ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MENENTUKAN JENIS BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI (Kasus Petani Karet Di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)
SKRIPSI
ADRIYANTO PRATAMA H34052354
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i
RINGKASAN ADRIYANTO PRATAMA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang barat, Lampung). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO). Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan kestabilan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian terbagi kedalam beberapa subsektor, salah satunya adalah subsektor tanaman perkebunan. Komoditas perkebunan yang mempunyai potensi yang besar dan banyak diperlukan baik itu untuk pasar domestik maupun mancanegara (ekspor) adalah karet. Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa negara. Besarnya potensi pasar yang diberikan oleh komoditas karet tidak terlepas dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani karet itu sendiri, salah satunya adalah yang menyangkut pendapatan petani. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usahatani karet antara lain dengan cara memroduksi karet dengan kapasitas optimal, memilih untuk memroduksi jenis bahan olah karet yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi, atau meningkatkan kualitasnya. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor karet di dunia, ekspor yang terbesar adalah SIR (Standard Indonesian Rubber) yang merupakan spesifikasi teknis yang dibuat dari koagulump lateks. Sebagian petani karet rakyat lebih memilih memroduksi bahan olah karet berupa koagulump yang relatif lebih mudah dalam proses pengerjaannya. Koagulump yang diproduksi oleh petani terdiri dari berbagai jenis, yaitu koagulump yang diproduksi harian, koagulump yang diproduksi 2 harian, koagulump yang diproduksi mingguan, koagulump yang diproduksi 2 mingguan dan lain-lain. Setiap koagulump yang diproduksi oleh petani memiliki perbedaan karakteristik baik dilihat dari segi biaya maupun dilihat dari segi penerimaan. Hal ini secara langsung mempengaruhi pendapatan dari usahatani yang dilakukan Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keragaman jenis bahan olah karet, (2) Menganalisis jenis bahan olah karet yang lebih menguntungkan bagi petani. Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu sentra produksi perkebunan karet alam rakyat di lampung yang terletak di Kecamatan Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Lokasi yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari tiga desa, yaitu desa Tirta Kencana, desa Pulung Kencana dan desa Bandar Dewa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2009. Petani karet di lokasi penelitian memroduksi karet dalam berbagai jenis bahan olah karet. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dalam penelitian ini penulis meneliti sepuluh faktor yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksinya. Faktor-faktor yang memengaruhi tersebut adalah usia petani, tingkat pendidikan petani, pengalaman ii
bertani, jumlah anggota keluarga petani, penghasilan rumah tangga, luas lahan yang dimiliki, partisipasi dalam kegiatan sosial, keanggotaan petani dalam kelompok tani, keberadaan PPL, serta variabel harga. Faktor-faktor yang secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen memengaruhi keragaman jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Propinsi Lampung adalah jumlah anggota keluarga, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, ada tidaknya PPL yang menetap di desa tempat petani tinggal, serta harga koagulump yang diterima petani. Sedangkan kelima faktor lainnya tidak memengaruhi secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen dalam penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani karet di lokasi penelitian. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa penerimaan tunai usahatani yang memroduksi koagulump segar (harian) lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian. Selain itu, biaya yang dikeluarkan (baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan) oleh usahatani yang memroduksi koagulump harian lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian, sehingga biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani koagulump harian juga lebih tinggi dibandingkan usahatani koagulump dua harian. Walaupun penerimaan tunai usahatani yang memroduksi koagulump harian lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian, akan tetapi biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani koagulump harian juga lebih tinggi dibandingkan usahatani koagulump dua harian, sehingga pada hasil akhirnya didapatkan bahwa usahatani yang memroduksi koagulump dua harian memberikan keuntungan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump harian. Penulis menyarankan kepada para petani agar memroduksi jenis bahan olah karet berupa koagulump dua harian karena akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan jika petani memroduksi jenis bahan olah karet berupa koagulump segar (harian). Petani tidak perlu mengkhawatirkan penyusutan karet yang akan terjadi jika petani menyimpan koagulump satu hari lebih lama untuk memroduksi koagulump dua harian karena kerugian yang disebabkan oleh penyusutan karet telah tertutupi oleh keuntungan dari harga jual yang lebih tinggi selain itu, keunggulan lain dari usahatani yang memroduksi koagulump dua harian adalah biaya produksi yang lebih rendah. Penulis juga menyarankan kepada PPL agar lebih aktif lagi dalam memberikan sosialisasi baik berupa informasi terbaru yang berhubungan dengan teknik budidaya maupun informasi terbaru yang berhubungan dengan kelembagaan petani. Dengan lebih aktifnya PPL, maka diharapkan petani mendapatkan informasi yang lebih lengkap guna meningkatkan pendapatan dari usahataninya sehingga kesejahteraan dari petani dapat lebih meningkat.
iii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MENENTUKAN JENIS BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI (Kasus Petani Karet Di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)
ADRIYANTO PRATAMA H34052354
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
iv
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)
Nama
: Adriyanto Pratama
NIM
: H34052354
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Suharno, MAdev NIP. 19610610 198611 1 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Adriyanto Pratama H34052354
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Sudarisman dan Ibunda Sumarganingsih Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Ciputat VI pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Pamulang. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 29 Jakarta pada tahun 2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005, dan penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006. Selama kuliah di IPB, penulis terlibat sebagai anggota dalam himpunan profesi (Himpro) dari mahasiswa Departemen Agribisnis atau yang dikenal dengan nama HIPMA (Himpunan Mahasiswa Peminat Agribisnis) sejak tahun 2007-2010.
vii
KATA PENGANTAR Segala puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga
skripsi
berjudul
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)” dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui proses belajar, bimbingan, dan diskusi dalam waktu yang tidak sebentar. Penyusunan skripsi ini merupakan sarana proses pembelajaran bidang usahatani dan non usahatani seperti pembelajaran mengenai statistika, analisis kualitatif, dan psikologi. Fokus kajian dalam skripsi ini adalah bahan olah karet di tingkat petani. Di dalamnya dibahas mengenai usahatani karet, faktor keputusan, serta analisis pendapatan uasahatani karet berdasarkan bahan olah karet yang diproduksinya. Penyebutan referensi yang dikutip dalam skripsi ini diharapkan mampu menambah nilai keilmiahannya, dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pemilik karya yang dikutip dalam skripsi ini. Skripsi ini telah diupayakan untuk ditulis dengan sebaik mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Meskipun demikian, mudah-mudahan skripsi ini ada manfaatnya bagi kita dan bagi pengembangan usahatani karet perkebunan rakyat serta memberikan manfaat bagi peneliti dan penelitian usahatani selanjutnya.
Bogor, Juli 2010 Adriyanto Pratama
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Narni Farmayanti, Msc selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Arif Karyadi, Sp selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, motivasi, keteladanan dan pembelajarannya tentang hidup. 5. Kedua adik kebanggaanku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan sebuah mimpi yang sangat indah untuk kukejar. 6. Keluarga Ogon Sudarmadi yang telah bersedia membantu keluarga saya baik berupa materil maupun moril sepeninggal bapak saya. 7. Wiyanto Sudarsono, SE atas segala bantuan dan diskusi-diskusi yang telah kita lakukan selama ini. 8. Harry, Ferry, Sule, Bayu, Iwan, Isnur, Jacko, Rijal, Teguh, Noel, Najmi, Amel, Hepi, Cila, Tiara, Ayu, Sari, Rina atas persahabatan yang tidak akan pernah saya lupa, yang telah mengajari saya bagaimana cara melihat dunia dari berbagai sisi. Seluruh crew PONDOK IWAN terimakasih banyak atas semuanya. 9. Rani Anggraeni atas bantuannya di saat-saat yang sangat genting. 10. Dosen, asisten dosen, dan staf sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis atas bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah. 11. Mbak Dian dan Bu Ida di sekretariat pelayanan akademik AGB atas keramahan dan bantuannya.
ix
12. Bapak Sarju, Staf Balai Kampung, Ketua Kelompok Tani, warga dan petani karet Kampung Pulung Kencana, atas keramahan dan bantuannya. 13. Bapak Efen Efendi, Bapak Anizar, warga dan petani karet Kampung Bandar Dewa atas keramahan dan bantuanya. 14. Bapak Samidi, Staf Balai Kampung, Ketua RK, warga dan petani karet Kampung Tirta Kencana, atas keramahan dan bantuannya. 15. Bapak Saryono, Bapak Suradi, Ibu Sariyati, Ibu Sulastri dan Staf PPL di BP4K Kecamatan Tulang Bawang Tengah, atas data, diskusi, informasi dan bantuannya. 16. Bapak Haidirsyah, dan Staf Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang atas informasi, diskusi dan datanya. 17. Teman-Teman AGB 42 yang telah menjadi bagian dari sejarah hidup seorang Adriyanto Pratama. 18. Kepada semua pihak yangtidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih banyak.
Bogor, Juli 2010 Adriyanto Pratama
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN .................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................. 1.2. Perumusan Masalah ....................................................... 1.3. Tujuan ............................................................................ 1.4. Manfaat .......................................................................... 1.5. Ruang Lingkup ..............................................................
1 1 4 7 7 7
II
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2.1. Gambaran Komoditas Karet .......................................... 2.1.1 Karakteristik Karet .............................................. 2.1.2 Budidaya Karet .................................................... 2.1.3 Hama dan Penyakit Tanaman Karet .................... 2.1.3.1 Hama ...................................................... 2.1.3.2 Penyakit .................................................. 2.1.4 Jenis-Jenis Bahan Olahan karet ........................... 2.2. Penelitian Terdahulu .......................................................
8 8 9 10 14 14 15 16 17
III
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................... 3.1. Konsep Usahatani ........................................................... 3.2. Biaya Usahatani .............................................................. 3.3. Konsep Pendapatan Usahatani ...................................... 3.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keragaman Jenis Bahan Olah Karet Rakyat .............................................. 3.4.1. Faktor Sosial Ekonomi ........................................ 3.4.1.1 Usia ........................................................ 3.4.1.2 Jumlah Anggota Keluarga ...................... 3.4.1.3 Pendidikan .............................................. 3.4.1.4 Pengalaman ............................................ 3.4.1.5 Penghasilan Keluarga ............................. 3.4.1.6 Faktor Pendukung .................................. 3.4.1.7 Harga ...................................................... 3.4.2 Faktor Teknis ....................................................... 3.4.2.1 Luas Lahan ............................................. 3.5. Diagram Alur Pemikiran ...............................................
20 20 21 21
METODE PENELITIAN ....................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu .......................................................... 4.2 . Metode Penentuan Sampel ............................................ 4.3. Data dan Instrumentasi .................................................. 4.4. Metode Pengumpulan Data ...........................................
28 28 28 28 29
IV
22 23 23 23 24 24 24 25 25 26 26 26
xi
4.5.
Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................ 4.5.1. Transformasi Data ............................................... 4.5.2. Model Regresi Logistik Biner ............................. 4.5.3. Pendugaan Koefisien ........................................... 4.5.4. Uji Signifikasi ...................................................... 4.5.5. Interpretasi Koefisien .......................................... Definisi Operasional .......................................................
29 29 30 31 32 33 35
V
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................... 5.1. Gambaran Umum Lokasi penelitian .............................. 5.1.1. Kecamatan Tulang Bawang Tengah .................... 5.1.2. Desa Tirta Kencana ............................................. 5.1.3. Desa Pulung Kencana .......................................... 5.1.4. Desa Bandar Dewa .............................................. 5.2. Karakteristik Petani Responden .................................... 5.2.1. Usia Petani .......................................................... 5.2.2. Pendidikan .......................................................... 5.2.3. Pengalaman Petani dalam Budidaya Karet .......... 5.2.4. Pendapatan (Income) Keluarga ............................ 5.2.5. Luas Lahan .......................................................... 5.2.6. Jumlah Keluarga Petani ....................................... 5.2.7. Kelembagaan Petani ............................................
38 38 38 39 39 40 40 42 42 43 43 43 44 44
VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MENENTUKAN JENIS BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI ..... 6.1. Model Dugaan Regresi Logistik Biner .......................... 6.2. Koefisien atau Parameter Dugaan Model Regresi Logistik Binner Faktor-faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi ............................... 6.3. Uji Signifikasi dan Koefisien Variabel Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani dalam Menentukan jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi . 6.4 Interpretasi dan Pembahasan Koefisien Variabel yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olahan Karet yang Diproduksi
46
ANALISIS USAHATANI KARET PRODUKSI ................... 7.1. Analisis Pendapatan Usatani Karet Produksi ................. 7.2. Penerimaan Usahatani Karet Produksi ........................... 7.3. Biaya Usahatani Karet Produksi ..................................... 7.3.1. Biaya Usahatani Tunai ......................................... 7.3.1.1 Pupuk ..................................................... 7.3.1.2 Koagulan ................................................ 7.3.1.3 Pajak Lahan ............................................ 7.3.1.4 Peralatan Produksi .................................. 7.2.3. Biaya Usahatani Diperhitungkan ......................... 7.3.2.1 Penyusutan Peralatan Produksi .............. 7.3.2.2 Tenaga Kerja Dalam Keluaga ................ 7.4. Pendapatan Usahatani Karet ...........................................
55 55 55 56 57 57 58 59 60 60 60 61 62
4.6.
VII
45 45
47
48
xii
VIII
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 7.1. Kesimpulan .................................................................... 7.2. Saran ..............................................................................
65 65 65
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
67
LAMPIRAN .........................................................................................
69
xiii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman PDB Triwulan Atas HargaBerlaku (Milyar Rp) Tahun 2005 – 2008 ...................................................................
1
Ekspor Karet Alam Indonesia 2003 – 2007 Berdasarkan Tipe dan Grade .......................................................................
4
Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya .......................................................
5
Karakteristik Petani Karet Responden di Kecamatan Tulang Bawang Tengah ............................................................
41
Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi ...
47
6.
Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Uji Statistik ..................
54
7.
Perbandingan Penerimaan Usahatani Karet Koagulump Segar dengan Koagulump Dua Harian per Hektar per Tahun ...........
56
8.
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Frekuensi Pemupukan
57
9.
Biaya Penggunaan Pupuk per Hektar per Tahun .....................
58
10.
Penggunaan Koagulan Lateks oleh Responden Penelitian di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ................
59
11.
Perbandingan Biaya Koagulasi ................................................
59
12.
Perbandingan Biaya Penyusutan Peralatan Produksi dengan Masa Pakai Lebih dari Satu Tahun ..........................................
60
Perbandingan Biaya Penyusutan Peralatan Produksi dengan Masa Pakai Lebih dari Satu Tahun ..........................................
61
14.
Perbandingan Biaya Tenaga Kerja per Hektar per Tahun .......
62
15.
Perbandingan Pendapatan Usahatani Karet Koagulump Segar dengan Koagulump Harian per Hektar per Tahun ...................
63
2. 3. 4. 5.
13.
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007 ..
3
2.
Diagram Alur Pemikiran..............................................................
26
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Karakteristik Pemodelan Responden .......................................
70
2.
Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi .............................................................
72
3.
Biaya Peralatan Usahatani Koagulump 1 Harian ....................
73
4.
Biaya Tenaga Kerja Usahatani 1 Harian ..................................
73
5.
Biaya Pajak Usahatani 1 Harian ...............................................
74
6.
Biaya Koagulan Usahatani 1 Harian ........................................
75
7.
Biaya Pupuk Usahatani 1 Harian .............................................
76
8.
Biaya Peralatan Usahatani Koagulump 2 Harian .....................
77
9.
Biaya Tenaga Kerja Usahatani Koagulump 2 Harian ..............
78
10.
Biaya Pajak Usahatani Koagulump 2 Harian ...........................
79
11.
Biaya Koagulan Usahatani Koagulump 2 Harian ....................
80
12.
Biaya Pupuk Usahatani Koagulump 2 Harian .........................
82
xvi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang ditujukan untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh suatu produk terhadap pendapatan nasional. Walaupun sektor pertanian bukan merupakan sektor yang menyumbangkan nilai yang terbesar, akan tetapi rata-rata persentase peningkatan nilai PDB dari sektor pertanian dari tahun 2005 sampai 2008 menempati urutan kedua setelah bangunan yaitu sebesar 26,33 persen (Tabel 1). Tabel 1. PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp) Tahun 2005 – 2008 Sektor
2005
2006
2007
2008
Persentase Kenaikan 26,33
Pertanian
364.169
433.223
541.593
731.291
Pertambangan dan Penggalian
309.014
366.521
441.007
543.364
Industri Pengolahan
760.361
919.539
1.068.654
1.380.732
22,12
26.694
30.355
34.725
40.847
15,25
Bangunan
195.111
251.132
305.216
419.322
29,21
Perdagangan, Hotel dan Restoran
431.620
501.542
589.352
692.119
Pengangkutan dan Komunikasi
180.585
231.524
264.264
312.454
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
230.523
269.121
305.214
368.130
Jasa‐jasa
276.204
336.259
399.299
483.771
20,55
2.774.281
3.339.216
3.949.321
4.954.029
21,36
Listrik, Gas, Air Bersih
Produk Domestik Bruto
20,71
17,05 20,19 16,92
Sumber : Departemen Pertanian (2010)
Sektor pertanian terbagi kedalam beberapa subsektor. Salah satunya adalah subsektor tanaman perkebunan. Komoditas perkebunan yang mempunyai potensi yang besar dan banyak diperlukan baik itu untuk pasar domestik maupun mancanegara (ekspor) adalah karet. Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa negara. Luas 1
area perkebunan karet tahun 2008 tercatat mencapai lebih dari 3.5 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85 persen merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 persen perkebunan besar negara serta 8 persen perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2008 mencapai 2.8 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong atau tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet1. Karet alam merupakan bahan baku berbagai produk diantaranya ban, sarung tangan karet, sepatu karet, balon, dan berbagai produk lainnya (Tim PS, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa karet alam merupakan salah satu komoditas penting dalam perekonomian dunia. Pentingnya karet sebagai komoditas internasional didukung oleh produksi karet yang dilakukan oleh berbagai negara produsen karet alam di antaranya Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Vietnam dan China. Gambar 1 memperlihatkan bahwa dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 konsumsi karet alam dunia cenderung meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya produk dengan bahan dasar karet alam yang dibutuhkan industri di dunia. Produk-produk yang berbahan baku karet diproduksi dengan menggunakan karet yang berbeda jenis dan spesifikasinya, misalnya ban diproduksi dari karet yang berspesifikasi teknis, sarung tangan karet biasa diproduksi dari Ribbed Smoked Sheet (ribbed smoke sheet), dan kondom serta sarung tangan medis diproduksi dari lateks pekat. Perbedaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan karet menyebabkan perbedaan jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh produsen karet alam dalam rangka merespon kebutuhan industri tersebut.
1.
