i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI KE PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
HAIRUL H14080035
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
RINGKASAN
HAIRUL. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai Bagian dari Investasi Sumber Daya Manusia (SDM) (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI). Pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan pedesaan yang tidak seimbang menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif yang seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah dan berbagai pihak, terutama dikaitkan dengan isu kemiskinan dan pemerataan (Sunario, 1999). Pembangunan yang tidak seimbang dan disparitas antar daerah menyebabkan perpindahan penduduk yang dapat menimbulkan masalah baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang dituju. Daya tarik kota seperti, kesempatan memperoleh pendidikan, pekerjaan, wiraswasta dan penawaran jasa lainnya, sebagai bagian dari proses modernisasi, merupakan komponen yang dapat memotivasi sehingga memperbesar arus perpindahan itu baik untuk tujuan menetap, sementara, atau perpindahan sirkuler (Artika, 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik serta Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jenis data yang digunakan berupa data time series (1990,1995,2000,dan 2005) dan cross section berupa dua puluh empat provinsi di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan metode panel data dengan fixed effect. Hal ini karena dengan fixed effect dapat diperoleh hasil intercept yang berbedabeda antar unit cross section. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi didapatkan hasil bahwa faktor yang signifikan memengaruhi migrasi ke DKI Jakarta adalah nilai Upah Minimum Regional (UMR), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sedangkan untuk variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan. Hasil lainnya adalah Migran melakukan migrasi dari daerah asal ke daerah tujuan karena melihat tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta yang lebih besar dari daerah asal, pengorbanan pendapatan yang migran tinggalkan di daerah asal untuk mendapatkan pendapatan baru di Jakarta merupakan salah satu bentuk investasi sumber daya manusia dan migran tetap melakukan migrasi meski jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan. Adapun saran dari penelitian ini adalah pemerintah perlu meningkatkan pembangunan yang lebih merata di berbagai daerah sehingga penyerapan tenaga kerja di tiap daerah menjadi seimbang. Untuk mengatasi kepadatan penduduk Provinsi DKI Jakarta, perlu adanya pembatasan jumlah penduduk di Jakarta dengan cara mengadakan
iii
kembali program transmigrasi yang terencana dan pemerintah harus menyediakan terlebih dahulu daerah transmigran di wilayah berkependudukan jarang, oleh penelitian selanjutnya, sebaiknya memasukkan variabel faktor demografi seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan dan usia migran. Selain itu perlu analisis lebih jauh apakah migran yang masuk ke Jakarta lebih banyak bekerja di sektor formal atau informal. Kata kunci: Kepadatan Penduduk, Investasi Sumber Daya Manusia, Panel Data, Fixed Effect Model
iv
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI KE PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
OLEH HAIRUL H14080035
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
v
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Migrasi ke Provinsi DKI Jakarta Sebagai Bagian dari Investasi Sumber Daya Manusia (SDM) Hairul H14080035
Menyetujui, Dosen Pembimbing.
Tanti Novianti, M.Si NIP. 19721117 199802 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
vi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, April 2012
Hairul H14080035
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Hairul lahir pada tanggal 08 Februari 1991 di Tangerang Selatan tepatnya di Pondok Cabe Ilir. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Ihwanuddin dan Ibu Tati. Pendidikan yang ditempuh penulis antara lain, Sekolah Dasar tahun 19962002 di SD Negeri 04 Pondok Cabe Ilir kota Tangerang Selatan. Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2002-2005 di SMP Negeri 2 Tangerang Selatan. Sekolah Menengah Atas tahun 2005-2008 di SMA Negeri 4 Tangerang Selatan. Setelah lulus pada tahun 2008 penulis diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus Koperasi Mahasiswa (Kopma) IPB Divisi Usaha periode 2009-2010, 2010-2011 dan menjadi Ketua Pengawas Koperasi Mahasiswa (Kopma) IPB periode 2011-2012. Pada tahun 2010 penulis juga pernah menjadi Senior Resident (SR) Asrama TPB IPB.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai Bagian dari Investasi Sumber Daya Manusia (SDM)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Tanti Novianti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Prof. Dr. Rina Oktaviani sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Widyastutik, M.Si selaku komisi pendidikan yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4.
Kedua orang tua Bapak Ihwanuddin dan Ibu Tati, Abang dan Kakak (Suhardi, Wiwin, Arip Priyanto), Abang dan Kakak Ipar (Bahtiar, Holilah), serta Keponakan (Al Fiyyah Rifdah, Adam Bahtiar, M.Ladunni) atas segala kasih sayang, doa, motivasi, semangat dan inspirasi yang telah diberikan selama ini.
5.
Kak Mutiara Probokawuryan, SE yang telah memberikan banyak bantuan dan pengajaran mengenai Panel Data.
6.
Shafiyyatul Ghina beserta keluarga atas bantuan dan semangatnya selama penulis menjalani pendidikan.
7.
Desi Erilia Juanda, Lusiana Manik, dan Cahyana Depta sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
ix
8.
Sylvani Nugraha, Winda Ristiani Noer, Ilman Dwi Santoso, Haris Fatori Aldila, dan Irwan Nursolih atas persahabatan, doa, dan semangat dari TPB hingga saat ini.
9.
Teman-teman Ilmu Ekonomi 45: Henny Priscilia, Fiona Rebecca Hutagaol, Shanty Nathalia Margaretha, Lusiana Manik, Illinia Ayudhia Riyadi, dan Ryan Ezkirianto atas persahabatan, doa, semangat, dan motivasi selama kuliah di Ilmu Ekonomi.
10.
Astria Hernisa, SP, Gilar Cahya Nirmaya, S.Si, M.Paturrohman, S.Si, Try Asrini, SE, Andri Susanti, S.Gz, Nova Prasetyanto, S.Pt dan Lia Ratih Kusuma Dewi atas dukungan, bimbingan, dan semangatnya selama ini.
11.
Suprianto, Fadia Bulky, Tina Evita Sari, Susi Hartika, Susanti, dan Desyana Nurcahyani atas persahabatan, doa, motivasi, dan semangat selama kurang lebih 9 tahun ini.
12.
Teman-teman DR A-14, Ade Fitrian, Yogi Candra Hidayat, Dwipanca Prabuwisudawan, Andri Lesmana, dan Rizky Radityo atas persahabatan dan semangat dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
13.
Adik-adik angkatan 47 lorong 6 dan 7 Gedung C3, Asrama Putra TPB IPB atas doa dan motivasinya selama ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Maret 2012
Hairul H14080035
x
DAFTAR ISI DAFTAR ISI………………………………………………………………… x DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xiii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xiv I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1 1.1. Latar Belakang…………………………………………………... 1 1.2. Perumusan Masalah …………………………………………….. 6 1.3. Tujuan Penelitian.……………………………………………….. 8 1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 9 II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 10 2.1. Teori Migrasi……..……………………………………………… 10 2.2. Penyebab Migrasi…………………...…………………………… 12 2.3. Migrasi Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia ……………… 18 2.4. Panel Data……………………………………………………….. 20 2.4.1. Pooled Least Square…………………………………….. 21 2.4.2. Efek Tetap (Fixed Effect)……………………………….. 21 2.4.3. Efek Acak (Random Effect) …………………………….. 22 2.5. Penelitian Terdahulu………………….…………………………. 23 2.6. Kerangka Pemikiran……………………………………………... 26 2.7. Hipotesis Penelitian…………….………………………………... 28 III. METODE PENELITIAN ……………………………………………. 30 3.1. Jenis dan Sumber Data…...……………………………………… 30 3.2. Teknik Pengolahan Data…..……………………………….……. 31 3.3. Perumusan Model.………………………………………………. 32 3.4. Definisi Operasional…………………………………………….. 33 3.5. Uji Hipotesis…………………………………………………….. 34 3.5.1. Uji-F…………………………………………………….. 35 3.5.2. Uji-t…………………………………………..…………. 35 3.5.3. Koefisien Determinasi…………………………………... 36 3.6. Uji Asumsi………………………………………………………. 36 3.6.1. Uji Heteroskedastisitas …………………………………. 37 3.6.2. Uji Multikolinearitas……………...…………………….. 38 3.6.3. Uji Autokorelasi…….…………………………………... 38 3.6.4. Uji Normalitas…………………………………………... 39
xi
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA……………….. 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan………………………..... 4.2. Kondisi Perekonomian…………………………………………... 4.3. Ketenagakerjaan………….……………………………………… 4.4. Kebijakan DKI Jakarta Terkait dengan Ketenagakerjaan………. V. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….. 5.1. Hasil Estimasi dan Evaluasi Model……...……………………… 5.2. Interpretasi Model……………………………………………….. VI. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….. 6.1. Kesimpulan……………………………………………………… 6.2. Saran……………………………………………………………... DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. LAMPIRAN………………………………………………………………….
41 41 42 45 50 54 54 59 63 63 63 65 67
xii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1.
Halaman
Migran Masuk dan Keluar DKI Jakarta Menurut Tempat Lahir (Lifetime Migrans), 1990, 2000, dan 2005 dalam jiwa………............
5
Distribusi Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2000, 2005 dan 2010 (per km2)…………………………………………………
6
3.1.
Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya…………..
39
4.1.
Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota administratif 2009………………………………….
42
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000-2010…………………….
44
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2010………………………...........
45
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011………………………...........
47
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Sektor Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011……………...............
48
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011…………………………………………………….
49
Penduduk usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011…………..
50
5.1.
Hasil Estimasi Model Migrasi dengan Model Fixed Effect………….
55
5.2.
Hasil Uji Normalitas Model Migrasi ke Jakarta………………...........
56
1.2.
4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6.
4.7.
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Kerangka Pemikiran Penelitian………………………………………
28
3.1.
Statistik Durbin-Watson……………………………………………...
39
5.1.
Hasil uji normalitas pada Eviews 6…………………………………..
56
5.2.
Standardized Residual untuk melihat homoskedastisitas…………….
57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3.
Halaman
Data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi dalam Juta Rupiah………………………………………………………………..
68
Data Upah Minimum Regional (UMR) Tiap Provinsi dalam Rupiah…………………………………………………………
69
Data Jumlah Penduduk Menurut Provinsi……………………………
70
2
4.
Data Jumlah Kepadatan Penduduk Tiap Provinsi (km )…………….
71
5.
Data Jumlah Migrasi Penduduk Masuk Jakarta dalam Jiwa…………
72
6.
Presentase Rasio PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tiap Provinsi terhadap Jakarta………………………………………………………
73
Presentase Rasio UMR tiap Provinsi terhadap Jakarta dalam Persen………………………………………………………………...
74
Presentase Rasio Jumlah Penduduk Tiap Provinsi Terhadap Jakarta………………………………………………………………...
75
Presentase Rasio Kepadatan Penduduk Tiap Provinsi Terhadap Jakarta (km2)…………………………………………………………
76
10.
Variabel-variabel dalam Model Migrasi……………………………..
77
11.
Hasil Estimasi Model Pooled………………………………………...
78
12.
Hasil Estimasi Model Fixed Effect…………………………………...
81
13.
Hasil Estimasi Model Random Effect………………………………...
82
14.
Hasil Estimasi Uji-CHOW…………………………………………...
83
15.
Hasil Estimasi Hausman-Test………………………………………..
84
16.
Hasil Uji Normalitas………………………………………………….
85
17.
Uji Homoskedastisitas………………………………………………..
86
18.
Tabel Individual Effect……………………………………………….
87
7. 8. 9.
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan pedesaan yang tidak
seimbang menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif yang seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah dan berbagai pihak, terutama dikaitkan dengan isu kemiskinan dan pemerataan. Salah satu isu yang sering disoroti adalah tingginya arus migrasi terutama desa ke kota yang semakin meningkat intensitasnya (Sunario, 1999). Dalam mencapai tujuan di bidang ekonomi secara efisien mengharuskan adanya alokasi sumberdaya secara optimal, baik sumberdaya modal (seperti gedung, uang, mesin), sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Migrasi adalah salah satu bentuk realokasi sumberdaya modal manusia. Seperti halnya sumberdaya modal, sumberdaya manusia cenderung memilih ke daerah yang memberikan imbalan relatif lebih tinggi. Penawaran akan suatu keahlian di suatu wilayah relatif tinggi terhadap permintaan yang ada, sehingga balas jasa untuk pemilik keahlian itu menjadi rendah. Dengan mutu yang sama, orang tersebut dapat memperoleh balas jasa yang lebih tinggi apabila ia pindah ke daerah lain yang permintaan akan jasanya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran yang ada di daerah asalnya (Artika, 2003). Pembangunan yang tidak seimbang dan disparitas antar daerah menyebabkan perpindahan penduduk yang dapat menimbulkan masalah baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang dituju. Daya tarik kota seperti, kesempatan memperoleh pendidikan, pekerjaan, wiraswasta dan penawaran jasa
2
lainnya, sebagai bagian dari proses modernisasi, merupakan komponen yang dapat memotivasi sehingga memperbesar arus perpindahan itu baik untuk tujuan menetap, sementara, atau mungkin perpindahan sirkuler (Artika, 2003). Selain itu menurut Hauser et al (1985) arus penduduk dari desa ke kota sebagian besar akibat daya tarik upah yang lebih tinggi berkat daya produksi yang lebih tinggi di kota. Penggunaan teknologi pada abad XX untuk pembangunan ekonomi ternyata melahirkan tata industri yang bersifat padat modal bukan yang bersifat padat karya, sehingga kebijakan ini cenderung mendorong buruh petani ke perkotaan. Di bidang industri ternyata mengalami keterbatasan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, mungkin saja arus penduduk dari desa ke kota tetap berjalan terus dan semakin cepat, sementara kesempatan kerja di kota tetap terbatas sehingga akan menimbulkan permasalahan. Menurut Todaro dan Smith (2004), kebijakan yang dijalankan pada dekade yang lalu, yang lebih mengutamakan modernisasi industri, kecanggihan teknologi, dan pertumbuhan metropolis, jelas telah menciptakan ketimpangan geografis dalam penyebaran kesempatan atau peluang-peluang ekonomi, sekaligus menjadi penyebab utama perpindahan secara besar-besaran penduduk desa ke kota yang terus menerus. Kebijakan pemerintah sering kali bias kota, yaitu dengan lebih mementingkan investasi industri dan mengabaikan sektor pertanian. Pemerintah mementingkan investasi industri untuk bidang sarana umum yang dibangun di kota dengan alasan kota adalah pusat kegiatan ekonomi (Manning dan Effendi, 1985). Sektor non pertanian di pedesaan hampir tidak berkembang, keadaan sebaliknya bisa terjadi di perkotaan, yaitu luasnya kesempatan untuk dapat
3
bekerja di sektor non pertanian. Hal ini membuat adanya keterkaitan masyarakat desa pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi yang tidak diperoleh selama mereka tinggal di desa (Suharso, 1994). Migrasi umumnya dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup secara ekonomi. Salah satu daya tarik kota yaitu banyaknya peluang kerja di luar sektor pertanian. Adanya migrasi desa kota berakibat pada pergeseran mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di kota (Erwindo et al, 1992) Menurut Manning dan Effendi (1985), migrasi desa-kota merupakan suatu faktor utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan kota di negara berkembang. Namun dalam hal ini migrasi yang terlalu cepat dan tidak teratur menyebabkan penduduk desa yang berbondong-bondong mencari pekerjaan di kota mengalami kekecewaan karena besarnya jumlah mereka yang mencari pekerjaan itu sendiri. Hal ini akan membuat persaingan di antara mereka ditambah dengan persaingan dari penduduk kota. Para migran yang berasal dari desa rata-rata umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan keterampilan yang dimiliki juga terbatas. Tapi adanya persaingan di dunia kerja mengharuskan mereka untuk memiliki kemampuan yang lebih dari orang lain. DKI Jakarta merupakan kota yang menarik bagi para pengangguran di desa untuk mengadu nasib. Meskipun hidup mereka dalam keterbatasan namun mereka tetap yakin bahwa dirinya lebih baik berada di kota dari pada sebelumnya di desa. Meskipun pendapatan yang mereka dapatkan kecil tapi itu lebih baik dibandingkan dengan pendapatan mereka di desa. Selain itu, maraknya gengsi atau aktualisasi diri yang merasa hebat ketika mereka berada di kota
4
menyebabkan masyarakat desa cenderung pindah ke kota. Berbagai masalah mulai timbul akibat semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk di Jakarta. Salah satu masalah fisik yang dihadapi adalah adanya rumah liar dan pemukimanpemukiman kumuh yang hadir di Jakarta. Bagi pelaku mobilitas penduduk, kota besar seperti Jakarta merupakan daerah tujuan utama bagi mereka. Pada tahun 1990 hingga 2000 migran masuk DKI Jakarta mengalami peningkatan sebesar 380.875 jiwa atau naik sebesar 12,13 persen. Namun pada tahun 2005 migran masuk DKI Jakarta turun sebesar 448.313 jiwa atau sekitar 14,5 persen. Selain karena turunnya angka fertilitas, migrasi keluar DKI Jakarta (utamanya ke kota-kota sekitarnya) diperkirakan menjadi faktor utama penurunan tingkat migrasi ini dan terlihat dalam jumlah migran keluar Jakarta meningkat sebesar 198.066 jiwa dari tahun 2000 ke 2005 atau sebesar 10,7 persen (BPS, 2010). Tabel 1.1. menjelaskan bahwa meski jumlah migran keluar DKI Jakarta tiap lima tahun meningkat namun jumlah migran masuk DKI Jakarta masih cukup tinggi yaitu sebesar 3.072.238 jiwa pada tahun 2005. Hal ini semakin menunjukkan bahwa tujuan utama bagi pelaku mobilitas penduduk adalah DKI Jakarta. Migran masuk seumur hidup ke DKI Jakarta pada tahun 2005 di dominasi oleh mereka yang berasal dari Jawa Tengah (41,47 persen), Jawa Barat (24,21 persen), dan Jawa Timur (9,83 persen). Selanjutnya, tiga provinsi di Pulau Sumatra, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan juga memberikan kontribusi yang besar pada migran masuk seumur hidup ke DKI Jakarta.
5
Tabel 1.1.
Tempat Lahir/ Tempat Tinggal sekarang Sumatra utara Sumatra Barat Riau Sumatra Selatan Lampung Prop. Lain di Sumatra Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku+ Irja Jumlah
Migran Masuk dan Keluar DKI Jakarta Menurut Tempat Lahir (Lifetime Migrans), 1990, 2000, dan 2005 dalam jiwa 1990 Migran Masuk
2000 Migran Keluar
Migran Masuk
2005 Migran Keluar
Migran Masuk
Migran Keluar
200.135
14.096
230.137
19.640
174.847
20.456
154.485
15.107
152.966
16.485
141.249
24.354
22.237 93.088
11.992 16.752
24.179 65.565
22.329 11.955
26.968 56.174
17.006 19.502
24.184 34.855
16.954 11.798
52.293 80.274
17.582 13.967
55.818 39.096
15.439 7.537
859.938 1.139.985
794.987 67.492
924.020 1.277.549
1.515.672 85.250
743.558 1.274.304
1.680.538 99.986
90.339 301.476
19.342 34.710
126.889 355.270
25.692 46.852
124.229 302.093
30.863 56.339
9.027 21.248
3.535 3.422
10.007 26.378
8.487 4.639
4.779 15.200
6.487 9.026
88.722 80.031 19.926
17.343 16.604 7.036
85.368 86.804 22.852
22.993 18.812 6.309
87.672 14.816 11.435
22.517 18.766 5.914
3.139.676
1.051.170
3.520.551
1.836.664
3.072.238
2.034.730
Sumber: BPS (1992, 2001, 2006) Selain jumlah migrasi masuk Jakarta yang masih relatif besar, kepadatan penduduk Provinsi DKI Jakarta juga semakin padat. Dari Tabel 1.2. dapat dilihat bahwa pada tiap lima tahun kepadatan penduduk DKI Jakarta semakin meningkat sehingga menjadikan Jakarta sebagai provinsi terpadat dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia.
6
Tabel 1.2.
Distribusi Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2000, 2005 dan 2010 (per km2)
Provinsi Aceh Sumatra utara Sumatra Barat Riau Sumatra Selatan Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Sumber: BPS, 2010
1.2.
Kepadatan Penduduk (per km2) 2000 2005 2010 68 78 77 160 169 178 101 106 115 45 52 64 68 73 81 194 201 219 12.592 13.344 14.440 1.010 1.126 1.216 952 982 987 996 1.049 1.102 727 757 784 545 601 673 199 208 242 81 90 96 27 28 30 12 12 14 69 75 94 11 12 17 131 139 164 68 75 92 35 36 43 153 85 172 48 51 59 25 27 33 5 7 9
Perumusan Masalah Salah satu masalah di bidang kependudukan di Indonesia adalah
penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang tidak merata. Disatu pihak Pulau Jawa memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi, sementara itu beberapa daerah lain seperti Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan dan Pulau Irian Jaya memiliki kepadatan penduduk yang jarang. Tidak meratanya penyebaran
7
penduduk dan tenaga kerja antar daerah di Indonesia ini akan memengaruhi laju pembangunan di masing-masing daerah. Di sisi lain, keterlambatan dan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di daerah luar Jakarta mengakibatkan masyarakat daerah bermigrasi ke Jakarta untuk mencari pendapatan yang lebih tinggi. Akibatnya terjadi kepadatan penduduk dan pengangguran yang tinggi di Jakarta. Dampak kepadatan dan pengangguran ini menimbulkan berbagai masalah, baik masalah sosial maupun masalah ekonomi, diantaranya kriminalitas meningkat, pemukiman kumuh timbul dimana-mana, kemacetan tinggi, menurunnya tingkat pelayanan dan prasarana perkotaan, yang pada akhirnya mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk Jakarta. Besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi ke Jakarta tidak terlepas dari kelemahan pembangunan di daerah luar Jakarta. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat upah di daerah dibandingkan dengan tingkat upah di Jakarta. Pertumbuhan jumlah migrasi ke Jakarta setiap tahun yang relatif besar di dorong oleh keinginan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup di Jakarta sementara jumlah lapangan kerja tak mampu lagi menyerap lapangan kerja. Setiap tahun DKI kedatangan sekitar 200.000-250.000 penduduk baru yang masuk bersama pemudik pasca lebaran yang sangat besar (Dinas Kependudukan, 2005). Sedangkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah tidak bertambah, bahkan sebaliknya, terutama ketersediaan lapangan pekerjaan. Jumlah migrasi masuk ke DKI Jakarta relatif paling tinggi dibandingkan dengan wilayah provinsi lainnya. Jumlah penduduk DKI Jakarta murni pada tahun 2005 sebesar 8.860.000 jiwa, namun jika ditambah dengan para tenaga kerja dari sekitar Jakarta bisa mencapai 12 juta orang. Jumlah migran yang masuk tahun 2005
8
sebesar 3.072.238 jiwa. Padahal pertumbuhan penduduknya yang murni sangat rendah yaitu 0,17 persen per tahun, dilihat dari kepadatan penduduk Jakarta menempati posisi tertinggi yaitu 13.344 orang per kilometer persegi pada tahun 2005 (BPS, 2010) Pada tahun 2010 jumlah penduduk DKI Jakarta murni sebesar 9.588.200 jiwa, meningkat dari tahun 2005 yang mencapai 728.200 jiwa. Adapun mengenai laju pertumbuhan penduduk masih relatif rendah yaitu sebesar 1,39 persen per tahun. Dilihat dari kepadatan penduduk Jakarta pada tahun 2010, sebesar 14.440 orang per kilometer persegi yang tetap menempati posisi tertinggi dalam tingkat kepadatan penduduk (BPS, 2010). Di sisi tingkat UMR daerah DKI Jakarta memiliki peringkat paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia yaitu sebesar Rp 1.118.009. Sedangkan jumlah seluruh Pendapatan Regional Domestik Bruto sebesar 862.158.910 rupiah pada tahun 2010 (BPS, 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka ada permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi apakah yang mendorong penduduk untuk melakukan migrasi ke DKI Jakarta.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas,
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.
9
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah: 1.
Bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan efisiensi penyebaran penduduk dan tenaga kerja ke DKI Jakarta.
2.
Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
3.
Bagi penulis diharapkan dapat menjadi tempat untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan sekaligus menambah pengalaman selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori dalam penelitian ini. Adapun pustaka tersebut adalah teori migrasi, penyebab migrasi, migrasi sebagai investasi sumber daya manusia, panel data, beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi dalam penyusunan penelitian. Bagian terakhir dalam bab ini akan dijelaskan kerangka pemikiran yang mendasari penelitian. 2.1.
Teori Migrasi Migrasi adalah suatu gerak penduduk secara geografis, spasial atau
teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tujuan (Rusli, 1994). Sedangkan menurut Lee (1966) mengatakan bahwa yang disebut migrasi haruslah melibatkan faktor terjadinya perubahan tempat tinggal yang permanen dengan tidak usah memperhatikan jarak yang ditempuh dalam proses perpindahan tersebut. Dalam menelaah migrasi ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Ukuran yang pasti untuk dimensi waktu tidak ada, karena sulit menetapkan berapa lama seorang pindah tempat tinggal agar dapat dianggap sebagai seorang migran, tetapi biasanya digunakan definisi yang digunakan dalam sensus penduduk (Munir, 1981). Mantra (1994) mengatakan bahwa seseorang dikatakan melakukan migrasi jika melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu relatif tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari suatu unit geografis ke unit geografis lainnya. Mobilitas
11
penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang melintas batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu. Secara umum ada dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal hanya terjadi diantara unit-unit geografis dalam suatu negara misalnya antar provinsi, kota atau kesatuan administrasi lainnya. Sedangkan migrasi internasional yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain (Rusli, 1994). Menurut Munir (1981) ada beberapa jenis migrasi yang perlu diketahui yaitu: 1.
Migrasi masuk yaitu masuknya penduduk kesuatu daerah tempat tujuan.
2.
Migrasi keluar yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal.
3.
Migrasi netto adalah selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar. Apabila migrasi yang masuk lebih besar daripada migrasi keluar maka disebut migrasi netto positif, sedangkan jika migrasi keluar lebih besar daripada migrasi masuk disebut migrasi netto negatif.
4.
Migrasi total.
5.
Migrasi semasa hidup.
6.
Migrasi parsial.
7.
Arus migrasi. Definisi migran menurut PBB dalam Artika (2003) adalah seseorang yang
berpindah tempat kediaman dari suatu unit administratif atau politis ke unit daerah administratif atau daerah politis yang lain. Banyak ahli dan penelitian mengatakan bahwa migran bersifat selektif. Terdapat ciri khusus yang membedakan migran dan non migran, terutama dalam hal umur, jenis kelamin, pendidikan, status
12
perkawinan dan jenis pekerjaan. Dengan adanya sifat selektif dalam proses migrasi maka timbullah ciri-ciri atau sifat-sifat karakteristik dari mereka yang turut serta dalam proses migrasi tersebut. Alatas dan Edy (1992) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, yaitu migran semasa hidup, migran kembali, migran total dan migran risen. Migran semasa hidup (life time migran) adalah orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal di tempat kelahirannya, sedangkan migran kembali adalah orang yang kembali ke tempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ke tempat lain. Migran total adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat lain (selain tempat kelahirannya), jadi dalam migrasi total mencakup pengertian migran semasa hidup dan migran kembali, secara spesifik jumlah migran total dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran risen adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan. Dilihat dalam satu tahun atau lima tahun terakhir, maka migran risen adalah mereka yang pada saat pencacahan tinggal ditempat yang berbeda dengan tempat tinggal lima tahun sebelumnya.
2.2.
Penyebab Migrasi Migrasi dilakukan seseorang karena adanya tekanan lingkungan alam,
ekonomi, sosial dan budaya. Menghadapi tekanan lingkungan ini ada tiga kemungkinan yang dilakukan masyarakat. Pertama, mereka yang bertahan di tempat, karena menganggap tempat yang sekarang adalah tempat terbaik dan dianggap paling banyak memberikan kemungkinan bagi terpenuhinya kebutuhan
13
hidup tentu saja tidak dilupakan kemungkinan usaha perbaikan lingkungan hidupnya dan pembaharuan. Kedua, mereka pindah tempat atau migrasi. Ketiga, mereka melakukan peralihan antara keduanya, yaitu tetap tinggal di tempat lama tetapi mencari pekerjaan baru secara berkala dan terus menerus atau commutery (Hugo, 1981). Menurut Hardjosudarmo (1965) terjadinya migrasi disebabkan oleh tiga faktor yaitu: 1.
Faktor pendorong (push factor) yang ada pada daerah asal, yakni adanya pertambahan penduduk yang mengakibatkan timbulnya tekanan penduduk, adanya
kekeringan
sumber
alam,
adanya
fluktuasi
iklim,
dan
ketidaksesuaian diri dengan lingkungan. 2.
Faktor penarik (pull factor) yang ada pada daerah tujuan, yakni adanya sumber alam serta sumber mata pencaharian baru, adanya pendapatanpendapatan baru, dan iklim yang sangat baik.
3.
