ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KUR PADA USAHA MIKRO (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara)
EVELYN PATRICIA SIMANJUNTAK
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Evelyn Patricia Simanjuntak NIM H34120008
ABSTRAK EVELYN PATRICIA SIMANJUNTAK. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara). Dibimbing oleh SITI JAHROH. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro berdasarkan realisasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Analisis Regresi Linear Berganda. Terdapat delapan variabel yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Rorotan, yaitu tingkat pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, modal usaha dan jenis usaha. Dari delapan variabel yang digunakan ada empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit pada sektor usaha agribisnis di BRI Unit Rorotan (α = 10 %) yaitu frekuensi menerima kredit, lama usaha, pendapatan bersih usaha dan waktu pengembalian kredit. Pada sektor usaha nonagribisnis ada dua variabel yang berpengaruh nyata yaitu waktu pengembalian kredit dan pendapatan bersih usaha. Berdasarkan hasil penelitian, BRI Unit Rorotan sebaiknya memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit kepada calon debitur pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Kata kunci: karakteristik debitur KUR, sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, variabel-variabel faktor
ABSTRACT EVELYN PATRICIA SIMANJUNTAK. Determinant Analysis of Micro Credit Program on Small Enterprises (Case : BRI Rorotan, North Jakarta). Supervised by SITI JAHROH. This research aimed to identify the characteristics on micro credit program costumers based on the realisation and to analyze the influencing factors in BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara on agibusiness and nonagibusiness sectors using regression analysis method. There were eight variables used to analysis the factors influencing the credit realisation in BRI Unit Rorotan. The factors are educational background variable, frequency of credit received, age of business, long repayment, net business revenue, other income, venture capital, and business type variables. Out of eight variables, four significantly influenced the realisation on agribusiness sector (α = 10 %), i.e. frequency of credit received, age of business, net business revenue, and long repayment. On nonagribusiness sector, there were two significantly influenced realisation i.e. long repayment and net business revenue. BRI Unit Rorotan should consider those influencing factors in distributing the credit to the customers. Keywords : characteristics customers KUR, agribusiness and nonagribusiness sectors, variable’s factor
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KUR PADA USAHA MIKRO (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 ini adalah pembiayaan, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara). Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, Ph D selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Fiza dari BRI Kanwil I Jakarta Pusat, Bapak Hj. Riskan dari BRI Cabang Tanjung Priuk, Bapak Asep Ganjar beserta pihak manajemen BRI Unit Rorotan, Bapak Adeheru, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, Roni, kedua sahabat saya yaitu Lasmaria dan Hotsetia, teman-teman saya di Agribisnis 49 dan Partaru, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016 Evelyn Patricia Simanjuntak
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Responden Debitur KUR Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR KERANGKA TEORITIS Kredit dan Ketentuan Umum Perkreditan Fungsi, Tujuan, dan Jenis-Jenis Kredit Karakteristik Debitur Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif Analisis Regresi Linier Berganda GAMBARAN UMUM BRI CABANG TANJUNG PRIUK DAN BRI UNIT ROROTAN Visi dan Misi BRI Unit Rorotan Bidang Usaha BRI Unit Rorotan Mekanisme penyaluran KUR di BRI Unit Rorotan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Debitur KUR BRI Unit Rorotan Karakteristik Individu Responden Karakteristik Usaha Responden Karakteristik Kredit Analisis Realisasi KUR di BRI Unit Rorotan Variabel Dependen Variabel Independen SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 5 8 8
8 8 9 10 10 11 13 14 15 16 16 17 17 17 17 17 22 25 25 26 27 27 28 30 32 34 38 38 43 43 44 45 47 52
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan jumlah UMKM menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011 2 Perkembangan nilai PDB UMKM dan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha 2012-2013 atas dasar harga konstan 2000 3 Realisasi penyaluran KUR Bank Nasional pada 30 Oktober 2014 4 Perkembangan realisasi KUR oleh BRI tahun 2010-2013 5 Posisi jumlah debitur dan realisasi KUR BRI Cabang Tanjung Priuk November 2015 6 Statistika deskriptif responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan 7 Karakteristik responden debitur KUR BRI Unit Rorotan 8 Variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR 9 Hasil pengujian model regresi linier berganda sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis
2 3 4 5 5 28 33 35 36
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan realisasi dan debitur KUR BRI Unit Rorotan periode September-Desember 2015 2 Realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan periode September-Desember 2015 3 Kerangka pemikiran operasional 4 Struktur organisasi BRI Unit Rorotan
6 7 15 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Jumlah dan perkembangan UMKM periode 2008-2013 47 2 Output regresi linier sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis pada realisasi KUR di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara 48
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah terbukti mampu menjadi basis perekonomian dan dapat menggantikan peran pengusaha besar. Sejak krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap karyawannya, berbeda dengan UMKM yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UMKM mampu membuktikan ketahanan sebagai landasan perekonomian Indonesia dengan memiliki fleksibilitas yang tinggi karena berbasis pemberdayaan ekonomi lokal sehingga mampu menghadapi perubahan kondisi pasar yang cepat pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998. Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, peran UMKM dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam pemulihan ekonomi nasional1. UMKM terdiri dari beberapa sektor ekonomi. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor UMKM pada sektor usaha agribisnis. Pada usaha nonagribisnis terbagi menjadi beberapa sektor, yaitu pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Diantara semua sektor pada UMKM, pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor dengan jumlah usaha terbesar dengan jumlah usaha 26 967 963 unit pada tahun 2010, kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi pada urutan kedua dan ketiga. Sektor usaha tersebut termasuk ke dalam kelompok usaha agribisnis (Kementerian Koperasi dan UMKM 2015). Perkembangan jumlah UMKM menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011dapat dilihat pada Tabel 1. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan UMKM yang baik. Pertumbuhan UMKM tahun 2008 sampai 2013 relatif konstan dengan rata-rata pertumbuhan 2.4 persen. Sektor usaha ini sempat mengalami penurunan pertumbuhan periode tahun 2010 sampai 2011, namun UMKM masih lebih baik dibandingkan usaha besar yang pertumbuhannya sangat fluktuatif dan mencapai angka pertumbuhan negatif pada periode tersebut. Angka pertumbuhan yang relatif konstan menunjukkan bahwa UMKM lebih mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar. Ketahanan UMKM ini dapat mempercepat pembangunan daerah dengan mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja (Kementerian Koperasi dan UMKM 2015). Jumlah dan perkembangan UMKM periode 2008-2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.
1
Tangkal Krisis, Kadin Minta Peran UMKM Diperkuat. [Internet]. Terhubung Berkala. (Diakses pada 5 November 2015). http://kemenperin.go.id/artikel/7684/Tangkal-Krisis,Kadin-Minta-Peran-UMKM-Diperkuat
2
Tabel 1 Perkembangan jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011 No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Ekonomi Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Industri pengolahan Jasa-jasa swasta Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Bangunan Pertambangan dan penggalian Listrik, gas dan air bersih Total
Jumlah Tahun 2010 Tahun 2011 26 685 710 26 967 963
Perkembangan Jumlah (%) 282 253 1.10
15 910 964
15 918 251
7 286
0.10
3 778 780
3 799 460
20 680
0.54
3 423 078 2 340 194 1 115 742
3 538 070 2 497 235 1 308 095
114 992 157 041 192 292
3.40 6.70 17.20
570 640 276 861
869 080 294 448
298 440 17 588
52.30 6.30
12 852
13 908
1 051
8.20
54 114 821
55 206 444
1 091 623
2.00
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM (2015)
Usaha mikro memiliki peranan vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi karena kontribusinya terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan skala usaha kecil, menengah, dan besar. Pada tahun 2012, usaha mikro memberikan kontribusi terhadap PDB nasional menurut harga konstan tahun 2000 sebesar 31.32 persen dari total PDB, sementara pada tahun 2013 kontribusinya sebesar 30.25 persen. Perkembangan kontribusi usaha mikro terhadap PDB nasional berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar 2.14 persen. Selain berperan dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB Indonesia, usaha mikro juga berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2012 dan 2013 total tenaga kerja yang terserap masing-masing sebesar sebesar 90.11 dan 88.90 persen (Kementerian Koperasi dan UMKM). Perkembangan nilai PDB dan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2012-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM dan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha 2012-2013 atas dasar harga konstan 2000 No 1 2 3
4
Skala Usaha Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Besar Jumlah
PDB atas Harga Konstan 2000 (Rp. Milyar) Tahun 2012 Tahun 2013 790 825.6 807 804.5 294 260.7 342 579.2
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Tahun 2012 Tahun 2013 99 859 517 104 624 466 4 535 970 5 570 231
366 373.9
386 535.1
3 262 023
3 949 385
1 451 460.2
1 536 918.8
107 657 509
114 144 082
1 073 660.1 2 525 120.3
1 133 396.1 2 670 314.9
3 150 645 110 808 154
3 537 162 117 681 244
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM (2015)
Perkembangan usaha mikro yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum dapat diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitasnya. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Sumbangan PDB dari usaha mikro yang besar disebabkan oleh jumlah unitnya yang lebih banyak, bukan karena tingkat produktivitas yang tinggi (produktivitas per unit rendah). Rasio nilai tambah terhadap jumlah tenaga kerja usaha mikro juga lebih kecil dibandingkan usaha besar karena produktivitas tenaga kerja di usaha mikro lebih rendah dibandingkan skala usaha lainnya. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi, yaitu rendahnya kualitas SDM usaha mikro dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, pemasaran, lemahnya kewirausahaan, dan terbatasnya akses usaha mikro terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Namun permasalahan utama yang dihadapi usaha mikro adalah akses permodalan (Tambunan 2002). Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi masalah akses permodalan UMKM yaitu dengan mengeluarkan kebijakan kredit usaha mikro, kecil dan menengah yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit usaha rakyat adalah kredit modal kerja dan atau kredit investasi dengan plafon kredit sampai dengan 500 juta rupiah, diberikan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi yang memiliki usaha produktif dan akan mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. KUR diberikan kepada UMKM khususnya usaha mikro dan usaha kecil yang telah feasible namun belum bankable 2 Perhatian pemerintah terhadap UMKM terlihat dari sikap pemerintah yang mempermudah persyaratan bagi UMKM yang ingin memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain mempermudah persyaratan, bunga KUR yang awalnya sebesar 22 persen saat awal peluncuran kebijakan KUR tanggal 5 November 2007, kini menjadi sembilan persen saat kebijakan KUR baru dikeluarkan September 2
Program Kredit Usaha Rakyat. [Internet]. Terhubung berkala. (Diakses pada 5 November 2015). http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-iii/progam-kredit-usaha-rakyat-kur/
4
2015. Tujuan penurunan bunga KUR agar Bank Nasional dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) mampu meningkatkan jumlah penyaluran kredit dan juga memberikan rasa keadilan bagi para pelaku usaha mikro dan kecil agar dapat mengakses perbankan untuk memperkuat modal usaha. Bank Nasional yang telah menyalurkan KUR sampai bulan Oktober 2014 ada sebanyak tujuh bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) (Kementerian Keuangan 2015). Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan penyalur KUR terbesar diantara tujuh Bank Nasional lainnya dengan total plafon mencapai 112.9 triliun rupiah (Kementerian Keuangan 2015), khususnya penyaluran KUR mikro. BRI menyalurkan KUR di sektor mikro dengan jumlah realisasi 92.4 triliun rupiah dan debitur KUR terbesar dibanding enam penyalur lainnya dengan rata-rata kredit 8.3 juta/debitur (Tabel 3). Banyaknya jumlah debitur BRI dikarenakan BRI memiliki banyak unit kerja hingga ke pelosok daerah yang belum dijajaki oleh bank lain dan BRI dianggap sebagai bank yang berpengalaman dalam memberikan kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah dibandingkan dengan bank lainnya.
Tabel 3 Realisasi penyaluran KUR Bank Nasional pada 30 Oktober 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Realisasi Penyaluran KUR
Bank Nasional BNI BRI ( KUR Ritel) BRI (KUR Mikro) Bank Mandiri BTN Bukopin Bank Syariah Mandiri BNI Syariah Total
Plafon (Juta)
Debitur (Orang)
15 360 611 20 487 247 92 426 015 16 997 531 4 579 043 1 813 261 3 882 548 306 019 155 852 276
216 135 116 664 11 109 447 382 291 25 182 12 139 59 485 1 376 11 922 719
Rata-rata Kredit (Rp Juta) 71.1 175.6 8.3 44.5 181.8 149.4 65.3 222.4 13.1
Sumber : Kementerian Keuangan (2015)
Kinerja penyaluran KUR oleh bank BRI memperlihatkan hasil yang memuaskan. Penyaluran KUR oleh BRI pada tahun 2010 hingga 2013 selalu melampaui target yang diberikan pemerintah (Tabel 4). BRI selalu fokus untuk dapat mencapai target dan tepat sasaran dalam menyalurkan KUR sektor UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR oleh bank BRI.
5
Tabel 4 Perkembangan realisasi KUR oleh BRI Tahun 2010-2013 Tahun 2010 2011 2012 2013
Realisasi KUR BRI (Rp Triliun) Target Awal Realisasi 6.20 9.10 10.00 16.80 15.00 19.80 19.00 27.70
Sumber : Bank Rakyat Indonesia (2015)
Perumusan Masalah
DKI Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia dengan aktivitas ekonomi yang sangat tinggi. Salah satu wilayah di DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibanding wilayah lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan jumlah usaha, khususnya UMKM yang lebih rendah diantara daerah lainnya. Pada tahun 2014, tercatat jumlah UMKM di Jakarta Utara sebanyak 150 512 unit, lebih rendah dibanding Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat yang masing-masing memiliki UMKM sebanyak 205 137, 195 128, 197 495, 182 183 unit (Dinas Koperasi dan UMKM DKI Jakarta 2015). Sehingga perlu diketahui bagaimana akses permodalan UMKM di wilayah Jakarta Utara. Tabel 5 Posisi jumlah debitur dan realisasi KUR BRI Cabang Tanjung Priuk November 2015 Jumlah Debitur (Orang) 1 Unit Rorotan 395 2 Unit Warakas 398 3 Unit Sindang 320 4 Unit Kramat Jaya 300 5 Unit Semper 298 6 Unit Persin 246 7 Unit Cilincing 261 8 Unit Tongkol 247 9 Unit Marunda 193 10 Unit Kalibaru 187 11 Unit Kebun Bawang 142 12 Unit Koja 132 13 Unit Villa Gading 97 Sumber : Bank Rakyat Indonesia Cabang Tanjung Priuk, Jakarta (2015) No
Bank BRI
Realisasi (Rp 000) 6 107 500 5 912 000 5 528 500 4 918 000 4 686 500 4 236 000 3 891 000 3 595 500 3 289 000 3 160 000 2 528 500 2 203 000 1 593 500
6
BRI Unit Rorotan merupakan unit BRI dengan jumlah realisasi KUR tertinggi di daerah Jakarta Utara. Berdasarkan besaran penyaluran KUR hingga November 2015, BRI Unit Rorotan memiliki jumlah realisasi terbanyak dalam penyaluran KUR di setiap unit BRI pada BRI Kantor Cabang Tanjung Priuk dengan rata-rata kredit 15 juta rupiah. Hal ini menggambarkan bahwa prestasi kinerja penyaluran KUR BRI Unit Rorotan lebih baik dibandingkan unit lain di wilayah Tanjung Priuk (Tabel 5). Setiap bulan pada periode September hingga Desember 2015, jumlah realisasi dan debitur KUR di BRI Unit Rorotan berfluktuasi, namun cenderung meningkat dengan rata-rata jumlah realisasi KUR sebesar 775 juta rupiah dan debitur 44 orang. Bulan Oktober merupakan jumlah realisasi KUR terendah dengan total realisasi sebesar 624 juta rupiah dan jumlah debitur sebanyak 40 orang. Jumlah realiasi KUR tertinggi yaitu pada bulan Desember dengan total realisasi 1.1 milyar rupiah dan jumlah debitur 59 orang (Gambar 1). Hal ini memperlihatkan bahwa BRI Unit Rorotan selalu berusaha meningkatkan jumlah debitur KUR sehingga akan meningkatkan jumlah realisasinya.
Jumlah realisasi dan debitur KUR
120 100
Realisasi (Juta Rupiah)
80 60
Debitur (Orang)
40 20 0 September
Oktober
November
Desember
Bulan
Gambar 1 Grafik perkembangan realisasi dan debitur KUR BRI Unit Rorotan periode September- Desember 2015.
Penyaluran KUR terbesar oleh BRI Unit Rorotan dilakukan pada sektor usaha agribisnis. Pada periode September hingga Desember 2015, KUR yang disalurkan pada sektor usaha agribisnis melebihi 300 juta rupiah (Gambar 2). Hal ini memperlihatkan bahwa di wilayah kerja BRI Unit Rorotan yaitu kelurahan Rorotan dan Marunda, banyak pengusaha agribisnis mikro yang sedang tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi BRI Unit Rorotan dalam merealisasikan KUR.
7
Jumlah Realisasi KUR
800000000 700000000
Agribisnis
600000000 500000000 400000000 300000000
Nonagribisnis
200000000 100000000 0 September
Oktober
November
Desember
Bulan
Gambar 2 Grafik realisasi KUR pada sektor agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan periode September-Desember 2015.
Salah satu cara mengenali karakteristik peminjam yaitu dengan melihat karakteristik individu, usaha dan kredit pemiliknya karena berhubungan dengan character, capacity, capital, collateral dan condition of economy yang akan mempengaruhi kecenderungan nasabah dalam menerima kredit. Penilaian character debitur dapat dilakukan pada debitur yang telah menerima kredit lebih dari satu kali, ketepatan dalam pembayaran angsuran kredit, dan usaha telah berjalan lama. Tingkat pendidikan dan pendapatan bersih usaha yang semakin tinggi memperlihatkan capacity yang semakin baik dalam mengelola usaha. Capital yang baik merupakan modal sendiri yang digunakan debitur. Keberlangsungan usaha juga sangat dipengaruhi lingkungan, sehingga Condition of economy harus mendukung usaha yang dijalankan. Setiap pinjaman umumnya menggunakan agunan sebagai jaminan, namun pada KUR agunan hanya sebagai jaminan moril dan dapat ditiadakan. Melalui karakteristik ini, dapat dilihat sasaran yang menjadi pemberdayaan BRI Unit Rorotan, sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi karakteristik nasabah KUR karena terkait dengan keberhasilan nasabah dalam menjalankan usaha serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Dengan demikian bank BRI dapat menentukan nasabah dan jumlah KUR yang tepat, sehingga target dapat terealisasi dengan tetap menjaga performance serta kualitas pembiayaan yang sehat. Dengan memilih BRI Unit Rorotan sebagai unit analisis maka berdasarkan uraian diatas, masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana karakteristik debitur KUR mikro sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara? 2. Mengapa jumlah realisasi KUR mikro pada sektor usaha agribisnis lebih besar dibandingkan sektor usaha nonagribisnis di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara?
8
Tujuan Penelitian
Setelah memaparkan dan menjelaskan latar belakang yang mendasari perumusan masalah dalam penelitian, maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengidentifikasi karakteristik debitur KUR mikro sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR mikro pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pengambil kebijakan pada BRI Unit Rorotan, khususnya divisi mikro dapat bermanfaat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR pada BRI Unit Rorotan sehingga perealisasian KUR diharapkan akan lebih tepat sasaran dan sesuai target 2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan referensi bagi akademisi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya mengenai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau program kredit mikro lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Responden Debitur KUR
Karakteristik responden dibedakan menjadi karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit responden. Penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) di BRI Unit Cigombong Bogor tidak membedakan karakteristik responden menjadi tiga bagian, namun menggunakan variabel jenis kelamin, umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan kegiatan usaha responden. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa debitur KUR mayoritas berjenis kelamin pria dengan kisaran usia 43 hingga 52 tahun, tingkat pendidikan SD, pengalaman usaha satu sampai empat tahun, dan kegiatan usaha budidaya jagung manis. Mulyarto (2009) mengidentifikasi karakteristik debitur KUR di BRI Unit Leuwiliang, Bogor. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa mayoritas debitur KUR berjenis kelamin pria, usia 33 sampai 46 tahun, tingkat pendidikan SMU, pekerjaan wiraswasta, jumlah penghasilan perbulan satu sampai lima juta rupiah, waktu tempuh ke bank satu sampai 15 menit, frekuensi pinjaman responden satu sampai
9
tiga kali, waktu perealisasian KUR tujuh hari, dan modal usaha lebih dari 10 juta rupiah. Menurut penelitian lain yang dilakukan Hidayanto (2010) di BRI Unit Tongkol, karakteristik debitur KUR yaitu mayoritas debitur telah mengambil kredit lebih dari satu kali, modal usaha 1.5 juta rupiah sampai tiga juta rupiah, jenis kelamin pria, usia 41 sampai 50 tahun, tingkat pendidikan SMU, pendapatan perbulan tiga sampai lima juta rupiah, waktu tempuh ke bank satu sampai 15 menit, dan jenis usaha warung kelontong. Sembiring (2013) juga melakukan penelitian mengenai realisasi KUR untuk mengetahui karakteristik debitur KUR. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas debitur berusia 33 sampai 42 tahun, tingkat pendidikan SD, lama usaha satu sampai empat tahun, pendapatan bersih perbulan kurang dari satu juta rupiah, frekuensi pinjaman tiga sampai empat kali, dan rata-rata debitur tidak menyerahkan agunan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sulikah (2013) yang meneliti dampak pemberian kredit mikro untuk perempuan di Bangladesh. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 97 persen dari total nasabah Grameen Bank adalah perempuan. Dampak kredit mikro terhadap pemberdayaan perempuan dapat dilihat dari akses perempuan terhadap pendapatan dan tenaga kerja, dimana selain dapat meningkatkan pendapatan perempuan, kredit mikro juga membantu penerimanya untuk menciptakan suatu usaha produktif baik untuk diri mereka sendiri maupun anggota keluarga mereka, disamping juga memberdayakan para perempuan dalam hal meningkatknya akses mereka terhadap kerja yang berorientasi pasar. Dari keempat penelitian diatas terdapat persamaan karakteristik debitur KUR, menurut penelitian yang dilakukan Consultative Group to Assist the Poor (CGAP 2000) produk-produk keuangan mikro cenderung seragam dalam suatu area yang luas. Sebagian besar Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Bangladesh menawarkan beberapa variasi produk yang dipelopori oleh Grameen Bank, yaitu pinjaman dengan jangka waktu sekitar satu tahun, frekuensi pembayaran angsuran yang sering (biasanya angsuran mingguan), diberikan kepada kelompok, dan ada unsur simpanan wajib. Pada wilayah Afrika Timur, pinjaman dan persyaratan mirip dengan yang diberikan di Bangladesh, namun pelunasan dilakukan dalam jangka waktu 16 atau 24 minggu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR
Penelitian-penelitian yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah banyak dilakukan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh karakteristik nasabah , yaitu karakteristik individu debitur (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan jarak tempat tinggal) , karakteristik usaha debitur (nilai RPC perbulan, jenis usaha, lama usaha, modal usaha) serta karakteristik kredit itu sendiri (nilai plafon kredit, jangka waktu pengembalian, frekuensi peminjaman kredit, nilai agunan, dan kewajiban per bulan). Penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) di BRI Unit Cigombong Bogor menyimpulkan bahwa terdapat lima faktor yang berpengaruh nyata terhadap
10
jumlah realisasi KUR, yaitu agunan, tingkat pendidikan, jarak lokasi usaha, lama usaha, dan pendapatan bersih rumah tangga. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda serta menggunakan analisis deskriptif. Penelitian yang dilakukan Mulyarto (2009) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang Cabang Bogor menyimpulkan bahwa pendapatan, frekuensi pengembalian kredit, lama usaha, dan modal usaha merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan uji statistik t, uji F, dan koefisien determinasi. Hidayanto (2010) juga melakukan penelitian yang sama mengenai realisasi KUR, menduga ada enam faktor yang dapat mempengaruhi realisasi KUR yaitu tingkat pendapatan, frekuensi kredit, lama usaha, modal usaha, tingkat pendidikan, dan waktu pengembalian kredit. Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR adalah tingkat pendapatan, frekuensi kredit, modal usaha, tingkat pendidikan dan waktu pengembalian kredit. Semakin tinggi tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan, semakin sering menerima kredit dari bank, semakin besar modal usaha dan semakin tepat waktu dalam membayar angsuran kredit maka semakin besar pula peluang mendapatkan pembiayaan dari bank. Alat analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda dengan uji –F dan uji-t. Menurut penelitian lain yang dilakukan Sembiring (2013) di BRI Unit Harjasari, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR lima, yaitu umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, pendapatan bersih, frekuensi pinjaman nasabah. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda serta menggunakan analisis deskriptif.
KERANGKA TEORITIS
Kredit dan Ketentuan Umum Perkreditan
Menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang pokok-pokok Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman-pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Pemberian kredit atas dasar kepercayaan sehingga pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syaratsyarat yang telah disetujui oleh kedua pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya. Dalam pemberian kredit terdapat unsur-unsur yang terkandung. Menurut Suyatno, (1999) menyatakan bahwa unsur-unsur kredit perbankan terdiri dari :
11
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu di masa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana dicairkan maka sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam tentang nasabah. Penelitian dan penyelidikan dilakukan untuk mengetahui kemampuannya dalam membayar kredit yang disalurkan. 2. Jangka Waktu, yaitu setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. 3. Risiko (Degree of Risk), yaitu faktor risiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu risiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan risiko diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit maka semakin besar risikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. 4. Prestasi atau objek kredit, yaitu setiap pemberian kredit tidak hanya dinilai menggunakan uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa, hanya saja saat ini kehidupan ekonomi lebih modern dan transaksi kredit yang berupa uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan.
Fungsi, Tujuan, dan Jenis-jenis Kredit
Semua bank yang beroperasi di seluruh dunia dipastikan akan selalu memberikan kredit (pinjaman) kepada masyarakat yang membutuhkannya. Bank menjalankan fungsi mediasinya sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku sehingga usaha pokok perbankan adalah memberikan kredit. Pengaruh kredit yang disalurkan oleh bank sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya perekonomian. Fungsi Kredit perbankan dalam perekonomian dan perdagangan bervariasi antara lain meningkatkan daya guna uang, meningkatkan peredaran lalu lintas uang, salah satu alat stabilitas ekonomi, meningkatkan kegairahan berusaha, pemerataan pendapatan, dan meningkatkan hubungan internasional. Penyaluran kredit oleh bank pada dasarnya berperan sebagai agent of development dimana penyaluran kredit berasaskan kepada pancasila, sehingga dapat mencapai keseimbangan kepentingan antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha (pemilik modal). Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan perkreditan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui aktivitas perusahaan yang mendapatkan pembiayaan dari aktivitas kredit. Kebijakan perkreditan yang dikeluarkan pemerintah juga tetap melindungi kepentingan bank dengan penanggungan risiko kredit karena bank juga bertujuan mencari keuntungan (profitability) dan keamanan (safety) dalam menyalurkan kredit. Kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada masyarakat terdiri dari beberapa jenis menurut objek yang dibiayai dan sektor ekonomi. Jenis kredit menurut objek yang dibiayai dapat dibedakan menjadi :
12
1. Kredit Investasi (Investment Loan) Kredit investasi adalah kredit yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehabilitasi, memodernisasi, perluasan usaha, atau pendirian proyek baru. Jenis kredit ini digunakan dalam jangka panjang, karena biaya pengadaan barang modal yang relatif mahal harus dituangkan dalam kewajiban pembayaran oleh calon debitur yang harus disesuaikan dengan kondisi aliran kas pada usaha tersebut dan disepakati dengan pihak bank. 2. Kredit Modal Kerja (Working Capital Loan) Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai keperluan perputaran usaha, yaitu untuk pembelian bahan baku, pembiayaan tenaga kerja, overhead, persediaan, piutang usaha dan lain-lain. Jenis kredit ini menyesuaikan dengan kebutuhan perputaran masing-masing sektor usaha. Jangka waktu yang diberikan untuk kredit modal kerja sampai dengan satu tahun dan dapat diperpanjang apabila masih dibutuhkan oleh penerima kredit. 3. Kredit Konsumsi Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan bank kepada perorangan atau lembaga untuk keperluan konsumsi barang atau jasa. Kredit yang termasuk kredit konsumsi antara lain Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, dan lain-lain. Jenis kredit menurut sektor ekonomi dibedakan menjadi : 1. Kredit sektor pertanian Kredit pertanian dalam arti luas digunakan untuk mendukung usaha-usaha bidang pertanian antara lain tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan sarana pertanian. 2. Kredit sektor pertambangan Kredit pada sektor ini digunakan untuk kegiatan meliputi usaha-usaha penggalian dan pengumpulan bahan-bahan tambang dalam bentuk padat, cair dan gas seperti minyak dan gas bumi, bijih logam seperti timah, nikel, besi, emas dan barang tambang lain. 3. Kredit sektor perindustrian Kredit di sektor ini digunakan untuk mendukung kegiatan industri makanan, minuman, makanan ternak, tekstil, sandang, kulit, kayu, kertas, pengolahan bahan kimia, dan perakitan. 4. Kredit sektor konstruksi Kredit di sektor ini digunakan untuk membiayai usaha-usaha bergerak di bidang pembangunan fisik, perbaikan gedung, pasar, jalan, jembatan, pelabuhan, sekolah, perumahan, dan lain-lain. Kegiatan di sektor konstruksi ini juga termasuk dalam hal pemeliharaan ataupun rehabilitasi. 5. Kredit sektor jasa dan perdagangan Kredit pada sektor ini digunakan untuk mendanai kegiatan ekspor, impor, perdagangan dalam negeri, distribusi, perdagangan eceran, hotel, restoran, catering, warung serba ada, dan usaha simpan pinjam.
13
Karakteristik Debitur
Bank yang akan memberikan kredit kepada debitur terlebih dahulu harus melakukan analisis terhadap debitur tersebut. Keyakinan bank untuk merealisasikan kredit diperoleh berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan nasabah debitur untuk melunasi utangnya. Oleh karena itu perlu mengenali karakteristik debitur terlebih dahulu. Prinsip yang biasa diterapkan oleh pihak manajemen Bank untuk mengenali debitur kredit yaitu prinsip 5C. Menurut Dendawijaya (2001), prinsip 5C meliputi : 1. Character (Watak/kepribadian) merupakan keadaan watak/sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Suatu pemberian kredit didasari atas dasar kepercayaan yang berasal dari pihak bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak maupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah nasabah tersebut, dapat dilakukan melalui upaya seperti meneliti riwayat hidup, reputasi calon nasabah, mencari informasi tentang keseharian nasabah, dan meminta bank to bank information. 2. Capital (Modal) merupakan jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan lebih yakin dalam memberikan kredit. Kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar dari kredit yang diperoleh dari bank. Self-financing tidak selalu harus berupa uang tunai, namun juga dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin. 3. Capacity (Kemampuan membayar) merupakan kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian terhadap kemampuan ini untuk mengukur/mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya. Pengukuran capacity dapat dilakukan melaui beberapa pendekatan yaitu pendekatan historis, finansial, pendidikan, yuridis, manajerial, dan teknis. 4. Collateral (Jaminan/agunan) merupakan barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin 5. Condition of economy (Kondisi Ekonomi) merupakan situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya
14
berpengaruh terhadap kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain : keadaaan konjungtur, peraturan-peraturan pemerintah, situasi politik dan perekonomian dunia, dan keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran.
Kerangka Pemikiran Operasional
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Rorotan merupakan salah satu bank penyalur KUR dengan jumlah realisasi dan debitur KUR tertinggi di wilayah kerja Tanjung Priuk. Debitur KUR menggunakan kredit yang diterimanya untuk modal kerja maupun investasi. Usaha yang dimiliki debitur beragam dalam sektor usaha agribisnis dan non agribisnis, tetapi dari total debitur penerima KUR, usaha yang mereka miliki umumnya bergerak pada sektor usaha agribisnis. Jumlah kredit dan debitur KUR di BRI Unit Rorotan mengalami fluktuasi pada September hingga Desember 2015 namun cenderung meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa BRI Unit Rorotan selalu berusaha meningkatkan jumlah debitur KUR sehingga akan meningkatkan jumlah realisasinya. Penyaluran KUR terbesar oleh BRI Unit Rorotan dilakukan pada sektor usaha agribisnis. Hal ini memperlihatkan bahwa di wilayah kerja BRI Unit Rorotan yaitu kelurahan Rorotan dan Marunda, banyak pengusaha agribisnis mikro yang sedang tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi realisasi KUR. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR akan dianalisis secara deskriptif dan secara statistik. Analisis secara deskriptif menggunakan prinsip 5C, dan secara statistik menggunakan analisis regresi linear berganda. Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR yaitu lama pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, modal usaha, dan jenis usaha. Hasil analisa akan menjadi rekomendasi untuk BRI Unit Rorotan supaya fokus kepada faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR. Secara lebih ringkas dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional.
15
1. BRI Unit Rorotan merupakan penyalur KUR terbesar pada BRI Cabang Tanjung Priuk 2. Jumlah realisasi terbesar pada sektor usaha agribisnis
Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR Sektor Agribisnis
Karakteristik nasabah
Sektor Nonagribisnis
Faktor-Faktor yang mempengaruhi realisasi KUR berdasarkan 5C : 1. Character (frekuensi menerima kredit, waktu pengembalian kredit, lama usaha) 2. Capacity (lama pendidikan, lama usaha, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, jenis usaha) 3. Capital (modal usaha) 4. Condition of Economy (pendapatan bersih usaha) 5. Collateral
Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil dan Pembahasan Rekomendasi kebijakan kepada BRI Unit Rorotan
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dilakukan di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Unit Rorotan Cabang Tanjung Priuk yang beralamat di Jalan Raya Rorotan, Kelurahan Rorotan, Cilincing, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan karena
16
unit ini memiliki jumlah realisasi tertinggi dan debitur KUR terbanyak dibandingkan dengan unit yang lain di Cabang Tanjung Priuk dan Unit ini juga memiliki debitur KUR yang mayoritas bekerja pada sektor usaha agribisnis. Pelaksanaan pengambilan data berlangsung dari November 2015 sampai dengan Januari 2016.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat langsung dari sumber informasi melalui pengamatan langsung, diskusi dan wawancara dengan debitur KUR dengan berpedoman pada kuesioner, juga dengan petugas kredit mikro di BRI Unit Rorotan. Data yang diperoleh dari debitur berupa identitas pribadi, kegiatan usaha, tingkat kesejahteraan, fasilitas-fasilitas yang dimiliki, dan hubungan lainnya yang terjalin dengan BRI Unit Rorotan. Data sekunder merupakan data jumlah realisasi dan debitur KUR, yang diambil dari data yang telah ada dari data internal laporan bulanan KUR Unit Rorotan dari jangka waktu September hingga Desember 2015, mekanisme dan tata cara pemberian kredit kepada calon debitur dari awal pengajuan pinjaman, perealisasian, dan tata cara pengembalian kredit. Sumber data sekunder lainnya yaitu studi pustaka, literatur-literatur terkait, buku atau jurnal yang dapat menjadi acuan dalam penelitian ini, dan situs internet seperti Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Dinas Koperasi dan Perdagangan DKI Jakarta.
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua usaha mikro yang menjadi debitur KUR Mikro BRI Unit Rorotan dan masih tergolong aktif dari November 2015 hingga Januari 2016 dan telah memperoleh pinjaman KUR dengan tujuan modal usaha. Total populasi debitur KUR di BRI Unit Rorotan sebanyak 174 orang. Jumlah tersebut merupakan debitur yang mendapatkan pinjaman KUR dari September hingga Desember 2015. Hal ini dikarenakan KUR sempat diberhentikan oleh pemerintahan Jokowi pada akhir Desember 2014. Kebijakan KUR dikeluarkan kembali pada Agustus 2015 dan perealisasiannya dimulai pada September 2015. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan metode cluster yang mengelompokkan responden berdasarkan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Debitur KUR pada sektor agribisnis sebanyak 110 orang dan 64 orang pada sektor nonagribisnis. Responden yang diambil berjumlah 64 orang, yaitu 32 orang pada sektor agribisnis dan 32 lainnya pada sektor nonagribisnis. Banyaknya jumlah responden yang diambil dengan mempertimbangkan distribusi normal sebesar 30 orang untuk masing-masing sektor agribisnis dan nonagribisnis
17
dan ditambahkan masing-masing 2 responden untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya error.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif , bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Deskripsi yang telah dikumpulkan melalui analisis kualitatif, kemudian diolah melalui coding, yaitu dilakukan dengan analisis kuantitatif. Data kemudian diolah dengan menggunakan Micosoft Excel dan SPSS 16.0.
Analisis Kualitatif Analisis Kualitatif berupa deskripsi gambaran umum bank BRI Unit Rorotan, karakteristik nasabah usaha mikro sebagai debitur KUR, mekanisme penyaluran KUR, syarat-syarat dan prosedur penyaluran dan pembayaran kredit.
Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif menggunakan model analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR BRI usaha mikro BRI Unit Rorotan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah realisasi KUR, yang dipengaruhi beberapa variabel bebas yaitu lama pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lainnya, modal usaha, dan jenis usaha.
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR akan dilakukan dengan menggunakan data dari keseluruhan responden, maka diperoleh model permintaan KUR seluruh nasabah. Model yang digunakan adalah regresi linier berganda, model persamaannya dapat dituliskan : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 Dimana : Y = Jumlah realisasi kredit (rupiah) X1 = Lama pendidikan (tahun) X2 = Frekuensi menerima kredit (kali) X3 = Lama usaha (tahun)
18
X4 = Waktu pengembalian kredit (bulan) X5 = Pendapatan bersih usaha (rupiah) X6 = Pendapatan lain X7 = Modal usaha (rupiah) X8 = Jenis usaha (dummy (Agribisnis = 0 dan Nonagribisnis = 1) e = Error Model regresi linear selanjutnya akan dibedakan menjadi tiga model, untuk membedakan jumlah realisasi kredit pada usaha sektor agribisnis, nonagribisnis dan usaha mikro secara keseluruhan (total usaha agribisnis dan nonagribisnis). Variabel Y didefinisikan menjadi tiga variabel dependent, yaitu sebagai jumlah realisasi kredit pada sektor usaha agribisnis, sektor usaha nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan realisasi kredit pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Model persamaan untuk membedakan sektor agribisnis dan nonagribisnis hanya mengurangi variabel X8 (jenis usaha) dari persamaan, sehingga menjadi : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 Model regresi linear berganda diatas lebih lanjut akan dievaluasi untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata. Evaluasi model pendugaan dilakukan dengan uji F, uji t, koefisien determinasi (R2) dan memenuhi asumsi OLS. Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama (simultan), sedangkan uji t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Koefisien determinasi digunakan untuk melihat pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen serta asumsi OLS harus terpenuhi. 1. Uji F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (Xi) secara bersamaan atau serentak berpengaruh terhadap variabel terikat (Y) dengan hipotesis: H0 : b1 = b2 = 0 (Semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y) H1 : b1 ≠ 0 (sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y) Rumus Uji F adalah: F=
(
SSregression ) DFregression SSerror ( ) DFerror
Dimana: SSregression = Jumlah dari kuadrat regresi SSerror = Jumlah kesalahan kuadrat k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan Kriteria Uji: 1. Jika F-Hit > F-Tabel, maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel tak bebas 2. Jika F-Hit < F-Tabel, maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel bebas
19
2. Uji-t Uji-t digunakan untuk mengetahui signifikansi masing-masing variabel independent, apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara invidu berpengaruh terhadap nilai variabel dependen (uji parsial) dengan hipotesis : H0 : b1 = 0 (Variabel X tidak mempengaruhi variabel Y) H1 : b1 ≠ 0 (Variabel X mempengaruhi variabel Y) Dalam melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y digunakan rumus perhitungan uji-t, yaitu :
