ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat)
Oleh : YANITA DWI CHAIRNANI A 14204025
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN YANITA DWI CHAIRNANI. ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA. Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI) Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pembagian kerja dan kontribusi perempuan dalam usahatani paprika dibandingkan usahatani labu siam, mengetahui perubahan relasi gender (akses dan kontrol) dalam agribisnis paprika dibanding usahatani labu siam, dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan relasi gender tersebut dan bentuk ketidakadilan gender yang terjadi. Penelitian dilakukan di Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Propinsi Jawa Barat. Subyek kasus yang dipilih adalah rumahtangga petani paprika, rumahtangga petani paprika dan labu siam serta rumahtangga petani labu siam. Pada tipe rumahtangga petani paprika terdapat tiga kasus yaitu kasus 1 (ekspansi dini), kasus 2 (ekspansi menengah) dan kasus 3 (ekspansi lanjut). Tipe rumahtangga yang kedua adalah tipe rumahtangga petani paprika dan labu siam, juga terdapat tiga kasus yaitu kasus 4 (ekspansi dini), kasus 5 (ekspansi menengah), dan kasus 6 (ekspansi lanjut), serta yang terakhir yaitu tipe rumahtangga petani labu siam dengan kasus satu rumahtangga yaitu kasus 7 (ekspansi lanjut). Mayoritas petani paprika di Kampung Pasirlangu adalah bagian dari kelompok tani, salah satunya dan yang paling besar adalah Koperasi Mitra Suka Maju (KSM). Subjek kasus dan informan mayoritas adalah anggota dan pengurus KSM dengan pertimbangan dekatnya lokasi dan ketersediaan data di lapangan. Penentuan subyek kasus dilakukan secara purposive dengan arahan informan. Jumlah subyek kasus adalah enam rumahtangga petani paprika dan labu siam. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan (observasi) langsung serta wawancara mendalam. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan cara memeriksa
kelengkapan
data,
data
yang
diperoleh
kemudian
disortir,
dikategorikan dan direduksi. Hasil pengolahan kemudian dianalisis dengan cara deskriptif, disertai kutipan sebagai fakta dengan menggunakan analisa Harvard.
Berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan, akses dan kontrol dalam rumahtangga petani paprika, petani paprika dan labu siam belum menunjukkan adanya kesetaraan, sedangkan pada rumahtangga petani labu siam bisa dianggap setara. Setara dalam hal ini adalah terdapat pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja pada rumahtangga petani paprika (kegiatan produksi) dilakukan oleh suami dan dominan dikerjakan oleh pekerja, sedangkan para istri mayoritas mengerjakan kegiatan reproduksi karena petani paprika mayoritas adalah petani sukses dan kaya sehingga jarang ada para istri yang masih ikut turun mengerjakan kegiatan produksi. Namun berbeda halnya dengan rumahtangga labu siam, suami istri saling bahu membahu dalam pembudidayaan labu siam. Rumahtangga labu siam mayoritas adalah keluarga ekspansi lanjut, karena labu siam merupakan komoditi pertanian zaman dulu sebelum masuknya paprika. Ketidakadilan gender yang terjadi pada agribisnis paprika adalah marginalisasi dimana perempuan tenaganya tergantikan oleh teknologi, stereotype bahwa perempuan lemah dan tidak mampu bekerja pada agribisnis paprika, dan subordinasi (peminggiran peran) perempuan pada sektor pertanian. Kemudian pada rumahtangga labu siam, manifestasi ketidakadilan gender berupa beban kerja ganda. Faktor yang mempengaruhi terjadinya ketidakadilan gender di Kampung Pasirlangu antara lain pertama karena faktor meningkatnya pendapatan secara ekonomi, sehingga petani lebih memilih untuk
mempekerjakan buruh
dibandingkan mempekerjakan anggota keluarga. Faktor kedua adalah karena faktor agama dan sosial budaya dimana masyarakat mayoritas beragama islam, suami yang harus bertanggung jawab terhadap keluarga sehingga tersusun menjadi suatu realitas objektif. Faktor ketiga adalah masuknya teknologi dalam agribisnis, karena ada tenaga perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut.
ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat)
Oleh : YANITA DWI CHAIRNANI A 14204025
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
:
Yanita Dwi Chairnani
NRP
:
A14204025
Program Studi
:
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi
: Analisis Gender dalam Pengembangan Agribisnis Paprika (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu,
Kecamatan
Cisarua,
Kabupaten
Bandung,
Propinsi Jawa Barat)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti, MS NIP. 19610927 198601 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus Ujian : _____________
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT
DENGAN
SESUNGGUHNYA
DAN
SAYA
BERSEDIA
MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Februari 2010
Yanita Dwi Chairnani A14204025
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sampit, Kalimantan Tengah pada tanggal 8 Januari 1987. Penulis merupakan anak ke-2 dari 4 bersaudara dari pasangan Chairil Akmal Eroplan dan Dwi Nurul Aini. Penulis menempuh pendidikan taman kanakkanak di TK Pertiwi Kuala-Kuayan pada tahun 1990-1992. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN Kuala-Kuayan 5 pada tahun 19921998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Mentaya Hulu dan kemudian pindah ke SLTPN 1 Mentaya Hilir Selatan pada tahun 1998-2001. Kemudian karena tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah di daerah Sampit pasca “Kerusuhan Sampit 2001” akhirnya penulis dipindahkan ke Pekalongan dan pada periode tahun 2001-2004 penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Pekalongan. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kampus antara lain Forum Komunikasi Rohis Jurusan Faperta (FKRJA) tahun 2004-2005 sebagai staff Divisi Pers dan Media, Himpunan Anak Islam KPM 41 (HAI KPM 41) tahun 2004-2008 sebagai Bendahara, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bola Volli IPB, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAPEKA). Berpartisipasi aktif juga pada kegiatan kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia (MP-FEMA) tahun 2006 sebagai Seksi Tata Tertib (Tatib), Masa Perkenalan Fakultas Pertanian (MP-Faperta) tahun 2008 sebagai Seksi Tata Tertib (Tatib).
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia serta izin-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Gender dalam Pengembangan Agribisnis Paprika (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat)” ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai perubahan relasi gender (akses dan kontrol) pada rumahtangga petani paprika dan labu siam di Kampung Pasirlangu, dimana terjadi perubahan akibat peralihan komoditi yang diusahakan. Selain itu juga diharapkan meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori dan pendekatan gender dalam pembangunan dengan kondisi di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan studi gender dan mampu memberikan suatu pertimbangan bagi pembuat kebijaksanaan di bidang pertanian untuk menempatkan analisis gender sebagai alat ukur terciptanya kebijakan yang lebih baik. Bagi peniliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi peneliti lain untuk mengadakan studi lanjutan berkenaan aspek gender dalam pembangunan pertanian. Semoga skripsi ini berguna bagi pihak-pihak tertentu, kesalahan dan kekhilafan tentunya terdapat dalam skripsi ini. Penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya jika ada tulisan yang menyinggung pihak-pihak tertentu.
Bogor, Februari 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Penulisan skripsi ini mungkin tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara materil dan non-materil, antara lain : 1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MS sebagai dosen pembimbing penulis yang dengan naluri keibuannya sangat sabar menuntun penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih ibu, terima kasih banyak. 2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi sebagai dosen penguji utama. Terima kasih atas segala masukan dan kritiknya. 3. Ir. Dwi Sadono, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen. Terima kasih atas segala masukan dan kritiknya. 4. Martua Sihaloho, SP, Msi. Mba Maria dan Mba Nisa di Sekretariat KPM yang selalu membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih abang dan mba-mba. 5. Abah, Mama, Kak Ami, Bang Ian, Jaya, Ayu, Ma Yayuh, Om Kardi dan keluarga besar Eroplan atas semua bantuan baik moril, materil, motivasi serta dukungan yang tak terhingga banyaknya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya selesai. 6. Masyarakat Desa Pasirlangu, Keluarga Besar Koperasi Mitra Suka Maju (Pak Cepi, Pak Mos, Pak Udo, Pak Agus, Pak Kusnadi, Pak Aan, Pak Arif, Pak Dede Tamlun), Pak Yayan, Ibu Darwilah, Teh Yani, Kang Iing, Aa Farid, Pak Ana, Pak Maman, Pak RW 03, terima kasih atas kesediaannya menerima penulis untuk melakukan penelitian di Desa Pasirlangu. 7. Teman-teman KPM 41, Nina, Rahma, Ari, Nunik dan semuanya yang telah memberikan bantuan, dukungan, semangat, kekuatan.
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR.........................................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH..............................................................................
vi
DAFTAR TABEL………………………………………………......………….
x
DAFTAR GAMBAR………………………………………….....……………..
xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang…………………………………………......………. Perumusan Masalah……………………………………......……….. Tujuan Penulisan………………………………......………………... Kegunaan Penelitian…………………………......………………….
1 5 5 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….
7
2.1. Pendekatan Teoritis…………………......…………………………... 2.1.1. Agribisnis……………….......……………………………….. 2.1.1.1. Konsep dan Tahapan Agribisnis……………......….. 2.1.1.2. Agribisnis Paprika dan Budidaya Labu Siam……… 2.1.1.2.1. Aktivitas Budidaya Labu Siam (Sechium Edule SW)……………………………….. 2.1.1.2.2. Aktivitas Agribisnis Paprika……………… 2.1.1.3. Pembangunan dan Kritik…………………......…….. 2.1.1.4. Pendekatan Pembangunan bagi Perempuan……....... 2.1.2. Gender………………………………………………......…… 2.1.2.1. Konsep Seks dan Gender………………………....... 2.1.2.2. Pengarusutamaan Gender……………......…………. 2.1.2.3. Analisis Gender…………......……………………… 2.1.2.4. Teknik Penelitian Gender………….......…………… 2.1.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender... 2.1.2.6. Isu Ketidakadilan Gender………….........…………. 2.2. Kerangka Pemikiran……..........……………………………………... 2.4. Definisi Konseptual………………………………………..........……
7 7 7 7
10 8 8 11 11 12 13 14 15 16 18 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………...
23
3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
Metodologi Penelitian……………………………………………...... Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………......…. Penentuan Subyek Kasus…………………………………..………... Teknik Pengumpulan Data……………………………………......…. Pengolahan dan Analisis Data…………………………......…………
23 23 24 25 26
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA 4.1. Gambaran Umum Kampung Pasirlangu…………………..………… 4.1.1. Kondisi Geografis……………................................................. 4.1.2. Kependudukan....................................................………......… 4.1.3. Mata Pencaharian Penduduk dan Aktivitas Ekonomi............... 4.1.3. Kelembagaan Desa…………………….............…………… 4.2. Karakteristik Rumahtangga…………………......…………………… 4.2.1. Kasus Petani Paprika Rumahtangga 1...................................... 4.2.2. Kasus Petani Paprika Rumahtangga 2...................................... 4.2.3. Kasus Petani Paprika Rumahtangga 3...................................... 4.2.4. Kasus Petani Paprika dan Labu Siam Rumahtangga 4............. 4.2.5. Kasus Petani Paprika dan Labu Siam Rumahtangga 5............. 4.2.6. Kasus Petani Labu Siam........................................................... BAB V PEMBAGIAN KERJA 5.1. Pembagian Kerja pada Rumahtangga Petani Paprika…………......… 5.2. Pembagian Kerja pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam.................................................................................................... 5.3. Pembagian Kerja pada Rumahtangga Petani Labu Siam.....................
28 28 32 37 38 39 40 41 42 43 44 47 47 54 59
BAB VI AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA DAN MANFAAT 6.1. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya…………………............. 6.1.1. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Paprika…………………………............. 6.1.2. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam……...…………. 6.1.3. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Labu Siam….......………………………. 6.2. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat…………………......………... 6.2.1. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika….......…………………………………………. 6.2.2. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam……………...………………… 6.2.3. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Labu Siam…………...…………………………………
BAB VII ISUE KETIDAKADILAN GENDER DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 7.1. Isue Marginalisasi…………………………………………………… 7.2. Isue Stereotipe……………………………………………………….. 7.3. Isue Subordinasi…………………………………………………….. 7.4. Faktor yang Mempengeruhi Ketidakadilan Gender………………….
62 62 65 67 68 68 69 70
72 72 73 74 75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan………………………………………..........………........ 7.2. Saran………………………………………..........…………………...
76 78
DAFTAR PUSTAKA……………………………......………………………....
79
LAMPIRAN………………………………………….....………………………
81
.
DAFTAR TABEL Nomor
Hal
Tabel 1.
Daerah Penghasil Paprika di Indonesia........................................
13
Tabel 2.
Pengkelasan Paprika…………………………………………….
14
Tabel 3.
Perbedaan WID dan GAD………………………………………
20
Tabel 2.
Perbedaan Seks dan Gender..........................................................
22
Tabel 3.
Kerangka Analisis Harvard...........................................................
26
Tabel 4.
Tabel Penentuan Subyek Kasus....................................................
25
Tabel 5.
Metode Pengumpulan dan Analisis Data......................................
26
Tabel 6.
Luas dan Persentase Peruntukan Lahan di Desa Pasirlangu Tahun 2009...................................................................................
Tabel 7.
Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin di Desa Pasirlangu Tahun 2009............................
Tabel 8.
33
Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Desa Pasirlangu Tahun 2009.......................
Tabel 9.
31
34
Jumlah dan Persentase Mata Pencaharian Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Pasirlangu Tahun 2009............................
36
Tabel 10.
Daerah Penghasil Paprika di Indonesia.......................................
43
Tabel 11.
Pengkelasan Paprika....................................................................
44
Tabel 12.
Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Paprika, Kasus Rumahtangga Kasus 1 (Ekspansi Dini)..............................................................................................
Tabel 13.
48
Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Paprika, Kasus Rumahtangga Kasus 2 (Ekspansi Menengah)..................................................................................
Tabel 14.
Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Paprika, Kasus Kasus 3 (Ekspansi Lanjut)........................
Tabel 15.
50
52
Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam, Kasus Rumahtangga Kasus 4 (Ekspansi Menengah)......................................................
Tabel 16.
Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam, Kasus Rumahtangga Kasus 5
55
(Ekspansi Lanjut)............................................................. Tabel 17.
57
Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Labu Siam, Kasus Rumahtangga Kasus 6 (Ekspansi Lanjut)..............................................................................
Tabel 18.
Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Paprika..............................................................................
Tabel 19.
68
Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam.....................................................
Tabel 23.
67
Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika............................................................................
Tabel 22.
65
Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Labu Siam.....................................................................
Tabel 21.
63
Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam..................................................
Tabel 20.
60
70
Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Labu Siam.........................................................................
71
DAFTAR GAMBAR Nomor
Hal
Gambar 1.
Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya.........................
1
Gambar 2.
Tanaman Labu Siam di Kampung Pasirlangu, 2010…………..
10
Gambar 3.
Tanaman Paprika dengan Teknologi Hidroponik, 2010………
11
Gambar 4.
Paprika yang Sudah Ditimbang dan Siap Untuk Dipasarkan….
16
Gambar 4.
Kerangka Pemikiran...................................................................
19
Gambar 3.
Keadaan Alam Kampung Pasirlangu.........................................
29
Gambar 4.
Jalan Kampung Pasirlangu.........................................................
32
Gambar 5.
Koperasi Mitra Suka Maju.........................................................
38
Gambar 8.
Paprika yang Sudah Ditimbang dan Siap Untuk Dipasarkan,
Gambar 9.
2010.................................................................
45
Pekerja Perempuan sedang Melakukan Penyetekan, 2010.........
61
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada masa-masa awal setelah kemerdekaan, paradigma pembangunan
yang berkembang dan dominan terutama negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah paradigma industrialisasi. Hal ini merupakan harapan pemerintah agar meningkatkan harkat hidup penduduknya atau dengan kata lain akan menyejajarkan kedudukan negara dengan negara-negara barat. Namun dengan
adanya
dominasi
dari
paradigma
industrialisasi
dalam
proses
pembangunan, mengakibatkan diterlantarkannya pembangunan pada sektor pertanian (Soetrisno, 2002). Merujuk pada hal tersebut, maka sudah selayaknya dibentuk suatu industri yang terkait langsung dengan agribisnis atau pertanian. Agribisnis adalah rangkaian semua kegiatan yang mencakup produksi, penyimpanan (storage), distribusi dan processing bahan dasar dari usahatani; serta suplai input dan penyediaan pelayanan penyuluhan, penelitian dan kebijakan. Menurut Soehardjo dalam Intan dan Sa’id (2002), sistem abribisnis dapat dibedakan menjadi 4 subsistem yaitu Pengadaan dan penyaluran sasaran produksi (SS-I), Produksi primer (SS-II), Pengolahan (SS-III) dan Pemasaran (SS-IV).
2
SS I (Pengadaan dan Penyaluran Sasaran Produksi)
SS II (Produksi Primer)
SS III (Pengolahan/Ag roindustri)
SS IV (Pemasaran)
Lembaga Penun jang Agribisnis (Pertanahan, Keuangan, Penelitian, dll)
Gambar 1. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya
Keseluruhan subsistem diatas saling terkait satu sama lain, sebagai ilustrasi SS-III akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh SS-II, selain itu SS-III akan berhasil dengan baik apabila menemukan pasar untuk penjualan produknya. Agribisnis juga merupakan lembaga penunjang seperti lembaga pertanahan, keuangan, pendidikan, penelitian dan perhubungan. Peningkatan aktifitas dalam agribisnis juga mempunyai keterkaitan dengan adanya keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi. Perempuan sebenarnya sudah berperan dalam pengadaan pangan untuk keluarga, namun fenomena ini menjadi suatu hal yang dianggap serius terutama pada awal tahun 1980-an. Bentuk keterlibatan tersebut ditandai melalui dua proses yaitu meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja dan juga meningkatnya bidang pekerjaan yang dapat dimasuki oleh pekerja perempuan (Irwan, 2001). Salah satu sektor perekonomian yang paling banyak dimasuki oleh perempuan adalah sektor pertanian, terutama pada perkebunan di pedesaan. Sebagai suatu ilustrasi didapat
3
fakta bahwa lebih dari 93 persen (%) pekerja pada perkebunan teh terutama di Jawa Barat adalah perempuan. Kaum perempuan sangat berperan penting dalam pengembangan sektor agribisnis di pedesaan. Ketidakadilan gender pada perempuan terjadi karena pembangunan mengabaikan aspek manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam pembangunan. Oleh karena itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok pembangunan yang akan memperkuat dan memajukan pembangunan pertanian. Salah satu hal yang mendasar bagi pembangunan pertanian adalah dengan adanya kebijakan dari pemerintah bagi permasalahan yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Pengarusutamaan Gender merupakan sebuah strategi dalam mencapai keadilan dan kesetaraan gender. Menurut Dewan Ekonomi dan Sosial PBB gender mainstreaming adalah strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian yang tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan dn tidak ada lagi ketidakadilan. Seperti terjadi di daerah yang dijadikan lokasi penelitian ini, di Kampung Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Para petani mulai membudidayakan tanaman paprika yang dulunya merupakan komoditi yang dimitrakan oleh petani dengan PT. Joro dan PT. Saung Mirwan. Menurut data yang peneliti dapatkan dari beberapa sumber terpercaya di lokasi penelitian, sebagian besar petani laki-laki bekerja pada komoditi paprika, sedangkan perempuan sudah jarang yang membantu suami mereka pada pengelolaan komoditi pertanian secara langsung.
4
Koperasi Mitra Suka Maju merupakan koperasi yang menampung paprika yang dihasilkan oleh petani di kampung Pasirlangu. Sebelumnya pada tahun 1997 pernah ada program kemitraan agribisnis paprika yang dijalankan antara komunitas petani Kampung Pasirlangu dengan PT. Joro dan PT. Saung Mirwan. Pada awalnya komoditi yang dibudidayakan oleh petani Pasirlangu adalah tanaman labu siam dan tanaman-tanaman sayur biasa seperti tomat, kol dan buncis. Setelah adanya program kemitraan tersebut, petani kampung Pasirlangu diperkenalkan dengan komoditi paprika dan kemudian mulai dibudidayakan oleh petani dengan bimbingan dari perusahaan swasta tersebut mengingat potensi daerah kampung Pasirlangu cocok untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut YYN, masuknya teknologi pertanian paprika telah merubah sistem bertani masyarakat yang pada awalnya menggunakan sistem pertanian tradisional menjadi sistem pertanian modern. Sistem tradisional yang semula hanya menggunakan cangkul, gunting dan bambu serta tidak digunakannya pestisida mulai berubah menjadi sistem modern. Sistem modern pada pengembangan komoditi paprika yaitu dengan metode hidroponik serta penggunaan green house dan juga pestisida dalam pembudidayaannya. Fakta yang ada di lapangan adalah teknologi pertanian paprika telah merubah keadaan ekonomi masyarakat Kampung Pasirlangu, mulai dari pendapatan petani yang semakin meningkat karena komoditi paprika sendiri mempunyai nilai jual yang tinggi dan juga merupakan komoditi kualitas ekspor. Sebagaimana dinyatakan Marx dalam Giddens (1986) bahwa perubahan pola produksi dalam sistem pasar pada suatu masyarakat akan menciptakan suatu perubahan pada masyarakat yang akan menciptakan suatu kapitalisme dan
5
menimbulkan adanya kelas-kelas berdasarkan kepemilikan alat-alat produksi. Perubahan tersebut berakibat pada berubahnya relasi gender terutama didalam hubungan diantara anggota keluarga dalam suatu rumahtangga. Hal ini menarik juga untuk dikaji karena terjadi perubahan relasi gender dalam rumah tangga petani dan juga untuk melihat ketimpangan gender yang terjadi akibat perubahan tersebut.
1.2.
Perumusan Masalah Kemitraan agribisnis yang pernah terjalin antara komunitas petani desa
Pasirlangu telah menjadikan adanya perubahan komoditas usahatani dari labu siam menjadi komoditas paprika. Adapun pertanyaan penelitian yang dijawab oleh penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pembagian kerja dan kontribusi perempuan dalam usahatani paprika dibandingkan usahatani labu siam? 2. Bagaimanakah perubahan relasi gender (akses dan kontrol) dalam agribisnis paprika dibanding usahatani labu siam? 3. Faktor apakah yang mempengaruhi perubahan relasi gender tersebut dan bentuk ketidakadilan gender yang terjadi?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat sejauhmana
perubahan teknologi agribisnis menyebabkan perubahan relasi gender.
6
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pembagian kerja dan kontribusi perempuan dalam usahatani paprika dibandingkan usahatani labu siam. 2. Mengetahui perubahan relasi gender (akses dan kontrol) dalam agribisnis paprika dibanding usahatani labu siam. 3. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan relasi gender tersebut dan bentuk ketidakadilan gender yang terjadi.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori dan pendekatan gender dalam pembangunan dengan kondisi di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan studi gender dan mampu memberikan suatu pertimbangan bagi pembuat kebijaksanaan di bidang pertanian untuk menempatkan analisis gender sebagai alat ukur terciptanya kebijakan yang lebih baik. Bagi peniliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi peneliti lain untuk mengadakan studi lanjutan berkenaan aspek gender dalam pembangunan pertanian.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Teoritis 2.1.1. Agribisnis 2.1.1.1 Konsep dan Tahap Kerja dalam Agribisnis Pertanian dalam arti luas dapat mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan dan perikanan. Dari segi skala yang ada, yang berskala besar seperti perusahaan, perkebunan dan skala kecil seperti industri rumahtangga yang cakupannya mencapai 90 persen dari seluruh perusahaan agribisnis di Indonesia. Sektor agribisnis hendaknya terus dikembangkan dengan pendekatan sistem agribisnis yang berorientasi pada komersialisasi usaha atau industri pedesaan dan pertanian rakyat yang modern. Partisipasi masyarakat agribisnis Indonesia dalam pasar global masih sangat kurang, hal ini didasarkan pada masih belum optimalnya produk agribisnis yang dapat dinikmati oleh negara-negara luar. Hal inilah yang mengakibatkan tidak optimalnya penghasilan yang diperoleh oleh masyarakat petani Indonesia karena pendapatan yang seharusnya mereka terima disedot oleh para pelaku pasar bermodal besar (Intan dan Sa’id, 2001). Kemajuan dalam bidang Agribisnis ditandai dengan menyempitnya spesialisasi fungsional dan semakin jelasnya pembagian kerja berdasarkan fungsifungsi sistem agribisnis, yang didalamnya terdapat kegiatan pengadaan dan penyaluran
sarana-sarana
produksi,
kegiatan
produksi
primer/budidaya,
pengolahan/agroindustri, dan pemasaran. Kemudian fungsi-fungsi tersebut disusun menjadi suatu sistem dimana fungsi-fungsi tersebut menjadi subsistem dari sistem agribisnis (Soehardjo, 2001).
7
Davis dan Goldberg mendefinisikan agribisnis sebagai suatu rangkaian semua kegiatan mulai dari pabrik dan distribusi alat-alat maupun bahan pertanian, kegiatan produksi on-farm atau budidaya pertanian, pengolahan, penyimpanan, serta distribusi komoditas pertanian dan barang-barang yang dihasilkannya. Agribisnis juga merupakan rangkaian semua kegiatan yang mencakup produksi, penyimpanan (storage), distribusi dan processing bahan dasar dari usahatani serta suplai input dan penyediaan pelayanan penyuluhan, penelitian dan kebijakan. Tahap kerja dalam agribisnis meliputi 4 subsistem yaitu Pengadaan dan penyaluran sasaran produksi (SS-1), Produksi primer (SS-2), Pengolahan (SS-3) dan Pemasaran (SS-IV). Keseluruhan subsistem diatas saling terkait satu sama lain, sehingga ilustrasi SS-III akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh SS-II, selain itu SS-III akan berhasil dengan baik apabila menemukan pasar untuk penjualan produknya. Agribisnis juga memerlukan lembaga penunjang seperti lembaga pertanahan, keuangan, pendidikan, penelitian dan perhubungan (Haritz Intan dan Gumbira Sa’id, 2001).
2.1.1.3 Agribisnis Paprika dan Pengembangannya Paprika merupakan salah satu komoditi tanaman hortikultura yang terbilang baru dikembangkan di Indonesia. Prospek tanaman ini cukup menjanjikan karena harganya yang cukup mahal dan proses penanamannya yang cukup mudah, namun membutuhkan modal yang cukup besar. Lokasi penanaman pun harus berada di daerah dataran tinggi agar pertumbuhannya maksimal. Pengembangan tanaman ini menggunakan sistem hidroponik, yaitu dengan tidak
8
menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya namun menggunakan sekam atau bahan yang mempunyai hara yang tinggi. Budidaya komoditi ini merupakan titik tolak Kampung Pasirlangu dalam mewujudkan pembangunan pertanian (Ahmad, 2007). Hal ini didapat dari beberapa penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa dengan berubahnya komoditi yang diusahakan petani dari komoditi labu siam menjadi paprika telah merubah struktur ekonomi dan sosial masyarakat.
2.1.1.3 Pembangunan dan Kritik Pembangunan
merupakan
suatu
perubahan
yang
disengaja
atau
direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki kearah yang dikehendaki. Pembangunan sendiri identik dengan perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern (Rahardjo, 1999). Dalam Syahyuti, 2006 Pembangunan merupakan terjemahan dari kata “development” yang artinya menjadi lebih baik atau “general improvement of living”. Pertanian pada awalnya dilakukan oleh masyarakat nomaden dengan cara berburu dan meramu, namun pada perkembangan pertanian sudah sangat berbeda dan jauh dari pertanian nomaden atau tradisional. Pertanian yang kita kenal sekarang adalah pertanian komersil yang identik dengan industrialisasi. Hal itulah yang menyebabkan pembangunan lebih identik dengan modernisasi, pembaruanpembaruan yang dilakukan oleh pembangunan dan masuknya teknologi baru telah dianggap membangun perekonomian desa.
9
2.1.1.4 Pendekatan Pembangunan bagi Perempuan Pendekatan WID (Women In Development) merupakan suatu pendekatan pertama yang memikirkan peran perempuan dalam pembangunan dan juga sebagai suatu kebijakan dalam pembangunan. Pendekatan ini mulai dikenal pada tahun 1970 setelah Ester Boseroup mengeluarkan bukunya yang berjudul Womes’s Role and Economic Development yang telah menyadarkan masyarakat dunia bahwa perempuan sebenarnya berperan penting dalam pembangunan, karena sebelumnya makna kerja bagi masyarakat dunia adalah suatu pekerjaan yang tentunya menghasilkan uang. Istilah ”perempuan dan pembangunan” muncul pada awal tahun 1970an oleh Women’s Comittee of the Washington D.C. Chapter of the Society for International Development sebagai bagian dari strategi untuk menarik para pembuat kebijakan di Amerika, karena sebagian besar kebijakan yang ada didasarkan pada paradigma modernisasi (Mosse, 1996). Sehingga hal tersebut yang mendorong diintegrasikannya perempuan dalam pembangunan, agar paradigma kerja tradisional perempuan setidaknya diakui sebagai bagian dari perekonomian nasional, karena tanpa disadari perempuan telah menyumbang bagian yang cukup besar dalam pembangunan. Pendekatan
WID
mengharuskan
perempuan
untuk
mendapatkan
kesempatan yang sama dengan laki-laki baik dalam hal pendidikan ataupun halhal yang berhubungan dengan sisi produktif perempuan. Dengan adanya asumsi seperti hal tersebut, memicu munculnya kebijakan baru yaitu kebijakan perempuan dalam pembangunan (Women and Development/WAD) yang tidak hanya menitikberatkan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan
10
namun juga menganggap perempuan sebagai sosok yang penting dari segi ekonomi maupun pekerjaan publik atau domestiknya. Pendekatan WAD (Woman and Development) kemudian mengalami pergeseran menjadi pendekatan GAD (Gender and Development) dimana pendekatan ini merupakan satu-satunya pendekatan terhadap perempuan dalam pembangunan yang melihat semua aspek kehidupan dan semua kerja yang dilakukan perempuan dan menolak upaya apapun untuk menilai rendah pekerjaan dan mempertahankan keluarga dan rumah tangga. Untuk mempermudah pemahaman
mengenai
ketiga
pendekatan
diatas,
maka
Wigna
(2003)
mengelompokkan ketiga pendekatan tersebut menjadi : 1. WID merupakan usaha praktis
yang mencoba mengintegrasikan
perempuan kedalam pembangunan, 2. WAD mempunyai pengertian yang lebih luas dalam memandang ulasan kritis terhadap perenan perempuan serta pengaruh kebijakan dan proyek pembangunan, dan 3. GAD mempertegas hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan.
11
Tabel 1. Perbedaan WID dan GAD Sumber Pembeda Pendekatan Fokus Masalah
Tujuan
Pemecahan
Strategi
Women and Development Gender and Development (WID) (GAD) Sumber permasalahan ada Sumber permaslahan ada pada perempuan pada pembangunan Perempuan Pole relasi laki-laki dan perempuan Tidak berperan sertanya Ketidaksejajaran hubungan perempuan dalam proses kekuasaan, menyebabkan pembangunan berlangsungnya pembangunan yang tidak adil dan tidak berperansertanya perempuan secara maksimal Pembangunan yang lebih Pembangunan yang adil dan efektif dan efisien berkesinambungan dengan laki-laki dan perempuan sebagai pengambil keputusan Mengintegrasikan Memperkuat empowerment perempuan dalam proses perempuan pembangunan • Proyek-proyek untuk • Mengidentifikasi perempuan kebutuhan praktis • Kegiatan proyek khusus sebagaimana didefinisikan perempuan oleh laki-laki dan • Proyek-proyek terpadu : perempuan untuk meningkatkan memperbaiki kondisi produktifitas perempuan kehidupan mereka - meningkatkan pendapatan • Bersamaan dengan itu, perempuan ditangani juga kebutuhan meningkatkan strategis perempuan keterampilan perempuan • Menangani kebutuhan dalam menurus strategis golongan ekonomi rumahtangga lemah melalui pembangunan untuk rakyat.
Sumber : Canadian Council for International Co-operation 1991, Two Halves Make a Whole, Ottawa,
2.1.2
Gender
2.1.2.1 Konsep Seks dan Gender Pada dasarnya konsep gender berbeda dengan konsep seks (jenis kelamin). Menurut Fakih (1996) seks (jenis kelamin) adalah pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang dibedakan secara biologis yang melekat pada jenis
12
kelamin tertentu. Secara biologis alat-alat tersebut tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki maupun perempuan. Sedangkan konsep gender yakni sifat sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Perbedaan ini lahir oleh banyak hal dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara sehingga perbedaan gender dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Gender dapat menentukan akses terhadap pendidikan, kerja dan sumberdaya yang diperlukan untuk industri dan keterampilan. Gender akan menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan untuk membuat keputusan dan bertindak secara autonom, atau dengan gender kita dapat memprediksikan seperti apa kita dikemudian hari. Untuk memperjelas konsep seks dan gender dapat diperhatikan melalui tabel berikut :
Tabel 2. Perbedaan Seks dan Gender No Karakteristik 1 Sumber Pembeda 2 Visi, misi 3 Unsur Pembeda 4
Sifat
5
Dampak
6
Keberlakuan
Seks Tuhan Kesetaraan Biologis Kodrat dan tidak dapat dipertukarkan Terciptanya nilai-nilai kesempurnaan, kenikmatan, kedamaian, sehingga menguntungkan kedua belah pihak Sepanjang masa, tidak tergantung keadaan dan tidak mengenal pembedaan kelas.
Sumber : Handayani & Sugiarti. 2002.halaman 7.
