ANALISIS EMPIRIS KINERJA TRAKSI RODA RAMPING BERSIRIP DI LAHAN BASAH
UBAIDILLAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan Basah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Ubaidillah NIM F151130121
RINGKASAN UBAIDILLAH. Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan Basah. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN. Mekanisasi pertanian di Indonesia umumnya masih terfokus pada proses pengolahan lahan dan proses pasca panen, serta belum berkembang dengan optimal di proses perawatan tanaman. Kegiatan-kegiatan budidaya yang terkait pemeliharaan tanaman seperti aplikasi pupuk atau pestisida dan penyiangan gulma, belum dilakukan secara mekanis penuhdanmasih merupakan kegiatan yang selama ini merupakan kegiatan dengan kebutuhan tenaga kerja yang cukup besar. Pengembangan sebelumnya terkait roda besi bersirip sebagai komponen penghasil traksi masih berfokus pada proses penyiapan lahan dengan sirip bertapak lebar dan tidak sesuai untuk mesin perawatan tanaman. Roda besi bersirip untuk perawatan tanaman harus memiliki lebar sirip yang lebih kecil karena lebar alur tanaman yang terbatas dan meminimalkan kerusakan pada tanaman. Guna perancangan dan pengembangan mesin perawatan tanaman di Indonesia, diperlukan pemahaman lebih dalam tentang performansi traksi dan parameterparameter terkait lainnya terkait roda ramping bersirip dengan lebar sirip terbatas (14 cm) pada lahan sawah berlumpur.Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis empiris performansi traksi dari beberapa kombinasi spesifikasi roda ramping bersirip meliputi variasi jumlah sirip (10, 12 dan 14 buah); sudut pemasangan sirip (30°; 45° dan 60°); dan panjang sirip (8, 12 dan 14 cm). Penelitian dilakukan dengan dua tahapan berurutan, meliputi a) tahap disain roda ramping bersirip yang dilanjutkan dengan proses pabrikasi; b) tahap uji performansi traksi aktual di lahan basah berlumpur dengan traktor tangan. Adapun parameter performansi traksi yang diamati meliputi gaya tarikan, kecepatan maju traktor, torsi roda, kecepatan anguler roda, ketenggelaman roda, slip roda serta efisiensi traksi. Pengujian kinerja traksi dilakukan pada lahan sawah berlumpur dengan lintasan lurus sepanjang ±20m. Selama traktor melintas, diberikan pembebanan oleh perangkat pembebanan yang disambungkan dengan tiga titik gandeng traktor seiring bergerak majunya traktor dan dilakukan perekaman beban yang diberikan. Parameter torsi dan ketenggelaman roda direkam oleh sistem akuisisi data yang dilakukan selama traktor melintas. Adapun parameter jarak tempuh linear dan waktu tempuh linear diukur pada setiap satu putaran penuh roda. Parameter jarak tempuh pada setiap titik pengamatan dimanfaatkan untuk perhitungan parameter kecepatan linear dan slip roda. Parameter waktu tempuh dimanfaatkan untuk perhitungan parameter kecepatan linear dan kecepatan anguler roda, serta sebagai basis sinkronisasi data parameter torsi, gaya tarik traktor, ketenggelaman roda. Hasil parameter amatan disajikan dalam bentuk grafik dan dilakukan analisis matematis. Hasil pengujian mengindikasikan daya tarik maksimum diperoleh pada rentang slip roda sekitar 12-40%, bergantung kombinasi sudut, jarak dan dimensi sirip yang digunakan. Roda bersirip dengan sudut sirip 30° dan jarak antar sirip 30° dengan panjang sirip 12 cm menunjukkan tenaga tarik lebih besar dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Daya tarik dan effisiensi traksi dari roda bersirip ramping lebih kecil dibandingkan dengan roda sangkar konvensional.
Nilai rataan slip roda pada effisiensi traksi maksimum berkisar pada 13-31%, bergantung sudut dan jarak sirip yang digunakan. Nilai rataan ketenggelaman roda sekitar 20 cm untuk semua kombinasi dengan perbedaan yang tidak signifikan. Berdasarkan parameter performansi traksi, roda bersirip ramping dengan dengan sudut sirip 30° dan jarak antar sirip 30° dengan panjang sirip 12 cm direkomendasikan untuk pengembangan lanjutan dari roda ramping bersirip. Kata kunci: lahan sawah, performansi traksi, roda bersirip, sirip ramping
SUMMARY UBAIDILLAH. Empirical Analysis of Narrow Lugged Wheel Tractive Performance. Supervised by WAWAN HERMAWAN and RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN. Mechanization in Indonesian agriculture recently is still on land preparation and post harvest practices but lack on plant cultivation practices, such as weed control and chemical and fertilizer application currently labor intensive. Furthermore, any appropriate machines for paddy production are still facing the mobility problem in muddy paddy field due lack of traction. Previous development of lugged wheel as traction tools still focused on land preparation with wider lug and not suitable for nursery machines. Lugged wheels for postplantingapplication must be have smaller lug width because of limited inter-row plant spacing and also prevent it to cause any damage for crops. In order to design and develop nursery machines in Indonesia, it necessary to get better understanding about narrow lugged wheel tractive performance and related traction behavior with limited lug width (14 cm) on the actual paddy field.The aim of present study was to determine tractive performance of narrow lugged wheel with several design parameters, i.e. lug spacing (10, 12 and 14 of lugs); lug angle (30°; 45° and 60°); and lug length dimension (8, 12 and 14 cm). The research was conducted on two sequential steps, i.e. a) designing and pabrication of narrow lugged wheel; and b) actual tractive performance test of narrow lug wheel on muddy paddy field with hand tractor. The experiment was conducted on an actual paddy field and some tractive performances were determined, i.e. drawbar pull, forward speed, wheel torque, wheel angular speed, wheel sinkage, wheel slip and tractive efficiency. Actual tractive performance test conducted on ±20 m of straight muddy paddy field. As hand tractor move forward, a drought load was applied by adjustable load apparatus that towed to hand tractor hitch. Wheel torque and sinkage was recorded by data acquisition system from start to finish point. Traveling time and distance parameters were measured for each full wheel rotation during the test. Traveling distance parameter for each full wheel rotation was used for linear travel speed and wheel slip calculation input, meanwhile traveling time parameter was used as a time synchronization basis for wheel torque, drawbar pull and wheel sinkage. All wheel tractive performances parameters were showed graphically and mathematically analyzed. The results indicate that tractive power output reached a peak at about 1240% of wheel slip, depending on the combination of lug angle, lug spacing and lug dimension. The lugged wheel with 30° lug angle and 30° lug spacing with 12 cm of lug length dimension showed higher tractive power compared to other combinations. The tractive power output and tractive efficiencies of narrow lugged wheel were lower than that of the conventional wheel. The average wheel slip at the peak tractive efficiency was ranged 13-31%, depending on the combination of lug angle, lug spacing and lug dimension. The average wheel sinkage was about 20 cm for all combinations with insignificant difference in between all combinations. Based on the performance, the narrow lugged wheel
with 30° lug angle and 30° lug spacing with 12 cm of lug length dimension is recommended for further development of narrow lugged wheel. Keywords:lugged wheel, narrow lug, paddy field, tractive performance
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS EMPIRIS KINERJA TRAKSI RODA RAMPING BERSIRIP DI LAHAN BASAH
UBAIDILLAH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis:Dr Lenny Saulia, STP, MSi
Judul Tesis :Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan Basah Nama : Ubaidillah NIM : F151130121
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Wawan Hermawan, MS Ketua
Dr Ir Radite PA Setiawan, MAgr Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertaniandan Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 21 Juni 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga laporan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yangtelah dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah Teramekanik, dengan judul Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan Basah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Wawan Hermawan, MS dan Bapak Dr. Ir. Radite PA Setiawan, M.Agr selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, arahan dan bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan proses penulisan laporan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada (alm)Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya. Ucap terima kasih juga penulis sampaikan pada laboran dan teknisi pada laboratorium di lingkungan Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan IPB, serta rekan dan sahabat di Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2013. Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan nilai tambah pada sektor pertanian di Indonesia sebagaimana yang telah diharapkan. ‘Pengetahuan baru menimbulkan ketidaktahuan baru. Di ujung setiap ilmu pengetahuan adalah kebodohan abadi’
Bogor, Juni 2016 Ubaidillah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 1 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Lahan Basah Kemampuan Dilintasi (Traffic-ability) pada Lahan Basah Roda Besi Bersirip Analisis Traksi Roda Analisis Sirip Aktif dan Gaya Reaksi Tanah
3 3 4 5 11 14
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian Perhitungan Kinerja Traksi Prosedur Pengolahan Data Pemilihan Spesifikasi Roda Terbaik Analisis Sirip Aktif dan Pendugaan Gaya Reaksi Tanah
15 15 16 17 22 23 23 23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah serta Spesfikasi Roda Uji dan Traktor Hubungan Tenaga Tarik serta Beban Terhadap Slip Roda Effisiensi Traksi dan Hubungannya terhadap Beban Spesifikasi Roda Ramping Bersirip Terbaik Ketenggelaman Roda dan Pendugaan Gaya Reaksi Tanah
25 25 29 34 38 39
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
41 41 41
DAFTAR PUSTAKA
42
RIWAYAT HIDUP
52
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan nilai slip lahan yang dilintasi (Sakai et al. 1998) Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang dilintasi (Sakai et al. 1998) Jumlah jari-jari (spoke) yang dibutuhkan berdasarkan diameter roda yang digunakan (Sakai et al. 1987) Kisaran kecepatan maju traktor roda dua yang direkomendasikan pada berbagai operasi (Sakai et al. 1998) Hasil analisis regresi tahanan penetrasi tanah terhadap plat Spesifikasi teknis roda uji dan traktor tangan Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap terhadap tenaga tarik pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap terhadap tenaga tarik pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap terhadap tenaga tarik pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Hasil simulasi dan pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Hasil simulasi dan pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Hasil simulasi dan pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Hasil simulasi matematik gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada berbagai ketenggelaman roda (z)
9 9 10 12 27 27 29 30 31 33 33 33 34 35 35 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ilustrasi hubungan antara traktor dan roda (Sakai et al. 1987) Kurva gerakan sirip tunggal roda (Sakai et al. 1987) Kurva gerakan sirip-sirip roda (Sakai et al. 1987) Ilustrasi sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf) (Sakai et al. 1987) Ilustrasi straight running lug (Sakai et al. 1987) Ilustrasi gaya-gaya yang bekerja pada roda tunggal (Mas et al. 2011) Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah terhadap sirip tunggal aktif (Hermawan et al. 1997, 2000) Skema pengukuran tahanan penetrasi tanah terhadap plat Ilustrasi prosedur pengujian traksi Ilustrasi pemasangan strain gauge pada poros roda Ilustrasi perangkat pengukur ketenggelaman roda
6 6 7 9 10 11 15 17 20 21 21
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Skema sistem akuisisi data parameter torsi dan ketenggelaman roda Ilustrasi perangkat pembebanan Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah Nilai rataan gaya dan tekanan pada masing-masing sudut penekanan dan ukuran plat Roda uji dan siripnya Hubungan tenaga tarik terhadap slip dan slip terhadap beban tarik pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Hubungan tenaga tarik terhadap slip dan slip terhadap beban tarik pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Hubungan tenaga tarik terhadap slip dan slip terhadap beban tarik pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Hubungan effisiensi traksi terhadap beban pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Hubungan effisiensi traksi terhadap beban pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Hubungan effisiensi traksi terhadap beban pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm
22 22 23 26 28 29 30 31 35 36 37
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Data rataan tahanan penetrasi tanah terhadap palat pada berbagai kedalaman dan sudut tekan Data rataan kalibrasi strain gauge dan potensiometer linear Hasil analisis statistik pengaruh faktor perlakuan terhadap tenaga tarik maksimum dan efisiensi traksi Skema rim roda dan dudukan sirip Skema rim roda dan dudukan sirip Skema pemasangan sirip Skema sirip (Contoh: dimensi 14×8 cm)
44 45 46 47 48 49 50
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian terkait performansi traksi roda bersirip di lahan basah berlumpur telah banyak dilakukan sebelumnya, mengingat performansinya yang lebih unggul dan pembuatan yang lebih mudah dan murah jika dibandingkan dengan roda karet (Soekarno dan Salokhe, 2003). Penelitian-penelitian terkait performansi traksi roda bersirip di lahan basah berlumpur umumnya banyak dilakukan secara ex-situ dengan media bak tanah (soil bin), seperti yang dilakukan oleh Wayotha dan Salokhe (2001); dan Soekarno dan Salokhe (2003). Penelitian terkait performansi traksi roda bersirip di lahan basah berlumpur sebelumnya juga dilakukan langsung di lahan (in-situ) sebagaimana yang dilakukan oleh Triratanasirichai et al. (1990). Semua penelitian yang disebutkan sebelumnya menggunakan roda bersirip dengan spesifikasi bertapak lebar. Di Indonesia, pengaplikasian mekanisasi masih terbatas pada penyiapan lahan dan belum berkembang baik pada proses perawatan pasca tanam. Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan alat mekanisasi untuk perawatan pasca tanam yaitu mobilisasi di lahan. Roda traksi yang beredar di kalangan petani umumnya bertapak lebar, sehingga penggunaan roda dengan spesifikasi tersebut kurang sesuai mengingat sela di antara alur tanaman yang umumnya sempit dan justru berpotensi menimbulkan kerusakan fisik pada tanaman yang sedang dibudidayakan. Beberapa solusi yang ditawarkan oleh peneliti sebelumnya terkait permasalahan tersebut adalah menggunakan komponen traksi yang lebar tapaknya disesuaikan dengan jarak sela antaralur tanaman (inter-row space). Kim et al. (2012) menggunakan komponen traksi berupa crawler berbahan karet yang lebar tapaknya telah disesuaikan dengan jarak sela antaralur tanaman pada disain penyiang gulma nirawak untuk tanaman padi di lahan sawah. Choi et al. (2015) menggunakan komponen traksi berupa roda berbentuk ulir yang diameter ulirnya disesuaikan dengan jarak sela antaralur tanaman pada desain robot penyiang yang didesainnya. Solusi yang ditawarkan oleh penelitian ini adalah dengan menggunakan roda ramping bersirip sebagai roda penggerak di lahan berlumpur untuk operasi perawatan tanaman. Roda ramping bersirip (narrow lugged wheels) dengan tapak lebar roda yang terbatas memungkinkan alat mekanisasi untuk melintas diantara alur tanaman padi. Dari permasalahan yang telah dijelaskan, dipandang perlu dilakukan sebuah kajian empiris terkait performansi traksi roda ramping bersirip di lahan berlumpur yang dimaksudkan sebagai salah satu tahapan awal dalam pengembangan alat mekanisasi pertanian untuk proses perawatan tanaman. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah menganalisis performansi traksi dari rodaramping bersirip. Pengkajian ini dimaksudkan sebagai tahapan pengembangan alat mekanisasi terkait proses perawatan tanaman. Kondisi aktual dimana alat mekanisasi perawatan tanaman yang roda traksinya belum sesuai
