i
ANALISIS EKONOMI USAHA AGRIBISNIS SUTERA ALAM DI PENGUSAHAAN SUTERA ALAM REGALOH KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI
IKA PUTRI RAHMADANI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan Sutera Alam Regaloh Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Ika Putri Rahmadani NIM H44120037
ii
i
ABSTRAK IKA PUTRI RAHMADANI. Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan Sutera Alam Regaloh Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati. Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR. PSA Regaloh merupakan perusahaan umum yang memproduksi benang sutera alam dan mengajak masyarakat sekitar untuk bermitra dalam pengembangan usaha ulat sutera. Adanya perubahan kondisi iklim, jumlah produksi kokon, dan benang sutera mempengaruhi pendapatan serta keberlangsungan usaha bagi PSA Regaloh dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan (1) menganalisis kelayakan ekonomi usaha agribisnis sutera alam, (2) menganalisis sustainable livelihood petani ulat sutera terhadap keberadaan PSA Regaloh, dan (3) menganalisis strategi pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh. Metode yang digunakan adalah cost-benefit analysis, sustainable livelihood analysis, dan analytical hierarchy process (AHP). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa analisis usaha persuteraan alam layak untuk diusahakan secara ekonomi, dengan nilai NPV sebesar sebesar Rp 268 646 398 670, Net B/C sebesar 3.18, IRR sebesar 15%, dan payback period selama 0.57 tahun; Asset kapital sustainable livelihood yang sangat memberikan pengaruh pada kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera adalah financial capital; Dan kriteria strategi pengembangan usaha sutera alam yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan sumberdaya manusia dengan skor 0.390, dengan alternatif pengembangan usaha yang diutamakan adalah perbaikan tempat pemeliharaan ulat sutera dengan skor 0.24. Kata kunci: benang sutera, analisis ekonomi, sustainable livelihood, strategi pengembangan.
ii
ABSTRACT IKA PUTRI RAHMADANI. Economic Analysis of Natural Silk Agribusiness in Pengusahaan Sutera Alam Regaloh, Tlogowungu Subdistrict, Pati. Supervised by RIZAL BAHTIAR. PSA Regaloh is a public company that produces yarns of natural silk and it invite local communities for partnering in silkworm business development. The existences of changes in climatic condition, number of cocoon production, and silks affects the incomes and business continuity for PSA Regaloh and local communities. Therefore, this research intends to (1) analyzing the economic appropriateness of natural silk agribusiness, (2) analyzing sustainable livelihood of natural silk farmers towards the existence of PSA Regaloh, and (3) analyzing alternative strategies of natural silk business development at PSA Regaloh. The methods that used are cost and benefit analysis, sustainable livelihood analysis, and analytical hierarchy process (AHP). The result of this research shows that economical analysis shows that the business have appropriateness to be run with NPV value obtained is Rp 268 646 398 670, Net B/C is 3.18, Interal Rate of Return is 11%, and Payback Period for 0.57 years; The criteria of sustainable livelihood capital that gives more influences to the condition before and after being a silkworm farmer is financial capital; The criteria of natural silk business development’s strategy that becomes main priority is human resource enhancement with 0.390 score and the alternative of business development that been priority is repairing the place for silkworm breeding with 0.242 score. Keywords: silk, PSA Regaloh, economic analysis, sustainable livelihood, development strategies
iii
ANALISIS EKONOMI USAHA AGRIBISNIS SUTERA ALAM DI PENGUSAHAAN SUTERA ALAM REGALOH KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI
IKA PUTRI RAHMADANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR NAMA2016 PENULIS
iv
00"3 *',3
3 %",,3 &%&+3 ,3),%,30-(3"+3 3 %0,%30.(3"+3"&3 +-%3"&&10%03 0'.%3.3
$3
3
!30/)3%3
,-003 3
2#3
3 ++%3
-03 3
-03'(-+%3
%" #0"0,3
vi
vii
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ialah Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan Sutera Alam Regaloh Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah sabar meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, serta mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 2. Ir. Ujang Sehabudin, M.Si sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi. 3. Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji wakil program studi yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi. 4. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, M.S sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan selama menjadi mahasiswi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 5. Kedua orang tua tercinta Bapak Sutrimo dan Ibu Kristiana serta adek Adhitya Luchy Christiawan yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis. 6. KBM Agribisnis Perum Perhutai Unit I Jawa Tengah yang telah memberikan izin kesempatan untuk melakukan penelitian mengenai sutera alam di PSA Regaloh. 7. Pegawai PSA Regaloh Bapak Solikin, Bapak Sugeng, Ibu Listutik, Bapak Pramono, Bapak Suyono, Ibu Sumartini, dan Bapak Warsono yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data. 8. Para petani ulat sutera Bapak Sudar, Bapak Seno, Bapak Karmijan, Bapak Rustam, Bapak Wagimin, serta Bapak Sarmidi yang telah membantu selama pengumpulan data.
viii
9. Seluruh dosen dan staff
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan atas semua arahan, masukan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 10. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skrispi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2016 Ika Putri Rahmadani
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii I. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 8 II.TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 9 2.1 Ulat Sutera .......................................................................................... 9 2.2 Siklus Hidup Ulat Sutera .................................................................... 9 2.3 Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan ................................................. 12 2.4 Kelayakan usaha ................................................................................ 13 2.5 Sustainable Livelihood ...................................................................... 15 2.6 Proses Hierarki Analisis .................................................................... 16 2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................... 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................. 21 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 21 3.1.1 Analisis Usaha Tani ..................................................................
21
3.1.2 Analisis Kelayakan Ekonomi ....................................................
22
3.1.3 Analytical Hierarchy Process ....................................................
23
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 24 IV. METODE PENELITIAN ...................................................................... 27 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 27 4.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 27 4.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................ 27 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 28 4.4.1 Cost-Benefit Analysis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh.. 29 4.4.2 Sustainable livelihood Petani Ulat Sutera ................................... 31 4.4.3 Strategi Pengembangan Usaha Ulat Sutera yang Berkelanjutan... 32
x
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................... 35 5.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha .................................................... 35 5.2 Letak Geografis dan Topografi ......................................................... 36 5.3 Kegiatan PSA Regaloh ..................................................................... 36 5.4 Ketenagakerjaan ............................................................................... 46 5.5 Sarana PSA Regaloh ........................................................................ 47 5.6 Karakteristik Responden .................................................................. 47 5.6.1 Karakteristik Demografi Responden ........................................... 48 5.6.2 Karakteristik Ekonomi Responden .............................................. 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 51 6.1 Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha Sutera Alam PSA Regaloh .... 51 6.2 Sustainable Livelihood dari Keberadan PSA Regaloh .................... 58 6.3 Strategi Pengembangan Usaha Sutera Alam di PSA Regaloh ........ 64 VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 69 7.1 Simpulan ......................................................................................... 69 7.2 Saran ................................................................................................ 69 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 71 LAMPIRAN ................................................................................................. 75 RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 109
xi
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Dari Tahun 2013-2014 ........................................................................... 1 2. Volume Ekspor dan Impor Komoditi Kehutanan Hasil Hutan Bukan KayuTahun 2012-2013 ...................................................... 3 3. Kegiatan Produksi PSA Regaloh Tahun 1995-2015 ...................... 6 4. Karakteristik Tahapan Instar Ulat Sutera ....................................... 10 5. Kebutuhan Daun Murbei Ulat Sutera ............................................. 11 6. Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................ 19 7. Matriks Analisis Data ..................................................................... 28 8. Kategori Kapital dalam Sustainable Livelihood ............................ 32 9. Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process............................... 34 10. Kegiatan Pemeliharan Ulat Sutera ................................................ 42 11. Produksi benang PSA Regaloh Tahun 1995-2015 ........................ 46 12. Luas Area Bangunan PSA Regaloh .............................................. 47 13. Karakteristik Demografi Responden ............................................. 49 14. Karakteristik Ekonomi Responden ................................................. 49 15. Total Manfaat Ekonomi usaha PSA Regaloh ................................. 53 16. Biaya Pemeliharaan Kebun Murbei .............................................. 54 17. Biaya Pemeliharaan Ulat Sutera .................................................... 55 18. Biaya Pemintalan Benang Sutera ................................................... 56 19. Biaya Investasi usaha benang sutera ............................................. 57 20. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh ............. 57 21. Hasil Penilaian Kriteria Human Capital Petani Ulat Sutera .......... 59 22. Hasil Penilaian Kriteria Natural Capital Petani Ulat Sutera .......... 60 23. Hasil Penilaian Kriteria Social Capital Petani Ulat Sutera ............ 61 24. Hasil Penilaian Kriteria Physical Capital Petani Ulat Sutera ........ 61 25. Hasil Penialaian Kriteria Financial Capital Petani Ulat Sutera ..... 62 27. Hasil Analisis Sustainable Livelihood Petani Ulat Sutera ............. 63
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Produksi Benang Sutera Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Sampai 2013................................................................................... 4 2. Skema Pemikiran Operasional ...................................................... 26 3. Struktur Hirarki Analytical Hierachy Process................................ 33 4. Alur Proses Pemintalan Benang PSA Regaloh .............................. 44 5. Hasil Analisis Sustainable Livelihoood Petani Ulat Sutera............ 63 6. Diagram Hirarki Prioritas Pengembangan Usaha PSA Regaloh..... 64 7. Hasil Penilaian Prioritas Pengembangan Usaha PSA Regaloh...... 66 8. Hasil Penilaian Prioritas Alternatif Pengembangan PSA Regaloh.. 68
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Halaman Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan pendekatan klaster ....................................................................... Kuesioner Sustainable Livelihood .............................................. Kuesiner Strategi Pengembangan Usaha PSA Regaloh ............... Border Price Input Tradable ........................................................ Hasil Analisis Sustainable Livelihoood Petani Ulat Sutera ......... Hasil analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh ........... .. Struktur Organisasi PSA Regaloh ............................................... Dokumentasi Penelitian ................................................................
77 80 90 95 97 100 104 105
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan. Oleh karena itu perlu adanya pembangunan nasional yang bertumpu pada pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional, karena visi dan misi pembangunan pertanian dirumuskan dalam kerangka dan mengacu pada visi dan misi pembangunan nasional, salah satunya adalah kebijaksanaan dalam pengembangan agribisnis (Sudaryanto dan Syafa’at 2002). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang memberikan kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selama tahun 2013 – 2014, PDB sektor pertanian mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 1.275,05 trilyun pada tahun 2013 dan meningkat menjadi Rp 1.410,66 trilyun pada tahun 2014. Peningkatan ini diperoleh karena meningkatnya kinerja perekonomian sebagian besar sub sektor pendukungnya, seperti yang terlihat dalam Tabel 1. Salah satu subsektor pertanian yang berperan dalam pembentukan PDB sektor pertanian adalah subsektor kehutanan. Tabel 1 PDB sektor pertanian atas dasar harga berlaku (triliun rupiah) tahun 2013 2014 Lapangan Usaha
Nilai PDB 2013
2014
1 275.05
1 410.66
994.78
1 088.94
- Tanaman Pangan
332.11
343.95
- Tanaman Hortikultura
137.37
159.52
- Tanaman Perkebunan
358.17
397.90
- Peternakan
147.98
397.90
19.14
20.50
b. Kehutanan
69.60
74.62
c. Perikanan
210.67
247.09
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan a. Pertanian sempit, Perburuan, dan Jasa Pertanian
- Jasa Pertanian dan Perburuan
Sumber : Pusdatin (2015) Sektor kehutanan berperan cukup strategis dalam pertumbuhan PDB nasional. Dari tahun 2013 sampai 2014, peranan sektor kehutanan terhadap PDB
2
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa negara juga mampu menyediakan lapangan dan kesempatan kerja serta pengadaan bahan baku bagi usaha agroindustri. Salah satu komoditas kehutanan yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah pengembangan ulat sutera dengan perkebunan murbeinya. Industri pengembangan sutera alam merupakan salah satu usaha budidaya tanaman murbei dan ulat sutra yang menghasilkan kokon, benang, serta kain sutera. Tujuan budidaya sutera diantaranya untuk memenuhi kebutuhan sutera alam di dalam negeri maupun untuk pengembangan ekspor. Selain itu, kegiatan persuteraan alam merupakan salah satu kegiatan rehabilitasi dan konservasi lahan yang dapat meningkatkan daya dukung serta produktivitas lahan, terutama pada lahan-lahan yang belum optimal dimanfaatkan. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009, Pemerintah telah menetapkan lima komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan nasional yang diprioritaskan pengembangannya, yaitu lebah madu, sutera alam, gaharu, rotan, dan bambu. Karena lebah madu dan sutera alam merupakan HHBK komoditi peternakan, sedangkan komoditi gaharu, rotan, dan bambu merupakan HHBK komoditi bukan peternakan (kayu), sehingga yang dapat dibandingkan yaitu sutera alam dan lebah madu. Volume ekspor dan impor terhadap komoditi hasil hutan bukan kayu ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, penurunan volume impor dan peningkatan volume ekspor terutama untuk sutera alam yang berupa kokon, benang sutera, dan kain sutera dari tahun 2012-2013 merupakan peluang bagi Indonesia dalam mengembangkan usaha, karena kemampuan Indonesia untuk memenuhi permintaan nasional cukup baik. Hal ini dapat menjadi salah satu komoditi unggulan bagi negara Indonesia. Tabel 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012-2013 Komoditi Sutera alam Madu alam
Volume impor (ton) 175 620 1 555 725
2012 Volume ekspor (ton) 495 659 021
Sumber : Kementerian Pertanian, 2013 (diolah)
2013 Volume impor Volume ekspor (ton) (ton) 150 351 141 645 1 365 518 4
3
Dalam meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia sebagai produsen sutera, maka diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Perkembangan produksi sutera alam di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1718, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2007), daerah potensial dalam pengembangan sutera alam di Indonesia antara lain: 1. Jawa Barat (Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Purwakarta) 2. Jawa Tengah (Pemalang, Jepara, Pekalongan, Pati, Wonosobo, Magelang, dan Temanggung) 3. Yogyakarta (Sleman dan Bantul) 4. Bali (Tabanan, Denpasar, dan Karangasem) 5. Sulawesi Selatan (Wajo, Soppeng, dan Enkerang) 6. Sumatera Utara (Simalungun dan Deli Serdang) 7. Daerah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkontribusi dalam memproduksi benang sutera alam nasional. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa dari tahun 2010-2012, produksi benang sutera yang dihasilkan mengalami penurunan. Kemudian pada tahun 2013, produksi benang sutera meningkat kembali, yakni sebesar 2 698 ton. Data produksi benang sutera yang dihasilkan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 1. Pengembangan sutera alam di Jawa Tengah berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang dilakukan sejak tahun 1965 bersamaan dengan pengembangan masyarakat desa hutan. Kegiatan persuteraan alam di Jawa Tengah dilakukan di Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto dan Pengusahaan Sutera Alam (PSA) berupa pabrik pembuatan dan pemintalan benang sutera berada di Regaloh, Pati.
4
Produksi Benang Sutera Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013 (ton) 3489 3500 2689
3000 2500 2000 1500 746
1000
726
500 0 2010
2011
2012
2013
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka 2015 (BPS Jawa Tengah) Gambar 1. Produksi benang sutera Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2013 Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh merupakan sebuah perusahaan umum yang memberi kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar untuk menjadi mitra dalam usaha pengembangan benang sutera. PSA Regaloh mengusahakan budidaya ulat sutera mulai dari pemeliharaan ulat sutera, penyediaan pakan yang berupa penanaman tanaman murbei, serta pengolahan kokon menjadi benang sutera sekaligus pemasarannya. Tata niaga yang terdapat di PSA Regaloh cukup panjang, sebab produk yang dihasilkan berupa bahan baku industri sandang, sehingga dari proses budidaya akan berlanjut dengan agroindustri berupa usaha pemintalan kokon dan penenunan. Disisi lain, bibit ulat sutera hingga sekarang belum dapat diproduksi oleh petani/pemelihara ulat sendiri, tetapi oleh Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto yang menambah panjangnya jalur tata niaga. Dalam pengembangan usaha, PSA Regaloh melibatkan banyak pihak disekitar wilayah usaha, terutama bagi penduduk sekitar hutan di Desa Regaloh Pati. Ada sekitar 154 penduduk yang menggantungkan hidupnya sebagai petani ulat sutera. Selain itu juga ada yang berprofesi sebagai petani tumpang sari serta buruh tani yang mengelola lahan milik Perhutani. Keberlanjutan semua usaha PSA Regaloh yang masih beroperasi sampai saat ini memiliki pengaruh penting bagi kehidupan penduduk yang bermitra dengan PSA Regaloh, sekaligus berperan dalam memproduksi benang sutera nasional. Hal ini menjadikan PSA Regaloh sebagai suatu objek penelitian yang cocok untuk diteliti. Penelitian di PSA Regaloh
5
mencakup proses produksi dan pengembangan usaha benang sutera, serta memperhitungkan kelayakan usaha secara ekonomi dan perubahan aset kapital yang mempengaruhi sustainable livelihood petani ulat sutera.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 50/KptsII/1997 Tanggal 20 Januari 1997 yang dimaksud dengan persuteraan alam adalah bagian kegiatan perhutanan sosial dengan hasil kokon atau benang sutera yang terdiri dari kegiatan penanaman murbei, pembibitan ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera dan pengolahan kokon. Kegiatan usaha budidaya ulat sutera mencakup dua aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek budidaya dan aspek industri. Aspek budidaya meliputi kegiatan pengelohan tanaman murbei sebagai makanan ulat, produksi telur dan bibit ulat sutera, serta kegiatan pemeliharaan ulat sampai membentuk kokon yang siap panen. Sedangkan aspek industri meliputi kegiatan pengolahan kokon menjadi benang berikut proses penenunan sampai menjadi kain sutera. Dalam pengusahaan sutera alam, PSA Regaloh ikut berkontribusi dalam memproduksi daun murbei. Luas lahan murbei yang dimiliki pada tahun 1995 adalah sebesar 421,5 ha dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan luas kebun murbei hingga tahun 2015 menjadi sebesar 325,50 ha. Pelepasan luas lahan murbei tersebut untuk diserahkan kepada KPH Pati guna ditanami pohon jati. Produktivitas daun murbei, kokon, serta benang sutera yang dihasilkan PSA Regaloh dari tahun 1995 sampai 2015 mengalami fluktuasi. Terutama untuk benang sutera yang dihasilkan PSA Regaloh, dari tahun 2012 sampai 2016 jumlah benang sutera yang diproduksi mengalami penurunan setiap tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya musim kemarau panjang dan penyakit yang menyerang ulat sutera. Penetapan harga benang sutera oleh Perhutani tidak banyak berubah dari tahun 2012 sampai 2015, yaitu sebesar Rp 583 000/kg. Jumlah telur ulat sutera yang dipesan oleh PSA Regaloh dari PPUS Candiroto menyesuaikan kondisi kebun murbei dalam menghasilkan daun setiap bulannya. Semakin banyak telur yang dipesan, maka menggambarkan produktivitas daun dari kebun murbei tersebut semakin meningkat, dan begitu sebaliknya. Jumlah produksi daun murbei, kokon, serta benang sutera yang dihasilkan PSA Regaloh dari tahun
6
1995 sampai 2015 disajikan dalam tabel kegiatan produksi PSA Regaloh pada Tabel 3. Tabel 3 Kegiatan produksi PSA Regaloh Tahun 1995 – 2015 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Luas Lahan Produktif Murbei (Ha) 421.5 421.5 421.5 421.5 421.5 419.3 419.3 408.5 409.7 309.2 338.1 337.9 337.9 337.9 337.9 327.0 327.0 325.5 325.5 325.5 325.5
Produksi Daun Murbei (Ton) 3 226.97 2 087.79 1 556.45 3 245.29 1 736.40 1 966.30 2 181.76 2 128.10 2 205.24 2 095.67 1 775.37 1 699.21 2 274.72 2 369.04 1 685.78 2 142.16 1 815.79 1 870.47 2 349.20 1 723.40 721.00
Rasio Murbei ton/ha/thn 3.55 2.13 2.35 2.22 1.56 1.78 2.21 2.02 2.30 2.51 5.25 5.03 6.10 7.01 4.99 6.60 5.60 5.70 7.20 5.30 2.22
Intake telur (box) 2 594 1 786 1 133 2 149 1 245 1 445 1 607 1 522 1 647 1 477 1 184 1 152 1 573 1 616 1 163 1 477 1 297 1 338 1 678 1 231 515
Produksi Kokon (Kg) 56 077.2 44 336.6 33 012.1 49 517.6 29 150.4 34 997.4 37 458.7 25 162.9 20 622.7 21 040.2 21 383.0 18 817.6 29 104.8 27 986.1 18 502.8 25 383.3 15 356.4 22 711.6 25 497.9 17 012.7 6 740.9
Rasio kokon per box 21.62 24.82 29.24 23.04 23.41 24.22 23.31 16.53 12.52 14.25 18.05 16.33 18.50 17.32 15.90 17.20 11.84 17.00 15.00 14.00 13.00
Produksi Benang Sutera (Kg) 5 443.34 4 984.60 5 131.00 6 074.56 3 488.23 3 024.63 3 096.30 2 553.88 1 757.88 1 711.86 1 309.38 1 354.68 1 712.64 1 900.49 1 184.75 1 172.00 741.50 970.00 958.00 947.00 273.00
Sumber : PSA Regaloh (2015) Keadaan jumlah produksi benang sutera yang cenderung berubah setiap tahun mempengaruhi besaran biaya produksi yang dikeluarkan dan penerimaan yang diterima oleh PSA Regaloh,
yang selanjutnya akan berdampak pada
keberlangsungan usaha. Keberlangsungan usaha PSA Regaloh ini sangat mempengaruhi kehidupan orang-orang yang tergabung didalamnya, terutama pegawai, petani ulat, serta masyarakat sekitar PSA. Dalam mengusahakan industri benang sutera, PSA Regaloh tentunya mempunyai dasar yang ingin dicapai melalui berbagai strategi usaha pengembangan yaitu mengalokasikan sumberdaya yang ada secara maksimal agar usaha yang dilakukan tersebut mampu bertahan di tengah persaingan dengan industri lain disamping persediaan bahan baku yang semakin mahal, bisa memberikan keuntungan dan layak untuk diusahakan, serta dapat memenuhi kebutuhan benang sutera dalam negeri. PSA Regaloh memasarkan benang suteranya ke berbagai daerah seperti Jepara, Kudus, Pekalongan, dan Yogyakarta.
