ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN PERDAGANGAN INTRA-INDUSTRI KOMODITAS INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) ANTAR NEGARA-NEGARA ASEAN-5
OLEH JAYANTI DWI RETNOWATI H14103111
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
JAYANTI DWI RETNOWATI. Analisis Faktor-faktor Determinan Perdagangan Intra-industri Komoditas Information and Communication Technology (ICT) antar Negara-negara ASEAN-5 (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI).
Para pemimpin negara-negara ASEAN bersepakat mengambil langkahlangkah peningkatan integrasi ekonomi untuk mencapai ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2020 sebagai salah satu tujuan utama yang akan dicapai dalam pembentukan ASEAN Community. Cara yang ditempuh untuk mencapai target tersebut adalah mempercepat integrasi atas 11 sektor yang terdiri atas barang dan jasa. Salah satu komoditas yang diprioritaskan dalam sektor barang adalah information and communication technology (ICT). ICT merupakan komoditas yang berperan penting dalam globalisasi karena kegunaannya sebagai sarana yang memfasilitasi penyediaan dan transfer informasi. Sehubungan dengan itu, perdagangan intra-industri komoditas ICT perlu dianalisis untuk mengetahui besarnya derajat integrasi industri komoditas tersebut. Analisis perdagangan intra-industri dilakukan melalui pengukuran Intraindustry Trade (IIT) index. Penelitian ini bertujuan menganalisis perdagangan intra-industri komoditas ICT yang berlangsung di negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina) karena di negara-negara ini komoditas ICT memiliki proporsi terbesar dalam arus perdagangan intra-regional ASEAN. Setelah diketahui besarnya perdagangan intra-industri yang terjadi di ASEAN-5, analisis dilanjutkan dengan identifikasi faktor-faktor determinan perdagangan intra-industri tersebut. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data time series dan cross section (data panel), yang terdiri dari data arus perdagangan delapan jenis produk ICT, Gross Domestic Product (GDP), Gross Domestic Product per capita (GDPC), nilai tukar, dan jarak antar negara. Data yang dianalisis mencakup data negara-negara ASEAN-5 pada periode 2001-2005. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap. Pertama, digunakan metode penghitungan IIT index untuk mengetahui besarnya derajat integrasi. Kedua, digunakan metode Panel Data untuk mengestimasi faktor-faktor determinan IIT. Hasil penghitungan IIT index menunjukkan bahwa tingkat integrasi industri ICT di ASEAN-5 secara umum telah mencapai tingkat agak kuat (moderately strong). Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap IIT pada taraf nyata lima persen adalah rata-rata GDP per capita masing-masing negara, perbedaan GDP antar negara, fluktuasi nilai tukar, dan nilai tukar negara mitra dagang. Di sisi lain, variabel jarak antar negara dan perbedaan GDP per capita antar negara tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IIT di negara-negara tersebut.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan ketergantungan perdagangan komoditas ICT di ASEAN-5 semakin tinggi (semakin terintegrasi). Ketersediaan komoditas ICT semakin tergantung pada ekspor dan impor intra-industri antara kelima negara tersebut. Implikasi dari kondisi tersebut adalah adanya peluang yang cukup besar untuk melakukan ekspansi ekspor di kawasan ASEAN-5. Di sisi lain, negara-negara ASEAN-5 harus siap menghadapi persaingan dengan komoditas-komoditas ICT hasil impor. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan juga bahwa besarnya nilai IIT index tergantung pada negara reporter-nya. Terdapat ketimpangan yang cukup besar pada hasil penghitungan IIT dengan negara reporter yang berbeda. Hal ini bersumber dari ketimpangan yang besar pada data arus perdagangan yang tercatat di database komoditas perdagangan internasional. Penyebab ketimpangan tersebut ada dua hal, yaitu adanya produk-produk ilegal yang tidak tercatat di database resmi masing-masing negara serta sistem pencatatan dan pembaharuan data yang belum dilaksanakan dengan baik. Untuk mengatasinya perlu dilakukan beberapa upaya, diantaranya peningkatan pengawasan dan penjagaan daerah-daerah lalu lintas barang ekspor dan impor, memperketat seleksi perekrutan aparat yang menangani arus ekspor-impor barang, dan pemberlakuan sanksi yang tegas atas tindakan penyelewengan oknum aparat yang bekerjasama dengan penyelundup. Dari sisi peningkatan reliabilitas database perdagangan, pembaharuan pada proses pengumpulan dan pencatatan data masing-masing negara, juga perlu dilakukan untuk meningkatkan keakuratan data pada database perdagangan internasional. Berdasarkan penelitian, tingkat permintaan masyarakat terhadap produk yang terdiferensiasi dan berkualitas tinggi merupakan faktor yang menentukan besarnya perdagangan intra-industri. Dengan demikian, disarankan bagi para produsen untuk meningkatkan upaya-upaya menciptakan produk yang beragam dan berkualitas tinggi. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui program-program R&D dan program-program promosi yang dapat mempengaruhi selera pasar. Selain itu, diketahui pula bahwa kebijakan kerjasama perdagangan selama periode analisis belum terlaksana secara optimal. Dalam hal ini, disarankan untuk mengoptimalkan implementasi kerjasama perdagangan industri ICT dan meningkatkan partisipasi negara-negara ASEAN-5 dalam kerjasama tersebut. Dari sisi moneter, disarankan untuk menjaga kestabilan nilai tukar serta memperkuat kondisi moneter dalam negeri, dengan mengupayakan peningkatan kestabilan politik dan keamanan dalam negeri. Hal ini karena fluktuasi nilai tukar dan nilai tukar negara mitra dagang turut mempengaruhi IIT secara signifikan. Dari sisi produk ICT sendiri, penciptaan produk yang unique dan berkualitas tinggi pada akhirnya akan membuat produk tersebut inelastis terhadap perubahan harga yang terjadi akibat fluktuasi nilai tukar dan instabilitas moneter.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN PERDAGANGAN INTRA-INDUSTRI KOMODITAS INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) ANTAR NEGARA-NEGARA ASEAN-5
Oleh JAYANTI DWI RETNOWATI H14103111
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Jayanti Dwi Retnowati
Nomor Registrasi Pokok
: H14103111
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Perdagangan
Faktor-faktor Intra-industri
Determinan Komoditas
Information and Communication Technology (ICT) antar Negara-negara ASEAN-5
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Jayanti Dwi Retnowati H14103111
PADA
RIWAYAT HIDUP
Jayanti Dwi Retnowati. Dilahirkan di Malang pada hari Kamis tanggal 3 Januari 1985 dari pasangan Mochamad Chosim dan Sri Wahyuni. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diawali dari bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SDN Purwodadi 1 Malang. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTPN 3 Malang. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMUN 3 Malang dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan dan pelatihan seperti Hipotex-R, Pelatihan Karya Tulis Ilmiah 2, Pelatihan Pengolahan Data Kuantitatif, dan beberapa acara Organisasi Mahasiswa Daerah Malang.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-faktor Determinan Perdagangan Intraindustri Komoditas Information and Communication Technology (ICT) antar Negara-negara ASEAN-5”. ICT merupakan komoditas yang sangat menarik untuk dianalisis karena peranannya yang vital dalam memfasilitasi transfer informasi di era globalisasi. Hal tersebut membuat penulis memilih ICT sebagai obyek penelitian ini, dengan pengkajian khusus wilayah ASEAN-5. Selain itu, skripsi juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. dan Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E., M.Si selaku dosen penguji utama dan perwakilan komisi pendidikan, atas saransaran dan kritik yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi. 3. Dr. Ir. Joyo Winoto, Msc. atas bimbingan dan dukungannya selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa FEM. 4. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Mochamad Chosim dan Ibunda Sri Wahyuni, serta seluruh keluarga penulis atas doa dan dukungannya. 5. Para dosen pengajar dan seluruh staf Dept.Ilmu Ekonomi atas semua bantuannya.
ii
6. Teman-teman satu bimbingan: Windy dan Ratih, atas segala bantuan, dukungan, dan rasa kebersamaan yang terjalin selama proses penyusunan skripsi. 7. Para pembimbing metode Panel Data: Winsih, Noviani, dan Kak Ade, atas ilmu-ilmu panel yang telah diberikan. 8. The nine tenth part of my heart: Ndy, Lea, Kikie, Evi, Aci, Nay, Maiv, Pritta, Eka. If God combine one good character from each and every one of you to create a person, I’m sure it will turn out to be a perfect one. 9. My beloved housemates: Kania, Henny Saras, Henny Mene, and Nisa, who have been my closest family for over a thousand days. Thank you for showing me more about the bitter sweet symphony of life. I wish I can keep you around much longer. 10. My blessings from the past: Efi, Niken, Rofyka”Opi”. Thank you for brighten up my dark times and for being so inspiring. 11. Teman-teman seperjuangan: my ex-roommates in A2-207, rekan-rekan IE’40, teman-teman Irafaners (esp. The Back Block), members of MJFC (Tika, Berry, Elly, Evi, Meidy), keluarga Arema IPB, dan rekan-rekan KKP Brebes (esp. Kec.Wanasari). Terima kasih atas kebersamaan dan kenangan indah yang kalian berikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2007
Jayanti Dwi Retnowati H14103111
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................... i DAFTAR ISI......................................................................................... iii DAFTAR TABEL................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... vii I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 11 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 12 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 12 1.5. Ruang Lingkup Penelitian................................................... 13
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Perdagangan Internasional ................................. 14 2.2. Integrasi Ekonomi ................................................................ 15 2.2.1. Konsep Integrasi.......................................................... 15 2.2.2. Konsep Integrasi Ekonomi.......................................... 16 2.2.3. Tipe-tipe Integrasi Ekonomi ....................................... 17 2.3. Perdagangan Intra-industri (Intra-industry Trade/IIT) ........ 19 2.3.1. Inter-industri versus Intra-industri .............................. 19 2.3.2. Faktor-faktor Determinan Perdagangan Intra-industri 20 2.4. Information and Communication Technology (ICT) .......... 22 2.5. Model Gravitasi (Gravity Model)........................................ 24 2.6. Penelitian Terdahulu ........................................................... 26 2.7. Kerangka Pemikiran............................................................ 28 2.8. Hipotesis Penelitian............................................................. 31
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 32
iv
3.2. Metode Analisis Data.......................................................... 32 3.2.1. Metode Pengukuran Intra-industry Trade (IIT)......... 33 3.2.2. Gravity Model ............................................................. 36 3.2.3. Analisis Panel Data .................................................... 41 3.3. Jenis-Jenis Model Panel Data............................................. 42 3.3.1. Model Pooled .............................................................. 42 3.3.2. Model Efek Tetap (Fixed Effect)................................. 43 3.3.3. Model Efek Acak (Random Effect) ............................. 44 3.4. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ................ 45 3.4.1. Chow Test.................................................................... 46 3.4.2. Hausman Test.............................................................. 47 3.4.3. LM Test ....................................................................... 47 3.5. Evaluasi Model ................................................................... 48 3.5.1. Multikolinearitas ......................................................... 48 3.5.2. Autokorelasi ................................................................ 49 3.5.3. Heteroskedastisitas...................................................... 50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Identifikasi Tingkat Intra-industry Trade dan Integrasi antar Negara-negara ASEAN-5............................ 51 4.1.1. Intra-industry Trade Malaysia .................................... 52 4.1.2. Intra-industry Trade Singapura................................... 55 4.1.3. Intra-industry Trade Thailand .................................... 57 4.1.4. Intra-industry Trade Filipina ...................................... 60 4.1.5. Intra-industry Trade Indonesia ................................... 63 4.2. Hasil Estimasi dan Evaluasi Model..................................... 69 4.3. Interpretasi Model ............................................................... 72 V.
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 84 LAMPIRAN.......................................................................................... 87
v
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1
Halaman
Ekspor Komoditas Perdagangan Dunia Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2004 ............................................................................... 4
1.2
Lima Komoditas Ekspor Terbesar dari ASEAN-6 ke ASEAN dalam Kode HS 2 Digit Tahun 2000-2003 ....................... 5
1.3
Lima Komoditas Impor Terbesar dari ASEAN-6 ke ASEAN dalam Kode HS 2 Digit Tahun 2000-2003 ....................... 6
1.4
Indikator Perekonomian Makro di ASEAN Tahun 2005...................... 10
3.1
Klasifikasi Nilai IIT index..................................................................... 35
3.2
Kerangka Identifikasi Autokorelasi ...................................................... 49
4.1
Nilai IIT index Malaysia-ASEAN 5...................................................... 53
4.2
Nilai IIT index Singapura -ASEAN 5 ................................................... 55
4.3
Nilai IIT index Thailand -ASEAN 5 ..................................................... 58
4.4
Nilai IIT index Filipina-ASEAN 5........................................................ 62
4.5
Nilai IIT index Indonesia-ASEAN 5..................................................... 63
4.6
Hasil Estimasi Fungsi Intra-industry Trade dengan Fixed Effect Model.................................................................... 70
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian............................................................. 30 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ................. 45 4.1. IIT index antara Malaysia dan ASEAN-5 ............................................. 54 4.2. IIT index antara Singapura dan ASEAN-5............................................ 57 4.3. IIT index antara Thailand dan ASEAN-5.............................................. 59 4.4. IIT index antara Filipina dan ASEAN-5 ............................................... 61 4.5. IIT index antara Indonesia dan ASEAN-5 ............................................ 65
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Trade Flow Komoditas ICT antar Negara-negara ASEAN-5 ...
87
2. Data-Data Makroekonomi Negara-negara ASEAN-5 .......................
91
3. Data Jarak antara Negara-negara ASEAN-5 .....................................
92
4. Hasil Estimasi Fungsi IIT dengan Fixed Effect Model.....................
93
5. Hasil Estimasi Fungsi IIT dengan Random Effect Model.................
94
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu langkah untuk mewujudkan Visi ASEAN 2020, para pemimpin negara-negara ASEAN bersepakat meningkatkan integrasi ekonomi untuk mencapai ASEAN Economic Community (AEC) sebagai salah satu komponen utama dari ASEAN Community. Pembentukan komunitas ekonomi ini ditujukan untuk mencapai integrasi penuh dalam perekonomian dan pasar ASEAN tanpa terhalang batasan negara. Dapat dirumuskan bahwa visi AEC adalah “Menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi, dimana aliran barang, jasa, modal dan investasi berlangsung secara bebas, pembangunan perekonomian berlangsung secara merata, serta menurunnya tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi pada tahun 2020”. AEC yang dicanangkan pada ASEAN Summit ke sembilan tahun 2003 di Bali ditindaklanjuti dengan penyusunan ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors yang ditetapkan di Vientiane tahun 2004. Dalam perjanjian tersebut dimasukkan ketentuan-ketentuan yang mendukung percepatan integrasi yang direkomendasikan oleh High Level Task Force. Ketentuan yang direkomendasikan mengarah pada perwujudan AEC yang terfokus dalam 11 sektor. Sektor-sektor tersebut meliputi sektor barang dan jasa yang terdiri dari agro-based products, air travel, automotives, e-ASEAN, electronics, fisheries, healthcare, rubber-based products, textiles and apparels, tourism, dan woodbased products.
2
Diantara 11 sektor tersebut, information and communication technology (ICT) merupakan salah satu sektor prioritas yang tercakup dalam e-ASEAN dari sisi sektor barang. Sektor ini termasuk sektor yang penting untuk dikaji lebih lanjut karena peranannya yang jauh melebihi sektor-sektor lain dalam pasar dunia. Proporsi ASEAN dalam pasar ekspor dunia untuk sektor-sektor prioritas mencapai nilai tertinggi pada produk ICT yaitu sebesar 18 persen per tahun pada periode 1997-2001. Dalam periode yang sama, produk ICT juga diperhitungkan mempunyai nilai yang paling tinggi dari proporsi ASEAN dalam total impor dunia yaitu sekitar 15 persen per tahun (Austria, 2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa ASEAN berperan cukup besar dalam jaringan produksi global produk ICT. Ditinjau dari fungsi produk ICT itu sendiri, peranan penting dari keberadaan produk ini dalam globalisasi juga tidak dapat diragukan. Dalam era globalisasi yang berlangsung di berbagai belahan dunia saat ini, informasi merupakan suatu hal penting yang mutlak dimiliki oleh setiap negara untuk bertahan dalam persaingan global. Globalisasi yang identik dengan perputaran informasi yang berlangsung serba cepat membutuhkan instrumen pendukung untuk mewujudkan kelancaran perputaran informasi tersebut. Dalam hal ini kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam keberlangsungan dan kelancaran perputaran informasi. Kecanggihan teknologi memungkinkan berbagai pihak dari berbagai belahan dunia yang berbeda saling berbagi informasi mengenai berbagai hal. Pertukaran informasi tersebut dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada berbagai bidang mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, sampai pertahanan dan keamanan.