2 dengan alur pertanaman menjadi kendala yang coba dipecahkan pada penelitian ini. Dengan penelitian ini, didapatkan data kuantitatif empiris terkait kinerja traksi roda ramping bersirip pada berbagai spesifikasi di lahan basah berlumpur. Data kuantitatif yang didapatkan akan menjadi bahan pertimbangan evaluasi dan rekomendasi untuk keperluan perancangan dan penyempurnaan desain roda ramping bersirip di lahan basah berlumpur. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengkaji secara empiris hubungan faktor konfigurasi dan spesifikasi roda ramping bersirip meliputi variasi jumlah sirip, ukuran plat sirip dan sudut sirip terhadap parameter terkait kinerja traksi roda bersirip ramping meliputi tenaga tarik, ketenggelaman roda, slip roda serta efisiensi traksi. Dengan data hasil pengamatan, identifikasi dan komparasi, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kombinasi faktor konfigurasi dan spesifikasi dari roda ramping bersirip dengan kinerja traksi paling optimum untuk digunakan pada pada operasi di sela alur tanaman padi. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi tiga sasaran, meliputi peneliti, pabrikan alat mekanisasi dan petani secara umum. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan keilmuan dalam usaha pengembangan alat mekanisasi pertanian untuk proses perawatan tanaman. Bagi pabrikan produsen alat mekanisasi pertanian, hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan teoritis dalam proses perancangan roda traksi pada alat mekanisasi pertanian untuk proses perawatan tanaman. Serta bagi petani secara umum diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat tidak langsung berupa alat mekanisasi perawatan tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan di Indonesia sehingga mampu meningkatkan efisiensi proses budidaya tanaman padi. Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian dapat mengarah pada tujuan, maka beberapa faktor yang mempengaruhi penelitian dibatasi sebagaimana berikut. 1. Traktor tangan yang merepresentasikan alat mekanisasi pertanian untuk pengujian performansi traksi roda ramping bersirip adalah traktor tangan Yanmar, tipe Bromo DX dengan penggerak motor diesel, satu silinder horizontal 4 langkah, tenaga maksimum 8.5 HP pada 2200 rpm. 2. Lahan yang menjadi objek kajian merupakan lahan laboratorim lapang yang dikondisikan melumpursebagaimana pertanaman padi. 3. Kajian empiris hanya terkait pada kinerja traksi rodaramping bersirip, meliputi tenaga tarik, ketenggelaman roda, slip roda serta efisiensi traksi, dan membatasi ruang lingkup kajian dari pengaruhnya dari sisi agronomis terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi lingkungan selama pengambilan data diasumsikan sesuai dengan kondisi lingkungan dalam metode penelitian.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Lahan Basah Dalam usaha tani masyarakat skala kecil yang umumnya ada di Asia dan Indonesia khususnya, lahan usaha tani dibedakan menjadi dua, yaitu lahan kering dan lahan basah. Kondisi inilah yang menyebabkan traktor tangan dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu jenis traktor tangan untuk digunakan pada lahan kering dan jenis lainnya yaitu traktor tangan untuk digunakan pada lahan sawah dan tanah kering (Sakai et al. 1998). Lahan untuk pertanaman tanaman padi umumnya dikondisikan dalam kondisi melumpur. Proses pelumpuran umumnya diasosiasikan dengan kegiatan pengecilan atau penghancuran agregat tanah hingga pertikel terkecil. Sharma dan De Datta (1985) mendefinisikan proses pelumpuran sebagai reduksi mekanis terhadap volume spesifik tanah (apparent specific volume of soil). Petani umumnya melakukan proses pelumpuran dengan cara mengairi lahan hingga lahan melunak untuk proses penanaman padi dan dapat menahan air. Kondisi lahan yang melumpur dapat menghambat pertumbuhan gulma dan mengurangi tingkat perkolasi yang menyebabkan kehilangan nutrisi. Terkait dengan permukaan yang lunak, ada syarat yang harus dipenuhi terkait performa mesin pertanian di lintasan berlumpur. Syarat tersebut yaitu lahan persawahan perlu membentuk dan mempertahankan lapisan kedap yang optimum (Sakai et al. 1998). Operasi pelumpuran pada lahan dapat menyebabkan pemadatan tanah, peningkatan densitas tanah (bulk density) serta tahanan penetrasi tanah pada lapisan sub-soil yang dapat menyebabkan penurunan kemampuan permeabilitas serta mengurangi kehilangan air (Verma dan Dewangan 2006). Dengan operasi pelumpuran yang teratur selama bertahun-tahun pada lahan yang sama, operasi pelumpuran akan mengakibatkan terbentuknya lapisan keras (hardpan) yang cukup kuat pada bagian bawah kedalaman lapisan lumpur. Lapisan keras (hardpan) yang terbentuk menghalangi adanya kehilangan air dan menunjang lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi. Secara umum di lahan basah berlumpur, kedalaman olah yang cukup untuk operasi pelumpuran berkisar antara 10-15 cm (Salokhe dan Ramalingam 2001). Penelitian sebelumnya terkait lapisan keras (hardpan) ini juga menyebutkan bahwa traktor dalam praktek budidaya pertanian pada beberapa situasi memiliki pengaruh terhadap peningkatan kedalaman lapisan keras (hardpan). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kuether dalam Keen et al. (2013) guna mempelajari pengaruh jangka panjang mekanisasi pengolahan lahan terhadap kemampuan lahan dalam mendukung mobilitas mesin-mesin pertanian. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa penggunaan traktor roda empat sangat mempengaruhi kedalaman lapisan keras (hardpan). Penelitian tersebut juga mengkonfirmasi bahwa peningkatan kedalaman lapisan keras (hardpan) disebabkan penggunaan traktor beroda, serta masalah seperti terjebaknya traktor di lahan disebabkan kedalaman lapisan keras (hardpan) yang lebih dari 30 cm. Penelitian yang sama juga berkesimpulan bahwa penggunaan traktor tangan yang lebih ringan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan kedalaman lapisan keras (hardpan). Selain pemadatan yang disebabkan oleh
4 melintasnya traktor, Shrestha dalam Keen et al. (2013) juga menyebutkan bahwa perubahan kedalaman lapisan keras (hardpan) pada lahan basah yang direpresentasikan oleh nilai cone index tanah juga mengalami perubahan seiring dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia sendiri menyebutkan bahwa lahan pertanaman padi di Indonesia umumnya tak terkonsolidasi atau tak memiliki lapisan keras (hardpan) ataupun lapisan keras (hardpan)-nya terlalu dalam. Kondisi tak terkonsolidasi inilah yang menyebabkan alat dan mesin mekanis, terutama untuk perawatan tanaman, memiliki kesulitan mobilisasi di lahan berlumpur (Setiawan et al. 2013). Alat dan mesin mekanisasi yang terkait perawatan tanaman, seperti penyiang dan aplikator pupuk maupun pestisida mekanis untuk tanaman padi, oleh karena alasan tersebut, menjadi jarang digunakan. Kemampuan Dilintasi (Traffic-ability) pada Lahan Basah Kemampuan suatu alat maupun kendaraan untuk melintasi suatu lintasan bergantung pada kondisi lintasan, yaitu tanah. Pada tanah yang lunak dan berkadar air tinggi, alat maupun kendaraan umumnya mengalami kesuitan bergerak. Kesulian tersebut disebabkan pada masalah kemampuan dilintasi (traffic-ability) tanah tersebut. Kesulitan ini umumnya lebih sering dijumpai pada alat maupun kendaraan dengan penggerak roda jika dibandingkan dengan berpenggerak tipe track (Mikulic 2013). Secara umum menurut Mikulic (2013), indikator dari kemampuan dilintasi (traffic-ability) dari tanah lunak adalah tekanan oleh gaya normal (nominal ground pressure), rataan tekanan maksimum (mean maximum pressure), indeks kerucut tanah (soil cone index), ketenggelaman roda (sinkage) dan indeks kerucut kendaraan (vehicle cone index). Pada beberapa penelitian yang berfokus pada kemampuan dilintasi (trafficability) pada lahan basah seperti lahan untuk pertanaman padi, indikator yang paling dominan adalah indeks kerucut tanah (soil cone index) (Salokhe dan Ghazali 1992). Kokobun (1970) menyatakan bahwa untuk traktor roda dua dapat dioperasikan pada lahan dengan kisaran indeks kerucut tanah (soil cone index) 196-284 kPa pada kedalaman 20 cm. Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa besaran indeks kerucut tanah (soil cone index) untuk lapisan keras (hardpan) pada lahan basah berlumpur adalah 492 kPa (Keen et al. 2013). Kekerasan dari permukaan lahan basah pertanaman padi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lokasi daerah, intensitas curah hujan, drainase dan lain-lain. Nilai indeks kerucut tanah (soil cone index) bervariasi untuk masingmasing kedalaman dan musim, serta besarnya tidak konstan untuk masing-masing fase budidaya tanaman padi. Perubahan nilai indeks kerucut tanah (soil cone index) umumnya relatif kecil pada kedalaman lebih besar dari 25 cm dan mengalami perubahan cukup besar pada kedalaman yang lebih dangkal (Tanaka 1984). Tanaka (1984) juga menyebutkan, dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa metode menggunakan indeks kerucut tanah (soil cone index) dapat digunakan sebagai perangkat prediksi dan penunjang pengambilan keputusan tentang kemampuan mobilitas mesin dan alat pertanian di atas permukaan berlumpur seperti lahan pertanaman padi.
5 Roda Besi Bersirip Roda merupakan salah satu bagian penting pada alat mekanisasi pertanian seperti traktor roda dua. Bagian-bagian traktor roda dua menurut Sakai et al. (1998) terdiri atas 1) motor; 2) dudukan motor dengan titik gandeng; 3) rumah gigi transmisi; 4) kemudi dengan tuas kontrol; dan 5) roda. Roda traktor roda dua umumnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu roda ban karet dan roda besi bersirip atau juga disebut roda sangkar. Pada lahan basah pertanaman padi, terutama pada lahan di Asia, traktor roda dua maupun alat mesin pertanian lainnya umumnya menggunakan roda besi bersirip. Roda besi bersirip pada lahan basah setidaknya memiliki dua fungsi, yaitu menghasilkan gaya dorong (thrust) untuk bergerak maju dan fungsi kedua yaitu menyokong bobot traktor roda dua maupun alat mesin pertanian. (Wang et al. 1993). Penelitian terkait roda besi bersirip telah banyak dilakukan sebelumnya, baik yang terkait dengan proses perancangan maupun penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan performansi traksinya. Terkait dengan proses perancangan, roda besi bersirip memiliki beberapa bagian utama, diantaranya sirip, rim, jari-jari dan flens. Sirip merupakan salah satu bagian yang selama ini banyak mendapat banyak perhatian dari peneliti, karena bagian inilah yang menghasilkan traksi pada saat roda bergerak. Terkait konfigurasi sirip pada roda, seperti bentuk sirip, jumlah sirip, sudut sirip dan dimensi sirip telah banyak diteliti untuk menghasilkan performansi traksi yang optimal. Lebih jauh, Sakai et al. (1987) memberikan panduan teoritis dan matematis dalam proses perancangan roda besi bersirip untuk pengolahan lahan dengan traktor tangan yang awalnya pendekatan teoritisnya dibangun untuk roda ber-rim tunggal. Terkait dengan proses perancangan roda bersirip pada traktor roda dua, salah satu parameter yang ditentukan terlebih dahulu adalah lebar penghubung rangka roda (hub framework width/Hh) sebagaimana tampak pada ilustrasi pada Gambar 1. Besarnya lebar penghubung rangka roda (Hh) dapat ditentukan dengan pertimbangan struktur mekanika dan dimensi dari poros traktor. Berdasarkan Gambar 1, besarnya lebar penghubung rangka roda (Hh) dapat dirumuskan sebagaimana berikut. Bilamana poros roda dilengkapi dengan perangkat tambahan seperti wheel-boss, maka jarak yang dibentuk oleh perangkat tersebut juga ikut diperhitungkan di dalam kompenen Hb.
Hh
L' H b Lw 2
(1)
Setelah dimensi dari rangka roda telah ditentukan, parameter lainnya yang tak kalah penting adalah menentukan konfigurasi dan dimensi dari sirip. Sirip pada roda besi bersirip menurut konsep dan teori yang dikembangkan oleh Sakai et al. (1987) memiliki peranan yang cukup vital dalam menghasilkan traksi, sehingga berapa jumlah sirip yang harus ada pada sebuah roda besi traktor roda dua menjadi bahasan tersendiri.
6
Gambar 1 Ilustrasi hubungan antara traktor dan roda (Sakai et al. 1987) Sakai et al. (1987) menyatakan bahwa jumlah sirip minimum yang harus ada pada roda besi bersirip dapat didekati secara matematis dengan melibatkan beberapa parameter, meliputi kecepatan maju traktor (v); kecepaan anguler roda (ω); banyaknya rotasi per menit dari roda (n); jari-jari roda (r1) serta waktu (t). Dengan menggunakan hubungan matematis ini, seluruh titik pada sebuah roda berputar pergerakannya dapat disimulasikan posisinya dengan mengasumsikan bahwa gerakan yang dibentuk berbentuk kurva trochoid atau cycloidsebagaimana tampak pada Gambar 2. Posisi koordinat (x,y) dari sebuah titik pada roda dirumuskan sebagaimana berikut. x vt r1 sin t (2)
y r1 1 cos t
(3)
Gambar 2 Kurva gerakan sirip tunggal roda (Sakai et al. 1987) Kecepatan anguler roda (ω) dapat didekati dengan persamaan berikut yang digunakan untuk menganalisa pergerakan dari roda.
2 n n 60 30
(4)
7 Dari Gambar 2 diketahui bahwa rentang posisi diantara titik A hingga B merupakan posisi paling efektif bagi sirip untuk menghasilkan traksi. Sehingga analisis teoritis lanjutan untuk menghitung berapa jumlah sirip yang harus ada pada sebuah roda besi bersirip dapat dilakukan berdasarkan sebuah pemahaman bahwa sirip berikutnya (following lug) harus memulai fungsi traksinya sebelum sirip aktif (operating lug) melintasi batas akhir posisi efektifnya. Sebagai ilustrasi, Gambar 3 menunjukkan bahwa sirip berikutnya (following lug) harus sudah sampai pada titik A’ sebelum sirip aktif (operating lug) berada pada titik B. Dengan demikian, sirip berikutnya (following lug) harus sudah ada pada rentang posisi A’ hingga B’, atau sekurang-kurangnya pada posisi A’, saat sirip aktif (operating lug) mencapai titik B.
