ANALISIS KINERJA TRAKSI RODA BESI BERSIRIP DI LAHAN SAWAH
MUHAMMAD TAUFIQ
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Mei 2016
Muhammad Taufiq NIM F151130031
RINGKASAN MUHAMMAD TAUFIQ. Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG dan WAWAN HERMAWAN. Sebagai alat traksi pada traktor roda dua di lahan sawah, roda besi bersirip harus mampu beroperasi secara optimal dan mempunyai efisiensi traksi yang tinggi. Berdasarkan kondisi lahan sawah di Indonesia yang pada umumnya memiliki lapisan lumpur yang dalam, maka rancangan roda besi bersirip sangat perlu untuk diperhatikan. Untuk mendapatkan desain roda besi bersirip yang optimal, kinerja traksi roda besi bersirip harus dapat diduga sebelum roda besi bersirip dibuat. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengembangkan sebuah metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip, 2) untuk menganalisis kinerja traksi roda besi bersirip, 3) untuk menentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik. Metoda untuk mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi dibuat berdasarkan gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip aktif pada saat roda besi bersirip beroperasi di lahan. Gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip-sirip aktif roda besi bersirip tersebut diduga dengan menggunakan data hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat. Untuk mengukur tahanan tanah terhadap penetrasi plat, sebuah penetrometer digunakan dengan plat pada ujung penetrometer tersebut. Variasi ukuran dari plat tersebut yaitu 5 cm x 5 cm, 5 cm x 10 cm, 5 cm x 15 cm dan 5 cm x 20 cm. Pengukuran dilakukan pada sudut penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90°. Tahanan tanah diukur pada kedalaman penekanan tanah 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm dan 15 – 20 cm. Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat menghasilkan persamaan regresi linear yang dapat digunakan sebagai persamaan untuk menduga gaya reaksi tanah terhadap sirip-sirip aktif roda besi bersirip. Tahanan tanah terhadap penetrasi plat ini dilakukan pada tanah sawah dengan jenis tanah lempung berliat (clay loam) dengan rata-rata kadar air 62.59%, dry bulk density 1.05 g/ cm3, porositas 58.33%, indeks plastisitas 17.83%. Hasil pengukuran menjelaskan bahwa tahanan tanah semakin meningkat pada kondisi plat yang menekan tanah semakin dalam. Pengaruh sudut penekanan yang semakin besar juga secara signifikan mempengaruhi tahanan tanah menjadi semakin besar. Roda uji besi bersirip dibuat untuk membuktikan hasil pendugaan kinerja traksi yang telah dikembangkan. Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan pada roda uji dengan beberapa perlakuan jumlah sirip dan sudut sirip. Variasi jumlah sirip yaitu jumlah sirip 10, jumlah sirip 12 dan jumlah sirip 14. Variasi sudut sirip yaitu sudut 30°, 35° dan 40°. Kinerja traksi diukur pada setiap tipe disain roda besi bersirip. Pada pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip, transduser torsi dibuat untuk mengukur nilai torsi pada poros roda dan instrumen slider sinkage untuk mengukur ketenggelaman roda (sinkage). Sebuah instumen pemberi beban dengan sistem pengereman digunakan untuk memberikan beban horizontal pada pengujian roda besi bersirip. Proses kalibrasi transduser torsi dan instrumen slider sinkage dilakukan untuk mengkonversi data pengukuran yang diperoleh. Alat yang digunakan untuk megukur kecepatan maju roda, kecepatan sudut roda dan slip roda yaitu alat pengukur waktu (stopwatch) dan meteran. Roda yang bergerak sejauh satu putaran roda penuh diukur waktu dan jarak tempuhnya.
Berdasarkan hasil pengukuran drawbar pull, kecepatan maju roda, torsi pada poros roda dan kecepatan sudut roda yang diperoleh maka nilai efisiensi traksi dapat dihitung dengan membandingkan daya luaran (daya output) dengan daya masukan (daya input). Daya luaran diperoleh dari hasil perkalian drawbar pull dengan kecepatan maju roda, sedangkan daya masukan diperoleh dari hasil perkalian torsi pada poros roda dengan kecepatan sudut roda. Nilai efisiensi traksi dihitung dalam persen. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai efisiensi traksi tertinggi adalah pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° yaitu sebesar 47.81%, sedangkan nilai efisiensi terendah adalah pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 10 dan sudut sirip 40° yaitu sebesar 34.35%. Berdasarkan hasil pendugaan dan hasil pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah, maka nilai efisiensi traksi roda besi bersirip divalidasi untuk melihat error yang terjadi pada metode pendugaan kinerja traksi yang dikembangkan. Hasil validasi efisiensi traksi duga dan efisiensi traksi ukur pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip menunjukkan bahwa : (1) rata-rata error jumlah sirip 10 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 90.77%, sehingga akurasinya adalah sebesar 9.23%, (2) rata-rata error jumlah sirip 12 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 64.57%, sehingga akurasinya adalah sebesar 35.43%, (3) rata-rata error jumlah sirip 14 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 78.33%, sehingga akurasinya adalah sebesar 21.67%. Hasil validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur menunjukkan bahwa tingkat error efisiensi traksi hasil pendugaan masih sangat besar dan tingkat akurasinya tidak mendekati nilai efisiensi traksi pengukuran. Rata-rata pendugaan efisiensi traksi menghasilkan tingkat error lebih dari 60% pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip. Roda besi bersirip terbaik ditentukan dari hasil efisiensi traksi yang paling tinggi di lahan sawah. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja traksi di lahan sawah, roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° menghasilkan nilai efisiensi traksi tertinggi. Efisiensi traksi roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° pada tingkat drawbar pull 170 N yaitu sebesar 47.81%. Oleh karena itu dapat ditentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik di lahan sawah dari hasil efisiensi traksi terbesar adalah desain roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30°. Katakunci: desain, kinerja traksi, lahan sawah, metode prediksi, roda besi bersirip
SUMMARY MUHAMMAD TAUFIQ. Analysis of Lug Wheel Tractive Performance in Paddy Fields. Supervised by TINEKE MANDANG and WAWAN HERMAWAN. As traction elements on the two-wheel tractor in paddy fields, lug wheels must be able to operate optimally and have a high efficiency traction value. Based on general existing paddy field conditions in Indonesia that have deep layer of mud, the process of designing the lug wheel very need to be considered. To get the optimal design on lug wheel, the lug wheel tractive performance should be predicted before designing lug wheel. The purpose of this research were 1) to develop a prediction method of lug wheel performance, 2) to analyze the performance of lug wheel, and 3) to select the best configuration of lug wheel design. The method used to develop traction performance prediction was based on the reaction of the forces acting on an active lug at a time when lug wheels operate on land. Reaction forces acting on lug wheels could be predicted by using data measurements results of soil resistance against penetration of the plate. To measure the soil resistance against penetration of plate, a penetrometer with a plat on the tip was used. Size of the plate was varied, i.e 5 cm x 5 cm, 5 cm x 10 cm, 5 cm x 15 cm and 5 cm x 20 cm. The measurement was conducted on 30°, 45°, 60°, 75° and 90° of penetration angle. The soil resistance was measured at 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm, and 15 – 20 cm of penetration depth. The measurement of soil resistance against penetration of the plate generated linear regression equation which could be used as an equation to predict the soil reaction forces against the active lugs on lug wheels. Soil resistance against penetration of the plate was done on the clay loam type of paddy soil with an average value 62.59% of moisture content, 1.05 g/ cm3 of dry bulk density, 58.33% of porosity, 17.83% of plasticity index. The measurement results explained that soil resistance increasing on the conditions of plate pressing deeper soil. The influence of the angle on penetration also significantly affected the soil resistance becomes increasingly large. Lug wheels test was made to prove the results of development of the prediction tractive performance. Lug wheels traction performance was done on several levels of lug number and lug angle. Lug numbers were varied at 10, 12, and 14 lugs. Lug angles were varied at 30°, 35°and 40°. The traction performance was measured for each types of lug wheel design. On the traction performance measurement of lug wheel, the torque transducer was made to measure the value of the torque and a slider sinkage instrument for measuring the sinkage. A loading apparatus with braking system instrument was used to give horizontal load to the test of lug wheel. Calibration process for torque transduser and slider sinkage instruments was done to convert the measurement data obtained. The tools used to measure the speed of the forward wheels, the angular velocity of the wheel and the wheel slip was stopwatch and meter roll. The time and distance would be measured by measuring the moving of one full wheel spin. Based on the results of measurements of the drawbar pull, the speed of the forward wheels, torque and angular velocity of the wheel then traction efficiency values could be calculated by comparing the output power and input power. Output power was obtained from the results of the drawbar pull multiplication with the forward speed of wheels,
while the input power was obtained from the results of the multiplication of torque on the axle with the angular velocity of wheel. Traction efficiency values calculated in percent. The measurements results shows that the lug wheels with 12 lugs and lug angle of 30° resulted the highest traction efficiency value (47.81 %), while the lug wheels with 11 lugs and lug angle of 40° resulted the lowest traction efficiency value (34.35 %). Based on the results of prediction and measurement results of tractive performance of lug wheels in the paddy fields, the value of the lug wheel traction efficiency was validated to view errors that occurred on development method of the prediction tractive performance. The validation results of predicted traction efficiency and measured traction efficiency at any number of lugs and angle lug shows that : (1) the average error value of lug numbers 10 for any lug angle was 90.77 %, (2) the average error value of lug numbers 12 for any lug angle was 64.57 %, (3) the average error value of lug numbers 14 for any lug angle was 78.33 %. The results of the validation indicated that the level of traction efficiency results prediction error was still very large and the level of accuracy was not approaching with the measurement results of traction efficiency value. The average prediction of traction efficiency generated the error level of over 60% on each lug numbers and lug angle. The best lug wheel was determined from the measurements results of the higgest traction efficiency value in paddy fields. Based on the results of traction performance measurement in paddy fields, the lug wheel with 12 lugs and lug angle of 30° resulted the highest traction efficiency. Traction efficiency of the lug wheel with 12 lugs and lugs angle of 30° at drawbar pull 170 N was 47.81%. Thus it could be determined that the best configuration of lug wheel design for the paddy fields was the wheel with 12 lugs and 30° lug angle. Keywords: design, lug wheel, paddy field, prediction method, tractive performance
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KINERJA TRAKSI RODA BESI BERSIRIP DI LAHAN SAWAH
MUHAMMAD TAUFIQ
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Lenny Saulia, STP MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah : Muhammad Taufiq : F151130031
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS Ketua
Dr Ir Wawan Hermawan, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertaniandan Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 20 Juni 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Karya Ilmiah yang telah dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini berjudul Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih penulis ucapkan pula kepada Ibu Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran yag bermanfaat untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada keluarga Ibunda Ellya Karim Tamin, Kakanda Abdul Hafis, S.T dan Adinda dr. Fitria Najib atas doa serta semangat yang selalu diberikan. Terima kasih terakhir tak lupa penulis ucapkan kepada seluruh pihak pada program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas dukungannya dan juga kepada seluruh teman-teman TMP seperjuangan atas bantuan dan motivasinya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyajian karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan menerima saran, masukan dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak dan terutama bagi penulis sendiri sehingga lebih dapat mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh. Terima kasih.
Bogor,
Mei 2016
Muhammad Taufiq
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Pada Lahan Sawah Traktor Roda Dua Roda Besi Bersirip Konsep Pendugaan Kinerja Traksi Efisiensi Traksi Tenaga Tarik (Pull) Torsi Roda Kecepatan Maju Roda dan Kecepatan Sudut Roda Ketenggelaman Roda (Sinkage) Slip Roda
3 3 6 8 9 11 12 13 14 15 15
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Alat Penelitian Prosedur Pelaksanaan Penelitian Pengukuran Sifat Fisik Tanah Pengukuran Tahanan Tanah Terhadap Penetrasi Plat Pendugaan Efisiensi Traksi Roda Besi Bersirip Roda Uji Besi Bersirip untuk Pengukuran Kinerja Traksi Prosedur Pengukuran Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Validasi Efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur Penentuan Desain Roda Besi Bersirip Terbaik di Lahan Sawah
16 16 16 17 17 18 20 21 23 24 29 30
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Tahanan Penetrasi Tanah Hasil Pendugaan Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Hasil Kalibrasi Instrumen Pengukur Kinerja Traksi Pengukuran Kinerja Traksi Roda Uji di Lahan Sawah Hasil Validasi Efisiensi Traksi Duga Dengan Efisiensi Traksi Ukur
30 30 33 34 36 47
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
49 49 49
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
53
RIWAYAT HIDUP
67
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10
Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo 1992) Nilai kadar air, kohesi (C) dan sudut gesek tanah (ɸ) tanah sawah Dramaga Bogor (Simanungkalit 1993) Sifat fisik dan mekanik tanah sawah Dramaga (Simanungkalit 1993) Kisaran nilai kecepatan maju traktor roda dua (Sakai et al. 1998) Spesifikasi desain roda uji Persamaan regresi linear yang dihasilkan untuk ukuran plat sirip 9 cm x 36 cm pada sudut penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90° Hasil pendugaan gaya-gaya reaksi pada sirip-sirip aktif roda besi bersirip Pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip Hasil kinerja traksi roda besi bersirip pada drawbar pull 170 N Perbandingan hasil efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur
6 6 6 14 24 32 33 34 46 48
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006) Gambar 2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo 1992) Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak (d) tipe Thai (Sakai et al. 1998) Gambar 4 Roda besi bersirip (a) tipe Jepang (b) tipe Thai (Sakai et al. 1998) Gambar 5 Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan horizontal (Hettiaratchi et al. 1966) Gambar 6 Hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada sudut penetrasi 45° (Cebro 2006) Gambar 7 Gaya yang bekerja pada sirip aktif (Hermawan et al. 2001) Gambar 8 Sirip dan gerakannya (Sakai et al. 1998) Gambar 9 Grafik tenaga maksimum yang tersedia untuk traktor (Crossley dan Kilgour 1983) Gambar 10 Prosedur pelaksanaan penelitian Gambar 11 Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat Gambar 12 Pelaksanaan pengukuran tahanan penetrasi di lahan sawah Gambar 13 Sudut-sudut dan gaya reaksi yang terbentuk oleh sirip aktif Gambar 14 Desain roda uji Gambar 15 Perangkaian instrumen-instrumen pengukur kinerja traksi Gambar 16 Instrumen pemberi beban tarik Gambar 17 Skema pengukuran gaya tarik (drawbar pull) Gambar 18 Transduser torsi
4 5 7 8 9 10 10 11 13 18 20 20 21 24 25 26 26 27
Gambar 19 Perangkaian transduser torsi pada poros traktor Gambar 20 Sistem perekaman data torsi dan ketenggelaman roda (sinkage) Gambar 21 Instrumen slider pengukur sinkage Gambar 22 Skema pengukuran ketenggelaman roda (sinkage) Gambar 23 Skema pengukuran kecepatan maju, kecepatan putar dan slip Gambar 24 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 5 cm Gambar 25 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x10 cm Gambar 26 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 15 cm Gambar 27 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 20 cm Gambar 28 Grafik kalibrasi rata-rata hubungan torsi (N.m) dengan regangan (μɛ) transduser torsi Gambar 29 Grafik kalibrasi rata-rata hubungan sinkage (cm) dengan tahanan (Ω) instrumen slider sinkage Gambar 30 Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah Gambar 31 Grafik hubungan perlakuan sudut sirip dengan rata-rata hasil pengukuran drawbar pull untuk setiap perlakuan jumlah sirip Gambar 32 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10 Gambar 33 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12 Gambar 34 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Gambar 35 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10 Gambar 36 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12 Gambar 37 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Gambar 38 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10 Gambar 39 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12 Gambar 40 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Gambar 41 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10 Gambar 42 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12 Gambar 43 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Gambar 44 Validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur pada setiap jumlah dan sudut sirip