3
Mengingat pentingnya peranan informasi dalam globalisasi, maka tidak mengherankan jika kemudian timbul sebuah kecenderungan di berbagai negara untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur pendukung kelancaran pertukaran informasi. Terkait dengan hal tersebut, permintaan terhadap produk-produk berteknologi tinggi yang mendukung kelancaran pertukaran informasi secara internasional juga cenderung mengalami peningkatan. Produk-produk
yang
dihasilkan dengan kecanggihan teknologi, khususnya yang berkaitan dengan proses transfer informasi, menjadi komoditas yang bernilai tinggi. Selain berdampak pada peningkatan permintaan terhadap komoditas dengan spesifikasi tersebut, kondisi ini juga berdampak pada meningkatnya berbagai usaha yang dilakukan oleh para produsen komoditas tersebut untuk terus berinovasi. Adanya dampak yang terjadi di sisi permintaan dan penawaran komoditas yang terkait dengan transfer informasi global ini membawa dampak yang cukup besar bagi arus perdagangannya. Komoditas yang berupa piranti pendukung kelancaran transfer informasi itulah yang secara umum disebut dengan istilah komoditas ICT. Dalam pasar perdagangan internasional, produk-produk ICT semakin banyak diperdagangkan, terutama sejak akhir tahun 1990-an (World Trade Organization, 1999). Untuk kasus perdagangan intra-ASEAN, produk ICT memiliki proporsi tertinggi dalam arus perdagangan terutama dalam beberapa tahun terakhir.
4
Tabel 1.1 Ekspor Komoditas Perdagangan Dunia Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2004 Nilai (milyar Jenis produk
dolar AS)
2004 Total merchandise* Agricultural products Food Raw materials
Fuels and Mining products Ores and other minerals Fuels Non-ferrous metals
Manufactures Iron and steel Chemicals Other semi-manufactures Machinery and transport equipment Office and telecom equipment EDP and office equipment Telecommunications equipment Integrated circuits and electronic components
Transport equipment Other machinery Textiles Clothing Other manufactures
Perubahan Persentase Tahunan 2000 2004 2000-2004 2003 2004 Persentase
8907 100,0 783 8,8 627 6,9 156 1,9 1281 13,9 116 1,1 993 10,8 172 2,0 6570 74,8 266 2,3 976 9,3 633 7,1
100,0 8,8 7,0 1,8 14,4 1,3 11,1 1,9 73,8 3,0 11,0 7,1
9 9 10 7 10 15 10 8 9 17 14 9
17 16 17 15 23 24 24 14 16 26 20 14
21 15 14 18 32 43 31 36 20 46 21 19
3474 1134 420 383
41,8 15,4 5,9 4,6
39,0 12,7 4,7 4,3
7 4 3 8
14 12 12 12
19 19 14 25
330 1206 1134 195 258 769
4,9 13,2 13,2 2,5 3,1 8,6
3,7 13,5 12,7 2,2 2,9 8,6
2 10 8 6 7 9
11 15 15 12 15 16
19 17 21 13 11 19
Sumber: World Trade Organization (2007) Keterangan: *termasuk tiga persen produk yang tidak terspesifikasi
Pada kasus perdagangan dunia, salah satu gambarannya adalah seperti yang tertera dalam Tabel 1.1. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa secara umum pada periode 2000-2004 proporsi ekspor komoditas perdagangan dunia didominasi oleh produk manufaktur dengan persentase 74,8 persen pada tahun 2000 dan 73,8 persen pada tahun 2004. Diantara produk-produk manufaktur tersebut, machinery and transport equipment memiliki persentase ekspor terbesar yaitu sebesar 41,8 persen pada tahun 2000 dan 39 persen pada tahun 2004. Produk office and telecom equipment merupakan bagian dari machinery and transport
5
equipment yang memiliki pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi yaitu sebesar 15,4 persen pada tahun 2000 dan 12,7 persen pada tahun 2004. Diantara produkproduk office and telecom equipment, jenis produk telecommunications equipment memiliki nilai pertumbuhan ekspor tertinggi untuk periode 2000-2004. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kurun waktu tersebut permintaan pasar dunia terhadap produk yang berhubungan dengan informasi dan telekomunikasi meningkat signifikan. Untuk kasus negara-negara ASEAN, dapat dilihat pada Tabel 1.2 bahwa komoditas yang memiliki persentase ekspor tertinggi untuk perdagangan dari ASEAN-6
(Indonesia,
Singapura,
Thailand,
Malaysia,
Filipina,
Brunei
Darussalam) ke ASEAN tahun 2000-2003 merupakan komoditas yang berhubungan dengan sektor ICT, yaitu komoditas dengan Kode HS 85 (Electrical machinery, equipment & parts; sound equipment; TV equipment). Hal tersebut menunjukkan adanya prospek pasar yang besar bagi produk ICT dalam perdagangan intra-ASEAN dalam beberapa tahun terakhir dari sisi ekspor. Tabel 1.2 Lima Komoditas Ekspor Terbesar dari ASEAN-6 ke ASEAN dalam Kode HS 2 Digit Tahun 2000-2003 Kode HS 85 84 27
Komoditas Electrical machinery, equipment & parts; sound equipment; TV equipment Nuclear reactors, boilers, machinery & mechanic appliance/parts Min fuels, min oils & product of distillation; bitum substances; min wax
39
Plastics and articles thereof
29
Organic chemicals
Sumber : ASEAN Trade Statistics Database
Persentase (%) 2000 2001 2002 2003 38,2 37,0 35,9 33,5 18,6
17,7
19,7
20,1
10,4
10,3
9,2
9,1
3,1
3,0
3,3
3,4
1,9
2,1
2,3
2,5
6
Sementara dari sisi impor, dapat dilihat pada Tabel 1.3 bahwa posisi teratas pada daftar komoditas dengan persentase impor tertinggi untuk perdagangan dari ASEAN-6 ke ASEAN tahun 2000-2003 juga diduduki oleh komoditas yang sama dari sektor ICT, yaitu komoditas dengan Kode HS 85 (Electrical machinery, equipment & parts; sound equipment; TV equipment). Hal tersebut menunjukkan adanya prospek pasar yang tinggi pula bagi produk ICT dalam perdagangan intra-ASEAN dari sisi impor. Tabel 1.3 Lima Komoditas Impor Terbesar dari ASEAN-6 ke ASEAN dalam Kode HS 2 Digit Tahun 2000-2003 Kode HS 85 84 27
Komoditas Electrical machinery, equipment & parts; sound equipment; TV equipment Nuclear reactors, boilers, machinery & mechanic appliance/parts Min fuels, min oils & product of distillation; bitum substances; min wax
39
Plastics and articles thereof
29
Organic chemicals
Persentase (%) 2000 2001 2002 2003 37,9 36,6 40,9 35,3 18,6
18,7
15,8
16,1
12,2
11,0
10,8
12,8
3,1
3,0
3,2
3,6
2,5
2,6
2,6
3,0
Sumber : ASEAN Trade Statistics Database
Adanya kemajuan dalam prospek pasar pada industri ICT tersebut kemungkinan juga disebabkan oleh adanya regulasi yang mendukung di kawasan ASEAN. Adanya e-ASEAN Initiative diduga kuat mempunyai andil dalam memperbaiki iklim perdagangan di ASEAN, khususnya untuk komoditas ICT. eASEAN Initiative merupakan sebuah skema kerjasama yang disusun oleh para pemimpin negara ASEAN dalam sebuah pertemuan informal pada bulan November 1999 yang bertujuan mengembangkan suatu kerangka kerja dengan jangkauan yang luas dan komprehensif, yang mencakup infrastruktur fisik,
7
hukum, logistik, sosial, dan ekonomi, untuk mewujudkan ASEAN cyberspace. Hal ini
merupakan bagian dari strategi untuk menunjukkan eksistensi serta
memantapkan posisi ASEAN dalam perekonomian global. Di samping itu, terdapat e-ASEAN Framework Agreement yang disepakati pada tahun 2000, yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan liberalisasi perdagangan produk-produk ICT untuk mendukung e-ASEAN Initiative. Dalam kesepakatan ini disebutkan pula bahwa Agreement on the Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme yang diberlakukan dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) juga turut berlaku. CEPT merupakan suatu program penurunan tarif secara bertahap hingga menjadi nol sampai lima persen dan penghapusan Non Tariff Barriers (NTBs). Salah satu produk ICT yaitu produk telecommunication equipment telah dimasukkan dalam inclusion list skema CEPT, oleh karena itu terdapat kemungkinan adanya kesepakatan ini turut memberikan pengaruh dalam kemajuan yang terjadi pada industri ICT di ASEAN. Implementasi dari e-ASEAN Initiative dan e-ASEAN Framework Agreement dijalankan melalui pendelegasian tugas pada kelompok-kelompok kerja yang dibentuk dalam Telecommunications and IT Senior Officials Meeting (TELSOM). Salah satunya adalah e-Commerce and ICT Trade Facilitation (EC and ITF) Working Group yang mempunyai fokus kerja di bidang penyusunan kebijakan yang terkait dengan perdagangan secara elektronis serta perdagangan dan investasi di sektor ICT. Penyusunan kebijakan tersebut dapat diharapkan akan mengarah pada terciptanya liberalisasi perdagangan dan kondisi perindustrian ASEAN yang semakin terintegrasi. Karena itulah keberadaan ICT Trade
8
Facilitation (ITF) Working Group dapat dikaitkan dengan perbaikan iklim perdagangan komoditas ICT di ASEAN. Di sisi lain, kinerja perdagangan sektor ICT pada periode 1997-2001 menunjukkan intra-ASEAN (Austria, 2004). Dalam
ekspor dan impor yang cenderung meningkat
hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan bahwa
spesialisasi produksi ICT di negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina) terkonsentrasi pada beberapa produk yang sama. Hal ini terlihat dari besarnya proporsi produk-produk tersebut dalam total intraASEAN ekspor dan impor produk ICT di masing-masing negara. Pola perdagangan juga menunjukkan bahwa setiap negara mengekspor dan mengimpor produk ICT dari sesama negara-negara ASEAN-5. Hal ini terlihat dari besarnya proporsi negara-negara ASEAN-5 dalam total ekspor dan impor produk ICT di masing-masing negara. Dari segi perdagangan intra-industri dan integrasi, diketahui bahwa antara tahun 1997 dan 2001 perdagangan intra-industri sektor ICT relatif tinggi dimana nilai Intra Industry Trade (IIT) index lebih besar dari 50 untuk kisaran nilai indeks 1-100 pada sebagian besar anggota ASEAN, terutama ASEAN-5 (Austria, 2004). Umumnya tinggi rendahnya derajat integrasi dalam sebuah industri dapat dicerminkan oleh besarnya IIT index-nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai IIT index pada suatu sektor industri maka semakin terintegrasi pula sektor industri tersebut. Nilai IIT index itu sendiri menggambarkan besarnya arus perdagangan (ekspor dan impor) dari industri yang sama.
9
Besarnya integrasi yang terjadi di ASEAN-5 sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa integrasi yang kuat cenderung terjadi di negara-negara dengan tingkat perekonomian yang lebih maju, dalam kasus ini diperlihatkan oleh integrasi yang lebih kuat yang dicapai ASEAN-5 dibandingkan dengan CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar, Vietnam). Selain itu hasil penelitian Austria (2004) juga konsisten dengan teori yang menyatakan bahwa integrasi lebih cenderung terjadi pada industri manufaktur, salah satunya untuk produk ICT. Fakta terbaru memperlihatkan adanya peningkatan arus perdagangan komoditas ICT di negara-negara ASEAN, khususnya antar negara-negara ASEAN-5, dalam beberapa tahun terakhir (Comtrade, 2007). Hal ini memperkuat asumsi mengenai perdagangan internasional produk ICT di kawasan tersebut yang semakin terintegrasi. Sehubungan dengan hal itu, perlu disadari pula bahwa nilai nominal arus perdagangan suatu barang belum cukup kuat untuk dapat membuktikan derajat integrasi. Untuk itulah diperlukan suatu penyelidikan yang lebih mendalam tentang proses integrasi tersebut dengan menggunakan analisis Intra Industry Trade (IIT) index. Selain itu, berpengaruh atau tidaknya pemberlakuan skema-skema perdagangan yang diberlakukan di ASEAN terhadap peningkatan arus perdagangan ICT di negara ASEAN-5 juga perlu dibuktikan. Sehubungan dengan hal ini perlu diteliti pula mengenai faktor-faktor yang menentukan atau berpengaruh besar terhadap derajat integrasi industri ICT di ASEAN-5. Hal ini penting untuk segera dilakukan guna mempertahankan kemajuan yang telah ada atau bahkan meningkatkan kemajuan yang telah dicapai. Parameter-parameter
10
ekonomi yang biasanya dijadikan indikator perdagangan internasional, khususnya perdagangan bilateral, adalah Gross Domestic Product (GDP) dan GDP per capita pada suatu negara (Areethamsirikul, 2006). Variabel-variabel tersebut umumnya digunakan untuk memprediksi besarnya potensi pasar di suatu negara. Tabel 1.4 Indikator Perekonomian Makro di ASEAN Tahun 2005
Negara Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam ASEAN
Nominal GDP
Nominal GDP per capita
Juta US$ 9.530,5 5.523,0 280.265,0 2.872,0 130.860,5 11.168,8 98.407,5 116.710,8 176.206,6 52.807,6 884.352,3
US$ 25.751,3 404,3 1.278,6 479,9 5.008,5 199,4 1.154,5 26.880,7 2.720,8 635,3 1.582,6
Sumber: ASEAN Finance and Macroeconomic Surveillance Unit (FMSU)
Terlihat pada Tabel 1.4 bahwa nilai Gross Domestic Product (GDP) dan Gross Domestic Product (GDP) per capita negara ASEAN-5 pada tahun 2005 secara umum menunjukkan nilai yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara anggota yang baru masuk ASEAN, kecuali untuk Gross Domestic Product (GDP) per capita Brunei Darussalam. Di satu sisi hal tersebut dapat diartikan bahwa terdapat potensi pasar yang cukup menjanjikan di kawasan ini. Walaupun demikian, signifikansi dari pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut masih membutuhkan pembuktian secara empiris dan menyeluruh dengan perbandingan terhadap variabel-variabel lain.
11
1.2. Perumusan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada proporsi perdagangan internasional produk ICT di wilayah ASEAN-5. Peningkatan ini disinyalir sebagai indikasi bahwa industri ICT di kawasan ini telah terintegrasi secara kuat. Untuk menyelidiki secara lebih mendalam mengenai fenomena tersebut, penulis menggunakan pendekatan pengukuran intra-industry trade (IIT) index. Pendekatan ini digunakan karena dalam kasus perdagangan produk ICT, nilai perdagangan di dalam industri (intraindustri) merupakan suatu faktor penting yang lebih menentukan tinggi rendahnya derajat integrasi dibandingkan dengan nilai perdagangan antar industri (interindustri). Setelah diketahui derajat integrasi industri ICT di ASEAN-5, perlu diteliti juga mengenai variabel-variabel yang menjadi penentu utama dan yang berpengaruh signifikan terhadap kenaikan derajat integrasi perdagangan tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai integrasi yang sudah cukup tinggi, di sisi lain pengujian atas variabel-variabel tersebut dapat juga digunakan untuk mencari solusi dalam mengatasi atau memperbaiki nilai integrasi yang sangat rendah melalui peningkatan eksploitasi atas faktorfaktor yang signifikan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Seberapa besar derajat integrasi pada industri komoditas ICT yang berada di kawasan ASEAN-5?
12
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap besarnya derajat integrasi pada industri komoditas ICT yang berada di kawasan ASEAN-5?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi besarnya derajat integrasi pada industri komoditas ICT yang berada di kawasan ASEAN-5. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap besarnya derajat integrasi pada industri komoditas ICT yang berada di kawasan ASEAN-5.
1.4. Manfaat Penelitian Selain bermanfaat bagi penulis, hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan oleh pihak lain yang terkait, seperti bagi pemerintah Indonesia. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam menentukan arah kebijakan perdagangan terutama di sektor industri ICT. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran guna memberikan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.
13
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian tentang perdagangan intra-industri komoditas ICT ini hanya mencakup analisis terhadap komoditas ICT dengan kode HS (Harmonized System) 4-digit yaitu meliputi HS1996 kode 8473, kode 8517, kode 8525, kode 8529, kode 8534, kode 8536, kode 8542, dan kode 8544. Analisis hanya dilakukan untuk periode 2001-2005.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pengertian Perdagangan Internasional Perdagangan dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran. Perdagangan dapat berlangsung di dalam suatu daerah, antar daerah yang berbeda, antar pulau, maupun antar negara. Klasifikasi perdagangan yang terakhir itulah yang biasa disebut dengan perdagangan internasional. Setiap negara pada umumnya mempunyai beberapa perbedaan dengan negara lain yang menjadi mitra dagangnya, di antaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, jumlah penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, kondisi sosial dan politik, dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas, maupun jenis produksi yang berakibat pada terjadinya transaksi perdagangan antar negara atau perdagangan internasional (Halwani, 2002). Sedangkan pengertian perdagangan internasional secara umum adalah suatu proses pertukaran barang dan jasa melewati batasan negara. Terjadinya perdagangan internasional umumnya didasari oleh dua hal yaitu saling percaya dan saling menguntungkan. Namun, faktor terpenting dalam perdagangan internasional adalah bahwa dalam transaksi perdagangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat perdagangan diperoleh manfaat atau keuntungan perdagangan (gains from trade). Keuntungan didapatkan oleh negara
15
yang terlibat perdagangan karena perdagangan internasional memberikan peluang pada setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang faktor produksinya menggunakan sebagian sumber daya yang berlimpah dan mengimpor barangbarang yang faktor produksinya langka atau mahal jika diproduksi di dalam negeri. Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi
produksi
terbatas
pada
barang-barang
tertentu
sehingga
memungkinkan mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi lebih besar (economies of scale) (Halwani, 2002). Pada sebagian besar negara di dunia, nilai dari perdagangan internasional dapat mencerminkan nilai pendapatan nasional karena perdagangan internasional pada umumnya menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi suatu negara.
