ANALISIS HARGA SAHAM INDUSTRI ROKOK DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004-2007 DENGAN ANALISIS FUNDAMENTAL DAN TEKNIKAL
Oleh SITI BILQIS SABRINI H24104086
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK Siti Bilqis Sabrini. H24104086. Analisis Harga Saham Industri Rokok Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2007 Dengan Analisis Fundamental dan Teknikal. Di bawah bimbingan Beatrice Mantoroadi Pandangan masyarakat mengenai industri rokok terbagi dua antara yang mendukung dan menentang . Dukungan terhadap industri ini berdasarkan pada kontribusi besarnya pada pendapatan Negara, tetapi regulasi Pemerintah dan asumsi negatif banyak memberikan sentimen buruk. Hal-hal tersebut mungkin mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang ada di industri rokok dan fluktuasi harga sahamnya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kondisi perusahaan-perusahaan dalam industri rokok di BEI periode 2004-2007 dengan analisis fundamental dan teknikal. (2) Membandingkan nilai intrinsik harga saham perusahaan-perusahaan industri rokok periode 2004-2007 melalui analisis fundamental dengan harga pasarnya. (3) Membandingkan murah atau mahalnya harga saham industri rokok di BEI periode 2004-2007 melalui analisis fundamental. (4) Menganalisis pergerakan harga saham perusahaan-perusahaan rokok selama periode 2004-2007 melalui analisis teknikal. Penelitian dilakukan di PT Bursa Efek Indonesia yang berlokasi di Jl. Jend. Sudirman Kav 52-53 Jakarta 12190. Data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series kuartalan dari 2004:Q1 sampai 2007:Q4. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2007. Analisis yang digunakan untuk mengolah data adalah Analisis fundamental dan Analisis teknikal. Perusahaan-perusahaan rokok yang tercatat di Bursa Efek Indonesia terdiri dari 4 perusahaan, yaitu PT British American Tobacco Indonesia Tbk (BATI), PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Handjaja Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Analisis fundamental perusahaan menunjukkan bahwa kinerja PT BAT Indonesia Tbk (BATI) selama periode penelitian cenderung terus mengalami penurunan. Kinerja PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) selama periode 2004-2007 mengalami kenaikkan yang cukup signifikan. Kinerja PT Gudang Garam Tbk (GGRM) selama periode 2004-2007 cukup stabil. Kinerja PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) selama periode 2004-2007 meningkat terutama selama tahun 2006. Selama periode 2004-2007 saham yang paling sering menjadi saham yang paling murah adalah saham PT BAT Indonesia Tbk (BATI). Sedangkan saham yang paling sering menjadi saham yang paling mahal adalah saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Perhitungan analisis teknikal menunjukkan bahwa tren yang ada pada perdagangan saham PT BAT Indonesia Tbk selama periode 2004-2007 terus menurun. Tren yang ada pada perdagangan saham PT Bentoel International Investama Tbk selama periode 2004-2007 terus meningkat. Tren yang ada pada perdagangan saham PT Gudang Garam Tbk selama periode 2004-2007 cenderung stabil. Tren yang ada pada perdagangan saham PT HM Sampoerna Tbk selama periode 2004-2007 stabil meningkat. Hasil analisis fundamental dan teknikal pada industri rokok periode 2004-2007 tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang ada dalam industri rokok berjalan searah dengan ketertarikan investor di pasar modal. Hal ini juga menunjukkan informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan dicerminkan oleh harga saham yang ada di pasar
modal. Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat disarankan baik bagi para investor maupun bagi pihak yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai masalah ini. Beberapa hal tersebut yaitu (1). Investor yang sedang maupun akan berinvestasi pada instrumen keuangan saham harus juga memperhatikan kinerja perusahaan secara fundamental. Terutama jika berencana akan melakukan investasi jangka panjang. Seringkali investor hanya memperhatikan kondisi perusahaan melalui sisi teknikalnya saja dan (2). Penelitian ini masih dapat dilanjutkan baik dari sisi fundamental maupun teknikalnya. Peneliti selanjutnya masih dapat mencari hubungan antara variabelvariabel yang ada pada sisi fundamental maupun teknikal.
ANALISIS HARGA SAHAM INDUSTRI ROKOK DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004-2007 DENGAN ANALISIS FUNDAMENTAL DAN TEKNIKAL
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh SITI BILQIS SABRINI H24104086
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS HARGA SAHAM INDUSTRI ROKOK DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004-2007 DENGAN ANALISIS FUNDAMENTAL DAN TEKNIKAL
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh SITI BILQIS SABRINI H24104086 Menyetujui, Juni 2008
Beatrice Mantoroadi, SE.Ak, MM Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.sc. Ketua Departemen
Tanggal Ujian : 9 Juni 2008
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Agustus 1987. Penulis merupakan anak bungsu dari enam bersaudara pasangan H. Mohammad Romli dan Hj. Siti Rohayati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tri Bhakti Bogor pada tahun 1991, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 4 Bogor lalu pindah ke Sekolah Dasar Pabrik Gas 1 Bogor hingga tahun 1998. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor dan masuk dalam proram IPA tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2007. Penulis juga telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan pasar modal, yaitu Pelatihan Februari 2008.
Mekanisme Pasar Modal pada
KATA PENGANTAR
Segala Puji ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Analisis Harga Saham Industri Rokok Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2007 Dengan Analisis Fundamental dan Teknikal”. Skripsi ini bertujuan untuk memberi gambaran pada berbagai pihak mengenai perdagangan saham industri rokok di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2004 hingga 2007 baik secara fundamental maupun teknikal. Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kapada : 1. Beatrice Mantoroadi, SE. Ak, MM sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 2. Farida Ratna Dewi , SE, MM dan Ir. Anggraini Sukmawati, MM yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji penulis. 3. Andreas Tanajaya dari Kresna Securities yang telah meyakinkan saya untuk mengambil langkah pertama dalam pengolahan data. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB. 5. Keluargaku yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tulus. 6. Rekan-rekan satu bimbingan, Ayu dan Gita yang selalu saling membantu selama pembuatan skripsi ini. 7. Friends: Erie, Nyai Windi, Ceu Iqoh, Dhania, Doclo , Nishonk, Fidobz n Ii, Melly, Elis and of course Chan2 yang selalu menemani di saat-saat yang tidak terlupakan (specially about Oon). 8. MT khususnya Rob yang telah memberikan inspirasi yang luar biasa selama penulisan skripsi ini, thank you for the inspiration.
9. Rekan-rekan di Departemen Manajemen Angkatan ’41 yang telah membuat kuliah terasa menyenangkan. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Mengingat masih banyak kekurangan pada skripsi ini, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amien
Bogor, Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ........................................................................
iv
DAFTAR ISI .......................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xi
I. PENDAHULUAN...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian....................................................................... 1.4. Batasan Penelitian .....................................................................
1 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
8
2.1. Pasar Modal Efisien ................................................................. 2.2. Instrumen Keuangan yang Diperdagangkan ............................. 2.4. Indeks Harga Saham ................................................................ 2.5. Klasifikasi Saham Menurut Kapitalisasi Pasar .......................... 2.6. Keuntungan Dari Saham .......................................................... 2.7. Nilai Saham ............................................................................. 2.8. Analisis Fundamental............................................................... 2.8.1. Kerangka Analisis Fundamental..................................... 2.8.2. Analisis Ekonomi (Pasar) ............................................... 2.8.3. Analisis Industri (Sektor) ............................................... 2.8.4. Analisis Fundamental Perusahaan .................................. 2.8.5. Keputusan Investasi ....................................................... 2.8.6. Capital Asset Pricing Model .......................................... 2.9. Analisis Teknikal ..................................................................... 2.9.1. Asumsi Dasar Analisis Teknikal .................................... 2.9.2. Kerangka Analisis Teknikal ........................................... 2.9.3. Pendekatan Analisis Teknikal ........................................ 2.9.4. Indikator Moving Average .............................................. 2.10. Penelitian Terdahulu ..............................................................
8 8 9 11 12 13 14 14 14 14 15 17 17 19 19 19 20 21 24
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
25
3.1. Kerangka Pemikiran................................................................. 3.2. Metode Penelitian .................................................................... 3.2.1. Pengumpulan Data ......................................................... 3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 3.2.2.1. Analisis Fundamental........................................ 3.2.2.1.1. Model Pendekatan Present Value ......
25 26 26 28 28 28
3.2.2.1.2. Model Kelipatan Laba (Price Earning Ratio) ........................ 3.2.2.1.3. Arus Kas ........................................... 3.2.2.1.4. Capital Asset Pricing Model ............. 3.2.2.2. Analisis Teknikal ..............................................
29 29 29 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
32
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ................................................. 4.1.1. PT BAT Indonesia Tbk................................................. 4.1.1.1. Pendirian dan Informasi Umum ....................... 4.1.1.2. Manajemen ...................................................... 4.1.1.3. Pemegang Saham ............................................ 4.1.1.4. Ringkasan Keuangan ....................................... 4.1.1.5. Produk Perusahaan .......................................... 4.1.2. PT Bentoel International Investama Tbk ....................... 4.1.2.1. Pendirian dan Informasi Umum ....................... 4.1.2.2. Manajemen ...................................................... 4.1.2.3. Pemegang Saham ............................................ 4.1.2.4. Ringkasan Keuangan ....................................... 4.1.2.5. Produk Perusahaan .......................................... 4.1.3. PT Gudang Garam Tbk................................................. 4.1.3.1. Pendirian dan Informasi Umum ....................... 4.1.3.2. Manajemen ...................................................... 4.1.3.3. Pemegang Saham ............................................ 4.1.3.4. Ringkasan Keuangan ....................................... 4.1.3.5. Produk Perusahaan .......................................... 4.1.4. PT HM Sampoerna Tbk ................................................ 4.1.4.1. Pendirian dan Informasi Umum ....................... 4.1.4.2. Manajemen ...................................................... 4.1.4.3. Pemegang Saham ............................................ 4.1.4.4. Ringkasan Keuangan ....................................... 4.1.4.5. Produk Perusahaan .......................................... 4.2. Analisis Fundamental ............................................................. 4.2.1. Analisis Pasar ............................................................... 4.2.1.1. Gambaran Umum Kondisi Perekonomian (Selama Tahun 2004 Sampai 2007) ................. 4.2.1.2. Tingkat Pengembalian Pasar (Selama Tahun 2004 Sampai 2007) ................. 4.2.2. Analisis Industri (Sektor).............................................. 4.2.3. Analisis Fundamental Perusahaan................................. 4.3.3.1. PT BAT Indonesia Tbk .................................... 4.3.3.2. PT Bentoel International Investama Tbk .......... 4.3.3.3. PT Gudang Garam Tbk .................................... 4.3.3.4. PT HM Sampoerna Tbk ................................... 4.3.3.5. Perbandingan Price Earning Ratio................... 4.3. Analisis Teknikal.................................................................... 4.3.1. PT BAT Indonesia Tbk................................................. 4.3.2. PT Bentoel International Investama Tbk .......................
32 32 32 32 33 33 33 34 34 34 34 35 35 36 36 36 37 37 38 38 38 39 39 39 40 40 40 40 43 44 51 51 52 53 54 55 58 58 58
4.3.3. PT Gudang Garam Tbk................................................. 4.3.4. PT HM Sampoerna Tbk ................................................ 4.4. Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal .................. 4.4.1. PT BAT Indonesia Tbk................................................. 4.4.2. PT Bentoel International Investama Tbk ....................... 4.4.3. PT Gudang Garam Tbk................................................. 4.4.4. PT HM Sampoerna Tbk ..............................................
60 60 61 61 63 63 65
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
67
1. Kesimpulan .....................................................................................
67
2. Saran ...............................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
69
LAMPIRAN ........................................................................................
72
DAFTAR TABEL No Halaman 1 Perdagangan Saham Industri Rokok Selama Tahun 2007............... 3 2 Frekuensi Perdagangan Saham Perusahaan-Perusahaan Rokok Selama Tahun 2007 ............................................................ 4 3 Laba Operasi 4 Perusahaan Rokok Selama 2004-2007................... 4 4 Pedoman Keputusan Investasi Berdasarkan Analisis Fundamental 17 5 Ringkasan Kondisi Keuangan PT BAT Indonesia Tbk Selama 2004-2007 ......................................................................... 33 6 Ringkasan Kondisi Keuangan PT Bentoel Int. Inv Tbk Selama 2004-2007 ......................................................................... 35 7 Ringkasan Kondisi Keuangan PT Gudang Garam Tbk Selama 2004-2007 ......................................................................... 37 8 Ringkasan Kondisi Keuangan PT HM Sampoerna Tbk Selama 2004-2007 ......................................................................... 40 9 Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal Periode 2004-2007 ......... 44 10 Perbandingan Harga Saham PT BAT Indonesia Tbk Periode 2004-2007 Per Kuartal...................................................... 52 11 Perbandingan Harga Saham PT Bentoel International Investama Tbk Periode 2004-2007 Per Kuartal .............................. 53 12 Perbandingan Harga Saham PT Gudang Garam Tbk Periode 2004-2007 Per kuartal....................................................... 54 13 Perbandingan Harga Saham PT HM Sampoerna Tbk Periode 2004-2007 Per Kuartal...................................................... 55 14 Perbandingan Harga Saham Industri Rokok Periode 2004-2007 Berdasarkan PER ............................................ 58
DAFTAR GAMBAR No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Produksi Rokok Selama Tahun 2004-2007 .................................... Kerangka Analisis Fundamental .................................................... Porter’s Five Forces Model........................................................... Pengurangan Risiko Dengan Diversifikasi ..................................... Kerangka Pendekatan Analisis Teknikal ........................................ Struktur Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................ Perbandingan Tingkat Pengembalian Sektor Barang Konsumsi Dan Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal................................ Perbandingan PER Antar Perusahaan Dalam Industri Rokok Periode 2004-2007 ........................................................................ Grafik Exponential Moving Average PT BAT Indonesia Tbk Periode 2004-2007 ........................................................................ Grafik Exponential Moving Average PT Bentoel Int Inv Tbk Periode 2004-2007 ........................................................................ Grafik Exponential Moving Average PT Gudang Garam Tbk Periode 2004-2007 ........................................................................ Grafik Exponential Moving Average PT HM Sampoerna Tbk Periode 2004-2007 ........................................................................ Grafik Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal Pada PT BAT Indonesia Tbk peroide 2004-2007 ........................... Grafik Perbandingan Analisis Fundamental Dan Teknikal Pada PT Bentoel Int. Inv. Tbk periode 2004-2007.................................. Grafik Perbandingan Analisis Fundamental Dan Teknikal Pada PT Gudang Garam Tbk periode 2004-2007 ........................... Grafik Perbandingan Analisis Fundamental Dan Teknikal Pada PT HM Sampoerna Tbk periode 2004-2007 ..........................
Halaman 2 15 16 18 20 27 46 57 59 59 60 61 62 64 65 66
DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1 Indeks Harga Saham Gabungan per bulan Periode 2004-2007 ........................................................................ 73 2 Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Per bulan periode 2004-2007 ......................................................... 73 3 Sertifikat Bank Indonesia Jangka 3 Bulan...................................... 74 4 Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal Periode 2004-2007 ......... 74 5 Tingkat Pengembalian Sektor Barang Konsumsi dan Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal ....................................... 75 6 Harga penutupan Saham PT BAT Indonesia Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 ........................................................................ 76 7 Harga Penutupan Saham PT Bentoel Int. Inv. Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 ........................................................ 76 8 Harga Penutupan Saham PT Gudang Garam Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 ........................................................................ 77 9 Harga Penutupan Saham PT HM Sampoerna Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 ........................................................................ 77 10 Earning Per Share Per Kuartal 4 Perusahaan Rokok Selama 2004-2007 ......................................................................... 78 11 Price Earning Ratio Per Kuartal 4 Perusahaan Rokok Selama 2004-2007 ......................................................................... 78 12 Tingkat Pengembalian Saham (R) PT BAT Indonesia Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007...................................................... 79 13 Tingkat Pengembalian Saham (R) PT Bentoel Int. Inv. Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007...................................................... 79 14 Tingkat Pengembalian Saham (R) PT Gudang Garam Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007...................................................... 80 15 Tingkat Pengembalian Saham (R) PT HM Sampoerna Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007...................................................... 80 16 Nilai Intrinsik Saham PT BAT Indonesia Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 ........................................................................ 81 17 Nilai Intrinsik Saham PT Bentoel Int. Inv. Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 ........................................................................ 81 18 Nilai Intrinsik Saham PT Gudang Garam Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 ........................................................................ 82 19 Nilai Intrinsik Saham PT HM Sampoerna Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 ....................................................................... 82
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri rokok adalah industri yang banyak menuai kontoversi hingga saat ini. Kontroversi tersebut terjadi karena adanya pro dan kontra mengenai bisnis industri rokok ini. Adanya dukungan terhadap industri tersebut dilandasi oleh cukup besarnya kontribusi industri rokok terhadap pendapatan negara. Pada 2006, pendapatan negara dari cukai rokok mencapai Rp 37,8 triliun atau sekitar 1,1% dari PDB (Produk Domestik Bruto), dan pada 2007 meningkat menjadi Rp 42 triliun atau 1,2% dari PDB ( Nota Keuangan dan RAPBN Departemen Keuangan, 2008). Selain itu, industri rokok juga telah menyediakan lapangan kerja bagi 600 ribu pekerja yang terlibat langsung dalam industri rokok (TEMPOInteraktif, 2007). Dengan kata lain, industri rokok memiliki peran penting dalam perekonomian. Namun hal tersebut tidak dapat menutupi fakta bahwa rokok merugikan kesehatan. Di Indonesia, 70 persen kematian disebabkan penyakit paru kronik dan emfisema, dan pemicu penyakit ini karena konsumsi tembakau (TEMPOInteraktif, 2007). Konsumen rokok di Indonesia terus bertambah selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 1970, konsumsi rokok di Indonesia sebesar 33 miliar batang, pada tahun 2006 konsumsi masyarakat terhadap rokok melonjak menjadi 230 miliar batang (TEMPOInteraktif, 2007). Oleh karena itu, kampanye anti rokok gencar dilakukan sejumlah elemen masyarakat dalam dua tahun terakhir ini. Dalam beberapa tahun kedepan Indonesia akan menjadi target utama kampanye Internasional pengendalian tembakau di kawasan Asia Tenggara. Alasannya, Indonesia merupakan satusatunya negara di wilayah Asean yang belum meratifikasi Konvensi WHO tentang Pengendalian Rokok (Framework Convention on Tobacco Control /FCTC) (TEMPOInteraktif, 2007) Akan tetapi, perkembangan produksi rokok terus meningkat. Hal ini terlihat dari perkembangan produksi rokok di Indonesia 4 tahun terakhir (Gambar 1). Pada tahun 2004 produksi rokok mencapai 186,7 miliar batang, lalu meningkat hingga 203,1 miliar batang pada tahun 2005, kemudian 218,7
miliar batang pada tahun 2006, dan mencapai 224 miliar batang pada tahun 2007 (Riaupos, 2008). Fakta tersebut menunjukkan produksi rokok terus meningkat
dari
tahun
ke
tahun
dan
belum
menunjukkan
adanya
kecenderungan menurun.
Gambar 1. Produksi Rokok Selama Tahun 2004-2007 Sumber : Riaupos, 2008
Perdagangan saham industri rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI) (sebelum November 2007 dikenal sebagai Bursa Efek Jakarta) selama tahun 2007 juga bisa dikatakan stabil. Industri rokok yang tergabung dalam sektor barang konsumsi cukup stabil diperdagangkan selama tahun 2007. Hal tersebut terlihat dari frekuensinya yang cukup stabil (Tabel 1). Selama tahun 2007, frekuensi perdagangan saham-saham rokok tidak terlalu berfluktuasi. Tidak ada yang melonjak terlalu tinggi ataupun menurun terlalu rendah. Perusahaan-perusahaan rokok yang tercatat di Bursa Efek Indonesia terdiri dari 4 perusahaan, yaitu PT British American Tobacco Indonesia Tbk (BATI), PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Handjaja Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Keempat perusahaan ini diklasifikasikan dalam sub sektor industri rokok (tobacco industry).
Tabel 1. Tabel Perdagangan Saham Industri Rokok Selama Tahun 2007
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Volume (juta) 81.474 37.749 327.319 119.786 437.048 158.115 64.866 86.195 970.945 108.063 219.674 157.356
Nilai (juta Rp) 138.761 173.203 221.277 188.297 292.216 158.115 112.671 219.885 353.138 143.325 302.001 188.383
Frekuensi (x) 2.399 2.537 2.192 2.541 3.840 2.149 2.387 3.278 3.065 3.177 3.427 2.884
Sumber : BEI, 2008 Berdasarkan kapitalisasi pasar, saham-saham perusahaan rokok mewakili tiga jenis saham. PT. Gudang Garam Tbk dan PT. HM Sampoerna Tbk merupakan perusahaan yang cukup solid sehingga sahamnya merupakan saham unggulan (blue chip stock). Jenis saham blue chip mempunyai kemampuan memberikan dividen yang tinggi secara konsisten terbukti selama bertahun-tahun (Sulistyastuti, 2002). Saham PT Bentoel Investama Internasional Tbk merupakan saham lapis kedua (second liner stock), jenis saham ini memiliki risiko yang lebih besar daripada saham blue chip. Sedangkan saham PT. BAT Indonesia Tbk merupakan saham lapis ketiga (third liner stock), saham jenis ini jarang ditransaksikan karena berisiko sangat tinggi. Perdagangan saham perusahaan-perusahaan ini cukup bervariasi selama tahun 2007 (Tabel 2). Pertumbuhan laba operasi perusahaan-perusahaan rokok rata-rata mengalami kenaikkan selama 4 tahun terakhir. Dua tahun terakhir, perusahaan-perusahaan rokok mengalami kenaikan laba operasi yang berarti jumlah batang rokok yang mereka jual juga meningkat (Tabel 4).
Tabel 2. Frekuensi Perdagangan Saham Perusahaan-perusahaan Rokok Selama Tahun 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Frekuensi Perdagangan Saham (x) BATI RMBA GGRM HMSP 1 441 1380 577 3 164 2163 207 2 371 1623 196 3 376 1660 502 6 1601 1561 672 7 535 1307 300 10 929 1155 293 5 487 2595 191 3 1653 1235 174 10 1235 1754 178 15 1249 1968 195 2 962 1845 75
Sumber : BEI, 2008 Setelah melihat perkembangan industri rokok dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan rokok merupakan perusahaan yang cukup kuat menghadapi berbagai guncangan-guncangan ekonomi dan regulasi yang ketat dari pemerintah. Perusahaan rokok di Indonesia tetap dapat bertahan walaupun saat ini diberlakukan ketentuan kenaikan cukai rokok, pembatasan investasi industri rokok, dan adanya isu larangan ekspor rokok kretek ke Amerika Serikat (wartaekonomi, 2008). Tabel 3. Laba Operasi 4 Perusahaan Rokok Selama 2004-2007 Laba operasi (juta Rp)
Tahun BATI 2004 2005 2006
(23.192)
RMBA
GGRM
HMSP
38.238 2.918.260 3.183.278
(8.192) (12.739) 3.148.692 3.939.505 (82.402)
166.503 2.190.332 5.175.282
2007 (31.130) 343.319 2.528.677 5.577.278 Sumber : BEI, 2008 Menurut Wartaekonomi 2008, terdapat 2 perusahaan rokok yang masuk dalam daftar 20 perusahaan pencetak laba bersih terbesar tahun 2007, yaitu PT HM Sampoena Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM). PT Bentoel
International Investama Tbk (RMBA) mengalami pertumbuhan laba yang cukup signifikan
dan
memiliki
prospek
pertumbuhan
yang
positif
ke
depan
(Wartaekonomi, 2007). Sedangkan, PT BAT Indonesia Tbk (BATI) mengalami penurunan rugi bersih (Laporan keuangan PT BAT Indonesia Tbk per 31 Desember 2007). Kenaikan cukai rokok sebesar 11 kali lipat per batang, mengakibatkan harga jual rokok di pasar naik. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan produksinya. Pada akhir 2008, diperkirakan produksi rokok nasional mencapai 230 miliar batang. Realisasi produksi rokok nasional tahun 2007 sebanyak 224 miliar batang atau tumbuh 2 persen dari produksi tahun 2006 sebanyak 218 miliar batang. Pangsa pasar rokok terbesar adalah jenis kretek (93 persen) dan sisanya rokok putih (TEMPO Interaktif, 2008). Pembatasan investasi industri rokok masuk dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan Tertentu. Hal ini dikhawatirkan Gabungan Produsen Rokok Putih (GPRP) akan menutup pertumbuhan industri rokok putih dalam negeri yang hanya memiliki pangsa pasar sekitar 7 persen. Produsen rokok putih asing di Indonesia antara lain PT BAT Indonesia Tbk. dan PT HM Sampoerna Tbk, yang dikuasai oleh Philip Morris (TEMPO Interaktif, 2007). Pada 23 Agustus 2007, Komite Senat Amerika menyepakati legislasi soal rokok untuk pertama kalinya. Legislasi berupa rancangan undang-undang memuat aturan lembaga
Administrasi
Makanan
dan
Obat
Amerika
(Food
and
Drug
Administration/FDA) atau FDA Bill untuk memperketat iklan rokok, peringatan label dan kandungan berbahaya rokok. Dalam draf rancangan undang-undang tersebut, akan melarang penjualan rokok yang mengandung flavor karena dianggap dapat mempengaruhi anak-anak di bawah umur untuk merokok. Rokok kretek termasuk dalam jenis ini karena mengandung cengkeh yang sama dengan flavor. Saat ini Indonesia merupakan produsen rokok kretek terbesar di dunia. Amerika selama ini sebagai salah satu negara tujuan ekspor rokok kretek dari Indonesia. Hingga Maret 2007 total ekspor rokok dan tembakau olahan Indonesia mencapai sekitar US$ 102 juta atau Rp 958,8 miliar. Sedangkan pada 2006 total ekspor rokok mencapai US$ 282,2 juta atau Rp 2,6 triliun (TEMPO Interaktif, 2007).
Isu negatif dan regulasi tersebut, mungkin akan berdampak pada kinerja perusahaan dan naik turunnya harga saham di pasar modal. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk berinvestasi di saham-saham rokok. 1.2. Perumusan Masalah Harga saham merupakan indikator utama yang pertama kali dilihat oleh investor. Harga saham juga merupakan cerminan kondisi perusahaan dan ekspektasi investor. Sebelum melakukan investasi saham di pasar modal, investor harus menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi investasinya tersebut. Investasi yang dilakukan oleh investor diharapkan dapat memberikan tingkat pengembalian atau capital gain yang memuaskan bagi investor. Untuk memilih saham yang akan dipilih, dapat dilakukan analisis harga saham terlebih dahulu. Analisis harga saham dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Dengan analisis fundamental, investor dapat menaksir nilai intrinsik dari suatu saham. Dan dengan analisis teknikal, investor dapat melihat pergerakan harga saham dalam kurun waktu tertentu. Kedua analisis ini dapat digunakan secara bersamaan untuk menganalisis suatu saham. Dari hal yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi perusahaan-perusahaan dalam industri rokok di BEI periode 2004-2007 menurut analisis fundamental dan teknikal ? 2. Bagaimana nilai intrinsik harga saham perusahaan-perusahaan industri rokok selama periode 2004-2007 melalui analisis fundamental dengan harga pasarnya di BEI ? 3. Bagaimana perbandingan saham yang paling murah atau paling mahal dalam industri rokok selama periode 2004-2007 melalui analisis fundamental ? 4. Bagaimana pergerakan harga saham perusahaan-perusahaan industri rokok selama periode 2004-2007 melalui analisis teknikal ?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kondisi perusahaan-perusahaan dalam industri rokok di BEI periode 2004-2007 dengan analisis fundamental dan teknikal. 2. Membandingkan nilai intrinsik harga saham perusahaan-perusahaan industri rokok periode 2004-2007 melalui analisis fundamental dengan harga pasarnya. 3. Membandingkan murah atau mahalnya harga saham industri rokok di BEI periode 2004-2007 melalui analisis fundamental. 4. Menganalisis pergerakan harga saham perusahaan-perusahaan rokok selama periode 2004-2007 melalui analisis teknikal. 1.4. Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas pada kinerja perusahaan secara domestik, baik melalui pendekatan fundamental dan teknikal. Hal ini dilakukan karena operasional perusahan-perusahaan yang diteliti berlokasi di Indonesia. Pembatasan ini juga dimaksudkan untuk menyederhanakan proses penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal Efisien Pasar modal efisien didefinisikan sebagai pasar dengan harga sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut (Husnan, 2001). Menurut Arifin (2005) hipotesis pasar modal yang efisien menyatakan bahwa: 1. Harga sekuritas umumnya pada ekuilibrium, yaitu samanya expected return dan required return. 2. Harga-harga saham selalu mencerminkan seluruh informasi yang tersedia berkaitan dengan perusahaan penerbit dan sahamnya. 3. Karena harga saham sudah mencerminkan harga yang benar maka investor mestinya tidak perlu menyia-nyiakan waktu untuk mencari saham yang mispriced (undervalued atau overvalued). 2.2. Instrumen Keuangan yang Diperdagangkan Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrument derivatif seperti option, futures dan lain-lain (BEI, 2008). Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik (BEI, 2008). 2.3. Indeks Harga Saham Indikator dari pergerakan saham adalah Indeks Harga Saham. Harga saham bisa berubah setiap saat karena ekspektasi para investor berubah sesuai dengan informasi yang mereka dapatkan (Sulistiawan, 2007). Saat ini BEI mempunyai 7 macam indeks saham (BEI, 2008):
1. Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI. 2. Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur. 3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks. 4. Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut. 5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti: •
Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
•
Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
•
Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
•
Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.
7. Indeks KOMPAS 100. Merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham dengan proses penentuan sebagai berikut : a. Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan. b. Saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). c. Berdasarkan pertimbangan faktor fundamental perusahaan dan pola perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkan saham tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham. d. Masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekuensi transakasi serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar regular, selama 12 bulan terakhir. e. Dari 150 saham tersebut, kemudian diperkecil jumlahnya menjadi 60 saham denagn mempertimbangkan nilai transaksi saham terbesar. f. Dari sebanyak 90 saham yang tersisa, kemudian dipilih sebanyak 40 saham dengan mempertimbangkan kinerja : hari transaksi dan frekuensi transaksi serta nilai kapitalisasi pasar di pasar reguler, dengan proses sebagai berikut : i. Dari 90 sisanya, akan dipilih 75 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler. ii. Dari 75 saham tersebut akan dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler. iii. Dari 60 saham tersebut akan dipilih 40 saham berdasarkan kapitalisasi pasar. g. Daftar 100 saham diperoleh dengan menambahkan daftar saham dari hasil perhitungan butir (e) ditambah dengan daftar saham hasil perhitungan butir (f). h. Daftar saham yang masuk dalam KOMPAS 100 akan diperbaharui sekali dalam 6 bulan, atau tepatnya pada bulan Februari dan pada bulan Agustus.
Perhitungan Indeks merepresentasikan pergerakan harga saham di pasar/bursa yang terjadi melalui sistem perdagangan lelang. Perhitungan IHSG dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap harinya. 2.4. Klasifikasi Saham Menurut Kapitalisasi Pasar Pada umumnya saham yang diperdagangkan di bursa diklasifikasi dalam beberapa kelompok oleh para pelaku pasar. Salah satu penggolongannya adalah berdasarkan atas besarnya nilai kapitalisasi pasar. Nilai kapitalisasi pasar adalah jumlah saham yang beredar dikali dengan harga pasarnya (e-samuel, 2008). Dituliskan dalam rumus sebagai berikut: Nilai kapitalisasi pasar = jumlah saham beredar X harga pasar Klasifikasi saham menurut kapitalisasi pasar dibagi atas (e-samuel, 2008) : 1. Blue Chip Stocks (saham unggulan) Saham golongan ini biasanya diterbitkan oleh perusahaan besar dengan historical track of record fundamental yang terbaik dan prospek bisnis yang cerah. Umumnya jumlah saham yang beredar sangat besar, sehingga memungkinkan untuk dimiliki banyak investor. Saham blue chip memberikan kontribusi yang besar terhadap perdagangan di bursa. 2. Second Liner Stocks (saham lapis kedua) Saham golongan ini cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding saham blue chip, baik itu dari sisi kinerja fundamental ataupun risiko likuiditasnya. Umumnya saham ini diterbitkan oleh perusahaan yang sedang berkembang dan mempunyai potensi pertumbuhan yang besar untuk menjadi saham blue chip. 3. Third Liner Stocks (saham lapis ketiga) Saham golongan ini merupakan saham yang lebih kecil tingkat kapitalisasi pasarnya dan jarang ditransaksikan. Risiko berinvestasi pada saham jenis ini sangat tinggi. 2.5. Keuntungan dari Saham Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:
1. Dividen Dividen
merupakan
pembagian
keuntungan
yang
diberikan
perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. 2. Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. 2.6. Nilai Saham Menurut Jogiyanto (1998) dalam Sulistyastuti (2002) Nilai suatu saham dapat dipandang dalam empat konsep yang memberikan makna berbeda, yaitu: 1. Nilai nominal, yaitu nilai perlembar saham yang berkaitan dengan kepentingan hukum. Nilai nominal tidak mengukur nilai riil suatu saham, tetapi hanya digunakan untuk menentukan besarnya modal disetor penuh dalam neraca. 2. Nilai buku per lembar saham (book value per share), yaitu total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. Nilai buku per lembar saham menunjukkan nilai aktiva bersih perlembar saham yang dimiliki oleh pemegangnya.
3. Nilai pasar (market value), yaitu nilai suatu saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham di bursa saham. Harga pasar saham inilah yang menentukan indeks harga saham gabungan (IHSG). 4. Nilai fundamental, tujuan perhitungan nilai fundamental saham atau lebih sering disebut nilai intrinsik saham adalah menentukan harga wajar suatu saham agar harga saham tersebut mencerminkan nilai saham sebenarnya (riil value) sehingga tidak terlalu mahal (overpriced). Perhitungan nilai intrinsik (intrinsic value) suatu saham adalah mencari nilai sekarang (present value) dari semua aliran kas dimasa mendatamg baik yang berasal dari dividen maupun capital gain / loss. 2.7. Analisis Fundamental Analisis fundamental adalah salah satu jenis analisa investasi yang dilakukan investor dengan memperhatikan laporan keuangan dan fundamental perusahaan. Faktor fundamental perusahaan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan operasional suatu perusahaan dan kemampuannya mendatangkan keuntungan. 2.7.1. Kerangka Analisis Fundamental Banyak faktor yang mempengaruhi harga saham, maka untuk melakukan analisis fundamental diperlukan beberapa tahapan analisis. Tahapan yang dilakukan dimulai dengan analisis dari (1) kondisi makro ekonomi atau kondisi pasar, (2) diikuti dengan analisis industri, dan (3) akhirnya analisis kondisi spesifik perusahaan (Husnan, 2001). Secara skematis, kerangka analisis fundamental dapat dilihat pada Gambar 2. 2.7.2. Analisis Ekonomi (Pasar) Kondisi perekonomian mempengaruhi kondisi pasar, sehingga kondisi pasar akan mempengaruhi para pemodal. Apabila pasar membaik
atau
memburuk,
umumnya
saham-saham
juga
akan
terpengaruh dengan arah yang sama (Husnan, 2001). Saat kondisi pasar membaik, tingkat keuntungan yang diperoleh investor dapat meningkat, begitu juga sebaliknya. Selain terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh investor, kondisi pasar juga mempengaruhi kemampuan perusahan memperoleh laba.
