistem Superego dalam kepribadian Superego adalah perwujudan internal dari nialinilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anak, dan dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah-hadiah dan hukumanhukuman. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian; ia mencerminkan yang ideal dan bukan yang nyata; dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat. Superego sebagai wasit tingkah laku yang diinternalisasikan berkembang dengan memberikan respon terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan orang tua. Untuk memperoleh hadiah dan menghindari hukuman, anak belajar mengarahkan tingkah lakunya menurut garis-garis yang diletakkan orang tuanya. Apapun juga yang meraka katakan salah dan menghukum anak karena melakukannya akan cenderung untuk menjadi concience (suara hatinya), yang merupakan salah satu dari dua subsistem Superego. Apapun juga yang mereka setujui dan menghadiahi anak karena melakukannya, akan cenderung menjadi ego-ideal anak, subsistem lain dari Superego. Mekanisme yang menyebabkan penyatuan tersebut disebut introyeksi. Anak menerima atau mengintroyeksikan norma-norma moral dari orang tua. Suara hati menghukum orang dengan membuatnya salah, ego-ideal menghadiahi orang dengan membuatnya bangga. Dengan terbentuknya superego ini maka kontrol diri menggantikan kontrol orang tua. Fungsi pokok Superego adalah (1) merintangi impulsimpuls Id, teruama impuls-impuls seksual dan agresif, karena impuls-impuls inilah yang pernyataannya sangat dikutuk oleh masyarakat, (2) mendorong ego untuk 24
mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralisitis, (3) mengejar kesempurnaan.
C. Dinamika Kepribadian Freud sangat terpengaruh oleh filsafat diterminisme dan positivisme ilmu pengetahuan abad XIX dan menganggap organisme manusia sebagai suatu sistem energi kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya, dan menggunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti sirkulasi, pernapasan, gerakan otot, mengamati, berpikir, dan mengingat. Freud tidak melihat alasan untuk menganggap bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau pencernaan adalah berbeda dari energi yang dkeluarkan untuk berpikir dan mengingat, kecuali dalam hal bentuknya. Freud yakin bahwa adalah sangat sah menyebut bentuk energi ini energi psikis. Menurut doktrin penyimpanan energi, energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat hilang dari seluruh sistem kosmis; berdasarkan pemikiran ini maka energi psikis dapat diubah menjadi energi fisiologis dan demikian juga sebaliknya. Titik hubungan atau jembatan antara energi tubuh dan energi kepribadian adalah Id beserta insting-instingnya. 1. Insting Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Jadi dalam keadaan lapar dapat digambarkan secara fisiologis sebagai keadaan kekurangan makan pada jaringan-jaringan tubuh, sedangkan secara psikologis duwujudkan dalam bentuk hasrat akan makanan. Hasrat itu berfungsi sebagai motif bagi tingkah laku. Orang yang lapar mencari makanan. Karena itu insting-insting dilihat sebagai faktor-faktor pendorong kepribadian. Mereka tidak hanya mendorong tingkah laku tetapi juga menentukan arah yang akan ditempuh tingkah laku. Insting menjalankan kontrol 25
selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan orang terhadap jenis-jenis stimulasi tertentu. Orang yang lapar lebih peka peka terhadap stimulasi-stimulasi makanan. Orang yang terangsang secara seksual memiliki kemungkinan lebih besar untuk merespon stimulus-stimulus erotis. Organisme juga dapat digerakkan oleh stimulus-stimulus dari dunia luar, akan tetapi Freud beranggapan bahwa sumber-sumber perangsang dari lingkungan ini memainkan peranan yang kurang penting dalam dinamika kepribadian dibandingkan dengan insting-insting yang dibawa sejak lahir. Umumnya stimulus dari luar lebih sedikit tuntutannya tehadap individu dan memerlukan bentuk-bentuk penyesuaian yang kurang kompleks dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan. Orang selalu dapat melarikan diri dari stimulus eksternal tetapi tak mungkin menghindar dari suatu kebutuhan. Insting adalah suatu berkas atau butir energi psikis atau seperti dikatakan Freud, ”Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja” (Hall dan Lindzey, 1988). Semua insting bersama-sama merupakan keseluruhan energi psikis yang tersedia bagi kepribadian. Seperti dikatakan sebelumnya, Id adalah reservoir energi ini, dan juga merupakan sumber insting-insting. Insting dianggap dinamo yang memberikan daya psikologis untuk menjalankan bermacam-macam kegiatan kepribadian. Daya ini berasal dari proses-proses metabolik di dalam tubuh. Suatu insting mempunyai empat ciri khas, yakni: sumber, tujuan, objek, dan impetus. Sumber telah didefinisikan sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuannya adalah menghilangkan perangsangan jasmani. Misal: tujuan dari insting lapar ialah menghilangkan kekurangan makanan, yang tentu saja terpenuhi dengan memakan makanan. Seluruh kegiatan yang menjembatani antara munculnya hasrat dan pemenuhan kebutuhan termasuk dalam objek. Jadi objek tidak hanya terbatas pada benda atau kondisi tertentu yang akan memuaskan kebutuhan tetapi juga seluruh tingkah laku 26
yang berfungsi untuk mendapatkan benda atau kondisi yang diperlukan. Impetus insting adalah daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan yang mendasarinya. Manakala kekurangan makanan menjadi lebih besar, sampai pada titik di mana fisik mulai menjadi lemah, maka kekuatan insting juga menjadi lebih besar. Menurut Freud, sumber dan tujuan insting akan tetap konstan selama hidup, kecuali jika sumber tersebut diubah atau dihilangkan akibat pematangan fisik. Insting-insting baru dapat muncul dengan berkembangnya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah baru. Objek atau cara orang berusaha memuaskan kebutuhan dapat dan memang berubah-ubah selama hidup seseorang. Variasi dalam pemilihan objek ini mungkin sebab energi psikis dapat dipindahkan, ia dapat digunakan dengan berbagai cara. Karena itu jika suatu objek tidak tersedia entah karena tidak ada atau karena rintangan-rintangan dalam kepribadian, maka energi dapat diarahkan ke objek lain. Jika objek itu terbukti juga tidak dapat diperoleh maka bisa terjadi suatu pemindahan lagi, begitu seterusnya sampai tersedia objek yang cocok. Jika energi suatu insting secara kurang lebih permanen diarahkan pada suatu objek pengganti, artinya bukan objek asli yang ditentukan sejak lahir, maka tingkah lakunya disebut instinct direvative. Jika pilihan objek seksual pertama bayi adalah memanipulasikan alat-alat kelaminnya sendiri dan bayi itu dipaksa melepaskan kenikmatan ini untuk digantikan dengan bentuk-bentuk stimulasi tubuh tubuh yang kurang membahayakan seperti mengisap ibu jari atau bernain-manin dengan jari-jari kakinya, maka aktivitas-aktivitas subtitusi itu merupakan derivatif-derivatif insting seksual. Tujuan insting seksual tidak berubah sedikitpun jika terjadi substitusi, tujuan yang dicari tetap kepuasaan seksual. Pemindahan energi dari suatu objek ke objek lain merupakan ciri penting dari dinamika kepribadian.
27
2. Distribusi dan penggunaan energi psikis Cara energi psikis didistribusikan serta digunakan oleh Id, Ego, dan Superego menentukan dinamika kepribadian. Oleh karena jumlah energi terbatas maka akan terjadi semacam persaingan di antara ketiga sistem itu dalam menggunakan energi tersebut. Salah satu sistem mengontrol energi itu dengan mengorbankan kedua sistem lain. Kalau salah satu sistem menjadi lebih kuat maka kedua sistem lain dengan sendirinya menjadi lemah, kecuali energi baru ditambahkan pada seluruh sistem. Id pada mulanya memiliki semua energi dan me nggunakannya untuk gerakan refleks dan pemenuhan hasrat melalui proses primer. Kedua kegiatan ini langsung mengabdi prinsip kenikmatan. Penggunaan energi untuk menghasilkan suatu gerakan atau gambaran yang akan memuaskan insting ini disebut pemilihan objek atau kateksis objek inting. Energi Id sangat mudah berubah, yang berarti ia dapat dengan mudah dipindanhkan dari satu gerakan atau gambaran ke gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan dari energi insting ini disebabkan karena id tidak mampu mengadakan diskriminasi secara cermat di antara objekobjek. Objek-objek yang berbeda diperlakukan seolah-olah sama. Bayi yang lapar misalnya, akan mengambil apa saja yang dapat dipegangnya dan memasukkannya ke dalam mulut. Karena Ego tidak mempunyai sumber energi sendiri, maka ia harus meminjamnya dari Id. Pengalihan energi dari Id ke proses-peroses yang membentuk ego terlaksana lewat mekanisme identifikasi. Karena Id tidak bisa membeda-bedakan isi dalam batin, maka suatu kateksis untuk suatu pesepsi realistik dapat terbentuk dengan cara yang sama mudahnya seperti kateksis untuk suatu gambaran ingatan yang bersifat memenuhi hasrat. Dengan cara itu, energi diubah dari proses-proses psikologis yang murni subjektif dari Ego menjadi proses-proses Ego yang logis dan subjektif. Identifikasi memungkinkan proses 28
sekunder menggeser proses primer. Karena proses sekunder lebih berhasil dalam mereduksi tegangan-tegangan, maka semakin banyak kateksis Ego terbentuk. Begitu Ego menguasai cukup energi, ia dapat me nggunakannya untuk maksud-maksud lain selain memuaskan insting-insting melalui proses sekunder Sebagian energi digunakan untuk meningkatkan perkembangan aneka proses psikologis seperti mengingat, mempersepsi, membuat pe nilaian, mengabstraksikan dan sebagainya. Ego yang eksekutif organisasi kepribadian menggunakan energi untuk menciptakan intergrasi di antara ketiga sistem. Tujuan dari fungsi integrasi Ego adalah untuk menciptakan keselarasan batin dalam kepribadian sehingga transaksi-transaksi ego dengan lingkungan dapat berjalan lancar dan efektif. Mekanisme identifikasi juga bertanggung jawab memberi energi pada sistem Superego. Kateksis-kateksis objek pertama bayi adalah kateksis terhadap orang tuannya. Kateksis ini berkembang cukup awal dan tertanam kuat karena bayi sepenuhnya tergantung pada orang tua atau pengganti orangtua. Orangtua juga memainkan peranan pendisiplinan, mereka mengajar anak tentang aturan moral dan nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat tempat ia dibesarkan. Orangtua melakukan hal itu dengan hadiah apabila melakukan yang benar dan menghukumnya bila ia melakukan yang salah. Hadiah adalah apa saja yang bisa mereduksikan tegangan. Hukuman adalah apa saja yang meningkatkan tegangan. Dengan demikian anak belajar mengidentifikasi, yaitu belajar mencocokan tingkah lakunya dengan sanksi-sanksi dan larangan dari orangtuanya. Anak mengintroyeksikan kewajiban moral orangtua lewat kateksis asli sebagai sumber yang memuaskan kebutuhannya. Anak mengkateksis laranganlarangan mereka dan ini menjadi suara hatinya. Superego bisak masuk ke reservoir energi dalam Id lewat identifikasi anak dengan orangtuanya.
29
Apa yang dikerjakan Superego seringkali (meski tidak selalu) bertolak belakang dengan impuls-impuls Id. Hal ini terjadi karena aturan moral mewujudkan usaha masyarakat mengontrol dan bahkan mencegah pengungkapan dorongandorongan primitif terutama dorongan seksual dan agresi. Energi yang disediakan insting-insting disalurkan ke Ego dan Superego lewat mekanisme identifikasi, maka interaksi dayadaya mendorong dan menahan bisa berlangsung. Pemindahan energi yang tiba-tiba atau secara tak ter duga dari salah satu sistem ke sistem lain dan dari kateksis ke antikateksis adalah biasa, terutama selama dua dekade pertama kehidupan sebelum distribusi energi menjadi kurang lebih stabil. Perpindahan energi ini menyebabkan kepribadian terus-menerus bergerak secara dinamis. 3. Kecemasan Dinamika kepribadian sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan seseorang lewat transaksi dengan objek-objek di dunia luar. Lingkungan sekitar menyediakan makanan bagi organisme yang lapar dan minuman bagi organisme yang haus. D isamping peranannya sebagai sumber pemuas kebutuhan, dunia luar juga ambil bagian dalam membentuk arah kepribadian. Lingkungan mengandung daerah-daerah berbahaya dan tidak aman, ia dapat mengancam, ataupun memberi kepuasan. Lingkungan mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rasa sakit dan meningkatkan tegangan maupun memberikan kepuasan dan mereduksi tegangan. Reaksi umum individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit dan perusakan dari luar yang tak siap ditanggulanginya adalah menjadi takut, Biasanya orang merasa takut dalam menghadapi ancaman. Ketidakmampuan menghadapi stimulasi berlebihan, ego menjadi diliputi kecamasan. Kecemasan menurut Freud dibedakan menjadi tiga, yaitu kecamasan realistis, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral atau perasaan-perasaan bersalah (Hall dan Lindzey, 30
1988; 1993; dan Semiun 2006). Kecemasan realistis merupakan rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar. Kecemasan neurotik dan moral berasal dari kecaman relistik ini. Kecemasan neurotik merupakan rasa takut jangan-jangan inting-insting akan lepas dari kendali dan menyebabkan individu berbuat sesuatu yang biasa membuatnya dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting itu sendiri melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika insting dipuaskan. Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati. Individu yang superegonya berkembang baik cenderung merasa bersalah jika melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma moral. Kecemasan berfungsi memperingatkan seseorang akan adanya bahaya, ia merupakan isyarat bagi Ego bahwa kalau tidak dilakukan tindakan-tindakan tepat, maka bahaya itu akan meningkat sampai Ego dikalahkan. Kecemasan merupakan suatu keadaan tegangan, merupakan suatu dorongan seperti lapar dan seks, hanya saja timbul bukan dari kondisi-kondisi jaringan di dalam tubuh melainkan ditimbulkan oleh sebabsebab dari luar. Apabila timbul kecemasan maka ia akan memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Individu bisa lari dari daerah yang mengancam, menghalangi impuls yang membahayakan atau menuruti suara hati. Kecemasan yang tidak bisa ditanggulangi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut traumatik.
