JURNAL ACCOUNTABILITY Vol. 4 No. 1 Juni 2015
ISSN. 2338-3917
PPR RO OG GR RA AM M PPE EN ND DIID DIIK KA AN N PPR RO OFFE ESSII A AK KU UN NT TA AN NSSII FFA AK KU UL LT TA ASS E EK KO ON NO OM MII D DA AN NB BIISSN NIISS U UN NIIV VE ER RSSIIT TA ASS SSA AM MR RA AT TU UL LA AN NG GII
JURNAL ACCOUNTABILITY Vol. 4. No. 1 Juni 2015
ISSN. 2338-3917
DAFTAR ISI Pengaruh Sanksi, Motivasi dan Tingkat Pendidikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus KPP Pratama Manado) Evalin Yuanita Tologana
1-11
Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Menurut PSAK No.16 (Revisi 2011) di RSU Pancaran Kasih Manado Paulina Amanda Sadondang Jullie J Sondakh Novi Swandari Budiarso
12-26
Analisis Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Pada UD. Nabila Jepara Meubel Dan UD. Jepara Furniture Astyta Permata Simbawa Jullie J Sondakh Heince Wokas
35-44
Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Penagihan Pajak Secara Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado) Devika Korua Harijanto Subijono Robert Lambey
45-52
Analisis Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Dan Analisis Biaya Peluang Pada RM. Pondok Hijau Elvalina David P.E. Saerang Victorina Z. Tirayoh
53-64
Penerapan Tata Cara Pencabutan Pengukuhan PKP Sesuai Peraturan Diitjen Pajak Nomor 12 Tahun 2014 Pada KPP Pratama Manado Virgie Mangare
65-73
Analisis Potensi Penerimaan Pajak Hotel Di Kota Tomohon Megha Cicilia Rawung Herman Karamoy Inggriani Elim
74-85
Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak dan Manfaat Pajak Restoran Terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Studi Kasus Pada Usaha Restoran di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon) Pingkan Elni Wowor Jullie J. Sondakh Sherly Pinatik
86-97
Analisis Pelaksanaan Sistem Dan Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas Pada Dinas Kesehatan Kota Manado Ray Risiano Imanuel Laotongan David P. E. Saerang Heince R. N. Wokas
98-107
Analisis Perlakuan Akuntansi Terhadap Restrukturisasi Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sulut Eliska Gricy Lumempouw Agus T. Poputra Heince R. N. Wokas
108-119
Evaluasi Penerapan Akuntansi Penerimaan Dana Transfer Pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara Indah Helda Wantah David P.E. Saerang Lidia Mawikere
120-127
Evaluasi Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa Utara) Brian Taruna Nugraha Sifrid Pangemanan Stanley K. Walandouw
128-135
Analisis Kinerja Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Tomohon Tahun Anggaran 2011-2013 Figih Fez Sugeha Herman Karamoy Rudy J. Pusung
136-145
Analisis Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kabupaten Minahasa Tenggara Nola Lavenia Watak
146-157
Analisis Sistem Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan) Lifia Teesen Janjte Tinangon Dhullo Afandi
158-168
Dampak Pemahaman Wajib Pajak atas PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada KPP Pratama Kotamobagu Speny Ria Manengkey Sifrid Pangemanan Winston Pontoh
169-177
Pengaruh Sanksi, Motivasi dan Tingkat Pendidikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus KPP Pratama Manado) Oleh: Evalin Yuanita Tologana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pendidikan Profesi Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRACT This study aim to determine the effect of sanctions, motivation and level of education on tax compliance. Population in this study is the taxpayer listed in KPP Pratama Manado. Samples used were 100 taxpayer who are determine using a formula slovin. Data were analyzed using multiple linear regression followed by normality test, multicolinearity test, heterocedasticity test and autocorrelation test. The result showed the tax motivation sanctions and positive effect on tax compliance while education level had no effect on tax compliance. Keywords: Tax Penalties, Tax Motivation, Level of Education and taxpayer compliance. 1.PENDAHULUAN Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar jika berbagai sumberdaya dikelola dengan baik serta pendapatan nasional negara tersebut meningkat untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pendapatan nasional dapat diperoleh dari investasi, pajak, ekspor, impor, tingkat produksi masyarakat, tingkat konsumsi masyarakat, dll. Pajak adalah salah satu bagian terbesar dari penerimaan negara guna mencapai suatu pertumbuhan pembangunan yang diinginkan. Untuk menjalankan pembangunan negara tersebut pemerintah terus berusaha melakukan perbaikan-perbaikan dalam berbagai segi, salah satunya melalui reformasi perpajakan. Pemerintah akhir-akhir ini gencar melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Penentuan target penerimaan yang sangat tinggi dan selalu meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun merupakan salah satu bukti, pajak merupakan primadona bagi sumber pendapatan negara. Fakta di lapangan memaparkan bahwa tidak semua wajib pajak, patuh dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ada berbagai macam motif yang dilakukan oleh wajib pajak, dari keengganan dalam melaporkan harta riil yang mereka miliki, hingga sebatas keengganan mendatangi kantor pelayanan pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pelaporan perpajakan mereka. Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Secara sederhana, tingkat kepatuhan wajib pajak tercermin dalam presentase penerimaan dan pelaporan pajak penghasilan tahunan (SPT Tahunan) Wajib Pajak Orang Pribadi 2.TINJAUAN PUSTAKA Ada banyak pengertian mengenai pajak maupun perpajakan. Berikut akan dikemukakan pengertian pajak dan perpajakan menurut undang-undang dan para ahli. Menurut UU KUP Pasal 1 ayat (1),Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
1
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011:1). Menurut Mardiasmo (2011:23) bahwa yang dimaksud Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak juga didefinisikan sebagai orang pribadi yang menurut perundangundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.Sesuai dengan self assessment, wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri perhitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya. Pasal 2 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000 mengelompokkan subjek pajak sebagai berikut: 1.Subjek pajak orang pribadi; Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di indonesia. 2.Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris. 3.Subjek Pajak badan; Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. 4.Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT); Badan Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata patuh berarti suka menurut; taat pada perintah, aturan. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepatuhan berarti sifat patuh; ketaatan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002). Selanjutnya kepatuhan dalam hal perpajakan berarti suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan sesuai ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan menurut peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.Ada beberapa hal yang dapat mempengaruh kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Adapun faktor-faktor tersebut, antara lain: 1. Besaran tarif pajak. 2. Pelaksanaan penagihan yang rapi, konsisten dan konsekuen. 3. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar. 4. Pelaksanaan saksi secara konsisten, konsekuen dan tidak pandang bulu. Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya pada dasarnya tercermin dari 3 (tiga) hal, yaitu:
2
1. Pemenuhan kewajiban interim, seperti pembayaran masa dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa termasuk SPT PPN dan PPN BM yang dilaksanakan setiap bulan. 2. Pemenuhan kewajiban tahunan, seperti menghitung dan melunasi utang pajak, serta melaporkan perhitungan dan SPT diakhir tahun. 3. Pemenuhan ketentuan materil dan yuridis formal perpajakan melalui perlakuan pembukuan atas pengakuan penghasilan dan biaya serta berbagai transaksi keuangan lain untuk memperoleh dasar perhitungan pajak terutang yang tercermin dalam pembukuan wajib pajak. 3.HIPOTESIS Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan ketertiban dalam perpajakan yang mengarah pada kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma-norma pajak yang telah ditetapkan. Itulah sebabnya, penting bagi wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Eka Maryati (2014) menemukan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuha Wajib Pajak di Wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan H1 : Diduga sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak Motivasi (motivation) adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.Orang biasanya bertindak karena satu alasan, untuk mencapai tujuan.Jadi motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Kata-kata kebutuhan, keinginan, hasrat dan dorongan, semuanya serupa dengan motif, yang merupakan asal dari kata motivasi. Dari beberapa artikel dan berita yang saya baca banyak masyarakat yang kurang antusias membayar pajak dikarenakan pajak dinilai memberatkan dan belum ada manfaat yang bisa di rasakan secara langsung. Proses dan mekanisme pembayaran pajak yang dinilai masih rumit menyebabkan tidak semua masyarakat mengetahui dengan jelas bagaimana cara menghitung dan mengisi SPT.Maraknya kasus penyelewengan pajak yang membuat masyarakat semakin ragu untuk mebayarkan uang mereka karena takut disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu. Lepas dari itu semua, hendaknya sebagai warga negara yang baik, terlebih bagi kita yang memperoleh pendidikan yang lebih baik menyikapi masalah tersebut dengan lebih bijak dan cerdas. Membayar pajak berarti kita turut berpartisipasi dalam pembangunan negara ke arah yang lebih baik. Tidak ada salahnya bagi kita untuk membayar pajak namun dengan cara yang cerdas.Membayar pajak dengan cerdas, maksudnya membuat perencanaan pajak untuk menekan biaya pajak sekecil mungkin tapi tidak melanggar peraturan yang ada dengan memanfaatkan celah dari peraturan tersebut. Bagi masyarakat yang kurang mengerti bagaimana cara menghitung dan mengisi SPT atau melakukan Tax planning makasesuai dengan UU Perpajakan dapat menggunakan jasa seorang konsultan pajak atau badan yang berhubungan dengan masalah tersebut untuk mempermudah menghitung dan melaporkan kewajiban membayar pajaknya. Selain itu hendaknya pemerintah lebih transparan lagi dalam pengelolaan pajak dan menindak tegas para aparat pajak yang melakukan penyelewengan agar masyarakat yakin dan percaya untuk membayar pajak. H2 : Diduga motivasi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
3
Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan –me sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang untuk dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam pengertian luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang meperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Tardif, dalam pengertian yang luas dan representatif, pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan- kemampuan dan perilaku-perilaku manusia, juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan (Dalam Syah, 2010:10). H3 : Diduga tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak Pengaruh sanksi pajak, motivasi, dan tingkat pendidikan secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Manado. H4 : Diduga sanksi pajak, motivasi dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak di KPP Pratama Manado. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis Sebagian besar responden yang mengisi kuesioner memiliki pendidikan non perguruan tinggi yang berjumlah 38 orang dengan persentase 38 %. Kemudian di tingkat perguruan tinggi terdapat 62 orang dengan persentase 62 %. Data ini terdiri dari 52 orang laki-laki dan 48 orang perempuan.dari segi pekerjaan data responden tersebut terbagi atas 37 Pegawai Negeri Sipil, 32 pegawai swasta, 5 profesional,20 wiraswasta dan 6 lainnya. Dari kuesioner yang telah dikembalikan oleh responden yaitu sebanyak 100 orang atau 100 wajib pajak orang pribadi, dimana yang mengisi kuesioner yaitu mereka yang telah memiliki nomor pokok wajib pajak dengan berbagai latar belakang profesi. Maka, data yang didapat dari hasil jawaban responden ditabulasikan ke dalam tabel sesuai dengan klasifikasinya. Untuk variabel sanksi digunakan 5 pertanyaan. Selanjutnya pada variabel motivasi digunakan 5 pertanyaan, Selanjutnya variabel tingkat pendidikan di ukur berdasarkan tingkat pendidikan dasar sampai jenjang perguruan tinggi strata 3 yang kemudian akan ditabulasi dalam kategori perguruan tinggi dan non perguruan tinggi.Pada variabel kepatuhan wajib pajak orang pribadi juga digunakan 5 pertanyaan.
4
Tabel 4.1 Tabel Hasil Validitas Correlations Sanksi Sanksi Correlation Motivasi Correlation Kepatuhan_WP Correlation Tingkat Pend Correlation
Pearson Sig. (1tailed) N Pearson Sig. (1tailed) N Pearson Sig. (1tailed) N Pearson
Motivasi 1
100 ,326** ,000 100 ,729** ,000 100 ,074 ,231 100
,326** ,000 100 1 100 ,846** ,000 100 ,057 ,287 100
Sig. (1tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Sumber: Data Olahan, 2015
Kepatuhan_ Wajib_Pajak ,729** ,000 100 ,846** ,000 100 1 100 ,106 ,147 100
Tingkat Pendidikan ,074 ,231 100 ,057 ,287 100 ,106 ,147 100 1 100
Uji Validitas Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang tidak diketahui.Suatu indikator pernyataan dikatakan valid apabila korelasi Antara masing-masing indikator menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan keseluruhan hasil yang ada di tabel 4.3, disimpulkan bahwa hampir semua hubungan variabel yang ada di dalam penelitian ini valid. Dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi dari hubungan antara sanksi dengan motivasi sebesar 0.326, hubungan antara sanksi dan tingkat pendidikan sebesar 0.074 , hubungan sanksi dan kepatuhan wajib pajak sebesar 0.729 dan hubungan antara motivasi dengan kepatuhan wajib pajak sebesar 0.846 dimana nilai-nilai tersebut lebih besar dari 0,01. Uji Normalitas Salah satu cara yang digunakan untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak adalah dengan dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Berdasarkan hasil pengujian SPSS 22, normal probability plot yang terbentuk, data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa distribusi data dalam penelitian ini residual normal.
5
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Multikolinearitas Suatu model regresi yang baik seharusnya bebas dari masalah multikolinearitas dan tidak terdapat korelasi antar variabel independen.Hal ini dapat diketahui melalui besarnya nilai VIF dan tolerance. Jika nilai VIF < 10 dan tolerance < 1 maka model regresi bebas multikolinearitas.Dengan demikian, asumsi multikolinearitasi terpenuhi (bebas dari multikolinearitas). Hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini ditunjukkan oleh tabel 4.4 berikut.
6
Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas dan Autokorelasi Unstandardized Standard ized Coeff Coeff
Model
B
1
(Constant) Sanksi Motivasi Tingkat Pendidikan
,914 ,400 ,530 ,167
Std. Error
,395 ,020 ,019 ,133
t
95% Confidence Sig. Interval for B
Beta
,505 ,680 ,030
Lower Bound Upper Bound
2,315 20,262 27,294 1,259
,023 ,000 ,000 ,211
,130 ,360 ,491 -,096
1,698 ,439 ,568 ,431
Correl ations Zeroorder
Partial
,729 ,900 ,846 ,941 ,106 ,127
Collinearity Statistics Part
,477 ,642 ,030
Tolerance
,891 ,893 ,993
VIF
1,123 1,120 1,007
Berdasarkan hasil olah data pada tabel 4.2 Diperoleh nilai VIF ketiga variabel independen berada di bawah nilai 10. Ini berarti bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada variabel independen. Uji Heterokedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa grafik scaterplot tidak membentuk pola yang teratur seperti bergelombang, melebar ataupun menyempit, tetapi menyebar di atas maupun di bawah nilai nol pada sumbu Y sehingga dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas. Gambar 4.2 Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Sumber: Pengolahan Data SPSS
Dari Gambar 4.2 di atas nampak bahwa diagram pencar residual tidak membentuk suatu pola tertentu tetapi menyebar secara acak sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari heteroskedastisitas.
7
Hasil Analisis Berganda Tabel 4.3 Hasil Coefficients Penelitian Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model
t B
1(Constant) Sanksi Motivasi T ingkat Pendidikan
,914 ,400 ,530 ,167
Std. Error ,395 ,020 ,019 ,133
Sig.
Beta
,505 ,680 ,030
2,315 20,262 27,294 1,259
,023 ,000 ,000 ,211
a. Dependent Variable: Kepatuhan_Wajib_Pajak Sumber: Olahan data Dari tabel 4.5 didapatkan persamaan untuk semua variabel yang dianalisa adalah Y = 0,914 + 0.400X1 + 0,530X2 + 0.167D, dengan penjabaran sebagai berikut. 1. Nilai konstan sebesar 0,914. Hal ini berarti jika nilai sanksi, motivasi dan tingkat pendidikan konstan atau sama dengan 0 maka besarnya tingkat kepatuhan wajib pajak (Y) adalah sebesar nilai konstan yaitu 0,914. 2. Peningkatan 1 satuan pada variabel sanksi (X1) akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,400. Sebaliknya, penurunan 1 satuan atas variabel sanksi (X1) akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak sebesar nilai yang sama . 3. Peningkatan 1 satuan atas variabel motivasi (X2) akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,530. Sebaliknya, penurunan 1 satuan atas variabel motivasi (X2) akan membuat kepatuhan wajib pajak menurun dengan nilai yang sama. 4. Peningkatan 1 satuan atas tingkat pendidikan (D) akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,167 dan penurunan 1 satuan pada tingkat pendidikan akan membuat penurunan atas kepatuhan wajib pajak sebesar 0.167.
8
Uji Determinasi Tabel 4.4 Tabel Hasil Model Summary Model Summaryb
Model
1
R
Change Statistics
Adjusted Std. R R Square Error of Square the Estimate
,973a ,947
,945
,64329
R Squ F are Change Ch ang e ,947 569,960
df1
Dur binWat son df2
3 96
Sig. F Cha nge ,000
2,145
a. Predictors: (Constant), Tingkat Pendidikan, Motivasi, Sanksi b. Dependent Variable: Kepatuhan_Wajib_Pajak Sumber: Olahan data SPSS Dari tabel 4.7, dapat disimpulkan bahwa hubungan di antara sanksi (X1),motivasi (X2) dan tingkat pendidikan (D) dengan kepatuhan Wajib Pajak (Y) sangatlah kuat, yang mana hasil tersebut didasarkan pada nilai R (Coefficient) sebesar 0,973 dengan kata lain nilai ini mendekati 1 sebagaimana syarat nilai koefisien dalam penelitian ini. Selanjutnya, hasil pada tabel yang sama dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut, yaitu sanksi (X1), motivasi (X2) dan tingkat pendidikan, mempunyai peranan penting sebesar 0,945 atau 94,5% terhadap peningkatan atau penurunan kepatuhan wajib pajak (Y) dan 5,5 % sisanya (= 0,55) disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dianalisa di dalam penelitian ini. 5.KESIMPULAN Dari hasil penelitian, analisa data dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.Bahwa sanksi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Manado. Hal ini terjadi karena masyarakat lebih terdorong untuk patuh oleh karena adanya sanksi itu sendiri yang dianggap merugikan mereka jika melakukan pelanggaran perpajakan. 2.Bahwa motivasi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Manado.Hal ini terjadi oleh karena adanya kesadaran wajib pajak di kota manado terhadap kewajiban perpajakan serta fungsi pajak itu sendiri yang mungkin dianggap turut memberi keuntungan.
9
3.Bahwa secara parsial tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Manado.Ini berarti tinggi rendahnya pendidikan wajib pajak tidak menjamin seorang wajib pajak untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan. 4.Besarnya pengaruh secara bersama-sama antara variabel sanksi, motivasi dan tingkat pendidikan dengan kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Manado sangat kuat dengan nilai FHitung sebesar 569,960 Saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 1.Penelitian selanjutnya dapat menambah sampel penelitian dengan ruang lingkup yang lebih besar agar hasilnya lebih baik. 2.Penelitian selanjutnya dapat menambah variabel independen lain atau mengganti variabel independen berdasarkan teori-teori yang ada. 3.Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado diharapkan mampu melaksanakan penegakan sanksi pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.Selanjutnya dapat lebih giat melakukan sosialisasi perpajakan kepada seluruh lapisan masyarakat agar masyarakat lebih termotivasi untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Dianawati, Susi. (2008). Analisis Pengaruh Motivasi dan Tingkat Pendidikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu). Skripsi Akuntansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Eka Maryati. (2014). Pengaruh sanksi pajak, motivasi dan tingkat pendidikan terhadap kepatuhan wajib pajak (studi pada wilayah kantor prlayanan pajak pratama bintan). Skripsi Akuntansi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung pinang Harjanti Puspa Arum. (2012). Pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas (studi di wilayah kpp pratama cilacap). Skripsi Akuntansi Universitas Diponegoro .Semarang . Kurniawan, Albert. (2009). Belajar Mudah SPSS untuk Pemula. Yogyakarta: Media Kom. Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Yokyakarta: Andi. Muliari, Ni Ketut dan Putu Ery Setiawan. (2010). Pengaruh Persepsi tentang Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Universitas Udayana. Denpasar. Mulyono, Djoko. 2008. Ketentuan Umum Perpajakan. Yogyakarta: Andi. Supriyati. (2012). Dampak Motivasi dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Investasi. Vol. 8. No. 1. Syahri, Ahmad. (2010). Analisis Pengaruh Motivasi dan Tingkat Pendidikan. Skripsi Akuntansi Perpajakan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Silalahi, Ulber. (2006). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press. Resmi,Siti. (2009). Perpajakan : Teori dan Kasus.Yogyakarta:Salemba empat. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
10
Wiratna,sujarweni.2014. SPSS Untuk Penellitian. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Yudiatmaja,Fridayana.(2013).Analisis regresi dengn menggunakan aplikasi computer statistik SPSS. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. -------- 2002.Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta : Balai Pustaka www.fiskaldepkeu.go.id www.pajak.go.id www. kemenkeu.go
11
Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Menurut PSAK No.16 (Revisi 2011) di RSU Pancaran Kasih Manado Oleh: Paulina Amanda Sadondang1 Jullie J Sondakh2 Novi Swandari Budiarso3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pendidikan Profesi Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] 1.PENDAHULUAN Dewasa ini, pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor meningkat semakin pesat. Baik di sektor pemerintahan maupun swasta semakin berlomba-lomba untuk meningkatkan tingkat produktivitas dan kualitas pelayanan bagi konsumen atau masyarakat. Pada dasarnya, perusahaan akan melakukan berbagai inovasi untuk mencapai tujuan operasional perusahaan, yaitu memaksimalkan profit dengan cara menjual barang atau jasa kepada pelanggan. Disamping itu, ada juga jenis perusahaan yang memang dalam kegiatan usahanya lebih memprioritaskan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat. Jenis organisasi tersebut dikenal dengan organisasi nir-laba (non profit) seperti yayasan (rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi) dan badan atau instansi pemerintah. Perusahaan swasta maupun instansi pemerintah secara tidak langsung dituntut mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Dalam suatu perusahaan atau instansi pasti memiliki berbagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan dan dianggap mampu untuk menopang, melanjutkan dan mempertahankan kelangsungan hidup usaha itu sendiri. Dari sekian banyak sumber daya ekonomi yang bisa dimanfaatkan, aset merupakan salah satu yang memiliki peran penting bagi perusahaan. Aset dimiliki dan digunakan perusahaan untuk kelancaran kegiatan operasional perusahaan, antara lain kas, piutang usaha, persediaan, perlengkapan, asuransi, sewa, peralatan, tanah, bangunan, kendaraan, dan aset lainnya. Semua aset tersebut digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu aset lancar (current assets) dan aset tidak lancar atau aset tetap (fixed assets). Aset tetap memiliki peranan penting dalam menopang jalannya kegiatan operasional di Rumah Sakit Umum (RSU) Pancaran Kasih Manado. RSU Pancaran Kasih Manado merupakan suatu instansi milik yayasan Medika Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang menyediakan pelayanan jasa dalam bentuk sarana dan prasarana kesehatan bagi masyarakat. Sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, tentunya RSU Pancaran Kasih Manado memiliki aset tetap dalam jumlah yang besar, misalnya tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan rumah sakit, gedung rumah sakit yang digunakan untuk pelayanan kesehatan masyarakat, seperti Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruangan rawat inap, apotek, ruang administrasi, dan ruangan lain untuk menunjang kinerja pelayanan rumah sakit, kendaraan untuk kegiatan operasional rumah sakit seperti Ambulance yang digunakan untuk membawa orang sakit (dalam keadaan darurat) maupun orang yang meninggal, peralatan-peralatan medis maupun non medis lainnya yang digunakan dalam aktivitas operasional RSU Pancaran Kasih, seperti komputer, meja, kursi, tempat tidur, kursi roda, alat / mesin untuk pemeriksaan, dll. Pentingnya peranan aset tetap dalam menunjang aktivitas operasional pelayanan RSU Pancaran Kasih Manado bisa dilihat dari total penggunaan aset tetap berdasarkan data laporan
12
keuangan neraca pada tahun 2010 adalah Rp. 24,582,362,740 dari total keseluruhan aset perusahaan Rp. 25,238,585,990.81 atau ±97% dari total keseluruhan aset perusahaan. Ditinjau dari nilainya ini, perolehan aset tetap memerlukan investasi yang signifikan, manajemen aset yang baik, dan penerapan prosedural yang handal sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 yang mengatur tentang pelakuan akuntansi terhadap aset tetap mulai dari pengakuan, pengeluaran setelah pengakuan, pengukuran, penyusutan, penghentian dan pelepasan, serta penyajian dan pengungkapan aset tetap dalam pelaporan keuangan. Namun, terkait dengan kondisi perusahaan yang baru mulai merangkak naik dan kembali melaksanakan kegiatan operasional setelah mengalami kegagalan manajemen beberapa tahun sebelumnya, perusahaan membutuhkan pengaturan dan penanganan yang tepat khususnya untuk penerapan perlakuan akuntansi terhadap aset tetap yang memiliki peran penting bagi kelancaran kegiatan operasional perusahaan, seperti PSAK No.16 (revisi 2011). Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, aset tetap memiliki peranan penting dalam kegiatan operasional dan pengembangan suatu perusahaan. Melihat peranan penting tersebut, maka perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap pengakuan, pengeluaran setelah pengakuan, pengukuran, penyusutan, pelepasan, dan pengungkapan aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado sesuai dengan ketentuan PSAK No. 16 (Revisi 2011)?” Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi saat pengakuan, pengeluaran setelah pengakuan, pengukuran, penyusutan, pelepasan, dan pengungkapan aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado dan membandingkannya dengan ketentuan PSAK No.16 (Revisi 2011). 2. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan penting bagi perusahaan. Menurut Riahi,Ahmed dan Belkaoui (2011 : 54), Peranan dari akuntansi adalah untuk memberikan informasi mengenai perilaku ekonomi yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas perusahaan dalam lingkungannya. Aset tetap adalah aset yang bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat permanen serta dapat digunakan dalam jangka panjang (Reeve, dkk. 2010 : 2). Menurut Libby.R, dkk (2007 : 395), Aset tetap adalah sumber daya berwujud dan tidak berwujud yang dimiliki perusahaan dan digunakan dalam operasi selama beberapa tahun. Sedangkan menurut PSAK No.16 (Revisi 2011), Aset tetap adalah aset berwujud yang: (a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Juan dan Wahyuni (2013 : 340) menyatakan bahwa, agar dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap, suatu aset harus memiliki karakteristik berikut: - Aset tersebut digunakan dalam operasi. Hanya aset yang digunakan dalam operasi normal perusahaan saja yang dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap. - Aset tersebut memiliki masa (umur) manfaat yang panjang. Lebih dari satu periode. - Aset tersebut memiliki substansi fisik. Aset tetap memiliki ciri substansi fisik kasat mata sehingga dibedakan dari aset tak berwujud seperti hak paten dan merk dagang. Hery (2013 : 267) menyatakan, Harga Perolehan Aktiva tetap meliputi seluruh jumlah yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset tersebut. Aktiva tetap akan dilaporkan dalam neraca tidak hanya sebesar harga belinya saja, tetapi juga termasuk seluruh biaya yang dikeluarkan sampai aktiva tersebut siap untuk dipakai.
13
PSAK No.16 (revisi 2011) mengatur tentang perlakuan akuntansi terhadap aset tetap mulai dari pengakuan, pengeluaran setelah pengakuan, pengukuran, penyusutan, penghentian dan pelepasan, serta penyajian dan pengungkapan aset tetap dalam pelaporan keuangan.
3.METODE PENELITIAN 3.1.Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana proses analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan terhadap perlakuan Akuntansi aset tetap berdasarkan ketentuan PSAK No.16 (Revisi 2011) pada RSU Pancaran Kasih Manado. Waktu penelitian dilakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu bulan Januari-Februari 2015. Prosedur penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Mengamati dan mengumpulkan semua data aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado, melalui proses dokumentasi dalam bentuk laporan keuangan dan daftar aset tetap. 2. Wawancara dengan pihak terkait untuk mengumpulkan informasi tentang perlakuan akuntansi terhadap pengakuan, pengukuran, penyusutan, penghapusan dan pelepasan, serta penyajian dan pengungkapan aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado. 3. Mengumpulkan data yang terkait dengan penelitian dari buku-buku atau literatur-literatur. Membandingkan data yang diperoleh dari RSU Pancaran Kasih Manado berupa laporan dan hasil wawancara dengan teori dalam PSAK No.16 (Revisi 2011) yang mengatur tentang perlakuan akuntansi aset tetap Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dengan pihak terkait, dan dokumentasi berupa laporan keuangan dan daftar aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado. Metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menjabarkan atau melukiskan kondisi objek penelitian pada periode penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis Kebijakan akuntansi yang berlaku di RSU Pancaran Kasih Manado merupakan dasar bagi kegiatan akuntansi keuangan. Periode akuntansi RSU Pancaran Kasih Manado dalam penyajian laporan keuangan adalah satu tahun menurut tahun takwin, yaitu 1 Januari s/d 31 Desember. RSU Pancaran Kasih Manado merupakan salah satu penyedia sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang tentunya sangat membutuhkan aset tetap dalam melaksanakan aktivitas operasional perusahaan. Pada perusahaan ini, aset tetap diartikan sebagai aset yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan dan dapat digunakan lebih dari satu tahun atau satu periode akuntansi. Cara perolehan aset tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado secara umum ada tiga jenis, yaitu perolehan dengan pembelian tunai siap pakai, dibangun sendiri (konstruksi), dan melalui donasi (sumbangan). Aset tetap meliputi aset yang dapat disusutkan (Gedung, Kendaraan, Peralatan Medis dan Non Medis) dan yang tidak dapat disusutkan (Tanah). Kebijakan akuntansi terhadap aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado memang tidak diatur secara baku dalam sebuah buku dan tidak memiliki catatan atas laporan keuangan dari laporan audit karena hasil pemeriksaan dari yayasan belum dikembalikan ke pihak perusahaan,
14
sehingga penyajian informasi mengenai perlakuan aset tetap masih terbatas. Perlakuan akuntansi terhadap aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado didasarkan pada prinsip yang diterapkan dari tahun ke tahun dan disesuaikan dengan aturan akuntansi yang berlaku secara umum. Aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado terdiri dari tanah, bangunan, peralatan medis, dan peralatan non medis. 4.1.2.Penggolongan Aset Tetap Sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, RSU Pancaran Kasih Manado memiliki aset tetap dalam jumlah yang besar dan terdiri dari berbagai jenis barang, sehingga dilakukan pengelompokkan lebih lanjut atas aset-aset tetap tersebut. Daftar jenis aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado yang telah digolongkan dalam beberapa kelompok aset tetap, dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut : Gambar 4.1 Daftar Aset Tetap di RSU Pancaran Kasih Manado No.
Jenis aset tetap
Masa manfaat
Harga perolehan
1.
Tanah
2.
Gedung dan bangunan
25
Rp. 5,644,076,761
3.
Kendaraan
5
Rp.
4.
Peralatan non medis
5
Rp. 2,159,835,434
5.
Peralatan Medis
5
Rp. 5,814,642,245
Rp. 15,243,750,000
755,000,000
Rp. 29,617,304,440 Akumulasi Penyusutan Jumlah Aset Tetap Sumber : Neraca RSU Pancaran Kasih Manado, 2010
(Rp. 5,034,941,700) Rp. 24,582,362,740
4.2.1 Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari RSU Pancaran Kasih Manado, Perlakuan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan perusahaan mulai dari pengakuan, pengeluaran setelah pengakuan, pengukuran, penyusutan, penghentian dan pelepasan serta penyajian dan pengungkapan aset tetap dalam pelaporan keuangan, bisa dilihat dari uraian berikut ini : a. Pengakuan Aset Tetap di RSU Pancaran Kasih Manado Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada RSU Pancaran Kasih Manado untuk perlakuan aset tetapnya diketahui bahwa pengakuan aset tetap terjadi jika kemungkinan besar aset tetap yang dimiliki memberikan manfaat ekonomi bagi entitas, maksudnya kepemilikan aset tetap memberikan manfaat ekonomi untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan sehingga bisa memperoleh keuntungan dari penggunaan aset tetap tersebut. Biaya perolehan aset tetap harus dapat diukur secara andal, yaitu dengan menjumlahkan harga perolehan dan seluruh biaya yang terjadi hingga aset tetap tersebut
15
siap untuk digunakan. Selain itu, aset tetap diakui ketika diperkirakan masa kegunaannya lebih dari satu periode akuntansi. Pengakuan aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado dicatat berdasarkan tanggal terjadinya transaksi perolehan aset tetap tersebut, berdasarkan bukti pengeluaran kas untuk pembelian atau pembiayaan aset tetap. Biaya Perolehan Awal RSU Pancaran Kasih Manado menerapkan tiga cara perolehan aset tetap, yaitu dengan pembelian secara tunai, dibangun sendiri, dan melalui donasi (sumbangan). 1. Pembelian secara tunai Pada RSU Pancaran Kasih Manado, sebelum diputuskan untuk membeli aset tetap, dibuat perencanaan pembelian aset tetap dengan tujuan yang jelas dan sesuai kebutuhan entitas. Contohnya, perusahaan membeli satu unit mobil ambulance dengan harga Rp. 200.000.000 secara tunai. Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat transaksi pembelian aset tetap secara tunai adalah : (D) Kendaraan Rp200.000.000,(K) Kas Rp. 200.000.000,2. Dibangun sendiri Harga perolehan aset tetap RSU Pancaran Kasih Manado yang dibangun sendiri meliputi seluruh pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan pembangunan aset tetap tersebut hingga siap digunakan, misalnya biaya material, biaya tenaga kerja, biaya sewa peralatan konstruksi, biaya pengurusan izin pembangunan dan lain sebagainya. Pembiayaan konstruksi awalnya dicatat sebagai Aktiva dalam penyelesaian, kemudian akan diklasifikasi menjadi akun Bangunan ketika proses konstruksi telah selesai dan bangunan siap digunakan. Contohnya, perusahaan memutuskan untuk membangun sebuah gedung baru, yang diperkirakan membutuhkan waktu lebih dari satu periode akuntansi untuk penyelesaiannya. Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat pembiayaan selama masa konstruksi adalah : (D) Aktiva dalam penyelesaian Rp. xxxxxxxxxx,(K) Kas Rp. xxxxxxxxxx,Ayat jurnal yang diperlukan untuk mengklasifikasi akun Aktiva dalam penyelesaian menjadi akun Bangunan adalah : (D) Bangunan Rp. xxxxxxxxxx,(K) Aktiva dalam penyelesaian Rp. xxxxxxxxxx,3. Donasi (Sumbangan) Aset tetap RSU Pancaran Kasih Manado yang diperoleh melalui sumbangan diakui sebagai pendapatan atau keuntungan dalam periode dimana aset tetap tersebut diterima dan dicatat sebesar nilai pasar wajarnya. Contohnya, perusahaan mendapat sumbangan dari pihak ketiga berupa 5 unit komputer untuk kebutuhan administrasi, dan nilai pasar untuk satu unit komputer seharga Rp. 5.000.000. Ayat jurnal yang dibutuhkan untuk mencatat perolehan aset tetap melalui donasi (sumbangan), adalah : (D) Peralatan non medis (Komputer) Rp. 25.000.000,(K)Pendapatan Rp. 25.000.000,Pada dasarnya, penentuan harga perolehan didasarkan pada harga beli di tambah semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap tersebut hingga siap digunakan.
16
Biaya Selanjutnya Ada dua perlakuan untuk pengeluaran selama masa penggunaan aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado, yaitu: 1. Pengeluaran modal (Capital expenditure) Yang digolongkan sebagai pengeluaran modal adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, menambah kapasitas aset tetap atau memperpanjang masa manfaat aset tetap. Pengeluaran modal tidak dibebankan langsung sebagai beban dalam laporan laba rugi, tapi dicatat dengan cara mendebit akun aset tetap di neraca, karena pengeluaran modal akan memberikan manfaat bagi perusahaan dimasa mendatang. Contohnya, penambahan ruangan radiologi dan laboratorium terhadap gedung rumah sakit menghabiskan biaya sebesar Rp. 300.000.000. Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat penambahan ini adalah : (D) Gedung Rp. 300.000.000,(K) Kas Rp. 300.000.000,2. Pengeluaran pendapatan (Revenue expenditure) Yang digolongkan sebagai pengeluaran pendapatan adalah biaya yang langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi periode berjalan dimana biaya terjadi (dikeluarkan). Contohnya, penggantian oli mobil dinas dan mobil ambulance secara berkala, dengan biaya Rp.1.000.000. Ayat jurnal yang perlu dibuat, adalah : (D) Biaya pemeliharaan kendaraan Rp.1.000.000,(K) Kas Rp. 1.000.000,b. Pengukuran Aset Tetap di RSU Pancaran Kasih Manado Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado, pada kebijakan perusahaan tercantum harga perolehan aset tetap meliputi harga beli aset tetap serta biaya-biaya yang dikeluarkan sampai aset yang bersangkutan siap digunakan. Penentuan harga perolehan untuk setiap aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado baik yang dikonstruksi sendiri atau tidak, menggunakan prinsip yang sama, yaitu dengan menjumlahkan harga perolehan aset dengan seluruh biaya yang terjadi untuk memperoleh aset tetap tersebut. Pencatatan aset tetap didasarkan atas harga perolehannya masing-masing dan dikurangi dengan akumulasi penyusutan aset tetap. RSU Pancaran Kasih Manado tidak melakukan revaluasi aset tetap. c. Penyusutan Aset Tetap di RSU Pancaran Kasih Manado Setiap aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado dipisahkan menurut kelompok aset tetap seperti tanah, bangunan, kendaraan, peralatan medis dan non medis. Semua aset tetap yang ada (kecuali tanah), disusutkan setiap tahunnya selama umur manfaat masing-masing aset tetap. Perlakuan akuntansi untuk penyusutan aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado dialokasikan dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus (Straight line method), dimana harga perolehan aset tetap dikurangi dengan taksiran nilai sisa, kemudian dibagi dengan taksiran umur ekonomis aset tetap itu sendiri. Contohnya, peralatan medis yang diperoleh dengan harga Rp. 50.000.000, masa manfaatnya selama 5 tahun, dan taksiran nilai residu sebesar Rp. 5.000.000. Besaran beban penyusutan berdasarkan metode garis lurus dihitung sebagai berikut : Harga perolehan – estimasi nilai residu Estimasi umur manfaat Rp. 50.000.000 – 5.000.000 5 tahun
17
Rp. 45.000.000 5 tahun
Rp. 9.000.000/tahun
Jurnal yang diperlukan untuk mencatat pembebanan penyusutan per tahun adalah sebagai berikut : (D)Beban penyusutan Rp. 9.000.000,(K)Akumulasi penyusutan Rp. 9.000.000,d. Penghapusan dan Pelepasan Aset Tetap di RSU Pancaran Kasih Manado Setiap aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado memiliki masa manfaat masing-masing. Ketika suatu aset tetap telah habis disusutkan atau sudah tidak bisa digunakan lagi, aset tetap tersebut akan dieliminasi pencatatannya dari pelaporan keuangan. Perlakuan untuk penghapusan dan pelepasan aset tetap di RSU Pancaran Kasih Manado adalah : 1. Pemusnahan Aset tetap yang sudah melewati masa manfaat dan mengalami kerusakan sehingga tidak bisa digunakan lagi dalam kegiatan operasional akan dihentikan penggunaannya. Aset tetap yang akan dimusnahkan dikumpulkan kemudian dimusnahkan dengan cara dan ketentuan yang sesuai dengan kebijakan perusahaan. 2. Penghapusan Penghapusan aset tetap perusahaan bukan karena aset tetap tersebut sudah melampaui masa manfaatnya, namun ketika perusahaan mengalami kecurian serta bencana alam yang menyebabkan perusahaan kehilangan aset tetap yang dimiliki. Pelaporan penghapusan aset tetap dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah kejadian. Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat pelepasan aset tetap adalah sebagai berikut : (D) Akumulasi penyusutan-kendaraan Rp. xxxxxx,(K) Kendaraan Rp. xxxxxx,e. Penyajian dan Pengungkapan Aset Tetap dalam Laporan Keuangan Dalam hal penyajian dan pengungkapan aset tetap dalam pelaporan keuangan, masih banyak hal yang belum diterapkan perusahaan, terkait dengan permasalahan manajemen yang dialami beberapa tahun sebelumnya. Terkait dengan kondisi perusahaan yang baru mulai merangkak naik dan beroperasi kembali, sistem pelaporan keuangan yang diterapkan perusahaan saat ini masih bersifat pelaporan standar, sehingga terdapat banyak kekurangan dalam hal penyajian informasi khususnya mengenai aset tetap. RSU Pancaran Kasih Manado menyajikan aset tetap dalam neraca berdasarkan harga perolehannya, dan penyajian akumulasi penyusutan dimaksudkan sebagai pengurang atas aset tetap agar mudah dipahami pembaca atau pengguna laporan keuangan. Contoh penyajian jumlah tercatat aset tetap di neraca RSU Pancaran Kasih Manado dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut :
18
Gambar 4.2 Penyajian jumlah tercatat aset tetap dalam neraca Tanah/hak atas tanah Rp. 15.243.750.000 Gedung & bangunan Rp. 5.644.076.761 Kendaraan Rp. 755.000.000 Peralatan Non Medis Rp. 2.159.835.434 Peralatan Medis Rp. 5.814.642.245 Rp. 29.617.304.440 Akumulasi penyusutan ( Rp. 5.034.941.700 ) Jumlah Aset Tetap Rp. 24.582.362.740 Sumber : Neraca RSU Pancaran Kasih Manado, 2010 4.2.Pembahasan Data penelitian diperoleh dari pengamatan yang telah dilakukan di RSU Pancaran Kasih Manado. Penelitian dilakukan dengan teknik wawancara kepada staf keuangan dan perlengkapan serta teknik dokumentasi yaitu berupa data tertulis laporan keuangan dan daftar aset tetap. Data penelitian yang diperoleh dari perusahaan akan dibandingkan dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) tentang aset tetap. Pembahasan perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dengan perlakuan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai tabel 4.6 berikut ini. 4.3.1 Analisis Pengakuan Aset Tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado. Tabel 4.1 Perbandingan pengakuan aset tetap oleh RSU Pancaran Kasih Manado dengan PSAK No.16 (revisi 2011). Tidak RSU Pancaran Kasih PSAK Nomor 16 Sesuai Sesuai Manado a. Kemungkinan besar entitas Pengakuan aset tetap terjadi akan memperoleh manfaat jika kemungkinan besar aset ekonomi masa depan dari yang dimiliki memberikan aset tersebut. manfaat ekonomi bagi entitas. b. Biaya perolehan dapat Biaya perolehan dapat diukur diukur secara andal. secara andal. c. Masa kegunaan aset tetap lebih dari satu periode akuntansi Sumber : Data Olahan, 2015
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dan penerapan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado. Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, perlakuan akuntansi untuk pengakuan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011).
19
4.3.2 Analisis Pengeluaran atas Aset Tetap Setelah Perolehan pada Kasih Manado
RSU Pancaran
Tabel 4.2 Perbandingan Pengeluaran atas Aset Tetap Setelah Perolehan oleh RSU Pancaran Kasih Manado berdasarkan PSAK No. 16 (revisi 2011) PSAK No. 16
RSU Pancaran Kasih Manado
Sesuai
a. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang meningkatkan efisiensi operasional dan kapasitas produktif aset tetap, serta memperpanjang masa manfaat aset tetap tidak dibebankan langsung sebagai beban dalam laporan laba rugi, melainkan dikapitalisasi terlebih dahulu sebagai aset tetap di neraca dan harus ditambahkan pada jumlah tercatat pada aset bersangkutan.
Pengeluaran modal tidak dibebankan langsung sebagai beban dalam laporan laba rugi, tapi dicatat dengan cara mendebit akun aset tetap di neraca, karena pengeluaran modal akan memberikan manfaat bagi perusahaan dimasa mendatang.
b. Pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aset tetap yang hanya akan memberi manfaat dalam periode berjalan, tidak akan dikapitalisasi sebagai aset tetap di neraca, melainkan akan langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi periode berjalan dimana biaya terjadi (dikeluarkan).
Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi periode berjalan dimana biaya terjadi (dikeluarkan). Contohnya, beban untuk pemeliharaan dan perbaikan aset tetap.
Tidak Sesuai
Sumber : Data Olahan, 2015 Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dan penerapan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado. Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, perlakuan akuntansi untuk pengeluaran atas aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011).
20
4.3.3 Analisis Pengukuran Aset Tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado Tabel 4.3 Perbandingan pengukuran aset tetap oleh RSU Pancaran Kasih Manado dengan PSAK No.16 (revisi 2011) Tidak PSAK Nomor 16 (revisi 2011) RSU Pancaran Kasih Manado Sesuai Sesuai a. Aset tetap yang memenuhi syarat pengakuan sebagai aset diukur pada biaya perolehan, termasuk biaya impor dan pajak pembelian yang tidak dapat dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan lain. b. Biaya perolehan suatu aset tetap yang dikonstruksi sendiri ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama sebagaimana aset yang diperoleh bukan dengan konstruksi sendiri.
Pengukuran harga perolehan aset tetap dihitung berdasarkan harga beli dan ditambahkan dengan seluruh biaya-biaya yang terjadi hingga aset tersebut siap untuk digunakan.
Penentuan harga perolehan untuk setiap aset tetap yang dimiliki RSU Pancaran Kasih Manado baik yang dikonstruksi sendiri atau tidak, menggunakan prinsip yang sama. Harga perolehan ditambah seluruh biaya yang terjadi saat perolehan hingga aset tetap tersebut siap digunakan.
c. Pada model biaya, setelah pengakuan aset, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai. d. Pada model revaluasi, setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai setelah tanggal revaluasi. Sumber : Data Olahan, 2015
Pencatatan aset tetap didasarkan atas harga perolehannya masingmasing dan dikurangi dengan akumulasi penyusutan aset tetap.
Perusahaan revaluasi.
tidak
melakukan
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dan penerapan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado. Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, perlakuan akuntansi untuk pengukuran aset tetap yang
21
diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado belum sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011), karena perusahaan tidak melakukan revaluasi aset tetap. 4.3.4 Analisis Penyusutan Aset Tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado Tabel 4.4 Perbandingan penyusutan aset tetap oleh RSU Pancaran Kasih Manado berdasarkan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) Sesuai Tidak PSAK No. 16 RSU Pancaran Kasih Manado Sesuai a. Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah.
Setiap aset tetap disusutkan secara terpisah menurut pengelompokan aset tetap seperti gedung, kendaraan, peralatan medis dan peralatan non medis. b. Jumlah tersusutkan dari suatu aset Penyusutan aset tetap dilakukan dialokasikan secara sistematis berdasarkan masa manfaat aset sepanjang masa manfaatnya. tetap. c. metode penyusutan yang dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya antara lain, metode garis lurus, metode saldo menurun, metode jumlah unit. Sumber : Olahan, 2015
Penyusutan aset tetap dihitung menggunakan metode garis lurus selama masa manfaat aset tetap.
Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dan penerapan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado. Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, perlakuan akuntansi untuk penyusutan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011).
22
4.3.5 Analisis Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado Tabel 4.5 Perbandingan perlakuan penghentian dan pelepasan aset tetap oleh RSU Pancaran Kasih Manado berdasarkan PSAK No.16 (revisi 2011) Tidak PSAK No. 16 RSU Pancaran Kasih Manado Sesuai Sesuai a. Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepas atau ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. b. Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya: dijual, disewakan berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan).
Aset tetap yang tidak lagi memberikan manfaat ekonomi yang diharapkan perusahaan dieliminasi dari perkiraan aset tetap di neraca. Untuk penghentian dan pelepasan aset, perusahaan menerapkan dua metode yaitu pemusnahan untuk aset tetap yang sudah tidak bisa digunakan lagi dan penghapusan untuk aset tetap yang mengalami bencana alam, atau dicuri.
Sumber : Olahan, 2015 Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dan penerapan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado. Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, perlakuan akuntansi untuk penghentian dan pelepasan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011).
23
4.3.6 Analisis Penyajian dan Pengungkapan Aset Tetap pada RSU Pancaran Kasih Manado Tabel 4.6 Perbandingan penyajian dan pengungkapan aset tetap oleh RSU Pancaran Kasih Manado berdasarkan PSAK No.16 (revisi 2011) PSAK No. 16
RSU Pancaran Kasih Manado
a. Aset Tetap disajikan dalam neraca Penyajian Aset Tetap dalam neraca sebesar nilai perolehan aset tersebut dinyatakan sebesar nilai buku, yaitu dikurangi dengan akumulasi harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutannya. penyusutan, karenanya akumulasi penyusutan aset tetap disajikan sebagai perkiraan pengurang atas aset tetap. b. setiap jenis aset seperti tanah, bangunan, Setiap jenis aset tetap dinyatakan secara inventaris kantor dan lain sebagainya terpisah berdasarkan kelompok dalam harus dinyatakan dalam neraca secara neraca. Perusahaan belum menerapkan terpisah atau terperinci dalam catatan atas pelaporan secara terperinci mengenai aset laporan keuangan. tetap dalam catatan atas laporan keuangan. c. dasar pengukuran yang digunakan perusahaan tidak mengungkapkan dasar dalam menentukan jumlah tercatat bruto penilaian yang digunakan untuk harus diungkapkan. menentukan jumlah tercatat bruto. menentukan besaran beban d. Mengungkapkan metode penyusutan Untuk penyusutan, perusahaan menerapkan metode yang digunakan, seperti metode garis garis lurus. lurus, metode saldo menurun ganda, dan metode jumlah unit.
Sesuai
e. umur manfaat atau tarif penyusutan perusahaan tidak mengungkapkan yang digunakan harus diungkapkan. tentang umur manfaat aset tetap. f. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi Perhitungan dilakukan setiap akhir tahun penyusutan (agregat dengan akumulasi (periode) dan disajikan dalam neraca rugi penurunan nilai) diungkapkan pada pada awal periode selanjutnya. awal dan akhir periode
Tidak Sesuai
Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: a. Keberadaan dan jumlah pembatasan atas Perusahaan tidak mengungkapkan hak milik dan aset tetap yang dijaminkan mengenai keberadaan dan jumlah untuk liabilitas pembatasan atas hak milik dan aset tetap yang dijaminkan dalam pelaporan keuangan. b. Jumlah pengeluaran diakui dalam Pengeluaran untuk aset tetap yang sedang jumlah tercatat aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan diakui dalam dalam konstruksi jumlah tercatat aset tetap (aktiva dalam penyelesaian).
