ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII
ROCI FIRMANDA MUKLIS A14070063
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN ROCI FIRMANDA MUKLIS. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan YAYAT HIDAYAT Sebagian besar perkebunan teh di Indonesia berada pada lahan miring di daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan aliran permukaan dan erosi tanah. Akan tetapi, pada lahan perkebunan teh dewasa kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Untuk menjaga ketinggian bidang petik dan memperbaiki produktifitas tanaman teh, manajemen perkebunan teh Gunung Mas (PTPN VIII) melakukan pemangkasan secara berkala dan hasil pangkasan (daun, ranting, dan cabang) dikembalikan ke sekeliling tanaman teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aliran permukan dan erosi tanah di perkebunan teh pada beberapa umur pemangkasan. Penelitian ini menggunakan 3 petak pengukuran aliran permukaan berukuran 2m x 8m. Plot ditempatkan pada blok kebun berbeda secara acak dengan umur pangkas: T1 = tanaman teh umur tahun ke-1 setelah pemangkasan (lereng 17 %), T2 = tanaman teh umur tahun ke-3 setelah pemangkasan (lereng 18 %), dan T3 = tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan (lereng 16 %). Curah hujan lokasi penelitian periode Desember 2010 – Desember 2011 sebesar 2627,3 mm dengan erosivitas hujan tahunan sebesar 1711,1 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 299,1 ton-m ha-1, cm jam-1 dan terendah pada bulan Agustus sebesar 2,01 ton-m ha-1, cm jam-1. Perbedaan umur pemangkasan tanaman teh mempengaruhi aliran permukaan dan erosi tanah. Aliran permukaan (AP) tertinggi yakni pada petak T3 sebesar 325,57 m3 ha-1 th-1 dengan koefisien AP = 0,0205 dan terendah pada petak T1 sebesar 146,19 m3 ha-1 th-1 dengan koefisien AP = 0,0092. Sedangkan aliran permukaan pada petak T2 sebesar 208,89 m3 ha-1 th-1 dengan koefisien AP = 0,0131. Tingginya aliran permukaan pada T3 disebabkan oleh tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi debu. Fraksi debu mudah terdispersi dan menutupi poripori tanah sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi tanah. Pada petak T1, kecilnya jumlah aliran permukaan disebabkan oleh keberadaan bahan organik
hasil pangkasan (daun, ranting, cabang) pada permukaan tanah. Perbaikan sifat fisik tanah oleh bahan organik menyebabkan yanah mampu meresapkan air hujan lebih banyak sehingga menurunkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan. Sama seperti halnya aliran permukaan, erosi tanah tertinggi pada petak T3 sebesar 55,36 kg ha-1 th-1 dan erosi terendah pada petak T1 sebesar 25,80 kg ha-1 th-1 Sedangkan petak T2 menghasilkan erosi tanah sebesar 32,06 kg ha-1 th-1. Rata-rata erosi tanah ketiga petak pengukuran = 0,03774 ton ha-1 th-1 jauh lebih kecil dari nilai TSL (Tolerable Soil Loss) sebesar 18 ton ha-1 th-1, sehingga erosi yang terjadi pada perkebunan teh Gunung Mas (PTPN VIII) masih tergolong rendah dan dapat ditoleransi.
SUMMARY ROCI FIRMANDA MUKLIS. Runoff and Soil Erosion on Tea Plantation of Gunung Mas PT. Perkebunan Nusantara VIII. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and YAYAT HIDAYAT. Most of tea plantations in Indonesia are located on sloping land and mountainous areas with high rainfall. It has the potential to cause runoff and soil erosion. In the land of mature tea plantation, however, erosion almost meaningless because the land is completely covered and some erosion may occured after the process of pruning and removal of the tea plant (Hartemink, 2006). In order to maintain area of picking and improve the productivity of the tea plant, Gunung Mas Tea Plantation Management (PTPN VIII) use to do the periodic pruning and the produces (leaves, twigs, and branches) use to be returned surrounding the plants. This research aims to examine the runoff and soil erosion on tea plantation at some age of pruning. This research had applied three plots measurement of runoff where in the size is 2m x 8m. The plots were randomly located in different plantation blocks with age of pruning: T1 = tea plant first year after pruning (17% of slope), T2 = tea plant third years after pruning (18% of slope), T3 = tea plant fourth years after pruning (16% of slope). The rainfall of study location is equal to 2,627.3 mm. Annual rainfall erosivity of 1,711.1 ton-m ha-1, cm hour-1 with the highest erosivity occured in January of 299.1 ton-m ha-1, cm hour-1 and the lowest occured in August of 2.01 ton-m ha-1, cm hour-1. The age of tea plant pruning affected runoff and soil erosion in the research plots. The highest runoff was in T3 plot of 325.57 m3 ha-1 yr-1 with runoff coefficient = 0.0205 and the lowest was in T1 plot of 146.19 m3 ha-1 yr-1 with runoff coefficient = 0.0092 afterward, the runoff on T2 plot of 208.89 m3 ha-1 yr-1 with the runoff coefficient = 0.0131. The high runoff on T3 was caused by soil texture that is dominated by the fraction of silt. The fraction of silt is easily dispersed and filled the soil pores; therefore, it reduce the infiltration capacity. At T1 plot, less amount of runoff due to the presence of organic matter pruning resulted (leaves, twigs, branches) on the soil surface. Organic matter and branch is able to absorb more rain water and thus decrease the amount and velocity of runoff.
As well as runoff, the highest soil erosion was on T3 plot of 55.36 kg ha-1 yr-1 and the lowest was on T1 plot of 25.80 kg ha-1 yr-1 whereas T2 plot obtained soil erosion of 32.06 kg ha-1 yr-1. The average of soil erosion from the three plots is 0.03774 ton ha-1 yr-1. It is much less than the value of TSL (Tolerable Soil Loss) of 18 ton ha-1 yr-1, therefore the erosion that occurs in the tea plantations of Gunung Mas (PTPN VIII) is still relatively permisible and tolerated.
ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII
ROCI FIRMANDA MUKLIS A14070063
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII
Nama Mahasiswa
: Roci Fimanda Muklis
Nomor Pokok
: A14070063
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Sc NIP. 19600808 198903 1 003
Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si NIP. 19650103 199212 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 196211131 198703 1 003 Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Roci Firmanda Muklis, dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 November 1989. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Muchlis dan Ibu Satri Hartati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak bernama Deni Yuli Putra Marjan, S. Kom dan adik bernama Sriwinda Martilova, Am. Keb. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Pabuaran IV Cibinong Kabupaten Bogor pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 1 Cibinong. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui program USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan universitas, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan agenda kampus dan aktif di beberapa organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB sebagai staff Kementrian Kebijakan Nasional pada tahun 2009 - 2011 dan sebagai ketua pelaksana Simposium Gerakan Antikorupsi IPB tahun 2010 serta Ketua Pelaksana Soilidarity Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan tahun 2009. Selain aktif di lembaga kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kesenian, seperti band dan perkusi. Selama menempuh Studi, penulis mendapatkan beasiswa prestasi akademik dari Djarum Beasiswa Plus tahun 20092010
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII”. Penelitian ini mempelajari sifat hujan, sifat fisik tanah, aliran permukaan, dan erosi pada lahan perkebunan teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk keluarga atas segala dukungan dan doa, IPB untuk segala fasilitas yang diberikan, dosen pembimbing skripsi untuk kegiatan pembimbingan penelitian dan penyusunan skripsi, PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas atas izin dan bantuannya dalam menjalankan penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukan.
Bogor, September 2012 Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, serta doa dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Orang tua tercinta, Bapak Muchlis dan Ibu Satri Hartati atas dukungan, kasih sayang, cinta, pengertian, semangat dan doa yang tak pernah putus diberikan untuk penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan, mendidik, dan banyak memberikan ilmu pengetahuan dan moral kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. D. P. Tedjo Baskoro selaku dosen penguji skripsi yang telah memberi banyak masukan dan saran terhadap penyelesaian skripsi ini. 4. Deni Yuli Putra Marjan, abang yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, cinta, dan kasih serta Sriwinda Martilova, adik yang selalu memberi dukungan, pengertian, hiburan, dan doa. Dina Wahyuni seseorang yang selalu menemani hari-hari penulis dengan kasih sayang, dukungan, pengertian, dan doa setiap harinya 5. PTPN VIII Gunung Mas atas izin melakukan penelitian, Bapak Ediatna serta keluarga, Bapak Yayat serta keluarga, Bapak Ujang, Bapak Dede serta keluarga, Bapak Karmana, BMKG Citeko, dan instansi terkait yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data penelitian dan membantu penulis dalam menjalankan penelitian. 6. Andi Suryadi, Ardita Oktaviana, Bagus A. H., Novi Prihatin, Devi Mayasari, Eni Winarti atas bantuan tenaga, pemikiran, semangat dan doanya.
7. Sahabat – sahabat seperjuangan Anyank, Agam, Vecky, Reka, Aldi atas segala pembelajaran, kekeluargaan, dukungan dan pengertian yang telah diberikan kepada penulis. 8. Teman – teman MSL 44, 43, 42 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di DITSL. D’ Arpeggio, Annisa Nur Fajrina, Riza, Daulay, Widya, Fauzan, Fauzi terimakasih untuk keceriaan dan semangat yang diberikan oleh penulis selama ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah ........................................................ 3 2.2. Proses Erosi Tanah ................................................................................. 4 2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi........34 2.3.1. Iklim ............................................................................................. 4 a. Erosivitas Hujan.....................................................................