D. Perkembangan Kepribadian Perkembangan kepribadian ditentukan terutama pada awalawal masa bayi dan kanak-kanak, masa tersebut merupakan peletak struktur watak dasar seseorang. Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yaitu (1) proses-proses pertumbuhan fisiologis, (2) frustrasi-frustrasi, (3) konflik-konflik, dan (4) ancaman-ancaman. Sebagai akibat dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh sumbersumber ini, seseorang terpaksa mempelajari cara-cara baru 31
mereduksi tegangan. Proses belajar inilah yang dimaksudkan dengan perkembangan kepribadian (Semaun, 2006). Dua cara yang digunakan individu untuk belajar mengatasi frustrasi-frustrasi, konflik-konflik, dan kecamasan adalah identifikasi dan pemindahan. 1. Identifikasi Identifikasi telah dibicarakan sbelumnya untuk membantu menjelaskan pembentukan Ego dan Superego. Identifikasi didefinisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikannya bagian yang tak terpisahkan dari kepribadian. Orang belajar mereduksi tegangan dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain. Freud lebih suka menggunakan identifikasi daripada imitasi karena ia berpendapat bahwa imitasi mengandung arti sejenis peniruan tingkah laku yang bersifat dangkal dan sementara padahal ia menginginkan suatu kata yang mengandung pengertian tentang sejenis pemerolehan yang kurang lebih bersifat permanen pada kepribadian. Seseorang tidak perlu mengidentifikasi diri dengan orang lain pada semua aspeknya. Biasanya orang memilih dan hanya mengambil hal-hal yang dirasakannya akan menolong untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Struktur final kepribadian merupakan akumulasi berbagai identifikasi yang dilakukan pada berbagai masa kehidupan seseorang, meskipun ibu dan ayah mungkin merupakan tokoh identifikasi terpenting dalam kehidupan seseorang. 2. Pemindahan Seseorang berusaha memenuhi kebutuhan dengan objek yang asli. Apabila objek asli yang dipilih insting tidak dapat dicapai karena adanya rintangan baik dari luar maupun dari dalam, maka suatu kateksis yang baru akan terbentuk kecuali jika terjadi suatu represi yang kuat. Apabila kateksis yang baru juga terhalang, maka akan terjadi pemindahan lain, demikian seterusnya sampai ditemukan objek yang mampu sedikit mengurangi tegangan yang tak tersalurkan. Objek 32
tersebut selanjutnya akan dikateksis sampai kemampuannya untuk mereduksi tegangan habis, dan segera dicari lagi suatu objek tujuan yang cocok. Objek pengganti jarang dapat memberikan kepuasan atau mereduksi tegangan seperti objek aslinya, dan makin objek pengganti itu berbeda dari yang asli, maka makin sedikit tegangan direduksikan. Akibat dari berulangkali pe mindahan itu, maka terjadilah penumpukan tegangan tak tersalurkan yang bertindak sebagai daya motivasi tingkah laku yang bersifat permanen. Individu terus mencari mencari caracara baru dan yang lebih baik untuk mereduksikan tegangan. Hal inilah yang menyebabkan variabilitas tingkah laku, serta keresahan manusia. Kepribadian menjadi kurang lebih stabil dengan bertambahnya usia berkat kompromi antara daya dorong insting dan perlawanan Ego dan Superego. 3. Mekanisme Pertahanan Ego Ego kadang-kadang terpaksa menempuh cara-cara eks trem untuk menghilangkan tekanan, jika tekanan ke cemasan berlebihan. Cara-cara ekstrem ego dalam meng hilangkan tekanan tersebut disebut mekanisme pertahanan. Pertahanan-pertahanan yang pokok adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi (Anna Freud, 1946). Semua mekanisme pertahanan mempunyai dua ciri umum, yakni (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, (2) mereka bekerja secara tak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang sedang terjadi (Hall dan Lindzey, 1988). Represi, merupakan salah satu konsep paling awal dalam psikoanalisis. Sebelum Freud sampai pada perumusan finalnya tentang kepribadian dengan konsep-konsep id, ego dan superego, maka ia membagijiwa menjadi tiga wilayah, yaitu: kesadaran, pra-kesadaran, dan ketidaksadaran. Prasadar berisi baha psikologis yang dapat menjadi sadar manakala diperlukan. Isi ketidaksadaran dipandang relatif tidak terjamah oleh kesadaran, isi tersebut ada dalam keadaan represi. Ketika 33
Freud memperbaiki teorinya tentang kepribadian, konsep represi dipertahankannya sebagai mekanisme pertahanan ego (hall dan Lindzey, 1988; dan terjemahan, 1993). Represi bisa memaksa mencari jalan lewat antiketeksisantiketeksis yang saling berlawanan atau muncul dalam bentuk suatu pemindahan. Agar pemindahan itu berhasil dalam mencegah timbulnya kembali kecemasan, maka ia harus disembunyikan dalam bentuk lambang tertentu yang cocok. Seorang anak laki-laki yang merepresikan perasaan-perasaan bencinya terhadap ayahnya bisa mengungkapkan perasaanperasaan benci ini terhadap lambang-lambang auritas lain. Proyeksi, kecemasan realitas bisanya lebih mudah ditanggulangi oleh ego dibandingkan kecemasan neurotik atau kecemasan moral. Apabila sumber kecemasan seseorang bisa ditemukan di dunia luar dan bukan pada impuls-impuls primitifnya sendiri atau ancaman-ancaman suara hatinya, maka orang itu akan lebih mudah menghadapi keadaan cemas itu. Mekanisme yang digunakan untuk mengubah kecemasan neurotik atau kecemasan moral menjadi ketakutan yang objektif, ini disebut proyeksi. Pembentukan reaksi, tindakan defensif ini berupa menggantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadaran. Misal: benci diganti dengan cinta. Impuls aslinya masih tetap ada tetapi tertutup atau tersembunyi dibalik suatu impuls lain yang tidak menimbulkan kecemasan. Pembentukan reaksi ditandai oleh sifat serba berlebihan – orang protes terlalu banyak – dan serba kompulsif. Bentuk-bentuk ekstrem tingakah laki macam manapun biasanya menandakan pembentuk reaksi. Fiksasi dan represi, kepribadian akan melewati serangkaian tahap yang cukup jelas sampai mencapai kematangan, tetapi setiap langkah baru yang ditempuh mengandung frustrasi dan kecemasan dalam taraf tertentu dan apabila frustrasi dan kecemasan terlalu besar maka perkembangan yang normal bisa terhenti untuk sementara atau untuk seterusnya. 34
Dengan kata lain individu menjadi terfiksasi pada salah satu tahap awal perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Tipe pertahanan yang berhubungan erat dengan fiksasi adalah regresi. Seseorang yang mendapatkan pengalaman-pengalaman traumatik kembali ke suatu tahap perkembangan yang lebih awal. Misal, anak yang takut pada hari pertama masuk sekolah bisa melakukan tingkah laku infantil, seperti menangis, menghisap ibu jarinya, terus berpegangan pada guru atau bersembunyi di sudut. Seorang wanita muda yang telah menikah dan mendapatkan kesukarankesukaran dengan suaminya bisa mencari keamanan dengan kembali ke rumah orangtuanya. 4. Tahap-tahap Perkembangan Freud (dalam Hall dan Lindzey, 1988) mengungkapkan tahap-tahap perkembangan menjadi 4 tahap, yaitu tahap oral, anal, phalik, dan genital. Penjelasan lebih lanjut tahaptahap tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap oral. Sumber kenikmatan pokok berasal dari mulut adalah makan. Makan meliputi stimulasi sentuhan terhadap bibir dan rongga mulut, serta menelan, atau, jika makan tidak menyenangkan, memuntahkan keluar. Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut akan dipakai untuk menggigit dan mengunyah. Dua aktivitas oral ini, yakni menelan makan dan menggigit merupakan prototipe bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudia hari. Kenikmatan yang diperoleh dari inkorporasi oral bisa dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti kenikmatan yang diperoleh karena mendapatkan pengetahuan dan harta. Orang yang mudah ditipu, misalnya, adalah orang yang mengalami fiksasi pada taraf kepribadian inkorporatif oral, orang semacam ini menelan hampir semua yang dikatakan orang. Menggigit atau agresi dapat dipindahkan ke dalam bentuk sifat sarkastik dan suka berdebat. 35
b. Tahap anal, setelah makanan dicerna, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara refleks akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pengeluaran feases menghilangkan sumber ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lega. Ketika pembiasaan akan kebersihan dimulai, biasanya selama umur dua tahun, anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Ia harus belajar menunda kenikmatan yang timbul karena hilangnya tegangan-tegangan anal. Caracara khusus pembiasaan akan kebersihan yang diterapkan ibu dan perasaan-perasaan ibu tentang defekasi akan mempengaruhi pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus. Ibu yang sangat keras dan represif, anak bisa menahan feasesnya dan mengalami sembelit. Apabila digeneralisasi ke cara-cara bertingkah laku yang lain, maka anak akan mengembangkan sifat retentif. Ia akan menjadi orang keras kepala dan kikir. c. Tahap phalik, Pada tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genital, kenikmatan masturbasi serta kehidupan fantasi anak yang meyertai aktivitas autoerotik membuka jalan bagi timbulnya kompleks oidipus. Freud memandang keberhasilannya mengidentifikasikan kompleks oedips sebagai salah satu temuan besarnya. Kompleks oedipus meliputi kateksis seksual terhadap orang tua yang berlainan jenis serta kateksis permusuhan terhadap orangtua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan ayahnya, anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan mengenyahkah ibunya. Perasaanperasaan ini menyatakan diri dalam khayalan pada waktu anak melakukan masturbasi dan dalam bentuk pergantian antara sikap cinta dan sikap melawan terhadap kedua 36
orangtuanya. Tingkah laku anak berusia tiga sampai lima tahun banyak ditandai oleh bekerjanya kompleks oedipus, dan meskipun gejala ini dimodifikasikan dan direpresikan setelah anak berusia lima tahun, namun tetap merupakan daya vital kepribadian selama hidup.
Kerinduan yang bersifat incestuous (berkenaan dengan hubungan seks antara keluarga sendiri) terhadap ibu dan kebencian yang makin besar terhadap ayah pada anak laki-laki menyebabkannya mengalami konflik dengan orangtaunya, terutama dengan ayahnya. Ia membayangkan bahwa saingan kuatnya akan melukainya dan ketakutanketakutan ini dapat benar-benar diperkuat oleh ancamanancaman dari seorang ayah yang pembenci dan senang menghukum. Ketakutan-ketakutan mengenai apa yang dapat dilakukan ayah terhadapnya berkisar bencana atas organ-organ genitalnya karena organ-organ itu merupakan sumber dari perasaan-perasaan nikmatnya. Ia takut bahwa ayahnya yang cemburu akan memusnahkan organ-organ yang durhaka. Ketakutan akan kastrasi, sebagaimana Freud menyebutnya, kecemasan kastrasi menyebabkan ia merepresikan keinginan seksualnya terhadap ibu dan rasa permusuhannya terhadap ayah. Kecemasan ini juga membuat anak laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya. Dengan mengidentifikasikan diri dengan ayah, anak laki-laki merasa langsung memperoleh pemuasan bagi impuls seksualnya terhadap ibu. Pada saat yang sama, perasaan erotiknya yang membahayakan terhadap ibunya diubah menjadi sikap sayang yang lembut yang tidak membahayakan. Represi terhadap kompleks oedipus menyebabkan superego mengalami perkembangan tera khir.
Pada anak gadis, kompleks kastrasi mengawali kompleks oedipus dengan cara melemahkan kateksisnya terhadap ibu dan menimbulkan kateksis terhadap ayah. Tidak seperti kompleks oedipus pada anak laki-laki, yang direpresikan 37
atau diubah oleh kecemasan kastrasi, kompleks oedipus pada anak gadis cenderung menetap meskipun mengalami modifikasi tertentu akibat hambatan-hambatan realistik yang tidak memungkinkannya memuaskan hasrat sek sualnya terhadap ayah. Tetapi kompleks itu tidak direpresikannya kuat-kuat seperti yang terjadi pada lakilaki. Perbedaan-perbedaan hakekat kompleks oedipus dan kompleks kastrasi ini merupakan dasar bagi banyak perbedaan psikologis di antara pria dan wanita. Freud berasumsi bahwa setiap orang secara inheren adalah beseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada anggota lawan jenis. Inilah dasar konstitusi homoseksualitas, meskipun pada kebanyakan orang impuls-impuls homoseksualitas bersifat laten. Kondisi beseksualitas ini menjadikan kompleks oedipus rumit yang menyebabkan timbulnya kateksis seksual terhadap orangtua sejenis. Akibatnya, perasaan-perasaan anak laki-laki terhadap ayahnya dan perasaan-perasaan anak gadis terhadap ibunya konon bersifat ambivalen dan bukan univalen. Asumsi ini didukung oleh penelitianpenelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif menunjukkan bahwa baik hormon seks laki-laki maupun hormon seks perempuan terdapat pada masing-masing jenis. d. Tahap genital, kateksis-keteksis dari masa pragenital bersifat narsisistik. Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri, sedangkan orang-orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya. Anak remaja mulai mencintai orang-orang lain terdorong oleh motif-motif altruistik bukan semata-mata karena narsisistik. Daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan38
kegiatan kelompok, perencanaan karir, dan persiapan untuk menikah dan membangun keluarga mulai muncul. Pada akhir masa adolesen, kateksis-kateksis yang telah disosialisasikan dan altruistik ini telah menjadi cukup stabil dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan, sublimasi-sublimasi, dan identifikasi. Individu mengalami transformasi dari narsisistik serta memburu kenikmatan, menjadi orang dewasa yang memasyarakat dan berorientasi pada kenyataan. Kateksis-kateksis pada tahap anal, oral dan phalik lebur dan disintesiskan dengan impuls-impuls genital.
E. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Psikoanalisis Awal kedatangan konseli untuk meminta bantuan konselor dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi dan juga dalam rangka pengembangan kemampuan penyesuaian diri, konseli mengunkapkan masalahnya. Atas dasar hal tersebut konselor melakukan serangkaian pemahaman individu baik menyangkut masalah dan latar belakang masalah, kebutuhan individu, perkembangan individu, potensi individu berikut dinamika psi kologisnya. Pemahaman individu konseli dapat dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Kedua teknik tersebut dimaksudkan untuk mendapat informasi selengkap mungkin tentang konseli. Informasi yang diperoleh menjadi bahan yang berharga untuk menganalisis kepribadian berikut dinamika kepribadiannya. Analisis kepribadian dilakukan berdasar teori kepribadian dan salah satu teori kepribadian yang sangat populer adalah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud. Perilaku yang ditunjukkan konseli belum tentu sesuai dengan keadaan pribadi yang paling dalam konseli. Sebagai contoh: seseorang staf atau karyawan yang bersikap hormat dan manis di hadapan pimpinan belum tentu mencerminkan sifat dan sikap sesungguhnya. Orang tersebut bersikap hormat karena terpaksa dan agar rasa amannya terlindungi, kenyataan sesungguhnya dapat 39
saja bahwa sebenarnya karyawan tersebut merasa benci dan bosan kepada atasannya. Menurut Freud, periaku manusia banyak didorong oleh ketidaksadaran karena ketidaksadaran merupakan reservoir energi untuk berperilaku. Ketidaksaran berisi berbagai macam dorongan, keinginan, dan nafsu-nafsu yang menuntut pemenuhan pada alam sadar manusia. Perilaku yang ditunjukkan konseli harus dianalisis sumber penggerak yang ada dalam ketidaksadarannya. Jika kebutuhan utama dari Id yang ada dalam ketidaksadaran tidak terpenuhi atau terhalang maka seseorang dapat menekan kembali ke dalam ketidaksadarannya atau mengganti dengan objek lain. Nafsu dan keinginan yang ditekan tidak hilang dan bahkan akan muncul kembali dengan energi yang lebih besar, sedangkan objek pengganti tidak sememuaskan objek utama. Suatu keinginan dan nafsu yang ditekan, dalam keadaan tertentu Superego sebagai pengendali perilaku melemah akan menyebabkan munculnya perilaku kontroversial dan muncul perilaku menyimpang. Hal tersebut menjadi masalah bagi konseli dan lingkungannya. Konselor perlu melakukan analisis munculnya perilaku konseli berdasar hubungan Id, Ego, dan Superego. Id yang berada dalam ketidaksadaran, apabila ada satu keinginan maka energi dalam Id akan terfokus pada keinginan tersebut. Energi pada Id akan didistribusikan ke Ego sebagai penghubung antara dunia batin dan dunia nyata. Jika Energi dari Id juga didistribusi ke Superego maka Ego akan selektif dalam mencari pemuas keinginan, tetapi jika Superego tidak mendapat energi maka Superego tidak berfungsi dan hal ini menyebabkan munculnya perilaku menyimpang. Seseorang mengambil barang milik orang lain dapat dianalisis dengan teori paikoanalisis. Sebagai contoh: seseorang yang lapar dan haus melihat makanan dan minuman di depannya. Pada awalnya ia tidak mau mengambil makanan dan minuman tersebut, namun lama kelamaan dia berniat mengambilnya. Pada diri orang tersebut timbul konflik batin, ambil atau tidak, dosa atau tidak, ketahuan orang atau tidak. Dan akhirnya diambillah makanan dan minuman tersebut setelah memastikan tidak ada orang yang mengetahuinya dengan cara menoleh kekanan dan kekiri. 40
Konseli seringkali tampak memperlihatkan cara-cara mem pertahankan struktur ego untuk mendapat rasa aman dengan cara-cara irasonal dan cara tersebut dinamakan Freud dengan mekanisme pertahan ego. Contoh: seseorang bermain game di depan komputer dan ketika gagal maka dia berteriak “goblok” sambil menekan tombol keyboard dengan keras atau memukul monitor komputer. Seorang murid menyalahkan gurunya ketika mendapat nilai jelek pelajaran tertentu, kenyataan sesungguhnya muridnya sendiri yang bersalah karena tidak belajar. Kedua contoh tersebut merupakan bentuk proyeksi. Contoh lain, seseorang menunjukan perilaku seperti perilaku kekanak-kanak untuk menutupi ketidakmampuannya dan melindungi rasa aman. Perilaku tersebut sering dinamakan perilaku infantil dan banyak perilaku yang tergolong infantil, antara lain menghisap jari dan ngompol meskipun dia bukan lagi berada pada masa bayi dan kanak-kanak. Terjadi perilaku menyimpang pada konseli dapat merupakan hasil proses perkembangan yang dilaluinya. Freud memandang bahwa perkembangan kepribadian sangat ditentukan oleh perkembangan yang terjadi pada usia 0 sampai dengan lima tahun, sehingga Freud terkenal sebagai ahli diterminstik. Jika seseorang tertekan pada masa kecil dan atau kurang bahagia, maka perkembangan tersebut akan mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya. Perilaku agresif dan mengeploitasi orang lain dapat merupakan gambaran perkembangan yang dialaminya pada usia awal perkembangannya yaitu usia 0 sampai 5 tahun. Konselor diharapkan mampu menganalisi perkembangan kepribadian konselinya agar layanan konseling yang diberikan efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Konseli sebagai pribadi memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dengan konseli lain. Konselor diharapkan mampu menganalisis dengan baik kepribadian dan dinamika kepribadian konseli berdasar teori psikoanalisis ini, mengingat gejala yang ditunjukkan dua orang konseli boleh jadi sama, tetapi penyebab munculnya dapat berbeda dan berbeda pula dinamika psikologisnya.
41
BAB IV ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKOLOGI INDIVIDUAL ALFRED ADLER Pada awal pengembangan diri sebagai ahli kepribadian, Adler merupakan salah pengikut dari Sigmund Freud. Adler mulai menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap pandangan-pandangan Freud mengenai tingkah laku. Freud memandang bahwa perilaku manusia didorong oleh instink, sedangkan Adler berpandangan bahwa perilaku manusia lebih didorong oleh dorongan sosial. Adler pada akhirnya memisahkan diri dari Sigmund Freud dan Adler mulai membangun teori kepribadiannya serta mendirikan aliran baru yang dikenal dengan Psikologi Individual. Adler secara bertahap mengembangkan teori kepribadiannya, mulai gagasan tentang fictional finalism, striving for superiority, inferiority feeling and compensation, social interest, Style of life, dan puncak teori Adler adalah Creative Self. Pandangan Adler mulai diterima oleh para ahli psikologi dan Adler mulai diterima sebagai salah ahli teori kepribadian. Pandangan-pandangan Adler mengenai perilaku manusia dapat digunakan sebagai pijakan dalam menganalisis kepribadian konseli dalam bidang konseling. Berikut pandangan-pandangan tentang perilaku manusia, namun sebelum memahami tentang teori Adler, perlu terlebih dahulu mengenal terlebih dahulu siapa Alfred Adler. Oleh karena itu dijelaskan secara singkat riwayat Adler.
A. Riwayat Singkat Adler Alferd Adler lahir di Wina pada tahun 1870 dari keluarga kelas menengah, dan meninggal di Aberdeen, Skotlandia pada tahun1937 pada waktu Adler mengadakan perjalanan keliling untuk memberikan ceramah. Adler meraih gelar dokter pada tahun 1895 dari Universitas Wina. Mula-mula Adler mengambil spesialisasi 42
dibidang ophthalmologi, kemudian setelah menjalani praktik dokter umum Adler menjadi seorang psikiater. Adler menjadi anggota dan kemudian ketua masyarakat Psikoanalisis Wina. Akan tetapi Adler segera mulai mengembangkan ide-idenya yang menyimpang dari ide-ide Freud dan anggota lain di masyarakat Wina, dan ketika perbedaan-perbedaan menjadi tajam, Adler diminta menyajikan pandangan-pandangannya di hadapan masyarakat tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1911 dan sebagai akibat kritik dan celaan seru terhadap pendirian Adler maka Adler kemudian mengundurkan diri dari jabatan ketua dan beberapa bulan kemudian, Adler memutuskan hubungan dengan Psikoanalisis. (Hall dan Lindzey, 1988, dan 1993). Adler kemudian membentuk kelompok sendiri, yang kemudian dikenal sebagai Psikologi Individual dan menarik pengikut dari seluruh dunia. Selama Perang Dunia I, Adler bekerja sebagai dokter pada laskar tentara Austria dan sesudah perang ia tertarik pada bimbingan anak-anak dan mendirikan klinik bimbingan pertama yang berhubungan dengan sistem aliran Wina. Ia juga mendorong berdirinya aliran eksperimental di Wina yang menerapkan teorinya di bidang pendidikan. Ide-ide Adler disebarluaskan di Amerika Serikat oleh Amarican Society of Adlerian Psychology dengan cabang-cabangnya di New York, Chicago, dan Los Angeles dan melalui jurnalnya, yakni The American Journal of Individual Psychology. Berbeda secara tajam dengan pandangan pokok Freud bahwa tingkah laku manusia didorong oleh insting-insting yang dibawa sejak lahir dan dengan aksioma pokok Jung yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia dikuasai oleh arkhetipe-arkhetipe yang dibawa sejak lahir, Adler berpendapat bahwa manusia pertama-tama dimotivasi oleh dorongan-dorongan sosial. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerjasama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri, dan mengemabangkan gaya hidup yang mengutanakan orientasi sosial. 43
Sumbangan Adler kedua bagi teori kepribadian adalah konsepnya mengenai diri yang kreatif. Tidak seperti Ego menurut Freud, yang terdiri dari kumpulan proses psikologis yang melayani tujuan insting-insting diri, Adler memandang diri kreatif merupakan sistem subjektif yang dipersonalisasikan, yang menginterpretasikan dan membuat pengalaman-pengalaman or ganisme penuh arti, Diri mencari pengalaman-pengalaman yang akan membantu gaya hidup sang pribadi yang unik, apabila pengalaman-pengalaman ini tidak diketemukan di dunia maka diri akan berusaha menciptakannya. Konsepsi tentang diri kreatif ini adalah baru bagi teori psikoanalitik dan Adler membantu mengimbangi “objektivisme” ekstrim psikoanalisis klasik, yang hampir sepenuhnya bersandar pada kebutuhan-kebutuhan biologis dan stimulus dari luar untuk menerangkan dinamika kepribadian. Sumbangan ketiga Adler yang membedakannya dari psi koanalitik klasik adalah keunikan kepribadian. Menurut Adler, setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifatsifat, minat-minat dan nilai-nilai; setiap perbuatan yang dilakukan orang membawa corak khas gaya hidupnya sendiri. Adler termasuk dalam tradisi William james dan William Stern yang disebut sebagai tokoh yang meletakkan dasar psikologi personalistik (Hall dan Lindzey, 1988). Teori Adler tentang sang pribadi meminimasikan peran insting seksual yang dalam teori awal freud memainkan peranan yang hampir eksklusif dalam dinamika tingkah laku. Terhadap monolog Freudian tentang seks ini, Adler menambahkan suarasuara lain yang penting. Manusia pertama-tama adalah makhluk sosial, bukan seksual. Manusia dimotivasi oleh minat sosial, bukan dorongan seksual. Inferioritas mereka tidak terbatas pada bidang seksual, melainkan bisa meluas pada segala segi, baik fisik maupun psikologis. Manusia berusaha berjuang mengembangkan gaya hidup unik dimana dorongan seksual memainkan peranan kecil. Adler memandang kesadaran sebagai pusat kepribadian, yang menyebabkan ia menjadi perintis perkembangan psikologi yang berorientasi kepada ego. Manusia adalah makhluk sadar, 44
mereka biasanya sadar akan alasan-alasan tingkah laku mereka. Mereka sadar akan inferioritas-inferioritas mereka dan sadar akan tujuan-tujuan yang mereka perjuangkan. Manusia adalah individu yang sadar akan dirinya sendiri dan mampu merencanakan serta membimbing perbuatan-perbuatannya dan menyadari sepenuhnya arti dari perbuatan-perbuatannya itu bagi aktualisasi dirinya sendiri
B. Kepribadian Menurut Adler. Alfred Adler dalam mengembangkan dan menyusun teori melalui proses, secara bertahap, selangkah demi selangkan dan akhirnya sampai pada kesempurnaan teorinya. Teori yang paling awal dikembangkan Adler pada awal memisahkan diri dari pengaruh Freud adalah fictional finalism, tetapi adler tidak puas dengan teorinya tersebut sehingga Adler mengembang teorinya, dan terus mengembangkan teorinya dan pada akhirnya sampailah pada teori tentang diri kreatif. Teori-teori Adler tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fictional Finalism Setelah Adler memisahkan diri dari kelompok yang mengelilingi Freud, ia dipengaruhi oleh filsafat Hans Vaihinger, yang bukunya berjudul The Psychology of ”as if” (terjemahan dalam bahasa Inggris, 1925) diterbitkan pada tahun 1911. Vaihinger mengemukakan gagasan aneh namun memikat bahwa manusia hidup dengan banyak cita-cita yang semata-mata bersifat fiktif, yang tidak ada padanannya dalam kenyataan. Gambaran-gambaran fiktif ini, misalnya: ”semua manusia diciptakan sama”, ”kejujuran adalah politik yang paling baik”, ”tujuan membenarkan sarana”, memungkinkan mausia menghadapi kenyataan secara lebih efektif. Gambarangambaran fiktif ibu merupakan konstruksi-konstruksi atau pengandaian-pengandaian penolong dan bukan hipotesishipotesis yang dapat diuji dan dibuktikan. Mereka itu dapat dibuang kalau tidak lagi berguna.