27 27 28 28 29 31 31 31 32 35 35 36 37 38 38 39 40 40 40 42 43 43 44 45 45 47
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar Teknik instrumen pemberi beban tarik Lampiran 2 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem (piktorial) Lampiran 3 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem (ortogonal) Lampiran 4 Gambar teknik silinder penggulung kawat sling Lampiran 5 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 10 Lampiran 6 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 12 Lampiran 7 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 14 Lampiran 8 Gambar teknik instrumen slider sinkage Lampiran 9 Gambar teknik transduser torsi Lampiran 10 Data rata-rata pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di lahan sawah Lampiran 11 Data rata-rata kalibrasi transduser torsi dan rata-rata kalibrasi instrumen slider sinkage Lampiran 12 Data rata-rata pengukuran kinerja roda besi bersirip di lahan sawah
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pengolahan tanah adalah salah satu faktor yang sangat penting dan berperan dalam peningkatan produksi suatu usaha pertanian. Usaha pertanian yang umum dan banyak dijumpai di Indonesia adalah usaha pertanian pada lahan sawah atau disebut juga dengan lahan basah. Sebagaimana juga disebut sebagai lahan basah, maka dapat dipastikan bahwa lahan sawah mempunyai kadar air yang tinggi. Pada umumnya lahan sawah yang ada di Indonesia banyak digunakan untuk usaha pertanian budidaya tanaman padi. Saat ini kegiatan pengolahan tanah pada lahan sawah sudah banyak dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintan) oleh kebanyakan petani di Indonesia. Adapun jenis alsintan untuk pengolahan tanah yang sering digunakan untuk lahan sawah adalah jenis traktor tangan atau disebut juga dengan traktor roda dua. Pemakaian traktor roda dua untuk pengolahan tanah pada lahan sawah ini bertujuan agar dapat mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, meningkatkan kapasitas, efisiensi, dan kenyamanan dalam bekerja. Traktor roda dua ini juga sangat sesuai dengan kondisi lahan sawah yang ada di Indonesia yaitu umumnya mempunyai petakan-petakan sawah yang relatif kecil dan terdapat pada perbukitan dengan kelerengan yang cukup curam, selain itu juga traktor roda dua ini tidak terlalu mahal untuk biaya pengoperasiannya. Pengolahan tanah yang baik akan menunjang tercapainya peningkatan produksi padi. Agar pengolahan tanah dapat berlangsung dengan baik dalam hal ini dengan menggunakan tenaga traktor, maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan performansi dari kinerja traktor tersebut. Wanders (1978) menyatakan bahwa performansi yang dapat dihasilkan suatu traktor dipengaruhi oleh kondisi alat traksi, kondisi tanah, keadaan permukaan tanah dan interaksi alat traksi dengan tanah. Performansi kinerja traktor yang optimal akan menghasilkan efisiensi lapangan dengan nilai yang maksimum, dengan demikian kegiatan pengolahan tanah dapat berlangsung dengan baik. Agar efisiensi lapangan dapat bernilai maksimum maka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi tanah dan alat traksi traktor tersebut. Adapun alat traksi pada traktor roda dua adalah pada bagian penggerak traktor yaitu roda besi bersirip. Untuk mencapai efisiensi lapangan maksimum maka traktor tersebut harus menghasilkan nilai traksi yang maksimum pula. Salah satu penyebab menurunnya nilai efisiensi lapangan adalah penggunaan traktor dengan kondisi alat traksi yang tidak tepat. Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa besarnya tenaga tarik yang dapat diberikan oleh traktor umumnya dibatasi oleh alat traksinya dan kondisi lahan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat traksi pada suatu traktor dapat menentukan besarnya tenaga tarik yang dihasilkan oleh traktor tersebut. Traktor dapat menghasilkan gaya tarik yang maksimum pada saat kemampuan alat traksi maksimum. Selain kemampuan alat traksi harus maksimum, faktor lain yang juga menghasilkan gaya tarik maksimum pada traktor yaitu tahanan guling dan slip harus minimum. Faktor utama yang secara langsung mempengaruhi kinerja traktor roda dua yang beroperasi di lahan sawah adalah roda besi bersirip. Plackett (1985)
2 menyatakan bahwa roda traktor yang bergelinding dapat mengalami gaya traksi, tahanan gelinding, gaya kemudi, gaya dukung tanah, dan gaya akibat berat traktor itu sendiri. Triratanasirichai et al. (1990) menyatakan bahwa efisiensi traksi maksimum dan daya drawbar maksimum pada traktor roda dua jenis roda besi bersirip secara signifikan dipengaruhi oleh lug angle (sudut sirip), lug pitch (spasi antar sirip), slip roda dan kondisi tanah. Roda besi bersirip perlu didesain dengan cermat berdasarkan kondisi tanah dan traktor yang digunakan. Agar roda yang didesain dapat diperkirakan kinerja traksinya, maka metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersisip perlu dikembangkan. Hermawan et al. (1998) mempertimbangkan sistem sirip-tanah untuk menduga gaya reaksi tanah terhadap sirip yang memerlukan banyak parameter karakteristik tanah yang harus diukur atau diketahui. Sebagai alternatif, perlu dilakukan pengukuran dengan instrumen yang praktis dan mudah dilakukan, salah satunya dengan memanfaatkan penetrometer. Gaya reaksi tanah pada siripsirip roda yang aktif dapat diduga dengan pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Hermawan 2009). Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh desian terbaik untuk roda besi bersirip yang digunakan pada tanah sawah yang sudah diketahui kondisinya. Perumusan Masalah Faktor utama yang secara langsung sangat mempengaruhi besarnya nilai traksi pada traktor roda dua yang beroperasi pada lahan sawah adalah roda besi bersirip. Hermawan et al. (1998) menyatakan bahwa roda besi bersirip telah terbukti menjadi salah satu yang terbaik untuk bekerja pada lahan sawah dengan kondisi permukaan tanah jenuh dan tergenang air. Pada traktor roda dua yang menggunakan jenis roda besi bersirip, besarnya nilai traksi jelas dipengaruhi oleh kondisi sirip pada roda besi tersebut. Selanjutnya dalam perkembangan penelitian roda besi bersirip tersebut semakin banyak variasi parameter pengamatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan besarnya nilai traksi pada traktor ruda dua. Watyotha dan Salokhe (2001) menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan besarnya traksi dari variasi parameter desain untuk roda besi bersirip adalah lug angle (sudut sirip), lug spacing (jarak sirip), lug size (ukuran sirip), lug shape (bentuk sirip), lug mechanism (mekanisme sirip) dan circumferential angle (sudut keliling). Penempatan sirip pada roda besi bersirip yang tepat dan sesuai pada kondisi lahan sangat mendukung kemampuan traksi atau tenaga tarik sebuah traktor roda dua yang sedang beroperasi di lahan. Seiring dengan perkembangan industri traktor roda dua dengan jenis roda besi bersirip yang telah meningkat pesat dan telah banyak dijual di pasaran, maka sangatlah penting untuk mengetahui apakah roda besi bersirip pada traktor tersebut dapat efisien penggunaannya pada lahan sawah yang memiliki kadar air sangat tinggi serta mempunyai kedalaman lumpur yang dalam. Oleh karena itu dalam upaya mendukung perancangan roda besi bersirip pada traktor roda dua untuk lahan sawah tersebut dibutuhkan suatu pengembangan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip sehingga diperoleh desain roda besi bersirip yang terbaik agar penggunaannya dapat tepat dan sesuai pada kondisi lahan sawah tempat beroperasinya traktor tersebut.
3 Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Tujuan dari penelitian ini adalah : Mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip. Menganalisis kinerja traksi roda besi bersirip. Menentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik. Manfaat Penelitian
1. 2. 3.
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : Diperolehnya metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip. Diperolehnya metode pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah. Diperolehnya konfigurasi desain roda besi bersirip yang terbaik dan tepat untuk digunakan pada lahan sawah. Ruang Lingkup Penelitian
1. 2. 3. 4. 5.
Ruang lingkup untuk melakukan penelitian ini meliputi : Penyusunan konsep metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip. Pembuatan roda uji yang dapat diatur jumlah sirip dan sudut siripnya. Pengujian kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan pada lahan sawah. Perhitungan validasi dan error hasil pendugaan dengan hasil pengukuran efisiensi traksi roda besi bersirip. Penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik untuk lahan sawah.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanah Pada Lahan Sawah Tanah sawah berbeda dengan tanah lahan kering. Ciri utama tanah sawah adalah identik dengan genangan air dalam waktu yang lama. Penggenangan tanah menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisika tanah. Kondisi inilah yang membedakan lahan sawah dengan lahan kering (Siradz 2006). Lahan sawah merupakan tipe lahan pertanian dengan permukaan horizontal dan dikelilingi oleh batas-batas untuk menampung dan menjaga tanah agar tanah tetap tergenang air. Menurut Saito dan Kawaguchi (1971), tanah pada lahan sawah dapat diklasifikasikan menjadi lapisan atas, lapisan tengah dan lapisan bawah. Lapisan atas memiliki tekstur yang halus, lapisan tengah memiliki tekstur agak kasar, dan lapisan bawah memiliki tekstur keras. Sifat fisik dan mekanik tanah lahan sawah berbeda dengan sifat fisik dan mekanik pada tanah dataran tinggi terutama pada lapisan atas (Sapei et al. 1992). Sakai et al. (1998) mengemukakan bahwa pembentukan lapisan keras di bawah lapisan olah (top soil) sangat diperlukan pada lahan sawah karena mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut. Pertama, agar manusia, hewan ternak dan alat mesin pertanian dapat bergerak dengan baik, tidak harus terapung di atas permukaan lapisan atas lahan sawah. Kedua, mencegah lahan sawah menjadi terlalu dalam yang menyebabkan kebutuhan air
4 irigasi menjadi lebih besar. Ketiga, menghindari perkolasi yang berlebihan dari air irigasi, yaitu lebih dari 40 mm/hari kedalaman air tanah baik di dalam atau di bawah subsoil. Perkolasi yang berlebihan berarti menyebabkan hilangnya pupuk kandang dan pupuk buatan yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan.
Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006) Hillel (1980) menerangkan bahwa besarnya gaya mekanis yang diperlukan untuk mengubah kondisi tanah berhubungan erat dengan sifat mekanik tanah antara lain kohesi, tahanan penetrasi, tahanan geser dan sudut gesekan. Sedangkan sifat fisik yang umum dipakai sebagai parameter untuk menentukan kondisi tanah antara lain berat isi tanah (bulk density), porositas dan kadar air tanah. Selanjutnya Mandang dan Nishimura (1991) berpendapat bahwa kondisi tanah dapat ditentukan dengan parameter-parameter seperti void ratio, porositas, berat isi tanah (bulk density) dan berat jenis isi. Kadar air tanah ialah perbandingan antara berat air dengan berat tanah. Kadar air tanah dinyatakan dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk). Menurut Wesley dalam Mudzakir (2013) kadar air dan bulk density dapat dihitung dengan persamaan: m mtk K A tb mtk mr
(1)
mtk mr Vr
(2)
d
Dimana KA adalah kadar air (%), ρd adalah bulk density (g/cm3), mtb adalah massa tanah basah dan ring (g), mtk adalah massa tanah kering dan ring (g), mr adalah massa ring (g), dan Vr adalah volume ring (cm3). Bulk density tanah merupakan perbandingan antara massa tanah seluruhnya dengan isi tanah total (Wesley dalam Mudzakir 2013). Wesley dalam Mudzakir (2013) juga menyatakan bahwa semakin kecil angka bulk density maka tingkat kegemburan tanah semakin besar. Bulk density yang terlalu tinggi dapat menghambat penetrasi akar, perkembangbiakkan tanaman, dan drainase.
5 Porositas adalah proporsi ruang pori (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang ditempati oleh air dan udara (Plaster dalam Mudzakir 2013). Menurut Das (2014), porositas (n) didefenisikan sebagai perbandingan antara perbandingan antara volume pori (Vv) dan volume tanah total (V) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
n
Vv V
(3)
Dimana n adalah porositas (%), Vv adalah volume pori (cm3) dan V adalah volume tanah total (cm3) (Pusparini 2008). Tahanan penetrasi adalah suatu indeks kekuatan tanah pada suatu kondisi pengukuran. Indeks tersebut mencakup kepadatan tanah, kadar air tanah, tekstur, dan mineral liat. Tahanan penetrasi meningkat dengan menurunnya kadar air. Selain itu, tahanan penetrasi juga meningkat dengan menurunnya kedalaman (Baver et al. dalam Mudzakir 2013). Tahanan penetrasi tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan gaya yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan tanah. Besarnya tahanan penetrasi ini tergantung pada bulk density tanah (Mandang dan Nishimura 1991). Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menghitung nilai tahanan penetrasi (Mudzakir 2013): 98 FP M P T p AP
(4)
Dimana Tp adalah tahanan penetrasi (kPa), Fp adalah gaya penetrasi (N), Mp adalah berat penetrometer (N) dan Ap adalah luas penampang plat (cm2). Konsistensi merupakan salah satu sifat mekanik tanah. Konsistensi menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang dapat mengubah bentuk seperti pengolahan tanah (Hardjowigeno 1995).
Gambar 2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo 1992) Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas susut. Kedudukan batas konsistensi dari tanah kohesif dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
PI LL PL
(5)
Dimana PI adalah indeks plastisitas (plasticity indeks), LL adalah batas cair (liquid limit) dan PL adalah batas plastis (plastic limit). PI, LL dan PL dalam persen (%). Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air di mana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi, sedangkan dari keadaan plastis ke keadaan
6 cair dinamakan batas cair. Indeks plastisitas merupakan selisih dari batas plastis dan batas cair. Batasan mengenai indeks plastisitas dan sifat tanah diberikan oleh atterberg dalam Hardiyatmo (1992) seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo 1992) Indeks plastisitas 0 <7 7 – 17 > 17
Sifat Nonplastis Plastisitas rendah Plastisitas sedang Plastisitas tinggi
Simanungkalit (1993) menunjukkan hasil pengukuran sifat-sifat fisik dan mekanik untuk jenis tanah sawah latosol coklat kemerahan bertekstur liat dari kebun percobaan Sawah Baru, Darmaga, Bogor. Hasil pengukuran tersebut seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Nilai kadar air, kohesi (C) dan sudut gesek tanah (ɸ) tanah sawah Dramaga Bogor (Simanungkalit 1993) Kedalaman (cm) 0 – 30
30 – 60
Kadar air (%) 55.5 44.3 32.8 23.5 54.6 46.7 34.7 24.4
Kohesi (C) (kg/ cm2) 0.33 0.30 0.70 1.17 0.32 0.41 0.79 1.62
Sudut gesekan dalam (ɸ) (derajat) 10.29 20.12 48.83 46.12 8.09 8.36 27.17 30.17
Tabel 3 Sifat fisik dan mekanik tanah sawah Dramaga (Simanungkalit 1993) Sifat - Berat jenis partikel (g/cc) - Berat isi (g/cc) - Tekstur (%) : - pasir - debu - liat - Ruang pori total (% volume) - Batas cair (%) - Batas plastis (%) - Indeks plastisitas (%)
Kedalaman 0 - 30 cm 2.48 0.98 11 23 66 60.50 60.40 40.10 20.30
Traktor Roda Dua Menurut Soedjatmiko (1972) traktor roda dua merupakan salah satu sumber tenaga alat pengolahan tanah yang digunakan baik di lahan sawah (basah) maupun di tegalan (lahan kering) yang bertenaga mesin ”Internal Combustion Engine”, beroda dua dan mempunyai tenaga kurang dari 12 hp serta bersifat serba guna.
7
Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak (d) tipe Thai (Sakai et al. 1998) Jenis motor penggerak yang sering dipakai adalah motor diesel satu silinder dengan daya yang dihasilkan kurang dari 12 hp. Penggunaan motor diesel umumnya lebih murah, baik pada saat pengoperasiannya maupun perawatannya. Motor diesel lebih awet dibanding motor jenis lain, jika perawatannya dilakukan dengan baik dan benar sejak awal pemakaian. Untuk menghidupkan motor diesel digunakan engkol, sedangkan untuk motor bensin dan minyak tanah menggunakan tali starter. Sakai et al. (1998) mengklasifikasikan traktor roda dua berdasarkan tenaga dari mesin yang digunakan yaitu: 1.
Tipe Mini Tiller (2-3 PS) Ini adalah tipe terkecil dari traktor roda 2. Mesin ini digunakan untuk berkebun di sekitar rumah, bukan untuk suatu usaha tani profesional. Mesin ini disebut motor-tiller atau cultivatior tanpa roda.
2.
Tipe Traksi (4-6 PS) Mesin ini digunakan untuk membajak dengan bajak dan mengangkut dengan gandengan dan tidak dipakai untuk pengolahan dengan rotari. Mesin ini dapat disebut power tiller dan mampu untuk menggantikan dan mengungguli ternak sebagai sumber tenaga tarik.
3.
Tipe Ganda (5-7 PS) Tipe ini berukuran sedang, berada antara tipe traksi dan tipe gerak. Traktor jenis ini dapat melakukan pembajakan dan menggunakan bajak rotari dengan lebar lintasan yang sempit. Kinerja multigunanya lebih baik dibandingkan dengan tipe gerak tetapi kinerja pembajakannya lebih rendah.
4.
Tipe Gerak (7-14 PS) Mesin ini mengolah tanah dengan menyalurkan tenaga tarik traktor secara mekanis pada alat pengolahan tanah yang dipasang di belakang kedua roda traktor. Ini adalah mesin khusus untuk mengolah tanah. Mesin khusus yang dilengkapi dengan alat pengolah tanah rotari disebut rotary power tiller. Rotary power tiller melakukan pemotongan tanah dan penggaruan dalam sekali lintasan, sehingga petani menikmati mudahnya pengolahan tanah dibanding dengan tenaga ternak menarik bajak. Akan tetapi kinerja
8 multigunanya rendah karena ukurannya besar dan berat. Berat traktor bersama alat pengolah tanah rotari adalah 300-400 kg. 5.
Tipe Thai (8-12 PS) Ini adalah mesin dengan struktur sederhana yang dibuat secara lokal menggunakan motor diesel dengan pendinginan air, batang kendalinya lebih panjang, dan lebih berat dari traktor roda 2 tipe traksi yang biasa. Berat mesin dengan roda sangkar adalah 350-450 kg, yang kuat untuk membajak dan menarik trailer, akan tetapi kemampuan multigunanya sangat terbatas. Roda Besi Bersirip
Roda besi bersirip pada traktor roda dua umumnya tersusun dari bagian berikut ini : 1. Sirip, yaitu bagian yang langsung menyentuh tanah dan menghasilkan traksi saat roda traktor bergerak. 2. Rim, yaitu bagian yang berfungsi sebagai tempat dudukan sirip dan tempat tumpuan jari-jari roda yang terhubung ke flens. 3. Jari-jari, yaitu bagian yang berfungsi sebagai penghubung atau penerus beban antara rim dengan flens. 4. Flens, yaitu bagian yang menghubungkan roda dengan poros traktor Menurut Hermawan et al. (1998) struktur roda besi bersirip terdiri dari flens, jari-jari yang dipasang pada flens, satu atau dua buah rim dan beberapa plat sirip yang dipasang pada jari-jari atau pada rim dengan sudut sirip tertentu. Watyotha dan Salokhe (2001) berpendapat bahwa yang perlu diperhatikan dari variasi faktor desain untuk roda besi bersirip yang mempengaruhi performansi adalah sudut sirip, jarak sirip, ukuran sirip dan bentuk sirip.
(a)
(b)
Gambar 4 Roda besi bersirip (a) tipe Jepang (b) tipe Thai (Sakai et al. 1998) Roda besi bersirip dibagi menjadi roda besi bersirip untuk lahan kering dan roda besi bersirip untuk lahan sawah. Banyak sirip ditempatkan pada plat pelek dari roda untuk penggunaan di lahan kering. Untuk penggunaan di lahan sawah sirip yang lebih lebar dan jumlahnya lebih sedikit dibanding yang ada pada roda lahan kering yang ditempatkan pada rim pipa dari roda. Karena jarak sirip lebih lebar, atau picth sirip lebih panjang, dan jumlah sirip lebih sedikit pada pipa pelek, maka sangat efektif untuk mencegah bongkah-bongkah tanah menempel atau terperangkap di antara sirip (Sakai et al. 1998). Salokhe dan Clough (1988) menyatakan bahwa roda sirip digunakan untuk meningkatkan traksi dan membantu dalam pengolahan tanah di lahan basah. Total gaya pada roda sirip merupakan fungsi dari jumlah sirip yang menyentuh tanah.
9 Peningkatan jumlah sirip menyebabkan adanya peningkatan gaya-gaya yang dihasilkan oleh roda bertambah hingga mencapai batas tertentu. Konsep Pendugaan Kinerja Traksi Kemampuan traksi roda besi bersirip ditentukan oleh : (a) kondisi tanah, (b) ukuran dan desain roda besi bersirip, (c) tingkat pembebanan (beban mendatar dan beban tegak). Berbagai penelitian untuk meningkatkan kemampuan traksi dan gaya angkat roda besi bersirip telah dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan untuk mendapatkan konfigurasi optimum sirip seperti spasi sirip, sudut sirip, ukuran sirip dan sudut arah pemasangan sirip (Hermawan et al. 2001). Pendugaan kinerja traksi dapat dilakukan salah satunya dengan memprediksi besar gaya tanah per unit lebar sirip (P). Dalam praktiknya penelitian untuk memprediksi besar gaya tanah tersebut memerlukan beberapa parameter karakteristik tanah yang harus diukur atau diketahui yang memungkinkan menghabiskan waktu dan biaya yang besar. Hettiaratchi et al. (1966) sebelumnya telah melakukan penelitian untuk melihat seberapa besar gaya rekasi tanah per unit lebar sirip. Berikut merupakan data yang diperoleh dengan mempertimbangkan sistem sirip yang bekerja pada tanah dalam teori kerusakan horizontal yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan horizontal (Hettiaratchi et al. 1966) Hermawan et al. (1998) menyatakan bahwa penambahan gaya per unit lebar sirip P yang terjadi sepanjang permukaan sirip dan K adalah sudut rake. Peenelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Triratanasirichai (1991) mengenai gaya reaksi tanah per unit lebar sirip menyatakan bahwa adhesi, kohesi dan ketenggelaman sirip merupakan komponen yang mempengaruhi gaya reaksi tanah per unit lebar sirip. Pertimbangan waktu yang relatif lama dan biaya yang cukup besar memberikan sebuah alternatif solusi yang dapat membantu dalam memprediksi besar gaya reaksi tanah. Alternatif tersebut adalah dengan menggunakan penetrometer plat yang dapat digunakan untuk memperoleh data tahanan penetrasi tanah per unit lebar sirip (P) secara langsung di lahan pada kedalaman dan sudut
10 penekanan tertentu. Penetrasi tanah yang dilakukan dengan alat penetrometer plat dapat menghasilkan hubungan antara gaya penekanan dan kedalaman penekanan untuk tiap sudut penekanan yang berbeda. Hubungan yang diperoleh dibuat dalam persamaan regresi pada tiap sudut penekanan. Berikut adalah hasil penelitian terhadap pengukuran tahanan penetrasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Cebro (2006) yang disajikan pada Gambar 6
Gambar 6 Hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada sudut penetrasi 45° (Cebro 2006) Hermawan et al. (2001) menyatakan bahwa untuk menentukan gaya reaksi tanah pada sirip harus ditentukan terlebih dahulu gaya resultan yang bekerja pada masing-masing sirip (Fr), gaya reaksi tanah horizontal (Fh), gaya reaksi tanah vertikal (Fv), beban yang diterima oleh sirip (Wt), dan jumlah sirip yang aktif (Jsa). Nilai tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) dapat ditentukan dengan persamaan regresi yang dibentuk dari setiap sudut penekanan (α) dengan nilai kedalaman dan sudut penenekanan yang berbeda (Gambar 7).
Gambar 7 Gaya yang bekerja pada sirip aktif (Hermawan et al. 2001) Dengan mempertimbangkan bahwa jarak sirip harus maksimum agar gerakan sirip hanya ke arah bawah dan belakang di dalam tanah, diharapkan gerakan sirip seperti itu dapat menghasilkan hanya suatu reaksi tanah vertikal dan
11 tarikan kotor (gross traction) dengan tahanan gerak (motion resistance) yang minimum (Gambar 8) (Sakai et al. 1998).
Gambar 8 Sirip dan gerakannya (Sakai et al. 1998) Efisiensi Traksi Traksi adalah gaya dorong (thrust) yang dapat dihasilkan oleh roda traktor atau alat traksi lainnya. Keragaman alat traksi yang dapat dihasilkan traktor dipengaruhi oleh kondisi tanah, roda penggerak, kondisi permukaan tanah, dan interaksi roda dengan tanah (Liljedahl et al. 1979). Selanjutnya Liljedahl et al. (1989) menerangkan kembali bahwa traksi adalah penggunaan (interaksi) tenaga penggerak yang dihasilkan oleh roda, track dan peralatan traksi yang lain dengan tanah. Roda merupakan peralatan traksi utama yang sangat dipertimbangkan. Ketika roda bekerja di atas tanah, tanah tertekan dengan tujuan untuk memperoleh tenaga yang cukup untuk menghasilkan gaya traksi yang tinggi pada roda. Penekanan yang terjadi dihasilkan oleh pergerakan relatif antara roda dengan tanah. Oleh karena itu kekuatan tanah merupakan faktor penting dalam traksi. Traksi dapat diperoleh sebagai reaksi dari roda penggerak melawan tanah, yang sangat tergantung pada keadaan dan kualitas tanah (Mandang dan Nishimura 1991). Gill dan Berg (1968) telah mencoba menjelaskan hubungan tersebut secara teoritis dan dipandang dari sudut kekuatan tanah. Hasil dari beberapa percobaan yang dilakukan untuk membuktikan teori ini dapat digunakan dalam hubungannya dengan operasi traktor yang bekerja di lahan sawah. Besarnya tenaga maksimum yang dapat dilakukan oleh roda ke permukaan tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada ketahanan tanah terhadap keretakan (shearing), kohesi tanah (pada tanah liat) dan sudut gesekan dalam tanah (internal friction). Besarnya gaya traksi akibat reaksi tanah menurut Liljedahl et al (1989) ditunjukkan oleh persamaan berikut : F A C W tan
(6)
Dimana F adalah gaya traksi maksimum (N), A adalah luas bidang kontak (m2), C adalah kohesi tanah (N/m2), W adalah beban dinamis roda (N) dan θ adalah sudut gesekan dalam (derajat). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa traksi untuk tanah tertentu dapat ditingkatkan dengan memperluas bidang sentuh roda dengan tanah atau dengan menambah berat traktor (Gill dan Berg 1968). Traktor mampu menarik peralatan apabila traksi yang dihasilkan oleh roda karena perputaran roda mampu merubah torsi menjadi tanaga tarik yang lebih besar dari tahanan guling. Besarnya gaya tarik efektif tersebut ditunjukkan oleh persamaan (Wanders 1978) :
12 D pull Tr max Frr
(7)
Dimana Dpull adalah gaya tarik (N), Trmax adalah traksi maksimum yang dihasilkan roda (N) dan Frr adalah tahanan guling (N). Efesiensi traksi (η) adalah perbandingan tenaga yang dihasilkan atau daya output (do) suatu alat traksi dengan tenaga yang dibutuhkan atau daya input (di) untuk menggerakkan alat traksi (Richey et al. 1961; Liljedahl et al. 1979). Selanjutnya Liljedahl et al. (1989) menyatakan bahwa karakteristik dari gaya tarik, torsi, dan slip pada roda menentukan besaran dan efisiensi kinerja traksi. Perbandingan “pull/weight” atau “net tractive coefficient” merupakan istilah yang digunakan untuk menetapkan tingkatan kinerja. Istilah “tractive efficiency” dipakai untuk mengartikan efisiensi traksi roda yang ditunjukkan persamaan berikut :
do di
(8)
Ciptohadijoyo (1993) menyatakan bahwa nilai traksi yang tinggi dapat meningkatkan nilai koefisien traksi dan efisiensi traksi dari traktor pertanian. Efisiensi traksi dapat ditingkatkan dengan mengurangi tahanan gelinding dan slip pada roda (Jones dan Alfred 1980). Faktor slip berperan utama dalam peningkatan atau penurunan efisiensi. Dengan demikian pengendalian slip pada operasi traktor sangat berarti dalam peningkatan efisiensi traksi (Sembiring et al. 1990). Tenaga Tarik (Pull) Roda traksi pada traktor pertanian berfungsi untuk menghasilkan tenaga tarik (Sakai et al. 1998). Tenaga tarik yang diperoleh tersebut merupakan hasil dari aksi-reaksi roda traksi dengan landasannya (daerah bidang kontak roda dengan tanah). Pada kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah tertentu maka faktor yang mempengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi adalah jenis dan keadaan alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan Berg 1968). Suastawa (2000) menyatakan bahwa drawbar pull merupakan gaya tarik (pull) bersih yang diperlukan agar sebuah traktor dapat bergerak di atas suatu permukaan bidang gerak. Drawbar pull yang dihasilkan tergantung pada jenis mesin yang digunakan dan kondisi tanah di mana traktor digunakan serta distribusi berat pada roda traksi. Beban tarik (draft) didefenisikan sebagai komponen tarikan (pull) arah horizontal yang sejajar dengan garis gerak alat penarik atau traktor (Kepner et al. 1982). Beban tarik suatu implemen diartikan sebagai total gaya yang digunakan pada implemen oleh suatu unit tenaga tarik. Selanjutnya Kepner et al. (1982) mengartikan besar draft dalam setiap luas pemotongan pengolahan tanah sebagai draft spesifik, sedangkan draft yang tegak lurus arah gerak dinamakan side draft. Draft rata-rata diartikan sebagai total kerja yang dilakukan sepanjang interval jarak dibagi dengan jarak perpindahan suatu alat (Carter 1981). Gaya tarik optimum traktor roda dua tipe roda besi bersirip pada saat mengolah lahan di sawah yang bertekstur debu-liat-berpasir menurut Triratanasirichai (1991) berkisar antara 240 – 400 N. Traktor dengan tenaga yang sama belum tentu memiliki gaya tarik maupun kecepatan maju yang sama. Traktor dengan tenaga 10 kW memiliki gaya tarik
13 yang besar dan kecepatan maju yang rendah jika traktor ini digunakan untuk pengolahan tanah atau kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan gaya tarik yang besar, sedangkan untuk kegiatan transportasi yang lebih memerlukan kecepatan yang tinggi dibandingkan gaya tarik yang kecil (Widen 2006). Hubungan antara tenaga tarik (drawbar power), gaya tarik (pull) dan kecepatan maju dapat dilihat pada gambar 9. Pada titik A dengan gaya tarik sebesar 1 kN dan kecepatan 10 m/s umumnya digunakan untuk transportasi, karena dengan gaya tarik (pull) yang kecil traktor tidak dapat menarik implemen untuk mengolah tanah. Pada titik B dengan gaya tarik (pull) sebesar 10 kN dan kecepatan 1 m/s dapat digunakan untuk mengolah tanah atau menarik implemen karena dengan gaya tarik (pull) yang maksimum traktor dapat digunakan untuk menarik implemen dalam pengolahan tanah seperti bajak bahkan pada kondisi tanah yang keras sekalipun (Crossley dan Kilgour 1983).
Gambar 9 Grafik tenaga maksimum yang tersedia untuk traktor (Crossley dan Kilgour 1983) Untuk menentukan besarnya tenaga tarik pada traktor digunakan persamaan sebagai berikut : Pd D pull V f
(9)
Dimana Pd adalah tenaga tarik (watt), Dpull adalah gaya tarik (N) dan Vf adalah kecepatan maju roda (m/s) Torsi Roda Tahanan gelinding terjadi akibat pergerakan dari traktor di lahan ketika pengolahan lahan. Tahanan gelinding berasal dari tahanan tanah yang diberikan ketika roda traktor bergerak. Torsi yang terjadi pada poros roda adalah akibat reaksi tanah pada roda untuk menghasilkan tarikan dan mengatasi tahanan gelinding pada saat roda bergerak. Menurut hasil penelitian Triratanasirichai (1991), torsi pada poros roda besi bersirip dari traktor roda dua yang diuji pada lahan sawah yang terjadi sebesar 114 Nm sampai 125 Nm. Pada tanah berpasir torsi pada poros roda sekitar 80 Nm. Metode pengukuran torsi pada poros roda traktor roda dua yang dilakukan
14 Triratanasirichai (1991) dengan menggunakan strain gauge yang diletakkan pada poros roda dari traktor roda dua. Kecepatan Maju Roda dan Kecepatan Sudut Roda Menurut Triratanasirichai (1991) kecepatan putar roda diukur dengan menggunakan sebuah contact switch yang dipasang pada sebelah kanan poros roda uji. Metode pengukuran kecepatan maju dari traktor roda 2 yang biasa dilakukan adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan traktor roda 2 untuk menempuh jarak tertentu. Kecepatan maju traktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : s v (10) t Dimana s adalah jarak tempuh (m), t adalah waktu tempuh (detik) dan v adalah kecepatan maju traktor (m/detik) Menurut Sakai et al. (1998) kecepatan maju traktor roda 2 untuk kegiatan pengolahan lahan pertanian berkisar antara 0.25 m/s – 1.2 m/s. Kisaran kecepatan maju traktor roda 2 disajikan pada tabel 4 berikut. Tabel 4 Kisaran nilai kecepatan maju traktor roda dua (Sakai et al. 1998) Jenis kegiatan Pengolahan tanah (rotary) Berbagai kerja di lapangan* Membajak Transportasi** Catatan :
* **
Kecepatan maju traktor roda dua cm/ detik km/ jam m/ detik 35 – 50 0.9 – 1.8 0.25 – 0.5 50 – 70 1.8 – 2.5 0.5 – 0.7 70 – 120 12.5 – 4.3 0.7 – 1.2 15/ 20/ 30 4.2/ 5.6/ 8.3
melumpur, menyiangi, menanam, membabat dan sebagainya. UU lalu lintas menentukan kecepatan legal. Kecepatan maksimum mungkin ditentukan oleh kebiasaan lokal.
Kecepatan putaran dari roda biasanya diukur dalam revolutions per minute (rpm) atau revolutions per second (rps) tetapi satuan ini bukan bagian dari sistem satuan yang koheren (sejenis). Dasar yang digunakan dalam satuan SI adalah sudut yang berputar dalam radian dalam satu detik. Kecepatan putar didefinisikan sebagai laju perubahan perpindahan sudut θ terhadap waktu t untuk objek yang berputar pada sumbu θ dengan kecepatan konstan. Dengan demikian jika pada objek sebuah roda, maka besarnya kecepatan sudut roda (ω) yang terjadi pada 1 kali perputaran roda adalah sebesar 2 π radian dikali kecepatan putar roda (nrpm) dibagi dengan waktu konversi menit ke detik (60 detik). nrpm 60
2
(11)
Kisaran kecepatan maju traktor roda dua untuk pengolahan tanah adalah 0.25–1.2 m/s (Sakai et al. 1998). Bila diameter roda 80 cm tanpa slip, maka kecepatan putar roda berkisar antara 5.4–11.9 rpm.
15 Ketenggelaman Roda (Sinkage) Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura 1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15–20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan tanah. Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa mobilitas traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga tergantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung dari kendaraan. Ketenggelaman roda (sinkage) yang besar dapat menaikkan tahanan gelinding dan gaya angkat serta dapat menurunkan gaya tarik. Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda, berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar. Menurut Triratanasirichai (1991), semakin besar slip yang terjadi maka ketenggelaman roda juga semakin besar. Metode pengukuran ketenggelaman roda yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode alat ski dengan mekanisme 4 batang hubung yang dilengkapi sensor infrared distancemeter. Kisaran ketenggelaman roda yang terjadi pada traktor dua roda di sawah berkisar 10 – 42 cm. Hasil penelitian Sudianto (2000) menyimpulkan bahwa dengan meningkatnya beban horisontal maka nilai ketenggelaman roda cenderung bertambah. Hal ini disebabkan oleh terdeformasinya tanah untuk mengatasi beban tarik yang ditumpu oleh tanah yang ditekan sirip lebih besar pada saat pembebanan mendatar yang besar. Ketenggelaman roda menunjukaan tingkat penetrasi roda ke dalam tanah yang mempengaruhi besarnya traksi roda yang dapat dihasilkan. Ini dipengaruhi oleh bobot traktor, bentuk sirip dan jenis tanah. Ketenggelaman ini juga dipengaruhi oleh jumlah sirip pada roda. Semakin banyak jumlah sirip, maka semakin kecil pula kemampuan roda melakukan penetrasi ke dalam tanah (Sebastian 2002). Slip Roda Menurut Kepner et al. (1982) slip dapat terjadi pada traktor tanpa beban dan dapat bertambah besar dengan meningkatnya gaya penarikan. Selanjutnya Sembiring et al. (1990) menyatakan secara matematis slip dapat dihitung dengan persamaan berikut : J J ri S ro J ro
100
(12)
Dimana S adalah slip roda (%), Jro adalah jarak tempuh dalam 1 putaran roda tanpa beban (m) (Jro = jarak tempuh teoritis) dan Jri adalah jarak tempuh dalam 1 putaran roda dengan beban (m) (Jri = jarak tempuh aktual).
16 Jarak tempuh teoritis dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
J ro D n
(13)
Dimana D adalah diameter gelinding roda traksi (m) dan n adalah banyak putaran roda penggerak. Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip dapat menaikkan tenaga tarik traktor. Besarnya slip sangat dipengaruhi oleh beban pada penarik, landasan roda dan jenis tarikan. Perbedaan kecepatan dengan perbedaan transmisi yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dapat dicapai oleh traktor bekerja di lapangan mengolah tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Menurut Triratanasirichai (1991) kelengketan tanah pada sirip roda sirip adalah salah satu masalah yang menyebabkan rendahnya mobilisasi dan tingginya slip dari roda sirip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak, maka dapat menimbulkan roda bersirip ditutupi tanah sehingga roda bersirip tidak menghasilkan gaya angkat yang besar karena bentuk roda menjadi seperti roda tanpa sirip dan menyebabkan terjadinya slip roda. Menurut Kepner et al. (1982), proses terjadinya slip pada dasarnya ditimbulkan akibat ketidakseimbangan antara gaya yang disalurkan jari-jari dari sumbu roda ke permukaan tapak dan medan tahanan geser tanah yang dilalui roda. Slip pada suatu roda bergantung pada tingkat kandungan air tanah, dimana kandungan tanah mempengaruhi nilai tahanan geser dan daya dukung tanah terhadap suatu pembebanan (Richey et al. 1961). Slip dikatakan tidak ekonomis jika slip yang terjadi berada di atas 15%, dimana gaya tarik yang meningkat dapat mengakibatkan kecepatan maju berkurang dan mengurangi tenaga tarik traktor sampai kondisi dimana traktor mengalami spin out (100% slip) (Crossley dan Kilgour 1983).
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2014 sampai dengan Desember 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Laboratorium Teknik Mesin Otomasi, dan Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas besi siku tebal 4 mm, besi persegi tebal 4 mm, besi pipa diameter 2.5 inci, besi poros pejal diameter 2.5 inci, roda sepeda, bearing, kawat sling, drum penggulung kawat sling, plat besi tebal 2-4 mm, plat besi tebal 6 cm, besi pipa diameter 0.3 inci, kawat tipis, besi siku tipe rak tebal 4 mm, besi pipa diameter 0.5 inci, baut dan mur. Bahan-bahan tersebut digunakan untuk membuat beberapa instrumen pengukuran seperti transduser torsi, instrumen pemberi beban tarik, instrumen pengukur ketenggelaman roda (slider sinkage) dan dudukan seperangkat alat ukur pada
17 traktor roda dua. Selain itu bahan-bahan tersebut juga dibutuhkan dalam pembuatan roda besi bersirip untuk pengukuran kinerja traksi di lahan sawah. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dari beberapa tahapan dalam pengukuran seperti pengukuran sifat fisik dan tahanan penetrasi tanah yaitu penetrometer plat tipe SR-2, ring sample, timbangan digital kapasitas 500 gram, oven, penggaris, jangka sorong dan alat uji batas cair tanah. Alat-alat yang digunakan pada tahap pembuatan instrumen pengukur yaitu meliputi peralatan perbengkelan seperti mesin gerinda potong dan asah, mesin bor, mesin las dan kunci ring-pass. Selanjutnya alat-alat yang digunakan pada tahap pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip yaitu strain gauge, slip ring, bridge box, strain amplifier, data logger, power supply, accu 12 V, power inverter, potensiometer, timbangan digital kapasitas 300 kg, meteran, stopwatch, laptop, kamera digital dan traktor roda dua. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pengambilan data pra penelitian seperti sifat fisik tanah yaitu kadar air (KA), bulk density (ρd), porositas (Pt), indeks plastisitas, kedalaman lumpur, dan juga pengambilan data tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp). Tahapan awal penelitian yaitu pembuatan roda besi bersirip yang dibuat untuk diuji kinerja traksinya. Bersamaan dengan pembuatan roda uji dilakukan juga beberapa persiapan untuk pengujian di lahan sawah seperti persiapan instrumen yaitu instrumen pemberi beban tarik, instrumen pengukur ketenggelaman roda (slider sinkage) dan transduser torsi. Selain itu juga dilakukan persiapan lahan sawah sebagai tempat dilakukannya pengujian kinerja traksi roda uji. Tahapan pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan sebelum melakukan tahapan pengujian kinerja traksi roda uji. Pendugaan kinerja traksi ini meliputi pendugaan terhadap gaya-gaya yang bekerja pada sirip aktif pada roda besi bersirip, gaya tarik (drawbar pull), torsi dan efisiensi traksi roda besi bersirip. Selanjutnya dilakukan pengujian kinerja traksi roda uji yang telah dibuat. Pengujian kinerja traksi roda uji ini meliputi uji gaya tarik (drawbar pull), uji kecepatan maju roda, uji kecepatan putar roda, uji slip roda, uji torsi poros roda dan uji ketenggelaman roda (sinkage). Tahapan analisis kinerja traksi dilakukan setelah tahapan pengujian roda uji. Analisis terhadap hasil pengujian dilakukan untuk mengukur optimal atau tidaknya kinerja traksi dari roda besi bersirip. Kinerja traksi roda besi bersirip dapat dikatakan optimal apabila nilai efisiensi traksinya tinggi serta nilai ketenggelaman roda (sinkage) dan slipnya rendah. Selanjutnya hasil pendugaan kinerja traksi yang telah dilakukan sebelumnya divalidasi dengan hasil pengujian kinerja traksi. Validasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar akurasi dan penyimpangan yang terjadi dari pendugaan kinerja traksi yang dibangun. Adapun kinerja traksi roda besi bersirip yang divalidasi yaitu nilai efisiensi traksinya. Tahapan terakhir dari pelaksanaan penelitian ini yaitu penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik. Penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip
18 dilakukakan berdasarkan variasi desain dari jumlah sirip dan sudut sirip roda besi bersirip yang diuji di lahan sawah.
Gambar 10 Prosedur pelaksanaan penelitian Pengukuran Sifat Fisik Tanah Sifat/ karakteristik tanah diukur dengan mengambil sampel tanah pada kedalaman tanah diantara rentang 5 cm sampai dengan 20 cm terhadap pengukuran kadar air, bulk density dan porositas. Hal ini mengacu pada Mandang dan Nishimura (1991) yang menyatakan bahwa batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15 – 20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor serta kondisi profil dan permukaan tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak sebanyak tiga titik dengan menggunakan ring sample. Kadar Air Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan menghitung selisih berat basah tanah dikurang berat kering tanah dalam persen. Massa ring harus ditimbang terlebih dahulu sebelum pengukuran untuk mendapatkan bobot ringnya (mr), kemudian diukur massa tanah basah beserta berat ring sample (mtb). Tanah yang sudah diukur massanya lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 110° C selama 24 jam. Tanah yang sudah kering kemudian ditimbang kembali untuk
19 mendapatkan massanya (mtk). Apabila semua data sudah berhasil diperoleh maka nilai kadar air dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 1. Bulk Density Berdasarkan data massa tanah basah (mtb), massa tanah kering (mtk), massa ring yang telah ditimbang dan volume ring sample yang telah diukur volumenya, maka dapat dihitung besarnya nilai bulk density (ρd). Nilai bulk density basis basah diperoleh dari massa tanah basah (mtb) dikurang dengan massa ring (mr) lalu dibagi dengan volume ring (Vr). Sedangkan nilai bulk density basis kering diperoleh dari massa tanah kering (mtk) dikurang dengan massa ring (mr) lalu dibagi dengan volume ring (Vr). Porositas Menurut Hardjowigeno (1995), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi pula. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur pejal. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah, semakin tinggi kadar air tanah maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya (Hardjowigeno 1995). Persentase porositas tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3. Indeks Plastisitas Keplastisan merupakan derajat yang menggambarkan kemampuan tanah untuk melakukan perubahan bentuk tanpa menimbulkan retakan ketika diberikan gaya dari manapun. Keplastisan merupakan keadaan di mana kadar air tanah berada di atas batas plastis maksimum namun berada di bawah kelengketan. Determinasi batas plastis tanah dilakukan dengan mengatur kadar air pada tanah sehingga tanah dapat digulung dengan diameter 3 mm tanpa ada retakan. Batas cair didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar air tanah berada di antara batas keadaan cair dan keadaan plastis. Tanah contoh yang digunakan untuk pengujian yaitu tanah yang lolos saringan 0.84 mm sebanyak 100 gram yang telah dicampur air lalu dimasukan ke dalam cawan yang kemudian diratakan dengan spatula sejajar dengan alas dengan tinggi kira-kira 10 mm. Alat pembuat alur (grooving tool) digunakan untuk membuat alur garis tengah pada cawan dengan posisi tegak lurus permukaan cawan. Tuas kemudian diputar dengan kecepatan dua putaran perdetik sampai kedua sisi bersinggungan, kemudian diambil sampel untuk uji kadar air. Jika nilai indeks plastisitas tinggi, maka tanah tersebut banyak mengandung butiran lempung, sedangkan jika nilai indeks plastisitas rendah, maka dengan sedikit saja pengurangan air tanah menjadi kering (Hardiyatmo 2010). Nilai indeks plastisitas dapat dihitung menggunakan persamaan (5). Tanah terbagi menjadi tiga fraksi yaitu pasir, debu dan liat. Penentuan klasifikasi tanah dilakukan dengan melakukan proporsi presentasi dari masing-masing fraksi. Penentuan klasifikasi tanah ditentukan berdasarkan indeks plastisitasnya berdasarkan sistem klasifikasi tanah USCS (Unified Soil Clasification System) (Muntohar 2007)
20 Pengukuran Tahanan Tanah Terhadap Penetrasi Plat Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di sawah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer yang dilengkapi plat datar dan penahan kemiringan. Plat penekan yang digunakan terdiri dari empat ukuran yang dapat dilihat pada Gambar 11. Variasi sudut penekanan yaitu 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90° masing-masing pada tiap kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. Alat penetrometer yang dipasangkan plat diujungnya dirangkaikan pada sebuah dudukan penahan kemiringan penetrometer. Sudut kemiringan penetrasi penetrometer dapat diatur dengan adanya mekanisme pengatur sudut pada dudukan penahan penetrometer. Beban yang terukur pada skala penekanan penetrometer direkam dengan menggunakan kamera digital. Berdasarkan beban yang direkam ini maka gaya penetrasi dapat dihitung, selanjutnya dengan nilai gaya penetrasi yang telah dihitung tersebut maka nilai tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan 4. Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat ini disajikan pada Gambar 11. Pelaksanaan pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di lahan sawah yang disajikan pada Gambar 12.
Gambar 11 Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat
Gambar 12 Pelaksanaan pengukuran tahanan penetrasi di lahan sawah
21 Pendugaan Efisiensi Traksi Roda Besi Bersirip Kinerja traksi roda besi bersirip dapat diduga dari hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat. Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat dapat digunakan untuk mengetahui besarnya gaya reaksi tanah yang bekerja pada plat. Pada saat roda berinteraksi dengan tanah pada kedalaman sinkage (Z) tertentu, terdapat beberapa sirip aktif yang bereaksi untuk menghasilkan gaya reaksi pada tanah. Banyaknya sirip aktif ini sangat menentukan besarnya gaya angkat dan gaya tarik yang dihasilkan roda. Posisi sudut serta arah gaya reaksi yang dibentuk oleh sirip aktif disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Sudut-sudut dan gaya reaksi yang terbentuk oleh sirip aktif Berikut ini tahapan yang dilakukan dalam pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip : 1. Penentuan sudut juring (θjr) berdasarkan jari-jari roda (Rr) dan sinkage (Z), nilai Z sama dengan Z2 (asumsi sesuai dengan kedalaman lumpur 20 cm). R Z jr 2 cos 1 r (14) Rr 2. Penentuan jumlah sirip aktif (Jsa) berdasarkan jumlah sirip (Js). jr J sa Js (15) 360 3. Penentuan sudut antar sirip (θs) berdasarkan jumlah sirip (Js).
s 4.
360 Js
(16)
Penentuan sudut yang dibentuk oleh sirip aktif arah horizontal ke-n (θn) berdasarkan sudut antar sirip (θs). a. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 3 1 90 s (17) 2 90 3 90 s
22
5.
6.
7.
b. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 4 1 90 0.5 s s (18) 2 90 0.5 s 3 90 0.5 s 4 90 0.5 s s Penentuan sudut (αn) yang dibentuk gaya resultan (Fr) sirip aktif ke-n ke arah horizontal tanah dan sudut (βn) yang dibentuk gaya penetrasi (Fp) sirip aktif ke-n ke arah horizontal tanah berdasarkan sudut sirip (λ). n n (19) n 90 n (20) Penentuan ketenggelaman roda (Zn) dari setiap sirip aktif pada jumlah sirip roda genap (Js = 10, 12 dan 14) berdasarkan diameter roda dalam (Drd = 72 cm) dan sudut antar sirip (θs) (Cebro 2006). a. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 3 D Z1 Z 3 Z rd 1 cos s (21) 2 Z2 Z b. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 4 D Z1 Z 4 Z rd 1 cos s s (22) 2 2 D Z 2 Z 3 Z rd 1 cos s 2 2 Penentuan tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) berdasarkan persamaan regresi linear yang dihasilkan dari ketenggelaman roda (Zn) pada setiap sirip aktif dan sudut yang dibentuk oleh gaya penetrasi pada setiap sirip aktif ke arah horizontal tanah (βn) dan interpolasi persamaan regresi linear dari sudutsudut (βn) yang telah diuji. Berikut adalah persamaan regresi linear yang dihasilkan dari tahanan tanah terhadap penetrasi plat pada sudut-sudut (βn) : (a) 30°, (b) 45°, (c) 60°, (d) 75° dan (e) 90°. a. T p 0.731 Z n 4.242 (23) b. T p 0.921 Z n 3.916 (24)
c. d. 8.
T p 1.032 Z n 3.589
T p 0.895 Z n 7.509
(25) (26)
e. T p 0.790 Z n 11.26 (27) Perhitungan gaya reaksi resultan (Fr), gaya reaksi vertikal (Fv), gaya reaksi horizontal (Fh) yang bekerja pada setiap sirip aktif berdasarkan tahanan penetrasi tanah terhadap plat (Tp) dan luas permukaan sirip (As) dan sudut dibentuk gaya resultan ke arah horizontal tanah (αn). Fr As T p (28) Fv Fr cos n (29)
Fh Fr sin n
(30)
23 9.
Akumulasi gaya reaksi resultan (ƩFr), gaya reaksi vertikal (ƩFv), gaya reaksi horizontal (ƩFh) sirip-sirip aktif. (31) Fr Fr1 Fr 2 Fr 3
F F
v
11.
12.
13.
14.
15.
(32)
Fh1 Fh 2 Fh3
(33) Perhitungan tahanan gelinding roda (Frr) berdasarkan berat traktor sebesar 273.3 kg (Wt) dan koefisien tahanan gelinding roda sebesar 0.2 (Crr) (Oida 1992). Frr 0.5Wt Crr 9.81 (34) Perhitungan gaya tarik (Dbp) berdasarkan gaya reaksi horizontal total (ƩFh) dan tahanan gelinding roda (Frr). Dbp Fh Frr (35) Perhitungan torsi (T) berdasarkan gaya reaksi resultan pada setiap sirip aktif (Fr1, Fr2 dan Fr3) dan lengan torsi (lt). Untuk jumlah sirip aktif = 3 T Fr1 lt Fr 2 lt Fr 3 lt (36) Untuk jumlah sirip aktif = 4 T Fr1 lt Fr 2 lt Fr 3 lt Fr 4 lt (37) Dengan asumsi gaya reaksi resultan tanah (Fr) tegak lurus terhadap plat sirip, maka lengan torsi (lt) dapat dihitung berdasarkan sudut sirip (λ), jari-jari roda (Rr) dan tinggi sirip (Ts). T lt cos Rr s (38) 2 Perhitungan kecepatan maju teoritis roda (Vt) berdasarkan diameter roda (Dr) dan kecepatan putar (nrpm) (nilai kecepatan putar roda yang diinput diasumsikan sama dengan nilai kecepatan putar roda hasil pengujian yaitu sebesar 13.5-21.7 rpm). nrpm Vt Dr (39) 60 Perhitungan kecepatan maju aktual roda (Va) berdasarkan kecepatan maju teoritis roda (Vt) dan slip roda (nilai slip roda yang diinput diasumsikan sama dengan nilai slip roda hasil pengujian yaitu sebesar 15-21 %. Va Vt Vt Slip (40) Perhitungan efisiensi traksi (ɳt) berdasarkan drawbar pull (DBPull), kecepatan maju aktual roda (Va), torsi (T) dan kecepatan putar roda (ω) (Hermawan et al. 2001). DBpull Va t (41) 100 T h
10.
Fv1 Fv 2 Fv3
Roda Uji Besi Bersirip untuk Pengukuran Kinerja Traksi Roda uji adalah roda besi bersirip yang dibuat untuk melakukan pengukuran kinerja traksi di lahan sawah. Pembuatan roda uji besi bersirip ini didesain roda yang dapat diatur jumlah sirip dan sudut siripnya. Berikut adalah spesifikasi
24 desain roda uji yang disajikan pada Tabel 5 dan desain roda uji yang digunakan untuk pengukuran kinerja traksi yang disajikan pada Gambar 14. Tabel 5 Spesifikasi desain roda uji Parameter roda besi bersirip Diameter roda luar (Drl) Diameter roda dalam (Drd) Diameter bahan rim (Dbr) Diameter bahan jari-jari (Dbj) Jumlah sirip (Js) Panjang sirip (Ps) Lebar sirip (Ls) Tebal sirip (Ts) Diameter flens (Df) Diameter 4 lubang baut (Dlb) Diameter lubang poros (Dlp) Berat roda
Ukuran disain 86 cm 72 cm 2.05 cm 2.05 cm 10, 12 dan 14 36 cm 9 cm 4 mm 21 cm 1.5 cm 8 cm 34.41 kg
Gambar 14 Desain roda uji Desain roda uji tersebut dibuat dengan mekanisme pengaturan beberapa jumlah sirip yaitu jumlah sirip 10, 12 dan 14. Kemudian terdapat juga mekanisme pengaturan beberapa sudut sirip yaitu 30°, 35° dan 40°. Kombinasi dari setiap jumlah sirip dengan sudut sirip tersebut diukur kinerja traksinya di lahan sawah. Prosedur Pengukuran Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan dengan beberapa perlakuan. Beberapa perlakuan tersebut yaitu jumlah sirip dan sudut sirip pada roda besi bersirip. Adapun perlakuan untuk jumlah sirip yaitu jumlah sirip 10, 12 dan 14. Sedangkan perlakuan untuk sudut sirip yaitu sudut sirip 30°, 35°, dan 40°. Pengukuran kinerja traksi dilakukan dengan mengukur parameter-parameter seperti : (a) gaya tarik (drawbar pull), (b) torsi pada poros roda, (c) ketenggelaman roda (sinkage), (d) kecepatan maju roda, (e) kecepatan putar roda, (f) slip roda. Beberapa parameter kinerja traksi seperti gaya tarik (drawbar pull), torsi pada poros roda dan ketenggelaman roda (sinkage) diukur dengan instrumen ukur, sedangkan untuk pengukuran parameter seperti kecepatan maju, kecepatan putar dan slip roda diukur dengan menggunakan alat stopwatch dan meteran.
25 Berikut ini adalah cara perangkaian instrumen pengukur kinerja traksi yang dihubungkan pada traktor roda dua yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Perangkaian instrumen-instrumen pengukur kinerja traksi Pengukuran Gaya Tarik (Drawbar Pull) Gaya tarik (drawbar pull) dapat diukur dengan memberikan pembebanan terhadap traktor yang sedang berjalan. Pada kecepatan traktor yang konstan, pemberian beban menunjukkan seberapa besar gaya tarik yang dapat dihasilkan oleh traktor tersebut. Agar dapat memberikan beban kepada traktor yang sedang berjalan maka perlu dibuat perangkat instrumennya. Perangkat instrumen yang dibuat ini dimaksud agar pengukuran drawbar pull traktor dapat dilakukan beban dapat terukur secara dinamis. Mekanisme sistem pembebanan yang dibuat adalah berupa sistem pengereman dengan roda ban sepeda. Pengereman pada roda ban sepeda tersebut dapat memberikan beban kepada traktor yang sedang berjalan. Agar dapat memberi beban kepada traktor yang sedang berjalan, digunakan kawat yang menghubungkan antara titik gandeng (hitch point) traktor dengan kawat yang tergulung pada drum penggulung yang terhubung oleh satu poros dengan roda sepeda yang direm. Beban yang diberikan terhadap pengujian roda uji yaitu beban pada rentang 20–100 kg. Beban tersebut secara aktual direkam oleh kamera digital. Berikut adalah gambar instrumen pemberi beban tarik dan skema pengukuran drawbar pull yang disajikan Gambar 16-17. Nilai drawbar pull (DBpull) dihitung berdasarkan beban tarik yang terbaca dari timbangan digital (Ft), tinggi lengan timbangan digital (lt), tinggi lengan kawat sling atau disebut juga lengan tarik (lpull) (Gambar 16). Panjang lt adalah 13 cm dan lpull 60 cm. Berikut adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai drawbar pull. DBpull l pull Ft lt
DBpull
Ft lt l pull
(42) (43)
26
DBpull
ft Lpull lt
Gambar 16 Instrumen pemberi beban tarik
Gambar 17 Skema pengukuran gaya tarik (drawbar pull) Pengukuran Torsi pada Poros Roda Torsi pada poros roda uji traktor diukur dengan sebuah unit transduser torsi yang dipasang antara flens poros roda dan flens roda. Transduser torsi tersebut dirancang dengan prinsip pengukuran tegangan pada poros roda dengan menggunakan sensor strain gauge. Nilai torsi diketahui setelah nilai tegangan yang direkam oleh sensor strain gauge yang terjadi pada transduser torsi dibaca oleh strain amplifier. Transduser torsi pada poros roda traktor tersebut dirancang dengan menggunakan bahan dari baja, hal ini dikarenakan transduser torsi ini dihubungkan dengan flens poros roda dan flens roda yang digunakan pada saat traktor roda dua diuji. Transduser torsi ini berbentuk silinder berlubang dengan flens kiri dan kanannya yang mengikat flens roda dan flens poros roda. Agar transduser torsi ini dapat masuk ke poros roda, maka ukuran diameter silindernya harus lebih besar dari diameter poros roda. Kemudian agar dapat dipasang pada
27 flens poros roda dan flens roda, maka harus sesuai jumlah dan diameter lubang pada flens roda dan flens poros roda. Berikut adalah gambar transduser torsi, perangkaian transduser torsi pada poros traktor dan sistem perekaman data ketenggelaman roda (sinkage) yang disajikan pada Gambar 18-20.
Gambar 18 Transduser torsi
Gambar 19 Perangkaian transduser torsi pada poros traktor
Gambar 20 Sistem perekaman data torsi dan ketenggelaman roda (sinkage) Pengukuran Ketenggelaman Roda (Sinkage) Ketenggelaman roda uji (sinkage) dapat diukur dengan sebuah sensor potensiometer yang terhubung pada instrumen pengukur ketenggelaman roda (slider sinkage) yang dipasang pada traktor ketika sedang beroperasi di lahan.
28 Pemasangan sensor potensiometer ini menggunakan sebuah mekanisme menyerupai lengan slider dan papan slider. Gambar sistem perekaman data ketenggelaman roda (sinkage) disajikan pada Gambar 20. Mekanisme slider ini digunakan agar instrumen slider sinkage yang dibuat dapat beroperasi dilahan sawah yang tergenang. Slider tersebut dihubungkan dengan sebuah lengan yang terkait pada poros roda besi bersirip. Slider bergerak naik dan turun dengan adanya sistem engsel yang dibuat terhubung antara lengan slider dengan papan slider pada saat berjalan di lahan sawah yang tergenang air. Melalui rancangan meknisme slider yang dirangkaikan dengan sensor potensiometer ini maka dapat digunakan untuk mengukur ketenggelaman roda (sinkage). Sensor potensiometer membaca data gerakan naik dan turun slider tersebut. Data dari potensiometer tersebut direkam data logger yang secara langsung terhubung pada sebuah unit laptop yang dipasang pada traktor. Pembacaan data dari sensor potensiometer dapat mengetahui seberapa besar ketenggelaman roda (sinkage) yang terjadi. Agar laptop dapat terpasang pada traktor roda dua yang diuji, maka terlebih dahulu perlu dibuat dudukan untuk laptopnya. Gambar instrumen slider sinkage dan skema pengukuran ketenggelaman roda (sinkage) disajikan Gambar 21-22.
Gambar 21 Instrumen slider pengukur sinkage
Gambar 22 Skema pengukuran ketenggelaman roda (sinkage) Pengukuran Kecepatan Maju, Kecepatan Putar dan Slip Roda Kecepatan maju dan kecepatan putar roda diukur dengan menggunakan alat stopwatch dan meteran. Dalam satu putaran roda penuh diukur waktu serta jarak tempuh lintasan yang dilalui oleh roda tersebut. Berdasarkan data waktu dan jarak
29 tempuh dalam satu putaran roda, maka dapat dihitung nilai kecepatan maju rodanya dengan menggunakan persamaan 10. Sedangkan untuk kecepatan putar roda dapat dihitung berdasarkan waktu tempuh yang diukur pada 1 kali perputaran roda yang dihitung dengan menggunakan persamaan 11. Slip pada roda dapat diukur dengan cara mengetahui jarak tempuh dalam satu putaran roda penuh tanpa beban (jarak tempuh teoritis) dan juga jarak tempuh dalam satu putaran roda penuh dengan beban (jarak tempuh aktual). Slip roda merupakan perbandingan antara selisih jarak tempuh aktual dan jarak tempuh teoritis. Slip roda traksi terukur dalam persen (%) yang dihitung dengan persamaan 12. Peningkatan slip ditandai dengan semakin bertambahnya gaya tarik yang menarik beban yang diberikan pada traktor. Untuk itu dalam penelitian ini dilihat tingkat peningkatan slip yang terjadi oleh karena adanya peningkatan beban pada traktor. Berikut adalah skema pengukuran kecepatan maju (v), kecepatan sudut (ω) dan slip roda yang disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23 Skema pengukuran kecepatan maju, kecepatan putar dan slip Perhitungan Efisiensi Traksi Nilai efisiensi traksi dihitung dengan menggunakan persamaan 41 yang telah dijelaskan sebelumnya (Hermawan et al. 2001). Persamaan 41 tersebut menyatakan bahwa efisiensi traksi dapat dihitung dengan membagi daya keluaran (daya output) dengan daya masukan (daya input) kemudian dikali 100. Nilai efisiensi traksi adalah dalam persen (%). Daya output dihitung dari hasil kali drawbar pull dengan kecepatan maju roda, sedangkan daya input dihitung dari hasil kali torsi pada poros roda dengan kecepatan putar roda. Validasi Efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur Validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur merupakan langkah tahapan penelitian yang dilakukan untuk membandingkan tingkat akurasi dari metode pendugaan efisiensi traksi yang dikembangkan. Validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur ini juga perlu dilakukan untuk mengukur tingkat error dari metode pendugaan efisiensi traksi yang dikembangkan. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai error (error value) dan akurasi (accuracy value) dari efisiensi traksi duga (ɳduga) dengan
30 efisiensi traksi ukur (ɳukur) yang telah dilakukan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai error (verror) disajikan oleh persamaan 44. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai akurasi (vaccuracy) disajikan oleh persamaan 45.
verror
duga ukur Tukur
100% (44)
vaccuracy 100% verror
(45) Penentuan Desain Roda Besi Bersirip Terbaik di Lahan Sawah Konfigurasi roda besi bersirip terbaik dipilih berdasarkan hasil efisiensi traksi yang paling tinggi. Liljedahl et al. (1989) menyatakan bahwa traktor mampu beroperasi dengan baik apabila hasil perbandingan tenaga yang dihasilkan suatu alat traksi dengan tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan alat traksi adalah besar. Hermawan et al. (2001) menyatakan bahwa efisiensi traksi bernilai tinggi apabila perbandingan daya keluaran (output) dengan daya masukan (input) yang dihasilkan oleh roda besi bersirip adalah besar. Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa sinkage yang semakin dalam dan slip yang sangat besar dapat menurunkan gaya angkat serta gaya tarik traktor sehingga membuat efisiensi traksi roda besi bersirip menjadi kecil. Soekarno dan Salokhe (2003) juga menjelaskan bahwa semakin tinggi kekuatan tarik dan semakin tinggi nilai gaya angkat maka roda sangkar dapat bekerja lebih baik dalam hal traksi. Penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip ini dipilih berdasarkan kondisi lahan sawah di lokasi tempat pengukuran kinerja traksi. Kondisi lahan sawah di lahan sawah Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo dijelaskan pada bab 4 hasil dan pembahasan. Hal ini dikarenakan kinerja traksi disain roda besi bersirip terbaik yang ditentukan mungkin saja dapat merubah konfigurasi jumlah sirip dan sudut siripnya apabila roda besi bersirip ini diujikan di lahan sawah dengan kondisi yang berbeda.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Tahanan Penetrasi Tanah Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tanah sawah di lahan sawah Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo memiliki nilai kadar air rata-rata 62.59%, dry bulk density rata-rata 1.05 g/ cm3, porositas rata-rata 58.33%, dan indeks plastisitas 17.83% dengan jenis tanah lempung berliat. Rata-rata kedalaman lumpur adalah 20.14 cm. Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat dilakukan pada ukuran plat : (a) plat 5 cm x 5 cm, (b) 5 cm x 10 cm, (c) 5 cm x 15 cm dan (d) 5 cm x 20 cm. Perlakuan ukuran plat dikombinasikan juga dengan perlakuan sudut penetrasi : (a) sudut 30°, (b) sudut 45°, (c) sudut 60°, (d) sudut 75° dan (e) sudut 90°. Berikut adalah grafik hubungan antara kedalaman tanah dengan tahanan tanah terhadap penetrasi plat pada setiap perlakuan yang disajikan Gambar 24-27.
31
Gambar 24 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 5 cm
Gambar 25 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x10 cm
Gambar 26 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 15 cm
32
Gambar 27 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 20 cm Hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di atas menjelaskan bahwa ukuran panjang plat mempengaruhi nilai tahanan tanah (kPa) yang dihasilkan. Semakin panjang ukuran plat, maka nilai tahanan tanahnya semakin kecil. Plat dengan ukuran panjang yang lebih kecil membuat gaya penetrasi yang lebih kecil untuk menghasilkan nilai tahanan tanah yang besar. Plat dengan ukuran panjang yang lebih besar membuat gaya penetrasi yang lebih besar untuk menghasilkan nilai tahanan tanah yang kecil. Plat dengan ukuran panjang yang lebih besar membuat gaya penetrasi semakin besar jika dibandingkan dengan plat dengan ukuran panjang yang lebih kecil dikarenakan plat dengan ukuran permukaan yang lebih besar memberikan bidang kontak dengan permukaan tanah yang lebih luas. Bidang kontak yang lebih luas oleh tanah inilah yang membuat gaya lateral yang terjadi pada tiap sisi permukaan plat berbeda. Oleh karena itu plat sirip dengan ukuran panjang yang lebih besar cocok digunakan pada lahan sawah karena membuat gaya angkat dan pengapungan roda lebih optimal pada roda besi bersirip sehingga tidak terlalu tenggelam ke dalam tanah saat beroperasi. Berdasarkan hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan ukuran 5 cm x 20 cm, maka nilai tahanan tanah terhadap penetrasi plat sirip dengan ukuran 9 cm x 36 cm dapat dihitung dengan rasio ukuran plat dan sirip roda uji yang sama (1:4). Berikut adalah persamaan regresi linear yang dihasilkan dari tahanan tanah terhadap penetrasi sirip dengan ukuran luas permukaan sirip 9 cm x 36 cm terhadap berbagai sudut penetrasi yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Persamaan regresi linear yang dihasilkan untuk ukuran plat sirip 9 cm x 36 cm pada sudut penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90° Sudut Penekanan 30° 45° 60° 75° 90°
Persamaan Regresi Linear Y = (0.731X) + 4.242 Y = (0.921X) + 3.916 Y = (1.032X) + 3.589 Y = (0.895X) + 7.509 Y = (0.790X) + 11.26
R² 0.995 0.997 0.996 0.999 0.990
33 Persamaan regresi linear yang dihasilkan pada Tabel 6 di atas dibentuk dari hubungan kedalaman tanah (cm) terhadap tahanan tanah (kPa). Persamaan regresi linear tersebut X adalah faktor kedalaman tanah dan Y adalah faktor tahanan tanah. Persamaan regresi linear yang dihasilkan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menduga gaya-gaya reaksi tanah yang bekerja pada sirip aktif roda besi bersirip. Gaya-gaya reaksi yang diduga tersebut yaitu gaya resultan, gaya horizontal dan gaya vertikal pada sirip-sirip aktif roda besi bersirip. Gaya-gaya reaksi yang telah diduga tersebut selanjutnya nilainya digunakan untuk mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah. Hasil pendugaan gaya-gaya reaksi tanah pada sirip aktif roda besi bersirip tersebut selanjutnya digunakan juga untuk mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah. Kinerja traksi roda besi bersirip yang diduga yaitu efisiensi traksi roda besi bersirip. Hasil pendugaan kinerja traksi kemudian divalidasi dengan hasil pengukuran kinerja traksi di lahan sawah. Berdasarkan hasil validasi tersebut diketahui seberapa besar metode pendugaan kierja traksi yang dikembangkan mendekati hasil pengukuran secara langsung di lahan sawah. Hasil Pendugaan Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip dapat dihitung dengan persamaan (14) sampai dengan persaman (41) yang telah dijelaskan pada bab 3 sebelumnya. Berdasarkan data persamaan regresi linear yang dihasilkan dari tahanan tanah terhadap penetrasi sirip dengan ukuran luas permukaan sirip 9 cm x 36 cm terhadap berbagai sudut penetrasi yang disajikan pada Tabel 6, maka gayagaya reaksi yang bekerja pada sirip-sirip aktif roda besi bersirip dapat dihitung. Berikut adalah hasil pendugaan gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip-sirip aktif roda besi berisirp dan pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7 Hasil pendugaan gaya-gaya reaksi pada sirip-sirip aktif roda besi bersirip Jumlah Sirip
10
12
14
Sudut Sirip 30 35 40 30 35 40 30 35 40
Fr Total (N) 2037.66 2065.76 2053.39 2509.75 2543.95 2227.94 2666.56 2705.57 2722.31
Fh Total (N) 1583.16 1518.98 1400.81 1880.48 1853.24 1721.52 2084.41 2056.05 1991.92
Fv Total (N) 957.95 1044.46 1136.09 1221.79 1338.01 1109.30 1254.84 1376.15 1469.52
34 Tabel 8 Pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip Jumlah Sudut Sirip Sirip
10
12
14
30 35 40 30 35 40 30 35 40
Kec. Maju
Kec. Putar
D. Pull
Torsi
Ef.Traksi
(m/s) 0.77 0.78 0.82 0.79 0.72 0.73 0.51 0.64 0.63
(rad/s) 2.01 2.11 2.27 2.18 2.06 2.08 1.41 1.81 1.81
(N) 1315.05 1250.87 1132.70 1612.37 1585.14 1453.41 1816.30 1787.94 1723.82
(N.m) 667.11 634.67 583.98 821.67 781.59 633.62 873.01 831.25 774.22
(%) 75.74 72.92 69.97 70.98 71.18 80.96 75.73 76.42 77.75
Hasil pendugaan efisiensi traksi menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah sirip roda maka nilai efisiensi traksinya semakin besar. Nilai efisiensi yang meningkat ini disebabkan oleh nilai drawbar pull yang semakin meningkat, sedangkan nilai torsi cenderung sama atau tidak meningkat secara signifikan pada setiap jumlah sirip roda. Selain itu, peningkatan nilai efisiensi traksi ini juga semakin diperjelas karena gaya-gaya reaksi yang dihasilkan roda semakin meningkat terhadap jumlah sirip roda yang semakin banyak. Berdasarkan hasil pendugaan nilai efisiensi traksi pada Tabel 8 maka efisiensi traksi roda besi bersirip terbesar berada pada roda dengan jumlah sirip 14 dan sudut sirip 35°. Sudut sirip yang semakin besar mengakibatkan penurunan terhadap nilai gaya-gaya reaksi tanah terhadap sirip, nilai drawbar pull dan nilai torsi. Pengaruh sudut sirip yang semakin besar ternyata dapat berimbas kepada menurunnya nilai efisiensi traksi roda besi bersirip. Hasil Kalibrasi Instrumen Pengukur Kinerja Traksi Sebelum melaksanakan pengukuran di lahan sawah, hal penting yang perlu dilakukan yaitu proses kalibrasi instrumen atau alat yang digunakan dalam pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip. Proses kalibrasi sangat penting dilakukan karena pada pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah terdapat beberapa faktor parameter pengukuran yang tidak secara langsung menghasilkan nilai data yang diharapkan, sehingga harus dilakukan konversi nilai data yang diperoleh dari data hasil pengukuran. Adapun faktor parameter yang perlu untuk dilakukan kalibrasi yaitu torsi dan ketenggelaman roda (sinkage). Kalibrasi Transduser Torsi Proses kalibrasi transduser torsi dilakukan dengan membuat alat bantu kalibrasi berupa dudukan dan lengan torsi yang dibuat untuk mempermudah dalam mendapatkan data hasil kalibrasi transduser torsi. Pada transduser torsi yang telah terpasang dua buah sensor strain gauge selanjutnya dirangkaikan dengan dudukan dan lengan torsi serta beberapa instrumen meliputi bridge box, strain amplifier, data logger dan komputer.
35 Kalibrasi dilakukan dengan cara memberikan beban pada alat bantu lengan torsi yang dihubungkan pada transduser torsi. Pemberian beban ini dapat memberikan gaya torsi pada transduser torsi. Melalui sensor strain gauge yang ditempelkan pada transduser torsi, maka instrumen strain amplifier dapat membaca data torsi berupa regangan (μɛ). Data regangan (μɛ) ini selanjutnya yang dibutuhkan dalam mengkonversi data regangan (μɛ) terukur pada pengukuran torsi poros roda dilahan sawah. Berikut adalah data hasil kalibrasi transduser torsi yang disajikan pada Gambar 28.
Gambar 28 Grafik kalibrasi rata-rata hubungan torsi (N.m) dengan regangan (μɛ) transduser torsi Kalibrasi Instrumen Slider Sinkage Proses kalibrasi instrumen slider sinkage dilakukan dengan cara mengayunkan plat slider sinkage yang sudah dihubungkan pada traktor roda dua. Pengayunan plat slider sinkage dilakukan pada beberapa ketinggian dari permukaan tanah. Ketinggian ayunan plat slider sinkage yaitu mulai dari 5 cm sampai dengan 35 cm. Lengan slider sinkage yang digantung pada poros traktor dan terhubung dengan tuas (shaft) pada potensiometer di instrumen slider sinkage memberikan efek putaran pada tuas (shaft) potensiometer. Tuas (shaft) potensiometer yang berputar seiring dengan pengayunan plat slider sinkage dapat dibaca nilai tahanannya (Ω) dengan alat multimeter dengan daya input sebesar 5 volt. Berikut adalah hasil kalibrasi slider sinkage yang disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29 Grafik kalibrasi rata-rata hubungan sinkage (cm) dengan tahanan (Ω) instrumen slider sinkage
36 Pengukuran Kinerja Traksi Roda Uji di Lahan Sawah Kinerja traksi roda besi bersirip yang diukur di lahan sawah yaitu gaya tarik, kecepatan maju roda, kecepatan sudut roda, slip roda dan ketenggelaman roda (sinkage). Seluruh parameter yang diukur tersebut dapat menetukan besarnya nilai efisiensi traksi yang dihasilkan oleh kinerja roda besi bersirip. Kinerja traksi roda besi bersirip dikatakan optimal apabila nilai efisiensi traksinya besar, nilai slip rodanya kecil dan nilai ketenggelaman rodanya kecil. Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan dengan perlakuan 3 kali ulangan dari kombinasi jumlah sirip dan sudut sirip pada setiap pengukuran. Jumlah sirip yang digunakan sebagai perlakuan pada pegukuran kinerja traksi roda besi bersirip yaitu jumlah sirip 10, jumlah sirip 12 dan jumlah sirip 14. Sedangkan sudut sirip yang digunakan sebagai perlakuan pada pegukuran kinerja traksi roda besi bersirip yaitu sudut sirip 30°, sudut sirip 35° dan sudut sirip 40°. Setiap pengukuran yang dilakukan menghasilkan data pengukuran yang secara langsung direkam oleh komputer. Data hasil pengukuran tersebut dianalisis dengan menggunakan software microsoft excel pada komputer. Berikut ini adalah gambar pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah yang disajikan pada Gambar 30.
Gambar 30 Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah Gaya Tarik (Drawbar Pull) Pengukuran gaya tarik (drawbar pull) sering disandingkan hubungannya dengan beban tarik. Gaya tarik (drawbar pull) diketahui dengan memberikan beban pada traktor yang sedang melaju. Skema pengukuran drawbar pull disajikan pada Gambar 17. Pemberian beban tarik diberikan secara dinamis semakin meningkat. Beban tarik yang diberi pada pengukuran drawbar pull adalah dimulai dari 20 kg sampai dengan 100 kg yang secara aktual tampak dari alat timbangan digital yang terpasang pada instrumen pemberi beban tarik.
37 Drawbar pull dihitung dengan menggunakan persamaan 43 yang dijelaskan pada bab 3 sebelumnya. Hasil pengukuran drawbar pull menjelaskan bahwa semakin besar beban tarik yang diberikan maka drawbar pull semakin meningkat. Peningkatan drawbar pull ini terjadi pada setiap kombinasi pengukuran jumlah sirip dan sudut sirip roda besi bersirip. Hasil pengukuran drawbar pull ini bersesuaian dengan penelitian Rizaldi (2015) yang menyatakan bahwa semakin besar pembebanan maka drawbar pull semakin besar. Beberapa penelitian terdahulu (Triratanasirichai et al. 1990); (Salokhe et al. 1990); (Hermawan et al. 1996) menyebutkan bahwa gaya tarik mengalami penurunan setelah melalui titik maksimum dari slip yang dihasilkan oleh roda besi bersirip. Perlakuan jumlah sirip dan sudut sirip pada roda besi bersirip pada pengukuran drawbar pull memberikan dampak yang cukup signifikan kepada peningkatan drawbar pull. Gambar 31 menjelaskan bahwa roda besi bersirip dengan jumlah sirip yang semakin sedikit memberikan dampak peningkatan pada rata-rata drawbar pull. Rata-rata drawbar pull terbesar berada pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 10 yaitu dengan nilai sebesar 123.64 N, sedangkan untuk perlakuan sudut sirip Gambar 31 juga menjelaskan bahwa semakin besar sudut sirip pada roda besi bersirip maka rata-rata drawbar pull juga semakin meningkat. Rata-rata drawbar pull terbesar berada pada roda besi bersirip dengan sudut sirip 40° yaitu dengan nilai sebesar 120.4 N. Peningkatan nilai drawbar pull terhadap perlakuan jumlah sirip ini disebabkan oleh jumlah sirip yang lebih sedikit membuat gaya cengkram sirip roda ke tanah semakin besar, sedangkan pengaruh sudut sirip yang semakin besar menyebabkan peningkatan nilai drawbar pull meningkat adalah karena sudut sirip yang lebih besar menyebabkan luas permukaan bidang kontak sirip saat menekan tanah lebih besar. Berikut adalah hubungan perlakuan sudut sirip dengan rata-rata hasil pengukuran drawbar pull untuk setiap perlakuan jumlah sirip yang disajikan pada Gambar 31.
Gambar 31 Grafik hubungan perlakuan sudut sirip dengan rata-rata hasil pengukuran drawbar pull untuk setiap perlakuan jumlah sirip
38 Torsi pada Poros Roda Torsi pada poros roda diukur dengan transduser torsi dan seperangkat instrumen yang dirangkaikan pada traktor roda dua (Gambar 15). Nilai torsi dihitung dari persamaan regresi linear yang dihasilkan dari kalibrasi transduser torsi (Gambar 28). Persamaan regresi linear diperoleh dari hubungan nilai torsi dengan nilai regangan (μɛ) yang terbaca oleh sensor strain gauge yang dipasang pada transduser torsi. Selanjutnya data regangan (μɛ) yang diperoleh dari hasil pengukuran secara aktual di lahan sawah dikonversi ke dalam bentuk torsi (N.m) dengan menggunakan persamaan regresi linear hasil kalibrasi transduser torsi. Berikut adalah hubungan hasil pengukuran torsi pada poros roda dengan drawbar pull yang disajikan pada Gambar 32 – 34.
Gambar 32 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10
Gambar 33 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12
39
Gambar 34 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Penelitian mengenai torsi telah banyak dilakukan dan sering dihubungkan dengan drawbar pull. Hasil pengukuran torsi pada poros roda menjelaskan bahwa semakin meningkatnya nilai drawbar pull maka nilai torsi semakin besar. Peningkatan ini terjadi pada setiap pengukuran konfigurasi jumlah sirip dan sudut sirip. Hal ini juga membuktikan bahwa semakin besar beban yang diberikan maka torsi juga semakin besar, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pembebanan yang semakin besar juga meningkatkan drawbar pull pada roda besi bersirip. Hasil pengukuran torsi pada poros roda ini bersesuaian dengan Rizaldi (2015) yang menyatakan bahwa semakin besar pembebanan maka torsi semakin besar. Kesesuain hasil pengukuran torsi juga dijelaskan oleh Hermawan (1998) yang menyatakan bahwa pembebanan secara horizontal dari 70 N sampai dengan 200 N dapat meningkatkan torsi sebesar 60 N.m sampai dengan 120 N.m. Torsi pada poros roda yang diperoleh dari hasil pengukuran di lahan sawah menunjukkan bahwa torsi terbesar berada pada kombinasi desain roda dengan jumlah sirip 10 dan sudut sirip 40° pada tingkat drawbar pull 170 N yaitu sebesar 194.69 N.m. Hal ini menandakan bahwa semakin besar luas sirip yang menyentuh permukaan tanah maka dapat menghasilkan gaya tahanan reaksi yang semakin besar, sehingga torsi pada poros roda menjadi semakin besar. Sedangkan nilai torsi terkecil berada pada kombinasi desain roda dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° pada tingkat drawbar pull yang sama 170 N yaitu sebesar 133.20 N.m. Ketenggelaman Roda (Sinkage) Data hasil pengukuran di lahan sawah secara aktual yang diperoleh dalam bentuk hambatan (Ω) dikonversi dalam bentuk kedalaman ketenggelaman roda (cm). Tahap kalibrasi yang telah dilakukan pada instrumen slider sinkage sebelumnya didapatkan persamaan regresi. Berdasarkan persamaan regresi linear hasil kalibrasi instrumen slider sinkage (Gambar 29), maka data hasil pengukuran dalam bentuk hambatan (Ω) tersebut dapat dikonversi menjadi dalam bentuk data sinkage (cm). Berikut adalah hubungan sinkage dengan drawbar pull yang disajikan pada Gambar 35 – 37.
40
Gambar 35 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10
Gambar 36 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 37 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14
41 Hasil pengukuran sinkage menjelaskan bahwa semakin besar drawbar pull maka kedalaman sinkage semakin meningkat. Peningkatan kedalaman sinkage terjadi pada setiap pengukuran konfigurasi jumlah sirip dan sudut sirip. Hal ini menjelaskan juga bahwa jika beban tarik yang diberi semakin besar maka kedalaman sinkage juga semakin besar. hasil pengukuran sinkage ini bersesuaian dengan Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan ketenggelaman roda (sinkage). Salokhe et al. (1990) menyatakan gaya tarik yang semakin meningkat dapat membuat sinkage semakin meningkat. Penelitian lain juga menyatakan bahwa semakin meningkatnya gaya tarik maka sinkage juga semakin meningkat, gaya tarik yang semakin meningkat dari 55 N, 95 N sampai dengan 150 N membuat peningkatan sinkage berturutturut sebesar 4 cm, 6 cm sampai dengan 8 cm (Hermawan et al. 1996). Hasil pengukuran sinkage juga menjelaskan bahwa semakin besar jumlah sirip dan sudut sirip maka sinkage yang terjadi pada roda besi bersirip semakin kecil. Hal ini terlihat dari hasil sinkage pada tingkat drawbar pull 170 N yang diukur pada roda besi bersirip berdasarkan jumlah sirip 12 untuk sudut sirip 30°, 35° dan 40° secara berturut-turut menghasilkan sinkage sebesar 19.15 cm, 18.66 cm dan 17.13 cm. Selanjutnya pada pengukuran sinkage pada tingkat drawbar pull yang sama yaitu 170 N yang diukur pada roda besi bersirip berdasarkan sudut sirip 40° untuk jumlah sirip 10, 12 dan 14 secara berturut-turut menghasilkan sinkage sebesar 17.88 cm, 17.13 cm dan 15.82 cm. Jumlah sirip yang semakin besar dapat menyebabkan gaya angkat dan pengapungan pada roda besi bersirip menjadi lebih besar, gaya angkat yang semakin besar ini disebabkan oleh slip yang semakin besar akibat luas tanah yang menjadi tempat bertumpunya sirip semakin kecil. Sementara sudut sirip yang semakin besar dapat menyebabkan sudut yang dibentuk untuk sirip menekan tanah semakin kecil sehingga luas permukaan sirip yang menempel ke permukaan tanah menjadi lebih besar, hal inilah yang mengakibatkan gaya angkat menjadi semakin besar. Gaya angkat yang semakin besar inilah yang menyebabkan sinkage menjadi semakin kecil. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian Rizaldi (2015) pada pengujian sinkage yang dilakukan di lahan sawah. Kecepatan Maju Roda dan Kecepatan Sudut Roda Kecepatan maju dan kecepatan sudut roda dihitung dengan cara mengukur waktu dan jarak tempuh dalam 1 putaran roda besi bersirip. waktu tempuh diukur dengan menggunakan alat stopwatch, sementara jarak tempuh diukur dengan menggunakan alat meteran. Panjang lintasan lahan sawah tempat pengukuran roda besi bersirip ini adalah 16 m. Dalam satu lintasan ini roda besi bersirip mengalami 6 kali putaran roda dengan rata-rata 1 kali putaran roda adalah 2.4 m. Kecepatan maju roda dihitung dengan menggunakan persamaan 10, sedangkan untuk menghitung kecepatan putar roda digunakan persamaan 11 pada bab 2. Hasil pengukuran kecepatan maju roda pada tingkat drawbar pull 170 N adalah berkisar antara 0.56 m/s - 0.89 m/s. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian sebelumnya oleh Sakai et al. (1998) yang menyatakan bahwa kecepatan maju traktor roda 2 untuk kegiatan pengolahan tanah dengan rotary pada lahan pertanian berkisar antara 0.25 m/s – 1.2 m/s. Selanjutnya hasil pengukuran kecepatan putar roda terlihat pada tingkat drawbar pull 170 N adalah berkisar antara 1.41 rad/s – 2.27 rad/s. Hasil pengukuran kecepatan putar ini terukur pada
42 roda besi bersirip dengan diameter 86 cm dengan rata-rata slip sebesar 16.30 %. Sementara Sakai et al. (1998) menyatakan bahwa bila diameter roda 80 cm dan bekerja tanpa slip, maka kecepatan putar roda berkisar antara 5.4 – 11.9 rpm (0.5 rad/s - 1.25 rad/s). Slip Roda Hasil pengukuran jarak tempuh satu putaran roda pada lintasan lahan sawah yang dilalui traktor roda dua yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung nilai slip pada roda. Pegukuran slip roda ini sangat penting mengingat bahwa slip roda sangat mempengaruhi besar kecilnya drawbar pull. Soekarno dan Salokhe (2003) menyatakan bahwa penelitian mengenai slip roda adalah sangat perlu guna mengetahui besarnya gaya tarik yang dihasilkan. Besar atau kecilnya gaya tarik sangat menentukan tenaga tarik yang dihasilkan roda besi bersirip tersebut. Crossley dan Kilgour (1983) menyatakan bahwa slip yang terlalu besar akan mengurangi tenaga tarik traktor. Penelitian lain oleh Watyotha dan Salokhe (2001) dan Soekarno dan Salokhe (2003) menyatakan bahwa hubungan dari slip roda dengan tenaga tarik (drawbar power) dapat membentuk suatu grafik dengan pola fungsi polinomial. Pengukuran slip pada roda diukur dengan cara mengetahui jarak tempuh teoritis (Jro) yaitu jarak tempuh dalam satu putaran roda penuh tanpa beban dan juga jarak tempuh aktual (Jri) yaitu jarak tempuh dalam satu putaran roda penuh dengan beban. Slip roda merupakan perbandingan antara selisih jarak tempuh aktual (Jri) dan jarak tempuh teoritis (Jro). Slip pada roda dihitung dengan persamaan 12 pada bab 2. Hasil pengukuran slip pada roda pada setiap kombinasi konfigurasi jumlah dan sudut sirip menjelaskan bahwa dengan semakin besarnya drawbar pull maka slip roda semakin besar. Hasil pengukuran slip roda pada Gambar 38 – 40 menjelaskan bahwa pada drawbar pull 40-150 N nilai slip roda meningkat meningkat tajam, namun pada tingkat drawbar pull 150-220 N nilai slip roda mengalami peningkatan yang tidak terlalu tajam atau slip roda menigkat sedikit lebih landai. Hasil ini bersesuaian dengan Hermawan et al. (1996) yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya gaya tarik akibat pertambahan beban maka semakin meningkatkan slip pada roda.
Gambar 38 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10
43
Gambar 39 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 40 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Hasil pengukuran slip roda pada Gambar 38 – 40 menjelaskan bahwa dengan bertambahnya sudut sirip pada jumlah sirip yang sama maka dapat meningkatkan slip roda. Hal ini dijelaskan dengan tingkat drawbar pull 170 N pada jumlah sirip 10 dan sudut sirip 30°, 35° dan 40° menghasilkan slip roda yang semakin meningkat mulai dari 10.56 %, 13.96 %, dan 16.98 % secara berturutturut. Hasil slip roda pada jumlah sirip 12 dan 14 pada tingkat pemberian beban yang sama juga mengalami peningkatan seiring dengan penigkatan sudut sirip. Penigkatan slip oleh karena sudut sirip yang semakin besar ini menjelaskan bahwa sirip dengan sudut yang lebih besar dapat memberikan daya cengkram yang lebih besar terhadap tanah, atau dengan kata lain sudut sirip yang lebih besar dapat memberikan gaya angkat yang lebih besar. Gaya angkat ini diperoleh dari gaya reaksi tanah hasil penetrasi sirip roda ke tanah. Gaya angkat yang besar dapat dimanfaatkan roda untuk diubah menjadi gaya tarik yang besar, sementara untuk sirip dengan sudut yang lebih kecil maka gaya angkat yang dihasilkan lebih kecil. Pendapat ini semakin diperkuat jelas dari penelitian Triratanasirichai et al. (1990) yang juga menguji kinerja traksi roda besi bersirip secara aktual di lahan
44 berlumpur dengan menggunakan traktor roda dua dan menyatakan bahwa sudut sirip memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai slip roda untuk meningkatkan tenaga tarik. Triratanasirichai et al. (1990) menyatakan bahwa tenaga tarik berada pada titik maksimal pada sudut sirip 45° dan slip 50 % yaitu sebesar 170W. Nilai tenaga tarik tidak dapat mencapai maksimum pada nilai slip yang sangat besar. Peningkatan nilai slip roda yang semakin besar setelah melalui nilai slip roda saat tenaga tarik maksimum maka dapat menyebabkan penurunan tenaga tarik tersebut (Watyotha dan Salokhe 2001; Soekarno dan Salokhe 2003). Efisiensi Traksi Nilai efisiensi traksi dapat dihitung dengan cara membagi nilai dari daya luaran dan daya masukan roda besi bersirip kemudian dikali 100. Nilai efisiensi traksi dihitung dalam bentuk persen (%). Nilai daya luaran diperoleh dari perhitungan hasil kali drawbar pull dengan kecepatan maju roda, sedangkan nilai daya masukan diperoleh dari perhitungan hasil kali torsi pada poros roda dengan kecepatan putar roda. Perhitungan nilai efisiensi traksi dilakukan dengan menggunakan persamaan 41 pada bab 3. Penelitian terkait efisiensi traksi telah banyak dilakukan untuk melihat hubungan dari efisiensi traksi dengan gaya tarik dan slip. Hermawan et al. (1998) menyatakan efisiensi traksi semakin meningkat dengan peningkatan beban tarik dan mencapai pada titik maksimumnya pada beban tarik sebesar 150 N, kemudian efisiensi traksi menurun perlahan pada beban tarik 200 N dan selanjutnya efisiensi traksi menurun tajam pada beban tarik 215 N. Sementara Triratanasirichai et al. (1990) meneliti hubungan efisiensi traksi dengan slip dan menyatakan bahwa pada lahan sawah nilai efisiensi traksi semakin meningkat dengan peningkatan nilai slipnya, kemudian nilai efisiensi traksi mencapai titik maksimumnya sebesar 6070 % pada nilai slip sebesar 30 %, dan selanjutnya nilai efisiensi traksi semakin menurun terhadap peningkatan slip 40-100 %. Triratanasirichai et al. (1990) juga menjelaskan bahwa penurunan jarak spasi sirip pada roda besi bersirip menghasilkan peningkatan yang sangat signifikan terhadap efisiensi traksi roda besi bersirip. Hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada setiap jumlah sirip roda besi bersirip disajikan pada Gambar 41 – 43.
Gambar 41 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 10
45
Gambar 42 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 43 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 Hasil efisiensi traksi roda besi bersirip pada Gambar 41 – 43 di atas menunjukkan bahwa efisiensi traksi meningkat seiring dengan meningkatnya beban tarik dan drawbar pull. Efisiensi traksi terbesar dihasilkan pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° untuk tingkat drawbar pull 170 N. Peningkatan beban tarik dapat membuat drawbar pull serta torsi juga meningkat. Namun untuk roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° pada tingkat drawbar pull 170 N terlihat jelas bahwa torsi pada poros roda menunjukkan hasil yang terkecil diantara konfigurasi jumlah dan sudut sirip yang lain. Hasil torsi yang kecil ini disebabkan karena gaya angkat yang dihasilkan oleh roda besi bersirip secara maksimal dapat diubah menjadi tenaga tarik oleh roda besi bersirip. Hal ini tentu saja membuat daya masukan roda besi bersirip menjadi kecil. Daya masukan yang lebih kecil ini yang sangat dibutuhkan oleh kinerja roda besi bersirip karena dapat membuat potensi nilai efisiensi traksi menjadi lebih besar. Berikut adalah tabel hasil kinerja traksi roda besi bersirip pada tingkat drawbar pull 170 N untuk setiap konfigurasi desain jumlah dan sudut sirip roda besi bersirip yang disajikan pada Tabel 9.
46 Tabel 9 Hasil kinerja traksi roda besi bersirip pada drawbar pull 170 N Jumlah Sudut Sirip 10
12
14
Sirip 30 35 40 30 35 40 30 35 40
DB Kec. Kec. Ef. Torsi Slip Sinkage Pull Maju Putar Traksi (N) (m/s) (N.m) (rad/s) (%) (cm) (%) 170 0.83 162.77 2.01 10.56 18.47 42.45 170 0.84 172.08 2.11 13.96 18.85 38.34 170 0.89 194.69 2.27 16.98 17.88 34.35 170 0.81 133.20 2.18 17.61 19.15 47.81 170 0.80 143.11 2.06 18.31 18.66 45.42 170 0.79 160.05 2.08 18.45 17.13 42.94 170 0.56 149.17 1.41 15.00 17.09 45.12 170 0.70 153.11 1.81 17.20 16.83 42.89 170 0.68 157.30 1.80 18.67 15.82 41.13
Hasil efisiensi traksi roda besi berisirip juga menjelaskan bahwa peningkatan sudut sirip yang semakin besar dapat mempengaruhi nilai efisiensi traksi roda besi bersirip. Pada tingkat drawbar pull 170 N terlihat bahwa pada setiap peningkatan sudut sirip mulai dari 30°, 35° dan 40° dengan jumlah sirip 12 menghasilkan nilai efisiensi traksi yang semakin kecil secara berturut-turut sebesar 47.81 %. 45.42 % dan 42.94 %. Penurunan nilai efisiensi traksi ini juga terjadi pada jumlah sirip 10 dan 14 terhadap peningkatan setiap sudut siripnya. Hal ini disebabkan oleh karena sudut sirip yang semakin besar mempengaruhi nilai torsi pada poros roda semakin besar. Nilai torsi yang kecil ini menyebabkan tenaga yang dibutuhkan atau daya input menjadi lebih besar, sehingga berdasarkan perhitungan dari persamaan 8 yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi traksi menyebabkan nilai efisiensi traksi menjadi lebih kecil. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Triratanasirichai et al. (1990) yang menyatakan bahwa penambahan dan pengurangan jumlah sirip serta pembesaran dan pengecilan dan sudut sirip secara signifikan dapat mempengaruhi hasil kinerja traksi roda besi bersirip khusunya pada hasil efisiensi traksi roda besi bersirip. Hasil penelitian yang lain dilaporkan oleh Hermawan et al. (1998) yang telah meneliti efisiensi traksi pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan 15. Hasil efisiensi traksi menunjukkan bahwa dengan pemberian beban horizontal yang sama sebesar 150 N. dan beban vertikal yang juga sama sebesar 210 N terhadap masing-masing pengukuran jumlah sirip 12 dan jumlah sirip 15 menghasilkan nilai efisiensi traksi sebesar 59 % untuk jumlah sirip 12 dan 61 % untuk jumlah sirip 15. Berdasarkan peningkatan nilai efisiensi traksi ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan jumlah sirip dapat mempengaruhi kinerja traksi roda besi bersirip. Namun perlu diingat bahwa peningkatan jumlah sirip juga dapat berpengaruh pada hasil slip pada roda menjadi semakin besar. Oleh karena itu perlu secara cermat melakukan pengukuran lebih lanjut tentang tingkat slip roda tertentu yang dapat membuat kinerja traksi roda besi bersirip dapat bekerja secara optimal. Penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik di lahan sawah ditentukan berdasarkan hasil pengukuran kinerja traksi pada Tabel 9 maka efisiensi traksi hasil pengukuran terbesar di lahan sawah yaitu pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan 30°. Data pengukuran efisiensi traksi terbesar
47 pada jumlah sirip 12 dan 30° tersebut diambil dari tingkatan drawbar pull 170 N yaitu sebesar 47.81%, oleh karena itu dapat ditentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik dari hasil efisiensi traksi terbesar yaitu desain roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30°. Hasil Validasi Efisiensi Traksi Duga Dengan Efisiensi Traksi Ukur Efisiensi traksi duga divalidasi dengan efisiensi traksi ukur rata-rata dengan tingkat drawbar pull 170 N. Hasil validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur pada setiap perlakuan jumlah sirip dan sudut sirip disajikan pada Gambar 44. Nilai error dari efisiensi traksi duga dihitung dengan menggunakan persamaan 44, sedangkan nilai akurasi dihitung dengan menggunakan persamaan 45 yang dijelaskan pada metode sebelumnya.
Gambar 44 Validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur pada setiap jumlah dan sudut sirip Perbandingan hasil efisiensi traksi ukur dengan duga disajikan pada Tabel 10. Hasil validasi efisiensi traksi duga dan efisiensi traksi ukur pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip menunjukkan bahwa : (1) rata-rata error jumlah sirip 10 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 90.77%, sehingga akurasinya adalah sebesar 9.23%, (2) rata-rata error jumlah sirip 12 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 64.57%, sehingga akurasinya adalah sebesar 35.43%, (3) rata-rata error jumlah sirip 14 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 78.33%, sehingga akurasinya adalah sebesar 21.67%. Hasil validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur menunjukkan bahwa tingkat error efisiensi traksi duga masih sangat besar. Rata-rata pendugaan efisiensi traksi menghasilkan tingkat error lebih dari 60% pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip.
48 Tabel 10 Perbandingan hasil efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur Jumlah Sudut Sirip Sirip
10
12
14
30 35 40 30 35 40 30 35 40
Ef.Traksi Duga (%) 75.74 72.92 69.97 70.98 71.18 80.96 75.73 76.42 77.75
Ef.Traksi Ukur (%) 1 41.15 38.61 34.51 48.33 45.42 43.08 44.78 42.72 41.15
2 43.32 39.61 33.30 50.20 46.42 42.27 45.06 43.27 41.88
3 42.88 36.78 35.24 44.88 44.43 43.46 45.53 42.68 40.36
Ef.Traksi Ukur Error Akurasi Rataan (%) (%) (%) 42.45 78.42 21.58 38.34 90.20 9.80 34.35 103.70 3.70 47.81 48.47 51.53 45.42 56.70 43.30 42.94 88.55 11.45 45.12 67.82 32.18 42.89 78.17 21.83 41.13 89.02 10.98
Hasil validasi pada Tabel 10 menjelaskan bahwa pengembangan metode pendugaan kinerja traksi belum dapat dijadikan sebagai dasar untuk perancangan desain roda besi bersirip. Hal ini disebabkan karena nilai efisiensi traksi pendugaan sangat tinggi yaitu sebesar 70% - 80%, sedangkan nilai efisiensi traksi hasil pengukuran sebesar 30% - 40%. Hasil pendugaan nilai efisiensi traksi yang tinggi ini disebabkan oleh hasil pendugaan gaya-gaya reaksi seperti gaya resultan, gaya horizontal dan gaya vertikal yang bekerja pada sirip-sirip aktif roda besi berisirp menghasilkan nilai yang tinggi. Oleh karena itu metode pendugaan kinerja traksi yang dikembangkan berdasarkan hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat pada penelitian ini belum cukup baik. Kekurangan dari pengembangan metode pendugaan kinerja traksi roda besi berisip ini yaitu terletak pada faktor kerusakan tanah akibat penetrasi sirip-sirip aktif pada roda besi bersirip yang diabaikan. Pendugaan gaya reaksi penetrasi sirip-sirip aktif dikembangkan dengan pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat pada kondisi permukaan tanah yang utuh atau tidak mengalami kerusakan, sementara yang terjadi pada kondisi lahan sawah yaitu sirip-sirip aktif pada roda besi bersirip yang bergerak dapat merusak lintasan permukaan tanah sawah yang dilaluinya. Sirip aktif pertama pada roda besi bersirip yang bekerja dapat merusak lintasan yang dilalui sirip aktif setelahnya, sehingga lintasan yang dilalui oleh sirip-sirip aktif berikutnya tidak lagi rata dengan permukaan tanah. Akibatnya gaya-gaya reaksi yang terjadi pada setiap sirip aktif akan berbeda nilainya. Hal inilah yang membuat perbedaan yang signifikan antara hasil dari metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip yang dikembangkan dengan pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip secara aktual di lahan sawah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka sangat disarankan agar pengembangan metode pendugaan kinerja traksi sebaiknya dilakukan pada kondisi tanah sawah yang menyerupai atau mendekati kondisi tanah sawah pada saat melakukan pengukuran secara aktual di lahan sawah. Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat juga sebaiknya dilakukan pada kondisi tanah yang terganggu atau pada lintasan lahan sawah yang kondisi permukaan tanahnya tidak rata atau mengalami kerusakan.
49
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip dapat dikembangkan dengan cara mengukur tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kondisi permukaan tanah sawah yang terganggu atau rusak. Hasil pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah menghasilkan efisiensi traksi terbesar pada jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30°, slip terkecil pada jumlah sirip 10 dan sudut sirip 30° dan sinkage terkecil pada jumlah sirip 14 dan sudut sirip 40°. Validasi efisiensi traksi roda besi bersirip hasil pendugaan dengan hasil pengukuran menunjukkan bahwa : (a) rata-rata error jumlah sirip 10 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 90.77% (akurasi 9.23%), (b) rata-rata error jumlah sirip 12 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 64.57% (akurasi 35.43%), (c) rata-rata error jumlah sirip 14 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 78.33% (akurasi 21.67%). Konfigurasi roda besi bersirip terbaik pada lahan sawah yaitu dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30°. Saran Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kondisi tanah yang terganggu (rusak) agar metode pendugaan kinerja traksi yang dikembangkan dapat menyerupai kondisi tanah bekas lintasan roda besi bersirip pada lahan sawah.
50
DAFTAR PUSTAKA Mudzakir A. 2013. Karakteristik Reaksi Tanah Sawah dan Lumpur Terhadap Penekanan Plat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Bogor. Carter LM. 1981. Instrumentation for Measuring Average Draft. Journal of ASAE 24 (1) : 23-25. 30. Cebro IS. 2006. Sistem Desain dengan Bantuan Komputer untuk Roda Besi Bersirip Traktor Dua-Roda. [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ciptohadijoyo S. 1993. Upaya peningkatan traksi pada traktor. Jurnal Agritech. 10 (1). 16-26. Crossley P, Kilgour J. 1983. Small Farm Machanization for Developing Countries. New York (US) : John Willey and Sons. New York. Das BM. 2014. Advanced Soil Mechanic Fourth Edition. Boca Raton (US) : CRC Press. Florida. Gill WR, Berg GEV. 1968. Soil Dynamics In Tillage And Traction. Washington (US) : Agricultural research service. Washington. Hardiyatmo HC. 1992. Mekanika tanah 1. Jakarta (ID) : Granesia Pustaka. Jakarta. Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Hermawan W, Oida A, Yamazaki M. 1998. Design and Traction Performance of The Movable Lug Wheel. Journal of Terramechanics 35 : 23 – 35. Hermawan W, Oida A, Yamazaki M. 1998. Kemampuan Traksi Roda Besi Bersirip Gerak. Prosiding Seminar dan Kongres PERTETA. Yogyakarta. Hermawan W, Suastawa IN, Sudianto D. 2001. Traction Performance of Movable Lug Wheel with Spring Mechanism and Rubber Lug. Journal of ISSAAS. 7(1) : 58-77. Hermawan W. 2009. Aplikasi pengukuran tahanan tanah terhadap penekanan plat dalam penentuan parameter desain roda besi bersirip. Jurnal Keteknikan Pertanian. 23 (2) : 71-78. Hettiaratchi DRP, Witney BD, Reece R. 1966. The calculation of passiv pressure in two-dimensional soil failure. Journal of Agricultural Engineering Research 11 (2). 89-107. Hillel D. 1980. Application of soil physics. New York (US) : Academic Pr. New York Kepner RA, Bainer R, Barger EL. 1982. Principles of Farm Machinery. Third Edition. AVI Publishing Co.. Conecticut (US). Liljedahl JB, Carleton M, Turnquist PK, Smith DW. 1979. Tractor and Their Power Units. New York (US) : John Willey and Sons. New York. Liljedahl JB, Turnquist PK, Smith DW, Hoki M. 1989. Tractors and Their Power Units. New York (US) : Van Nostrand Reinhold. 115 Fifth Aveneu 10003. New York. Mandang T, Nishimura I. 1991. Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. JICADGHE/IPB PROJECT/ADAET : JTA-9a(132). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Muntohar AS. 2007. Pengantar Rekayasa Geoteknik. Yogyakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
51 Oida A. (1992). Terramechanics. Kyoto (JPN) : Departemen of Agricultural Engineering Faculty of Agriculture Kyoto University. Kyoto 606-01. Japan. Placket CW. 1985. A Review of Forces Prediction Methods for off-Road Wheels. J. Agric. Engng Res. 31 : 1-29. Ritchey CB, Jacobson P, Hall CW. 1961. Agricultural Engineer’s Hand-Book. McGraw-Hill Book Co.. New York. Saito M, Kawaguchi K. 1971. Flocculating Tendency of Paddy Soils. J. Soc. Soil Manure. Japan. 42 : 95-96. Sakai J, Sitompul RG, Sembiring EN, Setiawan RPA, Suastawa IN, Mandang T. 1998. Traktor 2-Roda. Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Salokhe VM, Gee-Clough D. 1988. Coating of Cage Wheel Lugs to Reduce Soil Adhesion. Journal of Agricultural Engineering 41 : 201 – 210. Sapei A, Dhalhar MA, Fuji K, Miyauchi S, Sudou S. 1992. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET : JTA-9a (132). Pengembangan Program Pasca Sarjana. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sebastian Y. 2002. Kajian Kinerja Tiga Tipe Roda Besi untuk Operasi Traktor Tangan di Lahan Kering. [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sembiring EN, Suastawa IN, Desrial. 1990. Sumber Tenaga Tarik di Bidang Pertanian. JICA/DGHE/IPB PROJECT/ADAET : JTA-9a (132). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Simanungkalit M. 1993. Mempelajari Pengaruh Kadar Air Terhadap Nilai Kohesi dan Sudut Gesek Dalam pada Jenis Tanah Sawah dan Tanah Darat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Siradz SA. 2006. Degradasi lahan Persawahan Akibat Produksi Biomassa di Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6 (1). Soedjatmiko. 1972. Penggunaan Power Tiller di Sawah Indonesia. Dinas Alat Mesin Pertanian. Jakarta. Suastawa IN. 2000. Konstruksi dan Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian. Teknik pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sudianto D. 2000. Perancangan dan Pengukuran Kemampuan Traksi Roda besi Bersirip Gerak dengan Mekanisme Sirip Berpegas dan Sirip Karet pada Tanah Basah. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Bogor. Triratanasirichai K, Oida A, Honda M. 1990. The Performance of Cage Wheel for Small Power Tiller in Agricultiral Soil. Journal of Terramechanics 27(3) : 195 – 205. Triratanasirichai K. 1991. Study on the cage wheel for a small power tiller. [Dissertation]. Niigata (JPN) : Niigata University. Japan. Watyotha, Salokhe. 2001. Tractive Performance of Cage Wheels With Opposing Circumferential Lugs. J. Agric. Engng Res. 79 (4). 389-398. Wanders AA. 1978. Pengukuran energi di dalam Strategi Mekanisasi Pertanian. Departemen Mekanisasi Pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Widen GA. 2006. Modifikasi Instrumen Pengukur Gaya Tarik (Pull) dan Kecepatan Maju Traktor Roda 2. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Bogor.
52
53
LAMPIRAN
54 Lampiran 1 Gambar Teknik instrumen pemberi beban tarik
55 Lampiran 2 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem (piktorial)
56 Lampiran 3 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem (ortogonal)
57 Lampiran 4 Gambar teknik silinder penggulung kawat sling
58 Lampiran 5 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 10
59 Lampiran 6 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 12
60 Lampiran 7 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 14
61 Lampiran 8 Gambar teknik instrumen slider sinkage
62 Lampiran 9 Gambar teknik transduser torsi
63 Lampiran 10 Data rata-rata pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di lahan sawah Sudut Tekan
kedalaman 5 cm
Tahanan Tanah (kPa) kedalaman kedalaman 10 cm 15 cm
kedalaman 20 cm
Plat 5 cm x 5 cm Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90°
18.66 21.28 26.50 33.04 35.65
25.20 27.81 31.73 42.18 44.80
33.04 34.34 36.96 46.10 50.02
42.18 44.80 48.72 55.25 69.62
Plat 5 cm x 10 cm Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90°
14.08 15.39 17.35 18.66 19.31
19.96 20.62 22.58 23.88 27.15
25.84 27.15 27.80 31.07 33.03
31.07 33.03 34.34 40.22 50.02
Plat 5 cm x 15 cm Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90°
9.92 11.23 11.66 15.15 16.02
13.84 16.46 16.89 20.38 21.25
18.20 21.25 21.68 23.86 25.60
22.99 26.04 26.47 27.78 34.75
Plat 5 cm x 20 cm Sudut 30° Sudut 45° Sudut 60° Sudut 75° Sudut 90°
8.16 8.82 9.14 12.08 15.68
11.10 12.74 13.39 16.33 18.62
15.35 17.64 18.94 20.90 22.86
18.94 22.54 24.50 25.48 27.44
64
Lampiran 11 Data rata-rata kalibrasi transduser torsi dan rata-rata kalibrasi instrumen slider sinkage Kalibrasi transduser torsi Beban Torsi (kg) (N.m) 0 0.0 20 8.6 40 17.2 60 25.8 80 34.4 100 43.0 120 51.6 140 60.2
Regangan (μɛ) 0.289 0.295 0.300 0.303 0.306 0.309 0.312 0.315
Kalibrasi instrumen slider sinkage Sinkage Tahanan (cm) (Ω) 0 0.0529 5 0.0593 10 0.0637 15 0.0672 20 0.0722 25 0.0760 30 0.0785 35 0.0807
65 Lampiran 12 Data rata-rata pengukuran kinerja roda besi bersirip di lahan sawah Keterangan : beban (w), kecepatan maju (v), drawbar pull (DBP), kecepatan putar (ω), torsi (T), slip (S), sinkage (Z), efisiensi traksi (ɳ) Jumlah Sirip 10
Sudut Sirip 30°
35°
40°
12
30°
35°
40°
w (kg) 22.51 40.89 58.73 74.62 86.81 99.84 21.57 34.53 44.10 58.43 72.27 88.93 23.50 38.47 48.93 62.40 74.67 96.20
v (m/s) 0.88 0.83 0.79 0.83 0.83 0.82 0.83 0.84 0.85 0.86 0.85 0.85 0.83 0.82 0.86 0.89 0.89 0.88
DBP ω T S Z ɳ (N) (rad/s) (N.m) (%) (cm) (%) 47.83 2.02 71.70 -1.50 11.79 29.29 86.89 1.93 97.73 1.22 13.69 38.48 124.78 1.87 129.27 5.29 16.00 40.73 158.56 2.01 152.34 9.73 17.68 43.18 184.44 2.03 175.26 11.82 19.37 42.80 212.14 2.06 198.25 15.15 21.05 42.82 45.82 1.92 62.05 -0.63 10.57 34.03 73.38 1.97 87.21 2.94 12.47 36.37 93.70 2.04 112.36 7.01 14.36 35.03 124.16 2.10 137.51 11.21 16.25 37.04 153.55 2.11 162.66 12.93 18.15 38.03 188.96 2.15 182.22 16.75 19.62 40.85 49.93 1.94 96.27 0.85 10.47 22.06 81.73 1.97 121.42 4.92 12.36 28.17 103.97 2.10 146.57 8.25 14.25 29.12 132.59 2.21 163.34 12.68 15.52 32.58 158.65 2.27 188.49 15.89 17.41 33.14 204.40 2.28 208.06 18.23 18.88 37.99
14.73 25.47 37.10 47.97 60.63 75.90 20.17 30.73 42.93 54.07 66.47 78.93 22.43 34.37 49.57 62.57 74.47 88.13
0.79 0.78 0.84 0.85 0.83 0.83 0.79 0.78 0.79 0.80 0.79 0.79 0.77 0.75 0.77 0.79 0.79 0.79
31.31 54.11 78.83 101.92 128.83 161.27 42.85 65.30 91.22 114.88 141.23 167.72 47.67 73.02 105.32 132.94 158.22 187.26
1.82 1.84 2.00 2.07 2.08 2.10 1.85 1.87 1.93 1.99 2.01 2.05 1.84 1.83 1.90 2.01 2.05 2.08
67.40 83.77 95.35 108.53 121.70 133.28 58.16 74.93 93.69 110.46 127.23 142.00 66.45 94.14 114.91 130.77 151.53 170.29
-0.26 2.45 6.64 11.45 13.42 16.14 1.09 4.55 8.12 12.81 15.15 18.11 1.96 6.64 9.73 14.53 16.88 19.34
11.57 13.42 14.77 16.28 17.80 19.14 10.99 12.50 14.19 15.70 17.22 18.56 10.28 12.30 13.81 14.99 16.51 17.86
20.31 27.64 34.66 38.55 42.64 47.70 31.49 36.45 39.99 41.75 43.74 45.71 30.15 31.45 36.46 39.64 40.36 41.88
66 Lampiran 12 Data rata-rata pengukuran kinerja roda besi bersirip di lahan sawah (lanjutan) Jumlah Sirip 14
Sudut Sirip 30°
35°
40°
w v DBP ω T S Z ɳ (kg) (m/s) (N) (rad/s) (N.m) (%) (cm) (%) 16.60 0.59 35.27 1.39 47.96 0.85 10.36 31.35 25.40 0.61 53.97 1.45 72.64 3.93 12.00 31.35 39.07 0.60 83.01 1.45 102.83 7.75 14.02 33.81 60.87 0.56 129.33 1.40 125.72 12.68 15.54 41.65 80.80 0.56 171.68 1.41 150.66 15.03 17.18 45.07 101.20 0.58 215.03 1.50 164.18 17.25 18.06 51.00 19.77 0.60 42.00 1.44 52.68 2.70 11.54 33.38 31.40 0.68 66.72 1.66 71.98 5.90 12.55 38.06 44.13 0.68 93.77 1.67 98.21 9.73 13.94 38.57 62.07 0.67 131.88 1.71 127.01 14.16 15.45 41.04 74.57 0.69 158.44 1.77 146.32 16.38 16.46 42.03 93.07 0.68 197.75 1.79 172.54 19.22 17.85 43.73 23.37 0.56 49.65 1.37 59.49 4.55 11.29 34.34 35.23 0.62 74.86 1.54 84.02 8.12 12.43 35.92 47.10 0.66 100.08 1.68 108.55 11.58 13.56 36.45 65.23 0.68 138.61 1.75 133.08 16.14 14.70 40.26 79.67 0.69 169.27 1.81 157.60 18.60 15.84 40.76 93.20 0.69 198.03 1.86 182.13 20.82 16.97 40.60
67
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Muhammad Taufiq dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 9 Nopember 1989 yang merupakan anak kedua dari tiga orang bersaudara dari pasangan Bapak Drs. H. Muhammad Najib Abdullah. M. Hum (Almarhum) dan Ibu Ellya Karim Tamin. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 9 Medan pada tahun 2004 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 12 Medan pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2013 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan melalui jalur reguler. Karya ilmiah dengan judul “Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah” telah dipublikasikan dalam Seminar Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2016. Karya ilmiah dengan judul Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah” ini juga telah lulus penilaian dan diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Keteknikan Pertanian Edisi Vol. 5 No. 1, April 2017.