Pusat Penelitian Karet. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. http://www.ipard.com [8 Juli 2010]
2
10.000,00 9.800,00 9.600,00 (000 Ton)
9.400,00 9.200,00 9.000,00 8.800,00 8.600,00 8.400,00 Produksi (000 ton) Konsumsi (000 Ton)
2005 8.892,00
2006 9.846,00
2007 9.782,00
9.082
9.216
9.735
Gambar 1. Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia Tahun 1998-2007 Sumber: IRSG, 2008 (diolah)
Besarnya potensi pasar yang diberikan oleh komoditas karet tidak terlepas dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani karet itu sendiri. Di Indonesia, petani karet rata-rata mempunyai penghasilan Rp 1.000.000 per bulan dari setiap satu hektar (ha) kebun karet yang dimilikinya. Dalam 1 ha kebun karet dengan jumlah tanaman lima ratus pohon, para petani mampu menghasilkan getah karet sebanyak tiga ratus kilogram (kg) per bulan yang dijual seharga Rp 4.000.000 sampai Rp 7.000.000. Dengan harga seperti itu, penghasilan yang didapat petani karet adalah Rp 1 juta per bulan untuk 1 ha kebun karet2. Sebagai seorang pelaku ekonomi yang bertindak rasional, apapun bahan olah karet yang diproduksinya, produsen (petani) karet menginginkan keuntungan berupa pendapatan dari kegiatan produksi yang dilakukannya. Sejalan dengan hal tersebut, maka produsen (petani) karet alam yang menjalankan usahatani untuk menghasilkan bahan olah karet alam juga menginginkan peningkatan pendapatan dari usahataninya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan ------------------------------------2.
Tribun
Kaltim. 2009. Pendapatan Petani http://www.tribunkaltim.co.id [8 Juli 2010]
Karet
Rp
1
Juta
per
Bulan.
3
usahatani karet antara lain dengan cara memroduksi karet dengan kapasitas optimal, memilih untuk memroduksi jenis bahan olah karet yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi, atau meningkatkan kualitasnya. I.2. Perumusan Masalah Indonesia sebagai salah satu eksportir karet alam dunia, mengekspor karet alam dalam berbagai jenis. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade dapat dilihat dalam Tabel 2 yang menunjukkan bahwa ekspor Indonesia yang terbesar dari tahun ke tahun adalah SIR (Standard Indonesian Rubber). SIR sendiri merupakan karet spesifikasi teknis yang dibuat dari koagulump lateks (Tim PS, 2009). Tabel 2. Ekspor Karet Alam Indonesia 2003 – 2007 Berdasarkan Tipe dan Grade Type ang Grade Latex Concentrate Ribbed smoked Sheet*) RSS 1 RSS 2 RSS 3 RSS 4 RSS 5 Others Standard Indonesian Rubber (SIR) SIR 3L SIR 3 CV SIR 10 SIR 20 Other SIR* Other types of Natural Rubber *) Grand Total
2003 (ton)
2004 (ton)
2005 (ton)
2006 (ton)
12.526
11.755
4.014
8.334
46.165
145.895
334.125
325.393
1.589.387
1.684.959
1.674.721
1.952.268
2007 (ton) 7.610 (0,3%) 275.497 (11,4%) 68.237 551 540 532 114 205.522 2.121.863 (88,15%)
74.451 59.809 1.332.270 122.857 12.842
116.145 32.248 1.524.435 12.131 31.652
64.880 3.381 1.605.956 504 10.921
50.726 1.897.205 4.337 3
8.352 4.287 33.792 2.063.306 12.126 1.786
1.660.920
1.874.261
2.023.781
2.285.998
2.406.756
Sumber : BPS, disusun oleh Gapkindo (2008)
4
Sebagian besar koagulump lateks diproduksi oleh perkebunan karet rakyat, hal tersebut dikarenakan 78,9 persen produksi karet nasional dilakukan oleh perkebunan rakyat, dan 84,66 persen lahan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat (Tabel 3). Besarnya proporsi perkebunan karet rakyat di Indonesia menggambarkan bahwa, sebagian besar produksi koagulump yang digunakan sebagai bahan baku SIR dihasilkan oleh petani karet (smallholder rubber farmer). Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya Luas Areal (000 Ha)
Tahun
Produksi (000 ton)
PR
PBN
PBS
Jumlah
PR
PBN
PBS
Jumlah
2000
2.882,8
212,6
277,0
3.372,4
1.125,2
169,9
206,4
1.501,5
2001
2.838,4
221,9
284,5
3.344,8
1.209,3
182,6
215,6
1.607,5
2002
2.825,5
221,2
271,7
3.318,4
1.226,6
186,5
217,2
1.630,3
2003
2.772,5
241,6
276,0
3.290,1
1.396,2
191,7
204,4
1.792,3
2004
2.747,9
239,1
275,2
3.262,2
1.662,0
196,1
207,7
2.065,8
2005
2.767,0
237,6
274,8
3.279,4
1.838,7
209,8
222,4
2.270,9
2006
2.833,0
238,0
275,4
3.346,4
2.082,6
265,8
288,8
2.637,2
2007*
2.899,7
238,2
275,8
3.413,7
2.186,2
277,2
301,3
2.764,7
2008** 3.000,5
239,5
276,8
3.516,8
2.241,8
285,9
311,0
2.838,7
Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Estimasi Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2008)
Propinsi Lampung merupakan propinsi yang termasuk kedalam sepuluh besar propinsi penghasil karet terbanyak di Indonesia dengan total produksi sebesar 68.366 ton per tahun. Luas areal perkebunan karet alam di propinsi Lampung mencapai 81.466 hektar dengan produktivitas menghasilkan karet sebesar 1.165 kg per hektar (Ditjenbun, 2007). Kecamatan Tulang Bawang Tengah termasuk kedalam lima besar kecamatan dengan luas lahan karet produktif yang paling besar di Kabupaten Tulang Bawang Barat, yaitu seluas 6.758,37 hektar ( Dinas Kehutanan Tulang Bawang, 2009).
5
Sebagian petani karet rakyat memroduksi koagulump dikarenakan untuk membuat bahan olah karet yang lebih baik dari koagulump membutuhkan alat dan bahan yang lebih canggih atau rumit seperti amoniak, asam format, alat pembeku, alat sentrifugasi (Tim PS, 2009). Oleh karena itu petani lebih memilih memroduksi bahan olah karet berupa koagulump yang relatif lebih mudah dalam proses pengerjaannya. Koagulump yang diproduksi oleh petani terdiri dari berbagai jenis, yaitu koagulump yang diproduksi harian, koagulump yang diproduksi dua harian, koagulump yang diproduksi mingguan, koagulump yang diproduksi dua mingguan dan lain-lain. Setiap koagulump yang diproduksi oleh petani memiliki perbedaan karakteristik baik dilihat dari segi biaya maupun dilihat dari segi penerimaan. Hal ini secara langsung mempengaruhi pendapatan dari usahatani yang dilakukan. Petani karet di Tulang Bawang Tengah sebagian besar memroduksi jenis koagulump harian dan dua harian. Jika dilihat dari segi harga, harga koagulump dua harian lebih tinggi dibandingkan harga koagulump harian. Berdasarkan hasil survey pendahuluan harga koagulump dua harian berada pada kisaran antara Rp 2.800–3.000 per kg. Sedangkan harga koagulump harian lebih rendah dan hanya mencapai kisaran antara Rp 2.300-2.750 per kg. Akan tetapi, petani karet masih ada yang memroduksi koagulump harian. Maka dari itu, penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksi perlu untuk dilakukan. Dari uraian diatas, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Mengapa terjadi keragaman jenis bahan olah karet
yang dihasilkan oleh
petani? 2) Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi terjadinya keragaman jenis bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani? 3) Jenis bahan olah karet apakah yang menguntungkan bagi petani?
6
1.3. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis koagulump yang diproduksi. 2) Menganalisis pendapatan usahatani jenis koagulump mana yang lebih menguntungkan bagi petani. 1.4. Manfaat Manfaat yang dimiliki penelitian ini adalah: 1) Bagi penulis, penelitian ini sebagai wahana penerapan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah. 2) Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian terkait selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian tentang karet rakyat dapat menjadi sangat luas atau sempit tergantung ruang lingkup penelitiannya. Karena itu, agar penelitian ini tidak keluar dari perumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini difokuskan pada petani karet yang menjual hasil produksinya dalam bentuk koagulump (bekuan) harian dan koagulump 2 harian. Secara wilayah geografis, ruang lingkup penelitian ini mencakup wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah.
7
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Komoditas Karet Tanaman karet alam pertama kali hanya tumbuh di Amerika Selatan, setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Nama lain karet alam adalah Havea Braziliensis. Pohon ini dapat tumbuh tinggi hingga 15-25 meter. Tanaman ini dapat diambil getahnya sampai usia 30 tahun dan setiap harinya dapat diambil hasilnya (Anwar Chairil, 2006). Karet alam yang berada di Indonesia saat ini pertama kali diperkenalkan oleh Belanda yang dirintis pertama kali oleh H.A. Wickham yang dibawa dari pedalaman Amerika Selatan pada tahun 1943 dan ini merupakan cikal bakal dari tanaman karet di kawasan Asia Tenggara. Tanaman karet pertama kali di tanam di Kebun Raya Bogor dengan tujuan untuk menjadi koleksi, namun selanjutnya dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864 oleh Hofland di daerah Pamanukan dan Ciasem Jawa Barat. Perkembangan perkebunan karet pada masa penjajahan Belanda didukung oleh penawaran penanaman modal oleh pemerintah Netherland Indies kepada investor luar (Inggris, Belgia dan Amerika) menjadikan Indonesia saat ini memiliki perkebunan karet alam terluas di dunia. Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sauk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Karet alam berguna sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam barang dalam industry dan berbagai bidang seperti industry otomotif, industri alat listrik dan bidang kedokteran. Barangbarang yang terbuat dari karet alam (baik sebagai bahan tunggal maupun campuran dengan karet sintetis) terdiri dari banyak jenis. Mulai dari karet dot balita, penghapus, selang, balon, sol sepatu, kasur busa, membrane, karet gelang, ban kendaraan, sabuk pengaman (safety belt), pembungkus kabel, dudukan mesin kendaraan maupun kaca mobil semuanya terbuat dari bahan karet.
8
2.1.1. Karakteristik Karet Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenl dengan nama Lateks. Tanaman karet memiliki akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman hingga tumbuh tinggi dn besar. Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angios permae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis Tanaman karet cocok ditanam di daerah tropis yang terletak antara 15ºLU-
10ºLS. Tanaman karet menghendaki daerah dengan suhu rata-rata 25-30ºC yang memiliki ketinggian antara 0-400 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan maksimum 45º. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata-rata kurang dari 20ºC, maka tanaman karet tidak cocok ditanam di daerah tersebut. Tanaman karet akan tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi antara 2500-4000 mm setahun dan akan lebih baik lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun. Sinar matahari yang cukup melimpah di negara-negara tropis merupakan syarat lain yang diinginkan tanaman karet. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas minimal 5-7 jam. Iklim tropis yang sesuai, curah hujan dan sinar matahari yang mencukupi serta ketinggian daerah yang memadai memungkinkan tanaman karet dapat tumbuh subur di Indonesia pada hampir seluruh daerahnya. Dibanding dengan tanaman perkebunan lainnya (kopi, cokelat, teh, tembakau), tanaman karet adalah yang paling toleran terhadap tanah yang kesuburannya rendah. Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning
9
yang terhampar luas di Indonesia serta tanah jenis latosol dan aluvial juga bisa dikembangkan untuk penanaman karet. Tanah yang derajat keasamannya mendekati normal cocok untuk ditanami karet. derajat keasaman yang paling cocok untuk ditanami tanaman karet adalah 5-6. Batas toleransi pH tanah bagi tanaman karet adalah 4-8. Tanah yang agak asam masih lebih baik untuk ditanami tanaman karet daripada tanah yang basa. Tanah yang datar dan tidak berbukit-bukit akan lebih baik untuk dipilih sebagai lahan penanaman karet. tanah yang datar selain memudahkan pemeliharaan juga memudahkan penyadapan dan pengangkutan lateks. Selain itu semua sebaiknya tanah tersebut dekat dengan sumber air, misalnya sungai atau aliran-aliran air. 2.1.2. Budidaya Karet 1) Pemilihan lokasi Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di tanah yang memiliki ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan maksimum 45 derajat. Jika ditanam di atas 400 meter di atas permukaan laut maka pertumbuhannya akan tergangggu. Selain itu, karet jika ditanam di lahan yang selalu tergenang air maka pertumbuhannya juga akan terganggu.Tanaman karet menghendaki daerah dengan curah hujan antara 1500-4000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, yang terbaik antara 2500-4000 mm dengan 100-150 hari hujan.Dewasa ini pengembangan areal perkebunan karet, baik rakyat maupun besar, ditujukan pada jenis tanah podsolik merah kuning. Jenis tanah ini terutamam dijumpai di empat pulau terbesar di Indonesia, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. 2) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dimulai dari pembabatan pohon-pohon yang tumbuh. Pembabatan dilakukan dengan cara manual untuk kebun yang tidak luas dan cara mekanik untuk kebun yang sangat luas. Setelah pohon dan alang-alang dibabat dan dibakar, tanah dibongkar dengan cangkul dan traktor hingga sisasisa akar terangkat. Selesai dibersihkan, tanah dibiarkan hingga alang-alang benar-benar tidak tumbuh lagi. Biasanya tanah kebun tidak semuanya datar, ada yang berbukit-bukit. Tanah yang memiliki kemiringan di atas 10 derajat 10
hendaknya dibuat teras. Lebar teras minimal 1,5 m. jarak antara teras yang satu dengan yang lain 7 m untuk jarak tanam (7x3) m. pembuatan teras dilakukan dengan cara menggali tanah yang landai ke dalam. Tanah galian ini diuruk di bagian bawahnya hingga terbentuk teras. Pembuatan teras dimaksudkan agar tanah tidak murah tererosi. Pada tanah yang landai biasanya hanya dibuatkan rorak yang berguna sebagai pencegah erosi dan sebagai saluran air. Kebun karet memerlukan jalan untuk lancarnya pengawasan dan pekerjaan. Pembuatan jalan direncanakan dan dibuat seperti pembuatan teras kontur, tetapi tidak di-waterpass. Pembuatan jalan tidak boleh langsung menaik jika tanahnya berbukit-bukit. Tinggi penaikan jalan harus beragam sesuai lekuk tanahnya, dan kemiringan jalan harus landai ke dalam. 3) Penanaman a) Sistem Penanaman Karet Guna mendapatkan hasil yang baik diperlukan sistem penanaman karet yang sesuai. Dalam budidaya karet terdapat dua sistem penanaman, yaitu sistem monokultur dan sistem tumpang sari. i) Sistem Monokultur Pada sistem monokultur, penanamannya dengan jarak segi tiga, bujur sangkar, dan tidak teratur. System jarak segitiga dan bujur sangkar menghasilkan jarak tanam yang teratur dan hanya bias diterapkan pada penanaman di tanah datar. Sedangkan jarak tidak teratur hanya untuk penanaman karet di tnah miring ynag diteras. ii) Sistem tumpang sari Penanaman dengan sistem tumpang sari harus direncanakan dari semula berkenaan dengan jarak tanam yang sesuai, jika tidak akan menyebabkan tanaman
terlalu rapat.
Akibatnya, akan terjadi
persaingan penyerapan unsur hara. Sistem penanaman yang sering digunakan untuk tumpang sari adalah sistem jarak pagar. Jarak tanam dalam barisan tanaman dibuat rapat dan jarak tanaman antar barisan dibuat renggang. Yang terpenting adalah penyinaran matahari bias terjadi dengan sempurna.
11
b) Cara penanaman bibit i) Pembongkaran bibit Bibit okulasi yang ditanam di kebun biasanya diperoleh dari kebun pembibitan atau dari polybag. Pembongkaran bibit dilakukan dengan jalan menggali parit 50 cm di sisi barisan bibit. Kemudian bibit dipegang pada bagian atas okulasi dan dicabut. Perlu didingat bahwa jumlah akar tunggangnya harus satu buah dan lurus. ii) Pengangkutan Perlakuan untuk bibit yang menempuh jarak yang cukup jauh dilakukan dengan membungkus bibit untuk menghindari terjadinya kerusakan mata tunas atau batang okulasi. Jika bibit berasal dari okulasi dalam kantong plastik, pengangkutan dilakukan langsung dengan kantongnya. a) Pelaksanaan penanaman i) Penanaman karet Sebelum penanaman lubang tanam harus sudah siap dengan jarak antar lubang tanam 7 x 3 meter. Pembuatannya dimulai dengan mengajir lubang tanam sesuai jarak tanam tersebut. Besarnya lubang tanam untuk okulasi bibit dalam kantong plastik adalah (60x60x60) cm. sedangkan untuk bibit okulasi umur 2-3 tahun adalah (80x80x80) cm. jika panjang akar tunggang bibit lebih tinggi dari 80 cm, maka dibagian tengah lubang tanam di tugal sedalam 20 cm. setelah lubang tanam disiapkan, bibit siap ditanam, pada waktu tanam. Akar tunggang harus lurus masuk ke dalam tanah. ii) Penanaman tanaman penutup tanah Untuk menahan dan mencegah terjadinya erosi dilakukan penanaman tnaman penutup tanah. Selain itu, tanaman penutup tanah juga dapat mempercepat matang sadap dan mempertinggi hasil lateksnya. Jenis tanaman penutup tanah dibagi menjadi tiga golongan yaitu, tanaman merayap seperti rumput dan Leguminosae, tanaman semak seperti Crotalaria Usaramoensis, dan tanaman pohon seperti petai cina. Tanaman penutup tanah berbentuk pohon ini jarang
12
digunakan karena tanaman karet tidak memerlukan naungan. Namun di daerah yang sering terjadi serangan angin banyak digunakan untuk memecah angin agar tidak menumbangkan tanaman karet. iii) Kebutuhan Bibit Kebutuhan bibit tiap hektar dipengaruhi oleh jarak tanamnya. Dengan jarak tanam (7x3) m jumlah pohon yang bisa ditanam untuk satu hektar adalah 476 pohon. Di samping bibit yang ditanam langsung, disiapkan pula bibit untuk sulaman sebanyak 5 persen dari jumlah yang akan ditanam sehingga jumlah bibit yang harus disiapkan berjumlah 500 batang. iv) Perawatan Tanaman sebelum menghasilkan Kegiatan perawatan
tanaman sebelum menghasilkan meliputi
kegiatan penyulaman tanaman yang mati atau rusak, penyiangan gulma baik dengan cara manual maupun dengan cara kimia, pemupukan tanaman yang diberikan pada saat pergantian musim, antara musim penghujan ke musim kemarau, seleksi tanaman karet yang sehat dan penjarangan tanaman karet yang tidak baik dan terserang penyakit, pemeliharaan tanaman penutup tanah. Kegiatan-kegiatan ini perlu dilakukan agar tanaman dapat menghasilkan getah dengan kualitas dan kuantitas yang baik pada saat sudah disadap nantinya. v) Perawatan tanaman yang sudah menghasilkan Pada umur 5 tahun tanaman karet sudah memasuki fase tanaman menghasilkan. Sehingga pada tahun ini tanaman karet sudah mulai disadap. Untuk mendapatkan hasil lateks yang merata setiap pohon dengan rata-rata lateks yang sesuai, pohon karet harus dirawat sebaikbaiknya. Tujuan perawatan ini mempertahankan
pertumbuhan
antara lain mencegah erosi,
tanaman
penutup
tanah,
serta
mencegah terjadinya serangan hama dan pennyakit yang merugikan. Perawatan tanaman menghasilkan mencakup penyiangan, pemupukan, serta pemberantasan hama dan penyakit.