45
Adler mengambil alih doktrin positivisme idealistik ini dan disesuaikan dengan pendapatnya sendiri. Sebagaimana telah dikemukakan, Freud sangat menekankan faktor-faktor konstitusi dan pengalaman-pengalaman selama awal masa kanak-kanak sebagai penentu kepribadian. Adler menemukan dalam Vaihinger tangkisan terhadap diterminisme historis yang kaku ini; ia menemukan ide bahwa manusia lebih dimotivasi oleh harapan-harapannya tentang masa depan daripada masa lampaunya. Tujuan-tujuan ini tidak ada di masa depan sebagai bagian dari rancangan teleologis – baik Vaihinger maupun Adler tidak percaya pada nasib atau takdir – melainkan hadir secara subjektif atau secara mental di sini dan kini dalam bentuk perjuangan-perjuangan secara cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku sekarang. Misalnya, apabila orang percaya bahwa surga bagi orang-orang saleh dan neraka bagi para pendosa, maka bisa diandaikan bahwa keprcayaan ini akan mempengaruhi tingkah lakunya. Bagi Adler, tujuantujuan fiktif ini merupakan penyebab subjektif peristiwaperistiwa psikologis. Adler mengidentifikasikan teori Freud dengan prinsip kausalitas dan teorinya sendiri dengan prinsip finalisme. ”Psikologi Individual secara mutlak mempertahankan finalisme sebagai sesuatu yang sangat penting untuk memahami semua gejala psikologis. Penyebab, kekuatan, insting, impuls, dan sebagainya tidak dapat berfungsi sebagai prinsip yang dapat memberikan penjelasan. Tujuan final itu sendiri dapat menjelaskan tingkah laku manusia. Pengalaman-pengalaman, trauma-trauma, mekanisme-mekanisme perkembangan sek sual tidak dapat memberikan penjelasan, tetapi perspektif dengan mana semua ini dapat dilihat, cara individu melihat semua ini, yang mengarahkan seluruh kehidupan pada tujuan final, dapat menjelaskannya. Tujuan final itu bisa berupa suatu fiksi, yakni suatu cita-cita yang tidak mungkin direalisasikan, kendatipun demikian merupakan pelecut yang sungguh-sungguh nyata 46
ke arah perjuangan manusia dan penjelasan terakhir tentang tingkah laku. Akan tetapi Adler yakin bahwa orang normal dapat membebaskan diri dari fiksi-fiksi ini dan menghadapi kenyataan jika memang diperlukan, sedangkan orang neurotik tidak mampu berbuat demikian. 2. Striving for Superiority Pada tahun 1905, Adler telah mencapai kesimpulan bahwa agresi lebih penting daripada seksualitas. Kemudian impuls agresif diganti dengan ”hasrat akan kekuasaan”. Adler mengidentifikasikan kekuasaan dengan sifat maskulin dan kelemahan dengan sifat feminin. Pada tahap pemikiran ini, Adler mengemukakan ide tentang ”masculine protest” suatu bentuk kompensasi berlebihan yang dilakukan baik pria maupun wanita jika mereka merasa tidak mampu dan rendah diri. Kemudian, Adler mengganti ”hasrat akan kekuasaan” dengan ”perjuangan ke arah superioritas” yang tetap dipakainya untuk tujuan final manusia, yakni: menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior. Superioritas menurut Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung tentang diri atau prinsip aktualisasi diri dari Goldstein. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Adler menyatakan bahwa perjuangan ini bersifat bawaan; bahwa ia merupakan bagian dari hidup, malahan hidup itu sendiri. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu membawa sang pribadi dari satu tahap pekermbangan ke tahap-tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi. Bagaimana bentuk-bentuk khusus ke arah superioritas itu menjelma dalam diri individu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dibahas konsep Adler tentang perasaanperasaan inferioritas. 3. Perasaan Inferioritas dan Kompensasi Adler mengemukakan ide tentang inferioritas organ tubuh dan kompensasi berlebihan. Pada waktu itu, Adler tertarik untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan yang tak 47
kunjung terjawab tentang mengapa jika orang jatuh sakit atau menderita kemalangan tertentu, maka mereka menjadi sakit atau merasakan gangguan pada bagian tubuh tertentu? Orang tertentu terserang sakit jantung, yang lain terkena sakit paru-paru, dan orang lain lagi terserang arthritis. Adler mengemukakan bahwa yang menentukan letak gangguan tertentu adalah inferioritas dasar pada bagian itu, suatu inferioritas yang timbul karena hereditas maupun karena karena suatu kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya Adler mengamati bahwa orang yang mempunyai organ yang cacat seringkali berusaha mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuatnya melalui latihan intensif. Contoh paling terkenal mengenai kompensasi atas inferioritas organ adalah Demosthenes yang menggagap ketika masih kanakkanak namun akhirnya menjadi salah seorang orator dunia yang paling mashyur. Contoh lain yang lebih baru adalah Theodore Rossevelt, yang lemah pada masa mudanya tetapi berkat latihan yang sistematik akhirnya menjadi orang yang berfisik tegap. Adler memperluas konsep itu dengan memasukkan semua inferioritas, yakni perasaan-perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis atau sosial yang dirasakan secara subjektif maupun perasaan-perasaan yang muncul dari kelemahan atau cacat tubuh nyata. Pada waktu itu Adler menyamakan inferioritas dengan sifat tidak jantan atau feminitas, dan kompensasinya disebut ”masculine protest”. Akan tetapi kemudian ia memasukkan pandangan ini ke dalam pandangan yang lebih umum bahwa perasaanperasaan inferoritas bersumber pada rasa tidak lengkap atau tidak sempurna dalam setiap bidang kehidupan. Misal: anak yang dimotivasi oleh perasaan inferioritas akan berjuang untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi. Ketika anak mencapai taraf perkembangan ini, ia mulai merasa inferior lagi sehingga ia berusaha untuk maju lagi. Adler menyatakan bahwa perasaan inferioritas bukan suatu 48
pertanda abnormalitas, melainkan justru penyebab segala bentuk penyempurnaan. Perasaan inferioritas dapat dilebihlebihkan oleh kondisi-kondisi tertentu, misalnya pemanjaan atau penolakan anak, pada kasus mana bisa muncul manifestasi-manifestasi abnormal tertentu. Dalam keadaan normal perasaan inferioritas atau rasa tidak lengkap ini merupakan daya pendorong yang kuat bagi manusia. Dengan kata lain, manusia didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferioritasnya dan ditarik oleh hasrat untuk menjadi superior. Adler bukanlah seorang pendukung hedonisme. Meskipun ia yakin bahwa perasaan inferioritas menyakitkan, namun ia tidak berpikir bahwa hilangnya perasaan-perasaan dengan demikian mendatangkan kenikmatan. Bagi Adler, tujuan hidup adalah kesempurnaan, bukan kenikmatan. 4. Social Interest Pada tahun-tahun permulaan perumusan teorinya, ketika ia mengemukakan hakikat manusia yang agresif dan haus kekuasaan serta ide tentang masculine protest sebagai suatu bentuk kompensasi berlebihan atas kelemahan feminin, Adler dikritik dengan tajam karena ia menekankan dorongan-dorongan yang bersifat mementingkan diri sendiri dan mengabaikan motif-motif soaial. Perjuangan kearah superioritas terdengar seperti pekik peperangan manusia unggul ala Nietzche, padanan klop bagi semboyan ”survival for the fittest” ala Darwin. Adler, seorang pembela keadilan sosial dan penyokong demokrasi sosial, memperluas konsepsinya tentang manusia dengan memasukkan faktor minat sosial. Meskipun minat sosial terjelma dalam bentuk-bentuk seperti kerjasama, hubungan antarpribadi dan hubungan sosial, identifikasi dengan kelompok, empati dan sebagainya, namun makna istilah itu sendiri jauh lebih luas dari hal-hal ini. Menurut artinya yang terdalam, minat sosial berupa individu membantu masyarakat mencapai tujuan terciptanya masyarakat yang sempurna.
49
”Minat sosial merupakan kompensasi sejati dan yang tak dapat dielakkan bagi semua kelemahan alamiah manusia individual. Adler yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir ini tidak bisa muncul spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan dan latihan. Karena ia yakin akan pentingnya pendidikan, maka Adler menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik bimbingan kanak-kanak, menyempurnakan sekolah-sekolah, dan mendidik masyarakat tentang cara-cara yang tepat untuk mengasuh anak-anak. Dimata Adler muda, manusia didorong oleh nafsu akan kekuasaan dan dominasi yang tak terpuaskan untuk mengkompensasikan suatu perasaan inferioritas yang dalam dan tersembunyi. Di mata Adler tua, manusia dimotivasikan oleh minat sosial bawaan yang menyebabkan ia menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Gambaran tentang manusia sempurna yang hidup di tengah suatu masyarakat yang sempurna menggantikan gambaran tentang manusia perkasa, agresif yang menguasai serta mengeksploitasi masyarakat. Minat kemasyarakatan menggantikan minat yang bersifat mementingkan diri sendiri. 5. Style of Life Ini merupakan slogan teori kepribadian Adler, merupakan tema yang selalu diulang-ulang dalam semua tulisan Adler yang kemudian dan merupakan ciri sangat khas dari psikologinya. Gaya hidup adalah prinsip sistem dengan mana kepribadian individual berfungsi; keseluruhanlah yang memerintah bagianbagiannya. Gaya hidup merupakan prinsip idiografik Adler yang utama; itulah prinsip yang menjelaskan keunikan seseorang. Setiap orang mempunyai gaya hidup tetapi tidak mungkin ada dua orang mengembangkan gaya hidup yang sama. Apa persisnya yang dimaksud dengan konsep ini? Pertanyaan ini sukar dijawab karena penjelasan Adler 50
sangat banyak dan Adler menjelaskan secara berbeda-beda bahkan kadang-kadang saling bertentangan dalam berbagai tulisannya. Lagi pula sukar membedakannya konsep gaya hidup dengan konsep lain yang dikemukakan Adler, yakni diri kreatif. Setiap orang mempunyai tujuan sama, yakni superioritas, namun cara untuk mengejar tujuan ini tak berhingga jumlahnya. Orang yang satu berusaha menjadi superior dengan mengembangkan inteleknya, yang lain mengerahkan segenap usahanya untuk mencapai kesempurnaan otot. Gaya hidup cendekiawan berbeda dari olahragawan. Cendekiawan membaca, belajar, dan berfikir; hidupnya lebih banyak di belakang meja dan menyendiri daripada yang aktif. Cendekiawan mengatur seluk-beluk hidupnya, kebiasaankebiasaannya di rumah, rekreasinya, kebiasaan-kebiasaannya sehari-hari, hubungan dengan keluarga, teman dan kenalan, kegiatan sosialnya, sesuai dengan tujuan superioritas in teleknya. Segala sesuatu dikerjakan dalam rangka tujuan tertinggi ini. Semua tingkah laku orang muncul dari gaya hidupnya. Orang mempersepsi, mempelajari, dan mengingat apa saja yang cocok dengan gaya hidupnya dan mengabaikan semua sisanya. Gaya hidup terbentuk sangat dini pada masa kanak-kanak, pada usia 4-5 tahun, dan sejak itu pengalaman-pengalaman diasimilasikan dan dugunakan menurut gaya hidup yang unik ini. Sikap, perasaan, apersepsi terbentuk dan menjadi mekanik pada usia dini, dan sejak itu praktis gaya hidup tidak bisa berubah. Orang mungkin memperoleh cara-cara baru untuk mengungkapkan gaya hidupnya yang unik, tetapi caracara ini hanya merupakan contoh konkrit dan khusus dari gaya hidup dasar sama yang terbentuk pada usia awal. Apa yang menentukan gaya hidup individu? Dalam tulisannya yang terdahulu, Adler menyatakan bahwa gaya hidup sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya 51
hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Anak yang bodoh akan berjuang mendapat superioritas intelektual. Gaya hidup Napoleon yang serba menaklukan dunia bersumber pada tubuhnya yang kecil, sedangkan nafsu serakah Hitler untuk menaklukkan dunia bersumber pada impotensi seksualnya. Penjelasan sederhana tentang laku manusia yang memikat begitu banyak pembaca Adler dan yang diterapkannya secara luas untuk menganalisis karakter pada tahun 1920-an dan penjelasan tersebut tidak memuaskan Adler sendiri. Penjelasan tersebut terlalu sederhana dan terlalu mekanistik. Adler mencari prinsip yang lebih dinamik dan menemukan diri yang kreatif. 6. Creative Self Konsep diri kreatif merupakan puncak prestasi Adler sebagai teoritikus kepribadian. Ketika ia menemukan daya kreatif pada diri, maka semua konsepnya yang lain ditempatkan di bawahnya; akhirnya ditemukan juga penggerak utama, sendi yang filsuf, obat mujarab kehidupan, penyebab pertama semua tingkah laku manusia yang telah sekian lama dicari Adler. Diri kreatif yang bersifat padu, konsisten, berdaulat dalam struktur kepribadian. Seperti semua penyebab pertama yang lain, daya kreatif diri sukar digambarkan. Kita dapat melihat pengaruhpengaruhnya tetapi kita tidak dapat melihatnya. Diri kreatif merupakan jembatan antara stimulus-stimulus yang menerpa seseorang dan respon-respon yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus-stimulus itu. Pada hakikatnya, doktrin tentang diri kreatif itu menyatakan bahwa manusia membentuk kepribadiannya sendiri. Manusia membangun kepribadiannya dari bahan mentah hereditas dan pengalaman. Diri kreatif adalah ragi yang mengolah fakta-fakta dunia dan mentransformasikan fakta-fakta ini menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik. Diri 52
kreatif memberikan arti pada kehidupan; ia menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya. Diri kreatif adalah prinsip aktif kehidupan manusia, dan tidak berbeda dengan kosep jiwa yang lebih kuno itu. Berdasar teori Adler di atas dapat dikemukakan bah wa Adler menciptakan teori kepribadian humanistik dan merupakan antitesis dari konsepsi Freud tentang individu. Dengan menganugerahi manusia dengan altruisme, hu manitarianisme, kerjasama, kreativitas, keunikan, dan kesadaran, Adler menegakkan kembali rasa martabat dan harga diri manusia yang telah dihancurkan oleh psikoanalisis. Adler menawarkan potret manusia yang lebih memuaskan, lebih penuh harapan, dan lebih mengangkat harkat manusia. Konsepsi Adler tentang hakikat kepribadian sejalan dengan pengertian populer bahwa individu-individu dapat menjadi tuan, bukan korban dari surat tangannya (Hall dan Lindzey, 1988).
C. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Kepribadian Adler Dewasa ini banyak orang menunjukkan perilaku menyimpang yang ditandai hidup yang tidak realistik, tidak sesuai kemampuan, dan hidup seperti di awang-awang. Seseorang berperilaku atau hidup seperti orang kaya atau seperti seorang pejabat, pada hal sesungguhnya dia belum kaya dan belum menjadi pejabat. Orang tersebut baru bercita-cita atau mengawali proses menjadi kaya, tetapi berperilaku seperti orang kaya, kenyataan ia baru akan menjadi kaya masih nanti bahkan proses perjalanannya masih jauh. Perilaku konseli tersebut tergolong pada fictional finalism/ fictional goalnya Adler. Konseli berusaha mendapat jabatan dan atau kekuasaan dengan berbagai cara, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengeluarkan beaya yang besar dan kompensasi dari jabatan yang diraihnya dengan cara yang wajar tidak akan menutupnya. Namun, dengan jabatan tersebut seseorang mendapat kekuasaan dan dengan kekuasaannya seseorang dapat memperoleh uang yang besar untuk menutup beaya dan mendapat kekayaan dari 53
jabatannya. Cara mendapat uang tersebut dengan cara-cara yang melanggar norma dan aturan, hanya didasarkan pada kekuasaan saja. Contoh: pada saat usai pemilu legislatif banyak caleg stress dan depresi karena gagal dalam pemilu dan yang bersangkutan sudah mengeluarkan uang yang jumlahnya cukup besar, ada diantara mereka menjual aset satu-satunya yang dimiliki dan bahkan berhutang. Diungkapkan pada beberapa media, ada caleg gagal yang menawarkan dan atau ingin menjual bagian organ tubuhnya demi mendapat uang guna membayar hutang untuk kepentingan pencalegan dan pemilihan caleg. Jumlah uang yang dikeluarkan ada yang tidak sebanding dengan penghasilan selama 5 lima tahun menjadi anggota legislatif. Contoh tersebut merupakan gambaran nyata individu yang sangat dipengaruhi dorongan mendapat kekuasaan. Cara orang mendapat kekuasaan tersebut tergolong striving for superiority. Pada setiap diri seseorang memiliki rasa rendah diri, pada diri orang normal kekurangan menjadi pendorong untuk maju akan tetapi berbeda dengan orang yang tidak normal. Pada orang yang tidak normal kekurangan yang ada pada dirinya menyebabkan rasa rendah diri yang kompleks dan pada gilirannya menyebabkan perilaku menyimpang. Perasaan rendah diri sebenarnya dapat menjadi pendorong seseorang untuk bergerak maju atau melakukan kompensasi dengan melatih kekurangannya tersebut menjadi kekuatan. Kenyataan dapat dijumpai, seseorang sangat peduli orang lain dan berusaha menolong orang lain. Keberadaannya harus punya arti bagi orang lain, dia berusaha melakukan kebaikan kepada orang lain. Contoh: seseorang membagi-bagikan makanan dalam dos untuk penarik becak, pemungut sampah, petugas kebersihan, dan sebaginya setiap hari jum’at dan ada pula yang membagi pada hari senin, atau hari lainnya. Seorang siswa rela membagi bekal sekolah kepada temannya, membantu menjelaskan materi pelajaran kepada teman, dan sebagainya. Jika contoh perilaku tersebut dianalisis dengan teori Adler, rasanya sangat sesuai dengan social interest. Berkait dengan social interest, pada perkembangan 54
individu maka minat sosial tersebut harus dikembangkan sejak usia dini. Setiap individu memiliki potensi minat sosial, namun berkembang optimal atau tidak sangat tergantung lingkungan teruatama lingkungan keluarga. Pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa individu merupakan pribadi yang unik, yang berbeda satu dengan lainnya. Setiap orang akan mengembangkan gaya hidup yang khas pada dirinya. Seseorang bisa saja menunjukkan perilaku yang berbeda, namun gaya hidup orang tersebut tetap sama. Dua orang konseli dapat saja menunjukkan perilaku yang sama, tetapi gaya hidup keduannya berbeda. Dua orang siswa yang menyontek saat ujian, tetapi gaya hidup yang melatarinya tidaklah sama. Hasil analisis gaya hidup konseli sangat membantu konselor menetapkan model konseling dan memberikan dasar pada proses konseling, yang pada akhirnya proses konseling menjadi efektif dan efisien.
