ANALISIS DAMPAK PENERAPAN IAS 41 DI INDONESIA (STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII DAN UNITED PLANTATIONS BERHAD) Fenny Farida, Rosinta Ria Panggabean Universitas Bina Nusantara, Jln. Kebon Jeruk Raya No. 9, (62-21) 5350660/5350644
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai analisis penerapan International Accounting Standard 41Agriculture yang telah di terapkan di Malaysia dan menujukkan dampak penerapan International Accounting Standard 41-Agriculture bagi Indonesia yang belum menerapkan. Analisis penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif komparatif melalui studi kasus pada perusahaan perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII di Indonesia dan salah satu perusahaan perkebunan yang terdaftar di bursa efek Malayasia United Plantations Berhad. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara dan dokumentasi pada PT. Perkebunan Nusantara VIII dan data sekunder berupa laporan tahunan pada tahun 2012 dan 2013 pada PT. Perkebunan Nusantara VIII dan United Plantations Berhad. Data ini diolah menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menemukan dampak penerapan analisis IAS 41 di Indonesia menggunakan analisis atas penerapan IAS 41 yang lebih dulu diterapkan oleh Malaysia. Hasil penelitian ini menujukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengakuan, penyajian dan pengungkapan aset biologis yang diterapkan oleh kedua perusahaan. Akan tetapi perbedaan pengukuran aset biologis antara PT. Perkebunan Nusantara VIII yang menggunakan model biaya dan United Plantations Berhad yang menggunakan nilai wajar menyebabkan perbedaan yang signifikan. Kata kunci: IAS 41, Aset Biologis, dan Perlakuan Akuntansi
ABSTRACT This study discusses the analysis of the application of International Accounting Standard 41-Agriculture which has been applied in Malaysia and shows the impact of the application of International Accounting Standard 41-Agriculture for Indonesia, which have yet to implement. The analysis of this study was conducted using comparative qualitative method through case studies on plantation company PT. PTPN VIII in Indonesia and one of the plantations companies which is listed in Malaysia stock exchange, United Plantations Berhad. The data used are primary data in the form of interviews and documentation on PT. PTPN VIII and secondary data in the form of annual reports in 2012 and 2013 at the PT. PTPN VIII and United Plantations Berhad. This data was processed using descriptive qualitative method to discover the impact of the application of IAS 41 in Indonesia analysis using an analysis of the application of IAS 41 were first adopted by Malaysia. Results of this study showed no significant difference between the recognition, presentation and disclosure of biological assets implemented by both companies. However, differences in measurement of biological assets between PT. PTPN VIII that the cost model and United Plantations Berhad fair value causes a significant difference. Keywords: IAS 41, Biological Asset, and Accounting Treatment
1
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Letaknya di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi, mengakibatkan berbagai tanaman dapat tumbuh subur sehingga Indonesia disebut sebagai negara agraris. Keadaan ini membuat Indonesia memiliki potensi alam yang tinggi untuk melakukan usaha dibidang perkebunan, pertanian, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional , dengan 15 BUMN yang tergabung didalamnya, yang terdiri dari PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga XIV dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PT. RNI), atas kepemilikan lahan tersebut , pada tahun 2014 PTPN mencatat penjualan Rp 47 triliun, laba bersih Rp 2,7 triliun dan ekuitas Rp 22 triliun. (BUMN, 2014) Dalam industri perkebunan aset biologis merupakan aset yang unik, karena mengalami transformasi mulai dari pertumbuhan, degenerasi, prokreasi sampai dengan hasil pertanian tersebut menghasilkan output. Karena mengalami transformasi biologis itulah diperlukan pengukuran yang dapat menunjukkan nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan ekonomis bagi perusahaan. Maka dari itu digunakan perlakuan akuntansi yang mencakup pengakuan, pengukuran dan penyajian serta pengungkapan aset biologis dalam laporan keuangan. Aset biologis tersebut juga akan dicatat dan diklasifikasikan mulai dari tanaman bibit hingga tanaman menghasilkan. Laporan keuangan merupakan hal yang fundamental untuk setiap perusahaan (Luwia, 2011). Dengan adanya globalisasi, negara-negara di dunia mulai mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS). Sehingga Indonesia pun secara perlahan menuju konvergensi tersebut. Karena adanya standar keuangan globalisasi, perusahaan besarpun yang multinasional secara bertahap menyajikan laporan keuangannya dari pencatatan, pengukuran, dan penyajiannya menurut IFRS agar bahasa penyajiannya mulai dimengerti oleh pengguna laporan keuangan di dunia. Terkait dengan akuntansi untuk industri perkebunan, IASB sebagai badan yang menyusun IFRS telah mengeluarkan aturan mengenai akuntansi perkebunan. Peraturan itu ada pada IAS 41 tentang Accounting for Agriculture Assets. Peraturan dalam IAS 41 melingkupi standar akuntansi yang bisa diterapkan pada sektor industri agrikultur. Standar ini dapat dijadikan bahan acuan bagi manajemen entitas perkebunan untuk menyusun laporan keuangannya sesuai dengan metode revaluasi atau nilai wajar ditengah keterbatasan standar pada SAK Indonesia. Standar ini mewajibkan perusahaan mencatat perubahan nilai wajar aset biologisnya di laba rugi. Jika standar ini berlaku, maka perusahaan dilarang mencatat aset biologisnya sebesar harga perolehan seperti yang terjadi saat ini. Sedangkan, penentuan nilai wajar aset biologis bukanlah hal yang mudah, terutama bagi komoditi perkebunan meliputi kopi, teh, pisang, dan kakao dimana Fair Value yang ditentukan pangsa pasar tidak mencerminkan dari nilai wajar yang dapat diukur secara nyata. Selain itu, bagi perusahaan perkebunan BUMN pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, dan penyajian aset biologis ditetapkan dalam pedoman akuntansi BUMN yang mencatat aset biologisnya berdasarkan harga perolehan berbeda dengan IAS 41 yang mengharuskan pencatatan aset biologis berdasarkan nilai wajar. Saat ini IAS 41 telah lebih dulu diadposi oleh negara Malaysia dengan menerbitkan Malaysian Financial Reporting Standard (MFRS)141, sedangkan bagi Indonesia IAS 41 masih menjadi agenda kerja dan dalam tahap proses pengadopsian, karena pengaturannya mengenai pengakuan, pengukuran dan penyajian biologis aset yang dinilai kurang relevan dengan kondisi perkebunan di Indonesia, untuk itu diperlukan pengkajian dalam penerapannya sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam penyajian laporan keuangan. Berkaitan latar belakang diatas, maka penulis mengambil pokok bahasan dengan judul “Analisis DampakPenerapan IAS 41 di Indonesia (Studi pada PT. Perkebunan Nusantara VIIIdanUnited Plantations Berhad)”
2
Beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas mengenai topik ini diantaranya yaitu (Anggraeningtyas & Istiningrum, 2013), dengan penelitian yang berjudul “Impelementasi International Accounting Standard (IAS) 41 Tentang Biological Assetpada PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) KebunGetas” menyimpulkan bahwa perlakuan akuntansi Biological Asset PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), yaitu pengakuan Biological Asset sebagai Aset Tetap dan produk agrikultur sebagai persediaan, pengukuran Biological Asset dan persediaan berdasarkan historical cost, penyajian Biological Asset pada neraca di pos aset tidak lancar dan persediaan pada neraca di pos aset lancar serta seluruh kegiatan operasi dan kebijakan perusahaan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dan perlakuan akuntansi Biological Asset berdasarkan IAS 41, yaitu pengakuan Biological Asset itu sendiri dan produk agrikultur sebagai persediaan, pengukuran Biological Asset berdasarkan nilai wajar setalah dikurang dengan estimasi biaya penjualan (fair value less cost to sell), penyajian Biological Asset pada neraca di pos aset tidak lancar dan persediaan pada neraca di pos aset lancar serta seluruh kegiatan operasi dan kebijakan perusahaan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan. Selanjutnya, menurut(Adita & Kiswara, 2012), melalui penelitiannya yang berjudul “Analisis Penerapan International Accounting Standard (IAS) 41 pada PT. Sampoerna Agro, Tbk” menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perlakuan akuntansi atas aset biologis sebelum dan setelah diterapkan IAS 41, tetapi terdapat peningkatan aset biologis ketika menerapkan IAS 41 karena tidak ada pengakuan tentang keberadaan akumulasi penyusutan dan penggunaan nilai wajar dalam penerapan IAS 41 lebih relevan. Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana standar akuntansi untuk aset biologis pada tanaman perkebunan selama masa pertumbuhan, degenerasi, produksi dan prokreasi serta pengakuan awal produksi agrikultural pada saat panen menurut standar IAS 41: Agriculture, Pedoman Akuntansi BUMN dan MFRS 141?
2.
Bagaimana perlakuan akuntansi pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan aset biologis pada tanaman perkebunan yang diterapkan PT. Perkebunan Nusantara VIII di Indonesia dan United Plantations Berhad di Malaysia?
3.
Apakah dampak yang terjadi sebagai akibat dari implementasi IAS 41: Agriculture bagi perusahaan di Indonesia ?
Karakteristik penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Jenis dari penelitiannya kualitatif.
2.
Penelitian ini melibatkan dua objek sebagai perbandingan
3.
Dimensi waktu melibatkan urutan waktu.
4.
Metode pengumpulan datanya adalah kontak langsung dengan wawancara dan dokumentasi, dan tidak langsung berupa data laporan keuangan perusahaan .
5.
Unit analisisnya yaitu, PT. Perkebunan Nusantara VII dan United Plantations Berhad.
HASIL DAN BAHASAN Analisis Perbandingan Standar Pedoman Akunansi BUMN, MFRS 141 dan IAS 41Agriculture IAS 41-Agriculture adalah sebuah standar yang diterbitkan oleh IASB yang mengatur perlakuan akuntansi atas aset biologis dari mulai pengakuan awal sampai dengan titik panen. MFRS 141 sebanding dengan 3
IAS 41 yang diterbitkan oleh IASB, termasuk tanggal efektif dan penerbitannya. Entitas yang mengikuti MFRS 141 akan secara bersamaan menyesuaikan dengan IAS 41. Untuk itu dalam melakukan analisis ini penulis menyatukan MFRS 141 dan IAS 41 secara bersamaan untuk dibandingkan dengan Pedoman Akuntansi BUMN (PA BUMN).
Tabel 1 Perbandingan Pedoman Akuntansi BUMN, MFRS 141 dan IAS 41 No. 1.
Indikator Ruang Lingkup
PA BUMN PA BUMN mengatur dan mengungkapan aset biologis dari TTAD, TTI, TBM, TM hingga barang jadi.
2.
Pengakuan
Perusahaan mengakui aset tanaman hanya ketika perusahaan mengendalikan aset sebagai peristiwa masa lalu, dan terdapat kemungkinan manfaat ekonomis masa depan akan mengalir ke perusahaan dan biaya perolehan TBM sebesar akumulasi biaya yang dikapitalisasi ke TMB tersebut serta biaya perolehan TM sebesar nilai tercatat TBM yang direklasifikasi ke TM.
3.
Pengukuran
4.
Penyajian
5.
Pengungkapan
Pengakuan aset biologis dibedakan menjadi dua yaitu, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM ). TBM diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai. Biaya perolehan TBM sebesar akumulasi biaya yang dikapitalisasi ke TBM tersebut. TM diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai. Biaya perolehan TM sebesar nilai tercatat TBM yang direklasifikasi ke Tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan disajikan sebagai komponen aset tidak lancar Perusahaan membuat rincian mengenai jenis dan jumlah aset biologis, metode penyusutan, umur manfaat dan tarif penyusutan, serta rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
MFRS 141 dan IAS 41 MFRS 141 dan IAS 41 hanya mengatur perlakuan akuntansi dan pengungkapan yang berhubungan dengan kegiatan pertanian saja, dari pembibitan hingga sebelum titik panen, produk setelah panen diatur tersendiri berdasarkan IAS 2-Inventory Entitas mengakui aset biologis atau pertanian berproduksi hanya ketika entitas mengendalikan aset sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke entitas dan nilai wajar atau biaya aset dapat diukur secara andal
Entitas disarankan mengakui aset biologis sebagai Aset Belum Dewasa dan Aset Biologis Dewasa Aset biologis harus diukur pada pengakuan awal dan pada akhir masingmasing periode laporan dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, kecuali nilai wajar tidak diukur secara andal.
Aset biologis disajikan sebagai komponen aset tidak lancar MFRS 141 dan IAS 41 menyarankan Perusahaan membuat rincian mengenai jenis dan jumlah aset biologis, metode penyusutan, umur manfaat dan tarif penyusutan, serta rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
(Sumber: Pedoman Akuntansi BUMN, IAS 41, dan MFRS 141)
4
Secara umum Ruang lingkup, pengakuan, penyajian dan pengungkapan Pedoman Akuntansi BUMN, MFRS 141, dan IAS 41 adalah sama, akan tetapi terdapat perbedaan mengenai model pengukuran aset biologis, pada standar Pedoman Akuntansi BUMN pengukuran aset biologis menggunakan nilai perolehan sedangkan pada MFRS 141 dan IAS 41 pengukuran aset biologis menggunakan nilai wajar (fair value). Perbedaan ini disebabkan sulitnya menentukan nilai wajar (fair value) pada aset biologis.
Analisis Pengukuran PT. Perkebunan Nusantara VIII dan United Plantations Berhad Pengukuran Aset Biologis PT. Perkebunan Nusantara VIII Tabel 2 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT. Perkebunan Nusantara dan United Plantations Berhad No. 1.
Indikator Pengakuan Awal
PT. Perkebunan Nusantara United Plantations Berhad Perusahaan mengakui aset biologis perusahaan tidak menjabarkan secara terdiri dari tanaman menghasilkan spesifik jenis aset biologis dan tanaman belum menghasilkan 3. Pengukuran Aset biologis diukur dengan Aset biologis diukur dengan menggunakan niali perolehan TBM menggunakan nilai wajar fair value sebesar akumulasi biaya yang dikapitalisasi ke TBM tersebut, yaitu biaya pembibitan TTI, TBM I, TBM II dan TBM III 4. Penyajian Tamaman belum menghasilkan dan Aset biologis disajikan sebagai tanaman menghasilkan disajikan komponen aset tidak lancar sebagai komponen aset tidak lancar 5. Pengungkapan 1. Rincian jenis dan jumlah aset 1. Rekonsiliasi yang terpisah dari tanaman tahunan yaitu TBM ke perubahan nilai yang terdapat TM pada asset biologis tersebut 2. Dasar penilaian yang 2. Deskripsi tentang aset biologis digunakan untuk menentukan 3. Penjelasan tentang mengapa nilai jumlah bruto aset tanaman wajar tidak dapat diukur dengan tahunan tepat 3. Metode penyusutan yang 4. Penjelasan tentang range dan digunakan estimasi dimana nilai wajar itu 4. Umur manfaat atau tarif berada penyusutan yang digunakan 5. Jumlah nilai dari keuntungan 5. Jumlah tercatat bruto dan atau kerugian yang diakui dari akumulasi penyusutan awal penghapusan asset biologis dan akhir periode 6. Metode penyusutan yang 6. Rekonsiliasi jumlah tercatat digunakan awal dan akhir periode yang 7. Umur ekonomis atau berapa atau menunjukkan: berapa penyesuaian yang a. Penambahan digunakan b. Pelepasan 8. Nilai kotor yang terbawa dari c. Penurunan nilai tercatat akumulasi penyusutan pada awal d. Penyusutan dan akhir dari periode pelaporan e. Perbedaan pertukaran neto yang timbul f. Setiap pengklasifikasian kembali 7. Pengungkapan lainnya (Sumber: Hasil Analisis data Laporan Keunagan PT. PN VIII dan UPB)
5
Berdasarkan hasil analisa terhadap perlakuan akuntansi yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII dan United Plantations Berhad untuk pengakuan, penyajian, pengungkapan secara umum sama akan tetapi sama halnya seperti perbandingan standar, pada perbandingan perlakuan akuntansi atas laporan keuangan hanya terdapat perbedaan yang signifikan pada pengukuran. pengukuran pada pengakuan awal tanaman belum menghasilkan (TBM) dinyatakan sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan termasuk kapitalisasi biaya pinjaman yang digunakan untuk membiayai pengembangan tanaman belum menghasilkan. Untuk pengukuran setelah pengakuan awal, Tanaman belum menghasilkan (TBM) diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai. Berikut metode pengukuran tanaman menghasilkan yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII: Tabel IV.6 Rincian Biaya Perolehan Tanaman Belum Menghasilkan PT. Perkebunan Nusantara VIII 2012 Reklasifikasi ke tanaman menghasilkan
Saldo awal
Penambahan biaya
Reklasifikasi dari bibitan
Karet
370.792.648.319
183.043.090.559
24.096.563.424
(90.383.216.635)
487.549.085.667
Sawit
143.463.382.607
77.964.656.716
2.539.155.323
(39.995.016.092)
183.972.178.554
Teh
106.403.201.781
72.859.541.128
11.461.149.586
(6.756.449.498)
183.967.442.997
Kina
3.586.041.584
3.301.166.499
48.492.840
-
6.935.700.923
-
2.190.597.652
-
-
2.190.597.652
624.245.274.291
339.359.052.554
38.145.361.173
(137.134.682.225)
864.615.005.793
saldo akhir
Biaya Perolehan
Holtikultura Jumlah
(Sumber: Laporan Keuangan PT. Perkebunan Nusantara VIII) Pengukuran untuk tanaman belum menghasilkan, belum bisa dilakukan perhitungan akan penyusutan terhadap aset. Hal ini dikarenakan penyusutan aset tanaman dimulai ketika TBM direklasifikasikan ke TM. Pada saat tanaman sudah menghasilkan, akumulasi biaya perolehan tersebut akan direklasifikasi ke tanaman menghasilkan (TM). Tanaman menghasilkan (TM) diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Jadi, penyusutan aset tanaman dimulai ketika TBM direklasifikasikan ke TM. Penyusutan aset tanaman tahunan diakui sebagai beban produksi atau penambah biaya perolehan persediaan yang dihasilkannya, dan akumulasi penyusutan aset tanaman disajikan sebagai pos pengurang jumlah tercatatnya. Tanaman menghasilkan disusutkan dengan metode garis lurus berdasarkan taksiran masa menghasilkan masing-masing tanaman. Jumlah yang 6
disusutkan yaitu biaya perolehan dikurangi nilai residu. Pengukuran tanaman belum menghasilkan ini dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan 11 (a). Berikut pengukuran tanaman menghasilkan PT. Perkebunan Nusantara VIII:
Tabel IV.7 Komposisi Tanaman Menghasilkan PT. Perkebunan Nusantara VIII 2012 Saldo awal
Penambahan
Pengurangan
Saldo akhir
Biaya perolehan Karet
311.432.125.291
90.383.216.635
8.869.193.957
392.946.147.969
Sawit
432.262.372.115
39.995.016.092
3.000.083.812
469.257.304.395
Teh
222.085.217.248
6.756.449.489
2.459.794.019
226.381.872.727
Kina
8.978.860.686
-
1.035.534.954
7.943.325.732
Kakao
1.513.623.424
-
1.513.623.424
-
976.272.198.764
137.134.682.216
16.878.230.166
1.096.528.650.823
Karet
82.501.052.385
2.235.756.093
7.045.436.201
77.691.372.277
Sawit
64.794.251.400
18.599.300.859
2.377.718.928
81.015.833.331
Teh
64.082.865.600
4.500.021.617
1.318.551.037
67.264.336.180
Kina
4.265.610.276
575.948.813
488.229.361
4.353.329.728
Kakao
1.358.939.726
11.746.453
1.370.686.179
-
217.002.719.387
25.922.773.835
12.600.621.706
230.324.871.516
Jumlah Akumulasi Penyusutan
Jumlah
759.269.479.377 Nilai tercatat bersih (Sumber: Laporan Keuangan PT. Perkebunan Nusantara VIII)
866.203.779.307
Pengukuran Aset Biologis United Plantations Berhad Aset biologis diukur pada pengakuan awal dan pada akhir periode pelaporan pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, kecuali entitas dapat menunjukkan pada pengakuan awal bahwa nilai wajar tidak dapat diukur secara andal. Pengukuran awal hasil pertanian yang dipanen dari entitas aset biologis diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual pada titik panen.
7
Tabel IV.8 Pengukuran Aset Biologis Berdasarkan Nilai Wajar 2012 dan 2013 31 December 2012 Deferred Biological tax Retained assents liabilities earnings RM'000 RM'000 RM'000 FRS Fair value adjustment of biological assets Exchange differences Deferred tax effect Adjustments as at 1 January 2012/2013
2013 Result for the year RM'000
31 December 2013 Biologi Deferred cal tax Retained assets liabilitied earnings RM'000 RM'000 RM'000
380.147
86.108
1.739.747
252.487
376.719
54.170
-
54.170
60.670
60.670
-
60.670
(29.202)
-
-
(18.526)
97.476
1.796.204
-
13.543
(13.543)
(15.168)
-
15.168
(15.168)
521.108
130.277
390.831
-
556.752
143.820
431.458
556.752
143.820
431.458
45.502
588.220
158.988
476.960
936.899 229.928 2.171.205 (Sumber: Laporan Keuangan United Plantation Berhad)
297.989
964.939
256.464
2.273.164
Total adjustment Adjusted to IFRS
Berdasarkan tabel diatas bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada perhitungan nilai aset biologis ketika sebelum dan sesudah menggunakan IAS 41, nilai aset biologis yang tercatat ketika perusahaan menggunakan model biaya pada tahun 2012 dan 2013 adalah RM. 380.147.000 dan RM 376.719.000 dan pada saat penyesuaian aset biologis menggunakan nilai wajar nilai aset biologis yang tercatat adalah sebesar RM 936.899.000 dan RM 964.939.000.dari perubahan nilai aset biologis tersebut terdapat selisih masing-masing sebesar RM 556.752.000 dan RM 558.220.000, oleh karena terdapat selisih yang cukup besar maka dampak penerapan IAS 41 yang terjadi pada United Plantations Berhad dapat dikatakan signifikan. Sama halnya dengan Malaysia, Indonesia kemungkinan akan mengalami perubahan nilai aset biologis yang signifikan apabila mengadopsi IAS 41, karena sebelum menggunakan IAS 41 Malaysia pun melakukan pengukuran nilai aset biologis menggunakan model biaya. Analisis Dampak Penerapan IAS 41 di Indonesia Berdasarkan Penerapan IAS 41 yang dilakukan Malaysia Berdasarkan analisis atas United Plantations Berhad yang telah menerapkan IAS 41 maka dampak yang dapat ditimbulkan apabila Indonesia menerapkan standar yang sama adalah: 1.
Dampak terhadap financial statement Aset biologis yang tercatat dalam laporan posisi keuangan menggunakan model biaya dan nilai wajar akan menunjukkan nilai aset yang berbeda secara signifikan, seperti yang telah dijabarkan dalam pengukuran diatas, sehingga apabila Indonesia mengadopsi IAS 41, Indonesia juga akan mengalami perubahan yang signifikan terhadap nilai aset biologis yang akan mempengaruhi jumlah aset tidak lancar pada laporan posisi keuangan perusahaan.
8
2.
Dampak yang timbul dari menggunakan nilai wajar dalam mengukur aset biologis. Ada beberapa metode dalam menentukan nilai wajar, diantaranya: a. b.
Kuotasi harga di pasar aktif Jika pasar tidak aktif , maka menggunakan teknik penilaian yang meliputi: 1) Penggunaan transaksi-transaksi pasar wajar yang terkini antara pihak-pihak yang mengerti, berkeinginan, jika tersedia 2) Discounted cash flow analysis atau analisis arus kas yang terdiskonto 3) Replaement cost, dll
United Plantations Berhad menggunakan discounted cash flow analysis karena tidak tersedianya harga kuotasi di pasar aktif. Akan tetapi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa discounted cash flow analysis ini memiliki sifat ketidakpastian diantaranya: a) b)
Harga jual dan biaya dapat berfluktuasi secara material Perbedaan kecil dalam asumsi penilaian dapat memiliki efek yang tidak proporsional pada hasil c) Masa manfaat ekonomis dari aset biologis yang panjang antara 20 – 30 tahun, yang dikombinasikan denga volatilitas yang diharapkan tinggi mendasari hasil asumsi dalam tingkat ketidakpastiaan tinggi. Keadaan ini akan membuat perusahaan mengeluarkan sejumlah anggaran untuk menggunakan jasa penilai dalam mengukur nilai wajar secara andal. 3.
Dampak terhadap pengenaan pajak Penilaian kembali aset biologis menggunakan nilai wajar menyebabkan keuntungan dan kerugian atas perubahan nilai wajar. Keuntungan atas perubahan nilai wajar ini akan menyebabkan kemungkinan perusahaan membayar pajak tambahan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini membahas mengenai dampak penerapan IAS 41-Agriculture di Indonesia (studi kasus: PT. Perkebunan Nusantara VIII dan United Plantations Berhad). Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan di Indonesia yaitu PT. Perkebunan Nusantara VIII yang belum menerapkan IAS 41-Agriculture dengan United Plantations Berhad perusahaan di Malayasia yang telah mempersiapkan dalam mengadopsi IAS 41-Agriculture dan telah melakukan perhitungan aset biologis berdasarkan nilai wajar. Dari hasil analisis standar dan laporan keuangan perusahaan atas perlakuan akuntansi aset biologis, menghasilkan bahwa penerapan IAS 41-Agriculture akan berdampak signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: 1.
2.
Dalam Pedoman Akuntansi BUMN, MFRS 141 dan IAS 41 tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengakuan, penyajian dan pengungkapan aset biologis. Akan tetapi terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengukuran atas aset biologis antara Pedoman Akuntansi BUMN yang mengukur aset biologis berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dengan MFRS 141 dan IAS 41 dimana keduanya melakukan pengukuran atas aset biologis berdasarkan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Dalam laporan keuangan PT. Perkebunan Nusantara VIII dan United Plantations Berhad terdapat sedikit perbedaan yang tidak berpengaruh material terhadap laporan keuangan yaitu, perlakuan akuntansi untuk penyajian aset biologis dimana PT. Perkebunan Nusantara VIII mengakui pembagian aset biologis menjadi tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan, sedangkan pada United Plantations Berhad tidak melakukan pembagian aset biologis dalam pengakuannya. Untuk perlakuan akuntansi aset biologis dalam penyajian dan pengungkapan 9
3.
secara umum sama yaitu, dalam hal penyajian PT. Perkebunan Nusantara dan United Plantations Berhad mengelompokkan aset biologisnya kedalam komponen aset tidak lancar (non-current asset), begitu juga dalam pengungkapan keduanya sama-sama membuat rincian mengenai jenis dan jumlah aset biologis, metode penyusutan, umur manfaat dan tarif penyusutan, serta rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode. Akan tetapi terdapat perbedaan perlakuan akuntansi yang signifkan yaitu dalam hal pengukuran, United Plantations Berhad mengukur aset biologis nya berdasarkan nilai wajar, sedangkan PT. Perkebunan Nusantara mencatat aset biologis berdasarkan model biaya. Penerapan IAS 41-Agriculture di Indonesia akan menghasilkan perbedaan material yang signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan United Plantions Berhad yang mencatat aset biologis yang lebih besar ketika memgukur nilai aset biologis berdasarkan nilai wajar jika dibandingkan ketika United Plantations Berhad menggunakan biaya perolehan untuk mengukur aset biologis yang mencatat aset biologis lebih rendah.
Saran Dari hasil simpulan analisis perlakuan akuntansi menurut Pedoman Akuntansi BUMN yang berlaku di Indonesia, MFRS 141 yang berlaku di Malaysia, dan IAS 41-Agriculturei, terdapat beberapa saran yang yang penulis dapat berikan, antara lain: 1.
2.
Bagi perusahaan Bagi perusahaan agrikultur di Indonesia terutama perusahaan BUMN sebagai perusahaan yang dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar, diharapkan dapat memahami IAS 41 sehingga dapat mengetahui dampak yang timbul atas penerapan IAS 41. Karena penggunaan IAS 41 membuat laporan keuangan lebih terukur. Bagi peneliti Bagi peneliti yang ingin mengambil topik yang sama, dapat menggunakan objek penelitian perusahaan yang bergerak di sektor peternakan, karena seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa IAS 41 merupakan standar yang berlaku bagi perusahaan yang bergerak di sektor pertanian dan peternakan.
10
REFERENSI
Adita, & Kiswara. (2012). Analisis Penerapan International Accounting Standard (IAS) 41 pada PT. Sampoerna Agro, Tbk. Retrieved Desember kamis, 2014, from Diponegoro Journal of Accounting: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting Anggraeningtyas, D. M., & Istiningrum, A. A. (2013). Implementasi International Accounting Standard (IAS) 41 Tentang Biological Asset pada PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas. E-Journal Universitas Negeri Yogyakarta , 1 No. 3, 32-46. Aryanto, Y. H. (2011). Theoretical Failure of IAS 41: Agriculture. Working Paper Series . Deloitte.
(n.d.). IAS 41-Agriculture. Retrieved Desember http://www.iasplus.com/en/standards/ias/ias41
Deloitte.
(2009). IAS PLUS Summary Of IAS http://www.iasplus.com/standard/ias41.htm
41.
Senin,
Retrieved
2014,
from
IAS
Plus:
Desember
8,
2014,
from
Ikatan Akuntansi Indonesia. (2013, July). ED PSAK 1. Retrieved Desember 1, 2014, from https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2011/04/ED_PSAK_1_2013-2013-JULI-23.pdf International Accounting Standard 41. Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. (2011). Financial Accounting. United States:John Wiley & Sons. Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. (2014). Intermediate Accounting (2nd ed.). Luwia, S. (2011). Analisis Pengakuan, Pengukuran dan Penyajian Aset Biolojik pada PT. Dinamika Cipta Sentosa Menurut IAS 41: Agriculture . Malaysian Financial Reporting Standard 141. Marsh, T., Austin, S. F., & Fisher, M. (2013). Accounting For Agricultural Product: US Versus IFRS GAAP. Journal of Business and Economic Research . Muchlis, S. (2011). Harmonisasi Standar Akuntansi Internasioal dan Dampak Penerapan dari Adopsi Penuh IFRS Terhadap PSAK. Prasetya, F. D. (2012). Perkembangan Sejarah Akuntansi Keuangan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi . PT. Perkebunan Nusantara I-XIV (Persero), PT. Rajawali Nusantara Indonesia. (n.d.). Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS. Rianto, B. A. (2013). Analisis, Pengakuan, Pengukuran dan Penyajian Aset Biolojik Menurut Standar yang Berlaku Umum di Indonesia dan Menurut IAS 41: Agriculture (Studi Kasus: PT. Kelantan Sakti). 1-12. Santana, L. (2011). Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Aset Biolojik pada PT. Dinamika Cipta Sentosa Menurut IAS 41: Agriculture. Tyas, E. L., & Fachriyah, N. (2012). Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Dalam Pelaporan Aset Biologis (Study kasus Pada Koperasi "M"). United Plantations Berhad. (n.d.). Retrieved from www.unitedplantations.com
11
12