ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON PRODUKSI KAKAO DI INDONESIA
Setya Agung Riyadi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Setya Agung Riyadi NIM H14090090
RINGKASAN SETYA AGUNG RIYADI. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao di Indonesia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara (Departemen Perindustrian 2007). Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar terhadap ekspor Indonesia setelah kelapa sawit. Nilai devisa kakao sebesar 1,345.3 juta US$ dengan volume 440 ribu ton pada tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon produksi kakao di Indonesia serta melihat perkembangan kakao di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon produksi kakao di Indonesia adalah metode OLS (ordinary least square). Hasil analisis dengan metode OLS menunjukkan bahwa respon Produksi kakao dipengaruhi oleh luas lahan, krisis dan produksi tahun sebelumnya. Kata kunci : Respon Produksi, Kakao, OLS
ABSTRAK SETYA AGUNG RIYADI. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao di Indonesia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara (Departemen Perindustrian 2007). Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar terhadap ekspor Indonesia setelah kelapa sawit. Nilai devisa kakao sebesar 1,345.3 juta US$ dengan volume 440 ribu ton pada tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon produksi kakao di Indonesia serta melihat perkembangan kakao di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon produksi kakao di Indonesia adalah metode OLS (ordinary least square). Hasil analisis dengan metode OLS menunjukkan bahwa respon Produksi kakao dipengaruhi oleh luas lahan, krisis dan produksi tahun sebelumnya. Kata kunci : Respon Produksi, Kakao, OLS
ABSTRACT Setya Agung Riyadi. Analysis Factors that Influence Response Production of Cocoa in Indonesia. Supervised by SRI MULATSIH Cocoa (Theobroma cacao) is a plant from South America. Cocoa is one of the plantation pledge commodity whose role quite important for the national economy, particularly as a provider of employment, sources of income and foreign exchange (Ministry of Industry 2007). Cocoa contributed the largest foreign exchange to Indonesia's exports after oil palm. Foreign exchange value of cocoa amounted to U.S. $ 1,345.3 million with a volume of 440 thousand tons in 2011. The purpose of this study was to analyze factors that affect response cacao production in Indonesia and saw developments of cocoa in Indonesia. This study uses quantitative and descriptive analysis. Quantitative analysis which used to analyze the factors which affect the production of cocoa in Indonesia is OLS (ordinary least square). Results of the OLS analysis indicates that response cocoa Production affected by the total area of cocoa, crisis and the production previously. Keywords: Response Production, Cocoa, OLS
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON PRODUKSI KAKAO DI INDONESIA
SETYA AGUNG RIYADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengai-uhi Respon Produksi Kakao di Indonesia : Setya Agung Riyadi Nama : H14090090 NIM
Disetujui oleh <.
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr Pembimbing
Diketahui oleh
I " ~U
Tanggal Lulus:
1 2 SEP 2013 '
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao di Indonesia Nama : Setya Agung Riyadi NIM : H14090090
Disetujui oleh
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao Di Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Sc, Agr sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua serta teman-teman yang telah banyak memberikan doa, saran, serta dorongan semangat dalam proses pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki kekurangan, namun diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi semua pihak terkait. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2013 Setya Agung Riyadi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
METODE
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Perkembangan Kakao di Indonesia Perkembangan Produksi dan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia
8 8
Perkembangan Produktivitas Perkebunan Kakao
10
Perkembangan Harga kakao
10
Kebijakan Pemerintah dalam Industri Kakao
11
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao SIMPULAN DAN SARAN
12 15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
20
vi
DAFTAR TABEL 1. Total produksi tanaman perkebunan tahun 2008-2011 2. Perkembangan produksi kakao terhadap pasar dunia tahun 20072011 3. Jenis dan sumber data 4. Perkembangan harga domestik dan harga internasional biji kakao Indonesia tahun 1996 - 2012 5. Hasil estimasi model respon produksi kakao
1 2 6 11 14
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4.
Total produksi kakao indonesia 2005-2012 Pertumbuhan produksi kakao tahun 2006-2012 Perkembangan luas areal kakao 2002-2012 Perkembangan produktivitas perkebunan kakao 1990-2012
8 9 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5.