Disamping
pengaruhnya
terhadap
kondisi
perusahaan,
kondisi
perekonomian juga mempengaruhi kondisi industri (Husnan, 2001). 2.7.3. Analisis Industri (Sektor) Perusahaan-perusahan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) diklasifikasikan ke dalam 9 sektor, yaitu: (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri dasar, (4) aneka industri, (5) industri barang konsumsi, (6) properti, (7) infrastruktur, (8) keuangan, dan (9) perdagangan dan jasa (BEI, 2008). Industri rokok berada dalam sektor barang konsumsi. Analisis Fundamental Penilaian
1. Manfaat yang diharapkan, baik dalam bentuk dividen maupun laba 2. Risiko investasi yang akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang layak
Dilakukan dengan
Lakukan analisa terhadap : 1. Ekonomi atau pasar 2. Industri 3. Perusahaan
Gunakan model valuasi dividen Atau Gunakan model PER Gambar 2. Kerangka Analisis Fundamental Sumber : Husnan, 2001 Menurut Husnan (2001), untuk melakukan analisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap industri tersebut.
Analisa industri juga dapat dilakukan melalui Porter’s Five Forces (e-samuel, 2008). Porter menawarkan
model persaingan yang
dipengaruhi lima kekuatan dalam industri seperti terlihat dalam gambar 3. Lima kekuatan tersebut adalah: 1. Hambatan bagi pemain baru (barrier to entry) Yaitu seberapa mudah pemain baru masuk sebagai pesaing baru dalam industri. Semakin mudah pemain baru masuk, artinya tingkat persaingan dalam industri semakin tinggi. 2. Ancaman dari produk substitusi (threat of substitute) Jika produk perusahaan mempunyai produk substitusi atau produk pengganti, maka substitusi ini harus diperhitungkan sebagai pesaing. 3. Kekuatan tawar dari konsumen (bargaining power of buyers) Posisi tawar
menawar
dari konsumen
akan
mempengaruhi
perusahaan untuk menetapkan harga jual dan volume produksi. 4. Kekuatan tawar dari pemasok (bargaining power of suppliers) Semakin banyak pemasok maka semakin kuat posisi tawar menawar perusahaan dalam menegosiasikan harga, volume dan diferensiasi pasokan. 5. Tingkat persaingan diantara pemain yang ada (rivalry among existing competitor) Tingkat persaingan diantara pemain dalam industri ditentukan beberapa faktor, diantaranya potensi pertumbuhan industri, beban tetap perusahaan (fixed cost), diferensiasi produk, identitas merk (brand identity) dan informasi yang dimiliki.
New
Supplier
Rivalry
Buyer
Product Substitutes Gambar 3. Porter’s Five Forces Model Sumber : Porter (1979) dalam Handout Mata Kuliah Bisnis Internasional (2007) 2.7.4. Analisis Fundamental Perusahaan Analisis fundamental perusahaan dilakukan untuk menilai nilai intrinsik saham perusahaan yang di analisis. Nilai intrinsik ini digunakan untuk dibandingkan dengan harga pasar. Nilai intrinsik suatu saham
ditentukan
oleh
faktor-faktor
fundamental
yang
mempengaruhinya (Halim, 2003). Nilai intrinsik yang berada diatas harga pasar dinamakan undervalued, dan nilai intrinsik yang ada di bawah harga pasar dinamakan overvalued. Menurut Husnan (2001) ada dua model penilaian saham yang sering digunakan untuk analisis sekuritas, yaitu Pendekatan present value (metode kapitalisasi penghasilan) dan Pendekatan Price Earning Ratio atau PER (metode kelipatan laba) 1) Pendekatan present value Berdasarkan pendekatan ini maka nilai saat ini suatu saham adalah sama dengan present value arus kas yang diharapkan akan diterima oleh pemilik saham tersebut. Arus kas yang dipergunakan untuk pendekatan ini adalah arus kas bebas. Arus kas bebas merupakan arus kas yang dihasilkan dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak dan setelah dikurangi kebutuhan pengeluaran untuk investasi modal (e-samuel, 2008). Secara formal dapat dituliskan, Nilai saham =
Dalam hal ini, r adalah tingkat bunga atau tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi tersebut. Tingkat bunga ini, bagi perusahaan merupakan cost of equity, karena merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri (Husnan, 2001). 2) Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio adalah ukuran kinerja saham yang didasarkan atas perbandingan antara harga pasar saham terhadap pendapatan per lembar saham (Earning Per Share, EPS). PER dapat digunakan sebagai pembanding harga saham antara yang paling murah dan yang paling mahal dalam satu industri. Perusahaan yang mempunyai PER yang paling tinggi merupakan perusahaan yang mempunyai harga saham yang paling mahal. Sedangkan
perusahaan
yang
memiliki PER
paling
rendah
merupakan perusahaan yang harga sahamnya paling murah. Analisis fundamental cocok untuk analisis investasi jangka panjang dan menilai kelayakan suatu usaha (Sulistiawan, 2007). 2.7.5. Keputusan Investasi Berdasarkan analisis fundamental, ada beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk membuat keputusan investasi. Pedoman tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Pedoman Keputusan Investasi Berdasarkan Analisis Fundamental Hasil Keterangan Keputusan Perbandingan Harga Pasar Saham< Nilai Intrinsik
Dihargai terlalu rendah
Dibeli atau ditahan sementara
Harga Pasar Saham > Nilai Intrinsik
Dihargai terlalu tinggi
Dijual
Harga Pasar = Nilai Intrinsik
Kondisi Seimbang
Jangan Melakukan Transaksi
Sumber: Lastari, 2004
2.7.6. Capital Asset Pricing Model Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan model untuk menentukan harga suatu asset pada kondisi ekuilibrium, tujuannya adalah untuk menentukan minimum required of return dari investasi yang berisiko (Halim, 2003). Berbagai asumsi CAPM adalah: 1. Tidak ada biaya transaksi 2. Investasi dapat dipecah-pecah (diversifikasi) 3. Tidak ada pajak penghasilan 4. Investor secara individual tidak dapat menentukan harga 5. Pertimbangan investor adalah expected return 6. Bisa melakukan short sales 7. Dapat pinjam dan meminjamkan pada tingkat bunga yang sama 8. Memiliki pengharapan homogen 9. Semua assets dapat diperjual belikan Menurut Husnan (2001), diversifikasi dapat mengurangi risiko namun tidak dapat menghilangkan risiko sepenuhnya. Risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi ini disebut risiko sistematis. Risiko sistematis ini disebut juga sebagai risiko pasar (market risk). Disebut risiko pasar karena fluktuasi ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi semua perusahaan yang beroperasi. Sedangkan risiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi disebut sebagai risiko tidak sistematis. Penjumlahan kedua jenis risiko tersebut disebut sebagai risiko total. Keadaan semacam ini ditunjukkan pada gambar 4. Risiko dari portfolio yang terdiversifikasi secara baik tergantung pada risiko pasar dari masing-masing saham yang dimasukkan dalam portfolio tersebut (Husnan, 2001). Untuk mengetahui seberapa besar suatu saham mempengaruhi risiko suatu portfolio yang terdiversifikasi dengan baik, kita harus mengukur risiko pasarnya melalui kepekaan suatu saham terhadap perubahan pasar. Dalam CAPM, kepekaan tingkat keuntungan terhadap perubahan-perubahan pasar biasa disebut beta investasi tersebut.
Deviasi Standar
Risiko Total RisikoTidakSistematis
Risiko Sistematis Jumlah Sekuritas
Gambar 4. Pengurangan Risiko dengan Diversifikasi Sumber : Husnan, 2001 2.8. Analisis Teknikal Analisis teknikal adalah analisis sekuritas dengan menggunakan grafik harga dan volume historis. Analisis sekuritas yang dimaksud adalah pergerakan grafik harga (atau volume) saham, obligasi, option, future, dan instrumen keuangan lain. Analisis ini menganggap bahwa grafik harga masa lalu adalah pencerminan harapan, emosi, dan konsensus pasar (Sulistiawan, 2007). 2.8.1 Asumsi Dasar Analisis Teknikal Menurut Halim (2003), asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini adalah: a) Harga pasar saham ditentukan oleh interaksi supply dan demand. b) Supply dan demand itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupun irrasional. c) Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti trend tertentu. d) Trend tersebut dapat berubah karena bergesernya supply dan demand. e) Pergeseran supply dan demand dapat terdeteksi dengan mempelajari diagram dari perilaku pasar.
f) Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa mendatang. 2.8.2. Kerangka Analisis Teknikal Analisis teknikal dapat dilakukan untuk saham-saham individual atau kondisi pasar secara keseluruhan. Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan kapan akan membeli (masuk pasar) atau menjual saham (keluar pasar), dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis maupun analisis grafis (Husnan, 2001). Berikut kerangka pendekatan Analisis Teknikal.
Analisis Teknikal mencoba untuk
dan/atau Mengidentifikasi kapan gerakan Suatu saham
Kondisi pasar Dengan menganalisis perubahan harga lewat
Indikator teknis
Grafik
Gambar 5. Kerangka Pendekatan Analisis Teknikal Sumber : Husnan, 2001 2.8.3. Pendekatan Analisis Teknikal Analisis Teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan kapan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham (keluar dari pasar), dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis ataupun menggunakan analisis grafis (Husnan, 2001). Menurut Halim
(2003) ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam analisis teknikal, yaitu : 1) Teori Dow Teori ini berupaya untuk menyelidiki bagaimana trend yang terjadi di pasar saham, baik saham individual maupun secara keseluruhan. Pergeseran tersebut meliputi primary movement, secondary movement, tertiary movement. Primary movement menunjukkan trend jangka panjang atas pasar modal. Secondary movement menunjukkan trend yang hanya terjadi beberapa bulan. Tertiary movement menunjukkan fluktuasi harian harga-harga saham. 2) Bar Chart Dalam pendekatan ini digunakan tiga tipe dasar diagram, yaitu : diagram garis, diagram batang, diagram gambar titik. Dengan memvisualisasikan
perubahan
volume
dan
harga
historis,
diharapkan dapat ditemukan pola-pola tertentu yang berguna bagi peramalan saham. 3) Breadth of Market Analysis Analisis keleluasaan pasar (breadth of market analysis) dilakukan dengan cara membandingkan jumlah saham yang mengalami kenaikkan harga dengan jumlah saham yang mengalami penurunan
harga,
selanjutnya
diakumulasikan.
Dengan
memperhatikan keleluasaan pasar tersebut, dapat diketahui tentang keadaan pasar modal. 4) Relative Strength Analysis Analisis kekuatan relatif ini berupaya mengidentifikasikan saham yang memiliki kekuatan relatif terhadap saham lain. Harga saham yang memiliki kekuatan relatif akan meningkat lebih cepat dari harga saham lain pada saat bull market, atau mengalami penurunan harga yang lambat pada saat bear market dibandingkan dengan saham lain.
5) Moving Average Analysis Analisis ini memfokuskan pada harga dan atau moving average dengan cara mengamati berbagai perubahan harga yang terjadi pada beberapa hari terakhir pada saat penutupan harga. 2.8.4. Indikator Moving Average Indikator Moving Average (MA) ini biasa dinamakan sebagai trend following indicator. Indikator ini sangat berguna dalam grafik perdagangan saham yang memiliki tren. Jika tren naik, indikator ini memberikan petunjuk/sinyal beli. Sebaliknya, jika grafik menunjukkan tren penurunan, indikator ini akan memberikan sinyal jual (Sulistiawan, 2007). Penggunaan moving average adalah untuk mengidentifikasi arah tren yang sedang dan akan terjadi. Ada lima macam indikator moving average yaitu: 1. Indikator perdagangan dengan satu Moving Average (Single MA) a. Simple Moving Average (Rata-Rata Bergerak Sederhana) Simple Moving Average (SMA) dihitung dari penjumlahan harga saham x hari sebelumnya dibagi dengan x hari b. Weighted Moving Average (Rata-Rata Bergerak Tertimbang) Weighted Moving Average (WMA) menghasilkan nilai yang hampir sama dengan SMA. Perbedaannya adalah masalah pembobotan. Jika dalam perhitungan SMA menganggap bahwa harga saham satu hari yang lalu memiliki bobot yang sama, maka dalam perhitungan WMA menganggap bahwa harga saham satu hari yang lalu memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham hari-hari sebelumnya. c. Exponential Moving Average (EMA) EMA merupakan perbaikan dari WMA. Konsep yang digunakan juga sama. Namun dasar pembobotan dari EMA tidak hanya dari harga masa lalu saja, tapi dari perhitungan rata-rata bergerak masa lalu. Sinyal beli terjadi jika grafik harga saham memotong ke atas grafik EMA. Sinyal jual terjadi saat grafik harga saham memotong ke bawah grafik EMA.
2. Indikator Perdagangan Dengan Lebih dari Satu Moving Average a. Double Cross-over Moving Average (Perpotongan Dua Garis MA) Pada indikator ini, penentuan sinyal transaksi tidak lagi berasal dari perpotongan grafik harga saham dengan grafik MA, melainkan perpotongan antara sesama grafik MA. b. Triple Cross-over Moving Average (Perpotongan Tiga Garis MA) Penggunaan tiga garis MA ini sebenarnya sama dengan penggunaan perpotongan dua garis MA. Perbedaannya hanya masalah jumlah indikator MA yang digunakan. 3. Moving Average Convergence-Divergence (MACD) MACD adalah metode analisis teknis modern yang dikembangkan oleh Gerald Appel. Metode ini menggunakan perpotongan dua EMA. Kombinasi dua grafik EMA tersebut menghasilkan satu grafik MACD. 4. Moving Average Envelope Ketepatan dari penggunaan satu moving average (MA) dapat ditingkatkan kemampuannya dengan bantuan grafik MA yang menggambarkan batas bawah dan atas dari tren grafik saham Penggunaan MA dengan batas bawah dan atas ini dinamakan MA Envelope (bentuk: Amplop). 5. Bollinger Bands Indikator perdagangan ini dikembangkan oleh John Bollinger. Model grafik yang digunakan hampir sama dengan MA Envelope. Perbedaannya adalah pada variabel yang digunakan untuk menghitung batas atas dan bawah dari MA Envelope menggunakan variable yang fixed, maka Bollinger Bands menggunakan standar deviasi. 2.9. Penelitian Terdahulu Primasari (2004), melakukan penelitian mengenai tingkat imbalan dan risiko investasi agribisnis dengan menggunakan analisis fundamental dan teknikal sebagai pendekatannya. Saham agribisnis yang diteliti adalah 11
saham agribisnis dari 38 perusahaan agribisnis yang tercatat di BEJ. 11 saham tersebut adalah Astra Agro Lestari (AALI), Multibredeer Adirama Indonesia (MBAI), Chaoren Pokphand Indonesia (CPIN), Fajar Surya Wisesa (FASW), Indofood Sukses Makmur (INDF), Mayora Indah (MYOR), Sari Husada (SHDA), Ultra Jaya Milk (ULTJ), BAT Indonesia (BATI), Gudang Garam (GGRM), HM Sampoerna (HMSP). Analisis Fundamental dilakukan dengan menghitung Market Value Added (MVA), Price Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV). Analisis Teknikal dilakukan dengan menggunakan grafik Moving Average atas dasar harga dan volume perdagangan. Kemudian komponen-komponen fundamental dan teknikal dianalisis untuk mengukur pendapatan dan resiko. Hasil perbandingan antara analisis fundamental dan teknikal, disimpulkan bahwa penggunaan analisis teknikal dalam menganalisis saham oleh investor akan lebih menguntungkan daripada analisis fundamental. Peramalan harga saham dengan model time series pada emiten saham rokok terpilih dilakukan oleh Kosasih (2007) yang meneliti tentang metode peramalan terbaik untuk mengidentifikasi dan menentukan metode peramalan yang terbaik untuk menduga harga penutupan saham perusahaan rokok terpilih di PT BEJ. Emiten saham rokok terpilih yang dianalisis adalah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Bentoel Internasional (RMBA). Metode peramalan time series termasuk dalam analisis teknikal. Kinerja saham dianalisis dengan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM). Berdasarkan hasil penerapan beberapa berbagai metode peramalan pada emiten saham yang dianalisis, metode yang memberikan nilai MSE (Mean Square Error) terkecil dihasilkan oleh metode ARIMA, hal ini membuktikan bahwa metode ini memang lebih sesuai untuk menjelaskan pola data yang ada.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Investasi saham merupakan jenis investasi yang tergolong beresiko. Namun keuntungan dari investasi tersebut cukup untuk membuat para investor tetap tertarik menginvestasikan dana yang dimilikinya pada saham. Saham yang diperjualbelikan di pasar modal, dalam penelitian ini adalah Bursa Efek Indonesia, sangat rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik dari segi faktor-faktor makro maupun dari segi internal perusahaan itu sendiri. Perubahan-perubahan tersebut, pasti berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, dalam penelitian ini perusahaan rokok. Sebelum membeli suatu saham, investor pasti melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Pertimbangan tersebut dilakukan dengan melihat kinerja perusahaan yang sahamnya akan dibeli. Dengan demikian, untuk bisa membuat keputusan investasi yang tepat, perusahaan rokok dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu analisis fundamental dan teknikal. Analisis fundamental perusahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu model pendekatan present value dan model kelipatan laba atau Price Earning Ratio (PER). Dari model pendekatan present value dapat dihasilkan informasi tentang nilai intrinsik saham yang dianalisis. Sehingga nilai intrinsik ini dapat dibandingkan dengan harga pasar yang ada di pasar modal. Apakah lebih mahal dari harga pasar (overvalued), atau lebih rendah dari harga pasar (undervalued). Melalui model Price Earning Ratio (PER), dapat dihasilkan informasi mengenai rasio harga saham saat ini dengan laba per lembar saham (Earning Per Share, EPS). Dengan rasio ini kita dapat membandingkan saham-saham yang dianalisis dan menentukan saham yang paling murah dan yang paling mahal dalam satu industri. Analisis lain yang dapat digunakan untuk menganalisis harga saham adalah analisis teknikal. Analisis teknikal dilakukan dengan mengamati perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Analisis ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, dalam penelitian ini peneliti memilih metode moving
average. Dari analisis teknikal ini dapat dihasilkan informasi tentang pergerakan harga saham yang akan terjadi selanjutnya atau peramalan tentang harga saham. Sehingga investor dapat memprediksi waktu yang tepat untuk membeli atau menjual saham. Informasi-informasi yang telah didapat dari kedua analisis diatas, mempengaruhi naik turunnya harga saham di pasar modal. Dari harga saham yang ada di pasar modal, investor dapat menggunakannya sebagai acuan untuk membuat keputusan investasi. Keputusan investasi yang didasarkan dari proses analisis harga saham diharapkan dapat memberi keuntungan yang besar bagi investor. Dengan analisis ini juga investor dapat memprediksi keuntungan yang mungkin didapatkan dari investasi saham, dan memperlihatkan besarnya resiko yang akan dihadapi. Struktur dari penelitian ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Gambar 5. 3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Pengumpulan Data Penelitian dilakukan di PT Bursa Efek Indonesia yang berlokasi di Jl. Jend. Sudirman Kav 52-53 Jakarta 12190. Data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series kuartalan dari 2004:Q1 sampai 2007:Q4 untuk laporan keuangan emiten, dan data bulanan untuk Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Sektoral dan harga penutupan saham emiten. 3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2007. Analisis yang digunakan untuk mengolah data adalah Analisis fundamental dan Analisis teknikal. 3.2.2.1. Analisis Fundamental Analisis Fundamental terdiri dari dua metode yaitu model pendekatan present value dan model kelipatan laba (Husnan, 2001).