2.2. Integrasi Ekonomi 2.2.1. Konsep Integrasi Integrasi dapat diartikan sebagai gabungan dari beberapa bagian ke dalam sebuah kesatuan yang menyebabkan meningkatnya ukuran dan cakupan dari kesatuan yang dihasilkan (Dennis dan Yusof, 2003). Pada umumnya istilah integrasi diidentikkan dengan integrasi antar wilayah atau antar negara yang masing-masing disebut integrasi nasional dan integrasi internasional. Integrasi dapat diinterpretasikan dalam artian yang luas maupun sempit. Dalam arti sempit, integrasi hanya mencakup pengertian dan pemahaman mengenai integrasi ekonomi. Di sisi lain, pengartian integrasi secara luas tidak
16
hanya mencakup integrasi ekonomi, tetapi juga pengertian dan pemahaman mengenai integrasi politik dan sosial. Pada penelitian ini pemahaman tentang integrasi akan difokuskan pada integrasi ekonomi dan indikator yang dipaparkan akan dibatasi pada indikator-indikator yang relevan dengan integrasi ekonomi. 2.2.2. Konsep Integrasi Ekonomi Konsep integrasi ekonomi telah digunakan secara luas sejak masa pasca Perang Dunia. Menurut definisi para ekonom internasional, integrasi ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan yang meliputi beberapa hal atau proses yang melibatkan penggabungan atau penyatuan dari beberapa perekonomian ke dalam suatu area perdagangan bebas yang lebih luas. Salah satu elemen utama yang dikaitkan dengan integrasi ekonomi adalah hal-hal yang menyangkut hubungan saling ketergantungan antar perekonomian yang semakin mendalam, yang diwujudkan melalui perdagangan intra-regional. Selain itu, elemen lainnya adalah investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI), dan harmonisasi dari regulasi, standar, serta praktik perdagangan. Integrasi ekonomi dapat diinterpretasikan sebagai suatu cara untuk memperoleh akses ke dalam pasar yang lebih luas dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan demikian peningkatan kesejahteraan juga akan tercapai. Ada kalanya integrasi ekonomi dibedakan menjadi integrasi positif dan negatif. Integrasi negatif lebih mengarah pada penghapusan hambatan-hambatan perdagangan antar negara atau penghapusan atas larangan-larangan dalam proses menuju liberalisasi perdagangan. Di sisi lain, integrasi positif mengarah pada modifikasi dari institusi-institusi dan instrumen-instrumen perdagangan yang ada
17
serta pengenalan institusi dan instrumen perdagangan yang baru untuk memajukan dan memfasilitasi terwujudnya pasar yang terintegrasi (Dennis dan Yusof, 2003). 2.2.3. Tipe-tipe Integrasi Ekonomi Integrasi ekonomi dibedakan dalam beberapa bentuk, tetapi inti dari penetapan integrasi itu sendiri adalah penghapusan secara diskriminatif atas semua hambatan perdagangan antara dua negara partisipan atau lebih serta peningkatan atas beberapa bentuk kerjasama dan koordinasi antara negara-negara partisipan. Beberapa tipe integrasi utama beserta ciri-cirinya akan dipaparkan sebagai berikut (Salvatore, 1997): 1. Pengaturan Perdagangan Preferensial Pengaturan perdagangan preferensial (preferential trade arrangements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung di antara mereka, dan membedakannya dengan yang diberlakukan terhadap negara-negara luar yang bukan merupakan anggota. Ini merupakan bentuk integrasi ekonomi yang paling longgar. Contoh dari integrasi dalam bentuk ini adalah Skema Preferensi Persemakmuran Inggris (British Commonwealth Preference Scheme) yang dibentuk tahun 1932 oleh Kerajaan Inggris. 2. Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area) Kawasan perdagangan bebas adalah bentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi dimana semua hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif di antara negara-negara anggota telah dihilangkan sepenuhnya. Namun pada integrasi jenis ini masing-masing negara anggota masih berhak menentukan sendiri untuk
18
mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkannya terhadap negara-negara luar yang bukan anggota. Contoh kawasan perdagangan bebas ini adalah Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA, European Free Trade Association) yang beranggotakan Inggris, Austria, Denmark, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss, dan Finlandia. Contoh kawasan perdagangan bebas yang terbaru adalah Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA, North American Free Trade Area) yang dibentuk tahun 1993 oleh Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Disamping itu, AFTA (ASEAN Free Trade Area) juga paling mendekati kriteria untuk kategori ini. 3. Persekutuan Pabean (Customs Union) Persekutuan pabean mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka tetapi juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara-negara luar yang bukan anggota. Contohnya adalah Pasar Bersama Eropa (European Common Market) yang dibentuk tahun 1957 oleh Jerman Barat, Perancis, Italia, Belgia, Belanda dan Luxemburg. 4. Pasar Bersama (Common Market) Pada bentuk integrasi ekonomi ini perdagangan bebas tidak hanya pada komoditas yang berbentuk barang tetapi juga arus-arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal. Uni Eropa telah memperoleh status Pasar Bersama sejak akhir tahun 1992.
19
5. Uni Ekonomi (Economic Union) Dalam
integrasi
ekonomi
ini,
harmonisasi
atau
penyelarasan
perekonomian dilakukan lebih jauh, yaitu menyeragamkan kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota. Contohnya adalah Benelux yang beranggotakan Belgia, Belanda dan Luxemburg.
2.3. Perdagangan Intra-industri (Intra-industry Trade/IIT) 2.3.1. Inter-industri versus Intra-industri Dalam
konsep
pemikiran
tradisional,
perdagangan
internasional
dinyatakan akan terjadi bila masing-masing negara yang terlibat perdagangan memanfaatkan perbedaan faktor-faktor produksi (factor endowment) dan teknologi yang mereka miliki di dalam negeri. Setiap negara kemudian akan berspesialisasi dalam menghasilkan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan menukarkannya dengan produk dari negara lain dimana negara lain yang menjadi mitra dagang tersebut juga memiliki keunggulan komparatif atas produk yang ditukarkannya. Jika sebuah negara memiliki keunggulan komparatif atas sebuah produk, maka negara tersebut juga akan cenderung memiliki keunggulan komparatif pada semua produk yang berada pada industri yang sama (Grimwade dalam Austria, 2004). Dengan demikian, tindakan spesialisasi tersebut akan meningkatkan perdagangan internasional atas produk-produk yang berasal dari industri-industri yang berbeda di masing-masing negara, atau yang lebih dikenal dengan perdagangan inter-industri.
20
Sejak tahun 1980-an, perdagangan yang banyak dilakukan di antara negara-negara maju adalah perdagangan produk-produk yang berasal dari industri yang sama. Hal serupa terjadi pada tahun 1990-an pada negara-negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, seperti negara-negara industri baru di Asia Timur dan beberapa negara ASEAN. Perdagangan yang terjadi adalah antara negara-negara yang berspesialisasi dalam produk-produk tertentu pada suatu industri dan menukarkan produk-produk tersebut untuk memperoleh produk-produk lain yang berasal dari industri yang sejenis. Dengan kata lain negara-negara tersebut mengekspor dan mengimpor produk-produk dari industri yang sama, sehingga meningkatkan apa yang disebut dengan perdagangan intra-industri (intra-industry trade). Perdagangan intra-industri merupakan elemen utama dalam teori baru mengenai perdagangan. Berbeda dengan perdagangan inter-industri, perdagangan intra-industri tidak hanya disebabkan oleh perbedaan faktor-faktor produksi dan teknologi yang dimiliki di dalam negeri, tetapi juga oleh economies of scale atau tingkat pengembalian yang meningkat (increasing returns) (Krugman dalam Austria, 2004). 2.3.2. Faktor-faktor Determinan Perdagangan Intra-industri Sekumpulan faktor yang dapat menjelaskan perbedaan yang terjadi pada tingkatan perdagangan intra-industri di antara berbagai negara antara lain adalah tingkat pendapatan per kapita suatu negara, tingkat perbedaan pendapatan per kapita antar negara, tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, dan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi antar negara (Grimwade dalam Austria, 2004).
21
Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka akan semakin tinggi pula permintaan akan keragaman barang. Hal ini akan memicu peningkatan produksi dengan melibatkan diferensiasi produk, sehingga perdagangan intra-industri akan meningkat. Dari sisi perbedaan pendapatan per kapita antar negara, dapat disimpulkan bahwa semakin sepadan tingkat pendapatan per kapita antar negara, maka jumlah perdagangan yang terjadi di antara negara-negara tersebut akan meningkat pula. Di samping itu, karena tingkat pendapatan per kapita mempengaruhi pola permintaan, negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan per kapita yang tidak jauh berbeda akan cenderung memiliki pola permintaan yang sama, sehingga meningkatkan perdagangan intra-industri. Selain itu, telah dinyatakan bahwa perdagangan intra-industri cenderung tinggi untuk produk-produk yang memungkinkan terjadinya economies of scale, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka akan semakin tinggi pula perdagangan intra-industri yang akan terjadi pada negara tersebut. Di sisi lain, negara-negara dengan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan lebih cenderung melakukan perdagangan inter-industri karena perbedaan faktor-faktor produksi
(factor
endowment) yang dimiliki, sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan intraindustri antara negara-negara dengan kondisi demikian relatif rendah.
22
2.4. Information and Communication Technology (ICT) Information and communication technology (ICT) yang dikenal juga dengan istilah Information technology (IT) atau teknologi informasi (TI) merupakan sebuah istilah umum yang menggambarkan berbagai macam teknologi yang
berfungsi
membantu
menghasilkan,
memanipulasi,
menyimpan,
mengkomunikasikan, dan menyebarkan informasi (Williams dan Sawyer, 2004). ICT menggabungkan fungsi penghitungan dengan saluran-saluran komunikasi berkecepatan tinggi yang di dalamnya terkandung data, suara, dan video. Contohcontoh produk ICT antara lain personal computer, telepon, televisi, dan berbagai peralatan lain. Terdapat dua hal penting yang menjadi bagian dan berhubungan dengan ICT, yaitu:
Teknologi Komputer Komputer adalah sebuah mesin serbaguna yang dapat diprogram dan dapat menerima data mentah, yang berupa fakta-fakta dan gambar-gambar, dan kemudian memproses atau memanipulasinya menjadi informasi yang siap untuk digunakan.
Teknologi Komunikasi Teknologi komunikasi, yang disebut juga teknologi telekomunikasi, terdiri dari peralatan dan sistem elektromagnetik yang digunakan untuk berkomunikasi dalam jarak jauh. Dari perspektif sosial, ICT menjanjikan perubahan-perubahan dalam
metode komunikasi dan pencapaian keputusan. Bahkan ketika teknologi komputer
23
belum berkembang, kemajuan telekomunikasi, misalnya penemuan telepon, radio, dan televisi, telah memberikan banyak perubahan bagi banyak orang. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya individu maupun kelompok yang dapat segera memperoleh gagasan baru dari adanya sarana penyebar informasi tersebut. Kemajuan di bidang ICT tersebut memungkinkan orang untuk mengetahui keadaan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar lingkungannya, dan bahkan di dunia. Selain itu, kemajuan ICT juga memungkinkan
adanya peningkatan
interaksi antara masing-masing anggota masyarakat, karena proses interaksi, khususnya jarak jauh, menjadi lebih mudah. Untuk kondisi saat ini, ICT juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam proses pembangunan. Dalam konferensi utama dan KTT yang diselenggarakan PBB, dinyatakan bahwa ICT perlu dimanfaatkan dalam membantu kemajuan pelaksanaan agenda pembangunan secara luas termasuk dalam pencapaian MDGs (Millennium Development Goals). Target ke 18 dari MDGs, yaitu “Cooperation with the private sector, make available the benefits of new technologies, especially information and communication”, memberikan kerangka kerjasama bagi upaya mengatasi tantangan dalam pencapaian target MDGs. Di sisi lain, pada praktiknya upaya pengembangan ICT sebagai alat penunjang pembangunan masih menemui kendala di tingkat nasional. Kesenjangan digital pada masyarakat lokal membutuhkan upaya capacity building yang menciptakan kesempatan bagi pemanfaatan teknologi terkini dengan kemampuan lokal dan pengembangan program yang berkesinambungan di sektor ICT bagi pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat (Broto, 2006).
24
2.5. Model Gravitasi (gravity model) Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda secara geografis. Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Jan Tinberger pada tahun 1962 untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa (Head, 2003). Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian antar negara. Hal ini mengikuti prinsip dari hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik antara dua obyek. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel, yaitu : 1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara pengimpor dan negara pengekspor. Areethamsirikul (2006) dalam penelitiannya mengenai dampak perluasan ASEAN terhadap perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model, memasukkan parameter ekonomi yang mencakup Gross Domestic Product (GDP) dan GDP per capita. Sedangkan parameter non-ekonomi yang digunakan adalah jarak, perbatasan bersama, bahasa nasional, dan keanggotaan dalam kelompok perdagangan regional. Parameter non-ekonomi dalam gravity model biasanya bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan
25
indikator sosial-politik, hal inilah yang membedakan gravity model dari modelmodel ekonomi lainnya. Menurut Bergstand (1985), Koo, Karemera, dan Taylor (1994), dalam Oktaviani (2000), pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut: Tij = f (Yi, Yj, Fij) dimana : Tij
= Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j,
Yi
= Gross Domestic Product negara i,
Yj
= Gross Domestic Product negara j,
Fij
= Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan negara j. Estimasi gravity model dilakukan dengan menggunakan metode ordinary
least square (OLS). Pada gravity model perdagangan antar dua negara berbanding lurus dengan massa perdagangan mitra dagang dan berbanding terbalik dengan jarak antara mitra dagang. Variabel tambahan seperti area fisik, populasi, keselarasan kultural, dan perbatasan bersama digunakan untuk memperjelas variabel massa ekonomi dan jarak. Salah satu bentuk umum gravity model : Xij = β1Yi β2 Yj β3 Ni β4 Nj β5 Dij β6 Uij dimana : Xij
=
ekspor dari negara i ke j,
Yi
=
pendapatan negara i,
Yj
=
pendapatan negara j,
Ni
=
populasi negara i,
26
Nj
=
populasi negara j,
Dij
=
jarak antara i dan j,
Uij
=
error term.
β2 >0, β3 >0, β4 ≠ 0, β5 ≠0, β6 <0
2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai perdagangan intra-industri telah banyak dilakukan di dunia dan bahkan di Asia. Salah satu diantaranya adalah yang dilakukan oleh Austria (2004) yang meneliti mengenai pola perdagangan intra-ASEAN dan derajat integrasi dari sektor-sektor produk yang dianggap sebagai sektor prioritas yang dapat mempercepat integrasi ekonomi. Sektor-sektor tersebut terdiri dari produk berbahan dasar pertanian, perikanan, produk kesehatan, produk berbahan dasar karet, produk berbahan dasar kayu, tekstil dan garment, elektronik, information and communication technology (ICT), dan otomotif. Awalnya penelitian dilakukan dengan memeriksa faktor-faktor penggerak integrasi ekonomi di ASEAN. Kemudian derajat integrasi pada setiap sektor dan produk diukur dengan menggunakan indeks perdagangan intra-industri (IIT index). Hasil penelitian Austria tersebut memperlihatkan bahwa hanya sektor produk kesehatan, elektronik, information and communication technology (ICT), dan otomotif yang dapat mencapai derajat integrasi ekonomi yang relatif tinggi, walaupun tidak di semua produk pada sektor tersebut. Di sisi lain, walaupun integrasi pada sebagian besar produk pada sektor prioritas masih lemah, terjadi
27
peningkatan pada perdagangan intra-industri antara tahun 1997 dan 2001, yang mengindikasikan meningkatnya integrasi. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Ito dan Umemoto (2004) tentang pola dan tren perdagangan intra-regional pada sektor industri otomotif di kawasan ASEAN-4, menunjukkan bahwa IIT index memiliki tren yang tetap bila dibandingkan dengan wilayah ASEAN secara keseluruhan, tetapi bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah NAFTA dan MERCOSUR. Dalam analisis regresi yang mereka lakukan terhadap faktor-faktor determinan IIT diketahui bahwa pada negara-negara yang terlibat AFTA, peningkatan market size, menurunnya perbedaan dalam market size antar negara, dan perluasan yang terjadi dalam industri otomotif merupakan faktor-faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan IIT. Sedangkan variabel dummy yang berupa free trade agreement (FTA) di tingkat regional, yaitu AFTA, pada sebagian besar analisis ekonometrika yang dilakukan menunjukkan insignifikansi dalam menentukan pertumbuhan IIT di negara-negara yang terlibat AFTA, dalam kasus ini yaitu negara-negara ASEAN-4. Umemoto (2004) melakukan penelitian lain tentang pola perdagangan pada industri komponen-komponen mobil (automobile parts) antara Korea dan Jepang. Dalam penelitian ini juga diteliti mengenai tren perdagangan intraindustri, yang dibedakan menjadi perdagangan intra-industri horisontal (HIIT) perdagangan intra-industri vertikal (VIIT). Melalui perbandingan dengan kasus intra-regional IIT yang lain, Umemoto menyelidiki faktor-faktor spesifik regional dari IIT untuk memperoleh determinan utama dari pola IIT antara Korea dan
28
Jepang. Berdasarkan analisis ekonometrika yang dilakukan, diketahui bahwa penurunan perbedaan pada market size antar negara dan biaya transportasi adalah sumber utama dari IIT antara Korea dan Jepang. Sehubungan dengan hal tersebut, disimpulkan bahwa free trade agreement (FTA) antara Korea dan Jepang dapat berkontribusi pada pertumbuhan IIT antara kedua negara tersebut.