Hasil estimasi produksi kakao Nilai korelasi antar variabel bebas Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Uji normalitas produksi kakao Heteroskedasticity Test: White
18 18 18 18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus disertai daya saing yang tinggi agar produksi barang dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional maupun ekspor. Tujuannya agar bangsa tersebut mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas untuk memberikan lapangan kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. Indonesia termasuk kedalam negara yang memiliki iklim tropis sehingga menjadikan negara Indonesia sangat cocok dalam menghasilkan produk-produk pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor dasar dalam perekonomian sebagai penopang sektor-sektor lainnya terutama sektor industri pengolahan. Sebagian besar kebutuhan sektor non pertanian bergantung pada sektor pertanian dalam hal penyedia bahan baku mentah ataupun setengah jadi. Sektor pertanian masih menjadi andalan sebagai sumber pendapatan negara Indonesia yang salah satunya adalah sub sektor perkebunan. Hasil produksi sektor perkebunan di Indonesia selain digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri juga digunakan guna memenuhi pasar luar negeri. Produksi sektor perkebunan dari tahun 2008-2011 terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data pada Tabel 1, rata-rata produksi mencapai 30.967 juta ton pertahunnya, dengan produksi pada tahun 2011 sebesar 33.530 juta ton dan pertumbuhan sebesar 3.74%. Total produksi perkebunan Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahunnya menunjukkan bahwa sektor perkebunan masih menjadi salah satu sektor andalan Indonesia. Tabel 1 Total produksi tanaman perkebunan tahun 2008-2011 Tahun 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
Produksi Perkebunan (Ton) 28,372,386 29,690,667 32,276,538 33,530,968 30,967,639.75
Pertumbuhan (%) 4.44 8.01 3.74 5.40
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan 2013
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan yang memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara (Departemen Perindustrian 2007). Menurut International Coffe and Cacao Organization (2011) Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar setelah kelapa sawit dengan volume 440 ribu ton pada tahun 2011. Berdasarkan data pada Tabel 2, kontribusi perkebunan kakao Indonesia terhadap pasar dunia masih sangat besar, rata-rata produksi sebesar 502 ribu ton. Indonesia memiliki pangsa pasar sebesar 13% di pasar dunia. Nilai tersebut cukup besar pengaruhnya sehingga dapat
2 dikatakan bahwa kakao Indonesia memiliki peran yang cukup penting untuk pengadaan kakao dunia. Tabel 2 Perkembangan produksi kakao terhadap pasar dunia tahun 2007-2011 Volume Produksi (000 ton) Negara Pantai Gading Ghana Indonesia Nigeria Kamerun Lainnya Total
2007
2008
2009
2010
2011
Ratarata
1229 614 560 210 171 661 3434
1382 740 485 220 185 730 3731
1222 622 475 240 210 706 3515
1242 632 550 235 209 767 3635
1511 1025 440 240 229 865 4309
1317.2 726.6 502 229 200.8 745.8 3724.8
Pangsa Pasar(%) 35 20 13 6 5 20 100.00
Sumber: International Coffe and Cacao Organization (ICCO) 2011
Kondisi harga biji kakao yang cukup tinggi dan relatif stabil, diperkirakan akan meningkatkan produksi dan luas areal perkebunan kakao Indonesia, sehingga diperlukan dukungan pemerintah agar kebun yang dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Diperkirakan pada tahun 2025 sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan. Pada tahun tersebut luas total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1.35 juta ha dan mampu menghasilkan 1.3 juta ton/tahun biji kakao (Badan Penelitian dan Pengembangan tanaman 2005).
Perumusan Masalah Kontribusi sektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian dari tahun 2009 sampai tahun 2012. Menurut data BPS dalam laporan kinerja Kementrian Pertanian (2011) rata-rata peningkatan PDB sektor pertanian sebesar 3.65%. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa sektor perkebunan masih memiliki potensi yang sangat besar. Penyerapan tenaga kerja sektor perkebunan pada tahun 2011 menyerap tenaga kerja sebesar 20.7 juta. Sub sektor perkebunan kakao menyerap tenaga kerja sebesar 7.7% dari total penyerapan tenaga kerja sektor perkebunan dengan jumlah 1.6 juta (Direktorat Jendral Perkebunan 2012). Pengusaha biji kakao pada umumnya berasal dari perkebunan rakyat sehingga masih menggunakan teknologi yang sederhana dalam berproduksi. Produksi kakao di Indonesia pada umumnya mengacu pada harga kakao dan luas areal yang dimiliki pengusaha kakao. Permasalahan yang terjadi di perkebunan rakyat adalah luas areal yang selalu bertambah setiap tahunnya belum mampu memberikan hasil yang optimal. Menurut Spillane (1995) produksi maksimal yang bisa dicapai untuk tanaman kakao yaitu sebesar 2000 kg/ha. Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan (2012) luas areal kakao sudah mencapai 1.7 juta ha tetapi hanya mampu berproduksi sebesar 936 ribu ton dengan produksi perhektar hanya sebesar 540 kg/ha. Melihat luas areal perkebunan kakao yang sangat besar
3 seharusnya Indonesia berpotensi menjadi produsen kakao terbesar di dunia tetapi saat ini Indonesia masih menempati posisi ke tiga. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan produksi kakao di Indonesia dan kebijakan yang mendukung industri kakao 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi respon produksi biji kakao Indonesia.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji perkembangan produksi kakao Indonesia serta kebijakan yang mendukung industri kakao. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon produksi biji kakao di Indonesia
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai media dalam menerapkan ilmu ekonomi yang dipelajari dalam kuliah. 2. Bagi masyarakat umum dan akademisi, dapat digunakan sebagai perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang memengaruhi produksi kakao di indonesia. 3. Bagi masyarakat umum, dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam perumusan kebijakan yang akan dikeluarkan dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan produksi kakao Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon produksi kakao di Indonesia dengan data tahunan. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jendral Perkebunan, Badan Pusat Statistik, dan berbagai sumber yang tersedia dan akan dibuat modelnya. Adapun data yang digunakan yaitu produksi kakao, harga pupuk, upah tenaga kerja pertanian, harga kakao domestik dan luas areal.
4
TINJAUAN PUSTAKA Komoditi Kakao Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Tengah (Wahyudi 2008). Tumbuhan ini pertama kali dibududayakan sebagai bahan makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Astek. Kakao merupakan tanaman perkebunan dan industri berupa pohon yang dikenal di indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah mulai mmberikan perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP VI berhasil menaikkan produksi kakao per hektar. Peningkatan produksi tersebut melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazone Interclonal Hybrid yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah. Varietas kakao dibagi menjadi tiga yaitu Cricolo (Kakao Mulia), Forestero (Kakao Lindak) dan Trinitario (Hibrida). Cricolo merupakan jenis kakao mulia dimana pada pertengahan abad 18 kakao ini mendominasi pasar kakao. Kakao jenis ini merupakan kakao yang banyak diperdagangkan karena ukuran bijinya yang bulat dan lebih besar dibandingkan Forestero, tetapi pohon jenis ini pertumbuhannya kurang kuat, dan mudah terserang penyakit sehingga lahirlah kakao jenis Trinitario atau hibrida yang merupakan kakao hasil persilangan antara kakao Cricolo dan Forestero. Kakao hibrida memiliki sifat yang beragam, sehingga buah yang dihasilkan bisa mencirikan jenis kakao Cricolo, Forestero, atau keduanya. Di Indonesia kakao yang banyak ditanam adalah kakao jenis hibrida. Produk yang dihasilkan dari tanaman kakao adalah biji kakao. Biji kakao berasal dari buah kakao yang kemudian difermentasi selama tiga hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar matahari. Biji kering hasil fermentasi kemudian diolah menjadi produk-produk setengah jadi seperti yang dikenal antara lain: permen cokelat, bubuk cokelat dan lemak cokelat. Permen merupakan makanan yang paling dikenal masyarakan yang biasa di konsumsi sebagai makanan ringan serta memiliki ragam yang luas. Bubuk cokelat merupakan produk yang biasa digunakan untuk membuat kue atau sebagai bahan olesan roti. Lemak cokelat biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam bidang farmasi seperi bahan baku kosmetik (Wahyudi 2008). Berbagai manfaat kakao atau cokelat untuk kesehatan manusia telah ditemukan dari serangkaian banyak penelitian ilmiah. Cokleat mengandung banyak vitamin seperti vitamin A1, B1, B2, C, D, dan E. Selain itu cokelat juga mengandung antioksidan dan flavonoid yang berguna untuk mencegah masuknya radikal bebas ke dalam tubuh yang bisa menyebabkan kanker. Cokelat juga dianggap sebagai makanan yang dapat menambah berat badan, tetapi di sisi lain lemak yang terkandung dalam cokelat memiliki fungsi yang hampir sama dengan minyak zaitun yang mengandung mineral esensial sehingga sangat membantu proses untuk mencegah penuaan.
5 Penelitian Terdahulu Maryani (2000) meneliti tentang analisis respon produksi salak di Bali menunjukkan bahwa fungsi respon produksi dipengaruhi oleh harga nenas, harga obat, harga tenaga kerja, dan produksi tahun sebelumnya. Respon produktivitas dipengaruhi oleh harga salak, harga jeruk, harga TSP, harga tenaga kerja dan produktivitas tahun sebelumnya. Eviana (2002), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor dan aliran perdagangan kopi Indonesia menunjukkan bahwa hasil penelitiannya menyatakan bahwa hampir semua peubah yang terdapat dalam model memiliki pengaruh positif terhadap jumlah penawaran ekspor, hanya peubah harga riil domestik yang memiliki nilai negatif. Penelitian ini juga membahas mengenai aliran perdagangan kopi Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor dengan menggunakan model gravity dimana produk impor berdasarkan faktor-faktor ekonomi dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan negara tujuan ekspor kopi Indonesia. Lukiawan (2009) meneliti tentang analisis respon penawaran kopi di Indonesia menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi respon luas areal kopi adalah harga kopi tahun sebelumnya, harga kelapa sawit tahun sebelumnya dan luas areal tahun sebelumnya. Sedangkan respon produktivitas dipengaruhi oleh harga kopi dan upah buruh perkebunan. Respon penawaran yang dilihat dengan melihat nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang menjelaskan respon penawaran kopi terhadap harga kopi naik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang akan meningkatkan luas areal dan produktivitas yang relatif besar. Saputra (2010) meneliti tentang analisis respon produksi, permintaan domestik, dan penawaran ekspor kopi robusta Indonesia menunjukkan bahwa Produksi kopi dari tahun ke tahun meningkat sebesar 3.14 per tahun. Peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan luas lahan yang selalu meningkat. Keadaan ini dibuktikan dari pengaruh yang nyata luas areal terhadap produksi. Selain itu produksi juga dipengaruhi oleh peubah harga domestik dan kondisi perekonomian Indonesia. Variabel yang digunakan untuk menganalisis respon produksi adalah harga domestik, harga pupuk, dan luas lahan.
METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) dengan periode waktu 30 tahun, yaitu tahun 1983–2012. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintah atau lembaga-lembaga terkait diantaranya Direktorat Jendral Perkebuan, Badan Pusat Statistik, Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia, dan studi literatur serta internet.
6 Tabel 3 Jenis dan sumber data Keterangan Produksi kakao tahun 1983-2012 Harga pupuk 1983-2012 Harga domestik kakao
Sumber Direktorat Jendral Perkebunan APPI dan BPS Direktorat Jendral Perkebunan
Upah tenaga kerja pertanian 1983-2012 Luas Lahan Kakao Tahun 1983-2012
BPS Direktorat Jendral Perkebunan
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Gambaran perkembangan produksi kakao Indonesia dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi biji kakao Indonesia. Persamaan dalam penelitian diduga dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) dengan menggunakan program Eviews version 6 yang sebelumnya dilakukan penghitungan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Metode OLS diperkenalkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman yang bernama Carl Frederich Gauss (Gujarati 1978). Menurut Koutsoyianis (1977), terdapat beberapa kelebihan metode Ordinary least Square (OLS) seperti berikut : 1. Hasil estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki beberapa kondisi optimal (BLUE). 2. Tata cara pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) relatif lebih mudah daripada metode ekonometrika yang lain, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak. 3. Metode Ordinary Least Square (OLS) telah banyak digunakan dalam penelitian ekonomi dengan berbagai macam hubungan antar variabel dengan hasil yang memuaskan. 4. Mekanisme pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) mudah dipahami. 5. Metode Ordinary Least Square (OLS) juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrik yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian.