7
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian, rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kelayakan ekonomi pada usaha sutera alam PSA Regaloh? 2. Bagaimana perubahan kapital yang mempengaruhi sustainable livelihood para petani ulat sutera PSA Regaloh? 3. Bagaimana
rekomendasi
pengembangan
usaha
sutera
alam
bagi
keberlanjutan usaha PSA Regaloh? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis kelayakan ekonomi pada usaha sutera alam PSA Regaloh. 2. Menganalisis perubahan kapital yang mempengaruhi sustainable livelihood para petani ulat sutera PSA Regaloh. 3. Menganalisis rekomendasi usaha bagi pengembangan usaha sutera alam
PSA Regaloh secara berkelanjutan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya : 1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor serta sebagai media untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama kegiatan perkuliahan. 2. Bagi pengusaha ulat dan benang sutera, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat untuk membantu dalam usaha sutera alam. 3. Bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan
sebagai masukan untuk pertimbangan dalam pengambilan strategi dan kebijakan.
8
4. Bagi akademisi, penelitian ini ini dapat digunakan sebagai informasi dan
bahan referensi untuk penelitian berikutnya mengenai usaha sutera alam.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai analisis ekonomi usaha agribisnis sutera alam berlokasi di Kecamatan Tlogowugu, Kabupaten Pati - Provinsi Jawa Tengah, dengan cakupan daerah yang diteliti adalah Desa Regaloh. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan wilayah yang dikembangkan oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah sebagai pusat sutera alam. Sumber data yang diambil terdiri dari wilayah pengusahaan benang sutera, para pengambil kebijakan dan petugas di PSA Regaloh, serta petani ulat sutera yang bermitra dengan PSA Regaloh.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulat Sutera Ulat sutera adalah serangga penghasil benang sutera yang siklus hidupnya mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari larva (ulat), pupa sampai dengan kupu-kupu (Apriyanto 2010). Jenis ulat sutera yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Bombyx mori yang termasuk dalam keluarga Bombicidae. Jenis ulat sutera Bombyx mori merupakan jenis ulat yang monophagous atau hanya makan daun murbei saja. Menurut Borror et al. (1992), klasifikasi dari Bombyx mori L sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Sub Filum
: Mandibulata
Klass
: Insecta
Sub Klass
: Pterygota
Ordo
: Lepidoptera
Family
: Bombycidae
Genus
: Bombyx
Spesies
: Bombyx mori L
Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei (Morus sp.). Ulat sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih serta berbulu. Ulat sutera dapat melalukan molting (berganti kulit) pada saat memasuki instar baru (Borror et al. 1992). Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut.
2.2 Siklus Hidup Ulat Sutera Menurut Jumar (2000), siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga mencapai serangga dewasa. Ulat sutera merupakan salah satu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera
10
mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Pada fase larva terdiri dari beberapa tahap yaitu instar I sampai instar V. Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi ulat, pupa,dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi. Selama menjadi ulat, merupakan masa makan dan terjadi pergantian kulit. Pergantian kulit ulat sutera dinamakan instar I, instar II, instar III, instar IV dan instar V. Ketika ulat sutera sama sekali berhenti makan diinamakan masa tidur atau masa istirahat. Setelah instar V berakhir ulat mengokon untuk berubah menjadi pupa. Selanjutnya pupa berubah menjadi kupu dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur dan seterusnya (Suyono 2006). Tahap-tahap perkembangan ulat sutera antara lain : a. Telur Telur berbentuk lonjong, warna putih kekuningan. Telur biasanya menetas 10 hari setelah menjalani perlakuan khusus pada suhu 25°C dan pada RH 8085%. Secara nonalamiah penetasan dapat dengan memberikan larutan HCl (Purnomo 2010). Telur memiliki panjang 1.3 mm, lebar 1 mm, dan tebal 0.5 mm b. Larva Menurut Wyman (1974), perkembangan ulat sutera melalui perubahan instar dimana pada setiap perubahan instar ditandai dengan adanya molting. Karakteristik pada setiap instar ulat sutera terdapat pada Tabel 4. Pada Instar I, II, dan III disebut ulat kecil dengan umur 11 hari. Instar IV dan V disebut ulat besar dengan umur sekitar 12 hari. Setelah instar V berakhir, ulat akan mulai mengokon. Tabel 4 Karakteristik tahapan instar ulat sutera Instar Temperatur (ºC) Kelembaban (%) Waktu (hari )
I 27 – 28 85 – 90 3–4
II 26 – 27 85 – 90 2–3
III 25 - 26 80 - 85 3–4
IV 25 – 26 75 4–5
V 24 – 25 70 6-7
Sumber : PUSPROHUT (2013) Daun murbei merupakan makanan utama bagi ulat sutera dalam berkembang biak. Kebutuhan daun murbei disesuaikan dengan porsi setiap tahapan instar ulat sutera yang semakin lama semakin banyak, seperti pada
11
Tabel 5. Daun murbei yang baik untuk masing-masing instar ulat sutera adalah daun-daun muda hingga lembar ke tujuh yang berada di bawah daun pucuk terpanjang. Daun murbei kemudian dipotong untuk memudahkan ulat kecil memakan daun yang diberikan. Pada instar IV dan V, daun murbei yang diberikan bersama dengan ranting dan disusun secara zig-zag. Tabel 5 Kebutuhan daun murbei pada ulat sutera Instar I II III IV V
Duduk daun dari pucuk sampai keDaun IV – V Daun VI – VII Daun VIII – IX Semua daun, utuh dengan rantingnya Semua daun, utuh dengan rantingnya
Jumlah
Ukuran rajangan daun (cm) 0,5 – 1,0 1,5 – 2,0 3,0 – 5,0
Banyaknya daun (kg/boks) 2 5 30
-
100
-
700 837
Sumber : Nuraeni (2007) c. Pupa Perubahan dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas makan. Proses pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam kokon. Pembentukan pupa berlangsung antara 4 sampai 5 hari setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera untuk membentuk kokon. Lama masa pupa adalah 9 sampai 14 hari. Menurut Siregar (2009), bentuk pupa tidak tampak gejala hidup, tungkai tambahan yang terdapat disepanjang perut ulat menghilang, bagian dada muncul tiga pasang tungkai baru berbentuk tungkai dewasa. Selain itu disusun sayap dan sistem otot baru. Ulat akan memasuki masa fase pupa. Lamanya waktu untuk perkembangan instar ini antara 8 sampai 16 hari untuk betina dan jantan dengan kisaran waktu antara 6 sampai 18 hari. Kisaran waktu keseluruhan antara instar I hingga V adalah 26 hingga 50 hari untuk betina dan 22 sampai 54 hari untuk jantan (Herliana 2008). Pupa jantan pada ruas ke-9 terdapat tanda titik, sedangkan pupa betina ruas ke-8 terdapat tanda silang. d. Imago Pada tahapan imago berlangsung selama lima sampai tujuh hari. Pada tahap imago merupakan tahapan yang reproduktif dimana terjadi perkawinan dan betina mengeluarkan telur-telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang dan kehilangan fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat
12
mengkonsumsi makanan. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban, kualitas udara, aliran udara, dan cahaya. 2.3 Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi sebuah produk, termasuk di dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usaha tani. Dalam jangka pendek, satu kali produksi dapat dibedakan biaya tetap dan biaya variabel. Tetapi dalam jangka panjang, semuanya merupakan biaya variabel karena semua faktor yang digunakan menjadi variabel (Hernanto 1993). Secara umum, jenis biaya dibedakan menjadi beberapa diantaranya: a. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan volume kegiatan tertentu. Jumlahnya tidak tergantung dari jumlah produksi. Besar kecilnya biaya tetap di pengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi, dan metode, serta strategi manajemen. Contoh: pajak bumi dan bangunan, biaya penyusutan mesin, biaya penyusutan gedung, dan biaya administrasi. b. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh: biaya bahan baku dan biaya iklan. c. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya karena ada sesuatu yang harus dibiayai. Contoh: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan pengacara. d. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai yang dalam hubungannya dengan produk. Contoh: biaya asuransi gedung yang dibayar oleh perusahaan. Penerimaan atau Revenue adalah semua penerimaan produsen dari hasil penjualan barang atau outputnya. Menurut Mubyarto (1991), pendapatan adalah hasil pengurangan antara hasil penjualan dengan semua biaya yang dikeluarkan mulai dari produksi sampai pada produk tersebut berada pada tangan konsumen. Bentuk penerimaan dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu penerimaan yang
13
berasal dari hasil penjualan barang–barang yang diproses dan penerimaan yang berasal dari luar barang–barang yang diproses. Penerimaan yang berasal dari luar kegiatan usaha tapi berhubungan dengan adanya kegiatan usaha, seperti penerimaan dalam bentuk bonus karena pembelian barang–barang kebutuhan kegiatan usaha, penerimaan bunga bank, nilai sisa aset, sewa gedung, sewa kendaraan dan lain sebagainya (Ibrahim 2003). Keuntungan atau laba merupakan selisih antara penerimaan yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari sumber daya yang digunakan untuk membuat barang itu (Lipsey and Stainer 1990). Keuntungan merupakan tujuan utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan. Semakin besar keuntungan yang diterima, semakin layak usaha yang dikembangkan. Berdasarkan perkiraan dan perencanaan produksi dapat diketahui pada jumlah produksi berapa perusahaan mendapat keuntungan dan pada jumlah produksi berapa pula perusahaan mendapat kerugian (Ibrahim 2003).
2.4 Kelayakan usaha Studi kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Kasmir 2003). Beberapa tujuan dilakukan analisis kelayakan usaha diantaranya adalah menghindari
resiko,
memudahkan
perencanaan,
pelaksanaan
pekerjaan,
pengawasan, serta pengendalian. Kelayakan merupakan kata kunci yang harus dipegang oleh para pengelola lembaga keuangan dan merupakan kriteria yang paling pokok dalam membiayai suatu jenis usaha. Atas dasar itulah, maka kemampuan untuk menilai kelayakan suatu
usaha
merupakan
kemampuan
yang
sangat
pokok
dan
sangat
menentukan bagi kelangsungan dan perkembangan usaha agribisnis tersebut. Menurut Gittinger (1986), secara garis besar aspek-aspek dalam analisis kelayakan usaha antara lain: a. Aspek teknis, yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal-hal yang perlu
14
diperhatikan dalam aspek teknis antara lain lahan, ketersediaan air, input-input fisik, produktivitas, kontrol penyakit, dan fasilitas pasar serta penyimpanan. b. Aspek institusional-organisasi-manajerial, yang mempuyai pengaruh penting dalam pelaksanaan proyek, seperti tradisi dan budaya, sistem komunikasi, kelembagaan lokal, serta kebijakan pemerintah pusat dan lokal. c. Aspek sosial, yang berhubungan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, seperti penyebaran pendapatan, penciptaan lapanagn kerja, pembangunan regional, peningkatan hidup di pedesaan, serta peranan wanita. d. Aspek komersial, yang berhubungan dengan rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Seperti kebijakan harga dan sistem pemasaran dari input, output, dan keuangan. e. Aspek ekonomi, yang menganalisis pengaruh-pengaruh ekonomi dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung didalamnya. Halhal yang perlu diperhatikan antara lain harga pasar, pendapatan, pajak, insentif. f. Aspek ekonomi, yang menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian dan apakah kontribusinya besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang diperlukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain nilai tukar bayangan, harga bayangan, serta keseimbangan ekspor dan impor. Dalam melakukan analisis kelayakan suatu usaha agribisnis, salah satunya untuk menghitung kelayakan ekonomi. Menurut Suswarsono (2000), analisis ekonomi merupakan salah satu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu bisnis secara ekonomi akan menguntungkan selama umur usaha habis. Menurut Kadariah (2001), kriteria yang biasa digunakan dalam analisis sebuah usaha antara lain: a.
Net Present Value (NPV)
b.
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
c.
Internal Rate of Return (IRR)
d.
Payback Period
15
2.5 Sustainable Livelihood Sustainable Livelihood atau penghidupan berkelanjutan merupakan suatu penghidupan yang meliputi kemampuan atau kecakapan, aset-aset (simpanan, sumberdaya, dan akses) dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup; suatu penghidupan dikatakan berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan dan bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-aset, dan menyediakan penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya, dan yang memberi sumbangan terhadap penghidupan - penghidupan lain pada tingkat lokal dan global dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Chambers and Conway 1992). Department for Internasional Developmet/DFID (1999) mengemukakan bahwa tujuan dari penghidupan berkelanjutan adalah meningkatkan akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi, teknologi informasi dan pelatihan, serta gizi dan kesehatan yang baik; lingkungan sosial yang mendukung dan kohesif; akses yang aman, dan pengelolaan yang lebih baik terhadap sumberdaya alam; akses yang lebih baik untuk fasilitas dan infrastruktur dasar; dan akses yang lebih aman terhadap sumberdaya keuangan. Prinsip penghidupan berkelanjutan yang dikembangkan oleh UNDP (2007) yaitu : manusia sebagai fokus utama pembangunan (peoplecentered), memahami penghidupan secara menyeluruh (holistic), merespon dinamika penghidupan masyarakat (dynamic), mengoptimalkan potensi masyarakat (building on strengths), menyelaraskan kebijakan makro dan mikro (macro-micro links), mewujudkan keberlanjutan penghidupan (sustainability). Dalam sustainable livelihood terdapat beberapa aset yang berpengaruh bagi kehidupan berkelanjutan. Berdasarkan DFID (1999), aset-aset kapital yang mempengaruhi sustainable livelihood dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Sumber daya manusia (Human Capital) Human capital dapat dilihat berdasarkan keterampilan, pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, kemampuan tenaga kerja, dan kesehatan yang memungkinkan orang untuk mendapatkan pemasukan dari mata pencaharian.
b.
Modal sosial (Social Capital) Social capital dapat dilihat dari kehidupan bermasyarakat. Masing-masing rumah tangga masyarakat yang berbeda akan dihubungkan bersama oleh ikatan
16
kewajiban sosial, hubungan timbal balik, kelompok dan ikatan formal seperti organisasi, kepercayaan, mekanisme dalam pengambilan keputusan, serta hubungan yang saling mendukung. c.
Modal fisik (Physical Capital) Physical capital merupakan infrastruktur dasar dan barang produsen yang diperlukan untuk mendukung mata pencaharian. Yang termasuk kedalamnya antara lain alat, infrastruktur (jalan, pelabuhan, bandara), fasilitas pasar, dan teknologi yang akan mempengaruhi kemampuan orang lain untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
d.
Modal ekonomi (Financial Capital) Financial capital mengacu pada sumberdaya keuangan yang digunakan seseorang untuk mencapai tujuan hidup mereka, termasuk aliran dana yang dapat berkontribusi terhadap produksi dan konsumsi. Seperti hasil poduksi pertanian, simpanan, dana pensiun, sarana kredit formal dan informal untuk melengkapi sumber modal keuangan.
e.
Sumber daya alam (Natural Capital) Natural capital yang mendukung kehidupan masyarakat pedesaan, antara lain tanah dan lahan, air, sumber daya hutan, ternak, tanaman, keragaman hayati, dan jasa lingkungan. 2.6 Proses Hierarki Analisis Proses hierarki analisis atau lebih dikenal dengan Analytical Hierarchy Process
(AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis dalam membantu menentukan alternatif pengambilan keputusan.
17
Menurut Marimin (2004), AHP memiliki kelebihan dan kelemahan dalam sistem analisisnya. Kelebihan-kelebihan metode AHP adalah : a.
Kompleksitas (Complexity). AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
b.
Struktur Hirarki. AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masingmasing level berisi elemen yang serupa.
c.
Pengukuran (Measurement). AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
d.
Konsistensi (Consistency). AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.
e.
Trade Off. AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut: a.
Ketergantungan model AHP pada input utama. Input utama model AHP berupa persepsi seorang ahli, sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas para ahli. Model menjadi tidak bisa digunakan jika para ahli tersebut memberikan penilaian yang tidak tepat.
b.
Metode AHP hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik, sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan Tinjauan penelitian terdahulu ditinjau berdasarkan beberapa aspek, yaitu penelitian tentang budidaya ulat sutera, penyerapan tenaga kerja pada industri sutera, karakteristik dari larva dan kokon ulat sutera, serta analisis kelayakan usaha. Tinjauan ini membandingkan beberapa hal, yaitu judul, metode analisis, serta hasil dari penelitian. 2.7.1 Penelitian tentang budidaya ulat sutera Hasil penelitian mengenai budidaya ulat sutera yang dijadikan referensi adalah dari Nurjayanti E.D (2011) mengenai budidaya ulat sutera dan produksi benang sutera melalui sistem kemitraan dengan para petani mitra pada pengusahaan sutera alam (PSA) di Desa Regaloh, Kabupaten Pati. Penelitian tersebut
18
menganalisis kegiatan budidaya sutera alam serta pemintalan dan pemasaran benang sutera. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif. Ringkasan penelitian tentang budidaya sutera disajikan dalam Tabel 6. 2.7.2 Penelitian tentang penyerapan tenaga kerja industri sutera Penelitian mengenai penyerapan tenaga kerja industri sutera yang dijadikan referensi adalah dari Haris A. (2013), yang membahas mengenai analisis penyerapan tenaga kerja industri tenun sutera di Kabupaten Wajo. Dalam hasil penelitian menyimpulkan beberapa variabel yang memberikan pengaruh positif dan negatif dalam hal penyerapan tenaga kerja di industri tenun sutera. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan ekonometrika. Ringkasan penelitian tentang penyerapan tenaga kerja pada industri sutera disajikan dalam Tabel 6. 2.7.3 Penelitian tentang larva dan kokon ulat sutera Penelitian mengenai larva dan kokon ulat sutera yang dijadikan referensi adalah dari Nguku E. et al. (2007). Penelitian yang dilakukan mengenai karakteristik larva dan kokon setelah penggunaan royal jelly. Penelitian tersebut menganalisis mengenai penggunaan royal jelly pada larva ulat sutera yang dapat meningkatkan kualitas serat sutera dan menambah nilai ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah ekonometrika. Ringkasan penelitian tentang larva dan kokon ulat sutera disajikan dalam Tabel 6. 2.7.4 Penelitian tentang analisis kelayakan usaha ulat sutera Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha yang dijadikan referensi adalah dari Nurlela A. (2006), Prayoga R. (2014), dan Rifki H.O (2010). Metode analisis yang digunakan adalah cost-benefit analysis dalam memperkirakan kelayakan usaha baik dari sisi finansial, ekonomi, atau pun keduanya. Ringkasan penelitian tentang analisis kelayakan usaha disajikan dalam Tabel 6. Perbedaan penelitian yang telah dikaji dengan sebelumnya adalah terdapat pada beberapa alternatif tujuan, metode penelitian, dan hasil analisis yang ingin dicapai. Adapun persamaannya dalam hal sumberdaya yang diteliti, yakni ulat sutera. Fokus utama dalam penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha secara ekonomi, pengaruh usaha sutera alam terhadap kehidupan berkelanjutan para petani ulat, serta bagaimana strategi pengelolaan usaha dari PSA Regaloh secara keberlanjutan.
19
Tabel 6 Penelitian terdahulu yang relevan Judul Penelitian
Hasil Analisis
Eka Dewi Nurjayanti (2011)
Budidaya Ulat Sutera dan Produksi Benang Sutera Melalui Sistem Kemitraan Pada Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh Kabupaten Pati.
1. Pemanfaatan lahan PSA Regaloh terdiri dari pengelolaan kebun murbei, pemeliharaan ulat sutera, dan pabrik pemintalan benang. 2. Sistem kemitraan yang dibangun antara pihak pengelola PSA Regaloh dengan petani sekitar. 3. Pada Instar I sampai III, ulat sutera dipelihara oleh pihak PSA Regaloh. Kemudian pada akhir Instar III sampai V, ulat dipelihara oleh petani mitra. 4. Proses pengolahan kokon menjadi benang sutera terdiri dari boiling, reeling, rereeling, serta pengepresan dan pengepakan.
Adbul Haris (2013)
Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tenun Sutera di Kabupaten Wajo.
1. Variabel modal, produktivitas, dan upah mempunyai pengaruh positif. Sedangkan variabel upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri tenun sutera di Kabupaten Wajo. 2. Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri tenun sutera adalah modal. Semakin tinggi modal yang digunakan, maka semakin meningkat pula penyerapan tenaga kerja.
Nguku E.K, Muli E.M, dan Raina S.K (2007)
Larvae, cocoon and postcocoon characteristics of bombyx mori L. (lepidoptera: bombycidae) fed on mulberry leaves fortified with Kenyan royal jelly
Penggunaan royal jelly pada larva ulat sutera akan meningkatkan berat bobot dan mempercepat perkembangan ulat, sehingga dapat meningkatkan kualitas serat sutera.
Ai Nurlela (2006)
Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Usaha Pemintalan dan Pertenunan Sutera Alam di KOPPUS Sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya
1. KOPPUS Sabilulungan III memiliki tiga unit usaha, yaitu budidaya ulat, pemintalan benang, dan penenunan kain sutera. 2. Analisis kelayakan finansial usaha pemintalan dan pertenunan oleh KOPPUS Sabibulungan III layak diusahakan, dengan NPV yang diperoleh bernilai positif, Net B/C lebih dari satu, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, serta Payback period yang lebih kecil dari umur proyek. Namun, hasil analisis secara ekonomi menunjukkan tidak layak untuk dilaksanakan. 3. Hasil analisis sensitivitas secara finansial menunjukkan kepekaan yang tinggi yang diperoleh dari produksi benang sutera sebanyak 11.18 persen dan kain sutera sebesar 19.9 persen.