13
2.1.3. Hama dan Penyakit Tanaman Karet Kerusakan dan kematian tanaman karet dapat disebabkan oleh gangguan hama dan penyakit. Gangguan hama dan penyakit dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar jika ditinjau dari segi ekonomi. Oleh karena itu kita perlu mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman karet dan bagaimana cara menanggulanginya. 2.1.3.1. Hama 1) Rayap Gejala yang timbul jika tanaman karet terserang rayap adalah bagian dalam batang terdapat lubang besar, dari ujung stum sampai akar. Akar tanaman terputus-putus bahkan tidak lagi berujung akar. Pengendalian hama jenis rayap dapat dilakukan dengan cara pengendalian kimia menggunakan insektisida furadan 3G, Agrolene 26WP 0,2 persen. Atau lindamul 250 EC 0,2 persen. 2) Uret tanah Jika tanaman karet terserang hama jenis ini maka gejala yang timbul adalah tanaman menjadi layu, berwarna kuning, bahkan mati akibat tidak berakar lagi. Pengendalian hama jenis ini dapat dilakukan dengan cara disemprot menggunakan Endosulfan 0,1 persen. 3) Kutu tanaman Jika tanaman karet bagian pucuk batangnya dan daun mudanya berwarna kuning, mengering dan akhirnya mati, maka tanaman karet ini erserang hama kutu tanaman. Cara pengendalian hama jenis ini adalah dengan disemprot menggunakan solze. Solze dapat dibuat dari campuran 0,25 kg lem kayu dengan o,5 kg sabun batangan yang dilarutkan dalam 6 liter air mendidih. Kemudian kedalamnya ditambahkan 12 liter minyak solar. Bila akan digunakan, campuran ini diencerkan dengan air, 20cc/liter air. Penymprotan dilakukan 1-2 minggu sekali. 4) Tungau Gejala yang ditimbulkan oleh serangan hama tungau adalah daun tanaman berbentuk tidak normal, kerdil, menguning, dan akhirnya gugur. Gejala ini sering muncul pada saat musim kemarau. Hama jenis ini dapat dikendalikan dengan cara disemprotkan akarisida yang dianjurkan seperti Thiodan 35 EC 14
0,15 persen, Kelthane MF 0,2 persen. Penyemprotan dilakukan dengan selang lima hari sekali dan ditujukan langsung ke pucuk serta permukaan bawah daun. 5) Siput Gejala yang ditimbulkan oleh serangan hama siput adalah daun dan tanaman muda di areal pembibitan rusak dan patah-patah. Pada bagian daun yang patah terdapat alur jalan berwarna keperakan mengilap. Di tempat teduh dapat ditemukan banyak sekali telur. Hama jenis ini dapat dikendalikan dengan larutan mealdehyde 5 persen dalam dedak. 2.1.3.2. Penyakit 1) Penyakit akar putih Penyakit ini disebabkan oleh jamur Rigidoporus lignosus. Jika terserang penyakit ini gejala yang timbul adalah daun-daun tanaman menjadi pucat kuning dengan tepi ujungnya terlipat kedalam. Pada akar tanaman tampak benang-benang jamur putih dan agak tebal. Akar tanaman yang sakit akhirnya membusuk, lunak, dan berwarna coklat. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan memberikan fungisida yang terdiri atas campuran bahan kimia hexaconazole, triadimefon, dan cyproconazole. 2) Jamur upas Penyakit ini disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor. Jika tanaman karet terserang jamur ini akan menunjukkan gejala pada pangkal atau bagian atas percabangan tampak benang-benang berwarna putih seperti sutera. Bagian tanaman yang terserang akan mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kehitaman yang meleleh di permukaan batang tanaman. Lambat laun kulit tanaman yang terserang akan membusuk dan berubah menjadi hitam, mengering dan terkelupas. Pengendalian penyakit ini harus dilaksanakan seawal mungkin dengan cara melumasi fungisida Fylomac 90 0,5 persen, calixin MR, Dowco 262, atau bubur bordo pada bagian yang terkena serangan hingga 30 cm ke atas dan ke bawahnya. 3) Kanker garis Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytopthora palmivora. Tanaman karet yang terserang penyakit jenis ini akan menunjukkan gejala adanya selput 15
tipis berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan menggunakan fungisida Difolatan 4 F dua persen. Pemberiannya dilakukan dengan melumasi fungisida di sepanjang jalur selebar 5-10 cm di atas dan di bawah alur sadap dengan memakai kuas. Pelumasan dilakukan segera setelah penyadapan. Bila bidang sadap sembuh, bidang sadap ditutup dengan Secony CP 2295A. Selain pelumasan, dapat pula dilakukan penymprotan fungisida pada alur sadap. 2.1.4. Jenis-Jenis Bahan Olah Karet Jenis karet alam yang diproduksi oleh petani Indonesia biasanya dijual dalam bentuk bahan olah karet. Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah karet bukanlah hasil produksi perkebunan besar, namun merupakan bahan olah karet rakyat (bokar) yang biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet (perkebunan rakyat) (Wiyanto, 2009). Nazaruddin dan Paimin (1992) menyatakan bahwa bahan olah karet dibagi menjadi empat macam menurut pengolahannya. Keempat macam bahan olah karet yaitu: 1) Lateks Kebun Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik dengan atau tanpa bahan pencegah penggumpalan (zat antikoagulan). Sebagian petani karet menjual hasil produksi karetnya dalam bentuk lateks kebun ini. Lateks kebun dibedakan menjadi dua golongan kualitas yaitu lateks kebun kualitas satu dengan kadar karet kering 28 persen dan lateks kebun kualitas dua dengan kadar karet kering 20 persen. Latek kebun yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain tidak terdapat kotoran seperti daun atau kayu, tidak tercampur dengan air atau yang lainnya, berwarna putih dan berbau karet segar. 2) Sheet Angin Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa lembaran karet yang 16
sudah digiling tetapi belum jadi. Pembuatan sheet angin mengharuskan adanya penggilingan pada gumpalan karet untuk mengeluarkan air dan serumnya. Sheet angin tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau air selama penyimpanan dan kotoran tidak boleh terlihat. Sheet angin dibedakan menjadi dua golongan kualitas. Sheet angin kualitas satu memiliki kadar karet kering 90 persen dan sheet angin kualitas dua memiliki kadar karet kering 80 persen. Sheet angin dapat dibuat dengan dua ukuran ketebalan yaitu 3 mm atau 5 mm. 3) Slab Tipis Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Slab tipis memiliki ketebalan 30 mm atau 40 mm. Dalam proses pembuatan slab tipis, air atau serum harus dikeluarkan dengan cara digiling atau dipompa. Selama penyimpanan, slab tipis tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau terendam air dan kotoran tidak boleh terlihat. Slab tipis dibedakan menjadi dua kualitas yaitu kualitas satu dengan kadar karet kering 70 persen dan kualitas dua dengan kadar karet kering 60 persen. 4) Lump Segar Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung lateks. Lump segar yang baik memiliki ketebalan 40 mm atau 60 mm. Lump segar merupakan jenis karet yang banyak dijual oleh petani karet. Lump segar yang baik tidak memperlihatkan adanya kotoran dan tidak terkena sinar matahari langsung atau terendam air. Lump segar juga digolongkan kedalam dua golongan kualitas. Lump segar kualitas satu memunyai kadar karet kering 60 persen dan kualitas dua memunyai kadar karet kering 50 persen. 2.2. Penelitian Terdahulu Alfredo Zebua (2008) melakukan penelitian mengenai “Integrasi Pasar Karet Alam Indonesia Dan Dunia”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan, keragaman dan korelasi harga karet alam Indonesia dengan Negara produsen dan konsumen utama karet alam dunia, menganalisis integrasi pasar antara pasar karet alam Indonesia dengan Negara 17
produsen dan konsumen utama karet alam dunia, dan menganalisis hubungan kausalitas harga antara masing-masing pasar serta pengaruh nilai tukar rupiah dan harga karet sintetik terhadap harga ekspor karet alam Indonesia. Temuan empiris utama pada studi ini adalah tidak berlakunya the law of one price pada keseluruhan pasar RSS dan TSR20 baik untuk data orisinal maupun data yang telah terkonversi rupiah. Dengan kata lain, pasar komoditi ini tidak dapat terintegrasi penuh. Perkembangan harga dimasing-masing pasar selain dipengaruhi oleh factor permintaan dan penawaran karet alam juga dipengaruhi oleh kekuatan dari nilai tukar pada masing-masing pasar. Sementara itu, korelasi harga antara seri harga baik jenis RSS dan TSR20 menujukkan hubungan yang kuat diantara masing-masing pasar. Harga karet sintetik dunia memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap keragaman harga karet RSS di Indonesia jika dibandingkan dengan nilai tukar Rupiah sebaliknya, untuk harga karet TSR20, nilai tukar Rupiah memberikan pengaruh yang besar daripada harga karet sintetik dunia Ella Hapsari Hendratno (2008) melakukan penelitian yang mengangkat judul “Analisis Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di Negara China”. Penelitian tersebut memiliki tujuan untuk mengidentifikasi perkembangan permintaan ekspor karet alam Negara China, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara China, serta menganalisis strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara China adalah harga ekspor karet alam Indonesia ke China tahun sebelumnya, harga karet sintetis dunia, GDP perkapita China, nilai tukar yuan per dollar US dan Volume ekspor karet alam Indonesia ke China tahun sebelumnya. Upaya yang dibutuhkan untuk pengembangan ekspor karet alam adalah bantuan teknologi dan konsultasi dari lembaga Litbang dan segenap stakeholders terkait lainnya. Usaha perkebunan karet yang dilaksanakan dengan menggunakan pola kemitraan dan perusahaan kemasyarakatan yang mencakup pola pembiayaan/pendanaan, bantuan pembinaan pada aspek produksi, pemasaran, dan pengelolaan usaha oleh pihak mitra perusahaan perkebunan karet besar negara/swasta.
18
Thohir Basuki (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida” studi kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa barat melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani padi inhibrida dan padi hibrida, dan mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor
yang
mempengaruhi
petani
pada
lokasi
penelitian
untuk
menggunakan benih padi hibrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani Kecamatan Cibuaya pada musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C yang dihasilkan yang menandakan bahwa usahatani padi inhibrida lebih efisien daripada usahatani hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor ysng mempengaruhi adopsi benih padi benih hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Dalam penelitian ini penulis menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam memroduksi jenis bahan olah karet yang dihasilkannya. Faktor-faktor yang diduga menjadi penentu dalam pengambilan keputusan petani karet dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor sosial ekonomi dan faktor teknis. Penulis juga menganalisis jenis bahan olah karet mana yang lebih menguntungkan petani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung.
19
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani menurut Bachtiar Rifai yang dikutip oleh Hernanto (1996) adalah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Tujuan akhir dari pengorganisasian ini menurut Soekartawi et al (1986) adalah untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya (input) dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan yang disebut dengan konsep meminimumkan biaya adalah menekan biaya sekecil mungkin guna mencapai jumlah produksi tertentu. Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatannya meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output). Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Hal di atas juga sesuai dengan pendapat Soeharjo dan Patong (1973) yang menyebutkan bahwa pengelolaan usahatani bukan hanya mengemukakan tentang bagaimana cara mendapatkan produksi yang maksimum dari semua cabang usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan dari satu cabang usahatani.
20
3.2. Biaya Usahatani Menurut Hernanto (1995) dan Soekartawi (1995) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto, 1995). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Dan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan. 3.3. Konsep Pendapatan Usahatani Soekartawi (2002) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: TR= Y. Py Yaitu : TR = Total penerimaan Y
= produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (Variable cost). Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC); maka: TC = FC + VC Pendapatan usahatani adalah selisisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi:
21
Pd = TR – TC Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah rasio penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. 3.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keragaman Jenis Bahan Olah Karet Rakyat Dalam penelitian ini penulis menduga ada beberapa variabel yang menjadi penentu mengapa petani karet di kecamatan Tulang Bawang Tengah memroduksi bahan olah karet dalam jenis yang berbeda-beda. Dalam kasus ini petani karet memroduksi bahan olah karet berupa koagulump segar (harian) dan koagulump 2 harian. Variabel yang menjadi penentu dalam pengambilan keputusan petani karet dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor sosial ekonomi dan faktor teknis. Faktor sosial ekonomi yang diduga memengaruhi keragaman jenis bahan olah karet alam terdiri dari karakteristik petani dan keluarga, harga output, dan faktor pendukung berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Sedangkan faktor teknis dapat kita kaji dari segi usahataninya.
22
3.4.1. Faktor Sosial Ekonomi 3.4.1.1. Usia Usia petani karet yang lebih tua diduga akan cenderung memilih memroduksi koagulump 2 harian dibanding koagulump segar (harian). Sedangkan petani karet yang memiliki usia lebih muda diduga akan cenderung memilih memroduksi koagulump segar (harian) dibanding koagulump 2 harian. Hal ini dikarenakan diduga semakin tua usia petani maka semakin menurun pula stamina dan kondisi fisik petani. Untuk menghasilkan koagulump segar dibutuhkan tenaga dan stamina petani yang lebih besar dibanding dengan petani yang menghasilkan koagulump 2 harian. Hal ini dikarenakan untuk menghasilkan koagulump segar petani setiap hari harus menyadap karet pada pagi hari, lalu setelah lateks berhenti menetes petani memberikan zat pembeku pada lateks yang ada di dalam mangkuk tadah, setelah menunggu lateks beku menjadi koagulump mangkuk, koagulump tadi diambil lalu diangkut ke pedagang karet untuk ditimbang dan dijual. Sedangkan untuk menghasilkan koagulump 2 harian petani hanya menyadap karet pada pagi hari lalu setelah itu ditinggal, sehingga lateks dibiarkan membeku sendiri , baru pada keesokan paginya petani menyadap karet lagi lalu diberi zat pembeku setelah itu baru koagulump diambil untuk ditimbang dan dijual. Dapat dilihat bahwa pekerjaan petani yang memroduksi koagulump segar lebih banyak, sehingga diduga petani yang usianya muda akan lebih mampu untuk menghasilkan koagulump segar (harian) dibanding petani yang usianya tua. 3.4.1.2. Jumlah Anggota Keluarga Giroh et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran (jumlah anggota) keluarga yang besar dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja pertanian. Karena pekerjaan petani yang memroduksi koagulump segar lebih banyak dibanding pekerjaan petani yang memroduksi koagulump 2 harian sehingga diduga semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin besar pula kemungkinan petani tersebut memroduksi koagulump segar dibanding petani dengan jumlah keluarga yang lebih sedikit.
23
3.4.1.3. Pendidikan Korelasi positif antara pendidikan dan adopsi inovasi baru telah ditemukan oleh van den Ban and Hawkins. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa petani karet dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi teknologi dalam upaya peningkatan produksi hasil usahataninya. Sehingga diharapkan petani karet yang memiliki pendidikan tinggi mampu memroduksi koagulump lebih banyak dibanding petani dengan pendidikan rendah. Dari sini dapat diduga bahwa peluang petani karet dengan pendidikan tinggi dalam memroduksi koagulump harian akan lebih besar dibanding peluang petani karet dengan pendidikan rendah. Hal ini disebabkan salah satu alasan petani karet memroduksi koagulump 2 harian adalah karena dari lahan karet yang diusahakannya petani hanya mampu menghasilkan sedikit koagulump jika dijual harian. 3.4.1.4. Pengalaman Pengalaman petani karet dalam menjalankan usahatani karet juga diduga mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang akan diproduksinya. Petani karet yang lebih berpengalaman dalam menjalankan usahatani karet diharapkan memiliki pengetahuan (baik dari segi teknis budidaya maupun dari segi ekonomi) yang lebih baik tentang usahatani karet jika dibandingkan dengan petani karet yang kurang berpengalaman. Dari hal ini diharapkan petani karet yang lebih berpengalaman akan memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding petani yang kurang berpengalaman, sehingga dapat diduga bahwa peluang petani karet yang lebih berpengalaman dalam memroduksi koagulump dua harian akan lebih besar dibanding petani karet yang kurang berpengalaman. 3.4.1.5. Penghasilan Keluarga Pendapatan keluarga diduga dapat memengaruhi keputusan petani dalam memroduksi jenis bahan olah karet yang akan dijual oleh petani. Semakin rendah pendapatan petani, maka diduga petani tersebut tidak akan terlebih dulu mengumpulkan koagulump yang dihasilkannya untuk dijual saat kuantitas yang dimilikinya sudah banyak. Hal ini dikarenakan petani tersebut didesak oleh
24
kebutuhan hariannya, sehingga petani yang pendapatannya rendah akan mengandalkan hasil dari penjualan koagulump setiap harinya. Dari sini dapat diduga bahwa semakin rendah pendapatan petani, maka peluang petani tersebut untuk memroduksi koagulump segar (harian) akan lebih besar dibanding petani yang pendapatannya tinggi. 3.4.1.6. Faktor Pendukung Faktor pendukung yang dimaksud penulis disini berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Giroh et al. (2006) telah mencatat berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan sumber-sumber informasi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku adopsi para petani, karenanya penggunaan sumber informasi efektif pada tiap tahap proses adopsi. Hal ini mendukung pernyataan Rogers (1983) bahwa orang yang memiliki partisipasi sosial lebih banyak, hubungan luar yang luas, lebih sering berhubungan dengan PPL, mengakses media masa, dan memiliki pengetahuan tentang inovasi yang lebih luas akan lebih cepat mengadopsi suatu inovasi. Dalam penelitian ini penulis menduga beberapa faktor pendukung yang diduga memengaruhi petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksinya. Faktor-faktor pendukung tersebut adalah keikutsertaan petani karet dalam kegiatan sosial di daerah tempat mereka tinggal, keanggotaan petani karet dalam suatu wadah kelompok tani, dan keberadaan PPL di desa tempat petani tinggal. Diduga petani yang lebih banyak mendapat informasi dari faktor-faktor pendukung tersebut akan memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding dengan petani karet yang lebih sedikit mendapat informasi dari faktor-faktor pendukung tersebut. 3.4.1.7. Harga Harga merupakan imbalan yang diterima oleh petani atas koagulump yang diproduksinya. Besar kecilnya harga yang diterima oleh petani akan sangat menentukan seberapa besar pendapatan yang akan diterimanya. Oleh karena itu penulis menduga petani akan cenderung memilih memroduksi jenis koagulump dengan harga yang paling menguntungkan.