24
c. Jumlah komitmen kontraktual dalam Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap. perolehan aset tetap tidak disajikan.
Sumber : Olahan, 2015 Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat perbandingan antara ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011) dan penerapan akuntansi terhadap aset tetap yang diterapkan di RSU Pancaran Kasih Manado. Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, perlakuan akuntansi untuk penyajian dan pengungkapan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado belum sesuai dengan ketentuan PSAK No.16 (revisi 2011), karena masih banyak informasi tentang aset tetap yang belum disajikan dan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan, seperti pemisahan aset tetap, dasar penilaian untuk menentukan jumlah tercatat bruto, umur manfaat masing-masing aset tetap, keberadaan dan jumlah pembatasan atas hak milik serta aset tetap yang dijaminkan, jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap juga tidak diungkapkan. 5.KESIMPULAN Berdasarkan teori mengenai aset tetap dan melakukan analisa mengenai penerapan akuntansi aset tetap berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 16 (revisi 2011) pada RSU Pancaran Kasih Manado maka dapat disimpulkan 1. Perlakuan akuntansi untuk pengakuan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PSAK No.16 (revisi 2011). 2. Perlakuan akuntansi untuk pengeluaran atas aset tetap yang diterapkan oleh RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan PSAK No.16 (revisi 2011). 3. Perlakuan akuntansi untuk pengukuran atas aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado belum sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PSAK No.16 (revisi 2011). 4. Perlakuan akuntansi untuk penyusutan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PSAK No.16 (Revisi 2011). 5. Perlakuan akuntansi untuk penghentian dan pelepasan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PSAK No.16 (Revisi 2011). 6. Perlakuan akuntansi untuk penyajian dan pengungkapan aset tetap yang diterapkan RSU Pancaran Kasih Manado belum sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PSAK No.16 (Revisi 2011). Adapun saran yang bisa diajukan adalah 1. Perlakuan akuntansi untuk pelepasan dan penghentian pengakuan aset tetap tidak hanya diterapkan bagi aset tetap yang sudah habis disusutkan. Untuk aset tetap yang mengalami kejadian tidak biasa seperti bencana alam atau hilang tentu masih memiliki nilai yang belum habis disusutkan. Entitas seharusnya mencatat keuntungan atau kerugian dari pelepasan aset tetap tersebut. 2. Secara umum penyajian dan pengungkapan aset tetap dalam penerapannya sudah baik. Namun, agar laporan keuangan lebih informatif sebaiknya perusahaan menambahkan informasi seperti dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto, umur manfaat aset tetap, keberadaan dan jumlah pembatasan atas hak milik dan aset tetap yang dijaminkan, serta jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap tidak disajikan, sehingga lebih muda dimengerti oleh pemakai laporan keuangan.
25
DAFTAR PUSTAKA Hermika, Dona Fira. 2009. Analisis perlakuan akuntansi terhadap aset tetap berwujud pada PT. Pandu Siwi Sentosa Palembang (PSAK No.16 tahun 1994 ke konvergensi IFRS. http://eprints.mdp.ac.id/944/&sa. Diakses:Juni,14,2015. Hery. 2011. Akuntansi Aktiva, Hutang, dan Modal. Edisi pertama. Penerbit Gava Media. Yogyakarta. Hery. 2012. Cara Mudah Memahami Akuntansi : Inti Sari Konsep Dasar Akuntansi. Penerbit Prenada Media Group. Jakarta. Hery. 2013. Akuntansi Dasar 1 & 2. Penerbit PT Grasindo. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2011. Standar Akuntansi Keuangan. Penerbit Graha Akuntan, Jakarta. Juan, Ng Eng & Wahyuni, Ersa Tri. 2012. Panduan praktis Standar Akuntansi Keuangan. Edisi kedua. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Libby.R, Libby.P.A, Short.D.G. 2008.Akuntansi Keuangan. Edisi kelima. Penerbit Andi. Yogyakarta. Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Penerbit Referensi. Jakarta. Pany, Nadia Fedora Devina Dae. 2015. Analisis Penerapan PSAK NO.16 (Revisi 2011) tentang Aset Tetap (Studi Kasus : RSU Wiradadi Husada). http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php. Diakses : Juni, 14, 2015. Pontoh, Winston. 2013. Akuntansi Konsep dan Aplikasi. Penerbit Halaman Moeka Publishing. Jakarta. Putra, Trio Mandala. 2013. Analisis Penerapan Akuntansi Aset Tetap pada Cv. Kombos Manado. 1(3), 1646-3028. Revee.J.M, Warren.C.S, Duchac.J.E, Wahyuni.E.T, Soepriyanto.G, Jusuf.A.A, Djakman.Ch.D. 2010. Pengantar Akuntansi adaptasi Indonesia Jilid 2. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Riahi,Ahmed & Belkaoui. 2011. Accounting Theory. Buku satu. Edisi 5. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Santoso, Iman. 2007. Akuntansi Keuangan Menengah (Intermediate Accounting). Penerbit PT Refika Aditama. Bandung. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Penerbit Alfabeta. Bandung.
26
Analisis Perhitungan, Pencatatan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Pengadaan Barang Dalam Hal Ini Jasa Penyewaan Barang Berat Pada PT.William Makmur Perkasa Oleh: Cicilia Tinangon David Paul Elia Saerang Inggriani Elim Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRACT In running the government, a State must run the economy well. This affects the country for the prosperity of society development in order to achieve the objectives set by the State Act. One aspect in the implementation of the necessary development funding comes from tax revenue. The purpose of this study was to determine the mechanism of calculation, recording and reporting of Income Tax Article 23 on the procurement of goods in this respect rental services heavy loads PT.William Perkasa Makmur. The analysis method used in this research is descriptive analysis method. The results showed that as a company engaged in the field of contracting and rental of heavy equipment, PT. William Makmur Perkasa continue to provide tools that have the best quality and the weight to be able to sustain the work. The company realizes the development in this area both by the Government and private parties, seen also with the advent of the projects undertaken by the Government to prepare the facilities and infrastructure to support the development of the area, of course, which is a prerequisite for the entry of investors in investing. Laws and regulations on taxation applicable always changes the company should remain always pay attention to it. This is important so that it can determine the amount of income tax 23 in accordance with the existing rules. Keywords: Income tax 23, Procurement of goods, Mechanism of calculation, Recording and reporting 1.PENDAHULUAN Dalam menjalankan pemerintahan, suatu Negara harus menjalankan roda perekonomiannya dengan baik. Hal ini berpengaruh terhadap pembangunan Negara untuk kemakmuran masyarakatnya dalam rangka mencapai tujuan Negara yang diatur oleh Undang-Undang. Salah satu aspek dalam penyelenggaraan pembangunan diperlukan dana yang berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan dari sektor perpajakan (terdiri atas penerimaan pajak dan kepabeanan dan cukai) mendanai lebih dari 70 persen belanja Negara pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Setiap tahun, target penerimaan dari kedua sektor ini juga selalu meningkat. Tahun ini, Kementrian Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memegang peranan besar dalam upaya pencapaian target penerimaan pajak sebesar Rp. 1.042,3 triliun dan target penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp. 150,7 triliun. (sumber: Media Keuangan Vol. VIII | No. 66 / Februari 2013: 5). Target penerimaan Negara dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk tahun 2013 sebesar Rp. 995,22 triliun, naik 19,15% dibandingkan penerimaan pajak tahun 2012 sebesar
27
Rp. 835,25 triliun. Namun, target pajak tersebut sebetulnya sudah direvisi dari APBN Rp. 1.042,3 triliun. Awalnya pemerintah menargetkan dapat mengumpulkan pajak di 2013 sebesar 22,5% lebih tinggi dari target 2012 sebesar Rp. 888,02 triliun. (sumber: Metrotvnews.com, 2013). Salah satu jenis pajak yang ditetapkan pemerintah adalah Pajak Penghasilan yaitu pajak yang dikenakan terhdapa subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahub pajak atau dapat pula dikenakan pajak atas penghasilan dalam bagian tahun pajak. Ada beberapa jenis Pajak Penghasilan yang salah satunya adalah PPh Pasal 23 yang merupakan salah satu jenis pajak yang pelunasannya dalam tahun berjalan dipungut oleh pihak ketiga. Sebagai pemungut pajak, maka pihak ketiga tersebut dalam tahun berjalan mempunyai kewajiban untuk memotong, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang setiap bulan atau pada masa pajak tersebut. Ada kemungkinan wajib pajak pungut keliru dalam memperhitungkan jumlah PPh pasal 23 yang dipungut sehingga berpengaruh terhdapa pemotongan PPh pasal 23 yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik terhadap tata cara pemungutan dan perhitungan PPh pasal 23 tersebut. Setiap sektor usaha yang baik perorangan maupun yang memiliki badan hukum memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak terutangnya. Salah satu contoh kegiatan badan usaha yang wajib untuk menyetor dan melaporkan pajak terutangnya seperti kegiatan usaha pengadaan barang yang dibiayai dengan APBN/APBD. Pengadaan barang dan jasa bagi pemerintah pada dasarnya adalah menyediakan atau memenuhi kebutuhan pemerintah pusat maupun daerah dalam hal institusi pemerintah baik dalam hal barang maupun jasa keahlian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mekanisme perhitungan, pencatatan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pengadaan barang dalam hal ini jasa penyewaan barang berat pada PT.William Makmur Perkasa. 2.TINJAUAN PUSTAKA Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara karena pendapatan terbesar suatu negara berasal dari pembayaran pajak yang dilakukan masyarakat. Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat imbalan kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukan dan yang dapat digunakan untuk membayaran pengeluaran umum. Akuntansi pajak penghasilan sesuai PSAK No. 46 paragraf ke-22 (Ikatan Akuntan Indonesia., Per tanggal 9 Agustus 2010) menggunakan dasar akrual. Dasar akrual dalam akuntansi pajak karena faktor kepastian peraturan pajak dan digunakannya self assessment system sebagai dasar pemungutan pajak. Dalam PSAK No. 46 paragraf kedua, edisi revisi per tanggal 9 Agustus 2010 bertujuan mengatur perlakuan akuntansi untuk Pajak Penghasilan. Cara mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang yaitu yang dinyatakan oleh Waluyo (2009:182) sebagai berikut: 1. Nilai tercatat aset yang diakui pada neraca perusahaan atau pelunasan nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca perusahaan. 2. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang diakui pada laporan keuangan perusahaan. Masalah pengakuan asset atau kewajiban pada laporan keuangan diartikan bahwa perusahaan yang menyusun laporan keuangan dapat memiliki nilai tercatat pada asset atau akan melunasi nilai tercatat pada kewajiban. Resmi Siti (2011:74) menyatakan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
28
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 36 Tahun 2008, sedangkan Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (Resmi, Siti, 2011:79). Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan), dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. (Resmi Siti 2009:311). PPh pasal 23 terhutang atas berbagai kegiatan pemberian jasa serta sewa seperti berikut ini (Djoko Muljono 2009:167) : 1. Jasa katering 2. Jasa perawatan lingkungan (kebersihan) 3. Jasa pelaksana konstruksi 4. Jasa perancang dan pengawasan konstruksi 5. Jasa perancang dan pengawasan kontruksi 6. Jasa tenaga ahli 7. Jasa lainnya 8. Sewa angkutan darat 9. Sewa harta bergerak selain angkutan darat dan selain sewa tanah dan bangunan. 3.METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu berupa studi kasus dan studi pustaka. Studi kasus dilakukan pada Kantor PT. William Makmur Perkasa, sedangkan studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan Pajak Penghasilan Pasal 23. Waktu penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2015. 3.1.Prosedur Penelitian Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan judul dan merumuskan masalah. 2. Mengumpulkan data sesuai permasalahan yang diangkat. 3. Pengumpulan data melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait serta pengambilan data-data pada Kantor PT. William Makmur Perkasa untuk mengetahui bagaimana mekanisme perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pengadaan barang. 4. Mengolah data dan menginterprestasikan hasil pengolahan data. 5. Menarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu sebagai perbaikan dalam masalah yang ada. 3.2.Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan, yaitu dengan datang langsung ke Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara, dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan pihak kantor PT. William Makmur Perkasa mengenai Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pengadaan barang.
29
2. Observasi, merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap struktur organisasi, daftar pemungutan PPh pasal 23 atas pengadaan barang, buku pemungutan pajak, SSP pada PT. William Makmur Perkasa. 4.Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, menyajikan, serta menganalisis data sehingga diperoleh gambaran yang cukup jelas tentang masalah yang dihadapi mengenai perhitungan dan pelaporan PPh pasal 23 atas pengadaan barang, kemudian ditarik suatu kesimpulan mengenai mekanisme perhitungan dan pelaporan PPh pasal 23 atas pengadaan barang pada PT. William Makmur Perkasa apakah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang penunjukan pemungutan PPh pasal 23, sifat dan besarnya pungutan serta tata cara penyetoran dan pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 08/PMK.03/2001 tentang penunjukan pemungutan PPh pasal 23, sifat dan besarnya pungutan serta tata cara penyetoran dan pelaporannya. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis PT. William Makmur Perkasa adalah perusahaan yang bergerak dalam usaha kontraktor dan penyewaan alat-alat berat. Perusahaan ini didirikan dengan maksud untuk mengambil peluang atas perkembangan investasi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Hal ini sejalan dengan perkembangan pembangunan yang ada dewasa ini. Usaha ini di ambil karna kontraktor-kontraktor yang ada pada waktu itu berasal dari luar daerah dan mereka hanya mempekerjakan pada subkontraktor yang ada di daerah ini. Maka pada Tahun 1998 didirikan perusahaan ini dan menempatkan dana untuk membeli alat-alat berat. Tujuan nya untuk dapat mengikuti tender yang dilakukan oleh Pemerintah maupun Swasta. Pada penelitian ini hanya diutarakan pada kegiatan penyewaan alat berat. Sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang kontraktor dan penyewaan alat-alat berat. Perusahaan terus berupaya menyediakan alat-alat yang mempunyai kualitas dan bobot terbaik untuk dapat menopang pekerjaan. Karena perusahaan menyadari perkembangan yang terjadi di daerah ini baik yang dilakukan Pemerintah maupun pihak swasta. Ini pula terlihat dengan munculnya proyek-proyek yang dilakukan Pemerintah dengan menyiapkan sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan daerah dan ini tentunya yang menjadi syarat masuknya investor dalam berinvestasi. Untuk itu Perusahan pada tahun terakhir ini telah menyediakan berbagai alat-alat untuk mengerjakan berbagai proyek. Adapun alat berat yang tersedia pada perusahaan seperti nampak pada tabel berikut:
30
Tabel 1.Daftar Alat-Alat Berat Jenis – Jenis Alat berat
Jumlah Unit
Excavator Hitachi
10
Dozer Komatsu D 85 SS
15
Vibro Volvo SD 100
5
Loader Komatsu WA 320
17
Grader Caterpilar 120 H
8
Dump Truck
15
Sumber : PT. William Makmur Perkasa, 2014 Perhitungan Sewa Peralatan Bilamana pekerjaan yang berkaitan dengan proyek tidak lagi membutuhkan alat berat maka perusahaan menyewakan alat tersebut kepada kontraktor lainnya. Tujuannya adalah memanfaatkan waktu yang tidak terpakai, hal ini dilakukan karena perusahaan juga mempekerjakan tenaga kerja dengan bayaran bulanan. Penyewaan alat ini besarannya tergantung pada jenis alat dan lama sewa. Adapun jenis alat dan besaran sewa seperti nampak pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Jenis Alat dan Besaran Sewa Jenis – Jenis Alat berat
Besaran Sewa
Excavator Hitachi
Rp. 300.000/jam
Dozer Komatsu D 85 SS
Rp. 550.000/jam
Vibro Volvo SD 100
Rp. 250.000/jam
Loader Komatsu WA 320
Rp. 500.000/jam
Grader Caterpilar 120 H
Rp. 3.500.000/hari
Dump Truck
Rp. 300.000/ret
Sumber : PT. William Makmur Perkasa, 2014 Pada penelitian dan pembahasan ini hanya difokuskan pada bulan Desember 2014 karena perusahaan menggunakan Tahun Kalender untuk penyusunan Laporan Keuangan. Berdasarkan hasil penelitian dan informasi yang disampaikan oleh perusahaan bahwa selama bulan Desember perusahaan telah menyewakan alat beratnya kepada pihak ketiga seperti pada tabel di bawah ini.
31
Tabel 3. Perhitungan Sewa Alat bulan Desember 2014 Jenis – Jenis Alat berat
Besaran Sewa Rupiah 300.000/jam
Lama
Jumlah
36
10.800.000
Dozer Komatsu D 85 SS
550.000/jam
20
11.000.000
Vibro Volvo SD 100
250.000/jam
10
2.500.000
Loader Komatsu WA 320
500.000/jam
15
7.500.000
3.500.000/hari
7
24.000.000
300.000/ret
32
9.600.000
Excavator Hitachi
Grader Caterpilar 120 H Dump Truck Total Sewa Alat
65.400.000
Sumber : PT. William Makmur Perkasa, 2014 Pencatatan atas Pendapatan Sewa Peralatan Proses pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan transaksitransaksi yang terjadi. Untuk penyewaan alat berat dasar pencatatan dan besarannya adalah berdasarkan harga dan lamanya waktu yang telah disepakati oleh pengguna alat berat. Dasar pencatatan akuntansi sehubungan dengan penyewaan alat berat seperti nampak pada tabel diatas dan pencatatannya adalah sebagai berikut : Kas 65.400.000 Pendapatan Sewa Alat 64.117.650 Hutang PPh 23 1.282.350 Karena penerimaan pendapatan sewa alat sudah termasuk PPh.23 maka untuk mendapatkan besarnya hutang PPh 23 adalah sebagai berikut: 2 𝑥 65.400.000 = 1.282.350 102 Jumlah tersebut dibulatkan pada angka terdekat. Penyetoran dan Pelaporan Pajak PPh 23 Semua pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan sehubungan dengan usahanya dilakukan berdasarkan aturan perpajakan yang ada baik itu mekanisme perhitungan dan penyetorannya. Untuk PPh 23 pemotongan dilakukan pada saat penerimaan sewa dan penyetoran dilakukan pada bulan berikut di bawah tanggal 10 bulan tersebut. PPh 23 yang terutang dicantumkan pada laporan keuangan Tahun tersebut pada Pos Hutang Lancar. Berikut ini laporan keuangan yang mencantumkan rekening Hutang PPh 23 pada Laporan Neraca seperti pada gambar berikut:
32
PT. William Makmur Perkasa Laporan Neraca Per 31 Desember 2014 AKTIVA KEWAJIBAN DAN MODAL SAHAM Kewajiban Lancar: Hutang Dagang XX Hutang PPh 23 1.282.350 Hutang Lain-lain XX Total Hutang Lancar XX Sumber: PT. William Makmur Perkasa, 2014 4.2.PEMBAHASAN Perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan kontraktor dan sekaligus menyewa alat berat yang ada. Ini dimaksudkan untuk memanfaatkan alat yang belum di pakai pada pekerjaan yang ada. Sehingga perusahaan ini wajib memotong PPh 23 kepada pengguna alat tersebut. Penyewaan alat berat merupakan objek pajak penghasil pasal 23 dimana pemyewa harus memotong sebesar 2 % dan disetorkan ke kas Negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Besaran 2 % tergatung pada jumlah yang ditetapkan oleh penyewa apakah termasuk jumlah sewa atau tidak termasuk pada jumlah sewa tersebut. Pada pembahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah proses perhitungan dan pelaporan yang berkaitan dengan sewa alat dimana menyebabkan perusahaan harus memotong pajak telah dilakukan sesuai dengan atau berdasarkan undang-undang perpajakan yang ada. Pada pembahasan ini akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut; perhitungan besarnya sewa alat, pencatatan atas sewa alat, penyetoran dan pelaporan PPh 23. Proses pencatatan akuntansi atas transaksi-transaksi yang terjadi pada berbagai unit usaha berdasarkan pada bukti-bukti yang ada. Bukti tersebut dihasilkan oleh sistem dan prosedur yang ada pada unit usaha. Sehingga informasi yang di catat benar-benar terjadi dan melibatkan berbagai fungsi yang ada. Bila memperhatikan mekanisme atau fungsi yang ada pada perusahaan seperti nampak pada gambar 4.1. di atas maka dapat dikatakan informasi yang dicatat sehubungan dengan penerimaan pendapatan sewa alat seperti nampak pada tabel 4.3.di atas dapat dikatakan telah memadai. Transaksi tersebut telah di catat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang di terima umum, dimana penerimaan Kas di catat sisi Debet dan Rekening Pendapat Sewa serta Rekening Hutang PPh 23 di sisi Kredit. Keandalan atas laporan keuangan dapat di lihat pada berbagai tahapan akuntansi yang ada. Dimana proses ini mulai dari transaksi yang terjadi. Transaksi yang terjadi seperti yang diuraikan di atas di mulai dari berbagai sistem dan prosedur yang ada. Penetapan harga, Pencatatan, Pemotongan dan Penyetoran atas PPh 23 sebagai mana yang diutarakan pada bab II terdahulu dilakukan oleh penyewa alat dan disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikut. Perusahaan melakukan pemotongan PPh 23 dan penyetoran bulan berikut dalam hal ini bulan Januari Tahun 2015 untuk pemotongan yang dilakukan bulan Desember 2014. Sehingga berdasarkan pencatatan akuntansi yang ada maka perusahaan melaporkan Hutang PPh 23 pada kelompok Hutang Lancar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pemotongan dan pelaporan PPh 23 oleh perusahaan dapat dikatakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan undang-undang perpajakan yang ada. 33
5.KESIMPULAN Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Harga ditentukan oleh pihak pengguna dan penyewa sehingga proses penetapan besaran PPh 23 yang di potong oleh Penyewa telah sesuai dengan aturan yang ada. 2. Proses pencatatan akuntansi yang dilakukan perusahaan sehubungan dengan transaksi yang menyebabkan timbulnya PPh 23 telah memadai dan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan undang-undang perpajakan yang berlaku. 3. Perusahaan melakukan penyetoran atas pemotongan PPh 23 setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya atau sebelumnya tergantung pada mana tanggal tersebut merupakan hari kerja. Dan ini sesuai dengan aturan perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Saran dalam penelitian ini adalah: 1. Mengingat peraturan perundangan-undangan tentang perpajakan yang berlaku selalu terjadi perubahan maka hendaknya perusahaan tetap selalu memperhatikan hal tersebut. Ini penting sehingga dapat menentukan besaran PPh 23 yang sesuai dengan aturan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Ikatan Akuntansi Indonesia., Per tanggal 9 Agustus (2010), “Standar Akuntansi Keuangan”., Salemba Empat. Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi (2011), ANDI, Yogyakarta. Media Keuangan., Vol. VIII | No. 66 / Februari (2013). Sektor Perpajakan Yang Menjadi Andalan. Metrotvnews.com., (2013). Penerimaan Pajak., http://www.metrotvnews.com. Diakses pada 6 Januari, 2014. Muljono, Djoko. (2009). Akuntansi Sektor Publik. ANDI, Yogyakarta. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2001, Tentang penunjukan pemungutan PPh pasal 23, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. PMK No. 08/PMK.03/2001, Tentang penunjukan pemungutan PPh pasal 2, Jakarta. Resmi, S., (2011). Perpajakan Teori Dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta. Waluyo. (2009). Akuntansi Pajak. Salemba Empat, Jakarta.
34
Analisis Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Pada UD. Nabila Jepara Meubel Dan UD. Jepara Furniture Oleh: Astyta Permata Simbawa1 Jullie Sondakh Heince Wokas Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT The situation and current economic conditions impacted the intense competition among the companies of the world. Therefore, the company management needs to create a policy that refers to the creation of the efficiency and effectiveness of the company performance. The management needs the information as a basis for decision making, one of the types of information needed is the management of differential cost analysis information. In this observation, differential cost analysis is used to help management firm in the face of some of the alternatives that exist to make a decision to buy or produce its own by using half-finished wood as a raw material. The purpose of this observation was to analyze the differential costs in the decision to buy or produce own staple at UD Nabila Jepara Furniture and UD Jepara Furniture. The analysis method used in this research is descriptive method. Results of the assessment showed differential costs right a decision has been taken by management of UD Nabila Jepara Furniture and UD Jepara Furniture is producing its own because of differential gain a higher profit than buying from outside. Keywords: Cost differential, To buy or to produce its own. 1.PENDAHULUAN Era globalisasi sekarang ini sangat berdampak pada ketatnya persaingan di antara perusahaan-perusahaan dunia. Persaingan tersebut terjadi di sektor perekonomian baik industri, perdagangan maupun jasa. Kesuksesan dalam persaingan akan dapat dipenuhi apabila perusahaan bisa menciptakan dan mempertahankan pelanggan.Begitu hebatnya arus globalisasi melanda dunia ini, maka tidak ada satu negara pun yang tidak terpengaruh oleh perkembangan ekonomi global. Dengan keadaan ekonomi dunia yang tidak konsisten tersebut maka perusahaan dituntut untuk terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik agar dapat bertahan di lingkungan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu pihak manajemen perusahaan perlu membuat suatu kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektifitas kinerja. Salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektif perusahaan adalah dengan memproduksi barang yang berkualitas. Untuk dapat melakukan fungsinya, pihak manajemen membutuhkan informasi-informasi sebagai dasar pengambilan keputusan untuk kepentingan perusahaan. Salah satu jenis informasi yang dibutuhkan oleh manajemen sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan adalah informasi akuntansi diferensial (differential accounting information). Informasi akuntansi diferensial adalah suatu informasi akuntansi yang menyajikan perbedaan aktiva, pendapatan dan biaya dalam alternatif tindakan tertentu dibandingkan dengan altenatif tindakan lain.
35
Analisis biaya diferensial membantu manajemen menghadapi empat macam pengambilan keputusan dalam jangka pendek, yaitu membeli atau memproduksi sendiri, menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk, menghentikan atau melanjutkan produksi produk tertentu atau kegiatan usaha suatu bagian perusahaan, menerima atau menolak pesanan khusus. Salah satu keputusan yang perlu diambil dalam perencanaan pada setiap alternatif adalah membeli atau memproduksi sendiri suatu komponen bahan baku. Sebelum membuat keputusan, pihak manajemen membandingkan alternatif-alternatif yang sudah ada. Setiap alternatif yang dibandingkan dengan altenatif lainnya, tentu dilihat mana biaya yang lebih meringankan perusahaan tetapi hasilnya akan lebih besar atau sekurang-kurangnya sama. UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang furniture dan menghasilkan berbagai jenis produk rumah tangga seperti meja, tempat duduk, lemari dan sebagainya. Untuk memproduksi furniture-furniture tersebut UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture membutuhkan atau membeli bahan setengah jadi dalam hal ini bahan utamanya adalah kayu dengan kualitas yang bermutu tinggi dari pihak ketiga. Kayu yang di beli dari pihak ketiga sudah diukir terlebih dahulu sesuai dengan perusahaan inginkan kemudian kayu tersebut dikirim dan proses selanjutnya dilakukan pada perusahaan UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture yaitu proses finishing dan dirakit kembali untuk mendapatkan design sesuai dengan permintaan pasar. Mengetahui penerapan biaya diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri pada UD. Nabila Jepara Meubel Dan UD. Jepara Furniture. 2.TINJAUAN PUSTAKA Amir (2008:7) akuntansi adalah pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran peristiwa-peristiwa ekonomi dengan cara yang logis yang bertujuan menyediakan informasi keuangan untuk mengambil keputusan. Arfan (2010:2) akuntansi suatu disiplin jasa yang mampu memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu mengenai masalah keuangan perusahaan guna membantu pemakai internal dan eksternal dalam proses pengambilan keputusan ekonomi Horngren (2008:2) Akuntansi manajemen adalah proses mengukur, menganalisis dan melaporkan informasi keuangan dan non keuangan yang membantu manajer membuat keputusan guna mencapai tujuan organisasi. Dapat diambil kesimpulan bahwa akuntansi manajemen merupakan proses memasok informasi yang relevan kepada manajer dan tenaga kerja, baik informasi keuangan maupun non keuangan, untuk pengambilan keputusan, pengalokasian sumber daya dan pemonitoran, pengevaluasian dan pemberian imbalan terhadap kinerja. Mursyidi (2008:11) menjelaskan akuntansi biaya merupakan suatu sistem dalam rangka mencapai tujuan utama yaitu menentukan harga pokok produk atau jasa, mengendalikan biaya, dan memberikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Widilestariningtyas (2012:10) menjelaskan akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Akuntansi diferensial merupakan informasi akuntansi yang menyajikan informasi mengenai taksiran pendapatan, biaya dan atau aktiva yang berbeda jika suatu tindakan tertentu dipilih, dibandingkan dengan alternatif tindakan lain. Pengambilan keputusan (decision making) adalah memilih salah satu diantara berbagai alternatif tindakan yang ada. Krismiaji (2011:212) keputusan membeli atau membuat sendiri dihadapi oleh manajemen terutama dalam perusahaan yang produknya terdiri dari berbagai komponen dan yang memproduksi berbagai jenis produk, pengambilan keputusan itu sendiri dapat
36
dipandang dari dua sisi yaitu perusahaan dalam kondisi memproduksi sendiri dan mempertimbangkan untuk membeli dari luar dan perusahaan membeli dan mempertimbangkan untuk memproduksi sendiri. Rantung (2014) dengan judul Penerapan Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli atau Memproduksi Sendiri Pada RM. Pangsit Tompaso. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan biaya diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan keputusan yang tepat yang dapat diambil manajemen adalah memproduksi sendiri karena mendapat laba diferensial lebih rendah dibandingkan membeli dari luar. Persamaan dalam penelitian ini adalah menganalisis biaya diferensial dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan untuk membeli atau memproduksi sendiri. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu objek penelitian yang berbeda. Tumbol (2014) dengan judul Analisis Dengan Menggunakan Informasi Akuntansi Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Membuat Sendiri Bakso Pasuruan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penggunaan informasi akuntansi diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri bakso.penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan keputusan yang diambil oleh pihak bakso pasuruan adalah membuat sendiri bakso karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil atau lebih hemat jika dibandingkan dengan membeli dari pemasok. Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif serta pengambilan keputusan yang sama. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu objek penelitian yang berbeda. Tampubolon (2013) dengan judul Penerapan Informasi Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Membuat Sendiri Produk Setengah Jadi Pada UD. Berkat Anugerah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis penerapan informasi akuntansi diferensial dalam proses pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan perusahaan UD. Berkat Anugerah memerlukan informasi yang dapat mengurangi ketidakpastian, salah satu informasi yang diperlukan akuntansi diferensial. Persamaan dalam penelitian ini adalah menganalisis biaya diferensial dalam pengambilan keputusan. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu objek penelitian yang berbeda. 3.METODE PENELITIAN 3.1.Data Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif yang menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya serta untuk memperoleh gambaran secara sistematis tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan keadaan dan kejadian sekarang. Tempat penelitian penulis dilaksanakan pada UD. Nabila Jepara Meubel yang beralamat Jl. Sungai Musi Kelurahan Singkil 1 Manado dan UD. Jepara Furniture yang beralamat Singkil Lingkungan 1 sedangkan waktu penelitian di mulai sejak Oktober-November 2014 dan pada bulan Maret 2015. Dalam penelitian ini, penulis memilih dua objek perusahaan pada UD.Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture karena perusahaan-perusahaan tersebut merupakan salah satu dari banyak perusahaan yang memproduksi produk-produk yang berkualitas dan memiliki nilai jual di masyarakat luas. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu: 1. Permohonan mengadakan penelitian. 2. Pengumpulan data.
37
3. Pengolahan data. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Penelitian lapangan berupa wawancara dan pengamatan langsung. 2. Dokumentasi Kuncoro (2009:145) menjelaskan bahwa, Jenis data dapat dibagi menjadi: 1. Data Kualitatif merupakan data yang disajikan secara deskriptif atau bentuk uraian yang berupa gambaran umum perusahaan dan struktur organisasi. 2. Data Kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk angka, berupa data-data biaya produksi dan data banyaknya jumlah produksi. Kuncoro (2009:148) menyatakan bahwa, dilihat dari sumbernya maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. 3.2.Definisi Operasional Untuk menyamakan presepsi dan agar tidak terjadi kesalahan dalam mengintepretasikan dalam penelitian ini, maka perlu dibahas beberapa definisi operasional yang relevan dipakai dalam menyusun skripsi ini, antara lain sebagai berikut: 1. Informasi akuntansi diferensial merupakan informasi tentang bagaimana biaya, penghasilan dan aktiva akan berbeda jika suatu tindakan di ambil. Pengambilan keputusan adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara atau teknik tertentu agar dapat diterima oleh semua pihak 3.3.Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini merupakan suatu metode yang bertujuan menguraikan, membandingkan, memberikan gambaran perusahaan dan menerangkan suatu data kemudian dianalisis sehingga dapat membuat kesimpulan sesuai dengan informasi dan data yang telah ada. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis UD. Nabila Jepara Meubel adalah sebuah perusahaan meubel yang berdiri sejak tahun 1998, awalnya perusahaan ini hanya home industry saja tetapi seiring berkembangnya teknologi dan kualitas produk yang dihasilkan semakin variatif membuat perusahaan ini telah memperluas tempat produksi. Perusahaan ini melayani kebutuhan yang diperlukan masyarakat akan produk furniture rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, tempat tidur dan bisa di pesan sesuai dengan keinginan masyarakat, dan sekarang perusahaan ini telah membuka toko sendiri yang berlokasi di kairagi dengan nama toko Nabila Meubel. Produk furniture perusahaan ini telah banyak digunakan di perumahan, hotel maupun cafe yang di seluruh daerah Sulawesi Utara bahkan sampai ke kawasan Timur Indonesia. UD. Jepara Furniture merupakan perusahaan meubel yang berdiri sejak tahun 2000 dimana perusahaan ini melayani berbagai macam kebutuhan yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Produk yang di tawarkan tentunya memiliki kualitas yang tinggi dan berbahan dasar kualitas yang tinggi pula. Perusahaan ini menawarkan berbagai macam
38
furniture yang dapat masyarakat pesan sesuai dengan keinginan masyarakat dan tentunya perusahaan menjamin barang tersebut hingga sampai tempat tujuan. UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang pembuatan berbagai macam peralatan furniture yang berhubungan dengan peralatan rumah tangga maupun perkantoran. Pada umumnya sebuah perusahaan meubel membeli bahan baku setengah jadi dari pemasok luar dan kemudian memproses kembali menjadi produk jadi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture, perusahaan ini membeli produk setengah jadi dari luar dan kemudian untuk lebih memudahkan perhitungan maka diperlukan penggolongan biaya yang dapat berguna bagi kedua perusahaan ini dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri. Tabel 1. Membeli Dari Luar Periode 2014 Jumlah Biaya Produksi Ket. Unit Bahan Baku Kayu 125 set Langsung
Harga per Unit
Total
Rp. 3.600.000
Rp. 450.000.000
TOTAL
Rp. 450.000.000
Sumber: UD. Nabila Jepara Meubel, 2014 Tabel 1 pada perusahaan UD. Nabila Jepara Meubel mendapatkan tawaran untuk membeli produk setengah jadi dari pemasok luar. Setiap bulannya perusahaan dapat membeli 10 set produk setengah jadi dengan harga persetnya Rp. 3.600.000. Selama tahun 2014 perusahaan membeli 125 set produk setengah jadi yang dibeli dari beberapa toko meubel dengan total keseluruhannya sebesar Rp. 450.000.000. Tabel 2. Membeli Dari Luar Periode 2014 Jumlah Biaya Produksi Ket. Unit Bahan Baku Kayu 100 set Langsung TOTAL
Harga per Unit
Total
Rp. 3.000.000
Rp. 300.000.000 Rp. 300.000.000
Sumber: UD. Jepara Furniture, 2014 Tabel 2 pada perusahaan UD. Jepara Furniture mendapatkan tawaran untuk membeli produk setengah jadi dari pemasok luar. Setiap bulannya perusahaan dapat membeli 8 set produk setengah jadi kayu dengan harga persetnya kurang lebih Rp. 3.000.000. Selama tahun 2014 perusahaan membeli 100 set produk setengah jadi dengan total keseluruhannya sebesar Rp. 300.000.000.
39
Alternatif selain membeli dari luar adalah dengan memproduksi sendiri. Biaya memproduksi sendiri tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 3. Biaya Memproduksi Sendiri Periode 2014 Keterangan
Jumlah Unit
Harga per Unit
Total
Bahan Baku Kayu jati Kayu mahoni Kayu cempaka Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Variabel Cat Amplas Kain Paku lem skrup busa
125 set
Rp.
Rp.
120.000.000
Rp.
180.000.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
12.000.000 1.000.000 60.000.000 5.250.000 1.500.000 2.000.000 3.000.000
Biaya Overhead Tetap Penyusutan Mesin Biaya Listrik Biaya Telepon Biaya Kendaraan
Rp. Rp. Rp. Rp.
1.000.000 5.000.000 2.500.000 3.000.000
TOTAL
Rp.
396.250.000
300 kaleng 500 lembar 2000 meter 350 dos 150 kg 250 dos 250 ikat
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
960.000
40.000 2.000 30.000 15.000 10.000 8.000 12.000
Sumber : UD. Nabila Jepara Meubel, 2014 Tabel 3 untuk memenuhi penjualan pada tahun 2014 Biaya bahan baku yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi bahan baku utamanya, dimana untuk mendapatkan produk kursi, lemari, meja atau tempat tidur perusahaan menggunakan kayu yang berkualitas baik seperti kayu jati, mahoni dan cempaka sehingga perusahaan harus memproduksi 125 set kayu dengan harga per setnya Rp. 960.000 total biaya keseluruhannya Rp. 120.000.000. Biaya tenaga kerja langsung 10 orang pegawai setiap pegawai digaji Rp. 1.500.000 per bulannya, total untuk biaya tenaga kerja langsung selama 1 tahun sebesar Rp. 180.000.000. Biaya overhead variabel dari bahan baku tidak langsung yang terdiri dari cat,amplas, kain, paku, lem, skrup dan busa total keseluruhannya Rp. 84.750.000. Dan untuk biaya overhead tetap yang terdiri dari penyusutan mesin, biaya listrik, biaya kendaraan dan biaya telepon jumlah keseluruhannya Rp. 11.500.000.
40
Tabel 4. Biaya Memproduksi Sendiri Periode 2014 Jumlah Keterangan Harga per Unit Unit Bahan Baku 100 set Rp. 850.000 kayu jati kayu cempaka kayu mahoni Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Overhead Variabel cat amplas kain paku lem skrup busa
150 kaleng 300 lembar 1500 meter 250 dos 200 kg 150 dos 100 ikat
Biaya Overhead Tetap Penyusutan Mesin Biaya Listrik Biaya Telepon Biaya Kendaraan
TOTAL
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
35.000 2.000 25.000 15.000 10.000 8.000 12.000
Total Rp.
85.000.000
Rp. 126.000.000
Rp. 5.250.000 Rp. 600.000 Rp. 37.500.000 Rp. 3.750.000 Rp. 2.000.000 Rp. 1.200.000 Rp. 1.200.000
Rp. 1.000.000 Rp. 3.600.000 Rp. 2.000.000 Rp. 3.000.000 Rp. 256.600.000
Sumber :UD. Jepara Furniture, 2014 Tabel 4 untuk memenuhi penjualan pada UD. Jepara Furniture tahun 2014 biaya bahan baku yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi kayu sebanyak 100 set dengan harga per setnya Rp. 850.000 sehingga total keseluruhannya sebesar Rp. 85.000.000. Biaya tenaga kerja langsung 7 orang pegawai setiap pegawai digaji Rp. 1.500.000 per bulannya, total untuk biaya tenaga kerja langsung selama 1 tahun sebesar Rp. 126.000.000. Biaya overhead variabel dari bahan baku tidak langsung yang terdiri dari cat, amplas, kain, paku, lem, skrup, busa total keseluruhannya Rp. 51.500.000. Dan untuk biaya overhead tetap yang terdiri dari penyusutan mesin, biaya listrik dan biaya telepon dan biaya kendaraan jumlah keseluruhannya Rp. 9.600.000
41
4.2.Pembahasan Setiap perusahaan menjalankan usahanya tidak luput dari berbagai macam masalah. Tantangan yang dihadapi tidak dapat diabaikan begitu saja karena secara langsung ataupun tidak langsung dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu sangat diperlukan jalan keluar yang tepat atas masalah yang dihadapi. Perusahaan UD. Nabila Jepara Meubel dan perusahaan UD. Jepara Furniture tidak terlepas dari masalah dalam menjalankan operasinya. Salah satu diantaranya membeli atau memproduksi sendiri produk setengah jadi. Dalam penyelesaian masalah ini diperlukan pertimbangan dan perhitungan dari manajemen agar keputusan yang diambil tidak merugikan perusahaan. Dalam upaya untuk memperoleh laba yang optimal dari hasil produksinya, maka pihak manajemen perusahaan perlu mengelolah kegiatan produksinya secara efektif dan efisien khususnya pada proses produksi produk setengah jadi sehingga dapat dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan. Informasi akuntansi diferensial yang ada di perusahaan bukanlah sematamata sebagai bahan pengambilan keputusan akan tetapi lebih banyak berperan untuk mengumpulkan data informasi relevan dan menganalisa informasi tersebut. Dengan semakin meningkatnya persaingan dan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal maka perusahaan mencoba menganalisis masalah ini. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi ini terdapat dua alternatif yang dapat dipilih oleh perusahaan yaitu dengan cara memproduksi sendiri produk setengah jadi atau membeli produk setengah jadi dari pemasok luar. Dalam lingkup manajemen analisis ini bisa digunakan dalam pengambilan keputusan memproduksi atau membeli dari pihak luar. Selisih antara membeli atau memproduksi sendiri produk setengah jadi tersebut dapat dilihat dari tabel perbandingan di bawah ini: Tabel 5. Perbandingan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Periode 2014 UD. NABILA JEPARA UD. JEPARA FURNITURE MEUBEL KETERAN GAN Membeli Memproduksi Membeli Memproduksi Dari Luar Sendiri Dari Luar Sendiri Bahan Baku Rp. Rp. 85.000.000 Tenaga Kerja 120.000.000 Rp. 126.000.000 BOP Rp. Rp. 51.500.000 Variabel 180.000.000 Rp. 84.750.000 Harga Beli Rp. Rp. 450.000.000 300.000.000 BOP Tetap Rp. 11.500.000 Rp. 9.600.000 Total Biaya Diferensial Rp. Rp. Rp. Rp. 450.000.000 396.250.000 300.000.000 272.100.000 Laba Rp. 53.750.000 Rp. 27.900.000 Diferensial Sumber: Data Hasil Olahan, 2014 Data hasil perbandingan pada UD. Nabila Jepara Meubel untuk biaya membeli dari luar total biaya diferensial sebesar Rp. 450.000.000, dan jika perusahaan memproduksi sendiri total biaya
42
diferensial sebesar Rp. 396.250.000 sehingga mendapat laba diferensial sebesar Rp. 53.750.000. Pada perusahaan UD. Jepara Furniture biaya membeli dari luar total biaya diferensial sebesar Rp. 300.000.000, dan jika perusahaan memproduksi sendiri sebesar Rp. 272.100.000 sehingga pada perusahaan ini mendapatkan laba diferensial sebesar Rp. 27.900.000. Hasil analisis biaya diferensial pada UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture menyimpulkan bahwa tujuan utama perusahaan ini adalah untuk meningkatkan laba. Untuk mencapai tujuan tersebut maka manajer harus mengambil keputusan yang tepat guna meningkatkan laba perusahaan. Berdasarkan penelitian di atas maka hasil perbandingan membeli dari luar atau memproduksi sendiri produk setengah jadi adalah keputusan memproduksi sendirilah yang lebih tepat diambil karena dapat menghemat biaya dibandingkan membeli dari luar. 5.KESIMPULAN Berdasarkan analisis diatas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu: penggunaan informasi akuntansi diferensial sangat bermanfaat terhadap manajemen UD. Nabila Jepara Meubel dan UD. Jepara Furniture dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk dapat membandingkan keputusan manakah yang lebih menguntungkan di antara membeli atau memproduksi sendiri produk setengah jadi. Perbandingan perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kedua alternatif membeli atau memproduksi sendiri produk setengah jadi menunjukkan bahwa memproduksi sendiri adalah keputusan yang tepat karena mendapatkan laba diferensial yang lebih hemat dari pada membeli dari luar. Dengan menggunakan informasi diferensial telah diketahui bahwa alternatif memproduksi sendiri dapat menghemat biaya produksi kayu. Adapun saran yang dapat penulis berikan sebagai bahan pertimbangan pada perusahaanperusahaan ini yaitu sebaiknya usaha pada UD. Nabila Jepara Meubel dan usaha pada UD. Jepara Furniture memproduksi sendiri produk setengah jadi mengingat biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari pada membeli produk setengah jadi dari pihak luar karena dapat melakukan penghematan biaya dan juga lebih menguntungkan. DAFTAR PUSTAKA Amir, Randal, Mark, Alvin. (2008). Jasa Audit dan Assurance. Salemba Empat. Jakarta. Arfan Ikhsan. (2010). Akuntansi Keperilakuan. Edisi Kedua. Salemba Empat. Jakarta. Depdikbud. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Hansen, Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial. Edisi Kedelapan. Salemba Empat. Jakarta. Horngren, Datar, Foster. (2008). Akuntansi Biaya Dengan Penekanan Manajerial. Edisi Keduabelas. Erlangga. Jakarta. Kamaruddin. Ahmad. (2009). Akuntansi Manajemen. Edisi Revisi Ke Enam. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Krismiaji. (2011). Akuntansi Manajemen. Edisi Kedua. UPP STIM-YKPN. Yogyakarta. Kuncoro. Mudrajad. (2009). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta. Mulyadi. (2012). Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. UPP STIM-YKPN. Yogyakarta. Mursyidi. (2008). Akuntansi Biaya. Edisi Pertama. Refika Aditama. Bandung. Rantung, Dewinta, (2014). Penerapan Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Pada Rm. Pangsit Tompaso. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174 Vol.2 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/5067/4585. Diakses 21 Mei 2014 Soemarso. (2009). Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta.
43
Tampubolon. Phamela. (2013). Penerapan Informasi Akuntansi Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Membuat Sendiri Produk Setengah Jadi Pada UD. Berkat Anugerah. Jurnal Riset Akuntansi GOING CONCERN ISSN 1907-9737 Vol.8. http://portalgaruda.org. Tumbol, Wanda,. (2014). Analisis Dengan Menggunakan Informasi Akuntansi Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Membuat Sendiri Bakso Pada Bakso Pada Bakso Pasuruan. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174 Vol.2 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/.../4333. Diakses 21 Mei 2014. Widilestariningtyas, Ony, Anggraini, Sri, Firdaus, Doni. (2012). Akuntansi Biaya. Graha Ilmu. Yogyakarta. William Carter. (2012). Akuntansi Biaya. Edisi Keempatbelas. Salemba Empat. Jakarta.
44
Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Penagihan Pajak Secara Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado) Oleh: Devika Korua1 Harijanto Subijono Robert Lambey Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Email:
[email protected]
ABSTRACT Effective tax collection is an appropriate means to achieve the maximum tax revenue target. The goals of study is to determining the effectiveness and contribution of active tax billing actions which includes the warning leter, forced letter, and seizure letter to disbursement of tax arrears in Tax Office Pratama North Manado during 2013-2014. The type of research used in this study is a descriptive study with approach case study. Data collected through interviews and documentation. The results of the study indicate that the effectiveness of tax billing rate is still not effective and the contribution of active tax billing actions to disbursement of tax arrears is still lacking. The factors is a lack of public awareness, taxpayer compliance in paying his tax debt and less optimal active tax collection process. Keywords: Tax Debt, Taxpayer compliance, Warning Letter, Forced Letter, Seizure Letter 1.PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Di dalam Negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan kebijakan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dijiwai dengan pembangunan hukum nasional. Pembangunan hukum nasional merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu dilaksanakan secara berkesinambungan serta merata di seluruh tanah air yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan bangsa dan negara secara adil, makmur dan merata di seluruh lapisan rakyat Indonesia. Sistem self-assement yang dianut Indonesia menuntut wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajiban pajakya sendiri, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Salah satu pelanggaran yang mungkin terjadi adalah keengganan untuk membayar kewajiban pajak terutangnya, sehingga menimbulkan tunggakan pajak. Tunggakan pajak timbul ketika fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak. Berdasarkan sistem self assessment yang dianut oleh Indonesia, jika suatu peristiwa, keadaan, atau perbuatan (tatbestand) yang menyebabkan
45
terjadinya tunggakan pajak seperti tidak membayar pajak, maka saat itu juga wajib pajak memiliki tunggakan pajak, tanpa harus menunggu fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak. Pada penagihan pajak secara aktif, langkah awal yang dilakukan fiskus yaitu menerbitkan Surat Teguran. Penerbitan surat teguran dilakukan dimana STP, SKPKB, SKPKBT belum juga dilunasi hingga melewati 7 (tujuh) hari dari batas waktu jatuh tempo. Jika dalam kurun waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah tanggal penerbitan surat teguran, penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya maka akan diterbitkan surat paksa, dimana penanggung pajak harus melunasi utang pajaknya dalam waktu 2 x 24 jam sejak tanggal penerbitan surat paksa. Tunggakan pajak yang tidak dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam, maka akan dilakukan tindakan penyitaan dengan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Selanjutnya, setelah proses penyitaan atas barang milik penanggung pajak maka jika sampai tenggat waktu 14 hari setelah penyitaan, Jurusita Pajak berwenang melakukan Lelang barang tersebut melalui kantor lelang. Perkembangan keadaan yang terjadi di masyarakat dan didukung adanya reformasi, UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, tetapi kenyataannya utang pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak masih menjadi hambatan yang besar. Hutang pajak yang belum dilunasi sering dihadapi karena peningkatan jumlah tunggakan pajak masih belum bisa diimbangi oleh kegiatan pencairan. Telah dilakukan berbagai tindakan penagihan pajak oleh fiskus terhadap Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak dengan penagihan pasif maupun aktif. Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di KPP Pratama Manado yang merupakan Instansi Vertikal dibawah Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara yang bernaung dibawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tugas pokok dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado adalah melaksanakan tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak dalam menghimpun penerimaan Negara dari sektor Perpajakan. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui tingkat efektivitas penagihan pajak aktif sebagai upaya pencairan tunggakan pajak, Mengetahui tingkat kontribusi penagihan pajak aktif terhadap penerimaan pajak total. 2.TINJAUAN PUSTAKA Adriani yang dikutip oleh Waluyo (2011:2) menjelaskan Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2007:2) adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Jadi, pajak merupakan iuran wajib kepada negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat imbalan secara langsung, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum berhubungan dengan pemerintahan dan pembangunan nasional. Menurut Waluyo (2011:6), ada 2 fungsi pajak yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Penerimaan ( budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber sumber dan yang di peruntukan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Sebagai contoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur ( regular)
46
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras. Menurut Mardiasmo (2011:9) ada tarif pajak, yaitu: 1.Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang di kenai. 2. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. 3. Tarif progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17 UU pajak Penghasilan 4. Tarif degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Menurut Ilyas & Burton (2010:27) jenis-jenis pajak yang dapat di kenakan digolongan dalam 3 golongan, yaitu menurt sifatnya, sasaran/objektif, dan lembaga pemungutannya. Menurut Kurniawan & Pamungkas (2006:1) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksankan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Teguran, Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Iiyas ( 2010:140 ) Penerbitan surat teguran, Surat peringatan, atau surat lain yang jenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian surat paksa dan sebagainya. Dalam UU PPSP, dalam pasal 1 ayat (12) dan buku perpajakan, Mardiasmo (2011:128) disebutkan bahwa:” Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.” Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa Surat Paksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang tidak hanya untuk menagih utang pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak yang berkenan tetapi juga untuk menagih biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak, termasuk biaya penyampaian surat paksa. Dapat disimpulkan bahwa Surat Paksa merupakan sebuah produk hukum yang bersifat eksekutorial yang diterbitkan atas STP yang telah jatuh tempo dari terbitnya surat teguran. Dalam UU PPSP pasal 7 ayat (1) dijelaskan bahwa surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kurniawan & Pamungkas (2006:1) Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” (Kurniawan & Pamungkas, 2006:1) Kurniawan dan Pamungkas ( 2006:1) Tunggakan pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau srat sejenisnya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Adriana Erwis (2012) dengan judul Efektivitas Penagihan Pajak dengan surat Teguran dan surat Paksa terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pada KPP Pratama Makasar Selatan. Bertujuan
47
untuk Mengetahui seberapa besar kontribusi penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Tunggakan Pajak di KPP Pratama Makasar Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Komparatif. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah analisis data yang digunakan penulis dalam pembahasan penelitian ini adalah Deskriptif Komparatif untuk membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa tahun 2011 sampai dengan tahun 2011 serta pencairan tunggakan pajak tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dan analisis rasio untuk mengetahui tingkat efektivas penagihan pajak dengan surat yang berlaku , dan kontribusi penagihan dengan surat yang berlaku seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Makasar Selatan. Derlina Sutria Tunas (2013) dengan judul Analisis Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak dengan menggunakan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Bertujuan untuk menganalisis efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Metode penelitian uang digunakan adalah Deskriptif. Hasil penelitian yang di peroleh dari penelitian ini adalah analisis data yang digunakan penulis dalam pembahasan penelitian ini adalah Deskriptif. Untuk menganalisis data angka, dan menggunakan teknik analisis efektivitas untuk menghitung tingkat keefektivian penerbitan surat paksa. 3.METODE PENELITIAN 3.1.Data Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan cara menggambarkan efektivitas dan kontribusi pajak berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai Penagihan Pajak secara Aktif terhadap pencairan tunggakan pajak. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data kuantitatif yang berupa angka-angka, seperti jumlah penerbitan surat teguran, surat paksa, surat perintah. Dan data kualitatif seperti struktur organisasi KPP Pratama Manado. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado, yang bertempat di Jl. 17 Agustus no.17 Manado, Sulawesi Utara. Waktu penelitian bulan Maret – Mei 2015. Prosedur penelitian 1. Menentukan rumusan masalah 2. Merumuskan masalah penelitian 3. Mencari informasi yang mendukung penelitian 4. Menentukan metode penelitian 5. Memberikan saran 6. Membuat kesimpulan Menurut Sugiyono (2012:115), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Sugiyono (2012:116) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penagihan dengan surat teguran, surat paksa, surat perintah untuk pencairan/pelunasan tunggakan pajak yang bersumber pada laporan rutin penagihan seksi penagihan KPP Pratama Manado selama 2 tahun yaitu tahun 2013 dan 2014. Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat, maka pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Peninjauan langsung Mengadakan peninjauan langsung dan mengumpulkan data secara langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak aktif dengan surat Teguran, surat paksa, dan surat Perintah oleh Jurusita Pajak di KPP Pratama Manado.
48
2. Interview atau Wawancara Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara langsung dengan Fiskus di KPP Pratama Manado dan bagian penagih pajak serta pihak-pihak terkait pada seksi penagihan. 3.2.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini, peneliti memakai analisis rasio efektivitas untuk mengukur tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan dan analisi rasio kontribusi untuk mengetahui apakah penerimaan tunggakan pajak cukup signifikan, maka perlunya dijabarkan pengertian operasional variabelnya. Jadi, keseluruhan judul yang dimaksud adalah menghitung tingkat efektivitas dan penerimaan kontribusi pajak dengan menggunakan analisis rasio efektivitas dan analisis rasio kontribusi. 3.3.Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode deskripsi adalah suatu analisis yang mengumpulkan data dan menyusun data, mengolah data, dan menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran mengenai suatu keadaan tertentu sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis Hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh data tentang penagihan pajak melalui surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Penagihan tunggakan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan merupakan tindakan penagihan secara aktif yang dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan mengirimkan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak . Analisis penagihan tunggakan pajak dengan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado dinyatakan dengan membandingkan penagihan tunggakan pajak dari tahun 2013 dan 2014. Tabel 1. Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran di KPP Pratama Manado Tahun 2013 dan 2014 Tahun
Lembar
Nilai
360 Rp. 34.718.325.419 2013 459 Rp. 15.728.395.892 2014 Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Manado
Kenaikan (Penurunan) Lembar 99
Nilai ( Rp. 18.989.927.522 )
Tabel 2. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa di KPP Pratama Manado Tahun 2013 & 2014 Tahun Lembar Nilai Kenaikan (Penurunan)
505 Rp. 21.692.795.290 2013 427 Rp. 17.585.269.368 2014 Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Manado
Lembar
Nilai
(78)
( Rp. 4.107.525.912 )
49
Tabel 3. Penagihan Pajak Dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan di KPP Pratama Manado Tahun 2013 dan 2014 Tahun Lembar Nilai Kenaikan (Penurunan)
54 Rp. 5.742.994.402 2013 23 Rp. 3.168.604.303 2014 Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Manado
Lembar
Nilai
(31)
( Rp. 2.574.390.099 )
Laporan penagihan pajak secara aktif dapat dilihat dari jumlah lembar dan nominal yang di terbitkan oleh jurusita pajak pada tahun 2013 dan 2014. Menurut jurusita pajak, ada kalanya wajib pajak lalai dalam melunasi kewajibannya, sehingga jurusita harus menggeluarkan surat teguran, surat paksa, dan surat perintah melaksanakan penyitaan. 4.2.Pembahasan Analisis Efektivitas Efektivitas adalah suatu gambaran keberhasilan dalam mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah efektivitas tidak menyatakan berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah suatu kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Analisis yang digunakan untuk menghitung apakah penagihan penerimaan pajak terhadap pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran, surat paksa, dan surat perintah melaksanakan penyitaan di KPP Pratama Manado berdasarkan ketetapan pajak apakah efektif atau kurang efektif. Hasil Perhitungan Efektivitas Penagihan Pajak Secara Aktif Hasil Perhitungan kesulurahan efektivitas penagihan pajak secara aktif yang meliputi surat teguran, surat paksa, dan SPMP disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Perhitungan Efektivitas Penagihan Pajak Secara Aktif Jenis surat 2013 Kriteria 2014 57.51 Tidak efektif 16.07 Surat Teguran 48.03 Surat Paksa 71.49 SPMP Sumber : data diolah, 2014
Tidak efektif Kurang efektif
39.38 81.10
Kriteria Tidak efektif Tidak Efektif Cukup Efektif
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa efektivitas penagihan pajak secara aktif di KPP Pratama Manado selama tahun 2013-2014 yang meliputi penagihan dengan surat teguran, surat paksa, SPMP cenderung menurun. Hal ini terbukti pada tahun 2013 meskin pun surat teguran , dan surat paksa tidak efektif, akan tetapi penagihan dengan SPMP kurang efektif. Pada tahun 2014 penagihan pajak secara aktif dapat dinyatakan tidak efektif pada surat teguran, dan surat paksa, akan tetapi penagihan dengan SPMP cukup efektif. Menyadari bahwa efektivitas penagihan pajak secara aktif di KPP Pratama Manado selama tahun 2013-2014 tidak memiliki kriteria efektif dan sangat efektif, maka perlu adanya perbaikan kinerja pada KPP Pratama Manado khususnya pada bidang penagihan, sehingga mampu mengoptimalkan penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak. Adapun penurunan efektifitas penagihan pajak secara aktif disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut : 50
1. Alamat dari penanggung pajak tidak ditemukan, atau pindah tempat tanpa pemberitahuan, sehingga proses penagihan secara aktif tidak dapat dilakukan. 2. Jumlah jurusita pajak yang tidak sebanding dengan jumlah penanggung pajak. 3. Penanggung Pajak mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak. 4. Penanggung Pajak tidak mampu melunasi hutang pajaknya. 5. Penanggung Pajak bersikap konvervatif saat dipaksa untuk membayar utang pajaknya. Hasil Perhitungan Kontribusi Penagihan Pajak Secara Aktif Hasil Perhitungan keselurahan kontribusi penagihan pajak secara aktif yang meliputi surat teguran, surat paksa, dan SPMP disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Perhitungan Kontribusi Penagihan Pajak Secara Aktif Jenis surat 2013 Kriteria 2014 Kriteria 0.58% Sangat Baik 0.29% Sangat kurang Surat Teguran 0.23% Sangat kurang 0.21% Sangat kurang Surat Paksa 0.23% Sangat kurang 0.33% Cukup Baik SPMP Sumber : data diolah, 2014 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak secara aktif terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Manado selama tahun 2013-2014. Dapat terlihat pada tahun 2013 penagihan pajak secara aktif melalui Surat teguran mempunyai kriteria Sangat Baik, dan penagihan pajak secara aktif melalui surat paksa dan SPMP mempunyai kriteria Sangat kurang. Pada tahun 2014 penagihan pajak secara aktif melalui surat teguran dan surat paksa mempunyai kriteria sangat kurang, sedangkan penagihan pajak secara aktif melalui SPMP mempunyai kriteria Cukup Baik. Menyadari bahwa kontribusi penagihan pajak secara aktif di KPP Pratama Manado tahun 2013-2014 smemiliki kriteria sangat kurang, sangat baik, dan cukup baik, maka perlu adanya perbaikan kinerja khususnya pada bidang penagihan dalam rangka mengoptimalkan kontribusi penagihan pajak seecara aktif terhadap pencairan tunggakan pajak sehingga mampu meningkatkan peneriman pajak di KPP Pratama Manado. 5.KESIMPULAN Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, penagihan pajak secara aktif dengan menggunakan surat teguran dan surat paksa pada KPP Manado dari tahun 2013-2014 tergolong tidak efektif, Penyebabnya antara Wajib Pajak lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk melunasi utang pajak, tidak mampu melunasi utang pajak, dan tempat tinggal Wajib Pajak dapat ditemukan. Sedangkan penagihan pajak secara aktif dengan menggunakan Surat Perintah melaksanakan penyitaan tergolong dalam kategori sudah efektif, pencairan tunggakan pajak dengan surat perintah melaksanakan penyitaan belum bisa tercapai sepenuhnya dikarenakan adakalanya Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak. Kontribusi penagihan pajak secara aktif dengan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan di KPP Manado tergolong dalam kriterian sangat kurang. Penagihan pajak secara aktif mempunyai tingkat kontribusi dengan persentanse kurang dari 10%. Tingkat efektivitas maksimal dengan Surat perintah melaksanakan penyitaan terjadi pada tahun 2014 dan tingkat kontribusi maksimal dengan Surat perintah melaksanakan penyitaan terjadi pada Tahun 2014. Jadi, belum tentu jika tingkat efektivitas maksimal suatu tahapan di tahun tertentu maka akan mempunyai tingkat kontribusi yang maksimal dengan tahapan dan tahun yang sama.
51
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan tentang penagihan pajak dengan menggunakan surat teguran, surat paksa, dan SPMP Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. KPP Pratama Manado perlu melakukan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak tentang keutamaan membayar pajak. 2. KPP Pratama Manada perlu menambah jumlah jurusita pajak agar sesuai dengan jumlah penanggung pajak, sehingga dapat memaksimalkan realisasi pencairan tunggakan pajak dan meningkatkan penerimaan pajak 3. Kanator Pelayanan Pajak Pratama Manado perlu mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak yang dapat membantu kelancaran proses penagihan pajak, misalnya dengan pemerintah daerah untuk menemukan penanggung pajak yang pindah tanpa pemberitahuan, atau dengan kepolisian untuk melindungi jurusita pajak dalam proses penyitaan. 4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado perlu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kelancaran proses penagihan, misalnya alat dokumentasi sebagai bukti bahwa penanggung pajak mempunyai aset yang dapat disita. DAFTAR PUSTAKA Derlina, Sutria, Tunas. (2013). Analisis Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak Dengan Menggunakan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Manado. Akses dirahasiakan. Hal 1-50. Hasbi, Rifqiansyah. (2014). Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara). Skripsi. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id. Diaskses 1 oktober 2014. Hal 1-10 Ilyas, Wirawan B., Burton, Richart,. (2010). Hukum Pajak. Salemba empat. Jakarta Kurniawan, Panca dan Bagus. Pamungkas,. (2006). Penagihan Pajak di Indonesia. Edisi Pertama, Bayumedia Publishing, Malang. Mardiasmo. (2011). Perpajakan. Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Rudy. Suhartono dan Wirawan. B. Iiyas. (2010). Hukum Pajak. Salemba Empat. Jakarta Republik Indonesia, Undang-undang nomor 6 tahun1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 19 Tahun 2000. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung Waluyo. (2012). Akuntansi Pajak. Salemba Empat. Jakarta. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.
52
Analisis Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Dan Analisis Biaya Peluang Pada RM. Pondok Hijau Oleh: Elvalina1 David P.E. Saerang2 Victorina Z. Tirayoh3 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ¹
[email protected] ABSTRACT Economic growth in the era of globalization requires the company to gain maximum profit. Running business requires information. A company should be able to compete with other companies. One of the decisions that must be taken in planning at every alternative is to buy or produce itself a component of raw materials. Differential costs are related to the opportunity costs, which is the differential costs incurred costs as a result of certain decisions while the opportunity costs is the cost incurred when choosing a decision. The purpose of this study to analyze the differential costs in taking the decision to buy or produce itself and to analyze the opportunity cost to decisions taken on RM. Pondok Hijau. The analytical method used is descriptive quantitative. Result of differential costs analysis showed that the right decisions can be taken by the management company that manufactures its own because getting a higher differential gain, compared to buying from outside. And of the opportunity costs analysis produce itself rew materials are also more profitable, thus buying from outside becomes more expensive. Keywords : Differential Cost, Opportunity Cost, Buy or Produce Itself 1.PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi bisnis di era globalisasi menuntut seluruh perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Suatu perusahaan harus mampu bersaing dengan perusahaan – perusahaan lain. Sektor industri memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi karena perusahaan industri ini menyediakan kebutuhan masyarakat, serta dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Turunnya laju pertumbuhan sektor industri menyebabkan persaingan antara industri sejenis semakin ketat. Sehubungan dengan keadaan ini peran manajemen sangat penting dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya, yaitu untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan seperti mesin, material, modal, dan manusia secara efektif dan efisien juga untuk memaksimalkan laba perusahaan. Berhasil tidaknya perusahaan dalam pencapaian tujuannya sangat bergantung pada manajemen perusahaan tersebut, apakah manajemen perusahaan sudah mampu mencapai tujuan perusahaan yang sebenarnya, baik itu untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Untuk mengukur berhasil atau tidaknya manajemen suatu perusahaan dilihat dari laba (keuntungan) yang diperoleh perusahaan.
53
Salah satu keputusan yang perlu di ambil dalam perencanaan pada setiap alternatif adalah membeli atau memproduksi sendiri suatu komponen bahan baku. Keputusan membuat atau memproduksi sendiri adalah keputusan manajemen menyangkut apakah sebuah komponen harus diproduksi sendiri ataukah dibeli dari pemasok lain. Karena berbagai macam alasan, sebuah perusahaan dapat memproduksi sebuah produk atau suatu jasa lebih murah dari pada perusahaan lain. Biaya diferensial mempunyai hubungan dengan biaya peluang, dimana biaya diferensial adalah berbagai perbedaan biaya diantara sejumlah alternatif pilihan yang dapat digunakan perusahaan sedangkan biaya peluang adalah biaya yang dikeluarkan ketika memilih suatu keputusan jadi dalam perusahaan apabila biaya diferensialnya mengambil keputusan memproduksi sendiri maka biaya peluang yaitu membeli dari luar bahan baku. RM. Pondok Hijau adalah perusahaan yang menjalankan usaha di bidang kuliner di mana dalam menjalankan aktivitas usahanya, perusahaan memerlukan bahan baku yang diperoleh dari luar perusahaan sehingga dapat dilihat dari kelancaran proses produksi dalam perusahaan, maka perusahaan harus berusaha menyediakan sesuai dengan kebutuhan. Tujuan penelitian adalah 1. Untuk menganalisis biaya diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri. 2. Untuk menganalisis biaya peluang terhadap keputusan yang di ambil. 2.TINJAUAN PUSTAKA Hongren (2009: 4) Akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses informasi menjadi laporan keuangan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pembuat pengambil keputusan. Kamaruddin (2009: 6) “Akuntansi adalah aktivitas-aktivitas yang berkaitan menyediakan informasi kepada pemegang saham, kreditur, dan pihak wewenang biasanya bersifat kuantitatif dan sering kali disajikan dalam satuan moneter, untuk pengambilan keputusan, perencanaan, pengendalian sumber daya dan operasi, mengevaluasi prestasi dan pelaporan keuangan para investor, kreditur, instansi yang berwenang serta masyarakat. Berdasarkan definisi-definisi akuntansi terssebut, maka dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah proses pengolahan data keuangan untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan untuk memungkinkan pengambilan keputusan memerlukan pertimbangan berdasarkan informasi dalam pengambilan keputusan. Halim (2013: 3) Akuntansi manajemen adalah suatu kegiatan (proses) yang menghasilkan informasi keuangan bagi manajemen untuk pengambilan keputusan ekonomi dan melaksanakan fungsi manajemen. Menurut Hansen (2012: 9) Akuntansi manajemen adalah mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi yang bermanfaat bagi pengguna internal dalam merencankan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Definisi akuntansi manajemen yang lebih luas juga diberikan oleh Management Accounting of Accountants yaitu Akuntansi manajemen adalah proses identifikasi, pengukuran dan pengumpulan, analisis dan penyiapan komunikasi informasi financial yang digunakan oleh manajemen untuk perencanaan, evaluasi, pengendalian dalam suatu organisasi, serta untuk menjamin ketepatan penggunaan sumber-sumber dan pertanggungjawaban atas sumber-sumber tersebut. Akuntansi dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.Akuntani keuangan merupakan tipe akuntansi yang mengolah informasi keuangan
54
yang terutama untuk memenuhi kebutuhan manajemen puncak dan pihak luar perusahaan.Sedangkan akuntansi manajemen merupakan tipe akuntansi yang mengolah informasi keuangan yang terutama untuk memenuhi keperluan manajemen dalam melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi, Mulyadi (2007: 2). Perbedaan – perbedaan pokok antara akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen muncul karena kedua tipe akuntansi ini melayani pemakai informasi yang berlainan. Akuntansi keuangan biasanya ditujukan oleh pihak – pihak eksternal perusahaan seperti kreditor, pemilik, pajak, dan lain – lain. Sedangkan akuntansi manajemen ditujukan kepada pihak – pihak internal perusahaan (manajemen perusahaan) untuk pengambilan keputusan baik perencanaan, pengendalian, maupun penilaian kinerja. Akuntansi keuangan adalah 1. Pengembangan dan pemakaian informasi akuntansi yang menggambarkan posisi keuangan yang sesungguhnya dan hasil operasi perusahaan. 2. Akuntansi keuangan berhubungan dengan penyiapan laporan keuangan untuk pengguna eksternal, seperti kreditur, investor dan pemasok. 3. Laporan keuangan meliputi : neraca,laporan laba rugi dan laporan perubahan posisi keuangan 4. Bagian dari akuntansi yang mengolah dan memberikan posisi keuangan dan hasil operasi bisnis Akuntansi manajemen adalah 1. Bagian dari akuntansi yang mengolah dan memberikan informasi kepada manajer dalam suatu organisasi, membantu dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengawasan 2. Mengembangkan dan menginterpretasikan informasi akuntansi tertentu sesuai dengan kebutuhan manajemen perusahaan. Atau proses identifikasi, pengukuran, akumulasi, analisa, persiapan, interprestasi dan pemberitahuan informasi keuangan yang digunakan oleh manajemen untuk menyusun perencanaan, melakukan evaluasi dan kontrol dalam suatu organisasi. 3. Akuntansi yang berkaitan dengan penyediaan informasi bagi para manajer internal yang ditugasi mengarahkan, merencanakan, mengendalikan operasi dan pengambilan keputusankeputusan manajemen. Menurut Bambang Supomo (2012 : 103) pengertian Biaya Diferensial adalah sebagai berikut: "Biaya diferensial adalah biaya yang berbeda dalam suatu kondisi, dibandingkan dengan kondisi – kondisi yang lain". Menurut Darsono Prawironegoro (2009 : 259) pengertian biaya diferensial adalah sebagai berikut : “Biaya diferensial yaitu biaya yang berbeda – beda akibat adanya tingkat produksi yang berbeda yang mengakibatkan perbedaan biaya tetap”. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2005 : 339) yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari mengatakan pengertian biaya diferensial adalah sebagai berikut : "Biaya diferensial merupakan biaya masa depan yang berbeda pada masing – masing alternatif". Jadi, dapat disimpulkan bahwa biaya diferensial didefinisikan sebagai perbedaan biaya yang timbul akibat adanya keputusan tertentu. Misalnya manajemen melakukan penambahan volume produksi manajemen memilih alternatif proses produksi. Jika biaya diferensial itu disebabkan karena adanya penambahan volume produksi maka perbedaan itu dapat disebut dengan biaya incremental(Incremental Cost) atau biaya marginal(Marginal Cost). Salah satu tugas pokok manajer adalah membuat keputusan berdasarkan informasi akuntansi yang relevan.Keputusan itu terdiri dari keputusan rutin dan keputusan khusus.Yang dimaksud keputusan rutin adalah keputusan operasi sehari – hari sesuai dengan fungsi – fungsi manajemen (pemasaran, pruduksi, dan keuangan).
55
Menurut Darsono (2009 : 259) keputusan khusus yang diambil oleh manajer antara lain tentang 1. Menolak atau menerima order khusus 2. Menutup divisi atau mengembangkan 3. Membuat sendiri atau membeli produk 4. Menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk 5. Menyewakan atau menjual fasilitas perusahaan Berikut adalah penjelasan dari setiap keputusan – keputusan khusus di atas yang dijelaskan oleh Darsono : 1. Menolak atau Menerima Order Khusus Order khusus adalah penjualan yang harganya di bawah harga pasar karena perusahaan ingin menggunakan kapasitas yang menganggur. Misalnya kapasitas penuh dalah 1000 unit output, sekarang bekerja 800 unit output, sisa 200 unit output diproduksi kemudian dijual dengan harga di bawah harga pasar. Order khusus diterima jika menambah laba operasi, dan sebaliknya ditolak jika mengurangi laba operasi. Untuk menentukan order khusus diterima atau ditolak harus menggunakan pendekatan Direct Costing dan Variable Costing, dimana seluruh biaya tetap dinyatakan sebagai beban. Dengan demikian yang dimaksud biaya produksi adalah hanya terdiri dari biaya variabel yaitu biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. 2. Mengembangkan atau Menutup Suatu Divisi atau Departemen Suatu divisi pusat laba yang menderita kerugian pada umumnya akan ditutup. Namun untuk menutupnya harus diperhitungkan laba rugi secara keseluruhan.Jika secara keseluruhan organisasi mengakibatkan penurunan laba, maka divisi yang menderita kerugian itu diperkenankan terus beroperasi dengan jalan harus menguragi biaya agar dapat memperkecil kerugian.Kerugian suatu divisi pada umumnya disebabkan oleh perilaku biaya tetap. 3. Membuat Sendiri atau Membeli Keputusan manajemen untuk membuat sendiri atau membeli dari pihak ketiga sesuatu produk, hakikatnya adalah masalah penggunaan peralatan untuk memproduksi produk yang paling besar memberikan sumbangan laba.Pertimbangan utama untuk memutuskan membuat sendiri atau membeli adalah biaya relevan, dimana kategori biaya yang diperhitungkan adalah biaya material langsung, upah langsung, overhead pabrik variabel. 4. Menjual atau Memproses Lebih Lanjut Suatu Produk Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan utama mengolah bahan baku menjadi produk selesai. Permasalahan yang dijumpai terutama jika produk perusahaan diolah melalui beberapa departemen produksi.Hasil produksi dari suatu departemen produksi mungkin dapat langsung dijual ke pasar atau diolah lebih lanjut dalam departemen lanjutan. Dalam hal ini manajemen akan dihadapkan pada pilihan produk yang bersangkutan sebaiknya langsung dijual atau diproses lebih lanjut. 5. Menyewakan atau Menjual Fasilitas Perusahaan Pengambilan keputusan manajemen dapat pula berkaitan dengan pemilihan alternatif menyewakan atau menjual fasilitas yang sudah tidak dipergunakan lagi dalam operasi perusahaan.Dalam pemilihan alternatif tersebut, manajemen harus pula mempertimbangkan pendapatan diferensial dan biaya diferensial. Manajemen sering dihadapkan pada persoalan yang berkaitan erat dengan penggunaan bahan produksi. Di satu pihak perusahaan mempunyai fasilitas untuk memproduksi suku cadang tertentu, di pihak lain perusahaan dapat membeli suku cadang tersebut dari perusahaan lain. Jika
56
fasilitas perusahaan untuk memproduksi suku cadang tersebut telah mencapai kapasitas penuh, maka untuk memenuhi kebutuhan proses produksi karena meningkatnya volume penjualan perusahaan, barangkali dapat dibenarkan jika perusahaan memutuskan untuk membeli kekurangan suku cadang yang diperlukan dari perusahaan lain. Akan tetapi dalam hal kapasitas perusahaan perusahaan untuk memproduksi suku cadang masih cukup tersedia, maka keputusan untuk membeli suku cadang dari luar harus mempertimbangkan biaya diferensial dan kemungkinan fasilitas perusahaan yang menganggur. Pada dasarnya pengambilan keputusan yang menyangkut beberapa alternatif harus mempertimbangkan aspek kualitatif dan aspek kuantitatif dari pemilihan alternatif tersebut.Aspek kualitatif adalah segi yang tidak dapat diukur dari satuan uang dalam pengambilan keputusan.Misalnya dalam hal perusahaan memutuskan untuk membeli suku cadang dari luar sementara kapasitas perusahaan menganggur. Masalah yang perlu dipikirkan adalah pekerja yang menganggur, yang tidak akan memperoleh penghasilan jika upahnya dihitung berdasarkan satuan produk yang dihasilkan. Demikian pula jika manajemen memutuskan untuk meniadakan departemen tertentu dalam perusahaan.Bagaimana menangani karyawan dari departemen yang ditiadakan tersebut, merupakan permasalahan yang harus dipertimbangkan oleh manajemen. Jika karyawan tersebut dapat dipekerjakan pada departemen yang baru dibuka, tentunya diperlukan pelatihan bagi karyawan yang akan dipekerjakan pada departemen baru tersebut. Menurut Mulyadi (2001 : 127) tentang keputusan membeli atau membuat sendiri adalah sebagai berikut : “Keputusan membeli atau membuat sendiri dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Keputusan membeli atau membuat sendiri yang dihadapi oleh perusahaan yang sebelumnya memproduksi sendiri produknya, kemudian mempertimbangkan akan membeli produk tersebut dari pemasok luar. b. Keputusan membeli atau membuat sendiri yang dihadapi oleh perusahaan yang sebelumnya membeli produk tertentu dari pemasok luar, kemudian mempertimbangkan akan memproduksi sendiri produk tersebut”. 3.METODE PENELITIAN 3.1.Data Penelitian ini termasuk jenis penilitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan dasar bagi semua penelitian. Penelitian deskriptif dapat dilakukan secara kuantitatif agar dapat dilakukan analisis statistik (Sulistyo-Basuki, 2006:110). Metode penelitian ini menganalisis masalah dengan cara mendeskripsikannya pada data yang sudah ada, berupa tabel perhitungan biaya produksi untuk mengetahui perbandingan biaya produksi ikan yang dapat memberikan gambaran maupun uraian jelas mengenai analisis biaya diferensial dan biaya peluang dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri ikan pada RM. Pondok Hijau. RM. Pondok Hijau adalah perusahan yang bergerak di bidang kuliner. RM.Pondok Hijau berlokasi di Desa Mapanget Minahasa Utara.Waktu penelitian kurang lebih selama 1 bulan yaitu bulan Febuari. Prosedur penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Pada tahap ini mengajukan judul dan mencari objek penelitian yang sesuai dengan judul penelitian. 2. Mengumpulkan Data - Data
57
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data-data pendukung yang akan diperlukan dalam penyusunan skripsi, yaitu berupa gambaran umum perusahaan, struktur organisasi, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. 3. Menganalisis dan Mengelolah Data Penelitian Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis dan mengolah datadata yang sudah di dapat. 4. Membuat Kesimpulan dari Hasil Penelitian Setelah melewati semua tahap, penulis membuat kesimpulan dari hasil penelitian. Jenis data terdiri atas a. Data kualitatif, adalah data yang tidak dapat diukur dalam skala numerik. Data kualitatif merupakan data yang disajikan secara deskriptif atau bentuk uraian yang berupa gambaran umum perusahaan dan struktur organisasi (Kuncoro 2009: 145). Data kualitatif yang akan diambil seperti wawancara mengenai proses pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri. b. Data kuantitatif, data yang diukur dalam skala numerik. Data kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk angka, berupa data-data biaya produksi dan data banyaknya jumlah produksi (Kuncoro 2009: 145). Data kuantitatif dalam penelitian ini yaitu data biaya produksi dalam usaha tersebut Data penelitian terdiri atas 1. Data primer Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dengan survey lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro 2009: 148). 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan publikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro 2009 : 148). Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer yang berupa melakukan wawancara langsung dengan pengelolah atau pemilik perusahaan dan mendapatkan informasi dari RM. Pondok Hijau dalam hal ini pihak yang berwenang mengambil keputusan. Teknik pengumpulan data 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, maka diperlukan data dan informasi yang akan mendukung penelitian ini, maka sarana untuk memperoleh data dan hasil tersebut adalah : a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berwenang dan bertanggung jawab untuk memberikan data dan keterangan yang dibutuhkan. b. Pengamatan langsung adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati dan meninjau secara langsung RM. Pondok Hijau. Dimaksudkan untuk mendapatkan keyakinan bahwa data yang diperoleh sebelumnya adalah benar untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kegiatan operasi dari perusahaan tersebut. 2. Dokumentasi Biaya variabel dan biaya tetap dan dokumen-dokumen terkait yang relevan dengan topik yang diteliti. 3.2.Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu untuk menggambarkan berbagai karakteristik data yang berasal dari suatu sampel (Sujarweni, 2014:46). Dalam hal ini penulis mendeskripsikan dan menggambarkan data yang telah
58
terkumpul serta menerapkannya sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. Penelitian ini juga menggunakan analisa Kuantitatif, dan analisis kuantitatif yang digunakan yaitu informasi akuntansi diferensial karena menghitung biaya produksi perusahaan,dengan cara membandingkan biaya produksi pada saat memproduksi sendiri ikan tersebut dengan harga ikan yang ditawarkan oleh pemasok. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis RM. Pondok Hijau sebagai salah satu rumah makan kuliner yang cukup terkenal dan memiliki banyak peminat. Rumah makan ini terkenal dengan menu andalan mereka yaitu paket ikan mujair bakar dan goreng, setiap paket harganya bervariasi yaitu paket besar harganya Rp.35.000, paket sedang harganya Rp.30.000, dan setiap paket terdiri dari nasi,ikan,dan sayur kangkung. Seiring berjalannya waktu dengan persaingan dalam usaha kuliner yang semakin ketat, maka RM. Pondok Hijau ini dengan kreatifitasnya menciptakan menu andalan lainnya seperti udang, ayam dan masih banyak menu andalan lagi yang dijual di RM.Pondok Hijau ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari RM.Pondok Hijau bahwa setiap harinya rumah makan ini menjual 100 kg ikan atau 300 ikan dengan harga per porsinya Rp. 30.000. Harga per porsi Rp.30.000 ini merupakan harga yang menjadi patokan perhitungan karena kebanyakan yang dijual ikan berukuran sedang. Untuk lebih memudahkan perhitungan, maka sangat diperlukan penggolongan biaya yang dapat berguna bagi RM.Pondok Hijau dalam pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri. Sebelum dilakukan analisis biaya diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri perusahaan terlebih dahulu akan menganalisis dengan menyajikan data mengenai biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dalam produksi. Pada tabel 4.1 biaya untuk memproduksi ikan berjumlah Rp. 638.600.000 dimana biayabiaya produksi tersebut berupa biaya bahan baku langsung sebesar Rp.542.400.000, biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 90.000.000, dan biaya overhead pabrik sebesar Rp. 6.200.000 dan dalam penelitian ini menggunakan metode penyusutan garis lurus.Berikut ini adalah data biaya produksi ikan periode 2014: Tabel 4.1. Biaya Produksi Ikan Periode 2014 ( Ukuran Luas Telaga 20 × 40meter2) Biaya Produksi Keterangan Jumlah Unit Harga per Unit Total Bahan Baku -Bibit 108.000ekor Rp. 300 Rp. 32.400.000 Langsung -Pelet 1200 kg Rp. 425.000 Rp. 510.000.000 Biaya Tenaga 60 orang Rp. 1.500.000 Rp. 90.000.000 Kerja langsung Biaya Overhead -Penyusutan Rp. 1.200.000 Pabrik Peralatan -Biaya Listrik Rp. 1.000.000 -Penyusutan Mesin TOTAL Sumber :Hasil data olahan, 2015
Rp. Rp.
4.000.000 638.600.000
59
1.
Biaya Bahan Baku Biaya bahan baku yang di keluarkan rumah makan untuk memproduksi ikan selama 1 tahun yaitu Rp. 542.400.000, dimana bahan baku tersebut berupa bibit sebesar Rp. 32.400.000 dan pelet sebesar Rp. 510.000.000. Berikut ini adalah biaya bahan baku untuk memproduksi ikan periode 2014 : Tabel 4.2. Biaya Bahan Baku Untuk Memproduksi Ikan periode 2014 Bahan Baku Biaya/Tahun Bibit Rp 32.400.000 Pelet TOTAL Sumber :Hasil data olahan, 2015
Rp. 510.000.000 Rp. 542.400.000
Adapun perhitungan yang telah dilakukan di atas memiliki rincian : Bibit Dalam sehari RM.Pondok Hijau memproduksi 100 kg ikan untuk dijual, jadi perhitungannya : Perhitungan Dalam satuan 1 kg ikan = 3 Ikan 100 kg x 3 = 300 Ikan 300 x 30 = 9.000 Ikan (Sebulan) 9.000 x 12 = 108.000 Ikan (Setahun) Perhitungan Dalam Kilogram (kg) 100 kg x 30 = 3000 kg (Sebulan) 3000 x 12 = 36.000 kg (Setahun) Jadi, dalam setahun RM.Pondok Hijau memproduksi 108.000 ikan atau 36.000 kg dan harga bibit per unit yaitu Rp.300 berukuran 3-4 cm Pelet Untuk ikan sebanyak 108.000 dalam setahun para pekerja memberi makan sebanyak 1200 kg itu di dapat dari : 1 karung = 50 kg 1 bulan = 100 kg ( 2 karung ) 1 tahun = 12 x 100 = 1.200 kg ( 24 karung ) Harga 1 karung = Rp. 425.000 Jadi, 1.200 x Rp. 425.000 = Rp. 510.000.000 2. Biaya Tenaga Kerja Langsung RM. Pondok Hijau mempunyai 20 tenaga kerja yang terbagi atas : koki 3 orang , pelayan 8 orang, bagian pembelian 2 orang dan kasir 2 orang dengan gaji atau upah yang berbeda-beda. Dalam memproduksi ikan RM.Pondok Hijau mempekerjakan 5 orang tenaga kerja yang bertugas untuk memproduksi ikan dengan gaji sebesar Rp. 1.500.000 per bulan jadi pehitungannya : 5 orang x Rp. 1.500.000 = Rp. 7.500.000 Rp. 7.500.000 x 12 = Rp 90.000.000
60
Jadi,dalam setahun RM.Pondok Hijau membayar biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 90.000.000. 3. Biaya Overhead Pabrik Data biaya Overhead pabrik yang dikeluarkan oleh rumah makan yaitu :untuk penyusutan peralatan sebesar Rp.1.200.000, Biaya listrik sebesar Rp.1.000.000, dan Penyusutan mesin sebesar Rp. 4.000.000, sehingga total yang dikeluarkan oleh rumah makan untuk biaya overhead pabrik adalah Rp. 6.200.000. Berikut ini adalah data biaya overhead pabrik untuk memproduksi ikan : Tabel 4.3. Biaya overhead pabrik untuk memproduksi ikan Periode 2014 Keterangan Jumlah Penyusutan peralatan Rp. 1.200.000 Biaya Listrik Rp. 1.000.000 Penyusutan mesin Rp. 4.000.000 Total Rp. 6.200.000 Sumber :Hasil data olahan, 2015 Untuk menghitung Biaya Overhead dalam memproduksi ikan adalah sebagai berikut : - Penyusutan Peralatan Jala, Waring (anco), ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan, cangkul, pisau, piring secchi (untuk mengukur kadar kekeruhan) dll. (Harga perolehan Rp. 6.000.000) (Masa manfaat 5 tahun) Tidak ada nilai sisa Penyusutan per tahun : Rp.6.000.000 x 20% = Rp. 1.200.000 Penyusutan per bulan :Rp. 1.200.000= Rp.100.000 12 - Biaya Listrik (Harga perolehan Rp. 5.000.000) (Masa manfaat 5 tahun) Tidak ada nilai sisa Biaya Listrik per tahun : Rp. 5.000.000 x 20% = Rp. 1000.000 Biaya Listrik per bulan :Rp. 1.000.000= Rp.83.333.33 12 - Penyusutan Mesin Pompa Air Sanyo (Rp. 4.000.000) dan Generator kapasitas 2500 watt (Rp.16.000.000) (Harga perolehan Rp. 20.000.000) (Masa manfaat 5 tahun) Tidak ada nilai sisa Penyusutan per tahun : Rp. 20.000.000 x 20% = Rp. 4.000.000 Penyusutan per bulan :Rp. 4.000.000= Rp.333.333.3 12 Keterangan : 20% dari 100% = 0,2 = 20% 5 tahun Tinjauan Berdasarkan Biaya Differensial Alternatif selain membuat sendiri adalah membeli dari pemasok luar. Harga beli persatuan kg Ikan adalah sebesar Rp 25.000,- selisih antara membeli dari luar atau memproduksi sendiri ikan tersebut dapat dilihat dari tabel 4.4 dibawah ini :
61
Tabel 4.4. Perbandingan Biaya Diferensial Membeli Atau Memproduksi Sendiri Periode 2014 Keterangan Membeli dari Luar Memproduksi Sendiri Biaya Bahan Baku Rp. 542.400.000 Langsung Biaya Tenaga Kerja Rp. 90.000.000 Langsung Biaya Overhead Pabrik Rp. 6.200.000 Harga Beli (36.000 kg x Rp. 25.000) Rp. 900.000.000 Total Biaya Diferensial Rp. 900.000.000 Rp. 638.600.000 Penghematan Biaya Rp. 261.400.000 Sumber :Hasil data olahan, 2015 Tinjauan Berdasarkan Laba Diferensial Dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri tersebut informasi akuntansi yang relevan adalah dengan menggunakan laba diferensialnya, yaitu seperti pada tabel4.5 berikut ini : Tabel 4.5. Laporan laba/rugi Membeli atau memproduksi sendiri Periode 2014 Keterangan Membeli dari Luar Memproduksi Sendiri Penjualan Rp. 3.240.000.000 Rp. 3.240.000.000 Biaya Bahan Baku Langsung Rp. 542.400.000 Biaya Tenaga Kerja Rp. 90.000.000 Langsung Biaya Overhead Pabrik Rp. 6.200.000 Harga Beli (36.000 kg x Rp. 25.000) Rp. 900.000.000 Total Biaya Diferensial Rp. 900.000.000 Rp.638.600.000 Penjualan Biaya Diferensial Rp.2.340.000.000 Rp. 2.601.400.000 Penghematan Biaya Rp. 261.400.000 Sumber :Hasil Data Olahan, 2015 Analisis Biaya Peluang Jika RM.Pondok Hijau membeli Ikan dari luar , maka sebagian fasilitas menganggur seperti telaga, selama menganggur terdapat peluang untuk disewakan kepada pihak lain sebesar Rp. 250.000.000 selama 1 tahun dengan lebar 20 meter2dan panjang 40 meter2. Dengan asumsi ini berarti akan terjadi biaya peluang sebesar Rp. 250.000.000, dan perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Total Biaya Membeli Dari Luar Rp. 900.000.000 Biaya Peluang Rp. (250.000.000) Total Biaya diperhitungkan Rp. 650.000.000 Berdasarkan hasil perhitungan biaya peluang dengan biaya membeli dari luar yang merupakan biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp. 650.000.000 maka membeli dari luar menduduki posisi lebih mahal dibandingkan dengan memproduksi sendiri yaitu sebesar Rp. 638.600.000 (Lihat Tabel 4.5) sehingga pada posisi ini keputusan memproduksi sendiri masih lebih menguntungkan.
62
5.KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis mengenai biaya diferensial, khususnya pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri, menunjukkan bahwa sebaiknya RM. Pondok Hijau memilih alternatif memproduksi sendiri dari pada membeli dari luar karena dengan memproduksi ikan sendiri terjadi penghematan biaya yang cukup besar sehingga bisa lebih menguntungkan usaha RM. Pondok Hijau. Dan hasil penelitian yang ditinjau dari laba diferensial adalah sebaiknya RM.Pondok Hijau memproduksi sendiri ikan karena mendapatkan selisih laba yang tinggi dibandingkan membeli dari luar ikan agar supaya menguntungkan perusahaan 2. Berdasarkan hasil analisis dari biaya peluang yang muncul jika RM.Pondok Hijau menyewakan lahan telaga mereka, memproduksi sendiri menduduki posisi lebih murah sehingga pada posisi ini keputusan memproduksi sendiri tetap lebih menguntungkan. 3. Berdasarkan hasil penelitian Rumah makan yang di teliti memilih alternatif membeli dari luar Ikan. Karena dalam memproduksi ikan membutuhkan jangka waktu 3 bulan sehingga tidak memungkinkan rumah makan memproduksi ikan untuk kebutuhan sehari. Dan jumlah pesanan ikan yang banyak tiap harinya jadi perusahaan memilih alternatif yang paling cepat dan gampang yaitu membeli dari luar ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini adapun saran yang diajukan penulis sebagai bahan pertimbangan perusahaan yaitu RM. Pondok Hijau sebaiknya mengambil keputusan untuk memproduksi sendiri bahan baku ikan karena biaya yang akan dikeluarkan lebih rendah dari pada membeli dari luar bahan baku sehingga dapat melakukan penghematan biaya dan juga akan lebih menguntungkan untuk perusahaan. Saran penulis sebaiknya perusahaan menggunakan telaga yang tidak terpakai untuk memproduksi sendiri ikan karena dengan memproduksi sendiri ikan, perusahaan akan melakukan penghematan biaya dan juga kualitas ikan yang dipelihara sendiri akan lebih baik dan terjaga dari pada membeli dari luar. DAFTAR PUSTAKA Arfan, Ikhsan. (2009). Pengantar Praktis Akuntansi. Edisi pertama, graha ilmu, Yogyakarta.Garrison, Darsono Prawironegoro, Purwanti, Ari. (2009). Akuntansi Manajemen. Jilid 1.Edisi keempat.Erlangga. Jakarta Halim, Abdul. Bambang, Supomo. Kusufi, Syam Muhammad,. (2013). Akuntansi Manajemen.Edisi ke Dua.BPFE. Yogyakarta Hansen, Don R., Mowen, Maryanne M. (2004). Akuntansi Manajemen. Jilid 1.Edisi ke empat.Erlangga. Hongren, Datar, Foster, George,. (2009). Akuntansi Manajemen.Jilid 1.Edisi ke empat.Erlangga. Jakarta Iqbal, Mohamad,. (2013). Pengaruh Biaya Diferensial Terhadap Proses Pengambilan Keputusan Manajemen Memproduksi Sendiri Atau Membeli Produk (Studi pada PT. Fintex) Jbtunpaspp-gdl-mohammadiq-2650-1-skripsi Kamaruddin Ahmad,. (2013). Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar konsep biaya dan pengambilan keputusan, Edisi Revisi 8, Rajawali Pers Bisnis, Jakarta Krismiaji, Aryani,. (2011). Akuntansi Manajemen. Edisi Kedua. UPP STIM YKPN. Yogyakarta pengambilan Keputusan. Edisi Kelima, Penerbit Raja Grafindo Persada,Jakarata.
63
Mulyadi, (2001).Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta Mursyidi, (2008).Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Edisi ketiga. Salemba Empat. Jakarta.Munawir, S, 2002. Rantung, Dewinta., (2014). Penerapan Biaya Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Memproduksi Sendiri Pada Rm. Pangsit Tompaso. JurnalEMBA ISSN 2303-1174 Vol.2 http;//ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/5067/4585. Diakses 3 September 2014. Hal 030-037. Salman, Kautsar. (2013). Akuntansi Biaya, Cetakan Pertama. Akademia Permata Jakarta Simamora, Henry,. (2012). Akuntansi Manajemen. Edisi III. Penerbit Star Gate Publisher Duri. Riau. Sujarweni, Wiratna,. (2014). Metodologi Penelitian. Pustaka baru, Yogyakarta Supomo, Bambang. (2012). Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang. Penerbit; BPFE, Yogyakarta Tumbol, Wanda,. (2014). Analisis Dengan Menggunakan Informasi Akuntansi Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Atau Membuat Sendiri Bakso Pada Bakso Pasuruan. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174 Vol.2, http;//ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/…/43333. Diakses 7 Juli 2014. Hal 1440-1447. Wildilestariningtyas, Ony, Anggraini, Sri, Firdaus, Dony. (2012). Akuntansi Biaya Graha Ilmu. Yogyakarta. Witjaksono, Armanto. (2006). Akuntansi Biaya, Jilid 1, Edisi Pertama, Penerbit : Graha Ilmu, Yogyakarta.
64
Penerapan Tata Cara Pencabutan Pengukuhan PKP Sesuai Peraturan Diitjen Pajak Nomor 12 Tahun 2014 Pada KPP Pratama Manado Oleh : Virgie Mangare Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected]
ABSTRACT Tax is playing important role in economy of the country. Today, number of firms from big to small many have not been listed to KPP Pratama Manado. Directorate General of Taxation Issues rule No.12 Tahun 2014 in order to grouping the sales limit and simplified the administration and controlling. Many business sector listed but have not been revocation and have sales under Rp. 4,8 Billion. The purpose if this research is to knowing that the application of rules Directorate General of Taxation No.12 Tahun 2014. Data analysis method uses is descriptive. To know the limit of the sales it need income statement. Tax fare and calculation method of income tax. The difference of tax which is deposited is quite large. The application of PP No.46 Tahun 2013 is really profitable because income tax which must be deposited is much smaller. Meaning the new rules is much simpler, and to make the government more easier to grouping the sales limit and the revocation of taxable enterprise. To improve service and improve administratif simplification as well as controling. KPP Pratama Manado should be more sosializing the new regulations. Keywords: Tax, Sales limit, Taxable enterprise 1.PENDAHULUAN Sistem kenegaraan Indonesia, pajak merupakan tulang punggung pembiayaan pelaksanaan pembangunan. Pajak sangat berperan dalam menggerakkan roda perekonomian. Masyarakat sebagai wajib pajak berfungsi untuk sumber dana bagi pemerintah dalam membiayai pengeluarannya. Indonesia menggunakan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara. Pajak merupakan sumber penerimaan negara untuk membiayai semua pengeluaran. Pemberian kesempatan serta wewenang kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu beban pajak yang harus dipenuhi atau dibayarkan oleh Wajib Pajak. Kewajiban tersebut diharapkan dapat menambah penerimaan negara dari sektor perpajakan. Dalam perkembangannnya, perekonomian Indonesia telah didominasi oleh berbagai kegiatan usaha. Pemerintah telah melakukan sensus pajak guna mendata wajib pajak potensial. Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan pengenaan pajak bagi pengusaha kena pajak ditujukan dalam rangka proses pembelajaran. Negara berkembang, ambang batas omset menjadi PKP di Indonesia rata-rata hampir sama dengan negara berkembang lainnya. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No.197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas peraturan Menteri Keuangan No.68/PMK.03/2010 tentang batasan pengusaha kecil atas pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN), telah diubah
65
menjadi tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Jumlah Pengusaha Kena Pajak terdaftar dengan omset kurang dari Rp. 4,8 milyar per tahun masih sangat banyak, sehingga dalam penyederhanaan administrasi pajak pertambahan nilai serta untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado telah menerapkan peraturan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan atas pengusaha kecil pajak pertambahan nilai tahun 2014. Dari hal tersebut sangat mempengaruhi keadaan penerimaan pajak yang ada. Untuk menerapkan pencabutan PKP ini, tidaklah mudah untuk dilakukan karena banyak pengusaha yang belum memahami peraturan tersebut. Mereka mungkin sudah meraup omset ratusan juta hingga miliaran rupiah, tapi kontribusi pajaknya sedikit. Pengusaha Kecil Menengah dengan omset berkisar Rp. 300 juta – Rp. 4,8 miliar akan dikenakan PPh 1% dan PPN 1%. Terkait itu, penurunan batas maksimal omset PKP dari Rp. 600 juta menjadi Rp. 300 juta diharapkan dapat menjaring lebih banyak PKP berpendapatan Rp. 300 juta ke atas. Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan kebijakan baru bagi pelaku pengusaha kecil menengah. Peraturan ini ditujukan kepada Pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam rangka penyederhanaan administrasi Pajak Pertambahan Nilai serta untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan Pengusaha Kena Pajak perlu dilakukan verifikasi secara serentak dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan atas Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Ini merupakan peraturan baru yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak Nomer PER-12/PJ/2014. Kantor pelayanan pajak membuat daftar pengusaha kena pajak terdaftar per tanggal 1 Januari 2014 berdasarkan pelaporan SPT Masa PPN yang memiliki jumlah nilai peredaran brutonya selama pajak Januari 2013 sampai dengan masa pajak Desember 2013 tidak lebih dari Rp. 4,8 miliar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Penerapan Tata Cara Pencabutan Pengukuhan PKP Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2014. 2.TINJAUAN PUSTAKA Mardiasmo (2013:1) mendefinisikan Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal-balik (kontra prestasi) langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara terutang oleh orang pribadi/badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal-balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Waluyo (2011:2) mendefinisikan pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Mardiasmo (2013:10), menyebutkan fungsi pajak terbagi dua, yaitu: 1. Fungsi Budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Regulerend yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Waluyo (2011:6) menyebutkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terbagi dua fungsi pajak sebagai berikut:
66
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Mardiasmo (2013:293) menjelaskan Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari pajak penjualan dan Pajak Penjualan yang dipunggut atas dasar nilai tambah (value added) yang timbul pada semua jalur produksi dan distribusi. Resmi (2012:1) menjelaskan dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2000, dan terakhir Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009. Waluyo (2011:71) menjelaskan Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Resmi (2012:4) mendifinisikan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Nomor 14 yang melakukan penyerahan BKP dan/atau Penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UndangUndang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Waluyo (2011:72) menjelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pelaporan kegiatan usaha, pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.Kep.16/Pj/2001 tanggal 21 Febuari 2001, yaitu: 1. Tempat pelaporan kegiatan usaha 2. Tempat pelaporan usaha bagi pengusaha kena pajak tertentu adalah pengusaha kena pajak badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah, penanaman modal asing, badan dan orang asing dan perusahan masuk bursa 3. Batas waktu pelaporan usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP adalah selambat-lambatnya 1 bulan setelah usaha dimulai atau saat pendirian usaha Peraturan Dirjen Pajak PER-12/PJ/2014 TANGGAL 2 APRIL 2014, bagi pengusaha kecil yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp. 4,8 Miliyar akan dicabut PKPnya. Mengenai isi dari PER-12/PJ/2014 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. PER-12/PJ/2014 diterbitkan untuk mengatur secara khusus pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) secara jabatan atas pengusaha kecil pajak pertambahan nilai tahun 2014. 2. Pengusaha Kecil PPN yang peredaran brutonya selama tahun 2013 tidak melebihi Rp. 4,8 Milliar akan dicabut pengusaha kena pajak (PKP) nya. 3. Dirjen pajak tidak akan mencabut PKP selama pengusaha kecil pajak pertambahan nilai tetap memilih sebagai pengusaha kena pajak (PKP). 4. Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara memverifikasi pengusaha kecil pajak pertambahan nilai yang peredaran brutonya selama tahun 2013 tidak melebihi Rp. 4,8 milliar. 5. Verifikasi dilakukan oleh Account Representative (AR) atau Pelaksana, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan membawa surat tugas yang dilakukan sampai pada tanggal 31 Agustus 2014.
67
6. Membuat daftar pengusaha kecil pajak pertambahan nilai yang memilih untuk dilakukan pencabutan sebagai PKP dan yang tidak menyampaikan surat pernyataan sampai dengan tanggal 31 Mei 2014. Butar Butar (2013) dari Universitas Brawijaya Malang mengenai Penerapan PP NO.46 Tahun 2013 Pada UMKM. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak penerapan PP No.46 Tahun 2013 terhadap besarnya PPh Badan yang harus dibayar oleh perusahaan. Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif melalui pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan peraturan baru memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya PPh terhutang sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam menentukan besarnya PPh badan yang harus disetor. Arsita (2013) mengenai Analisis Rencana Perubahan Batas Omset Pengusaha Kena Pajak atas Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Usaha Kecil Menengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis latar belakang perubahan kebijakan atas omset pertahun menjadi PKP dan UKM. Metode yang digunakan deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian untuk menyederhanakan pemajakan PPN pada UKM dan menyesuaikan dengan laju inflasi untuk menggairakan perekonomian negara. Jumlah penerimaan tergantung pada perubahan naik atau turunnya batas omset PKP. Pemerintah sebaiknya memberikan pengawasan pada UKM sehingga dapat menetapkan ketentuan kebijakan batas omset ideal. 3.METODE PENELITIAN 3.1.Data Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tipe penelitian deskriptif, dimana tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul, dan tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum (generalisasi). Penelitian mengenai Analisis Penerapan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER12/PJ/2014 dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado jalan Gunung Klabat No.17 Manado dari bulan November sampai Desember 2014. Metode pengumpulan data menurut Sugiyono (2010:14), terbagi dua yaitu: 1. Metode Kualitatif Metode Penelitian berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada objek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel data yang dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. 2. Metode Kuantitatif Metode Kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data secara instrument, penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sumber data menurut Indriantoro (2009:155) terbagi dua, yaitu: 1. Data Primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli 2. Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara 3.2.Metode Analisis Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data merupakan bagian amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna
68
yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan data, untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data dan menganalisis data dari hasil yang sudah ada. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado yang beralamat Jalan Gunung Klabat No. 17 Manado, merupakan Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku yang bernaung di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia. Tugas dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado adalah melaksanakan tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak dalam menghimpun penerimaan Negara dari sektor perpajakan.
KPP Pratama Manado melaksanakan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan atas pengusaha kecil pajak pertambahan nilai tahun 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/ PMK.03/2010 tentang Batasan omset Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, telah diubah menjadi tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Jumlah PKP yang terdaftar salah satunya UD.Indah Jaya Perkasa merupakan perusahaan yang belum melakukan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan. UD.Indah Jaya Perkasa merupakan contoh objek untuk mengetahui peredaran bruto, tarif pajak, metode perhitungan dan PPh terutang yang digunakan UD.Indah Jaya Perkasa. Yang bertujuan untuk mengetahui UD.IJP memiliki batasan omset sesuai peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2014. Tabel 1. Data Total PKP Omset dibawah Rp. 4,8 M KPP Pratama Uraian Jumlah Jumlah total PKP KPP Pratama Manado 4.405 Jumlah PKP omset dibawah Rp.4,8 M 3.317 Tetap PKP 172 PKP dicabut 76 Sumber :KPP Pratama Manado, 2014 Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2014 menjelaskan bahwa pengusaha kecil yang dikukuhkan sebagai PKP dengan batasan omset dibawah Rp. 4,8 Miliar dikenakan pajak 1% dari omset pertahun.
69
Table 2. Data Pendapatan UD.Indah JayaPerkasa Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL Sumber: UD.Indah Jaya Perkasa, 2014
Pendapatan Bruto/Omset Rp. 152.165.245 Rp. 126.580.256 Rp. 225.445.320 Rp. 248.880.566 Rp. 155.688.080 Rp. 159.996.650 Rp. 112.183.451 Rp. 140.742.535 Rp. 127.538.057 Rp. 117.607.858 Rp. 131.171.536 Rp. 121.458.544 Rp. 1.819.458.098
Perhitungannya omset dibawah Rp. 4,8 Miliar menggunakan tarif 1% PPh final. Berikut adalah hitungan PPh 1% final UD.Indah Jaya Perkasa Rp. 1.819.458.098 × 1% = Rp. 18.194.581 Perhitungan menunjukan bahwa UD.Indah Jaya Perkasa memiliki omset dibawah Rp. 4,8 M dan telah menggunakan tarif 1% final. Berdasarkan data tersebut, titik acuan untuk menentukan tarif pajak sebagai berikut berdasarkan peraturan tarif pajak PPh pasal 25 Undang-Undang No.36 tahun 2008. Table 3. Tarif Pajak Penghasilan UU No.36 Tahun 2008 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Di atas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Di atas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,Di atas Rp. 500.000.000,-
25% 30%
Sumber: Waluyo (2012:195) Akuntansi Pajak edisi empat Peraturan pemerintah No.46 Tahun 2013 adalah peraturan baru yang mengatur besarnya pajak terutang atas penghasilan wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam tahun pajak. Peraturan ini bersifat final dengan tarif 1%.
70
Metode perhitungan yang digunakan pada PPh Pasal 25 (UU No.36 Tahun 2008) dengan laba UD.Indah Jaya Perkasa sejumlah Rp. 433.031.027 tahun 2014 yaitu: Laba × Tarif Pajak Rp. 50.000.000 x 5% = Rp. 2.500.000 Rp. 200.000.000 x 15% = Rp. 30.000.000 Rp.183.031.027 x 25% = Rp. 45.757.757 Rp. 78.257.757 Table 4. Perbandingan PPh TERHUTANG Tahun PPh Pasal 25 PP No.46 Tahun 2013 (UU No.36 tahun 2008) 2014 Rp. 78.257.757 Rp. 18.194.581
Selisih Rp. 60.063.176
Sumber: Peraturan Pajak UU No. 36 tahun 2008 pasal 25 dan PP No. 46 tahun, 2013 Data perbandingan menunjukan selisih PPh yang disetor ke negara adalah sebesar Rp. 60.063.176. Penerapan PP No.46 Tahun 2013 pada UD.Indah Jaya Perkasa sangat menguntungkan karena PPh yang harus disetor lebih kecil. Membuktikan peraturan baru menjadi lebih sederhana. Penelitian ini membantu UD.Indah Jaya Perkasa dalam menerapkan perhitungan PPh Badan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku dan membantu pemerintah dalam penggelompokan pengenaan pajak yang digunakan untuk peredaran bruto sesuai dengan batasan omset dibawah Rp. 4,8 Miliar. Selain penerimaan negara menjadi lebih pasti, kesederhaaan administrasi juga tercapai walaupun UD.Indah Jaya Perkasa merupakan salah satu perusahaan yang belum melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini sangat membantu pemerintah dalam aspek pengawasan. 4.2.Pembahasan Pelaksanaan verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan bertujuan melakukan pengujian jumlah nilai peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto, tarif pajak, metode perhitungan, jumlah PPh terutang selama Masa Pajak Januari tahun 2013 sampai dengan Masa Pajak Desember tahun 2013 terhadap Pengusaha Kena Pajak terdaftar tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar, meyakinkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tersebut memilih untuk dicabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya atau memilih untuk tetap dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pengusaha kecil yang memilih untuk dicabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya. Kebijakan Ditjen Pajak melalui peraturan Nomor PER-12/PJ/2014 ternyata belum tersosialisasi dengan baik. Masih banyak PKP yang belum mengikuti pencabutan pengukuhan PKP karena banyak yang belum mengerti tujuan dari peraturan tersebut. Kebijakan ini dikeluarkan untuk mempermudah pengawasan. Penelitian ini didukung peneliti terdahulu oleh Arsita (2013), yaitu Analisis Rencana Perubahan Batas Omset Pengusaha Kena Pajak atas Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Usaha Kecil Menengah. Penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis latar belakang perubahan kebijakan atas omset per tahun menjadi PKP dan UKM. Untuk menyederhanakan pemajakan PPN pada UKM serta menyesuaikan dengan laju inflasi untuk menggairakan perekonomian negara. Demikian juga dengan peneliti Butar Butar (2013) mengenai Penerapan PP NO.46 Tahun 2013 Pada UMKM. Dampak penerapan PP No.46 Tahun 2013 terhadap besarnya PPh Badan yang harus dibayar oleh perusahaan.
71
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan peraturan baru memberikan kemudahan dalam pengawasan juga dalam menghitung besarnya PPh terhutang sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam menentukan besarnya PPh badan yang harus disetor dan juga untuk menyederhanakan pemajakan PPN pada UKM dan menyesuaikan dengan laju inflasi untuk menggairakan perekonomian negara. Jumlah penerimaan tergantung pada perubahan naik atau turunnya batas omset PKP. Pemerintah sebaiknya memberikan pengawasan pada UKM sehingga dapat menetapkan ketentuan kebijakan batas omset ideal. 5.KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: KPP Pratama Manado melaksanakan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan atas pengusaha kecil pajak pertambahan nilai tahun 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/ PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, batasan omset telah diubah menjadi tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Jumlah PKP Omset kurang dari Rp. 4.800.000.000,- di KPP Pratama Manado sebanyak 3.317 dari jumlah total PKP 4.405, dan tetap menjadi PKP sebesar 172 dan PKP dicabut sebesar 76. Belum semua PKP dengan jumlah diatas telah mengikuti pencabutan pengukuhan PKP dalam penerapan peraturan baru yang memberikan kemudahan dalam menghitung dan mengetahui peredaran bruto serta besarnya PPh terutang, sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam menentukan besarnya PPh Badan yang harus disetor. Selain penerimaan negara menjadi lebih pasti, dengan berlakunya peraturan baru yang dikeluarkan membantu pemerintah dalam pengelompokan pengenaan pajak, batasan omset dan pengawasan. Saran yang dapat diberikan adalah: KPP Pratama Manado dalam pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan atas pengusaha kecil pajak pertambahan nilai tahun 2014 hendaknya tetap berpedoman pada peraturan yang berlaku dengan memperhatikan verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu, Tahap Persiapan, Tahap Pelaksanaan, dan Tahap Pelaporan. DAFTAR PUSTAKA Arsita, Sari. (2013). Analisis Rencana Perubahan Batas Omset Pengusaha Kena Pajak atas Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Usaha Kecil Menengah. Skripsi. Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/opac/ui/detail.jsp?id=20331949&lokasi=lokal. Diakses pada 7 Desember 2014. Hal 1-155 Butar Butar, Etha Y. A. (2013). Penerapan PP NO.46 Tahun 2013 Pada UMKM. Ejournal. Universitas Brawijaya, Malang.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=189786&val=6467&title=PE NERAPAN%20PP%20NO.%2046%20TAHUN%202013%20PADA%20UMKM%20%2 8Studi%20Kasus%20Pada%20CV.%20Lestari%20Malang%29. Diakses pada 4 Desember 2014. Hal 1-21 Indriantoro, Supomo. (2009). Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Bisnis. Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Mardiasmo, (2013). Perpajakan . Edisi Revisi Tahun 2013. Penerbit Andi, Yogyakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Direktur jendral Pajak Nomor PER -12/PJ/2014 tentang Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan atas Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, Jakarta.
72
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Keuangan No.197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas peraturan Menteri Keuangan No.68/PMK.03/2010 tentang batasan pengusaha kecil dalam pajak pertambahan nilai telah diubah menjadi tidak lebih 4,8 Miliar, Jakarta. Resmi Siti, (2012). Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6-Buku 1. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Resmi Siti, (2012). Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6-Buku 2. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). ALFABETA, Bandung. Waluyo, (2011). Perpajakan Indonesia. Edisi 10-buku 1. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo, ( 2011). Perpajakan Indonesia. Edisi 10-buku 2. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo, (2012). Akuntansi Pajak. Edisi 4. Salemba Empat, Jakarta.
73
Analisis Potensi Penerimaan Pajak Hotel Di Kota Tomohon Oleh : Megha Cicilia Rawung Herman Karamoy Inggriani Elim Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRACT Regional Income is a source of regional finance and government financing. One of the original income receipts derived from the Regional Tax one of which is tax Hotel. This study was conducted to determine the potential of the hotel tax, the level of effectiveness and Contributions Taxes as a source of regional revenue Tomohon. The analysis method used is descriptive method Quantitative and analyze tax receipts Hotel of the Year 2011-2014. The results showed that the level of effectiveness of a Hotel Tax Year 2011-2014 ineffective. Taxes contribution as a source of regional revenue Tomohon over the last four years and a maximum rated not included in the criteria for contributions "very poor". Based on the results of tests conducted by researchers Potential Pick Taxes owned by the City of Tomohon is Rp.333.140.460. The existence of several barriers such as the lack of supporting facilities such as places of entertainment, which is not accurate setting of targets as well as the threat of natural disasters makes visitors reluctant to stay in Tomohon. Extension of paying taxes to the public awareness and create art festival activities are some of the efforts that have been made by the government to increase the contribution of hotel tax as a source of regional revenue in Tomohon. Keywords: Potential Tax Hotel, Hotel Effectiveness Tax, Tax Contributions Hotel 1.
PENDAHULUAN Secara resmi Otonomi Daerah berlaku di Indonesia sejak 1 januari 2001 sehingga daerah dituntut mencari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran atau belanja daerah. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah diperlukan adanya landasan hukum berupa Undang-Undang. Sebagai landasan hukum yang merupakan dasar hukum pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu UndangUndang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 yang berlaku sejak 1 Januari 2010. Sebagaimana dimuat dalam penjelasan perubahan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Tahun 2009 yang menyebutkan secara umum bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, setiap daerah yaitu Provinsi yang terbagi atas daerah Kabupaten dan Kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan. Untuk merealisasikan Pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan PAD . Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai
74
kegiatan pembangunan. Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Daerah kota Tomohon No. 7 Tahun 2012, Pajak Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan akan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jenis Pajak Daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan. Efektivitas pemungutan pajak menggambarkan kinerja suatu pemerintahan. Dimana kinerja merupakan suatu prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Analisis efektivitas mutlak diperlukan guna mengukur sejauh mana pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel di Kota Tomohon. Sektor Pariwisata juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Hotel. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus sebagai peluang bisnis dalam perekonomian Indonesia. Kota Tomohon memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kota dan kabupaten lain di Sulawesi Utara, Letaknya yang strategis dan menjadi salah satu Kota Wisata, Industri dan Pendidikan (dengan banyaknya Sekolah dan beberapa Perguruan Tinggi) serta menjadi jalur lalu lintas perekonomian antar kabupaten akan mendorong pertumbuhan indistri Perhotelan dan Jasa penginapan di kota Tomohon. Berdasarkan latar belakang yang ada maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang Analisis Potensi Penerimaan Pajak Hotel di Kota Tomohon. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak Hotel di Kota Tomohon dan untuk Mengetahui Kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota Tomohon. 2.
TINJAUAN PUSTAKA Waren (2009:10) mengartikan Akuntansi adalah sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan itu meliputi kreditor, investor, pemasok, karyawan, pemilik dan lain-lain. Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011: 1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Menurut Siahaan (2013: 9) Pajak Daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraaturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Undang-Undang No. 28 tahun 2009 Pasal 32 menyatakan bahwa Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel. Peraturan Daerah Kota Tomohon No. 7 Tahun 2012 dalam Pasal 3 ayat (3) menyatakan Jasa penunjang Pajak Hotel ialah Hotel, Motel, Losmen, Gubuk pariwisata, Wisma pariwisata,
75
Pesanggrahan, Rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh), Rumah Penginapan, Cottage, Melati. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 33 menyatakan bahwa, Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 34 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan dan Cara Perhitungan Pajak adalah sebagai berikut : 1) Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. 2) Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. 3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 35 menyatakan bahwa, Tarif Pajak Hotel adalah 10%. Hidayat dalam (Ricart, 2013: 47) menyatakan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. Menurut Kamus Ekonomi (T Guritno 1997:76) kontribusi adalah suatu yang diberikan bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau kerugian tertentu atau bersama. Sehingga kontribusi yang dimaksud dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pendapatan pajak atas pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah. Menurut (Mahmudi 2007:135) Analisis Potensi bermanfaat bagi Manajemen pemerintah daerah maupun calon investor untuk memberikan pertimbangan tentang potensi penerimaan yang masih dapat digali dan potensi keuntungan berinvestasi. Penelitian yang dilakukan oleh Betty Rahayu (2011) dalam penelitiannya yang menganalisis Potensi pajak hotel terhadap realisasi penerimaan pajak hotel dikabupaten gunung kidul, Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa potensi pajak hotel dikabupaten gunung kidul sangat besar dan jauh diatas nilai realisasi penerimaan pajak hotel. Pengukuran perbandingan ini tercermin dalam efektivitas pajak hotel yang nilainya selalu menurun dari tahun ke tahun selama tahun 2005-2009 bahkan nilai yang ada tidak lebih dari 5% setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Irwan Syah (2014) dengan judul Efektivitas dan Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan asli daerah Kota Semarang. Hasil penelitiannya menyimpulkan Pertumbuhan pajak hotel di kota semarang mengalami fluktuasi, pertumbuhan tertinggi pajak hotel d itahun 2011sebesar 35,293% dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 3,661%. Penerimaan pajak hotel di kota semarang berdasarkan klasifikasinya tahun 2009-2013 masih belum efektif. Penerimaan pajak hotel kota semarang belum memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah kota semarang selama tahun 2009-2013. 3. 3.1.
METODOLOGI PENELITIAN Data Penelitian yang digunakan adalah Kuantitatif Deskriptif. Noor (2014: 14) menyatakan bahwa data Kuantitatif adalah data yang dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Augustine dan Kristaung (2013: 55) menyatakan bahwa rancangan Deskriptif adalah rancangan penelitian deskriptif berupaya menjelaskan variabel-variabel yang diteliti secara deskriptif tanpa mengkaji lebih jauh mengenai hubungan atau pengaruh antar variabel yang diuji. Penelitian ini dilaksanakan
76
pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kota Tomohon pada bulan maret 2015 hingga selesai. Adapun Jenis dan Sumber data dalam penelitian ini : a). Data Primer yaitu data yang diperoleh peneliti melalui observasi langsung pada objek pajak hotel di kota Tomohon dan wawancara kepada Kepala bidang pajak di Dinas pendapatan, pengelolaan keuangan dan barang milik daerah kota Tomohon. b). Data Sekunder yaitu data target dan realisasi penerimaan pajak, peraturan daerah tentang pajak hotel di Kota Tomohon . 3.2. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dengan pembaca, maka dirasa perlu untuk memberikan pengertian mengenai kosa kata yang dipakai sebagai judul/topik skripsi ini : 1) Pajak Hotel yang dimaksud adalah Sejumlah uang yang harus dibayar oleh wajib pajak hotel kepada Dinas Pendapatan Daerah atas pendapatan hotel. 2) Potensi adalah target jumlah pajak hotel yang akan dipungut oleh pemerintah daerah dari pengusaha hotel, cottage, losmen, rumah kost dan sejenisnya. 3) Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah yang dimaksud oleh peneliti adalah pendapatan asli daerah Kota Tomohon. Variabel ini diukur dari jumlah pendapatan asli daerah dalam satuan rupiah. 4) Efektivitas yang dimaksud adalah hubungan antara target yang telah ditetapkan dengan realisasi yang telah dicapai. Semakin besar realisasi, maka semakin besar efektif proses pemungutannya. 5) Kontribusi yang dimaksud adalah seberapa besar partisipasi dari Pajak hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. 3.3. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif, analisis deskriptif kuantitatif adalah analisis yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka kemudian dijelaskan variable-variabel yang diteliti secara deskriptif atau dalam bentuk uraian kalimat. Kristaung (2013). Menurut Mahmudi(2007) Rasio Efektivitas Pajak Daerah dihitung dengan rumus sebagai berikut : Realisasi Penerimaan pajak hotel Efektivitas = Target penerimaan pajak hotel × 100% Adapun kriteria efektivitas sebagai berikut Tabel 3.1 Tabel Interpretasi Nilai Efektivitas Persentase Kriteria > 100% Sangat Efektif 90 – 100% Efektif 80 – 90% Cukup Efektif 60 – 80 % Kurang Efektif < 60 % Tidak Efektif Sumber : Depdagri, Kepmendagri No.690.900.327(Halim, dalam Ricart, (2013)
77
Analisis Kontribusi Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel terhadap total Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon dalam kurun waktu 3 tahun yaitu dari 2011-2014, yang presentasenya dihitung dari realisasi Pajak hotel dibandingkan dengan total realisasi pendapatan asli daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rumus (Novia, dalam Sambuaga, 2011). Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Kontribusi = × 100% Pendapatan Asli Daerah Tabel 3.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Kriteria 0,00% - 10% Sangat Kurang 10,10% - 20% Kurang 20,10% - 30% Sedang 30,10% - 40% Cukup Baik 40,10% - 50% Baik Di atas 50 % Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM 1991 (Halim, dalam Ricart, (2013) Analisi Potensi Pajak Hotel (Mahmudi 2007:135) Analisis Potensi bermanfaat bagi Manajemen pemerintah daerah maupun calon investor untuk memberikan pertimbangan tentang potensi penerimaan yang masih dapat digali dan potensi keuntungan berinvestasi. Rumus untuk mencari Potensi Pajak Hotel adalah sebagai berikut : PPH = (Y x Tarif Pajak Hotel) Y = (R x D x T) x Pr Keterangan : R : Jumlah Kamar D : Jumlah Hari T : Tingkat Hunian Pr : Harga rata-rata kamar 4. 4.1.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil analisis Tugas Pokok, fungsi dan struktur organisasi DPPKBMD Kota Tomohon sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 4 Tahun 2009 tentang perubahan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata kerja Dinas Daerah Kota Tomohon yang penjabarannya melalui peraturan Walikota Tomohon Nomor 26 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Walikota Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok dan Fungsi susunan Organisasi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kota Tomohon.
78
Perkembangan Pendapatan Asli Daera kota Tomohon tahun 2011-2014 Tabel 4.1 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon Tahun 2011-2014 Tahun Target (Rupiah) Realisasi (Rupiah) Prosentase (%) Anggaran 2011 8.137.372.100 8.095.029.622 99,48 2012
11.051.454.725
11.241.635.125
101,72
2013
12.700.975.000
13.945.339.275
109,80
2014
21.206.931.368
20.100.568.636
94,78
Sumber: DPPKBMD Kota Tomohon, data olahan 2015 Dari tabel 4.1 Pada Tahun 2011 PAD Kota Tomohon pencapaian 99,48% dari target Rp. 8.137.372.100 hampir memenuhi 100% dari target yang ditetapkan. Pada Tahun 2012 prosentase pencapaiannya 101,72% dan tahun 2013 prosentase pencapaiannya 109,80% pencapaiannya melebihi target yang ditetapkan dan pada Tahun 2014 pencapaiannya kembali menurun yaitu hanya 94,78% dari target Rp. 21.206.931.368. Gambar 4.1 Target dan Realisasi Penerimaan PAD kota Tomohon tahun 2011-2014 25.000.000.000
20.000.000.000
15.000.000.000 Target Realisasi
10.000.000.000
5.000.000.000
0 2011
2012
2013
2014
Sumber : Hasil pengolahan data Dari gambar 4.1 dapat kita ketahui bahwa dari tahun 2011 sampai tahun 2013 penerimaan PAD mencapai target yang ditetapkan sedangkan pada tahun 2014 penerimaan PAD tidak mencapai target yang telah ditetapkan.
79
Tabel 4.2 Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Tomohon Tahun 2011-2014 Tahun Target Realisasi Selisih Keterangan Anggaran 2011 285.000.000 130.183.421,00 154.816.579 Turun 2012 175.302.351 123.981.762,00 51.320.589 Turun 2013 150.975.000 85.216.000,00 65.759.000 Turun 2014 324.365.000 88.875.750,00 235.489.250 Turun Sumber : ( DPPKBMD) Kota Tomohon,( data olahan 2015) Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa realisasi Pajak Hotel dari Tahun 2011-2014 belum memenuhi target yang ditetapkan. Pada Tahun 2011 dan 2014 realisasi pajak hotel realisasi pajak hotel tidak sampai stengah dari target yang ditetapkan. Selisih dari target dan realisasi Pajak Hotel pun bervariasi. Tahun 2011 dengan selisih Rp. 154.816.579, pada tahun 2012 dengan selisih Rp. 51.320.589, pada tahun 2013 dengan selisih Rp. 65.759.000, dan pada tahun 2014 dengan selisih Rp. 235.489.250. Gambar 4.2 Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Tomohon Tahun 2011-2014 350.000.000 300.000.000 250.000.000 200.000.000 Target 150.000.000
Realisasi
100.000.000 50.000.000 0 2011
2012
2013
2014
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari gambar 4.2 dapat dilihat melalui diagram batang bahwa realisasi pada Tahun 2012 dan 2013 realisasi dan target hampir sama, yang berarti realisasi hampir mencapai 100% dari target yang ditetapkan sedangkan tahun 2011 dan 2014 tidak mencapai 50% dari target yang ditetapkan. 4.2. Pembahasan
80
Efektivitas Penerimaan pajak Hotel di Kota Tomohon Tabel 4.3 Tingkat Efektivitas Pajak Hotel kota Tomohon Tahun 2011-2014 No Target Pajak Realisasi Pajak Tingkat Efektivitas Tahun Hotel (Rp) Hotel (Rp) 1 46,7 % 2011 285.000.000 130.183.421,00 2
2012
175.302.351
123.981.762,00
70,7 %
3
2013
150.975.000
85.216.000,00
56,4 %
4
2014
324.365.000
88.875.750,00
27,3 %
Sumber : DPPKAD Kota Tomohon (data olahan 2015) Dari tabel diatas diperoleh bahwa tingkat efektivitas penerimaan pajak hotel pada Tahun 2011 adalah 46,7%, untuk Tahun 2012 adalah 70,7%, Tahun 2013 adalah 56,4% dan untuk Tahun 2014 adalah 27,3%. Gambar 4.3 Efektivitas Penerimaan Pajak Hotel Kota Tomohon tahun 2011-2014 80 70,7
70 60 50
56,4 46,7
40
Efektivitas
30
27,3
20 10 0 2011
2012
2013
2014
Sumber : Data olahan, 2015
81
Tabel 4.4 Hasil Analisis Efektivitas penerimaan Pajak Hotel Kota Tomohon Tahun 20112014 Tahun Prosentase Efektivitas Kriteria Efektivitas Anggaran 2011 46,7% Tidak Efektif 2012
70,7%
Kurang Efektif
2013
56,4%
Tidak Efektif
2014
27,3%
Tidak Efektif
Sumber: Data olahan, 2015 Dillihat pada tabel diatas bahwa pada Tahun 2011-2014 realisasi penerimaan pajak belum mencapai target. Pada Tahun 2011 realisasi penerimaan pajak dengan kriteria “Tidak Efektif” yakni dengan prosentase sebesar 46,7% Pada tahun 2013 realisasi penerimaan Pajak Hotel juga belum mencapai target dengan kriteria “Tidak Efektif” yakni 56,4% dan pada Tahun 2014 realisasi penerimaan pajak hotel juga belum mencapai target dengan kriteria “Tidak Efektif” yakni 27,3% dan Pada Tahun 2012 realisasi penerimaan Pajak Hotel naik mencapai target dengan kriteria “Kurang Efektif” yakni 70,7%. Berdasarkan hasil analisis efektivitas diatas dari tahun 2011 sampai Tahun 2014 target yang ditetapkan belum mencapai target. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih lanjut dan menjadi bahan untuk evaluasi dari pemerintah Kota Tomohon, agar supaya target yang ditetapkan untuk setiap tahunnya bisa mencapai 100% bahkan lebih. Kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber pendapatan asli daerah kota Tomohon Tabel 4.5 Kontribusi Pajak Hotel Sebagai Sumber PAD KotaTomohon Tahun 2011-2014 Tahun Realisasi Pajak Kontribusi Realisasi PAD Anggaran Hotel (%) 130.183.421 8.095.029.622 2011 1,60% 2012
11.241.635.125
123.981.762
1,10%
2013
13.945.339.275
85.216.000
0,61
2014
20.100.568.636
88.875.750
0,44
Sumber : Data olahan, 2015 Dari tabel 4.6 Tingkat prosentase kontribusi untuk Tahun 2011 sebesar 1,60%, Tahun 2012 sebesar 1,10%, Tahun 2013 sebesar 0,61%, dan Tahun 2014 sebesar 0,44
82
Gambar 4.4 Kontribusi Pajak Hotel Sebagai Sumber PAD Kota Tomohon Tahun 20112014 1,8 1,6
1,6
1,4 1,2
1,1
1
Kontribusi
0,8 0,61
0,6
0,44
0,4 0,2 0 2011
2012
2013
2014
Sumber : Data olahan, 2015 Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber PAD Kota Tomohon, dari Tahun ke Tahun cenderung menurun. Dan prosentasenya tidak mencapai 5%. Dari hasil perhitungan prosentase (%) kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, hasil analisis kontribusinya adalah sebagai berikut. Tabel 4.6 Hasil Analisis Kontribusi Pajak Hotel Kota Tomohon Tahun 2011-2014 Tahun Anggaran Prosentase Kontribusi Kriteria Kontribusi 2011 1,60% Sangat Kurang 2012 1,10% Sangat Kurang 2013 0,6% Sangat Kurang 2014 0,44% Sangat Kurang Sumber : Data Olahan, 2015 Dapat dilihat bahwa kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah pada Tahun 2012 sebesar 1,10%, tahun 2013 0,61%. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu 1,60%, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu 0,44%. Berdasarkan kriteria penilaian kontribusi, Pajak Hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah masuk kriteria “Sangat Kurang”. Peningkatan efektivitas dan kontribusi Pajak Hotel perlu menjadi perhatian, Pemerintah Daerah yang dalam hal ini Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah (DPPKBMD) Kota Tomohon harus lebih tegas lagi terhadap wajib pajak dalam pemberian sanksi bagi setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Analisis Potensi Pajak Hotel Kota Tomohon berdasarkan hasil Uji Petik
83
Tabel 4.7 Perhitungan Potensi Pajak Hotel Kota Tomohon Klasifikasi Jumlah Tarif RataJumlah Tingkat Hotel Kamar Rata (Rp) Hari/Bulan Hunian Kamar Melati 198 125.000 365 0,24 Hotel Rumah Kost Total
Tarif Pajak
Potensi Pajak (Rp)
10%
216.810.000
14
312.000
365
0,28
10%
44.640.960
179
375.000
12
0,89
10%
71.689.500
391
333.140.460
Sumber : Data Olahan, 2015 Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan peneliti, Potensi Pajak Hotel yang dimiliki oleh Kota Tomohon sebesar Rp. 333.140.460. Hambatan-Hambatan Penerimaan Pajak Hotel Kota Tomohon tidak capai target a. Sarana Penunjang atau Tempat-tempat hiburan yang ada di Kota Tomohon belum sebanyak dengan kota-kota besar yang lain. b. Penetapan Target yang tidak akurat dimana tingginya target yang ditetapkan dalam APDB hal itu disebabkan adanya penilaian banyaknya hotel baru yang dibangun. c. Bencana longsor yang terjadi pada tahun 2014 membuat para wisatawan yang berkunjung ke Kota Tomohon lebih memilik untuk tidak menginap di Kota Tomohon. d. Ancaman Gunung merapi (Gunung Lokon) dengan tiba-tiba, membuat para wisatawan takut untuk menginap di Kota Tomohon. 5.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, Tingkat Efektifitas penerimaan Pajak Hotel di Kota Tomohon dinilai tidak efektif. Dimana Tahun 2012 dengan kriteria “kurang efektif sedangkan pada tahun 2011, 2013 dan 2014 dengan kriteria “Tidak Efektif”. Kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah setiap Tahun masing-masing adalah Tahun 2011 (1,60%), Tahun 2012 (1,10%), Tahun 2013 (0,61%), dan Tahun 2014 (0,44%). Kontribusi terbesar terjadi pada Tahun 2011 yaitu 1,60%, sedangkan terendah terjadi pada Tahun 2014 yaitu sebesar 0,44%. Kontribusi Pajak Hotel sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah selama Empat Tahun terakhir dinilai tidak maksimal dan masuk dalam kriteria kontribusi “Sangat Kurang”. Berdasarkan Hasil Uji Petik yang dilakukan peneliti, Potensi Pajak Hotel yang dimiliki oleh Kota Tomohon adalah Rp. 333.140.460. Beberapa Faktor Internal seperti penetapan target yang tidak akurat dan faktor eksternal seperti Sarana penunjang dan ancaman dari Bencana alam gunung merapi, membuat para pengunjung enggan untuk menginap di Kota Tomohon sehingga membuat penerimaan Pajak Hotel di Kota Tomohon tidak capai target. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis memberikan saran, Kontrol Pemerintah terhadap instansi terkait lebih ditingkatkan lagi agar tercipta kinerja yang baik sehingga tahun-tahun selanjutnya dapat memberikan hasil yang memuaskan, melakukan penyuluhan yang lebih intensif lagi kepada Wajib pajak khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan memberikan sanksi tegas kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. Dalam penentuan target hendaknya lebih akurat dan disesuaikan dengan potensi jumlah hotel yang ada.
84
DAFTAR PUSTAKA Augustine, Yvonne, Kristaung. R, (2013). Metodologi Penelitian Bisnis dan Akuntansi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta Hery, (2012). Cara Mudah Memahami Akuntansi Inti Sari Konsep Dasar Akuntansi. Penebit Prenda. Jakarta. Hery, (2013). Akuntansi Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ilyas, B W, Burton, Richard. (2013). Hukum Pajak. Selemba Empat. Jakarta Indrawan Rully, Yuniawati Poppy. (2014). Metodologi Penelitian. Refika Aditama. Bandung Mahmudi, (2007). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Penerbit YKPN. Yogyakarta Mardiasmo, (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Andi. Yogyakarta Noor, Juliansyah, (2014). Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen. PT Gramedia Widiasurana Indonesia. Jakarta Pemerintah Kota Tomohon, (2012). Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 7 Tahun 2012. Tomohon Rahayu, Betty, (2011). Analisis Potensi Pajak Hotel Terhadap Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Gunung Kidul. Semarang Republik Indonesia, (2004). Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Jakarta Republik Indonesia, (2009). Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UndangUndang No. 28 Tahun 2009. Jakarta Resmi, Siti. (2012). Perpajakan Teori dan Kasus. Salemba Empat. Jakarta Ricart, Hendrik, (2013). Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kota Manado. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern. Vol. 8 No. 3, September 2013 ISSN. 1907 – 9737. Universitas Sam Ratulangi. Manado Sambuaga, Dewi, (2011). Analisa Efektivitas Pemungutan Pajak Bahan Galian Golongan C Melalui Sistem Ketetapan Pajak Serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado Santoso, (2010). Akuntansi Keuangan Menengah (Inrtermediate Accounting). Relika Aditama. Bandung. Siahaan, P Marihot. (2013). Pajak Daerah & Retribusi Daerah edisi 2. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sugiyono, (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R dan D. ALFABETA. Banndung Supramono, dan Damayanti. T.W. (2010). Perpajakan Indonesia Mekanisme Perhitungan. Andi. Yogyakarta Syah, Irwan. (2014). Efektivitas dan Kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi di Pemerintahan Daerah Kota Semarang). Semarang Tangkilisan, S N H, (2005). Manajemen Publik. PT Grasindo. Jakarta Waluyo, (2013). Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta Zuraida, Ida. (2013). Teknik Penyusunan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta Waren, Reevefess. (2009). Pengantar Akuntansi. Salemba Empat. Jakarta.
85
Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak dan Manfaat Pajak Restoran Terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Studi Kasus Pada Usaha Restoran di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon) Oleh : Pingkan Elni Wowor¹ Jullie J. Sondakh² Sherly Pinatik³ Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email :
[email protected] ABSTRACT Tax is one of the sources of government revenue that can be relied upon, in this case, especially in the financing of local government. But in the collection muidah it would not, because in addition demanded the active role of taxation officers are also required the willingness of the taxpayer itself in paying taxes. Lack of willingness of taxpayers to pay their taxes can not be separated from the lack of knowledge on taxation, as well as the lack of such benefits in the eyes of society. Many still regard as a tax expenditure in vain. this is one of the factors that hinder the taxpayer in carrying out their tax obligations. Purpose of this study was to determine the understanding of taxpayers and tax benefits restaurant on the willingness of taxpayers to pay taxes in Minahasa district and in the town of Tomohon. Methods of analysis used in this study is the method of multiple linear regression analysis. Testing hypotheses used in this study is the F test and T test F test is to determine the effect of independent variables on the dependent variable simultaneously, whether significant effect or not, and T test to determine the effect of independent variables on the dependent variable partially, whether the effect significant or not. Based on the results of research conducted shows that in Minahasa, simultaneously understanding of the taxpayer and the tax benefit Restaurant significant effect on the willingness of taxpayers to pay taxes, and partial understanding of the taxpayer does not affect the willingness of taxpayers taxpayer, while the effect on the restaurant tax benefits the willingness of taxpayers taxpayer. In Tomohon, simultaneously understanding of the taxpayer and the tax benefit Restaurant significant effect on the willingness of taxpayers to pay taxes, and partial understanding of the taxpayer and the tax benefits of the restaurant affect the willingness of taxpayers taxpayer. This is evidenced by testing of the data obtained in this study. Keywords: Understanding the taxpayer, Tax benefits, The willingness of taxpayers 1.PENDAHULUAN Pembiayaan pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini termasuk juga untuk pembiayaan pemerintah daerah. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu mulai tanggal 1 Januari 2001. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah, dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah tersebut. Undang-undang tentang Pemerintahan daerah menetapkan
86
pajak daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ini, salah satu pajak daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar di kabupaten/kota adalah pajak restoran. Berbicara soal restoran atau fasilitas penyedia makanan dan atau minuman ini, tentulah sangat banyak terdapat di berbagai tempat karena merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat dibutuhkan setiap hari. Namum sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia mengalami perubahan. Sejak saat itu Indonesia menganut sistem self assessment. Sangat berbeda dari masa sebelumnya, mulai saat itu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung pajaknya sendiri. Keberhasilan sistem ini sangat ditentukan oleh kepatuhan sukarela wajib pajak dan pengawasan yang optimal dari aparat pajak. Mereka menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Pajak yang disetor wajib pajak tersebut dianggap benar, sampai pemerintah dapat membuktikannya salah. Tetapi fakta menunjukan sebagian besar wajib pajak masih enggan membayar pajak dengan benar atau, masih banyak wajib pajak potensial yang belum terdaftar sebagai wajib pajak yang aktual. Pemungutan pajak memang bukanlah hal yang mudah, selain dibutuhkan peran aktiv petugas perpajakan dibutuhkan juga kemauan membayar pajak dari wajib pajak itu sendiri. Oleh karena itu dalam pembayaran pajak, dalam hal ini termasuk juga pembayaran pajak restoran, sangatlah dibutuhkan kemauan secara pribadi oleh wajib pajak tersebut dalam melaporkan dan membayar pajaknya. Menurut peneliti kurangnya pemahaman serta kemauan wajib pajak di kabupaten Minahasa dan kota Tomohon tentang peraturan perpajakan dan manfaatnya dapat mempengaruhi tingkat kemauan bahkan jumlah wajib pajak dalam pembayaran pajak. Wajib pajak yang memahami peraturan perpajakan bahkan memiliki kesadaran mengenai manfaat pajak tersebut secara otomatis akan merespon dengan baik dan melaksanakan tanggung jawabnya tersebut dalam membayar pajak. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian diatas, maka dapat dirumuskan masalah, Apakah pemahaman wajib pajak dan manfaat pajak restoran berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak di Kabupaten Minahasa dan di Kota Tomohon secara simultan dan parsial. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemahaman wajib pajak dan manfaat pajak restoran terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak di Kabupaten Minahasa dan di Kota Tomohon ecara simultan dan parsial. 2. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Libby, Libby, Short (2008:4), Akuntansi merupakan sistem yang mengumpulkan dan memproses (menganalisis, menghitung, dan mencatatat) informasi keuangan mengenai sebuah organisasi dan melaporkan informasi tersebut kepada pengambil keputusan. Menurut Siahaan (2010:7), Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahaan dan pembangunan. Siahaan (2010:9), Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
87
Siahaan (2010:44), Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat, selain ketujuh jenis pajak kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Menurut Widyaningsih (2013:217), Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/ atau miniman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, faktor adalah hal (keadaan atau peristiwa) yang ikut menyebabkan terjadinya sesuatu. Berdasarkan pengertian tersebut, keadaan atau peristiwa yang dapat melatarbelakangi wajib pajak restoran dalam membayar pajaknya adalah : Pemahaman tentang perpajakan sangat penting karena dapat membantu wajib pajak dalam memenuhi aturan perpajakan. Menurut Ramadiansyah (2014:3), pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Dalam hal ini tentang peraturan pajak restoran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, manfaat adalah guna atau faedah. Jadi dapat disimpulkan, manfaat yang diasakan wajib pajak adalah guna atau faedah yang diterima atau dirasakan wajib pajak atas pembayaran pajaknya, dalam hal ini pembayaran pajak restoran. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kemauan adalah apa yang dimaui, keinginan atau kehendak. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan, kemauan wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mau, ingin dan berkehendak untuk melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar. Dalam hal ini ketentuan pajak restoran. 3.METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asosiatif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon dengan objek penelitian Pengusaha Restoran di Kabupaten Minahasa dan Pengusaha Restoran di Kota Tomohon. Periode waktu penelitian dilakukan selama bulan Maret 2015. Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan dan nantinya akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Observasi Tempat Penelitian 2. Mengajukan Permohonan Penelitian 3. Pengumpulan Data 4. Analisa Data Penelitian 5. Analisa Penerapan 6. Kesimpulan dan Saran Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak restoran yang yang terdaftar di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Minahasa yaitu 77 wajib pajak dan wajib pajak restoran yang yang terdaftar di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tomohon, yaitu 101 wajib pajak yang masih aktif menjalankan usahanya sampai pada akhir tahun 2014. Sampel untuk Kabupaten Minahasa adalah 43 wajib pajak restoran dan sampel untuk Kota Tomohon adalah 50 wajib pajak restoran. Menurut Priadana (2009:3), jenis data terbagi menjadi : 1. Kuantitatif, menekankan pada pengujan teori-teori melalui pengukuran variabelvariabel penelitian dengan angka dan melalui analisis data dengan prosedur statistik. 2. Kualitatif, merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistik, komplek dan rinci.
88
Menurut Soeratno dan Arsyad (2008:70), sumber data terbagi menjadi : 1. Data Primer Data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan atau menggunakannya. 2. Data Sekunder Data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengelolahnya. 3.2. Definisi Variabel Menurut Siahaan (2013:2) Variabel merupakan konsep yang nilainya bervariasi atau berubah-ubah. Ada beberapa macam variabel sebagai berikut : a. Variabel Dependen (variabel terkait) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain. b. Variabel Independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. c. Variabel Kontrol adalah variabel yang dikendalikan, atau nilainya dibuat tetap, hal ini agar tidak dipengaruhi oleh variabel lain. d. Variabel Moderator adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini menggunakan variabel dependen dan variabel independen. 3.3. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Validitas dan Reliabilitas, Uji Asumsi Klasik, Analisis Regresi Linier Berganda, Uji F, dan Uji t. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Minahasa berasal dari kata Minaesa yang berarti persatuan, yang mana zaman dahulu Minahasa dikenal dengan nama Malesung. Menurut penyelidikan dari Wilken dan Graafland bahwa pemukiman nenek moyang orang Minahasa dahulunya di sekitar pegunungan Wulur Mahatus, kemudian berkembang dan berpindah ke Mieutakan (daerah sekitar Tompaso baru saat ini). Nama Tomohon berasal dari kata Tou Mu’ung, yang berarti orang Mu’ung.Tidak begitu jelas mengapa dinamakan orang Mu’ung.Tapi dengan adanya sebuah mata air besar bernama Mu’ung yang kini terdapat di kelurahan Matani II, diduga inilah asal mula penamaan tempat ini.Tou Mu’ung yang karena gubahan lidah berubah menjadi Tomohon.Orang Tomohon sering juga disebut orang Toumbulu, yaitu penduduk pengguna bahasa sub etis Toumbulu.Toumbulu artinya orang wuluh, atau orang gunung.Hingga kini pengguna bahasa Tombulu terdapad di kurang lebih 120 negeri baik yang berstatus desa maupun kelurahan. Uji Validitas dan Reliabilitas Berdasarkan hasil uji yang dilakukan di kabupaten Minahasa dan kota Tomohon, nilai signifikan untuk setiap pernyataan adalah < alpha yaitu 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa setiap pernyataan pada variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1), Manfaat Pajak Restoran (X2) dan Kemauan Membayar Pajak (Y) dikatakan valid. Nilai alpha cronbach untuk setiap pernyataan > 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa setiap pernyataan dikatakan reliabel.
89
Uji Asumsi Klasik Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Kab. Minahasa
Berdasarkan gambar hasil uji normalitas diatas dapat dilihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukan pola distribusi normal. Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi di Kabupaten Minahasa memenuhi asumsi normalitas. Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Kota Tomohon
Berdasarkan gambar hasil uji normalitas diatas dapat dilihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukan pola distribusi normal. Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi di Kota Tomohon memenuhi asumsi normalitas. Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas Kab. Minahasa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) Pemahaman Wajib Pajak .262 3.812 Manfaat Pajak Restoran .262 3.812 Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil olahan data, diperoleh nilai tolerance > 0,1 yaitu 0,262 dan nilai VIF < 10 yaitu 3,812 untuk variabel X1, X2 dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antara variabel independen pada model regresi ini.
90
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas di Kota Tomohon Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) Pemahaman Wajib Pajak .879 1.138 Manfaat Pajak Restoran .879 1.138 Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil olahan data, diperoleh nilai tolerance > 0,1 yaitu 0,879 dan nilai VIF < 10 yaitu 1,138 untuk variabel X1, X2 dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antara variabel independen pada model regresi ini. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Kab. Minahasa
Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil Uji Heteroskedastisitas ini, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan pada model regresi ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Gambar 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Kota Tomohon
Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil Uji Heteroskedastisitas ini, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan pada model regresi ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
91
Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi Kab. Minahasa Durbin Watson 1.999 Hasil Pengolahan Data, 2015 Berdasarkan hasil pada kolom Durbin-Waston tersebut menunjukan nilai 1,999. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi Autokorelasi dalam persamaan regresi dalam penelitian ini. Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi Kota Tomohon Durbin Watson 1.760 Hasil Pengolahan Data, 2015 Berdasarkan hasil pada kolom Durbin-Waston tersebut menunjukan nilai 1,760. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi Autokorelasi dalam persamaan regresi dalam penelitian ini. Analisis Regresi Linier Berganda Tabel 4.10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda di Kab. Minahasa Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 9.289 1.726 Pemahaman Wajib Pajak -.100 .145 Manfaat Pajak Restoran .654 .163 Hasil Pengolahan Data, 2015 Persamaan regresi Y = 9,289 – 0,100X1 + 0,564X2 menggambarkan bahwa variabel bebas (independen) Pemahaman Wajib Pajak (X1) dan Manfaat Pajak Restoran (X2) dalam model regresi tersebut dapat dinyatakan jika satu variabel independen berubah sebesar 1 (satu) dan lainnya konstan, maka perubahan variabel terikat (dependen) Kemauan Membayar Pajak (Y) adalah sebesar nilai koefisien (b) dari nilai variabel independen tersebut. Konstanta () sebesar 9,289 memberikan pengertian bahwa jika Pemahaman Wajib Pajak (X1) dan Manfaat Pajak Restoran (X2) secara serempak atau bersama-sama tidak mengalami perubahan atau sama dengan nol(0) maka besarnya Keputusan Pembelian (Y) sebesar 9,289 satuan. Jika nilai b1 yang merupakan koefisien regresi dari Pemahaman Wajib Pajak (X1) sebesar 0,100 yang artinya mempunyai pengaruh negatif terhadap variabel dependen (Y) mempunyai arti bahwa jika variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1) bertambah 1 satuan, maka Kemauan Membayar Pajak (Y) juga akan mengalami penuruanan sebesar 0,100 satuan dengan asumsi variabel lain tetap atau konstan. Jika nilai b2 yang merupakan koefisien regresi dari Manfaat Pajak Restoran (X2) sebesar 0.564 yang artinya mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen (Y) mempunyai arti bahwa jika variabel Manfaat Pajak Restoran (X2) bertambah 1 satuan, maka Kemauan Membayar Pajak (Y) akan mengalami kenaikkan sebesar 0.564 satuan dengan asumsi variabel lain tetap atau konstan.
92
Tabel 4.11 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda di Kota Tomohon Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 1.112 2.004 Pemahaman Wajib Pajak .442 .084 Manfaat Pajak Restoran .502 .082 Hasil Pengolahan Data, 2015 Persamaan regresi Y = 1,112 + 0,442X1 + 0,502X2 menggambarkan bahwa variabel bebas (independen) Pemahaman Wajib Pajak (X1) dan Manfaat Pajak Restoran (X2) dalam model regresi tersebut dapat dinyatakan jika satu variabel independen berubah sebesar 1 (satu) dan lainnya konstan, maka perubahan variabel terikat (dependen) Kemauan Membayar Pajak (Y) adalah sebesar nilai koefisien (b) dari nilai variabel independen tersebut. Konstanta () sebesar 1,112 memberikan pengertian bahwa jika Pemahaman Wajib Pajak (X1) dan Manfaat Pajak Restoran (X2) secara serempak atau bersama-sama tidak mengalami perubahan atau sama dengan nol(0) maka besarnya Keputusan Pembelian (Y) sebesar 1,112 satuan. Jika nilai b1 yang merupakan koefisien regresi dari Pemahaman Wajib Pajak (X1) sebesar 0,442 yang artinya mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen (Y) mempunyai arti bahwa jika variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1) bertambah 1 satuan, maka Kemauan Membayar Pajak (Y) juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,442 satuan dengan asumsi variabel lain tetap atau konstan. Jika nilai b2 yang merupakan koefisien regresi dari Manfaat Pajak Restoran (X2) sebesar 0.502 yang artinya mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen (Y) mempunyai arti bahwa jika variabel Manfaat Pajak Restoran (X2) bertambah 1 satuan, maka Kemauan Membayar Pajak (Y) akan mengalami kenaikkan sebesar 0.502 satuan dengan asumsi variabel lain tetap atau konstan. Uji F Tabel 4.14 Hasil Uji F Kabupaten Minahasa F Sig. 22.534 .000b
Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil Uji F menunjukan bahwa nilai signifikan adalah 0,000 berarti lebih kecil (<) dari 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima. Kesimpulannya yaitu, Pemahaman Wajib Pajak (X1) dan Manfaat Pajak Restoran (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Y).
93
Tabel 4.15 Hasil Uji F Kota Tomohon F Sig. 50.145 .000b
Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil Uji F menunjukan bahwa nilai signifikan adalah 0,000 berarti lebih kecil (<) dari 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima. Kesimpulannya yaitu, Pemahaman Wajib Pajak (X1) dan Manfaat Pajak Restoran (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Y). Uji t Tabel 4.16 Hasil Uji t di Kabupaten Minahasa Model T Sig (Constant) 5.328 .000 Pemahaman Wajib Pajak -689 .495 Manfaat Pajak Restoran 4.013 .000 Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil Uji t dapat diketahui bahwa Probabilitas (signifikansi) X1 sebesar 0,495 lebih besar (>) dari 0,05 maka H0 diterima atau Ha ditolak. Kesimpulannya yaitu Pemahaman Wajib Pajak (X1) tidak berpengaruh terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Y). Sedangkan untuk Probabilitas (signifikansi) X2 sebesar 0,000 lebih kecil (<) dari 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak. Kesimpulannya yaitu Manfaat Pajak Restoran (X2) berpengaruh terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Y). Tabel 4.17 Hasil Uji t di Kota Tomohon Model T Sig (Constant) .555 .582 Pemahaman Wajib Pajak 5.294 .000 Manfaat Pajak Restoran 6.123 .000 Hasil Pengolahan Data, 2015 Dari hasil Uji t dapat diketahui bahwa Probabilitas (signifikansi) X1 sebesar 0,000 lebih kecil (<) dari 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak. Kesimpulannya yaitu Pemahaman Wajib Pajak (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Y). Sedangkan untuk Probabilitas (signifikansi) X2 sebesar 0,000 lebih kecil (<) dari 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak. Kesimpulannya yaitu Manfaat Pajak Restoran (X2) berpengaruh signifikan terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak (Y). 4.2 Pembahasan Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon. Pemahaman wajib pajak adalah keadaan dimana wajib pajak mampu untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari dalam hal ini peraturan perpajakan. Dengan adanya pemahaman wajib pajak yang benar dapat membuat wajib pajak tersebut mengerti tentang peraturan perpajakan, dalam hal ini pajak restoran. Sehingga hal tersebut secara
94
tidak langsung dapat mendorong kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Di Kabupaten Minahasa, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman wajib pajak restoran tidak berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak. Arinya bahwa setiap meningkatnya pemahaman wajib pajak maka kemauan wajib pajak membayar pajak akan meningkat namun tidak signifikan. Di Kota Tomohon, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman wajib pajak restoran berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak. Arinya bahwa pemahaman wajib pajak restoran tentang peraturan perpajakan semakin baik atau mengalami peningkatan yang berdampak pada peningkatan kemauan wajib pajak membayar pajak, peningkatan tersebut signifikan. Pemahaman wajib pajak restoran tentang peraturan perpajakan ini mempengaruhi naik turunnya kemauan wajib pajak membayar pajak. Pada kedua objek penelitian ini menunjukan hasil penelitian untuk pengaruh pemahaman wajib pajak terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak yang berbeda. Karena di Kabupaten Minahasa pemahaman wajib pajak restoran tentang peraturan perpajakan belum benar atau belum optimal sehingga pemahaman wajib pajak tidak mempengaruhi naik turunnya kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Sedangkan di Kota Tomohon pemahaman wajib pajak restoran tentang peraturan perpajakan semakin baik sehingga pemahaman wajib pajak mempengaruhi naik turunnya kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayara Pajak Di Kabupaten Minahasa Dan Di Kota Tomohon. Manfaat yang diasakan wajib pajak adalah guna atau faedah yang diterima atau dirasakan wajib pajak atas pembayaran pajaknya, dalam hal ini pembayaran pajak restoran. Dengan adanya manfaat yang dirasakan wajib pajak, dapat mendorong kemauan wajib pajak restoran tersebut membayar pajak. Di Kabupaten Minahasa dan di Kota Tomohon, menunjukkan hasil penelitian yang sama, yaitu bahwa manfaaat pajak restoran berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Arinya bahwa manfaat pajak restoran semakin dirasakan atau mengalami peningkatan yang berdampak pada peningkatan kemauan wajib pajak restoran membayar pajak, peningkatan tersebut signifikan. Manfaat pajak restoran ini mempengaruhi naik turunnya kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak dan Manfaat Pajak Restoran Terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak di Kabupaten Minahasa dan di Kota Tomohon. Di Kabupaten Minahasa dan di Kota Tomohon menunjukkan hasil penelitian yang sama, yaitu bahwa pemahaman wajib pajak dan manfaaat pajak restoran secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak. Arinya bahwa pemahaman wajib pajak restoran semakin baik dan manfaat pajak restoran semakin dirasakan akan mengalami peningkatan yang berdampak pada peningkatan kemauan wajib pajak restoran membayar pajak, peningkatan tersebut signifikan. Pemahaman wajib pajak dan manfaat pajak restoran ini mempengaruhi naik turunnya kemauan wajib pajak membayar pajak.
5. KESIMPULAN Di Kabupaten Minahasa secara simultan, pemahaman wajib pajak dan manfaat pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak. Di Kota Tomohon secara simultan, pemahaman wajib pajak dan manfaat pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak membayar pajak. Di Kabupaten Minahasa secara parsial, pemahaman wajib pajak restoran tidak berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak tersebut membayar pajak. Di Kota Tomohon secara parsial, pemahaman wajib pajak restoran
95
berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak tersebut membayar pajak. Di Kabupaten Minahasa secara parsial, manfaat pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Di Kota Tomohon secara parsial, manfaat pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak restoran membayar pajak. Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu, di Kabupaten Minahasa mengingat Pemahaman Wajib Pajak Restoran tentang peraturan pajak restoran secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak. Maka pemerintah atau petugas pelayanan dan penyuluhan pajak sebaiknya melakukan sosialisasi dan bimbingan secara berkala yang lebih lagi kepada masyarakat. Di Kota Tomohon, mengingat Pemahaman Wajib Pajak serta Manfaat Pajak Restoran yang secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan serta memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak. Maka pemerintah dan petugas pelayanan dan penyuluhan pajak sebaiknya memperhatikan kedua faktor ini. Dalam penelitian ini pun yang diteliti hanya terbatas pada pengaruh Pemahaman Wajib Pajak dan Manfaat Pajak Restoran Terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak. Sedangkan faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap Kemauan Wajib Pajak Membayar Pajak yang belum diungkap berapa besar pengaruhnya, semoga pada penelitian selanjutnya dapat membahas faktor-faktor lain yang belum diteliti dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Andi Muhamad, Puspa Dwi Fitri, Herawati. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Badan Di Kota Padang. Skripsi. E-Jurnal Universitas Bung Hatta. Fitriandi Primandita, Aryanto Yuda, Priyono Agus Puji. (2010). Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap 2010. Salemba Empat. Jakarta Ilyas Wirawan B, Burton Richard. (2013). Hukum Pajak: Teori, Analisis, Dan Perkembangannya. Edisi 6. Salemba Empat. Jakarta. Libby Robert, Libby Patricia A, Short Daniel G. (2008). Akuntansi Keuangan. Andi. Yogyakarta. Lubis Irwansyah, Djuanda Gustin, Lubis Ardiansyah. (2010). Review Pajak Orang Pribadi Dan Orang Asing. Salemba Empat. Jakarta. Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Andi. Yogyakarta. Priadana H.Moh.Sidik, Muis Saludin. (2009). Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta. Priyatno Duwi. (2013). Analisi Korelasi, Regresi, Dan Multivariate Dengan SPSS. Gava Media. Yogyakarta. Ramadiansyah Dimas, Sudjana Nengah, Dwiantmanto. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Memenuhi Kewajiban Membayar Pajak. Skripsi. Jurnal e-Perpajakan, Nomor 1 volume 1 Tahun 2014. Resmi Siti. (2009). Perpajakan: Teori Dan Kasus. Edisi 5. Salemba Empat. Jakarta. Siahaan Marihot Pahala. (2010). Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Cetakan kedua, Rajawali Pers. Jakarta. Soemarso. (2008). Akuntansi Suatu Pengantar. Salemba Empat. Jakarta. Soeratno, Arsyad Lincolin. (2008). Motodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Cetakan ke lima, Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajeman YKPN. Yogyakarta. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. Waluyo. (2009). Akuntansi Pajak. Edisi 2. Salemba Empat. Jakarta. Widyaningsih. (2013). Hukum Pajak Dan Perpajakan. Alfabeta. Bandung.
96
Zuraida Ida. (2014). Teknik Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.
97
Analisis Pelaksanaan Sistem Dan Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas Pada Dinas Kesehatan Kota Manado Oleh: Ray Risiano Imanuel Laotongan1 David P. E. Saerang2 Heince R. N. Wokas3 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT Cash expenditures is a component that is very important resource in the implementation of development programs that have been planned by the government. In government department cash expenditure have system and procedure that manage/control the cash expenditure. The purpose of this research was to analyze if the implementation of systems and procedures for cash expenses appropriate with the existing rule. Objects of this research is on the Department of Public Health of Manado City. Anlysis method used is descriptive analysis method that aims to make a picture of systematic, factual, and accruals of the facts, by comparing between system and expenses procedures performed by the Department of Public Health with the concepts of cash expenses system.The result of this research about system and procedure at the Department of Public Health of Manado City, cash expenditure procedure was appropriate with the existing rules but in the implementation still have a shortage that there is no authorization through PPK-SKPD. Keywords: analysis, implementation, systems, procedures cash expenditure. 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah yang luas dan terdiri dari 34 provinsi. Setiap provinsi memiliki suatu sistem pemerintahannya sendiri dan memiliki otonomi daerahnya masing-masing. Menurut Istianto (2009) otonomi daerah merupakan hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Menurut wikipedia yang dimaksud daerah otonom adalah daerah dalam suatu negara yang memiliki kekuasaan otonom atau kebebasan dari pemerintah diluar daerah tersebut. Hal ini memberi akibat pada pengaturan sistem keuangan pemerintahan di daerah. Otonomi daerah menuntut pemerintahan daerah untuk lebih memberikan pelayanan publik yang didasarkan asas-asas pelayanan publik yang meliputi transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban demi tercapainya good governance. Perubahan manajemen keuangan daerah di era otonomi daerah ditandai dengan perubahan yang sangat mendasar, mulai dari sistem penganggarannya, perbendaharaan sampai kepada pertanggungjawaban laporan keuangannya. Pertanggungjawaban laporan keuangan daerah sebelum bergulirnya otonomi daerah harus disiapkan oleh pemerintahan hanya berupa laporan perhitungan Anggaran dan Nota Perhitungan dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut adalah MAKUDA (Manual Administrasi Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
98
Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua UU tersebut telah memberikan kewenangan yang dimaksud diantaranya adalah keleluasaan dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa prosedur akuntansi yang diterapkan dalam lingkungan pemerintahan daerah meliputi prosedur akuntansi Penerimaan Kas, Pengeluaran Kas, Akuntansi Aset dan Akuntansi Selain Kas. Pengeluaran kas merupakan komponen sumber daya yang sangat penting di dalam melaksanakan program pembangunan yang telah direncanakan oleh pemerintah. Kas diakui sebesar nilai nominal dari uang tunai atau yang dapat dipersamakan dengan uang tunai, serta rekening giro di bank yang tidak dibatasi penggunaannya. Perubahan kas dipengaruhi oleh pengeluaran kas. Pengeluaran kas meliputi transaksi-transaksi yang mengakibatkan berkurangnya saldo kas tunai dan atau rekening bank milik entitas pemerintah daerah. Sebagai organisasi sektor publik yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat, Dinas Kesehatan Kota Manado menerapkan mekanisme pencatatan dan pengelolaan keuangan yang juga membahas tentang pengeluaran kas. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini yaitu “bagaimana pelaksanaan sistem dan prosedur pengeluaran kas pada Dinas Kesehatan Kota Manado?” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem dan prosedur pengeluaran kas dan menganalisis apakah pelaksanaan sistem dan prosedur pengeluaran kas pada Dinas Kesehatan Kota Manado sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Bastian (2009:15), akuntansi sektor publik adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di Lembaga Tinggi Negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor publik dan swasta. Menurut PP No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Sesuai dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007, yang merupakan perubahan permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, pengeloolaan keuangan daerah tak lagi bertumpu atau mengandalkan bagian keuangan sekretariat daerah kabupaten/kota saja, tapi dalam permendagri itu pun disebutkan. Setiap SKPD kini wajib menyusun dan melaporkan posisi keuangannya, yang kemudian dikoordinasikan dengan bagian keuangan. Kas adalah harta yang dapat digunakan untuk membayar kegiatan operasional perusahaan atau dapat digunakan untuk membayar kewajiban saat ini. Wujud dari kas dapat berupa uang kertas/logam, simpanan bank yang sewaktu-waktu dapat ditarik, dana kas kecil, cek bilyet giro dan sebagainya. Item yang tidak dapat dikatakan kas adalah cek mundur, cek yang tidak cukup dananya/not sufficient fund (NSF) check, saldo dana yang kegunaanya dibatasi, saldo rekening Koran yang diblokir (Yahya, 2009). Sistem pengeluaran kas adalah serangkaian proses mulai pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan / atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka
99
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkenaan dengan pengeluaran kas pada SKPKD dan / atau pada SKPD yang dapat dilaksanakan secara manual maupun terkomputerisasi. Menurut Halim (2008:80), prosedur akuntansi pengeluaran kas meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi mulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dasar atau kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan pengeluaran kas pada SKPD dan/atau SKPKD. Permendagri No. 55 Tahun 2008 tentang tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya menyatakan bahwa bendahara pengeluaran PPKD menyampaikan pertanggungjawaban atas pengelolaan fungsi kebendaharaan yang berada dalam tanggung jawabnya setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Pertanggung jawaban tersebut disampaikan kepada PPKD. Dalam melakukan pertanggungjawaban tersebut, dokumen yang disampaikan adalah Surat Petanggungjawaban (SPJ). 1. Revalia (2011) dengan judul Analisis Pelaksanaan Sistem dan Prosedur Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Kotamobagu. Tujuannya untuk mengetahui efektivitas sistem dan prosedur penerimaan dan pengeluaran kas pada dinas pendapatan pengelolaan keuangan dan aset daerah kota kotamobagu. Metode yang digunakan adalahdeskriptif. Hasil penelitiannya yaitu pelaksanaan sistem yang dibuat sudah layak digunakan dan prosedur yang ada sudah memadai. 2. Andrew (2013) dengan judul Analisis Penerapan Sistem dan Prosedur Pengeluaran Kas pada Bandan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Utara. Tujuannya untuk mengetahui penerapan sistem dan prosedur pengeluaran kas pada badan penanggulangan bencana daerah provinsi sulawesi utara sudah sesuai dengan aturan. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Hasil penelitiannya yaitu pelaksanaan sistem dan prosedur pengeluaran kas sudah sesuai dengan undang-undang. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenimena buatan manusia. (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Kesehatan Kota Manado yang berlokasi di Jalan 17 Agustus Manado. Waktu dilaksanakan pada bulan januari sampai februari 2015, penelitian ini dapat dilaksanakan dengan persetujuan dari pimpinan Dinas Kesehatan Kota Manado. Adapun prosedur penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan 2. Menentukan Permasalahan 3. Penetapan metode pengumpulan data, observasi, wawancara, dokumen dan diskusi terarah 4. Analisa data selama pelatihan 5. Analisa data setelah validasi dan reliabilitas 6. Hasil dan kesimpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data tersebut yaitu berupa dokumen, formulir, prosedur, informasi tentang pelaksanaan sistem dan prosedur pengeluaran kas di Dinas Kesehatan Kota Manado. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Observasi dengan melakukan pengamatan langsung di objek penelitian
100
2. Teknik wawancara, yang dilakukan melalui tanya jawab dengan pihak-pihak terkait dengan penelitian. 3.2 Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan persepsi maka penulis membuat penjelasan tentang penelitian ini yaitu sistem dan prosedur pengeluaran kas mekanisme Uang Persediaan (UP) adalah uang yang disediakan untuk mengisi tiap-tiap SKPD yang dilakukan setahun sekali. Ganti Uang (GU) adalah uang yang dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah terpakai. Tambahan Uang (TU) adalah jika ada pengeluaran yang sedemikian rupa sehingga saldo UP tidak akan cukup untuk membiayainya, maka akan dilakukan tambahan uang ke SKPD. Dana Langsung (LS) adalah pembayaran langsung pada pihak ketiga. 3.3 Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu suatu metode yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akrual mengenai fakta-fakta, dengan membandingkan antara sistem-sistem prosedur pengeluaran kas yang dipelajari secara teoritis. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Visi dari Dinas Kesehatan Kota Manado adalah Manado sehat menuju Kota Model Ekowisata. Misi dari Dinas Kesehatan Kota Manado adalah mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan menyenangkan serta terjangkau oleh seluruh masyarakat, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. 1. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-UP) SPP-UP dipergunakan untuk mengisi uang persediaan (UP) tiap-tiap SKPD. Pengajuan SPPUP hanya dilakukan sekali dalam setahun. Prosedur pengajuan SPP-UP adalah sebagai berikut. a. Pengguna anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada Bendahara dan PPK-SKPD b. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya yang terdiri dari: Surat pengantar SPP-UP, Ringkasan SPP-UP, Rincian SPP-UP, Salinan SPD, Surat Pernyataan Pengguna Anggaran, Lampiran lain (daftar rincian rencana pengguna dana sampai dengan jenis belanja) c. Bendahara menyerahkan SPP-UP beserta dokumen lain kepada PPK-SKPD d. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPP-UP dan kesesuainnya dengan SPD dan DPA-SKPD e. SPP-UP yang dinyatakan lengkap akan dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK-SKPD. Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja sejak SPP-UP diterima. f. Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPK-SKPD kepada pengguna anggaran untuk diotorisasi. g. Jika SPP-UP dinyatakan tidak lengkap, PPK-SKPD akan menerbitkan Surat penolakan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-UP diterima. h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-UP. Kemudian diserahkan kepada PPK-SKPD untuk diteliti kembali. 2. Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM-UP) Proses penerbitan SPM adalah tahapan penting dalam penatausahaan pengeluaran yang merupakan tahap lanjutan dari proses pengajuan SPP. Prosedur pengajuan SPM-UP adalah sebagai berikut. a. Pengguna anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada Bendahara
101
dan PPK SKPD b. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara membuat SPP-GU beserta dokumen lainnya, yang terdiri dari Surat Pengantar SPP-UP, Ringkasan SPP-UP, Rincian SPP-UP, Salinan SPD, Surat Pernyataan Pengguna Anggaran, Lampiran lain (daftar rincian rencana penggunaan dana sampai dengan jenis belanja) c. Bendahara menyerahkan SPP-UP beserta dokumen lain kepada PPK SKPD d. PPK SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPP-UP dan kesesuaiannya dengan SPD dan DPA-SKPD e. SPP-UP yang dinyatakan lengkap akan dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK SKPD. Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja sejak SPP-UP diterima f. Rancangan SPM kemudian diberikan PPK SKPD kepada Pengguna Anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-UP dinyatakan tidak lengkap, maka PPK SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan Penerbitan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-UP diterima h. Surat penolakan penerbitan SPM diserahkan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-GU. Kemudian diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti kembali. 3. Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D-UP) SP2D atau Surat Perintah Pencairan Dana adalah surat yang dipergunakan untuk mencairkan dana lewat bank yang ditunjuk setelah SPM diterima oleh BUD. Prosedur penerbitan SP2D-UP adalah sebagai berikut. a. Pengguna anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPM kepada kuasa BUD b. Kuasa BUD meneliti kelengkapan SPM yang diajukan c. Apabila SPM dinyatakan lengkap, Kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya pengajuan SPM d. SP2D diserahkan kepada Bank dan Pengguna Anggaran e. Kuasa BUD sendiri harus mencatat SP2D dan Nota Debet (dari bank) pada dokumen penatausahaan, yang terdiri dari Buku Kas Penerimaan, Buku Kas Pengeluaran f. Pengguna Anggaran menyerahkan SP2D kepada Bendahara Pengeluaran g. Bendahara mencatat SP2D pada Dokumen Penatausahaan, yang terdiri dari BKU Pengeluaran, Buku Pembantu Panjar, Buku Pembantu Simpanan Bank, Buku Rekapitulasi Pengeluaran, Buku Pembantu Pajak Perincian Objek h. Apabila SPM dinyatakan tidak lengkap, Kuasa BUD menerbitkan surat penolakan penerbitan SP2D paling lambat 1 hari kerja sejak SPM diterima i. Surat penolakan penerbitan SP2D ini diserahkan kepada Pengguna Anggaran agar dilakukan penyempurnaan SPM. Kemudian diserahkan kembali kepada Kuasa BUD untuk diteliti. Prosedur Ganti Uang (GU) 1. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-GU) SPP-GU digunakan untuk mengganti UP yang sudah terpakai. Prosedur pengajuan SPP-GU adalah sebagai berikut. a. Pengguna Anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada Bendahara dan PPK-SKPD b. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya yang terdiri dari Surat Pengantar SPP-GU, Ringkasan SPP-GU, Rincian SPP-GU, Surat Pengesahan SPJ atas penggunaan dana SPP-GU sebelumnya, Salinan SPD, Surat pernyataan pengguna anggaran, Lampiran lain c. Bendahara menyerahkan SPP-GU beserta dokumen lain kepada PPK-SKPD d. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPP-GU berdasar SPD dan DPA-SKPD
102
e. SPP-GU yang dinyatakan lengkap akan dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK-SKPD. Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja sejak SPP-GU diterima. f. Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPK-SKPD kepada pengguna anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-GU dinyatakan tidak lengkap, PPK-SKPD akan menerbitkan surat penolakan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-GU diterima h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar bendahara melakukan penyempurnaan SPP-GU. Kemudian diserahkan kepada PPK-SKPD untuk diteliti kembali. 2. Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM-GU) Prosedur pengajuan SPM-GU adalah sebagai berikut. a. Pengguna Anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada PPK SKPD dan Bendahara b. Berdasarkan SPD dan SPJ, bendahara membuat SPP-GU beserta dokumen lainnya, yang terdiri dari Surat Pengantar SPP-GU, Ringkasan SPP-GU, Rincian SPP-GU, Surat Pengesahan SPJ atas penggunaan dana SPP-GU sebelumnya, Salinan SPD, Surat Pernyataan Penggunaan Anggaran, Lampiran lain c. Bendahara menyerahkan SPP-GU beserta dokumen lainnya kepada PPK SKPD d. PPK SKPD meneliti SPP GU berdasar SPD dan DPA-SKPD e. Apabila SPP-GU dinyatakan lengkap maka PPK SKPD membuat Rancangan SPM, paling lambat 2 hari kerja sejak SPP diterima f. PPK SKPD menyerahkan SPM kepada Pengguna anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-GU dinyatakan tidak lengkap, maka PPK SKPD akan membuat Surat Penolakan Penerbitan SPM, paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-GU diterima h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-GU. Kemudian diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti kembali. 3. Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D-GU) Proses penerbitan SP2D-GU adalah sebagai berikut. a. Pengguna Anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPM kepada kuasa BUD b. Kuasa BUD meneliti kelengkapan SPM yang diajukan c. Apabila SPM dinyatakan tidak lengkap, Kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya pengajuan SPM Kelengkapan dokumen untuk penerbitan SP2D-GU adalah sebagai berikut: 1. Surat pengesahan SPJ Bendahara Pengeluaran periode sebelumnya 2. Ringkasan pengeluaran perincian objek disertai bukti pengeluaran yang sah dan kelengkapan 3. Bukti atas penyetoran PPN/PPh d. SP2D diserahkan kepada Bank dan Pengguna Anggaran e. Kuasa BUD sendiri harus mencatat SP2D dan Nota Debet (dari bank) pada dokumen penatausahaan, yang terdiri dari Buku kas penerimaan, Buku kas pengeluaran f. Pengguna anggaran menyerahkan SP2D kepada Bendahara g. Bendahara mencatat SP2D pada Dokumen Penatausahaan, yang terdiri dari BKU Pengeluaran, Buku pembantu simpanan bank, Buku pembantu pajak, Buku pembantu panjar, Buku rekapitulasi pengeluaran perincian objek h. Apabila SPM dinyatakan tidak lengkap, Kuasa BUD menerbitkan surat penolakan penerbitan SP2D paling lambat 1 hari kerja sejak SPM diterima i. Surat penolakan penerbitan SP2D ini diserahkan kepada Pengguna anggaran agar dilakukan penyempurnaan SPM. Kemudian diserahkan kembali kepada Kuasa BUD untuk diteliti.
103
Prosedur Tambahan Uang (TU) 1. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-TU) SPP-TU dipergunakan untuk memintakan tambahan uang, apabila ada pengeluaran yang sedemikian rupa sehingga saldo UP tidak akan cukup untuk membiayainya. Prosedur pengajuan SPP-TU adalah sebagai berikut. a. Pengguna anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada Bendahara dan PPK-SKPD b. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya yang terdiri dari Surat pengantar SPP-TU, Ringkasan SPP-TU, Rincian SPP-TU, Surat pengesahan SPJ atas penggunaan dana SPP-GU sebelumnya, Salinan SPD, Surat keterangan penjelasan keperluan pengisian TU, Lampiran lain c. Bendahara menyerahkan SPP-TU beserta dokumen lain kepada PPK-SKPD d. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPP-TU berdasar SPD dan DPA-SKPD e. SPP-TU yang dinyatakan lengkap akan dibuatkan rancangan SPM oleh PPK-SKPD. Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja sejak SPP-TU diterima f. Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPK-SKPD kepada pengguna anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-TU dinyatakan tidak lengkap, PPK-SKPD akan menerbitkan surat penolakan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-TU diterima. h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-TU. Kemudian diserahkan kepada PPK-SKPD untuk diteliti kembali. 2. Penerbitan Surat Permintaan Membayar (SPM-TU) Prosedur penerbitan SPM-TU adalah sebagai berikut. a. Pengguna Anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada PPK SKPD dan Bendahara b. Berdasarkan SPD dan SPJ, bendahara membuat SPP-TU beserta dokumen lainnya, yang terdiri dari Surat Pengantar SPP-TU, Ringkasan SPP-TU, Rincian SPP-TU, Surat Pengesahan SPJ atas penggunaan dana SPP-GU sebelumnya, Salinan SPD, Surat Pernyataan Penggunaan Anggaran, Lampiran lain c. Bendahara menyerahkan SPP-TU beserta dokumen lainnya kepada PPK SKPD d. PPK SKPD meneliti SPP-TU berdasar SPD dan DPA-SKPD e. Apabila SPP-TU dinyatakan lengkap maka PPK SKPD membuat Rancangan SPM, paling lambat 2 hari kerja sejak SPP diterima f. PPK SKPD menyerahkan SPM kepada Pengguna anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-TU dinyatakan tidak lengkap, maka PPK SKPD akan membuat Surat Penolakan Penerbitan SPM, paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-TU diterima. h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-TU. Kemudian diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti kembali. 3. Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D-TU) Prosedur penerbitan SP2D-TU adalah sebagai berikut. a. Pengguna Anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPM kepada Kuasa BUD b. Kuasa BUD meneliti kelengkapan SPM yang diajukan c. Apabila SPM dinyatakan lengkap, Kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya pengajuan SPM. Kelengkapan dokumen untuk penerbitan SP2D-TU yaitu surat pernyataan tanggungjawab Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran d. SP2D diserahkan kepada Bank dan Pengguna Anggaran e. Kuasa BUD sendiri harus mencatat SP2D dan Nota Debet (dari Bank) pada dokumen
104
penatausahaan, yang terdiri dari Buku Kas Penerimaan, Buku Kas Pengeluaran f. Buku Kas Pengeluaran Bendahara mencatat SP2D pada dokumen penatausahaan, yang terdiri dari BKU Pengeluaran, Buku Pembantu Panjar, Buku Pembantu Simpanan Bank , Buku Rekapitulasi Pengeluaran, Buku Pembantu Pajak Perincian Objek g. Apabila SPM dinyatakan tidak lengkap, Kuasa BUD menerbitkan surat penolakan penerbitan SP2D paling lambat 1 hari kerja sejak SPM diterima h. Surat penolakan penerbitan SP2D ini diserahkan kepada Pengguna Anggaran agar dilakukan penyempurnaan SPM. Kemudian diserahkan kembali kepada Kuasa BUD untuk diteliti. Prosedur Langsung (LS) 1. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-LS) Prosedur pengajuan SPP-LS adalah sebagai berikut. a. Pengguna anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada Bendahara dan PPK-SKPD b. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya yang terdiri dari Surat pengantar SPP-LS Gaji, Ringkasan SPP-LS Gaji, Rincian SPP-LS Gaji c. Bendahara menyerahkan SPP-LS Gaji beserta dokumen lain kepada PPK-SKPD d. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPP-LS Gaji berdasar SPD dan DPA-SKPD e. SPP-LS Gaji yang dinyatakan lengkap akan dibuatkan rancangan SPM oleh PPK-SKPD. Penerbitan SPM paling lambat 2 hari sejak SPP-LS Gaji diterima f. PPK-SKPD menyerahkan SPM kepada pengguna anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-LS Gaji dinyatakan tidak lengkap, PPK-SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-LS Gaji diterima h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-LS Gaji. Kemudian diserahkan kepada PPK-SKPD untuk diteliti kembali. 2. Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM-LS) Prosedur penerbitan SPM-LS adalah sebagai berikut. a. Pengguna Anggaran yakni Kepala Dinas Kesehatan menyerahkan SPD kepada PPK SKPD dan Bendahara b. Berdasarkan SPD dan SPJ, bendahara membuat SPP-GU beserta dokumen lainnya, yang terdiri dari Surat Pengantar SPP-LS Gaji, Ringkasan SPP-LS Gaji, Rincian SPP-LS Gaji c. Bendahara menyerahkan SPP-LS Gaji beserta dokumen lainnya kepada PPK SKPD d. PPK SKPD meneliti SPP-LS Gaji berdasar SPD dan DPA-SKPD e. Apabila SPP-LS Gaji dinyatakan lengkap maka PPK SKPD membuat Rancangan SPM, paling lambat 2 hari kerja sejak SPP diterima f. PPK SKPD menyerahkan SPM kepada Pengguna anggaran untuk diotorisasi g. Jika SPP-LS Gaji dinyatakan tidak lengkap, maka PPK SKPD akan membuat Surat Penolakan Penerbitan SPM, paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-LS Gaji diterima h. Surat penolakan penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-LS Gaji. Kemudian diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti kembali. 4.2 Pembahasan Prosedur Uang Persediaan (UP) Pengajuan Uang Persediaan (UP) hanya dilakukan setahun sekali oleh Dinas Kesehatan Kota Manado, selanjutnya untuk mengisi saldo UP akan menggunakan SPP-GU. Mekanisme ini sudah sesuai dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dengan perubahannya No. 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah tentang Pedoman Sistem dan Prosedur
105
Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan SE 900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Namun dalam pelaksanaannya pengajuan dokumen SPP-UP yang dilakukan bendahara pengeluaran tanpa melalui otorisasi PPK-SKPD. Prosedur Ganti Uang (GU) Ganti Uang (GU) digunakan untuk mengganti UP yang telah terpakai, dimana UP tersebut dipertanggungjawabkan penggunaan uang. Mekanisme ini diajukan oleh Dinas Kesehatan Kota Manado ketika UP habis. Proses penerbitan GU sudah sejalan dengan Permendagri No.13 Tahun 2006 dengan perubahannya No.59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan SE 900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Namun dalam pelaksanaannya pengajuan dokumen SPP-GU yang dilakukan bendahara pengeluaran tanpa melalui otorisasi PPK-SKPD. Prosedur Tambahan Uang (TU) Mekanisme ini hanya dipergunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Manado untuk memintakan tambahan uang, apabila terjadi pengeluaran yang sedemikian rupa sehingga saldo UP tidak akan cukup untuk membiayainya. Proses ini sudah sesuai dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dengan perubahannya No. 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan SE 900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Namun dalam pelaksanaannya pengajuan dokumen SPP-TU yang dilakukan bendahara pengeluaran tanpa melalui otorisasi PPK-SKPD. Prosedur Langsung (LS) Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) digunakan untuk pembayaran langsung pada pihak ketiga dengan jumlah yang telah ditetapkan. Proses penerbitan LS sudah sesuai dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dengan perubahannya No.59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan SE 900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Namun dalam pelaksanaannya pengajuan dokumen SPP-LS yang dilakukan bendahara pengeluaran tanpa melalui otorisasi PPK-SKPD. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Manado maka dapat diambil kesimpulan yaitu, prosedur sistem dan prosedur pengeluaran kas belanja Uang Persediaan (UP)/Ganti Uang (GU)/Tambah Uang (TU)/Langsung (LS) pada Dinas Kesehatan Kota Manado sudah efektif dan sesuai peraturan yang berlaku yakni Permendagri No.13 Tahun 2006 dengan perubahannya No.59 Tahun 2007 namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan yaitu dalam proses pengajuan SPP(UP-GU-TU-LS) tanpa otorisasi PPKSKPD. Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu, Prosedur pengeluaran kas pada Dinas Kesehatan Kota Manado sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan harus menyesuaikan dengan aturan yang ada jika terjadi perubahan peraturan. Dalam pelaksanaan pengeluaran kas Dinas Kesehatan Kota Manado harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni harus ada otorisasi dari PPK-SKPD untuk proses pengajuan SPP (UP-GU-TU-LS). Pengeluaran kas pada Dinas Kesehatan Kota Manado memberikan manfaat yang benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bastian, Indra (2009), Akuntansi Sektor Publik, Erlangga, Jakarta.
106
Halim, Abdul (2008), Sistem Akuntansi Sektor Publik, STIE YKPS, Yogyakarta. Mardiasmo (2009), Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta. Mahmudi (2011), Akuntansi sektor Publik, UII Pres, Yogyakarta. Paputungan, Revalina (2011), Analisis Pelaksanaan Sistem dan Prosedur Penerimaan Pengeluaran Kas pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kotamobagu, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 55 Tahun 2008 tentang tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya, Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta. Saputra, Andrew (2013), Analisis Penerapan Sistem dan Prosedur Pengeluaran Kas pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sam Ratulangi. Supit, Chicilia (2012), Analisis Pengakuan, Pengukuran, Dan Pelaporan Keuangan Dinas Kesehatan Kota Manado, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Surat Edaran 900/316/BAKD Tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Jakarta. Weygandt Jerry, Kieso E Donald dan Kimmel D Paul (2007), Pengantar Akuntansi Buku I, Edisi Tujuh, Alih Bahasa oleh Ali Akbar Yulianto, Wasifah, Rangga Handika, Salemba Empat, Jakarta
107
Analisis Perlakuan Akuntansi Terhadap Restrukturisasi Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sulut Oleh: Eliska Gricy Lumempouw1 Agus T. Poputra2 Heince R. N. Wokas3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email:
[email protected] [email protected]
2
ABSTRACT All profit-oriented company, trying to minimize the expenses to maximize the profit. Similarly with a Commercial Bank in the region of North Sulawesi that is PT. Bank Sulut that is one of its main activities is to give credit to customers. The largest revenue in PT Bank Sulut derived from interest on loans to debtor. However, with the large amount of bad loans, the income would be reduced. In 2014 the amount of given credit by PT. Bank Sulut in the amount of IDR 6.875.354.000.000,- in September 2014 which has increased since March 2014 in the amount of IDR 5.733.302.000.000,-. From the amount of given credit, PT. Bank Sulut charge for impairment losses on financial assets in the amount of IDR 85.078.000.000,- on September 2014 which in the amount of IDR 4.296.000.000,- before in March 2014. Due to the increase in that amount of given credits, the amount of impairment losses on financial assets affect profit of 0,07 % to 19,25 % (for period of March-September 2014. Calculation outside interest expense). Based on the phenomenon, this observation aimed to determine how the accounting treatment of restructuring of non-performing loan of PT. Bank Sulut. The Using Methods of this observation is descriptivecomparative analysis methods. Observation result point toward that PT. Bank Sulut has applied correctly for according to accounting provisions apply. Keywords: Restructuring, Non-performing loans. 1. PENDAHULUAN Pada tahun 2008 terjadi krisis ekonomi global yang berawal dari krisis ekonomi Amerika Serikat yang menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia. Amerika Serikat yang dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia. Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume impor menurun drastis yang berarti menurunnya ekspor dari negara-negara produsen berbagai produk yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat. Krisis ekonomi Amerika tersebut semakin merambat dan mempengaruhi perekonomian dunia termasuk di Indonesia. Dampak lainnya dari krisis tersebut yaitu semakin banyak perusahaan yang mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Bukan hanya di Indonesia, namun tenaga kerja Indonesia di luar negeri juga diberhentikan. Dengan bertambahnya jumlah pengangguran maka pendapatan per kapita juga akan berkurang dan angka kemiskinan akan ikut bertambah. Pada saat itu pemerintah berusaha
108
menyediakan lapangan kerja yang cukup sehingga krisis tersebut tidak memberikan dampak yang sangat besar bagi Indonesia. Pembukaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah merupakan peluang besar bagi para pelaku usaha di Indonesia. Walaupun menguntungkan perekonomian negara, namun di sisi pelaku usaha tentu tidak mudah untuk bertahan dalam persaingan tersebut. Di Indonesia, para pesaing bisnis telah menjalankan persaingan tidak sehat. Banyak pengusaha melindungi usahanya dengan cara memberantas setiap pengusaha baru yang hendak memasuki bisnis yang sama. Mereka membatasi atau memonopoli para pesaing usaha yang lain dengan cara menggugat bahwa produk yang dihasilkan pesaing tersebut adalah produk yang mereka ciptakan terlebih dahulu. Bukan hanya para pengusaha saja yang bersaing dalam dunia bisnis. Bisnis perbankan juga telah dan sementara berada dalam kompetisi yang ketat dalam menghimpun dan menyalurkan dana yang banyak dari dan kepada para nasabah demi kelangsungan kehidupan perbankan mereka. Dalam Widyastuti dan Armanto, (2013:419), kompetisi perbankan Indonesia yang diteliti oleh peneliti terdahulu menyebutkan bahwa perbankan Indonesia tergolong dalam kategori monopolistic competition. Kondisi persaingan perbankan saat ini menuntut suatu bank untuk memberikan pelayanan yang lebih baik daripada bank lain. Tingkat keberhasilan suatu bank dibandingkan bank lain dapat dilihat dari seberapa besar laba yang diperoleh oleh bank tersebut. Untuk memperoleh laba yang maksimal, pihak bank berusaha meminimalkan beban dan meningkatkan kualitas pelayanan sehingga memperoleh pendapatan yang besar. Pendapatan bank yang paling besar berasal dari pendapatan bunga debitur atas kredit yang diberikan. Namun, ketika debitur mengalami kesulitan dalam melunasi kreditnya, pendapatan bunga pun terancam mengalami penurunan. Jika kondisi ini semakin berlarut-larut, maka bank akan mengalami krisis yang bisa berdampak pada perekonomian global. Pada tahun 1996 IMF melakukan survei terhadap 137 negara untuk mengetahui tingkat “kekrisisan” perbankan di suatu negara. Dari hasil survei pada waktu itu terdapat 32 negara yang tingkat “kekrisisannya” termasuk kategori tinggi dan sisanya dalam kategori signifikan. Menurut hasil suvei IMF tersebut, pada umumnya krisis disebabkan oleh tingginya non performing loan (NPL) sehingga menimbulkan krisis secara sistematik. Kondisi NPL perbankan nasional sampai dengan Juni 2013 masih berada di bawah batasan maksimal yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yaitu 5%. Walaupun begitu, peluang meningkatnya NPL tetap masih ada. Hal ini pun dialami oleh salah satu Bank umum yang ada di Sulawesi Utara yaitu PT Bank Sulut. Sama halnya dengan bank umum yang lain, PT Bank Sulut memiliki tujuan utama yaitu menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada nasabah. Permasalahan non performing loan (NPL) pun tidak lepas dari aktifitas operasional PT Bank Sulut. Pada tahun 2014 besarnya jumlah kredit yang diberikan oleh PT. Bank Sulut kepada nasabah sebesar Rp 6.875.354.000.000,- pada bulan September 2014 yang mengalami kenaikan sejak bulan Maret 2014 sebesar Rp 5.733.302.000.000,-. Dari besarnya jumlah kredit yang diberikan tersebut, PT. Bank Sulut membebankan Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (KPNAK) atas kredit yang diberikan sebesar Rp 85.078.000.000,- pada bulan September 2014 yang sebelumnya hanya berjumlah Rp 4.296.000.000,- pada bulan Maret 2014. Kenaikan jumlah kredit yang diberikan sangat berpengaruh terhadap jumlah beban kerugian penurunan nilai aset keuangan. Karena kenaikan jumlah kredit yang diberikan tersebut, jumlah beban KPNAK mempengaruhi laba sebesar 0,07 % sampai 19,25 % (perhitungan di luar beban bunga). Namun, permasalahan NPL dapat ditanggulangi dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi
109
kewajibannya. Dengan melakukan restrukturisasi kredit yang benar sesuai ketetapan-ketetapan yang berlaku, jumlah NPL dapat berkurang. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini, yaitu “bagaimana perlakuan akuntansi terhadap restrukturisasi kredit bermasalah di PT. Bank Sulut?”. 2. TINJAUAN PUSTAKA Santoso (2010:1) mengartikan akuntansi adalah suatu sistem informasi yang mengukur aktivitas-aktivitas bisnis, yang selanjutnya memproses informasi tersebut dalam bentuk laporanlaporan dan mengomunikasikannya kepada para pengambil keputusan (decision makers). Ismail (2012:14) mengartikan akuntansi bank merupakan seni pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran atas seluruh transaksi yang terjadi di dalam bank. Transaksi-transaksi lain yang dicatat oleh bank meliputi transaksi keuangan maupun transaksi lain yang akan mengakibatkan adanya peristiwa keuangan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dalam Kasmir (2014:85) menjelaskan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Ismail (2010:222) menjelaskan kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Ismail (2010:198) menjelaskan bahwa kredit dicatat dalam neraca pada saat pencairan kredit sebesar jumlah uang yang dikeluarkan oleh bank kepada nasabah. Pada saat bank memberikan persetujuan kredit dan mengirimkan surat persetujuan kredit kepada calon debitur, maka jumlah plafon kredit yang telah disetujui ini dicatat dalam rekening administratif atau pada kewajiban komitmen “fasilitas kredit kepada nasabah yang belum digunakan.” Pencatatan akuntansi kredit dimulai pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit antara bank dan debitur. Setelah tanda tangan perjanjian kredit, bank harus mencatat dalam kewajiban komitmen. Dalam hal debitut mencairkan kreditnya, maka bank akan mencatat jumlah pencairan kredit ke dalam ‘kredit yang diberikan’ pada posisi aktiva bank. Pada saat pencairan kredit, maka Bank menjurnal balik kewajiban komitmen tersebut, sehingga “Fasilitas Kredit kepada nasabah yang belum digunakan” menjadi nihil. Di samping itu, Bank menjurnal kredit yang diberikan pada sisi aktiva bank, karena dana bank telah disalurkan kepada nasabah dalam bentuk kredit. Restrukturisasi kredit merupakan upaya yang digunakan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya. Restrukturisasi kredit diberikan kepada debitur yang tidak dapat memenuhi kewajibannya atau debitur yang diperkirakan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga sesuai dengan jadwal yang diperjanjikan. Ismail (2010:236) menjelaskan beberapa cara restrukturisasi kredit antara lain, modifikasi syarat-syarat kredit, penambahan fasilitas kredit, pengambilalihan agunan/aset, dan konversi kredit. Perlakuan akuntansi terhadap cara restrukturisasi kredit diatur berdasarkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) revisi 2011. Restrukturisasi kredit bermasalah pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Bab VI Pasal 52 14/15/PBI/2012 paragraf 52-58 yang di dalamnya mengatur prosedur, syarat-syarat dan ketentuan sebelum dilakukan restrukturisasi kredit. Pada paragraf-paragraf tersebut juga dijelaskan bahwa restrukturisasi kredit harus dilakukan berdasarkan ketentuan akuntansi berlaku umum.
110
Penelitian ini membandingkan perlakuan akuntansi terhadap restrukturisasi kredit bermasalah antara PT Bank Sulut dengan ketentuan akuntansi berlaku umum yang diatur dalam PSAK Nomor 55 paragraf 62, 65, 66, dan 70. Pada paragraf-paragraf tersebut dijelaskan ketentuan pengakuan dan pengungkapan keuntungan dan kerugian atas penurunan nilai wajar aset keuangan. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menjelaskan dengan jelas mengenai subjek penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena yang terjadi berkenaan dengan masalah yang diteliti. Objek penelitian pada PT. Bank Sulut Cabang Utama, yang bertempat di Jl. Sam Ratulangi No. 9 Manado. Waktu penelitian dimulai pada bulan April tahun 2015 dengan menggunakan data Laporan Keuangan tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan observasi kemudian dilakukan wawancara dengan karyawan PT. Bank Sulut selanjutnya dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Jenis data dalam penelitian ini yaitu data kualitatif berupa hasil wawancara mengenai informasi yang berkenaan dengan penelitian dan data kuantitatif berupa laporan keuangan entitas tahun 2014. Data dalam penelitian ini bersumber dari PT. Bank Sulut sebagai entitas yang diteliti (data primer) dan dari buku-buku, artikel serta situs resmi PT. Bank Sulut (data sekunder). 3.2 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif dimana penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang bersangkutan dengan restrukturisasi kredit bermasalah dan membandingkan kesesuaian pengakuan dan pencatatannya dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 55, Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI). 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitan Penulis telah melakukan wawancara dan pengolahan data yang berkaitan dengan restrukturisasi kredit oleh PT Bank Sulut. Wawancara yang dilakukan menghasilkan data yang dapat dibandingkan dengan pedoman dan kebijakan restrukturisasi kredit berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan pedoman serta kebijakan akuntansi restrukturisasi kredit berdasarkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) dan Pernyataan Standar Keuangan (PSAK) nomor 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Penjelasan mengenai penelitian ini diuraikan pula dengan beberapa tabel perbandingan sesuai atau tidaknya perlakuan pedoman, kebijakan dan prosedur akuntansi restrukturisasi pada PT Bank Sulut dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI), Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) dan Pernyataan Standar Keuangan (PSAK) nomor 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. 4.2 Pembahasan Analisis Penerapan Peraturan Bank Indonesia tentang Restrukturisasi Kredit PT. Bank Sulut melakukan restrukturisasi kredit berdasarkan pedoman Peraturan Bank Indonesia dengan penjelasan sebagai berikut.
111
Tabel 4.2 Perbandingan antara PBI dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Perlakuan Restrukturisasi Berdasarkan Penilaian Kriteria Debitur Perlakuan di PT Bank Sulut
Isi PBI Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kiriteria sebagai berikut. a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit; dan b. debitur memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit dires-trukturisasi.
Bank melakukan restrukturisasi kredit terhadap perusahaan yang memenuhi kriteria seperti yang tercatat dalam PBI
Keterangan Belum Sesuai Sesuai
(Sumber: Olahan 2015) PT Bank Sulut melakukan restrukturisasi kredit terhadap perusahaan yang memenuhi kriteria yang tercatat dalam PBI. PT Bank Sulut tidak melakukan restrukturisasi hanya karena alasan untuk menghindari peningkatan pembentukan PPA (Penyisihan Penurunan Aktiva) namun dengan jelih memperhatikan kriteria debitur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan PBI di atas.
Tabel 4.3 Perbandingan antara PBI dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Isi PBI Tentang Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Kredit berbunyi Bank wajib menerapkan perlakuan akuntansi restrukturisasi kredit sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Perlakuan akuntansi untuk restrukturisasi kredit antara lain diterapkan untuk: a. pengakuan kerugian yang timbul; dan b. pengakuan pendapatan bunga dan penerimaan
Perlakuan di PT Bank Sulut Poin a dan b telah diterapkan dengan baik di PT. Bank Sulut.
Keterangan Belum Sesuai Sesuai
lain. Sumber: Olahan 2015 Perlakuan akuntansi untuk restrukturisasi kredit mengenai pengakuan kerugian dan pengakuan pendapatan bunga dan penerimaan lain pada PT Bank Sulut dilakukan dengan berpedoman pada PSAK No. 55 tentang Instumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Jurnal yang dibuat terdapat pada poin 4.2.1.1 Analisis Pengungkapan dan Pencatatan Kredit Bermasalah pada PT. Bank Sulut halaman 51 dan pada tabel 4.2.
112
Tabel 4.4 Perbandingan antara PBI dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Perlakuan Kebijakan dan Prosedur Restrukturisasi Kredit Isi PBI
Perlakuan di PT Bank Sulut
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur restrukturisasi yang disetujui oleh Dewan Direksi. Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan restrukturisasi kredit.
Bank telah memiliki kebijakan dan prosedur restrukturisasi. De-wan Komisaris mengawasi secara teliti pelaksanaan restrukturisasi tersebut.
Keterangan Belum Sesuai Sesuai
(Sumber: Olahan, 2015) Kebijakan dan prosedur untuk melakukan restrukturisasi kredit pada PT Bank Sulut dilaksanakan berdasarkan persetujuan dari Dewan Komisaris. Dewan Komisaris melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan restrukturisasi kredit. Tabel 4.5 Perbandingan antara PBI dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Pengambilan Keputusan Dilakukannya Restrukturisasi Kredit Keterangan Isi PBI Perlakuan di PT Bank Sulut Belum Sesuai Sesuai Keputusan restrukturisasi kredit wajib dila- Bank telah menetapkan kukan oleh pihak yang memiliki kewenangan Dewan Direksi yang tidak tertinggi setingkat dengan pejabat yang mem- terlibat dalam persetujuan berikan persetujuan kredit dan bukan oleh pemberian kredit untuk pejabat yang terlibat dalam persetujuan pem- memutuskan dilakukan-nya berian kredit untuk menjaga objektivitas. restrukturisasi kredit Sumber: Olahan, 2015 Pengambilan keputusan untuk restrukturisasi kredit di PT Bank Sulut dilakukan oleh pihak yang lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan pemberian kredit atau setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian kredit. Tabel 4.6 Perbandingan antara PBI dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Penilaian Kualitas Kredit yang Akan Direstrukturisasi Keterangan Isi PBI Perlakuan di PT Bank Sulut Belum Sesuai Sesuai Kredit yang direstrukturisasi wajib dianalisis Kredit yang direstrukturisasi berdasarkan prospek usaha debitur dan ke- dini-lai berdasarkan kualitas mampuan membayar sesuai proyeksi arus kas. kredit yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Sumber: Olahan, 2015
113
Kredit yang direstrukturisasi oleh PT Bank Sulut dianalisis berdasarkan prospek usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas dan dianalisis oleh pihak yang kompeten dalam menganalisis kredit, independen dan memiliki usaha serta reputasi yang baik. b. Analisis Penerapan PSAK No. 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran Sesuai ketentuan Peraturan Bank Indonesia Pasal 54 14/15/PBI/2012 paragraf 54 poin a dan b, Bank diwajibkan menerapkan perlakuan restruktrusisi kredit sesuai standard akuntansi berlaku umum. Di bawah ini merupakan perlakuan akuntansi menyangkut restrukturisasi kredit berdasarkan PSAK No. 55 revisi 2011. Tabel 4.7 Perbandingan antara PSAK dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Penilaian Keuntungan dan Kerugian Restrukturisasi Keterangan Belu Perlakuan di PT Bank Isi PSAK m Sulut Sesuai Sesua i Keuntungan atau kerugian yang timbul dari Kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar aset keuangan atau liabilitas perubahan nilai wajar aset keuangan yang bukan merupakan bagian dari keuangan dan bunga yang hubungan lindung nilai, diakui pada nilai wajar dicatat berdasarkan suku melalui laba rugi diakui pada laba rugi. Bunga yang bunga efektif oleh Bank dihitung menggunakan metode suku bunga efektif diakui pada laporan laba diakui pada laba rugi. rugi. (Sumber: Olahan, 2015) Keuntungan atau kerugian yang timbul akitbat restrukturisasi kredit diakui pada nilai wajar melaui laporan laba rugi yaitu dalam akun “kerugian penurunan nilai aset keuangan-kredit”. Pihak Bank tidak mengakui adanya keuntungan atas penurunan nilai aset keuangan. Jika terdapat kredit yang dilunasi melalui penyerahan agunan dengan nilai wajar pada saat pelunasan melebihi nilai kredit, selisih lebih tersebut tidak diakui sebagai keuntungan melainkan selisih tersebut dikembalikan kepada pihak debitur sebagai hak debitur. Tabel 4.8 Perbandingan antara PSAK dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Penentuan Dilakukannya Restrukturisasi Kredit Keterangan Belu Perlakuan di PT Bank Isi PSAK m Sulut Sesuai Sesua i Jika terdapat bukti objektif bahwa aset keuangan Pihak Bank meng-analisa mengalami penurunan nilai, maka entitas harus penetapan penurunan nilai menerapkan paragraf 70 (untuk aset keuangan yang aset keuangan dengan dicatat pada biaya perolehan yang diamortisasi), melihat dampak kerugian paragraf 73 (untuk aset keuangan yang dicatat pada yang mungkin terjadi di
114
biaya perolehan), atau paragraf 74 untuk menentukan jumlah kerugian dari penurunan nilai tersebut. Penurunan nilai aset keuangan dinilai dengan memperhatikan kerugian yang mungkin terjadi atas kejadian-kejadian seperti kesulitan keuangan dan lain sebagainya yang memungkinkan debitur tidak dapat melunasi kredtinya.
masa datang dengan melihat prospek usaha pemin-jam, kemam-puan peluna-san kredit dan juga mem-perhatikan kondisi ekono-mi yang terjadi.
Sumber: Olahan, 2015 Pada setiap tanggal pelaporan, PT Bank Sulut mengevaluasi apakah terdapat bukti yang objektif bahwa kredit yang diberikan mengalami penurunan nilai. PT Bank Sulut memperhatikan keadaan-keadaan yang memungkinkan debitur tidak bisa mengembalikan kreditnya, seperti kesulitan keuangan signifikan yang dialami pihak peminjam, pelanggaran kontrak, terdapat kemungkinan bahwa pihak peminjam akan dinyatakan pailit atau melakukan reorganisasi keuangan lainnya, kesulitan keuangan atau data yang dapat diobservasi mengindikasikan adanya penurunan yang dapat diukur atas estimasi arus kas masa depan dari kelompok aset keuangan sejak pengakuan awal aset dimaksud misalnya memburuknya status pembayaran pihak peminjam, kondisi ekonomi nasional atau lokal yang berkorelasi dengan wanprestasi atas kredit tersebut. Tabel 4.9 Perbandingan antara PSAK dengan Perlakuan di Perusahaan tentang Pengakuan dan Perhitungan Kerugian Restrukturisasi Keterangan Belu Perlakuan di PT Isi PSAK m Bank Sulut Sesuai Sesua i Jika terdapat bukti objektif tentang penurunan nilai aset Bank mengakui jumlah keuangan maka jumlah kerugian tersebut diukur sebagai kerugian sebesar selisih antara nilai tercatat aset dengan nilai kini estimasi selisih antara nilai kini arus kas masa depan (tidak termasuk kerugian kredit di esti-masi aru kas masa masa depan yang belum terjadi) yang didiskonto depan yang menggunakan suku bunga efektif awal dari aset tersebut didiskonoto meng(yaitu suku bunga efektif yang dihitung pada saat gunakan suku bunga pengakuan awal). Nilai tercatat aset tersebut dikurangi, efektif awal dari aset baik secara langsung maupun menggunakan pos tersebut dengan jurnal cadangan. Jumlah kerugian yang terjadi diakui pada laba seperti yang rugi. dipaparkan pada Tabel 4.10. (Sumber: Olahan, 2015) Jika terdapat bukti objektif bahwa debitur tidak mampu melunasi kreditnya, maka PT Bank Sulut mencadangkan biaya kerguian yang terjadi atas penurunan aset keuangan yang dicatat pada akun “kerugian penurunan nilai aset keuangan-kredit” dan dilaporkan pada laporan laba rugi pada kelompok beban operasional. c. Analisis Pengungkapan dan Pencatatan Kredit Bermasalah pada PT. Bank Sulut
115
PT. Bank Sulut telah menggunakan sistem pencatatan menggunakan komputer yang mempermudah pencatatan dan pelaporan keuangan pada akhir periode. Pencatatan akuntansi kredit dimulai pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit antara bank dan debitur. Setelah tanda tangan perjanjian kredit, PT Bank Sulut mencatat dalam kewajiban komitmen. Dalam hal debitut mencairkan kreditnya, maka bank akan mencatat jumlah pencairan kredit ke dalam ‘kredit yang diberikan’ pada posisi aktiva bank. Jurnal yang dibuat PT. Bank Sulut yaitu. Pinjaman yang diberikan dan piutang Rp 6.875.354,Kas/Tabungan PT. X Rp 6.875.354,(berdasarkan data Laporan Posisi Keuangan/Neraca tanggal 30 September 2014 dalam jutaan rupiah) Pada akhir bulan PT. Bank Sulut mengakui pendapatan bunga dengan jurnal sebagai berikut. Pendapatan bunga kredit yang akan diterima xxx Pendapatan bunga kredit xxx Pada saat penerimaan peluanasan pinjaman yang diberikan beserta bunga akhir bulan (dalam jutaan rupiah), jurnal yang dibuat yaitu. Kas/Tabungan PT. X Rp 7.786.338,Pinjaman yang diberikan dan piutang Rp 6.875.354,Pendapatan Bunga Rp 910.984, (berdasarkan data Laporan Posisi Keuangan/Neraca tanggal 30 September 2014 dalam jutaan rupiah. Persentase bunga diasumsikan 13,25% SBDK terhadap kredit mikro). Jika debitor tidak mampu melunasi hutangnya dalam bentuk kas maupun tabungan, maka pihak kreditor mengambil alih agunan yang dijaminkan debitor. Untuk keperluan transaksi tersebut, jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut. Aset (Bangunan/Tanah/Saham) xxx Pinjaman yang diberikan dan piutang xxx Jika debitor yang menunggak melunasi kreditnya dengan modifikasi pembayaran yaitu dengan uang tunai dan aset lain (bangunan, tanah, saham dan sebagainya) jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut. Bangunan/Tanah/Saham xxx Kas xxx Pinjaman yang diberikan dan piutang xxx Jika terdapat debitor yang belum melunasi utangnya pada waktu yang telah ditetapkan, pihak perusahaan melakukan tidakan “collection”. Collection adalah pengelolaan piutang sebagai akibat adanya perjanjian pembiayaan. Salah satu tujuan Collection yaitu untuk mengusahakan agar pembayaran dari konsumen sesuai tanggal jatuh tempo. PT. Bank Sulut menggunakan persentase perhitungan cadangan kerugian piutang berdasarkan persentase LGD (Loss Given Default). Untuk menilai besarnya penyisihan atau cadangan dana dari kredit yang bermasalah, PT. Bank Sulut menggunakan perhitungan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai). CKPN dihitung dengan cara menentukan terlebih dahulu kredit dari debitor mana saja yang mengalami impairment (penurunan nilai). Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana kredit itu ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitor tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment. Pencadangan kredit bermasalah diakui pada saat dilakukan collection ketiga terhadap kredit yang bermasalah, maka jurnal untuk pencadangan kredit yang bermasalah tersebut, sebagai berikut. Biaya KPNAK (Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan Rp 85.078,-
116
CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) Rp 85.078,PT Bank Sulut melakukan upaya-upaya dalam menanggulangi kredit bermasalah yaitu dengan cara melakukan restrukturisasi kredit. Upaya-upaya yang dilakukan bank dalam restrukturisasi kredit yaitu antara lain sebagai berikut. 1) Modifikasi Persyaratan Kredit Restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh PT Bank Sulut adalah dengan melakukan modifikasi persyaratan kredit. Persyaratan kredit yang perlu diperbarui dalam rangka restrukturisasi antara lain, sebagai berikut. a. Penurunan suku bunga kredit. b. Perpanjangan jangka waktu kredit. c. Pengurangan tunggakan bunga kredit. d. Pengurangan jumlah pokok kredit. Restrukturisasi kredit dengan modifikasi persyaratan kredit telah dilakukan dengan benar oleh PT Bank Sulut berdasarkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) tahun 2011. Dengan penjelasan sebagai berikut. Tabel 4.10 Perbandingan Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Kredit dengan Cara Modifikasi Persyaratan Kredit 1 Keterangan Aturan PAPI (Peraturan Akuntansi Perbankan Perlakuan di PT Bank Belum Indonesia) Sulut Sesuai Sesuai Perhitungan nilai tunai penerimaan kas masa depan - Bank mencatat dampak dan kerugian restrukturisasi kredit untuk restrukturisasi secara prosrestrukturisasi yang dilakukan dengan mengubah / pektif dan tidak mengubah memodifikasi persyaratan kredit sebagai berikut. nilai tercatat kredit pada a. Bila nilai tunai penerimaan kas masa depan tanggal restrukturisasi. yang ditentukan dalam persyaratan baru sama - Bank mengakui kerugian dengan nilai tercatat kredit, maka bank menketika nilai tunai penericatat dampak restrukturisasi secara prospektif, maan masa depan lebih dan tidak mengubah nilai tercatat kredit pada rendah daripada nilai tanggal restrukturisasi karena bank tidak terca-tat kredit dengan mengalami kerugian restrukturisasi. menjurnal ‘kerugian b. Bila nilai tunai penerimaan kas masa depan restrukturisasi kredit’ yang ditentukan dalam persyaratan baru lebih (debet) ‘penyisihan kecil dari nilai tercatat kredit, maka bank restrukturisasi kredit’ (kremengakui kerugian restrukturisasi sebesar dit). selisih antara nilai tercatat kredit dan nilai tunai - Bank menggunakan penerimaan pokok dan bunga. tingkat bunga pasar c. Faktor pendiskonto yang digunakan dalam sebagai faktor pendiskonto perhitungan nilai tunai penerimaan kas masa dalam perhi-tungan nilai depan atau kredit yang direstrukturisasi adalah tunai peneri-maan kas tingkat bunga pasar, yaitu tingkat bunga efektif masa depan. dari kredit sebelum restrukturisasi. Sumber: Olahan, 2015 .
117
Restrukturisasi kredit dengan pengurangan pokok dan/atau bunga, maka selain penghitungan nilai tunai penerimaan kas masa depan dan kerugian restrukturisasi kredit, maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut. Tabel 4.11 Perbandingan Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Kredit dengan Cara Modifikasi Persyaratan Kredit 2 Keterangan Aturan PAPI (Peraturan Akuntansi Perlakuan di PT Bank Sulut Belum Perbankan Indonesia) Sesuai Sesuai a. Pengurangan pokok dan/atau bunga secara Bank membebankan absolut, maka pengurangan pokok kredit pengurangan kerugian kredit ke dibebankan ke penyisihan kerugian kredit. penyisihan kerugian kredit. Pengurangan bunga dilakukan dengan Pengurangan bu-nga dilakukan melakukan jurnal balik atas tagihan dengan membalik jurnal atas kontingensi dan tidak mengakui kerugian. tagihan kontigensi dan tidak b. Pengurangan pokok dan/atau bunga secara mengakui kerugian. kontigen / ber-syarat, pengurangan pokok Bank membebankan kredit dibebankan ke penyisihan kerugian pengurangan pokok dan atau kredit dan bank mengakui tagihan bunga secara kontijen dan bank kontingensi pokok. mengakui tagihan kontingensi pokok. Sumber: Olahan, 2015 2). Pengambilalihan Agunan/Aset Debitur Pengambilalihan agunan kredit/aset debitur dilakukan bila debitur sudah tidak sanggup membayar kewajibannya dan debitur kooperatif untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menyerahkan agunannya. Agunan yang dimiliki oleh bank adalah berupa surat/bukti kepemilikan, sementara fisik aset yang diagunkan masih dikuasai oleh debitur. Dalam hal penguasaan agunan, bisa dilakukan bila debitur kooperatif dan ikut membantu menyelesaikan kreditnya. Restrukturisasi kredit dengan pengambilalihan agunan/aset debitur, dilakukan oleh PT. Bank Sulut sebagai berikut. a. Agunan kredit atau aset lain yang diambil alih seperti tanah, bangunan dan surat berharga diakui sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu nilai wajar agunan/aset setelah dikurangi estimasi biaya untuk menjual agunan/aset tersebut. Jika nilai wajar agunan yang dapat direalisasi setelah dikurangi estimasi biaya untuk menjual lebih besar daripada jumlah kredit yang dilunasi maka kelebihan tersebut dikembalikan kepada debitur. b. Sisa kredit setelah dikurangi nilai bersih agunan/aset lain yang diambil alih merupakan kredit yang direstrukturisasi yang perlakuannya sebagaimana diatur dalam restrukturisasi dengan modifikasi persyaratan. 5. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, disimpulkan bahwa PT Bank Sulut telah menerapkan cara restrukturisasi terhadap kredit bermasalah dengan benar dan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) tahun 2011 dan PSAK No. 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
118
a.
b.
c.
PT Bank Sulut wajib mempertahankan sistem pencatatan dan perlakuan akuntansi yang benar terhadap restruktrusiasi kredit bermasalah agar jumlah kredit yang bermasalah dapat berkurang. PT Bank Sulut disarankan untuk mencoba melakukan restrukturisasi kredit dengan cara penambahan fasilitas kredit. Dalam kasus tertentu, debitur bermasalah justru akan mendapat tambahan kredit dengan tujuan agar usahanya menjadi lancar dan dapat mengembalikan kewajibannya. Tambahan kredit ini diberikan untuk debitur yang memperoleh kredit investasi dan/atau kredit modal kerja. Misalnya usaha debitur tidak dapat berjalan bila tidak dibuat dengan investasi peralatan baru atau ditambah modal kerja. Bank dapat memberikan tambahan kredit untuk investasi dan/atau modal kerja. PT Bank Sulut disarankan untuk mencoba melakukan restrukturisasi kredit dengan cara Konversi Kredit. Konversi kredit dalam hal ini konversi pinjaman debitur dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan debitur. Dengan dilakukannya konversi kredit, maka outstanding credit debitur yang telah dikonversi, dikurangkan dari akun kredit. Konversi kredit dilakukan dengan mendapat saham perusahaan debitur. Dalam hal saham diserahkan nilainnya lebih rendah dibanding total kewajibannya, maka sisanya masih menjadi kredit debitur. Sebaliknya bila nilai wajar saham lebih tinggi dibanding dengan total kewajiban debitur, maka selisihnya dicatat sebagai pendapatan yang ditangguhkan.
DAFTAR PUSTAKA Gozali, Djoni dan Usman Rachmadi, (2012), Hukum Perbankan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Hery, (2012), Cara Mudah Memahami Akuntansi Inti Sari Konsep Dasar Akuntansi, Penebit Prenda, Jakarta. Hery, (2013), Akuntansi Dasar, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ismail, (2012), Akuntansi Bank; Teori dan Aplikasi dalam Rupiah, Penerbit Kencana, Jakarta. Kasmir, (2014), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Kuncoro, (2009), Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kuncoro, (2010), Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Pontoh, Winston., (2013), Akuntansi Konsep dan Aplikasi, Penerbit Halaman Moeka Publishing, Jakarta Barat. Widiyastuti, Ratna dan Armanto, Boedi, (2013), Kompetisi Industri Perbankan Indonesia. Penerbit Bank Indonesia. Santoso, (2010), Akuntansi Keuangan Menengah (Inrtermediate Accounting), Penerbit Relika Aditama, Bandung. Soeratno dan Lincolin, Arsyad., (2008), Metodologi Penelitian, Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Penerbit Alfabeta, Bandung. Waren, Reevefess., (2009), Pengantar Akuntansi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
119
Evaluasi Penerapan Akuntansi Penerimaan Dana Transfer Pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara Oleh: Indah Helda Wantah¹ David P.E. Saerang² Lidia Mawikere3 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email : ¹
[email protected] 3
[email protected] ABSTRACT Each SKPD who has the task of picking and receiving local revenue collection and acceptance shall perform under the terms set out in the legislation. The purpose of this study was to determine the application of accounting receipt of funds transfer in Financial Management Board and Regional Property North Sulawesi Province. Accounting receipt of funds transfer includes a series of activities of receiving, recording, distribution and accountability in the management of money that is the Regional Finance Management Unit (SKPKD) and / or Unit (SKPD). The method used is descriptive qualitative. Based on this study, the obtained results that the Financial Management Board and Regional Property North Sulawesi receive funds transfers from the center, are recorded in the form of journal and distribution in accordance with applicable regulations, and accountability made in the financial statements. However, the Financial Management Board and Regional Property North Sulawesi need to improve the understanding of the technical terms for each employee. Keywords : Evaluation, Application of Accounting, Revenue, Funds Transfer 1. PENDAHULUAN Perubahan sistem pemerintahan dari sistem terpusat menjadi sistem otonomi daerah telah memberi dampak yang besar pada sistem penyelenggaraan pemerintahan dan ruang lingkup kinerja. Hal ini menuntut Pemerintahan Daerah untuk lebih memberikan pelayanan publik yang berdasar pada asas-asas pelayanan publik yang meliputi: transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban untuk tercapainya good governance. Perubahan tersebut juga memberi dampak pada pengaturan sistem keuangan pemerintahan di daerah. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan pengembangan sistem penyelenggaraan pemerintah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan sehingga tersedianya data dan informasi pada instansi pemerintah yang dapat dianalisis dan dimanfaatkan secara tepat, akurat dan aman. Pemerintah daerah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan terlibat dalam aktivitas penerimaan dan pengeluaran. Berbagai macam pengeluaran ditujukan untuk memperoleh
120
penerimaan, sedangkan penerimaan menjadi sumber dana yang sangat berperan penting dalam menunjang kelancaran roda pemerintahan dan pembangunan daerah sehingga kedua hal tersebut harus diolah secara efektif dan seefesien mungkin. Penerimaan dana transfer merupakan bagian dalam aktivitas penerimaan daerah yang dimana pelaksanaannya telah diatur oleh negara melalui Menteri Keuangan Republik Indonesia. Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Transfer selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Jenis Dana Transfer meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah merupakan unsur pendukung tugas gubernur yang mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang pengelolaan keuangan dan barang milik daerah. Mengingat peranannya sangat penting dalam mengelola keuangan terlebih khusus dalam hal penerimaan dana transfer dari pusat ke daerah sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan. Hal tersebut menjadi perhatian penulis sehingga tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Penerapan Akuntansi Penerimaan Dana Transfer pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan, apakah penerapan akuntansi penerimaan dana transfer pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun2007? 2. TINJAUAN PUSTAKA Suhayati dan Anggadini (2009:2) menyatakan bahwa Akuntansi adalah semua proses yang meliputi identifikasi, pengukuran dan pelaporan informasi ekonomi. Kieso, dkk (2007:2) menyatakan bahwa Akuntansi adalah pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi keuangan tentang entitas ekonomi kepada pihak yang berkepentingan. Mursyidi (2009:1) dalam bukunya Akuntansi Pemerintahan di Indonesia menyatakan bahwa Akuntansi Pemerintahan adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat dilembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemen di bawahnya. Nordiawan dan Hertianti (2010:4), menyatakan bahwa Akuntansi Sektor Publik adalah sebuah entitas ekonomi yang menyediakan barang dan/atau jasa publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bukan untuk mencari keuntungan finansial. Akuntansi keuangan daerah adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota atau provinsi) yang memerlukan. (Halim, 2013: 43) Hariadi, dkk (2010:118), menyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah menurut Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 pasal 232 ayat (3) meliputi serangkaian prosedur, mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, penggolongan, dan peringkasan atas transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban
121
pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Untuk menyelenggarakan akuntansi pemerintahan daerah, kepala daerah menetapkan sistem akuntansi penerimaan daerah dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah, serta disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern dan standar akuntansi pemerintahan. Ketentuan Pasal 233 dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 yang merupakan pedoman pelaksanaan terhadap Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) pada satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) dan sistem akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD). Sistem akuntansi Pemerintahan daerah secara garis besar terdiri atas: 1. Sistem Akuntansi pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), yaitu: a. Prosedur Akuntansi Penerimaan Daerah b. Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas c. Prosedur Akuntansi Aset Tetap d. Prosedur Akuntansi Selain Kas. 2. Sistem Akuntansi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yaitu: a. Prosedur Akuntansi Penerimaan Daerah b. Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas c. Prosedur Akuntansi Aset Tetap d. Prosedur Akuntansi Selain Kas. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Untuk itu keuangan daerah harus dikelola dengan benar agar pemerintahan di daerah dapat berjalan dengan baik sehingga dapat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Ruang Lingkup Keuangan Daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 adalah sebagai berikut: a. Hak daerah; b. Kewajiban daerah; c. Penerimaan daerah; d. Pengeluaran daerah; e. Kekayaan daerah; f. Kekayaan pihak lain. Pejabat-pejabat yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Permendagri No. 59 Tahun 2007 dimulai dari: a. Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah b. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan Daerah c. Kepala SKPD selaku PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) d. Kepala SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang e. Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang f. PPTK selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD g. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD) h. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
122
Mahsun, dkk (2013:245) menyatakan dana merupakan suatu kesatuan fiskal dan kesatuan akuntansi yang berdiri sendiri dan mempunyai seperangkat rekening yang saling berimbang untuk membukukan kas, sumber keuangan lainnya, kewajiban serta ekuitas, yang dipisahkan sesuai dengan tujuan dalam menjalankan kegiatan tertentu dan berdasarkan peraturan dan ketentuan khusus. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 06/ PMK.07/ 2012, Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian. Ruang Lingkup Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 06/PMK.07/ 2012 meliputi: a. Jenis Anggaran Transfer ke Daerah; b. Penetapan Alokasi Anggaran Transfer ke Daerah; c. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah; d. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Transfer ke Daerah; e. Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Transfer ke Daerah; f. Rekening Kas Umum Daerah; dan g. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Prosedur yang dilakukan dalam skripsi ini menggunakan tahap penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Tahapan-tahapan tersebut yakni sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi permasalahan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif. 2. Merumuskan permasalahan yang jelas dan menentukan tujuan dan manfaat penelitian. 3. Mengumpulkan informasi yang mengenai gambaran umum instansi dan data mengenai laporan keuangan pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara. 4. Melakukan analisis data yang diperoleh dengan menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui penyajian data laporan keuangan pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5. Mengajukan kesimpulan yang logis berdasarkan hasil penelitian tersebut dan memberikan saran-saran pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data penelitian dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu data kualitatif (yang berbentuk kata-kata/kalimat) dan data kuantitatif (yang berbentuk angka). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berbentuk katakata, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data yaitu wawancara langsung, studi dokumentasi, pengamatan/observasi. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung dari obyek yang diteliti (data-data dari hasil wawancara dengan Kepala Bagian Akuntansi Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah) dan data sekunder yaitu data yang diperoleh tidak dari sumbernya langsung melainkan sudah dikumpulkan oleh pihak lain dan sudah diolah (Visi Misi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi, Laporan Realisasi Anggaran TA 2011 sampai TA 2013, Pencatatan jurnal).
123
Penelitian ini dilakukan di Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara yang bertempat di Jalan 17 Agustus No. 69, Manado (Kompleks Kantor Gubernur). Adapun waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2015.
4.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah menentukan Kas Umum Daerah sebagai tempat penyimpanan uang daerah. Pemerintah Provinsi membuka rekening pada Bank Sulut sebagai Bank Kas Umum. Salah satu penerimaan daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah yaitu pendapatan transfer dimana penerimaan tersebut diperoleh dari pemerintah pusat. Pendapatan transfer diberikan untuk semua SKPD yang ada dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan dimasing-masing SKPD. Penerimaan pendapatan transfer disampaikan oleh pemerintah pusat kepada BPKBMD sebagai penerima kemudian menyalurkannya sesuai dengan ketentuan dan besar dana yang telah ditentukan. Dana transfer ke Provinsi Sulawesi Utara, yaitu: Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PBB), Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (DBH SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Penyesuaian. Tabel 1. Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PBB) Anggaran (Rp) 2011 72.659.331.620.00 2012 77.650.000.000.00 2013 97.300.000.000.00 Sumber: BPKBMD Prov. Sulawesi Utara
Realisasi (Rp) 75.806.471.171.00 92.316.875.921.00 84.163.969.926.00
(%) 104,33 118,89 86,50
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 dan tahun 2012, penerimaan DBH PBB melebihi target yang dianggarkan. Tetapi pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup berarti. Tahun 2011, realisasi penerimaan DBH PBB sebesar 75.806.471.171.00 kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 92.316.875.921.00, dan selanjutnya menurun pada tahun 2013 ke angka 84.163.969.926.00. Tabel 2. Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (DBH SDA) Anggaran (Rp) 2011 700.912.235.00 2012 1.350.000.000.00 2013 6.700.000.000.00 Sumber: BPKBMD Prov. Sulawesi Utara
Realisasi (Rp) 4.555.464.002.00 6.975.400.509.00 5.651.106.978.00
(%) 649,93 516,70 84,34
124
Tabel 2 memperlihatkan bahwa presentase realisasi anggaran dari tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan, dari angka 649,93% pada tahun 2011, turun menjadi 516,70% pada tahun 2012, dan lebih turun lagi ke angka 84,34% pada tahun 2013. Tabel 3. Dana Alokasi Umum (DAU) Anggaran (Rp) 2011 619.711.007.00.00 2012 790.534.491.000.00 2013 885.684.277.000.00 Sumber:BPKBMD Prov. Sulawesi Utara
Realisasi (Rp) 619.711.007.00.00 790.534.491.000.00 885.684.277.000.00
(%) 100,00 100,00 100,00
Tabel 3 menunjukkan penerimaan DAU dari tahun 2011 sampai tahun 2013 terus mengalami kenaikan dan penerimaan tersebut terealisasi sesuai dengan target yang ada. Tahun 2011 menerima 619.711.007.00.00, kemudian pada tahun 2012 sebesar 790.534.491.000.00, dan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi 885.684.277.000.00. Tabel 4. Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran (Rp) 2011 29.288.200.000.00 2012 43.539.930.000.00 2013 54.346.140.000.00 Sumber:BPKBMD Prov. Sulawesi Utara
Realisasi (Rp) 29.288.200.000.00 43.539.930.000.00 54.346.140.000.00
(%) 100,00 100,00 100,00
Tabel 4 menunjukkan penerimaan DAK dari tahun 2011 sampai tahun 2013 yang terus mengalami kenaikan dan penerimaan tersebut terealisasi sempurna dengan mencapai presentase 100%. Pada tahun 2011 dianggarkan dan terealisasi sebesar 29.288.200.000.00, kemudian tahun 2012 sebesar 43.539.930.000.00, selanjutnya tahun 2013 sebesar 54.346.140.000.00. Tabel 5. Dana Penyesuaian Anggaran (Rp) 2011 100.684.749.000.00 2012 278.491.044.000.00 2013 255.154.860.000.00 Sumber:BPKBMD Prov. Sulawesi Utara
Realisasi (Rp) 100.684.749.000.00 267.389.841.500.00 241.963.973.500.00
(%) 100,00 96,01 94,83
125
Tabel 5 menunjukkan bahwa penerimaan dana transfer mengalami penurunan demikian pula dengan realisasi anggarannya. Pada tahun 2011 terealisasi sempurna pada angka 100%, kemudian pada tahun 2012 yang terealisasi hanya 96,01%, dan selanjutnya pada tahun 2012 hanya 94,83% yang terealisasi dari yang dianggarkan.
Tabel 6. Jurnal Penerimaan Dana Transfer Tgl/Bln/Thn Keterangan xxx Kas di Kas Daerah R/K SKPD (Dana Transfer) Sumber:BPKBMD Prov. Sulawesi Utara
Debit Xxx
Kredit Xxx
Tabel 6 menunjukkan cara pencatatan jurnal penerimaan dana transfer yaitu kas daerah pada posisi debit dan dana transfer pada posisi kredit. Penerimaan dana transfer pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007, dimana BPKBMD Sulut menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.07/2013 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Dana Transfer, sebagai petunjuk teknis. Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban BPKBMD telah membuat laporan keuangan atas semua penggunaan dana transfer yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam menganalisis penerapan akuntansi penerimaan dana transfer pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini: 1. Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara menerima dana transfer dari pemerintah pusat yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Penyesuaian pada Bank Kas Umum Daerah yang sudah ditentukan yaitu Bank Sulut dan pelaksanaan penerimaan dana transfer dari pusat ke daerah telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.07/2013 dan secara keseluruhan telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor 59 Tahun 2007. 2. Setiap penggunaan dana transfer memiliki aturan masing-masing dan Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) telah melakukan aturan-aturan tersebut dalam setiap penggunaan dana sehingga dapat terpakai dengan baik sesuai dengan prosedur yang berlaku. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini yang dapat dijadikan bahan masukan dan perbaikan bagi Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Provinsi Sulawesi Utara yakni, Sistem penerimaan dana transfer dari pusat pada Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara sudah baik secara administratif dan transparan pada publik namun perlu meningkatkan pemahaman dari segi teknis untuk setiap staf/ pegawai. Sistem penerimaan dana transfer serta laporan keuangan Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Provinsi Sulawesi Utara sudah baik dan transparan sehingga sudah bisa menjadi
126
contoh oleh satuan kerja lain di pemerintah Provinsi Sulawesi Utara hingga ke pemerintah kabupaten/kota dalam hal transparansi keuangan pada satuan kerja masing - masing. Diharapkan juga untuk bisa mempertahankan kinerja pertanggung jawaban keuangan yang baik sehingga bisa memberi manfaat dalam proses penyusunan laporan keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta. Darise, Nurlan. (2008). Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). PT. Indeks. Jakarta. Darise, Nurlan. (2009). Pengelolaan Keuangan Daerah. Edisi Kedua. PT. Indeks. Jakarta. Halim, Abdul. (2013). Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Salemba Empat. Jakarta. Hariadi, Pramono. (2010). Pengelolaan Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta Kieso, Donald. (2008). Akuntansi Intermediate. Edisi Keduabelas. Erlangga. Jakarta Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis? Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta. Mahsun, Mohhamad. (2013). Akuntansi Sektor Publik. BPFE. Yogyakarta Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. ANDI. Yogyakarta. Mursyidi. (2009). Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Refika Aditama. Bandung Nordiawan, Deddi. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Edisi Kedua. Salemba Empat. Jakarta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 06/PMK.07/2012. Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Tamalumu, Jendra. (2014). Penerapan Akuntansi Penerimaan Dana Transfer pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Kepulauan Sangihe. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Tamalumu, Satriawan. (2012). Analisis Penerapan Sistem dan Prosedur Penerimaan Kas Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/316/BAKD/2007 Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Kepulauan Sangihe. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Alfabeta. Bandung
127
Evaluasi Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa Utara) Oleh : Brian Taruna Nugraha1 Sifrid Pangemanan2 Stanley K. Walandouw3 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email :
[email protected] ABSTRACT Changes in financial governance of the Republic of Indonesia has always been done by the government to increase the quality of management, financial accountability and transparency of the country to the fullest. This is evidenced by the issuance of government accounting standards based on Government Regulation 71 of 2010 on the application of accrual-based government accounting standards. Government Regulation No. 71 of 2010 which confirms that the adoption of accrual accounting is implemented at the latest by 2015. This would require careful preparation so that the implementation of accrual accounting can be done well. The object of this research is Department Of Public Works In North Minahasa District. Data analysis methods used in this study is a qualitative method. From the research, explained that Department Of Public Works In North Minahasa District is ready to accrual-based SAP implementation. Keywords: Accounting, Government, Accrual. 1. PENDAHULUAN Perubahan tata kelola keuangan negara Republik Indonesia memang selalu dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan mutu kualitas pengelolaan, keuangan negara secara maksimal. Adanya Standar Akuntansi Pemerintahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 merupakan suatu langkah pemerintah untuk peningkatan mutu dan kualitas pengelolaan keuangan negara. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 merupakan suatu aturan tentang penetapan Standar Akuntansi Pemerintahan menganut basis kas menuju akrual (cash toward accrual) yaitu Standar Akuntansi Pemerintahan yang menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan kemudian untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dana menggunakan sistem akrual. Perlu menjadi perhatian bahwa penerapan SAP basis kas menuju akrual ini masih bersifat sementara. KSAP (2012) menyatakan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 perlu diganti.
128
Hal ini menjadi jelas dengan diterbitkannya Standar Akuntansi Pemerintahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual secara penuh yang menggantikan Standar Akuntansi Pemerintahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Penggantian Standar Akuntansi Pemeritahan ini akan menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah karena mengingat bahwa penggunaan akuntansi berbasis kas menuju akrual akan berakhir pada tahun 2014, yang tentunya hal ini harus menuntut kesiapan seluruh Instansi Pemerintah di setiap daerah baik Provinsi, Kota / Kabupaten. Fakta di atas, menarik perhatian peneliti untuk menganalisis bagaimana persiapan pemerintah Kabupaten Minahasa Utara khususnya Dinas Pekerjaan Umum dalam menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual serta kendala-kendala apa yang masih dihadapi selama persiapan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Proses persiapan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa Utara terhadap penetapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 yang akan diterapkan pada tahun 2015. 2. Kesiapan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa Utara terhadap penetapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 yang akan diterapkan pada tahun 2015. 2. TINJAUAN PUSTAKA Halim (2007: 123) menjelaskan Akuntansi pemerintahan memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor swasta. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan, perusahaan milik negara dan daerah, yayasan, organisasi politik dan organisasi massa, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi nirlaba lainnya. Nordiawan, Putra dan Rahmawati (2012:4) menjelaskan akuntansi pemerintahan mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintah. Ghozali dan Ratmono (2008:3) menyatakan bahwa dalam akuntansi pemerintahan, data akuntansi digunakan untuk memberikan informasi mengenai transaksi ekonomi dan keuangan yang menyangkut organisasi pemerintahan dan organisasi-organisasi lain yang tidak bertujuan mencari laba (non-profit organization). Sehingga dapat disimpulkan akuntansi pemerintahan merupakan suatu proses sistematik pengelolaan keuangan pemerintah mulai dari bukti transaksi sampai ke proses pelaporan keuangan serta pertanggungjawaban kepada publik. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2010 pasal 1 ayat 8 tentang standar akuntansi pemerintahan, SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBD. Keuda.kemendagri (2014) dalam situs resminya pada modul penerapan akuntansi berbasis akrual menerangkan manfaat penerapan SAP berbasis akrual pada Study Nomor 14 yang diterbitkan oleh International Public Sector Accounting Standards Board mengatakan bahwa informasi yang disajikan pada akuntansi berbasis akrual dalam pelaporan keuangan memungkinkan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka: 1. Menilai akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya entitas serta penyebaran sumber daya tersebut. 2. Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas.
129
3. Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya, atau melakukan bisnis dengan suatu entitas. Selanjutnya, pada level yang lebih detil dalam Study Nomor 14 tersebut dinyatakan bahwa pelaporan dengan basis akrual akan dapat: 1. Menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan dananya; 2. Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dan komitmenkomitmennya; 3. Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya; 4. Memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya; 5. Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektifivitas penggunaan sumber daya. Manfaat dari penerapan SAP berbasis akrual ini tentunya mempermudah pemerintah dalam melakukan evaluasi pada laporan keuangan juga evaluasi pada kinerja pemerintah terutama terhadap sumber daya manusia. Dalam upaya penerapan SAP berbasis akrual KSAP (2010) menjabarkan persiapan strategi yang dapat dilakukan dalam rangka implementasi standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pada pemerintah daerah adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan sosialisasi dan pelatihan sebagai berikut: meningkatkan skill pelaksana, membangun awareness, dan mengajak keterlibatan semua pihak 2. Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem prosedur. 3. Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis akrual secara penuh. Strategi ini dilakukan oleh KSAP dengan harapan agar penerapan SAP berbasis akrual dapat berjalan dengan baik sehingga serta diharapkan agar seluruh instansi Pemerintah dapat mempraktikan akuntansi berbasis akrual secara professional 3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis penelitian yang akan di gunakan dalam menganalisis kesiapan pemerintah terhadap penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 adalah penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa Utara yang bertempat di Jalan Worang By Pass Airmadidi. Waktu Penelitian selama (2) bulan FebruariMaret 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisis 1. Proses Persiapan Dinas PU Terhadap Penerapan SAP Berbasis Akrual Langkah yang diambil pemerintah untuk kesiapan ini yaitu dengan mengadakan sosialisasi secara berjenjang mulai dari pusat sampai ke daerah. Sosialisasi yang dilakukan juga di sertai
130
dengan bimbingan teknis yang merupakan langkah paling tepat dilakukan pemerintah agar pengenalan akuntansi berbasis akrual ini dilakukan secara merata keseluruh instansi pemerintah. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah dilakukan secara berulang ulang sesuai dengan pernyataan dari Informan 1 : “Saya sudah mengikutinya kurang lebih dua kali dan dua-duanya bertempat di Jakarta” Sementara itu Informan 2 kurang lebih menyatakan hal yang sama : “Kalau sosialisasi tentang berbasis akrual saya rasa sudah banyak kali. Walaupun memang diakui masih banyak yang perlu lagi untuk kita benahi. Kalau untuk saya sendiri pernah ikut di Jakarta, pernah ikut juga di Manado dan pernah ikut juga di daerah , di Minahasa Utara.” Dalam sosialisasi ini juga, pemerintah mengadakan bimbingan teknis pada pegawai Dinas PU seperti yang dikatakan oleh Informan 2 yaitu : “Setelah pengenalan langsung itu langsing kebimbingan teknis. Karena itu saya ikut dua minggu jadi sudah dengan bimbingan teknis itu” Bimbingan teknis itu dilakukan dengan uji coba terhadap penerapan akuntansi berbasis akrual ini melalui simulasi. hal ini dikatakan oleh Informan 2 selaku peserta sosialisasi yaitu : “Ada juga , waktu kemarin saya sempat ikut di Bali di samping sosialisasi tapi dalam tahap yah hampir sama aja kayak simulasi gitu. Simulasi untuk penerapannya hanya itu aja mungkin” Tidak hanya sosialisasi, pemerintah juga sudah menyiapkan software untuk akuntansi berbasis akrual yang digunakan oleh SKPKD maupun SKPD yaitu Simda versi 27 hal ini di ungkapkan oleh Informan 2 melalui pernyataannya: “Yang tahap-tahap sosialisasi, kita kan menggunakan Simda. Waktu kita ikut sosialisasi itu simda kita pakai versi 27 untuk akrual basis. Yang sekarang kan kita masih menggunakan cash basis itu yang di SIMDA masih memproduksi empat laporan keuangan. Yang sekarang kita ikut sosialisasi itu sudah tujuh”. Selain itu, untuk kelancaran penerapan akuntansi bebasis akrual ini Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara sudah menetapkan Peraturan Bupati Minahasa Utara untuk penerapan akuntansi berbasis akrual yang membahas tentang Kebijakan dan Sistem akuntansi serta Perda yang sedang dalam tahap penyusunan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah. Hal ini di ungkapkan oleh Informan 1 yaitu : “Perda untuk pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah itu kita sementara dalam tahap pembahasan di Pansus, tapi kalo Perbup nya kita udah siap. Sudah punya itu, Perbup tentang sistem akuntansi dan kebijakan akuntansi nya kita udah punya itu dan sudah ditetapkan pada bulan mei tahun 2014 ini ditetapkan. Karena sesuai dengan amanat Permendagri 64 tahun 2013 batas waktu kita menyusun Perbub kebijakan akuntansi akrual sama Perbup sistem akuntansi berbasis akrual ditetapkan paling lambat 30 mei 2014. Dan itu sudah kita tetapkan dan memang kalau pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah Perdanya itu kita tinggal menyesuaikan sesuai dengan aturan baru yang ada, sejauh mana kita ada perubahan itu kita ubah di Perda pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah”. Upaya-upaya pemerintah dalam penerapan akuntansi berbasis akrual ini telah dilakukan sejak awal tahun 2004 hal ini seperti yang diungkapkan oleh Informan 1 : “Nah itu, pengembangan SDM itu kita disini sudah dalam tahap sosialisasi, sudah dari awal tahun 2004 kita udah tahap sosialisasi. Cuma pengembangan SDM nya banyak SKPD yang basic akuntansinya yang kurang, jadi itu yang kurang. Sampe penerapan kita gak tau
131
mulai dari mana. Kalo misalnya kita penerapan cash basic nya udah ada basic akuntansi kita tinggal mengarahkan tujuannya kemana.” Dari pernyataan responden –responden diatas, menerangkan upaya-upaya pemerintah dalam terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual yaitu dengan melakukan sosialisasi secara berjenjang, ketersediaan sistem akuntansi berbasis akrual yaitu software Simda versi 27 dan ditetapkannya peraturan Bupati tentang kebijakan dan sistem akuntansi serta Perda yang sedang dalam tahap pembahasan di Pansus. 2.Kesiapan Dinas PU Terhadap Penerapan SAP Berbasis Akrual Berdasarkan wawancara dan observasi dari peneliti pada Dinas PU Minut bahwa ada 3 hal penting indikator kesiapan Dinas PU dalam penerapan SAP berbasis akrual. Yang pertama dari segi sumber daya manusia yang ada di Dinas PU sudah sangat siap. Langkah yang diambil pemerintah untuk kesiapan ini yaitu mengadakan sosialiasi yang dilakukan juga disertai dengan bimbingan teknis yang merupakan langkah paling tepat agar pengenalan akuntansi berbasis akrual ini dilakukan secara merata keseluruhan instansi pemerintah. Yang kedua tidak hanya sosialisasi, pemerintah juga sudah menyiapkan software untuk akuntansi berbasis akrual yang digunakan SKPD yaitu Simba versi 27 yang langsung terintregasi ke pemerintah provinsi. Dan yang ketiga dari segi lingkungan, tempat dan fasilitas yang dimiliki Dinas PU Minut sudah sangat mencukupi. Dibuktikan dengan adanya ruang khusus untuk mengerjakan laporan keuangan berbasis akrual yang disediakan sebanyak 10 unit computer dan 2 operator yang memantau langsung pembuatan laporan keuangan berbasis akrual. Pernyataan dari para responden juga menunjukan opitimisme terhadap kesiapan penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Optimisme yang ditunjukkan oleh Dinas PU ini merupakan optimisme sebagai respon untuk menunjukkan kepatuhan , yang disebabkan oleh adanya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 yang harus segera dilaksanakan. Pada akhirnya, dengan penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015 nanti diharapkan agar terjadi transparansi terhadap pelaporan keuangan sehingga meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan baik dari daerah, provinsi sampai ke pusat pemerintahan Indonesia yang merupakan jawaban atas harapan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih. 3.Hambatan Yang Dihadapi Dinas PU Dalam Penerapan SAP Berbasis Akrual Dinas PU sudah tidak memiliki masalah terhadap penerapan akuntansi berbasis akrual ini karena seluruh staf bidang akuntansi di Dinas PU memiliki latar belakang di bidang akuntansi sehingga untuk penyesuaian akuntansi berbasis akrual ini mereka tidak mengalami hambatan. Hambatan yang dialami Dinas PU Kabupaten Minahasa Utara yaitu kurangnya dana sosialisasi untuk penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Padahal hal ini seharusnya menjadi perhatian penuh pemerintah ketika membuat perubahan kebijakan. Hal ini merupakan motivasi bagi pemerintah agar bukan hanya memfokuskan proses sosialisasi tetapi juga harus memiliki perhatian terhadap ketersediaan dana yang digunakan untuk sosialisasi. Karena, pada dasarnya pemerintah seharusnya sudah bisa memperhitungkan kecukupan dana untuk proses sosialisasi terhadap kesiapan SAP berbasis akrual dan mengantisipasi kekurangan dana untuk sosialisasi ini sehingga pemerintah berfokus pada hambatan-hambatan yang tidak terduga pada saat penerapan akuntansi berbasis akrual ini. 4.1 Pembahasan Proses Persiapan Dinas PU Terhadap Penerapan SAP Berbasis Akrual Pada saat ini pemerintah masih menerapkan akuntansi kas menuju akrual namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 masa penggunaan akuntansi kas menuju akrual ini akan segera berakhir pada tahun 2014 ini dan akan digantikan dengan metode akuntansi
132
berbasis akrual. Dalam penetapannya pemerintah telah melakukan berbagai macam persiapan yaitu berupa sosialisasi yang dilakukan di seluruh jenjang pemerintahan mulai dari pusat, provinsi, sampai kabupaten. Dinas PU juga telah menerima sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Sosialisasi ini dilakukan mulai dengan pengenalan mulai dari latar belakang perubahan akuntansi kas menuju akrual pada akuntansi berbasis akrual kemudian perbedaan akuntansi kas menuju akrual dengan kas berbasis akrual, sampai kepada penerapan akuntansi berbasis akrual. sosialisasi ini juga disertai dengan bimbingan teknis pada pegawai dengan mempraktekkan secara langsung cara penginputan transaksi melalui simulasi. Pemerintah juga menyediakan software yang mendukung metode pencatatan akuntansi berbasis akrual ini yaitu Simda versi 27. Secara keseluruhan Dinas PU Minahasa Utara tidak memiliki hambatan terhadap penggunaan software ini karena pada saat sosialisasi seluruh staf di Dinas PU sudah mendapat bimbingan teknis untuk penggunaan software ini. Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara juga telah mengeluarkan Perbub (Peraturan Bupati) untuk mendukung penerapan akuntansi berbasis akrual ini dan Peraturan Gubernur (Pergub) yang sementara pembahasan di Pansus. Kemudian yang perlu menjadi sorotan bahwa upaya-upaya pemerintah dalam penerapan akuntansi berbasis akrual ini telah dilakukan sejak awal tahun 2004. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian dari Faradillah (2013) yang memaparkan bentuk dari persiapan pemerintah terhadap kesiapan akuntansi berbasis akrual yaitu dengan melakukan sosialisasi dan pembuatan peraturan daerah. Kesiapan Dinas PUTerhadap Penerapan SAP Berbasis Akrual Dinas PU sudah siap terhadap penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Hal ini dipertegas melalui pernyataan-pernyataan mereka menegaskan bahwa mereka siap untuk penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual. Optimisme kesiapan terhadap penerapan SAP berbasis akrual ini, merupakan optimisme sebagai wujud kepatuhan terhadap amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Faradillah (2013) yaitu kesiapan terhadap penerapan akuntansi berbasis akrual merupakan suatu wujud dari kepatuhan terhadap peraturan pemerintah. Hambatan Yang Dihadapi Dinas PU Dalam Penerapan SAP Berbasis Akrual Dinas PU sudah tidak memiliki masalah terhadap penerapan akuntansi berbasis akrual ini karena seluruh staf di Dinas PU memiliki latar belakang di bidang akuntansi sehingga untuk penyesuaian akuntansi berbasis akrual ini mereka tidak mengalami hambatan. Namun yang menjadi pokok permasalahannya adalah SKPD-SKPD yang ada di kabupaten minahasa utara, karena pengelola keuangan yang ada di SKPD-SKPD sebagian besar tidak memiliki dasar pendidikan akuntansi. Hal ini merupakan penghambat kesiapan penerapan akuntansi berbasis akrual karena butuh waktu lama untuk SDM yang ada di SKPD-SKPD belajar tentang akuntansi berbasis akrual ini. inilah yang menjadi penyebab kesulitan dari penerapan akuntansi berbasis akrual sehingga disini terlihat jelas bahwa peran pemerintah diperlukan untuk menyediakan SDMSDM yang memiliki dasar pendidikan akuntansi disetiap SKPD-SKPD di Kabupaten Minahasa Utara. Hambatan yang tidak kalah pentingnya selain dari sumber daya manusia yang ada di SKPDSKPD di Kabupaten Minahasa Utara yaitu kurangnya dana sosialisasi untuk penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Padahal hal ini seharusnya menjadi perhatian penuh pemerintah ketika membuat perubahan kebijakan. Hal ini merupakan motivasi bagi pemerintah agar bukan hanya memfokuskan proses sosialisasi tetapi juga harus memiliki perhatian terhadap ketersediaan dana yang digunakan untuk sosialisasi. Karena, pada dasarnya pemerintah seharusnya sudah bisa memperhitungkan kecukupan dana untuk proses sosialisasi terhadap kesiapan SAP berbasis akrual dan mengantisipasi kekurangan dana untuk sosialisasi ini sehingga pemerintah berfokus pada
133
hambatan-hambatan yang tidak terduga pada saat penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Faradillah (2013) dalam penelitiannya juga mengungkapkan hal yang sama dalam penelitiannya yaitu kendala yang terdapat pada sumber daya yang ada di setiap SKPD yang tidak memiliki dasar pendidikan akuntansi, namun dalam penelitiannya tidak ada kendala terhadap keterbatasan dana yang digunakan untuk kesiapan SAP berbasis akrual. Ardiansyah (2013) dalam penelitiannya juga menjabarkan hal yang sama yaitu kesiapan terhadap sumber daya manusia merupakan faktor utama penentu kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. 5. KESIMPULAN Hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dinas PU Minahasa Utara telah mengikuti berbagai proses persiapan yang dilakukan pemerintah untuk mendukung suksesnya penerapan akuntansi berbasis akrual ini yaitu dengan mengikuti sosialiasi yang dilakukan pemerintah juga disertai dengan bimbingan teknis yang dilakukan secara merata keseluruhan instansi pemerintah. Pemerintah juga sudah menyiapkan software untuk akuntansi berbasis akrual yang digunakan SKPD yaitu Simba versi 27 yang langsung terintregasi ke pemerintah provinsi. Tempat dan fasilitas yang dimiliki Dinas PU Minut sudah sangat mencukupi. Dibuktikan dengan adanya ruang khusus untuk mengerjakan laporan keuangan berbasis akrual yang disediakan sebanyak 10 unit computer dan 2 operator yang memantau langsung pembuatan laporan keuangan berbasis akrual.. 2. Dinas PU Minahasa Utara secara umum telah siap menerapkan SAP berdasarkan PP No. 71 tahun 2010. Ini dibuktikan dengan sumber daya manusia yang diberikan sosialiasi disertai dengan bimbingan agar pengenalan akuntansi berbasis akrual ini dilakukan secara merata keseluruhan instansi pemerintah. Pemerintah juga sudah menyiapkan software untuk akuntansi berbasis akrual yang digunakan SKPD yaitu Simba versi 27 yang langsung terintregasi ke pemerintah provinsi. Fasilitas yang dimiliki Dinas PU Minut sudah sangat mencukupi. Dibuktikan dengan adanya ruang khusus untuk mengerjakan laporan keuangan berbasis akrual yang disediakan sebanyak 10 unit computer dan 2 operator yang memantau langsung pembuatan laporan keuangan berbasis akrual. Dan saran terhadap penelitian ini yaitu, beberapa kendala yang masih dihadapi pemerintah dalam Penerapan akuntansi berbasis akrual ini khususnya Dinas PU membuat penulis menjabarkan saran terhadap solusi dalam persiapan penerapan akuntansi berbasis akrual ini yaitu, sebaiknya dana sosialisasi untuk penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual ini lebih diperhatikan agar tidak ada keterlambatan penyesuaian penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual ini yang disebabkan oleh kurangnya dana untuk sosilalisasi penerapan SAP akrual ini. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah. (2013). Faktor - faktor yang mempengaruhi kesiapan Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berdasarkan PP 71 Tahun 2010 (Studi Kasus Pada Kantor KPPN Malang).JIMFEB.Vol. 2. Universitas Brawijaya Malang. http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/255/204 Tanggal akses 9 Nopember 2014. Hal. 11 Faradillah, Andi. (2013). Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010). Universitas Hassanudin Makassar. Makassar. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5646/Skripsi%20%28Full%29.pd f?sequence=1
134
Tanggal akses 9 Nopember 2014. Hal. 94 Ghozali, Imam., Ratmono, Dwi. (2008). Akuntansi Keuangan Pemerintah Pusat (APBN) dan Daerah (APBD) Sesuai Peraturan Perundang-Undangan Terbaru. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Halim, A. (2007). Akuntansi dan Pengendalian Pengelolaan Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Keuda.Kemendagri. (2014). Modul Penerapan Akuntansi Berbasis akrual. Google. Jakarta Pusat. http://keuda.kemendagri.go.id/pages/view/20-modul-penerapan-akuntansi-berbasis-akrual. Tanggal Akses 12 Januari 2015 KSAP.(2010). Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah. Jakarta. KSAP.(2012). Standar Akuntansi Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Salemba Empat. Jakarta. Nordiawan, Deddi., Putra, Sondi I., Rahmawati, Maulida. (2012). Akuntansi Pemerintahan. Salemba Empat. Jakarta. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta Republik Indonesia. Undang-Undang No.17 Tahun 2003, Tentang Keuangan Negara. Jakarta. Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung
135
Analisis Kinerja Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Tomohon Tahun Anggaran 2011-2013 Oleh: Figih Fez Sugeha1 Herman Karamoy2 Rudy J. Pusung3 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email :
[email protected] ABSTRACT Regional Government in managing the budget income and expenditure (APBD) should be realized well and properly. The performance was the image of achievement of activity in realize the objective, purpose, vision, and mission on organization. The purpose of this research is to know the performance of realized in Budget income and expenditure of the city government of Tomohon. Based on this research that had been did on Department of Revenue Finance Managing and Regional Asset (DPPKAD) City of Tomohon indicate that it performance of Income from City Government of Tomohon is good enough and can be seen from the realization of budget for the year 2011 was not accordance to the targeted, but in the next year is according on target and keep going well. But the Regional Budget Income must be enhanced by the City Government of Tomohon. Whilst the performance of expenditure was quite well because the expenditure quite relatively small and occurred saving the expenditure so that SILPA surplus can be obtain. Keywords: Progress of work, Region budget expenses 1. PENDAHULUAN Pemerintah adalah suatu badan persekumpulan yang memiliki kebijakan tersendiri untuk mengelola,serta mengatur jalannya suatu sistem pemerintahan di suatu negara. Lembaga pemerintah dibentuk umumnya untuk menjalankan aktivitas layanan terhadap masyarakat luas dan sebagai organisasi nirlaba yang mempunyai tujuan bukan untuk mencari keuntungan tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang. Tujuan yang akan dicapai biasanya ditentukan dalam bentuk kualitatif, misalnya meningkatkan kenyamanan dan keamanan, mutu pendidikan, kesehatan maupun keimanan. Pergantian pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi membawa perubahan bagi pemerintahan Indonesia. Dengan adanya perubahan tersebut maka dituntut untuk dilaksanakannya otonomi daerah. Halim (2007:1) menyatakan otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Hal ini sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemeritahan daerah, sebagai revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Menurut UU No. 32 tahun 2004 menjelaskan pemerintah daerah ditetapkan bahwa pemerintahan dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentralisasi, dan atas tugas pembantuan.Pemerintah memberikan otonomi kepada daerah seluas-luasnya yang bertujuan untuk memungkinkan daerah mengurus dan mengatur rumah
136
tangganya sendiri agar berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Keberhasilan kinerja pemerintah di era otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai ukuran kinerja yang dicapainya. Pengelolaan anggaran berdasarkan kinerja ini memberikan gambaran yang lebih khusus terkait dengan kemampuan suatu daerah untuk selalu menggali potensi daerah guna meningkatkan anggaran pendapatan, yang akan berdampak pada kemampuan pembiayaan penyelengaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan daerah. Dalam anggaran berbasis kinerja secara struktur meliputi anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan.Penekanan pada belanja daerah menjad ititik perhatian terutama isi belanja membutuhkan kinerja yang lebih baik, transparan dan tepat sasaran. Untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam memngelola keuangan daerahnya dapat menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah di tetapkan dan dilaksanakan.Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi (Halim, 2007:230).Dengan analisis ini pemerintah dapat menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, dan dapat mengukur kontribusi masingmasing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. Pada tahun anggaran 2011 BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Utara menyerahkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) untuk tahun anggaran 2011 kepada Pemerintah Kota Tomohon, BPK memberikan pernyataan untuk tidak memberikan opini (disclaimer of opinion). Dan pada tahun anggaran 2012, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) memberikan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) kepada Pemerintah Kota Tomohon.Jumlah dana perimbangan pada anggaran Pemerintah Kota Tomohon masih mendominasi pendapatan daerah. Jumlah dana perimbangan yang mendominasi pendapatan daerah tersebut menunjukkan bagaimana ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern atau dengan kata lain berkaitan dengan kemandirian keuangan daerah yang masih bergantung pada transfer pemerintah pusat. Untuk menganalisis kinerja keuangan perlu juga untuk menganalisis selisih anggaran, tingkat desentralisasi, efektivitas, efisiensi, dan pertumbuhan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kinerja keuangan dari Pemerintah Kota Tomohon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja anggaran pendapatan dan belanja daerah Pemerintah kota Tomohon selama periode 2011-2013. 2. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor publik swasta (Bastian, 2006: 6). Darise (2008: 28) mengemukakan definisi Akuntansi sektor Publik adalah proses menghasilkan informasi bagi pihak dari entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota, atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi dan kepada pihak-pihak eksternal pemerintah daerah (kabupaten, kota, atau provinsi) yang memerlukan. Dalam pelaksanaan APBD pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan ramalan (prognosis) untuk enam bulan berikutnya.Laporan disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan pemerintah daerah. Penyusuaian APBD dengan perkembangan dan perubahan
137
keadaan dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan rancangan perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan, terjadi jika : 1. Perkembangan tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; 2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, antar jenis belanja; 3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Mahsun (2006: 25) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi.Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi individu maupun kelompok.Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau individu kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. Mahsun (2006: 152) menyatakan bahwa analisis varians anggaran pendapatan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara pendapatan dengan yang dianggarkan. Biasanya selisih anggaran sudah di informasikan dalam laporan realisasi anggaran yang disajikan oleh pemerintah daerah.Informasi selisih anggaran tersebut sangat membantu pengguna laporan dalam memahami dan menganalisis kinerja pendapatan. Rasio ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelolapendapatan (Marizka, 2010: 40).Semakin tinggi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Mahsun (2006: 191) menjelaskan bahwa rasio ini mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan pendapatan dari pajak daerah. Efektivitas (hasil guna) adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.Efektivitas merupakan perbandingan outcome dan output. Outcome merupakan dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat sedangkan output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program aktivitas dan kebijakan. Untuk mengukur tingkat efektivitas dalam pengelolaan keuangan dengan melihat perbandingan anggaran pendapatan dengan realisasinya dan presentase tingkat pencapaiannya. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat efektivitas dari sektor pajak dapat dilakukan dengan cara membandingkan realisasinya dengan rancangan penerimaan pajak daerah. Mahsun (2006: 152) menyatakan bahwa analisis varians merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi belanja dengan anggaran belanja.Berdasarkan laporan realisasi anggaran yang disajikan, pembaca laporan dapat mengetahui secara langsung besarnya varians anggaran belanja dengan realisasinya yang bisa dinyatakan dalam bentuk nilai nominalnya atau presentasenya. Marizka (2010: 42) menjelaskan bahwa rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja secara optimal.Baik itu untuk belanja langsung maupun untuk belanja tidak langsung. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukakan pemerintah.Efisiensi berhubungan dengan metode operasi (Marizka, 2006: 43). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil karya tertentu mempergunakan sumber daya dan dana yang serendah rendahnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara ouput dengan input. Untuk mengukur tingkat efisiensi dalam mengelola keuangan dengan melihat perbandingan antara realisasi belanja dengan total belanja.
138
Rasio pertumbuhan (growth ratio), Halim (2007 :128) rasio pertumbuhan dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami peningkatan. Penelitian Terdahulu 1. Daling (2013) dengan judul Analisis Kinerja Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara Tahun Anggaran 2009-2011. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kinerja realisasi APBD Pemerintah Kab. Minahasa tenggara selama periode 2009-2011. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kinerja pendapatan pada pemerintah kab. Minahasa tenggara belum efektif sedangkan untuk kinerja belanja telah efektif. 2. Paat (2013) dengan judul Perbandingan Kinerja Pengelolaan APBD antara Pemerintah Kota Tomohon dan Pemerintah Kota Manado. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa dan membandingkan kinerja pengelolaan APBD antara Kota Tomohon dan Kota Manado. Metode yang digunakan adalah metode deksriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan kinerja Pemerintah Kota Tomohon lebih baik dari Pemerintah Kota Manado dalam mengelola APBD pada tahun anggaran 2010-2011. 3.METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis penelitian ini bersifat kualitatif, menurut Sugiyono (2013: 8) metode penelitian kualitatif adalah metode penilitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil peneitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Lokasi penelitian dilakukan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tomohon.Sedangkan waktu penelitian yaitu pada bulan Maret-April 2015. Prosedur penelitian ini dilakukan kajian awal dengan menggunakan studi literatur, baik studi kepustakaan maupun membaca melalui internet.Kemudian melakukan pengidentifikasian masalah, merumuskan masalah, menetapkan tujuan dan manfaat penelitian kemudian perancangan dan persiapan survey yang telah ditentukan sampai dengan saran dan kesimpulan. Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. 3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel 1. Analisis Kinerja Pendapatan a) Analisis Varians Anggaran Pendapatan : Selisih antara pendapatan dengan yang dianggarkan. b) Analisis Rasio Derajat Desentralisasi Pendapatan Asli Daerah Derajat Desentralisasi =
x 100% Total Pendapatan Daerah
139
c) Analisis Rasio Efektivitas Pajak Daerah Realisasi Pajak Daerah Rasio Efektifitas
=
x 100% Target Pajak Daerah
2. Analisis Kinerja Belanja a) Analisis Varians Anggaran Belanja : Selisih antara realisasi belanja dengan anggaran. b) Analisis Keserasian Belanja : Rasio Belanja Langsung dan Tidak Langsung terhadap Total Belanja. Rasio Belanja Langsung Terhadap Total Belanja
Total Belanja Langsung =
x 100% Total Belanja
Rasio Belanja Tidak Langsung Terhadap Total Belanja =
Total Belanja Tidak Langsung x 100% Total Belanja
c) Rasio Efisiensi Belanja Realisasi Belanja Rasio Efisiensi Belanja
=
x 100% Total Belanja
d) Rasio Pertumbuhan Pertumbuhan PAD Tahun t
PAD Tahun t – PAD Tahun (t – 1) =
x 100% PAD Tahun (t – 1)
Pertumbuhan Pendapatan Tahun t
Pendapatan Thn t – Pendapatan Thn (t – 1) =
x 100% Pendapatan Thn (t – 1)
Pertumbuhan Belanja Tahun t =
Belanja Tahun t – Belanja Tahun (t – 1) x 100%
Belanja Tahun (t – 1) 3.3 Metode Analisis Sugiyono (2011:21) menyatakan bahwa metode yang digunakan untuk menggambarkan dan menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dimana sifatnya menguraikan dan menggambarkan suatu data atau keadaan serta melukiskan atau menjelaskan sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. 4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Tomohon sejak dahulu telah dituliskan dalam beberapa catatan sejarah. Salah satunya terdapat dalam karya etnografis Pendeta N. Graafland yang ketika pada tanggal 14 Januari 1864 di
140
atas kapal Queen Elisabeth, ia menuliskan tentang suatu negeri yang bernama Tomohon yang dikunjunginya pada sekitar tahun 1850. Menurut beberapa sumber, Tomohon asal kata (Tou mu’ung) dalam bahasa tombulu. Dikatakan bahwa Tomohon adalah salah satu daerah yang termasuk dalam etnis tombuu, ialah salah satu dari delapan etnis asli minahasa. Kota Tomohon berada pada 1°15' Lintang Utara dan 124°50' Bujur Timur. Luas Kota Tomohon berdasarkan keputusan UU RI Nomor 10 Tahun 2003 sekitar 11.420 Ha dengan jumlah penduduk mencapai 87.719 jiwa. Kota Tomohon terletak di ketinggian kira-kira 700-800 meter dari permukaan laut (dpl), diapit oleh 2 gunung berapi aktif, yaitu Gunung Lokon (1.689 m) dan Gunung Mahawu (1.311 m). suhu di Kota Tomohon pada waktu siang mampu mencapai 30 derajat Celcius dan 23-24 derajat Celcius pada malam hari. Tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi DPPKAD/DPPKBMD Kota Tomohon sesuai dengan Peraturan Walikota Tomohon Nomor 26 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Walikota Tomohon Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Sususnan Organisasi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Tomohon. 1. Analisis Varians Pendapatan Analisis varians anggaran pendapatan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara pendapatan dengan yang dianggarkan. Biasanya selisih anggaran sudah diinformasikan dalam laporan realisasi anggaran yang disajikan oleh pemerintah daerah. Informasi selisih anggaran tersebut sangat membantu pengguna laporan dalam memahami dan menganalisis kinerja pendapatan. Tabel 1. Hasil Perhitungan Analisis Varians Pendapatan Kota Tomohon 2011-2013 Tahun Anggaran Realisasi Selisih Anggaran Pendapatan (Rp) Pendapatan (Rp) dan Realisasi Pendapatan 2011
387.575.703.851
383.044.240.149
-4.531.463.702
2012
384.985.328.700
388.641.585.596
3.656.256.896
2013
458.477.532.416
461.311.984.055
2.834.451.639
2. Rasio Derajat Desentralisasi Rasio ini menunjukan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelolah pendapatan. Semakin tinggi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggara desentralisasi. Tabel 2. Hasil Perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi Kota Tomohon 2011-2013 Tahun PAD Total Pendapatan Rasio DDF Keterangan Anggaran (Rp) (Rp) (%) 2011 8.095.029.622 383.044.240.149 2,11 Sangat Kurang 2012
11.241.635.125
388.641.585.596
2,90
Sangat Kurang
2013
13.945.339.275
461.311.984.055
3,02
Sangat Kurang
141
3. Rasio Efektivitas Pajak Daerah Rasio ini mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan pendapatan dari pajak daerah. Efektifitas (hasil guna) adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi yang telah ditetapkan. Efektifitas merupakan perbandingan outcome dan output. Tabel 3. Hasil Perhitungan Rasio Efektivitas Pajak Daerah Kota Tomhon 2011-2013 Tahun Target Pajak Realisasi Pajak Rasio Efektivitas Anggaran Daerah (Rp) Daerah (Rp) Pajak Daerah (%) 2011
3.872.372.100
4.031.730.282
104,11
2012
3.524.759.217
3.774.798.077
107,09
2013
4.685.975.000
5.458.559.604
116,49
4.Analisis Varians Belanja Analisis varians anggaran belanja merupakan selisih antara realisasi dengan anggaran. Perhitungan berikut menunjukan varians anggaran belanja dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Tabel 4. Hasil Perhitungan Analisis Varians Belanja Kota Tomohon 2011-2013 Tahun Anggaran Realisasi Selisih Anggaran Belanja (Rp) Belanja (Rp) dan Realisasi Belanja (Rp) 2011
378.975.703.851
357.814.241.200
21.161.462.651
2012
403.161.500.071
374.925.563.075
28.235.936.996
2013
487.182.091.789
451.182.738.551
35.779.353.238
4. Rasio Keserasian Belanja Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja secara optimal.Baik itu untuk belanja langsung maupun untuk belanja tidak langsung.
142
Tabel 5. Hasil Perhitungan Rasio Keserasian Belanja Kota Tomohon 2011-2013 Tahun Belanja Langsung Belanja Tidak (Operasi) Langsung (Modal) (%) (%) 2011
78
21,58
2012
79
19,72
2013
72,58
27,42
5. Rasio Efisiensi Belanja Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukakan pemerintah.Efisiensi berhubungan dengan metode operasi. Tabel 6 Hasil Perhitungan Rasio Efisiensi Belanja Kota Tomohon 2011-2013 Tahun Anggaran Realisasi Rasio Efisiensi Belanja (Rp) Belanja (Rp) Belanja (%) 2011
378.975.703.851
357.814.241.200
94,42
2012
403.161.500.071
374.925.563.075
93
2013
487.182.091.789
451.402.738.551
92,66
6. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami peningkatan. Tabel 7 Hasil Perhitungan Rasio Pertumbuhan PAD, Pendapatan, Belanja Kota Tomhon 20112013 Tahu Total PAD PAD Total PD Total Belanja n (Rp) (%) Pendapatan (%) Belanja (%) (Rp) (Rp) 2011 8.095.029.622 383.044.240.129 357.814.241.200 2012
11.241.635.125
38,87
388.641.585.596
1,46
374.925.563.075
4,78
2013
13.945.339.275
24,05
461.311.984.055
18,70
451.402.738.551
20,40
143
4.2 Pembahasan Analisis Varians Pendapatan Dari segi pendapatan tahun 2011, Pemerintah Kota Tomohon tidak sesuai yang ditagetkan, karena dalam tahun 2011 pemerintah kurang berhasil merealisasikan PAD.Sedangkan tahun 2012 dan 2013 sudah sesuai target. Tetapi jumlah dana perimbangan masih mendominasi pendapatan daerah, yang artinya Pemerintah Kota Tomohon masih bergantung pada transfer pemerintah pusat dalam merealisasikan pendapatan daerah. Rasio Derajat Desentralisasi Dari segi derajat desentralisasi, Pemerintah Kota Tomohon berada dalam kategori sangat kurang, karena berada pada skala dibawah 10,00%. Hal ini menunjukan pemerintah belum mengoptimalkan PAD dan belum meningkatkan kemampuan dalam kemandirian. Rasio Efektivitas Pajak Daerah Dari segi efektivitas pajak daerah, Pemerintah Kota Tomohon sudah sangat baik, karena mampu merealisasikan lebih dari yang ditargetkan dan meningkatkan pajak daerah dari tahun ke tahun. Analisis Varians Belanja Dari segi belanja, Pemerintah Kota Tomohon merealisasikan belanja lebih kecil dari jumlah yang dianggarkan untuk tahun 2011 sampai dengan 2013.Belanja operasi menjadi pengeluaran paling besar, yang didalamnya terdapat belanja pegawai dan belanja barang. Rasio Keserasian Belanja Dari segi keserasian belanja, Pemerintah Kota Tomohon terlihat lebih memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasi (langsung) dari pada belanja modal (tidak langsung). Rasio Efisiensi Belanja Dari segi efisiensi belanja, Pemerintah Kota Tomohon melakukan penghematan belanja dengan baik pada tahun 2011 sampai dengan 2012 dan mendapatkan SILPA (sisa lebih perhitungan anggaran). Rasio Pertumbuhan Dari segi pertumbuhan, Pemerintah Kota Tomohon dalam tahun 2011 sampai dengan 2013 dapat dikatakan baik, karena mengalami pertumbuhan positif atau peningkatan dari segi Pendapatan, PAD (Pendapatan Asli Daerah), dan Belanja. 5.KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Kinerja pendapatan dari Pemerintah Kota Tomohon cukup baik, yang dapat dilihat dari realisasi pendapatan tahun 2012 dan 2013 sudah melebihi target, kecuali pendapatan pada tahun 2011 yang tidak memenuhi target. Tetapi terjadi peningkatan pendapatan selama 3 tahun, jadi dapat dikatakan kinerja Pemerintah kota Tomohon cukup baik. Kinerja belanja dari Pemerintah Kota Tomohon sudah sangat baik dilihat dari belanja yang relatif kecil dan ditambah dengan penghematan belanja yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tomohon sehingga mendapatkan SILPA surplus yang nantinya bisa digunakan untuk pembangunan kota dan lain sebagainya. Adapun Saran yang dapat diberikan adalah, Pemerintah Kota Tomohon harus terus meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Ini akan sangat bermanfaat untuk pembangunan kota serta menjadi kota yang mandiri dan tidak sangat bergantung pada dana transfer. Pemerintah Kota Tomohon sebaiknya mempertahankan efisiensi belanja yang telah dilakukan untun periode tahun anggaran 2011-2013. Dengan mendapatkan SILPA surplus (sisa lebih perhitungan anggaran) pada periode 3 tahun membuat Pemerintah Kota Tomohon diharapkan dapat
144
melanjutkan ke tahun-tahun selanjutnya, dan SILPA surplus bisa dipakai untuk menunjang program-program lainnya dari Pemerintah Kota Tomohon. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita.(2011). Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah. Graha Ilmu. Yogyakarta Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta. Daling, Marchelino. (2013). Analisis Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Darise, Nurlan. (2008). Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). PT. Indeks. Jakarta. Halim, Abdul dan Mohammad Iqbal,. (2012). Pengelolaan Keuangan Negara. Bulak Sumur. NPP STIM YKPN Selly Paat. (2013).P erbandingan Kinerja Pengelolaan APBD antara Pemerintah Kota Tomohon dengan Pemerintah Kota Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis? Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta. Mahsun, Mohamad. (2006). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE. Yogyakarta Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. ANDI. Yogyakarta. Marizka. (2010). Analisis Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta. Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta. Republik Indonesia. (2006). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta. Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TahunAnggaran 2013. Jakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Alfabeta. Bandung
145
Analisis Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kabupaten Minahasa Tenggara Oleh : Nola Lavenia Watak Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email :
[email protected] ABSTRACT Property Tax is one tax which is managed by the local government. Which is the only property tax in Indonesia, because most of the revenue is income areas, among others, are also used for the provision of facilities enjoyed by the central government and local government. Bases of land and building tax is the taxable value. The purpose of this study is to analyze Determination of taxable value against land and building tax in Southeast Minahasa Regency. The object of this research is 3 Southeast Minahasa District in the District Ratahan, District Pasan, and the District of East Ratahan. The data collection techniques in this study is a field study in the Department of Revenue in Southeast Minahasa regency. This research uses descriptive method. Based on the research results, the authors concluded that the three districts are districts Ratahan, Pasan, and Ratahan East where the districts are located in the city center in Southeast Minahasa Regency, strategic location and generates economic value. So it has a high contribution to the reception in Southeast Minahasa regency. Department of Revenue is responsible for determining the tax object selling value needs to improve the assessment and pengelolahan data, especially between the sale value of the tax object selling prices that occurred in the community so that more relevant determination. Keywords: Determination of tax object selling value, Property tax 1.PENDAHULUAN Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak sebagai salah satu sumber pemerintah dalam negeri merupakan sektor potensial, penerimaan sektor pajak ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum salah satunya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB0. PBB merupakan satu-satunya pajak properti di Indonesia sebagai pajak ojektif, yaitu pajak negara yang sebagian besar penerimaanya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan dengan menggunakan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan atau Nilai Jual Ojek Pajak pengganti.
146
penerimaan PBB mengalami kenaikan, disebabkan oleh nilai jual objek pajak (NJOP) yang menjadi dasar pengenaan PBB di Kabupaten Minahasa Tenggara karena peningkatan jumlah penduduk yang diikuti permintaan terhadap bumi dan bangunan yang semakin tinggi sehingga meningkatkan harga jual bumi (tanah) dan bangunan. Juga dikarenakan pada lokasi objek pajak yang strategis atau letaknya di depan jalan utama, dan pemanfataannya untuk menghasilkan nilai ekonomis seperti usaha perdangangan, dan lain-lain. Kabupaten Minahasa Tenggara merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Utara yang memiliki 12 Kecamatan. Namun dari 12 kecamatan ini ada beberapa kecamatan yang berkotribusi cukup besar terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Minahasa Tenggara yaitu Kecamata Ratahan, Pasan, dan Ratahan Timur. Karena memiliki kegiatan-kegiatan yang menghasilkan nilai perekonomian dimasing-masing kecamatan tersebut. Oleh karena itu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Tujuan Penelitian ini adalah untuk Mengetahui Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Terhadap Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Minahasa Tenggara yang ada di 3 kecamatan yaitu kecamatan Ratahan, Kecamatan Pasan dan Kecamatan Ratahan Timur. 2.TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan penting bagi perusahaan. Menurut Riahi dan Belkaoui (2011:54), peranan dari akuntansi adalah untuk memberikan informasi mengenai perilaku ekonomi yang di akibatkan oleh aktivitas-aktivitas perusahaan dalam lingkungannya. Menurut Muljono ( 2009:1) Akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undang perpajakan beserta aturan pelaksanaannya, disebut akuntansi pajak. Menurut Suprianto (2013:1) Pajak merupakan iuran atau pungutan wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat wajib pajakuntuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya. Menurut Iiyas dan Burton (2013:13) menyatakan bahwa Dalam literatur pajak, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Namun dalam perkembangannya, fungsi pajak tersebut dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi. 1.Fungsi budgeter 2.Fungsi regulerend 3.Fungsi demokrasi 4.Fungsi distribusi Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. PBB lahir untuk menyempurnakan pengenaan Ipeda dan pajak-pajak lain yang dianggap tumpang tindih, seperti pajak rumah tangga, pajak kekayaan, pajak jalan, dan lain-lain. PBB adalah pajak pusat yang hasilnya diberikan kepada Pemerintah Deerah. Menurut Waluyo, (2011 : 201) pengertian Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, sedangkan bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan. Klasifikasi objek pajak oleh Meteri Keuangan, yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitugan pajak yang
147
terutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi dan tanah diperhatikan faktor-faktor seperti: letak, peruntukan, pemanfaatan, dan kondisi lingkungan. Menurut Resmi (2011:233) Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar pengenaan PBB. Besarnya NJOP ditetapkan dengan pengklasifikasian atau penggolongan nilai jual rata-rata bumi berupa tanah dan bangunan. Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pendekatan Penilaian 1. Pendekatan data Pasar ( Market Data Approach ) Pendekatan data pasar dilakukan dengan cara membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian yang dipandang perlu. 2. Pendekatan Biaya ( Cost Approach) Pendekatan biaya digunakan untuk penilaian bangunan, yaiut dengan cara memperhitungankan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru objek yang dinilai dan dikurangi penyusutan. 3. Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan ( Income Approach). Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan dengan cara menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa/penjualan dalam satu tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan kekosongan biaya operasi dan/atau hak pengusaha. Penelitian Terdahulu Ovelia, (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis penetapan Nilai Jual Objek Pajak dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Manado (studdi kasus di 4 kecamatan). Tujuan dari penelitian ini adalah unutk menganalisis penetapan NJOP dan bagaimana implikasinya terhadap PBB di kota manado. Hasil penelitian ini adalah 4 kecamatan memiliki penetapan NJOP tinggi. Dikarenakan letak objek pajak yang strategis dengan dominasi kegiatan perekonomian. Adreta, (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis Penentuan NJOP pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan kelas pada kelurahan tinoor dua kec.Tomohon Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar penentuan NJOP PBB berdasarkan kelas pada kelurahan tinoor dua. Hasil dari penelitian ini adalah tinggi rendahnya NJOP tergantung pada objek pajak yaitu bumi dan bangunan, kelas NJOP Bumi dan Bangunan per M2. Persamaan dengan penulis ini adalah teknik pengumpulan data didapat dari mengadakan observasi, wawancara, perhitungan PBBnya sama, dan menggunakan metode deskriptif. Perbedaannya adalah lokasi dan waktu berbeda. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis Penelitian yang dilakukan yaitu Deskritif, yaitu membahas masalah dengan menguraikan, membandingkan suatu keadaan serta menjelaskan suatu keadaan sehingga dapat ditarik kesimpalnya. (Kuncoro 2009:112) Tempat atau lokasi penelitian yang akan di lakukan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kabupaten Minahasa Tenggara. Kompleks Perkantoran Blok A Jalan Raya RatahanBelang, Keluaran Wawali-Pasan kecamatan Ratahan. Dan waktu penelitian pada bulan maret sampai bulan Mei Tahun 2015. Menurut Sugiyono, (2014: 85), Populasi adalah Wilayah generalisasi ysng terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini adalah 3 kecamatan di Kabupaten Minahasa Tenggara yaitu seperti di bawah ini :
148
1. 2. 3.
Kecamatan Ratahan Kecamatan Pasan Kecamatan Ratahan Timur Menurut Sugiyono (2014: 81 ) Sedangkan Sampel adalah dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh polulasi tersebut. Peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan Ratahan 15 wajib pajak sebesar 5.707 m2 dengan klasifikasi penggolongan kelas NJOP anatara kelas 80 samapai dengan84. 2. Kecamatan Pasan 15 wajib pajak sebesar 6.773 m2 dengan klasifikasi penggolongan kelas NJOP antara 92 sampai dengan 81. 3. Kecamatan Ratahan Timur 15 wajib pajak sebesar 6.372 m2 dengan klasifikasi penggolongan kelas NJOP antara 90-83. 3.2 Metode Analisis Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang membahas masalah dengan menggunakan, membandingkan suatu keadaan serta menjelaskan suatu keadaan sehingga dapat ditarik kesimpulan dimana penulis ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat dengan menganalisis faktor-faktor terjadinya atau munculnya fenomena tertentu. 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Kabupaten Minahasa Tenggara adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara yang merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Minahasa Selatan. Kabupaten Minahasa Tenggara berdasarkan pembagian Wilayah aministratif Pemerintah Daerah dibagi dalam 12 Kecamatan dan 144 desa/kelurahan (135 Desa dan 9 kelurahan). Kabupaten Minahasa Tenggara di pimpin oleh seorang Bupati. Pada tingkat kecamatan dipimpin oleh Camat dan pada tingkat desa/kelurahan di pimpin oleh seorang Kepala Desa (Hukum Tua) / Lurah. Luas Kabupaten Minahasa Tenggara adalah 730.62 Km 2. Kabupaten Minahasa Tenggara memiliki topografi wilayah berupa berbukit-bukit atau pengunungan dan sebagian kecil daratan rendah bergelombang, serta memiliki sungai-sungai. 1. Visi : Terwujudnya optimalisasi penerimaan pendapatan daerah yang akuntabel dengan berorientasi pada pelayanan prima. 2. Msi : a. Meningkatkan penerimaan pendapatan daerah b. Meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaaan pendapatan c. Meningkatkan kualitas dan kinerja sumber daya aparatur dan organisasi d. Meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak e. Meningkakan koordinasi, pengendalian dan pengawasan. Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Kecamatan Ratahan Di Kabupaten Minahasa Tenggara khususnya di Kecamatan Ratahan yang merupakan Ibu kota memiliki nilai jual objek pajak dari masing-masing wajib pajaknya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dimiliki objek pajak yaitu berupa tanah dan bangunan. Kecamatan Ratahan sendiri banyak di dominasi dengan kegiatan perdangangan dan letak objek pajaknya yang strategis atau letak objek pajak berada di pinggiran jalan utama dan memiliki kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai ekonomis yang cukup tinggi seperti, perkantoran swasta, pendidikan dan lainlain.
149
Tabel 4.2 Penetapan NJOP Bumi dan Bangunan di Kecamatan Ratahan Tahun 2014
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total
Nama Wajib Pajak A B C D E F G H I J K L M N O
Bumi
Bangunan
Luas (m2)
Kelas
NJOP (Rp/m)
NJOP Bumi (Rp)
Luas (m2)
Kelas
NJOP (Rp/m)
300 447 363 364 908 394 224 440 462 214 323 231 187 400 450
82 83 80 80 83 83 81 82 83 81 83 80 80 83 84
48.000 36.000 82.000 82.000 36.000 36.000 64.000 48.000 36.000 64.000 36.000 82.000 82.000 36.000 27.000
14.400.000 16.092.000 29.766.000 29.848.000 32.688.000 14.184.000 14.336.000 21.120.000 16.632.000 13.696.000 11.628.000 18.942.000 15.334.000 14.440.000 12.150.000 275.154.000
300 240 200 150 100 100 78 54 60 42 60 40 30 30 20
21 21 25 25 23 22 21 23 25 25 27 27 27 28 27
1.200.000 1.200.000 595.000 595.000 823.000 968.000 1.200.000 823.000 595.000 595.000 429.000 429.000 429.000 365.000 429.000
NJOP Bangunan (Rp) 360.000.000 288.000.000 119.000.000 89.250.000 82.300.000 96.800.000 93.600.000 44.442.000 35.700.000 24.990.000 25.740.000 17.160.000 12.870.000 10.950.000 8.580.000 1.309.382.000
NJOP Total Bumi dan Bangunan (Rp) 374.400.000 304.092.000 148.766.000 119.098.000 114.988.000 110.984.000 107.936.000 65.562.000 52.332.000 38.686.000 37.420.000 36.102.000 28.204.000 25.390.000 20.730.000 1.584.690.000
Sumber data: Data Dispenda, 2014 Berdasarkan data yang ada,didapat bahwa NJOP bumi (tanah) di Kecamatan Ratahan memiliki kelas tertinggi adalah 80 dengan nilai jual objek pajak (NJOP) sebesar Rp.82.000/m 2. Dan disusul dengan kelas 81 dengan nilai jual objek pajak sebesar Rp 64.000/m2, kelas 82 dengan nilai jual objek pajak (NJOP) Rp 48.000/m2, kelas 83 nilai jual objek pajak Rp 36.000/m2, dan kelas 84 dengan nilai jual objek pajak sebesar Rp 27.000/m2. Berbeda dengan NJOP Bangunan memiliki kelas NJOP yang bervariasi. Nilai jual objek pajak yang paling tinggi yaitu kelas 21 dengan nilai jual objek pajak Rp 1.200.000/m2 dan terendah ada di kelas 28 dengan nilai jual objek pajak bangunannya Rp 365.000/m2. Total NJOP masing-masing objek yang menjadi dasar perhitungan dari PBB nantinya. Penetapan Nilai Jual ObjekPajak (NJOP) di Kecamatan Pasan Penetapan NJOP di kecamatan Pasan juga sebagai kecamatan yang sangat berperan penting dalam penerimaan PBB. Kecamatan ini memiliki klasifikasi atau kelas NJOP yang berbeda-beda baik bumi ataupun bangunan.
150
Tabel 4.3 Penetapan NJOP Bumi dan Bangunan di Kecamatan Pasan Tahun 2014 Bumi No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama WP A B C D E F G H I J K L M N O
Bangunan
Luas (m2)
Kel as
NJOP (Rp/m)
NJOP Bumi (Rp)
Luas (m2)
Kelas
NJOP (Rp/m)
414 345 429 1.742 624 957 325 252 300 414 204 225 230 210 102
82 81 83 89 84 92 85 81 86 83 84 85 82 86 85
48.000 64.000 36.000 5.000 27,000 1.700 20.000 64.000 14.000 36.000 27.000 20.000 48.000 14.000 20.000
19.872.000 22.080.000 15.444.000 8.710.000 16.848.000 1.626.900 6.500.000 16.128.000 4.200.000 14.904.000 5.508.000 4.500.000 11.040.000 2.940.000 2.040.000
302 93 96 63 40 45 40 42 36 150 30 40 20 20 20
19 23 26 25 26 27 25 28 24 22 24 27 29 28 27
1.833.00 823.000 505.000 595.000 505.000 429.000 595.000 365.000 700.000 968.000 700.000 429.000 310.000 365,000 429.000
Total
166.983.000
NJOP Bangunan (Rp) 553.566.000 76.539.000 48.480.000 37.485.000 20.200.000 19.305.000 23.800.000 15.330.000 25.200.000 145.200.000 21.000.000 17.160.000 6.200.000 7.300.000 8.580.000 1.025.345.000
NJOP Total Bumi dan Bangunan (Rp) 573.438.000 98.619.000 63.924.000 46.195.000 37.048.000 20.931.900 30.300.000 31.458.000 29.400.000 29.424.000 26.508.000 21.660.000 17.240.000 10.240.000 10.620.000 1.047.005.900
Sumber data: Data Dispenda, 2014 Berdasarkan data yang ada di dapat bahwa Kecamatan Pasan nilai jual objek pajak (NJOP) untuk Bumi (tanah) yang tertinggi ada di kelas 81 yaitu Rp 64.000/m2, dan kelas 82, 83, 84, 85, 86, 89 dan terakhir kelas paling rendah 92 dengan nilai jual objek pajaknya masing-masing yaitu Rp 48.000/m2, Rp 36.000/m2, Rp27.000/m2, Rp. 20.000/m2, Rp.14.000/m2 dan Rp. 5.000/m2 dan yang paling terendah NJOP-nya Rp.1.700/m2 dengan luas tanah yang berbeda-beda. Dalam penetapan NJOP Bangunan di kecamatan Pasan sendiri NJOP tertinggi berada di kelas 19 sebesar Rp. 1.833.000/m2 dan terendah berada di kelas 29 sebesar Rp. 310.000/m2. Setelah masing-masing nilai jual objek bumi dan bangunan di dapat, maka kita dapat melihat bahwa total NJOP keseluruhan yang tertinggi ada di wajib pajak A yaitu Rp. 573.438.000 dan terendah di wajib pajak O dengan total NJOP sebesar Rp. 10.620.00. Penetapan Nilai Jual Objek Pajak di Kecamatan Ratahan Timur Kecamatan Ratahan Timur juga merupakan salah satu Kecamatan yang memberikan Kontribusi cukup dalam hal penerimaan PBB.
151
Tabel 4.4 Penetapan Nilai Jual Objek Pajak di Kecamatan Ratahan Timur Tahun 2014 Bumi No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total
Nama WP
A B C D E F G H I J K L M N O
Bangunan
Luas (m2)
Kelas
NJOP (Rp/m)
NJOP Bumi (Rp)
Luas (m2)
Kelas
NJOP (Rp/m)
160 1.750 714 525 378 230 345 520 300 136 560 324 270 50 110
90 85 87 84 84 87 89 84 85 85 90 87 85 83 84
3.500 20.000 10.000 27.000 27.000 10.000 27.000 27.000 20.000 20.000 3.500 10.000 20.000 36.000 27.000
560.000 35.000.000 7.140.000 14.175.000 10.206.000 2.300.000 9.315.000 14.040.000 6.000.000 2.720.000 196.000 3.240.000 5.400.000 1.800.000 2.970.000 115.062.000
48 36 49 36 36 30 30 65 30 30 20 30 25 20 16
24 27 25 27 27 25 27 24 28 27 29 28 30 26 26
1.866.667 429.000 595.000 429.000 429.000 595.000 429.000 700.000 365.000 429.000 697.500 365.000 264.000 505.000 505.000
NJOP Bangunan (Rp) 89.600.016 15.444.000 29.155.000 15.444.000 15.444.000 17.850.000 12.870.000 4.550.000 10.950.000 12.870.000 13.950.000 10.950.000 6.600.000 10.100.000 8.080.000 273.857.016
NJOP Total Bumi dan Bangunan (Rp) 90.160.016 50.444.000 36.295.000 29.619.000 25.650.000 20.150.000 22.185.000 18.590.000 16.950.000 15.590.000 14.146.000 14.190.000 12.000.000 11.900.000 11.050.000 388.919.016
Sumber Data :Data Dispenda, 2014 Berdasarkan data yang ada didapat bahwa NJOP bumi (tanah) di kecamatan Ratahan Timur memiliki kelas tertinggi yaitu 83 sebesar Rp 36.000/m2, disusul dengan kelas 84 Rp. 27.000. berbeda dengan NJOP Bangunan memiliki kelas tertinggi yaitu 24 sebesar 1.866.667/m 2 dan terendah di kelas 30 yaitu sebesar Rp. 264.000/m2. Dan sesuai dengan didapat total NJOP keseluruhan yang paling tinggi ada di wajib pajak A sebesar Rp. 90.160.016/m2 dan terendah yaitu wajib pajak O dengan total NJOP sebesar Rp. 11.050.000/m2. Total NJOP inilah yang menjadi dasar perhitungan PBB. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Ratahan Nilai jual objek pajak (NJOP) yang sebelumnya telah di tetapakan oleh masing-masing objek pajak di kecamatan Ratahan menjadi dasar perhitungan PBB. Dimana NJOP tersebut dikurangi dengan nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) dengan standar di Kabupaten Minahasa Tenggara adalah sebesar Rp. 10.000.000 maka diperoleh nilai jual objek pajak sebagai dasar perhitungan PBB.selanjutnya dikalikan dengan persentasi nilaijual kena pajak (NJKP) diman NJOP di atas satu milyar dikenakan tarif sebesar 40% dan dibawa satu milyar tarif sebesar 20%. Dan setelah itu NJKP dikalikan dengan tariff PBB sebesar 0,5% maka akan didapat PBB terhutangnya. Tabel dibawah ini merupakan perhitungan PPB di kecamatan Ratahan :
152
Tabel 4.5 Perhitungan PBB di Kecamatan Ratahan Tahun 2014 Nama Wajib Pajak
NJOP Total Bumi dan Bangunan (Rp) 374.400.000 304.092.000 148.766.000 119.098.000 114.988.000 110.984.000 107.936.000 65.562.000 52.332.000 38.686.000 37.420.000 36.102.000 28.204.000 25.390.000 20.730.000
NJOPTK P (Rp)
A 10.000.000 B 10.000.000 C 10.000.000 D 10.000.000 E 10.000.000 F 10.000.000 G 10.000.000 H 10.000.000 I 10.000.000 J 10.000.000 K 10.000.000 L 10.000.000 M 10.000.000 N 10.000.000 O 10.000.000 Total Sumber Data : Data Olahan
NJOP untuk Penghitungan PBB (Rp) 364.400.000 294.092.000 138.766.000 109.098.000 104.988.000 100.984.000 97.936.000 55.562.000 42.332.000 28.686.000 27.420.000 26.102.000 18.204.000 15.390.000 10.730.000
% NJKP NJKP (Rp) 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20%
72.880.000 58.818.400 27.753.200 21.819.600 20.997.600 20.196.800 19.587.200 11.112.400 8.466.400 5.737.200 5.484.000 5.220.400 3.640.800 3.078.000 2.146.000
PBB Terutang (Rp) 364.400 294.092 138.766 109.098 104.988 100.984 97.936 55.562 42.332 28.686 27.420 26.102 18.204 15.390 10.730 1.434.690
Berdasarkan tabel 4.5 Di atas kita dapat lihat bahwa perhitungan PBB yang tertinggi terdapat pada Wajib Pajak A yaitu sebesar Rp 364.400 dan di susul dengan objek pajak yang memiliki wajib pajak B dengan pembayaran PBB sebesar Rp. 294.092. Sedangkan yang paling rendah ada di wajib pajak O dengan pembayaran PBB sebesar Rp. 10.730. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Pasan Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan dikecamatan Pasan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
153
Tabel 4.6 Perhitungan PBB di Kecamatan Ratahan Tahun 2014 NJOP Nama Total Bumi NJOP untuk % Wajib dan NJOPTK Penghitungan NJKP Pajak Bangunan P (Rp) PBB (Rp) (Rp) A 573.438.000 10.000.000 563.438.000 20% B 98.619.000 10.000.000 88.619.000 20% C 63.924.000 10.000.000 53.924.000 20% D 46.195.000 10.000.000 36.195.000 20% E 37.048.000 10.000.000 27.048.000 20% F 31.458.000 10.000.000 21.458.000 20% G 30.300.000 10.000.000 20.300.000 20% H 29.424.000 10.000.000 19.424.000 20% I 29.400.000 10.000.000 19.400.000 20% J 26.508.000 10.000.000 16.508.000 20% K 21.660.000 10.000.000 11.660.000 20% L 20931900 10.000.000 10.931.900 20% M 17.240.000 10.000.000 7.240.000 20% N 10.620.000 10.000.000 620.000 20% O 10.240.000 10.000.000 240.000 20% Total Sumber Data :Data Olahan
NJKP (Rp)
112.687.600 17.723.800 10.784.800 7.239.000 5.409.600 4.291.600 4.060.000 3.884.800 3.880.000 3.301.600 2.332.000 2.186.380 1.448.000 124.000 48.000
PBB Terutang (Rp) 563.438 88.619 53.924 36.195 27.048 21.458 20.300 19.424 19.400 16.508 11.660 10.932 7.240 620 240 897.006
Berdasarkan pada tabel 4.6 di atas, dapat kita lihat bahwa perhitungan PBB yang tertinggi terdapat pada objek pajak yang dimiliki wajib pajak A yaitu sebesar Rp. 563.438 yang harus dibayar.disusul dengan objek pajak dimiliki wajib pajak B sebesar Rp.88.619 dan seterusnya. Dan yang paling rendah terdapat pada wajib pajak O sebesar Rp.240. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Ratahan Timur Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Ratahan Timur dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
154
Tabel 4.7 Perhitungan PBB di Kecamatan Ratahan Timur Tahun 2014 Nama Wajib Pajak
NJOP Total Bumi dan NJOPTK Bangunan (Rp) P (Rp)
A 90.160.016 B 50.444.000 C 36.295.000 D 29.619.000 E 25.650.000 F 20.150.000 G 22.185.000 H 18.590.000 I 16.950.000 J 15.590.000 K 14.146.000 L 14.190.000 M 12.000.000 N 11.900.000 O 11.050.000 Total Sumber Data : Data Olahan
10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
NJOP untuk % NJKP Penghitungan PBB (Rp) 80.160.016 40.444.000 26.295.000 19.619.000 15.650.000 10.150.000 12.185.000 8.590.000 6.950.000 5.590.000 4.146.000 4.190.000 2.000.000 1.900.000 1.050.000
20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 20%
NJKP (Rp)
16.032.003 8.088.800 5.259.000 3.923.800 3.130.000 2.030.000 2.437.000 1.718.000 1.390.000 1.118.000 829.200 838.000 400.000 380.000 210.000
PBB Terutang (Rp) 80.160 40.444 26.295 19.619 15.650 10.150 12.185 8.590 6.950 5.590 4.146 4.190 2.000 1.900 1.050 238.919
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa perhitungan PBB yang tertinggi terdapat pada objek pajak yang memiliki wajib pajak A yaitu sebesar Rp. 80.160 Dan disusul dengan objek pajak yang memiliki wajib pajak B dengan PBB yang harus dibayar sebesar Rp.40.444. dan yang paling terendah ada diwajib pajak O dengan pembayaran PBB sebesar Rp.1.050. Setelah didapat hasil penetapan NJOP pada masing-masing kecamatan dapat dilihat bahwa semakin besar luas tanahnya maka NJOP bumi akan menyesuaikan yaitu semakin besar pula. Namun hal ini juga dilihat dari letaknya strategis (berada dijalan utama) dan bisa menghasilkan nilai ekonomis. Walaupun luas tanahnya kecil, jika objek pajaknya berada di posisi yang strategis atau berada di pinggiran jalan utama,dan memiliki nilai ekonomis dalam pengunanaanya, kelas NJOP akan menyesuaikan dan dapat menjadi tinggi juga. Misalnya di Kecamatan Ratahan luas tanah Wajib Pajak A sebesar 447 m2 memiliki kelas NJOP bumi 83 yaitu sebesar Rp. 36.000/m2, dimana pada wajib pajak lain misalnya wajib pajak K dengan luasnya hanya 323 m 2 dikenakan kelas yang sama yaitu 83 sebesar Rp. 36.000/m2. Hal seperti ini menjadikan penetapan NJOP Bumi semakin tinggi demikiannya dengan NJOP bangunan sehingga penerimaan PBB-nya juga tinggi. Berbeda dengan objek pajak yang posisinya terletak di bagian yang kurang strategis juga tidak memiliki pemanfaatan ekonomis. Misalnya di Kecamatan Ratahan timur pada wajib pajak K dengan luas tanah sebesar 560m2 memiliki kelas 90 yaitu hanya Rp.3.500/m2. Berbeda dengan Wajib Pajak E yang memiliki tanah dengan luas 378m2,kelas buminya 84 dengan NJOP-nya sebesar Rp.27.000/m2, sehingga penerimaan PBB-nya akan menyesuaikan dengan total NJOP secara keseluruhan Bumi dan Bangunan. Penetapan NJOP yang telah ditetapkan akan menjadi dasar perhitungan PBB. Jika total NJOP bumi/bangunan tinggi, maka penerimaan PBB juga akan tinggi mengikuti besarnya NJOP.
155
Demikian sebaliknya jika NJOP-nya rendah, penerimaan PBB juga akan rendah. Setelah melihat tiga kecamatan dalam penelitian ini, yaitu kecamatan Ratahan, Pasan, dan Ratahan Timur dimana kecamatan-kecamatan ini berada di pusat kota di Kabupaten Minahasa Tenggara, letaknya yang strategis dan menghasilkan nilai ekonomis. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) di 3 kecamatan Ratahan, Pasan, Ratahan Timur terhadap Penerimaan Pajak bumi dan bangunan di peroleh bahwa penerimaan PBB pertama berada pada kecamatan Ratahan sebesar Rp. 1.434.690, Kedua berada pada kecamatan Pasan sebesar Rp.897.006, dan yang ke tiga berada pada kecamatan Ratahan Timur sebesar Rp. 238.919. 5.KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat di ambil kesimpulannya adalah sebagai berikut : 1. Penetapan NJOP di kecamatan Ratahan, Pasan, dan Ratahan Timur memiliki klasifikasi atau penggolongan kelasyang bervariasi baik bumi dan bangunan. Kelas yang NJOP tertinggi dimasing-masing kecamatan salah satunya dipengaruhi oleh letak objek pajaknya yang strategis atau berada di pinggiran jalan utama dan disebabkan karena penggunaan objek pajak untuk usaha perekonomian seperti perdangangan, perkantoran, jasa umum, dan lain-lain. Sehingga memiliki kontribusi yang tinggi terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Minahasa Tenggara. 2. Berdasarkan penelitian penulis, aplikasi yang digunakan dalam perhitungan pentapan NJOP berdasarkan luas tanah dan bangunan, kalsifikasi kelas NJOP di hitung dalam aplikasi computer yaitu Sistem Informasi Manajemen Pajak Daerah ( SIMPD). 3. Dan berdasarkan hasil penelitian, yang diperoleh dari penerimaan PBB yang pertama pada Kecamatan Ratahan sebagai Ibu kota yang maju dengan penerimaan PBB sebesar Rp. 1.434.690,00, Kedua Kecamatan Pasan sebesar Rp. 897.006,00, dan yang ke Tiga Kecamatan Ratahan Timur yaitu sebesar Rp. 238.919,00. Dari hasil penelitian dan kesimpulan diberikan saran adalah sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kabupaten Minahasa Tenggara, Dinas Pendapatan Daerah perlu meningkatkan penilaian dan pengelolahan data khususnya antara nilai jual objek pajak (NJOP) dengan harga jual yang terjadi pada masyarakat sehingga penetapan NJOP lebih relevan. 2. Kiranya penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya, agar supaya Pajak Daerah khususnya di PBB akan lebih berkontribusi terhadap Dispenda Kab.Minahasa Tenggara, sehingga akan selalu ada perubahan di setiap tahun penerimaan PBB. 3. Pemerintah sebaiknya mengontrol cara kerja terhadap instansi tersebut agar kedepannya lebih meningkat lagi kualitas kinerja seluruh pengawai di Dispenda Kab. Minahasa Tenggara. DAFTAR PUSTAKA Anastasia Diana, Lilis Setiawan. (2009). Perpajakan Indonesia. Andi. Yogyakarta. Iiyas Wirawan B, Burton Richard. (2013). Hukum Pajak : Teori, Analisis, Dan Perkembangannya. Edisi 6.Salemba Empat. Jakarta Lubis Irwanyah, Djuanda Gustin, Lubis Ardiansyah. (2010). Review Pajak Orang Prbadi dan OrangAsing. SalembaEmpat. Jakarta Mardiasmo. (2011). Perpajakan. Edisi Revisi. Andi. Jakarta Mardiasmo. (2009). Perpajakan. Edisi Revisi. Andi. Jakarta Muljono. (2009). Akuntansi Pajak. Andi. Yogyakarta.
156
Novryadi.(2012). Penilaian Individual Objek Pajak PBB. Jakarta http://novryadisidauruk.blogspot.com/2012/08/penilaian-individual objek-pajak pbb.html. Diakses Mei, 05, 2015 Ovelia.(2013). Analisis Penetapan Nilai Jual Objek Pajak dan Implikasinya Terhadap Pajak Bumi dan Bangunan Di Kota Manado (Studi kasus 4 Kecamatan). Rangian. (2014). Analisis Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Kelas Pada Kelurahan Tinoor Dua Kecamatan Tomohon Utara. Resmi Siti. (2012a). Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 6. Selemba Empat. Jakarta Resmi Siti. (2012b). Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 6. Selemba Empat. Jakarta Indrawan Rully, Yaniawati Poppy. (2014). Metodologi Penelitian Kunatitatif, Kualitatif, dan Campuran Untuk Manajemen Pembangunan dan Pendidikan. PT. Refika Aditama. Bandung Sugiyono. (2014). Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung Sutedi. (2013). Hukum Pajak. Sinar Grafika. Jakarta Suprianto. (2013).Hukum Pajak Indonesia. Penerbit Graha Ilmu. Jakarta Waluyo. (2013). Perpajakan indonesia. Edisi 11. Selemba Empat. Jakarta Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Edisi 10. Penerbit Salemba Empat. Jakarta
157
Analisis Sistem Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan) Oleh : Lifia Teesen¹ Janjte Tinangon² Dhullo Afandi³ Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT The budget has an important role in running an organization or government. More specifically the budget revenue and expenditure. Stages of revenue and expenditure budget preparation is very important to payed, because it reveals what will be done in the future. In the implementation of the organization's activities, require planning in the preparation of the budget revenue and expenditure and estimates that can be obtained later. The research was performed in South Minahasa regency, especially in the Department of Revenue and Asset Management. The research was was conducted to analyze the system preparation of the local budget in the South Minahasa regency to obtain data on Revenue Service Financial and Asset Management. Data analysis method used is descriptive method. The results showed that the preparation of the local government budget in the South Minahasa District has sufficient because it has been prepared based on standards, systems, procedures and regulations are based on of domestic regulation No. 21 of 2011, so it is understandable, traced, is transparency and accountability. Keywords: System Revenue and Expenditure Budget 1. PENDAHULUAN Instansi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan meningkatan pelayanan kepada masyarakat umum yang dapat berupa peningkatan keamanan, peningkatan mutu pendidikan atau peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Apabila dibandingkan dengan instansi lain, instansi pemerintah memiliki karakteristik tersendiri yang lebih terkesan sebagai lembaga politik daripada lembaga ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana bentukbentuk instansi lainnya, instansi pemerintah juga memiliki aspek sebagai lembaga ekonomi. Instansi pemerintah melakukan berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukan di satu sisi, dan di sisi lain instansi ini harus melakukan berbagai upaya untuk memperoleh penghasilan guna menutupi seluruh biaya tersebut. Sebagaimana halnya perusahaan, instansi pemerintah juga berusaha untuk mencegah atau menghindari pemborosan dan hal-hal lain yang dianggap merugikan karena hal - hal demikian akan membawa pengaruh buruk bagi keuangan masing-masing instansi pemerintah. Dalam era globalisasi sekarang ini, penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan pengelolaan keuangan yang sehat. Amanat Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
158
Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut asas Otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kewenangan yang luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan ini, pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi wewenang dan masyarakat. Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah harus melakukan optimalisasi, efisiensi dan efektivitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjamin adanya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan ini, maka diperlukan suatu sistem yang tepat dan benar-benar diterapkan dalam instansi tersebut. Sistem akuntansi keuangan dalam sebuah instansi pemerintah merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan, hal ini dikarenakan sistem akuntansi keuangan dapat digunakan sebagai alat pengatur dan pengendalian untuk seluruh kegiatan keuangan. Penerapan sistem berdasarkan peraturan yang ditetapkan bertujuan untuk mengatur dan melindungi kekayaan atau aset milik instansi yang bersangkutan. Dengan diterapkan sistem yang baku diharapkan semua aktifitas instansi pemerintah dapat dijalankan dengan efisien, sesuai dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beabn anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan maksimal untuk kepentingan masyarakat. Agar tujuan-tujuan dalam otonomi daerah dapat tercapai, pemerintah haruslah bertindak efektif dan efisien dalam mengelola keuangan daerahnya. Untuk memberikan jaminan dan pelayanan masyarakat yang baik guna keberlangsungan kesejahteraan masyrakat pada umumnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, maka pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan demikian maka APBD merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program yang telah melalui perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang manfaatnya benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat. Agar dapat menjadi efektif untuk menampung aspirasi dan keinginan masyarakat, maka sistem penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perumusan rancangan APBD harus sesuai dengan aturan dan prosedur yang sudah ditetapkan pemerintah dengan diikuti pengawasan dan pengendaliannya.
159
Pemerintahan yang baik merupakan issu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini sejalan dengan penyelenggaran otonomi daerah. Atas dasar semangat itulah maka beban tugas dan tanggung jawaab Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan dirasakan semakin berat, karena aparatur daeerah dituntut untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Dalam rangka pemunuhan tuntutan tersebut, maka diperlukan pengembangan sistem serta prosedur kerja yang cepat, tepat, jelas dan nyata serta dapat dipertanggungjawabkan sehingga penyelnggaraan tugastugas pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan harus bisa berlangsung secara baik. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah Apakah Sistem Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang disusun di Kabupaten Minahasa Selatan telah memadai Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Sistem Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Minahasa Selatan. 2.TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 2, Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan menurut Pasal 1 Ayat 3, pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, dan/atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi perangkat Daerah, pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sementara itu, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asa otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip ekonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip NKRI. Menurut Permendagri Nomor 21 tahun 2011 Pasal 1 ayat (8) Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Menurut Mardiasmo (2008), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Pada prinsipnya anggaran merupakan suatu rencana keuangan yang mencerminkan semua unsur kegiatan operasional dalam suatu perusahaan atau lembaga secara terperinci. Oleh karena itu diperlukan koordinasi serta pengawasan agar pelaksanaan dari rencana tersebut tidak menyimpang dari yang telah direncanakan sebelumnya. Anggaran memiliki peranan penting dalam perencanaan, pengendalian, dan evaluasi aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah. Karena anggaran memiliki kedudukan penting, suatu unit pemerintah harus mencatat anggaran serta melaporkan realisasinya sehingga dapat diperbandingkan selisih antara anggaran dengan pelaksanaan serta melakukan tindak lanjut perbaikan.
160
Sistem anggaran pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penetapan sistem anggaran dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Perencanaan dapat dikatakan sebagai suatu upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara atau daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Sedangkan anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, oleh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran. Perumusan program di dalam perencanaan pada akhirnya berimplikasi pada besarnya kebutuhan anggaran yang harus disediakan, sehingga keberhasilan penggunaan anggaran dimulai dari perencanaannya. Menurut Daranatha (2009) sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama yang dikoordinasikan untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu agar mempermudah bagi yang membuat bagi yang menggunakan suatu sistem. Sistem anggaran pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penetapan sistem anggaran dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Secara rinci sistem dan prosedur ditetapkan oleh masing-masing daerah. Perbedaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah. Dengan upaya tersebut, diharapkan daerah didorong untuk lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan pembaharuan dalam sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus-menerus berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan setempat yang saling berhubungan dan saling ketergantungan bahkan mungkin saja dapat mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Menurut Icuk dalam bukunya Pengelolaan Keuangan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut. 1. Fungsi otorisasi yaitu anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Fungsi perencanaan yaitu anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
161
3.
Fungsi pengawasan yaitu anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi alokasi yaitu anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi distribusi yaitu kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6. Fungsi stabilisasi yaitu anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Darise (2008), penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah dimana secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran (budget operational planning). Penyusunan kebijakan umum APBD termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisis fiskal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya keuangan. Proses penyusunan APBD merupakan suatu kegiatan yang utuh dan terpadu yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah pada setiap tahun anggaran. Peraturan-peraturan pemerintah mengenai keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan makin informatif, APBD terdiri dari tiga bagian yaitu penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategoti baru yang belum ada pada APBD di era Pra reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah, hal ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak Pemerintah Daerah, sedangkan pinjaman belum tentu menjadikan hak Pemerintahan Daerah. Selain itu dalam APBD mungkin terdapat surplus atau defisit. Agar setiap SKPD dapat menyusun anggarannya, Pemerintah Daerah melalui Pejabat Pengelola Keuangan (PPKD) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah menerbitkan Pedoman Penyusunan Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran SKPD berdasarkan prinsip- prinsip kinerja dengan Surat Edaran Kepala Daerah. Sistem penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 sebagai berikut. 1. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah 2. Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran 3. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara 4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKP 5. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah APBD 6. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Penetapan APBD Berdasarkan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan dengan surat edaran kepala daerah yang di dalamnya memuat Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) yang ditetapkan, Pemerintah Daerah melalui Pejabat Pengelola Keuangan (PPKD) menyusun Rancangan APBD. Rancangan APBD yang disusun, merupakan agregasi dari usulan-usulan yang telah disusun dan diajukan oleh organisasi pemerintah daerah maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam lingkup pemerintah daerah yang dituangkan dalam masingmasing Rencana Kegiatan dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Penelitian Terdahulu 1. Puspita (2011) dengan judul “Analisis Efektivitas dan Efisiensi Anggaran Belanja Pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara , hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laporan
162
2.
anggaran belanja yang dibuat oleh satuan kerja Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah disusun dan disajikan secara efektif dan efisien dapat dilaksanakan. Yodha (2011) dengan judul “Evaluasi Penerapan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 Pada Pemerintah Kota Manado”, hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Manado telah diterapkan sesuai Permendagri Nomor 21 tahun 2011.
3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitan yang dilakukan dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari objek penelitian. Tempat penelitian adalah Kabupaten Minahasa Selatan. Peneliti lebih memfokuskan penelitian di Kabupaten Minahasa Selatan, khususnya hanya pada satu SKPD yaitu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah.Waktu penelitian sejak bulan Maret sampai selesai. Adapun prosedur penelitian ini yaitu : 1. Mengajukan Permohonan Penelitian 2. Disposisi Pimpinan 3. Pengumpulan data 4. Analisis Data dan Penerapan Penelitian Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data yang sifatnya deskriptif yaitu data berbentuk uraian dan penjelasan mengenai Kabupaten Minahasa Selatan. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian, dalam hal ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah. 1. Peninjauan langsung (observasi), yaitu teknik pengumpulan data penulis langsung ke lokasi instansi pemerintah dan mengamati kegiatan yang dilakukan instansi pemerintah tersebut 2. Riset Kepustakaan, yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mempelajari dan membaca berbagai literatur. 3.2 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah Deskriptif dimana penelitian memulai dengan mengumpulkan dan menyaring seluruh keterangan yang masuk secara menyeluruh dan detail kemudian diuraikan sehingga diperoleh gambaran yang jelas. Selanjutnya mengevaluasi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh Kabupaten Minahasa Selatan,kesesuaian sistem dan prosedurnya dengan Peraturan yang berlaku ,kemudian dianalisis sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Minahasa Selatan merupakan penyelenggara tugas-tugas pemerintahan pembangunan pelayanan keada masyarakat. Di samping itu berfungsi untuk menjembatani hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi. Dalam pelaksanaannya, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Minahasa Selatan mempunyai tugas melaksanakan kewengan otonomi daerah kabupaten dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Minahasa Selatan mempunyai fungsi sebagai berikut.
163
a. b. c. d.
Perumusan kebijakan teknis pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah Pelaksanaan pelayanan umum Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis Pelaksana tugas pokok sesuai kebijakan yang ditetapkan Dengan diselenggarakannya otonomi daerah, maka pemerintah kabupaten Minahasa Selatan memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk menggali dan mengembangan potensi sumber keuangannya sendiri. Sistem penyususnan anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan objek penelitian yang dilakukan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Minahasa Selatan. Secara operasional, Pemerintah daerah kabupaten Minahasa Selatan telah menerapkan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, yang terdiri dari : a. Proses Perencanaan 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan Pemerintah Daerah untuk periode satu (1) tahun yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), yakni sebagai pedoman dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan menggambarkan permasalahan pembangunan daerah serta indikasi daftar program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, untuk memecahkan permasalahan pembangunan daerah secara terencana melalui sumber pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah secara keseluruhan di Kabupaten Minahasa Selatan disusun dengan menggunakan pendekatan partisipatif. 2. Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah. Kebijakan Umum APBD memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) adalah program prioritas dan patokan batas maksimum anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Prioritas disusun berdasarkan rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran sementara (PPAS) Kabupaten Minahasa Selatan Tahun Anggaran 2013 dan tahun 2014 memuat proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. 3. Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) – Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja (belanja tidak langsung dan belanja langsung) program dan kegiatan SKPD sebagai dasar penyusunan RAPBD.
164
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan dan belanja, serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya. Setelah nota kesepakatan ditandatangani, maka Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bekerjasama dengan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah menyiapkan surat edaran Bupati perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD dengan melampirkan KUA dan PPAS yang sudah disepakati oleh Bupati bersama dengan Pimpinan DPRD. b. Pembahasan Raperda APBD 1. Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Setelah RKA-SKPD diterima oleh Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, selanjutnya menyampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk diteliti atau dibahas. Dalam membahas RKA-SKPD oleh TAPD dilakukan bersama Kepala SKPD beserta staf yang terkait. Jika dalam pembahasan atau penelitian RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan yang berlaku, termasuk bentuk dokumen RKA-SKPD, maka Kepala SKPD bersama stafnya melakukan perbaikan dan selanjutnya diteliti kembali oleh TAPD untuk disetujui. Setelah RKA-SKPD selesai dibahas dan disetujui pada tingkat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), maka seluruh RKA-SKPD disampaikan oleh TAPD kepada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah untuk dijadikan bahan dalam menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Minahasa Selatan, sekaligus menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Bupati Minahasa Selatan) tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Minahasa Selatan untuk tahun anggaran berkenaan. 2. Persetujuan Bersama Raperda APBD Setelah disosialisasikan kepada masyarakat, selanjutnya Bupati Minahasa Selatan menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD (RAPBD) tersebut beserta lampirannya kepada DPRD untuk dibahas lebih lanjut dalam rangka mendapatkan persetujuan bersama. Penyampaian RAPBD kepada DPRD untuk tahun 2013 dan 2014 dilakukan dengan surat pengantar Bupati Minahasa Selatan disampaikan kepada DPRD. Dengan selesainya pengiriman atau penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), atau Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD diharapkan Rancangan APBD (RAPBD) tersebut dapat dibahas sekaligus dapat disetujui bersama antara Walikota Parepare dan DPRD yang bersangkutan. Dengan demikian, maka berarti pula bahwa proses penyusunan Rancangan APBD sudah berakhir untuk periode tahun anggaran berkenaan c. Penetapan Perda APBD 1. Evaluasi Gubernur/Mendagri Penetapan Perda APBD Kabupaten Minahasa Selatan diawali dengan Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD satu tahun anggaran serta lampirannya kepada DPRD Kabupaten Minahasa Selatan paling lambat minggu pertama bulan Oktober. Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh Bupati kepada DPRD, dibahas bersama oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan dengan DPRD Kabupaten Minahasa Selatan paling lambat bulan Desember atau satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangutan dilaksanakan untuk mendapatkan keputusan bersama. Peraturan Daerah tentang pelaksanaan APBD Kabupaten Minahasa Selatan dapat dilaksanakan oleh Bupati setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri. 2. Perda APBD Setelah diterbitkannya Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Minahasa Selatan maka untuk merealisasikan pada seluruh SKPD dijajaran Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan diterbitkanlah surat keputusan Bupati tentang penjabaran
165
pelaksanaan APBD. Dengan ditetapkannya Penetapan Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Selatan tentang APBD dan Penetapan Peraturan Bupati Minahasa Selatan tentang Penjabaran APBD maka berarti bahwa seluruh proses perencanaan anggaran atau penyusunan APBD dianggap telah selesai. 4.2 Pembahasan Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang baik, maka pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan khususnya Dinas Pendapapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan mengawali penyusunan anggaran dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerinyah Daerah, Kebijakan Umum Anggaran, Prioritas Plafon Aanngaran Sementara, Rencana Kerja Aanngaran-Satuan Kerja Pemerintah Daerah. Dinas Pendapapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan dalam menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Bupati Nomor 29 tahun 2011 . Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2011. Dengan struktur anggaran terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. Hasil penelitian tentang sistem penyusunan APBD dan setelah membandingkannya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, hasil evaluasi adalah sebagai berikut. Tabel 4.1 Analisis Perbandingan Sistem Penyususnan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Minahasa Selatan dan Peraturan Menteri Dalam Nageri Nomor 21 Tahun 2011 Kabupaten Peraturan Menteri Keterangan Minahasa Selatan (Dinas Dalam Negeri Nomor 21 Pendapatan Pengelolaan tahun 2011 Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan) Penyusunan Penyusunan Sesuai Rencana Kerja Rencana Kerja Pemerintah Pemerintah Daerah Daerah Penyususnan Penyususnan Sesuai Kebijakan Umum Kebijakan Umum Anggaran Anggaran Penyususnan Penyususnan Sesuai Prioritas Plafon Prioritas Plafon Anggaran Anggaran Sementara Sementara Penyususnan Penyususnan Sesuai Rencana Kerja-SKPD Rencana Kerja-SKPD Persetujauan Rancangan Perda Sesuai Rancangan Perda APBD APBD Penetapan Peraturan Daerah Sesuai Peraturan Daerah tentang APBD APBD Berdasarkan tabel tersebut, penyususnan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah yang ada di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Karena dalam
166
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah dinas pendapatan pengelolaan keuangan dan aset daerah, dalam sistem penyususnan anggaran pendapatan dan belanja daerah khususnya di Kabupaten Minahasa Selatan, didasarkan pada analisis kajian yang bersumber dari aspek antara lain realisasi penerimaan tahun sebelumnya, potensi-potensi sumber penerimaan yang dikembangkan, stabilitas ekonomi, penerimaan pajak, dan pendapatan lain-lain yang sah yang menjadi kewengan pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan. Dinas pendapatan pengelolaan keuangan dan asset daerah mengevaluasi hasil pekerjaan yang dilakukan selama periode tertentu yang telah ditetapkan dapat dilakukan dengan melihat penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dari hasil penelitian dan pembahasan dalam sistem penyusunan anggaran dan belanja daerah yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan keuangan dan Aset Daerah, maka penulis menyimpulkan bahwa sistem penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah khususnya pada Dinas Pendapatan Pengelolaan keuangan dan Aset Daerah telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku, sehingga sistem anggaran tersebut dapat dipahami, dapat ditelusuri dan dipertanggungjawabkan guna dalam pelaporan kepada pihak yang lebih tinggi dan lebih berwenang serta dapat disosialisasikan kepada masyarakat guna terciptanya transparansi dan kesejahteraan baik di Pemerintah dalam hal ini Kabupaten Minahasa Selatan dan masyarakat. 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sistem Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 serta peraturan yang telah ditetapkan, juga berdasarkan dokumen-dokumen perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Adanya keterkaitan antara dokumen perencanaan dalam hal ini Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Kebijakan Umum Anggaran, Prioritas Plafon Anggan Sementara dan Rencana Kerja Anggaran-Satuan kerja perangkat Daerah yang menunjang dalam sistem penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah di Kabupaten Minahasa Selatan sehingga berjalan baik. 3. Sistem penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Minahasa Selatan telah dilaksanakan baik dan memadai sehingga dapat dipahami, ditelusuri dan dipertanggungjawabkan. Adapun saran berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka disarankan Bagi Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan bahwa dalam pembuatan dan penyusunan APBD harus tetap dipertahankan agar tetap konsisten yang tentunya didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 agar tetap terkoordinasi lebih baik. Serta mengevaluasi terus hasil pekerjaan yang dilakukan selama periode tertentu dan yang telah ditetapkan dengan melihat dari penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. DAFTAR PUSTAKA Daranatha S. (2009), Sistem Informasi Akuntansi, Salemba Empat. Jakarta Darise Nurlan. (2008). Akuntansi Keuangan Daerah,. Salemba Empat. Jakarta. Deddy Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Gultom, Yanti Theresa. (2008). Penerapan PSAP No 2 Tentang Laporan Realisasi Anggaran pada Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
167
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26357. Hal. 3, diakses 3 Februari 2015. Icuk Rangga Bawono. (2013). Pengelolaan Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta. Mardiasmo, (2008). Akuntansi Sektor Publik. Penerbit ANDI. Yogyakarta Mardiasmo. (2010), “Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah”. Penerbit ANDI. Yogyakarta Peraturan Pemerintah tahun (2007) Nomor. 41 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta _______________. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor. 59 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta _______________. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor. 8 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah . Jakarta _______________. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor. 54 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah . Jakarta _______________. (2011). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 21 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta _______________. (2014). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 37 Tentang Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta Puspita M.M Mongkau. (2011). Analisis Efektiitas Dan Efisiensi Anggaran Belanja Pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Skripsi. Universitas Sama Ratulangi, Manado Uma Sekaran. (2013). Research Methods For Business-Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat. Jakarta Umar, Husein. (2013). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Kedua. RajaGrafindo Persada. Jakarta Yodha, Tumiwa. (2010) Evaluasi Penerapan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 Pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) Di Kota Manado http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26877. Hal. 3, diakses 3 Februari 2015. www. google . co. id ; Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Sistem
168
Dampak Pemahaman Wajib Pajak atas PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada KPP Pratama Kotamobagu Oleh Speny Ria Manengkey¹ Sifrid Pangemanan² Winston Pontoh3 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT Tax is a matter that must be well understood by everyone. Because tax hold an important role in the economy of a country. State revenues from taxation were very helpful all existing development. This research is do in KPP Pratama Kotamobagu and on taxpayer in the region Amurang. The variables used in this study were twu variables, namely understanding the taxpayer on the Government Regulation No. 46 of 2013 (X) and income tax revenue article 21 (Y). Data collection method used in this study were questionnaires and interviews. Technical analysis of data using simple linear regression analysis. From simple linear regression test result show that understanding the taxprayer on Government Regulation No. 46 of 2013 had a considerable influence on the acceptance of income tax on KPP Pratama Kotamobagu. Keywords : Government Regulation No. 46 of 2013 , Income Tax Revenue 1.PENDAHULUAN Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Mardiasmo 2011:23 ). Pajak merupakan suatu hal yang wajib dimengerti dengan baik oleh semua orang. Karena pajak sangat memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Penerimaan negara dari pungutan pajak sangat membantu semua pembangunan yang ada. Meskipun timbal balik yang kita rasakan dari membayar pajak tidak secara langsung kita dapatkan namun dapat kita nikmati lewat semua fasilitas umum yang dibangun dan disediakan oleh pemerintah dari kontribusi pajak yang kita berikan misalnya pembangunan penerangan jalan dll. Tahun 2013 Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengumumkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP No.46/2013) yang menetapkan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 1% untuk omzet tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto yang bersifat final. Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan tertentu dimana mekanisme pemajakannya telah dianggap selesai pada saat dilakukan pemotongan, pemungutan atau penyetoran sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Dengan memahami aturan pajak ini, diharapkan menjadi langkah awal yang baik untuk menjalani kewajiban perpajakan selanjutnya. dan besar harapan dari pemerintah agar
169
setiap peraturan perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bisa dipahami dan diketahui dengan benar oleh semua wajib pajak yang ada. Mendasari latar belakang masalah ini maka penulis teratrik untuk mengangkat judul : Dampak Pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada KPP Pratama Kotamobagu. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian diatas, maka dapat dirumuskan masalah, apakah dampak pemahaman wajib pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 21 pada KPP Pratama Kotamobagu, apakah mengalami peningkatan atau penurunan ? Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui dampak pemahaman wajib pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 21 pada KPP Pratama Kotamobagu. 2.TINJAUAN PUSTAKA Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Mardiasmo 2011:23 ) Menurut Resmi (2010:3) Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur). Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyajnya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain. Fungsi Regularend ( Pengatur ) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.( Mardiasmo 2011 : 23 ) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. (1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. (2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan 2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
170
3. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatanusaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. Pajak Penghasilan Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap Orang Pribadi dan Badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Dalam undang-undang nomor 7 tahun 1983, Subyek Pajak terbagi menjadi dua, yaitu Subyek Pajak Perseorangan atau Orang Pribadi dan Subyek Pajak Badan. Maka pajak yang akan dipungut dari kedua subyek pajak tersebut. Pemungutan tergantung kepada system pengenaan pajak yang dianut oleh masing-masing Negara. Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel – variabel dalam penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik (Indrianto Nur, Bambang Supomo 2010 : 189). Hipotesis berupa pernyataan mengenai konsep yang dapat dinilai benar atau salah jika menunjuk pada suatu fenomena yang diamati atau diuji secara empiris. Berdasarkan teori diatas dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut. H0 : Dampak Pemahaman Wajib Pajak atas PP. Nomor 46 Tahun 2013 tidak berpengaruh Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ha : Dampak Pemahaman Wajib Pajak atas PP. Nomor 46 Tahun 2013 berpengaruh Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asosiatif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis asosiatif dengan menanyakan antar dua variabel atau lebih. Penelitian ini berlokasi di Kotamobagu yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kotamobagu dan pada semua wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kotamobagu di wilayah Amurang dalam bentuk wawancara dan penyebaran angket atau kuisioner terstruktur yang telah disediakan sebelumnya untuk melakukan penelitian. Periode waktu penelitian selama bulan April. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. (Sugiyono,2013:117). Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sinambelan, 2014:95). Populasi dari penelitian ini adalah wajib pajak yang mempunyai peredaran bruto kurang dari Rp. 4,8 Milliar.Dan sampel dari penelitian ini berjumlah 63 wajib pajak sesuai data yang diperoleh dari hasil penelitian di KPP Pratama Kotamobagu. 3.2 Metode Analisis Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi klasik, metode regresi sederhana, analisis korelasi dan determinasi, uji F, uji t.
171
4.HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kotamobagu (KPP PratamaKotamobagu) berdiri sejak tanggal 27 November 2008. Dan saat ini mulai beroperasi tanggal 1 Desember 2008 yang merupakan pecahan atau peleburan dari kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado, kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Amurang, kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Manado dan kantor Penyuluhan dan Pengamatan Perpajakan. Saat mulai operasi pertama Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kotamobagu berkedudukan di jalan Bethesda Manado bekas kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Manado dan pada bulan September 2010 KPP Pratama Kotamobagu pindah ke jalan yusuf hasiruni no. 39 kotobangun kotamobagu dan menempati bekas kantor penyuluhan dan pengamatan potensi perpajakan (KPA Kotamobagu). Uji Validitas dan Reliabilitas Data Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument dalam mengukur apa yang ingin diukur. Hasil uji validitas pada taraf signifikan 0,05 diperoleh dari pengolahan data SPSS 20.00 tampak pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak No Pearson Correlation Signifikansi 1 0.666 2 0.738 3 0.600 4 0.592 5 0.612 Sumber : Data Olahan, 2015
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Penerimaan Pajak Penghasilan No Pearson Correlation Signifikansi 1 0.640 2 0.784 3 0.584 4 0.734 5 0.643 Sumber : Data Olahan, 2015
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid
Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid
Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa koefisien korelasi dari setiap item pertanyaan < 0.05.maka dapat dikatakan bahwa ada korelasi positif antara item pertanyaan masing-masing faktor dengan total itemnya. Dengan demikian instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid.
172
Tabel 4.6 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak
Variabel Penerimaan Pajak Penghasilan
Cronbach's Alpha
N of Items
Cronbach's Alpha
N of Items
0.624
5
0.795
5
Sumber : Data Olahan, 2015 Nampak dari tabel 4.6 variabel Pemahaman Wajib Pajak memiliki nilai Cronbach's Alpha sebesar r = 0.624 dan variabel Penerimaan Pajak Penghasilan memiliki nilai Cronbach's Alpha sebesar r = 0.795. Suatu instrument dapat dikatakan reliabel jika koefisien Cronbach’s Alpha di atas 0.6, sehingga dapat dikatakan instrument mempunyai reliabilitas tinggi (Pramesti 2014 : 44) Hasil Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.Berdasarkan hasil pwngolahan data yang menggunakan program aplikasi SPSS versi 20.0 maka diperoleh interpretasi dari hasil pengujian asumsi klasik sebagai berikut. Uji Normalitas Persamaan regresi yang baik memiliki distribusi variabel-variabel yang normal atau mendekati normal. Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan pendekatan grafik Normal P-P Plot Of Regression Standardized Residual dan mengikuti arah diagonal tersebut, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Gambar 4.2 Grafik Normal Q-Q Plot Of Total
Sumber : Data Olahan, 2015 Pada gambar 4.2 , Normal P-P Plot, data pada penerimaan pajak penghasilan pasal 21 dinyatakan terdistribusi normal karena gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. Uji Heteroskedastisitas Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dapat dilihat melalui analisis grafik Scatterplot pada gambar 4.3. Dari grafik Scatterplot pada gambar 4.3 terlihat bahwa titik-titik cukup menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.
173
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Data Olahan, 2015 Setelah dilakukan beberapa pengujian asumsi klasik, yaitu uji normalitas dan uji heteroskedastisitas, maka terbukti bahwa hasil analisa regresi dalam penelitian ini telah bebas dari gangguan normalitas dan heteroskedastisitas. Hasil Regresi Linier Regresi Sederhana Hasil analisis regresi linier sederhana yang diperoleh dari pengolahan data menggunakan SPSS 20.0 tampak pada Tabel 4.7. Berdasarkan Tabel 4.7 , maka menghasilkan: Y’ = a + bX Y’ = 9.157 + 0.571 X Keterangan : X = variabel pemahaman wajib pajak Y = variabel penerimaan pajak penghasilan pasal 21 a,b = koefisien korelasi Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Sederhana Model
Unstandardized Coefficients
B 1 (Constant) 9.157 Pemahaman .571 a. Dependent variable: PenerimaanPajakPenghasilan Sumber : Data Olahan, 2015
T
Sig.
3.801 4.982
.000 .000
Berdasarkan persamaan regresi linier sederhana, dapat dilihat nilai konstanta (a) sebesar 9.157.hal ini berarti apabila variabel pemahaman wajib pajak sama dengan = 0 maka besarnya penerimaan pajak penghasilan (Y) sebesar 9.157 satuan. Koefisien regresi Pemahaman wajib pajak (X) sebesar 0,571 menunjukkan bahwa setiap adanya peningkatan pemahaman wajib pajak sebesar 1 satuan skor, maka akan mengakibatkan peningkatan penerimaan pajak penghasilan (Y) sebesar 0,571 satuan skor. Korelasi (R)
174
Hasil koefisien korelasi linier yang diperoleh dari pengolahan data menggunakan SPSS 20.0 tampak pada Tabel 4.8 . Berdasarkan Tabel 4.8, maka model persamaan korelasi linier dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 4.8 Hasil Uji Korelasi (R) Model
R
R Square
1
.541a
.293
a. Predictors: (Constant), Pemahaman Wajib Pajak b. DependentVariable: Penerimaan Pajak Penghasilan Sumber : Data Olahan, 2015 Bahwa antara pemahaman wajib pajak (X) dengan penerimaan pajak penghasilan (Y) adalah 0,541 artinya pemahaman wajib pajak memiliki hubungan yang cukup kuat yaitu sebesar 0,541. Hasil perhitungan koefisien determinasi dalam penelitian ini tampak bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0,293. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh variabel bebas, yaitu pemahaman wajib pajak terhadap variabel terikat yaitu penerimaan pajak penghasilan yang diterangkan oleh model persamaan dalam penelitian ini adalah sebesar 29,3%, sedangkan sisanya sebesar 70,7% diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil uji t (Uji Regresi Sederhana). Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X) berpengaruh signifikan terhadap variabel (Y). Untuk hasil uji t (uji regresi sederhana) dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil Uji t Model 1 (Constant) Pemahaman
T
Sig.
3.801 4.982
.000 .000
a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Penghasilan Sumber : Data Olahan, 2015 Berdasarkan hasil regresi linier sederhana (uji t) pada tabel 4.9 diketahui nilai thitung>ttabel (4.982>2.000) dan tingkat signifikan sebesar 0,00 < 0,05. Maka hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima atau variabel pemahaman wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan di KPP Pratama Kotamobagu. 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil diatas, maka dilihat bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas X (pemahaman wajib pajak) terhadap variabel terikat Y (penerimaan pajak penghasilan). Pada penelitian ini didapatkan hasil uji t antara variabel bebas pemahaman wajib pajak (X) terhadap variabel terikat penerimaan pajak penghasilan (Y) dilihat pada tabel 4.6. Diperoleh thitung>ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pemahaman wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pada KPP Pratama Kotamobagu. Hal ini berarti, apabila pemahaman wajib pajak meningkat, maka penerimaan pajak penghasilan juga akan
175
mengalami peningkatan. Hal ini ditunjang dengan penelitian penulis dimana penerimaan pajak penghasilan pasal 21 pada KPP Pratama Kotamobagu terus mengalami peningkatan. Koefisien korelasi yang dihasilkan berdasarkan penelitian yang ada antara pemahaman wajib pajak (X) dengan penerimaan pajak penghasilan (Y) memiliki hubungan yang searah sehingga berdampak positif terhadap penerimaan pajak penghasilan dan berarti semakin banyak penerimaan pajak yang bisa digunakan dalam pembangunan nasional negara kita ini yang dapat kita nikmati bersama. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa besarnya pengaruh pemahaman wajib pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 (X) terhadap penerimaan pajak penghasilan (Y) sebesar 29,3%, sedangkan sisanya sebesar 70,7% diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini misalnya jumlah wajib pajak, kepatuhan wajib pajak, sosialisasi perpajakan, pemeriksaan pajak, kesadaran wajib pajak. Penerimaan PPh Pasal 21 Pada KPP Pratama Kotamobagu Tabel 4.10 Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 2010 246.921.606 8.808.474.541 2013 OP 197.589.039 BADAN 15.953.736.621 Sumber : KPP Pratama Kotamobagu OP BADAN
2011 255.266.852 11.758.671.396 2014 18.389.626.715 91.643.566
2012 407.411.079 15.128.449.936 2015 10.043.835 8.901.163.335
Dari tabel 4.10 kita bisa melihat bahwa penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada KPP Pratama Kotamobagu yang di bayarkan oleh orang pribadi (OP) dari tahun 2010 sampai bulan mare 2015 terus mengalami peningkatan. Ini merupakan bukti bahwa pemahaman wajib pajak akan ketentuan perpajakan serta peraturan pajak yang ada mengalami kemajuan yang mendorong wajib pajak untuk terus menyetorkan kewajiban perpajakan mereka. Dan ini semua tidak terlepas dari peranan pemerintah begitu juga dengan petugas-petugas dari tiap-tiap KPP dan KP2KP yang terus mensosialisasikan tentang peraturan perpajakan yang ada serta cara dan prosedur membayar pajak sehingga membuat wajib pajak lebih mengerti dan memahami cara membayar pajak dengan baik serta prosedur administrasi dan pelayanan dari tiap-tiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang begitu baik sehingga membuat wajib pajak nyaman dalam menyetorkan kewajiban perpajakannya. 5.KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut. Penelitian ini menerima hipotesis kedua (Ha), yaitu bahwa pemahaman wajib pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 21 (PPh Pasal 21).Berdasarkan hasil uji t antara variabel bebas pemahaman wajib pajak (X) terhadap variabel terikat penerimaan pajak penghasilan (Y) diperoleh thitung>ttabel . Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pemahaman wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan di KPP Pratama Kotamobagu. Hal ini berarti, apabila pemahaman wajib pajak meningkat, maka penerimaan pajak penghasilan juga akan mengalami peningkatan. Dari hasil uji regresi linier sederhana menunjukkan bahwa pemahaman
176
wajib pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh Pasal 21) pada KPP Pratama Kotamobagu. Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.Pemahaman wajib pajak atas peraturan-peraturan perpajakan yang ada dapat diperoleh melalui sosialisasi dan penyuluhan yang baik dari petugas KPP maupun KP2KP. Untuk itu disarakan untuk lebih ditingkatkan lagi sosialisasi dan penyuluhan tentang peraturan-peraturan perpajakan, upaya penegakkan hukum mengenai sanksi , denda, tariff, maupun hal lainnya yang perlu diketahui oleh wajib pajak agar bisa memahami dan mau menyetorkan kewajiban perpajakannya. Diharapkan pula dapat dilaksanakan dengan gratis dan senyaman mungkin agar wajib pajak tidak terbeban dan tidak bosan dalam mengikutinya. Dengan adanya pemahaman yang baik dari wajib tentang peraturan-peraturan perpajakan, upaya penegakkan hukum mengenai sanksi , denda, tarif, wajib pajak mau menyetorkan kewajiban perpajakannya. Agar penerimaan pajak lebih meningkat dengan demikian pembangunan di negara ini lebih baik untuk kedepannya. Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya dapat mengkaji variabel dependen lain yang juga dapat memengaruhi penerimaan pajak penghasilan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto (2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, PT. Bumi Aksara, Jakarta Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu , (2008), Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu kenana, Jakarta. Eunike jaclin Susilo (2014), Pemahaman wajib pajak terhadap PP No. 46 Tahun 2013 tentang pajak UMKM (studi kasus pada wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Lir Barat), Sekolah Tinggi Imu Ekonomi Multi Data Palembang. Dari : eprints.mdp.ac.id/1134/id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Kotamobagu id.m.wikipedia.org/wiki/Pajak_penghasilan Ilyas, Richard Butrton. (2011), HukumPajak,Edisi 5-Cetakan kedua,SalembaEmpat,Jakarta. Indriantoro dan Supomo. (2009) Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen. Edisi pertama cetakan ke – 3, BPFE, Yogyakarta. Mardiasmo (2011), Perpajakan, Edisi Revisi, Andi , Yogyakarta. Nashrudin Elia Mustika Sari (2014), Pengaruh Persepsi Atas PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Kepatuhan Sukarela Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut, Universitas Airlangga. Dari : multiparadigma.lecture.ub.ac.id/files/2014/09/094.pdf Pramesti. (2014), Kupas Tuntas Data Penelitian dengan SPSS 22, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Purwono. (2010), Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga. Resmi (2009), Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi 5 – buku 1, Salemba Empat, Jakarta. Saeh. (2011). Pengaruh Pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Pengendalian Manajemen Di Pemerintah Kota Manado , Skripsi, FakultasEkonomi Dan BisnisUniversitas Sam Ratulangi Manado. Sinambelan (2014), Metodologi Penelitian Kuantitatif; Untuk Bidang Ilmu Administrasi,Kebijakan Publik, Ekonomi, Bisnis, Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, GrahaIlmu, Yogyakarta. Sumarsan, Thomas. (2012). Perpajakakan Indonesia, PT. Index. Jakarta. Sunyonto, Danang. (2008). Analisa regresi dan uji hipotesis. PT. Buku Kita, Yogyakarta Waluyo .(2013). Perpajakan Indonesia,Edisi 11 - buku 1, Salemba Empat, Jakarta.
177