ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara)
Oleh : IRWAN PURMONO A14303081
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN IRWAN PURMONO. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi Kasus Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara). (Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI). Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor, memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik beratkan pada swasembada “plus” yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui pendekatan Agribisnis dan Agroindustri yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura. Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan. Tanaman nanas memberikan prospek yang cerah dalam membantu meningkatkan produksi hasil pertanian terutama dalam pemenuhan kebutuhan tanaman pangan. Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi) dan perluasan areal tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman. Berdasarkan data produksi nanas pada tahun 2005 salah satu daerah yang memiliki jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera utara yaitu sebanyak 144.000 ton dengan dengan sharenya terhadap produksi nanas nasional sebesar 15,57 persen. Di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan luas panen durian tetapi jumlah produksinya mengalami penurunan. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kegiatan dan kelayakan agribisnis nanas (2) menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut. Penelitian lapang dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil wawancara, dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan literatur. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan kalkulator dan diolah dengan program excel’97. Analisis Kuantitatif analisis dilakukan dengan analisis usahatani digunakan analisis biaya dan pendapatan, dan analisis pemasaran digunakan analisis saluran, fungsi-fungsi pemasaran dan analisis marjin pemasaran serta analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau kriteria investasi yaitu Net Present Value, Net B/C Rasio, Internal Rate of Return dan Payback Period. Selain itu dilakukan juga analisis sensitivitas.
Hasil penelitian di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara menunjukkan bahwa usahatani nanas selama 6 tahun yang dilakukan petani nanas adalah menguntungkan. Dengan biaya tunai sebesar Rp. 31.555.000,- dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 26.165.000,- selama 6 tahun. Jadi total biaya yang dikeluarkan petani nanas selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 57.720.000,-. Total produksi nanas selama 6 tahun sebesar 115.700 kg dengan tingkat harga Rp. 600,- per kg sehingga diperoleh total penerimaan sebesar Rp. 69.420.000,-. Maka diperoleh pendapatan petani nanas atas biaya total selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 11.700.000,- dan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 37.865.000,-. Dengan rasio penerimaan terhadap biaya total (R/C) adalah sebesar 1,20 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,20 dan rasio penerimaan terhadap biaya tunai (R/C) adalah sebesar 2,19 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,19. Dengan analisis pemasaran, terdapat empat jalur pemasaran yang dilakukan di kecamatan Sipahutar. Fungsi pemasaran yang dilakukan meliputi : fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas. Komponen biaya pemasaran meliputi biaya transportasi, sortasi dan biaya bongkar muat. Dari hasil analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa total keuntungan terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar Rp. 1.302,97 atau 64,62 persen sedangkan marjin yang terbesar berada pada Jalur I, II, dan III, yaitu sebesar Rp. 1.500,- atau sebesar 71,43 persen. Rasio keuntungan pemasaran (∏/C) yang terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar 6,61. Namun lembaga pemasaran dengan biaya pemasaran yang besar belum menjamin akan memperoleh keuntungan yang lebih besar juga dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Pada jalur III merupakan saluran pemasaran yang terpendek dan memperoleh keuntungan yang terbesar. Tingkat permintaan nanas pada jalur II dan III merupakan tingkat permintaan paling rendah, karena pasar nanas pada jalur II dan III hanya berlaku di dalam kota saja, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara sedangkan jalur I dan IV pasar nanas yang dituju lebih luas, yaitu sampai keluar dari wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, bahkan sampai ke Aceh dan Lampung. Dan saluran pemasaran yang terbaik diantara empat jalur tersebut adalah jalur IV, karena pada jalur ini petani lebih diuntungkan dengan penerimaan yang lebih besar dan pasar nanas menjadi lebih luas hal ini ditunjukkan farmer’ share yang lebih besar dibandingkan dengan ketiga jalur pemasaran lainnya yaitu sebesar 47,62 persen. Rp. 5.623.375,19. Dari hasil perhitungan kelayakan pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial dan ekonomi usahatani nanas layak dilakukan, dengan diperoleh nilai NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp. 5.623.375,19, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 5.623.375,19 dan nilai NPV sebesar Rp. 269.566.747,91, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 269.566.747,91. NBCR yang diperoleh adalah 1,35 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,35, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 24 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi diperoleh NBCR sebesar 14,81 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 18,88 dan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 41 persen.
Dan secara finansial dan ekonomi pada industri pengolahan nanas juga layak dilakukan dengan diperoleh nilai NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp. 1.325.951.863,75, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 1.325.951.863,75, dan nilai NPV sebesar Rp. 25.713.473.667,27, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27. NBCR yang diperoleh adalah 1,58 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,58, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 27 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi diperoleh NBCR sebesar 26,49 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 26,49 dan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 44 persen. Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap 9 kemungkinan perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa usahatani nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi dari perubahan jumlah produksi, harga output, dan input sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada 6 kondisi. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 83 bulan sedangkan jika terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 47 bulan dan 52 bulan sedangkan pada analisis secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 29 bulan dan 30 bulan. Apabila terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 27 bulan dan 28 bulan. Dan dari hasil sensitivitas yang dilakukan terhadap 8 kemungkinan perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa industri pengolahan nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak dilakukan pada 4 kondisi dari perubahan jumlah produksi, harga output, dan input. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan. Apabila terjadi perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 26 bulan sedangkan pada analisis secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan industri pengolahan nanas. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan.
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara)
Oleh : IRWAN PURMONO A14303081
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
: Irwan Purmono
NRP
: A14303081
Program Studi
: Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Judul Skripsi
: Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : 21 April 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADENIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, April 2008
Irwan Purmono A14303081
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 23 Februari 1985. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Sadimo dan Lanjar Purwanti. Pendidikan formal penulis dimulai di pendidikan dasar pada tahun 1991 di SD Sugiyo Pranoto Klaten dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 1997-2000, penulis mengenyam pendidikan menengah pertama di SLTP Pangudi Luhur 1 Klaten. Pendidikan menengah atas dijalankan penulis di SMU N 1 Karanganom Klaten dari tahun 2000 hingga 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu UKM PMK IPB (Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor) pada Komisi Pelayanan Anak dan penulis juga pernah menjadi asisten dosen Agama Kristen periode 2004/2005 dan 2005/2006 serta Orda KMK (Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten). Selain itu, penulis juga melaksanakan beberapa aktivitas di luar kampus yang bersifat non akademik.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah memberikan berkat kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) “. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini. Penulis pun menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam dunia ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis sehingga penulis dapat semakin lebih baik dalam berkarya di masa mendatang. Akhirnya, penulis berharap mudahmudahan skripsi ini dapat bermanfaat begi para pembaca sekalian.
Bogor, April 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan kemudahan kepada penulisan skripsi dengan judul “Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara)”. Penyelesaian karya ilmiah ini juga tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, mendukung, dan memberi semangat. Terimakasih untuk semua cinta kasih dan pengorbanan yang telah kalian berikan untukku. 2. Dr. Ir. Eka Intan kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Tanti Novianti, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan Ir. Meti Ekayani, ME selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan, terimakasih atas segala masukannya dalam perbaikan penulisan skripsi ini pada saat sidang. 4. Keluarga besar A. Gultom yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan serta kasihnya pada saya selama penelitian di Tapanuli Utara. 5. Gembira Gultom yang terkasih, terimakasih atas segala doa, dukungan, bantuan dan kebersamaan dalam kuliah, penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 6. Pemerintah Daerah dan Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara 7. Para petani dan PT. Alamy Agricultur Industri, terimakasih atas kerjasamanya. 8. Teman-teman seperjuangan EPS’40, terimakasih untuk kebersamaan dan pengalaman menarik selama di kuliah. Juga kepada teman-teman AGB dan KPM. 9. Beverly Camp : Monsaputra, Panji Pratama, Arif. Terimakasih atas segala dukungan, semangat dan bantuan kalian selama penulisan skripsi. 10. Kepada semua pihak yang selama ini telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5 1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian............................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Tanaman Nanas ............................................................... 7 2.1.1. Botani, Varietas dan Syarat Tumbuh Nanas .................. 7 2.1.2. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman ............................ 9 2.1.3. Panen Hasil dan Proses Pengolahan Nanas.................... 10 2.2. Sistem Agribisnis .......................................................................... 11 2.2.1. Konsep Sistem Agribisnis .............................................. 11 2.2.2. Sistem Agribisnis Nanas ................................................ 12 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu............................................................ 13 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis.......................................................................... 20 3.1.1. Aspek Teknis.................................................................. 21 3.1.2. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial.................... 21 3.1.3. Aspek Sosial................................................................... 22 3.1.4. Aspek Ekonomi.............................................................. 22 3.1.5. Pay Back Period............................................................. 28 3.1.6. Analisis Sensitivitas ....................................................... 29 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 29 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 32 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 32 4.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 33 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 33 4.4.1. Analisis Kelayakan Investasi .......................................... 34 4.4.2. Metode Penentuan Harga Bayangan ............................... 38 4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada Analisis Kelayakan Usahatani dan Agribisnis Nanas .................. 41
4.5.1. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas.............................. 42 4.5.2. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas ............. 44 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara ................................. 47 5.2. Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara.............................................................................. 47 5.3. Kajian Agribisnis Nanas di Daerah Penelitian.............................. 48 VI. ANALISIS KELAYAKAN AGRIBISNIS NANAS 6.1. Analisis Usahatani nanas .............................................................. 52 6.1.1. Analisis Biaya ............................................................... 52 6.1.2. Analisis Pendapatan ....................................................... 54 6.2. Analisis Pemasaran nanas ............................................................. 54 6.2.1. Lembaga dan Saluran Pemasaran Nanas........................ 54 6.2.2. Fungsi – fungsi Pemasaran ........................................... 56 6.2.3. Marjin Pemasaran.......................................................... 57 6.3. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas............................................ 61 6.3.1. Analisis Aspek-aspek Kelayakan Usahatani Nanas....... 61 6.3.2. Analisis Kelayakan Investasi Usahatani Nanas ............. 63 6.4. Analisis Kelayakan Agribisnis Nanas........................................... 67 6.4.1. Analisis Aspek-aspek Kelayakan Agribisnis Nanas ...... 67 6.4.2. Analisis Kelayakan Investasi Agribisnis Nanas............. 69 6.5. Ikhtisar Kelayakan Agribisnis Nanas............................................ 73
VII. ANALISIS SENSITIVITAS AGRIBISNIS NANAS 7.1. Analisis Sensitivitas Usahatani Nanas .......................................... 76 7.2. Analisis Payback Period Investasi Usahatani Nanas .................... 79 7.3. Analisis Sensitivitas Agribisnis Nanas ......................................... 82 7.4. Analisis Payback Period Investasi Agribisnis Nanas.................... 85 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan .................................................................................... 89 8.2. Saran............................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92 LAMPIRAN.................................................................................................... 93
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Provinsi penghasil nanas terbesar di Indonesia Tahun 2005 ..........................3 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Nanas di Provinsi Sumatera Utara, tahun 2000-2004 ................................................3 3. Harga pupuk dan obat-obatan yang berlaku di kabupaten Tapanuli Utara.....48 4. Harga-harga peralatan usahatani nanas yang berlaku di Kabupaten Tapanuli Utara.................................................................................................49 5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6.......................................................................................53 6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6 ...................................................................53 7. Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara .....................................................57 8. Penyebaran Harga Nanas dan Marjin Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar .................................................................................59 9. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas .............................................................66 10. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas ............................................72 11. Kriteria Kelayakan agribisnis Nanas di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara................................................................................................74 12. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Usahatani Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ...........................................78 13. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Usahatani Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ..........................................79 14. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................80 15. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................81 16. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Nanas dengan Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen .......................................84
17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Industri Pengolahan Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ...........................................85 18. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................86 19. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................87
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo, 1997) ................11 2. Sistem Agribisnis Nanas dan Lembaga Penunjangnya di kabupaten Tapanuli Utara ...........................................................................12 3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap Marjin Tataniagadan nilai Marjin Tataniaga....................................28 4. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................................31 5. Saluran Pemasaran Nanas di Kec. Sipahutar, Tapanuli Utara .........................55
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
Harga Bayangan Input dan Output untuk analisis Finansial dan Ekonomi. .......................................................................................... 94
2.
Produksi Nanas pada lahan 1 hektar ....................................................... 94
3.
Nilai ekonomi produksi nanas pada lahan 1 hektar ................................ 95
4.
Ekspor buah nanas segar ......................................................................... 95
5.
Biaya Usahatani Nanas untuk Analisis Finansial pada Lahan 1 hektar di tahun ke - 1.......................................................................................... 96
6.
Cashflow Analisis Finansial Usahatani Nanas........................................ 97
7.
Biaya Usahatani Nanas untuk Analisis Ekonomi pada Lahan 1 hektar di tahun ke - 1.......................................................................................... 98
8.
Cashflow Analisis Ekonomi Usahatani Nanas........................................ 99
9.
Cashflow Analisis Finansial Industri Pengolahan Nanas ....................... 100
10. Cashflow Analisis Ekonomi Industri Pengolahan Nanas ....................... 101 11.
Jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nanas ............................. 102
12. Proses pembuatan juice concentrate dan canned pineapple tidbit pada bahan baku 16 ton............................................................................ 103
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor, memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik-beratkan pada swasembada “plus” yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan
masyarakat
dan
memperbaiki
gizi
melalui
penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui pendekatan
Agribisnis
dan
Agroindustri
yang
memungkinkan
untuk
meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura. Pengembangan usaha hortikultura perlu didasarkan pada perhitungan yang cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem Agribisnis, yaitu menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi, usahatani , industri pengolahan dan pemasaran. Hal tersebut perlu diperhatikan karena dalam usaha agribisnis hortikultura memerlukan penanaman modal yang cukup besar dan beresiko tinggi. Industri pengolahan hortikultura merupakan alternatif pembangunan pertanian yang diharapkan dapat memberikan dampak yang positif yang mampu mendorong pembangunan di sektor lain dan peningkatan perolehan devisa.
Pembangunan sub sektor hortikultura terdiri dari komoditi buah-buahan, sayuran dan tanaman hias serta obat-obatan sangat potensial sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di masa depan. Hal ini sangat beralasan karena keempat kelompok komoditi hortikultura tersebut memiliki potensi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Potensi tersebut meliputi aspek sumberdaya alam seperti lahan, agroklimat dan topografi, nilai ekonominya, kemampuan menyerap tenaga kerja dan dapat digunakan sebagai unsur pendukung konservasi lahan serta menambah nilai estetika. Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan.Hal ini ditunjukkan dengan adanya jumlah permintaan nanas segar di luar negeri terus meningkat tiap tahunnya dengan laju peningkatan volume sebesar 1,598 persen (tabel lampiran 4). Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi) dan perluasan areal tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman. Penyebaran tanaman nanas di Indonesia hampir merata terdapat di seluruh daerah, karena tanaman nanas mempunyai potensi yang cerah dalam pengembangannya antara lain lahan, agroklimat dan topografinya yang mendukung, tanaman nanas dapat tumbuh pada segala jenis tanah yang digunakan dalam pertanian, nilai ekononominya, dapat menyerap tenaga kerja serta dapat juga digunakan sebagai unsur pendukung konservasi lahan.
Tabel 1. Provinsi Penghasil Nanas Terbesar di Indonesia Tahun 2005 Provinsi Jumlah produksi (ton) Share (%) Sumatera Utara 144.000 15,57 Sumatera Selatan 179.465 19,38 Riau 46.643 5,04 Lampung 26.489 3,21 Jawa Barat 313.593 33,90 Jawa Tengah 57.628 6,23 Jawa Timur 87.491 9,46 Kalimantan Tengah 16.608 1,80 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 (data diolah) Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa salah satu daerah yang memiliki jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera utara. Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ketiga sebagai sentra produksi nanas terbesar di Indonesia. Jumlah produksi nanas Sumatera utara pada tahun 2005 adalah sebanyak 144.000 ton dengan sharenya terhadap produksi nanas nasional sebesar 15,57 persen. Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Nanas di Provinsi Sumatera Utara, tahun 2000-2004 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Total Rata-rata
Luas Panen (ha) 2.188 2.192 764 836 1.380 7.360 1.472
Laju (%)
548 - 0,5 11,611 2,537 561,648 112,33
Produksi (ton) 33.195 31.325 33.810 3.033 60.355 189.718 37.943,6
Laju (%)
- 16,751 13,606 - 11,175 2,058 - 12,262 - 2,452
Produktivitas (ton/ha) 15,171 14,291 44,254 37,121 43,736 154,573 30,915
Laju (%)
- 16,24 1,47 - 5,20 6,612 - 13,358 - 2,67
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2000-2004 (data diolah) Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa luas panen dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 112,33 per tahun sedangkan produktivitas nanas mengalami penurunan dengan laju penurunan rata-rata sebesar 2,67 dengan produktivitas rata-rata sebesar 30,915 ton/ha. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan produksi per tahunnya.
Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki potensi
pasar dan agroklimat yang cocok untuk pengembangan
agribisnis nanas. Hal ini didukung dengan adanya Industri pengolahan nanas yaitu PT. Alami Agro Industry. Industri memperoleh bahan baku yang berasal dari perkebunan nanas rakyat yang tergabung dalam demikian,
masih
terdapat
banyak
permasalahan
ikatan kemitraan. Namun yang
dihadapi
dalam
pengembangan nanas baik dari usahatani, industri pengolahan dan pemasaran. Sehingga permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan dari semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun petani nanas dengan tujuan untuk memperoleh kesejahteraan bersama sehingga pengembangan usaha agribisnis nanas tersebut layak diusahakan di daerah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Prospek pengembangan nanas di Indonesia sangat cerah karena nanas memiliki potensi yang relatif cukup besar, antara lain aspek sumberdaya alam seperti lahan, agroklimat dan topografi, nilai ekonominya, kemampuan menyerap tenaga kerja dan dapat digunakan sebagai unsur pendukung konservasi lahan. Namun potensi tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. Provinsi Sumatera Utara merupakan penghasil nanas terbesar ketiga di Indonesia pada tahun 2005 (Tabel 1) yaitu sebesar 144.000 ton. Namun laju peningkatan jumlah produksi nanas Provinsi Sumatera Utara lebih kecil daripada laju peningkatan jumlah produksi nanas di tingkat nasional. Di Sumatera Utara terjadi peningkatan luas panen nanas tetapi jumlah produksinya mengalami penurunan. Oleh karena itu, perlu diselidiki apakah agribisnis nanas tersebut layak
untuk dilakukan di daerah penelitian. Hal ini terutama terkait dengan kemampuan petani dalam memperoleh tambahan modal untuk pengembangan usahanya dalam meningkatkan produksinya. Hingga saat ini, belum banyak investor maupun lembaga keuangan yang bersedia meminjamkan modalnya untuk kelangsungan usaha agribisnis ini sehingga usaha pengembangan agribisnis nanas tersebut layak dilakukan baik secara finansial maupun ekonomi. Sebagaimana dengan usaha-usaha lainnya, usaha agribisnis nanas ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksogen seperti harga output, harga input , dan tingkat produksi. Oleh karena itu perlu diselidiki sejauh mana pengaruh perubahan faktor-faktor eksogen tersebut terhadap kelayakan usaha pengembangan agribisnis nanas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka terdapat beberapa hal yang akan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah kegiatan dan kelayakan agribisnis nanas di daerah penelitian? 2. Bagaimanakah pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut?
1. 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji kegiatan dan kelayakan finansial dan ekonomi agribisnis nanas 2. Menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
1. 4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna sebagai : 1. Dapat memberikan informasi yang jelas kepada petani mengenai biaya produksi dan pendapatan usahatani nanas 2. Dapat memberikan informasi yang jelas kepada industri pengolahan dalam hal perolehan keuntungan sehingga usaha pengembangan agribisnis nanas di daerah Tapanuli Utara layak untuk di usahakan. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Lembaga-lembaga yang terkait lainnya dalam mengembangkan agribisnis nanas. 4. Sebagai bahan masukan dan pembanding bagi penelitian selanjutnya.
1. 5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup analisis dan pembahasan dalam penelitian ini meliputi gambaran umum karakteristik agribisnis nanas yang terdiri dari sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, sub sistem produksi primer, sub sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran. Penelitian ini ditekankan pada analisis kelayakan agribisnis nanas pada sub sistem produksi primer dengan sub sistem pengolahan sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian yang ada. Penelitian kelayakan sistem agribisnis nanas ini dibatasi pada kelayakan investasi dengan menggunakan analisis finansial dan ekonomi beserta analisis sensitivitasnya. Analisis kelayakan industri pengolahan dilakukan pada industri pengolahan yang sudah berjalan selama 6 tahun dalam pengembangan usaha agribisnisnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekologi Tanaman Nanas 2.1.1. Botani, Varietas dan Syarat Tumbuh Nanas Tanaman nanas merupakan rumput yang batangnya pendek sekali. Daunnya berurat sejajar dan pada tepinya tumbuh duri yang menghadap ke atas (ke arah ujung daun). Duri pada beberapa varietas nanas mulai lenyap, tetapi pada ujung daunnya sering masih dapat dilihat. Tanaman nanas berbunga pada ujung batang dan hanya sekali berbunga yang arah tegaknya ke atas. Nanas merupakan tanaman monokotil, bersifat merumpun (bertunas anakan), dan pada batangnya atau tangkai bunga sering tumbuh tunas pula (Sunarjono,1998). Tunas batang disebut sucker, sedangkan tunas tangkai buah disebut slips. Sebenarnya bunga nanas bersifat majemuk terdiri dari lebih 200 kuntum bunga yang tidak bertangkai, duduk tegak lurus pada tangkai buah utama yang kemudian mengembang menjadi buah majemuk yang enak dimakan. Buah seperti ini disebut sinkarpik atau coenocarpium. Daun kelopak dari setiap kuntum bunga, yang dikenal sebagai mata, masih jelas meninggalkan bekas pada buah tersebut. Bunganya adalah sempurna yang mempunyai tiga kelopak (sepalum), tiga mahkota (petalum), enam benang sari, dan sebuah putik dengan stigma yang bercabang tiga. Di atas buah tumbuh daun-daun pendek yang tersusun seperti pilin, yang disebut mahkota (Sunarjono,1998).
Tanaman nanas banyak jenisnya, namun jenis yang biasa di budidayakan ada empat, yaitu : 1. Cayenne : jenis yang paling banyak ditanam di dataran tinggi ditujukan untuk pengalengan. Jenis ini heterozigot. Pada mulanya hanya terdiri dari satu type, namun sekarang sudah bertambah macamnya karena mutasi. Jenis smooth cayenne daunnya tidak berduri, batangnya cukup panjang 2050 cm, jumlah daunnya antara 60-80, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau abu-abu keperakan, tangkai buah 7,5-15 cm, rata-rata berat buah 2,5 kg. Bagian pangkal buah membesar biasanya tidak berbiji. Warna buah matang hijau sampai hijau kekuningan, rasanya agak masam. 2. Queen : merupakan jenis lama, pada umumnya ditanam di dataran rendah. Jenis ini banyak di tanam di Australia dan Afrika Selatan. Buahnya lebih kecil daripada cayenne. Ukuran buahnya 0,9-1,3 kg. Daunnya berduri tajam, warna buah matang kuning sampe kemerahan, rasanya manis. 3. Singapore Spanish : banyak ditanam di semenanjung malaya untuk dikalengkan. Daunnya berjumlah sekitar 50 helai, berat buahnya 1,6-2,3 kg. 4. Cabezona : merupakan jenis yang triploid, banyak ditanam di Puerto rico untuk di konsumsi ekspor. Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayenne dan Queen.
Tanaman nanas menghendaki dataran rendah sampai dataran tinggi 1.200 m dpl dan tumbuh di sekitar daerah katulistiwa antara 25º LU/LS. Tanaman ini tidak tahan terhadap temperatur dingin, tetapi tahan sekali terhadap kekeringan karena nanas mempunyai sel penyimpan air yang efektif (sukulenta). Buahnya peka terhadap sinar matahari terik (mudah terbakar). Walaupun demikian, tanaman lebih senang terhadap tanah yang subur, daerah yang beriklim basah dengan curah hujan 1.000-2.500 mm per tahun. Tanaman tahan terhadap tanah masam yang mempunyai pH 3-5, tetapi yang baik adalah tanah dengan pH antara 5-6,5. dari itu tanaman nanas bagus pula dikembangkan di lahan gambut. Di daerah yang beriklim kering (4-6 bulan kering), tanaman nanas masih mampu berbuah asalkan kedalaman air tanah antara 50-150 cm (Sunarjono,1998).
2.1.2. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman Sampai sekarang tanaman nanas diperbanyak dengan anakan yang keluar dari pangkal batangnya. Namun adakalanya diperbanyak pula dengan sucker atau slips dan mahkotanya. Batang dan mahkota bunga itu dapat dipotong dan dibelah dijadikan bibit. Antara anakan (raton), tunas batang (sucker), dan mahkota (crown) terdapat perbedaaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan produksinya. Makin ke bagian atas tanaman, makin panjang umurnya dan rendah produksinya. Walaupun demikian, umur tanaman berbunga tidak menjadi persoalan karena pembungaan tanaman nanas dapat diatur dengan memberikan zat tumbuh, di antaranya karbid dan ethrel 40 PGR (Sunarjono,1998). Nanas ditanam pada jarak 60 cm x 60 cm dan jarak antara dua baris 150 cm. Namun, nanas dapat pula ditanam pada jarak 150 cm x 150 cm. Makin rapat
jarak tanamnya, makin kecil buah yang dihasilkan. Untuk kebutuhan industri pengalengan (canning) biasanya diperlukan buah yang berukuran kecil (jarak tanam 30 cm x 40 cm) silindris. Pupuk kandang yang diperlukan 5-10 kg per lubang tanam. Pupuk buatan yang digunakan yaitu 100 kg urea, 200 kg TSP, dan 100 kg KCL per hektar (Sunarjono,1998). Pupuk buatan itu diberikan dua kali, yaitu pada umur 4 minggu setelah tanam dan 8 minggu setelah tanam. Walaupun demikian, pemberian pupuk urea yang berlebihan dapat mendorong terjadinya mahkota ganda (multiple crown) yang menyebabkan buahnya menjadi kecil dan adakalanya buahnya ganda (Sunarjono,1998). Pemeliharaan selanjutnya ialah pembersihan rumput atau gulma, terutama alang-alang (Imperata cylindrica L). Adanya gulma pada pertanaman nanas dapat menurunkan hasil buah antara 20-42%. Pembuatan saluran-saluran drainase yang baik sangat dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit busuk akar dan busuk hati (titik tumbuh) (Sunarjono,1998).
2.1.3. Panen Hasil dan Pengolahan Nanas Buah nanas harus dipanen setelah tua benar atau matang pohon. Tanda buah dapat dipanen ialah matanya telah datar dan tampak jarang, apabila dipukul (diketuk) akan mengeluarkan suara mengema. Buah nanas yang mulai matang akan mengeluarkan aroma khas. Bulan-bulan panen besar ialah Desember, Januari, dan Juli (Sunarjono,1998). Orang pada umumnya mengkonsumsi buah nanas dalam keadaan segar. Tetapi nanas dapat juga dinikmati dalam bentuk lain setelah mengalami
pengolahan antara lain yaitu nanas dalam kaleng, jus nanas, nanas dalam botol, selai, asinan, dll. Setelah mengalami pengolahan menjadi bentuk lain, maka nanas tersebut memperoleh nilai tambah dan mempunyai harga jual yang lebih tinggi.
2.2. Sistem Agribisnis Agribisnis merupakan suatu sistem, bila akan dikembangkan harus terpadu dan selaras dengan semua sub sistem yang ada di dalamnya. Pengembangan agribisnis tidak akan efektif dan efisien bila hanya mengembangkan salah satu sub sistem yang ada di dalamya. 2.2.1. Konsep Sistem Agribisnis Agribisnis mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi primer, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran. Sistem agribisnis akan berfungsi baik apabila tidak ada gangguan pada salah satu subsitem (dalam gambar 1). Pengembangan agribisnis harus mengembangkan semua subsistem di dalamnya karena tidak ada satu subsistem yang lebih penting dari sub sistem lainnya.
subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi
subsistem produksi primer
subsistem pengolahan
subsistem pemasaran
Lembaga penunjang Agribisnis (Pertanahan, Keuangan, Penelitian, dll.) Gambar 1. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo, 1997)
Sub sistem pengolahan dalam sistem agribisnis tersebut sering dikenal oleh masyarakat dengan istilah agroindustri. Agroindustri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu agroindustri hulu dan agroindustri hilir. Agroindustri hulu mencakup industri penghasil input pertanian, seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin-mesin pertanian, dll. Agroindustri hilir adalah industri pengolahan hasil-hasil pertanian primer bahkan lebih luas lagi mencakup industri sekunder dan tersier yang mengolah lebih lanjut dari produk olahan hasil pertanian primer. 2.2.2. Sistem Agribisnis Nanas
subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi
Usahatani Nanas
Industri Pengolahan Nanas
Pemasaran Produk Nanas
Departemen Pertanian, Bank, Lembaga Penelitian,pendidikan dll.
Gambar 2. Sistem Agribisnis Nanas dan Lembaga Penunjangnya di kabupaten Tapanuli Utara •
Setiap subsistem dalam sistem agribisnis nanas mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan. Tanda panah ke belakang (ke kiri) pada Industri pengolahan nanas menunjukkan bahwa industri pengolahan tersebut akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh usahatani nanasnya. Tanda panah ke depan (ke kanan) pada
Industri pengolahan nanas menunjukkan bahwa industri pengolahan nanas akan berjalan dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya. •
Agribisnis nanas memerlukan lembaga penunjang, misalnya Departemen Pertanian, Bank, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan lain-lain. Lembaga pendidikan dan pelatihan mempersiapkan para pelaku agribisnis yang profesional sedangkan lembaga penelitian memberikan sumbangan berupa teknologi dan informasi. Lembaga keuangan (koperasi, bank, dll) membantu dalam peminjaman modal saat berlangsungnya proses agribisnis. Biasanya lembaga penunjang kebanyakan berada di luar sektor pertanian, sehingga sektor pertanian semakin erat terkait dengan sektor lainnya.
•
Agribisnis nanas melibatkan pelaku dari berbagai pihak (BUMN, swasta, dan koperasi) dengan profesi sebagai penghasil produk nanas, pengolah nanas, pedagang, distributor, importir, eksportir, dan lain-lain. Kualitas sumberdaya manusia di atas sangat menentukan berfungsinya subsistem-subsistem dalam sistem agribisnis nanas dan memelihara kelancaran arus komoditas nanas dari produsen ke konsumen.
2.3.Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai optimalisasi pendapatan dan pemasaran usahatani nenas telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu oleh Maulana (1998), di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan, penggunaan faktorfaktor produksi yang digunakan serta saluran dan margin pemasaran dari usahatani nenas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan
usahatani nenas per hektar per tahun pada tahun 1997 sebesar Rp. 14.490.000,00 sedangkan pengeluaran per hektar per tahun sebesar Rp. 2.765.500,00. Dari hasil penerimaan dan pengeluaran tersebut maka pendapatan per hektar per tahun adalah sebesar Rp. 11.724.500,00; dengan ratio R/C sebesar 5,24. hal itu berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 5,24. Selain itu, Maulana meneliti tentang saluran pemasaran nenas yang terjadi di Desa Bunihayu. Pola saluran pemasaran untuk menyalurkan nenas dari produsen (petani) ke konsumen melalui tiga jenis pola saluran pemasaran. Saluran pemasaran pola I lebih pendek dibandingkan pola II dan pola III. Berdasarkan ketiga pola saluran pemasaran tersebut tidak ada perbedaan harga yang diterima petani. Dalam pola saluran pemasaran I lebih dominan dibandingkan pola II dan III karena mempunyai rasio total keuntungan dengan total pengeluaran yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga yang terlibat tertinggi yaitu 0,2, pola II 0,15, dan pola III 0,14. Yuningsih (1999), meneliti tentang Analisis Optimalisasi Pendapatan Usahatani Pada Keragaman Jenis Usaha Petani Nenas, di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh petani nenas, jenis kegiatan yang dapat mengoptimalkan pendapatan dan nilai pendapatan optimal, sumberdaya utama yang menjadi kendala dalam optimalisasi pendapatan petani nenas. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan, pendapatan, efisiensi dan analisis optimalisasi yang terdiri dari analisis primal, dual dan sensitivitas.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan bersih total per ha yang diperoleh petani lahan sempit golongan pemilik-penyewa penggarap sebesar Rp. 22.318.120,1 petani lahan sempit golongan pemilik penggarap sebesar Rp. 14.324.883,2 dan petani lahan sempit golongan penyewa penggarap sebesar Rp. 11.753.807,2. Untuk petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap, pendapatan bersih yang diterima sebesar Rp. 46.014.514,7 dan petani lahan luas golongan pemilik penggarap sebesar Rp. 30.997.250,0. Pendapatan bersih per ha terbesar diterima oleh petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap. Sedangkan
hasil
optimalisasi
pendapatan
bersih
total
usahatani
nenas
menunjukkan bahwa optimalisasi pendapatan petani lahan sempit golongan pemilik-penyewa penggarap sebesar Rp. 29.764.311,37 petani lahan sempit golongan pemilik penggarap sebesar Rp. 31.671.516,50 dan petani lahan sempit golongan penyewa penggarap sebesar Rp. 21.892.173,40. Untuk petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap, pendapatan bersih optimal yang diterima sebesar Rp. 61.371.187,40 dan petani lahan luas golongan pemilik penggarap sebesar Rp. 54.819.444,40. Pendapatan bersih total aktual (sekarang) yang diperoleh petani nenas berlahan sempit golongan pemilik-penyewa penggarap dengan jenis tanaman yang berbeda hampir mendekati optimal sedangkan petani golongan yang lainnya belum optimal. Dumaria (2003), meneliti tentang Analisis Efisiensi Usahatani Nenas, di Desa Tambakan, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran usahatani nenas di Subang, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nenas, dan menganalisis efisiensi usahatani nenas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
rata-rata penerimaan usahatani nenas per hektar per tahun sebesar Rp. 18.000.000,00 sedangkan total biaya rata-rata per hektar per tahun sebesar Rp. 11.265.400,00 dengan biaya tunai rata-rata sebesar Rp. 9.138.300,00. Dari hasil penerimaan dan biaya total tersebut maka diperoleh pendapatan per hektar per tahun adalah sebesar Rp. 6.734.600,00 dan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 8.861.700,00; dengan ratio R/C atas biaya total sebesar 1,60 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,60 dan ratio R/C atas biaya tunai sebesar 1,98 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,98. Berdasarkan model fungsi produksi yang terbentuk menunjukkan bahwa jumlah nilai elastisitas produksi sebesar 1,3040. dari nilai tersebut menunjukkan bahwa skala usaha berada pada kondisi skala usaha yang meningkat. Simbolon (2000), meneliti tentang Analisis Kelayakan Investasi dan Pemasaran Jeruk Siam Medan, di Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usahatani jeruk siam, menganalisis kelayakan investasi pengusahaan jeruk siam Medan di Sumatera Utara, mengkaji perubahan analisis kelayakan pengusahaan jeruk siam jika terjadi perubahan pada manfaat dan biaya serta menganalisis sistem dan efisiensi pemasaran jeruk siam. Analisis data yang digunakan mencakup analisis kualitatif untuk mengetahui gambaran mengenai usahatani jeruk siam dan analisis kuantitatif untuk menganalisis kelayakan investasi (menggunakan kriteria investasi : NPV, Net B/C, IRR dengan metode discounted cash flow pada tingkat diskonto 24 persen) dan analisis sensitivitas
untuk mengetahui kelayakan investasi terhadap perubahan pada manfaat dan biaya serta analisis pemasaran digunakan analisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran dan analisis margin pemasaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil produksi usahatani jeruk di Desa Surbakti seluruhnya diorientasikan ke pasar. Dari perhitungan kelayakan dengan tingkat diskonto 24 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 79.846.864, hal ini berarti bahwa usahatani jeruk siam yang dilakukan menurut nilai sekarang adalah menguntungkan untuk dilaksanakan karena akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 79.846.864. Nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh juga menunjukkan bahwa usahatani jeruk layak diusahakan yaitu nilai Net B/C sebesar 4,45 atau lebih besar dari satu dan nilai IRR sebesar 63,76 persen atau lebih besar dari tingkat diskonto 24 persen. Tingkat pengembalian Investasi terjadi pada lima tahun tujuh bulan umur tanaman dari 15 tahun umur tanaman yang ditentukan. Dari hasil analisis sensitivitas usahatani jeruk siam pada tingkat diskonto 24 persen, memperlihatkan bahwa usahatani jeruk siam tidak peka terhadap perubahan produksi, harga pupuk dan pestisida serta harga output. Sementara dengan switching value yang dilakukan menunjukkan bahwa usahatani jeruk siam menjadi tidak layak jika produksi atau harga output diturunkan lebih dari 51 persen dan biaya dinaikkan lebih dari 109 persen. Sehingga usahatani jeruk siam kurang peka terhadap perubahan produksi dan harga output serta tidak peka terhadap perubahan biaya. Ditinjau dari besarnya Margin pemasaran dan farmer’s share yang diterima petani, maka jalur I lebih efisien dibandingkan dengan jalur II, hanya saja dilihat dari rasio keuntungan biaya oleh masing-masing lembaga yang terlibat kurang merata.
Nasution (2001), meneliti tentang Studi Kelayakan Agribisnis Jeruk, di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Hasil analisis usahatani jeruk selama 6 tahun yang dilakukan petani jeruk adalah menguntungkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ratio R/C sebesar 1,91. Dengan besarnya biaya tunai sebesar Rp. 9.452.300,00 dan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp. 2.325.000,00. Jadi total biaya yang dikeluarkan petani dalam usahatani jeruk selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 11.777.300,00. Total produksi selama 6 tahun sebesar 18.750 kg dengan tingkat harga Rp. 1200,00 per kg sehingga diperoleh total penerimaan sebesar Rp. 22.500.000,00. Maka diperoleh pendapatan total petani jeruk selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 10.722.700,00. Dengan analisis Tataniaga Pertanian, terdapat tiga jalur tataniaga dan jalur tersebut merupakan jalur yang pendek. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi : fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Komponen biaya pemasaran meliputi biaya transportasi, sortasi dan biaya bongkar muat. Dengan menggunakan konsep farmer’s share untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima petani sebagai balas jasa atas kegiatan yang dilakukan dalam usahatani jeruk. Menggunakan analisis kelayakan usaha dengan cara mengkaji aspek-aspek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Secara teknis usahatani jeruk layak dilaksanakan karena usahatani jeruk telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Membedakan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jeruk yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Sedangkan manfaat diperoleh dengan cara mengalikan hasil penjualan jeruk dengan harga jeruk itu sendiri. Dari hasil perhitungan analisis finansial pada usahatani jeruk keprok siam diperoleh nilai NPV sebesar 23.794.340,84, IRR sebesar 38,70 % dan Net B/C sebesar 8,16.
Sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar 53.827.058,59, IRR sebesar 27,32 % dan Net B/C sebesar 4,81. Untuk analisis finansial pada usahatani jeruk keprok maga diperoleh nilai NPV sebesar 323.460.664,63, IRR sebesar 26,96 % dan Net B/C sebesar 41,59, sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar 300.107.635,64, IRR sebesar 25,19 % dan Net B/C sebesar 35,18. Dari hasil tersebut berarti usahatani jeruk keprok siam dan jeruk keprok maga pada tingkat diskonto 12 % layak dilaksanakan di daerah penelitian. Analisis sensitivitas kelayakan usahatani jeruk dilakukan terhadap 9 kemungkinan perubahan produksi pada tingkat diskonto 12 %, 15 %, 16 %, 25 %, dan 30 %. Dalam analisis kelayakan usaha selain kegiatan usahatani jeruk hal lain yang diperhatikan adalah kegiatan agribisnis jeruk mulai dari produksi sampai pengolahan hasil panen. Semua syarat yang diperlukan dalam proyek pengembangan agribisnis jeruk yang direncanakan dapat dipenuhi. Dari hasil perhitungan analisis finansial pada proyek agribisnis jeruk diperoleh nilai NPV sebesar 46.227.520.218,34, IRR sebesar 24,09 % dan Net B/C sebesar 11,35. Sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar 266.910.535.667,17, IRR sebesar 56,55 % dan Net B/C sebesar 41. Dari hasil tersebut berarti proyek agribisnis jeruk pada tingkat diskonto 12 % layak dilaksanakan di daerah penelitian.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis Proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumbersumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat mengasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu. Dalam beberapa proyek biaya-biaya produksi atau pemeliharaan yang telah dikeluarkan diharapkan dapat memberikan keuntungan atau manfaat secara cepat, kira-kira dalam jangka satu tahun (Gittinger, 1986). Tujuannya dilakukan analisis proyek adalah : (1) mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek; (2) menghindari pemborosan sumber daya dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak tidak menguntungkan; (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan; (4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al., 1992). Untuk dapat merencanakan dan menganalisa proyek yang efektif, perlu mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Seluruh
aspek
ini
saling
berhubungan.
Seluruh
aspek
harus
selalu
dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya. Dalam penelitian ini, kelayakan agribisnis nanas akan dianalisis berdasarkan empat aspek, yaitu aspek teknis, aspek institusional-organisasimanajerial, aspek sosial, dan aspek ekonomi.
3.1.1. Aspek Teknis Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal itu sangat penting, dam kerangka proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek teknis berpengaruh sangat besar terhadap kelancaran jalannya usaha, terutama kelancaran proses produksi. Analisa teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek pertanian : keadaan tanah, ketersediaan air, irigasi, varietas benih, teknologi sampai ke fasilitas-fasilitas pemasaran, penyimpanan dan pengolahan. Namun tidak dikatakan bahwa aspek lain tidak penting, karena semua aspek saling berhubungan.
3.1.2. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial Dalam Gittinger (1986), analisa aspek ini berkisar antara penetapan institusi, organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih (overlapping), yang secara jelas mempunyai pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek. Untuk dapat melaksanakan, suatu proyek harus dihubungkan secara tepat dengan struktur kelembagaan disuatu negara atau daerah, usulan organisasi proyek harus diteliti untuk mengetahui apakah proyek dapat diarahkan, serta kemampuan manajerial dari staf yang ada untuk dapat memutuskan apakah mereka sanggup menangani kegiatan-kegiatan sektor publik berskala besar.
3.1.3. Aspek Sosial Analisis aspek ini perlu dilakukan, karena sebuah proyek harus mempertimbangkan pola dari kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Beberapa pertanyaan yang biasa dijadikan masalah adalah mengenai penciptaan kesempatan kerja atau bagaimana kualitas hidup masyarakat serta apakah proyek bersahabat dengan lingkungannya (Gittinger, 1986).
3.1.4. Aspek ekonomi Analisa ekonomi proyek membutuhkan pengetahuan mengenai apakah suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang diperlukan. Sudut pandang yang diambil dalam analisa ekonomi ini adalah masyarakat secara keseluruhan (Gittinger, 1986). Namun ada beberapa unsur yang berbeda dalam penilaian dengan aspek finansial yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan (shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya dan manfaat masyarakat, (2) Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi, pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari proyek, karena pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi merupakan hasil bersih proyek. Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran proyek karena dianggap sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor. Secara rinci, analisis ekonomi dilakukan dengan alasan karena adanya :
1. Ketidaksempurnaan pasar (termasuk dalam distorsi yang timbul karena peraturan pemerintah), misalnya pengendalian harga. 2. Adanya pajak dan subsidi. Pajak berarti pendistribusian sebagian kekayaan konsumen atau perusahaan ke pemerintah. 3. Berlakunya konsep konsumen surplus dan produsen surplus. Bagian yang termasuk didalam aspek ekonomi adalah aspek finansial dan aspek komersial. Unsur-unsur yang termasuk dalam analisis finansial adalah (Gittinger, 1986) : (1) harga yang digunakan adalah harga pasar; (2) pembayaran transfer yaitu pajak merupakan biaya proyek dan sebagai pengurang laba, subsidi akan mengurangi biaya proyek sehingga menambah manfaat proyek. Dengan adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur ekonomis kegiatan usaha maka perlu dilakukan metode Discounted Cashflow analysis. Cashflow analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan diperoleh nilainya. Komponen tersebut dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu penerimaan atau manfaat (benefit ; inflow) dan pengeluaran atau biaya (cost ; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) yang kemudian dijadikan nilai sekarang (present value) dengan mengalikannya dengan tingkat diskonto (discount rate) yang besarnya telah ditetapkan. Tingkat diskonto ini harus senilai dengan opportunity cost of capital atau biaya marginal kegiatan tersebut dari sudut pandang pemilik modal atau peserta usaha dan biasanya tingkat usaha tersebut untuk meminjam modal.
Terdapat beberapa kriteria penilaian suatu investasi sehubungan dengan metode Discounted Cash Flow,antara lain yaitu : 1) Net Present Value (NPV), nilai sekarang dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Proyek dinyatakan layak bila NPV lebih besar atau sama dengan nol, yang berarti proyek tersebut minimal telah mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal; 2) Net Benefit Cost ratio (B/C), merupakan penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya yang berupa perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Net B/C menunjukkan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Proyek dikatakan layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari satu dan tidak layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari satu. Apabila B/C sama dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan pada pihak manajemen; 3) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto pada saat NPV sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen. Nilai IRR menunjukkan tingkat keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Jika IRR suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang berlaku maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan;
Menurut Gittinger (1986), yang termasuk dalam aspek komersial dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dari sudut pandang output, analisa pasar untuk hasil proyek adalah sangat penting untuk menyakinkan bahwa terdapat permintaan yang efektif pada suatu harga yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana yang cocok harus dibuat bagi para petani untuk menyakinkan tersedianya pupuk, pestisida dan benih unggul yang mereka perlukan untuk dapat menggunakan teknologi baru atau pola penanaman baru. Pemasaran Definisi pemasaran pertanian menurut Limbong dan Sitorus (1987) mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke
konsumen,
termasuk
di
dalamnya
kegiatan-kegiatan
tertentu
yang
menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dimaksud untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen. Dalam analisis pemasaran ini yang akan dilihat adalah lembaga pemasaran, saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan marjin pemasaran.
a. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran Lembaga dan saluran pemasaran nanas ini mengikuti arus penyaluran nanas dari petani sampai ke konsumen. Dalam pemasaran barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan
dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga perantara dapat dikelompokkan atas : (1) Pedagang Perantara, terdiri dari pengecer dan grosir, (2) Agen Perantara, terdiri dari brokers dan komisi, (3) pedagang spekulatif, (4) Pengolah dan Pabrik dan (5) Organisasi fasilitas. Dalam menyalurkan produk yang dihasilkan, para produsen tidak dapat melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar yang dikehendakinya maupun pada setiap waktu yang dikehendaki produsen. Ada beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan bila hendak memilih saluran pemasaran, yaitu : 1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir, potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan volume pesanan. 2. Pertimbangan barang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, kerusakan, sifat teknis barang dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. 3. Pertimbangan intern perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan.
b. Fungsi-fungsi Pemasaran Proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen memerlukan kegiatan fungsional pemasaran yang ditujukan untuk memperlancar
proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan fungsional tersebut disebut fungsifungsi pemasaran. Klasifikasi fungsi-fungsi pemasaran Agribisnis Nanas antara lain : (1). Fungsi pertukaran : Fungsi usaha pembelian dan penjualan, (2). Fungsi fisik pemasaran : Fungsi usaha penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, (3). Fungsi Fasilitas Pemasaran : Fungsi standarisasi dan penggolongan produk, usaha pembiayaan, penanggungan risiko serta penyediaan informasi pasar.
c. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama, jumlah yang sama dan pada pasar persaingan sempurna. Biaya pemasaran mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga (Limbong dan sitorus 1987). Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir. Konsep marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
Harga
Sr
Pr
Sf
Pf Df
Dr Jumlah
Qr, f Gambar 3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap Marjin Tataniaga dan nilai Marjin Tataniaga. Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987. Keterangan : Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat petani Sr = Penawaran di tingkat pengecer Sf = Penawaran di tingkat petani Dr = Permintaan di tingkat pengecer Df = Permintaan di tingkat pengecer Qr, f = jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
3.1.5. Payback Period Merupakan penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lainnya.
3.1.6 Analisis Sensitivitas Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian
karena
dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dirasakan perlu untuk dilakukan sebuah analisis atau penelaahan kembali terhadap suatu proyek untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat adanya perubahan-perubahan tersebut (Gittinger, 1986). Pada bidang pertanian, perubahan kriteria investasi dapat terjadi akibat adanya perubahan harga output, tingkat produksi, harga input dan tingkat suku bunga. Jadi analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak dilaksanakan.