55
BAB V ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PANDANGAN KAREN HORNEY Karen Horney pada awalnya merupakan pengikut Sigmund Freud. Dalam perjalanannya Horney memiliki pandangan yang berbeda dengan Freud mengenai kepribadian. Perbedaan tersebut antara lain berkait dengan konsep penis envy, psikologi wanita, dan oedipus complex. Perbedaan-perbedaan tersebut mendorong Horney keluar dari psikoanalisis, namun Horney tidak sepenuhnya keluar dari psikoanalisis karena teori yang dikembangkan Horney masih berkait dengan psikoanalisis. Horney tergolong pada aliran Neo-Freudianisme bersama dengan pengikut Freud yang meninggalkan psikoanalisis lainnya. Teori Karen Horney, dalam bidang konseling dapat digunakan sebagai dasar melakukan analisis kepribadian konseli berikut dinamika kepribadiannya. Hasil analisis kepribadian konseli beradasar teori Horney merupakan informasi yang sangat berharga bagi konselor dalam menentukan model dan teknik konseling untuk membantu konseli.
A. Riwayat Singkat Horney Karen Horney lahir di Hambug, Jerman pada tanggal 16 September 1885 dan meninggal di New York City pada tanggal 4 Desember 1952. Ia mendapat pendidikan kedokteran di Universitas Berlin, dan bekerja di Institut Psikoanalisis Berlin dari tahun 1918 sampai tahun 1932. Ia pergi ke Amerika Serikat atas undangan Franz Alexander dan menjadi Associate Director pada Institut Psikoanalisis Chicago selama dua tahun. Pada tahun 1932 ia pindah ke New York di mana ia melakukan praktik psikoanalisis dan mengajar pada Institut Psikoanalisis New York. Karena tidak 56
puas dengan psikoanalisis ortodoks, ia bersama sejumlah tokoh lain yang memiliki keyakinan sama, mendirikan Association for the Advancement of Psychoanalysis dan American Institute of Psyhoanalysis. Ia menjadi Dekan dari institut ini sampai meninggal (Hall dan Lindsey, 1988).
B. Kepribadian Menurut Horney Uraian mengenai kepribadian menurut pandangan Horney didasarkan pada pendapat Horney sebagaimana dikutip Hall dan Lindzey, 1988 dan pandangan Hall dan Lindzey mengenai pandangan Horney. Horney memandang ide-idenya termasuk dalam kerangka psikologi Freud, bukan merupakan suatu pendekatan yang sama sekali baru terhadap pemahaman kepribadian. Ia berpandangan bahwa psikoanalisis harus mengatasi keterbatasanketerbatasan yang diciptakannya sendiri karena statusnya sebagai psikolog yang bercorak instingtivistik dan genetik. Horney sangat keberatan dengan konsep Freud tentang penis envy sebagai faktor yang menentukan dalam psikologi wanita. Freud sebagaimana diketahui, mengamati bahwa sikap-sikap dan perasaan-perasaan khusus kaum wanita dan konflik mereka yang paling dalam timbul dari perasan mereka terhadap inferioritas genital dan perasaan iri terhadap laki-laki. Horney berpendapat bahwa psikologi wanita didasarkan pada kekurang-percayaan diri serta penekanan yang terlalu berlebihan pada hubungan cinta, dan tidak ada sangkut outnya dengan anatomi organ-organ seksnya. Oedipus complex, menurut Horney bukanlah suatu konflik seksual dan agresif yang terjadi antara anak dan orang tuanya, melainkan kecemaan yang timbul dari gangguan-gangguan dasar misal: penolakan, perlindungan yang berlebihan, dan hukuman dalam hubungan anak dengan ibu dan ayahnya. Agresi tidaklah bersifat bawaan, sebagaimana dinyatakan Freud, melainkan merupakan cara dengan mana manusia berusaha melindungi keamanannya. Narcisisme pada dasarnya bukanlah cinta diri, melainkan pendewasaan diri dan penilaian diri yang berlebihan akibat perasaan-perasaan tidak aman. Horney juga mempersoalkan konsep-konsep Freud tentang repetition compulsive, id, ego, dan 57
superego. Pada segi positif, Horney menyatakan bahwa sumbangansumbangan teoritis fundamental Freud adalah doktrin-doktrinnya tentang diterminisme psikis, motivasi tak sadar, serta motif-motif emosional dan tidak rasional. Konsep utama Horney adalah kecemasan dasar. Horney menyatakan bahwa ”perasaan yang terdapat pada anak karena terisolasi dan tak berdaya menghadapi dunia yang secara potensial bermusuhan”. Sejumlah besar faktor yang merugikan dalam lingkungan dapat menyebabkan anak merasa tidak aman, yakni dominasi langsung atau tak langsung, sikap masa bodoh, tingkah laku erotik, kurang menghargai kebutuhan-kebutuhan pribadi anak, kurang sungguh-sungguh dibimbing, sikap meremehkan, terlalu membanggakan, kurang adanya kehangatan orang tua, tanggung jawab terlalu banyak atau terlalu sedikit, terlalu dilindungi, terisolasi, ketidakadilan, diskriminasi, janji-janji yang tidak ditepati, suasana bermusuhan, dan sebagainya”. Umumnya, segala sesuatu yang mengganggu keamanan anak dalam hubungan dengan orangtuanya menimbulkan kecemasan dasar. Anak yang tidak merasa aman dan cemas menempuh berbagai siasat untuk menanggulangi perasaan-perasaan terisolasi dan tak berdayanya. Ia bisa menjadi bermusuhan dan ingin membalas dendam terhadap orangtua yang menolaknya atau berbuat sewenang-wenang terhadap dirinya. Atau ia bisa menjadi sangat patuh supaya mendapatkan kembali cinta yang dirasakannya telah hilang. Ia bisa mengembangkan gambaran diri yang tidak realistik, yang diidealisasikan, sebagai kompensasi terhadap perasaanperasaan inferioritasnya. Anak bisa berusaha menyogok orang lain supaya mencintainya atau bisa menggunakan ancaman-ancaman untuk memaksa orang-orang lain menyukainya. Ia bisa membuat dirinya patut dikasihani demi mendapatkan simpati dari orang lain. Apabila anak tidak memperoleh cinta, maka ia bisa berusaha menguasai orang-orang lain. Dengan cara demikian ia mengadakan kompensasi terhadap perasaan ketidakberdayaannya, mencari cara untuk menyalurkan permusuhan, dan bisa mengeploitasi orang-orang lain. Atau anak menjadi sangat kompetitif, dimana 58
kemenangan jauh lebih penting daripada prestasi. Ia bisa mengarahkan agresinya ke dalam dan meremehkan dirinya sendiri. Salah satu di antara strategi-strategi ini bisa menjadi sifat yang kurang lebih permanen dalam kepribadian; dengan kata lain, suatu strategi tertentu bisa berperan sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam dinamika kepribadian. Horney menyajikan suatu daftar yang terdiri dari 10 kebutuhan yang diperoleh sebagai akibat dari usaha menemukan pemecahan-pemecahan terhadap masalah hubungan-hubungan manusia yang terganggu. Ia menyebut kebutuhan ini ”neurotik” karena kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan pemecahan irasional terhadap masalah itu (Hall dan Lindzey, 1988). 1. Kebutuhan neurotik akan kasih sayang dan penerimaan. Ciri dari kebutuhan ini adalah keinginan membabi buta untuk menyenangkan orang-orang lain dan berbuat sesuai dengan harapan-harapan mereka. Orang yang demikian itu mengharapkan pendapat baik dari orang lain dan amat sangat peka terhadap setiap tanda penolakan dan ketidakramahan. 2. Kebutuhan neurotik akan mitra yang bersedia untuk dihisap seseorang. Orang yang memiliki kebutuhan ini adalah parasit. Ia selalu menghargai cinta, dan sangat takut diabaikan dan ditinggalkan sendirian. 3. Kebutuhan neurotik untuk membatasi kehidupan dalam batas-batas yang sempit. Orang yang demikian tidak menuntut, puas dengan serba sedikit, lebih suka untuk tetap tidak dikenal orang, dan menghargai kerendahan hati melebihi segalanya. 4. Kebutuhan neurotik akan kekuasaan. Kebutuhan ini terwujud dalam keinginan untuk berkuasa demi kekuasaan itu sendiri, dalam sikap yang sama sekali tidak hormat terhadap orang lain, dan dalam sikap memuja membabi buta segala bentuk kekuatan dan melecehkan kelemahan. Orang-orang yang takut menggunakan kekuasaan 59
secara terang-terangan, bisa berusaha menguasai orangorang lain melalui eksploitasi dan superioritas intelektual. Bentuk lain dari dorongan untuk berkuasa adalah kebutuhan untuk percaya akan kemahakekuatan kemauan. Orang-orang semacam itu berpendapat bahwa mereka dapat mencapai apa saja hanya dengan menggunakan kekuatan kemauan. 5. Kebutuhan neurotik untuk mengeksploitasi orang lain 6. Kebutuhan neurotik akan prestise Harga diri seseorang ditentukan oleh banyaknya penghargaan yang diterima dari masyarakat. 7. Kebutuhan neurotik akan kekaguman pribadi Orang-orang yang memiliki kebutuhan ini memiliki gambaran diri yang melambung dan ingin dikagumi atas dasar ini, bukan atas dasar siapa sesungguhnya mereka. 8. Ambisi neurotik akan prestasi diri Orang yang demikian ingin menjadi yang terbaik dan memaksa diri untuk semakin berprestasi sebagai akibat dari perasaan dasar tidak aman mereka. 9. Kebutuhan neurotik untuk berdiri sendiri dan independen. Karena kecewa dalam usaha-usaha mereka menemukan hubungan-hubungan yang hangat dan memuaskan orang-orang lain, maka orang-orang semacam ini memisahkan diri dari mereka dan tidak mau terikat kepada siapapun atau apapun. Mereka menjadi ”orang-orang yang menyendiri”. 10.Kebutuhan neurotik akan kesempurnaan dan ketercelaan. Karena takut membuat kesalahan-keslahan dan dikritik, maka orang-orang yang memiliki kebutuhan ini berusaha membuat dirinya tak terkalahkan dan tanpa cela. Mereka terus-menerus mencari kekurangan-kekeurangan dalam diri mereka sehingga kekurangan-kekurangan itu dapat diperbaiki sebelum ketahuan orang-orang lain. Kesepuluh kebutuhan ini merupakan sumber yang menye babkan konflik-konflik batin. Horney mengklasifikasikan kesepuluh 60
kebutuhan ini dalam tiga kelompok, yaitu: (1) moving toward people, misalnya, kebutuhan akan cinta, (2) moving away from people, kebutuhan akan independensi, (3) moving against people, misalnya, kebutuhan untuk berkuasa. Setiap kelompok kebutuhan ini menunjukkan orientasi dasar terhadap orang lain dan terhadap diri sendiri. Dalam orientasi yang berbeda-beda ini, Horney menemukan dasar konflik batin. Perbedaan hakiki antara konflik konflik normal dan konflik neurotik hanyalah perbedaan dalam tingkat. Menurut Horney ”...... perbedaan antara hal-hal yang menimbulkan konflik adalah jauh lebih kecil untuk orang normal daripada untuk orang neurotik” (Horney dalam Hall dan Lindzey, 1988). Orang-orang normal dapat memecahkan konflik-konflik ini dengan mengintegrasikan ketiga orientasi ini, karena ketiga orientasi tersebut tidak terpisahkan satu sama lain, sedangkan orang neurotik harus menggunakan pemecahan-pemecahan irasional serba dibuat-buat (artifisial) karena ia mengalami kecemasan dasar lebih berat. Dengan sadar ia hanya mengajui salah satu di antara kecenderungan-kecenderungan itu dan menyangkal atau merepresikan dua lainnya. Atau orang menciptakan suatu gambaran yang diidealisasikan, di mana kecenderungan-kecenderungan yang saling bertentangan tersebut dianggap hilang, meskipun sesungguhnya tidak. Semua konflik ini dapat dihindarkan dan dipecahkan kalau anak dibesarkan dalam keluarga di mana terdapat keamanan, kepercayaan, cinta, respek, toleransi, dan kehangatan. Horney tidak berpendapat bahwa konflik terbentuk dalam kodrat manusia dan karena itu dapat dielakkan. Konflik berasal dari keadaankeadaan sosial.