Investasi
Perusahaan Rokok
Analisis Fundamental
Analisis Teknikal
1. Analisis Ekonomi (Pasar) 2. Analisis Industri (Sektor) 3. Analisis Kondisi Spesifik Perusahaan
Model present value
PER
Perbandingan harga saham
Nilai Intrinsik saham
Moving Average
Pergerakan harga saham
Informasi
Keputusan Investasi
Gambar 6. Struktur Kerangka Pemikiran
3.2.2.1.1. Model Pendekatan present value Pendekatan present value mencoba menaksir present value arus kas yang diharapkan akan diterima oleh pemilik saham, dengan menggunakan tingkat bunga tertentu.
Berdasarkan Husnan (2001) nilai intrinsik
saham dalam satu periode dapat dihitung melalui rumus: P0 =
…………..……(1)
Dimana: P0
= Nilai intrinsik saham
P1
= Harga pasar
FCF per share1 = free cash flow per lembar saham r
= tingkat keuntungan yang dianggap layak
nilai
r
dapat
ditaksir
menggunakan
model
ekuilibrium Capital Asset Pricing Model (CAPM) 3.2.2.1.2. Model Kelipatan Laba (Price Earning Ratio) Menurut Husnan (2001) menentukan nilai PER saham dapat dihitung melalui persamaan : PER =
……………………………………(2)
Dimana : P0
= harga saat ini
EPS = laba per lembar saham 3.2.2.1.3. Arus Kas Dalam menaksir arus kas yang dihasilkan pada periode tertentu, dapat menggunakan rumus arus kas bebas (free cash flow). Berdasarkan e-samuel (2005) arus kas bebas dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut: FCF
= Laba bersih + Depresiasi/Amortisasi Perubahan Modal Kerja - Investasi Modal………………………………...(3)
FCF per share =
……..…..…..(4)
Dimana: FCF per share = nilai arus kas bebas per lembar saham 3.2.2.1.4. Capital Asset Pricing Model CAPM
digunakan
untuk
menghitung
tingkat
keuntungan yang diharapkan (required return) dari suatu investasi. Beberapa tahapan dalam menghitung required return (Husnan, 2001), yaitu : 1. Tingkat pengembalian masing-masing saham Rit =
…………………………(5)
Rit = tingkat pengembalian saham perusahaan bulan ke t Pit = harga saham bulan t Pit-1 = harga saham bulan t-1 Dt
= dividen pada bulan t
2. Tingkat pengembalian pasar bulanan dan tingkat pengembalian rata-rata pasar Rmt =
………………………(6)
E (Rm) =
Rmt
…………………………..(7)
= tingkat pengembalian pasar bulan ke t
IHSG t = IHSG bulan t IHSG t-1 = IHSG bulan t-1 E (Rm) = tingkat pengembalian rata-rata pasar yang diharapkan dalam satu bulan N
= jumlah pengamatan dalam satu kuartal
3. Risiko β (beta) βi =
……………………………………..(8)
σim =
……….......(9)
σ2m =
………………….(10)
σim =
kovarian tingkat pengembalian saham I dengan tingkat pengembalian pasar
σ2m = varian tingkat pengembalian pasar 4. Tingkat risiko bebas bunga (Rf) Rf memakai data SBI tiga bulan 5. Masukkan ke persamaan CAPM E (Ri) = Rf + [E (Rm) – Rf] βi ………………(11) E(Ri) = Tingkat pengembalian rata-rata yang diharapkan dari saham i 3.2.2.2. Analisis Teknikal Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam analisis teknikal salah satunya adalah Moving Average. Moving Average adalah indikator yang menunjukkan harga rata-rata dari harga sekuritas selama jangka waktu tertentu. Jenis Moving Average yang digunakan dalam penelitian ini adalah exponential moving average (EMA).
Berdasarkan Sulistiawan (2007) EMA dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut : Perhitungan EMA pada hari pertama: EMAs = ESF
……….……(12)
= 2/(n+1) ………………………………………...….(13)
Perhitungan EMA pada hari kedua dan seterusnya : EMAs = Keterangan : EMAs : EMA sekarang/hari ini Ps
: Harga saham sekarang/hari ini
…………………(14)
ESF
: Exponential Smoothing Factor
MAS-1 : MA sebelumnya N
: Jumlah hari yang diperhitungkan dalam MA
EMAS-1 : EMA sebelumnya Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 4 basis pengamatan untuk
metode
exponential
moving
average.
Hal
ini
mempertimbangkan jenis data yang digunakan adalah data bulanan selama 4 tahun. Sehingga pergerakan harga saham dan garis tren EMA akan lebih jelas terlihat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. PT British American Tobacco Indonesia Tbk (BATI) 4.1.1.1. Pendirian dan Informasi Umum PT British American Tobacco Indonesia Tbk merupakan anak perusahaan dari British American Tobacco International Inc. yang telah berdiri sejak 31 Maret 1905. PT BAT Indonesia Tbk berdiri pada 23 September 1979 dengan nomor NPWP 01.000.164.2-062.000. PT BAT Indonesia Tbk terdaftar di Bursa Efek pada 20 Desember 1979 yang diklasifikasi dalam sektor Industri Barang Konsumsi dan subsektor Industri Rokok. Initial Public Offering (IPO) PT BAT Indonesia Tbk dijamin oleh PT Aseam Indonesia dengan harga perdana Rp 2.500 per lembar saham, modal dasar Rp 88.000.000.000 dan modal disetor Rp 22.000.000.000. Kantor Pusat PT BAT Indonesia Tbk terletak di Plaza Exim 25th Fl. Jl. Gatot Subroto Kav. 36 – 38 Jakarta – 12190. 4.1.1.2. Manajemen Manajemen PT BAT Indonesia Tbk terdiri dari: Direktur
: Lekir Amir Daud
Direktur Utama
: Ian Thomas Morton
Komite Audit (Anggota): Djoko Moeljono Komisaris Independen : Djoko Moeljono Komisaris Independen : Subarto Zaini, MBA Komite Audit (Anggota): Subarto Zaini, MBA Direktur
: Mark Drain
Direktur
: Wahyu Indarwanto
Komisaris
: Stuart Damon Brazier
Direktur
: Harold Paul Hutabarat
Komisaris Utama
: Frans Seda
Komite Audit (Ketua)
: Frans Seda
4.1.1.3. Pemegang Saham Pemegang Saham PT BAT Indonesia Tbk (hingga Januari 2008) terdiri dari: 1. British American Tobacco (71%) 2. HSBC-Fund Services Clients A/C (8%) 3. British American Tobacco (Investments) Ltd (7%) 4. Sisanya tercatat sebagai saham beredar 4.1.1.4. Ringkasan Keuangan Keuangan PT BAT Indonesia Tbk selama 2004-2007 kebanyakan mengalami masa keterpurukan. Selama 4 tahun berturut-turut, perusahaan ini tidak memberikan dividen bagi pemegang sahamnya. Namun selama dua tahun terakhir, perusahaan ini mengalami penurunan rugi bersih. Tabel 5. Ringkasan Kondisi Keuangan PT BAT Indonesia Tbk Selama 2004-2007 Akhir Tahun Desember 2004 2005 2006 2007 (dalam juta Rp) Total Penerimaan 573.426 652.528 509.741 508.168 Laba Operasi (23.192) (8.192) (82.402) (31.130) Laba Bukan Operasi 100 38.334 (253) (17.023) Laba Bersih (17.497) 19.082 (62.123) (34.218) EPS (Rp) (265,11) 289,12 (941,26) (442) Dividen (Rp) PER (x) (33,95) 25,94 (4,25) (10,4) ROA (%) (3,32) 4,42 (13,51) (4) ROE (%) (5,77) 7,3 (23,55) (9) Sumber : BEI, 2008
4.1.1.5. Produk Perusahaan PT BAT Indonesia Tbk mengkhususkan untuk memproduksi jenis rokok putih saja. Produk andalan dari BATI adalah Lucky Strike dan Dunhill. Merek keduanya sangat terkenal di dunia. Hal tersebut dikarenakan asosiasi merek keduanya melalui kegiatan-kegiatan internasional seperti Formula 1. Produk BATI lainnya yang masih berusaha dikembangkan adalah Ardath, Kansas, dan Comfill.
4.1.2. PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) 4.1.2.1. Pendirian dan Informasi Umum PT Bentoel International Investama Tbk berdiri pada 19 Januari 1979 dengan nomor NPWP 01.329.700.7-054.000. PT Bentoel International Investama Tbk terdaftar di Bursa Efek pada 5 Maret 1990 yang diklasifikasi dalam sektor Industri Barang Konsumsi dan sub-sektor Industri Rokok. IPO PT Bentoel International Investama Tbk dijamin oleh PT Aseam Indonesia dan PT IFI dengan harga perdana Rp 3.380 per lembar saham, modal dasar Rp 1.077.300.000.000 dan modal disetor Rp 336.656.250.000. Kantor Pusat PT Bentoel International Investama Tbk terletak di Menara Rajawali, 21st Fl., Jl. Mega Kuningan Lot 5.1, Kawasan Mega Kuningan Jakarta – 12951. 4.1.2.2. Manajemen Manajemen PT Bentoel International Investama Tbk terdiri dari: Direktur
: Ginawati Wibowo
Komisaris Utama
: Darjoto Setyawan
Direktur
: Sun Alexander Apeter
Komite Audit (Anggota) : Edwin Corpus Komite Audit (Ketua)
: Harianto Mangkusasono
Komisaris Independen
: Harianto Mangkusasono
Komisaris
: Frans Setiawan Widjaja
Corporate Secretary
: Satrija Budi Wibawa
Komite Audit (Anggota) : Suharta Tirtaatmaja Direktur Utama
: Nicolaas Bernardus Tirtadinata
4.1.2.3. Pemegang Saham Pemegang Saham PT Bentoel International Inv. Tbk (hingga Januari 2008) terdiri dari: 1. PT Rajawali Corpora (41.73%) 2. Eagle High Consumer Product Pte., Ltd (14.48%)
3. Citibank Singapore A/C Lgt Singapore (9.65%) 4. Sisanya tercatat sebagai saham beredar 4.1.2.4. Ringkasan Keuangan Keuangan PT Bentoel Int. Inv. Tbk selama 2004-2007 terus mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari laba bersih yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Demikian juga dengan EPS dan dividennya. Tabel 6. Ringkasan Kondisi Keuangan PT Bentoel International. Investama Tbk selama 2004-2007 Akhir Tahun Desember 2004 2005 2006 2007 (dalam juta Rp) Total 4.226.135 2.176.178 2.996.514 3.256.560 Penerimaan Laba Operasi 38.238 (12.739) 166.503 240.105 Laba Non52.008 118.140 13.035 (62.235) Operasi Laba Bersih 80.938 108.166 145.510 169.516 EPS (Rp) 12,02 16,06 21,61 25,18 Dividen (Rp) 2,5 5 7,5 7,5 PER (x) 10,81 8,4 14,34 16,68 ROA (%) 4,61 5,72 5,72 6,86 ROE (%) 8,57 9,46 15,07 16,22 Sumber : BEI, 2008
4.1.2.5. Produk Perusahaan PT Bentoel International Inv. Tbk memproduksi dua jenis rokok yaitu rokok kretek mild rendah nikotin dan rokok putih. Rokok kretek mild rendah nikotin terdiri dari Bentoel Mild, Star Mild, Club Mild, dan X Mild. Sedangkan rokok putihnya terdiri dari Bentoel Biru, Country dan Country Lights. Namun produk Bentoel yang sedang marak akhirakhir ini adalah Bentoel Sejati karena memiliki harga yang lebih terjangkau dan target pasar yang jelas. 4.1.3. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) 4.1.3.1. Pendirian dan Informasi Umum PT Gudang Garam Tbk berdiri pada 26 Juni 1958, lalu mendaftarkan wajib pajaknya pada 30 Juni 1971 dengan
nomor NPWP 01.107.155.2-092.000. PT Gudang Garam Tbk terdaftar di bursa efek pada 27 Agustus 1990 yang diklasifikasi dalam sektor Industri Barang Konsumsi dan sub-sektor Industri Rokok. IPO PT Gudang Garam Tbk dijamin oleh 5 perusahaan sekuritas yaitu PT Danareksa, PT MULTICORP, PT MERINCORP, PT Suya Securities dan PT FICONENSIA. Harga perdana PT Gudang Garam Tbk sebesar Rp 10.250 per lembar saham. Modal dasar PT Gudang Garam Tbk pada saat
IPO sebesar Rp
962.044.000.000 dan modal disetor dengan jumlah yang sama. Kantor Pusat PT Gudang Garam Tbk terletak di Jl. Semampir II/1 Wisselboard 21091 s/d 21096 Kediri – 64121. Sedangkan Korespondensi di Jakarta terletak di Jl.A.Yani No. 79 Jakarta 4.1.3.2. Manajemen Manajemen PT Gudang Garam Tbk terdiri dari : Komite Audit (Anggota)
: Yudiono Muktiwidjojo
Komisaris Independen
: Hadi Soetirto
Wakil Pres. Direktur
: Sumarto Wonowidjojo
Direktur
: Edijanto
Komite Audit (Ketua)
: Frank Willem Van Gilder
Komisaris Independen
: Frank Willem Van Gilder
Direktur
: Djohan Harijono
Direktur
: Heru Budiman
Komisaris Utama
: Susilo Wonowodjojo
Direktur
: Widijanto
Direktur
: Haji Rinto Harno
Komisaris Utama
: Rachman Halim
Wakil Direktur Utama
: Mintarya
Komisaris
: Juni Setiawati Wonowidjojo
Komisaris Independen
: Yudiono Muktiwidjojo
Komisaris
: Haji Somala Wiria
Direktur Utama
: Djajusman Surjowijo
4.1.3.3.
Direktur
: Buntoro Turutan
Direktur
: Fajar Sumeru
Direktur
: Herry Susianto
Komite Audit (Anggota)
: Jusuf Halim
Pemegang Saham Pemegang Saham PT Gudang Garam Tbk (hingga Januari 2008) terdiri dari: 1. PT Suyaduta Investama (66.80%) 2. PT Suryamitra Kusuma (5.32%) 3. Sisanya tercatat sebagai saham beredar
4.1.3.4.
Ringkasan Keuangan Keuangan PT Gudang Garam Tbk selama 2004-2007 mengalami naik turun. Penurunan terjadi pada tahun 2006, namun pada 2007 keuangan perusahaan ini kembali membaik.
Tabel 7. Ringkasan Kondisi Keuangan PT Gudang 2004-2007 Akhir Tahun Desember 2004 2005 (dalam juta Rp) Total 24.291.69 24.847.34 Penerimaan 2 5 2.918.260 3.148.692 Laba Operasi Laba Non(347.980) (438.288) Operasi 1.790.209 1.889.646 Laba Bersih 930,42 982,1 EPS (Rp) 500 500 Dividen (Rp) 14,56 11,86 PER (x) 12,48 12,25 ROA (%) 21,1 20,67 ROE (%)
Garam Tbk Selama
2006
2007
26.339.29 7 2.190.332
21.792.62 5 2.035.345
(583.961)
(323.836)
1.007.822 523,79 250 19,47 7,38 12,19
1.217.497 632,77 10,07 8,07 13,28
Sumber : BEI, 2008
4.1.3.5.
Produk Perusahaan PT Gudang Garam Tbk memproduksi jenis rokok kretek, rokok kretek filter, dan rokok bernikotin rendah (mild). Jenis rokok kretek diwakili oleh Gudang Garam
Merah. Rokok kretek filter yang paling laris dan menjadi andalan Gudang Garam adalah Gudang Garam International diikuti oleh Gudang Garam Surya, dan Gudang Garam Surya Profesional. Rokok mild diwakili oleh Gudang Garam Slim. 4.1.4. PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) 4.1.4.1. Pendirian dan Informasi Umum PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (PT HM Sampoerna Tbk) berdiri pertama kali pada 27 Maret 1905. Kemudian PT HM Sampoerna Tbk mendaftarkan wajib pajaknya pada 19 Oktober 1963 dengan nomor NPWP 01.108.205.4-092.000. PT HM Sampoerna terdaftar di bursa efek pada 15 Agustus 1990 yang diklasifikasi dalam sektor Industri Barang Konsumsi dan sub-sektor Industri Rokok. IPO PT HM Sampoerna dijamin oleh 3 perusahaan sekuritas yaitu PT Inter-Pacific, PT MULTICORP, PT Jardine Fleming Nusantara Finance. Harga perdana saham PT HM Sampoerna Tbk sebesar Rp 12.600 per lembar saham. Modal dasar PT HM Sampoerna pada saat IPO sebesar Rp 630.000.000.000
dan
modal
disetor
sebesar
Rp
450.000.000.000. Pada 18 Mei 2005, Phillip Morris International (PMI) menuntaskan akuisisi terhadap 98% saham beredar PT HM Sampoerna Tbk. Akuisisi terbesar dalam sejarah korporasi Indonesia ini menyandingkan antara perusahaan rokok terbesar dengan pertumbuhan terpesat di dunia dan salah satu produsen rokok kretek terkemuka dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Kantor Pusat PT HM Sampoerna Tbk terletak di Jl. Rungkut Industri Raya 18 Surabaya – 60293. Sedangkan kantor operasionalnya terletak di Plaza Bapindo Lt.18 Jl. Jend. Sudirman Kav. 54-55 Jakarta.