3.2. Kerangka pemikiran operasional Dalam usaha pengembangan nanas harus didasarkan dengan perhitungan yang cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem agribisnis nanas, yaitu menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi nanas, usahatani nanas, industri pengolahan nanas dan pemasaran nanas. Yang kemudian sub-sub sistem diidentifikasi karakteristik usahanya antara lain sub sistem usahatani nanas dan industri pengolahan nanas dengan mengkaji aspek-aspek yang untuk mengetahui karakteristik kelayakan usaha agribisnis nanas antara lain aspek teknis, aspek sosial, aspek Institusional-Organisasi-Manajerial, dan aspek ekonomi. Untuk mengetahui apakah secara finansial dan ekonomi agribisnis nanas
tersebut layak diusahakan, maka dilakukan pengukuran beberapa kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, Net B/C dan IRR. Kemudian dilanjutkan dengan Analisis Jangka Pengembalian Investasi untuk mengetahui jangka waktu pengembalian investasi dan Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha tersebut masih layak dilakukan bila terjadi perubahan-perubahan harga output, tingkat produksi, kenaikan biaya dan tingkat suku bunga. Hasil analisis sensitivitas akan diinterpretasikan dan dibahas secara mendalam untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kelayakan agribisnis nanas. Subsistem pemasaran dikaji dengan mengunakan analisis pemasaran untuk mengetahui saluran pemasaran yang lebih efisien dan apakah saluran pemasaran tersebut layak di usahakan. Alur pemikiran dalam penelitian ini dapat disimpulkan dalam bagan gambar 4.
Sistem Agribisnis Nanas di Tapanuli Utara
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi
Subsistem usahatani nanas
Subsistem industri pengolahan nanas
Subsistem pemasaran nanas
Kelayakan Agribisnis
Analisis Finansial
Layak
Analisis sensitivitas Jangka waktu dan Pengembalian Investasi
Analisis Ekonomi
Tidak Layak
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan rekomendasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara. Daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi nanas di Sumatera Utara yang didukung oleh lokasi yang cocok untuk bertanam nanas. Selain itu daerah tersebut juga telah mulai mengembangkan nanas dengan bekerjasama bersama PT. Alami Agro Industry. Dengan pengambilan sampel di daerah ini, diharapkan dapat memberikan gambaran umum agribisnis nanas di Sumatera Utara dengan baik. Pengumpulan data dilakukan sejak bulan April sampai dengan bulan Mei 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner kepada responden serta pengamatan secara langsung di lapangan (observasi). Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang terdapat di Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian dan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara, Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. Data sekunder ini akan dipergunakan sebagai data penunjang bagi penelitian ini.
4.3. Metode Pengumpulan Data Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada 40 petani di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pemilihan responden dilakukan dengan metode snowballing. Mekanisme pemilihan sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut : pada daerah tersebut dicari satu orang yang representatif ke Dinas Pertanian Kecamatan Sipahutar (melalui PPL). Kriteria representatif yang dimaksud adalah petani nanas yang mempunyai luas lahan nanas yang paling luas di wilayah tersebut. Setelah selesai mewawancarai responden yang pertama, maka dicari responden yang berikutnya berdasarkan keterangan dari responden yang pertama tadi. Hal ini terus dilakukan sampai diperoleh 40 responden di daerah tersebut sampai ke tingkat pemasarannya. Sedangkan deskripsi sampel untuk agribisnisnya dilakukan secara purposive pada PT. Alami Agro Industri dengan melakukan wawancara pada staf HRD dan bagian kepala departemen produksi.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif disajikan dengan menginterpretasikan dan mendiskripsikan data yang diperoleh, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis data tersebut meliputi transfer data, editing data, pengolahan data dengan excel’97 dan alat hitung kalkulator, serta interpretasi secara deskriptif. Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis yang mendalam dan menyeluruh terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek teknis, aspek
institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek komersial, aspek finansial dan aspek ekonomi.
4.4.1. Analisis Kelayakan Investasi Untuk menguji kelayakan agribisnis nanas di tingkat subsistem usahatani nanas dari aspek finansial maupun ekonomi digunakan alat ukur atau kriteria investasi sebagai berikut, yaitu NPV, Net B/C, IRR dan payback period. Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh perubahan faktor-faktor eksogen terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut. Peluang pengembangan agribisnis nanas dianalisis dengan menggunakan kriteria investasi sebagai berikut : a) Net Present Value (NPV), merupakan selisih antara nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran pada tingkat diskonto tertentu, yang dinyatakan dengan rumus :
NPV
=
n
Bt − Ct
∑ (1 + i ) t=0
t
Keterangan : Bt : manfaat yang diperoleh pada tahun t Ct : biaya yang dikeluarkan pada tahun t n : umur ekonomis proyek i : discount rate (persen) Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV adalah sebagai berikut : 1) NPV > 0, artinya secara finansial proyek layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
2) NPV = 0, artinya secara finansial proyek sulit untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. 3) NPV < 0, artinya secara finansial proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan.
b) Net Benefit Cost ratio (B/C), adalah perbandingan present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Untuk menghitung indeks ini, terlebih dahulu dihitung (Bt – Ct)/(1+i)t yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
n
tB / C =
Bt − Ct
∑ (1 + i ) t =0 n
t
Ct − Bt
∑ (1 + i ) t =0
t
Keterangan : Bt : manfaat yang diperoleh pada tahun t Ct : biaya yang dikeluarkan pada tahun t n : umur ekonomis proyek i : discount rate (persen) Proyek dikatakan layak dilaksanakan jika diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari satu dan tidak layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari satu. Apabila B/C sama dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan pada pihak manajemen.
c) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto (discount rate) pada saat NPV sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen, yang dinyatakan dengan rumus : IRR = i1 +
NPV 1
x (i2-i1)
NPV 1 - NPV 2
Keterangan : i1 : tingkat diskonto yang lebih rendah NPV 1 : nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i1 NPV 2 : nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i2 Jika IRR suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang berlaku maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan; namun jika IRR suatu proyek lebih kecil daripada tingkat diskonto yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
d) Analisis Ekonomi Pada analisis ekonomi, pada dasarnya perhitungan NPV, Net B/C, serta IRR sama dengan analisis finansial. Namun ada beberapa unsur yang berbeda dalam penilaiannya yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan (shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya dan manfaat masyarakat, (2) Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi, pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari proyek, karena pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi merupakan hasil bersih proyek. Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran proyek karena dianggap sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.
e) Payback Period, yaitu penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian biaya investasi maupun net benefit negative, melalui pendapatan bersih yang diperoleh. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin cepat waktu pengembalian biaya investasi maupun net benefit negatif, maka proyek tersebut semakin baik untuk dilaksanakan.
f) Analisis Sensitivitas, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sebuah analisis atau penelaahan kembali terhadap suatu proyek untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat adanya kondisi yang berubah-ubah atau ketidakpastian. Dalam analisis kelayakan agribisnis nanas ini, analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan (inflow) dan arus pengeluaran (outflow), yaitu perubahan pada harga output, tingkat produksi, harga input dan tingkat suku bunga.
4.4.2. Metode Penentuan Harga Bayangan
Untuk analisis ekonomi, harga yang digunakan adalah harga bayangan (shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya daripada unsur biaya dan manfaat masyarakat. Berikut akan dijelaskan penaksiran harga bayangan.
1. Harga Bayangan Output
Harga yang ditetapkan dalam penelitian adalah harga dengan harga batas (border price). Jenis output domestik yang melebihi konsumsi lokal, sedangkan diekspor atau barang yang potensial sebagai komoditas ekspor di masa datang, harga batas relevan adalah f.o.b (free on board). Sedangkan jenis output yang diimpor atau barang substitusi impor, harga batasnya adalah harga c.i.f (cost, insurance and freight). Harga batas tersebut kemudian disesuaikan untuk memperhitungkan biaya pengangkutan dalam negeri dan biaya tataniaga antara pelabuhan impor atau ekspor ke lokasi proyek, maka didapat harga bayangannya (Gittinger, 1986). 2. Harga Bayangan Input a. Harga Bayangan Bibit
Harga bayangan bibit dari nanas cayenne diasumsikan dengan harga pasar karena bibit nanas tersebut belum dipasarkan di pasar dunia dan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur harga bibit secara langsung. Umumnya bibit nanas cayenne diperoleh dari kios pertanian, jadi harga bayangannya sama dengan harga pasarnya. b. Harga Bayangan Pupuk
Pupuk yang bisa dilihat harga bayangannya adalah pupuk urea dan pupuk SP36, karena pupuk Urea, SP-36, dan NPK Phonska merupakan barang tradeable.
c. Harga Bayangan Lahan
Dalam usaha dibidang pertanian, lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting. Harga bayangan lahan digunakan berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu sama dengan harga pasar lahan karena lahan yang digunakan adalah lahan petani sendiri. d. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam suatu proyek terdiri dari tenaga kerja kasar, tenaga kerja menengah (unskill labour) dan tenaga ahli (skill labour). Pada keadaan dimana tenaga kerja merupakan tenaga kerja kasar dan tenaga kerja menengah (unskill labour) pemberian upah tidak mencerminkan marjinal value atau produktivitasnya maka digunakan harga bayangan upah. Sedangkan tenaga terdidik digunakan tingkat upah pasar. Dalam sektor pertanian di daerah pedesaan, tenaga kerja yang digunakan pada usahatani umumnya adalah unskill dan tenaga kerja kasar. Penetapan harga bayangan upah yaitu sebesar 125% dari harga finansialnya. e. Harga Bayangan Peralatan
Alat-alat pertanian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain garpu, cangkul, pisau, parang keranjang dan lain-lain. Harga bayangan alat-alat pertanian tersebut adalah sama dengan harga pasarnya karena sulit didapat data ekspor maupun impor untuk peralatan tersebut.
3. Harga Bayangan Nilai Tukar
Harga bayangan nilai tukar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SER =
OER SCF
dimana : SER = nilai tukar harga bayangan OER = nilai tukar harga resmi SCF = faktor konversi standar untuk tahun ke-t Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebgai berikut :
SCF =
( Xt − Mt ) ( Xt − Txt ) + ( Mt + Tmt)
dimana : Xt = nilai ekspor tahun ke-t Mt = nilai impor tahun ke-t Txt = penerimaan pemerintah dari pajak ekspor tahun ke-t Tmt = penerimaan pemerintah dari pajak impor tahun ke-t Pada penelitian ini nilai tukar resmi yang digunakan adalah nilai tukar rata-rata pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar Rp. 9.250,- per dollar, sedangkan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor adalah sebesar Rp. 419 milyar serta penerimaan impor sebesar Rp. 16,573 milyar. Nilai dari ekspor sebesar Rp. 700,224 milyar didapat dari laporan realisasi APBN tahun 2006. Sementara nilai impor Indonesia pada kurun waktu tersebut adalah sebesar Rp.
453,111 milyar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai SCF sebesar 0,986 sehingga nilai SER yang digunakan adalah Rp. 9,655,17 per dollar. 4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada Analisis Kelayakan Usahatani Nanas dan Agribisnis Nanas
Manfaat adalah segala sesuatu yang dapat menambah pendapatan bagi proyek. Manfaat yang diperhitungkan dibatasi pada manfaat yang dapat diukur (tangible benefit). Hal yang sama juga diberlakukan pada biaya sebagai komponen pengeluaran. Penerimaan proyek merupakan hasil penjualan produksi buah dan canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate pada lahan proyek. Biaya adalah segala sesuatu yang dapat mengurangi pendapatan bagi proyek. Arus biaya (outflow) ada tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional dan biaya lain-lain. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal tahun pelaksanaan proyek, yang termasuk biaya investasi adalah pembelian tanah, gudang, cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko, keranjang, pabrik, kantor, asrama, gudang, dan sarana penunjang), pembelian mesin-mesin, alat-alat dan perlengkapannya, sarana angkutan produksi dan mobil dinas, instalasi listrik dan pembelian diesel atau generator. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan agribisnis nanas. Biaya operasional meliputi pembelian sarana produksi termasuk di dalamnya pupuk buatan, obat-obatan, biaya produksi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate dan biaya upah tenaga kerja, termasuk di dalamnya adalah biaya tenaga kerja usahatani dan pengolahan buah nanas menjadi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate. Pajak termasuk dalam biaya lain-lain.
4.5.1. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas
Proyek ini ditujukan kepada petani nanas di daerah penelitian sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam mengelola usahatani nanasnya. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi usahatani nanas pada luasan lahan satu hektar dengan asumsi bahwa usahatani yang dilakukan menggunakan sistem pengolahan secara intensif. Pada kegiatan tersebut dilakukan menggunakan bibit lokal yang diperoleh dari bagian mahkota tanaman nanas dengan jenis bibit cayenne, jumlah pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman, dan dikelola dengan perlakuan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif. Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan usahatani nanas dalam penelitian ini adalah : 1. Kegiatan investasi untuk alat-alat pertanian, sarana dan fasilitas, bibit, dan lain-lain untuk persiapan tanam dan tanam selesai dalam satu tahun yaitu tahun ke-1, sedangkan pemeliharaan dilaksanakan secara terus-menerus. 2. Tahun ke-1 kegiatan investasi adalah tahun 2007, dan tahun ke-2 adalah tahun 2008. Pada tahun ke-3 tanaman nanas mulai menghasilkan. 3. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15% dan dilakukan analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi, yaitu 26% untuk melihat apakah proyek masih layak jika suku bunga dinaikkan.
4. Pada tahun pertama petani meminjam kepada bank BRI sebesar Rp. 5.000.000,- dan sesuai kesepakatan pinjaman tersebut dibayarkan dengan cara diangsur selama 5 tahun. 5. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh. 6. Analisis sensitivitas usahatani nanas dilakukan pada 9 kemungkinan perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, hargta output, dan harga input serta tingkat suku bunga yaitu produksi naik sebesar 35 persen dan turun sebesar 15 persen, hal ini didasarkan pada persentase pertumbuhan produksi nanas secara teknis di lapangan. Perubahan harga jual output, yaitu sebesar 20 persen dan turun sebesar 20 persen hal ini berdasarkan pada persentase perubahan harga jual output pada saat penelitian dilaksanakan. Analisis perubahan biaya dilakukan bila terjadi kenaikan harga input, yaitu untuk pestisida dan pupuk sebesar 10 persen, hal ini didasarkan atas rata-rata persentase perubahan harga pestisida dan harga pupuk yang terjadi di daerah penelitian selama penelitian berlangsung. 7. Pelaksanaan usahatani nanas diasumsikan dengan menggunakan sistem budidaya yang intensif yang mempengaruhi pada proses pemeliharaannya dan pemakain jumlah input untuk pemupukan. 8. Produksi nanas diperoleh dari rata-rata produksi nanas yang dihasilkan berdasarkan tiap usia tanaman hingga usia tanaman 10 tahun. 9. Umur proyek disesuaikan dengan usia ekonomis tanaman, yaitu 10 tahun.
4.5.2. Analisis Kelayakan Agribisnis
Proyek II ditujukan kepada investor yang ingin menanamkan modalnya di daerah penelitian untuk agribisnis nanas. Proyek yang direncanakan adalah proyek agribisnis nanas mulai dari perolehan bahan baku dari petani plasma hingga pengolahan hasil panen. Dalam analisis ini bahan baku diperoleh dari petani plasma dengan keseluruhan luas lahan mencapai 500 hektar yang direncanakan dengan luas lahan tersebut mampu menyediakan bahan baku secara kontinu pada industri pengolahan nanas. Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan industri pengolahan nanas dalam penelitian ini adalah : 1. Kegiatan investasi untuk industri pengolahan, meliputi pabrik, kantor, asrama, gudang, dan sarana penunjang), pembelian mesin – mesin, alat – alat dan perlengkapannya, sarana angkutan produksi dan mobil dinas, instalasi listrik dan pembelian diesel atau generator. Tahun ke-1 kegiatan investasi adalah tahun 2007, dan tahun ke-2 adalah tahun 2008. 2. Industri yang dianalisis sudah berjalan selama 6 tahun yang akan mengembangkan usahanya melalui pembukaan inti perkebunan nanas seluas 100 ha. 3. Proyek ini dilaksanakan dalam bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT) dengan menggunakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Petani nanas yang berada di sekitar perusahaan yang menjadi plasma dalam proyek ini.
4. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15 persen dan dilakukan analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi pada tahun 2001, yaitu 26 persen untuk melihat apakah proyek masih layak jika suku bunga dinaikkan. 5. Analisis sensitivitas industri pengolahan nanas dilakukan pada 8 kemungkinan perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, harga output, dan harga input serta tingkat suku bunga, yaitu produksi tetap dan turun 20 persen hal ini berdasarkan pengalaman produksi yang dialami perusahaan selama 6 tahun. Harga jual output tetap dan meningkat sebesar 5 persen hal ini berdasarkan pada persentase perubahan harga jual output pada saat penelitian dilaksanakan. Perubahan pada biaya input dengan kenaikan sebesar 10 persen pada biaya produksi dan harga bahan baku tetap dan meningkat sebesar 20 persen, hal ini didasarkan atas rata-rata persentase perubahan harga biaya produksi yang terjadi di daerah penelitian selama penelitian berlangsung. 6. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh. 7. Untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan yang terjadi pada produksi nanas, tingkat harga input dan output, serta tingkat suku bunga, maka dilakukan analisis sensitivitas pada beberapa kemungkinan perubahan yang terjadi.
8. Pelaksanaan usahatani nanas diasumsikan dengan menggunakan sistem budidaya yang intensif. 9. Produksi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate diperoleh dari rata-rata produksi nanas yang dihasilkan berdasarkan catatan produksi tiap tahunnya hingga akhir proyek. 10. Umur proyek yang digunakan disesuaikan dengan usia ekonomis tanaman, yaitu 10 tahun.
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1A020’ – 2A041’ Lintang Utara dan 98A05 – 99A015’ Bujur timur dengan ketinggian sekitar 300 meter – 1800 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 10605 km2 atau seluas 1.060.500 hektar. Lahan yang berpotensi untuk diolah adalah 604060,8 hektar (56,96 persen), terdiri dari untuk sawah 124074,08 hektar (20,54 persen), perkebunan 68379,68 hektar (11,32 persen), sawah kering 76474,09 hektar (12,66 persen), perkebunan campuran 29478,17 hektar (4,88 persen), dan penggunaan lainnya. Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara adalah 750.000 jiwa, dengan kepadatan rata – rata 70 orang per km2. Mata pencaharian terbanyak penduduknya adalah sebagai petani, kepemilikan lahan pertanian 1 hektar per kepala keluarga atau 0,25 hektar per jiwa. Secara administratif Kabupaten Tapanuli Utara terdapat 15 kecamatan, yaitu Adiankoting, Garoga, Muara, Pagaran, Pahae Jae, Pahae Julu, Pangaribuan, Parmonangan, Purbatua, Siatas Barita, Siborong-Borong, Simangumban, Sipahutar, Sipoholon, dan Tarutung. Ibukotanya berada di Tarutung.
5.2
Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara
Kecamatan Sipahutar terletak pada ketinggian 600 – 1200 meter di atas permukaan laut dan luas wilayah 40,28 persen. Penggunaan lahan di kecamatan ini terdiri dari 233618,95 hektar (54,69 persen), terdiri dari untuk sawah 47704,98 hektar (20,42 persen), perkebunan 23992,67 hektar (10,27 persen), sawah kering
32823,329 hektar (14,05 persen), perkebunan campuran 12218,27 hektar (5,23 persen), dan penggunaan lainnya. Waktu Kabupaten
Tapanuli
adalah
selama
1,5
tempuh lokasi penelitian jam.
Dan
transportasi
dari yang
menghubungkan kecamatan ini dengan kabupaten relatif masih sedikit. Di Kabupaten Tapanuli Utara pasar buka setiap hari. Namun pada tiap – tiap kecamatan pasar hanya buka sekali dalam seminggu. Oleh karena hal itulah pemasaran nanas mengalami banyak hambatannya.
5.3 Kajian Agribisnis Nanas di Daerah Penelitian
Dalam penelitian ini akan dibahas kajian mengenai agribisnis nanas didaerah penelitian, yaitu kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Kajian agribisnis nanas ini dimulai dari hulu sampai ke hilir, yaitu dari penyediaan dan penyaluran sarana produksi, usahatani nanas, industri pengolahan dan pemasaran. Kegiatan penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang berupa pupuk, obatobatan dan peralatan ini bisa diperoleh petani langsung dari kios terdekat di tiap kecamatannya. Pupuk yang biasa dipakai petani nanas ini adalah urea, SP – 36, dan NPK Phonska sedangkan untuk obat – obatan yang sering digunakan adalah Carmex, Alli dan Polaris. Dalam Tabel 3 berikut ini adalah harga pupuk dan obatobatan di daerah penelitian. Tabel 3. Harga pupuk dan obat-obatan yang berlaku di kabupaten Tapanuli Utara Urea SP-36 NPK Phonska Carmex Alli Polaris (Rp/Kg)
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
(Rp/Bungkus) (Rp/liter)
1.200
1.800
3.600
95.000
5.000
30.000
Sebagian besar petani nanas di Kecamatan Sipahutar melaksanakan kegiatan usahataninya masih dengan cara tradisional. Dimana peralatan usahatani yang digunakan masih sederhana, yaitu cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko dan keranjang. Dalam Tabel 4 berikut ini adalah harga peralatan usahatani nanas yang berlaku di daerah penelitian. Tabel 4. Harga – harga peralatan usahatani nanas yang berlaku di Kabupaten Tapanuli Utara Peralatan Harga (Rp/satuan) Cangkul
25.000
Rambas
25.000
Babat
20.000
Sprayer
185.000
Sarung tangan
2.500
Sepatu bot
30.000
Beko
210.000
Keranjang
20.000
Dalam pelaksanaan kegiatan usahatani nanas petani menggunakan bibit nanas dengan jenis cayenne yang diperoleh dari lahan sendiri. Nanas diperbanyak dengan bagian mahkota buahnya. Mahkota bunga itu dipotong dan dibelah untuk dijadikan bibit. Tanaman nanas dari bibit yang diperoleh dari mahkota ini akan berbuah pada usia 18 – 24 bulan SMT. Nanas ditanam pada jarak 150 cm x 30 cm. Dengan jarak tanam ini petani membutuhkan bibit sebanyak 18000 biji per hektarnya dan buah yang dihasilkan pun cukup besar dengan rata-rata berat buah pertamanya antara 2 – 3 kg. Petani nanas di daerah penelitian ini melakukan
pemupukan selama 2 kali per tahunnya dengan dosis pupuk yang diberikan tergantung dari tingkat kesuburan tanahnya. Namun sebagian besar petani nanas ini memberikan dosis pupuk, yaitu 100 kg urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg NPK Phonska per hektar. Nanas dapat dipanen setelah nanas berumur 2 tahun. Pemanenan dilakukan 2 kali dalam satu bulannya serta cara panen sederhana yaitu dengan cara dipotek. Jumlah panen rata-rata tiap tahun sekitar 23,238 ton per hektar. Nanas daerah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan nanas di daerah lainnya, yaitu ukuran buahnya besar, rasanya manis, dan banyak mengandung air. Tanaman nanas mulai diremajakan saat umurnya mencapai 10 tahun, dimana petani merasa tanaman ini sudah tua dan tidak dapat memberikan keuntungan lagi. Dalam melaksanakan kegiatan usahatani nanas ini petani mempunyai hambatan antara lain dalam hal budidaya dan pemasaran hasil panennya. Hambatan ini terjadi karena latar belakang pendidikan yang masih rendah, yaitu SD dan SLTP. Petani memasarkan nanasnya langsung kepada pedagang pengumpul dan pedagang antar kota dengan harga masing-masing Rp 600 dan Rp 1000. Di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki dua macam saluran pemasaran, yaitu pemasaran dalam kota dan pemasaran luar kota. Untuk lebih lanjut pemasaran nanas ini akan dibahas dalam bab selanjutnya. Di Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli terdapat industri pengolahan nanas, yaitu PT. Alami Agro Industri. Pabrik Pengolahan Nanas ini dibangun dengan luas lahan 22 ha yang direncanakan dapat memproduksi nanas sebanyak 16-32 ton per hari. Line pengolahan yang tersedia sekaligus mampu mengolah buah nanas yang tersedia
menjadi produk-produk nanas unggulan seperti Slice, Tidbits, Chunk, Concentrate dan Pineapple Waste. Limbah yang dihasilkan sebanyak ± 35 % dari jumlah bahan baku yang diolah akan terbagi menjadi bahan baku pengolahan pakan ternak (feed mill) dan juga pupuk kompos melalui proses fermentasi biotekhnologi. Wilayah pemasaran produk nanas olahan dari PT. Alami Agro Industri ini hingga ke Australia, dan Amerika. Dalam kegiatan agribisnis nanas ini, pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara ini juga mempunyai peranan penting dalam membina, mengatur, dan mengawasi kegiatan tersebut. Peran serta pemerintah ini melalui dinas pertanian yang terdapat di Kabupaten hingga ke tingkat kecamatan. Namun pada saat penelitian peran pemerintah belum berjalan secara maksimal.
VI. ANALISIS KELAYAKAN AGRIBISNIS NANAS
6.1 Analisis Usahatani Nanas
Dalam menganalisis usahatani nanas yang dilakukan petani di daerah penelitian diasumsikan bahwa : (1) lahan yang digunakan untuk usahatani nanas adalah seluas 1 hektar, (2) jenis nanas yang digunakan adalah nanas jenis cayenne, (3) usahatani nanas yang dianalisis hanya pada tahun ke-6, karena rata-rata umur tanaman nanas didaerah penelitian adalah 5 tahun.
6.1.1. Analisis Biaya
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam analisis usahatani nanas terdiri dari biaya tunai dan tidak tunai. Biaya tunai meliputi biaya yang diperlukan untuk pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36, dan NPK Phonska), obat-obatan dan pestisida (Alli, Carmex dan Polaris), upah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga, PBB, biaya pembelian inventaris usahatani (cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko, dan keranjang) dan biaya perawatan alat – alat pertanian tersebut. Sedangkan biaya tidak tunai meliputi biaya penyusutan inventaris usahatani dan upah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanasnya pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 4.777.500,- sedangkan besarnya biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanasnya pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 4.455.000,-. Jadi total biaya yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6 adalah sebesar
Rp. 9.232.500,-. Pada Tabel 5 dapat dilihat perhitungan biaya-biaya tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6. Tabel 5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6 No
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Nilai
1
Sewa lahan
1
1.000.000
1.000.000
2
PBB
1
5.000
5.000
3
Pupuk UREA
100
1.200
120.000
4
Pupuk SP-36
200
1.800
360.000
5
Pupuk NPK Phonska
100
3.600
360.000
6
Pestisida
2
146.250
292.500
7
Perawatan alat
1
35.000
35.000
8
TK Luar Keluarga
781,5
20.000
2.605.000
Jumlah
4.777.500
Dan pada Tabel 6 dapat dilihat hasil perhitungan biaya-biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6. Tabel 6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6 No 1
2
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Nilai
Biaya Penyusutan Alat Cangkul
3
12.500
Rambas
2
8.500
Babat
2
6.500
Sprayer
1
30.000
Sepatu Bot
2
10.000
Beko
1
35.000
Keranjang
2
10.000
Sarung Tangan
4
2.500
217
4.340.000
TK Dalam Keluarga Jumlah
4.455.000
6.1.2. Analisis Pendapatan
Dalam menganalisis pendapatan usahatani nanas didasarkan pada penerimaan yang diterima dari penjualan produksi nanas dan total biaya yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas tersebut. Total produksi nanas pada tahun ke-6 adalah 32.880 kg. Harga nanas yang berlaku adalah Rp. 600,- per kg, sehingga total penerimaan usahatani nanas yang diperoleh pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 19.728.000,-. Pendapatan petani nanas atas biaya total pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 10.495.500,- dan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 14.950.500,- dengan rasio penerimaan terhadap biaya total (R/C) adalah sebesar 1,13 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,13 dan rasio penerimaan terhadap biaya tunai (R/C) adalah sebesar 2,19 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,19. Dilihat dari hasil analisis usahatani tersebut, bahwa dalam pelaksanaan usahatani nanas tersebut menguntungkan.
6.2 Analisis Pemasaran Nanas 6.2.1. Lembaga dan Saluran Pemasaran Nanas
Lembaga dan saluran pemasaran nanas di daerah penelitian dilakukan dengan cara mengikuti arus penyaluran nanas dari petani sampai ke konsumen. Dalam pemasaran nanas tersebut terlibat beberapa badan mulai dari petani nanas, Pedagang Pengumpul (Tokek), Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan Konsumen. Dalam menyalurkan nanas yang dihasilkan petani tidak dapat melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar yang dikehendakinya maupun
pada setiap waktu yang dikehendaki petani. Pada Gambar 5 dapat dijelaskan lebih rinci mengenai saluran pemasaran dan lembaga perantara yang terlibat di daerah penelitian. P. Pengumpul
P. Antar Kota
P. Pengumpul
Agen
P. Pengumpul
Pengecer
Agen
Pengecer
Pengecer
Konsumen
Konsumen
Petani
P. Antar Kota
Agen
Konsumen
Pengecer
Konsumen
Gambar 5. Saluran Pemasaran Nanas di Kec. Sipahutar, Tapanuli Utara
Keterangan : Jalur I : Petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan Konsumen. Jalur II : Petani, Pedagang Pengumpul, Agen, Pengecer, dan Konsumen. Jalur III : Petani, Pedagang Pengumpul, pengecer, dan Konsumen. Jalur IV : Petani, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan Konsumen. Saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar terbagi menjadi 2, yaitu Pemasaran Dalam Kota (Jalur II dan III) dan Pemasaran Luar Kota (I dan IV). Petani nanas di Kecamatan Sipahutar pada umumnya menjual nanas langsung kepada pedagang pengumpul atau pedagang antar kota. Pedagang antar kota juga termasuk pedagang pengumpul yang tergolong kepada pedagang pengumpul besar (bandar). Pedagang pengumpul pada umumnya menjual nanas kepada pedagang antar kota (bandar), walaupun kadang – kadang langsung kepada pengecer dan konsumen. Konsumen dalam hal ini adalah Industri Pengolahan Nanas yang ada
di Kecamatan Siborong – borong, Tapanuli Utara. Sedangkan pedagang antar kota menjual nanas kepada agen di Pasar Induk. Pasar Induk dari pedagang antar kota merupakan pasar – pasar besar yang ada di Medan, Pematang Siantar dan Aceh. Pedagang antar kota ada juga yang memasarkan nanasnya kepada Industri Pengolahan Nanas yang ada di kotanya, antara lain : Pematang Siantar, Medan dan Lampung. Agen di Pasar induk merupakan pedagang penampung atau pedagang perantara nanas yang datang dari daerah yang akan dipasarkan di kota tersebut. Jalur I merupakan jalur pemasaran yang terjadi di Kecamatan Sipahutar , Tapanuli Utara. Penjualan Nanas oleh petani kepada pedagang pengumpul dilaksanakan setelah panen. Pedagang pengumpul membeli nanas langsung ke kebun nanas milik petani. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran secara tunai setelah hasil diserahkan kepada pedagang pengumpul dan pembayaran secara tidak tunai dilakukan setelah hasil panen yang sudah diserahkan kepada pedagang pengumpul terjual kepada agen, pedagang antar kota atau konsumen. Petani memilih menerima sistem pembayaran tidak tunai tersebut, karena petani tidak langsung menjual nanasnya ke pedagang pengecer atau konsumen dengan adanya berbagai pertimbangan, yaitu risiko kerusakan dan biaya pengangkutan nanas.
6.2.2. Fungsi – fungsi Pemasaran
Untuk memperlancar proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen diperlukan fungsi – fungsi pemasaran. Setiap lembaga pemasaran nanas yang terlibat di
dalam saluran pemasaran nanas mulai dari petani nanas di Kecamatan Sipahutar, masing - masing mempunyai fungsi pemasaran sendiri. Tabel 8.
Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara
Fungsi Pemasaran
Petani
Pedagang Pengumpul
Pedagang Antar Kota
Agen
Pedagang Pengecer
X
X
X
X
X
X
X
X
Penyimpanan
X
X
X
X
Pengangkutan
X
X
X
X
penyortiran dan pengepakan
X
X
X
X
Penanggungan Risiko
X
X
X
X
Informasi
X
X
X
X
Pembelian Penjualan
X
Setelah nanas dibeli oleh pedagang pengumpul, maka nanas tersebut disortir (pemberian standarisasi dan penggolongan produk) berdasarkan kualitas dan ukuran buahnya menurut kelas – kelasnya (gradenya). Grade nanas yang berlaku di Kecamatan Sipahutar ada tiga, yaitu grade A, B, dan C atau super, besar dan kecil. Tingkat harga yang dikenakan pada tiap grade tersebut berbeda – beda, pada umumnya dibedakan pedagang pengumpul sebelum dipasarkan sedangkan pada saat pembelian ditingkat petani harga yang dikenakan adalah sam – sam (sama – sama), tidak dibedakan gradenya semua dianggap sama rata.
6.2.3. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan
keuntungan pemasaran. Dalam menganalisis marjin pemasaran nanas di daerah penelitian diasumsikan bahwa : (1) jumlah yang sama dan (2) pada pasar persaingan sempurna. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dipakai dalam pelaksanaan fungsi – fungsi pemasaran. Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran nanas tersebut antara lain : pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, sortasi, penanggungan resiko, dan informasi. Untuk mengetahui besarnya yang diterima petani digunakan konsep farmer’s share (%*), yaitu bagian yang diterima petani sebagai balasan jasa atas kegiatannya dalam usahatani nanas. Hal ini dapat dilihat dari bagian yang diterima petani, yaitu sebesar Rp. 600,- untuk Jalur I, II, dan III, sedangkan pada Jalur IV adalah sebesar Rp. 1.000,. Dalam Jalur I, II, dan III farmer’s share yang diterima petani adalah sebesar 28,57 persen dari harga jual pedagang pengecer dan pada Jalur IV adalah sebesar 47,62 persen. Biaya Pemasaran terbesar yang dikeluarkan dalam pemasaran nanas terdapat pada Jalur I, yaitu sebesar Rp. 676,39 atau sebesar 28,12 persen dari harga yang dikenakan pada pedagang pengecer nanas. Kemudian diikuti oleh Jalur IV, II, dan III, masing – masing secara berurutan sebesar Rp. 535,65 atau sebesar 14,9 persen, Rp. 254,17,- atau sebesar 9,53 persen, dan Rp. 197,03 atau sebesar 6,81 persen. Untuk perhitungan penyebaran harga nanas dan biaya pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penyebaran Harga Nanas dan Marjin Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar Pola I Unsur Marjin
Rp/Kg
Pola II %*
Rp/Kg
Pola III
%*
Rp/Kg
Pola IV
%*
Rp/Kg
%*
Petani 600
28,57
600
28,57
600
28,57
1000
47,62
600
28,57
600
28,57
600
28,57
Biaya
140,74
3,63
140,74
3,63
140,74
3,63
Keuntungan
259,26
15,42
259,26
15,42
259,26
15,42
400
19,05
400
19,05
400
19,05
1000
47,62
1000
47,62
1000
47,62
1000
47,62
1000
47,62
422,22
18,59
422,22
9,07
77,78
14,74
77,78
14,74
500
33,33
500
23,81
1500
80,95
1500
71,43
Harga Beli
1500
71,43
1000
47,62
1500
71,43
Biaya
57,14
2,72
57,14
2,72
57,14
2,72
242,86
11,56
742,86
35,37
242,86
11,56
300
14,28
800
38,09
300
14,28
1800
85,71
1800
85,71
1800
85,71
Harga Beli
1800
85,71
1800
85,71
1000
47,62
1800
85,71
Biaya
56,29
3,18
56,29
3,18
56,29
3,18
56,29
3,11
243,71
11,11
243,71
11,11
1043,71
49,2
243,71
11,18
300
14,29
300
14,29
1100
52,38
300
14,29
2100
100
2100
100
2100
100
2100
100
Total Biaya
676,39
28,12
254,17
9,53
197,03
6,81
535,65
14,9
Total Keuntungan
823,61
52,83
1245,83
61,9
1302,97
64,62
564,35
37,48
1500
80,95
1500
71,43
1500
71,43
1100
52,38
Harga Jual Pedagang Pengumpul Harga Beli
Marjin Harga Jual Pedagang Antar Kota Harga Beli Biaya Keuntungan Marjin Harga Jual Agen
Keuntungan Marjin Harga Jual Pengecer
Keuntungan Marjin Harga Jual
Total Marjin Keuntungan / Biaya
1,217655495
4,901561947
6,61305385
1,053579763
%* dihitung dari persentase harga pengecer Dari Tabel 9 dapat kita lihat total keuntungan dari kegiatan pemasaran tersebut. Total keuntungan terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar
Rp. 1.302,97 atau 64,62 persen sedangkan marjin yang terbesar berada pada Jalur I, II, dan III, yaitu sebesar Rp. 1.500,- atau sebesar 71,43 persen. Rasio keuntungan pemasaran (∏/C) yang terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar 6,61. Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa lembaga pemasaran dengan biaya pemasaran yang besar belum menjamin akan memperoleh keuntungan yang lebih besar juga dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Namun keuntungan tersebut diperoleh tergantung dari pasar yang dituju dan panjang pendeknya saluran pemasaran yang berlaku. Pada jalur III merupakan saluran pemasaran yang terpendek dan memperoleh keuntungan yang terbesar. Tingkat permintaan nanas pada jalur II dan III merupakan tingkat permintaan paling rendah, karena pasar nanas pada jalur II dan III hanya berlaku di dalam kota saja, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara. Sedangkan jalur I dan IV pasar nanas yang dituju lebih luas, yaitu sampai keluar dari wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, bahkan sampai ke Aceh dan Lampung. Dari hasil analisis marjin pemasaran tersebut dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara cukup efisien, karena saluran pemasarannya tidak terlalu panjang. Sedangkan saluran pemasaran yang terbaik diantara empat jalur tersebut adalah jalur IV, karena pada jalur ini petani lebih diuntungkan dengan penerimaan yang lebih besar dan pasar nanas menjadi lebih luas.
6.3. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas
Dalam menganalisis kelayakan usahatani nanas dalam penelitian ini akan dibahas mengenai analisis kelayakan usahatani nanas yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara. Kegiatan dilakukan oleh pelaku usahatani nanas di Kabupaten Tapanuli Utara diasumsikan bahwa : (1) untuk sub sistem usahatani nanas pada Lahan seluas 1 Ha di Kecamatan Sipahutar, dan (2) dilakukan pengelolaan secara intensif. Analisis kelayakan tersebut akan dikaji dengan menggunakan analisis Finansial dan Ekonomi. Selain itu juga perlu mengkaji aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu aspek teknis, aspek institusi, organisasi dan manajerial, aspek sosial dan aspek komersial.
6.3.1. Analisis aspek – aspek kelayakan usahatani nanas
Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa, dalam hal ini adalah usahatani nanas. Syarat – syarat tumbuh tanaman nanas antara lain yaitu : (1). Tanaman nanas menghendaki dataran rendah sampai dataran tinggi 1.200 m dpl, (2). kondisi tanah yang subur dengan pH tanah antara 5 – 6,5, (3). daerah yang beriklim basah dengan curah hujan 1.000 - 2.500 mm per tahun. Kecamatan Sipahutar memungkinkan untuk pengembangan usahatani nanas, karena kecamatan tersebut memiliki kecocokan untuk syarat tumbuh tanaman nanas, yaitu : (1) wilayahnya terletak pada ketinggian 600 – 1200 m dpl, (2). kondisi tanahnya subur dengan pH tanah antara 3 – 6,5, (3). daerah yang beriklim basah dengan curah hujan 1.000 - 2.500 mm per tahun, hal ini juga didukung dengan
adanya pengelolaan usahatani nanas yang dilakukan petani Kecamatan Sipahutar selama ini menguntungkan dan sebagian besar masyarakatnya bertani nanas. Dari hasil wawancara dengan Staf Dinas Pertanian, PPL, dan petani bahwa dalam membudidayakan tanaman nanas ini adalah mudah. Dengan menerapkan jarak tanam 150 cm X 30 cm dan dalam 1 Ha menggunakan sebanyak 18000 bibit nanas. Bibit nanas diambil dari bagian mahkota nanas (pucuknya) dan nanas mulai berproduksi sejak berusia 18 – 24 bulan setelah masa tanam (tahun ke – 3). Pemupukan dilakukan 2 x setahun setelah masa tanam dengan pemberian dosis sebanyak 1 : 2 :1 (Urea : SP-36 : NPK Phonska). Buah nanas dapat dipanen sebanyak dua kali sebulan.
Namun dalam penerapannya tugas dari lembaga
penunjang belum maksimal, misalkan dengan adanya penyuluhan mengenai penerapan teknologi baru. Secara sosial kecamatan Sipahutar merupakan salah satu sentra produksi nanas terbesar di Tapanuli Utara. Dengan cara budidaya tanaman nanas yang relatif lebih mudah serta biaya usahatani yang lebih efisien dibandingkan dengan tanaman buah lainnya, maka sebagian besar masyarakat kecamatan Sipahutar memilih usahatani nanas ini. Pengelolaan usahataninya sangat sederhana sehingga dalam pelaksanaan usahatani ini layak dilaksanakan karena tidak bertentangan dengan pola sosial budaya masyarakat setempat. Secara komersial nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari permintaan masyarakat dalam dan luar negeri akan buah nanas (Tabel lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa buah nanas di Indonesia mempunyai peluang pasar yang baik.
6.3.2. Analisis Kelayakan Investasi Usahatani Nanas 1. Biaya dan Manfaat Usahatani Nanas
Biaya – biaya yang dikeluarkan dalam usahatani nanas ini dibedakan atas biaya investasi dan biaya operasional. Untuk analisis finansial, biaya investasi terdiri dari pembelian alat – alat pertanian (Cangkul, Rambas, Babat, Sprayer, Sarung tangan, Sepatu Bot, keranjang, dan Beko), sedangkan biaya operasional terdiri dari biaya untuk sewa lahan, pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36, dan NPK Phonska), pestisida, tali, upah tenaga kerja dan pembayaran PBB. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat – alat pertanian adalah sebesar Rp. 670.000,- untuk tahun pertama pada lahan satu hektar. Sedangkan untuk biaya operasionalnya untuk tahun pertama pada lahan 1 hektar, terdiri dari : biaya sewa lahan untuk satu hektar sebesar Rp. 1.000.000,-, pembelian bibit sebesar Rp. 1.800.000,-, pembelian pupuk Urea sebesar Rp. 120.000,-, pupuk SP36 sebesar Rp.360.000,-, pupuk NPK Phonska sebesar Rp.360.000,-, semua pupuk diberikan sejak tahun pertama dan secara terus menerus sesuai dengan dosis pupuk yang diberikan pada tanaman tersebut, pemberian pestisida dan obat tanaman sebesar Rp. 292.500, pembelian tali sebesar Rp. 15.000,-, dan upah tenaga kerja sebesar Rp.8.720.000,-, serta pembayaran PBB tiap tahunnya yaitu sebesar Rp. 10.000,-. Total Biaya Operasional adalah sebesar Rp. 12.712.500,-. Total biaya di tahun pertama pada lahan satu hektar adalah Rp. 13.382.500,-. Rincian biaya yang dikeluarkan untuk tahun pertama pada analisis finansial dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5, dan untuk tahun-tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6.
Pada analisis ekonomi, biaya yang dikeluarkan juga terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri dari pembelian alat – alat pertanian (Cangkul, Rambas, Babat, Sprayer, Sarung tangan, Sepatu Bot, keranjang, dan Beko), sedangkan biaya operasional terdiri dari biaya untuk sewa lahan, pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36, dan NPK Phonska), pestisida, tali, dan upah tenaga kerja. PBB tidak dibayarkan karena pajak bukan merupakan biaya. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat – alat pertanian adalah sebesar Rp. 670.000,- untuk tahun pertama pada lahan satu hektar. Sedangkan untuk biaya operasionalnya untuk tahun pertama pada lahan 1 hektar, terdiri dari : biaya sewa lahan untuk satu hektar sebesar Rp. 1.000.000,-, pembelian bibit sebesar Rp. 1.800.000,-, pembelian pupuk Urea sebesar Rp. 138.577,-, pupuk SP-36 sebesar Rp.397.900,-, pupuk NPK Phonska sebesar Rp. 378.760,-, semua pupuk diberikan sejak tahun pertama dan secara terus menerus sesuai dengan dosis pupuk yang diberikan pada tanaman tersebut, pemberian pestisida dan obat tanaman sebesar Rp. 292.500, pembelian tali sebesar Rp. 15.000,-, dan upah tenaga kerja sebesar Rp.8.720.000,-. Total Biaya Operasional adalah sebesar Rp. 12.777.737,-. Dan Total biaya di tahun pertama pada lahan satu hektar adalah Rp. 13.447.737,-. Rincian biaya yang dikeluarkan untuk tahun pertama pada analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel lampiran 7, dan untuk tahun – tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel lampiran 8. Manfaat yang diperoleh dari usahatani nanas ini merupakan penerimaan yang didapat dari hasil penjualan buah nanas itu sendiri dikalikan dengan harga yang berlaku dan nilai sisa dari lahan. Penerimaan nanas diperoleh mulai tahun ke tiga sampai tahun ke sepuluh, karena usia ekonomis nanas tersebut adalah
10 tahun. Pendapatan bersih yang diperoleh merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Pada tahun pertama petani melakukan pinjaman kredit sebesar Rp. 5.000.000,- kepada bank yang akan dikembalikan dengan cara diangsur selama 5 tahun. Dari cash flow analisis finansial dan ekonomi usahatani nanas (tabel lampiran 6 dan 8) pada lahan satu hektar terlihat bahwa pendapatan bersih yang diterima pada tahun ke – 1 dan ke – 2 bernilai negatif, yaitu secara berurutan masing – masing sebesar Rp. -8.382.500,- dan Rp. -11.607.500,- untuk analisis finansial sedangkan untuk analisis ekonomi masing-masing sebesar Rp. -10.627.737,- dan Rp. -13.592.737,-. Hal ini terjadi karena pada ke-2 tahun ini usahatani nanas belum ada penerimaan, dan mulai pada tahun ke-6 dan berikutnya nilai pendapatan bersih bernilai positif.
2. Kelayakan Investasi Usahatani Nanas
Dari hasil perhitungan kelayakan investasi yang dilakukan pada tingkat diskonto 15 persen diperoleh NPV, IRR, dan NBCR. Pada analisis finansial untuk satu hektar lahan dengan tingkat diskonto 15 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 5.623.375,19, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai
sekarang
menguntungkan
untuk
dilaksanakan
yaitu
sebesar
Rp. 5.623.375,19, karena nilainya lebih besar dari 0 atau NPV > 0, NBCR yang diperoleh adalah 1,35 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,35 sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 24 persen, yang diperoleh lebih besar dari tingkat diskonto. Dari perolehan NPV > 0, NBCR > 1, dan IRR > 15 persen menunjukkan bahwa secara finansial usahatani nanas tersebut layak dilaksanakan
pada tingkat diskonto 15 persen sedangkan pada analisis ekonomi untuk satu hektar lahan dengan tingkat diskonto 15 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 295.442.787,68, NBCR yang diperoleh adalah 18,88 dan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 40,89 persen. Dari nilai yang diperoleh, usahatani nanas secara ekonomi layak untuk dilaksanakan pada tingkat diskonto 15 persen, karena syarat – syarat kelayakan investasi terpenuhi. Pada Tabel 10 dapat dilihat NPV, IRR dan NBCR dalam analisis finansial dan ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen pada lahan satu hektar. Tabel 10. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas Analisis Kelayakan Usahatani NPV Nanas
DF
IRR
Net
(%)
(%)
B/C
Analisis Finansial
Rp. 5.623.375,19
15
24
1,35
Analisis Ekonomi
Rp. 269.566.747,91
15
41
14,81
Keterangan
: Di Kecamatan Sipahutar pada lahan 1 Ha.