Thitung =
b j
j
( Ho)
StDEV (bj)
Keterangan : bj = Koefisien model dugaan Xj βj(Ho) = Nilai koefisien model untuk variable Xj di bawah Ho StDEV(bj) = Standar deviasi koefisien regresi ke i Kriteria Uji : 1. t-hit > t tabel, maka tolak Ho artinya variabel-variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas 2. t-hit < t tabel, maka terima Ho artinya variabel-variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas 3. Koefisien Determinasi (R2) Besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi (R2) persamaan regresi. Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, maka semakin kecil pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen atau dengan kata lain semakin kecil kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen). Sebaliknya, apabila koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen atau dengan kata lain semakin besar kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : SSregression R2 = 1SStotal Keterangan : R2 = Koefisien Determinasi SSregression = Jumlah kuadrat regresi Sstotal = Jumlah kuadrat total 4. Asumsi dalam Analisis Regresi Linier Model regresi yang diperoleh merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear tidak bias. Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi yaitu normalitas, nonmultikolinieritas, homoskedastisitas/homogenitas,
20
nonautokorelasi, nilai rata-rata kesalahan/error populasi pada model stokhastiknya sama dengan nol, variabel independen adalah nonstokastik yaitu nilainya konstan pada setiap kali percobaan apabila dilakukan percobaan secara berulang maka distribusi kesalahan/error adalah normal. Dalam penelitian ini, analisis regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda karena memiliki delapan variabel bebas, sehingga asumsi yang digunakan adalah normalitas, multikolinieritas, homogenitas, dan autokorelasi. 1. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumultive probability. Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan bahwa data memiliki sebaran yang normal dan sebaliknya jika sebaran data tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal. 2. Uji Multikolinieritas Multikolinearitas merupakan penyimpangan akibat adanya hubungan antarvariabel independen yang terdapat dalam model yang mengakibatkan model regresi yang diperoleh tidak sahih (valid) untuk menaksir nilai variabel independen. Diagnosis sederhana terhadap adanya multikolinieritas di dalam model melalui nilai thitung, R2, dan F-ratio. Jika nilai R2 tinggi, nilai F-ratio tinggi tetapi sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (nilai thitung sangat rendah) maka terdapat multikolinieritas pada model tersebut. Selain itu, pendeteksian terjadinya multikolinearitas, dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF diperoleh dari persamaan : 1 VIF = 2 1 R j Keterangan : R2 = Koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan semua peubah lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah bebas berkolinear ganda. Adanya multikolinearitas (kolinier ganda) dalam model akan mengakibatkan : a. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun R2 tinggi b. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data c. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi memiliki simpangan baku yang sangat besar. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi terjadi ketika error-error berhubungan yang berada dalam regresi saling berkorelasi. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan Uji Statistik Q : Box-Pierce, apabila P-value > 0.05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah autokorelasi. Batas toleransi jumlah maksimum sebanyak dua lag signifikan. 4. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi ketika variasi di sekitar persamaan regresi bernilai berbeda untuk semua nilai variabel bebas. Untuk menguji asumsi ini, dibuat plot antara standardized residual cumulative probability dengan faktor X. Jika tidak
21
terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen. Evaluasi model pendugaan dan uji asumsi digunakan pada model regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR. Adapun hipotesis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR mikro BRI Unit Rorotan adalah : 1. Lama Pendidikan Semakin lama pendidikan calon debitur maka diduga semakin besar kemauan untuk menjalankan suatu usaha demi memperoleh keuntungan, sehingga kredit yang diberikan bank tidak digunakan untuk konsumsi saja. Oleh karena itu lama pendidikan diduga mempengaruhi secara nyata terhadap realisasi KUR di BRI Unit Rorotan dimana dengan semakin meningkatnya lama pendidikan, maka realisasi KUR mikro akan semakin besar. Maka hipotesisnya : H0 = Lama pendidikan tidak berpengaruh nyata H1 = Lama pendidikan berpengaruh nyata 2. Frekuensi Menerima Kredit Frekuensi menerima kredit yang semakin sering menunjukkan nasabah tersebut mampu bertanggung jawab terhadap kredit yang diterimanya, begitu juga dalam pengembalian kredit dan nasabah tersebut telah memiliki catatan penerimaan kredit maupun pengembalian kredit, yang dalam hal ini pihak bank telah melihat kemampuan nasabah tersebut dalam membayar angsuran tepat waktu. Berdasarkan hal ini, hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Frekuensi menerima kredit tidak berpengaruh nyata H1 = Frekuensi menerima kredit berpengaruh nyata 3. Lama Usaha Bank akan menyalurkan kredit pada usaha yang memiliki trade record yang baik. Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit, karena dengan lamanya suatu usaha berjalan maka dapat dikatakan usaha tersebut dapat menjamin keberlangsungan usahanya dan layak untuk dibiayai atau dikembangkan. Hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Lama usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Lama usaha berpengaruh nyata 4. Waktu Pengembalian Kredit Waktu pengembalian kredit dilihat dari kemampuan debitur dalam kewajibannya membayar angsuran. Waktu pengembalian kredit dianggap berpengaruh positif karena menggambarkan kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit yang diajukan. Semakin tepat waktu pengembalian kredit yang dilakukan debitur, maka semakin tinggi realisasi KUR yang diberikan bank kemudian. Berdasarkan hal ini, hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Waktu pengembalian kredit tidak berpengaruh nyata H1 = Waktu pengembalian kredit berpengaruh nyata 5. Pendapatan Bersih Usaha Pendapatan bersih usaha memberikan informasi bagi pihak bank seberapa besar pengeluaran usaha calon debitur, sehingga diperoleh informasi pendapatan bersih usaha dan berapa besar jumlah kredit yang akan diberikan serta akan mempengaruhi waktu pengembalian agar melihat kemampuan nasabah dalam melakukan pembayaran. Semakin tinggi pendapatan bersih usaha debitur maka kemampuan nasabah tersebut dalam mengembalikan kredit semakin besar,
22
sehingga bank mau merealisasikan kreditnya. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Pendapatan bersih usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Pendapatan bersih usaha berpengaruh nyata 6. Pendapatan Lain Nasabah yang memiliki usaha/pekerjaan sampingan diluar usaha yang dibiayai oleh bank, akan meningkatkan pendapatannya. Saat usaha yang memperoleh pembiayaan dari bank sedang kurang menguntungkan, maka pendapatan dari usaha/pekerjaan sampingan dapat digunakan untuk membayar angsuran kredit. Oleh karena itu, diduga bank akan memberikan kredit pada usaha yang memiliki back up pendapatan. Hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Pendapatan lain tidak berpengaruh nyata H1 = Pendapatan lain berpengaruh nyata 7. Modal Usaha Modal usaha diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi kredit karena modal usaha menggambarkan skala usaha yang dijalankan. Semakin besar modal usaha maka semakin besar pula skala usaha yang dijalankan dan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima. Hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Modal usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Modal usaha berpengaruh nyata 8. Jenis Usaha Jenis usaha diduga mempunyai pengaruh positif terhadap realisasi KUR mikro BRI Unit Rorotan. Jenis usaha dalam penelitian ini berbentuk dummy. Jenis usaha sektor agribisnis diberi nilai nol karena dianggap lebih berisiko dari usaha sektor non agribisnis (diberi nilai satu). Semakin besar nilai koefisien jenis usaha maka diduga realisasi KUR semakin besar juga karena dianggap risiko usaha kecil. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang digunakan adalah : H0 = Jenis usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Jenis usaha berpengaruh nyata
GAMBARAN UMUM KANTOR BRI CABANG TANJUNG PRIUK DAN BRI UNIT ROROTAN
Kantor Cabang (Kanca) BRI Tanjung Priuk merupakan salah satu dari 23 Kanca BRI yang ada di wilayah Kanwil Jakarta 1, beralamat di Jalan Yos Sudarso No 1 Tanjung Priuk. Kanca Tanjung Priuk dipimpin oleh seorang Pemimpin Cabang (Pinca) yang membawahi kegiatan pelayanan kepada sektor makro dan ritel. Dalam kegiatannya Pinca dibantu oleh tiga manajer, yaitu : 1. Manajer Pemasaran (MP) Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap bisnis ritel baik kredit maupun dana dan bertanggung jawab kepada pimpinan cabang. Tugas dan wewenang seorang manajer pemasaran yaitu pemeriksa kredit, memberi rekomendasi suatu
23
keputusan kepada Pinca, dan ikut dalam penyelesaian kredit bermasalah. Manajer pemasaran membawahi para Account Officer (AO). 2. Manajer Operasional (MO) Manajer Operasional bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh proses kegiatan operasional Kanca dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan cabang. Tugas dan wewenang seorang manajer operasional yaitu mengelola kas kantor cabang dan surat-surat berharga, menyetujui pembayaran transaksi tunai serta kliring dan mengesahkan transaksi pemindah bukuan sesuai kewenangannya. Manajer Operasional membawahi Asisten Manajer Operasional (AMO) serta supervisor Kas dan Supervisor Dana dan Jasa. 3. Manajer Bisnis Mikro Manajer Bisnis Mikro bertanggung jawab terhadap bisnis baik kredit maupun dana dan operasional mikro di BRI Unit. Manajer Bisnis Mikro membawahi penilik BRI Unit, Petugas Administrasi Unit (PAU), dan petugas Rekonsiliasi Unit (PRU). Dalam menjalankan tugasnya, seorang Manajer Bisnis Mikro dibantu oleh Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) dalam menjalankan tugasnya. Kantor Cabang BRI Tanjung Priuk membawahi 13 kantor BRI Unit. Unitunit yang berada di bawah Kantor Cabang Tanjung Priuk tersebar di berbagai wilayah Tanjung Priuk. Kantor BRI Unit Rorotan merupakan salah satu dari 13 kantor BRI Unit yang berada di wilayah Kantor Cabang BRI Tanjung Priuk. Pada 1 Januari 1990, BRI Unit Gading Boulevard diresmikan dan berlokasi di daerah Kelapa Gading. Setelah beroperasi selama kurang lebih 17 tahun, BRI Unit Gading Boulevard berpindah lokasi ke daerah Rorotan dan berganti nama menjadi BRI Unit Rorotan. Kantor BRI Unit Rorotan terletak di Jalan Raya Rorotan, Kelurahan Rorotan, Cilincing, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Unit Rorotan didirikan dengan tujuan untuk memperluas jaringan BRI di masyarakat. Unit Rorotan memiliki dua teras BRI yaitu masing-masing Teras BRI I dan Teras BRI II. Teras BRI I diresmikan pada tanggal 6 Oktober 2010, beralamat di Jalan Kandang Sapi, Rorotan. Setelah Teras BRI I beroperasi selama dua tahun, BRI Unit Rorotan memperluas kembali jaringan kerjanya dengan menambah satu teras BRI. Teras BRI II diresmikan pada tanggal 1 Agustus 2012, beralamat di Jalan Malaka RT 02 RW 06 Rorotan. Tujuan berdirinya teras BRI I dan teras BRI II adalah untuk memenuhi kebutuhan nasabah, dengan cara mempercepat proses pelayanan dan kemudahan akses nasabah BRI Unit Rorotan. BRI Unit Rorotan terletak di wilayah kerja BRI Rorotan meliputi Kelurahan Rorotan dan Kelurahan Marunda. BRI Unit Rorotan dipimpin oleh seorang Kepala Unit (Ka Unit) yang membawahi satu orang supervisor, tiga orang mantri, tiga orang costumer service, tiga orang teller, satu orang satpam, satu orang penjaga malam, dan satu orang office boy. Masing-masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut : a. Kepala Unit (Ka Unit) Bank BRI Unit Rorotan dipimpin oleh Bapak Asep Ganjar yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional di BRI Unit tersebut. Setiap Ka. Unit memiliki wewenang dalam hal simpanan dan pinjaman dengan batasan jumlah tertentu. Selain bertanggung jawab pada kegiatan operasional, Ka. Unit juga ikut berperan dalam melakukan survey ke rumah dan tempat usaha nasabah yang
24
b.
c.
d.
e.
f.
mengajukan pinjaman, sehingga pada akhirnya memiliki peran terbesar dalam memberikan keputusan pinjaman. Supervisor Kegiatan operasional di Bank BRI Unit Rorotan dikontrol oleh seorang supervisor, yaitu Bapak Raden Kokos. Secara khusus supervisor bertanggung jawab dalam memantau dan mengontrol kinerja dari customer service dan teller, tetapi tidak berwenang dalam melakukan kontrol terhadap mantri, sehingga supervisor bertanggung jawab langsung kepada Ka. Unit. Mantri (Account Officer) Mantri yang ada di Bank BRI Unit Rorotan berjumlah lima orang, terdiri dari tiga orang mantri kantor, seorang mantri teras I dan seorang mantri teras II. Ada tiga orang mantri kantor yaitu Bapak Adeheru Matofani, Haris munandar, Widodo budianto. Sementara itu mantri teras ada dua orang yaitu Ibu Dian Indah Pertiwi dan Bapak Riswan. Secara umum, seorang mantri berperan sebagai tenaga pemasaran yang melakukan fungsi ganda, yaitu lending dan funding officer. Khusus untuk bidang pinjaman, seorang mantri berfungsi sebagai seorang analis kredit yaitu melakukan survey dan analisis berkas untuk kemudian merekomendasikan putusan kredit kepada Ka. Unit, dan berfungsi sebagai tenaga pembina debitur. Selain menjalankan tugas sebagai mantri, seorang mantri teras juga bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional di teras BRI, dalam hal ini seorang mantri teras membawahi seorang customer service dan teller teras dan juga bertanggung jawab langsung kepada Ka. Unit. Customer Service Jumlah costumer service Bank BRI Unit Rorotan ada lima orang, terdiri dari tiga orang customer service kantor dan dua orang customer service teras. Costomer service kantor yaitu Ibu Desi, Ibu Angel, dan Ibu Ayu. Sementara customer service teras yaitu Bapak Edwin dan Bapak Rian. Costumer service berperan dalam pelayanan nasabah (nasabah pinjaman dan nasabah simpanan), seperti pembuatan rekening, realisasi berkas, memberikan informasi mengenai berbagai produk perbankan, dan membuat laporan yang diperlukan oleh Kantor Cabang dan kantor wilayah. Teller Pada Bank BRI Unit Rorotan terdapat empat orang teller, terdiri dari dua orang teller kantor dan dua orang teller teras. Teller kantor yaitu Ibu Asih dan Ibu Fina. Sementara teller teras yaitu Ibu Fitriani dan Ibu Yeyen. Secara umum, teller berperan dalam melayani segala bentuk transaksi tunai perbankan yaitu pembayaran tagihan, setoran, penarikan simpanan dan transfer, serta transaksi tunai lainnya. Security di BRI Unit Rorotan yaitu Bapak Sawiyo , yang bertugas mengatur antrian agar kondusif serta mengarahkan nasabah. Pramubakti yaitu Bapak Bagas, membantu kelancaran tugas Ka. Unit, teller, mantri, dan costumer service, Penjaga malam yaitu Bapak Rozak, bertugas untuk menjaga keamanan BRI Unit Rorotan pada malam hari.