Gender Manusia (masyarakat) Kebiasaan Kebudayaan (melalui tingkah laku) Harkat, martabat, dapat dipertukarkan Terciptanya norma-norma atau ketentuan “pantas” atau “tidak pantas” dan cenderung merugikan salah satu pihak, terutama perempuan Bisa berubah, tergantung keadaan dan berbeda di tiap masyarakat.
13
2.1.2.2 Pengarusutamaan Gender Pengarusutamaan Gender (PUG) atau
Gender Mainstreaming telah
diadopsi secara resmi di Indonesia mulai tahun 2000 dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000. kemunculan dari Inpres ini sendiri merupakan suatu bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk mengikuti kesepakatan Internasional, serta desakan masyarakat sipil agar pemerintah melakukan tindakan-tindakan konkrit dan sistematis dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian PUG adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Berbicara mengenai kesetaraan dan keadilan gender tidak lepas dari adanya perubahan baik yang kasat mata (tangiable) maupun yang tidak kasat mata (intangiable) dalam kondisi relasi antara laki-laki dan perempuan. Konsep PUG pertama kali muncul saat Konferensi PBB untuk Perempuan IV di Beijing pada tahun 1995. menurut Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Gender Mainstreaming adalah strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi dan sosial sehingga laki-laki dan perempuan sama-sama mendapatkan keuntungan dan tidak akan terjadi ketidakadilan. Prinsip utama PUG ada 3, yaitu menempatkan manusia sebagai manusia seutuhnya yang menganggap laki-laki dan perempuan mempunyai prinsip Hak Asasi Manusia yang sama, demokrasi dimana laki-laki dan perempuan diberi kebebasan yang sama dalam bidang politik dan
fairness, justice,dan equity
(pemerataan, penegakan hukum dan kesetaraan). Pengarusutamaan Gender
14
menekankan tentang pentingnya enabling tools dan technical tools yang dalam Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 dikategorikan menjadi 7 unsur, yaitu dukungan
politik,
kebijakan,
sumberdaya,
sistem
data
dan
informasi,
kelembagaan, alat analisis gender dan dukungan masyarakat sipil.
2.1.2.3 Analisis Gender Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan (2001), analisis gender adalah proses menganalisis data maupun informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi kedudukan, fungsi, peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan menurut Moser (1986), analisis gender adalah analisis sosial (mencakup ekonomi, budaya dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi : keadaan (kondisi) dan kedudukan (posisi) di masyarakat dan didalam keluarga. Analisis ini umumnya digunakan untuk menganalisis hal-hal yang bersumber pada struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender. Kemudian dengan analisis tersebut akan menghasilkan kebutuhan dan kebutuhan strategis gender. Kerangka kerja analisis gender menurut Overholt dalam
Handayani
(2001), dikategorikan menjadi empat tahap, yaitu : a. Profil Kegiatan Mengumpulkan data mengenai apa yang sebenarnya dikerjakan oleh lakilaki dan perempuan, siapa yang mengerjakan apa dalam rumah tangga dan masyarakat (pembagian kerja atau peranan gender). Hal tersebut meliputi pekerjaan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan.
15
b. Profil Akses dan Kontrol Mempertimbangkan akses yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya produktif, kontrol apa yang mereka punyai dan siapa yang memperoleh keuntungan dari penggunaan sumberdaya tersebut. Akses adalah peluang atau kesempatan untuk melakukan sesuatu, sedangkan kontrol adalah kemampuan untuk menguasai dan menentukan berbagai hal termasuk menutup atau membuka akses seseorang terhadap keterlibatannya dalam pembangunan. c. Analisis Faktor-faktor Kecenderungan Mengenalisis faktor dan kecenderungan yang menentukan pembagian kerja berdasarkan gender, hubungan gender serta akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang mungkin akan menentukan hasil dari suatu program. d. Analisis Daur Program Menggunakan semua data mengenai tiga poin diatas untuk setiap daur program.
2.1.2.4 Teknik Penelitian Gender Teknik analisis gender adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan atau saling ketergantungan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat manfaat yang
diperoleh
laki-laki
dan
perempuan
dari
hasil
pembangunan
(Handayani&Sugiarti, 2002). Berdasarkan level analisisnya ada tiga tingkatan dalam analisis gender, yaitu (1) tingkat keluarga atau rumah tangga yaitu dengan
16
mempelajari pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif, reproduktif dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut, (2) tingkat masyarakat dengan melihat akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya yang mencakup informasi, kredit, teknologi, pendidikan/penyuluhan/pelatihan, sumberdaya alam, peluang bekerja dan berusaha, dan (3) tingkat negara melalui kebijaksanaan yang melatarbelakangi semua program atau intervensi pembangunan (Mugniesyah dalam Nurhilaliah, 2003). Teknik analisis yang digunakan yaitu Teknik Analisis Harvard atau Gender Framework Analysis (GFA). Teknik Analisis Harvard adalah suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, dan alat ukur yang digunakan adalah menggunakan profil aktifitas, profil akses, dan profil kontrol. Profil aktifitas didasarkan pada pembagian kerja gender (siapa melakukan apa? di dalam rumahtangga dan masyarakat), yang memuat daftar tugas antara laki-laki dan perempuan. Aktifitas dikelompokkan menjadi 3, yaitu kegiatan produktif, reproduktif/rumahtangga, dan sosio-politik-keagamaan. Profil akses dan kontrol didekati dengan mengidentifikasi kegiatan spesifik gender dalam produksi, reproduksi dan perawatan. Teknik analisis ini dirancang untuk melihat profil gender dari suatu kelompok sosial. Kerangka analisisnya adalah sebagai berikut :
17
Tabel 3. Kerangka Analisis Harvard A. Sumberdaya
Laki-laki Akses Kontrol
Perempuan Akses Kontrol
Tanah Peralatan tenaga kerja Lainnya B. Manfaat Pendapatan dari luar Pemilikan Kekayaan Lainna Sumber : Handayani & Sugiarti. 2002. halaman 174
2.1.2.5 Isu Ketidakadilan Gender Perbedaaan seks atau gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan suatu bentuk ketidakadilan gender (gender inequalities). Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana lakilaki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut (Sugiarti dan Handayani, 2002). Ada beberapa bentuk ketidakadilan gender yaitu : marginalisasi (proses pemiskinan ekonomi), subordinasi (peminggiran peran), stereotipe (pelabelan negatif), kekerasan (violence) serta beban kerja yang lebih panjang dan lebih banyak (burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran gender yang dialami baik oleh laki-laki maupun perempuan yang berasal dari sistem budaya patriarkhi yang dinilai merendahkan perempuan. Manifestasi ketidakadilan gender menurut Fakih (1996) dijelaskan sebagai berikut : 1. Marginalisasi (proses pemiskinan ekonomi) Marginalisasi cenderung mengarah kepada proses pemiskinan ekonomi, ketidakadilan ini kebanyakan terjadi pada salah satu jenis kelamin tertentu yaitu perempuan. Ketidakadilan jenis ini bisa bersumber dari kebijakan pemerintah,
18
keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau asumsi ilmu pengetahuan. Seperti pada program swasembada pangan atau revolusi hijau (green revolution), banyak kaum perempuan yang termarginalisasi atau tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan di sawah akibat masuknya teknologi baru yang tidak membutuhkan banyak tenaga perempuan. 2. Subordinasi (peminggiran peran) Adanya anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional sehingga tidak bisa tampil memimpin mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Bahkan pemerintah pernah mempunyai peraturan yang mengharuskan seorang istri untuk meminta izin dari suaminya apabila hendak melanjutkan studi ke luar negeri, namun sebaliknya laki-laki berhak untuk memutuskan sendiri. 3. Stereotipe (pelabelan negatif) Secara umum, stereotipe atau pelabelan negatif atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan setiap stereotipe selalu menimbulkan ketidakadilan. Seperti dalam halnya asumsi bahwa perempuan bersolek hanya untuk menarik perhatian lawan jenisnya dan apabila ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe. Bahkan yang lebih parah, masyarakat cenderung menyalahkan korban yang dalam hal ini adalah perempuan. 4. Kekerasan gender (violence) Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Ada beberapa bentuk kejahatan yang dikategorikan dalam kekerasan gender, yaitu
19
pemerkosaan, domestic violence dalam rumahtangga termasuk penyiksaan terhadap anak-anak, genital mutilation, prostitution, pornografi, pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana, kekerasan terselubung (molestation) atau memegang bagian tubuh perempuan tanpa izin dari yang bersangkutan, pelecehan seksual yaitu sexual and emotional harassment untuk perempuan dan unwanted attention apabila pelecehan tersebut terjadi pada laki-laki. 5. Beban Kerja Bias gender yang mengakibatkan beban kerja seringkali diperkuat oleh adanya pandangan atau keyakinan dalam masyarakat bahwa pekerjaan domestik lebih layak apabila dilakukan oleh perempuan karena dinilai lebih rendah dan tidak pantas dilakukan oleh kaum laki-laki. Dalam keluarga miskin, beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri, terlebih jika perempuan itu harus juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Maka perempuan ini akan memikul beban kerja ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan domestik dan juga menjalankan pekerjaan pada bidang publik yaitu sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
2.1.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender Analisis gender merupakan suatu kerangka kerja yang digunakan untuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan yang mungkin terjadi terhadap laki-laki dan perempuan dan juga terhadap hubungan sosial ekonomi diantara mereka. Analisis gender biasanya digunakan pada proyek-proyek pembangunan, walaupun prinsip-prinsip yang dijelaskan sehubungan dengan pengambilan dan penggunaan data yang dapat digunakan untuk tipe program
20
lainnya. Dengan analisis gender pula peneliti dapat melihat sebuah bentuk ketidakadilan gender. Tiga hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan gender yaitu, pertama akar sosial budaya dimana ketimpangan gender itu tersusun menjadi suatu realitas objektif, kedua melihat pada proses pemberian makna dan pemeliharaan ketimpangan secara terus-menerus, ketiga melihat pada integrasi pasar yang memiliki peran penting dalam segmentasi antara laki-laki dan perempuan (Irwan, 2001). Kemudian Mosse, 1996 menambahkan adanya faktor teknologi dalam agribisnis juga mempengaruhi ketimpangan tersebut, karena ada tenaga perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut.
2.2
Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat relasi gender dan diskriminasi terhadap perempuan pada komunitas petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat, khususnya karena adanya teknologi atau inovasi baru dalam agribisnis paprika. Teknologi paprika merupakan salah satu teknik baru dalam pertanian di Kampung Pasirlangu, dengan adanya teknologi baru ini mempengaruhi relasi gender dalam struktur masyarakat petaninya. Pola tanam yang semula menggunakan konsep pertanian tradisonal dimana komoditi yang diusahakan hanyalah labu siam saja kemudian mulai bergeser ke arah pertanian yang modern dimana keseluruhan dari sistem itu disebut agribisnis.
21
Konsep gender sangat berpengaruh dalam pembangunan pertanian, terutama aspek manusia yang berkecimpung didalamnya. Untuk mengetahui relasi gender yang terjadi pada agribisnis paprika ini dibutuhkan beberapa alat yaitu profil pembagian kerja, profil akses dan juga profil kontrol. Dengan menggunakan ketiga pisau analisis tersebut akan diperoleh adanya ketidakadilan gender yang terjadi baik berupa marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan maupun beban kerja. Hal ini akan menampakkan adanya ketimpangan gender dalam sektor agribisnis. Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konsep Gender
Pembangunan
Analisis Gender - Pembagian kerja - Akses - Kontrol
Penyebab Ketidakadilan Gender - akar budaya - proses pemberian makna dan pemeliharaan ketimpangan gender - Integrasi pasar dalam segmentasi jenis kelamin
Keterangan : mempengaruhi
Agribisnis
Pertanian Tradisional
Relasi Gender
Teknologi
Ketidakadilan Gender - Marginalisasi - Subordinasi - Stereotipe - Kekerasan - Beban Kerja
22
2.3. 1.
Definisi Operasional Petani adalah orang yang bekerja pada sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya didapat dari sektor pertanian.
2.
Agribisnis adalah rangkaian semua kegiatan yang mencakup produksi, penyimpanan (storage), distribusi dan processing bahan dasar dari usahatani; serta suplai input dan penyediaan pelayanan penyuluhan, penelitian dan kebijakan.
3.
Usahatani adalah kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi bidang pertanian. Ada dua jenis usahatani yaitu subsisten dan komersil.
4.
Rumahtangga petani adalah tumahtangga dengan anggotanya adalah sepasang suami dan istri yang melakukan kegiatan mengusahakan komoditi paprika maupun labu siam dengan tujuan atau sebagian atau seluruh hasilnya dijual melalui koperasi untuk mendapatkan keuntungan atau resiko sendiri.
5.
Pembagian kerja gender adalah pembagian kerja dalam rumahtangga antara laki-laki dan perempuan baik atas kesepakatan bersama ataupun karena Adanya pengaruh struktur budaya dalam masyarakat.
6.
Akses adalah kesempatan yang dimiliki oleh rumahtangga subyek kasus untuk menggunakan sumberdaya ataupun hasilnya yang berkaitan dengan kegiatan produktif seperti lahan, dan modal namun tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan bagaimana cara menggunakan sumberdaya tersebut. Akses dapat diukur dengan membandingkan jumlah subyek kasus laki-laki dan perempuan yang menyatakan akses terhadap sumberdaya yang dikelola dalam usahatani.
23
7.
Kontrol adalah kekuasaan atau wewenang dalam mengambil keputusan yang dilakukan oleh individu untuk melakukan suatu kegiatan dalam kaitannya dengan penggunaan sumberdaya dalam usahatani. Variabel kontrol diukur melalui frekuensi pengambilan keputusan dalam beragam kegiatan dan sumberdaya.
8.
Gender adalah peran yang diberikan kepada seseorang karena adanya pengaruh budaya atau interpretasi kultural yang mencakup perilaku-perilaku khusus seperti dalam hal berpakaian, bersikap, kepribadian, pekerjaan, seksualitas,
tanggungjawab
keluarga
yang
secara
bersama-sama
memperlihatkan peran gender. 9.
Analisis gender adalah proses menganalisis data maupun informasi secara sistematis tentang laki-laki maupun perempuan untuk mengidentifikasi kedudukan, fungsi, peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan serta faktor-faktor yang mampengaruhinya.
10.
Alat analisis gender adalah alat yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan atau saling ketergantungan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan.
11.
Relasi gender adalah pandangan tentang adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah status dan peran, yang menggambarkan adanya ketidakadilan gender.
12.
Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
24
13.
Isu-isu ketidakadilan gender ada 5 yaitu marginalisasi (proses pemiskinan ekonomi), subordinasi (peminggiran peran), stereotipe (pelabelan negatif), kekerasan (violence) serta beban kerja yang lebih panjang dan lebih banyak (burden).
14.
Kegiatan Produktif adalah kegiatan dalam usahatani yang langsung menghasilkan pendapatan baik berupa uang. Hal ini dapat terlihat dari peran laki-laki dan perempuan dalam curahan waktu melalui pembagian kerja antara suami dan istri.
15.
Kegiatan Reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan baik berupa uang maupun barang tapi menjamin kelangsungan hidup keluarga. Data didapat dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan satuan jam per hari.
16.
Kegiatan Sosial/Kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat setempat atau kerabat dekat, seperti hajatan dan gotong-royong. Dilihat dari keikutsertaan seseorang dalam kegiatan tersebut dan curahan waktunya diukur dengan menggunakan metode recall sebulan yang lalu dan dikonversi dengan ukuran jam per hari dalam satu bulan terakhir.
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan strategi studi kasus pada komunitas petani paprika dan labu siam. Keutamaan strategi ini terletak pada kemampuannya mengungkap sekaligus dua tujuan utama penelitian kualitatif, yaitu kekhasan dan kompleksitas dari suatu kejadian atau gejala sosial dengan mendasarkan pada pandangan subjektif pelaku dalam suatu kejadian atau gejala sosial tersebut (Sitorus, 1998). Strategi studi kasus digunakan untuk melihat gejala ketidakadilan gender dalam agribisnis paprika. Oleh karena itu, dikaji lebih lanjut pembagian kerja pada rumahtangga petani paprika dan labu siam, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dalam pengelolaan agribisnis paprika dan pembudidayaan labu siam.
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan daerah ini merupakan daerah penghasil paprika terbesar di Indonesia dimana didalamnya dapat dijumpai rumahtangga yang bekerja pada agribisnis tersebut, dan juga karena adanya pergeseran komoditi yang dibudidayakan yaitu labu siam menjadi paprika. Penelitian dilakukan pada tanggal 21-27 Januari
24
2010, namun sudah mengumpulkan data jauh sebelum penelitian. Peneliti sebelumnya telah melakukan penjajagan ke lokasi penelitian dan juga telah mendapatkan beberapa data pendukung dari peneliti-peneliti sebelumnya.
