FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)
SKRIPSI
VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA. H34050921. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Lebih dari 80 persen usaha yang ada di Indonesia adalah usaha mikro. Sektor usaha mikro mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, khususnya dalam hal menyediakan kesempatan kerja dan merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara (BPS 2007). Walaupun sektor usaha mikro memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional dan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat namun hal ini belum dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat. Faktor internal yang diduga menjadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya permodalan. Salah satu langkah nyata pengembangan sektor usaha mikro adalah melalui peningkatan permodalan berupa kredit. Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit bagi usaha mikro maupun bagi usaha kecil, dan menengah dengan pola penjaminan diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses serta kesempatan yang lebih besar terhadap kredit, terutama pada usaha mikro. PT Bank Rakyat Indonesia merupakan bank penyalur yang paling banyak menyalurkan KUR. Meskipun KUR merupakan hasil dari kebijakan pemerintah, tidak membuat kegiatan penyaluran pinjaman ini lepas dari risiko kredit. Risiko kredit dalam kegiatan pembiayaan melalui pemberian KUR ini diindikasikan dengan tingkat kredit macet atau tingkat Non Performing Loan (NPL), seperti yang terjadi pada BRI Unit Cimanggis yang nilainya cenderung meningkat seiring dengan peningkatan jumlah debiturnya. Sehingga penelitian yang bertujuan mengidentifikasi karakteristik debitur berdasarkan kelancaran pengembaliannya serta menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian KUR pada BRI Unit Cimanggis diharapkan akan bermanfaat untuk mengantisipasi risiko kredit tersebut sedini mungkin. Penelitian ini dilakukan pada PT Bank BRI Unit Cimanggis Cabang Pasar Minggu pada bulan Maret hingga April 2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja dan disproporsional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 65 orang dengan jumlah sampel untuk masing-masing subpopulasi yaitu 40 orang mewakili subpopulasi dengan pengembalian lancar dan 25 orang mewakili subpopulasi yang menunggak. Pengolahan data di dalam penelitian ini menggunakan dua metode pengolahan data yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa karakteristik responden debitur KUR BRI Unit Cimanggis baik responden debitur lancar maupun menunggak sebagian berjenis kelamin pria dengan tingkat pendidikan yang rendah. Jumlah tanggungan dalam keluarga sebagian besar berjumlah empat orang. Mereka sebagian besar mengakses kredit dengan masa pengembalian 12
bulan. Antara responden debitur lancar dengan responden debitur menunggak dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya pinjaman lain yang sedang diakses responden debitur bersamaan dengan KUR pada BRI Unit Cimanggis,besarnya jumlah pinjaman, serta besarnya omzet usaha. Responden debitur menunggak sebagian besar ditemukan sedang dalam pinjaman lain, sementara pada responden debitur lancar sebaliknya. Jumlah pinjaman pada responden debitur lancarn sebagian besar sejumlah Rp 5.000.000, sementara pada responden debitur menunggak sebagian besar meminjam sejumlah Rp 3.000.000 dan Rp 5.000.000. Besarnya omzet usaha pada responden debitur lancar cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan besarnya omzet usaha responden debitur menunggak. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap kelancaran pengembalian KUR adalah omzet usaha, besarnya jumlah pinjaman, dan pinjaman lain pada selang kepercayaan 90 persen (α = 0,1). Omzet usaha memiliki pengaruh (p-value= 0,025) dan keterkaitan positif (koefisien = 0,0628) dengan kelancaran pengembalian kredit. Artinya, semakin tinggi omzet usaha maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin tinggi. Odds ratio sebesar 1,06 mengartikan bahwa peningkatan omzet usaha sebesar satu satuan (juta rupiah) akan meningkatkan peluang tingkat kelancaran pengembalian kredit sebesar 1,06 kali lebih besar. Jumlah pinjaman memiliki pengaruh (p-value= 0,06) dan keterkaitan positif (koefisien = 0,71) dengan kelancaran pengembalian kredit. Artinya, semakin tinggi jumlah pinjaman maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin tinggi. Odds ratio sebesar 2,04 mengartikan bahwa peningkatan jumlah pinjaman sebesar satu satuan (juta rupiah) akan meningkatkan peluang tingkat kelancaran pengembalian kredit sebesar 2,04 kali lebih besar. Berbeda dengan pinjaman lain yang memiliki (p-value = 0,015) dan keterkaitan negatif (koefisien = -1,747) dengan kelancaran pengembalian kredit, dimana jika debitur memiliki atau sedang terlibat dengan pinjaman pada pihak lain selain pada BRI Unit Cimanggis maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin kecil. Nilai odds ratio sebesar 0,17 mengartikan bahwa nasabah yang memiliki pinjaman pada pihak lain akan berpeluang lebih 0,17 kali lebih kecil untuk mengembalikan kredit secara lancar. Berdasarkan faktor yang berpengaruh nyata tersebut, pihak BRI Unit Cimanggis diharapkan lebih selektif dalam memutuskan calon debitur yang akan menerima pinjaman (KUR) dengan mempertimbangkan berbagai hal khususnya mengenai ada tidaknya pinjaman lain yang sedang diakses calon debitur, besarnya jumlah pinjaman, dan besar omzet usaha yang dimiliki calon debitur. Kondisi usaha calon debitur di masa yang akan datang harus diprediksi karena terdapat kemungkinan keberhasilan atau kegagalan usaha di masa yang akan datang dimana kondisi tersebut berpengaruh pada jumlah omzet di masa yang akan datang. Selain menambahkan kriteria penilaian, BRI juga perlu membantu nasabah dalam memecahkan permasalahan penurunan omzet dengan memberikan masukan manajerial dalam upaya penguatan capacity building di bidang pemasaran dan manajemen usaha nasabah. Bersaman dengan hal tersebut, bagi nasabah sendiri dapat melakukan upaya-upaya agar omzet usaha berkembang.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)
VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit Usaha Rakyat
(Studi Kasus pada PT Bank BRI
Unit Cimanggis Cabang Pasar Minggu) Nama
: Virgitha Isanda Agustania
NIM
: H34050921
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si NIP. 19640921 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
Kelancaran Pengembalian
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR), Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Virgitha Isanda Agustania H34050921
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 28 Agustus 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Haris Kaswara dan Ibunda Hj. Etna Solihati (alm). Penulis menunaikan wajib belajar sembilan tahun di SD Swata Pupuk Iskandar Muda (lulus tahun 1999) dan SMP Negeri 41 Ragunan (lulus tahun 2002). Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 28 Pasar Minggu dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui seleksi umum yang dilakukan terhadap seluruh mahasiswa TPB-IPB angkatan 42. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif pada Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA), Himpunan Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi (MISETA), serta International Association of Students in Agriculture and Related Sciences Local Committee IPB (IAAS-LC IPB). Pada tahun 2007, penulis bersama dengan dua rekan mahasiswa lainnya tercatat sebagai juara 2 LKTM Bidang Pendidikan tingkat IPB. Pada tahun 2008, penulis kembali bersama dengan dua rekan mahasiswa lainnya tercatat sebagai penerima hibah DIKTI untuk Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat. Pada tahun 2009, penulis memperoleh beasiswa Prestasi Pengembangan Akademik dari DIKTI yang disalurkan melalui Direktorat Kemahasiswaan IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR), Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu”. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kelancaran pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Bank BRI Unit Cimanggis. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, baik dari aspek teknis penulisan maupun substansi, karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan sehingga penulis dapat menyusun penelitian yang lebih baik di masa mendatang. Kekurangan-kekurangan maupun kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam skripsi ini juga dapat dijadikan pembelajaran oleh peneliti yang menjadikan skripsi ini sebagai referensi, agar kekurangan maupun kesalahan tersebut tidak terulang lagi.
Bogor, September 2009 Virgitha Isanda A
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas semua dukungan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. Penghargaan dan ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada : 1. Orang tua, adik, dan saudara tercinta untuk setiap dukungan dan doa yang diberikan, untuk kasih sayang yang tidak pernah henti. Almarhum Mamih, Papih, Risha, Ninik, serta Uwa Ewin karya kecil ini dipersembahkan dengan sepenuh hati untuk kalian. 2. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen pembimbing dan juga figur ibu bagi kami anak bimbingannya. Terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan, koreksi, waktu, dukungan, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama proses pra-penelitian hingga penyusunan skripsi. 3. Ibu Ir Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Etriya, SP,MM selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini pada ujian sidang penulis. 4. Bapak Hadi di Kantor Pusat BRI, Mas Maulana di Kantor Cabang Pasar Minggu, Mas Indra dan Bapak Joko di BRI Unit Cimanggis, beserta rekan-rekan di BRI Unit Cimanggis yang telah banyak membantu sebelum hingga selama proses penelitian berlangsung. 5. Seluruh nasabah BRI Unit Cimanggis yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian. 6. Staf pelayanan akademik (Mba Dian dan Bu Ida) yang telah membantu penulis menyelesaikan semua urusan administrasi serta seluruh staf Departemen Agribisnis lainnya. 7. Bapak Yusuf yang selalu sigap mempersiapkan segala keperluan seminar hingga keperluan sidang dengan baik. 8. Anisa Dwi Utami yang telah meluangkan waktu dan menyumbangkan pikiran melalui pertanyaan, kritik, serta saran yang diberikan saat menjadi pembahas seminar penulis.
ix
9. Dicky Satria yang senatiasa mengingatkan dan memberi semangat tanpa pernah bosan. 10. Dina Wening, Rika Kemala, Lizna Seftiana, Wiwi Heryawati, Retno Suandari, Gusri Ayu Farsa, M. Reza, Resha Adriansyah, Wiyanto, Alessandro Ginting, Marlinda Sari, dan rekan-rekan mahasiswa Agribisnis lainnya serta tidak lupa Gina Almirani, Intan Tanjung, Ika Novi, Diajeng Sagita yang selalu memberi dukungan dan semangat. 11. Teman-teman kecilku, Diah Ayu, Yulia Prihandini, Halina Amanda, Yusna Ayu, Nurani Agustina, Meilani Martini, Riesa Eka, Astatine Sunardi, dan Qisha Quarina, yang selalu mendukung, memberi warna, dan inspirasi dalam hidup. 12. Mba Anis, Ratna MS dan Novy, rekan-rekan satu bimbingan yang selalu saling mendukung. 13. Teman-teman Perwira 41, Intan, Adek, Rani, Lina, Mei, Rini, Tita, Amma, yang memberikan kehangatan dan kenyamanan seperti sebuah keluarga kedua. 14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas seluruh bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Bogor, September 2009 Virgitha Isanda Agustania
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xv
I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1 Usaha Mikro ............................................................................ 2.2 Pengertian,Fungsi,dan Tujuan Kredit ..................................... 2.3 Lembaga Keuangan Bank ....................................................... 2.4 Lembaga Penjaminan .............................................................. 2.5 Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................................................... 2.6 Pasar Kredit pada Usaha Mikro .............................................. 2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit ...............................................................
1 1 5 7 8 9 9 13 16 19 19 20
III
KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.1.1 Permintaan dan Penawaran Kredit ................................. 3.1.2 Risiko Kredit .................................................................. 3.1.3 Strategi Penghindaran Kredit Bermasalah ..................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
24 24 24 25 27 29
IV
METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 4.3 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 4.4.1 Analisis Kualitatif .......................................................... 4.4.2 Analisis Kuantitatif ........................................................ 4.5 Definisi Operasional.................................................................
35 34 34 35 36 37 38 43
V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ..................................... 5.1 Sejarah Singkat PT Bank BRI ................................................. 5.1 Visi, Misi, Tujuan BRI dan Sasaran Jangka Panjang ............. 5.2 Budaya Perusahaan .................................................................. 5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI ......................................... 5.4 Bidang Usaha BRI ................................................................... 5.5 Macam-MacamKredit BRI ..................................................... 5.6 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Pasar Minggu ............ 5.7 Gambaran Umum BRI Unit Cimanggis ................................. 5.8 Mekanisme Penyaluran KUR pada BRI Unit Cimanggis .......
44 44 45 46 46 47 48 50 51 54
II
20
VI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KELANCARAN PENGEMBALIAN KUR PADA BRI UNIT CIMANGGIS ............................................... 6.1 Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit .............................................................. 6.1.1 Karakteristik Personal .................................................... 6.1.2 Karakteristik Usaha ........................................................ 6.1.3 Karakteristik Kredit ........................................................ 6.2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) ........ 6.2.1 Karakteristik Personal .................................................... 6.2.2 Karakteristik Usaha ........................................................ 6.2.3 Karakteristik Kredit ........................................................ 6.3 Implikasi Manajerial ...............................................................
57 57 57 62 64 66 67 69 70 72
VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
76
LAMPIRAN ..........................................................................................
79
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja menurut Skala Usaha Tahun 2006 ..............................................
2
Nilai Produk Domestik Bruto Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Nasional Tahun 2005-2007 atas Dasar Harga Berlaku ..............................
2
3
Pertumbuhan Kredit di Indonesia Tahun 2005 - 2008 ...............
4
4
Realisasi Penyaluran KUR hingga Februari 2009 .....................
5
5
Stastistika Deskriptif Responden ...............................................
57
6
Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .......................
58
7
Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................
59
8
Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan .............
60
9
Sebaran Responden Berdasarkan Pinjaman Lain .......................
61
10
Sebaran Responden Berdasarkan Omzet Usaha ........................
63
11
Sebaran Responden Berdasarkan Lama Usaha ...........................
64
12
Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Pinjaman ..................
65
13
Sebaran Responden Berdasarkan Jangka Waktu Pengembalian .............................................................................
66
Logistic Regression Table .........................................................
67
2
14
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Halaman Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Unit Cimanggis Tahun 2008 – 2009 ..................................
6
Keragaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bermasalah BRI Unit Cimanggis Tahun 2008 – 2009 ..................................
7
3
Produksi Total ............................................................................
24
4
Permintaan dan Penawaran Kredit .............................................
25
5
Kerangka Risiko Kredit .............................................................
26
6
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ..............................
33
7
Transformasi Logit .....................................................................
39
8
Struktur Organisasi BRI Unit Cimanggis ..................................
52
2
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Pelaporan Data Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Cimanggis ..................................................................
80
2
Struktur Organisasi BRI Pusat ...................................................
81
3
Struktur Organisasi Kantor Wilayah BRI .................................
82
4
Struktur Organisasi Kantor Cabang BRI ...................................
83
5
Struktur Organisasi Kantor Cabang Pembantu BRI ..................
84
6
Data Debitur Responden Berdasarkan
7
Variabel-Variabel Amatan .........................................................
85
Output Analisis Regresi Logistik ...............................................
86
I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pembangunan dan pertumbuhan usaha mikro merupakan salah satu
penggerak yang penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara dunia. Salah satu karakteristik negara dengan dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dan laju pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan adalah kinerja usaha mikro mereka yang sangat efisien, produktif, dan memiliki daya saing global yang sangat tinggi. Usaha mikro di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahnya dalam pembangunan sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Pada negara-negara berkembang dengan tingkat pendapatan menengah dan rendah, peranan usaha mikro juga sangat penting. Di India, sektor ini menyumbang sekitar 32 persen dari total nilai ekspor dan 40 persen dari nilai output dari sektor industri manufaktur di negara tersebut. Di beberapa negara di kawasan Afrika, perkembangan dan pertumbuhan sektor usaha mikro juga berperan penting dalam meningkatkan keluaran (output) agregat dan kesempatan kerja (Tambunan 2002). Di Indonesia, lebih dari 80 persen unit usaha yang ada merupakan usaha mikro. Usaha mikro mendominasi dari total usaha yang ada di Indonesia sementara sektor usaha menengah dan besar hanya mengambil sebagian kecil dari jumlah unit usaha keseluruhan. Sektor usaha mikro mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional khususnya dalam hal menyediakan kesempatan kerja. Pada tahun 2006, tenaga kerja banyak diserap oleh usaha mikro (Tabel 1). Sektor usaha ini mampu memberi sumber kehidupan bagi masyarakat, bahkan di saat kondisi perekonomian negara sulit sekalipun. Hal ini dibuktikan pada saat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, sektor usaha mikro terbukti telah membuat perekonomian nasional bertahan dan menjadi katup
pengaman bagi dampak krisis, seperti pengangguran dan pemutusan hubungan kerja 1. Tabel 1. Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja menurut Skala Usaha Tahun 2006 Jumlah Usaha (Unit)
Persentase Jumlah Usaha (%)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
45.313
0,2
4.943.083
9,6
158.597
0,7
3.037.936
5,9
Usaha Kecil
3.579.761
15,8
11.276.408
21,9
Usaha Mikro
18.873.043
83,3
32.181.529
62,5
Total
22.656.714
100
51.438.956
100
Skala Usaha Usaha Besar Usaha Menengah
Persentase Jumlah Tenaga Kerja (%)
Sumber: BPS (2007)
Selain itu, usaha mikro juga merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase PDB yang disumbangkan usaha mikro pada tahun 2007 sebagai bagian dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap nilai PDB nasional yakni sebesar 53,6 persen (Tabel 2). Tabel 2. Nilai Produk Domestik Bruto Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Nasional Tahun 2005-2007 atas Dasar Harga Berlaku Keterangan UMKM Nasional Persentase UMKM
2005 (Miliar Rupiah)
2006 (Miliar Rupiah)
2007 (Miliar Rupiah)
1.941,10 3.164,10
1.778,70 3.338,20
2.121,31 3.957,66
61,35
53,30
53,60
Sumber: BPS (2008)
Walaupun sektor usaha mikro memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional dan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat namun hal ini belum dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat. Faktor internal yang diduga menjadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya permodalan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Padahal berdasarkan rantai 1
Hurustyadi I. 2007. Analisis kelayakan investasi usaha mikro, kecil, dan menengah: studi kasus pada CV Bersaudara Jaya [abstrak]. http://www.jurnalskripsi.co.id. [2 Agustus 2009].
2
ekonomi, modal akan menghasilkan pendapatan. Apabila modal rendah, maka akan menyebabkan rendahnya tingkat produktifitas baik input maupun tenaga kerja yang pada akhirnya akan menghasilkan tingkat pendapatan dan investasi yang rendah, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka keberadaan kredit bagi sektor usaha mikro sangat dibutuhkan mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Salah satu langkah nyata pengembangan sektor usaha mikro adalah melalui bantuan permodalan berupa kredit. Perkembangan aliran modal kepada sektor usaha mikro ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan total kredit usaha mikro, kecil, dan menengah pada tahun 2005 hingga tahun 2008 yang menunjukkan tren kenaikan sebesar 12,3 persen. Bank Swasta Nasional tercatat sebagai pemberi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah terbesar dengan proporsi rata-rata sebesar 48 persen dari total keseluruhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah pada tahun 2005 hingga tahun 2008 (Tabel 3). Meskipun sejumlah kredit telah mengalir kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, namun jumlah usaha yang telah memperoleh kredit dari perbankan hanya sekitar 39,06 persen. Sisanya belum tersentuh oleh perbankan dan mayoritas diantaranya merupakan usaha mikro yang berbentuk usaha rumah tangga, pedagang kaki lima, dan berbagai jenis usaha mikro lain yang bersifat informal. Berdasarkan latar belakang tersebut, kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khususnya KUR Mikro yang diperuntukkan bagi usaha mikro yang sudah feasible namun belum bankable dengan memberikan pola penjaminan digulirkan. Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses serta kesempatan yang lebih besar terhadap kredit, terutama pada usaha mikro 2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak disalurkan langsung oleh pemerintah, melainkan disalurkan oleh bank-bank yang telah ditunjuk pemerintah sebagai bank penyalur KUR. Enam bank yang ditunjuk pemerintah sebagai penyalur KUR adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Nasional Indonesia, Bank Tabungan Negara,
2
Osa, Stefanus. 2008. Apa kabar pemberdayaan UMKM. www.kompas.com. [28 April 2009].
