1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program pembangunan nasional mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu/kualitas sumber daya manusia (SDM). Peningkatan ini harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dalam kandungan dan dimasa optimal pertumbuhan yaitu bayi dan periode tiga tahun pertama kehidupan. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama 6 bulan (Depkes, 2002; WHO, 2011). Air susu ibu adalah makanan yang ideal dan terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pemberian ASI eksklusif memberi sangat banyak keuntungan baik bagi ibu maupun bagi bayi itu sendiri. Keuntungan itu tidak akan didapat secara optimal bila memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara dini (WHO, 2001; Depkes, 2002; Depkes, 2004; Medicastore, 2006). ASI eksklusif dapat menurunkan secara signifikan risiko infeksi paru dan pencernaan yang serius serta dapat mempercepat penyembuhan penyakit (Kramer, 2001; Anonim, 2005; Kayonagi et al., 2009; Falco, 2010) Bila bayi umur 0-6 bulan diberi makanan lain selain ASI akan memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi penyakit, khususnya masalah pencernaan, risiko alergi terhadap makanan, terjadinya obesitas dan risiko lebih tinggi terhadap
2
penyakit degeneratif ketika bayi mencapai usia dewasa (CDC, 2007; Nurmiati dan Besral, 2008; Selasi, 2009) . The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) memperkirakan satu juta bayi di dunia dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada satu jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan enam bulan (WABA, 2011). Hasil diseminasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang disampaikan Direktorat Bina Gizi dalam presentasi pertemuan program di Bandung nenunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif pada 0 bulan 39,8%, 1 bulan 32,5%, 2 bulan 30,7%, 3 bulan 25,2%, 4 bulan 26,3% dan 5 bulan hanya 15,3%. Hasil ini masih sangat jauh dari capaian dunia sebesar 38%. Inisiasi menyusui dini yaitu pemberian ASI pada <1 jam kehidupan bayi hanya 29,3%, 16 jam 40,7%, 7-23 jam 7,6%, 24-48 jam 11,3% dan >48 jam sebasar 11,1%. Hasil di daerah pedesaan sedikit lebih tinggi dari perkotaan yaitu masing-masing 29,3% dan 25,2%, dan cenderung menurun dengan meningkatnya tingkat pendidikan yaitu 39,8% pada ibu yang tidak sekolah dan 22,4% pada ibu yang tamat perguruan tinggi. Berdasarkan temuan Riskesdas, dalam pertemuan ini juga dilaporkan bahwa cakupan bayi yang pernah disusui cukup tinggi yaitu 90,3% dengan rata-rata di daerah pedesaan 91,8% dan perkotaan 88,8%. Jadi sebenarmya kesadaran ibu untuk memberikan air susu ibu pada bayinya cukup tinggi tetapi tidak secara eksklusif (Widodo, 2010). Dokter Minarto selaku Kepala Subdit Bina Gizi Kementrian Kesehatan mengatakan dalam presentasinya bahwa tidak ada satupun kabupaten di Indonesia
3
yang cakupan ASI eksklusif mencapai target nasional sebesar 80%. Untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif mencapai target MDGs 2015 diperlukan evaluasi pelaksanaan program secara menyeluruh guna menemukan kendala utama dan strategi yang terbaik dalam upaya pemecahannya. Seluruh propinsi dan kabupaten harus melakukan terobosan sehingga sebelum tahun 2015 cakupan ASI eksklusif telah mencapai target yang diinginkan (Minarto, 2011). Hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) tahun 2008 menunjukkan pamberian ASI eksklusif di Propinsi Bali hanya 16,86% dengan capaian tertinggi di Kabupaten Klungkung sebesar 29,83% dan terendah di Kabupaten Karangasem sebesar 8,29%. Sedangkan rata-rata lama pemberian ASI sampai bayi berumur 19,21 bulan (Suseda, 2008). Pencapaian ASI eksklusif di Kabupaten Tabanan menurut Suseda (2008) yaitu sebesar 23,93% dengan capaian tertinggi di Kecamatan Selemadeg Barat sebesar 76,47% dan terendah di Kecamatan Selemadeg sebesar 6,67% dengan rata-rata lama pemberian ASI 23,68 bulan. Sedangkan rata-rata cakupan menurut laporan puskesmas lebih tinggi dari hasil Suseda. Pada grafik cakupan ASI eksklusif masing-masing puskesmas (Gambar 1.1) menunjukkan tidak ada satupun puskesmas yang mencapai target nasional sebesar 80%, hanya delapan puskesmas yang melebihi capaian kabupaten dan lima puskesmas pencapaiannya sangat rendah dibawah 20%.
4
% 100 90 80 70 55.5
60
50
47
50
34.9 35.6
40 37.1
53.7 52.2
57.7 51.9
49.3
33.3
33.8
27.3
30
16 18.4
20
15.6
29.2 16.9
14.1
10 Kdr.3
Kdr.2
Kdr.1
Selbar
Mg.2
Mg.1
Btrt.2
Btrt.1
Pnb.2
Pnb.1
Ppn.2
Ppn.1
Seltim.2
Seltim.1
Sel
Krb,2
Krb.1
Tbn 3
Tbn 2
Tbn 1
0
Gambar 1.1 Grafik Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Tabanan Tahun 2009 Hasil yang diperoleh dari laporan puskesmas ini lebih tinggi dari hasil yang diperoleh dari Dari hasil pengamatan peneliti selama bertugas I puskesmas dan dinas kesehatan, rendahnya pemberian ASI eksklusif terutama di daerah perkotaan karena faktor pekerjaan. Pada saat ibu bekerja di luar rumah maka tidak memungkinkan untuk memberikan ASI secara penuh. Phenomena ini juga dijumpai dalam suatu penelitian di Kelurahan Kalibanteng Semarang Barat bahwa persepsi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif baik, tetapi tidak dapat memberikan ASI eksklusif karena bekerja (Okta, 2008).
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas dapat
dirumuskan masalah, yaitu: 1) bagaimanakah persepsi ibu dari berbagai aspek dalam pemberian ASI eksklusif dan 2) apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.
5
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Menggali secara mendalam dan membandingkan persepsi ibu dan faktorfaktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja di Kabupaten Tabanan
1.3.2 Tujuan Khusus a. Mendapatkan gambaran perilaku ibu dalam pemberian ASI. b. Mengetahui secara mendalam alasan utama ibu memberikan MP-ASI secara dini. c. Memahami persepsi ibu dalam keseriusan masalah yang mungkin timbul dalam pemberian MP-ASI serara dini. d. Memahami persepsi ibu dalam upaya-upaya dan langkah antisipasi masalah dalam pemberian ASI eksklusif. e. Memahami persepsi ibu dalam keuntungan yang didapat dibandingkan hambatan dan pengorbanan dalam pemberian ASI eksklusif. f. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. g. Membandingkan persepsi ibu dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
1.4
Manfaat Penelitian: a. Manfaat praktis
bagi instansi
sebagai masukan dalam melaksanakan
intervensi program di bidang promosi kesehatan dalam rangka
6
peningkatan pemberian ASI eksklusif serta merupakan bahan kajian program peningkatan penggunaan ASI secara eksklusif. b. Manfaat teoritis bagi civitas akademika sebagai pengkayaan khasanah acuan untuk mengetahui secara mendalam berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif