Analisis Kebijakan
1
Dinamisasi Sektor Pertanian Dalam Pemantapan Pariwisata Budaya Latar Belakang Bali sebagai tujuan wisata manca negara, sangat menyadari akan keterkaitan dan kebutuhan akan dinamisasi sektor pertanian dalam rangka pemantapan pariwisata budaya. Dinamisasi sektor pertanian menjadi penting karena harus mampu beradaptasi secara positif dengan dinamika ekonomi pariwisata sebagai sektor alternatif prospektif, namun tetap mampu memberi kesejahteraan yang memadai pada petani produsen. Dinamika sektor pertanian diharapkan tetap mengacu pada kearifan budaya lokal dengan orientasi pertanian modern yang diabdikan bagi keberlanjutan pariwisata budaya dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pertanian akan tetap memegang peranan strategis dalam pembangunan pariwisata dan masyarakat Bali modern. Keberhasilan pembangunan pertanian memberi kontribusi langsung dan nyata terhadap pengembangan pariwisata budaya. Pertanian bukan saja menambah indah Pulau Dewata, tetapi juga memberikan sumbangan penting terhadap kebutuhan religius masyarakatnya yang mayoritas memeluk agama Hindu. Kebutuhan akan air, bunga, dan produk pertanian merupakan kebutuhan riil keseharian masyarakat Bali. Kehidupan beragama, budaya, pertanian, dan pariwisata memiliki tali-temali yang kuat dan memberikan efek pengganda yang besar dalam perekonomian masyarakat Bali. Sektor pertanian menempati posisi kedua terbesar setelah pariwisata dalam struktur perekonomian masyarakat Bali. Dimasa yang akan datang pertanian bukan saja sebagai pilar penting dalam mendukung keberhasilan pariwisata, tetapi sektor strategis yang harus tetap dijaga, mengingat pariwisata yang sensitif terhadap kemungkinan ekses negatif faktor eksternal. Pertanian bukan saja hajat hidup bagi sebagian besar masyarakat Bali, tetapi juga sebagai instrumen penting dalam menjaga keberlanjutan pariwisata. Bali dikenal dan dikagumi karena kondisi dan topografi alamnya yang unik. Keindahan dan kenyamanan iklimnya akan terjaga bila pertanian, hutan, dan daerah aliran sungainya lestari dan memberi kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tujuan dari penulisan paper ini adalah: (1) Mendiskripsikan posisi dan peran pertanian ke depan kaitannya dengan pariwisata dalam struktur perekonomian Bali; (2) Membahas kearifan lokal Tri Hita Karana sebagai landasan filosofi organisasi tradisional masyarkat Bali dalam konteks pembangunan pertanian modern; (3) Membahas desain arsitektur pembangunan pertanian Bali dengan gradien ekologi (ecological gradient) yang unik dalam kontek pembangunan pertanian nasional modern; (4) Merumuskan kebijakan dan program strategis pembangunan pertanian Bali sebagai penjabaran Tri Hita Karana untuk mewujudkan pariwisata budaya yang lestari. Antisipasi Pembangunan Pertanian ke Depan Bahasan ini akan mengungkap dua hal pokok, yaitu: (1) Dinamika peran dan posisi sektor pertanian dan pariwisata dalam struktur perekonomian Bali; (2) Membahas beberapa isu strategis dalam pembangunan pertanian dan kehutanan dalam konteks keberlanjutan pariwisata budaya. Pemahaman kedua aspek ini
2
Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian
diharapkan dapat menggugah kepedulian semua pihak akan pentingnya peran dan keterikatan sektor pertanian dalam arti luas dengan pariwisata dan sektor perekonomian lainnya. Semua pihak diharapkan ikut memikirkan langkah-langkah strategis dalam mengamankan dan membangun pertanian dalam kontek pembangunan masyarakat Bali dan Indonesia modern. Sektor pariwisata (termasuk perdagangan) memberi kontribusi terbesar dalam perekonomian Bali dengan kontribusi 30,26 persen (harga konstan 1993) pada tahun 2003. Sektor pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) menempati posisi kedua terbesar dengan pangsa 19,37 persen. Kedua sektor utama ini mendorong pertumbuhan dan meningkatkan pangsa sektor jasa (14,98%), pengangkutan dan komunikasi (12,73%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan kontribusi 6,96 persen dalam struktur perekonomian Bali. Bom Bali I (Oktober 2002) memberi dampak peningkatan pertumbuhan sektor pertanian dari 2,98 persen (2002) menjadi 5,12 persen pada tahun 2003. Sektor pariwisata pada tahun 2002 mengalami pertumbuhan terendah yaitu hanya 0,46 persen, yang akhirnya mengakibatkan rataan pertumbuhan selama periode 2000 – 2003 hanya sebesar 2,16 persen. Sementara rataan pertumbuhan sektor pertanian mencapai 3,13 persen. Tiga bulan pasca ledakan Bom Bali II (Oktober 2005), tingkat hunian hotel hanya sekitar 35 persen. Tenaga kerja sektor perhotelan dan restoran yang besarnya sekitar 442.000 orang (September 2005) mulai terancam pemutusan hubungan kerja. Pemda Badung kehilangan pendapatan sebesar Rp 100 milyar dari target pendapatan pajak hotel dan restoran tahun 2005 yang besarnya Rp 280 milyar (Kompas, 6 Januari 2006). Ilustrasi ini menunjukkan sensitivitas sektor pariwisata terhadap faktor eksternal keamanan, dan sektor pertanian berperan sebagai sektor pengaman perekonomian Bali. Beberapa isu stragegis pembangunan pertanian Bali ke depan adalah pengembangan sektor kehutanan, penataan daerah aliran sungai (DAS) dan alih fungsi lahan sawah. Ketiga aspek ini memegang peranan penting dalam menjaga kelestarian ekosistem dan lingkungan sebagai faktor penentu keberlanjutan pariwisata budaya. Luas kawasan hutan mencapai 130.686 ha atau sebesar 23,2 persen dari luas wilayah Bali (BPS Bali, 2004). Kawasan hutan tersebut mencakup hutan lindung 73,3 persen, hutan produksi 6,6 persen, dan cagar alam, taman nasional, wisata alam, dan hutan raya dengan proporsi 20,1 persen. Bali dengan luasannya yang relatif kecil (5.633 km2) dengan gradien ekologi yang sempit perlu memiliki luasan hutan yang memadai dan tetap terjaga. Luasan dan proporsi hutannya harus lebih tinggi dibandingkan pulau-pulau besar,karena Bali lebih sensitif dan akan mengalami pemulihan yang sulit dan dampak yang lebih hebat jika terjadi kerusakan hutan dan lingkungannya. Bali juga sangat urgen mengamankan daerah aliran sungai dan tetap berusaha untuk mencegah alih fungsi lahan sawah produktif. Sawah bukan saja berfungsi sebagai penghasil padi, tetapi juga memiliki nilai multi-fungsi yang tinggi dan pendukung penting dalam pariwisata budaya Bali. Padi (juga kelapa dan pisang) merupakan komoditi strategis dan membutuhkan pengembangan
Analisis Kebijakan
3
berkeberlanjutan, karena terkait dengan sosio-religius masyarakat Bali (Arya, 2003). Dalam konteks ini, alih fungsi lahan sawah produktif di Bali dinilai cukup mengkhawatirkan. Pada tahun 2003 saja telah terjadi alih fungsi sebesar 898 ha atau 1,10 persen dari total luas lahan sawah. Pemanfaatan DAS sebagai daerah pemukiman (legal dan ilegal) perlu dicegah semaksimal mungkin. Penegakan hukum pada semua pihak harus dilakukan, untuk mencegah kemungkinan bencana seperti yang terjadi di Jember dan Banjarnegara belakangan ini. Kalau ini sampai terjadi maka keberlanjutan pariwisata budaya Bali akan dipertaruhkan. Filosofi dan Desain Arsitektur Pembangunan Pertanian Bali Tri Hita Karana merupakan landasan filosofi organisasi tradisional masyarakat Bali (Sudaratmaja et al., 2004; Suyatna, 2005). Ia merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat yang bertumpu pada konsep keserasian hubungan antara manusia dengan Tuhannya (moral dan mental), keserasian hubungan antar sesama manusia (pengabdian), dan keselerasan hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya (kepedulian). Konsep filosofis ini dikombinasi dengan manajemen modern dan diaplikasikan secara terpadu mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara akan dapat merepresentasikan masyarakat bermoral penuh pengabdian dan kepedulian dalam menghadapi tantangan masa depan. Kearifan lokal Tri Hita Karana dalam tatanan pembangunan pertanian modern dapat ditafsirkan bahwa sumberdaya alam dan pertanian merupakan titipan Tuhan Yang Maha Esa