25
3.4.2. Faktor Teknis 3.4.2.1. Luas lahan Luas lahan berkorelasi positif dengan kuantitas produksi yang dihasilkan oleh petani tiap harinya. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka petani tersebut akan semakin banyak memroduksi koagulump tiap harinya. Penulis menduga bahwa semakin besar luas lahan yang dimilki oleh petani maka petani tersebut memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump segar (harian) dibanding dengan petani dengan luas lahan yang relatif sempit. 3.5. Diagram Alur Pemikiran Perbedaan jenis bahan olah karet Koagulump
Perbedaan
Koagulump dua
harian
harga
harian
Karateristik usahatani Karakteristik pribadi petani Faktor pendukung Pendapatan
Dibandingkan
usahatani
Pendapatan usahatani
Gambar 2. Diagram alur pemikiran
Hasil perkebunan karet rakyat dijual dalam beberapa bentuk produk, yaitu lateks kebun, koagulump segar, koagulump 2 harian, koagulump 1 mingguan, koagulump 2 mingguan. Dari hal ini dapat dipertanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pilihan produk jual petani karet. Dalam penelitian ini penulis akan membatasi penelitian pada hasil produksi karet berupa koagulump segar (harian) dan koagulump 2 harian, karena berdasarkan penelitian Wiyanto (2009) sebagian besar petani karet di kecamatan Tulang Bawang Tengah menjual hasil perkebunannya berupa koagulump segar
26
dan koagulump 2 harian. Keragaman produk jual tersebut disebabkan oleh faktorfaktor yang dapat muncul dari luar maupun dari dalam usahatani. Diduga ada dua kelompok faktor yang memengaruhi perbedaan produk karet perkebunan rakyat di kecamatan Tulang Bawang Tengah. kedua kelompok faktor tersebut adalah faktor sosial ekonomi petani dan faktor teknis. Kelompok faktor sosial ekonomi yang dapat dikaji antara lain karakteristik petani dan keluarga, harga output, dan faktor pendukung berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Sedangkan faktor teknis terdiri dari faktor usahatani termasuk alat dan bahan yang digunakan. Karakteristik petani dan keluarganya yang diduga memengaruhi kualitas karet alam adalah usia, jumlah anggota keluarga yang berkontribusi, pendidikan, dan pendapatan rumah tangga. Faktor usahatani yang diduga berpengaruh pada penelitian ini adalah luas lahan. Setelah faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan produk jual petani karet di analisis, kemudian dengan menggunakan konsep pendapatan usahatani dihitung pendapatan usahatani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah berdasarkan masing-masing produk jual petani. Penerimaan
usahatani
diketahui
dengan
mengalikan
harga
karet
berdasarkan jenis produk jual dikalikan dengan jumlah produksinya. Kemudian, penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya penyelenggaraan usahatani. Selanjutnya, pendapatan dari masing-masing kelompok dibandingkan untuk dilihat pendapatan dari jenis produk jual mana yang lebih tingi. Hal ini penting untuk dilakukan agar para petani karet dapat mengetahui produk mana yang akan menghasilkan
pendapatan
yang
lebih
tinggi,
sehingga
petani
dapat
mengembangkan perkebunan karet mereka ke arah produk jual yang menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan ini diharapkan pendapatan petani karet dapat meningkat.
27
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu sentra produksi perkebunan karet alam rakyat di lampung yang terletak di Kecamatan Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada daerah tersebut (Kabupaten Tulang Bawang Barat) memiliki areal tanaman karet rakyat menghasilkan (TM) terluas di Lampung berdasarkan statistik perkebunan Indonesia tahun 2007. Kecamatan Tulang Bawang Tengah dipilih karena memiliki luas perkebunan karet rakyat terluas di Kabupaten Tulang Bawang Barat berdasarkan statistik perkebunan dan kehutanan Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2008. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2009. 4.2. Metode Penentuan Sampel Kecamatan Tulang Bawang Tengah memiliki 13 desa. Penentuan sampel atau penentuan responden untuk pengambilan data pada
penelitian ini
menggunakan metode random sampling. Pada awalnya para calon responden dicluster berdasarkan desa. Kemudian dipilih tiga desa tempat penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode random sehingga didapat desa Tirta Kencana desa Pulung Kencana dan desa Bandar Dewa. Petani responden dipilih secara random dari masing-masing desa terpilih. Responden yang digunakan penelitian ini terdiri dari para petani karet yg memiliki kebun karet yg sudah disadap. 4.3. Data dan Instrumentasi Dilihat dari asalnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan serta pengisian kuesioner, dan wawancara mendalam dengan para petani karet dari masing-masing desa terpilih. Alat yang digunakan untuk memperoleh data primer yaitu kuesioner, foto atau contoh bahan olah karet dan alat pencatat. Kuisioner dan alat pencatat digunakan dalam wawancara untuk memperoleh karakteristik usahatani karet yang dilakukan responden, karakteristik pribadi dan
keluarganya, serta usaha-usaha yang dilakukan oleh petani karet dalam rangka peningkatan produksi karet alam yang dihasilkannya. Data sekunder diperoleh dari data yang telah terdokumentasi sebelumnya, baik berupa data yang berasal dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu lembaga administrasi desa, kecamatan, dan kabupaten, dinas pertanian kabupaten, buku, laporan penelitian terdahulu, dan internet. 4.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan selama 16 hari dimulai pada tanggal 30 April 2009 hingga 14 Mei 2009. Lokasi yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari tiga desa, yaitu desa Tirta Kencana, desa Pulung Kencana dan desa Bandar Dewa. Selama melakukan proses pengumpulan data atau wawancara dengan para petani karet dalam penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti dengan dibantu oleh seorang enumerator. Metode pengumpulan data yang lain diperoleh dengan cara studi pustaka yaitu dengan mencari sumber lain yang dapat digunakan sebagai acuan penulisan sehingga permasalahan dapat diangkat. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah didapatkan, kemudian diolah dan dianalisis. Analisis yang dilakukan antara lain adalah análisis pendapatan usahatani perkebunan karet alam dan análisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan produksi petani karet perkebunan rakyat. Untuk menguji signifikansi variabel independen yang mempengaruhi pilihan produksi petani karet digunakan metode regresi logistik biner yaitu model regresi dengan variabel dependen yang bersifat dikotomous (hanya memiliki dua kemungkinan nilai). 4.5.1. Transformasi Data Transformasi data dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan statistik deskriptif berupa mean dan persentase. Dalam tabel frekuensi, data mentah diatur dalam kelas yang besar interval kelasnya sama. Interval kelas dicari setelah jumlah kelas ditentukan. Nazir (2005) menyebutkan persamaan untuk mencari besar interval kelas yaitu:
29
𝐼=
𝑅 𝑘
Dimana : I
= besar interval kelas
R
= range atau panjang kelas (nilai maksimum dikurangi nilai minimum)
k
= jumlah kelas
Mean dicari dengan menggunakan rumus : 𝑚𝑒𝑎𝑛 =
𝛴𝑋𝑖 𝑛
Xi = data ke-i n
= jumlah data
Persentase ditentukan dengan menggunakan persamaan: 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 x 100 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎
Statistik dasar juga digunakan dalam transformasi data dalam peneliian ini. Statistik dasar yang digunakan adalah uji perbedaan dengan menggunakan uji T. Dalam penelitian ini, tingkat kepercayaan yang digunakan dalam uji satatistik dasar adalah 80 persen (α = 20 persen) atau lebih dari 80 persen (α < 20 persen). 4.5.2. Model Regresi Logistik Biner Regresi logistik biner merupakan suatu bentuk regresi yang digunakan ketika variabel dependennya bersifat dikotomi dan variabel independen nya terdiri dari berbagai tipe (Garson,2009). Metode ini Digunakan untuk mengukur hubungan fungsi antara satu variabel dependent (Y) yang bersifat dikotomus (hanya memiliki dua kemungkinan nilai) dengan variabel-variabel independent (X) dari jenis kuantitatif dan kualitatif. Hosmer dan Lemeshow (2000) menuliskan bentuk model persamaan logit dari multiple logistic regression adalah sebagai berikut: 𝑔 𝑥 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑥𝑝 dimana 𝑔 𝑥 = 𝑙𝑛
𝜋(𝑥) 1 − 𝜋(𝑥)
dengan bentuk model regresi logistiknya adalah
30
𝜋 𝑥 = 𝜋 𝑥 =
𝑒 𝑔(𝑥) 1 + 𝑒 𝑔(𝑥) 𝑒 𝛽0 +𝛽1 𝑥 1 +𝛽2 𝑥 2 +⋯+𝛽𝑝 𝑥 𝑝 1 + 𝑒 𝛽0 +𝛽1 𝑥 1 +𝛽2 𝑥 2 +⋯+𝛽𝑝 𝑥 𝑝
Dimana 𝜋 𝑥 = 𝑃 𝑌 = 1 𝑥 merupakan peluang bersyarat kejadian Y=1. Berikut ini adalah persamaan regresi logistik yang digunakan oleh penulis : 𝑔 𝑥 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥3 + 𝛽4 𝑥4 + 𝛽5 𝑥5 + 𝛽6 𝑥6 + 𝛽7 𝑥7 + 𝛽8 𝑥8 + 𝛽9 𝑥9 + 𝛽10 𝑥10 Dimana : g(x) = y = 1 jika petani memroduksi koagulump segar (harian) y = 0 jika petani memroduksi koagulump 2 harian 𝑥1 = Usia petani karet (tahun) 𝑥2 = Pendidikan petani karet (tahun) 𝑥3 = Pengalaman (tahun) 𝑥4 = Jumlah anggota keluarga (orang) 𝑥5 = Pendapatan keluarga (Rp) 𝑥6 = Luas lahan karet yang dimiliki petani responden (hektar) 𝑥7 = Keikutsertaan dalam kegiatan sosial (1= jika ikut serta dalam kegiatan sosial dan 0 = jika tidak ikut serta) 𝑥8 = Keanggotaan dalam kelompok tani (1 = jika menjadi anggota kelompok tani dan 0 = jika tidak menjadi anggota kelompok tani) 𝑥9 = Keberadaan pegawai penyuluh lapang (1 = jika PPL menetap di desa tempat responden tinggal dan 0 = jika tidak) 𝑥10 = Harga yang diterima oleh petani (Rupiah) β0
= konstanta
β1, β2,.. β13 = koefisien dugaan dari variabel independen. 4.5.3. Pendugaan Koefisien Koefisien variabel atau parameter model (β0, β1, β2,.....βp) dalam model regresi logistik biner diduga dengan menggunakan maximum likelihood (ML) estimation. Menurut Klienbaum dan Klein (2002) maximum likelihood (ML) estimation merupakan salah satu dari beberapa alternatif pendekatan yang dikembangkan oleh para ahli statistik untuk menduga parameter di dalam model
31
matematis. Fungsi likelihood L atau L(θ)1 menggambarkan joint probability atau likelihood dari data amatan yang telah dikumpulkan. Istilah joint probability bermakna sebuah kemungkinan yang mengombinasikan pengaruh-pengaruh semua faktor pengamatan. Hosmer dan Lemeshow (2000) menuliskan fungsi likelihood : 𝑛
𝐿 𝛽 =
𝜋 𝑥𝑖
𝑦𝑖
1 − 𝜋(𝑥𝑖 )
1 − 𝑦𝑖
𝑖=1
Pada prinsip maximum likelihood (ML) estimation nilai β yang digunakan di dalam model regresi logistik dalah nilai β yang memaksimalkan nilai L(β). Output Minitab 14 menunjukkan koefisien variabel atau parameter model (β0, β1, β2,.....βp) di dalam tampilan Logistic Regression Table pada kolom Coef. Di dalam tampilan tersebut, ditunjukkan besarnya koefisien berdasarkan prinsip maximum likelihood (ML) estimation dan tanda koefisien (positif atau negatif). 4.5.4. Uji Signifikansi Uji parameter atau koefisien variabel (β0, β1, β2,.....βp) dan uji kelayakan model (uji serempak atau uji signifikansi model) dilakukan dengan menggunakan uji likelihood ratio. Berdasarkan Hosmer dan Lemeshow (2000) dan Agresti (2002), uji likelihood ratio dapat digambarkan dalam nilai G statistic2. Pada uji serempak (signifikansi model), nilai G statistic dinyatakan dengan:
Nilai G statistic menyebar mengikuti sebaran Chi-Square (χ2). Apabila nilai G statistic lebih kecil dari nilai Chi-Square (χ2) tabel atau pada output Minitab tergambar di dalam nilai P-value yang lebih besar dari pada α maka terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat α tersebut (Garson, 2009). Hipotesis yang dibangun pada uji parsial ini adalah: H0 : β1 = β2 = β3 =....= βp = 0 H1 : minimal terdapat satu βi ≠ 0 dengan i = 1, 2,3 ..... p.
1
Hosmer dan Lameshow (2000) menotasikannya dengan L(β), dan notasi ini yang digunakan dalam penulisan selanjutnya. 2 Uji G statistik disebut juga Hosmer and Lemeshow's goodness of fit test, atau goodness of fit saja (Garson,2009 dan Agresti,2002)
32
Pada output Minitab 14 nilai G statistic disajikan dalam tampilan Test that all slopes are zero yang terdiri dari nilai G statistic, derajat bebas, dan P-value. Uji parsial (signifikansi koefisien) digunakan uji Wald. Hosmer dan Lemeshow (2000) menuliskan nilai uji Wald (yang dinotasikan dengan Wi) sebagai berikut:
Nilai uji Wald menyebar mengikuti sebaran normal (Z). Seperti pada uji G statistic, Uji dignifikansi yang biasa digunakan adalah dengan melihat P-value dari uji tersebut. Apabila P-value dari Wald Test lebih besar dari pada α atau nilai uji Wald ( Z hitung) lebih kecil dari Z tabel maka terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat α tersebut. Hipotesis pada uji parsial adalah: H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 dengan i = 1, 2,3 .....p. Pada output Minitab 14 nilai uji Wald (Z hitung) disajikan dalam tampilan Logistic Regression Table pada kolom “ Z ” dan nilai P-value pada kolom “ P ” untuk masing-masing koefisien. Pada penelitian ini uji signifikansi menggunakan taraf nyata sebesar 20 persen. 4.5.5. Intepretasi Koefisien Berdasarkan Hosmer dan Lemeshow (2000), pengitepretasian hasil diperlukan pengenalan dan pembahasan mengenai istilah odds ratio. Sebelum membahas istilah odds ratio, terlebih dahulu perlu didefinisikan mengenai istilah odds. Pada model regresi logistik, yang memiliki variabel bebas (independent variabel atau x) yang bersifat dikotomous yakni x = 1 atau x = 0. Nilai odds dari hasil yang memiliki variabel bebas x = 1 didefinisikan sebagai
.
Dengan cara yang sama, nilai odds dari hasil yang memiliki variabel bebas x = 0 didefinisikan sebagai
. Nilai odds ratio yang dinotasikan dengan
OR, di definisikan sebagai nilai perbandingan antara nilai odds untuk x = 1 dan nilai odds untuk x = 0. Nilai odds ratio ditunjukkan oleh persamaan:
33
Hosmer dan Lemeshow (2000) juga menyebutkan tentang hubungan antara odds ratio dengan koefisien regresi dari variabel yang bersifat dokotomi. Hubungan antara odds ratio dan koefisien regresi dituliskan:
Cara mengintepretasi koefisien dari variabel independent yang bersifat dikotomi dalam model regresi logistik biner, dapat dilihat dalam ilustrasi berikut. Misalkan y menunjukkan kualitas karet petani yang telah ditranformasi ke dalam dikotomi variabel yakni y = 1 jika kogulump hariandan y = 0 jika koagulump dua harian. Sedangkan x menunjukkan kondisi petani yang bergabung di dalam kelompok tani (x = 1) atau tidak bergabung di dalam suatu kelompok tani (x = 0) dan nilai OR=2. Hal ini memperkirakan bahwa petani yang bergabung dalam kelompok tani berkemungkinan memroduksi karet dengan jenis koagulump segar dengan peluang dua kali lebih besar dari pada petani yang tidak bergabung dalam suatu kelompok tani. Intepretasi
koefisien
variabel
independent
yang
bersifat
kontinu
dibutuhkan penjelasan mengenai istilah Endpoint of 100(1-α) persen Continuous Independent Estimate of OR(c) atau endpoint dari variabel kontinu. Endpoint dari variabel kontinu dituliskan melalui hubungan dengan koefisien regresinya sebagai berikut:
dengan c adalah besarnya perubahan variabel (satuan, puluhan dan seterusnya). Hosmer dan Lemeshow (2000) menyatakan bahwa intepretasi koefisien dugaan dari variabel kontinu serupa dengan intepretasi variabel yang berskala nominal. Perbedan mendasarnya adalah makna besarnya skala perubahan (c) harus didefinisikan pada variabel kontinu. Pada output Minitab 14, nilai OR baik variabel dikotomi maupun kontinu terletak pada kolom odds ratio di dalam tampilan Logistic Regression Table.
34
4.6. Definisi Operasional Dalam penelitian ini, terdapat variabel dan istilah yang dipakai secara khusus.
Agar terhindar dari perbedaan atas istilah-istilah dan variabel yang
digunakan, maka berikut ini penjelasan mengenai definisi dan batasan variabel dan istilah tersebut: 1) Desa program pengembangan karet adalah desa yang pernah mendapatkan program berupa pengadaan bibit, bantuan teknis, dan pengelolaan perkebunan oleh dinas pertanian meskipun saat ini program tersebut telah berhenti dan penyelenggaraan telah diserahkan sepenuhnya kepada petani pemilik lahan. 2) Desa non program adalah desa yang sejak awal tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah terkait dengan penanaman karet. semula desa ini dipersiapkan sebagai desa penghasil tanaman pangan, namun karena pengairan yang kurang memadai laha dialihfingsikan menjadi lahan perkebuanan karet. 3) Lump atau koagulump adalah hasil bekuan lateks (getah karet) yang dibeku dengan menggunakan zat pembeku (bukan beku alami) dan dilakukan di kotak khusus maupun di mangkuk penampungan lateks yang berada di pohon karet. 4) Slab adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang digumpalkan dengan asam semut pada wadah tertentu dengan ketebalan 30 mm dan 40 mm. 5) Sheet adalah bahan olah karet yang yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berbentuk lembaran-lembaran dengan ketebalan 3 mm atau 5 mm dan telah digiling. Setelah dianginanginkan disebut sheet angin, kemudian diasap agar menjadi Ribbed Smoked Sheet (Ribbed Smoked Sheet) 6) Newplanting adalah penanaman karet pada lahan yang semula tidak ditanami karet. 7) Replanting merupakan penanaman karet di lahan yang semula ditanami karet setelah tanaman karet yang lama tidak berproduksi. Replanting disebut juga peremajaan.
