ANALISIS FINANSIAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT SERTIFIKASI DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN
DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan di dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Dian Iswahyudi Tri Hartono NIM E14100038
ABSTRAK DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO. Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Dibimbing oleh HANDIAN PURWAWANGSA Hutan rakyat sertifikasi yaitu hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat dengan sitem pengelolaan secara lestari dan disahkan oleh lembaga ekolabel. Sertifikasi hutan telah dilaksanakan di hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen pada tahun 2009. Tujuan penelitian ini yaitu membandingkan secara finansial usaha pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara petani hutan rakyat yang mendapat bantuan dari APBD dan biaya sendiri/swadaya. Selain itu untuk mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan. Pengelolaan hutan rakyat APBD dan swadaya daur panen 10 ataupun 20 tahun layak diusahakan sebab memiliki nilai NPV > 0, Nilai BCR > 1 dan IRR > suku bunga. Hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun dinilai paling menguntungkan dibanding lainya yang memiliki nilai NPV sebesar Rp. 97 546 135. Petani merasa belum adanya perubahan secara khusus dari adanya sertifikasi hutan jika ditinjau dari segi ekonomi, namun petani merasa adanya perubahan lingkungan yang membaik untuk hutan rakyat yang dikelolanya setelah adanya sertifikasi hutan. Kata kunci: analisis finansial, hutan rakyat, sertifikasi dan persepsi
ABSTRACT DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO. Financial analysiz in community forest certification in Sambirejo distrik Sragen. Supervised by HANDIAN PURWAWANGSA. Certification community forest is managed forests by communities with sustainable management system and approved by international ecolabel. Forest certification have implemented in different community forests, District Sambirejo, Sragen in 2009. The purpose of this study is comparing financially Jati business management of forest certification between community forest farmer who get the assist from local government budget and private effort community forest, as well as to identify farmer’s perceptions toward the influence of forest certification. Local government budget community forest management and private effort community forest either 10 or 20 year cycle are equally viable because it has a value of NPV > 0, BCR values > 1 and IRR > interest rates. Local government budget community forest management of 20 years cycle is considered the most profitable than others who have a NPV value of Rp. 97 546 135 million. Farmers feel the absence of changes specifically from the forest certification if in terms of economic aspect , but farmers feel the better environmental changes for forest people center after the forest certification. Keywords: financial analysis, community forest, certification and perception
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT SERTIFIKASI DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN
DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Finansial Pengelolaaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen Nama : Dian Iswahyudi Tri Hartono NIM : E14100038
Disetujui oleh
Handian Purwawangsa, S Hut MSi Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan secara finansial pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara hutan rakyat yang mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan biaya sendiri/swadaya serta mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada bapak Handian Purwawangsa, S Hut, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa dan dukungan selama penelitian ini berjalan. Terima kasih kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen yang telah membantu selama proses pengambilan data. Terima kasih kepada Pak Hardo, Pak Hasan dan Pak Agus yang telah membantu dalam proses pengambilan data di setiap desa. Terima kasih kepada teman seperjuangan di MNH 47, Fahutan 47 dan Kost Villa Merah yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap, skripsi ini bisa bermanfaat.
Bogor, November 2014 Dian Iswahyudi Tri Hartono NIM E14100038
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Sasaran Penelitian
3
Jenis Data
3
Metode Pengumpulan Sampel
3
Metode Pengolahan dan Analisis Data
4
Analisis Finansial
4
Analisis Sensitivitas
5
Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan
5
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Responden
6
Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
8
Hasil Analisis Finansial
10
Hasil Analisis Sensitivitas
12
Skenario Perbandingan Penjualan Kayu Sebelum Sertifikasi dan Setelah Sertifikasi
13
Persepsi Masyarakat
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
SIMPULAN
15
SARAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
17
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Jenis dan sumber data penelitian 6Karakteristik responden menurut umur Distribusi responden menurut pendidikan Jumlah anggota keluarga responden Mata pencaharian responden Rekapitulasi cash flow pada hutan rakyat APBD dan hutan rakyat swadaya 7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat APBD dan swadaya daur panen 10 dan 20 tahun 8 Perbandingan penjualan kayu sebelum dan setelah sertifikasi 9 Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah sertifikasi hutan 10 Persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat setelah sertifikasi
3 6 7 7 8 10 12 13 14 14
DAFTAR GAMBAR 1 Gambar peta lokasi penelitian
2
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner penelitian 2 Biaya pengelolaan hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 dan 20 tahun 3 Biaya pengelolaan hutan rakyat swadaya dengan daur panen 10 dan 20 tahun 4 Cash flow hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun 5 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun 6 Cashflow hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun 7 Lanjutan cash flow hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun 8 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun 9 Lanjutan cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun 10 Dokumentasi penelitian
17 20 20 21 22 23 24 25 26 27
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan kayu semakin hari semakin meningkat baik untuk konsumsi lokal maupun untuk ekspor. Berdasarkan data dari Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pehutanan Sosial (BPDASPS 2013) kebutuhan kayu nasional tercatat sebesar 43 juta m³/tahun. Potensi kayu rakyat cukup besar, diperkirakan standing stock mencapai 125 juta m³/tahun dengan potensi siap panen ±20 juta m³/tahun, sehingga kontribusi hutan rakyat sebesar 47% dari kebutuhan kayu nasional. Luasan hutan rakyat yang ada di Indonesia semakin bertambah, khususnya di Pulau Jawa yang ikut meningkat pesat. Berdasarkan data statistik BPDASPS (2013) perkembangan luasan hutan rakyat tahun 2008-2013 di Provinsi Jawa Tengah seluas 100 538 ha, sedangkan untuk luasan hutan rakyat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) di Kecamatan Sambirejo sebesar 1 404 ha. Selain memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga memberikan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja produktif dan mampu menstimulir usaha produktif lainya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat. Hal tersebut memotivasi para petani hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo untuk melakukan kegiatan pengelolaan jati di hutan rakyatnya dengan cara yang baik dan benar yang dilakukan dengan mengikuti sertifikasi hutan rakyat pada tahun 2009. Sebelumnya pada tahun 2004, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan Forest Stewardship Counsil (FSC) telah mengeluarkan dua sertifikat untuk hutan rakyat di Indonesia yaitu hutan rakyat di Desa Selopuro dan hutan rakyat di Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri. Adanya sertifikasi ini diharapkan mampu memberikan dukungan bagi kepentingan komunitas dalam pengelolaan hutan dan membantu untuk mempromosikan kayu rakyat di tingkat pasar nasional maupun internasional (Hinrich et al. 2008). Penelitian ini secara khusus membahas sertifikasi hutan rakyat di Indonesia. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo dari segi pendanaan hutan rakyat dengan bantuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan hutan rakyat dengan biaya sendiri/swadaya serta mengidentifikasi manfaat yang diterima oleh masyarakat dengan adanya sertifikasi hutan.