Faktor lainnya (other factor), yakni adanya perubahan-perubahan teknologi,
seperti
munculnya
mekanisasi
pertanian
yang
bias
menyebabkan berkurangnya permintaan tenaga kerja untuk pertanian. Hal ini memaksa buruh tani untuk pindah ke tempat atau pekerjaan lain. Selain itu juga karena adanya perubahan pasar, faktor agama, politik dan faktor pribadi. Sedangkan menurut Sumaryanto dan Halim (1989) dalam Refiani (2006), arus dan volume migrasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat daya tarik (pull) atau daya dorong (push). Daya tarik dapat berupa produktivitas kerja yang lebih tinggi di daerah tujuan atau fasilitas lain yang memungkinkan individu itu
14
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sedangkan daya dorong pada umumnya berupa suatu set peubah yang menyebabkan individu itu merasa sulit memperbaiki taraf hidupnya di tempat asal. Sebagai contoh, pemilikan aset yang rendah, kesempatan kerja yang sempit, produktivitas kerja di tempat asal yang rendah, dan lain-lain. Perbedaan tingkat gerak penduduk di desa-desa berkaitan dengan ketimpangan sosial dan regional. Rhoda (1980) dalam Anitawati dan Chairil (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor pendorong dan penarik mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana orang yang terdorong untuk bermigrasi juga tertarik oleh harapan untuk menemukan sesuatu yang lebih baik di tempat tujuan. Perolehan lowongan pekerjaan bagi migran di daerah tujuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain
faktor
individu
seperti
tenaga
kerja,
pendidikan,
keterampilan/keahlian non pertanian dan umur, serta faktor informasi. Informasi pekerjaan dapat bersumber antara lain dari teman dan saudara. Munir
(1981)
mengelompokkan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
seseorang melakukan migrasi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong misalnya: 1.
Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu dan bahan dari hasil pertanian.
2.
Menyempitnya lapangan kerja di daerah asal (misalnya pedesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive).
3.
Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, dan suku di daerah asal
15
4.
Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal.
5.
Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi.
6.
Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Sementara faktor-faktor penarik antara lain: 1.
Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan kerja.
2.
Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
3.
Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.
4.
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
5.
Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.
6.
Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik orang-orang dari desa atau kota kecil. Mantra (1994) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah
motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro dan Smith (2004) menyebut motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Faktor yang memengaruhi untuk melakukan migrasi ke perkotaan karena adanya dua harapan, yaitu harapan untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di pedesaan.
16
Menurut Todaro (2004) karakteristik yang penting dari para migran pada dasarnya dibagi dalam tiga kategori umum, yaitu demografis, pendidikan dan ekonomi. 1.
Karakteristik demografis. Para migran di kota negara-negara berkembang umumnya terdiri dari pemuda yang berumur antara 15 sampai 24 tahun.
2.
Karakteristik pendidikan. Tampaknya
ada asosiasi yang jelas antara
tingkat pendidikan dengan kecenderungan untuk bermigrasi, yaitu mereka yang berpendidikan lebih tinggi, lebih banyak melakukan migrasi daripada yang berpendidikan rendah. 3.
Karakteristik ekonomi. Presentase yang paling besar dari para migran adalah mereka yang miskin, tidak punya sawah atau tanah, orang yang tidak punya keterampilan dan sudah tidak ada kesempatan lagi untuk bekerja di tempat asal. Greenwood (1975) mengemukakan beberapa variabel/faktor yang
menentukan seseorang untuk bermigrasi, yaitu: 1.
Jarak dan biaya langsung perpindahan. Migrasi akan menurun dengan semakin jauhnya jarak, karena jarak dapat berfungsi sebagai pencerminan dari biaya transportasi dan biaya perjalanan.
2.
Pendapatan. Migran potensial akan memilih lokasi dimana nilai nyata dari manfaat bersih yang diharapkan adalah terbesar, artinya seseorang akan melakukan migrasi bila pendapatan bersih di daerah tujuan lebih besar daripada di daerah asal.
3.
Informasi. Informasi yang tersedia mengenai daerah alternatif memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan dari kaum migran untuk
17
menentukan daerah tujuan. Umumnya orang akan cenderung menuju tempat dimana ia telah mengetahui informasi mengenai daerah tersebut dari pada daerah yang mereka tidak ketahui atau hanya sedikit informasi yang tersedia. 4.
Karakteristik migran dan keputusan bermigrasi. Karakteristik yang menentukan dalam keputusan melakukan migrasi adalah umur dan tingkat pendidikan. Peluang melakukan migrasi pada angkatan kerja menurun seiring dengan meningkatnya umur. Semakin tinggi pendidikan akan memperbesar peluang seseorang untuk melakukan migrasi, sebab dengan semakin tinggi pendidikan, maka informasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan juga besar. Migrasi
dari
pedesaan
ke
perkotaan
mencerminkan
adanya
ketidakseimbangan antara pedesaan dan perkotaan. Kebutuhan hidup yang terus meningkat menuntut setiap orang terutama para kepala keluarga untuk mencari penghasilan yang lebih besar. Jika di daerah tempat tinggal dianggap tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang mempunyai penghasilan yang layak maka mereka akan lebih memilih untuk bermigrasi. Pilihan ini merupakan pilihan terbaik mereka, meskipun belum pasti apakah mereka akan mendapatkan pekerjaan atau tidak di tempat tujuan. Mantra (1994) mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi arah dan arus migrasi penduduk di Indonesia, diantaranya adalah: 1.
Pasang surutnya pembangunan di provinsi tujuan.
2.
Tersedianya pasaran kerja.
3.
Letaknya yang berdekatan.
18
4.
Merupakan daerah penerimaan transmigrasi. Wilayah perkotaan dengan proses pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dan fasilitas yang lengkap mendorong setiap orang terutama pengangguran untuk mengadu nasib. Arus masuk migrasi akan semakin banyak dalam waktu yang relatif cepat. Migrasi masuk ke kota (termasuk kota Jakarta) sangat erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang bersifat bias kota (urban bias). Pembangunan di DKI Jakarta yang memiliki peran dan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, telah menarik penduduk desa untuk datang ke kota ini dalam upaya mendapatkan kesempatan kerja atau usaha, lebih-lebih ketika lapangan pekerjaan di desa sangat terbatas. Fenomena ini sejalan dengan teori Todaro (2004) yang menjelaskan terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah atau pendapatan yang besar antara desa dan kota mendorong penduduk desa untuk datang ke kota.
2.3.
Migrasi Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia Investasi dapat dilakukan bukan saja dalam bentuk fisik yang sudah biasa
dikenal, akan tetapi yang dinilai pada saat ini adalah investasi di bidang sumberdaya manusia. Investasi di bidang sumberdaya manusia dinamakan human capital, salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk migrasi atau perpindahan penduduk (Simanjuntak, 1985). Menurut Simanjuntak (1985) seseorang mau atau berusaha pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Seseorang berpindah tempat berarti dia mengorbankan pendapatan yang
19
seharusnya dapat diterima di tempat asal. Misalkan setiap tahun seseorang seharusnya menerima upah di tempat asal dan akan menerima upah di tempat tujuan. Besarnya arus pendapatan yang seharusnya diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan penghasilan yang dikorbankan untuk memperoleh arus pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Dalam hal ini besarnya arus pendapatan yang diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan biaya tidak langsung atau opportunity cost untuk memperoleh pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Kecuali biaya tidak langsung untuk perpindahan seperti itu, orang mengeluarkan juga biaya yang langsung dalam bentuk ongkos pengangkutan, biaya memindahkan barang-barang rumah tangga, tambahan biaya perumahan dan lain-lain. Baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung tersebut dipandang sebagai investasi yang melekat pada diri migran. Imbalannya adalah arus pendapatan di tempat tujuan. Todaro dan Smith (2004) mengemukakan bahwa teori modal manusia (human capital) ini terkait dengan pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas (keahlian, pengetahuan dan pengalaman) jika terjadi peningkatan pada hal-hal tersebut. Pada teori ini menyatakan bahwa setelah investasi awal dilakukan, maka akan dihasilkan tingkat pengembalian (aliran penghasilan) pada masa yang akan datang. Tingkat pengembalian (rate of return) dapat diperoleh dan dibandingkan dengan pengembalian dari investasi lain, yaitu dengan cara memperkirakan nilai diskonto sekarang dari aliran pendapatan yang meningkat yang mungkin dihasilkan dari investasi-investasi tersebut dan membandingkannya dengan biaya langsung dan biaya tidak langsung.
20
2.4.
Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time
series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah: a.
Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.
b.
Panel data memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien.
c.
Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran,
perpindahan
pekerjaan,
atau
perubahan
kebijakan
pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaianpenyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d.
Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni.
e.
Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode
pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).
21
2.4.1. Pooled Least Square Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiiki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu : Yit = α + β Xit + εit ………………………………………………………………………………………… (2.1) dimana: Yit
= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
α
= intersep yang konstan antar individu cross section i
Xit
= variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i
β
= parameter untuk variabel bebas
εit
= komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i
2.4.2. Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisasi secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan
22
memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.2). Yit = αi + βj xjit + εit …………………………………………………..(2.2) dimana: Yit
= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
αi
= intersep yang akan berbeda antar individu cross section i
xjit
= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
βj
= parameter untuk variabel ke j
εit
= komponen error di waktu t untuk unit cross section i
2.4.3. Efek Acak (Random Effect) Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah: Yit
= αi + β Xit + εit ………………………………………………..(2.3)
εit
= uit + vit + wit ………………………………………………...(2.4)
23
dimana: uit ~ N(0,δu2) = komponen cross section error, vit ~ N(0,δv2) = komponen time series error, wit ~ N(0,δw2) = komponen combination error, kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
2.5.
Penelitian Terdahulu Berbagai studi tentang migrasi menunjukkan bahwa banyak faktor yang
dapat memengaruhi terjadinya migrasi, baik itu yang bersifat motivasi ekonomi maupun non ekonomi. Analisis serta kajian terhadap fenomena migrasi telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berikut ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu dengan berbagai pendekatan yang secara khusus menganalisis terjadinya migrasi. Hasil penelitian Levy dan Walter (1974) di Venezuela menunjukkan bahwa: 1.
Jarak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap migrasi, baik migran yang tidak berpendidikan maupun migran yang berpendidikan dasar dan lanjutan, dimana semakin jauh jarak yang ditempuh migran akan mengurangi jumlah migrasi ke Venezuela. Pengaruh jarak ini semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan migran.
2.
Jumlah migrasi akan menurun dengan meningkatnya upah di daerah asal dan jumlah migran akan meningkat dengan meningkatnya upah di daerah tujuan (Venezuela). Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa migran
24
yang berpendidikan lebih respon terhadap perubahan upah baik di daerah asal maupun di daerah tujuan dari pada migran yang tidak berpendidikan. 3.
Tingkat pengangguran di daerah asal mempunyai hubungan positif dengan jumlah migrasi, sedangkan tingkat pengangguran di daerah tujuan (Venezuela) mempunyai hubungan yang negatif dengan jumlah migrasi.
4.
Jumlah penduduk total baik untuk daerah asal maupun daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah migrasi di Venezuela. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa jumlah penduduk total di daerah asal pengaruhnya semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan dan untuk jumlah penduduk total di daerah tujuan pengaruhnya semakin besar dengan semakin tinggi pendidikan migran.
5.
Presentase jumlah penduduk yang tinggal di kota (urban) untuk daerah asal mempunyai hubungan negatif dengan jumlah migrasi dan untuk daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini terjadi untuk migran yang tidak sekolah maupun yang berpendidikan dasar dan lanjutan. Mantra (1987) dalam analisisnya mengenai migrasi penduduk di Indonesia
berdasarkan hasil survei penduduk antar sensus memperoleh beberapa karakteristik para migran, diantaranya adalah: 1.
Umur migran terkonsentrasi pada kelompok umur 25-44 tahun, dimana kelompok ini merupakan kelompok umur produktif. Pada kelompok umur 15-19 tahun persentase migran perempuan lebih besar dari persentase migran laki-laki, pada umur-umur ini migran perempuan pada umumnya belum kawin.
25
2.
Kebanyakan dari migran bekerja di sektor informal. Sekitar 45 persen sebagai buruh, hampir seperempatnya berusaha sendiri, sekitar 15 persen bekerja sebagai buruh tetap.
3.
Pendidikan migran relatif lebih tinggi dari
pendidikan non-migran.
Namun demikian migran yang telah berusia lanjut (50 tahun ke atas) tingkat pendidikannya rendah. Migran yang berumur muda (20-49 tahun) beberapa sudah ada yang tamat Sekolah Menengah Tingkat Atas, bahkan ada yang telah tamat dari perguruan tinggi. Migran yang menuju ke kota tingkat pendidikannya lebih tinggi daripada migran yang menuju ke desa. Solimano (2002) melakukan penelitian di Argentina mengungkapkan bahwa migrasi penduduk ke Amerika Serikat dan Eropa atau Negara yang lebih maju dengan pendekatan ekonomi dan politik. Model yang digunakan adalah dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS): NMt = a + bX1t + cX2(t-1) + dX3t + eX4t + random termt ………………………..(2.1) Dimana: NM
= net migrasi penduduk dari negara pengirim ke negara penerima
X1
= menunjukkan rasio GDP real perkapita negara penerima terhadap GDP real perkapita negara pengirim
X2
= lag net migrasi
X3
= indeks ekonomi negara penerima migran
X4
= indeks rezim pemerintahan apakah autoritarian atau demokrasi. Pendekatan ekonomi dengan melihat tingkat rasio pendapatan nasional
negara asal dengan negara tujuan. Sedangkan aspek politik dengan memasukkan rezim pemerintahan di negara asal yaitu Argentina. Hasilnya diketahui bahwa
26
hubungan yang positif dan signifikan antara selisih pendapatan nasional negara penerima dengan negara pengirim migran. Romdiati dan Noveria (2004) dalam Artika (2003) melakukan analisis mobilitas penduduk antar daerah dalam rangka pengendalian migrasi masuk ke DKI Jakarta. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa Jakarta sebagai kota metropolitan yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan pembangunan. Jakarta menjadi tujuan utama migrasi penduduk dari berbagai daerah dalam jumlah yang besar. Mereka datang ke kota ini untuk memperoleh manfaat dari semua kesempatan yang tersedia, terutama kesempatan ekonomi. Masih terbukanya peluang untuk melakukan usaha ekonomi, khususnya di sektor informal diketahui sebagai penyebab utama perpindahan penduduk dari berbagai daerah, termasuk mereka yang berketerampilan rendah menuju Jakarta. Arus migrasi menuju kota Jakarta tampak semakin diwarnai oleh pola mobilitas non-permanen dengan ciriciri kurang terampil, bekerja di sektor informal dan tinggal di pemukiman kumuh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, bahwa penelitian ini menganalisis faktor-faktor ekonomi seperti PDRB dan UMR serta faktor demografi seperti jumlah penduduk tiap provinsi serta tingkat kepadatan penduduk per kilo meter persegi dimana akan melihat sejauh mana semua variabel ini memengaruhi tingkat migrasi ke Jakarta.
2.6.