2.7. Kerangka Pemikiran Dalam era globalisasi, proses pertukaran informasi merupakan suatu hal yang sangat vital dalam menentukan kemajuan atau ketertinggalan suatu negara dalam persaingan internasional. Hal ini memicu berbagai negara untuk berlombalomba dalam meningkatkan penyediaan infrastruktur pendukung kelancaran proses pertukaran informasi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam keberlangsungan dan kelancaran perputaran informasi. Adanya kecanggihan teknologi memungkinkan berbagai pihak dari berbagai belahan dunia yang berbeda saling berbagi informasi mengenai berbagai hal. Terkait dengan hal tersebut, industri information and communication technology (ICT) sebagai sektor industri yang bergerak di bidang yang memfasilitasi pertukaran informasi yang juga sarat akan hasil inovasi teknologi yang berkelanjutan merupakan industri yang mendapatkan pengaruh terbesar. Data statistik dari United Nations Statistics Division (UNSD) Comtrade Database menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan arus perdagangan komoditas ICT di negara-negara ASEAN, khususnya antar negara-
29
negara ASEAN-5. Kondisi ini diduga merupakan indikasi bahwa perdagangan di kawasan ini, khususnya sektor ICT, semakin terintegrasi. Untuk meneliti secara lebih mendalam mengenai fenomena tersebut, penulis menggunakan pendekatan pengukuran intra-industry trade (IIT) index. Pendekatan ini digunakan karena dalam kasus perdagangan produk ICT, nilai perdagangan di dalam industri (intra-industri) merupakan suatu faktor penting yang lebih menentukan tinggi rendahnya tingkat integrasi dibandingkan dengan nilai perdagangan antar industri (inter-industri). Dalam perdagangan intra-industri dapat diketahui
bahwa semakin besar nilai IIT index dapat mencerminkan
semakin terintegrasinya sektor industri tersebut. Setelah diketahui tingkat integrasi pasar perdagangan ICT di negaranegara ASEAN-5, akan diteliti juga mengenai variabel-variabel yang menjadi determinan utama dan yang berpengaruh signifikan terhadap kenaikan tingkat integrasi perdagangan tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai integrasi yang sudah cukup tinggi. Di sisi lain, pengujian atas variabel-variabel tersebut dapat juga digunakan untuk mencari solusi bagi besaran nilai integrasi yang sangat rendah melalui peningkatan eksploitasi atas faktor-faktor yang signifikan.
30
Kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut ini: GLOBALISASI
Meningkatnya kebutuhan informasi
Meningkatnya permintaan dan produksi komoditi pendukung transfer informasi
Peningkatan arus perdagangan produk ICT ASEAN-5 Meningkatnya arus perdagangan internasional intra-ASEAN pada produk ICT IIT index Integrasi perdagangan intraASEAN-5 pada sektor ICT Gravity Model
Kebijakan Liberalisasi perdagangan komoditas ICT
Faktor-faktor lain - Rata-rata GDP per capita dua negara - Perbedaan GDP antar negara - Perbedaan GDP per capita antar negara - Fluktuasi nilai tukar - Nilai tukar negara mitra dagang - Jarak antar negara
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
31
2.8. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini didasarkan pada teoriteori yang ada dan penelitian-penelitian terdahulu. Untuk analisis faktor-faktor determinan IIT adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata GDP per capita dua negara mempengaruhi IIT dengan arah positif; 2. Perbedaan GDP antar negara mempengaruhi IIT dengan arah negatif; 3. Perbedaan GDP per capita antar negara mempengaruhi IIT dengan arah negatif; 4. Fluktuasi nilai tukar dapat mempengaruhi IIT dengan arah negatif maupun positif; 5. Nilai tukar negara mitra dagang dapat mempengaruhi IIT dengan arah negatif maupun positif; 6. Jarak antar negara mempengaruhi IIT dengan arah negatif.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data panel mencakup data aliran perdagangan di negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina) periode tahun 2001-2005. Data aliran perdagangan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup nilai ekspor dan impor. Data aliran perdagangan yang diperoleh merupakan data sekunder yang didapat dari publikasi United Nations Statistics Division (UNSD) Comtrade Database. Data ini digunakan untuk menentukan nilai IIT index sebagai variabel dependen. Data-data lain yang digunakan untuk menentukan nilai variabel independen terdiri dari beberapa jenis data, antara lain: 1. Gross Domestic Product (GDP); 2. Gross Domestic Product per capita (GDPC); 3. Nilai tukar; 4. Jarak antar negara. Data GDP, GDP per capita, dan nilai tukar, diperoleh dari Sekretariat ASEAN, sedangkan data jarak antar negara diperoleh dari Haveman (2003).
3.2. Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode pengukuran intra-industry trade (IIT). Metode tersebut digunakan
33
untuk mengidentifikasi derajat integrasi pasangan-pasangan negara yang melakukan perdagangan. Teknik estimasi kemudian dilanjutkan dengan menggunakan model Panel Data. Model ini menggunakan set data runut waktu (time series) dan kerat lintang (cross section). Model Panel Data merupakan model yang paling tepat untuk digunakan karena penelitian ini menggunakan data time series aliran perdagangan setiap negara yang kemudian di-cross section-kan dengan data time series aliran perdagangan negara lain. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Office Excel 2003 yang difungsikan untuk menghitung nilai intra-industry trade index (IIT index) dan software E Views 4.1 untuk mengestimasi signifikansi faktor-faktor determinan IIT dengan menggunakan model Panel Data. 3.2.1. Metode Pengukuran Intra-industry Trade (IIT) Pengukuran intra-industry trade (IIT) dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai intra-industry trade index (IIT index) komoditas ICT yang mencakup delapan jenis produk yang telah ditentukan. Terdapat beberapa cara untuk menghitung IIT index. Cara yang paling umum digunakan adalah melalui Grubel-Lloyd Index yang dirumuskan sebagai berikut: IIT =
∑( Xi + Mi ) − ∑ Xi − Mi ∑( Xi + Mi )
x100
(3.1)
dimana: Xi = total ekspor dari produk atau industri i. Mi = total impor dari produk atau industri i. Tanda mutlak yang terdapat diletakkan di luar persamaan Xi-Mi menunjukkan bahwa tanda dari trade balance diabaikan.
34
IIT index mengukur perdagangan intra-industri sebagai persentase dari total perdagangan (X+M) sebuah negara yang saling mengimbangi atau seimbang (X=M). Indeks tersebut mempunyai nilai antara 0 sampai 100. Jika semua transaksi perdagangan seimbang, maka indeks akan bernilai 100. Sebaliknya, jika semua transaksi perdagangan bersifat searah (one-way trade), maka indeks akan bernilai 0. Dengan demikian, jika nilai indeks semakin mendekati 100, berarti semakin besar pula peranan perdagangan intra-industri. Di sisi lain, terdapat beberapa kritik atas cara pengukuran IIT index dengan menggunakan Grubel-Lloyd Index. Kritik tersebut menyatakan bahwa Grubel-Lloyd Index hanya dapat mengukur perdagangan intra-industri sebagai sebuah proporsi dari
perdagangan total suatu negara dengan negara-negara
lainnya, yaitu berupa perdagangan multilateral. Beberapa argumen menyatakan bahwa kondisi riil yang ditemui dalam dunia perdagangan menunjukkan perdagangan yang tidak selalu bersifat multilateral, oleh karena itulah diperlukan perumusan yang mampu mengukur perdagangan bilateral, dengan kata lain bilateral intra-industry trade index. Dengan demikian dalam penelitian ini akan digunakan Grubel-Lloyd Index yang telah dimodifikasi sebagai berikut: IIT ijk =
(ΣX
k ij
)
+ ΣM ijk − ΣX ijk − ΣM ijk
(ΣX
k ij
+ ΣM ijk
)
x100
dimana: IIT ijk
= perdagangan intra-industri produk k antara negara i dan j,
X ijk
= ekspor produk k dari negara i ke negara j,
M ijk
= impor produk k oleh negara i dari negara j,
(3.2)
35
i
= negara yang melaporkan nilai perdagangan (reporting country),
j
= negara mitra dagang (partner country),
k
= jenis produk.
Tanda ∑ menunjukkan jumlah dari produk atau komoditas pada kode HS 4-digit. Dalam penelitian ini, indeks yang akan diukur berhubungan dengan setiap arus perdagangan bilateral antara negara ASEAN-5. Hasil dari IIT index akan digunakan sebagai indikator dari integrasi yang terjadi dalam sektor ICT . Derajat atau tingkatan integrasi akan ditentukan menurut klasifikasi rentang nilai-nilai IIT index berikut (Austria, 2004):
Tabel 3.1 Klasifikasi Nilai IIT index Nilai IIT index * 0,00 0,00>24,99 25,00-49,99 50,00-74,99 75,00-99,99
Klasifikasi Perdagangan intra-ASEAN-5 tidak dilaporkan Tidak terjadi integrasi (one-way trade) Integrasi lemah (weak integration) Integrasi sedang (mild integration) Integrasi agak kuat (moderately strong integration) Integrasi kuat (strong integration)
Klasifikasi tersebut mengalami sedikit modifikasi dari klasifikasi yang digunakan oleh OECD (2002) yang menyatakan bahwa
suatu negara
diklasifikasikan mempunyai nilai perdagangan intra-industri yang tinggi jika nilai IIT index-nya di atas 50 dan nilai perdagangan intra-industri rendah jika nilai IIT index-nya di bawah 50. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup sektor ICT pada kode HS (Harmonized System) empat digit. HS mempunyai tiga tingkatan agregasi, yaitu dua digit, empat digit, dan enam digit. Tingkatan dua digit menunjukkan tingkat agregasi yang terlalu tinggi sehingga analisis perdagangan
36
intra-industri dapat mengalami perkiraan yang terlalu tinggi (overestimated). Sebaliknya, tingkatan enam digit menunjukkan tingkat agregasi yang terlalu rendah sehingga analisis perdagangan intra-industri dapat mengalami perkiraan yang terlalu rendah (underestimated). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa HS pada tingkatan empat digit dapat dijadikan tolok ukur yang baik bagi sebuah industri. Dalam hal ini komoditas yang dianalisis meliputi:
Parts, accessories, except covers, for office machines [HS1996 kode 8473]
Electric apparatus for line telephony, telegraphy [HS1996 kode 8517]
Radio and TV transmitters, television cameras [HS1996 kode 8525]
Parts for radio, TV transmission, receive equipment [HS1996 kode 8529]
Electronic printed circuits [HS1996 kode 8534]
Electrical switches, connectors, etc, for < 1kV [HS1996 kode 8536]
Electronic integrated circuits and micro assemblies [HS1996 kode 8542]
Insulated wire and cable, optical fibre cable [HS1996 kode 8544]
3.2.2. Gravity Model Langkah kedua adalah merumuskan hubungan variabel dependen IIT index dengan faktor-faktor variabel independen yang diduga mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan gravity model. Selanjutnya estimasi gravity model dilakukan dengan menggunakan metode Panel Data. Proses pengestimasian dilakukan dengan menggunakan software Eviews 4.1 yang kemudian dilanjutkan dengan interpretasi output software tersebut. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai IIT index di negara-negara ASEAN-5, penulis menggunakan acuan bentuk analisis regresi
37
yang diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu. Dari bentuk umum analisis regresi tersebut penulis membuat beberapa penyesuaian sesuai dengan bentuk gravity model, sehingga diperoleh bentuk persamaan berikut: IITijt = α0 + ∑ αm ln(Zmijt) + αd ln(DISTij) + εijt m
(3.3)
dimana :
α0
= Konstanta (intersep),
IITijt
= Nilai intra-industry trade index antara negara i dan j pada tahun t,
αm
= Konstanta variabel penjelas m,
Zmijt
= variabel penjelas m antara negara i dan j pada tahun t,
αd
= Konstanta variabel jarak antara negara i dan j,
DISTij = Jarak antara negara i dan j,
εijt
= Random error. Dalam penelitian ini, penulis memasukkan variabel-variabel penjelas
seperti yang digunakan pada penelitian Ito dan Umemoto (2004) dengan melakukan beberapa penyesuaian. Variabel-variabel penjelas yang digunakan mewakili standar hidup rata-rata (average standard of living) yaitu AVEGDPC, perbedaan pada ukuran pasar antar negara (difference in market size) yaitu variabel DGDP, perbedaan tingkat perekonomian antar negara (economic distance) yaitu DGDPC, fluktuasi nilai tukar yaitu EXRF, nilai tukar negara mitra dagang yaitu EXR2, serta jarak geografis antar negara (geographic distance)
38
yaitu DIST. Penjelasan mengenai penggunaan variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Standar hidup rata-rata (AVEGDPC) Pendapatan perkapita atau tingkat standar hidup rata-rata masyarakat mempengaruhi pola permintaannya terhadap keragaman barang. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka akan semakin tinggi pula permintaan akan keragaman barang. Kondisi tersebut akan memicu peningkatan produksi dengan melibatkan diferensiasi produk, sehingga perdagangan intra-industri akan meningkat. Karena itulah, pada estimasi awal diperkirakan bahwa variabel AVEGDPC akan berhubungan positif dengan IIT index. Variabel ini dihitung dengan cara merata-ratakan jumlah pendapatan perkapita dari kedua negara yang terlibat perdagangan, dan kemudian mengubah rata-rata tersebut ke dalam bentuk logaritma. 2. Perbedaan market size antar negara (DGDP) Perbedaan absolut market size pada dua negara yang melakukan perdagangan digunakan untuk merepresentasikan hambatan atas perdagangan intra-industri pada jenis industri yang sama. Karena itulah, pada estimasi awal diperkirakan bahwa variabel DGDP akan berhubungan negatif dengan IIT index. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Balassa (1986), Ito dan Umemoto (2004), serta penelitian-penelitian terdahulu yang lain, penulis menghitung perbedaan tersebut sebagai berikut: DGDPij = 1 +
[w ln w + (1 − w) ln(1 − w)] ln 2
(3.4)
39
dimana:
w=
GDPi GDPi + GDPj
(3.5)
GDPi = GDP negara i (reporter) GDPj = GDP negara j (partner) Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa cara penghitungan ini memberikan hasil yang lebih baik dari penghitungan selisih GDP secara absolut. Hasil penghitungan DGDPij bernilai antara 0 dan 1, dimana nilai tersebut memiliki tingkat ketergantungan yang rendah terhadap ukuran absolut GDP mitra perdagangan, nilai DGDP tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk logaritma. 3. Perbedaan tingkat perekonomian antar negara (DGDPC) Perbedaan absolut tingkat perekonomian direpresentasikan oleh perbedaan GDP per capita antar negara (Fontagné, Freudenberg, dan Péridy dalam Umemoto, 2004). Variabel ini dihitung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan variabel DGDP. Pada estimasi awal diperkirakan bahwa semakin serupa tingkat GDP per capita antara negara-negara yang melakukan perdagangan maka akan semakin besar pula peningkatan perdagangan pada produk-produk yang terdiferensiasi (Linder Hypothesis). Hal itu disebabkan karena kemiripan pada tingkat pendapatan diperkirakan akan
berhubungan dengan kemiripan
struktur permintaan yang akan mengakibatkan meningkatnya perdagangan pada produk-produk yang terdiferensiasi. 4. Fluktuasi nilai tukar (EXRF) Adanya pengaruh fluktuasi nilai tukar yang mengakibatkan fluktuasi volume perdagangan, karena adanya fluktuasi merubah harga relatif dari barangbarang yang diperdagangkan. Kondisi tersebut akan menimbulkan fluktuasi pula
40
pada iklim perdagangan sehingga mempengaruhi keputusan perdagangan. Dalam kasus penelitian ini fluktuasi nilai tukar (exchange rate) didefinisikan sebagai perbedaan absolut antara perubahan nilai mata uang di negara reporter per dolar Amerika Serikat dengan perubahan nilai mata uang di negara partner per dolar Amerika Serikat. Nilai tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk logaritma. Pengaruh variabel fluktuasi nilai tukar diperkirakan dapat bersifat negatif maupun positif terhadap nilai IIT. 5. Nilai tukar negara mitra dagang (EXR2) Adanya kenaikan nilai tukar negara partner dagang akan menimbulkan peningkatan harga barang impor dan ekspor secara relatif. Saat nilai tukar negara partner mengalami peningkatan (melemah untuk kasus nilai tukar nominal yang digunakan dalam penelitian ini), maka ekspornya ke negara reporter akan meningkat sedangkan impornya menurun. Kondisi ini menimbulkan selisih (perbedaan) antara ekspor dan impor semakin besar sehingga menurunkan nilai IIT index (sesuai dengan rumus IIT index yang dijelaskan pada metodologi penelitian). Sehubungan dengan hal tersebut, pengaruh variabel nilai tukar negara mitra dagang diperkirakan dapat bersifat negatif maupun positif terhadap nilai IIT. Dalam penelitian ini, variabel EXR2 didefinisikan sebagai bentuk logaritma dari nilai tukar negara partner dagang. 6. Jarak geografis antar negara (DIST) Variabel jarak geografis dinyatakan sebagai jarak antara dua ibukota negara yang melakukan perdagangan dalam bentuk logaritma. Jarak geografis mengindikasikan biaya transportasi dan biaya transaksi yang dihadapi oleh suatu
41
negara dalam melakukan perdagangan internasional. Semakin jauh jarak antara suatu negara dengan negara lain, semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan yang terjadi di antara keduanya. Sehubungan dengan hal itu maka pada estimasi awal diperkirakan bahwa variabel jarak akan berhubungan negatif dengan nilai IIT. Dalam penelitian ini, dipergunakan model linier menggunakan metode OLS. Masalah yang timbul dengan penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pendekatan OLS dapat menghasilkan nilai estimasi yang jatuh di luar daerah kisaran IIT index yang ditetapkan (nilai IIT index kurang dari 0 atau lebih dari 100). Penyimpangan estimasi tersebut dapat diabaikan karena fokus dari penelitian ini adalah bukan untuk melakukan peramalan melainkan pengujian hipotesis. Terlebih lagi, penggunaan kisaran nilai bagi variabel-variabel yang diestimasi akan diperlukan dalam OLS bila pendekatan ini digunakan untuk diperbandingkan dengan pendekatan-pendekatan yang lain (Thorpe, 2005).
3.2.3. Analisis Panel Data Analisis data panel adalah subjek dari salah satu bentuk paling aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Pernyataan tersebut cukup berdasar karena panel data menyediakan informasi yang cukup banyak untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teoritikal. Dalam bentuk praktis, peneliti telah dapat menggunakan data time series dan cross section untuk melakukan analisis terhadap masalah yang tidak dapat diatasi dengan hanya menggunakan salah satunya saja. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan data
42
panel, diantaranya sebagai berikut (Baltagi, 1995): 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu, 2. Banyak memperoleh informasi lebih bervariasi, mengurangi kolinieritas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom) dan lebih efisien, 3. Lebih baik untuk study of dynamics adjustment, 4. Mampu lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni, 5. Dapat menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Keunggulan mendasar panel data daripada cross section atau time series adalah bahwa panel data akan membiarkan peneliti untuk lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat pada setiap data pengamatan. Model panel data terdiri dari tiga bentuk, yaitu Pooled (OLS), Fixed Effect (LSDV) atau model efek tetap, dan Random Effect (GLS) atau model efek acak.
3.3. Jenis-Jenis Model Panel Data 3.3.1. Model Pooled Model Pooled yaitu model yang didapatkan dengan mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data time series dan cross section. Model data ini kemudian diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS), yaitu: Yit = α + β Xit + εit
(3.6)
43
dimana: Yit
= variabel endogen,
Xit
= variabel eksogen,
α
= intersep,
β
= slope,
i
= individu ke-i,
t
= periode waktu ke-t,
ε
= error/simpangan. Masalah terbesar dalam pendekatan model kuadrat terkecil adalah asumsi
intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar individu maupun antar waktu yang kurang beralasan. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan Model Efek Tetap (Fixed Effect).
3.3.2. Model Efek Tetap (Fixed Effect) Model Efek Tetap (Fixed Effect) adalah model yang didapatkan dengan mempertimbangkan
bahwa
peubah-peubah
yang
dihilangkan
dapat
mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep time series dan cross section. Peubah
boneka
(dummy)
dapat
ditambahkan
ke
dalam
model
untuk
memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, lalu model diduga dengan OLS, yaitu: Yit = ∑αiDi + β Xit + εit dimana: Yit
= variabel endogen,
Xit
= variabel eksogen,
(3.7)
44
αi
= intersep,
β
= slope,
i
= individu ke-i,
t
= periode waktu ke-t,
ε
= error/simpangan.
3.3.3. Model Efek Acak (Random Effect) Keputusan memasukkan peubah boneka (dummy) pada model efek tetap tentu saja akan menimbulkan konsekuensi. Penambahan peubah dummy akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, kita dapat menggunakan Model Efek Acak (Random Effect). Dalam model efek acak, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan dalam error. Karena hal inilah, model efek acak sering disebut sebagai model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak ini bisa dijelaskan pada persamaan berikut: Yit = α0 + β Xit + εit
(3.8)
εit = uit + vit + wit
(3.9)
dimana: uit
~ N(0,δu2)
= komponen cross section error,
vit
~ N(0,δv2)
= komponen time series error,
wit ~ N(0,δw2) = komponen combinations error.
45
Diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.
3.4. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Dalam sebuah penelitian, pemilihan model estimasi data merupakan salah satu langkah penting. Pemilihan model sebaiknya dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan statistik. Hal tersebut dimaksudkan agar dugaan yang diperoleh akan lebih efisien. Alur pengujian statistik untuk memilih model dalam pengolahan data panel dapat dilihat pada Gambar 3.1.
FIXED EFFECT
Chow Test
Hausman Test
RANDOM EFFECT LM Test
POOLED LEAST SQUARE Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
46
3.4.1. Chow Test Chow Test atau yang dalam beberapa buku disebut juga sebagai pengujian F Statistics
adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan
Pooled Least Square atau Fixed Effect. Seperti yang kita ketahui, terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan FStatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: CHOW =
( RRSS − URSS ) /( N − 1) URSS /( NT − N − K )
(3.10)
dimana: RRSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square, URSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect, N
= Jumlah data cross section,
T
= Jumlah data time series,
K
= Jumlah variabel penjelas. Pengujian statistik Chow mengikuti distribusi F-Statistik dengan derajat
bebas (N-1, NT-N-K). Jika nilai CHOW Statistics (F-Stat) hasil pengujian lebih besardari F Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.
47
3.4.2. Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih antara penggunaan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan peubah boneka (dummy). Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: m = (β-b)’(M0 – M1)-1(β-b)
~ x2 (K)
(3.11)
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor untuk statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan Fixed Effect Model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan Random Effect Model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari x2- Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.
3.4.3. LM Test LM Test atau lengkapnya The Breusch - Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect versus Pooled Least Square.
48
H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Random Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan Statistik LM yang mengikuti distribusi dari Chi square. Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari hasil estimasi model pooled dimana: 2
⎤ NT ⎡ T ∑ ε i2 LM = − 1⎥ ~ x2 ⎢ 2 2(T − 1) ⎢⎣ ∑ ∑ ε it ⎥⎦
(3.12)
Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari x2- Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah model random effect, begitu juga sebaliknya.
3.5. Evaluasi Model
Sebagai upaya untuk menghasilkan model yang efisien, tidak bias, dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran atau gangguan asumsi dasar model ekonometrika, yang antara lain berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar individu atau dalam kasus ini pasangan negara (cross sectional disturbance), dan gangguan akibat keduanya. Proses evaluasi model yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 3.5.1. Multikolinearitas
Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya
49
multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weights, sehingga baik t statistik maupun F hitung menjadi signifikan. Jika cara tersebut tidak berhasil, maka dapat juga diatasi dengan menghilangkan varibel yang tidak signifikan. 3.5.2. Autokorelasi
Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Adanya korelasi serial dapat dideteksi dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan
DW-statistik
dengan
DW-tabel.
Kerangka
identifikasi
Autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW 4-dl < DW < 4 4-dl < DW < 4 - dl 2 < DW < 4 - du du < DW < 2 dl < DW < du 0 < DW < dl
Hasil Tolak H0, korelasi serial negatif Hasil tidak dapat ditentukan Terima H0, tidak ada korelasi serial Terima H0, tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H0, korelasi serial positif
Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan pada model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Treatment untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR(1) atau AR(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.
50
3.5.3. Heteroskedastisitas
Dalam regresi linier ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2 (konstan), semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka pada hasil regresi akan terjadi ”misleading” (Gujarati, 1995). Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi Heteroskedastisitas, digunakan uji White Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji tersebut dibandingkan Obs* R-Squared dengan X2 (Chi-Squared) tabel. Jika nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada X2 (Chi-Squared) tabel, maka tidak ada Heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel pada Eviews 4.1 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya Heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid pada Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi Heteroskedastisitas. Treatment untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Identifikasi Tingkat Intra-industry Trade dan Integrasi antar Negara-negara ASEAN-5 Intra-industry trade index (IIT index) berfungsi untuk mengukur besarnya perdagangan intra-industri yang terjadi di suatu negara atau wilayah. Selain itu, indeks perdagangan intra-industri juga dapat digunakan untuk mengukur seberapa dalam integrasi yang terjadi antar negara atau sektor tertentu karena indeks tersebut merefleksikan adanya peningkatan dalam division of labor yang dikombinasikan dengan penurunan dalam biaya transaksi (Bora dalam Austria, 2004). Dalam penelitian ini, pengukuran indeks akan dilakukan terhadap nilai nominal arus perdagangan bilateral antara negara ASEAN-5. Hasil penghitungan IIT index akan digunakan sebagai indikator dari integrasi yang terjadi pada komoditas ICT. Derajat atau tingkatan integrasi akan ditentukan berdasarkan klasifikasi rentang nilai-nilai IIT index yang digunakan pada penelitian Austria (2004). Periode analisis penelitian ini mencakup lima tahun, yaitu dari 2001 sampai dengan 2005. Hasil analisis tingkat integrasi sektor ICT secara keseluruhan menunjukkan bahwa perdagangan intra industri di ASEAN-5 secara umum berada pada derajat integrasi agak kuat (moderately strong integration). Hal ini terlihat dari hasil perhitungan IIT index yang tertera pada Tabel 4.1 sampai Tabel 4.5 dimana 38 diantara nilai IIT index berada pada klasifikasi integrasi agak
52
kuat, 36 IIT index pada klasifikasi integrasi kuat, 12 nilai IIT index pada klasifikasi integrasi sedang, 12 lainnya klasifikasi integrasi lemah, sedangkan dua hasil perhitungan tidak dapat ditampilkan karena adanya data arus perdagangan yang tidak dilaporkan. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan ketergantungan antar perekonomian yang semakin tinggi di ASEAN-5, khususnya dari segi perdagangan komoditas ICT. Jadi, dapat diinterpretasikan juga bahwa ketersediaan komoditas ICT di ASEAN-5 semakin tergantung pada ekspor dan impor intra-industri antara kelima negara tersebut. Implikasi dari kondisi tersebut adalah adanya peluang yang cukup besar untuk melakukan ekspansi ekspor di kawasan ASEAN-5, dan di sisi lain negara-negara ASEAN-5 harus siap untuk menghadapi persaingan dengan komoditas-komoditas ICT hasil impor. Adapun hasil perhitungan IIT index secara bilateral yang diperoleh akan dijelaskan melalui pemaparan berikut: 4.1.1. Intra-industry Trade Malaysia Berdasarkan Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa secara mayoritas perdagangan intra-industri komoditas ICT antara Malaysia dengan mitra dagangnya, yaitu negara-negara ASEAN-5, pada tahun 2001-2005 telah terintegrasi secara bilateral. Hal ini terlihat dari nilai IIT index yang sebagian besar berada di kisaran 60 sampai 90 persen yang menandakan tingkat integrasi agak kuat bahkan mencapai tingkat integrasi kuat. Pada kasus IIT dengan Indonesia, terindikasi bahwa sektor ICT telah terintegrasi dengan kuat pada semua periode analisis, dilihat dari nilai IIT index
53
yang berada di atas 80 persen (Tabel 4.1). Nilai IIT index Malaysia-Indonesia tersebut merupakan nilai yang tertinggi bila dibandingkan dengan mitra dagang yang lain. Kondisi ini tercapai karena nilai impor dan ekspor Malaysia dari dan ke Indonesia tidak jauh berbeda. Malaysia banyak mengimpor kelompok produk Parts, accessories, except covers, for office machines, dan banyak mengekspor kelompok produk Electronic integrated circuits and micro assemblies. Tabel 4.1 Nilai IIT index Malaysia-ASEAN 5 Reporter Malaysia
Partner Indonesia
Malaysia
Singapura
Malaysia
Thailand
Malaysia
Filipina
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
IIT index 90,951 82,920 94,092 95,556 87,607 62,180 61,555 61,691 64,010 66,294 79,766 63,403 79,891 84,324 70,041 49,784 39,375 31,014 43,823 36,277
Pada perdagangan intra-industri dengan Singapura dicapai tingkat integrasi yang agak kuat dengan kisaran IIT index 61 sampai dengan 66 persen. Untuk kasus Thailand, IIT didominasi oleh level integrasi yang kuat, walaupun pada tahun 2002 dan 2005 integrasi hanya sampai pada level agak kuat. Pada
54
perdagangan intra-industri dengan Filipina, IIT index hanya mencapai tingkat klasifikasi integrasi sedang pada semua periode yang dianalisis.
IIT Index Malaysia-Singapura
100 80 60 40 20 0
IIT In d e x
IIT In d e x
IIT Index Malaysia-Indonesia
2001
2002
2003
2004
100 80 60 40 20 0
2005
2001
2002
Tahun
IIT In d e x
IIT In d e x 2003
2005
IIT Index Malaysia-Filipina
100 80 60 40 20 0 2002
2004
Tahun
IIT Index Malaysia-Thailand
2001
2003
2004
2005
Tahun
100 80 60 40 20 0 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
KETERANGAN: Strong Integration
Mild Integration
Moderately Strong Integration Gambar 4.1. IIT index antara Malaysia dan ASEAN-5 Berdasarkan tingkat pergerakannya, IIT index komoditas ICT di Malaysia relatif stabil, terutama untuk kasus IIT dengan Singapura. Walaupun terjadi kenaikan atau penurunan IIT index pada setiap tahunnya, tetapi perubahan tersebut tidak berdampak pada perubahan status integrasi, kecuali yang terjadi dengan mitra dagang Thailand (Gambar 4.1).
55
4.1.2. Intra-industry Trade Singapura Analisis yang telah dilakukan pada tingkat integrasi sektor ICT di Singapura dengan para partner dagangnya yang termasuk dalam ASEAN-5 memperlihatkan bahwa negara ini mempunyai perdagangan intra-industri yang paling tinggi dan terintegrasi dibandingkan negara-negara reporter lain yang dianalisis. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa untuk semua mitra dagang dan sepanjang periode yang dianalisis, IIT index di Singapura menunjukkan angka di atas 50 yang artinya integrasi pada sektor ICT berlangsung pada tingkatan integrasi agak kuat sampai integrasi kuat. Tabel 4.2 Nilai IIT index Singapura-ASEAN 5 Reporter Singapura
Partner Indonesia
Singapura
Malaysia
Singapura
Thailand
Singapura
Filipina
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
IIT index * * 63,003 69,239 66,416 94,368 95,586 94,578 96,792 56,363 97,435 97,798 97,479 97,616 91,208 62,742 66,808 71,039 53,388 53,747
Pada tahun analisis 2001 dan 2002 penghitungan IIT index SingapuraIndonesia tidak dapat dilakukan karena data trade flow untuk semua produk ICT
56
yang diteliti tidak tersedia pada sumber data, dengan kata lain tidak dilaporkan. Pada periode selanjutnya, IIT index menunjukkan angka di atas 60 yang berarti berada pada tingkat integrasi agak kuat. Di sisi lain intra-industry trade Singapura-Malaysia menunjukkan terjadinya integrasi yang kuat di sektor ICT untuk semua periode analisis, kecuali pada tahun 2005 dimana IIT Singapura – Malaysia mengalami penurunan yang cukup tajam yang merubah status derajat integrasi menjadi integrasi agak kuat. Pada IIT Singapura–Thailand, nilai IIT index yang diperoleh merupakan nilai yang tertinggi diantara semua hasil analisis. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan nilai ekspor dan impor komoditas ICT relatif kecil, sehingga nilai ketidakseimbangan perdagangan menjadi kecil dan nilai IIT meningkat. Jenis produk yang banyak diekspor oleh Singapura ke Thailand adalah Electronic printed circuits, dan yang banyak diimpor dari Thailand adalah Parts, accessories, except covers, for office machines. Nilai IIT index pada perdagangan intra-industri dengan Filipina menunjukkan derajat integrasi yang agak kuat. Tingkat penurunan dan kenaikan IIT index yang terjadi antara Singapura-Filipina relatif kecil, kecuali untuk penurunan yang terjadi pada tahun 2004 yang bernilai lebih dari 17 persen. Dari sisi pergerakan derajat integrasi untuk seluruh mitra dagangnya, khususnya Thailand, Singapura mempunyai kecenderungan IIT index yang relatif stabil, walaupun untuk kasus Malaysia dan Filipina terjadi penurunan yang cukup signifikan di akhir periode (Gambar 4.2).
57
IIT Index Singapura-Malaysia
100 80 60 40 20 0
IIT In d e x
IIT I n d e x
IIT Index Singapura-Indonesia
2001
2002
2003
2004
100 80 60 40 20 0 2001
2005
2002
100 80 60 40 20 0 2003
2004
2005
IIT Index Singapura-Filipina IIT In d e x
IIT In d e x
IIT Index Singapura-Thailand
2002
2004
Tahun
Tahun
2001
2003
2005
100 80 60 40 20 0 2001
Tahun
2002
2003
2004
2005
Tahun
KETERANGAN: Strong Integration Moderately Strong Integration Gambar 4.2. IIT index antara Singapura dan ASEAN-5 4.1.3. Intra-industry Trade Thailand Pengkajian secara agregat menunjukkan bahwa tingkat integrasi sektor industri ICT di Thailand tergolong agak kuat. Perdagangan dengan empat negara partner yang sesama ASEAN-5 ditandai dengan nilai IIT index di atas 50 yang diklasifikasikan dalam tingkat integrasi yang agak kuat.
58
Tabel 4.3 Nilai IIT index Thailand-ASEAN 5 Reporter Thailand
Partner Indonesia
Thailand
Singapura
Thailand
Malaysia
Thailand
Filipina
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
IIT index 53,810 65,894 74,535 90,068 66,759 55,552 51,008 53,397 69,310 71,334 77,432 57,779 67,465 81,078 67,646 65,822 75,142 79,364 76,257 57,702
Analisis secara bilateral memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dimana perdagangan intra-industri dengan Indonesia menunjukkan tingkat integrasi yang agak kuat pada empat tahun yang dianalisis yaitu 2001, 2002, 2003, dan 2005. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan yang cukup signifikan sebesar lebih dari 25 persen yang mengubah tingkatan integrasi menjadi integrasi kuat. IIT ThailandSingapura yang dilakukan selama periode analisis menghasilkan tingkat integrasi yang berada di kisaran level agak kuat. Terjadi kenaikan dan penurunan IIT index Thailand-Singapura selama periode analisis, tetapi tidak cukup signifikan untuk merubah level integrasi dari tingkatan awal yaitu agak kuat (Tabel 4.3).
59
IIT Index Thailand-Singapura
100 80 60 40 20 0
IIT In d e x
IIT In d e x
IIT Index Thailand-Indonesia
2001
2002
2003
2004
100 80 60 40 20 0 2001
2005
2002
Tahun
IIT In d e x
IIT In d e x 2003
2005
IIT Index Thailand-Filipina
100 80 60 40 20 0 2002
2004
Tahun
IIT Index Thailand-Malaysia
2001
2003
2004
100 80 60 40 20 0 2001
2005
2002
2003
2004
2005
Tahun
Tahun
KETERANGAN: Strong Integration Moderately Strong Integration Gambar 4.3. IIT index antara Thailand dan ASEAN-5 Untuk kasus mitra dagang
Malaysia, Thailand mencapai tingkatan
integrasi yang kuat pada tahun 2001 dan dua tahun berikutnya menurun ke level integrasi agak kuat. Setelah itu terjadi kenaikan pada IIT index sekitar 13 persen yang menyebabkan integrasi meningkat kembali ke level integrasi kuat. Kenaikan ini tidak bertahan lama karena pada tahun berikutnya IIT index menurun sekitar 13 persen sehingga tingkat integrasi kembali ke level agak kuat. Kasus serupa terjadi pada IIT dengan Filipina dimana pada awal periode tingkat integrasi
60
mencapai level agak kuat. Dua tahun berikutnya IIT index terus meningkat ke level integrasi kuat hingga mencapai puncaknya sebesar 79 persen di tahun 2003. Pada dua tahun terakhir dalam periode, derajat integrasi terus menurun sampai kembali pada tingkat integrasi agak kuat pada tahun 2005 (Tabel 4.3). Dari sisi pergerakannya, IIT index Thailand untuk komoditas ICT mengalami perubahan yang dapat dikatakan tidak fluktuatif. Kenaikan atau penurunan IIT index untuk semua mitra dagang yang dianalisis tergolong kecil dan membawa perubahan pada kisaran tingkat integrasi, hanya pada level kuat dan agak kuat (Gambar 4.3). 4.1.4. Intra-industry Trade Filipina Secara umum, hasil analisis terhadap perdagangan intra-industri sektor ICT di Filipina pada kurun waktu 2001-2005 mengungkapkan bahwa integrasi yang kuat telah tercapai pada sektor tersebut terutama pada akhir periode, kecuali pada IIT dengan Indonesia yang mencapai integrasi yang kuat pada awal periode analisis. Dari segi pergerakan IIT index, terlihat pada Gambar 4.4 bahwa penurunan dan kenaikan IIT index pada periode analisis cukup fluktuatif, terutama pada pergerakan IIT index Filipina–Indonesia, Filipina–Malaysia, dan Filipina– Thailand. Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi sektor ICT di Filipina berkembang secara labil, atau dengan kata lain peka terhadap perubahan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Analisis secara parsial menunjukkan bahwa integrasi sektor industri ICT yang dicapai dengan Indonesia pada awal periode mencapai tingkat yang kuat,
61
tetapi kemudian terus menurun dan pada tahun 2004 sampai mencapai level integrasi sedang. Di akhir periode, integrasi kembali menguat sekitar 15 persen hingga mencapai level agak kuat. Untuk integrasi yang dicapai dengan Singapura, kecenderungan yang terjadi adalah peningkatan integrasi pada setiap periode hingga mencapai level integrasi kuat pada tingkat 94 persen di akhir periode (Tabel 4.4).
IIT Index Filipina-Singapura
100 80 60 40 20 0
IIT In d e x
IIT In d e x
IIT Index Filipina-Indonesia
2001
2002
2003
2004
100 80 60 40 20 0 2001
2005
2002
IIT In d e x
IIT In d e x
100 80 60 40 20 0 2003
2005
IIT Index Filipina-Thailand
IIT Index Filipina-Malaysia
2002
2004
Tahun
Tahun
2001
2003
2004
2005
Tahun
100 80 60 40 20 0 2001
2002
2003
2004
Tahun
KETERANGAN: Strong Integration
Mild Integration
Moderately Strong Integration Gambar 4.4. IIT index antara Filipina dan ASEAN-5
2005
62
Di sisi lain, integrasi yang terjadi dengan Malaysia juga cenderung menguat. Pada awal periode integrasi berada pada tingkat agak kuat dengan nilai IIT index sebesar 56 persen, hingga pada akhir periode naik menjadi 93 persen pada level integrasi yang kuat. Kesimpulan ini diambil tanpa mengabaikan adanya penurunan IIT index sekitar 22 persen yang terjadi pada tahun 2003. Integrasi yang terjadi dengan Thailand juga dapat digolongkan mengalami pergerakan yang positif dimana pada awal periode tingkat integrasi masih tergolong sedang, tetapi di akhir periode telah mencapai integrasi kuat dengan IIT index sebesar 89 persen. Memang pada tahun 2004 terjadi penurunan IIT index, tetapi penurunan tersebut tergolong tidak signifikan karena hanya sebesar enam persen dan tidak merubah klasifikasi tingkat integrasi yang tetap berada di level kuat (Tabel 4.4). Tabel 4.4 Nilai IIT index Filipina-ASEAN 5 Reporter Filipina
Partner Indonesia
Filipina
Singapura
Filipina
Malaysia
Filipina
Thailand
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
IIT index 99,395 74,512 61,196 44,792 59,876 60,442 77,474 75,956 89,932 94,628 56,365 69,262 46,475 76,317 93,690 40,674 71,698 87,573 81,650 89,793
63
4.1.5. Intra-industry Trade Indonesia Pada tahun 2001-2005, perdagangan intra-industri antara Indonesia dan mitra dagangnya di ASEAN-5 secara umum dapat dikatakan belum terintegrasi secara kuat. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai IIT index yang relatif rendah pada lebih dari 50 persen hasil analisis yang diperoleh pada sepanjang periode dan sebagian besar mitra dagang. Tabel 4.5 Nilai IIT index Indonesia-ASEAN 5 Reporter Indonesia
Partner Singapura
Indonesia
Malaysia
Indonesia
Thailand
Indonesia
Filipina
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
IIT index 7,552 5,254 6,451 8,250 5,580 8,083 30,765 16,883 21,458 22,921 37,232 43,810 87,014 94,658 73,462 3,681 88,798 32,560 14,528 16,996
Secara spesifik, ditemukan bahwa perdagangan intra-industri komoditas ICT yang dilaksanakan antara Indonesia dan Singapura memiliki integrasi yang paling lemah. Hal ini terlihat dari besarnya IIT index yang hanya bernilai di bawah 10 persen untuk setiap tahun analisis, seperti yang tertera pada Tabel 4.5 . Sementara dari sisi pergerakannya, IIT index Indonesia - Singapura pada tahun
64
2001-2005 tidak mengalami perubahan yang berarti dan tetap bertahan pada level yang rendah (Gambar 4.5). Kondisi ini terjadi karena pada periode analisis nilai ekspor komoditas ICT dari Indonesia ke Singapura jauh lebih besar daripada nilai impornya. Ekspor tersebut didominasi oleh kelompok produk Parts, accessories, except covers, for office machines. Dari sisi impor, nilainya relatif kecil, terutama untuk kelompok produk Electronic printed circuits. Hal ini menyebabkan besarnya nilai ketidakseimbangan perdagangan (trade imbalance), yang berimplikasi pada rendahnya IIT. Untuk kasus perdagangan intra-industri antara Indonesia-Malaysia, integrasi yang terjadi secara mayoritas tergolong lemah kecuali untuk tahun 2002 dimana terjadi peningkatan IIT index hingga mencapai tingkatan integrasi sedang (Tabel 4.5). Sementara dari sisi pergerakan, tingkat perdagangan intra-industri antara kedua negara naik secara signifikan pada tahun 2002, kemudian menurun kembali di tahun 2003, dan dua tahun berikutnya mengalami kenaikan yang tidak signifikan yang tidak meningkatkan status integrasi dari posisi yang lemah (Gambar 4.5). Di sisi lain perdagangan intra-industri komoditas ICT antara IndonesiaThailand pada tahun 2001-2005 dapat dikatakan paling terintegrasi. Secara nominal nilai IIT index mengalami peningkatan secara berkala dari 2001 sampai 2004, dimana tingkat integrasi mengalami kemajuan dari sedang menjadi kuat, tetapi di tahun 2005 terjadi penurunan yang cukup signifikan sehingga tingkat integrasi berubah kembali ke tingkat agak kuat (Tabel 4.5).
65
IIT Index Indonesia-Malaysia
100 80 60 40 20 0
IIT In d e x
IIT In d e x
IIT Index Indonesia-Singapura
2001
2002
2003
2004
100 80 60 40 20 0 2001
2005
2002
100 80 60 40 20 0 2003
2005
IIT Index Indonesia-Filipina IIT In d e x
IIT In d e x
IIT Index Indonesia-Thailand
2002
2004
Tahun
Tahun
2001
2003
2004
2005
Tahun
100 80 60 40 20 0 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
KETERANGAN: Strong Integration
Mild Integration
Moderately Strong Integration
Weak Integration
Gambar 4.5. IIT index antara Indonesia dan ASEAN-5 Selanjutnya, untuk perdagangan intra-industri antara Indonesia-Filipina sebagian besar berada pada tingkat integrasi yang lemah. Untuk pergerakannya, nilai IIT index Indonesia-Filipina merupakan yang paling berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang sangat tinggi yang terjadi pada tahun 2002 yang mengubah tingkat integrasi dari lemah menjadi kuat. Tahun berikutnya integrasi kembali melemah hingga berada di tingkat sedang. Di tahun 2004
66
integrasi semakin melemah, sampai pada tahun 2005 yang bertahan di posisi integrasi lemah (Gambar 4.5). Jika
dianalisis
secara
lebih
mendalam terlihat
bahwa
besarnya
perdagangan intra-industri yang dihitung dari sisi Indonesia sebagai reporter menunjukkan hasil sebagian besar IIT index bernilai rendah dan berada pada klasifikasi integrasi lemah. Apabila hasil tersebut di-crosscheck dengan keempat mitra dagangnya di ASEAN-5, maka akan terlihat adanya ketimpangan yang cukup besar, terutama dengan mitra dagang Malaysia. Pada hasil analisis IIT Indonesia-Malaysia terlihat bahwa derajat integrasi yang dicapai lemah, kecuali pada tahun 2002 yang mencapai integrasi sedang, tetapi apabila dilihat dari sisi Malaysia sebagai reporter, terlihat bahwa derajat integrasi yang dicapai bernilai kuat untuk semua periode analisis. Hal ini terjadi karena pada nilai arus perdagangan ICT yang dijadikan dasar penghitungan IIT juga terdapat ketimpangan yang relatif besar (Lampiran 1). Ketimpangan nilai arus perdagangan yang terjadi pada hampir semua negara yang dianalisis, khususnya Indonesia, mengindikasikan adanya arus perdagangan ICT yang tidak tercatat secara lengkap dan akurat. Ketidaklengkapan dan ketidakakuratan pencatatan yang terjadi kemungkinan besar disebabkan oleh dua faktor. Pertama, data arus perdagangan yang tercatat pada dua negara yang melakukan transaksi perdagangan mengalami ketimpangan karena banyak beredarnya produk ICT ilegal yang notabene tidak akan tercatat pada database perdagangan resmi suatu negara. Adanya produk-produk ilegal atau yang biasa disebut produk selundupan tersebut memungkinkan nilai impor yang tercatat pada
67
database negara reporter jauh berbeda dari nilai ekspor yang tercatat pada database negara mitra dagangnya, begitu pula sebaliknya. Faktor kedua yang dapat menyebabkan adanya ketimpangan pada data arus perdagangan yang tercatat adalah sistem pencatatan yang belum teroganisir dan sistem pembaharuan data yang belum dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan data yang diperoleh tidak akurat dan up to date sehingga tidak dapat mewakili kondisi arus perdagangan yang sebenarnya dengan kata lain tidak representatif. Pada kasus IIT Indonesia, pada umumnya yang terjadi adalah nilai impor produk ICT yang tercatat jauh lebih kecil dibanding nilai ekspor yang tercatat pada negara mitra dagangnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor yang telah dipaparkan sebelumnya. Untuk mengatasinya, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah antisipasi dari segi pencegahan peredaran produkproduk ICT ilegal maupun dari segi perbaikan sistem pencatatan data arus perdagangan. Langkah nyata yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan pengawasan dan penjagaan daerah-daerah lalu lintas barang ekspor dan impor seperti pelabuhan-pelabuhan dan bandar udara. Selain itu perlu juga dilakukan antisipasi atas tindakan penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh oknumoknum aparat dengan cara memperketat seleksi perekrutan aparat yang bertugas langsung menangani arus ekspor-impor barang dan memberlakukan sanksi yang tegas atas tindakan penyelewengan oknum aparat yang bekerjasama dengan para penyelundup
68
Dari segi peningkatan reliabilitas database perdagangan, upaya yang perlu dilakukan adalah pembaharuan pada proses pengumpulan dan pencatatan data pada masing-masing negara, dalam hal ini khususnya Indonesia, untuk meningkatkan keakuratan data yang tercatat pada database resmi perdagangan internasional. Upaya peningkatan keakuratan data ini hendaknya didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas yaitu petugas-petugas yang kompeten di bidangnya dan berdedikasi, serta sarana pencatatan yang lengkap dan didukung dengan sistem otomasi yang memadai. Upaya mengembangkan database perdagangan
yang
efisien
untuk
memonitor
perdagangan
intra-ASEAN
sebenarnya sudah dimasukkan dalam Roadmap for Integration of e-ASEAN Sector tetapi target pencapaiannya masih relatif lama yaitu 31 Desember 2009, target pencapaian ini hendaknya dipercepat agar keakuratan dan efisiensi database perdagangan yang dijadikan tolak ukur integrasi dapat segera tercapai. Berbagai upaya tersebut penting untuk dilakukan, khususnya bagi Indonesia, mengingat industri ICT atau yang disebut juga dengan industri telematika (industri teknologi informasi dan peralatan telekomunikasi) merupakan salah satu industri andalan masa depan dalam Bangun Sektor Industri Indonesia yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional. Selain itu, industri ICT juga merupakan kelompok industri prioritas yang akan dikembangkan dalam jangka panjang seperti yang tercantum dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (Depperin, 2007). Industri ICT termasuk industri yang diprioritaskan karena memiliki karakteristik industri berkelanjutan yang
69
lebih mengandalkan sumberdaya manusia berpengetahuan dan terampil serta kemampuan penguasaan teknologi.
4.2. Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Hasil estimasi koefisien-koefisien variabel persamaan yang menggunakan gravity model akan ditampilkan berdasarkan estimasi terhadap setiap nilai intraindustry trade antara pasangan-pasangan negara ASEAN-5. Estimasi ini dilakukan dengan program software Eviews 4.1 dan menggunakan metode panel data seperti yang telah diuraikan pada metode penelitian. Keputusan penggunaan metode panel data didasarkan pada kondisi sampel dalam penelitian ini, dimana nilai IIT index didapatkan dari hasil analisis terhadap trade flow di lima negara ASEAN dalam jangka waktu lima tahun. Pada penelitian ini, model efek tetap (fixed effect model) adalah model yang dipilih dalam penggunaan metode panel data. Pemilihan ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap individu yang digunakan sebagai contoh penelitian, yaitu nilai perdagangan intra-industri, bersifat heterogen. Penggunaan fixed effect model memungkinkan nilai intersep bervariasi untuk setiap individu, dan perbedaan nilai ini diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu. Selain itu, pemilihan model tersebut juga diperkuat secara statistik dengan hasil dari Uji Hausman (Hausman Test). Nilai Statistik Hausman yang didapatkan adalah sebesar 13,67153 (nilai X2 sebesar 12,5916) dengan nilai probabilitas sebesar 0,017 yang berarti bahwa peneliti dapat menolak untuk menggunakan model efek acak. Dua uji panel data lainnya, yaitu Uji Chow dan Uji LM tidak dilakukan karena kedua
70
uji tersebut bertujuan membandingkan model efek tetap (fixed effect) dan model efek acak (random effect) dengan model pooled, sedangkan heterogenitas individu yang menjadi asumsi awal penelitian ini tidak akan terdeteksi dengan menggunakan model pooled. Hasil estimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect model) ditampilkan pada Tabel 4.6 Dari nilai R2 atau koefisien determinasi pada hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa 98,47 persen keragaman intra-industry trade index komoditas ICT dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (DIST, AVEGDPC, DGDP, DGDPC, EXRF, dan EXR2), sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Hasil ini diperkuat dengan probabilitas F-statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α= 0,05 yaitu sebesar 0,000. Tabel 4.6 Hasil Estimasi Fungsi Intra-industry Trade dengan Fixed Effect Model Variabel DIST AVEGDPC DGDP DGDPC EXRF EXR2
R-squared Prob(F-statistic) R-squared Durbin-Watson stat
Koefisien Standar Error t-Statistik Probabilitas -1,549415 6,40E+14 -2,42E-15 1,0000 13,06019 3,647651 3,580438 0,0006 -1,884473 0,431016 -4,372161 0,0000 -7,488301 5,183451 -1,444655 0,1530 -1,783829 0,670152 -2,661829 0,0096 -26,33103 9,728668 -2,706540 0,0085 Weighted Statistics 0,984712 Sum squared resid 12568,13 0,000000 Durbin-Watson stat 1,945434 Unweighted Statistics 0,789876 Sum squared resid 13814,25 1,944947
Untuk uji signifikansi individu (uji-t), digunakanlah t-statistik dengan taraf nyata α = 0,05 (α = 0,025 untuk uji dua arah) dan derajat bebas 94 yang memiliki t-kritis sebesar 1,98 (uji dua arah) yang kemudian dibandingkan dengan nilai
71
mutlak t-statistik dari hasil estimasi fungsi IIT. Pada model yang diestimasi dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan untuk t-kritis sebesar 1,98 adalah variabel AVEGDPC (rata-rata Gross Domestic Product per capita dua negara). Untuk tkritis sebesar -1,98 variabel yang signifikan adalah DGDP (perbedaan Gross Domestic Product antar negara), EXRF (fluktuasi nilai tukar), dan EXR2 (nilai tukar negara partner). Selain itu, langkah penting selanjutnya yang harus dilakukan adalah uji kebaikan model yang terdiri dari uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Indikasi multikolinieritas tercermin dengan melihat hasil tstatistik dan F-statistik hasil regresi. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa terdapat empat variabel penjelas yang signifikan secara statistik dari enam variabel yang dianalisis (pada taraf nyata lima persen), sehingga asumsi terjadinya multikolinieritas dapat diabaikan. Uji yang berikutnya adalah uji autokorelasi. Hasil estimasi yang terlihat pada Tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi, dimana du(1,802)
72
bahwa model pada Tabel 4.6 adalah model terbaik yang dapat digunakan dalam penelitian ini.
4.3. Interpretasi Model Setelah mendapatkan hasil estimasi model yang ditampilkan pada Tabel 4.6, maka langkah berikutnya adalah menginterpretasikan model persamaan tersebut. Pada model tersebut diketahui bahwa variabel AVEGDPC (rata-rata GDP
per capita dua negara), DGDP (perbedaan GDP antar negara), EXRF
(fluktuasi nilai tukar), dan EXR2 (nilai tukar negara partner) secara signifikan mempengaruhi perkembangan Intra-Industry Trade di negara-negara ASEAN-5. Di sisi lain, variabel DIST (jarak antar negara) dan DGDPC (perbedaan GDP per capita antar negara) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IIT. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel AVEGDPC mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat integrasi sektor ICT di negara ASEAN-5. Tiga variabel lainnya yaitu DGDP, EXRF, dan EXR2 berpengaruh negatif terhadap nilai IIT selama periode analisis. Diantara ketiga variabel tersebut, nilai tukar negara partner mempunyai pengaruh terbesar dalam penurunan nilai IIT index. Sementara variabel jarak antar negara berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan dan variabel perbedaan GDP per capita antar negara berpengaruh negatif tetapi juga tidak signifikan. Dalam model ditunjukkan bahwa nilai koefisien AVEGDPC adalah sebesar 13,06019 yang artinya jika nilai rata-rata GDP per capita dua negara meningkat sebesar satu persen, maka nilai IIT index akan meningkat sebesar
73
13,06019 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingkat standar hidup masyarakat mempengaruhi pola permintaannya terhadap keragaman barang, dalam hal ini khususnya untuk produk-produk ICT. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, berarti semakin tinggi pula tingkat standar hidup masyarakat di suatu negara. Masyarakat dengan tingkat standar hidup yang tinggi pada umumnya akan memiliki tingkat permintaan yang lebih tinggi pula terhadap keragaman barang dan kualitas barang yang lebih baik. Permintaan pasar yang meningkat akan memicu para produsen untuk meningkatkan efisiensi produksi yang difokuskan dengan cara diferensiasi produk (berspesialisasi).
Tingginya permintaan dan penawaran atas produk yang
terdiferensiasi akan menyebabkan meningkatnya perdagangan intra-industri. Untuk jenis produk manufaktur seperti ICT, nilai perdagangan intra-industri juga cenderung lebih tinggi karena proses produksi yang dilakukan memungkinkan adanya economies of scale. Selain itu, tingkat pendapatan per kapita juga dapat merepresentasikan tingkat capital-labor ratio, dimana produk yang terdiferensiasi diasumsikan sebagai produk yang diproduksi secara capital-intensive atau padat modal (Helpman dan Krugman dalam Umemoto, 2004). Jadi, dapat disimpulkan bahwa produk yang diproduksi secara terdiferensiasi seperti ICT lebih memerlukan modal daripada tenaga kerja dalam proses produksinya. Hal ini karena dalam melakukan diferensiasi produk lebih banyak diperlukan alat-alat mekanis seperti mesin-mesin produksi, sedangkan sumberdaya manusia itu sendiri hanya berfungsi untuk mengoperasikan alat-alat tersebut. Kondisi ini menyebabkan
74
proses produksi barang terdiferensiasi seperti ICT tidak dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan hanya akan membutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih. Rata-rata tinggi tingkat pendapatan per kapita yang signifikan dalam perdagangan intra-industri komoditas ICT mencerminkan adanya peluang untuk menguasai pasar melalui optimalisasi diferensiasi produk sesuai dengan selera pasar, atau bahkan menciptakan pasar yang baru dengan adanya inovasi produk. Upaya ini dapat diimplementasikan melalui program research and development (R&D) yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Program R&D dapat dilakukan dalam berbagai segi mulai dari peningkatan efisiensi sistem manajerial perusahaan, riset pasar, sampai pada pengembangan teknologi mesin-mesin dan alat-alat produksi lainnya. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan programprogram promosi yang dapat mempengaruhi selera pasar. Program promosi tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan advertensi tidak langsung yaitu melalui berbagai media, yang meliputi media cetak dan elektronik. Kegiatan advertensi juga dapat dilakukan secara langsung yaitu melalui kegiatan pameran produk-produk ICT ke negara-negara yang menjadi target pemasaran. Disamping itu penambahan fasilitas layanan purna jual juga dapat menjadi salah satu sarana promosi bagi produk-produk ICT. Sementara nilai koefisien variabel DGDP menunjukkan nilai -1,884473 yang berarti peningkatan perbedaan tingkat pendapatan nasional (GDP), yang menggambarkan perbedaan market size dalam perdagangan, sebesar satu persen akan menurunkan nilai IIT index sebesar 1,884473 persen. Berarti bahwa semakin
75
setara market size antara dua negara yang melakukan perdagangan, maka akan semakin besar pula perdagangan intra-industri yang terjadi. Hal ini karena adanya asumsi bahwa division of labor akan semakin intensif dilakukan dengan meningkatnya market size (Ito dan Umemoto, 2004). Selain itu negara yang lebih besar dari sisi pendapatan nasionalnya akan cenderung memproduksi dan mengkonsumsi lebih banyak produk yang terdiferensiasi, sehingga apabila kondisi ini dimiliki oleh kedua negara yang melakukan perdagangan maka IIT akan cenderung meningkat. Ditinjau dari GDP sebagai gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dinyatakan pula bahwa perbedaan GDP antar negara akan berpengaruh negatif. Hal tersebut disebabkan karena negara-negara dengan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan lebih cenderung melakukan perdagangan inter-industri karena perbedaan factor endowment yang dimiliki, sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan intraindustri antara negara-negara dengan kondisi demikian relatif rendah. Signifikannya
perbedaan
GDP
tersebut
mengindikasikan
bahwa
implementasi kerjasama perdagangan, khususnya untuk komoditas ICT, di kawasan ASEAN-5 masih belum terlaksana secara optimal. Hal ini terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari adanya kerjasama perdagangan antar negara yang dapat membuat market size dari negara-negara yang terlibat dalam perdagangan menjadi lebih konvergen. Selain itu dari segi GDP sebagai gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi, adanya kerjasama perdagangan yang diimplementasikan secara optimal akan mengurangi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar negara.
76
Fluktuasi nilai tukar (EXRF) yang signifikan pada taraf nyata lima persen dengan nilai koefisien -1,783829
menunjukkan
bahwa
setiap
peningkatan
fluktuasi nilai tukar sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan nilai IIT index sebesar 1,783829 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fluktuasi nilai tukar yang mengakibatkan fluktuasi volume perdagangan, karena adanya fluktuasi merubah harga relatif dari barang-barang yang diperdagangkan. Kondisi tersebut akan menimbulkan fluktuasi pula pada iklim perdagangan sehingga mempengaruhi keputusan perdagangan. Dalam penelitian ini fluktuasi nilai tukar yang dialami oleh negara-negara yang dianalisis cenderung pada melemahnya nilai tukar (nilai tukar nominal meningkat). Nilai tukar yang melemah akan meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Bila hal tersebut terjadi maka ketidakseimbangan perdagangan akan semakin besar, dan berakibat pada menurunnya perdagangan intra-industri. Variabel
EXR2
(nilai
tukar
negara
partner)
secara
signifikan
mempengaruhi perubahan IIT pada taraf nyata lima persen. Koefisien variabel tersebut bernilai -26,33103 yang artinya peningkatan nilai tukar negara partner sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan nilai IIT index sebesar 26,33103 persen. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan nilai tukar negara partner dagang akan menimbulkan peningkatan harga barang impor dan ekspor secara relatif. Saat nilai tukar negara partner mengalami peningkatan (melemah untuk kasus nilai tukar nominal yang digunakan dalam penelitian ini), maka ekspornya ke negara reporter akan meningkat sedangkan impornya menurun. Kondisi ini menimbulkan selisih (perbedaan) antara ekspor dan impor semakin
77
besar sehingga menurunkan nilai IIT index (sesuai dengan rumus IIT index yang dijelaskan pada metode penelitian). Berdasarkan hasil analisis terhadap variabel yang berhubungan dengan nilai tukar tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada negara-negara ASEAN-5 agar terhindar dari kondisi yang fluktuatif. Selain itu perlu juga dilakukan berbagai upaya agar kondisi moneter dalam negeri pada negara-negara ASEAN-5 menjadi kuat dan stabil sehingga tidak mudah terpengaruhi oleh kondisi moneter pada negaranegara mitra, terutama dalam hal perdagangan. Dari sisi produk ICT itu sendiri, signifikansi nilai tukar dan kondisi moneter terhadap IIT produk ICT dapat diantisipasi dengan cara meningkatkan kapabilitas kuantitas penawaran dan spesifikasi produk semaksimal mungkin sehingga produsen domestik mampu memenuhi permintaan pasar terhadap produk ICT baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah hendaknya memberikan fasilitas berupa kemudahan-kemudahan dari sisi regulasi kepada para produsen domestik agar mampu menghasilkan produk yang sedemikian unique dan berkualitas tinggi yang dapat memenuhi permintaan domestik dan standar internasional untuk target pasar luar negeri. Produk yang mempunyai ciri khas dan kualitas yang sesuai dengan permintaan dan selera konsumen tersebut nantinya akan menjadi produk yang inelastis terhadap harga. Jika produk ICT sudah mencapai tahap inelastisitas tersebut maka perubahan harga produk yang terjadi karena fluktuasi nilai tukar dan instabilitas moneter tidak akan mempengaruhi permintaan pasar.
78
Pada hasil estimasi, dapat dilihat bahwa variabel DIST (jarak antar negara) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen IIT pada taraf nyata lima persen. Insignifikansi dari variabel jarak antar negara ini mengindikasikan bahwa pada kenyataannya, jarak bukanlah faktor yang menentukan peningkatan biaya transaksi IIT pada komoditas ICT di ASEAN-5. Artinya komoditas ICT yang dianalisis dalam penelitian ini mempunyai spesifikasi produk yang sedemikian rupa, misalnya produk yang semakin ringan dan bentuknya portable (mudah dipindahkan), sehingga biaya proses pengangkutannya ke negara tujuan perdagangan di kawasan ASEAN-5 tidak terlalu dipengaruhi oleh jarak negara tujuan. Demikian juga dengan variabel DGDPC (perbedaan GDP per capita antar negara), variabel ini tidak signifikan untuk taraf nyata lima persen, maka perubahan variabel ini bisa dikatakan tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai perdagangan intra-industri. Kondisi ini dapat dijelaskan dari sisi tingkat pendapatan per kapita sebagai faktor yang mempengaruhi pola permintaan. Dari hasil estimasi yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa untuk komoditas ICT, perbedaan tingkat pendapatan per kapita tidak menjadi hambatan bagi negaranegara ASEAN-5 untuk melakukan perdagangan intra-industri. Perbedaan tersebut juga tidak mempengaruhi pola permintaan dari negara-negara yang terlibat perdagangan. Artinya tipe selera masyarakat di kawasan ASEAN-5 atas produk-produk ICT tidak tergantung dari besarnya GDP per capita masingmasing negara.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini, hasil identifikasi IIT index dengan menggunakan 20 observasi cross section contoh arus perdagangan di ASEAN-5 untuk komoditas ICT pada tahun 2001-2005, menunjukkan bahwa secara umum perdagangan intraindustri yang terjadi di wilayah tersebut berada pada tingkat yang cukup kuat. Dengan kata lain industri ICT di negara ASEAN-5 cukup terintegrasi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dari seluruh hasil perhitungan IIT index yang berjumlah 100, 38 diantaranya menunjukkan derajat integrasi cukup kuat, 36 IIT index menunjukkan derajat integrasi kuat, 12 nilai IIT index menunjukkan derajat integrasi sedang, 12 lainnya menunjukkan derajat integrasi lemah, sedangkan dua hasil perhitungan tidak dapat ditampilkan karena adanya data arus perdagangan yang tidak dilaporkan. Secara umum perdagangan intra-industri komoditas ICT antara Singapura dengan mitra dagang Thailand berada pada level yang paling kuat, sedangkan perdagangan intra-industri komoditas ICT antara Indonesia dengan mitra dagang Singapura berada pada level yang paling lemah. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan ketergantungan antar perekonomian yang semakin tinggi, khususnya dari segi perdagangan komoditas ICT. Jadi, dapat diinterpretasikan juga bahwa ketersediaan komoditas ICT di negara-negara ASEAN-5 semakin tergantung pada ekspor dan impor intraindustri antara kelima negara tersebut. Implikasi dari kondisi tersebut adalah adanya peluang yang cukup besar untuk melakukan ekspansi ekspor di kawasan
80
ASEAN-5, dan di sisi lain negara-negara ASEAN-5 harus siap untuk menghadapi persaingan dengan komoditas-komoditas ICT hasil impor. Dari hasil penghitungan IIT juga dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai IIT index tergantung pada negara reporter yang melaporkan arus perdagangannya. Salah satu contohnya adalah pada kasus IIT Indonesia-Malaysia dan MalaysiaIndonesia dimana terdapat perbedaan nilai IIT index yang sangat besar antara dua negara reporter yang berbeda. Hal ini bersumber dari adanya ketimpangan yang cukup besar pada data arus perdagangan yang dilaporkan. Ketimpangan tersebut dapat terjadi karena dua hal, yaitu adanya produk-produk ilegal yang tidak tercatat di database resmi masing-masing negara serta sistem pencatatan yang belum teroganisir dan sistem pembaharuan data yang belum dilaksanakan dengan baik. Hal-hal tersebut menyebabkan data arus perdagangan yang tidak aktual dan tidak up to date sehingga tidak representatif. Sementara
itu,
hasil
estimasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perdagangan intra-industri antara negara-negara ASEAN-5 pada periode 20012005 dengan menggunakan metode Panel Data dan model efek tetap (fixed effect model) menunjukkan bahwa pada taraf nyata lima persen terdapat empat variabel yang secara signifikan mempengaruhi tingkat perdagangan intra-industri. Variabel-variabel yang signifikan yaitu rata-rata GDP per capita dua negara, perbedaan GDP antar negara, fluktuasi nilai tukar, dan nilai tukar negara mitra dagang. Di sisi lain, variabel jarak antar negara dan perbedaan GDP per capita antar negara tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IIT di negaranegara tersebut.