Perumusan Masalah Sertifikasi hutan diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih baik kepada petani, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologi. Hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo adalah salah satu hutan rakyat tersertifikasi pada tahun 2009. Perlu ditinjau lebih jauh lagi, apakah sertifikasi tersebut sudah mencapai tujuan yang diinginkan, khususnya untuk para petani. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari adanya sertifikasi hutan rakyat terhadap aspek finansial atau manfaat ekonomi dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Membandingkan secara finansial pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara hutan rakyat yang mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan biaya sendiri/swadaya. 2. Mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan rakyat.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini untuk : 1. Memberikan informasi mengenai perbedaan pengelolaan jati di hutan rakyat APBD dan hutan rakyat swadaya dari segi finansial. 2. Memberikan informasi mengenai manfaat yang diterima oleh petani dari sebelum dan setelah adanya sertifikasi hutan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi penelitian
Gambar 1 Lokasi Desa Penelitian
3 Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014 di hutan rakyat sertifikasi Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian adalah petani hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.
Jenis data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani, dan melakukan observasi lapang. Data yang dibutuhkan dari kegiatan wawancara meliputi: Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian Jenis data Data primer
Klasifikasi data Identitas responden
Rincian data
Keterangan
-Nama responden -Umur -Jenis kelamin -Jumlah keluarga
Potensi lahan
-Luas kepemilikan -Jenis pohon -Jumlah pohon
Biaya produksi
Wawancara dengan petani
-Biaya persiapan lahan -Biaya pengadaan bibit -Biaya pemeliharaan -Biaya pengadaan alat -Biaya pemanenan
Data sekunder
Persepsi petani Data demografi
-Luas desa
Kelompok tani
Metode Pengumpulan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Kriteria petani yang menjadi responden adalah petani yang mengusahakan hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo. Penentuan jumlah responden berdasarkan standar minimal penelitian survei yaitu 30 responden (Singarimbun dan Effendi 1987). Masing-masing 15 responden untuk hutan rakyat APBD maupun hutan rakyat swadaya.
4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Finansial Indikator untuk mengetahui manfaat secara finansial adalah sebagai berikut: 1. Net Present Value (NPV) Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai NPV > 0, atau positif. Formula dari NPV sebagai berikut (Gittinger 2008): n
NPV = t=0
Bt − Ct (1 + i)t
Keterangan: NPV = Net Present Value Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t n = umur ekonomis dalam perusahaan i = suku bunga yang berlaku 2.
Benefit Cost Rasio (BCR) Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai BCR > 1, apabila BCR < 1 maka usaha tidak layak, dan jika BCR = 1 maka usaha tidak mengalami keuntungan atau kerugian (Gittinger 2008):
BCR =
Bt n t=0 1+i ᵗ Ct n t=0 (1+i)ᵗ
Keterangan: BCR = Benefit Cost Ratio Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t n = umur ekonomis dalam perusahaan i = suku bunga yang berlaku 3.
Internal Rate of Return (IRR) Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai IRR ≥ suku bunga. Formula untuk menentukan IRR adalah sebagai berikut (Gittinger 2008): IRR = i(+) + NPV
NPV (+) + − NPV (−)
[𝑖 − − 𝑖(+) ]
Keterangan: IRR = Internal Rate of Return NPV(+) = NPV bernilai positif NPV(-) = NPV bernilai negatif i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bungan yang membuat NPV negatif
5 Analisis Sensitivitas Menurut Nugroho (2013) analisis sensitivitas merupakan suatu teknis analisis yang menguji sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka terhadap adanya pengaruh-pengaruh. Untuk menguji sensitivitas terhadap kepekaan hasil, analisis dibuat dua skenario. Adapun skenario yang bisa dibuat yaitu : 1. Apabila terjadi kenaikan biaya total produksi kayu dipasaran sebesar 10%. 2. Apabila terjadi penurunan harga kayu dipasaran sebesar 10%. Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tingkat suku bunga untuk kredit usaha rakyat di Bank Jawa Tengah adalah 14% pada tahun 2014 (Bank Jateng 2014). 2. Satuan yang digunakan adalah Rupiah/ha/tahun. 3. Sumber modal utamanya adalah modal yang dikeluarkan sendiri. 4. Umur untuk perhitungan finansial menggunakan skenario daur penen selama 10 tahun dan 20 tahun. 5. Pendapatan dari penjualan kayu dan penjualan palawija dihitung sesuai dengan periode panen. 6. Harga jual kayu jati diperoleh dari wawancara dengan petani dan tengkulak dengan asumsi harga sama, tergantung diameter kayu yang dijual. Analisis Deskriptif Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007. Kemudian pengidentifikasian dilakukan dengan cara analisis deskriptif. Komponen yang disajikan yaitu terkait karakteristik responden yang meliputi umur responden, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian responden. Selain itu data yang diidentifikasi adalah kondisi hutan rakyat sertifikasi dan belum sertifikasi serta persepsi petani setelah adanya sertifikasi hutan rakyat.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Kecamatan Sambirejo Secara administrasi Kecamatan Sambirejo termasuk dalam Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Luas keseluruhan Kecamatan Sambirejo sebesar 4 843 Ha atau sebesar 5.14% dari luas Kabupaten Sragen (94 155 Ha). Kecamatan Sambirejo memiliki topografi datar sampai pegunungan, sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan Perhutani dan PTPN XVIII. Beriklim tropis, serta curah hujan rata-rata per tahun 25.21 mm. Suhu rata-rata 18 sampai 27 °C. Terdapat 9 desa dalam Kecamatan Sambirejo, namun yang wilayahnya mengikuti kegiatan sertifikasi hutan rakyat ada 8 desa yaitu, Sambirejo, Dawung, Sambi, Jetis, Sukorejo, Kadipiro, Musuk, Jambeyan dan satu desa yang tidak mengikuti program sertifikasi hutan rakyat yaitu Desa Blimbing (Persepsi 2009).
6 Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Sambirejo bermata pencaharian sebagai petani. Jumlah penduduk yang tercatat sampai akhir Juni 2007 adalah 27 777 jiwa, dengan rincian Laki-laki 13 696 dan Perempuan 14 081. Secara otomatis semua warga menjadi anggota Perkumpulan Kelompok Hutan Lestari (PHKL), yang memiliki hak sama dalam pengambilan keputusan atas kelestarian hutan di lingkunganya. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kayu jati adalah sarana untuk menunjukkan jati diri sehingga harus dilindungi. Pemeliharaan tanaman jati juga bertujuan untuk tabungan masa depan, menghadapi kebutuhan mendesak dalam jumlah besar. Kesulitan mengakses ke layanan perbankan menjadi pola penanaman kekayaan dalam bentuk tanaman kayu jati dan mahoni menjadi pilihan yang mudah dilakukan sekaligus menambah perbesaran dari tahun ke tahun (Persepsi 2009).
Profil Ringkas Unit Manajemen Forest Management Unit (FMU) Wana Rejo Asri (Waras) Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen merupakan Gabungan Kelompok Hutan Lestari (GKHL) dari 8 desa (Sukorejo, Jambeyan, Sambi, Dawung, Sambirejo, Kadipiro, Musuk, Jetis). Anggota dari GKHL Waras memiliki jumlah anggota sebanyak 9 362 KK, dan luas lahan hutan 1 404.1 Ha (Pekarangan 826.5 Ha, Tegalan 577. 56 Ha). Jenis tanaman yang banyak di tanam di daerah in yaitu Jati, Mahoni, Akasia, Sengon dan di bawah tegakan ada Kunir, Jahe, Garut, Uwi dan Gembili (Persepsi 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani pemilik dan penggarap hutan rakyat di enam desa yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Jumlah responden sebanyak 30 orang, dengan rincian sebanyak 28 orang laki-laki dan sebanyak 2 orang perempuan yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan umur Umur
N (responden)
Persentase (%)
31-40 41-50
2 7
6.7 23.3
51-60 61-70 ≥70
9 7 5
30.0 23.3 16.7
30
100
Jumlah Keterangan : N = jumlah responden
7 Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas petani hutan rakyat sebanyak (30%) berada pada selang umur 51-60 tahun, sedangkan sebanyak (23.3%) petani hutan rakyat berada pada selang umur 61-70 tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) usia produktif yaitu usia yang berada diatas 15 tahun dan kurang dari 64 tahun, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif untuk mengelola hutan yang dimilikinya. Berdasarkan wawancara dengan petani, rendahnya jumlah petani pengelola hutan rakyat yang berada pada selang umur 30-40 tahun dikarenakan dalam usia tersebut mayoritas masyarakat lebih tertarik dalam perkerjaan lain seperti dagang, menjadi buruh pabrik atau juga sebagai buruh bangunan dibandingkan dengan menjadi petani hutan rakyat. Tabel 3 Distribusi responden menurut pendidikan Tingkat pendidikan
N(responden)
Persentase (%)
Tidak Bersekolah SD/SR SMP/SLTP SMA/SLTA/STM/SGA Sarjana
5 12 3 9 1
16.7 40 10 30 3.3
30
100
Jumlah Keterangan : N = jumlah responden
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini mayoritas berpendidikan rendah (40%), lulusan Sekolah Dasar atau Sekolah Rakyat untuk istilah dulu. Sedangkan yang lulusan perguruan tinggi hanya terdapat satu orang (3.3%). Berdasarkan wawancara di lapangan dengan petani, rendahnya tingkat pendidikan responden dikarenakan oleh tuntutan pekerjaan responden yang harus dilakukan responden selama usia sekolah. Selain itu aksesibilitas menuju sekolah lanjutan yang sebagian besar hanya berada di pusat kecamatan. Tabel 4 Jumlah anggota keluarga responden Jumlah anggota keluarga
N (responden)
Persentase (%)
1
0
0
2
10
33.3
3
8
26.7
4
5
16.7
≥5
7
23.3
30
100
Jumlah N = jumlah responden
Tabel 4 menunjukkan jumlah anggota keluarga dari petani hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo sebagian besar (33%) memiliki jumlah anggota keluarga responden sebanyak dua orang. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, ratarata yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak dua orang dikarenakan anak dari keluarga ini sudah menikah sehingga anak tersebut sudah tidak menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh responden.
8 Tabel 5 Mata pencaharian responden Pekerjaan utama Petani sawah
Pekerjaan sampingan Petani Hutan Rakyat Dagang Buruh
Pekerjaan utama
Ternak Wirausaha Jamur Rias Pengantin Pekerjaan sampingan
Perangkat Desa PNS + Pensiunan PNS
Petani Hutan Rakyat Petani Hutan Rakyat
Jumlah Keterangan : N = jumlah responden
N (responden)
Persentase (%)
14 1 1
46.7 3.3 3.3
2 2 1 N (responden)
6.7 6.7 3.3 Persentase (%)
7 2
23.3 6.7
30
100
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas mata pencaharian responden yaitu sebagai petani (46.7%) atau sebanyak 14 orang. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (2000) budidaya hutan rakyat bukan pilihan yang utama bagi masyarakat pedesaan jawa pada umumnya. Jika kondisi alam memungkinkan, pilihan utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Responden pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani sawah karena di Kecamatan Sambirejo masih banyak lahan sawah dan pengairan untuk irigasi sawah juga memadai.
Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo meliputi pengelolaan tanaman pokok (kayu) dan pemanfaatan tanaman bawah tegakan (palawija). Adapun kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani secara garis besar adalah sebagai berikut: Kayu Pembibitan atau Persemaian Pembibitan dilakukan pada tahun ke-nol dari kegiatan pengelolaan. Bibit yang digunakan berasal dari anakan alami. Pembibitan dilakukan di lahan petani masing-masing. Hal ini karena di Kecamatan Sambirejo belum memiliki areal khusus untuk persemaian. Penanaman Kegiatan penanaman biasanya dilakukan di musim penghujan. Penanaman pada umumnya dilakukan pada tahun 2003-2004 saat ada kegiatan Gerhan. Tinggi bibit yang terpilih kurang lebih yaitu 30-40 cm. Jumlah bibit disesuaikan dengan ketersediaan bibit di lahan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman kayu dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pemeliharaan bagi tanaman semusim (tanaman di bawah tegakan) selama 4 tahun dimulai tahun ke-nol sampai tahun ke-tiga. Pemeliharaan yang dilakukan berupa
9 pemupukan dan penyiangan. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dan pupuk kimia (urea). Waktu penyiangan biasanya pada musim kemarau dengan melakukan pembersihan rumput. Namun tidak semua petani hutan rakyat melakukan hal tersebut. Penjarangan Kegiatan penjarangan di hutan rakyat sampai saat ini belum dilakukan, petani masih beranggapan bahwa mengurangi tanaman yang sudah ditanam merupakan hal yang sayang untuk dilakukan, atau “eman” dalam bahasa jawa, karena kesadaran akan sistem silvikultur yang masih rendah. Masyarakat beranggapan bahwa tanaman akan dijarangi jika tanaman itu sudah bisa dijual. Penebangan Penebangan dilakukan oleh masyarakat dengan dasar tebang butuh. Kebutuhan yang paling banyak adalah kebutuhan untuk anaknya yang baru masuk sekolah, musim hajatan atau kebutuhan-kebutuhan mendadak lainya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fakultas Kehutanan IPB (2000) bahwa faktor yang mempengaruhi petani dalam menebang pohon yaitu desakan kebutuhan ekonomi diantaranya yaitu biaya sekolah, perbaikan rumah, biaya tanam, biaya hari raya dan konsumsi. Tanaman yang ditebang rata-rata memiliki lingkar keliling 70-100 cm. Namun ada juga yang kurang dari diameter tersebut jika dalam kondisi terdesak harus ditebang. Pengangkutan Kegiatan pengangkutan kayu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli baik biaya maupun tenaga. Biasanya pembeli membeli kayu dalam bentuk kayu berdiri lalu mereka kumpulkan di rumah-rumah mereka atau tempat yang sudah mereka sediakan secara khusus. Pemasaran Kayu dibeli dengan kesepakatan antara petani pemilik dan pembeli dengan bentuk gelondongan. Pembeli dan petani pemilik melakukan transaksi langsung dengan sistem pembayaran secara tunai. Pembeli merupakan orang yang berasal dari daerah setempat, sehingga petani tidak perlu memasarkanya sendiri hasil kayu yang akan dijualnya. Palawija Pola budi daya Budidaya palawija biasanya menghasilkan dua kali panen selama setahun dengan pola palawija-palawija-bero/tidak ditanami. Penanaman tanaman palawija hanya dilakukan sampai tahun ke-tiga pengelolaan. Tanaman palawija yang biasa ditanam yaitu jagung, kacang tanah, dan singkong, ubi, dll. Sebagian bibit berasal dari bibit sendiri, namun ada juga bibit yang diperoleh dari cara mengusahakan ke tetangga atau membeli ke pasar. Penanaman Penanaman biasanya dilakukan pada awal dan akhir musim penghujan (November/Desember dan April/Mei) pada lahan di sela-sela tanaman kayu. Penanaman dikerjakan dengan tenaga sendiri oleh anggota keluarga jadi tenaga kerja untuk membantu proses penanaman. Pemanenan dan pemasaran Palawija dapat dipanen dalam waktu 3 sampai 4 bulan. Pemanenan dilakukan menggunakan tenaga sendiri oleh anggota keluarga. Hasil panen
10 dikumpulkan di rumah kemudian langsung di beli oleh tengkulak. Selain itu, sebagian hasil panen ada yang dikeringkan untuk digunakan sendiri dan dijual ke pasar.
Analisis Finansial Analisis finansial yaitu analisis suatu proyek yang dilihat dari sudut pandang orang-orang yang menanamkan modalnya dalam proyek. Aspek finansial digunakan untuk mengetahui perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan suatu proyek dalam jangka waktu tertentu (Muhammad 2004). Informasi terkait dengan biaya-biaya selama pengelolaan berlangsung diperluan dalam perhitungan analisis finansial. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo antara lain biaya untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pengadaan bibit kayu jati, pengadaan bibit palawija, persiapan lahan, pengadaan alat, pemupukan tanaman dan penyemprotan tanaman. Pendapatan diperoleh petani dari hasil penjualan kayu dan palawija. Rincian biaya pengelolaan digunakan untuk menghitung kelayakan usaha pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo dengan tingkat suku bunga sebesar 14%. Perbandingan perhitungan dilakukan pada empat sistem pengelolaan yang berbeda, diantaranya yaitu hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 tahun, APBD daur panen 20 tahun, Swadaya daur panen 10 tahun dan Swadaya daur panen 20 tahun. Hasil perhitungan analisis finansial dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rekapitulasi cash flow pada hutan rakyat APBD dan hutan rakyat swadaya Hutan rakyat Swadaya dengan daur 10 tahun
Pendapatan terdiskonto (Rp)
56 391 204
55 914 089
105 237 737
104 760 622
Biaya terdiskonto (Rp)
7 568 227
8 023 327
7 691 602
7 253 825
48 822 977
47 890 763
97 546 135
97 506 797
7.5
7.0
13.7
14.4
48%
39%
33%
NPV (Rp) BCR
59% IRR (%) Sumber : Data diolah
Hutan rakyat APBD dengan daur 20 tahun
Hutan rakyat Swadaya dengan daur 20 tahun
Hutan rakyat APBD dengan daur 10 tahun
Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau manfaat neto sekarang dapat diartikan sebagai keuntungan dari kegiatan penjualan suatu produk yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan (Gittinger 2008). Tabel 6 menunjukkan bahwa keempat sistem pengelolaan jati di hutan rakyat yang berbeda. Berdasarkan perhitungan analisis finansial, sistem pengelolaan jati di hutan rakyat APBD
11 dengan daur panen 20 tahun memiliki nilai NPV tertinggi dibanding ketiga sistem pengelolaan lainya yaitu sebesar Rp 97 546 135 atau dengan kata lain setiap tahunya kegiatan pengelolaan jati di hutan rakyat dengan sistem ini menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 4 877 307. Besarnya keuntungan yang diperoleh dalam sistem pengelolaan APBD daur panen 20 tahun dikarenakan masa panen kayu yang cukup lama sehingga diameter kayu yang ditebang cukup besar. Selain itu dikarenakan bibit kayu jati yang ditanam diperoleh dari sumbangan Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian bibit. Nilai NPV terendah berada pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun. Berdasarkan perhitungan analisis finansial, diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 47 890 763 dalam waktu pengusahaan 10 tahun. Dengan kata lain usaha ini mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 4 789 076 tiap tahunya. Jika dilihat dari pendapatan yang diperoleh tiap tahunya, diantara hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun dan hutan rakyat daur panen 10 tahun tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh. Namun jika ditinjau dari segi ekologi, sistem pengelolaan APBD daur panen 20 tahun lebih memberikan manfaat ekologi yang baik jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan swadaya daur panen 10 tahun. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo layak diusahakan karena masing-masing memiliki nilai NPV > 0. Menurut (Gittinger 2008) suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai NPV > 0, atau positif. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) atau rasio manfaat terhadap biaya adalah rasio yang diperoleh dari nilai sekarang arus manfaat yang dibagi oleh nilai sekarang arus biaya. Nilai mutlak BCR akan berbeda tergantung kepada tingkat suku bunga yang dipilih. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin rendah nilai BCR yang dihasilkan, dan jika tingkat suku bunga yang dipilih cukup tinggi, BCR yang dihasilkan akan kurang dari 1 (Gittinger 2008). Berdasarkan perhitungan analisis finansial dengan tingkat suku bunga sebesar 14%, didapatkan nilai BCR tertinggi yaitu pada sitem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun yaitu sebesar 14.4. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan selama pengusahaan relatif kecil sehinga biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar 14.4 rupiah, lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga sistem pengelolaan yang lain. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo memiliki nilai BCR > 1, sehingga usaha ini dikatakan layak untuk diusahakan lebih lanjut. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) tingkat pengembalian internal yaitu tingkat diskonto yang membuat manfaat sekarang neto dari arus manfaat neto tambahan atau arus uang tambahan sama dengan nol. Tingkat tersebut adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya operasional dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal ( Gittinger 2008). Berdasarkan Tabel 6, nilai IRR terbesar yaitu pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun yaitu sebesar 59%, sedangkan nilai IRR
12 terkecil yaitu pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun yaitu sebesar 39%. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo memiliki nilai tingkat pengembalian internal (IRR) > tingkat suku bunga. Menurut (Gittinger 2008) usaha dikatakan layak jika memiliki nilai IRR > tingkat suku bunga. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keempat sistem pengelolaan hutan rakyat yang ada layak untuk diusahakan lebih lanjut.
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas yaitu cara meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 2008). Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan uji kepekaan untuk keempat sistem pengelolaan hutan rakyat yang ada di Kecamatan Sambirejo terhadap kemungkinan adanya perubahan biaya pengelolaan dan harga jual produk. Uji kepekaan dilakukan jika terjadi kenaikan biaya pengelolaan sebesar 10% dan jika terjadi penurunan harga jual produk sebesar 10%. Penentuan nilai perubahan disesuaikan dengan nilai inflasi terbesar di Indonesia pada tahun 2014, serta untuk mempermudah dalam proses perhitungan. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat APBD dan swadaya daur panen 10 tahun & 20 tahun Jenis Pengelolaan
Normal
Kondisi Harga turun 10%
Persen perubahan (%) Biaya naik 10%
Harga Turun
Biaya Naik
HR APBD 10 tahun HR Swadaya 10 tahun HR APBD 20 tahun
48 822 977 47 890 763 97 546 135
43 183 856 42 299 354 87 600 440
48 066 154 47 088 430 96 776 974
-11.55 -11.68 -10.20
-1.55 -1.68 -0.79
HR Swadaya 20 tahun
97 506 797
86 137 616
95 693 226
-11.66
-1.86
HR APBD 10 tahun HR Swadaya 10 tahun HR APBD 20 tahun HR Swadaya 20 tahun
8 7 13.7 14.4
6.7 6.3 12.4 11.6
6.8 6.3 12 11.6
-10.67 -10.00 -9.49 -19.44
-9.33 -10.00 -9.49 -19.44
HR APBD 10 tahun HR Swadaya 10 tahun
59 48
50 42
51 42
-15.25 -12.50
-13.56 -12.50
HR APBD 20 tahun HR Swadaya 20 tahun Sumber : Data diolah
39 33
30 24
30 24
-23.08 -27.27
-23.08 -27.27
NPV
BCR
IRR
Tabel 7 menunjukkan bahwa dengan adanya penurunan harga produk dan kenaikan biaya produksi sebesar 10% tidak mempengaruhi kelayakan usaha dalam pengelolaan hutan rakyat. Usaha tetap dikatakan layak karena memiliki nilai NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > tingkat suku bunga. Pengaruh yang paling nyata yaitu pada saat terjadi penurunan harga jual produk sebesar 10%. Ditunjukkan dengan persen perubahan yang cukup besar jika dibandingkan dengan dengan kenaikan biaya produksi sebesar 10%. Hal ini dikarenakan, jumlah harga yang didapatkan
13 dari penjualan produk lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan. Sehingga dengan kenaikan biaya sebesar 10%, tidak begitu berpengaruh terhadap perhitungan analisis finansialnya. Menurut Nugroho (2013), apabila terjadi perubahan kondisi meskipun sedikit, dan kondisi tersebut dapat merubah nilai NPV, maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut peka terhadap perubahan kondisi yang terjadi.
Skenario Perbandingan Penjualan Kayu Sebelum Sertifikasi dan Setelah Sertifikasi Untuk mengetahui pengaruh dari adanya sertifikasi yang dilaksanakan di hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen dilakukan skenario perhitungan terhadap penjualan kayu sebelum dan setelah adanya sertifikasi. Cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengelompokkan tahun penjualan kayu sebelum sertifikasi tahun (2007-2009) dengan diameter sama dan data penjualan setelah sertifikasi (2012-2014) dengan tahun dan diameter yang sama. Analisis dengan jangka waktu selama tiga tahun dengan tingkat bunga 14%. Untuk hasil perbedaan penjualan kayunya disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan penjualan kayu sebelum dan setelah sertifikasi NPV 10-15 cm Sebelum Sesudah Persentase Perubahan Sumber : Data diolah
NPV 20-25 cm
14 251 375 15 263 832
50 531 094 55 762 123
7%
10%
Tabel 8 menunjukan besarnya nilai NPV untuk penjualan kayu hutan rakyat sebelum dan setelah sertifikasi. Perbedaan penjualan sebelum dan setelah sertifikasi untuk kayu berdiameter 10-15 cm sebesar 7%, sedangkan untuk kayu berdiameter 20-25 cm sebesar 10%. Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) di Kelompok Tani Wana Rejo Asri, kenaikan harga (premium price) yang direncanakan yaitu sebesar 15 sampai 30 %. Berdasarkan wawancara, petani di Kecamatan Sambirejo beranggapan bahwa harga sebelum dan setelah adanya sertifikasi sama saja sehingga mereka belum merasakan adanya perubahan harga secara signifikan sesuai dengan yang mereka inginkan (premium price). Perubahan diatas dianggap wajar karena adanya perubahan tahun jual. Petani masih mengikuti harga yang ditawarkan oleh tengkulak sehingga petani belum bisa memainkan harga. Menurut pendapat Puspitaloka (2013) ada beberapa hal yang membuat premium price belum tercipta diantaranya, pembeli kayu sertifikasi dalam negeri menginginkan kayu bersertifikasi dan berkualitas tinggi namun hanya bersedia membayar dengan harga murah, ada pembeli sertifikasi dari luar negeri yang menawarkan sistem kerjasama perdagangan namun dengan menggunakan sistem kuota dimana perbulannya memasok sejumlah kubik sesuai kesepakatan, belum adanya pasar khusus sertifikasi, Tempat Pengumpulan Kayu Sertifikasi (TPKS) belum bisa memfasilitasi pembelian kayu hutan rakyat sertifikasi dari petani
14 karena kekurangan modal, dan tidak adanya pembeli kayu sertifikasi akhir-akhir ini.
Persepsi Masyarakat Menurut Khalwani (2008) persepsi yaitu pandangan dan pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyektif yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat mereka berada sehingga dapat menentukan tindakanya. Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah adanya sertifikasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah adanya sertifikasi hutan Kondisi hutan rakyat setelah sertifikasi Lahan yang tadinya kosong, sekarang tertanami dengan pohon-pohon yang hijau. Terjaganya cadangan air di masing-masing desa dan DAS yang membaik Kondisi satwa liar lebih terjaga, semakin bertambah dan tingkat erosi berkurang. Tegakan semakin bagus jika dibanding sebelumnya, menjadi lebih tertata. Sumber: Data primer
Jumlah responden
Persentase
6
20%
5
17%
8
27%
11
37%
Tabel 9 merupakan gambaran dari masing-masing petani terhadap kondisi hutan rakyatnya setelah adanya sertifikasi hutan. Mayoritas petani memiliki persepsi positif terhadap kondisi hutanya setelah adanya sertifikasi hutan. Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa tegakan di lahanya semakin bagus jika dibandingkan sebelumnya, tegakan lebih tertata dan udara disekitarnya menjadi lebih sejuk. Selanjutnya sebanyak 27% responden beranggapan kondisi satwa liar lebih terjaga dilihat dari bertambahnya populasi, dan tingkat erosi berkurang. Sebanyak 20% responden lainya beranggapan bahwa lahan yang tadinya kosong, kini mulai nampak lebih hijau dan sebanyak 17% responden beranggapan bahwa mereka memiliki cadangan air untuk mengisi sumur-sumur meraka dan terpeliharanya Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan baik. Hasil pengamatan di lapangan, dengan adanya sungai-sungai, bendungan air dan sumur yang terpelihara dengan baik ini digunakan masyarakat untuk mengairi sawahsawah di lahan yang dimilikinya sehingga masyarakat tidak begitu sulit dalam kebutuhan air untuk sawahnya. Tabel 10 Persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat setelah sertifikasi Manfaat setelah adanya sertifikasi hutan Secara khusus manfaat belum ada, namun dampak lingkungan semakin membaik. Lahan lebih memiliki nilai sebab ada tanaman kayu diatasnya. Manfaat ekonomi menigkat jika dilihat dari penjualan kayunya. Sering mendapat sumbangan bibit dan sering mendapatkan kunjungan. Sumber : Data primer
Jumlah responden
Presentase
23
77%
3
10%
2
7%
2
7%
15 Tabel 10 merupakan gambaran dari masing-masing petani terhadap apa yang mereka rasakan selama pengelolaan hutan rakyat sebelum dan setelah adanya sertifikasi hutan. Sebanyak 77% petani menganggap adanya sertifikasi hutan belum memberikan manfaat ekonomi secara signifikan bagi pendapatan mereka. Hal ini juga dirasakan oleh petani di daerah lain. Menurut Daniyati (2009) di Selopuro dan Sumberejo, meskipun sertifikat Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Lestari (PHBML) LEI sudah diberikan, namun respon pasar terhadap kayu rakyat belum bisa diharapkan. Pada umumnya posisi tawar petani masih rendah jika dibandingkan dengan pihak lain yang lebih mantap secara kelembagaan. Selain itu, permasalahan terbesar yang melingkupi pengelolaan hutan rakyat yaitu kemampuan untuk melihat peluang pasar secara cermat dan akses harga kayu di pasaran. Pada kasus ini, petani di desa-desa yang berada di Kecamatan Sambirejo menjual kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada tengkulak yang ada di daerah sekitarnya. Petani belum memiliki akses pasar selain ke tengkulak yang membeli dengan cara mendatangi secara langsung. Namun disamping itu, sertifikasi hutan memberikan dampak positif terhadap petani. Sebesar 77% petani beranggapan bahwa ada perubahan yang baik terhadap lingkungannya dan lahan lebih memiliki nilai. Selain itu, setelah adanya sertifikasi mereka sering mendapat kunjungan dari luar dan sering ditawarkan sumbangan bibit pohon.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Hutan rakyat dengan jenis pengelolaan APBD dan swadaya daur panen 10 maupun 20 tahun di Kecamatan Sambirejo menghasilkan nilai NPV, BCR dan IRR yang berbeda. Nilai NPV terbesar yaitu pada hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun sebesar Rp. 97 546 135 dan yang memiliki nilai NPV terkecil yaitu hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun sebesar Rp. 47 890 763. 2. Keempat sistem pengelolaan ini layak untuk diusahakan karena telah mencapai batas kriteria layak diantaranya NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > suku bunga. 3. Petani merasa belum ada perubahan secara khusus akan adanya sertifikasi hutan jika ditinjau dari segi ekonomi namun petani merasa adanya perubahan lingkungan yang membaik untuk hutan rakyat yang dikelolanya setelah adanya sertifikasi hutan. SARAN Koperasi kelompok tani hutan rakyat sertifikasi perlu dijalankan agar bisa menutupi kebutuhan petani yang sering mendesak, sehingga kayu bisa tertahan dan bisa dijual dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu, sebaiknya promotor sertifikasi tidak lepas begitu saja terhadap sertifikat hutan rakyat yang sudah diterima. Perlu adanya kontrol terhadap penjualan kayu dan pelebaran akses pasar agar petani memperoleh premium price seperti yang diinginkan. Penguatan kelembagaan juga perlu dilakukan agar sistem penjualan dapat terkelola dengan baik dan tertata.
16
DAFTAR PUSTAKA Bank Jateng. 2014. Suku Bunga Kredit Usaha rakyat. [internet]. [diakses 18 Agustus 2014]. Tersedia dari : http://bankjateng.co.id/content.php?query= menu&kat= content&id_ content =34. [BPDASPS] Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. 2013. Data Statistik Ditjen BPDASPS. Jakarta (ID) : Kementrian Kehutanan. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk 2000-2025. [internet]. [diakses 20 Juli 2014]. Tersedia dari: http://www.datastatistikindonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task=view&id=92 0&Itemid=936. Daniyati E. 2009. Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan di Hutan Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo Provinsi DI. Yogyakarta) [Tesis]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Perannya Dalam Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Bogor (ID) : Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Sutomo S dan Mangiri K, penerjemah. Jakarta (ID) :Universitas Indonesia-Press. Terjemahan dari : Economic Analysis of Agriculture. Edisi ke-2. Hinrich A, Muhtaman, D R dan Irianto N. 2008. Sertifikasi Hutan Rakyat di Indonesia. Jakarta (ID) : GTZ. Khalwani M K. 2008. Persepsi dan Motivasi Masyarakat Setempat Terhadap Program Hutan Rakyat GN-RHL (Kasus di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg dan Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Muhammad R. 2004. Sistem Pengelolaan dan Manfat Ekonomi hutan Rakyat di Cianjur Selatan (Studi Kasus di Kecamatan Cibinong dan Sindang Barang) [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Nugroho B. 2013. Ekonomi Keteknikan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB. [PERSEPSI] Perhimpunan untuk dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial. 2009. Dokumen Pengajuan Sertifikasi Hutan Rakyat Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Klaten (ID) : PERSEPSI. Puspitaloka D. 2013. Analisis Kelembagaan dan Dampak Penerapan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) Terhadap Petani Hutan Rakyat di Kabupaten Wonogiri. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M, Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta (ID) : LP3S.
17
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner penelitian PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1. 2. 3. 4.
5. 6.
7.
Wawancara ini dilakukan hanya untuk kepentingan penelitian sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jawaban dari hasil wawancara akan dirahasiakan. Terima kasih atas perhatian dan waktu yang telah anda berikan untuk menjawab pertanyaan dari wawancara ini. Semoga apa yang anda berikan dapat bermanfaat. Data umum petani Tanggal pengambilan data: ............................................................................... Nama: ................................................................................................................ Desa: ................................................................................................................. Jenis kelamin: ................................................................................................... Umur: ................................................................................................................ Pendidikan terakhir: .......................................................................................... Jumlah anggota keluarga: ................................................................................. Pekerjaan pokok: .............................................................................................. Pekerjaan sampingan: ....................................................................................... Keikut sertaan dalam program kelompok tani: (iya/tidak)*.............................. Lamanya ikut program kelompok tani: ............................................................. Kepemilikan hutan rakyat Berapa luas lahan yang bapak miliki? Jawaban: ..................................................................................................................... Bagaimana status kepemilikan lahannya? a. sendiri b.sewa c. lainnya... Sejak kapan bapak mengelola hutan rakyat ini? Jawaban: ..................................................................................................................... Berapa jumlah tenaga kerja untuk mengelola lahan bapak? Bagaimana pembagian kerjanya? Jawaban: ………………………………………………………………………......... Apa tujuan bapak membangun hutan rakyat? Jawaban: ..................................................................................................................... Adakah masalah yang bapak hadapi dalam mengelola hutan rakyat yang bapak miliki? Jawaban: ..................................................................................................................... Bagaimana status usaha hutan rakyat yang bapak kelola? a. Penggarap c. Petani Pemilik. b. Petani Pemilik dan Penggarap
18 8. Apakah ada perizinan dan pengaturan pajak dalam kegiatan; a. Memungut hasil dari hutan b. Menjual hasil dari hutan rakyat c. Pemanfaatan 9. Jika ada, berapa besarnya biaya perizinan dan pengaturan pajak? a. Memungut hasil hutan dari hutan rakyat b. Menjual hasil dari hutan rakyat c. Pemanfaatan 10. Kemana proses perizinan dapat diperoleh? Jawaban: ................................................................................................................ Produksi Kayu 1. Sudah berapa tahun bapak menanam pohon pada lahan bapak? Jawaban: ......................................................................................................... 2. Jenis pohon apa yang bapak tanam pada lahan bapak? Jawaban: ......................................................................................................... 3. Mengapa bapak memilih jenis tersebut untuk ditanam dilahan bapak? Jawaban: ......................................................................................................... 4. Darimana bapak memperoleh bibit tersebut? a. Pembibitan sendiri b. Membeli c. Lainya 5. Apa saja alat yang diperlukan untuk menanam? Jawaban: ........................................................................................................ 6. Apakah alat-alat tersebut milik bapak sendiri? Jawaban: ........................................................................................................ 7. Apakah dasar bapak dalam melakukan penebangan pada hutan rakyat yang bapak miliki? Jawaban: ........................................................................................................ 8. Berapa banyak bapak menebang pohon selama satu tahun? Jawaban: ........................................................................................................ 9. Dalam bentuk apa bapak menjual hasil kayu hutan rakyat yang bapak miliki a. Pohon berdiri b. Ditebang dan dijual dalam bentuk log/kayu bulat? c. Ditebang dan diolah secara borongan dan dijual dalam bentuk olahan? 10. Selama ini sudah berapa kali panen di hutan rakyat yang bapak miliki? Jawaban: ......................................................................................................... 11. Berapa umur rata-rata jumlah pohon yang bapak tebang selama sekali penebangan? Jawaban: ........................................................................................................ 12. Berapa jumlah pohon yang bapak tebang dalam sekali kegiatan penebangan? Jawaban: ........................................................................................................ 13. Berapa harga jual kayu dari hutan rakyat bapak? Jawaban: ........................................................................................................ 14. Bagaimana sistem pembayaran yang biasanya dilakukan? a. Bayar dimuka b. Langsung saat mengambil barang c. Bayar belakangan
19 15. Berapa biaya yang digunakan untuk pembelian bibit yang akan bapak tanam? Bagaimana periode pembelianya? Jawaban: ............................................................................................................. 16. Berapa biaya yang bapak keluarkan untuk pembelian pupuk? Bagaimana periode pembelianya? Jawaban: ............................................................................................................. 17. Berapa biaya yang bapak keluarkan untuk pembersihan lahan? Bagaimana periode pembersihanya? Jawaban: ............................................................................................................. 18. Berapa biaya untuk pembuatan lubang tanam? Jawaban: ............................................................................................................. 19. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk penanaman setiap pohon? Jawaban: ............................................................................................................. 20. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman di hutan rakyat bapak (pemupukan, pengolahan tanah) Bagaimana periode pemeliharaanya? Jawaban: ............................................................................................................. 21. Berap biaya yang bapak keluarkan untuk upah tenaga kerja? Bagaimana sistem dan periode pembayaranya? Jawaban: ............................................................................................................. 22. Berapa biaya yang bapak keluarkan untuk kegiatan pemberantasan hama dan penyalit? Bagaimana periode kegiatan pemberantasan hamanya? Jawaban: ............................................................................................................. 23. Berapa biaya yang bapak keluarkan kegiatan pemanenan? Jawaban: ............................................................................................................. 24. Berapa biaya untuk penebangan tiap pohonya? Jawaban: ............................................................................................................. 25. Berapa biaya upah untuk chainsawman setiap kali panen? Jawaban: ............................................................................................................. 26. Adakah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk? Jika ada berapa biayanya? Jawaban: ............................................................................................................. 27. Biaya biaya ynag bapak keluarkan untuk pengangkutan kayu? Jawaban: ............................................................................................................. 28. Berapa Biaya yang bapak keluarkan untuk sertifikasi hutan? Jawaban: ............................................................................................................. 29. Apa saja kendala yang bapak alami dalam proses sertifikasi? Jawaban: ............................................................................................................. 30. Bagaimanakah kondisi hutan rakyat bapak setelah dilakukan sertifikasi? Jawaban: ............................................................................................................. 31. Apakah ada manfaat untuk bapak setelah adanya sertifikasi? Jawaban: ............................................................................................................
20 Lampiran 2 Biaya pengelolaan hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 dan 20 tahun Uraian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bibit kayu jati Harga bibit palawija
Harga Satuan (Rp)
Keterangan (per Ha)
Kebutuhan Pertanaman
-
-
87 685
Jumlah (Rp)
Waktu Pengeluaran
87 685
t0-t10/t0-t20
442 500
t0
500 000
t1,t2,t3
230 691
t0
500
885 bibit
125 000/jenis -
4 jenis bibit -
1. Cangkul
50 000
2 unit
100 000
t0,t1,t2,t3
2. Sabit
40 000
2 unit
80 000
t0,t1,t2,t3
3. Garbu
45 000
2 unit
90 000
t0,t1,t2,t3
1. Pupuk urea
1150/ kg
336 kg
0,38 kg/tanaman
386 400
t0,t1,t2,t3
2. Pupuk organik
500/kg
1 770 kg
2 kg/tanaman
885 000
t0,t1,t2,t3
220 403
t1,t2,t3
Persiapan lahan
-
Alat
Pengadaan pupuk dan obat
3. Obat semprot 110 202 Sumber : Data primer
2 musim
Lampiran 3 Biaya pengelolaan hutan rakyat swadaya dengan daur panen 10 dan 20 tahun Uraian
Harga Satuan (Rp)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
123 140
Bibit kayu jati Harga bibit palawija
500 125 000/jenis
Persiapan lahan Alat 1. Cangkul
Keterangan (per Ha)
Kebutuhan Pertanaman
Jumlah (Rp)
Waktu Pengeluaran
123 140
t0-t10/t0-t20
885 bibit
442 500
t0
4 jenis
500 000
t1,t2,t3
280 393
t0
50 000
2 unit
100 000
t0,t1,t2,t3
2. Sabit 3. Garbu Pengadaan pupuk dan obat 1. Pupuk urea
40 000 45 000
2 unit 2 unit
80 000 90 000
t0,t1,t2,t3 t0,t1,t2,t3
1 150/ kg
304 kg
0,31 kg/tanaman
349 600
t0,t1,t2,t3
2. Pupuk organik
500/kg
1 770 kg
2 kg/tanaman
885 000
t0,t1,t2,t3
3. Obat semprot 81 071 Sumber : Data primer
2 musim
162 143
t1,t2,t3
21
Lampiran 4 Cash flow hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun Tahun ke-
Uraian
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. pemasukan Panen Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
177 000 000
Panen Palawija
0
3 724 341
3 724 341
3 724 341
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PEMASUKAN
0
3 724 341
3 724 341
3 724 341
0
0
0
0
0
0
177 000 000
B. pengeluaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
87 685
Bibit Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bibit Palawija
0
500 000
500 000
500 000
Persiapan Lahan
230.691
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Cangkul
100 000
100 000
100 000
100 000
0
0
0
0
0
0
0
2. Sabit
80 000
80 000
80 000
80 000
0
0
0
0
0
0
0
3. Garbu
90 000
90 000
90 000
90 000
0
0
0
0
0
0
0
Pemupukan tanaman
1 271 400
1 271 400
1 271 400
1 271 400
0
0
0
0
0
0
0
Penyemprotan tanaman
0
220 403
220 403
220 403
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PENGELUARAN
1.859.776
2.349.488
2.349.488
2.349.488
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
Pengadaan Alat
NPV = Rp. 48.822.977 BCR = 7,5 IRR = 59% 21
22
22 Lampiran 5 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun Tahun ke-
Uraian
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. pemasukan Panen Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
177.000.000
Panen Palawija
0
3.518.833
3.518.833
3.518.833
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PEMASUKAN
0
3.518.833
3.518.833
3.518.833
0
0
0
0
0
0
177.000.000
B. pengeluaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
Bibit Kayu Jati
442.500
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bibit Palawija
0
500.000
500.000
500.000
Persiapan Lahan
280.393
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Cangkul
100.000
100.000
100.000
100.000
0
0
0
0
0
0
0
2. Sabit
80.000
80.000
80.000
80.000
0
0
0
0
0
0
0
3. Garbu
90.000
90.000
90.000
90.000
0
0
0
0
0
0
0
Pemupukan tanaman
1.234.600
1.234.600
1.234.600
1.234.600
0
0
0
0
0
0
0
Penyemprotan tanaman TOTAL PENGELUARAN
0
162.143
162.143
162.143
0
0
0
0
0
0
0
2.350.633
2.289.883
2.289.883
2.289.883
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
Pengadaan Alat
NPV = Rp. 47.890.763 BCR = 7 IRR = 48%
23 Lampiran 6 Cashflow hutan rakyat APBD daur 20 tahun Tahun ke-
Uraian
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. pemasukan Panen Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Panen Palawija
0
3.724.341
3.724.341
3.724.341
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PEMASUKAN
0
3.724.341
3.724.341
3.724.341
0
0
0
0
0
0
0
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
Bibit Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bibit Palawija
0
500.000
500.000
500.000
0
0
0
0
0
0
0
Persiapan Lahan
230.691
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Cangkul
100.000
100.000
100.000
100.000
0
0
0
0
0
0
0
2. Sabit
80.000
80.000
80.000
80.000
0
0
0
0
0
0
0
3. Garbu
90.000
90.000
90.000
90.000
0
0
0
0
0
0
0
Pemupukan tanaman
1.271.400
1.271.400
1.271.400
1.271.400
0
0
0
0
0
0
0
Penyemprotan tanaman
0
220.403
220.403
220.403
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PENGELUARAN
1.859.776
2.349.488
2.349.488
2.349.488
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
B. pengeluaran
Pengadaan Alat
23
24 24
Lampiran 7 Lanjutan cash flow hutan rakyat APBD daur 20 tahun Uraian 11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
A. pemasukan Panen Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.327.500.000
Panen Palawija
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PEMASUKAN
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.327.500.000
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
Bibit Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bibit Palawija
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Persiapan Lahan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Cangkul
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Sabit
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3. Garbu
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pemupukan tanaman
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Penyemprotan tanaman
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PENGELUARAN
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
87.685
B. pengeluaran
Pengadaan Alat
NPV = Rp. 97.546.135 BCR = 13,7 IRR = 39%
25 Lampiran 8 Cash flow hutan rakyat swadaya daur 20 tahun Tahun ke-
Uraian 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. pemasukan Panen Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Panen Palawija
0
3.518.833
3.518.833
3.518.833
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PEMASUKAN
0
3.518.833
3.518.833
3.518.833
0
0
0
0
0
0
0
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
Bibit Kayu Jati
442.500
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bibit Palawija
0
500.000
500.000
500.000
0
0
0
0
0
0
0
Persiapan Lahan
280.393
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Cangkul
100.000
100.000
100.000
100.000
0
0
0
0
0
0
0
2. Sabit
80.000
80.000
80.000
80.000
0
0
0
0
0
0
0
3. Garbu
90.000
90.000
90.000
90.000
0
0
0
0
0
0
0
Pemupukan tanaman
1.234.600
1.234.600
1.234.600
0
0
0
0
0
0
0
0
Penyemprotan tanaman
0
162.143
162.143
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PENGELUARAN
2.350.633
2.289.883
2.289.883
893.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
B. pengeluaran
Pengadaan Alat
25
26
26
Lampiran 9 Lanjutan cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun Uraian 11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
A. pemasukan Panen Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.327.500.000
Panen Palawija
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PEMASUKAN
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.327.500.000
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
Bibit Kayu Jati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bibit Palawija
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Persiapan Lahan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Cangkul
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Sabit
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3. Garbu
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pemupukan tanaman
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Penyemprotan tanaman
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL PENGELUARAN
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
123.140
B. pengeluaran
Pengadaan Alat
NPV = Rp. 97.506.797 BCR = 14,4 IRR = 33%
27 Lampiran 10 Dokumentasi penelitian
Hutan Rakyat Desa Sambi 2014.
Hutan Rakyat Desa Kadipiro 2014
Kayu tebangan hutan rakyat Desa Jetis
Dokumen-dokumen sertifikasi hutan rakyat
Kegiatan wawancara dengan petani hutan rakyat Desa Sambirejo
Kegiatan wawancara dengan petani hutan rakyat Desa Kadipiro
Sertifikat pengelolaan hutan lestari oleh LEI tahun 2009
Papan plang Kadipiro
Hutan
Rakyat
Desa
28
RIWAWAT HIDUP Penulis dengan nama lengkap Dian Iswahyudi Tri Hartono, dilahirkan di Sragen pada tanggal 9 Desember 1991 sebagai putra ketiga dari pasangan Edy Suhartono dan Ibu Sulasmi. Penulis melalui jenjang pendidikan mulai dari TK Pertiwi II Bendungan (1997-1998), SD Negeri Bendungan 1 (1998-2004), SMP Negeri 2 Sragen (2004-2007) dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sragen, yang kemudian lulus seleksi untuk masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Forest Management Student Club (FMSC) divisi PSDM periode (2012-2013), Organisasi Mahasiswa Daerah Sragen (OMDA PMSB) dan Team Basket Fakultas Kehutanan IPB. Beberapa penghargaan pernah diraih oleh di bidang non akademik selama perkuliahan diantaranya pernah menjadi juara 1 tim bola basket dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2013, Juara 1 tim bola basket dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI)tahun 2014 dan menjadi tim pelatih basket Fakultas Kehutanan IPB tahun 2014 awal hingga sekarang. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem (PPEH) Hutan di jalur Baturaden-Cilacap tahun 2012, Praktek Pengenalan Hutan (PPH) di Gunung Walat Sukabumi-Cianjur tahun 2013 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Indexim Utama, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah tahun 2014.