35
8) Jumlah produk merupakan jumlah total produksi karet yang dihasilkan oleh petani. Dalam penelitian ini produk yang dimaksud adalah koagulump. Satuannya adalah kilogram. 9) Harga produk merupakan harga yang benar-benar diterima oleh petani dari hasil penjualan koagulump. Satuan yang digunakan untuk harga produk adalah rupiah. 10) Pendapatan (income) keluarga adalah pendapatan yang diperoleh keluarga petani baik dari usahatani maupun non usahatani. Satuan yang digunakan adalah rupiah. 11) Penerimaan usahatani adalah nilai uang dari seluruh hasil produksi petani dalam jangka waktu tertentu. Dalam analisis keuntungan parsial penerimaan usahatani dihitung per tahun. Satuan yang dipakai adalah rupiah. 12) Biaya tunai adalah seluruh jumlah uang yang benar-benar dikeluarkan untuk penyelenggaraan usahatani karet. 13) Biaya diperhitungkan adalah biaya atas penggunaan sumberdaya untuk usahatani karet yang pada kenyataannya tidak dikeluarkan oleh petani. 14) Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan dengan biaya tunai. 15) Pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan dengan biaya toatal (biaya tunai ditambah biaya diperhitungakan). 16) Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja untuk penyelenggaraan usahatani karet yang terdiri dari petani sendiri, anggota keluarga yang menjadi tanggungannnya.
Satuannya adalah HOK (Hari Orang Kerja),
dimana satu HOK sama dengan delapan jam. Upah dinilai dengan rupiah. 17) Tenaga luar keluarga adalah tenaga kerja yang bukan berasal dari keluarga petani yang dibayar secara khusus untuk menyelenggarakan beberapa kegiatan usahatani. Satuannya adalah HOK (Hari Orang Kerja), sedangkan upah dinilai dengan rupiah. 18) Usia petani adalah usia petani (jumlah tahun) saat wawancara dilakukan. Data usia merupakan data bilangan bulat. Satuan usia yang digunakan adalah tahun.
36
19) Pendidikan formal petani adalah lamanya petani mengikuti pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA, universitas atau yang sederajat. Satuannya adalah tahun. 20) Luas lahan adalah luas lahan karet yang sedang berproduksi (mature). Satuan
luas lahan adalah hektar.
37
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kecamatan tulang bawang Tengah merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang merupakan kabupaten yang memiliki luas perkebunan karet rakyat terluas di Propinsi Lampung yakni sebesar 23.042 hektar atau 46,21 persen dari luas total perkebunan karet rakyat di Propinsi Lampung. Dari luasan tersebut, 18.729 hektar merupakan tanaman karet menghasilkan (mature), 4.038 hektar tanaman karet belum menghasilkan (immature), dan lima hektar tanaman karet rusak (damaged) (Statistik perkebunan indonesia,2007). Kecamatan Tulang Bawang Tengah sendiri merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah sebesar 26.989,00 hektar. Kecamatan ini memiliki luas total perkebunan karet rakyat sebesar 7.648,99 hektar dengan komposisi 4.085,52 (53,41 persen) tanaman karet belum menghasilkan (immature), 3.563,47 hektar (46,59 persen) tanaman karet menghasilkan (mature), dan tidak ada tanaman karet rusak (damaged). Dari luasan tersebut, Kecamatan Tulang Bawang Tengah mampu memroduksi 3.512,20 ton karet kering pada tahun 2008 (Statistik Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang,2008). Kecamatan Tulang Bawang Tengah memiliki 13 desa yang terdiri dari empat desa transmigrasi dengan program pengembangan karet, lima desa transmigrasi non-program pengembangan karet dan empat desa pribumi. Empat desa transmigrasi dengan program pengembangan karet adalah Desa Panaragan Jaya, Desa Tirta Kencana, Desa Mulyakencana, dan Desa Penumangan Baru. Lima desa transmigrasi non-program pengembangan karet adalah Desa Candra Kencana, Desa Mulya Asri, Desa Tunas Asri, Desa Wonokerto, dan Desa Pulung Kencana. Empat desa pribumi yang ada di kecamatan ini adalah Desa Bandar Dewa, Menggala Mas, Panaragan Kampung, dan Penumangan Lama. Penelitian ini dilakukan pada tiga desa yakni Desa Tirta Kencana yang mewakili populasi dari kelompok desa dengan program pengembangan karet serta Desa Pulung Kencana dan Desa Bandar Dewa yang mewakili populasi dari
38
kelompok desa non-program pengembangan karet. Pemilihan desa ini dilakukan secara acak setelah seluruh desa dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok desa dengan program pengembangan karet dan kelompok desa non-program pengembangan karet. Pembagian desa menjadi dua kelompok ini bermaksud agar semua karakteristik petani yang ada di Kecamatan Tulang Bawang Tengah dapat teramati. 5.1.2. Desa Tirta Kencana Desa Tirta Kencana merupakan desa terpilih yang mewakili kelompok desa dengan program pengembangan karet. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 1.784 hektar dengan luas areal perkebunan karet rakyat sebesar 353 hektar. Dari luasan ini Desa Tirta Kencana dapat menghasilkan koagulump sebesar 1.412 ton pada tahun 2007. Desa ini memiliki ketinggian 30-45 m diatas permukaan laut dan suhu rata-rata harian 27oC, kondisi ini memungkinkan tanaman karet untuk tumbuh dengan baik. 5.1.3. Desa Pulung Kencana Desa Pulung Kencana merupakan salah satu dari dua desa terpilih yang mewakili kelompok desa non-program pengembangan karet. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 1.791,5 hektar dengan luas lahan sawah sebesar 1.027 hektar, lahan kering 374 hektar, pemukiman 214 hektar, dan tanah perkebunan 136 hektar pada tahun 2006. Desa ini pada awalnya merupakan salah satu desa transmigrasi yang dipersiapkan untuk menjadi desa penghasil beras. Sebenarnya, semua lahan pertanian di desa ini telah memiliki saluran irigasi teknis namun karena rendahnya debit air Waduk Way Rarem dan kurang terawatnya saluran irigasi yang ada sehingga pasokan air ke sebagian lahan pertanian tidak terjamin. Karena hal inilah para petani di desa ini mulai mengalihfungsikan lahan sawah mereka menjadi lahan perkebunan karet. Desa Pulung Kencana memiliki ketinggian 36 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian sebesar 27,4 oC dan curah hujan sebesar 2500 mm per tahun. Kondisi ini membuat desa ini cocok untuk ditanami karet, karena menurut Nazaruddin dan Paimin (1992) tanaman karet dapat tumbuh dengan baik
39
pada ketinggian satu hingga 600 meter dari permukaan laut, suhu harian 20 hingga 30 oC, dan curah hujan 2.000 hingga 2.500 mm per tahun. 5.1.4. Desa Bandar Dewa Desa Bandar Dewa merupakan desa pribumi yang terpilih untuk mewakili kelompok desa non-program pengembangan karet. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 4.806,5 hektar dengan luas lahan sawah sebesar 295 hektar, lahan kering 1500 hektar, pemukiman 10 hektar, dan tanah perkebunan 2750 hektar pada tahun 2006. Desa ini memiliki suhu rata-rata harian sebesar 30oC. Suhu ini cocok untuk ditanami tanaman karet. Terdapat lima kelompok tani di Desa Bandar Dewa yang terdaftar di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008. 5.2. Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini merupakan petani karet yang memiliki tanaman karet yang telah menghasilkan. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur petani, pendidikan, pengalaman dalam usahatani karet, pendapatan keluarga, jumlah keluarga petani, kelembagaan petani dan luas lahan yang diusahakan petani. Karakteristik petani responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
40
Tabel 4. Karakteristik Petani Karet Respoden di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Karakteristik responden 1.Usia petani (tahun) a. 20-40 (Dewasa Awal) b. 40-60 (Dewasa Madya) c. > 60 (Dewasa Lanjut) Jumlah 2.Pendidikan Petani a. Tidak sekolah b. Tidak lulus SD (< 6 tahun) c. SD (6 tahun) d. SMP (9 tahun) e. SMA atau sederajat (12 tahun) f. Sarjana Jumlah 3.Pengalaman (tahun) a. 6-16 b. 17-27 c. 28-39 Jumlah 4.Pendapatan Keluarga (Rp) a. < 1.000.000 b. 1 jt - 3 jt c. 3 jt – 5 jt d. > 5 jt Jumlah 5.Luas Lahan (Ha) a. 0,25 – 1,25 b. 1,26 – 2,25 c. 2,26 – 3,25 d. 4,00 – 6,25 Jumlah 6.Jumlah Keluarga Petani e. Dua orang - empat orang f. Lima orang - tujuh orang g. > tujuh orang Jumlah 7.Kelembagaan a. Kelompok tani Ikut Tidak ikut Jumlah b. Kegiatan sosial Ikut Tidak Ikut Jumlah
Jumlah petani
%
9 35 20 64
14,06% 54,69% 31,25% 100%
3 14 28 7 11 1 64
4,69% 21,88% 43,75% 10,94% 17,19% 1,56% 100%
47 13 4 64
73,44% 20,31% 6,25% 100%
7 24 31 12 64
10,94% 37,50% 48,44% 18,75% 100%
38 17 5 4 64
59,38% 26,56% 7,81% 6,25% 100%
37 25 2 64
57,81% 39,06% 3,12% 100%
19 45 64
29,69% 70,31% 100%
56 8 64
87,5% 12,50% 100%
41
5.2.1. Usia Petani Petani responden di daerah penelitian memiliki rata-rata umur 51,94 tahun secara keseluruhan dengan rentang nilai usia antara 28 hingga 76 tahun. Menurut Hurlock
(2004)
berdasarkan
kelompok
usia
dewasa,
responden
dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (usia 18-40 tahun) sebesar 14,06 persen, usia dewasa madya (usia 40-60 tahun) 54,69 persen dan usia dewasa lanjut (usia diatas 60 tahun) 31,25 persen. Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 3. Jika dilihat dari usia petani responden, dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah sebagian besar merupakan petani yang tidak lagi berusia muda. Petani yang tidak lagi muda akan mengalami penurunan pada fisik dan staminanya. Hal ini diduga dapat berimplikasi pada jenis koagulump yang akan diproduksinya, karena koagulump harian menuntut lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan bila dibanding dengan koagulump 2 harian. 5.2.2. Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan inovasi baru dalam teknologi dan ilmu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan semakin besar pula peluang dia untuk menerapkan inovasi teknologi dalam usaha untuk meningkatkan produksi hasil usahataninya. Petani responden rata-rata mengikuti pendidikan formal selama 6,625 tahun dengan rentang nilai 0 hingga 16 tahun. Berdasarkan data pada tabel 3 hanya 4,69 persen petani responden yang tidak mengikuti pendidikan formal. Sebanyak 21,88 persen petani responden pernah mengikuti pendidikan dasar meskipun tidak menamatkannya. Sebanyak 43,75 persen telah menamatkan pendidikan dasar, dan sisanya menamatkan SMP, SMA dan sampai sarjana masing-masing 10,94 persen, 17,19 persen dan 1,56 persen (satu orang). Sebagian besar petani responden pernah mengikuti pendidikan formal, namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani tersebut masih rendah. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya tingkat penyerapan petani responden terhadap inovasi baru dalam teknologi budidaya tanaman karet. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 3. 42
5.2.3. Pengalaman Petani dalam Budidaya Karet Petani responden secara keseluruhan memiliki pengalaman rata-rata selama 13,83 tahun dalam mengusahakan karet, dengan rentang nilai 6 tahun (karet pertamanya baru mulai menyadap) hingga 39 tahun. Petani karet yang lebih berpengalaman dalam menjalankan usahatani karet diharapkan memiliki pengetahuan (baik dari segi teknis budidaya maupun dari segi ekonomi) yang lebih baik tentang usahatani karet jika dibandingkan dengan petani karet yang kurang berpengalaman. Dari hal ini diharapkan petani karet yang lebih berpengalaman akan memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding petani yang kurang berpengalaman. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman dapat dilihat pada tabel 3. 5.2.4. Pendapatan (Income) Keluarga Pendapatan
rumah
tangga
petani
responden
rata-rata
sebesar
Rp3.249.900,00 per bulan. Pendapatan keluarga diduga dapat memengaruhi keputusan petani dalam memroduksi jenis bahan olah karet yang akan dijual oleh petani. Semakin rendah pendapatan petani, maka diduga petani tersebut tidak akan terlebih dulu mengumpulkan koagulump yang dihasilkannya untuk dijual saat kuantitas yang dimilikinya sudah banyak. Hal ini dikarenakan petani tersebut didesak oleh kebutuhan hariannya, sehingga petani yang pendapatan keluarganya rendah akan mengandalkan hasil dari penjualan koagulump setiap harinya. Sebaran petani responden berdasarkan pendapatan (income) keluarganya dapat dilihat pada tabel 3. 5.2.5. Luas Lahan Luas areal rata-rata kebun karet yang telah berproduksi sebesar 1,39 hektar, dengan rentang nilai 0,25 hektar hingga 6,25 hektar. Luas lahan berkorelasi positif dengan kuantitas produksi yang dihasilkan oleh petani tiap harinya. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka petani tersebut akan semakin banyak memroduksi koagulump tiap harinya. Penulis menduga bahwa semakin besar luas lahan yang dimilki oleh petani maka petani tersebut memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump segar (harian)
43
dibanding dengan petani dengan luas lahan yang relatif sempit. Sebaran responden menurut luas lahan karet produksi mereka dapat dilihat pada Tabel 3. 5.2.6. Jumlah Keluarga Petani Lebih dari separuh (57,81 persen) responden memiliki jumlah anggota keluarga 2-4 orang yang tinggal satu rumah dengan kepala keluarga. Responden yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-7 orang sebesar 39, 06 persen. Hanya 3,12 persen yang memiliki anggota keluarga lebih dari tujuh orang. Giroh et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran (jumlah anggota) keluarga yang besar dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja pertanian. Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarganya dapat dilihat pada tabel 3. 5.2.7. Kelembagaan Petani Kelembagaan petani responden di wilayah penelitian terdiri dari kelompok tani dan kegiatan sosial seperti kegiatan keagamaan (pengajian, gereja) dan karang taruna. Berdasar data yang didapat di lapang petani responden yang menjadi anggota kelompok tani ada 19 orang atau sebanyak 29,69 persen sedangkan yang tidak menjadi anggota kelompok tani ada 45 orang atau sebesar 70,31 persen. Dari data diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh petani responden tidak ikut menjadi anggota kelompok tani, hal ini dikarenakan mereka berpendapat bahwa tidak ada keuntungan tambahan yang mereka peroleh jika menjadi anggota kelompok tani. Petani responden yang mengikuti kegiatan sosial sebanyak 56 orang atau sebesar 87,50 persen sedangkan yang tidak ikut kegiatan sosial hanya sebanyak 8 orang atau sebesar 12,50 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa petani di wilayah penelitian merupakan orang yang aktif dalam kegiatan sosial. Kelembagaan petani yang dimaksud disini baik yang berupa keanggotaan kelompok tani maupun kegiatan sosial dapat berimplikasi pada kemudahan transfer informasi di kalangan para petani karet. Petani yang lebih aktif dalam kelembagaan petani akan lebih mudah menerima informasi baru tentang perkaretan sehingga diharapkan petani tersebut akan lebih mampu memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan petani yang tidak aktif dalam kelembagaan sosial.
44
VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MENENTUKAN JENIS BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI 6.1. Model Dugaan Regresi Logistik Biner Berdasarkan literatur yang telah disebutkan dalam Bab III terdapat sepuluh variabel independent yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksi. Kesepuluh variabel tersebut terdiri dari satu faktor teknis dan sembilan faktor sosial ekonomi petani. Faktor teknis yang diduga memengaruhi kualitas karet adalah luas lahan. Sembilan faktor sosial ekonomi yaitu usia, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga, penghasilan rumah tangga, partisipasi petani dalam kegiatan sosial, keanggotan kelompok tani, keberadaan PPL di desa tempat petani tinggal. Berdasarkan hasil analisis, variabel luas lahan, pengalaman, ada tidaknya PPL di desa tempat petani tinggal memiliki koefesien regresi yang bernilai positif, sedangkan variabel usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, keikutsertaan petani dalam kegiatan sosial, keanggotaan petani dalam kelompok tani, harga memiliki nilai koefisien regresi negatif. Dengan menyubstitusi variabel-variabel independen dan dugaan tanda koefisiennya ke dalam model umum regresi logistik biner maka akan didapatkan model regresi logistik biner faktor-faktor yang memengaruhi kualitas karet perkebunan rakyat. Model tersebut adalah sebagai berikut: 𝑔 𝑥 = 𝛽0 − 𝛽1 𝑥1 − 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥3 − 𝛽4 𝑥4 + 𝛽5 𝑥5 + 𝛽6 𝑥6 − 𝛽7 𝑥7 − 𝛽8 𝑥8 + 𝛽9 𝑥9 − 𝛽10 𝑥10 dimana 𝑔 𝑥 = 𝑙𝑛
𝜋(𝑥) 1 − 𝜋(𝑥)
dan 𝜋 𝑥 =
𝑒 𝑔(𝑥) 1 + 𝑒 𝑔(𝑥)
Dimana 𝜋 𝑥 = 𝑃 𝑌 = 1 𝑥 merupakan peluang bersyarat kejadian Y=1. X1 = Usia petani (tahun) X2 = Pendidikan formal petani (tahun)
45
X3 = Pengalaman bertanam karet (tahun) X4 = Jumlah anggota keluarga (orang) X5 = Penghasilan rumah tangga (rupiah) X6 = Luas lahan tanaman karet produksi (hektar) X7 = Partisipasi dalam kegiatan Sosial (1 = jika berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan 0 = jika tidak). X8 = Keanggotan kelompok tani (1 = jika anggota kelompok tani dan 0 = jika tidak). X9 = Keberadaan PPL di Desa (1 = ada PPL yang berdomisili di desa tempat tinggal petani dan 0 = jika tidak ada). X10 = Harga (Rp) β0
= Konstanta
β1, β2,.. β13 = Koefisien dugaan dari variabel independen. 𝜋 1 = 𝑃 𝑌 = 1 𝑥 merupakan peluang bersyarat kejadian Y=1 yaitu peluang petani memroduksi koagulump harian lebih tinggi 6.2. Koefisien atau Parameter Dugaan Model Regresi Logistik Binner Faktor-Faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi Langkah kedua setelah pendugaan model adalah pendugaan parameter atau koefisien variabel independen di dalam model. Sebagaimana telah disebutkan di Bab IV (Metode Penelitian), dalam model regresi logistik koefisien diduga dengan menggunakan teknik maximum likelihood (ML) estimation. Dalam penelitian ini, pendugaan koefisien dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer Minitab 14. Hasil pendugaan koefisien variabel dapat dilihat pada Tabel 5.
46
Tabel 5. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi Predictor
Coef
SE Coef
Z
Constant 11,5340 8,80844 1,31 Usia (Tahun) -0,0529408 0,0684944 -0,86 Pendidikan(tahun) -0,237045 0,272365 -0,87 Pengalaman(Tahun) 0,0443664 0,0839939 0,53 Jumlah anggota -0,726772 0,551795 -1,32 keluarga (orang) Penghasilan rumah 0,0000000 0,0000003 0,02 tangga (Rp) Luas lahan(hektar) 2,37541 1,26947 1,87 Kegiatan sosial -1,59856 1,63581 -0,98 Kelompok tani -2,81144 1,98093 -1,42 PPL 3,86599 2,24806 1,72 Harga -0,0039305 0,0021833 -1,80 Test that all slopes are zero: G = 24,175, DF = 10, P-Value = 0,07
P
Odds Ratio
0,190 0,387 0,384 0,597
0,94 0,79 1,05
0,188
0,48
0,981
1,00
0,061 0,328 0,156 0,085 0,072
10,76 0,20 0,06 47,75 1,00
Model regresi logistik biner menunjukkan bahwa variabel luas lahan, pengalaman, ada tidaknya PPL di desa tempat petani tinggal memiliki koefesien regresi yang bernilai positif. Sementara itu, variabel usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, keikutsertaan petani dalam kegiatan sosial, keanggotaan petani dalam kelompok tani, harga memiliki nilai koefisien regresi negatif. 𝑔 𝑥 = 11,5340 − 0,0592408𝑥1 − 0,237045𝑥2 + 0,0443664𝑥3 − 0,726772𝑥4 + 0,0000000𝑥5 + 2,37541𝑥6 − 1,59856𝑥7 − 2,81144𝑥8 + 3,86599𝑥9 − 0,0039305𝑥10 dimana 𝑔 𝑥 = 𝑙𝑛
𝜋(𝑥) 1 − 𝜋(𝑥)
sedangkan 𝜋 𝑥 =
𝑒 𝑔(𝑥) 1 + 𝑒 𝑔(𝑥)
6.3. Uji Signifikansi Model dan Koefisien Variabel Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi Pengujian signifikansi model dilakukan dengan menggunakan nilai G statistic atau P-value. Pada Tabel 13 pada baris Test that all slopes are zero 47
terlihat bahwa P-value dari G statistic adalah 0,07. Nilai P-value yang lebih kecil dari dari α = 20 persen memberikan arti bahwa model regresi logistik biner yang dibangun mampu menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (jenis bahan olah karet yang diproduksi) dengan baik pada selang kepercayaan 80 persen bahkan mampu hingga 90 persen. Pada Tabel 13 terdapat kolom yang dinotasikan “ P ”. Notasi P “ merupakan pernyataan dari P-value uji Wald (Wald Test). Apabila P-value dari Wald Test lebih kecil dari pada α maka tolak H0 (the null hypothesis). Sehingga, apabila P-value uji Wald dari suatu variabel lebih kecil dari α, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata di dalam model pada taraf nyata α. Hasil pendugaan model yang ditunjukkan oleh Tabel 5 menyatakan bahwa dari kesepuluh variabel di dalam model, terdapat lima variabel yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksinya. Kelima variabel tersebut adalah jumlah anggota keluarga, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, ada tidaknya PPL yang menetap di desa tempat petani tinggal, harga koagulump yang diterima petani. Pengujian signifikansi variabel menunjukkan bahwa faktor usia, pendidikan, pengalaman, penghasilan rumah tangga, keikutsertaan petani dalam kegiatan sosial tidak signifikan dalam memengaruhi jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Tidak signifikannya pengaruh kelima faktor tersebut terlihat dari nilai P-value yang lebih besar dari taraf nyata 20 persen. 6.4. Interpretasi dan Pembahasan Koefisien Variabel yang Memengaruhi Keputusan Petani Dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi Hasil pendugaan koefisien dan uji signifikansi variabel menunjukkan bahwa Usia merupakan variabel yang memiliki pengaruh negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,0529408 dan odds ratio sebesar 0,94. Variabel usia tidak signifikan di dalam model regresi logistik biner karena memiliki P-value (0,387) yang lebih dari α = 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksi, petani tidak dipengaruhi oleh faktor usia.
48
Berapapun usia petani, mereka memiliki kesempatan yang sama untuk memroduksi jenis bahan olah karet baik berupa koagulump harian maupun koagulump dua harian. Pendidikan merupakan variabel yang tidak signifikan (P-value lebih dari α) dalam memengaruhi jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani di dalam model regresi logistik biner. Salah satu alasan petani dalam memroduksi koagulump dua harian adalah karena dari lahan karet yang diusahakannya petani hanya mampu menghasilkan sedikit koagulump jika dijual harian. Dari hal itu, maka alasan dari tidak signifikannya pengaruh tingkat pendidikan formal terhadap keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani dikarenakan untuk meningkatkan produktivitas koagulump per satuan luas lahan tidak memerlukan tingkat pendidikan formal yang tinggi. Hal ini dikarenakan inovasi teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas koagulump tidaklah rumit, sehingga dapat diterapkan oleh petani baik petani yang memiliki tingkat pendidikan formal tinggi maupun petani yang memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah. Faktor pengalaman memiliki nilai 0,0443664 dan odds ratio sebesar 1,05 namun tidak signifikan di dalam model karena memiliki P-value (0,597) yang lebih dari α = 20 persen. Diduga petani karet yang lebih berpengalaman dalam menjalankan usahatani karet memiliki pengetahuan (baik dari segi teknis budidaya maupun dari segi ekonomi) yang lebih baik tentang usahatani karet jika dibandingkan dengan petani karet yang kurang berpengalaman. Dari hal ini diharapkan petani karet yang lebih berpengalaman akan memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding petani yang kurang berpengalaman, sehingga dapat diduga bahwa peluang petani karet yang lebih berpengalaman dalam memroduksi koagulump dua harian akan lebih besar dibanding petani karet yang kurang berpengalaman. Ditinjau dari hipotesis ini maka alasan dari tidak signifikannya pengaruh pengalaman terhadap keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksinya adalah karena untuk mengetahui jenis bahan olah karet mana yang lebih menguntungkan tidak memerlukan pengalaman yang lama. Setiap petani baik yang baru memulai maupun yang sudah lama
49
menanam karet dapat mengetahui jenis bahan olah karet mana yang lebih memberikan keuntungan hanya dari informasi teman atau petani lainnya. Pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi petani di dalam model dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai -0,726772. Nilai odds ratio yang dimiliki faktor jumlah anggota keluarga adalah sebesar 0,48. P-value variabel jumlah anggota keluarga adalah 0,188 yang menunjukkan bahwa variabel ini signifikan di dalam model. Interpretasi dari odds ratio jumlah anggota keluarga 0,48 adalah petani karet yang memiliki jumlah anggota keluarga yang mampu membantu penyelenggaraan usahatani satu orang lebih banyak maka peluang petani tersebut memroduksi koagulump harian menurun atau lebih kecil 0,48 kali petani yang memiliki jumlah anggota keluarga satu orang di bawahnya. Ukuran keluarga yang lebih besar dan terdiri dari anggota keluarga yang mampu melakukan dan membantu penyelenggaraan usahatani, menjadikan keluarga petani tersebut mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih banyak atau lebih berat, karena pekerjaan untuk memroduksi koagulump harian lebih banyak maka diduga petani yang memiliki jumlah keluarga lebih banyak akan berpeluang lebih besar untuk memroduksi koagulump harian. Hipotesis ini ternyata tidak terbukti secara statistik. Berdasarkan hasil analisis statistik, jika petani memiliki jumlah anggota keluarga satu orang lebih banyak maka peluang petani tersebut untuk memroduksi koagulump harian menurun atau lebih kecil 0,48 kali petani yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih sedikit satu orang. Hal ini memberikan arti bahwa sebagai makhluk yang rasional maka petani akan memilih untuk memroduksi koagulump yang memberikan keuntungan lebih banyak (dalam penelitian ini adalah koagulump dua harian). Penghasilan rumah tangga (family income) merupakan variabel yang tidak signifikan (P-value lebih dari α) dalam memengaruhi penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi di dalam model regresi logistik biner. Semakin rendah pendapatan petani, maka diduga petani tersebut tidak akan terlebih dulu mengumpulkan koagulump yang dihasilkannya untuk dijual saat kuantitas yang dimilikinya sudah banyak. Hal ini dikarenakan petani tersebut didesak oleh kebutuhan hariannya, sehingga petani yang pendapatannya rendah akan
50
mengandalkan hasil dari penjualan koagulump setiap harinya. Dari sini dapat diduga bahwa semakin rendah penghasilan rumah tangga seorang petani, maka peluang petani tersebut untuk memroduksi koagulump segar (harian) akan lebih besar dibanding petani yang penghasilan rumah tangganya tinggi. Ditinjau dari hipotesis tersebut maka alasan dari tidak signifikannya pengaruh penghasilan rumah tangga terhadap penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi adalah karena petani tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjual koagulump dua harian jika dibandingkan dengan menjual koagulump harian, sehingga petani tidak terlalu terdesak oleh kebutuhan. Luas lahan karet yang telah berproduksi memiliki P-value dan nilai odds rasio sebesar 0,061 dan 10,76. Nilai P-value yang kurang dari α menunjukkan bahwa luas lahan karet ang telah berproduksi berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani dalam menentukan kenis bahan olah karet yang. Interpretasi dari odds ratio luas lahan karet yang telah berproduksi 10,76 adalah petani karet yang memiliki luas lahan karet yang telah berproduksi satu hektar lebih banyak maka peluang petani tersebut memroduksi koagulump harian meningkat atau lebih besar 10,76 kali petani yang memiliki luas lahan karet yang telah berproduksi satu hektar dibawahnya. Peningkatan peluang ini sesuai dengan dugaan penulis yang disebutkan di dalam bab kerangka pemikiran. Semakin besar luas lahan yang dimiliki petani maka akan semakin banyak juga koagulump yang bisa dihasilkan petani tiap harinya, sehingga penulis menduga bahwa semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka petani tersebut akan cenderung memroduksi koagulump harian. Hal ini dikarenakan salah satu alasan petani untuk tidak menjual koagulump harian adalah jika mereka menjual hasil kebun mereka tiap harinya (harian) maka koagulump yang dijual oleh mereka sedikit. Oleh karena itulah para petani lebih memilih untuk mengumpulkan terlebih dahulu koagulump yang mereka hasilkan untuk dijual bersamaan dengan koagulump yang mereka hasilkan keesokan harinya. Partisipasi dalam kegiatan sosial merupakan variabel yang tidak signifikan (P-value lebih dari α) dalam memengaruhi penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi di dalam model regresi logistik biner. Penulis menduga
51
bahwa dengan semakin aktifnya petani di dalam kegiatan sosial di lingkungan tempat mereka tinggal maka petani tersebut akan semakin mudah memperoleh informasi Hal ini dikarenakan didalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh petani diharapkan akan terjadi proses pertukaran informasi mengenai karet, sehingga petani diharapkan akan lebih mudah mendapatkan informasi mengenai jenis bahan olah karet mana yang lebih menguntungkan untuk diproduksi. Hipotesis yang dibangun pada kerangka pemikiran mengenai partisipasi petani dalam kegiatan sosial ternyata tidak terbukti secara statistik. Hal ini memberikan arti bahwa dalam menentukan jenis bahan olah karet yang akan diproduksinya petani tidak dipengaruhi
oleh
faktor
tersebut,
tetapi
ada
faktor
lain
yang
lebih
memengaruhinya. Keanggotaan dalam kelompok tani merupakan variabel yang memiliki koefisien negatif dan signifikan di dalam mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang akan diproduksi oleh petani. Besarnya koefesien variabel keanggotaan dalam kelompok tani adalah -2,81144, sedangkan nilai odds rationya adalah 0,06. Nilai odds ratio sebesar 0,06 pada variabel keanggotaan dalam kelompok tani memberikan arti bahwa apabila petani yang semula tidak bergabung dengan kelompok tani kemudian bergabung maka peluang petani untuk memroduksi koagulump harian menjadi lebih rendah sebanyak 0,06 kali semula. Penurunan peluang ini dikarenakan kelompok tani dapat menjadi sarana petani untuk berinteraksi sesama petani karet dan melakukan transfer informasi perkaretan termasuk informasi mengenai jenis bahan olah karet mana yang lebih menguntungkan untuk diproduksi. Oleh karena itu petani yang bergabung dalam kelompok tani lebih memungkinkan untuk mengetahui jenis bahan olah karet mana yang lebih menguntungkan, sehingga petani itu akan cenderung memilih bahan olah karet ersebut untuk dia produksi. Keberadaan PPL yang berdomisili di desa petani responden memiliki koefisien positif dan signifikan. Nilai koefisien, P-value, dan odds ratio variabel keberadaan PPL berturut-turut adalah 3,86599; 0,085; dan 47,75. Dengan keberadaan PPL yang berdomisili di desa petani responden maka diharapkan petani akan mendapatkan informasi mengenai jenis bahan olah karet mana yang lebih menguntungkan sehingga petani tersebut akan memroduksi jenis bahan olah
52
karet tersebut. Dilihat dari dugaan tersebut maka seharusnya variabel keberadaan PPL memiliki koefisien yang negatif bukannya positif. Bertolak belakangnya harapan penulis terhadap fungsi PPL dengan hasil yang penulis temui di lapangan tidak langsung memberi makna bahwa PPL memberi informasi kepada petani untuk cenderung memroduksi jenis bahan olah karet yang lebih tidak menguntungkan, namun keberadaan PPL belum memberikan fungsi atau pengaruh terhadap usahatani karet sebagaimana mestinya (pengaruh positif). Sehingga menyebabkan petani di desa tempat PPL berdomisili cenderung memroduksi koagulump yang lebih tidak menguntungkan karena usahatani karetnya masih dijalankan dengan metode konvensional (perkiraan petani sendiri) tanpa referensi dari PPL. Diharapkan dengan berubahnya sifat PPL (menjadi multi bidang pertanian) pengaruh PPL dapat menjadi lebih baik. Harga merupakan variabel yang memiliki koefisien negatif dan signifikan di dalam mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksinya. Besarnya koefisien variabel harga adalah –0,0039305, sedangkan nilai odds rationya adalah 1,00. Nilai negatif koefisien dan nilai odds ratio 1,00 pada variabel harga memberikan arti bahwa kenaikan harga sebesar Rp. 1,00 akan membuat peluang petani untuk memroduksi jenis bahan olah karet yang lebih menguntungkan atau dalam penelitian ini adalah koagulump dua harian menjadi meningkat sebanyak 1,00 kali semula. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan, karena koagulump dua harian memang relatif lebih tinggi harganya jika dibandingkan dengan koagulump harian.
53
Tabel 6. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Uji Statistik Hipotesis Faktor usia petani karet : H0 : β1 = 0 H1 : β1 ≠ 0
Hasil P-value = 0,387 P-value > 20% Terima H0 Faktor usia tidak signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor pendidikan petani karet : H0 : β2 = 0 H1 : β2 ≠ 0
P-value = 0,384 P-value > 20% Terima H0 Faktor pendidikan petani karet tidak signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor pengalaman : H0 : β3 = 0 H1 : β3 ≠ 0
P-value = 0,597 P-value > 20% Terima H0 Faktor pengalaman tidak signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor jumlah anggota keluarga : H0 : β4 = 0 H1 : β4 ≠ 0
P-value = 0,188 P-value < 20% Tolak H0 Faktor jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor pendapatan keluarga : H0 : β5 = 0 H1 : β5 ≠ 0
P-value = 0,981 P-value > 20% Terima H0 Faktor pendapatan keluarga tidak signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor luas lahan karet yang dimiliki : H0 : β6 = 0 H1 : β6 ≠ 0
P-value = 0,061 P-value < 20% Tolak H0 Faktor luas lahan karet berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor keikutsertaan dalam kegiatan sosial : H0 : β7 = 0 H1 : β7 ≠ 0
P-value = 0,328 P-value > 20% Terima H0 Faktor keikutsertaan dalam kegiatan sosial tidak signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor keanggotaan dalam kelompok tani : H0 : β8 = 0 H1 : β8 ≠ 0
P-value = 0,156 P-value < 20% Tolak H0 Faktor keanggotaan dalam kelompok tani berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor keberadaan pegawai penyuluh lapang : H0 : β9 = 0 H1 : β9 ≠ 0
P-value = 0,085 P-value < 20% Tolak H0 Faktor keberadaan pegawai penyuluh lapang berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
Faktor harga yang diterima oleh petani : H0 : β10 = 0 H1 : β10 ≠ 0
P-value = 0,072 P-value < 20% Tolak H0 Faktor harga yang diterima petani berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi keputusan petani
54
VII ANALISIS USAHATANI KARET PRODUKSI 7.1. Analisis Pendapatan Usahatani Karet Produksi Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani karet produksi. Analisis ini juga meliputi analisis nilai yang bersifat tunai dan diperhitungkan yang membandingkan antara petani karet yang memroduksi koagulump segar (harian) dengan petani karet yang memroduksi koagulump dua harian. Analisis pendapatan usahatani membutuhan dua data pokok yaitu data penerimaan dan data pengeluaran selama periode waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui besanya pendapatan yang diterima harus diketahui terlebih dahulu data penerimaannya dan biaya, untuk mendapatkan data penerimaan dilakukan analisis terhadap penerimaan responden per hektar. Sedangkan untuk mendapatkan data biaya yang dikeluarkan dilakukan analisis biaya. Pada kondisi dilapangan data yang diperoleh sangat bervariasi, sehingga untuk memudahkan proses penghitungan semua data penerimaan dan biaya dikonversi agar data yang diperoleh menjadi seragam dan bisa diperbandingkan. Setelah data dikonversi, maka analisis pendapatan usahatani karet yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani karet yang dilakukan pada lahan seluas satu hektar dan dalam jangka waktu satu tahun. Analisis pendapatan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu analisis pendapatan usahatani karet yang memroduksi koagulump segar (harian) dan analisis usahatani karet yang memroduksi koagulump dua harian. Hal ini dilakukan agar bisa membandingkan pendapatan dari kedua usahatani karet tersebut, usahatani manakah yang lebih baik. 7.2. Penerimaan Usahatani Karet Produksi Penerimaan usahatani merupakan seluruh hasil dari usahatani karet diproduksi dikali dengan harga jual. Dalam konsep usahatani, penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima dimana berasal dari hasil produksi yang dijual. Sedangkan penerimaan diperhitungkan berupa hasil
55
penerimaan yang berasal dari konsumsi sendiri serta yang digunakan untuk bibit. Gabungan dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan akan menghasilkan penerimaan total. Karena dalam pertanian karet tidak ada hasil karet yang dikonsumsi sendiri, maka tidak ada penerimaan yang diperhitungkan, sehingga penerimaan total hanya berupa penerimaan tunai. Petani karet responden di wilayah penelitian menjual bahan olah karetnya kepada tengkulak yang ada di sekitar desanya masing-masing. Karet di wilayah penelitian dijual dengan sistem timbang, dengan harga rata-rata per kg nya sebesar Rp. 2711,111 untuk koagulump segar (harian) dan untuk koagulump dua harian dijual dengan harga rata-rata per kg nya sebesar Rp.3071. Perbandingan penerimaan usahatani karet yang meroduksi koagulump segar (harian) dengan usahatani karet yang memroduksi koagulump dua harian disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Perbandingan Penerimaan Usahatani Karet Koagulump Segar dengan Koagulump Dua Harian per Hektar per Tahun uraian
Petani koagulump segar 9.821,60
Petani koagulump dua harian 8.498,45
Harga rata-rata (Rp)
2.711,111
3.071
Total Penerimaan (Rp)
26.627.449
26.102.388,41
Produksi rata-rata pertahun (kg)
Tabel 7 menunjukkan bahwa produksi koagulump segar sebesar 9.821,60 kg, angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi koagulump dua harian yang hanya sebesar 8.498,45 kg. Sementara itu, harga jual koagulump dua harian lebih tinggi bila dibandingkan dengan koagulump segar. Total penerimaan yang diterima petani koagulump segar lebih tinggi jika dibandingkan dengan total penerimaan yang diterima oleh petani koagulump dua harian. 7.3. Biaya Usahatani Karet Produksi Komponen biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai yakni biaya yang langsung dikeluarkan seperti biaya input (pupuk, koagulan), biaya pajak lahan dan biaya peralatan produksi yang habis dalam jangka waktu satu tahun seperti ember penampung dan pisau sadap. Dalam penelitian ini, karena luasan usahatani karetnya dikonversi
56
menjadi hanya satu hektar maka diasumsikan bahwa seluruh kegiatan dari usahatani karet ini dapat dijalankan oleh tenaga kerja dalam keluarga saja, sehingga tidak ada komponen biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi biaya penyusutan peralatan yang tidak habis selama satu tahun seperti talang sadap, mangkuk, cincin mangkuk, tali pengikat cincin dan ember pengangkut serta biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Biaya diperhitungkan tersebut merupakan pengeluaran yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai. 7.3.1. Biaya Usahatani Tunai 7.3.1.1. Pupuk Pupuk adalah faktor penting bagi pertumbuhan tanaman budidaya, pupuk yang diberikan akan memberikan unsur hara dalam tanah yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Selain untuk pertumbuhan tanaman karet, pupuk juga berpengaruh positif pada getah karet yang dihasilkan. Pupuk yang digunakan oleh petani karet di wilayah penelitian merupakan pupuk anorganik (kimia). Jenis-jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk urea, KCl, TSP, dan NPK. Tabel 8 menjelaskan
mengenai
sebaran
petani
responden
berdasarkan
frekuensi
pemupukan. Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Frekuensi Pemupukan No
Frekuensi Pemupukan
Jumlah Responden 8
Persentase
1
Tidak melakukan pemupukan
2
Sekali setahun
16
25,00
3
Dua kali setahun
27
42,19
4
Tiga kali setahun
13
20,31
Jumlah
64
100
12,50
Berdasarkan data Tabel 8 dapat dilihat bahwa petani responden berbeda dalam hal frekuensi pemupukan tanaman karetnya. Sebanyak 87,50 persen petani responden di wilayah penelitian melakukan pemupukan setiap tahunnya sedangkan yang tidak melakukan pemupukan hanya sebesar 12,50 persen. Hal ini
57
menunjukkan bahwa petani sadar akan dampak pemupukan terhadap produksi yang dihasilkan. Alasan yang dikemukakan petani responden dalam melakukan pemupukan dengan berbagai frekuensi tersebut di atas adalah karena keterbatasan dana (untuk yang tidak dipupuk dan hanya sekali setahun), mengikuti petani karet yang lebih dahulu (untuk yang dua kali setahun), dan semakin sering dipupuk semakin baik (untuk yang tiga kali setahun). Menurut petani, semakin jarang dipupuk atau pemupukan terlambat produksi karet yang dihasilkan akan menurun. Tabel 9. Biaya Penggunaan Pupuk per Hektar per Tahun Uraian
Koagulump segar (Rp)
Koagulump dua harian (Rp)
Biaya pupuk per hektar per tahun
2.239.370
1.436.743
Berdasarkan data lapang yang telah diolah, maka didapatlah biaya penggunaan pupuk oleh petani karet per hektar per tahunnya. Rata-rata biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani karet yang memroduksi koagulump segar adalah sebesar Rp. 2.239.370 sedangkan biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani karet yang memroduksi koagulump dua harian adalah sebesar Rp. 1.436.743. Dari sini dapat dilihat bahwa biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani karet yang memroduksi koagulump segar lebih tinggi bila dibandingkan petani karet yang memroduksi koagulump dua harian. 7.3.1.2. Koagulan Sebagian besar petani (77,78 persen) menggunakan pupuk TSP sebagai koagulan (zat pembeku) lateks untuk menghasilkan koagulump. Sedangkan petani lain (20,63 persen) menggunakan tawas sebagai koagulannya dan hanya sebesar 1,59 persen petani responden yang tidak menggunakan zat pembeku (koagulan). Alasan digunakannya pupuk TSP dan Tawas sebagai zat pembeku adalah karena harga yang relatif terjangkau, kemudahan didapat, kemudahan pemakaian, dan keamanan terhadap kesehatan. Jumlah petani pengguna koagulan dapat dilihat pada Tabel 10.
58
Tabel 10. Penggunaan Koagulan Lateks oleh Responden Penelitian di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 No
Koagulan
Jumlah petani
Persentase
1
TSP
49
77,78
2
Tawas
13
20,63
3
Tanpa Koagulan
1
1,59
Jumlah
63
100
Biaya zat pembeku (koagulan) dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu biaya koagulan pada bulan ASO (Agustus, September, Oktober) dan biaya koagulan pada bulan normal (selain bulan ASO). Hal ini dilakukan karena pada bulan ASO tanaman karet mengalami proses gugur daun dan munculnya daun muda sehingga produksinya menurun drastis, hal ini mengakibatkan kuantitas zat pembeku yang digunakan juga jauh berbeda. Pada bulan ASO kebutuhan koagulan per harinya hanya separuh dari kebutuhan koagulan harian pada bulan normal. Perbandingan biaya koagulan per hektar per tahun antara petani koagulump segar dengan koagulump dua harian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan Biaya Koagulan Uraian
Koagulump Segar
Koagulump Dua Harian
Biaya koagulan total (Rp/Ha/Tahun)
749.550
965.397
Berdasarkan data lapang yang telah diolah maka dapat diketahui bahwa biaya koagulan yang dikeluarkan oleh petani koagulump dua harian lebih tinggi jika dibanding dengan biaya koagulan yang dikeluarkan oleh petani koagulump segar. Biaya koagulan untuk memroduksi koagulump segar sebesar Rp. 749.550 dan biaya koagulan untuk memroduksi koagulump dua harian sebesar Rp. 965.397. 7.3.1.3. Pajak Lahan Lahan yang digunakan untuk penanaman karet seluruhnya berstatus hak milik, sehingga perhitungan biaya untuk lahan akan menimbulkan biaya berupa
59
pajak atas lahan. Besar pajak rata-rata per hektar per tahun untuk petani koagulump segar adalah Rp. 12.103,70. Sementara itu, besar pajak rata-rata yang dikeluarkan oleh petani koagulump dua harian sebesar Rp. 10.856. 7.3.1.4. Peralatan Produksi Biaya atas peralatan produksi pada usahatani ini berupa biaya penyusutan alat produksi. Biaya penyusutan alat ini dibagi menjadi dua yaitu biaya penyusutan alat yang habis masa pakainya dalam waktu satu tahun dan biaya penyusutan alat yang masa pakainya tidak habis selama satu tahun. Dalam subbab ini yang dibahas adalah biaya penyusutan alat yang masa pakainya habis dalam satu tahun. Peralatan produksi yang masa pakainya habis dalam jangka waktu satu tahun adalah pisau sadap dan ember pengangkut. Perbandingan biaya penyusutan peralatan produksi antara petani koagulump segar dengan koagulump dua harian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perbandingan Biaya Penyusutan Peralatan Produksi dengan Masa Pakai Tidak Lebih dari Satu Tahun Uraian
Koagulump segar
Koagulump dua harian
Pisau Sadap (Rp/Ha/Thn)
42.889
47.238
Ember Penampung (Rp/Ha/Thn)
22.950
22.671
Biaya Penyusutan Total (Rp/Ha/Thn)
65.839
69.909
7.3.2. Biaya Usahatani Diperhitungkan 7.3.2.1. Penyusutan Peralatan Produksi Dalam subbab ini yang dibahas adalah penyusutan peralatan produksi yang masa pakainya tidak habis dalam jangka waktu satu tahun. Peralatan produksi yang masa pakainya tidak habis selama satu tahun adalah talang sadap, mangkuk, cincin mangkuk, tali pengikat cincin dan ember pengangkut. Perbandingan biaya antara penyusutan peralatan produksi antara petani koagulump segar dengan petani koagulump dua harian dapat dilihat pada Tabel 13.
60
Tabel 13. Perbandingan Biaya Penyusutan Peralatan Produksi dengan Masa Pakai Lebih dari Satu Tahun Uraian
Koagulump Segar
Koagulump Dua Harian
Talang sadap (Rp/Ha/Thn)
43.014
32.971
Mangkuk (Rp/Ha/Thn)
37.962
41.376
Cincin mangkuk (Rp/Ha/Thn)
12.617
14.659
Tali pengikat cincin (Rp/Ha/Thn)
12.969
22.899
Ember pengngkut (Rp/Ha/Thn)
8.799
19.723
115.361
131.628
Total biaya penyusutan (Rp/Ha/Thn)
7.3.2.2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Analisis usahatani karet ini dikonversi kedalam luasan lahan satu hektar, sehingga untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan dari usahatani karet seluas satu hektar ini dapat dikerjakan oleh tenaga kerja dalam keluarga saja. Nilai tenaga kerja dihitung dengan satuan hari orang kerja (HOK). Upah rata-rata tenaga kerja per HOK adalah Rp. 35.000 dengan lama jam kerja sebanyak delapan jam. Biaya tenaga kerja ini tidak semuanya dihitung berdasarkan HOK karena biaya tenaga kerja untuk menyadap di wilayah penelitian dihitung berdasarkan perjanjian bagi hasil antara tenaga penyadap dengan pemilik kebun. Besarnya bagi hasil adalah 1/3 dari total produksi untuk tenaga penyadap dan 2/3 dari total produksi untuk pemilik kebun. Biaya tenaga kerja yang dihitung berdasarkan HOK adalah tenaga kerja untuk melakukan kegiatan pemupukan dan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan penyapuan daun kering. Berikut ini adalah perbandingan biaya tenaga kerja per hektar per tahun antara petani koagulump segar dengan petani koagulump dua harian yang disajikan pada Tabel 14.
61
Tabel 14. Perbandingan Biaya Tenaga Kerja per Hektar per Tahun Uraian
Koagulump segar
Penyadap
Koagulump dua harian
8.875.816
8.700.796
95.304
85.950
Penyapuan daun kering
227.193
232.659
Total biaya tenaga kerja
9.198.313
9.019.405
Pemupukan
7.4. Pendapatan Usahatani Karet Pendapatan usahatani karet merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani meliputi (1) pendapatan tunai yakni total penerimaan setelah dikurangi biaya tunai dan (2) pendapatan total yakni total penerimaan setelah dikurangi total biaya. Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya sehingga dapat diketahui kelayakan usahatani karet yang dilakukan. Dalam penelitian ini, penulis membandingkan pendapatan usahatani petani karet yang memroduksi koagulump segar dengan usahatani karet petani yang memroduksi koagulump dua harian. Setelah dibandingkan maka dapat diketahui usahatani mana yang memberikan pendapatan lebih besar. Tabel 15 menunjukkan bahwa penerimaan usahatani karet yang memroduksi koagulump segar lebih besar jika dibandingkan dengan penerimaan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian. Nilai R/C rasio atas biaya tunai koagulump segar sebesar 8,68 dan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk koagulump dua harian sebesar 10,51. Hal ini berarti bahwa setiap seribu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani responden maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 8.680,00 (petani koagulump segar) dan Rp 10.510,00 (petani koagulump dua harian). Sedangkan untuk nilai R/C rasio atas biaya total koagulump segar sebesar 2,15 dan nilai R/C rasio untuk koagulump dua harian sebesar 2,24. Hal ini berarti setiap seribu rupiah biaya total yang dikeluarkan, petani koagulump segar akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2.150,00 dan petani koagulump dua harian akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2.240,00.
62
Tabel 15. Perbandingan Pendapatan Usahatani Karet Koagulump Segar dengan Koagulump Dua Harian per Hektar per Tahun Uraian
Koagulump harian
Koagulump dua harian
Penerimaan usahatani karet
Rp 26.627.449
Rp 26.102.388
Pupuk
Rp 2.239.370
Rp 1.436.743
Koagulan
Rp
749.550
Rp
965.397
Pajak Lahan
Rp
12.104
Rp
10.856
Perlalatan Produksi
Rp
65.839
Rp
69.909
Ember Penampung
Rp
22.950
Rp
22.671
Pisau Sadap
Rp
42.889
Rp
47.238
BIAYA TUNAI
Total Biaya Tunai
Rp 3.066.863
Rp 2.482.905
BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN Biaya Penyusutan peralatan Sadap Talang
Rp
43.014
Rp
32.971
Mangkuk
Rp
37.962
Rp
41.376
Cincin Mangkuk
Rp
12.617
Rp
14.659
Tali Cincin
Rp
12.969
Rp
22.899
Ember Pengangkut
Rp
8.799
Rp
19.723
Total biaya penyusutan alat
Rp 115.361
Rp 131.628
Penyadap
Rp 8.875.816
Rp 8.700.796
Pemupukan
Rp
95.304
Rp
85.950
Penyapuan Daun Kering
Rp
227.193
Rp
232.659
Tenaga Kerja Dalam Keluarga
total biaya tenaga kerja dalam keluarga
Rp 9.198.313
Rp 9.019.405
Total Biaya Diperhitungkan
Rp 9.313.674
Rp 9.151.033
Total Biaya Usahatani
Rp 12.380.537
Rp 11.633.938
pendapatan usahatani thdp biaya tunai
Rp 23.560.586
Rp 23.619.483
Pendapatan Usahatani thdp biaya total
Rp 14.246.912
Rp 14.468.451
R/C terhadap Biaya tunai
8,68
10,51
R/C terhadap Biaya Total
2,15
2,24
63
Berdasarkan tabel 15, dapat diketahui bahwa kedua usahatani karet baik yang memroduksi koagulump harian maupun dua harian layak untuk dijalankan, karena dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan nilai R/C yang lebih dari satu. Akan tetapi, baik dilihat dari R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani karet yang memroduksi koagulump dua harian lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani karet yang memroduksi koagulump harian. Nilai R/C total koagulump dua harian adalah sebesar 2,24, sedangkan untuk koagulump perbedaannya tidak terlalu besar yaitu 2,15. Namun, jika dibandingkan dari nilai R/C atas biaya tunai, maka terdapat perbedaan yang cukup besar, yaitu 10,51 untuk koagulump dua harian dan 8,68 untuk koagulump harian. Perbedaan nilai R/C yang begitu besar antara R/C atas biaya tunai dengan R/C atas biaya total dialami oleh kedua jenis usahatani karet. Hal ini dikarenakan terdapat biaya diperhitungkan yang jumlahnya sangat besar. Diantara biaya-biaya yang diperhitungkan dalam usahatani, biaya penyadapan merupakan biaya yang paling tinggi. Biaya penyadapan pada usahatani karet baik yang memroduksi koagulump harian maupun dua harian tidak begitu berbeda yaitu mencapai nilai diatas Rp 8.000.000. Tingginya biaya ini dikarenakan sistem pembayaran upah yang diberlakukan petani karet kepada pekerja penyadap di Tulang Bawang adalah sistem bagi hasil. Proporsi yang didapat oleh penyadap karet sebesar sepertiga dari total hasil sadapan karet yang diperolehnya, sedangkan sisanya dua pertiga untuk petani pemilik. Upah yang diterima oleh penyadap merupakan sepertiganya dari penerimaan yang diperoleh petani pemilik dari hasil sadapan karet yang diperoleh. Dalam penelitian ini, biaya penyadapan merupakan biaya diperhitungkan karena dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga.
64
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1) Faktor-faktor yang secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen memengaruhi keputusan dalam menentukan koagulump yang diproduksi oleh petani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Propinsi Lampung adalah jumlah anggota keluarga, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, ada tidaknya PPL yang menetap di desa tempat petani tinggal, harga koagulump yang diterima petani. Sedangkan kelima faktor lainnya tidak memengaruhi secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen dalam penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani karet di lokasi penelitian. 2) Berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa penerimaan tunai usahatani yang memroduksi koagulump segar (harian) lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian. Selain itu, biaya yang dikeluarkan (baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan) oleh usahatani yang memroduksi koagulump harian lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian, sehingga biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani koagulump harian juga lebih tinggi dibandingkan usahatani koagulump dua harian. Walaupun penerimaan tunai usahatani yang memroduksi koagulump harian lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian, akan tetapi biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani koagulump harian juga lebih tinggi dibandingkan usahatani koagulump dua harian, sehingga pada hasil akhirnya didapatkan bahwa usahatani yang memroduksi koagulump dua harian memberikan keuntungan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump harian. 8.2. Saran Pada akhir penelitian ini penulis menyarankan kepada para petani agar memroduksi jenis bahan olah karet berupa koagulump dua harian karena akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan jika petani memroduksi jenis bahan olah karet berupa koagulump segar (harian). Petani tidak perlu
65
mengkhawatirkan penyusutan karet yang akan terjadi jika petani menyimpan koagulump satu hari lebih lama untuk memroduksi koagulump dua harian karena kerugian yang disebabkan oleh penyusutan karet telah tertutupi oleh keuntungan dari harga jual yang lebih tinggi selain itu, keunggulan lain dari usahatani yang memroduksi koagulump dua harian adalah biaya produksi yang lebih rendah. Penulis juga menyarankan kepada PPL agar lebih aktif lagi dalam memberikan sosialisasi baik berupa informasi terbaru yang berhubungan dengan teknik budidaya maupun informasi
terbaru
yang berhubungan dengan
kelembagaan petani. Dengan lebih aktifnya PPL, maka diharapkan petani mendapatkan informasi yang lebih lengkap guna meningkatkan pendapatan dari usahataninya sehingga kesejahteraan dari petani dapat lebih meningkat.
