ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)
Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SITI NURUL QORIAH. ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).
Ketahanan pangan merupakan isu penting bagi Negara Indonesia dewasa ini. Hal ini dapat terlihat dari kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2007 serta angka balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4,1 juta jiwa. Untuk mengatasi hal tersebut, langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai Tahun 2006 di daerah yang dinyatakan sebagai daerah rawan pangan.
Melalui Program tersebut, diharapkan masyarakat desa memiliki
kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh setiap instansi seyogyanya juga harus memperhatikan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini diperkuat dengan ditetapkannya INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional. Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Oleh karena itu, menarik bagi penulis untuk melihat seberapa jauh Program Mandiri Pangan telah responsif gender. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan. Menganalisis akses dan kontrol
laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program di tingkat kelompok dan rumah tangga. Serta menganalisis kebutuhan praktis dan strategis gender antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga telah diperhatikan dalam pelaksanaan program. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Subyek penelitian ini adalah responden dan informan. Responden terdiri dari rumah tangga anggota kelompok afinitas tenun, kelompok afinitas ternak kambing dan anggota kelompok aneka usaha. Serta rumah tangga bukan penerima program dengan jenis usaha tenun, ternak kambing dan jahit (aneka usaha). Jumlah subjek penelitian ini adalah 17 orang. Data yang telah terkumpul, direduksi menurut kategorisasi sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif atau pun matriks. Penelitian menunjukkan bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok masih didominasi oleh pengurus. Di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima program pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Masih terdapat ketidakadilan gender berupa beban kerja ganda yang dialami oleh perempuan. Hal ini karena selain bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif, perempuan juga melakukan pekerjaan produktif. Dalam enam kasus rumah tangga yang ada, kecenderungan pembagian kerja yang lebih merata dialami oleh rumah tangga dengan siklus demografi yang menengah. Artinya rumah tangga tersebut bukan rumah tangga muda atau terkategori tua. Rumah tangga tersebut dapat dijadikan sebagai raw model atau reference.
Akses seseorang terhadap Program Desa Mandiri Pangan ditentukan oleh hubungan kedekatan dengan aparat desa. Dalam pemilihan anggota kelompok afinitas pada jenis usaha ternak kambing terdapat ketidakadilan gender pada perempuan. Bentuk ketidakadilan ini berupa stereotipe dan subordinasi, sehingga perempuan tidak dapat akses. Padahal dalam kenyataannya terdapat perempuan yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Secara umum, Dalam kelompok, akses terhadap sumber daya yang ada yaitu dana bantuan, pelatihan-pelatihan dan manfaat berupa jasa dan berkelompok, semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Akan tetapi dalam hal kontrol, terhadap sumber daya dan manfaat tersebut untuk kelompok tenun dan ternak kambing masih didominasi oleh pengurus kelompok. Kelompok aneka usaha memiliki kontrol yang sama, hal ini karena setiap pengambilan keputusan didasarkan atas musyawarah antar kelompok. Di tingkat rumah tangga akses dan kontrol tehadap sumber daya dan manfaat dimiliki oleh anggota keluarga yang menjadi peserta program. Program Desa Mandiri Pangan telah memenuhi kebutuhan praktis baik laki-laki maupun perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga. Pemenuhan kebutuhan praktis terlihat dalam peningkatan pendapatan dana dalam kelompok yang diterima dari jasa pinjaman. Selain itu, di tingkat rumah tangga dana pinjaman telah mampu meningkatkan pendapatan dan membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan strategis, belum terpenuhi oleh Program Desa Mandiri Pangan. Berdasarkan hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka Program Desa Mandiri Pangan cenderung belum responsif gender.
ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)
Oleh SITI NURUL QORIAH A14204066
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
: Siti Nurul Qoriah
NRP
: A14204066
Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul
: Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. NIP. 131 569 245 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus ujian : __________________
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU
LEMBAGA
LAIN
MANAPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2008
Siti Nurul Qoriah A14204066
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, tanggal 13 April 1986, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan (alm.) H. Achmad Dasuki dan Siti Kamsiati, SPd. Penulis memulai pendidikan formal tahun 1990 di Taman Kanak-kanak Aisyiyah 27 Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pisangan Baru 16 Pagi Tahun 1992-1998. Pada tahun 1998-2001 penulis meneruskan pendidikan formal tingkat menengah di SLTP N 97 Jakarta. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler sebagai pengurus Paskibra, anggota PMR, Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan Majelis Perwakilan Kelas. Setelah lulus, tahun 20012004 penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMU N 31 Jakarta. Semasa SMU, penulis aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler vokal group, angklung, pengurus OSIS dan kerohanian Islam SMA 31 Jakarta. Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Semasa kuliah penulis pernah menjabat sebagai staf Biro Sosial dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Pecinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) IPB Tahun 2004. Selain itu penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi tahun 2007. Serta menjadi staf pengajar bimbingan belajar BTA SMU 31 Jakarta tahun 2007.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan hidayah-Nya dalam mengerjakan skripsi yang berjudul ”Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)” sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba untuk mengetahui pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan, akses dan kontrol antara laki-laki, serta pemenuhan praktis dan strategis dalam pelaksanaan program. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh Program Mandiri Pangan telah responsif gender. Skripsi ini merupakan bagian dari Penelitian Model Pemberdayaan Petani dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera suatu Kajian Kebijakan dan Sosial Ekonomi tentang Ketahanan Pangan pada Komunitas Desa Rawan Pangan di Jawa. Kegiatan penelitian ini terselenggara atas Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Penulis berharap semoga materi yang disampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan masukan bagi penelitian selanjutnya dengan minat yang sama serta dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan. Bogor, Agustus 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang tiada henti memberikan rahmat, nikmat dan petunjuknya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya kecil ini. Tak lupa, salam dan shalawat penulis sampaikan kepada pemimpin umat, Nabi Muhammad SAW. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah dengan tulus dan sabar memberikan arahan, bimbingan, perhatian, masukan, motivasi, dan nasehat serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS, DEA selaku dosen penguji utama.
3.
Ir. Murdianto, MSi selaku dosen komisi pendidikan.
4.
Tim Peneliti Model Pemberdayaan Petani dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera, atas masukan dan kepercayaannya selama ini.
5.
Prof. Dr. Ir. Sumardjo MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan penulis dalam melaksanakan pendidikan di IPB.
6.
Mama tercinta, terima kasih atas kasih sayang, kepercayaan dan doa yang telah diberikan selama ini. Yanti, Fajar dan Teguh, terima kasih atas dukungannya. Alm. Papa tersayang, yang tak kan terlupakan. Karya kecil ini adalah salah satu bukti janji ku yang ku persembahkan untuk mu.
7.
Keluarga besar M. Sumarto dan H. Achmad atas doa dan dukungannya. Trima kasih telah menjaga ku.
8.
Masyarakat Desa Jambakan, Ibu Ini, Pak Ono, Ibu Yuni, Ibu Yeni, Pakde Purwanto, Pak Mudin dan keluarga, Pak Bagyo, Ibu Dwi, Mbah Ratno, Mba Rosa, Pak Bambang, Ibu Tarwini, Ibu Ningsih, Ibu Lusiyem, Pakde Cil dan Mba Ima beserta keluarga, serta aparat desa yang telah memberikan informasi dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
9.
Mba Itoh, Mas Siwi dan Mas Rais terima kasih atas masukan, perhatian dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Untuk Mba Hana dan Mba Rahma, trima kasih telah banyak menguatkan hatiku.
10. Teman-teman KPM 41, khususnya Gita, Nau, Depu, Dinceu, Uma, Ani, dan Ucay terima kasih untuk persahabatan yang telah terjalin selama ini. Serta Yudi dan Nita, teman sebimbingan. 11. Ita, Shanti, Fandi, Graha dan teman-teman di WBB terima kasih atas dukungan dan kisah kasih selama ini. 12. Seluruh staf dan pegawai di KPM. 13. Serta semua pihak yang telah memberikan sumbangsih sekecil apapun dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... xii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................. BAB II
1 5 6 6
TINJAUAN TEORITIS 2.1 Ketahanan Pangan ................................................................. 2.2 Implementasi dan Gambaran Umum Program Desa Mandiri Pangan .................................................................................. 2.3 Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender ..................... 2.4 Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan: Dari WID ke GAD .................................................................................. 2.5 Ketidakadilan Gender dan Analisis Gender .......................... 2.6 Kerangka Pemikiran .............................................................. 2.7 Hipotesa Pengarah ................................................................. 2.8 Definisi Konseptual ...............................................................
15 17 23 25 25
BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian .................................................................. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 3.3 Teknik Penentuan Subjek Penelitian. .................................... 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................
28 28 29 30 30
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis .................................................................. 4.2 Karakteristik Demografi ........................................................ 4.3 Alokasi dan Aktivitas Nafkah ............................................... 4.4 Sarana dan Prasarana ............................................................. 4.5 Kelembagaan Desa ................................................................ 4.6 Peran Gender dalam Masyarakat ........................................... 4.7 Ikhtisar ...................................................................................
32 33 34 38 40 43 44
BAB V
7 9 11
PENYELENGGARAAN PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN 5.1 Perencanaan Program ............................................................ 47 5.2 Pelaksanaan Program ............................................................. 52 5.3 Monitoring dan Evaluasi Program. ........................................ 57
5.4 Ikhtisar ................................................................................... 59 BAB VI ANALISIS GENDER TERHADAP PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN 6.1 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan di Tingkat Kelompok Afinitas ................................................... 62 6.2 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan di Tingkat Rumah Tangga Penerima dan Bukan Penerima Program.................................................................................. 63 6.2.1 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Tenun ...................... 63 6.2.2 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Ternak Kambing ...... 66 6.2.3 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Aneka Usaha ....................... 70 6.3 Akses dan Kontrol Peserta dalam Pelaksaaan Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga ...................................................................... 74 6.4 Pemenuhan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga . ..................................................................... 83 6.4.1 Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga ........................... 83 6.4.2 Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga ........................... 86 6.5 Ikhtisar ................................................................................... 88 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .......................................................................... 92 7.2 Saran..................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 95 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Judul
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Pembagian Kerja dalam Kegiatan Pertanian Masyarakat Desa Jambakan, Tahun 2008 ................................................................. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Usaha Tenun ,Desa Jambakan, Tahun 2008 ................ Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Tenun, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................................... Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun 2008 Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun 2008 ......................................................... Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Aneka Usaha, Desa Jambakan, Tahun 2008 ................ Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Jahit, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................................... Profil Akses dan Kontrol Peserta Program Desa Mandiri Pangan terhadap Sumber Daya dalam Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................................... Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Sumber Daya dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 ......................................................... Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 ......................................................... Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................. Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008 .................................................................. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 ..................................................................
36 64 65 68 69 71 72 78 79 81 82 84 86 87 76
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman Kerangka Pemikiran ..................................................................... 24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Peta Desa Jambakan ................................................................. Contoh Catatan Harian .............................................................. Jadwal Rencana Kegiatan ......................................................... Tabel Kebutuhan Data .............................................................. Matriks Kasus Subjek Penelitian ............................................. Dokumentasi .............................................................................
98 99 101 102 103 104
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan isu yang penting bagi Negara Indonesia
dewasa ini. Hal ini dapat terlihat dari kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2007 yang mengakibatkan 13 balita meninggal dunia1 dan 4,1 juta jiwa balita di Indonesia pada tahun 2007 menderita gizi buruk2. Selain itu, masalah ketahanan pangan juga dapat dilihat dari terjadinya kelangkaan beberapa komoditas pangan di awal tahun 2008. Nainggolan (2007), menyatakan bahwa masalah ketahanan pangan atau kerawanan pangan terjadi bukan sematamata disebabkan oleh rendahnya tingkat produksi, tetapi juga dilihat dari ketersediaan pangan, kemudahan akses dan tingkat konsumsi masyarakat. Konsep ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Undang-undang ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 1992, yakni akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengamanatkan kepada pemerintah bersama masyarakat untuk bertanggungjawab dalam mewujudkan ketahanan pangan. Namun, kenyataannya hingga kini di Indonesia 1 2
http://suarantb.com/2008/01/30/Sosial/xdetil4.htm http://www.tenaga-kesehatan.or.id
masih banyak daerah rawan pangan. Peta Kerawanan Pangan Indonesia yang dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan dan World Food Programme tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 265 kabupaten yang ada di Indonesia terdapat 100 kabupaten yang termasuk rawan pangan3. Masalah ketahanan pangan, hakikatnya tidak terlepas dari masalah kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta atau 17,75 persen. Bila dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta atau 15,97 persen, maka jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta4. Ironisnya, sebagian besar atau 63,41 persen dari jumlah penduduk miskin berada di daerah pedesaan yang merupakan penghasil sumber makanan. Untuk memperbaiki kondisi masyarakat pedesaan, maka dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas dalam luasan lahan atau melihat ukuran fisik saja, tetapi juga harus memperhatikan permasalahan sosial budaya masyarakat setempat. Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menangani kemiskinan, maka fokus pembangunan di bidang pertanian saat ini diarahkan pada penanganan masalah ketahanan pangan yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009. Adapun visi pembangunan pertanian periode 2005-2009 adalah terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani. 3
http://www.forumdesa.org/mudik/mudik6/utama1.php Berita Resmi Statistik No. 47/IX/ 1 September 2006 tentang Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2005-2006. 4
Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai Tahun 2006 di daerah-daerah yang dinyatakan sebagai daerah rawan pangan. Melalui Program Desa Mandiri Pangan, diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif dan peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan. Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh setiap instansi seyogyanya juga harus memperhatikan hubungan atau relasi antara lakilaki dan perempuan. Hal ini karena pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Ini kemudian diperkuat dengan ditetapkannya INPRES
Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutaamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional. Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Pengarusutamaan
gender
merupakan
suatu
pendekatan
untuk
mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan diberbagai bidang pembangunan, termasuk pertanian di dalamnya. Tujuan Pengarusutamaan Gender adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara5. Namun demikian, sering kali masih saja terjadi bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Hal ini terlihat pada tahun 2007, di bidang pendidikan, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,47 persen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 5,2 persen6. Kesenjangan gender juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Pada tahun 2007, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mencapai 49,52 persen, jauh lebih rendah dari lakilaki yang mencapai 83,68 persen7. Dalam sektor pertanian perempuan mempunyai peran yang cukup besar dalam menghasilkan pangan. Penurunan tenaga kerja laki-laki sebesar 678 ribu orang di sektor pertanian8, semakin menunjukkan bahwa perempuan harus tetap bekerja untuk menghasilkan pangan. Namun, ironisnya sekitar 35,20 persen tenaga kerja perempuan tersebut merupakan pekerja dengan status tidak dibayar. Hasil survey yang dilakukan oleh Sumarti dkk (2007) terkait dengan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan di dua Kabupaten menunjukan bahwa perempuan memiliki peran yang cukup besar. Perempuan tidak hanya melakukan pekerjaan reproduktif saja, tetapi juga melakukan pekerjaan produktif. Dalam implementasinya bila dibandingkan dengan program pembangunan lainnya, Program Desa Mandiri Pangan, telah mampu melibatkan laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hal tersebut, maka menarik bagi peneliti untuk mengkaji sejauh mana pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan telah responsif gender. 5
http://jdihukum.banten.go.id/dokumen/Inpres no 9 th 2000.pdf http://www.republika.co.id 7 Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007 tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2007. 8 loc.cit 6
1.2
Perumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan tanggung jawab seluruh rakyat
Indonesia, sehingga keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh partisipasi baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan satu golongan saja (Achmad dalam Ihromi (1995)). Partisipasi tersebut tidak hanya sebagai pelaksana program pembangunan saja juga sebagai penikmat dari hasil pembangunan tersebut. Salah satu program pembangunan yang dijalankan pemerintah adalah Desa Mandiri Pangan. Tujuan Program Desa Mandiri Pangan adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sebagai suatu program pembangunan, maka Program Desa Mandiri Pangan mensyaratkan partisipasi dari masyarakat, termasuk laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang Pengarusutamaan Gender yang tertuang dalam Inpres No. 9 Tahun 2000. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas dan rumah tangga penerima dan bukan penerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan? 2. Bagaimana akses dan kontrol laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan? 3. Sejauh mana kebutuhan praktis dan strategis gender di tingkat kelompok dan rumah tangga dipertimbangkan dalam Program Desa Mandiri Pangan?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1.
Menganalisa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas dan rumah tangga penerima dan bukan penerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan.
2.
Menganalisis akses dan kontrol laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan.
3.
Menganalisis kebutuhan praktis dan strategis gender di tingkat kelompok dan rumah tangga telah diperhatikan dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam
menerapkan berbagai konsep, teori dan pendekatan gender dalam pembangunan sesuai dengan realita yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak-pihak pembuat kebijakan guna mewujudkan program pemberdayaan masyarakat pedesaan yang responsif gender. Hasil penelitian ini, juga dapat menjadi informasi bagi pembaca dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berminat untuk mengadakan studi lanjutan berkenaan dengan aspek gender dalam pemberdayaan masyarakat.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
Ketahanan Pangan Pangan merupakan komoditas penting, hal ini karena pangan merupakan
kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia (Husodo dan Muchtadi (2004)). Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan suatu bangsa. Oleh karena itu, usaha untuk mencapai kecukupan
pangan
harus
dilakukan
secara
bersungsuh-sungguh.
Untuk
membentuk manusia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Perwujudan ketahanan pangan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah tetapi semua lapisan masyarakat. Definisi ketahanan pangan adalah acces for all people at times to enough food for an active and healthy life (Baliwati dkk. (2004)). Tidak jauh berbeda, Khomsan (2006) mengartikan ketahanan pangan sebagai kemampuan setiap orang dalam mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Sen (1981) dalam Baliwati (2004), ketahanan pangan dalam konteks rumah tangga di dasarkan pada konsep entitlement atau kemampuan untuk menguasai pangan. Rumusan ketahanan pangan di Indonesia telah tertuang dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Berdasarkan berbagai definisi ketahanan pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan merupakan kemampuan yang dimiliki
setiap individu untuk mengakses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya setiap waktu agar dapat hidup sehat dan produktif. Secara umum, ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu kecukupan (sufficiency), akses (acces), keterjaminan (security) dan waktu (time). Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas: 1. Subsistem ketersediaan, dipengaruhi oleh sumber daya dan produksi pangan. 2. Subsistem kemudahan memperoleh pangan, dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga dan sarana transportasi. 3. Subsistem pemanfaatan pangan, dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan status gizi. Ketahanan pangan yang baik memberikan ruang bagi setiap rumah tangga untuk memperoleh gizi yang cukup bagi seluruh anggota ruma tangganya yang sangat penting pembangunan generasi yang berkualitas. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling asasi ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadinya kerawanan pangan. Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan para individu anggotanya (Suryana, (2004)). Ada dua tipe kerawanan pangan atau ketidakatahanan pangan, yaitu kronis dan transitori. Ketidaktahanan pangan kronis adalah ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau produksi sendiri. Kondisi ini berakar dari kemiskinan. Sedangkan
ketidaktahanan pangan transitori adalah penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara temporer. Hal ini disebabkan oleh adanya bencana alam. Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam membangun sistem ketahanan pangan yang handal dan berkelanjutan tidak terlepas dari upaya-upaya yang meningkatkan pembangunan manusia dan mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu strategi dalam membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada penigkatan SDM melalui pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri dan berkelanjutan.
