PEMETAAN POTENSI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN TEKNIK GIS DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014
ABDUL AZIZ MUZAKKI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Abdul Aziz Muzakki NIM E14100073
ABSTRAK ABDUL AZIZ MUZAKKI. Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014. Dibimbing oleh SRI RAHAJU. Peningkatan permintaan kayu menjadi peluang tumbuhnya potensi hutan rakyat. Guna mendukung pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan diperlukan ketersediaan data aktual. Penelitian ini mengidentifikasi potensi aktual hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen melalui teknik inventarisasi berbasis sistem infomasi geografis (GIS). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghitung, memetakan, dan menganalisis sebaran potensi hutan rakyat menggunakan citra Landsat 8 (OLI). Metode pengambilan data potensi tegakan dilakukan secara purpossive sampling, sedangkan klasifikasi tutupan lahan dan analisis sebaran luas hutan rakyat dilakukan melalui interpretasi visual. Hasil interpretasi visual citra Landsat 8 (OLI) menghasilkan 7 kelas tutupan lahan meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Hutan rakyat memiliki luas lahan sebesar 1307.08 ha dengan nilai potensi per hektar sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67 m3. Kata kunci: hutan rakyat, interpretasi visual, pemetaan, potensi tegakan, sistem informasi geografis
ABSTRACT ABDUL AZIZ MUZAKKI. Potential Mapping of Community Forests Using GIS Techniques in District Sambirejo Sragen 2014. Supervised by SRI RAHAJU. Increasing demand for timber into the potential growth opportunities of community forests. In order to support sustainable community forest management needed availability of actual data. This study identifies the actual potential of community forest in district Sambirejo, Sragen through inventory techniques based on geographic information system (GIS). The main purpose of this research is to calculate, mapping, and analyzing distribution of community forests potency using Landsat 8 (OLI). Methods of data collection of standing stock done by purpossive sampling, while the land cover classification and analysis of the distribution of forest area is done through visual interpretation. The result of the visual interpretation of Landsat 8 (OLI) produces 7 land cover classes include water bodies, state’s forest, community forests, urban land, grass, fields, and mines. The community forest has a land area of 1307.08 ha with standing stock per hectare of 58.34 m3/ha and standing stock total of 76 249.67 m3. Keywords: community forest, visual interpretation, mapping, standing stock, geographical information system
PEMETAAN POTENSI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN TEKNIK GIS DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014
ABDUL AZIZ MUZAKKI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah pemetaan, dengan judul Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen Tahun 2014. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Zaenal Arifin, S Pd I), Ibu (Siti Zumrotus Solichah), Adik-adik (M. Rofiqul Muhtar Fuaddzi dan Rizqi Maulana Syukri) serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Sri Rahaju, M Si selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi dalam proses penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ujang Suwarna, S Hut, M ScF atas bimbingan dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini, Bapak Dr Ir Yulius Hero, M Sc selaku ketua sidang dan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan, M S selaku dosen penguji dalam sidang komprehensif atas kritik, saran, nasehat, dan motivasi yang diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Edy Suhartono sekeluarga, Bapak Hardo, Bapak Hasan, dan Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen atas segala dukungan dan arahan saat melakukan penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Indri Setyawanti, S Hut; Dian Iswahyudi, S Hut; rekan satu bimbingan skripsi (Resi Roisah H, S Hut dan Riyma Maysa, S Hut), Cahya Faisal Reza, S Hut, keluarga Manajemen Hutan 47, dan para member of Hikari serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015 Abdul Aziz Muzakki
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Bahan
2
Alat
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi
7 7
Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Sambirejo
10
Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo
11
Perbandingan Potensi Hutan Rakyat Swadaya dan Subsidi
15
Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat
18
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Karakteristik band Citra Landsat 8 Distribusi plot contoh pada masing-masing areal Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2007 Tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 Rata-rata potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur dan kelas diameter di Kecamatan Sambirejo 6 Potensi hutan rakyat pada tiap desa
3 6 9 11 13 19
DAFTAR GAMBAR 1 Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8 komposit pada lokasi penelitian 2 Lokasi penelitian 3 Peta tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 4 Kurva struktur tegakan jati di Kecamatan Sambirejo 5 Perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi 6 Peta sebaran hutan rakyat Kecamatan Sambirejo
5 8 10 14 16 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur pada setiap desa di Kecamatan Sambirejo 2 Rekapitulasi luas kelas tutupan hutan dan lahan tiap desa di Kecamatan Sambirejo 3 Klasifikasi tutupan hutan dan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2014 4 Dokumentasi kegiatan penelitian
21 22 23 26
PENDAHULUAN Latar Belakang Dinamika pengelolaan hutan di Indonesia terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebelum Indonesia merdeka pengelolaan hutan cenderung menjadi monopoli para penguasa kolonial, setelah sekian tahun Indonesia merdeka pengelolaan hutan bukan lagi menjadi hak mutlak penguasa. Hal ini ditandai dengan munculnya peraturan tentang otonomi daerah yang mempertegas kewenangan daerah (kabupaten/kota) untuk mengelola hutannya sendiri. Sejalan dengan otonomi daerah maka diciptakan program pengelolaan hutan bersama masyarakat yang memiliki tujuan utama meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pendayagunaan hasil hutan. Munculnya pengelolaan hutan berbasis masyarakat mendorong berkembangnya hutan rakyat khususnya di Pulau Jawa. Hutan rakyat mulai dikenal secara luas khususnya di Pulau Jawa, setelah dilaksanakan proyek penghijauan yang bersumber dari dana APBN dan Inpres pada tahun 1975/1976 (Zain 1998). Awal pembangunan hutan rakyat lebih diarahkan untuk memperbaiki lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan dan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Seiring perkembangannya, dinamika hutan rakyat menunjukkan progress yang positif. Permintaan kayu yang cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan beban yang harus ditanggung hutan alam dan hutan tanaman industri juga bertambah. Namun tidak demikian bagi hutan rakyat, hal tersebut justru menjadi peluang untuk tumbuh kembangnya pengusahaan hutan rakyat. Data statistik kehutanan tahun 2011 menyatakan luas realisasi rehabilitasi lahan pada hutan rakyat terus mengalami peningkatan dari semula 127 532 ha pada tahun 2007 menjadi sebesar 403 741 ha pada tahun 2011. Kontribusi hutan rakyat dalam produksi kayu bulat nasional mencapai 2 828 037 m3 atau sekitar 5.96% dari total produksi nasional pada tahun 2011. Jumlah tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan pasokan kayu dari hutan alam yang hanya mencapai 10.72%, padahal luas hutan alam sangat besar. Potensi hutan rakyat sebagai salah satu pemasok kebutuhan kayu nasional tentu akan mengurangi beban hutan alam dan secara tidak langsung turut menjaga kelestarian hutan alam. Kecamatan Sambirejo merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah kelola hutan rakyat oleh Kelompok Tani Wana Rejo Asri. Kelompok Tani Wana Rejo Asri merupakan salah satu unit manajemen hutan rakyat yang telah tersertifikasi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sejak tahun 2009. Pengelolaan hutan yang berkelanjutan akan menentukan keberhasilan upaya peningkatan potensi hasil hutan pada hutan rakyat. Untuk mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan diperlukan rencana strategi pengelolaan yang didukung dengan ketersediaan data potensi aktual mengenai kondisi hutan rakyat tersebut. Data potensi dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi potensi hutan rakyat, namun akan memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar jika dilakukan secara sensus. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan kegiatan sampling dan penggunaan teknologi penginderaan jauh dari sistem
2 informasi geografis agar dapat mengidentifikasi kondisi fisik hutan rakyat secara cepat, akurat, efisien, dan meliputi cakupan yang luas serta dengan biaya yang relatif murah. Guna menunjang pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan perlu dilakukan penelitian terkait pemetaan potensi hutan rakyat berbasis sistem informasi geografis di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan dan memperoleh informasi aktual terkait potensi dan sebaran luas lahan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen menggunakan teknik GIS, kemudian menghitung dan menganalisis data potensi yang terdapat pada hutan rakyat tersebut.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sebaran potensi hutan rakyat tersertifikasi swadaya dan hutan rakyat tersertifikasi subsidi kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen dan Kelompok Tani Wana Rejo Asri agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan potensi hutan rakyat maupun dalam hal penggunaan lahan, di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah prapengolahan citra yang dilaksanakan di laboratorium remote sensing dan GIS, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2014. Tahap kedua yaitu pengambilan data lapangan yang dilaksanakan di hutan rakyat Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014. Tahap ketiga adalah pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September sampai dengan November 2014.