66
LAMPIRAN
Lampiran 1. Karakteristik Pemodelan Responden
2
H. Yanto
1
47
5
10
anggota keluarga (orang) 6
12525000
6
1
1
1
2500
3
Muryat
0
54
9
11
4
7936600
2
1
1
1
3800
5
Waris
0
39
12
9
4
1916600
1
1
1
1
3500
6
Sarju
0
68
3
11
4
1300000
2
1
1
1
3000
7
Paiman
0
60
6
12
2
7401000
3
1
1
1
3500
9
Juwari
0
48
2
11
4
1593000
2
1
1
1
3000
10
Ritam
0
52
2
11
3
1072000
1
1
0
1
3000
13
Rusdan
0
65
2
14
5
900000
1
1
0
1
3000
14
Suradi
0
38
6
10
4
8566000
2
1
1
1
4000
15
Kasidi
0
49
6
10
5
5231000
2
1
1
1
3000
16
Ponirin
0
60
3
10
6
1211000
0
1
1
1
3200
17
Mansur
0
33
12
14
3
2098500
1
1
1
1
3200
22
Anshori
0
28
9
19
4
2529375
1
0
0
0
2700
23
Lohmudin
0
58
6
10
3
1869000
3
1
0
0
2600
24
Herli
0
41
12
10
6
3824200
2
1
0
1
2600
25
Muqoddam
0
55
6
36
7
1450000
1
0
0
0
2500
28
Sulaiman
0
45
12
12
7
7997850
2
1
0
0
3000
31
0
54
4
9
7
1500000
1
1
0
0
3000
1
60
9
22
5
7900000
4
1
0
0
3000
33
Basiyun Haidir Sakti Jumadi
1
47
4
6
2
2402000
1
1
0
1
3000
34
Supriyono
0
47
6
14
7
1518000
1
1
0
1
2400
35
Sugiyat
1
56
6
17
5
4095000
3
1
0
1
2600
36
Riyono
0
53
6
11
4
1084300
1
1
0
1
3000
37
Kasturi
1
65
6
18
4
3187500
2
1
0
1
2500
No Resp
32
70
jenis CL Nama
1=1harian
umur (Tahun)
Pendidikan (tahun)
Pengalaman (Tahun)
pendapatan (Rp)
luas lahan (hektar)
kegiatan sosial
Kelompok tani
PPL
harga
No Resp
Nama
jenis CL
umur (Tahun)
Pendidikan (tahun)
Pengalaman (Tahun)
anggota keluarga (orang)
0
65
6
11
5
1
35
6
15
pendapatan (Rp)
luas lahan (hektar)
kegiatan sosial
Kelompok tani
PPL
1700000
1
1
0
1
3000
5
1250000
1
1
0
1
3000
harga
40
Poniran Suprapto Harno
41
Paturi
1
41
6
29
4
2461600
1
0
0
1
3000
42
Kirin
0
60
3
25
4
1000000
1
0
0
1
3000
43
Suprayitno
0
40
12
16
4
3441600
2
1
0
1
3300
44
Munjuri
1
67
0
20
2
408000
1
1
0
1
2400
45
Siman
0
65
6
6
2
444100
0
1
0
1
3100
47
Ramli
0
41
6
28
5
3941800
1
1
0
1
2800
48
0
45
6
23
3
540000
0
1
1
1
3000
0
36
9
11
4
3472500
2
1
0
1
3500
50
Karpito Budi Hartoyo Mat Iksan
1
58
6
7
4
1500000
1
1
0
1
3000
51
Purnomo
0
45
6
7
4
1338750
1
1
0
1
3000
52
Rameli
1
62
2
9
5
3663750
1
0
0
1
2300
53
0
56
6
17
3
1365000
1
1
0
1
3000
1
67
6
20
2
1583000
3
1
1
1
3000
55
Suyatman Danang Pratiwo Sutrisno
1
37
6
10
4
1989500
2
1
0
1
2500
57
Mitro
0
65
0
11
5
1636000
0
1
0
1
3300
58
Sunarto
0
55
6
11
8
1530000
1
1
0
1
3000
60
Saijan
0
72
2
20
4
4456500
1
1
0
1
3200
61
Jasman
0
36
6
12
4
10299900
2
1
0
1
3500
62
Sarjat
0
60
6
17
4
1312500
1
1
0
1
2500
63
Tawirja Andreas Sugiono
0
60
5
12
3
2187500
2
1
0
1
3000
0
41
9
10
5
2277600
1
1
0
1
2700
39
49
54
64
71
Lampiran 2. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi Predictor Constant
Coef
SE Coef
Z
P
Odds Ratio
11,5340
8,80844
1,31
0,190
-0,0529408
0,0684944
-0,86
0,387
0,94
Pendidikan(tahun)
-0,237045
0,272365
-0,87
0,384
0,79
Pengalaman(Tahun)
0,0443664
0,0839939
0,53
0,597
1,05
Jumlah anggota keluarga (orang)
-0,726772
0,551795
-1,32
0,188
0,48
Penghasilan rumah tangga (Rp)
0,0000000
0,0000003
0,02
0,981
1,00
2,37541
1,26947
1,87
0,061
10,76
Kegiatan sosial
-1,59856
1,63581
-0,98
0,328
0,20
Kelompok tani
-2,81144
1,98093
-1,42
0,156
0,06
3,86599
2,24806
1,72
0,085
47,75
-0,0039305
0,0021833
-1,80
0,072
1,00
Usia (Tahun)
Luas lahan(hektar)
PPL Harga
Test that all slopes are zero: G = 24,175, DF = 10, P-Value = 0,07
72
Lampiran 3. Biaya Peralatan Usahatani Koagulump 1 Harian Luas lahan
6bln
ha
Pisau Sadap (Rp)
2
6,25
25000
33
0,5
35
2thn
4thn
10thn
2thn
1thn
5thn
biaya talang per 1 ha
mangkuk per ha
cincin mangkuk per ha
tali cincin per ha
ember penamp ung per ha
ember pengang kut per ha
3472
111104
222208
185173,3
44441,6
40320
38400
20000
300
42000
120000
91000
28000
20000
30000
3
20000
1600
32000
160000
160000
48000
10000
33333,33
37
2
20000
1105
41437,5
55250
120000
15000
15000
35000
40
0,5
20000
350
35000
210000
120000
20000
40000
40000
50
0,75
18000
450
150000
120000
60000
28000
20000
80000
52
1
20000
500
100000
162500
0
0
42000
60000
54
3,25
20000
2167
233369,2
133353,8
333384,6
18000
9230,769
49230,77
55
1,5
30000
550
29333,33
183333,3
66000
32000
10000
30000
21444,44
86027,12
151849,5
126173,1
25937,96
22950,09
43996,01
42888,89
43013,56
37962,37
12617,31
12968,98
22950,09
8799,202
No Resp
rata-rata rata-rata pertahun perhektar
jumlah batang
Lampiran 4. Biaya Tenaga Kerja Usahatani 1 Harian No Resp
Luas lahan
pemupukan
Ha
HOK/ha /tahun
2
6,25
3,84
33
0,5
35
Biaya Pemupukan
hok per ha
35.000,00
134.400,00
1,28
35.000,00
44.800,00
179.200,00
0
35.000,00
-
4,00
35.000,00
140.000,00
140.000,00
3
1,67
35.000,00
58.333,33
3,50
35.000,00
122.500,00
180.833,33
37
2
2,5
35.000,00
87.500,00
10,00
35.000,00
350.000,00
437.500,00
40
0,5
3
35.000,00
105.000,00
10,00
35.000,00
350.000,00
455.000,00
50
0,75
3
35.000,00
105.000,00
12,00
35.000,00
420.000,00
525.000,00
52
1
1
35.000,00
35.000,00
-
35.000,00
-
35.000,00
54
3,25
6,5
35.000,00
227.500,00
4,31
35.000,00
150.769,23
378.269,23
3
35.000,00
105.000,00
13,33
35.000,00
466.666,67
571.666,67
55 1,5 rata-rata pertahun perhektar
Harga/ HOK
total biaya tenaga kerja
Penyapuan
95.303,70
Harga /HOK
Biaya Penyapuan
227.192,88
Rp
322.496,58
71
Lampiran 5. Biaya Pajak Usahatani 1 Harian No Resp
2 33 35 37 40 50 52 54 55
Nama
Luas lahan pajak yg dibayarkan pajak per ha
Ha h. Yanto 6,25 jumadi 0,5 sugiyat 3 kasturi 2 harno 0,5 mat iksan 0,75 rameli 1 danang pratiwo 3,25 sutrisno 1,5 rata-rata pertahun perhektar
Rp 65.000,00 6.000,00 36.000,00 24.000,00 5.000,00 4.900,00 12.000,00 32.500,00 36.000,00
Rp 10.400,00 12.000,00 12.000,00 12.000,00 10.000,00 6.533,33 12.000,00 10.000,00 24.000,00 12.103,70
72
Lampiran 6. Biaya Koagulan Usahatani 1 Harian
No Resp
Nama
harga
hari sadap normal
koagulan per ha
biaya bulan normal/ha
koagulan per sadapan ASO
hari sadap ASO
koagulan per ha
biaya bulan ASO
biaya koagulan pertahun
kg
kg
Hari
kg
Rp
kg
Hari
kg
Rp
Rp
Luas lahan
koagulan per sadapan
ha 2
h. Yanto
6,25
6,25
2.200,00
243
1,00
534.600,00
3,13
81,00
0,50
89.100,00
623.700,00
33
jumadi
0,5
0,25
5.000,00
243
0,50
607.500,00
0,13
81,00
0,25
101.250,00
708.750,00
35
sugiyat
3
3,00
5.000,00
243
1,00
1.215.000,00
1,50
81,00
0,50
202.500,00
1.417.500,00
37
kasturi
2
1,00
7.000,00
243
0,50
850.500,00
0,50
81,00
0,25
141.750,00
992.250,00
40
harno
0,5
0,14
5.000,00
243
0,29
347.142,86
0,07
81,00
0,14
57.857,14
405.000,00
50
mat iksan
0,75
0,19
5.000,00
243
0,25
303.750,00
0,09
81,00
0,13
50.625,00
354.375,00
52
rameli
1
0,25
5.000,00
243
0,25
303.750,00
0,13
81,00
0,13
50.625,00
354.375,00
54
danang pratiwo
3,25
2,17
5.000,00
243
0,67
810.000,00
1,08
81,00
0,33
135.000,00
945.000,00
55
sutrisno
1,5
1,00
5.000,00
243
0,67
810.000,00
0,50
81,00
0,33
135.000,00
945.000,00
Rata-rata pertahun perhektar
749.550,00
73
Lampiran 7. Biaya Pupuk Usahatani 1 Harian No Re sp
Luas lahan (Ha)
Fre kuensi (Kali/ Tahun)
dosis per 1/4 Ha
Harga per kg
Urea
KCL
TSP
NPK
Micro
Urea
KCL
TSP
NPK
Micro
Pupuk per tahun/1/4 ha
Biaya Pupuk per TAHUN per ha
2
6,25
3
50,00
25,00
-
-
-
1.260,00
10.500,00
-
-
-
976.500,00
3.906.000,00
33
0,5
0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
35
3
2
25,00
8,33
-
-
-
1.300,00
5.000,00
-
-
-
148.333,33
593.333,32
37
2
1
37,50
-
-
25,00
-
1.340,00
-
-
3.150,00
-
129.000,00
516.000,00
40
0,5
3
50,00
-
-
25,00
-
1.300,00
-
-
-
435.000,00
1.740.000,00
50
0,75
3
33,33
16,67
6,67
0,67
1.300,00
5.000,00
-
103.000,00
836.000,00
3.343.999,99
52
1
1
37,50
37,50
-
37,50
-
1.200,00
4.500,00
-
-
401.250,00
1.605.000,00
54
3,25
2
16,67
-
50,00
50,00
-
1.200,00
-
7.200,00
-
1.760.000,00
7.040.000,00
55
1,5
1
50,00
25,00
25,00
-
-
1.200,00
4.500,00
7.200,00
3.200,00 12.500,0 0 5.000,00 10.000,0 0 -
-
352.500,00
1.410.000,00
Rata-rata Biaya Pupuk Pertahun Perhektar
2.239.370,37
74
Lampiran 8. Biaya Peralatan Usahatani Koagulump 2 Harian No. Respon den
5
Luas lahan
6bln
ha
Pisau Sadap (Rp)
0,75
25000
515
Jumla h batang
2thn
4thn
10thn
2thn
1thn
5thn
Biaya talang per 1 ha
Mangkuk per ha
Cincin mangkuk per ha
Tali cincin per ha
Ember Penampu ng per Ha
Ember pengangkut per ha
41200
68666,67
96133,333
32000
16000
46666,67
7
3
25000
1980
92400
198000
132000
19800
33333,33
70000
10
0,75
20000
400
106666,67
293333,33
256000
37333,33
16000
133333,33
14
1,5
25000
833
77746,67
138833,33
138833,33
100000
10000
46666,67
15
1,75
25000
1000
68571,42
285714,29
171428,57
35000
13714,28
71428,571
16
0,25
30000
167
267200
133600
320640
44000
24000
280000
17
0,75
25000
450
60000
90000
288000
20000
16000
53333,33
22
1
20000
600
36000
120000
60000
100000
18000
75000
31
0,5
20000
270
0
135000
200000
80000
24000
84000
34
0,875
25000
425
38857,14
121428,57
73142,857
41142,85
13714,28
62857,14
36
0,5
20000
300
16800
90000
96000
0
21000
40000
42
1
25000
556
27800
83400
139000
13000
10000
70000
43
2
20000
440
26400
77000
26400
32500
9000
30000
45
0,25
20000
150
30000
90000
48000
40000
40000
100000
47
1
30000
668
95428,57
220440
52500
13000
18000
165000
48
0,25
25000
260
104000
260000
187200
140000
90000
240000
51
0,75
22000
550
102666,67
238333,33
183333,33
26000
26666,66
93333,33
57
0,25
21000
216
86400
432000
132000
0
24000
88000
58
0,75
25000
500
53333,33
100000
56000
20000
18666,66
93333,33
62
0,5
23000
333
33300
166500
221778
24000
24000
180000
63 ratarata Rataratape rhekta r
2
25000
1333
19995
133300
199950
144000
10000
48000
23619,05
65941,21
165502,4
146587,6
45798,87
22671,2
98616,78
47238,1
32970,61
41375,59
14658,76
22899,43
22671,2
19723,36
77
Lampiran 9. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Koagulump 2 Harian No Resp
Luas lahan
Pemupukan
total biaya tenaga kerja
Penyapuan
5
0,75
HOK/ha/ tahun 1,76
7
3
3,96
35.000,00
138.600,00
5,33
35.000,00
186.666,67
325.266,67
10
0,75
5,32
35.000,00
186.200,00
2,67
35.000,00
93.333,33
279.533,33
14
1,5
2,64
35.000,00
92.400,00
5,33
35.000,00
186.666,67
279.066,67
15
1,75
0,87
35.000,00
30.450,00
3,43
35.000,00
120.000,00
150.450,00
16
0,25
6
35.000,00
210.000,00
8,00
35.000,00
280.000,00
490.000,00
17
0,75
4,02
35.000,00
140.700,00
-
35.000,00
-
140.700,00
22
1
0,5
35.000,00
17.500,00
6,00
35.000,00
210.000,00
227.500,00
31
0,5
4
35.000,00
140.000,00
4,00
35.000,00
140.000,00
280.000,00
34
0,875
0
35.000,00
-
11,43
35.000,00
400.000,00
400.000,00
36
0,5
0
35.000,00
-
14,00
35.000,00
490.000,00
490.000,00
42
1
1,5
35.000,00
52.500,00
5,00
35.000,00
175.000,00
227.500,00
43
2
2
35.000,00
70.000,00
10,50
35.000,00
367.500,00
437.500,00
45
0,25
2
35.000,00
70.000,00
8,00
35.000,00
280.000,00
350.000,00
47
1
8
35.000,00
280.000,00
-
35.000,00
300.000,00
580.000,00
48
0,25
4
35.000,00
140.000,00
8,00
35.000,00
280.000,00
420.000,00
51
0,75
0
35.000,00
-
-
35.000,00
-
-
57
0,25
2
35.000,00
70.000,00
18,00
35.000,00
630.000,00
700.000,00
58
0,75
0
35.000,00
-
4,00
35.000,00
140.000,00
140.000,00
62
0,5
2
35.000,00
70.000,00
6,00
35.000,00
210.000,00
280.000,00
63
2
1
35.000,00
35.000,00
6,00
35.000,00
210.000,00
245.000,00
232.658,73
318.608,73
Ha
Harga/ HOK 35.000,00
Biaya Pemupukan 61.600,00
hok per ha 5,33
Harga/ HOK 35.000,00
biaya Penyapuan 186.666,67
248.266,67
rata-rata pertahun perhektar
85.950,00
Rp
78
Lampiran 10. Biaya Pajak Usahatani Koagulump 2 Harian
No Resp
Nama 5
Waris
7
Paiman
10
Luas lahan
pajak yg dibayarkan
ha
Rp
pajak per ha Rp/Ha/Tahun
0,75
7.500,00
10.000,00
3
40.000,00
13.333,33
Ritam
0,75
7.500,00
10.000,00
14
Suradi
1,5
4.500,00
3.000,00
15
Kasidi
1,75
17.500,00
10.000,00
16
Ponirin
0,25
2.700,00
10.800,00
17
Mansur
0,75
7.500,00
10.000,00
22
Anshori
1
10.000,00
10.000,00
31
Basiyun
0,5
5.000,00
10.000,00
34
Supriyono
0,875
12.000,00
13.714,29
36
Riyono
0,5
4.000,00
8.000,00
42
Kirin
1
12.500,00
12.500,00
43
Suprayitno
2
25.000,00
12.500,00
45
Siman
0,25
5.000,00
20.000,00
47
Ramli
1
10.000,00
10.000,00
48
Karpito
0,25
3.500,00
14.000,00
51
Purnomo
0,75
13.000,00
17.333,33
57
Mitro
0,25
3.000,00
12.000,00
58
Sunarto
0,75
7.500,00
10.000,00
62
Sarjat
0,5
3.400,00
6.800,00
63
Tawirja
2 8.000,00 rata-rata pertahun perhektar
4.000,00 10.856,24
79
81
75