4.1.4.2. Manajemen Manajemen PT HM Sampoerna Tbk terdiri dari : Direktur Utama
: Martin Gray King
Direktur
: Arndt Friedrich Kottsieper
Direktur
: Andrew Vanzeller White
Presiden Komisaris
: Matteo Lorenzo Pellegrini
Wakil Komisaris Utama
: Michael Patrick Murphy
Komisaris
: Douglas Walter Werth
Komite Audit
: Louis Suwarna
Corporate Secretary
: Suartini Harintho
Komisaris (Independen)
: Ekadharmajanto Kasih
Komisaris (Independen)
: Phang Cheow Hock
Direktur
: Angky Camaro
Komite Audit (Anggota)
: Timotius
Direktur
: Yos Adiguna Ginting
Direktur
: Kevin Click
Komite Audit (Anggota)
: Amir Abadi Jusuf
4.1.4.3. Pemegang Saham Pemegang Saham terbesar PT HM Sampoerna Tbk (hingga Februari 2008) adalah PT Phillip Morris Indonesia sebesar 97%. Sisanya teraftar sebagai saham beredar yang dimiliki publik. Besarnya kepemilikan saham PT Phillip Morris Indonesia terhadap PT HM Sampoerna Tbk tidak menutup kemungkinan bagi publik yang ingin berinvestasi pada saham PT HM Sampoerna Tbk. 4.1.4.4. Ringkasan Keuangan Keuangan PT HM Sampoerna Tbk selama 2004-2007 mengalami kenaikkan terus menerus. Laba operasi dan laba bersih mereka mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikkan laba operasi dan laba bersih paling signifikan terlihat antara tahun 2005 dan 2006. Baik laba bersih maupun laba operasi sama-sama sangat besar.
Tabel 8. Ringkasan Kondisi Keuangan PT HM Sampoerna Tbk Selama 2004-2007 Akhir Tahun Desember 2004 2005 2006 2007 (dalam juta Rp) Total Penerimaan 17.646.694 24.660.038 29.545.083 14.439.917 Laba Operasi 3.183.278 3.939.505 5.175.282 5,577,278 Laba Non(232,275) 165,388 Operasi (129,697) (218,299) Laba Bersih 1.991.852 2.383.066 3.530.490 3.624.018 EPS (Rp) 454,45 543,71 805,5 827 Dividen (Rp) 450 790 100 150 PER (x) 14,63 16,37 12,04 13,7 ROA (%) 26,46 31,21 42,22 20,4 ROE (%) 62,95 81,4 93,87 42,16 Sumber : BEI, 2008
4.1.4.5. Produk Perusahaan PT HM Sampoerna Tbk memproduksi jenis rokok kretek, rokok kretek filter, dan rokok bernikotin rendah (mild). Rokok kretek yang paling laris di pasaran adalah Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau dan Sampoerna Kretek. Rokok kretek filter terdiri dari Dji Sam Doe Filter dan Marlboro Mix yang merupakan produk hasil akuisisi dengan PT Phillip Morris Indonesia. Rokok mild dari Sampoerna adalah A-Mild dan yang paling baru diluncurkan (Februari 2008) adalah Avolution. Selain itu, PT HM Sampoerna juga menjadi distributor produk Marlboro dari PT Phillip Morris Indonesia. 4.2. Analisis Fundamental 4.2.1. Analisis Pasar 4.2.1.1. Gambaran Umum Kondisi Perekonomian (selama tahun 2004 hingga 2007 Kondisi pasar modal awal di 2004 tidak lepas dari kondisi politik di tanah air. Pemilihan Umum 2004, khususnya pemilu putaran terakhir anggota dewan legislatif sangat berpengaruh pada sentimen dan para pelaku pasar. Pada masa
sebelum kampanye, pelaku pasar dan investor cenderung menunggu dan melihat apa yang akan terjadi (wait and see) bagaimana kampanye dan pemilu berlangsung. Disamping faktor politik, faktor lain yang memicu kegairahan di lantai bursa adalah faktor ekonomi. Faktor tersebut antara lain, terbitnya ketentuan pemerintah tentang kenaikkan tarif telepon lokal sebesar 28,21 persen yang mulai diterapkan pada 1 April 2004. Pengumuman Bank Indonesia tentang cadangan devisa nasional yang meningkat serta terbitnya laporan keuangan dari para emiten juga turut memicu gairah transaksi di lantai bursa. Namun pelemahan bursa global dan regional yang dipicu oleh kekhawatiran akan kemungkinan naiknya suku bunga The Fed serta rencana China untuk memperlambat pertumbuhan ekonominya mendorong para investor ramai-ramai melepas sahamnya dan keluar dari pasar modal. Indeks harga saham BEJ pun terjun bebas hingga menembus batas bawah level 800. Kerusuhan di tanah air seperti di Ambon dan Poso juga memberikan sentimen negatif bagi para pelaku pasar, sehingga bursa kembali melemah. Pemilu 2004 yang berjalan sukses yang
memunculkan
nama
pasangan
Susilo
Bambang
Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang langsung dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia, memberikan ekspektasi positif di pasar modal sehingga nilai IHSG di bursa mengalami kecenderungan atau tren yang menguat dalam jangka panjang. Tahun 2005 adalah tahun yang penuh tantangan. Di akhir tahun 2004 menjelang tahun 2005 lalu, perekonomian kita diliputi dengan kegembiraan dan optimisme. Sampai dengan Triwulan I 2005, optimisme itu terus berlanjut. Perkembangan berbagai indikator ekonomi masih bergerak sesuai dengan
yang telah direncanakan, meskipun tetap disadari bahwa perekonomian Indonesia masih punya banyak masalah dan belum cukup kuat menghadapi gejolak eksternal dan internal. Hal ini terlihat pada paruh kedua tahun 2005 saat kita menghadapi
masalah
yang
lebih
kompleks.
Ketidakseimbangan keuangan global dan melonjaknya harga minyak internasional, memicu ketidakstabilan makroekonomi dalam negeri. Nilai tukar mulai berfluktuasi dan inflasi mulai menghantui. Akselerasi inflasi semakin meningkat sejak kenaikan BBM bulan Oktober 2005 hingga mencapai 17,1 persen di tahun 2005. Sepanjang tahun 2006, perdagangan di Bursa Efek Jakarta
(BEJ)
mencatat
pertumbuhan
terbaik.
Pada
perdagangan terakhir, BEJ terus menciptakan rekor tertinggi baru, seiring meningkatnya kepercayaan investor terhadap makro ekonomi Indonesia. Sejak awal 2006, bursa saham di Indonesia terus melakukan penguatan dan terus bergerak dalam tren menguat dengan pelonjakan 59,61 poin. Hal itu mengantarkan IHSG menembus level 1.200. Selanjutnya, sepanjang semester pertama 2006 harga IHSG terus naik, mulai dari 1.300, 1.400, dan akhirnya menembus level 1.500 saat memasuki semester II (dua) 2006. Perbedaan suku bunga global dan Indonesia masih mendominasi ekspektasi dan menarik investor untuk masuk ke bursa saham Jakarta. Terutama untuk saham dan obligasi rupiah. Hal ini menimbulkan optimisme bahwa IHSG di tahun 2007 akan terus menguat. Tahun 2007, kondisi perekonomian semakin membaik. Hal ini dicerminkan oleh IHSG yang menembus level 2.000 di Triwulan II 2007. Dan terus meningkat hingga level 2745.83 pada Desember 2007. Namun selama 2007 perekonomian
domestik dihantui oleh krisis subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat. Krisis ini terjadi sebagai akibat dari pemberian kredit perumahan bagi rakyat Amerika yang berpenghasilan rendah dengan bunga kredit yang rendah. Namun ternyata banyak yang mengambil kredit tersebut tidak bisa
mengembalikan
pinjaman,
sehingga
terjadi
ketidakseimbangan perekonomian yang disebabkan kredit macet yang berlebihan. Selama beberapa bulan terakhir pada tahun 2007, The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) terus melakukan pemangkasan suku bunga, 25 basis poin setiap kali pemangkasan. Ketakutan investor terhadap krisis ini bisa berpengaruh pada perekonomian domestik. Jika mereka menarik sejumlah modal mereka di dalam negeri, maka ketidakseimbangan
perekonomian
juga
bisa
terjadi
di
Indonesia. Namun perekonomian Indonesia masih cukup kuat bertahan dari guncangan tersebut. Jika
perekonomian
kita
masih
bisa
memperkuat
resistensinya, kemungkinan besar kita dapat bertahan dari dampak resesi yang mungkin terjadi dalam beberapa tahun kedepan di Amerika Serikat. 4.2.1.2. Tingkat Pengembalian Pasar (selama tahun 2004 hingga 2007) Analisis pasar dilakukan melalui penghitungan rata-rata return pasar per kuartal. Data yang digunakan adalah data Indeks Harga Saham Gabungan per bulan di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencerminkan kondisi investasi di Indonesia. Tingkat pengembalian pasar yang dihitung berdasarkan IHSG dapat mencerminkan ekspektasi investor terhadap kondisi pasar. Selama periode 2004 hingga 2007, IHSG terus mengalami fluktuasi (Tabel 9). Pada kuartal ke dua tahun
2004, tingkat pengembalian pasar menurun hingga -0,86%. Hal ini disebabkan oleh menurunnya IHSG pada bulan Mei 2004 sebesar 49,42 poin ke level 733.99 dari 783.41 di bulan April 2004 dan pada bulan Juni 2004 IHSG juga menurun sebesar 1,59 poin ke level 732.4. Pada kuartal ke tiga tahun 2005, tingkat pengembalian pasar juga menurun hingga -1,02%. Hal ini disebabkan oleh menurunnya IHSG pada bulan Agustus 2005 sebesar 132.21 poin ke level 1050.09 dari 1182.3 di bulan Juli 2005. Tingkat pengembalian pasar tertinggi selama periode 2004 hingga 2007, terletak pada kuartal pertama tahun 2004 yaitu
sebesar
8.38%.
Hal
ini
mencerminkan
kondisi
perekonomian saat itu sangat baik untuk berinvestasi. Sedangkan jika tingkat pengembalian pasar sedang menurun hal itu mencerminkan bahwa kondisi perekonomian sedang mengalami penurunan dan sangat beresiko untuk berinvestasi. Tabel 9. Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal Periode 2004-2007
Kuartal (Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
return market (%) 8,382 (0,860) 3,930 6,963 2,609 1,295 (1,021) 2,820 4,483 0,009 5,422 5,593 0,522 5,386 3,577 5,338
4.2.2. Analisis Industri (Sektor) Industri rokok berada di dalam sektor barang konsumsi yang diklasifikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. Indeks Harga sektoral mencerminkan kondisi suatu sektor. Analisis Industri menurut Husnan, (2001) dimulai dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya, kemudian menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian, lalu melakukan analisis kualitatif terhadap industri tersebut. Berdasarkan tahapan tersebut, Analisis Sektor Barang Konsumsi (khususnya industri rokok) adalah: 1. Tahap kehidupan produk dari Sektor Barang Konsumsi termasuk pada Tahap kedewasaan. Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan masih terjadi, tetapi sudah dalam tingkatan yang lebih rendah daripada tahap pertumbuhan. Hampir seluruh produk yang ada di sektor barang konsumsi ada pada tahap ini. Namun, ada yang berbeda dengan produk industri rokok. Produk Sigaret Kretek Tangan (SKT) telah memasuki tahap penurunan, sedangkan produk Sigaret
Kretek
Mesin (SKM)
masih
berada dalam tahap
kedewasaan. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan rokok banyak yang melakukan pengurangan biaya tenaga kerja, sehingga produk SKT telah berkurang cukup banyak. 2. Hubungan antara kemampuan operasi perusahaan dalam sektor barang konsumsi dengan kondisi perekonomian makro tidak selalu berjalan searah. Hal ini terlihat dari tingkat pengembalian sektoral dan tingkat pengembalian pasar tidak selalu searah (Gambar 7). Pada kuartal kedua tahun 2004 tingkat pengembalian pasar menurun hingga melewati garis nol, namun tingkat pengembalian sektor barang konsumsi meningkat. Pada kuartal ketiga 2004 justru tingkat pengembalian pasar meningkat, tetapi tingkat pengembalian sektor barang konsumsi menurun. Pada kuartal pertama 2005, tingkat pengembalian pasar menurun, tetapi tingkat pengembalian sektor barang konsumsi meningkat. Kuartal pertama 2006 juga terjadi perbedaan arah antara tingkat pengembalian pasar yang meningkat
dengan tingkat pengembalian sektor barang konsumsi yang menurun. Pada kuartal yang lainnya, tingkat pengembalian pasar dan sektor barang konsumsi berjalan searah.