Dari Tabel 10 dapat dilihat perbandingan hasil analisis secara finansial dan ekonomi. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai NPV pada analisis ekonomi lebih besar dari analisis finansial, yaitu sebesar Rp. 269.566.747,91 yang berarti penanaman investasi pada usahatani nanas tersebut akan mendatangkan keuntungan sebesar Rp. 269.566.747,91 bagi masyarakat, sedangkan pada analisis finansial NPV yang diperoleh sebesar Rp. 5.623.375,19. Hal ini berarti keuntungan yang diterima masyarakat lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pelaksana kegiatan usahatani nanas (petani). Nilai Net B/C yang diperoleh pada analisis ekonomi adalah 14,81 sedangkan nilai Net B/C pada analisis finansial adalah 1,35. Net B/C pada analisis ekonomi lebih besar daripada analisis finansial yang berarti keuntungan dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan masyarakat lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh petani. Suatu investasi layak dilaksanakan apabila nilai IRR lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat diskonto yang berlaku. IRR yang diperoleh pada analisis ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan IRR yang diperoleh pada analisis finansial yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh masyarakat lebih tinggi daripada yang diterima petani. Dari hasil perhitungan analisis finansial dan ekonomi dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani nanas layak untuk dilaksanakan baik dari sisi pelaksana kegiatan usahatani maupun dari sisi masyarakat. Hal ini terbukti dengan terpenuhinya syarat – syarat kelayakan investasi baik secara finansial maupun ekonomi, yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan.
6.4. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas
Analisis kelayakan industri pengolahan nanas dalam penelitian ini akan dikaji dengan menggunakan analisis Finansial dan Ekonomi. Selain itu juga perlu mengkaji aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu aspek teknis, aspek institusi, organisasi dan manajerial, aspek sosial dan aspek komersial.
6.4.1. Analisis Aspek – Aspek Kelayakan Industri Pengolahan Nanas
Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa, dalam hal ini adalah industri pengolahan nanas. Syarat – syarat dalam proyek pengembangan industri pengolahan nanas ini adalah antara lain yaitu : (1). Kegiatan usahatani nanas, dan (2). Kegiatan pengolahan hasil panen nanas. Syarat – syarat kegiatan usahatani nanas telah terpenuhi sebagaimana yang telah dibahas di awal bab ini. Sedangkan
syarat – syarat kegiatan pengolahan hasil panen nanas yang harus dipenuhi adalah lahan untuk pendirian pabrik, kantor dan sarana penunjang lainnya, penyediaan mesin – mesin, alat – alat dan perlengkapan produksi, serta penyediaan bahan baku nanas untuk produksi. Industri Pengolahan nanas ini dibangun pada lahan seluas 22 Ha yang terdiri dari kantor, pabrik, asrama, dan sarana penunjang lainnya. Untuk penyediaan alat – alat dan perlengkapan pabrik dapat dipenuhi, karena alat dan mesin yang dibutuhkan merupakan rancangan sendiri dan dibuat sendiri. Industri Pengolahan Nanas yang didirikan direncanakan dapat mengolah nanas dengan kapasitas 16 – 32 ton buah nanas per hari. Penyediaan bahan baku dapat dipenuhi secara kontinu dari petani plasma dengan luas 500 hektar dan pekebunan inti seluas 100 ha. Aspek institusi, organisasi dan manajerial merupakan hal – hal yang berhubungan dengan berbagai pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial budaya masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat, kesanggupan dari staf yang ada untuk menangani proyek. Berdasarkan dengan data yang diperoleh dari Kabupaten Tapanuli Utara, menyebutkan bahwa perencanaan proyek agribisnis nanas layak dilaksanakan. Hal ini tidak bertentangan dengan pola sosial budaya masyarakat, ditunjukkan dengan adanya sebagian besar petani telah lama membudidayakan nanas di Tapanuli Utara. Dan pelaksanaan usahatani nanas, petani membutuhkan adanya suatu organisasi dan tenaga ahli untuk menunjang pelaksanaan usahataninya. Karena sebagian besar petani nanas menyadari akan keterbatasan manajerial mereka dalam melaksanakan usahataninya. Susunan proyek Agribisnis yang direncanakan
dengan menggunakan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dalam bentuk Perusahaan Perseroan Terbatas (PT). Dimana pengelolaannya dilaksanakan dengan sistem manajemen yang baik dan profesional. Secara komersial nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sampai saat ini nanas dari Kecamatan Sipahutar masih mempunyai peluang pasar yang besar baik nanas dalam bentuk buah segar maupun olahan. Nanas setelah mengalami pengolahan menjadi bentuk lain mempunyai nilai tambah dan harga jual yang lebih tinggi. Nanas dari Kecamatan Sipahutar bisa diolah menjadi nanas dalam kaleng, dan jus nanas. Dalam penelitian ini perusahaan hanya menggunakan nanas jenis smooth cayenne untuk bahan baku pineapple juice concentrate dan canned pineapple. Nanas jenis smooth cayenne ini mempunyai prospek yang baik dipasaran baik sebagai nanas segar maupun olahan. Dan untuk pemasaranan nanas hasil olahan ini hanya ditujukan untuk konsumen di luar negeri, antara lain yaitu Australia, Amerika Seikat dan Hongkong.
6.4.2. Analisis Kelayakan Investasi Industri Pengolahan Nanas 1. Biaya dan Manfaat Industri Pengolahan Nanas
Biaya – biaya yang dikeluarkan dalam proyek industri pengolahan nanas ini dibedakan atas biaya investasi dan biaya operasional. Untuk analisis finansial, biaya investasi terdiri dari biaya persiapan proyek, pembelian lahan (perkebunan nanas), pembelian alat-alat dan perlengkapan usahatani nanas ( bibit, cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko dan keranjang). Total biaya investasi industri pengolahan nanas adalah sebesar
Rp. 2.997.000.000,-
untuk tahun pertama. Biaya operasional terdiri dari biaya perawatan mesin-mesin, alat-alat dan perlengkapan, biaya produksi pineapple juice concentrate, biaya produksi canned pineapple tidbit, tenaga kerja, pembelian bahan baku dari plasma, bahan bakar, rekening telepon, rekening listrik, untuk pembayaran PPN (10%), PBB dan biaya pengiriman. Besarnya biaya operasional untuk tahun pertama adalah sebesar Rp. 22.428.530.000. Untuk rincian biaya yang dikeluarkan dari tahun pertama dan seterusnya pada analisis finansial dapat dilihat pada Tabel lampiran 9, dan untuk pembuatan
pineapple juice concentrate dan canned
pineapple dengan bahan baku 16 ton dapat dilihat pada Tabel lampiran 12. Biaya-biaya yang dikeluarkan pada analisis ekonomi juga dibedakan atas biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yang dikeluarkan juga sama halnya pada analisis finansial. Total biaya investasi industri pengolahan nanas adalah sebesar Rp. 2.997.000.000,- untuk tahun pertama. Sedangkan biaya operasional pada analisis ekonomi yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.013.003.700,untuk tahun pertama. Biaya operasional pada analisis ekonomi lebih besar daripada biaya operasional pada analisis finansial, karena dalam analisis ekonomi pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya. Untuk rincian biaya yang dikeluarkan dari tahun pertama dan seterusnya pada analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel lampiran 10. Manfaat yang diperoleh dari industri pengolahan nanas ini adalah berupa penerimaan yang didapat dari hasil penjualan pineapple juice concentrate dikalikan dengan harga jualnya dan canned pineapple tidbit dikalikan dengan harga jualnya. Penerimaan industri pengolahan nanas ini diperoleh mulai tahun pertama, karena pada saat penelitian dilakukan industri pengolahan sudah berjalan
selama 6 tahun. Pendapatan bersih yang diperoleh merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Dari cash flow analisis finansial dan ekonomi industri pengolahan nanas (Tabel lampiran 9 dan 10) terlihat bahwa pendapatan bersih yang diterima pada tahun ke – 1 bernilai negatif, yaitu sebesar Rp. -2.628.770.000,- untuk analisis finansial sedangkan untuk analisis ekonomi adalah sebesar Rp. -1.160.063.272,-. Hal ini terjadi karena pada tahun ke - 1 industri pengolahan nanas mulai mengembangkan usahanya dengan membuka lahan pekebunan nanas inti seluas 100 ha yang meningkatkan biaya investasinya dan adanya penambahan jumlah tenaga kerja untuk bagian perkebunanannya yang mengakibatkan biaya operasionalnya juga ikut meningkat. Pendapatan mulai positif pada tahun ke-2. Dalam proyek industri pengolahan nanas ini petani inti tidak mengeluarkan biaya. Biaya-biaya usahatani pada perkebunan inti dikeluarkan oleh industri pengolahannya karena lahan perkebunan dimiliki oleh industri pengolahan. Namun untuk petani plasma mengeluarkan biaya-biaya seperti pada sub bab sebelumnya pada analisis kelayakan usahatani nanas, sedangkan manfaat yang diperoleh petani plasma besarnya sama dengan pada biaya pembelian bahan baku industri pengolahan.
2. Analisis Kelayakan Investasi Industri Pengolahan Nanas
Dari hasil perhitungan kelayakan investasi yang dilakukan pada tingkat diskonto 15 persen diperoleh NPV, IRR, dan NBCR. Pada analisis finansial dengan
tingkat
diskonto
15
persen
diperoleh
nilai
NPV
sebesar
Rp. 1.325.951.863.75,-, hal ini berarti bahwa kegiatan industri pengolahan nanas
yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 1.325.951.863,75,-, karena nilainya lebih besar dari 0 atau NPV > 0, NBCR yang diperoleh adalah 1,58 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,58 sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 27 persen, yang diperoleh lebih besar dari tingkat diskonto. Dari perolehan NPV > 0, NBCR > 1, dan IRR > 15 persen menunjukkan bahwa secara finansial kegiatan industri pengolahan nanas tersebut layak dilaksanakan pada tingkat diskonto 15 persen. Pada analisis ekonomi dengan
tingkat
diskonto
15
persen
diperoleh
nilai
NPV
sebesar
Rp. 25.713.473.667,27, ratio Net B/C yang diperoleh adalah 26,49 dan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 44 persen. Dari nilai yang diperoleh kegiatan industri pengolahan nanas secara ekonomi layak untuk dilaksanakan pada tingkat diskonto 15 persen. Pada Tabel 11 berikut dapat dilihat NPV, IRR dan NBCR dalam analisis finansial dan ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen. Tabel 11. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas Analisis Kelayakan NPV DF
IRR
Net
(Rp)
(%)
(%)
B/C
Analisis Finansial
1.325.951.863,75
15
27
1,58
Analisis Ekonomi
25.713.473.667,27
15
44
26,49
Usahatani Nanas
Keterangan
: Di Kecamatan Siborong-borong pada lahan 100 ha.
Dari Tabel 11 dapat dilihat perbandingan hasil analisis secara finansial dan ekonomi. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai NPV pada analisis ekonomi lebih besar dari analisis finansial, yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27 yang berarti penanaman investasi pada kegiatan industri pengolahan nanas tersebut akan mendatangkan keuntungan sebesar Rp. 25.713.473.667,27 bagi masyarakat, sedangkan pada analisis finansial NPV yang diperoleh sebesar
Rp. 1.325.951.863,75. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diterima masyarakat lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pelaksana kegiatan industri pengolahan nanas. Nilai ratio Net B/C yang diperoleh pada analisis ekonomi adalah 26,49 sedangkan pada ratio Net B/C pada analisis finansial adalah 1,58. Ratio Net B/C pada analisis ekonomi lebih besar daripada analisis finansial yang berarti keuntungan dari setiap satuan biaya yang telah dikeluarkan masyarakat lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh industri pengolahan. Suatu investasi layak dilaksanakan apabila nilai IRR lebih tinggi dibanding dengan tingkat diskonto yang berlaku. IRR yang diperoleh pada analisis ekonomi (44%) lebih tinggi dibandingkan dengan IRR yang diperoleh pada analisis finansial (27%) yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh masyarakat lebih tinggi daripada yang diterima oleh industri pengolahan. Dari hasil perhitungan analisis finansial dan ekonomi dapat disimpulkan bahwa kegiatan industri pengolahan nanas layak untuk dilaksanakan baik dari sisi pelaksana kegiatan maupun dari sisi masyarakat. Hal ini terbukti dengan terpenuhinya syarat-syarat kelayakan investasi baik secara finansial maupun ekonomi, yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan.
6.5. Ikhtisar Kelayakan Agribisnis Nanas
Dalam menganalisis kelayakan sistem agribisnis nanas dimulai dari sub sistem usahataninya terlebih dahulu dilanjutkan pada sub sistem pengolahan nanas. Dimana secara finansial dan ekonomi baik dari sub sitem usahatani maupun sub sistem industri nanas dinilai layak untuk dilaksanakan pada tingkat
diskonto sebesar 15 persen menurut alat ukurnya yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat diskonto yang berlaku. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan bahwa agribisnis nanas tersebut layak dilaksanakan didaerah penelitian. Dengan hasil perbandingan sebagai berikut : Tabel 12. Kriteria Kelayakan agribisnis Nanas di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Kegiatan
DF (%)
Kriteria Kelayakan Investasi Analisis Finansial NPV (Rp)
Analisis Ekonomi IRR (%)
Net B/C
NPV (Rp)
IRR (%)
Net B/C
Usahatani nanas
15
5.623.375,19
24
1,35
269.566.747,91
41
14,81
Industri Prngolahan Nanas
15
1.325.951.863,75
27
1,58
25.713.473.667,27
44
26,49
Sistem Agribisnis Nanas
15
Layak
Layak
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa agribisnis nanas tersebut layak untuk dilaksanakan. Apabila kelayakan pada sistem agribisnis nanas tersebut dibandingkan maka sub sistem industri pengolahan lebih layak untuk dilaksanakan dibandingkan dengan sub sistem usahatani nanasnya baik dilihat dari analisis kelayakan finansial maupun analisis kelayakan ekonominya. Hal ini ditunjukkan dengan NPV, IRR, dan ratio Net B/C pada industri pengolahannya lebih besar dibandingkan dengan NPV, IRR, dan ratio Net B/C pada usahatani nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara ekonomi. Masing-masing secara berurutan, NPV pada industri pengolahan yaitu sebesar Rp. 1.325.951.863,75 lebih besar dari Rp. 5.623.375,19 untuk analisis finansial dan Rp. 25.713.473.667,27 lebih besar dari Rp. 269.566.747,91 untuk analisis ekonominya, yang berarti bahwa kegiatan industri pengolahan nanas yang
dilakukan menurut nilai sekarang lebih menguntungkan untuk dilaksanakan dibandingkan dengan kegiatan usahatani nanasnya. IRR pada industri pengolahannya lebih besar dibandingkan dengan IRR pada usahatani nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara ekonomi yaitu masing-masing sebesar 27 persen lebih besar
dari 24 persen untuk analisis finansial dan
44 persen lebih besar dari 41 persen untuk analisis ekonominya, yang berarti bahwa tingkat pengembalian internal untuk modal pada sub sistem industri pengolahannya lebih besar dibandingkan pada sub sistem usahatani nanasnya. Ratio Net B/C pada industri pengolahannya lebih besar dibandingkan dengan ratio Net B/C pada usahatani nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara ekonomi yaitu masing-masing sebesar 1,58 lebih besar dari 1,35 untuk analisis finansial dan 26,49 lebih besar dari 14,81 untuk analisis ekonominya, yang berarti bahwa keuntungan dari setiap satuan biaya yang telah dikeluarkan pada industri pengolahan lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh usahatani nanasnya. Apabila sub sistem industri pengolahan semakin berkembang maka juga akan mendukung perkembangan sub sistem usahataninya sehingga sistem agribisnis nanas di daerah penelitian dapat berkembang. Untuk itu lebih baik proyek 2 (industri pengolahan) dilaksanakan terlebih dahulu.
VII. ANALISIS SENSITIVITAS AGRIBISNIS NANAS
7.1. Analisis Sensitivitas Usahatani Nanas
Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa usahatani nanas yang dilakukan layak untuk dilaksanakan. Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian
karena dipengaruhi
perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran maupun pemasukan yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Oleh karena hal itu diperlukan analisis sensitivitas terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kepekaan terhadap perubahan-perubahan pada jumlah produksi, harga input dan harga jual output sesuai
dengan
perubahan-perubahan
yang
terjadi
pada
saat
penelitian
dilaksanakan. Analisis sensitivitas ini dilakukan terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu : 1. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, dan harga input naik sebesar 10 persen. 2. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. 3. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output turun sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. 4. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output tetap, dan harga input naik sebesar 10 persen.
5. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. 6. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output turun sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. 7. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output tetap, dan harga input naik sebesar 10 persen. 8. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. 9. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output turun sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. Pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial usahatani nanas tidak layak dilaksanakan pada kondisi : 1. Apabila terjadi penurunan harga jual output sebesar 20 persen harga input naik sebesar 10 persen dan jumlah produksi tetap. 2. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input naik sebesar 10 persen, dan harga output tetap. 3. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga output turun sebesar 20 persen dan harga input naik sebesar 10 persen. Untuk hasil perhitungan analisis sensitivitas kelayakan finansial usahatani nanas tersebut diperoleh hasil sebagaimana yang tercantum pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Usahatani Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen Perubahan – perubahan (%)
Df (%) 15
26
IRR (%)
Produksi
Harga penjualan
Harga input
NPV
Net B/C
NPV
Net B/C
0
0
0
5623375,19
1,35
-1397452,98
0,89
24
0
0
10
4178532,85
1,25
-2275448.93
-
22
0
20
10
16038076,27
1,98
4694114,65
1,33
31
0
-20
10
-7681010,57
0,52
-9245012,50
0.34
-
35
0
10
24932733,83
2.53
9921287,33
1,70
33
35
20
10
40943117,45
3,52
19330198,15
2,36
36
35
-20
10
8922350.22
1.54
512376.50
1.04
27
-15
0
10
-4716124.71
0,71
-7502621,61
0,46
-
-15
20
10
5364487,19
1,33
-1578492.57
0,88
23
-15
-20
10
-14796736,62
-
-13426750,65
-
-
Pada tingkat diskonto 26 persen syarat kelayakan investasi usahatani nanas secara finansial tidak terpenuhi untuk dilaksanakan pada 6 kondisi, yaitu : 1. Apabila harga input tetap, jumlah produksi tetap dan harga output tetap. 2. Apabila harga jual output tetap, jumlah produksi tetap, dan harga input naik sebesar 10 persen. 3. Apabila terjadi penurunan harga jual output sebesar 20 persen, harga input naik sebesar 10 persen dan jumlah produksi tetap. 4. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input naik sebesar 10 persen dan harga output tetap. 5. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input naik sebesar 10 persen dan harga output naik sebesar 20 persen. 6. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input naik sebesar 10 persen dan harga output turun sebesar 20 persen.
Perubahan-perubahan jumlah produksi, harga jual output, dan harga jual input pada tingkat 15 persen dan 26 persen tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga output pada analisis ekonomi jauh lebih besar dibandingkan pada analisis finansial. Hasil pehitungan analisis sensitivitas ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Usahatani Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen Perubahan – perubahan (%)
Df (%) 15
26
IRR (%)
Produksi
Harga penjualan
Harga input
NPV
Net B/C
NPV
Net B/C
0
0
0
269566747,91
14.81
153839879,02
10.05
41
0
0
10
276360729,12
15,01
156692891,59
10,12
40
0
20
10
344708266.13
18.48
196859067.27
12.46
41
0
-20
10
208013192.11
11,55
116526715.91
7,78
40
35
0
10
395968918.89
21,08
226983699.03
14,22
41
35
20
10
488238093.86
25,76
281208036.21
17,37
41
35
-20
10
303699743.92
16,40
172759361.86
11,06
41
-15
0
10
225100076.36
12,41
130629270.40
7,67
41
-15
20
10
283195482.82
15,36
160709509.16
10,36
40
-15
-20
10
167004669.90
9,47
92427010.50
6,38
40
7.2. Analisis Payback Period Investasi Usahatani Nanas
Analisis Payback Period (Tingkat Pengembalian Investasi) yaitu penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lainnya. Dari perhitungan analisis tingkat pengembalian investasi yang dilakukan pada Tabel 15, maka
jangka waktu pengembalian usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen, adalah sebagai berikut. Tabel 15. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen. Perubahan – perubahan Pay Back Period (bulan) (%) Df (%) Produksi
Harga penjualan
Harga input
15
26
0
0
0
83
-
0
0
10
88
-
0
20
10
0
-20
10
64 -
85 -
35
0
10
56
64
35
20
10
47
52
35
-20
10
-15
0
10
75 -
106 -
-15
20
10
84
-
-15
-20
10
-
-
Hasil analisis Tingkat Pengembalian Investasi secara finansial pada tabel 15. Terlihat bahwa pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen, tingkat pengembalian investasi paling cepat apabila terjadi perubahan pada kenaikan jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. Masing-masing tingkat pengembalian investasi usahatani nanasnya terjadi selama 47 bulan dan 52 bulan. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 83 bulan. Jangka waktu pengembalian investasi usahatani nanas lebih cepat berarti kegiatan tersebut semakin baik untuk dilaksanakan, hal ini terjadi apabila manfaat lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan, yaitu dipengaruhi oleh kenaikan jumlah produksi dan harga jual output begitu juga sebaliknya (Tabel 15).
Secara ekonomi tingkat pengembalian investasi paling cepat
apabila
terjadi perubahan pada kenaikan jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. Masing-masing tingkat pengembalian investasi usahatani nanasnya terjadi selama 27 bulan dan 28 bulan. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 29 bulan sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen terjadi selama 30 bulan. Pada Tabel 16 berikut dapat dilihat tingkat pengembalian investasi secara ekonomi yang terjadi apabila terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga jual output, dan harga jual input. Tabel 16. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen. Perubahan – perubahan Pay Back Period (bulan) (%) Df (%) Produksi Harga penjualan Harga input 15 26 0 0 0 29 30 0
0
10
30
30
0
20
10
28
29
0
-20
10
31
32
35
0
10
28
28
35
20
10
27
28
35
-20
10
29
30
-15
0
10
31
33
-15
20
10
29
30
-15
-20
10
33
34
Jadi secara finansial dan ekonomi apabila terjadi perubahan – perubahan pada jumlah produksi, harga jual output, dan harga input maka tingkat pengembalian investasi usahatani nanas paling cepat terjadi selama 47 bulan dan
52 bulan sedangkan pada analisis ekonominya terjadi selama 27 bulan dan 28 bulan masing-masing pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen.
7.3. Analisis Sensitivitas Industri Pengolahan Nanas
Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa industri pengolahan nanas yang dilakukan layak untuk dilaksanakan. Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Oleh karena hal itu diperlukan analisis sensitivitas terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kepekaan terhadap perubahan-perubahan pada jumlah produksi, harga input (bahan baku nanas, biaya produksi) dan harga jual output (pineapple juice concentrate dan canned pineapple) sesuai dengan perubahan – perubahan yang terjadi pada saat penelitian ini dilaksanakan. Analisis sensitivitas ini dilakukan terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu : 1. Jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, biaya produksi sebesar sebesar10 persen, dan harga bahan baku tetap. 2. Jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, biaya produksi sebesar sebesar10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. 3. Jumlah produksi tetap, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi sebesar sebesar 10 persen dan harga bahan baku tetap.
4. Jumlah produksi tetap, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi sebesar sebesar 10 persen dan harga bahan baku naik 20 persen. 5. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output tetap, biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap. 6. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. 7. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output tetap, biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap. 8. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. Pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial industri pengolahan nanas tidak layak dilaksanakan pada kondisi : 1. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. 2. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. 3. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku tetap. Pada tingkat diskonto 26 persen, industri pengolahan nanas menjadi tidak layak dilaksanakan pada 4 kondisi : 1. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku tetap.
2. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. 3. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku tetap. 4. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen. Pada Tabel 17 dapat dilihat hasil perhitungan analisis sensitivitas kelayakan finansial industri pengolahan nanas. Tabel 17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Nanas dengan Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen. Perubahan – perubahan
IRR (%)
Df (%)
(%)
15
Produksi
Harga penjualan
Biaya produksi
Harga bahan baku
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
10
20
0
5
10
0
0
5
10
20
-10
0
10
0
-10
0
10
20
-10
5
10
0
-10
5
10
20
26
NPV
Net B/C
NPV
Net B/C
1325951863.75
1,58
156150878.91
1,07
27
1045256299.57
1,45
-36000336.96
0,98
26
-1755965368.70
0,38
-1976877924.94
0,24
38
6814441457.41
6,07
3913317301.54
4,19
41
4013219789.14 10493114016.11 13294335684.38
3,15
1972439713.56
2,26
36
-
-7934635613.96
-
60
-
-9875513201.94
-
-
4732998153.06
2,38
2013587301.54
1,64
34
1931776484.79
1,49
72709713.56
1,02
26
Perubahan – perubahan jumlah produksi, harga jual output, dan harga jual input pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga output pada analisis ekonomi jauh lebih besar dibandingkan pada analisis finansial. Hasil pehitungan analisis sensitivitas ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Industri Pengolahan Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen. Perubahan – perubahan
IRR (%)
Df (%)
(%)
15
Produksi
Harga penjualan
Biaya produksi
Harga bahan baku
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
10
20
0
5
10
0
0
5
10
20
-10
0
10
0
-10
0
10
20
-10
5
10
0
-10
5
10
20
26
NPV
Net B/C
NPV
25713473667.27
26.49
16048352212.56
25432778103.09
25.06
15856200996.69
22631556434.82
15.34
13915323408.71
32732528083.30
+
Net B/C 18.4 3 17.4 4 10.6 6
44
20853272604.69
+
45 45
29931306415.03
93.45
18912395016.71
65.0 0
10833278142.66
4.04
5862057780.69
2.80
8032056474.39
2.97
3921180192.71
2.05
17403053124.86
8.14
10359422227.89
5.66
14601831456.58
5.94
8418544639.91
4.12
44 44
39 36 42 41
7.4. Analisis Payback Period Investasi Agribisnis Nanas
Analisis Payback Period yang digunakan sama halnya dengan penggunaan pada usahatani nanas pada awal bab ini. Tingkat Pengembalian Investasi yaitu penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lainnya. Dari perhitungan analisis tingkat pengembalian investasi yang dilakukan pada Tabel 19, maka jangka waktu pengembalian industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen adalah sebagai berikut.
Tabel 19. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen. Perubahan – perubahan (%)
Pay Back Period (bulan) Df (%)
Produksi
Harga penjualan
Biaya produksi
Harga bahan baku
15
26
0
0
0
0
64
99
0
0
10
0
73
-
0
0
10
20
66
-
0
5
10
0
24
26
0
5
10
20
39
44
-10
0
10
0
-
-
-10
0
10
20
-
-
-10
5
10
0
46
54
-10
5
10
20
70
108
Dari hasil perhitungan Tingkat Pengembalian Investasi secara finansial pada tabel 19 di atas pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen tingkat pengembalian investasi paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 26 bulan apabila terjadi perubahan pada harga jual output sebesar 5 persen, , biaya produksi meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah produksi tetap. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga penjualan, biaya produksi, dan harga bahan baku maka tingkat pengembalian investasinya terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen. Secara ekonomi tingkat pengembalian investasi paling cepat
apabila
terjadi perubahan pada harga penjualan meningkat sebesar 5 persen, biaya produksi meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah
poroduksi tetap. Masing-masing tingkat pengembalian investasi industri pengolahan nanasnya terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen masing-masing terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Pada Tabel 20 berikut dapat dilihat tingkat pengembalian investasi secara ekonomi yang terjadi apabila terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga jual output, biaya produksi dan bahan baku. Tabel 20. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen. Perubahan – perubahan (%)
Pay Back Period (bulan) Df (%)
Produksi
Harga penjualan
Biaya produksi
Harga bahan baku
15
26
0
0
0
0
15
15
0
0
10
0
15
15
0
0
10
20
17
17
0
5
10
0
12
12
0
5
10
20
13
13
-10
0
10
0
30
33
-10
0
10
20
38
41
-10
5
10
0
20
21
-10
5
10
20
24
25
Jadi secara finansial dan ekonomi apabila tidak terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga jual output, biaya produksi dan harga bahan baku maka tingkat pengembalian investasi industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan sedangkan secara ekonomi terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi perubahan maka
pengembalian investasi industri pengolahan secara finansial maupun ekonomi paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 26 bulan sedangkan secara ekonomi terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan. Hal ini terjadi apabila terdapat perubahan pada harga penjualan meningkat sebesar 5 persen, biaya produksi meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah produksi tetap.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8. 1. Kesimpulan
a. Agribisnis nanas di daerah penelitian masih dilaksanakan secara tradisonal. Bibit yang digunakan berasal dari tanaman sendiri. Peralatan yang digunakan masih sederhana. Bibit yang digunakan petani yaitu cayenne sebanyak 18000 biji per hektar dengan jarak tanam 150 cm X 30 cm. Jumlah produksi rata-rata pertahun sekitar 23,238 ton per hektar. Pemasaran hasil panen secara umum menggunakan dua macam saluran pemasaran yaitu pemasaran dalam kota dan pemasaran luar kota. Untuk peningkatan nilai tambah nanas di ubah menjadi produk olahan yaitu tidbits, dan pineapple juice concentrate. b. Pelaksanaan kegiatan usahatani nanas tersebut menguntungkan pada tahun ke-6 atau sejak usia tanaman 5 tahun. Saluran pemasaran nanas yang terbaik diantara empat jalur tersebut adalah jalur IV. c. Kegiatan agribisnis nanas layak dilaksanakan di daerah penelitian. Apabila kelayakan pada sistem agribisnis nanas tersebut dibandingkan maka sub sistem industri pengolahan lebih layak untuk dilaksanakan dibandingkan dengan sub sistem usahatani nanasnya baik dilihat dari analisis kelayakan finansial maupun analisis kelayakan ekonominya. d. Pada analisis sensitivitas agribisnis yang dilakukan terhadap perubahan jumlah produksi, harga output dan harga input pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen, subsistem usahatani nanas secara finansial menjadi tidak layak pada tiga kondisi pada tingkat diskonto 15 persen
sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada enam kondisi. Secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas. Pada subsistem industri pengolahan nanas secara finansial menjadi tidak layak pada tiga kondisi pada tingkat diskonto 15 persen sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada empat kondisi. Secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan industri pengolahan nanas. e. Payback periode pada usahatani nanas secara finansial dan ekonomi paling cepat terjadi selama 47 bulan dan 27 bulan apabila terjadi perubahan pada kenaikan jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen dan apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 83 bulan. Payback periode pada industri pengolahan nanas secara finansial dan ekonomi paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 12 bulan apabila terjadi perubahan pada harga jual output sebesar 5 persen, , biaya produksi meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah produksi tetap dan apabila tidak terjadi perubahan maka tingkat pengembalian investasinya terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen.
8. 2. Saran
a. Untuk
mengembangkan
agribisnis
nanas
ini
perlu
dilakukan
pengembangan pada sub sistem industri pengolahan terlebih dahulu dengan mengembangkan usahanya. b. Supaya pengelolaan usahatani nanas menjadi lebih efisien dan efektif perlu dilakukan penyuluhan yang intensif dari Dinas Pertanian tentang penerapan tekonologi baru. c. Perlu dibentuk kelompok tani
khusus nanas untuk penyediaan modal
supaya pengelolaan usahatani nanas
bisa lebih intensif serta dalam
memasarkan nanas petani lebih mudah dan memperoleh harga yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, MA. 1993. Agroindustri Buah-buahan Tropis. Pos Pengembangan pada PJPT II. Bangkit. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. Produksi. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Sumatera Utara. Produksi. BPS. Sumatera Utara. Dumaria, Elsa. 2003. Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta. Gray, C. Simanjuntak, P dan K. Lien Sabur. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi ke-2. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gumbira-Said dan A. Harizt Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta. Limbong, W. H. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Maulana, Alan. 1998. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Nanas di Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nasution, Muhammad Syahnan. 2001. Studi Kelayakan Agribisnis Jeruk di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simbolon. 2000. Studi Kelayakan Investasi dan Pemasaran Jeruk Siam Medan di Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, dkk. 1988. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Soehardjo, A. 1997. Sistem Agribisnis dan Agroindustri. Makalah Seminar. MMA-IPB. Bogor. Sunarjono, H. Hendro. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Yuningsih. 1999. Analisis Optimalisasi Pendapatan Usahatani pada Keragaan Jenis Usaha Petani Nenas di Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.