dan pemanfaatan serta pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana demi kesejahteraan umat manusia, dan harus dijaga kelestariannya demi generasi yang akan datang. Tri Hita Karana agar dapat dijabarkan lebih lanjut dalam mendukung desain pembangunan pertanian Bali dalam konteks pembangunan pertanian nasional modern. Dalam konteks ini sarana dan prasarana transportasi, industri pengolahan, distribusi, dan komunikasi memegang peranan sentral dengan peran pelabuhan yang dominan (Pakpahan et al., 2005). Pulau-pulau dikembangkan sesuai dengan potensi dan keunggulan komparatif dan kompetitifnya, yang difasilitasi dengan perdagangan interregional yang efisien. Keberhasilan dan persatuan dan kesatuan Bali dalam konetks negara kesatuan ke depan akan ditentukan oleh kemampuan mewujudkan saling ketergantungan fungsional Bali dengan daerah lain yang bersifat saling melengkapi, komplemen, dan inklusif. Industrialisasi dikembangkan atas dasar strategi pertumbuhan dari dalam (growth from within) dengan basis pengembangan institusi petani dan pertanian. Desain arsitektur pembangunan pertanian tersebut hendaknya diarahkan untuk dapat mewadahi kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, kebijakan industrialissi berbasis pertanian dan sumberdaya lokal, dan kebijakan pertanian dalam kaitannya dengan penerapan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan pertanian disesuaikan dengan potensi, kebutuhan dan karakteristik setiap wilayah. Bali dengan gradien ekologi yang sempit membutuhkan derajat konservasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pulaupulau besar seperti Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Bali perlu dikembangkan
4
Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian
secara proporsional dan bijaksana dengan mempertimbangkan keberimbangan sistem pertanian yang padat lahan dan sistem pertanian konservasi. Sistem pertanian terakhir ini dapat dikaitkan dengan ekoturisme dan pengembangan komoditas berniai ekonomi tinggi. Keberimbangan ini disesuaikan dengan potensi daerah dan topogrfinya. Kebijakan dan Program Pembangunan Pertanian Bali Bahasan ini akan mengungkap kinerja sejumlah teknologi unggulan dan teknologi potensial yang dimiliki BPTP Bali yang dinilai memadai untuk mendukung filosofi dan desain arsitektur pembangunan pertanian Bali di masa yang akan datang. Pengembangan teknologi unggulan masih membutuhkan sejumlah kebijakan pendukung untuk mendorong diseminasi dan dampak yang lebih besar. Teknologi potensial yang dimiliki BPTP merupakan stok iptek yang perlu diidentifikasi faktor pendorong (driving force) pengembangannya dan dirumuskan strategi antisipasitf pengembangannya. Perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan pihak swasta perlu bekerja bersama-sama membangun kapasitas dan kemampuan BPTP Bali dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi dalam mendukung pembangunan pariwisata budaya dan pertanian berkelanjutan. Program dan Kebijakan Pengembangan Teknologi Unggulan BPTP Bali, minimal telah memiliki empat teknologi unggulan yang memiliki profil teknologi dan potensi pengembangan sesuai dengan kebutuhan daerah. Keempat teknologi tersebut adalah (Tim Studi Dampak PAATP, 2005): teknologi integrasi kopi dengan ternak kambing, teknologi usahatani terpadu di lahan kering, teknoogi integrasi padi dan ternak sapi, dan teknologi integrasi sayuran dan ternak sapi. Saat ini tingkat adopsi teknologi unggulan ini masih rendah yaitu sekitar 5,0 persen dari areal potensial pengembangan. Berdasarkan pada dinamika adopsi selama ini dan respon dari pihak swasta dan pemerintah daerah/ nasional, dalam lima tahun ke depan antisipasi adopsinya diperkirakan akan mencapai sekitar 20 persen areal potensial pengembangan di tingkat provinsi. Kebijakan terkait dengan pemantapan diseminasi dan adopsi teknologi unggulan yang perlu dipertimbangkan adalah: (1) Pemantapan relevansi dan efektivitas penciptaan teknologi dalam rangka mendorong akselerasi adopsi teknologi; (2) Perluasan dan penguatan kerjasama litkaji dengan pihak swasta; (3) Proaktif dalam merespon permasalahan pembangunan pertanian daerah via analisis kebijakan; (5) Perluasan pelaksanaan gelar teknologi bagi teknologi unggulan prospektif di daerah sentra produksi; (6) Pemberian seed capital sebagai kompensasi resiko dan juga insentif dalam diseminasi teknologi; (7) Mendorong peran aktif penyuluh pertanian daerah dalam pelaksanaan diseminasi teknologi; (8) Optimalisasi pendayagunaan teknologi unggulan dalam mendukung pembangunan pertanian daerah kabupaten dan provinsi. Di dalam menggalang partisipasi dan dukungan kebijakan pengembangan teknologi di lapangan dibutuhkan beberapa strategi, sebagai berikut: (1)
Analisis Kebijakan
5
Inventarisasi potensi dan karakteristik sumberdaya pertanian daerah secara partisipatif; (2) Sosialisasi dan advokasi pengembangan pertanian daerah; (3) Perencanaan prioritas litkaji dan pelaksanaannya secara partisipatif; (4) Mendorong dan memperluas kerjasama litkaji dengan pemerintah daerah; (5) Pelaksanaan pendampingan pengembangan pertanian daerah; (6) Komplementasi pengembangan teknologi dengan penelitian dan analisis kebijakan sosial ekonomi; (7) Tindak lanjut rumusan dan implementasi kebijakan sosial ekonomi pengembangan teknologi. Program dan Kebijakan Pengembangan Teknologi Potensial BPTP Bali juga memiliki tidak kurang dari sepuluh teknologi yang dinilai potensial (Tim Studi Dampak PAATP,2005), yaitu: (1) teknologi pembuatan anggur buah salak; (2) teknologi tanam benih langsung (Tabela); (3) teknologi budidaya jagung Bisma di lahan sawah tanpa olah tanah (TOT); (4) teknologi pengembangan sapi potong berwawasan agribisnis; (5) teknologi pembuatan dodol salak Bali; (6) teknologi flusing pada induk sapi Bali; (7) vaksin ETEC multivalen; (8) teknologi irigasi embung; (9) varietas padi Fatmawati; (10) pengendalian penyakit layu pada pisang. Semua pihak perlu duduk bersama untuk menyepakati faktor pendorong dan strategi operasional pengembangannya, secara selektif dalam mendukung pembangunan pariwisata dan pertanian daerah. Beberapa faktor pendorong (driving force) dan strategi antisipatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan teknologi potensial adalah sebagai berikut: (1) Perbaikan ketersediaan dan akses sarana produksi, khususnya komponen utama pengembangan teknologi; (2) Adanya jaminan dan stabilitas harga output serta peningaktan kemampuan akses dan perluasan pasar bagi petani/kelompok tani; (3) Seleksi teknologi potensial prospektif sesuai dengan permintaan pasar yang sedang berkembang (market driven) untuk melapangkan jalan dalam pengembangannya; (4) Mendorong peran aktif dan sistem insentif bagi pihak swasta agar dapat berperan aktif bersama-sama dengan pemerintah; (5) Membangun net-working regional, interregional, domestik dan internasional; (6) Mendorong program kemitraan petani/kelompok tani dan investor, dengan fasilitasi pemerintah. Program dan Kebijakan Pengembangan Pangan Organik Program pembangunan pertanian prospektif lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah pertanian organik. Program ini sejalan dengan motto “Go Organic 2010” dan juga selaras dengan desain arsitektur dan pengembangan pariwisata budaya Bali. Dalam kaitannya dengan revitalisasi pertanian, pengembangan pertanian organik memiliki beberapa peranan strategis (Mentan, 2002), antara lain: (1) sangat terkait dengan aspek keamanan pangan; (2) mendukung kelestarian sumberdaya pertanian sebagai salah satu tujuan pertanian organik; (3) memiliki unsur pengembangan produk baru berupa produk/pangan organik; (4) potensial untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah produk serta pendapatan petani/ produsen; dan (5) potensial dan berpeluang untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, pasar domestik, dan dijadikan komodtias ekspor untuk memperoleh devisa.