2.2
Implementasi dan Gambaran Umum Program Desa Mandiri Pangan Upaya–upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan telah dilaksanakan
oleh pemerintah dari tingkat nasional (makro), tingkat daerah (meso) hingga tingkat desa (mikro). Pada tingkat nasional, pemerintah telah menetapkan arah pembangunan ketahanan pangan pada kemandirian masyarakat berbasis sumber daya lokal. Salah satu program yang menjadi fokus oleh Departemen Pertanian adalah pengembangan Desa Mandiri Pangan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2006. Di tingkat daerah atau kabupaten pelaksanaan program meliputi pembentukan tim pelaksana kegiatan, identifikasi calon lokasi desa mandiri pangan, pembentukan kelompok kerja desa mandiri pangan, rekruitmen tenaga pendamping serta sosialisasi program di tingkat kabupaten dan desa. Di tingkat
desa, langkah-langkah pemberdayaan daerah rawan pangan meliputi tahap persiapan dan tahap perguliran dana. Tahap persiapan meliputi pengumpulan data dasar, penumbuhan dan pemberdayaan kelompok afinitas, pembentukan kelompok swadaya masyarakat, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, penyusunan usaha oleh kelompok, pembuatan aturan-aturan selama proses perguliran, pengangkatan pengurus dalam kelompok dan kegiatan pembekalan dari dinas untuk kelompok. Program Desa Mandiri Pangan adalah salah satu program dari Departemen Pertanian guna mengatasi masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di pedesaan. Melalui program ini diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan akhirnya tercapai kemandirian. Strategi yang diterapkan dalam pengembangan Desa Mandiri Pangan antara lain dengan penerapan prinsip pemberdayaan masyarakat, penguatan kelembagaan pedesaan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya dengan dukungan multi sektor dan disiplin serta sinergitas antar stakeholder. Dengan demikian masyarakat lebih mampu menganalisa situasi yang mereka hadapi dan mengambil tindakan yang tepat untuk merubah kondisi tersebut (Syahyuti, 2006). Adapun tujuan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin rawan pangan
dalam usaha perbaikan kehidupannya, dengan memanfaatkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada. Selain itu, adanya fasilitasi dari pihak pemerintah kepada kelompok miskin rawan pangan dalam pemanfaatan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada. Dengan demikian jumlah penduduk atau rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan dan gizi yang ada di desa menurun. Sasaran program Desa Mandiri Pangan adalah rumah tangga miskin di desa miskin dan rawan pangan yang dipilih berdasarkan hasil identifikasi Data Dasar Rumah Tangga (DDRT), Survey Rumah Tangga (SRT) dan profil desa. Desa rawan pangan adalah desa yang memiliki jumlah KK miskin lebih dari 30 persen dari jumlah total KK yang ada.
2.3
Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender Konsep penting yang harus dipahami untuk melihat hubungan antara laki-
laki dan perempuan adalah membedakan antara pengertian jenis kelamin dan gender terlebih dahulu. Hal ini karena masyarakat pada umumnya mengartikan gender dan jenis kelamin sebagai hal yang sama, sehingga sering kali menimbulkan kesalahpahaman di antara masyarakat. Padahal konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Definisi jenis kelamin menurut Fakih (1999) adalah pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat secara permanen pada diri seseorang yang tidak dapat dipertukarkan. Hal ini merupakan ketentuan Tuhan atau Kodrat. Misalnya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala dan memproduksi sperma. Sedangkan
perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui. Berbeda dengan jenis kelamin, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Handayani (2002) mengartikan gender sebagai konsep sosial yang membedakan peran laki-laki dan perempuan yang sangat tergantung pada faktor sosial, geografis dan kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai hasil dari konstruksi sosial, gender bukan suatu kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah. Gender dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan-perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah lagi atau dipahami sebagai kodrat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan kerancuan ataupun kesalahpahaman dalam masyarakat. Perbedaan gender ini kemudian melahirkan pembagian kerja gender. Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu reproduktif, produktif dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan
melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga setiap hari. Peran produktif, yaitu kegiatan yang menghasilkan produksi barang atau jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah kegiatan yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Ini terlihat dari kegiatan perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas, kesertaan dalam kegiatan politik di tingkat komunitas dan lainnya. Kesungguhan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang artinya terdapat perubahan baik tangible (kasat mata) maupun intangible (tidak kasat mata) dalam kondisi dan relasi antara laki-laki dan perempuan. Definisi Pengarusutamaan Gender Menurut Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dalam Silawati (2006) adalah strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian yang tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapat
keuntungan
dan
ketidakadilan
tidak
ada
lagi.
Pelaksanaan
pengarusutamaan gender ini menggunakan tiga prinsip yakni: 1. Menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya Melihat laki-laki dan perempuan sebagai orang yang mampu memikul tanggung jawab masing-masing dan mendapat penghargaan serta penghormatan yang sama.
2. Demokrasi Adanya keterlibatan anggota masyarakat sipil dalam prose-proses pemerintahan. 3. Fairness, justice dan equity Inti dari prinsip fairness, justice dan equity (pemerataan, penegakan hukum dan kesetaraan) disebut keadilan sosial. Berdasarkan ketiga prinsip di atas, pengarusutamaan gender berarti membawa laki-laki dan perempuan ke dalam proses pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya dan manfaat pembangunan. Dalam Inpres No. 9 Tahun
2000
tentang
Pengarusutamaan
Gender,
Pemerintah
mengatur
penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan di berbagai bidang pembangunan. Dengan adanya pengarusutamaan gender maka diharapkan kesetaraan gender dalam pembangunan dapat terwujud. Kesetaraan Gender adalah kondisi yang mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
2.4
Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan: Dari WID ke GAD Pendekatan WID (Women In Development) merupakan suatu kebijakan
dan pendekatan pertama yang memikirkan peran perempuan dalam pembangunan. Upaya tersebut adalah dengan mengintegrasikan perempuan ke dalam pembangunan (Mosse, 1996). Pendekatan WID difokuskan kepada inisiatif seperti pengembangan teknologi yang lebih baik, tepat yang akan meringankan beban kerja perempuan. WID bertujuan untuk benar-benar menekankan sisi produktif kerja dan tenaga perempuan. Pendidikan, pelatihan ketrampilan serta pelatihan teknis merupakan prasyarat penting dalam pendekatan ini. Perempuan harus diberi kesempatan yang sama seperti laki-laki. WID atau dimaknai dengan pendekatan effisiensi kemudian mendapat kritikan karena banyaknya sumber daya yang telah dikeluarkan tidak berhasil menbuat dampak penting apapun. Hal ini kemudian memicu munculnya gagasan Moser dalam Mosse (1996) yaitu kebijakan perempuan dalam pembangunan atau WAD (Women And Development). Strategi ini tidak hanya menitikberatkan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan selalu penting secara ekonomi dan kerja yang dilakukan perempuan dalam rumah tangga dan komunitasnya sangat penting untuk mempertahankan masyarakat mereka. Moser berpendapat bahwa perempuan merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendekatan WAD cenderung menitikberatkan kepada kegiatan yang
mendatangkan pendapatan daripada mengindahkan tenaga kerja perempuan yang disumbangkan dalam mempertahankan keluarga. Namun, WAD mengalami pergeseran menjadi GAD (Gender and Development). GAD merupakan satu-satunya pendekatan terhadap perempuan dalam pembangunan yang melihat semua aspek kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan perempuan serta menolak upaya apapun untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga dan rumah tangga. Pendekatan GAD ini lebih dikenal dengan pendekatan pemberdayaan. Pendekatan ini menegaskan bahwa terdapat nilai yang lebih dalam pembangunan dari pada sekedar pertumbuhan ekonomi
dan penggunaan uang yang efisien. Pendekatan ini
bertujuan untuk merubah posisi perempuan. Lebih lanjut Mosse (1996) mengemukakan bahwa pemberdayaan lebih terkait dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) ketimbang pendekatan dari atas ke bawah (top-down). Pendekatan ini memahami tujuan pembangunan bagi perempuan dalam pengertian kemandirian dan kekuatan internal. Dalam penerapanya ketiga pendekatan tersebut sering kali tumpang tindih. Untuk memudahkan, secara umum Wigna (2003) membedakan ketiga pendekatan tersebut yaitu: 1. WID merupakan usaha praktis yang mencoba
mengintegrasikan
perempuan ke dalam pembangunan. 2. WAD mempunyai pengertian yang lebih luas yang mengandung ulasan kritis terhadap peranan perempuan dalam pembangunan serta pengaruh kebijakan dan proyek-proyek pembangunan.
3. GAD mempertegas hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Dengan
demikian,
maka
GAD
merupakan
penyempurnaan
dari
pendekatan yang ada mengenai perempuan dalam pembangunan. Pendekatan pemberdayaan
selain
mengakui
perlunya
undang-undang
yang
bersifat
mendukung, juga berpendapat bahwa perkembangan organsasi perempuan yang mengarah kepada mobilisasi politik, peningkatan kesadaran dan pendidikan rakyat merupakan syarat penting bagi perubahan sosial yang berkelanjutan.
2.5
Ketidakadilan Gender dan Analisis Gender Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki, maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dalam sistem tersbut. Ketidakadilan gender, menurut Handayani (2002) terjadi selain karena adanya konstruksi sosial dan budaya, juga terjadi akibat adanya hegemoni patriarki yang menganggap bahwa laki-laki sebagai bapak berkuasa atas perempuan dan anak-anak. Hal ini menyebabkan dominasi laki-laki berlanjut dalam masyarakat dan berbagai bidang kehidupan. Ketidakadilan gender juga terjadi karena berlakunya sistem kapitalis yaitu, siapa yang mempunyai modal besar itulah yang menang. Selain itu, terjadinya ketidakadilan gender disebabkan pula oleh pembagian kerja gender yang tidak adil.
Fakih (1999) menyatakan beberapa bentuk ketidakadilan gender yaitu: a. Marjinalisasi Perempuan Proses marjinalisasi menyebabkan kemiskinan. Dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan tradisi, kebiasaan dan bahkan ilmu pengetahuan. Proses marjinalisasi misalnya adalah revolusi hijau, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka. b. Subordinasi Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menyebabkan perempuan tidak bisa tampil memimpin. Akibatnya muncul sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. c. Stereotipe Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok
tertentu.
Stereotipe
sering
kali
merugikan
dan
menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu yang umumnya adalah perempuan yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan kepada mereka. d. Kekerasan Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa
dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya adalah pemerkosaan, pemukulan atau serangan fisik, penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin, pelacuran, pornografi, kekerasan terselubung, pelecehan seksual dan lain sebagainya. e. Beban Kerja Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras menyelesaikan segala pekerjaan rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul peran kerja ganda. Untuk menggambarkan keadaan dan hubungan antara perempuan dan lakilaki maka perlu adanya analisis gender. Teknik analisis gender merupakan salah satu teknik yang telah diakui keampuhannya dalam memberikan gambaran yang lebih sempurna tentang adanya perbedaan maupun saling ketergantungan laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh dari laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan. Melalui teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan akan dapat teridentifikasi. Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, tetapi juga hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya ”siapa mengerjakan apa”, tetapi juga meliputi siapa yang membuat keputusan, siapa yang memperoleh keuntungan,
siapa yang menggunakan sumber daya pembangunan, siapa yang menguasai sumber daya dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut seperti hukum, ekonomi atau sosial. Untuk mengungkapkan hubungan sosial laki-laki dan perempuan maka dapat dilakukan analisis gender dengan menggunakan beberapa macam teknik analisis yaitu: 1. Teknik Analisis Harvard Digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain. Overholt et. al (1986) dalam Handayani (2002) menyatakan komponen tersebut adalah: a. Profil Aktivitas, didasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat. Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif dan sosial. b. Profil Akses, didasarkan pada siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya, hal-hal yang diperoleh laki-laki dan perempuan, serta apa yang dinikmati laki-laki dan apa yang dinikmati perempuan. c. Profil Kontrol, didasarkan pada pengambilan keputusan terhadap sumber daya dan manfaat. 2. Teknik Analisis Moser Digunakan untuk menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan. Analisis ini dilakukan untuk megetahui apakah suatu program telah mempertimbangkan
kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis baik bagi laki-laki maupun perempuan. Kebutuhan praktis merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak memuaskan. Kebutuhan ini dapat segera diidentifikasi karena langsung dirasakan. Kebutuhan praktis dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek. Sedangkan kebutuhan strategis merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan individu di masyarakat. Hal ini juga menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Berbeda dengan kebutuhan praktis, kebutuhan strategis tidak dapat lasung diidentifikasi dan untuk memenuhinya memerlukan waktu yang panjang. 3. GAP (Gender Analisys Pathway) Metode GAP (Gender Analisys Pathway) merupakan alat analisis gender yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. GAP merupakan suatu pendekatan yang komprehensif untuk pengarusutamaan gender. GAP dikembangkan untuk melatih perencana dalam melakukan analisis kebijakan berdasarkan gender melalui proses learning by doing. GAP membawa pembuat kebijakan dapat mengidentifikasi suatu program responsif gender dan mengidentifikasi kesenjangan gender yang terdapat dalam kebijakan tersebut dan memfasilitasi untuk mengembangan strategi dalam upaya mengatasi permasalahan gender tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan dalam GAP adalah:
1. Mengidentifikasi sasaran umum suatu program atau kebijakan. Memastikan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah telah ditujukan tanpa membedakan satu golongan gender. 2. Mengetahui data pembuka mata. Data kuantitatif atau kualitatif yang ada digunakan untuk menilai dampak yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan terhadap kebijakan yang ada. 3. Mengidentifikasi faktor kesenjangan. Hal ini dinilai berdasarkan partisipasi, akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan. 4. Menganalisa permasalahan gender. Mengidentifikasi isu gender dan penyebabnya. Mengidentifikasi sejauh mana kebijakan sudah mengakomodir kebutuhan praktis dan strategis antara laki-laki dan perempuan. 5. Menentukan sasaran kebijakan yang responsif gender Menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai upaya menanggulangi kesenjangan gender. 6. Menentukan indikator keberhasilan berdasarkan perspektif gender Indikator ditentukan untuk mengevaluasi keberhasilan pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan gender.
2.6
Kerangka pemikiran Gender merupakan hasil konstruksi sosial serta sosialisasi yang panjang
dalam suatu masyarakat. Hal tersebut kemudian melahirkan peran gender yang terdiri dari peran produktif, reproduktif dan sosial. Ketahanan pangan merupakan isu yang sangat penting dewasa ini. Hal ini karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan merupakan hak asasi setiap manusia. Namun, dalam kenyataannya isu kerawanan pangan semakin merebak. Hal ini dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu rendahnya produksi, distribusi yang tidak merata, serta aspek konsumsi, berkenaan dengan kuantitas dan kualitas pangan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan adalah dengan mengeluarkan Program Desa Mandiri Pangan. Dengan adanya Program Desa Mandiri pangan diharapkan ketahanan pangan setiap wilayah yang dinyatakan rawan pangan akan terwujud. Program Desa Mandiri Pangan yang hakekatnya merupakan salah satu program pembangunan seyogyanya melibatkan seluruh lapisan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Oleh karena itu, analisis gender menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Analisis gender dilakukan dengan melihat pembagian kerja, profil aktivitas dan kontrol serta kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Analisis tersebut dilakukan baik di tingkat kelompok afinitas maupun di tingkat rumah tangga. Sehingga akan diketahui sejauh mana Program Desa Mandiri Pangan sudah responsif gender. Hal ini akan menentukan keberhasilan ketahanan pangan.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konstruksi sosial dan sosialisasi yang panjang
Gender
Kerawanan Pangan
Peran Gender
• •
Produktif
Reproduktif
Sosial
Analisis Gender Di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga
Pembagian Kerja Akses, kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh Kebutuhan praktis (kebutuhan jangka pendek) dan kebutuhan strategis gender (kebutuhan jangka panjang ) laki-laki dan perempuan.
Responsif Gender atau tidak
Keterangan
:
: menghasilkan. : mempengaruhi : diterapkan
•
Produksi rendah Distribusi tidak merata Kuantitas dan kualitas dalam Konsumsi rendah
Program Desa Mandiri Pangan • Perencanaan • Pelaksanaan • Monitoring dan Evaluasi
Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
Keberhasilan Ketahanan Pangan
2.7
Hipotesa Pengarah Program Desa Mandiri Pangan diduga belum responsif gender karena
berdasarkan pembagian kerja gender, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan masih terdapat kesenjangan. Selain itu Program Desa Mandiri Pangan belum memperhatikan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender.
2.8 1
Definisi Konseptual Program adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang keberhasilannya tidak hanya dinilai dari jumlah output yang dihasilkan tetapi juga keberlanjutan. Program yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Program Desa Mandiri Pangan yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian.
2
Analisis gender adalah alat yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki sehingga dapat ditentukan apakah program responsif gender atau tidak.
3
Pembagian kerja adalah peran atau kegiatan yang dilakukan oleh masingmasing anggota rumah tangga berdasarkan jenis kelamin yang dibedakan menjadi pekerjaan produktif, reproduktif dan sosial.
4
Pekerjaan produktif adalah peran atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup.
5
Pekerjaan reproduktif adalah peran atau kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kelangsungan pekerjaan produktif.
6
Pekerjaan sosial adalah kegiatan yang tidak terbatas pada pengaturan rumah tangga, berkaitan dengan hubungan kemasyarakatan.
7
Akses adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya tanpa memiliki
wewenang
untuk
mengambil
keputusan
terhadap
cara
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. 8
Kontrol adalah kewenangan untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya yang terdapat dalam program.
9
Manfaat adalah kegunaan yang dirasakan dengan adanya program.
10
Sumber daya adalah sarana atau fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program.
11
Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan yang berhubungan dengan keadaan hidup dalam jangka pendek.
12
Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan jangka panjang yang berkaitan dengan upaya untuk merubah peranan dan kedudukan individu di masyarakat.
13
Pengarusutamaan
Gender
(PUG)
adalah
pendekatan
untuk
mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan dalam mewujudkan kesetaraan gender. 14
Kesetaraan gender adalah kondisi yang mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan
hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. 15
Netral gender adalah sikap atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis gender tertentu.
16
Bias gender adalah pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis gender tertentu.
17
Responsif gender adalah memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung dengan
data kuantitatif. Penelitian ini berusaha menggambarkan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan melalui perspektif gender. Strategi penelitian yang digunakan
adalah
studi
kasus.
Keutamaan
strategi
ini
terletak
pada
kemampuannya mengukap sekaligus dua tujuan utama penelitian kualitatif, yaitu kekhasan dan kompleksitas dari suatu kejadian atau gejala sosial dengan mendasarkan pada pandangan subyektif pelaku dalam suatu pelaku dalam suatu kejadian atau gejala sosial tersebut (Sitorus, 1998). Tipe studi kasus dalam studi kasus ini adalah studi kasus instrumental. Hal ini karena peneliti ingin mengkaji kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu sehingga dapat membantu peneliti untuk memahami permasalahan tertentu yang dalam penelitian ini adalah isu gender.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jambakan, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Jambakan merupakan desa rawan pangan dengan jumlah KK miskin pada tahun 2006 mencapai 504 Kepala Keluarga atau 74,7 persen dari 674 Kepala Keluarga dan menerima manfaat program Desa Mandiri Pangan. Selain itu, Desa Jambakan merupakan salah satu
lokasi dalam penelitian model pemberdayaan petani dalam mewujudkan desa mandiri dan sejahtera. Kegiatan Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2008. Sebelumnya telah dilakukan studi literatur dan penyusunan proposal yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2008.