Gambar 7. Perbandingan Tingkat Pengembalian Sektor Barang Konsumsi dan Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal 3. Aspek kualitatif yang digunakan dalam analisis industri terdiri dari kinerja historis, persaingan, kebijakan pemerintah, dan perubahan struktural. a. Kinerja perusahaan-perusahaan yang ada dalam sektor barang konsumsi khususnya industri rokok selama periode 2004-2007 mengalami naik turun. Dari keempat perusahaan yang ada dalam industri rokok hanya dua perusahaan yang harga sahamnya terus meningkat yaitu PT Bentoel International Investama dan PT HM Sampoerna. Sedangkan dua perusahaan lainnya yaitu PT BAT Indonesia dan PT Gudang Garam cenderung mengalami penurunan harga saham. b. Persaingan didalam industri rokok selama ini berjalan dengan cukup sehat dan ketat. Pada empat tahun terakhir, produkproduk yang diluncurkan para produsen rokok memiliki kemiripan dan dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Hal ini
menunjukkan bahwa persaingan di industri rokok ini cukup ketat. Para produsen rokok juga tidak saling menyerang satu sama lain dalam publikasi maupun iklannya di media. Hal ini menunjukkan persaingan dalam industri rokok cukup sehat. c. Namun kebijakan pemerintah selama ini sangat merugikan dan menjatuhkan Industri Rokok. Kebijakan tersebut antara lain, Pemerintah mulai awal 2007 memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/ PMK.04/2007 tentang Perubahan ketiga atas PMK Nomor 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam aturan ini, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok per batang atau tarif cukai spesifik menjadi 11 kali lipat per batang. Namun, kebijakan ini tidak banyak mempengaruhi produksi dan penjualan rokok di Indonesia. d. Tidak banyak perubahan struktural yang terjadi di dalam industri rokok. Inovasi yang ada dalam industri ini hanyalah peralihan proses produksi dari jenis produk sigaret kretek tangan ke sigaret kretek mesin. Hal ini dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Analisis industri menurut Porter’s Five Forces dilakukan dengan menganalisis lima kekuatan yang mempengaruhi suatu industri. Hasil analisis industri rokok dengan Porter’s Five Forces sebagai berikut: 1. Hambatan bagi pemain baru (barrier to entry) Pemain baru di industri rokok akan sulit masuk secara makro (skala besar) karena merk terkenal yang dikenal secara luas memiliki posisi yang kuat di benak konsumen. Namun untuk secara mikro (skala kecil), pemain baru bisa masuk dengan mudah terutama di daerah-daerah asli perkebunan tembakau (Sindo, 2007). Pemain besar dalam industri rokok dapat melakukan capital intensive dengan menggunakan teknologi mesin untuk meningkatkan produktivitas, sedangkan pemain kecil hanya dapat melakukan labour intensive yang menggunakan teknologi sederhana dalam
produksi rokok. Maka, hambatan bagi pemain baru dalam industri rokok cukup kuat jika ingin memasuki pasar secara luas. 2. Ancaman dari produk substitusi (threat of substitutes) Produk rokok tidak memiliki produk substitusi yang cukup kuat untuk menggantikan posisinya di benak konsumen. Oleh sebab itu, ancaman dari produk substitusi untuk produk rokok sangat lemah. 3. Kekuatan tawar dari konsumen (bargaining power of buyer) Walaupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/ PMK.04/2007 tentang Perubahan ketiga atas PMK Nomor 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau menyebabkan kenaikkan harga jual eceran rokok, konsumsi rokok tidak menurun. Hal ini terlihat dari penjualan perusahaan
rokok yang cenderung meningkat. Total penjualan
GGRM pada 2007 mencapai Rp 28,158 triliun atau naik 7% dibandingkan 2006 yang tercatat Rp 26,339 triliun (Sindo, 2008). Pada tahun 2007 PT HM Sampoerna Tbk membayar cukai kepada negara sebesar Rp 17 triliun (TEMPOInteraktif, 2008), dengan penjualan yang meningkat dari Rp 29,5 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 29,8 triliun pada tahun 2007 (Laporan Keuangan Kuartalan PT HM Sampoerna Tbk, 2007) . Pada tahun 2007, PT Bentoel Int. Inv. Tbk membukukan penjualan sebesar Rp 4,6 triliun yang naik dibandingkan dengan penjualan tahun 2006 sebesar Rp 3 triliun (Laporan Keuangan Kuartalan PT Bentoel Int. Inv. Tbk, 2007). Pada tahun 2007, PT BAT Indonesia Tbk mengalami kenaikkan penjualan dari tahun 2006 sebesar Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,6 triliun di tahun 2007 (Laporan Keuangan Kuartalan PT BAT Indonesia Tbk, 2007). Berapapun harga yang ditetapkan oleh produsen rokok, konsumen akan membelinya. Maka, kekuatan tawar dari konsumen terhadap industri rokok lemah. 4. Kekuatan tawar dari pemasok (bargaining power of supplier) Dalam industri rokok, bahan baku tembakau didapatkan melalui perkebunan tembakau yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan-
perusahaan rokok memiliki perkebunan sendiri untuk memasok bahan bakunya. Oleh sebab itu,
kekuatan tawar dari pemasok
terhadap industri rokok lemah. 5. Tingkat persaingan diantara pemain yang ada (rivalry among existing competitor) a. Potensi pertumbuhan industri. Kecenderungan konsumsi rokok tetap tinggi di Indonesia terutama
konsumen
dari
kalangan
menengah
kebawah
(TEMPOInteraktif, 2007). Namun pada tahun 2020, produksi rokok akan stagnan, hal ini dikarenakan pemerintah akan memprioritaskan kesehatan (detikFinance, 2008). Kampanye hidup sehat tanpa rokok juga akan berpengaruh negatif pada pertumbuhan industri rokok. Kemungkinan besar pertumbuhan industri rokok akan memburuk pada 10 tahun dari sekarang. b. Beban tetap perusahaan. Naik turunnya beban tetap perusahaan-perusahaan rokok bervariasi selama dua tahun terakhir. PT BAT Indonesia Tbk mengalami peningkatan beban tetap dari Rp 253 juta pada 2006 menjadi Rp 17,1 miliar pada tahun 2007, beban tetap PT Bentoel Int Inv. Tbk juga meningkat dari Rp 43 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp 92 miliar pada tahun 2007, PT Gudang Garam Tbk juga mengalami kenaikan beban tetap dari Rp 738 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp 746 miliar pada tahun 2007 dan namun beban tetap PT HM Sampoerna Tbk menurun dari Rp 228 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp 180 miliar pada tahun 2008 (Laporan Keuangan Kuartalan, 2007). Beban tetap yang dipikul oleh perusahaan-perusahaan rokok bervariasi diantara mereka. c. Diferensiasi produk Diferensiasi produk yang ada pada industri rokok tidak terlalu banyak. Para produsen rokok cenderung memproduksi jenis produk yang mirip satu sama lain. Setiap perusahaan rokok pasti memproduksi jenis rokok yang juga diproduksi oleh perusahaan
lain. Jenis-jenis rokok yang ada di pasar terdiri sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM). SKT lebih dikenal dengan nama rokok kretek, SKM lebih dikenal dengan nama rokok filter dan SPM lebih dikenal dengan nama rokok putih. SKM terdiri dari dua macam, SKM dengan kadar nikotin tinggi dan rendah (mild). Belakangan ini juga, beberapa produsen rokok memproduksi jenis SKM yang ditujukan pada konsumen menengah kebawah dengan harga yang lebih terjangkau seperti Bentoel Sejati (PT Bentoel Int. Inv. Tbk) dan Kembang Gading (PT Gudang Garam Tbk). d. Identitas merk (brand identity) Merk yang dimiliki oleh produk-produk rokok masing-masing sangat kuat di benak konsumen. Konsumen yang telah lama mengkonsumsi rokok cenderung setia pada satu merk rokok. Merk yang paling kuat untuk kategori rokok kretek adalah Dji Sam Soe (PT HM Sampoerna Tbk), untuk rokok filter adalah Djarum Super (PT Djarum), untuk rokok mild adalah Sampoerna A-mild (PT HM Sampoerna Tbk) dan untuk rokok putih adalah Marlboro (PT HM Sampoerna Tbk) (SWA, 2007). e. Informasi yang dimiliki Informasi yang ada diantara industri rokok sangat sulit diketahui. Namun perusahaan-perusahaan rokok cenderung memiliki racikan atau resep tradisionalnya sendiri dalam memproduksi rokok. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan baku tembakau yang digunakan oleh mereka. Daun tembakau yang dipakai oleh satu perusahaan berbeda dengan yang dipakai oleh perusahaan lain. Berdasarkan analisis industri yang menggunakan Porter’s Five Forces dapat disimpulkan bahwa industri rokok memiliki kekuatan yang
kuat
dibandingkan
dengan
empat
kekuatan
lain
yang
mempengaruhinya. Persaingan di dalam industri rokok sendiri berjalan ketat sehingga memperkuat posisi industri rokok dalam pasar. 4.2.3. Analisis Fundamental Perusahaan 4.2.3.1. PT BAT Indonesia Tbk Berdasarkan pendekatan present value, harga saham PT BAT Indonesia,Tbk selama 16 periode kuartalan antara 20042007 rata-rata berada dalam posisi undervalued kecuali pada kuartal pertama 2006, kuartal ketiga dan keempat tahun 2006, kuartal pertama 2007, serta kuartal ketiga 2007. Pada kuartal pertama tahun 2006, harga saham PT BAT Indonesia,Tbk ditutup pada level Rp 6.500, sedangkan perhitungan nilai intrinsik menghasilkan angka Rp 6.379. Kuartal ketiga 2006 harga saham ditutup pada level Rp 6.000, nilai intrinsiknya menunjukkan angka Rp 4.541. Kuartal keempat 2006 harga saham PT BAT Indonesia,Tbk ditutup pada level Rp 4.000, namun nilai intrinsiknya menunjukkan angka Rp 2.712. Kuartal pertama 2007 harga saham PT BAT Indonesia,Tbk ditutup pada level Rp 5.600, namun nilai intrinsiknya menunjukkan angka Rp 5.159. Dan pada kuartal ketiga 2007, harga saham ditutup pada level Rp 4500, dan nilai intrinsiknya sebesar Rp 4.362. Perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai intrinsik yang lebih sering pada posisi undervalued menunjukkan bahwa investor memiliki ketertarikan yang kecil untuk berinvestasi pada saham ini. Kinerja PT BAT Indonesia Tbk membuat ekspektasi investor terhadap saham mereka rendah.
Tabel 10. Perbandingan Harga Saham PT BAT Indonesia Tbk Periode 2004-2007 Per Kuartal (dalam rupiah) Kuartal Harga pasar nilai intrinsik keterangan (Q)/tahun Q1/2004 9.100 10.410 undervalued Q2/2004 8.350 11.845 undervalued Q3/2004 8.200 9.495 undervalued Q4/2004 9.000 9.374 undervalued Q1/2005 7.900 9.814 undervalued Q2/2005 8.000 8.910 undervalued Q3/2005 7.500 7.696 undervalued Q4/2005 7.500 7.728 undervalued Q1/2006 6.500 6.379 overvalued Q2/2006 6.050 6.084 undervalued Q3/2006 6.000 4.541 overvalued Q4/2006 4.000 2.712 overvalued Q1/2007 5.600 5.159 overvalued Q2/2007 5.000 5.039 undervalued Q3/2007 4.500 4.362 overvalued Q4/2007 4.600 4.979 undervalued 4.2.3.2. PT Bentoel International Investama Tbk Berdasarkan pendekatan present value, harga saham PT Bentoel Int. Inv.,Tbk selama 16 periode kuartalan antara 20042007 kebanyakan berada pada posisi overvalued. Selama 16 kuartal tersebut, 9 kuartal harga saham PT Bentoel berada pada posisi overvalued, dan 7 kuartal sisanya berada pada posisi undervalued. Perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai intrinsik yang lebih sering pada posisi overvalued, menunjukkan bahwa investor memiliki ketertarikan yang besar untuk berinvestasi pada saham ini. Kinerja PT Bentoel Int. Inv. Tbk membuat ekspektasi investor terhadap saham mereka tinggi.
Tabel 11. Perbandingan Harga Saham PT Bentoel International Investama Tbk periode 2004-2007 Per Kuartal (dalam rupiah) Kuartal (Q)/tahun harga pasar nilai intrinsik keterangan Q1/2004 95 83 overvalued Q2/2004 110 126 undervalued Q3/2004 110 109 overvalued Q4/2004 110 87 overvalued Q1/2005 125 142 undervalued Q2/2005 130 97 overvalued Q3/2005 125 105 overvalued Q4/2005 135 151 undervalued Q1/2006 135 177 undervalued Q2/2006 180 217 undervalued Q3/2006 205 170 overvalued Q4/2006 310 308 overvalued Q1/2007 305 323 undervalued Q2/2007 315 320 undervalued Q3/2007 355 249 overvalued Q4/2007 560 465 overvalued 4.2.3.3. PT Gudang Garam Tbk Berdasarkan pendekatan present value, harga saham PT Gudang Garam Tbk selama 16 periode kuartalan antara 20042007 rata-rata berada dalam posisi undervalued. Selama 16 kuartal tersebut, 5 kuartal harga saham PT Gudang Garam Tbk berada pada posisi overvalued, dan 11 kuartal sisanya berada pada posisi undervalued. Perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 12. Posisi undervalued yang lebih sering menunjukkan bahwa investor selama periode 2004-2007 tidak terlalu tertarik untuk berinvestasi pada saham ini. Kinerja PT Gudang Garam Tbk
membuat
investor tidak
berinvestasi pada saham mereka.
terlalu
bergairah
untuk
Tabel 12. Perbandingan Harga Saham PT Gudang Garam Tbk Periode 2004-2007 Per Kuartal (dalam rupiah) Kuartal (Q)/tahun harga pasar nilai intrinsik keterangan Q1/2004 12.900 12.884 overvalued Q2/2004 13.700 16.042 undervalued Q3/2004 13.000 14.039 undervalued Q4/2004 13.550 13.485 overvalued Q1/2005 16.100 19.966 undervalued Q2/2005 12.650 15.828 undervalued Q3/2005 10.900 12.010 undervalued Q4/2005 11.650 11.835 undervalued Q1/2006 10.500 9.448 overvalued Q2/2006 9.500 8.301 overvalued Q3/2006 10.350 11.534 undervalued Q4/2006 10.200 10.628 undervalued Q1/2007 10.600 9.972 overvalued Q2/2007 11.150 11.519 undervalued Q3/2007 9.400 10.114 undervalued Q4/2007 8.500 9.052 undervalued 4.2.3.4. PT HM Sampoerna Tbk Berdasarkan pendekatan present value, harga saham PT HM Sampoerna Tbk selama 16 periode kuartalan antara 2004-2007 rata-rata berada dalam posisi overvalued. Selama 16 kuartal tersebut, 11 kuartal harga saham PT HM Sampoerna Tbk berada pada posisi overvalued, dan 5 kuartal sisanya berada pada posisi undervalued. Perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 13. Posisi overvalued pada saham ini yang lebih sering, menunjukkan bahwa investor memiliki ketertarikan yang tinggi untuk berinvestasi pada saham ini. Tingginya ketertarikan berinvestasi pada saham ini, sebagian besar bukan karena kinerjanya yang dinilai baik. Tetapi lebih karena proses akuisisi yang terjadi pada tahun 2005. Pada saham-saham yang diakuisisi biasanya ekspektasi investor ikut meningkat. Perusahaan yang akan mengakuisisi PT HM
Sampoerna Tbk yaitu PT Phillip Morris Indonesia bersedia membayar mahal setiap lembar saham HMSP yang memiliki pangsa pasar rokok yang besar di Indonesia. Dengan demikian harga per lembar saham HMSP meningkat di bursa yang memungkinkan para investor berharap mendapat capital gain dari saham HMSP sebelum akuisisi terjadi. Tabel 13. Perbandingan Harga Saham PT HM Sampoerna,Tbk Periode 2004-2007 Per Kuartal (dalam rupiah) Kuartal (Q)/tahun harga pasar nilai intrinsik keterangan Q1/2004 4.475 4.326 overvalued Q2/2004 5.100 5.893 undervalued Q3/2004 6.100 6.615 undervalued Q4/2004 6.650 6.915 undervalued Q1/2005 10.350 8.370 overvalued Q2/2005 8.400 8.042 overvalued Q3/2005 8.700 8.137 overvalued Q4/2005 8.900 8.373 overvalued Q1/2006 8.300 7.366 overvalued Q2/2006 7.800 7.633 overvalued Q3/2006 8.100 7.421 overvalued Q4/2006 9.700 9.945 undervalued Q1/2007 13.100 11.442 overvalued Q2/2007 13.800 14.220 undervalued Q3/2007 13.850 13.347 overvalued Q4/2007 14.300 14.018 overvalued 4.2.3.5. Perbandingan Price Earning Ratio Price Earning Ratio menunjukkan rasio berapa nilai suatu saham dapat dijual kembali dengan mengambil laba per saham sebagai pembanding bagi harga saham saat ini. Sehingga saham yang memiliki PER rendah dianggap murah karena harga jual kembalinya rendah, dan saham yang memiliki PER tinggi dianggap mahal karena harga jual kembalinya tinggi. Hasil perhitungan Price Earning Ratio (PER) dari perusahaan-perusahaan rokok di BEI menunjukkan bahwa pada kuartal satu tahun 2004, saham yang paling murah yaitu
saham HMSP dengan PER 34,4 kali, dan yang paling mahal saham BATI dengan PER 128,2 kali. Pada kuartal dua tahun 2004, saham yang paling murah yaitu saham HMSP dengan PER 20,6 kali, dan yang paling mahal saham BATI dengan PER 43,5 kali. Pada kuartal tiga tahun 2004, saham yang paling murah yaitu saham HMSP dengan PER 15,5 kali, dan yang paling mahal saham BATI dengan PER 43,2 kali. Pada kuartal empat tahun 2004, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -29,1 kali, dan yang paling mahal saham HMSP dan GGRM dengan PER masing-masing 14,6 kali. Pada kuartal satu tahun 2005, saham yang paling murah yaitu saham RMBA dengan PER 9,0 kali, dan yang paling mahal saham GGRM dengan PER 60,5 kali. Pada kuartal dua tahun 2005, saham yang paling murah yaitu saham RMBA dengan PER 6,5 kali, dan yang paling mahal saham HMSP dengan PER 23,5 kali. Pada kuartal tiga tahun 2005, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER 5,5 kali, dan yang paling mahal saham HMSP dengan PER 15,8 kali. Pada kuartal empat tahun 2005, saham yang paling murah yaitu saham RMBA dengan PER 7,9 kali, dan yang paling mahal saham BATI dengan PER 26,0 kali. Pada kuartal satu tahun 2006, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -270,8 kali, dan yang paling mahal saham GGRM dengan PER 78,9 kali. Pada kuartal dua tahun 2006, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -24,7 kali, dan yang paling mahal saham GGRM dengan PER 33,6 kali. Pada kuartal tiga tahun 2006, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -11,3 kali, dan yang paling mahal saham GGRM dengan PER 21,3 kali. Pada kuartal
empat tahun 2006, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -4,3 kali, dan yang paling mahal saham GGRM dengan PER 19,5 kali. Pada kuartal satu tahun 2007, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -94,9 kali, dan yang paling mahal saham HMSP dengan PER 52,4 kali. Pada kuartal dua tahun 2007, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -119,0 kali, dan yang paling mahal saham GGRM dengan PER 30,2 kali. Pada kuartal tiga tahun 2007, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -13,6 kali, dan yang paling mahal saham HMSP dengan PER 20,2 kali. Pada kuartal empat tahun 2007, saham yang paling murah yaitu saham BATI dengan PER -8,9 kali, dan yang paling mahal saham HMSP dengan PER 17,3 kali.
Gambar 8. Perbandingan PER Antar Perusahaan Dalam Industri Rokok Periode 2004-2007 (satuan kali) Dari hasil perhitungan PER diatas dapat ditentukan saham yang paling murah dan yang paling mahal pada masing-masing periode. Perbandingan tersebut dapat terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan Harga Saham Industri Rokok periode 20042007 Berdasarkan PER Kuartal (Q)/tahun Q1:2004 Q2:2004 Q3:2004 Q4:2004 Q1:2005 Q2:2005 Q3:2005 Q4:2005 Q1:2006 Q2:2006 Q3:2006 Q4:2006 Q1:2007 Q2:2007 Q3:2007 Q4:2007
paling murah HMSP HMSP HMSP BATI RMBA RMBA RMBA RMBA BATI BATI BATI BATI BATI BATI BATI BATI
paling mahal BATI BATI BATI HMSP dan GGRM GGRM HMSP HMSP BATI GGRM GGRM GGRM GGRM HMSP GGRM HMSP HMSP
4.3. Analisis Teknikal 4.3.1. PT BAT Indonesia Tbk Selama periode 2004-2007, harga saham PT BAT Indonesia Tbk terlihat garis tren yang terbentuk melalui Exponential Moving Average (EMA) menunjukkan garis tren yang
terus menurun. Sinyal beli
(bullish) terjadi dua kali yaitu antara November 2004 hingga Januari 2005, dan antara Februari 2007 hingga April 2007. Sinyal jual (bearish) terjadi dua kali pula yaitu antara maret 2005 hingga Juni 2005, dan antara agustus 2006 hingga Desember 2006. Grafik Exponential Moving Average dapat dilihat pada Gambar 9. 4.3.2. PT Bentoel International Investama Tbk Selama periode 2004-2007, harga
saham
PT
Bentoel
International Investama Tbk terlihat garis tren yang terbentuk melalui Exponential Moving Average (EMA) menunjukkan garis tren yang terus meningkat.
Gambar 9. Grafik Exponential Moving Average PT BAT Indonesia Tbk Periode 2004-2007 Sinyal yang terbentuk selama periode 2004-2007 adalah sinyal beli (bullish). Hal ini terlihat dari grafik harga saham yang memotong ke atas grafik EMA. Dan hal ini terus terjadi dari Maret 2006 hingga Juni 2007 dan Agustus 2007 hingga Desember 2007. Grafik keduanya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Exponential Moving Average PT Bentoel Int Inv Tbk Periode 2004-2007
4.3.3. PT Gudang Garam Tbk Selama periode 2004-2007, harga saham PT Gudang Garam Tbk terlihat garis tren yang terbentuk melalui Exponential Moving Average (EMA) menunjukkan garis tren yang
cenderung stabil.
Namun, grafik harga saham kebanyakan berada di bawah grafik EMA. Sinyal beli (bullish) terbentuk antara Januari 2005 hingga Mei 2005. Selanjutnya sinyal yang terbentuk adalah sinyal jual (bearish) mulai dari Juni 2005 hingga November 2005. Kemudian sinyal beli terbentuk sekali pada Desember 2005. Setelah itu sinyal jual terbentuk lagi dari Januari 2006 hingga Juli 2006. Antara Agustus 2006 hingga Juni 2007 sinyal jual terbentuk lagi. Hingga Desember 2007, sinyal yang terbentuk adalah sinyal jual. Gambar 11 memperlihatkan grafik harga saham dan grafik EMA PT Gudang Garam Tbk.
Gambar 11. Grafik Exponential Moving Average PT Gudang Garam Tbk Periode 2004-2007 4.3.4. PT HM Sampoerna Tbk Selama periode 2004-2007, harga saham PT HM Sampoerna Tbk terlihat garis tren yang terbentuk melalui Exponential Moving Average (EMA) menunjukkan garis tren yang naik. Hal ini terlihat dari grafik harga saham yang kebanyakan berada di atas grafik EMA.
Sinyal beli (bullish) terbentuk antara Mei 2004 hingga April 2005. Selanjutnya sinyal yang terbentuk adalah sinyal jual (bearish) mulai dari Mei 2005 hingga Agustus 2005. Sinyal beli terbentuk kembali mulai dari Oktober 2006 hingga Juni 2007. Kemudian pada juli 2007 sinyal jual terbentuk, selanjutnya sinyal beli terbentuk kembali dari Agustus 2007 hingga Desember 2007. Gambar 12 memperlihatkan Grafik harga saham dan grafik EMA.
Gambar 12. Grafik Exponential Moving Average PT HM Sampoerna Tbk Periode 2004-2007 4.4. Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal 4.4.1. PT BAT Indonesia Tbk Analisis Fundamental PT BAT Indonesia Tbk menunjukkan bahwa nilai intrinsik sahamnya cenderung menurun. Peningkatan terjadi pada awal tahun 2004 dan 2007. Selebihnya nilai intrinsiknya cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan ini menurun selama periode 2004-2007. Hasil yang ditunjukkan analisis teknikal melalui exponential moving average dengan 4 basis pengamatan tidak jauh berbeda dengan hasil analisis fundamental. Persamaan yang paling mencolok adalah keduanya mengalami penurunan selama akhir tahun 2006, lalu terjadi
kenaikkan sesudahnya. Penurunan grafik exponential moving average menunjukkan bahwa perdagangan saham perusahan ini selama periode 2004-2007 tidak tinggi sehingga harganya terus turun. Grafik perbandingannya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 13. Grafik Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal Pada PT BAT Indonesia Tbk Periode 2004-2007 4.4.2. PT Bentoel International Investama Tbk Analisis Fundamental PT Bentoel International Investama Tbk menunjukkan bahwa nilai intrinsik sahamnya cenderung meningkat. Selama periode 2004-2007 nilai intrinsik saham
PT Bentoel
International Investama Tbk meningkat secara signifikan. Kenaikkan
paling mencolok terlihat pada akhir tahun 2007. Hal ini menunjukkan kinerja perusahaan ini terus membaik. Hasil yang ditunjukkan analisis teknikal melalui exponential moving average dengan 4 basis pengamatan sama dengan hasil analisis fundamental. Kedua grafik memperlihatkan kenaikkan yang searah. Peningkatan grafik exponential moving average menunjukkan bahwa perdagangan saham perusahan ini selama periode 2004-2007 meningkat sehingga harganya terus naik (Gambar 14). 4.4.3. PT Gudang Garam Tbk Analisis Fundamental PT Gudang Garam Tbk menunjukkan bahwa nilai intrinsik sahamnya fluktuatif, namun stabil. Selama periode 2004-2007 nilai intrinsik saham PT Gudang Garam Tbk cenderung stabil. Kenaikkan mencolok terlihat pada akhir tahun 2004 hingga awal 2005. Setelah itu nilai intrinsiknya menurun drastis, kemudian stabil sambil mengalami kenaikkan dan penurunan hingga akhir 2007 dengan kisaran nilai intrinsiknya antara Rp 8.000 hingga Rp 11.500. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja PT Gudang Garam Tbk cukup stabil selama periode 2004-2007.
Gambar 14. Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal Pada PT Bentoel Int. Inv. Tbk Periode 2004-2007 Analisis teknikal melalui exponential moving average dengan 4 basis pengamatan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil analisis fundamental. Grafik exponential moving average menunjukkan grafik yang stabil, kenaikkan dan penurunan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Namun tren yang terlihat cukup jelas bahwa kenaikkan paling mencolok terjadi selama akhir 2004 hingga awal 2005. Tren yang terbentuk setelah itu adalah penurunan yang signifikan. Kedua grafik menunjukkan arah yang sama, hal ini terlihat pada Gambar 15.
4.4.4. PT HM Sampoerna Tbk Analisis Fundamental PT HM Sampoerna Tbk menunjukkan bahwa nilai intrinsik sahamnya naik. Selama periode 2004-2007 nilai intrinsik saham
PT HM Sampoerna Tbk meningkat. Kenaikkan mencolok
terlihat pada tahun 2004 hingga awal 2005. Setelah itu nilai intrinsiknya stabil lalu turun, kemudian naik lagi dari akhir 2006 hingga pertengahan 2007. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja PT HM Sampoerna Tbk meningkat selama periode 2004-2007.
Gambar 15. Grafik Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal Pada PT Gudang Garam Tbk Periode 2004-2007
Analisis teknikal melalui exponential moving average dengan 4 basis pengamatan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil analisis fundamental. Grafik exponential moving average menunjukkan grafik yang meningkat. Namun tren meningkat yang terlihat sangat mencolok terjadi selama akhir 2006 hingga pertengahan 2007. Kedua jenis analisis menghasilkan informasi yang searah. Hal ini dapat dilihat melalui Gambar 16.
Gambar 16. Grafik Perbandingan Analisis Fundamental dan Teknikal Pada PT HM Sampoerna Tbk Periode 2004-2007
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan Analisis fundamental pada industri rokok selama periode 2004-2007 menunjukkan bahwa kondisi industri rokok yang berada dalam sektor industri barang konsumsi tidak selalu bergerak searah dengan kondisi pasar. Produkproduk dari sektor industri barang konsumsi juga sudah terletak pada tahap kedewasaan yang artinya industri ini tidak akan mengalami peningkatan inovasi produk yang berarti pada masa mendatang, dan hal ini juga mempengaruhi kinerja perusahaan yang ada di dalamnya. Persaingan yang ada diantara perusahaan-perusahaan rokok juga berjalan cukup sehat, namun sejumlah
kebijakan
pemerintah
tidak
menguntungkan
untuk
kinerja
perusahaan-perusahaan di industri ini. Analisis fundamental perusahaan menunjukkan bahwa kinerja PT BAT Indonesia Tbk (BATI) selama periode tersebut cenderung terus mengalami penurunan. Kinerja PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) selama periode 2004-2007 mengalami kenaikkan yang cukup signifikan. Kinerja PT Gudang Garam Tbk (GGRM) selama periode 2004-2007 cukup stabil. Kinerja PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) selama periode 2004-2007 meningkat terutama selama tahun 2006. Perhitungan analisis fundamental melalui model kelipatan laba atau price earning ratio (PER), memberikan informasi mengenai saham perusahaan yang paling murah dan yang paling mahal dalam industri rokok. Selama periode 2004-2007 saham yang paling sering menjadi saham yang paling murah adalah saham PT BAT Indonesia Tbk (BATI). Sedangkan saham yang paling sering menjadi saham yang paling mahal adalah saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Analisis teknikal memberikan informasi mengenai tren yang ada pada perdagangan saham. Tren yang ada pada perdagangan saham PT BAT Indonesia Tbk selama periode 2004-2007 terus menurun. Tren yang ada pada perdagangan saham PT Bentoel International Investama Tbk selama periode 2004-2007 terus meningkat. Tren yang ada pada perdagangan saham PT
Gudang Garam Tbk selama periode 2004-2007 cenderung stabil. Tren yang ada pada perdagangan saham PT HM Sampoerna Tbk selama periode 20042007 stabil meningkat. Hasil analisis fundamental dan teknikal pada industri rokok periode 20042007 tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang ada dalam industri rokok berjalan searah dengan ketertarikan investor di pasar modal. Hal ini juga menunjukkan informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan dicerminkan oleh harga saham yang ada di pasar modal. Dengan melihat hasil analisis fundamental dan teknikal pada Industri rokok, secara umum kondisi perusahaan-perusahaan rokok ada yang mengalami penurunan, stabil dan peningkatan. Perusahaan yang mengalami penurunan adalah PT BAT Indonesia Tbk, yang stabil adalah PT Gudang Garam Tbk, dan yang mengalami peningkatan adalah PT Bentoel International Investama Tbk dan PT HM Sampoerna Tbk. 2.
Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat disarankan baik bagi para investor maupun bagi pihak yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai masalah ini. Beberapa hal tersebut yaitu : 1. Investor yang sedang maupun akan berinvestasi pada instrumen keuangan saham harus juga memperhatikan kinerja perusahaan secara fundamental. Terutama jika berencana akan melakukan investasi jangka panjang. Seringkali investor hanya memperhatikan kondisi perusahaan melalui sisi teknikalnya saja. 2. Penelitian ini masih dapat dilanjutkan baik dari sisi fundamental maupun teknikalnya. Peneliti selanjutnya masih dapat mencari hubungan antara variabel-variabel yang ada pada sisi fundamental maupun teknikal. Variabel yang ada pada sisi fundamental terdiri dari Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Sektoral dan arus kas perusahaan. Variabel yang ada pada sisi teknikal terdiri dari harga saham emiten, harapan investor dan sentimen-sentimen yang ada di pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. 2005. Teori Keuangan dan Pasar Modal. Cetakan Pertama. Ekonisia, Yogyakarta. Agustiar,
DR.
Asap
Tembakau
Sebabkan
70
Persen
Kematian.
http://tempointeraktif.com. [07 Mei 2007] Bagus,
W. 2008, Produksi Rokok Diprediksi Naik 5
Miliar
Batang.
http://okezone.co.id [3 Desember 2007] Bursa Efek Jakarta. 2004 JSX Monthly Statistic . Edisi Juni 2004. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2004 JSX Monthly Statistic . Edisi Desember 2004. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2005 JSX Monthly Statistic . Edisi Juni 2005. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2005 JSX Monthly Statistic . Edisi Desember 2005. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2006 JSX Monthly Statistic . Edisi Juni 2006. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2006 JSX Monthly Statistic . Edisi Desember 2006. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2007 JSX Monthly Statistic . Edisi Juni 2007. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Bursa Efek Jakarta. 2007 JSX Monthly Statistic . Edisi Desember 2007. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Departemen
Keuangan.
2008.
Nota
Keuangan
dan
RAPBN
2008.
http://depkeu.go.id [12 Juni 2008] Ermawati, W.J. 2007. Organisasi Bisnis Dan Lingkungannya. Handout Mata Kuliah Binis Internasional. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halim, A. 2003. Analisis Investasi. Salemba Empat, Jakarta. Husnan, S. 2001. Dasar-Dasar Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Kosasih, A. 2007. Peramalan Harga Saham Dengan Model Time Series Pada Emiten Rokok Terpilih di PT Bursa Efek Jakarta. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lastari, J.I. 2004. Analisis Fundamental Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Investasi Terhadap Saham Emiten Perdagangan Retail Periode 2001 sampai 2003. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2 : Jilid 8. Primasari, D. 2004. Tingkat Imbalan dan Resiko Investasi Agribisnis : Analisis Perbandingan Pendekatan Fundamental dengan Teknikal di PT Bursa Efek Jakarta. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riaupos
(Jakarta).
Industri
Rokok
Tumbuh
Berlipat.
http://www.riaupos.com/v2/content/view/4567/32/. [01 April 2008] Sudarmadi. Dari Jago Tua yang Melegenda hingga Bintang Baru yang Menjanjikan. http://swa.co.id. [26 Juli 2007] Suhendra. Kesehatan Prioritas Utama, Produksi Rokok Stagnan di 2020. http://detikfinance.com. [18 April 2008] Sulistiawan, D dan Liliana. 2007. Analisis Teknikal Modern Pada Perdagangan Sekuritas. Andi Offset, Yogyakarta. Sulistyastuti, D.R. 2002. Saham dan Obligasi : Ringkasan Teori dan Soal Tanya Jawab. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Tanajaya,
A.
2003.
Asumsi-Asumsi
yang
Mendasari
Analisis
Teknikal.http://sinarharapan.co.id/berita/0405/17/eko03.html. TEMPOInteraktif (Jakarta). Harga Jual Rokok Naik. http://tempointeraktif.com. [11 Januari 2008] TEMPOInteraktif (Bangkok). Indonesia Target Utama Kampenye Internasional Bebas Rokok. http://tempointeraktif.com. [4 Desember 2007] TEMPOInteraktif (Jakarta). Rokok dan Kemiskinan. http://tempointeraktif.com.[14 Maret 2007] Yuliawati.
Tarif
Cukai
Tak
Pengaruhi
Pertumbuhan
Rokok.
http://tempointeraktif.com. [12 Desember 2007] Yuliawati. Pemerintah Tolak Rancangan Undang-Undang Rokok Amerika. http://tempointeraktif.com. [28 Agustus 2007]
Yuliawati. Rokok Kretek Indonesia Terancam Dilarang Masuk Amerika. http://tempointeraktif.com. [24 Agustus 2007] Yuliawati.
Asosiasi
Rokok
Putih
Khawatirkan
Pembatasan
Investasi.
http://tempointeraktif.com. [27 April 2007] Wartaekonomi
(Jakarta).