Bahan Bahan yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengukuran dan observasi langsung di lapangan. Data primer yang berhasil diperoleh meliputi jenis pohon, diameter pohon setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jumlah pohon (N), koordinat titik pusat plot, dan dokumentasi tutupan lahan di lokasi penelitian serta data Citra Landsat 8 wilayah Kecamatan Sambirejo (Path/Row 119/65) tanggal perekaman 24 September 2014. Data sekunder yang digunakan meliputi informasi mengenai
3 keadaan umum lokasi penelitian, data rekapitulasi hasil inventarisasi hutan rakyat tahun 2009, dan data vektor digital berupa peta batas administrasi Kabupaten Sragen (batas desa dan kecamatan), peta jaringan jalan dan peta jaringan sungai Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Global Positioning System (GPS), Suunto klinometer, kalkulator, pita ukur, kamera digital, alat tulis, tally sheet, dan seperangkat laptop yang dilengkapi dengan software ERDAS Imagine 9.1, ArcGis 9.3, Microsoft Excel 2010, dan Microsoft Word 2010.
Prosedur Analisis Data Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi pengumpulan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian dan data sekunder seperti data Citra Landsat 8 (OLI), peta batas administrasi dan peta jaringan jalan serta jaringan sungai Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Pra-Pengolahan Citra Pra-pengolahan citra merupakan langkah awal sebelum dilakukan pengolahan citra lebih lanjut. Pada tahapan ini terdiri proses Layer Stack, Rektifikasi, Pansharpening, dan Subset Image. 1.
Layer Stack Proses layer stack merupakan proses penggabungan beberapa band pada citra sehingga terbentuk band citra komposit. Tabel 1 menyajikan karakteristik setiap band pada landsat 8. Tabel 1 Karakteristik band Citra Landsat 8 Panjang gelombang Saluran band (μm) Band 1 – Coastal Aerosol 0.43 – 0.45 Band 2 – Blue 0.45 – 0.51 Band 3 – Green 0.53 – 0.59 Band 4 – Red 0.64 – 0.67 Band 5 – Near Infrared (NIR) 0.85 – 0.88 Band 6 – SWIR 1 1.57 – 1.65 Band 7 – SWIR 2 2.11 – 2.29 Band 8 – Panchromatic 0.50 – 0.68 Band 9 – Cirrus 1.36 – 1.38 Band 10 – Thermal Infrared (TIRS) 1 10.6 – 11.19 Band 11 – Thermal Infrared (TIRS) 2 11.5 – 12.51 Sumber : USGS (2013)
Resolusi spasial (m) 30 30 30 30 30 30 30 15 30 100 100
4 Citra landsat 8 (OLI) memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal terse ut kanal an 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS itra komposit merupakan ga ungan ari an 7 dan band 9. Citra komposit yang telah terbentuk merupakan citra yang telah dikonversi format datanya dari format TIFF menjadi img. Rektifikasi Rektifikasi atau koreksi geometris diperlukan untuk membetulkan kesalahan pada citra yang terjadi pada saat perekaman. Purwadhi (2001) menyatakan tujuan koreksi geometris adalah melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis. Rektifikasi adalah suatu proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi nilai data untuk pikselpiksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya (Jaya 2010). Citra Landsat 8 telah mengalami orthorektifikasi Level 1T-precision atau sudah direktifikasi dengan data Digital Elevation Model (DEM) dari Global Land Surveys 2000 sehingga dalam pada tahapan ini hanya dilakukan reproject citra untuk mendefinisikan sistem proyeksi citra menjadi Universal Transverse Mercator (UTM) zona 49S dengan menggunakan datum World Geographic System 84 (WGS 84). 2.
3.
Pansharpening Pansharpening merupakan bagian dari penajaman spasial citra (spasial enhancement). Penelitian ini menggunakan metode analisis visual citra (digitasi on screen). Pada proses pansharpening dilakukan penggabungan resolusi (resolution merge) spasial band-band (band 7, dan 9) pada citra komposit (30mx30m) dengan resolusi spasial pada band 8 (15mx15m). Hal ini bertujuan untuk memperjelas perbedaaan yang ditunjukkan oleh elemen penafsiran citra. 4.
Subset Image Subset image merupakan proses pemotongan citra sesuai dengan batas administrasi lokasi penelitian. Pada penelitian ini pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan peta batas administrasi Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Penafsiran Visual Citra Pada tahapan ini dilakukan penafsiran citra berdasarkan kenampakan visual yang ditunjukkan citra (digitasi on screen). Penafsiran visual citra bertujuan untuk mengklasifikasikan tutupan lahan yang ada di Kecamatan Sambirejo. Klasifikasi dilakukan berdasarkan perbedaan yang ditunjukkan oleh elemen penafsiran citra seperti warna (tone), bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, dan asosiasi. Klasifikasi tutupan lahan yang diperoleh adalah areal hutan dan areal tidak berhutan (sawah, lahan terbangun, badan air, dan tambang).
