ANALISIS DAYA SAING EKSPOR LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Ratna Kania1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Hj. Enok Sumarsih2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Unang3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRACT The Study is aimed to see the export development of Indonesian pepper and its market structure . In addition, this study also aimed to see Indonesia as one of the largest exporting country, whether it has a comparative or competitive advantage for the product. The results of this study demonstrates that the development of Indonesian pepper export in the period 20012010 fluctuated. Market structure on the pepper trade in the international markets pointed to an oligopoly market structure with moderate levels of market concentration, the Herfindahl Index was 1622 with concentration ratio values ranging from 68 percent. From the aspect of comparative advantage during the same period Indonesia has a comparative advantage, Indonesia ranked second after Vietnam. On the otherhand the competitive advantage in the period showed a decrease of market share and the competitiveness weakened. Key Words: Pepper, competitivness, market structure, export, international market.
ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk untuk melihat perkembangan ekspor lada Indonesia serta untuk mengetahui struktur pasar yang terbentuk pada komoditas lada di pasar internasional. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah Indonesia, sebagai salah satu negara pengekspor lada terbesar memiliki keunggulan untuk produk tersebut, baik secara komparatif maupun kompetitif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deret waktu tahun 2001-2010. Hasil yang diperoleh pada penelitian membuktikan perkembangan ekspor lada Indonesia berfluktuasi, struktur pasar pada perdagangan lada di pasar internasional menunjuk ke arah oligopoli dengan tingkat konsentrasi pasar sedang, nilai rata-rata harfindahl Index pada tahun 2001-2010 sebesar 1.622 dengan nilai rasio konsentrasi berkisar 68 persen, Dari aspek keunggulan komparatif selama periode yang sama Indonesia memiliki keunggulan komparatif, Indonesia menempati peringkat kedua setelah Vietnam. sebaliknya aspek keunggulan kompetitif pada periode tersebut menunjukan penurunan pangsa pasar dan daya saing yang melemah. Kata Kunci: Lada, Daya saing, Struktur pasar, Ekspor, Pasar internasional.
1
I.
PENDAHULUAN Peranan sub sektor perkebunan bagi
perekonomian nasional tercermin dari
realisasi pencapaian PDB yang mencapai Rp. 106,19 triliun (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2008 atau berkontribusi 14,89% dari total PDB sektor pertanian secara luas. Sementara, peranan ekspor komoditas perkebunan pada tahun 2008 memberikan sumbangan surplus neraca perdagangan bagi sektor pertanian sebesar US$ 22,83 milyar dimana sub sektor lainnya mengalami defisit (Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2009). Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang berpeluang untuk menguasai pasar internasional, hal ini dikarenakan komoditas perkebunan pada umumnya merupakan komoditas ekspor. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 menyebutkan terdapat 39 komoditas pertanian yang ingin dipacu produksinya (Kementrian Pertanian, 2009). Dari jumlah tersebut terdapat 14 komoditas yang pengembangannya bukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan tetapi lebih kepada substitusi impor, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri, serta pengembangan ekspor. Tabel 1. Perbandingan Produksi Tanaman Perkebunan Indonesia
1
Tanaman Perkebunan Kopi
2
Lada
77,586
3
Teh
146,858
4
Kapas
1,672
12,929
20,523
5
Panili
3,768
3,177
3,182
6
Pala
3,768
3,177
3,182
No
2006 682,158
2007
2008
676,476 682,938 74,194
79,790
150,623 150,851
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Lada merupakan salah satu komoditas yang menjadi target pengembangan walaupun bukan komoditas unggulan namun memiliki potensi pasar yang cukup luas, terutama di pasar ekspor. Tidaklah mengherankan jika lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa. Hal ini mengingat produksi maupun volume ekspor lada Indonesia cukup besar di pasar internasional padahal pertanaman lada di Indonesia sebagian besar
2
diusahakan oleh rakyat yang dicirikan oleh pola pengelolaan yang tradisional, dengan produk utama yang dihasilkan dalam bentuk lada asalan. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2012) Produksi dan perdagangan lada dunia saat ini dikuasai oleh tujuh negara, yaitu Brazil, Vietnam, Indonesia, India, China, Srilanka, Malaysia. Posisi Indonesia berada pada urutan ketiga dunia negara eksportir lada (putih dan hitam) setelah Vietnam dan Brazil. Pentingnya komoditas lada menyebabkan perlu penanganan yang tepat dalam pengembangan daya saing ekspor sehingga komoditas ini kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu penopang perekonomian nasional. Kinerja ekspor merupakan salah satu variabel utama dalam ekonomi makro, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan daya saing suatu negara sangat ditentukan oleh kinerja ekspornya. Atas dasar konsep ini maka analisis terhadap daya saing ekspor lada sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia penting untuk dilakukan.
II.
METODELOGI PENELITIAN Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, International Pepper Comunity, United Nation Commodity Trade, Kementrian Pertanian, studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Data yang akan dianalisis meliputi data nilai dan jumlah ekspor lada menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang berkaitan dengan pasar lada secara internasional. 2.1 Analisis Struktur Pasar Untuk menganalisis tingkat konsentrasi pasar yang dihadapi dari suatu komoditi dapat dilakukan dengan alat analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR). Dari analisis tingkat konsentrasi pasar akan dapat diketahui struktur atau bentuk pasar yang dihadapi dari perdagangan komoditi lada yang pada akhirnya dapat menentukan tingkat persaingan yang dihadapi. Selain itu, analisis konsentrasi pasar dengan menggunakan Herfindahl Index dan Cocentration Ratio juga memperhitungkan pangsa pasar dari masing-masing negara di dunia yang terlibat dalam perdagangan lada di pasar internasional. Pangsa pasar lada diperoleh dengan membandingkan ekspor lada suatu negara dengan total ekspor lada keseluruhan negara. Pangsa
pasar
yang
dilakukan
menggunakan
formula
sebagai
berikut
(Ratnawati,2011): 3
Sij = Xij / TXj Keterangan, Sij
= Pangsa pasar lada negara i di pasar internasional
Xij
= Nilai ekspor lada negara i di pasar internasional
TXj
= Total nilai ekspor lada di pasar internasional Nilai Herfindahl Index merupakan hasil penjumlahan kuadrat pangsa pasar tiap
negara. Formula Herfindahl Index adalah sebagai berikut (Young, Philip K. Y., McAuley, John J,2007): π»πΌ = πππ12 + πππ22 + πππ32 + β― + ππππ2 Keterangan: HI = Herfindahl Index Sij
= pangsa pasar komoditi i (dalam hal ini adalah lada ) negara j di pasar internasional.
n
= Jumlah negara yang terlibat dalam perdagangan lada dunia Rasio konsentrasi pasar dirumuskan sebagai berikut (Young, Philip K. Y.,
McAuley, John J,2007): CR4 = Sij1 + Sij2 + Sij3 + Sij4 CR4
= Nilai konsentrasi pasar 4 produsen lada terbesar di pasar internasional
Sij
= Pangsa pasar lada negara i di pasar internasional.
Analisis Daya Saing A. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Daya saing dianalisis melalui keunggulan komparatif suatu negara secara nisbi terhadap dunia dengan menggunakan indeks
βRevealed Comparative Advantage
(RCA)β. Indeks RCA dirumuskan sebagai berikut (Siegfried Bender dan Kui-Wai Li, 2002) : πππ π
πΆπ΄ =
ππ
ππ ππ‘
Keterangan: Xik = Nilai ekspor komoditas lada dari negara i Xi = Nilai ekspor total dari negara i
4
Wk = Nilai ekspor komoditas lada di dunia Wt = Nilai ekspor total dunia
Meningkat atau menurunnya nilai RCA suatu negara menunjukan bahwa daya saing ekspor suatu negara menunjukan bahwa daya saing antar negara eksportir juga dapat dibandingkan berdasarkan nilai RCA masing masing negara.
B. Analisis ECI (Export Competitiveness Index) ECI dapat dirumuskan sebagai berikut (Saboniene, 2009 dalam Ratnawati, 2011): πΈπΆπΌππ =
πππ ππ€π‘ πππ ππ€π‘ β1
Keterangan: Xki
= Nilai ekspor komoditi lada oleh negara i
Xw
= Nilai ekspor dunia terhadap komoditi lada
t
= Periode berjalan
t-1
= Periode sebelumnya
Nilai ECI menunjukkan trend daya saing yang dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain untuk suatu komoditas tertentu. Dengan kata lain, nilai ini menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk bersaing dengan negara lain yang merupakan negara pesaingnya. Indeks ini juga dapat dilihat sebagai rasio pertumbuhan suatu negara untuk komoditas tertentu terhadap ratarata pertumbuhan komoditas tersebut pada pasar dunia.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan ekspor komoditas lada indonesia Sebagian besar produksi lada Indonesia lebih berorientasi ekspor dan dipasarkan keluar negeri sementara sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik.
5
300.000 200.000 Volume Ekspor
100.000
Nilai Ekspor US$
0 1970 1980 1990 2000 2010 2020 Gambar 1. Volume dan Nilai Ekspor Lada Indonesia Tahun 1980, 1990, dan 2001-2010 Sumber: International Pepper Community (IPC) ,2011
Ekspor lada Indonesia umumnya dalam bentuk biji kering dan lebih dari 50% produksi lada dalam negeri ditujukan untuk ekspor. Volume maupun nilai ekspor lada Indonesia sejak tahun 1970 sampai dengan 2010 tampak berfluktuasi (Gambar 1). Ekspor lada tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan volume sebesar 62.213 ribu ton dan nilai sebesar US$ 244.372 juta. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor tahun 19702010 meningkat sebesar 10.84% per tahun dan nilai ekspornya tumbuh rata-rata 64.76% per tahun. Luas areal tanaman lada yang diusahakan di Indonesia pada periode 1980- 2010 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-ratanya 4,36 % pertahun (Gambar 2) . Namun selama periode 2001-2010 secara keseluruhan terjadi penurunan areal lada Indonesia. Walaupun pada dekade tersebut terdapat peningkatan luas areal lada sebesar 35.491 persen pada tahun 2001-2002, tetapi setelah itu luas areal mengalami penurunan. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh serangan hama penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning selain itu juga disebabkan karena adanya konversi lahan tanaman lada kepenggunaan lainnya seperti pertambangan Timah (Daras Usman dan Pranowo D., 2009) Gambar 2. Produksi, Luas Areal Lada Indonesia Tahun 1980-2010 250000 200000 150000 100000 50000 0
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
1970 1980 1990 2000 2010 2020 Sumber: International Pepper Community (IPC) ,2011
6
1000 800 600 400 200 0 1970
1980
1990
2000
2010
2020
Gambar 3. Produktivitas Lada Indonesia Tahun 1980-2010 Sumber: International Pepper Community (IPC) dan Ditjen Perkebunan, 2011
Sejalan dengan peningkatan luas areal, total produksi lada Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 36.668 ton pada tahun 1980 menjadi 79.790 ton pada tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,08% per tahun (Gambar 2). Produksi lada nasional mencapai puncaknya pada tahun 2003, yaitu sebesar 90.71 ribu ton. Setelah tahun tersebut terjadi penurunan produksi. Perkembangan yang terjadi pada produksi dan luas areal juga berdampak pada perkembangan produktivitas, dimana perkembangannya dari tahun ke tahun berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Produktivitas lada tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 934 kg/ha dan terendah pada tahun 2004 yaitu sebesar 662 kg/ha (Gambar 3). 6000 5000 USD
4000 3000
lada hitam
2000
lada putih
1000 0 2004 2006 2008 2010 2012
Gambar 4. Harga Rata-Rata FOB Lada Putih dan Lada Hitam Indonesia Pada Tahun 2005-2011 Sumber: International Pepper Community (IPC), 2011
Sementara itu dari sisi harga, harga FOB lada hitam maupun putih periode 2005 2010 juga relatif berfluktuatif, namun memiliki rata-rata pertumbuhan meningkat. Harga sempat merosot pada tahun 2009 sampai -7.98 persen. Kondisi ini dapat terjadi
7
karena beberapa hal, antara lain faktor produksi, mutu, serta penawaran dan permintaan dunia (Triana, 2000). Struktur Pasar Dan Persaingan Lada di Pasar Internasional Pada periode 2001-2010, berdasarkan data yang diperoleh dari UN Comtrade (2011), jumlah negara yang bertindak sebagai eksportir lada cenderung mengalami peningkatan dari 103 negara hingga mencapai 112 negara. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam perdagangan lada di pasar internasional persaingannya semakin ketat seiring dengan bertambah banyaknya negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Meskipun demikian, Indonesia masih merupakan salah satu negara pengekspor dan produsen utama lada di dunia. Tabel 2. Hasil Analisis Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditas Lada di Pasar Internasional Tahun 2001-2010 Tahun
2001
Jumalah Negara Eksportir 103
Nilai Herfindahl Index 1.370
Nilai CR4 (%)
2002
102
1.354
62
2003
105
1.373
64
2004
112
1.715
63
2005
104
1.710
65
2006
98
1.566
66
2007
103
1.243
77
2008
99
2.891
75
2009
101
1.223
74
2010
107
1.771
72
Rata-Rata
103
1.622
68
60
Sumber: United Nations Commodity Trade (COMTRADE), 2012 (diolah)
Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis untuk empat negara produsen terbesar yaitu Vietnam, Indonesia, Brazil, dan india pada tahun 2001 β 2010, diperoleh nilai rata-rata Herfindahl Index sebesar 1.622 serta rata-rata nilai CR4 yang diperoleh adalah sebesar 68 persen. Dari hasil nilai CR4 tersebut dapat diketahui bahwa struktur pasar lada dunia diduga berupa struktur pasar oligopoli dimana rasio konsentrasi dari empat produsen terbesar memiliki nilai CR4 yang lebih dari 40 persen. Berdasarkan hasil analisis Herfindahl Index dan rasio konsentrasi dapat diambil kesimpulan bahwaa struktur pasar di pasar internasional merupakan struktur pasar 8
oligopoli dengan konsentrasi pasar yang sedang. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Nugroho (2004), struktur pasar lada di pasar internasional dalam kurun waktu 1992-2002 masih tetap berbentuk oligopoli, namun terdapat perubahan pada negara ekportir yang diteliti, pada saat itu empat negara produsen terbesar yang memiliki pangsa pasar yang besar adalah Indonesia, Brazil, India, dan Malaysia. Vietnam masuk sebagai negara pengekspor dan produsen utama dan menjadi negara eksportir lada nomor satu di dunia semenjak tahun 2001.
Struktur pasar oligopoli posisi Indonesia masih sebagai pengikut harga. Posisi ini menyebabkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan harga maupun produk tanpa terlebih dahulu mengacu kepada pemimpin pasar atau kepada pesaing-pesaing lainnya. Harga lada asal Vietnam lebih kompetitif sebab mereka lebih efisien dalam proses produksi. Biaya produksi lada rendah
86.000
dong/kg atau setara Rp39.000 (Theo BΓ‘o DΓ’n Viα»t,2012) dengan mutu yang bagus sedangkan lada Indonesia juga memiliki mutu yang bagus, tetapi biaya produksinya tinggi
dengan biaya produksi Rp 50.000/kg sehingga harganya kurang kompetitif
(Bangka Pos, 2012). Harga yang rendah, kualitas yang baik, dan produksi tinggi, membuat Vietnam kemudian menguasai pasar lada dunia.
Daya Saing Lada Indonesia Di Pasar Internasional Analisis Keunggulan Komparatif Negara-negara yang diperbandingkan dengan Indonesia dalam pengukuran Indeks RCA adalah empat negara produsen dan pengekspor lada yang menguasai pangsa pasar lada dunia yaitu Brazil, India, Malaysia, dan Vietnam. Indonesia dan keempat negara tersebut juga tergabung dalam organisasi produsen lada dunia yaitu International Pepper Community (IPC). Keempat negara tersebut merupakan negara yang berpotensi menjadi pesaing Indonesia dalam perdagangan lada di pasar internasional.
9
60 50 40 30
Brazil India Indonesia
20 10
Malaysia Vietnam
0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Gambar 5. Hasil Analisis RCA Lima Negara Eksportis Lada Tahun 2001-2010 Sumber: United Nations Commodity Trade (COMTRADE),2012 (diolah)
Berdasarkan pada hasil perhitungan nilai indeks RCA tersebut, dapat dilihat bahwa secara umum kelima negara eksportir lada masing-masing memiliki nilai RCA di atas nol. Hal ini mengindikasi bahwa baik Vietnam, Indonesia, Brazil India dan Malaysia masing-masing memiliki keunggulan komparatif terhadap lada dalam perdagangannya di pasar internasional. Keunggulan komparatif yang dimiliki Vietnam sebagai produsen terbesar cenderung tinggi. Indeks terbesar yang dimiliki Vietanam mencapai puncaknya di tahun 2005 dimana nilai ini mencapai angka
52,88.
Peningkatan tersebut terkait dengan peningkatan produksi lada Vietnam sebagai bentuk keberhasilan Vietnam dalam melakukan intensifikasi besar-besaran dan kebijakan subsidi yang diberikan pada petani lada setempat (Wijaya Adi dan Endang Tjitroresmi,2005) . Pada tahun 2010, lada Indonesia mempunyai niai Indeks RCA sebesar 13,71. Nilai ini mengalami penurunan dibandingkan nilai RCA tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena semakin kuatnya persaingan yang ditandai dengan peningkatan pangsa pasar negara produsen lada lainnya seperti India dan Brazil ( Gambar 6b). Nilai Indeks RCA Indonesia tertinggi diperoleh pada tahun 2003 yaitu sebesar 31,76 Indonesia mulai mengalami penurunan dari tahun 2004 yang terjadi karena penurunan nilai ekspor lada Indonesia seiring dengan penurunan yang terdapat pada produksi lada domestik. Apabila dibandingkan dengan negara produsen lainnya maka daya saing Indonesia menempati peringkat kedua setelah Vietnam. Pada Gambar 10 juga dapat diketahui bahwa Malaysia merupakan negara pengekspor lada dengan daya saing yang paling rendah dibandingkan dengan lima negara lainnya.
10
Pangsa pasar lada Indonesia rata-rata selama sepuluh tahun terakhir menempati posisi ke dua setelah Vietnam (Gambar 6a), namun demikian jika dilihat dalam kurun waktu tersebut tampak pangsa pasar lada Indonesia cenderung mengalami penurunan (Gambar 6b). Penurunan tersebut juga terkait dengan penurunan nilai ekspor lada Indonesia. Brazil
13% 7%
22%
India Indonesia
19%
33%
Malaysia Vietnam
6%
Lainnya
Gambar 6a. Rata-rata Pangsa Pasar (Market Share) Lima Negara Eksportir Komoditas Lada Tahun 2001-2010 50 40
Brazil
30
India
20
Indonesia
10
Malaysia
0
Vietnam
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Gambar 6b.Pangsa Pasar (Market Share) Lima Negara Eksportir Komoditas Lada Tahun 2001-2010 Sumber: United Nations Commodity Trade (COMTRADE),2012 (diolah)
Sama halnya dengan keunggulan komparatif Vietnam juga merupakan negara yang memiliki pangsa pasar terbesar dengan pangsa pasar tertinggi mencapai 40 persen pada tahun 2009 meskipun pada tahun 2010 pangsa pasarnya mengalami penurunan tetapi Vietnam masih menguasai pasar lada dunia hingga sekitar 35 persen. Diantara negara eksportir lainnya Malaysia memiliki pangsa pasar terendah. Sementara itu, pangsa pasar Brazil dan India dari tahun 2001 ke 2010 menurun dari 12,09 dan 6,92 menjadi 10,16 persen dan 5,23 persen. Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis Export Competitiveness Index dalam penelitian ini digunakan untuk melihat apakah negara-negara eksportir Lada memiliki keunggulan kompetitif dan daya 11
saing yang cukup kuat terhadap komoditas Lada. Nilai yang diperoleh menggambarkan trend pertumbuhan yang meningkat atau menurun. Gambar 9 memperlihatkan hasil perhitungan nilai ECI untuk negara eksportir utama Lada yang meningkat atau menurun.
1,6 1,4 1,2
Brazil
1
India
0,8
Indonesia
0,6 0,4
Malaysia
0,2
Vietnam
0 2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Gambar 7. Hasil Perhitungan Nilai ECI Untuk Negara Eksportir Utama Lada
Sumber: United Nations Commodity Trade (COMTRADE).2012
Berdasarkan perhitungan untuk lima negara eksportir terbesar dunia , pada tahun 2002 India, Indonesia dan Malaysia memiliki nilai indeks kurang dari 1 (satu). Hal ini mengindikasi bahwa komoditi lada India, Indonesia dan Malaysia mengalamai penurunan pangsa pasar dan daya saing yang lemah di pasar internasional. Sebaliknya Vietnam dan Brazil Memiliki nilai Indeks lebih dari satu hal itu berarti Vietnam dan Brazil memiliki pangsa pasar yang meningkat dan trend daya saing yang kuat di Pasar Internasional. Perkembangan dalam keunggulan kompetitif lada Indonesia dalam kurun waktu 2001-2010 mengalami trend pertumbuhan yang berfluktuatif. Pada tahun 2004, nilai ECI Indonesia bernilai 0,562 berada dibawah negara-negara eksportir lainnya, yang berarti lada Indonesia mengalami penurunan daya saing. Penurunan ini diperkirakan berkaitan erat dengan turunnya luas areal dan produktivitas tanaman yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama gangguan OPT dan fluktuasi harga lada (Agus Wahyudi, U. Daras, Bedi S, dan A. Rivail, 2009) . Namun pada tahun 2010 trend daya saing Indonesia meningkat sampai 1,978 melebihi keempat negara eksportir lada lainnya. Peningkatan tersebut sei ring dengan upaya pemerintah Indonesia dalam hal perbaikan
12
kinerja ekspor lada di pasar Internasional dengan pengadaan rehabilitasi pada tanaman yang rusak (Direktorat Jendral Perkebunan,2012). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1) Perkembangan ekspor komoditas lada Indonesia yang ditunjukan dengan volume dan nilai ekspor di pasar internasional berfluktuasi, dalam periode 2001-2010 nilai ekspor lada cenderung menurun hal ini karena adanya penurunan produksi dan produktivitas. Sedangkan harga FOB dalam ekspor lada cenderung meningkat. 2) Struktur pasar perdagangan lada menunjuk ke arah struktur pasar oligopoli dengan tingkat konsentrasi pasar sedang. 3) Indonesia memiliki keunggulan komparatif (RCA > 1), menempati posisi ke dua setelah vietnam. Sebaliknya nilai indeks Export Competitiveness Indeks (ECI) berfluktuasi, berarti daya saing lada Indonesia menghadapi penurunan pangsa pasar dan trend daya saing yang melemah. Saran Daya saing yang dimiliki terhadap komoditas lada Indonesia dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kualitas (mutu) produk, diferensiasi produk olahan, serta peningkatan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk.
DAFTAR PUSTAKA Agus Wahyudi, U. Daras, Bedi S, dan A. Rivail. 2009. Teknologi Peningkatan Produktivitas dan Mutu Lada. Sukabumi . Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Badan Pusat Statistik. 2010. Data Produksi Tanaman Perkebunan. Jakarta. Badan Pusat Statistik. Bangka Pos. 11 Juni 2012. Produksi Lada Menurun. www.cetak.bangkapos.com . Daras, Usman dan Pranowo D. 2009. Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung Dan
Alternatif Pemulihannya. Sukabumi. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri.
13
Direkterat Jendral perkebunan. 2012 . Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar; Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Lada. Jakarta. Kementrian Pertanian. International Pepper Community. www.ipcnet.org.
10
Juni
2012.
World
Pepper
Statistics.
Kementerian Pertanian. 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Jakarta. Kementerian Pertanian. Kementrian pertanian. 2012 . Laporan Kinerja Kementrian Pertanian Tahun 2011. Jakarta. Kementrian pertanian. Nugroho, Sabdo. 2004. Analisis Struktur Pasar Lada Dunia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ekspor Lada Indonesia. Fakultas Pertanian. Bogor.Institut Pertanian Bogor. Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2009. Outlook Komoditas Pertanian (Perkebunan). Jakarta. Departemen Pertanian. Ratnawati, Eka. 2011. Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia Di Pasar Internasional. Bogor. Departement Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB. Siegfried Bender dan Kui-Wai Li, 2002. Economic Grwoth Center:The Changing Trade and Revealed Comparative Advantages of Asian and Latin American Manufacture Exports. Yale University Theo BΓ‘o DΓ’n Viα»t. 9 maret 2012. TΓ’y NguyΓͺn: GiΓ‘ hα» tiΓͺu βnΓ³ngβ. www.tintaynguyen.com/tay-nguyen-gia-ho-tieu-βnongβ/1290/. Triana, Faridah. 2000. Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Penawaran dan Permintaan Lada Putih di Pasar Domestik dan Dunia. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. United Nation Statistics. 17 Juni 2012. United Nations Commodity Trade (COMTRADE) Statistics Database. http://unstats.un.org/unsd/comtrade8. Wijaya Adi dan Endang Tjitroresmi. 2005. Kinerja Usaha Perkebunan Indonesia di Era Otonomi Daerah . Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Young, Philip K. Y., McAuley, John J. 9 Mei 2012. www.quickmba.com.
Industry Concentration.
14