C. Analisis Kepribadian Konseli Konseli pada proses awal konseling yaitu pada saat pengumpul an data untuk memahami masalah dan potensi yang dimiliki, sering menunjuk perilaku yang dapat dianalisis berdasar pandangan Karen Horney tentang kepribadian. Contoh: Seorang siswa selalu memaksa temannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah 61
untuknya dan apabila temannya menolak maka dia mengancam temanya tersebut. Seorang pejabat, sebut saja kepala dinas suatu instansi selalu meminta pesuruh kantor mengerjakan pekerjaan membereskan rumah pribadi sang pejabat, apalagi pekerjaan tersebut dilakukan pada jam-jam kerja. Perilaku tersebut dapat digolongkan ke dalam perilaku eksploitasi orang lain. Konseli, ada yang suka membatasi diri dan meskipun diminta atau bahkan dipaksa melakukan suatu tugas tetap saja menghindar. Contoh: soarang pegawai ditugaskan mengikuti pelatihan komputer untuk menunjang diberlakukannya program komputerisasi di kantornya. Kejadian ini sebut saja terjadi pada awal era komputerasi dan digitalisasi, sehingga menuntut para pegawai termasuk guru dan dosen untuk menguasai teknologi informasi. Pada saat pelatihan memasuki tahap praktek dan semua peserta diminta praktek mengoperasikan komputer dan karena jumlah komputer yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah peserta maka digunakan model bergantian. Pada kesempatan pertama sang pegawai tersebut dengan halus mengatakan bahwa silakan yang lain dulu untuk praktek terutama yang muda-muda. Pada saat akhir kesempatan, pegawai tersebut diberi kesempatan praktek, namun yang bersangkutan lagi-lagi menolak dengan alasan yang masuk akal karena waktu yang tersedia sangat terbatas dan tanggung nanti tidak tuntas. Akhirnya pelatihanpun berakhir dan sang pegawai yang dimaksud tetap tidak praktek mengoperasikan komputer. Setelah selang beberapa lama dari waktu pelatihan, diketahui bahwa pegawai yang bersangkutan belum pernah menggunakan komputer sama sekali dan belum pernah mengerti cara mengoperasikan komputer. Perilaku pegawai tersebut tergolong membatasi diri sebelum ketahuan ketidakmampuannya. Kenyataan banyak dijumpai dalam kehidupan dan juga ditunjukkan konseli yang menghadapi masalah karena merasa orang lain memandang dirinya tidak seperti yang diharapkannya dan peka terhadap semua isyarat penolakan orang lain atau orang lain menunjukkan sikap yang kurang bersahabat. Contoh: seseorang mempunyai keinginan dan atau prinsip bahwa dirinya 62
pasti mendapat penghormatan dan penghargaan dari orangorang di sekitarnya. Setiap menghadiri undangan, dia ingin di tempatkan pada kursi di jajaran pejabat atau deretan orangorang yang dipandang terhormat dan ketika dia tidak ditempatkan pada deretan kursi orang-orang terhormat atau pejabat tersebut menjadi marah dan kemudian meninggalkan tempat pertemuan. Contoh lain, seseorang selalu berpikir negatif kepada orang lain atau kelompok orang. Ketika orang-orang berbicara tentang suatu isu dan diskusi ringan tentang suatu topik, maka orang tersebut merasa bahwa orang-orang yang berdiskusi ringan tersebut membicarakan dirinya. Konselor dapat saja menghadapi konseli yang memiliki latar belakang kepribadian sebagaimana dicontohkan tersebut atau bermasalah sebagai akibat kondisi kepribadiannya. Konseli ada yang menunjukkan usaha untuk sukses, mengerjakan sesuatu dengan hasil terbaik, dan mengarahkan dirinya menjadi orang terkenal dan semua itu dilakukan untuk menutupi rasa aman atau kebutuhan akan rasa amannya. Secara singkat oleh Horney dikategorikan kebutuhan neurotik berupa ambisi untuk mencapai prestasi pribadi. Seseorang konseli dapat menggapai keberhasilan yang dicapainya dengan cara melakukan apa saja termasuk dengan cara yang tidak etik (dan melanggar norma) dan meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Hal tersebut dilakukan karena adanya ambisi dan semata untuk mendapat rasa aman, sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan dan atau tanpa prestasi merupakan ancaman terhadap rasa aman. Orintasi yang tergolong irasional, jika seseorang mencapai prestasi dan keberhasilan tetapi tidak memiliki kemampuan, berusaha menggapainya dengan cara yang melanggar norma dan etika. Dewasa ini, konseli banyak yang mengindikasikan menghadapi konflik batin dan konflik dalam hubungannya dengan orang lain seperti konflik dengan atasan yaitu menolak keinginan atasan, tidak berani menyampaikan ketidak setujuannya, dan mengikuti keinginan atasan bertentang dengan nilai yang diyakini benar (karena keyakinan tersebut didasarkan pada ajaran agama yang 63
lurus). Contoh lain seseorang mengikuti keinginan kelompok yang tidak sesuai dengan keyakinannya, tetapi tidak mengikuti atau menolak keinginan kelompok takut dikucilkan oleh anggota kelompok. Seseorang dapat berusaha mendekati kelompok untuk menerima atau tidak terlibat dalam kegiatan kelompok. Jika usaha tersebut berhasil maka masalah terselesaikan, namun jika gagal akan timbul masalah yang lebih besar. Perkembangan kehidupan dewasa ini membawa seseorang menghadapi konflik batin dalam hubungan dengan orang lain. Dalam menghadapi konflik batin dalam hubungannya dengan orang lain dapat saja dilakukan dengan cara menghindar dari sumber masalah dan dengan menghindar tersebut orang tersebut terlindung rasa amannya. Strategi atau model seseorang dalam menghadapi konflik dalam hubungannya dengan orang lain dengan cara tersebut tergolong moving away dan merupakan model kedua yang dikemukakan Horney. Contoh: seorang siswa tidak mengerjakan pekerjaan rumah suatu mata pelajaran (matematika misalnya), agar merasa aman siswa tersebut mengambil tempat duduk di belakang dan atau membolos. Seseorang berjanji akan mengembalikan uang pinjaman kepada teman, pada saat melihat teman dari jauh dan dia belum bisa mengembalikan uang pada hari dan jam yang telah ditentukan maka orang tersebut mengambil jalan lain sebelum berpapasan dengan teman yang meminjami. Orang tersebut marasa aman jika usahanya berhasil. Namun dari dua contoh tersebut ternyata keduanya gagal misalnya tetap diminta guru tampil ke muka dan dari contoh kedua ternyata tanpa diketahuinya tiba-tiba bertemu dengan orang yang meminjami dan ternyata ditagih hutangnya tetapi tidak bisa mengembalikan maka akan muncul masalah lain atau mungkin timbul masalah yang lebih besar. Seringkali kita jumpai konseli menghadapi masalah akibat strategi atau model menghadapi konflik batin dengan cara mendekat dan menghindar sumber masalah gagal maka konseli mengambil strategi yang ketiga dari Horney yaitu moving againt. Strategi ketiga tersebut dilakukan dengan melawan 64
atau menyerang sumber konflik. Sebagai Contoh: seorang yang meminjam uang kepada teman dan akan dikembalikan pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan berdua. Pada hari dan tanggal yang telah ditentukan belum dapat mengembalikan maka peminjam mendatangi temannya dan mengatakan maaf belum dapat mengembalikannya. Ternyata usaha yang dilakukan gagal, maka orang tersebut pada hari berikutnya ketika akan bertemu dengan yang meminjami menghindar supaya tidak bertemu. Ketika usaha menghindar ternyata juga gagal maka strategi ketiga dan terakhir adalah dengan cara menyerang atau melawan orang yang meminjami, karena yang bersangkutan belum punya uang untuk mengembalikan tetapi dipaksa harus mengembalikan. Konseli yang menggunakan cara-cara irasional untuk memecahkan masalah konflik dalam hubungannya dengan orang lain baik menggunakan sepuluh (10) cara maupun dengan menggunakan tiga (3) strategi dan apalagi hal tersebut sering dilakukannya maka orang tersebut cenderung perilakunya tidak normal atau terganggu. Konseli tersebut dapat dikonseling dengan menggunakan model konseling yang sesuai dengan keadaan dirinya. Teori tingkah laku yang dikemukakan Horney tentang kecemasan dasar dapat digunakan sebagai dasar menganalisis kepribadian konseli. Kecemasan dasar merupakan produk dari segala sesuatu yang mengganggu rasa aman anak dalam hubungannya dengan orang tua. Perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi perkembangan yang dialaminya sejak masa kecil. Pada masa kecil kualitas hubungan anak dan orang sangat menentukan rasa aman anak, apabila anak merasakan rasa aman maka tidak muncul kecemasan dan sebaliknya apabila anak merasa tertekan dan atau terancam maka anak akan mengalami kecemasan dasar. Dewasa ini di berbagai media baik media cetak dan elektronik memberitakan terjadinya kekerasan orang tua seperti anak dianiaya orang tua sehingga kabur dari rumah, anak dianiaya dan disekap digarasi, anak diperkosa baik oleh bapak sendiri maupun bapak tiri, bahkan di Denpasar Bali seorang anak perempuan dibunuh dan dikubur di halaman rumah, seorang anak dijual oleh ayah kandung, dan masih 65
banyak lagi bentuk-bentuk kekerasan kepada anak lainnya. Kekerasan orang tua kepada anak menyebabkan anak me ngalami pengalaman traumatik, dan selanjutnya anak me ngembangkan kecemasan dasar. Apabila konselor berhasil me ngidentifikasi perkembangan kepribadian anak dan dinamika kepribadian yang mengarah kepada terbentuknya kecemasan dasar maka tugas konselor adalah merancang suatu model intervensi yang sesuai dengan potensi dan perkembangan konseli. Keberhasilan usaha diteksi kepribadian konseli yang ma sih berada pada usia kanak-kanak dan usia anak sekolah maka mendorong konselor perlu merancang konseling untuk menghandel kecemasan dasar konseli. Apabila sejak masa tersebut sudah terdeteksi perilaku anak yang menyimpang, maka sesegera mungkin melakukan intervensi agar keadaan tersebut tidak mengganggu proses perkembangan kepribadian koseli pada masamasa selanjutnya.
66
BAB VI ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR TEORI HARRY STACK SULLIVAN Harry Stack Sullivan merupakan salah ahli teori kepribadian dan psikiatri. Sullivan merupakan pencipta pandangan baru yang terkenal yaitu interpersonal theory of psychiatry. Pandangan utama Sullivan yang berhubungan dengan teori kepribadian adalah bahwa kepribadian adalah “the relativley enduring pattern of recurrent interpersonal situations whice characterize a human life” (Hall dan Lindzey, 1988). Sullivan (dalam Hall dan Linzey, 1988) mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu entitas hipotetik yang tidak dapat dipisahkan dari situasi interpersonal. Konsekuensinya bahwa yang dipelajari dari individu adalah bahwa individu tidak ada atau tidak eksis terpisah dari hubungan dengan orang lain. Memahami kepribadian individu konseli dilakukan dengan menganalisis perilaku konseli dalam situasi hubungan interpersonal. Teori Sullivan dapat digunakan sebagai dasar menganalisis kepribadian dan dinamika kepribadian konseli terutama menganalisis perilaku yang ditunjukkan konseli dalam hubungan interpersonal dengan individu lainnya.
A. Riwayat Singkat Harry Stack Sulivan Harry Stack Sullivan lahir di daerah pertanian dekat Norwich, New York pada tanggal 21 Feberuari 1892 dan meninggal di Paris, Perancis pada tanggal 14 Januari 1949, ketika dalam perjalanan pulang dari pertemuan pimpinan eksekutif Federasi Kesehatan Mental Dunia di Amsterdam. Sullivan mempereloh gelar dokter dari pendidikan dokter pada tahun 1917, dan membantu Angkatan Bersenjata selama perang dunia I. Sullivan juga mengabdi pengelola pendidikan vokasi dan 67
menjadi officer pelayanan kesehatan masyarakat. Tahun 1922 Sullivan pergi ke rumah sakit Saint Elizabeth’s di Washington, D.C, karena pengaruh William Alanson White, pemimpin neuropsyciatry Amerika. Tahun 1923 sampai 1930 Sullivan bergabung dengan sekolah dokter di Universitas Maryland dan rumah sakit Sheppard and enoch Pratt di Towson, Maryland. selama hidup pada periode ini, Sullivan melakukan penelitian Schizophrenia yang memantapkan reputasinya sebagai ahli klinis. Sullivan membuka kantor di Park Avenue, New York City untuk tujuan mempelajari proses obsesional pasien-pasiennya. Pada tahun 1933 Sullivan menjadi Presiden William Alanson White Foundation sampai tahun 1943. Pada tahun 1936, Sullivan membantu menemukan dan menjadi direktur Sekolah Psikiatri Washington, yang memberi pelatihan intitution dari yayasan penyandang dana. Jurnal Psychiatry mulai diterbitkan tahun 1938 untuk mempromosikan teori hubungan interpersonalnya Sullivan. Sullivan menjadi koeditor dan kemudian menjadi editor sampai dia meninggal (Hall dan Linzey, 1988).
B. Kepribadian Menurut Sullivan Sullivan mengajukan pandangan kepribdian yang berbeda dengan ahli kepribadian lainnya. Pandangan Sullivan organisasi ke pribadian berupa kejadian-kejadian interpersonal dan pandangan ini dikemas pada struktur kepribadian yang membahas tenang dinamisme, persinofikasi dan proses kognitif. Suliivan juga mengajukan gagasan tentang dinamika kepribadian. Pandangan Sullivan mengenai kepribadian diuraikan seperti di bawah ini dan uraian didasarkan telaah sumber sebagaimana dikemukakan oleh Hall dan Lindzey, 1988. 1. Struktur kepribadian Kepribadian menurut Sullivan merupakan entitas hi potetikal, “suatu ilusi”, yang tidak dapat diobservasi atau dipelajari terpisah dari situasi interpersonal. Unit yang dipelajari adalah situasi interpersonal dan bukan orangnya. Organisasi dari kepribadian berupa kejadian-kejadian interpersonal ketimbang intrafisik. Kepribadian hanya ber 68
manifestasi sebagai self ketika seseorang bertingkahlaku da lam hubungan dengan satu individu lain atau lebih. Seseorang tidak perlu menjadi ada, kenyataannya mereka dapat mengkhayal atau figur yang tidak eksis. Ada tiga prinsip dalam struktur kepribadian yaitu dynamisms, personifications, dan cognitive processes. a. Dinamisme Dinamisme merupakan unit terkecil yang dikerjakan pada studi tentang individual. Dinamisme dapat didefinisikan sebagai “pola-pola transformasi energi se cara relatif tetap, yang dikarekterisasi organisme berulang kali selama hidup oraganisme tersebut”. Transformasi energi adalah setiap bentuk dari perilaku. Ini akan tampak dan umum seperti berbicara, atau tidak tampak dan bersifat pribadi seperti berfikir dan berfantasi. Dinamisme sangat berbeda dengan karakter manusia, dinamisme dicirikan dari hubungan interpersonal. Dinamisme umumnya dikerjakan khususnya pada daerah tubuh seperti mulut, tangan, anus, dan genital, artinya hal itu merupakan interaksi dengan lingkungan. Kebanyakan dinamisme bekerja untuk tujuan memuaskan kebutuhan dasar organisme. Bagaimanapun, penting bahwa dina misme berkembang sebagai hasil dari kecemasan. Ini dinamakan dynamisms of the self atau The self-system. The self-system, Kecemasan merupakan hasil dari hubungan interpersonal, yang secara orisinal ditrasmisikan dari ibu kepada anaknya dan selanjutnya dalam hidup oleh ancaman terhadap rasa aman. Untuk menolak atau meminimalkan kecemasan aktual dan potensial, orang mengadop variasi-variasi tipe tindakan pencegahan dan pengawasan perilaku mereka. Sebagai contoh, seseorang dapat menghindari hukuman dengan menyesuaikan ke inginan orangtua. Tindakan aman membentuk the selfsystem yang menyetujui terbentuknya perilaku (diri yang baik) dan menghalangi bentuk lain (diri yang buruk). 69
b. Personifikasi Personifikasi merupakan image dimana individu sebagai diri orang lain. Personofikasi merupakan kompleks dari perasaan-perasaan, sikap-sikap, dan konsepsikonsepsi yang berkembang dari pengalaman-pengalaman kebutuhan yang terpuaskan dan kecemasan. Contoh: bayi mengembangkan personifikasi ibu yang baik melalui perawatan dan pengasuhan yang diberikan ibu kepadanya. Dengan kata lain, bayi mempersonifikasi ibu yang jahat sebagai hasil pengalaman-pengalaman bersama ibunya yang menghasilkan kecemasan. Personifikasi yang ditularkan oleh sejumah orang dikenal sebagai stereotypes. c. Proses-proses kognitif Sullivan memberi kontribusi unik berkenaan tempat kognisi dalam urusan kepribadian yang diklasifikasikan menjadi tiga pengalaman. Pengalaman, Sullivan katakan: terjadi dalam tiga model yaitu prototaxic, parataxic, dan syntaxic. Pengalaman Prototaxic, dipandang sebagai rangkain nyata keadaan sesaat dari organisme yang sensitif (Sullivan dalam Hall dan Lindzey, 1988). Prototaxic mirip pendapat Jame yaitu “stream of conciousness” yaitu sensasi baku, gambar, dan perasaan yang mengalir melalui sensasi pikiran. Semua tidak memiliki koneksi yang diperlukan antara mereka sendiri dan tidak memiliki makna bagi pengalaman seseorang. Pengalaman prototaxic ditemukan dalam bentuk yang paling murni selama bulan-bulan awal kehidupan dan memerlukan diprekondisi untuk ditampilkan pada parataxic dan syntaxic. Parataxic merupakan mode yang berupa pemikiran untuk melihat hubungan kausal antara peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu yang sama tetapi tidak memilki hubungan logis. 70
Syntaxic, merupakan mode berpikir ketiga dan tertinggi, berupa a consensually validated of symbol activities, terutama yang bersifat verbal. A consensually validated adalah sesuatu yang telah disepakati oleh sekelompok orang yang memiliki arti standar. Kata dan angka merupakan contoh terbaik dari simbol. Syntaxic menghasilkan urutan logis antara pengalaman dan memungkinkan orang untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. 2. Dinamika kepribadian Sullivan sangat tekun dalam mengkaji situasi interperso nal dimana seseorang melewati kehidupan dari masa kanakkanak sampai masa dewasa, dan situasi-situasi berkontribusi dalam pembentukan kepribadian. Jika Freud berpendirian bahwa perkembangan sangat dipengaruhi insting seksual, Sullivan memandang bahwa dengan sosial psikologis kepribadian berkembang.
C. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Teori Sullivan Dalam melakukan analisis kepribadian dan dinamika ke pribadian dapat mengalami bias dan atau tidak akurat, jika mempelajari kepribadian dan dinamika kepribadian konseli terpisah dari orang lain atau terlepas dari hubungan interpersonal di lingkungannya. Menurut Sullivan, mempelajari kepribadian individu harus dalam situasi hubungan interpersonal. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses-proses mental. Tingkah laku di pandang sebagai cerminan keadaan jiwa seseorang, dan tingkah laku sesorang akan tampak ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, terutama dengan orang lain disekitarnya. Ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain maka dapat diobservasi tingkah laku yang ditunjukkan dan dapat diamati bagaimana dinamika perilakunya melalui serentetan tingkah laku yang ditunjukkannya. Seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain disekitarnya akan menunjukkan cara berbicara, gerak tubuh, bahasa, etika, 71
substansi yang dibicarakan, cara merespon reaksi orang lain, logika berpikir, konsistensi bicara dan perbuatan, konsistensi bicara dan tingkahlakunya dari waktu ke waktu, dan sebagainya. Konselor dapat mengobservasi serentetan tingkah laku konseli dan menganalisisnya sehingga konselor dapat memformulakan kepribadian dan dinamika kepribadian konseli. Kenyataan, terdapat konseli yang tidak konsisten antara apa yang diucapkan dengan perbuatannya. Tidak konsisten ucapan dan tingkah dari waktu ke waktu berikutnya. Melalui observasi serentatan ucapan dan tingkah laku yang ditunjukkan dari satu waktu ke waktu berikut, konselor dapat melakukan analisis kepribadian dan dinamika kepribadian konseli. Konselor dapat melakukan analisis tingkat berpikir konseli, apakah konseli sudah sampai tahap syntaxic, atau justru tingkat berpikir konseli berada pada level paratxic, dan bahkan mungkin model berpikir konseli berada pada level yang lebih rendah lagi. Apabila konseli menunjukkan tingkat berpikir model parataxic dan prototaxic, maka konselor diharapkan mampu melakukan intervensi kepada konseli untuk mengubah model-model berpikir pada level yang sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan konseli. Konseli dapat saja berperilaku menyimpang, seperti men jadi seseorang yang pendendam, suka memusuhi orang lain, menunjukkan karakter negatif. Tingkah laku yang ditunjukkan konseli tersebut dapat merupakan hasil personifikasi terhadap ibunya. Konseli tersebut mengembangkan personifikasi negatif karena ibunya memperlakukan konseli sejak masa bayi dengan cara-cara yang tidak menyenangkan bagi konseli, ibu membuat anak mengembangkan rasa tidak aman selama pengasuhan dengan memberi ancaman potensial maupun ancaman nyata seperti membantak dan tindakan lain yang bersifat menghukum. Jika konseli memiliki pengalaman yang menyenangkan sebagaimana ditunjukkan oleh ibunya selama proses pengasuhan maka anak akan mengembangkan sikap dan perlaku positif. Konselor yang menghadapi konseli berperilaku menyimpang sebagai akibat 72
personifikasi negatif yang dibentuk selama pengasuhan oleh ibunya, maka konselor perlu merancang sebuah model konseling untuk mengubah personifikasi negatif menjadi personifikasi positif. Proses intervensi tersebut tidaklah mudah, namun konselor harus memiliki pandangan positif terhadap konseli dan mengembangkan keyakinan positif bahwa keadaan konseli dapat dirubah. Pengubahan tingkah laku akan mengubah kebiasan konseli dan pada gilirannya kepribadian konseli akan berubah pula. Pengubahan dapat lebih efektif jika ibunya juga melakukan pengubahan dalam pemberian asuhan kepada anak.
73
BAB VII ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKOANALITIK C.G. JUNG C.G. Jung merupakan salah satu ahli yang mengembangkan teori kepribadian. Seperti kebanyakan ahli psikologi (kepribadian) lainnya, sebelum mengembangkan teori psikologi (kepribadian) menempuh pendidikan dokter. Jung pada awalnya merupakan salah seorang pengikut Freud. Jung berbeda pandangan dengan Freud terutama tentang libido seksual dan alam bawah sadar, akhirnya Jung meninggalkan teori kepribadian Freud dan mengembangkan teori kepribadiannya sendiri. Pandangan Jung antara lain tentang sadar pribadi dan sadar kolektif, arhetype, persona, anima dan animus dapat dijadikan dasar untuk menganalisis kepribadian dan dinamika kepribadian konseli untuk kepentingan layanan konseling. Teori kepribadian Jung akan diuraikan secara singkat di bawah ini dan diawali dengan sajian tentang riwayat singkat C.G Jung.
A. Riwayat Singkat C.G. Jung Carl Gustav Jung dilahirkan di Kesswil, Swiss dan menghabiskan pendidikannya di Basel. Berbeda dengan Freud yang terpengaruh oleh filosofi ilmiah positivisme dan materialisme pada masanya, Jung tumbuh di dalam tradisi budaya. Semenjak kecil ia belajar literatur bahasa latin pada ayahnya yang seorang pendeta. Jung kecil adalah anak yang pendiam dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial. Semasa remaja, Jung adalah seorang yang penyendiri, tertutup dan tidak peduli dengan masalah sekolah. Ketika ia masuk pada jurusan arkelologi lalu ke fakultas kedokteran kemudian bekerja sama dengan Neurolog terkenal Kraft – Ebing hingga akhirnya, ia memilih psikiater menjadi pilihan karirnya. Setelah lulus dia bekerja di bawah bimbingan Eugene Breuer, 74
seorang pakar penemu skizofrenia dan guru Freud. Jung terkenal dengan pengetahuannya tentang simbolisme dalam tradisi mistik, seperti genostisisme, alkemi, kabala dan tradisi-tradisi serupa dalam agama Hindu dan Budha. Selama hidupnya, Jung telaten mencatat mimpi, fantasi dan penglihatan-penglihatannya. Kemudian ia wujudkan semua itu ke dalam bentuk gambar, lukisan, maupun patung, semakin lama, ia menyadari bahwa pengalamanpengalamannya berubah menjadi pribadi-pribadi, dimulai menjadi orang tua yang bijak hingga menjadi seorang gadis kecil. Jung adalah salah seorang pengikut Freud, namun, karena perbedaan pendapat dan pemikiran tentang teori libido seksual dan teori alam bawah sadar, setelah perang dunia kedua, Jung dan Freud tidak pernah bertemu dan Jung mendeklarasikan teorinya sendiri yaitu teori Analytical Psychology. Jung meninggal dunia pada 6 Juni 1961 di Zurich.
B. Kepribadian Menurut Jung Dalam teori kepribadian Jung, kepribadian atau Psyche adalah mencakup keseluruhan pikiran, perasaan dan tingkah laku. Psyche dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak sub sistem, masing-masing berdiri sendiri dan saling berhubungan. Yaitu ego, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif. 1. Ego adalah pusat dari kesadaran. Bagian dari manusia yang mengalami semua hal atau mendapatkan pengalaman. Ego merupakan gabungan dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, perasaan-perasaan, ingatan ingatan, dan pengindraan. 2. Ketidaksadaran personal adalah bagian dari psyche yang terdiri dari apapun yang direpresi selama manusia tersebut berkembang. Bagian ini tersusun oleh unsur-unsur yang pernah ada dalam kesadaran. Pengalaman-pengalaman yang tidak disetujui ego untuk muncul ketidaksadran pribadi, ingatan tersebut terkadang muncul kekesadaran. Pada bagian ini muncul komplex yaitu kelompok perasaan, pikiran, persepsi dan ingatan yang tergorganisir menjadi satu, kompleks ini
75
memiliki inti yaitu yang bertindak sebagai magnet menarik atau mengkonsentrasikan berbagai pengalaman kearahnya. 3. Ketidaksadaran kolektif adalah bagian dari ketidaksadaran yang terdiri arketipe-arketipe. Bagian ini tidak dapat langsung ditunjukkan kedalam kesadaran, tetapi dapat dilihat dalam cerita-cerita rakyat, kesenian, dan mitologi. Beberapa arketipe yang paling penting adalah: a. Arketipe ibu, merupakan kemampuan kita yang sudah ditakdirkan dan tidak dapat diganggu gugat untuk mengingat hubungan-hubungan tertentu, yaitu segenap hal yang berkaitan dengan keibuan. Arketipal ini disimbulkan dengan ibu primordial atau “ibu bumi” mitologi, dengan Hawa atau Perawan Maria dalam tradisi barat dan dengan symbol-simbol yang tidak terlalu bersosok manusia, seperti gereja, bangsa, hutan, atau laut. Bagi Jung bila ibu seorang gagal memainkan peran arketipal ini, maka dia akan menghabiskan hidupnya mencari kedamaian dan ketenangan di gereja, atau mengidentifikasi sosok tersebut dengan “ibu pertiwi” atau mengubahnya menjadi sesosok perawan Maria atau akan menghabiskan waktunya ditepi laut. b. Artikel Mana, merupakan kekuatan spiritual yang sering disimbolkan sebagai phallus. Bagi Freud, simbol phallus mewakili simbol kelamin laki-laki. Namun Jung mengartikannya sebagai simbol kesuburan. Misalnya, hubungan antara penis dengan kekuatan, sperma dengan benih, antara kesuburan reproduksi manusia dengan kesuburan tanah. c. Bayangan, Arketipal ini adalah sisi gelap ego. Semua hal yang kita tidak inginkan menjadi diri kita ada di arketipal ini. Arketipal bayangan (shadow) selalu disimbolkan sebagi figur yang berjenis kelamin sama dengan kita. Sisi gelap kita ini tidak selalu bersifat negatif. Jika shadow kita dapat kita terima dengan baik dan berasimilasi 76
dengan pribadi kita, maka jiwa kreatif kita akan muncul dan bayangan tersebut akan muncul dalam mimpi kita sebagai pribadi yang kita harapkan. d. Persona, Arketipal persona adalah arketipal yang ber adaptasi. Persona berarti topeng seorang aktor, tetapi jangan diartikan sebagai hal yang negatif. Arketipal ini adalah hasil mediasi dari kehidupan psikis dalam kita dengan dunia luar. Sebagai contohnya seorang mahasiswi yang telah menikah akan memakai topeng yang berbeda ketika ia di kampus, ketika hang out dengan temantemannya atau ketika ia melayani suaminya. Namun persona bisa menjadi sangat kaku seperti seorang fisikawan yang selalu menjadi fisikawan di semua peristiwa, tetapi dapat juga berbeda-beda setiap saat. e. Anima dan Animus, seperti prinsip Yin dan Yang dalam filosofi China, Anima dan animus menggambarkan prinsip feminim dan maskulin manusia. Yin atau Anima mewakili prinsip-prinsip feminim, seperti alam, penciptaan dan kehidupan, bumi, dan sesuatu yang konkrit, kegelapan serta sisi kolektif. Dan sisi Yang atau Animus yang mewakili prinsip-prinsip maskulin, seperti energi yang mengatur, sisi kreatif dan yang berinisiatif cahaya dan agresif, semangat dan langit. Dua prinsip ini saling melengkapi. Animus merupakan sisi maskulin dari seorang perempuan dan sebaliknya anima adalah sisi feminin dari seorang laki-laki. f. Self, merupakan arkhetif yang memotivasi perjuangan orang menuju keutuhan. Simbol untuk arfetif ini adalah mandala. Self menjadi pusat kepribadian, dikelilingi oleh sistem lainnya. Sikap dan Fungsi (Attitude and Function). Terdapat dua aspek kepribadian yang beroperasi di tingkat sadar dan tidak sadar, yakni attitude (introvertion-extravertion), dan function (Thinking, Feeling, sensing dan intuiting) 77
a. Attitude (Introvertion-Extravertion) Sikap introversi mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam dan pribadi di mana realita hadir dalam bentuk hasil amatan, cenderung menyendiri, pendiam atau tidak ramah bahkan antisosial. Sikap ekstraversi mengarahkan pribadi ke pengalaman obyektif, memusatkan perhatiannya ke dunia luar alih-alih berpikir mengenai persepsinya, cenderung berinteraksi dengan orang di sekitarnya, aktif dan ramah. Kedua sikap yang berlawanan itu ada dalam kepribadian, tetapi biasanya salah satunya dominan dan sadar. b. Function (Thinking, Feeling, Sensing, Intuiting) Pikiran (thinking) adalah fungsi intelektual, mencari saling hubungan antar ide untuk memahami alam dunia dan memecahkan masalah. Feeling (perasaan) adalah fungsi evaluasi, menerima atau menolak ide dan obyek berdasarkan apakah mereka itu membangkitkan perasaan positif atau negatif, member pengalaman subjektif. Sensing (pengindraan) melibatkan operasi dari indra seperti melihat, mendengar, meraba, menjilat, membau, serta merespon rangsang dari dalam tubuh sendiri. Intuiting (intuisi) adalah persepsi secara tak sadar atau subliminal, memperoleh kebenaran tanpa melalui fakta yang konkrit. Ciri kepribadian ekstraversi: manusia ilmiah, aktivitas intelektual, berdasar data obyektif Ekstraversi perasaan manusia dramatik, menyatakan emosinya secara terbuka dan cepat berubah pengindraan ekstraversi. Penginderaan pemburu kenikmatan, memandang dan menyenangi dunia apa adanya. Introversi pikiran: manusia filsuf, penelitian in telektual secara internal. Perasaan Introversi perasaan, penulis kreatif, menyembunyikan perasaan, sering me ngalami badai emosional. 78
Introversi pengindraan: seniman, mengalami dunia dengan cara pribadi dan berusaha mengekspresikannya secara pribadi pula. Introversi intuisi, Manusia peramal, sukar mengkomunikasikan intuisinya.