25
KEPALA UNIT
SUPERVISOR
COSTUMER SERVICE
MANTRI I
TELLER
MANTRI II
COSTUMER SERVICE TERAS I
TELLER TERAS I
MANTRI III
COSTUMER SERVICE TERAS II
TELLER TERAS II
Gambar 4 Struktur organisasi BRI Unit Rorotan
Visi dan Misi BRI Unit Rorotan Visi BRI adalah “menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah” dan misi BRI ada tiga, yaitu : 1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. 2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate government. 3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Bidang Usaha BRI Unit Rorotan
Bank BRI Unit Rorotan memiliki tiga bidang usaha, yaitu bidang usaha simpanan, pinjaman, dan jasa bank lainnya. Secara lebih rinci dapat dijabarkan : 1. Bidang Simpanan yaitu Giro BRI (Girobri), Deposito BRI (Depobri), baik dalam mata uang Rupiah maupun US Dollar, Sertifikat BRI (Sertibri), Tabungan Britama baik Britama Rupiah maupun Britama Dollar, Tabungan Simaskot, Tabungan Simpedes, Tabungan Junio, dan Tabungan Haji. 2. Bidang Pinjaman yaitu Kredit Prioritas atau Kredit Program, Kredit Non Program, Kredit Komersial, Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Profesi, Kredit Expres, Kupedes, Kredit Golongan Berpenghasilan Tetap, Kredit Pensiun, Kredit Cash Collateral dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 3. Usaha Jasa Bank
26
yaitu transfer, Inkaso, Safe Deposit Box, Automatic Teller Machine (ATM), Cek Perjalanan BRI (Cepebri), Kliring, dan jual beli Bank Notes atau mata uang asing. Selain itu, jasa bank lainnya meliputi biaya penyelenggaraan ibadah haji, penerimaan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Izin Mengemudi (SIM), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), penerimaan setoran denda tilang, penerimaan setoran tagihan telepon dan listrik, pembayaran uang pensiun PT Taspen dan PT Asabri, pembayaran Pajak Bea Cukai KPKN, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Subsidi Pembangunan Inpres (P2KP), Pelayanan setoran PT Pusri, pelayanan pembayaran Pertamina dan pelayanan setoran Pegadaian.
Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Rorotan
Prosedur penyaluran kredit menggunakan prinsip 5C (Character, Capacity, Collateral, Capital, dan Condition of Economy). Prinsip yang terpenting diantara yang lain adalah Character. Salah satu cara mengenali karakteristik peminjam dapat dimulai dengan melihat karakteristik individu pemiliknya. Melalui karakteristik ini, dapat dilihat sasaran yang menjadi pemberdayaan BRI Unit Rorotan, sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi karakteristik nasabah KUR karena terkait dengan keberhasilan nasabah dalam menjalankan usaha serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Tahap awal permohonan KUR yaitu dengan mengisi formulir yang tersedia di BRI Unit Rorotan dan melengkapi beberapa persyaratan administratif. Ada beberapa persyaratan awal yang harus dipenuhi nasabah sebagai syarat administratif permohonan kredit, yaitu: fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami istri bila sudah menikah, fotokopi Kartu Keluarga (KK), pas photo (4x6) sebanyak satu lembar, Surat Keterangan Usaha dari kecamatan dan kelurahan, jaminan moril berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), minimal usaha telah berjalan selama 6 bulan. Mantri kemudian melakukan pemeriksaan berkas. Setelah kelengkapan berkas terpenuhi, maka dilanjutkan dengan proses Bank Indonesia (BI) Checking. Melalui BI Checking dapat dilihat riwayat si pemohon kredit meliputi ada tidaknya pinjaman di bank lain, kolektibilitas kredit dan status angsuran motor, rumah dan kredit. Seluruh berkas diberikan kepada Ka. Unit untuk diproses lebih lanjut. Tahapan selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap kebenaran berkas yang diberikan calon debitur. Proses ini dilakukan dengan melakukan survey ke alamat rumah nasabah dan alamat usahanya, kemudian melakukan wawancara dengan calon debitur maupun para tetangga atau relasinya. Kriteria pemeriksaan tersebut meliputi : 1. Domisili calon debitur yang tertera pada KTP sesuai dengan surat keterangan kecamatan atau kelurahan yang diberikan 2. Calon nasabah atau debitur mempunyai sifat baik, ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan para tetangga, relasi, ataupun perangkat desa yang berhubungan. 3. Calon nasabah mempunyai prospek usaha yang baik.
27
Pemeriksaan kebenaran berkas harus disesuaikan dengan prinsip 5C. Setelah melaukan survey langsung ke alamat dan tempat usaha debitur, maka dilakukan beberapa pertimbangan untuk merealisasikan atau menolak permohonan pinjaman. Apabila permohonan pinjaman diterima Bank, proses berikutnya akan dilanjutkan dengan pencairan dana KUR dengan sistem autodebet.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Debitur KUR BRI Unit Rorotan
Penyaluran KUR harus memenuhi prinsip 5C agar kredit yang diberikan oleh Bank tepat sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan penyaluran KUR oleh pemerintah, yaitu membantu keterbatasan UMKM dalam akses permodalan. Dari lima prinsip tersebut, character merupakan prinsip yang terpenting untuk dianalisis karena karakter seseorang sangat mempengaruhi keberhasilan perealisasian kredit. Responden dalam penelitian ini adalah debitur KUR yang bergerak pada sektor usaha agribisnis dan non agribisnis masing-masing berjumlah 32 orang dan berdomisili di wilayah kerja BRI Unit Rorotan, yaitu kelurahan Rorotan dan Marunda, Jakarta Utara. Karakteristik responden terbagi menjadi tiga yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Analisis karakteristik individu pada penelitian ini menggunakan variabel usia responden, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendidikan. Karakteristik usaha dianalisis secara deskriptif menggunakan tiga variabel, yaitu penghasilan bersih per bulan, lama usaha, dan modal usaha. Karakteristik kredit dianalisis secara deskriptif menggunakan dua variabel, yaitu frekuensi menerima kredit dan waktu pengembalian kredit. Pada sektor usaha agribinis, responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan berusia 19 sampai 60 tahun dengan rata-rata usia 39 tahun. Responden umumnya berjenis kelamin pria dengan lama pendidikan empat sampai 16 tahun dan memiliki jumlah anggota keluarga satu sampai delapan orang. Responden memiliki rata-rata penghasilan 5.14 juta rupiah dan rata-rata menggunakan modal sebesar 6.95 juta rupiah. Usaha yang dijalankan responden telah beroperasi selama satu sampai 23 tahun. Dalam menjalankan usaha, responden mengambil kredit dari bank dengan frekuensi satu sampai tiga kali dengan masa pengembalian kredit 12 sampai 24 bulan. Pada sektor usaha nonagribisnis, responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan berusia 22 sampai 70 tahun dengan rata-rata usia 39 tahun. Responden umumnya berjenis kelamin pria dengan lama pendidikan empat sampai 16 tahun dan memiliki jumlah anggota keluarga dua sampai tujuh orang. Responden memiliki rata-rata penghasilan 4.87 juta rupiah dan rata-rata menggunakan modal sebesar 20.22 juta rupiah. Usaha yang dijalankan responden telah beroperasi selama satu sampai 35 tahun. Dalam menjalankan usaha, responden mengambil kredit dari bank dengan frekuensi satu sampai tiga kali dengan masa pengembalian kredit 12 sampai 36 bulan.
28
Tabel 6 Statistika deskriptif responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan Sektor Usaha Agribisnis Variabel Usia (Tahun) Jenis Kelamin (Dummy) Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Tingkat Pendidikan (Tahun) Penghasilan Bersih Per Bulan (Juta Rupiah) Lama Usaha (Tahun) Frekuensi Menerima Kredit (Kali) Waktu Pengembalian Kredit (Bulan) Modal (Juta Rupiah) Sektor Usaha Non Agribisnis Usia (Tahun) Jenis Kelamin (dummy) Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Tingkat Pendidikan (Tahun) Penghasilan Bersih Per Bulan (Juta Rupiah) Lama Usaha (Tahun) Frekuensi Menerima Kredit (Kali) Waktu Pengembalian Kredit (Bulan) Modal (Juta Rupiah)
Mean 39.44 4.53 9.16 5.14 8.09 2.03 17.50 6.95 39.15 4.13 9.87 4.87 8.18 1.71 19.06 20.22
SE St.Dev Min Mean 1.85 10.46 19.00 0.35 1.97 1.00 0.49 2.78 4.00 0.42 2.41 5.65 0.85 4.81 1.00 0.15 0.86 1.00 0.83 4.68 12.00 1.81 10.27 0.15 1.77 0.26 0.50 0.48 1.50 0.15 1.05 3.86
Max 60.00 8.00 16.00 10.00 23.00 3.00 24.00 46.00
10.03 22.00 70.00 1.48 2.00 7.00 2.82 4.00 16.00 2.31 1.20 12.80 8.51 1.00 35.00 0.85 1.00 3.00 5.92 12.00 36.00 21.84 0.45 100.00
Karakteristik Individu Responden Karakteristik individu reponden debitur KUR berdasarkan variabel usia, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, dan tingkat pendidikan. 1. Usia Usia debitur diduga berpengaruh positif terhadap keberhasilan realisasi kredit karena berhubungan dengan kematangan kemampuan berpikir dalam menjalankan usaha, memanfaatkan kredit dan bertanggung jawab terhadap pembayaran angsuran kredit. Usia debitur yang terlalu muda berhubungan dengan pengalaman menjalankan usaha yang masih sedikit sehingga risiko kegagalan usaha masih tinggi, sedangkan bila usia debitur terlalu tua mempengaruhi produktivitas kerja, sehinggga semakin produktif usia debitur maka akan semakin besar jumlah realisasi kredit. Proporsi terbesar responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan berada pada kisaran usia 33 hingga 46 tahun yaitu mencapai 50 persen pada sektor usaha agribisnis dan 53.12 persen pada sektor nonagribisnis. Hal ini menggambarkan bahwa debitur KUR masih memiliki capacity yang baik dalam bekerja karena dengan usia produktif yang dimiliki, rata-rata responden telah mengenyam pendidikan SMP pada sektor usaha agribisnis dan SMU Sederajat pada sektor nonagribisnis sehingga diharapkan memberikan peluang yang besar dalam memajukan usahanya yaitu dengan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Debitur dengan usia produktif dipertimbangkan sudah memiliki pengalaman usaha
29
dan pengetahuan yang cukup dalam menjalankan usahanya. Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR berada pada rentang usia produktif. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen bank, pencairan dana KUR tidak terlalu memperhatikan faktor usia. 2. Jenis Kelamin Sebagai kepala rumah tangga, pria memiliki tanggung jawab dalam mencari nafkah dan wewenang dalam pengambilan keputusan saat anggota keluarga mempertimbangkan untuk mengambil kredit dari bank. Peranan pria yang lebih besar dalam mencari nafkah untuk keluarga berpengaruh terhadap peranan pria yang lebih besar juga dalam pengajuan kredit. Dengan demikian, jenis kelamin diduga memberikan pengaruh dalam menentukan jumlah (besarnya) realisasi kredit yang diterima debitur. Debitur KUR yang menjadi responden di BRI Unit Rorotan mayoritas berjenis kelamin pria sebesar 65.63 persen pada sektor usaha agribisnis dan 71.88 persen pada sektor nonagribisnis. Hal ini menggambarkan capacity debitur melalui pendekatan historis, yaitu riwayat kinerja yang menunjukkan perkembangan. Pekerjaan debitur umumnya sebagai peternak bebek dan petambak ikan pada sektor usaha agribisnis, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis yaitu usaha warnet, bensin eceran dan bengkel las. Profesi ini umumnya dilakukan oleh debitur berjenis kelamin pria. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Rorotan, dalam pemberian KUR tidak membedakan pria dan wanita. Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR berjenis kelamin pria. . 3. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga menjadi salah satu faktor yang diduga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR dan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan pihak manajemen bank dalam memberikan kreditnya. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin besar proporsi alokasi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga maka diduga semakin kecil realisasi kredit yang diperoleh. Responden debitur KUR BRI Unit Rorotan umumnya memiliki jumlah anggota keluarga antara empat sampai enam orang pada sektor usaha agribisnis yaitu sebesar 50 persen, sedangkan pada sektor nonagribisnis jumlah anggota keluarga paling banyak tiga orang, yaitu sebesar 53.13 persen. Jumlah anggota keluarga yang dimaksud yaitu debitur KUR dan orang yang tinggal dengan debitur serta kebutuhan hidupnya ditanggung oleh debitur. Hal ini menggambarkan kemampuan debitur dalam mengelola faktor-faktor sumber daya yang dimiliki sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Responden debitur KUR sektor usaha nonagribisnis memiliki capacity yang lebih besar dari sektor usaha agribisnis. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen BRI Unit Rorotan, dalam pemberian KUR mempertimbangkan jumlah anggota keluarga, karena berhubungan dengan pengeluaran rumah tangga yang akan berpengaruh pada kemampuan debitur melunasi angsuran kredit setiap bulan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR yang diterima debitur.
30
4. Tingkat Pendidikan Karakteristik individu responden debitur KUR juga dapat dianalisis secara deskriptif melalui tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin luas wawasan responden. Hal ini berkaitan dengan kemampuan responden dalam menjalankan usaha, memahami tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman serta mengetahui hak dan kewajiban sebagai debitur KUR sehingga peluang keterlambatan pembayaran pinjaman akan semakin kecil dan jumlah realisasi KUR yang direalisasikan bank akan semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan didominasi lulusan SMP pada sektor usaha agribisnis sebesar 37.5 persen, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis, responden debitur KUR didominasi lulusan SMU sebesar 50 persen. Hal ini menggambarkan capacity debitur sektor usaha nonagribisnis lebih baik daripada sektor agribisnis melalui pendekatan pendidikan dan teknis/manajerial. Debitur KUR sektor usaha agribisnis telah memiliki kemampuan penjualan yang baik, yaitu dibuktikan dengan terjalinnya kontrak kerja antara para peternak bebek yang mengambil KUR dengan pengusaha supermarket di Jepang. Pada sektor usaha nonagribisnis, mayoritas debitur KUR merupakan lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) sehingga telah memiliki pengalaman dan keahlian khusus untuk mengelola usaha bengkel yang mayoritas dimiliki debitur. Hasil analisa deskriptif pada penelitian ini sama dengan dua penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR BRI Unit Leuwiliang dan BRI Unit Tongkol memiliki jenjang pendidikan SMU.