3
Tabel 3.
Pertumbuhan Kredit UMKM di Indonesia Tahun 2005 - 2008 2005 Share
2007
34.43
42.462
11.96
52.859
12.88
24.49
67.774
13.48
28.22
Bank Swasta Nasional
176.421
49.71
195.326
47.59
10.72
238.211
47.38
Bank Asing dan Campuran
13.836
3.9
17.322
4.22
25.2
20.073
Total Kredit UMKM
354.908
100
410.442
100
15.65
502.798
(%)
Share
35.31
Growth (%) 18.62
Nilai (Milyar Rupiah) 176.74
Januari 2008
Nilai (Milyar Rupiah) 144.935
Kelompok Bank Bank Persero Bank BPD
Nilai (Milyar Rupiah) 122.189
2006 (%)
Share (%) 35.15
Growth (%) 21.94
Nilai (Milyar Rupiah) 172.797
Share (%)
Rata-Rata Share (%)
34.77
Growth (%) -2.23
67.508
13.59
-0.39
12.98
21.96
235.961
47.48
-0.94
48.04
3.99
15.88
20.658
4.16
2.91
4.07
100
22.5
496.924
100
-1.17
100
Growth (%)
34.92 12.78 17.44
10.58
14.66
12.33 Jenis Penggunaan Modal Kerja
142.633
40.19
171.118
41.69
19.97
204.765
40.73
19.66
197.067
39.66
-3.76
40.57
Investasi
33.049
9.31
37.147
9.05
12.4
44.578
8.87
20
43.898
8.83
-1.53
9.02
10.29
Konsumsi
179.225
50.5
202.177
49.26
12.81
253.453
50.41
25.36
255.959
51.51
0.99
50.42
13.05
11.96
Sumber: Bank Indonesia, diolah (2008)
4
Bank Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. Di antara keenam bank tersebut, bank yang
paling banyak
menyalurkan KUR adalah BRI yang
menyalurkan hingga 76,69 persen dari total dana KUR yang telah disalurkan (Tabel 4). Tingginya penyaluran KUR oleh BRI disebabkan telah luasnya jaringan kantor BRI Unit (4300 unit) yang dapat menjangkau hingga masyarakat di pedalaman3. Tabel 4. Realisasi Penyaluran KUR hingga Februari 2009 Bank BRI -BRI KUR -BRI KUR Mikro BNI Mandiri BTN Bukopin BSM TOTAL
Kredit (Juta Rupiah) 9.681.322 3.009.856 6.671.466 1.153.303 1.168.285 176.541 612.730 344.394 13.136.575
Debitur (Orang)
Rata-Rata Kredit (Juta Rupiah/Orang)
1.717.666 26.711 1.690.955 8.821 37.087 1.112 2.918 4.350 1.771.954
5,64 112,68 3,95 130,75 31,50 158,76 209,98 79,17 7,41
Sumber: Kantor Menko Perekonomian dalam Bank Rakyat Indonesia (2009)
Adapun fungsi PT Bank BRI
sebagai lembaga intermediasi antar pihak
yang memiliki dana berlebih dengan pihak yang kekurangan dana, menimbulkan adanya risiko dalam kegiatan pembiayaan bank. Pentingnya pengelolaan risiko menjadi salah satu faktor keberhasilan PT Bank BRI
dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas pembiayaan serta menyokong pengembangan sektor usaha mikro melalui penyaluran KUR. 1.2.
Perumusan Masalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) khususnya KUR Mikro merupakan kredit
bagi usaha mikro yang telah feasible namun membutuhkan modal baik dalam menjalankan usaha maupun untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sehingga akan dapat memperlancar dan meningkatkan produktivitas usahanya dengan pola
3
[Asia Securities]. 2008. Bank Rakyat Indonesia: Kinerja yang Bersinar Ditopang Jaringan yang Kuat. www.asiasecurities.co.id. [28 April 2009].
5
penjaminan hingga 70 persen dari plafon kredit. Penjaminan diharapkan akan memberikan usaha mikro akses yang lebih luas kepada perbankan. Adanya aspek kelayakan usaha sebagai salah satu persyaratan untuk dapat mengakses KUR diharapkan calon debitur akan memiliki kemampuan dalam penegmbalian kredit dengan teratur. Namun di dalam pengembalian kredit ini masih
terdapat
permasalahan
yang
timbul,
yaitu
keterlambatan
pengembalian/pelunasan kredit. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro yang feasible ternyata tidak menjamin kelancaran pengambalian kredit. Masih terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian selain aspek kelayakan usaha tersebut. PT. Bank BRI merupakan salah satu bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan hingga kini telah menyalurkan paling berperan dalam penyaluran KUR terutama pada KUR Mikro. Adanya risiko dalam kegiatan pembiayaan melalui pemberian KUR ini diindikasikan dengan tingkat kredit macet atau tingkat Non Performing Loan (NPL). Hingga Februari 2009, secara nasional rasio kredit bermasalah (NPL) KUR mencapai 2,63 persen dan tingkat NPL pada dua bank penyalur seperti Mandiri dan BNI masing-masing adalah sebesar
0,44
persen dan 1,96 persen. Adapun tingkat NPL KUR PT. Bank BRI sendiri adalah sebesar 2,58 persen (Kantor Menko Perekonomian dalam Bank Rakyat Indonesia 2009). Jika dibandingkan dengan tingkat NPL KUR pada dua bank penyalur tersebut, maka persentase NPL PT Bank BRI masih dapat ditekan dengan berupaya meningkatkan kinerja penyaluran KUR ini menuju arah yang lebih baik.
Gambar 1. Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Unit Cimanggis Tahun 2008 - 2009 Sumber: Bank Rakyat Indonesia (2009)
6
BRI Unit Cimanggis Cabang Pasar Minggu merupakan salah satu dari kantor unit yang dibuka oleh BRI untuk melayani masyarakat termasuk di dalamnya adalah memberikan pelayanan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Di antara unit-unit BRI yang berada dibawah Kantor Cabang Pasar Minggu, BRI Unit Cimanggis
memiliki
peluang
terhadap
sektor
usaha
mikro.
Sejak
direalisasikannya penyaluran KUR oleh BRI, jumlah debitur yang mengakses KUR pada BRI Unit Cimanggis secara umum cenderung memperlihatkan adanya peningkatan (Gambar 1). Namun seiring dengan peningkatan penyaluran KUR, peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) KUR juga terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Selain menunjukkan adanya penurunan kinerja, tingkat NPL tersebut juga menunjukkan kinerja penyaluran KUR pada BRI Unit Cimanggis masih berada di bawah tingkat NPL KUR pada BRI secara keseluruhan. Per Februari 2009, tingkat NPL KUR PT Bank BRI, adalah sebesar 2,58 persen sementara tingkat NPL KUR pada BRI Unit Cimanggis mencapai 4,7 persen. 5.00%
NPL (%)
4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00%
Bulan
AGT '08
SEPT '08
OKT '08
NOV '08
DES '08
JAN '09
FEB '09
Gambar 2. Keragaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bermasalah BRI Unit Cimanggis Tahun 2008 - 2009 Sumber: Bank Rakyat Indonesia, 2009
Tingginya angka kredit bermasalah merupakan salah satu indikasi kurang berhasilnya suatu unit kerja BRI. Oleh karena itu, PT Bank BRI harus terus melakukan pengembangan salah satunya dengan terus mengembangkan pengelolaan risiko kredit, terutama dalam hal penyeleksian calon debitur agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pembiayaan serta menyokong pengembangan usaha mikro. Dengan demikian faktor-faktor yang berpengaruh 7
terhadap tingkat kelancaran pengembalian oleh debitur perlu menjadi hal yang diperhatikan oleh PT Bank BRI agar angka kredit bermasalah dapat ditekan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana karakteristik debitur KUR pada BRI Unit Cimanggis berdasarkan tingkat kelancaran pengembaliannya?
2.
Faktor-faktor apa yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR pada BRI Unit Cimanggis?
1.3. 1.
Tujuan Penelitian Mengidentifikasi karakteristik debitur KUR pada BRI Unit Cimanggis berdasarkan tingkat kelancaran pengembalian.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR pada BRI Unit Cimanggis.
1.4. 1.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi manajemen PT Bank BRI terutama bagi BRI Unit Cimanggis sebagai masukan dan solusi untuk dapat mengetahui karakteristik debiturnya serta faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR oleh debiturnya sehingga bank dapat mengantisipasi faktor tersebut untuk meningkatkan kualitas kredit dan PT Bank BRI menjadi bank yang handal dalam menjalankan perannya.
2.
Bagi penulis penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori-teori yang pernah dipelajari untuk mengkaji berbagai fakta yang terjadi di lembaga perbankan.
3.
Bagi pembaca, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR oleh debitur serta dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Usaha Mikro Usaha mikro merupakan suatu unit usaha yang banyak memiliki
keterbatasan dibandingkan perusahaan besar. Keterbatasan ini tampak dalam hal skala usaha sesuai dengan namanya yaitu usaha “mikro” yang sangat jelas mencerminkan ruang lingkup usahanya yang cukup terbatas (Muhammah 2008) Pada umumnya usaha ini belum memiliki legalitas usaha yang sah sehingga sektor usaha ini sering disebut dengan sektor informal. Ciri dari sektor informal antara lain tidak mempunyai badan hukum, tidak tercatat dalam daftar resmi, menciptakan kegiatan sendiri, tidak mempunyai jenis organisasi formal, jenis dan tempat usaha tidak permanen, untuk melakukan kegiatan usaha tidak memerlukan keahlian dan keterampilan berdasarkan pendidikan formal dan lain sebagainya. Batasan atau ruang lingkup usaha mikro sangat beragam bergantung pada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008, usaha mikro didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat berskala mikro yang modal usahanya tidak lebih dari Rp 50.000.000,-. tidak termasuk tanah dan bangunan usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 300.000.000,- . Usaha tersebut merupakan milik warga Negara Indonesia yang berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung ataupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar, dan berbentuk perseorangan badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Ciri lain yang juga sering digunakan berbagai instansi sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 20 tersebut adalah jumlah tenaga kerjanya maksimal lima orang dan sebagian besar menggunakan anggota keluarga/kerabat atau tetangga, pemiliknya bertindak secara alamiah dengan mengandalkan insting dan pengalaman sehari-hari. Dalam menjalankan usahanya, usaha mikro ini belum disertai analisis kelayakan usaha dan rencana bisnis yang sistematis, melainkan hanya ditunjukkan oleh kerja keras pemilik yang sekaligus pemimpin usaha. Kegiatan usahanya menggunakan teknologi sederhana dengan sebagian besar bahan baku lokal,
dipengaruhi faktor budaya, jaringan usaha terbatas, tidak memiliki tempat permanen, usahanya mudah ditinggalkan, modal relatif kecil,serta menghadapi persaingan ketat karena hambatan masuk (entry barrier) usaha mereka sangat lonnggar. Berbeda pula dengan Departemen Koperasi yang menetapkan batasan yaitu usaha mikro adalah usaha dengan total kekayaan maksimum sebesar Rp 100.000.000 usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan total Rp 200.000.000 dan usaha menengah adalah usaha dengan total kekayaan lebih besar dari Rp 200.000.000 hingga Rp 10.000.000.000 (Departemen Koperasi 2008) Pihak perbankan umumnya memandang pelayanan terhadap sektor ini mendatangkan biaya transaksi tinggi dan penuh dengan risiko. Tingginya biaya disebabkan skala kredit yang dibutuhkan terlalu kecil untuk bank komersial, kemudian tidak mampu memberikan agunan, ditambah lagi dengan pendapatan yang menjadi jaminan juga rendah (Kusmuljono 2009). Hal ini sejalan dengan karakteristik usaha mikro secara umum yakni: 1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar 2) Marjin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi 3) Modal terbatas 4) Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih terbatas 5) Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan biaya untuk mencapai efisiensi jangka panjang 6) Kemampuan pemasaran dan negosiasi terbatas 7) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah karena keterbatasan sistem administrasi. Karakteristik yang dimiliki oleh usaha mikro mengisyaratkan adanya kelemahan-kelemahan yang potensial menimbulkan masalah. Hal ini telah menyebabkan berbagai masalah internal, terutama berkaitan dengan pendanaan, walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kemudahan dengan paketpaket kebijakan untuk mendorong sektor usaha kecil tersebut. Atas dasar potensi dan karateristik tersebut, maka pemberdayaan usaha kecil ini masih strategis dan sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional. 10
Di samping itu, usaha mikro menghadapi pula faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan daya saing dan kinerja usaha mikro, yaitu: 1)
Lemahnya sistem pembiayaan dan kurangnya komitmen pemerintah bersama lembaga legislatif terhadap dukungan permodalan usaha mikro, sehingga keberpihakan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan masih belum seperti yang diharapkan
2)
Kurangnya kemampuan usaha mikro untuk meningkatkan akses pasar
3)
Terbatasnya informasi sumber bahan baku dan panjang jaringan distribusi
4)
Belum terciptanya “blue print” platform teknologi dan informasi, yang meliputi masalah regulasi, pembiayaan, standarisasi, lisensi jenis teknologi tepat
5)
Proses perizinan pendirian badan usaha, paten, merek, hak cipta, investasi, izin yang masih birokratis, biaya tinggi, dan waktu yang lama. Namun demikian jika mendapatkan sokongan dari berbagai pihak yang
saling terintegrasi sebenarnya sektor usaha mikro akan dapat berkembang lebih baik. Pertama, pemerintah memberikan regulasi dan supervisi yang tepat, dalam hal ini peran pemerintah. Kedua, tersedianya sumber permodalan dan pembiayaan yang mudah dijangkau dan sustainable, yang perannya diperankan oleh perbankan dan lembaga keuangan mikro. Dan ketiga, adanya pendampingan untuk capacity building
yang diperankan oleh kalangan akademisi termasuk lembaga
pemeringkat, konsultan manajemen, dan sebagainya (Kusmuljono 2009). 2.2.
Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Kredit Kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya mempercayai.
Adapun berbagai definisi kredit menurut beberapa pandangan adalah sebagai berikut: 1)
Menurut UU Perbankan No. 14 Tahun 1967, kredit adalah penyediaan uang atas tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antar bank dan pihak lain dalam hal dimana pihak peminjam wajib melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang ditetapkan.
2)
Dalam ensiklopedia umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan 11
harapan akan mendapatkan keuntungan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran si peminjam. Seseorang akan dikenai beban bunga apabila ia menggunakan jasa kredit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan bentuk kegiatan yang bermotif saling mendapatkan keuntungan antara pihak kreditur dan debitur, dimana pihak kreditur akan mendapatkan keuntungan dari penagihan bunga periodik kepada debitur dan debitur mendapatkan keuntungan dari manfaat modal yang diperoleh dari kredit. Selain saling menguntungkan, kredit juga memberikan konsekuensi penanggungan risiko bersama, baik oleh kreditur maupun debitur. Risiko yang mungkin ditanggung oleh kreditur adalah apabila jasa kredit yang diberikan mempunyai masalah dalam pengembaliannya. Sedangkan risiko yang mungkin ditanggung oleh debitur adalah jika ia tidak mampu membayar lunas kredit yang ia terima sesuai dengan perjanjian jatuh tempo maka debitur dapat dituntut dan akan kehilangan agunan yang menjadi jaminan dalam pemberian kredit. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu: 1) Kepercayaan, keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan,baik dalam bentuk uang, barang, ataupun jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2) Waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang diterima pada masa yang akan datang. Dalam hal ini terkandung nilai waktu dari uang yang mencerminkan sejumlah uang dengan nominal tertentu nilainya akn lebih besar pada waktu sekarang dibandingkan dengan nilai pada waktu yang akan dating. 3) Degree of Risk, yaitu tingkat risiko yang dihadapi akibat jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan dating. Semakin lama jarak waktu tersebut maka tingkat risikonya semakin tinggi. Adanya risiko inilah yang menimbulkan perlunya jaminan pemberian kredit.
12
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan menurut Suyatno (1995) antara lain sebagai berikut: 1)
Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang Para pemilik uang/modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang membutuhkannya untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya. Selain itu para pemilik uang/modal juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. Keuangan tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.
2)
Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel. Sehingga apabila pembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel maka peredaran uang giral akan dapat meningkat. Di samping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal sehingga lalu lintas uang akan berkembang pula.
3)
Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang Dengan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. Di samping itu kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang di satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian tersebut berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.
4)
Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakn diarahkan kepada usaha-usaha
seperti
pengendalian
inflasi,
peningkatan
ekspor,
dan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Untuk menekan laju inflasi pada tahun 1966 yang lebih kurang sebesar 650 persen, pemerintah memberlakukan kebijakan uang ketat melalui pemberian kredit usaha yang selektif dan terarah untuk melindungi usaha-usaha yang bersifat non-spekulatif. Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan 13
kualitatif dan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar dapat diekspor. Kebijakan tersebut telah berhasil dengan baik. 5)
Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut. Namun ada kalanya keinginan tersebut
dibatasi oleh kemampuan
permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. 6)
Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan proyek-proyek baru memerlukan tenaga kerja untuk melaksanakan proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan mendapatkan pendapatan. Dengan tertampungnya tenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula. Berdasarkan tujuan pengunaannya menurut Suyatno (1995), kredit dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Kredit Konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang atau jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung kepada konsumen. Jenis kredit ini digunakan untuk membiayai hal-hal yang bersifat konsumtif seperti kredit perumahan, kredit kendaran, serta kredit untuk pembelian makanan. Secara tidak langsung kredit konsumtif akan memberikan efek produktif dengan cara meningkatkan dari barang atau jasa yang dibeli pelanggan. 2) Kredit Produktif yaitu kredit yang digunakan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi. 3) Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barang-barang untuk dijual kembali
14
2.3.
Lembaga Keuangan Bank Lembaga keuangan merupakan suatu lembaga yang bertugas memberikan
layanan keuangan termasuk di dalamnya pemberian jasa bantuan permodalan dan pembiayaan. Lembaga keuangan ini dibedakan menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Bank merupakan salah satu lembaga penyedia jasa keuangan. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”. Adapun pengertian Bank menurut Global Association of Risk Proffesional (GARP) dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko adalah suatu lembaga yang telah memperoleh izin untuk melakukan kegiatan utama menerima deposito, memberikan pinjaman, menerima dan menerbitkan cek. Bank merupakan satu-satunya lembaga keuangan depositori. Sebagai lembaga keuangan depositori, bank memiliki izin untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito. Dana yang diperoleh kemudian dapat dialokasikan ke dalam aktiva dalam bentuk pinjaman dan investasi. Kekhususan kegiatan yang dilakukan oleh bank inilah yang membedakan bank dari lembaga keuangan lain. Di samping kekhususan dalam menghimpun dana masyarakat atau dana pihak ketiga tersebut, bank diperbolehkan untuk menjalankan usaha yang sama dengan lembaga keuangan lain. Adapun jenis-jenis bank dapat digolongkan menjadi beberapa macam berdasarkan formalitas undang-undang, kepemilikan, penekanan kegiatan usaha, dan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha (Dendawijaya 2001) Jenis bank berdasarkan formalitas undang-undang dilandaskan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dibedakan menjadi lima jenis yaitu bank milik Negara (BUMN), bank milik pemerintah daerah (BUMD), bank milik swasta nasional, bank milik swasta campuran (nasional dan asing), dan bank milik asing. 15
Penggolongan jenis bank berdasarkan penekanan kegiatan usahanya yaitu bank retail, bank korporasi, bank komersial, bank pedesaan, bank pembangunan, dan lain-lain. Sedangkan jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha dibedakan menjadi bank konvensional yang menetapkan bunga sebagai biaya modal dalam penyetoran simpanan serta penyaluran kredit dan bank berdasarkan prinsip syariah yang menerapkan konsep bagi hasil dalam penyetoran simpanan serta pemberian kredit. Produk bank merupakan bentuk kegiatan jasa yang dihasilkan bank. Produk bank dipisahkan ke dalam dua sisi, yaitu sisi pasiva dan sisi aktiva. Produk-produk bank dari sisi pasiva meliputi: 1) Giro. Merupakan simpanan dari pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah pebayaran, atau dengan pemindabukuan. 2) Tabungan. Adalah simpanan dari nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut ketentuan atau syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan/atau lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 3) Deposito. Merupakan simpanan dari nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan bank yang bersangkutan Produk-produk bank dari sisi pasiva ini biasa dikenal dengan sebutan kredit pasif. Produk-produk bank dari sisi aktiva atau yang biasa disebut kredit aktif meliputi: 1) Kredit modal kerja. Pemberian kredit dari bank (kreditur) kepada nasabah (debitur) untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan debitur. 2) Kredit investasi. Kredit yang digunakan untuk membeli barang modal (investasi). 3) Kredit off shore. Fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur domestik dalam bentuk valuta asing dan dilaksanakan melalui cabang bank yang bersangkutan di luar negeri.
16
4) Kredit on shore. Fasilitas kredit yang diberikan oleh unit kredit dalam negeri (kantor wilayah, cabang, atau divisi korporasi) yang diberikan kepada debitur dalam negeri dalam bentuk valuta asing. 5) Kredit cash collateral. Merupakan kredit khusus yang diberikan kepada pemegang deposito berjangka bank yang bersangkutan, bank pemerintah, atau bank asing/swasta nasional yang bonafid dan pemegang tabungan bank yang bersangkutan. 6) Kredit profesi. Kredit yang diberikan oleh bank dalam rangka membantu para profesional (dokter, akuntan publik, pengacara, konsultan, dan sebagainya) untuk mengembangkan profesinya. 7) Kredit
konsumsi. Kredit yang diberikan oleh bankkepada debitur untuk
keperluan membeli barang-barang konsumsi yang dibutuhkannya. 8) Kredit sindikasi. Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur (biasanya nasabah korporasi atau perusahaan) secara bersama-sama dengan bank lain berdasarkan
kesepakatan
bersama
atas
beberapa
ketentuan,
seperti
porsivolume kredit dan agunan masing-masing bank, tingkat suku bunga, dan lain-lain. 9) Kredit-kredit program. Berbagai jenis kredit yang dibeerikan oleh bank dalam rangka memenuhi ketentuan untuk mengikuti suatu program pemerintah seperti kredit canda kulak, kredit usaha kecil (KUK), dan sebagainya. Selain berbagai jenis produk yang dihasilkan bank di atas, bank juga memberikan berbagai pelayanan jasa yang mencakup jasa perbankan dalam negeri dan luar negeri seperti pemindahbukuan (transfer), surat keterangan bank, delegasi kredit, dan lain sebagainya. 2.4.
Lembaga Penjaminan PT Askrindo didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Bank
Indonesia pada tahun 1971. Askrindo bergerak pada bidang asuransi kredit bank dan juga usaha-usaha lainnya, khusus di bidang penjaminan. Visi dari Askrindo adalah menjadi perusahaan asuransi nasional terpercaya dan kompetitif yang mengutamakan pelayanan prima dengan dukungan sumber daya dan lembaga keuangan yang kuat di dalam dan di luar negeri untuk pihak-pihak yang berkepentingan, dengan misi mendukung program pemerintah di bidang ekonomi 17
dalam menciptakan UMKM yang tangguh melalui kegiatan usaha asuransi dan/atau penjaminan. Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 95 Tahun 2000 tanggal 7 November 2000. Perusahaan ini didirikan untuk meneruskan Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK) dengan sasaran dan lingkup usaha diperluas. Perluasan sasaran dan lingkup usaha tersebut antara lain dengan memberikan pelayanan tidak hanya kepada koperasi melainkan juga kepada UMKM. Pelayanan yang diberikan Jamkrindo di antaranya berupa kegiatan penjaminan kredit bank atau bukan bank, penjaminan atas pembiayaan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan pembiayaan pola bagi hasil,penjaminan atas pembelian barang secara angsuran, penjaminan atas transaksi kontrak jasa, pemberian pinjaman dengan pola bagi hasil, bantuan manajemen dan konsultasi, penerbitan surety bond, dan kegiatan lain yang menunjang tercapainya visi dan misi perusahaan. 2.5.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau
Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit sampai dengan Rp500 juta. Di samping itu, terdapat pula KUR Mikro dengan plafon kredit maksimal Rp. 5 juta. Pinjaman ini diberikan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang layak (feasible) namun belum bankable. Pinjaman tersebut sebagian dijamin dengan program penjaminan kredit oleh pemerintah melalui PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Besarnya coverage penjaminan maksimal yang diberikan Askrindo dan Jamkrindo adalah sebesar 70 persen dari nilai kredit. Selebihnya harus disediakan oleh pihak debitur yang menjadi risiko bank penyalur karena dana yang disalurkan melalui KUR tersebut adalah sepenuhnya berasal dari bank penyalur. Bunga pinjaman dalam pengembalian kredit ini adalah sebesar 1,125 persen per bulan.
18
2.6.
Pasar Kredit pada Usaha Mikro Jika kredit diartikan sebagai barang ekonomi, maka permintaan terhadap
kredit akan sangat dipengaruhi oleh harga kredit yang ditunjukkan dengan tingkat bunga kredit. Sehingga semakin tinggi tingkat bunga maka jumlah permintaan kredit akan turun. Selain itu pendapatan dan bank pemberi kredit juga mempengaruhi permintaan terhadap kredit (Rachmina 1994). Secara garis besar terdapat dua sumber kredit, yaitu sumber formal dan sumber non-formal. Maka dengan demikian terdapat dua pasar kredit bagi usaha pada sektor mikro ini, yaitu pasar kredit formal dan pasar kredit non-formal. Kedua pasar kredit tersebut mempunyai karakteristik dan struktur yang berbeda, sehingga dalam batas-batas tertentu kedua pasar tersebut bersifat independen. Demikian juga dengan tingkat bunga yang ditetapkan pada kedua pasar berbeda cukup besar, dimana tingkat bunga pasar kredit formal relatif lebih rendah dari pasar kredit non-formal (Rachmina 1994). 2.7.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit telah diteliti pada
berbagai penelitian terdahulu. Alamsyah (2007) yang meneliti tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada kredit usaha pedesaan (Kupedes) dalam sektor agribisnis di BRI Unit Ciomas, Bogor mengemukakan bahwa jumlah tanggungan keluarga, jarak rumah debitur dengan bank sertaomzet usaha memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat pengembalian Kupedes. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga dan semakin jauhnya jarak rumah dengan bank serta semakin kecilnya omzet usaha yang diperoleh maka kemungkinan timbulnya kredit macet semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor yang sebelumnya diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit seperti usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, jangka waktu pengembalian, serta beban bunga ternyata tidak berperan dalam menentukan kemampuan pengembalian kredit. Adapun model analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah model regresi logistik. Adapun penelitian Handoyo (2009) yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah untuk UMKM agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor dengan menggunakan 19
model analisis regresi logistik mengemukakan bahwa omzet usaha, pengalaman usaha, serta frekuensi peminjaman memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pinjaman tersebut. Sementara itu faktor yang sebelumnya diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit seperti tingkat pendidikan, besarnya jumlah pinjaman, jangka waktu pengembalian, pola penagihan pinjaman serta penggunaan pinjaman ternyata tidak berperan dalam menentukan kemampuan pengembalian kredit. Hermawan (2007) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembalian kredit umum pedesaan (Kupedes) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah di Kabupaten Bogor dengan menggunakan model analisis logistik biner. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa karakteristik individu yang berpengaruh nyata dan negatif terhadap pengembalian Kupedes adalah jarak rumah debitur dengan BRI. Sedangkan berdasarkan analisis deskriptif diketahui bahwa pengembalian kredit bermasalah paling banyak terjadi pada tingkat usia tertentu. Karakteristik usaha yang berpengaruh nyata dan positif terhadap pengembalian Kupedes adalah omzet, pengalaman kredit, dan jangka waktu pengembalian pinjaman. Berdasarnya analisis deskriptif disimpulkan
bahwa
pengembalian kredit, dan jangka waktu pengembalian bahwa pengembalian kredit bermasalah terjadi pada nasabah yang mempunyai nilai agunan di bawah nilai tertentu. Muhammah (2008) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit oleh UMKM studi kasus nasabah Kupedes pada PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk Unit Cigudeg Cabang Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor omzet usaha serta frekuensi peminjaman kredit memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat pengembalian Kupedes. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor yang sebelumnya diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jarak rumah dengan kantor unit lama usaha, jangka waktu pengembalian, serta beban bunga ternyata tidak berperan dalam menentukan kemampuan pengembalian kredit. Secara umum, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengembalian kredit pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut mewakili karakteristik 20
personal, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Karakter personal meliputi usia, jenis kelamin, jarak rumah nasabah dengan bak, jumlah tanggungan, serta pembinaan. Karakter usaha meliputi pengalaman usaha, omzet usaha, serta pengalaman/frekuensi peminjaman kredit. Sedangkan karakter kredit meliputi jumlah peminjaman, beban bunga, jangka waktu pengembalian, agunan, serta peggunaan kredit dan pola penagihan. Masing-masing penelitian tidak menggunakan seluruh faktor, melainkan hanya faktor-faktor yang dianggap peneliti relevan terhadap objek penelitian. Walaupun berbagai penelitian dengan objek kredit kepada golongan ekonomi lemah ini telah banyak dilakukan, penelitian terkait dengan objek serupa akan perlu terus dilakukan. Hal ini berkaitan dengan berkembangnya inisiatif pemerintah untuk terus mendukung pengembangan golongan ekonomi lemah tersebut dan kajian serta evaluasi mengenai keadaan yang terjadi di lapangan akan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu. Kesamaan terdapat pada beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengembalian kredit. Faktor-faktor yang di dalam penelitian ini diduga mempengaruhi tingkat pengembalian kredit (KUR) terdiri dari jenis kelamin sebagai variable dummy, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, serta pinjaman yang dilakukan pada pihak lain yang merupakan karakteristik personal. Karakteristik usaha yang diduga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit adalah pendapatan/omzet usaha serta lama usaha. Sementara itu, Karakteristik kredit meliputi besarnya jumlah pinjaman serta lamanya masa pengembalian yang disepakati. Kesamaan juga terdapat pada alat analisis yang digunakan dalam penelitian terdahulu, yaitu penggunaan analisis regresi logistik untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu selain lokasi yang masih tergolong baru dan belum pernah ada yang meneliti di BRI unit Cimanggis, penelitian ini juga meneliti mengenai program pemerintah terkini mengenai pembiayaan sektor ekonomi lemah dari pemerintah yakni Kredit Usaha 21
Rakyat (KUR). Selain itu, penelitian ini juga menambahkan variabel pinjaman lain. Variabel ini dipilih berdasarkan fenomena di lapangan yang menunjukkan bahwa masih kredit informal masih sering menjadi andalan bagi sektor ini ketika membutuhkan dana dengan segera meskipun dengan bunga yang harus dibayar tinggi kemudian. Selain kredit informal, fenomena menjamurnya kredit kepemilikan motor juga mengambil peranan dalam menambah beban berat kewajiban pembayaran angsuran dan bunga setiap bulan. Hal ini ditunjang dengan pengalaman beberapa petugas/pejabat kredit yang menuturkan bahwa nasabah yang memiliki pinjaman lain selain pada BRI Unit Cimanggis cenderung lalai dalam mengembalikan pinjaman (KUR).
22
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Permintaan dan Penawaran Kredit Setiap usaha memerlukan input (faktor produksi) yang terdiri dari input tetap dan input tidak tetap (variabel) untuk dapat menghasilkan produk. Bila ingin meningkatkan produksi, salah satunya adalah dengan meningkatkan penggunaan input (Gambar 3). Kredit yang diperoleh oleh pelaku usaha dapat digunakan sebagai penambah modal untuk membiayai input produksi sehingga pelaku usaha tersebut dapat meningkatkan produknya pada tingkat yang lebih tinggi. Total Produksi (unit) Total Produksi
Gambar 3.
Produksi Total
Input (unit)
Sumber: Lipsey (1995)
Faktor produksi modal dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktor produksi turunan. Sehingga permintan pada kredit merupakan permintaan turunan atas adanya permintaan input sebagai faktor produksi. Pemerintah dalam usahanya untuk membantu permodalan usaha mikro telah melaksanakan dan mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang perbankan. Dimulai dengan adanya bantuan berupa Kredit Investasi Kecil/Kredit Modal Kerja, Kredit Canda Kulak, Kredit Usaha Rakyat sampai dengan kemudahan beroperasinya lembaga perbankan. Kebijakankebijakan tersebut bertujuan untuk menggeser kurva penawaran dana modal ke arah kanan (Gambar 4). Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada saat modal langka, keseimbangan di titik E0 dimana jumlah dana yang ditawarkan adalah Q0 pada suku bunga r0. Keluarnya kebijakan pemerintah diharapkan dapat menggeser kurva penawaran
dari S0 keS1 (E0 ke E1). Jika E1 dapat dicapai maka jumlah dana yang ditawarkan akan lebih banyak dengan harga yang lebih rendah (Q1>Q0 dan R1
S0 S1
E0
r0
E1
r1 D
Q0 Gambar 4.
Q1
jumlah
Permintaan dan Penawaran Kredit Sumber: Lipsey (1995)
3.1.2. Risiko Kredit Perkembangan suatu usaha dipengaruhi ketersediaan modal. Modal sendiri umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha. Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar (kredit) sangat diperlukan. Sumber modal yang berasal dari luar tersebut dapat berasal baik dari sumber formal maupun informal. Sebagai salah satu lembaga formal yang menyalurkan kredit, kredit adalah bagian terbesar dari sumber penghasilan bank dan juga merupakan bagian terbesar dari seluruh harta suatu bank. Berkaitan dengan penyaluran kreditnya, bank menghadapi suatu risiko yang disebut risiko kredit. Risiko kredit adalah kegagalan debitur (default to clearing) untuk memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat timbul baik dari kinerja nasabah maupun faktor luar nasabah. Hal ini dapat dijelaskan melalui Gambar 5. Risiko kredit adalah risiko yang paling mengancam bank karena merupakan aktivitas utamanya. Oleh karena itu, risiko kredit merupakan suatu masalah besar bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan pada umumnya karena menurunkan likuiditas dan profitabilitas bank. Perputaran uang di bank menjadi terhambat dan 25
dan laba menjadi menurun akibat nasabah yang bermasalah dalam pengembalian atau pengangsuran kredit. Jika ini terjadi maka akan diikuti hilangnya kepercayaan (default trust) dan sebagai lanjutannya adalah terjadinya rush (penarikan secara besar-besaran secara serempak) atas semua hutang/kewajiban lancar oleh semua nasabah. Tingkat kegagalan debitur untuk memenuhi kewajibannya oleh Bank Indonesia digolongkan ke dalam empat kategori berdasarkan tingkat kelancaran pengembalian kredit, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. Penggolongan ini secara umum digunakan oleh lembaga keuangan baik yang berbentuk bank maupun non bank, meskipun pada beberapa lembaga keuangan terdapat perbedaan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing lembaga keuangan. Kebangkrutan nasabah
Gagal bayar
Kesulitan keuangan nasabah
Potensi gagal bayar
Ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi
Penurunan peringkat nasabah
Penurunan kinerja nasabah
Pelanggaran kontrak
Kelemahan kontrak kredit
Potensi pelanggaran kontrak
Gambar 5. Kerangka Risiko Kredit Sumber: Sutoyo (2000)
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia menggolongkan kreditnya ke dalam dua kelompok besar, yakni kredit lancar dan tidak lancar (menunggak). Sebuah pengembalian kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat waktu dan pelunasan kredit tidak mengalami penundaan berdasarkan pinjaman. Sedangkan pengembalian kredit digolongkan tidak lancar jika pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang 26
diperjanjikan. Pengembalian kredit yang tidak lancar ini digolongkan kembali ke dalam lima tingkatan yaitu: 1) Dalam Pengawasan Khusus Status ini diberikan
pada debitur yang menunda
pembayaran angsuran
selama satu minggu hingga 60 hari dari tanggal yang ditentukan. 2) Kurang Lancar Apabila pembayaran angsuran oleh debitur sedikit terhambat karena ada kecenderungan usaha nasabah mulai mengalami kesulitan, namun tingkat kesulitan tersebut masih tergolong ringan dan menyangkut salah satu aspek usaha saja. Status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran selama lebih dari 60 hari hingga 90 hari. 3) Meragukan Terhambatnya pengembalian kredit diindikasikan dengan kemerosotan yang tajam dalam usahanya dan biasanya permasalahan yang terjadi mencakup berbagai aspek usaha. Status ini diberikan pada debitur yang menunggak selama lebih dari 90 hari hingga 120 hari. 4) Macet Status ini dikenakan kepada debitur yang tidak dapat membayar angsuran dan bungan kredit dalam jangka waktu yang lama antara labih dari 120 hari hingga 270 hari. 5) Daftar Hitam Pengembalian kredit yang sudah termasuk dalam daftar hitam yaitu debitur yang benar-benar sudah tidak mampu membayar pelunasan kredit karena usahanya sudah bankrut dan kemungkinan asetnya tidak dapat dicairkan atau tidak ada sama sekali. Batasan seorang nasabah dimasukkan dalam daftar hitam adalah ketika pelunasan kreditnya mengalami penundaan lebih dari 270 hari. 3.1.3.Strategi Penghindaran Kredit Bermasalah Tindakan terpenting dari strategi ini adalah analisa kredit. Analisa kredit atau penilaian kredit adalah suatu proses yang dimaksudkan untuk menganalisa atau menilai suatu permohonan kredit sehingga dapat memberikan keyakinan pada bank bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit bank cukup layak (feasible). 27
Adanya analisa yang mempertimbangkan berbagai faktor ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya default oleh calon debitur. Dua jenis prinsip yang umumnya diterapkan dalam mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu prinsip ‘6C’ dan prinsip ‘6A’. Prinsip ‘6C’ (Dendawijaya 2001) meliputi: 1) Character (kepribadian), yaitu menyangkut sifat, kepribadian, dan citra calon debitur dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan kemauan dan kesungguhan membayar angsuran kredit yang tentunya sangat berpengaruh terhadap integritas dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan pemanfaatan pemberian kredit dengan benar. 2) Capital (modal) merupakan kepemilikan terhadap modal dan kemampuan nasabah
dalam
membiayai
perusahaannya.
Perbandingan
besarnya
pembiayaan dari bank dengan modal sendiri dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan perusahaan atau ditinjau langsung oleh petugas kredit. 3) Capacity (kemampuan) terkait dengan kesanggupan dan kemampuan calon debitur untuk melunasi pokok pinjaman diserta dengan bunga dan syaratsyarat lain dalam perjanjian. Kemampuan ini diukur antara lain dari kondisi usaha, pendapatan/omzet usaha. Semakin likuid dan semakin tinggi tingkat profitabilitasnya maka kemampuan membayar kembali pinjaman dan kewajiban lain semakin besar. 4) Condition of economy (kondisi ekonomi), pertimbangan atas situasi ekonomi yang sedang terjadi dalam suatu wilayah atau negara yang berpengaruh terhadap usaha calon debitur dan pada akhirnyamempengaruhi keberhasilan pemanfaatan dan pengembalian kredit. 5) Collateral (agunan) yakni berupa ketersediaan jaminan
yang sesuai dan
seimbang dengan jumlah kredit yang diberikan sehingga pihak bank tidak perlu merasa khawatir ketika terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman karena agunan tersebut dapat menjadi pengganti pengembalian kredit 6) Constrain (keterbatasan) merupakan faktor-faktor yang menjadi penghambat berupa faktor-faktor sosial psikologis dalam suatu wilayah tertentu yang menyebabkan suatu usaha tidak mungkin untuk dijalankan. Sedangkan prinsip ‘6A’ mencakup:
28
1) Aspek yuridis bertujuan untuk mengkaji ketentuan-ketentuan legalitas perusahaan calon penerima kredit. 2) Aspek pasar dan pemasaran mengkaji kemungkinan pangsa pasar yang dapat diraih bagi produk/jasa perusahaan yang akan dibiayai oleh kredit serta meneliti tentang strategi pemasaran yang akan dilakukan pengusaha dalam menghadapi persaingan. 3) Aspek teknis bertujuan untuk menilai seberapa jauh kemampuan pengusaha dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan usaha serta seberapa besar kesiapan teknik dalam menjalankan operasi usahanya sebagai suatu entitas bisnis. 4) Aspek manajemen mengukur kemampuan dan kecakapan dalam mengelola usaha atau manajemen perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya. 5) Aspek keuangan bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola keuangannya. 6) Aspek sosial ekonomi merupakan suatu kajian terhadap nilai tambah yang dimiliki perusahaan dari sudut pandang sosial dan makro ekonomi terutama manfaat sosial ekonomi yang diterima oleh pemerintah maupun masyarakat seperti perluasan lapangan kerja dan pendapatan pajak pemerintah. Setelah
pencairan
kredit
dilaksanakan,
selanjutnya
dilaksanakan
pengawasan oleh pihak bank sebagai salah satu upaya menghindari kredit bermasalah di kemudian hari. Pengawasan ini meliputi beberapa aspek meliputi keberadaan administrasi kredit yang memadai, kewajiban debitur menyampaikan laporan-laporan usaha yang dibutuhkan, kewajiban bagi pihak bank untuk melakukan kunjungan sewaktu-waktu ke perusahaan yang dibiayai oleh kredit, adanya konsultasi yang terstruktur antara pihak bank dengan debitur, dan aspek adanya suatu peringatan.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Kredit Usaha Rakyat (KUR) khususnya KUR Mikro merupakan kredit
bagi usaha mikro yang telah feasible namun membutuhkan modal baik dalam menjalankan usaha maupun untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sehingga akan dapat memperlancar dan meningkatkan produktivitas usahanya dengan pola 29
penjaminan hingga 70 persen dari plafon kredit. Penjaminan diharapkan akan memberikan usaha mikro akses yang lebih luas kepada perbankan. Adanya aspek kelayakan usaha sebagai salah satu persyaratan untuk dapat mengakses KUR diharapkan calon debitur akan memiliki kemampuan dalam penegmbalian kredit dengan teratur. Namun di dalam pelaksanaan penyaluran kredit ini masih terdapat permasalahan yang timbul, yakni keterhambatan pengembalian/pelunasan kredit. Keterhambatan pengembalian kredit akan merugikan pihak bank,modal bank menjadi beku dan menurun serta berkurangnya pendapatan yang semestinya diperoleh dari hasil pemberian kredit. Untuk itu penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian oleh debitur perlu dilaksanakan agar permasalahan tersebut dapat diantisipasi sedini mungkin. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat pengembalian kredit (KUR) pada BRI Unit Cimanggis diturunkan berdasarkan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu Character (kepribadian), Capital (modal), dan Capacity (kemampuan). Prinsip Collateral (agunan) dalam skim kredit ini dianggap telah terpenuhi dengan adanya penjaminan dari pemerintah. Sementara prinsip Condition of economy (kondisi ekonomi) dan Constrain (keterbatasan) diasumsikan tidak mengalami perubahan (ceteris paribus) karena di dalam dalam penelitian ini kedua prinsip tersebut dianggap sebagai faktor di luar kendali debitur. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta lama usaha merupakan faktor yang diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit berdasarkan peran aktifnya dalam pembentukan kepribadian debitur (character), yaitu terkait dengan kemauan dan kesungguhan membayar angsuran kredit yang tentunya sangat berpengaruh terhadap integritas dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan pemanfaatan pemberian kredit dengan benar. Faktor adanya pinjaman lain yang dilakukan bersamaan dengan pinjaman KUR serta besarnya jumlah pinjaman dan jangka waktu pengembalian diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit sehubungan dengan kepemilikan debitur terhadap modal dan berpengaruh terhadap besarnya perbandingan pembiayaan dari pinjaman dengan modal sendiri (capital). Sementara faktor-faktor seperti jumlah 30
tanggungan dalam keluarga, dan besarnya omzet usaha, diduga mempengaruhi kelancaran
pengembalian
kredit
sehubungan
dengan
kesanggupan
dan
kemampuan debitur untuk melunasi pokok pinjaman diserta dengan bunga dan syarat-syarat lain dalam perjanjian (capacity). Jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, serta pinjaman yang dilakukan pada pihak lain yang di dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam karakteristik personal debitur. Pendapatan/omzet usaha serta lama usaha dikelompokkan ke dalam karakteristik usaha debitur. Sementara itu besarnya jumlah pinjaman serta lamanya masa pengembalian yang disepakati dikelompokkan ke dalam karakteristik kredit. Pemilihan semua faktor tersebut berdasarkan referensi hasil studi literatur penelitian terdahulu serta hasil diskusi dengan pihak manajemen yang menangani bidang perkreditan,khususnya KUR. Secara terinci mengenai pengaruh yang diduga berasal dari ketiga karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Karakter personal Jenis kelamin wanita umumnya lebih serius, bertanggung jawab, dan memiliki visi ke depan dengan strategi yang lebih terencana untuk memperbaiki kondisi kehidupan bila dibandingkan pria (Thoha 2000). Oleh sebab itu, diduga wanita memiliki peluang pengembalian kredit dengan kelancaran lebih besar daripada pria karena diduga wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dan lebih mampu menjaga kepercayaan yang diberikan bank dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit dibandingkan pria. Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Pada tingkat individual, pendidikan juga merupakan sarana yang sangat efektif untuk mobilitas vertikal baik dalam aspek sosial, ekonomi, bisnis, maupun politik. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir dan semakin besar pula kemampuan mengaktualisasikan potensi dirinya, termasuk dalam kemampuan berbisnis dan mengelola usaha (Thoha 2000). Terkait dengan kemampuan pengembalian kredit, semakin tinggi pendidikan diharapkan dengan kemampuan pengelolaan usaha yang lebih baik maka akan semakin baik pula kemampuan pengambalian kreditnya. Namun berdasarkan pengalaman pihak 31
manajemen BRI Unit Cimanggis, semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka mereka akan semakin berani dalam melakukan penunggakan pengembalian kredit sehingga di dalam penelitian ini tingkat pendidikan diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka semakin berat pula beban ekonomi keluarga tersebut (Firmansyah 2000). Semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga menghabiskan sejumlah besar proporsi
pendapatannya.
Hal
ini
menyebabkan
adanya
peluang
ketidakmampuan debitur yang memiliki jumlah tanggungan keluarga banyak dalam pengembalian kredit. Oleh sebab itu, jumlah tanggungan dalam keluarga diduga berpengaruh negatif dalam kelancaran pengembalian kredit. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka peluang pengembalian kredit dengan baik akan semakin kecil. Adanya pinjaman pada pihak lain berarti bahwa nasabah memiliki kewajiban pembayaran angsuran lain. Semakin banyak pinjaman yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula kewajiban pembayaran angsuran dalam setiap bulannya. Kondisi meningkatnya beban pengeluaran yang harus ditanggung ini menyebabkan meningkatnya risiko ketidaklancaran dalam pembayaran angsuran kredit, terlebih jika pinjaman dilakukan pada sumber kredit informal yang membebankan bunga tinggi (Wahyono 2000). Sehingga pinjaman pada pihak lain diduga berpengaruh negatif dalam kelancaran pengembalian kredit. 2) Karakter usaha Omzet usaha menentukan tingkat pendapatan pengusaha dari usaha yang dijalankannya. Semakin tinggi omzet usaha akan meningkatkan pendapatan usaha, sehingga akan meningkatkan penghasilan yang dialokasikan untuk membayar kredit (Alamsyah 2007). Oleh sebab itu, omzet usaha diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar pendapatan usaha maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin besar peluang pengembalian kredit secara lancar juga semakin besar. 32
Lama usaha terkait dengan pengalaman usaha. Pengalaman usaha mempengaruhi kemampuan dan keterampilan dalam mengambil keputusan dari berbagai alternatif terbaik. Berdasarkan pengalamannya, pengusaha dapat menghindari dan mengurangi risiko
yang dapat menyebabkan kegagalan
usahanya (Alamsyah 2007). Oleh sebab itu, lama usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha yang digeluti.
Keberhasilan
usaha
tersebut
dapat
menjamin
perolehan
pendapatan/keuntungan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang kemampuan pengembalian kredit secara lancar. 3) Karakter kredit Semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank maka semakin besar beban yang harus ditanggung oleh debitur dalam pelunasannya sehingga pemberian jumlah pinjaman yang besar menimbulkan risiko terhambatnya pengembalian kredit oleh debitur (Muhammah 2008). Oleh sebab itu jumlah pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap pengembalian kredit. Jangka waktu pinjaman dapat mencerminkan besar kecilnya angsuran yang harus dibayar nasabah kepada bank setiap bulannya. Semakin lama jangka waktu pinjaman maka angsuran bulanannya relatif lebih ringan (Hermawan 2007). Oleh sebab itu, jangka waktu pengembalian kredit diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semua karakteristik di atas diduga memiliki pengaruh yang nyata terhadap perbedaan tingkat kelancaran pengembalian kredit (KUR) sehingga pihak bank perlu
memperhatikan
karakteristik
nasabah
dalam
mengabulkan
suatu
permohonan kredit. Kebijakan mengenai penyaluran KUR perlu direncanakan dan ditetapkan dengan baik agar hal itu dapat menjadi simbiosis mutualisme bagi debitur dan pihak bank. Di lain sisi pihak debitur merasa diuntungkan dengan adanya bantuan modal dalam menyokong keberhasilan usahanya dan di sisi lain pihak BRI memperoleh keuntungan dari pendapatan bunga kredit yang diberikan dan pengembalian kredit dari debitur berjalan lancar tanpa adanya kasus penunggakan. 33
Bank Rakyat Indonesia (BRI) tidak hanya berharap dan berupaya menekan angka kredit bermasalah tetapi juga berupaya untuk sebisa mungkin penyaluran KUR dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka meningkatkan produktifitas dan pengembangan usaha rakyat kecil. Untuk menjamin bahwa kredit yang diberikan kepada debitur dimanfaatkan sebagaimana mestinya, pihak BRI juga melakukan pengawasan kepada debitur tersebut khususnya menyangkut aktivitas usaha debitur. Pembahasan pada penelitian ini akan dibatasi berdasarkan pada kerangka operasional. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.
Character tingkat pendidikan jenis kelamin lama usaha
Capacity omzet usaha jumlah tanggungan
Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Unit Cimanggis
Capital Jumlah pinjaman lama pengembalian Pinjaman Lain
Non-Lancar
Lancar
Condition of Economy Constrain
Gambar 6. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian 34
IV METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga April 2009 pada PT Bank
Rakyat Indonesia.Tbk Unit Cimanggis Cabang Pasar Minggu. Pemilihan tempat ini dilakukan secara sengaja, yakni sehubungan dengan aksesibilitas peneliti kepada responden sehingga informasi yang terkait dengan debitur dapat tergali dengan baik untuk keperluan penelititan ini. BRI Unit Cimanggis merupakan salah satu dari kantor unit yang dibuka oleh BRI untuk melayani masyarakat termasuk di dalamnya adalah memberikan pelayanan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Di antara unit-unit BRI yang berada dibawah Kantor Cabang Pasar Minggu, BRI Unit Cimanggis memiliki peluang terhadap pangsa sektor usaha mikro karena banyaknya unit kegiatan usaha di daerah ini yang pada umumnya berskala mikro serta letak kantor BRI unit Cimanggis yang tidak jauh dari dengan pasar tradisional (Pasar Cisalak) sebagai salah satu pusat perdagangan semakin mendukung penyaluran KUR bagi sektor tersebut. Hal ini dapat terlihat dengan adanya kecenderungan peningkatan jumlah debitur yang mengakses KUR pada BRI Unit Cimanggis yang terjadi pada bulan Agustus 2008 hingga Februari 2009 (BRI 2009). Namun di pada sisi lain, peningkatan dalam penyaluran KUR tersebut ternyata juga diikuti dengan adanya peningkatan rasio kredit bermasalah. Sehingga penelitian yang bermanfaat dalam pengembangan pengelolaan risiko kredit ini, terutama dalam hal penyeleksian calon debitur diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak manajemen BRI Unit Cimanggis. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Penelitian dilakukan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kemampuan pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan oleh BRI Unit Cimanggis.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara dengan nasabah/debitur KUR dengan bantuan kuesioner
agar pertanyaan dalam wawancara lebih
sistematis dan diskusi dengan pihak manajemen BRI Unit Cimanggis.
Sedangkan data sekunder merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari data terkait debitur UMKM dan laporan BRI Unit Cimanggis dari jangka waktu Agustus 2008 hingga Februari 2009 menyangkut Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pencarian literatur untuk mencari data penelitian yang telah dipublikasikan, bukubuku yang relevan, makalah, jurnal, laporan penelitian, majalah, maupun internet juga dilakukan sebagai kelengkapan bahan penelitian. 4.3.