Kerangka Pemikiran Dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang ada, banyak faktor yang
memengaruhi keputusan seseorang untuk bermigrasi, pada garis besarnya dapat
27
dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu faktor-faktor pendorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors). Teori Human Capital dan Model Harris Todaro lebih memfokuskan perhatiannya pada hubungan ekonomi dan migrasi. Menurut teori Human Capital bahwa seseorang akan melakukan migrasi apabila pendapatan yang diperoleh ditempat tujuan lebih besar daripada pendapatan di daerah asal yang ditambah dengan biaya langsung migrasi (Simanjuntak, 1985). Todaro (2004) mengatakan bahwa keputusan untuk bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh berapa pendapatan yang diterima seandainya melakukan migrasi, tetapi juga memperhitungkan berapa besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan, ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja yang terdapat di suatu tempat. Semakin
banyaknya
masyarakat
yang
bermigrasi
ke
Jakarta
mengakibatkan jumlah penduduk semakin meningkat, sehingga menimbulkan berbagai masalah diantaranya masalah sosial, ekonomi dan kependudukan juga ada kaitannya dengan jumlah angkatan kerja. Keputusan migran untuk bermigrasi adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.
28
Penduduk luar Jakarta
MIGRASI
JAKARTA
Faktor Pendorong
Faktor Penarik
- PDRB provinsi asal - UMR provinsi asal - Jumlah penduduk provinsi asal
- PDRB provinsi tujuan - UMR provinsi tujuan - Jumlah penduduk provinsi tujuan
Jumlah Penduduk
Jumlah angkatan kerja
INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.7.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, faktor-
faktor yang memengaruhi migrasi secara umum ada dua faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tingkat migrasi penduduk, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Hal yang menjadi hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1.
Tingkat upah di daerah asal memiliki hubungan negatif terhadap tingkat migrasi yang masuk ke DKI Jakarta.
29
2.
Tingkat Produk Domestik Regional Bruto perkapita tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.
3.
Tingkat jumlah penduduk tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang positif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.
30
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup nasional, yang dilihat
adalah migrasi antar provinsi di Indonesia dengan daerah tujuan DKI Jakarta, sedangkan provinsi lain sebagai daerah asal. Dipilih DKI Jakarta sebagai daerah tujuan, karena provinsi ini memiliki tingkat migrasi masuk semasa hidup dan tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel 1.1). Metode dalam penelitian ini menggunakan data panel dikarenakan dalam penelitian ini terdapat data time series dan cross section. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data publikasi atau data sekunder berupa data time series lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan 2010) dan data cross section yang terdiri dari data migrasi masuk ke DKI Jakarta, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tiap provinsi berdasarkan harga berlaku, data Upah Minimun Regional (UMR) tiap provinsi dan data jumlah penduduk tiap provinsi. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran data ke Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, media internet, surat kabar, dan literatur-literatur yang berkaitan. Adapun pengambilan data PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB berdasarkan harga berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbandingan kesejahteraan antara daerah provinsi selain Jakarta terhadap Jakarta pada tahun yang bersangkutan. Setiap provinsi memiliki PDRB yang berbedabeda sesuai dengan kondisi perekonomiannya. Selain itu UMR yang digunakan
31
adalah UMR nominal, yaitu nilai UMR pada tahun bersangkutan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penduduk yang melakukan migrasi ke Jakarta hanya melihat besarnya nilai nominal upah yang akan mereka dapatkan pada tahun tersebut atau hanya melihat nilai upah relatif Jakarta terhadap provinsi selain Jakarta, tanpa memerhitungkan nilai riil upah tersebut. Selain itu, pengambilan data jumlah penduduk tiap provinsi juga dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat perbandingan dan ketimpangan akan hal kependudukan tiap provinsi yang ada di Indonesia.
3.2.
Teknik Pengolahan Data Dalam penelitian ini, data diolah dengan menggunakan program software
Eviews 6. Adapun tahap-tahap pengolahan data adalah: pertama, data PDRB berdasarkan harga berlaku tiap provinsi dibagi dengan PDRB berdasarkan harga berlaku DKI Jakarta. Kedua, data UMR tiap provinsi di Indonesia dibagi dengan UMR DKI Jakarta. Ketiga data jumlah penduduk tiap provinsi dibagi dengan jumlah penduduk DKI Jakarta. Ini dimaksudkan karena DKI Jakarta merupakan provinsi utama tujuan migrasi penduduk dari seluruh provinsi di Indonesia. Walaupun dari provinsi DKI Jakarta sendiri ada penduduk yang bermigrasi ke tiap provinsi di Indonesia, namun jumlah penduduk yang masuk DKI Jakarta lebih besar dari pada jumlah penduduk yang pindah ke luar Jakarta. Bentuk fungsi persamaannya adalah sebagai berikut.
UMR PDRB JML , , UMR.JKT PDRB.JKT JML.JKT
LnMGR
=
LnMGR
= (RUMR, RPDRB, RJML) …………………………..(3.1)
32
dimana: MGR
: jumlah migrasi penduduk dari berbagai provinsi ke Jakarta (jiwa),
UMR
: tingkat UMR tiap provinsi selain Jakarta (rupiah),
UMR.JKT
: tingkat UMR DKI Jakarta (rupiah),
PDRB
: PDRB tiap provinsi selain Jakarta (rupiah),
PDRB.JKT
: PDRB DKI Jakarta (rupiah),
JML
: jumlah penduduk tiap provinsi selain Jakarta (jiwa),
JML.JKT
: jumlah penduduk DKI Jakarta (jiwa),
RUMR
: rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta (persen),
RPDRB
: rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta (persen),
RJML
: rasio jumlah penduduk tiap provinsi terhadap jumlah penduduk Jakarta (persen).
3.3.
Perumusan Model Pada penelitian ini digunakan metode panel data dengan fixed effect. Hal
ini karena dengan fixed effect dapat diperoleh hasil intercept yang berbeda-beda antar unit cross section. Salah satu langkah dalam penelitian ini adalah menentukan model umum yang digunakan dengan menggunakan analisis fungsi regresi. Penggunaan fungsi regresi ditujukan untuk menangkap berbagai kemungkinan migrasi dan variabel-variabel yang diestimasi. Bentuk model umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ln MGRit
= αi + β1 RUMRit + β2 RPDRBit + β3 RJMLit + εit …...............(3.2)
33
dimana: LnMGRit
= jumlah migrasi penduduk ke DKI Jakarta (persen),
RUMRit
= rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta (persen),
RPDRBit
= rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta (persen),
RJMLit
= rasio jumlah penduduk tiap provinsi terhadap jumlah penduduk Jakarta (persen),
αi
= intersep model yang berubah-ubah tiap provinsi,
β1
= slope variabel UMR,
β2
= slope variabel PDRB,
β3
= slope variabel JML,
i
= provinsi ke-i,
t
= pada tahun ke-t,
ε
= error/simpangan.
3.4. Definisi Operasional Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan (3.2), maka definisi operasional variabel-variabel tersebut adalah: 1.
Migrasi adalah seseorang atau penduduk suatu provinsi pindah melintas batas wilayah provinsi dan lamanya bertempat tinggal di provinsi tujuan paling sedikit enam bulan sebelum pencacahan dilakukan, definisi ini sama dengan yang dipakai oleh sensus penduduk. Tingkat migrasi netto
34
adalah jumlah migrasi masuk yang telah dikurangi migrasi keluar dibagi dengan jumlah penduduk daerah tujuan. 2.
Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan menteri yang dinilai dan diukur dari kebutuhan hidup minimum.
3.
Rasio Upah Minimum Regional (RUMR) adalah rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta.
4.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
5.
Rasio Produk Domestik Regional Bruto (RPDRB) adalah rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta.
6.
Jumlah penduduk menggambarkan tingkat kepadatan penduduk tiap provinsi yang ada di Indonesia.
3.5.
Uji Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabel-
variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada dua jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi. Uji tersebut adalah Uji-F dan Uji-t.
35
3.5.1. Uji-F Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah : H0 : β1 = β2= β3 = βk = 0 H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.
3.5.2. Uji-t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut, H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0 Kriteria uji yang digunakan adalah jika |thitung| > tα/2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak
36
H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.
3.5.3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R 2 adalah suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0
R2 = 1 -
……………………………………………………….(3.3)
Jika nilai R2 ini mendekati satu maka model akan semakin baik. Misalkan saja nilai R2 sebesar 0,98 maka sebesar 98 persen keragaman variabel tak bebas (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan di dalam model.
3.6.
Uji Asumsi Sebagai uapaya untuk menghasilkan model yang efisien, tak bias, dan
konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran/gangguan asumsi dasar ekonometrika yang berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar daerah atau antar provinsi (cross sectional disturbance), dan gangguan akibat keduanya (Gujarati, 1995). Beberapa asumsi
37
mendasar yang perlu diuji dalam membuat persamaan adalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.
3.6.1. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpanan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi2) = ζi2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun masalah ini juga dapat terjadi dalam data time series. Pada umumnya heteroskedastisistas diperoleh pada
data
kerat
lintang
(cross
section).
Jika
pada
model
dijumpai
heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995). Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisistas, digunakan uji-White Heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews 6. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid pada Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk men-treatmen pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.
38
3.6.2. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinearitas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-Squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda, 2009).
3.6.3. Uji Autokorelasi Menurut Widarjono dalam Guntur (2010), autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota obsevasi satu dengan observasi yang berlainan waktu. Autokorelasi bisa didefinsikan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Ada beberapa metode untuk uji autokorelasi antara lain metode BreuschGodfrey dan metode Durbin-Watson (DW). Uji korelasi Durbin-Watson relatif mudah dilakukan karena informasi nilai statistik hitungnya selalu diinformasikan setiap program komputer termasuk dalam Eviews versi 6. untuk mengetahui ada/tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Gambar 3.1.
39
Autokorelasi positif
0
Ragu-ragu
dL
Tidak ada autokorelasi
dU
2
Autokorelasi negatif
Ragu-ragu
4- dU
4- dL
Sumber: Widarjono dalam Guntur (2010) Gambar 3.1. Statistik Durbin-Watson Selain itu Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi juga dapat melihat pada Eviews6 Guide. Dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dai 1,5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. Berikut adalah Tabel 3.2. yang memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah disusun oleh Durbin Watson untuk derajat keyakinan 95 persen dan 99 persen. Tabel 3.1. Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya Nilai Durbin-Watson DW < 1,10 1,10 < DW < 1,54 1,55 < DW < 2,46 2,46 < DW < 2,90 DW > 2,91 Sumber : Firdaus, 2004
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelsi
3.6.4. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah, H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal
4
40
Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.
41
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA
Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah
satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi DKI Jakarta terletak antara 6o 12’ Lintang Selatan dan 106o 48’ Bujur Timur dengan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta bagian selatan adalah Kota Depok, bagian timur adalah Provinsi Jawa Barat, bagian barat adalah Provinsi Banten dan bagian utara adalah Laut Jawa. Luas wilayah DKI Jakarta menurut SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007 adalah sebesar 662,33 km2 untuk daratan dan 6.977,5 km2 untuk lautan termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Sedangkan secara administratif, wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota administratif dan satu kabupaten administratif yaitu Kota administratif Jakarta Selatan, Kota administratif Jakarta Timur, Kota administratif Jakarta Pusat, Kota administratif Jakarta Barat, Kota administratif Jakarta Utara dan Kabupaten administratif Kepulauan Seribu. Daerah dengan wilayah terluas adalah Kota Jakarta Timur dengan luas wilayah 188,03 km2. Sedangkan daerah dengan luas tersempit adalah Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 8,7 km2 (BPS, Jakarta dalam angka 2010). Jumlah penduduk di DKI Jakarta selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Sensus Penduduk lima tahunan, jumlah penduduk Provinsi Jakarta tahun 2000, 2005 dan 2010 secara berurut adalah 8.361.000 jiwa, 8.860.000 jiwa dan 9.588.200 jiwa. Adapun untuk kepadatan penduduk per kilo meter persegi Provinsi DKI Jakarta tahun 2000 sebesar 12.592 km 2, 13.344 km2
42
tahun 2005 dan 14.440 km2 untuk tahun 2010 (BPS, Statistik Indonesia 2010). Dari data yang telah ditunjukkan, Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya mengalami kepadatan penduduk. Berdasarkan data BPS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa penduduk di DKI Jakarta umumnya memadati wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan dengan kepadatan penduduk secara berurutan adalah 18.745 km2, 17.147 km2 dan 15.287 km2. Tabel 4.1.
No
Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota administratif 2009
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6
Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kepulauan Seribu Jumlah Sumber: BPS, 2010
4.2.
Luas (km2) 141,27 188,03 48,13 129,54 146,66 8,7 662,33
Penduduk (orang) 2.159.638 2.448.653 902.216 2.221.243 1471663 19.587 9.223.000
Kepadatan Penduduk (km2) 15.287 13.023 18.745 17.147 10.035 2.251 13.925
Kondisi Perekonomian Tujuan dari pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan visi
DKI Jakarta
adalah terwujudnya Jakarta sebagai ibukota Negara Republik
Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan (BPS, 2010). Adapun pemahaman terhadap visi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Jakarta sebagai ibukota negara dan kota perdagangan dan jasa hendaknya memiliki daya saing global dan mampu menjalankan fungsinya secara
43
efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan internasional. 2.
Jakarta hendaknya dihuni warga kota yang sejahtera, berakhlak, berbudaya dan berdisiplin tinggi, produktif serta memiliki kecintaan dan komitmen untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya.
3.
Jakarta hendaknya memilih penataan kota dan lingkungan yang baik dan manusiawi, agar dapat lebih menjamin dinamika kehidupan berkelanjutan. Sedangkan untuk mencapai visi tersebut maka dilakukan misi sebagai
berikut (BPS, 2010): 1.
Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien, efektif, kompetitif dan terjangkau.
2.
Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis partisipasi masyarakat.
3.
Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban kota.
4.
Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota.
5.
Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik. Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kondisi
perekonomian suatu daerah adalah dengan mengetahui nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan PDRB di DKI Jakarta dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terus mengalami peningkatan (Tabel 4.2).
44
Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000-2010 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: BPS, 2010
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) 227.924.124 263.720.107 299.991.943 334.364.795 375.562.000 433.860.000 501.772.000 566.449.400 677.044.700 757.696.600 862.158.900
PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 862,16 triliun, sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 757,70 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar Rp 104,46 triliun. Peranan tiga sektor utama yakni sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap total perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2010 sekitar 64,16 persen. Dalam tahun 2010, berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar adalah sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan sebesar Rp. 239,16 triliun, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan-hotel-restoran sebesar Rp. 178,40 triliun, dan sektor industri pengolahan sebesar Rp 135,64 triliun. Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service City) tercermin dari struktur perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB menurut sektoral (lapangan usaha). Sekitar 71,27 persen PDRB Jakarta berasal dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan), 28,20 persen berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air
45
bersih) dan hanya sebesar 0,53 persen dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). (Tabel 4.3). Tabel 4.3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2010 Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB PDRB Tanpa Migas Sumber: BPS, 2010
4.3.
Nilai (Miliar Rupiah) 2009 2010 762,98 857,21 3.155,76 3.704,28 118.163,19 135.643,23 8.294,31 9.012,26 86.646,98 98.424,99 156.084,32 178.395,88
Struktur (Persen) 2009 2010 0,10 0,10 0,42 0,43 15,60 15,73 1,09 1,05 11,44 11,42 20,60 20,69
74.970,89 213.437,91
87.703,27 239.164,22
9,89 28,17
10,17 27,74
96.180,24 757.696,59 754.540,83
109.253,58 862.158,91 858.454,63
12,69 100,00 99,58
12,67 100,00 99,57
Ketenagakerjaan Pada masa pembangunan ini, tenaga kerja terampil merupakan suatu
potensi utama yang sangat diperlukan. Terutama pada masa otonomi daerah, dimana setiap daerah membangun dan mengembangkan daerahnya sendiri sesuai dengan potensi tersebut tanpa adanya campur tangan dari pemerinatah pusat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja merupakan penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Namun seiring dengan perkembangan zaman, dimana rata-rata tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah cukup tinggi maka pada tahun 1998 penduduk usia kerja merupakan penduduk yang berumur 15 tahun keatas.
46
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, pada bulan Februari 2011, jumlah angkatan kerja tercatat 5,01 juta orang, naik sebesar 263,46 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010. Peningkatan jumlah angkatan kerja terjadi pada angkatan kerja laki-laki sebanyak 235,55 ribu dan perempuan sebanyak 27,91 ribu. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat dari 4,21 juta orang pada Februari 2010 menjadi 4,47 juta orang pada Februari 2011, atau terjadi peningkatan sebesar 258,22 ribu orang. Selama satu tahun ini, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki. Peningkatan penduduk laki-laki yang bekerja sebesar 230,38 ribu orang, sementara itu penduduk perempuan yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 27,84 ribu orang (Tabel 4.4). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang menggambarkan presentase angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha, atau mereka yang tergolong angkatan kerja namun tidak terserap dalam pasar kerja (BPS, 2010). Selama periode 20102011, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami penurunan dari 11,32 persen menjadi 10,83 persen, atau terjadi penurunan sebesar 0,49 persen. Menurut jenis kelamin, TPT laki-laki mengalami penurunan dari 10,29 persen menjadi 9,67 persen, dan TPT perempuan turun dari 12,90 persen menjadi 12,71 persen (Tabel 4.4). Namun, Secara absolut, jumlah orang yang menganggur mengalami peningkatan sebesar 5,24 ribu orang dari 537,47 ribu orang pada Februari 2010 menjadi 542,71 ribu orang pada Februari 2011. Selama setahun terakhir, penambahan jumlah yang menganggur laki-laki sebesar 5,17 ribu orang sementara perempuan sebesar 0,07 ribu orang (Tabel 4.4).
47
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk bekerja dan penganggur tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami peningkatan sebesar 1,10 persen yaitu dari 66,84 persen pada Februari 2010 menjadi 67,94 persen pada Februari 2011. TPAK laki-laki sedikit mengalami penurunan dari 83,20 pada Februari 2010 persen menjadi 83,15 persen pada Februari 2011, sedangkan TPAK perempuan mengalami peningkatan dari 51,50 persen menjadi 52,44 persen (Tabel 4.4). Tabel 4.4.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011
Kegiatan Utama
Februari 2010 PeremJumlah puan 1.886.460 4.746.370
Februari 2011 PeremJumlah Puan 3.095.460 1.914.370 5.009.830
Angkatan Kerja
LakiLaki 2.859.910
a.Bekerja b.Pengangguran
2.565.730 294.180
1.643.170 243.290
4.208.900 537.470
2.796.110 299.350
1.671.010 243.360
4.467.120 542.710
577.630
1.776.750
2.354.380
627.470
1.736.110
2.363.580
83,20
51,50
66,84
83,15
52,44
67,94
10,29
12,90
11,32
9,67
12,71
10,83
Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT%)
Laki-laki
Sumber: BPS, 2010 Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, dibedakan menurut tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer merupakan gabungan sektor pertanian dan pertambangan, sektor sekunder merupakan agregat sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air. Sektor tersier merupakan gabungan sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa kemasyarakatan (BPS, 2010).
48
Tabel 4.5. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Sektor Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Sektor Utama Primer Sekunder Tersier jumlah Sumber: BPS, 2010
Februari 2010 41.330 783.790 3.383.780 4.208.900
Februari 2011 101.720 829.170 3.536.240 4.467.120
Selisih Tahun 2011-2010 60.390 45.380 152.460 258.220
Tabel 4.5. memperlihatkan struktur penduduk yang bekerja menurut tiga sektor utama. Pada sektor primer terjadi peningkatan penduduk yang bekerja sebesar 60.390 orang, sektor sekunder sebesar 45.380 orang. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor tersier, yaitu sebanyak 152.460 orang, dari 3.383.780 orang (Februari 2010) menjadi 3.536.240 orang (Februari 2011). Peningkatan yang cukup signifikan pada sektor tersebut sebagian besar merupakan kontribusi dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah makan dan restoran, serta sektor keuangan, real estate dan usaha persewaan. Lain halnya apabila melihat dari sisi pendidikan. Berdasarkan Tabel 4.6, pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan Februari 2010, kecuali untuk jenjang pendidikan SD ke bawah turun sebesar 154.020 orang. Pada Februari 2011, pekerja dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas mendominasi, yaitu sebesar 1.937.420 orang, diikuti dengan pendidikan Tinggi (Diploma dan Sarjana) sebesar 894.000 orang.
49
Tabel 4.6. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke Bawah SLTP SLTA Pendidikan Tinggi Jumlah
Februari 2010 Laki-laki
Perempuan
Februari 2011 Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
532.660
496.180
1.028.840
471.400
403.430
874.830
447.770 1.168.700
283.200 532.550
730.970 1.701.250
414.310 1.396.820
346.560 540.600
760.870 1.937.420
416.600
331.240
747.840
513.580
380.420
894.000
2.565.730
1.643.170
4.208.900
2.796.110
1.671.010
4.467.120
Sumber: BPS, 2010 Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan utama. Dari enam kategori status pekerjaan utama, pendekatan pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, pada bulan Februari 2011 terdapat sebesar 3.056.310 orang penduduk (68,42%) bekerja pada kegiatan formal, dan 1.410.820 ribu orang (31,58%) bekerja pada kegiatan informal. Berdasarkan Tabel 4.7, terlihat bahwa dari 4.467.140 orang yang bekerja, status pekerjaan yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 2,9 juta orang (64,08 persen), diikuti berusaha sendiri sebesar 767.990 orang (17,19%), sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas sebesar 152.220 orang (3,41%). Penduduk yang bekerja dengan status buruh/karyawan, 62,33 persen adalah lakilaki dan 37,67 persen perempuan. Sementara itu, penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri, sebagian besar adalah laki-laki yaitu 70,06 persen dan hanya 29,94 persen perempuan. Dalam periode satu tahun terakhir (Februari 2010 – Februari 2011) terdapat penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan
50
sebesar 302,94 ribu orang, dan pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar sebesar 76,10 ribu orang. Tabel 4.7. Penduduk usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Status Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/ Keryawan Pekerja bebas Pekerja tidak dibayar Jumlah
Lakilaki 604.350
Februari 2010 Perempuan 325.100
Jumlah 929.450
LakiLaki 538.020
Februari 2011 Perempuan 229.970
Jumlah 767.990
136.030
92.630
228.660
139.360
98.060
237.420
164.790
35.520
200.310
141.750
52.180
193.930
1.544.880
1.014.560
2.559.440
1.784.190
1.078.190
2.862.380
72.380 43.300
41.560 133.800
113.940 177.100
102.930 89.870
49.290 163.330
152.220 253.200
2.565.730
1.643.170
4.208.900
2.796.120
1.671.020
4.467.140
Sumber: BPS, 2010
4.4.
Kebijakan DKI Jakarta Terkait dengan Ketenagakerjaan Mulai dari tahun 1990-an DKI Jakarta sudah mengalami perkembangan
ekonomi yang cukup pesat. Investasi yang ditanamkan ke Jakarta relatif paling besar dibandingkan dengan provinsi selain Jakarta. pembangunan infrastruktur sedang digencarkan oleh pemerintah daerah Jakarta dengan dukungan dari pemerintah setempat. Pembangunan fasilitas dan sarana infrastruktur di Jakarta semakin berkembang. Fasilitas perkantoran, permukiman modern, supermarket dan sarana transportasi jalan tol lingkar luar dan lingkar dalam Jakarta mampu menyerap tenaga kerja dan semakin memudahkan orang di luar Jakarta untuk melakukan migrasi ke Jakarta dengan cepat dan murah, baik migrasi permanen maupun migrasi sirkuler.
51
Selain itu, tingkat Upah Minimum Regional yang tinggi di Jakarta juga mendorong migrasi penduduk ke Jakarta. Meningkatnya upah dari tahun ke tahun hingga saat ini membuat Jakarta menjadi kota tujuan untuk bermigrasi. Hal ini menyebabkan pemuda usia produktif dari berbagai daerah di Indonesia berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan mencari kerja atau ingin mencari pendapatan yang lebih tinggi. Jumlah penduduk juga memberikan efek besar yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Meski jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta bukan merupakan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, namun angkanya mencapai 9.588.200 jiwa dan termasuk provinsi dengan jumlah penduduk besar (Lampiran 3). Hubungan antara jumlah penduduk dengan pertumbuhan ekonomi yang positif sesuai dengan pandangan ekonom klasik dan neo klasik. Menurut pandangan ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill) maupun ekonom neo klasik (Robert Solow dan Trevor Swan) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno 2006). Perkembangan jumlah penduduk yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dari pandangan ekonom klasik Adam Smith. Smith berpendapat bahwa perkembangan produktivitas penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian (Guntur, 2010).
52
Apabila kita melihat jumlah migrasi yang masuk ke Jakarta dari tahun 1990 hingga 1995 cenderung meningkat, namun mulai tahun 2000 hingga tahun 2005 jumlahnya semakin menurun (Lampiran 5). Hal ini disebabkan para migran lebih memilih tempat tinggal di wilayah sekitar Jakarta, seperti Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (bodetabek). Karena harga lahan disana lebih
murah
dibandingkan Jakarta, selain itu didukung dengan sarana transportasi yang murah dan mudah, sehingga banyak masyarakat yang melakukan commuting. Sebenarnya, keadaan seperti ini akan memberikan dampak yang baik bagi Jakarta dan wilayah penyangga Jakarta (bodetabek). Jakarta akan berkurang beban jumlah penduduknya dan wilayah penyangga Jakarta semakin berkembang dan maju. Namun, meski beberapa tahun belakangan ini jumlah migrasi ke Jakarta mengalami penurunan, kepadatan penduduk tiap tahunnya justru semakin meningkat (Lampiran 4). Apabila melihat dari kepadatan penduduk per kilo meter persegi, Provinsi DKI Jakarta tetap berada peringkat paling atas untuk kategori provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi yaitu mencapai 14.440 km 2 pada tahun 2010. Pentingnya pembangunan di daerah luar Jakarta juga diharapkan dapat membuat tingkat kepadatan penduduk Jakarta dapat teratasi. Migran melakukan migrasi karena tidak adanya lapangan pekerjaan di daerah asal migran, oleh karena itu perlu adanya investasi untuk daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru. Beberapa kebijakan telah diberlakukan dari pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi kepadatan penduduk di daerah Jakarta, diantaranya adalah kebijakan pada saat hari raya. Saat hari raya idul fitri, aparat kepolisian ditugaskan untuk melakukan pengecekkan rutin di tempat-tempat tertentu seperti terminal dan
53
stasiun. Aparat kepolisian ditugaskan untuk mengecek kartu identitas penduduk (Kartu Tanda Penduduk). Jika ditemukan penduduk yang bukan berdomisili di Jakarta, maka akan dikembalikkan ke daerah asal (Bagian Kependudukan Provinsi DKI Jakarta). Namun, ketidakpatuhan penduduk Jakarta akan kebijakan yang telah diberlakukan membuat peraturan yang telah dibuat tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan. Hal ini masih butuh perbaikan sistem agar peraturan ini dapat berjalan dengan baik.
54
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel yang diteliti pada tingkat migrasi ke Jakarta ini adalah besarnya upah minimum regional (UMR), Produk Domestik Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari seluruh provinsi di Indonesia.
5.1.
Hasil Estimasi Model Dalam penelitian ini, estimasi terhadap fungsi migrasi dilakukan dengan
menggunakan program software Eviews 6 dan metode panel data dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect Model). Pemilihan model efek tetap ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan untuk melihat heterogenitas tiap individu dari contoh penelitian. Dengan model efek tetap kita akan membiarkan intersep bervariasi antar individu (provinsi), dan perbedaan nilai konstanta ini diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu. Analisis dengan menggunakan panel data juga dilakukan dengan model Pooled Least Square (PLS) dan Random Effect Model. Ketika menguji dengan menggunakan kedua model tersebut, didapatkan hasil estimasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Banyak hasil yang tidak signifikan, nilai R-Square dan nilai Durbin-Watson yang tidak bagus. Selain itu, juga dilakukan pengujian CHOW dimana membandingkan model PLS dengan Fixed Effect dan Hausman Test dimana membandingkan Random Effect dengan Fixed Effect, dan dari hasil
55
yang didapatkan menunjukkan bahwa model Fixed Effect yang memberikan hasil terbaik. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model Migrasi dengan Model Fixed Effect Variabel Konstanta RUMR RPDRB RJML R-square Prob (F-stat) R-square Durbin Watson (stat) Sumber: Lampiran 12
Koefisien Std. Error t-statistik 10.40660 0.176344 59.01291 -0.004804 0.001672 -2.872544 -0.002262 0.000547 -4.136255 0.002244 0.001895 1.184644 Weighted Statistics 0.991075 Residual Sum Squared 0.000000 Durbin Watson (stat) Unweighted Statistics 0.813832 Residual Sum Squared 1.812534
Prob. 0.0000 0.0054 0.0001 0.2402 45.89406 2.044366 57.71042
Berdasarkan Tabel 5.1. didapat uji-F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (0,05), karena nilai probabilitas Fstat sama dengan 0,000 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model. Kemudian nilai koefisien determinasi (Rsquared) yang diperoleh sebesar 99,1075 persen yang menunjukkan tingkat kecocokan model yang tinggi. Interpretasi dari nilai R-squared ini adalah sebesar 99,1075 persen migrasi dapat dijelaskan oleh variabel Upah Minimum Regional, Produk Domestik Regional Bruto dan jumlah penduduk, sedangkan sisanya sebesar 0,8925 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan.
56
9
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2003 Observations 96
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.39e-17 -0.000436 1.273742 -1.702585 0.695051 -0.100463 2.063378
Jarque-Bera Probability
3.670531 0.159571
2 1 0 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
sumber: Lampiran 16 Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas dalm Model Migrasi (Fixed Effect-GLS)
Tabel 5.2.
Hasil Uji Normalitas Model Migrasi ke Jakarta
Model Migrasi ke Jakarta
Jarque-Bera 3,670531
Probability 0,159571
Hasil uji normalitas diperlihatkan dalam Tabel 5.2. Berdasarkan Tabel 5.2. tersebut didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan (0,159571 > 0,05). Berdasarkan hal tersebut maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Hasil pengolahan di peroleh nilai Sum Square Resid pada Weighted statistics sebesar 45,894 dan Sum Square Resid Unweighted statistics 57,710 (Lampiran 12). Dengan hasil tersebut menunjukkan bahwa sum square Resid pada
57
Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics. Kondisi tersebut memberikan indikasi bahwa dalam estimasi model terjadi heteroskedastisitas. Namun dalam Gujarati (2003) dijelaskan bahwa salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberi perlakuan cross section weight dan white-heteroskedastisity-consistent covariance untuk mengantisipasi data yang tidak homoskedastisitas. Karena dalam mengestimasi model telah menggunakan metode GLS (generalized least square) dengan white heteroscedastisity sebagai pembobot maka masalah heteroskedastisitas sudah dapat teratasi. Selain itu, estimasi GLS dengan menggunakan white-heteroscedasticity pada Eviews 6 juga didapat dengan memilih View- Actual, Fitted, Residual- Standardized Residual Graph. 1.6 1.2 0.8 0.4 0.0 -0.4 -0.8 -1.2 -1.6 -2.0 -2.4 10
20
30
40
50
60
70
80
90
Standardized Residuals
Sumber: Lampiran 17 Gambar 5.2. Standardized Residual untuk Melihat Homoskedastisitas
58
Berdasarkan Gambar 5.2, terlihat bahwa ragam dan rataan sudah konstan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa model sudah homoskedastisitas. Uji asumsi ekonometrika selanjutnya adalah uji autokorelasi. Dari tabel Durbin-Watson (DW) dengan jumlah observarsi (n) = 24, dan jumlah variabel independent tertentu tidak termasuk konstanta (k) = 3, dengan α = 5% di dapat dl = 1,60 , du = 1,73. Hasil output pada Tabel 5.1, didapat nilai DW sebesar 2,044. Dengan demikian, nilai DW berada diantara du dan 4-du. Dengan mengacu pada Gambar 3.1, maka autokorelasi pada model yang diperoleh berada pada daerah tidak ada autokorelasi.
Sama halnya apabila melihat dari Tabel 3.1.
Adanya penggunaan data time series diduga dapat menimbulkan pelanggaran asumsi yaitu autokorelasi. Ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilihat pada nilai Durbin Watsonstat. Hasil pengolahan data terlihat bahwa nilai Durbin Watsonstat (weighted) adalah sebesar 2,0443. Oleh karena nilai Durbin Watsonstat tersebut berkisar antara 1,55-2,46 maka model yang diestimasi dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi. Penggunaan
panel
data
dapat
mengabaikan
pelanggaran
asumsi
multikolinieritas, karena adanya penggabungan data time series dan cross section, sehingga akan lebih banyak variasi data dan lebih sedikitnya korelasi antar variabel. Selain itu, indikasi adanya multikolinieritas atau korelasi antar variabel pada sebuah model adalah jika dalam uji-F disimpulkan signifikan dan R-squared yang tinggi namun hanya sedikit variabel yang signifikan. Dari hasil pengolahan data terlihat hanya satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 0,05. Variabel tersebut adalah jumlah penduduk. Hal ini berarti dalam pengolahan data tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas.
59
5.2.
Interpretasi Model Selain uji statistik, untuk menyatakan bahwa model regresi yang
dihasilkan adalah baik harus dilakukan uji secara ekonomi. Untuk melihat kesesuaian hasil regresi dengan kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi atau nalar. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan dengan nilai t-statistik (uji-t) di atas, dari tiga variabel yang digunakan ada satu variabel yang tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen (0,05). Variabel tersebut adalah jumlah penduduk tiap provinsi selain Jakarta yang bermigrasi ke Jakarta (JML). Variabel ini tidak signifikan namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis yaitu positif. Hal ini dapat terjadi karena penduduk dari provinsi selain Jakarta yang ingin melakukan migrasi karena daerah asalnya padat, memilih daerah lain selain Jakarta yang dari segi jumlah atau kepadatan penduduknya lebih sedikit. Jika migran hanya melihat dari segi jumlah kepadatan penduduk tanpa melihat faktor lain, keputusan untuk bermigrasi ke Jakarta sangat sedikit namun ia tetap bermigrasi dikarenakan jumlah penduduk daerah asal migran semakin meningkat dan ia akan mencari daerah dengan jumlah penduduk yang jarang. Variabel Rasio Upah Minimum Regional (RUMR) berdasarkan hasil estimasi memiliki koefisien -0,004. Hal ini menunjukkan bahwa variabel RUMR berpengaruh nyata dan signifikan terhadap jumlah migrasi penduduk ke Jakarta sebesar 0,004 persen. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas dari t-statistik tersebut sebesar 0,0054 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5%). Artinya, jika di tiap provinsi selain Jakarta mengalami peningkatan UMR relatif terhadap Jakarta sebesar 1 persen maka rata-rata jumlah migrasi penduduk ke Jakarta dari tiap
60
provinsi yang dianalisis akan menurun sebesar 0,004 persen. Tanda negatif pada koefisien menunjukkan hubungan yang negatif antara migrasi masuk ke Jakarta terhadap rasio UMR provinsi luar Jakarta terhadap UMR Jakarta. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin besar tingkat UMR provinsi selain Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta akan semakin menurun, karena daerah tersebut memberikan jaminan ekonomi yang lebih baik dari pada daerah yang UMRnya lebih rendah. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis bahwa tingkat UMR tiap provinsi selain Jakarta memiliki hubungan negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta. Todaro dan Smith (2004) mengemukakan dalam teorinya bahwa penyebab migrasi adalah untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Semakin tinggi UMR di Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta juga akan semakin besar. Migran memilih pindah ke Jakarta karena melihat upah yang ia akan terima lebih besar dibandingkan dengan upah di daerah asal. Migran akan mengorbankan besarnya pendapatan yang seharusnya ia terima di daerah asal untuk mendapatkan pendapatan baru yang ia akan terima di daerah tujuan (Jakarta). Dalam hal ini, pengorbanan migran untuk meninggalkan daerah asal serta pendapatan-pendapatan yang seharusnya ia terima dan menuju Jakarta adalah bagian dari investasi sumber daya manusia. Hasil penelitian diperoleh bahwa migran yang masuk ke Jakarta dari seluruh provinsi di Indonesia, posisi tertinggi ditempati oleh Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.274.304 jiwa atau sebesar 41,47 persen, disusul kemudian berturut-turut oleh Jawa Barat yaitu sebesar 743.558 jiwa atau sebesar 24,21 persen, Provinsi Jawa Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Yogyakarta yaitu
61
sebesar 5,69 persen, 4,59 persen dan 4,04 persen. Provinsi di Pulau Jawa memiliki kontribusi di peringkat atas terhadap migrasi ke DKI Jakarta. Hal ini diduga karena ketimpangan upah terlihat begitu tinggi padahal dalam jarak yang relatif dekat sehingga migran sangat mudah mengambil keputusan untuk pindah ke Jakarta (Lampiran 5). Upah di DKI Jakarta tahun 2010 sebesar 1.118.009 rupiah, provinsi Jawa Tengah sebesar 660.000 rupiah sedangkan upah provinsi Jawa Timur sebesar 630.000 rupiah (Lampiran 2). Ketimpangan ini begitu terlihat padahal jarak dari provinsi ini ke Jakarta relatif dekat. Oleh Karen itu migran sangat mudah sekali mengambil keputusan untuk melakukan migrasi ke Jakarta. Rasio UMR provinsi di pulau Jawa sekitar setengah sampai dua pertiga UMR Jakarta, padahal jarak menuju Jakarta relatif dekat dan dapat ditempuh dalam waktu yang relatif singkat dengan transportasi darat sehingga penduduk sangat mudah untuk bermigrasi ke DKI Jakarta. Variabel Rasio Produk Domestik Regional Bruto (RPDRB) memiliki koefisien sebesar -0,002. Hal ini menunjukkan bahwa variabel RPDRB berpengaruh nyata dan signifikan terhadap jumlah migrasi penduduk ke DKI Jakarta sebesar 0,002 persen. Terlihat pada probabilitas t-statistik (0,0001) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,05). Artinya jika di tiap provinsi selain Jakarta mengalami peningkatan PDRB relatif terhadap Jakarta sebesar 1 persen maka rata-rata jumlah migrasi penduduk ke Jakarta dari provinsi tersebut akan menurun sebesar 0,002 persen (Lampiran 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB perkapita DKI Jakarta berada pada posisi PDRB provinsi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 862.158.910 rupiah pada tahun 2010 (Lampiran 1). Hal ini mencerminkan secara ekonomi
62
bahwa DKI Jakarta memiliki pembangunan ekonomi yang paling baik dibandingkan dengan pembangunan ekonomi provinsi lainnya. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan perkapita tiap daerah memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta sebagai tempat tujuan migrasi. Dilihat dari semua hasil estimasi yang telah dilakukan, baik dari hal UMR ataupun PDRB, keputusan migran berpindah tempat dari daerah asal ke Provinsi DKI Jakarta membuat migran mengorbankan pendapatan yang seharusnya dapat diterima di tempat asal. Seseorang mau atau berusaha pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Dalam hal ini besarnya arus pendapatan yang diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan biaya tidak langsung atau opportunity cost untuk memperoleh pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Hal ini adalah suatu investasi sumber daya manusia dimana setelah investasi awal dilakukan, maka akan dihasilkan tingkat pengembalian (aliran penghasilan) pada masa yang akan datang. Tingkat pengembalian (rate of return) dapat diperoleh dan dibandingkan dengan pengembalian dari investasi lain, yaitu dengan cara memperkirakan nilai yang didapat sekarang dari aliran pendapatan yang meningkat yang mungkin dihasilkan dari investasi-investasi tersebut dan membandingkannya dengan biaya langsung dan biaya tidak langsung.
63
VI.
6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1.
Migran melakukan migrasi dari daerah asal ke daerah tujuan karena melihat tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta yang relatif lebih besar dari daerah asal.
2.
Pengorbanan pendapatan yang migran tinggalkan di daerah asal untuk mendapatkan pendapatan baru di Jakarta merupakan salah satu bentuk investasi sumber daya manusia.
3.
Migran tetap melakukan migrasi meski jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan.
6.2.
Saran Adapun saran dalam penelitian ini adalah:
1.
Pemerintah perlu meningkatkan pembangunan yang lebih merata di berbagai daerah sehingga penyerapan tenaga kerja di tiap daerah menjadi seimbang.
2.
Untuk mengatasi kepadatan penduduk Provinsi DKI Jakarta, perlu adanya pembatasan jumlah penduduk di Jakarta dengan cara mengadakan kembali program transmigrasi yang terencana dan pemerintah harus menyediakan terlebih dahulu daerah transmigran di wilayah berkependudukan jarang.
64
3.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya memasukkan variabel faktor demografi seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan dan usia migran. Selain itu perlu analisis lebih jauh apakah migran yang masuk ke Jakarta lebih banyak bekerja di sektor formal atau informal.
65
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Secha dan Edy. 1992. Migrasi Penduduk dan Produktivitas Pekerja. Makalah Seminar dan Hasil Penelitian. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Anitawati, Maria . dan Chairil . Rasahan. 1986. Analisis Pendapatan Migran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang Bermigrasi. Journal Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Artika, M. 2003. Proses Migrasi dan Dinamika Kebudayaan Masyarakat Migran Madura [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 1991. Jakarta Dalam Angka 1990. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2002. Jakarta Dalam Angka 2001. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2007. Jakarta Dalam Angka 2006. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2011. Jakarta Dalam Angka 2010. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 1996. Statistik Indonesia 1995. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2001. Statistik Indonesia 2000. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2006. Statistik Indonesia 2005-2006. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2010. Statistik Indonesia 2009. Jakarta, Badan Pusat Statistik. __________________. 2011. Statistik Indonesia 2010. Jakarta, Badan Pusat Statistik. Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. New York : McGraw Hill Companies Inc. Erwindo, et al. 1992. Studi Keterkaitan Desa-Kota. Pusat Penelitian Studi Ekonomi, Bogor. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta : Bumi Aksara. Greenwood, Michael J. 1975. Research on Internal Migration in the United States : A Survey. Journal of Economic Literature.
66
Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York : McGraw Hill Companies, Inc. Hauser et al. 1985. The Population Dilema. The American Assembly Columbia University, United State of America. Hardjosudarmo. 1965. Kebijaksanaan Transmigrasi dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Bhratara, Jakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor : IPB PRESS. Lee, E. 1984. Suatu Teori Migrasi. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Manning & Effendi. 1985. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Yayasan Obor Indonesia dan PPSK Universitas Gajah Mada. Gramedia, Jakarta. Mantra, I. B. 1981. Population Movement in Wet Rice Communities. Gajah Mada University Perss, Yogyakarta. Munir, R. 1981. Migrasi dalam Dasar-Dasar Demografi. Lembaga Demografi FEUI. Jakarta. Praha, Guntur. 2010. Analisis Disparitas Antar Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kalimantan Barat. [Tesis] Program studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Refiani, E. 2006. Faktor Penyebab dan Dampak Migrasi Sirkuler di Daerah Asal „Studi Kasus Desa Pamijahan, Kab. Bogor. Prop. Jawa Barat‟. [skripsi] Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rusli, Said. 1982. Pengantar Ilmu Kependudukan. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial, Jakarta. Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Solimano, A. 2002. “Development Cycles, Political Regimes and International Migration: Argentina in the 20th Century”. Dalam makalah konfrensi Poverty, International Migration and Asylum, Helsinki. Sukmono, M. 1985. Pengaruh Pendidikan dan Latihan Terhadap Peningkatan Produktivitas, dalam J. Ravianto. Produktivitas dan Mutu Kehidupan. Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta. Sunario. 1994. Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke-21. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Todaro dan Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1.