Karakteristik Usaha Responden Karakteristik Usaha responden debitur KUR berdasarkan variabel penghasilan bersih per bulan, lama usaha, dan modal usaha. 1. Penghasilan bersih perbulan Penghasilan bersih perbulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena berhubungan dengan kemampuan debitur KUR dalam pembayaran angsuran pinjaman. Penghasilan debitur berasal dari penghasilan bersih usaha yang dijalankan dan pendapatan lain diluar usaha. Responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan yang bergerak pada sektor usaha agribisnis mayoritas memiliki penghasilan bersih berkisar antara lima sampai 10 juta rupiah sebesar 56.25 persen dan memiliki penghasilan bersih berkisar antara satu sampai lima juta rupiah sebesar 62.5 persen pada sektor usaha nonagribisnis. Hal ini menggambarkan capacity debitur melalui pendekatan finansial pelaku usaha sektor agribisnis lebih baik daripada sektor nonagribisnis yang tercermin dari kemampuan debitur KUR dalam menghasilkan laba sehingga mampu mengembalikan kreditnya. Lingkungan usaha debitur KUR sangat mendukung terhadap perkembangan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Mayoritas responden debitur KUR memiliki usaha sembako, warnet dan bengkel las. Ketiga jenis usaha ini sangat berkembang di wilayah kerja BRI Unit Rorotan karena didaerah tersebut terdapat Sekolah Akademi Pelayaran, SMP sederajat, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), dan banyak proyek-proyek pelabuhan. Pada sektor usaha agribisnis, mayoritas debitur KUR bekerja sebagai peternak bebek dan telah menjalin kontrak mengenai kualitas dan kuantitas telur bebek yang akan dikirim ke
31
Jepang. Hal ini menggambarkan kondisi ekonomi di lingkungan kerja debitur KUR sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis (condition of economy) mendukung positif bagi perkembangan usaha. Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR memiliki penghasilan perbulan antara satu sampai lima juta rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa skala usaha yang dijalankan debitur yaitu usaha mikro dan layak mendapatkan pembiayaan dari dana KUR. 2. Lama Usaha Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin lama usaha maka semakin banyak pengalaman seseorang dalam menjalankan usaha dan mengelola risiko. Debitur yang telah lama bergelut dalam suatu usaha akan diikuti oleh peluang keberhasilan usaha yang semakin besar sehingga akan lebih mendapat kepercayaan kredit dari bank. Mayoritas responden debitur KUR memiliki lama usaha antara enam sampai 10 tahun yaitu sebesar 50 persen pada sektor usaha agribisnis dan kurang dari lima tahun pada sektor nonagribisnis sebesar 53.12 persen. Hal ini menggambarkan debitur KUR sektor usaha agribisnis memiliki character yang lebih baik karena memiliki sikap kerja keras, sabar dan konsultatif sehingga mampu menjalankan dan mempertahankan usahanya. Usaha pada sektor agribisnis telah mampu mengelola risiko dengan baik pada bidang usaha peternakan bebek dan petambak ikan yang mayoritas dimiliki debitur. Pada sektor usaha nonagribisnis, umumnya usaha sedang berkembang dan membutuhkan pembiayaan. Kondisi ini sesuai dengan salah satu tujuan penyaluran KUR yaitu pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Usia usaha ini umumnya dimiliki usaha berkembang yang sedang prospektif untuk memperoleh pembiayaan. 3. Modal Awal Usaha Modal usaha merupakan sejumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin besar modal usaha seseorang maka semakin dipercaya menerima kredit. Besarnya modal tergantung dari jenis usaha yang dijalankan oleh debitur. Mayoritas responden debitur KUR memiliki modal usaha lebih dari 10 juta pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis yaitu masing-masing sebesar 53.12 dan 56.25 persen. Hal ini menggambarkan debitur KUR memiliki capital yang layak untuk mendapatkan kredit karena kredit yang diberikan oleh bank hanya sebagai tambahan pembiyaan. Kepemilikan capital debitur KUR di BRI Unit Rorotan juga menunjukkan iktikad baik dalam menjalankan usaha (character yang baik) karena semakin banyak modal yang ditanamkan debitur akan semakin tinggi tanggung jawab pengusaha tersebut agar usahanya terus berkembang. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen bank, modal menjadi salah satu pertimbangan dalam perealisasian KUR namun bukan menjadi pertimbangan mutlak, karena salah satu tujuan KUR adalah meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM.
32
Karakteristik Kredit Responden Karakteristik kredit responden debitur KUR berdasarkan variabel frekuensi menerima kredit dan waktu pengembalian kredit. 1. Frekuensi Menerima Kredit Frekuensi menerima kredit diduga berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi KUR di BRI Unit Rorotan. Debitur yang melakukan pembayaran angsuran kredit secara teratur dan tidak pernah menunggak akan lebih dipercayai oleh pihak manajemen bank. Apabila debitur telah menerima kredit sebanyak tiga kali, maka untuk pengajuan kredit ke empat tidak akan diberikan suplesi oleh pihak Bank, namun akan diarahkan untuk mengambil kredit komersil karena telah dianggap mampu mengembangkan usahanya. Mayoritas responden menerima kredit sebanyak tiga kali pada sektor usaha agribisnis, yaitu sebesar 37.5 persen. Hal ini menggambarkan debitur KUR memiliki character yang baik karena memiliki kemauan untuk memenuhi kewajiban (willingness to pay), yaitu membayar angsuran kredit dengan tepat waktu, sehingga pihak manajemen bank memberikan kredit lagi. Responden debitur KUR sektor usaha agribisnis umumnya bekerja sebagai peternak bebek dan telah menjalin kontrak mengenai kualitas dan kuantitas telur bebek yang akan dikirim ke Jepang. Hal ini membuat risiko usaha pada sektor agribisnis lebih kecil. Pada sektor nonagribisnis, mayoritas responden mengajukan pinjaman sebanyak satu kali yaitu sebesar 53.12 persen. Berdasarkan wawancara dengan responden, debitur yang bergerak dalam sektor usaha nonagribisnis umumnya menggunakan kredit sebagai modal investasi untuk membangun atau memperluas skala usaha. 2. Waktu Pengembalian Kredit Waktu pengembalian kredit adalah jangka waktu pengembalian dan pelunasan kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk membayar pinjamannya hingga lunas. Semakin tepat waktu pengembalian kredit yang dilakukan debitur, maka semakin tinggi realisasi KUR yang diberikan bank. Mayoritas responden debitur KUR yang bergerak pada sektor usaha agribisnis memilih kredit dengan jangka waktu pengembalian 18 bulan, sedangkan pada sektor nonagribisnis mayoritas debitur memilih mengambil kredit dengan jangka waktu pengembalian 24 bulan masing-masing sebesar 37.5 persen. Hal ini menggambarkan capacity debitur KUR sektor usaha agribisnis lebih baik dari sektor nonagribisnis melalui pendekatan yuridis yaitu debitur KUR memiliki kapasitas untuk mewakili usahanya sehingga waktu pengembalian kredit disesuaikan dengan kemampuan bayar debitur berdasarkan pendapatan bersih perbulannya.
33
Tabel 7 Karakteristik responden debitur KUR BRI Unit Rorotan No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Karakteristik Responden Usia Responden (Tahun) <33 33-46 47-59 >59 Jenis Kelamin Wanita Pria Jumlah Anggota Keluarga (Orang) 0-3 4-6 >6 Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMU/STM D3/Sarjana Penghasilan bersih perbulan (Rp) ≤ 1 000 000 1 000 000 - 5 000 000 5 000 001 – 10 000 000 >10 000 000 Lama Usaha (Tahun) ≤5 6 - 10 11 - 15 ≥ 16 Modal Awal Usaha (Rp) 0 - 5 000 000 5 000 001 - 10 000 000 >10 000 000 Frekuensi Menerima Kredit (Kali) 1 2 3 Waktu Pengembalian Kredit (Bulan) 12 18 20 24 36
Sektor Usaha Agribisnis (%) Nonagribisnis (%) 28.12 50.00 18.75 3.13
28.13 53.12 15.62 3.13
34.37 65.63
28.12 71.88
31.25 50.00 18.75
53.13 37.50 9.37
3.12 25.00 37.50 31.26 2.12
9.38 6.25 31.25 50.00 3.12
12.50 28.12 56.25 3.13
0.00 62.50 34.37 3.13
25.00 50.00 21.87 3.13
53.12 18.75 12.50 15.63
15.62 31.25 53.13
12.50 31.25 56.25
34.37 28.13 37.50
53.12 21.88 25.00
34.37 37.50 3.13 25.00 0.00
31.25 21.88 6.25 37.50 3.12
34
Analisis Realisasi KUR di BRI Unit Rorotan
Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Terdapat tujuh faktor yang diduga mempengaruhi jumlah realisasi KUR di BRI Unit Rorotan pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, yaitu lama pendidikan (X1), frekuensi menerima kredit (X2), lama usaha (X3), waktu pengembalian kredit (X4), pendapatan bersih usaha (X5), pendapatan lain (X6), dan modal usaha (X7). Sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis kemudian disatukan hingga membentuk satu model persamaan, sehingga dapat dilihat apakah terdapat perbedaan antara hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis, nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha tersebut. Pada pengujian dengan menggabungkan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, digunakan delapan variabel, yaitu lama pendidikan (X1), frekuensi menerima kredit (X2), lama usaha (X3), waktu pengembalian kredit (X4), pendapatan bersih usaha ( X5), pendapatan lain (X6), modal awal usaha (X7), dan jenis usaha (X8). Model yang menjelaskan tujuh variabel yang berpengaruh terhadap realisasi KUR sektor usaha agribisnis, nonagrbisnis, dan delapan variabel pada gabungan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis yaitu : Y agribisnis
= -4389000 - 28764.76X1+ 3274000X2 + 233859.81X3 + 338721.03X4 +1.94 X5 – 0.37X6 – 0.08X7
Ynonagribisnis = -7112000 + 587969.12X1 – 582024.77X2 – 208909.95X3 + 515103.04X4 + 2.45X5 + 1.29X6 – 0.04X7 Ygabungan
= -6693000 + 425195.76X1 + 1872000X2 + 28418.32X3 + 357052.30X4 + 2.42X5 – 0.57X6 – 0.03X7 + 728026.09X8
Model yang menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen berbeda pada variabel lama pendidikan (X1), frekuensi menerima kredit (X2), lama usaha (X3), dan pendapatan lain (X6). Lama pendidikan yang ditempuh debitur KUR sektor usaha nonagribisnis mayoritas lulusan SMA sebesar 50 persen, lebih tinggi dibandingkan sektor usaha agribisnis yang mayoritas debiturnya hanya lulusan SMP, yaitu sebesar 37.50 persen. Proporsi debitur berdasarkan lama pendidikan yang semakin besar akan mempengaruhi nilai koefisien regresi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Hutagaol (2009); Mulyarto (2009); Hidayanto (2010); Sembiring (2013)), dimana mayoritas debitur KUR di BRI Unit Tongkol sebesar 53.09 persen adalah lulusan SMU, sedangkan di BRI Unit Leuwiliang sebesar 43.75 persen dengan lama pendidikan yang sama. Debitur KUR sektor usaha agribisnis umumnya telah mengambil kredit sebanyak tiga kali yaitu sebesar 34.37 persen sebagai tambahan modal usaha yang telah berjalan enam sampai 10 tahun yaitu sebesar 50 persen. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Leuwiliang, dimana mayoritas responden telah mengambil kredit sebanyak tiga kali yaitu sebesar 62.50 persen sebagai tambahan modal usaha yang telah berjalan rata-rata 12 tahun. Mayoritas debitur KUR sektor usaha nonagribisnis memiliki sumber pendapatan lain selain dari pendapatan usaha yang dijalankan sehingga koefisien
35
pendapatan lain pada model bernilai positif, sementara pada sektor usaha agribisnis hanya sedikit debitur yang memiliki sumber pendapatan lain. Berdasarkan hasil analisis menggunakan analisis linear berganda diperoleh nilai-nilai yang mengindikasikan ketepatan model yaitu uji statistik uji F untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan, uji T untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen dan Koefisien Determinasi (R2) untuk melihat keakuratan model. Diketahui bahwa P-value dari uji F lebih kecil dari taraf nyata sebesar 10 persen pada sektor usaha agribisnis, nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha (P = 0.000 < α = 0.1), artinya setidak-tidaknya ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Keakuratan model dugaan diperoleh dengan melihat koefisien determinasi (R2) pada sektor usaha agribisnis, nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha, yaitu masingmasing sebesar 83, 76, dan 73 persen. Nilai koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa sebesar 83 persen variasi variabel terikat (jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, sebesar 76 persen variasi variabel jumlah realisasi KUR pada sektor usaha nonagribisnis dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, dan sebesar 73 persen variasi variabel jumlah realisasi KUR pada gabungan kedua sektor usaha dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas. Pada uji T dapat terlihat faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR sektor usaha agribisnis, nonagribisnis dan gabungan kedua sektor usaha. Pada sektor usaha agribisnis ada empat variabel yang berpengaruh nyata, pada sektor usaha nonagribisnis terdapat dua variabel, dan pada gabungan kedua sektor usaha terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR di BRI Unit Rorotan. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata tersebut adalah variabel dengan P-value lebih kecil dari taraf nyata sebesar 10 persen. Tabel 8 Variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR Variabel Independen Frekuensi menerima kredit Lama Usaha Waktu pengembalian kredit Pendapatan bersih usaha
P-value Agribisnis Nonagribisnis 0.022 0.089 0.038 0.008
0.016 0.001
Agribisnis dan Nonagribisnis 0.023 0.004 0.000
Persamaan suatu persamaan regresi berganda memerlukan beberapa asumsi mendasar yaitu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas. 1. Normalitas Pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis menghasilkan variabelvariabel yang terdistribusi normal karena sebaran data berada pada garis normal dengan titik-titik data yang membentuk pola linear, yaitu variabel dependen jumlah realisasi kredit, variabel independen lama pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, dan modal usaha.
36
2. Autokorelasi Pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis dilakukan Uji Statistik Q : Box-Pierce, diperoleh bahwa tidak ada lag yang yang signifikan ( P-value > 0.05) dengan batas toleransi jumlah maksimum sebanyak dua lag, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji F dan uji T adalah valid. 3. Multikolinieritas Berdasarkan pada hasil VIF diketahui bahwa nilai VIF dari semua variabel independen adalah lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah multikolinier diantara variabel-variabel independen. 4. Heteroskedasitas Plot antara standardized residual dengan variabel terikat menunjukkan bahwa tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa data usaha sektor agribisnis dan nonagribisnis tersebut homogen, yaitu komponen error tidak heteroskedastisitas. Tabel 9 Hasil pengujian model Regresi Linear Berganda sektor dan Nonagribisnis Sektor Agribisnis Notasi Variabel Koefisien Thit Regresi b Konstanta -4389000 -1.38 X1 Lama pendidikan -28764.76 -0.10 (tahun) X2 Frekuensi menerima 3274000* 2.45 kredit (kali) X3 Lama usaha (tahun) 233859.81** 1.78 * X4 Waktu 338721.03 2.19 pengembalian kredit (bulan) X5 Pendapatan bersih 1.941* 2.88 usaha (Rupiah) X6 Pendapatan lain -0.37 -0.52 (Rupiah) X7 Modal (Rupiah) -0.08 -1.18 R2 = 83 % R2 (adj) = 78 % ANOVA Source DF SS MS Regression 7 15.1 2.16 Residual 24 3.11 1.29 Error Total 31 18.2 Durbin 1.98 Watson statistic
usaha Agribisnis
Pvalue 0.17 0.92
VIF
0.02
3.17
0.08 0.03
1.17 1.25
0.01
3.40
0.54
1.28
0.25
1.25
F 16.70
1.54
P 0.00
37
Sektor Usaha Nonagribisnis b X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Konstanta Lama pendidikan (tahun) Frekuensi menerima kredit (kali) Lama usaha (tahun) Waktu pengembalian kredit (bulan) Pendapatan bersih usaha (Rupiah) Pendapatan lain (Rupiah) Modal usaha (Rupiah)
-7112000 587969.12
-2.03 1.23
0.05 0.23
3.06
-582024.77
-0.41
0.68
2.41
-208909.95 515103.04*
-1.69 2.59
0.10 0.01
1.82 2.30
2.45*
3.81
0.00
2.12
1.29
1.21
0.24
2.62
-0.04
-0.94
0.35
1.74
R2 = 76.1 % R2 (adj) = 69.2 % ANOVA Source DF SS MS Regression 7 1.429 2.041 Residual 24 4.477 1.866 Error Total 31 1.877 Durbin 1.86 Watson statistic Sektor Agribisnis dan Nonagribisnis b X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 R2 = 73.3 % ANOVA Source Regression
Konstanta Lama pendidikan (tahun) Frekuensi menerima kredit (kali) Lama usaha (tahun) Waktu pengembalian kredit (bulan) Pendapatan bersih usaha (Rupiah) Pendapatan lain (Rupiah) Modal usaha (Rupiah) Jenis Usaha (dummy)
F 10.94
P 0.00
-6693000 425195.76
-2.73 1.64
0.01 0.11
1.84
1872000*
2.33
0.02
1.66
28418.32 357052.30*
0.35 2.99
0.72 0.00
1.13 1.41
2.42*
5.75
0.00
1.96
-0.57
-1.11
0.27
1.35
-0.03
-0.84
0.40
1.55
0.58
0.56
1.39
728026.09 R (adj) = 69.4 % 2
DF 8
SS 27.30
MS 3.413
F 18.82
P 0.00
38
Residual Error Total Durbin Watson statistic
55
9.969
63 1.88
37.27
1.812
) signifikan pada α = 5% **) signifikan pada α = 10%
*
Variabel Dependent Jumlah Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Peubah terikat pada penelitian ini yaitu jumlah realisasi KUR oleh BRI Unit Rorotan. Jumlah KUR yang direalisasikan oleh BRI Unit Rorotan bervariasi dengan plafon antara satu hingga 25 juta rupiah. Berdasarkan hasil penelitian, pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis memiliki perealisasian KUR maksimum sebesar 25 juta rupiah. Besaran jumlah perealisasian KUR berfluktuatif, dimana data perealisasian KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis memiliki nilai rata-rata masing-masing 16 328 125 rupiah dan 15 093 750 rupiah serta memiliki nilai simpangan baku masing-masing sebesar 7 674 433.23 rupiah dan 7 780 701 rupiah.
Variabel Independent Lama Pendidikan Responden Variabel lama pendidikan merupakan salah satu kriteria penting yang dipertimbangkan pihak manajemen bank sebelum perealisasian kredit dilakukan, akan tetapi berdasarkan hasil uji lama pendidikan berpengaruh negatif terhadap realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis, sedangkan pada sektor usaha non agribisnis tidak berpengaruh nyata terhadap perealisasian KUR di BRI Unit Rorotan. Koefisien variabel lama pendidikan bernilai negatif pada sektor usaha agribisnis, artinya lama pendidikan debitur tidak mempengaruhi pertimbangan manajemen bank dalam memberikan kreditnya. Pada sektor usaha nonagribisnis, koefisien variabel bernilai positif tetapi P-value memperlihatkan bahwa lama pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap perealisasian KUR. Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa lama pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (Tabel 9). Berdasarkan hasil regresi linier berganda tersebut, lama pendidikan berpengaruh negatif pada realisasi KUR sektor usaha agribisnis dan tidak memiliki pengaruh nyata pada sektor usaha nonagribisnis karena P-value lebih besar dari taraf nyata dan koefisien regresi negatif ( P = 0.922 > α = 0.1 pada sektor agribisnis
39
dan P = 0.23 > α =0.1 pada sektor usaha nonagribisnis). Hasil uji pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Harjasari, dimana tingkat pendidikan tidak mempengaruhi jumlah realisasi kredit (Sembiring 2013). Hasil uji ini sesuai dengan wawancara dengan pihak manajemen bank, yaitu dalam perealisasian KUR tidak mempertimbangkan lama pendidikan, selama debitur tersebut memiliki usaha dan character yang baik. Karakter baik debitur terlihat dari sikap keseharian debitur maupun dalam menjalankan usahanya. Berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa semakin lama pendidikan calon debitur maka diduga semakin besar jumlah kredit yang diberikan oleh bank dengan P-value < taraf nyata (Hidayanto 2010).
Frekuensi Menerima Kredit Sebagian besar responden debitur KUR sektor usaha agribisnis sudah pernah menerima KUR, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis, mayoritas responden debitur KUR baru sekali menerima kredit. Semakin banyak frekuensi debitur menerima kredit maka semakin tinggi tingkat kepercayaan pihak manajemen bank kepada debitur tersebut dan berdampak pada semakin besar jumlah kredit yang direalisasian oleh Bank, sehingga frekuensi menerima kredit diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KUR. Berdasarkan Hasil uji, variabel frekuensi menerima kredit berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis karena memiliki P-value lebih kecil dari taraf nyata dan koefisien regresi positif (P = 0.022 < α = 0.1), artinya apabila frekuensi menerima kredit bertambah satu kali, maka diduga jumlah realisasi KUR akan meningkat sebesar Rp3 274 000. Hasil uji ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Tongkol, dimana Frekuensi menerima kredit mempengaruhi jumlah realisasi kredit karena memiliki P-value < taraf nyata (Hidayanto 2010). Pada sektor usaha nonagribisnis variabel frekuensi menerima kredit berpengaruh negatif terhadap jumlah realisasi kredit karena memiliki P-value lebih besar dari taraf nyata dan koefisien regresi negatif (P = 0.7 > α = 0.1). Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa frekuensi menerima kredit berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (P = 0.023 < α = 0.1). Hasil uji mengindikasikan bahwa dalam penyaluran KUR pada sektor usaha agribisnis, pihak manajemen BRI Rorotan lebih mempercayai debitur yang telah pernah menerima kredit sebelumnya karena usaha di bidang agribisnis lebih berisiko daripada non agribisnis, sehingga debitur yang melakukan pengajuan kredit kembali di kemudian hari dianggap memiliki capacity untuk mengelola risiko usaha dan berdampak pada iktikad baik (character) yang tercermin dari pembayaran angsuran secara tepat waktu, sehingga jumlah kredit yang direalisasikan lebih tinggi. Pada sektor usaha nonagribisnis, pihak manajemen mengalokasikan kredit terbanyak pada usaha-usaha baru maupun usaha lama yang ingin mengembangkan usahanya karena usaha di sektor non agribisnis dinilai memiliki risiko yang rendah. Sesuai analisis deskriptif mengungkapkan bahwa BRI Unit Rorotan melalui KUR mencoba meraih debitur baru yaitu dengan membantu
40
para pengusaha mikro, kecil dan menengah di wilayah BRI Unit Rorotan untuk dapat memperoleh tambahan modal usaha. Frekuensi menerima kredit mempengaruhi waktu perealisasian KUR. Debitur lama yang sudah pernah menerima kredit membutuhkan maksimum tiga hari proses perealisasian, yaitu pengecekan kembali keberadaan usaha debitur dan melakukan BI checking debitur. Debitur baru yang belum pernah menerima kredit membutuhkan waktu satu hingga dua minggu proses perealisasian, yaitu dimulai dari kelengkapan berkas, survey usaha dan alamat calon debitur, proses penyusunan berkas hingga pencairan dana KUR.
Lama Usaha Usaha yang dimiliki responden debitur KUR sudah beroperasi sejak lama, namun ada juga responden yang baru memiliki usaha. Semakin lama usia suatu usaha maka semakin tinggi jumlah kredit yang direalisasikan untuk membiayai usaha tersebut. Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis karena memiliki P-value lebih kecil dari taraf nyata dan koefisien regresi positif (P = 0.089 < α = 0.1), artinya apabila lama usaha meningkat satu tahun maka realisasi KUR mikro sektor usaha agribisnis di BRI Unit Rorotan akan meningkat sebesar Rp233 859. Hasil uji ini sesuai dengan hipotesis penelitian, tetapi berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Tongkol, dimana lama usaha tidak mempengaruhi jumlah realisasi kredit karena memiliki P-value > taraf nyata (Hidayanto 2010). Pada sektor usaha nonagribisnis, variabel lama usaha berpengaruh negatif terhadap jumlah realisasi kredit karena memiliki P-value lebih besar dari taraf nyata dan koefisien regresi bernilai negatif (P = 0.102 > α = 0.1). Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa lama usaha tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (P = 0.726 > α = 0.1). Berdasarkan hasil uji ini dapat diindikasikan bahwa lama usaha berpengaruh positif dalam perealisasian KUR sektor usaha agribisnis, sedangkan pada sektor usaha non agribisnis tidak berpengaruh. Hasil uji ini sesuai dengan hasil wawancara dengan pihak manajemen bank, yaitu dalam perealisasian KUR pada sektor usaha agribisnis lebih membidik usaha yang telah lama beroperasi karena menunjukkan kemampuan (capacity) debitur yang lebih baik dalam menghadapi risiko usaha agribisnis yang lebih tinggi. Pada sektor usaha nonagribisnis, KUR diberikan pada pengusaha-pengusaha baru yang ingin mengembangkan usahanya dan tidak memiliki cukup modal, namun secara aspek teknis usaha layak untuk mendapatkan pembiayaan.
Waktu Pengembalian Kredit Waktu pengembalian kredit ditentukan berdasarkan perhitungan pendapatan calon debitur. Jumlah pendapatan memberikan informasi kepada pihak manajemen bank mengenai kemampuan calon debitur dalam membayar cicilan sesuai lama waktu yang ditetapkan. Semakin tepat waktu pengembalian kredit maka semakin besar jumlah realisasi kredit. Waktu pengembalian kredit diduga berpengaruh
41
positif terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis karena memiliki P-value lebih kecil dari taraf nyata dan koefisien regresi positif (P = 0.038 < α = 0.05 pada sektor usaha agribisnis dan P = 0.016 < α = 0.05 pada nonagribisnis), artinya apabila waktu pengembalian kredit meningkat satu bulan maka realisasi KUR Mikro usaha agribisnis di BRI Unit Rorotan akan meningkat Rp338 721, sedangkan pada sektor usaha non agribisnis akan meningkat Rp515 103. Hasil uji ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Tongkol, dimana waktu pengembalian kredit mempengaruhi jumlah realisasi kredit (P-value < taraf nyata) (Hidayanto 2010). Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa waktu pengembalian kredit berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (P = 0.004 < α = 0.1). Hasil uji mengindikasikan bahwa pihak manajemen BRI Unit Rorotan sangat memperhatikan variabel waktu pengembalian kredit sebelum melakukan pencairan kredit karena berhubungan dengan capacity melalui pendekatan finansial. Hal ini sesuai dengan analisis deskriptif dan wawancara dengan pihak manajemen bank. Banyak debitur KUR yang ingin mengambil kredit yang besar dengan jangka waktu pengembalian yang cepat, namun tingkat pendapatan tidak memungkinkan, sehingga pihak perbankan akan mengarahkan debiturnya untuk mengambil kredit dengan tingkat pengembalian yang paling tepat atau menyarankan debitur KUR untuk mengurangi nominal kredit bila tetap ingin pengembalian dengan jangka waktu yang cepat.