5
b. Erosivitas Aliran Permukaan................................................... 5 2.3.2. Topografi ...................................................................................... 6 2.3.3. Vegetasi ........................................................................................ 6 2.3.4. Tanah ............................................................................................ 7 2.3.5. Manusia ........................................................................................ 8 2.4. Dampak Erosi Tanah .............................................................................. 8 2.5. Petak Erosi Menurut Wischmeier dan Smith ......................................... 9 2.6. Teh (Camelia sinensis (L)) ..................................................................... 9 2.6.1. Syarat Tumbuh Tanaman Teh ...................................................... 9 2.6.2. Pemangkasan Teh ....................................................................... 10 2.7. Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah ...................................................... 11
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ....................................................... 13 3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 13 3.2. Bahan dan Alat ..................................................................................... 13 3.3. Metode Penelitian ................................................................................. 14 3.3.1. Pembuatan Petak Ukur Aliran Permukaan dan Erosi ................. 14 3.3.2. Peralatan yang Dipergunakan untuk Membuat Petak Erosi dan Cara Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi ........................... 15 3.3.3. Analisis Sifat Fisik Tanah .......................................................... 17 3.3.4. Pengukuran Infiltrasi Tanah ....................................................... 18 3.3.5. Analisis Data Hujan .................................................................... 19 3.3.6. Pengukuran Persentase Tutupan Lahan ...................................... 20 3.3.7. Pengukuran Lolosan Tajuk ......................................................... 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 22 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 22 4.2. Klasifikasi Iklim ................................................................................... 22 4.3. Karakteristik Hujan ............................................................................... 24 4.4. Sifat Fisik Tanah ................................................................................... 27 4.5. Infiltrasi Tanah...................................................................................... 31 4.6. Aliran Permukaan dan Erosi ................................................................. 32 V. KESIMPULAN ................................................................................................ 43 5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 43 5.2. Saran ..................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44 LAMPIRAN .......................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Jenis Analisis Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya......................... 18 2. Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 – Desember 2011........................................................................................................... 25 3. Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Tanah................................................................................................ 29 4. Permeabilitas Tanah Ketiga Petak Ukur.................................................... 30 5. Kapasitas Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran........................ 31 6. Aliran Permukaan, Erosi Tanah, dan Tutupan Tajuk pada Ketiga Petak Pengukuran Erosi....................................................................................... 39 Lampiran 1. Curah Hujan Bulanan dan Penentuan Tipe Iklim Menurut Schmidth – Ferguson di Lokasi Penelitian................................................................... 49 2. Karakteristik Hujan di Lokasi Penelitian (Stasium Klimatologi Citeko).. 50 3. Suhu dan Kelembaban Udara (Stasiun Klimatologi Citeko)..................... 54 4. Data Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran................................ 55 5. Klasifikasi Infiltrasi Menurut Kohnke (1968)........................................... 56 6. Aliran Permukaan pada Petak T1 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011........................................ 57 7. Aliran Permukaan pada Petak T2 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011........................................ 60 8. Aliran Permukaan pada Petak T3 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011........................................ 63 9. Erosi Harian pada Ketiga Petak Pengukuran di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011............................. 66 10. Nilai Lolosan Tajuk di Ketiga Petak Ukur................................................ 70
11. Riwayat Jadwal Pemangkasan Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Tahun 2008 – 2012............................................................... 71
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Teh.................................................. 11 2. Lokasi Penelitian; a) Letak Lahan Penelitian di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII, b) Letak Desa Citeko Kecamatan Cisarua..................... 13 3. Alat Pengukur Infiltrasi Tanah.................................................................. 18 4. Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk........................................................ 21 5. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Desa Citeko (2004 – 2011).................... 23 6. Kurva pF Tanah Lapisan Atas (a) dan Bawah (b) pada Ketiga Petak Ukur........................................................................................................... 27 7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Des 2010 – Des 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII.......................................... 33 8. Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Des 2010 – Des 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII................................................... 35 9. Perbandingan Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan 2011 Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 – Desember....................................................................................... 36 10. Tanaman Teh Setelah Pangkas dan Sisa Pemangkasan............................. 41 Lampiran Layout Ketiga Petak Pengukuran Erosi di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII................................................................................................
72
2. a) Sketsa Petak Ukur Aliran Permukaan dan b) Penampung Erosi (bak)
73
3. Layout Pertanaman Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII............
74
4. Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T1.................................
75
5. Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T2................................
76
1.
6. Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T3.................................. 77
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagian besar perkebunan teh di Indonesia berada pada lahan miring di daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Menurut Setyamidjaja (2000), di Indonesia pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400 m - 1200 m dari permukaan laut. Curah hujan tinggi yang jatuh pada lahan miring di perkebunan teh berpotensi menimbulkan aliran permukaan dan erosi tanah. Akan tetapi, pada lahan perkebunan teh dewasa kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Arsyad (2006) menyatakan bahwa erosi merupakan suatu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Tingkat aliran permukaan dan erosi yang tinggi dapat menurunkan produktifitas dan kualitas tanah (Sinukaban, 1985). Perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII telah sejak lama melakukan usaha perkebunan produksi teh. Lokasi perkebunan sebagian besar berada pada dataran tinggi dengan ketinggian 900 - 1200 mdpl dan meliputi areal seluas 1182 Ha (Direktori Wisata Agro Indonesia, 2010). Topografi lahan perkebunan sebagian besar terdiri dari bergelombang hingga berbukit dan curah hujan tahunan mencapai 2500 – 5000 mm th-1. Selain itu, untuk menjaga ketinggian bidang petik dan memperbaiki produktifitas
pucuk
tanaman
teh,
manajemen
perkebunan
melakukan
pemangkasan tanaman teh secara berkala. Kegiatan pemangkasan dilakukan pada saat musim hujan. Hal demikian dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air pada tanaman teh saat fase pertumbuhan kembali bagian tanaman yang telah dipangkas. Metode pemangkasan yang digunakan adalah metode pemangkasan bersih yakni pemangkasan dengan bidang pangkas rata, semua cabang yang berukuran kurang dari 1 cm dibuang (Prihartono, 2000). Kegiatan pemangkasan tanaman teh pada areal yang cukup luas dikhawatirkan akan semakin meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah sebagai akibat dari berkurangnya pengaruh tutupan tajuk tanaman teh dalam menahan curah hujan tinggi. Oleh karena itu, kajian mengenai pengaruh
2
pemangkasan tanaman teh terhadap aliran permukaan dan erosi tanah di perkebunan teh menjadi cukup penting. 1.2. Tujuan Penelitian Mengkaji aliran permukan dan erosi tanah di perkebunan teh pada beberapa umur pemangkasan serta faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi tanah.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi dan bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi (Arsyad, 2006). Di dalam bahasa inggris dikenal kata runoff yang berarti bagian air hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau, atau laut berupa aliran di atas permukaan tanah atau aliran di bawah permukaan tanah. Akan tetapi di dalam hidrologi istilah runoff digunakan untuk aliran di atas permukaan tanah bukan aliran di bawah permukaan tanah. Dalam pengertian ini runoff dapat berarti aliran air di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai, dan aliran air di dalam sungai (Arsyad, 2006). Kohnke dan Bertrand (1959) menyatakan bahwa aliran permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : presipitasi, intensitas hujan, lamanya hujan, distribusi hujan dalam daerah pengaliran, arah pergerakan hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, keadaan penggunaan tanah, jenis tanah, kondisi topografi dalam daerah pengaliran, temperatur, lapisan bawah, tanaman penutup tanah, dan lain-lain. Menurut Arsyad (2006) erosi merupakan suatu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Sedangkan definisi menurut Sarief (1985) erosi adalah proses pengikisan lapisan tanah permukaan sebagai akibat dari tumbukan butir hujan dan aliran air di permukaan. Kejadian erosi merupakan fungsi dari beberapa faktor utama penyebab terjadinya erosi yakni curah hujan, topografi, sifat tanah (terutama sifat fisik), jenis penggunaan tanah dan faktor pengolahan (Morgan, 1979). Menurut Baver et al. (1972) terjadinya erosi tanah tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup, dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal.
4 2.2. Proses Erosi Tanah Erosi tanah merupakan fenomena kompleks alami yang meliputi proses pelepasan (detachment), pengangkutan (transport), dan pemindahan (deposition) partikel tanah (Blanco dan Lal, 2008). Sedangkan menurut Arsyad (2010), proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : a.) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan (Th), b.) perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah yang mengakibatkan tanah terdispersi (D1) yang diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air yang mengalir di permukaan tanah (T1). Jika (Dh + D1) > (Th + T1) maka besarnya erosi lebih kecil dari (Dh + D1), artinya hanya sebagian saja tanah yang telah terdispersi terangkut ke tempat lain dan jika (Dh + D1) < (Th + T1) maka besarnya erosi sama dengan (Dh + D1). 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi Erosi tanah terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor seperti : iklim, topografi, tumbuhan (vegetasi), tanah dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan deskriptif : E = f (i, r, v, t, m); yang menyatakan E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah tumbuhan, t adalah tanah dan m adalah manusia (Arsyad, 2006). 2.3.1. Iklim Semua faktor iklim seperti hujan, kelembaban, suhu, evapotranspirasi, radiasi surya dan kecepatan angin merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi (Blanco dan Lal, 2008). Faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi adalah hujan (Arsyad, 2006). Selama terjadi hujan, jumlah hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran hujan menentukan luasan erosi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa intensitas hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi (Arsyad, 2006). Pukulan butir hujan
5 menghancurkan agregat tanah dan partikel tanah mengalir masuk mengisi poripori permukaan tanah sehingga membentuk lapisan cadas pada lapisan permukaan tanah. Infiltrasi lambat pada lapisan tersebut menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi (Troeh et al., 2004). Menurut Wischmeier dan Smith (1978), intensitas maksimum 30 menit mempunyai korelasi lebih baik terhadap besarnya erosi bila dibandingkan dengan intensitas maksimum 5, 15, dan 60 menit. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa EI30 berkorelasi lebih erat dengan erosi dibandingkan dengan sifat sifat hujan lainnya. Dua agen utama yang mempengaruhi erosi tanah oleh air adalah erosivitas curah hujan dan erosivitas aliran permukaan. a. Erosivitas Hujan Erosivitas hujan menunjuk pada kapasitas intrinsik hujan dalam menyebabkan erosi tanah. Sifat hujan yang mempengaruhi erosivitas antara lain: jumlah, intensitas, kecepatan jatuh, distribusi ukuran butir hujan. Parameter tersebut mempengaruhi total erosivitas hujan. Namun kenyataannya data terukur terhadap parameter diatas tidak selalu tersedia pada semua wilayah sehingga mempengaruhi tingkat keakuratan hasil analisis erosivitas hujan. Erosivitas hujan penting untuk memahami proses erosi, memperkirakan tingkat erosi tanah, dan merancang cara untuk mengendalikan erosi. Erosivitas hujan dan pengaruhnya dibedakan oleh wilayah iklim. Hujan pada daerah tropis lebih erosif daripada di wilayah temperate dikarenakan kehadiran angin kuat dan suhu yang tinggi. Distribusi tahunan curah hujan juga mempengaruhi erosivitas hujan (Blanco dan Lal, 2008). b. Erosivitas Aliran Permukaan Erosivitas aliran permukaan merupakan kemampuan aliran permukaan dalam menyebabkan erosi tanah. Pukulan butir hujan memberikan pengaruh yang kuat dalam memercik partikel tanah dan melepaskan agregat di permukaan tanah, sementara aliran permukaan melepaskan dan membawa partikel tanah. Kemampuan aliran permukaan dalam memindahkan partikel tanah meningkat seiring dengan penambahan jumlah, kecepatan, dan turbulensi (Blanco dan Lal, 2008).
6 2.3.2. Topografi Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng (Arsyad, 2006). Sedangkan Wischmeier dan Smith (1978) menyatakan bahwa sifat-sifat lereng yang mempengaruhi erosi adalah kemiringan, panjang, dan bentuk lereng. Baver (1959) mengemukakan bahwa derajat kemiringan lebih penting pengaruhnya terhadap erosi daripada panjang lereng. Makin besar lereng makin besar erosi yang terjadi, sehingga pada lereng lebih dari 30 persen sudah sangat besar risiko yang akan terjadi jika tanah digarap untuk tanaman semusim. Panjang lereng juga mempengaruhi erosi pada dasarnya makin panjang lereng maka makin besar erosi. Thompson (1957) menyatakan bahwa dengan bertambahnya panjang lereng menjadi dua kali maka jumlah erosi total menjadi dua kali dari jumlah pertama, tetapi erosi per satuan luas (per hektar) tidak menjadi dua kali. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10 %. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman lereng 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkutan aliran permukaan. Selain daripada itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad, 2006). 2.3.3. Vegetasi Menurut Baver (1959) pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan oganik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan kurangnya kandungan air tanah.
7 Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena ia merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percik. Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen dan Morgan, 1995). Vegetasi merubah energi hujan yang menimpa butir-butir tanah dan pengaruh butir-butir tersebut terhadap penghancuran agregat tanah, melalui pengaruhnya terhadap massa hujan yang sampai di permukaan tanah, distribusi ukuran butir dan intensitas lokalnya. Energi butir-butir hujan akan teredam oleh tajuk tumbuhan sehingga ketika sampai dipermukaan tanah kekuatan perusaknya telah berkurang dan menjadi lebih kecil atau menjadi sama dengan energi hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah. Ketinggian tajuk dan kerapatan tajuk menutupi tanah mempengaruhi erosivitas butir-butir hujan yang menimpa permukaan tanah. Semakin rendah tajuk dan semakin rapat tajuk, semakin rendah erosivitas butir-butir hujan dan semakin relatif memperkecil risiko terjadi erosi (Arsyad, 2006). 2.3.4. Tanah Arsyad (2006) mengemukakan bahwa sifat tanah yang mempengaruhi nilai erosi adalah erodibilitas tanah dan berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap proses pelepasan dan transportasi. Erodibilitas merupakan atribut yang selalu berubah menurut ruang dan waktu dengan sifat tanah (Blanco dan Lal, 2008). Erodibilitas bervariasi terhadap tekstur tanah, stabilitas agregat, kekuatan partikel, kapasitas infiltrasi, kadar bahan organik, dan kimia tanah (Morgan, 1979). Baver (1959) menyatakan bahwa pengaruh sifat tanah terhadap erosi ditentukan oleh kapasitas infiltrasi tanah dan daya tahan tanah terhadap dispersi.
8 Daya tahan terhadap dispersi terutama ditentukan oleh agregat tanah. Agregat yang yang besar dan stabil akan lebih tahan terhadap dispersi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Wischmeier dan Smith (1978) juga menyatakan bahwa kepekaan erosi tanah merupakan pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari pengaruh faktor-faktor penyebab erosi lainnya. 2.3.5. Manusia Keberadaan manusia menjadi penting dalam menentukan besarnya erosi pada suatu areal. Karena manusia yang mengusahakan areal tersebut. Bentuk pengolahan lahan dan orientasi pengolahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi terhadap besarnya erosi. Pengolahan lahan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko kejadian erosi. Penggunaan alat berat akan membuat tanah semakin padat sehingga meningkatkan aliran permukaan. Bentuk baris tanam searah kontur pada lahan miring dapat mengurangi erosi tanah dibandingkan searah lereng (Arsyad, 2006). 2.4. Dampak Erosi Tanah Menurut Blanco dan Lal (2008) dampak erosi terbagi menjadi dua yakni on-site dan off-site. Efek on-site yang paling utama yakni pengurangan ketebalan tanah sehingga menghasilkan degradasi struktur tanah, pemadatan tanah, deplesi nutrisi, kehilangan bahan organik tanah, timbulnya persemaian yang buruk, dan mengurangi hasil panen. Pelepasan nutrisi kaya pada lapisan topsoil menyebabkan pengurangan kesuburan tanah dan penurunan hasil panen. Erosi tanah menurunkan kapasitas fungsional tanah dalam memproduksi hasil tanam, kemampuan filter polutan, dan penyimpanan C organik dan nutrisi tanah. Dampak off-site yakni polusi pada daerah penerima (reservoir) akibat proses transportasi sedimen dan kimia dari daerah on-site. Sedimen hasil transportasi merubah karakteristik bentang lahan, pengurangan habitat alam liar, dan kehilangan ekonomi. Erosi juga mengurangi produksi ternak melalui pengurangan bobot hewan ternak dan produksi makanan ternak, kerusakan reservoir air, dan meningkatkan kematian pohon. Akumulasi bahan tererosi pada daratan aluvial mengakibatkan banjir di daerah pertanaman. Erosi tanah juga berkontribusi pada
9 perubahan pemanasan global, C organik dalam jumlah besar akan mudah teroksidasi selama terjadi erosi, memperburuk pelepasan CO2 dan CH4 ke atmosfer (Lal, 2003). 2.5. Petak Erosi Standar Petak kecil yang banyak dilakukan merupakan salah satu metode pengukuran erosi menggunakan petak standar Wischmeier dan Smith (1978) yang bertujuan untuk membandingkan erosi yang terjadi pada berbagai penggunaan lahan (Sa’ad, 2004). Erosi dan aliran permukaan yang terukur hanya menggambarkan skala petak. Menurut Van Noordwijk et al. (1998), hasil pengukuran erosi pada skala petak belum dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi pada skala DAS. Demikian juga pendapat Dickinson dan Collins (1998) bahwa hasil pengukuran erosi dan aliran permukaan pada skala petak tidak dapat di scale up untuk mengevaluasi erosi seluruh daerah tangkapan (catchment) yang luas karena terdapat faktor-faktor yang tidak dapat ditentukan pada petak kecil seperti erosi parit, erosi tebing sungai dan pengendapan sementara pada lahan. 2.6. Teh (Camelia sinensis (L)) Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang telah sejak lama dikenal di Indonesia. Teh memiliki nama latin (Camelia sinensis (L)). Tanaman teh termasuk dalam marga (genus) Camelia dari suku (famili) Theaceae. Agar dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman teh menghendaki persyaratan iklim dan tanah yang sesuai dengan keperluan pertumbuhannya. Daerah pertanaman teh yang lebih cocok di Indonesia adalah daerah pegunungan (Setyamidjaja, 2000). 2.6.1. Syarat Tumbuh Tanaman Teh Secara umum, lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah keadaan iklim dan tanah. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertanaman teh adalah curah hujan, suhu udara, tinggi tempat, sinar matahari, dan angin (Setyamidjaja, 2000). Iklim. Tanaman teh menghendaki daerah pertanaman yang lembab dan sejuk. Tanaman teh tidak akan tahan terhadap kekeringan, oleh karena itu memerlukan daerah yang mempunyai ciri hujan yang cukup tinggi dan merata
10 sepanjang tahun. Curah hujan tahunan yang diperlukan adalah 2000 - 2500 mm tahun-1, dengan jumlah hujan pada musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm tahun-1 (Setyamidjaja, 2000). Selain curah hujan, tanaman teh juga memerlukan daerah pertanaman dengan suhu udara berkisar antara 13 - 250C dan cahaya matahari yang cerah serta kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 % (Ditjenbun, 2007). Tanah. Tanaman teh cocok hidup pada tanah dengan derajat kemasaman (pH) antara 4,5 - 5,6. Jenis tanah yang cocok yaitu Latosol dan Podsolik. Kedalaman efektif struktur remah tanah lebih dari 40 cm (PPTK, 2006). Tinggi tempat. Tanaman teh di Indonesia hanya ditanam di dataran tinggi. Daerah pertanaman ini umumnya terletak pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut. Ada kaitan erat antara elevasi dan suhu, yaitu semakin rendah elevasi, suhu udara makin tinggi. Di Indonesia pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400 m - 1200 m dari permukaan laut (Setyamidjaja, 2000). Menurut Schoorel et al. (2000) terdapat tiga kategori perkebunan teh berdasarkan ketinggian tempat yaitu : 1. Daerah dataran rendah : elevasi dibawah 800 mdpl, dengan suhu rata-rata 23,860 C 2. Daerah dataran sedang : 800 - 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 21,420 C 3. Daerah dataran tinggi : di atas 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 18,980 C. 2.6.2. Pemangkasan Teh Dalam perjalanan pertumbuhan tahunan tanaman teh terdapat aktifitas pembuangan salah satu organ vegetatif tanaman. Pada jangka waktu pendek dilakukan dengan proses pencabutan dan waktu panjang dengan proses pemangkasan. Proses pemangkasan dilakukan pada semua daun dan sebagian batang muda pada pucuk tanaman teh (Eden, 1958). Pemangkasan dilakukan dalam siklus setiap 4 tahun dimana pada saat itu hasil teh mulai mengalami penurunan dan pencabutan yang terlalu tinggi (McDonald dan Low, 1984). McDonald dan Low (1984) telah menyebutkan bahwa pada masing-masing pemangkasan, seharusnya ketinggian tanaman teh akan bertambah tinggi sekitar 5 cm tiap tahunnya setelah pemangkasan sebelumnya. Setelah beberapa kali pemangkasan semak/kanopi teh dipotong
11 kembali hingga menjadi 45 cm yakni pada tahun ke-5 setelah pemangkasan sebelumnya (McDonald dan Low, 1984).
a.) b.) c.) Gambar 1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Tanaman Teh Eden (1958) telah mengemukakan bahwa terdapat beberapa tujuan dilakukannya pemangkasan, yaitu untuk : 1. Menjaga tumbuhan secara permanen agar tetap berada pada fase vegetatif 2. Merangsang, khususnya tunas muda yang merupakan bagian terpotong dari semak 3. Tetap menjaga ketinggian semak pada batas yang mudah dan efisien dalam proses pemetikan 4. Pertumbuhan tunas muda (flush) akan semakin cepat dan regenerasi secara terus menerus 5. Memperbarui pertumbuhan aktif cabang sehingga dapat menggantikan kayu dan dedaunan sehat yang segera mati atau rusak; tetap menjaga kecukupan volume dedaunan dewasa agar seimbang dengan kebutuhan fisiologi tanaman, dan mempercepat proses pembaharuan “flush” yang cocok untuk meningkatkan kualitas teh. 2.7. Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah Erosi tanah adalah permasalahan yang timbul pada awal mendirikan perkebunan dalam hal ini perkebunan kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh dimana sebagian besar dari wilayah tersebut mendapati curah hujan berlebih dari iklim tropis (Hartemink, 2003). Pada lahan pertanaman teh dewasa, kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Erosi tanah mungkin akan menjadi permasalahan yang serius
12 ketika terjadi penurunan tutupan yang sempurna pada perkebunan teh (Hartemink, 2006). Pemangkasan
akan
menurunkan/menghilangkan
kerapatan
kanopi
sempurna teh untuk beberapa waktu. Penurunan kerapatan kanopi pada suatu tanaman akan memperbesar berkurangnya air hujan tertahan akibat intersepsi (Arsyad, 2006). Erosi tanah pada pertanaman teh dapat menjadi sebuah masalah ketika perkebunan berkurang. Hal tersebut telah ditemukan di Sri Lanka dimana perkebunan teh telah diabaikan sejak pertengahan tahun 1970 dan menyebabkan erosi tanah terberakan (Botschek et al., 1998). Menurut Salim (2000) berdasarkan penelitiannya mengenai tingkat erosi pada kebun teh di tanah Andosol setelah pemangkasan, disebutkan bahwa lahan kontrol (lahan sehabis pangkas tanpa pengendalian erosi) menghasilkan erosi sebesar 5.961 ton ha-1 th-1. Pemberian mulsa daun teh sisa pemangkasan memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah erosi tanah dan laju aliran permukaan karena lahan lebih terlindung dari daya tumbuk butir-butir hujan dan daya kikis aliran permukaan dengan adanya penutup permukaan tanah oleh mulsa yang lebih rapat (Salim, 2000).
13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian lapang berlokasi di Afdeling Cikopo Selatan Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas (Gambar 2), sedangkan kegiatan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Desa Citeko
a)
b)
Gambar 2. Lokasi Penelitian: a) Lokasi Lahan Penelitian di PTPN VIII Gn.Mas Afdeling Cikopo Selatan, b) Letak Desa Citeko, Kecamatan Cisarua Lokasi penelitian berada pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu (Gambar 2) dengan topografi berbukit hingga bergunung dan berada pada ketinggian 900 - 1200 mdpl. Secara administratif, lahan kebun teh Afdeling Cikopo Selatan berada di wilayah Desa Citeko, Kecamatan Cisarua. Menurut Peta Tanah Semi Detail skala 1 : 50.000, tanah di Desa Citeko Kecamatan Cisarua tergolong jenis tanah Andosol (Puslittanak, 1992). 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian adalah lahan perkebunan teh berumur 40 – 45 tahun yang berada pada ketinggian ± 1000 - 1100 mdpl dengan lereng antara 16 – 18%. Bahan lain yang digunakan adalah data pias hujan harian selama 1 tahun yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko. Peralatan yang digunakan berupa seng, bonet, paku, drum kaleng, drum plastik, pipa pralon,
14 gelas ukur, ember, double ring infiltrometer, palu, ring sampel, kayu balok, botol plastik, dan lain-lain. 3.3. Metode Penelitian Aliran permukaan dan erosi tanah diukur dari petak ukur aliran permukaan berukuran 2m x 8m yang ditempatkan secara acak pada 3 blok kebun berbeda (Gambar Lampiran 1). Petak ukur T1 terdapat pada blok 2, petak ukur T2 terdapat pada blok 3 dan petak ukur T3 terdapat pada blok 6. Pemilihan blok kebun didasarkan pada perbedaan umur pemangkasan tanaman teh dengan jenis umur pemangkasan : 1.
T1 : tanaman teh umur tahun ke-1 setelah pemangkasan (lereng 17 %)
2.
T2 : tanaman teh umur tahun ke-3 setelah pemangkasan (lereng 18 %)
3.
T3 : tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan (lereng 16 %) Pada penelitian kali ini ketiga nilai kemiringan lereng tersebut
diasumsikan termasuk kedalam satu kelompok. Sehingga pengaruhnya terhadap nilai aliran permukaan dan erosi tanah menjadi tidak ada dan hasil pengukuran menjadi dapat dibandingkan. 3.3.1. Pembuatan Petak Ukur Aliran Permukaan dan Erosi Petak ukur dibuat dengan arah memotong kontur dan terbuat dari plat seng berukuran 50 cm yang dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal hingga setengah bagian (25 cm) seng tertanam (Gambar Lampiran 2). Bagian bawah petak merupakan daerah outlet aliran permukaan yang akan tertampung pada bak penampung. Pada lereng bawah setiap petak dipasang bak penampung utama dan drum penampung tambahan (Gambar Lampiran 2). Bak penampung utama terbuat dari drum berkapasitas ± 210 liter yang dipotong menjadi dua bagian. Bagian dekat mulut drum yang mengarah lereng bawah dibuatkan lubang sebanyak 11 buah mengelilingi drum. Lubang-lubang tersebut berkedudukan horizontal, masingmasing berdiameter ±3 cm dan berjarak ±8 cm. Permukaan bak dilapisi dengan penutup berbahan kain kasa. Kain pelapis tersebut mampu ditembus oleh air namun tidak diharapkan mampu ditembus oleh sedimen tanah hasil erosi terkecuali partikel tanah yang berbentuk suspensi dan menyatu dengan aliran
15 permukaan yang ditampung. Bak penampung utama diberikan penutup yang terbuat dari seng. Hal demikian dilakukan agar aliran permukaan dan erosi yang tertampung tidak lain berasal dari daerah tangkapan petak erosi dan bukan berasal dari air hujan langsung dan erosi di luar petak ukur Bak penampung tambahan merupakan tong berbahan plastik berkapasitas ±60 liter yang ditempatkan pada ketinggian yang lebih rendah dari bak penampung utama. Fungsi dari bak penampung tambahan adalah untuk menampung kelebihan air yang diterima oleh bak penampung utama. Bak penampung utama dan penampung tambahan dihubungkan oleh pipa plastik. Pipa plastik tersebut dipasang pada lubang tengah bak utama dan ujung lainnya dipasang pada lubang tunggal bak penampung tambahan. 3.3.2. Peralatan yang Dipergunakan untuk Membuat Petak Erosi dan Cara Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi A. Peralatan 1. Bak penampung aliran permukaan 2. Alat pengambil contoh tanah ring sampel, pacul, sekop, pisau cutter, kertas label, kantong plastik 3. Alat pengukur dan pengambilan contoh aliran permukaan teko piala plastik ukuran 1 liter, ember, gelas plastik, gayung, spons 4. Alat untuk mengukur sedimen erosi alat penyaring, kertas saring, gelas ukur, oven, timbangan 5. Alat-alat lain : abney level untuk mengukur kelerengan lahan, double ring infiltrometer untuk mengukur infiltrasi dan pengukur waktu (stop watch). B. Pengukuran Aliran Permukaan Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan mengukur volume keseluruhan air yang tertampung pada bak penampung utama (sebagai aliran permukaan) menggunakan teko piala plastik berskala liter. Pengukuran volume air juga dilakukan pada tong penampung tambahan jika terdapat air berlebih dari bak penampung utama dan mengalir mengisi tong penampung tambahan. Volume air
16 yang terukur pada bak penampung tambahan, nilainya dikalikan dengan banyak lubang yang terdapat pada bak penampung utama (11 lubang). Contoh aliran permukaan sebanyak 0,5 liter dibawa ke laboratorium dan dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan waktu pengukuran aliran permukaan. Jumlah aliran permukaan yang tertampung dihitung dengan menggunakan rumus : Vap
= VI + 11VII
dimana : Vap
= Volume aliran permukaan (m3)
VI
= Volume air bak penampung utama (m3)
VII
= Volume air bak penampung tambahan (m3)
Komponen rumus perhitungan VII diatas hanya digunakan kedalam rumus Vap jika terdapat aliran permukaan berlebih yang mengisi tong penampung tambahan. Jika tidak ada, aliran permukaan hanya dihitung berdasarkan volume air yang tertampung pada bak penampung utama saja (VI). Pada penelitian kali ini, aliran permukaan yang terjadi pada perkebunan bernilai kecil dan tidak menghasilkan air pada bak penampung tambahan sehingga perhitungan aliran permukaan total (Vap) hanya menggunakan komponen rumus VI. C. Pengukuran Erosi Erosi yang dihasilkan pada petak pengukuran relatif kecil dan hanya berasal dari suspensi tanah yang tercampur pada aliran permukaan. Pengukuran erosi dilakukan dengan mengambil 0,5 liter sampel aliran permukaan yang mengandung suspensi tanah dari bak penampung utama. Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mengaduk seluruh air di dalam bak penampung sampai merata dan homogen. Tahap tersebut dilakukan bersamaan pada saat melakukan pengukuran aliran permukaan. Sampel air dimasukkan pada botol plastik berukuran 600 ml. Sampel air dibawa ke Laboratorium untuk selanjutnya dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah terhadap aliran permukaan.
17 Kegiatan pemisahan suspensi tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan. Tahap pemisahan suspensi tanah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pengukuran terhadap bobot masing-masing kertas saring yang akan digunakan 2. Penyaringan suspensi tanah terhadap sampel aliran permukaan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Pencatatan bobot air (ml) yang lolos dari proses penyaringan. 3. Proses pengeringan terhadap kertas saring yang digunakan saat penyaringan menggunakan oven pada suhu 1050 C selama ± 24 jam 4. Penimbangan kembali terhadap bobot kertas + tanah setelah oven. 5. Selisih bobot antara kertas sebelum penyaringan dengan kertas + suspensi (setelah oven) merupakan jumlah bobot kering dari sedimen tanah yang tersuspensi dalam aliran permukaan. Jumlah suspensi tanah tererosi pada penelitian kali ini merupakan erosi total yang terjadi pada perkebunan teh dan jumlahnya dihitung dengan rumus : E
= V x B,
dimana : E
= erosi total (kg ha-1 th-1)
V
= volume aliran permukaan (m3 ha-1 th-1)
B
= bobot kering sedimen yang tersuspensi dalam aliran permukaan
3.3.3. Analisis Sifat Fisik Tanah Sifat-sifat fisik tanah yang dianalisis meliputi kadar air, menentukan nilai pF, tekstur tanah (4 fraksi), bobot isi, kadar bahan organik, dan permeabilitas tanah. Analisis bobot isi dan tekstur tanah dilakukan untuk mengetahui kapasitas meloloskan air pada tanah penelitian dan analisis kadar bahan organik dilakukan untuk mengetahui kondisi kadar bahan organik tanah pada lahan penelitian. Jenis analisis tanah dan metode analisisnya tertera pada Tabel 1.
18 Tabel 1. Jenis Analisis Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya Sifat Fisik Tanah Kadar Air Kurva pF Tekstur (4 fraksi) Bobot Isi C organik Permeabilitas
Metode Analisis Gravimetrik Membrane/plate apparatus Pipet Gravimetrik Walkley and Black De boodt (1974) berdasarkan Hukum Darcy
3.3.4. Pengukuran Infiltrasi Tanah Pengukuran infiltrasi tanah pada lahan penelitian dilakukan untuk mengukur kapasitas tanah dalam menyerap dan meneruskan air yang masuk melalui permukaan tanah. Kegiatan pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer seperti yang tertera pada Gambar 3. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing petak dimana satu ulangan dilakukan didalam petak dan 2 kali ulangan disekitar petak.
Gambar 3. Alat Pengukur Infiltrasi Tanah Double ring infiltrometer terdiri dari 2 ring dimana masing-masing ring memiliki ukuran diameter yang berbeda (diameter kecil dan diameter besar). Salah satu bagian mulut ring berbentuk lebih pipih dan bagian lainnya lebih tebal. Mulut ring yang lebih pipih diarahkan ke tanah agar lebih mudah masuk menembus tanah ketika dipatok. Sedangkan mulut ring yang lebih tebal digunakan sebagai alas untuk mematok. Instalasi alat dilakukan dengan mematok
19 kedua ring menggunakan palu hingga tertanam ± 5 dari permukaan tanah seperti yang terlihat pada Gambar 3. 3.3.5. Analisis Data Hujan Analisis data hujan meliputi penentuan klasifikasi iklim wilayah menurut Schmidth-Ferguson dan penentuan nilai EI30. Pada sistem klasifikasi Schmidth – Ferguson kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah dengan pengertian sebagai berikut : Bulan Kering (BK)
: bulan dengan hujan < 60 mm
Bulan Lembab (BL) : bulan dengan hujan antara 60 – 100 mm Bulan Basah (BB)
: bulan dengan hujan > 100 mm
Penentuan tipe iklim mempergunakan nilai Q yaitu : Rata-rata Bulan Kering (BK) X 100 %
Q= Rata-rata Bulan Basah (BB)
EI30 ditentukan dengan menganalisis data curah hujan harian berupa data pias hujan. Sifat-sifat hujan dianalisis dari grafik hujan kertas pias. Garis ordinat (Y) menyatakan jumlah hujan, sedangkan garis absis (X) menyatakan waktu. Kurva hujan yang didapat dari penakar hujan automatik dengan faktor konversi sendiri yang melekat pada alat tersebut. Sifat-sifat hujan yang ditetapkan terdiri dari : a). Jumlah hujan harian, b). Intensitas maksimum selama 30 menit (I30), c). Energi kinetik total (KE), d). Satuan interaksi energi - intensitas hujan maksimum selama 30 menit (EI30) sebagai indeks erosi hujan. Untuk menghitung energi kinetik hujan digunakan rumus : E = 210,3 + 89 log I Sedangkan indeks erosi hujan dari satuan interaksi energi-interaksi maksimum selam 30 menit dihitung dengan rumus : EI30 = ∑ E x I30 x 10-2
20 dimana : EI30
= indeks erosi hujan dengan intensitas maksimum selama 30 menit,
∑E
= total energi kinetik hujan untuk satu hari hujan, dalam joule per meter persegi
I30
= intensitas maksimum selama 30 menit, dalam cm jam-1
3.3.6. Pengukuran Persentase Tutupan Lahan Analisis untuk menentukan persentase tutupan lahan dilakukan pada setiap petak pengamatan. Data yang digunakan adalah foto terhadap kondisi tutupan kanopi tanaman teh pada awal dan akhir pengamatan di ketiga petak pengamatan. Foto diambil menggunakan kamera digital. Softcopy foto dirubah ke dalam format .jpeg kemudian diolah menggunakan bantuan software Adobe Photoshop CS 5 untuk mengetahui berapa persen tutupan kanopi tanaman teh terhadap lahan pada masing-masing petak. 3.3.7. Pengukuran Lolosan Tajuk Pengukuran lolosan tajuk pada lahan penelitian dilakukan dengan menggunakan alat sederhana yang terbuat dari jerigen minyak, corong, selang plastik, vaselin, dan alat perkakas. Seperti yang terlihat pada Gambar 4. Alat tersebut terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian penangkap air hujan dan bagian penampung air hujan yang tertangkap. Dalam hal ini, corong minyak digunakan sebagai bagian alat yang berfungsi sebagai penangkap air hujan dan jerigen minyak berfungsi sebagai alat penampungnya. Ujung corong minyak dihubungkan dengan jerigen minyak menggunakan selang plastik. Pada bagian sambungan di kedua ujung selang, digunakan vaseline untuk menutupi rongga pada kedua sambungan baik sambungan antara selang dan corong maupun antara selang dan jerigen. Hal demikian dilakukan supaya air hujan tidak mengalir menembus rongga persambungan dan air hujan yang tertampung hanya berasal dari hujan yang masuk melalui mulut corong penangkap. Alat ditempatkan persis di bawah tajuk sehingga air yang tertangkap merupakan air hujan yang lolos melewati tajuk tanaman teh. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap volume air yang tertampung.
21
±1m Corong Penangkap
Wadah Penampung
Gambar 4. Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk Pengukuran dilakukan sesaat setelah hujan bersamaan dengan pengukuran aliran permukaan. Volume air hujan yang tertampung pada alat pengukuran selanjutnya dilakukan konversi terhadap satuan luas lahan penelitian dan dibandingkan terhadap curah hujan (persen hujan). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai lolosan tajuk dan perbandingan nilai lolosan tajuk terhadap curah hujan (CH) adalah sebagai berikut Lolosan Tajuk =
P x Q R
dimana : P = volume air hujan yang tertampung jerigen Q = jumlah pohon teh dalam 1 petak pengamatan erosi, R = luas petak
22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian merupakan kawasan Perkebunan Teh Gunung Mas PT Perkebunan Nusantara VIII yang berada pada ketinggian 900-1200 mdpl dengan topografi berbukit hingga bergunung. Suhu rata-rata harian antara 14-280 C dan kelembaban udara 70 % dengan curah hujan rata-rata per tahun 3355 mm. Tanaman teh pada perkebunan teh Gunung Mas ditanam dengan searah kontur (Gambar Lampiran 3). Perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) memiliki areal produksi seluas 587,10 ha, yang terbagi menjadi empat lokasi yaitu Afdeling Gunung Mas I, Afdeling Gunung Mas II, Afdeling Cikopo Selatan I, dan Afdeling Cikopo Selatan II. Afdeling Gunung Mas I dan Afdeling Gunung Mas II terletak di Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua, sementara Afdeling Cikopo Selatan I dan Afdeling Cikopo Selatan II tersebar di tiga desa yaitu Desa Sukagalih dan Kuta di Kecamatan Megamendung serta Desa Citeko di Kecamatan Cisarua (Sulityorini, 2006). Berdasarkan data administrasi PTPN VIII Gunung Mas tahun 2012, Afdeling Cikopo Selatan I dan II terdiri atas 18 blok kebun dengan luas total sebesar 214,93 Ha. Selain itu, terdapat tiga jenis tanah pada areal perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII yaitu jenis tanah Andosol yang merupakan jenis tanah yang paling banyak terdapat yaitu sekitar 53,50% dari seluruh jenis tanah yang terdapat di perkebunan, jenis tanah yang lain adalah jenis Tanah Latosol dan Regosol. PH tanah di perkebunan Gunung Mas berkisar 4,5 – 5,0 (Prihartono, 2000). 4.2. Klasifikasi Iklim Hujan pada tiap wilayah mungkin memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut akan menentukan klasifikasi iklim pada tiap wilayah tertentu. Karakteristik hujan dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh hujan terhadap nilai aliran permukaan dan erosi melalui mekanisme erosivitas hujan.
23 Untuk menentukan karakteristik iklim pada wilayah Perkebunan Teh Gunung Mas, maka dilakukan klasifikasi iklim menurut Schmidth – Ferguson terhadap data curah hujan tahunan di lokasi penelitian. Data curah hujan yang digunakan berupa pias hujan yang berasal dari penakar hujan otomatis Hellman yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko. Hasil klasifikasi terhadap data curah hujan bulanan di Stasiun Klimatologi Citeko periode tahun 2004 - 2011, menunjukkan bahwa iklim wilayah lokasi penelitian memiliki nilai Q sebesar 18,42 % dan tergolong pada tipe B1 yakni daerah sangat basah (Tabel Lampiran 1). Selain klasifikasi iklim lokasi penelitian, hasil pengolahan data curah hujan juga menunjukkan bahwa hujan yang jatuh pada lokasi penelitian memiliki jumlah bulan basah (CH > 100 mm) yang selalu lebih banyak daripada jumlah bulan kering (CH < 60 mm) dan bulan lembab (CH 60 - 100 mm) pada setiap tahunnya. Bulan basah terjadi sebanyak sepuluh bulan yakni pada bulan Januari hingga Juni, kemudian pada bulan September hingga Desember. Bulan kering terjadi dua bulan yakni pada bulan Juli, dan Agustus, sedangkan bulan lembab
600 500 400 300 200 100
Des
Nov
Okt
Sept
Agst
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
0
Jan
Curah Hujan Bulanan (mm)
tidak ditemukan (Gambar 5).
Gambar 5. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Desa Citeko (2004 – 2011) Sedangkan
menurut
klasifikasi
yang
digunakan
BMKG
(Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), telah disebutkan bahwa yang termasuk kedalam musim hujan yakni apabila CH ≥ 150 mm/bulan dan termasuk musim kering yakni apabila CH ≤ 150 mm/bulan. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka curah hujan yang jatuh pada lokasi penelitian memiliki periode musim hujan
24 sebanyak 8 bulan yakni pada periode bulan Januari – Mei dan periode Oktober – Desember. Sedangkan musim kering ditemukan sebanyak 4 bulan, yakni pada periode bulan Juni – September. Curah hujan yang jatuh di lokasi penelitian tergolong kedalam pola hujan monsun yakni terdapat satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun. Grafik curah hujan bulanan (Gambar 5) yang membentuk pola huruf (V) merupakan salah satu karakteristik pola hujan monsun yang dipengaruhi oleh angin monsun. Seperti yang telah dikemukakan oleh Tukidi (2010) bahwa tipe monsun dipengaruhi oleh angin laut dalam skala yang sangat luas dan dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan kemarau dalam setahun dan hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun. 4.3. Karakteristik Hujan Menurut Dariah et al. (2003) faktor-faktor hujan yang menentukan kekuatan erosivitas hujan terhadap tanah, jumlah aliran permukaan dan besarnya erosi adalah jumlah curah hujan, intensitas, distribusi, dan indeks erosivitas hujan (EI30). Hasil pengamatan data hujan Stasiun Klimatologi Citeko menunjukkan bahwa curah hujan total di lokasi penelitian periode Desember 2010 – Desember 2011 tergolong tinggi yakni sebesar 2.627,3 mm (Tabel 2). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 391,5 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 28 hari dan curah hujan bulanan terendah ditemukan pada bulan Agustus 2011 sebesar 14,3 mm dengan hari hujan sebanyak 4 hari (Tabel 2). Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa distribusi curah hujan tertinggi (musim penghujan) berada pada periode bulan Januari – Mei dan Oktober – Desember, serta periode curah hujan rendah (musim kering) ditemukan pada bulan Juni – September (Tabel 2). Terlihat bahwa periode musim hujan dan periode musim kering yang terjadi pada lokasi penelitian telah mengalami pergeseran waktu dibandingkan periode musim hujan pada sebagian wilayah barat di Indonesia yang biasanya ditemukan pada bulan September – Februari dan musim kering pada bulan Maret – Agustus (Handoko, 1993) . Dinamika perubahan jumlah dan waktu hujan harian di lokasi penelitian mempengaruhi hasil analisis I30. Hasil analisis I30 terhadap data curah hujan
25 Stasiun Klimatologi Citeko periode Desember 2010 – Desember 2011 menujukkan bahwa I30 total yakni sebesar 245,33 cm jam-1. Selain itu, I30 bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 34,57 cm jam-1 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 1,23 cm jam-1 (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 – Desember 2011 Bulan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Curah Hujan (mm) 208,0 391,5 245,5 222,7 261,5 281,9 131,8 19,3 14,3 64,2 171,5 309,9 309,6 2.627,3
Hari Hujan
I30 (cm jam-1)
EI30 ton-m ha-1
22 28 16 23 27 22 9 8 4 9 14 27 20
24,47 34,57 22,21 21,93 28,43 28,43 9,77 2,17 1,23 8,91 19,83 22,93 20,45
96,19 299,19 143,88 75,82 174,13 189,89 79,74 3,12 2,01 23,91 115,71 263,03 244,48
230
245,33
1711,1
Data didapatkan dari pias hujan hasil pengukuran penakar hujan otomatis Hellman Stasiun Pengamatan Klimatologi Pos Polusi Udara Cibeureum, Kecamatan Cisarua tahun 2010 – 2011.
Selain jumlah dan I30, erosivitas hujan (EI30) merupakan mekanisme paling penting dari faktor hujan dalam mempengaruhi tingkat erosi suatu tanah. Erosivitas hujan merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi pada suatu tanah. Daya erosivitas yang dihasilkan hujan berasal dari energi kinetik yang terjadi saat hujan turun (Arsyad, 2006). Tabel 2 menunjukkan bahwa erosivitas (EI30) tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yakni sebesar 299,19 ton-m ha-1. cm jam-1 dan terendah terjadi pada bulan Agustus 2011 sebesar 2,01 ton-m ha-1, cm jam-1. Secara umum terlihat bahwa peningkatan curah hujan sejalan dengan peningkatan hasil analisis EI30. Namun ternyata Tabel 2 juga menunjukan bahwa peningkatan curah hujan (CH) harian/bulanan pada waktu tertentu tidak selalu berkorelasi linear terhadap peningkatan nilai erosivitasnya. Hal demikian terlihat pada hasil analisis erosivitas hujan pada bulan Maret 2011 (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan CH bulan Juni
26 2011 dan Oktober 2011, CH bulanan pada bulan Maret memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan CH bulanan pada bulan Juni dan Oktober yakni dengan nilai berturut-turut 222,7; 131,8; dan 171,5 mm. Namun dengan CH bulanan yang lebih tinggi, justru erosivitas hujan bulanan pada bulan Maret bernilai lebih kecil daripada erosivitas bulanan pada bulan Juni dan Oktober yakni dengan nilai erosivitas berturut-turut sebesar 75,82; 79,74; dan 115,71 ton-m ha-1, cm jam-1. Hal demikian mungkin disebabkan oleh hujan pada bulan Maret 2011 yang sering terjadi pada intensitas tinggi namun dalam waktu yang sangat singkat (Tabel Lampiran 2). Hujan pada kondisi demikian tidak termasuk kedalam kategori perhitungan EI30 yang menggunakan intensitas hujan harian ≥ 30 menit waktu kejadian hujan, sehingga memperkecil hasil perhitungan analisis erosivitas hujan pada bulan Maret 2011. Hasil analisis erosivitas hujan pada Tabel Lampiran 2 menunjukkan bahwa erosivitas hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010, Januari 2011, Februari 2011, dan Maret 2011 yakni pada tanggal 15 Desember, 9 Januari, 27 Februari, dan 17 Maret dengan nilai erosivitas berturut-turut 42,59; 100,85; 60,54, dan 10,05 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian tertinggi pada bulan April 2011, Mei 2011, Juni 2011, Juli 2011 terjadi pada tanggal 22 April, 7 Mei, 28 Juni, dan 19 Juli dengan nilai erosivitas berturut-turut 53,33; 55,91; 57,34; 2,56 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian tertinggi pada bulan Agustus 2011, September 2011, Oktober 2011, November 2011, Desember 2011 terjadi pada tanggal 30 Agustus, 17 September, 29 Oktober, 17 November, 27 Desember dengan nilai erosivitas berturut-turut 2,01; 10,42; 43,56; 94,9; 139,72 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian terendah pada bulan Desember 2010, Januari 2011, Februari 2011, dan Maret 2011 terjadi pada tanggal 9 Deesember 2010, 30 Januari, 2 Februari, 28 Maret dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,01; 0,0017; 0,31; 0,015 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian terendah pada bulan April 2011, Mei 2011, Juni 2011, Juli 2011 terjadi pada tanggal 13 April, 8 Mei, 29 Juni, dan 20 Juli dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,004; 0,028; 0,161; 0,0017 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian terendah pada bulan Agustus 2011, September 2011, Oktober 2011, November 2011, dan Desember 2011 terjadi pada tanggal (Agustus tidak ada), 19 September; 30 Oktober; 4 November; 20
27 Desember, dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,085; 0,29; 0,0046; 0,007 ton-m ha-1, cm jam-1 (Tabel Lampiran 2). 4.4. Sifat Fisik Tanah Berdasarkan hasil pengamatan lapang terhadap tanah di lahan Perkebunan Teh Gunung Mas, ditemukan perbedaan sifat fisik yang begitu jelas antara tanah lapisan atas dan bawah. Oleh karena itu, analisis sifat fisik tanah dilakukan pada tanah lapisan atas dan bawah untuk mengetahui perbedaan sifat fisik tanah dari kedua lapisan. Hasil pengukuran nilai pF pada masing-masing tanah ketiga petak ukur tertera pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa tanah lapisan atas pada petak T3 dan T2 memiliki kadar air kapasitas lapang (pF) 2,54 lebih besar dibandingkan dengan tanah lapisan bawahnya dengan nilai berturut-turut 51,5 % >50,97 % dan 44,82 % > 33,40%. Sedangkan pada petak pengukuran T1 nilai KAL tanah lapisan bawah lebih besar dari lapisan bawah yakni 54,97 % > 45,68 %. Kondisi iklim perkebunan teh yang lembab membuat nilai air kapasitas lapang yang ditemukan tergolong cukup besar yakni berada pada kisaran 30 – 55 % (Gambar 6).
Gambar 6. Kurva pF Tanah Lapisan Atas (a) dan Bawah (b) pada Ketiga Petak Ukur Menurut Blanco dan Lal (2008) kelembaban udara yang tinggi berasosiasi dengan kadar air tanah yang lebih tinggi sehingga semakin mempertahankan
28 kadar air tanah. Selain itu, kadar air lapang titik layu permanen pada ketiga petak pengamatan berada pada kisaran 20 – 35 % baik tanah lapisan atas maupun bawah. Hasil penentuan nilai kadar air pF 1; 2; 2,54 dan 4,2 pada masing-masing tanah petak ukur juga digunakan untuk menetapkan distribusi ukuran pori yang terdiri dari : pori drainase, pori pemegang air, dan air tersedia pada tanah di lahan penelitian. Porositas total didapatkan dari perbandingan antara bobot isi (BI) dan Kerapatan Jenis Tanah (KJP), sedangkan pori drainase didapatkan dari selisih antara porositas total tanah dengan kadar air (%-volume) pada pF 2,54. Air tersedia didapatkan dari selisih antara kadar air pada pF 2,54 dengan pF 4,2. Hasil penetapan porositas total tanah di ketiga petak ukur tertera pada Tabel 3. Hasil menunjukkan bahwa tanah pada petak T1 dan T3 memiliki porositas total lebih besar dibandingkan dengan petak T2. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan tekstur pada masing-masing tanah di ketiga petak ukur. Tekstur tanah petak T1 dan T3 didominasi oleh fraksi debu sedangkan petak T2 didominasi oleh fraksi pasir (Tabel 3). Menurut Blanco dan Lal (2008) tanah dengan tekstur dominan berpasir memiliki persentase pori makro yang lebih tinggi daripada pori mikro sedangkan pada tanah berdebu atau berliat, ruang pori lebih didominasi oleh ruang pori mikro yang jumlah persentase totalnya lebih banyak daripada pori makro. Tabel 3 juga menunjukkan hasil analisis tekstur tanah lapisan atas dan bawah di ketiga petak ukur. Hasil menunjukkan bahwa pada petak T1, tektur tanah lapisan atas didominasi oleh fraksi pasir sebesar 66,6 % dan tanah lapisan bawah didominasi oleh fraksi debu sebesar 79,3 %. Pada petak T2, tekstur tanah lapisan atas dan bawah didominasi oleh fraksi pasir dengan nilai berturut-turut 61,60 % dan 69,60 %. Sedangkan tekstur tanah lapisan atas dan bawah pada petak T3 didominasi fraksi debu dengan nilai berturut–turut 51,7 % dan 84,8 %. Perbedaan relatif komposisi persen pasir tekstur tanah lapisan atas dan lapisan bawah pada petak pengamatan berpengaruh pada gerakan perkolasi air di dalam tanah dan berimplikasi pada besarnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah.
29 Tabel 3. Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Karakteristik Tanah Porositas Porositas Total (%-volume) Pori Dainase (%-volume) Pori Pemegang Air (%-volume) Air Tersedia (%-volume)
Petak T1 Atas
Petak T2
Bawah
Atas
Petak T3
Bawah
Atas
Bawah
64,5
67,9
65,3
60
68,3
71.3
18,82
12,93
30,48
20,99
16,8
16,48
45,68
54,97
34,82
33,40
51,5
50,97
18,24
19,94
14,42
11
18,05
19,94
Pasir (50 µm-2 mm)
66,60
5,50
61,60
69,60
20,40
3,40
Debu (2-50 µm)
19,00
79,30
22,20
24,40
51,70
84,80
Liat Kasar (0,2-2 µm)
4,50
3,70
8,20
1,70
7,50
4,10
Liat Halus (< 0,2 µm)
9,90 Lempung Berpasir
11,50 Lempung Berdebu
8,00 Lempung Berpasir
4,30 Lempung berpasir
20,40 Lempung Berdebu
7,70 Lempung Berdebu
Bobot Isi (gr/cm3)
0,94
0,85
0,92
1,06
0,84
0,76
C-organik (%)
3,60
0,66
2,65
4,25
3,22
3,27
Tekstur (%)
Kelas Tekstur (USDA)
Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun Atas : tanah lapisan atas 0 – 15 cm Bawah : tanah lapisan bawah 15 – 35 cm
Menurut Arsyad (2006), sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan bawah. Permeabilitas ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granular dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah. Hasil pengukuran permeabilitas tanah pada ketiga petak ukur tertera pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa tanah lapisan atas petak T2 menghasilkan permeabilitas tertinggi dibandingkan petak lainnya yakni sebesar 65,64 cm jam-1. Sedangkan nilai permeabilitas tanah lapisan atas petak T1 dan T3 bernilai lebih kecil daripada petak T1 yakni berturut-turut sebesar 25,17 cm jam-1 dan 27,18 cm jam-1 (Tabel 4). Nilai permeabilitas yang tinggi pada petak T2 disebabkan oleh tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi pasir sehingga porositas total tanah sebagian besar terdiri dari pori makro. Menurut Blanco dan Lal (2008), tanah berpasir juga memiliki kemampuan meloloskan air yang tinggi dibandingkan
30 dengan tanah berdebu atau berliat. Hal tersebut dikarenakan tanah berpasir didominasi oleh pori makro yang merupakan pori meloloskan air. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O’Neal (1951), bahwa tanah lapisan atas pada ketiga petak ukur tergolong dalam kelas permeabilitas sangat cepat dan tanah lapisan bawah tergolong klasifikasi agak cepat (Tabel 4). Tabel 4. Permeabilitas Tanah Ketiga Petak Ukur Petak T1 T2 T3
Lapisan Tanah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
Lapisan tanah atas Lapisan tanah bawah
Permeabilitas Tanah (cm jam-1) 25,17 10,47 65,64 6,89 27,18 7,47
Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O’Neal, 1951) Sangat cepat Cepat Sangat cepat Cepat Sangat cepat Cepat
: kedalaman tanah 0 – 15 cm : kedalaman tanah 15 – 35 cm
Hasil analisis sifat fisik tanah pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa kadar C organik pada ketiga petak pengamatan baik tanah lapisan atas maupun bawah tergolong tinggi dengan nilai > 2,5 % kecuali pada tanah lapisan bawah petak T1 yakni sebesar 0,66 %. Kecilnya kadar bahan organik pada tanah lapisan bawah petak T1 mungkin disebabkan oleh minimnya suplai bahan organik dari tanah lapisan atas. Selain ditentukan oleh sifat genesis dan pedogenesis, keberadaan bahan organik juga sangat mempengaruhi karakteristik dan perubahan sifat fisik tanah pada suatu lahan. Menurut Dariah (2004) bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan serta penstabilan agregat tanah. Tingginya cadangan bahan organik pada lokasi penelitian dipengaruhi aktifitas pengembalian bahan organik yang tinggi baik dari sisa pemetikkan atau dari sisa pemangkasan. Selain input tinggi, tingginya kandungan bahan organik pada lahan penelitian juga disebabkan oleh pengaruh suhu udara yang terbilang rendah pada lokasi penelitian. Menurut data yang didapatkan dari BMKG Citeko, perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan berada pada ketinggian > 920 m, memiliki suhu rata-rata maksimum 24,80 C dan rata-rata minimum 18,60 C dengan
31 kelembaban udara rata-rata bulanan sebesar 83,7% (Tabel Lampiran 3). Kondisi tersebut akan semakin memperbesar cadangan bahan organik tanah di perkebunan teh akibat minimnya aktifitas dekomposisi oleh mikroorganisme tanah. 4.5. Infiltrasi Tanah Infiltrasi tanah merupakan salah satu parameter untuk mengamati kemampuan tanah dalam meresapkan air. Infiltrasi tanah biasanya dinyatakan dalam kapasitas infiltrasi tanah. Menurut Arsyad (2006) kapasitas infiltrasi merupakan kemampuan tanah dalam meresapkan air melalui permukaan tanah per satuan waktu dan biasanya dinyatakan dalam satuan cm jam-1. Hasil Pengukuran infiltrasi tanah lapang pada ketiga petak pengukuran disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa tanah pada petak pengukuran T1, T2, dan T3 memiliki nilai kapasitas infiltrasi (cm jam-1) yakni berturut-turut sebesar 38, 40, dan 34. Perbedaan nilai infiltrasi tanah pada ketiga petak pengamatan disebabkan oleh perbedaan sifat fisik tanah terutama tekstur dan struktur tanah. Tabel 5. Kapasitas Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran Petak T1 T2 T3 Rata-rata
Kapasitas Infiltrasi Konstan (cm jam-1) 38 40 34 37,3
Klasifikasi Infiltrasi (Kohnke, 1968) sangat cepat sangat cepat sangat cepat sangat cepat
Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun.
Tanah pada petak ukur T2 memiliki nilai kapasitas infiltrasi paling tinggi dibanding petak lainnya yakni sebesar 40 cm jam-1. Hal demikian disebabkan oleh pengaruh tekstur tanah pada petak T2. Jika dibandingkan dengan petak T3, tekstur tanah pada petak T2 lebih didominasi oleh fraksi pasir baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah sedangkan petak T3 didominasi oleh fraksi debu (Tabel 3). Sedangkan nilai infiltrasi pada petak T1 yakni sebesar 38 cm jam-1 dan nilai tersebut dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik sisa pemangkasan teh.
32 Pada pengukuran infiltrasi lapang, tanah pada petak T2 dengan tekstur dominan berpasir membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai infiltrasi konstan dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan pada tanah petak T3 dengan tekstur dominan debu (Tabel Lampiran 4). Menurut Wuest et al. (2006) bahwa infiltrasi tanah berkorelasi positif dengan peningkatan partikel kasar tanah dan berkorelasi negatif dengan pertambahan partikel baik tanah. Tanah berpasir memiliki makropori lebih banyak daripada tanah berliat dan makropori menghantarkan air lebih cepat daripada mikropori. Disamping itu, menurut Musgrave dan Holtan (1964), tanah-tanah yang didominasi oleh liat umumnya banyak mengandung bahan koloid dan apabila tanah tersebut mengalami pembasahan, maka ikatan antar butir akan semakin lemah sehingga butir-butir tanah dengan mudah lepas satu sama lain dan akan menutup pori-pori di permukaan tanah. Hal inilah yang menyebabkan laju infiltrasi tanah bertekstur liat lebih rendah dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir. Menurut klasifikasi kapasitas infiltrasi yang telah dikemukakan oleh Kohnke (1968) (Tabel Lampiran 5), nilai kapasitas infiltrasi tanah pada ketiga petak pengukuran masuk kedalam kategori klasifikasi sangat cepat. 4.6. Aliran Permukaan dan Erosi Hasil pengukuran rata-rata aliran permukaan ketiga petak ukur di perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) periode bulan Desember 2010 – Desember 2011 menunjukkan bahwa puncak aliran permukaan terjadi pada bulan Januari, Oktober, November, dan Desember (Gambar 7). Bulan terjadinya puncak aliran permukaan, rata rata bersamaan dengan bulan terjadinya puncak musim hujan yakni pada bulan Januari – Mei, November, dan Desember. Hal demikian menunjukkan bahwa secara umum, peningkatan curah hujan akan meningkatkan risiko aliran permukaan. Sedangkan nilai aliran permukaan harian pada ketiga petak pengukuran tertera pada Tabel Lampiran 6, 7, 8. Gambar 7 juga menunjukkan pada bulan Juli, Agustus, dan September tidak ditemukaannya aliran permukaan di ketiga pengamatan karena curah hujan bulanan pada ketiga bulan tersebut berjumlah kecil dengan nilai berturut-turut sebesar 19,3; 9,9; dan 64,2 mm (Tabel 2). Curah hujan yang sedikit tidak mampu
33 membuat aliran permukaan karena jumlahnya belum melebihi dari rata-rata kapasitas infiltrasi tanah.
Aliran Permukaan (mm) 30
Curah Hujan (mm) 0
100 20
150 200
15 250 10
300
Curah Hujan (mm)
Aliran Permukaan (mm)
50 25
350 5 400 450 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
0
Gambar 7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Tingginya jumlah curah hujan hujan yang jatuh pada lokasi penelitian tidak berkorelasi positif terhadap tingginya nilai aliran permukaan yang terjadi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari – Mei hanya menghasilkan rata-rata aliran permukaan yang terbilang sangat kecil yakni sebesar ≤ 5 mm (Gambar 7). Hal demikian disebabkan oleh pengaruh kanopi tanaman teh yang rapat sehingga sebagian besar curah hujan tertahan oleh kanopi tajuk tanaman teh. Menurut Arsyad (2006) keberadaan kanopi tanaman mempengaruhi kejadian aliran permukaan melalui mekanisme intersepsi dan mengurangi energi tumbuk hujan. Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan aliran permukaan bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, pada Gambar 7 juga terlihat bahwa peningkatan curah hujan total tidak selalu seiring dengan peningkatan aliran permukaan yang dihasilkan. Hal demikian terlihat pada bulan Januari 2011 dimana nilai curah hujan yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan bulan lainnya ternyata tidak sejalan dengan tingginya aliran permukaan yang dihasilkan. Aliran permukaan bulanan tertinggi justru terjadi pada bulan November 2011. Hal
34 demikian disebabkan oleh perbedaan lama hujan per kejadian hujan pada kedua bulan tersebut. Bulan Januari merupakan puncak musim hujan yang terjadi pada lokasi penelitian. Kejadian hujan harian pada bulan Januari sering terjadi dalam waktu yang lama (pagi hingga malam) sehingga intensitas hujannya relatif kecil. Kondisi demikian menyebabkan air hujan yang jatuh lebih banyak terserap masuk ke dalam tanah dan tidak menghasilkan aliran permukan sekalipun jumlah curah hujan totalnya tinggi. Sedangkan pada bulan November kejadian hujan sering terjadi dengan intensitas tinggi sehingga menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi. Menurut Baver (1959) bahwa curah hujan total yang besar mungkin tidak menyebabkan erosi tanah jika intensitasnya rendah misalnya hujan intensif terjadi dalam waktu sangat singkat mungkin tidak menyebabkan banyak tanah hilang karena curah hujan tidak cukup untuk membuat aliran permukaan. Selain aliran permukaan, hasil pengukuran rata-rata erosi tanah ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) periode bulan Desember 2010 – Desember 2011 juga menunjukkan bahwa puncak erosi tanah terjadi pada bulan Januari, April, Oktober, November, dan Desember (Gambar 8). Puncak erosi tanah rata-rata terjadi bersamaan dengan puncak musim hujan yang berada pada bulan Januari-Mei dan November, dan Desember. Hal demikian terjadi karena curah hujan yang tinggi akan memperbesar risiko terjadinya aliran permukaan sehingga akan semakin meningkatkan erosi tanah pada petak pengamatan. Pada periode bulan kering seperti bulan Juli, Agustus, dan September tidak ditemukannya erosi tanah pada ketiga petak ukur (Gambar 8). Hal demikian disebabkan oleh tidak terjadinya aliran permukaan pada ketiga bulan tersebut sehingga tidak menimbulkan erosi tanah. Selain itu, tingkat erosi tanah harian pada ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII.
