PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGI TANAMAN TEH BERDASARKAN IAS 41 AGRICULTURE (Studi kasus pada PT PN VIII Kebun Ciater)
Budi Santoso Students of Maranatha Christian University Department of Accounting Tan Ming Kuang Lecturer Master of Accounting Program Maranatha Christian University
ABSTRACT Biological assets is one type of fixed assets that are unique compared to the general fixed assets such as vehicles or machinery. Biological assets will undergo biological transformation that led to changes in the value quantitatively and qualitatively. This study aims to quantify the value of biological assets that the information presented in the financial statements describe the state of actual and reliable. Biological assets used in this study is the tea plant PT PTPN VIII Ciater Gardens. Accounting standards are used as guidelines IAS 41 Agriculture that will be adopted by Indonesia. The results showed that the estimated boarding per plant with an area of 1.2 hectares of tea planting in 2009 was Rp 643.5 which consists of nursery stage up to the phase of crop yield. While the tea plant maintenance cost of Rp 14, 00 is the cost of acquisition of production raw matterial. During the phase of the tea plant changes quantitatively and qualitatively, that will ultimately affect the acquisition cost per tea plant.
Keywords: value of biological assets
PENDAHULUAN Perkembangan sektor agrobisnis terutama perkebunan teh belakangan ini menunjukkan perkembangan grafik yang cukup signifikan. Berdasarkan berita resmi Statistik No.11/02/Th. XII,16 Februari 2009, pada tahun 2008 terjadi penurunan pada semua sektor kecuali sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sector konstruksi. Sektor pertanian naik dari 13,7 persen di tahun 2007 menjadi 14,4 persen di tahun 2008. Hal ini dipicu oleh iklim indonesia yang kondusif, dan di sisi lain perkembangan pengolahan daun teh yang semakin canggih turut mempengaruhi permintaan pasar. Perkembangan positif ini menuntut sikap yang profesional dari semua pihak yang berkepentingan, termasuk dalam menyediakan informasi keuangan yang dapat diandalkan.
Salah satu unsur dari laporan keuangan adalah aset. Paton (1962) mendefinisikan aset sebagai kekayaan baik dalam bentuk fisik maupun bentuk lainnya yang memiliki nilai bagi suatu entitas bisnis. Vatter (1974) meninjau aset dari sisi manfaat yang dihasilkan dengan mendefinisikan aset sebagai manfaat ekonomi masa yang akan datang dalam bentuk potensi jasa yang dapat diubah, ditukar atau disimpan. Hal ini sejalan dengan dengan Financial Accounting Standard Board (1980) yang mendefinisikan aset sebagai manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa masa lalu. PT Perkebunan Nusantara VIII merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor agrobisnis. Sebagai
perusahaan yang bergerak pada sektor agrobisnis, tanaman teh merupakan aset sekaligus penghasil produk andalan PT Perkebunan Nusantara VIII, yaitu daun teh. Aset yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara VIII tergolong sebagai aset
biologis. Tanaman teh digolongkan sebagai aset biologis, sesuai dengan international accounting standards (IAS 41,5): “A biological asset is a living animal or plant”.
Tabel 1 Klasifikasi Aset Biologi (IAS 41, 4)
Berbeda dengan aset tetap perusahaan pada umumnya seperti gedung, mesin, peralatan atau kendaraan yang hanya merupakan barang atau benda mati. Suatu aset biologi merupakan mahluk hidup yang akan mengalami proses yang disebut biological transformation. Secara harafiah biological transformation dapat diartikan sebagai perubahan biologis (fisik). Biological transformation terdiri dari proses: a) Pertumbuhan (peningkatan kuantitas atau perbaikan kualitas dari hewan atau tumbuhan). b) Degenerasi (penurunan kuantitas atau memburuknya kualitas hewan atau tumbuhan). c) Reproduksi (penciptaan tambahan kuantitas binatang hidup atau tanaman). d) Produksi (hasil pertanian, seperti daun teh, karet, wol, dan susu). Proses tersebut diatas dapat menyebabkan perubahan kualitatif atau kuantitatif nilai aset biologis perusahaan. Perubahan kualitatif dan kuantitatif
tersebut dapat bersifat menambah atau mengurangi nilai ekonomi aset. Perubahan ini akan sangat berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan yang diterbitkan PT Perkebunan Nusantara VIII. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengukuran, penilaian dan perlakuan yang tepat terhadap perubahan nilai aset biologi tersebut. Pengukuran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penentuan jumlah rupiah (nominal) yang harus dilekatkan pada aset biologis tanaman teh pada saat tanaman teh diakui (recognition) sebagai bagian dari aset PT Perkebunan Nusantara VIII. Salah satu hal yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran adalah kos perolehan aset tersebut sampai aset tersebut siap digunakan atau memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan. Sedangkan penilaian biasanya digunakan untuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada aset biologis tanaman
teh pada saat penyajian di laporan keuangan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, biological transformation dapat bersifat menambah atau mengurangi nilai aset biologi tanaman teh. Dibutuhkan perlakuan yang tepat untuk perubahan tesebut. Perlakuan yang dimaksud adalah bagaimana perubahan nilai itu diakui secara akuntansi dan dilaporkan di laporan keuangan. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai pengukuran, penilaian dan perlakuan terhadap perubahan nilai aset biologis tanaman teh tersebut. Perusahaan hendaknya dapat menyajikan informasi keuangan dengan tepat sehingga informasi yang disajikan dapat diandalkan bagi para penggunanya. Untuk itu peneliti mengambil judul ”PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGI TANAMAN TEH BERDASARKAN IAS 41 AGRICULTURE (studi kasus pada PT PN VIII Kebun Ciater)”. Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi pokok permasalah an yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pengukuran kos perolehan tanaman teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Ciater? (2) Komponen apa saja yang digunakan dalam pengukuran kos perolehan tanaman teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Ciater? (3) Bagaimana perlakuan terhadap perubahan nilai tanaman teh tersebut bagi PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Ciater? KERANGKA TEORITIS Aset FASB mendefinisikan aset dalam rerangka konseptualnya sebagai (SFAC No 6, prg 25): “Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particular entity as result of past transactions or events”. (Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu
entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu). Dengan makna yang sama, IASC mendefinisikan aset sebagai: “An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to enterprise”. Sedangkan Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut: “Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of past transaction or other past events”. Karakteristik Aset Ada tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu: 1. Manfaat Ekonomik Untuk dapat disebut sebagai suatu aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa akan datang yang cukup pasti (probable). Ini mengisyaratkan bahwa manfaat tersebut diukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa akan datang. 2. Dikuasai Oleh Entitas Untuk dapat disebut sebagai asset, suatu objek tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai entitas. Pemilikan (ownership) mempunyai makna yuridis atau legal. Artinya untuk memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik (transfer of title). Karena pemilikan memiliki makna yuridis atau legal, sehingga apabila pemilikan dijadikan kriteria maka bisa banyak objek atau pos yang dilaporkan diluar neraca. Oleh karena itu, konsep penguasaan (kendali) lebih penting daripada konsep pemilikan. Penguasaan di sini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat
ekonomik dan mencega akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. 3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu Kriteria ini merupakan penyempurnaan dari kriteria penguasaan (dikuasai entitas) dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama pengakuan objek sebagai asset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik, misalkan perjanjian kontrak, manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan alamiah (akresi) dalam industri pertanian atau kehutanan. Pengukuran Aset Menurut Suwadjono (2007:260) Pengukuran bukan merupakan suatu kriteria untuk mendefinisi aset, tetapi merupakan kriteria dalam pengakuan aset. Salah satu kriteria pengakuan aset adalah keterukuran manfaat ekonomik masa mendatang. Yang dimaksud pengukuran disini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Aliran fisis suatu objek tersebut bisa terjadi secara ekonomik dan bisa terjadi secara akuntansi (aliran informasi). Secara konseptual, pembentuk kos suatu aset adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau yang diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu aset sampai tia ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya. Penilaian Aset Hendriksen dan Van Breda (1992) membahas bahwa konsep dan dasar penilaian aset untuk tujuan pelaporan
keuangan dilihat dari dua dimensi, yaitu arah aliran aset dan waktu. Hal ini sejalan dengan konsep dasar penghargaan sepakatan yang sebenarnya sama dengan harga/nilai pertukaraan. Nilai pertukaran dapat dipandang dari dua sisi yaitu pertukaran dalam pemerolehan (nilai masukan) dan pertukaran (nilai keluaran) dalam pemanfaatan aset (dikonsumsi atau dijual). 1. Nilai Masukan Nilai masukan didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masukdalam unit usaha. Nilai masukan secara konservatif menunjukkan nilai maksimum objek atau jasa yang bersangkutan. Beberapa dasar dalam penilaian yang masuk dalam kategori nilai masukan adalah: a. Kos historis Kos historis merupakan nilai kesepakatan terendah bagi pembeli karena dianggap pembeli tidak dapat memperoleh barang/jasa yang sama di tempat lain dengan nilai lebih rendah. b. Kos pengganti (current cost) Kos pengganti menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara (ekuivalennya). Beberapa alternatif penilaian lain yang masuk dalam kategori nilai pengganti adalah nilai penaksiran (appraisal value), nilai wajar (fair value), dan nilai terealisasi neto dikurangi laba normal (net realizable value less normal mark up). Nilai penaksiran adalah nilai taksiran kos sekarang atau nilai sekrang yang ditentukan dengan prosedur dan analisis sistematik oleh pihak independen yang
kompeten. Nilai wajar adalah nilai aset yang menghasilkan imbalan atau tingkat kembalian (return on assets) yang wajar kalau laba yang wajar telah ditetapkan. Sedangkan nilai terealisasi neto dikurangi laba normal adalah nilai yang diharapkan merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos pengganti tidak tersedia. c. Kos Harapan Kos harapan dari suatu aset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa akan datang seandainya potensi jasa aset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian (piecemeal) dan bukan sekaligus (lum sum). 2. Nilai Keluaran Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan lainnya yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usahamelalui pertukaran atau konversi. Terdapat beberapa prosedur penilaian dalam kategori nlai keluaran, yaitu:harga jual masa lalu, harga jual sekarang, dan nilai terealisasi harapan. a. Harga jual masa lalu (past selling price) Harga jual masa lalu menunjukkan kas yang cukup pasti akan diterima dari konversi suatu pos aset yang timbul karena transaksi masa lalu. b. Harga jual sekarang Harga jual sekarang didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan akan berlangsung terus dan transaksi dilaksanakan dalam pasar yang reguler. Bila tidak ada pasar reguler, penilaian dapat ditentukan atas dasar nilai likuidasi (liquidation values) dan nilai setara tunai. c. Nilai terealisasi harapan
Nilai terealisasi harapan suatu aset adalah penerimaan kas atau potensi jasa masa akan datang yang jumlah dan waktunya cukup pasti. Untuk penilaian sekarang suatu aset, nilai terealisasi harapan harus didiskun menjadi nilai terealisasi harapan sekarang atau penerimaan kas/potensi jasa masa datang diskunan (discounted future cash receips/service potensials). 3. Kos atau Pasar yang Lebih Rendah Peniliaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah merupakan kombinasi nilai masukan dan keluaran karena pengertian pasar dalam hal ini dapat berarti pasar barang masukkan atau keluaraan (input or output market). Aktiva Tetap Sesuai dengan PSAK 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain, Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK 16,05). Sedangkan menurut Marisi P.Purba (2008,1), Aktiva tetap adalah aktiva yang digunakan entitas bisnis untuk menciptakan pendapatan. Aktiva itu sendiri dapat diartikan sebagai manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang dikendalikan oleh entitas. Marisi P.Purba (2008,3) menjelaskan bahwa terdapat empat permasalahan akuntansi keuangan aktiva tetap, yaitu: Jumlah kos yang harus diakui sebagai kos perolehan aktiva tetap pada saat perolehan awal hingga dapat siap digunakan atau dioperasikan. Perubahan nilai aktiva tetap terkait dengan revaluasi maupun penurunan nilai (impairment assets)
Alokasi nilai aktiva tetap ke dalam beban depresiasi atau amortisasi setiap periode pelaporan keuangan selama masa manfaat aktiva tetap tersebut. Pelepasan aktiva tetap Penilaian Aktiva Tetap Berdasarkan IAS 16 dan IAS 38, ada dua alternatif untuk menyajikan aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud, yaitu: 1. Model Biaya (Cost Model) Model biaya atau cost model adalah pendekatan yang mengharuskan harga perolehan digunakan sebagai nilai aktiva tetap setelah pengakuan awal. Sebelum diberlakukan PSAK 16 (revisi 2007), model biaya adalah satu-satunya pendekatan yang digunakan untuk menilai aktiva tetap baik berwujud maupun tidak berwujud. Depresiasi dilakukan atas harga perolehan dan nilai tercatat aktiva adalah harga perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan penurunan nilai aktiva tetap. 2. Model Revaluasi (Revaluation Model) Model revaluasi (revaluation model) mengharuskan catatan nilai aktiva tetap berdasarkan nilai revaluasi atau nilai wajar (fair value) setelah dikurangi dengan akumulasi depresiasi dan akumulasi penurunan nilai. IAS 16 secara sederhana mendefinisikan nilai wajar sebagi jumlah yang diperoleh dari penjualan aktiva tetap dalam transaksi antara pihak-pihak yang bebas (arm’s lenght transaction). Marisi P. Purba dalam bukunya “Akuntansi Aktiva Tetap” (2008,57) menjelaskan bahwa penurunan aktiva tetap dapat diidentifikasi berdasarkan informasi yang diperoleh yang dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu informasi eksternal dan internal sebagaimana diatur dalam IAS 36 paragraf 12. Informasi eksternal atau informasi yang berasal dari luar perusahaan terdiri dari:
Nilai pasar aktiva tetap turun secara signifikan melebihi amortisasi atau depresiasi Adanya perubahan teknologi, pasar, ekonomi dan hukum yang memburuk yang mengakibatkan menurunnya nilai aktiva tetap Adanya peningkatan tarif diskonto dan tingkat kembalian investasi yang meningkat yang berakibat pada turunya nilai aktiva tetap Nilai tercatat dari suatu aktiva tetap lebih tinggi dari nilai kapitalisasi Sedangkan informasi internal atau informasi yang berasal dari dalam perusahaan terdiri dari: Terdapat keusangan fisik Adanya perubahan yang signfikan yang merugikan sehubungan dengan cara penggunaan aktiva tetap Kinerja ekonomi aktiva tetap tidak sesuai harapan Pendapatan FASB mendefinisikan pendapatan sebagai: "Revenues are inflows or other enchancements of assets of an entity or settlements of its liabilities (or combination of both) from delivering or producing goods, rendering services, or other activities that constitute the entity's on going major or central operations”. (prg.78) Patton dan Littleton mengkarakterisasi pendapatan sebagai: “Revenue is the product of the enterprise, measured by the amount of new assets received from customer;...Stated in terms of assets the revenue of the enterprise is represented, finally, by the flow of funds from the customer or patrons in exchange for the product of business, either commodities or services”. (hlm, 47) Sedangkan Accounting Principles Board/APB (1970) mendefinisikan pendapatan sebagai: "Gross increases in assets or gross decrease in liabilities recognized and measured in confirmity with generally accepted accounting
principles that result from those types of profit-directed activities of an enterprise that can change owner's equity”. Dalam standar akuntansi keuangan (2002), IAI mengadopsi definisi pendapatan dari IASC (international accounting standard comitee) yang menempatkan pendapatan (revenue) sebagai unsur penghasilan (income) sebagai berikut: "Income is increases in economic benefits during the accounting period in the form of inflows or enchancements of assets or decrease of liabilities that result in increases in equity, other than those relating to equity participants (hlm. 17)." Kriteria Pengakuan Pendapatan FASB mengajukan dua kriteria pengakuan pendapatan (dan untung) yang keduanya harus dipenuhi yaitu (SFAC No. 5, prg 83): a. Terealisasi atau cukup pasti terealisasi (realized or realizable) Pendapatan (dan untung) baru dapat diakui setelah pendapatan tersebut teralisasi atau cukup pasti terealisasi. Pendapatan dapat dikatakan telah terealisasi bilamana produk (barang atau jasa), barang dagangan, atau aset lain telah terjual atau ditukarkan dengan kas atau klaim atas kas. b. Terbentuk/terhak (earned) Pendapatan baru dapat diakui setelah terbentuk. Pendapatan dapat dikatakan telah terbentuk bilamana perusahaan telah melakukan secara substansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menghaki manfaat atau nilai yang melekat pada pendapatan. Dibanding pendapatan, untung tidak timbul karena proses pemebntukan tetapi karena kejadian tertentu sehingga criteria terbentuk kurang penting untuk untung dibanding kriteria terealisasi atau cukup pasti terealisasi.
Saat Pengakuan Pendapatan Ada beberapa kaidah (timing) mengenai pengakuan (recognition rule),yaitu: 1. Pada Saat Kontrak Penjualan dapat terjadi perusahaan telah menandatangani kontrak penjualan bahkan sudah menerima kas untuk nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai memproduksi barang. Pada saat ini pendapatan sudah terealisasi tetapi belum terbentuk sehingga pendapatan belum bisa diakui pada saat tersebut. Pendapatan baru dapat diakui setelah porses penghimpunan selesai yaitu saat penjualan atau penyerahan produk (barang atau jasa). 2. Selama Proses Produksi Secara Bertahap Pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per perioda akuntansi) sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat projek selesai dan diserahkan. Pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap disebut sebagai motoda persentase penyelesaian (percentage-of-conpletion method) sedangkan pada saat projek selesai dan diserahkan disebut dengan metoda kontrak selesai (completedcontract method). 3. Pada Saat Produksi Selesai Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi berarti bahwa pendapatan diakui pada akhir tahap produksi. Tidak ada permasalahan untuk pengakuan saat produk selesai apabila ada perjanjian kontrak sebelumnya karena konsep terbentuk dan terealisasi telah dipenuhi. Namun apabila belum ada perjanjian kontrak, maka pendapatan diakui berdasarkan banyaknya barang yang diproduksi bukannya unit barang yang benarbenar telah terjual. Pengakuan semacam ini biasa dianggap layak untuk industri ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian.
4. Pada Saat Penjualan Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan kriteria penghimpunan dan realisasi telah dipenuhi. Kegiatan penjualan menjadi puncak kegiatan dan merupakan tujuan akhir yang mengarahkan setiap upaya yang dilakukan perusahaan. 5. Pada Saat Kas Terkumpul Pengakuan pendapatan saat kas terkumpul sebenarnya merupakan pengakuan pendapatan berdasar asas kas (cash basis). Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektibilitas atau ketertagihan piutang. Dengan cara ini, pendapatan diakui sejumlah kas yang diterima pada saat kas diterima atau terkumpul (sampai akhir perioda) dan baru kemudian menentukan biaya yang berkaitan dengan pendapatan dasar kas tersebut. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, artinya adalah melukiskan variabel demi variabel yang bertujuan untuk: 1. Mengumpulkan informasi akurat secara rinci yang melukiskan gejala yang ada; 2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku; 3. Membuat perbandingan atau evaluasi; 4. Menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Dengan demikian, metode deskriptif analitis ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis suatu fakta, atau karakteristik tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini secara akurat dan cermat. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Studi Lapangan (field research), dengan menggunakan teknik:
a. Wawancara (interview), yaitu dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada pimpinan dan staf perusahaan yang bersangkutan. b. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung secara fisik kegiatan perusahaan berkaitan dengan penilaian aset biologis. c. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui dokumen-dokumen. 2. Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari literatur-literatur, buku, dan lain sebagainya. Jenis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini termasuk dalam jenis data menurut sumbernya. Data menurut sumbernya, dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diambil dan dicatat pertama kalinya (Marzuky, 1997:55). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan perolehan aset biologis, seperti biaya pembelian bibit, biaya tenaga kerja, pembelian pupuk, dll yang diperoleh melalui metode dokumentasi. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti (Marzuky, 1997:56). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data berupa informasi dari fungsi yang terkait dengan pengukuran dan penilaian aset biologis, gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah pendirian, lokasi dan kondisi geografis, struktur organisasi, dan sebagainya yang berkaitan dengan perusahaan. Metode Analisis Data Dasar analisis pengukuran, penilaian dan perlakuan terhadap aset biologis tanaman teh dilakukan berdasarkan IAS 41, international accounting standard agriculture. Pengukuran aset biologis dilakukan pada pengakuan awal dan nilai pada akhir periode pelaporan berdasarkan
nilai wajar (fair value) aset tersebut, kecuali untuk kasus dimana nilai wajar dari aset tersebut tidak dapat diukur secara andal (IAS 41,12). Nilai wajar yang dimaksud adalah harga pasar di pasar aktif untuk aset biologis atau hasil pertanian. Jika pasar aktif tidak ada, IAS 41 menyediakan alternatif dasar pengukuran lain dengan menggunakan nilai sekarang dari arus kas bersih yaitu biaya sebagai
indikator utama. Sesuai dengan IAS 41 prgf 33, dalam menentukan biaya, akumulasi penyusutan dan akumulasi kerusakan kerugian, sebuah entitas dapat mempertimbangkan IAS 2 Inventories, IAS 16 Property, Plant and Equipment and IAS 36 Impairment of Assets. Secara konseptual, nilai wajar ditentukan dengan menggunakan tiga hirarki sebagai berikut:
Gambar 1 Fair Value Model
Berdasarkan hirarki diatas, nilai wajar ditentukan dengan tiga langkah. Langkah Pertama: Menggunakan harga pasar resmi (quoted market price) pada suatu pasar yang aktif atau pasar dengan kondisi dimana terdapat permintaan dan penawaran. Apabila harga pasar resmi tidak diperoleh, nilai wajar ditentukan dengan melakukan langkah kedua. Langkah Kedua: Menggunakan nilai aktiva sejenis (prices of similar assets) pada suatu pasar yang aktif. Apabila nilai aktiva sejenis tidak juga dapat diperoleh, manajemen dapat melakukan langkah ketiga.
Langkah Ketiga: Menggunakan hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai independen. Penambahan nilai pada aset biologis dapat disebabkan akibat pertumbuhan, reproduksi atau produksi. Penambahan nilai ini dapat diperlakukan sebagai laba bagi perusahaan pada periode terjadinya. Sedangkan penurunan nilai pada aset biologis dapat disebabkan karena degenerasi aset, bencana alam maupun hama. Penurunan nilai aset ini diakui sebagai kerugian bagi perusahaan pada periode terjadinya.
Gambar 2 Prosedur Pengujian Penurunan Aktiva Tetap
PEMBAHASAN Pengelolaan Tanaman Teh PT PN VIII Kebun Ciater Ada 5 kegiatan utama dalam pengelolaan tanaman teh dari awal (bibit) sampai dengan siap dipetik. 5
kegiatan utama tersebut meliputi: Persemaian, Buka Baru/Replanting, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) I dan II, Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM), Pemetikan/Pemungutan Hasil/Panen.
1) Pesemaian, merupakan langkah awal dalam proses penanaman tanaman teh yang merupakan basis tahap selanjutnya dan merupakan tolok ukur dalam keberhasilan kualitas hasil pucuk teh. Pembibitan tanaman teh dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: Kloonal (Stek) dan Biji (Seedling). 2) Bukaan Baru/Replanting. Pada tahap kedua, bibit tanaman teh yang telah siap akan dipindahkan ke areal kebun yang telah disiapkan. Pekerjaan dilakukan ± 4-5 bulan sebelum waktu tanam. 3) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ke I dan II. Pada tahap ketiga, tanaman teh semakin besar namun belum menghasilkan pucuk teh yang baik oleh karena itu pada tahap ini lebih dikhususkan untuk perawatan tanaman teh sampai siap menghasilkan pucuk teh. 4) Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM). Pada tahap keempat, tanaman teh belum menghasilkan (TBM) beralih ke tanaman teh menghasilkan (TM). Pada tahap ini, tanaman teh telah siap untuk menghasilkan daun teh. Kegiatan rutin perawatan harus tetap dijalankan untuk menjaga hasil pucuk daun teh. 5) Pemetikan/Pemungutan hasil/Panen. Pada tahap kelima, tanaman teh sudah menghasilkan pucuk daun teh yang siap untuk dipetik/dipanen. Pemetikan biasanya dipetik ± 3 bulan setelah pemangkasan. Cara pemetikan ada tiga macam, yaitu: Petikan halus, Petikan medium, dan Petikan kasar. Ada dua
metode untuk melakukan pemetikan pucuk daun teh, yaitu dengan menggunakan tenaga manusia (manual) atau dengan bantuan tenaga mesin. Ada beberapa istilah dalam Tahap Pemetikan, yaitu: a) Petikan Bentangan (3 s/d 4 bulan) Pucuk yang dipetik berasal dari bentang primer yang merupakan petikan pertama setelah pangkasan, biasanya berlangsung 2-3 bulan setelah dipangkas. b) Petikan Jendangan (4 s/d 6 bulan) Petikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas, dengan ketinggian antara 15-20 cm diatas luka pangkas. Waktunya melakukan petikan jendangan, apabila 60% dari areal pangkas pucuknya sudah tumbuh optimal, biasanya 3 bulan setelah pangkas dan dijendang selama 6-10 kali. c) Petikan Produksi (7 s/d 48 bulan) Petikan produksi dilakukan setelah petikan rampak yang bertujuan untuk menghasilkan produksi yang maximal d) Petikan Gendesan (menjelang pemangkasan) Petikan dilakukan menjelang dipangkas, baik yang sudah waktunya maupun belum waktunya dipetik. Pengolahan Teh Hitam PT PN VIII Kebun Ciater Perkebunan Ciater bergerak di bidang usaha perkebunan teh dengan mengolah produk bahan baku pucuk teh menjadi teh kering jenis teh hitam yang siap untuk dikonsumsi. Adapun Proses Pengolahan Teh Hitam tersebut dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut ini:
Gambar 3 Pengolahan Teh Hitam
Penggolongan Kos Penanaman Tanaman Teh Kos penanaman teh merupakan kos yang terjadi untuk mempersiapkan tanaman teh dari bibit sampai menjadi tanaman teh yang siap menghasilkan. Perkebunan Ciater menggolongkan kos berdasarkan kegiatan yang dilakukan, yaitu dari persemaian sampai pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Adapun kos penanaman tanaman teh dibedakan menjadi: 1. Kos Pengolahan Tanah, meliputi biaya mengukur/survey tanah, membongkar/membakar tunggul, membersihkan/meratakan tanah, menggarpu, memetak, ambil/angkut tanah, mengayak tanah, mengisi bekong, menyusun bekong, melubangi bekong. 2. Kos Pembuatan Saung/Naungan, meliputi biaya pendirian saung/naungan dan pemeliharaan saung/naungan. 3. Kos Menanam/Pembibitan, meliputi biaya menanam/pembibitan, menanam/kecambah/stek, fumigasi, barang bahan/bibit, melobang plastik, mengisi tanah. 4. Kos Pembuatan Jalan, Saluran Air, dan Teras, meliputi biaya pembuatan/pemeliharaan jalan, pembuatan/pemeliharaan saluran air dan teras. 5. Kos Menyiram, meliputi biaya meyiram tanaman
6. Kos Menyiang dan Merumput, meliputi biaya menyiang/merumput manual dan menyiang/merumput kimiawi. 7. Kos Pengendalian Hama & Penyakit, meliputi biaya pemberantasan hama, pemberantasan penyakit dan pengamat hama dan penyakit. 8. Kos Memupuk, meliputi biaya memupuk, pembelian pupuk (agrokimia), alat dan perlengkapan. 9. Kos Pangkasan, meliputi biaya pangkasan, benam cabang pangkasan, membereskan cabang, merorak, menggarpu, membuang lumut, pemeliharaan pohon pelindung, inventaris pohon. Selain Kos kegiatan diatas, terdapat Kos tenaga kerja, seperti gaji dan tunjangan mandor/pengawas, gaji dan tunjangan golongan IB-IID, gaji dan tunjangan golongan IA dan gaji penjaga persemaian/keamanan. Metode Penilaian Tanaman Teh Metode penilaian tanaman teh adalah adalah cara penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tanaman teh (tanaman menghasilkan) pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan (laporan manajemen) pada periode tertentu. Dalam hal ini, Perkebunan Ciater menggunakan Cost Model. Cost Model merupakan metode penentuan nilai suatu aktiva tetap dengan memperhitungkan seluruh
kos yang berhubungan langsung sejak pengakuan awal aktiva sampai aktiva tetap tersebut memberikan manfaat ekonomik bagi entitas yang menguasainya. Kos Persemaian Kos Tanaman Tahun Ini Kos Tanaman Belum Menghasilkan Kos Perolehan Tanaman Menghasilkan Biaya Depresiasi Tanaman Menghasilkan Nilai Buku Tanaman Menghasilkan Nilai tanaman menghasilkan merupakan jumlah dari semua kos yang terjadi dari tahap persemaian sampai menjadi tanaman menghasilkan. Sedangkan nilai buku dari tanaman teh menghasilkan adalah nilai tanaman menghasilkan setelah dikurangi biaya depresiasi tanaman menghasilkan. Metode depresiasi yang digunakan adalah straight line method (metode garis lurus), yaitu metode penyusutan yang nilainya sama setiap tahunnya. Metode ini menganggap aktiva tetap akan memberikan besarnya manfaat yang
Dengan demikian nilai tanaman menghasilkan yang muncul di neraca Perkebunan Ciater berdasarkan Cost Model adalah sebagai berikut: xxxx xxxx xxxx + xxxx xxxx xxxx sama setiap P.Purba:2008, 41).
tahunnya
(Marisi
Perhitungan Nilai Tanaman Teh Adapun penentuan besarnya kos perolehan tanaman teh pada Perkebunan Ciater dengan Cost Model terdiri atas: 1. Kos Persemaian, merupakan seluruh kos yang dikeluarkan sampai tanaman/bibit siap untuk dipindahkan/replanting ke areal kebun yang telah dipersiapkan. Untuk penggunaan kos kegiatan persemaian dapat dilihat dalam laporan berikut:
Tabel 2 Biaya Persemaian Tahun Tanam 2008 Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
Tabel 3 Biaya Persemaian Tahun Tanam 2009 Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
2. Kos tanaman tahun ini, merupakan kos kegiatan tanaman tahun ini yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dilihat dalam laporan berikut: tanaman/bibit yang telah dipindahkan ke areal kebun/afdeling yang telah disediakan. Untuk penggunaan kos Tabel 4 Biaya Tanaman Tahun Ini Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
dapat
3. Kos Tanaman Belum Menghasilkan Berdasarkan data yang diperoleh, Pada tahun 2009 Perkebunan Ciater belum ada tanaman yang dapat digolongkan sebagai tanaman belum menghasilkan, sehingga tidak ada laporan/data mengenai tanaman belum menghasilkan. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang petugas bagian tanaman, jenis biaya yang dikeluarkan tanaman belum menghasilkan (TBM) tidak jauh berbeda dengan biaya-biaya yang dikeluarkan saat tanaman menjadi
tanaman menghasilkan. Letak perbedaan itu misalkan pada jenis pupuk yang digunakan atau jenis pestisida yang digunakan. 4. Kos pemeliharaan tanaman menghasilkan, merupakan kos yang dikeluarkan untuk memperbaharui tanaman teh sehingga dapat kembali menghasilkan daun teh siap panen yang berkualitas baik. Untuk penggunaan kos kegiatan tanaman tahun ini dapat dilihat dalam laporan berikut:
Tabel 5 Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater Perubahan Nilai Tanaman Menghasilkan (TM) Tanaman teh sebagai aset biologi nilainya dapat berubah setiap saat akibat hal-hal/peristiwa tertentu. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang petugas bagian tanaman, perubahan nilai tersebut bisa bersifat naik atau turun. Hal atau peristiwa yang dapat mengakibatkan nilai tanaman menghasilkan (TM) naik akibat dari penanaman tanaman baru atau penambahan lahan baru. Sedangkan halhal atau peristiwa yang dapat mengakibatkan nilai tanaman menghasilkan (TM) turun dapat berasal dari faktor alam atau manusia itu sendiri.
Faktor dari alam yang dapat menurunkan nilai tanaman menghasilkan (TM) diantaranya akibat serangan hama, penyakit, cuaca, dan bencana alam seperti tanah longsor atau angin ribut. Sedangkan faktor yang berasal dari manusia sendiri adalah pengrusakan (vandalisme) atau konversi. Konversi merupakan peralihan dari satu jenis tanaman ke jenis tanaman lainya, misalkan Afdeling Ciater II akan dikonversi dari tanaman teh ke tanaman kina. Apabila nilai tanaman menghasilkan (TM) naik, perlakuan akuntansi yang digunakan Perkebunan Ciater adalah berdasarkan besarnya semua kos yang dikeluarkan untuk memperoleh tanaman menghasilkan
yang baru. kos yang dimaksud adalah kos sejak proses persemaian sampai pemeliharaan tanaman menghasilkan. Sedangkan apabila nilai tanaman menghasilkan (TM) turun, perlakuan akuntansi yang digunakan Perkebunan Ciater adalah dengan metode penghapusan aktiva. Penghapusan aktiva adalah penghapusan nilai buku suatu aktiva yang dilakukan apabila nilai buku yang tercantum tidak lagi menggambarkan manfaat dari aktiva yang bersangkutan (Psak 17 revisi 1994). Aset Biologi Perkebunan Ciater Secara implisit IAS 41 paragraf 4 dan 5 menjelaskan dua kriteria asset biologi. Pertama, “A biological asset is a living animal or plant.” Aset biologi merupakan hewan atau tanaman. Hewan yang tergolong sebagai aset biologi diantaranya domba, babi, dan sapi. Sedangkan tanaman yang tergolong sebagai aset biologi diantaranya berjenis semak, anggur, dan tanaman buah-buahan. Kedua, Aset biologi akan mengalami proses yang disebut sebagai biological transformation. Biological transformation terdiri dari proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan reproduksi yang menyebabkan perubahan-perubahan kuantitatif atau kualitatif dalam aset biologi. Tanaman teh Perkebunan Ciater telah memenuhi kedua kriteria sebagai aset biologi sesuai dengan IAS 41. Pertama, tanaman teh tergolong sebagai tanaman jenis semak. Hasil dari tanaman teh adalah daun teh yang merupakan bahan baku utama produksi Perkebunan Ciater. Kedua, tanaman teh akan mengalami biological transformation, yaitu pertumbuhan (dari tahap persemaian s/d tahap panen), degenerasi (akibat faktor alam dan manusia), produksi (daun teh dapat diolah menjadi teh hitam), reproduksi (melalui stek atau seedling).
Pengakuan Aset Biologi Perkebunan Ciater Suatu entitas akan mengakui suatu aset biologi atau hasil pertanian apabila dan hanya bila: (IAS 41 paragraf 10) a. Entitas menguasai aset sebagai akibat/hasil kejadian masa lalu b. Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan aset di masa akan datang akan mengalir ke entitas c. Nilai wajar (fair value) atau biaya (cost) dari aset dapat diukur secara andal. Perkebunan Ciater telah memenuhi 3 kriteria pengakuan aset biologi diatas. Pertama, Perkebunan Ciater menguasai tanaman teh akibat/hasil kejadian masa lalu, yaitu hasil dari kegiatan persemaian dan pemeliharaan tanaman teh sampai dapat menghasilkan daun teh. Kedua, manfaat ekonomi dari tanaman teh di masa akan datang akan mengalir ke Perkebunan Ciater, yaitu hasil panen pucuk daun teh yang akan dijadikan sebagai bahan baku utama produksi teh hitam. Setelah teh hitam dijual,maka akan timbul aliran masuk kas bagi Perkebunan Ciater. Ketiga, kos dari tanaman teh dapat diukur secara andal, yaitu kos sejak tahap persemaian s/d tahap tanaman menghasilkan. Sedangkan nilai wajar dari tanaman teh tidak dapat diukur secara andal. Hal utama yang menyebabkan nilai wajar untuk tanaman teh tidak dapat diukur dengan andal adalah tujuan utama dari penanaman tanaman teh itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas bagian tanaman Perkebunan Ciater, tujuan utama dari penanaman tanaman teh bukan untuk dijual seperti tanaman hias atau bonsai (tanaman bertindak sebagai persediaan untuk dijual), melainkan sebagai alat penghasil daun teh untuk bahan baku utama produksi teh hitam (tanaman bertindak sebagai aktiva tetap). Sesuai dengan definisi aktiva tetap yang dipaparkan dalam teori, tanaman teh
dapat digolongkan sebagai aktiva tetap. Ada tiga alasan yang dapat mendasari. Pertama, tanaman teh memiliki umur manfaat lebih dari 1 tahun, yaitu ± 60 tahun. Kedua, tanaman teh digunakan oleh Perkebunan Ciater untuk menciptakan aliran pendapatan di masa akan datang, yaitu dengan menghasilkan daun teh sebagai bahan baku produksi teh hitam yang kemudian dijual, sehingga muncul aliran pendapatan bagi Perkebunan Ciater. Ketiga, tanaman teh merupakan hasil investasi perusahaan yang berasal dari penciptaan sendiri, yaitu melalui tahap persemaian s/d tahap tanaman menghasilkan. Pengukuran Aset Biologi Perkebunan Ciater Suatu aset biologi akan diukur pada pengakuan awal dan pada akhir setiap periode pelaporan sesuai nilai wajar,
kecuali untuk kasus dimana nilai wajar tidak dapat diukur secara andal (IAS 41 paragraf 12). Pada kasus seperti itu, aset biologi akan diukur berdasarkan kos dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian akibat kerusakan aset (IAS 41 paragraf 30). Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tanaman teh tidak memiliki nilai wajar (fair value), maka pengukuran pada pengakuan awal aset biologi harus dilakukan berdasarkan kos yang terjadi selama proses penyiapan aset biologi sampai siap memberikan manfaat ekonomi. Proses penyiapan terdiri dari tahap persemaian, tanaman tahun ini/replanting, tanaman belum menghasilkan (TBM), pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM), dan panen. Berikut gambaran tahap penyiapan tanaman teh:
Gambar 4 Tahap Penyiapan Tanaman Teh
Pada masing-masing tahap, Perkebunan Ciater akan mengeluarkan kos sebagai pengorbanan untuk memperoleh tanaman teh. Kos yang dikeluarkan sampai tahap tanaman menghasilkan (tahap A-D) termasuk sebagai Kos Perolehan Awal Aktiva, karena setelah mencapai tahap tanaman menghasilkan berarti tanaman teh telah siap memberikan manfaat ekonomi bagi Perkebunan Ciater. Sesuai dengan prinsip akuntansi aktiva tetap bahwa jumlah kos yang harus diakui sebagai kos perolehan aktiva tetap pada saat perolehan adalah kos sejak awal hingga aktiva tetap tersebut siap digunakan atau dioperasikan. Kos perolehan suatu aktiva tetap dikapitalisasi apabila manfaat ekonomi
aktiva tersebut dapat diperoleh pada masa-masa yang akan datang baik secara langsung maupun tidak langsung dan manfaat ekonomi tersebut dapat diukur dengan andal. Untuk pengukuran kos perolehan awal tanaman teh, Perkebunan Ciater telah menerapkan teori dengan benar. Namun, selama ini Perkebunan Ciater secara berkelanjutan mengakui kos Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (tahap D-E) sebagai nilai tambah tanaman teh di neraca setiap bulannya. Seharusnya kos pemeliharaan tanaman menghasilkan tidak diperhitungkan sebagai nilai tambah perolehan tanaman teh. Kos pemeliharaan yang dikeluarkan tergolong ke dalam Biaya
Setelah Perolehan Awal. Biaya setelah perolehan awal merupakan kos yang dikeluarkan setelah suatu aktiva tetap berwujud digunakan (Marisi P.Purba, 2008:19). Kos ini wajib dikapitalisasi atau diakui sebagai kos perolehan aktiva tetap berwujud apabila memberikan manfaat ekonomi pada masa yang akan datang dan dapat diukur secara andal. Dengan kata lain, kos yang dapat diperhitungkan sebagai elemen aktiva tetap adalah kos yang dapat menambah umur manfaat aktiva dan kos yang masa manfaatnya bersifat lebih dari satu periode akuntansi (misalkan kos turun mesin untuk mobil). Kos pemeliharaan tanaman teh bersifat rutin setiap bulannya dan tidak menambah usia manfaat tanaman teh.Kos pemeliharaan tanaman teh bertujuan untuk memperbaharui tanaman teh agar tetap memberikan manfaat ekonomi bagi Perkebunan Ciater. Manfaat ekonomi yang diperoleh Perkebunan Ciater adalah daun teh yang dihasilkan tanaman teh sebagai bahan baku produksi teh hitam. Dengan demikian dapat dikatan bahwa untuk memperoleh bahan baku produksi teh hitam, yaitu daun teh, Perkebunan Ciater harus mengeluarkan biaya pemeliharaan tanaman teh. Sesuai dengan PSAK no 14 prg 06 menyatakan bahwa Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, bia ya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Oleh karena itu, kos pemeliharaan tanaman teh tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen kos tanaman teh, melainkan diperhitungkan sebagai elemen kos perolehan persediaan bahan baku produksi teh hitam. Metode Depresiasi Aset Biologi Tanaman teh sebagai aset biologi sekaligus sebagai aktiva tetap, nilainya disusutkan setiap periodenya. IAS 41
paragraf 33 menjelaskan metode depresiasi yang dapat digunakan untuk aset biologi dapat mempertimbangkan IAS 2 Inventories, IAS 16 Plant, Equipment and Property, and IAS 36 Impairment Assets. Ada tiga jenis metode depresiasi yang dapat digunakan, yaitu straight line method, diminishing balance method, dan unit production method. Suatu entitas memilih metode depresiasi yang dapat mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi di masa akan datang (IAS 16 paragraf 62). Perkebunan Ciater dalam melakukan depresiasi tanaman teh menggunakan straight line method. Metode ini menganggap konsumsi aktiva setiap periodenya sama. Penggunaan Metode ini sudah tepat, karena setiap tahunnya produktivitas tanaman teh Perkebunan Ciater menghasilkan daun teh dengan kuantitas yang terbilang stabil. Penggolongan Kos Penanaman Tanaman Teh Secara umum Penggolongan kos berdasarkan kegiatan yang dilakukan Perkebunan Ciater sudah tepat untuk mempermudah perhitungan nilai tanaman menghasilkan. Seluruh kos yang terjadi sejak tahap persemaian sampai dengan tanaman menghasilkan tahap A s/d D) merupakan komponen perhitungan kos perolehan tanaman menghasilkan (TM). Kecuali untuk kos pemeliharaan tanaman teh, akan masuk sebagai komponen kos perolehan persediaan bahan baku produksi. Perhitungan Nilai Tanaman Teh Tanaman teh tidak memiliki fair value sehingga harus menggunakan pendekatan kos untuk mengukurnya. Jumlah tanaman teh yang hidup juga akan mempengaruhi besar-kecilnya nilai perolehan tanaman teh per pohonnya. Pada laporan manajemen, laporan biaya kegiatan persemaian/pembibitan tahun tanam 2009
terdapat kesalahan data jumlah pohon yang hidup. Di laporan manajemen tercantum angka 842.000 pohon, berdasarkan wawancara dengan petugas bagian tanaman jumlah pohon sampai bulan November 2009 yang sebenarnya adalah 619.600 pohon. Berikut ini disajikan perhitungan nilai tanaman teh per pohonnya berdasarkan tahapan kegiatannya. Angka yang disajikan pada tahap persemaian merupakan data asli Perkebunan Ciater, sedangkan pada tahap tanaman tahun ini, tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan, peneliti menggunakan angka estimasi. Hal ini dikarenakan proses penyiapan tanaman teh memerlukan periode waktu yang
cukup lama, yaitu 3 s/d 3,5 tahun sehingga belum ada laporan lengkap untuk kos tanaman teh. Untuk tahap persemaian, peneliti menggunakan data Laporan Manajemen bulan November tahun 2009. 1. Kos Pemeliharaan (Tahap A s/d tahap B) Tahap persemaian membutuhkan waktu ±2 tahun. Tahun pertama merupakan tahap pembuatan, sedangkan tahun kedua merupakan tahap persemaian sebenarnya. Perkebunan Ciater pada tahun 2009 membuat persemaian tanaman teh baru dengan luas area 1,2 Ha, berikut perhitungannya:
Persemaian Tahun Pertama (2009)
Jadi, kos perolehan untuk 1 tanaman teh tahun pertama persemaian adalah Rp380. Persemaian Tahun Kedua (2010) Angka estimasi di dasarkan pada persemaian tahun kedua tanaman teh tahun tanam 2008. Untuk 1,5 Ha kos persemaian tahun kedua = Rp 62.710.915, maka estimasi kos persemaian tahun kedua untuk 1,2 Ha adalah: Untuk 1,2 Ha = x Rp 62.710.915 = Rp 50.168.732 Sedangkan untuk tanaman yang mati/hilang pada areal 1,5 ha:
maka untuk areal 1,2 ha, tanaman yang hidup adalah: (100%-23.4%) x 619.600 pohon = 474.614 pohon
Jadi, harga perolehan untuk 1 tanaman teh pada tahun persemaian kedua adalah Rp 602. 2. Kos Tanaman Tahun Ini (Tahap B s/d tahap C) Angka estimasi di dasarkan pada kos untuk Tanaman Tahun ini (TTI) pada tahun 2009 dengan luas areal 57,7Ha
sebesar Rp 665.364.351 dengan asumsi jumlah tanaman yang mati setelah tahap persemaian = 0. Maka kos TTI dengan luas areal 1,2 Ha sebesar:
3. Kos Tanaman Belum Menghasilkan (Tahap C s/d D) Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas bagian tanaman Perkebunan Ciater, besarnya kos tanaman belum menghasilkan tidak berbeda jauh dengan biaya pemeliharaan tanaman
menghasilkan, yaitu ±90% dari kos pemeliharaan tanaman menghasilkan. Asumsi, jumlah tanaman yang mati pada tahap Tanaman Tahun Ini = 0. Kos pemeliharaan tanaman menghasilkan untuk 1147,89 Ha = Rp 6.306.565.523.
4. Kos Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (Tahap D s/d tahap E) Angka estimasi didasarkan pada kos pemeliharaan tanaman menghasilkan dengan pada tahun 2009 dengan luas
areal 1147,89 Ha = Rp 6.306.565.523. Asumsi jumlah tanaman yang pada tahap TBM = 0.
Dengan demikian total Kos perolehan untuk 1 tanaman teh dari tahap persemaian s/d tanaman menghasilkan adalah, sebagai berikut: Kos Persemaian Rp 602 Kos Tanaman Tahun Ini Rp 29 Kos Tanaman Belum Menghasilkan Rp 12,5 + Kos PerolehanTanaman Menghasilkan Rp 643,5 Biaya Depresiasi Tanaman Menghasilkan Rp 10,96 Nilai Buku Tanaman Menghasilkan Rp 632,54 Umur manfaat untuk tanaman teh ±60 tahun dengan nilai sisa = 0. Asumsi, tanaman teh di depresiasikan selama
Maka Kos perolehan aset biologi tanaman teh setelah dikurangi akumulasi penyusutan adalah Rp 632,54. Jumlah pohon yang masih hidup akan sangat berpengaruh terhadap kos perolehan tanaman. Oleh karena itu, semua kos yang telah terjadi termasuk untuk tanaman yang telah mati merupakan nilai dari sisa tanaman yang masih hidup pada tahun tanam tersebut. Di dalam SOP Perkebunan Ciater juga terdapat standar operasi mengenai kos perolehan tanaman, sehingga kos perolehan tanaman dapat dijadikan salah satu indikator pengukur kinerja Perkebunan Ciater pada suatu periode.
Perlakuan Perubahan Nilai Tanaman Teh IAS 41 menjelaskan bahwa “A gain or loss arising on initial recognition of agricultural produce at fair value less costs to sell shall be included in profit or
1 tahun. Maka biaya depresiasi tanaman menghasilkan dengan straight line method adalah:
loss for the period in which it arises”. Hal ini berarti segala kenaikan dan penurunan nilai tanaman menghasilkan harus diakui sebagai laba atau rugi pada periode dimana tia muncul. Di Perkebunan Ciater pada saat nilai tanaman menghasilkan (TM) naik, maka besarnya kenaikan nilai tersebut bukan diakui sebagai laba melainkan sebagai Investasi Tanaman. Walaupun tidak sesuai dengan IAS 41 yang akan di adopsi oleh indonesia, hal ini merupakan kebijakan dari perusahaan karena tujuan utama dari tanaman teh adalah untuk menghasilkan pucuk daun teh bukan untuk menghasilkan tanaman yang siap jual (misalkan seperti tanaman hias, bonsai,dll). Pada saat terjadi kenaikan, Perkebunan Ciater langsung mengakui kenaikan nilai pada saat terjadinya, ini telah sesuai dengan IAS 41 paragraf 28. Pada saat nilai tanaman menghasilkan (TM) turun, maka besarnya penurunan nilai tersebut akan diajukan sebagai nilai aktiva yang akan dihapuskan. Kemudian besarnya nilai penghapusan ini akan menjadi biaya
kantor pusat yang nantinya akan dibebankan kembali ke afdeling-afdeling bukan sebagai kerugian perusahaan. Padahal di dalam teori dipaparkan bahwa biaya berbeda dengan rugi. Biaya merupakan upaya untuk memperoleh pendapatan sedangkan rugi merupakan manfaat ekonomik yang telah hangus atau menguap akibat peristiwa khusus atau tidak normal (bencana alam, kecelakaan). Bencana alam seperti tanah longsor merupakan peristiwa khusus atau tidak normal bagi perkebunan teh, sehingga penurunan nilai akibat peristiwa tersebut dapat diakui sebagai rugi. Sedangkan penurunan nilai akibat hama atau penyakit merupakan peristiwa biasa yang terjadi dalam perkebunan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kewajaran dan keandalan laporan keuangan. SIMPULAN Dari hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tanaman teh yang dikelola Perkebunan Ciater tergolong sebagai aset biologi karena memenuhi dua kriteria aset biologi seperti yang diungkapkan secara implisit dalam IAS 41 Agriculture, yaitu tanaman teh tergolong jenis tanaman semak dan mengalami biological transformation. 2. Aset Biologi tergolong sebagai aktiva tetap karena memenuhi tiga kriteria aktiva tetap, yaitu memiliki umur ekonomis lebih dari 1 tahun, digunakan dalam proses penciptaan pendapatan di masa akan datang, dan berasal dari investasi perusahaan. 3. Kos perolehan awal per tanaman teh Rp 643,5 terdiri dari kos persemaian Rp 602; kos tanaman tahun ini Rp 29; kos tanaman belum menghasilkan Rp 12,5. Seluruh kos tersebut merupakan komponen perhitungan kos perolehan awal tanaman teh. 4. Kos pemeliharaan tidak diperhitungkan kembali sebagai elemen nilai tambah tanaman teh. Sesuai dengan tujuan kos
pemeliharaan itu sendiri, sebaiknya kos pemeliharaan diperhitungkan sebagai kos perolehan bahan baku produksi. Tujuan kos pemeliharaan adalah untuk memperbaharui tanaman teh agar tetap memberikan manfaat ekonomi bagi Perkebunan Ciater, bersifat rutin dilakukan dan tidak menambah umur manfaat tanaman teh. 5. Perkebunan Ciater akan mengakui kenaikan aset biologi sebagai investasi tanaman. Hal tersebut merupakan kebijakan dari perusahaan karena tujuan penanaman teh bukan untuk dijual seperti tanaman hias pada umumnya, melainkan digunakan sebagai alat penghasil daun teh. Sedangkan penurunan aset biologi diakui sebagai biaya kantor bukan sebagai kerugian. Karena pada dasarnya biaya berbeda dengan rugi, sebaiknya penurunan aset biologi diakui sebagai kerugian sesuai dengan IAS 41 Agriculture. Hal ini akan berpengaruh terhadap kewajaran dan keandalan laporan keuangan. Dalam penelitian ini, pembahasan mengenai aset biologi hanya terbatas pada perhitungan nilai aset biologi s/d panen pertama saja. Kos setelah panen pertama tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti menggunakan angka estimasi dalam perhitungan harga perolehan tanaman karena waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan tanaman teh cukup lama. Sehingga tidak semua laporan biaya kegiatan muncul setiap periodenya. Agar Perkebunan Ciater dalam melakukan penilaian terhadap aset biologi dapat lebih tepat dan lebih teliti penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Perkebunan Ciater hendaknya menggunakan Rugi untuk pengakuan penurunan nilai aset biologi. 2. Dalam perhitungan perolehan tanaman menghasilkan hendaknya hanya memperhitungkan seluruh kos yang
berhubungan langsung dengan proses penyiapan tanaman teh, sedangkan kos pemeliharaan sebaiknya dimasukkan sebagai kos perolehan bahan baku produksi. 3. Sebisa mungkin Perkebunan Ciater mampu meminimalkan tanaman yang mati tiap tahun tanam sehingga kos perolehan per tanaman bisa lebih rendah. 4. Perkebunan Ciater hendaknya terus meningkatkan pemeliharaan aset biologi agar dapat terus menghasilkan pucuk daun teh yang berkualitas. 5. Untuk Penelitian selanjutnya, peneliti mengharapkan pembahasan aset biologi tidak terbatas hanya sampai perhitungan nilai tanaman teh s/d panen pertama, alangkah baiknya apabila membahas pula mengenai Kos Produksi Tanaman Teh. REFERENSI Carter, William K dan Milton F.Usry. 2002.Akuntansi Biaya,Salemba Empat,Jakarta. Food Info. 2009. Penanaman Teh. Diambil Oktober, 15, 2009 dari http://www.foodinfo.net/id/products/tea/cultivation.htm International Financial Reporting Standard. 2008. International Accounting Standard board. Diambil Oktober, 25, 2009 dari http://www.iasb.org Marzuky. 1997. Metode Riset. Yogyakarta : BPFE UII Purba, Marisi P., 2008. Akuntansi Aktiva Tetap, Kris Consulting, Jakarta.
Suwardjono. 2006. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi K3.BPFE.Yogyakarta Widjaja, Amin T., 2009. Akuntansi Nilai Wajar (Fair Value Accounting), Harvarindo, Jakarta.