5 Peletakan Plot Contoh dan Pengambilan Data Lapangan Plot contoh diletakkan pada dua areal yaitu areal hutan dan areal non hutan yang menyebar di setiap desa di Kecamatan Sambirejo. Penentuan sebaran plot contoh areal hutan memperhatikan luas hutan yang ada di setiap desa. Penentuan jumlah plot contoh dilakukan secara purpossive sampling dengan mempertimbangkan aksesibilitas (keterjangkauan areal) dan keterwakilan areal. Sebaran plot contoh dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8 komposit pada lokasi penelitian Pengambilan data lapangan dilakukan dengan membuat plot berbentuk lingkaran dengan panjang jari-jari 17.8 m dan luas plot 0.1 ha. Plot tersebut khususnya digunakan untuk pengambilan data potensi hutan rakyat. Data yang diambil meliputi koordinat titik pusat plot contoh, jenis pohon, diameter pohon setinggi dada (Dbh), tinggi pohon bebas cabang (Tbc), dan dokumentasi terkait kondisi lapang di dalam atau sekitar plot contoh. Jumlah plot contoh total sebanyak 53 plot dengan rincian 30 plot pada areal hutan dan 23 plot pada areal non-hutan. Distribusi plot contoh disajikan pada Tabel 2.
6 Tabel 2 Distribusi plot contoh pada masing-masing desa Nama desa Sambirejo Sambi Jambeyan Kadipiro Sukorejo Jetis Musuk Dawung Blimbing Jumlah
Sumber pendanaan hutan Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Swadaya Swadaya Swadaya -
Jumlah plot contoh 9 7 8 7 3 4 7 6 2 53
Pendugaan Potensi Tegakan Hutan Rakyat Pendugaan potensi hutan rakyat dihitung berdasarkan data primer hasil pengukuran dimensi pohon di lapangan. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung parameter-parameter tegakan untuk memperoleh volume pohon. Persamaan yang digunakan untuk menduga potensi tegakan adalah sebagai berikut. 1.
Volume tegakan per hektar i
h
t
f
n
∑ i
tegakan plot
i
tegakan plot l
tegakan ha Keterangan:
Vi
= Volume pohon ke-i (m³) = Konstanta (3,14) dbh = Diameter pohon setinggi dada (m) tbc = Tinggi bebas cabang pohon (m) f = Faktor angka bentuk (0,759) l = Luas plot contoh (0,1 ha) tegakan plot = Volume tegakan per plot (m3/plot)
2.
Rata-rata potensi tegakan (populasi) Rata-rata (mean) potensi tegakan ӯ) iperoleh engan ara membagi jumlah seluruh potensi tegakan per plot ∑ni i ) dengan jumlah seluruh plot ukur (n). Dalam hal ini rata-rata populasi diduga dari rata-rata contoh. ӯ
∑ni
i n
7 3. Ragam populasi Ragam populasi (σ2) diduga dari ragam contoh ( contoh sebagai berikut. =
∑
(∑
). Adapun rumus ragam
)
Ragam rata-rata contoh ( ):
ӯ
( )
n
(
n
)
ӯ
n
(
n
)
adalah factor koreksi populasi (N) terbatas (fpc : finite
population corrector) yang umumnya diabaikan apabila
.
4. Simpangan baku rata-rata contoh Simpangan baku rata-rata contoh ( ) merupakan akar kuadrat dari ragam rata-rata contoh ( ). n √ ( ) ӯ √ ӯ ӯ √n 5. Selang kepercayaan (1-α)100% bagi nilai tengah atau rata-rata populasi Selang kepercayaan bagi rata-rata populasi ( ) dihitung menggunakan nilai tstudent untuk tingkat kepercayaan 95% (t = 1.96). ӯ (tα⁄ (n
)
ӯ)
6. Penduga total populasi (Ŷ) Ŷ
ӯ
7. Kesalahan sampling (sampling error, SE) tα⁄ (n
)
ӯ
ӯ
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Letak Geografis Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4843 ha atau sekitar 5.14% dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen (94 155 ha). Berdasarkan letak geografis, wilayah Kecamatan Sambirejo
8 era a pa a titik koor inat 7º 7’ ” 7º ’ ” L an º4’ ” º ’ ” BT Secara administratif, Kecamatan Sambirejo memiliki 9 desa yang terdiri atas 157 dukuh. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Gondang dan bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Kedawung, sedangkan bagian selatan dan timur secara beturut-turut berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Provinsi Jawa Timur (BPS Kabupaten Sragen 2014). Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Lokasi penelitian Iklim dan Topografi Keadaan topografi Kecamatan Sambirejo memiliki ketinggian tempat 109 191 mdpl. Kondisi topografi tersebut menyebabkan kecamatan Sambirejo memiliki temperatur sedang engan suhu rata-rata se esar º 7º dan curah hujan rata-rata sebesar 2521 mm per tahun serta jumlah hari hujan sebesar 94 hari per tahun (BPS Kabupaten Sragen 2014). Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo pada tahun 2013 didominasi oleh lahan sawah sebesar 1489.49 ha (23,54%). Secara umum pola penggunaan lahan tersebut meliputi sawah, tegal, pekarangan, dan lain-lain. Sawah dibedakan menjadi sawah teknis, sawah setengah teknis, dan sawah tadah hujan. Sementara lahan tipe hutan yang merupakan hutan rakyat terdistribusi pada lahan tegal dan pekarangan dengan total luas hutan rakyat sebesar 1307.08 ha. Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo secara rinci tersaji dalam Tabel 3.