Pendapatan Bersih Usaha Variabel pendapatan bersih usaha merupakan faktor penting yang diperhatikan pihak manajemen bank sebelum merealisasikan kreditnya. Semakin besar pendapatan bersih usaha yang diperoleh dari usaha debitur maka semakin prospektif usaha yang dijalankan debitur dan semakin besar kredit yang direalisasikan bank. Pendapatan bersih usaha diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis karena memiliki P-value lebih kecil dari taraf nyata dan koefisien regresi positif (P = 0.008 < α = 0.1 pada sektor usaha agribisnis dan P = 0.001 < α = 0.1 pada sektor usaha nonagribisnis), artinya apabila pendapatan bersih usaha meningkat satu rupiah maka realisasi KUR mikro sektor usaha agribisnis di BRI Unit Rorotan akan meningkat Rp1.94 ,sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis akan meningkat 2.45 rupiah. Hasil uji ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Harjasari, dimana waktu pengembalian kredit mempengaruhi jumlah realisasi kredit karena memiliki Pvalue < taraf nyata (Sembiring 2013). Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa pendapatan bersih usaha berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (P=0.000 < α =0.1). Hasil uji mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan bersih usaha sangat mempengaruhi pemberian kredit kepada calon debitur karena berhubungan dengan capacity debitur dalam pengembalian kredit. Sektor usaha agribisnis di wilayah kerja BRI Unit Rorotan merupakan usaha yang prospektif, yaitu mayoritas debitur memiliki usaha peternakan bebek dimana para peternak telah menjalin kontrak
42
dengan pengusaha supermarket di Jepang mengenai kualitas dan kuantitas telur bebek yang dikirim ke Jepang setiap minggunya sehingga para peternak bebek memiliki pendapatan yang relatif konstan setiap bulannya dan risiko usaha relatif rendah dengan adanya kontrak. Pekerjaan lain responden debitur KUR yaitu petambak ikan dan udang. Usaha ini juga merupakan usaha yang prospektif karena telah lama berkembang di daerah sekitar wilayah kerja BRI Unit Rorotan. Pada sektor usaha nonagribisnis, mayoritas responden debitur KUR memiliki usaha sembako, warnet dan bengkel las. Ketiga jenis usaha ini sangat berkembang di wilayah kerja BRI Unit Rorotan karena didaerah tersebut terdapat Sekolah Akademi Pelayaran, SMP sederajat, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), dan banyak proyek-proyek pelabuhan.
Pendapatan Lain Pendapatan lain merupakan pendapatan yang berasal dari luar usaha dan dapat digunakan untuk membayar angsuran kredit saat usaha sedang menurun, sehingga variabel pendapatan lain menjadi penting bagi pihak manajemen bank. Semakin besar pendapatan di luar usaha yang dimiliki debitur maka jumlah realisasi KUR akan semakin tinggi, akan tetapi berdasarkan hasil uji variabel pendapatan lain diduga berpengaruh negatif terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis karena memiliki P-value lebih besar dari taraf nyata (P = 0.54 > α = 0.1) dan koefisien regresi bernilai negatif. Pada sektor usaha nonagribisnis, variabel pendapatan lain tidak berpengaruh nyata karena mamiliki P-value lebih besar dari taraf nyata (P = 0.24 > α = 0.1) dan koefisien regresi bernilai positif. Hasil uji ini berbeda dengan hipotesis penelitian. Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa pendapatan lain di luar usaha tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (P = 0.272 > α = 0.1). Berdasarkan hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa pendapatan lain di luar usaha berpengaruh negatif dalam perealisasian KUR sektor usaha agribisnis, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis tidak berpengaruh nyata. Hasil uji ini sama dengan hasil pengamatan di lapangan bahwa pihak manajemen bank merealisasikan kredit yang sama besarnya pada debitur yang memiliki sumber pendapatan lain maupun yang tidak memiliki sumber pendapatan lain. Hal ini dikarenakan pihak manajemen bank lebih fokus menilai capacity debitur KUR dalam mengelola usahanya. Selain menjalankan usaha, reponden debitur KUR juga bekerja sebagai security proyek pelabuhan, kernet angkot dan tukang ojek.
Modal Usaha Modal usaha menunjukkan besarnya skala usaha yang dijalankan, semakin besar skala usaha yang dijalankan maka semakin besar modal yang harus tersedia dan kepercayaan bank lebih tinggi untuk memberikan kredit pada usaha dengan modal lebih besar. Modal usaha diduga berpengaruh negatif terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis karena memiliki Pvalue lebih besar dari taraf nyata dan koefisien regresi bernilai negatif (P = 0.25
43
> α = 0.1 pada sektor usaha agribisnis dan P = 0.355 > α = 0.1 pada nonagribisnis). Hasil uji ini berbeda dengan hipotesis penelitian, namun sama hasilnya dengan salah satu penelitian sebelumnya. Apabila dalam analisis tidak dibedakan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, maka diperoleh hasil bahwa modal usaha tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR (P = 0.401 > α = 0.1). Berdasarkan hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa modal usaha berpengaruh negatif dalam perealisasian KUR sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis karena salah satu tujuan KUR adalah meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM. Hasil uji ini sama dengan hasil pengamatan di lapangan bahwa pihak perbankan merealisasikan kredit yang sama besarnya pada debitur yang memiliki modal yang besar, kecil, bahkan tidak memiliki modal, sehingga pihak manajemen bank tidak fokus pada capital yang dimiliki debitur. Usaha dengan sumber modal usaha awal yang besar seperti warung makan, tambak ikan dan udang, kos-kosan, sementara itu usaha dengan modal awal yang kecil seperti peternakan bebek, dan berjualan nasi uduk.
Jenis Usaha Variabel jenis usaha digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada analisis yang menggabungkan sektor usaha agribisnis dan non agribisnis. Semakin rendah risiko usaha maka semakin besar jumlah realisasi kredit yang diberikan pihak manajemen bank. Dalam penelitian ini sektor usaha dengan risiko tinggi yaitu sektor usaha agribisnis dan sektor usaha dengan risiko rendah yaitu sektor usaha non agribisnis. Jenis usaha diduga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis karena memiliki P-value lebih besar dari taraf nyata dan koefisien regresi bernilai positif (P = 0.57 > α = 0.1). Hasil uji ini berbeda dengan hipotesis penelitian, namun sama hasilnya dengan salah satu penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa jenis usaha tidak berpengaruh nyata dalam perealisasian KUR sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan. Hasil uji ini sama dengan hasil pengamatan di lapangan bahwa pihak perbankan merealisasikan kredit yang sama besarnya pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, karena kedua sektor usaha ini sama-sama prospektif di wilyah kerja BRI Unit Rorotan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Karakteristik responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan dianalisis secara deskriptif melalui karakteristik individu responden, usaha dan kredit pada dua sektor usaha, yaitu sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Pada sektor usaha
44
agribisnis dan nonagribisnis mayoritas responden berusia 33 sampai 46 tahun, berjenis kelamin pria dengan tingkat pendidikan umumnya lulusan SMP pada sektor agribisnis dan SMU pada sektor nonagribisnis. Jumlah anggota keluarga responden umumnya berjumlah empat sampai enam orang pada sektor usaha agribisnis dan paling banyak tiga orang pada sektor nonagribisnis. Perbedaan karakteristik individu responden debitur KUR sektor usaha agribisnis dan non agribisnis yaitu pada tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Responden penerima KUR seluruhnya memiliki usaha, dimana usaha tersebut telah berjalan lama maupun usaha baru. Pada sektor usaha agribisnis, mayoritas responden debitur KUR memiliki lama usaha enam sampai 10 tahun, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis usaha telah berjalan kurang dari lima tahun. Usaha yang dijalankan responden debitur KUR menjadi sumber pendapatan untuk membayar angsuran kredit. Mayoritas responden memiliki penghasilan lima sampai 10 juta pada sektor usaha agribisnis dan memiliki penghasilan satu sampai lima juta pada nonagribisnis. Modal usaha yang digunakan umumnya lebih dari 10 juta rupiah pada kedua sektor usaha. Kredit Usaha Rakyat merupakan sumber pembiayaan utama bagi usaha responden. Mayoritas responden debitur KUR yang bergerak pada sektor usaha agribisnis telah menerima kredit sebanyak tiga kali dengan masa pengembalian kredit umumnya 18 bulan, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis, mayoritas debitur KUR adalah debitur baru yang pertama kalinya mendapatkan kredit dengan masa pengembalian kredit umumnya 24 bulan. Berdasarkan hasil analisis dengan regresi linear berganda, dari delapan variabel yang diduga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR, ada empat variabel yang berpengaruh nyata pada sektor usaha agribisnis, yaitu frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, dan pendapatan bersih usaha. Pada sektor usaha nonagribisnis, ada dua variabel yang diduga berpengaruh nyata, yaitu waktu pengembalian kredit dan pendapatan bersih usaha. Saran 1.
2.
Perealisasian kredit yang dilakukan BRI Unit Rorotan sebaiknya lebih memperhatikan character (frekuensi menerima kredit dan lama usaha) dan capacity debitur (waktu pengembalian kredit dan pendapatan bersih usaha) karena dari model regresi linear diperoleh data bahwa frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit dan pendapatan bersih usaha berpengaruh terhadap perealisasian kredit. Pemerintah sebaiknya melanjutkan kebijakan realisasi KUR dan melakukan pendampingan dengan perbankan nasional maupun daerah agar penyalurannya lebih efektif. Selain memberikan bantuan dalam permodalan, pemerintah perlu juga memberikan pelatihan kepada para pelaku usaha mikro agar mampu meningkatkan produktivitas usahanya.
45
DAFTAR PUSTAKA
Dendawijaya L. 2001. Manajemen Perbankan. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Dinas Koperasi dan UMKM DKI Jakarta. 2015. Jumlah UMKM DKI Jakarta berdasarkan wilayah. Jakarta (ID): Dinas Koperasi dan UMKM DKI Jakarta. Hidayanto E. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (Kasus Usaha Agribisnis di BRI Unit Tongkol, Jakarta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hutagaol E. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis (Kasus pada BRI Unit Cigombong, Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kementerian Keuangan. 2015. Realisasi KUR Bank Nasional. Jakarta(ID): Kementerian Keuangan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2015. Realisasi KUR dan Jumlah Debitur Juli-November 2014. Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kementerian Negara Koperasi dan UMKM. 2015. Usaha Kecil dan Menengah tahun 2008-2013. Jakarta(ID): Kementerian Negara Koperasi dan UMKM. [Kementerian Perindustrian]. Tangkal Krisis, Kadin Minta Peran UMKM Diperkuat [diunduh pada 5 November 2015]; Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id. Mulyarto. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI unit Leuwiliang, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasroen Y, Nina K. 2007. Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan. Bandung (ID): PT Alumni. Primiana. 2009. Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri. Bandung (ID): Alfabeta. Rivai V, Veithzal P. 2009. Credit Management Handbook. Jakarta (ID): Rajawali Pr. Seldadyo. 1994. Kredit Untuk Rakyat. Bandung (ID): Yayasan Akatiga. Sembiring I. 20013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis (Kasus pada BRI Unit Harjasari-Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soekartawati. 1993. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Sofari. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan KUPEDES Ib (Kasus Bank BRI Syari’ah KCP Cibinong, Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulikah, A. 2013. Dampak pemberian kredit mikro untuk perempuan: analisis pengadopsian model Grameen Bank di Indonesia. Unair. 1(1): 1-13. Sujarweni. 2015. SPSS untuk Penelitian. Yogyakarta (ID): Pustaka Baru Press. Suyatno. 2007. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Tambunan E. 2009. UMKM di Indonesia. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
46
Tambunan T. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta (ID): Salemba Empat. The Consultative Group to Assist the Poor (CGAP). 2000. Mencari preferensi nasabah dalam keuangan mikro: penelitian terhadap safesave. FOCUS. 18(1): 1-12. [Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan]. Program Kredit Usaha Rakyat [diunduh pada: 5 November 2015]; Tersedia pada: http://www.tnp2k.go.id.
4
1 2 3
No
Jumlah
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Besar
Skala Usaha
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Besar Jumlah
1 2 3
4
Skala Usaha
No
1 355 164
26
2.64
0.56
Tahun 2008-2009 ( Unit ) (%) 1 329 000 2.61 24 519 4.70 1 619 4.08 1 355 138 2.64
4 650 51 414 262
Tahun 2008 50 847 771 522 124 39 717 51 409 612
1 350 545
474
2.56
10.14
4 952 55 211 396
1 382 827
(198)
2.57
(3.84)
Perkembangan Tahun 2010-2011 ( Unit) (%) 1 055 553 1.97 33 798 5.95 2 272 5.41 1 382 827 2.02
5 150 54 119 971
Jumlah (Unit) Tahun Tahun 2010 2011 53 504 416 54 559 969 568 397 602 195 42 008 44 280 54 114 821 55 206 444
Tahun 2009-2010 ( Unit ) (%) 1 327 645 2.54 21 754 3.98 672 1.63 1 350 071 2.56
4 676 52 769 426
Tahun 2009 52 177 771 546 643 41 336 52 764 750
1 328 163
16
0.32
Tahun 2011-2012 ( Unit ) (%) 1 296 207 2.38 27 223 4.52 4 717 10.65 1 328 147 2.41
4 968 56 539 560
Tahun 2012 55 856 176 629 418 48 997 56 534 592
Lampiran 1 Jumlah dan perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) periode 2008-2013
LAMPIRAN
1 361 227
98
2.41
1.97
Tahun 2012-2013 (Unit) (%) 1 333 217 2.39 24 803 3.94 3 110 6.35 1 361 129 2.41
5 066 57 900 787
Tahun 2013 57 189 393 654 222 52 106 57 895 721
47
48
Lampiran 2 Output regresi linier sektor usaha agribisnis dan non agribisnis pada realisasi KUR di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara
49
50
51
52
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 27 Maret 1995 dari Ayah Lamsihar Simanjuntak dan Ibu Rosmaida Hutagalung. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 1 Tarutung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Partaru dan menjabat sebagai Badan Pengawas Harian (BPH) pada tahun 2014-2015. Penulis juga merupakan bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Penulis juga pernah menjadi moderator diskusi pada acara Agrifest tahun 2014. Pada November 2015-Januari 2016 penulis melaksanakan penelitian di BRI Unit Rorotan Jakarta Utara dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara).