ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI PETANI DALAM KEGIATAN AGROFORESTRI (Kasus Pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan SFDP-PPHK Di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat)
SUMIATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI PETANI DALAM KEGIATAN AGROFORESTRI (Kasus Pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan SFDP-PPHK Di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat)
SUMIATI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial dan Faktor-Faktor yang Memotivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri (Kasus pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan SFDP-PPHK di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat)” merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan komisi pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada program sejenis pada perguruan tinggi lainnya.
Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Sumiati NRP E015010091
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Judul Penelitian
: Analisis Kelayakan Finansial dan Faktor-Faktor yang Memotivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri (Kasus pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan SFDP-PPHK di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat)
Nama Mahasiswa
: Sumiati
NRP
: E015010091
Program Studi
: Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA Ketua
Dr. Ir. Leti Sundawati.M.For.Sc Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Fauzi Febrianto, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Ujian : 27 Juli 2011
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir Nurheni Wijayanto, M.S
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis yang berjudul “Analisis
Kelayakan Finansial dan Faktor-Faktor yang Memotivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri (Kasus pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan SFDPPPHK di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.For.Sc selaku komisi pembimbing, yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis ini. 2. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan dorongan akademik untuk penyelesaian tesis. 3. Staf pengajar dan karyawan Program Studi IPK, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah membantu selama penulis melaksanakan studi. 4. Rekan-rekan Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin khususnya
Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, MSi, Prof. Dr. Ir. Yusran Yusuf.
MSi, Prof. Dr. Ir. Muhammad Dassir, MSi., Ir. Nurdin Dalya, atas dukungan dan bimbingannya dalam penulisan tesis ini. 5. Kementerian Kehutanan cq Pusdiklat Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 6. Direktorat Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan beserta seluruh staf khusunya kepada
Ir. Erna Rosdiana, MSi, Dra. Indrawati, MM,
dukungan moril dan materil yang dibeberkan selama penulis bertugas.
atas
7.
Balai Pengelolaan DAS Kapuas Pontianak yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan studi dan
senantiasa memberikan
dukungan moril dan materil yang tidak putus- putusnya. 8.
Social Forestry Development Project (SFDP – GTZ) yang telah memberikan bantuan dana dan bantuan teknis untuk kegiatan studi
9.
Ayahanda tercinta Wasugai (Alm), Ibunda tercinta Naomi Bertha Serre (Almh), dan kepada Saudara dan Saudari ku yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan doa serta bantuan moril maupun materil yang tidak putus-putusnya serta seluruh keluarga tercinta.
10. Rekan-rekan seperjuangan atas bantuan, kebersamaan dan rasa kekeluargaan, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada DR. Ir. Fauzi Harun, M.Si dan Jonifli Abdullah, yang sangat membantu dalam penulisan dan penyelesaian tesis ini serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian studi ini.
Bogor,
Juli 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 23 September 1963 dari keluarga Ayahanda Wasugai (Alm) dan Ibunda Naomi Bertha Serre (Almh). Penulis merupakan anak ke tujuh dari sebelas bersaudara, Pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) ANTAM Pomalaa di Pomalaa Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara diselesaikan pada tahun 1978, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) ANTAM Pomalaa di
Pomalaa
Kabupaten Kolaka di selesaikan pada tahun 1980, dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) II Ujung Pandang di Ujung Pandang Provinsi Sulawesi Selatan diselesaikan pada tahun 1983. Selanjutnya menyelesaikan Strata Satu (S1) tahun 1991 pada Program Studi Managemen Hutan Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Pada tahun 1993 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Kehutanan sampai sekarang. Pada Tahun 2001 penulis mendapatkan tugas belajar dengan sponsor SFDP-GTZ Republik Federal German, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ...........................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xvii
PENDAHULUAN ................................................................................... Latar Belakang ............................................................................... Permasalahan ................................................................................. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. Kerangka Penelitian dan Hipotesis ................................................
1 1 4 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... Hutan Kemasyarakatan .................................................................. Agroforestri .................................................................................... Tembawang .................................................................................... Kebun Karet ................................................................................... Pola Bawas ..................................................................................... Pola Lalang .................................................................................... Analisis Finansial ........................................................................... Motivasi ......................................................................................... Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi ........
11 11 13 15 17 18 18 19 19 21
METODE PENELITIAN.......................................................................... Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data .................. Populasi dan Sampel ...................................................................... Analisis Data ..................................................................................
29 29 29 29 29
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................ Letak, Luas danTopografi dan Penggunaan Lahan ........................ Kondisi Sosial Ekonomi ...............................................................
33 33 33
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. Analisa Potensi Tegakan ................................................................. Analisa Sosial Ekonomi Masyarakat ............................................. Analisis Kelayakan Finansial ......................................................... Analisis Korelasi dengan Regresi Linear Berganda ......................
37 37 41 59 64
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................
69
xiv
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
71
LAMPIRAN ……………………………………………………………..
75
xv
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jenis produk yang dapat di peroleh dari Tembawang .........................
16
2. Komposisi penduduk menurut tingkat umur dan jenis kelamin di Desa Idas .............................................................................................
34
2. Komposisi kepala keluarga berdasarkan mata pencaharian ..............
35
3. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Idas ..........................................
36
4. Karakteristik internal berdasarkan tingkat umur..................................
34
5. Persentase tumbuh jenis pohon pada berbagai pola agroforestri
37
6. Potensi Tegakan Per Hektar pada Berbagai Pola Agroforestri ............
38
7. Rekapitulasi Distribusi responden Berdasarkan Umur. .......................
43
8. Distribusi responden berdasarkan pendidikan .....................................
45
9. Rekapitulasi Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan
47
10. Distribusi responden berdasarkan pengalaman berusahatani ..........
48
11. Distribusi responden berdasarkan tingkat persepsi .........................
49
12. Distribusi responden berdasarkan status sosial ..................................
50
13. Distribusi responden berdasarkan kekosmopolitan .........................
51
14. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan saprodi ...................
53
15. Distribusi responden berdasarkan intensitas penyuluhan .................
54
16. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan modal ....................
55
17. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan tenaga kerja ...........
56
18. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan .......................
57
19. Distribusi responden berdasarkan peluang pasar .............................
58
20. Distribusi responden berdasarkan aktivitas usahatani ......................
59
21. Distribusi pendapatan berdasarkan pola agroforestri ..........................
60
22. Hasil Analisis Finansial masing-masing pola pengelolaan agroforestri
61
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ..........................................................
9
2. Photo Kegiatan Pola Tembawang .......................................................
40
3. Photo Kegiatan Pola Bawas ................................................................
40
4. Photo Kegiatan Pola Kebun Karet ......................................................
41
5. Photo Kegiatan Pola Lalang ................................................................
42
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ...........................................................................
75
2. Daftar Nama Daerah, Nama Botani Vegetasi Pola-pola Agroforestri
76
3. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Tembawang …………………
77
4. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Karet ………………………..
78
5. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Bawas ……………………….
79
6. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Lalang ……………………....
80
7. Analisis Finansil Pola Tembawang ………………………………………
81
8. Analisis Finansil Pola Karet ………………………………………………
82
9. Analisis Finansil Pola Bawas …………………………………………….
83
10. Analisis Finansil Pola Lalang …………………………………………...
84
11. Potensi dan Nilai Rupiah hasil Non Kayu pada Pola Tembawang ………
85
12. Potensi dan Nilai Rupiah Getah pada Pola Karet ……………………….
86
13. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Tembawang ………………. 87 14. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Kebun Karet ……………..
88
15. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Bawas ……………………
89
16. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Lalang …………………… 90 17. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Tembawang ………………………………..
91
18. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Kebun Karet …………………………………
92
19. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Bawas ……………………………………….
93
20. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Lalang ……………………………………….
94
21. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja (HOK) Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Tembawang …………
95
22. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja (HOK) Pengadaan Tanaman dengan Pola Kebun Karet ………………………………………………..
96
23. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja (HOK) Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Bawas ……………….
97
24. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja (HOK) Pengadaan Tanaman dengan Pola Lalang ………………………………………………………
98
xviii
25. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Tembawang ……………………
99
26. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Karet ………………………….
100
27. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Bawas ………………………..
101
28. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Lalang ……………………….… 102
PENDAHULUAN
Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Undang-undang ini memberi arahan bahwa pendayagunaan sumberdaya alam berupa tanah, air dan termasuk sumber daya hutannya sebagai sumber kemakmuran rakyat harus dimanfaatkan secara terencana, rasional, optimal, bertanggungjawab dan sesuai daya dukungnya dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan. Pesatnya laju pembangunan ekonomi dan pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa, bagi sumber daya hutan kenyataan ini menuntut peningkatan fungsi hutan itu sendiri. Sementara disisi lain luas areal dan potensi hutan alam semakin berkurang akibat eksploitasi hutan, pengkonversian areal hutan ke bentuk penggunaan lain, kebakaran hutan, perambahan hutan dan kurang baiknya praktek pengelolaan hutan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka upaya pemenuhan kebutuhan hasil hutan dan konservasi sumber daya hutan dan lingkungan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan hal yang mutlak. Salah satu alternatif yang mempunyai prospek yang baik untuk memenuhi kebutuhan akan hasil hutan dan kelestarian hutan adalah melalui pengembangan hutan kemasyarakatan (Kadir, 2005). Hutan kemasyarakatan merupakan sebuah konsepsi yang mencerminkan interaksi positif antara masyarakat dan hutan melalui pengelolaan partisipatif dan pengembangan produksi hasil hutan yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan sekaligus terbukanya peluang dan adanya kepercayaan bagi masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian.
2 Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat adanya alih guna lahan yaitu penurunan kesuburan tanah, banjir, kekeringan, kepunahan flora fauna, dan perubahan iklim global serta sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Agroforestri ini mengandung arti sebagai istilah kolektif untuk systemsistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu, dan lain-lain) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomi antar bebagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree, 1982 dalam ICRAF, 2003). Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberikan
manfaat
kepada
manusia atau
meningkatkan
masyarakat.
Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah
pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak.
kesejahteraan
Agroforestri
utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan.
Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya
konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi. Dalam upaya mendukung kebijakan pemerintah, Departemen Kehutanan menerapkan praktek-praktek pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari dimana Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman telah menyepakati proyek kerjasama yang disebut “ Social Forestry Development Project - SFDP” (Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan) yang melakukan pembuatan model dan uji coba pengelolaan hutan secara terpadu yang langsung melibatkan masyarakat.
3 Proyek ini dalam pelaksanaannya memiliki wilayah kerja yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan sebagai “Pengembangan Kawasan Hutan PartisipatifPKHP” dengan luas wilayah kerja 102.250 Ha mencakup 8 Desa, 59 Dusun, 4 Kecamatan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Penyelenggaraan proyek ini terdiri dari 4 tahap yaitu : I (Tahap Orientasi), II (Tahap Implementasi), III (Tahap Konsolidasi), IV (Tahap Pengembangan dan Replikasi). Maksud dan tujuan proyek adalah meningkatkan kesejateraan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar wilayah hutan secara berkesinambungan dan mandiri dengan kelestarian sumber daya hutan tetap terjaga dan masyarakat menerapkan sistem pengelolaan hutan terpadu yang secara ekonomis dan ekologis lestari. Dalam rangka pemberdayaan dan pelibatan masyarakat maka proyek memfasilitasi masyarakat setempat untuk mengembangkan kegiatan agroforestri berbagai pola yaitu pola tembawang (pola tradisional) Sundawati (1993) dan yang diperkenalkan oleh proyek (pola kebun karet, bawas, dan lalang) Pola tembawang merupakan budaya bertani tradisional masyarakat Dayak yang sudah dilakukan turun temurun. Pola ini memadukan pencampuran tanaman buah lokal dan jenis tengkawang (Dipterocarp) pada kegiatan perladangan berpindah dengan membuka hutan primer dan lokasinya banyak ditemukan pada tepi sungai yang merupakan tanah yang subur. Pola kebun karet yaitu kegiatan berusahatani dengan pencampuran tanaman karet, tanaman semusim, dan tanaman buah lokal.
Tanaman karet
sebagai tanaman inti dan tanaman semusim serta buah-buahan sebagai tanaman tambahan untuk pemenuhan ekonomi jangka pendek. Pola ini dikembangkan pada lahan bekas perladangan di areal Usahatani Hutan Menetap (UTHM) berdasarkan Tata Guna Lahan Desa Kesepakatan (TGLDK). Pola kebun karet dimasyarakat sudah lama dikenal untuk disadap getahnya dan masih diusahakan secara tradisional, proyek memperkenalkan pola kebun karet dengan penggunaan karet unggul yang berproduksi tinggi. Selain hasil getah yang lebih banyak petani juga memperoleh hasil kayu, dan cara ini lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan kebun karet tradisional
4 Pola bawas yaitu kegiatan berusahatani dengan pencampuran tanaman kayu-kayuan lokal khususnya jenis meranti (Shorea spp) dengan tanaman buah lokal. Pola ini dikembangkan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung pada LOA (Log over area), kegiatan ini sifatnya untuk pengayaan tanaman (enrichment planting). Pola lalang yaitu berusahatani dengan pencampuran tanaman akasia (Acacia mangium) di areal bekas kebakaran atau lahan kritis berupa padang ilalang (Imperata Cylindrica) pada kawasan hutan produksi dan kawasan lindung. Pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan agroforestri dengan berbagai pola, baik yang tradisional maupun yang diperkenalkan oleh proyek kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan belum menampakkan hasil yang menggembirakan dan banyak mengalami hambatan walaupun
pola-pola yang dikembangkan
tersebut secara sosial, ekologis dan ekonomis telah disesuaikan dengan kondisi lokal setempat.
Permasalahan Pengelolaan hutan alam di Indonesia yang berlangsung sejak tahun 1970an selama ini dilakukan oleh pihak swasta/para pemegang konsesi hutan (HPH) dengan tujuan untuk memperoleh devisa, dalam pelaksanaannya HPH hanya memusatkan pada pemanfaatan hasil hutan (eksploitasi kayu) saja
tanpa
memperhatikan kelestarian hutan. Praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan keterlibatan masyarakat perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya hutan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan dan peraturan perundangan yang berlaku terbuka peluang dan keberpihakan serta pelibatan masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan Sehubungan dengan itu Departemen Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (Dirjen RRL) bersama Pemerintah Republik Federal Jerman (RFJ-GTZ) menandatangani kesepakatan (MoU) Proyek Perhutanan Sosial di Kabupaten Sanggau sejak tahun 1990 yang bertujuan
5 meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dengan kelestarian sumberdaya hutan terjaga dimana masyarakat menerapkan sistim pengelolaan sumberdaya hutan terpadu dan lestari secara ekonomis dan ekologis. Dalam pelaksanaannya proyek ini mencoba mengeliminir permasalahanpermasalahan yang timbul pada proyek-proyek yang bersifat top down, dengan : (a) memperhatikan dan mengakomodir nilai-nilai dan aturan yang ada dimasyarakat; (b) memperhatikan dan mengakui hak-hak penguasaan lahan tradisional; (c) memperhatikan keikutsertaan masyarakat lokal; dan (d) menciptakan alternatif
sumber pendapatan yang memadai bagi peningkatan
ekonomi masyarakat Berbagai kebijakan dan program telah dilakukan untuk menanggulangi kerusakan sumberdaya hutan dan lahan kritis dan sekaligus untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan pengelolaan hutan yang mampu mengakomodasikan antara kepentingan sosial, ekonomi
serta
kelestarian
lingkungan.
Untuk
mewujudkan
keselarasan
pengelolaan sumber daya hutan yang mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan tersebut, dilakukan melalui hutan kemasyarakatan dengan kegiatan agroforestri berbagai pola (tembawang, kebun karet, bawas dan lalang) Secara konseptual kegiatan ini sangat baik dan tepat sasaran, namun kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan ini belum memberikan hasil yang memuaskan dan masih jauh dari harapan. Pelaksanan kegiatan ini tidak lepas dari berbagai hambatan meskipun sudah banyak dana dan tenaga yang dicurahkan untuk pemberdayaan dimaksud. Hal ini tidak lepas dari kondisi kehidupan sosial ekonomi petani yang mencerminkan kualitas sumberdaya masyarakat yang berpengaruh terhadap, respon, peran serta dan motivasi petani dalam pembangunan. Kegiatan ini akan bermanfaat dan berhasilguna tergantung pada sejauh mana petani termotivasi untuk berusahatani agroforestri dan merespon kegiatan yang ada. Petani dikatakan termotivasi apabila dengan sadar melakukan dan mau berpartisipasi dalam setiap tahap kegiatan berusahatani agroforestri, adapun motivasi itu sendiri dipengaruhi
6 berbagai faktor baik dari dalam diri maupun dari luar diri petani. Petani yang mempunyai motivasi tinggi cenderung lebih berhasil dan senantiasa terdorong untuk mencoba sesuatu yang baru dalam pengembangan usahataninya untuk pencapaian tujuan. Pelaksanaan proyek demikian perlu dikaji keberadaannya dalam hal kelayakan secara finansial dan motivasi petani dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan kegiatan agroforestri. Untuk itu diperlukan suatu penelitian mengenai analisis kelayakan finasial dan faktor-faktor yang memotivasi petani melakukan kegiatan agroforestri dalam pengembangan hutan kemasyarakatan dimasa yang akan datang.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengidentifikasi karakteristik faktor internal dan eksternal yang memotivasi petani agroforestri
2.
Menemukan korelasi peubah internal dan eksternal terhadap motivasi petani agroforestri.
3.
Mengetahui kelayakan finansial setiap pola agroforestri Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat
diwilayah kerja dan Pemerintah Daerah khususnya di bidang
kehutanan dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pilihan pengembangan pola agroforestri di Sanggau dimasa yang akan datang.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pengembangan agroforestri pola tembawang, pola kebun karet, pola bawas, dan pola lalang yang dilakukan oleh petani peserta kegiatan hutan kemasyarakatan di wilayah kerja Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.
7 Kerangka Penelitian dan Hipotesis Hutan di Indonesia dalam dekade terakhir ini mengalami degradasi yang cukup parah, baik yang disebabkan pengelolaan hutan oleh HPH, penebangan liar maupun oleh kebakaran hutan sehingga mengakibatkan semakin banyaknya lahan kritis, berkurangnya sumberdaya alam, semakin memperbesar kesenjangan sosial dan minimnya tingkat ekonomi masyarakat disekitar hutan. Kondisinya yang ada tersebut pada prinsipnya dapat dipulihkan dan dibangun kembali dengan melakukan kegiatan hutan kemasyarakatan. Hutan kemasyarakatan dilihat sebagai salah satu cara yang efektif untuk menjawab permasalahan yang ada melalui kerjasama agroforestri dengan berbagai pola yang dikembangkan yaitu; kebun karet, tembawang, bawas, dan lalang. Kegiatan tersebut dibangun berdasarkan spesifik lokal yang ada dimana secara ekologis, ekonomis dan sosial layak dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan, yaitu meningkatkan pendapatan, diperolehnya keuntungan ekonomi, terpeliharanya kelestarian lingkungan dan yang pada akhirnya meningkatnya kesejahteraan petani. Untuk pencapaian pelaksanaan kegiatan pola-pola agroforestri dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal yang memotivasi petani untuk ikut dalam pengembangan agroforestri. Motivasi menurut Padmowihardjo (1994) dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan dari dalam diri sendiri, sedangkan motovasi ekstrinsik yaitu tindakan yang timbul karena adanya dorongan atau ransangan dari luar. Berdasarkan konsep teori motivasi yang telah dikemukakan di atas, maka motivasi petani menerapkan suatu teknologi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam diri (faktor internal) meliputi: umur, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaman berusahatani agroforestri, persepsi, status sosial, kekosmopolitan dan faktor yang berasal dari luar (faktor eksternal). Meliputi: ketersediaan saprodi, intensitas kegiatan penyuluhan, kelembagaan, ketersediaan modal, tenaga kerja, pendapatan, peluang pasar, dan aktivitas berusahatani.
8 Dari uraian yang diutarakan diatas, maka dibuat kerangka pikir hubungan antar variabel karakteristik internal dan karakteristik eksternal yang memotivasi
petani
dalam
melakukan
kegiatan
agroforestri
pola-pola
tembawang, kebun karet, bawas, dan lalang di Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan perumusan permasalahan yang ada, maka disusun hipotesa sebagai berikut : 1. Pengelolaan hutan kemasyarakatan melalui kegiatan agroforestri secara finansial layak untuk dilaksanakan. 2. Kegiatan agroforestri dapat meningkatkan pendapatan keluarga 3. Terdapat hubungan yang nyata antara motivasi petani dengan aktivitas petani dalam melakukan usaha agroforestri. 4. Tingkat motivasi petani melakukan kegiatan agroforestri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor-internal maupun eksternal yang ada pada petani
9
Sumberdaya Hutan Kritis
Karakteristik Internal Umur Tingkat Pendidikan Kepemilikan lahan Pengalaman usaha tani AF Persepsi Status Sosial Petani Kekosmopolitan
MASYARAKAT
Motivasi
Karakteristik Eksternal Ketersediaan Saprodi Intensitas Penyuluhan Ketersediaan modal Tenaga kerja Pendapatan Peluang pasar Aktivitas usahatani AF
• •
•
PENERAPAN HKM - AF
Tembawang Kebun Karet Pola Bawas Pola Lalang
Peningkatan Kesejahteraan Keuntungan Ekonomi Kelestarian Ekologi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
DEPHUT-GTZ Funding Fasilitator
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau Social Forestry terdiri dari kata Social dan Forestry. Forestry mengandung makna kehutanan atau perhutanan sebagai isinya, perhutanan dalam hal ini adalah merupakan tatanan sistem (rangkaian) kegiatan pembangunan hutan, tanah, air dan masyarakatnya melalui tata nilai dan tata aturan tertentu baik teknis, ekonomis, politis dan sebagainya dengan fungsi-fungsi tertentu yaitu perencanaan, pengorganisasian, maupun pengawasan seperti yang tersurat dalam Undang-undang Pokok Kehutanan. Istilah hutan kemasyarakatan untuk pertama kali digunakan oleh Westoby di India pada tahun 1968 dalam Kongres Persemakmuran Kehutanan IX (Ninth Commonwealth Forestry Congress). Menurut Tiwari (1984) mendefinisikan hutan kemasyarakatan sebagai ilmu pengetahuan dan seni menumbuhkan pohon-pohon dan atau vegetasi lain pada semua lahan yang tersedia, di dalam dan di luar areal hutan tradisional, dan mengelola hutan yang ada dengan melibatkan masyarakat secara intim dan kurang lebih terintegrasi dengan kegiatan-kegiatan lain, untuk tujuan menghasilkan tataguna lahan yang seimbang dan saling melengkapi untuk memberikan barang-barang dan jasa-jasa secara luas kepada individu-individu maupun masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa hutan kemasyarakatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dipedesaan dari hutan yaitu: bahan bakar, pakan ternak, makan, kayu, pendapatan dan lingkungan. Suharjito dan Darusman (1998) memberikan 3 strategi umum hutan kemasyarakatan dan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Community or Communal Forestry yaitu: hutan yang dikelola oleh masyarakat secara kolektif dan dapat dilaksanakan pada lahan komunal, lahan milik, maupun lahan negara. Farm Forestry yaitu; hutan yang dikelola oleh individu atau perorangan, dapat dilaksanakan pada lahan yang dikuasai oleh masyarakat secara kolektif, lahan milik perorangan maupun lahan negara. Publicly-managed forestry for local community development yaitu ; hutan yang dikelola oleh negara untuk pembangunan masyarakat lokal, dapat
12
dilaksanakan pada lahan milik komunal, lahan milik perorangan maupun lahan negara. Manurung (1989) menyatakan hutan kemasyarakatan berbeda dalam beberapa aspek dengan kehutanan yang bersifat komersial yaitu : (a) Hutan kemasyarakatan untuk sebagian besar mencakup pemanfaatan hasil hutan dalam ekonomi non keuangan; (b) Hutan kemasyarakatan melibatkan partisifasi langsung pihak penerima manfaat yang bersangkutan; (c) Dalam pelaksanaan hutan kemasyarakatan diperlukan perubahan sikap dan ketrampilan rimbawan dari sebagai “pelindung hutan” dari ganguan manusia menjadi “bekerjasama” dengan masyarakat dalam membudidayakan pohon-pohon, baik secara perorangan maupun kelompok. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan dijelaskan bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitik beratkan pada kepentingan mensejahterakan rakyat. Prinsip pengelolaan yang dianut oleh hutan kemasyarakatan adalah; (a) Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengambilan manfaat; (b) Masyarakat sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistim pengelolaan; (c) Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan; (d) Adanya kepastian hak dan kewajiban semua pihak; (e) Kelembagaan penggelolaan ditentukan oleh masyarakat; (f) Pendekatan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan budaya. Adapun
tujuan
pengelolaan
hutan
kemasyarakatan
bertujuan
untuk;
(a) Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat; (b) Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat pengelola hutan kemasyarakatan; (c) Mengembangkan keanekaragaman hasil hutan yang menjamin kelestarian fungsi dan manfaat hutan; (d) Meningkatkan mutu, produktivitas dan keamanan hutan; (e) Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara; (f) Mendorong serta mempercepat pengembangan wilayah.
