Analisis, Juni 2015, Vol.4 No.1 : 74 – 80
ISSN 2252-7230
EKSISTENSI THE INTERNATIONAL CHAMBER OF COMMERCE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS INTERNASIONAL The Existence of the International Chamber of Commerce Dispute Resolution in International Business
Ahkhan Baharuddin Tenro, Alma Manuputty, Irwansyah Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected])
ABSTRAK Transaksi bisnis internasional yang tidak sehat menimbulkan permasalahan yang berujung pada penyelesaian sengketa di lembaga yang berwenang, namun adakalanya sengketa tersebut telah diputus oleh lembaga tersebut, ada pihak yang tidak menghormati putusan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan the international chamber of commerce (ICC) sebagai salah satu choice of forum dalam penyelesaian sengketa bisnis internasional dan pelaksanaan putusan arbitrase ICC di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan penelitian kepustakaan serta melakukan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguaraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kedudukan ICC sangat penting sebagai salah satu choice of forum oleh para pihak, dan lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa bisnis internasional. Terdapat dua cara penyelesaian sengketa yang disediakan oleh ICC, cara pertama yakni dengan menggunakan badan arbitrase ICC, dan cara kedua dapat juga sengketa tersebut diselesaikan melalui badan konsiliasi ICC. Kedua cara penyelesaian tersebut yang membuat ICC berbeda dengan lembaga atau badan penyelesaian sengketa bisnis internasional yang lain, dan pelaksanaan putusan arbitrase ICC di Indonesia tidak langsung dapat di eksekusi di negara pihak yang dinyatakan melakukan wanprestasi (dalam hal ini pihak yang dinyatakan bersalah oleh hakim arbitrase). Khusus di Indonesia, agar eksekusi tersebut dapat di laksanakan, maka terlebih dahulu harus di mohonkan kepada pengadilan negeri Indonesia, dalam hal ini lembaga yang berwenang adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kesimpulannya kedudukan ICC sangat penting dalam menyelesaikan sengketa bisnis internasional, walaupun dalam pelaksanaan putusannya masih harus dimohonkan terlebih dahulu di pengadilan nasional. Kata Kunci: Eksistensi, ICC, Sengketa Bisnis Internasional
ABSTRACT International business transactions that are not healthy cause problems that led to the settlement of disputes in the authorized institution, but sometimes the dispute has been decided by the agency, there are those who do not respect the decision. This research aims to investigate the position of the International Chamber of Commerce (ICC) as one choice of forum in the solution of international business disputes and to investigate the implementation of the arbitration decisions of the International Chamber of Commerce in Indonesia. The type of the research was the normative research which used the statue approach and the conceptual approach. The data collection techniques were the library research and interviews. The collected data were then analyzed qualitatively and then presented descriptively, through explanation, clarification, and illustration according to the problems related to this research. The research results revealed that the Position of ICC was very important as one choice of forum by the parties, and the institutions who could solve international
74
ISSN 2252-7230
Eksistensi, ICC, Sengketa Bisnis Internasional
business disputes. There were two ways prepared by the ICC arbitration body, and the second technique was that the dispute could be solved through the ICC conciliation body. Both techniques had made the ICC different from any other international arbitration bodies. The implementation of the arbitration decision of the International Chamber of Commerce in Indonesia could not be executed directly in the country of the party stated guily by the arbitration judges. In Indonesia particularly, in order that decision by the international arbitration could be executed, a request should be presented to a first Instance Court, in this case, to the First Instance Court of Central Jakarta. In conclusion the position of the ICC is crucial in resolving international business disputes, although the implementation of the decision remains to be requested in advance in national courts. Keywords: Existence, ICC, International Business Disputes
melalui Kamar Dagang Eropa yang diatur dalam hukum acara perdata bagi golongan orang Eropa Burgerlijke Reglement op de Rechtsvordering (Muhammad, 2006). Ketentuan arbitrase yang diatur dalam BRV tidak mengatur aspek-aspek hukum internasional serta meliputi hal-hal yang berkenaan dengan pengakuan dan eksekusi putusan arbitrase asing baik dalam kegiatan penanaman modal asing maupun dalam lalu lintas dunia perdagangan (Margono, 2004). Indonesia tidak memiliki undangundang ataupun peraturan apapun yang dapat digunakan sebagai sistem hukum Negara, hingga pada akhirnya, Indonesia mengadopsi hukum peninggalan Belanda dan kemudian menganut sistem hukum Eropa Kontinental sebagai dasar sistem hukumnya hingga dikeluarkannya hukum yang lebih baru untuk mengakomodir permasalahan hukum yang berkembang seiring waktu (Taufik, 2011). Dan sebagai pedoman umum aturan arbitrase yang diatur dalam RV meliputi lima bagian (Harahap, 2001). Indonesia pada dasarnya, telah melakukan berbagai usaha untuk membangun kembali serta meningkatkan perkembangannya sebagai suatu Negara. Semenjak 1967, pada awal-awal diterapkannya Rencana Pembangunan Lima Tahun (“Repelita”) pertama oleh Pemerintah, Indonesia telah mempromosikan PMA (Penanaman Modal Asing) dan sejauh ini telah sukses menarik perhatian dari beberapa Negara maju seperti, Amerika Serikat, Jepang, Jerman,
PENDAHULUAN Hukum tidak bisa dielakkan selalu berkembang, namun perkembangannya tidak bisa dipastikan berkembang kepada arah-arah tertentu (Utsman, 2010). Bisnis internasional adalah kegiatan komersial lintas batas negara (Putra, 2000). Hukum transaksi bisnis internasional, dalam kaitan dengan hal demikian, mempunyai hubungan erat dengan hukum perdata internasional yaitu sebagai bagian hukum perdata internasional yang berhubungan dengan masalah perbedaan bahasa, yang harus dituntaskan melalui kontrak bisnis internasional, penentuan hukum yang berlaku (choice of law), penentuan forum (choice of forum), dan aspek-aspek lain yang terkait, seperti masalah hukum yang berlaku atau forum yang dipakai dalam hal tidak terdapat suatu pilihan hukum dan menunjukkan forum yang tegas (Gautama, 1992), oleh karena itu dibutuhkan suatu kaidah, asas-asas, dan ketentuan hukum, termasuk institusi dan mekanismenya, yang digunakan untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam suatu transaski bisnis dalam hubungan dengan obyek transaksi, prestasi para pihak, serta segala akibat yang timbul dari akibat transaksi (Parthiana, 2005). Pada masa penjajahan Belanda, arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa belumlah dikenal oleh bangsa Indonesia karena pada saat itu yang berlaku adalah hukum adat, akan tetapi, orang-orang Eropa telah mengenal Lembaga arbitrase yang telah dibentuk sebelumnya oleh Pengusaha Belanda 75
ISSN 2252-7230
Ahkhan Baharuddin Tenro
Perancis, Inggris dan beberapa Negara tetangga di Asia (Abdurrasyid, 1979). Penyelesaian sengketa yang sifatnya efektif merupakan idaman setiap pihak yang terlibat dalam suatu transaksi bisnis. Salah satu alasan yang menjadi dasar pertimbangan hal demikian adalah bahwa suatu sengketa hampir mutlak merupakan faktor penghambat perwujudan prediksiprediksi bisnis (Gautama, 1983). Namun adakalanya juga walaupun para pihak telah mencantumkan lembaga tempat yang akan menyelesaikan sengketa bisnis tersebut, dan lembaga tersebut telah memutus sengketa sebagaimana kewenangannya, ada juga pihak-pihak yang tidak menghormati dan mentaati keputusan dari lembaga internasional yang memutus sengketa tersebut (Sutiarso, 2011). Salah satu contohnya adalah permohonan pembatalan eksekusi putusan arbitrase ICC oleh PT. Pertamina EP dan PT. Pertamina (Persero) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berdasarkan uraian tersebut di atas, tampak kurangnya penghormatan dan ketaatan para pihak terhadap pelaksanaan suatu keputusan dari badan ICC. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kedudukan the international chamber of commerce (ICC) sebagai salah satu choice of forum dalam penyelesaian sengketa bisnis internasional dan pelaksanaan putusan arbitrase ICC di Indonesia
Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah normatif yaitu yaitu dengan mengkaji aturanaturan hukum, teori-teori hukum dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach). Dalam konteks ini, ketentuan-ketentuan yang akan ditelaah dan dikaji adalah beberapa instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan arbitrase asing, dan beberapa instrumen hukum nasional yang berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. Selain menggunakan statue approach, digunakan juga pendekatan konseptual (conceptual approach). Adapun yang dimaksud pendekatan konseptual, adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum khususnya pada lapangan hukum internasional dan lapangan hukum nasional. Pandangan-pandangan, doktrindoktrin yang akan digunakan dalam penelitian ini, memiliki keterkaitan erat dengan eksistensi International Chamber of Commerce sebagai lembaga penyelesaian sengketa bisnis internasional, yang di dalamnya berkenaan dengan peranan, fungsi, tujuan, serta ruang lingkup berlakunya.
METODE PENELITIAN Lolasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Penentuan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa di Perpustakan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tersedia data yang diperlukan sebagai bahan analisis, data tersebut diperoleh dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang terkait dengan kajian yang penulis teliti.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), yang mempelajari dan mengkaji sejumlah ketentuan-ketentuan hukum nasional dan internasional, bukubuku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum yang dianggap relevan dengan objek penelitian, serta melakukan wawancara (interview) dengan ahli hukum internasional khususnya pada bidang kajian hukum arbitrase internasional dan juga yang terkait dengan 76
Eksistensi, ICC, Sengketa Bisnis Internasional
mekanisme pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia.
ISSN 2252-7230
Pasal 4.3 ICC Rules mengatur mengenai beberapa persyaratan yang harus tercantum dalam surat permohonan tersebut, yakni (i) deskripsi dari sifat dan keadaan sengketa (ii) perjanjian arbitrase (iii) pemilihan arbiter dan bahasa serta lokasi dimana persidangan akan berlangsung. Termohon kemudian memberikan jawaban terhadap gugatan tersebut, apakah termohon setuju atau tidak dengan Arbiter pilihan pemohon, tempat arbitrase, bahasa dan peraturan yang akan dipergunakan dalam persidangan (Pasal 5). Selain memberikan jawaban terhadap surat permohonan dari pemohon, termohon dalam surat jawabannya berhak melakukan gugatan balik terhadap pemohon. Menurut Pasal 6.4, proses persidangan arbitrase tetap akan terus berlangsung meskipun perjanjiannya telah dibatalkan. Hal ini pernah disorot oleh Bergeron, ia mengatakan bahwa jawaban atas pertanyaan dari batalnya suatu perjanjian akan membawa implikasi yang luas terhadap doktrin arbitrase. Hal ini sangat penting karena jika tidak, apabila putusan pengadilan menyatakan bahwa suatu perjanjian batal maka arbitrase menjadi tidak dimungkinkan berdasarkan perjanjian tersebut. Arbiter. Pasal 7–12 merupakan pasal-pasal yang mengatur mengenai tata cara pemilihan arbiter. Jumlah anggota arbiter biasanya 1 (satu) atau 3 (tiga) orang. Jika hanya ada 1 (satu) arbiter, para pihak harus sepakat mengenai siapa yang akan dipilih menjadi arbiter tersebut. Dalam hal ada 3 (tiga) arbiter maka akan dibentuk majelis arbitrase, masing-masing pihak akan menunjuk 1 (satu) orang arbiter dan Sekretariat akan menunjuk arbiter yang ketiganya. Meskipun mempergunakan 3 (tiga) orang arbiter akan memperlambat proses persidangan, tapi secara kesuluruhan hal ini merupakan pilihan yang sangat baik. 3 (tiga) orang memutuskan suatu perkara akan membuat keputusan tersebut lebih dapat dipercaya, lebih kecil kemungkinan
Analisis Data Setelah bahan-bahan hukum berhasil dikumpulkan dengan menggunakan teknik yang telah ditetapkan di atas, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data yang muncul berwujud katakata dan bukan rangkaian angka, kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. HASIL Kedudukan the International Chamber of Commerce Sebagai Salah Satu Choice of Forum Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Di bagian ini akan dibahas mengenai the International Chambers of Arbitration (ICA)/ICC Rules yang sudah berlaku sejak 1 Januari 1998. ICA adalah lembaga arbitrase yang terdapat dalam ICC. Fungsi ICA adalah menyelesaikan perselisihan dagang internasional melalui arbitrase dengan berdasarkan pada ICC Rules. Namun ICA tidak serta merta menyelesaikan perselisihan tersebut. ICA hanya berfungsi untuk memastikan penerapan dari ICC Rules. Prosedur Awal Arbitrase. Menurut ICA/ICC Rules, pihak yang tertarik untuk memulai proses arbitrase harus memberitahu pada Sekretariat ICC. Sekretariat adalah lembaga administratif dari ICA/ICC yang akan mengawasi prosedur arbitrase. Selain itu, Sekretariat memiliki tanggung jawab untuk memberitahukan baik kepada pihak pemohon maupun termohon mengenai permohonan akan dimulainya proses pelaksanaan arbitrase. Pasal 4.2 ICC Rules menyatakan bahwa tanggal dimulainya proses arbitrase adalah tanggal dimana Sekretariat menerima permohonan tertulis tersebut.
77
ISSN 2252-7230
Ahkhan Baharuddin Tenro
timbul kecurangan dan para pihak akan lebih terwakilkan, karena para pihak masing-masing memiliki hak untuk mengganti nama arbiter. Adalah sangat penting untuk memperhatikan kewarganegaraan seorang arbiter sebelum dilakukan pemilihan, karena kewarganegaraan seseorang akan berpengaruh besar terhadap kenetralannya dalam arbitrase. Untuk menjamin kenetralan tersebut, para arbiter harus menandatangani perjanjian kenetralan. Dalam hal hanya ada 1 (satu) orang arbiter maka kewarganegaraan arbiter dan para pihak harus berbeda (Pasal 9.5). Tempat Sidang Para pihak harus setuju dan sepakat mengenai lokasi dimana proses persidangan akan berlangsung. Meskipun demikian, dalam ICA/ICC tempat resmi untuk proses persidangan tidaklah penting karena para arbiter memiliki kebebasan untuk melakukan sidang dimanapun tempat yang menurut mereka pantas. Satu hal yang penting dalam pemilihan tempat sidang adalah tempat tersebut merupakan tempat yang netral dan tidak akan mempengaruhi putusan. Oleh karena itu, ketika Sekretariat memilih tempat arbitrase, aspek hukum, budaya, dan geografis akan menjadi hal yang sangat diperhitungkan. Berkenaan dengan hal tersenut, Weisman menulis ICA akan memastikan bahwa tempat dari arbitrase tidak memihak salah satu pihak baik dalam aspek hukum, budaya, maupun geografis. Menurut penulis aturan-aturan itulah yang seharusnya di taati para pihak, guna memperkuat kedudukan the International Chamber of Commerce sebagai salah satu Choice of Forum dalam penyelesaian sengketa bisnis internasional, ini juga terkait dengan teori yang penulis gunakan yakni teori hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional. oleh karena lembaga tersebut merupakan pilihan oleh para pihak yang bersengketa, maka para pihak tersebutpun harus
menghormati dan mentaati putusan yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Pelaksanaan Putusan Arbitrase the International Chamber of Commerce di Indonesia. Suatu sengketa yang telah diputus oleh lembaga arbitrase ICC, maka tidak serta-merta dapat di eksekusi di negara pihak yang dinyatakan melakukan wanprestasi (dalam hal ini pihak yang dinyatakan bersalah oleh hakim arbitrase), khusus di Indonesia, maka eksekusi tersebut agar dapat di laksanakan, maka terlebih dahulu harus di mohonkan kepada pengadilan nasional Indonesia, tahapannya sebagai berikut: Tahap Pendaftaran. Putusan arbitrase tersebut harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Pasal 65 UU Arbitrase). Berdasarkan Pasal 67 UU Arbitrase, pendaftaran putusan arbitrase asing dilakukan dengan penyerahan putusan arbitrase ke Panitera Pengadilan Jakarta Pusat oleh arbiter atau kuasanya. Setelah pendaftaran ini, diajukan permohonan eksekuatur kepada PN Jakarta Pusat (Pasal 67 UU Arbitrase). Terhadap permohonan ini, Ketua PN akan mengeluarkan perintah yang mengakui dan memerintahkan pelaksanaan putusan arbitrase asing ini. Setelah perintah Ketua PN diterima, pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memiliki kompetensi relatif untuk melaksanakannya (Pasal 69 ayat 1 UU Arbitrase). Tatacara pelaksanaan eksekusi sendiri dilakukan sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata. Terhadap penetapan PN yang menolak permohonan eksekuatur, dapat diajukan upaya kasasi. Karena upaya hukumnya adalah kasasi, maka MA tidak memeriksa pokok perkara lagi, melainkan hanya memeriksa penerapan hukumnya. Adakalanya walaupun para pihak telah mencantumkan lembaga tempat yang akan menyelesaikan sengketa bisnis tersebut, dan lembaga tersebut telah memutus sengketa sebagaimana kewe78
Eksistensi, ICC, Sengketa Bisnis Internasional
nangannya, ada juga pihak-pihak yang tidak menghormati dan mentaati keputusan dari lembaga internasional yang memutus sengketa tersebut. Hal ini membuat peran dari lembaga-lembaga arbitrase asing (internasional) di Indonesia menjadi tidak mempunyai kepastian hukum, karena lembaga arbitrase yang terkenal credible dan netral dalam setiap sengketa yang di putuskannya menjadi sia-sia ketika permohonan eksekusi di batalkan/sulit untuk dilaksanakan oleh pengadilan nasional di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari beberapa penolakan eksekusi putusan arbitrase asing (selain ICC) di Indonesia, namun hal tersebut bukan merupakan kajian penulis, sehingga penulis tidak memaparkannya lebih lanjut di dalam tulisan ini. Eksekusi putusan arbitrase merupakan elemen yang amat penting dalam keseluruhan rangkaian proses penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase. Oleh karena yang lebih penting bagi pencari keadilan bukan sekedar meminta keputusan yang seadil-adilnya, melainkan putusan tersebut dapat di laksanakan apabila perkaranya di menangkan.
ISSN 2252-7230
(dalam hal ini pihak yang dinyatakan bersalah oleh hakim arbitrase), khusus di Indonesia, maka eksekusi tersebut agar dapat di laksanakan, maka terlebih dahulu harus di mohonkan kepada pengadilan nasional Indonesia, dalam hal ini lembaga yang berwenang adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun tidak selamanya permohonan eksekusi atas putusan arbitrase internasional di kabulkan oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun adakalanya permohonan eksekusi tersebut juga dapat ditolak. Terhadap penetapan PN yang menolak permohonan eksekuatur, dapat diajukan upaya kasasi. Karena upaya hukumnya adalah kasasi, maka MA tidak memeriksa pokok perkara lagi, melainkan hanya memeriksa penerapan hukumnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kedudukan ICC sangat penting sebagai salah satu choice of forum oleh para pihak, dan lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa bisnis internasional. Pelaksanaan putusan arbitrase ICC di Indonesia maka tidak langsung dapat di eksekusi di negara pihak yang dinyatakan melakukan wanprestasi (dalam hal ini pihak yang dinyatakan bersalah oleh hakim arbitrase), khusus di Indonesia, maka eksekusi tersebut agar dapat di laksanakan, maka terlebih dahulu harus di mohonkan kepada pengadilan nasional Indonesia, dalam hal ini lembaga yang berwenang adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Oleh karena itu sebaiknya para pihak yang melakukan perjanjian di bidang bisnis internasional, mencantumkan metode yang digunakan jika terjadi sengketa di kemudian hari, agar ketika terjadi sengketa, maka tidak akan terjadi konflik yang berlarut-larut dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus lebih menghormati setiap permohonan eksekusi putusan arbitrase internasional, mengingat begitu credible-nya lembaga arbitrase internasional, dan juga Indonesia telah di cap oleh dunia
PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa kedudukan ICC sangat penting sebagai salah satu choice of forum oleh para pihak, dan lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa bisnis internasional. Terdapat dua cara penyelesaian sengketa yang disediakan oleh ICC, cara pertama yakni dengan menggunakan badan arbitrase ICC, dan cara kedua dapat juga sengketa tersebut diselesaikan melalui badan konsiliasi ICC, kedua cara penyelesaian tersebut yang membuat ICC berbeda dengan lembaga atau badan penyelesaian sengketa bisnis internasional yang lain. Pelaksanaan putusan arbitrase ICC di Indonesia maka tidak langsung dapat di eksekusi di negara pihak yang dinyatakan melakukan wanprestasi 79
ISSN 2252-7230
Ahkhan Baharuddin Tenro
internasional sebagai negara yang kurang baik terhadap setiapeksekusi putusan arbitrase internasional.
Margono S. (2004). ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia. Muhammad A.K. (2006). Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.Parthiana I.W. (2003). Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju. Putra I.B.W. (2000). Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional. Bandung: Refika Aditama. Parthiana I Wayan. (2005). Hukum Perjanjian Internasional. Bandung: Bandar Maju. Sutiarso C. (2011). Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Taufik M. (2011). Penerapan Dan Metodologi Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. Depok: Universitas Indonesia. Utsman S. (2010). Menuju Penegakan Hukum Responsif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrasyid P. (1979). Arbitration in Indonesia and International Conventions on Arbitration, The Indonesian National Board of Arbitration (BANI). Bandung: Alumni. Gautama S. (1983). Indonesia dan Arbitrase Internasional. Bandung: Alumni. Gautama S. (1992). Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Alumni. Harahap Y. (2001). Arbitrase Ditinjau Dari Rv, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, Perma No.1 1990, 1991. Jakarta: Sinar Grafika.
80