3.2.
Penentuan Subyek Kasus Subjek kasus yang dipilih adalah rumahtangga petani paprika dan labu siam.
Pemilihan subyek kasus dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan komoditi dan tipe perkembangan keluarga. Jumlah subyek kasus adalah enam rumahtangga yang dipilih secara sengaja dari anggota Koperasi Mitra Suka Maju berdasarkan saran bapak CP selaku informan. Subyek kasus dipilih berdasarkan tipologi kasus, yaitu tipe rumahtangga petani paprika, rumahtangga petani paprika dan labu siam serta rumahtangga petani labu siam. Selain subyek kasus berupa rumahtangga, juga dipilih sejumlah informan yang yang terdiri dari tokoh masyarakat, pengurus dan anggota Koperasi Mitra Suka Maju, guna memberikan informasi yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan topik penelitian. Informan yang dipilih adalah warga Pasirlangu yang letak tempat tinggalnya Rumahtangga petani paprika terdapat tiga kasus yaitu kasus 1 (ekspansi dini), kasus 2 (ekspansi menengah), dan kasus 3 (ekspansi lanjut). Rumahtangga ini diambil dari data anggota Koperasi Mitra Suka Maju (KSM). Tiga rumahtangga ini dianggap unik karena menggambarkan ketiga tipologi perkembangan keluarga. Rumahtangga petani paprika dan labu siam terdapat terdapat dua kasus yaitu kasus 4 (ekspansi menengah), kasus 5 (ekspansi lanjut). Kedua rumahtangga ini membudidayakan
25
paprika dan labu siam secara bersamaan. Kemudian tipe rumahtangga yang ketiga yaitu rumahtangga petani labu siam adalah kasus 6 (ekspansi lanjut). Tipe petani labu siam sangat jarang ditemukan di Kampung Pasirlangu, hanya beberapa dan mayoritas mereka adalah rumahtangga ekspansi lanjut karena komoditi labu siam adalah tanaman yang dibudidayakan jauh sebelum paprika masuk ke Kampung Pasirlangu. Subyek kasus dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Penentuan Subjek Kasus No
Tipologi Perkembangan Keluarga
Kasus Rumahtangga Paprika
1
Ekspansi Dini
2
Ekspansi Menengah
3
Ekspansi Lanjut
Rumahtangga Arief Budiman Rumahtangga Aan Burhanudin Rumahtangga Pak Udo
Kasus Rumahtangga Paprika dan Labu Siam _
Kasus Rumahtangga Labu Siam
Rumahtangga Dede Suherman Rumahtangga H. Maman Sutarman
_
_
Rumahtangga Lukmanul Hakim
Sumber : dikumpulkan oleh penulis Keterangan : Ekspansi Dini Ekspansi Menengah Ekspansi Lanjut
3.4.
: suami-isteri dan anak pertama usia balita : suami-isteri dan anak pertama usia sekolah : suami-isteri dan anak pertama sudah menikah
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data
dalam penelitian ini didahului dengan pengumpulan data sekunder yaitu hasil analisis format laporan profil desa dan literatur lain serta studi berbagai pustaka serta tulisantulisan yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Data primer dikumpulkan melalui
26
observasi langsung dan wawancara mendalam dengan subyek kasus dan informan dengan menggunakan panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya.
3.5.Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data. Data yang diperoleh kemudian disortir, dikategorikan, dan direduksi. Hasil pengolahan kemudian dianalisis dengan cara dekskriptif, disertai kutipan sebagai fakta dengan menggunakan analisa Harvard. Metode pengumpulan, pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Topik Penelitian
Data yang akan Dikumpulkan Gambaran umum Keadaan wilayah, lokasi penelitian karakteristik tempat dan lingkungan, keadaan sosial ekonomi Pembagian Kerja Rumahtangga Agribisnis Paprika dan Budidaya Labu Siam
Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produksi (agribisnis paprika dominan laki-laki, labu siam setara), reproduksi dan sosial/kemasyarakatan Akses dan Kontrol Sumber daya fisik, terhadap Sumber sumber daya pasar, Daya dan sumber daya sosio
Metode Pengumpulan Data Kualitatif (dokumen pemerintahan, wawancara mendalam dan pengamatan langsung) Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung)
Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung)
Sumber Data Informan (aparat pemerintah, pengurus KSM, masyarakat Kampung Pasirlangu) Subyek kasus (petani paprika dan labu siam)
Subyek kasus (petani paprika dan labu siam), dan informan (dinasdinas terkait, pengurus KSM)
27
Topik Penelitian
Data yang akan Dikumpulkan Akses dan Kontrol Manfaat praktis terhadap Manfaat (penghasilan, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan) dan manfaat strategis (bertambahnya wawasan dan pengetahuan tentang paprika dan labu siam dan status kerja perempuan dalam rumahtangga) Isue Ketidakadilan Manfaat praktis Gender dan Faktor (penghasilan, yang Mempengaruhi pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan) dan manfaat strategis (bertambahnya wawasan dan pengetahuan tentang paprika dan labu siam dan status kerja perempuan dalam rumahtangga)
Metode Pengumpulan Data Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung)
Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung)
Sumber Data Subyek kasus (petani paprika dan labu siam) dan informan (dinasdinas terkait, pengurus KSM)
Subyek kasus (petani paprika dan labu siam) dan informan (dinasdinas terkait, pengurus KSM)
28
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA
Penelitian ini berlangsung di Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ini berada di daerah perbukitan di kaki Gunung Burangrang dan merupakan salah satu sentra paprika terbesar di Indonesia. Paprika yang dihasilkan tidak hanya dijual untuk pasar dalam negeri (lokal) tetapi juga untuk pasar luar negeri (ekspor).
4.1. Gambaran Umum Kampung Pasirlangu 4.1.1. Lokasi dan Keadaan Alam Kampung Pasirlangu Kampung Pasirlangu merupakan salah satu kampung dari 12 kampung yang terdapat di Desa Pasirlangu. Desa Pasirlangu merupakan salah satu desa dari delapan desa yang termasuk di dalam Kecamatan Cisarua. Terletak lima kilometer dari ibukota Kecamatan Cisarua, yang dapat ditempuh selama setengah jam menggunakan kendaraan umum berupa angkot maupun ojeg. Batas Desa Pasirlangu adalah, di sebelah : -
Utara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang,
-
Selatan berbatasan dengan Desa Cimanggu Kecamatan Ngamprah,
-
Barat berbatasan dengan Desa Cipada Kecamatan Cisarua, dan
-
Timur berbatasan dengan Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua. Terletak di ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut Desa Pasirlangu
memiliki suhu yang cukup dingin dengan suhu 20oC hingga 22oC sehingga daerah ini
29
sangat cocok bagi pertanian sayuran. Dengan luas wilayah 1128.797 ha, namun luas lahan yang digunakan oleh masyarakat hanya sekitar 710 ha, 355 ha digunakan sebagai hutan lindung dan sisanya seluas 63,797 ha adalah tanah kas desa.
Gambar 3. Keadaan Alam Kampung Pasirlangu di Kaki Gunung Burangrang, 2010
Luas wilayah Desa Pasirlangu yang dimanfaatkan masyarakat adalah 710 ha yang terdiri dari 3 buah dusun, 12 buah kampung, 13 RW, dan 61 RT. Ketiga dusun itu diberi nama Dusun I, Dusun II, dan Dusun III. Dusun I terdiri dari 4 RW (RW 1 sampai RW 4) dan 20 RT. Dusun II terdiri dari 5 RW (RW 5 sampai RW 9) dan 22 RT, serta Dusun III terdiri dari 4 RW (RW 10 hingga RW 13) dan 19 RT. Ketiga dusun yang ada di Desa Pasirlangu masing-masing mempunyai komoditi andalan. Komoditi yang menjadi ciri khas dusun 1 adalah paprika (biasa disebut “cabe” oleh masyarakat Pasirlangu). Dusun ini memiliki sebuah Koperasi yaitu Koperasi Mitra Suka Maju yang beranggotakan petani paprika dan disinilah aktifitas
30
terbesar agribisnis paprika Desa Pasirlangu berlangsung. Ciri khas Dusun II adalah bunga Hebras, namun sudah ada beberapa petani yang mulai menanam paprika. Dusun III memiliki ciri khas komoditi bunga Hebras. Hampir di setiap dusun masih ada petani yang mengusahakan labu siam karena komoditi utama ciri khas Desa Pasirlangu sebelum komoditi paprika adalah labu siam. Selain paprika dan bunga Hebras, Kampung Pasirlangu dulunya merupakan penghasil labu siam. Kampung Pasirlangu juga membudidayakan kol merah, buncis, timun Jepang, bunga kol dan tomat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa, pembangunan banyak dilakukan di Dusun I karena pertanian di Dusun ini terbilang maju. Daerah Pasirlangu biasa disebut “Daerah Dollar” karena banyak petani yang meminjam ke Bank dalam jumlah yang besar. Pemberian nama di Desa Pasirlangu dilakukan jauh sebelum adanya pembatasan dusun dari pemerintah. Desa Pasirlangu terdiri dari 12 kampung, yaitu Kampung Pasirlangu (RW 1 sampai RW 3), Kampung Pondoh (RW 4), Kampung Cibudah (RW 8), Kampung Barunyatuh (RW 6), Kampung Cipendeuy (RW 7), Kampung Sukamaju (RW 5), Kampung Pasir Kuning (RW 10 sampai RW 13). Kampung Pasir Kuning terdiri dari Kampung Pasir Kuda (RW 10), Daerah Babakan (RW 11), Jalan Anyar (RW 12), dan Kampung Nyalindung (RW 13). Desa Pasirlangu merupakan daerah dengan topografi lereng gunung/berbukit. Kepadatan penduduk yang semakin meningkat (0,75 per km) menyebabkan menyempitnya kepemilikan lahan, sehingga mengakibatkan wilayah perbukitan digunduli dan dijadikan sebagai daerah perladangan.
31
Tabel 6. Luas dan Persentase Peruntukan Lahan di Desa Pasirlangu Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Peruntukan Lahan Pemukiman Persawahan Pemakaman desa Pekarangan Perkantoran Pemerintah Sawah Irigasi Sederhana Tegal/Ladang Tanah Kas Desa Lapangan Olahraga Bangunan Sekolah Jalan Hutan Lindung Hutan Rakyat Jumlah
Luas (ha) 87,35 8 0,7 58 0,4 8 525 65,537 0,15 1,16 7,5 355 12 1128,797
Persentase (%) 7,74 0,7 0,06 5,14 0,04 0,7 46,5 5,8 0,01 0,1 0,67 31,4 1,06 100
Sumber : Data Potensi Desa Pasirlangu, 2009
Tabel 6 menyajikan data luas dan persentase peruntukan lahan yang terdapat di Desa Pasirlangu. Peruntukan lahan paling luas untuk tegal/ladang seluas 525 ha, hutan lindung seluas 525 ha, pemukiman seluas 87,35 ha, tanah kas desa seluas 65,537 ha, pekarangan seluas 58 ha, hutan rakyat seluas 12 ha, persawahan seluas 8 ha, sawah irigasi sederhana seluas 8 ha, jalan seluas 7,5 ha, bangunan sekolah seluas 1,16 ha, lapangan olahraga seluas 0,15 ha, pemakaman desa seluas 0,7 ha dan perkantoran pemerintah seluas 0,4 ha. Kampung Pasirlangu merupakan salah satu kampung yang terdapat di Desa Pasirlangu. Kampung Pasirlangu terdiri dari tiga RW, yaitu dari RW 1 sampai 3. Di sebelah Utara, Kampung Pasirlangu berbatasan dengan RW 6, sebelah Barat berbatasan dengan RW 4 dan Desa Cimanggu. Untuk mencapai Kampung Pasirlangu dapat ditempuh melalui beberapa jalan. Apabila berhenti di Tol Padalarang, kita dapat langsung mencapai lokasi dengan menggunakan ojeg. Ongkos untuk membayar
32
ojek terbilang mahal karena jalan yang dilalui sekitar dua kilometer dengan medan yang terjal dan menanjak. Jalan yang kedua adalah melalui Pasar Barukai/SPN Cisarua, bisa melalui Cimahi atau Ledeng dengan ongkos ojeg dari Pasar Barukai sekitar Rp. 6.000, 00-an. Jalan utama yang menyusuri kampung ini awalnya terbuat dari aspal atas swadaya masyarakat Kampung Pasirlangu, namun karena seringnya alur keluarmasuk truk besar untuk mengangkut hasil pertanian maka jalan kampung ini menjadi rusak dan berlubang. Hasil pertanian yang jumlahnya berton-ton mereka jual ke pasar dengan menggunakan truk, colt diesel, atau menggunakan motor melalui jalan ini.
Gambar 4. Jalan Kampung Pasirlangu, 2010
4.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi Kampung Pasirlangu 4.1.2.1. Kependudukan Merujuk pada data potensi desa tahun 2009, jumlah penduduk Desa Pasirlangu berjumlah 9.203 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 4.682 orang dan
33
perempuan sebanyak 4.521 orang dengan kepala keluarga (KK) sebanyak 2.892 orang. Kampung Pasirlangu merupakan kampung yang paling padat penduduknya di Desa Pasirlangu. Kepadatan ini disebabkan juga karena peningkatan dari segi ekonomi dengan masuknya komoditi paprika menjadi komoditi terbesar yang diusahakan masyarakat setempat. Kampung Pasirlangu terdiri dari 3 RW yaitu RW 1, RW 2 dan RW 3 dengan jumlah penduduk kurang lebih 500 kepala keluarga dan setiap keluarga rata-rata memiliki 5 orang anggota keluarga sehingga Kampung Pasirlangu dihuni sekitar 2.500 jiwa. Topografi Kampung Pasirlangu ada 2 macam yaitu pada RW 1 dan RW 2 memiliki topografi jalanan yang terjal dengan kemiringan yang cukup tajam, berbeda dengan RW 3 yang memiliki kemiringan yang rendah sehingga cocok untuk pemukiman. Hal inilah yang mengakibatkan RW 3 menjadi pusat aktifitas di Kampung Pasirlangu.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin di Desa Pasirlangu Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7
Golongan Umur (tahun) Dibawah 5 5-15 16-25 26-50 51-60 61-75 Diatas 75 Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki (orang) Perempuan (orang) 390 369 891 847 757 808 1.514 1.425 396 383 456 431 227 309 4.682 4.521
Sumber : Data Potensi Desa Desa Pasirlangu, 2009
Jumlah (orang) 759 2.585 1.565 2.939 779 887 536 9.203
34
Tabel 7 menyajikan data jumlah dan persentase penduduk menurut golongan usia dan jenis kelamin yang terdapat di Desa Pasirlangu. Pada kelompok usia di bawah 5 tahun sebanyak 759 orang, 5-15 tahun sebanyak 2.585 orang, 16-25 tahun sebanyak 1.565 orang, 26-50 tahun sebanyak 2.939 orang, 51-60 tahun sebanyak 779 orang, 61-75 tahun sebanyak 887 orang, dan usia di atas 75 tahun sebanyak 536 orang.
4.1.2.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di Desa Pasirlangu masih sangat rendah. Warga Pasirlangu sebagian besar hanya mengenyam tingkat pendidikan Sekolah Dasar, dan bahkan ada juga yang tidak lulus sampai pendidikan Sekolah Dasar. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut diakibatkan oleh ketidakmampuan warga dalam membiayai ongkos sekolah. Sekarang, karena banyak warga yang sudah mulai sukses dalam pertanian paprika, maka semakin banyak anak petani yang dapat mengenyam pendidikan lebih. Walaupun ada warga yang berhasil menjadi sarjana, mereka akan tetap bekerja sebagai petani karena hasil yang didapat dari bertani cukup menjanjikan. Sarjana yang memilih untuk menjadi petani tersebut berasal dari berbagai macam bidang pendidikan. Petani-petani tersebut antara lain adalah Bapak Sutardi, Bapak Cepi, Bapak Aan dan Bapak Yayan. Menurut Bapak YYN, warga yang bergelar sarjana atau insinyur tersebut lebih memilih untuk bertani karena persaingan dalam dunia kerja yang sangat ketat, sehingga mereka lebih memilih untuk
35
memanfaatkan potensi kampung halaman mereka, yang ternyata mereka rasa amat menjanjikan.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Desa Pasirlangu Tahun 2009 No 1 2 3 4 5
Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Akademi (D1-D3) Sarjana (S1) Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%) 2.772 1.858 530 160 33 5.353
51,78 34,70 9,90 2,98 0,61 100
Sumber : Data Monografi Desa Pasirlangu, 2009
Tabel 8 menyajikan data jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di Desa Pasirlangu. Penduduk yang taman SD sebanyak 2.772 orang, tamat SMP sebanyak 1.858 orang, tamat SMA 530 orang, tamat Akademi (D1-D3) sebanyak 160 orang, dan tamat Sarjana (S1) sebanyak 33 orang. Selain Sekolah Dasar, di Kampung Pasirlangu juga terdapat sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA/Madrosah) yang menjadi sarana pendidikan non formal. TPA diadakan setelah sekolah. Guru mengaji yang ada di Kampung Pasirlangu berasal dari daerah Desa Pasirlangu juga. Latar belakang pendidikan mereka tidak terlalu diperhatikan, karena yang terpenting adalah orang tersebut dapat mengajarkan nilai-nilai keislaman kepada murid-murid tersebut. Aktifnya Madrosah di Kampung Pasirlangu menandakan kuatnya nilai-nilai Islam yang mereka anut. Selain mengaji, di Madrosah, warga juga mengikutsertakan anak mereka ke dalam les-les ataupun
36
bimbingan mengajar. Mata pelajaran yang dileskan antara lain Bahasa Inggris dan Matematika yang dilaksanakan di salah satu rumah warga.