9 Tabel 3 Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2013 Jenis penggunaan lahan Sawah irigasi teknis Sawah irigasi setengah teknis Sawah irigasi sederhana Sawah tadah hujan Bangunan Tegal/kebun Padang rumput Tambak/kolam Hutan Negara Perkebunan Negara/swasta Lain-lain
Luas (ha) 598.75 501.53 349.59 39.62 1430.57 922.54 1.50 2.50 155.00 370.00 470.91
Sumber: BPS Kabupaten Sragen 2014
Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Masyarakat di Kecamatan Sambirejo sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat terdiri dari dua jenis yaitu pertanian sawah atau tanaman semusim dan pertanian kayu atau hutan rakyat. Tanaman yang dibudidayakan oleh petani sawah merupakan tanaman semusim seperti palawija dan padi. Petani hutan membudidayakan jenis tanaman jati (Tectona grandis), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia mahagoni), akasia (Acacia mangium), gmelina (Gmelina arborea) dan beberapa jenis tanaman buah. Tanaman jati merupakan jenis paling dominan dengan persentase rata-rata sebesar 87.16% dari total tanaman per hektar. Selain jenis jati, persentase rata-rata tanaman yang tumbuh kurang dari 10% per hektar. Tanaman seperti sengon, mahoni, akasia, dan gmelina secara berturut-turut memiliki persentase tumbuh per hektar sebesar 6.42%, 5.25%, 0.7%, dan 0.47%. Hasil dari pertanian sawah digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari, sedangkan hasil dari pertanian kayu cenderung digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat eventual seperti membuat rumah baru, menyelenggarakan hajatan, menyekolahkan anak, dan sebagainya. Selain bertani, masyarakat juga beternak ayam, kambing, atau sapi. Hasil peternakan tersebut juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perkembangan profesi masyarakat turut mendorong perkembangan kelembagaan yang ada di masyarakat. Para petani baik petani sawah maupun petani hutan terdaftar dalam keanggotaan organisasi kelompok tani. Khusus petani hutan memiliki lembaga Wana Rejo Asri (WARAS). WARAS merupakan perkumpulan kelompok tani hutan lestari yang sudah memperoleh sertifikasi hutan rakyat dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sejak tahun 2009. Fungsi utama dari WARAS adalah sebagai wadah bagi aspirasi petani sekaligus menjadi akses penghubung terhadap implementasi kebijakan pemerintah terkait hutan rakyat.
10 Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Sambirejo Data penutupan lahan merupakan bagian dari sistem informasi kehutanan, data tersebut merupakan bahan pendukung dalam penyusunan informasi kehutanan. Data kondisi penutupan lahan harus selalu diperbaharui secara periodik untuk memantau perubahan penutupan lahan secara kontinyu, agar dapat memberikan masukan yang tepat dalam pengelolaan hutan Indonesia (BAPLAN 2008). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini sekaligus mencoba memberikan informasi penutupan lahan di Kecamatan Sambirejo. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan berdasarkan data Citra Landsat 8 dan interpretasi citra dilakukan secara visual (digitizing on screen). Klasifikasi tutupan lahan umumnya merujuk pada kriteria tutupan hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Klasifikasi tersebut terdiri dari 23 kelas penutupan hutan dan lahan. Hasil klasifikasi tutupan hutan dan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 merupakan hasil modifikasi yang merujuk pada peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011. Berdasarkan klasifikasi tutupan lahan BAPLAN tahun 2011, Kecamatan Sambirejo memiliki lima kelas tutupan lahan meliputi hutan tanaman, perkebunan, pemukiman, sawah, dan pertanian lahan kering. Kelas tutupan hutan dan lahan tersebut didominasi oleh tutupan lahan pertanian lahan kering. Gambar 3 merupakan peta kelas tutupan lahan berdasarkan Citra Landsat 8 (OLI) yang memiliki 7 kelas tutupan lahan.
Gambar 3 Peta tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014
11 Klasifikasi tutupan lahan hasil interpretasi Citra Landsat 8 (OLI) tahun 2014 berbeda dengan klasifikasi tutupan lahan oleh BAPLAN tahun 2011. Hal ini disebabkan pada penelitian ini klasifikasi tutupan lahan dititikberatkan pada hutan rakyat yang ada di areal penelitian. Hasil overlay Citra Landsat 8 (OLI) dengan peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011 menunjukkan bahwa hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo (peta tutupan lahan tahun 2014) mayoritas berada pada kelas pertanian lahan kering (peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011). Gambar 3 menyatakan sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo pada tahun 2014. Kelas tutupan lahan tahun 2014 meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Data luasan tiap kelas tutupan lahan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 Tutupan lahan Badan air Hutan negara Hutan rakyat Lahan terbangun Rumput Sawah Tambang Jumlah
Luas (ha)
Presentase (%)
45.96 312.27 1307.08 1440.23 4.89 1721.99 10.59
0.95 6.45 26.99 29.74 0.10 35.56 0.22 100.00
4843.00
Tabel 4 menunjukkan lahan sawah mendominasi dengan luas lahan mencapai 1721.99 ha atau 35.56% dari luas total lahan di Kecamatan Sambirejo. Sementara luas hutan rakyat (hutan rakyat tegalan dan pekarangan) adalah sebesar 1307.08 ha atau sebesar 26.99% dari luas total lahan yang ada di Kecamatan Sambirejo. Kondisi tutupan lahan tersebut menunjukkan bahwa hutan rakyat belum menjadi pencaharian utama bagi mayoritas masyarakat Kecamatan Sambirejo.
Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menjelaskan bahwa berdasarkan kepemilikan, hutan di Indonesia dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu hutan negara dan hutan hak. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan hak yang dibebani hak atas tanah lazim disebut hutan rakyat. Menurut Hardjanto (1990) dalam Fakultas Kehutanan (2000), hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Hutan rakyat ini di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total seluruh hutan, ini tetap penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber penghasil kayu maupun sumber pendapatan rumah tangga, disamping hasil-hasil lain seperti buah-buahan, daun, kulit kayu, biji dan sebagainya.
12 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.03/MenhutV/2004 telah mengatur ketentuan luasan dan presentase tutupan tajuk pada hutan rakyat. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan negara dengan ketentuan luas minimum sekitar 0.25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Tujuan dibangun hutan rakyat adalah sebagai upaya rehabilitasi lahan dan meningkatkan produktivitas lahan melalui hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu, serta memberikan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Potensi hutan rakyat yang terdapat di Kecamatan Sambirejo tersebar hampir di setiap desa. Desa Blimbing merupakan satu-satunya desa yang tidak memiliki lahan hutan rakyat karena fokus pada sektor pertanian. Hutan rakyat yang tersebar di delapan desa lainnya merupakan lahan milik yang didalamnya ditanami berbagai tanaman pertanian dan kehutanan secara tumpangsari. Berdasarkan tempat tumbuhnya, hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo terdiri atas dua tipe hutan rakyat yaitu hutan rakyat pekarangan dan hutan rakyat tegalan. Potensi Tegakan Jati Tegakan jati di Kecamatan Sambirejo mayoritas merupakan hasil dari program pemerintah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang bertujuan untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2003 dalam Aryadi 2012 ). Program GERHAN yang ada di Kecamatan Sambirejo dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004. Hutan rakyat yang tersebar di delapan desa dibangun dari subsidi GERHAN, kecuali Desa Jetis, Musuk, dan Dawung yang hutan rakyatnya dibangun secara kombinasi swadaya dan subsidi. Kelima desa lainnya yaitu Sambirejo, Sambi, Jambeyan, Kadipiro, dan Sukorejo memiliki hutan rakyat hasil program GERHAN. Potensi tegakan jati rata-rata per hektar sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67 m3 dengan selang rata-rata potensi tegakan jati berada diantara 49.01 m3/ha hingga 67.66 m3/ha. Hasil analisis tersebut mengandung kesalahan penarikan contoh (sampling error) sebesar 15.99%, artinya hasil tersebut memiliki ketelitian sebesar 84,01% dalam menduga potensi tegakan jati yang ada di Kecamatan Sambirejo. Menurut Sutarahardja (1999) kesalahan penarikan contoh dalam kegiatan sampling masih dianggap tepat dalam pendugaan bila tidak lebih dari 20%. Nilai sampling error dari hasil analisis potensi tegakan jati di Kecamatan Sambirejo masih dianggap tepat karena memiliki nilai sebesar 15.99%. Simon (2000) menjelaskan bahwa bias dari sampling dapat timbul bila beberapa bagian populasi yang diambil sebagai contoh tidak dimasukkan dalam perhitungan, misalnya karena jatuh di tempat yang sulit dijangkau dan secara sistematis lalu diganti dengan unit-unit yang lebih mudah dijangkau. Begitu juga pada penelitian ini dijumpai titik pengamatan yang sulit
13 dijangkau sehingga dilakukan penggantian titik pengamatan pada lokasi lain yang lebih mudah dijangkau. Potensi Tegakan Jati berdasarkan Kelas Umur dan Kelas Diameter Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan mayoritas tegakan jati di Kecamatan Sambirejo berada pada kelas umur I dan kelas umur II. Pengolahan data primer juga menunjukkan hal yang sama yaitu jumlah pohon per hektar paling banyak ditunjukkan pada kelas umur I dan kelas umur II. Tabel 5 menyajikan nilai rata-rata potensi tegakan pada setiap kelas umur dan kelas diameter secara lengkap. Tabel 5 Rata-rata potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur dan kelas diameter di Kecamatan Sambirejo Kelas Umur I II III IV V
Kelas Diameter (cm)
Volume/pohon (m3/pohon)
Volume/plot (m3/plot)
Volume/ha (m3/ha)
≤ 11 - 20 11 - 20 21 - 30 21 - 30 31 - 40 31 - 40 41 - 50 41 - 50 >50
0.02 0.07 0.11 0.24 0.37 0.47 0.78 0.72 0.80 1.03
0.49 1.66 1.97 1.02 0.01 0.05 0.16 0.02 0.03 0.03
4.94 16.60 19.68 10.17 0.12 0.47 1.55 0.24 0.27 0.34
Tabel 5 menunjukkan bahwa setiap kelas umur terdiri atas dua kelas diameter ang er e a elas umur erisi tegakan pa a kelas iameter ≤ m an m elas iameter ≤ m memiliki nilai potensi rata-rata tiap pohon 0.02 m3/pohon dan potensi per hektar sebesar 4.94 m3/ha. elas iameter cm memiliki potensi sebesar 0.07 m3/pohon dan 16.60 m3/ha. Kelas umur I merupakan tegakan dengan umur kurang dari atau sama dengan 10 tahun. Mengingat program Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GERHAN) dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004 maka dapat dikatakan tegakan pada kelas umur I merupakan hasil program GERHAN maupun penanaman pasca GERHAN dengan potensi sebesar 21.54 m3/ha. elas umur juga ter iri ari ua kelas iameter aitu kelas iameter 2 m an kelas iameter m elas iameter m ang juga terdapat pada kelas umur I, memiliki potensi rata-rata per pohon sebesar 0.11 m3/pohon dan potensi per hektar sebesar 19.68 m3/ha. Potensi tegakan pada kelas diameter m a alah 0.24 m3/pohon atau sebesar 10.17 m3/ha. Jadi nilai total potensi pada kelas umur II adalah sebesar 29.85 m3/ha. Kelas umur II memiliki potensi paling besar dibandingkan dengan kelas umur lainnya. Tegakan yang ada dalam kelas umur II sebagian merupakan hasil program GERHAN penanaman tahun 2003, sedangkan sisanya adalah hasil penanaman sebelum adanya GERHAN.
14 Potensi pada kelas umur III, IV, dan V yang notabene tegakan sebelum GERHAN, memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan nilai potensi pada kelas umur I dan II. Penurunan drastis terjadi mulai dari kelas umur III yang hanya memiliki potensi total sebesar 0.59 m3/ha. Peningkatan sempat terjadi pada kelas umur IV dengan nilai potensi total sebesar 1.79 m3/ha, namun kembali menurun pada kelas umur V dengan nilai potensi total sebesar 0.61 m3/ha. Dominasi yang ditunjukkan kelas umur I dan II tidak lepas dari keberadaan program GERHAN. Adanya program tersebut telah membuat masyarakat melakukan penanaman dalam jumlah cukup besar secara serentak. Sebagai contoh, untuk Desa Sukorejo saja memperoleh bantuan bibit dan paket penanaman serta pemeliharaan untuk lahan 50 ha dengan bantuan bibit sebanyak 12 000 tanaman (PERSEPSI 2009). Hal tersebut berimplikasi pada besarnya standing stock yang ada pada saat ini, terlebih lagi kegiatan penebangan juga belum dilakukan. Penurunan standing stock pada kelas umur III dan V, serta peningkatan standing stock pada kelas umur IV dipengaruhi oleh kegiatan penebangan dan penjarangan yang dilakukan oleh petani secara fluktuatif. Data sekunder menunjukkan dalam rentang tahun 2004 2008 telah dilakukan penebangan terhadap 12 969 pohon atau 2439.91 m3 pa a pohon erumur tahun (PERSEPSI 2009). Sejalan dengan kondisi potensi volume tegakan per hektar, kondisi rata-rata jumlah pohon per hektar juga menggambarkan hal yang serupa. Rata-rata jumlah pohon per hektar dapat menggambarkan kondisi kerapatan tegakan yang ada pada satu hektar lahan. Kerapatan tegakan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tegakan, baik pertumbuhan tinggi maupun diameter. Rata-rata jumlah pohon per hektar pada setiap kelas diameter tersaji dalam Gambar 4. 450,00 Rata-rata jumlah pohon per hektar (pohon/ha)
402,67 400,00 350,00
296,67
300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 43,33
50,00
3,00
0,67
0,33
31 - 40
41 - 50
>50
0,00 ≤
11 - 20
21 - 30
Kelas diameter (cm)
Gambar 4 Kurva struktur tegakan jati di Kecamatan Sambirejo
15 Gambar 4 merepresentasikan struktur tegakan jati yang ada di Kecamatan Sambirejo. Berdasarkan kurva struktur tegakan tersebut potensi terbesar terdapat pada kelas diameter 11 20 cm dengan rata-rata jumlah pohon per hektar adalah 402.67 pohon/ha. Potensi terkecil terdapat pada kelas diameter >50 cm dengan rata-rata jumlah pohon per hektar sebesar 0.33 pohon/ha. Nilai potensi rata-rata jumlah pohon per hektar pada kelas diameter >50 cm dapat kurang dari satu karena ketersebarannya tidak merata pada setiap plot pengamatan, atau dengan kata lain hanya dijumpai pada beberapa plot tertentu saja. Hubungan antara jumlah pohon per hektar dengan kelas diameter yang ditunjukkan kurva struktur tegakan tersebut secara keseluruhan adalah berbanding terbalik. Semakin bertambah kelas diameter maka semakin berkurang jumlah pohon per hektar. Peningkatan jumlah pohon per hektar hanya terjadi dari kelas pan ang ≤ m) ke kelas diameter 11 20 cm. Peningkatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berimplikasi pada presentase hidup tegakan pa a kelas iameter ≤ m Menurut Indriyanto (2008), faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman mencakup faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik dapat berupa organisme hidup seperti organisme mikro patogen, organisme parasit, serangga dan binatang besar lainnya bahkan tumbuhan liar seperti gulma. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan yang banyak ditemui hama ulat maupun jamur pada tegakan muda, sedangkan terkait gulma, banyak petani yang tidak melakukan penyiangan tanaman sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Faktor abiotik meliputi semua komponen lingkungan seperti kondisi iklim dan kesuburan tanah. Penurunan drastis jumlah tegakan per hektar terjadi antara kelas diameter 11 20 cm dan 21 30 cm. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4 dimana penurunan jumlah pohon per hektar terjadi dari 402.67 pohon/ha pa a kelas iameter m menja i 4 pohon ha pa a kelas iameter m. Hasil tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) yaitu rata-rata tanaman yang ditebang adalah tanaman yang memiliki diameter 21 30 cm. Jadi penurunan tersebut dipengaruhi oleh sistem tebang butuh yang dilakukan petani atau pemilik lahan. Desakan ekonomi ditambah nilai jual kayu jati yang cukup tinggi membuat petani mengambil keputusan untuk menebang. Menurut Fakultas Kehutanan (2000), desakan ekonomi tersebut diantaranya kebutuhan biaya sekolah, perbaikan rumah, biaya tanam, biaya untuk hari raya, dan konsumsi. Sistem tebang butuh bukan satu-satunya penyebab penurunan jumlah pohon per hektar. Kegiatan penjarangan yang dilakukan oleh petani juga turut mempengaruhi penurunan tersebut. Menurut Sumarna 2011, penjarangan dilakukan pada pohon-pohon yang kurang baik pertumbuhannya. Pohon tersebut jika dibiarkan tetap tumbuh tidak akan memenuhi kriteria menguntungkan terhadap produksi dan kualitas kayu, sehingga kemudian ditandai dan ditetapkan untuk ditebang.
Perbandingan Potensi Hutan Rakyat Swadaya dan Subsidi Ditinjau dari pola pembangunan dan pengembangannya hutan rakyat di kecamatan Sambirejo dikatagorikan dalam dua jenis hutan rakyat, yaitu pola hutan rakyat swadaya dan subsidi. Menurut Aryadi (2000), pola swadaya merupakan
16 hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Pola subsidi yaitu hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Hutan rakyat subsidi yang ada di Kecamatan Sambirejo merupakan hasil bantuan program GERHAN yang dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004. Sasaran program GERHAN di Kecamatan Sambirejo meliputi Desa Sambirejo, Sambi, Kadipiro, Jambeyan, dan Sukorejo. Desa Jetis, Musuk, dan Dawung dapat dikategorikan sebagai desa swadaya. Ketiga desa swadaya ini sebenarnya juga turut menjadi sasaran program GERHAN, akan tetapi jumlah petani yang mengikuti program GERHAN dari ketiga desa tersebut sangatlah minim. Hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) menunjukkan bahwa dari 15 responden yang menyebar pada ketiga desa tersebut, semuanya mengaku tidak mengikuti program GERHAN. Para responden beralasan sudah pernah menanam jenis yang sama dengan bibit bantuan GERHAN yaitu jati. 30,00
28.49 27.11
25,00
23.47
Potensi (m3/ha)
20.94
20,00 15,00
Swadaya Subsidi
10,00 5,00 0.00
0.94
1.71 1.67
0.86 0.32
0,00 I
II
III Kelas Umur
IV
V
Gambar 5 Perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi Gambar 5 menunjukkan perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi pada masing-masing kelas umur. Pada KU I terlihat potensi tegakan jati pada hutan rakyat subsidi lebih tinggi yaitu sebesar 23.47 m3/ha dibandingkan dengan hutan rakyat swadaya sebesar 20.94 m3/ha. Hal ini salah satunya dapat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas bibit yang ditanam. Hutan rakyat swadaya cenderung memperoleh bibit dari trubusan atau anakan alam yang tidak selalu tersedia dan tidak diketahui kualitas pohon induknya. Hutan rakyat subsidi memperoleh bibit dari pemerintah yang umumnya berasal dari benih unggul yang telah memperoleh perlakuan. Oleh karena itu harapan hidup bibit yang digunakan pada hutan rakyat subsidi akan cenderung lebih tinggi daripada bibit yang berasal dari anakan alam.
17 KU I berisi tegakan hasil program GERHAN penanaman tahun 2004 dan tegakan pasca GERHAN yang ditanam setelah tahun 2004. Hasil penanaman pasca GERHAN menggambarkan bagaimana kesadaran masyarakat untuk membangun hutan setelah adanya program GERHAN. Hasil perhitungan menunjukkan kesadaran masyarakat pada hutan rakyat subsidi lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pada hutan rakyat swadaya. Kondisi ini dapat dimaklumi mengingat kesadaran masyarakat pada hutan rakyat swadaya memang sudah terlatih sebelum adanya program GERHAN. Awang (2003) dalam Aryadi (2012) mengatakan bahwa ada banyak bukti hutan rakyat terbentuk tanpa program pemerintah, namun juga tidak dipungkiri adanya program penghijauan semakin memacu munculnya hutan rakyat di desa-desa. Potensi tegakan jati KU II pada hutan rakyat subsidi sebesar 28.49 m3/ha. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan potensi tegakan jati pada hutan rakyat swadaya yang hanya sebesar 27.11 m3/ha. Seperti halnya pada KU I, ketersediaan dan kualitas bibit berpengaruh terhadap besarnya potensi tegakan. Selain itu juga dipengaruhi kegiatan pemupukan dan penjarangan yang dilakukan oleh petani hutan rakyat. Hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) menyebutkan bahwa pada awal pembangunan hutan rakyat subsidi, para petani memperoleh bantuan pupuk dan pestisida yang digunakan untuk pemeliharaan. Selain itu pola tanam agroforestri yang digunakan membuat petani secara periodik melakukan pemupukan terhadap tanaman agroforestri sehingga perlakuan pemeliharaan jati telah dilakukan secara tidak langsung. Pada hutan rakyat swadaya khususnya dengan pola tanam monokultur, kegiatan pemeliharaan hanya dilakukan oleh beberapa petani saja dan waktu pelaksanaan hanya pada tahun pertama hingga tahun ketiga setelah penanaman. Kegiatan pemeliharaan yang jarang dilakukan menyebabkan tegakan jati kurang tumbuh optimal sehingga potensinya juga rendah. Tegakan jati pada KU III, IV, dan V merupakan hasil penanaman sebelum adanya program GERHAN. Hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada Gambar 5 menyatakan bahwa pada plot yang diamati tidak ditemukan tegakan jati KU III pada hutan rakyat swadaya. Hal ini sangat dimungkinkan disebabkan oleh kegiatan penebangan yang dilakukan petani atau pemilik lahan. Penelitian Hartono (2014) menunjukkan bahwa petani hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo cenderung menebang pada umur 10 tahun dan 20 tahun (KU I dan KU II). Implikasi dari penebangan tersebut adalah pengurangan standing stock secara drastis pada kelas umur selanjutnya. Apabila dilihat dari kelas umur dominan yaitu KU I dan KU II, baik hutan rakyat swadaya maupun subsidi memiliki potensi yang tergolong rendah. Berdasarkan tabel kelas bonita tanaman jati Perhutani dalam Sumarna (2011), menyebutkan bahwa pada kelas bonita I produksi jati umur 10 tahun dan 15 tahun masing-masing adalah sebesar 35 m3/ha dan 72 m3/ha. Kelas bonita I adalah kelas kualitas tempat tumbuh paling rendah. Jika dibandingkan dengan produksi jati Perhutani tersebut maka potensi tegakan jati di Kecamatan Sambirejo pada KU I dan KU II dapat dikategorikan dalam kelas bonita I. Hasil tersebut tidak dapat diperbandingkan maupun dijadikan dasar untuk menilai kualitas tempat tumbuh tegakan jati karena terdapat perbedaan pada jumlah awal bibit yang ditanam, kualitas bibit, perlakuan pemeliharaan, dan faktor abiotik sehingga akan menghasilkan nilai potensi tegakan yang berbeda pula. Baker (1979) dalam
18 Indriyanto (2008) menyatakan bahwa keberhasilan pemudaan hutan secara alamiah dipengaruhi oleh persediaan benih, kualitas benih dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan dari banyak faktor lingkungan, misalnya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, karakteristik profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah lereng, dan iklim mikro.
Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat Potensi hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo menyebar hampir di seluruh desa. Dari sembilan desa yang ada, Desa Blimbing merupakan satu-satunya desa yang tidak tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat Wana Rejo Asri. Desa Blimbing menjadi satu-satunya desa yang fokus mengembangkan sektor pertanian. Sementara delapan desa lainnya telah tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat Wana Rejo Asri sejak tahun 2001. Sebaran hutan rakyat pada setiap desa dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Peta sebaran hutan rakyat Kecamatan Sambirejo Berdasarkan peta sebaran hutan rakyat pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa hutan rakyat Desa Jambeyan merupakan yang terluas, sedangkan Desa Kadipiro merupakan desa dengan luas hutan rakyat paling rendah. Potensi hutan rakyat pada masing-masing desa dapat dilihat pada Tabel 6.
19 Tabel 6 Potensi hutan rakyat pada tiap desa Desa Sambirejo Sambi Jambeyan Kadipiro Sukorejo Jetis Musuk Dawung
Luas hutan rakyat (ha)
Volume (m3/ha)
191.31 134.87 343.48 65.33 165.52 117.12 143.98 145.46
76.66 35.83 79.32 55.18 27.49 23.52 48.20 80.15
Volume total (m3) 14 665.52 4832.52 27 243.70 3604.74 4549.72 2754.67 6939.55 11 659.24
Tabel 6 menunjukkan nilai potensi tegakan jati setiap desa yang tergabung dalam kelompok tani. Potensi tertinggi berada di Desa Jambeyan dengan nilai volume total sebesar 27 243.70 m3. Hal ini disebabkan luas hutan rakyat yang ada di Desa Jambeyan juga merupakan yang tertinggi dengan luas 343.48 ha. Meskipun memiliki luas paling besar, potensi per hektar hutan rakyat Desa Jambeyan bukanlah yang tertinggi. Potensi per hektar menunjukkan tingkat produktivitas lahan dalam menghasilkan nilai guna. Produktivitas lahan tertinggi berada di Desa Dawung dengan potensi tegakan jati per hektar sebesar 80.15 m3/ha. Potensi hutan rakyat paling rendah berada di Desa Jetis dengan potensi per hektar sebesar 23.52 m3/ha dan potensi total sebesar 2754.67 m3 serta luas hutan rakyat sebesar 117.12 ha. Luas hutan rakyat Desa Jetis bukanlah yang terendah melainkan hutan rakyat Desa Kadipiro yang hanya seluas 65.33 ha. Produktivitas lahan Desa Jetis paling rendah dibandingkan tujuh desa lainnya karena topografi Desa Jetis yang cukup variatif dan dapat dikatakan cukup berlereng. Menurut Sumarna (2011), tanaman jati idealnya ditanam di areal hutan dataran rendah yang umumnya memiliki kondisi topografi relatif datar. Kondisi tempat tumbuh yang ideal akan berpengaruh pada pertumbuhan optimal tanaman jati.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penafsiran visual Citra Landsat 8 (OLI) menghasilkan tujuh kelas tutupan lahan, meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Kecamatan Sambirejo memiliki hutan rakyat seluas 1307.08 ha dengan nilai potensi sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67 m3 . Berdasarkan sumber pendanaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo terdiri atas hutan rakyat subsidi dan hutan rakyat swadaya. Hutan rakyat subsidi memiliki nilai rata-rata potensi tegakan jati per hektar sebesar 54.89 m3/ha. Hutan rakyat swadaya memiliki nilai rata-rata potensi tegakan jati per hektar lebih rendah yaitu sebesar 50.62 m3/ha.
20 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian tentang pendugaan potensi hutan rakyat di lokasi yang sama dengan menggunakan pemodelan spasial yang bersifat kontinyu dan citra beresolusi tinggi. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan berbasis sistem informasi geografis di lokasi yang sama untuk menduga potensi karbon hutan rakyat dan laju deforestasi serta degradasi lahan.
DAFTAR PUSTAKA Aryadi M. 2012. Hutan Rakyat: Fenomenologi Adaptasi Budaya Masyarakat. Malang (ID): UMM Press [BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): PIPH BAPLAN DEPHUT. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. 2014. Kecamatan Sambirejo Dalam Angka 2013. Sragen (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Peranya Dalam Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor. Hartono DIT. 2014. Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara Jaya INS. 2010. Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Teori dan Praktik Menggunakan Erdas Imagine. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. [PERSEPSI] Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi Sosial. 2009. Dokumen Pengajuan Sertifikasi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Sragen (ID): Kabupaten Sragen. Purwadhi F. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana. Simon H. 2000. Manual Inventore Hutan. Agus S, penerjemah. Jakarta (ID): UIPress. Terjemahan dari: Manual of Forest Inventory. Sumarna Y. 2011. Kayu Jati: Panduan Budi Daya & Prospek Bisnis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sutarahardja S. 1999. Metoda Sampling dalam Inventarisasi Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [USGS] United States Geological Survey. 2013. Frequently Asked Questions about the Landsat Missions [Internet]. [diacu 2014 Oktober 11]. Tersedia dari: http://landsat.usgs.gov/band_designations_landsat_satellites.php. Zain AS. 1998. Aspek Pembinaan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Lampiran 1 Potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur pada setiap desa di Kecamatan Sambirejo Desa
Sumber pendanaan
Luas hutan rakyat (ha)
Sambirejo Sambi Jambeyan Kadipiro Sukorejo Jetis Musuk Dawung
Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Subsidi GERHAN Swadaya Swadaya Swadaya Jumlah
191.31 134.87 343.48 65.33 165.52 117.12 143.98 145.46 1307.08
Potensi per kelas umur (m3/ha) I
II
III
IV
V
14.34 12.70 31.16 46.35 14.03 13.75 16.65 32.41 181.38
58.46 23.13 39.67 6.52 13.46 9.77 24.95 46.62 222.58
1.28 0.00 1.11 2.31 0.00 0.00 0.00 0.00 4.70
0.98 0.00 7.37 0.00 0.00 0.00 4.02 1.12 13.49
1.61 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.58 0.00 4.19
Volume per hektar (m3/ha) 76.66 35.83 79.32 55.18 27.49 23.52 48.20 80.15 426.34
Volume total (m3) 14665.52 4832.52 27243.70 3604.74 4549.72 2754.67 6939.55 11659.24 76249.67
21
22 Lampiran 2 Rekapitulasi luas kelas tutupan hutan dan lahan tiap desa di Kecamatan Sambirejo Desa Blimbing Dawung Jambeyan Jetis Kadipiro Musuk Sambi Sambirejo Sukorejo Jumlah
Badan air 7.73 2.23 9.95 10.00 6.89 4.36 4.78 45.96
Hutan negara 32.72 34.67 196.20 42.26 6.40 312.27
Luas kelas tutupan lahan (ha) Hutan rakyat Lahan terbangun Rumput 173.72 1.23 145.46 229.89 0.78 343.48 99.06 0.86 117.12 72.03 0.50 65.33 140.04 0.68 143.98 183.71 134.87 246.80 191.31 192.32 0.84 165.52 102.65 1307.08 1440.23 4.89
Sawah 300.72 258.94 221.85 109.77 106.96 78.53 293.53 168.99 182.70 1721.99
Tambang 10.03 0.57 10.59
Jumlah (ha) 483.41 670.03 719.91 495.62 323.01 413.12 717.46 557.81 462.64 4843.00
Lampiran 3 Klasifikasi tutupan hutan dan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2014
Kelas
Deskripsi
Tutupan lahan
Badan air
Seluruh kenampakan perairan termasuk laut, sungai, waduk, terumbu karang, dan padang lamun (lumpur pantai).*)
Sungai, waduk, dan embung
Hutan Negara
Berupa kenampakan hutan perbukitan dan pegunungan yang belum terlihat adanya bekas penebangan atau pembudidayaan hutan.
Vegetasi berkayu, liana, dan tumbuhan bawah
Hutan rakyat
Kelas penutupan lahan yang merupakan hasil budidaya manusia pada areal pertanian lahan kering berupa tegalan milik pribadi
Tegakan jati, mahoni, akasia, dan sengon serta tanaman palawija dan umbi-umbian
Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala 1:10 000) kombinasi band 7-5-4 (RGB)
Foto lapang
23
24 Lampiran 3 (Lanjutan)
Kelas
Deskripsi
Tutupan lahan
Lahan terbangun
Kenampakan kawasan pemukiman, baik perkotaan atau pedesaan yang masih mungkin untuk dipisahkan*)
Perumahan penduduk, jalan desa, jalan kota, dan komplek pertokoan
Rumput
Kenampakan non-hutan alami berupa padang rumput kadang dengan sedikit semak atau pohon*)
Tumbuhan bawah, padang rumput dan ilalang
Sawah
Semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang*)
Sawah musiman, tadah hujan, dan sawah irigasi
Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala 1:10 000) kombinasi band 7-5-4 (RGB)
Foto lapang
Lampiran 3 (Lanjutan)
Kelas Tambang
Deskripsi Lahan terbuka yang digunakan untuk kegiatan pertambangan batubara, timah, tembaga, dan lainlain*)
Tutupan lahan
Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala 1:10 000) kombinasi band 7-5-4 (RGB)
Foto lapang
Tanah terbuka akibat penambangan batu
*) : BAPLAN 2008
25
26 Lampiran 4 Dokumentasi kegiatan penelitian
a. Wawancara dengan petani
b. Pengukuran diameter pohon
c. Pengukuran tinggi pohon
d. Marking koordinat plot contoh pada areal hutan rakyat
e. Kondisi hutan rakyat di Sambirejo
f. Marking koordinat plot contoh pada areal non-hutan
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 8 September 1992 dari ayah Zaenal Arifin dan ibu Siti Zumrotus Solichah. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tayu dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa BEM Fakultas Kehutanan IPB tahun 2011 staf epartemen ajian an trategi B akultas ehutanan B tahun staf Divisi Informasi dan Komunikasi dan anggota Kelompok Studi Hidrologi himpunan profesi Forest Management Student Club ) tahun an akil ketua katan eluarga ahasis a ati ) tahun Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam-Taman Wisata Alam Kamojang dan Cagar Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi dan Perhutani KPH Cianjur, Jawa Barat tahun 2013, dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Indexim Utama, Kalimantan Tengah tahun 2014. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ emetaan otensi Hutan Rak at Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 4” i a ah im ingan ra ri Rahaju i