C. Dinamika Kepribadian 1. Interaksi antar struktur kepribadian. Prinsip oposisi berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara, saling bertentangan, saling mendukung, saling bergabung. Prinsip kompensasi dipakai untuk menjaga agar ke pri badian tidak menjadi neurotik. Umumnya terjadi antara sadar dan tak sadar, fungsi yang dominan pada kesadaran dikompensasi oleh hal lain yang direpres. Prinsip penggabungan. Kepribadian terus-menerus be rusaha menyatukan pertentangan-pertentangan yang ada. Berusaha untuk mensintesakan pertentangan untuk mencapai kepribadian yang seimbang dan integral. Integrasi ini hanya sukses dicapai melalui fungsi transeden. 2. Energi Psikis Jung berpendapat bahwa kepribadian adalah sistem yang relative tertutup, bersifat kesatuan yang saling mengisi, terpisah dari system energi lainnya. Energi yang dipakai oleh kepribadian disebut sebagi life energy. Energi itu tampak dari kekuatan semangat, kemauan, keinginan, serta berbagai proses seperti pikiran, pengamatan dan perhatian. `Nilai psikis, Banyaknya energi psikis yang tertanam dalam salah satu unsur kepribadian. Nilai psikis suatu ide atau perasaan tidak dapat ditentukan secara absolut, tetapi nilai relatifnya dapat dianalisis. Kesamaan (Equivalence) dan Keseimbangan (Entropy). Energi psikis bekerja mengikuti hukum termodinamika, yaitu prinsip ekuivalen dan prinsip entropi. Prinsip ekuivalen menyatakan jumlah energi psikis selalu tetap hanya dis tribusinya berubah. Prinsip entropi mengemukakan tentang 79
kecenderungan energy menuju keseimbangan. Tujuan entropi adalah keseimbangan atau homeostatis. keseimbangan yang sempurna, tidak dapat dicapai, karena sistem kepribadiannya hanya relatif tertutup masih dimungkinkan adanya perubahan energi akibat dari adanya konflik di dalam maupun pengaruh dari luar. Tujuan penggunaan energi psikis dipakai untuk dua tujuan utama, yaitu untuk memelihara kehidupan dan pengembangan aktifitas kultural dan spiritual. Tujuan-tujuan tersebut diraih melalui gerak progresi dan atau regresi. Gerakan yang didukung energi bukan hanya progresi atau regresi ketika lingkungan menentang kemauan instingtif, ego mempunyai dua pemilihan pemakaian energi, yaitu sublimasi ( mengubah tujuan instingtif yang tidak dapat diterima dengan tujuan yang dapat diterima lingkungan) dan represi (menekan insting yang tidak mendapat penyaluran nasional di lingkungan, tanpa mengganggu ego).
D.Perkembangan Kepribadian Kepribadian seseorang mengalami proses perkembangan. Menurut Jung, sifat mekanistik, purposif, dan sinkronitas per kembangan kepribadian adalah salah satu peristiwa psikis yang sangat penting. Jika pandangan Freud bersikap mekanistik atau kausalistik maka Jung mengedepankan pandangan purposif atau teologik ynag menjelaskan kejadian sekarang ditentukan oleh masa depan atau tujuan manusia. Menurut Jung, peristiwa psikis tidak dapat selalu dijelaskan dengan peristiwa sebab akibat. Dua peristiwa psikis yang terjadi secara bersamaan dan tampak saling berhubungan bukan lah berarti berprinsip yang satu adalah penyebab yang lain, hal ini dinamakan prinsip sinkronisitas. Individuasi dan transendensi, tujuan hidup manusia adalah mencapai kesempurnaan yang disebut dengan realisasi diri. Realisasi diri berarti meminimalkan persona, menyadari anima atau animusnya, menyimbangkan introversi dan ekstraversi ser ta meningkatkan empat fungsi jiwa yaitu, pikiran, perasaan, pengindraan dan intuisi, dalam posisi tertinggi. Individuasi adalah 80
proses analitik memilah-milah, memperinci dan mengelaborasi aspek-aspek kepribadian. Apabila ada sesuatu bagian kepribadian yang terbaikan, maka sistem yang terabaikan itu menjadi kurang berkembang dan akan menjadi pusat resistensi. Jiwa yang memiliki banyak resistensi bias memunculkan gejala-gejala transendensi. Transendensi adalah proses sintetik, mengintegrasikan materi tak sadar dengan materi kesadaran, mengintegrasikan aspekaspek di dalam suatu sistem dan mengintegerasikan sistemsistem secara keseluruhan. Hereditas berperan penting dalam psikologi Jung. Hereditas berkenaan dengan insting biologis yang berfungsi memelihara kehidupan dan reproduksi. Insting-insting merupakan sisi ‘binatang’ pada kodrat manusia. Hereditas mewariskan pengalaman leluhur dalam bentuk arkeetip; ingatan tentang ras yang telah menjadi bagian dari hereditas karena diulang berkalikali lintas generasi. Tahap-tahap Perkembangan, Menurut terdapat 4 tahap perkembangan: 1. Masa Anak a. Tahap Anarkis (0-6 tahun) Tahap ini ditandai dengan kesadaran yang kacau dan sporadic atau kadang ada kadang tidak. b. Tahap Monarkis (6-8 tahun) Tahap ini ditandai dengan perkembangan ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada tahap ini, anak memandang dirinya secara obyektif, sehingga sering secara tidak sadar, mereka menganggap dirinya sebagai orang ketiga. c. Tahap Dualistik (8-12 tahun) Tahap ini ditandai dengan pembagian ego menjadi 2, obyektif dan subyektif. Pada tahap ini, kesadaran terus berkembang, pulau-pulau kesadaran menyatu, dihuni oleh ego kompleks yang menyadari diri sendiri baik se bagai obyek maupun sebagai subyek.
81
2. Remaja dan Dewasa Awal Tahap pemuda berlangsung mulai dari pubertas sampai usia pertengahan. Tahap ini ditandai oleh meningkatnya kegiatan, kematangan seksual, tumbuh kembangnya kesadaran dan pemahaman bahwa era bebas masalah dari kehidupan anakanak sudah hilang. Kelahiran jiwa terjadi pada awal pubertas, mengikuti terjadinya perubahan-perubahan fisik dan ledakan seksualitas 3. Usia Pertengahan. Tahap ini dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Periode ini ditandai dengan aktualisasi potensi yang sangat bervariasi. Pada tahap usia pertengahan, muncul kebutuhan nilai spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu menjadi bagian dari jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan, karena pada usia itu, orang lebih tertarik pada nilai materialistik. 4. Usia Tua. Usia Tua ditandai dengan tenggelamnya alam sadar ke alam tak sadar. Banyak pasien Jung pada usia ini mengalami kesengsaraan karena berorientasi pada masa lalu dan menjalani hidup tanpa tujuan.
E. Analisis Kepribadian Berdasar Pandangan Jung Konseli pada awal konseling dan proses konseling sering kali menunjukkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan sifat dan potensi yang ada dalam diri dan tidak ada kesesuaian antara sikap dengan tingkah lakunya. Sebagai contoh, seorang konseli mengalami kesedihan karena ditinggal sahabat karibnya tetapi yang bersangkutan masih menebar senyum kepada orangorang disekitarnya. Seseorang menunjukkan sikap yang sangat santun dan tutur katanya sangat halus, ternyata dia seorang pembunuh sadis. Konseli menunjukkan tutur bahasa yang baik dan ekspresinya datar, tetapi yang bersangkutan sesungguhnya sedang menyembunyikan kemarahannya. Seseorang menampilkan baik secara lisan maupun tingkah laku yang mendukung pendapat teman, tetapi pada satu sisi menjelek-jelakan temannya tersebut. 82
Tingkah laku yang ditunjukkan konseli di atas didasarkan pada persona atau tingkahlaku konseli tersebut di atas muncul karena manusia punya persona. Menganalisis tingkah laku konseli dapat di dasarkan pada born archetype. Sebagai contoh, seorang konseli menunjukkan tingkah laku seperti kasar, suka berteriak-teriak, melepas sepatu dengan bagian belakang atau tumit diinjak, makan di meja makan kaki diangkat satu karena orang tuannya juga melakukan hal yang sama. Konseli melihat tingkahlaku orang tuanya dan secara tidak sadar dia mencontoh tingkah laku orangnya. Banyak perilaku konseli yang muncul sebagai akibat born archetype. Jika konselor berhasil mengidentifikasi dan menganalisis penyebab perilaku menyimpang yang berasal dari arkhetip bawaan maka konselor dan merancang konseling untuk pengubahan perilaku konseli. Kenyataan dijumpai seorang laki-laki bertutur kata sangat halus dengan gaya seperti perempuan dan tingkahlakunya meliakliuk atau melenggak-lenggok seperti seorang perempuan. Konseli puteri menunjukkan fisik yang cukup berotot, tingkalakunya kelelaki-lakian, dan ada pula yang cara bicara menyerupai lakilaki. Jika memiliki pada pandangan Jung maka pada diri manusia terdapat sifat animus dan anima. Animus merupakan sisi maskulin dari seorang perempuan dan sebaliknya anima adalah sisi feminin dari seorang laki-laki. Konselor dapat melakukan analisis kepribadian konseli berdasar animus dan anima dari Jung. Dalam proses konseling, konselor tidak jarang menghadapi konseli yang pendiam, tidak mudah mengungkapkan masalah, sukar melakukan komunikasi, konseli tampak sangat tertutup. Namun, terdapat juga konseli yang terbuka, mudah menyampaikan apa yang dia rasakan dan dia pikirkan. Perilaku konseli tersebut dapat dianalisis dengan berbagai teori dan salah satu teori adalah teori C.G. Jung. Sesorang dapat memiliki sikap introvert yaitu sikap seseorang yang sangat berorientasi kepada dirinya sendiri. Konseli dengan sikap introvert memerlukan keahlian konselor untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapinya. Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan konseli dengan sikap ekstrovert, 83
yaitu suatu sikap yang lebih berorientasi ke luar dan lebih terbuka kepada orang lain. Konselor, rasanya lebih mudah berhadapan dengan konseli yang extravert ketimbang mereka yang introvert, karena konseli lebih leluasa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan, dapat dengan mudah mengungkapkan harapanharapanya dan sebagainya. Meskipun diakui konseli ekstrovertpun memerlukan keahlian konselor karena salah memberikan sentuhan konseling dapat juga mengalami blocking.
84
DAFTAR PUSTAKA Alwisol.2008. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press Burks,H.M. dan Stefflre, B., 1979. Theories of Counseling. New York: Mc Graw Hill. Corsini,
Raymond J dan Danny Wedding. 1989. Current Psychotherapy. Illinois: F. E. Peacock Publisher, Inc
Danusastro, Suhardjo. 1986. Psikologi Kepribadian. Surakarta: FKIP-Universitas Sebelas Maret. Edward, A. L., 1959. Edward Personal Preference Schedule. Manual. New York: The Psychological Corporation. Gregory, R.J. 2001. Psychological Testing. Singapore: Allyn Bacon. Hall, C.S. dan Lindzey, D. 1978. Theories of Personality. New York: John Wiey & Sons, Inc. -----------. 1993. Theories of Personality. Terjemahan: Yustinus. Yogyakarta: Kanisius. Hide.C.T & Saginak K.A.2012. Comprehensive School Counseling Programs. New Jersey : Pearson Education,Inc McLeod, J., 2003. An Introduction to Counselling. New York: Open University Press. Muro, J.J. dan Kottman, T. 1995. Guidance and Counseling in the Elementary and Middle Schools (A Practical Approach). Iowa, USA: Wim. C. Brown Communications, Inc. Myrick, Robert D. 2011. Developmental Guidance and Counseling : A Practical Approach Fifth edition. Minneapolis : Educational Media Corporation Palmer, S., 2010. Introduction to Counselling and Psychotherapy: The essential Guide. Sage Publication Ltd. Papalia D.F., Olds S.W., dan Feldman R.D., 2002. A Child’s World, New York: Infancy Through Adolescence. 9th.ed. McGraw-Hill.
85
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2008 tentang: Standar Kualifikasi Konselor Indonesia. Prayitno, 2012. Seri Panduan Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Program Pendidikan Profesi Konselor. Juruan Bimbingan dan Konseling. Padang: FIP-UNP Ridgway, R. Ian. 2005.Theory and Practice: Lecture 5, Carl Gustav Jung (pdf file).www.myauz.com Schmidt. Jhon J. 2008. Counseling in School Fifth Edition : Comprehensive Program Of Responsive Services for All Student. New Jersey : Pearson Education,Inc Semaun, Y. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sukmadinata, N.S., 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek: Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro Willis, Sofyan S, 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: CV. Alvabeta. Winkel, 1997, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Grasindo
86