Industri
Rokok:
Asapnya
http://wartaekonomi.com [20 Desember 2006] www.bei.co.id [Februari 2008-April 2008] www.bi.go.id [Februari 2008- April 2008] www.e-samuel.com [Februari 2008-April 2008] www.swa.co.id [15 Juni 2008]
Kian
Menipis.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Indeks Harga Saham Gabungan Per Bulan Periode 2004-2007
Jan-04
Harga penutupan (Rp) 752,93
Jan-05
Harga penutupan (Rp) 1.045,44
Jan-06
Harga penutupan (Rp) 1.229,7
Jan-07
Harga penutupan (Rp) 1.757,26
Feb-04
761,08
Feb-05
1.073,83
Feb-06
1.216,14
Feb-07
1.740,97
Mar-04
735,67
Apr-04
783,41
Mar-05
1.080,17
Apr-05
1.080,17
Mar-06
1.322,97
Mar-07
1.830,92
Apr-06
1.464,4
Apr-07
2.019,68
May-04
733,99
May-05
1.088,17
May-06
1.330
May-07
2.055,4
Jun-04
732,4
Jun-05
1.122,37
Jun-06
1.310,26
Jun-07
2.139,28
Jul-04
756,98
Jul-05
1.182,3
Jul-06
1.351,65
Jul-07
2.348,67
Aug-04
746,76
Aug-05
1.050,09
Aug-06
1.444,49
Aug-07
2.194,34
Sep-04
819,82
Sep-05
1.079,27
Sep-06
1.534,62
Sep-07
2.359,21
Oct-04
860,35
Oct-05
1.058,26
Oct-06
1.582,63
Oct-07
2.673,49
Nov-04
977,77
Nov-05
1.017,73
Nov-06
1.718,96
Nov-07
2.688,33
Dec-04
1.000,23
Dec-05
1.162,63
Dec-06
1.805,52
Dec-07
2.745,83
Bulantahun
Bulan-tahun
Bulantahun
Bulantahun
Lampiran 2. Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Per Bulan Periode 2004-2007 Bulantahun Jan-04
225,59
Bulantahun Jan-05
Feb-04
215,232
Feb-05
266,824
Feb-06
292,458
Feb-07
385,22
Mar-04
206,357
Mar-05
297,142
Mar-06
293,905
Mar-07
385,827
Apr-04
223,763
Apr-05
286,682
Apr-06
328,354
Apr-07
391,795
May-04
215,01
May-05
292,424
May-06
294,929
May-07
411,99
Jun-04
218,671
Jun-05
279,696
Jun-06
299,316
Jun-07
437,008
Jul-04
223,169
Jul-05
291,205
Jul-06
313,201
Jul-07
453,843
Aug-04
208,966
Aug-05
264,818
Aug-06
331,074
Aug-07
415,462
Sep-04
216,882
Sep-05
259,289
Sep-06
343,543
Sep-07
421,415
Oct-04
217,547
Oct-05
265,158
Oct-06
349,443
Oct-07
429,804
Nov-04
235,498
Nov-05
271,046
Nov-06
373,922
Nov-07
426,853
Dec-04
233,555
Dec-05
280,828
Dec-06
392,459
Dec-07
436,039
Indeks
261,5
Bulantahun Jan-06
Indeks
288,583
Bulantahun Jan-07
390.251
Indeks
Indeks
Lampiran 3. Sertifikat Bank Indonesia Jangka 3 Bulan Kuartal (Q)/tahun Rf Q1/2004 7,32% Q2/2004 7,25% Q3/2004 7,31% Q4/2004 7,29% Q1/2005 7,31% Q2/2005 8,05% Q3/2005 9,25% Q4/2005 12,83% Q1/2006 12,73% Q2/2006 12,15% Q3/2006 11,36% Q4/2006 9,50% Q1/2007 8,10% Q2/2007 7,83% Q3/2007 7,83% Q4/2007 7,83% Lampiran 4. Tingkat Pengembalian Pasar Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun varians pasar Rmt (%) Q1/2004 3,516 8,38 Q2/2004 26,598 (0,86) Q3/2004 31,237 3,93 Q4/2004 35,268 6,96 Q1/2005 3,869 2,61 Q2/2005 2,700 1,29 Q3/2005 79,075 (1,02) Q4/2005 98,651 2,82 Q1/2006 25,678 4,48 Q2/2006 100,359 0,01 Q3/2006 3,941 5,42 Q4/2006 7,756 5,59 Q1/2007 16,940 0,52 Q2/2007 19,515 5,39 Q3/2007 78,526 3,58 Q4/2007 48,423 5,34
Lampiran 5. Tingkat Pengembalian Sektor Barang Konsumsi dan Tingkat Pengembalian Pasar per Kuartal Quarter (Q)/year Q1:04
return sectoral (%) (0,324)
return market (%) 8,382
Q2:04
2,075
(0,860)
Q3:04
(0,173)
3,930
Q4:04
2,578
6,963
Q1:05
8,455
2,609
Q2:05
(1,957)
1,295
Q3:05
(2,345)
(1,021)
Q4:05
2,698
2,820
Q1:06
1.533
4,483
Q2:06
1,010
0,009
Q3:06
4,704
5,422
Q4:06
4,560
5.593
Q1:07
(0,565)
0,522
Q2:07
4,258
5,386
Q3:07
(1,057)
3,577
Q4:07
1,152
5,338
Lampiran 6. Harga Penutupan Saham PT BAT Indonesia Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Jan-04
9.000
Jan-05
9.500
Jan-06
6.500
Jan-07
4.500
Feb-04
8.500
Feb-05
8.500
Feb-06
6.500
Feb-07
5.600
Mar-04
9.100
Mar-05
7.900
Mar-06
6.500
Mar-07
5.600
Apr-04
9.550
Apr-05
8.000
Apr-06
6.500
Apr-07
4.700
May-04
8.350
May-05
8.000
May-06
6.500
May-07
4.700
Jun-04
8.350
Jun-05
8.000
Jun-06
6.050
Jun-07
5.000
Jul-04
8.350
Jul-05
8.000
Jul-06
6.000
Jul-07
5.050
Aug-04
8.350
Aug-05
8.000
Aug-06
6.000
Aug-07
4.500
Sep-04
8.200
Sep-05
7.500
Sep-06
6.000
Sep-07
4.500
Oct-04
7.800
Oct-05
7.500
Oct-06
5.000
Oct-07
4.700
Nov-04
8.000
Nov-05
7.500
Nov-06
4.000
Nov-07
4.600
Dec-04
9.000
Dec-05
7.500
Dec-06
4.000
Dec-07
4.600
Lampiran 7. Harga penutupan Saham PT Bentoel Int. Inv. Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Jan-04
105
Jan-05
125
Jan-06
130
Jan-07
285
Feb-04
115
Feb-05
125
Feb-06
125
Feb-07
290
Mar-04
95
Mar-05
125
Mar-06
135
Mar-07
305
Apr-04
115
Apr-05
125
Apr-06
150
Apr-07
340
May-04
115
May-05
135
May-06
160
May-07
335
Jun-04
110
Jun-05
130
Jun-06
180
Jun-07
315
Jul-04
120
Jul-05
120
Jul-06
200
Jul-07
340
Aug-04
115
Aug-05
115
Aug-06
205
Aug-07
340
Sep-04
110
Sep-05
125
Sep-06
205
Sep-07
355
Oct-04
120
Oct-05
120
Oct-06
215
Oct-07
425
Nov-04
125
Nov-05
115
Nov-06
240
Nov-07
465
Dec-04
110
Dec-05
135
Dec-06
310
Dec-07
560
Lampiran 8. Harga Penutupan Saham PT Gudang Garam Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Jan-04
14.800
Jan-05
16,850
Jan-06
10.800
Jan-07
10.350
Feb-04
14.100
Feb-05
15.400
Feb-06
11.000
Feb-07
10.850
Mar-04
12.900
Mar-05
16.100
Mar-06
10.500
Mar-07
10.600
Apr-04
14.600
Apr-05
15.100
Apr-06
10.550
Apr-07
10.850
May-04 Jun-04
14.200 13.700
May-05 Jun-05
12.900 12.650
May-06 Jun-06
9.550 9.500
May-07 Jun-07
11,100 11.150
Jul-04
14.250
Jul-05
12.850
Jul-06
9.300
Jul-07
10.000
Aug-04
12.750
Aug-05
11.000
Aug-06
10.100
Aug-07
9.550
Sep-04
13.000
Sep-05
10.900
Sep-06
10.350
Sep-07
9.400
Oct-04
12.750
Oct-05
10.200
Oct-06
9.850
Oct-07
10.000
Nov-04
13.350
Nov-05
10.950
Nov-06
9.950
Nov-07
8.400
Dec-04
13.550
Dec-05
11.650
Dec-06
10.200
Dec-07
8.500
Lampiran 9. Harga Penutupan Saham PT HM Sampoerna Tbk Per Bulan Periode 2004-2007 Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Bulantahun
Harga Penutupan (Rp)
Jan-04
5.050
Jan-05
7.450
Jan-06
8.450
Jan-07
11.950
Feb-04
4.875
Feb-05
8.150
Feb-06
8.500
Feb-07
12.000
Mar-04
4.475
Mar-05
10.350
Mar-06
8.300
Mar-07
13.100
Apr-04
5.100
Apr-05
10.450
Apr-06
8.300
Apr-07
14.900
May-04
4,950
May-05
8.800
May-06
8.100
May-07
12.750
Jun-04
5.100
Jun-05
8.400
Jun-06
7.800
Jun-07
13.800
Jul-04
5.450
Jul-05
8.150
Jul-06
7.900
Jul-07
13.700
Aug-04
5.300
Aug-05
8.400
Aug-06
7.700
Aug-07
13.350
Sep-04
6.100
Sep-05
8.700
Sep-06
8.100
Sep-07
13.850
Oct-04
6.000
Oct-05
8.750
Oct-06
7.800
Oct-07
14.200
Nov-04
6.750
Nov-05
8.650
Nov-06
8.400
Nov-07
13.900
Dec-04
6.650
Dec-05
8.900
Dec-06
9.700
Dec-07
14.300
Lampiran 10. Earning Per Share Per Kuartal 4 Perusahaan Rokok Selama 2004-2007 Q/year
EPS BATI
EPS RMBA
EPS GGRM
EPS HMSP
Q1/04
71
0.45
273
130
Q2/04
192
4.6
502
247
Q3/04
190
6.77
789
394
Q4/04
-309
12.13
930
454
Q1/05
201
13.86
266
172
Q2/05
343
20.1
556
358
Q3/05
550
22.76
843
549
Q4/05
289
17.13
982
544
Q1/06
-24
4.72
133
216
Q2/06
-245
13.23
283
432
Q3/06
-529
21.8
486
685
Q4/06
-941
23.53
524
769
Q1/07
-59
8
210
250
Q2/07
-42
18.02
369
473
Q3/07
-332
27.97
633
685
Q4/07
-518
39
750
827
Lampiran 11. Price Earning Ratio Per Kuartal 4 Perusahaan Rokok Selama 2004-2007 Quarter (Q)/year Q1:04 Q2:04 Q3:04 Q4:04 Q1:05 Q2:05 Q3:05 Q4:05 Q1:06 Q2:06 Q3:06 Q4:06 Q1:07 Q2:07 Q3:07 Q4:07
PER BATI 128,17 43,49 43,16 (29,13) 39,30 23,32 13,64 25,95 (270,83) (24,69) (11,34) (4,25) (94,92) (119,05) (13,55) (8,88)
PER RMBA 211,11 23,91 16,25 9,07 9,02 6,47 5,49 7,88 28,60 13,61 9,40 13,17 38,13 17,48 12,69 14,36
PER GGRM 47,25 27,29 16,48 14,57 60,53 22,75 12,93 11,86 78,95 33,57 21,30 19,47 50,48 30,22 14,85 11,33
PER HMSP 34,42 20,65 15,48 14,65 60,17 23,46 15,85 16,36 38,43 18,06 11,82 12,61 52,40 29,18 20,22 17,29
Lampiran 12. Tingkat Pengembalian Saham (R) PT BAT Indonesia Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
kov r,m
var m
beta
Rf(%)
Rm(%)
R(%)
(9,31) 46,11 (5,26) (15,67) 11,87 (0,82) (11,88) (8,57) 5,17 0,94 (9,68) (37,68) (43,73) 58,37 22,83
3,52 26,60 31,24 35,27 3,87 2,70 79,08 98,65 25,68 100,36 3,94 7,76 16,94 19,52 78,53 48,42
(2,65) 1,73 (0,17) (0,44) 3,07 (0,30) (0,15) (0,33) 0,05 0,24 (1,25) (2,22) (2,24) 0,74 0,47
7,32 7,25 7,31 7,29 7,31 8,05 9,25 12,83 12,73 12,15 11,36 9,5 8,1 7,83 7,83 7,83
8,38 (0,86) 3,93 6,39 2,61 1,29 (1,02) 2,82 4,48 0,01 5,42 5,59 0,52 5,39 3,58 5,34
4,51 (6,81) 7,88 7,69 (7,11) 10,10 10,79 12,83 15,48 11,52 9,95 14,38 24,96 13,31 4,67 6,66
Keterangan: Tanda (-) berarti nilainya nol Lampiran 13. Tingkat Pengembalian Saham (R) PT Bentoel Int, Inv, Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal(Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
kov r,m 29,23 49,19 (4,33) 32,74 13,03 (5,64) 6,77 122,67 25,57 19,38 (7,96) 3,43 23,62 34,80 33,33 23,51
var m 3,52 26,60 31,24 35,27 3,87 2,70 79,08 98,65 25,68 100,36 3,94 7,76 16,94 19,52 78,53 48,42
beta 8,31 1,85 (0,14) 0,93 3,37 (2,09) 0,09 1,24 1,00 0,19 (2,02) 0,44 1,39 1,78 0,42 0,49
Rf(%) 7,32 7,25 7,31 7,29 8,05 9,25 12,83 12,73 12,15 11,36 9,5 8,1 7,83 7,83 7,83 7,83
Rm(%) 8,38 (0,86) 3,93 6,96 2,61 1,29 (1,02) 2,82 4,48 0,01 5,42 3,88 0,52 5,39 3,58 5,34
R(%) 16,15 (7,75) 7,78 6,99 (10,28) 25,87 11,64 0,41 4,52 9,17 17,74 6,23 (2,36) 3,47 6,02 6,62
Lampiran 14. Tingkat Pengembalian Saham (R) PT Gudang Garam, Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
kov r,m
var m
beta
Rf(%)
Rm(%)
R(%)
6,51 38,00 32,38 14,18 18,23 6,26 76,45 27,35 (19,64) 46,48 9,61 6,79 (11,20) 1,34 (12,29) 61,84
3,52 26,60 31,24 35,27 3,87 2,70 79,08 98,65 25,68 100,36 3,94 7,76 16,94 19,52 78,53 48,42
1,85 1,43 1,04 0,40 4,71 2,32 0,97 0,28 (0,76) 0,46 2,44 0,87 (0,66) 0,07 (0,16) 1,28
7,32 7,25 7,31 7,29 7,31 8,05 9,25 12,83 12,73 12,15 11,36 9,5 8,1 7,83 7,83 7,83
8,38 (0,86) 3,93 16,62 2,61 1,29 (1,02) 2,82 4,48 49,10 5,42 5,59 0,52 5,39 22,03 5,34
9,29 (4,34) 3,81 11,04 (14,84) (7,63) (0,68) 10,05 19,04 29,26 (3,12) 6,08 13,11 7,66 5,61 4,65
Lampiran 15. Tingkat Pengembalian Saham (R) PT HM Sampoerna Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
kov r,m
var m
beta
Rf(%)
Rm(%)
R(%)
8,45 36,92 49,48 46,89 (15,24) (0,45) (29,19) 9,61 (9,96) 13,83 (4,06) 8,07 (16,07) 54,55 18,08 10,54
3,52 26,60 31,24 35,27 3,87 2,70 79,08 98,65 25,68 100,36 3,94 7,76 16,94 19,52 78,53 48,42
2,40 1,39 1,58 1,33 (3,94) (0,17) (0,37) 0,10 (0,39) 0,14 (1,03) 1,04 (0,95) 2,80 0,23 0,22
7,32 7,25 7,31 7,29 7,31 8,05 9,25 12,83 12,73 12,15 11,36 9,5 8,1 7,83 7,83 7,83
8,38 (0,86) 3,93 6,96 2,61 1,29 (1,02) 2,82 4,48 0,01 5,42 5,59 0,52 5,39 3,58 5,34
9,87 (4,01) 1,96 6,86 25,83 9,18 13,04 11,85 15,93 10,48 17,48 5,43 15,29 1,00 6,85 7,29
Lampiran 16. Nilai Intrinsik Saham PT BAT Indonesia Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal(Q)/tahun
CF operation (juta Rp)
Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
117.217 174.321 128.579 62.539 81.442 118.370 71.270 78.796 45.532 33.820 (82.800) (85.162) 54.551 41.046 (6.698) 77.819
Capital expenditure (juta Rp) (222) (3.139) (6.233) (9.766) 1.179 (1.073) 3.499 (1.686) (11.634) (14.695) (16.343) (25.884) (1.280) (5.765) (11.040) 30.966
FCF (juta Rp)
R
117.439 177.460 134.812 72.305 80.263 119.443 67.771 80.482 57.166 48.515 (66.457) (59.278) 55.831 46.811 4.342 46.853
0,05 (0,07) 0,08 0,08 (0,07) 0,10 0,11 0,13 0,15 0,12 0,10 0,14 0,25 0,13 0,05 0,07
FCF per share (Rp) 1.779 2.689 2.043 1.096 1.216 1.810 1.027 1.219 866 735 (1.007) (898) 846 709 66 710
Harga pasar (Rp) 9.100 8.350 8.200 9.000 7.900 8.000 7.500 7.500 6.500 6.050 6.000 4.000 5.600 5.000 4.500 4.600
nilai inrtinsik (Rp) 10.410 11.845 9.495 9.374 9.814 8.910 7.696 7.728 6.379 6.084 4.541 2.712 5.159 5.039 4.362 4.979
Lampiran 17. Nilai Intrinsik Saham PT Bentoel Int. Inv. Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun
CF operation ( jutaRp)
Capital expenditure (juta Rp)
FCF (juta Rp)
R
Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
12.294 45.585 65.765 29.140 58.883 102.941 74.765 121.744 80.428 124.043 (187.824) (115.043) 61.139 74.749 (494.161) (552.085)
2.552 4.270 18.813 139.824 43.459 158.233 127.728 9.816 (254.170) (255.392) (151.794) (230.149) (10.395) (31.777) 115.580 (121.478)
9.742 41.316 46.952 (110.684) 15.424 (55.292) (52.963) 111.928 334.598 379.434 (36.030) 115.107 71.534 106.526 (609.741) (430.607)
0,161 (0,077) 0,078 0,070 (0,103) 0,259 0,116 0,004 0,045 0,092 0,177 0,062 (0,024) 0,035 0,060 0,066
FCF per share (Rp) 1.45 6.14 6.97 (16.44) 2.29 (8.21) (7.87) 16.62 49.69 56.35 (5.35) 17.10 10.62 15.82 (90.56) (63.95)
Harga pasar (Rp)
nilai intrinsik (Rp)
95 110 110 110 125 130 125 135 135 180 205 310 305 315 355 560
83 126 109 87 142 97 105 151 177 217 170 308 323 320 249 465
Lampiran 18. Nilai Intrinsik Saham PT Gudang Garam Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
CF operation (juta Rp) 1.865.399 2.188.149 1.587.043 834.682 1.341.497 3.094.124 1.022.935 1.582.883 1.359.847 2.245.726 1.429.596 1.905.618 1.250.142 2.197.908 2.092.677 1.449.178
Capital expenditure (juta Rp) (405.290) (980.393) (1.440.187) (1.903.487) (396.328) (697.424) (955.544) (1.062.803) (76.188) (120.229) (154.616) (161.249) (56.992) (209.869) (371.542) (423.421)
FCF (juta Rp)
r
FCF per share (Rp)
Harga pasar (Rp)
2.270.689 3.168.542 3.027.230 2.738.169 1.737.825 3.791.548 1.978.479 2.645.686 1.436.035 2.365.955 1.584.212 2.066.867 1.307.134 2.407.777 2.464.219 1.872.599
0,093 (0,043) 0, 038 0,110 (0,148) (0,076) (0,007) 0,101 0,190 0,293 (0,031) 0,061 0,131 0,077 0,056 0,046
1.180 1.647 1.573 1.423 903 1.971 1.028 1.375 746 1.230 823 1.074 679 1.251 1.281 973
12.900 13.700 13.000 13.550 16.100 12.650 10.900 11.650 10.500 9.500 10.350 10.200 10.600 11.150 9.400 8.500
nilai intrinsik (Rp) 12.884 16.042 14.039 13.485 19.966 15.828 12.010 11.835 9.448 8.301 11.534 10.628 9.972 11.519 10.114 9.052
Lampiran 19. Nilai Intrinsik Saham PT HM Sampoerna Tbk Per Kuartal Periode 2004-2007 Kuartal (Q)/tahun Q1/2004 Q2/2004 Q3/2004 Q4/2004 Q1/2005 Q2/2005 Q3/2005 Q4/2005 Q1/2006 Q2/2006 Q3/2006 Q4/2006 Q1/2007 Q2/2007 Q3/2007 Q4/2007
CF operation (juta Rp) 1.124.080 2.254.018 2.546.238 2.871.554 660.735 1.803.351 2.167.519 2.058.731 936.900 2.427.770 2.914.257 3.538.693 165.947 2.071.086 850.779 1.786.380
Capital expenditure (juta Rp) (95.946) (185.782) (277.220) (368.519) (138.683) 137.180 (16.269) 18.469 (112.267) (346.844) 207.175 94.058 (235.791) (391.790) (954.401) (1.455.950)
FCF (juta Rp)
r
1.220.026 2.439.800 2.823.458 3.240.073 799.418 1.666.171 2.183.788 2.040.262 1.049.167 2.774.614 2.707.082 3.444.635 401.738 2.462.876 1.805.180 3.242.330
0,099 (0,040) 0,020 0,069 0,258 0,092 0,130 0,119 0,159 0,105 0,175 0,054 0,153 0,010 0,069 0,073
FCF per share (Rp) 278 557 644 739 182 380 498 465 239 633 618 786 92 562 412 740
Harga pasar (Rp) 4.475 5.100 6.100 6.650 10.350 8.400 8.700 8.900 8.300 7.800 8.100 9.700 13.100 13.800 13.850 14.300
nilai intrinsik (Rp) 4.326 5.893 6.615 6.915 8.370 8.042 8.137 8.373 7.366 7.633 7.421 9.945 11.442 14.220 13.347 14.018