Data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi dalam Juta Rupiah
No
Nama Provinsi
1990
1995
2000
2005
2010
7.239.282
13.091.228
35.883.111
56.951.611
77.505.598
1
Aceh
2
Sumatera Utara
10.774.792
24.630.522
69.154.112
139.618.313
275.700.201
3
Sumatera Barat
3.302.219
8.267.123
22.889.614
44.674.569
87.221.253
4
Riau
13.160.119
21.234.728
94.757.902
139.018.996
342.691.448
5
Jambi
13.96.923
3.457.564
9.569.242
22.487.011
53.816.693
6
Sumatera Selatan
7.901.575
14.513.151
41.317.799
81.531.510
157.772.133
7
Bengkulu
806.720
19.88.629
4.868.099
10.134.450
18.036.964
8
Lampung
3.224.635
81.19.193
23.265.292
40.906.788
107.277.261
9
DKI Jakarta
22.830.244
70.045.319
227.924.124
433.860.253
862.158.910
10
Jawa Barat
31.707.356
76.198.179
195.753.028
389.244.653
770.660.480
11
Jawa Tengah
21.689.283
46.586.033
114.701.305
234.435.323
444.396.468
12
DI. Yogyakarta
1.900.530
5.613.281
13.480.599
25.337.603
45.591.853
13
Jawa Timur
29.131.523
65.883.193
202.830.063
403.392.350
778.455.772
14
Bali
3.017.867
7.409.946
17.268.228
33.946.467
66.690.598
15
Kalimantan Barat
2.742.606
7.138.914
19.319.231
33.869.468
60.475.251
16
Kalimantan Tengah
1.387.090
4.351.695
10.980.530
20.983.169
42.567.204
17
Kalimantan Selatan
2.333.838
6.210.472
17.215.468
31.794.068
58.541.818
18
Kalimantan Timur
10.684.275
21.619.609
82.447.052
180.289.090
321.090.818
19
Sulawesi Utara
15.06.614
3.792.494
10.564.822
18.763.479
36.834.792
20
Sulawesi Tengah
958.613
2.512.208
86.49.206
17.116.580
36.856.442
21
Sulawesi Selatan
4.476.679
10.377.324
30.763.333
51.780.442
117.830.270
22
sulawesi Tenggara
821.398
1.819.242
5.774.653
12.981.046
33.269.481
23
NTB
1.332.644
3.465.970
12.181.956
25.682.674
49.362.706
24
NTT
1.163.829
2.874.131
7.850.624
14.810.472
27.710.331
25
Maluku
1.498.618
3.171.107
2.769.260
4.570.664
8.084.807
Sumber: Statistik Indonesia
69
Lampiran 2. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Data Upah Minimum Regional (UMR) Tiap Provinsi (Rupiah)
Nama Provinsi 1990 Aceh 63.990 Sumatera Utara 57.900 Sumatera Barat 48.000 Riau 60.000 Jambi 33.000 Sumatera Selatan 48.000 Bengkulu 39.000 Lampung 52.500 DKI Jakarta 63.000 Jawa Barat 36.000 Jawa Tengah 23.400 DI. Yogyakarta 27.000 Jawa Timur 42.270 Bali 54.000 Kalimantan Barat 42.000 Kalimantan 30.000 16 Tengah Kalimantan 34.500 17 Selatan Kalimantan 48.000 18 Timur 25.500 19 Sulawesi Utara 20 Sulawesi Tengah 25.500 21 Sulawesi Selatan 30.000 sulawesi 47.970 22 Tenggara 38.250 23 NTB 48.000 24 NTT 54.000 25 Maluku Sumber: Statistik Indonesia
1995 105.000 126.000 97.500 124.500 99.000 105.000 105.000 105.000 138.000 138.000 90.000 85.500 111.000 117.000 105.000
2000 265.000 254.000 200.000 250.700 173.000 196.000 173.000 192.000 286.000 270.000 185.000 194.500 236.000 214.300 228.000
2005 2010 620.000 1.300.000 600.000 965.000 540.000 940.000 551.500 1.016.000 485.000 900.000 503.700 927.825 430.000 780.000 405.000 767.500 711.483 1.118.009 408.260 671.500 390.000 660.000 400.000 745.695 340.000 630.000 447.500 829.316 445.200 741.000
111.000 385.000 523.698
986.590
105.000 200.000 536.300 1.024.500 126.000 97.500 84.000 93.000
233.000 186.000 203.000 200.000
600.000 1.002.000 600.000 1.000.000 490.000 775.500 510.000 1.000.000
100.500 88.500 87.000 114.000
210.000 180.000 184.000 230.000
490.000 475.000 450.000 500.000
860.000 890.775 800.000 840.000
70
Lampiran 3.
Data Jumlah Penduduk Menurut Provinsi Jumlah Penduduk
No
Nama Provinsi
1990
1995
2000
2005
2010
1
Aceh
3.416.000
3.847.000
3.929.200
4.032.000
4.486.600
2
Sumatera Utara
10.256.000
11.115.000
11.642.000
12.451.000
12.985.100
3
Sumatera Barat
4.000.000
4.323.000
4.249.000
4.566.000
4.846.000
4
Riau
3.304.000
3.900.000
4.948.000
4.579.000
5.543.000
5
Jambi
2.020.000
2.370.000
2.407.000
2.636.000
3.088.600
6
Sumatera Selatan
6.313.000
7.208.000
6.211.000
6.782.000
7.446.400
7
Bengkulu
1.179.000
1.409.000
1.456.000
1.549.000
1.713.400
8
Lampung
6.018.000
6.658.000
6.731.000
7.116.000
7.596.100
9
DKI Jakarta
8.259.000
9.113.000
8.361.000
8.860.000
9.588.200
10
Jawa Barat
35.384.000
39.207.000
35.724.000
38.965.000
43.021.800
11
Jawa Tengah
28.521.000
29.653.000
31.223.000
31.978.000
32.380.700
12
DI. Yogyakarta
2.913.000
2.917.000
3.121.000
3.344.000
3.452.400
13
Jawa Timur
32.504.000
33.844.000
34.766.000
36.294.000
37.476.000
14
Bali
2.778.000
2.896.000
3.150.000
3.384.000
3.891.400
15
Kalimantan Barat
3.229.000
3.636.000
4.016.000
4.052.000
4.393.200
16
Kalimantan Tengah
1.396.000
1.627.000
1.855.000
1.915.000
2.202.600
17
Kalimantan Selatan
2.597.000
2.893.000
2.984.000
3.282.000
3.626.100
18
Kalimantan Timur
1.877.000
2.314.000
2.452.000
2.849.000
3.550.600
19
Sulawesi Utara
2.478.000
2.649.000
2.001.000
2.129.000
2.265.900
20
Sulawesi Tengah
1.711.000
1.938.000
2.176.000
2.295.000
2.633.400
21
Sulawesi Selatan
6.982.000
7.558.000
8.051.000
7.510.000
8.032.600
22
sulawesi Tenggara
1.350.000
1.587.000
1.820.000
1.963.000
2.230.600
23
NTB
3.370.000
3.646.000
4.009.000
4.184.000
4.496.900
24
NTT
3.269.000
3.577.000
3.823.000
4.260.000
4.679.300
25
Maluku
1.858.000
2.087.000
1.166.000
1.252.000
1.531.400
Sumber: Statistik Indonesia
71
Lampiran 4.
Data Jumlah Kepadatan Penduduk Tiap Provinsi (km2)
Provinsi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Aceh Sumatra utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan 18 Tengah Kalimantan 19 Selatan Kalimantan 20 Timur 21 Sulawesi Utara 22 Sulawesi Tengah 23 Sulawesi Selatan Sulawesi 24 Tenggara 25 Maluku Sumber: Statistik Indonesia
Kepadatan Penduduk per kilo meter persegi 1990 1995 2000 2005 2010 62 69 68 78 77 145 157 160 169 178 80 87 101 106 115 35 41 45 52 64 45 53 45 49 62 61 70 68 73 81 56 66 74 78 86 181 200 194 201 219 13.999 15.445 12.592 13.344 14.440 764 847 1.010 1.126 1.216 834 867 952 982 987 919 920 996 1.049 1.102 678 706 727 757 784 500 521 545 601 673 167 181 199 208 242 68 75 81 90 96 22 25 27 28 30 9 11 12 12 14 69
77
69
75
94
9
11
11
12
17
130 25 96 49
139 28 104 57
131 35 153 48
139 36 85 51
164 43 172 59
25
28
25
27
33
72
Lampiran 5.
Data Jumlah Migrasi Penduduk Masuk Jakarta dalam Jiwa
No Nama Provinsi 1990 1995 2000 2005 18.808 18.963 22.935 18.233 1 Aceh 200.135 232.144 230.137 174.847 2 Sumatera Utara 154.485 165.779 152.966 141.249 3 Sumatera Barat 22.237 22.960 24.179 26.968 4 Riau 9.478 14.781 12.070 14.465 5 Jambi 93.088 108.763 65.565 56.174 6 Sumatera Selatan 6.269 8.294 7.172 6.398 7 Bengkulu 24.184 34.940 52.293 55.818 8 Lampung 9 DKI Jakarta 859.938 899.891 765.721 743.558 10 Jawa Barat 1.139.985 1.167.034 1.277.549 1.274.304 11 Jawa Tengah 90.339 131.474 126.889 124.229 12 DI. Yogyakarta 301.476 324.705 355.270 302.093 13 Jawa Timur 9.027 8.970 10.007 4.779 14 Bali 1.838 1.523 67.309 59.033 15 Kalimantan Barat 65.791 59.712 1.531 662 16 Kalimantan Tengah 3.766 1.407 9.024 7.479 17 Kalimantan Selatan 16.796 11.636 7.504 20.507 18 Kalimantan Timur 8.369 8.314 26.257 3.415 19 Sulawesi Utara 31.293 34.597 4.062 3.415 20 Sulawesi Tengah 3.924 1.516 48.592 4.071 21 Sulawesi Selatan 42.294 50.936 2.619 3.915 22 sulawesi Tenggara 11.335 11.016 13.683 10.421 23 NTB 9.913 11.057 12.659 13.615 24 NTT 2.520 1.415 15.915 7.879 25 Maluku Sumber: Statistik Indonesia (diolah)
73
Lampiran 6.
No
Presentase Rasio PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tiap Provinsi terhadap Jakarta.
Nama Provinsi
1990
1995
2000
2005
2010
1
Aceh
31.7091749
18.689654
15.7434458
13.12671801
8.989711442
2
Sumatera Utara
47.1952556
35.163695
30.340848
32.18048039
31.97788689
3
Sumatera Barat
14.46423
11.802535
10.0426465
10.29699516
10.11660982
4
Riau
57.6433568
30.315699
41.5743188
32.04234432
39.74806086
5
Jambi
6.11873881
4.9361814
4.19843316
5.183007958
6.242085114
6
Sumatera Selatan
34.6101207
20.719659
18.1278744
18.79211323
18.29965811
7
Bengkulu
3.53355838
2.8390605
2.13584193
2.335878876
2.092069601
8
Lampung
14.1244001
11.591343
10.2074724
9.428563379
12.4428641
9
DKI Jakarta
100
100
100
100
100
10
Jawa Barat
138.883124
108.78411
85.8851729
89.7165968
89.38728932
11
Jawa Tengah
95.0024143
66.508417
50.3243373
54.03475467
51.54461233
12
DI. Yogyakarta
8.32461537
8.0137846
5.91451171
5.840037951
5.288103213
13
Jawa Timur
127.600577
94.057953
88.9901689
92.9774848
90.29144891
14
Bali
13.2187243
10.578788
7.57630553
7.824286114
7.735302309
15
12.0130385
10.19185
8.47616771
7.806538584
7.014397353
6.07566875
6.212685
4.81762518
4.836389087
4.937280617
17
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
10.2225714
8.8663626
7.55315747
7.328181985
6.790142498
18
Kalimantan Timur
46.7987771
30.865173
36.1730257
41.55464548
37.24264917
19
Sulawesi Utara
6.59920236
5.4143432
4.63523642
4.324774849
4.272390179
20
Sulawesi Tengah
4.19887321
3.5865466
3.79477426
3.945182997
4.274901344
21
Sulawesi Selatan
19.6085465
14.815157
13.4971816
11.93482052
13.66688542
22
sulawesi Tenggara
3.59785029
2.5972357
2.53358569
2.991987945
3.858857197
23
NTB
5.83718685
4.9481822
5.34474183
5.91957305
5.725476569
24
NTT
5.09775104
4.1032449
3.4444024
3.413650363
3.214063089
25
Maluku
6.56417864
4.5272219
1.21499206
1.053487619
0.937739823
16
Sumber: Statistik Indonesia (diolah)
74
Lampiran 7.
No
Presentase Rasio UMR tiap Provinsi terhadap Jakarta dalam Persen.
Nama Provinsi
1990
1995
2000
2005
2010
1 2
Aceh Sumatera Utara
101.571 91.9048
76.08696 91.30435
92.65734 88.81119
87.14193 84.3309
116.2781 86.31415
3 4 5 6 7 8 9
Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta
76.1905 95.2381 52.381 76.1905 61.9048 83.3333 100
70.65217 90.21739 71.73913 76.08696 76.08696 76.08696 100
69.93007 87.65734 60.48951 68.53147 60.48951 67.13287 100
75.89781 77.51415 68.16748 70.79579 60.43714 56.92336 100
84.07804 90.87583 80.50025 82.98905 69.76688 68.64882 100
10 11 12 13 14 15 16
Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta
57.1429 37.1429 42.8571
100 65.21739 61.95652
94.40559 64.68531 68.00699
57.38155 54.81508 56.2206
60.06213 59.03351 66.69848
Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
67.0952 85.7143 66.6667 47.619
80.43478 84.78261 76.08696 80.43478
82.51748 74.93007 79.72028 134.6154
47.78751 62.89679 62.57353 73.60654
56.35017 74.17794 66.27854 88.24526
17 18 19 20 21 22 23 24
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan sulawesi Tenggara NTB NTT
54.7619 76.1905 40.4762 40.4762 47.619 76.1429 60.7143 76.1905
76.08696 91.30435 70.65217 60.86957 67.3913 72.82609 64.13043 63.04348
69.93007 81.46853 65.03497 70.97902 69.93007 73.42657 62.93706 64.33566
75.37777 84.3309 84.3309 68.87023 71.68126 68.87023 66.76196 63.24817
91.63611 89.62361 89.44472 69.36438 89.44472 76.92246 79.67512 71.55577
25
Maluku
85.7143
82.6087
80.41958
70.27575
75.13356
Sumber: Statistik Indonesia (diolah)
75
Lampiran 8. No
Presentase Rasio Jumlah Penduduk Tiap Provinsi terhadap Jakarta.
Nama Provinsi
1990
1995
Jumlah Penduduk 2000 2005
2010
1 2
Aceh Sumatera Utara
41.36094 124.1797
42.21442 121.9686
46.99438 139.2417
45.5079 140.5305
46.79293 135.4279
3 4 5 6
Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan
48.43201 40.00484 24.45817 76.43783
47.43773 42.79601 26.0068 79.0958
50.81928 59.17952 28.78842 74.28537
51.53499 51.68172 29.75169 76.54628
50.54129 57.81064 32.21251 77.66213
7 8 9
Bengkulu Lampung DKI Jakarta
14.27534 72.86596 100
15.46143 73.06046 100
17.41418 80.50472 100
17.48307 80.31603 100
17.86988 79.22342 100
10
Jawa Barat
428.4296
430.2315
427.2695
439.7856
448.6953
11 12 13 14
Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Bali
345.3324 35.27061 393.5585 33.63603
325.3923 32.00922 371.3815 31.77878
373.4362 37.32807 415.8115 37.67492
360.9255 37.74266 409.6388 38.19413
337.7141 36.00676 390.8554 40.5853
15 16
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
39.09674 16.90277
39.89905 17.85362
48.03253 22.18634
45.73363 21.614
45.81882 22.97199
17 18
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
31.44448 22.72672
31.74586 25.3923
35.68951 29.32664
37.04289 32.15576
37.81836 37.03093
19 20 21 22
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan sulawesi Tenggara
30.00363 20.71679 84.53808 16.3458
29.06836 21.26632 82.93646 17.41468
23.93254 26.0256 96.29231 21.76773
24.02935 25.90293 84.76298 22.15576
23.63217 27.46501 83.77589 23.26401
23 24
NTB NTT
40.80397 39.58106
40.00878 39.25162
47.94881 45.7242
47.22348 48.08126
46.90036 48.80269
25
Maluku
22.49667
22.90135
13.9457
14.13093
15.97172
Sumber: Statistik Indonesia (diolah)
76
Lampiran 9.
Presentase Rasio Kepadatan Penduduk tiap Provinsi terhadap Jakarta (km2)
Provinsi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kepadatan Penduduk per kilo meter persegi 1990
Aceh Sumatra utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku
1995
2000
2005
2010
0.442888 1.035788 0.571469 0.250017 0.321451 0.43574
0.446746 1.016510 0.563289 0.265458 0.343153 0.453221
0.540025 1.27064 0.802096 0.357369 0.357369 0.540025
0.584532 1.266486 0.794364 0.389688 0.367206 0.547068
0.533240 1.232686 0.796398 0.443213 0.429362 0.560941
0.400028 1.292949 100 5.457532 5.957568 6.564754 4.843203 3.571683 1.192942 0.485748 0.157154
0.427322 1.294917 100 5.483975 5.613467 5.956620 4.571058 3.373259 1.171900 0.485594 0.161864
0.587674 1.540660 100 8.020965 7.560355 7.90978 5.773506 4.328144 1.580368 0.643265 0.214421
0.584532 1.506294 100 8.438249 7.359112 7.861211 5.672961 4.503896 1.558752 0.674460 0.209832
0.595567 1.516620 100 8.421052 6.835180 7.631578 5.429362 4.660669 1.675900 0.664819 0.207756
0.064290
0.071220
0.095298
0.089928
0.096952
0.492892
0.498543
0.547966
0.562056
0.650969
0.064290
0.07122
0.087357
0.089928
0.117728
0.928637 0.178584
0.899967 0.181288
1.040343 0.277954
1.041666 0.269784
1.135734 0.297783
0.685763
0.673357
1.215057
0.636990
1.191135
0.350025
0.369051
0.381194
0.382194
1.135734
0.178584
0.181288
0.198538
0.202338
0.228531
Sumber: Statistik Indonesia (diolah)
77
Lampiran 10. Variabel-variabel dalam Model Migrasi Nama Provinsi
Tahun
Migrasi
LNMigrasi
PDRB
UMR
JML
Aceh
1990
18808
9.8420376
31.70917
101.5714
41.36093958
Aceh
1995
18963
9.850245
18.68965
76.08696
42.21441896
Aceh
2000
22935
10.040419
15.74345
92.65734
46.99437866
Aceh
2005
18233
9.8109884
13.12672
87.14193
Bali
1990
9027
9.1079754
13.21872
85.71429
45.50790068 33.63603342
Bali
1995
8970
9.101641
10.57879
84.78261
Bali
2000
10007
9.2110401
7.576306
74.93007
Bali
2005
4779
8.4719866
7.824286
62.89679
Bengkulu
1990
6269
8.7433721
3.533558
61.90476
Bengkulu
1995
8294
9.0232876
2.839061
76.08696
Bengkulu
2000
7172
8.8779398
2.135842
60.48951
Bengkulu
2005
6398
8.7637407
2.335879
60.43714
DI. Yogyakarta
1990
90339
11.411325
8.324615
42.85714
DI. Yogyakarta
1995
131474
11.786564
8.013785
61.95652
DI. Yogyakarta
2000
126889
11.751068
5.914512
68.00699
DI. Yogyakarta
2005
124229
11.729882
5.840038
56.2206
Jambi
1990
9478
9.1567286
6.118739
52.38095
Jambi
1995
14781
9.6010979
4.936181
71.73913
Jambi
2000
12070
9.3984783
4.198433
60.48951
Jambi
2005
14465
9.5794872
5.183008
68.16748
Jawa Barat
1990
859938
13.664616
138.8831
57.14286
Jawa Barat
1995
899891
13.710029
108.7841
100
Jawa Barat
2000
765721
13.548573
85.88517
94.40559
Jawa Barat
2005
743558
13.519202
89.7166
57.38155
Jawa Tengah
1990
1139985
13.946526
95.00241
37.14286
Jawa Tengah
1995
1167034
13.969976
66.50842
65.21739
Jawa Tengah
2000
1277549
14.060454
50.32434
64.68531
Jawa Tengah
2005
1274304
14.057911
54.03475
54.81508
Jawa Timur
1990
301476
12.616446
127.6006
67.09524
Jawa Timur
1995
324705
12.690672
94.05795
80.43478
Jawa Timur
2000
355270
12.780633
88.99017
82.51748
Jawa Timur
2005
302093
12.61849
92.97748
47.78751
Kalimantan Barat
1990
1838
7.5164333
12.01304
66.66667
Kalimantan Barat
1995
1523
7.3284374
10.19185
76.08696
Kalimantan Barat
2000
67309
11.117049
8.476168
79.72028
Kalimantan Barat
2005
59033
10.985852
7.806539
62.57353
Kalimantan Selatan
1990
3766
8.2337687
10.22257
54.7619
Kalimantan Selatan
1995
1407
7.2492151
8.866363
76.08696
Kalimantan Selatan
2000
9024
9.107643
7.553157
69.93007
31.77877757 37.67491927 38.19413093 14.275336 15.46142873 17.41418491 17.48306998 35.27061388 32.0092176 37.3280708 37.74266366 24.45816685 26.00680347 28.78842244 29.751693 428.429592 430.2315374 427.2694654 439.785553 345.3323647 325.3922967 373.4361918 360.9255079 393.5585422 371.3815429 415.8115058 409.6388262 39.09674295 39.89904532 48.03253199 45.73363431 31.4444848 31.74585757 35.68951082
78
Kalimantan Selatan
2005
7479
8.9198544
7.328182
75.37777
Kalimantan Tengah
1990
65791
11.094238
6.075669
47.61905
Kalimantan Tengah
1995
59712
10.997288
6.212685
80.43478
Kalimantan Tengah
2000
1531
7.3336764
4.817625
134.6154
Kalimantan Tengah
2005
662
6.4952656
4.836389
73.60654
Kalimantan Timur
1990
16796
9.728896
46.79878
76.19048
Kalimantan Timur
1995
11636
9.361859
30.86517
91.30435
Kalimantan Timur
2000
7504
8.9231915
36.17303
81.46853
Kalimantan Timur
2005
20507
9.9285216
41.55465
84.3309
Lampung
1990
24184
10.093447
14.1244
83.33333
Lampung
1995
34940
10.461388
11.59134
76.08696
Lampung
2000
52293
10.864618
10.20747
67.13287
Lampung
2005
55818
10.929852
9.428563
56.92336
Maluku
1990
2520
7.8320142
6.564179
85.71429
Maluku
1995
1415
7.2548848
4.527222
82.6087
Maluku
2000
15915
9.6750173
1.214992
80.41958
Maluku
2005
7879
8.9719563
1.053488
70.27575
Nusa Tenggara Barat
1990
11335
9.3356506
5.837187
60.71429
Nusa Tenggara Barat
1995
11016
9.307104
4.948182
64.13043
Nusa Tenggara Barat
2000
13683
9.5239095
5.344742
62.93706
Nusa Tenggara Barat
2005
10421
9.2515783
5.919573
66.76196
Nusa Tenggara Timur
1990
9913
9.2016023
5.097751
76.19048
Nusa Tenggara Timur
1995
11057
9.310819
4.103245
63.04348
Nusa Tenggara Timur
2000
12659
9.4461237
3.444402
64.33566
Nusa Tenggara Timur
2005
13615
9.5189274
3.41365
63.24817
Riau
1990
22237
10.009513
57.64336
95.2381
Riau
1995
22960
10.041509
30.3157
90.21739
Riau
2000
24179
10.09324
41.57432
87.65734
Riau
2005
26968
10.202406
32.04234
77.51415
Sulawesi Selatan
1990
3924
8.2748668
19.60855
47.61905
Sulawesi Selatan
1995
1516
7.3238306
14.81516
67.3913
Sulawesi Selatan
2000
48592
10.791214
13.49718
69.93007
Sulawesi Selatan
2005
4071
8.3116439
11.93482
71.68126
Sulawesi Tengah
1990
31293
10.35115
4.198873
40.47619
Sulawesi Tengah
1995
34597
10.451522
3.586547
60.86957
Sulawesi Tengah
2000
4062
8.3094307
3.794774
70.97902
Sulawesi Tengah
2005
3415
8.1359328
3.945183
68.87023
sulawesi Tenggara
1990
42294
10.652401
3.59785
76.14286
sulawesi Tenggara
1995
50936
10.838325
2.597236
72.82609
sulawesi Tenggara
2000
2619
7.8705478
2.533586
73.42657
sulawesi Tenggara
2005
3915
8.2725706
2.991988
68.87023
37.04288939 16.90277273 17.85361571 22.18634135 21.61399549 22.72672236 25.39229672 29.32663557 32.15575621 72.8659644 73.06046307 80.50472432 80.31602709 22.4966703 22.90134972 13.94570028 14.13092551 40.80397143 40.00877867 47.94880995 47.2234763 39.58106308 39.25161857 45.72419567 48.08126411 40.0048432 42.79600571 59.17952398 51.68171558 84.53807967 82.93646439 96.29230953 84.76297968 20.7167938 21.26632284 26.02559502 25.90293454 16.34580458 17.41468232 21.76773113 22.15575621
79
Sulawesi Utara
1990
8369
9.0322897
6.599202
40.47619
Sulawesi Utara
1995
8314
9.0256961
5.414343
70.65217
Sulawesi Utara
2000
26257
10.175688
4.635236
65.03497
Sulawesi Utara
2005
3415
8.1359328
4.324775
84.3309
Sumatera Barat
1990
154485
11.947852
14.46423
76.19048
Sumatera Barat
1995
165779
12.018411
11.80253
70.65217
Sumatera Barat
2000
152966
11.937971
10.04265
69.93007
Sumatera Barat
2005
141249
11.85828
10.297
75.89781
Sumatera Selatan
1990
93088
11.441301
34.61012
76.19048
Sumatera Selatan
1995
108763
11.596926
20.71966
76.08696
Sumatera Selatan
2000
65565
11.090797
18.12787
68.53147
Sumatera Selatan
2005
56174
10.936209
18.79211
70.79579
Sumatera Utara
1990
200135
12.206747
47.19526
91.90476
Sumatera Utara
1995
232144
12.355113
35.16369
91.30435
Sumatera Utara
2000
230137
12.34643
30.34085
88.81119
Sumatera Utara
2005
174847
12.071667
32.18048
84.3309
30.0036324 29.06836388 23.93254395 24.02934537 48.43201356 47.43772633 50.81927999 51.53498871 76.4378254 79.09579721 74.28537256 76.5462754 124.1796828 121.9686163 139.2417175 140.530474
80
Lampiran 11. Hasil Estimasi Model Pooled Dependent Variable: LNMGR Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 02/29/12 Time: 12:30 Sample: 2000 2003 Periods included: 4 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 96 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable UMR PDRB JML C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.004239 0.005008 0.009540 8.846471
0.000853 0.002645 0.000598 0.072564
4.970820 1.893248 15.94567 121.9131
0.0000 0.0615 0.0000 0.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.843220 0.838108 1.171767 164.9365 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
18.21219 12.38612 126.3194 0.818977
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.521833 148.2274
Mean dependent var Durbin-Watson stat
10.20677 0.736484
81
Lampiran 12. Hasil Estimasi Model Fixed Effect. Dependent Variable: LNMGR Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 02/29/12 Time: 12:30 Sample: 2000 2003 Periods included: 4 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 96 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
UMR PDRB JML C
-0.004804 -0.002262 0.002244 10.40660
Std. Error
t-Statistic
0.001672 -2.872544 0.000547 -4.136255 0.001895 1.184644 0.176344 59.01291
Prob. 0.0054 0.0001 0.2402 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.991075 0.987711 0.815556 294.6846 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
37.93945 38.23525 45.89406 2.044366
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.813832 57.71042
Mean dependent var Durbin-Watson stat
10.20677 1.812534
82
Lampiran 13. Hasil Estimasi Model Random Effect. Dependent Variable: LNMGR Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 02/29/12 Time: 12:31 Sample: 2000 2003 Periods included: 4 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 96 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
UMR PDRB JML C
-0.012625 0.001957 0.010369 10.16065
Std. Error
t-Statistic
0.004106 -3.075096 0.005236 0.373837 0.001402 7.396255 0.423002 24.02033
Prob. 0.0028 0.7094 0.0000 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.930469 0.903324
Rho 0.5148 0.4852
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.312490 0.290071 0.894429 13.93871 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.457143 1.061545 73.60037 1.414440
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.534476 144.3081
Mean dependent var Durbin-Watson stat
10.20677 0.721396
83
Lampiran 14. Hasil Estimasi Uji-CHOW Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 174.720555
d.f.
Prob.
(23,69)
0.0000
84
Lampiran 15. Hasil Estimasi Hausman-Test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 0.000000
3
Prob. 1.0000
85
Lampiran 16. Hasil Uji Normalitas dalam Model Migrasi (Fixed Effect Model) 9
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2003 Observations 96
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.39e-17 -0.000436 1.273742 -1.702585 0.695051 -0.100463 2.063378
Jarque-Bera Probability
3.670531 0.159571
2 1 0 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
86
Lampiran 17. Uji Homoskedastisitas
1.6 1.2 0.8 0.4 0.0 -0.4 -0.8 -1.2 -1.6 -2.0 -2.4 10
20
30
40
50
60
70
Standardized Residuals
80
90
87
Lampiran 18. Tabel Individual Effect CROSSID 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Provinsi Aceh Bali Bengkulu DI. Yogyakarta Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Lampung Maluku Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Riau Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara
Effect constanta effect+const -0.14536 10.4066 10.261244 -1.12026 10.4066 9.286338 -1.2737 10.4066 9.132904 1.474193 10.4066 11.880793 -0.71868 10.4066 9.687918 2.846053 10.4066 13.252653 3.230499 10.4066 13.637099 1.939490 10.4066 12.34609 -0.9025 10.4066 9.504101 -1.75438 10.4066 8.652218 -1.0543 10.4066 9.352302 -0.49433 10.4066 9.912269 0.374698 10.4066 10.781298 -1.62367 10.4066 8.782926 -0.83262 10.4066 9.573981 -0.80458 0.083864 -1.58473 -0.84884 -0.6853 -1.04955 1.800646 1.090178 2.053183
10.4066 10.4066 10.4066 10.4066 10.4066 10.4066 10.4066 10.4066 10.4066
9.602019 10.490464 8.821867 9.557761 9.7213 9.357049 12.207246 11.496778 12.459783