4.1.2.3. Mata Pencaharian Penduduk Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Pasirlangu adalah sebagai petani. Jumlah penduduk di Kampung Pasirlangu berdasarkan mata pencaharian pokoknya tidak jauh berbeda dengan gambaran jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Pasirlangu. Warga Kampung Pasirlangu sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, baik itu buruh tani maupun pemilik penggarap.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Mata Pencaharian Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Pasirlangu Tahun 2009 No
Mata Pencaharian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Petani Buruh Tani Pegawai Negeri Sipil Pengrajin Industri RT Pedagang keliling Montir Bidan Swasta TNI POLRI Pensiunan PNS/TNI/POLRI Pengusaha Kecil dan Menengah Dukun Kampung Terlatih Seniman/Artis Karyawan Swasta Jumlah
11 12 13 14
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3.352 1.674 2.200 563 6 12 5 2 100 83 6 2 6 4 6 -
Jumlah (orang) 5.026 2.763 18 7 183 6 2 6 4 6
Persentase (%) 44,02 24,20 0,15 0,06 1,60 0,05 0,01 0,05 0,03 0,05
25
5
30
0,26
4 4 9.070
5 2.346
5 4 4 11.416
0,04 0,03 0,03 100
Sumber : Data Potensi Desa Pasirlangu, 2009
37
Tabel 9 menyajikan data jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk menurut jenis kelamin di Desa Pasirlangu. Mata pencaharian yang paling utama adalah sebagai petani sebesar 44,02%, kemudian buruh tani sebesar 24,20%, pedagang keliling sebesar 1,6%, Pengusaha Kecil dan Menengah sebesar 0,26%, Pegawai Negeri Sipil sebesar 0,15%, Pengrajin Industri Rumahtangga sebesar 0,06%, Montir, TNI dan Pensiunan PNS/TNI/POLRI masing-masing sebesar 0,05%, Dukun Kampung Terlatih sebesar 0,04%, dan POLRI, seniman/artis serta Karyawan Swasta masing-masing sebesar 0,03%. Lapangan pekerjaan memang tersedia selalu bagi warga yang ingin bekerja. Mereka dapat bekerja sebagai buruh tani paprika. Warga yang baru lulus SMA dapat langsung bekerja sebagai buruh, karena pertanian paprika menyerap cukup banyak tenaga kerja. Para petani paprika Pasirlangu bahkan mempekerjakan pekerja di luar Kampung Pasirlangu. Hal ini menandakan bahwa pertanian paprika menyerap banyak tenaga kerja. Menurut ES (41 tahun), para pelajar yang baru lulus tersebut memilih untuk bekerja sebagai buruh tani karena mereka dapat belajar menanam paprika dari pengalaman sebagai buruh tani tersebut. Setelah mereka mengetahui bagaimana cara menanam paprika, mereka dapat menjadi petani mandiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh Bapak ATP (32 tahun). Ia sekarang telah berhasil menjadi petani mandiri. Ia pertama kali mengetahui bagaimana cara menanam paprika dari pengalamannya sebagai buruh tani untuk Bapak Kusnadi.
38
4.1.3. Kelembagaan Desa Kelembagaan yang ada di Desa Pasirlangu meliputi kelembagaan formal yang dibentuk atas prakarsa pemerintah pusat dan kelembagaan informal yang dibentuk atas prakarsa warga desa. Kelembagaan formal yang tercatat di tingkat desa ini adalah pemerintah desa, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Badan Perwakilan Desa (BPD), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Keluarga Berencana (KB) dan Pos Pelayanan Terpadu. Pada umumnya pada kelembagaan formal tersebut terdapat kecenderungan bahwa laki-laki sangat dominan dalam kelembagaan
politik/pemerintahan,
sedangkan
perempuan
dominan
pada
kelembagaan yang cenderung sebagai kepanjangan peranan reproduktif perempuan seperti PKK, Keluarga Berencana dan Posyandu. Selain kelembagaan di atas, terdapat beberapa kelembagaan pertanian antara lain Koperasi Mitra Suka Maju, Sampurna Jaya, Dafa Farm, Dewa Family dan Kelompok Tani Pak Ermis. Kelima lembaga tersebut bergerak dibidang pertanian yaitu sayuran dan mayoritas petani anggotanya menanam komoditi paprika. Menurut AS, Koperasi Mitra Suka Maju (KMSK) merupakan kelompok tani yang paling banyak anggotanya, dan setiap harinya paprika yang keluar masuk mencapai 500kg-1 ton per hari.
39
Gambar 5. Koperasi Mitra Suka Maju, 2010
4.2.
Karakteristik Rumahtangga
4.2.1. Aktivitas Budidaya Labu Siam (Sechium Edule SW) Labu Siam merupakan komoditi usahatani Kampung Pasirlangu yang masih bertahan
sampai
sekarang,
walaupun
sudah
sangat
jarang
petani
yang
membudidayakan hanya labu siam tanpa tumpang sari dengan tanaman sayur lain seperti kol, tomat dan buncis. Sebelum masuknya paprika, Kampung Pasirlangu merupakan daerah penghasil labu siam atau lebih sering disebut Lejet oleh warga setempat. Labu siam masih diusahakan oleh petani-petani kecil Kampung Pasirlangu, alasannya karena membudidayakan labu siam yang merupakan tanaman yang memiliki masa tanam yang panjang dan mudah serta murah perawatannya. Alat yang digunakan pada pembudidayaan labu siam hanya berupa cangkul, gunting dan bambu untuk paronggong/penyangga. Bambu yang dipakai harus didatangkan dari daerah lain karena di Kampung Pasirlangu tidak terdapat tanaman
40
bambu. Perawatan yang dilakukan adalah dengan membersihkan daun-daun yang menutupi paronggong tempat labu siam merambat. Paronggong terbuat dari bambu yang ditegakkan setinggi 1 hingga 2 meter dan kemudian diberi kerangka untuk merambatkan tanaman labu siam. Daun-daun yang sudah tua dibersihkan agar sinar matahari masuk ke sela-sela tanaman labu siam. Pembersihan daun-daun ini dinamakan penyetekan yang dilakukan oleh buruh-buruh tani perempuan. Bibit yang digunakan oleh petani untuk menanam labu siam bisa diambil dari hasil penen mereka sendiri. Teknis penanamannya sangat mudah yaitu dengan menaruh biji labu siam pada tanah, beberapa waktu kemudian tanaman labu siam akan tumbuh dan memenuhi paranggong. Dalam satu kali masa tanam, tanaman labu siam dapat bertahan hingga lima tahun. Selama periode itu petani dapat memanen labu siam hampir setiap hari, jadi dalam dua hari sekali petani memiliki pendapatan.
Gambar 6. Tanaman Labu Siam di Kampung Pasirlangu, 2010
41
Menurut Pak Ana (51 tahun), pemupukan dalam budidaya labu siam dilakukan petani sesuai keinginan petani sendiri, ada yang satu bulan satu kali, ada pula yang baru memberi pupuk selama tiga bulan hanya satu kali. Labu siam tidak memerlukan pestisida karena hama labu siam tidak banyak. Pupuk yang lazim digunakan untuk labu siam adalah urea, NPK dan hidrocomplex yang biasa dibeli di Toko Buana Tani di daerah Lembang (di luar Desa Pasirlangu). Budidaya labu siam dalam perawatannya membutuhkan cukup banyak tenaga kerja, terutama untuk penyetekan. Buruh tani perempuan biasa dibayar Rp. 8.000, 00 per setengah hari dan buruh tani laki-laki antara Rp.15.000, 00 hingga Rp. 17.000, 00 per-hari. Pemanenan biasa dilakukan dua hari sekali ada juga yang dilakukan satu minggu sekali, pemasaran labu siam biasa dilakukan dengan cara nitip kepada bandar-bandar yang akan menjual labu siam ke pasar-pasar lokal seperti di Bandung, Jakarta, Tangerang, Bogor dan Bekasi.
4.2.2. Aktivitas Agribisnis Paprika Paprika dengan nama latin Capsikum Annum adalah komoditi yang terbilang baru dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai iklim dan dapat tumbuh di berbagai belahan dunia. Paprika termasuk dalam tanaman buah yang rasanya manis dan sedikit pedas. Bahasa Inggris dari paprika ini adalah sweet pepper, yang artinya cabai yang manis. Tanaman paprika pada umumnya tumbuh setinggi 50 sentimeter - 150 sentimeter. Paprika sangat baik apabila dibudidayakan secara hidroponik dengan menggunakan sekam sebagai media tanamnya. Khusus untuk
42
budidaya secara hidroponik, tanaman paprika bisa tumbuh mencapai ketinggian tiga sampai empat meter. Paprika merupakan buah yang kaya akan vitamin C, dengan dosis 150 – 250 milligram per 100 gram. Petani Dusun Pasirlangu mengetahui bahwa buah ini mengandung banyak vitamin C, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan petani yang memakan mentah-mentah buah paprika apabila mereka sedang sariawan atau bibir pecah-pecah.
Gambar 7. Tanaman Paprika dengan Teknologi Hidroponik, 2010 Usahatani paprika merupakan usahatani yang sarat akan modal. Petani kecil yang tidak memiliki modal, dapat dengan mudah mendapatkan modal di Kampung Pasirlangu. Para petani biasanya meminjam modal dari bank, koperasi dan juga dari pedagang pengumpul. Penyediaan input-input pertanian paprika juga dapat dengan mudah diakses oleh para petani karena terdapat banyak pihak yang berperan dalam penyediaan input pertanian paprika di Kampung Pasirlangu. Setelah berhasil menanam paprika, maka para petani juga tidak akan mengalami kesulitan dalam
43
pemasaran hasil panen, karena Pasirlangu sudah terkenal sebagai penghasil paprika di seluruh Indonesia. Paprika di Kampung Pasirlangu dibudidayakan dengan teknologi hidroponik, yaitu dengan menggunakan sekam sebagai media tanamnya dan harus menggunakan green house sebagai tempat pembudidayaan. Harga benih paprika cukup mahal mulai dari Rp. 1.600,00-Rp. 2.500,00 per benih. Paprika tidak bisa ditanam langsung pada media sekam dan harus disemai dulu serta di dalam green house baby selama 30 hari. Setelah disemai bibit paprika yang masih kecil dipindah ke dalam pollybag yang berisi sekam sebagai media tanam. Setelah dilakukan penjenuhan arang sekam kemudian tunas paprika mulai dipindahkan kedalam pollybag untuk ditanam. Dibutuhkan waktu selama tiga bulan untuk tanaman paprika tumbuh sebelum berbuah pada bulan ke-enam. Paprika membutuhkan air yang bersih dalam pembudidayaannya, di Kampung Pasirlangu menggunakan air yang berasal dari Sumur Bandung. Sumber air bersih di Desa Pasirlangu sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi sumber air tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan MCK warga RW 1 sampai 4 saja, yaitu Sumur Bandung. Pada tahun 2001 atas permintaan warga yang kurang mendapatkan air bersih, terutama warga Sukaraja dan Pasirkuning, maka munculah gagasan untuk membuat jalur air untuk mendapatkan air bersih dari sumber yang bersih, yaitu dari mata air Leuwi Layung. Sebelumnya penduduk di sana mengandalkan air yang mengalir dari Gunung Burangrang. Lama kelamaan air dari Gunung Burangrang tersebut mulai mengecil.
44
Warga menggalang dana secara swadaya untuk membuat jalur pipanisasi, lalu mereka menyewa tenaga ahli yang mampu memperhitungkan keadaan sekitar dan mengerti bagaimana cara pembuatan pipa saluran air. Modal awal yang dibutuhkan untuk pembuatan pipanisasi ini dapat terpenuhi melalui penggalangan dana swadaya masyarakat. Masyarakat diharuskan membayar tiga juta rupiah per palet. Kepengurusan swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pengurus penyaluran air bernama Mitra Cai Tirta Rahayu yang dibentuk untuk menjaga dan memelihara keberlangsungan jalur pipa hasil pipanisasi.
Tabel 10. Daerah Penghasil Paprika di Indonesia No Daerah Penghasil Paprika 1 Kab. Bandung (Kec. Cisarua dan Kec. Parongpong) 2 Kab. Cianjur (sekitar perkebunan Gedeh dan Cipanas) 3 Kab. Bogor (sekitar Megamendung) 4 Kab. Garut (sekitar Cikajang) 5 Jawa Tengah (Wonosobo) 6 Jawa Timur (Kota Batu) 7 Bali (sekitar Bedugul) 8 NTB (daerah Sembulun, kaki G. Rinjani)
Luasan Lahan 24 ha 2.5 ha 1 ha 1 ha 1 ha 3 ha 1 ha 14 ha
Sumber: www.wikipedia.com
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa daerah penghasil paprika di Indonesia adalah di Kabupaten Bandung (Kec. Cisarua dan Kec. Parongpong) seluas 24 hektar. Hal ini menandakan agribisnis paprika merupakan sektor pertanian yang diandalkan oleh petani. Desa Pasirlangu adalah penghasil terbesar paprika di Kecamatan Cisarua. Pemeliharaan paprika dominan dilakukan oleh pekerja, baik itu penyiraman, pemberian nutrisi, pewiwilan (buang tunas), pemilihan cabang dan penyortiran
45
bahkan sampai panen dan pasca panen (pemetikan dan pengangkutan). Pekerjapekerja ini dibayar sesuai dengan jumlah pohon paprika yang mereka rawat dengan upah untuk satu pohon paprika rata-rata sebesar Rp. 150,00 sampai Rp. 200,00. Jumlah pohon dalam satu green house bervariasi mulai dari 3.000 pohon bahkan ada yang sampai 10.000 pohon. Dilakukan proses penyortiran sesuai grade dan juga pengepakan yang telah ditentukan sebelum paprika dipasarkan. Pengkelasan atau grading paprika dibagi ke dalam empat kelas. Kelas-kelas paprika tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Fungsi penyortiran dan pengepakan ini dijalankan oleh pihak yang memasarkan paprika, baik itu koperasi, bandar ataupun perorangan. Selain grading, paprika juga dibedakan kelasnya berdasarkan tingkat kematangan dan warna. Paprika berwarna merah diberi harga Rp. 17.000 per kg, paprika kuning Rp. 19.000 per kg, sedangkan paprika hijau Rp. 8.000 per kg (harga paprika sewaktuwaktu dapat berubah, karena harganya sangat fluktuatif). Paprika hijau merupakan paprika yang dipetik lebih awal dari paprika yang berwarna. Jarak antara paprika hijau dengan paprika yang berwarna adalah satu bulan. Pemanenan yang dilakukan oleh petani tergantung kebutuhan pasar, apabila banyak permintaan paprika hijau, maka petani akan memanen paprika tersebut sebelum matang atau berwarna dan harga paprika hijau pasti akan mahal.
46
Tabel 11. Pengkelasan Paprika Kelas A
Ciri-ciri Ukuran buah besar dengan bobot 229 gr- 350 gr Tekstur buah keras Bentuk buah normal Buah masak petik Tidak cacat dan tidak terinfeksi hama penyakit B Buah sedang dengan bobot 150 gr- 200 gr Buah masak petik Tekstur buah keras Bentuk buah normal Tidak terinfeksi hama dan penyakit C Buah segala ukuran Buah masak petik Tekstur buah sedikit lembek Cacat, baik disebabkan oleh faktor mekanik atau teknik. TO Buah paprika yang tidak lolos penyortiran, biasanya (torolog) bentuk buahnya kecil-kecil dan berwarna masih hijau Sumber: Puspitasari, 2004
Tujuan Pemasaran Ekspor
Pasar induk lokal dan konsumen-konsumen lokal
Pasar induk lokal dan konsumen-konsumen lokal
Pasar lokal.
Tabel 11 adalah tabel pengkelasan paprika, untuk kategori A paprika dijual ke pasar internasional/ekspor atau untuk pasar domestik/super market besar. Kategori B dan C biasanya dijual untuk pasar induk lokal dan konsumen-konsumen lokal, sedangkan kualitas D biasa disebut torolog/bubuk adalah paprika yang tidak lolos sortir dan biasanya dipasarkan ke “pasar tradisional”. Pasar paprika ini adalah untuk ekspor ke Singapura, pasar untuk konsumen lokal dan tradisional. Petani Kampung Pasirlangu memasarkan paprika yang mereka panen ke berbagai pihak. Bagi yang meminjam input-input pertanian, baik kepada koperasi atau bandar, mereka memiliki kewajiban utuk memasarkan hasil panen mereka ke pihak mereka memperoleh pinjaman. Untuk petani mandiri yang membeli input-input pertanian dengan modal sediri, mereka bebas menjual hasil panen kepada pihak manapun, baik bandar, koperasi ataupun langsung mereka jual ke pasar, bahkan
47
bila mereka menjual langsung ke pasar, keuntungan yang diperoleh akan semakin besar.
Gambar 8. Paprika yang Sudah Ditimbang dan Siap Untuk Dipasarkan
Bandar atau pedagang pengumpul paprika setelah memperoleh paprika dari petaninya, memasarkan kembali ke pihak lain. Tempat pemasaran antara lain ke pasar induk Caringin dan Cibitung, ke restoran-restoran dan hotel, ke perusahaanperusahaan, atau bahkan ada yang sampai diekspor ke Singapura. Bandar besar yang berhasil memasarkan paprikanya untuk diekspor adalah Bapak DW (42 tahun). Bapak DW memasarkan paprikanya dengan sistem kontrak. Koperasi memasarkan paprika dari anggotanya mulai dari konsumen rumahtangga sampai ke luar negeri. Sama dengan Bapak DW, koperasi juga memasarkan paprika ke Singapura dengan sistem kontrak.
51
BAB V PEMBAGIAN KERJA
5.1.
Pembagian Kerja Rumahtangga Petani Paprika Pada rumahtangga petani agribisnis paprika mencakup kegiatan produksi,
reproduksi dan sosial/kemasyarakatan. Kegiatan produksi pada rumahtangga petani paprika mencakup: pembuatan green house, budidaya paprika meliputi penyemaian benih dalam green house baby, pembersihan lahan, pengisian sekam dan penjenuhan arang sekam, penanaman, pemeliharaan (penyiraman dan pemberian nutrisi, pewiwilan/pembuangan tunas dan pemilihan cabang, penyortiran), panen. Pasca panen
meliputi
pemetikan,
pengangkutan
dan
pemasaran
dan
juga
pembukuan/administrasi. Kemudian juga ada usaha sampingan diluar dari aktivitas budidaya paprika. Kegiatan reproduksi pada rumahtangga petani paprika mencakup: belanja, memasak, mencuci, menyetrika pakaian, membersihkan rumah dan mengasuh anak. Kegiatan sosial/kemasyarakatan mencakup: pertemuan kelompok tani/koperasi, pengajian dan posyandu dan sekolah bagi anak usia sekolah. Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang pembagian kerja pada rumahtangga petani paprika di Kampung Pasirlangu, dapat dilihat pada tabel 12 kasus rumahtangga 1 (ekspansi dini), tabel 13 kasus rumahtangga 2 (ekspansi menengah) dan tabel 14 kasus rumahtangga 3 (ekspansi lanjut).
52
Tabel 12. Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan pada Rumahtangga Petani Paprika, Kasus Rumahtangga AB (Ekspansi Dini) Kegiatan S Produksi : Pembuatan green house √ Budidaya Paprika: Penyemaian √ Pembersihan Lahan √ Pengisian dan Penjenuhan Arang Sekam √ Penanaman √ Pemeliharaan Penyiraman dan Pemberian Nutrisi Pewiwilan dan Pemilihan Cabang Penyortiran √ Panen √ Pasca panen: Pemetikan √ Pengangkutan √√ Pemasaran Pembukuan/administrasi √√ Usaha Sampingan Reproduksi : Belanja Memasak Mencuci Menyetrika Pakaian Membersihkan Rumah Mengasuh Anak √ Sosial/Kemasyarakatan : Pertemuan Kelompok Tani/Koperasi √√ Pengajian √ Posyandu Keterangan : √ : pelaku S : Suami √√ : pelaku dominan I : Istri AL : Anak Laki-laki P : Pekerja
Ekspansi Dini Kasus Rumahtangga 1 I AL
P √√ √ √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√
√√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √
√
Tabel 12 menyajikan pembagian kerja dalam rumahtangga paprika AB, pada kegiatan produksi yaitu budidaya agribisnis paprika dikerjakan oleh suami dan dominan dikerjakan oleh pekerja mulai dari penyemaian sampai dengan
53
pengangkutan,
sedangkan
pemasaran
dilakukan
melalui
koperasi.
Pembukuan/administrasi dominan dilakukan oleh suami, karena suami pada rumahtangga ini juga bekerja sebagai Kepala Bagian (kabag) Administrasi pada Koperasi Mitra Suka Maju (KSM). Istri juga melakukan kegiatan produksi namun berupa usaha sampingan dan istri dominan pada kegiatan reproduksi, sedangkan pada kegiatan sosial-kemasyarakatan baik suami, istri dan anak laki-laki berperan aktif. Berdasarkan uraian ini, pada kasus 1 sebenarnya terdapat subordinasi (peminggiran peran) perempuan dalam sektor pertanian, karena istri dominan pada kegiatan reproduksi dan sama sekali tidak membantu dalam kegiatan produksi paprika. Anak laki-laki belum bisa ikut bekerja karena masih di bawah umur dan juga belum bersekolah. Hal ini seperti di ungkapkan AB, suami pada kasus rumahtangga 1 yang menyatakan: “...Istri mah dirumah aja ngurusin anak, kalaupun kerja paling ngajar ngaji di Madrosah sama bantu-bantu bikin usaha sampingan kayak jualan baju sama masukin jajanan kecil ke warung-warung. Kalau „cabe‟ mah kan udah ada pekerja jadi udah ada yang urusin..” Selain subordinasi, pada rumahtangga ini juga terdapat kecenderungan perempuan mengalami beban kerja, karena selain dominan melakukan kegiatan reproduksi, istri juga melakukan kegiatan produksi seperti berjualan baju dan makanan kecil serta menjadi guru mengaji di Madrosah.
54
Tabel 13. Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan Pada Rumahtangga Petani Paprika, Kasus Rumahtangga ABU (Ekspansi Menengah) Kegiatan S Produksi : Pembuatan green house √ Budidaya Paprika: Penyemaian √ Pembersihan Lahan √ Pengisian dan Penjenuhan Arang √ Sekam Penanaman √√ Pemeliharaan √ Penyiraman dan Pemberian Nutrisi √ Pewiwilan dan Pemilihan Cabang √ Penyortiran √ Panen √ Pasca panen : Pemetikan √ Pengangkutan √√ Pemasaran Pembukuan/administrasi √√ Usaha Sampingan Reproduksi : Belanja Memasak Mencuci Menyetrika Pakaian Membersihkan Rumah Mengasuh Anak √ Sosial/Kemasyarakatan : Pertemuan Kelompok Tani/Koperasi √√ Pengajian √ Posyandu Keterangan : √ : pelaku S : Suami √√ : pelaku dominan I : Istri AL : Anak Laki-laki AP : Anak Perempuan P : Pekerja
Ekspansi Menengah Kasus Rumahtangga 2 I AL AP
P √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√
√√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √
Tabel 13 menyajikan pembagian kerja dalam rumahtangga paprika AAB, pada kegiatan produksi yaitu budidaya paprika dikerjakan oleh suami dan dibantu
55
oleh pekerja mulai dari penyemaian sampai dengan pengangkutan. Pemasaran dilakukan suami melalui koperasi. Pembukuan/administrasi dominan dilakukan oleh suami karena suami juga merupakan anggota sekaligus pengurus pada Koperasi Mitra Suka Maju. Istri dominan pada kegiatan reproduksi dalam rumahtangga dan juga pada kegiatan produksi berupa usaha sampingan yaitu toko saprotan (sarana produksi pertanian), sedangkan pada kegiatan sosial-kemasyarakatan baik suami maupun istri berperan aktif. Berdasarkan uraian ini, pada kasus 2 sebenarnya juga terdapat subordinasi (peminggiran peran) perempuan dalam sektor pertanian dan juga beban kerja, karena istri dominan pada kegiatan reproduksi dan tidak membantu dalam kegiatan produksi paprika namun mempunyai kegiatan produksi yang lain yaitu toko saprotan. Anak laki-laki dan anak perempuan tidak ikut bekerja baik dalam kegiatan produksi maupun reproduksi karena mereka bersekolah di pesantren daerah Sukamiskin, Ujungberung, Bandung dan hanya pulang sewaktu-waktu apabila sedang liburan. Anak laki-laki yang paling kecil masih bersekolah SD kelas 1 di Kampung Pasirlangu sehingga juga tidak mungkin untuk membantu baik dalam kegiatan produksi, reproduksi dan kegiatan sosial-kemasyarakatan.
56
Tabel 14. Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan Pada Rumahtangga Petani Paprika, Kasus Rumahtangga UD (Ekspansi Lanjut) Kegiatan S Produksi : Pembuatan green house √ Budidaya Paprika: Penyemaian √ Pembersihan Lahan √ Pengisian dan Penjenuhan Arang Sekam √ Penanaman √ Pemeliharaan √ Penyiraman dan Pemberian Nutrisi √ Pewiwilan dan Pemilihan Cabang √ Penyortiran √ Panen √ Pasca panen : Pemetikan √ Pengangkutan √√ Pemasaran Pembukuan/administrasi √√ Reproduksi : Belanja Memasak Mencuci Menyetrika Pakaian Membersihkan Rumah Mengasuh Anak Sosial/Kemasyarakatan : Pertemuan Kelompok Tani/Koperasi √√ Pengajian √ Posyandu Keterangan : √ : pelaku S : Suami √√ : pelaku dominan I : Istri AP : Anak Perempuan P : Pekerja
Ekspansi Menengah Kasus Rumahtangga 3 I AP
P √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√
√√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √
Tabel 14 menyajikan pembagian kerja dalam rumahtangga paprika UD, pada kegiatan produksi yaitu budidaya paprika dikerjakan oleh suami dan dibantu dikerjakan oleh pekerja mulai dari penyemaian sampai dengan pengangkutan.
57
Pembukuan/administrasi dominan dilakukan oleh suami karena UD adalah anggota Koperasi Mitra Suka Maju yang harus mempunyai data sendiri mengenai paprika yang keluar dan masuk koperasi. Istri dominan pada kegiatan reproduksi dalam rumahtangga, sedangkan pada kegiatan sosial-kemasyarakatan suami terlibat aktif terutama di Koperasi dan istri hanya aktif mengikuti pengajian. Kegiatan posyandu diikuti oleh anak perempuan mereka yang sulung yang sudah berkeluarga dan anak perempuan yang bungsu masih bersekolah. Seperti ungkapan , suami pada kasus rumahtangga 3 yang menyatakan: “...Yah istri bapak mah udah tua, udahlah dirumah aja ngurus keluarga, lagiankan bapak punya pekerja di green house mah..” Berdasarkan uraian diatas, pada kasus 3 sebenarnya juga terdapat subordinasi (peminggiran peran) perempuan dalam sektor pertanian, karena istri dominan pada kegiatan reproduksi dan sama sekali tidak membantu dalam kegiatan produksi paprika. Anak perempuan yang sulung sudah menikah dan tidak terlibat dalam aktivitas rumahtangga UD, anak bungsu mereka masih bersekolah di Madrasah Tsanawiyah.
58
5.2.
Pembagian Kerja pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam Pada rumahtangga petani paprika dan labu siam mencakup kegiatan produksi,
reproduksi dan sosial/kemasyarakatan. Kegiatan produksi pada rumahtangga petani paprika dan labu siam dibagi menjadi dua yaitu budidaya paprika dan budidaya labu siam. Budidaya agibisnis paprika mencakup: pembuatan green house, budidaya paprika meliputi penyemaian benih dalam green house baby, pembersihan lahan, pengisian sekam dan penjenuhan arang sekam, penanaman, pemeliharaan (penyiraman dan pemberian nutrisi, pewiwilan/pembuangan tunas dan pemilihan cabang, penyortiran), panen. Pasca panen meliputi pemetikan, pengangkutan dan pemasaran dan juga pembukuan/administrasi. Budidaya
labu
siam
mencakup:
pembersihan
lahan,
penanaman,
pemeliharaan (penyiraman dan pemberian nutrisi, penyetekan), panen, pasca panen (pemetikan, pengangkutan dan pemasaran) serta pembukuan/administrasi. Kemudian juga ada sebagian usaha sampingan diluar dari aktivitas budidaya paprika dan labu siam. Kegiatan reproduksi pada rumahtangga petani paprika dan labu siam mencakup: belanja, memasak, mencuci, menyetrika pakaian, membersihkan rumah dan mengasuh anak. Kegiatan sosial/kemasyarakatan mencakup: pertemuan kelompok tani/koperasi, pengajian dan posyandu dan sekolah bagi anak usia sekolah.
59
Tabel 15. Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan Pada Rumahtangga Petani Paprika+Labu Siam Rumahtangga DS (Ekspansi Menengah) Kegiatan S Produksi Paprika : Pembuatan green house Budidaya Paprika: Penyemaian Pembersihan Lahan Pengisian dan Penjenuhan Arang Sekam Penanaman Pemeliharaan Penyiraman dan Pemberian Nutrisi Pewiwilan dan Pemilihan Cabang Penyortiran Panen Pasca panen: Pemetikan Pengangkutan Pemasaran Pembukuan/administrasi Produksi Labu Siam : Budidaya Labu Siam: Pembersihan Lahan Penanaman Pemeliharaan Penyiraman dan Pemberian Nutrisi Penyetekan (buang tunas) Panen Pasca panen : Pengangkutan Pemasaran Pembukuan/administrasi Usaha Sampingan Reproduksi : Belanja Memasak Mencuci Menyetrika Pakaian Membersihkan Rumah Mengasuh Anak Sosial/Kemasyarakatan : Pertemuan Kelompok Tani/Koperasi Pengajian
Ekspansi Menengah Kasus Rumahtangga 4 I AP
P
√
√√
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √√ √√ √√ √ √√ √√ √√ √√
√ √ √√ √√
√√ √√
√ √ √ √
√√ √ √ √√ √√ √
√
√ √
√√ √√ √
√
√√ √√ √√ √√ √√ √
√√ √√
√ √ √
60
Keterangan : √ : pelaku √√ : pelaku dominan
S I AP P
: Suami : Istri : Anak Perempuan : Pekerja
Tabel 15 menyajikan pembagian kerja dalam rumahtangga paprika dan labu siam pada rumahtangga DS, pada kegiatan produksi yaitu budidaya paprika dan labu siam dikerjakan oleh suami dan dibantu dikerjakan oleh pekerja mulai dari penyemaian sampai dengan pengangkutan. Pembukuan/administrasi dominan dilakukan oleh suami karena DS adalah anggota Koperasi Mitra Suka Maju yang harus mempunyai data sendiri mengenai paprika yang keluar dan masuk koperasi. Istri dominan pada kegiatan reproduksi dalam rumahtangga dan dibantu oleh anak perempuan, sedangkan pada kegiatan sosial-kemasyarakatan suami terlibat aktif terutama di Koperasi dan istri hanya aktif mengikuti pengajian. Kegiatan posyandu diikuti oleh istri namun hanya sebatas membantu penimbangan, dan sekolah dominan dikerjakan oleh anak-anak perempuan mereka. Pada rumahtangga ini terjadi subordinasi (peminggiran peran) perempuan dalam bidang pertanian, karena istri dominan pada ranah reproduksi.
61
Tabel 16. Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan Pada Rumahtangga Petani Paprika+Labu Siam Rumahtangga MS (Ekspansi Lanjut) Kegiatan
Ekspansi Lanjut Kasus Rumahtangga 5 S
Produksi Paprika : Pembuatan green house Budidaya Paprika Penyemaian Pembersihan Lahan Pengisian dan Penjenuhan Arang Sekam Penanaman Pemeliharaan Penyiraman dan Pemberian Nutrisi Pewiwilan dan Pemilihan Cabang Penyortiran Panen Pasca panen : Pemetikan Pengangkutan Pemasaran Pembukuan/administrasi Produksi Labu Siam : Budidaya Labu Siam Pembersihan Lahan Penanaman Pemeliharaan Penyiraman dan Pemberian Nutrisi Penyetekan Panen Pasca panen : Pengangkutan Pemasaran Pembukuan/administrasi Reproduksi : Belanja Memasak Mencuci Menyetrika Pakaian Membersihkan Rumah Sosial/Kemasyarakatan : Pertemuan Kelompok Tani Pengajian
I
AL
AP
P
√
√√
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√
√ √ √√ √
√√ √√ √
√ √ √ √
√√ √√ √√ √√ √√ √√
√ √ √√ √
√√ √ √√ √√ √ √ √
√√ √
√
√ √ √
62
Keterangan : √ : pelaku √√ : pelaku dominan
S I AL AP P
: Suami : Istri : Anak Laki-laki : Anak Perempuan : Pekerja
Tabel 16 menyajikan pembagian kerja dalam rumahtangga paprika dan labu siam pada rumahtangga H. Maman, pada kegiatan produksi yaitu budidaya paprika dan labu siam dikerjakan oleh suami dan dibantu dikerjakan oleh pekerja mulai dari penyemaian sampai dengan pengangkutan. Pembukuan/administrasi dominan dilakukan oleh suami karena H. Maman adalah anggota Kelompok Tani “Dewa Family” yang harus mempunyai data sendiri mengenai paprika dan labu siam yang keluar dan masuk kelompok tani Istri dominan pada kegiatan reproduksi dalam rumahtangga, sedangkan pada kegiatan sosial-kemasyarakatan suami terlibat aktif terutama di Koperasi dan istri hanya aktif mengikuti pengajian. Pada rumahtangga ini terjadi subordinasi (peminggiran peran) perempuan dalam bidang pertanian, karena istri dominan pada ranah reproduksi.
5.3.
Pembagian Kerja pada Rumahtangga Petani Labu Siam Pembagian kerja pada rumahtangga petani labu siam dibedakan menjadi tiga
kegiatan
yaitu
kegiatan
produksi,
kegiatan
reproduksi
dan
legiatan
sosial/kemasyarakatan. Kegiatan produksi berupa budidaya labu siam (pembersihan lahan, penanaman, pemeliharaan, penyiraman dan pemberian nutrisi, penyetekan,
63
panen,
pasca
panen
(pemetikan,
pengangkutan),
pemasaran
serta
pembukuan/administrasi. Kegiatan reproduksi pada rumahtangga petani labu siam mencakup: belanja, memasak, mencuci, menyetrika pakaian, membersihkan rumah dan mengasuh anak. Kegiatan sosial/kemasyarakatan mencakup: pengajian dan posyandu. Berikut tabel pembagian kerja pada rumahtangga petani labu siam. Tabel 17. Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan Pada Rumahtangga Petani Labu Siam Rumahtangga LH (Ekspansi Lanjut) Kegiatan S Produksi : Budidaya Labu Siam Pembersihan Lahan √√ Penanaman √ Pemeliharaan √ Penyiraman dan Pemberian Nutrisi √ Penyetekan Panen √√ Pasca panen : Pemetikan √ Pengangkutan √√ √√ Pemasaran Pembukuan/administrasi √ Reproduksi : Belanja Memasak Mencuci Menyetrika Pakaian Membersihkan Rumah Mengasuh Anak Sosial/Kemasyarakatan : Pengajian Posyandu Keterangan : √ : pelaku S : Suami √√ : pelaku dominan I : Istri AP : Anak Perempuan P : Pekerja
Ekspansi Lanjut Kasus Rumahtangga 6 I AP √
√√ √ √√ √ √√ √√
√ √ √
√ √√ √
√ √√ √√ √ √ √
P
√ √ √ √√
√ √√
64
Berdasarkan tabel 17. terlihat bahwa suami dan istri memiliki peran dalam kegiatan produksi serta dibantu oleh pekerja, dalam kegiatan reproduksi peranan dipegang oleh kaum perempuan yaitu istri dan anak perempuan yang sudah berkeluarga namun masih tinggal satu rumah. Gambar 9.
Pekerja Perempuan sedang Melakukan Penyetekan
Pekerja dalam budidaya labu siam rumahtangga Pak Ana kebanyakan masih anggota keluarga. Menurut uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perempuan memiliki beban kerja karena selain melakukan kegiatan reproduksi juga melakukan kegiatan produksi pada budidaya labu siam.
65
BAB VI AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA DAN MANFAAT
6.1.
Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya
6.1.1. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Paprika Pada rumahtangga petani paprika terdapat tiga sumberdaya yaitu sumberdaya fisik, sumberdaya pasar dan sumberdaya sosio budaya. Sumberdaya fisik mencakup tanah untuk green house tempat pollybag-pollybag paprika diletakkan, modal budidaya paprika (termasuk green house), kredit, peralatan/teknologi budidaya paprika. Sumberdaya pasar mencakup pasar komoditi (penjualan paprika). Sumberdaya sosio budaya mencakup informasi komoditi paprika, penyuluhan dan pelatihan pertanian. Masuknya teknologi paprika telah memberikan perubahan dalam pengelolaan agribisnis paprika, semula perempuan banyak yang terlibat dalam pengelolaan usahatani namun telah digantingan fungsinya oleh teknologi. Tabel 18 memperlihatkan tentang tentang akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada tiga kasus rumahtangga petani paprika yaitu Kasus Rumahtangga 1, Kasus Rumahtangga 2 dan Kasus Rumahtangga 3.
66
Tabel 18. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya Pada Rumahtangga Petani Paprika Sumberdaya
Kasus 1 S A
Kasus 2 I
K
Sumberdaya Fisik : Tanah √√ √ Modal budidaya √√ √ paprika Kredit √√ √√ Peralatan/teknologi √√ √√ paprika Sumberdaya Pasar : Pasar komoditi √√ √√ (pemasaran paprika) Sumberdaya Sosio Budaya: Informasi komoditi √√ √ paprika Penyuluhan Pertanian √√ √ Keterangan : S : suami √ : pelaku I : istri √√ : pelaku dominan Kasus 1 : Rumahtangga AB Kasus 2 : Rumahtangga ABU Kasus 3 : Rumahtangga UD
S
Kasus 3 I
S
I
A
K
A
K
A
K
A
K
A
√ √
√ √
√√ √√
√ √√
√ √
√ √
√√ √√
√√ √√
√ √
√ √
√ √
√√ √√
√ √√
√ √
√ √
√√ √√
√√ √√
√ √
√
√
√√
√√
√
√
√√
√√
√
√
√
√
√√
√
√
√
√√
√
√
√
√√
√
√
√
√√
√√
√
√
K
Berdasarkan tabel 18 terlihat pada kasus 1 suami lebih dominan terhadap sumberdaya baik fisik, pasar maupun sosio-budaya. Pada sumberdaya fisik suami dan istri sama-sama mempunyai akses dan kontrol, dalam arti ketika akan mengambil suatu keputusan, rumahtangga ini akan mendiskusikannya terlebih dahulu. Kemudian untuk sumberdaya pasar, suami lebih dominan baik akses maupun kontrol karena suami bekerja dan juga merupakan anggota Koperasi, sehingga harga paprika ditentukan oleh koperasi. Pada sumberdaya sosio-budaya suami masih lebih dominan baik dalam informasi maupun terhadap penyuluhan. Informasi mengenai pertanian dan penyuluhan sering diikuti oleh anggota Koperasi Mitra Suka Maju, dan dalam hal
67
ini yang mempunyai akses dan kontrol lebih dominan adalah suami karena istri jarang dilibatkan dalam penyuluhan pertanian. Kasus 2 mempunyai kesamaan dengan kasus 1 karena suami memiliki akses dan kontrol lebih besar terhadap istri baik dalam hal sumberdaya fisik berupa tanah, modal, kredit dan juga teknologi paprika. Pada sumberdaya pasar juga tidak berbeda jauh karena suami merupakan anggota Koperasi Mitra Suka Maju dan pasar penjualan paprika tidak mutlak ditentukan oleh koperasi. Pada sumberdaya sosiobudaya, istri selain mempunyai akses juga mempunyai kontrol karena istri mempunyai toko saprotan (sarana produksi pertanian) dan juga istri sering dilibatkan dalam penyuluhan pertanian sehingga istri memiliki pengetahuan tentang komoditi paprika. Kasus 3 juga memiliki kesamaan dengan kasus 1 dan kasus 2 yaitu suami memiliki akses dan kontrol lebih dominan terhadap sumberdaya baik yang berkaitan dengan sumberdaya fisik, sumberdaya pasar maupun sumberdaya sosio-budaya. Pada sumberdaya pasar juga tidak berbeda jauh karena suami merupakan anggota Koperasi Mitra Suka Maju dan pasar penjualan paprika tidak mutlak ditentukan oleh koperasi. Istri tidak terlalu berperan dalam bidang pertanian, walaupun mempunyai akses terhadap seluruh sumberdaya, namun istri hanya mempunyai kontrol terhadap pasar dan informasi komoditi yang diberitahukan oleh suami.
68
6.1.2. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Papika dan Labu Siam Sumberdaya pada rumahtangga petani paprika dan labu siam dibedakan menjadi tiga sumberdaya yaitu sumberdaya fisik, sumberdaya pasar dan sumberdaya sosio budaya. Sumberdaya fisik mencakup tanah untuk green house dan tanah untuk menanam labu siam, modal budidaya paprika dan labu siam, kredit, peralatan budidaya paprika dan labu siam. Sumberdaya pasar mencakup pasar komoditi (penjualan paprika dan labu siam) dan Sumberdaya sosio budaya mencakup informasi komoditi dan penyuluhan pertanian. Tabel 19 memperlihatkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada tiga kasus petani paprika yaitu Kasus Rumahtangga 4, Kasus Rumahtangga 5 dan Kasus Rumahtangga 6. Tabel 19. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya Pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam Sumberdaya
Kasus 4 S
Sumberdaya Fisik : Tanah Modal budidaya paprika Modal budidaya labu siam Kredit Peralatan/teknologi paprika Peralatan labu siam Sumberdaya Pasar : Pasar komoditi (pemasaran) Sumberdaya Sosio Budaya : Informasi komoditi Penyuluhan Pertanian Keterangan : S : suami √ : pelaku I : istri √√ : pelaku dominan Kasus 4 : Rumahtangga DS Kasus 5 : Rumahtangga MS
Kasus 5 I
A
K
A
√√ √√ √√ √√ √√ √√
√√ √√ √√ √√ √√ √√
√ √ √ √ √ √
√√
√√
√
√√ √√
√√ √√
√ √
S K
I
A
K
A
K
√√ √√ √√ √√ √√ √√
√√ √√ √√ √√ √√ √√
√ √ √ √ √ √
√
√√
√√
√
√
√
√√ √√
√√ √√
√ √
√
69
Berdasarkan Tabel 19 terlihat pada kasus 4 suami memiliki akses dan kontrol lebih dominan terhadap istri baik dalam sumberdaya fisik, sumberdaya pasar dan sumberdaya sosio-budaya. Istri mempunyai akses terhadap semua sumberdaya, namun hanya mempunyai kontrol pada pasar dan informasi mengenai komoditi paprika dan labu siam dari suami. Istri tidak terlibat dalam pengelolaan agribisnis paprika maupun budidaya labu siam karena istri lebih dominan dirumah dan mengurus keluarga. Kasus 5 memiliki kesamaan dengan kasus 4 yaitu suami memiliki akses dan kontrol dominan terhadap sumberdaya baik yang berkaitan dengan budidaya paprika maupun labu siam, pasar komoditi serta informasi dan penyuluhan tentang paprika. Istri juga memiliki akses hampir pada semua sumberdaya baik sumberdaya fisik, sumberdaya pasar dan sumberdaya sosio-budaya, namun hanya mempunyai kontrol terhadap pasar dan informasi komoditi paprika dan labu siam. Istri tidak membantu suami secara langsung dalam pengelolaan agribisnis paprika maupun budidaya labu siam. Pada kedua kasus, suami memiliki kontrol dominan terhadap harga kerena harga paprika ditentukan oleh kelompok tani tempat mereka bekerja dan menjadi anggota, namun untuk pasar labu siam harga ditentukan oleh bandar tempat mereka menitip untuk dijual ke pasar.
70
6.1.3. Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya pada Rumahtangga Petani Labu Siam Sumberdaya pada rumahtangga petani labu siam dibedakan menjadi tiga yaitu sumberdaya fisik (tanah, modal dan peralatan), sumberdaya pasar, dan sumberdaya sosio budaya. Tabel 20. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya Pada Rumahtangga Petani Labu Siam Sumberdaya
Kasus 6 S
Sumberdaya Fisik : Tanah Modal budidaya labu siam Peralatan Sumberdaya Pasar : Pasar komoditi (pemasaran) Sumberdaya Sosio Budaya: Informasi komoditi Keterangan : S : suami √ : pelaku I : istri √√ : pelaku dominan Kasus 6 : Rumahtangga LH
I
A
K
A
K
√√ √√ √√
√√ √√ √√
√√ √√ √√
√ √ √
√√
√√
√√
√
√√
√√
√√
√
Berdasarkan Tabel 20 terlihat pada kasus 6 suami dan istri memiliki akses dan kontrol yang setara, karena istri membantu suami dalam pengelolaan usahatani labu siam baik berupa sumberdaya fisik (tanah, modal dan peralatan/teknologi) bahkan pasar komoditi dan juga informasi. Petani labu siam di Kampung Pasirlangu kebanyakan sudah beralih komoditi, sehingga jumlah petani yang membudidayakan labu siam sudah sangat jarang dan kalaupun ada mereka adalah rumahtangga ekspansi lanjut yang mempunyai anak usia dewasa atau sudah menikah.
71
6.2.
Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat
6.2.1. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika Manfaat yang dapat diambil pada rumahtangga petani paprika ada dua yaitu manfaat praktis dan manfaat strategis. Manfaat praktis mencakup: penghasilan yang diperoleh, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan. Manfaat strategisnya mencakup: bertambahnya wawasan dalam agribisnis paprika dan status kerja. Di bawah ini tabel akses dan kontrol terhadap manfaat pada ketiga kasus petani paprika. Tabel 21. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika Manfaat
Kasus 1 S A
Kasus 2 I
K
A
Manfaat Praktis : Penghasilan √√ √√ √√ Pemilikan aset- √√ √√ √√ aset pribadi Pemenuhan √√ √ √ kebutuhan dasar Manfaat Strategis : Bertambahnya √√ √√ √ wawasan agribisnis paprika Status kerja √√ √√ √ Keterangan : S : suami √ : pelaku I : istri √√ : pelaku dominan Kasus 1 : Rumahtangga AB Kasus 2 : Rumahtangga ABU Kasus 3 : Rumahtangga UD
S
Kasus 3 I
S
I
K
A
K
A
K
A
K
A
√ √
√√ √√
√√ √√
√√ √√
√√ √
√√ √√
√√ √√
√ √
√
√√
√
√
√√
√√
√
√
√√
√√
√
√
√√
√√
√
√√
√√
√
√
√√
√√
K
√√
√
Berdasarkan tebel 21. terlihat bahwa pada ketiga kasus yaitu kasus 1, kasus 2 dan kasus 3 suami lebih dominan dalam akses maupun kontrol terhadap manfaat
72
praktis maupun strategis. Namun perbedaannya pada kasus 1 dan kasus 2 istri lebih setara akses dan kontrolnya terhadap suami (berperan), berbeda dengan kasus 3 dimana istri hanya dominan pada kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dan tidak membantu suami dalam pengelolaan agribisnis paprika.
6.2.2. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika dan labu siam Manfaat yang dapat diambil pada rumahtangga petani paprika juga ada dua yaitu manfaat praktis dan manfaat strategis. Manfaat praktis mencakup: penghasilan yang diperoleh, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan. Manfaat strategisnya mencakup: bertambahnya wawasan dalam agribisnis paprika dan status kerja. Akses dan kontrol terhadap manfaat pada ketiga kasus petani paprika dan labu siam dapat dilihat pada tabel 22.. Berdasarkan tebel 22. terlihat bahwa pada ketiga kedua yaitu kasus 4 dan kasus 5 suami lebih dominan dalam akses maupun kontrol terhadap manfaat praktis maupun strategis. Namun perbedaannya pada kasus 4 dan lebih setara akses dan kontrolnya terhadap suami (berperan), berbeda dengan kasus 5 dimana istri hanya dominan pada kontrol terhadap manfaat praktis dan bisa dikatakan tidak terlalu berperan dalam membantu suami pada pengelolaan agribisnis paprika dan budidaya labu siam.
73
Tabel 22. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Paprika dan Labu Siam Manfaat
Kasus 5 S A
Manfaat Praktis : Penghasilan √√ Pemilikan aset-aset √√ pribadi Pemenuhan kebutuhan √√ dasar Manfaat Strategis : Bertambahnya wawasan √√ agribisnis paprika Status kerja √√ Keterangan : S : suami √ : pelaku I : istri √√ : pelaku dominan Kasus 4 : Rumahtangga DS Kasus 5 : Rumahtangga MS
Kasus 6 I
S
I
K
A
K
A
K
A
K
√√ √√
√√ √√
√√ √
√√ √√
√√ √√
√ √
√√ √√
√
√
√√
√√
√
√
√√
√√
√
√
√√
√√
√
√√
√
√√
√√
√
6.2.3. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Labu Siam Manfaat yang dapat diambil pada rumahtangga petani paprika ada dua yaitu manfaat praktis dan manfaat strategis. Manfaat praktis mencakup: penghasilan yang diperoleh, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan. Manfaat strategisnya mencakup: bertambahnya wawasan dalam agribisnis paprika dan status kerja. Di bawah ini tabel akses dan kontrol terhadap manfaat pada kasus petani labu siam.
74
Tabel 23. Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat pada Rumahtangga Petani Labu Siam Manfaat
Kasus 6 Suami Akses
Manfaat Praktis: Penghasilan √√ Pemilikan aset-aset √√ pribadi Pemenuhan √√ kebutuhan dasar Manfaat Strategis: Bertambahnya √√ wawasan budidaya labu siam Status kerja √√ Keterangan : S : suami √ : pelaku I : istri √√ : pelaku dominan Kasus 7 : Rumahtangga LH
Istri Kontrol
Akses
Kontrol
√√ √√
√√ √√
√ √
√
√√
√√
√√
√√
√
√√
√
√
Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat bahwa akses dan kontrol terhadap manfaat praktis dan strategis bisa dianggap setara karena istri memang berperan aktif dalam pengelolaan usahatani labu siam. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar istri mempunyai kontrol lebih dominan karena pengelolaan keuangan yang dipegang oleh istri hanya untuk kebutuhan sehari-hari seperti konsumsi, apabila ada kebutuhan yang mendesak lainnya harus dengan keputusan bersama.
75
BAB VII ISUE KETIDAKADILAN GENDER DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 7.1.
Isue Marginalisasi Berdasarkan alat analisis gender berupa profil pembagian kerja dan akses
serta kontrol perempuan-perempuan pada rumahtangga petani paprika dan rumahtangga petani paprika dan labu siam menunjukkan fakta adanya isue marginalisasi. Marginalisasi dalam hal ini adalah banyak kaum perempuan yang termarginalkan atau tersingkirkan akibat masuknya teknologi paprika. Pekerjaan di green house paprika memang berat sehingga menjadi salah satu alasan mengapa perempuan tidak ikut bekerja pada agribisnis paprika. Keyakinan ini juga berasal dari keyakinan/tafsiran agama karena suami adalah tulang punggung keluarga dan harus bertanggungjawab terhadap keluarga, maka cukup hanya suami saja yang mengurusi kegiatan produksi, sehingga perempuanperempuan banyak yang hanya mengurusi kegiatan reproduksi/rumahtangga saja.
7.2.
Isue Stereotipe Perempuan memang identik dengan sosok yang lemah. Semakin kaya petani,
maka semakin sedikit anggota keluarganya yang terlibat langsung dalam pekerjaanpekerjaan berat, terutama istri mereka. Istri biasanya dipercaya untuk memegang uang hasil usahatani. Dengan tidak dilibatkannya perempuan-perempuan pada kegiatan produksi maka semakin perempuan dianggap lemah.
76
7.3.
Isue Subordinasi Peminggiran peran perempuan dalam kegiatan produksi merupakan salah satu
isu yang diangkat pada penelitian ini. Perempuan tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan
produksi
mengingat
beratnya
pekerjaan
yang
dilakukan
dalam
pembudidayaan paprika.
7.4.
Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender Faktor yang mempengaruhi ketidakadilan gender pada penelitian ini yang
pertama adalah faktor teknologi dimana ada tenaga yang tergantikan oleh kehadiran teknologi tersebut, dan yang tergantikan adalah tenaga perempuan. Faktor yang kedua adalah karena nilai-nilai berdasarkan keyakinan/tafsiran agama karena suami adalah tulang punggung keluarga dan harus bertanggungjawab terhadap keluarga, maka cukup hanya suami saja yang mengurusi kegiatan produksi, sehingga perempuanperempuan banyak yang hanya mengurusi kegiatan reproduksi/rumahtangga saja. Faktor ketiga adalah karena meningkatnya pendapatan, sehingga meningkatkan taraf hidup secara ekonomi.
77
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan Peralihan komoditi telah mengakibatkan perubahan disegala bidang
termasuk dalam pembagian kerja dalam rumah tangga serta kehidupan ekonomi. Penggunaan teknologi dalam agribisnis paprika telah menggantikan peran manusia dalam pemeliharaan. Dahulu pada zaman labu siam masih berjaya, perempuan mengalami beban kerja yaitu selain mereka mengurus rumahtangga mereka juga harus membantu suami dalam mengelola labu siam. Pekerjaan yang paling sering dilakukan oleh perempuan dalam pembudidayaan labu siam adalah penyetekan (membuang daun-daun yang sudah tua dan kering) agar daun-daun yang masih muda mudah untuk tumbuh dan menjalar di paranggong. Ketidaksetaraan dalam hal pembagian kerja juga dalam hal akses dan kontrol
mengakibatkan mayoritas perempuan yang suaminya bekerja pada
komoditi paprika mengalami dalam bidang pertanian dan ada pula yang mengalami beban kerja namun bukan di bidang pertanian. Mereka kebanyakan berkutat pada ranah reproduksi yaitu mengurus keluarga dan suami, sehingga sudah jarang ada yang terlibat langsung di lapangan. Berbeda dengan masa sebelumnya yaitu pertanian labu siam dimana perempuan mengalami beban kerja (peran ganda). Perempuan selain melakukan kegiatan reproduksi/kegiatan domestik,
mereka
juga
harus
membantu
suaminya
dalam
kegiatan
produksi/kegiatan publik seperti menyetek daun labu siam yang sudah mulai lebat menutupi paranggong. Perempuan yang berada pada rumahtangga labu siam lebih memiliki kontribusi dalam pertanian dibandingkan perempuan yang berada pada rumahtangga paprika.
78
Relasi gender yang didapat dari akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat menunjukkan telah terjadi perubahan dalam peran perempuan dalam pengelolaan usahatani di Kampung Pasirlangu. Mulanya, perempuan-perempuan bekarja pada komoditi labu siam untuk membantu suami mereka, namun setelah terjadi perubahan komoditi yaitu paprika, tenaga mereka digantikan oleh teknologi paprika dengan menggunakan mesin. Kalaupun membutuhkan pekerja, mayoritas pekerja yang dipakai adalah pekerja laki-laki (buruh tani). Ketidakadilan gender yang terjadi pada agribisnis paprika adalah marginalisasi dimana perempuan tenaganya tergantikan oleh teknologi, stereotype bahwa perempuan lemah dan tidak mampu bekerja pada agribisnis paprika, dan subordinasi (peminggiran peran) perempuan pada sektor pertanian. Kemudian pada rumahtangga labu siam, manifestasi ketidakadilan gender berupa beban kerja ganda. Faktor yang mempengaruhi terjadinya ketidakadilan gender di Kampung Pasirlangu antara lain pertama karena faktor meningkatnya pendapatan secara ekonomi, sehingga petani lebih memilih untuk
mempekerjakan buruh
dibandingkan mempekerjakan anggota keluarga. Faktor kedua adalah karena faktor agama dan sosial budaya dimana masyarakat mayoritas beragama islam, suami yang harus bertanggung jawab terhadap keluarga sehingga tersusun menjadi suatu realitas objektif. Faktor ketiga adalah masuknya teknologi dalam agribisnis, karena ada tenaga perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut.
79
8.2.
Saran Pembagian kerja pada rumahtangga petani paprika dan labu siam sedikit
berbeda. Perempuan pada rumahtangga petani paprika cenderung lebih banyak berada pada kegiatan reproduksi, sedangkan pada rumahtangga petani labu siam perempuan juga mempunyai kontribusi pada kegiatan produksi. Hendaknya pembagian kerja pada rumahtangga paprika lebih adilantara laki-laki dan perempuan. Perempuan di Kampung Pasirlangu hendaknya lebih dilibatkan dalam pengelolaan komoditi pertanian terutama untuk komoditi paprika, karena akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat masih di dominasi oleh kaum lakilaki.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2001. Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: Tarawang. Ahmad, Putrina Setyawenda. 2007. Pembangunan Pertanian dan Perubahan Kelembagaan Ekonomi dalam Komunitas Pedesaan. Skripsi Fakultas Pertanian; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Eviyanti, Yuana. 2006. Analisis Gender dalam Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Obat. Skripsi Fakultas Pertanian; Institut Pertanian Bogor. Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender dan Transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Handayani, Trisakti. Sugiarti. 2002. Konsep dan Tekhnik Penelitian Gender. Malang: UMM Press. Ihromi, T.O. 1995. Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Intan, Harizt A. Dan E. Gumbira Sa’id. 2001. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prasodjo, Nuraeni & Winati Wigna. 2003. Gender dan Pembangunan. Modul Kuliah Program Alih Jenjang CERd-DEPDAGRI Level 3 Wing 1 Gd. Fakultas Pertanian, Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga (tidak dipublikasikan). Pratiwi, Novia. 2007. Analisis Gender Pada Rumah Tangga Petani Monokultur. Skripsi Fakultas Pertanian; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saptari, R. Dan b.Holzner. 1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial: sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Grafiti. Silawati, Hartian. 2006. Pengarusutamaan Gender: Mulai Dari Mana? dalam Jurnal Perempuan edisi No.50. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Sitorus, MT. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
81
Soetrisno, Loekman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian; Sebuah Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Kanisius. Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Widianto. 2008. Pemberdayaan Komunitas Petani Melalui Program Kemitraan Agribisnis Paprika. Skripsi Fakultas Pertanian; Institut Pertanian Bogor. Bogor.
81
83
Lampiran 1. Profil Rumahtangga Kasus 1 (Paprika-Ekspansi Dini) No
Nama
1
AB
Hub dg KK Suami
Usia (th) 30 th
Jenis Kelamin L
Status Menikah
Pengalaman Pendidikan SMA
2
SS
Istri
29 th
P
Menikah
SMA
3
MAF
Anak
3 th
L
Belum Menikah
Belum Sekolah
Pengalaman Pekerjaan Kabag.Administr asi Koperasi Mitra Suka Maju, Petani Paprika IRT, Guru TPA, Wiraswasta Belum Sekolah
AB adalah seorang petani paprika di Kampung Pasirlangu yang memiliki 2 buah green house paprika. Selain sebagai petani paprika beliau juga bekerja sebagai Kabag Administrasi pada Koperasi Paprika Mitra Suka Maju di Kampung Pasirlangu. Usaha yang dikelola oleh rumahtangga ini antara lain adalah agribisnis paprika dan juga berdagang makanan kecil ke warung-warung dan menjual baju. Penanganan usahatani paprika murni dilakukan oleh suami, sedangkan istri bekerja sebagai guru TPA dan juga usaha makanan kecil serta baju.
84
Lampiran 2. Profil Rumahtangga Kasus 2 (Paprika-Ekspansi Menengah) No
Nama
Hub dg Usia KK (th) Suami 45 th
Jenis Kelamin L
Status Menikah
Pengalaman Pendidikan SMA
1
ABU
2
NSM
Istri
35 th
P
Menikah
SMA
3
MRM
Anak
17 th
L
Belum Menikah
4
NR
Anak
13 th
P
5
MAF
Anak
7 th
L
Belum Menikah Belum Menikah
SMA kelas 3 (pesantren) SMP kelas 3 (pesantren) SD Kelas 1
Pengalaman Pekerjaan Kabag.Saprotan Koperasi Mitra Suka Maju, Petani Paprika IRT, Wiraswasta Saprotan Pelajar
Pelajar Pelajar
ABU adalah seorang petani paprika yang juga bekerja sebagai Kabag Saprotan (Kepala Bagian Sarana Produksi Pertanian) pada Koperasi Mitra Suka Maju, selain itu beliau mempunyai usaha antara lain usahatani paprika sebanyak 3 buah green house dan juga 1 buah toko Saprotan tidak jauh dari green house paprika yang mereka punya. Dalam mengelola agribisnis paprika, ABU tidak melibatkan istri dan anak-anaknya, karena NSM juga aktif mengurus toko Saprotan yang mereka miliki, sedangkan anak-anak mereka masih bersekolah 2 diantaranya di pesantren daerah Sukamiskin, Ujungberung, Bandung.
85
Lampiran 3. Profil Rumahtangga Kasus 3 (Paprika-Ekspansi Lanjut) No
Nama
Hub dg Usia KK (th) Suami 52 th
Jenis Kelamin L
Status Menikah
Pengalaman Pendidikan SMA
1
UD
2
KH
Istri
45 th
P
Menikah
SMA
3 4
RM DV
Anak Anak
28 th 17 th
P P
Menikah Belum Menikah
SMA SMA
Pengalaman Pekerjaan Petani Paprika,anggota Koperasi Mitra Suka Maju IRT, petani paprika IRT Masih Nganggur
UD adalah seorang petani paprika yang juga merupakan salah satu anggota Koperasi Mitra Suka Maju. UD memiliki green house paprika sebanyak 2 buah. UD mulai berkecimpung dalam agribisnis paprika sejak tahun 1994 sejak paprika mulai diperkenalkan di Pasirlangu. Pengelolaan green house dilakukan UD tanpa bantuan KH karena UD sudah mempunyai pekerja untuk mengurus paprika-paprikanya.
86
Lampiran 4. Profil Rumahtangga Kasus 4 (Paprika+LabuSiam-Ekspansi Menengah) No
Nama
1
DS
Hub dg KK Suami
Usia (th) 33 th
Jenis Kelamin L
2 3
DD PR
Istri Anak
27 th 9 th
P P
4
DNN
Anak
5 th
P
Status Menikah
Menikah Belum Menikah Belum Menikah
Pengalaman Pendidikan SMP
SMP SD kelas 3
Pengalaman Pekerjaan Petani Paprika+Labusiam, Bag.Sortasi Koperasi Mitra Suka Maju IRT, wirawsawta Pelajar
TK
Pelajar
DS adalah petani paprika dan juga labu siam yang juga bekerja pada bagian Sortasi di Koperasi Mitra Suka Maju. DS mengelola green house paprika sebanyak 4 buah dan juga labu siam seluas 300 tumbak atau sekitar 1,5 Ha. Pengelolaan green house paprika pada rumahtangga DS dilakukan dengan bantuan pekerja. Istri DS yaitu DD biasa membantu suaminya dalam mengelola usahataninya. Selain paprika dan labu siam rumahtangga ini juga beternak kambing sebanyak 4 ekor yang sewaktu-waktu bisa dijual.
87
Lampiran 5. Profil Rumahtangga MS (Paprika+LabuSiam-Ekspansi Lanjut) No 1
MS
Hub dg KK Suami
2 3
KR WH
Istri Anak
54 th 36 th
P L
4
FN
Anak
30 th
P
5
Nama
FS
Anak
Usia (th) 56 th
Jenis Kelamin L
Menikah
Pengalaman Pendidikan SD
Menikah Menikah
SD S1
22 th
L
Status
Menikah Belum Menikah
Pengalaman Pekerjaan Petani Paprika+Labusiam, anggota Koptan Dewa Family IRT Wiraswasta (pedagang)
SMA
IRT, Wiraswasta
SMA
Pembalap Motor Cross
MS adalah salah satu petani sukses di Kampung Pasirlangu. MS adalah salah satu anggota kelompok tani Dewa Family yang mengusahakan paprika dan labu siam. Green house paprika yang dikelola rumahtangga ini adalah sebanyak 4 buah dan labu siam seluas 0,5 Ha. Pengelolaan usahatani dilakukan MS dengan bantuan para pekerja dengan sistem harian dan borongan. Istri MS yaitu KR hanya membantu MS sebatas pengontrolan dan tidak terlibat langsung dalam usahatani.
88
Lampiran 6. Profil Rumahtangga Kasus 6 (Labusiam-Ekspansi Lanjut) No
Nama
1
LH
Hub dg KK Suami
Usia (tahun) 51 th
Jenis Kelamin L
Status Menikah
Pengalaman Pendidikan SD
2
AW
Isteri
50 th
P
Menikah
SD
3
LS
Anak
25 th
P
Menikah
D1
Pengalaman Pekerjaan Petani Labu Siam IRT, Petani Labu Siam IRT
LH adalah petani labu siam di Kampung Pasirlangu dengan luasan lahan 350 tumbak. Sekarang, sangat jarang kita bisa menemui petani yang murni menjalankan usahatani labu siam karena kebanyakan sudah beralih ke komoditi paprika dan ada juga yang tumpang sari dengan komoditi lain. Dulu LH pernah mengusahakan paprika, namun gagal dan mengalami kerugian yang cukup besar sehingga LH memilih untuk bertani labu siam saja. Pengelolaan usahatani labu siam dilakukan oleh LH dengan bantuan istri dan juga kedua mertua beliau serta pekerja wanita (terutama untuk penyetekan). Namun istri dan mertua LH lebih berperan pada saat panen dan membantu dalam pemasaran. Panen dilakukan dua hari sekali. Selain labu siam, LH juga beternak kambing sebanyak 5 ekor yang bisa dijual kapan saja apabila ada yang membutuhkan.