Gambar 3 Kurva gerakan sirip-sirip roda (Sakai et al. 1987) Dengan pemahaman yang telah dijelaskan, sudut putar roda (ϕ) pada waktu (t) (sekon) dapat dirumuskan sebagaimana berikut.
t
2 n t 60
(5)
Sudut yang dibentuk antara dua sirip terhadap titik pusat roda (θp) dirumuskan sebagaimana berikut dengan N merupakan jumlah minimum sirip yang ada pada sebuah roda.
p
2 N
(6)
Oleh karena sirip berikutnya (following lug) setidaknya harus mencapai titik A’ sebelum sirip aktif (operating lug) mencapai titik B, maka sudut ϕ harus sama dengan atau lebih besar dari sudut θp. Dengan demikian, berdasarkan Persamaan 5 dan 6, nilai sudut ϕ harus memenuhi aturan sebagaimana berikut.
2 N
(7)
Sehingga jumlah minimal sirip yang harus ada pada sebuah roda besi bersirip dapat diformulasikan sebagaimana berikut jika besarnya putaran roda per menit (n) dan waktu (t) diketahui.
8
N
60 nt
(8)
Waktu t pada Persamaan 8 adalah waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan sirip dari titik A menuju titik B yang akan diketahui pada tahapan selanjutnya. Dengan mengubah Persamaan 2 dan 3 ke dalam bentuk persamaan diferensial posisi terhadap waktu yang dituliskan sebagaimana berikut.
r sin t dy dy / dt 1 dx dx / dt v r1 cos t
(9)
Pada posisi titik A, koefisien diferensial menjadi tak hingga sehingga nilai penyebut dx/dt seharusnya bernilai nol. Sehingga nilai t pada Persamaan 8 dirumuskan sebagaimana berikut.
t
v cos 1 r1 1
(10)
Nilai waktu t pada Persamaan 10 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan ujung sirip dari titik O hingga titik C’, bukannya dari titik O hingga titik A (Lihat ilustrasi pada Gambar 2). Waktu t dari titik O hingga titik C’ inilah yang digunakan sebagai acuan waktu t dari titik O hingga titik A karena kesamaan bentuk kurva dan diasumsikan sama. Kecepatan anguler (ω) pada Persamaan 10 dapat diketahui dengan Persamaan 4. Kedua persamaan tersebut dapat disubstitusikan ke dalam Persamaan 8, sehingga jumlah minimum sirip yang harus ada pada roda besi bersirip dapat dirumuskan sebagaimana berikut.
N
2 30v cos 1 nr1
(11)
Salah satu faktor penting yang juga harus dipertimbangkan dalam perancangan roda besi bersirip adalah slip roda. Slip roda umum terjadi antara permukaan lintasan dengan roda. Slip roda didefinisikan sebagai travel reduction (Sakai et al. 1987) yang dirumuskan secara matematis sebagaimana berikut.
S
r1 v atau v r1 1 S r1
(12)
Dengan mensubstitusikan nilai ω pada Persamaan 4 ke dalam Persamaan 12, dan untuk selanjutnya mensubstitusikan nilai v pada Persamaan 12 ke dalam Persamaan 11, maka didapatkan persamaan akhir sebagaimana berikut.
N
2 cos 1 S 1
(13)
Lebih lanjut Sakai et al. (1987) mencoba mengkalkulasi pada beberapa nilai slip roda dalam rentang 0.05-0.25. Hasil kalkulasi tersebut sebagaimana tampak pada Tabel 1 berikut. Selain dapat ditinjau dari sisi perancanaan, pada refrensi yang muncul belakangan, Sakai et al. (1998) memberikan pendekatan empiris terkait jumlah sirip pada roda besi bersirip berdasarkan kondisi lahan yang dilintasi. Pendekatan empiris tersebut terangkum pada Tabel 2.
9 Tabel 1 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdaarkan nilai slip lahan yang dilintasi (Sakai et al. 1998) Slip 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
Jumlah Sirip 20 14 12 10 9
Tabel 2 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang dilintasi (Sakai et al. 1998) Kondisi Lahan Rawa-rawa Berlumpur Sawah Kering (pegunungan)
Jumlah sirip 6 6–8 8 – 12 8 – 14
Setelah tahapan terkait perancangan dan konfigurasi sirip, tahapan lanjutan yang tak kalah pentingnya adalah pemasangan sirip pada rim roda. Terkait hal ini faktor yang cukup signifikan adalah sudut pemasangan atau dalam hal ini Sakai et al. (1987) menggunakan terminologi lug installing angle. Parameter ini menjadi cukup signifikan saat roda dioperasikan pada lahan berlumpur di mana peran sirip sebagai penghasil traksi dan kemampuan mengapung (floating performance) dituntut untuk optimal. Guna mengoptimalkan kedua kemampuan sirip tersebut, terutama kemampuan mengapung (floating performance), usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membuat permukaan sirip hampir paralel atau sebidang saat bergerak dan kontak dengan permukaan tanah sebagaimana tampak pada Gambar 4. Sudut ini menurut Sakai et al. (1987) didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk antara arah radial roda dan permukaan depan sirip pada titik pertemuan lingkaran luar rim roda.
Gambar 4 Ilustrasi sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf)(Sakai et al. 1987) Sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf) menurut Sakai et al. (1987) dapat diketahui dengan analisis geometri sebagaimana berikut, dimana H L adalah tinggi sirip arah radial yang diukur dari ujung sirip ke pangkal sirip pada rim roda.
10
f sin 1
r1 H r1 H L
(14)
Sakai et al. (1987) juga menyatakan bahwa sudut pemasangan sirip (lug installing angle) yang lebih besar dari hasil perhitungan dengan menggunakan Persamaan 14 harus dihindari. Hal ini dikarenakan sudut sudut pemasangan sirip (lug installing angle) yang lebih besar justru akan menyebabkan gaya traksi negatif oleh tanah. Adapun straight running lug adalah sirip yang umumnya diposisikan di belakang forward lug yang langsung dipasang melekat pada rim roda sebagaimana tampak pada Gambar 5. Fungsi utama dari straight running lug adalah untuk mencegah roda tergelincir ke samping sekaligus untuk memperkuat forward lug. Parameter utama dalam proses perancangan sirip jenis ini adalah penentuan tinggi sirip (HS). Masih menurut Sakai et al. (1987), beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan kesimpulan bahwa tinggi sirip straight running lug yang terlalu tinggi akan menyebabkan peningkatan slip roda, terutama pada lahan yang keras. Sehingga tingginya straight running lug umumnya 1-2 cm untuk tanah keras sama dengan ketenggelaman roda.
Gambar 5 Ilustrasi straight running lug (Sakai et al. 1987) Bagian lain dari roda yang harus dipertimbangkan dalam proses desain adalah jari-jari roda, atau dalam terminologi yang dipakai oleh Sakai et al. (1987) disebut spoke. Terkait dengan bagian ini, parameter penting yang dipertimbangkan yaitu jumlah jari-jari atau spoke yang ada pada roda. Oleh karena bagian ini cukup penting yang berfungsi sebagai penghubung rim dengan hub plate yang akan dipasang langsung pada poros traktor. Jumlah kebutuhan jarijari atau spoke pada roda ini, masih menurut Sakai et al. (1987), bergantung dari seberapa besar diameter roda dan ukuran serta kualitas dari jari-jari atau spoke itu sendiri. Jika ukuran dan kualitas jari-jari dari roda sama dengan ukuran dan kualitas rim roda, jumlah dari jari-jari dari roda berdasarkan ukuran diameter roda sebagaimana tampak pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah jari-jari (spoke) yang dibutuhkan berdasarkan diameter roda yang digunakan (Sakai et al. 1987) Ukuran roda Kecil Normal (Φ 550-650) Besar
Jumlah jari-jari 3 4–6 8
11 Analisis Traksi Roda Analisis traksi roda dapat dilakukan misalnya dengan mempelajari fenomena yang terjadi pada sebuah roda tunggal berikut dengan kecepatan dan gaya-gaya yang berlaku pada roda tunggal tersebut. Mas et al. (2011) memberikan ilustrasi yang cukup menggambarkan hubungan antara parameter-parameter tersebut sebagaimana tampak pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6 Ilustrasi gaya-gaya yang bekerja pada roda tunggal(Mas et al. 2011) Sebagaimana tampak pada Gambar 6, Wd merupakan representasi dari gaya normal yang ditimbulkan oleh beban dinamis dari traktor yang mengarah ke bawah melalui poros roda. Gaya ini ditopang dengan sama besarnya oleh gaya vertikal (Rv) sebagai gaya reaksi dari permukaan lintasan terhadap gaya aksi Wd. Roda yang bergerak berputar, gaya traksi kotor atau gross traction force (GT) dihasilkan oleh torsi (T) yang diberikan pada roda. Tahanan gerak pada roda atau motion resistance (MR) didefinisikan kehilangan gaya oleh karena terjadinya deformasi pada lintasan dan roda. Adapun gaya traksi bersih atau net traction force (NT) adalah gaya yang bisa dimanfaatkan oleh roda untuk mampu bergerak maju dan menarik implemen. Gaya reaksi permukaan dilambangkan dengan R, sedangkan ω dan v berturut-turut adalah kecepatan anguler dan kecepatan maju roda (Mas et al. 2011). Kecepatan Maju (Forward Speed) Kecepatan maju traktor merupakan salah satu parameter dasar dalam mengetahui performansi traksi dari roda. Dengan parameter ini, parameterparameter lain terkait performansi traksi dapat diketahui dengan pendekatan matematis. Sakai et al. (1998) menyatakan bahwa kecepatan maju traktor pada operasi pengolahan lahan pertanian berkisar antara 0.25-1.2 m/s. Lebih lanjut, beberapa operasi pengolahan lahan dengan berbagai implemen pengolah dengan kecepatan maju traktor roda dua yang direkomendasikan sebagaimana tampak pada Tabel 4 berikut.
12 Tabel 4 Kisaran kecepatan maju traktor roda dua yang direkomendasikan pada berbagai operasi (Sakai et al. 1998) Jenis operasi Pengolahan tanah dengan rotary Berbagai kerja lapang*) Membajak Transportasi**)
Kecepatan traktor cm/s km/jam 25-50 0.9-1.8 50-70 1.8-2.5 70-120 2.5-4.3 15 / 20 / 30
Catatan: *) melumpur, menyiang, menanam, membabat, dan sebagainya **) UU lalu lintas menentukan kecepatan legal. Kecepatan maksimum mungkin ditentukan oleh kebiasaan lokal.
Guna mengetahui nilai dari kecepatan maju traktor roda dua yang bekerja di lapang, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, baik langsung maupun tak langsung. Pranav et al. (2010) mengembangkan sebuah instrumen digital untuk mengukur slip roda traktor yang sejatinya merupakan alat ukur kecepatan maju traktor. Macmillan (2002) merumuskan kecepatan maju ideal atau tanpa slip roda dari suatu traktor sebagaimana berikut, dengan D adalah diameter roda; Nw adalah kecepatan putaran roda; dan q adalah rasio transmisi keseluruhan dari traktor. Adapun q adalah hasil pembagian antara kecepatan putar mesin (Ne) dan kecepatan putar roda (Nw).
v0 DN w D
Ne q
(15)
Salah satu metode yang umum dilakukan adalah dengan pendekatan konvensional, dimana traktor tangan dilalukan pada sebuah lintasan dengan jarak tertentu (s) yang telah diketahui sebelumnya dan diukur waktu tempuhnya (t). Sehingga nilai kecepatan maju traktor (v) dapat dirumuskan sebagaimana berikut. Metode konvensional inilah yang dilakukan oleh Pranav et al. (2010) untuk menghitung kecepatan maju traktor aktual dalam rangka proses validasi alat ukur digital yang dikembangkannya.
v
s t
(16)
Gaya Tarik (Drawbar Pull) dan Tenaga Tarik (Drawbar Power) Gaya tarik atau drawbar pull pada traktor roda dua merupakan salah satu yang dihasilkan oleh roda traktor roda dua sebagai penghasil traksi (Sakai et al. 1998). Gaya tarik inilah yang bila dipadukan dengan parameter kecepatan maju traktor, akan menghasilkan parameter lainnya berupa tenaga tarik atau drawbar power. Gaya ini muncul sebagai sebuah gaya reaksi yang muncul oleh tanah terhadap roda oleh karena adanya gaya aksi yang diberikan oleh roda (Lal dan Shukla, 2004). Penelitian sebelumnya terkait traktor roda dua dengan roda besi bersirip pada lahan basah dengan tekstur debu-liat-berpasir telah dilakukan oleh Triratanasirichai et al. (1990). Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa gaya tarik dari traktor roda bergantung dari konfigurasi roda dan traktor. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa kondisi lintasan yang dilewati berpengaruh terhadap
13 tenaga tarik, bergantung dari slip roda yang terjadi antara permukaan roda dan lintasan. Secara teoritis, gaya tarik atau drawbar pull didefinisikan sebagaimana berikut, dengan asumsi bahwa tak ada gaya horizontal lain yang mempengaruhi, seperti tahanan gelinding (rolling resistance) serta gaya aksi oleh roda sama dengan gaya reaksi oleh tanah. Dimana dengan D adalah diameter roda; Te adalah torsi motor/enjin; dan q adalah rasio transmisi keseluruhan dari traktor. (Macmillan, 2002)
P
2qTe D
(17)
Macmillan (2002) juga merumuskan bahwa tenaga tarik atau drawbar power (Qd) merupakan hasil perkalian antara gaya tarik (drawbar pull/P) dan kecepatan maju traktor (forward speed/v). Sehingga dengan mensubstitusikan Persamaan 17 dan 15, maka tenaga tarik atau drawbar power didekati dengan persamaan berikut.
Qd P v
2qTe DN e D q
(18)
Torsi Roda (Wheel Torque) Torsi roda merupakan masukan atau input gaya yang disalurkan terhadap roda guna menghasilkan gaya traksi kotor atau gross tractive force (Mas et al. 2011). Torsi yang disalurkan pada roda berasal dari torsi mesin yang melewati sistem transmisi. Besarnya torsi pada roda dapat didekati dengan menggunakan pendekatan matematis. Macmillan (2002) merumuskan torsi roda (Tw) dapat diketahui dengan persamaan berikut, dengan q adalah rasio transmisi keseluruhan dari traktor dan Te adalah torsi pada motor/enjin. Tw q Te (19) Terkait dengan pengukuran torsi roda pada traktor roda dua, Triratanasirichai et al. (1990) telah melakukan pengukuran dengan menggunakan instrumen ukur berupa transduser strain gauge yang ditempatkan pada poros roda. Slip Roda (Wheel Slip) Roda yang mampu menghasilkan gaya traksi pada permukaan lintasan yang lunak atau tidak rigid, seperti tanah yang mampu tergeser oleh gaya pada roda roda tersebut. Geseran pada tanah inilah yang mengakibatkan adanya slip pada roda (Mas et al. 2011). Besarnya slip roda menurut Mas et al. (2011) secara teoritis dapat didekati dengan Persamaan 20, dimana lt merupakan kecepatan maju teoritis. Kecepatan maju teoritis adalah dimana gerak berputar dari roda ditransformasikan secara sempurna menjadi gerak maju traktor, sedangkan la adalah kecepatan aktual. Nilai 100% slip roda berarti bahwa kecepatan aktual bernilai 0 dan roda traksi berputar tanpa adanya gerak maju.
l l S 100 t a lt
(20)
Macmillan (2002) lebih jauh menyatakan bahwa setidaknya ada tiga metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mencari nilai slip roda. Ketiga metode tersebut meliputi 1) pengukuran jarak tempuh dengan putaran roda yang telah ditentukan; 2) perhitungan putaran roda dengan jarak tempuh yang telah
14 ditentukan; dan 3) penggunaan roda tambahan yang diasumsikan tak mengalami slip. Ketiga metode pendekatan yang berbeda tersebut tentu saja memiliki persamaan masing-masing dalam menentukan besaran slip roda. Penelitian sebelumya terkait pengukuran slip roda oleh Triratanasirichai et al. (1990) menggunakan metode ketiga, yaitu menggunakan perangkat yang berfungsi seperti roda tambahan. Ketenggelaman Roda (Wheel Sinkage) Ketenggelaman roda adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat deformasi oleh karena gaya dari luar, yang dalam hal ini gaya traksi oleh roda. Macmillan (2002) meyatakan bahwa saat roda berputar melintasi permukaan lintasan yang lunak, kondisi tersebut menyebabkan pemadatan pada lintasan yang dalam hal ini adalah tanah. Pendekatan paling sederhana dalam memprediksi tahanan guling (rolling resistance) dari sebuah roda adalah dengan mengasumsikan roda yang berputar sebagai sebuah plat yang terus-menerus ditekan pada tanah hingga mencapai kedalaman yang sama dengan yang disebabkan melintasnya roda. Dengan demikian, semakin besar ketenggelaman roda tentu saja meningkatkan tahanan guling (rolling resistance). Efisiensi Traksi (Tractive Efficiency) Efisiensi traksi merupakan representasi dari performansi traksi dari sebuah roda pada sebuah lintasan. Efisiensi traksi merupakan rasio perbandingan dari tenaga tarik (drawbar power) yang dihasilkan oleh roda terhadap tenaga masukan pada roda. Untuk mengetahui besarnya tenaga masukan pada roda membutuhkan parameter seperti torsi roda dan kecepatan anguler roda. Efisiensi traksi merupakan suatu parameter yang cukup berguna untuk menilai performansi dari suatu roda ataupun alat traksi, namun tidak dapat mencerminkan performansi traktor secara keseluruhan (Mas et al. 2011). Penelitian sebelumya terkait pengujian efisiensi traksi roda besi bersirip oleh Triratanasirichai et al. (1990) merumuskan efisiensi traksi sebagaimana berikut, dimana P adalah gaya tarik (drawbar pull) dalam Newton; v adalah kecepatan maju traktor dalam m/s; T adalah torsi masukan pada roda dalam Nm; dan ω adalah kecepatan anguler roda dalam rad/s.
Pv 100 T
(21)
Analisis Sirip Aktif dan Gaya Reaksi Tanah Sebagaimana dijelaskan sebelumnya oleh Sakai et al. (1987), sirip pada roda tidak semuanya berperan di saat yang bersamaan.Berdasarkan Gambar 3 terkait gerakan sirip-sirip roda, Sakai et al. (1987) berpendapat bahwa sirip-sirip yang aktif menghasilkan traksi, yang juga sekaligus menghasilkan gaya angkat (lift force), adalah sirip-sirip mengalami kontak langsung dengan lapisan lumpur di lintasan. Sementara itu, sirip lainnya yang tidak mengalami kontak langsung dengan lapisan lumpur di lintasan tidak berperan menghasilkan traksi maupun gaya angkat (lift force). Hermawan et al. (1997) memberikan sebuah pendekatan teoritis terkait gaya-gaya reaksi tanah yang bekerja pada sebuah sirip tunggal saat aktif berperan
15 menghasilkan traksi. Dari pendekatan tersebut, sedikitnya ada 3 gaya reaksi tanah yang bekerja pada sebuah sirip saat aktif menghasilkan traksi. Gaya-gaya tersebut meliputi Fn (komponen gaya normal), Ft (komponen gaya tangensial), dan Fr (gaya resultan) yang merupakan paduan dari dua komponen gaya sebelumnya. Pada pengembangan lanjutan, Hermawan et al. (2000) memberikan komponen Fp (gaya tarik) dan Fl (gaya angkat) yang nilainya dapat diketahui dengan memanfaatkan nilai-nilai Fn (komponen gaya normal) dan Ft (komponen gaya tangensial).
Gambar 7 Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah terhadap sirip tunggal aktif(Hermawan et al. 1997, 2000) Cebro (2006) menggunakan analisis semi-empiris dengan memanfaatkan nilai tahanan penetrasi tanah terhadap plat pada berbagai sudut penekanan dan ketenggelaman (sinkage) guna menduga gaya angkat (lift force) dan gaya tarik (pull force) yang mampu dihasilkan oleh masing-masing sirip aktif pada setiap tingkat ketenggelaman.Pendugaan semi-empiris ini dimula dengan menentukan berapa jumlah sirip aktif saat sebuah roda bersirip melintas pada lintasan berlumpur yang dipengaruhi oleh ketenggelaman masing-masing sirip.
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Januari 2016. Adapun pelaksanaannya, terkait pengumpulan data input desain dan pengujian traksi rodaramping bersirip hasil desain, dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Proses desain dan perancangan roda ramping bersirip dilakukan di Bengkel Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Proses penelitian ini meliputi beberapa tahapan, meliputi sebagaimana berikut.
16
Tahapan pengumpulan data sifat fisik tanah dan input desain; Tahapan desain roda ramping bersirip; Tahapan pembuatan roda uji ramping bersirip; Tahapan uji performansi traksi. Alat dan Bahan
Dalam pelaksanaan penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan, meliputi proses desain dan perancangan rodaramping bersirip dan pengujian performansi traksi. Sebelum proses desain dan perancangan dilangsungkan, diperlukan data input untuk proses desain dan perancangan, meliputi data sifat fisik tanah serta spesifikasi traktor yang dipakai. Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut, maka alat dan bahan yang dipakai pada penelitian ini meliputi sebagaimana berikut. Tahapan Pengumpulan Data Sifat Fisik Tanah dan Input Desain Tahapan pengumpulan data sifat fisik tanah dan input desain, yang meliputi data kondisi lahan dan spesifikasi traktor, digunakan alat ukur berupa penetrometer tipe SR-2 dengan plat uji 5 cm × 5 cm; 5 cm × 10 cm; 5 cm × 15 cm dan 5 cm × 20 cm serta alat ukur lain yang bersesuaian untuk mendapatkan nilai tahanan penetrasi tanah terhadap penekanan plat. Adapun sifat fisik tanah meliputi tekstur tanah, kadar air, densitas, porositas, batas cair dan batas plastis diukur menggunakan peralatan-peralatanyang berkesesuaian. Data pendukung terkait spesifikasi traktor roda dua juga didapatkan dari data yang dirilis oleh pabrikan traktor. Tahapan Desain Roda Ramping Bersirip Tahapan desain roda bersirip ramping dilakukan dengan bantuan beberapa perangkat lunak (software) untuk proses perhitungan beberapa parameter berdasarkan prinsip-prinsip desain roda besi bersirip oleh Sakai et al. (1987) serta pembuatan gambar teknik sebagai representasi dari hasil proses desain. Adapun perangkat lunak (software) yang digunakan meliputi Microsoft Excel 2007 dan Solid Works 2011. Tahapan Pembuatan Roda Ramping Bersirip Tahapan pembuatan rodaramping bersirip dilakukan dengan beberapa alat dan bahan. Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat perbengkelan yang berkesesuaian, seperti gerinda potong, las listrik (welding), dan lain-lain. Adapun bahan pembuatan rodaramping bersirip meliputi besi poros, plat besi, dan lainlain. Tahapan Uji Performansi Traksi RodaRamping Bersirip Tahapan uji performansi traksi rodaramping bersirip dilakukan dengan beberapa alat ukur dan alat bantu, meliputi seperangkat alat pembebanan danperangkat pengukur ketenggelaman roda. Akusisi data digital meliputi parameter torsi dan ketenggelaman roda menggunakan alat bantu meliputi strain gauge, slip ring,bridge box, strain amplifier, data logger, dan satu unit personal computer sebagai unit perekam data. Parameter ketenggelaman roda direkam melalui komponen potensiometer linear yang ada pada perangkat pengukur ketenggelaman roda, dilanjutkan ke data logger dan satu unit personal computer sebagai unit perekam data.Sebagai perbandingan performansi traksi, juga digunakan beberapa hasil penelitian sebelumnya terkait performansi traksi dari berbagai konfigurasi roda besi bersirip yang diteliti.
17
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan berurutan, sebagaimana berikut. Tahapan Pengumpulan Data Sifat Fisik Tanah dan Input Desain Tahapan ini meliputi pengukuran data-data lahan dan data-data spesifikasi traktor roda dua yang digunakan. Parameter pertama yaitu terkait dengan kondisi lahan, meliputi tahanan penetrasi tanah terhadap plat, tekstur tanah, kadar air, densitas, porositas, batas cair dan batas plastis. Tahanan penetrasi tanah diukur menggunakan penetrometer yang dilengkapi plat datar dan penahan kemiringan penekanan. Plat penekan yang digunakan terdiri dari empat ukuran, yaitu 5 cm × 5 cm; 5 cm × 10 cm; 5 cm × 15 cm dan 5 cm × 20 cm. Tahanan tanah terhadap penekanan plat diukur pada sudut tekan 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90° masingmasing pada tiap kedalaman 5 cm; 10 cm; 15 cm dan 20 cm. Berdasarkan hasil pengukuran dengan tiga kali pengulangan, dapat dihitung karakteristik tanah terhadap penekanan plat pada setiap sudut dengan kedalaman tertentu.Skema pengukuran tahanan penetrasi tanah dapat dilihat pada Gambar 8 dan dihitung menggunakan Persamaan 22, dimana F adalah gaya penetrasi yang diberikan pada penetrometer (kgf); m adalah berat penetrometer (kgf) serta A adalah luas penampang plat (cm2).
Gambar 8 Skema pengukuran tahanan penetrasi tanah terhadap plat
Tp
98 F m A
(22)
Parameter sifat fisik tanah lainnya berupa tekstur tanah, kadar air, densitas, porositas, batas cair dan batas plastis. Data tekstur tanah didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama oleh Rizaldi (2015). Data kadar air diperoleh dengan pengambilan sampel tanah menggunakan ring sampleuntuk kemudian diukur massa awalnya. Sampel tanah kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 110°C selama 24 jam untuk kemudian diukur massa akhirnya. Proporsi antara massa akhir terhadap massa awal kemudian dikalikan 100% yang merupakan nilai kadar air dari tanah. Pengukuran kadar air dilakukan pada tiga titik pada lahan untuk kemudian dihitung rataan kadar airnya.
18 Pengukuran bulk density tanah dilakukan dengan massa tanah akhir setelah dikeringkan yang telah diketahui pada pengukuran kadar air kemudian dibagi terhadap volume dari ring sampel sehingga didapatkan nilai bulk density dari tanah. Pengukuran bulk density dilakukan sebanyak tiga titik pada lahan untuk kemudian dihitung rataan porositasnya. Pengukuran batas plastis dan batas cair tanah dilakukan dengan metode attenberg test. Selain dengan pengukuran, pada tahapan ini juga dilakukan pengumpulan data terkait spesifikasi traktor roda dua yang didapatkan dari data yang dirilis oleh pabrikan traktor. Tahapan Desain Roda Ramping Bersirip Setelah data-data awal yang diperlukan sebagai input untuk proses desain rodaramping bersirip didapatkan, maka tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan proses desain. Proses desain meliputi proses penentuan asumsiasumsi, perhitungan beberapa parameter, serta pembuatan gambaran konseptual berupa gambar teknik. Adapun proses desain di sini menggunakan pendekatan yang diajukan oleh Sakai et al. (1987). Tahapan proses desain dijelaskan sebagaimana berikut. Penentuan diameter roda (Do) Penentuan diameter roda (Do) menggunakan pertimbangan asumsi tinggi tanaman padi dan asumsi ketenggelaman roda. Asumsi tinggi tanaman padi dijadikan salah satu pertimbangan karena traktor roda dua sebagai alat uji traksi diatur sedemikian rupa agar poros rodanya harus melebihi tinggi tanaman padi yang ada. Tinggi tanaman padi diasumsikan setinggi 25 cm dan ketenggelaman roda diasumsikan sebesar 15 cm, sehingga jari-jari roda diketahui ≥40 cm dan diameter roda sebesar ≥80 cm. Penentuan lebar penghubung rangka roda (Hh) Penentuan lebar penghubung rangka roda (Hh) menggunakan Persamaan 1 dengan beberapa parameter input, meliputi Lw dan Hb, serta L’ yang bernilai ≈ 100 cm. Dua parameter, yaitu jarak titik tengah pada gearbox hingga ujung poros (Lw) dan tebal wheel boss (Hb) didapatkan dari hasil pengukuran pada gear box traktor dan porosnya. Adapun parameter panjang garis tengah antar kedua roda kanan dan kiri traktor atau wheel space (L’) ditentukan dengan dua pertimbangan. Dua pertimbangan tersebut meliputi pertimbangan teknis, yaitu wheel space (L’) direkomendasikan untuk setidaknya mendekati atau sama dengan panjang diameter roda (Do). Selain pertimbangan teknis tersebut, pertimbangan praktis juga digunakan, yaitu dengan mempertimbangkan parameter wheel space (L’) agar sesuai dengan alur tanaman padi. Dengan kata lain, wheel space (L’) diusahakan agar sesuai dengan sela-sela alur tanaman padi. Hal ini tidak lepas dari tujuan awal yaitu agar traktor bersirip ramping mampu melintas di antara pertanaman tanaman padi. Penentuan jumlah jari-jari roda atau spoke Penentuan jumlah jari-jari roda atau spoke ditentukan berdasarkan diameter roda yang dihasilkan pada penentuan diameter roda (Do). Dengan memperhatikan parameter diameter roda (Do), jumlah jari-jari roda atau spoke didasarkan pada pertimbangan di Tabel 3 (Sakai et al. 1987). Dalam hal ini, pertimbangan terkait ukuran serta kualitas dari jari-jari atau spoke juga menjadi perhatian dalam menentukan jumlah jari-jari roda atau spokes.
19
Penentuan jumlah sirip forward lugs (N) Penentuan jumlah sirip forward lugs (N) menggunakan Persamaan 13 dengan nilai slip roda (S) sebagai parameter input. Dengan menggunakan parameter input slip roda (S) pada rentang nilai slip 0.05-0.25, jumlah sirip berkisar antara 9-20 buah sebagaimana tampak pada Tabel 1. Selain menggunakan Persamaan 13, pertimbangan penentuan jumlah sirip forward lugs (N) didasarkan pada lintasan yang dilintasi oleh roda. Dalam hal ini, sebagaimana tampak pada Tabel 2, roda yang akan dilalukan pada lahan basah berlumpur (sawah) antara 812 buah. Dalam penelitian ini, jumlah sirip forward lugs (N) divariasikan hingga ditemukan jumlah sirip optimum diantara jumlah sirip forward lugs (N) 10, 12 dan 14 buah. Penentuan sudut pemasangan sirip forward lugs (αf) Penentuan sudut pemasangan sirip forward lugs (αf) menggunakan Persamaan 14 sebagaimana di ilustrasikan pada Gambar 4. Guna menggunakan Persamaan 14 dibutuhkan beberapa parameter input, yaitu jari-jari roda (r1) yaitu ≥40 cm; asumsi kedalaman olah atau ketenggelaman (H) yakni 15 cm; jarak sirip arah radial yang diukur dari ujung sirip ke pangkal sirip pada rim roda (HL). Semua parameter input tersebut didapatkan dari hasil pengukuran dan hasil tahapan desain yang telah dilakukan sebelumnya. Sirip forward lugs akan dipasang pada rim roda berdasarkan nilai αf yang dapat dari perhitungan menggunakan Persamaan 14. Dalam penelitian kali ini, sudut pemasangan sirip forward lugs (αf) divariasikan hingga ditemukan jumlah sirip optimum diantara sudut pemasangan sirip forward lugs (αf) 30°, 45° dan 60°. Konfigurasi dimensi sirip forward lugs Dalam penelitian ini, dimensi sirip divariasikan, yakni tinggi sirip meliputi 8, 12 dan 14 cm. Lebar sirip ditetapkan yang didasarkan pada lebar sela pada alur pertanaman tanaman padi, yakni 14 cm. Lebar sirip ditentukan berdasarkan pertimbangan lebar jarak tanam tanaman padi berikut daerah perakarannya. Dengan memperhitungkan faktor jarak antar alur tanaman padi sekaligus daerah perakarannya merupakan usaha meminimalisir dampak melintasnya roda besi bersirip terhadap kerusakan fisik tanaman padi. Tahapan Pembuatan Roda Bersirip Ramping Setelah proses desain terkait spesifikasi dan konfigurasi roda yang terepresentasi dalam gambar teknik selesai dibuat, tahapan selanjutnya adalah proses pabrikasi. Tahapan pembuatan dibuat sebagaimana hasil desain pada tahapan sebelumnya. Adapun proses pabrikasinya juga memperhatikan rekomendasi tahapan pabrikasi sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh Sakai et al. (1987). Tentu saja, proses pabrikasi dinyatakan selesai apabila telah dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara hasil pabrikasi terhadap rencana desain yang telah dibuat sebelumnya. Pemeriksaan kesesuaian bertujuan untuk memeriksa apakah hasil pabrikasi telah sesuai dengan rencana desain yang telah dibuat sebelumnya. Jika ditemui ketidaksesuaian, maka proses pabrikasi terus dilakukan untuk perbaikan. Pembuatan roda bersirip ramping dibuat berdasarkan variasi perlakuan percobaan yang direncanakan, meliputi jumlah sirip (10, 12 dan 14 buah); sudut pemasangan sirip (30°, 45° dan 60°); dan tinggi sirip (8, 12 dan 14 cm).
20 Tahapan Uji Performansi Traksi Roda Bersirip Setelah proses pabrikasi selesai, tahapan selanjutnya adalah pengujian performansi traksi roda bersirip untuk masing-masing variasi perlakuan. Pengujian kinerja traksi roda dilakukan pada lahan sawah berlumpur dengan lintasan lurus sepanjang ±20 m. Pada satu ujung lintasan, ditempatkan perangkat pembebanan. Selanjutnya, kawat baja sling dari perangkat pembebanan dihubungkan dengan three-point hitch yang ada pada bagian belakang traktor. Pemberian beban pada perangkat pembebanan dilakukan seiring dengan bergerak majunya traktor, serta besarnya beban yang diberikan selama traktor bergerak direkam menggunakan digital camera. Proses perekaman data torsi dan ketenggelaman roda oleh sistem akuisisi data dimulai sebelum, selama dan setelah traktor melintas. Dalam penelitian ini, jarak yang ditempuh oleh traktor dibagi menjadi tujuh titik pengamatan. Tujuh titik pengamatan ini didasarkan pada tiap satu putaran penuh roda, dimana dalam satu kali melintas dilakukan tujuh kali putaran penuh roda. Pada masing-masing ketujuh titik pengamatan ini, dilakukan pengukuran jarak tempuh linear dan waktu tempuh. Parameter jarak tempuh pada setiap titik pengamatan dimanfaatkan untuk perhitungan parameter kecepatan linear (v) dan slip roda (S). Parameter waktu dimanfaatkan untuk perhitungan parameter kecepatan linear (v) dan kecepatan anguler roda (ω), serta sebagai basis sinkronisasi data parameter torsi (T), gaya tarik traktor (P), ketenggelaman roda (z). Setiap variasi spesifikasi roda yang diujicobakan diulang sebanyak tiga kali melintas, sehingga didapatkan sebanyak 21 data untuk masing-masing parameter pada masing-masing perlakuan. Secara skematis, prosedur pengujian kinerja traksi tampak pada Gambar 9.
Gambar 9 Ilustrasi prosedur pengujian traksi Parameter-parameter yang diamati selama pengujian terdiri atas data yang direkam secara digital, meliputi data torsi pada poros traktor (T) dan ketenggelaman roda (z). Instrumen uji dalam penelitian ini menggunakan menggunakan dua komponen utama, yaitu strain gauge dan linear potentiometer. Parameter torsi direkam melalui perangkat perekam data dengan peralatan yang berturut-turut meliputi strain gauge, slip ring,bridge box, strain amplifier, data logger, dan satu unit personal computer sebagai unit perekam data. Ilustrasi pemasangan strain gauge pada poros tambahan roda traktor sebagaimana tampak pada Gambar 10.
21
Gambar 10 Ilustrasi pemasangan strain gauge pada poros roda Parameter ketenggelaman roda direkam melalui komponen potensiometer linear yang ada pada perangkat pengukur ketenggelaman roda, dilanjutkan ke data logger dan satu unit personal computer sebagai unit perekam data.Ketenggelaman roda (z) selama traktor melintas diukur dengan perangkat pengukur ketenggelaman roda berupa peluncur ayun dengan sensor potensiometer linear. Potensiometer linear ini terpasang pada sebuah ujung lengan ayun fleksibel yang pada ujung yang lain disambungkan pada poros traktor. Pelampung akan kontak langsung dengan permukaan lintasan berlumpur dan ikut terseret searah pergerakan traktor. Selama terseret mengikuti pergerakan traktor, lengan ayun fleksibel akan membentuk besaran sudut tertentu terhadap pelampung bergantung ketenggelaman roda yang terjadi. Sudut ini yang akan diukur oleh potensiometer linear. Secara skematis, perangkat pengukur ketenggelaman roda diperlihatkan pada Gambar 11.
Gambar 11 Ilustrasi perangkat pengukur ketenggelaman roda Perekaman data torsi dan ketenggelaman roda dilakukan selama 40 detik dengan frekuensi perekaman 25 Hz sebagaimana dilakukan oleh Triratanasirichai et al. (1990). Sistem akuisisi data torsi dan ketenggelaman roda secara skematis digambarkan pada Gambar 12.
22
Gambar 12 Skema sistem akuisisi data parameter torsi dan ketenggelaman roda Gaya tarik traktor diukur dengan menggunakan perangkat pembebanan dilengkapi neraca digital sebagai pengukur gaya tarik oleh traktor. Gaya tarik traktor yang ditunjukkan oleh display timbangan direkam dengan menggunakan digital camera. Gambar 13 menunjukkan ilustrasi perangkat pembebanan yang digunakan.
Gambar 13 Ilustrasi perangkat pembebanan Perhitungan Kinerja Traksi Guna mengetahui kinerja traksi dari roda, perlu diketahui beberapa parameter, yaitu tenaga tarik (drawbar power), tenaga masukan pada poros roda (power input) dan effisiensi traksi (tractive efficiency). Ketiga parameter tersebut, pada penelitian-penelitian sebelumnya, umumnya ditampilkan bersamaan dengan slip roda. Slip roda (S) diketahui dengan mengukur jarak perpindahan linier yang dihasilkan satu putaran penuh roda traktor dengan beban (la) pada lintasan dan membandingkanya dengan jarak perpindahan linier yang dihasilkan satu putaran penuh roda traktor tanpa beban (lt) yang telah diketahui sebelumnya. Sehingga nilai slip roda dirumuskan sebagaimana pada Persamaan 20. Nilai tenaga tarik (drawbar power/Po) dan tenaga masukan (power input/Pi) dalam watt diketahui berturut dari Persamaan 23 dan 24, dimana P adalah gaya tarik traktor (N), v merupakan kecepatan linear traktor (m/s), T adalah torsi pada poros roda (Nm) dan ω adalah kecepatan anguler roda (rad/s). Adapun nilai effisiensi traksi (tractive efficiency/η) dalam % diketahui dari Persamaan 23. Po P v (23)
Pi T
(24)
23 Prosedur Pengolahan Data Data yang didapatkan selama penelitian selanjutnya dilakukan perhitungantenaga tarik (drawbar power/Po) untuk masing-masing perlakuan dan disajikan dalam grafik terhadap nilai slip roda. Penyajian dalam bentuk grafik dimaksudkan untuk mengetahui nilai slip optimum dari masing-masing perlakuan roda yang diujicobakan. Dari data selama penelitian juga dilakukan perhitungan tenaga masukan (power input/Pi) sekaligus nilai effisiensi traksi (tractive efficiency/η). Data-data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel untuk masingmasing perlakuan. Pemilihan Spesifikasi Roda Terbaik Dalam penelitian ini, penentuan spesifikasi roda terbaik hanya didasarkan pada perfomansi traksi. Spesifikasi roda dengan nilai parameter effisiensi traksi terbesar dipilih sebagai spesifikasi roda terbaik. Pemilihan spesifikasi roda terbaik yang didasarkan pada nilai effisiensi traksi ini sebelumnya telah digunakan oleh Triratanasirichai et al. (1990) dalam penelitiannya. Analisis Sirip Aktif dan Pendugaan Gaya Reaksi Tanah
Gambar 14 Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah Analisis sirip aktif dan pendugaan reaksi tanah dimulai dengan menduga secara teoritis sudut juring yang dibentuk oleh poros traktor terhadap dua titik pada pertemuan lingkaran luar roda pada permukaan lintasan (lihat Gambar 14). Sudut juring roda (θjr) dapat diketahui dengan persamaan berikut, dimana r1adalah jari-jari luar roda dan z merupakan ketenggelaman roda.
r1 z r1
jr 2 cos 1
(25)
24 Setelah besar sudut juring diketahui, langkah lanjutan adalah dengan menghitung berapa sirip aktif yang sedang bekerja. Jumlah sirip aktif diketahui dengan persamaan berikut, dimana Na adalah jumlah sirip aktif dan N adalah jumlah total sirip roda.
Na
jr
360
N
(26)
Dengan memanfaatkan sudut jarak antar sirip (lug spacing) yang telah diketahui sebelumnya (θp), selanjutnya dapat dihitung sudut posisi masing-masing sirip aktif terhadap garis acuan berupa garis horizontal sejajar titik pusat poros roda, atau θn (lihat Gambar 13). Dengan berbagai kemungkinan jumlah sirip aktif yang bisa berjumlah 3 hingga 4 sirip, maka besarnya θn untuk jumlah sirip aktif 3 sirip, besarnya θn untuk masing-masing sirip sebagaimana berikut. 1 90 p (27)
2 90 3 90 p
(28)
(29) Untuk jumlah sirip aktif sebanyak 4 sirip, besarnya θn untuk masing-masing sirip sebagaimana berikut.
1 90 0.5 p p
2 90 0.5 p
3 90 0.5 p
4 90 0.5 p p
(30) (31) (32) (33)
Selanjutnya dilakukan penghitungan δn, yaitu sudut yang dibentuk oleh gaya resultan padamasing-masing sirip aktif ke-n (Frn) terhadap garis horizontal dengan persamaan berikut, dengan memanfaatkan sudut sirip (αf). n n f (34) Dengan memanfaatkan besarnya δn, selanjutnya dapat diketahui sudut yang dibentuk oleh gaya penetrasi (Fp) pada masing-masing sirip aktif ke-n (βn) terhadap garis horizontal dengan persamaan berikut. n 90 n (35) Adapun besarnya gaya resultan untuk masing-masing sirip aktif ke-n (Frn) adalah hasil perkalian tahanan penetrasi tanah terhadap plat untuk masing-masing sirip ke-n (Tpn) dan luas permukaan bidang sirip aktif ke-n (Asn). Frn Tpn Asn (36) Besarnya gaya vertikal untuk sirip ke-n (Fvn) dan gaya horizontal untuk sirip ke-n (Fhn) dapat diketahui dengan memperhatikan komponen arah gaya resultan pada masing-masing sirip akif ke-n (δn). Fvn Frn cos n (37)
Fhn Frn sin n
(38) Sehingga total gaya vertikal (Fvtot) dan total gaya horizontal (Fhtot) yang diperoleh oleh kesemua sirip aktif dirumuskan sebagaimana berikut.
25
Fvtot Fhtot
n Na
F n 1
(39)
vn
n Na
F n 1
(40)
hn
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah serta Spesfikasi Roda Uji dan Traktor Sifat Fisik Tanah Lahan yang digunakan sebagai tempat pengujian kinerja traksi roda pada traktor ini merupakan lahan laboratorium lapangan yang dikondisikan melumpur dengan proses pengolahan dengan bajak rotari traktor roda empat sebelumnya dengan rataan kedalaman lapisan lumpur 20.14±2.63 cm. Dari data penelitian sebelumnya di tempat yang sama, diketahui tanah pada lahan berjenis silty clay loam basah dengan proporsi kandungan pasir 5.67%, debu 52.67% dan liat 41.67% (Rizaldi 2015). Hasil pengukuran dan perhitungan sifat fisik tanah meliputi kadar air, kerapatan isi tanah (bulk density), porositas, batas cair dan batas plastis nilai rataannya berturut-turut adalah 62.59±2.46%; 1.05±0.07 g/cm2 ; 60.55±2.81%; 36.65% dan 18.82%. Hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah terhadap plat pada lahan yang digunakan, nilai rataan gaya (kgF) dan tekanan (kPa)-nya pada masing-masing sudut penekanan plat digambarkan pada grafik pada Gambar 15. Dari hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah terhadap plat yang diukur pada rentang kedalaman 0-20 cm tiap kedalaman 5 cm diketahui bahwa tahanan penetrasi tanah terhadap plat, untuk setiap penambahan kedalaman, nilai rataan tahanan penetrasinya semakin membesar setiap kombinasi ukuran plat dan sudut tekan. Dari hasil pengukuran, juga diketahui bahwa untuk sudut tekan dan kedalaman yang sama, plat dengan dimensi luas terkecil menyebabkan tahanan penetrasi terbesar dan semakin menurun seiring dengan pertambahan luasan plat. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menekan plat hingga kedalaman yang sama, dimana semakin besar luasan plat yang harus ditekan membutuhkan gaya tekan yang lebih besar. Jika dibandingkan antar sudut tekan, untuk kedalaman dan dimensi plat yang sama, diketahui bahwa semakin landai sudut penekanan plat terhadap tanah menghasilkan tahanan penetrasi tanah yang semakin mengecil. Sudut penekanan yang tegak lurus bidang tekan (sudut 90°) memberikan nilai rataan tahanan penetrasi terbesar untuk setiap kedalaman dan dimensi plat. Hasil sebagaimana yang telah dijelaskan, menunjukkan bahwa rasio dimensi plat yang digunakan mempengaruhi tahanan penetrasi tanah yang didapatkan. Plat uji dalam penelitian ini memiliki rasio dimensi plat berturut-turut 1 (ukuran 5 cm × 5 cm), 2 (ukuran 10 cm × 5 cm), 3 (ukuran 15 cm × 5 cm) dan 4 (ukuran 20 cm × 5 cm). Rasio dimensi plat yang lebih kecil cenderung menghasilkan tahanan penetrasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan rasio dimensi plat yang lebih besar pada kedalaman dan sudut tekan yang sama.
26 Demi memudahkan analisis pendugaan gaya-gaya reaksi tanah pada siripsirip aktif yang membutuhkan data tahanan penetrasi tanah terhadap plat untuk masing-masing sirip dan masing-masing sudut yang dibentuk, maka data tahanan penetrasi tanah dianalisis dengan regresi linear. Persamaan matematis dibentuk dengan mengubah nilai ketenggelaman menjadi absis (sumbu x) dan nilai tahanan penetrasi tanah menjadi ordinat (sumbu y). Dengan demikian, persamaan yang terbentuk merupakan persamaan linier untuk masing-masing dimensi plat dan sudut penekanan. Hasil analisis regresi memiliki bentuk umum sebagaimana berikut, dimana Tp adalah tahanan penetrasi dalam satuan kPa; z adalah nilai ketenggelaman plat dalam satuan cm; serta A danB merupakan konstanta pembentuk persamaan.Nilai masing-masing konstanta A danB beserta nilai koefisien determinasi (R2) untuk masing-masing variasi tampak pada Tabel 5. Adapun data rataan tahanan penetrasi tanah terhadap plat pada berbagai kedalaman dan sudut tekan selengkapnya tersaji pada Lampiran 1. Tp ( z ) Az B (41) Tabel 5 Hasil analisis regresi tahanan penetrasi tanah terhadap plat pada kedalaman 5-20 cm Dimensi
5cm × 5cm
5cm × 10cm
5cm × 15cm
5cm × 20cm
Sudut Sirip (°) 30 45 60 75 90 30 45 60 75 90 30 45 60 75 90 30 45 60 75 90
Konstanta A 1.568 1.541 1.437 1.411 2.142 1.136 1.189 1.123 1.437 1.960 0.871 0.984 0.984 0.827 1.210 1.568 0.921 1.032 0.895 0.790
Konstanta B 10.16 12.78 18.00 26.50 23.23 8.53 9.18 11.47 10.49 7.88 5.35 6.44 6.87 11.44 9.27 10.16 3.92 3.59 7.51 11.26
R2 0.994 0.984 0.952 0.978 0.928 0.999 0.998 0.996 0.985 0.942 0.998 0.999 0.999 0.992 0.971 0.994 0.997 0.996 0.999 0.990
27
Gambar 15 Nilai rataan gaya dan tekanan pada masing-masing sudut penekanan dan ukuran plat pada kedalaman 5-20 cm
28 Spesifikasi Roda Uji dan Traktor Roda uji hasil proses pabrikasi merupakan roda uji yang mampu mengakomodasi semua kombinasi perlakuan yang diujikan pada uji performansi traksi pada lahan berlumpur. Adapun spesifikasi teknis dari roda uji untuk uji performansi traksi sebagaimana tampak pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Spesifikasi teknis roda uji dan traktor tangan Parameter Desain Diameter luar roda Diameter rim roda Lebar penghubung rangka roda (Hh)
Jarak titik tengah gearbox-ujung poros (Lw+Hb) Jumlah rim roda Jumlah jari-jari roda Lebar sirip Tebal sirip Panjang sirip Sudut sirip Jumlah sirip Berat roda
Dimensi 85.5 cm 64.5 cm 10 cm 39 cm 1 buah 8 buah 14 cm 3 mm 8/10/12 cm 30°/45°/60° 10/12/14 buah 12.85±0.53 kg
Guna mengakomodasi semua kombinasi perlakuan untuk uji performansi traksi di lahan berlumpur, roda uji dilengkapi dengan beberapa komponen pendukung. Komponen-komponen tersebut meliputi dudukan sirip serta plat pengatur sudut. Dudukan sirip adalah tempat pemasangan sirip yang jumlah dan posisinya menyesuaikan dengan perlakuan banyaknya sirip yang diujicobakan, serta plat tambahan pengatur sirip yang dilengkapi tiga lubang yang posisinya memungkinkan sirip membentuk sudut yang diujicobakan. Adapun perlakuan panjang sirip diakomodasi dengan membuat masing-masing sirip untuk setiap panjang sirip yang diujicobakan dan dipasangkan pada masing-masing dudukan dengan mur-baut. Roda uji yang akan diujicobakan performansi traksinya sebagaimana tampak pada Gambar 16.
Gambar 16 Roda uji dan siripnya
29 Hubungan Tenaga Tarik serta BebanTerhadap Slip Roda Hubungan tenaga tarik (drawbar power) terhadap slip roda dan slip roda terhadap beban untuk masing-masing perlakuan tampak pada Gambar 17, 18 dan 19. Dari data diketahui bahwa slip roda terjadi karena adanya gaya tarik (GeeClough (1991) dalam Soekarno dan Salokhe 2003), sehingga tenaga tarik, yang mempersyaratkan adanya gaya tarik, juga bergantung timbulnya slip roda (Soekarno dan Salokhe, 2003). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hubungan tenaga tarik terhadap slip roda sesuai dengan cukup baik yang dibuktikan dengan nilai koefisien determinasi pada Tabel 7, 8 dan 9 dengan garis yang dibentuk oleh fungsi polinomial (Gambar 17, 18 dan 19). Hubungan yang sama juga dihasilkan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, seperti oleh Wayotha dan Salokhe (2001); dan Soekarno dan Salokhe (2003). Secara umum, fungsi polinomial yang terbentuk dari hasil analisis regresi memiliki bentuk umum sebagaimana berikut, dimana Po adalah tenaga tarik (drawbar power) dalam satuan kW; s adalah nilai slip roda dalam satuan %; serta A, B dan C merupakan konstanta pembentuk persamaan.
Po As Bs 2 C
(42) Nilai masing-masing konstanta A, B dan C beserta nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai Standard Error of Estimation (SEE) untuk masingmasing perlakuan tampak pada Tabel 7, 8 dan 9.
(A1)
(A2)
(B1)
(B2)
30
(C1) (C2) Gambar 17 Hubungan tenaga tarik terhadap slip (A1, B1, C1) dan slip terhadap beban tarik (A2, B2, C2) pada dimensi sirip 14 cm × 8cm (A) 10 sirip; (B) 12 sirip; (C) 14 sirip Tabel 7 Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap tenaga tarik pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Konstanta A 0.021 0.017 0.017 0.031 0.021 0.017 0.013 0.017 0.009
Konstanta B 0.00064 0.00042 0.00037 0.00120 0.00057 0.00039 0.00022 0.00043 0.00011
Konstanta C (-0.008) 0.004 0.028 0.006 0.010 0.010 0.020 0.020 (-0.012)
R2*
SEE**
0.803 0.917 0.803 0.731 0.872 0.863 0.950 0.852 0.831
0.03 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02
*R2, Koefisien determinasi **SEE, Standard error of estimation
(A1)
(A2)
(B1)
(B2)
31
(C1) (C2) Gambar 18 Hubungan tenaga tarik terhadap slip (A1, B1, C1) dan slip terhadap beban tarik (A2, B2, C2) pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm(A) 10 sirip; (B) 12 sirip; (C) 14 sirip Tabel 8 Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap tenaga tarik pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Konstanta A 0.021 0.017 0.017 0.036 0.017 0.020 0.012 0.016 0.012
Konstanta B 0.00066 0.00041 0.00041 0.00133 0.00040 0.00047 0.00018 0.00037 0.00021
Konstanta C (-0.011) 0.006 0.014 0.033 (-0.006) 0.033 0.019 (-0.021) 0.004
R2*
SEE**
0.770 0.925 0.880 0.906 0.877 0.907 0.925 0.830 0.893
0.03 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
*R2, Koefisien determinasi **SEE, Standard error of estimation
(A1)
(A2)
(B1)
(B2)
32
(C1) (C2) Gambar 19 Hubungan tenaga tarik terhadap slip (A1, B1, C1) dan slip terhadap beban tarik (A2, B2, C2) pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm(A) 10 sirip; (B) 12 sirip; (C) 14 sirip Tabel 9 Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap tenaga tarik pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Konstanta A 0.019 0.015 0.014 0.015 0.018 0.016 0.011 0.016 0.011
Konstanta B 0.00054 0.00032 0.00030 0.00033 0.00048 0.00037 0.00017 0.00038 0.00023
Konstanta C 0.001 0.006 0.006 (-0.003) 0.001 0.012 0.011 0.019 (-0.006)
R2*
SEE**
0.863 0.921 0.880 0.951 0.852 0.893 0.965 0.926 0.907
0.02 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01
*R2, Koefisien determinasi **SEE, Standard error of estimation
Dari data pada Tabel 7, 8 dan 9 serta ilustrasi grafik hubungan slip roda dan tenaga tarik pada Gambar 17, 18 dan 19, dapat disimpulkan bahwa peningkatan tenaga tarik (drawbar power) yang diperoleh diiringi dengan peningkatan slip roda dan mencapai nilai maksimumnya pada nilai slip roda tertentu yang nilainya bervariasi bergantung spesifikasi roda yang digunakan. Namun demikian, peningkatan nilai slip roda yang lebih besar dari nilai slip bernilai tenaga tarik maksimum tersebut, justru mengakibatkan penurunan tenaga tarik yang dihasilkan. Kesimpulan ini juga dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya, baik yang menguji performansi traksi roda bersirip di lahan berlumpur aktual (Triratanasirichai et al. 1990) maupun pengujian di media soil bin, seperti oleh Wayotha dan Salokhe (2001); dan Soekarno dan Salokhe (2003). Dengan memanfaatkan bentuk persamaan polinomial serta konstanta yang ada pada Tabel 7, 8 dan 9, dapat diketahui secara simulasi matematis berapa nilai tenaga tarik maksimum yang mampu dihasilkan oleh roda pada setiap perlakuan, dan pada slip roda berapa tenaga tarik maksimum tersebut terjadi. Tabel 10, 11 dan 12 menyajikan hasil pengukuran tenaga tarik maksimum dan nilai slip rodanya dari hasil pengukuran di lapangan. Dari data pada Tabel 10,11 dan 12, diketahui sudut sirip 45° dan 30° berturut-turut relatif memberikan tenaga tarik maksimum lebih tinggi jika
33 dibandingkan dengan sudut sirip 60° pada berbagai perlakuan. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian sebelumnya, bahwa sudut sirip yang lebih kecil (45° dan 30°) menghasilkan tenaga tarik lebih besar jika dibandingkan dengan sudut sirip yang lebih landai (60°), sebagaimana dilaporkan oleh Triratanasirichai et al, (1990). Dari data pada Tabel 7, 8 dan 9, juga diketahui bahwa nilai maksimum tenaga tarik pada berbagai perlakuan bervariasi pada nilai slip roda antara 1230%. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Triratanasirichai et al. (1990) yang juga menguji performansi traksi roda sangkar aktual di lahan berlumpur menggunakan traktor tangan, berkesimpulan bahwa nilai maksimum tenaga tarik diperoleh pada rentang nilai slip roda 30-40%. Perbedaan jumlah sirip pada roda, sebagaimana tampak pada Tabel 10, 11 dan 12, berpengaruh terhadap tenaga tarik maksimum yang dihasilkan oleh roda. Jumlah sirip roda 12 dan 10 relatif menghasilkan tenaga tarik maksimum lebih besar jika dibandingkan dengan sirip roda yang lebih banyak, yakni 14 sirip. Hal ini dimungkinkan karena sirip roda dengan jumlah yang lebih banyak berpotensi menghasilkan tahanan guling (rolling resistance) yang lebih besar, dan berimplikasi mereduksi tenaga tarik maksimum yang dihasilkan. Tabel 10 Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Parameter Terukur PoMaks (kW) Slip (%) 0.19 17 0.17 18 0.17 23 0.21 13 0.18 20 0.17 22 0.17 31 0.17 22 0.17 26
Tabel 11 Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Parameter Terukur PoMaks (kW) Slip (%) 0.21 16 0.18 19 0.17 19 0.23 14 0.19 21 0.18 18 0.19 27 0.18 21 0.18 25
34 Tabel 12 Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Parameter Terukur PoMaks (kW) Slip (%) 0.18 22 0.17 24 0.16 21 0.17 22 0.16 25 0.16 24 0.16 28 0.15 25 0.15 25
Argumen lain yang dikemukakan oleh Wayotha dan Salokhe (2001) adalah peningkatan jumlah sirip memperbesar kemungkinan adanya tanah yang melengket pada permukaan sirip dan roda. Peningkatan jumlah sirip dan jarak antar sirip yang lebih berdekatan secara kumulatif mengakibatkan permukaan sirip secara keseluruhan membesar dan tidak mudah bagi tanah untuk terlepas pada jarak antar sirip yang dekat. Argumen-argumen tersebut tampaknya juga menjadi alasan terkait pengaruh dimensi sirip terhadap terhadap tenaga tarik maksimal yang mampu dihasilkan oleh roda pada lintasan berlumpur, dimana dimensi sirip yang lebih besar dengan jarak antar sirip yang cukup dekat relatif menghasilkan tenaga tarik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sebagaimana tampak pada Tabel 10, 11 dan 12, pertambahaan tinggi sirip tidak selalu menghasilkan tenaga tarik yang lebih besar. Pada Tabel 10 dan 11, peningkatan tinggi sirip dari 8 cm menjadi 12 cm menghasilkan peningkatan tenaga tarik. Namun dari data pada Tabel 12, peningkatan tinggi sirip yang lebih besar, yaitu menjadi 14 cm, menunjukkan terjadinya penurunan tenaga tarik yang dihasilkan, serta nilai slipnya cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hal ini disebabkan karena peningkatan tinggi sirip berimplikasi pada jarak antar ceruk bekas tapak sirip menjadi semakin dekat. Jarak antar ceruk yang semakin dekat memudahkan terjadinya geseran tanah. Dengan kondisi tersebut, tenaga tarik yang dihasilkan roda, sebagai hasil akumulasi gaya reaksi tanah terhadap sirip-sirip aktif, menjadi lebih berkurang. Selain itu, geseran tanah di antara ceruk yang lebih mudah karena jarak antar ceruk yang semakin dekat berimplikasi pada membesarnya nilai slip yang dibutuhkan guna menghasilkan tenaga tarik oleh roda. Efisiensi Traksi dan Hubungannya terhadap Beban Effiensi traksi adalah nisbah dari tenaga tarik (drawbar power) terhadap daya masukan (power input) pada roda. Daya masukan (power input) sendiri adalah perkalian dari parameter torsi (T) yang diberikan oleh poros traktor dan parameter kecepatan anguler roda (ω). Nilai efisiensi traksi, pada beberapa penelitian sebelumnya seperti oleh Triratanasirichai et al. (1990); Wayotha dan Salokhe (2001); dan Soekarno dan Salokhe (2003), selalu disandingkan dengan nilai slip roda saat nilai efisiensi traksi tersebut tercapai. Berdasarkan data tenaga
35 tarik terukur maksimum yang ada pada Tabel 10, 11 dan 12, nilai efisiensi traksi pada masing-masing perlakuan tampak pada Tabel 13, 14 dan 15. Tabel 13 Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Rataan Torsi (Nm) 503.84 530.33 553.80 511.02 480.30 546.58 526.15 567.04 566.14
ω (rad/s) 1.62 1.56 1.59 1.60 1.85 1.65 1.69 1.34 1.60
Daya Input (kW) 0.82 0.83 0.88 0.82 0.89 0.90 0.89 0.76 0.91
PoMaks (kW) 0.19 0.17 0.16 0.20 0.18 0.16 0.16 0.14 0.16
Eff. Traksi (%) 23.72 20.19 18.61 24.04 20.70 17.81 18.41 18.84 17.24
Slip (%) 11 16 15 8 20 19 22 19 23
Tabel 14 Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Rataan Torsi (Nm) 510.81 511.08 587.01 547.77 510.12 534.20 566.15 542.34 576.52
ω (rad/s) 1.73 1.75 1.51 1.54 1.72 1.80 1.73 1.81 1.73
Daya Input (kW) 0.88 0.89 0.89 0.85 0.88 0.96 0.98 0.98 0.99
PoMaks (kW) 0.21 0.18 0.17 0.23 0.19 0.18 0.19 0.18 0.18
Eff. Traksi (%) 24.09 20.40 19.38 27.18 21.37 18.28 19.13 18.28 17.83
Slip (%) 16 19 19 14 21 18 27 21 25
Tabel 15 Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm Jumlah Sirip 10
12
14
Sudut Sirip (°) 30 45 60 30 45 60 30 45 60
Rataan Torsi (Nm) 513.58 554.70 520.97 516.76 536.69 524.61 526.15 512.37 583.72
ω (rad/s) 1.64 1.48 1.77 1.51 1.56 1.72 1.69 1.68 1.61
Daya Input (kW) 0.84 0.82 0.92 0.78 0.84 0.90 0.89 0.86 0.94
PoMaks (kW) 0.18 0.17 0.16 0.17 0.16 0.16 0.16 0.15 0.15
Eff. Traksi (%) 22.31 20.46 17.57 22.41 18.76 17.96 17.73 17.52 16.08
Slip (%) 22 24 21 19 23 24 21 25 25
36
Gambar 20 Hubungan effisiensi traksi terhadap bebanpada dimensi sirip 14 cm × 8 cm, (A) 10 sirip; (B) 12 sirip; (C) 14 sirip Tabel 13, 14 dan 15 berturut-turut menyajikan data effisiensi traksi pada masing-masing perlakuan. Hasil pengukuran menunjukkan spesifikasi roda dengan dimensi 14 cm × 12 cm, berjumlah 12 sirip, dengan sudut sirip 30° mengasilkan efisiensi traksi terbesar, yaitu 27.18%. Effisiensi traksi terbesar pada masing-masing dimensi 14 cm × 8 cm, 14 cm × 12 cm, dan14 cm × 14 cm berturut sebesar 24.04%, 27.18% dan 22.41%. Hasil analisis statistik menunjukkan faktor perlakuan dimensi sirip, jumlah sirip dan sudut sirip tidak berpengaruh nyata (p value>0.05) terhadap tenaga tarik maksimum dan effisiensi traksi (Lampiran 3). Gambar 20, 21 dan 22 menunjukkan hubungan effisiensi traksi terhadap beban yang diberikan. Secara umum, effisiensi traksi meningkat seiring dengan peningkatan beban yang diberikan pada semua variasi jumlah dan sudut sirip. Dari hubungan ini diketahui bahwa effisiensi traksi terhadap beban membentuk garis linear dengan nilai koefisien determinasi yang tinggi (R2≥0.89). Secara teoritis, hubungan effisiensi traksi terhadap beban membentuk garis polinomial, dimana pada tingkat beban tertentu, effisiensi traksi mencapai titik puncaknya dan tidak dapat lebih besar lagi. Hal ini dimungkinkan karena penambahan beban cenderung berimplikasi pada membesarnya slip roda, dan di saat yang sama, hubungan effisiensi traksi terhadap slip roda membentuk garis polinomial (Wayotha dan Salokhe 2001). Pada penelitian ini, garis yang terbentuk adalah garis linear yang hanya berlaku pada rentang beban 0-350 N, yaitu rentang beban yang diperoleh selama pengujian performansi traksi (Gambar 20, 21 dan 22). Pada rentang beban tersebut, nilai effisiensi traksi maksimum dari roda belum tercapai. Hasil pengujian sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 20, 21 dan 22 yang menunjukkan hubungan effisiensi traksi terhadap beban, belum menunjukkan secara menyeluruh dan utuh terkait performansi dari roda ramping bersirip. Hal ini dikarenakan dalam pengujian performansi ini, roda ramping bersirip tidak dioperasikan hingga slip maksimum, sebagaimana yang dilakukan oleh
37 Triratanasirichai et al. (1990) yang menguji performansi roda sangkar hingga slip mendekati 100%. Perangkat pembebanan yang digunakan dalam penelitian ini tidak mampu menghasilkan beban yang cukup untuk menghasilkan slip roda yang lebih besar.
Gambar 21 Hubungan effisiensi traksi terhadap bebanpada dimensi sirip 14 cm × 12 cm, (A) 10 sirip; (B) 12 sirip; (C) 14 sirip
Gambar 22 Hubungan effisiensi traksi terhadap bebanpada dimensi sirip 14 cm × 14 cm, (A) 10 sirip; (B) 12 sirip; (C) 14 sirip
38 Spesifikasi Roda Ramping Bersirip Terbaik Dalam penentuan spesifikasi roda terbaik, penelitian oleh Triratanasirichai et al. (1990) berkesimpulan bahwa parameter-parameter performansi traksi seperti tenaga tarik maksimum beserta efisiensi traksinya merupakan parameter yang dapat dijadikan patokan sebagai pemilihan spesifikasi roda terbaik. Selain pertimbangan yang berhubungan dengan performansi traksi, pertimbangan lainnya berupa pertimbangan ekonomi, yakni biaya pembuatan juga dijadikan pertimbangan oleh Wayotha dan Salokhe (2001). Namun demikian, selain faktor-faktor pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya, tak kalah pentingnya adalah mempertimbangkan kerusakan lintasan karena melintasnya roda. Ini dipandang penting mengingat roda akan melintas di antara alur tanaman padi yang berpotensi akan menyebabkan kerusakan pada daerah perakaran tanaman padi. Metode yang digunakan pada penelitian seperti oleh Hermawan et al. (1997, 1998a, 2000) dan Setiawan et al. (2013), yang melakukan studi terkait pengaruh sudut sirip dan jumlah sirip terhadap arah gerak (lug trajectory) saat tenggelam di dalam tanah, dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan lebih lanjut. Pada penelitian oleh Hermawan et al. (1997) tersebut, lebih jauh dikemukakan bahwa sudut sirip yang lebih kecil (30°) mempunyai karakteristik menggeser tanah ke arah bawah seiring arah geraknya (lug trajectory). Hal berbeda pada sudut sirip yang lebih landai (60°) dimana arah geraknya (lug trajectory) cenderung menggeser tanah ke arah belakang. Penelitian-penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa jumlah sirip yang lebih banyak dan berjarak lebih rapat, juga berimplikasi pada jarak antar arah gerak sirip (lug trajectory) yang semakin rapat saat tenggelam di dalam lintasan berlumpur. Terlebih pada nilai slip roda sekira 36%, secara teoritis akan menimbulkan kerusakan lintasan yang lebih besar (Hermawan et al. 1998a; 2000). Tentu saja, pertimbangan kerusakan lintasan ini harus diteliti lebih lanjut, baik secara teoritis melalui arah gerak sirip sebagaimana metode oleh Setiawan et al. (2013) maupun pengujian empiris di lapangan, terkait sejauh mana melintasnya roda di antara alur tanaman padi dapat menyebabkan kerusakan pada daerah perakaran tanaman di sekitarnya. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana oleh Triratanasirichai et al. (1990) yang mendasarkan pada performansi traksi, maka dipilih spesifikasi roda dengan dimensi 14 cm ×12 cm, berjumlah 12 sirip, dengan sudut sirip 30°. Pertimbangan pemilihan spesifikasi roda tersebut sebagaimana berikut. 1. Dimensi 14×12 cm dipilih mengingat uji performansi traksi menunjukkan effisiensi traksi yang lebih baik jika dibandingkan dua dimensi sirip lainnya. 2. Jumlah 12 sirip dipilih mengingat uji performansi traksi menunjukkan effisiensi traksi yang lebih baik jika dibandingkan dua jumlah sirip lainnya. Guna pengembangan lanjutan, yang boleh jadi menyebabkan perubahan dimensi diameter luar roda yang lebih kecil, jumlah sirip tentu saja boleh jadi mengalami pengurangan. 3. Sudut 30° dipilih mengingat uji performansi traksi menunjukkan effisiensi traksi yang relatif lebih baik jika dibandingkan dua sudut sirip lainnya, serta didukung hasil penelitian Triratanasirichai et al. (1990) bahwa sudut
39 tersebut memberikan potensi melengketnya tanah pada roda lebih minimal jika dibandingkan dengan spesifikasi sudut lainnya. Ketenggelaman Roda dan Pendugaan Gaya Reaksi Tanah Hasil pengukuran ketenggelaman roda menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antar perlakuan, dengan rataan ketenggelaman roda (z) sekira 20±4.16 cm dengan kecenderungan meningkat seiring dengan peningkatan slip roda. Nilai z yang cukup besar dan tidak berbeda signifikan tersebut dimungkinkan karena beban vertikal dari traktor sendiri yang cukup besar (251 kg). Dengan beban vertikal tersebut, kemampuan roda bersirip ramping untuk menghasilkan gaya angkat pada lintasan berlumpur menjadi tereduksi oleh karena luas permukaan sirip yang terbatas. Nilai z yang cukup besar tersebut (sekitar 23% dari diameter luar roda) diduga kuat sebagai penyebab nilai effisiensi traksi roda bersirip ramping yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan roda besi bersirip konvensional. Luas permukaan sirip yang terbatas berimplikasi pada gaya reaksi tanah pada sirip yang tereduksi, sehingga titik keseimbangan antara gaya aksi-reaksi antara sirip dan tanah terjadi pada ketenggelaman (z) yang relatif besar. Sebagai implikasi lanjutannya, tenaga masukan (power input/Pi) lebih banyak termanfaatkan untuk mengatasi hambatan oleh karena ketenggelaman (z). Sehingga porsi tenaga masukan (power input/Pi) yang termanfaatkan untuk menghasilkan traksi menjadi lebih berkurang. Jika dibandingkan dengan penelitian yang bertujuan sama, di lokasi yang sama, namun dengan roda sangkar konvensional oleh Rizaldi (2015) yang dalam proses perancangannya telah dioptimasi, diketahui bahwa nilai effisiensi traksi terbesar yang diperoleh pada penelitian ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai effisiensi traksi pada penelitian tersebut, yaitu sekitar 33%. Dengan memanfaatkan persamaan-persamaan empiris tahanan penetrasi tanah terhadap plat yang dihasilkan pada Tabel 5, dapat diduga gaya reaksi tanah yang bekerja pada masing-masing sirip aktif. Pendugaan gaya reaksi tanah ini dihitung secara sekuensial dengan Persamaan 26-41. Dalam hal ini, gaya reaksi tanah dihitung dengan beberapa asumsi, meliputi spesifikasi roda yang digunakan merupakan spesifikasi roda terbaik yang telah ditentukan sebelumnya, serta nilai ketenggelaman roda sebesar 20 cm berdasarkan hasil pengukuran. Dari asumsi yang diberikan dan perhitungan dengan Persamaan 26 dan 27, diketahui sudut juring roda (θjr) sebesar 115.70° dan jumlah sirip aktif teoritis (Na) sebanyak 3.86 sirip. Hal ini berarti jumlah sirip aktif ada kalanya berjumlah 3 atau 4 sirip. Hasil perhitungan dengan memanfaatkan persamaan empiris tahanan penetrasi tanah terhadap plat pada dimensi 5 cm ×5 cm (Tabel 5) menunjukkan dengan sirip aktif berjumlah 3 sirip, total gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada arah horizontal (Fhtot) sebesar 582.19 N dan 909.05 N pada arah vertikal (Fvtot). Hasil perhitungan dengan cara yang sama pada sirip aktif berjumlah 4 sirip menunjukkan total gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada arah horizontal (Fhtot) sebesar 720.73 N dan 1274.77 N pada arah vertikal (Fvtot). Dengan langkah yang sama, dapat diduga secara simulasi matematik total gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada arah horizontal (Fhtot) dan arah vertikal (Fvtot) pada
40 beberapa ketenggalaman roda yang mungkin dicapai sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 16 berikut. Tabel 16 Hasil simulasi matematik gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada berbagai ketenggelaman roda (z) Ketenggelaman Roda (cm)
Sudut Juring Roda (°)
Jumlah Sirip Aktif Teoritis
20
115.70
3.86
15 13 10
99.05 91.80 79.99
3.30 3.06 2.66
Jumlah Sirip Aktif
Fhtot (N)
Fvtot (N)
3 4 3 3 3
582.19 720.73 472.88 429.16 363.58
909.05 1274.77 738.66 670.51 568.27
Hasil simulasi matematik gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada berbagai ketenggelaman roda sebagaimana tampak pada Tabel 16 merupakan hasil simulasi yang mengandaikan kondisi ideal dan dilakukan beberapa penyederhanaan demi memudahkan proses perhitungan, di mana hasilnya bisa berbeda dengan kondisi aktual. Perbedaan ini disebabkan pada perhitungan yang dilakukan menggunakan satu nilai tahanan penetrasi pada satu titik nilai ketenggelaman sirip, yakni pada ujung sirip, dan mengandaikan nilai tahanan penetrasi tersebut berlaku untuk keseluruhan permukaan sirip. Dalam kondisi aktual, asumsi tersebut tidak terjadi, dimana nilai tahanan penetrasi pada setiap titik pada permukaan sirip aktif dapat berbeda besarnya bergantung pada kedalaman berapa titik tersebut berada. Oleh karena asumsi tahanan penetrasi yang digunakan dalam perhitungan menggunakan tahanan penetrasi pada ujung sirip dan karenanya merupakan nilai tahanan penetrasi terbesar, maka dalam kondisi aktual nilai gaya reaksi tanah pada permukaan sirip aktif dapat lebih rendah dari hasil perhitungan yang dilakukan. Selain itu, penyebab perbedaan hasil simulasi dan aktual juga disebabkan oleh perhitungan simulasi mengandaikan kondisi ideal, dimana lintasan berlumpur masih utuh tanpa bekas ceruk dan sebelumnya belum dilintasi. Dalam kondisi aktual, kondisi tersebut sulit terpenuhi karena lintasan atau lumpur di dekat sirip aktif umumnya telah berceruk akibat melintasnya sirip sebelumnya. Hal ini mengakibatkan permukaan sirip aktif tidak ditopang sempurna oleh lumpur pada lintasan, sehingga nilai tahanan penetrasinya lebih kecil dari tahanan penetrasi yang didapatkan dari hasil pengukuran tahanan penetrasi terhadap plat dan karenanya gaya hasil simulasi bisa lebih kecil nilainya jika dibandingkan dengan kondisi aktual. Alasan lain yang bisa menyebabkan berbedanya hasil simulasi terhadap kondisi aktual adalah hasil simulasi menggunakan data tahanan penetrasi terhadap plat yang divariasikan sudutnya pada setiap rentang sudut penekanan 15° dimulai dari sudut 30° hingga 90°. Dalam proses perhitungan, jika ditemukan sebuah sirip aktif yang memiliki sudut kemiringan yang dibentuk oleh gaya penetrasi (Fp) terhadap garis horizontal (β) yang diluar sudut yang terukur, maka dilakukan perhitungan tahanan penetrasi pada sudut tersebut dengan interpolasi. Hasil interpolasi tahanan penetrasi tersebut bisa jadi berbeda dengan nilai tahanan penetrasi aktual pada sudut yang dimaksud. Selain itu, juga diperlukan data
41 pengukuran tahanan penetrasi terhadap plat pada berbagai kedalaman pada sudut penekanan rendah atau mendekati sudut penekanan horizontal (0°).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian ini, dapat ditarik beberapa simpulan yang meliputi beberapa hal berikut. 1. Hubungan tenaga tarik (drawbar power) terhadap slip roda membentuk fungsi polinomial. 2. Dengan spesifikasi sirip roda ramping, di mana lebar sirip sesuaikan dengan lebar jarak alur pertanaman padi yaitu 14 cm, peningkatan tenaga tarik (drawbar power) yang diperoleh diiringi dengan peningkatan slip roda dan mencapai nilai maksimumnya pada nilai slip roda tertentu yang nilainya bervariasi bergantung spesifikasi roda yang digunakan. 3. Peningkatan dimensi sirip berupa tinggi sirip, secara umum tidak selalu meningkatkan tenaga tarik (drawbar power) yang dihasilkan. 4. Jumlah 12 sirip menghasilkan nilai tenaga tarik (drawabar power) relatif lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah sirip yang lain. 5. Sudut sirip30° dan 45° berturut-turut mengasilkan nilai tenaga tarik (drawabar power) relatif lebih besar jika dibandingkan dengan sudut 60°. 6. Roda dengan spesifikasi dimensi sirip 14 cm ×12 cm, berjumlah 12 sirip, dengan sudut sirip30°, merupakan spesifikasi roda terbaik pada kondisi lahan yang digunakan. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh, beberapa saran yang dapat diajukan untuk penelitian lanjutan, yaitu meliputi penyempurnaan perangkat pembebanan yang digunakan, sehingga pengujan performansi traksi dari roda dapat dilakukan hingga mencapai slip maksimum.
42
DAFTAR PUSTAKA Cebro IS. 2006. Sistem Desain dengan Bantuan Komputer untuk Roda Besi Bersirip Traktor Dua Roda [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Bogor. Choi KH, Han SK, Han SH, Park KH, Kim KS, Kim S. 2015. Morphology-based guidance line extraction for an autonomous weeding robot in paddy field. Computers and Electronics in Agriculture. 113:266-274. Hermawan W, Yamazaki M, Oida A. 1997. The characteristics of soil reaction forces on a single movable lug. Journal of Terramechanics. 34:23-35. Hermawan W, Yamazaki M, Oida A. 1998a. Experimental analysis of soil reaction on a lug of a movable lug wheel. Journal of Terramechanics. 35:119135. Hermawan W, Yamazaki M, Oida A. 1998b. Design and traction performance of the movable lug wheel. Journal of Terramechanics. 35:159-177. Hermawan W, Yamazaki M, Oida A. 2000. Theoretical analysis of soil reaction on a lug of the movable lug cage wheel. Journal of Terramechanics. 37:65-86. Keen A, Hall N, Soni P, Gholkar MD, Cooper S, Ferdous J. 2013. A review of the tractive performance of wheeled tractors and soil management in lowland intensive rice production. Journal of Terramechanics. 50(1):45-62. Kim GH, Kim SC, Hong YK, Han KS, Lee SG. 2002. A robot platform for unmanned weeding in paddy field using sensor fusion. Di dalam 8th IEEE International Conference in Automation Science and Engineering; 2012 August 20-24; Seoul, Korea. Kokobun K. 1970. Relations between trafficability and physical properties of soil in paddy field. Journal of Agricultural Engineering Research. 5(3):33-37. Lal R, Shukla MK. 2004. Priciples of Soil Physics. New York (US): Marcel Dekker. Macmillan RH. 2002. The Mechanics of Tractor – Implement Performance. Melbourne (AU): University of Melbourne. Mas FR, Zhang Q, Hansen AC. 2011. Mechatronics and Intelligent Systems for Off-road Vehicles. London (GB): Springer-Verlag. Mikulic D. 2013. Design of Demining Machines. London (GB): Springer-Verlag. Pranav PK, Pandey KP, Tewari VK. 2010. Digital wheel slipmeter for agricultural 2WD tractors. Computers and Electronics in Agriculture. 7(2):188-193. Rizaldi T. 2015. Metode Desain Roda Besi Bersirip Optimum untuk Lahan Sawah (Studi Kasus pada Tanah Silty Clay Loam) [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sakai J, Kishimoto T, Phongsupasamit S. 1987. A study on engineering design theories of iron wheels for plowing. Agricultural Mechanization in Asia, Africa and Latin America. 18(4):11-18 Sakai J, Sitompul RG, Sembiring EN, Setiawan RPA, Suastawa IN, Mandang T. 1998. Traktor 2-Roda. Bogor (ID): Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Salokhe VM, Ghazali A. 1992. The effect of a float on power tiller performance. Journal of Terramechanics. 29(3):329-339.
43 Salokhe VM, Ramalingam N. 2001. Effects of direction of rotation of a rotary tiller on properties of Bangkok clay soil. Soil and Tillage Researh. 63(1-2):6574. Setiawan RPA, Astika IW, Subrata DM, Azis A. 2013. Design of iron wheel of a light tractor for crop maintenance in unconsolidated paddy field. Di dalam The International Symposium on Agricultural and Biosystem Engineering (ISABE); 2013 August 28-29; Yogyakarta, Indonesia. Sharma PK, De Datta SK. 1985. Effect of puddling on soil physical properties. Di dalam [IRRI] International Rice Research Institute. Soil Physics and Rice. Manila (PH): International Rice Research Institute. Soekarno S, Salohke V. 2003. Soil reactions on the cage wheels with staggered echelons of half-width lugs and perfect chevron lugs in wet clay soil. Agricultural Engineering International: The CIGR Journal of Scientific Research and Development. Manuscript PM 03 002. July 2003. Tanaka T. 1984. Operation in paddy fields: state of the art report. Journal of Terramechanics. 21(2):153-179. Triratanasirichai K, Oida A, Honda M. 1990. The performance of cage wheels for small power tillers in agricultural soil. Journal of Terramechanics. 27(3):193205. Verma AK, Dewangan ML. 2006. Efficiency and energy use in puddling of lowland rice grown on Vertisols in Central India. Soil and Tillage Researh. 90(1-2):100-107. Wang XL, Yamazaki M, Tanaka T. 1993. Dynamic behavior of an open lugged wheel under paddy soil conditions. Journal of Terramechanics. 30(3):191-203. Wayotha C, Salokhe VM. 2001. Tractive performance of cage wheel with opposing circumferential lugs. Journal of Agricultural Engineering Resource. 79(4):389-398.
44
LAMPIRAN
45 Lampiran 1 Data rataan tahanan penetrasi tanah terhadap plat pada berbagai kedalaman dan sudut tekan Sudut tekan
Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90° Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90° Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90° Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90°
Tahanan penetrasi tanah (kPa) Kedalaman Kedalaman Kedalaman Kedalaman 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm Plat 5 cm × 5 cm 18.66 25.20 33.04 42.18 21.28 27.81 34.34 44.80 26.50 31.73 36.96 48.72 33.04 42.18 46.10 55.25 35.65 44.80 50.02 69.62 Plat 5 cm × 10 cm 14.08 19.96 25.84 31.07 15.39 20.62 27.15 33.03 17.35 22.58 27.80 34.34 18.66 23.88 31.07 40.22 19.31 27.15 33.03 50.02 Plat 5 cm × 15 cm 9.92 13.84 18.20 22.99 11.23 16.46 21.25 26.04 11.66 16.89 21.68 26.47 15.15 20.38 23.86 27.78 16.02 21.25 25.60 34.75 Plat 5 cm × 20 cm 8.16 11.10 15.35 18.94 8.82 12.74 17.64 22.54 9.14 13.39 18.94 24.50 12.08 16.33 20.90 25.48 15.68 18.62 22.86 27.44
46 Lampiran 2 Data rataan kalibrasi strain gauge dan potensiometer linear Kalibrasi strain gauge Beban Tegangan (kg) (v) 0 0.289 20 0.295 40 0.300 60 0.303 80 0.306 100 0.309 120 0.312 140 0.315
Torsi (N.m) 0.0 8.6 17.2 25.8 34.4 43.0 51.6 60.2
Kalibrasi potensiometer linear Sinkage Tegangan (cm) (v) 0 0.0529 5 0.0593 10 0.0637 15 0.0672 20 0.0722 25 0.0760 30 0.0785 35 0.0807
47 Lampiran 3 Hasil analisis statistik pengaruh faktor perlakuan terhadap tenaga tarik maksimum dan efisiensi traksi
48
Lampiran 4 Skema rim roda dan dudukan sirip
49
Lampiran 5 Skema rim roda dan dudukan sirip
50
Lampiran 5 Skema pemasangan sirip
51
Lampiran 6 Skema sirip (Contoh: dimensi 14 cm × 8 cm)
52
RIWAYAT HIDUP Terlahir bernama lengkap Ubaidillah, dilahirkan di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, pada tanggal 27 Maret 1988 dan merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara dari pasangan (Alm) H. Musta’in Fadly, BA dan Hj. Annisa Khoiriyah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di MAN 3 Kota Malang pada tahun 2006. Gelar akademis pendidikan tinggi Sarjana Teknologi Pertanian diperoleh dari Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang pada 2011. Pada tahun 20112013 penulis pernah bekerja sebagai staf pada Laboratorium Sentral Sains dan Rekayasa – Universitas Brawijaya (L2SR-UB). Penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan program beasiswa dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2013. Karya ilmiah dengan judul ‘Kinerja Traksi Roda Bersirip Ramping untuk Operasi di Sela Alur Tanaman Padi’ telah disajikan dalam Seminar Sekolah Pascasarjana IPB pada bulan April 2016. Selain itu, karya ilmiah dengan judul ‘Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip pada Berbagai Kombinasi Jumlah dan Sudut Sirip di Tanah Sawah Berlumpur’ telah diterbitkan pada Jurnal Keteknikan Pertanian IPB Vol.5 No. 1 April 2017.