Peneliti
20
Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Analisis
Reza Prayoga (2014)
Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
1. Hasil analisis aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, teknis, sosial dan lingkungan, serta manajemen dan hukum menunjukkan usaha produksi kokon di Rumah Sutera layak dijalankan. 2. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukan usaha produksi kokon layak untuk diusahakan, dengan NPV yang diperoleh bernilai positif, Net B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari discount rate 6 persen, dan payback period kurang dari umur usaha selama 13 tahun. 3. Hasil analsisis sensitivitas menunjukkan produksi kokon dengan dan tanpa pengembangan menunjukkan usaha masih layak terhadap penurunan jumlah produksi kokon sebanyak 3.86 persen dan 19.9 persen, serta kenaikan harga jual daun murbei sebesar 35.11 persen dan 88.08 persen.
Harry Octa Rifki (2010)
Analisis Kredit Usaha Rakyat Berdasarkan Princip 5C Usaha Sutera Alam)
1. Mekanisme yang perlu dilalui untuk memperoleh kredit usaha rakyat adalah tahap kelengkapan berkas, pengajuan permohonan kredit, dan analisis kredit untuk menentukan apakah layak atau tidak layak dalam mendapatkan kredit usaha rakyat. 2. Analisis kredit menggunakan prinsip 5C yaitu, Character, Capital, Capacity, Collateral, dan Condition of Economy. Usaha Bapak Ilyas tidak memenuhi kriteria, sehingga Bapak Ilyas tidak mendapatkan persetujuan pengajuan kredit. Dalam kriteria Character Bapak Ilyas dan Bapak Baidin memenuhi kriteria persetujuan kredit, sedangkan Bapak Dodi tidak memenuhi kriteria Character. Berdasarkan kriteria Capital, Collateral¸ dan Condition of economy usaha sutera alam baik dengan skala rumah sutera 4 m × 6 m dan skala rumah sutera 6 m × 10 m memenuhi kriteria persetujuan kredit.
21
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi analisis usaha tani, analisis kelayakan ekonomi, dan Analytical Herarchi Process (AHP). 3.1.1 Analisis Usaha Tani Analisis usaha tani umumnya dilakukan oleh petani mitra sebagai produsen serta kerjasama perusahaan (pengelola) yang menaungi. Analisis usaha tani menjelaskan mengenai struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani. Biaya adalah jumlah yang dibayarkan petani untuk membeli berbagai input untuk keperluan produksi (Mankiw 2001). Berdasarkan Mankiw (2001), terdapat beberapa ukuran untuk mengelompokkan biaya pada usaha tani antara lain: 1. Biaya tetap, yaitu biaya yang tidak pernah berubah berapapun output yang diproduksi. 2. Biaya variabel, yaitu biaya-biaya yang jumlahnya berubah sesuai dengan output yang disajikan. 3. Biaya total, yaitu penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel. 4. Biaya marjinal, yaitu jumlah perubahan biaya total yang berubah apabila petani meningkatkan produksi sebanyak satu unit output. Adapun biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha agribisnis sutera alam terdiri dari biaya tenaga kerja, pajak, serta biaya penyusutan alat dan bangunan. Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain biaya bahan baku, bahan bakar, biaya pengemasan, biaya administrasi, serta sarana produksi. Proses produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang atau jasa yang disebut input diubah menjadi output. Dalam kegiatan produksi, para petani dan pengusaha akan mengeluarkan sejumlah biaya yang kemudian dijual untuk menghasilkan sejumlah penerimaan. Kemudian keuntungan didapatkan dari selisih penerimaan dan biaya pada usaha tani.
22
3.1.2 Analisis Kelayakan Ekonomi Analisis kelayakan ekonomi digunakan untuk merinci biaya yang dikeluarkan maupun manfaat yang diterima melalui arus kas (cash flow). Kemudian analisis ekonomi suatu usaha dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi. 1. Arus kas (Cash flow) Arus kas (Cash flow) merupakan aktivitas keuangan yang mempengaruhi kondisi kas pada suatu periode tertentu (Nurmalina et al. 2010). Suatu cash flow terdiri dari arus penerimaan (inflow) dan pengeluaran (outflow). a. Arus penerimaan (inflow) Arus penerimaan didalamnya akan dimasukkan setiap komponen yang merupakan pemasukan dalam usaha. Komponen tersebut meliputi nilai produksi total, penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa, salvage value. b. Arus pengeluaran (outflow) Arus pengeluaran merupakan aliran yang menunjukkan pengurangan pada kas, akibat biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha. Komponen yang terdapat dalam outflow meliputi biaya investasi, biaya operasional, dan biaya lainnya yang telah dikeluarkan. c. Manfaat bersih (net benefit) Manfaat bersih adalah total manfaat yang diperoleh dari total inflow dikurangi total outflow. 2.
Kriteria kelayakan investasi Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha atau proyek berdasarkan kriteria investasi (Nurmalina et al. 2010). Menurut Kadariah (2001), beberapa kriteria kelayakan usaha diantaranya sebagai berikut: a. Net Present Value (NPV) NPV merupakan metode yang menghitung selisih antara penerimaan dengan biaya/pengeluaran. Jika seluruh manfaat yang diterima perusahaan melebihi (paling kurang sama dengan) biaya yang dikeluarkan, maka usaha tersebut dapat dikatakan layak, dimana nilai NPV bernilai positif (NPV ≥0). Bila nilai NPV bernilai negatif, maka usaha yang dilakukan mendapatkan kerugian dan dianjurkan untuk tidak diteruskan.
23
b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu usaha dapat dikatakan layak jika nilai Net B/C ≥ 1, dan dikatakan tidak layak jika Net B/C ≤ 1. c. Internal Rate of Return (IRR) IRR
menunjukkan
metode
untuk
mencari
tingkat
bunga
yang
menggambarkan nilai bersih sekarang (NPV) dari arus kas yang diharapkan pada masa yang akan datang. Usaha tersebut dikatakan layak jika IRR ≥ discount rate. d. Payback Period Perhitungan masa pengembalian investasi untuk usaha sutera alam dilakukan dengan metode discounted payback period, dimana nilai bersih total cash flow usaha tani didiskontokan dan dikumulatifkan dari tahun ke tahun. Suatu usaha dikatakan layak jika payback periodnya sebelum masa umur usaha tersebut berakhir. 3.1.3
Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Menurut Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani (1998), tahapan perhitungan dengan metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini, tentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail, dan mudah dipahami. Selanjutnya, tentukan solusi yang sesuai dengan masalah tersebut. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas, dilanjutkan dengan level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif dan menentukan alternatif tersebut. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika diperlukan).
24
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10%. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009, Pemerintah telah menetapkan lima komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan nasional yang diprioritaskan pengembangannya, salah satu diantaranya komoditas sutera alam yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara. Pengembangan persuteraan alam merupakan peluang besar bagi daerah yang memiliki potensi, apalagi komoditi sutera alam hanya dapat dikembangkan di daerah tropis. Salah satu usaha pengembangan sutera alam di Indonesia berlokasi di Desa Regaloh, Kabupaten Pati yang berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Perhutani Unit I Jawa Tengah menetapkan Pengusahaan Sutera
25
Alam (PSA) Regaloh sebagai unit usaha agribisnis, berupa pabrik pemintalan benang sutera. PSA Regaloh bekerja sama dengan para petani ulat sutera. Aktivitas agribisnis budidaya sutera di PSA Regaloh meliputi kegiatan pengelolaan kebun murbei, pemeliharaan ulat sutera, sampai pemintalan benang sutera. Jumlah produksi benang yang cenderung berubah setiap tahun, dapat mempengaruhi besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan PSA Regaloh yang kemudian dapat ditentukan besarnya kelayakan usaha secara ekonomi melalui pendekatan Cost-Benefit Analysis. Selain itu, keberadaan PSA Regaloh juga akan memperhitungkan kehidupan para petani ulat sutera melalui metode Sustainable Livelihood Analysis. Serta untuk keberlanjutan pengembangan usaha sutera alam dapat ditentukan melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pihak pengelola dalam pengambilan kebijakan selama pengelolaan dan keberlangsungan usaha sutera alam di PSA Regaloh, sehingga dapat memberikan manfaat baik kepada pegawai PSA Regaloh, petani ulat sutera, masyarakat sekitar, serta kelestarian alam disekitar PSA Regaloh. Adapun kerangka operasional penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
26
Sutera alam
Petani mitra usaha
PSA Regaloh
Aktivitas budidaya sutera
Pemeliharaan ulat sutera
Perkebunan murbei
Pemintalan benang sutera
Kelayakan ekonomi usaha sutera alam
Perubahan kapital pada Sustainable Livelihood petani ulat sutera
Pengembangan usaha agribisnis sutera alam
Cost – Benefit Analysis
Sustainable Livelihood Analysis
Analytical Hierarchy Process
Rekomendasi bagi keberlangsungan kegiatan usaha agribisnis sutera alam
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran operasional
27
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan PSA Regaloh merupakan salah satu wilayah yang secara khusus diperuntukan sebagai usaha agribisnis dari ulat sutera yang dikembangkan oleh Perum Perhutani wilayah I Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan pengambilan data dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2016. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang meliputi data kuantitatif dan kualitatif. Data Primer diperoleh dari hasil survei dan wawancara langsung kepada petugas PSA Regaloh dan para petani mitra dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data produksi serta pengolahan ulat sutera, produksi benang serta pabrik pemintalan benang, dan data lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait, seperti data dari PSA Regaloh, Kementerian Pertanian, Departemen Kehutanan RI, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, BPS, serta studi pustaka lainnya baik media cetak seperti buku, skripsi, jurnal maupun media elektronik seperti situs internet. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Penentuan responden untuk perhitungan sustainable livelihood petani ulat dilakukan secara non-probability sampling, yaitu semua objek penelitian tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Juanda 2007). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, dengan responden yang dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu petani yang memelihara ulat sutera dan bekerjasama dengan PSA Regaloh. Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan pendapat Slovin dalam Umar (2004), secara matematis dirumuskan sebagai berikut: n=
N 1+Ne2
28
Keterangan : N : jumlah sampel minimum yang harus diambil N : populasi E : toleransi kesalahan (error) Berdasarkan pendekatan menggunakan rumus Slovin, jumlah responden yang diambil dalam penelitian sebesar 75 responden dari total 154 responden petani mitra dengan standar eror sebesar 10%. Hal ini juga telah dikuatkan dengan mengikuti kaidah pengambilan contoh sosial secara statistika yaitu minimal 30 data atau sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal (Walpole 1992). Dalam kategori upaya pengembangan usaha sutera alam, pengambilan sampel responden berdasarkan pengalaman dalam memelihara ulat sutera, yakni sebanyak lima orang yang terdiri dari pihak PSA Regaloh, LSM, serta masyarakat sekitar yang sudah lama mendalami ulat sutera (petani ulat sutera).
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder kemudian diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif serta diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis data dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan Expert Choice. Matriks analisis data disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Matriks analisis data No.
Tujuan
Jenis Data
Metode Analisis
Sumber Data/Responden
1.
Kelayakan ekonomi usaha sutera alam
Kuantitatif
Cost-Benefit Analysis
2.
Perubahan kapital pada Sustainable livelihood petani ulat sutera
Kualitatif dan Kuantitatif
Sustainable Livelihood Analysis
Petani ulat sutera sebanyak 75 orang
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pihak yang mendalami ulat sutera sebanyak 5 orang, yaitu PSA Regaloh, LSM, Petani ulat sutera.
3.
Pengembangan usaha agribisnis sutera alam
Kualitatif
Sumber : Hasil analisis data (2016)
PSA Regaloh
29
Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan untuk memecahkan tujuan masing-masing penelitian menggunakan beberapa analisis, yakni : 4.4.1 Cost-Benefit Analysis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh Usaha agribisnis sutera alam akan menghasilkan besaran biaya yang harus dikeluarkan serta penerimaan yang diperoleh dari setiap usaha yang dijalankan. Menurut Soekartawi (1995), total biaya produksi (TC) adalah jumlah dari total biaya tetap (TFC) dan total biaya tidak tetap (TVC). Sedangkan penerimaan dari usaha benang sutera di PSA Regaloh yaitu dengan mengalikan jumlah produksi yang diperoleh, dalam hal ini benang sutera yang dihasilkan dengan harga jual benang sutera tersebut. Perhitungan arus kas (cash flow) dari usaha sutera alam terdiri dari komponen inflow dan outflow yang masing-masing diperhitungkan jumlah satuan serta periode umur ekonomisnya. Komponen inflow (manfaat) terdiri dari nilai produksi total benang dan kokon, penerimaan petani ulat sutera, pajak yang dibayarkan PSA Regaloh, serta nilai sisa aset investasi yang masih memiliki nilai ketika masa umur usaha berakhir. Sedangkan komponen outflow (biaya) terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional (biaya pemeliharaan kebun murbei, ulat sutera, serta pemintalan benang). Rincian cash flow dalam kelayakan usaha secara ekonomi dapat dilihat pada Lampiran 6. Menurut Kadariah (2001), kelayakan investasi terdiri atas beberapa kriteria, baik manfaat dan biayanya dinyatakan dalam nilai sekarang. Kriteria kelayakan yang bisa digunakan adalah NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. 1.
Net Present Value (NPV) NPV merupakan metode yang menghitung selisih antara penerimaan dengan
biaya/pengeluaran. Jika seluruh manfaat yang diterima perusahaan melebihi (paling kurang sama dengan) biaya yang dikeluarkan, maka usaha tersebut dapat dikatakan layak, dimana nilai NPV bernilai positif (NPV ≥ 0). Bila nilai NPV bernilai negatif, maka usaha yang dilakukan mendapatakan kerugian dan dianjurkan untuk tidak diteruskan. Rumus Net Present Value adalah sebagai berikut: 𝑛
𝑁𝑃𝑉 = ∑ 𝑡=0/1
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 (1 + 𝑖) 𝑡
30
dimana : Bt
: Manfaat dari usaha sutera alam PSA Regaloh pada tahun ke-t
Ct
: Biaya dari bisnis usaha sutera alam PSA Regaloh pada tahun ke-t
t
: Tahun kegiatan usaha (1,2,3....n)
n
: 50 tahun
i
: 7%
2. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu usaha dapat dikatakan layak jika nilai Net B/C ≥ 1 dan dikatakan tidak layak jika Net B/C ≤ 1. Net B/C memiliki rumus sebagai berikut:
𝑁𝑒𝑡
𝐵 = 𝐶
𝐵 − 𝐶𝑡 ∑𝑛𝑡=0/1 ( 𝑡 )≥0 (1 + 𝑖) 𝑡 𝐶 − 𝐵𝑡 ∑𝑛𝑡=0/1 ( 𝑡 )<0 (1 + 𝑖) 𝑡
dimana : 𝐵𝑡 −𝐶𝑡 ): (1+𝑖) 𝑡
untuk Bt – Ct ≥ 0 (PV Positif)
𝐵𝑡 −𝐶𝑡 ): (1+𝑖) 𝑡
untuk Bt – Ct < 0 (PV Negatif)
∑𝑛𝑡=0/1 ( ∑𝑛𝑡=0/1 ( t
: Tahun kegiatan usaha (1,2,3.....n)
n
: 50 tahun
i
: 7%
3. Internal Rate of Return (IRR) IRR menunjukkan metode untuk mencari tingkat bunga yang menggambarkan nilai bersih sekarang (NPV) dari arus kas yang diharapkan pada masa yang akan datang. Usaha tersebut dikatakan layak jika IRR ≥ discount rate. Adapun rumus dari IRR adalah sebagai berikut: 𝑁𝑃𝑉1 𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 + ( 𝑥(𝑖2 − 𝑖1 )) 𝑁𝑃𝑉1 − 𝑁𝑃𝑉2
31
dimana : i1
: Discount rate yang menghasilkan NPV positif dari usaha sutera alam
i2
: Discount rate yang menghasilkan NPV negatif dari usaha sutera alam
NPV1 : NPV positif dari usaha sutera alam NPV2 : NPV negatif dari usaha sutera alam i1-i2
: Selisih bunga
4. Payback Period (PP) Perhitungan masa pengembalian investasi untuk usaha sutera alam dilakukan dengan metode discounted payback period, dimana nilai bersih total cash flow usaha tani didiskontokan dan dikumulatifkan dari tahun ke tahun. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai payback period kurang dari atau sebelum umur usaha tersebut berakhir. Rumus payback period adalah sebagai berikut ini: 𝐼
PP = 𝑁𝐵 dimana: I
: Investasi untuk usaha sutera alam
NB
: Nilai bersih total cash flow usaha sutera alam rata-rata tiap tahun
4.4.2 Sustainable livelihood petani ulat sutera Sustainable Livelihood merupakan suatu penghidupan yang meliputi kemampuan atau kecakapan, aset-aset (simpanan, sumberdaya, dan akses) dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup; suatu penghidupan dikatakan berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan dan bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-aset, dan menyediakan penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya, dan yang memberi sumbangan terhadap penghidupan - penghidupan lain pada tingkat lokal dan global dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Chambers and Conway 1992). Kategori aset kapital yang diperhitungkan dalam Sustainable Livelihood petani ulat sutera disajikan pada Tabel 8. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
32
Kategori kelima aset kapital tersebut dilakukan perbandingan dari kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera, serta diberikan skala nilai dengan menggunakan Skala Liket. Rentang skala likert yang digunakan adalah nilai terendah 1 (satu) sampai nilai tertinggi 5 (lima) dan dikalikan dengan jumlah bobot kriteria untuk mengetahui total nilai yang dihasilkan. Perhitungan rumus bobot kriteria adalah sebagai berikut: 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 =
100 (Σ𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑥 Σ𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥 Σ𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙)
Total nilai capital yang diperoleh akan memberikan gambaran perubahan kapital dari kondisi sebelum dan sesudah bergabung menjadi petani ulat. Dari gambaran perubahan kapital tersebut akan diketahui kategori kapital yang paling berperan dalam mendukung kehidupan petani untuk mencapai standar hidup. Tabel 8 Kategori kapital dalam sustainable livelihood petani ulat sutera Kapital Human Capital
Kriteria Kapital Sarana-prasarana akses kesehatan, jarak akses kesehatan, tenaga kesehatan, biaya berobat, pemenuhan gizi sehari-hari, keikutsertaan pelatihan bidang ulat sutera, keterampilan/pekerjaan lain, keikutsertaan anggota keluarga dalam bekerja, kepemilikan barang-barang rumah tangga, serta perbaikan pengangguran di sekitar desa.
Natural Capital
Kepemilikan lahan usaha, kondisi kesuburan tanah sekitar, sumber air, upaya pelestarian alam, kegagalan panen, dan pemanfaatan limbah ulat sutera.
Social Capital
Keberadaan kelompok tani, keterlibatan dalam kelompok tani, relasi antara petani sutera, program pemberdayaan masyarakat, lembaga sosial masyarakat, dan keterlibatan pengambilan keputusan.
Physical Capital
Kondisi tempat pemeliharaan ulat dan kebun murbei, akses air bersih masyarakat, kondisi jalan raya, keterjangkauan infrastruktur komunikasi, kelengkapan alat budidaya ulat sutera, serta teknologi produksi.
Financial Capital
Besaran pendapatan dan pengeluaran petani sehari-hari, akses modal, serta tabungan.
Sumber : Hasil analisis data (2016)
4.4.3 Strategi Pengembangan Usaha Ulat Sutera yang Berkelanjutan Upaya pengembangan usaha ulat sutera perlu dikelola dengan baik agar dapat menjaga keberlangsungan usaha setiap waktu. Pengelolaan yang baik dilakukan untuk mempertahankan keberadaanya sehingga tetap dapat terus mendapatkan
33
manfaat ekonomi dan ekologi dari keberadaan PSA Regaloh. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan PSA Regaloh yang berintegrasi secara keseluruhan. Metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan cara wawancara ke para ahli bidang sutera sebanyak lima responden. Langkah-langkah perhitungan metode AHP adalah sebagai berikut (Marimin 2004) : 1.
Penyusunan
hirarki.
Penyusunan
hierarki
dilakukan
dengan
cara
mengidentifikasi persoalan-persoalan yang akan diselesaikan, kemudian diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, dan disusun menjadi struktur hirarki. Diagram pada Gambar 3 berikut mempresentasikan keputusan dalam strategi pengembangan usaha ulat sutera PSA Regaloh yang berkelanjutan. Adapun kriteria strategi untuk membuat keputusan tersebut antara lain produktivitas, sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia. Alternatif yang dipilih berdasarkan mayoritas strategi yang diusulkan oleh para petani mitra, yaitu peningkatan kualitas telur, perbaikan tempat pemeliharaan ulat, penambahan pegawai, keberlanjutan kebun murbei, serta pemberdayaan masyarakat. Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh
Produktivitas
Peningkatan kualitas telur
Sarana dan Prasarana
Perbaikan Tempat Pemeliharaan Ulat Sutera
Penambahan Pegawai
Sumberdaya Manusia
Keberlanjutan Kebun Murbei
Pemberdayaan masyarakat
Sumber: Hasil analisis data (2016) Gambar 3. Stuktur hirarki strategi pengembangan usaha PSA Regaloh yang berkelanjutan
34
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwase comparisons). Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2004), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala penilaian AHP dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Skala penilaian Analytical Hierarchy Process Definisi
Skala 1
Sama pentingnya
3
Sedikit lebih penting
5
Jelas lebih penting
7
Sangat jelas lebih penting
9
Mutlak lebih penting
2, 4, 6, 8
Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
3. Penentuan prioritas Setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwase comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari keseluruhan alternatif yang ada. Marimin (2004) menyatakan bahwa, baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan prioritas. 4. Konsistensi Logis Semua elemen dalam kriteria maupun alternatif dikelompokkan secara logis dan diperhitungkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Nilai rasio konsistensi yang diharapkan adalah kurang dari atau sama dengan sepuluh persen. Jika syarat rasio konsistensi tidak terpenuhi, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki (Marimin dan Maghfiroh 2010).
35
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh merupakan salah proyek dari Perum Perhutani yang dimulai dirintis pada tahun 1965 dan dimulai dalam bentuk sebuah perusahaan pada tahun pada bulan Juni 1966. Pengelolaan PSA Regaloh dimulai dengan penanaman tanaman murbei (Morus Sp) jenis Morus multicaulis, Morus cathayana, Morus kanva, dan Morus alba. Pada awalnya, tujuan pelaksanaan proyek ini antara lain : a. Sebagai realisasi rencana pembangunan lima tahun di sektor kehutanan dalam rangka peningkatan produksi sutera alam. b. Sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan pengembangan sosial ekonomi rakyat, terutama rakyat disekitar kawasan hutan. c. Sebagai usaha untuk memperkecil kemungkinan perusakan hutan atau tanah hutan dengan jalan menambah lapangan pekerjaan. Pada tanggal 1 Juni 1966, proyek sutera alam Regaloh ditetapkan oleh Menteri Pertanian RI (Bapak Suetjipto, S.H) dalam Surat Keputusan No. 1/BPU/Perh/Dep Tan dengan nama UPERA Regaloh Pati. Pada tahun 1966-1970 proyek ini telah mengalami kemajuan terutama dalam bidang tanaman murbei, pembibitan ulat, pemeliharaan ulat, penyusunan organisasi, pembinaan masyarakat pemelihara ulat, serta penambahan dan perbaikan sarana-sarana yang diperlukan. Pada tanggal 1 Juni 1972 proyek sutera alam ini atas perintah Direksi Perhutani Jawa Tengah (sekarang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) dipisahkan dari KPH Pati dan berada langsung dibawah pengawasan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Selain itu juga, telah dibangun pabrik-pabrik pemintalan benang sutera alam dilengkapi dengan mesin-mesin pemintal otomatis buatan Jepang (reeling, rereeling, boiling dan oven). Pada tahun 1984, PSA Regaloh bergabung lagi dengan KPH Pati sehingga pengelolaan dan pengawasan PSA Regaloh di bawah KPH Pati. Namun pada tahun 2006 sampai 2016, PSA Regaloh memisahkan diri lagi dengan KPH Pati dan tergabung dalam Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Non-Kayu (KBM INK) yang berada dibawah pengelolaan dan pengawasan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
36
5.2 Letak Geografis dan Topografi PSA Regaloh terletak di Desa Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati. Secara administratif batas-batas Desa Regaloh yaitu sebelah utara adalah Desa Tlogosari, sebelah timur Desa Suwaduk, sebelah selatan Desa Tlogorejo, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Guwo. PSA Regaloh terletak 7 km di sebelah utara kota Pati yang merupakan daerah pegunungan atau dataran tinggi lereng sebelah timur Gunung Muria yang banyak ditanami hutan jati. Ketinggian tempat PSA Regaloh berkisar antara 80 sampai 115 m dpl. Jenis tanah di wilayah PSA Regaloh adalah latosol merah coklat, sedikit berbau dan berhumus. Kondisi iklim dan kelembaban mengalami perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Suhu udara pada musim hujan berkisar antara 26-29°C, dengan kelembaban 77-90%. Pada musim kemarau suhu udara antara 26–31°C dengan kelembaban 67-85%. Wilayah PSA Regaloh merupakan daerah tadah hujan, sehingga curah hujan tidak dapat merata sepanjang tahun. Curah hujan ratarata adalah 1.986 mm/tahun dimana bulan terkering adalah Bulan Agustus September dan bulan terbasah adalah Januari - Februari.
5.3 Kegiatan PSA Regaloh Dalam proses pengelolaan usaha, PSA Regaloh mempunyai beberapa kegiatan pokok dalam proses usahanya. Kegiatan pokok tersebut terdiri dari perkebunan murbei, pemeliharaan ulat sutera, dan pemintalan benang yang dapat dilihat pada Lampiran 8. 1. Perkebunan tanaman murbei Tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera merupakan salah satu faktor penting dalam usaha persuteraan. Jumlah dan kualitas daun murbei mempengaruhi kesehatan ulat, produksi dan kualitas kokon. Jenis tanaman murbei (Morus sp) yang banyak ditanam adalah Morus multicaulis, Morus kanva, Morus cathayana, dan Morus alba. Pada tahun 2016, PSA Regaloh memiliki luas kebun murbei sekitar 325,5 ha yang semula 887,4 ha. Pada awalnya kebun murbei ini merupakan kebun jati, yang kemudian pohonpohonnya ditebang habis atas dasar pertimbangan sosial ekonomi pada tahun 1965 sampai 1967 untuk dijadikan tanaman murbei. Tanaman murbei yang
37
sudah berumur 10 tahun lebih, kondisi kesuburannya mulai menurun, sehingga perlu diadakan intensifikasi dalam perawatannya untuk meningkatkan produktivitas daun. Dalam penanaman murbei terdapat dua sistem cara tanam, yakni : a. Penanaman dengan bibit murbei dalam kantong platik umur bibit lebih kurang tiga bulan. Sebelum penanaman, dilaksanakan terlebih dahulu pemasangan acir tanaman pokok (ukuran panjang 0,50 m dan diameter 1-2 cm). Kemudian pembuatan larikan tanaman sekaligus anggelan disesuaikan dengan jarak tanam. Pembuatan lubang tanaman dengan ukuran 30x30x30 cm. Dan selanjutnya, penanaman dengan bibit dikantong plastik yang dirobek dan dilepas. Bibit dimasukan ke dalam lubang dan ditimbun dengan tanah dan sedikit ditekan. b. Penanaman dengan stek langsung di lapangan. Stek langsung ditanam pada area yang sudah disediakan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan. Syarat yang harus dipenuhi antara lain umur batang/cabang lebih kurang satu tahun, stek yang baik memiliki panjang 20-25 cm, dan stek dipotong 45º miring. Kegiatan pemeliharaan kebun murbei dilakukan untuk mendapatkan kuantintas dan kualitas daun murbei yang dibutuhkan sebagai pakan ulat sutera. Kegiatan tersebut meliputi: a. Pangkas dan wiwil tanaman murbei Pangkas dan wiwil dilakukan setelah daun dipungut. Rata-rata tinggi pangkasan dilakukan dengan ketinggian 30-60 cm. Untuk pangkasan pada batang yang terlalu tua harus dibuang, dan apabila diperoleh batang sehat dengan diameter 1-2 cm, dimanfaatkan sebagai stek. b. Pendangiran Kegiatan pendangiran dilakukan setelah pangkasan selesai yang meliputi pencangkulan tanah dan membuat gundulan. Dalam setahun, pendangiran ini dilakukan sebanyak dua kali. c. Pemupukan Pekerjaan pemupukan dilakukan setelah tanah didangir. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan non organik. Pupuk organik yang
38
digunakan berupa pupuk kandang/kompos dengan dosis 5 ton/ha dilakukan sekali dalam satu tahun, sedangkan pupuk non organik berupa Urea dan SP 36 dengan dosis pemberian 200 kg/ha dan 100 kg/ha diberikan sebanyak dua kali dalam setahun. Waktu pemberian pupuk dimulai dari pupuk non organik pada Triwulan I dan Triwulan IV (atau jika masih ada hujan), sedangkan pupuk organik pada Triwulan II dan III (musim kemarau). d. Pemberantasan hama/penyakit Pemberantasan hama/penyakit dapat dilaksanakan dengan penyemprotan hama dengan dosis 0,5 liter/ha inteksida. Daun yang disemprotkan baru dapat dipakai untuk pakan ulat sutera setelah ±1,0 sampai 1,5 bulan dari penyemprotan.
2. Pemeliharaan Ulat a. Persiapan pemeliharaan ulat kecil Dalam pemeliharaan ulat kecil, hal pertama yang dilakukan adalah desinfeksi ruangan. Desinfeksi ruangan dilakukan pada enam sampai delapan hari sebelum pemeliharaan ulat. Bahan yang digunakan untuk desinfeksi adalah larutan kaporit 2-5% (campuran 1 kg kaporit dengan 1 liter air). Larutan tersebut disemprotkan ke seluruh ruangan pemeliharaan dan alat pemeliharaan ulat. Setelah disemprot ruangan ditutup semua. Penyemprotan dilaksanakan pada pagi hari antara jam 07.00 sampai 09.00 WIB. Pada hari kedua, ruangan dibilas dengan air bersih dan dilanjutkan dengan penyemprotan larutan formalin 2-5% (campuran 1 liter formalin dengan 6 liter air). Setelah disemprot ruangan ditutup rapat. Alat-alat pemeliharaan ulat kecil yang dibutuhkan antara lain kapur tohor, arang kayu, poposoru, ayakan kertas samak, sasak pemeliharaan, box penetasan, jaring penetasan, sapu, jaring pemindah, termometer ruangan, dan alat pemotong daun. b. Penerimaan telur Telur ulat sutera yang dipesan berasal dari PPUS Candiroto yang pemesanan dilakukan tujuh hari sebelum pengambilan. Pengambilan telur dilakukan pagi atau sore hari menggunakan kendaraan yang memiliki
39
pendingin ruangan dengan suhu yang digunakan antara 24-25ºC dan kelembaban antara 80-85%. c.
Penetasan telur/inkubasi Tahapan untuk menetaskan telur ulat sutera meliputi: - Persiapkan ruangan tempat penetasan telur yang sudah didesinfeksi dan gunakan kain hitam pada rak inkubasi. - Sediakan box penetasan sesuai volume telur dan atur suhu ruangan 2425ºC dan kelembaban antara 80-85%. - Telur yang sudah diterima ditaruh di box penetasan. Lalu tempatkan pada rak yang sudah dipasang kain hitam. - Berikan pencahayaan 18 jam dan penggelapan ruangan 6 jam setiap hari sampai memasuki bintik biru. Lakukan pemeriksaan pada waktu menetas pada jam lima pagi. Jika yang menetas baru sedikit (kurang dari 50%), segera ditutup kembali dan tunggu hari berikutnya. Jika yang menetas sudah banyak (lebih dari 50%), tutup dibuka dan ruangan dibuat terang agar penetasan bisa serempak.
d. Hakikate Ulat yang sudah menetas dibawa ke rak pemeliharaan dan ditaruh diatas sasak yang sudah dipasang kertas minyak/paraffin. Setengah jam sebelum pemberian pakan, ulat ditaburi dengan popusoru tipis rata. Popusoru dibuat dari campuran formalin tablet (32 butir) yang sudah dihaluskan dengan 1 kg kapur tohor. Setelah ditaburi popusoru, diatas ulat dipasang jaring penetasan yang kemudian diberi makan secukupnya dengan daun yang sudah dipotong. e. Pemeliharaan ulat kecil Pemeliharaan ulat kecil dilakukan setelah proses hakikate, ulat diangkat dari jaring penetasan dan dipindahkan diatas kertas parafin mulai dari instar I sampai Instar III hari kedua. Pemberian makan ulat sutera dilaksanakan tiga kali sehari dan tidak boleh menggunakan daun dalam keadaan basah. Perlakuan terhadap ulat sutera terdiri atas:
40
Sebelum tidur Ketika ulat tidak mau makan, mulut menyempit, badan bening mengkilat, dan badan kepala tegak ke atas. Pada kondisi ini segera lakukan perluasan atau pemencaran pada ulat. Selama tidur Bubuk kapur ditaburkan dengan ayakan secara merata pada seluruh permukaan pemeliharaan ulat. Kondisi suhu diusahakan satu derajat lebih tinggi dibanding dengan temperature selama periode makan. Setelah bangun tidur Ulat sutera ditaburi dengan campuran formalin tablet dan kapur. Pemberian makan dilakukan setelah ulat bangun lebih dari 90%. Apabila ulat yang bangun tidak seragam, ulat dibagi menjadi dua kelompok. Untuk pembersihan tempat ulat, pada Instar I dilakukan satu kali pada saat ulat bangun tidur I, Instar II ketika satu kali sebelum tidur II, dan Instar III dilakukan satu kali sebelum tidur. Jumlah daun murbei yang digunakan selama pemeliharaan ulat kecil sebanyakk 35 kg. Pemeliharaan ulat kecil dilakukan mulai telur menetas sampai umur ulat 10 hari (awal Instar III). Pemeliharan pada tahap awal ini dilakukan oleh Petugas PSA di dalam gedung khusus, yang letaknya ditengahtengah kebun murbei. f.
Pemeliharaan Ulat Besar Dalam pemeliharaan ulat besar sebelumnya dilakukan terlebih dahulu desinfeksi dengan larutan kaporit 2-5% setelah pemeliharaan selesai panen kokon. Sesudah ulat sutera pada tahap Instar III hari kedua, ulat dipindah dari gedung ulat kecil ke gedung pemeliharaan ulat besar. Setelah sampai di gedung ulat besar, ulat ditaruh di sasag atau bagor yang sudah disediakan. Kemudian ulat diberi makan daun murbei beserta cabangnya sebanyak empat kali dalam sehari. Pada tahap ulat sutera Instar IV, setelah ulat bangun tidur dari instar III, dilakukan perluasan tempat hari pertama dan diatur suhu ruangan antara 25 sampai 26ºC. Pemberian makan ulat sehari sebanyak empat kali dengan jumlah daun murbei rata-rata mencapai 100 kg. Sedangkan ulat sutera pada tahap Instar V, setelah ulat bangun tidur dari instar IV, ruangan dibersihkan seperti
41
pada tahap instar III. Ruangan ulat sutera diperluas dan dipencar. Pemberian makan dilakukan sehari empat kali dengan jumlah daun murbei rata-rata mencapai 300 kg. Pada hari ke lima, ruangan ulat dibersihkan dari kotoran. Dan hari ke enam, mulai ada tanda-tanda ulat akan mengokon. Pemeliharaan ulat besar dilakukan mulai dari Instar III hari kedua sampai mengokon oleh para petani yang bekerjasama dengan PSA Regaloh. Tempat untuk memelihara ulat sutera letaknya terpencar di petak dalam kebun murbei. Jumlah petani yang ikut memelihara ulat sutera sekitar 154 orang. Setelah umur ulat sutera sekitar 20 sampai 21 hari, ulat-ulat tersebut mulai mengokon dan menjadi kepompong. g.
Pengokonan Pada hari ke enam Instar V, ulat akan menunjukan tanda-tanda mulai mengokon. Tanda-tanda akan mengokon antara lain ulat tidak mau makan, kepala ulat bergerak-gerak cari pegangan, tubuh ulat kelihatan bening, dan dari mulut mengeluarkan serat sutera. Ketika ulat mulai mengokon, terlebih dahulu persiapkan seriframe yang sudah dibersihkan dan buka dari lipatannya. Ambil ulat sutera yang sudah siap mengokon dan dikumpulkan. Letakkan satu per satu ulat pada seriframe. Serifame penuh berisi antara 350 sampai 400 ekor ulat dan letakkan pada rak-rak yang telah tersedia. Selama pengokonan, tetap jaga keadaan sirkulasi udara, jangan sampai ada suara keras, guncangan, dan terkena sinar matahari langsung. Panen kokon dilakukan pada hari ke enam sampai tujuh hari pengokonan. Kokon yang ada pada seriframe diambil dan langsung dipisahkan antara kokon baik dan kokon cacat. Kokon yang baik lalu dikupas, diambil pupanya, dan dibersihkan untuk dibawa ke pabrik. Sedangkan kokon cacat dipisahkan sendiri. Kegiatan selama pemeliharaan ulat sutera mulai dari pemeliharaan ulat kecil sampai ulat besar disajikan dalam Tabel 10.
42
Tabel 10 Kegiatan pemeliharaan ulat sutera di PSA Regaloh No 1
2
Kegiatan
Waktu (hari)
Pemeliharaan ulat kecil Instar I
±4
Instar II
±3
Instar III/2
±2
Pemeliharaan ulat besar Instar III/2
±2
Instar IV Instar V
±4 ±7
Kebutuhan daun murbei Rajangan daun murbei muda tanpa ranting. Lembar daun dari pucuk terpanjang 4 sampai 5 dan ukuran daun rajangan 0,5 – 1,0 cm. Rajangan daun murbei muda tanpa ranting. Lembar daun dari pucuk terpanjang 5 sampai 6 dan ukuran daun rajangan 1,0 – 2,0 cm. Daun murbei muda dirajang dua kali besar tubuh ulat. Lembar daun dari pucuk terpanjang 7 sampai 8 dan ukuran daun rajangan 2,0 – 3,0 cm. Daun murbei muda dirajang dua kali besar tubuh ulat. Lembar daun dari pucuk terpanjang 7 sampai 8 dan ukuran daun rajangan 2,0 – 3,0 cm. Daun muda dengan rantingnya Daun tua dengan rantingnya
Sumber : PSA Regaloh (2015) 3.
Pemintalan benang sutera Kokon yang sudah dibersihkan kemudian dibawa para petani ke pabrik pemintalan benang. Kokon adalah seutas benang sutera yang memiliki panjang antara 600 sampai 1500 meter yang direkat dengan serisin yang mengeras. Kokon yang disetorkan petani, kemudian ditimbang dan disortir untuk menentukan jumlah pendapatan yang akan diterima petani. Kokon pintal (kokon baik) memiliki ciri-ciri seperti warnanya putih bersih, kulitnya keras, bentuknya sempurna, dan berisi satu pupa. Sedangkan kokon cacat memiliki ciri-ciri berupa kokon tipis, berlubang, bentuknya tidak sempurna, bernoda, dan berisi lebih dari satu pupa. Kokon yang sudah disortir kemudian dioven (pengeringan kokon). Suhu yang digunakan antara 70-80ºC. Rata-rata untuk ukuran kokon dengan jumlah volume 1-2 ton, memerlukan waktu 20 jam, kokon 2-4 ton memerlukan waktu 28 jam, dan kokon 4-7 ton memerlukan waktu 36 jam. Kekeringan kokon yang harus dicapai sekitar 40% agar kokon tahan lama untuk disimpan. Setelah proses pengopenan selesai, kokon tersebut didinginkan dan dimasukkan ke
43
dalam kantong plastik sesuai dengan jenis kualitasnya dan kemudian ditimbang. Ada beberapa tahapan untuk mengolah kokon menjadi benang sutera antara lain: a. Boilling (perebusan kokon) Proses boilling terlebih dahulu diawali dengan air diisi sampai batas dasar keranjang dan dipanaskan sampai 70ºC. Kemudian kokon dimasukan dalam keranjang dan boilling ditutup rapat. Posisi keranjang masih diatas diberi uap sampai 80ºC, lalu diturunkan dan direndam selama satu menit. Lalu keranjang dinaikkan dengan suhu mencapai 90ºC dan turunkan kembali untuk direndam selama dua menit. Selanjutnya didinginkan dengan memberi air dingin sampai suhu turun menjadi 70ºC. Setelah selesai, tutup boilling dibuka dan keranjang dinaikkan sehingga kokon siap untuk dipintal. b. Brushing machine (pencari ujung) Kokon yang siap untuk dipintal, terlebih dahulu dicari ujung filamen dengan menggunakan mesin. Sirkulasi air harus terus mengalir selama mesin beroperasi. Temperature air pada bak pencari ujung untuk kokon yang baru dari perebusan antara 70-75ºC dan untuk kokon sisa dari reeling yang putus ujungnya antara 80-85ºC. Kemudian serat kokon ditarik pelan-pelan dan setelah ketemu satu helai filamen, kokon siap diproses ke mesin reeling. c. Reeling (pemintalan) Kokon yang sudah ketemu ujungnya, letakkan pada bak reeling. Temperature air pada bak reeling antara 30-40ºC. Benang-benang yang dipintal harus melalui jalur yang telah ditetapkan dengan mesin reeling. Kecepatan pintalan maksimal 16.20 kg benang sutera kasar (raw silk) dua plung dari pagi sampai sore. Rata-rata tiap satu ukel benang (haspel kecil) beratnya antara 25-30 gram. d. Rereeling Rereeling merupakan proses pemindahan benang dari haspel kecil ke haspel besar. Haspel kecil dari proses reeling, diletakkan sebanyak lima buah pada setiap haspel kayu. Kemudian mesin dihidupkan. Setelah benang sudah berpindah di haspel besar, benang tersebut diangkat dan ditempatkan pada streng (mempertemukan ujung serta pangkal benang dan diikat dengan
44
benang bewarna). Selesai distreng, kunci haspel dilepas dan benang ditiriskan supaya kering. Kapasitas alat rereeling baru mencapai ±1 kg setiap jamnya. e. Ukel press dan pengepakan Benang hasil rereeling yang sudah kering, diukel satu per satu. Ujung ukel diikat dengan tali. Selesai diukel, benang ditimbang dengan berat satu kilogram. Benang dengan berat satu kilogram, kemudian di tata di mesin press dan diikat dengan tiga tali untuk dilakukan pengepresan. Selesai proses pengepresan, benang sutera tersebut dikemas dan didistribusikan sesuai pemesanan. Alur proses pemintalan benang sutera disajikan pada Gambar 4. Kebun Murbei Produksi daun murbei Intake telur ulat sutera Inkubasi telur Pemeliharaan ulat kecil (Instar I, Instar II, Instar III hari ke dua di Gedung ulat kecil oleh Perhutani) Pemeliharaan ulat besar (Instar III hari kedua, Instar IV, Instar V di Gedung ulat besar kerjasama dengan petani ulat) Produksi kokon basah diterima oleh pabrik pemintalan Seleksi kokon Penerimaan atau penimbangan kokon Pengeringan kokon Boiling Pencari ujung benang Reeling Rereeling Ukel atau pengepresan benang
Sumber: PSA Regaloh (2015) Gambar 4. Alur proses pemintalan benang sutera
45
Selain proses pembuatan benang sutera, PSA Regaloh juga mengusahakan produksi benang twis dan spoon silk. Benang twis merupakan kegiatan merangkap benang raw silk sesuai dengan yang diinginkan, bisa rangkap 2, 3, atau 4. Proses pembuatan benang twis dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : Winding. Proses winding terdiri dari proses memindahkan benang raw silk dari jantra ke bobin besar untuk awal proses penuwisan benang. Proses winding dimulai dengan pemasangan benang pada jantra, kemudian mesin dinyalakan. Putaran benang pada jantra harus rata, tidak boleh bergelombang karena dapat mengakibatkan benang kusut dan sering putus. Selama proses pemindahan benang, alat pengatur benang pada bobin tetap dijaga dengan baik. Bila terdapat alat pengatur yang tidak bekerja dengan baik, maka segera diganti dengan bobin yang baru. Doubling. Proses doubling berfungsi untuk merangkap benang sesuai dengan permintaan konsumen. Mesin doubling terdiri dari dua mesin yaitu mesin doubling S dan mesin doubling Z. Proses doubling dimulai dari bobin hasil proses winding dipasang pada mesin doubling, kemudian mesin dinyalakan. Bilamana selama proses doubling ada benang yang putus, maka sambungan benang tersebut harus sesuai jumlah rangkapan. Kapasitas maksimum merangkap benang adalah empat. Twist. Mesin twist terdiri dari mesin twist S dan mesin twist Z yang fungsinya untuk memilin benang hasil dari mesin doubling. Proses twist dimulai dengan memasang bobin pada mesin twist, kemudian benang ditarik dan lilitkan. Mesin twit dinyalakan. Selesai proses twisting, benang siap untuk divacum. Vacuum Head Seter. Proses ini berfungsi untuk mengeratkan benang yang sudah ditwis supaya tidak mudah pudar. Suhu maksimum yang digunakan adalah 70ºC. Rewinding. Proses rewinding berfungsi untuk memindahkan benang hasil dari penuwisan ke haspel yang lebih besar untuk memudahkan dalam pengukelan dan pengepakan.
46
Ukel Pres/Pengepakan. Hasil benang dari mesin rewinding kemudian di ukel dan dipacking. Satu pack terdiri dari satu kg benang. Harga benang twis sebesar Rp 600 000 per kg, sudah termasuk PPN 10%. Spoon silk merupakan benang yang dipintal dari kokon-kokon cacat. Proses pemintalan spoon silk dilakukan secara manual oleh para tenaga kerja pemintal benang. Hasil produksi benang yang menjadi sumber penerimaan PSA Regaloh terdiri dari benang sutera, benang twist, dan spoon silk. Produksi benang sutera, benang twist, dan spoon silk disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Produksi benang PSA Regaloh Tahun 1995-2015 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Benang Sutera 5 443.34 4 984.60 5 131.00 6 074.56 3 488.23 3 024.63 3 096.30 2 553.88 1 757.88 1 711.86 1 309.38 1 354.68 1 712.64 1 900.49 1 184.75 1 172.00 741.50 970.00 958.00 947.00 273.00
Benang Twist 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 757 565 175 1 085 623 177
Spoon Silk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 164 247 77 53
Sumber: PSA Regaloh (2015)
5.4 Ketenagakerjaan Keberadaan PSA Regaloh memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya karena dapat menyerap tenaga kerja yang berasal dari penduduk Desa Tlogosari, Sumbermulyo, Guwo, Purwosari, Pasucen, Tlogorejo dan Regaloh. Keberadaan PSA Regaloh sangat membantu masyarakat sekitar, karena dengan adanya usaha tersebut masyarakat memperoleh tambahan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Tenaga kerja di PSA Regaloh terdiri dari pegawai/karyawan kantor PSA Regaloh berjumlah 8 orang dan
47
petani mitra atau pemelihara ulat berjumlah 154 orang yang bertugas memelihara ulat sampai ulat menghasilkan kokon. Struktur organisasi PSA Regaloh dapat dilihat pada Lampiran 7. Pegawai kantor PSA Regaloh bekerja selama lima hari dalam satu minggu. Hari Senin sampai Kamis bekerja dari jam 07.00-14.00 WIB dan hari Jumat jam 07.00-11.00 WIB. Sedangkan jam kerja untuk pekerja pemintal yang bekerja di pabrik pemintalan benang bekerja dari pukul 06.00 – 14.00 WIB yang terbagi dalam dua shift kerja. Setiap shift bekerja selama empat jam. PSA Regaloh juga menyediakan areal perkebunan murbei yang dikelola secara tumpang sari dengan luas lahan rata-rata 0.50 ha per petani.
5.5 Sarana PSA Regaloh Sarana yang dimiliki PSA Regaloh untuk pemintalan benang sutera berupa bangunan pabrik dan kantor yang letaknya berpisah dengan kebun murbei. Luas area yang digunakan untuk perkebunan murbei seluas 325.50 ha. Untuk keperluan administrasi perkantoran PSA Regaloh mempunyai bangunan kantor seluas 2 548 m2, sedangkan pabrik pemintalan benang memiliki luas 7 370 m2. Di pabrik ini, petani pemelihara ulat sutera menyetorkan hasil pemeliharaan yang berupa kokon untuk dijual. Rincian luas area dan bangunan PSA Regaloh disajikan pada Tabel 12 Tabel 12 Luas area dan bangunan PSA Regaloh tahun 2016 No
Kategori
Luas
1.
Kebun murbei
325.50 ha
2.
Kantor PSA Regaloh
2 548.00 m2
3.
Pabrik pemintal benang
7 370.00 m2
Sumber : PSA Regaloh (2015)
5.6 Karakteristik Responden Dalam
pengembangan
usaha
sutera
alam,
PSA
Regaloh
ikut
memberdayakan masyarakat disekitar tempat usaha. Para masyarakat tersebut ada yang menjadi petani ulat sutera maupun buruh pintal benang. Jumlah petani ulat sutera yang bermitra dengan PSA Regaloh di tahun 2016 ini berjumlah 154 orang. Responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 75 petani ulat sutera.
48
Karakteristik responden tersebut dibagi ke dalam karakteristik demografi dan karakteristik ekonomi. 5.6.1 Karakteristik Demografi Responden Karakteristik demografi responden terdiri dari beberapa aspek yaitu jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan terakhir. Distribusi karakteristik tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, jenis kelamin responden lakilaki berjumlah 91% dan 9% responden perempuan. Sebagian besar para petani ulat yang bekerja merupakan petani berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan pekerjaan memelihara ulat sutera sangat membutuhkan tenaga yang besar, seperti kegiatan mengambil dan mengangkut daun murbei yang rata-rata sekali pengambilan beratnya mencapai 20-40 kg, curahan waktu yang dibutuhkan cukup besar selama pemberian pakan ulat, serta kegiatan lapang dalam pengolahan lahan murbei. Adapun para petani ulat perempuan yang ikut bertugas membantu suami ataupun keluarga. Aspek demografi kedua adalah usia responden. Sebagian besar responden berusia pada interval 41-60 tahun, yaitu sebanyak 67%. Hal ini menunjukkan para petani ulat yang mulai memasuki usia tua dan berpengalaman dalam memelihara ulat sutera. Dan aspek karakteristik demografi terakhir adalah tingkat pendidikan responden. Pendidikan terakhir responden disini menjelaskan pendidikan formal yang ditempuh oleh responden. Persentase tingkat pendidikan terakhir responden paling besar berada pada jenjang Sekolah Dasar atau sederajat yakni sebesar 55%. Sedangkan jenjang pendidikan terendah berada pada tingkat Sekolah Menengah Atas atau sederajat sebanyak 3%. Sebagian besar para petani ulat sutera yang bergabung dengan PSA Regaloh tidak melanjutkan tingkat pendidikannya. Mereka belajar keterampilan dan pengetahuan menjadi seorang petani ulat sutera berasal dari pengalaman dan pelatihan baik oleh PSA Regaloh, ketua kelompok, serta sesama petani ulat.
49
Tabel 13 Karakteristik demografi responden No 1
2
3
Karakteristik Responden Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Jumlah Usia (tahun) a. <20 b. 20 – 40 c. 41 – 60 d. 61 – 80 Jumlah Pendidikan terakhir a. Tidak sekolah b. SD/Sederajat c. SMP/Sederajat d. SMA/Sederajat Jumlah
Jumlah (orang) 7 68
Persentase (%) 9 91
75
100
0 8 50 17 75
0 11 67 23 100
24 41 8 2 75
32 55 11 3 100
Sumber: Hasil analisis data (2016) 5.6.2
Karakteristik Ekonomi Responden Karakteristik ekonomi responden yang dilihat adalah tingkat pendapatan.
Tingkat pendapatan yang diperoleh selama menjadi petani ulat sutera terdiri dari hasil penjualan kokon dan kacang tanah. Kokon yang dihasilkan merupakan kokon selama pemeliharaan ulat sutera besar dan hasil kacang tanah yang ditanam selama tiga bulan. Rincian besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani ulat sutera disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Pendapatan petani ulat sutera No 1 2
Pendapatan Kokon Kacang tanah Total
Jumlah keseluruhan (Rp/tahun) 203 970 500 1 247 600000 1 451 570 500
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Rata-rata per petani Per tahun (Rp/tahun) Per bulan (Rp/bulan) 2 719 607 226 634 16 634 667 1 386 222 19 354 274 1 612 856
50
Hasil dari penjualan kokon yang disetorkan ke pabrik pemintal benang, ratarata petani memperoleh penghasilan sebesar Rp 226 634 per bulan. Rata-rata dalam satu bulan, petani memelihara ulat sutera sebanyak 2 boks. Sedangkan hasil panen dari tanaman tumpang sari (kacang tanah), rata-rata petani mendapatkan penghasilan sebesar Rp 1 386 222 per bulan. Sehingga dalam satu bulan, petani ulat sutera memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 1 612 856 atau dalam setahun sebesar Rp 19 354 274.
51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha Sutera Alam PSA Regaloh Unit usaha persuteraan alam di PSA Regaloh merupakan salah satu unit kesatuan milik Pemerintah (Perhutani) yang mengelola usaha benang sutera di Indonesia. Usaha benang sutera ini termasuk dalam usaha yang cukup potensial karena sudah memiliki alat-alat modern dan lengkap dalam memproduksi benang sutera, benang sutera yang dihasilkan bersifat alami, ketersediaan kebun murbei yang luas, serta mampu memperdayakan masyarakat disekitar wilayah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kelayakan usaha sutera alam secara ekonomi. Analisis kelayakan secara ekonomi merupakan analisis usaha berdasarkan sudut pandang masyarakat secara keseluruhan. Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha sutera alam layak secara ekonomi dengan memasukkan manfaat dan biaya sosial. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah 1. Umur usaha produksi benang sutera di PSA Regaloh yang digunakan adalah selama 50 tahun, dimulai dari tahun 1974 sampai 2023. Penentuan umur usaha berdasarkan umur dari aset-aset investasi terbesar yakni mesin-mesin pemintal benang sampai mengalami reinvestasi. 2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan pemeliharaan, dan membutuhkan waktu satu tahun, serta diasumsikan bahwa awal investasi berada pada bulan pertama di tahun ke-1, sehingga belum menghasilkan keuntungan. 3. Total produksi benang dan kokon yang dihasilkan adalah jumlah rata-rata produksi benang dari tahun 1995 sampai 2015 dan diasumsikan tetap untuk tahun berikutnya selama masa umur usaha. 4. Shadow price dari gaji pegawai tetap yang bekerja di PSA Regaloh sebanyak delapan orang menggunakan perkiraan gaji finansial. 5. Shadow price dari tenaga kerja pemintal benang yang digunakan adalah nilai upah finansial. Hal ini diasumsikan bahwa tenaga kerja yang menjadi buruh pintal benang berasal dari masyarakat lokal yang menganggur bila tidak ada PSA Regaloh, sehingga nilai production foregone sama dengan
52
nol. Selain itu, karena berasal dari masyarkat lokal maka diasumsikan tidak ada biaya pengangkutan tenaga kerja. 6. Shadow price terhadap input-input tradable, seperti kapur tohor, kaporit, pupuk urea, pupuk SP-36 menggunakan harga yang telah dikonversi terhadap nilai kurs yang berlaku. 7. Shadow price dari output (benang dan kokon) yang dihasilkan PSA Regaloh menggunakan harga finansial yang berlaku di PSA Regaloh, dimana sudah termasuk PPN 10%. 8. Lahan murbei yang digunakan usaha merupakan lahan milik negara, sehingga shadow price dari lahan murbei menggunakan pendekatan nilai sewa lahan per tahun sebesar Rp 10 000 000 per ha. 9. Penentuan harga operasional yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku pada bulan Februari 2016 dan diasumsikan konstan hingga umur usaha berakhir. 10. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah sebesar 7%, berdasarkan ratarata tingkat suku bunga deposito bank umum yang berlaku pada saat penelitian sekitar bulan Februari 2016. 6.1.1 Identifikasi Manfaat Manfaat ekonomi dari usaha sutera alam yang diperhitungkan dibagi menjadi manfaat privat dan manfaat sosial. Manfaat privat berasal dari penerimaan penjualan benang yang diproduksi PSA Regaloh, baik dari benang sutera, benang twist, kokon baik, kokon cacat, dan spoon silk per tahun. Produksi benang dan kokon yang dihasilkan setiap tahun rata-rata berbeda jumlah produksinya, tergantung dari kondisi lingkungan. Selain itu juga, manfaat dari nilai sisa aset investasi yang masih bernilai sampai umur usaha habis. Selain manfaat privat, terdapat juga manfaat sosial yang dirasakan dari adanya usaha sutera alam PSA Regaloh. Manfaat sosial merupakan manfaat yang dirasakan bukan hanya oleh pelaku usaha tetapi oleh keseluruhan masyarakat. Manfaat sosial terdiri dari manfaat yang diterima petani ulat selama bermitra dengan PSA Regaloh (penghasilan dari kokon dan kacang tanah) serta manfaat dari penerimaan pajak yang dibayarkan PSA Regaloh. Keseluruhan nilai total manfaat
53
ekonomi yang diperoleh adalah sebesar Rp 6 836 832 793. Rincian perhitungan total nilai manfaat ekonomi dari usaha PSA Regaloh dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Perhitungan total manfaat ekonomi usaha PSA Regaloh
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Jumlah Satuan Benang sutera 2 370.939 Kg Benang twis 256.305 Kg Kokon baik 26 784.559 Kg Kokon cacat 828.388 Kg Spoon silk 25.762 Kg Petani ulat sutera 154.000 Orang Pajak PBB Nilai sisa aset Total manfaat per tahun Rata-rata manfaat per bulan
Harga per satuan (Rp) 583 000 600 000 85 000 30 000 125 000 18 851 565
Harga per tahun (Rp) 1 382 257 576 153 782 857 2 276 687 531 24 851 653 3 220 238 2 903 141 000 1 691 938 91 299 000 6 836 832 793 569 736 066
Persentase 20% 2% 33% 0% 0% 42% 0% 1% 100%
Sumber: Hasil analisis data (2016) 6.1.2 Identifikasi Biaya Biaya ekonomi yang diperhitungkan dalam penelitian adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses pembuatan benang sutera. Biaya-biaya tersebut dikategorikan menjadi dua bagian yakni biaya operasional (biaya pemeliharaan kebun murbei, biaya pemeliharaan ulat sutera, serta biaya pemintalan benang) dan biaya investasi. 6.1.2.1 Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan demi keberlangsungan operasional usaha yang dijalankan. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh PSA Regaloh selama proses produksi benang sutera terdiri dari biaya pemeliharaan kebun murbei, biaya pemeliharaan ulat sutera, serta biaya pemintalan benang. Biaya yang diperlukan selama pemeliharaan kebun murbei merupakan biaya-biaya yang dipergunakan untuk menjaga produktivitas kebun murbei dalam menghasilkan daun murbei. Komponen biaya terbesar merupakan biaya untuk sewa lahan murbei. Area kebun murbei yang diusahakan merupakan lahan milik Perhutani, sehingga asumsi shadow price (harga sosial) yang digunakan untuk kebun murbei adalah harga sewa lahan per ha yang berlaku disekitar Desa Regaloh
54
bulan Februari 2016. Produktivitas daun murbei yang dihasilkan dapat menurun jika tidak dilakukan perawatan kebun. Rata-rata tanaman murbei sebesar 10% disulam kembali agar tetap dapat menghasilkan daun setiap tahun. Beberapa komponen biaya perawatan kebun murbei tersebut antara lain biaya pengadaan pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP 36, serta intektisida. Shadow price untuk pupuk Urea dan SP 36 (input tradable) diperhitungkan menggunakan harga border price. Hasil perhitungan border price komponen tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Selain itu, terdapat biaya pemangkasan daun murbei yang diperlukan sebagai pakan ulat sutera. Keseluruhan biaya yang diperlukan PSA Regaloh dalam pemeliharaan kebun murbei sebesar Rp 3 835 589 468 per tahun. Perhitungan biaya pemeliharaan kebun murbei dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Biaya pemeliharaan kebun murbei PSA Regaloh No 1 2 3 4 5 6 7
Uraian
Jumlah
Satuan
Biaya per satuan (Rp) 10 000 000.00 100.00 150.00 5 285.50 3 008.35 71 500.00
Sewa lahan 325.50 Ha Sulaman murbei 325 500.00 Batang Pupuk kandang 325 500.00 Kg Pupuk Urea 65 100.00 Kg Pupuk SP 36 32 550.00 Kg Intektisida 162.75 Liter Pangkasan daun 325.50 Ha 140 000.00 murbei Total biaya perkebunan murbei per tahun Rata-rata biaya perkebunan murbei per bulan
Biaya per tahun (Rp) 3 255 000 000 32 500 000 48 825 000 344 086 050 97 921 793 11 636 625 45 570 000 3 835 589 468 319 632 456
Persentase 85% 1% 1% 9% 3% 0% 1% 100%
Sumber: Hasil analisis data (2016) Biaya pemeliharaan ulat sutera meliputi biaya pengadaan bibit ulat, kertas samak/parafin, sasag, kapur tohor, formalin, kaporit, dan desinfektan, serta tempat penunjang pemeliharaan ulat dan pembayaran ke petani ulat yang telah menyetorkan kokon. Komponen biaya terbesar terdapat pada biaya pembayaran ke petani ulat sutera sebanyak 154 orang yang menyetorkan kokon ke PSA Regaloh, yakni sebesar Rp 248 516 529. Komponen biaya terbesar selanjutnya adalah pembelian bibit ulat sutera dari PPUS Candiroto yang jumlahnya disesuaikan dengan ketersediaan daun murbei yang ada. Shadow price untuk input tradable (kapur tohor dan kaporit) diperhitungkan menggunakan harga border price. Hasil perhitungan border price komponen tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.
55
Shadow price dari biaya pemeliharaan ulat sutera lainnya menggunakan harga finansial yang berlaku. Keseluruhan biaya yang diperlukan PSA Regaloh dalam pemeliharaan ulat sutera sebesar Rp 477 750 912 per tahun. Hasil perhitungan biaya pemeliharaan ulat sutera dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Biaya pemeliharaan ulat sutera PSA Regaloh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian
Jumlah
Satuan
Biaya per satuan (Rp) 94 000 1 000
Bibit ulat 1 468.00 Boks Kertas samak 4 404.00 Lembar Pengadaan sasak/bagor 1 468.00 Lembar 6 000 Kapur tohor 4 404.00 Kg 2 147 Formalin 1 468.00 Liter 25 000 Kaporit 1 468.00 Kg 6 355 Desinfekstan 1 468.00 Liter 8 000 Pembayaran ke petani 27 612.95 Kg 9 000 Pemeliharaan RUB-RUK 36.00 Unit 300 000 Total biaya pemeliharaan ulat sutera per tahun Rata-rata biaya pemeliharaan ulat sutera per bulan
Biaya per tahun (Rp) 137 992 000 4 404 000 8 808 000 9 457 083 36 700 000 9 329 300 11 744 000 248 516 529 10 800 000 477 750 912 39 812 576
Persentase 29% 1% 2% 2% 8% 2% 2% 52% 2% 100%
Sumber : Hasil analisis data (2016) Dan terakhir, biaya yang diperlukan untuk pemintalan benang sutera. Biaya tersebut meliputi biaya pembelian bahan bakar jenis MFO, pembayaran tenaga kerja pemintal benang dan gaji pegawai PSA Regaloh, biaya listrik, serta biaya pelabelan dan pengemasan benang, dan pemeliharan mesin-mesin pemintal benang. Komponen biaya terbesar berasal dari biaya pembelian bahan bakar MFO, yakni sebesar Rp 360 000 000. Sedangkan biaya terkecil berasal dari pemeliharaan mesinmesin pemintal yang membutuhkan perawatan setiap tahun sebesar Rp 576 000. Shadow price dari bahan bakar jenis MFO menggunakan harga yang belum mendapatkan subsidi oleh Pemerintah pada bulan Februari 2016. Sedangkan shadow price dari gaji pegawai dan tenaga kerja pemintal benang, serta listrik menggunakan harga finansial yang berlaku. Setiap hari tenaga kerja pemintal benang bekerja selama empat jam dari pukul 06.00 sampai 14.00 WIB yang terbagi dalam dua shift kerja, sedangkan untuk tenaga kerja pemintal spoon silk dikerjakan dirumah warga dengan pemintalan benang secara manual. Keseluruhan biaya yang
56
diperlukan PSA Regaloh dalam pemintalan benang sebesar Rp 740 341 437 per tahun. Hasil perhitungan biaya pemintalan benang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Biaya pemintalan benang PSA Regaloh No 1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian
Jumlah
Satuan
Biaya per satuan (Rp) 4 000 27 250
MFO 90 000.00 Liter Upah buruh pintal 2370.90 Kg Upah buruh pintal spoon silk 135.25 Kg 85 000 Upah buruh twist 897.10 Kg 38 000 Listrik 76.60 Kwh 1 889 000 Gaji pegawai 8.00 Orang 15 600 000 Pelabelan dan pengemasan 7 780 000 Pemeliharaan mesin 48 000 Total biaya pemintalan benang per tahun Rata-rata biaya pemintalan benang per bulan
Biaya per tahun (Rp) 360 000 000 64 608 094 2 189 762 9 739 581 22 668 000 187 200 000 93 360 000 576 000 740 341 437 61 695 120
Persentase 49% 9% 0% 1% 3% 25% 13% 0% 100%
Sumber : Hasil analisis data (2016) 6.1.2.2 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluakan oleh PSA Regaloh pada awal tahun beroperasi. Biaya investasi tersebut meliputi biaya pengadaan stek murbei, mesin-mesin pemintal benang, pendirian bangunan kantor dan pabrik, pembuatan sumur, dan alat-alat pendukung dalam memproduksi benang. Besaran biaya investasi tersebut adalah sebesar Rp 3 092 806 000. Komponen biaya investasi terbesar yang dikeluarkan adalah pendirian tempar pemeliharaan ulat (RUK dan RUB). Selanjutnya biaya pengadaaan seriframe, rak pemeliharaan, dan mesin-mesin pemintal benang. Hasil perhitungan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 19. Beberapa komponen dari biaya investasi mengalami reinvestasi sebelum masa umur usaha tersebut berakhir. Komponen yang mengalami reinvestasi tersebut antara lain timbangan digital, timbangan duduk, haspel, ayakan, pisau, rak pemeliharaan, seriframe, dan sprayer.
57
Tabel 19 Biaya investasi usaha PSA Regaloh
No
Uraian
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Stek murbei Sumur Rak pemeliharaan Seriframe Sprayer RUB-RUK Timbangan digital Timbangan duduk Haspel Bangunan kantor Bangunan pabrik Boiler Reeling Rereeling Twist Ayakan Pisau Rajang
Satuan
3 255 000 Batang 6 Unit 575 Unit 12 830 Unit 1 Unit 36 Unit 2 Unit 1 Unit 80 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 36 Unit 5 Unit Total Biaya Investasi
Umur pakai (tahun) 10 10 13 13 10 50 5 10 5 50 50 50 50 50 50 5 5
Biaya per satuan (Rp)
Biaya total (Rp)
100 3 000 000 250 000 35 000 1 200 000 50 000 000 500 000 1 200 000 5 000 48 365 000 85000 000 34 000 000 55 000 000 70 000 000 60 000 000 6 000 25 000
32 500 000 18 000 000 143 750 000 449 050 000 1 200 000 1 800 000 000 1 000 000 1 200 000 400 000 48 365 000 85 000 000 34 000 000 55 000 000 70 000 000 60 000 000 216 000 125 000 3 092 806 000
Sumber : Hasil analisis data (2016) 6.1.3 Analisis Kelayakan Ekonomi Analisis kelayakan ekonomi terdiri dari analisis manfaat dan analisis biaya yang digunakan selama usaha berlangsung. Hasil dari analisis kelayakan ekonomi usaha sutera alam diperoleh nilai NPV sebesar Rp 268 646 398 670, Net B/C sebesar 3.18, tingkat internal rate of return (IRR) sebesar 15%, serta payback period selama 0.57 tahun. Dari hasil perhitungan tersebut, secara keseluruhan usaha sutera alam layak untuk diusahakan secara ekonomi. Rincian hasil analisis kelayakan ekonomi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Hasil analisis kelayakan ekonomi usaha sutera alam PSA Regaloh Kriteria NPV Net B/C IRR Payback Period
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Nilai Rp 268 646 398 670 3.18 15% 0.57 tahun
58
Berdasarkan hasil analisis data, nilai NPV yang diperoleh bernilai positif, Gross B/C ≥ 1, Net B/C ≥ 1, IRR ≥ discount rate sebesar 7%, serta Payback Period yang dihasilkan kurang dari umur usaha, sehingga usaha persuteraan alam PSA Regaloh sudah dapat dikatakan layak secara ekonomi. Selain memberikan manfaat kepada PSA Regaloh, usaha sutera alam ini juga memberikan manfaat secara sosial bagi masyarakat lokal yang berada disekitar tempat usaha PSA Regaloh. Jika diaplikasikan, PSA Regaloh dapat memproduksi benang sutera secara keberlanjutan untuk mampu bersaing dengan benang sutera sintetik disamping memberikan manfaat sosial dengan memberdayakan masyarakat sekitar, sehingga memberikan kontribusi bagi pembangunan perekonomian wilayah pedesaan, khususnya wilayah disekitar PSA Regaloh. Detail perhitungan analisis kelayakan ekonomi usaha PSA Regaloh dapat dilihat pada Lampiran 6. 6.2 Sustainable Livelihood Petani Ulat Sutera PSA Regaloh Dalam konsep Sustainable lovelihood merupakan kegiatan yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat untuk menjalankan kehidupannya dengan menggunakan kapasitas atau kemampuan serta kepemilikan sumberdaya (aset) untuk mencapai tingkat kehidupan yang diharapkan. Menurut DFID (1999), Sustainable livelihood dipengaruhi oleh lima aset kapital yakni human capital, financial capital, natural capital, social capital, serta phyisical capital. Dalam kehidupan sehari-hari, PSA Regaloh melibatkan peran serta masyarakat sekitar, salah satunya petani ulat sutera. Para petani ulat bertugas sebagai pemelihara ulat serta mengelola lahan murbei. Rata-rata lahan yang mereka kelola seluas 0,5 ha dengan beberapa jenis tanaman pertanian yang diizinkan seperti kacang tanah dan jagung. Sehingga sebagian besar penghasilan mereka berasal dari penyetoran kokon ulat sutera serta penjualan tanaman tumpang sari yang dikelola. Keberadaan PSA Regaloh memberikan pengaruh terhadap sustainable livelihood para petani ulat. Pengaruh tersebut diterperinci dalam lima kapital yang tercakup dalam 33 pertanyaan (Lampiran 2) dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera. Output dari hasil analisis ini adalah melihat pengaruh perubahan aset/kapital yang dimiliki para petani ulat dalam mendukung keberlanjutan hidup dengan bermitra bersama PSA Regaloh. Untuk mempermudah perhitungan analisis, maka perhitungan menggunakan skala likert
59
dengan masing-masing nilai disesuaikan dengan lima kriteria penilaian yang ada. Berdasarkan perhitungan menggunakan Microsoft Excel 2013, hasil penilaian masing-masing lima kriteria kapital dalam sustainable livelihood disajikan dalam Tabel 21 sampai Tabel 25. Pertama, kriteria human capital pada kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera terlihat secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 16.64. Peningkatan human capital ini berdampak positif bagi kehidupan para petani ulat, terlihat dari kemampuan terhadap akses kesehatan para petani yang dikunjungi bertambah baik, dari Puskesmas sudah mampu ke dokter umum maupun dokter spesialis. Jarak akses kesehatan yang semakin terjangkau dari tempat tinggal. Tenaga medis yang semakin professional, serta pemenuhan kebutuhan gizi dari tahun ke tahun yang semakin baik. Selain itu, mereka juga mendapatkan tambahan pekerjaan lain yang cenderung bersifat tetap seperti menjadi petani tumpang sari dan beternak hewan. Kepemilikan barang-barang elektronik rumah juga bertambah serta biaya berobat menjadi lebih terjangkau bagi para petani. PSA Regaloh yang melibatkan banyak orang dalam usahanya, telah mampu menyerap jumlah pengangguran disekitar tempat usaha. Hasil analisis indikator human capital dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil penilaian kriteria human capital petani ulat sutera Aspek human capital Akses kesehatan Jarak akses kesehatan Tenaga kesehatan Biaya berobat Kebutuhan gizi Pelatihan Pekerjaan lain Keikutsertaan keluarga Kepemilikan barang Perbaikan pengangguran Total Nilai
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Sebelum 4.98 5.29 5.73 9.94 5.06 2.00 3.97 7.09 4.00 3.29 51.92
Sesudah 6.18 6.13 6.85 9.06 7.17 3.94 7.52 6.42 7.28 7.97 68.56
60
Kedua, hasil analisis dari kriteria natural capital ketika sudah menjadi petani ulat sutera disajikan dalam Tabel 22. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa total nilai yang dihasilkan memberikan peningkatan perubahan sebesar 4.80 terhadap natural capital petani ulat. Perubahan ini mampu memberikan pengaruh ke arah yang lebih baik dalam memudahkan aktivitas para petani. Hal ini terlihat dari lahan tempat budidaya ulat sutera yang seluruhnya berada di lahan negara, sehingga semuanya menjadi tanggungjawab PSA Regaloh dan tidak memberatkan petani dalam mengelola lahan. Akses ke sumber air menjadi lebih mudah dengan dibangunnya sumur-sumur serta adanya pengairan disekitar kebun murbei. Keadaan lahan murbei yang disisipi dengan tanaman kacang tanah atau jagung, menjadikan kondisi lahan tetap dikelola dan dapat mempertahankan kesuburan tanah. Dan untuk kegagalan yang dihadapi petani dalam memelihara ulat sutera, sudah cenderung berkurang. Tabel 22 Hasil penilaian kriteria natural capital petani ulat sutera Aspek natural capital Kepemilikan lahan Kesuburan tanah Sumber air Pelestarian alam Kegagalan pemeliharaan Pemanfaatan limbah ulat Total Nilai
Sebelum 10.35 12.31 7.73 3.33 16.53 3.33 53.60
Sesudah 3.33 11.15 9.20 16.57 9.95 8.17 58.40
Sumber: Hasil analisis data (2016) Ketiga, hasil analisis kriteria social capital yang disajikan dalam Tabel 23 dapat disimpulkan bahwa hubungan social capital yang dimiliki setelah bergabung menjadi petani ulat
meningkat sebesar 11.47. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan relasi antar petani ulat sutera yang selalu terjaga harmonis, baik selama pemeliharaan ulat maupun tidak. Perbedaan pendapat merupakan sesuatu yang wajar, dimana partisipasi dalam berpendapat tetap aktif dijalankan, walaupun kecenderungan dominan pengambilan keputusan berada pada ketua. Serta keberadaan program pemberdayaan sudah dapat dimanfaatkan dalam menambah keterampilan petani.
61
Tabel 23 Hasil penilaian social capital petani ulat sutera Aspek social capital Kelompok tani Keikutsertaan peran Relasi petani Pemberdayaan masyarakat Lembaga sosial Pengambilan keputusan Perselisihan petani Total Nilai
Sebelum 14.28 3.08 10.17 2.85 10.47 2.85 14.09 57.82
Sesudah 14.28 8.45 19.81 4.45 10.05 7.69 13.52 69.29
Sumber: Hasil analisis data (2016) Keempat, hasil analisis kriteria physical capital menunjukkan peningkatan nilai sebesar 21.42 dari keadaan aspek-aspek fisik yang berpengaruh bagi kehidupan para petani ulat. Peningkatan nilai tersebut didukung dari kemudahan fasilitas dalam mendapatkan air bersih yang dibutuhkan para petani sehari-hari, yang sebelumnya menggantungkan air dari sumur timba, sungai, ataupun mengangkut air, sudah mampu menggunakan sumur pompa dalam memenuhi kehidupan rumah sehari-hari. Keterjangkaun terhadap akses jaringan komunikasi yang semakin lebih baik dan mudah. Akses jalan raya untuk menuju PSA Regaloh sudah semakin lancar. Kelengkapan alat-alat budidaya dan teknologi yang disediakan oleh PSA Regaloh juga membantu dan memudahkan petani selama pemeliharaan ulat. Namun, untuk kondisi keamanan dari tempat pemeliharaan dan kebun murbei cenderung mengalami penurunan, hal ini dikarenakan berkurangnya kegiatan pengawasan. Hasil analisis dari kriteria physical capital disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24 Hasil penilaian physical capital petani ulat sutera Aspek physical capital Keamanan kebun-brak Fasilitas air rumah Kondisi jalan raya Keterjangkaun sinyal Kelengkapan alat budidaya Teknologi Total Nilai
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Sebelum 12.80 9.33 5.64 8.93 10.48 10.75 57.95
Sesudah 11.42 13.46 13.33 12.13 12.44 16.57 79.37
62
Dan terakhir, hasil analisis kriteria financial capital para petani ulat yang dapat dilihat dalam Tabel 25 yang telah memberikan kontribusi terbesar dengan peningkatan nilai sebesar 33.73. Hal ini terlihat dari penghasilan yang diterima setelah menjadi petani ulat sutera mengalami perbaikan sebelum mereka menjadi petani ulat. Petani ulat memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp 226 634 dari kokon yang dihasilkan dan sebesar Rp 1 386 222 dari kacang tanah setiap bulan. Pendapatan yang diperoleh lebih baik daripada sebelumnya yang mayoritas tidak bekerja secara tetap, dimana petani sudah mampu menyisihkan penghasilannya dalam bentuk tabungan. Dan kemampuan dalam mengakses jasa bantuan modal usaha, beberapa sudah dimanfaatkan oleh para petani seperti BRI, koperasi, dan BMT. Tabel 25 Hasil penilaian financial capital petani ulat sutera Aspek financial capital
Sebelum
Sesudah
Penghasilan
14.93
23.80
Pengeluaran
17.73
20.13
Peminjaman modal
7.73
11.33
Tabungan
9.13
28.00
Total Nilai
49.53
83.26
Sumber: Hasil analisis data (2016) Berdasarkan penilaian kelima aspek kapital, Sustainable livelihood para petani ulat dalam kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera dapat dilihat pada Tabel 26 dan Gambar 5. Dalam Tabel 26 dapat disimpulkan bahwa kehidupan sehari-hari petani ulat sutera dari yang sebelum dan sesudah menjadi petani ulat secara keseluruhan mengalami peningkatan kemampuan dan perubahan akses ke arah yang lebih baik dalam menunjang sustainable livelihood petani, terutama perubahan paling besar terhadap financial capital petani ulat sutera. Mereka yang sudah bergabung menjadi petani ulat sutera mendapatkan pengaruh perubahan yang besar terhadap financial capital, natural capital, social capital, physical capital, dan terakhir human capital. Dimana pengaruh kepemilikan akses kapital terpenting petani ulat terdapat pada financial capital, physical capital, social capital, human capital, dan yang terkecil natural capital. Financial capital bersumber dari hasil pendapatan kokon dan kacang tanah sebesar Rp 1 612 856 per bulan. Physical capital dari kemudahan akses terhadap
63
sumber air, transportasi, jalan, komunikasi, serta peralatan yang mendukung bekerja. Social capital digambarkan dari relasi sosial yang semakin menguat antar petani ulat yang berasal dari tujuh desa sekitar PSA Regaloh. Human capital bersumber dari akses sumberdaya manusia yang bertambah baik. Dan yang terkecil, natural capital dimana peran petani ulat sutera hanya sebagai tenaga kerja yang sepenuhya hanya bisa memanfaatkan lahan yang dimiliki Perhutani untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan demi kesejahteraan petani, tanpa memiliki hak kepemilikan atas lahan tersebut. Detail perhitungan analisis sustainable livelihood petani ulat dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 26 Hasil analisis kriteria sustainable livelihood petani ulat sutera Sebelum
Sesudah
∆ Perubahan
Human Capital
51.92
68.56
16.64
Natural Capital
53.60
58.40
4.80
Social Capital
57.83
69.30
11.47
Physical Capital
57.96
79.38
21.42
Financial Capital
49.53
83.27
33.73
Total
270.84
358.90
88.06
Sustainable Livelihood
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Hasil analisis sustainable livelihood petani ulat sutera Sebelum Setelah Human Capital 100,00 80,00 60,00
68,56 51,92
40,00
Financial Capital 83,27
20,00 49,53
Natural Capital 53,60
58,40
0,00
57,96 79,38 Physical Capital
57,83 69,30 Social Capital
Sumber: Hasil analisis data (2016) Gambar 5. Sustainable livelihood petani ulat sutera PSA Regaloh
64
6.3 Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh Keberadaan PSA Regaloh memberikan banyak kontribusi, baik terhadap Perum Perhutani maupun masyarakat sekitar yang diperdayakan. Agar keberadaan PSA Regaloh terus berkelanjutan, diperlukan berbagai alternatif usaha yang bisa dilakukan. Salah satu cara untuk menentukan alternatif usaha tersebut melalui perhitungan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Tujuan utama dari metode AHP ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh yang sesuai dengan kriteria produktivitas, sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia. Analisis pada tahapan ini dikaji dengan nilai perbandingan tertinggi dan hasilnya yang konsisten akan menjadi aspek prioritas utama. Alternatif strategi yang digunakan dalam pengembangan usaha meliputi peningkatan kualitas telur, perbaikan tempat pemeliharaan ulat, penambahan pegawai, keberlanjutan kebun murbei, serta pemberdayaan masyarakat. Struktur hierarki dari strategi pengembangan usaha agribisnis sutera alam di PSA Regaloh disajikan dalam Gambar 6.
Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam PSA Regaloh
Tujuan
Kriteria
Alternatif
Produktivitas
Peningkatan kualitas telur
Sarana dan Prasarana
Perbaikan Tempat Pemeliharaan Ulat Sutera
Penambahan Pegawai
Sumberdaya Manusia
Keberlanjutan Kebun Murbei
Pemberdayaan masyarakat
Sumber: Hasil analisis data (2016) Gambar 6. Diagram hierarki pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh
65
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Software Expert Choice 11, menggambarkan beberapa alternatif strategi pengembangan usaha yang disusun dengan mempertimbangkan kondisi usaha PSA Regaloh. Alternatif usaha yang dihasilkan didukung oleh kriteria yang terdapat pada hierarki penyusunan keputusan pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh. Hasil analisis menunjukan bahwa kriteria yang menjadi prioritas utama dalam pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh adalah sumberdaya manusia dengan skor 0,394. Kriteria sumberdaya manusia terpilih menjadi prioritas utama karena dalam pengembangan usaha, sumberdaya manusia merupakan pusat orientasi dalam menentukan strategi keberlanjutan usaha tersebut. Sumberdaya manusia yang berkaitan dalam usaha sutera alam harus ditingkatkan baik dari sisi kualitas maupun kuantintasnya, seperti dalam manajemen sumberdaya manusia, peningkatan keterampilan, pendidikan, pelatihan, perbaikan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab, peraturan, bahkan jumlah pegawai. Kriteria sarana dan prasarana merupakan prioritas selanjutnya dalam pengembangan usaha sutera alam dengan skor 0,373. Faktor sarana dan prasarana merupakan faktor yang menjadi penunjang bagi berjalannya usaha. Sarana dan prasarana yang disediakan seperti kebun murbei, tempat pemeliharaan, rak pemeliharaan, seriframe, sampai ke mesin-mesin pemintal benang untuk dipelihara selama mengembangakan usaha sutera alam ke arah yang lebih baik. Terlebih kondisi beberapa tempat pemeliharaan ulat yang rusak, perlu diperbaiki agar dapat menunjang kegiatan pemeliharaan ulat, peningkatan daya tahan dari telur-telur ulat sutera terhadap penyakit yang sering menyerang, serta pemenuhan kebutuhan daun murbei sebagai sumber pakan utama bagi ulat sutera agar selalu tersedia. Sehingga keseluruhan upaya dari sarana-prasarana yang ada dapat menjaga produktivitas kokon untuk menghasilkan benang sutera di PSA Regaloh. Kriteria produktivitas menjadi prioritas terakhir dengan skor 0,233. Setelah sumberdaya manusia dan sarana-prasarannya diutamakan, kriteria produktivitas dapat mengikuti dalam pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh tersebut. Output utama dari usaha sutera alam adalah benang sutera. Sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengelola dan mengambil keputusan yang tepat dan sesuai, serta didukung sarana-prasarana yang dikembangkan terus terjaga, maka hasil
66
produktivitas benang sutera dapat bertambah. Hasil olahan kriteria yang menjadi prioritas utama dalam pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh disajikan pada Gambar 7.
Kriteria pengembangan usaha sutera alam
Sumberdaya Manusia
Sarana dan Prasarana
Produktivitas
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
0,45
Sumber: Hasil analisis data (2016) Gambar 7. Hasil penilaian prioritas kriteria pengembangan usaha PSA Regaloh.
Alternatif-alternatif usaha untuk pengembangan usaha sutera alam, berdasarkan hasil analisis yang menjadi prioritas utama adalah perbaikan tempat pemeliharaan ulat sutera dengan skor 0,238. Tempat pemeliharaan ulat merupakan rumah inti yang difungsikan selama pemeliharaan ulat untuk menghasilkan kokon. Situasi dan kondisi dari tempat pemeliharaan ulat agar tetap dapat dijaga serta menunjang selama pemeliharaan. Prioritas alternatif kedua adalah peningkatan kualitas telur dengan skor 0,224. Telur-telur ulat sutera yang dipesan dari Candiroto merupakan hasil penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan bibit telur dengan kualitas terbaik. Salah satu usaha dengan peningkatan kualitas telur adalah agar dapat mengurangi tingginya resiko tingkat kematian maupun kegagalan ulat sutera selama pemeliharaan, serta meningkatkan kualitas kokon yang dihasilkan. Pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas alternatif selanjutnya dalam pengembangan usaha sutera alam dengan skor 0,205. Bentuk pemberdayaan masyarakat yang utama dilakukan adalah mengajak masyarakat sekitar untuk bekerjasama dengan PSA Regaloh, baik menjadi petani ulat, petani tumpang sari, maupun tenaga kerja pemintal benang. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah
67
pengangguran serta mengurangi masyarakat untuk tidak merusak hutan disekitar PSA Regaloh. Selain itu, masyarakat yang bermitra dengan PSA Regaloh akan memperoleh tambahan pengetahuan dan beberapa bentuk pelatihan yang bermanfaat daripada tidak memiliki kegiatan (pengangguran). Alternatif prioritas pengembangan berikutnya adalah keberlanjutan kebun murbei dengan skor 0,183. Kebun murbei merupakan komponen utama terhadap keberlangsungan pemeliharaan ulat sutera. Daun murbei yang dihasilkan merupakan sumber pakan utama bagi ulat sutera, yang apabila berkurang jumlahnya dapat mengurangi kualitas kokon yang dihasilkan. Selain itu, keberadaan kebun murbei yang terus terjaga, akan menjaga kondisi tanah untuk tetap diolah dan tidak ditelantarkan. Alternatif prioritas pengembangan yang terakhir adalah penambahan jumlah pegawai dengan skor 0,151. Tujuan penambahan jumlah pegawai adalah untuk mengurangi pembagian tugas yang merangkap. Sumberdaya manusia yang tersedia di PSA Regaloh terbatas jumlahnya (delapan orang), dimana masih ada beberapa bidang yang membutuhkan tenaga yang besar. Terutama pada kebun murbei yang luas wilayahnya sekitar 325,5 ha dan menjadi tanggung jawab oleh tiga mandor kebun, menyebabkan belum maksimal selama pelaksanaan tugas. Adanya upaya penambahan jumlah pegawai dapat menjadi alternatif dalam menjalankan tugas dan mengawasi secara lebih optimal, bertanggung jawab penuh dan tidak saling tumpang tindih selama pelaksanaan tugas. Hasil penilaian alternatif prioritas pengembangan sutera dapat dilihat pada Gambar 8.
68
Alternatif pengembangan usaha sutera alam Penambahan pegawai Keberlanjutan kebun murbei Pemberdayaan masyarakat Peningkatan kualitas telur Perbaikan tempat pemeliharaan ulat 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
Sumber: Hasil analisis data (2016) Gambar 8. Hasil penilaian prioritas alternatif pengembangan usaha PSA Regaloh
69
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil dari analisis kelayakan ekonomi usaha sutera alam diperoleh nilai NPV sebesar Rp 268 646 398 670 (NPV bernilai positif), Net B/C sebesar 3.18 (Net B/C ≥ 1), IRR sebesar 15% (IRR ≥ discount rate sebesar 7%,), serta payback period selama 0.57 tahun, sehingga usaha persuteraan alam PSA Regaloh sudah dapat dikatakan layak secara ekonomi. 2. Sustainable livelihood petani ulat sutera dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum dan sesudah menjadi petani ulat memberikan pengaruh aset kapital yang tinggi terhadap financial capital, natural capital, social capital, physical capital, dan terakhir human capital. Pengaruh perubahan terbesar akses kepemilikan kapital para petani ulat terdapat pada financial capital, physical capital, social capital, human capital, dan yang terkecil natural capital. 3. Strategi pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh yang utama diprioritaskan adalah kriteria sumberdaya manusia yang ditingkatkan baik dari sisi kualitas maupun kuantintas, kriteria sarana dan prasarana, dan terakhir kriteria produktivitas. Sedangkan untuk alternatif pengembangan usaha, yang menjadi prioritas utama adalah perbaikan tempat pemeliharaan ulat sutera, peningkatan kualitas telur, pemberdayaan masyarakat dengan bermitra bersama PSA Regaloh, keberlanjutan kebun murbei sebagai sumber pakan utama bagi ulat sutera, dan terakhir penambahan jumlah pegawai.
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, adapun saran-saran yang diberikan peneliti sebagai rekomendasi kepada pihak-pihak terkait, yaitu: 1. Pihak Pemerintah perlu menjaga keberlangsungan usaha sutera alam dan keberadaan PSA Regaloh setiap waktu. Hal ini bertujuan agar input-input fisik yang sudah tersedia dengan biaya yang cukup mahal dapat terus termanfaatkan dan menghasilkan produk benang sutera.
70
2. Pihak PSA Regaloh perlu meningkatan kualitas kokon dan benang sutera yang diproduksi. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk yang akan dipasarkan, serta meningkatkan harga jual produk tersebut untuk dapat bersaing di pasar internasional, khususnya benang sutera impor. Selain itu juga, PSA Regaloh untuk mengusahakan output selain benang sutera, seperti tenun sutera maupun handcraft dari kokon agar dapat menambah pendapatan usaha. Pengembangan PSA Regaloh sebagai salah satu wisata edukasi bisa dilakukan untuk memberikan pengetahuan mengenai budidaya ulat sutera kepada masyarakat luas. 3. Para petani sutera perlu memiliki keterampilan dan pekerjaan tambahan, agar
tidak sepenuhnya bergantung dari keberlangsungan usaha sutera alam yang sewaktu-waktu bisa tutup usaha.
71
DAFTAR PUSTAKA Apriyanto. 2010. Budidaya Ulat Sutera. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Atmosoedarjo et al. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yogyakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Borror et al. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2015. Jawa Tengah Dalam Angka 2015. Semarang (ID). Dapat diunduh dari: http://jateng.bps.go.id/ [Internet]. 18 Juni 2016. Chambers, R. and G. Conway. 1992. Sustainable rural livelihoods: Practical Concepts for The 21 st Century. IDS Discussion Paper 296. Brighton: IDS. [DFID] Department for Interational Development. 1999. Sustainable Livelihoods Guidance Sheets. London: DFID. Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah Slamet Utomo dan Komel Mangiri. Jakarta (ID): Universitas Indonesia-Press. Haris A. 2013. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tenun Sutera di Kabupaten Wajo [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Herliana. 2008. Pengaruh Pupuk terhadap Kualitas Kokon Ulat Sutera [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hernanto F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Ibrahim. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta. Juanda B. 2007. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Jakarta: UI-Press. Kasmir J. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Kencana. Lipsey and Steiner. 1990. Economics. George Weindfeld and Nicholson Ltd. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Volume Ekspor dan Impor Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta (ID).
72
[Kemenperin] Kementerian Perindutrian. 2007. Indonesia sangat besar. Jakarta (ID).
Prospek persuteraan alam
Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 50/KptsII/1997 tentang Persuteraan Alam, tanggal 20 Januari 1997. Mankiw N.G. 2001. Pengantar Ekonomi Edisi Kedu Jilid I. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pemasok. Bogor (ID): IPB Press. Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nguku E. et al. 2007. Larvae, Cocoon and Post-Cocoon Characteristics of Bombyx Mori L. (Lepidoptera: Bombycidae) Fed on Mulberry Leaves Fortified with Kenyan Royal Jelly. 11(4) : 85 – 89. Nairobi: Kenya. Nurjayanti E.D. 2011. Budidaya Ulat Sutera dan Produksi Benang Sutera melalui Sistem Kemitraan pada Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh Kabupaten Pati [Jurnal]. Semarang (ID): Universitas Wahid Hasyim. Nuraeni. 2007. Aspek Biologis Ulat Sutera dari Dua Sumber Bibit di Sulawesi Selatan [jurnal] 4(1): 10-17. Kendari (ID): Universitas Haluoleo. Nurlela A. 2006. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Usaha Pemintalan dan Pertenunan Sutera Alam di KOPPUS Sabilulungan III Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurmalina et al. 2010. Studi kelayakan bisnis. Departemen Agribisnis FEM IPB. Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Buletin PDB Sektor Pertanian. Kementerian Pertanian. [PSA] Pengusahaan Sutera Alam Regaloh. 2015. Data Kegiatan PSA Regaloh. Pati (ID). Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor: P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetpan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan, tanggal 19 Maret 2009.
73
Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Prayoga R. 2014. Kelayakan Usaha Produksi Kokon Pada Rumah Sutera Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purnomo. 2010. Budidaya Ulat Sutera. Hlm. 57-59. [PUSPROHUT] Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan. 2013. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera. Bogor : Forda Press. Rifqi H.O. 2010. Analisis Kredit Usaha Rakyat Berdasarkan Prinsip 5C Usaha Sutera Alam Studi Kasus Petani Plasma Rumah Sutera Alam Ciapus Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saaty T.L. 1993. Fundamental of Decision Making and Priority Theory with the Analytical Hierarchy Process. Pittsburgh PA: RWS Publications. Siregar. 2009. Serangga Pengguna Pertanian. Medan(ID): USU Press. Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): UI-Press. Sudaryanto T dan N Syafa’at. 2002. Analisis Kebijakan pengembangan Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Bogor. Suryadi K dan Ramdhani A. 1998. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung (ID): PT Remaja Rasdakarya. Suwarsono H. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta (ID): UUP STIM YKPN. Suyono. 2006. Pengaruh Program Kemitraan bagi Pengembangan Ekonomi Lokal terhadap Pendapatan Petani Budidaya Ulat Sutera di Kabupaten Wonosobo. Tesis Megister. Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pembangunan. Umar. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Cetakan ke-6. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. [UNDP] United Nations Development Programme. 2007. Modul Pembelajaran Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan Bagi Perencana dan Pengiat Pembangunan Daerah. UNDP. Jakarta (ID).
74
Wyman. 1974. Wyman’s Gardening Encyclopedia. Publishing Co. Inc.
New York. MaMillan
Walpole. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.
75
LAMPIRAN
76
77
Lampiran 1. Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan pendekatan klaster. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM NASIONAL DENGAN PENDEKATAN KLASTER Dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia negara produsen sutera, maka dalam pelaksanaannya perlu koordinasi, integrasi dan komitmen bersama secara berkesinambungan antara Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional. Untuk maksud tersebut diatas telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Beberapa hal yang perlu diketahui para pelaku usaha persuteraan alam yang tertuang dalam Peraturan Bersama diatas antara lain: 1. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan pada : a. Sentra produksi persuteraan alam. b. Daerah potensial dan kawasan hutan negara. c. Kelompok tani, koperasi, usaha kecil, usaha menengah di bidang persuteraan alam. 2. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan dengan pendekatan klaster, melalui : a. Bantuan infrastruktur ekonomi, teknologi dan sarana produksi. b. Perkuatan kelembagaan dan usaha persuteraan alam serta jaringan kerjsa usaha pihak-pihak yang berkepentingan. c. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional dililakukan secara terkoordinasi dengan melibatkan instansi terkait, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak-pihak terkait lainnya. d. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional mengacu kepada Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional. Adapun Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional (2006- 2010) adalah sebagai berikut: a. Potensi perkembangan Persuteraan Alam Nasional dari tingkat hulu hingga ke tingkat hilir :
78
Kokon berasal dari ulat sutera. Bibit ulat sutera berupa telur ulat sutera yang pada saat ini diproduksi dan dikembangkan oleh Perum Perhutani yang berlokasi di Candiroto Jawa Tengah dan Soppeng Sulawesl Selatan dengan produksi sebanyak 25.000 box s per tahun. Petani sutera sebanyak hampir 10.000 orang dengan luas tanaman murbei hampir 10.000 ha dan produksi kokon mendekati 1.000 ton. Industri pemintalan sutera sampai saat ini sebanyak 4.463 unit usaha dengan daerah penghasil utama terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 7.796 orang dengan nilai produksi sebesar Rp 19,5 milyar dan benang sutera yang dihasilkan sekitar 78 ton per tahun. Produksi ini masih di bawah kapasitas produksi terpasang industri benang samping diekspor ke Jepang, Italia, Perancis dan Amerika Serikat. b. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia Persuteraan Alam Indonesia merupakan kelompok agro-industri yang sangat potensial sutera sekitar 400 ton. Industri Pertenunan Sutera pada saat ini terdapat 46.257 unit usaha yang mempekerjakan 148.022 tenaga kerja dengan nilai produksi sebesar Rp 309 miliar. Sentra utama yang memproduksi kain sutera terdapat di Sulawesi Selatan dan daerah lain yang memproduksi adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Promosi dan pemasaran produk sutera telah berjalan sesuai mekanisme pasar. Secara tradisional sudah terbentuk jaringan distribusi pemasaran. Permintaan kain sutera oleh industri pembatikan sekitar 1 juta meter atau setara 200 ton benang sutera per bulan, permintaan kain sutera untuk industri gaun pengantin, interior, garmen dan produk jadi lainnya di dalam negeri cukup besar, di untuk dikembangkan karena memiliki berbagai keunggulan antara lain : geografis alam Indonesia sangat mendukung untuk menghasilkan murbei dan kokon yang baik dalam jumlah besar; produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digemari di dalam negeri dan luar negeri; persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan secara luas; permintaan pasar produk sutera baik domestik maupun ekspor cenderung meningkat. Persuteraan Alam Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam perekonomian nasional. Hal ini akan terwujud apabila pengembangan persuteraan alam nosional dikelola dengan cermat dan konsepsional oleh instansi pembina dan para stakeholders. c. Sasaran pengembangan persuteraan alam nasional pada tahun 2010 terdiri dari sasaran pengembangan produk sutera hulu dan produk sutera hilir. Sasaran pengembangan produk sutera hulu untuk memproduksi kokon sebanyak 5.000 ton diperlukan ketersediaan lahan untuk tanaman murbei
79
seluas 12.250 ha melalui rehabilitasi tanaman yang sudah ada maupun penanaman baru dan diharapkan mampu mempekerjakan petani sebanyak 13.235 KK. Sasaran pengembangan produk sutera hilir yang mencakup produksi benang sutera sebanyak 625 ton, kebutuhan benang sutera 900 ton, kain sutera sebanyak 44 juta meter, tenaga kerja yang terserap sebanyak 235.868 orang dan nilai impor benang sutera 275 ton dan ekspor produk sutera sebesar US $ 15.087. Direktur Bina Perhutanan Sosial, ttd. Ir. Billy Hindra, MSc. NIP. 710001261 Sumber: Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS
80
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Sustainable Livelihood
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 No :
Tanggal : KUESIONER SUSTAINABLE LIVELIHOOD
Nama Responden : ............................................................................................... No. Telepon/ HP : …........................................................................................... Alamat Responden : Desa ...................................................................................... Kecamatan ............................, Kabupaten Pati, Jawa Tengah Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyelesaian Skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan Sutera Alam Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati oleh Ika Putri Rahmadani (H44120037) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan benar. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan, dan hanya untuk pengkajian dan penelitian. Atas perhatian dan partisipasi yang diberikan, saya ucapkan terimakasih. A. Identintas Responden Masyarakat 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Usia : ............. tahun 3. Status pernikahan : a. Menikah b. Belum menikah 4. Pendidikan terakhir : a. Tidak Pernah Sekolah d. SMA/Sederajat b. SD/Sederajat e. Diploma c. SMP/Sederajat f. Sarjana 5. Penduduk asli : a. Ya b. Tidak 6. Jika pendatang, alasan menetap di daerah ini : a. Ikut suami/istri b. Dekat dengan tempat kerja c. Lainnya.............................. 7. Jumlah tanggungan keluarga : ............................................................orang 8. Jenis pekerjaan : a. PNS. ............................... d. Buruh,................................. b. Guru e. Wiraswasta,......................... c. Pegawai swasta,........................ f. Lainnya,............................... 9. Pendapatan per bulan : Rp ................................................................ 10. Pendapatan anggota keluarga inti lainnya per bulan : a. Suami/istri : Rp ................................................................
81
b. Anak 1 : Rp ................................................................ c. Anak 2 : Rp ................................................................ d. Lainnya : Rp ................................................................ B. Karakter 5 Capital dalam Livelihood Sustainable Pada bagian B, Bapak/Ibu akan diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi sebelum dan sesudah keikutsertaan menjadi anggota petani mitra ulat sutera. Pertanyaan yang diberikan akan berhubungan dengan lima capital, yakni Human Capital, Natural Capital, Financial Capital, Social Capital, dan Physical Capital. Dan ada beberapa pertanyaan tertentu yang jawaban tersebut diberikan per point atau nilai tertentu, yakni untuk a. Skor nilai 1 d. Skor nilai 4 b. Skor nilai 2 e. Skor nilai 5 c. Skor nilai 3 I. Human Capital 1. Apa saja sarana-prasarana akses kesehatan yang sering anda kunjungi ? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Posyandu Puskesmas Apotek Klinik Rumah sakit
a. b. c. d. e.
Posyandu Puskesmas Apotek Klinik Rumah sakit
2. Bagaimana akses anda terhadap fasilitas kesehatan selama ini ? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
>4000 m 3000 – 4000 m 2000 – 3000 m 1000 – 2000 m 0 - 1000 m
a. b. c. d. e.
>4000 m 3000 – 4000 m 2000 – 3000 m 1000 – 2000 m 0 – 1000 m
3. Jenis tenaga kesehatan apa yang sering anda akses di sekitar desa ? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Dukun Bidan/perawat Manteri Dokter Dokter spesialis
a. b. c. d. e.
4. Berapa biaya yang dikeluarkan saat berobat ? Sebelum a. > Rp 200.000 b. Rp 151.000 – Rp 200.000
Dukun Bidan/perawat Manteri Dokter Dokter spesialis
Sesudah
a. > Rp 200.000 b. Rp 151.000 – Rp 200.000
82
c. Rp 101.000 – Rp 150.0000 d. Rp 51.000 – Rp 100.000 e. Rp 0 – Rp 50.000
c. Rp 101.000 – Rp 150.0000 d. Rp 51.000 – Rp 100.000 e. Rp 0 – Rp 50.000
5. Bagaimana kebutuhan gizi/nutrisi sehari-hari? Apakah sudah terpenuhi? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Kurang terpenuhi Cukup terpenuhi Terpenuhi Lebih terpenuhi Sangat terpenuhi
a. b. c. d. e.
Kurang terpenuhi Cukup terpenuhi Terpenuhi Lebih terpenuhi Sangat terpenuhi
6. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan dalam bidang ulat sutera dan berapa kali dalam setahun? Jika pernah, apa saja bentuk pelatihan yang sudah pernah diberikan? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak pernah Pernah, 1 kali Pernah, 2 kali Pernah, 3 kali Pernah, lebih dari 3 kali
a. b. c. d. e.
Tidak pernah Pernah, 1 kali Pernah, 2 kali Pernah, 3 kali Pernah, lebih dari 3 kali
Bentuk pelatihan : 7. Adakah keterampilan atau pekerjaan lain yang anda miliki? Jika ada, apakah keterampilan tersebut? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak ada Ada, tidak tetap, sedikit Ada, tidak tetap, banyak Ada, tetap, dan sedikit Ada, tetap, dan banyak
a. b. c. d. e.
Tidak ada Ada, tidak tetap, sedikit Ada, tidak tetap, banyak Ada, tetap, dan sedikit Ada, tetap, dan banyak
Keterampilan :
8. Adakah keikutsertaan anggota keluarga dalam membantu usaha ulat sutera? Jika ada, berapa orang yang membantu usaha tersebut dalam sehari? Sebelum Sesudah a. b. c. d.
Tidak ada Ada, tidak tetap, 1 orang Ada, tetap, 1 orang Ada, tetap, 2 orang
a. b. c. d.
Tidak ada Ada, tidak tetap, 1 orang Ada, tetap, 1 orang Ada, tetap, 2 orang
83
e. Ada, semua anggota keluarga
e. Ada, semua anggota keluarga
9. Apa saja kepemilikan barang/teknologi yang anda sering gunakan dalam sehari-hari? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Radio TV, Sepeda, Handphone Kulkas, Mesin cuci Motor, Laptop Mobil
a. b. c. d. e.
Radio TV, Sepeda, Handphone Kulkas, Mesin cuci Motor, Laptop Mobil
10. Bagaimana kondisi pengangguran disekitar desa dan pengaruh adanya PSA Regaloh terhadap pengangguran? Jika anda bukan pengangguran (bekerja), bergerak dibidang apa? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Banyak sekali Banyak Relatif banyak Sedikit Tidak ada
a. b. c. d. e.
Banyak sekali Banyak Relatif banyak Sedikit Tidak ada
Bekerja di bidang :
II. Natural Capital 1. Bagaimana status kepemilikan lahan dan bangunan untuk budidaya ulat sutera yang anda miliki? Berapa luas lahan dan bangunan tersebut? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Lahan negara Lahan desa Sewa Milik keluarga/Warisan Milik pribadi
a. b. c. d. e.
Lahan negara Lahan desa Sewa Milik keluarga/Warisan Milik pribadi
2. Bagaimana kondisi kesuburan tanah disekitar dari adanya tempat usaha ulat sutera? Sebelum Sesudah a. Tidak subur b. Kurang subur c. Relatif subur
a. Tidak subur b. Kurang subur c. Relatif subur
84
d. Subur e. Sangat subur
d. Subur e. Sangat subur
3. Darimana sumber air diperoleh? Sebelum a. b. c. d. e.
Sesudah
Hujan Sungai Saluran mata air Sumur Pompa
a. b. c. d. e.
Hujan Sungai Saluran mata air Sumur Pompa
4. Adakah bentuk upaya pelestarian yang dilakukan untuk menjaga kelestarian alam sekitar? Jika ada, bentuk upaya apakah yang dilakukan? Misal: Tanam pohon, menggunakan pupuk organik, rotasi lahan, dll. Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak ada Pernah, 1 kali Pernah, 2 kali Pernah, kadang-kadang Pernah, sering
a. b. c. d. e.
Tidak ada Pernah, 1 kali Pernah, 2 kali Pernah, kadang-kadang Pernah, sering
Upaya pelestarian alam :
5. Pernahkan mengalami kegagalan selama pemeliharaan ulat sutera dan seberapa sering terjadi? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Sangat sering Relatif sering Pernah, beberapa kali Pernah sekali Tidak pernah
a. b. c. d. e.
Sangat sering Relatif sering Pernah, beberapa kali Pernah sekali Tidak pernah
6. Bagaimana pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari usaha ulat sutera? Seperti : Pupuk, kerajinan tangan, produk pangan, dll Sebelum Sesudah a. Tidak ada b. Pernah dimanfaatkan c. Kadang-kadang dimanfaatkan d. Relatif dimanfaatkan e. Sering dimanfaatkan
a. Tidak ada b. Pernah dimanfaatkan c. Kadang-kadang dimanfaatkan d. Relatif dimanfaatkan e. Sering dimanfaatkan
85
III. Social Capital 1. Ada berapa jenis kelompok petani mitra yang ada di desa ini? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e. 2.
Tidak ikut Iya, Sebagai anggota pasif Iya, Sebagai anggota aktif Iya, Sebagai fasilitator Iya, Sebagai pengurus
a. b. c. d. e.
Tidak ikut Iya, Sebagai anggota pasif Iya, Sebagai anggota aktif Iya, Sebagai fasilitator Iya, Sebagai pengurus
Tidak baik/erat Cukup baik/erat Relatif baik/erat Baik /erat Sangat baik/erat
a. b. c. d. e.
Tidak baik/erat Cukup baik/erat Relatif baik/erat Baik/erat Sangat baik/erat
Bagaimana keberadaan program pemberdayaan masyarakat yang diberikan baik dari PSA Regaloh maupun dari dinas terkait? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
5.
1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 kelompok Lebih dari 4 kelompok
Bagaimana hubungan antar masyarakat/petani mitra disekitar tempat usaha? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
4.
a. b. c. d. e.
Apakah anda mengikuti salah satu kelompok tersebut dan apa perannya? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
3.
1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 kelompok Lebih dari 4 kelompok
Tidak ada Ada, Tidak aktif Ada, Kurang aktif Ada, Aktif Ada, Sangat aktif
a. b. c. d. e.
Tidak ada Ada, Tidak aktif Ada, Kurang aktif Ada, Aktif Ada, Sangat aktif
Bagaimana keberadaan lembaga sosial masyarakat yang ada disekitar usaha sutera? Misal : Kelompok tani sutera, kelompok ibu-ibu PKK, dan lain-lain. Sebelum Sesudah a. Tidak ada b. Ada, Tidak aktif c. Ada, Kurang aktif
a. Tidak ada b. Ada, Tidak aktif c. Ada, Kurang aktif
86
d. Ada, Aktif e. Ada, Sangat aktif
d. Ada, Aktif e. Ada, Sangat aktif
Lembaga sosial :
6.
Bagaimana keterlibatan anda dalam mekanisme proses pengambilan keputusan? a. b. c. d. e.
7.
Sebelum Tidak terlibat Ikut terlibat dan tidak punya suara Ikut terlibat dan mengikuti hasil keputusan pimpinan Ikut terlibat dan memberikan suara Ikut terlibat dan menentukan pengambilan keputusan
a. b. c. d. e.
Sesudah Tidak terlibat Ikut terlibat dan tidak punya suara Ikut terlibat dan mengikuti hasil keputusan pimpinan Ikut terlibat dan memberikan suara Ikut terlibat dan menentukan pengambilan keputusan
Apakah pernah terjadi konflik atau perselisihan antar masyarakat/petani ? jika pernah, seberapa sering dan apa pemicu perselisihan tersebut? a. b. c. d. e.
Sebelum Sering berselisih Pernah, lebih dari 2 kali Pernah, 2 kali Pernah, 1 kali Tidak pernah
a. b. c. d. e.
Sesudah Sering berselisih Pernah, lebih dari 2 kali Pernah, 2 kali Pernah, 1 kali Tidak pernah
Penyebab perselisihan :
IV. Physical Capital 1. Bagaimana kondisi keamanan rumah dan bangunan usaha ulat sutera? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak aman dan kuat Kurang aman dan kuat Cukup aman dan kuat Aman dan kuat Sangat aman dan kuat
a. b. c. d. e.
Tidak aman dan kuat Kurang aman dan kuat Cukup aman dan kuat Aman dan kuat Sangat aman dan kuat
2. Bagaimana kondisi akses terhadap fasilitas air bersih dan sanitasi warga?
87
Sebelum a. b. c. d. e.
Cukup sulit Sulit Relatif mudah Mudah Lebih mudah
Sesudah a. b. c. d. e.
Cukup sulit Sulit Relatif mudah Mudah Lebih mudah
3. Bagaimana kondisi jalan raya menuju PSA Regaloh ? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Jalan tanah Jalan sirtu Jalan semi aspal Jalan aspal Jalan beton
a. b. c. d. e.
Jalan tanah Jalan sirtu Jalan semi aspal Jalan aspal Jalan beton
4. Bagaimana kondisi keterjangkauan infrastruktur komunikasi? Seperti: Jaringan telepon, HP, telepon rumah, sinyal internet. Sebelum a. b. c. d. e.
Tidak terjangkau Sulit terjangkau Cukup terjangkau Mudah terjangkau Lebih mudah terjangkau
Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak terjangkau Sulit terjangkau Cukup terjangkau Mudah terjangkau Lebih mudah terjangkau
5. Bagaimana kelengkapan alat produksi usaha ulat sutera dan darimana alat tersebut diperoleh ? Misal: pupuk, pakan, kaporit, kapur, densifektan, dll Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak lengkap Kurang lengkap Cukup lengkap Lengkap Sangat lengkap
a. b. c. d. e.
Tidak lengkap Kurang lengkap Cukup lengkap Lengkap Sangat lengkap
Diperoleh dari :
6. Bagaimana teknologi produksi ulat sutera yang digunakan selama ini dan darimana teknologi tersebut diperoleh? Sebelum Sesudah
88
a. b. c. d. e.
Tidak ada Semi tradisional Tradisional Semi modern Modern
a. b. c. d. e.
Tidak ada Semi tradisional Tradisional Semi modern Modern
Diperoleh dari :
V. Financial Capital 1. Bagaimana dampak dari keikutsertaan menjadi petani mitra terhadap pendapatan/penghasilan yang diperoleh? Berikan alasan. Sebelum Semakin menurun Menurun Relatif tetap Meningkat Semakin meningkat
a. b. c. d. e.
a. b. c. d. e.
Sesudah Semakin menurun Menurun Relatif tetap Meningkat Semakin meningkat
Alasan : 2. Bagaimana pola pengeluaran anda jika dibandingkan sebelum dan sesudah menjadi bagian dari petani mitra? Berikan alasan. a. b. c. d. e.
Sebelum Semakin berkurang Berkurang Relatif tetap Bertambah Semakin meningkat
a. b. c. d. e.
Sesudah Semakin berkurang Berkurang Relatif tetap Bertambah Semakin bertambah
Alasan : 3. Apa saja jenis layanan lembaga keuangan yang sering anda akses untuk memberikan modal investasi? Berikan alasan. a. b. c. d. e.
Sebelum Tidak ada Pegadaian Koperasi Bank Mikro Perbankan
Alasan :
a. b. c. d. e.
Sesudah Tidak ada Pegadaian Koperasi Bank Mikro Perbankan
89
4. Bagaimana pengaruh besaran pendapatan yang anda gunakan untuk tabungan? Sebelum Sesudah a. b. c. d. e.
Tidak ada Berkurang Tetap Bertambah Semakin bertambah
a. b. c. d. e.
Tidak ada Berkurang Tetap Bertambah Semakin bertambah
C. Strategi Pengembangan Usaha Pada bagian C, Bapak/Ibu dimohon untuk saling berbagi dan memberikan informasi, pendapat, dan saran yang digunakan untuk menentukan stategi atau kebijakan yang dapat meningkatkan pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh ini agar lebih maju dan keberlanjutan. Dari masukan strategistrategi yang disampaikan, nantinya akan dipilih dan diprioritaskan strategi yang bisa dilakukan guna mendukung pengembangan usaha sutera alam. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
90
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Cara/Strategi Pengembangan Usaha INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 No :
Tanggal : KUESIONER PENELITIAN “Para Pakar di Bidang Usaha Ulat Sutera”
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan penelitian mengenai : Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis di Pengusahaan Sutera Alam Regaloh, Kabupaten Pati Data yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Penggunaan Proses Hierarki Analitik Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh Kabupaten Pati Nama Penilai : Pekerjaan : Jabatan : Tanda Tangan : Oleh : Ika Putri Rahmadani PENGANTAR Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk menentukan alternatif Strategi kebijakan Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh, Kabupaten Pati. Landasan utama pengisian kuesioner ini adalah Hierarki (Structure AHP) dengan komponen-komponen yang telah disusun berdasarkan pendapat ahli (pakar). Hierarki dapat dilihat pada Gambar 1. PETUNJUK PENGISIAN I. UMUM 1. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuisioner. 2. Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan Pengembangan Usaha Sutera Alam. 3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen dalam satu level hierarki yang berkaitan dengan komponenkomponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II. 4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
91
Tujuan
Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam PSA Regaloh
Kriteria
Produktivitas
Alternatif
Peningkatan kualitas telur
Sumberdaya Manusia
Sarana dan Prasarana
Perbaikan Tempat Pemeliharaan Ulat Sutera
Penambahan Pegawai
Keberlanjutan Kebun Murbei
Pemberdayaan masyarakat
Gambar 1. Hierarki penentuan alternatif pengembangan usaha agribisnis sutera alam di PSA Regaloh II. SKALA PENILAIAN Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut : Nilai Keterangan 1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari pada B 2,4, 6, 8, atau Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan 1/2, 1/4, 1/6, 1/8 patokan diatas Contoh Pengisian : Misalkan terdapat tiga elemen yang mempengaruhi investasi yaitu faktor C, D, dan E, Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut: Elemen A C D E F
C 1
Elemen B D E (a) 1 (b) ...3 ... ... /3 ... 1 ...4... 1
F ...2... ...7... ...1/2... 1
Keterangan Nilai Pada (a) : Faktor C sedikit lebih penting dari D Nilai Pada (b) : Faktor E sedikit lebih penting dari C Perhatian : Konsistensi penilaian sangat penting untuk diperhatikan
:
92
Bagian I Dalam pengisian kuisioner dalam tabel 1 dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting dari elemen kriteria A dengan elemen kriteria B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran kuisioner yaitu memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Nilai Keterangan 1 Kriteria A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A) 5 A jelas lebih penting dari B 1/5 Kebalikannya (B jelas lebih pentimg dar A) 7 A sangat jelas lebih penting dari B 1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A) 9 A mutlak lebih penting dari pada B 1/9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A) 2,4, 6, 8, atau Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan 1/2, 1/4, 1/6, 1/8 patokan diatas Tabel 1. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Kriteria dibawah ini berdasarkan Fokus Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh
Elemen Faktor A Produktivitas Sarana dan Prasarana Sumberdaya Manusia
Produktivitas 1
Elemen Faktor B Sarana dan Prasarana ..... 1
Sumberdaya Manusia ..... ..... 1
Bagian II Dalam pengisian kuisioner dalam tabel 2 sampai 6 di bawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting dari elemen alternatif A dengan elemen alternatif B, berdasarkan kriteria yang ada, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran kuisioner yaitu memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Nilai Keterangan 1 Alternatif A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A) 5 A jelas lebih penting dari B 1/5 Kebalikannya (B jelas lebih pentimg dar A) 7 A sangat jelas lebih penting dari B 1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A) 9 A mutlak lebih penting dari pada B
93
1/9 2,4, 6, 8, atau 1/2, 1/4, 1/6, 1/8
Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A) Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan patokan diatas
Tabel 2. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor dalam Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh dibawah ini berdasarkan kriteria Produktivitas. Elemen Faktor B Peningka Perbaikan Elemen Faktor tan tempat Penambahan Keberlanjutan Pemberdayaan A kualitas pemelihara pegawai kebun murbei masyarakat telur an ulat Peningkatan 1 ..... ..... ..... ..... kualitas telur Perbaikan tempat ..1... ..... ..... ..... pemeliharaan ulat Penambahan ..... 1 ..... ..... pegawai Keberlanjutan 1 ..... kebun murbei Pemberdayaan 1 masyarakat Tabel 3. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor dalam Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh dibawah ini berdasarkan kriteria Sarana dan Prasarana. Elemen Faktor B Elemen Faktor A Peningkatan kualitas telur Perbaikan tempat pemeliharaan ulat Penambahan pegawai Keberlanjutan kebun murbei Pemberdayaan masyarakat
Peningka tan kualitas telur
Perbaikan tempat pemelihara an ulat
1
.....
.....
.....
.....
..1...
.....
.....
.....
.....
1
.....
.....
1
.....
Penambahan Keberlanjutan pegawai kebun murbei
Pemberdayaan masyarakat
1
94
Tabel 4. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor dalam Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh dibawah ini berdasarkan Kriteria Sumberdaya Manusia. Elemen Faktor B Elemen Faktor A Peningkatan kualitas telur Perbaikan tempat pemeliharaan ulat Penambahan pegawai Keberlanjutan kebun murbei Pemberdayaan masyarakat
Peningka tan kualitas telur
Perbaikan tempat pemelihara an ulat
1
.....
.....
.....
.....
..1...
.....
.....
.....
.....
1
.....
.....
1
.....
Penambahan Keberlanjutan pegawai kebun murbei
Pemberdayaan masyarakat
1
95
Lampiran 4. Perhitungan border price input tradable Perhitungan Border price kapur tohor Uraian
Nilai
Harga CIF (USS/ton) (a) Exchange rate (Rp/USS) (b) Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) Transportasi and handling Port - Province (e) Provinci-Kabupaten (f) Handling (g) Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) Processing Convertion Factor (%) (i) Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k)
166 13 395 2 220 385 2 220 30 35 28 2 127 100% 2 127 20 2 147
Perhitungan Border price kaporit Uraian Harga CIF (USS/ton) (a) Exchange rate (Rp/USS) (b) Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) Transportasi and handling Port - Province (e) Provinci-Kabupaten (f) Handling (g) Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) Processing Convertion Factor (%) (i) Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k)
Nilai 480 13 395 6 428 109 6 428 30 35 28 6 335 100% 6 335 20 6 355
96
Perhitungan Border price pupuk urea Uraian Harga CIF (USS/ton) (a) Exchange rate (Rp/USS) (b) Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) Transportasi and handling Port - Province (e) Provinci-Kabupaten (f) Handling (g) Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) Processing Convertion Factor (%) (i) Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k)
Nilai 400 13 395 5 358 000 5 358 30 35 28 5 266 100% 5 266 20 5 286
Perhitungan Border price pupuk SP 36 Uraian Harga CIF (USS/ton) (a) Exchange rate (Rp/USS) (b) Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) Transportasi and handling Port - Province (e) Provinci-Kabupaten (f) Handling (g) Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) Processing Convertion Factor (%) (i) Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k)
Nilai 230 13 395 3 080 850 3 081 30 35 28 2 988 100% 2 988 20 3 008
97
Lampiran 5. Hasil perhitungan sustainable livelihood petani ulat Keterangan Human Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10
Sebelum menjadi Petani Ulat Sutera Jumlah Jawaban Nilai Jawaban A B C D E A B C D 0 57 0 17 1 0 114 0 68 23 11 10 8 23 23 22 30 32 1 18 46 10 0 1 36 138 40 0 0 0 2 73 0 0 0 8 10 15 50 0 0 10 30 150 0 75 0 0 0 0 75 0 0 0 1 74 0 0 0 1 148 0 0 6 5 32 6 26 6 10 96 24 16 49 4 6 0 16 98 12 24 38 29 8 0 0 38 58 24 0 Total Nilai
Bobot
Jumlah
E 5 115 0 365 0 0 0 130 0 0
0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027
4,98667 5,92000 5,73333 9,94667 5,06667 2,00000 3,97333 7,09333 4,00000 3,20000 51,92000
Natural Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6
35 0 34 75 0 75
0 1 12 0 1 0
0 23 0 0 0 0
2 38 35 49 2 0 29 0 34 0 0 75 0 74 0 0 0 75 Total Nilai
0 2 24 0 2 0
0 69 0 0 0 0
8 196 116 0 0 0
190 10 0 0 370 0
0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044
10,35556 12,31111 7,73333 3,33333 16,53333 3,33333 53,60000
Social Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7
0 72 0 75 7 75 0
0 0 1 0 1 0 1
0 3 31 0 2 0 0
0 75 0 0 0 72 43 0 0 0 0 75 65 0 7 0 0 75 2 72 0 Total Nilai
0 0 2 0 2 0 2
0 9 93 0 6 0 0
0 0 172 0 260 0 8
375 0 0 0 0 0 360
0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038
14,28571 3,08571 10,17143 2,85714 10,47619 2,85714 14,09524 57,82857
Physical Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6
0 4 44 7 1 0
0 10 12 16 17 8
12 58 17 46 27 47
63 0 0 3 0 4 2 0 44 6 0 7 30 0 1 15 5 0 Total Nilai
0 20 24 32 34 16
36 174 51 138 81 141
252 12 8 24 120 60
0 0 0 0 0 25
0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044
12,80000 9,33333 5,64444 8,93333 10,48889 10,75556 57,95556
Financial Capital Pertanyaan 1 0 Pertanyaan 2 0 Pertanyaan 3 56
9 2 2
59 31 12
6 41 0
18 4 4
177 93 36
24 164 0
5 5 20
0,067 0,067 0,067
14,93333 17,73333 7,73333
1 1 4
0 0 56
98
Pertanyaan 4
40
11
Keterangan Human Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10
A 0 19 0 3 0 50 0 6 0 0
Natural Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6
75 0 23 0 0 47
21
3 0 40 Total Nilai
22
63
12
Setelah menjadi Petani Ulat Sutera Jumlah Jawaban Nilai Jawaban B C D E A B C D 33 6 32 4 0 66 18 128 13 9 12 22 19 26 27 48 14 17 42 2 0 28 51 168 4 1 9 58 3 8 3 36 1 32 39 3 0 2 96 156 4 6 3 12 50 8 18 12 15 0 48 12 0 30 0 192 3 46 9 11 6 6 138 36 13 4 55 3 0 26 12 220 0 1 74 0 0 0 3 296 Total Nilai 0 3 12 0 23 0
0 44 0 0 39 1
0 27 40 2 4 1
0 1 0 73 9 26
75 0 23 0 0 47
0 6 24 0 46 0
0 132 0 0 117 3
0 108 160 8 16 4
0
0,067
9,13333 49,53333
Bobot
Jumlah
E 20 110 10 290 15 60 60 55 15 0
0,026667 0,026667 0,026667 0,026667 0,026667 0,026667 0,026667 0,026667 0,026667 0,026667
6,186667 6,133333 6,853333 9,066667 7,173333 3,946667 7,52 6,426667 7,28 7,973333 68,56
0 5 0 365 45 130
0,044444 0,044444 0,044444 0,044444 0,044444 0,044444
3,333333 11,15556 9,2 16,57778 9,955556 8,177778
Total Nilai Social Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Physical Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6
58,4
0 0 0 52 5 18 0
0 9 0 4 7 15 0
0 63 17 19 7 18 0
0 0 57 0 56 20 20
75 3 1 0 0 4 55
0 0 0 0 18 189 0 0 51 52 8 57 5 14 21 18 30 54 0 0 0 Total Nilai
0 0 228 0 224 80 80
375 15 5 0 0 20 275
0,038095 0,038095 0,038095 0,038095 0,038095 0,038095 0,038095
14,28571 8,457143 10,81905 4,457143 10,05714 7,695238 13,52381 69,29524
0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0
43 6 0 27 25 0
32 60 75 45 45 2
0 9 0 2 5 73
0 0 129 0 0 18 0 0 0 0 2 81 0 0 75 0 0 0 Total Nilai
128 240 300 180 180 8
0 45 0 10 25 365
0,044444 0,044444 0,044444 0,044444 0,044444 0,044444
11,42222 13,46667 13,33333 12,13333 12,44444 16,57778 79,37778
99
Financial Capital Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4
0 0 48 41
3 0 0 10
25 25 6 15
44 24 2 7
3 26 19 1
0 6 75 0 0 75 48 0 18 41 20 45 Total Nilai
176 96 8 28
15 130 95 5
0,066667 0,066667 0,066667 0,066667
Kesimpulan perhitungan sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera: Sustainable Livelihood Human Capital Natural Capital Social Capital Physical Capital Financial Capital Total
Sebelum 51.92 53.60 57.83 57.96 49.53 270.84
∆ Perubahan 16.64 4.80 11.47 21.42 33.73 88.06
Sesudah 68.56 58.40 69.30 79.38 83.27 358.90
Hasil Analisis Sustainable Livelihood Petani Ulat Sutera Human CapitalSetelah Sebelum 100,00 80,00 60,00 Financial Capital
83,27 49,53
40,00 20,00
68,56 51,92 53,60
58,40
Natural Capital
0,00
57,96 79,38 Physical Capital
57,83 69,30 Social Capital
23,8 20,13333 11,33333 28 83,26667
Lampiran 6. Cash Flow Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh
100
100
101
101
102
102
103
103
104
Lampiran 7. Struktur Organisasi PSA Regaloh
104
105
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Perkebunan murbei tanpa tumpang sari
Gambar 2. Perkebunan Murbei dengan tumpang sari
Gambar 3. Tanaman murbei
Gambar 4. Gedung pemeliharaan ulat kecil
Gedung 5. Gedung pemeliharaan ulat
Gedung 6. Pabrik pemintalan benang
besar
106
Gambar 7. Rak pemeliharaan ulat
Gambar 8.Petani ulat sutera
Gambar 9. Seriframe
Gambar 10. Mesin Boiling
Gambar 11. Mesin Reeling
Gambar 12. Mesin Rereeling
107
Gambar 13. Mesin Winding
Gambar 14. Mesin Twisting
Gambar 15. Mesin Doubling
Gambar 16. Mesin Vacum Heat Setter
Gambar 17. Alat Pengepresan
Gambar 18. Benang Sutera
108
Gambar 19. Peta Wilayah Perkebunan Murbei
Gambar 20. Kantor PSA Regaloh
109
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ika Putri Rahmadani, lahir di Kota Pati pada tanggal 16 Februari 1994 dari ayah Sutrimo dan Ibu Kristiana Puji Ernawati. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memiliki satu orang adik laki-laki yang bernama Adhitya Luchy Christiawan. Pendidikan awal yang diikuti penulis dimulai di SD Negeri 2 Wedarijaksa selama enam tahun pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2006. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2009 di SMP Negeri 1 Pati. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Pati. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) pada tahun 2012-2013. Pada tahun 2012-2013, penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman dan IPB Political School (IPS). Pada tahun 2013-2014, penulis aktif dalam Organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (DPM FEM) sebagai staff Komisi I. Selanjutnya, pada tahun 2014-2015, penulis tergabung dalam Organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM KM IPB) sebagai Bendahara Komisi II serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Dan terakhir, penulis juga aktif dalam Organisasi Korps Himpunan Islam Wati (KOHATI) Cabang Bogor sebagai Ketua Devisi Pengembangan Sumberdaya Organisasi Periode 2015-2016. Selain itu, penulis pun aktif dalam program kreativitas mahasiswa (PKM) khususnya PKM-P dan berhasil didanai dikti pada tahun 2015 serta berbagai kepanitian baik dilingkup fakultas maupun universitas.