3.3
Teknik Penentuan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini subjek penelitian dibedakan menjadi responden dan
informan. Responden terdiri dari rumah tangga yang menerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan dan yang tidak menerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan. Responden ini terbagi atas tiga kategori yang didasarkan atas jenis usaha yang dikembangkan oleh kelompok afinitas yang ada yaitu tenun, ternak kambing dan aneka usaha (jahit dan warung). Kasus kelompok afinitas tenun terdiri dari rumah tangga Ibu Yn dan Ibu Kr. Untuk kasus dalam kelompok afinitas ternak kambing terdiri dari rumah tangga Bpak Syn dan Bapak Whn. Kasus kelompok afinitas aneka usaha adalah rumah tangga Ibu Sp dan Ibu Trw. Kasus rumah tangga bukan penerima program dengan jenis usaha tenun adalah rumah tangga Ibu Ls. Untuk rumah tangga bukan penerima program dengan usaha ternak kambing adalah kasus rumah tangga Bapak Pwt. Kasus untuk rumah tangga bukan penerima program kategori aneka usaha adalah rumah tangga Bapak Dl. Informan dalam penelitian ini berjumlah delapan orang yang terdiri dari pendamping, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, pengurus kelompok dan tokoh masyarakat. Penentuan responden dan informan dilakukan dengan secara sengaja dengan teknik bola salju.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan strategi penelitian studi kasus, peneliti menggunakan
beberapa metode pengumpulan data. Gabungan beberapa metode pengumpulan data ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai hubungan antara lakilaki dan perempuan dalam pelaksanaan program. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan meliputi studi alokasi waktu, wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, analisis dokumen dan diskusi kelompok. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara. Metode pengumpulan data pada tingkat rumah tangga dilakukan dengan wawancara mendalam, studi alokasi waktu, dan pengamatan berperanserta. Sedangkan metode pengumpulan data dalam tingkat kelompok dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, diskusi kelompok dan analisis dokumen. Metode pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diperoleh dari subyek penelitian. Data sekunder diperoleh dari data monografi daerah dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan program Desa Mandiri Pangan.
3.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk mendapatkan gambaran
pelaksanaan pendampingan dalam program Desa Mandiri Pangan melalui perspektif gender. Data yang telah terkumpul kemudian direduksi menurut kategorisasi sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Reduksi data dilakukan
untuk mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diambil (Sitorus, 1998). Setelah direduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif atau pun matriks. Data yang telah disajikan maka selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi.
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Kondisi Geografis Desa Jambakan secara administratif terletak di Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Jarak antara Desa dengan Kecamatan sejauh lima kilometer, jarak dengan Kabupaten sejauh 15 kilometer dan jarak dengan Ibukota Propinsi sejauh 150 kilometer. Untuk mencapai Desa Jambakan dari Kota Klaten dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan kota jurusan Klaten-Cawas dan berhenti di pertigaan Nglengkong. Kemudian perjalanan untuk mencapai Desa Jambakan dilanjutkan dengan menggunakan ojeg. Desa Jambakan secara geografis berbatasan dengan beberapa wilayah yang meliputi: 1.
Sebelah Utara
: Desa Tegal Rejo
2.
Sebelah Selatan
: Desa Ngerangan
3.
Sebelah Timur
: Desa Karang Asem
4.
Sebelah Barat
: Desa Dukuh
Desa Jambakan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 200-300 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 36° Celcius. Luas wilayah Desa Jambakan adalah 168,8485 Ha yang terbagi atas dua dusun dan sembilan dukuh. Dusun I terdiri dari empat dukuh yaitu Widoro, Barengan, Jambakan dan Jaten. Dusun II terdiri dari lima dukuh yaitu Geneng, Winong, Karang Uni, Brumbung, dan Doyo. Desa Jambakan juga terbagi atas tujuh rukun warga dan 18 rukun tetangga.
4.2
Karakteristik Demografi Menurut data kependudukan dari Buku Data Monografi Desa tahun 2007,
total jumlah penduduk Desa Jambakan adalah 2671 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 1210 jiwa (45 persen) dan jumlah penduduk perempuan adalah 1461 jiwa (55 persen). Jumlah KK di Desa Jambakan adalah 700 KK. Sebagian besar penduduk beragama Islam, yaitu sekitar 2646 (99 persen) dan sisanya beragama Kristen dan Hindu. Mayoritas warga Desa Jambakan berasal dari suku Jawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bb (aparat desa) diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Jambakan, sebagian besar merupakan lulusan SLTA dan hanya sekitar sepuluh persen yang menempuh perguruan tinggi. Lainnya hanya sampai pada tingkat sekolah dasar dan menengah pertama. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan sudah meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya persamaan kesempatan bagi anak laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan sebelum tahun 1990-an, masyarakat lebih mengutamakan pendidikan bagi laki-laki. Keterbatasan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, pada saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Dalam hal mata pencaharian, sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Jambakan bergerak dibidang pertanian. Namun, demikian statusnya hanya sebagai buruh tani atau penggarap. Sistem pertanian tadah hujan menyebabkan masyarakat Desa Jambakan tidak menggantungkan hidupnya dengan pertanian semata. Sebagian masyarakat ada juga yang menjadi pedagang warung hek atau angkringan, buruh pabrik, buruh bangunan, tenun dan pegawai negeri. Tidak
sedikit dari mereka yang merantau bekerja di kota seperti Yogyakarta, Solo, Sukoharjo, Semarang hingga Jakarta.
4.3
Alokasi Lahan dan Aktivitas Nafkah Dari data monografi desa tahun 2007 didapat informasi bahwa Desa
Jambakan memiliki lahan seluas168,8485 Ha yang digunakan untuk berbagai macam keperluan. Sebagian besar digunakan untuk sawah dan ladang seluas 106,3765 Ha. Sedangkan untuk Pemukiman seluas 53,64 Ha. Selebihnya, lahan yang ada digunakan untuk pekuburan, jalan dan lain-lain. Pertanian di Desa Jambakan merupakan pertanian tanah hujan karena belum ada sistem irigasi. Dengan curah hujan 1.025 mm/th, suhu udara rata-rata 36° Celcius dan tidak adanya sumber mata air menyebabkan pertanian di Desa Jambakan tidak bisa diandalkan. Jika musim kemarau tiba maka saluran air atau sungai yang melintas di desa tersebut tidak ada airnya. Hal inilah yang selalu menjadi kendala sistem pertanian di Desa Jambakan dan sering kali menyebabkan gagal panen atau puso. Keadaan tersebut menyebabkan pola tanam yang dilakukan masyarakat Desa Jambakan adalah padi-palawija-palawija. Komoditas yang biasa ditanam adalah kedelai, jagung dan bengu (kacang koro). Jika terjadi kemarau panjang dan masyarakat terlambat menanam maka lahan hanya dapat digunakan untuk dua kali masa tanam dan selebihnya diberakan. Oleh karena itu, setelah panen atau derep padi, masyarakat langsung menanam di lahan tersebut tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini karena jika harus diolah tersebih dahulu, maka kondisi tanah akan kering bahkan hingga retak-retak.
Sebagian besar masyarakat yang bergerak dibidang pertanian, statusnya adalah buruh tani atau penggarap dengan sistem bagi hasil atau lebih dikenal dengan maro. Sistem maro yaitu sistem bagi hasil dengan dengan perbandingan bagi hasil antara pemilik lahan dan penggarap adalah 50 persen : 50 persen. Pemilik lahan mendapat setegah bagian dari hasil panen, dan setengah bagian lagi diterima oleh penggarap. Penggarap berkewajiban menyediakan semua yang berkaitan dengan sarana produksi pertanian. Jika terjadi gagal panen maka resiko yang ditangung lebih banyak diterima oleh penggarap. Hal ini karena biaya produksi yang dikeluarkan oleh penggarap lebih besar dibandingkan dengan hasil panennya. Hasil pertanian di Desa Jambakan, untuk komoditas padi umumnya digunakan untuk konsumsi sendiri. Sedangkan palawija seperti kedelai atau jagung, umumnya di jual kepada bakul atau pedagang keliling sehingga masyarakat tidak perlu menjualnya ke pasar. Harga ditetapkan oleh bakul yang disesuaikan dengan harga pasar. Masyarakat hanya menerima saja. Hal ini karena jika dijual di pasar secara langsung harga akan sama saja, tidak jauh berbeda. Dalam kegiatan pertanian baik laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat. Namun, aktivitas yang banyak dilakukan laki-laki yaitu saat derep atau panen dan pengolahan lahan. Sedangkan perempuan terlibat dalam kegiatan penanaman atau nandur serta perawatan. Hal ini bisa terlihat dalam Tabel 1. Meskipun baik laki-laki dan perempuan terlibat dalam kegitan pertanian tetapi terdapat pembedaan upah antara buruh laki-laki dan buruh perempuan. Buruh laki-laki mendapat upah Rp 30.000,- ditambah dengan rokok dan kopi dan makan, sedangkan buruh perempuan hanya mendapat Rp 25. 000,- dan makan.
Pembedaan ini terjadi karena ada pandanggan atau stereotipe bahwa buruh lakilaki memiliki tenaga yang lebih besar dan kuat dibandingkan dengan buruh perempuan. Selain itu ada pandangan bahwa hal tersebut sudah kodrat wanita, karena ada hadist yang mengatakan bahwa laki-laki mendapat sepikul dan perempuan segendong. Ini dungkapkan oleh informan berikut ini: ”Upah laki-laki dan perempuan itu yah emang beda. Itu udah dari sononya. Kalo dipikir-pikir emang sih kasian, tapi mau gimana lagi udah dari sononya. Kalo disamain ntar laki-lakinya yang marah, jadi kacau. Lagi pula kan ada hadistnya kalo laki-laki dapat sepikul, perempuan segendong.” (Bapak Dl, 46 tahun, Ketua RT). Tabel 1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Pertanian Masyarakat Desa Jambakan, Tahun 2008. Subjek yang melakukan
Aktivitas Pertanian
Laki-laki
Perempuan
Pengadaan Benih
√
-
Pengolahan Lahan
√
-
Penanaman
√
√√
Penyemprotan
√√
√
Pemeliharaan tanaman
√
√√
Panen atau derep
√√
√
Selep
√
-
Pengeringan
√
√√
Ngeplek
-
√
Keterangan : √√ √
dominan yang melakukan yang melakukan
Selain dibidang pertanian aktivitas nafkah yang umumnya dilakukan masyarakat Desa Jambakan adalah berdagang atau membuka warung hek. Ada yang membuka warung hek di sekitar desa, atau bahkan sampai ke kota Klaten, Solo, Yogyakarta, Sukoharjo dan Semarang. Biasanya mereka yang bekerja di luar, pulang ke rumah sebanyak satu hingga dua kali dalam sebulan. Pendapatan dari usaha warung hek dalam sehari mencapai Rp 30.000 hingga Rp 50.000,-.
Sementara itu ada juga masyarakat yang menjadi tukang becak, buruh pabrik dan buruh bangunan. Untuk buruh bangunan, upah yang diterima dalam satu hari berkisar antara Rp 35.000,- hingga Rp 50.000,-. Sedangkan buruh pabrik mendapat upah sebesar Rp 800 ribu hingga satu juta rupiah per bulan. Pendapatan utama keluarga umumnya di dapat dari suami (laki-laki), namun tidak sedikit istri (perempuan) yang juga melakukan pekerjaan produktif untuk menopang kehidupan rumah tangga. Kegiatan produktif yang dilakukan oleh istri antara lain menenun, menjadi buruh tani saat musim panen dan tanam, dan membuka warung kelontong atau makanan. Kegiatan tenun, dilakukan setelah pekerjaan reproduktif dilakukan. Hasil tenun dijual kepada bakul keliling dengan harga Rp 7.000,- hingga Rp 8.000,untuk satu gendok (dua selendang). Dalam satu bulan pendapatan yang diterima dari hasil menenun sekitar 600 ribu rupiah hingga 700 ribu rupiah. Selain menenun, usaha yang dilakukan istri atau perempuan untuk menambah pendapatan keluarga adalah dengan membuka warung kelontong (makanan atau kebutuhan rumah tangga lainnya). Pendapatan yang diterima dari usaha warung berkisar antara Rp 15.000,00 – Rp 30.000,00. Kegiatan menenun dan membuka warung dilakukan oleh perempuan di Desa Jambakan, karena mereka dapat mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa harus meninggalkan pekerjaan reproduktif seperti memasak, mencuci, mengasuh anak dan lain-lain. Pendapatan yang diterima oleh istri (perempuan) umumnya digunakan untuk pemenuhan makan sehari-hari, sedangkan pendapatan yang diterima oleh suami digunakan untuk biaya pendidikan anak dan lainnya.
4.4
Sarana dan Prasarana Desa Jambakan memiliki beberapa sarana dan prasarana yang dapat
menunjang kegiatan formal dan informal. Sarana pendidikan formal yang ada di Desa Jambakan terdiri dari dua Sekolah Dasar Negeri yaitu SD Negeri Jambakan 2 dan SD Negeri Jambakan 3. Selain itu terdapat satu Taman Kanak-kanak yang dikelola oleh ibu-ibu PKK yang bernama TK Pertiwi. Selain sarana pendidikan formal, Desa Jambakan memiliki
sarana
pendidikan informal yang terdiri dari tiga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Tiga PKBM tersebut adalah PKBM Dahlia dengan program Paket A, dan PKBM Harapan Bangsa dengan program keaksaraan fungsional berjalan mulai tahun 2006 berdasarkan bantuan dari Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Klaten. Dan ketiga adalah PKBM Tunas Bangsa yang membawahi Kelompok Bermain Tunas Bangsa untuk anak usia dini dan Kelompok Belajar Mekar Sari dengan Program Keaksaraan Fungsional yang berjalan atas bantuan Dinas Pendidikan Sub. Bagian Pendidikan Masyarakat pada Tahun 2007. Ketiga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat itu dikelola oleh ibu-ibu. Dalam menunjang kegiatan keagamaan di Desa Jambakan terdapat sembilan masjid dan satu langgar dalam kondisi yang baik dan terawat. Masjid atau langgar tersebut digunakan oleh masyarakat untuk ibadah shalat lima waktu, shalat jumat baik kaum laki-laki maupun perempuan, pengajian bergilir yang dilakukan oleh ibu-ibu setiap bulannya yaitu pada mingu legi. Masjid atau langgar di Desa Jambakan digunakan pula untuk kegiatan Taman Pendidikan Al-Quran bagi anak-anak dan remaja.
Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, masyarakat lebih banyak menggunakan air sumur galian baik dengan menggunakan katrol ataupun dengan pompa listrik. Selain itu, bagi masyarakat yang tidak memiliki sumur atau MCK (Mandi Cuci Kakus) sendiri, untuk pemenuhan air bersih dapat menggunakan sumur umum. Sumur umum ini dibangun atas bantuan pemerintah pada tahun 2007 yang dilengkapi dengan MCK (Mandi Cuci Kakus). Sumur umum tersebut dibangun di tiap rukun warga dengan masing-masing empat buah. Tidak adanya sumber mata air menyebabkan Desa Jambakan sering mengalami kesulitan untuk mendapatkan air. Kedalaman sumur bisa mencapai 2030 meter. Jika sumur kering, masyarakat mengupayakannya dengan mencari air ke sumur-sumur yang masih terdapat air di dukuh lainnya atau membeli pada PDAM satu tangki seharga Rp 70.000,- hingga Rp 80.000,- untuk satu sumur. Kegiatan olah raga yang dilakukan oleh masyarakat Desa Jambakan adalah sepak bola dan bola voli yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki hampir tiap sore. Kegiatan olah raga tersebut ditunjang dengan lapangan voli dan sepak bola yang letaknya bersebelahan dengan balai desa. Fasilitas lapangan bulu tangkis adalah milik salah satu warga, tetapi dapat dipergunakan oleh siapa saja. Untuk kegiatan olah raga bulutangkis siapa saja bisa terlibat, namun sering kali kaum perempuan dan anak-anak mendapat porsi yang lebih sedikit. Keadaan jalan di Desa Jambakan sudah cukup baik. ini dikarenakan pada tahun 2007 terdapat pembangunan jalan berupa pembuatan talud, betonisasi, pengaspalan dan pembuatan saluran irigasi dari Program Pengembangan Kecamatan(PPK) dan Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dari Departemen Pekerjaan Umum.
Akibat gempa pada tahun 2006, bangunan kantor Desa Jambakan hancur. Sekarang ini kegiatan pemerintahan masih berada di Balai Desa yang terbuka. Pembangunan gedung baru telah dilakukan sampai tahap pembangunan pondasi dan terhenti karena dana pembangunan sudah habis. Pembangunan akan dilanjutkan ketika Anggaran Dana Desa sudah cair. Untuk fasilitas kesehatan, awalnya Desa Jambakan hanya memiliki satu bidan desa yang bertempat tinggal di salah satu rumah warga. Namun, pada tahun 2007 berdasarkan bantuan dari AAI (Australian Aid International) telah dibangun Poliklinik Desa. Masyarakat desa dapat memeriksa kesehatannya atau melakukan pengobatan di poliklinik tersebut. Poliklinik tersebut sekaligus menjadi rumah dinas bidan desa Jambakan.
4.5
Kelembagaan Desa Kelembagaan di pedesaan dapat terbagi ke dalam dua kelompok yaitu
lembaga formal dan kelembagaan lokal. Kelembagaan formal yang terdapat di Desa Jambakan adalah Pemerintahan Desa, BPD (Badan Perencanaan Desa), LPM (Lembaga Pemberdayan Masyarakat), PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan Posyandu (Pos Pelayanan terpadu) serta Karang Taruna. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa tidak semua lembaga tersebut aktif. Lembaga yang aktif adalah pemerintahan Desa, serta PKK dan Posyandu yang dikelola oleh ibu-ibu. LPM, BPD dan Tarang Taruna meski memiliki struktur kepengurusan yang jelas serta anggaran kegiatan akan tapi tidak berjalan secara aktif.
Di Desa
Jambakan
juga
terdapat beberapa kelembagaan
lokal.
Kelembagaan lokal tersebut antara lain berbagai macam arisan yaitu arisan uang tingkat RT atau RW yang dikelola oleh pengurus RT dan RW. Arisan gula, arisan beras, hingga perabot rumah tangga yang umumnya dikelola oleh ibu-ibu. Ada juga arisan semen, bahan bangunan dan rokok yang dikelola oleh bapak-bapak. Kegiatan arisan tersebut diadakan setiap sebulan sekali Selain itu kelembagaan lokal yang ada di Desa Jambakan adalah kelompok pengajian ibu-ibu Aisyiah, paguyuban sekar budaya yang bergerak di bidang pelestarian seni karawitan yang juga dikelola ibu-ibu sejumlah 38 orang. Paguyuban sekar budaya ini mendapat bantuan dari pemerintah sebesar 20 juta rupiah dan memiliki alat-alat yang lengkap, seragam, dan telah melakukan rekaman di RRI Klaten, mengikuti lomba dan mendapat juara ketiga. Selain itu, paguyuban sekar budaya ini sering mendapat tawaran untuk melakukan pementasan-pementasan. Desa Jambakan memiliki dua kelompok tani, yaitu Karya Makmur untuk wilayah dusun satu dan Ngudi Makmur untuk wilayah dusun dua. Akan tetapi kedua kelompok tani ini aktif jika ada bantuan saja. Jarang sekali terdapat kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh PPL setempat. Desa Jambakan juga memiliki koperasi yang bergerak dalam simpan pinjam yang bernama Makmur Perkasa yang dikelola oleh bapak-bapak yang berdiri sejak tahun 2006. Koperasi ini telah mendapat bantuan dana dari Kementrian Koperasi dan UKM. Meskipun demikian, keberadaan koperasi ini masih belum dirasakan oleh masyarakat setempat. Hal ini karena keanggotaan koperasi simpan simpan pinjam tersebut masih syarat dengan unsur kekerabatan.
Kelembagaan lainnya adalah Lumbung Desa yang juga dikelola oleh ibuibu pengajian Aisyiah dukuh Geneng. Lumbung Desa ini awalnya berdiri pada tahun 1993 atas ide Bapak Subagya untuk mengatasi paceklik atau puso, melalui pengumpulan zakat dari hasil panen atau derep yang tidak ditentukan batasnya. Zakat yang terkumpul disimpan di Masjid dan nantinya dapat digunakan saat musim paceklik atau puso dengan sistem pinjaman untuk msyarakat dukuh Geneng saja. Dalam perjalanannya, lumbung ini sempat terhenti sekitar tahun 19951996 karena Bapak Bagya ada panggilan kerja di Jakarta. Pada tahun 1997 lumbung ini kemudian dilanjutkan lagi tetapi oleh ibu-ibu kelompok pengajian Aisyiah. Gabah kering yang telah terkumpul kemudian di simpan di rumah salah seorang pengurus. Hingga saat ini telah terkumpul sekitar 2.175 kilo dan belum dipinjamkan. Lumbung Desa ini juga menerima infak berupa uang tunai yang digunakan untuk membeli karung atau bagor. Kelembagaan gotong royong di Desa Jambakan cenderung memudar. Hal ini disebabkan oleh dinamika politik lokal pasca pemilihan kepala desa pada tahun 2007. Masyarakat desa terbagi ke dalam dua kutub, yaitu masyarakat yang mendukung kepala desa lama dan masyarakat yang mendukung kepala desa baru. Akan tetapi untuk lingkup rukun wilayah atau kampung masih dapat dirasakan. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembangunan rumah atau sambatan, jagongan saat mantenan, haqiqah, derep dan lainnya.
4.6
Peran Gender dalam Masyarakat Peran gender yang berlaku dalam masyarakat Desa Jambakan secara
umum masih dipengaruhi oleh budaya patriarkhi. budaya ini menganggap bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan dan anak-anak. Perempuan masih mempunyai kesempatan atau peluang untuk mengakses sumber daya dan manfaat yang ada dalam masyarakat seperti tanah, modal, pelatihan dan pendidikan. Serta manfaat yang ada seperti pendapatan, kebutuhan dasar, pendidikan, bermasyarakat dan berkelompok. Namun tidak didukung oleh penguasaan atau wewenang (kontrol) dalam pengambilan keputusan terhadap sumber daya dan manfaat yang sama pula. Dalam pengambilan keputusan, lebih didominasi oleh kaum laki-laki baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat. Perempuan bertanggung jawab dalam pekerjaan rumah tangga (reproduktif) sedangkan laki-laki bertanggung jawab sebagai pencari nafkah utama. Pekerjaan produktif yang dilakukan oleh perempuan hanya dianggap sebagai tambahan saja. Dalam kegiatan sosial, perempuan memiliki peran yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas kelembagaan yang ada di Desa Jambakan yang banyak dikelola oleh perempuan. Namun, untuk kegiatan yang bersifat politik atau sistem pemerintahan lebih dominan dilakukan oleh laki-laki. Ini dapat dilihat mulai dari aparat desa hingga pengurus RT dijalankan oleh laki-laki. Kalau pun ada perempuan yang terlibat, hanya mereka-mereka yang aktif dalam kepengurusan PKK. Posisi yang dijalankan perempuan yang terlibat adalah dalam bagian administrasi, karena ada pandangan bahwa perempuan lebih rapi
mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan administrasi. Hal ini seperti yang diungkapkan salah seorang informan berikut ini: ”Sebenernya perempuan di sini tuh sudah terlibat dalam kegiatan seperti pemilihan-pemilihan, tapi memang jumlahnya sangat sedikit sekitar tiga hingga empat orang. Dan pas Mba Qori kesini kebetulan ada pilgub, gak ada yang terlibat sama sekali sebagai panitia KPPS karena pada berhalangan. Biasanya kalo terlibat berhubungan dengan kegiatan catat-mencatat atau penerima tamu. Kan kalo perempuan yang ngerjain tulisannya lebih rapi mba.” (Bapak JK, 30 tahun, Aparat Desa).
Kurangnya keterlibatan perempuan dalam aktivitas sosial yang berkenaan dengan pemerintahan dan politik karena ada anggapan bahwa kegiatan tersebut adalah urusan laki-laki. Selain itu, rendahnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan ini karena kurangnya pengalaman, malu berpendapat, serta budaya manut wae. Kalaupun terlibat hanya menggantikan suami yang berhalangan hadir karena merantau di luar kota atau sedang sakit. Namun, meski demikian terdapat satu perempuan Jambakan yang berhasil menjadi anggota DPRD dari partai PDI Perjuangan. Keberhasilan salah satu perempuan Jambakan ini adalah karena faktor latar belakang keluarganya yang juga bergelut dalam sistem perpolitikan.
4.7
Ikhtisar Desa Jambakan secara administratif terletak di Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Tingkat pendidikannya adalah SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Tidak ada pembedaan terhadap akses untuk memperoleh pendidikan untuk laki-laki dan perempuan. Kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi ditentukan faktor ekonomi yang dimiliki oleh orang tua.
Mata pencaharian penduduk Desa Jambakan sebagian besar adalah petani dengan status buruh tani atau penggarap. Tidak adanya sistem pengairan, menyebabkan pertanian di Desa Jambakan tidak dapat diandalkan. Kondisi tersebut mendorong sebagian masyarakat mencari pekerjaan di luar kota. Ada yang menjadi tukang becak,membuka warung hek, buruh pabrik ataupun buruh bangunan. Hal ini menjadikan beban kerja perempuan lebih besar. Selain bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif, perempuan juga melakukan pekerjaan produktif untuk menopang kebutuhan rumah tangga. Pembedaan upah yang diterima oleh laki-laki dan perempuan terjadi di sektor pertanian. Perempuan mendapat upah sebesar Rp 25.000,- sedangkan laki-laki mendapat upah Rp 30.000,-. Ini disebabkan adanya pandangan atau stereotipe bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan. Peran gender yang ada dalam masyarakat masih dipengaruhi oleh budaya patriarkhi. Laki-laki merupakan pencari nafkah utama, sedangkan perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga atau reproduktif. Untuk kegiatan sosial perempuan memiliki peran yang cukup besar. Hal tersebut karena sebagian besar kelembagaan di Desa Jambakan yang berjalan, dikelola oleh perempuan. Seperti arisan, pengajian, lumbung desa, PKK, Posyandu, PKBM hingga paguyuban sekar budaya dikelola oleh perempuan. Akan tetapi untuk kegiatan yang bersifat politik atau sistem pemerintahan lebih didominasi oleh laki-laki. Ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa urusan tersebut merupakan urusan laki-laki. Kelembagaan gotong royong cenderung memudar di tingkat Desa. Kondisi ini dipengaruhi oleh dinamika politik lokal pasca pemilihan kepala desa
tahun 2007. Masyarakat terbagi atas dua kutub, yaitu pendukung lurah lama dan pendukung lurah baru. Namun, untuk lingkup rukun tetangga atau rukun warga gotong royong masih cukup kuat. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembangunan rumah atau sambatan, jagongan saat mantenan, haqiqah, derep dan lainnya.
BAB V PENYELENGGARAAN PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN
5.1
Perencanaan Program Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini difokuskan pada penanganan
masalah kerawanan pangan dan kemiskinan. Salah satu aksi untuk mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan mengurangi angka kemiskinan di pedesaan. Program yang dilancarkan oleh Pemerintah yaitu Dinas Pertanian untuk mencapai tujuan tersebut, maka pada tahun 2006 dilaksanakan Program Desa Mandiri Pangan. Melalui Program Desa Mandiri Pangan diharapkan desa mampu memproduksi dan memenuhi produk-produk pangan yang dibutuhkan masyarakat dengan unsur-unsur pendukungnya sehingga dapat mengurangi kerawanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mampu mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif pemecahan masalah serta memanfaatkan sumber daya alam secara efisien sehingga tercapai kemandirian. Beberapa tujuan dilaksanakannya Program Desa Mandiri Pangan yang pertama adalah untuk mewujudkan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dengan memberikan kemampuan dan peran yang lebih besar kepada masyarakat desa. Kedua, memfasilitasi keterlibatan masyarakat yang lebih luas pada tingkat paling bawah di desa. Ketiga meningkatkan peran Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pemerintah desa secara terkoordinasi. Keempat adalah meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya kelembagaan dan budaya lokal
di pedesaan. Sasaran utama dari program Desa Mandiri Pangan ini adalah masyarakat miskin yang telah memiliki usaha baik dalam bidang pertanian ataupun jasa. Program Desa Mandiri Pangan merupakan suatu kegiatan strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan di pedesaan. Program ini menggunakan tiga pendekatan yaitu pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, penguatan kelembagaan dan sistem ketahanan pangan yang terdiri dari subsistem produksi, distribusi dan konsumsi. Program Mandiri Pangan terdiri dari empat tahapan yang berjalan selama empat tahun. Tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu tahapan persiapan, tahapan perguliran dana, tahapan pengembangan dan tahapan kemandirian. Tahap persiapan merupakan bagian dalam tahap perencanaan. Tahap Persiapan ini terdiri dari seleksi lokasi melalui data dasar rumah tangga, sosialisasi program antar stakeholder, recruitmen pendamping, survey rumah tangga untuk melihat potensi masyarakat, pembentukan kelompok afinitas, Tim Pangan Desa (TPD) dan Lembaga Keuangan Desa (LKD). Setelah lokasi Desa penerima program terpilih maka ditentukanlah dua orang pendamping yang sebelumnya diseleksi oleh dinas pertanian. Di Desa Jambakan, pendamping berasal dari non aparat (perguruan tinggi dan LSM). Kedua pendamping tersebut terdiri dari laki-laki dan perempuan dan keduanya tidak berasal dari desa setempat. Pendamping terpilih kemudian melakukan sosialisasi di tingkat desa. Selain itu, pendamping melakukan survey data dasar rumah tangga (DDRT) untuk mengetahui masyarakat mskin yang ada. Pendamping juga melakukan survey
rumah tangga (SRT) untuk mengetahui potensi lokal yang ada sehingga dapat dikembangkan dalam kelompok. Sebelum membentuk kelompok afinitas, dibentuk terlebih dahulu Tim Pangan Desa yang berjumlah lima orang. Tim Pangan Desa terdiri dari dua orang aparat desa, satu orang tokoh masyarakat, satu orang perwakilan masyarakat miskin dan ketua tim penggerak PKK. Tim Pangan Desa ini nantinya akan menggantikan peran pendamping setelah tahun kemandirian atau program berakhir. Dalam proses pembentukannya, Tim Pangan hanya didasarkan atas penunjukkan dari Kepala Desa. Tim Pangan yang berjumlah lima orang terdiri dari empat orang laki-laki dan satu orang perempuan. Satu orang perempuan tersebut merupakan ketua tim penggerak PKK yang tidak lain adalah Istri Kepala Desa. Selain Tim Pangan Desa, juga dibentuk Lembaga Keuangan Desa (LKD). LKD ini nantinya berfungsi untuk menggulirkan dana bantuan tersebut, pada tahun keempat setelah semua anggota mengembalikan dana pinjaman dalam kelompok. Setelah dana diterima oleh LKD pada tahun keempat, dana tersebut digulirkan kepada masyarakat yang belum menjadi anggota. Karena di Desa Jambakan telah terdapat koperasi, maka LKD dikelola oleh koperasi tersebut. Pengurus LKD berjumlah tiga orang dan semuanya terdiri dari laki-laki. Berdasarkan hasil survey rumah tangga, potensi usaha yang dapat dikembangkan di Desa Jambakan secara umum didapat digolongkan kedalam tiga kategori jenis usaha. Ketiga jenis usaha yang dijalankan masyarakat yaitu tenun, ternak kambing dan jasa (warung, kelontong, angkringan dan menjahit). Pendamping bersama Tim Pangan Desa memutuskan untuk membentuk tiga
kelompok, yaitu kelompok tenun, kelompok ternak kambing dan kelompok aneka usaha sesuai dengan survey rumah tangga. Dengan pertimbangan bahwa pendamping tidak berasal dari desa setempat, maka pemilihan anggota kelompok yang akan menerima bantuan dipercayakan kepada Tim Pangan Desa. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan dalam pembentukan kelompok seharusnya sasaran utama yang menjadi anggota adalah KK miskin, tetapi dalam tiga kelompok yang ada, anggota dipilih berdasarkan hubungan kekerabatan dengan aparat desa. Alasannya adalah karena telah mengetahui karakter individu tersebut dan lebih mudah mengaturnya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh salah satu anggota Tim Pangan Desa berikut ini: ”Anggota kelompok kambing itu saya yang mengurusi mba, termasuk Pak Carik yang jadi ketua saya juga yang milih, abis kasian masa temen sendiri gak diajak. Diakan gak ikut jadi tim pangan, yo wis saya masukin aja jadi ketua kelompok. Saya milihnya yah yang deket-deket aja sama saya, lagian ngapain juga ngurusin orang yang yang gak kenal, apalagi jauh kayak dukuh Jaten repot ngurusnya. Kan kalo yang deket gampang dihubunginya. Tinggal ngubungin satu orang ntar smuanya tau. Kalo tenun, istri saya tuh sama bu mantan yang ngurus. Untuk aneka usaha, itu bagian mbah mudin.” (TR, 38 tahun, anggota Tim Pangan Desa).
Selain anggota tiga kelompok tersebut dipilih atas dasar hubungan kekerabatan, ada pula dalam satu KK yang masuk ke dalam dua kelompok. Padahal seharusnya yang menjadi prioritas adalah KK miskin. Berdasarkan wawancara dengan pendamping, pendamping juga baru menyadari setelah program berjalan dan tidak bisa berbuat banyak. Menurutnya, terjadi duplikasi tersebut karena salah satu dari anggota KK tersebut menggunakan alamat yang berbeda. Sebagaimana yang disampaikan pendaping berikut ini: ”Awalnya saya dan Mas Eri sudah wanti-wanti mba ke tim pangan desa, jangan sampai ada yang dobel. Setelah program berjalan, kita baru sadar ada anggota kelompok yang ternyata tuh suami istri. Pas dicek ternyata istrinya pake alamat yang beda dengan KK.” (RK, 30 tahun, Pendamping Program Mandiri Pangan).
Dalam penentuan kelompok antara laki-laki dan perempuan telah dilibatkan, yang dalam hal ini adalah pendamping dan Tim Pangan Desa. Untuk kelompok tenun ditangani oleh ketua penggerak PKK, sedangkan kelompok ternak dan aneka usaha ditangani oleh aparat desa yang menjadi Tim Pangan Desa. Untuk kelompok tenun dipilih anggota yang terdiri dari perempuan sebanyak 25 orang. Hal tersebut karena, keterampilan tenun merupakan keterampilan yang dimiliki oleh perempuan. Kedua adalah kelompok ternak kambing beranggotakan sebanyak 15 orang laki-laki. Ini dikarenakan yang melakukan usaha ternak adalah laki-laki. Kelompok yang ketiga adalah kelompok Aneka Usaha, beranggotakan sebanyak 20 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Hal ini karena usaha yang dikembangkan dapat dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan. Jumlah anggota tiap kelompok tersebut didasarkan atas kesepakatan antara pendamping dengan tim pangan desa dengan mempertimbangkan jumlah dana bantuan yang akan digulirkan untuk pengembangan modal mereka. Pemilihan anggota kelompok yang hanya didasarkan pada hubungan kekerabatan semata membuat beberapa anggota kelompok salah sasaran. Selain ada duplikasi anggota dalam satu KK, ada juga beberapa anggota tim pangan desa yang menjadi anggota kelompok. Dalam hal penentuan pengurus kelompok juga didasarkan atas penunjukkan oleh aparat desa.
5.2
Pelaksanaan Program Pada tahap pelaksanaan program terdiri dari sosialisasi di tingkat
komunitas, penumbuhan kelompok afinitas, pendampingan dan perguliran dana. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan secara berurutan, juga didukung dengan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama masa program berjalan. Kegiatan-kegiatan program Mandiri Pangan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok yang ada. Terkait dengan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan, program tersebut telah melibatkan antara laki-laki dan perempuan. Setelah tiga kelompok terbentuk maka diadakan sosialisasi di tingkat desa. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, pendamping, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa dan seluruh anggota kelompok. Tiga kelompok yang terbentuk adalah: •
Kelompok tenun ”Mekar Sari” terdiri dari perempuan yang berjumlah 25 orang.
•
Kelompok ternak kambing ”Trijaya Perkasa” terdiri dari laki-laki yang berjumlah 15 orang.
•
Kelompok aneka usaha ”Subur” dengan anggota 20 orang yang terdiri dari tiga orang perempuan dan 17 laki-laki.
Sebelum dana cair, tiap kelompok diwajibkan membuat proposal pengajuan dana. Namun dalam pelaksanaannya, penyusunan proposal dilakukan oleh pendamping, hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan pengurus kelompok. Pengurus kelompok hanya tanda tangan saja.
Pada tahun pertama tahap persiapan setiap bulan sekali diadakan pertemuan anggota di masing-masing kelompok. Hal ini bertujuan agar antara anggota kelompok terjalin hubungan lebih kuat. Selain itu pertemuan diadakan untuk membicarakan perkembangan kelompok, serta musyawarah-musyawarah antar anggota untuk membentuk aturan-aturan bersama. Untuk menambah semangat anggota kelompok, juga diadakan arisan anggota kelompok. Pertemuan untuk kelompok tenun diadakan setiap tanggal 19 pukul 13.00 di rumah ketua kelompok. Kelompok ternak kambing pertemuan diadakan setiap tanggal 20 pukul 13.00 di rumah ketua kelompok. Sedangkan kelompok aneka usaha peretemuan dilakukan setiap tanggal 25 pukul 13.00. Setiap pertemuan dihadiri oleh seluruh anggota kelompok masing-masing didampingi oleh pendamping. Hal ini karena anggota kelompok masih memiliki kepentingan untuk mendapatkan dana bantuan sehingga lebih rajin. hal ini seperti yang disampaikan oleh informan berikut ini: ”Dulu mah mba sebelum dana cair semua anggota pada aktif setiap ada pertemuan. Sekarang sih agak berkurang, yah kalo ada pertemuan ada aja anggota yang gak dateng. Kalo dulu kan rajin karna masih punya kepentingan dapet bantuan” (Bapak Sb, 38 tahun, pengurus kelompok afinitas aneka usaha)
Selain diadakan pertemuan-pertemuan kelompok, terdapat kegiatan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan usaha kelompok. Pelatihan-pelatihan yang diadakan antara lain pelatihan tata cara beternak, pelatihan adminstrasi dan manajemen, serta pelatihan pewarnaan untuk inovasi tenun. Selain itu ada juga pengarahan-pengarahan yang dilakukan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan baik kepada anggota maupun pengurus kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pengurus kelompok afinitas:
”Sebelum dana cair, sekitar tiga bulan sekali ada bimbingan, ada juga berupa pelatihan dari Dinas. Pelatihannya itu tentang ternak kambing, administrasi, pewarnaan buat lurik tenun. Waktu itu seingat saya mba, pernah di Hotel Agung sama SMK Muhammadyah Cawas.” (Bapak Sb, 38 tahun, pengurus kelompok afinitas aneka usaha).
Setelah setahun tahapan persiapan, maka tahun 2007 tahap selanjutnya adalah tahap perguliran dana. Total dana Rp 80 juta, dibagi untuk tiga kelompok. Berdasarkan pengajuan proposal dana yang telah dibuat, dana langsung masuk ke rekening ketua kelompok. Kelompok tenun Mekar Sari mendapat dana 30 juta rupiah. Dana tersebut dibagi rata sebanyak 25 anggota. Tiap anggota mendapat dana pinjaman sebesar Rp 1.200.00,-. Dana pinjaman tersebut kemudian dicicil tiap bulannya sebesar Rp 63.400 yang mencakup cicilan pokok dan bunga pinjaman. Hal ini atas musyawarah yang dilakukan antara anggota kelompok yang didampingi oleh pendamping. Uang tersebut diangsur selama dua tahun, sesuai dengan tahapan dalam Program Desa Mandiri Pangan. Semua anggota kelompok tenun adalah perempuan karena yang melakukan pekerjaan tenun adalah perempuan. Kepengurusan kelompok ini didasarkan atas penunjukkan oleh aparat desa. Untuk pembayaran cicilan, tiap bulannya dilakukan pertemuan setiap tanggal 19 di rumah ketua kelompok. Ini berdasarkan kesepakatan musyawarah anggota, sehingga lebih mudah, karena jika berpindah-pindah akan membinggungkan. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang anggota seperti berikut ini: ”Kelompok tenun itu kalo pertemuan setiap sebulan sekali tanggal 19 selalu di rumah Bu Bayan. Itu atas rapat kelompok. Biar gak bingung. Kan kalo pindah-pindah seandainya bulan lalu gak dateng ntar bulan depannya bingung di tempate sopo. Jadi harus nanya-nanya ke anggota yang lain.” (Ibu Kr, 59 tahun, anggota kelompok tenun) .
Pertemuan diadakan sekitar pukul 13.00 dihadiri oleh ibu-ibu yang menjadi anggota kelompok tenun. Kadang kala ada anggota kelompok yang menitipkan angsuran kepada anggota lain, atau pengurus. Hal ini dilakukan jika anggota tersebut berhalangan hadir karena kesibukan atau ada urusan yang lebih penting. Dana angsuran yang telah terkumpul kemudian digulirkan kepada anggota kelompok yang sebelumnya telah mendaftarkan diri. Jika jumlah dana yang terkumpul tidak sesuai dengan jumlah yang akan dipinjam, maka dana tersebut dibagi rata. Jika tidak, dilihat berdasarkan kebutuhan anggota sehingga lebih diprioritaskan untuk kebutuhan anggota yang lebih mendesak. Kelompok ini sempat menggulirkan dana keluar anggota kelompok sebanyak sepuluh orang. Akan tetapi, hal tersebut kemudian menjadi masalah saat ada monitoring dari Inspektorat Jendral Departemen Pertanian. Pasalnya, berdasarkan petunjuk teknis, kelompok afinitas tidak boleh menggulirkan dana ke luar anggota sebelum tahap kemandirian yaitu tahun keempat. Saat ini dana bergulir yang dikembangkan dalam kelompok tenun meningkat sekitar tiga setengah juta rupiah hingga empat juta rupiah. Kelompok ternak kambing Trijaya Perkasa dengan mendapat dana sebesar 25 juta rupiah. Atas keputusaan pendamping, Tim Pangan Desa (TPD) dan pengurus yang diketuai oleh Bapak Carik maka dana yang didapat dibelikan kambing sebanyak 45 ekor. Kambing tersebut dibagikan kepada semua anggota kelompok, tiap anggota masing-masing mendapat tiga ekor. Kambing tersebut adalah anakan dan semuanya berjenis kelamin betina dan harus dikembalikan pada tahun kemandirian sebanyak empat ekor.
Setiap bulan kelompok ternak kambing melakukan pertemuan pada tanggal 20 di rumah ketua kelompok, untuk melakukan arisan. Akan tetapi setahun belakangan ini pasca pemilihan kepala Desa yang menyebabkan masyarakat terbagi dalam dua kubu, tidak pernah ada pertemuan lagi untuk kelompok ternak kambing. Karena ketua kelompok cukup disegani, maka anggota kelompok hanya bergantung pada ketua kelompok saja. Kelompok yang ketiga adalah kelompok Subur. Kelompok ini mendapat dana bantuan sebesar 25 juta rupiah. Berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota dan pendamping dana tersebut dibagi rata tanpa membedakan jenis kelamin. Tiap anggota berhak mendapat pinjaman masing-masing sebesar 1.250.000,- rupiah. Setiap bulannya pada tanggal 25, anggota harus membayar uang angsuran sebesar Rp 65.000,-. Uang tersebut sudah termasuk cicilan pokok, bunga pinjaman dan simpanan wajib. Selain itu, kelompok ini juga mengadakan arisan sebesar Rp 10.000,-. Pertemuan diadakan di rumah anggota secara bergilir sesuai dengan nama yang keluar dalam arisan. Pertemuan dihadiri oleh anggota kelompok, akan tetapi ada juga anggota kelompok yang berhalangan hadir dan menitipkan uang angsuran kepada anggota kelompok lainnya atau pengurus. bahkan tidak jarang jika berhalangan hadir diwakilkan oleh suami maupun istri anggota tersebut. Setelah dana disetorkan kepada pengurus, dana kemudian digulirkan lagi kepada anggota yang ingin meminjam. Dana yang telah berkembang dalam kelompok kini telah meningkat hampir empat juta rupiah. Usaha yang dikembangkan oleh anggotanya kelompok ini bermacammacam. Ada yang usaha dalam ternak ayam, menjahit, warung hek dan warung
kelontong. Kelompok ini adalah satu-satunya kelompok yang anggotanya terdiri dari perempuan dan laki-laki meski jumlahnya tidak berimbang. Hal ini karena pemilihan anggota didasarkan atas hubungan kekerabatan saja. Keberadaan pendamping dalam Program Desa Mandiri telah berubah. Pendamping yang awalnya terdiri dari dua orang kini menjadi satu orang saja. Perubahan ini terjadi atas dasar perubahan dalam pedoman umum pelaksanaan Program Mandiri Pangan, awal tahun 2008. Pendamping yang satu kemudian mengajukan diri untuk menjadi pendamping di Program Desa Mandiri Pangan di desa binaan yang baru. Ini terjadi hampir satu tahun yang lalu.
5.3
Monitoring dan Evaluasi Fungsi monitoring dan evaluasi merupakan tugas dan tanggung jawab
pendamping dan Dinas Pertanian baik di tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten. Hal ini guna mengetahui kesesuaian antara kondisi dilapang dengan petunujuk pelaksanaan program (Juklak) dalam pelaksanaan program dalam hal ini adalah Program Mandiri Pangan. Selain itu monitoring dan evaluasi digunakan untuk menilai kesesuaian tujuan program dengan dampak dari adanya pelaksanaan program. Kegiatan ini juga untuk melihat perkembangan yang terjadi dalam kelompok. Kegiatan monitoring dan evaluasi ada yang dilakukan secara berkala ataupun dalam inspeksi mendadak dari dinas terkait. Untuk kelompok tenun dan usaha simpan pinjam setiap karena kegiatan berupa simpan pinjam, setiap sebulan sekali ada pelaporan mengenai keuangan kepada anggota kelompok dan dihadiri pendamping. Kegiatan monitoring atau evaluasi yang dilakukan dinas pertanian
dan ketahanan pangan seringkali berupa sidak (inspeksi mendadak) ke salah satu kelompok afinitas yang ada. Monitoring ini dalam satu tahun bisa mencapai dua kali. Seperti yang terjadi pada tanggal 12 Juni 2008, terdapat sidak dari Inspektorat Jendral (Irjen) Departemen Pertanian (Deptan) Jakarta yang didampingi oleh Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Klaten. Monitoring dilakukan ke anggota kelompok tenun Mekar Sari. Monitoring ini dihadiri oleh laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan pengamatan dalam sidak tersebut, diketahui bahwa anggota kelompok tenun tidak memasarkan hasil tenunnya dalam kelompok. Padahal menurut Irjen Deptan salah satu tujuan dibentuk kelompok adalah agar anggota kelompok bisa mengembangkan usahanya secara bersama-sama. Namun, hal tersebut ditanggapi oleh ketua kelompok tenun, bahwa dalam pemasaran tidak bisa dilakukan dalam kelompok karena ada bakul-bakul keliling yang sudah dari dulu ada. Jika dijual dalam kelompok, maka akan ada konflik dengan para pedagang bakul tersebut. Lagi pula kebutuhan anggota berbeda-beda, sehingga anggota biasanya menjual hasil tenun tersebut sesuai kebutuhannya. Selain itu, hasil monitoring tersebut diketahui bahwa kelompok tenun Mekar Sari telah menyalahi aturan karena telah menggulirkan dana ke non anggota tanpa melibatkan Lembaga Keuangan Desa (LKD). Alasan tidak melibatkan LKD adalah ada dugaan bahwa pengurus LKD telah menggelapkan dana bantuan untuk masyarakat. Selain itu, dua dari tiga orang pengurus LKD memiliki hubungan darah. Berdasarkan monitoring tersebut diketahui bahwa
ternyata salah satu pengurus LKD tidak menyadari kalau dirinya terlibat dalam LKD. Kondisi demikian membuat pihak dari Irjen menyatakan bahwa Program Mandiri Pangan yang telah masuk tahun ketiga atau tahap pengembangan di Desa Jambakan hampir gagal. Rekomendasi yang ditawarkan pihak Irjen adalah dengan reorganisasi LKD. Namun, pihak Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten merasa berat. Pasalnya salah seorang pengurus yang akan diganti memiliki hubungan yang sangat erat dengan Bupati Klaten yang tidak lain adalah putra daerah Desa Jambakan. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan. Setelah dilakukan monitoring atau pengawasan, biasanya dilakukan evaluasi di Dinas Pertanian Kabupaten. Kegiatan ini dihadiri oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, pendamping, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, Aparat Desa serta perwakilan kelompok masingmasing. Untuk perwakilan kelompok, sering kali dihadiri oleh pengurus. Anggota lainnya hanya akses terhadap kegiatan tersebut jika ada pengurus yang berhalangan hadir. Akan tetapi, hal tersebut atas penunjukkan pengurus pula.
5.4
Ikhtisar Program Desa Mandiri Pangan merupakan salah satu langkah yang
dilakukan oleh Departemen Pertanian dalam mengatasi masalah kerawanan pangan. Program Mandiri Pangan terdiri dari empat tahapan yang berjalan selama empat tahun. Tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu tahapan persiapan, tahapan perguliran dana, tahapan pengembangan dan tahapan kemandirian. Tahap
Persiapan merupakan tahap perencanaan. Tahap ini terdiri dari seleksi lokasi melalui data dasar rumah tangga, sosialisasi program antar stakeholder, recruitmen pendamping, survey rumah tangga untuk melihat potensi masyarakat, pembentukan kelompok afinitas, Tim Pangan Desa (TPD) dan Lembaga Keuangan Desa (LKD). Setelah lokasi dan pendamping terpilih, maka dilakukan pembentukan Tim Pangan, Lembaga Keuangan Desa dan kelompok afinitas. Dalam prakteknya Tim Pangan Desa dipilih berdasarkan penunjukkan oleh aparat desa. Pendamping bersama Tim Pangan Desa memutuskan untuk membentuk tiga kelompok yang didasarkan atas usaha yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Ketiga kelompok tersebut adalah Kelompok tenun ”Mekar Sari” terdiri dari perempuan yang berjumlah 25 orang. Hal ini karena tenun merupakan keterampilan yang dimiliki oleh perempuan. Kelompok tersebut mendapat dana Rp 30 juta, yang dibagi rata ke seluruh anggota. Kelompok ternak kambing ”Trijaya Perkasa” terdiri dari laki-laki yang berjumlah 15 orang. Hal ini karena kegiatan ternak kambing dilakukan oleh laki-laki. Kelompok ini mendapat dana Rp 25 juta yang dibelikan kambing sebanyak 45 ekor. Kambing tersebut dibagi rata ke seluruh anggota. Kelompok ketiga adalah elompok aneka usaha dengan anggota berjumlah 20 orang yang terdiri dari tiga orang perempuan dan satu 17 laki-laki. Hal ini karena jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok dapat dilakukan baik oleh lakilaki maupun perempuan. Kelompok ini mendapat dana Rp 25 juta yang kemudian dibagi rata ke seluruh anggota tanpa membeda-bedakan jenis kelamin. Pemilihan
anggota tiga kelompok yang ada, sarat dengan hubungan kekerabatan atau kedekatan dengan aparat desa. Sebelum dana cair, sering diadakan pertemuan baik di tingkat kelompok maupun pengarahan di tingkat Kabupaten. Selain itu diadakan pelatihan-pelatihan yang dihadiri oleh semua anggota kelompok. Setelah dana cair, diadakan pertemuan kelompok setiap bulannya, untuk membayar angsuran dana yang telah dipinjamkan dan perguliran dana kembali. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala ataupun dalam inspeksi mendadak dari dinas terkait. Kegiatan ini dihadiri oleh Departemen Pertanian Pusat, Dinas Pertanian tingkat Provinsi, Dinas Pertanian tingkat Kabupaten, Pendamping serta anggota kelompok, ataupun pengurus kelompok. Setelah monitoring dilakukan maka dilakukan evaluasi di tingkat Kabupaten. Untuk kegiatan ini dihadiri oleh aparat desa, Tim Pangan Desa, LKD, pendamping dan pengurus kelompok masing-masing.
BAB VI ANALISIS GENDER TERHADAP PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN Secara umum hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat di Desa Jambakan dapat dilihat dari pembagian kerja yang terjadi dalam kelompok, serta dalam tingkat rumah tangga penerima program dan bukan penerima program. Terkait dengan pelaksanaan program, masyarakat terkategori dalam tiga jenis usaha yaitu tenun, ternak kambing dan aneka usaha. Hal ini dipaparkan dalam sub bab berikut ini.
6.1
Pembagian Kerja Antara Laki-laki dan Perempuan di Tingkat Kelompok Afinitas Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dapat
dilihat dari pengelolaan sumber daya dalam kelompok. Di tiap kelompok dibentuk pengurus yang terdiri dari ketua, seketaris dan bendahara. Dalam kelompok tenun, karena semua anggota adalah perempuan, maka dalam kepengurusan dilakukan oleh perempuan. Begitu pula untuk kelompok ternak kambing, karena semua anggota adalah laki-laki maka kepengurusan kelompok dilakukan oleh laki-laki. Kelompok aneka usaha, yang anggotanya terdiri dari laki-laki dan perempuan, kepengurusan ditangani baik laki-laki dan perempuan. Perempuan yang menjadi pengurus dijadikan sebagai sekretaris. Hal ini karena ada stereotipe bahwa pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan perempuan. Namun, dalam perjalanannya peran perempuan yang menjabat sebagai sekretaris itu digantikan oleh suaminya. Hal ini karena pengurus tersebut mengalami penurunan kesehatan. Pemilihan pengurus tersebut didasarkan atas penunjukan dari aparat desa.
Pembagian kerja pada kelompok tenun dan ternak kambing lebih didominasi oleh pengurus. Oleh karena itu, semua pengelolaan sumber daya dalam kelompok dilakukan oleh pengurus. Berbeda dengan dua kelompok lainnya, dalam kelompok aneka usaha, meski pada akhirnya kepengurusan dijalankan oleh laki-laki, akan tetapi dalam pengelolaan sumberdaya yang ada dalam program dilakukan oleh semua anggota kelompok melalui musyawarah. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa pembagian kerja dalam kelompok yang lebih merata atau adil adalah kelompok afinitas yang terdiri dari baik laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, setiap program pembangunan seharusnya selalu melibatkan baik laki-laki dan perempuan.
6.2
6.2.1
Pembagian Kerja Antara Laki-laki dan Perempuan di Tingkat Rumah Tangga Penerima dan Bukan Penerima Program . Pembagian Kerja Antara Laki-laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Tenun Pembagian kerja dalam rumah tangga usaha tenun penerima program
tercermin dalam rumah tangga Ibu Yn (34 tahun). Ibu Yn memiliki suami dan dua orang anak laki-laki. Pekerjaan suaminya adalah sebagai aparat desa. Sedangkan dua anak laki-lakinya, yang pertama kelas II SLTP, sedangkan yang kedua duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar. Selain mengerjakan pekerjaan reproduktif, Ibu Yn juga melakukan pekerjaan produktif dengan menenun. Ini dilakukan untuk membantu suami, dari pada tidak ada kegiatan. Untuk kegiatan sosial seperti rapat RT, RW dan arisan semen lebih banyak dilakukan oleh bapak (suami). Hal ini karena ada stereotipe bahwa urusan tersebut adalah tugas laki-laki sebagi kepala rumah tangga. Pada
masa pemerintahan kepala desa yang lama Ibu Yn, aktif dalam kelembagaan PKK dan Posyandu. Namun, sekarang tidak aktif lagi. kegiatan sosial yang diikuti hanya kelompok tenun Mandiri Pangan pembagian kerja ini dapat dilihat dalam tabel 2. Tabel 2. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Usaha Tenun, Desa Jambakan, Tahun 2008. Waktu 07.0009.00
Suami Kegiatan Mandi, sarapan, ngurus ternak
09.0013.00 13.0016.00
16.0017.30 17.3019.00
19.00-
Waktu 05.0008.00
Bekerja di balai desa Makan siang dan tidur siang atau pergi ke luar Mengurus ternak, ke lapangan voli Mandi, makan malam
08.0012.00 12.0013.00
Nonton tv atau pergi, istirahat
Istri Kegiatan Masak, mencuci piring, mencuci baju, mandi, ngepel Menenun Makan siang dan istirahat
Anak Laki-laki I Waktu Kegiatan 06.00- Mandi, 06.30 sarapan
Anak Laki-laki II Waktu Kegiatan 06.00- Mandi, 06.40 sarapan
06.3014.00 14.0015.00
sekolah
06.4012.00 12.0014.00
Sekolah
Makan dan istirahat
Makan dan istirahat
13.0016.00
Menenun
15.0017.30
Main
14.0017.00
Main
16.0018.00
Ke rumah orangtua dan memandikan anak, mandi
17.3019.00
Mandi, makan
17.00-
Mandi, makan, belajar, nonton tv, istirahat
18.00-
Makan, menemani anak belajar dan nonton tv, istirahat
19.00-
Belajar, nonton tv, istirahat
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa suami mengabiskan waktu untuk melakukan pekerjaan produktif sekitar enam jam, sedangkan ibu melakukan pekerjaan produktif sekitar tujuh jam dan melakukan bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif. Dalam kasus ini terjadi beban kerja ganda yang dialami oleh istri.
Pembagian kerja dalam rumah tangga usaha tenun yang bukan penerima program dapat dilihat pada
kasus rumah tangga Ibu Ls (35 tahun). Ibu Ls
memiliki seorang suami dan empat orang anak. Suami Ibu Ls, bapak Sbr (45 tahun) bekerja sebagai pedagang mie ayam di Solo. Dalam satu bulan Bapak Sbr hanya pulang satu kali. Oleh karena itu hampir seluruh pekerjaan reproduktif dilakukan oleh Ibu Ls mulai dari memasak hingga mencari kayu. Anak Pertama Ibu Ls adalah perempuan, telah bekerja di Solo sebagai pegawai konveksi. Anak keduanya laki-laki sedang merantau di Makasar. Anak ketiga Ibu Ls perempuan, saat ini masih sekolah di bangku SLTA kelas I. Anak keempat, laki-laki berumur lima tahun dan sekolah di Taman Kanak-kanak. Selain menenun Ibu Ls juga menjadi petani penggarap. Untuk kegiatan sosial seperti arisan sembako dilakukan oleh ibu Ls. Untuk kegiatan yang sifatnya politik, bapak yang melakukan, namun kadang kala Ibu Ls yang mewakili suaminya. Pembagian kerja dalam kasus rumah tangga Ibu Ls dapat dilihat dalam tabel 3. Tabel 3. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Tenun, Desa Jambakan, Tahun 2008. Waktu 05.0008.00 08.0010.00 10.0012.00 12.0013.00 13.0015.00 15.0017.00 17.00
Istri Kegiatan Mandi, ambil air, masak, nyuci piring, ngurus anak sekolah Mengurus sawah Menenun Istirahat, makan Menenun Mengurus sawah,mencari kayu bakar Mandi, makan, nonton tv, istirahat
Anak perempuan II Waktu Kegiatan 05.30Mandi, sarapan 06.30
Anak Laki-laki II Waktu Kegiatan 06.00Mandi, sarapan 06.40
06.3014.00 14.0015.00
Sekolah
06.4010.00 10.0017.00
15.0017.30 17.30-
Main, menenun, mandi Makan, nonton tv, belajar, istirahat
Makan istirahat
dan
17.00-
Sekolah Main, makan dan istirahat, nonton tv Mandi, makan belajar, istirahat
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 sesuai dengan Fakih (1999) tentang bentuk ketidakadilan gender dapat disimpulkan bahwa terjadi beban kerja ganda dalam kasus dua rumah tangga tersebut. Perempuan, selain mengurus pekerjaan reproduktif juga melakukan pekerjaan produktif untuk menopang kebutuhan keluarga. Pekerjaan sosial lebih banyak dilakukan oleh kepala rumah tangga yaitu suami. Ada perasaan tidak adil, tapi mereka menganggapnya sebagai taqdir. Mereka hanya bisa pasrah, karena jika mereka protes akan membuat kekacauan dalam rumah tangga saja dan pada akhirnya mereka juga yang harus tetap mengerjakan pekerjaan tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Ibu Yn berikut ini: ”emang sih mba kerjaanku tuh banyak banget dibanding bapak, trus piye toh dari pada ribut. Bojoku tuh orangnya brangasan. Toh ntar aku juga yang tetep ngerjain. Yo mpun, terima wae, paling kalo aku lagi kesel aku diem aja mba.” (Ibu Yn, 34 tahun, anggota kelompok tenun).
6.2.2
Pembagian Kerja Antara Laki-laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Ternak Kambing Pembagian kerja dalam masyarakat dengan usaha ternak dapat
digambarkan pada dua kasus rumah tangga penerima program dan bukan penerima program. Rumah tangga penerima program dalam subjek penelitian ini adalah Bapak Syn (35 Tahun), sedangkan rumah tangga bukan penerima program dalam subjek penelitian ini adalah rumah tangga Bapak Pwt (46 tahun). Bapak Syn, merupakan salah satu anggota kelompok ternak kambing. keterlibatannya dalam kelompok di dasarkan atas hubungan kekerabatan dengan pengurus kelompok. Bapak Syn memiliki seorang istri dan dua orang putri yang berusia 12 tahun dan dua tahun.
Pekerjaan utama Bapak Syn adalah petani dan beternak kambing dan ayam. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, kadang kala Bapak Syn menjadi buruh di Yogyakarta. Dalam rumah tangga Bapak Syn, pekerjaan produktif menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Sedangkan pekerjaan reproduktif merupakan tanggung jawab istri. Untuk pekerjaan sosial umumnya dilakukan oleh Bapak Syn selaku kepala rumah tangga. Awalnya Bapak Syn memiliki kambing sebanyak tiga ekor, kemudian mendapat bantuan sebanyak tiga ekor lagi. Dalam perkembangannya, dari enam ekor yang ada telah bertambah sebanyak empat ekor. Setelah sepuluh ekor, ada empat ekor kambing yang kemudian mati. Menurut Bapak Syn, hal tersebut karena bibit kambing yang diberikan dalam bantuan Mandiri Pangan, tidak bagus. Kendala yang dihadapi adalah ketika musim kemarau tiba, maka hijauan untuk pakan kambing sangat sulit di dapatkan. Solusi yang dilakukan oleh Bapak Syn adalah menggunakan konsentrat untuk pakan. Selain beternak kambing, Bapak Syn juga melakukan ternak ayam. Saat ini jumlah ayam yang dimiliki oleh Bapak Syn adalah 15 ekor. Jika Bapak Syn sedang menjadi buruh di Yogyakarta, maka kegiatan mengurus ternak digantikan oleh istrinya. Gambaran pembagian kerja dalam rumah tangga Bapak Syn dapat terlihat dalam tabel 4.
Tabel 4. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun 2008. Waktu 07.0009.00
Suami Kegiatan Mandi, sarapan, mengurus ternak
Istri Kegiatan Mandi, Masak, Sarapan, mencuci baju, mencuci piring
Anak perempuan I Waktu Kegiatan 06.00Mandi, sarapan 06.30
10.0012.00 12.0015.30
Mengurus anak
06.3012.00 12.0016.00
Mengasuh anak, mandi, mencuci piring Nonton tv, makan, istirahat
Waktu 06.0010.00
09.0011.00 11.0014.00
Mengurus sawah
14.0017.00
Mencari pakan ternak, ke sawah
15.3017.30
17.00-
Mandi, nonton tv, makan, istirahat
17.30-
Makan, Istirahat
Makan, Istirahat nonton tv, menyetrika
16.0017.00 17.00
Sekolah Makan, istirahat, nonton tv Mengaji makan, belajar, nonton tv istrirahat
Pembagian kerja dalam rumah tangga dengan usaha ternak kambing yang bukan penerima manfaat Program dapat terlihat dalam kasus rumah tangga Bapak Pwt (46 tahun). Bapak Pwt memliki seorang istri dan dua orang putri. Anak pertamanya sudah bekerja di perusahaan konveksi di Solo dan pulang dua minggu sekali. Sedangkan anak keduanya masih duduk di kelas III SLTP. Pekerjaan utama Bapak Pwt adalah sebagai petani penggarap dan ternak kambing. Kambing yang ada di rumah Bapak Pwt ada tiga ekor. Satu ekor adalah kambing gaduhan milik Bapak Bayan. Sedangkan istrinya selain melakukan perkerjaan reproduktif juga melakukan pekerjaan produktif dengan menenun. Kegiatan sosial lebih banyak dilakukan oleh Bapak Pwt, ini karena bapak Pwt merupakan pengurus RT. Pembagian kerja dalam rumah tangga Bapak Pwt dapat terlihat dalam tabel 5.
Tabel 5. Deskripsi Pembagian Kerja di Tingkat Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun 2008. Waktu 05.0007.00 07.0010.00 10.0012.00
Suami Kegiatan Mandi, shalat sarapan, ngurus ternak, menyapu Mengurus sawah di rumah
Waktu 05.0009.00 09.0012.00 12.0013.00
Istri Kegiatan Mandi, Shalat, Masak, Sarapan,nyuci piring, nyuci baju Menenun Makan,Istirahat
Anak perempuan II Waktu Kegiatan 05.30Mandi, 06.30 sarapan 06.3014.00 14.0016.00
Sekolah Makan, istirahat
12.0015.00
Makan, istirahat
13.0016.00
Menenun
16.0018.00
Main, mandi
15.0017.00
Mencari makan kambing, ngurus kambing, ngurus sawah Ngobrol dengan tetangga, nyapu, mandi, makan,nonton tv istirahat
16.0018.00
Istirahat, mandi, ngobrol dengan tetangga
18.00-
Shalat, makan, belajar, nonton tv
18.00-
Shalat, nonton tv, istirahat
17.00-
Pada Tabel 5, diketahui bahwa suami melakukan pekerjaan produktif sekitar enam jam dan istri melakukan pekerjaan produktif selama enam jam serta melakukan pekerjaan reproduktif sekitar tiga jam. Ini mengindikasikan terjadinya beban kerja ganda yang dialami oleh istri. Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 terjadi perbedaan dalam pembagian kerja di kedua rumah tangga. Pada kasus Bapak Syn, pembagian kerja produktif dan reproduktif sangat jelas. Bapak bertanggung jawab atas pekerjaan produktif, sedangkan ibu (istri) bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif. Hal ini berbeda dengan rumah tangga Bapak Pwt, yaitu terjadinya beban kerja ganda yang dialami oleh perempuan. Akan tetapi, adanya kecenderungan suami atau bapak terlibat dalam dalam pekerjaan reproduktif. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Pwt berikut ini:
”Kalo urusan kerjaan rumah gak ada batasan ini kerjaan siapa, yah siapa aja yang ada waktu yang ngerjain. Namanya suami istri harus saling bantu. Kadang saya juga bantu beres-beres.” (Bapak Pwt, 46 tahun).
6.2.3
Pembagian Kerja Antara Laki-laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Aneka Usaha Pembagian kerja untuk rumah tangga yang termasuk dalam kategori aneka
usaha sebagai penerima program dapat dilihat dalam rumah tangga Ibu Sp (51 tahun). Pekerjaan produktif dilakukan oleh suaminya sebagai aparat desa, menjahit dan bertani. Sedangkan pekerjaan Ibu Sp selain melakukan pekerjaan reproduktif, juga melakukan pekerjaan produktif di bidang pertanian. Ibu Sp memiliki empat orang anak. Dua diantaranya sudah berkeluarga, dan dua lagi masih tinggal bersama Ibu Sp. Anak ketiga saat ini masih menganggur, sedangkan anak terakhirnya masih duduk dibangku kelas II SLTP. Dengan adanya anak perempuan yang sedang menganggur, maka sebagian pekerjaan reproduktif dilakukan oleh anaknya tersebut. Untuk setiap kegiatan sosial dilakukan oleh bapak (suami), termasuk dalam kegiatan kelompok Program Mandiri Pangan. Pada awal tahun persiapan, Ibu Sp yang terlibat dalam kegiatan, karena yang terdaftar dalam kelompok adalah nama Ibu Sp. Namun, karena sering sakit, maka semua kegiatan digantikan oleh Bapak (suami). Pembagian kerja dalam rumah tangga Ibu Sp dapat dilihat dalam tabel 6.
Tabel 6. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Aneka Usaha, Desa Jambakan, Tahun 2008. Suami Waktu Kegiatan 05.00- Mandi, 06.00 shalat sarapan.
Waktu 05.0006.00
06.0009.00
Mengurus sawah
06.0009.00
Istri Kegiatan Mandi, Shalat, Masak, Sarapan Mengurus Sawah
09.0012.00
Bekerja di Balai Desa Makan, istirahat
09.0010.00
Istirahat nonton tv
10.0012.00
10.0011.00
Memasak
13.0015.00
Menjahit
11.0013.00
15.0017.00
Mengurus sawah
17.0018.00 18.00-
Mandi, istirahat. Shalat, ngaji, makan, nonton tv, istirahat
12.0013.00
Anak perempuan I Waktu Kegiatan 05.30- Mandi, 06.30 shalat, sarapan
Anak Perempuan II Waktu Kegiatan 05.30Mandi, 06.30 shalat, sarapan
06.3010.00
Mencuci piring, mencuci baju, menyetrika Nonton tv, makan
06.3014.00
Sekolah
14.0016.00
12.0015.30
Tidur
16.0018.00
Nonton tv, makan siang
15.3017.00
18.00-
13.0015.00
Istirahat
17.00-
Nonton tv, mandi, mencuci piring shalat, makan, nonton tv, istirahat
Makan dan istirahat Menyapu, mengepel , mandi dan nonton tv Shalat, makan, belajar, istirahat
15.0017.00 17.0018.00
Mengurus sawah Mandi, istirahat,
Pembagian kerja dalam rumah tangga yang termasuk dalam kategori aneka usaha yang bukan penerima program dapat dilihat dalam kasus rumah tangga Bapak Dl (46 th). Bapak Dl memiliki istri dan dua orang anak. Anak pertama, seorang perempuan dan duduk dibangku kuliah semester 10 di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Oleh karena itu, anak perempuan Bapak Dl kost di Yogyakarta dan pulang ke rumah seminggu sekali. Sedangkan anak keduanya, laki-laki dan masih duduk di kelas VI Sekolah Dasar.
Pencari nafkah utama dalam rumah tangga Bapak Dl adalah Bapak Dl sendiri dengan membuka usaha jahit. Usaha tersebut sudah dilakukan lebih dari 20 tahun. Usaha jahit tersebut, juga dibantu oleh istri (Ibu Tn). Selain itu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga didapat dari pertanian dan ternak sapi. Karena saat ini pertanian dalam tahap perawatan, maka ibu lah yang mengurus. Kegiatan sosial seperti rapat RT, RW, Desa dan arisan semen lebih banyak dilakukan oleh Bapak Dl. Sedangkan untuk arisan yang berkaitan dengan sembako dilakukan oleh ibu. Pembagian kerja dalam rumah tangga Bapak Dl secara umum dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Jahit, Desa Jambakan, Tahun 2008. Waktu 05.0007.00
Suami Kegiatan Mandi, shalat sarapan, nonton tv.
Waktu 05.0007.00
Istri Kegiatan Mandi, Shalat, Masak, Sarapan, mencuci piring
Anak Laki-laki Waktu Kegiatan 05.30- Mandi, shalat, 06.30 sarapan
07.0008.00
Menjahit
07.0009.00
Mengurus Sawah
06.3012.00
Sekolah
08.0009.00 09.0012.00
Mengurus sapi
09.0012.00 12.0013.00
Mencuci baju, memasak
12.0013.00 13.0016.00
Makan dan istirahat Main
12.0013.00
Makan, istirahat
13.0016.00
Menjahit atau menyetrika
16.0018.00
Mengaji, shalat
13.0016.00
Menjahit
16.0019.00
Nyapu, mandi, shalat, makan
18.00-
Makan, Belajar, nonton tv, istirahat
16.0017.00
Mengurus sapi
19.00-
Nonton tv, istirahat
17.0019.00
Mandi, mengisi air, shalat, makan
19.00-
Nonton tv, olah raga bulutangkis, istirahat
Menjahit
Makan, istirahat
Dalam kasus rumah tangga Bapak Dl, pada Tabel 7, diketahui bahwa suami melakukan pekerjaan produktif sekitar sembilan jam. Sedangkan waktu yang dihabiskan oleh isrti dalam mengerjakan pekerjaan reproduktif dan produktif sekitar 10 jam. Dalam kasus ini, ada kecenderungan pembagian kerja yang lebih merata. Berdasarkan data pada Tabel 6 dan Tabel 7, dalam kasus dua rumah tangga yang termasuk dalam kategori aneka usaha, diketahui bahwa laki-laki dalam hal ini adalah bapak memiliki peran yang cukup besar dalam pekerjaan produktif. Dalam kasus Ibu Sp, terjadi beban kerja ganda pada bapak (suami). kondisi tersebut disebabkan oleh kesehatan Ibu Sp yang mulai menurun dan sebagian pekerjaan reproduktif dilakukan oleh anak perempuannya. Tidak Jauh berbeda dengan rumah tangga Ibu Sp, dalam kasus rumah tangga Bapak Dl, suami menjadi pencari nafkah utama. Meski, istri Bapak Dl, juga melakukan pekerjaan produktif dan reproduktif ada kecenderungan terjadinya pembagian kerja yang lebih merata. Secara umum, pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima program dan bukan penerima program tidak berbeda. Sehingga dapat dikatakan bahwa program tidak mempengaruhi pembagian kerja dalam rumah tangga. Masih terjadi beban kerja ganda yang dialami oleh perempuan. Berdasarkan enam kasus rumah tangga yang ada diketahui bahwa pembagian kerja yang cenderung lebih merata di tingkat rumah tangga, terjadi pada kasus
Bapak Dl. Hal ini dipengaruhi oleh siklus demografi anggota
keluarga. Dalam rumah tangga Bapak Dl, sudah tidak ada lagi anak balita dan usia
bapak serta ibu belum terlalu tua. Rumah tangga ini termasuk dalam tipe keluarga dengan siklus menengah. Dengan demikian, sebaiknya dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan, tipe keluarga seperti ini dapat dijadikan sebagai contoh atau raw model dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan. Kondisi pembagian kerja yang terjadi di rumah tangga Bapak Dl akan memungkinkan laki-laki dan perempuan memiliki akses dan kontrol yang lebih setara.
6.3
Akses dan Kontrol Peserta dalam Pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Dalam hal akses terhadap Program Mandiri Pangan di Desa Jambakan
sangat dipengaruhi oleh hubungan kedekatan dengan Pimpinan Desa yang lama dan aparatnya. Setiap peserta sudah dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan kesepakatan antara tim pangan desa yang merupakan aparat desa dengan pendamping dengan melihat potensi usaha yang ada di Desa Jambakan. Ketiga kelompok itu adalah kelompok tenun ”Mekar Sari”, kelompok ternak kambing ”Trijaya Perkasa” dan kelompok aneka usaha ”Subur”. Awal pembentukan kelompok, selain penunjukkan peserta, pengurus kelompok juga telah ditentukan oleh aparat desa. Kategori kelompok yang ada didasarkan pada jenis usaha, maka tidak semua kelompok anggotanya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Untuk kelompok tenun, semua anggota yang berjumlah 25 adalah perempuan. Hal ini karena yang melakukan pekerjaan tenun adalah perempuan. Kelompok ternak
kambing, seluruhnya beranggotakan laki-laki yang berjumlah 15 orang. Hal ini karena adanya pandangan yang melakukan pekerjaan ternak adalah laki-laki. Berbeda dengan kedua kelompok yang ada, kelompok aneka usaha beranggotakan laki-laki dan perempuan. Hal ini karena jenis pekerjaan dalam aneka usaha lebih variasi, seperti berdagang warung kelontong, warung hek atau angkringan, dan menjahit. Jenis usaha tersebut memungkinkan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Akan tetapi secara proporsi, jumlah perempuan sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah laki-laki yaitu tiga orang perempuan, dan laki-laki berjumlah 17 orang. Dari ketiga kelompok yang ada, maka diketahui masih terdapat bias gender dalam pemilihan anggota kelompok. Bentuk ketidakadilan gender berdasarkan Fakih (1999), yang terjadi dalam Program Desa Mandiri Pangan adalah adanya stereotipe dan subordinasi pada perempuan. Hal ini dapat terlihat dalam pemilihan anggota kelompok ternak kambing, terjadi stereotipe bahwa yang melakukan kegiatan ternak kambing adalah laki-laki. Namun, kenyataannya terdapat perempuan yang melakukan atau terlibat dalam aktivitas ternak kambing. Akibatnya, perempuan tidak dapat akses terhadap Program Desa Mandiri Pangan dengan usaha ternak kambing. Secara umum ada dua hal yang dapat diakses dan dikontrol oleh peserta program yaitu sumber daya dan manfaat. Untuk sumber daya fisik dalam tiga kelompok tersebut, semua sumber daya yang ada dibagi rata. Sehingga semua anggota kelompok memiliki akses yang sama terhadap sumber daya yang ada. Kelompok tenun Mekar Sari mendapat dana 30 juta rupiah. Dana tersebut dibagi
rata sebanyak 25 anggota yang semuanya adalah perempuan. Tiap anggota mendapat dana pinjaman sebesar Rp 1.200.00,-. Kelompok ternak kambing ”Trijaya Perkasa” mendapat dana sebesar 25 juta rupiah. Atas keputusaan pendamping, Tim Pangan Desa (TPD) dan pengurus yang diketuai oleh Bapak Carik maka dana yang didapat dibelikan kambing sebanyak 45 ekor. Kambing tersebut dibagikan kepada semua anggota kelompok, tiap anggota masing-masing mendapat 3 ekor. Kelompok aneka usaha ”Subur” mendapat dana bantuan sebesar 25 juta rupiah. Berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota dan pendamping dana tersebut dibagi rata untuk 20 orang anggota, tanpa membedakan jenis kelamin. Tiap anggota berhak mendapat pinjaman masing-masing sebesar Rp 1.250.000,-. Untuk kelompok tenun dan ternak kambing kontrol terhadap sumber daya sangat didominasi oleh pengurus kelompok. Anggota kelompok manut wae (menurut saja) terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh pengurus. Pembagian kerja dalam kelompok aneka usaha yang terlihat dari kepengurusan telah melibatkan laki-laki dan perempuan. Akan tetapi dalam kenyataannya peran perempuan yang menjadi pengurus digantikan oleh suaminya. Hal ini karena anggota kelompok tersebut sering mengalami gangguan kesehatan sehingga seluruh kegiatan dalam kelompok diambil alih oleh suaminya. Berbeda dengan dua kelompok afinitas yang ada, dalam kelompok aneka usaha, pengambilan keputusan tidak didominasi oleh pengurus kelompok. Setiap anggota mendapat kesempatan yang sama untuk mengambil keputusan. Berdasarkan pengamatan dalam pertemuan kelompok baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berpendapat dan mengambil keputusan. Dana yang telah digulirkan ditiap-tiap kelompok kemudian dikembangkan untuk pengembangan kelompok selama dua tahun. Namun, karena dana dalam kelompok ternak kambing dibelikan kambing, maka nantinya yang akan digulirkan berupa kambing pula sebanyak empat ekor di tahun keempat, atau tahap kemandirian. Untuk dua kelompok lainnya, yaitu tenun dan aneka usaha dana tersebut dijadikan untuk simpan pinjam. Angsuran yang disetorkan tiap bulannya, setelah terkumpul digulirkan kembali dalam anggota. Selain itu, dari kegiatan simpan pinjam tersebut diperoleh jasa pinjaman yang kemudian digulirkan kembali kepada anggota kelompok yang ada. Jasa tersebut kemudian dijadikan sumber daya sebagai modal bagi kelompok. Untuk bisa meminjam, anggota mendaftar terlebih dahulu kepada pengurus minimal sehari sebelum pertemuan diadakan. Jika jumlah setoran tidak mencukupi untuk para peminjam, maka dana yang ada dibagi rata. Akan tetapi, jika ada anggota yang kebutuhannya lebih mendesak maka lebih diutamakan, sisanya baru dibagi rata. Hal ini seperti diungkapkan oleh pengurus kelompok berikut ini: ”kalo mau minjam lagi harus daftar dulu, biar pengurus gak bingung. Kalo uangnya gak cukup yah dibagi rata, tapi kalo ada yang penting banget maka dikasih ke anggota tersebut sisanya baru dibagi rata.” (Ibu Yn, 34 tahun, pengurus kelompok tenun).
Selain sumber daya fisik berupa dana pengembangan usaha, sumber daya lainnya yang terdapat dalam pelaksanaan Program adalah pelatihan-pelatihan yang antara lain terdiri dari pelatihan pewarnaan, tata cara beternak kambing, manajemen administrasi dan pengelolaan keuangan, serta administrasi kelompok.
Semua pelatihan tersebut diberikan kepada semua kelompok yang ada tanpa membeda-bedakan kelompok yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini: ”Kalo
pelatihan, semua anggota kelompok semuanya ikut. Berangkatnya bareng-bareng nyewa mobil. Pas pemberian materi, jika materi yang berlangsung tentang pewarnaan, ibu-ibu yang lebih fokus ngedengerin dan banyak nanya. Gitu juga sebaliknya.” (Bapak Bgy, 38 tahun, pengurus kelompok aneka usaha).
Untuk menjangkau tempat pelatihan, biasanya para anggota kelompok bersama-sama berangkat menuju tempat pelatihan dengan menyewa kendaraan. Selain kegitan bersama, biasanya ada kegiatan yang dilakukan khusus pengurus, tim pangan desa, pengurus LKD, pendamping dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Pertemuan ini biasanya berupa pengarahan atau evaluasi perkembangan kelompok. Profil Akses dan kontrol terhadap sumber daya yang ada dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Profil Akses dan Kontrol Peserta Program Desa Mandiri Pangan terhadap Sumber daya dalam Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008. Sumber daya
Kelompok Tenun Akses Lk
Pr
Dana Bantuan
√
Pelatihan
√
Kontrol Lk
Pr
Kelompok
Kelompok
Ternak Kambing
Aneka Usaha
Akses Lk
Pr
Kontrol Lk
√ √
√
√
Pr
Akses
Kontrol
Lk
Pr
Lk
Pr
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : Lk adalah laki-laki Pr adalah perempuan √ yang melakukan Manfaat dari program pelaksanaan program secara umum adalah dapat meningkatkan pendapatan kelompok melalui jasa. Jasa tersebut kemudian dimanfaatkan bagi anggota kelompok sebagai sumber daya kelompok atau pengembangan usaha simpan pinjam. Selain bermanfaat untuk membantu dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, anggota kelompok juga merasakan manfaat lain, yaitu peningkatan pengetahuan dan berkelompok. Setiap anggota memiliki akses yang sama untuk berkelompok. Akan tetapi, untuk kelompok tenun dan kelompok ternak kambing kontrol dalam pengambilan keputusan dalam kelompok lebih didominasi oleh pengurus. Secara umum profil akses dan kontrol terhadap sumber daya dalam program terlihat dalam tabel 9. Tabel 9. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008. Kelompok Tenun Manfaat
Akses Lk
Jasa
Pr
Kontrol Lk
Pr
Kelompok
Kelompok
Ternak Kambing
Aneka Usaha
Akses Lk
Pr
Kontrol Lk
Pr
√
Bermasyarakat/ berkelompok
√
√
Akses
Kontrol
Lk
Pr
Lk
Pr
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : Lk adalah laki-laki Pr adalah perempuan √ yang melakukan Dalam tingkat rumah tangga akses dan kontrol dalam program dapat terlihat pada kasus dalam ketiga kelompok yang ada. Kasus dalam kelompok tenun dapat dilihat dalam rumah tangga Ibu Kr (59 tahun). Ibu Kr terdaftar namanya dalam kelompok tenun, karena ditawari oleh Ibu Yn yang merupakan tim pangan desa. Dalam menentukan terlibat dalam program tersebut, Ibu Kr memutuskannya sendiri. Hal ini karena suami Ibu Kr merantau di Jakarta dan pinjaman yang ditawarkan bisa diangsur selama dua tahun. Dana tersebut, digunakan untuk membeli benang, bom (gulungan benang yang besar) dan peralatan untuk menambah modal menenun. Setiap ada pelatihan
atau pertemuan kelompok, Ibu Kr selalu hadir. Peningkatan pendapatan yang diterima Ibu Kr dikelola sendiri. Profil akses dan kontrol dalam rumah tangga ternak kambing dapat dilihat pada kasus Bapak Whn (30 tahun). Keterlibatan Bapak Whn dalam kelompok ternak kambing, karena sebagai aparat Bapak Whn tidak terlibat dalam tim pangan desa atau lembaga keuangan desa sehingga dimasukkan sebagai anggota kelompok. Setiap ada pelatihan atau ada pertemuan Bapak Whn sendiri yang mengikuti kegiatan tersebut. Kambing yang diterima beberapa bulan kemudian digaduhkan kepada para tetangganya. Keputusan tersebut didasarkan atas musyawarah dengan istri. Pembagian akses dan kontrol dalam rumah tangga anggota kelompok tenun dapat dilihat pada kasus rumah tangga Ibu Sp. Ibu Sp, terlibat dalam Program Mandiri Pangan karena bapak merupakan tim pangan desa. Karena nama bapak sudah terlibat maka untuk menerima program digunakan oleh nama Ibu. Nama Ibu Sp juga terlibat dalam kepengurusan kelompok aneka usaha. Pada awal kegiatan program, Ibu Sp sendiri yang mengikuti kegiatan-kegiatan. Namun karena gangguan kesehatan, selanjutnya seluruh kegiatan digantikan oleh Bapak (Suami). Ibu Sp tidak memiliki kontrol terhadap dana pinjaman dari Program Mandiri Pangan. Dana yang diterima dari program digunakan sepenuhnya untuk usaha jahit yang dilakukan oleh suami Ibu Sp. Hal tersebut berdasarkan keputusan suami Ibu Sp. Pekerjaan Ibu Sp sebagai pengurus digantikan oleh bapak (suami). Profil akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat dalam rumah tangga penerima program dapat telihat dalam tabel 10.
Tabel 10. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Sumber daya dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008. Sumber daya
Kelompok Tenun Akses Lk
Pr
Kontrol Lk
Kelompok
Kelompok
Ternak Kambing
Aneka Usaha
Akses
Pr
Lk
Pr
Kontrol Lk
Pr √
Dana Bantuan
√
√
√
√
Pelatihan
√
√
√
√
Akses Lk
Kontrol
Pr
Lk
√
√
√
Pr
√
Keterangan : Lk adalah laki-laki Pr adalah perempuan √ yang melakukan Adapun manfaat yang dirasakan oleh anggota kelompok adalah peningkatan pendapatan dan berkelompok. Untuk kasus Ibu Kr, peningkatan pendapatan yang diterima dikelola oleh ibu sendiri. Sedangkan pada kasus rumah tangga Bapak Whn peningkatan pendapatan belum dapat dilihat, pasalnya kambing yang digaduhkan, setelah melahirkan, anak kambing tersebut mati. Jadi belum ada perkembangan. Ini disampaikan oleh Bapak Whn berikut ini: ”Sekarang sih belum keliatan mba, wong weduse pada mati anaknya. Kayaknya sih bibit induknya yang gak bagus.” (Bapak Whn, 30 tahun, anggota kelompok ternak kambing )
Untuk kasus Ibu Sp, peningkatan pendapatan bisa dirasakan oleh beliau dari hasil usaha jahit yang dilakukan oleh suaminya. Akan tetapi pengambilan keputusan terhadap pendapatan tersebut didominasi oleh suami. Selain peningkatan pendapatan, anggota kelompok menerima manfaat berkelompok atau pun bermasyarakat. Untuk kasus Ibu Kr dan Bapak Whn akses dan kontrol terhadap manfaat dirasakan langsung. Akan, tetapi untuk kasus Ibu Sp, akses dan kontrol terhadap manfaat yang ada lebih dirasakan oleh suaminya.
Akses dan kontrol yang diterima tidak dipengaruhi oleh Program Desa Mandiri Pangan tetapi dipengaruhi oleh kondisi rumah tangga. Pada kasus rumah tangga anngota kelompok tenun, Ibu Kr memiliki akses dan kontrol terhadap manfaat. Hal ini dipengaruhi oleh perannya sebagai kepala rumah tangga, menggantikan suaminya yang merantau. Sedangkan untuk rumah tangga Bapak Whn dan Ibu Sp, masih didominasi oleh laki-laki. Profil akses dan kontrol dalam rumah tangga dapat terlihat pada tabel 11. Tabel 11. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008. Kelompok Tenun Manfaat
Akses Lk
Pendapatan Bermasyarakat/ berkelompok
Pr
Kontrol Lk
Pr
√
√
√
√
Kelompok
Kelompok
Ternak Kambing
Aneka Usaha
Akses Lk
√
Pr
Kontrol Lk
√
Pr
√
Akses
Kontrol
Lk
Pr
Lk
√
√
√
√
√
√
Pr
Keterangan : Lk adalah laki-laki Pr adalah perempuan √ yang melakukan
Pemilihan anggota kelompok yang hanya didasarkan pada hubungan kedekatan dengan aparat desa, menyebabkan anggota yang dipilih tidak sesuai dengan sasaran. Seharusnya yang menerima manfaat adalah KK miskin, namun dalam prakteknya terdapat KK dengan status sosial menengah ke atas. Kasus antara perserta yang miskin dan peserta dengan status sosial ekonomi menengah ke atas, dapat terlihat pada rumah tangga Ibu Kr dan Ibu Yn dengan jenis usaha tenun.
Pada kasus Ibu Kr atau keluarga miskin, dalam rumah tangga ibu Kr memiliki peranan keluaga. Ibu Kr menggantikan peran suaminya yang merantau, sehingga pengambilan keputusan dilakukan oleh Ibu Kr. Jika dibandingkan dengan Ibu Yn atau keluarga menengah, pengambilan keputusan dalam rumah tangga lebih didominasi oleh suami. Terkait dengan sumber daya dan mafaat dalam program, dalam rumah tangga miskin pengambilan keputusan dilakukan oleh Ibu Kr sebagai penerima program. Sedangkan untuk rumah tangga Ibu Yn, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh suami. Berdasarkan hal tersebut, maka Program Desa Mandiri Pangan lebih mengutamakan KK miskin.
6.4
Pemenuhan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan Di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga
6.4.1
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan laki-laki dan perempuan
dalam konteks peran gender yang sedang dilaksanakan. Pemenuhan kebutuhan praktis gender ini tidak bersifat kontroversial karena tidak mempengaruhi status quo hubungan antara laki-laki dan perempuan. Di Tingkat kelompok, pemenuhan kebutuhan praktis dapat dilihat dari peningkatan dana atau bantuan yang telah diberikan. Dalam dua kelompok, yaitu tenun dan aneka usaha kebutuhan ini terlihat dari peningkatan dana yang telah bergulir dalam kelompok. Ini didapatkan dari jasa pinjaman yang diberikan kepada anggota kelompok. Akan tetapi untuk kelompok ternak kambing peningkatan pendapatan belum dapat terlihat. Hal ini karena proses pengembalian
bantuan kambing yang telah diberikan baru akan dilaksanakan pada tahun keempat atau tahap kemandirian. Untuk kelompok tenun, pemenuhan kebutuhan praktis dirasakan oleh perempuan, hal ini karena anggota kelompok tenun adalah perempuan. Di kelompok aneka usaha, pemenuhan kebutuhan praktis dapat dirasakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Secara umum, pemenuhan kebutuhan praktis di tingkat kelompok dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan Di Tingkat Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008. Kelompok afinitas Tenun Ternak Kambing Aneka Usaha
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki Ya Tidak √ √ √
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Perempuan Ya Tidak √ √ √
Keterangan : √ terpenuhi Di tingkat rumah tangga, kebutuhan praktis peserta program mencakup kebutuhan akan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga. Pelaksanaan perguliran dana bagi kelompok dalam Program Mandiri Pangan, telah membantu peserta dalam meningkatkan pendapatan. Dalam Program Desa Mandiri Pangan hal ini seperti yang disampaikan oleh pendamping sebagai berikut: ”Inti dari program mapan itu memberikan bantuan dana bergulir bagi KK miskin untuk mengembangkan usahanya sehingga terjadi peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan pangan." (Rk, 30 tahun, Pendamping).
Secara umum, dana pinjaman untuk pengembangan usaha dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Namun, jika dibandingkan dengan harga-harga yang ada saat ini, maka peningkatan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti. ”Peningkatan pasti ada, tapi kalo dibandingkan dengan harga-harga kebutuhan yang ada saat ini, maka ya sama saja, yah paling tidak,
modal untuk warung masih bisa lanjut mba.” (Ibu Tw, 39 tahun, anggota kelompok aneka usaha).
Secara umum Program Desa Mandiri Pangan telah memenuhi kebutuhan praktis gender baik peserta laki-laki maupun perempuan. Selama setahun ini dana pinjaman tersebut, tidak hanya digunakan sebagai modal untuk pengembangan usaha saja, tetapi banyak peserta yang memanfaatkannya untuk keperluan seharihari. Berdasarkan pengamatan dalam dua kelompok yang ada, dana angsuran yang dipinjamkan lagi oleh anggota kelompok digunakan untuk menambah biaya anak sekolah, biaya transportasi menjenguk saudara di luar kota, biaya hajatan, dan lain-lain. Selain melalui pemberian dana bergulir, kebutuhan praktis dilakukan melalui beberapa pelatihan yang diterima oleh semua anggota kelompok. Adapun pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan didasarkan dengan aktivitas usaha kelompok yang ada yaitu kelompok tenun, ternak kambing dan aneka usaha. Pelatihan yang diberikan antara lain tentang teknik pewarnaan tenun, cara beternak kambing. Dengan dilakukannya pelatihan-pelatihan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga anggota untuk mewujudkan ketahanan pangan. Akan tetapi, dalam kenyataannya pelatihan yang telah diterima anggota kelompok, belum diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini dapat dilihat pada kelompok tenun, pelatihan tentang teknik pewarnaan yang telah diberikan
belum
diterapkan.
Alasannya
karena
dalam
pengerjaannya
membutuhkan waktu yang lebih lama dan menambah pekerjaan. Hal ini disampaikan salah seorang anggota kelompok berikut ini: ”Waktu itu pernah ada pelatihan pewarnaan, tapi gak saya lakuin, habisnya ribet, sebelum disekir benarng harus direndem dulu pake air
anget untuk pewarnaan. Terus dijemur pokok e jadi bikin lama.” (Ibu Kr, 59 tahun, anggota kelompok tenun).
Untuk kelompok ternak kambing, peningkatan pendapatan belum dapat dirasakan. Hal ini karena, bantuan kambing yang telah diberikan belum menghasilkan anakan. Anak kambing tersebut mati setelah dilahirkan. Pemenuhan kebutuhan praktis di tingkat rumah tangga dapat terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan Di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008. Kelompok afinitas Tenun Ternak Kambing Aneka Usaha
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki Ya Tidak √ √ √
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Perempuan Ya Tidak √ √ √
Keterangan : √ terpenuhi
6.4.2
Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang
berhubungan dengan upaya mengubah peran gender perempuan dan laki-laki. Peran ini juga berkaitan dengan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Pemenuhan kebutuhan strategis peserta Program Desa Mandiri Pangan dilakukan dengan diadakannya berbagai macam pelatihan. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan agar peserta bisa mengembangkan usahanya untuk jangka panjang dan mampu mengorganisasikan diri dalam kelompok. Pelatihan
yang
diberikan
berupa
menejemen
keuangan,
serta
kepemimpinan dan komunikasi. Pelatihan ini diterima oleh semua anggota kelompok yang ada. Dengan adanya pelatihan tersebut, dapat meningkatkan
kemampuan anggota kelompok dalam mengelola kelompoknya. Akan tetapi untuk kelompok tenun dan ternak kambing, pengelolaan kelompok lebih didominasi oleh penggurus. Dengan demikian, kebutuhan strategis untuk anggota kelompok lainnya belum terpenuhi. Pada kelompok aneka usaha, kebutuhan akan berkelompok atau berorganisasi baik bagi laki-laki dan perempuan telah terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan strategis baik bagi laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas terlihat pada tabel 14. Tabel 14. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok, Desa Jambakan, Tahun 2008. Kelompok afinitas
Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki Ya Tidak
Tenun Ternak Kambing Aneka Usaha
√ Keterangan : √ terpenuhi
Pemenuhan Kebutuhan Strategis Perempuan Ya Tidak √
Di tingkat rumah tangga, pemenuhan kebutuhan strategis dapat dilihat dalam peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan. Pemenuhan kebutuhan tersebut dalam Program Desa Mandiri Pangan belum terpenuhi. Hal ini karena dalam rumah tangga baik sebelum mengikuti program atau sesudahnya, pengambilan keputusan dalam rumah tangga masih didominasi oleh laki-laki. Perempuan mampu mengambil keputusan dalam rumah tangga, ketika suami merantau. Bukan karna di dasarkan pada pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan. Ini dapat terlihat dalam Tabel 15.
Tabel 15. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008. Kelompok afinitas Tenun Ternak Kambing Aneka Usaha
Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki Ya Tidak -
Pemenuhan Kebutuhan Strategis Perempuan Ya Tidak -
Dalam hal pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis laki-laki dan perempuan, baik di tingkat kelompok afinitas ataupun di tingkat rumah tangga program baru mencapai pada pemenuhan kebutuhan praktis. Jika mengacu pada Wigna (2003) tentang pendekatan perempuan dalam pembangunan, Program Desa Mandiri Pangan termasuk dalam pendekatan WAD (Women and Development). Hal ini karena, pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan selain telah menganggap perempuan sebagai partisipan aktif dalam pembangunan, juga menitikberatkan pada kegiatan yang berupaya pada peningkatan pendapatan. Program Desa Mandiri pangan belum mampu merubah posisi peempuan dan mempertegas hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. . 6.5
Ikhtisar Pembagian kerja dalam tingkat kelompok afinitas dapat terlihat dari
pengelolaan sumberdaya dalam kelompok. Pada kelompok tenun dan ternak kambing, pembagian kerja sangat didominasi oleh pengurus. Namun, untuk kelompok aneka usaha semua anggota memiliki peran yang sama. Berdasarkan hal tersebut, maka seyogyanya setiap kelompok yang ada harus melibatkan lakilaki dan perempuan. Dengan demikian pembagian kerja dalam kelompok dapat lebih merata.
Pembagian kerja di tingkat rumah tangga penerima Program Mandiri Pangan dan rumah tangga bukan penerima Program Mandiri Pangan, tidak jauh berbeda. Laki-laki sebagai kepala keluarga merupakan pencari nafkah utama atau melakukan pekrjaan produktif, sedangkan perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif. Akan tetapi, masih terjadi ketidakadilan gender yakni beban kerja ganda pada perempuan. Hal ini karena selain melakukan pekerjaan reproduktif, perempuan juga melakukan pekerjaan produktif. Berdasarkan enam kasus rumah tangga yang ada diketahui bahwa pembagian kerja yang cenderung lebih merata di tingkat rumah tangga, terjadi pada kasus
Bapak Dl. Hal ini dipengaruhi oleh siklus demografi
keluarga.
Rumah tangga ini termasuk dalam tipe keluarga dengan siklus menengah. Dengan demikian, sebaiknya dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan, tipe keluarga seperti ini dapat dijadikan sebagai contoh atau raw model dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan sehingga Dalam hal akes terhadap Program Desa Mandiri Pangan sangat dipengaruhi oleh hubungan kedekatan dengan aparat desa. Hal ini menyebabkan terjadinya salah sasaran bagi penerima program. Namun, dari ketiga kelompok yang ada, maka diketahui masih terdapat bias gender dalam pemilihan anggota. Bentuk ketidakadilan gender berdasarkan Fakih (1999), yang terjadi dalam Program Desa Mandiri Pangan adalah adanya stereotipe dan subordinasi pada perempuan. Hal ini dapat terlihat dalam pemilihan anggota kelompok ternak kambing, terjadi stereotipe bahwa yang melakukan kegiatan ternak kambing adalah laki-laki. Namun, kenyataannya terdapat perempuan yang melakukan atau
terlibat dalam aktivitas ternak kambing. Akibatnya, perempuan tidak dapat akses terhadap Program Desa Mandiri Pangan dengan usaha ternak kambing. Dalam hal akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang ada dalam kelompok, pada kelompok tenun dan ternak kambing, anggota hanya memiliki akses terhadap sumber daya yaitu dana bantuan dan pelatihan dan manfaat berupa jasa. Akan tetapi, dalam hal kontrol terhadap sumber daya dan manfaat lebih didominasi oleh pengurus kelompok. Namun, untuk kelompok semua anggota kelompok baik laki-laki atau perempuan memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap sumber daya dan manfaat dalam kelompok. Akses dan kontrol di tingkat rumah tangga anggota kelompok tenun, kasus Ibu Kr, dilakukan sendiri. Untuk kasus rumah tangga ternak kambing yaitu Bapak Whn, kontrol terhadap bantuan dilakukan oleh Bapak Whn dan istri. Kasus anggota kelompok aneka usaha, ibu hanya akses dalam mendapatkan bantuan dana saja. Selebihnya akses dan kontrol lebih didominasi oleh suami. Hal ini karena Ibu Sp mengalami gangguan kesehatan sehingga semua kegiatan digantikan oleh suaminya. Secara umum, Program Desa Mandiri Pangan baru memenuhi kebutuhan praktis antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga. Di tingkat kelompok khususnya tenun dan aneka usaha, pemenuhan kebutuhan praktis dapat dilihat melalui peningkatan pendapatan kelompok yang diterima dari jasa pinjaman yang telah digulirkan. Pada tingkat rumah tangga, pemenuhan kebutuhan praktis dapat dilihat dari peningkatan pendapatan yang diterima. Selain itu, dana pinjaman yang digulirkan dapat membantu anggota dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi untuk kelompok ternak kambing, pemenuhan
kebutuhan praktis belum dapat terlihat. Ini disebabkan bantuan kambing yang telah diberikan belum menghasilkan anakan. Pemenuhan kebutuhan strategis di tingkat kelompok dapat dilihat dari kemampuan dalam mengelola kelompok atau berorganisasi. Dari ketiga kelompok yang ada pemenuhan strategis ini baru dirasakan oleh kelompok afinitas aneka usaha. Di tingkat rumah tangga, pemenuhan kebutuhan strategis dapat dilihat dalam peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan. Namun dalam Program Desa Mandiri Pangan hal tersebut belum terpenuhi. Hal ini karena dalam rumah tangga baik sebelum mengikuti program atau sesudahnya, pengambilan keputusan dalam rumah tangga masih didominasi oleh laki-laki. Perempuan mampu mengambil keputusan dalam rumah tangga, ketika suami merantau. Bukan karna di dasarkan pada pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan. Jika mengacu pada Wigna (2003) tentang pendekatan perempuan dalam pembangunan, Program Desa Mandiri Pangan termasuk dalam pendekatan WAD (Women and Development). Hal ini karena, pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan selain telah menganggap perempuan sebagai partisipan aktif dalam pembangunan, juga menitikberatkan pada kegiatan yang berupaya pada peningkatan pendapatan. Program Desa Mandiri pangan belum mampu merubah posisi perempuan dan mempertegas hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini yaitu: 1. Pembagian kerja di tingkat kelompok masih didominasi oleh pengurus. Di tingkat rumah tangga baik penerima program dan bukan penerima program terjadi ketidakadilan gender yang termanifestasikan berupa beban kerja ganda pada perempuan. Program Desa Mandiri Pangan tidak merubah pembagian kerja dalam rumah tangga. 2. Pemilihan anggota kelompok sangat dipengaruhi oleh hubungan kedekatan dengan aparat desa. Dalam penentuan anggota kelompok ternak kambing terdapat ketidakadilan gender berupa stereotipe dan subordinasi yang menyebabkan perempuan tidak akes dalam kelompok. Kenyataannya, perempuan terlibat dalam aktivitas ternak kambing. Secara umum, di tingkat kelompok, akses terhadap sumber daya yang ada yaitu dana bantuan, pelatihan-pelatihan dan manfaat yaitu jasa dan berkelompok, semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Akan tetapi dalam hal kontrol, terhadap sumber daya dan manfaat untuk kelompok tenun dan ternak kambing masih didominasi oleh pengurus kelompok. Kelompok aneka usaha memiliki kontrol yang sama, hal ini karena setiap pengambilan keputusan didasarkan atas musyawarah antar kelompok. Di tingkat rumah tangga akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang ada dimiliki oleh penerima program.
3. Program Desa Mandiri Pangan telah memenuhi kebutuhan praktis laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga yang dapat dilihat pada peningkatan pendapatan kelompok melaui jasa pinjaman dan pendapatan rumah tanga. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan strategis Program Desa Mandiri Pangan belum mampu memenuhi kebutuhan anggota baik di tingkat kelompok ataupun rumah tangga. 4. Berdasarkan ketiga hal diatas, maka Program Desa Mandiri Pangan cenderung belum responsif gender.
7.2
Saran Adapun saran yang direkomendasikan adalah: 1. Pembentukan tiap kelompok afinitas sebaiknya melibatkan laki-laki dan perempuan. Perlunya dilakukan penyadaran tentang gender dalam rumah tangga. Dengan adanya peningkatan kesadaran tentang gender, maka pembagian kerja dalam rumah tangga akan lebih adil dan meminimalisir terjadinya beban ganda pada perempuan. Sebaiknya terdapat raw model yang dapat dijadikan sebagai reference. 2. Akses terhadap kelompok afinitas tertentu sebaiknya tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan dan stereotipe tertentu. Untuk kelompok ternak kambing dan tenun agar dalam pengambilan keputusan atau kontrol terhadap sumber daya tidak didominasi oleh pengurus. Sehingga anggota kelompok memiliki
kontrol yang sama terhadap
sumber daya dan manfaat yang ada dalam kelompok.
3. Untuk pemenuhan kebutuhan strategis, sebaiknya tidak hanya melalui pelatihan berupa pemberian teori saja tetapi juga penguatan kemampuan kapasitas individu melalui pembagian kerja dalam kelompok yang lebih merata. .
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Gizi Buruk ''Menelan'' Korban Belasan Balita. http://suarantb.com/2008/01/30/Sosial/xdetil4.htm. Diakses tanggal 12 Maret 2008. ________. 2007. Angka Buta Huruf Berhasil http://www.republika.co.id. Diakses tanggal 13 Maret 2008
Diturunkan.
________. 2000. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalan Pembangunan Nasional. http://jdihukum.banten.go.id/dokumen/Inpres_no_9_th_2000.pdf. Diakses tanggal 13 Maret 2008. Avillia, Uceu Pipip. 2006.Analisis Gender terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) Di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2006.Berita Resmi Statstik No. 47/ IX/ 1 September tentang Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2005-2006. ________. 2007. Berita Resmi Statistik No. 28/ 05/ Th. X, 15 Mei tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari. Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UMM Press. Hadianti, Dini. 2007. Analisis Gender Dalam Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S). Skripsi. Bogor: Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Husodo, Siswono Yudo dan Tien R. M. 2004. Alternatif Solusi Permasalahan Dalam Ketahanan Pangan dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ihromi, T. O. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Irawan, Puguh B. 2004. Peranan Pembangunan Manusia Dalam Mendukung Pemantapan Ketahanan Pangan dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Karyatno, Ery dan Rosalia Kurnia Handari. 2006. Pelaksanaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan Tahap Persiapan Desa Jambakan Kecamatan Bayat. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten. Tidak diterbitkan. Khomsan, Ali. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lulu.
2005. Analisis Gender Terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP). Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nainggolan, Kaman. 2007. Membangun Kemandirian Pangan Berbasis Pedesaan. http://www.sinarharapan.co.id. Diakses tanggal 5 Maret 2008. Qurrata, Rafika. 2008. Menkes: Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Menurun. http://www.tenaga-kesehatan.or.id. Diakses tanggal 13 Maret 2008. Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Silawati, Hartian. 2006. Pengarusutamaan Gender: Mulai Dari Mana?. Jurnal Perempuan. Pengarusutamaan Gender. Jakarta: vol. 50, hal. 19-32. Sitorus, M. T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Soetrisno, Lukman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Kanisius. Sujarwoto dan Tri Yumarni. 2007. Desa Rawan Pangan: Kritik Terhadap Kebijakan Pangan Nasional dalam Konteks Pembangunan Pedesaan Indonesia. http://www.google.com Diakses tanggal 5 Maret 2007. Sumarti, Titik, dkk. 2007. Model Pemberdayaan Petani Dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera. Laporan Hasil Penelitian. Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tidak diterbitkan.
Suryana, Achmad. 2004. Ketahanan Pangan di Indonesia dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Tambunan, Tulus T. H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia Beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wigna, Winati. 2003. Modul Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Tidak diterbitkan. Witoro. 2006. Perjuangan Warga Desa untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan. http://www.forumdesa.org/mudik/mudik6/utama1.php. Diakses tanggal 5 Maret 2008.
Lampiran 1. Peta Desa Jambakan
Lampiran 2. Contoh Catatan Harian Hari Kamis : 12 Juli 2008 Waktu : Pukul 13.00 -17.00 Tempat : Di rumah Ibu Yeni (Mantan Lurah) Setelah dari Balai Desa, saya, Mba Itoh dan Mba Rosa kemudian menuju rumah ibu Yeni yang ternyata adalah mantan lurah sebelumnya. Hal ini karena akan ada monitoring dari Inspektorat Jendral Departemen Pertanian terhadap kelompok afinitas tenun. Di sana saya berkenalan dengan Ibu Yuniatun yang merupakan ketua kelompok afinitas Mekar Sari. Menurut Ibu Yuni, secara umum perempuan Desa Jambakan mempunyai keahlian menenun. Keahlian tersebut di dapat sejak mereka remaja yang didapat secara turun menurun dari orang tua. Akan tetapi tenun yang dikembangkan di rumah ibu Yeni adalah tenun untuk kain atau bahan baju, sedangkan yang dikembangkan masyarakat pada umumnya adalah tenun untuk selendang atau gendong. Hal ini karena kelompok bu Yeni pernah mendapat proyek pelatihan dari pemerintahan Jerman pada tahun 2005 mengenai pelatihan pemilihan benang, pewarnaan dan motif sehingga tenun yang dihasilkan lebih variatif dan memiliki nilai jual yang tinggi. Usaha ini kemudian di beri nama dengan tenun lurik Dinar Daryono yang merupakan perpaduan nama anak dan suami ibu Yeni. Tenun lurik ini sudah mulai terkenal di masyarakat, bahkan sering mendapat pesanan baik dari masyarakat umum ataupun lembaga pemerintahan (dinas peternakan, dinas pertanian). Hasil tenun tersebut dijual dengan harga Rp 25.000,- hingga Rp 30.000,-. Selain itu, kelompok tenun ini pernah mendapat juara tiga tingkat provinsi dan sering mengikuti kegiatan pameran hasil kerajinan. Kelompok tenun yang mendapatkan dana Program Mandiri Pangan adalah tenun gendong. Monitoring dilakukan di rumah ibu Yeni, karena Ibu Yeni merupakan Tim Pangan Desa. Sambil menunggu tim survey dari Departemen Pertanian, Mba Rosa sebagai pendamping memberitahu agar mempersiapkan salah satu anggota Mekar Sari untuk dikunjungi. Anggota tersebut diberi tahu agar tidak menggunakan perhiasan dan diberikan arahan tentang jawaban yang kira-kira akan ditanyakan tim survey tersebut. Sekitar pukul 15.00 Tim Survey dari Departemen Pertanian tiba. Rombongan kemudian langsung mendatangi salah satu rumah anggota kelompok Mekar Sari yang letaknya dibelakang rumah Ibu Yeni. Berdasarkan sidak tersebut maka diketahui bahwa pemasaran belum dikelola secara kelompok. Padahal menurut bapak Yuris (Deptan Pusat) dengan dibentuknya kelompok anggota akan memasarkannya secara bersama-sama. Namun menurut ibu Yuni, hal itu tidak bisa terlaksana karena hasil tenun tersebut dijual kepada bakul-bakul yang datang. Selain itu, produksi dan kebutuhan tiap anggota tidak sama satu sama lainnya. Jadi dengan dijual sendiri-sendiri anggota dapat kapan saja memasarkan hasil tenunnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Setelah kunjungan ke salah seorang anggota, rombongan kemudian kembali ke rumah Ibu Yeni. Diskusi terjadi antara ibu Yuni sebagai ketua kelompok, mba Rosa sebagai pendamping dan tim survey. Menurut Bapak Yuris, kelompok tenun telah melakukan kesalahan dengan menggulirkan dana tanpa
sepengetahuan LKD (Lembaga Keuangan Desa). Ibu Yuni mengatakan bahwa hal tersebut atas ijin pendamping. Namun, ibu Yuni dengan mengatasnamakan kelompok merasa keberatan kalau dana perguliran harus dikembalikan ke LKD. Hal ini karena menurut ibu Yuni selama ini LKD tidak pernah terlibat apa-apa. Ada indikasi bahwa pengurus LKD tersebut sempat menggelapkan dana bantuan, sehingga ada kekhawatiran dana akan mandek. Selain itu dua orang pengurus LKD memiliki unsure kekerabatan yaitu kakak-adik. Jadi ibu Yuni mengatasnamakan kelompok akan mengembalikan dana ke LKD asalkan pengurus LKD diganti. Selain itu, ternyata salah seorang pengurus LKD yaitu Bapak Daryono yang tidak lain adalah mantan Lurah tidak mengetahui bahwa dirinya merupakan pengurus LKD. Solusi yang ditawarkan adalah reorganisasi LKD. Namun, ada sedikit rasa ketakutan dari dinas Pertanian Klaten terkait reorganisasi LKD. Pasalnya pengurus LKD yang menjadi perbincangan adalah kaki tangan Bupati Klaten dan cukup memiliki kekuatan.
Lampiran 3. Jadwal Rencana Kegiatan. No. I
Kegiatan Proposal Dan Kolokium Penyusunan Draft dan Revisi Konsultasi proposal Kolokium dan perbaikan
II
Studi Lapangan Pengumpulan Data Analisa Data
III
Penulisan Skripsi Analisa Lanjutan Penyusunan draft dan revisi Konsultasi Skripsi
IV
Ujian Skripsi Sidang Perbaikan Skripsi
Maret 1 2
April
3 4 1 2
Mei
3 4 1 2
Juni
3 4 1 2
Juli
3 4 1 2
Agustus
3 4 1 2
3
4
Lampiran 4. Tabel Kebutuhan Data. Perumusan Masalah
Kebutuhan Informasi
Jenis Data Primer
Sumber
1. Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan?
• Posisi antara laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan. • Profil aktivitas laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima program Desa Mandiri Pangan
2. Bagaimana akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan?
Akses, kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan.
Primer
• Responden • Informan (pendamping, tim pangan desa, lembaga keuangan desa, tokoh masyarakat)
• Wawancara mendalam • Pengamatan berperan serta
3. Sejauh mana kebutuhan praktis dan strategis gender dipertimbangkan dalam Program Desa Mandiri Pangan?
Kebutuhan praktis dan strategis gender.
Primer dan Sekunder
• Responden • Informan (pendamping, tim pangan desa, lembaga keuangan desa)
• Wawancara mendalam • FGD • Analisis Dokumen
• Responden
Teknik Pengumpulan Data • Metode alokasi waktu • Wawancara mendalam • Pengamatan berperanserta
Lampiran 5. Matriks Kasus Subjek Penelitian Masyarakat Desa Jambakan Penerima Program Jenis Usaha
Tingkat/ level Kegiatan Tenun
Ternak Kambing
Bukan Penerima Program Jenis Usaha Dagang dan Jasa
Tenun
Ternak Kambing
Dagang dan Jasa
-
-
-
-
-
-
Rumah tangga: • Pembagian Kerja (produktif, reproduktif dan sosial)
Kelompok: • Pembagian Kerja • Akses dan Kontrol
Program Mapan: • Kebutuhan praktis • Kebutuhan strategis
Lampiran 6. Dokumentasi
Kondisi Lahan Di Desa Jambakan
Pertemuan Kelompok Tenun
Pertemuan Kelompok Aneka Usaha
Kondisi Lahan Di Desa Jambakan
Kegiatan Monitoring
Pertemuan Kelompok Aneka Usaha
Aktivitas Menenun
Aktivitas Ternak Kambing
Kegiatan Pemilihan Gubernur
Aktivitas Menenun
Aktivitas Pertanian
Kegiatan Posyandu