Perumusan Model Ekonometrika Respon produksi merupakan variasi dari output pertanian yang memiliki keterkaitan antara biaya input dan perubahan harga. Menururt Nicholson (1995)
7 peningkatan produksi dipengaruhi oleh faktor ekonomis dan nonekonomis. Faktor ekonomis seperti harga komoditas itu sendiri, harga komoditas alternatif dan harga-harga input. Faktor non ekonomis misalnya teknologi, iklim, krisis dan kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini, peubah yang dianalisis dan diduga memengaruhi respon produksi kakao adalah harga pupuk, tingkat upah, luas lahan, harga domestik, dummy krisis dan produksi tahun sebelumnya. Variabel ini dipilih karena telah digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Sehingga didapatkan model ekonometrika untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon produksi kakao yang berbentuk linear dalam logaritma: LnQt = a + a1 LnHPt + a2 LnTKt + a3 LnLAKt + a4 PDKt + a5 Dkrisist + a6 LnQKt-1 + μ 1
dimana: LnQt LnHPt LnTKt LnLAKt LnPDKt DKrisist LnQt-1 a ai μ1
= Produksi kakao (ton). = Harga pupuk tahun ke-t (Rp/kg). = Tingkat upah sektor pertanian tahun ke-t (Rp/kg). = Luas areal kakao (hektar) = Harga domestik kakao (Rp/kg) = Krisis Moneter (D1=1 tahun 1983-1997 dan D1=0 tahun 1998-2012) = Produksi kakao tahun sebelumnya (ton). = Intersep. = Parameter yang diduga (i=1,2,3,4,5,6). = Variabel pengganggu. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan model persamaan analisis yang telah dirumuskan sebelumnya, maka dapat diajukan hipotesis penelitian. Hipotesis didasarkan pada fungsi diatas yang diduga memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis-hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Harga pupuk berpengaruh secara negatif terhadap respon produksi kakao, artinya produksi kakao akan menurun apabila harga pupuk meningkat. 2. Tingkat upah berpengaruh secara negatif terhadap respon produksi kakao, artinya produksi akan menurun apabila tingkat upah meningkat. 3. Luas areal kakao berpengaruh positif terhadap respon produksi kakao, artinya produksi akan meningkat apabila luas areal kakao meningkat. 4. Harga kakao domestik berpengaruh secara positif terhadap respon produksi kakao, artinya produksi kakao akan meningkat apabila harga kakao meningkat. 5. Krisis berpengaruh positif terhadap respon produksi kakao, artinya saat terjadi krisis akan meningkatkan produksi kakao.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kakao di Indonesia Perkembangan Produksi dan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia Produksi biji kakao di Indonesia sebagian besar berasal dari wilayah Sulawesi yang merupakan sentra produksi kakao di Indonesia. Daerah di Sulawesi yang merupakan sentra produksi kakao antara lain Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Hal ini disebabkan oleh kondisi alam wilayah Sulawesi yang mendukung bagi perkebunan kakao karena curah hujannya yang cukup tinggi. Perkembangan produksi kakao di Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif setiap tahunnya, dan cenderung mengalami peningkatan. Produksi kakao di Indonesia dihasilkan oleh tiga kategori produsen yaitu perusahaan rumah tangga, perusahaan badan negara, dan perusahaan swasta. Produksi kakao di Indonesia didominasi oleh produsen rumah tangga yang memproduksi kakao sebesar 99% dari total produksi kakao Indonesia. Tahun 2005 produksi kakao Indonesia mencapai angka 750,833 ton kemudian menurun pada tahun 2007 dengan angka produksi sebesar 742,013 ton. Produksi terus meningkat setelah tahun 2007 dan pada tahun 2012 produksi total Indonesia mencapai 936,266 ton. 1000000 900000 800000 jumlah (ton)
700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan 2013
Gambar 1 Total produksi kakao indonesia 2005-2012 Berdasarkan Gambar 2 pertumbuhan produksi biji kakao menurun pada tahun 2007, 2009 dan 2012. Penurunan pada tahun 2007 sampai negatif 4% akibat terserangnya tanaman kakao para petani oleh penyakit VSD (Vaskular Streak Dieback) yang menyebar di sentra produksi kakao, Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium Theobromae dan menyebabkan kematian pada tanaman kakao.
9 10 8
Pertumbuhan (%)
6 4 2 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-2 -4 -6 Sumber: Direktorat Jendral Perkebuan 2013
Gambar 2 Pertumbuhan produksi kakao tahun 2006-2012 Produksi barang pertanian akan sangat dipengaruhi oleh luas lahan yang dimilikinya. Luas lahan adalah salah satu input utama bagi produksi barang pertanian selain tenaga kerja. Produksi yang dihasilkan oleh tanaman tertentu berbanding lurus dengan jumlah luas lahan. Perkembangan produksi diikuti dengan perkembangan luas areal perkebunan kakao. Luas areal lahan perkebunan kakao mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan pemerintah terus melakukan pengembangan pada komoditas kakao sebagai upaya peningkatan produksi kakao untuk memenuhi pasar dalam negeri maupun luar negri. 2000000 1800000
Luas Areal (ha)
1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: direktorat jendral perkebunan 2013, diolah
Gambar 3 Perkembangan luas areal kakao 2002-2012 Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa luas areal kakao selalu meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sebesar 6.12% setiap tahunnya.