13
Agroforestri Pengertian agroforestri menurut Nair (1993) yaitu suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis jenis palem, bambu dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan ruang (spasial) dan waktu (temporal) dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan. King dan Chandler (1978) menjelaskan bahwa agroforestri merupakan bentuk
pemanfaatan
lahan
atau
pola
pengelolaan
lahan
yang
dapat
mempertahankan dan bahkan menaikkan produktivitas lahan secara keseluruhan, yang merupakan kegiatan campuran antara kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan, baik secara bersamaan ataupun bergiliran, dengan menggunakan manajemen praktis yang disesuaikan dengan pola budaya masyarakat setempat. Lundgren dan Raintree (1982) dalam Pangihutan (2003) mengemukakan beberapa ciri penting dari agroforestri, yaitu : a. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan. Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu. b. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun. c. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu. d. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih. e. Memiliki mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga menjadi pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat. f. Untuk system pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen. Suharjito dan Darusman (2000) mengatakan bahwa dalam mencampur berbagai jenis tanaman pohon-pohon dengan tanaman pertanian secara bersama-
14
sama atau dalam satu rotasi maka akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut ; (a)
Keuntungan ekologis, yaitu penggunaan sumberdaya alam dengan lebih efisien.
(b)
Keuntungan ekonomis, yaitu jumlah produksi yang dicapai akan lebih tinggi, kenaikan produksi kayu dan pengurangan biaya pemeliharaan tegakan kayu
(c)
Keuntungan sosial, yaitu memberikan kesempatan kerja sepanjang tahun, menghasilkan panenan kayu pada waktu paceklik pertanian, produksi yang diarahkan kepada keperluan sendiri atau pasar
(d)
Keuntungan psikologis, yaitu perubahan yang relatif kecil dari cara produksi tradisional dan lebih mudah untuk dapat diterima oleh penduduk daripada teknik-teknik pertanian yang berlandaskan sistem monokultur
(e)
Keuntungan politis, yaitu sebagai alat untuk memberikan pelayanan sosial yang lebih baik dan kondisi yang baik bagi petani atau masyarakat Watanabe (1999) menyatakan manfaat dari agroforestri yaitu : (1)
Suplai bahan bangunan, kayu bakar, dan pakan ternak, (2) Penggunaan lahan secara optimal, (3) Pemanfaatan energi matahari dalam luasan yang maksimal, mencegah aliran permukaan, dan pemanfaatan sumberdaya air lebih efisien. Tujuan agroforestri adalah : (1) Penghutanan kembali, (2) Penyediaan sumber makanan dan pakan ternak, (3) penyediaan kayu bahan bangunan dan kayu bakar, (4) Pencegahan migrasi penduduk ke kota dan (5) Berkontribusi dalam fiksasi C0 2 sehingga dapat mengurangi pemanasan global. Kartasubrata (1992) menegaskan bahwa agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan dengan suatu tujuan tertentu dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Pohon sebagai salah satu komponen utama di dalam agroforestri, dapat menghasilkan beberapa produk antara lain : kayu, buah-buahan, pakan ternak, kayu bakar, serat, mulsa, obat-obatan, bahan kosmetik, minyak dan damar. Selain menghasilkan berbagai produk. Pepohonan juga menyediakan jasa-jasa antara lain; cadangan pangan, mempertahankan tanah, mempertinggi kesuburan tanah, memperbaiki iklim mikro, sebagai pagar hidup bagi tanaman pertanian
15
dan pohon buah-buahan, menstabilkan daerah aliran sungai (DAS), melindungi keanekaragaman hayati, mereklamasi lahan-lahan yang terdegradasi, dan mengontrol rumput-rumput liar. Sistem agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat di wilayah kerja proyek ini didasarkan pada komoditi yang dikembangkan, yaitu agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas, dan pola lalang. Pola agroforestri ini dibedakan berdasarkan pencampuran penanaman pohon kayu-kayuan dan buah-buahan lokal serta pada lokasi lahan yang memiliki ciri khas masing-masing. Tembawang Momberg (2000) menyebutkan agroforestri tembawang adalah kegiatan yang memadukan pohon-pohon buah dengan tanaman tengkawang, dan merupakan salah satu contoh keberhasilan budidaya Dipterocarpaceae oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Barat. Kegiatan peladang berpindah yang memadukan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian pada lahan-lahan yang diberakan membuat sistim agroforestri bersiklus atau menetap dan dapat dilihat pada budidaya karet dan tembawang. Regenerasi alam merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem agroforestri Dayak berupa tembawang yang dinamis serta dengan menanam jenis tanaman hutan dilahan bera, makin tua suatu tembawang maka akan semakin mirip struktur dan komposisinya dengan hutan alam, dan jenis-jenis pohon tanaman awal semakin tidak dominan, dengan luas bidang dasar (LBDS) lebih besar dari pada yang ditemukan dihutan alam. Susunan strata tembawang biasanya terdiri dari : (1) pohon kempas dan tualang yang kadang-kadang mencuat di atas kanopi sampai 70 m; (2) penyusun tajuk utama berada ketinggian 35-45 m dan didominasi jenis tengkawang dan nyatoh serta pohon buah tinggi (durian dan mangga); (3) dibawah lapisan utama terdapat jenis pohon buah (cempedak, sukun, rambutan, manggis dan tampui, serta berbagai jenis kayuan, atau karet) yang membentuk tajuk bawah;
dan
(4) Dipterocarpaceae lantai hutan berupa tanaman muda dan semak menyerupai susunan lapisan diatasnya. Komposisi struktur tembawang tidak homogen dan dapat dibedakan kedalam 5 tipe yaitu : tengkawang dan pohon tua; tengkawang dan nyatoh serta
16
pohon buah; tengkawang dan karet dan pohon buah; tengkawang, coklat dan pohon buah; dan tengkawang, pohon kayu dan pohon buah. Sundawati (1993) menyatakan tembawang dibedakan berdasarkan kepemilikan lahannya yaitu ; 1. Tembawang pribadi: tembawang yang dibangun oleh kepala keluarga pada saat muda dan dimiliki dan dimanfaatkan hanya oleh keluarga tersebut. Dimasa depan tembawang ini dapt menjadi tembawang waris. 2. Tembawang waris: tembawang yang diperoleh dari warisan leluhur dan dimiliki dan dimanfaatkan oleh beberapa keluarga. Tembawang waris dapat dilihat dari beberapa generasi yang memiliki yaitu : tembawang waris tua : berusia 3-6 generasi yang dimiliki oleh kelompok keturunan (Sanjan); tembawang waris muda : berusia 1-2 generasi dan hak pemanfaatannya dimiliki bersama-sama keluarga besar ( Gok Tanjung dan Embaong) Tabel 1. Jenis produk yang dapat di peroleh dari Tembawang No
Jenis Produk
Spesies pohon
Mangifera sp., Durio, sp. Baccaurea sp., Lansium sp., Artocarpus sp., Nephelium sp., 1. Buah-buahan Garcinia selebica, Garcinia candicula, Garcinica mangostama, Willughbeia firma (liana) 2. Biji Shorea macrophyla, S. Pinanga,S. Stenomtera Eusideroxylon zwageri, Shorea plaviflora, 3. Kayu Hopea sangal, Hopea dryobalanoides 4. Lateks Havea brasilensis 5. Getah Palaquium gutta, Styrax benzoin, Dyera costulata 6. Damar Hopea dryobalanoides 7. Serat Horfieldia sp. Sterculia macrophyla Orophea sp.:daun untuk obat demam; Psycotria 8. Obat viridifolia: daun untuk obat mata, Pasak bumi Calamus, Daemonorops, Ceralolobus, 9. Rotan Callospatha, Plectocomia, Plectocomiopsis dan Korthailsia 10. Gula Merah, ijuk Arenga porphyrocarpa 11. Kerajinan Anyaman Pandan 12. Racun Dehaasia elmeri Merr 13. Kayu bakar dan arang Vitex glabarata Sumber : Sundawati dalam ICRAF (2003)
17
Kebun Karet Menurut Gouyon et al (1993) kebun karet merupakan sistem berusahatani yang seimbang dan berisi beranekaragam jenis tumbuhan dimana petani dapat menganekaragamkan penghasilannya dengan biaya yang murah serta pembuatan dan perawatan yang mudah.
Selanjutnya dikatakan struktur kebun karet
mendekati struktur hutan sekunder, dengan pohon karet menggantikan tempat ekologi pepohonan pionir dan tumbuhan bawah berisi jenis semak-semak serta anakan spesies kanopi termasuk karet. Joshi et al (2001) dalam [ICRAF] merekomendasikan beberapa model alternatif untuk pola agroforestri berbasiskan karet yaitu : 1. Rubber Agroforestry System (RAS I) merupakan sistem agroforestri dimana karet lokal yang biasa digunakan diganti dengan bibit karet klon berproduksi tinggi. Penyiangan dilakukan pada jalur tanaman karet saja, perpohonan dan semak dibiarkan tumbuh diantara barisan karet.
Pola penyiangan yang
terbatas dan tidak intensif sangat mudah diterapkan serta tidak banyak membutuhkan tenaga dan biaya 2. Rubber Agroforestry System (RAS II) merupakan sistem dimana tanaman semusim ditanam secara bersamaan dengan tanaman tahunan.
Karet
mendapat keuntungan dari penyiangan tanaman semusim dan pohon-pohonan membantu untuk mengendalikan gulma karena tingkat naungannya yang tinggi. Sistem ini sangat fleksibel dalam implementasinya karena petani dapat memilih tanaman yang disukai dan bernilai ekonomi tinggi. Agroforestri kebun karet ini merupakan pencampuran tanaman karet sebagai pohon inti dan tanaman semusim sebagai tanaman sela ataupun tanaman buah-buahan. Lokasi pengembangan agroforestri kebun karet adalah pada areal bekas perladangan atau pada kawasan Usaha Tani Hutan Menetap (UTHM). Adapun karet yang ditanam merupakan bibit hasil okulasi yang diperoleh dari kebun entris proyek perkebunan karet rakyat (PPKR) yang ada di Kalimantan Barat dengan jenis PB. 260. Dari kedua pola RAS yang ada sudah sangat umum dilakukan oleh petani karena dari segi pengelolaannya tidak memerlukan tenaga dan biaya yang banyak.
18
Pola Bawas Pola Bawas yaitu kegiatan berusahatani yang dilakukan pada lahan hutan sekunder dengan menanam jenis tanaman buah-buahan lokal dan kayu-kayuan lokal berupa jenis Diptherocarp dan Shorea sp
(tengkawang tungkul, keladan,
kayu raya, nyatoh, penyauk, ulin dsb). Jumlah tanaman yang ditanam pada pola bawas sebanyak 500 batang/ha dan komposisi jenis tanaman pada kawasan lindung 70 % buah-buahan dan 30 % tanaman kayu-kayuan, sedangkan pada kawasan hutan produksi sebaliknya 70% kayu-kayuan dan 30% buah-buahan. Bawas berasal dari bahasa Dayak yang artinya hutan sekunder, bawas terbentuk dari kegiatan berladang berpindah (shifting cultivation) secara tradisional yaitu dengan membuka lahan pada hutan primer.
Pola Lalang Cara bertani dari masyarakat lokal dengan berladang secara berpindah (shifting cultivation), kebakaran hutan dan adanya pembukaan lahan akibat pertambahan penduduk menyebabkan berkurangnya kawasan hutan dan banyak bertambahnya lahan kritis dan lahan terlantar. Berdasarkan kondisi yang ada maka perlu untuk dilakukan penanaman kembali kawasan hutan yang sudah kritis Pola lalang yaitu kegiatan berusahatani dengan menanami kembali lahanlahan kritis berupa padang ilalang (Imperatta cylindrica) akibat dari perlandangan berpindah dan kebakaran hutan dengan pencampuran tanaman akasia (Accacia mangium) pada lahan kritis yang terdapat dikawasan hutan produksi maupun hutan lindung di wilayah kerja. Berdasarkan petunjuk teknis reboisasi partisipatif 1994 jumlah tanaman pada pola ini yaitu 1.000 batang/ha. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif dan difasilitasi oleh proyek berupa bantuan bibit, saprodi, bantuan penyuluhan dan pemberian insentif. Kegiatan ini dilaksanakan sejak tahun 1994 sampai saat ini dengan beberapa pola tanam yang disesuaikan dengan kondisi lokasi. Dalam pelaksanaan kegiatan pola bawas dan pola lalang petani diberikan insentif berupa insentif pemeliharaan tanaman sebanyak 4 kali yaitu pada umur tanaman 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan, adapun besarnya insentif yang diterima didasarkan pada : jenis tanaman yang ditanam, % tumbuh tanaman, jarak
19
lokasi kegiatan dari pemukiman dan pembayaran dilakukan setelah petani melakukan pemeliharaan terhadap tanamannya.
Analisis Finansial Menurut Kadariah (1986) analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Gittingger (1986) mengemukakan bahwa analisis finansial hampir sama dengan analisis ekonomi, hanya saja variabel yang dipakai adalah harga riil dari apa yang benarbenar terjadi.
Data penerimaan dan pengeluaran yang telah dikumpulkan
dilakukan analisis anggaran arus tunai (cash flow analysis) dan ditetapkan faktor diskonto (discount factor). Cash flow analisis yaitu membandingkan penerimaan dan pengeluaran pada kondisi harga riil, sedangkan discount factor yaitu suatu bilangan yang menggambarkan weight (pembuat) pada setiap nilai discount factor. Cara menilai suatu proyek yang paling banyak diterima untuk penilaian proyek jangka panjang adalah dengan menggunakan analisis aliran kas yang didiskonto (Discounted Cash Flow Analysis) atau DCF dalam Darusman (1981). Besarnya faktor diskonto dipilih diantara variasi bunga bank yang berlaku didaerah tersebut. Angka faktor diskonto ini digunakan dengan pertimbangan agar perhitungan yang dipakai dalam evaluasi proyek terlepas dari pengaruh distorsi pasar.
Artinya dengan menggunakan angka faktor diskonto maka
diharapkan hasil analisis dapat menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi. Besar kecilnya faktor diskonto sangat menentukan besar kecilnya angka benefit cost (B/C), internal rate of return (IRR), dan net present value (NPV).
Motivasi Asnawi (2002) menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata "motive" yang berarti sesuatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak, baik langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran. Dari kata dasar motive lahir kata ”motivasi" yang berarti dorongan dari dalam diri seseorang untuk berbuat dalam mencapai
20
tujuannya. Motivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya dapat diamati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan yang dikehendaki. Motivasi dapat menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi merupakan daya pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat (maupun tidak berbuat) sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Handoko (1995) menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motif adalah suatu alasan/dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan suatu tindakan. Motif terdapat dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan yang ingin dicapai, proses interaksi antar kedua unsur ini di dalam diri manusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) diri manusia sehingga menimbulkan motivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu.
Perubahan
motivasi dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, apabila motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak terpenuhi. Kekuatan relatif motif-motif yang menguasai seseorang pada umumnya dapat dilihat melalui ; (1) kuatnya kemauan untuk berbuat, (2) jumlah waktu yang disediakan, (3) kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain, (4) kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu, dan (5) ketekunan dalam mengerjakan tugas tersebut. Ada dua cara untuk mengukur motivasi, yaitu: (1) mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang, dan (2) mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin menjadi ungkapan dari motif tertentu.
Ada tidaknya motivasi dalam diri
seseorang dapat juga dilihat dari beberapa segi tingkah lakunya, antara lain : kekuatan tenaga yang dikeluarkan (usahanya), kecepatan reaksinya, dan yang menjadi perhatiannya. Selanjutnya sesuatu yang diterima itu diberi oleh orang yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya. Ada beberapa kajian teori yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan dengan motivasi, diantaranya oleh Handoko (1995) yaitu teori kognitif, teori hedonitis, teori insting, teori psikonalistis, teori keseimbangan dan teori dorongan.
21
Berdasarkan teori-teori tersebut terjadinya tingkah laku disebabkan oleh adanya kebutuhan yang dirasakan oleh manusia yang mana kebutuhan ditimbulkan oleh suatu dorongan tertentu.
Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi sangatlah beragam. Menurut Petri (1981) motivasi disebabkan oleh lima faktor, yaitu : (1) kekuatan dalam tubuh yang menimbulkan rangsangan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, (2) keturunan yang menimbulkan keinginan-keinginan naluriah, (3) hasil proses belajar, (4) hasil dan interaksi sosial dan (5) sebagai bagian dari proses kognisi. Wijaya (1986) menyebutkan kematangan, latar belakang kehidupan, usia, kelebihan fisik, mental dan pikiran, sosial budaya serta lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang. Berbagai teori yang telah dikemukakan mengenai motivasi dan faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi, maka hal itu digunakan sebagai titik perhatian dan penelitian ini yakni motivasi petani dalam menerapkan agroforestri, maka faktor-faktor penting dan yang berperan dalam mempengaruhi motivasi petani tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktorfaktor internal terdiri dari : (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) luas lahan garapan, (4) pengalaman berusahatani agroforestri, (5) persepsi, (6) status sosial petani dan, (7) kekosmopolitan. Faktor-faktor ekstemal terdiri dari : (1) Ketersedian sarana produksi, (2) ) intensitas penyuluhan, (3) bantuan modal, (4) penggunaan tenaga kerja, (5) pendapatan, (6) peluang pasar, dan (7) aktifitas berusahatani agroforestri. Kesemua faktor ini pada hakekatnya merupakan perincian
dari
faktor-faktor
yang mempengaruhi
motivasi
yang
telah
digabungkan dari pendapat beberapa para ahli seperti yang telah dikemukakan diatas. Faktor Internal yang Mempengaruhi Motivasi Umur Bakir dan Manning (1984) mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Kemampuan kerja seseorang petani juga sangat dipengaruhi oleh tingkat umur
22
petani tersebut, karena kemampuan kerja produktif akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia petani. Susantyo (2001) menyatakan bahwa petani-petani yang lebih tua tampaknya cenderung kurang aktif melakukan difusi inovasi berusahatani daripada mereka yang relatif umur muda.
Petani yang berumur lebih muda
biasanya akan lebih bersemangat dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Dengan demikian ada kecenderungan bahwa umur petani akan mempengaruhi motivasi dalam mengikuti kegiatan. Pendidikan Pendidikan yang ditempuh seseorang baik secara formal dan non formal akan sangat mempengaruhi perilakunya baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
Rukka (2003) menyatakan bahwa pendidikan umumnya akan
mempengaruhi cara dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin efisien dia bekerja dan semakin banyak juga dia mengikuti serta mengetahui cara-cara berusahatani yang lebih produktif dan lebih menguntungkan. Selanjutnya dikemukakan, bahwa tingkat pendidikan yang dipunyai seseorang tenaga kerja bukan saja dapat meningkatkan produktivitas dan mutu kerja yang dilakukan, tetapi sekaligus mempercepat proses penyelesaian kerja yang diusahakan. Berdasarkan pendapat di atas maka terdapat kecenderungan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani dengan motivasi mereka dalam menerapkan agroforestri Kepemilikan Lahan Lahan sebagai salah satu faktor produksi merupakan suatu sumber daya alam fisik yang mempunyai peranan sangat panting dalam berbagai segi kehidupan manusia. Luas lahan merupakan asset yang dimiliki petani yang dapat mempengaruhi produksi total yang dihasilkan dan akhirnya juga akan mempengaruhi terhadap total pendapatan yang diterima petani. Petani yang memiliki lahan yang lebih luas, dapat memberikan posisi atau status sosial yang lebih tinggi di lingkungannya.
23
Bryant (1990) menyatakan bahwa luas kepemilikan dan status lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegairahan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka, juga mempengaruhi kecepatan petani mengadopsi teknologi baru. Berdasarkan pendapat diatas menunjukkan bahwa rendahnya kecepatan petani mengadopsi teknologi antara lain dipengaruhi oleh luas pemilikan, status dan penguasaan lahan. Sehingga bila dikaitkan dengan penelitian ini maka terdapat kecenderungan bahwa perbedaan luas pemilikan lahan petani akan mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan agroforestri
Pengalaman Berusahatani Agroforestri Padmowihardjo (1994) mengemukakan bahwa pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh terhadap proses belajar. Orang yang telah berpengalaman terhadap sesuatu yang menyenangkan, apabila pada suatu saat diberi kesempatan untuk mempelajari hal yang sama, maka ia telah memiliki perasaan optimis untuk berhasil. Sebaliknya jika orang yang mempunyai pengalaman mengecewakan suatu saat diberi kesempatan untuk mempelajari hal tersebut lagi, maka ia sudah memiliki perasaan pesimis untuk berhasil, disamping itu petani yang lebih lama pengalaman dalam berusahatani agroforestri akan lebih selektif dan tepat dalam memilih jenis inovasi yang akan diterapkan dibandingkan dengan petani yang pengalaman usahataninya relatif masih muda. Oleh karena itu, besar kemungkinan bahwa pengalaman dalam berusahatani agroforestri dapat mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan agroforestri pada hutan kemasyarakatan.
Persepsi Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek sehingga individu
memberikan
reaksi
tertentu
yang
diperoleh
dari
kemampuan
mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. David (1992) menyatakan proses persepsi terbagi dalam dua hal, (1) proses pembentukan kesan dianggap agak bersifat mekanik dan cenderung hanya memantulkan sifat manusia yang memberikan stimulus, (2) proses persepsi yang
24
berada di bawah dominasi perasaan dan evaluasi, dan bukan berasal dari pikiran atau kognisi. Status Sosial Petani Dalam kehidupan bermasyarakat, biasanya status sosial merupakan salah satu wahana untuk lebih mendekatkan terhadap akses kegiatan pembangunan. Soekanto (1990) mengartikan status sosial sebagai kedudukan sosial seseorang dalam suatu kelompok sosial, dimana kedudukan sosial seseorang tidak terlepas dari lingkungan, prestise, hak dan kewajiban. Lebih lanjut dinyatakan bahwa status sosial seseorang umumnya dikembangkan dari dua cara, yaitu (1) status asal (ascribed status) adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan ini didapatkan melalui kelahiran (2) status pemberian (achieved status) merupakan kedudukan yang didapatkan oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja Kekosmopolitan Rogers (1983) menyatakan kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang membedakan mereka dari orang-orang lain di dalam komunitasnya, yaitu : (1) individu tersebut memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi, (2) partisipasi sosial yang lebih tinggi, (3) lebih banyak berhubungan dengan pihak luar, (4) lebih banyak menggunakan media massa, dan (5) memiliki lebih banyak hubungan dengan orang lain maupun lembaga yang berada di luar komunitas. Wiriaatmadja (1983) menyatakan bahwa melalui sifat kosmopolit, dimungkinkan terjadinya peningkatan wawasan dan belajar di kalangan petani atas keberhasilan orang yang berada di luar daerahnya sehingga petani tersebut dapat terpacu, dan tanggap terhadap peluang pasar yang berpotensi dapat meningkatkan pendapatan dengan banyaknya output produksi yang dihasilkan. Kekosmopolitan membuat petani menjadi lebih terbuka terhadap inovasi dibanding dengan petani yang kekosmopolitannya rendah, maka terdapat kecenderungan bahwa tingkat kekosmopolitan akan mempengaruhi petani dalam menerapkan agroforestri dalam hutan kemasyarakatan.