81
5.2. Saran Dalam penelitian ini, telah terdeteksi faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perdagangan intra-industri komoditas ICT yang berlangsung di negara ASEAN-5. Dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah yang efektif dalam memfungsikan faktor-faktor tersebut untuk meningkatkan IIT. Langkah
pertama
yang
dapat
disarankan
oleh
penulis
adalah
mengimplementasikan program research and development (R&D) secara intensif dan berkelanjutan agar tercapai diferensiasi produk yang optimal. Langkah kedua yaitu meningkatkan program-program promosi atas produk-produk ICT yang dapat mempengaruhi selera pasar. Dari sisi tenaga kerja, langkah yang dapat diimplementasikan adalah meningkatkan program-program pendidikan dan pelatihan ketenagakerjaan untuk menghasilkan tenaga kerja yang kompeten serta memenuhi kualitas yang diperlukan untuk proses produksi barang-barang yang terdiferensiasi. Langkah selanjutnya adalah mempercepat dan mengoptimalkan implementasi skema kerjasama perdagangan dan perindustrian di bidang industri ICT yang telah ada, seperti program-program yang disusun oleh e-Commerce and ICT Trade Facilitation Working Group. Untuk negara-negara ASEAN-5, khususnya Indonesia yang memiliki kondisi integrasi industri yang paling lemah, hendaknya melakukan upaya-upaya komprehensif untuk meningkatkan IIT. Selain meningkatkan partisipasi dalam memanfaatkan skema kerjasama yang ada di bidang industri ICT, perlu juga dilakukan upaya-upaya dari sisi moneter, yaitu menjaga kestabilan nilai tukar
82
serta memperkuat kondisi moneter dalam negeri. Hal ini dapat dilaksanakan dengan meningkatkan kestabilan politik dan keamanan dalam negeri. Dari sisi produk ICT sendiri, signifikansi nilai tukar dan kondisi moneter dapat diantisipasi dengan cara meningkatkan kapabilitas kuantitas penawaran dan spesifikasi produk sehingga mampu menghasilkan produk yang sedemikian unique dan berkualitas tinggi yang dapat memenuhi permintaan domestik dan standar internasional untuk target pasar luar negeri. Pada akhirnya produk ICT yang mempunyai kualifikasi yang unique dan berkualitas tinggi tersebut menjadi produk yang inelastis terhadap harga, sehingga permintaan pasar terhadap produk tersebut tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar dan instabilitas moneter. Selain itu, mengingat adanya ketimpangan pada data arus perdagangan yang dijadikan dasar penghitungan IIT di ASEAN-5, khususnya ketimpangan terbesar yang terjadi pada negara reporter Indonesia, maka perlu dilakukan beberapa upaya untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan penyebab ketimpangan tersebut. Upaya yang dapat diimplementasikan antara lain peningkatan pengawasan dan penjagaan daerah-daerah lalu lintas barang ekspor dan impor seperti pelabuhan-pelabuhan dan bandar udara, serta memperketat seleksi perekrutan aparat yang menangani arus ekspor-impor barang dan pemberlakuan sanksi yang tegas atas tindakan penyelewengan oknum aparat yang bekerjasama dengan penyelundup. Upaya dari sisi peningkatan reliabilitas database perdagangan, seperti pembaharuan pada proses pengumpulan dan pencatatan data pada masing-masing negara, juga penting dilakukan untuk
83
meningkatkan keakuratan data yang tercatat pada database resmi perdagangan internasional. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah cakupan komoditas ICT yang digunakan hanya meliputi delapan macam produk dengan periode analisis yang terbatas yaitu lima tahun. Untuk penelitian selanjutnya, penulis dapat menyarankan untuk melakukan analisis
tentang perdagangan intra-industri,
khususnya untuk komoditas ICT, dengan menambah cakupan jumlah produk yang diteliti dan periode analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Anisa, D. 2004. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Bilateral Intra-ASEAN [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Areethamsirikul, S. 2006. “The Impact of ASEAN Enlargement Intra-ASEAN Trade: Gravity Mode Approach”. The Indonesian Quarterly, 34(2):176-192. ASEAN ICT Portal. 2005. “About the e-Commerce & ICT Trade Facilitation (WG EC&ITF) Working Group”. [ASEAN CONNECT Online]. http://www.aseanconnect.gov.my/index.php. [6 Februari 2007]. ________________. 2005. “Telecommunications & IT Senior Officials Meeting (TELSOM)”. [ASEAN CONNECT Online]. http://www.aseanconnect.gov.my/index.php. [6 Februari 2007]. Austria, M.S. 2004. “The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors”. Final Main Report, 3/006e: 1-176. Baltagi, B.H. 2005. “Econometric Analysis of Panel Data”. John Wiley & Sons, Ltd, England. Broto, G.S.D. 2006. ”Peran ICT dalam Pembangunan”. http://www.postel.go.id/update/ id/baca_info.asp?id_info=498. [3 Juli 2007]. Comtrade. 2007. “Database”. [Comtrade Online]. http://comtrade.un.org/db/. [Mei 2007]. Dennis, D.J. dan Z.A. Yusof. 2003. “Developing Indicators of ASEAN Integration - A Preliminary Survey for a Roadmap”. Final Report, 02/001: 1-157. Depperin. 2007. “Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional”. [Depperin Online]. www.depperin.go.id. Fink, C., A. Mattoo, dan R. Rathidran. 2000. “Liberalizing Telecommunications: The Asian Experience”. World Bank, 1:28.
Basic
Gujarati , D. 1995. Ekonometrika Dasar. S. Zain [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Halwani, H. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia, Bogor.
85
Haveman, J.D. 2003. “Jon Haveman’s International Trade Data: Useful Gravity Model Data”. http://www.macalester.edu/research/economics/PAGE/HAVEMAN/Trade.Res ources/TradeData.html. [20 Mei 2007]. Head, K. 2003. Gravity for Beginners. University of British Columbia. Canada. Ito, K., dan M. Umemoto. 2004. “Intra-Industry Trade in the ASEAN Region:The Case of the Automotive Industry”. ASEAN Auto Project, 04-8: 1-38. Laboratorium Komputasi. 2005. Pengolahan Data Panel. Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Oktaviani, R. 2000. “The Indonesian Import Demand and Trade Flow of Cotton”. Department of Agricultural Socio-economics Studies, Bogor Agricultural University, Bogor. Ruffin, R.J. 1999. “The Nature and Significance of Intra-industry Trade”. Federal Reserve Bank of Dallas. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. H. Munandar [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Sekretariat ASEAN. 2000. ”e-ASEAN Framework Agreement”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. [3 Mei 2007]. _________________. 2002. ” ASEAN Report to the World Summit on Sustainable Development”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. [3 Mei 2007]. _________________. 2004. ”Roadmap for Integration of e-ASEAN Sector”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. [3 Mei 2007]. _________________. 2006. ”ASEAN Integrated Industrial Zones”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. [6 Februari 2007]. Sembiring, I.R. 2006. Pengaruh Aset Bank Terhadap Efektifitas Kebijakan Moneter: Relevansi Terhadap Konsolidasi Arsitektur Perbankan di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sunenti. 2005. Analisis Aliran Perdagangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Rotan di Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thorpe, M., dan Z. Zhang. 2005. “Study of the Measurement and Determinants of Intra-industry Trade in East Asia”. Asian Economic Journal, 19 (2): 231-247.
86
Umemoto, M. 2004. “Development of Intra-Industry Trade between Korea and Japan:The Case of Automobile Parts Industry”. ASEAN Auto Project, 04-04: 1-29. United Nations. 2007. “The Millennium Development Goals Report”. Department of Economic and Social Affairs, New York. Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley & Sons, Ltd, England. Williams, B.K. dan S.C. Sawyer. 2004. Using Information Technology. Mc Graw Hill, Boston. World Bank. 2000. Trade blocs. Oxford University Press, Inc, New York. World Trade Organization. 2006. “Database”. [WTO Online]. www.wto.org. [5 Juni 2007]. Zorkoczy, P.1988. Teknologi Informasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
LAMPIRAN 1 Data Trade Flow Komoditas ICT antar Negara-negara ASEAN-5 Tahun 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005
Trade Flow Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor
Reporter Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia
Partner Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia
Trade Value(US$) 149.723.548 6.306.010 88.301.025 16.051.960 181.199.277 16.706.356 240.869.072 28.949.323 242.945.250 31.447.260 23.434.756 439.421 11.783.694 14.756.624 17.683.767 3.438.699 27.860.176 2.182.292 29.587.587 2.747.893 1.259.135.015 49.408.079 1.449.373.754 39.099.800 1.407.848.774 46.922.848 1.540.586.878 66.284.565 2.033.219.301 58.350.881 68.648.887 15.702.705 82.073.825 23.021.182 35.758.679 27.538.959 35.852.748 39.899.445 32.000.326 55.120.763 140.476.261 168.428.301 138.880.607 196.093.468 165.880.642 186.712.731 258.547.768 236.546.933 220.373.704 282.723.782
88
2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003
Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor
Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina
Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura
449.659.576 1.356.786.632 543.013.636 2.215.173.140 493.475.991 2.688.773.437 627.144.222 2.235.016.262 570.958.759 2.576.799.711 6.865.173.417 3.097.337.526 7.548.056.329 3.355.958.241 7.502.681.862 3.346.508.087 7.821.929.013 3.681.746.617 8.628.208.513 4.277.997.372 1.041.097.714 690.681.040 1.484.651.804 689.125.131 1.510.558.544 1.004.757.787 1.739.466.987 1.268.013.323 2.046.219.767 1.102.807.115 16.477.752 16.678.365 46.303.927 27.493.964 79.222.821 34.927.616 134.355.693 38.773.645 101.803.936 43.501.181 795.093.252 312.006.739 1.237.557.410 655.626.527 2.032.383.641 615.233.635 1.633.243.971 1.007.777.251 772.133.392 680.473.387 1.770.417.582 766.762.971 272.350.056 430.726.820 1.856.690.425
89
2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005
Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor
Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura
Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand
1.136.910.418 1.972.262.370 1.611.438.930 1.663.947.275 1.494.298.541 1.073.711.735 274.103.901 700.476.132 391.441.731 646.782.614 503.795.117 350.727.573 508.372.395 325.777.092 399.840.665 * * * * 4.257.083.456 1.957.755.820 4.836.116.430 2.560.781.198 4.996.974.922 2.484.413.140 8.426.280.432 9.432.029.603 9.366.333.684 10.231.290.543 9.427.834.617 10.508.700.095 11.267.323.649 12.014.246.814 5.199.909.594 13.251.662.441 760.248.140 1.663.164.350 919.322.218 1.832.829.766 1.088.195.806 1.975.464.936 1.173.634.465 3.222.966.858 1.264.320.304 3.440.375.487 1.679.601.646 1.768.028.069 1.750.136.574 1.828.941.058 1.904.521.670 1.810.849.401 2.377.220.871 2.266.493.232 2.846.143.953 2.386.137.234
90
2001 Ekspor Thailand 2001 Impor Thailand 2002 Ekspor Thailand 2002 Impor Thailand 2003 Ekspor Thailand 2003 Impor Thailand 2004 Ekspor Thailand 2004 Impor Thailand 2005 Ekspor Thailand 2005 Impor Thailand 2001 Ekspor Thailand 2001 Impor Thailand 2002 Ekspor Thailand 2002 Impor Thailand 2003 Ekspor Thailand 2003 Impor Thailand 2004 Ekspor Thailand 2004 Impor Thailand 2005 Ekspor Thailand 2005 Impor Thailand 2001 Ekspor Thailand 2001 Impor Thailand 2002 Ekspor Thailand 2002 Impor Thailand 2003 Ekspor Thailand 2003 Impor Thailand 2004 Ekspor Thailand 2004 Impor Thailand 2005 Ekspor Thailand 2005 Impor Thailand 2001 Ekspor Thailand 2001 Impor Thailand 2002 Ekspor Thailand 2002 Impor Thailand 2003 Ekspor Thailand 2003 Impor Thailand 2004 Ekspor Thailand 2004 Impor Thailand 2005 Ekspor Thailand 2005 Impor Thailand Keterangan: * Data arus perdagangan tidak dilaporkan
Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura
37.227.993 101.140.723 44.941.623 91.465.014 45.463.608 76.528.451 81.112.428 99.000.996 85.318.144 170.281.850 592.395.801 937.719.452 425.736.001 1.047.939.681 653.386.902 1.283.579.590 1.031.010.856 1.512.254.667 871.095.835 1.704.344.244 364.467.937 742.974.502 357.037.067 593.258.959 429.234.279 652.457.516 426.580.589 692.215.747 338.393.988 834.509.968 2.150.246.876 826.948.042 2.202.450.507 754.016.988 2.289.616.293 833.940.831 2.020.133.838 1.071.348.276 1.949.025.721 1.080.569.476
91
LAMPIRAN 2
Data-data Makroekonomi Negara-negara ASEAN-5 Tahun
Negara
GDP (Juta Dolar AS)
2001 2001 2001 2001 2001 2002 2002 2002 2002 2002 2003 2003 2003 2003 2003 2004 2004 2004 2004 2004 2005 2005 2005 2005 2005
Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina
164.805 88.001 85.660 115.595 71.985 204.499 95.266 88.506 126.880 76.648 237.663 103.952 92.726 143.146 79.149 251.647 118.318 107.561 161.721 86.106 280.265 130.654 116.711 176.559 97.685
GDP per capita
Nilai Tukar
(Dolar AS)
(Mata uang domestik /dolar AS)
790 3.689 20.918 1.837 924 969 3.897 21.214 2.000 964 1.113 4.150 22.162 2.238 976 1.159 4.625 25.366 2.519 1.042 1.275 5.001 26.821 2.726 1.160
10.400 3,8 1,85 44,22 51,4 8.940 3,8 1,74 43,15 53,1 8.465 3,8 1,7 39,59 55,57 9.290 3,8 1,63 39,06 56,27 9.830 3,78 1,7 41,1 53,1
92
LAMPIRAN 3
Data Jarak antara Negara-negara ASEAN-5 Reporter Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Singapura Singapura Singapura Singapura Thailand Thailand Thailand Thailand Filipina Filipina Filipina Filipina
Partner Singapura Malaysia Thailand Filipina Indonesia Singapura Thailand Filipina Indonesia Malaysia Thailand Filipina Indonesia Singapura Malaysia Filipina Indonesia Singapura Malaysia Thailand
Jarak (km) 891,63 1.184,026 2.323,135 2.791,118 1.184,026 3.18,466 1.184,676 2.469,847 891,63 318,466 1.435,532 2.397,471 2.323,135 1.435,532 1.184,676 2.211,313 2.791,118 2.397,471 2.469,847 2.211,313
93
LAMPIRAN 4
Hasil Estimasi Fungsi IIT dengan Fixed Effect Model Dependent Variable: IIT? Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 07/14/07 Time: 09:31 Sample: 2001 2005 Included observations: 5 Number of cross-sections used: 19 Total panel (balanced) observations: 95 One-step weighting matrix White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DIST? -1.549415 6.40E+14 -2.42E-15 1.0000 AVEGDPC? 13.06019 3.647651 3.580438 0.0006 DGDP? -1.884473 0.431016 -4.372161 0.0000 DGDPC? -7.488301 5.183451 -1.444655 0.1530 EXRF? -1.783829 0.670152 -2.661829 0.0096 EXR2? -26.33103 9.728668 -2.706540 0.0085 Fixed Effects* _1--C -85.84756 _2--C -38.95853 _3--C 68.56828 _4--C 12.32420 _5--C 236.8989 _6--C -62.98160 _7--C 51.63228 _8--C 37.64883 _9--C -17.78411 _10--C 71.37626 _11--C 44.60727 _12--C 214.3021 _13--C -48.51518 _14--C -16.47149 _15--C 67.78267 _16--C 184.7789 _17--C -27.89775 _18--C -3.824943 _19--C 64.26069 Weighted Statistics R-squared 0.984712 Mean dependent var 104.0228 Adjusted R-squared 0.979470 S.D. dependent var 93.51705 S.E. of regression 13.39943 Sum squared resid 12568.13 F-statistic 187.8601 Durbin-Watson stat 1.945434 Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.789876 Mean dependent var 63.22618 Adjusted R-squared 0.717834 S.D. dependent var 26.44612 S.E. of regression 14.04801 Sum squared resid 13814.25 Durbin-Watson stat 1.944947 Keterangan: *Menunjukkan besarnya intersep untuk setiap individu (pasangan negara)
94 LAMPIRAN 5
Hasil Estimasi Fungsi IIT dengan Random Effect Model Dependent Variable: IIT? Method: GLS (Variance Components) Date: 07/14/07 Time: 09:42 Sample: 2001 2005 Included observations: 5 Number of cross-sections used: 19 Total panel (balanced) observations: 95 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -115.2409 99.15427 -1.162239 0.2483 DIST? 4.188626 8.558147 0.489431 0.6258 AVEGDPC? 14.01904 6.123125 2.289524 0.0244 DGDP? -2.546817 2.701676 -0.942680 0.3484 DGDPC? -5.021391 1.536223 -3.268660 0.0015 EXRF? -3.473958 1.420081 -2.446311 0.0164 EXR2? 5.753097 1.947224 2.954513 0.0040 Random Effects* _1--C -22.71512 _2--C -1.706116 _3--C 24.47548 _4--C -21.98466 _5--C 20.75738 _6--C -12.45927 _7--C 2.977780 _8--C -23.50537 _9--C 5.182795 _10--C 13.93892 _11--C -21.06787 _12--C -0.604513 _13--C -1.971958 _14--C 10.56736 _15--C 5.787552 _16--C -15.79116 _17--C 12.66553 _18--C 15.27688 _19--C 10.17636 GLS Transformed Regression R-squared 0.736861 Mean dependent var 63.22618 Adjusted R-squared 0.718920 S.D. dependent var 26.44612 S.E. of regression 14.02095 Sum squared resid 17299.65 Durbin-Watson stat 1.490986 Unweighted Statistics including Random Effects R-squared 0.777804 Mean dependent var 63.22618 Adjusted R-squared 0.762655 S.D. dependent var 26.44612 S.E. of regression 12.88404 Sum squared resid 14607.88 Durbin-Watson stat 1.765728 Keterangan: *Menunjukkan besarnya intersep untuk setiap individu (pasangan negara)