10
Perkembangan Produktivitas Perkebunan Kakao Produktivitas merupakan salah satu indikator suatu komoditas berproduksi secara efisien atau tidak. Produktivitas kakao ditunjukan oleh produksi yang mampu dihasilkan oleh luas areal yang dimiliki. Produktivitas rata-rata pertahun 0.55 ton per hektar atau 550 kilogram per hektar. Berdasarkan Gambar 6, produktivitas perkebunan kakao berfluktuatif setiap tahunnya dari tahun 1990 sampai 2012. Tahun 1994 mengalami penurunan sebesar 6.19 % dari tahun sebelumnya. Penurunan produktivitas perkebunan kakao terbesar terjadi pada tahun 1999 sebesar 29% dari produktivitas tahun sebelumnya. Produktivitas perkebunan kakao terbesar terjadi pada tahun 1998 sebesar 0.78 ton/ha. Tetapi ditahun-tahun berikutnya produktivitas kembali meningkat. Trendnya kembali menurun dari tahun 2005-2009 dan kembali meninggkat hingga tahun 2012. Trend produktivitas yang menurun diakibatkan penambahan input lahan yang lebih besar dari pada penambahan output, sehingga produktivitas menurun. Oleh karena itu sangat diperlukan dukungan dari pemerintah berupa pelatihan serta pendampingan perkebunan kakao agar penambahan input lahan bisa memberikan tambahan output produksi yang lebih besar daripada penambahan inputnya sehingga produktivitasnya semakin meningkat. 0.9 Produktivitas (Ton/ha)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan 2013 diolah
Gambar 4 Perkembangan produktivitas perkebunan kakao 1990-2012 Perkembangan Harga kakao Harga biji kakao di pasar domestik dan pasar internasional selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Harga yang berfluktuatif dapat memengaruhi jumlah permintaan ataupun penawaran terhadap komoditas tersebut demikianpun sebaliknya. Selain itu, harga merupakan acuan daya saing dari komoditas biji kakao di pasar. Berdasarkan Tabel 5, perkembangan harga biji kakao domestik dan internasional cenderung berfluktuatif. Harga biji kakao tidak selalu meningkat tetapi pada tahun-tahun tertentu terjadi penurunan. peningkatan terbesar harga kakao domestik terjadi pada tahun 1998 dimana peningkatan harga kakao
11 mencapai 67%. Harga kakao dunia mencapai peningkatan harga terbesar pada tahun 2002 sebesar 40%. Harga kakao terus mengalami kenaikkan dari tahun 2006–2010 kemudian turun kembali pada tahun 2011 dan tahun 2012. Tabel 4 Perkembangan harga domestik dan harga internasional biji kakao Indonesia tahun 1996 - 2012 Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Harga Kakao Domestik (Rp/Kg) 2,281 2,932 8,903 6,673 7,411 7,208 8,949 9,749 9,579 9,421 10,103 13,230 16,357 18,889 20,499 20,393 17,625
Pertumbuhan (%)
Harga kakao dunia ($/Kg)
Pertumbuhan (%)
22 67 -33 10 -3 19 8 -2 -2 7 24 19 13 8 -1 -16
1.46 1.62 1.68 1.14 0.91 1.07 1.78 1.75 1.55 1.54 1.59 1.95 2.58 2.89 3.13 2.98 2.39
10 3 -48 -25 15 40 -2 -13 -1 3 18 24 11 8 -5 -25
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, World Bank (2013) diolah
Kebijakan Pemerintah dalam Industri Kakao Upaya peningkatan industri kakao selalu dilakukan oleh pemerintah. Meningkatkan produksi merupakan salah satu kebijakan pemerintah melalui Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan melakukan kegiatan Gernas (Gerakan Peningkatan Mutu dan Produksi Nasional) kakao. Kegiatan ini merupakan langkah percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan secara optimal seluruh potensi serta sumberdaya yang ada. Sasaran dari kegiatan ini adalah perbaikan pertanaman kakao rakyat, pemberdayaan petani secara optimal, pengendalian hama, serta perbaikan mutu kakao sesuai SNI. Kegiatan Gernas berupa peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi tanaman kakao rakyat di sentra utama produksi kakao dengan teknologi terkini. Program peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi ini dilakukan dengan penyediaan bibit unggul, penyediaan pupuk, pestisida, bantuan alat serta bantuan upah kerja. Awalnya program ini hanya berlangsung dari tahun 2009-2011 tetapi karena dianggap efektif dalam meningkatkan produksi kakao rakyat maka program ini sampai tahun 2013 masih berlangsung.
12 Kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan ekspor biji kakao yang menjadi salah satu komoditas andalan sektor perkebunan adalah standarisasi komoditas yang akan diperdagangkan di pasar internasional. Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, yang bertujuan agar biji kakao yang diekspor memiliki daya saing dan mutu yang berkualitas. SNI biji kakao dikeluarkan pemerintah pertama kali pada tahun 1976 namun diberlakukan kembali dengan revisi pada tahun 1990, mengenai standarisasi fermentasi biji kakao. Standarisasi nasional yang dikeluarkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam rangka mengurangi pengiriman kembali ekspor kakao Indonesia ke negara lain akibat mutu kakao Indonesia yang dibawah standar mereka serta untuk mengurangi kakao yang rusak saat pengiriman. Kakao Indonesia awalnya berorientasi pada pasar internasional berupa ekspor biji kakao tetapi, pada awal tahun 2000 upaya pengembangan serta dukungan industri pengolahan kakao dilakukan pemerintah, namun baru pada tahun 2007 terbit kebijakan pro industri pengolahan kakao dengan dihapuskannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dalam perdagangan biji kakao dalam negeri. Sedangkan kebijakan pajak ekspor yang disebut dengan kebijakan bea keluar baru terbit pada tahun 2010. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan tarif bea keluar. Melalui Kebijakan tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan bea keluar secara progresif terhadap ekspor biji kakao. Penghapusan PPN 10% dimaksudkan untuk memperlancar pasokan biji kakao kepada industri pengolahan kakao di dalam negeri, sedangkan kebijakan bea keluar ditunjukan untuk menghambat ekspor biji kakao dan mendorong pasokan biji kakao ke industri domestik. Tujuan bea keluar biji kakao ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah ekspor kakao dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan kakao nasional. Dalam hal ini, diharapkan apabila ekspor biji kakao dibebani pajak, maka akan menurunkan ekspor biji kakao dan sehingga akan mendorong industri pengolahan untuk mengolah kakao terlebih dahulu sebelum mengekspornya. Pengolahan biji kakao sebelum diekspor diharapkan akan meningkatkan nilai tambah dan meningkatkan industri pengolahan biji kakao di Indonesia.
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon Produksi Kakao Persamaan model yang telah dibuat cukup baik dilihat dari kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrik. Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan respon produksi kakao adalah sebesar 0.993 yang artinya 99.3% keragaman respon produksi kakao dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel bebas di dalam model yakni variabel harga pupuk, tingkat upah, luas areal, harga domestik kakao, krisis, dan produksi tahun sebelumnya. Besarnya nilai p-value untuk Fstatistik pada model umumnya lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) yang berarti variasi variabel-variabel bebas dalam setiap persamaan struktural secara bersama-sama cukup mampu menjelaskan dengan baik variasi variabel terikat pada taraf nyata 1%. Kemudian nilai Tstatistik digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh
13 nyata terhadap variabel terikatnya. Hasil uji-t yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak semua variabel bebas signifikan pada taraf nyata 1%, 5% dan 10%. Besarnya nilai taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1% sampai 10% agar interpretasi hasil estimasi mendekati fenomena ekonomi aktual. Pengujian multikolinieritas pada model ini dengan melihat koefisien korelasi dari masing-masing variabel independen pada matrix korelasi (Lampiran 2). Menurut Gujarati (1978) batas terjadinya korelasi antar variabel bebas tidak lebih dari 0.80, tetapi hal ini dianggap tidak serius jika nilai korelasinya tidak melebihi Adjusted R-square-nya yang di sebut uji Klein. Pengujian multikolinieritas dilihat dari matrix korelasi terdapat beberapa variabel yang memiliki nilai korelasi lebih dari 0.80 tetapi nilainya tidak lebih besar dari nilai Ajusted R-square-nya sehingga dalam model masalah multikolinieritas dapat diabaikan. Kemudian pengujian masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan uji normalitas (Lampiran 4) dan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Lampiran 3). Syaratnya jika nilai probabilitasnya lebih dari taraf lima persen maka data dapat menyebar secara normal atau tidak ada autokorelasi dan jika probabilitasnya kurang dari taraf nyata 10% maka data tidak menyebar normal dan terindikasi autokorelasi. Dari uji yang dilakukan menunjukan bahwa nilai probabilitas lebih dari taraf nyata 10% sehingga dapat disimpulkan dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi. Pengujian masalah heteroskedastisitas digunakan white heteroskedasticity test (lampiran 5). Syaratnya jika nilai probabilitas white heteroskedasticity test lebih besar dari nilai taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan-persamaan dalam penelitian ini tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil estimasi model produksi kakao pada Tabel 6, harga pupuk (LNHP) berpengaruh negatif dan tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1%10% terhadap produksi kakao. Nilai koefisien dugaan variabel harga pupuk sebesar 0.05, artinya jika terjadi peningkatan harga pupuk sebesar 1% maka akan menurunkan produksi kakao sebesar 0.05%, ceteris paribus. Peningkatan harga pupuk akan mengakibatkan biaya produksi bertambah sehingga kenaikkan harga pupuk merupakan diinsentif bagi para produsen akan membuat produsen mengurangi pemberian pupuk tanamannya sehingga produktivitas tanaman tersebut menurun. yang meningkatkan minat para petani untuk meningkatkan pendapatannya sehingga akan mendorong petani untuk memproduksi kakao lebih besar, karena dengan peningkatan harga membuat insentif bagi petani bertambah sehingga petani yang rasional akan meningkatkan produksinya. Upah tenaga kerja (LNTK) berpengaruh negatif dan tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1%-10% terhadap produksi kakao. Nilai koefisien dugaan variabel upah tenaga kerja sebesar 0.03 yang berarti jika terjadi kenaikan upah sebesar 1% akan menurunkan produksi kakao sebesar 0.03%, dan sebaliknya cateris paribus. Kenaikkan upah juga merupakan disinsentif bagi petani, karena kenaikkan upah berdampak pada alokasi jumlah tenaga kerja yang digunakan. Upah yang meningkan akan membuat produsen mengurangi tenaga kerjanya sehingga berdampak pada penurunan produksi perkebunan.
14 Luas areal kakao (LNLAK) berpengaruh positif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 1% terhadap produksi kakao. Nilai koefisien dugaan variabel luas areal kakao sebesar 0.47 yang berarti jika terjadi kenaikan luas areal sebesar 1% akan meningkatkan produksi kakao sebesar 0.47%, dan sebaliknya cateris paribus. Luas areal kakao yang bertambah maka akan semakin besar lahan yang akan ditanami, sehingga produksi akan meningkat. Areal perkebunan merupakan salah satu faktor terpenting dalam produksi barang pertanian. Tabel 5 Hasil estimasi model respon produksi kakao
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNHP LNTK LNLAK LNPDK KRISIS LNQ(-1) C
-0.054498 -0.026734 0.466630 0.068270 0.247218 0.612061 2.960407
0.286786 0.124981 0.112019 0.143560 0.141029 0.161890 3.272779
-0.190029 -0.213901 4.165649 0.475551 1.752956 3.780722 0.904554
0.8510 0.8326 0.0004 0.6391 0.0935 0.0010 0.3755
R-squared Adjusted R-squared F-statistic
0.993418 0.991623 553.4068
Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat
0.000000 2.449148
Sumber: Lampiran 1
Harga kakao domestik (LNPDK) berpengaruh positif tetapi tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1%-10% terhadap produksi kakao. Nilai koefisien dugaan variabel harga kakao domestik sebesar 0.07, artinya jika terjadi peningkatan harga kakao domestik sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi kakao sebesar 0.07%, ceteris paribus. Peningkatan harga kakao akan meningkatkan minat para petani untuk meningkatkan pendapatannya karena hal ini memberikan insentif lebih bagi para produsen, sehingga akan mendorong petani untuk memproduksi kakao lebih besar. Krisis berpengaruh positif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 10% terhadap produksi kakao. Nilai koefisien dugaan variabel dummy krisis sebesar 0.25 yang berarti ketika terjadi krisis meningkatkan produksi kakao sebesar 0.25%. Hal ini berarti krisis moneter memberikan dampak positif pada sektor perkebunan kakao dimana dari koefisien dijelaskan bahwa saat terjadi krisis meningkatkan produksi kakao. Saat terjadi krisis akan meningkatkan harga kakao sehingga krisis yang terjadi memberikan keuntungan berupa harga jual yang lebih tinggi dari sebelumnya karena inflasi, sehingga produsen akan terpacu untuk meningkatkan produksinya agak mendapatkan keuntungan yang besar akibat kenaikkan harga yang disebebkan oleh krisis. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, produksi kakao juga dipengaruhi secara nyata oleh peubah beda kala. Produksi kakao sebelumnya
15 berpengaruh positif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 1% terhadap produksi kakao. Nilai koefisien dugaan produksi kakao tahun sebelumnya sebesar 0.61. Yang mana dapat diartikan ketika produksi kakao tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 1% akan meningkatkan produksi kakao tahun selanjutnya sebesar 0.61%. Sedangkan jika produksi kakao tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar 1% akan menurunkan produksi kakao sebesar 0.61%, ceteris paribus.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Perkembangan produksi biji kakao Indonesia cenderung mengalami peningkatan walaupun berfluktuatif. Luas lahan perkebunan kakao juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga tahun 2012 luas areal kakao Indonesia mencapai 1,732,954 ha. Peningkatan harga juga terus mengalami peningkatan walaupun pada tahun 2012 harga kakao mengalami penurunan harga sebesar 16% untuk harga domestik dan 25% untuk harga dunia. Peningkatan terbesar harga kakao domestik terjadi pada tahun 1998 sebesar 67% dan harga kakao dunia pada tahun 2002 sebesar 40%. 2. Kebijakan yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan produksi kakao memberikan indikasi bahwa Indonesia ingin menjadikan kakao sebagai salah satu produk unggulan perkebunan Indonesia. Dukungan pemerintah berupa perbaikanperbaikan kualitas mutu biji kakao yang menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia serta dukungan program-program salah satunya program Gernas (Gerakan Peningkatan Mutu dan Produksi Nasional) kakao yang dilakukan oleh pemerintah guna menaikkan produksi kakao Indonesia, kemudian pada tahun 2000 mulai banyak kebijakan yang mendukung industri pengolahan kakao di Indonesia seperti penghapusan PPN untuk pasar dalam negeri dan bea keluar untuk komoditi biji kakao pada tahun 2010. 3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon produksi kakao pada taraf nyata 1% -10% memberikan informasi bahwa produksi kakao Indonesia dipengaruhi oleh variabel luas areal, krisis dan produksi tahun sebelumnya mempengaruhi produksi kakao secara signifikan sedangkan variabel harga pupuk dan upah tenaga kerja belum mampu memengaruhi produksi kakao secara signifikan . Saran 1. Pelatihan dan pemberdayaan petani harus lebih intensif dilakukan oleh pemerintah agar peningkatan luas lahan kakao di Indonesia setiap tahunnya disertai peningkatan produktivitas yang tinggi. Pemeritah juga harus memberikan dukungan kepada petani agar dapat meningkatkan kualitas produksi yang dihasilkan dengan teknologi pengolahan modern sehingga menghasilkan kakao dengan kualitas yang baik terutama untuk produsen rumah tangga. Sebagai contoh salah satu program yang dapat dilakukan adalah kegiatan Gernas Kakao, selain bisa memantau perkembangan dilapangan, program ini juga merupakan salah satu
16 langkah program peningkatan produktivitas karena progam ini mencakup berbagai kegiatan dari peremajaan, rehabilitasi, intensifikasi, serta perbaikan mutu. 2. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi kakao dapat dikendalikan oleh pemerintah melalui kebijakan memperluas areal perkebunan kakao, subsidi pupuk serta subsidi upah guna meningkatkan produksi kakao Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2012. Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao dan Pengendaliannya. [internet]. [diunduh 2013 agustus 29]. Tersedia pada: http://balittri.litbang.deptan.go.id Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik. 2013. Index Harga Perdagangan Besar Tahun 2013. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta (ID): Departemen Industri. Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Statistik Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1967-2012. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Perkembangan Jumlah Petani dan Tenaga Kerja Sub Sektor Perkebunan Komoditas Unggulan Nasional. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Eviana T C. 2002. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gudjarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga International Coffe and Cacao Organization. 2011. Annual Report 2011[Internet]. [diunduh 2013 Feb 15]. Tersedia pada: http://www.icco.org Kementrian Pertanian. 2012. Laporan Kinerja Kementrian Pertanian Tahun 2011. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Koutsoyiannis A. 1997. Theory of Econometrics.Second Edition. New york (US): penerbit The Macmilan Press Ltd.
17 Lukiawan R. 2009. Analisis Respon Penawaran Kopi Di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maryani Y. 2000. Analisis Respon Produksi Salak Di Bali [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moelyono M. 1993. Penerapan Produktivitas dalam Organisasi. Jakarta (ID) : Penerbit Bumi Aksara Nicholson Walter. 1995. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan. Jakarta (ID): Penerbit Binarupa Aksara. Ravianto J. 1986. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. Jakarta (ID) : Penerbit UI Press. Saputra M. 2010. Analisis Respon Produksi, Permintaan Domestik dan Penawaran Ekspor Kopi Robusta Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Spillane J.J. 1995. Komoditi Kakao: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Kanisius Wahyudi T. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta (ID): Penerbit Penebar Swadaya. World Bank. 2013. World Bank Commodity Price Data [Internet]. [diunduh 2013 feb 15]. Tersedia pada: http://www.worldbank.org World Bank. 2013. Official Exchange Rate. [Internet]. [diunduh 2013 feb 15]. Tersedia pada: http://www.worldbank.org
18
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil estimasi produksi kakao Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 08/29/13 Time: 13:21 Sample (adjusted): 1984 2012 Included observations: 29 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNHP LNTK LNLAK LNPDK KRISIS LNQ(-1) C
-0.054498 -0.026734 0.466630 0.068270 0.247218 0.612061 2.960407
0.286786 0.124981 0.112019 0.143560 0.141029 0.161890 3.272779
-0.190029 -0.213901 4.165649 0.475551 1.752956 3.780722 0.904554
0.8510 0.8326 0.0004 0.6391 0.0935 0.0010 0.3755
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.993418 0.991623 0.099276 0.216825 29.84218 553.4068 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
19.49830 1.084668 -1.575323 -1.245286 -1.471959 2.449148
Lampiran 2 Nilai korelasi antar variabel bebas LNHP LNTK LNLAK LNPDK
LNHP 1.000000 0.989744 0.935021 0.935558
LNTK 0.989744 1.000000 0.931788 0.921393
LNLAK 0.935021 0.931788 1.000000 0.781167
LNPDK 0.935558 0.921393 0.781167 1.000000
Lampiran 3 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test F-statistic Obs*R-squared
1.710865 4.236670
Prob. F(2,20) Prob. Chi-Square(2)
Lampiran 4 Uji normalitas produksi kakao 12
Series: Residuals Sample 1984 2012 Observations 29
10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
8
6
4
2
Jarque-Bera Probability
0 -0.2
-0.1
-0.0
0.1
0.2
-2.20e-15 -0.007029 0.230035 -0.233346 0.087999 0.157253 4.540762 2.988040 0.224469
0.2061 0.1202
19
Lampiran 5 Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
9.312112 Prob. F(24,4) 28.49009 Prob. Chi-Square(24) 29.02752 Prob. Chi-Square(24)
0.0212 0.2399 0.2191
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 januari 1992 dari ayah Asmat dan ibu Sukini. Penulis adalah putra ke tiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Citeureup dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi serta menghadiri seminar yang diadakan baik dikampus IPB maupun diluar kampus . Pada tahun 2010-2011 penulis aktif sebagai staff PSDM BEM FEM IPB Kabinet Sinergi. Ditahun yang sama penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian seperti 2nd Extravaganza, Politik Ceria, FEM Public Speaking, Greennation , dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Ditahun 2011-2012 penulis juga aktif dalam kegiatan seperti kepanitian IPB Art Contest (IAC) dan Internasional Scholarship Education Expo (ISEE). Penulis juga pernah aktif mengajar Private untuk pelajar SD dan SMP mata pelajaran matematika dan IPA. Penulis juga aktif melakukan studi banding yang di akomodir oleh BEM FEM IPB dan Himpro Ilmu Ekonomi dengan mahasiswa-mahasiswa luar seberti SBM ITB, FE UNPAD, dan FE UGM.