Metode Pengambilan Sampel Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati dan populasi adalah
kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi penelitian. Gay (1976) dalam Sevilla et al (1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok di mana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Menurut Ferguson (1973) yang diacu dalam Sevilla et al (1993), sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Proses yang meliputi pengambilan sebagian dari populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel (Ary, Jacob, dan Razavieh 1981, diacu dalam Sevilla et al 1993). Seringkali dalam pengambilan sampel penelitian tidak dapat dihindari untuk mempertimbangkan waktu, biaya, dan tenaga. Akan tetapi sepanjang sampel yang digunakan porsinya cukup mewakili populasi, maka kita dapat menggeneralisasikannya dan yakin bahwa generalisasi yang diambil
dapat
menggambarkan populasi, sehingga penemuan dan kesimpulan yang diperoleh dari sampling tersebut adalah sah (valid). Langkah-langkah yang digunakan dalam pengambilan sampel termasuk pengidetifikasian populasi, penetapan ukuran sampel yang disyaratkan, dan pemilihan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah semua usaha mikro yang menjadi debitur KUR BRI unit Cimanggis dan masih tergolong aktif hingga bulan Februari 2009 dan telah memperoleh pinjaman KUR sekurang-kurangnya enam bulan berjalan. Jumlah anggota populasi ini sebanyak 328 debitur yang terbagi dalam dua subpopulasi yaitu debitur dengan pengembalian lancar sebanyak 300 orang dan debitur dengan pengembalian tidak lancar sebanyak 28 orang. Heterogenitas populasi yang menjadi sasaran sangat penting dalam menetapkan besarnya sampel. Semakin besar heterogenitasnya,semakin besar 35
sampel yang diperlukan untuk mewakili populasi (Bruce et al 1991) yang diacu dalam Chadwick B, Bahr HM, dan Albrecht SL (1991). Dua pertimbangan yang sering kali dianggap penting dalam menentukan besarnya sampel adalah waktu dan dana yang tersedia bagi peneliti. Menurut Bailey (1982) yang diacu dalam Chadwick B, Bahr HM, dan Albrecht SL (1991) banyak orang menganggap 30 satuan sebagai jumlah sampel minimal. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja dan disproporsional sehingga semua anggota tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel dan jumlah sampel yang mewakili kelompok-kelompok dalam populasi tidak bersifat proporsional. Pemilihan sampel secara sengaja dan tidak proporsional ini dilakukan karena keterbatasan jangkauan terhadap debitur yang tempat tinggalnya cukup jauh sehingga debitur sampel yang diambil adalah debitur yang relatif lebih mudah dijangkau dan lebih komunikatif berdasarkan referensi petugas BRI Unit Cimanggis. Sehingga konsukuensi dari penggunaan metode pemilihan sampel tersebut adalah responden yang diambil kemungkinan tidak merepresentasikan sebagian dari populasi secara keseluruhan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 65 orang yang berdasarkan pada metode Gay (1976) dalam Sevilla et al (1993) yang menyatakan bahwa jumlah responden yang dinilai cukup mewakili keseluruhan populasi yaitu minimal 10 persen dari total populasi. Dengan jumlah sampel untuk masing-masing subpopulasi yaitu 40 orang mewakili subpopulasi dengan pengembalian lancar dan 25 orang mewakili subpopulasi yang menunggak. Penentuan jumlah sub sampel ini mengikuti pendapat
dari Hair (1998) bahwa terdapat beberapa
kesamaan antara analisis Diskriminan dengan analisis Regresi Logistik diantaranya adalah populasi terbagi menjadi kelompok-kelompok tertentu dan untuk dapat mewakili masing-masing kelompok dibutuhkan minimal 20 observasi sebagai sampel dari masing-masing kelompok tersebut. 4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara manual dan komputerisasi. Pengolahan
data dilakukan dengan melalui tiga tahap yaitu penyuntingan (editing), pengkodean (coding), dan tabulasi (tabulating). 36
Editing dilakukan dengan memeriksa kembali setiap lembar kuisioner untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan di dalam kuisioner telah diisi dengan baik oleh setiap responden. Setelah itu, coding dilakukan dengan memberi kode pada setiap jawaban responden dalam kuisioner. Data-data yang telah di-coding kemudian dimasukkan ke dalam bentuk tabel-tabel (tabulating) untuk diolah dengan Microsoft Excel dan Minitab 14. Pengolahan data dilakukan untuk menjawab setiap pertanyaan yang tercantum dalam tujuan penelitian. Di dalam penelitian ini digunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. 4.4.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Statistika deskriptif merupakan suatu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengujian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif yakni analisis yang merangkum atau “meringkas” hasil pengamatan yang telah dilakukan (Faisal 2005). Analisis ini memberikan informasi hanya mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun dari gugus data induknya yang lebih besar. Penyusunan tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain di suatu media, termasuk ke dalam statistika deskriptif (Walpole 1995). Data
mengenai
faktor-faktor
yang berpengaruh
terhadap
tingkat
pengembalian KUR oleh debitur BRI Unit Cimanggis yang diolah melalui analisis deskriptif dikelompokkan berdasarkan kesamaan jawaban. Informasi yang diperoleh dipresentasekan berdasarkan jumlah responden untuk kemudian disajikan baik dalam bentuk tabel sederhana ataupun dalam tabel distribusi frekuensi bagi data yang disajikan dalam beberapa kelompok. Melalui analisis deskriptif, informasi dikelompokkan berdasarkan kesamaan jawaban. Informasi yang diperoleh dipresentasekan berdasarkan jumlah responden untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Adapun langkah-langkah membuat Tabel Distribusi Frekuensi menurut Husaini dan Purnomo (2006) yaitu: 1) Mengurutkan data dari yang terkecil ke data terbesar 2) Hitung rentang yaitu data tertinggi dikurangi data terendah dengan rumus: R = Data Tertinggi – Data Terendah 37
3) Hitung banyak kelas dengan aturan Sturges: Banyak kelas = 1+ 3,3 log n n=banyaknya data, hasil akhirnya dibulatkan. Banyak kelas paling sedikit lima kelas dan paling banyak lima belas kelas, dipilih menurut keperluan. 4) Hitung panjang kelas interval dengan rumus:
5) Tentukan ujung bawah kelas interval pertama.Biasanya diambil dari data terkecil atau data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas interval yang didapat. 6) Selanjutnya kelas interval pertama dihitung dengan cara menjumlahkan ujung bawah kelas dengan nilai P setelah dikurangi satu. Demikian seterusnya. 4.4.2. Analisis Kuantitatif Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR oleh nasabah BRI Unit Cimanggis digunakan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model Analisis Regresi Logistik sehingga dapat diketahui variabel-variabel penduga yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR. Regresi logistik atau yang dikenal dengan LOGIT merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis regresi mengkaji hubungan pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap variabel respon melalui model persamaan matematis tertentu (Firdaus dan Farid 2008). Variabel penjelas atau variabel bebas atau variabel prediktor adalah variabel yang menjadi dasar dari perkiraan atau estimasi. Di dalam diagram pencar analisis regresi, variabel penjelas diskalakan ke dalam sumbu-X. Variabel respon atau variabel terikat adalah variabel yang sedang diprediksi atau diperkirakan. Di dalam diagram pencar analisis regresi, variabel respon diskalakan ke dalam sumbu-Y (Lind et.al 2007). Apabila variabel respon (Y) dalam analisis regresi berupa variabel ketegorik, maka analisis regresi yang dapat digunakan antara lain yaitu regresi logistik. Berdasarkan tipe kategorik pada variabel responnya, analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) biner, dengan regresi logistik biner; (2) 38
nominal, dengan regresi logistik nominal; dan (3) ordinal, dengan regresi logistik ordinal. Secara umum, analisis regresi logistik menggunakan variabel penjelasnya (X) untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori variabel respon (Y). Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori variabel respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit (Gambar 7). Transformasi tersebut dapat dirumuskan dalam formula :
Logit pi
log e
pi 1 pi
dimana pi adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari variabel respon untuk orang ke-i dan loge adalah logaritma dengan basis bilangan e. pi
pi
LOGIT transform
predictor
predictor
Gambar 7. Transformasi Logit Sumber : Firdaus dan Farid (2008)
Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini, variabel respon (Y) bersifat biner yaitu jika pengembalian kredit lancar atau jika pengembalian kredit tidak lancar (menunggak); maka kejadian sukses adalah kejadian saat pengembalian kredit oleh responden lancar dengan pengaruh variabel tertentu. Dengan demikian, maka model yang digunakan dalam analisis regresi logistik adalah Logit(pi) = β0 + β1*X dengan logit (pi) adalah nilai transformasi logit untuk peluang kejadian sukses; β0 adalah intersep model garis regresi; β1 adalah slope model garis regresi; dan X adalah variabel penjelas. Dalam penelitian ini analisis regresi logistik dilakukan dengan Microsoft Excel dan Minitab 14. Hasil analisis regresi menjawab tujuan penelitian yaitu menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR oleh nasabah BRI Unit Cimanggis. 39
1) Penentuan Variabel Variabel respon Y= 1; jika pengembalian kredit lancar Y= 0; jika pengembalian kredit menunggak Variabel penduga X1 = jenis kelamin, sebagai variabel dummy (1=wanita dan 0=pria) X2 = tingkat pendidikan (tahun) X3 = jumlah tanggungan dalam keluarga (orang) X4 = pinjaman dengan pihak lain (1=ada dan 0=tidak) X5 = pendapatan/omzet usaha (juta rupiah) X6 = lama usaha (tahun) X7 = besarnya pinjaman (juta rupiah) X8 = jangka waktu pengembalian (bulan) Variabel-variabel tersebut dipilih karena diduga mampu mewakili karakteristik
dari
calon
responden
yang
dapat
mempengaruhi
tingkat
pengembalian kredit (KUR). 2) Estimasi Fungsi Regresi Logistik Regresi Logistik merupakan merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel penduga berskala metrik (kontinu) atau kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik. Estimasi model tersebut yaitu (Gujarati 1997): Li = ln
= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 +…+ βk Xk
Keterangan: Li = Variabel respon β0 = Konstanta β1 = Koefisien variabel penduga ke-1 βk = Koefisien variabel penduga ke-k X1= Variabel penduga ke-1 Xk= Variabel penduga ke-k
40
Dengan demikian, maka estimasi model yang digunakan dalam analisis regresi logistik pada penelitian ini yaitu: Li = ln
= β0 + β1 X1 + β2 X2 + …+ β8 X8
Keterangan: Li = Variabel respon Li = 1;jika pengembalian kredit lancar Li = 0;jika pengembalian kredit tidak lancar (menunggak) Β0 = Konstanta Β1 = Koefisien variabel penduga ke-1 Βi = Koefisien variabel penduga ke-i X1= Jenis kelamin, sebagai variabel dummy (1=wanita dan 0=pria) X2= Tingkat pendidikan (tahun) X3= Jumlah tanggungan dalam keluarga (orang) X4= Pinjaman dengan pihak lain (1=ada dan 0=tidak) X5= Pendapatan/omzet usaha (juta rupiah) X6= Lama usaha (tahun) X7= Besarnya pinjaman (juta rupiah) X8= Jangka waktu pengembalian (bulan) 3) Uji Kelayakan Model Pengujian terhadap kelayakan model menggunakan statistik G yang merupakan nisbah kemungkinan maksimum untuk mengetahui peran variabelvariabel penduga dalam model secar simultan. Rumus uji G adalah sebagai berikut: G= -2 ln Keterangan: lo = likelihood tanpa variabel penduga li = likelihood dengan variabel penduga Hipotesis:
H0 = β1 = β2= … = βk= 0 H1 = minimal ada satu nilai β ≠ 0
41
Jika nilai G > x2 p(α) atau p-value dari statistik G lebih kecil dari taraf nyata (α=0.05) maka keputusannya adalah tolak H0 , atau setidaknya ada satu variabel penduga yang berpengaruh nyata terhadap variabel respon. 4) Uji Kebaiksuaian Model Uji kebaiksuaian model dilakukan dengan memperhatikan nilai sebaran chi-square dari metode Pearson, Deviance, dan Hosmes & Lemeshow. Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan prediksi model H1 = terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan dengan prediksi model
Jika p-value dari ketiga statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata (α=0.05) maka keputusannya adalah menerima H0 , yang artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi. 5) Uji Signifikansi Variabel Prediktor secara Individu Pengujian terhadap signifikansi masing-masing variabel penduga secara individu dilakukan dengan uji Wald (Wj), dengan rumus:
Wj = Keterangan: = Penduga β = Penduga standard error dari β βk = Koefisien variabel penduga ke-k Hipotesis:
H0 = β1 = β2= … = βk= 0 H1 = βk ≠ 0, k=1,2..,k
Statistik Wj mengikuti sebaran normal (Z), jika nilai Jika nilai Wj > Zα/2 atau two tailed p-value dari statistik Wj lebih kecil dari taraf nyata (α=0.05) maka keputusannya adalah tolak H0 , artinya variabel penduga ke-k tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel respon.
42
4.5.
Definisi Operasional
1) Kredit lancar yaitu kredit yang tidak mengalami penundaan/penunggakan dalam pembayaran pokok pinjaman dan bunga dari waktu yang ditetapkan. 2) Kredit
tidak
lancar
(menunggak)
kredit
yang
mengalami
penundaan/penunggakan dalam pembayaran pokok pinjaman dan bunga dari waktu yang ditetapkan selama satu minggu atau lebih. 3) Tingkat pendidikan yaitu tingkat pendidikan formal yang pernah dijalani oleh debitur, dihitung dalam satuan tahun (tidak lulus SD = 0, lulus SD = 6, lulus SMP = 9, lulus SMA = 12, lulus D3 = 15, lulus S1 = 16, lulus S2 = 18). 4) Jenis kelamin yaitu jenis kelamin dari debitur penerima kredit sekaligus pengelola usaha (1=wanita dan 0=pria). 5) Jumlah tanggungan dalam keluarga yaitu banyaknya orang yang menjadi tanggungan debitur dalam keluarganya termasuk debitur sendiri dan dihitung dalam satuan orang. 6) Pinjaman dengan pihak lain yaitu mengenai apakah debitur memiliki atau sedang terlibat dalam pinjaman dengan pihak lain selain pihak BRI Unit Cimanggis (1=ada dan 0=tidak). 7) Pendapatan/omzet usaha yaitu jumlah penerimaan kotor rata-rata per bulan dari hasil usaha debitur, dihitung dalam satuan juta rupiah. 8) Lama usaha yaitu lama usaha yang digeluti debitur, dihitung dalam satuan tahun. 9) Besarnya pinjaman yaitu jumlah pinjaman yang diterima oleh debitur melalui pinjaman Kredit Usaha Rakyat BRI Unit Cimanggis, dihitung dalam satuan juta rupiah. 10) Jangka waktu pengembalian yaitu lamanya masa pengembalian yang disepakati baik oleh pihak BRI Unit Cimanggis maupun oleh pihak debitur, dihitung dalam satuan bulan.
43
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1.
Sejarah Singkat PT Bank BRI PT Bank BRI adalah salah satu bank komersial milik pemerintah. Bank ini
pada awal mulanya didirikan oleh Raden Bei Aria Wiraatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 16 April 1895 dengan nama De Purwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofdeen yang pada kegiatannya menampung uang kas masjid untuk kemudian digunakan untuk pinjaman bagi masyarakat sekitarnya dengan angsuran yang ringan. PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk mengalami beberapa kali perubahan nama yang erat kaitannya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, berturut-turut berubah menjadi Hulp en Spaarbank der Inlandsche BestuursAmbtenaren, De Poerwokertosche Hulp Spaar-en Landbouw Credietbank (Volksbank). Pada tahun 1912, nama tersebut kembali mengalami perubahan menjadi Centrale Kas Voor Het Volkscredietwezen, Algemene Volkscredietwezen, dan perubahan nama terakhir pada masa colonial Belanda terjadi pada tahun 1934 menjadi Algemene Volkcredietbank (AVB). Pada masa kependudukan Jepang, nama tersebut kemudian diubah menjadi Syonim Ginko pada tahun 1942. Selanjutnya setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, secara resmi pengakuan Syonim Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) terjadi pada tanggal 22 Februari 1946 melelui Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1946, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjadi bank pemerintah pertama dengan wilayah kerja seluruh Indonesia. Sebagian bank yang tumbuh dan berkembang dengan pesat, berdasarkan Surat Dewan Moneter No. SEKR/BRI/328 tanggal 25 September 1956 Bank Rakyat Indonesia (BRI) ditetapkan sebagai Bank Devisa, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih merata kepada para nasabah yang bergerak di bidang perdagangan luar negeri. Kemudian menjelang Orde Baru, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dilebur ke dalam Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan tiga buah bank yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tani dan Nelayan (BTN), serta Nerderlandsche Handels Maatschappij (NHM). Adanya perubahan struktur kelembagaan pada bank-bank milik pemerintah pada
tahun 1956, maka Bank Koperasi Tani dan Nelayan diinterasikan ke dalam Bank Indonesia (BI) Bank Indonesia Urusan Tani dan Nelayan (BI-UKTN). Selanjutnya berdasarkan Peraturan Presiden No. 17 tanggal 27 Juli 1965 dibentuk bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI) dan BI-UKTN dilebur ke dalamnya dengan nama BNI Unit II bidang rural.Berdasarkan UU No. 14 tahun 1967, tentang Pokok Perbankan, BNI Unit II bidang rural diubah kembali menjadi Bank Rakyat Indonesia. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tentang UU Perbankan dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 telah terjadi perubahan kepemilikan BRI, yang semula Bank Pemerintah diubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero). Perubahan ini dimaksudkan agar BRI menjadi lebih profesional untuk mengantisipasi persaingan perbankan yang semakin ketat. Pada tanggal 10 Novenber 2003, BRI melakukan go public dan pemerintah melepas 30 persen kepemilikan sahamnya kepada publik sehingga dalam kepemilikannya BRI telah menjadi perusahaan public dan namanya ditambah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Harga saham BRI di pasar modal Indonesia sejak tercatat sampai dengan saat ini selalu menunjukkan peningkatan dan termasuk ke dalam kelompok saham blue chip yang tergabung dalam LQ45. 5.2.
Visi, Misi, Tujuan BRI dan Sasaran Jangka Panjang Visi BRI adalah menjadi bank komersial yang selalu mengutamakan
kepuasan nasabah. Untuk mewujudkan visi tersebut BRI menetapkan tiga misi yang harus dilaksanakan: 1) Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan memprioritaskan pelayanan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk menunjang perekonomian masyarakat. 2) Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerha yang tersebar luas dan didukung sumber daya manusia (SDM) yang professional dengan melakukan praktek tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). 3) Memberikan keuntungan dan manfaat seoptimal mungkin kepada berbagai pihak yang berkepentingan. 45
5.3.
Budaya Perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk memiliki nilai-nilai perusahaan (Good
Corporate Governance)yang menjadi landasan berpikir, bertindak, serta berperilaku bagi setiap insan BRI dimana pun berada,yaitu: 1)
Integritas
2)
Profesionalisme
3)
Kepuasan nasabah
4)
Keteladanan
5)
Penghargaan kepada SDM Kesadaran akan nilai-nilai tersebut menjadi kekuatan filosofi bisnis BRI
dan menjadi budaya kerja perusahaan (corporate culture) yang solid dan berkarakter. Sebagai salah satu wujud penerapan budaya kerja dan kode etik banker, BRI mematuhi seluruh ketentuan dan perundang-undangan yang terkait deng mematuhi seluruh ketentuan dan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan operasional bank. Hal ini mendorongan kegiatan operasional bank. Hal ini mendorong BRI untuk selalu mengedepankan asas kehati-hatian (prudential banking) dan komoitmen terhadap kepentingan stakeholders, dengan mewujudkan bentuk tata kelola perusahaan sebagai berikut: 1) Mengintensifkan program budaya sadar risiko dan kepatuhan kepada setiap pekerja di seluruh unit kerja 2) Mengintensifkan peningkatan kualitas pelayanan di seluruh unit kerja 3) Menjabarkan dan memonitor setiap kemajuan yang dicapai perusahaan ke dalam rencana tindakan yang terukurdan dapat dipertanggungjawabkan oleh setiap unit kerja. 5.4.
Organisasi dan Jaringan Kerja BRI PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk dipimpin oleh seorang direktur utama
dan seorang wakil direktur utama yang dibantu oleh enam direktur yang membidangi bisnis. Masing-masing direktur membawahi bidang bisnis mikro dan retail, bisnis menengah, bidang pengendalian kredit, bidang keuangan dan internasional, bidang operasional, dan bidang kepatuhan. Secara structural direksi membawahi para kepala divisi di kantor pusat dan pemimpin wilayah di kantor wilayah BRI. Struktur organisasi BRI Pusat dapat dilihat pada Lampiran 2. 46
Unit kerja di kantor pusat BRI meliputi berbagai bidang bisnis operasional dan penunjang, yang masing-masing dipimpin oleh para kepala divisi dibantu oleh wakil kepala divisi yang membawahi para kepala bagian dan staf. Unit kerja di tingkat wilayah BRI dipimpin oleh pemimpin wilayah yang dibantu oleh wakil pemimpin wilayah, yang membawahi kepala bagian dan pemimpin cabang yang ada di wilayah tersebut. Struktur organisasi kantor wilayah BRI dapat dilihat pada Lampiran 3. Unit kerja di kantor cabang BRI dipimpin oleh pemimpin cabang yang dibantu oleh wakil pemimpin cabang yang membawahi para officer, kepala seksi, serta seluruh kantor cabang pembantu yang ada di wilayah kantor tersebut (Lampiran 4). Unit kerja kantor cabang pembantu (KCP) dipimpin oleh pemimpin cabang pembantu (Pincapem) yang membawahi para supervisor, teller, dan unit pelayanan nasabah (UPN) atau sering disebut dengan Customer Service (CS). Struktur organisasi kantor cabang pembantu dapat dilihat pada Lampiran 5. Unit kerja di tingkat BRI Unit dipimpin oleh seorang kepala unit (Kaunit) yang membawahi mantri, deskman, dan teller di BRI Unit tersebut. 5.5.
Bidang Usaha BRI Bank BRI mempunyai berbagai bidang usaha yang secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bidang usaha simpanan, pinjaman, dan jasa bank lainnya. 1) Bidang Simpanan Meliputi Giro BRI (Girobri), Deposito BRI (Depobri) baik dalam mata uang Rupiah maupun US Dollar, Sertifikat BRI (Sertibri), Tabungan Britama baik Britama Rupiah maupun Britama Dollar, Tabungan Simaskot, Tabungan Simpedes, dan Tabungan Haji. 2) Bidang Pinjaman Melipuit Kredit Prioritas atau Kredit Program, Kredit Non Program, Kredit Komersial, Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Profesi, Kredit Ekspres, KreditPembinaan Peningkatan Pendapatan Petani atau Nelayan (P4K), Kupedes, Kredit Golongan Berpenghasilan Tetap, Kredit Pensiun, Kredit Cash Collateral, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). 47
3) Usaha Jasa Bank Meliputi transfer, Inkaso, Safe Deposit Box, Automatic Teller Machine (ATM), Cek Perjalanan BRI (Cepebri), Kliring, dan jual beli Bank Notes atau mata uang asing. Selain itu juga, jasa bank juga meliputi biaya penyelenggaraan ibadah haji, penerimaan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Izin Mengemudi (SIM), Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), penerimaan setoran tagihan telepon dan listrik, pembayaran utang pension PT Taspen dan PT Asabri, pembayaran Pajak Bea Cukai KPKN, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Subsidi Pembangunan Inpres (P2KP), pelayanan Setoran PT Pusri, pelayanan pembayaran Pertamina dan pelayanan setoran Pegadaian. 5.6.
Macam-Macam Kredit BRI Kredit-kredit yang dilayni BRI terdiri dari Kredit Kepada Golongan
Berpenghasilan Tetap (Kretap), Kredit Pensiun (Kresun), Kredit Umum Pedesaan (Kupedes), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). 1) Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap (Kretap) Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan tetap yang selanjutnya disebut Kretap merupakan kredit yang diberikan kepada para pegawai instansi pemerintah atau pegawai negeri sipil (PNS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan pegawai swasta yang telah diangkat menjadi pegawai tetap. Kretap dilayani oleh BRI Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Pemberian Kretap dilakukan secara kolektif dengan rekomendasi dan adanya perjanjian bersama dengan pimpinan instansi atau perusahaan tempat pegawai yang bersangkutan bekerja. Kretap diberikan atas dasar penghasilan atau gaji bulanan pegawai dan pembayaran angsurannya dilakukan dengan mengadakan kerja sama pemotongan gaji dengan instansi atau perusahaan dimana pegawai tersebut bekerja. Kredit diberikan dalam bentuk persekot dengan angsuran bulanan secara tetap dan bunga. 48
2) Kredit Pensiun (Kresun) Kredit Pensiun yang selanjutnya disebut Kresun adalah kredit yang diberikan kepada pensiunan pegawai negeri sipil (PNS), pusat maupun daerah ataupun jandanya, pensiunan pegawai BUMN dan BUMD ataupun jandanya, pensiunan TNI dan POLRI ataupun jandanya, dan pensiunan pegawai swasta yang instansinya mempunyai Yayasan Dana Pensiun ataupun jandanya, pensiunan pegawai lainnya ataupun jandanya yang menerima pension secara tetap dari perusahaan asuransi ataupun perusahaan dana pension yang dapat dipercaya BRI. Kresun dilayani di Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Pemberian Kresun atas dasar penghasilan pensiunnya dan pembayarannya dilakukan dengan mengadakan kerja sama pemotongan pension dengan lembaga yang membayarkan pension. Kresun diberikan dalam bentuk persekot dengan angsuran bulanan. 3) Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Kupedes adalah fasilitas kredit yang bersifat umum, individual, selektif, dan berbunga wajar yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha mikro yang layak (eligible) Kupedes merupakan kredit yang dilayani di BRI Unit dan diberikan dalam mata uang rupiah. 4) Kredit Usaha Rakyat (KUR) KUR adalah fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi yang usahanya layak namun tidak memiliki agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan BRI yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di tingkat usaha mikro, kecil, dan menengah dan juga koperasi. KUR merupakan kredit yang dilayani saat ini hanya di BRI Unit dan diberikan dalam bentuk mata uang rupiah. 5) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Kredit Kendaraan Bermotor merupakan kredit yang diberikan untuk keperluan pembelian kendaraan bermotor. Kendaraan bermotoryang dimaksud adalah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat baik yang masih 49
baru maupun yang sudah bekas. Pasar sasarannya yaitu perorangan maupun badan usaha atau instansi. Kredit kendaraan bermotor ini dilayani di BRI Kantor Cabang. 6) Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Kredit Kepemilikan Rumah adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh BRI kepada perorangan baik yang berpenghasilan tetap, professional, dan wiraswasta untuk keperluan pembelian, pembangunan, maupun renovasi rumah. Kredit Kepemilikan Rumah ini dilayani di BRI Kantor Cabang. 5.7.
Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Pasar Minggu Kantor Cabang (Kanca) BRI Pasar Minggu merupakan salah satu dari 23
Kanca BRI yang berada di wilayah Kanwil Jakarta II yang berlokasi di Gatot Subroto. Kanca BRI Pasar Minggu dipimpin oleh seorang Pemimpin Cabang (Pinca) yang mebawahi kegiatan pelayanan kepada sektor mikro dan ritel. Dalam kegiatannya Pinca dibantu oleh tiga orang manajer, yaitu: 1) Manajer Pemasaran (MP) Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap bisnis ritel baik kredit maupun dana. Kredit merupakan sejumlah dana BRI yang dipinjamkan kepada nasabah (debitur). Sedangkan dana adalah pemasukan yang diterima oleh BRI, dan sebagainya.Manajer Pemasaran membawahi para Account Officer (AO). 2) Manajer Operasional (MO) Manajer Operasional bertanggung jawab terhadap kelancaran proses kegiatan operasional Kanca.Manajer Operasional membawahi Asisten Manajer Operasional (AMO) serta Supervisor Kas dan Supervisor Dana dan Jasa. 3) Manajer Bisnis Mikro (MBM) Manajer Bisnis Mikro bertanggung jawab terhadap bisnis baik kredit maupun dan dan operasional mikro di BRI Unit. MBM dibantu oleh Asisten Manajer Bisnis Unit (AMBM) yang membawahi pemilik BRI Unit. Selain itu, MBM juga membawahi Petugas Administrasi Unit (PAU) dan Petugas Rekonsiliasi Unit (RKU). Kantor Cabang BRI Pasar Minggu membawahi 12 unit. BRI Unit yang dinaungi Kantor Cabang BRI Pasar Minggu yaitu BRI Unit Kalibata, BRI Unit 50
Kalisari, BRI Unit Jatijajar, BRI Unit Pejaten, BRI Unit Cibubur, BRI Unit Cilangkap, BRI Unit Ciracas, BRI Unit Lenteng Agung, BRI Unit Pasar Minggu, BRI Unit Pasil Gunung, BRI Unit Cijantung serta BRI Unit Cimanggis. 5.8.
Gambaran Umum BRI Unit Cimanggis BRI Unit berdiri atas dasar gagasan dari Dr.Soedarso Hadisaputro dan
disahkan berdasarkan Surat keputusan Direksi BRI Nokep: S.34-31/ 9/69 tanggal 9 September 1969 tentang proyek pengembangan ekonomi wilayah Unit Desa. Realisasi gagasan ini kemudian diawali di wilayah D.I.Yogyakarta dengan 18 BRI Unit dengan 54 orang pegawai. Dalam pilot proyek pengembangan ekonomi wilayah pedesaan ini, BRI Unit berperan sebagai penyalur kredit untuk para petani. Selanjutnya tahun 1970 proyek ini dikembangkan ke seluruh pulau Jawa, hingga sampai menjangkau wilayah Jawa Barat dimana salah satu BRI Unit yang ada adalah BRI Unit Cimanggis Cabang Pasar Minggu. BRI Unit Cimanggis pada mulanya bukan merupakan bagian dari Kantor Cabang Pasar Minggu, melainkan bagian dari
Kantor Cabang Bogor. Namun seiring dengan pengefektifan
pengawasan maka BRI Unit Cimanggis kini berada di wilayah cabang Pasar Minggu. BRI Unit Cimanggis merupakan salah satu di antara 12 BRI Unit yang berada di wilayah Kantor Cabang Pasar Minggu. BRI Unit Cimanggis terletak di Kecamatan Cimanggis, tepatnya di Jalan Raya Bogor Km 31,5. Ruang lingkup BRI Unit Cimanggis yaitu hanya di Kecamatan Cimanggis. Mayoritas nasabah BRI Unit Cimanggis berdomisili di Kecamatan Cimanggis. Untuk peminjaman dikhususkan (sebagian besar) untuk nasabah di Kecamatan Cimanggis dan adapula beberapa berasal dari wilayah lain.
51
BRI Unit Cimanggis dipimpin oleh seorang Kepala Unit (Kaunit) yang membawahi Mantri, Deskman, dan Teller (Gambar 8). Kepala Unit
Mantri
Deskman
Mantri
Teller
Mantri
Teller
Deskman
Gambar 8. Struktur Organisasi BRI Unit Cimanggis Masing-masing bagian mempunyai tugas yang berbeda antara satu dengan lainnya, yaitu: 1) Kepala Unit (Kaunit) Bertugas sebagai pemimpin kantor BRI Unit dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh BRI Unit tersebut. Di samping itu juga mempunyai wewenang untuk melakukan putusan kredit sebatas Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP) yang dimilikinya. Kaunit mempunyai wewenang untuk memutuskan kredit sebesar 10.000.000 rupiah, lebih dari nilai tersebut harus diproses di Kantor Cabang. Plafon maksimum KUR di BRI Unit Cimanggis sebesar lima juta rupiah 2) Mantri Bertugas sebagai tenaga pemasar yang berfungsi ganda sebagai lending atau funding officer. Khusus untuk pinjaman, mantri berfungsi sebagai seorang analis kredit yang melakukan analisis dan merekomendasi putusan kredit sekaligus berfungsi sebagai pembina nasabah kredit. 3) Deskman Bertugas melayani kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi di BRI Unit yang bersifat administratif. Selain itu berfungsi untuk memberikan informasi
52
5.9.
MekanismePenyaluran KUR pada BRI Unit Cimanggis BRI Unit Cimanggis dalam menyalurkan KUR tidak terlepas dari syarat-
syarat maupun prosedur yang harus dipenuhi oleh debitur. Dalam hal ini, KUR tidak langsung diberikan oleh pihak BRI Unit Cimanggis sebelum mengenal karakteristik calon debitur secara lebis jelas. Secara umum prosedur pengembilan KUR melewati dua tahap, yaitu tahap pengajuan permohonan atau tahap pemberian kredit dan tahap pembayaran kembali. Tahap pengajuan permohonan atau pemberian kredit diawali dengan formulir yang tersedia di BRI Unit Cimanggis. Kemudian penilaian kredit dilakukan oleh Mantri BRI Unit Cimanggis. Kaunit Cimanggis meneliti data kredit yang telah dikumpulkan dan mengambil keputusan. Apabila usaha tersebut dinilai layak, maka Kaunit dapat langsung memutuskan pemberian kredit. Plafond KUR di BRI Unit Cimanggis adalah maksimal lima juta rupiah.Bila permohonan kredit tersebut dinilai tidak layak, maka Kaunit dapat langsung memberikan keputusan penolakan. Semua prosedur penyaluran kredit tidak lepas dari prinsip Lima C (Character, Capacity, Collateral, dan Condition of Economy). Proses pencairan kredit di BRI Unit Cimanggis memakan waktu kurang lebih satu minggu setelah pengajuan permohonan kredit. Secara lebih jelas prosedur penyaluran kredit yang dilakukanoleh BRI Unit Cimanggis adalah: 1) Persyaratan Awal Pendaftaran awal harus dilakukan di kantor BRI Unit Cimanggis pada jam kerja dan petugas yang melayani adalah Deskman. Calon nasabah harusmembawa kelengkapan identitas diri untuk permohona pinjaman yaitu: -
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami isteri bila sudah menikah.
-
Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
-
Pas Foto (4x6) sebanyak 1 lembar
-
KUR tidak diwajibkan menggunakan agunan akan tetapi tidak menutup kemungkinan pihak bank meminta jaminan atau agunan ringan.
-
Minimal usaha yang dilakukan telah berjalan selama enam bulan. 53
Calon nasabah dapat memilih jumlah serta jangka waktu pengembalian KUR sesuai dengan kemampuannya berdasarkan prosedur KUR yang berlaku. Jangka waktu angsuran KUR yang dapat dipilih calon debitur yaitu selama 12, 18, dan 24 bulan. Pada saat itu, deskman turut membantu nasabah dalam memberikan alternative pilihan pinjaman sesuai dengan kemampuan usahanya. 2) Pendaftaran Setelah proses pengajuan kredit dilakukan,selanjutnya dilaksanakan proses administrasi. Dalam hal ini, deskman bertugas untuk memeriksa apakah calon debitur termasuk dalam daftar hitam atau tidak. Selain itu, deskman juga harus mempersiapkan pemeriksaan di tempat nasabah sesuai dengan besar KUR dan memastikan pinjaman lama dengan memeriksa berkas pinjaman yang lalu dan kartu pelunasannya, apabila pernah atau sedang meminjam di BRI. Setelah itu, seluruh berkas diberikan kepada Kaunit untuk diproses lebih lanjut. Kaunit akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan dan berkas pengajuan dari deskman. Sebelum memutuskan permohonan, Kaunit harus menugaskan Mantri atau Kaunit sendiri yang melakukan pemeriksaan kebenaran laporan usaha yang diberikan oleh calon debitur. Dalam hal ini diharapkan Kaunit lebih mengenal karakter calon debitur. 3) Pemeriksaan terhadap usaha calon debitur Pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon debitur juga sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko terjadinya penunggakan pada pinjaman. Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung oleh Mantri terhadap keadaan usahacalon debitur.Untuk memperoleh informasi tersebut, Mantri dapat melakukan wawancara baik langsung terhadap calon nasabah maupun tetangga atau relasinya. Prinsip Lima C perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini. Oleh karena itu, Mantri harus giat mengamati dan mewawancarai orang-orang yang tepat guna mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis usaha calon nasabah. Kriteris pemeriksaan tersebut meliputi:
54
-
Usaha benar-benar sesuai dengan surat keterangan Kecamatan atau Kelurahan yang diberikan.
-
Domisili calon debitur sesuai dengan KTP yang telah diberikan.
-
Calon nasabah mempunyai sifat baik. Ini dapat diketahui dari hasil wawancara para tetangga,relasi, ataupun perangkat desa yang berhubungan.
-
Calon nasabah memiliki prospek usaha yang baik.
Pemeriksaan terhadap usaha calon nasabah dapat dibagi atas aspek pemasaran, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi. Aspek pemasaran dianalisis untuk mengetahui prospek usaha dan laba yang dapat menjamin kelangsungan usaha tersebut. Aspek ini mencakup keadaan pasar, baik permintaan maupun penawaran yang sudah ada untuk jenis usaha yang direncanakan dan produksi. Pemeriksaan terhadap aspek keuangan dilakukan dengan cara melihat data keuangan calon nasabah dari kegiatan di masa lau. Dari data tersebut dapat diperkirakan sejauh mana keuntungan dari usaha yang dijalankan di masa yang akan datang. Dengan demikian pihak BRI Unit dapat mengukur kesehatanusah dan dapat mempertimbangkan seberapa besarjumlah pinjaman yang akan disalurkan. Aspek manajemen dapat mencerminkan bagaimana hubungan antara kemampuan, pengalaman, dan cara mengelola usaha. Hal ini berkaitan dengan bagaimana
karakter
calon
debitur
dengan
kemampuannya
dalam
mengembalikan pinjaman kredit. Penilaian terhadap aspek hukum dapat dilihat dari kelengkapan data legal yang dimiliki calon nasabah, seperti akte pendirian usaha maupun surat ijin usaha lainnya dari instansi berwenang. Hal ini diperlukan untuk melihat kebenaran usaha yang dilaporkan calon debitur. Sedangkan aspek sosial ekonomi dapt dilihat dari pengaruh usaha calon nasabah terhadap lingkungan masyarakat sekitar.
55
4) Teller Bertugas melayani nasabah untuk transaksi tunai,yaitu penerimaan dan pembayaran kas. Adapun beberapa contohnya yaitu penerimaan setoran tabungan, pembayaran pinjaman, dan sebagainya. Produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Cimanggis adalah Simpedes, Kupedes, KUR, tabungan Britama, Deposito BRI (Depobri), tabungan haji, dan Simaskot (Simpanan Masyarakat Kota, pada akhir tahun 2005 ditiadakan dan dilebur menjadi satu dengan Simpedes). Untuk lebih menarik minat nasabah terhadap produk-produk yang dotawarkan BRI Unit Cimanggis, maka BRI Unit Cimanggis memberikan fasilitas-fasilitas yang memudahkan nasabah, yaitu: 1) Untuk produk peminjaman, tidak ada persyaratan khusus hanya surat izin usaha yang otentik dan jelas serta layak dan juga identitas diri. 2) Untuk produk simpanan, dalam pembuatan simpanan hanya memerlukan KTP dan saldo awal untuk setiap simpanan tidak terlalu besar, untuk Simpedes saldo awal sebesar 100 ribu rupiah, sedangkan untuk Britama saldo awal sebesar 200 ribu rupiah. Dalam penarikan uang, nasabah dapat melakukannya di ATM BRI dimana saja, selain itu BRI Unit Cimanggis sudah on line sehingga nasabah dapat melakukan transaksi di BRI mana pun. BRI Unit Cimanggis juga melayani pembayaran listrik, telepon, angsuran motor, dan sebagainya.
56
VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KELANCARAN PENGEMBALIAN KUR PADA BRI UNIT CIMANGGIS 6.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Karakteristik responden diidentifikasi berdasarkan karakteristik personal,
karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Karakteristik personal terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, serta ada tidaknya pinjaman pada pihak lain. Karakteristik usaha mencakup omzet usaha serta lama usaha. Sedangkan karakteristik kredit meliputi jumlah pinjaman dan jangka waktu pengembalian pinjaman yang disepakati. Responden terdiri dari pria dan wanita dengan jumlah tanggungan antara tiga hingga sembilan orang, dan sebagian memiliki pinjaman pada pihak lain sementara sebagian lagi tidak. Karakteristik usaha, kisaran omzet respeonden antara Rp 1,5 juta hingga Rp 100 juta per bulan dengan lama usaha antara 1 tahun hingga 38 tahun. Sedangkan karakteristik kredit, nilai pinjaman debitur responden antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta dengan jangka waktu pelunasan 12 hingga 24 bulan (Tabel5). Tabel 5. Statistika Deskriptif Responden Variabel Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan Kredit Lain Omzet Usaha Lama Usaha Jumlah Pinjaman Jangka Waktu
Mean SE Mean St Dev Min Max 0,369 0,060 0,486 0,000 1,000 8,862 0,332 2,674 6,000 15,000 4,738 0,188 1,513 3,000 9,000 0,385 0,061 0,490 0,000 1,000 23,750 2,600 20,930 1,500 100,000 10,260 1,120 9,030 1,000 38,000 4,177 0,135 1,091 1,000 5,000 16,892 0,572 4,610 12,000 24,000
6.1.1. Karakteristik Personal Seluruh responden dari masing-masing kategori kelancaran pengembalian kredit diidentifikasi karakteristik personalnya berdasarkan variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan adanya pinjaman dengan pihah lain.
1) Jenis Kelamin Perbedaan gender terkadang melatarbelakangi perilaku dan tindakan seseorang. Tidak jarang wanita lebih mengedepankan perasaan daripada pikiran dalam melakukan suatu tindakan, sedangkan pria sebaliknya. Kaitannya dengan pengembalian kredit (KUR BRI Unit Cimanggis) diduga bahwa perilaku pengembalian kredit ini (lancar maupun menunggak) berkaitan dengan perbedaan gender tersebut. Tabel 6. Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Lancar Menunggak Total Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%) 24 36,92 17 26,15 41 63,08 16 24,62 8 12,31 24 36,92 40 61,54 25 38,46 65 100,00
Jenis kelamin responden secara keseluruhan didominasi oleh pria (Tabel 6). Hal ini mencerminkan karakteristik debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik dan menunggak tidak dapat dibedakan oleh jenis kelamin. 2) Tingkat Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas kemampuan dalam kemampuan mengaktualkan potensi dirinya, termasuk kemampuan dalam berbisnis atau pengelolaan usaha. Demikian pula kemampuan pengelolaan usaha para nasabah diduga dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Adapun kaitannya dengan pengembalian kredit ialah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit. Selain itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan dan wawasannya semakin bertambah sehingga akan mendukung kemampuan mengelola usaha dengan baik. Namun hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden tergolong berpendidikan rendah, yakni pendidikan setingkat SD. Begitu pula pada masing-masing kategori kelancaran pengembalian (Tabel 7).
58
Tabel 7. Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan SD SLTP SLTA D III Total
Lancar Menunggak Total Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%) 18 27,69 8 12,31 26 40,00 8 12,31 9 13,85 17 26,15 14 21,54 7 10,77 21 32,31 0 0,00 1 1,54 1 1,54 40 61,54 25 38,46 65 100,00
3) Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Jumlah anggota dalam keluarga yang harus ditanggung kebutuhan hidupnya oleh seorang kepala keluarga mempengaruhi besarnya pengeluaran dalam keluarga tersebut. Asumsinya, semakin banyak tanggungan dalam keluarga secara langsung akan membuat kebutuhan hidup keluarga tersebut semakin besar sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga akan semakin besar. Semakin besar jumlah tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar pula proporsi dari pendapatan yang harus dibelanjakan. Hal tersebut diduga dapat mengurangi kemampuan seseorang dalam membayar angsuran kredit. Tabel 8.
Sebaran Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan
Tanggungan (Orang) 3 4 5 6 7 8 9 Total
Lancar Menunggak Total Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%) 8 12,31 3 4,62 11 16,92 17 26,15 9 13,85 26 40,00 9 13,85 5 7,69 14 21,54 1 1,54 3 4,62 4 6,15 2 3,08 2 3,08 4 6,15 2 3,08 3 4,62 5 7,76 1 1,54 0 0,00 1 1,54 40 61,54 25 38,46 65 100,00
Sebagian besar jumlah tanggungan keluarga dari keseluruhan responden sebanyak empat orang (Tabel 8). Tidak terdapat perbedaan yang berarti antara debitur yang lancar dan menunggak, karena baik responden lancar maupun responden menunggak sebagian besar juga memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak empat.
Hal ini mencerminkan
karakteristik debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik dan 59
menunggak tidak dapat dibedakan berdasarkan jumlah tanggungan dalam keluarga. 4) Pinjaman pada Pihak Lain Sejumlah tertentu pinjaman yang dilakukan responden pada pihak lain bersamaan dengan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mereka akses melalui BRI Unit Cimanggis diduga mengurangi kemampuan responden dalam melakukan pengembalian kepada BRI. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pinjaman yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula kewajiban pembayaran angsuran dalam setiap bulannya. Kondisi meningkatnya beban pengeluaran yang harus ditanggung ini menyebabkan meningkatnya risiko ketidaklancaran dalam pembayaran angsuran kredit. Tabel 9. Sebaran Responden berdasarkan Pinjaman Lain Pinjaman Lain Ada Tidak Ada Total
Lancar Menunggak Total Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%) 8 12,31 17 26,15 25 38,46 32 49,23 8 12,31 40 61,54 40 61,54 25 38,46 65 100,00
Terlihat pada Tabel 9 bahwa sebagian besar responden yang terlibat peminjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI Unit Cimanggis tidak sedang terlibat dalam pinjaman pada pihak lain. Namun ditemukan bahwa sebagian besar debitur dengan kategori pengembalian kredit menunggak sedang terlibat dalam pinjaman dengan pihak lain. Kenyataan ini sangat berbeda bila dibandingkam sebagian besar responden lancar yang tidak sedang dalam pinjaman dengan pihak lain. Kondisi ini mencerminkan perbedaan yang sangat berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa antara responden yang lancar dan menunggak, dapat dibedakan berdasarkan status responden yang sedang dalam pinjaman lain atau tidak. 6.1.2. Karakteristik Usaha Karakteristik usaha responden baik dengan kategori pengembalian lancar maupun menunggak diklarifikasikan berdasarkan nilai omzet/pendapatan usaha per bulan dan lama usaha yang dijalankan. 60
1) Omzet Usaha Omzet usaha merupakan suatu sumber pemenuhan kebutuhan hidup bagi pelaku usaha dan keluarganya. Semakin tinggi tingkat pendapatan usaha seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain, pendapatan seseorang berkorelasi positif dengan tingkat kemakmurannya. Kaitannya dengan pengembalian kredit, pendapatan usaha seorang debitur dapat mencerminkan kemampuannya dalam memenuhi kewajiban pengembalian kredit dengan baik karena pendapatannya tersebut sebagai sumber dalam membayar angsuran
kredit.
Semakin
besar
pendapatan
usaha
debitur
maka
kemampuannya dalam membayar angsuran kredit hingga lunas semakin terjamin. Tabel 10. Sebaran Responden berdasarkan Omzet Usaha Omzet (Juta Rupiah) ≤ 15 ≤ 15 - 30 ≤ 30 - 45 ≤ 45 - 60 ≤ 60 - 75 ≤ 75 - 90 > 90 Total
Menunggak Lancar Total Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%) 16 24,62 17 23,15 33 50,77 8 12,31 10 15,38 18 27,69 1 1,54 8 12,31 9 13,85 0 0,00 2 3,08 2 3,08 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 2 3,08 2 3,08 0 0,00 1 1,54 1 1,54 25 38,46 40 61,54 65 100,00
Sebagian besar responden cenderung memiliki omzet usaha yang rendah (Tabel 10). Hal ini dikarenakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI Unit ini memang diperuntukkan bagi usaha yang tergolong lemah secara ekonomi namun telah feasible. Namun terdapat perbedaan antara responden debitur lancar dengan responden debitur menunggak dimana seluruh debitur menunggak memiliki omzet tidak lebih dari Rp 45.000.000, sementara pada sebagian responden lancar ada yang memiliki omzet hingga lebih dari jumlah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh responden yang menunggak memiliki omzet usaha yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan responden dengan pengembalian lancar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik 61
dan menunggak dapat dibedakan berdasarkan besarnya omzet usaha per bulannya. 2) Lama Usaha Lama usaha dapat menunjukkan keandalan seorang dalam menjalankan usahanya. Semakin lama pengalaman seseorang dalam berusaha maka kemampuannya dalam mengelola usaha akan semakin baik. Lama usaha juga mencerminkan
kemapanannya
dalam
bidang
usaha
yang
ditekuni.
Harapannya, semakin lama seorang debitur telah bergelut dalam usaha tersebut maka akan diikuti oleh peluang keberhasilan usaha yang akan semakin besar sehingga secara tidak langsung dapat menjamin kemampuan pengembalian kredit oleh debitur. Tabel 11. Sebaran Responden berdasarkan Lama Usaha Lama Usaha (Tahun) ≤5 > 5 - 11 > 11 - 17 > 17 - 23 > 23 - 35 > 35 Total
Menunggak Jumlah Proporsi (Orang) (%) 14 21,54 3 4,62 4 6,15 2 3,08 2 3,08 0 0,00 25 38,46
Lancar Jumlah Proporsi (Orang) (%) 12 18,46 15 23,08 6 9,23 4 6,15 1 1,54 2 3,08 40 61,54
Total Jumlah Proporsi (Orang) (%) 26 40,00 18 27,69 10 15,38 6 9,23 3 4,62 2 3,08 65 100,00
Sebagian besar responden telah menjalankan usahanya hingga selama sebelas tahun (Tabel 11). Begitu pula pada debitur dengan kategori pengembalian kredit lancar maupun pada responden yang tergolong menunggak. Kondisi seperti ini mencerminkan bahwa sebaran lama usaha responden antara yang lancar dan menunggak tidak jauh berbeda. 6.1.3. Karakteristik Kredit Perbandingan karakteristik kredit masing-masing responden diidentifikasi berdasarkan besarnya jumlah pinjaman serta jangka waktu pengembalian kredit yang disepakati antara debitur dengan pihak BRI Unit Cimanggis. 1) Jumlah Pinjaman Adapun batas maksimum peminjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di setiap tingkat unit BRI adalah sebesar Rp 5.000.000,-. Besarnya jumlah pinjaman yang diberikan oleh pihak bank hingga batas maksimum tersebut 62
tergantung dari jumlah permintaan dan penilaian kemampuan pembayaran seorang debitur. Usaha yang cukup berhasil dan memberikan pendapatan yang besar berpeluang untuk memperoleh jumlah pinjaman yang lebih besar. Namun jumlah pinjaman yang besar secara langsung akan memberikan beban angsuran yang besar pula kepada debitur. Dengan demikian, semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank, maka beban yang harus ditanggung debitur dalam pelunasannya akan semakin besar pula sehingga pemberian jumlah pinjaman yang besar akan menimbulkan risiko terhambatnya pengembalian kredit oleh debitur. Tabel 12. Sebaran Responden berdasarkan Jumlah Pinjaman Menunggak Jumlah Proporsi (Orang) (%) 2 3,08 1 1,54 8 12,31 1 1,54 2 3,08 11 16,92 25 38,46
Jumlah Pinjaman (Juta Rupiah) 1 2 3 3,5 4 5 Total
Lancar Jumlah Proporsi (Orang) (%) 0 0,00 1 1,54 7 10,77 0 0,00 6 9,23 26 40,00 40 61,54
Total Jumlah Proporsi (Orang) (%) 2 3,08 2 3,08 15 23,08 1 1,54 8 12,31 37 56,92 65 100,00
Berdasarkan Tabel 12, sebagian besar responden memperoleh kredit sebesar Rp 5.000.000. Begitu pula pada responden dengan tingkat kelancaran pengembalian lancar yang sebagian besar mengakses pinjaman sebesar Rp 5.000.000.
Berbeda pada responden yang menunggak, sebaran pinjaman
selain pada jumlah Rp 5.000.000 juga pada pinjaman sejumlah Rp 3.000.000. Hal tersebut mencerminkan bahwa debitur yang lancar dan responden yang menunggak dapat dibedakan berdasarkan jumlah kredit yang mereka peroleh. 2) Masa Pengembalian Jangka waktu pengembalian kredit merupakan waktu jatuh tempo seorang debitur dalam membayar seluruh nilai pinjaman yang diberikan termasuk di dalamnya pembayaran bunga pinjaman. Bagi pihak bank, semakin lama jangka waktu pengembalian ini akan meringankan beban angsuran yang harus
dibayar
debitur
per
bulannya
sehingga
memperkecil
risiko
penunggakan kredit. Sehingga semakin panjang jangka waktu pengembalian maka beban debitur dalam membayar angsuran akan semakin ringan. Di sisi 63
lain, semakin lama jangka waktu pengembalian kredit ini akan menurunkan tingkat perputaran dana dan likuiditas bank sehingga pihak bank akan melakukan
pertimbangan
penuh
dalam
menentukan
jangka
waktu
pengembalian tersebut. Umumnya, BRI memberikan jangka waktu tempo pelunasan kreditdalam waktu 12 bulan, 18 bulan, dan 24 bulan. Pemberian jangka waktu ini disesuaikan antara permintaan debitur dengan penilaian bank terhadap kemampun pembayaran angsuran oleh debitur tersebut. Tabel 13. Sebaran Responden berdasarkan Jangka Waktu Pengembalian Lama Usaha (Bulan) 12 18 24 Total
Menunggak Lancar Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Orang) (%) (Orang) (%) 11 16,92 15 23,08 10 15,38 15 23,08 4 6,15 10 15,38 25 38,46 40 61,54
Total Jumlah Proporsi (Orang) (%) 26 40,00 25 38,46 14 21,54 65 100,00
Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar responden mengakses pinjaman kredit dengan jangka waktu pengembalian 12 bulan. Demikian juga pada masing-masing kelompok responden baik yang lancar dalam pengembalian maupun yang menunggak, masing-masing sebagian besar mengakses kredit dengan jangka waktu pengembalian 12 bulan. Hal ini mencerminkan bahwa debitur yang lancar tidak dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu pengembalian kredit.
6.2.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kebaikan model ditunjukkan pada nilai uji statistik G sebesar 28,950
dengan p-value sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 90 persen (α = 0,1) terdapat cukup bukti untuk menolak H0 bahwa tidak ada satu pun variabel prediktor berpengaruh nyata terhadap variabel respon. Artinya, paling tidak terdapat satu variabel prediktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap variabel respon. Kesimpulannya bahwa dari semua faktor yang diduga 64
mempengaruhi tingkat pengembalian kredit, terdapat satu atau lebih faktor yang secaranyata berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit. Selain itu, Standard Error (SE) pada masing-masing faktor memiliki besar yang nyaris sama, tidak ada nilai SE yang terlalu tinggi. Dengan demikian, model ini dapat dinyatakan stabil secara statistik dan tidak terdapat multikolinearitas di dalamnya (Tabel 14). Selanjutnya untuk mengetahui kebaiksuaian model dapat dilakukan dengan Uji kebaiksuaian atau Goodness-of-Fit Test yang memperlihatkan nilai Pearson, deviance, dan Hosmer-Lemeshow. Uji ini menunjukkan p-value masingmasing 0,566; 0,413 ;dan 0,624. Nilai-nilai tersebut menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata (α = 0,1), sehingga disimpulkan bahwa pada selang kepercayaan 90 persen (α = 0,1) bahwa model layak dan dapat diinterpretasikan karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi dari model. Pengujian yang lebih spesifik difokuskan pada signifikansi masing-masing variabel prediktor dalam mempengaruhi variabel respon secara individu dengan menggunakan nilai uji statistik Z yang diindikasikan dengan nilai p-value. Jika pvalue pada suatu variabel lebih kecil dari α maka dapat disimpulkan bahwa faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumsi. Pada selang kepercayaan 90 persen (α = 0,1) dapat disimpulkan bahwa variabel yang secara signifikan berpengaruh pada tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh nasabah BRI Unit Cimanggis adalah pinjaman pada pihak lain, jumlah pinjaman, dan besarnya omzet usaha sedangkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, lama usaha, serta lamanya masa pengembalian yang disepakati tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh nasabah BRI Unit Cimanggis. 6.2.1. Karakteristik Personal Karakteristik personal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) terdiri dari faktor jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, pasangan yang bekerja, 65
kepemilikan rumah, serta ada tidaknya pinjaman pada pihak lain. Pengaruh masing-masing variabel tersebut diuraikan pada Tabel 14. Tabel 14. Logistic Regression Table Variabel Coef SE Coef P Value Jenis Kelamin 0,53 0,72 0,46 Tingkat Pendidikan -0,14 0,13 0,27 Jumlah Tanggungan -0,34 0,27 0,20 Kredit Lain -1,74 0,72 0,01 Omzet Usaha 0,06 0,02 0,02 Lama Usaha 0,01 0,04 0,76 Jumlah Pinjaman 0,71 0,38 0,06 Jangka Waktu 0,03 0,07 0,67 Log-Likelihood = -28.833 Test that all slopes are zero: G = 28.950, DF = 8, P-Value = 0.000
Odds Ratio 1,71 0,86 0,71 1,17 1,06 1,01 2,04 1,03
1) Jenis Kelamin Jenis kelamin tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur baik yang lancar maupun menunggak adalah pria. Hal ini sehubungan dengan peran pria sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya. Sehingga pengelola usaha yang menjadi debitur penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini sebagian besar adalah pria, Maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak memberi pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit. 2) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hasil tersebut juga didukung dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara debitur responden lancar dengan menunggak bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan. Baik responden debitur lancar maupun menunggak keduanya sebagian besar masih berpendidikan rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelancaran pengembalian kredit tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. 66
Tingkat pendidikan sebagian besar responden yang masih tergolong rendah ini sehubungan dengan lokasi BRI Unit Cimanggis yang terletak di Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Depok. Kota Depok merupakan merupakan daerah pinggiran kota (urban fringe/ sub urban) yang letaknya tidak jauh dari pusat kota, tempat atau area di mana para penglaju tinggal. Daerah pinggiran kota pada umumnya memiliki dua wajah: di satu sisi modern, melalui pembangunan kompleks perumahan yang diikuti oleh kawasan perdagangan baru. Disisi lain tradisional, diwakili oleh kawasan perumahan penduduk asli dan daerah pertanian1. Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis adalah salah satu wilayah dengan pola kehidupan tradisional dimana di daerah ini masih terdapat beberapa wilayah dengan tingkat pendidikan penduduknya yang masih relatif rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain di Kota Depok dengan pola kehidupan modern yang umumnya sudah menyadari pentingnya pendidikan tinggi sebagai bekal kehidupan. 3)
Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Jumlah tanggungan dalam keluarga tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hal ini juga didukung dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa baik debitur yang lancar maupun menunggak keduanya sebagian besar memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga yang relatif sedikit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelancaran pengembalian kredit tidak dipengaruhi oleh banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga. Jumlah tanggungan dalam keluarga sebagian besar responden tergolong sedikit dikarenakan budaya untuk memiliki keturunan banyak saat ini sudah cenderung ditinggalkan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah perkotaan dan sekitarnya (wilayah sub urban). Hal ini seiring tuntutan kebutuhan biaya hidup di wilayah Cimanggis yang sudah semakin meningkat dengan semakin pesatnya pembangunan yang terjadi2.
1
Buchholz AS. 2005. Jender di periurban. Di dalam Koesmapardi, editor. Jurnal Dinamika Periurban: Periurban sebagai Perhatian Kualitas Hidup I (Mei): 11. 2 Loc.cit
67
4)
Pinjaman pada Pihak Lain Adanya pinjaman lain memberi pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur dengan kategori pengembalian kredit menunggak terlibat dalam pinjaman dengan pihak lain, sangat berbeda bila dibandingkam sebagian besar responden yang tergolong lancar yang sedang dalam kondisi tidak berada dalam pinjaman dengan pihak lain. Kondisi ini mencerminkan perbedaan yang sangat berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa antara responden yang lancar dan menunggak, dapat dibedakan berdasarkan status responden yang sedang dalam pinjaman lain atau tidak. Responden yang sebagian besar merupakan pedagang di pasar-pasar tradisional, pengrajin kecil, pedagang keliling, dan lain-lain seringkali sering kali terjerat oleh para rentenir dengan pembebanan bunga yang sangat tinggi (biasanya 30 persen per bulan). Sebagai akibat dari terbebani oleh beban bunga yang sangat tinggi tersebut, seringkali mengakibatkan responden lalai dalam memenuhi kewajiban untuk melunasi kredit (KUR) pada BRI Unit Cimanggis. Mereka cenderung lebih memprioritaskan untuk melunasi kredit pada rentenir demi menjaga hubungan baik dengan para rentenir. Adapun kredit lain yang menjadi penghambat dalam pengembalian KUR adalah kredit kepemilikan motor. Ketiadaan agunan pada KUR membuat responden cenderung lebih memilih untuk melunasi kredit motor tersebut daripada motor yang digunakan sebagai jaminan dalam kredit tersebut disita karena lalai membayar. Pembayaran anguran KUR
yang belum menjadi prioritas jika
dibandingkan dengan kredit lain antara lain juga disebabkan adanya kesalahan pemahaman terhadap kredit pemerintah ini. Berdasarkan pengamatan di lapangan serta pengalaman pihak BRI Unit Cimanggis sendiri, responden cenderung melihat KUR sebagai dana kucuran pemerintah seperti halnya pada kredit program sebelumnya. Koefisien ini variabel negatif (-1,747). Artinya adalah bahwa adanya pinjaman pada pihak lain akan berbanding terbalik dalam mendukung kelancaran pengembalian kredit sebagai variabel respon. Nilai odds ratio 68
sebesar 0,17 mengartikan bahwa nasabah yang memiliki pinjaman pada pihak lain akan berpeluang lebih 0,17 kali lebih kecil untuk mengembalikan kredit secara lancar. 6.2.2. Karakteristik Usaha Karakteristik
usaha
yang
diduga
berpengaruh
terhadap
tingkat
pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI Unit Cimanggis terdiri dari faktor omzet usaha serta lamanya usaha tersebut sudah dijalankan oleh pemilik. Adapun output hasil olahan dan pengaruh masing-masing faktor dipaparkan sebagai berikut: 1) Omzet Usaha Besarnya omzet usaha memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Pada analisis deskriptif sebelumnya ditemukan bahwa karakteristik debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik dan menunggak dapat dibedakan berdasarkan besarnya omzet usaha per bulan. Responden debitur lancar cenderung memiliki omzet usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan responden debitur menunggak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya omzet usaha memberi pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit. Adapun nilai koefisien variabel ini adalah bertanda positif, mencerminkan omzet usaha memiliki pengaruh positif dalam mendukung kelancaran pengembalian kredit sebagai variabel respon. Odds ratio sebesar 1,06 mengartikan bahwa peningkatan omzet usaha sebesar satu satuan (juta rupiah) akan meningkatkan peluang tingkat kelancaran pengembalian kredit sebesar 1,06 kali lebih besar. Kesimpulan ini sejalan dengan kesimpulan pada hasil-hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa besarnya omzet usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2007), omzet usaha memberi pengaruh nyata dan positif terhadap tingkat pengembalian Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) untuk usaha mikro,kecil, dan menengah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Studi Kasus BRI Unit Leuwiliang. Begitu pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh 69
Handoyo (2009) yang juga menemukan bahwa
omzet usaha memberi
pengaruh nyata dan positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan syariahuntuk UMKM Agribisnis pada KBMT Ummah Kota Bogor sehubungan dengan profitabilitas usaha yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai omzet usaha yang besar. 2)
Lama Usaha Lama
usaha
tidak
memiliki
pengaruh
nyata
dalam
kelancaran
pengembalian kredit. Berdasarkan pengamatan lapangan, pada umumnya pelaku usaha mikro di wilayah Cimanggis bergerak pada bidang perdagangan dan telah menjalankan usaha tersebut cukup lama. Perdagangan yang mereka jalankan sebagian besar tidak memiliki lama usaha yang panjang. Hal ini terkait dengan karakteristik entry barrier yang mudah ditembus sehingga ketika pasar sudah jenuh mereka akan beralih pada usaha perdagangan yang lain. Hal ini didukung dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya yang menunjukkan bahwa kedua kategori tingkat pengembalian kredit tersebut tidak dapat dibedakan kategori tingkat pengembaliannya berdasarkan lama usaha. Baik responden debitur lancar maupun responden debitur menunggak sebagian besar telah menjalankan usahanya tidak lebih dari sebelas tahun. Sehingga lama usaha menjadi tidak member pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit.Kesimpulan ini sejalan dengan kesimpulan pada hasilhasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa lamanya usaha tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit seperti pada penelitian Hermawan (2007) serta Handoyo (2009). 6.2.3. Karakteristik Kredit Karakteristik kredit yang diduga mempengaruhi tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI Unit Cimanggis terdiri dari faktor besarnya pinjaman serta lamanya jangka waktu pengembalian pinjaman yang disepakati. Adapun output hasil olahan dan pengaruh masing-masing faktor dipaparkan sebagai berikut: 1) Besarnya Jumlah Pinjaman 70
Besarnya jumlah pinjaman merupakan sejumlah nominal pinjaman yang diberikan oleh bank. Besarnya nilai pinjaman ini tergantung pada permintaan debitur yang disesuaikan dengan pendapatannya. Semakin besar nilai pinjaman ini secara langsung akan meningkatkan beban angsuran yang harus dibayar, sehingga besarnya jumlah pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Besarnya jumlah pinjaman yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kelancaran ternyata menunjukkan hasil yang serupa. Hasil analisis menemukan bahwa variabel ini memiliki pengaruh nyata dalam tingkat kelancaran pengembalian kredit. Pada responden dengan tingkat kelancaran pengembalian lancar yang sebagian besar mengakses pinjaman sebesar Rp 5.000.000. Berbeda pada responden yang menunggak, sebaran pinjaman selain pada jumlah Rp 5.000.000 juga pada pinjaman sejumlah Rp 3.000.000. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa besarnya jumlah kredit yang diterima memberi pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit. Hal ini dikarenakan besarnya jumlah kredit yang diperoleh debitur telah melalui analisa mendalam yang dilakukan oleh petugas kredit yang mengestimasi seberapa besar jumlah dana yang dibutuhkan dan mampu dikembalikan oleh debitur. Sehingga jumlah kredit yang besar hanya dapat diperoleh oleh usaha yang
dianggap
telah
memiliki
kapabilitas
dan
profitabilitas
yang
memungkinkan. Nilai koefisien variabel ini positif (0,713) menunjukkan bahwa besarnya jumlah pinjaman memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin besar jumlah pinjaman yang diperoleh debitur maka peluangnya untuk dapat mengambalikan secara lancarakan semakin besar. Nilai odds ratio sebesar 2,04 mengartikan bahwa peningkatan jumlah pinjaman sebesar satu satuan (Rp 1 juta) akan meningkatkan peluang lancarnya pengembalian menjadi 2,04 jika tidak terjadi peningkatan jumlah pinjaman. 2)
Masa Pengembalian Penentuan jangka waktu pengembalian kredit ditentukan berdasarkan kesepakan antara pihak bank dengan debitur. Kesepakatan tersebut 71
berdasarkan permintaan debitur yang disesuaikan dengan pertimbangan dari pihak bank. Jangka waktu pengembalian yang diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit oleh debitur, Namun berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa jangka waktu tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Sebagian besar responden lebih memilih jangka waktu pengembalian yang paling sebentar untuk menghindari besarnya jumlah beban bunga yang harus ditanggung meskipun dengan konsekuensi adanya beban angsuran bulanan yang akan lebih tinggi. Selain itu, hasil tersebut juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur baik yang lancar maupun menunggak adalah mengakses kredit dengan jangka waktu pengembalian yang sama, yakni 12 bulan. Hal ini mencerminkan bahwa kelancaran pengembalian kredit tidak dipengaruhi oleh lamanya jangka waktu pengembalian kredit yang telah disepakati. 6.3.
Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pengembalian tunggakan KUR diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang memiliki pengaruh nyata terhadap pengembalian tunggakan KUR pada BRI Unit Cimanggis. Ketiga faktor tersebut adalah pinjaman lain, besarnya jumlah pinjaman, dan omzet usaha debitur. Dengan demikian, untuk mengantisipasi terjadinya penunggakan kredit ketiga hal tersebut perlu dipertimbangkan lebih dalam lagi dalam proses pemberian KUR kepada calon debitur. Tindakan yang dapat dilakukan oleh BRI Unit Cimanggis berkaitan dengan debitur yang memiliki atau sedang terlibat dengan pinjaman pada pihak lain selain pada BRI Unit Cimanggis adalah perlu menambahkan kriteria penelitian yang dapat dilakukan pada analisa awal. Selain itu BRI perlu menggali informasi mengenai watak kepribadian (character) calon debitur. Apakah debitur berkelakuan baik, selalu berupaya untuk memenuhi janji, serta mempunyai reputasi yang baik. Informasi tersebut dapat diperoleh dari masyarakat dan pejabat daerah setempat. 72
Analisa mendalam mengenai besarnya jumlah kredit yang dapat disalurkan juga perlu lebih diperhatikan akibat pengaruhnya yang nyata. Besarnya jumlah kredit harus terus disesuaikan dengan kebutuhan modal dan kemampuan yang dimiliki oleh calon debitur. Tindakan yang dapat dilakukan oleh BRI Unit Cimanggis berkaitan dengan debitur berkaitan dengan omzet usaha adalah bekerja sama dengan masyarakat dan instansi atau pejabat setempat untuk memperoleh informasi mengenai omzet usaha nasabah dari waktu ke waktu. Selain itu, BRI juga perlu membantu nasabah dalam memecahkan permasalahan penurunan omzet dengan memberikan masukan manajerial dalam upaya penguatan capacity building di bidang pemasaran dan manajemen usaha nasabah, mulai dari masukan mengenai tata cara mengelola usaha yang baik, administrasi pembukuan, cara memecahkan berbagai masalah, cara menyusun perencanaan usaha yang sistematis, serta berbagai strategi menghadapi pesaing agar produk tetap mempunyai pasar (Kusmuljono 2009). Sementara itu, bagi nasabah sendiri dapat melakukan upaya-upaya agar omzet usaha berkembang yakni antara lain dengan meningkatkan profesionalisme, membangun jaringan usaha sesama usaha mikro, melakukan kemitraan usaha, memanfaatkan jaringan informasi bisnis yang ada baik secara horizontal antara usaha mikro maupun secara vertikal dengan usaha besar bersamaan dengan upaya peningkatan keahlian untuk mencapai efisiensi dan produktifitas yang lebih tinggi serta perbaikan, penyempurnaan, dan peningkatan kualitas terus-menerus terhadap produk dan pelayanan sebagai kunci menghadapi pesaing. Baik pengembangan produk, pengembangan pemasaran, serta pengembangan dalam kemampuan mengatur keuangan perlu terus diupayakan (Sembiring 2002).
73
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa karakteristik responden debitur KUR BRI Unit Cimanggis, baik responden debitur lancar maupun menunggak sebagian berjenis kelamin pria dengan tingkat pendidikan yang rendah. Jumlah tanggungan dalam keluarga sebagian besar berjumlah empat orang. Mereka sebagian besar mengakses dengan masa pengembalian 12 bulan. Antara responden debitur lancar dengan responden debitur menunggak dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya pinjaman lain yang sedang diakses responden debitur bersamaan dengan KUR pada BRI Unit Cimanggis, besarnya jumlah pinjaman serta besarnya omset usaha. Responden debitur menunggak sebagian besar memiliki pinjaman lain, sementara pada responden debitur lancar sebaliknya. Responden debitur lancar sebagian besar memiliki kemampuan mengakses pinjaman sebesar Rp 5.000.000, berbeda pada responden debitur menunggak yang memiliki kemampuan mengakses pinjaman sebesar Rp 5.000.000 dan Rp 3.000.000. Besarnya omzet usaha pada responden debitur lancar cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan besarnya omzet usaha responden debitur menunggak. Faktor-faktor
yang
berpengaruh
secara
nyata
terhadap
tingkat
kelancaran
pengembalian KUR adalah omzet usaha, jumlah pinjaman, dan pinjaman lain. Omzet usaha memiliki pengaruh dan keterkaitan positif dengan kelancaran pengembalian kredit. Artinya, semakin tinggi omzet usaha maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin tinggi. Begitu pula dengan besarnya jumlah pinjaman pengaruh dan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Artinya, semakin besar jumlah pinjaman maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin tinggi. Hal ini disebabkan pemberian sejumlah pinjaman telah melalui analisis mendalam mengenai estimasi besar modal yang benar-benar dibutuhkan oleh calon debitur. Berbeda dengan pinjaman lain yang memiliki pengaruh dan keterkaitan negatif dengan tingkat pengembalian kredit, dimana jika debitur memiliki atau sedang terlibat dengan pinjaman pada pihak lain selain pada BRI Unit Cimanggis maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin kecil. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata antara lain jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, lama usaha, serta jangka waktu
pengembalian. Faktor-faktor ini tidak memberi pengaruh nyata disebabkan adanya kesamaan karakteristik responden yang berada pada wilayah yang sama sehingga keadaan sosial ekonomi, kultur, serta nilai-nilai
yang dianut
besar kemungkinan menunjukkan
kecenderungan serupa. 7.2.
Saran Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran
pengembalian KUR pada BRI Unit Cimanggis diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang memiliki pengaruh nyata. Ketiga faktor tersebut adalah pinjaman lain, besarnya jumlah pinjaman, dan omzet usaha debitur. Dengan demikian, ketiga hal tersebut perlu dipertimbangkan lebih dalam lagi dalam proses pemberian KUR kepada calon debitur untuk mengantisipasi terjadinya penunggakan kredit. Kriteria penelitian yang dilakukan pada analisa awal dapat ditambahkan sehubungan dengan ada tidaknya pinjaman lain yang sedang diperoleh calon debitur. Analisa mendalam mengenai besarnya jumlah kredit yang dapat disalurkan juga perlu lebih diperhatikan akibat pengaruhnya yang nyata. Besarnya jumlah kredit harus terus disesuaikan dengan kebutuhan modal dan kemampuan yang dimiliki oleh calon debitur. Selain menambahkan kriteria penilaian, BRI juga perlu membantu nasabah dalam memecahkan permasalahan penurunan omzet dengan memberikan masukan manajerial dalam upaya penguatan capacity building di bidang pemasaran dan manajemen usaha nasabah. Bersaman dengan hal tersebut, bagi debitur sendiri dapat melakukan upaya-upaya agar omzet usaha berkembang yakni antara lain dengan meningkatkan profesionalisme, membangun jaringan usaha sesama usaha mikro, melakukan kemitraan usaha, memanfaatkan jaringan informasi bisnis yang ada baik secara horizontal antara usaha mikro maupun secara vertikal dengan usaha besar bersamaan dengan upaya peningkatan keahlian untuk mencapai efisiensi dan produktifitas yang lebih tinggi serta perbaikan, penyempurnaan, dan peningkatan kualitas terus-menerus terhadap produk dan pelayanan. Namun berdasarkan metode pemilihan sampel yang digunakan, hasil penelitian memiliki kemungkinan tidak merepresentasikan seluruh debitur KUR BRI Unit Cimanggis, sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan metode pemilihan sampel secara acak. Selain itu penelitian dengan menggunakan alat analisis lain juga dianjurkan agar dapat melihat permasalah dari sudut pandang lain sehingga dapat ditemukan solusi terbaik. 75
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah T. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes): studi kasus PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas, Cabang Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BI] Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan Indonesia. http://www.bi.go.id. [2 Agustus 2009]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Perkembangan Indikator Makro Tahun 2006. Sensus Ekonomi. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Chadwick B, Bahr HM, dan Albrecht. 1991. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Sulistia, Yan M, Sofwan A, Suhardjito, penerjemah; Jakarta: IKIP Semarang Press. Djianarto B. 2000. Banking Asset Liability Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dendawijaya L. 2001. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Faisal S. 2005. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi, edisi 1.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Firdaus M dan MA Farid. Seri Metode Kuantitatif : Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. 2008. Bogor : Penerbit Institut Pertanian Bogor, IPB-Press. Firmansyah. 2000. Implementasi Model Grameen Bank di Kabupaten Magetan. Di dalam Thoha M, editor. Pemberdayaan Usaha Kecil melalui Model Grameen Bank. Jakarta: Puslitbang Ekonomi Pembangunan, Lembaga Pengetahuan Indonesia. Hlm 103. Gujarati. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hair, J, et al. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall Handoyo M. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah untuk UMKM agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hermawan A.R. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembalian kredit umum pedesaan (Kupedes) untuk usaha mikro dan menengah di Kabupaten Bogor: kasus BRI Unit Leuwiliang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kadir F. 1985. Faktor-faktor penghambat bagi perkebunan besar swasta nasional dalam hubungannya dengan kesempatan memeproleh kredit investasi [Laporan Penelitian]. Makasar: Universitas Hasanudin
Kusmuljono B.S. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha: Sebuah Konsep Baru tentang Hybrid Microfinancing. Bogor: IPB Press. Lind DA, Marchal WG, Wathen SA. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global Jilid 2. Edisi ke-13. Chriswan Sungkono, penerjemah; Shelvy DC, editor. Jakarta :Salemba Empat. Terjemahan dari : Statistical Techniques in Business and Economics with Global Data Sets, 13rd Edition. Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, dan Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi ke-10. Jakarta : Binarupa Aksara. Muhammah E. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit oleh UMKM: studi kasus nasabah kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nazir Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia. Rachmat B. 2005. Modal Ventura: Cara Mudah Meningkatkan Usaha Kecil dan Mengengah, Bogor: Ghalia Indonesia. Rachmina D. 1994. Analisis permintaan kredit pada industri kecil: kasus Jawa Barat dan Jawa Timur. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Retnadi D. 2008. Kredit Usaha Rakyat (KUR), Harapan, dan Tantangan. Economic Review, No. 212, Juni 2008. Sembiring I. 2002. Menumbuhkan Usaha dan Keusahawanan. Di dalam Barus SW, editor. Strategi Memajukan Usaha Kecil dan Menengah. Bekasi: Pustaka Sora Mido. Hlm 1-6. Sevilla C, Ochave JA, Punsalan TG, Regala BP, dan Uriarte GG. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu A, penerjemah; Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Suyatno T. 1995. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Tambunan T. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia; Beberapa Isu Penting, Jakarta: Salemba Empat. Thoha M, editor. 2000. Pemberdayaan Usaha Kecil melalui Model Grameen Bank. Jakarta: Puslitbang Ekonomi Pembangunan, Lembaga Pengetahuan Indonesia. Usman H dan Akbar PS. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara. Wahyono A. 2000. Kekuatan dan Kelemahan Grameen Bank dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA) sebagai Model Pengentasan Kemiskinan. Di dalam Thoha M, editor. Pemberdayaan Usaha Kecil melalui Model 77
Grameen Bank. Jakarta: Puslitbang Ekonomi Pembangunan, Lembaga Pengetahuan Indonesia. Hlm 68. Walpole R. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
78
Sharma, 1998 dalam DL Sutoyo, 2000 dalam Demak Buku Mikro yang di rumah apa dah namanya??
Tampubolon R. 2004. Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersial. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo-Gramedia. Untoro. 2004. Default Risk dan Penjaminan Kredit UKM, Jakarta: Bank Indonesia. Mulyarto E.P. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuliang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Marsaulina D. 2006. Analisis pengelolaan risiko kredit nasabah Kupedes dengan metode creditrisk + portofolio: studi kasus BRI Unit Cipanas, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hakam S. 1984. Kredit Investasi Kecil Nelayan Tradisionil [Laporan Penelitian. Proyek], Malang: Universitas Brawijaya. Rodjak A. 1984. Struktur permodalan petani kecil hubungannya dengan kemampuan pengembalian kredit produksi pertanian [laporan penelitian]. Jatinangor: Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Padjadjaran.
Haryogyo. 1982. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan modal bagi pengembangan usaha ekonomi lemah di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember [laporan penelitian]. Jember: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jember.
Sukirno S. 1985. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
79