6
Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian
Program pertanian organik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pertanian organik absolut (POA) dan pertanian organik rasional (POR) atau pertanian semi-organik. POR secara eksklusif hanya menggunakan bahan alami atau pupuk organik dan terkait dengan konsep pertanian berkelanjutan rendah input (Low Input Sustainable Agriculture, LISA). Sasaran utamanya adalah untuk menghasilkan produk dan lingkungan (tanah dan air) yang bersih dan sehat (ecolabeling attributes) dan mengutamakan nilai gizi (nutritional attributes) kesehatan, dan potensi ekonomi pasar yang bersifat ekslusif. Pertanian semi organik (POR) adalah sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk kimia. Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau menggunakan biopestisida. Landasan prinsipilnya adalah sistem pertanian modern (good agricultural practicess, GAP) yang mengutamakan produktivitas, efisiensi produksi, keamanan dan kelestarian lingkungan dan sumberdaya. Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian, IRRI, dan FAO sejak tahun 2001/2002 telah mengembangkan konsep Integrated Crop and Resource Management (ICM) atau lebih populer dengan PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu), dan SIPT (Sistem Integrasi Padi-Ternak). Model PTT/SIPT merupakan pendekatan dalam sistem usahatani padi yang berlandaskan pada aspek sinergistik dan keterpaduan antara sumberdaya dan pengelolaan tanaman yang bertitik tolak dari konsep GAP dan POR. Dalam PTT/SIPT, pemberian pupuk/bahan organik merupakan salah satu syarat utama (compusory technology), yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk anorganik.Aplikasi pupuk anorganik didasarkan kepada konsep pengelolaan hara spesifik lokasi (Site Spesific Nutrient Management, SSNM) yang menganut prinsip feed what the crop need. Pupuk diberikan secara proporsional dan rasional, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Lagi sekali POA dan POR (PTT dan SIPT) dinilai prospektif dalam mendukung keberlanjutan pariwisata budaya dan selaras dengan desain arsitektur pembangunan pertanian Bali. Teknologi serta pengelolaannya telah dikuasai dan mulai diterapkan oleh masyarakat Bali. Di masa yang akan datang petani perlu dipersiapkan opsi sistem pertanian konservasi semaksimal mungkin. Penutup Pembangunan pertanian dan pariwisata budaya memiliki keterkaitan dan komplementasi yang kuat. Sektor pertanian menempati posisi kedua terbesar setelah sektor pariwisata dalam struktur perekonomian Bali. Sektor pertanian bukan saja sebagai sektor pengamanan, tetapi perlu ditempatkan sebagai prakondisi dan syarat keharusan bagi keberlanjutan pariwisata budaya di Bali. Tri Hita Karana merupakan kearifan lokal dan landasan filosofi organisasi tradisional masyarakat Bali. Warisan budaya bangsa ini agar dapat dijabarkan lebih lanjut dalam mendukung desain pembangunan pertanian Bali dalam konteks pembangunan pertanian nasional modern. Bali dengan gradien ekologinya yang sempit, harus dikembangkan sesuai dengan potensinya dan dijaga kelestarian
Analisis Kebijakan
7
lingkungannya agar mampu menjamin kelangsungan pariwisata budaya yang menjadi andalan perekonomian masyarakatnya. Desain arsitektur pembangunan pertanian Bali pada hakekatnya diarahkan untuk dapat mewadahi kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, industrialisasi berbasis pertanian dan sumberdaya lokal, dan implementasi pembangunan berkelanjutan. Hal ini tetap sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana sebagai basis konsepsi keberlanjutan pembangunan pertanian, keamanan sosial dan lingkungan, yang pada akhirnya diharapkan mampu menjaga keajegan pariwisata budaya dan pembangunan daerah Bali. Bali telah memililki sejumlah teknologi pertanian unggulan dan potensial. Semua pihak perlu bekerjasama untuk mendorong percepatan diseminasi dan adopsi teknologi tersebut. Penerapannya tetap mengacu pada filosofi dan desain arsitektur pembangunan pertanian Bali. Pulau Bali dengan gradien ekologi yang sempit membutuhkan derajat konservasi yang lebih tinggi, sehingga proporsi pemanfaatan teknologi pertanian padat lahan dan sistem pertanian konservasi perlu dilakukan secara berimbang dan bijaksana disesuaikan dengan potensi daerah dan topografinya. Daftar Pustaka Arya, N. 2003. Potensi Sumberdaya Lokal dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Bali. Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. BPS Bali.2004. Bali Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Denpasar. Kompas, 2006. Bali Sepi Wisatawan. Harian Kompas. Edisi Jum’at, 6 Januari 2006. Jakarta. Mentan. 2005. Sambutan Kunci Menteri Pertanian: Pengembangan Pertanian Organik dan Revitalisasi Pertanian. Workshop dan Kongres Nasional II Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina): Menghantarkan Indonesia Menjadi Produsen Organik Terkemuka, 21-22 Desember 2005, Jakarta. Pakpahan, A. et al. 2005. Membangun Pertanian Indonesia: Bekerja Bermartabat dan Sejahtera. Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudaratmaja, IGAK, I W. Suyasa, IGK. Dana Arsana. 2004. Isyarat Weda dan Kearifan Lokal dalam Sistem Integrasi Tanaman – Ternak di Bali. Prosiding Seminar: Ssitem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Suyatna, I Gde. 2005. Nilai-nilai Sosial Masyarakat Bali sebagai Kekuatan Pembangunan Bangsa. Jurnal Sosiologi Indonesia No.07/2005. Ikatan Sosiologi Indonesia, Jakarta.
8
Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian
Tim Studi Dampak PAATP, 2005. Studi Dampak Pengembangan Teknologi di BPTP Binaan PAATP. Proyek Pengembangan Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP). Badan Litbang Pertanian, Jakarta.