25
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi Ketersediaan Sarana Produksi Tersedianya sarana produksi seperti benih, pupuk, peralatan dan lainlain, dalam jumlah, mutu, harga dan waktu yang tepat akan sangat menunjang keberhasilan agroforestri. Keberadaan lembaga perkreditan, lembaga pengadaan sarana produksi, dan lembaga pemasaran hasil kehutanan, yang secara efektif memberikan pelayanan kepada petani adalah fakta yang menjadi pengalaman bagi mereka. Hal ini akan menghasilkan persepsi positif yang mendorong motivasi petani dalam menerapkan suatu teknologi baru. Tetapi apabila keadaan yang sebaliknya dialami petani, maka persepsi mereka akan negatif. Intensitas Penyuluhan Kemajuan-kemajuan
yang
dicapai
dalam
teknologi
berusahatani,
memungkinkan petani untuk meningkatkan hasil usahataninya. Namun, dalam penerapan teknologi tersebut para petani banyak menemukan kendala-kendala Salah satu sebabnya adalah keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh petani tentang teknologi tersebut. Untuk mengurangi kendalakendala yang dihadapi petani maka salah satu caranya adalah dengan memberikan penyuluhan kepada petani. Menurut Kartasapoetra (1988) menyatakan bahwa tugas ideal seorang penyuluh adalah : (1) menyebarkan informasi yang bermanfaat, (2) mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan sesuai bidang penyuluhannya, (3) memberikan rekomendasi yang lebih menguntungkan untuk perbaikan kehidupan sasaran penyuluhan, (4) membantu mengikhtiarkan sarana produksi, fasilitas kerja serta bahan informasi pertanian yang diperlukan para petani (5) mengembangkan swakarya dan swasembada para petani agar taraf kehidupannya dapat lebih meningkat. Oleh sebab itu, tugas penyuluh dinilai berhasil apabila penyuluhan yang dilakukan menimbulkan perubahan dalam aspek perilaku sasaran penyuluhan yang mengarah keperbaikan taraf kehidupan. Penyuluh dalam menyampaikan inovasi kepada petani ada beberapa metode dan media yang digunakan agar suatu teknologi dapat diterima dengan baik oleh petani. Penyuluh yang ahli mampu memilih metode secara tepat sesuai dengan situasi, dan mencakup kemampuan sasaran penyuluhan dan petugas
26
penyuluhan, materi penyuluhan, situasi belajar (sosial dan fisik), serta sarana/fasilitas yang tersedia dengan tujuan perubahan perilaku yang diinginkan. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa intensitas penyuluhan akan dapat mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan wanatani Bantuan Modal Modal usaha merupakan faktor penunjang utama dalam kegiatan produksi pertanian. Tanpa modal yang memadai sulit bagi petani untuk mengembangkan usahatani hingga mencapai produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal. Modal diartikan sebagai persediaan (stok) barang-barang dan jasa yang tidak segera digunakan untuk komsumsi, namun digunakan untuk meningkatkan volume konsumsi di masa mendatang melalui proses produksi. Pembentukan modal diartikan sebagai suatu proses beberapa bagian pendapatan yang ada disisihkan atau diinvestasi untuk memperbesar output di kemudian hari. Hermanto (1989) menyatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lainnya menghasilkan barang baru. Penciptaan modal oleh petani biasanya dilakukan dengan menyisihkan sebagian hasil pertanian musim lalu (menabung) untuk tujuan yang produktif. Modal usaha yang digunakan petani dalam berusahatani dapat berasal dari dirinya sendiri maupun dari pinjaman pada pihak lain, seperti pada pedagang dan lembaga keuangan baik koperasi maupun bank yang berada di tingkat desa atau kecamatan. Penggunaan Tenaga Kerja Bryant (1990) menyatakan ukuran, komposisi dan struktur keluarga menentukan kepemilikan tenaga kerja dalam keluarga petani
yang akan
dicurahkan dalam berusahatani. Tenaga kerja merupakan modal keluarga yang diivestasikan dalam berusaha tani dan besar kecilnya tenaga kerja yang dimiliki oleh petani
akan mempengaruhi motivasi petani untuk melakukan kegiatan
agroforestri. Pendapatan Keluarga Petani Bryant (1990) menyatakan setiap keluarga dalam setiap aktifitas kehidupan
ekonominya
senantiasa
berusaha untuk
meningkatkan
serta
memaksimalkan perolehan pendapatan dari aktifitas yang dijalaninya. Demikian pula dengan petani akan senantiasa berupaya untuk selalu memaksimalkan
27
pendapatannya, upaya ini tidak terlepas dari kondisi harga yang berlaku pada waktu dan ruang tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa total penerimaan yang diperoleh petani merupakan hasil perkalian antara total produksi dengan harga yang berlaku dipasar. Untuk meningkatkan total penerimaan harus ditingkatkan kedua faktor ini, yaitu produksi dan harga produksi. Peluang Pasar Produksi melimpah yang telah dicapai petani tidak begitu banyak artinya kalau tidak terjamin pemasarannya dan harganya rendah. Pasar bagi hasil pertanian sangat penting dan menentukan keberlanjutan produktivitas dari usahatani. Mosher (1987) mengelompokkan pasar untuk hasil pertanian sebagai unsur pertama syarat pokok dalam pembanguna pertanian. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pasar bagi hasil pertanian dalam memajukan suatu sistem pertanian pada suatu daerah tertentu. Pasar bagi hasil pertanian yang baik akan menjamin bahwa produksi yang mereka hasilkan tidak sia-sia dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya. Aktivitas Berusahatani Agroforestri Aktivitas berusaha tani adalah usahatani yang dilakukan dengan memadukan tanaman pertanian dan kehutanan. King dan Chandler (1978) menjelaskan bahwa agroforestri merupakan bentuk pemanfaatan lahan atau pola pengelolaan lahan yang dapat mempertahankan dan bahkan menaikkan produktivitas lahan secara keseluruhan, yang merupakan kegiatan campuran antara kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan, baik
secara
bersamaan ataupun bergiliran, dengan menggunakan manajemen praktis yang disesuaikan dengan pola budaya masyarakat setempat dalam jangka waktu panjang.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua tahapan, yang mana tahap pertama dimulai bulan Juni sampai Agustus 2005 dan tahap kedua pada bulan Agustus 2009 sampai bulan Pebruari 2010. Penelitian dilakukan di lokasi proyek pengembangan hutan kemasyarakatan Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Pemilihan sampel wilayah dilakukan pada Desa Idas Kecamatan Noyan yang terdapat kegiatan agroforestri.
Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data Pengumpulan data di lakukan dengan cara : 1. Studi literatur untuk pengumpulan data sekunder dalam wilayah penelitian 2. Wawancara dan kuisioner dilakukan kepada responden peserta agroforestri 3. Pengamatan langsung dengan mengamati dan mencatat perilaku petani pengelola hutan secara sosial ekonomis 4. Pengambilan contoh dilapangan dilakukan dengan purposif.
Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah petani peserta yang melakukan kegiatan agroforestri pola
tembawang, kebun karet, bawas dan lalang di Desa Idas
Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau. Jumlah populasi adalah 120 dimana dimana terbagi atas 30 orang melakukan agroforestri tembawang, 30 orang agroforestri kebun karet, 30 orang agroforestri bawas, 30 orang agroforestri lalang, seluruh anggota populasi dijadikan responden, dengan demikian penilitian dilakukan secara sensus (Sevilla. 1993).
Analisis Data Analisa Potensi Analisa potensi tegakan dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan pada setiap kegiatan yang dilakukan dengan cara sensus. Parameter yang diukur dan diamati adalah melihat jenis, jumlah diameter, dan tinggi pohon yang terdapat
30
pada masing-masing pola agroforesti. Pendugaan potensi tegakan dilakukan dengan menghitung volume pohon untuk setiap jenis pohon yang terdapat pada masing-masing pola agroforestri. Formula untuk menghitung Volume pohon sebagai berikut : V=
¼ π D2 x Lx f
Keterangan : V D L f
: Volume pohon : Diameter pohon : Tinggi pohon : Faktor koreksi (0,7)
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif analisis terhadap data-data yang telah di kumpulkan melalui wawancara dan pengamatan. Data-data yang dikumpulkan meliputi umur, pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, luas lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi petani hutan kemasyarakatan, persepsi masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan, keanggotaan dalam kelompok tani, tujuan utama ikut serta dalam kegiatan, pemeliharaan tanaman, penyerapan tenaga kerja dan multiplier effectnya.
Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan hutan kemasyarakatan ini digunakan analisis financial dengan menghitung Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value, NPV), Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return, IRR), dan Rasio Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio, (B/C) dengan rumus sebagai berikut : n
Net Present Value (NPV) =
Bt − C t
∑ (1 + i) t =1
t
dimana : Bt Ct n i
= penerimaan kotor petani JPS pada tahun t; = biaya kotor dalam usaha tani JPS pada tahun t; = umur ekonomis JPS tersebut; = discount rate.
( Bt − Ct ) =0 t t =1 (1 + i )
t =n
Internal Rate of Return (IRR) =
∑
31
dimana : i’ i” Bt Ct
= nilai percobaan pertama untuk discount rate; = nilai percobaan kedua untuk discount rate; = penerimaan kotor petani JPS pada tahun t; = biaya kotor dalam usaha tani JPS pada tahun t; n Bt − C t ∑ (1 + i ) t Benefit Cost Ratio (B/C) = t =n1 C t − Bt ∑ t t =1 (1 + i ) dimana : Bt Ct n i
= penerimaan kotor petani JPS pada tahun t; = biaya kotor dalam usaha tani JPS pada tahun t; = umur ekonomis JPS tersebut; = discount rate.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis finansial pola-pola agroforestri : 1) Daur analisis untuk masing-masing pola adalah, pola tembawang 35 tahun, kebun karet 25 tahun, bawas 35 tahun dan pola lalang 8 tahun; 2) Volume yang digunakan adalah volume akhir daur; 3) Harga yang digunakan berdasarkan harga pasar yang berlaku diwilayah penelitian; 4) Discount factor yang digunakan adalah 14 %.
Analisis Korelasi Siegel (1997) menyatakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk mengetahui apakah ada korelasi atau tingkat hubungan antara dua variabel dari himpunan data yang didasarkan atas rangking (jenjang), maka untuk model pengolahan data sangatlah tepat menggunakan koefiesien korelasi nonparametrik. Dalam mendeskripsikan sebagian karakteristik sosial ekonomi masyarakat baik internal dan eksternal, yang memotivasi responden melakukan kegiatan agroforestri, maka digunakan skala Likert yaitu : (a) rendah, (b) sedang, dan (c) tinggi. Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan berkaitan dengan karakteristik internal dan eksternal yang memotivasi petani melakukan kegiatan agroforestri yaitu digunakan metode analisis regresi linear berganda. Selanjutnya untuk kemudahan dan ketepatan pengolahan data digunakan program SPSS, dengan rumus :
32
Y = βo + β1X11 + β1X12 + β1X13 + ……… + β1X27 dimana : Y βo X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27
= Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri = Koefisien Regresi = Umur = Tingkat Pendidikan = Kepemilikan Lahan = Pengalaman Usaha Tani = Presepsi = Status Sosial Petani = Kekosmopolitan = Ketersediaan Saprodi = Intensitas Penyuluhan = Ketersediaan Modal = Tenaga Kerja = Pendapatan = Peluang Pasar = Aktivitas Usaha Tani
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak, Luas dan Topografi dan Penggunaan Lahan Desa Idas merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kabupaten Sangau Kecamatan
Noyan
yang
merupakan
jalur
transportasi
penting
yang
menghubungkan Kecamatan Kembayan dan Kecamatan Noyan melalui Desa Sejuah. Aksesibilitas dari Ibu Kota Kecamatan dan Kabupaten dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat sampai ke pusat Desa Idas. Adapun jarak tempuh dari Desa Idas ke Ibu Kota Kecamatan Noyan 22 Km dan ke Ibu kota Kabupaten Sanggau 66 Km. Luas wilayah Desa Idas adalah 6.170 ha, meliputi dusun Idas, Minsok, Entawa Mata, Telogah, Kobuk dan Kumpai Merah, (TGLDK 1995). Secara administratif , wilayah Desa Idas berbatasan dengan : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sungai Dangin
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Majel
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sejuah
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kembayan Topografi desa Idas bervariasi yaitu dataran hingga berbukit. Penggunaan
lahan berdasarkan TGLDK (Tata Guna Lahan Desa Kesepakatan) yang ada adalah sebagai berikut, UTHM (Usaha tani hutan menetap) seluas 1.593 ha, HPT (Hutan Produksi Terbatas) seluas 4.053 ha dan HL (Hutan Lindung) 524 ha. Lahan hutan yang masih tersisa di desa ini kurang lebih 200 ha, Hutan Tembawang masih terdapat kurang lebih 620 ha, lainnya merupakan hutan yang sudah dikonversi menjadi lahan pertanian.
Kondisi Sosial Ekonomi Berdasarkan data statistik Kantor Desa Idas tahun 2006 jumlah penduduk Desa Idas sebanyak 1.954 jiwa yang terdiri dari 1.007 jiwa laki-laki dan 947 jiwa perempuan dengan jumlah 327 KK. Sex ratio penduduk
seimbang.
Kepadatan penduduk 2 Jiwa/Ha dan rata-rata jiwa per KK 5,97 Jiwa. Kondisi penduduk yang demikian, menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas lahan yang tersedia untuk dikelola masih
34
tinggi, artinya setiap orang penduduk masih memiliki kesempatan mengusahakan sebidang lahan untuk berbagai aktivitas produksi dengan layak. Tingkat umur seseorang sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam bekerja dan cara berfikir seseorang. Pada umumnya petani yang berumur muda memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan lebih kreatif dibanding yang lebih tua. Berdasarkan komposisi umur terdapat jumlah tenaga produktif sebanyak 943 orang ( 48%) dari total penduduk , hal ini menggambarkan cukup tersedianya tenaga kerja produktif untuk mendukung kegiatan agroforest . Tabel 2. Komposisi penduduk menurut tingkat umur dan jenis kelamin di Desa Idas. Golongan Umur (tahun) 0 - 6 7 - 12 13 - 18 19 - 25 26 - 35 36 - 45 46 - 55 56 - 65 66 - 75 > 75 Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 112 102 146 87 127 116 119 95 134 149 122 128 87 99 81 82 58 54 21 25 1.007 947
Jumlah 214 233 243 214 283 260 186 163 112 46 1.954
Sumber; Desa Idas 2006
Dari pengumpulan data sekunder yang dilakukan di Desa Idas sebagian besar penduduk yang bermukim di desa ini bemata pencaharian sebagai petani, walaupun mereka mempunyai profesi yang lain sebagai pedagang, ataupun pegawai negeri, tetapi kegiatan bertani tetap dilakukan sebagai kegiatan utama di waktu luang mereka. Mayoritas penduduk Desa Idas (95%) adalah Suku Dayak adapun yang lainnya adalah pendatang yang merupakan Suku Melayu. Kekhasan dari Suku Dayak mereka tidak bisa lepas dari Budaya Hutan (Tembawang) dan pohon pohon besar, yang mengindikasikan tempat bersemayamnya roh-roh leluhur mereka.
35
Tabel 3. Komposisi kepala keluarga berdasarkan mata pencaharian di Desa Idas : Jenis Mata Pencaharian Petani Pedagang besar/kecil Pegawai Negeri Sipil Sopir Ojek Pengrajin Rotan Tukang Lain-lain Jumlah
Jumlah ( KK) 252 24 12 6 8 6 19 327
Persentase (%) 77,07 7,34 3,67 1,83 2,45 1,83 5,81 100,00
Sumber ; Desa Idas 2006
Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Idas yang sumber penghasilannya diperoleh dari kegiatan usaha tani (bawas, karet, lalang, tembawang, tani padi maupun petani lahan kering) memiliki persentase yang sangat besar, yaitu 70,07 % tediri atas 252 KK, sedangkan mata pencaharian lain yaitu pedagang besar/kecil pada umumnya menjual sembako dan sebagai penampung hasil panen karet 7,34 % atau 24 KK, adapun pegawai negeri sipil terdiri dari Pegawai Kantor Desa dan Guru 3,67 % atau 12 KK. Karena keterbatasan lapangan pekerjaan, selain dari bertani banyak penduduk desa khususnya kaum wanita usia produktif yang mengadu nasib ke ibu Kota Kabupaten atau ke Malaysia sebagai tenaga pembantu rumah tangga. Dari segi pendidikan formal menunjukkan kemampuan daya intelektual dari setiap individu diketahui bahwa kondisi sebagian besar penduduk di Desa Idas rata- rata berpendidikan yang masih rendah atau setara sekolah dasar sampai sekolah lanjutan pertama, penduduk yang berpendidikan setara sekolah menengah umum dan perguruan tinggi masih bisa dihitung. Kondisi yang demikian tetap penting diperhatikan karena mengingat peran pendidikan formal sangat besar pengaruhnya
terhadap
perilaku
sumberdaya
manusia
khususnya
aspek
pengetahuan dan peningkatan pola berpikir yang lebih rasional dan kepada individu untuk termotivasi dan memotivasi dirinya terhadap penerimaan suatu kegiatan atau perubahan.
36
Tabel 4. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Idas Lama mengikuti pendidikan (Tahun) 0 – 6 (belum sekolah/buta huruf) 7 – 12 (tingkat SD) 13 – 15 (tingkat SMP) 16 – 18 (tingkat SLTA) Diploma dan Sarjana Jumlah Sumber ; Desa Idas 2006
Jumlah (jiwa) 922 526 268 184 54 1.954
Persentase (%) 47,18 26,92 13,72 9,42 2,78 100
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Potensi Tegakan Berdasarkan hasil analisis potensi tegakan pada pola agroforestri tembawang, kebun karet, bawas dan lalang yang dilakukan oleh 30 petani/responden diperoleh persentase tumbuh jenis pohon yang terdapat pada masing-masing pola agroforestri tersebut seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase tumbuh jenis pohon pada berbagai pola agroforestri Pola Agroforestri Tembawang Kebun Karet Bawas Lalang
Jumlah Jenis 16 1 19 1
Jumlah pohon Awal Penanaman Saat Penelitian 500 168,0 400 298,1 400 202,0 1.100 251,0
% Tumbuh 33,60 74,53 50,50 22,82
Data pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah jenis tanaman dan jumlah batang tanaman yang ditanam pada kegiatan agroforestri di Desa Idas adalah sangat bervariasi, dimana pada pola tembawang ditanami 16 jenis tanaman yang terdiri dari jenis tanaman pohon dan jenis tanaman buah dengan jumlah tanaman yang ditanam adalah 500 batang/ha. Begitu juga halnya pada pola bawas terdapat 19 jenis tanaman dengan jumlah tanaman 400 batang/ha. Sedangkan pada kebun karet hanya jenis pohon karet yang ditanam dengan jumlah 400 batang/ha. Sementara untuk pola lalang hanya jenis pohon akasia yang ditanam dengan jumlah 1.100 batang/hektar. Data dan jenis pohon tiap pola terlampir pada Lampiran 2. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tumbuh pohon pada masing-masing pola agroforestri adalah yang tertinggi ditemui pada pola agroforestri kebun karet yaitu 74,53%, diikuti pola bawas 50,50%, dan pola tembawang 33,60%, sedangkan persentase tumbuh terendah terdapat pada pola lalang hanya 22,82%. Dengan rendahnya persentase tumbuh tanaman pada pola lalang antara lain dikarenakan para responden/petani tidak dan kurang melakukan pemeliharaan terhadap tanaman akasia yang terdapat pada pola lalang yang disebabkan oleh kurang tertariknya minat masyarakat untuk melakukan kegiatan agroforestri pola lalang yang merupakan pola yang diintroduksi oleh pihak projek SFDP-PPHK. Disamping itu kondisi lahan yang digunakan untuk kegiatan agroforestri lalang ini merupakan lahan marginal yang didominasi oleh vegetasi
38
alang-alang dengan tingkat kesuburan tanah yang sangat rendah. Sementara persentase tumbuh pohon tertinggi ditemukan pada pola agroforestri kebun karet, hal ini dikarenakan pola ini sudah dilakukan oleh petani dalam waktu yang relatif lama, dimana para petani sudah mendapatkan penghasilan dari kebun karet, baik dari getahnya maupun dari pohon karet pada akhir daur. Pendapatan yang diperoleh dari kebun karet merupakan sebagai penghasilan keluarga. Untuk itu para petani akan selalu melakukan kegiatan pemeliharaan terhadap pohon karet tersebut dari berbagai gangguan (hama penyakit dan kebakaran). Selanjutnya berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata potensi tegakan seperti tertera pada Tabel 6. Rincian untuk potensi tegakan untuk masing-masing pola agroforestri tersebut disajikan pada Lampiran 3, 4, 5, dan Lampiran 6. Tabel 6. Potensi Tegakan Akhir Daur Per Hektar pada Berbagai Pola Agroforestri Pola Agroforestri Tembawang K. Karet Bawas Lalang
Daur (thn) 35 25 35 8
Jumlah Batang 168,0 298,1 202,0 251,0
Diameter Pohon (cm) 35 35 35 19,0
Tinggi Pohon (m) 15 5,5 12 10,60
Volume (m3) 170,07 110,30 163,00 52,29
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa luas lahan untuk setiap petani pada berbagai pola agroforestri adalah hanya 1 hektar, sementara untuk jumlah pohon per hektar, diameter pohon, tinggi pohon dan volume pohon per hektar untuk setiap pola agroforestri memperlihatkan hasil yang sangat bervariasi. Potensi tegakan terbesar adalah terdapat agroforestri tembawang yaitu 170,07 m3/ha, diikuti pola bawas yaitu 163,00 m3/ha, dan pola kebun karet sebesar 110,30 m3/ha, sedangkan potensi tegakan terkecil adalah pada agroforestri pola lalang hanya 52,29 m3/ha. Bervariasinya potensi tegakan pada berbagai pola agroforestri yang terdapat di Desa Idas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ditentukan oleh karakteristik pohon yang terdapat pada setiap pola tersebut, yaitu jumlah batang pohon per hektar, diameter pohon, dan tinggi pohon bebas cabang. Semakin banyak jumlah pohon per hektar, semakin besar volume pohonnya, dan semakin tinggi pohon bebas cabang tentunya akan menghasilkan volume kayu per hektar juga akan semakin besar. Dalam hal ini dilihat dari aspek jumlah batang perhektar terbanyak adalah pada agroforestri pola kebun karet yaitu 298,1 batang, diikuti
39
oleh pola lalang 251 batang, dan pola bawas 202 batang, serta pola tembawang 168 batang, namun jika dilihat dari potensi tegakan perhektar ternyata berbanding terbalik dengan jumlah pohon/ha, dimana pada pola agroforestri yang jumlah pohon/ha lebih banyak, tapi diameter pohonnya sama seperti pada pola tembawang, kebun karet, dan bawas yaitu 35 cm ternyata menghasilkan potensi tegakan yang berbedada, dimana potensi tegakan pada pola tembawang lebih besar dibandingkan dengan pola-pola agroforestri lainnya. Pada kondisi ini ternyata yang paling berpengaruh terhadap
potensi tegakan perhektar adalah
tinggi dari pohon-pohon yang terdapat pada setiap pola agroforestri tersebut. Pada pola tembawang terdapat rata-rata tinggi pohon bebas cabang lebih dominan yaitu 15 m, pola bawas 12 m, pola lalang 10,60 m, dan rata-rata tinggi pohon terendah yaitu pada pola kebun karet hanya 5,5 m. Selanjutnya Daur atau siklus tebang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan daur ekonomis. Dalam penentuan daur ekonomis ini ditentukan pada tujuan akhir dari penggunaan dari setiap jenis kayu yang diproduksi dari masingmasing pola agroforestri. Pohon-pohon yang dihasilkan dari agroforestri tembawang dan bawas secara umum digunakan untuk kayu pertukangan, sehingga daur yang ditetapkan adalah 35 tahun, dimana pada daur ini pohon pada tembawang diperkirakan sudah mempunyai diameter pohon lebih kurang 35 cm. Untuk jenis-jenis pohon yang terdapat pada tembawang dan bawas didominasi oleh jenis-jenis yang termasuk dalam famili Dipterocarpaceae yang pertambahan riap diameter lebih kurang 1 cm/tahun. Foto tegakan pohon pada pola tembawang dan pola bawas dapat dilihat pada pada Gambar 2 dan Gambar 3. Sementara untuk pola kebun karet daur ekonomis yang digunakan yaitu 35 tahun, yaitu setelah mempertimbang potensi kayu disatu sisi, dan poroduksi getah optimal disisi lain. Produktivitas getah yang tinggi justru dapat mengurangi kualitas dan kuantitas kayu yang dihasilkan, karena keduanya merupakan komoditi yang terintegrasi secara vertical (Andayani, 2006). Lamanya daur sangat mempengaruhi kinerja keuangan yang ditunjukkan dalam cashflow tentang arus pemasukan dan pengeluaran perusahaan. (Klemperer, 1996). Dengan adanya keterkaitan yang erat antara daur ekonomi disatu pihak dan keuntungan usaha dilain pihak, akan memberikan gambaran bahwa dalam pengelolaan hutan
40
Gambar 2. Agroforestri pola Tembawang
Gambar 3. Agroforestri pola Bawas tanaman faktor jangka waktu antara investasi awal dengan investasi akhir merupakan unsur penentu untuk mengetahui kinerja (ekonomi) perusahaan (Gregory, 1987). Apabila kedua unsur tersebut disandingkan, yaitu daur ekonomi dan keuntungan/rentabilitas kelak akan menghasilkan parameter efisiensi yang bisa digunakan sebagai kriteria keberhasilan suatu unit usaha (Gregory, 1987).
41
Foto tegakat karet yang terpada pada agroforestri pola kebun karet disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Agroforestri pola kebun karet Daur ekonomis yang digunakan pada pola lalang adalah 8 tahun, karena jenis pohon yang ditanam pada pola lalang ini yaitu acacia mangium Wild. Sementara tujuan memperoduksi jenis pohon ini adalah untuk kebutuhan bahan baku pulp dan kertas Disamping itu secara umum pertambahan dimetar untuk tanaman akacia mangium lebih kurang 2 sampai 2,5 cm/tahun, maka dengan daur 8 tahun diperkirakan akan menghasilkan diameter pohon lebih besar dari 18 cm, dan dengan dimeter tersebut pohon akacia mangium sudah dapat digunakan sebagai bahan baku kertas tersebut. Foto tegakan acacia mangium Wild pada agroforestri pola lalang dapat dilihat pada Gambar 5.
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Pengamatan terhadap karakteristik sosial ekonomi terdiri atas faktor-faktor internal dan faktor eksternal petani yang diduga akan berpengaruh terhadap motivasi berdasarkan manfaat yang akan diperoleh petani dalam sistem agroforestri. Berdasarkan hasil penelitian dari masing-masing faktor internal dan eksternal adalah sebagai berikut :
42
Gambar 5. Agroforestri pola lalang 1) Karakteristik Internal Berdasarakan hasil identifikasi terhadap karakteristik faktor internal para petani yang terkait dengan kegiatan agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, ternyata ditemukan 7 unsur internal yang terkait dengan motivasi petani untuk melaksanakan kegiatan agroforestri pada berbagai pola tersebut yaitu: umur petani, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaman berusahatani, persepsi petani terhadap kegiatan agroforestri, status sosial, dan sifat kosmopolitan. Untuk lebih jelasnya tentang unsur karakteristik internal petani pada berbagai pola agroforestri diuraikan sebagai berikut: 1.1. Umur petani Dalam penelitian ini umur para responden/petani pada kegiatan agroforestri dibagi ke dalam 3 kelas umur, yaitu kelas umur lebih dibawah 17 tahun, kelas umur antara 17 sampai 55 tahun, dan kelas umur 55 tahun keatas. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan para responden/petani pelaksana kegiatan agroforestri, baik untuk pola tembawang, kebun karet, bawas,
43
dan lalang diperoleh distribusi responden berdasarkan umur petani, rekapitulasi distribusi umur petani disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Distribusi responden Berdasarkan Umur Tingkat Umur Rendah ( < 17 ) Sedang ( 17-55 ) Tinggi ( > 55 ) Kisaran Rata-rata
Pola Agroforestri Karet Bawas Tembawang N % N % N % 0 0 0 0 0 0 8 27 0 0 9 30 22 73 30 100 21 70
Lalang N % 0 0 5 17 25 83
Total N % 0 0 22 18 98 82 22 – 73 46,1
Data yang tertera pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa rata-rata umur responden/petani yang terlibat dalam berbagai pola agroforestri di Desa Idas yang terbanyak adalah 98 responden (82%) termasuk dalam kelas umur tinggi (55 tahun keatas), dan 22 responden (18%) termasuk kategori umur sedang (17 sampai 55 tahun). Sedangkan untuk kelas umur rendah (dibawah 17 tahun) tidak ada yang terlibat dalam kegiatan agroforestri, hal ini dikarenakan masyarakat yang berumur dibawah 17 tahun masih tergolong sebagai anggota keluarga atau masih ikut orang tua. Dalam hal ini kalau ikut terlibat dalam kegiatan agroforestri hanya semata-mata untuk membantu orang tua. Khusus untuk agroforestri pola tembawang dilihat dari aspek umur ternyata 8 orang responden/petani (27%) termasuk kategori sedang yaitu berumur antara 17 sampai 55 tahun, dan 22 responden/petani (73%) termasuk kategori tinggi yaitu berumur diatas 55 tahun. Sementara pada pola kebun karet ternyata secara keseluruhan atau 100 % responden yang terlibat dalam kegiatan agroforestri pola kebun karet adalah termasuk kategori tinggi yaitu semuanya berumur diatas 55 tahun. Untuk pola agroforestri pola bawas ditemukan bahwa responden yang ikut serta dalam kegiatan agroforestri adalah 9 responden (30%) termasuk kategori sedang yaitu berumur 17 sampai 55 tahun, dan 21 responden (70%) termasuk kelas umur tinggi yaitu berumur diatas 55 tahun. Selanjutnya untuk agroforestri pola lalang dilihat dari aspek umur ternyata 5 responden/petani (17%) termasuk ketegori sedang yaitu berumur antara 17 sampai 55 tahun, dan 25 responden/petani (83%) termasuk kategori tinggi yaitu berumur diatas 55 tahun. Pada Tabel 7 juga terlihat bahwa pada semua pola agoroforestri yang dilaksanakan pada projek SFDP-PPHK di Sanggau ternyata tidak ditemukan
44
responden/petani yang berumur dibawah 17 tahun (kategori rendah) yang terlibat dalam kegiatan agroforestri tersebut. Secara umum dilihat dari aspek umur bahwa petani yang terlibat dalam kegiatan agroforestri berumur antar 22 sampai 73 tahun, dengan umur rata-rata 46,1 tahun. Untuk itu petani pada kegiatan agroforestri tersebut termasuk dalam kategori umur produktif, tentunya akan terpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program agroforestri tersebut. Dalam hal ini kemampuan kerja petani juga sangat dipengaruhi oleh tingkat umur petani tersebut, produktivitas kerja akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia petani. Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir, dimana umur seseorang berkaitan erat dengan kematangan psikologis dan kemampuan fisiologisnya. Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tingkat kemampuan fisiologisnya hingga sampai pada titik tertentu, namun setelah melewati titik tersebut, semakin tinggi umur seseorang akan semakin menurun kemampuan fisiologisnya. 1.2. Tingkat Pendidikan Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang dicapai responden. Tingkat pendidikan petani pada umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang relatif muda menyebabkan petani tersebut relatif dinamis. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin berkembang wawasan berfikirnya dan keputusan yang diambil semakin baik dalam menentukan cara-cara berusaha tani yang lebih produktif. Pendidikan juga dikenal sebagai sarana belajar dalam meningkatkan pengetahuan yang selanjutnya diperkirakan akan menanamkan suatu sikap yang menguntungkan menuju praktek pertanian yang lebih modern. Keterbatasan pendidikan yang dimiliki oleh petani sangat berpengaruh kepada pola pikir dan wawasan petani dalam memutuskan kegiatan yang akan dilakukan. Tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang petani juga dapat menyebabkan keluar dari kerja sektor pertanian.
Hal ini disebabkan oleh
fenomena bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan tersedia baginya beberapa alternatif pekerjaan yang ada diberbagai sektor lain. Oleh sebab itu, tingginya tingkat pendidikan tidak menjamin akan mampu melakukan
45
pengelolaan usaha tani secara lebih intensif, mengingat peluang kerja di luar sektor pertanian tersedia dengan pendapatan yang kemungkinan akan lebih besar, kecuali kalau petani tersebut benar-benar mencurahkan seluruh waktunya bagi pengembangan usaha taninya. Tingkat pendidikan formal dilihat dari lamanya petani dalam mengikuti pendididkan formal, terlihat bahwa tingkat pendidikan formal responden dibagi dalam tiga kategori, yaitu: rendah (0- 6), sedang (7-9) dan tinggi (>9). Distribusi tingkat pendidikan responden yang terlibat dalam kegiatan pada berbagai pola agroforestri secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan pendidikan Tingkat Pendidikan (Tahun) Rendah ( 0 - 6 ) Sedang ( 7 - 9 ) Tinggi ( 10 -12 ) Kisaran Rata-rata
Pola Agroforestri Tembawang
Karet
Bawas
Lalang
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
20 10 0
67 33 0
22 4 4
73 13 13
24 4 2
80 13 7
21 5 4
70 17 13
87 23 10
73 19 8 1 - 12 6,23
Berdasarkan data pada Tabel 8, terlihat bahwa responden di Desa Idas memiliki tingkat pendidikan termasuk kategori rendah 87 %, kategori sedang 23% dan sekitar 10 % berada pada kategori tinggi. Hal ini tergambarkan di Desa Idas tingkat pendidikan responden masih rendah dimana 87 orang responden hanya mengenyam pendidkan setingkat Sekolah Dasar, 23 orang mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama dan 10 orang yang pernah mengenyam pendidikan sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas. Secara umum tingkat pendidkan para petani yang melaksanakan kegiatan pada berbagai pola agroforestri pada projek SFDP-PPHK di Sanggau Kalimantan Barat mulai dari yang tidak pernah sekolah sampai 12 tahun (setara SMA). Disatu sisi pendidikan petani pengembang kegiatan agroforestri termasuk kategori rendah, bahkan sebagian dari petani tidak mampu baca tulis, tetapi disisi lain pengembangan kegiatan agroforestri perlu dikerjakan secara profesional, dimana para petani harus memahami tentang teknologi dan tahapan kegiatan agroforestri termasuk teknik silvikulturnya, bahkan mulai dari tahapan pembersihan lahan, kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan dan kegiatan penebangan. Disamping itu petani agroforestri juga perlu informasi dan penguasaan pasar, agar
46
hasil dari kegiatan agroforestri baik berupa hasil hutan kayu maupun non kayu dengan mudah dapat dipasarkan. Dalam pelaksanaan kegiatan agroforestri perlu dilakukan secara efisiensi, dengan harapan output yang dihasilkan akan lebih maksimal, dan mendatangkan keuntungan yang lebih besar kepada para petani, sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi para petani agroforestri di Sanggau Kalimantan Barat. Untuk itu kegiatan pengembangan kapasitas para petani sangat dibutuhkan, baik melalui kegiatan pembinaan, pemberdayaan, penyuluhan dan pelatihan, dimana dengan kegiatan ini kapasitas petani akan meningkat, sekaligus dapat meningkatkan motivasi petani untuk melanjutkan program agroforestri yang sudah digagas oleh projek SFDP-PPHK. 1.3. Luas Lahan Luas lahan garapan adalah luas lahan yang digunakan oleh responden dalam usahatani agroforestri dan kepemilikan lahan oleh responden berkaitan dengan model agroforestri yang dikelola. Hasil penelitian diperoleh sebagian besar dari responden menerapkan model agroforestri yang ada (Pola Tembawang, Karet, Bawas dan Lalang), hal ini dikarenakan masih tersedia luasan lahan yang dimiliki petani untuk menunjang kehidupan sehari-hari dan dalam rangka penganekaragaman sumber pendapatan dan keberlanjutan sumber pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, kepemilikan lahan ini biasanya diperoleh dari warisan turun temurun atau dengan membeli pada orang lain, dan sudah menjadi budaya dimasyarakat Suku Dayak pada saat mereka membentuk keluarga baru mereka akan membuka wilayah baru (membuka dan menebas hutan primer) dan dijadikan ladang untuk sumber penghidupannya kelak. Berdasarkan hasil penelitian yaitu melalui wawancara dengan para responden/petani pelaku kegiatan agroforestri, baik pada pola tembawang, pola kebun karet, pola bawas dan pola lalang diperoleh rekapitulasi distribusi responden berdasarkan kepemilihan lahan disajikan pada Tabel 9.
47
Tabel 9. Rekapitulasi Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Kepemilikan Lahan (Ha) Rendah ( < 5 ) Sedang ( 5 - 8 ) Tinggi ( > 8 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang N 3 18 9
% 10 60 30
Pola Agroforestri Karet Bawas N 3 27 0
% 10 90 0 3 - 13 7,25
N 3 15 12
% 10 50 40
Lalang N 4 17 9
Total % 13 57 30
N 13 77 30
% 11 64 25
Data pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa dari keempat pola agroforestri yang yang dilaksanakan di Desa Idas Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat jika dilihat dari aspek kepemilikan lahan ternyata 65% dari total responden 120 orang memiliki luas lahan antara 5 sampai 8 hektar atau termasuk kategori sedang, diikuti oleh kategori tinggi yaitu 25%, sedangkan responden/petani yang kepemilikan lahannya dibawah 5 hektar adalah 11%. Untuk itu secara umum kemilikan lahan para petani adalah berkisar antara 3 sampai 13 hekatar, dengan rata-rata luas kepemilikan lahan adalah 7,25 hekatar. Lahan-lahan yang dimiliki oleh para petani ini tidak semuanya digunakan untuk lahan agroforestri, tetapi sudah termasuk lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian lainnya. 1.4. Pengalaman berusaha tani Pengalaman usaha tani di wilayah penelitian dimaksudkan sebagai lamanya responden melakukan usaha tani agroforestri dari awal sampai dengan saat wawancara dilakukan. Secara teoritis petani yang memiliki pengalaman yang lebih lama dalam berusaha tani dalam hal ini ditemukan pada agroforestri pola Tembawang, Kebun Karet dan Bawas pada umumnya cenderung akan lebih selektif dalam memilih dan menerapkan inovasi yang dapat menunjang usaha tani mereka tanpa mengabaikan prinsip ekologi dan sosial budaya yang sejak dahulu dilakukan oleh petani. Berdasarkan hasil penelitian yaitu melaui wawancara dengan para responden/petani pelaku kegiatan agroforestri, baik pada pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang diperoleh rekapitulasi distribusi responden berdasarkan pengalaman berusaha tani disajikan pada Tabel 10.
48
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan pengalaman berusahatani Pola – pola Agroforestri Pengalaman Usaha Tani (Tahun) Rendah ( < 15 ) Sedang ( 15-30 ) Tinggi ( > 30 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang N 9 19 2
% 30 63 7
Karet N 16 14 0
Bawas % 53 47 0
N 12 15 3
% 40 50 10
Lalang N 10 18 2 2 - 45 18,3
Total
% 33 60 7
N 47 66 7
% 39 55 6
Pengalaman usaha tani agroforestri petani di Desa Idas untuk kategori rendah (<15tahun) adalah 11 %, kategori sedang (15-30 tahun) adalah 64 % dan kategori tinggi (>30 tahun) adalah 25 %. Model-model yang sudah lama dikembangkan oleh responden dan sudah menjadi pengalaman turun temurun didapatkan pada pengelolaan pola Tembawang, Kebun Karet dan Bawas sedang pada pola Lalang masih tegolong pengalaman yang baru hasil masukan proyek. Dilihat dari aspek pengalaman berusaha tani, para petani pelaksana kegiatan agroforestri di Sanggau Kalimantan Barat, terutama untuk agroforestri pola tembawang dan kebun karet, karena kedua pola ini sudah dikerjakan oleh para petani secara turun-temurun, kecuali untuk pola bawas dan lalang, dimana para petani masih merasa suatu pola baru, karena kedua pola tersebut merupakan pola-pola yang diintroduksi oleh pihak proyek dalam rangka merehabilitasi lahanlahan kritis atau lahan-lahan marjinal yang vegetasinya didominasi oleh tumbuhan alang-alang. Namun demikian walaupun pengalaman para petani tergolong lama, terkait dengan program pengembangan agroforestri tentunya perlu adanya sentuhan-sentuhan teknologi agroforestri, dan tindakan-tindakan silvikultur secara intensif. Untuk itu sehubungan dengan upaya peningkatan efisiensi dalam pelaksanaan program agroforestri tersebut sekaligus dapat memaksimalkan produksi hasil dari kegiatan tersebut tentunya diperlukan sentuhan-sentuhan teknologi agroforestri dan teknik silvikultur intensif kepada para petani. Menurut Sabti (1997) bahwa pengalaman dalam berusaha tani memegang peranan penting dalam upaya mengefisienkan faktor-faktor produksi yang akan digunakan petani dalam kegiatan usahataninya. Lamanya pengalaman dalam berusahatani
juga
memberikan
kemampuan
pada
petani
untuk
dapat
49
mengalokasikan input-input produksi secara baik sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal. 1.5. Persepsi Persepsi merupakan tingkat wawasan dan tanggapan petani tentang sesuatu kegiatan, salah satu cara yang digunakan dalam mengukur persepsi reponden dalam usaha tani sistim agroforestri yaitu dengan melihat manfaat yang diperoleh dalam sistem agroforestri. Manfaat yang dijadikan sebagai indikator pengukuran adalah sistem agroforestri dapat meningkatkan pendapatan, hasil yang diperoleh dari model agroforestri beranekaragam baik berupa manfaat ekonomi, ekologi maupun sosial budaya. Berdasarkan hasil penelitian yaitu melalui wawancara dengan para responden/petani pelaku kegiatan agroforestri, baik pada pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang diperoleh rekapitulasi distribusi responden berdasarkan persepsi petani disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan tingkat persepsi Tingkat Persepsi Rendah ( < 20 ) Sedang ( 21-40 ) Tinggi ( > 40 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang N % 0 0 1 3 29 97
Karet N % 0 0 2 7 28 93
Pola Agroforestri Bawas Lalang N % N % 0 0 6 20 2 7 24 80 28 93 0 0 15 - 58 48,9
Total N 6 29 85
% 5 24 71
Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa persepsi responden yang termasuk kategori rendah dengan skor < 20, kategori sedang antara 21-40 dan katagori tinggi > 40. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap lamanya waktu pengusahaan, manfaat yang didapatkan serta pembagian lahan dalam mengusahakan model agroforestri ini sebagian besar responden berada pada kategori dengan persepsi sedang sampai tinggi, khususnya dalam agroforestri pola Tembawang tingkat persepsinya yaitu 97 % , Kebun Karet 93 % dan untuk Bawas 93 %. Sedangkan untuk pola Lalang persepsi tertinggi adalah pada kategori sedang yaitu 80%, dan sisanya 20% termasuk kategori rendah Tingginya
persepsi
responden/petani
terhadap
penerapan
model
agroforestri pola Tembawang, Bawas dan Kebun Karet di Sanggau Kalimantan Barat dikarenakan pola agroforestri tersebut merupakan budaya yang sudah
50
dilakukan petani secara turun-temurun dan merupakan mata pencaharian dan sumber pendapatan terbesar keluarga responden, disamping mengusahakan padi gogo dilahan usahatani mereka. Sementara untuk pengelolaan pola lalang hanyalah untuk merehabilitasi lahan alang-alang dimana masyarakat hanya memperoleh insentif pemeliharaan dan hasil kayu pada akhir daur tanam. 1.6. Status Sosial Dalam penelitian ini status sosial para responden/petani pada kegiatan agroforestri dibagi ke dalam 3 kelas umur, yaitu kelas rendah ( < 2 ), kelas sedang ( 2-4 ), dan kelas tinggi ( > 4 ). Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan dilapangan terkait dengan status sosial para responden/petani pelaksana kegiatan agroforestri, baik untuk pola tembawang, kebun karet, bawas, dan lalang diperolaeh didtribusi responden berdasarkan status sosial petani, rekapitulasi distribusi status sosial petani disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan status sosial Status Sosial Rendah ( < 2 ) Sedang ( 2-4 ) Tinggi ( > 4 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang N % 0 0 27 90 3 10
Karet N % 0 0 27 90 3 10
Pola Agroforestri Bawas N % 0 0 28 93 2 7
Lalang N % 0 0 28 93 2 7 2-6 2,7
Total N % 0 0 110 92 10 8
Status sosial menunjukkan tingkat penghargaan masyarakat kepada individu yang bersangkutan dalam kelompok organisasi atau masyarakat. Status sosial responden dibagi dalam tiga kategori yaitu rendah ( skor < 2 ), sedang ( 2 – 4 ), dan skor tinggi ( skor > 4 ). Terlihat bahwa status sosial responden hampir semuanya 110 orang (92 %) berada pada status sedang dan 10 orang (8 %) pada status tinggi, terbukti bahwa dalam penerapan sistim agroforestri dengan berbagai pola yang ada tidak melihat dari status sosial, dimana semua masyarakat ikut terlibat didalam kelembagaan baik lembaga formal atau informal yang ada di tingkat desa maupun di tingkat proyek. Dengan status sosial yang dimiliki responden hal ini akan mempengaruhi petani dalam menerima masukan dan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan penerapan model agroforestri baik yang telah diusahakan maupun yang
51
akan dikembangkan selanjutnya. Umumnya petani memutuskan sesuatu berdasarkan pengalaman yang mereka miliki dan untuk menerima masukan yang baru mereka sangat selektif dan biasanya ada ketidak percayaan terhadap sesuatu yang baru, tetapi sebaliknya mereka akan menerima inovasi yang baru jika hal ini sudah terbukti manfaatnya kepada petani lain. Biasanya dalam pengambilan keputusan dan dalam menerima inovasi yang baru dalam pengelolaan model agroforestri ditentukan oleh petani yang memiliki posisi atau status sosial yang tinggi. 1.7. Sifat Kosmopolitan Sifat kosmopolit merujuk pada keterbukaan petani terhadap inovasi usahatani melalui kegiatan penyuluhan maupun hubungan sesama petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di lokasi penelitian berada pada sifat kosmopolit
yang sedang sampai tinggi, untuk kategori rendah dengan skor
penilaian rendah (< 2) yaitu 0 %, penilaian sedang (2-4) 88 orang atau 73 % dan penilaian tinggi ( > 4)
32 orang atau 23 %. Untuk lebih jelasnya tentang
rekapitulasi distribusi responden berdasarkan sifat kosmopolitan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan kekosmopolitan Kekosmopolitan Rendah ( < 5 ) Sedang ( 5-10 ) Tinggi ( > 10 )
Lalang N % 0 20 10
0 67 33
Pola Agroforestri Tembawang Bawas N % N % 0 25 5
0 63 17
0 22 8
0 73 27
Karet N %
Total N %
0 21 9
0 88 32
0 70 30
5 - 13
Kisaran
9,12
Rata-rata
Dari
0 73 27
hasil
penelitian
dapat
digambarkan
bahwa
baiknya
sifat
kekosmopolitan yang dimiliki oleh responden dikarenakan sebagian besar responden terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan yang diadakan baik di tingkat desa maupun tingkat kecamatan berkaitan dengan model agroforestri yang diterapkan, begitu pula hubungan antara petani dan penyuluh dan hubungan petani satu dengan lainnya saling terbuka dalam memberikan masukan dan berbagi pengalaman yang didapatkan dalam usahatani yang dikembangkan.
52
Mobilitas petani dari desa ke kota Kecamatan dan Kabupaten cukup tinggi walaupun kondisi jalan penghubung dari desa ke kota Kecamatan kurang baik. Aksesibilitas dari desa ke kota cukup lancar dan mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua dan empat, untuk memperoleh informasi harga pasar, inovasi baru dalam berusahatani dan dalam memasarkan hasil usahataninya. Sentuhan dengan sumber-sumber informasi petani mudah memperoleh lewat saluran media televisi, siaran radio, dan dari para penyuluh, kondisi ini sangat membantu petani dalam memperoleh informasi dan untuk meningkatkan kekosmopolitan dari petani itu sendiri. 2. Karakteristik Eksternal Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik eksternal dari responden/petani yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agroforestri, baik agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas, dan lalang ditemukan 7 unsur karkteristik eksternal petani yang terkait dengan motivasi responden/petani dalam pelaksanaan kegiatan agroforestri tersebut yaitu: ketersedian saprodi, penyuluhan, bantuan modal, penggunaan tenaga kerja, pendapatan, peluang pasar dan aktivitas usahatani. Untuk lebih jelasnya tentang unsur-unsur karakteristik eksternal petani pada berbagai pola agroforestri diuraikan sebagai berikut: 2.1. Ketersediaan Sarana Produksi Ketersediaan saprodi merujuk pada kesesuaian saprodi yang dimiliki oleh responden dalam penerapan model agroforestri, baik dilihat dari jenis dan jumlah peralatan yang tersedia, jenis dan jumlah pupuk yang tersedia, jenis dan jumlah obat-obatan dan jenis dan jumlah bibit yang akan ditanam, baik untuk tanaman pertanian maupun untuk tanaman kehutanan. Untuk itu kepemilikan saprodi di kategorikan menjadi tingkatan tidak sesuai (skor < 8), kurang sesuai (skor 8-16) dan sangat sesuai dengan dengan (skor > 16). Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat dalam berusahatani model agroforestri yang selama ini diterapkan dari segi kepemilikan dan penggunaan sarana produksi baik peralatan, pupuk, obat-obatan masih kurang sesuai atau dalam tataran masih konvensional dan penggunaan bibit disesuaikan dengan kebiasaan yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka dan kadang
53
kadang mengikuti anjuran dari penyuluh. Selanjutnya dari hasil penelitian ditemukan distribusi responden berdasarkan kepemilikan saprodi yang rinciannya disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan ketersediaan saprodi Pola agroforestri Ketersediaan Saprodi Rendah ( < 8 ) Sedang ( 9-16 ) Tinggi ( > 16 ) Kisaran Rata-rata
Lalang N % 0 24 6
0 80 20
Tembawang N % 0 28 2
0 93 7
Bawas N %
N
%
0 26 4
0 27 3
0 90 10
0 87 13
Karet
Total N % 0 105 15
0 88 12 9 – 24 13
Data pada Tabel 14 memperlihatkan bahwa secara umum dari 120 responden ternyata 105 responden (88%) terdapat ketersediaan saprodi yang termasuk dalam kategori sedang, 15 responden (12%) termasuk kategori tinggi. Sementara petani yang memiliki saprodi berkisar antara sedang sampai tinggi dengan skor antara 9 sampai 24, dan rata-ratanya adalah 13. Selanjutnya masingmasing pola agroforestri dari aspek ketersediaan saprodi menunjukkan data yang relatif sama, dimana secara umum termasuk dalam kategori sedang yaitu dengan tingkat ketersediaan saprodi berkisar antara 9 sampai 16. Bagi petani yang memiliki saprodi pada kategori tinggi lebih dikarenakan para petani tersebut mempunyai pendapatan yang relatif tinggi, sehingga tersedianya biaya untuk pengadaan kebutuhan saprodi tersebut. Disamping itu memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, sehingga memiliki pemahaman tentang pentingnya kebutuhan saprodi dalam upaya peningkatan pertumbuhan tanaman yang terdapat pada setiap pola agroforestri yang mereka miliki, yang pada akhirnya akan menghasilkan produksi yang maksimal, dan memperoleh pendapat yang maksimal pada akhir daur. 2.2 Intensitas Penyuluhan Intensitas penyuluhan merupakan jumlah pertemuan antara penyuluh dengan responden yang membicarakan tentang masalah usahatani dan tanaman kehutanan dari model agroforestri. Penyuluhan memilki arti penting bagi petani, karena melalui kegiatan penyuluhan mereka dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan menuju praktek agroforestri yang lebih baik dan secara
54
ekologi, ekonomi dan sosial budaya dapat diterima dan tidak bertentangan dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan para responden/petani terkait dengan karakteristik eksternal petani dari aspek intensitas penyuluhan ditemukan distribusi responden yang rekapitulasinya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan intensitas penyuluhan Intensitas Penyuluhan Rendah ( < 7 ) Sedang ( 7-14 ) Tinggi ( > 14 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang N % 0 18 12
0 60 40
Karet N
%
0 15 15
0 50 50
Pola agroforestri Bawas Lalang N % N % 0 24 6
0 80 20
0 19 11
0 83 37
Total N
%
0 76 44
0 63 37 8 - 17 13,6
Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa intensitas penyuluhan yang didapatkan oleh responden masuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 76 orang (63 %), kategori tinggi sebanyak 44 orang (37 %) dan semua responden pernah mengikuti penyuluhan dan pelatihan ataupun magang dalam meningkatkan pengetahuan petani dalam berusahatani. Penyuluhan dilakukan secara rutin dan sesuai kebutuhan baik oleh penyuluh Kecamatan maupun oleh penyuluh Kabupaten dari instansi terkait dengan materi penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan atau model usahatani yang dilakukan petani. Kualitas dari penyuluh dipandang mampu oleh petani dalam menyampaikan materi penyuluhan dan jalannya penyuluhan cukup interaktif dimana petani dan penyuluh sama-sama berbagi pengalaman disamping menyampaikan pengalaman yang baru kepada petani dan aplikatif karena langsung dipraktekkan dilapangan. Keikutsertaan petani dalam penyuluhan termasuk cukup tinggi hal ini disebabkan adanya keingintahuan petani akan sesuatu yang baru dalam meningkatkan usahatani mereka dan juga untuk mendiskusi permasalahan yang dihadapi serta pemecahan masalah dan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang ada. 2.3. Bantuan Modal Modal diartikan sebagai persediaan (stok) barang-barang dan jasa yang tidak segera digunakan untuk komsumsi, namun digunakan untuk meningkatkan
55
volume konsumsi di masa mendatang melalui proses produksi. Pembentukan modal diartikan sebagai suatu proses beberapa bagian pendapatan yang ada disisihkan atau diinvestasi untuk memperbesar output di kemudian hari. Hermanto (1989) menyatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lainnya dalam menghasilkan barang baru. Penciptaan modal oleh petani biasanya dilakukan dengan menyisihkan sebagian hasil pertanian musim lalu (menabung) untuk tujuan yang produktif. Modal usaha yang digunakan petani dalam berusahatani dapat berasal dari dirinya sendiri maupun dari pinjaman pada pihak lain, seperti pada pedagang dan lembaga keuangan baik koperasi maupun bank yang berada di tingkat desa atau kecamatan. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan para responden/petani ditemukan distribusi ketersedian modal petani yang rekapitulasi distribusi responden dari aspek kepemilikan modal disajikan pada tabel 16. Tabel 16. Distribusi responden berdasarkan bantuan modal Bantuan Modal
Tembawang N
Rendah ( < 4 ) Sedang ( 4-12 ) Tinggi ( > 12 )
0 29 1
% 0 97 3
Karet N 0 30 0
Pola agroforestri Bawas % 0 10 0 0
Kisaran Rata-rata
Lalang
Total
N
%
N
%
N
%
0 30 0
0 100 0
0 26 4
0 87 13
0 115 5
0 96 4 6 - 15 4,06
Karakteristik bantuan modal petani yang meliputi ketersediaan sarana produksi berupa pupuk, pestisida, peralatan pertanian, kepemilikan ternak dan cara memperoleh sarana produksi dalam mendukung kegiatan usahatani, di sebagian besar masuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 115 orang (96 %), kategori tinggi sebanyak 5 orang (4 %). Hal ini menunjukan kepemilikan modal ditingkat petani masih dalam skala pemenuhan kebutuhan rumah tangga belum mengarah kepada skala pengembangan usaha. Bantuan modal dalam pelaksanaan usahatani agroforestri pola Kebun Karet, Bawas dan pola Lalang sebagian besar disubsidi dari kegiatan proyek, sedangkan untuk pengembangan pola Tembawang murni menggunakan modal petani.
56
2.4 Penggunaan tenaga kerja Bryant (1990) menyatakan ukuran, komposisi dan struktur keluarga menentukan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga petani yang akan dicurahkan dalam berusahatani. Tenaga kerja merupakan modal keluarga yang diivestasikan dalam berusaha tani dan besar kecilnya tenaga kerja yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk melakukan kegiatan agroforestri. Tingkat penggunaan tenaga kerja menunjuk pada jumlah tenaga kerja baik pria, wanita maupun anak-anak pada berbagai tingkat umur dalam satu keluarga yang digunakan khususnya dalam usaha tani agroforestri. Untuk itu berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan para responden/petani diperoleh distribusi responden berdasarkan tenaga kerja yang rekapitulasinya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Distribusi responden berdasarkan penggunaan tenaga kerja Penggunaan Tenaga Kerja Rendah ( < 1,2 ) Sedang ( 1,2-2,4 ) Tinggi ( > 2,4 ) Kisaran Rata-rata
Lalang N % 2 23 5
7 77 16
Pola agroforestri Tembawang Bawas N % N % 2 19 9
7 63 30
1 14 15
3 47 50
Karet N %
Total N %
5 20 5
10 76 34
17 66 17
8 64 28 1 – 3,8 2,12
Data pada Tabel 17 menggambarkan bahwa secara umum tingkat penggunaan tenaga kerja petani pada berbagi pola agroforestri ternyata 64 % termasuk kategori sedang, 28 % termasuk kategori tinggi, dan hanya 8 % yang termasuk dalam kategori rendah. Untuk itu berdasarkan hasil penelitian ini bahwa untuk pelaksanaan kegiatan berbagai pola agroforestri di Sanggau Kalimantan Barat cukup tersedianya tenaga kerja dari masing-masing keluarga para petani. Dalam melakukan usahatani model agroforestri umumnya petani menggunakan secara maksimal tenaga kerja yang dimiliki baik dalam aktifitas pengolahan maupun pada aktifitas pemanenan hasil, dan sudah menjadi budaya masyarakat setempat dalam pembukaan dan penyiapan lahan (penebasan pohon dan pembakaran lahan) memerlukan pelibatan tenaga kerja dari luar keluarga dan dilakukan secara gotong-royong tanpa memberikan upah kerja hal ini
57
dimaksudkan untuk memelihara sistim kekerabatan tetap berlangsung diantara keluarga petani. 2.5. Pendapatan Pendapatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah merupakan Pendapatan responden yang diterima dari penerapan usahatani agroforestri untuk mendukung biaya hidup sehari-hari dalam keluarga berupa biaya sandang, papan dan pangan. Pendapatan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak melihat asal sumber dari pendapatan responden tetapi dari hasil wawancara yang disampaikan lewat quisioner adapun keterbatasan dan kecenderungannya sebagian besar dari petani tidak menyampaikan data yang sebenarnya mengenai pendapatan mereka dari kegiatan usahataninya. Sebagian besar dari responden berpenghasilan dari melakukan berbagai model agroforestri yang ada. Hasil penelitian dikategorikan dalam tiga tingkatan masing-masing untuk pendapatan dengan karegori rendah < Rp. 475.000 per bulan, kategori sedang Rp. 475.000 – Rp. 950.000 per bulan dan kategori pendapatan tinggi > Rp.950.000 per bulan. Khusus untuk kategori dengan pendapatan tinggi terdapat pada responden yang melakukan agroforestri pola Kebun Karet selanjutnya pada pola Tembawang dan pola Bawas sedangkan pendapatan terendah diperoleh dari responden pelaku pola Lalang. Selanjutnya rincian distribusi responden dari aspek tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan Tingkat Pendapatan (Ribuan// Bulan) Rendah ( < 475 ) Sedang ( 475-950 ) Tinggi ( > 950 ) Kisaran Rata-rata
Lalang
Tembawang
Pola agroforestri Bawas
Karet
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
23 7 o
77 23 0
18 12 0
60 40 0
8 22 0
27 73 0
11 13 6
37 43 20
60 54 6
50 45 5
275 000 – 1.250 000 530.783
Secara umum pendapatan dari usahatani pola agroforestri yang dilakukan responden diperoleh hasil yaitu kategori rendah 60 orang (50 %), kategori sedang 54 orang (45 %) dan kategori tinggi 6 orang atau hanya 5 %. Dilihat dari dari aspek pendapatan para petani pelaku kegiatan agroforestri di Desa Idas berada pada posisi rendah tentunya akan berpengaruh terhadap keberadaan dan keberlangsungan lahan yang diusahakan untuk program agroforestri, dimana
58
pendapatan yang diperoleh para petani hanya cukup untuk membiaya kebutuhan hidup, sehingga tidak cukup tersedia dana untuk membeli kebutuhan saprodi yang akan digunakan untuk pelaksanaan kegiatan agroforestri tersebut. 2.6 Pemasaran Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden/petani sebagai pelaksana kegiatan pada berbagai pola agroforestri di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ditemukan karakteristik ekstenal dari aspek peluang pasar yang riciannya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Distribusi responden berdasarkan peluang pasar
Peluang Pasar Rendah ( < 5 ) Sedang (5-10 ) Tinggi ( > 10 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang N 0 23 7
% 0 77 23
Pola agroforestri Karet Bawas N 0 29 1
% 0 97 3
N 0 27 3
% 0 90 10
Lalang N 0 20 10
% 0 67 33
Total N 0 99 21
% 0 83 17
Peluang pasar dari hasil hasil agroforestri dikategorikan dari rendah sampai tinggi, khusus untuk kategori rendah dengan skor < 5, sedang dengan skor antara 5 - 10 dan kategori tinggi dengan skor >10. Dari masing-masing pola memiliki peluang pasar mulai dari kategori sedang sampai tinggi. Kelembagaan dan model pemasaran di wilayah penelitian dalam memasarkan hasil-hasil usaha agroforestri sebagian besar melalui koperasi yang ada di desa tersebut dan sebagian lewat pedagang pengumpul yang datang membeli dilokasi dengan cara pertukaran dengan bahan sembako. Kondisi ini disebabkan oleh sulitnya aksesibilitas menuju ke desa dan harus menempuh jarak yang cukup jauh menuju ibukota Kecamatan tetangga untuk memasarkan hasil hasil agroforestri, disamping itu kondisi jalan yang rusak berat menyebabkan sangat jarang kendaraan roda empat untuk masuk ke desa tersebut. Sehingga untuk memasarkan hasil dari agroforestri maupun hasil dari usahatani sebagian besar responden menjualnya kepada para pedagang pengumpul yang berasal dari ibukota Kecamatan baik dari kecamatan Kembayan maupun Noyan yang sengaja datang ke Desa Idas untuk mengangkut hasil produksi dengan kendaraan roda empat atau kendaraan roda dua. Pilihan tersebut dilakukan oleh petani mengingat
59
besarnya biaya yang harus dikeluarkan apabila mereka ingin menjual langsung ke ibukota Kecamatan. 2.7 Aktivitas Usahatani Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden/petani sebagai pelaksana kegiatan pada berbagai pola agroforestri di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ditemukan karakteristik ekstenal dari aspek aktivitas usahatani, yang rinciaannya disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Distribusi responden berdasarkan aktivitas usahatani
Aktivitas Usahatani Rendah ( < 20 ) Sedang (20-40 ) Tinggi ( > 40 ) Kisaran Rata-rata
Tembawang
Karet
Pola agroforestri Bawas
Lalang
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
0 30 0
0 100 0
0 21 9
0 70 30
0 23 7
0 77 23
0 22 8
0 73 27
0 96 24
0 80 20
27-45 36,9
Aktifitas yang dilakukan oleh petani dalam kegiatan usahatani agroforestri berada pada tingkat sedang 96 orang atau meliputi 80% dan 24 orang atau 20%. Aktifitas usahatani yang dilakukan meliputi penyiapan lahan, penggunaan saprodi, pemilihan bibit, pemeliharaan tanaman dan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit sebagian masih mempraktekkan cara berusahatani yang sifatnya masih tradisional begitupun dalam penggunaan peralatan masih menggunakan peralatan yang konvensional.
Analisis Kelayakan Finansial Agroforestri Perhitungan analisis kelayakan finansial untuk kegiatan agroforestri, baik pada pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang dilakukan berdasarkan informasi
yang
diperoleh
dari
hasil
wawancara
dengan
para
responden/masyarakat, berkaitan dengan pola pengelolaan yang dikembangkan oleh masyarakat, dan berdasarkan hasil pengukuran potensi tegakan pada berbagai pola agroforestri tersebut. Untuk itu kelayakan pengusahaan berbagai pola agroforestri tersebut dengan menggunakan metode aliran kas dari biaya dan pendapatan yang terdiskonto. Dalam analisis kelayakan finansial ini jangka waktu yang digunakan adalah berdasarkan daur (siklus tebang) ekonomis, dimana untuk
60
pola tembawang digunakan daur 35 tahun, untuk pola kebun karet digunakan daur 25 tahun, untuk pola bawas digunakan daur 35 tahun, dan untuk pola lalang digunakan daur 8 tahun. Berdasarkan hasil perhitungan berdasarkan biaya produksi dan harga jual pada akhir daur diperoleh pendapatan untuk masing-masing pola agroforestri yang terdapat di Desa Idas seperti tertera pada Tabel 21. Tabel 21. Distribusi pendapatan berdasarkan pola agroforestri Pola Agroforestri Tembawang
Biaya Produksi (Rp) 14.685.000
Kebun Karet
4,893.000
Bawas
5.102.000
Lalang
3.355.000
170,07
Harga (Rp/m3) 750.000
Pendapatan (Rp/tahun) 766.859.800*
110,30
150.000
116.158.550*
750.000
122.235.093
150.000
7.893.791
Potensi (m3/ha)
163,00 52,29
Keterangan: *total pendapatan sudah termasuk pendapatan dari hasil non kayu
Data pada Tabel 21 menggambarkan bahwa setiap pola agroforestri yang dikembangkan di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat membutuhkan biaya produksi yang bervariasi, dimana dalam hal ini lebih dipengaruhi oleh bervariasinya jenis tanaman yang ditanam, dimana untuk setiap jenis tanaman mempunyai harga yang berbeda. Khusus untuk pola tembawang jenis tanaman yang dikembangkan terdiri dari jenis tanaman buah dengan harga yang lebih tinggi, dan jenis tanaman kayu-kayuan yang didominasi jenis tanaman dari famili Dipterocarpaceae juga dengan harga yang relatif tinggi. Sedangkan pada pola lalang jenis tanaman yang ditanam adalah jenis akasia dengan harga bibit yang relatif murah. Dari aspek harga kayu, dimana untuk kayu-kayu yang dihasilkan dari agroforestri pola tembawang dan pola bawas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga kayu karet yang dihasilkan dari agoforestri pola kebun karet. Begitu juga halnya dengan harga kayu akasia yang dihasilkan dari agroforestri pola lalang hanya 150 ribu/m3.
Harga kayu dari setiap pola agroforestri sangat
menentukan pendapatan yang diperoleh para petani, dalam hal ini kontribusi pendapatan terbesar diperoleh petani dari agroforestri pola tembawang, diikuti pola kebun karet, disusul pola bawas, dan kontribusi pendapatan terendah adalah dari agroforestri pola lalang.
61
Selanjutnya besarnya suku bunga yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial terhadap kegiatan berbagai pola agroforestri adalah 14 %, dan satuan yang digunakan berdasarkan perhektar lahan. Selanjutnya rincian penghitungan kelayakan finansial untuk berbagai pola agroforestri di Sanggau Kalimantan Barat disajikan pada Lampiran 10, 11, 12, dan Lampiran 13. Sedangkan rekapitulasi hasil perhitungan kelayakan finansialnya disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Analisis Finansial masing-masing pola pengelolaan agroforestri No
Pola agroforestri
Daur (tahun)
Discount Factor (DF)
NPV (Rp)
IRR (%)
B/C Rasio
1
Tembawang
35
14%
51.851.785
44
12,64
2
Karet
25
14%
8.308.056
28
2,12
3
Bawas
35
14%
93.273.606
26
0,38
4
Lalang
8
14%
35.280
14
0,99
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 22
memperlihatkan bahwa
hasil analisis kelayakan finansial untuk masing-masing pola agroforestri, baik pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau ternyata memberikan hasil yang sangat bervariasi, dimana pada kondisi Discount Factor (DF) yang sama untuk setiap pola agroforestri yaitu 14 % menghasilkan nilai NPV berkisar antara Rp 35.280 sampai Rp 93.273.606, dan menghasilkan nilai IRR antara 14 % sampai 44 %, sedangkan nilai B/C Rasio antara 0,38 sampai 12,64. Daur atau siklus tebang yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada daur ekonomis, untuk itu setiap pola agroforestri daur ekonomisnya berbeda-beda, dimana untuk agroforestri pola tembawang daurnya 35 tahun, kebun karet 25 tahun, bawas 35 tahun, dan lalang daurnya 8 tahun. Secara umum kelayakan finansial untuk berbagai pola kegiatan agroforestri yang ada di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat sangat ditentukan oleh potensi kayu yang terdapat pada masingmasing pola agroforestri tersebut. Sementara potensi kayu per hektar pada setiap pola agroforestri tersebut tergantung pada jenis kayu dan kerapatan tegakan untuk setiap jenis kayu, diameter dan tinggi pohon untuk setiap jenis pohon. Disamping itu kelayakan finansial kegiatan tersebut ditentukan harga kayu dari setiap jenis
62
kayu yang diproduksi dari masing-masing pola agroforestri. Dalam hal ini harga kayu yang digunakan adalah harga kayu berdasarkan harga pasar yang berlaku diwilayah penelitian. Selanjutnya kelayakan finansial untuk masing-masing pola agroforestri diuraikan sebagai berikut: Pola Tembawang Berdasarkan data hasil analisis kelayakan finansial yang tertera pada Tabel 22 terkait dengan kegiatan agroforestri pola tembawang memperlihatkan bahwa pada kondisi Discount Factor (DF) 14 % dan daur atau silkus tebang secara ekonomis pada umur 35 tahun, maka menghasilkan penerimaan sekarang bersih (NPV) sebesar Rp. 51.851.785 per tahun. Sementara dengan nilai tingkat pengembalian (IRR) 44 %, artinya sampai tingkat suku bunga tersebut kredit usaha tani untuk kegiatan agroforestri pola tembawang masih menguntungkan. Disisi lain dari analisis ini juga menghasilkan rasio manfaat biaya (B/C) sebesar 12,64, artinya investasi satu rupiah pada factor disconto 14 % akan memberikan pengembalian sebesar 12,64 rupiah. Karena nilai B/C yang dihasilkan lebih besar dari satu, maka kegiatan agroforestri pola tembawang di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau layak dan dapat dilanjutkan oleh para petani, karena dapat memberikan keuntungan kepada para petani.
Pola Karet Berdasarkan data hasil analisis kelayakan finansial yang tertera pada Tabel 22 terkait dengan kegiatan agroforestri pola kebun karet memperlihatkan bahwa pada kondisi Discount Factor (DF) 14 % dan daur atau silkus tebang secara ekonomis pada umur 25 tahun, menghasilkan penerimaan sekarang bersih (NPV) sebesar Rp. 8.308.056 per tahun. Sementara dengan nilai tingkat pengembalian (IRR) 28%, artinya sampai tingkat suku bunga tersebut kredit usaha tani untuk kegiatan agroforestri pola tembawang masih menguntungkan. Disisi lain dari analisis ini juga menghasilkan rasio manfaat biaya (B/C) sebesar 2,12, artinya investasi satu rupiah pada factor disconto 14 % akan memberikan pengembalian sebesar 2,12 rupiah. Mengingat nilai B/C yang dihasilkan lebih besar dari satu,
63
maka kegiatan agroforestri pola kebun karet di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau layak dan dapat dilanjutkan oleh para petani, karena dapat memberikan keuntungan kepada para petani. Pola Bawas Berdasarkan data hasil analisis kelayakan finansial yang tertera pada Tabel 22 terkait dengan kegiatan agroforestri pola bawas memperlihatkan bahwa pada kondisi Discount Factor (DF) 14 % dan daur atau silkus tebang secara ekonomis pada umur 35 tahun, menghasilkan NPV sebesar Rp. 93.273.606 per tahun. Sementara dengan nilai IRR 26%, artinya sampai tingkat suku bunga tersebut kredit usaha tani untuk kegiatan agroforestri pola bawas masih menguntungkan. Disisi lain dari analisis ini juga menghasilkan B/C sebesar 0,38, artinya investasi satu rupiah pada factor disconto 14 % akan memberikan pengembalian sebesar 0,38 rupiah. Karena nilai B/C yang dihasilkan lebih kecil dari satu, maka kegiatan agroforestri pola bawas di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau tidak layak dan tidak dapat dilanjutkan oleh para petani, karena tidak dapat memberikan keuntungan kepada para petani jika kegiatan tersebut tetap dilanjutkan.
Pola Lalang Berdasarkan data hasil analisis kelayakan finansial yang tertera pada Tabel 22 terkait dengan kegiatan agroforestri pola lalang memperlihatkan bahwa pada kondisi Discount Factor (DF) 14 % dan daur atau silkus tebang secara ekonomis pada umur 8 tahun, menghasilkan NPV sebesar Rp. 35.280 per tahun. Sementara dengan nilai IRR 14%, artinya sampai tingkat suku bunga tersebut kredit usaha tani untuk kegiatan agroforestri pola tembawang masih menguntunmgkan. Disisi lain dari analisis ini juga menghasilkan B/C sebesar 0,99, artinya investasi satu rupiah pada factor disconto 14 % akan memberikan pengembalian sebesar 0,99 rupiah. Karena nilai B/C yang dihasilkan lebih kecil dari satu, maka kegiatan agroforestri pola lalang di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau tidak layak dan tidak dapat dilanjutkan oleh para petani, karena tidak dapat
64
memberikan keuntungan kepada para petani jika kegiatan tersebut tetap dilanjutkan.
Analisis Korelasi Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Motivasi petani pada Berbagai Pola Agroforestri Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik faktor internal dan faktor eksternal yang sudah dibahas pada sub bab analisis sosial ekonomi, lebih lanjut dilakukan analisis korelasi faktor internal dan eksternal terhadap motivasi petani dalam melaksanakan kegiatan agroforestri di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, baik terhadap pola tembawang, pola kebun karet, pola bawas, dan pola lalang. Untuk menganalisis korelasi ini dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda (program SPSS). Hasil dari analisis regresi terhadap berbagai pola agroforestri diuraikan sebagai berikut: Pola Tembawang Berdasarkan hasil analisis regresi terkait dengan korelasi anatara faktor internal dan faktor ekternal terhadap motivasi petani pada kegiatan agroforestri pola tembawang diperoleh anovanya seperti tertera pada Lampiran 25. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan sebagai berikut: y = 15,102 + 0,041 X14 + 0,332 X22 + 0,666 X25 + e Berdasarkan persamaan tersebut ternyata tingkat motivasi petani pada pola tembawang dipengaruhi oleh faktor pengalaman usaha tani (X14), intensitas penyuluhan (X22), dan pendapatan petani (X25). Ketiga faktor tersebut berkorelasi secara positif terhadap motivasi petani dalam melakukan kegiatan agroforestri pola tembawang, artinya motivasi para petani untuk melakukan kegiatan pengembangan agroforestri pola tembawang sangat ditentukan oleh ketiga faktor tersebut, dimana para petani akan lebih bersemangat untuk melaksanakan semua program dan arahan yang dianjurkan oleh pihak pelaksana proyek (SFDP-PPHK). Namun demikian sebenarnya tanpa adanya kegiatan proyek SFDP-PPHK pun masyarakat di Desa Idas, sudah melakukan kegiatan agroforestri pola tembawang secara turun-temurun, karena dengan pola tembawang masyarakat dapat memperoleh hasil dari kayu dan non kayu, sehingga
65
masyarakat dapat memperoleh pendapatan untuk kebutuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Namun dengan adanya proyek SFDPPPHK ini para petani/masyarakat akan lebih meningkat motivasi untuk mengembangkan agroforestri pola tembawang di lahan-lahan mareka. Selanjutnya semakin tinggi pengalaman berusaha tani bagi setiap petani, terutama pengalaman dalam pengembangan agroforestri tembawang, membuat para petani lebih memahami terkait dengan teknik dan strategi pengelolaan tembawang, mulai dari kegiatan pembersihan lahan, perbenihan, persemaian, kegaiatan penanaman, dan kegiatan pemeliharan termasuk pemberantasan hama dan penyakit, serta teknologi pemanenan, dalam hal ini semua tahapan pekerjaan tersebut dapat dikerjakan secara efektif dan efisien. Begitu juga halnya dengan intensitas penyuluhan, dimana semakin sering para petani diberikan penyuluhan, bimbingan baik terkait teknis dan non teknis, membuat para petani dengan mudah dapat memahami dan meyakinkan para petani tentang manfaat yang akan diperoleh melalui pengembangan tembawang, sehingga membuat para petani bersemangat untuk melaksanakan semua tahapan kegiatan pada agroforestri pola tembawang. Disamping itu pendapatan para petani juga ikut berpengaruh terhadap motivasi petani untuk melaksanakan program pengembangan agroforestri pola tembawang, dimana bagi petani dengan tingkat pendapatan lebih tinggi, tentunya sebagian dari pendapatan tersebut dapat digunakan untuk membeli kebutuhan saprodi dan biaya lainnya dalam rangka pengembangan agroforestri tembawang tersebut. Pola Kebun Karet Berdasarkan hasil analisis regresi terkait dengan korelasi antara faktor internal dan faktor ekternal terhadap motivasi petani pada kegiatan agroforestri pola kebun karet diperoleh anovanya seperti tertera pada Lampiran 26. Selajutnya berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan sebagai berikut: y = 17,007 + 0,22 X14 + 1,46 X24 + 0,78 X25 + e Berdasarkan persamaan tersebut ternyata tingkat motivasi petani pada pola kebun karet dipengaruhi oleh faktor pengalaman usaha tani (X14), tenaga kerja (X24), dan pendapatan (X25). Ketiga faktor tersebut berkorelasi positif terhadap motivasi petani dalam melaksanakan program pengembangan agroforestri pola
66
kebun karet. Semakin tinggi jumlah tenaga kerja dan pendapatan maka semakin tinggi pula motivasi dalam kegiatan agroforestri, dimana pada kegiatan pengambangan agroforestri kebun karet dilakukan pada lahan milik masyarakat, dan semua tahapan kegiatan dilakukan oleh masing-masing petani, kecuali kebutuhan bibit karet yang disediakan oleh pihak Proyek SFDP-PPHK. Untuk ketersediaan dan jumlah anggota keluarga para petani yang dapat membatu dalam pelaksanaan kegiatan agroforestri ini tentunya akan sangat membantu. Sementara bagi petani yang mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi, tentunya jika tidak tersedia tenaga keluarganya sendiri, akan mengajak tenaga kerja dari luar untuk melakukan tahapan kegiatan pada pola agroforestri tersebut. Pola Bawas Berdasarkan hasil analisis regresi terkait dengan korelasi anatara faktor internal dan faktor ekternal terhadap motivasi petani pada kegiatan agroforestri pola bawas diperoleh anovanya seperti tertera pada Lampiran 27. Selajutnya berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan sebagai berikut: y = 3,012 + 0,048 X24 + 0,205 X27 + e Berdasarkan persamaan tersebut ternyata tingkat motivasi petani pada pola bawas hanya dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja (X24), dan aktivitas usaha tani (X27). Kedua faktor tersebut berkorelasi positif terhadap motivasi petani dalam melaksanakan kegiatan agroforestri pola bawas. Semakin tinggi kedua faktor tersebut maka semakin tinggi pula tingkat motivasi petani dalam melakukan kegiatan agroforestri, sementara faktor lain tidak berpengaruh terhadap tingkat motivasi petani dalam kegiatan agroforestri. Pola Lalang Berdasarkan hasil analisis regresi terkait dengan korelasi anatara faktor internal dan faktor ekternal terhadap motivasi petani pada kegiatan agroforestri pola lalang diperoleh anovanya seperti tertera pada Lampiran 28. Selajutnya berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan sebagai berikut: y = 10,41 – 0,079X11 + 0,074X14 + 0,25X27 + e Berdasarkan persamaan tersebut ternyata tingkat motivasi petani pada pola lalang dipengaruhi oleh faktor umur (X11), pengalaman usaha tani (X14), dan
67
aktivitas usaha tani (X27). Pengalaman usaha tani dan aktivitas usaha tani berkorelasi positif, sedangkan umur petani berkorelasi negatif terhadap motivasi petani dalam melaksanakan kegiatan pengembangan agroforestri pola lalang. Semakin tinggi umur petani maka motivasi petani semakin menurun, hal ini dikarenakan semakin tua umur petani fisik dan daya pikir petani semakin menurun. Sementara semakin tinggi pengalaman berusaha tani dan semakin tinggi aktivitas usaha tani, tentunya membuat para petani lebih mudah memahami dan menerima masukan terkait dengan program pengembangan agroforestri, sehingga akan dapat meningkatkan motivasi petani untuk melaksanakan program tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat/petani yang beraktivitas pada pola lalang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun demikian, pengalaman petani menjadikan mereka mengerti akan kelebihan dan keuntungan yang didapatkan apabila pola agroforestri diterapkan dengan maksimal.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil Analisis faktor karakteristik internal dan eksternal sosial ekonomi petani, analisis kelayakan finansial, dan analisis korelasi dalam kaitannya dengan pengembangan agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang, maka dapat dirumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Kesimpulan a. Faktor karakteristik internal dan eksternal petani yang berhubungan motivasi petani melakukan kegiatan agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang di Sanggau Kalimantan Barat yaitu umur, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaman berusahatani, persepsi, status sosial, dan sifat kosmopolitan, sedangkan faktor eksternal yaitu ketersedian saprodi, intensitas penyuluhan, bantuan modal, penggunaan tenaga kerja, pendapatan, peluang pasar, dan aktivitas usaha tani. b. Berdasarkan
hasil
analisis
korelasi
ternyata
faktor-faktor
yang
berpengaruh nyata terhadap motivasi petani untuk melakukan kegiatan agroforestri pola
tembawang adalah: pengalaman usahatani, intensitas
penyuluhan dan pendapatan (berkorelasi positif). Untuk pola kebun karet dipengaruhi secara nyata oleh: pengalaman usahatani, tenaga kerja dan pendapatan (berkolerasi positif). Adapun motivasi petani pola bawas berkorelasi secara positif dengan tenaga kerja dan aktivitas usahatani sedangkan pola lalang berkorelasi secara negatif dengan umur petani dan secara positif dengan tingkat pendidikan dan jumlah tenaga kerja. c. Berdasarkan analisis kelayakan finansial bahwa kegiatan agroforestri pola tembawang, dan pola kebun karet, layak untuk dikembangkan. Sedangkan untuk pola bawas dan lalang tidak layak untuk dikembangkan walaupun nilai NPV dan IRR-nya tinggi, tetapi nilai B/C < 1
70
2. Saran a. Kegiatan agroforestri pola tembawang dan kebun karet layak secara finansial, maka diharapkan kepada para pihak, terutama Pemda setempat untuk melanjutkan pengembangan agroforestri tersebut di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. b. Pemberdayaan, pembinaan, penyuluhan dan pendampingan kepada petani agroforestri pola tembawang dan kebun karet perlu dilakukan secara terusmenerus, sampai para petani mandiri. Disamping itu organisasi kelompok tani perlu diperkuat dan dibangun akses pasar, agar motivasi petani terbangun.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, W. 2006. Analisis Keuntungan Pengusahaan Hutan Pinus (Pinus merkusii et de Vriese) di KPH Pekalongan Barat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. XII No. 3:26-39 (2006) Asnawi, S. 2002. Teori Motivasi Dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Studio Press Bakir, Z dan Manning, C. 1984. Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali Press. Bryant, WK. 1990. The Economic Organization of The Household. Cambridge University Press Cambridge. [Dephut] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal RLPS. 2001. Perkembangan Hutan Kemasyarakatan sampai dengan Mei 2001. [Dephut] Departemen Kehutanan 2001. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Nomor 31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Darusman, D. 1981. Pengantar Perencanaan Pembangunan Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. David. 1992. Memacu Masyarakat Berprestasi. Intermedia Jakarta. Desa Idas. 2006. Monografi Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Gittinger, JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Terjemahan Komet Mangiri, Slamet Sutomo. Jakarta UI-Press. Gouyon, A. de Foresta H dan Levang P. 1993. Kebun Karet Campuran di Jambi dan Sumatera Selatan. Bogor: International Centre for Research in Agroforestry. Gregory, C. Robinson. 1987. Resource Economics for Foresters. John Willey & Sons, New York. Handoko, M. 1995. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Hermanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
72 [IPB] Institut Pertanian Bogor. 2004. Pedoman Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Bogor: IPB Press. Joshi, L. Winatani, G. Vincent, G. Boutin. Akiefnawati, R. Manurung, G. van Noordwijk, M. 2001. Wanatani Kompleks Berbasis Karet: tantangan untuk Pengembangan. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor. Kadariah, Karlina, L., Gray, C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta. Kadir, W A. 2005. Pengembangan Sosial Forestry di SPUC Borisallo : Analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat / Abdul Kadir W. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 297-309 Kartasapoetra, AG. 1988. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara Kartasubrata, J. 1992. Agroforestri dalam Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia Klemperer, W.D. 1996. Forest Resource Economics and Finance. Mc. Graw – Hill. Singapore. Manurung, EGT. 1989. Analisis Biaya-Manfaat Pilot Proyek Perhutanan Sosial dan Optimalisasi Usaha tumpang sari di Resort Pemangkuan Hutan Kiara Payung, HPH Cianjur Jawa Barat [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Momberg, F. 1993. Tembawang di Kalimantan Barat, editor. Ketika Kebun Berupa Hutan. Agroforest Khas Indonesia -. Bogor: Penerbit ICRAF; IRD; Ford Foundation. Mosher, AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna. Nair, PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. The Netherland: Kluwer Academic in Cooperation with ICRAF. Padmowihardjo, S. 1994. Materi Pokok Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Pangihutan, J.J. 2003. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat di Desa Langkap, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
73 Petri, LH. 1981. Motivation : Theory and Research. California: Wadsworth Publishing Co. Rogers, EM. 1983. Diffusion of Innovation. Third Edition. New York: Fress Press Rukka, H. 2003. Motivasi Petani Dalam Menerapkan Usahatani Organik (Kasus di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Barat [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Sabti, A. 1997. Motivasi Petani dalam Pemanfaatan Lahan Terbuka diantara Pohon Kelapa di Kabupaten Aceh Timur [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sevilla, C. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Press. Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik. Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia. SK
Menhut No. 31/Kpts-II/2001. Kemasyarakatan.
Tentang
Penyelenggaraan
Hutan
Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali. Suharjito, D dan Darusman D. 1998. Karakteristik Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media. Suharjito, D dan Darusman D. 1998. Kehutanan Masyarakat Beragam Pola Partisifasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor dan Ford Foundation. Sundawati, L. 1993. The Dayak Garden Systems in Sanggau District – West Kalimantan an Agroforestry Model. Gottingen: Georg – August University Gottingen. Susantyo, B. 2001. Motivasi Petani Berusahatani di dalam Kawasan Hutan, Wilayah Bandung Selatan (Kasus Petani Peserta Program Perhutanan Sosial di Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan bandung Selatan) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Wijaya, AW. 1986. Peranan Motivasi dalam Kepemimpinan Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Watanabe, H. 1999. Handbook of Agroforestry. Japan: AICAF (Association for International Cooperation of Agriculture and Forestry). Wiriaatmadja, S. 1983. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yasaguna.
75
Lampiran 1. Peta lokasi penelitian
76 Lampiran 2. Daftar Nama Daerah, Nama Botani Vegetasi Pola-pola Agroforestri Nama daerah Pola Tembawang Durian Cempedak Manggis Langsat Mentawa Peluntan Petai Papan Jengkol Rambutan Tampui Pekawai Asam kalimantan Asam Mawang Tengkawang Tungkul Tengkawang Terindak Nyatuh Belian Rambai Benuang Pola Kebun Karet Karet Pola Bawas Damar Toncua Damar Tunam Kayu Raya Keladan Keruing Meranti Nyatu Karas Omang Penyauk Ramin Tekam Tengkawang Belian Benuang Durian Mentawa Pola Lalang Akasia
Nama Botani
Famili
Durio zibethinus
Bombacaceae
Arthocarpus cempedens
Moraceae
Garcinia manggostana
Guttiferae
Lansium domesticum
Meliaceae
Arthocarpus anisophyllus Miq
Moraceae
Artocarpus sp
Moraceae
Parkia speciosa
Mimosaceae
Phitecellobium sp
Mimosaceae
Nephelium lappaceum
Sapindaceae
Baccaurea griffithii
Phyllanthaceae
Durio leutejensis
Bombacaceae
Dacryodes macrocarpa
Fagaceae
Mangifera sp
Anacardiaceae
Shorea stenoptera Buk
Dipterocarpaceae
Shorea seminis
Dipterocarpaceae
Palaqium pseudocuneten
Sapotaceae
Euxiderosilon zwagery L
Lauraceae
Sporosa arborea
Euphorbiaceae
Octomeles sumatrana Miq
Datiscaceae
Hevea brasiliensis
Verbenaceae
Shorea balanocarpoides Mig
Dipterocarpacieae
Shorea lamellata Foxw
Dipterocarpacieae
Shorea leprosula
Dipterocarpaceae
Dryobalanops beccarii
Dipterocarpaceae
Agathis borneensis
Dipterocarpaceae
Shorea parvifolia
Dipterocarpacieae
Palaqium pseudocuneten
Sapotaceae
Hopea dyeri
Dipterocarpaceae
Anisoptera grossivenia
Dipterocarpaceae
Gonystylus bancanus Kurz
Thymelaeaceae
Hopea sangal
Dipterocarpaceae
Shorea macrophylla
Dipterocarpaceae
Euxideroxylon zwageri L
Lauraceae
Octomeles sumatrana Miq
Dipterocarpaceae
Durio sibethinus
Bombacaceae
Arthocarpus anisophyllus Miq
Moraceae
Acasia mangium L
77 Lampiran 3. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Tembawang Tinggi Luas Jum.Pohon Diameter Volume 6Thn Harga No Bebas (ha) Batang/ha (cm) (M3) (Rp/M3) Cab. 1 1 238 14 5 12,82 750.000 2 1 196 12 6 9,31 750.000 3 1 221 12 4 6,99 750.000 4 1 165 14 5 8,89 750.000 5 1 134 12 4 4,24 750.000 6 1 180 12 5 7,12 750.000 7 1 128 14 6 8,27 750.000 8 1 156 12 4 4,94 750.000 9 1 256 14 4 11,03 750.000 10 1 192 14 5 10,34 750.000 11 1 234 12 4 7,41 750.000 12 1 159 13 4 5,91 750.000 13 1 176 12 5 6,96 750.000 14 1 146 12 4 4,62 750.000 15 1 214 10 4 4,70 750.000 16 1 187 9 4 3,33 750.000 17 1 152 10 4 3,34 750.000 18 1 163 10 3 2,69 750.000 19 1 137 10 4 3,01 750.000 20 1 124 9 4 2,21 750.000 21 1 97 10 6 3,20 750.000 22 1 89 10 5 2,45 750.000 23 1 172 11 4 4,57 750.000 24 1 192 10 4 4,22 750.000 25 1 153 9 4 2,72 750.000 26 1 144 9 4 2,56 750.000 27 1 183 9 4 3,26 750.000 28 1 92 11 5 3,06 750.000 29 1 224 10 4 4,92 750.000 30 1 149 11 5 4,95 750.000 Total 30 5053 337 133 164,04 Rata rata per Ha 168 11,23 4,43 5,47
Nilai Kayu 6Thn (Rp) 9.612.404 6.979.090 5.246.186 6.664.061 3.180.946 5.341.140 6.203.635 3.703.190 8.271.514 7.754.544 5.554.786 4.429.684 5.222.448 3.465.806 3.527.790 2.496.983 2.505.720 2.015.291 2.258.445 1.655.753 2.398.568 1.833.956 3.430.858 3.165.120 2.042.986 1.922.810 2.443.572 2.293.888 3.692.640 3.715.101 123.028.915 4.100.964
Volume 35 Thn (M3) 240,31 197,90 223,15 166,60 135,30 181,75 129,24 157,51 258,48 193,86 236,27 160,54 177,71 147,42 216,08 188,82 153,48 164,58 138,33 125,20 97,94 89,86 173,67 193,86 154,49 145,40 184,78 92,89 226,17 150,45 5102,05 170,07
Nilai Kayu 35 Thn (Rp) 180.232.566 148.426.819 167.358.811 124.951.148 101.475.478 136.310.344 96.931.800 118.135.631 193.863.600 145.397.700 177.203.447 120.407.470 133.281.225 110.562.834 162.057.853 141.611.302 115.106.513 123.436.589 103.747.317 93.902.681 73.456.130 67.397.892 130.252.106 145.397.700 115.863.792 109.048.275 138.582.183 69.669.731 169.630.650 112.834.673 3.826.534.261 127.551.142
Volume kayu total selama masa analisis 35 tahun dengan asumsi pertambahan Riap diameter rata-rata pertahun 1 Cm
78 Lampiran 4. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Karet Tinggi Luas Jum.Pohon Diameter Volume 8 Thn No Bebas (ha) Batang/ha (cm) (M3) Cab. (M3) 1 1 275 26 4,9 50,05 2 1 305 25 5 52,37 3 1 325 24 4,9 50,40 4 1 250 27 4,8 48,07 5 1 282 26 5,3 55,52 6 1 260 28 5 56,01 7 1 250 24 4,9 38,77 8 1 324 25 4,5 50,07 9 1 297 26 4,7 51,85 10 1 285 23 4,5 37,28 11 1 360 22 5 47,87 12 1 380 22 5 50,53 13 1 365 23 4,8 50,93 14 1 245 26 5 45,50 15 1 225 27 5 45,07 16 1 378 26 4,8 67,40 17 1 352 24 4,8 53,48 18 1 267 27 4,9 52,41 19 1 220 27 4,7 41,42 20 1 385 24 4,5 54,84 21 1 345 24 5 54,60 22 1 317 24 5,1 51,17 23 1 294 26 4,9 53,51 24 1 217 28 5 46,74 25 1 316 24 4,7 47,01 26 1 324 25 4,7 52,30 27 1 278 26 5 51,63 28 1 263 26 5 48,85 29 1 247 27 5 49,47 30 1 312 24 4,9 48,39 Total 30 8943 756 146,3 1.503,52 Rata per Ha 1 298,1 25,2 4,8766667 50,12
Harga (Rp/M3) 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 -
Nilai Kayu 8 Thn (Rp)
Volume 25 Thn (M3)
Nilai Kayu 25 Thn (Rp)
7.508.176 7.856.133 7.560.680 7.210.539 8.327.807 8.400.756 5.815.908 7.510.978 7.777.857 5.592.062 7.180.866 7.579.803 7.639.215 6.825.614 6.759.880 10.109.710 8.021.680 7.861.290 6.213.081 8.225.356 8.189.748 7.675.574 8.026.922 7.011.400 7.051.254 7.844.799 7.744.983 7.327.088 7.420.846 7.258.253 225.528.260 7.517.609
101,75 112,85 120,25 92,50 104,34 96,20 92,50 119,88 109,89 105,45 133,20 140,60 135,05 90,65 83,25 139,86 130,24 98,79 81,40 142,45 127,65 117,29 108,78 80,29 116,92 119,88 102,86 97,31 91,39 115,44 3.308,91 110,30
15.262.500 16.927.500 18.037.500 13.875.000 15.651.000 14.430.000 13.875.000 17.982.000 16.483.500 15.817.500 19.980.000 21.090.000 20.257.500 13.597.500 12.487.500 20.979.000 19.536.000 14.818.500 12.210.000 21.367.500 19.147.500 17.593.500 16.317.000 12.043.500 17.538.000 17.982.000 15.429.000 14.596.500 13.708.500 17.316.000 496.336.500 16.544.550
* Volume Kayu pada masa peremajaan setelah 25 tahun tanam, Hasil penelitian di Sungai Putih. Jumlah tanaman 400 btg/ha Berdasarkan hasil penelitian Volume kayu total (Bebas cabang)(0,37 M 3/pohon)
Lampiran …. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Karet Tinggi Volume 8 Thn Luas Jum.Pohon Diameter No Bebas (M3) (ha) Batang/ha (cm) Cab. (M3) 1 1 275 26 4,9 50,05 2 1 305 25 5 52,37 3 1 325 24 4,9 50,40 4 1 250 27 4,8 48,07 5 1 282 26 5,3 55,52 6 1 260 28 5 56,01 7 1 250 24 4,9 38,77 8 1 324 25 4,5 50,07 9 1 297 26 4,7 51,85 10 1 285 23 4,5 37,28 11 1 360 22 5 47,87 12 1 380 22 5 50,53 13 1 365 23 4,8 50,93 14 1 245 26 5 45,50 15 1 225 27 5 45,07 16 1 378 26 4,8 67,40 17 1 352 24 4,8 53,48 18 1 267 27 4,9 52,41 19 1 220 27 4,7 41,42 20 1 385 24 4,5 54,84 21 1 345 24 5 54,60 22 1 317 24 5,1 51,17 23 1 294 26 4,9 53,51 24 1 217 28 5 46,74 25 1 316 24 4,7 47,01 26 1 324 25 4,7 52,30 27 1 278 26 5 51,63 28 1 263 26 5 48,85 29 1 247 27 5 49,47 30 1 312 24 4,9 48,39 30 8943 756 146,3 1503,52 298,1 25,2 4,88 50,12
Harga (Rp/M3) 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 -
Nilai Kayu 8 Thn (Rp) 7.508.176 7.856.133 7.560.680 7.210.539 8.327.807 8.400.756 5.815.908 7.510.978 7.777.857 5.592.062 7.180.866 7.579.803 7.639.215 6.825.614 6.759.880 10.109.710 8.021.680 7.861.290 6.213.081 8.225.356 8.189.748 7.675.574 8.026.922 7.011.400 7.051.254 7.844.799 7.744.983 7.327.088 7.420.846 7.258.253 225.528.260 7.517.609
Volume 25 Thn (M3) 354,75 393,45 419,25 322,5 363,78 335,4 322,5 417,96 383,13 367,65 464,4 490,2 470,85 316,05 290,25 487,62 454,08 344,43 283,8 496,65 445,05 408,93 379,26 279,93 407,64 417,96 358,62 339,27 318,63 402,48 11536,47 384,55
Nilai Kayu 25 Thn (Rp) 53.212.500 59.017.500 62.887.500 48.375.000 54.567.000 50.310.000 48.375.000 62.694.000 57.469.500 55.147.500 69.660.000 73.530.000 70.627.500 47.407.500 43.537.500 73.143.000 68.112.000 51.664.500 42.570.000 74.497.500 66.757.500 61.339.500 56.889.000 41.989.500 61.146.000 62.694.000 53.793.000 50.890.500 47.794.500 60.372.000 1.730.470.500 57.682.350
79 Lampiran 5. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Bawas Tinggi Jum.Pohon Diameter Volume 8 Thn No Luas (ha) Bebas Batang/ha (cm) (M3) Cab. (M3) 1 1 185 18 6 19,76 2 1 168 17 5 13,34 3 1 175 19 6 20,83 4 1 158 16 5 11,11 5 1 197 17 5 15,64 6 1 242 16 4 13,62 7 1 214 14 4 9,22 8 1 212 16 5 14,91 9 1 215 18 6 22,97 10 1 189 19 7 26,24 11 1 210 18 6 22,43 12 1 215 17 5 17,07 13 1 253 21 7 42,92 14 1 185 16 4 10,41 15 1 157 20 7 24,16 16 1 178 17 5 14,13 17 1 247 18 6 26,39 18 1 215 17 5 17,07 19 1 187 18 6 19,98 20 1 232 18 6 24,78 21 1 197 19 7 27,36 22 1 214 19 6 25,47 23 1 243 17 5 19,29 24 1 178 18 5 15,85 25 1 164 16 4 9,23 26 1 172 17 4 10,93 27 1 235 16 4 13,22 28 1 278 20 6,5 39,72 29 1 167 18 5 14,87 30 1 171 15 4 8,46 Total Rata rata per Ha
6.053 202
525 17,5
160,5 5,35
571,36 19,05
Harga (Rp/M3) 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000
Nilai Kayu 8 Thn (Rp)
Volume 35 Thn (M3)
Nilai Kayu 35 Thn (Rp)
14.821.664 10.004.747 15.621.598 8.334.816 11.731.756 10.212.787 6.914.468 11.183.424 17.225.177 19.683.214 16.824.591 12.803.693 32.187.416 7.807.296 18.117.015 10.600.267 19.788.924 12.803.693 14.981.898 18.587.167 20.516.366 19.102.983 14.471.151 11.884.037 6.921.062 8.194.364 9.917.376 29.788.395 11.149.630 6.342.604
149,44 135,70 141,36 127,63 159,13 195,48 172,86 171,25 173,67 152,67 169,63 173,67 204,36 149,44 126,82 143,78 199,52 173,67 151,05 187,40 159,13 172,86 196,29 143,78 132,47 138,94 189,82 224,56 134,90 138,13
112.077.394 101.778.390 106.019.156 95.720.153 119.347.279 146.609.348 129.646.283 128.434.635 130.252.106 114.500.689 127.222.988 130.252.106 153.273.409 112.077.394 95.114.329 107.836.628 149.638.466 130.252.106 113.289.041 140.551.110 119.347.279 129.646.283 147.215.171 107.836.628 99.355.095 104.201.685 142.368.581 168.419.003 101.172.566 103.595.861
428.523.577 14.284.119
4.889 163
3.667.051.159 122.235.039
Volume kayu total selama masa analisis 35 tahun dengan asumsi pertambahan Riap diameter rata-rata pertahun 1 Cm
80 Lampiran 6. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Lalang Tinggi Jum.Pohon Diameter No Luas (ha) Bebas Cab. Batang/ha (cm) (M3) 1 1 325 19 10 2 1 283 18 10 3 1 327 17 12 4 1 372 16 11 5 1 271 17 11 6 1 274 20 9 7 1 356 19 11 8 1 214 19 12 9 1 158 19 11 10 1 198 19 10 11 1 217 19 11 12 1 347 19 11 13 1 283 19 10 14 1 287 19 10 15 1 210 20 10 16 1 174 19 11 17 1 152 19 11 18 1 142 19 10 19 1 257 20 10 20 1 192 19 11 21 1 273 19 11 22 1 314 19 10 23 1 287 21 10 24 1 241 19 11 25 1 189 20 10 26 1 232 19 11 27 1 231 20 10 28 1 184 19 12 29 1 254 19 11 30 1 291 20 10 Total 30 7535 570 318 Rata per Ha 1 251,1666667 19 10,6
Volume 8 Thn (M3) 64,47 50,38 62,32 57,56 47,34 54,20 77,68 50,94 34,48 39,28 47,35 75,72 56,14 56,93 46,16 37,97 33,17 28,17 56,49 41,90 59,57 62,29 69,55 52,59 41,54 50,62 50,77 43,80 55,42 63,96 1568,76 52,29
Harga (Rp/M3) 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 -
Nilai Kayu 8 Thn (Rp) 9.670.513 7.557.713 9.347.292 8.634.447 7.100.988 8.130.402 11.652.224 7.641.193 5.171.493 5.891.574 7.102.620 11.357.646 8.420.785 8.539.807 6.923.700 5.695.188 4.975.107 4.225.270 8.473.290 6.284.346 8.935.554 9.343.203 10.432.285 7.888.163 6.231.330 7.593.584 7.616.070 6.569.998 8.313.666 9.594.270 235.313.723 7.843.791
Volume kayu total selama masa analisis 8 tahun dengan asumsi Riap diameter rata-rata pertahun 2,375 cm dan riap tinggi rata-rata 1,325 meter pertahun
81 Lampiran 7. Analisis Finansial Pola Tembawang Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Jumlah Ket :
Biaya (Rp) 3345000 150000
565000 325000 325000 325000 325000 565000 325000 325000 325000 325000 565000 325000 325000 325000 325000 565000 325000 325000 325000 325000 565000 325000 325000 325000 325000 565000 325000 325000 325000 325000 14.685.000
Pendapatan (Rp)
456.667 456.667 4.996.333 4.996.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 24.169.333 151.720.475 766.859.800
Biaya Pendapatan (DF 14%) (DF14%) 2.934.211 115.420 257.406 208.051 129.882 182.501 1.751.510 113.932 1.536.412 99.940 6.519.528 87.667 5.718.884 133.689 5.016.565 67.457 4.400.496 59.173 3.860.084 51.906 3.386.039 45.531 2.970.209 69.434 2.605.447 35.035 2.285.480 30.732 2.004.807 26.958 1.758.602 23.648 1.542.634 36.062 1.353.187 18.196 1.187.006 15.961 1.041.234 14.001 913.363 12.282 801.196 18.729 702.803 9.450 616.494 8.290 540.784 7.272 474.372 6.379 416.116 9.727 365.014 4.908 320.188 4.305 280.866 3.777 1.546.587 3.313 4.454.673 56.306.458
Discount Factor (DF) = (14%) = 0,14
Cash Flow (DF = 14%) (3.345.000) (2.934.211) (150.000) (115.420) (108.333) (49.355) 131.667 52.619 4.671.333 1.637.578 4.671.333 1.436.472 23.844.333 6.431.861 23.604.333 5.585.195 23.844.333 4.949.108 23.844.333 4.341.323 23.844.333 3.808.178 23.844.333 3.340.507 23.604.333 2.900.775 23.844.333 2.570.412 23.844.333 2.254.747 23.844.333 1.977.848 23.844.333 1.734.955 23.604.333 1.506.572 23.844.333 1.334.991 23.844.333 1.171.045 23.844.333 1.027.232 23.844.333 901.081 23.604.333 782.466 23.844.333 693.353 23.844.333 608.204 23.844.333 533.512 23.844.333 467.993 23.604.333 406.388 23.844.333 360.106 23.844.333 315.882 23.844.333 277.090 151.395.475 1.543.274 752.174.800 51.851.785
Cash Flow
NPV (DF 14%) = BCR (DF 14%) = IRR =
51.851.785 12,64 44%
82 Lampiran 8. Analisis Finansil Pola Karet Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Jumlah Ket :
Biaya (Rp) 3665000 120000
1395000 1125000 1125000 1125000 1125000 1395000 1125000 1125000 1125000 1125000 1395000 1125000 1125000 1125000 1125000 1395000 1125000 1125000 1125000 1425000 27.665.000
Pendapatan Pendapatan Biaya (DF 14%) (Rp) (DF 14%) 3.214.912 92.336 1.697.515 3.726.000 635.543 1.489.049 3.726.000 449.592 1.306.183 3.726.000 394.379 1.145.775 3.726.000 345.946 1.005.065 3.726.000 303.462 881.636 3.726.000 330.081 773.365 3.726.000 233.504 678.391 3.726.000 204.828 595.079 3.726.000 179.674 960.501 6.856.000 157.609 842.545 6.856.000 171.434 739.075 6.856.000 121.275 648.311 6.856.000 106.381 568.694 6.856.000 93.317 498.854 6.856.000 81.857 437.592 6.856.000 89.037 253.121 4.521.000 62.986 222.036 4.521.000 55.251 194.768 4.521.000 48.466 796.222 21.069.550 53.851 15.733.777 116.158.550 7.425.722
Discount Factor (DF) = (14%) = 0,14
(3.665.000) (120.000) 2.331.000 2.601.000 2.601.000 2.601.000 2.601.000 2.331.000 2.601.000 2.601.000 2.601.000 5.731.000 5.461.000 5.731.000 5.731.000 5.731.000 5.731.000 5.461.000 3.396.000 3.396.000 3.396.000 19.644.550 88.493.550
Cash Flow (DF = 14%) (3.214.912) (92.336) 1.061.972 1.039.457 911.804 799.828 701.604 551.555 539.861 473.562 415.406 802.893 671.111 617.800 541.930 475.377 416.997 348.554 190.135 166.785 146.302 742.371 8.308.056
NPV (DF 14%) = BCR (DF 14%) = IRR =
8.308.056 2,12 28%
Cash Flow
83 Lampiran 9. Analisis Finansil Pola Bawas Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Jumlah Ket :
Biaya (Rp) 3302000 120000 120000 0 0 210000 0 0 0 0 210000 0 0 0 0 210000 0 0 0 0 210000 0 0 0 0 210000 0 0 0 0 210000 0 0 0 300000 5.102.000
Pendapatan (Rp)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 122.235.039 122.235.039
Biaya (DF Pendapatan 14%) (DF 14%) 2.896.491 92.336 80.997 95.673 49.690 25.807 13.403 6.961 3.616 1.246.023 3.058 1.246.023 3.268.032
Discount Factor (DF) = (14%) = 0,14
(3.302.000) (120.000) (120.000) (210.000) (210.000) (210.000) (210.000) (210.000) (210.000) 9.470.451.975 9.465.649.975
Cash Flow (DF = 14%) (2.896.491) (92.336) (80.997) (95.673) (49.690) (25.807) (13.403) (6.961) (3.616) 96.538.581 93.273.606
NPV (DF 14%) = BCR (DF 14%) = IRR =
93.273.606 0,38127608 26%
Cash Flow
84 Lampiran 10. Analisis Finansil Pola Lalang Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah Ket :
Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
3055000
300000 3.355.000
7843791 7.843.791
Biaya (DF 14%) 2.679.825 105.168 2.784.992
Discount Factor (DF) = (14%) = 0,14
Pendapatan (DF 14%) 2.749.712 2.749.712
Cash Flow (DF = 14%) (3.055.000) (2.679.825) 7.543.791 2.644.544 4.488.791 (35.280)
Cash Flow
NPV (DF 14%) = BCR (DF 14%) = IRR =
(35.280) 0,99 14%
85 Lampiran 11. Potensi dan Nilai Rupiah hasil Non Kayu pada Pola Tembawang No
Nama Jenis Durian Cempedak Manggis Langsat Mentawa Peluntan Petai Papan Jengkol Rambutan Tampui Pekawai Asam kalimantan Asam Mawang Tengkawan Tungkul Tengkawang Terindak Nyatuh Belian Rambai Benuang
Jumlah Satuan individu 573 215 250 185 345 198 123 137 167 274 325 145 158 450 240 374 475 162 257
Buah Buah Buah Kg Buah Buah karung Karung Kg Kg Buah Karung Karung Kg Kg Getah Bibit Kg Bibit
Tahun ke 1 6 11
16
21 26
31
35
0 0 100 100 100 100 100 100 0 0 15 15 15 15 15 15 0 0 100 100 100 100 100 100 0 0 25 25 25 25 25 25 0 0 50 50 50 50 50 50 0 0 75 75 75 75 75 75 0 0 2 2 2 2 2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 0 0 100 100 100 100 100 100 0 50 50 50 50 50 50 50 0 0 75 75 75 75 75 75 0 0 2 2 2 2 2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 0 0 56 56 56 56 56 56 0 0 50 50 50 50 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 40 40 40 40 40 40 0 0 0 0 0 0 0 0
Potensi pohon
Potensi Total pohon
2.600 420 2.600 650 1.400 2.100 56 56 2.600 1.500 2.100 52 52 1.460 1.250 1.040 -
1.489.800 90.300 650.000 120.250 483.000 415.800 6.888 7.672 434.200 411.000 682.500 7.540 8.216 657.000 300.000 168.480 -
Harga satuan (x 1000)
2.000 1.500 3.000 2.000 1.500 1.000 65.000 50.000 1.000 1.000 2.500 60.000 60.000 9.000 7.500
1.000
Harga Total Per Individu Daur 30 ha
2.979.600.000 135.450.000 1.950.000.000 240.500.000 724.500.000 415.800.000 447.720.000 383.600.000 434.200.000 411.000.000 1.706.250.000 452.400.000 492.960.000 5.913.000.000 2.250.000.000 168.480.000 -
86 Lampiran 12. Potensi dan Nilai Rupiah Getah pada Pola Karet
No
Jumlah Luas lahan (ha) pohon Daur I batang/ha
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Rata rata per ha
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30
Tahun ke1
6
11
16
21
25
Hasil Karet Daur (Rp)
275 305 325 250 282 260 250 324 297 285 360 380 365 245 225 378 352 267 220 385 345 317 294 217 316 324 278 263 247 312 8.943
688 763 813 625 705 650 625 810 743 713 900 950 913 613 563 945 880 668 550 963 863 793 735 543 790 810 695 658 618 780 22.358
688 763 813 625 705 650 625 810 743 713 900 950 913 613 563 945 880 668 550 963 863 793 735 543 790 810 695 658 618 780 22.358
1.265 1.403 1.495 1.150 1.297 1.196 1.150 1.490 1.366 1.311 1.656 1.748 1.679 1.127 1.035 1.739 1.619 1.228 1.012 1.771 1.587 1.458 1.352 998 1.454 1.490 1.279 1.210 1.136 1.435 41.138
1.265 1.403 1.495 1.150 1.297 1.196 1.150 1.490 1.366 1.311 1.656 1.748 1.679 1.127 1.035 1.739 1.619 1.228 1.012 1.771 1.587 1.458 1.352 998 1.454 1.490 1.279 1.210 1.136 1.435 41.138
825 915 975 750 846 780 750 972 1.188 855 1.080 1.140 1.095 735 675 1.134 1.056 801 660 1.155 1.035 951 882 651 948 972 834 789 741 936 27.126
18.343 20.344 21.678 16.675 18.809 17.342 16.675 21.611 20.998 19.010 24.012 25.346 24.346 16.342 15.008 25.213 23.478 17.809 14.674 25.680 23.012 21.144 19.610 14.474 21.077 21.611 18.543 17.542 16.475 20.810 597.686
298
745 3.726
745 3.726
1.371 6.856
1.371 6.856
904 4.521
19.923 99.614
Harga per Kg (Rp) 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Harga Karet (Rp) 91.712.500 101.717.500 108.387.500 83.375.000 94.047.000 86.710.000 83.375.000 108.054.000 104.989.500 95.047.500 120.060.000 126.730.000 121.727.500 81.707.500 75.037.500 126.063.000 117.392.000 89.044.500 73.370.000 128.397.500 115.057.500 105.719.500 98.049.000 72.369.500 105.386.000 108.054.000 92.713.000 87.710.500 82.374.500 104.052.000 2.988.430.500 99.614.350 -
90 Lampiran 16. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Lalang No
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X21
X22
X23
X24
X25
X26
X27
Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
45 73 45 38 51 43 69 48 22 65 27 39 42 45 46 40 39 30 38 40 35 43 49 58 56 40 42 45 48 50
6 6 6 6 5 8 4 6 8 6 5 9 5 4 5 5 10 11 8 5 11 6 6 5 5 5 10 7 5 5
8 9 9 9 7 9 8 8 6 12 8 6 7 5 5 11 7 8 6 4 5 4 4 8 3 11 10 8 9 8
30 45 30 15 2 25 25 12 11 17 13 15 20 20 20 10 18 8 14 20 5 20 23 33 30 10 18 10 27 30
17 15 16 29 34 30 31 30 35 25 23 16 15 18 35 37 37 38 38 37 36 37 35 35 36 37 35 36 34 35
4 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 6 2 6 2 2 2
13 9 10 10 7 10 9 12 10 11 10 10 12 12 11 11 11 10 8 6 9 12 6 11 5 7 9 7 6 7
12 17 12 12 9 18 17 12 15 16 16 17 15 16 16 12 15 9 16 8 12 16 8 16 8 8 17 17 8 11
14 13 13 13 14 14 15 13 13 15 16 15 13 15 16 13 13 17 12 12 14 15 9 16 13 11 15 12 15 10
14 11 15 12 11 11 7 15 6 8 10 7 8 8 12 15 7 7 9 10 8 8 8 10 10 8 7 7 8 8
1,8 2,2 2,2 1,8 1,8 2,6 1,8 2,2 1,8 1,8 1,8 1,8 1 1,8 2,2 1,8 2,2 1,8 1,8 1,8 1,8 2,6 2,8 2,6 2,2 1,8 1,8 2,6 1,8 1
275.000 420.000 375.000 450.000 360.000 450.000 385.000 525.000 375.000 425.000 600.000 325.000 225.000 375.000 425.000 350.000 275.000 350.000 475.000 400.000 500.000 450.000 375.000 350.000 525.000 650.000 700.000 450.000 280.000 300.000
8 8 8 8 8 11 11 11 10 11 11 10 11 10 10 10 8 11 10 8 9 8 8 8 9 7 12 9 12 12
35 27 35 45 36 43 32 30 33 37 32 37 32 33 37 30 39 42 41 33 42 32 38 39 37 44 43 33 30 42
27 26 24 26 22 23 26 25 24 25 26 25 26 24 25 25 27 29 29 24 30 26 27 24 25 22 28 25 25 24
87 Lampiran 13. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Tembawang No
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X21
X22
X23
X24
1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
43 45 50 51 62 31 40 31 50 51 54 65 48 43 40 43 58 56 45 48 50 59 52 56 32 50 57 35 57
7 5 8 7 4 6 7 6 5 8 7 6 6 8 5 6 5 5 7 5 5 5 4 6 5 4 7 5 5
9 13 8 10 9 7 8 6 7 4 7 7 8 6 11 4 8 3 8 9 8 9 10 7 8 10 5 8 8
23 20 20 25 13 9 15 5 20 25 20 20 12 11 10 20 33 30 10 27 30 30 30 24 13 25 20 8 37
56 36 55 55 55 55 57 55 56 56 55 57 56 55 56 57 55 57 56 55 55 57 55 55 54 56 57 57 58
4 3 2 3 3 3 3 3 3 5 4 3 3 3 3 2 2 6 2 2 2 2 2 2 2 2 5 3 2
9 10 12 6 10 11 6 6 6 6 11 10 6 6 6 12 11 7 7 6 6 6 6 10 5 6 10 6 7
16 16 12 11 13 16 11 11 8 11 16 13 11 11 8 16 16 8 17 8 11 17 10 13 14 9 11 11 8
17 13 12 10 11 16 14 10 15 10 16 11 14 10 15 15 16 13 12 15 10 15 9 11 16 14 15 14 13
11 13 8 8 9 10 7 8 8 8 10 9 7 8 8 8 10 10 7 8 8 11 9 9 10 9 6 7 6
2,2 2,8 2,2 2 2,8 1,8 1,8 1,8 2,8 2,2 2,2 2,8 1,8 1,8 2,8 2,8 1 2,8 2,2 1,8 1,8 1,8 3,6 1 1,8 1,8 2,2 1,8 2,8
X25 300.000 450.000 324.000 275.000 650.000 450.000 375.000 425.000 575.000 600.000 550.000 625.000 425.000 450.000 575.000 450.000 350.000 525.000 450.000 280.000 300.000 450.000 800.000 425.000 650.000 550.000 250.000 350.000 475.000
X26
X27
Y
8 7 9 7 10 8 9 9 10 8 9 11 9 9 12 8 8 9 9 11 10 9 9 11 12 11 11 10 8
32 30 32 35 34 34 37 39 30 35 37 30 39 34 30 32 39 37 33 30 39 40 33 40 38 38 39 34 34
24 24 23 24 18 24 25 24 25 24 25 25 24 18 25 26 24 25 25 25 24 22 24 23 25 31 25 24 18
88
Lampiran 14. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Kebun Karet No
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X21
X22
X23
X24
X25
X26
X27
Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
37 32 36 43 39 48 34 32 43 53 54 49 45 49 43 48 32 36 34 36 42 37 47 46 35 38 45 43 53 29
5 5 6 6 5 5 6 6 5 7 5 5 7 6 9 5 11 5 5 10 12 7 5 5 4 10 5 5 5 5
5 8 6 8 7 5 8 6 7 6 6 5 6 4 5 5 5 5 6 5 5 5 4 6 5 7 7 5 4 5
10 15 6 15 1 17 15 10 20 25 21 25 17 20 15 15 7 8 8 7 12 6 12 8 6 7 12 15 30 5
57 56 56 30 33 58 57 54 57 47 45 57 57 57 57 57 57 57 54 57 58 56 56 55 56 56 56 56 54 57
2 4 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 6 4 2 2 2 2 5 6 2 2 3 4 4 2 2 2 2
6 9 9 10 11 8 11 8 8 10 10 9 8 11 8 6 14 11 12 11 13 9 9 8 8 11 9 8 9 10
16 16 14 10 18 16 14 16 16 16 10 16 14 16 14 8 12 16 11 19 18 8 8 11 8 8 8 16 16 10
12 16 11 16 16 16 16 15 14 13 15 16 16 16 15 13 16 12 15 13 13 12 11 16 15 9 14 9 12 11
8 8 8 9 9 9 10 9 7 9 8 9 7 10 7 10 8 8 8 7 10 8 7 8 8 7 8 7 10 9
1,8 2,8 1 1,8 1,8 1,8 3,8 2,4 2,2 2,2 1,8 1,8 1,8 2,2 1,8 2,8 2,8 1,8 1 1,8 1,8 2,8 1,8 1 1 1,8 1,8 1,8 1,8 1
450.000 570.000 600.000 400.000 450.000 400.000 450.000 700.000 375.000 400.000 950.000 1.200.000 750.000 500.000 500.000 1.250.000 1.000.000 600.000 450.000 1.250.000 1.200.000 975.000 600.000 450.000 500.000 875.000 475.000 300.000 325.000 650.000
8 8 8 9 7 9 7 8 8 9 10 8 10 8 8 7 9 8 10 8 10 6 9 9 5 11 10 6 8 8
36 36 37 38 44 39 44 40 34 34 40 38 37 41 39 37 38 42 48 41 34 41 40 38 29 42 42 38 40 38
22 22 24 23 22 24 22 22 23 22 22 21 25 23 22 24 28 21 22 27 24 22 26 24 22 25 23 20 20 19
89 Lampiran 15. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Bawas No
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X21
X22
X23
X24
X25
X26
X27
Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
45 47 73 45 38 51 34 31 40 34 52 56 65 48 65 30 49 56 40 42 42 50 54 58 55 58 65 60 38 43
6 5 6 6 6 5 5 6 7 9 7 5 6 6 6 11 6 5 5 10 6 5 5 7 5 6 5 5 5 6
9 6 10 9 10 7 6 7 10 7 8 7 7 7 11 7 4 4 12 9 9 13 11 6 6 7 5 11 4 7
30 25 45 30 15 30 9 8 15 12 24 13 14 12 17 8 23 30 10 18 10 30 25 36 20 11 35 30 14 10
58 56 31 32 55 45 57 56 56 56 56 55 57 57 55 58 56 57 57 56 56 55 55 56 57 56 55 56 56 56
4 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 6 2 6 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2
13 10 9 10 10 7 10 10 12 12 11 11 11 10 12 10 7 8 7 9 9 5 9 8 8 9 9 10 9 11
12 16 17 12 12 9 12 12 12 12 16 12 12 12 16 9 8 8 8 17 8 9 11 9 11 11 24 23 16 12
14 16 13 13 13 12 14 13 13 13 16 13 14 13 16 17 9 13 11 15 10 16 10 14 13 15 9 13 8 14
11 9 10 12 10 10 10 10 12 10 9 12 11 10 9 7 8 10 8 7 10 10 11 9 7 9 8 8 6 11
2,2 1,8 2,8 2,2 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1 2,8 2,8 2,2 1,8 2,2 3,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 1,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 1,8 2,8
375.000 750.000 800.000 675.000 575.000 500.000 450.000 475.000 525.000 425.000 475.000 750.000 600.000 575.000 450.000 350.000 900.000 500.000 650.000 700.000 700.000 375.000 200.000 650.000 600.000 950.000 750.000 575.000 425.000 600.000
7 9 8 9 8 8 7 8 10 10 7 8 10 9 7 10 7 7 7 11 12 11 8 7 7 8 9 8 7 9
35 36 26 27 35 36 34 32 23 36 37 35 26 40 32 42 38 37 44 43 44 42 38 46 47 30 38 34 37 39
25 29 25 25 22 25 29 28 25 25 29 22 28 22 22 29 27 25 22 28 25 23 22 22 24 25 20 23 18 22
91
Lampiran 17. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Tembawang Uraian Kebutuhan Alat Cangkul Parang/Golok Karung/Keranjang Polibag Sprayer
Satuan 1 2 25 500 1
Unit/Ha Unit/Ha Unit/Ha Lbr/Ha Unit/Ha
Harga 50000 20000 1000 50 75000
Kebutuhan Pupuk NPK Round Up
36 Kg 3 Liter
5000 60000
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan Persemaian Penanaman Pemeliharaan Pemanenan Pasca Panen
80 42 16 10 10 10
HOK HOK HOK HOK HOK HOK
15000 15000 15000 15000 15000 15000
50 25 25 15 40 25 10 15 30 45 30 15 10 50 20 25 50 5 15
Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha Batang/Ha
Kebutuhan Bibit Durian Cempedak Manggis Langsat Mentawa Peluntan Petai Papan Jengkol Rambutan Tampui Pekawai Asam kalimantan Asam Mawang Tengkawan Tungkul Tengkawang Terindak Nyatuh Belian Rambai Benuang Total
2000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
1
2
6
Tahun ke16 21 26 31 11
50000 0 50000 50000 40000 0 40000 40000 25000 0 25000 25000 25000 0 0 0 75000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 180000 0 0 0 180000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1200000 0 0 0 630000 0 0 0 240000 0 0 0 150000 150000 150000 150000 0 0 150000 150000 0 0 150000 150000 0 0 0 0 0 0 0 0 100000 0 0 0 25000 0 0 0 25000 0 0 0 15000 0 0 0 40000 0 0 0 25000 0 0 0 10000 0 0 0 15000 0 0 0 30000 0 0 0 45000 0 0 0 30000 0 0 0 15000 0 0 0 10000 0 0 0 50000 0 0 0 20000 0 0 0 25000 0 0 0 50000 0 0 0 5000 0 0 0 15000 0 0 0 3345000 150000 565000 565000
35
1 1 1 1 0 2 2 2 2 0 25 25 25 25 25000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 10 10 0 10 10 10 10 150000 10 10 10 10 150000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 325000
Jumlah
Jumlah Biaya
150007 120014 100225 25500 75001
7.500.350.000 2.400.280.000 100.225.000 1.275.000 5.625.075.000
180036 180003
900.180.000 10.800.180.000
1200080 630042 240016 600080 450080 450080
18.001.200.000 9.450.630.000 3.600.240.000 9.001.200.000 6.751.200.000 6.751.200.000
100050 25025 25025 15015 40040 25025 10010 15015 30030 45045 30030 15015 10010 50050 20020 25025 50050 5005 15015 4951664
200.100.000 25.025.000 25.025.000 15.015.000 40.040.000 25.025.000 10.010.000 15.015.000 30.030.000 45.045.000 30.030.000 15.015.000 10.010.000 50.050.000 20.020.000 25.025.000 50.050.000 5.005.000 15.015.000 81.533.785.000
22,81818
92 Lampiran 18. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Kebun Karet Tahun Ke Uraian Satuan Harga 16 21 25 1 2 6 7 11 Kebutuhan Alat Cangkul 1 Unit/ha 50000 50000 0 50000 0 50000 50000 50000 0 Parang/Golok 1 Unit/ha 20000 20000 0 20000 0 20000 20000 20000 0 Alat Sadap 1 Unit/ha 15000 15000 0 15000 0 15000 15000 15000 0 Galon 25 Liter 2 Unit/ha 25000 0 0 50000 0 50000 50000 50000 0 Sabit 1 Unit/ha 15000 15000 0 15000 0 15000 15000 15000 0 Polibag 400 Lbr/ha 100 40000 0 0 0 0 0 0 0 Sprayer 1 Unit/ha 75000 75000 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Pupuk NPK 36 Kg 5000 180000 0 0 0 0 0 0 0 Round Up 3 Liter 60000 180000 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan 80 HOK 15000 1200000 0 0 0 0 0 0 0 Persemaian 42 HOK 15000 630000 0 0 0 0 0 0 0 Penanaman 16 HOK 15000 240000 0 0 0 0 0 0 0 Pemeliharaan 8 HOK 15000 120000 120000 120000 0 120000 120000 120000 0 Penyadapan 75 HOK 15000 1125000 1125000 1125000 1125000 1125000 1125000 Pemanenan 10 HOK 15000 150000 0 0 0 0 0 0 150000 Pasca Panen 10 HOK 15000 150000 0 0 0 0 0 0 150000 Kebutuhan Bibit Bibit Karet Okulasi 400 Batang 1500 600000 0 0 0 0 0 0 0 Total 3665000 120000 1395000 1125000 1395000 1395000 1395000 1425000
93 Lampiran 19. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Bawas Tahun Ke Uraian Satuan Harga 1 2 6 11 16 21 26 31 Kebutuhan Alat Cangkul 1 Unit/Ha 50000 50000 0 50000 50000 50000 50000 50000 50000 Parang/Golok 2 Unit/Ha 20000 40000 0 40000 40000 40000 40000 40000 40000 Polibag 500 Lbr/Ha 100 50000 0 0 0 0 0 0 0 Sprayer 1 Unit/Ha 75000 75000 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Pupuk 0 0 0 0 0 NPK 36 Kg 5000 180000 0 0 0 0 0 0 0 Round Up 3 Liter 60000 180000 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Tenaga Kerja 0 0 0 0 0 Persiapan Lahan 80 HOK 15000 1200000 0 0 0 0 0 0 0 Persemaian 42 HOK 15000 630000 0 0 0 0 0 0 0 Penanaman 16 HOK 15000 240000 0 0 0 0 0 0 0 Pemeliharaan 8 HOK 15000 120000 120000 120000 120000 120000 120000 120000 120000 Pemanenan 10 HOK 15000 0 0 0 0 0 0 0 0 Pasca Panen 10 HOK 15000 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bibit 0 0 0 0 0 Damar Toncua 25 Batang/Ha 1000 25000 0 0 0 0 0 0 0 Damar Tunam 25 Batang/Ha 1000 25000 0 0 0 0 0 0 0 Kayu Raya 75 Batang/Ha 1000 75000 0 0 0 0 0 0 0 Keladan 30 Batang/Ha 1000 30000 0 0 0 0 0 0 0 Keruing 30 Batang/Ha 1000 30000 0 0 0 0 0 0 0 Meranti 75 Batang/Ha 1000 75000 0 0 0 0 0 0 0 Nyatu Karas 30 Batang/Ha 1000 30000 0 0 0 0 0 0 0 Omang 25 Batang/Ha 1000 25000 0 0 0 0 0 0 0 Penyauk 25 Batang/Ha 1000 25000 0 0 0 0 0 0 0 Ramin 20 Batang/Ha 1000 20000 0 0 0 0 0 0 0 Tekam 30 Batang/Ha 1000 30000 0 0 0 0 0 0 0 Tengkawang 35 Batang/Ha 1000 35000 0 0 0 0 0 0 0 Belian 50 Batang/Ha 1000 50000 0 0 0 0 0 0 0 Benuang 10 Batang/Ha 1000 10000 0 0 0 0 0 0 0 Durian 15 Batang/Ha 2000 30000 0 0 0 0 0 0 0 Mentawa 22 Batang/Ha 1000 22000 0 0 0 0 0 0 0 Total 3302000 120000 210000 210000 210000 210000 210000 210000
35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 150000 150000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 300000
94 Lampiran 20. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Lalang Tahun keUraian Satuan Harga Kebutuhan 1 2 3 4 5 6 7 8 Kebutuhan Alat Cangkul 1 Unit/Ha 50000 1 1 Parang/Golok 2 Unit/Ha 20000 2 2 Polibag 1100 Lbr/Ha 100 1100 1100 Sprayer 1 Unit/Ha 75000 1 1 Kebutuhan Pupuk NPK Round Up Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan Persemaian Penanaman Pemeliharaan Pemanenan Pasca Panen Kebutuhan Bibit Bibit Acasia
Jumlah (Rp) 50.000 40.000 110.000 75.000
36 Kg 3 Liter
5000 60000
36 3
-
-
-
-
-
-
-
36 3
180.000 180.000
80 42 16 8 10 10
15000 15000 15000 15000 15000 15000
80 42 16 8 -
8 -
-
-
-
-
-
10 10
80 42 16 16 10 10
1.200.000 630.000 240.000 240.000 150.000 150.000
1100
-
-
-
-
-
-
-
1100
110.000 3.355.000
HOK HOK HOK HOK HOK HOK
1100 Batang
100
95 Lampiran 21. Kebutuhan Material dan HOK Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani dengan Pola Tembawang Tahun keUraian Satuan 1 6 11 16 21 26 31 Kebutuhan Alat Cangkul 1 Unit/Ha 30 30 30 30 30 30 30 Parang/Golok 2 Unit/Ha 60 60 60 60 60 60 60 Karung/Keranjang 25 Unit/Ha 750 750 750 750 750 750 Polibag 500 Lbr/Ha 15000 Sprayer 1 Unit/Ha 30 Kebutuhan Pupuk NPK 3 Kg 1080 Round Up 3 Liter 270 Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan 80 HOK 2400 Persemaian 42 HOK 1260 Penanaman 13 HOK 390 Pemeliharaan 10 HOK 300 300 300 300 300 Pemanenan 10 HOK 300 300 300 300 300 300 Pasca Panen 10 HOK 300 300 300 300 300 300 Kebutuhan Bibit Durian 50 Batang/ha 1500 Cempedak 25 Batang/ha 750 Manggis 25 Batang/ha 750 Langsat 15 Batang/ha 450 Mentawa 40 Batang/ha 1200 Peluntan 25 Batang/ha 750 Petai Papan 10 Batang/ha 300 Jengkol 15 Batang/ha 450 Rambutan 30 Batang/ha 900 Tampui 45 Batang/ha 1350 Pekawai 30 Batang/ha 900 Asam kalimantan 15 Batang/ha 450 Asam Mawang 10 Batang/ha 300 Tengkawan Tungkul 50 Batang/ha 1500 Tengkawang Terindak 20 Batang/ha 600 Nyatuh 25 Batang/ha 750 Belian 50 Batang/ha 1500 Rambai 5 Batang/ha 150 Benuang 15 Batang/ha 450 Total 35820 1740 1740 1740 1740 1440 1440
35
750
Jumlah 210 420 22500 15000 30 1080 270
300 300
2400 1260 390 1500 9000 9000
1350
1500 750 750 450 1200 750 300 450 900 1350 900 450 300 1500 600 750 1500 150 450 78060
96 Lampiran 22. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja (HOK) Pengadaan Tanaman dengan Pola Kebun Karet Tahun Ke Uraian Satuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Kebutuhan Alat Cangkul 1 Unit/ha 1 1 1 1 Parang/Golok 1 Unit/ha 1 1 1 1 Alat Sadap 1 Unit/ha 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Galon 25 Liter 2 Unit/ha 2 2 2 2 2 2 2 Sabit 1 Unit/ha 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Polibag 400 Lbr/ha 400 Sprayer 1 Unit/ha 1 Kebutuhan Pupuk NPK Round Up
36 Kg 3 Liter
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan 80 Persemaian 42 Penanaman 12 Pemeliharaan 8 Pemanenan 10 Pasca Panen 10 Penyadapan 75 Kebutuhan Bibit Bibit Karet Okulasi 400
HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK Batang
20 21 22 23 24 25
1 2 1
1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1
36 36 3 3
80 42 12 8 8 8
5 5 20 20 20 400 1
72 6
8
8
8
8
10 10 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 12000
Jumlah
80 42 12 56 10 10 1500 12000
97 Lampiran 23. Kebutuhan Material dan HOK Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani dengan Pola Bawas Tahun keUraian Satuan 1 6 11 16 21 26 31 Kebutuhan Alat Cangkul 1 Unit/ha 30 30 30 30 30 30 30 Parang/Golok 2 Unit/ha 60 60 60 60 60 60 60 Polibag 500 Lbr/ha 1500 Sprayer 1 Unit/ha 30 Chainshaw 1 Unit/ha 1 Kebutuhan Pupuk NPK 3 Kg 1080 Round Up 3 Liter 270 Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan Persemaian Penanaman Pemeliharaan Pemanenan Pasca Panen
80 42 13 8 10 10
HOK HOK HOK HOK HOK HOK
2400 1260 390 240
Kebutuhan Bibit Damar Toncua Damar Tunam Kayu Raya Keladan Keruing Meranti Nyatu Karas Omang Penyauk Ramin Tekam Tengkawang Belian Benuang Durian Mentawa
25 25 75 30 30 75 30 25 25 20 30 35 50 10 15 22
Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha Batang/ha
750 750 2250 900 900 2250 900 750 750 600 900 1050 1500 300 450 660
240
240
240
240
240
240
35
Jumlah 210 420 1500 30 1 1080 270
2400 1260 390 1680 0 0
750 750 2250 900 900 2250 900 750 750 600 900 1050 1500 300 450 660
98
Lampiran 24. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja (HOK) Pengadaan Tanaman dengan Pola Lalang Uraian Kebutuhan Alat Cangkul Parang/Golok Polibag Sprayer Kebutuhan Pupuk NPK Round Up
Satuan 1 2 1100 1
2
3
4
Tahun ke5
6
7
8
Unit/Ha 30 Unit/Ha 60 Lbr/Ha 33000 Unit/Ha 30
3 Kg 3 Liter
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan 80 Persemaian 42 Penanaman 13 Pemeliharaan 8 Pemanenan 10 Pasca Panen 10 Kebutuhan Bibit Bibit Acasia 1100
1
HOK HOK HOK HOK HOK HOK
Jumlah 30 60 33000 30
1080 270
1080 270
2400 1260 390 240
2400 1260 390 240 300 300
Batang 33000
300 300
33000
99
Lampiran 25. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Tembawang a
Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
B (Constant)
Std. Error
15.102
2.460
Umur
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta 6.139
.000
-.035
.019
-.244
-1.890
.078
Tingkat Pendidikan
.033
.107
.027
.305
.765
Kepemilikan Lahan
-.013
.055
-.021
-.234
.818
Pengalaman Usaha Tani
.041
.018
.253
2.243
.040*
Presepsi
.019
.041
.061
.466
.648
Status Sosial Petani
.090
.133
.072
.679
.508
-.044
.071
-.059
-.617
.547
Ketersediaan Saprodi
.074
.053
.141
1.403
.181
Intensitas Penyuluhan
.332
.098
.571
3.375
.004**
Ketersediaan Modal
.126
.078
.228
1.613
.128
Tenaga Kerja
.149
.240
.059
.619
.545
Pendapatan
.666
.000
.085
.822
.024*
Peluang Pasar
.032
.119
.039
.273
.789
-.013
.062
-.032
-.216
.832
Kekosmopolitan
Aktivitas Usaha Tani
a. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri
b
Model Summary Model
R
R Square a
1
.967
Adjusted R Square
.934
Std. Error of the Estimate
.873
.443
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan, Ketersediaan Saprodi, Status Sosial Petani, Pengalaman Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Kekosmopolitan, Pendapatan, Presepsi, Umur, Ketersediaan Modal, Peluang Pasar, Intensitas Penyuluhan b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestry b ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
41.761
14
2.983
2.939
15
.196
44.700
29
F 15.224
Sig. a
.000
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan, Ketersediaan Saprodi, Status Sosial Petani, Pengalaman Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Kekosmopolitan, Pendapatan, Presepsi, Umur, Ketersediaan Modal, Peluang Pasar, Intensitas Penyuluhan b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri.
100
Lampiran 26. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Karet a
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
17.007
9.068
.142
.091
Tingkat Pendidikan
.173
.290
Kepemilikan Lahan
-.321
.433
Pengalaman Usaha Tani
.222
.091
Presepsi
.026
Status Sosial Petani
.006
Kekosmopolitan Ketersediaan Saprodi
Umur
Intensitas Penyuluhan
t
Sig.
Beta 1.876
.080
1.557
.140
.178
.594
.561
-.185
-.743
.469
-.760
2.447
.027*
.070
.087
.371
.715
.330
.004
.018
.986
.078
.256
.071
.303
.766
.005
.098
.009
.052
.959
.500
.249
.156
.275
1.596
.131
Ketersediaan Modal
-.591
.355
-.305
-1.663
.117
Tenaga Kerja
1.460
.775
.462
1.885
.010*
Pendapatan
.788
.000
.053
.279
.004**
Peluang Pasar
.621
.376
.418
1.651
.120
-1.277
.221
Aktivitas Usaha Tani -.136 .106 -.248 Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan agroforestri
b
Model Summary Model
R a
1
Adjusted R Square
R Square
.827
.684
Std. Error of the Estimate
.389
1.560
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Intensitas Penyuluhan, Umur, Ketersediaan Saprodi, Tenaga Kerja, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Status Sosial Petani, Peluang Pasar, Kekosmopolitan, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
78.981
14
5.642
Residual
36.485
15
2.432
115.467
29
Total
F 2.319
Sig. a
.059
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Intensitas Penyuluhan, Umur, Ketersediaan Saprodi, Tenaga Kerja, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Status Sosial Petani, Peluang Pasar, Kekosmopolitan, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri
101
Lampiran 27. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Bawas a
Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
B (Constant)
Std. Error
3.012
3.278
Umur
.137
.092
Tingkat Pendidikan
.108
.251
Kepemilikan Lahan
.121
Pengalaman Usaha Tani
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta .919
.373
.299
1.487
.158
.060
.431
.673
.101
.096
1.202
.248
-.016
.046
-.039
-.355
.727
Presepsi
.039
.047
.101
.835
.417
Status Sosial Petani
.174
.240
.063
.726
.479
Kekosmopolitan
.119
.201
.070
.592
.562
Ketersediaan Saprodi
-.039
.070
-.057
-.551
.590
Intensitas Penyuluhan
.046
.118
.038
.390
.702
Ketersediaan Modal
.295
.181
.215
1.628
.124
Tenaga Kerja
.048
.509
.009
.095
.026*
3.193E-6
.000
.140
.813
.429
-.086
.382
-.032
-.226
.824
.205
.103
.295
1.993
.047*
Pendapatan Peluang Pasar Aktivitas Usaha Tani
a. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri
b
Model Summary Model
R a
1
Adjusted R Square
R Square
.962
.925
Std. Error of the Estimate
.855
1.033
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja, Ketersediaan Saprodi, Status Sosial Petani, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan, Kekosmopolitan, Peluang Pasar, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Umur b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
196.968
14
14.069
15.999
15
1.067
212.967
29
F
Sig.
13.191
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja, Ketersediaan Saprodi, Status Sosial Petani, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan, Kekosmopolitan, Peluang Pasar, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Umur
a
.000
102
Lampiran 28. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Lalang a
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
t
Sig.
Beta
10.416
2.156
-.079
.031
-.351
4.831
.000
-2.560
.022*
Tingkat Pendidikan
.085
.113
Kepemilikan Lahan
.166
.107
.073
.751
.464
.142
1.549
.142
Pengalaman Usaha Tani
.074
Presepsi
.076
.032
.319
2.315
.035*
.059
.155
1.298
.214
-.026
.160
-.015
-.165
.871
.250
.123
.232
2.026
.061
Ketersediaan Saprodi
-.104
.085
-.145
-1.223
.240
Intensitas Penyuluhan
.187
.125
.215
1.494
.156
Ketersediaan Modal
.029
.065
.043
.442
.665
Tenaga Kerja
.172
.594
.030
.290
.776
5.495E-6
.000
.173
1.627
.125
-.205
.162
-.151
-1.264
.225
.256
.079
.585
3.232
.006**
F
Sig.
Umur
Status Sosial Petani Kekosmopolitan
Pendapatan Peluang Pasar Aktivitas Usaha Tani
a. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri b
Model Summary Model
R a
1
Adjusted R Square
R Square
.963
.928
Std. Error of the Estimate
.860
.713
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Status Sosial Petani, Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan, Tingkat Pendidikan, Pendapatan, Umur, Ketersediaan Modal, Ketersediaan Saprodi, Kekosmopolitan, Peluang Pasar, Presepsi, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestry
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Df
Mean Square
97.847
14
6.989
7.620
15
.508
105.467
29
13.759
a
.000
a. Predictors: (Constant), Aktivitas Usaha Tani, Status Sosial Petani, Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan, Tingkat Pendidikan, Pendapatan, Umur, Ketersediaan Modal, Ketersediaan Saprodi, Kekosmopolitan, Peluang Pasar, Presepsi, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestry