ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Mauliatun Ni’mah NIM : E. 1103101
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Disusun oleh : MAULIATUN NI’MAH NIM : E.1103101 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
: Jum’at
Tanggal
: 28 Maret 2008 TIM PENGUJI
1. ...................................................................
(Ismunarno, S.H., M.Hum.) Ketua
2. ...................................................................
(Budi Setiyanto, S.H.) Sekretaris
3. ...................................................................
(R. Ginting, S.H., M.H.) Anggota
MENGETAHUI Dekan,
H. Moh. Jamin, S.H.,M.H. NIP. 131570154
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)
Disusun oleh : MAULIATUN NI’MAH NIM : E. 1103101
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Co. Pembimbing
R GINTING, S.H.,M.H.
BUDI SETIYANTO, S.H.
NIP. 131411015
NIP. 13156828
PUTUSAN NOMOR : 184 / PID.B. / 2006 / PN. SKH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada tingkat pertama dengan Hakim Majelis dan acara biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara atas nama terdakwa Nama
: SUTRISNO BIN SARIJO
Tempat Lahir
: Trenggalek
Umur/tgl.lahir
: 36 tahun/ 02 Juni 1970
Jenis Kelamin
: laki-laki
Kebangsaa/warganegara
: Indonesia
Tempat tinggal
: Aspol Manahan Surakarta
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Polri
Terdakwa ditahan oleh : 1. Penyidik sejak tanggal 21 Oktober 2006 s/d 9 Nopember 2006 2. Perpanjangan sejak tanggal 10 Nopember 2006 s/d 19 Desember 2006 3. Penuntut Umum sejak tanggal 20 Desember 2006 s/d 08 Januari 2007 4. Hakim sejak tanggal 28 Desember 2006 s/d 26 Januari 2007 5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo, sejak tanggal 27 Januari 2007 s/d 27 Maret 2007. Terdakwa dalam hal ini didampingi oleh para Penasehat Hukumnya yaitu: RIKAWATI, SH, 2. Drs. SUWANTA, SH, 3. ZAINAL ABIDIN, SH, 4. LEVI KUSNANDARI, SH, 5. DYAH LISTRININGSIH, SH, 6. BAMBANG TRI HARYANTO, SH dan ABDULLAH TRI WAHYUDI, SAg, SH berdasar surat kuasa khusus tanggal 13 NOPEMBER 2006 dan 1. AKBP A. SYUKRANI, SH, M.Hum, 2. AKBP SUBAMBANG, SH, 3. AKBP BAMBANG W, SH, 4. AKP HARTONO, SH 5. PENATA I SUGIARTO, SH berdasar surat kuasa tanggal 17 Desember 2006;
Pengadilan Negeri tersebut ;
Telah membaca surat-surat dalam berkas perkara ; Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa : Telah membaca berita acara persidangan ; Telah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 05 Maret 2007 yang pada pokoknya menuntut agar Majelis Hakim : 1. Menyatakan terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO bersalah melakukan tindak pidana Karena Kealpaannya Menyebabkan Orang Lain Mati sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan ; 3. Menetapkan barang bukti berupa : -
1(satu) pucuk senjata api genggam jenis Rev, 38 Spesial No. AE.S 012920 beserta surat pemegang senpi An. BRIBDA SUTRISNO ;
-
2 (dua) batir peluru dan 3 (tiga) batir peluru aktif, dikembalikan kepada saksi SUPADI selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta ;
-
1 (satu) batir proyektil yang ditemukan didalam tubuh korban dirampas untuk dimusnahkan ;
-
1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban yang terdapat jelaga (serbuk mesiu) dikembalikan kepada ahli waris dari MARINO ;
4. Menetapkan agar terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ; Telah mendengar pledoi/pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya tanggal 8 Maret 2007 yang pada pokoknya : 1. Menyatakan/ memutuskan tindak pidana yang didakwakan kepada saudara terdakwa, tidak memenuhi unsur secara meyakinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359 KUHP ; 2. Menyatakan/ memutuskan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum yang berlaku ; 3. Menyatakan/ memutuskan membebankan seluruh biaya yang timbul dibebankan kepada negara, atau 4. Apabila hakim berkesimpulan lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya ;
Telah mendengar pula replik Jaksa Penuntut Umum dan Duplik Penasihat Hukum terdakwa tanggal 12 Maret 2007; Menimbang, bahwa dalam perkara ini terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan surat dakwaan REG.PERK.NO.: PDM-136 /SUKOH / 12 / 2006 sebagai berikut : Bahwa ia terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar jam 02.00 WIB atau pada pukul lain dalam bulan Oktober 2006 bertempat di Dk. Pasekan, Rt 01, Rw. 03, Kel Combongan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Sukoharjo yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain yaitu MARINO, perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : Berdasarkan Surat Perintah No. Pol.Sprint/288/ VII/ 2006 tanggal 10 Agustus 2006 Team dari RESMOB Kompi Brimob BS Polwil Surakarta yang dipimpin oleh saksi Brigadir MULYONO dengan tiga orang anggota yaitu saksi Brigadir PRIYANTO, Briptu TUPONO dan terdakwa SUTRISNO mengadakan patroli di wilayah Sukoharjo dan pada saat sampai di wilayah Dukuh Pasekan Desa Combongan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo, selanjutnya team Patroli melihat segerombolan orang kurang lebih 10 (sepuluh) orang tengah bermain judi domino di tepi jalan pertigaan dekat penjual HIK, kemudian terdakwa dengan saksi Brigadir PRIYANTO dan Briptu TUPONO dengan mengendarai sepeda motor mendekati para penjudi tersebut dan langsung melakukan penangkapan, pada saat itu terdakwa dapat menangkap satu orang sedangkan Briptu TUPONO juga berhasil menangkap satu orang sedangkan Brigadir PRIYANTO mengamankan barang bukti sedangkan saksi Brigadir MULYONO masih di belakang (menunggu dalam mobil APV), setelah memberi tahu saksi MULYONO agar mendekatkan mobil ke TKP untuk mengamankan tersangka dan barang bukti selanjutnya terdakwa bersama dengan saksi TUPONO melakukan pengejaran pemain judi yang melarikan diri ke arah kampung, dan pada saat sampai kira-kira sepuluh meter dari perempatan desa bertanya pada salah seorang yaitu saksi WIDODO apakah termasuk pemain judi tapi belum sempat dijawab karena saksi WDODO langsung jongkok dan menutup wajahnya dengan kedua tangan, tiba-tiba terdakwa didekap dari belakang oleh korban MARINO, dan terdakwa selanjutnya merasa kaget selanjutnya
berusaha melepaskan dekapan sambil mengatakan bahwa ia anggota Polisi, Namun entah mengapa korban MARINO tidak melepaskan dekapan tetapi malah semakin kuat dekapannya, selanjutnya dalam posisi masih didekap dari belakang oleh korban MARINO, tangan kanan terdakwa berusaha mengambil senjata jenis Revolver kaliber 38 Nomor : 012920 yang terletak di pinggang sebelah kiri kemudian melakukan usaha tembakan peringatan, terdakwa melakukan tembakan peringatan pada posisi samping pinggang kiri arah depan, dengan adanya tembakan peringatan tersebut korban tetap tidak melepaskan dekapan bahkan korban MARINO berteriak “Maling…. Maling…!!” dan karena mendengar suara tembakan beberapa saat kemudian Briptu TUPONO datang serta berusaha membantu terdakwa melepaskan diri dekapan sorban MARINO, Namun belum sempat saksi TUPONO berhasil melepaskan pegangan tangan kiri korban yang saat itu memegang tangan kanan terdakwa yang memegang senjata, saksi TUPONO sudah berusaha menghalau dua laki-laki yaitu SARMAN dan saksi SARIMAN yang datang berusaha mendekati terdakwa dengan mengatakan “ Kami Polisi, harap tenang… mundur”, selanjutnya terdakwa merasa panik karena khawatir akan banyak anggota masyarakat yang datang dan mengeroyok dirinya karena dikira ‘maling’ maka dalam keadaan yang tidak tenang/ panik tersebut terdakwa dengan tergesa-gesa dan kuat menarik tangan kanannya yang memegang senjata yang masih dipegang oleh korban, karena tarikan yang kuat tersebut tanpa sengaja terdakwa juga menarik picu senjata sehingga meletus mengeluarkan bunyi ledakan dan mengenai perut sebelah kiri korban MARINO, mengetahui senjatanya meledak dan mengenai perut korban terdakwa merasa kaget dan segera berusaha membawa korban ke rumah sakit dan mengemudikan mobil APV, namun korban ternyata meninggal saat dilarikan ke Rumah Sakit Dr. OEN Solo Baru Sukoharjo, dan berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 73/IKF & ML/LT/X/2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Dr. Rorry Hartono, Spf. Dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang telah memeriksa jenazah seorang laki-laki atas nama MARINO umur 35 tahun alamat Dk. Pasekan Rt. 1/3 Kel. Combongan, Kec/Kab. Sukoharjo dan dari hasil pemeriksaan pada kesimpulannya menyatakan : Bahwa saat kematian korban MARINO diperkirakan 6-8 jam sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian sorban karena adanya pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat. Dan kematian korban akibat tembakan dari
senjata terdakwa telah dikuatkan oleh hasil Laboratorium Forensik Cabang Semarang No. LAP : 734/BSF/XI/2006 tanggal 6 Nopember 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh AKBP RINI PUDJI ASTUTI, Bsc, Kompol Drs. TEGUH PRIHMONO, SKP ROSTIAWAN A., Amd.Ak., BUYUNG GEDE F, ST. Yang dalam kesimpulannya sebagai berikut : Barang bukti dengan Nomor Bukti BB-5300/2006 berupa 1 (satu) batir anak peluru caliber 38, anak peluru tersebut (yang ditemukan dalam tubuh korban MARINO) ditembakkan dari senjata api bukti BB-5300/2006. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP : Menimbang, bahwa atas surat dakwaan tersebut baik terdakwa maupun Penasihat Hukumnya tidak mengajukan eksepsi dan untuk selanjutnya perkara dilanjutkan : Menimbang, bahwa untuk menguatkan surat dakwaannya Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti berupa : -
1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis Rev, 38 Spesial No. AE.S.012920 beserta surat pemegang senpi An. BRIPDA SUTRISNO ;
-
2 (dua) butir peluru dan 3 (tiga) batir peliru aktif ;
-
1 (satu) butir proyektil yang ditemukan dalam tubuh korban ;
-
1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban yang terdapat jelaga (serbuk mesiu) ; Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum di depan persidangan juga telah
mengajukan saksi-saksi di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : 1. Saksi Brigadir MULYONO ; §
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga dengan terdakwa ;
§
Bahwa saksi dimintai keterangan berkaitan dengan telah terjadinya kasus penembakan salah satu warga oleh salah satu petugas Resmob (Bribda Sutrisno) yang pada saat sedang melakukan pengejaran para pemain judi yang melarikan diri ;
§
Bahwa benar penggerebekan itu terjadi pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar jam 01.45 WIB saksi bersama satu tim berada di wilayah Dk. Pasekan, Combongan Sukoharjo ;
§
Bahwa benar saat penggerebakan tersebut dipimpin oleh saksi sendiri, dengan 3 (tiga) orang anggota yaitu : Brigadir Priyanto, Briptu Tupono dan Bripda Sutrisno ;
§
Bahwa saksi dengan team dalam melakukan tugas tersebut dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas, tertanggal 10 Agustus 2006 ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi bersama dengan teamnya pada tanggal 20 Oktober 2006, sekitar jam 01.45 wib dalam perjalanan kembali dari penyelidikan di daerah Boyolali, pada saat itu Tim melintas di jalan Dk. Pasekan dalam rangka kembali ke Mako Brimob untuk istirahat, sesampainya di pertigaan Desa Combongan didapati sekelompok orang sedang bermain judi domino ;
§
Bahwa saksi menerangkan, ketiga kelompok orang yang sedang bermain judi domino didekati, dan oleh Tim terlebih dahuli menyampaikan salam “selamat malam” tiba-tiba pelaku judi melarikan diri, secara berpencar, ada yang kearah barat menuju kampung ;
§
Bahwa pada malam itu ada 2 (dua) orang yang terkangkap yang lainnya melarikan diri ;
§
Bahwa benar pada saat itu ada barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian, yang menemukan anggota saksi barang bukti tersebut berupa 4 (empat) pak kartu domino dan uang berjumlah ± Rp. 150.000,- ;
§
Bahwa saksi menerangkan dengan larinya pelaku judi ke arah kampung itu Briptu Tupono dan Bribda Sutrisno, melakukan pengejaran dengan posisi Briptu Tupono berada di depan, sedangkan Bribda Sutrisno berada di belakang ;
§
Bahwa saksi menerangkan saat itu saksi mendengar suara orang berteriak ”maling-maling” dan terdengar suara tembakan sebanyak 2 (dua) kali kemudian saya langsung menuju ke arah suara itu, saya melihat sudah ada orang terkapar, pada saat itu suasana gelap, saksi berteriak ”Pri pri mobile undurno” kemudian saksi mengangkat korban ke mobil dan dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ;
§
Bahwa benar malam itu juga bertiga saksi sendiri, Briptu Tupono dan terdakwa (Bribda Sutrisno) membawa korban (Marino) ke Rumah Sakit ;
§
Bahwa saksi tahu menurut informasi dari Bribda Sutrisno ia disekap oleh korban ;
§
Bahwa yang saksi lihat korban kena peluru di bagian sebelah kiri bawah perut korban ;
§
Bahwa setelah kejadian saksi dan anggota lainnya mendapat hukuman disiplin dimasukkan sel khusus, sedangkan terdakwa (Bribda Sutrisno) dimasukkan sel, juga mendapat hukuman penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ; 2. Saksi Brigadir PRIYANTO ; §
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan dengan terdakwa tidak ada hubungan keluarga, hanya sama-sama sebagai anggota Brimob BS Polwil Surakarta ;
§
Bahwa saksi sebagai polisi sudah kurang lebih 10 (sepuluh) tahun ;
§
Bahwa saksi sudah lama kenal dengan terdakwa sejak tahun 2002, sekitar 4 tahun lamanya ;
§
Bahwa saksi dihadapkan kepersidangan ini guna dimintai keterangan berkaitan dengan terjadinya kasus penembakan salah satu warga oleh salah satu petugas Resmob (Bribda Sutrisno), karena saksi pada sat itu juga ikut melaksanakan tugas, melakukan penggerebekan perjudian tersebut ;
§
Bahwa penggerebekan perjudian tersebut dilakukan pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar pukul 02.00 Wib, di Dk. Pasekan Rt.02/III Combongan Sukoharjo ;
§
Bahwa penggerebakan pada malam itu dipimpin oleh Brigadir Mulyono, dengan tiga orang anggota yaitu saksi sendiri, Briptu Tupono dan Bribda Sutrisno ;
§
Bahwa kami waktu itu satu Team setelah melakukan pencarian pelaku perampokan di wilayah Boyolali, saat melintas di Sukoharjo saksi melihat segerombolan orang ±10 orang yang sedang main judi di tepi jalan pertigaan dekat Hik, kemudian saksi langsung melakukan penggerebakan para pemain judi tersebut ;
§
Bahwa pada waktu melakukan penggerebekan tersebut ada yang tertangakap yaitu dua orang, yang lainnya melarikan diri ;
§
Bahwa benar setelah kedua orang tersebut tertangkap, kemudian saksi diperintahkan oleh Brigadir Mulyono untuk mengamankan barang bukti yang ditemukan yang berupa 4 (empat) pak kartu domino dan 2 orang pelaku yang tertangkap, serta memasukkannya ke dalam mobil ;
§
Bahwa saksi pada waktu itu ditugaskan menunggui dua orang yang tertangkap pada waktu bermain judi tersebut ;
§
Bahwa saksi menerangkan, waktu itu mendengarkan suara tembakan dua kali, pada saat itu saksi sedang mengamankan dua pelaku yang tertangkap dan barang buktinya ;
§
Bahwa saksi mendengar dua kali suara tembakan, jarak suara temabakan itu dengan ia berada kurang lebih berjarak 60-100 meter ;
§
Bahwa saksi saat mendengar suara tembakan 2 kali, saat itu saksi tidak berbuat apa-apa melainkan Brigadir Mulyono langsung lari mendekati suara tersebut dan saksi menunggu di mobil, namun beberapa saat Brigadir Mulyono lari dia kembali lagi sambil berteriak ”Pri Pri mobilnya dimundurkan”, saat itu juga saksi membawa mundur mobil ke lokasi suara tembakan tersebut ;
§
Bahwa saksi lihat ada seorang laki-laki sudah terkapar, kemudian korban tersebut langsung dimasukkan ke dalam mobil untuk di bawa ke Rumah Sakit ;
§
Bahwa saksi menerangkan, ada seseorang yang terkena tembakan, korban ketika sampai di Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru sudah kritis, dan jam 03.00 wib korban meninggal dunia ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ; 3. Saksi Briptu TUPONO ; §
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan dengan terdakwa tidak ada hubungan saudara/ keluarga hanya sama-sama sebagai anggota Brimob BS Polwil Surakarta ;
§
Bahwa saksi sebagai polisi selama 6 tahun, jadi Brimob kurang lebih 5 tahun ;
§
Bahwa saksi kenal terdakwa/ Sutrisno sudah lama kurang lebih 4 tahun ;
§
Bahwa saksi mendapat tugas untuk BKO kan di Polres Sukoharjo bersama-sama denga Team ;
§
Bahwa saksi menerangkan, pada tanggal 20 Oktober 2006, saksi bersama-sama timnya kami kembali dari penyelidikan di daerah Boyolali, untuk kembali ke Mako Brimob, jalan yang dilalui adalah Jl. Dk. Pasekan sekitar jam 01.45 Wib, di pertigaan jalan itu saksi melihat sekelompok orang bergerombol, setelah didekati ternyata ada orang bermain judi domino ;
§
Bahwa saksi menerangkan, dari kelompok orang yang bermain judi itu, setelah mereka tahu yang datang itu aparat, sekelompok itu bubar melarikan diri, ada yang tertangkap di TKP sebanyak dua orang dan diamankan ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi dengan saudara terdakwa melakukan pengejaran kepada orang yang melarikan diri, saksi berada di depan, sedangkan terdakwa berada di belakang dengan jarak lebih kurang 20 (dua puluh) meter ;
§
Bahwa saksi tidak lama kemudian mendengar ada suara teriakan ”malingmaling”, kemudian saksi menuju arah teriakan maling-maling dan didapati, saudara Trisno sudah dalam keadaan didekap dari belakang oleh seseorang ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi mendengar suara tembakan dua kali, masingmasing berjarak lebih 2 (dua) menit ;
§
Bahwa saksi menerangkan, yang mendekap dari belakang Pak Trisno, badannya lebih kecil ;
§
Bahwa saksi menerangkan, terdakwa berusaha melepaskan dekapan, yang dilakukan oleh seseorang, namun belum berhasil, setelah berusaha agak lama, dekapan baru bisa dilepaskan, namun tangan kiri korban masih memegang tangan kanan terdakwa, yang masih pegang senjata ;
§
Bahwa saksi menerangkan, sewaktu saksi berusaha memisahkan, datang dua orang, kemudian saksi berbalik kearah dua orang itu dan berkata ”tenang-tenang kami polisi”, pada saat itu saksi sempat melihat tangan kiri korban masih memegang tangan kanan terdakwa yang masih dalam posisi memegang senjata ;
§
Bahwa saksi pada saat itu melihat kondisi terdakwa kelihatannya baik, tidak ada emosi ;
§
Bahwa saksi menerangakan, saksi mendengar suara letusan, namun saksi tidak melihat korban dan terdakwa pada saat terjadinya letusan ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi melihat korban tergeletak, kemudian korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo ;
§
Bahwa benar senjata api yang dibawa oleh terdakwa tersebut, berupa senpi jenis revolver caliber 38 ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ; 4. Saksi SARMAN ; §
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan saksi dengan terdakwa tidak ada hubungan saudara/keluarga dengan terdakwa ;
§
Bahwa saksi mengerti/mengetahui dalam perkara ini berkaitan telah terjadinya tertembaknya salah satu warga yaitu adik saksi bernama Marino, karena saat kejadian saksi melihat langsung, saat itu berada dilokasi kejadian ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi pada saat terjadi suara teriakan ”tolong-tolong” masih tidur di rumahnya sendiri ;
§
Bahwa saksi mendengar suara teriakan ”tolong-tolong” sekitar jam 01.30 Wib pada saat masih tidur di rumahnya ;
§
Bahwa saksi menerangkan, pada saat mendengar suara teriakan ”tolong-tolong” saat itu saksi langsung bangun loncat keluar menuju rumah orang tua saksi, karena saksi khawatir orang tua saksi sering sakit-sakitan ;
§
Bahwa rumah saksi dengan rumah orang tuanya tersebut berdekatan, dengan tempat kejadian berhadapan/ di depan rumah ;
§
Bahwa saksi menerangkan, ketika saksi sampai di rumah orang tuanya saksi melihat adik saksi/ Marino mendekap seseorang yang berambut gondrong dari arah belakang, jarak saksi dengan Marino yang sedang mendekap seseorang itu hanya kurang lebih 1,5 (satu setengah) meter, dengan adik saksi yang berteriak ”maling-maling” ;
§
Bahwa saksi menerangkan, oarang yang berambut gondrong yang didekap adik saksi itu berusaha melepaskan dekapan tetapi tidak berhasil ;
§
Bahwa saksi menerangkan, setelah dekapan berhasil dilepaskan, saksi masih melihat terjadi tarik menarik tangan antara tangan petugas dengan tangan adik saksi, tangan adik saksi berposisi di atas tangan kanan petugas yang masih memegang senjata ;
§
Bahwa saksi juga mendengar kata-kata ”aku polisi – aku polisi” saaat itu adik saksi juga tidak melepaskan dekapan dari belakang seseorang yang berkata ”aku polisi-aku polisi” ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saat itu juga saksi mendengar kata-kata ”dikandani polisi kok ngeyel” posisi waktu itu masih terjadi tarik menarik tangan kiri korban dengan posisi di atas tangan petugas, kemudian terdengar tembakan satu kali ;
§
Bahwa saksi menerangkan, korban setelah terlepas dekapannya, sampai mundur, pada saat itu bunyi tembakan terjadi senjata terarah ke tubuh adik saksi, lalu adik saksi roboh luka di perut ;
§
Bahwa terjadi penembakan yang dialami adik saksi Marino tersebut, terjadi pada malam Jumat tanggal 20 Oktober sekitar pukul 01.30 Wib di Dk. Pasekan Rt. 01/III Kel. Combongan Kab. Sukoharjo ;
§
Bahwa benar saksi tahu malam itu yang berteriak ”maling-maling” tersebut adalah adik saksi yaitu Marino ;
§
Bahwa benar pada malam itu yang berada di lokasi terjadinya penembakan tersebut adalah saksi sendiri, adik saksi bernama Sariman, adik ipar saksi yaitu Widodo, petugas yang menembak, dan satu orang lagi petugas yang saksi tidak tahu namanya ;
§
Bahwa saksi menerangkan, yang menolong korban dimasukkan ke dalam mobil adalah saksi dan petugas, korban dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ;
§
Saksi menerangkan, pihak terdakwa bersama-sama keluarga terdakwa sudah sering datang kekeluarga korban dan memberikan santunan, namun berapa jumlahnya saksi tidak tahu ;
§
Bahwa saksi menerangkan, pihak keluarga korban bersedia memaafkan terdakwa ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
5. Saksi SARIMAN ;
§
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan saksi dengan terdakwa tidak ada hubungan keluarga dengan terdakwa ;
§
Bahwa saksi mengetahui dalam perkara ini adalah berhubungan terjadinya penembakan terhadap korban kakak saksi, yang terjadi di depan rumah saksi / rumah orang tua saksi ;
§
Bahwa saksi tahu kejadiannya yaitu terjadi pada malam bulan puasa hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar pukul 02.00 Wib di Dk. Pasekan Rt.01/III, Kel. Combongan, Kab. Sukoharjo ;
§
Bahwa benar saksi tahu / kenal yang menjadi korban adalah kakak saksi bernama Marino, dan yang melakukan penembakan adalah terdakwa (Sutrisno) ;
§
Bahwa saksi saat kejadian belum ada di tempat kejadian tersebut, saat itu saksi sedang tidur di dalam rumah di depan tempat kejadian, dan mendengar teriakan ”tolong-tolong” lalu saksi keluar ngintip dari jendela, saksi melihat kakak saksi sedang mendekap seseorang berambut gondrong dari belakang, awalnya saksi tidak dibolehkan istri saksi keluar, tapi saksi penasaran kemudian memberanikan diri keluar ;
§
Bahwa benar yang mendekap terdakwa tersebut adalah korban (Marino), bahwa benar saksi lihat saat itu badan korban Marino lebih kecil dari terdakwa ;
§
Bahwa benar saksi ada mendengar suara letusan pada malam itu, tapi saksi tidak ingat berapa kali bunyi letusan tersebut ;
§
Bahwa benar saksi saat mendegar letusan langsung melompat keluar rumah, kemudian saksi melihat kakak saksi roboh memegangi perutnya yang terluka ;
§
Bahwa benar saksi melihat kakak saksi luka diperut sebelah kiri, saat itu tidak ada darah dan tidak tembus ;
§
Bahwa benar saksi saat mendengar der, langsung loncat keluar sempat pegang kepala korban Marino supaya tidak terjatuh ke tanah ;
§
Bahwa pada waktu korban terkapar, saksi lihat ia masih hidup mengucapkan lailla hailallah ;
§
Bahwa saksi mengetahui korban (Marino) meninggal di rumah sakit ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut, terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ; 6. Saksi WIDODO ;
§
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan dengan terdakwa saksi tidak ada hubungan saudara/ keluarga ;
§
Bahwa saksi tahu ada kejadian penembakan pada malam itu, terjadinya pad hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006, sekitar pukul 02.00 Wib di Dk. Pasekan Rt.01/III, Kec. Combongan, Kab. Sukoharjo ;
§
Bahwa benar yang menjadi korban adalah kakak saksi, yang melakukan tembakan adalah Sutrisno ;
§
Bhwa benar awal mulanya terjadi penembakan tersebut, malam iu saksi bersama korban Marino baru datang dari mengairi sawah dan membawa mesin diesel dengan sepeda onthel ;
§
Bahwa benar saat korban Marino meletakkan sepeda onthel yang membawa diesel tiba-tiba datang seseorang yang berambut gondrong dengan celana pendek dan memakai kaos ;
§
Bahwa benar sewaktu seseorang yag berambut gondrong tersebut mendatangi saksi dan kemudian menepuk bahu saksi dengan mengatakan ”iki wonge” ini orangnya, karena ketakutan saksi langsung jongkok dan sambil menundukkan wajah sambil berkata ”kulo mboten.....,/bukan saya, kulo saking sabin / saya baru pulang dari sawah” ;
§
Bahwa benar saksi dan kakak saksi (Marino) melihat penampilan terdakwa mengira ia adalah gali / maling ;
§
Bahwa saksi kemudian melihat korban Marino mendekap orang tersebut dari belakang ;
§
Bahwa benar saksi malam itu tidak ada berteriak minta ”tolong-tolong” yang berteriak tolong-tolong tersebut adalah suara korban Marino ;
§
Bahwa saksi tahu setelah disekap, Marino dengan terdakwa putar-putar cukup lama kira-kira 5 – 10 menit saksi ada mendengar letusan 2 kali ;
§
Bahwa benar saksi mendengar suara dor tersebut ada dua kali, dor pertama dengan sebentar kira-kira ± 10 menit ;
§
Bahwa saat sebelum kejadian saksi tidak ada mendengar ada orang bilang saya aparat, karena saat itu saksi takut dan nangis ;
§
Bahwa saksi saat itu tidak melihat ada Sarman dan Sariman, saksi tidak melihat karena saksi selalu tutup mata saksi tidak mengetahui sama sekali karena takut ;
§
Bahwa saksi setelah kejadian dibawa ke teras, setelah di teras baru saksi lihat bahwa banyak orang yang datang, sedangkan korban Marino sudah diangkat dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ; 7. Saksi WIDODO Bin PONO SUMARTO ; §
Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa, dan saksi tidak ada hubungan keluarga dengan terdakwa ;
§
Bahwa yang saksi ketahui hanya ada terjadi korban penembakan yaitu yang menjadi korban bernama Marino ;
§
Bahwa saksi menerangkan, waktu itu pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar jam 02.00 Wib melakukan perjudian di dekat warung Hik di bawah lampu merkuri ;
§
Bahwa saksi menerangkan, tiba-tiba datang seseorang mengucapkan selamat malam ;
§
Bahwa saksi menerangkan, karena sudah mengira yang datang itu petugas, kemudian teman-teman saksi lari menyebar ;
§
Bahwa benar saksi ikut dalam permainan judi domino tersebut jumlahnya ada 7 orang termasuk saksi, dan benar mainnya pakai uang sebesar Rp. 500,- ;
§
Bahwa benar saksi pada waktu itu tidak lari, sebab saksi tidak tahu bahwa mau dipegang dengan Polisi, kemudian saksi dimintai Kartu Tanda Penduduk (KTP) lalu saksi kemudian dimasukkan ke dalam mobil hitam ;
§
Bahwa saksi menerangkan, permainan judi sudah berlangsung 10 (sepuluh) putaran ;
§
Bahwa saksi menerangkan, yang ditangkap oleh petugas saat itu ada 2 (dua) tetapi satu orang tidak ikut main kemudian dilepaskan oleh petugas ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi mendengar suara ledakan sebanyak 2 (dua) kali, jarak saksi pada saat itu dengan asal suara ledakan kira-kira berjarak 100 meter ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saat mendengar suara ledakan itu saksi sudah berada di dalam mobil, dan ada orang digotong dimasukkan ke dalam mobil, waktu itu masih menyebut ”Astoghfirullah” ;
§
Bahwa saksi menerangkan, luka korban kira-kira diperut sebelah kiri ;
§
Bahwa saksi menerangkan, waktu itu yang menolong korban sebanyak 3 (tiga) orang, tapi saksi tidak kenal siapa orang itu ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ; 8. Saksi SUPADI ; §
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan tidak ada hubungan saudara dengan terdakwa hanya satu Kompi ;
§
Bahwa saksi mengerti sebab dihadapkan ke persidangan ini sehubungan dengan perkara tindak pidana ”karena salahnya menyebabkan matinya orang” terkait dengan terjadinya kasus penembakan salah satu warga oleh salah satu petugas Remob (Bribda Sutrisno) yang sedang melakukan penggerebekan perjudian ;
§
Bahwa saksi mengetahui setelah satu minggu, senjata inventaris diambil/ ditarik ke Polwil karena ada kejadian penembakan tersebut ;
§
Bahwa saksi menerangkan, saksi bertugas dibagian logistik Kompi Brimob Polwil Surakarta ;
§
Bahwa saksi menjabat Baur Logistik BS Wilayah Surakarta sejak tahun 2002 sampai sekarang ;
§
Bahwa saksi menerangkan, terdakwa mendapat tugas BKO ke Polres Sukoharjo dari tanggal 13 Maret 2006 sampai dengan selesai ;
§
Bahwa saksi menerangkan, senpi yang dipinjam pakaikan kepada anggotanya yang BKO, akan ditarik lagi apabila pelaksanaan BKOnya sudah dinyatakan selesai ;
§
Bahwa saksi menerangkan, senpi digunakan apabila dalam keadaan mendesak, dan terancam jiwanya ;
§
Bahwa saksi menerangkan, setiap perintah dari Komandan Kompi tidak boleh ditafsirkan ;
§
Bahwa saksi menerangkan, terdakwa pernah mendapat tugas BKO di Polwil Surakarta untuk mengungkap kejahatan ;
§
Bahwa saksi menerangkan, terdakwa baru pertama kali bermasalah seperti ini ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak
keberatan dan membenarkannya ;
9. Saksi ANDI RIFAI, SIK ; §
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, tetapi tidak ada hubungan keluarga, hanya ada hubungan kerja, yaitu terdakwa anggota saksi ;
§
Bahwa benar saksi sebagai Komandan Kompi Brimob BS Polwil Surakarta ;
§
Bahwa benar saksi sebagai atasan terdakwa sudah lebih 1 (satu) tahun ;
§
Bahwa terdakwa ditugaskan ada permintaan BKO dari Polres Sukoharjo dan diminta personil 5 (lima) orang ;
§
Bahwa tugas personil Brimob yang di BKO kan adalah membantu Polres Sukoharjo dalam pengungkapan/penanganan tindak pidana / kriminal ;
§
Bahwa benar tugas tersebut dilakukan setiap dibutuhkan ;
§
Bahwa saksi mengendali 5 orang anggota saksi langsung ke Polres Sukoharjo yang berwenang ;
§
Bahwa saksi mengetahui ada peristiwa penembakan tersebut, setelah mendapat laporan dari Brigadir Mulyono, dan saat itu saksi sedang ada tugas di Semarang ;
§
Bahwa saksi kemudian segera memerintahkan agar menyelamatkan korban, dan menarik seluruh anggota BKO untuk kembali ke Kompi serta mengamankan senjata-senjata ;
§
Bahwa berdasarkan pemeriksaan terdakwa, ia menjelaskan saat menggunakan senjata karena disekap dari belakang oleh korban, terdakwa sudah melakukan tembakan peringatan tatapi korban masih mendekap menarik kena picu senjata dengan kuat terjadi letusan kedua yang mengenai perut korban ;
§
Bahwa benar menurut laporan tim anggota, terdakwa juga sudah mengeluarkan tembakan peringatan sebelumnya ;
§
Bahwa tembakan peringatan seharusnya ditembakkan sebanyak dua kali ;
§
Bahwa saksi menerangkan, Tim yang di BKO di Polres Sukoharjo dengan peristiwa tersebut diambil tindakan hukum internal yaitu penempatan di tempat khusus selama 21 (dua puluh satu) hari dan ditunda untuk kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
Menimbang, bahwa disamping itu di depan persidangan juga telah didengar keterangan terdakwa sebagai berikut : §
Bahwa terdakwa terlibat dalam perkara ini telah melakukan penembakan terhadap korban yang bernama Marino ;
§
Bahwa terdakwa anggota Polisi dan terdakwa bertugas di Brimob BS Grogol Sukoharjo ;
§
Bahwa terdakwa punya isteri, dan punya anak 2 (dua) orang ;
§
Bahwa terdakwa menjadi Polisi sudah 16 tahun ;
§
Bahwa terdakwa tugas sebagai Brimob sudah 14 tahun ;
§
Bahwa terdakwa pernah ditugaskan di Timor Timur, di Srondol, selama dua tahun, di Polda 3 tahun, jadi polisi biasa, di Aceh 1 tahun, lalu kembali ditugaskan di Kompi Grogol selama ± 4 tahun hingga sekarang ;
§
Bahwa terdakwa pernah di BKO di Polwil tahun 2003, 1 bulan terus di BKO di Aceh Timur, 1 tahun, di BKO kan di Polres Sukoharjo ± 8 bulan ;
§
Bahwa tugas di BKO kan di Polres Sukoharjo membantu, mengungkap kasus kejadian yang menonjol, dan pernah mengungkap kasus penjambretan, pencurian, dan pemerkosaan ;
§
Bahwa terdakwa dan anggota lainnya pada saat patroli ada menemukan orang yang sedang bermain judi sekitar 10 orang, pada waktu itu ada yang tertangkap dua orang, yang lainnya melarikan diri masuk kampung sekitar 6 orang ;
§
Bahwa terdakwa dan anggota lainnya menemukan orang yang sedang bermain judi yaitu pada hari Jumat sekitar jam 01.45 Wib, ditepi jalan pertigaan dekat penjual Hik, terdakwa dapat menangkap 1 orang, dan Briptu Topoo dapat menangkap 1 orang, sedangkan Brigadir Priyanto mengamankan barang bukti yang ditemukan ditempat kejadian tersebut ;
§
Bahwa terdakwa dan Tupono kemudian mengejar para pelaku lainnya yang melarikan diri ke arah kampung (masuk kampung) ;
§
Bahwa setelah terdakwa masuk kampung di teras sebuah rumah terdakwa melihat ada dua orang, selanjutnya terdakwa menanyai salah satunya bernama Widodo, apakah ikut main judi, belum sempat pertanyaan dijawab terdakwa didekap dari belakang oleh seseorang ;
§
Bahwa terdakwa berusaha melepaskan dekapan tersebut tetapi karena sangat kuat tidak berhasil dilepaskan ;
§
Bahwa saat berusaha melepaskan dekapan, terdakwa sambil berkata lepaskan saya polisi....saya polisi, tetapi korban Marino tetap tidak melepaskan ;
§
Bahwa saat terdakwa masih didekap oleh korban Marino, malah ia berteriak ”maling-maling”, terdakwa kemudian
meraih
pistolnya dan
kemudian
mengeluarkan tembakan peringatan dengan arah pistol ke arah pinggang sebelah kiri : §
Bahwa pada saat itu Marino tetap tidak melepaskan dekapannya, datang anggota lainnya Briptu Tupono berusaha melepaskan dekapan Marino dan berhasil melepaskan dekapan tangan kanan korban pada tangan kiri terdakwa lalu berbalik, saat terdakwa menarik tangannya posisi jari telunjuk masih di dalam/pada picu karena sangat kuat tarikan tangan terdakwa sehingga tanpa disadari pistol meletus dan mengenai pinggang sebelah kiri korban Marino ;
§
Bahwa letusan tersebut terjadi karena terdakwa kurang hati-hati dan tidak memperkirakan akan meletus mengenai korban Marino ;
§
Bahwa terdakwa setelah mengetahui korban Marino terluka, dan berusaha mengambil mobil yang sedang dibawa oleh Brigadir Mulyono, lalu terdakwa berusaha menolong korban dengan menyopir sendiri mobil tersebut dan membawa korban ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ;
§
Bahwa terdakwa sangat menyesal atas kejadian tersebut, baru pertama kali hal ini terjadi selama terdakwa menjalankan tugas ;
§
Bahwa keluarga terdakwa ada datang ke rumah keluarga korban untuk memberikan santunan untuk membantu keluarga korban, dan benar terdakwa berniat sanggup mambantu biaya sekolah anak-anak korban ; Menimbang, bahwa persidangan juga telah didengar keterangan saksi Ade charge
yang dihadapkan oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya, yang di bawah sumpah pada pokoknya telah memberikan keterangan sebagai berikut : Saksi Ade charge : Dr. H. RORRY HARTONO, Spf : §
Bahwa saksi benar tidak kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga ;
§
Bahwa benar saksi dihadapkan di persidangan ini sebagai saksi ahli forensik ;
§
Bahwa saksi memeriksa jenazah korban atas permintaan dari Polres Sukoharjo, saksi melakukan pemeriksaan korban yang bernama Marino ;
§
Bahwa benar dalam peneriksaan tersebut, saksi dapat memastikan korban tewas karena tembakan jarak dekat ;
§
Bahwa benar pada luka dengan jarak dekat, pelurunya masuk disarang ;
§
Bahwa saksi ahli menerangkan tembakan antara 6-10 meter masih ada jelaga ;
§
Bahwa saksi ahli menerangkan, arah tembakan agak ke bawah ;
§
Bahwa saksi ahli menerangkan, kecepatan peluru jarak pendek lebih cepat dibanding dengan jarak jauh ;
§
Bahwa saksi tahu arahnya dari perut sebelah pinggul kiri terkenanya tulang panggul ;
§
Bahwa saksi ahli menerangkan, anak peluru pada saat keluar, pasti dengan kekuatan yang sangat cepat ;
§
Bahwa saksi ahli memperlihatkan foto pertama dari Rumah Sakit Dr. Oen, dan foto ulang dari Rumah Sakit Dr. Muwardi Solo, tetap sama ; Menimbang,
bahwa
berdasarkan
keterangan
saksi-saksi,
terdakwa
dan
pemeriksaan terhadap barang bukti maka ditemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut : §
Bahwa benar terdakwa dalam perkara ini adalah orang bernama SUTRISNO BIN SARIJO sebagaimana identitas dalam berkas perkara ;
§
Bahwa benar terdakwa adalah seorang anggota Kepolisian dari Kesatuan Brimob BS Polwil Surakarta yang di Bawah Kendali Operasi (BKO) kan di Polres Sukoharjo ;
§
Bahwa pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006, terdakwa bersama dengan saksi Brigadir Mulyono, Brigadir Priyanto, dan Briptu Tupono, menuju Dukuh Pasekan, Kelurahan Combongan Sukoharjo dalam perjalanannya dari Boyolali ;
§
Bahwa di Desa Combongan ditemukan orang-orang yang sedang bermain judi sabagaimana dikuatkan oleh saksi Mulyono, Priyanto, Tupono dan Widodo Bin Pono Sumarto ;
§
Bahwa pada malam kejadian telah tertangkap dua orang pelaku antara lain saksi Widodo Bin Pono Sumarto dan ditemukan empat pak kartu domino dan uang berjumlah Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) ;
§
Bahwa pada malam kejadian para pelaku perjudian telah melarikan diri saksi Mulyono dan Priyanto menunggu dua pemain judi yang tertangkap, sedangkan saksi Tupono dan terdakwa masuk kampung untuk mengejar para pemain judi ;
§
Bahwa pada saat terdakwa masuk kampung tiba-tiba terdakwa disekap dari belakang oleh korban Marino karena dikiranya terdakwa adalah sebagai seorang pencuri ;
§
Bahwa pada malam itu korban Marino adalah bukan orang yang bermain judi karena Marino baru saja pulang dari sawah dan baru akan menurunkan mesin diesel ;
§
Bahwa terdakwa di depan rumah saksi korban tidak secara tegas mengatakan ia adalah sebagai seorang polisi yang dikira seorang pencuri dan terdakwa mengatakan ia seorang polisi setelah disekap dengan kuat oleh korban Marino ;
§
Bahwa terdakwa berusaha melepas sekapan korban dengan sekuat tenaga tetapi sulit untuk dilepaskan bahkan dibantu oleh saksi Tupono ;
§
Bahwa pada saat terjadi usaha pelepasan dari sekapan korban, terdakwa mengatakan bahwa ia adalah seorang polisi dan dalam waktu yang relatif cepat terdakwa telah mengeluarkan tembakan peringatan sekali, dilanjutkan tembakan kedua dan mengenai tubuh korban Marino yang mengakibatkan kematian sebagaimana dikuatkan dengan Visum Et Repertum (V.E.R.) no. 73/ IKF.& ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Rorry Hartono, SPf. ;
§
Bahw Dr. Rorry Hartono menerangkan bahwa kematian korban Marino disebabkan oleh tembakan dari jarak dekat ;
§
Bahwa setelah korban Marino tertembak saksi Mulyono, Priyanto, Tupono, dan terdakwa berusaha menyelamatkan jiwa korban dan langsung di bawa ke Rumah Sakit Dr. Oen Sukoharjo tetapi jiwanya tidak tertolong sewaktu tiba di Rumah Sakit ;
§
Bahwa barang bukti berupa senjata genggam (pistol) sebagaimana yang diperlihatkan di depan persidangan benar merupakan inventaris dari Brimob Kompi BS Surakarta yang diijinkan untuk digunakan terdakwa Sutrisno dalam menjalankan tugas dan mengakibatkan tertembaknya korban Marino ;
§
Bahwa akibat tertembaknya korban Marino oleh terdakwa Sutrisno maka Kepolisian telah menjatuhkan tindakan disiplin kepada terdakwa dengan penghukuman disel selama 21 hari dan penundaan kenaikan pangakt selama dua periode ;
§
Bahwa atas kejadian tertembaknya korban Marino pihak Polwil Surakarta, Komandan Kompi Brimob BS Surakarta dan keluarga terdakwa telah datang ke keluarga korban untuk mengucapkan bela sungkawa dengan bantuan peringanan korban ;
§
Bahwa di depan persidangan terdakwa secara tegas mengatakan akan membantu biaya hidup anak-anak korban Marino, sampai dewasa meskipun tidak disebutkan bentuknya apa dan seberapa besarnya ; Menimbang, bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan
dakwaan tunggal Pasal 359 KUHP unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Unsur Barang Siapa ; 2. Unsur Karena Kealpaannya / Kelalaiannya ; 3. Unsur Menyebabkan Orang Lain Mati ;
Unsur 1. Barang siapa Menimbang, bahwa yang dimaksud unsur Barang siapa menurut Majelis Hakim adalah menunjuk pada seseorang (persoon) atau badan hukum (rechtspersoon) sebagai pendukung hak dan kewajiban yang ditentukan dalam undang-undang ; Menimbang, bahwa saksi-saksi yang didengar di depan persidangan membenarkan bahwa terdakwa dalam perkara ini adalah SUTRISNO Bin SARIJO; Menimbang, bahwa didalam perkara ini terdakwa SUTRISNO juga membenarkan identitas di dalam berkas perkara dan membenarkan bahwa ia adalah terdakwa dalam perkara ini dan didampingi oleh Penasihat Hukumnya sebagaimana dalam Surat Kuasa tertanggal 13 Nopember 2006 dan tertanggal 17 Desember 2006 ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa Unsur Barang Siapa telah terbukti ; Unsur 2. Karena Kealpaannya /Kelalaiannya ;
Menimbang, bahwa di dalam hukum pidana perbuatan pidana (delik) antara lain dibagi atas perbuatan yang disengaja (dolus) dan perbuatan karena kealpaannya /kelalaiannya (culpos) ; Menimbang, bahwa perbuatan dengan sengaja adalah bahwa pelaku dalam perkara tersebut memang sengaja melakukan perbuatan tersebut dan ia menghendaki akibat dari perbuatannya dan mempunyai kesempatan pula untuk melihat alat apa yang akan dipergunakannya ; Menimbang, bahwa perbuatan dengan sengaja ada kesempatan waktu yang cukup bagi seorang untuk meneruskan atau mengerungkan perbuatannya ; Menimbang, bahwa perbuatan pidana karena kealpaannya/ kelalaiannya adalah sebagai perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku ; Menimbang, bahwa saksi Brigadir MULYONO, Brigadir PRIYANTO, dan Briptu TUPONO menerangkan bahwa mereka pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006, bersama-sama dengan terdakwa SUTRISNO melaksanakan tugas sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia dari Boyolali ke Sukoharjo melewati Desa Combongan Sukoharjo dan sampai di Desa Combongan sekitar jam 02.00 Wib ; Menimbang, bahwa mereka berempat pada malam kejadian melihat sekelompok orang yang sedang bermain judi untuk selanjutnya mereka mendekat ke lokasi dengan mengatakan mereka adalah polisi dan kemudian orang-orang tersebut lari masuk kampung ; Menimbang, bahwa pada malam itu juga dua orang penjudi telah tertangkap dan salah satunya adalah saksi yang didengar di depan persidangan yaitu WIDODO Bin PONO SUMARTO yang membenarkan ia ditangkap pada malam kejadian dan di lokasi perjudian telah ditemukan barang bukti berupa empat pak kartu domino dan uang sejumlah 150.000,- ; Menimbang, bahwa pada malam itu juga terdakwa bersama saksi TUPONO masuk kampung untuk menangkap pelaku perjudian sedangkan saksi Brigadir MULYONO dan Brigadir PRIYANTO mengamankan dua orang yang tertangkap; Menimbang, bahwa pada saat terdakwa SUTRISNO masuk kampug dan secara tiba-tiba dari belakang SUTRISNO disekap oleh korban MARINO karena disangka SUTRISNO adalah sebagai seorang pencuri hal ini dibuktikan dengan adanya teriakan maling-maling yang didengar oleh saksi TUPONO maupun SUTRISNO ;
Menimbang, bahwa pada saat yang bersamaan di tempat kejadian perkara memang ada sebuah sepeda onthel dan sebuah mesin diesel karena korban Marino baru saja pulang dari sawah ; Menimbang, bahwa pada waktu terdakwa mengatakan bahwa ia adalah seorang polisi tetapi dekapan dari korban Marino terhadap terdakwa SUTRISNO masih tetap kuat karena diperkirakan SUTRISNO bukan seorang polisi karena pada kejadian terdakwa tidak menggunakan atribut baju polisi tetapi terdakwa memakai baju preman dan rambutnya panjang ; Menimbang, bahwa terdakwa SUTRISNO berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan pegangan tangan dan ikatan dari tangan korban MARINO tetapi tidak berhasil maka pada saat bersamaan terdakwa mengeluarkan tembakan peringatan yang pertama tidak mengenai korban sedangkan tembakan yang kedua mengenai korban sehingga korban roboh ; Menimbang, bahwa menurut terdakwa ikatan dari korban sangat kuat sehingga ia sulit untuk melepaskan maka antara tangan terdakwa dan tangan korban sempat terjadi tarik menarik sehingga akhirnya terdakwa mengeluarkan pistol yang ada dipinggangnya untuk memberi tembakan peringatan ; Menimbang, bahwa setelah korban MARINO roboh maka selanjutnya oleh terdakwa beserta TUPONO dan polisi lainnya korban dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen Sukoharjo untuk mendapatkan perawatan ; Menimbang, bahwa saksi AKP ANDI RIFA’I Komandan Kompi Brimob BS Polwil Surakarta (atasan terdakwa) di depan pesidangan mengemukakan bahwa benar terdakwa sebelum menggunakan senjata api harus memberikan peringatan lesan, selanjutnya tembakan peringatan dua kali dan selanjutnya baru tembakan yang melumpuhkan ; Menimbang, bahwa dalam perkara terdakwa SUTRISNO dari fakta yang terungkap di persidangan peringatan lesan sudah dilakukan, tembakan peringatan sudah dilakukan sedangkan tembakan yang melumpuhkan tidak dilakukan oleh terdakwa hal ini terbukti tembakan yang kedua telah mengenai perut korban MARINO ; Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim bahwa tembakan kedua yang dilakukan oleh terdakwa merupakan salah prosedur pengunaan senjata hal ini ditandai dengan jatuhnya korban MARINO demikian pula berdasar tindakan disiplin yang
dilakukan oleh Tim Disiplin Polisi yang telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada terdakwa dengan hukuman 21 hari di sel khusus dan penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode ; Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah bukan merupakan kesengajaan tetapi merupakan kelalaian hal ini antara lain ditandai dengan tidak adanya niat untuk membunuh korban MARINO demikian pula adanya penyesalan yang mendalam dari terdakwa dengan semaksimal mungkin berusaha membawa koban MARINO ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong ; Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada malam kejadian telah terjadi pergumulan antara saksi korban MARINO dan terdakwa SUTRISNO dikarenakan SUTRISNO dikira bukan polisi tetapi seorang pencuri karena ada teriakan maling-maling ; Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi di depan persidangan bahwa pada saat korban MARINO di dekat tempat kejadian perkara memang bersamaan ada pengejaran terhadap orang-orang yang bermain judi dan memasuki kampung dimana pada saat itu saksi korban tidak termasuk orang yang ikut main judi ; Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan di muka maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur karena kekhilafannya/ kelalaiannya telah terbukti ; Unsur 3. Menyebabkan Orang Lain Mati ; Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan dan dibenarkan oleh terdakwa bahwa tembakan kedua dari terdakwa SUTRISNO mengakibatkan korban roboh untuk selanjutnya oleh saksi MULYONO, PRIYANTO, TUPONO dan SUTRISNO dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen untuk mendapat perawatan ; Menimbang, bahwa pada saat saksi korban MARINO dibawa ke rumah sakit dengan mobil dan waktu di jalan korban masih hidup sambil memanjatkan doa ; Menimbang, bahwa pada saat sudah sampai di rumah sakit Dr. OEN kurang lebih jam 02.30 Wib korban MARINO meninggal dunia ; Menimbang, bahwa meninggalnya korban MARINO berdasarkan Visum Et Repertum RS Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf menerangkan bahwa saat kematian korban MARINO diperkiran 6-8 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat ; Menimbang, bahwa keterangan sebagaimana dalam Visum Et Repertum tersebut di depan persidangan ditegaskan pula oleh dr. Rorry Hartono, SPf di bawah sumpah ; Menimbang, bahwa di depan persidangan saksi-saksi maupun terdakwa membenarkan bahwa barang bukti berupa pistol revolver 38 Nomor 012920 adalah senjata inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang diijinkan dipegang oleh terdakwa untuk menjalankan tugas sebagai seorang polisi dan akhirnya mengakibatkan korban MARINO tertembak dan meninggal dunia ; Menimbang, bahwa atas meninggalnya korban MARINO keluarga terdakwa, atasan terdakwa dan jajaran Kepolisian Polwil Surakarta telah datang ke keluarga korban untuk minta maaf dan menyesal atas tertembaknya korban MARINO dengan memberikan tanda ikut berduka cita ; Menimbang, bahwa atas meninggalnya korban MARINO terdakwa SUTRISNO secara lesan di depan persidangan menyatakan sanggup untuk membantu biaya pendidikan anak-anak korban sampai dewasa meskipun tidak ditegaskan bantuan berupa apa dan jumlah berapa tiap bulannya ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur menyebabkan orang lain mati telah terbukti ; Menimbang, bahwa karena seluruh unsur-unsur dakwaan Jaksa Penutut Umum telah terbukti maka Pasal 359 KUHP sebagaimana surat dakwaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan ; Menimbang, untuk selanjutnya apakah terdakwa dapat diterapkan Pasal 359 KUHP sebagaimana surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan apakah terdakwa dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana maka akan dipetimbangkan hal-hal sebagai berikut : Menimbang, bahwa berdasar pemeriksaan Majelis Hakim terhadap saksi-saksi, terdakwa maupun terhadap barang bukti dapat disimpulkan bahwa terdakwa berada di Dukuh Pasekan , Desa Combongan Sukoharjo pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar jam 02.00 WIB sedang menjalankan tugas kepolisian untuk menangkap orangorang yang sedang malakukan perjudian ;
Menimbang, bahwa pada saat tersebut korban MARINO tertembak hingga meninggal dunia terdakwa SUTRISNO dalam keadaan sehat lahir dan batin tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf hal ini ditandai dengan pengenaan hukuman disiplin oleh Tim Disiplin Kepolisian yang menghukum terdakwa dengan penjara 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat selama dua periode sehingga pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya untuk membebaskan terdakwa dengan alasan penggunaan Pasal 212 KUHP dan Pasal 216 ayat (1) KUHP dipandang tidak beralasan ; Menimbang, penyekapan yang dilakukan oleh korban MARINO terhadap terdakwa hemat Majelis tidak harus dilakukan tembakan peringatan yang dapat menyebabkan kematian korban, semestinya terdakwa selaku seorang anggota kepolisian dapat melumpuhkan korban dengan ilmu bela diri yang dimiliki, setelah bela diri tersebut tidak berhasil baru diperingatkan dengan lesan, apabila tidak berhasil baru dengan tembakan peringatan dua kali ke atas, apabila tidak berhasil baru tembakan ke arah fisik yang tidak membahayakan jiwa dan seterusnya ; Menimbang, bahwa disamping itu hemat Majelis Hakim penyekapan yang dilakukan oleh korban MARINO adalah bukan penyekapan yang membahayakan jiwa terdakwa sebab fisik terdakwa lebih besar dari pada fisik korban MARINO dan dengan dibawanya pistol oleh terdakwa hemat Majelis tidak harus secara tergesa-gesa digunakan sehingga menyebabkan kematian dari korban ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum bahwa pada saat terjadi penyekapan oleh korban MARINO terdakwa tidak dapat menahan emosinya sehingga dia panik dan terlalu tergesa-gesa mengeluarkan senjata pistol sehingga akhirnya menyebabkan korban tertembak akhirnya meninggal dunia ; Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim sependapat dengan Tuntutan Jaksa Penentut Umum yang berpendapat bahwa Pasal 359 KUHP bisa diterapkan terhadap terdakwa dan Majelis Hakim tidak sependapat dengan pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya yang memohon agar terdakwa dibabaskan karena unsur-unsur Pasal 359 KUHP tidak terpenuhi ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di muka maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terhadap terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyainkan bersalah melakukan perbuatan pidana karena kelalaiannya sehngga menyebabkan matinya orang lain ;
Menimbang, bahwa karena terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah maka terhadap terdakwa harus dijatuhi pidana dengan jenis pidana penjara ; Menimbang, bahwa Van Bemmelen mengemukakan bahwa pidana perampasan kemerdekaan itu dalam kenyataannya lebih mengamankan masyarakat dari kejahatan selama terdakwa itu berada di dalam penjara dari pada tidak berada dalam penjara ; Menimbang, bahwa jenis pidana penjara ini hemat Majelis Hakim tepat diterapkan terhadap terdakwa dengan harapan agar terdakwa menyesali atas seluruh perbuatannya, bisa memberikan pelajaran kepada anggota kepolisian lainnya dan siapa saja yang membawa senjata api untuk berhati-hati, dan memberikan pelajaran pula kepada masyarakat untuk bisa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan menjamin keadilan ( ensuring justice ) ; Menimbang, bahwa pidana penjara dalam perkara ini juga diharapkan agar terdakwa merenung (melakukan kontemplasi) atas segala kesalahannya untuk jangan sampai melakukan perbuatan di kemudian hari ; Menimbang, bahwa pidana penjara ini bukan pelaksanaan dari teori pembalasan tetapi sebagai sarana pemasyarakatan kembali terdakwa agar menjadi orang yang baik di kemudian hari dan mendidik masyarakat untuk taat kepada hukum ; Menimbang, bahwa di dalam pemidanaan dalam perkara ini Majelis Hakim mempertimbangkan pula aspek socio justice (keadilan masyarakat), filosofi justice (keadilan filosofis) dan legal justice (keadilan hukum) ; Menimbang, bahwa di dalam menjatuhkan pidana Majelis Hakim harus berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, mempertimbangkan pula keadilan masyarakat dan juga keadilan yang bersifat luas bagi masyarakat lainnya ; Menimbang, bahwa tujuan umum dari politik kriminal adalah ”perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Bertolak dari konsepsi yang demikianlah kiranya, Seminar Kriminologi ketiga tahun 1976 dalam kesimpulannya (Keputusan Seminar Kriminologi ketiga 26 dan 27 tahun 1976) Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk social defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitatie) si pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan
perorangan (pembuat) dan masyarakat. Demikian pula Simposium pembaharuan Pidana Nasional tahun 1980, dalam salah satu laporannya menyatakan ; -
Sesuai dengan politik hukum pidana maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan dan keselarasan hidup
dalam
masyarakat
dengan
memperhatikan
kepentingan-kepentingan
masyarakat/Negara korban dan pelaku ; -
Atas dasar tujuan tesebut maka pemidanaan harus mengandung unsur-unsur yang bersifat : 1. Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang ; 2. Edukatif, dalam arti bahwa pemidaan itu mampu memperbuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penaggulangan kejahatan ; 3. Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat ; Menimbang, bahwa tujuan utama yang ingin dicapai pidana dan hukum pidana
sebagai salah satu sarana dari politik kriminal adalah ”perlindungan masyarakat” (Sahetapy 1982). Tujuan perlindungan masyarakat inilah yang menurut Bassiouni merupakan batu landasan ( a cornerstone) dari hukum pidana; Menimbang, bahwa dalam perkara ini Majelis Hakim telah berusaha memberikan putusan yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya dan Majelis Hakim menyadari bahwa keadilan yang paling adil ada pada Sang Khalik, maka dari itu Majelis Hakim menyerahkan sepenuhnya kepada Jaksa Penuntut Umum selaku wakil Negara dan masyarakat, Penasihat Hukum dan terdakwa apabila tidak puas terhadap putusan ini agar melakukan upaya hukum yang diatur dalam undang-undang ; Menimbang, bahwa karena terdakwa telah dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan dan terdakwa berada dalam tahanan sementara maka lamanya pidana yang dijatuhkan akan dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang sudah dijalani ; Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan maka diperintahkan tetap berada dalam tahanan dan terhadapnya dibebani membayar biaya perkara ; Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa sepucuk senjata api genggam jenis revolver 38 Nomor : AE.S.012920, 2 (dua) butir klongsong peluru dan 3 (tiga)
peluru aktif dikembalikan kepada Komandan Brimob BS Surakarta melalui saksi SUPADI selaku Baur Logistik ; Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa 1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dinyatakan dirampas untuk dimusnahkan, sedangkan terhadap barang bukti berupa 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban MARINO dikembalikan kepada keluarga korban ; Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana maka akan dipertimbangan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan ; Hal-hal yang memberatkan : 1. Terdakwa selaku seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia seharusnya menjadi pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat dan ternyata hal ini tidak dilakukan secara optimal ; 2. Perbuatan terdakwa telah mengurangi citra Polisi Indonesia yang sedang dan selalu dibangun oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia ; 3. Perbuatan terdakwa telah menimbulkan korban jiwa dan meresahkan masyarakat ; Hal-hal yang meringankan : 1. Terdakwa berterus terang dalam memberikan keterangan sehingga memperlancar persidangan ; 2. Terdakwa menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serta berjanji secara lesan di depan persidangan akan memperhatikan anak-anak korban ; Mengingat peraturan perundang-undangan yang bersangkutan terutama Pasal 359 KUHP dan pasal-pasal lain dalam KUHAP ; MENGADILI ; 1. Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO sebagaiman identitas di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakuakn perbuatan pidana Karena kealpaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati ; 2. Memidana oleh karenanya dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun ; 3. Menetapkan bahwa lamanya pidana yang dijatuhkan akan dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang sudah dijalani ; 4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan ; 5. Memerintahkan agar barang bukti berupa :
-
1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis Revolver 38 Spesial No. AE.S.012920 beserta surat pemegang senpi atas nama BRIPDA SUTRISNO, 2(dua) butir kelongsongan peluru dan 3 (tiga) peluru aktif dikembalikan kepada saksi SUPADI selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta ;
-
1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dirampas untuk dimusnahkan ;
-
1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban dikembalikan ahli waris korban MARINO ;
6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ; Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo pada hari : Rabu, tanggal 14 Maret 2007, oleh kami SUBIHARTA, SH.M.Hum, selaku Hakim Ketua Majelis, SAPTA DIHARJA, SH.M.Hum, dan IKHWAN HENDRATO, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim tersebut dan dihadiri oleh Hakim Anggota dengan dibantu oleh IDA LENA, sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh HARDOYO PUJO PRONOTO, SH, Jaksa Penuntut Umum, serta dihadapan terdakwa dan Penasihat Hukumnya ;
Hakim Anggota :
Hakim Ketua,
ttd
ttd
SAPTA DIHARJA, SH.M.Hum.
SUBIHARTA, SH.M.Hum
ttd
IKHWAN HENDRATO, SH.
Panitera Pengganti,
ttd
IDA LENA
Dicatat di sini : Bahwa pada hari : Rabu, tanggal 14 Maret 2007 terdakwa menyatakan banding atas putusan tersebut, sehingga putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yangtetap,-
PANITERA/SEKRETARIS PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO,.
ttd
M. NOOR CHAMBALI, SH. NIP. 040 040 143
PERSEMBAHAN
Alloh Ta’ala yang Maha Segalanya.. Ayah dan Bundaku…aku bangga punya orang tua seperti kalian.. Adik-adikku tersayang … Seseorang dari setengah hidupQ...semuanya begitu sempurna.. Semua teman dan keluarga Babun…kalian begitu berarti..
MOTTO
Sesunggunya Alloh tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS: Ar-Ra’du 11)
Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidupnya (Penulis)
Lipatkanlah kesabaran terhadap apa yang menjadi beban hari ini, dan berusahalah ikhlas menjalaninya, karena kita terlahir sebagai manusia-manusia kuat (Penulis)
KATA PENGANTAR
Setiap hembus nafas terpanjat rasa syukur penulis atas kehadirat Alloh SWT Yang Maha Mengetahui, pemilik tunggal ilmu pengetahuan mayapada. Berkat ruh yang tertiup dan akal yang Beliau anugerahkan pada penulis, sehingga penyusunan penulisan hukum ini dapat tersusun guna turut memenuhi koleksi karya-karya intelektual negeri tercinta. Penulis menyadari bahwa sebagai karya ilmiah dibidang hukum, penulisan ini masih kurang baik dan jauh dari kata sempurna. Namun demikian, penulis sudah berupaya sebaik mungkin dalam proses penyusunan penulisan hukum ini dengan segenap kesungguhan hati dan segenap kemampuan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak H. Moh. Jamin, S.H.,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ijin dan rekomendasi untuk mengadakan penelitian ini. 2. Ibu Hj. Sri Lestari R, S.H selaku Pembimbing Akademik selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum. 3. Bapak Rehnalemken Ginting, S.H., M.H. selaku Pembimbing Penulisan Hukum ini yang telah banyak memberikan dorongan dan nasehat serta pencerahan kepada penulis. 4. Bapak Budi Setiyanto, S.H. selaku Co Pembimbing Penulisan Hukum ini yang telah banyak memberikan dorongan dan kemudahan kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen dan karyawan atas bantuannya selama penulis menuntut ilmu di bangku kuliah. 6. Bapak M. Noor Chambali.S.H., selaku Panitera atau Sekretaris Pengadilan Negeri Sukoharjo atas ijin penelitian dan bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan hukum ini. 7. Bapak Sapta Diharja, SH.M.Hum., selaku Hakim Pembimbing yang banyak memberikan nasehat
8. Bapak Subiharta, Sh.M.Hum. Bapak Ikhwan Hendrato, SH. selaku hakim ketua dalam menangani kasus penembakan tersebut yang telah menyempatkan diri untuk memberikan penjelasan yang penulis butuhkan. 9. Seluruh staf Pengadilan Negeri Sukoharjo (Pak Samino, Pak Ngadiyo, Ibu Ino, Ibu Budi) 10. Ayahanda Abu Bakar tercinta...terima kasih untuk semua nasehatmu ”dimanapun mutiara berada ia tetaplah mutiara walaupun dia ada di kubangan lumpur sekalipun..” itu akan kuingat selalu.. 11. Ibunda Sumarsi terkasih…maaf atas semua air mata yang telah tercipta karena aku…tapi bagaimanapun aku tahu engkau tetap menyanyangiku..Terima kasih atas kesabaranmu.. 12. Adik-adikku, Wawan dan Nova, jadikan Ayah dan Bunda bangga punya anak seperti kita… 13. Mas Agung..CungkringQ.. makasih buat semua kesabaran dan keikhlasan mau nrima aku selama ini, banyak hal yang aku tahu dan pelajari tentang kehidupan dari kamu..makasih buat semuanya… 14. Keluarga Babun, Kakung.. (aku yakin semuanya akan berakhir indah pada waktunya), Nene (ayo kapan jadian sama Mbek), Mbek (Cepet gek nembak Nene ya, biar ada yang jadian lagi di keluarga Babun), Ika (Ayo ndut kapan punya… ni) Eka (baek-baek ya sama Andik), Santi (nduk sadar nduk..), Nita, Andik, Ihwan, Omez, Sindu, Avis (makasih ya boy buat supportnya). 15. Teman-temanQ (Arum, Asieh, Ipah Saripah Ifa, Hastin, Rini, Mbak Rubi, Nana) makasih udah ngasih semangat buat aku.. Mia dan Abi (makasih dah temeni aku begadang nih…) Akhirnya penulis berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi kalangan akademis, praktisi, dan kalangan luas yang berminat dalam bidang Hukum Pidana.
Surakarta, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Halaman Persetujuan Pembimbing
ii
Halaman Pengesahan Penguji
iii
Motto
iv
Halaman Persembahan
v
Kata Pengantar
vi
Daftar Isi
viii
Abstrak
BAB I
BAB II
x
:
:
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1
B. PERUMUSAN MASALAH
3
C. TUJUAN PENELITIAN
3
D. MANFAAT PENELITIAN
4
E. METODOLOGI PENELITIAN
5
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
8
TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana
10 10
a. Pengertian Hukum Pidana
10
b. Kedudukan Hukum Pidana Dalam Hukum
11
2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
12
a. Pengertian Tindak Pidana
12
b. Unsur-unsur Tindak Pidana
15
3. Tinjauan Umum Tentang Kealpaan
17
a. Pengertian Kealpaan
17
b. Syarat-syarat Kealpaan
19
c. Istilah dan Jenis-jenis Alpa
20
4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum
22
a. Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia
22
b. Susunan Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia
23
c. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia d. Tugas dan Wewenang Polisi
26
e. Fungsi Kepolisian
28
B. KERANGKA PEMIKIRAN
BAB III
:
24
29
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyajian Hasil Penelitian
31
B. Pembahasan Hasil Penelitian
43
1. Analisis Hukum Pidana Terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP Oleh Hakim Dalam Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian
43
2. Faktor-faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian Tersebut
BAB IV
:
51
SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN
56
B. SARAN
57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Cita hukum adalah keadilan dalam konteks perkembangan abad ini dan memasuki era globalisasi telah berubah. Abad nasionalisme modern yang mengutamakan daya nalar hampir tidak pernah memuaskan pemikiran manusia tentang arti dan makna keadilan di dalam irama gerak hukum dalam masyarakat. Rasionalisme hukum yang telah diciptakannya selalu mengagungkan keadilan sebagai satu-satunya cita hukum dengan simbol dewi keadilan yang memegang timbangan di tangan kiri dan pedang di tangan kanan. Simbol hukum dan keadilan tersebut merupakan refleksi dari rasionalisme manusia tentang hukum dan sudah barang tentu rasionalisme manusia itu sangat rentan terhadap ruang dan waktu. Hukum yang menjadi rambu pengendali dapat diwujudkan dalam banyak bentuk seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Keputusan Presiden dan sudah menjadi asas umum dalam sistem hukum yang dianut di Indonesia, bahwa Undang-Undang memiliki kedudukan yang sentral dalam hierarki peraturan perundang-undangan dibandingkan dengan peraturan lainnya, sehingga merupakan rambu pengendali yang terkuat dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenyataan sering menunjukkan lain atau bertentangan dengan asas umum tersebut tiada lain disebabkan banyak faktor, antara lain faktor kurangnya pemahaman penyelenggara negara tentang hukum dan sistem hukum nasional yang telah melembaga sampai saat ini. Disamping faktor tersebut, kurangnya pemahaman masyarakat tentang hukum dan sistem hukum yang berlaku (kesadaran hukum) sering menjadi faktor pencetus keadaan penyelenggaraan negara tanpa hukum (chaos hukum). Penafsiran dan perbedaan pendapat para pakar hukum, bahkan mereka yang bukan pakar hukum sering menambahkan “chaostic hukum” menjadi “krisis hukum” yang berakhir pada ujung ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum (Romli Atmasasmita, 2001). 1
Ketidakpercayaaan masyarakat pada hukum semakin dalam lagi disebabkan penegakan hukum (law enforcement) tersendat-sendat atau bahkan tampak stagnan, terutama dalam perkara pidana (kriminal), baik sejak penyidikan, penahanan, penuntutan, maupun pada pemeriksaan pengadilan. Dari perkara-perkara yang terjadi di Indonesia dan diperiksa oleh pengadilan, salah satunya mengenai perkara penembakan yang mengakibatkan matinya seseorang. Tembakan salah sasaran ataupun karena kealpaannya menyebabkan matinya seseorang yang dilakukan oleh aparat Kepolisian. Perkara tersebut dapat terjadi antar masyarakat sipil, antar aparat penegak hukum, maupun antara masyarakat sipil dengan aparat penegak hukum. Seharusnya, aparat Kepolisian mengerti benar akan tugas dan wewenangannya sebagai abdi masyarakat. Dalam Tap MPR Nomor VII/ MPR/ 2000, telah diatur bahwa peran Polri adalah sebagai alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberi pengayoman dan pelayanan bagi masyarakat (Arif Yulianto. 2002: 570). Penembakan yang dilakukan aparat penegak hukum khususnya aparat Kepolisian harus mempunyai alasan dan tujuan yang kuat sebelum mereka melepaskan tembakan. Untuk menyimpan dan menggunakan senjata api, aparat Kepolisian juga harus lulus dalam serentetan tes dan memenuhi kriteria tertentu, sehingga penggunaan dari senjata api tidak bisa sembarangan. Penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang masuk dalam kejahatan terhadap nyawa, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 338, 339, 340, 344, dan 359. Penembakan yang terjadi di Indonesia tidak jarang dilakukan oleh aparat Kepolisian, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 338 dinyatakan dengan jelas bahwa barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, dalam Pasal 359 juga dinyatakan dengan jelas bahwa barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sehingga siapapun yang melakukan pembunuhan dalam hal ini penembakan baik yang dilakukan oleh aparat penengak hukum maupun warga sipil, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dapat diancam dengan sanksi pidana penjara maupun kurungan.
Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut di atas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis kemukakan. Oleh karena itu penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai hal tersebut dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul : ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO)
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dijadikan pedoman bagi penulis untuk melakukan penelitian secara cermat dan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip penelitian ilmiah. Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang penulis ajukan serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan Pasal 359 KUHP dalam penyelesaian kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian? 2. Apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tersebut?
C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian yang terarah dan tidak terlepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian yang hendak penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui alasan apa yang melatarbelakangi sehingga anggota Polri melakukan penembakan terhadap warga sipil.
b. Untuk mengetahui bagaimana penanganan hakim di Pengadilan Negeri Sukoharjo jika dilihat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 359. c. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum pidana terhadap perkara penembakan yang dilakukan anggota Polri tersebut. 2. Tinjauan Subyektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta pemahaman penulis terhadap penerapan teori yang telah diterima selama mengikuti kuliah, khususnya dibidang hukum pidana dan untuk mengetahui dan mengatasi permasalah hukum yang terjadi di dalam masyarakat. b. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum guna melengkapi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan dibidang ilmu hukum di Fakulatas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Untuk mendorong penulis dalam berpikir kritis dan kreatif terhadap perkembangan hukum di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian Dengan adanya suatu penelitian tentunya diharapkan memberikan manfaat, terutama dibidang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan dan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pidana terkait permasalahan yang berhubungan dengan penembakan. b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah bahan kajian penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis dan sistematis
sekaligus
untuk
mengetahui
kemampuan
penulis
dalam
mengimplemantasikan ilmu yang diperoleh. b. Untuk memberikan bahan masukan dan gagasan pemikiran kepada peminat masalah-masalah hukum khususnya hukum pidana yang berhubungan dengan tindak pidana penembakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. c. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai penegakan hukum yang patut dan berkeadilan baik untuk warga sipil maupun aparat penegak hukum khususnya aparat Polri.
E. Metode Penelitian Jika melakukan suatu penelitian, metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu kegiatan dan proses penelitian. Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soejono Soekanto. 1986: 6 ). Karena itu pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil penelitian nantinya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dari perspektif tujuannya, penelitian hukum normatif ini termasuk jenis penelitian inventarisasi hukum positif (Amiruddin & Zainal Asikin. 2003: 133). Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara
sisitematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto & Sri Mahmudji. 2001 : 13 ). 2. Sifat Penelitian Adapun sifat penelitian yang digunakan penulis yaitu deskriptif. Penelitian hukum deskriptif adalah penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (diskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat (Abdulkadir Muhammad. 2004: 50 ). 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Sukoharjo. 4. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil telaah dokumen penelitian yang telah ada sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan. Sumber data merupakan tempat dimana dan kemana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri atas:
a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari: 1) Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 184 / Pid.B. / 2006 / PN. SKH. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Bahan hukum sekunder Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai ahan hukum primer, terdiri dari:
1)
Buku-buku ilmiah di bidang hukum.
2)
Makalah dan hasil-hasil ilmiah para sarjana.
3)
Literatur dan hasil penelitian.
4)
Pendapat para pakar hukum.
c. Bahan hukum tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan bahan hukum sekunder, seperti: 1) Bahan dari media internet yang mengupas tentang tindak pidana penembakan karena kealpaan mengakibatkan kematian dan dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records) yaitu dokumen yang berkaitan dengan penembakan yang dilakukan aparat Polri. 2) Majalah dan surat kabar yang mengangkat masalah penembakan. 3) Kamus ensiklopedia, dan lain-lain (Amiruddin & Zainal Asikin. 2003: 31). 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Pada studi kepustakaan bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, dan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah (Soerjono Soekanto & Srimamudji, 1985 : 24). 6. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu serangkaian metode untuk menganalisa isi segala bentuk komunikasi dengan mereduksi seluruh isi komunikasi menjadi serangkaian kategori yang mewakili hal-hal yang ingin diteliti (Krippendorff. 1991: 31). Mengenai kegiatan analisis isi dalam penelitian ini adalah menguraikan dan menganalisis penerapan Pasal 359 KUHP dalam putusan hakim terhadap tindak pidana karena kealpaan yang
dilakukan oleh aparat Kepolisian. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.
F. Sistematika Penulisan Hukum Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 ( empat ) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian, dan uraiannya adalah sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan hukum mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum tentang hukum pidana, tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang kealpaan, tinjauan umum tentang kepolisian sebagai aparat penegak hukum
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yang meliputi: pertama, analisis hukum pidana terhadap penerapan Pasal 359 KUHP dalam penyelesaian kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian. Kedua, faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tersebut.
BAB IV
PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban-jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran yang didasarkan pada kesimpulan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana 1) Pengertian Hukum Pidana Pengertian hukum pidana diperoleh dari pendapat W.L.G. Lemaire yaitu hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukuman pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut (Lamintang, 1997 : 2). Menurut Prof. Simons, hukum pidana dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Hukum pidana dalam arti objektif (strafrecht in objective zin) Hukum pidana dalam arti objektif adalah keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan-keharusan, yang atas pelanggarannya oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah dikaitkan dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa suatu hukuman, dan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri.
2) Hukum pidana dalam arti subjektif (strafrecht in subjective zin) Hukum pidana pengertian, yaitu: a) Hak dari negara
dalam arti subyektif mempunyai dua 10 dan
alat-alat
kekuasaannya untuk menghukum, yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif; b) Hak dari negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap peraturanperaturannya dengan hukuman (Lamintang. 1997: 3). 2) Kedudukan Hukum Pidana Dalam Hukum Hukum pidana yang merupakan bagian dari hukum pada umumnya mengatur secara spesifik, yaitu bahwa semua hukum memuat sejumlah ketentuan-ketentuan untuk menjamin agar norma-norma yang diakui di dalam hukum itu benar-benar akan ditaati orang. Perbedaan hukum pidana dengan hukum-hukum yang lain adalah di dalamnya orang mengenal adanya suatu kesengajaan untuk memberikan suatu akibat hukum berupa suatu penderitaan yang bersifat khusus dalam bentuk suatu hukuman kepada mereka yang telah melakukan suatu pelanggaran terhadap keharusan-keharusan atau larangan-larangan yang telah ditentukan di dalamnya. Penderitaan yang ada dalam hukum pidanapun berbeda dengan hukuman yang ada dalam hukum-hukum yang lain, karena dalam hukum pidana mengenal lembaga perampasan kemerdekaan yang dapat dikenakan oleh hakim terhadap orang-orang yang telah melanggar norma-norma yang telah diatur dalam hukum pidana. Bahkan di dalamnya dikenal lembaga perampasan nyawa dalam bentuk hukuman mati, yang secara nyata tidak dikenal dalam hukum-hukum yang lain pada umumnya. Adanya penderitaan yang bersifat khusus dalam bentuk hukumanhukuman tersebut di atas, menjadikan hukum pidana mendapatkan tempat tersendiri diantara hukum-hukum yang lain. Menurut pendapat para sarjana, hukum pidana hendaknya dipandang sebagai suatu ultimum remidium atau sebagai upaya terakhir untuk memperbaiki kelakuan manusia (Lamintang. 1997: 17).
2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana Berbagai macam pendapat dikemukakan para sarjana mengenai pengertian tindak pidana, diantaranya : 1) Menurut Pompe Tindak pidana atau strafbaar Feit sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (Lamintang. 1997 : 182). 2) Menurut Van Hattum Tindak pidana atau strafbaar feit diartikan sebagai suatu tindakan yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum (Lamintang. 1997 : 184). 3) Menurut Simons Tindak pidana atau strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum (Lamintang. 1997 : 185). Namun dari segi materi strafbaar feit terdapat dua pendapat, ada pendapat yang menyatukan unsur perbuatan dan unsur tanggung jawab strafbaar feit dalam satu golongan, dan pendapat lain yang memisahkan unsur perbuatan dan unsur tanggung jawab strafbaar feit dalam dua golongan atau dengan kata lain ada beda pandangan mengenai materi strafbaar feit sehingga ada dua garis pemisah antara dua aliran, yaitu aliran monisme dan aliran dualisme, yang perbedaannya dapat dilihat dalam skema berikut:
Unsur Delik
Aliran Monisme
Aliran Dualisme
1) Melawan hukum 2) Mampu
bertanggung
jawab 3) Kesalahan: sengaja/alpa
1) Golongan obyektif a) Melawan hukum b) Tidak alasan pembenar
2) Golongan subyektif a) Mampu bertanggung jawab b) Kesalahan: sengaja/ alpa c) Tidak ada alasan pemaaf
Syarat pemberian pidana
Dari skema tersebut di atas, dijelaskan bahwa: (1) Dari aliran Monisme dapat dianggap, bahwa semua unsur delik merupakan syarat bagi pemberian pidana, dari aliran Dualisme dapat dianggap ada dua golongan, yakni golongan obyektif dan golongan subyektif merupakan syarat dari pemberian pidana. (2) Konsekuensi pandangan kedua aliran tersebut dalam amar putusan secara teori berbeda bunyi: (a) Dalam aliran Monisme, maka bila salah satu unsur tidak terbukti, maka si pembuat harus dibebaskan (vrijspraak). Jadi apakah yang terbukti itu unsur subyektif: mampu bertanggung jawab atau unsur obyektif: perbuatan melawan hukum, tidak menjadi soal dan putusan harus berbunyi: bebas. Jika semua unsur terbukti, maka si pelaku dipidana. (b) Dalam pandangan Dualisme, karena pemisahan unsur perbuatan dan unsur si pembuat, maka konsekuensinya, jika yang tidak
terbukti unsur obyektif, maka bunyi amar putusan ialah bebas (vrijspraak). Namun jika yang tidak terbukti unsur subyektif, maka amar putusan berbunyi: dilepas dari tuntutan (ontslag van rechtsvervologing). Jika semua unsur terbukti, maka si pelaku dipidana. Jadi hal itu, apabila yang terbukti itu unsur obyektif yaitu unsur melawan hukum, namun jika si pelaku tidak mampu dipertanggungjawabkan, maka ia harus dilepaskan dari tututan (Martiman Prodjohamidjojo. 1997: 17-20). Dari uraian di atas penulis berpendapat, bahwa dalam aliran monisme syarat agar si pembuat atau si pelaku dapat dipidana maka unsur subyektif: mampu bertanggung jawab, kesalahan; kesengajaan/ alpa, tidak ada alasan pemaaf atau unsur obyektif: perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pembenar, semua unsur tersebut harus terbukti, jika salah satu tidak terbukti maka sipembuat atau si pelaku tidak dapat diancam dengan pidana. Sedangkan dalam aliran dualisme si pembuat atau si pelaku belum tentu dipidana atau dapat dipidana, karena dalam aliran
ini
memisahkan
antara
perbuatan
pidana
dengan
pertanggungjawaban pidana, sehingga jika yang tidak terbukti unsur obyektif, maka si pelaku dibebaskan. Namun jika yang tidak terbukti unsur subyektif, si pelaku dilepas dari tuntutan. b. Unsur-unsur Tindak Pidana Dari pengertian-pengertian strafbaar feit yang dilakukan oleh para pakar hukum pidana, diperoleh makna, bahwa strafbaar feit sama dengan delik, sama dengan perbuatan pidana, tindak pidana dan istilah lain salinannya. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsure, yakni: 1) Unsur subjektif dari tindak pidana adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk di dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkansung di dalam hatinya. Unsur tersebut yaitu:
a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa). b) Maksud atau niat (sesuai Pasal 53 ayat (1) KUHP). c) Macam-macam maksud. d) Merencanakan lebih dahulu. e) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam Pasal 308 KUHP. 2) Unsur Objektif dari tindak pidana adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaankeadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur tersebut adalah: a) Sifat melanggar hukum. b) Kualitas dari si pelaku. c) Kasualitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. (P.A.F. Lamintang, 1996 : 192)
Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana Asas dalam pertanggungjawaban hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld, Actus non, facit reum nisi mens sir rea). Asas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tidak tertulis yang juga berlaku di Indonesia. Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna perbuatan tersebut dan dapat menghindari perbuatan tersebut. Hal tersebut menyimpulkan bahwa perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan. Kesalahan adalah adanya syarat-syarat yang mendasarkan celaan persoonlijke terhadap orang yang melakukan perbuatan (mezger). Menurut Simons kesalahan adalah adanya keadaan psikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang
sedemikian rupa, sampai orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tersebut. Berdasarkan hal diatas, terdapat dua unsur yang ada dalam kesalahan, yaitu : a) Adanya keadaan psikis atau keadaan batin tertentu. b) Hubungan antara perbuatan dengan keadaan yang dilakukan. Tidak dimungkinkan pemisahan antara keadaan batin dengan hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan, karena kesengajaan tidak dapat dipikirkan kalau tidak ada kemampuan bertanggung jawab. Tidak mungkin ada alasan pemaaf, jika orang tidak mampu bertanggung jawab atau tidak mempunyai salah satu bentuk kesalahan. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : a) Adanya perbuatan pidana b) Adanya kemampuan bertanggung jawab c) Adanya kesalahan yang berupa kesengajaan dan kealpaan d) Tidak ada alasan pemaaf (Moeljatno 2002 : 153).
3. Tinjauan Umum Tentang Kealpaan a. Pengertian Kealpaan Mengenai kealpaan, keterangan resmi dari pihak pembentuk memorie van toelichting (MvT) adalah sebagai berikut: “Pada umumnya bagi kejahatan Undang-undang mengharuskan bahwa kehendak terdakwa ditujukan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Kecuali itu keadaan yang dilarang itu mungkin begitu besar bahayanya terhadap keamanan umum, terhadap orang atau benda dan jika terjadi menimbulkan banyak kerugian, sehingga undangundang harus bertindak pula terhadap mereka yang tidak berhati-hati. Secara singkat, yang menimbulkan keadaan itu kerena kealpaannya. Di sini sikap batin orang yang menimbulkan keadaan yang dilarang itu bukanlah menentang larangan-larangan tersebut, dia tidak menghendaki atau menyetujui timbulnya hal yang terlarang, tetapi kesalahannya,
kekeliruannya dalam batin sewaktu ia berbuat sehingga menimbulkan hal yang dilarang ialah bahwa ia kurang mengindahkan larangan itu. Jadi bukanlah semata-mata menentang larangan tersebut dengan melakukan yang dilarang itu, tetapi dia tidak begitu mengindahkan larangan. Ini ternyata dari perbuatannya, dia alpa, lalai dalam melakukan perbuatan tersebut, sebab jika dia cukup mengindahkan adanya larangan waktu melakuakan perbuatan yang secara obyektif kausal menimbulkan hal yang dilarang, tentu dia tidak alpa atau kurang berhati-hati agar jangan sampai mengakibatkan hal yang dilarang tadi. Oleh karena bentuk kesalahan ini juga disebut dalam rumusan delik, maka harus juga dibuktikan” (Smidt I:85 dalam Moeljatno. 2000:198). Bab XXI Buku Kedua KUHP tentang menyebabkan mati atau lukaluka karena kealpaan, diantaranya memuat dua tindak pidana yaitu yang pertama dari Pasal
359 berupa “karena kesalahannya (culpa)
menyebabkan matinya orang”, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun; sedangkan yang kedua dari Pasal 360 ayat (1) melarang “karena kesalahannya (culpa) menyebabakan orang luka berat atau luka demikian, sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak bisa menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara”. Perbuatan itu kalau ada luka berat, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun, Pasal 360 ayat (2) kalau ada luka tidak berat, seperti luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan bulan, atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan, atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Kedua pasal ini bermaksud untuk mendampingi Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 351 KUHP dan seterusnya tentang penganiayaan dalam arti bahwa yang dikenakan hukuman pidana tidak hanya perbuatan menyebabakan mati atau luka orang lain dengan sengaja, tetapi juga dengan culpa atau kesalahan yang tidak merupakan
kesengajaan. Tetapi tidak semua perbuatan melukai orang dengan kesalahan culpa dijadikan tindak pidana, yaitu hanya apabila ada luka berat yang artinya ditentukan dalam Pasal 90 KUHP, atau jika yang menyebabkan seseorang menjadi sakit atau sementara tidak dapat bekerja (Wirjono Prodjodikoro. 2002 :77). b. Syarat-Syarat Kealpaan Van Hamel (cetakan ke-4 kaca 313) mengatakan bahwa kealpaan mengandung dua syarat yaitu : 1) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. Mengenai ini ada dua kemungkinan yaitu: a) atau terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandanga itu kemudian ternyata tidak benar. b) atau terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena pebuatannya. 2) Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Menurut Van Hamel diterangkan, syarat ini antara lain ialah tidak mengadakan penelitian, kebijaksanaan, kemahiran atau usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan-keadaan yang tertentu atau dalam caranya melakukan perbuatan. Menurut istilah Langemayer, apakah tingkah laku terdakwa dalam keadaan-keadaan tertentu itu ataupun dengan cara yang telah dilakukan itu, menurut ukuran-ukuran yang berlaku sudah cocok dengan suatu standart tertentu mengenai penghati-hati yang lahir. Dan ini tidak diadakan untuk orang pada umumnya, tetapi untuk orang dalam keadaan-keadaan khusus seperti terdakwa. Syarat yang kedua inilah yang menurut praktek penting guna menentukan adanya kealpaan, kalau syarat ini sudah ada maka pada umumnya syarat yang pertama juga sudah ada (Moeljatno.2000: 201).
c. Istilah dan Jenis-Jenis Kealpaan Di dalam undang-undang kealpaan digunakan bermacam-macam istilah, yaitu: 1) aan wien schuld, atau karena salahnya, dipakai dalam Pasal 359, 360 KUHP; 2) onachtzaam heid, atau kurang berhati-hati, dipakai dalam Pasal 231 ayat (4), 232 ayat (3) KUHP; 3) weet of ernstige reden heeft om te vermoeden, atau diketahui atau ada alasan kuat untuk menduga, dipakai dalam Pasal 111 bis ke-3 KUHP; 4) redelijkerswijs moet vermoeden, atau diketahui atau ada sepatutnya harus diduga, dipakai dalam Pasal 283, 287, 288, 290, 292, 293, 418, dan 480 KUHP; 5) wist of moest verwachten, atau mengerti atau seharusnya menduga, dipakai dalam Pasal 483 ayat (2), Pasal 484 (2) dan didalam doktrin dipakai istilah culpa (Martiman Prodjohamidjojo. 1997: 52). Jenis-jenis culpa yang yang dikenal dalam hukum pidana, yaitu: 1)
culpa lata Culpa lata adalah culpa yang hebat, alpa berat. Istilah lain untuk culpa lata adalah merkelijke schuld, grove schuld. Menurut para pakar adanya culpa lata dapat disimpulkan di dalam rumusan kejahatan karena alpa. Misalnya Pasal 359, Pasal 360 KUHP. a) Pasal 359 KUHP Barang siapa karena kealpaannnya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tuhun atau kurungan paling lama satu tahun.
b) Pasal 360 KUHP
(1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga menimbulkan penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah. 2)
culpa levisima atau lichte culpa Culpa levisima atau lichte culpa adalah alpa ringan. Culpa ringan itu adanya dalam pelanggaran. Misalnya Pasal 490 sub (1) dan (4) KUHP (Martiman Prodjohamidjojo. 1997: 53). a) Pasal 490 KUHP Diancam dengan kurungan paling lama enam hari, atau denda paling banyak dua puluh rupiah: sub (1) barangsiapa menghasut binatang terhadap orang atau hewan yang sedang dinaiki atau dimuati barang sub(4) barangsiapa memelihara binatang buas yang berbahaya tanpa melaporkan kepada polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu, atau tidak menaati peraturan yang diberikan oleh pejabat tersebut tentang hal itu. Berdasarkan Pasal 359, Pasal 360 KUHP tentang kejahatan selalu
dengan nyata-nyata atau implisit mempunyai unsur kealpaan, dan dalam pelanggaran seperti dicontohkan Pasal 490 sub (1) dan (4) KUHP, tidak disebutkan unsur kealpaan, kecuali dalam pelanggaran berat yang tegastegas harus dibuktikan.
4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum
a. Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia
Polisi di Indonesia sudah ada pada masa sebelum zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu tugas polisi dilaksanakan oleh masyarakat adat dengan dipimpin oleh kepala adat untuk melaksanakan tindakan terhadap pelanggaran norma yang berlaku dalam masyarakat. Pada zaman Hindia Belanda polisi terbagi dalam 2 organ, yaitu: 1) Organ polisi yang dibentuk oleh masyarakat adat dengan dipimpin oleh kepala adat dengan tugas menegakkan hukum adat yang berlaku dalam masyrakat adat. 2) Organ polisi yang dibentuk oleh pemerintah penjajah Belanda dengan tugas untuk kepentingan penjajah. Sedangkan pada zaman Jepang, struktur organisasi kepolisian hampir sama dengan pada zaman Belanda (Warsito Hadi Utomo, 2005:76-79). Setelah Indonesia merdeka, Polri telah mengalami perubahan sebagai berikut: 1) Dengan ketetapan MPRS Nomor : 11/ MPRS/ 1960 No. 54, Kepolisian Republik Indonesia dinyatakan sebagai Angkatan Bersenjata
Republik
Indonesia
(ABRI).
Pernyataan
tersebut
tercantum dalam Paragraf 404 Sub 1 ayat (c) TAP MPRS No. 11/ 1960 yakni sebagai berikut: Polisi ikut serta dalam pertahanan. 2) Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor: 290/ 1964 tanggal 12 November 1964 kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 290 tahun 1965 tanggal 23 Agustus 1965, Kepolisian Republik Indonesia diintegrasikan masuk menjadi jajaran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yaitu Angkatan Kepolisian Republik Indonesia, sejajar, sederajat dengan Angkatan Laut dan Angkatan Udara. 3) Dengan Keppres RI Nomor: 52/ 1969 tanggal 27 Juni 1969, sebutan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia ditiadakan. Dengan demikian Kepolisian bukan angkatan perang, dan sebutan Angkatan Kepolisian diganti menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau disingkat Kapolri.
4) Dengan Keputusan Presiden RI Nomor 79 tahun 1969, Kepolisian Indonesia dimasukkan ke dalam jajaran Departemen Pertahanan Keamanan (Dept. Hankam). 5) Keputusan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia nomor: KEP/ 11/ P/ III/ 1984 tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, disingkat Polri adalah suatu bagian integral ABRI yang berkedudukan langsung di bawah Pangab (Warsito Hadi Utomo. 2005:82-83). 6) Pemisahan Polri dari ABRI pada tanggal 1 April 1999, dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden RI Nomor 2 tahun 1999 tentang langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI yang selanjutnya menjadi landasan formal bagi reformasi Polri (Warsito Hadi Utomo. 2005:140). b. Susunan Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 4, menyatakan bahwa Markas Besar Polri terdiri dari: 1) Unsur Pimpinan: a) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; b) Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2) Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf: a) Inspektorat Pengawasan Umum; b) Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan; c) Deputi Kapolri Bidang Operasi; d) Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia; e) Deputi Kapolri Bidang Logistik; f) Staf Ahli Kapolri. 3) Unsur Pelaksana Pendidikan dan/ atau Pelaksana Staf Khusus: a) Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian; b) Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian; c) Akademi Kepolisian; d) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan;
e) Divisi Hubungan Masyarakat; f) Divisi Pembinaan Hukum; g) Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal; h) Divisi Telekomunikasi dan Informatika. 4) Unsur Pelaksana Utama Pusat: a) Badan Intelijen Keamanan; b) Badan Reserse Kriminal; c) Badan Pembinaan Keamanan; d) Korps Brigade Mobil. 5) Satuan Organisasi Penunjang lainnya
c. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History yang dikutip oleh Warsito Hadi Utomo mengemukakan pengertian polisi yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat. Pengertian ini bertolak dari pemikiran bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, membuat aturan-aturan yang disepakati bersama.ternyata dalam kelompok itu terdapat anggota yang tidak mau mematuhi aturan bersama, sehingga timbul siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki dan menertibkan kembali anggota kelompok tersebut. Dari pemikiran ini maka kemudian diperlukan polisi baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki dan menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat tersebut. Di dalam Enciclopedia and Social Science dikemukakan bahwa pengertian polisi meliputi bidang fungsi, tugas yang luas, yang digunakan untuk menjelaskan berbagai aspek daripada pengawasan keseharian umum. Kemudian dalam arti yang sangat khusus dipakai dalam hubungannya dengan penindasan pelanggaran-pelanggaran politik, yang selanjutnya meliputi semua bentuk pengertian dan ketertiban umum. Dengan kata lain polisi diberi pengertian sebagai hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan
orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum (Warsito Hadi Utomo. 2005:6). Dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia
W.J.S.
Poerwodarmita
dikemukakan bahwa istilah polisi mengandung pengertian badan pemerintah (sekelompok pegawai negeri) yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 menyatakan, bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
(http://www.tempointeraktif.com).
d. Tugas dan Wewenang Polisi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tugas dan wewenang polisi adalah sebagai berikut: 1) Menerima pengaduan; 2) Memeriksa tanda pengenal; 3) Mengambil sidik jari dan memeriksa seseorang; 4) Menangkap orang; 5) Menggeledah badan; 6) Menahan orang sementara; 7) Penggeledahan halaman, rumah, gedung, alat pengangkutan darat, laut, dan udara memanggil orang untuk didengar atau diperiksa; 8) Mendatangkan ahli; 9) Menyita barang untuk dijadikan bukti; 10) Mengenai tindakan-tindakan lain. Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13, tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1) Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum; 2) Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan; 3) Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat; 4) Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c; 5) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 dinyatakan bahwa wewenang kepolisian ada dua, yaitu: 1) Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
berwenang :
a) menerima laporan dan pengaduan; b) melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; c) mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; d) mencari keterangan dan barang bukti; e) menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; f) membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; g) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; h) mengawasi
aliran
kepercayaan
yang
dapat
menimbulkan
perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; i) memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
j) melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; k) menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu; l) mengeluarkan surat izin dan/ atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; m) mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian yang mengikat warga masyarakat. 2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang: a) memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; b) menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; c) memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; d) menyelenggarakan
registrasi
dan
identifikasi
kendaraan
bermotor; e) memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; f)
memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat Kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
g) melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; h) melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. e. Fungsi Kepolisian Dalam Pangab Nomor: Kep/ 11/ P/III/1984, fungsi kepolisian dibagi menjadi : 1) Fungsi Utama Kepolisian Yaitu fungsi-fungsi dalam organisasi yang menjadi pokok untuk menentukan batas-batas ruang lingkup dari organisasi.
2) Fungsi Organik Polri Adalah fungsi yang esensial vital yang bersifat menentukan bagi kelangsungan hidup organisasi. 3) Fungsi Organik Pembinaan Adalah pelaksaan dari fungsi organik Polri tersebut, yang dilakukan untuk kelangsungan dan kemajuan dari Polri. 4) Fungsi Khusus Adalah fungsi-fungsi yang sipil (non militer) sebagai kelengkapankelengkapan dari fungsi-fungsi lainnya dari kesatuan. 5) Fungsi Teknis Adalah fungsi sebagai perincian dari fungsi organik yang didasarkan pada keahlian (Warsito Hadi Utomo. 2005:84). Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repiblik Indonesia, fungsi Kepolisian diatur dalam Pasal 3 yang berbunyi: “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat”. Maksudnya adalah, fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan hak asaasi manusia, hukum, dan keadilan. (Penjelasan Pasal 3 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).
B. Kerangka Pemikiran Dalam setiap kejahatan berupa kesengajaan maupun kealpaan yang dilakukan oleh masyarakat, baik adanya delik aduan atau delik biasa, perkara tersebut awalnya akan dilakukan penyidikan, pihak yang bertugas dan berwenang untuk mencari dan menjadikan perkara tersebut sebagai perkara pidana adalah kepolisian, setelah itu kasus tersebut dilimpahkan ke kejaksaan, oleh jaksa penuntut umum perkara
tersebut diajukan ke badan peradilan secara bertingkat yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, untuk
diperiksa dan diadili serta
dilesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya. Dan dalam hal ini hakim berwenang untuk memutuskan apakah terdakwa dibebaskan, didenda, dikurung, maupun dipenjara. Sehingga jika terdakwa diputuskan untuk dipenjara, maka jika kelak kembali ke masyarakat, terdakwa tidak mengulangi perbuatannya lagi. Kepolisian merupakan bagian dari masyarakat, sehingga apabila ada anggota kepolisian melakukan pelanggaran maupun kejahatan baik itu bersifat sengaja maupun karena kealpaannya maka proses peradilannya juga sama dengan masyarakat sipil lainnya, demikian juga jika aparat Kepolisian tersebut melakukan tindak pidana karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain, maka tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 359, Pasal 360, dan Pasal 361 KUHP. Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya tersebut harus mempertimbangkan barmacam-macam faktor, baik itu faktor intern maupun faktor ekstern dari terdakwa. Faktor-faktor tesebut merupakan faktor sekunder yang menjadi tolak ukur hakim dalam mengambil keputusan, sedangkan faktor pimernya peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga dengan adanya faktor tersebut, diharapkan hakim dapat menjatuhkan putusan secara adil dan tidak memihak, tercapai penghukuman yang tepat dan serasi (consistency of sentences). Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk mengetahui penerapan Pasal 359 KUHP oleh majelis hakim dalam menangani kasus penembakan yang diakukan aparat Kepolisian serta apakah faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Penelitian Kejahatan maupun pelanggaran yang terjadi di negara Indonesia semakin membuat aparat penegak hukum untuk bekerja keras dalam manangani perkaraperkara tersebut. Selain penerapan pasal-pasal dalam KUHP, hakim dalam memutuskan suatu perkara juga harus mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dalam membuat putusan terhadap terdakwa. Proses pidana adalah proses penyelesaian perkara yang bertujuan agar pelanggar peraturan hukum pidana atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya. Proses penyelesaian perkara pidana dimaksudkan untuk menunjukkan rangkaian tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan dalam rangka penanganan suatu perkara pidana. Dan sasaran proses tersebut adalah mencari atau mengumpulkan bukti dan menentukan terdakwa (Laden Marpaung. 1992: 152). Berdasarkan hasil penelitian, selanjutnya akan dibahas satu putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo, yaitu Putusan Nomor : 184 / PID.B. / 2006 / PN SKH 1. Kasus Posisi Dalam perkara ini identitas Terdakwa adalah sebagai berikut : Nama
: SUTRISNO BIN SARIJO
Tempat Lahir
: Trenggalek
Umur/ Tanggal Lahir
: 36 Tahun/ 02 Juni 1970
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan/ Warganegara
: Indonesia
Tempat tinggal
: Aspol Manahan Surakarta
Agama
: Islam
Pekerjaan
:
Pada hari Jumat tanggal 20
Polri 31
Oktober 2006 sekitar jam 02.00 WIB
atau pada pukul lain dalam bulan Oktober 2006 Sutrisno Bin Sarijo (sebagai terdakwa) bertempat di Dk. Pasekan, Rt 01, Rw 03, Kel Combongan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Sukoharjo yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain yaitu MARINO, perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : Berdasarkan Surat Perintah No. Pol.Sprint/ 288/ VII/ 2006 tanggal 10 Agustus 2006 Team dari Resmob Kompi Brimob BS Polwil Surakarta yang dipimpin oleh saksi Brigadir Mulyono dengan tiga orang anggota yaitu saksi Brigadir Priyanto, Briptu Tupono dan terdakwa Sutrisno mengadakan patroli di wilayah Sukoharjo dan pada saat sampai di wilayah Dukuh Pasekan Desa Combongan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo, selanjutnya team Patroli melihat segerombolan orang kurang lebih 10 (sepuluh) orang tengah bermain judi domino di tepi jalan pertigaan dekat penjual Hik, kemudian terdakwa dengan saksi Brigadir Priyanto dan Briptu Tupono dengan mengendarai sepeda motor mendekati para penjudi tersebut dan langsung melakukan penangkapan, pada saat itu terdakwa dapat menangkap satu orang sedangkan Briptu Tupono juga berhasil menangkap satu orang sedangkan Brigadir Priyanto mengamankan barang bukti sedangkan saksi Brigadir Mulyono masih di belakang (menunggu dalam mobil APV), setelah memberi tahu saksi Mulyono agar mendekatkan mobil ke TKP untuk mengamankan tersangka dan barang bukti selanjutnya terdakwa bersama dengan saksi Tupono melakukan pengejaran pemain judi yang melarikan diri ke arah kampung, dan pada saat sampai kira-kira sepuluh meter dari perempatan desa bertanya pada salah seorang yaitu saksi Widodo apakah termasuk pemain judi tapi belum sempat dijawab karena saksi Widodo langsung jongkok dan menutup wajahnya dengan kedua tangan, tiba-tiba terdakwa didekap dari belakang oleh korban Marino, dan terdakwa selanjutnya merasa kaget selanjutnya berusaha melepaskan dekapan sambil mengatakan bahwa ia anggota Polisi, Namun entah mengapa korban Marino tidak melepaskan dekapan tetapi malah semakin kuat dekapannya, selanjutnya dalam posisi masih didekap dari belakang oleh korban
Marino, tangan kanan terdakwa berusaha mengambil senjata jenis Revolver kaliber 38 Nomor : 012920 yang terletak di pinggang sebelah kiri kemudian melakukan usaha tembakan peringatan, terdakwa melakukan tembakan peringatan pada posisi samping pinggang kiri arah depan, dengan adanya tembakan peringatan tersebut korban tetap tidak melepaskan dekapan bahkan korban Marino berteriak “Maling…. Maling…!!” dan karena mendengar suara tembakan beberapa saat kemudian Briptu Tupono datang serta berusaha membantu terdakwa melepaskan dari dekapan korban Marino. Namun belum sempat saksi Tupono berhasil melepaskan pegangan tangan kiri korban yang saat itu memegang tangan kanan terdakwa yang memegang senjata, saksi Tupono sudah berusaha menghalau dua laki-laki yaitu saksi Sarman dan saksi Sariman yang datang berusaha mendekati terdakwa dengan mengatakan “Kami Polisi, harap tenang… mundur”, selanjutnya terdakwa merasa panik karena khawatir akan banyak anggota masyarakat yang datang dan mengeroyok dirinya karena dikira “maling” maka dalam keadaan yang tidak tenang atau panik tersebut terdakwa dengan tergesa-gesa dan kuat menarik tangan kanannya yang memegang senjata yang masih dipegang oleh korban, karena tarikan yang kuat tersebut tanpa sengaja terdakwa juga menarik picu senjata sehingga meletus mengeluarkan bunyi ledakan dan mengenai perut sebelah kiri korban Marino, mengetahui senjatanya meledak dan mengenai perut korban terdakwa merasa kaget dan segera berusaha membawa korban ke rumah sakit dan mengemudikan mobil APV, namun korban ternyata meninggal saat dilarikan ke Rumah Sakit Dr. OEN Solo Baru Sukoharjo.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 359 KUHP unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 4. Barang Siapa a. Bahwa yang dimaksud dengan unsur barang siapa dalam hal ini menunujuk pada seseorang (persoon) yang didakwa melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
b. Bahwa di persidangan Terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO telah membenarkan identitasnya dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan ternyata terdakwa tersebut adalah orang yang sehat jasmani maupun rohaninya
sehingga
mampu
mempertanggungjawabkan
segala
perbuatannya, maka unsur barang siapa dalam hal ini adalah terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO itu sendiri dan bukan orang lain. 5. Karena Kealpaannya / Kelalaiannya 1) Bahwa perbuatan pidana karena kealpaannya/ kelalaiannya adalah sebagai perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. 2) Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah bukan merupakan kesengajaan tetapi merupakan kelalaian hal ini antara ditandai dengan tidak adanya niat untuk membunuh korban Marino demikian pula adanya penyesalan yang mendalam dari terdakwa dengan semaksimal mungkin berusaha mebawa koban Marino ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong. Bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada malam kejadian telah terjadi pergumulan antara saksi korban Marino dan terdakwa SUTRISNO dikarenakan SUTRISNO dikira bukan polisi tetapi seorang pencuri karena ada teriakan maling-maling. Bahwa dari keterangan saksi-saksi di depan persidangan bahwa pada saat korban Marino di dekat tempat kejadian perkara memang bersamaan ada pengejaran terhadap orang-orang yang bermain judi dan memasuki kampung dimana pada saat itu saksi korban tidak termasuk orang yang ikut main judi. Bahwa berdasar pertimbangan di muka maka Jaksa Penuntu Umum berpendapat bahwa unsur karena kekhilafannya/ kelalaiannya telah terbukti. 6. Menyebabkan Orang Lain Mati Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan dan dibenarkan oleh terdakwa bahwa tembakan kedua dari terdakwa SUTRISNO mengakibatkan korban roboh untuk selanjutnya oleh saksi Mulyono, Priyanto, Tupono dan SUTRISNO dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen untuk mendapat perawatan. Bahwa pada saat sudah sampai di rumah sakit Dr. OEN kurang lebih jam
02.30 WIB korban Marino meninggal dunia. Bahwa meninggalnya korban Marino berdasarkan Visum Et Repertum RS Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf menerangkan bahwa saat kematian korban Marino diperkirakan 6-8 jam sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat. Bahwa di depan persidangan saksi-saksi maupun terdakwa membenarkan bahwa barang bukti berupa pistol revolver 38 Nomor 012920 adalah senjata inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang diijinkan dipegang oleh terdakwa untuk menjalankan tugas sebagai seorang polisi dan akhirnya mengakibatkan korban Marino tertembak dan meninggal dunia. Berdasarkan pertimbangan di atas maka Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa unsur menyebabkan orang lain mati telah terbukti.
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : a. Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO bersalah melakukan tindak pidana Karena Kealpaannya Menyebabkan Orang Lain Mati sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan c. Menetapkan barang bukti berupa : -
1(satu) pucuk senjata api genggam jenis Rev, 38 Spesial No. AE.S 012920 beserta surat pemegang senpi An. BRIBDA SUTRISNO
-
2 (dua) butir peluru dan 3 (tiga) butir peluru aktif, dikembalikan kepada saksi Supadi selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta
-
1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dirampas untuk dimusnahkan
-
1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban yang terdapat jelaga (serbuk mesiu) dikembalikan kepada ahli waris dari Marino
d. Menetapkan agar terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) 4. Pembelaan Terdakwa Pledoi atau pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya tanggal 8 Maret 2007 yang diajukan di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo pada pokoknya : a. Menyatakan atau memutuskan tindak pidana yang didakwakan kepada saudara terdakwa, tidak memenuhi unsur secara meyakinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359 KUHP b. Menyatakan atau memutuskan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum yang berlaku c. Menyatakan atau memutuskan membebankan seluruh biaya yang timbul dibebankan kepada negara, atau d. Apabila hakim berkesimpulan lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya. 5. Pertimbangan Hakim a. Bahwa meninggalnya korban Marino berdasarkan Visum Et Repertum RS Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf menerangkan bahwa saat kematian korban Marino diperkiran 6-8 jam sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat. b. Bahwa di depan persidangan telah ditunjukkan barang bukti berupa pistol revolver 38 Nomor 012920 adalah senjata inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang diijinkan dipegang oleh terdakwa untuk menjalankan tugas sebagai seorang polisi dan akhirnya mengakibatkan korban Marino tertembak dan meninggal dunia.
c. Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar keterangan saksi-saksi yang telah bersumpah menurut tata cara agamanya, yaitu : 1) Saksi ke 1, Brigadir Mulyono 2) Saksi ke 2, Brigadir Priyanto 3) Saksi ke 3, Briptu Tupono 4) Saksi ke 4, Sarman 5) Saksi ke 5, Sariman 6) Saksi ke 6, Widodo 7) Saksi ke 7, Widodo Bin Pono Sumarto 8) Saksi ke 8, Supadi 9) Saksi ke 9, Andi Rifai. SIK 10) Saksi ke 10, Dr. H. Rorry Hartono, Spf d. Menimbang, bahwa di muka persidangan terdakwa telah memberikan keterangan sebagai berikut : 1)
Bahwa terdakwa terlibat dalam perkara ini telah melakukan penembakan terhadap korban yang bernama Marino.
2)
Bahwa terdakwa anggota Polisi dan terdakwa bertugas di Brimob BS Grogol Sukoharjo.
3)
Bahwa terdakwa punya isteri, dan punya anak 2 (dua) orang.
4)
Bahwa terdakwa menjadi Polisi sudah 16 tahun.
5)
Bahwa terdakwa tugas sebagai Brimob sudah 14 tahun.
6)
Bahwa terdakwa pernah ditugaskan di Timor Timur, di Srondol, selama dua tahun, di Polda 3 tahun, jadi polisi biasa, di Aceh 1 tahun, lalu kembali ditugaskan di Kompi Grogol selama ± 4 tahun hingga sekarang.
7)
Bahwa terdakwa pernah di BKO da di Polwil tahun 2003, 1 bulan terus di BKO di Aceh Timur, 1 tahun, di BKO kan di Polres Sukoharjo ± 8 bulan.
8)
Bahwa tugas di BKO kan di Polres Sukoharjo membantu, mengungkap kasus kejadian yang menonjol, dan pernah mengungkap kasus penjambretan, pencurian, dan pemerkosaan.
9)
Bahwa terdakwa dan anggota lainnya pada saat patroli ada menemukan orang yang sedang bermain judi sekitar 10 orang, pada waktu itu ada yang tertangkap dua orang, yang lainnya melarikan diri masuk kampung sekitar 6 orang.
10) Bahwa terdakwa dan anggota lainnya menemukan orang yang sedang bermain judi yaitu pada hari Jumat sekitar jam 01.45 WIB, ditepi jalan pertigaan dekat penjual Hik, terdakwa dapat menangkap 1 orang, dan Briptu Topono dapat menangkap 1 orang, sedangkan Brigadir Priyanto mengamankan barang bukti yang ditemukan ditempat kejadian tersebut. 11) Bahwa terdakwa dan Tupono kemudian mengejar para pelaku lainnya yang melarikan diri ke arah kampung (masuk kampung). 12) Bahwa setelah terdakwa masuk kampung di teras sebuah rumah terdakwa melihat ada dua orang, selanjutnya terdakwa menanyai salah satunya bernama Widodo, apakah ikut main judi, belum sempat pertanyaan dijawab terdakwa didekap dari belakang oleh seseorang. 13) Bahwa terdakwa berusaha melepaskan dekapan tersebut tetapi karena sangat kuat tidak berhasil dilepaskan. 14) Bahwa saat berusaha melepaskan dekapan, terdakwa sambil berkata lepaskan saya polisi....saya polisi, tetapi korban Marino tetap tidak melepaskan. 15) Bahwa saat terdakwa masih didekap oleh korban Marino, malah ia berteriak ”maling-maling”, terdakwa kemudian meraih pistolnya dan kemudian mengeluarkan tembakan peringatan dengan arah pistol ke arah pinggang sebelah kiri. 16) Bahwa pada saat itu Marino tetap tidak melepaskan dekapannya, datang anggota lainnya Briptu Tupono berusaha melepaskan dekapan Marino dan berhasil melepaskan dekapan tangan kanan korban pada tangan kiri terdakwa lalu berbalik, saat terdakwa menarik tangannya posisi jari telunjuk masih di dalam/ pada picu karena sangat kuat tarikan tangan terdakwa sehingga tanpa disadari pistol meletus dan mengenai pinggang sebelah kiri korban Marino.
17) Bahwa letusan tersebut terjadi karena terdakwa kurang hati-hati dan tidak memperkirakan akan meletus mengenai korban Marino. 18) Bahwa terdakwa setelah mengetahui korban Marino terluka, dan berusaha mengambil mobil yang sedang dibawa oleh Brigadir Mulyono, lalu terdakwa berusaha menolong korban dengan menyopir sendiri mobil tersebut dan membawa korban ke Rumah sakit Dr. Oen Solo Baru. 19) Bahwa terdakwa sangat menyesal atas kejadian tersebut, baru pertama kali hal ini terjadi selama terdakwa menjalankan tugas. 20) Bahwa keluarga terdakwa ada datang ke rumah keluarga korban untuk memberikan santunan untuk membantu keluarga korban, dan benar terdakwa berniat sanggup mambantu biaya sekolah anak-anak korban. e. Menimbang, bahwa pada saat tersebut korban MARINO tertembak hingga meninggal dunia terdakwa SUTRISNO dalam keadaan sehat lahir dan batin tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf hal ini ditandai dengan pengenaan hukuman disiplin oleh Tim Disiplin Kepolisian yang menghukum terdakwa dengan penjara 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat selama dua periode sehingga pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya untuk membebaskan terdakwa dengan alasan penggunaan Pasal 212 KUHP dan Pasal 216 ayat (1) KUHP dipandang tidak beralasan. f. Menimbang, penyekapan yang dilakukan oleh korban MARINO terhadap terdakwa hemat Majelis tidak harus dilakukan tembakan peringatan yang dapat menyebabkan kematian korban, semestinya terdakwa selaku seorang anggota kepolisian dapat melumpuhkan korban dengan ilmu bela diri yang dimiliki, setelah bela diri tersebut tidak berhasil baru diperingatkan dengan lisan, apabila tidak berhasil baru dengan tembakan peringatan dua kali ke atas, apabila tidak berhasil baru tembakan ke arah fisik yang tidak membahayakan jiwa dan seterusnya. g. Menimbang, bahwa disamping itu hemat Majelis Hakim penyekapan yang dilakukan oleh korban MARINO adalah bukan penyekapan yang membahayakan jiwa terdakwa sebab fisik terdakwa lebih besar dari pada fisik korban MARINO dan dengan dibawanya pistol oleh terdakwa hemat
Majelis tidak harus secara tergesa-gesa digunakan sehingga menyebabkan kematian dari korban ; h. Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum bahwa pada saat terjadi penyekapan oleh korban MARINO terdakwa tidak dapat menahan emosinya sehingga dia panik dan terlalu tergesa-gesa mengeluarkan senjata pistol sehingga akhirnya menyebabkan korban tertembak akhirnya meninggal dunia. i. Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim sependapat dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang berpendapat bahwa Pasal 359 KUHP bisa diterapkan terhadap terdakwa dan Majelis Hakim tidak sependapat dengan pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya yang memohon agar terdakwa dibabaskan karena unsur-unsur Pasal 359 KUHP tidak terpenuhi. j. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di muka maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terhadap terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana karena kelalaiannya sehngga menyebabkan matinya orang lain. k. Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Hal-hal yang memberatkan : 4. Terdakwa selaku seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia seharusnya menjadi pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat dan ternyata hal ini tidak dilakukan secara optimal. 5. Perbuatan terdakwa telah mengurangi citra Polisi Indonesia yang sedang dan selalu dibangun oleh Kepolisian Negara republik Indonesia. 6. Perbuatan terdakwa telah menimbulkan korban jiwa dan meresahkan masyarakat.
Hal-hal yang meringankan : 3. Terdakwa berterus terang dalam memberikan keterangan sehingga memperlancar persidangan.
4. Terdakwa menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serta berjanji secara lesan di depan persidangan akan memperhatikan anak-anak korban. l. Menimbang, bahwa tujuan umum dari politik kriminal adalah ”perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Bertolak dari konsepsi yang demikianlah kiranya, Seminar Kriminologi ketiga tahun 1976 dalam kesimpulannya (Keputusan Seminar Kriminologi ketiga 26 dan 27 tahun 1976) Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk social defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitatie) si pembuat
tanpa
mengurangi
keseimbangan
kepentingan
perorangan
(pembuat) dan masyarakat. 6. Amar Putusan a. Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO sebagaiman identitas di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana karena kealpaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati. b. Memidana oleh karenaya dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun, c. Menetapkan bahwa lamanya pidana yang dijatuhkan akan dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang sudah dijalani.. d. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. e. Memerintahkan agar barang bukti berupa : - 1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis Revolver 38 Spesial No. AE.S.012920 beserta surat pemegang senpi atas nama BRIPDA SUTRISNO, 2 (dua) butir kelongsongan peluru dan 3 (tiga) peluru aktif dikembalikan kepada saksi SUPADI selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta. - 1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dirampas untuk dimusnahkan. - 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban dikembalikan ahli waris korban MARINO. f. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
B. Pembahasan Hasil Penelitian 3. Analisis Hukum Pidana Terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP Oleh Hakim Dalam Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempunyai tugas dan wewenang yang harus dilaksanakan. Hal ini juga berlaku bagi anggota Kepolisian, dimana tugasnya sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat serta harus dapat menjaga citra Polisi Indonesia yang sedang dan selalu dibangun oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Aparat Kepolisian dalam menjalankan tugasnya harus selalu berhati-hati dan waspada terhadap bahaya yang mungkin saja menghadang, aparat Kepolisian seharusnya juga tidak melakukan kealpaan dalam menjalankan tugasnya dan dapat berpikir dan bertindak bijaksana dalam mengambil keputusan demi menyelamatkan jiwa diri sendiri maupun orang lain. Dari Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo atas terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO tersebut, maka penulis dapat mengenalisa kasus kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain tersebut sebagai berikut : - Terdakwa diajukan ke Pengadilan Negeri Sukoharjo dengan Acara Pemeriksaan Biasa. - Terdakwa telah ditahan sejak tanggal 21 Oktober 2006 sampai dengan 9 Nopember 2006 oleh penyidik, yang telah sesuai dengan Pasal 7 KUHAP ayat (1) butir (d) yang mengatur tentang kewenangan penyidik, yaitu : ”melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan”. - Perpanjangan tanggal 10 Nopember 2006 sampai dengan 19 Desember 2006. - Perpanjangan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 20 Desember 2006 s/d 08 Januari 2007, sesuai dengan Pasal 14 KUHAP butir (c), yang berbunyi : ”Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan,
atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik”. - Kemudian dilakukan perpanjangan penahanan oleh hakim sejak tanggal 28 Desember 2006 sampai dengan 26 Januari 2007, dan terakhir perpanjangan
Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo, sejak tanggal 27 Januari 2007 sampai dengan 27 Maret 2007. Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi tersebut, terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu telah melanggar Pasal 359 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Pasal tersebut didakwaan kepada terdakwa, karena unsur-unsur pidana yang disangkakan telah terpenuhi. Unsur pidana tersebut adalah sebagai berikut : a. Unsur barang siapa b. Unsur karena kealpaannya / kelalaiannya c. Unsur menyebabkan orang lain mati Unsur barang siapa Bahwa unsur barang siapa, adalah unsur harus terpenuhinya subyek hukum dalam suatu perkara. Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang ada, yang terkait dengan perkara ini adalah untuk menentukan jawaban siapa subyek hukumnya, maka dapat dipahami bahwa subyek hukum dalam perkara ini adalah Sutrisno Bin Sarijo, terdakwa merupakan anggota aparat penegak hukum yaitu sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kesatuan Brigadir Mobil wilayah Surakarta. Berdasarkan Putusan Pengadilan atas terdakwa Sutrisno tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana, karena kealpaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati. Dalam hal ini, Sutrisno juga sudah dikatagorikan sebagai orang yang mempunyai kemampuan bertanggung jawab, yaitu dengan ciri-ciri : 1) Sutrisno mempunyai kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum, karena mengingat pekerjaannya adalah sebagai aparat penegak hukum. Sesuai dengan kasus posisi di dalam putusan majelis hakim, Sutrisno seharusnya menggunakan tangan kosong atau ilmu bela diri yang
dimilikinya untuk melawan korban Marino, sehingga tidak perlu mengeluarkan senjata api yang dapat melukai korban. 2) Sutrisno mempunyai kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi, karena sebagai seorang aparat penegak hukum, seharusnya Sutrisno tahu benar mengenai waktu yang tepat tembakan dapat dikeluarkan dan pada bagian tubuh kaki tembakan tersebut di arahkan, karena hal ini telah ada dalam kode etik profesi kepolisian. Perlawanan Sutrisno terhadap korban Marino dilakukan dengan menggunakan senjata api (pistol), tembakan peringatan hanya dilakukan satu kali, dan tembakan kedua langsung mengenai perut sebelah kiri yang mengakibatkan korban roboh kemudian meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Sesuai keterangan tersebut, dapat dilihat bahwa Sutrisno tidak menggunakan kemampuannya untuk menentukan perbuatan yang akan dilakukan akan berakibat baik atau buruk. Unsur karena kealpaannya / kelalaiannya Bahwa di dalam hukum pidana perbuatan pidana (delik) antara lain dibagi atas perbuatan yang disengaja (dolus) dan perbuatan karena kealpaannya /kelalaiannya (culpos). Perbuatan dengan sengaja adalah pelaku
dalam
perkara tersebut memang sengaja melakukan perbuatan tersebut dan
ia
menghendaki akibat dari perbuatannya dan mempunyai kesempatan pula untuk melihat alat apa yang akan dipergunakannya, perbuatan dengan sengaja ada kesempatan waktu yang cukup bagi seorang untuk meneruskan atau mengurungkan perbuatannya. Perbuatan pidana karena kealpaannya/ kelalaiannya adalah sebagai perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Untuk terpenuhinya unsur karena kealpaannya atau kelalaiannya,
menurut
Van
Hamel
(cetakan ke-4 kaca 313) harus mengandung dua syarat yaitu : 3) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. Mengenai ini ada dua kemungkinan yaitu: c) atau terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata tidak benar.
d) atau terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena pebuatannya. 4) Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum (Moeljatno.2000: 201). Di sini yang menjadi obyek perhatian adalah tingkah laku terdakwa (Sutrisno) dan juga korban (Marino) yaitu apakah yang dilakukan, apakah dalam keadaan tertentu itu tingkah laku terdakwa sudah memenuhi aturan-aturan sebagai aparat Kepolisian, apakah dalam keadaan tertentu itu tingkah laku korban telah memenuhi ukuran-ukuran yang berlaku dalam pergaulan masyarakat kita. Syarat mengenai kealpaan, dihubungkan dengan sikap batin terdakwa dan akibat yang timbul karena perbuatannya atau keadaan yang menyertainya. Perbuatan yang dilakukan terdakwa itu seharusnya dapat dihindarkan apabila ia tidak lalai atau lupa atau kurang hati-hati dan juga harus patut menduga bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat yang terlarang oleh hukum. Sebaiknya harus ada hubungan kausal artinya harus ada hubungan lahir antara fakta yang terungkap di persidangan dengan fakta yang ada di tempat kejadian perkara, yaitu: - Bahwa pada waktu terdakwa mengatakan bahwa ia adalah seorang polisi tetapi dekapan dari korban Marino terhadap terdakwa Sutrisno masih tetap kuat karena diperkirakan Sutrisno bukan seorang polisi karena pada kejadian terdakwa tidak menggunakan atribut baju polisi tetapi terdakwa memakai baju preman dan rambutnya panjang. - Bahwa terdakwa Sutrisno berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan pegangan tangan kiri dari korban Marino tetapi tidak berhasil maka pada saat bersamaan terdakwa mengeluarkan tembakan peringatan yang pertama tidak mengenai korban sedangkan tembakan yang kedua mengenai korban sehingga korban roboh. - Bahwa menurut terdakwa dekapan dari korban sangat kuat sehingga ia sulit untuk melepaskan maka antara tangan terdakwa dan tangan korban sempat terjadi tarik menarik sehingga akhirnya terdakwa mengeluarkan pistol yang ada dipinggangnya untuk memberi tembakan peringatan.
- Bahwa setelah korban Marino roboh maka selanjutnya oleh terdakwa beserta Tupono dan polisi lainnya korban dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen Sukoharjo untuk mendapatkan perawatan. - Bahwa saksi AKP Andi Rifa’i Komandan Kompi Brimob BS Polwil Surakarta (atasan terdakwa) di depan pesidangan mengemukakan bahwa benar terdakwa sebelum menggunakan senjata api harus memberikan peringatan lesan, selanjutnya tembakan peringatan dua kali dan selanjutnya baru tembakan yang melumpuhkan. - Bahwa dalam perkara terdakwa Sutrisno dari fakta yang terungkap di persidangan peringatan lesan sudah dilakukan, tembakan peringatan sudah dilakukan sedangkan tembakan yang melumpuhkan tidak dilakukan oleh terdakwa hal ini terbukti tembakan yang kedua telah mengenai perut korban Marino. - Bahwa menurut Majelis Hakim bahwa tembakan kedua yang dilakukan oleh terdakwa merupakan salah prosedur pengunaan senjata hal ini ditandai dengan jatuhnya korban Marino demikian pula berdasar tindakan disiplin yang dilakukan oleh Tim Disiplin Polisi yang telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada terdakwa dengan hukuman 21 hari di sel khusus dan penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode. Hukuman ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2003 Pasal 9 yang menyatakan, bahwa hukuman
disiplin
berupa:
a. teguran tertulis b. penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun c. penundaan kenaikan gaji berkala d. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun e. mutasi yang bersifat demosi f. pembebasan dari jabatan g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari (http://www.legalitas.org/peraturan/pemerintah/2007/02/10/prn,20070210-4) - Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah bukan merupakan kesengajaan tetapi merupakan kelalaian hal ini antara ditandai dengan tidak adanya niat untuk membunuh korban Marino
demikian pula adanya penyesalan yang mendalam dari terdakwa dengan semaksimal mungkin berusaha membawa koban Marino ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong. - Bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada malam kejadian telah terjadi pergumulan antara saksi korban Marino dan terdakwa Sutrisno dikarenakan Sutrisno dikira bukan polisi tetapi seorang pencuri karena ada teriakan maling-maling. - Bahwa dari keterangan saksi-saksi di depan persidangan bahwa pada saat korban Marino di dekat tempat kejadian perkara memang bersamaan ada pengejaran terhadap orang-orang yang bermain judi dan memasuki kampung dimana pada saat itu saksi korban tidak termasuk orang yang ikut main judi. Dengan perpangkal tolak pada fakta-fakta tersebut di atas dan dihubungkan dengan perumusan karena kelalaian atau kealpaannya sebagaimana telah diuraikan di atas, maka terdakwa telah terbukti dan memenuhi unsur karena kelalaian atau kealpaannya. Unsur menyebabkan orang lain mati Yang dimaksud dengan matinya orang lain dalam KUHP menurut Pasal 359 KUHP adalah hilangnya nyawa seseorang akibat kealpaan/ kelalaian yang dilakukan oleh orang lain atau dalam perkara ini terdakwa yaitu Sutrisno. Fakta-fakta yang ada di muka persidangan adalah sebagai berikut: 1) Bahwa pada saat saksi korban Marino dibawa ke rumah sakit dengan mobil dan waktu di jalan korban masih hidup sambil memanjatkan doa. 2) Bahwa pada saat sudah sampai di rumah sakit Dr. Oen korban Marino meninggal dunia. 3) Bahwa meninggalnya korban Marino berdasarkan Visum Et Repertum RS Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf menerangkan bahwa saat kematian korban Marino diperkiran 6-8 jam sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat.
4) Bahwa keterangan sebagaimana dalam Visum Et Repertum tersebut di depan persidangan ditegaskan pula oleh dr. Rorry Hartono, SPf di bawah sumpah. 5) Bahwa di depan persidangan saksi-saksi maupun terdakwa membenarkan bahwa barang bukti berupa pistol revolver 38 Nomor 012920 adalah senjata inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang diijinkan dipegang oleh terdakwa untuk menjalankan tugas sebagai seorang polisi dan akhirnya mengakibatkan korban Marino tertembak dan meninggal dunia. Dengan demikian, maka terdakwa Sutrisno tersebut telah terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan terpenuhinya unsur meyebabkan orang lain mati. Putusan pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa selama 2 (dua) tahun penjara, penulis tidak sependapat dan putusan itu terlalu ringan untuk terdakwa, karena walaupun majelis hakim telah melihat hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa dan sebelumnya sudah dilakukan tindakan disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indosesia yang dilakukan oleh Tim Disiplin Polisi yang telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada terdakwa dengan hukuman 21 hari di sel khusus dan penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode. Di samping melihat hal-hal tersebut di atas, seharusnya majelis hakim juga mempertimbangkan mengenai kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena dengan perbuatan yang telah dilakukannya membuat orang lain sampai meninggal dunia padahal terdakwa Sutrisno adalah bagian dari aparat Kepolisian. Penulis berpendapat, seharusnya terdakwa Sutrisno dijatuhi hukuman maksimal lima tahun penjara seperti yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP, hal ini dapat dilakukan untuk memberikan unsur edukatif kepada masyarkat pada umumnya dan aparat Kepolisian pada khususnya sehingga dapat memberikan efek jera kepada aparat Kepolisian yang lain untuk tidak melakukan tindak pidana yang sama.
4. Faktor-faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian Hakim mempertimbangkan berbagai faktor dalam penjatuhan putusan pidana baik itu faktor intern maupun faktor ekstern dari terdakwa. Kemudian harus dilihat pula korelasi antara faktor-faktor tersebut dengan efektivitas maupun tujuan pemidanaan. Misalkan disini, seseorang yang menjadi tokoh masyarakat dalam hal ini aparat penegak hukum dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya dipenjara dalam waktu yang tidak lama sudah merasa kehilangan nama baiknya dan memberikan efek penjara yang luar biasa, hal ini jelas berbeda dengan gembong perampok ataupun resedivis yang sudah biasa keluar masuk penjara. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan tersebut, penulis telah menelaah putusan majelis hakim serta hasil wawancara yang dilakukan dengan hakim yang menangani kasus penembakan yang dilakukan aparat Kepolisian yaitu Sutrisno bin Sarijo sehingga mengakibatkan korban Marino meninggal dunia. Sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan terlebih dahulu mempertimbangkan berbagai hal, faktor tersebut biasanya berasal dari intern maupun ektern diri terdakwa, faktor tersebut juga menentukan berat ringannya pemidanaan. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, maka penulis telah melakukan penelitian dengan metode wawancara yang dilakukan terhadap majelis hakim yang menangani kasus penembakan yang dilakukan oleh terdakwa Sutrisno Bin Sarijo di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
Menurut Hakim Anggota Sapta Diharja, SH.M.Hum.
(Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Januari 2008) Menurut beliau, seorang polisi seharusnya bersikap hati-hati. Tentang faktor kepribadian, bagaimana cara terdakwa menjalin hubungan dengan rekan kerja, dengan sosial masyarakat, juga ikut menentukan keputusan hakim dalam menjatuhkan putusan. Selain hal tersebut, hakim juga mempertimbangkan bahwa seharusnya sebagai aparat penegak hukum terdakwa tidak bertindak ceroboh, karena semestinya terdakwa lebih tahu tentang hukum daripada masyarakat umum. Selain itu hakim juga harus mempertimbangkan dan memperhatikan keadilan hukum dalam peradilan, Sebelum diajukan dalam persidangan, Sutrisno sendiri juga mendapatkan hukuman dari kesatuannya, dan hal ini juga membuktikan bahwa Sutrisno bersalah telah menghilangkan nyawa orang lain dengan kealpaannya.
Faktor yang dapat dijadikan pertimbangan
yaitu perbuatan pidana ini terjadi dengan cara berkelahi (terdakwa didekap dari belakang) karena si korban lebih kecil dari terdakwa seharusnya terdakwa dapat melakukan perlawanan dengan tangan kosong, sehingga penembakan itu tidak seharusnya dilakukan. Sebagai aparat seharusnya memberi contoh yang baik. Dalam menjatuhkan sanksi pidana bukan semata-mata untuk membalas dendam, tetapi untuk mengingatkan terdakwa, untuk memberi pelajaran, berkontempolasi (merenung). Bagi masyarakat dapat memberi pengertian agar masyarakat tidak melakuakn perbuatan yang sama, yang bersifat edukatif. Di depan muka persidangan tidak ada pengakuan dari terdakwa bahwa terdakwa melakukan pembunuhan, tapi terdakwa hanya mengaku bahwa itu karena kecerobohannya dan kurang menyangka akan terjadi seperti itu, terdakwa hanya menyesali kecerobohannya, bukan perbuatannya.
Menurut Hakim Anggota Ikhwan Hendrato, SH. (Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Januari 2008) Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian
dengan terdakwa Sutrisno, menurut beliau faktor-faktor tersebut sudah jelas, yaitu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam surat tuntutan telah dicantumkan bahwa jaksa penuntun umum menununtut terdakwa dengan Pasal 359 KUHP yaitu adanya kelalaian sehingga menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun., dan dalam kasus ini jaksa penunut umum menuntut agar terdakwa dihukum dengan pidana penjara 1,5 (satu setengah) tahun. Sebagai seorang aparat penegak hukum dalam hal ini sebagai anggota Brimob, seharusnya dapat memberi suri teladan yang baik bagi masyarakat umum, sehingga masyarakat dapat benar-benar mengetahui bahwa adanya polisi tugasnya untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Selain itu, faktor kepribadian dai terdakwa juga dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara penembakan ini. Watak atau sikap terdakwa pada saat sebelum, sesaat, dan sesudah melakukan perbuatan pidana tersebut mengarah pada kondisi mental dan juga pada kondisi lingkungan yang kesemuanya membentuk karakter, bagaimana sikap terdakwa pada saat setelah terjadi penembakan yaitu dengan segera membawa korban ke rumah sakit terdekat, menyantuni keluarga korban, hal itu dapat ringankan hukuman terdakwa. Menurut Hakim Ikhwan pula, mengingat terdakwa merupakan anggota dari satuan Brimob dan sebagai aparat penegak hukum, dalam kejadian ini terdakwa menggunakan senjata api padahal senjata api hanya dapat digunakan dalam keadaan yang mendesak, sedangakan terdakwa bisa melawan korban tanpa senjata, mengingat tubuh terdakwa lebih besar dari tubuh korban. Sikap inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa sanksi pidana 2 (dua) tahun dijatuhkan pada terdakwa.
Menurut Hakim Ketua Subiharta, Sh.M.Hum (Wawancara dilakukan pada tanggal 3 Januari 2008) Tuntutan dari jaksa penutut umum adalah hal yang paling penting untuk hakim dalam memutuskan perkara. Dalam perkara ini, jaksa penutut umum menuntut Pasal 359 KUHP, sehingga hakim hanya berwenang memeriksa sesuai dengan tuntutan, hakim tidak boleh menuntut lebih dari tuntutan jaksa penuntut
umum, misalnya hakim menambahkan tuntutan dengan Pasal 340 KUHP yaitu mengenai pembunuhan berencana. Segala aspek baik itu yang muncul dari terdakwa maupun fakta yang berbicara di muka persidangan diakomodir dalam satu putusan untuk dijatuhkan pada terdakwa Sutrisno. Di dalam persidangan, fakta-fakta yang ada mengungkapkan bahwa terdakwa bukan secara sengaja membunuh korban melainkan karena kecerobohannya menyebabkan korban meninggal dunia, maka mana yang terbukti maka itulah yang dijatuhkan, dan siapa yang melakukan perbuatan hukum maka harus dihukum. Masih menurut Hakim Subiharta, rasa empati dari terdakwa terhadap keluarga korban juga merupakan faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dengan adanya kasus ini, menjadikan masyarakat kurang respek terhadap aparat penegak hukum, sehingga pada saat sidang ada demonstrasi yang menuntut bahwa siapa yang membunuh harus dibunuh, dan hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang ada, karena tujuan dari pemidanaan atau penahanan sendiri yaitu agar yang bersangkutan bisa belajar, melakukan kontempelasi, apakah tindakannya itu benar atau salah sehingga nantinya apabila yang bersangkutan kembali ke dalam masyarakat tidak melakukan perbuatan itu lagi. Pada masyarakat dapat dijadikan pelajaran, kalau aparat penegak hukum melakukan suatu tindakan pidana seperti itu bisa dipidana. Selain itu dapat pula dijadikan patokan jika aparat penegak hukum yang lebih mengerti tentang hukum bisa dipidana, apalagi kalau perbuatan tersebut dilakukan oleh masyarakat umum. Sikap terdakwa, adanya rasa bersalah yang ditunjukkan oleh terdakwa, keadaaan dari keluarga korban yaitu sikap pemaaf yang ditunjukkan dari keluarga korban, hal ini juga menjadikan alasan dalam bobot pemidanaan terdakwa, sedangkan hal yang memberatkan yaitu bahwa terdakwa merupakan bagian dari aparat penegak hukum yaitu dari kesatuan Brimob yang bertugas mengayomi masyarakat tapi dengan kejadian tersebut membuat nama baik satuannya menjadi tercemar, dan hal inilah yang menyebabkan Pasal 216 ayat (1) KUHP yaitu mengenai dengan sengaja
tidak menuruti perintah yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat, hal ini tidak terlalu meringankan terdakwa karena majelis hakim menilai bahwa perlawanan yang dilakukan oleh terdakwa seharusnya bisa dilakukan dengan tangan kosong.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
faktor-faktor
yang
menjadi
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tersebut, selain berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, juga didasarkan pada faktor psikologis baik dari diri terdakwa maupun dari lingkungan terdakwa sendiri. Faktor psikologis tersebut antara lain hal yang berhubungan dengan kepribadian terdakwa, sikap terdakwa, motivasi terdakwa dalam melakukan perbuatannya, empati dari masyarakat umum.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan uraian dimuka maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian yaitu Sutrisno Bin Sarijo diterapkan Pasal 359 KUHP yaitu barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Dalam kasus ini, terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama dua tahun. Syarat mengenai kealpaan, dihubungkan dengan sikap batin terdakwa dan akibat yang timbul karena perbuatannya atau keadaan yang menyertainya. Perbuatan yang dilakukan terdakwa itu seharusnya dapat dihindarkan apabila ia tidak lalai atau lupa atau kurang hati-hati dan juga harus patut menduga bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat yang terlarang oleh hukum. Perbuatan terdakwa menurut bukti yang ada di depan sidang pengadilan bahwa unsur yang harus dipenuhi seperti yang tertuang dalam Pasal 359 KUHP yaitu: a. Unsur barang siapa Subyek hukum dalam perkara ini adalah Sutrisno Bin Sarijo, terdakwa merupakan anggota aparat penegak hukum yaitu sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kesatuan Brigadir Mobil wilayah Surakarta. Dalam hal ini, Sutrisno juga sudah dikatagorikan sebagai orang yang mempunyai kemampuan bertanggung jawab. b. Unsur karena kealpaannya / kelalaiannya Dengan berpangkal tolak pada fakta-fakta yang ada di muka persidangan dan dihubungkan dengan perumusan karena kelalaian atau kealpaannya, maka terdakwa telah terbukti dan memenuhi unsur karena kelalaian atau lealpaannya. c. Unsur
56
menyebabkan orang lain
mati Berdasarkan fakta yang ada di persidangan terungkap bahwa
kasus
penembakan yang dilakukan Sutrisno memenuhi kriteria matinya orang lain yaitu ”kematian tersebut hanya merupakan akibat dari kurang hatihati atau lalainya terdakwa”. Sehingga unsur menyebabkan orang lain mati terpenuhi. 2. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, selain bersumber dari tuntutan jaksa penuntut umum yaitu Pasal 359 KUHP, terdakwa yang merupakan aparat penegak hukum yaitu sebagai anggota satuan Brimob dan hal inilah yang paling memberatkan hukuman terdakwa karena terdakwa dianggap sebagai contoh teladan yang baik tetapi dengan kelalaiannya
menghilangkan
nyawa
orang
lain,
hakim
juga
mempertimbangkan mengenai faktor psikologis baik dari diri terdakwa maupun dari lingkungan terdakwa sendiri. Faktor psikologis tersebut antara lain hal yang berhubungan dengan kepribadian terdakwa, sikap terdakwa, motivasi terdakwa dalam melakukan perbuatannya, empati dari masyarakat umum.
B. Saran 1. Dalam menerapkan pemidanaan terhadap terdakwa, hakim harus benar-benar memahami apakah dengan adanya putusan yang dijatuhkan sesuai peraturan yang berlaku ataupun yang sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum, terdakwa dapat benar-benar melakukan perenungan apakah yang terdakwa perbuat itu salah atau benar, apakah terdakwa dapat benar-benar menyesali perbuatannya, jangan sampai karena adanya status sosial terdakwa yang tinggi atau jabatan terdakwa di dalam masyarakat menyebabkan hakim memutuskan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatan terdakwa. 2. Agar sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa dapat efektif, tepat sasaran,
patut,
dan
berkeadilan
mempertimbangkan mengenai:
maka
hakim
seharusnya
juga
a. Sisi psikologis terdakwa baik itu sikap maupun motivasi terdakwa yang melatarbelakangi perbuatan pidananya, sehingga sebaiknya hakim mempunyai kepekaan hati dan intuisi yang tinggi untuk dapat mengerti kepribadian terdakwa. b. Laporan-laporan mengenai bentuk kepribadian dan sikap dari terdakwa yang melatarbelakangi perbuatannya dalam kasus-kasus pidana tertentu sebaiknya ada hasil pemeriksaan medis mengenai kondisi diri dan kejiwaan terdakwa seperti psikiater maupun psikolog yang dilampirkan dalam Berkas Acara Pemeriksaan.