35
Curah Hujan (mm) 0
25
100
20
200
15
300
10
400
5
500
0
600 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
30
Curah Hujan (mm)
Erosi Tanah (kg)
Erosi Tanah (mm)
Gambar 8. Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan erosi tanah bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, Gambar 8 juga menunjukkan peningkatan curah hujan tidak selalu seiring dengan erosi tanah yang dihasilkan. Seperti terlihat pada bulan Januari 2011 dimana dengan nilai curah hujan tertinggi dibandingkan pada bulan lainnya namun ternyata erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November 2011. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan aliran permukaan yang terjadi dimana bulan November menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bulan Januari. Aliran permukaan yang tinggi pada bulan November disebabkan oleh rata-rata intensitas per kejadian hujan yang tinggi pada bulan November. Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa intensitas per kejadian hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah. Selain jumlah aliran permukaan, nilai erosi tanah yang terjadi pada ketiga petak ukur juga dipengaruhi oleh lokasi penelitian yang berada pada kawasan pegunungan. Letaknya yang berada pada kawasan pegunungan membuat pola hujan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh fenomena hujan orografis pegunungan. Kondisi demikian mempengaruhi distribusi hujan menjadi tidak merata menurut ruang dan waktu akibat distribusi arah angin yang tak menentu dan mudah
36 berubah pada lokasi penelitian. Distribusi hujan yang yang tidak merata tersebut mempengaruhi daerah luasan erosi dan erosi total pada lokasi penelitian Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa hujan lebih erosif dibandingkan aliran permukaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis perbandingan antara erosivitas hujan dan erosi tanah untuk membandingkan nilai erosivitas hujan (hasil olahan data pias hujan) terhadap erosi tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hasil analisis perbandingan erosivitas hujan (EI30) bulanan terhadap rata-rata erosi bulanan ketiga petak pengamatan periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII tertera pada Gambar 9. Erosi Tanah
Des
600 Nov
0 Okt
500
Sept
5
Agst
400
Jul
10
Jun
300
Apr
15
Mei
200
Mar
20
Feb
100
Jan
25
Des
0
EI30 (ton-m ha -1, cm jam -1)
Erosi Tanah (kg)
EI30 30
Gambar 9. Perbandingan Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII periode Desember 2010 – Desember 2011. Gambar 9 menunjukkan bahwa erosivitas hujan bulanan di lokasi penelitian terbilang tinggi dengan nilai mencapai 50 – 200 ton-m ha-1. Namun tingginya hasil analisis erosivitas hujan pada lokasi penelitian tidak sejalan dengan erosi tanah yang terjadi sebenarnya. Hasil menunjukkan bahwa erosi tanah bulanan ketiga petak ukur bernilai jauh lebih kecil dibawah hasil analisis erosivitas hujan yakni hanya berkisar 2 – 10 kg ha-1 (Gambar 9). Kecilnya nilai erosi tanah ketiga petak ukur, dipengaruhi oleh keberadaan tajuk tanaman teh yang rapat sehingga mengakibatkan sedikitnya air hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh dan lebih banyak yang tertahan melalui intersepsi
37 tajuk. Berkurangnya jumlah hujan yang berhasil sampai mengenai permukaan tanah juga sekaligus mengurangi daya rusak hujan langsung (erosivitas) terhadap tanah sehingga mengurangi risiko kejadian aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi kejadian erosi tanah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1979, ditemukan bahwa nilai erosivitas hujan pada perkebunan teh hanya berkisar pada angka 25 %. Peningkatan erosivitas hujan terhadap risiko kejadian erosi tanah tidak selalu berjalan linear terhadap hasil erosi sebenarnya di lapangan seperti yang ditunjukkan Gambar 9. Gambar (9) menunjukkan nilai erosivitas hujan tertinggi pada Januari ternyata tidak sejalan dengan erosi tanah yang dihasilkan pada lokasi penelitian. Erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November. Ketidakselarasan tersebut disebabkan karena pada bulan Januari merupakan puncak musim hujan pada lokasi penelitian sehingga kejadian hujan harian sering terjadi dalam waktu yang lama (pagi hingga malam) namun dengan intensitas yang kecil. Hal demikian membuat nilai E (analisis erosivitas) menjadi lebih tinggi dibandingkan nilai I30 nya. Sedangkan pada bulan November, hujan sering terjadi dalam intensitas tinggi dan membuat hasil analisis I30 nya menjadi tinggi sehingga menghasilkan erosi tanah yang lebih tinggi. Selain itu, menurut Dariah et al. (2003) beberapa karateristik hujan seperti intensitas dan distribusi hujan dapat menjadi penyebab kecilnya aliran permukaan dan erosi tanah. Distribusi terhadap orientasi arah angin yang tak menentu dan mudah berubah pada daerah pegunungan, berimplikasi secara langsung dalam mempengaruhi distribusi curah hujan sehingga distribusi hujan menjadi tidak merata. Hasil analisis aliran permukaan dan erosi tanah pada masing-masing petak ukur tertera pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa walaupun petak ukur T3 (tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan) berada pada lahan yang memiliki persen tutupan tajuk tanaman teh paling rapat dibandingkan dengan petak lainnya yakni sebesar 70 %, namun ternyata petak T3 menghasilkan jumlah aliran permukaan dan erosi tanah tertinggi dibandingkan petak lainnya yakni berturut-turut sebesar 325,57 m3 ha-1 th-1 dan 55,36 kg ha-1 th-1. Tingginya aliran permukaan yang terjadi pada petak T3 disebabkan oleh struktur tanah yang lebih padat dan tekstur tanah lapisan atas yang didominasi
38 oleh fraksi debu dibandingkan dengan tanah pada petak T2 dan T1 yang didominasi oleh fraksi pasir (Tabel 3). Selain itu, tingginya aliran permukaan pada petak T3 juga disebabkan oleh kecilnya kapasitas meloloskan air pada tanah petak T1. Berdasarkan hasil analisis ruang pori drainase tanah di ketiga petak ukur didapatkan hasil bahwa tanah pada petak T3 memiliki pori drainase hanya sebesar 16,8 % (Tabel 3). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pori drainase pada petak T2 dengan tekstur tanah berpasir yakni diatas 20 %. Kecilnya pori drainase pada petak T3 menyebabkan curah hujan yang jatuh menjadi lebih sedikit yang terdrainase kedalam tanah dan lebih banyak hilang sebagai aliran permukaan. Selain tanah, faktor penting lain yang paling mempengaruhi tingginya aliran permukaan pada petak T3 adalah kondisi tajuk tanaman teh yang rapat. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Madhu et al. (2011) tentang efisiensi tanaman teh terhadap penggunanaan air hujan pada beberapa perlakuan konservasi di dataran tinggi India Selatan bahwa nilai aliran permukaan dan erosi akan menurun seiring dengan penambahan persen tutupan tajuk teh, lalu mulai terjadi peningkatan kembali terhadap aliran permukaan dan erosi saat tutupan tajuk semakin rapat yakni pada tutupan 68 % hingga 80 %. Peningkatan kembali aliran permukaan dan erosi tanah pada lahan dengan tutupan yang lebih rapat disebabkan oleh terjadinya peningkatan erosivitas butir hujan akibat akumulasi butir hujan pada tajuk tanaman. Kondisi demikian menimbulkan erosi percik yang dominan dan menghasilkan lapisan kedap air pada permukaan tanah akibat pori-pori tanah terisi oleh partikel tanah yang terlepas akibat erosi percik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1980 bahwa erosivitas tetesan tajuk meningkat dengan ketinggian tajuk yang besarnya bergantung pada jenis tumbuhan. Peristiwa demikian mungkin dapat diterangkan karena terjadinya konsentrasi butir-butir hujan pada daun yang menyebabkan meningkatnya ukuran butir hujan dan intensitas lokal yang dapat mencapai 1000% intensitas hujan sebelum menimpa tajuk tumbuhan (Amstrong dan Mitcell, 1989).
39 Selain itu, besarnya erosi tanah yang terjadi pada tanah petak T3 juga disebabkan oleh tekstur tanah yang dominan berdebu sehingga meningkatkan kejadian erosi akibat mudahnya fraksi debu terlepas. Menurut Dariah et al. (2003) debu merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi, karena selain mempunyai ukuran yang lebih halus, fraksi ini juga tidak memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan (tanpa adanya bantuan bahan perekat/pengikat) karena tidak memiliki muatan. Oleh karena itu, fraksi debu akan mudah terdispersi saat terkena pukulan butir hujan dan menutup pori-pori tanah dan membentuk lapisan kedap pada permukaan tanah sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi tanah dan memperbesar risiko aliran permukaan. Hasil pengukuran terhadap infiltrasi tanah di ketiga petak pengukuran menunjukkan tanah petak T3 menghasilkan nilai infiltrasi tanah yakni sebesar 34 cm jam-1. Pada petak T2, hasil pengukuran menunjukkan bahwa aliran permukaan dan erosi tanah yang ditemukan yakni berturut-turut sebesar 208,89 m3 dan 32,06 kg ha-1 th-1 (Tabel 6). Hasil tersebut ternyata lebih rendah jika dibandingkan dengan yang ditemukan pada petak pengamatan T3 sekalipun petak T2 memiliki persen tutupan tajuk yang lebih rendah (57 %) dibandingkan petak T3 (Tabel 6). Tabel 6. Aliran Permukaan, Erosi Tanah, dan Tutupan Tajuk pada Ketiga Petak Pengukuran Erosi Aliran Permukaan Petak T1
m ha th
(% hujan)
Erosi (kg ha-1 th-1)
146,19
0,92
25,80
41,5 57,0 70,0
3
-1
-1
T2
208,89
1,31
32,06
T3
325,57
2,05
55,36
Tutupan Tajuk (%)
Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun
Lebih kecilnya aliran permukaan yang terjadi pada petak T2 dibandingkan petak T3 disebabkan oleh curah hujan yang lebih banyak terdrainase masuk kedalam tanah akibat tingginya ruang pori drainase (%-volume) pada petak T2 yakni sebesar 20,48 % (Tabel 3). Nilai demikian juga dipengaruhi oleh tekstur tanah pada petak T2 yang berpasir. Tekstur tanah berpasir pada petak T2
40 menghasilkan nilai kapasitas infiltrasi tanah lebih tinggi dibandingkan petak lainnya yakni sebesar 40 cm jam-1 (Tabel 5). Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa tanah berpasir memiliki lebih banyak pori makro dibandingkan pori mikro sehingga dapat meloloskan air lebih cepat daripada tanah berliat dan berdebu. Hal demikian menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah meningkat dan mengurangi tingkat aliran permukaan dan erosi. Pada petak ukur T1, sekalipun tutupan lahan pada petak T1 (umur teh tahun ke-1 setelah pemangkasan) memiliki nilai persen tutupan tajuk terendah dibanding petak lainnya yakni sebesar 41,50 % (Tabel 6), namun ternyata petak T1 menghasilkan aliran permukaan dan erosi tanah terendah dibandingkan dengan yang ditemukan pada petak ukur T1 dan T2 yakni sebesar 146,19 m3 dan 25,8 kg ha-1 th-1 (Tabel 6). Selain disebabkan oleh tektur tanah lapisan atas yang dominan berpasir, kecilnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah yang terjadi pada petak T1 disebabkan oleh keberadaan bahan organik sisa pemangkasan berupa daun, ranting, cabang di sekeliling tanaman teh (Gambar 10). Sisa pemangksan tanaman teh berupa daun, ranting, dan cabang meningkatkan basal cover pada tanah di petak T1. Basal cover merupakan area permukaan tanah yang tertutup oleh bagian tanaman (NARSC, 1996). Keberadaan basal cover yang luas dan rapat pada permukaaan tanah mampu mengurangi pengaruh dari energi tumbuk hujan dalam melepaskan (detach) tanah dan menurunkan laju aliran permukaan sehingga menurunkan erosi tanah. Menurut Sukasman (1991) hasil pangkas tanaman teh berupa daun dan kayu volumenya dapat mencapai 4-5 ton ha-1. Selain jumlahnya yang besar, sisa pemangkasan tanaman teh paling banyak ditemukan yakni berupa ranting dan cabang yang berukuran mencapai panjang 20 - 30 cm dan diameter 2 - 4 cm. Menurut Mannering dan Meyer (1961) bahwa sisa-sisa tanaman yang paling baik untuk mencegah erosi adalah yang dipotong-potong sepanjang 25 – 30 cm yang kemudian disebarkan secara merata diatas permukaan tanah. Alberts dan Nielbling (1994) juga menyatakan bahwa keberadaan residu tanaman di sekitar permukaan tanah meningkatkan intersepsi hujan, mengurangi
41 penutupan pori tanah, aliran permukaan dan konsentrasi sedimen erosi serta meningkatkan waktu permulaan aliran permukaan.
Gambar 10. Tanaman Teh Setelah Pangkas dan Sisa Pemangkasan Hasil penelitian mengenai pengaruh residu tanaman terhadap penurunan tingkat erosi tanah telah banyak ditemukan. Seperti penelitian sebelumnya oleh Mostaghimi et al. (1987) yang menggunakan plot erosi pada lahan dengan pengelolaan dan tanpa pengelolaan dengan perlakuan jumlah residu tanaman, bahwa pada lahan tanpa pengelolaan dengan pemberian residu tanaman hingga 1500 kg ha-1 menghasilkan pengurangan level erosi tanah hingga 95,6 %. Selain itu, keberadaan sisa pemangkasan disekitar tanaman teh pada perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan juga memberikan input bahan organik secara besarbesaran ke dalam lahan perkebunan. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahan organik sisa pangkasan pada petak T1 memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi terjadinya aliran permukaan dan erosi tanah. Ditandai dengan nilai aliran permukaan dan erosi tanah terendah dibandingkan petak lainnya (Tabel 6). Tabel 6 juga menunjukkan bahwa aliran permukaan yang terjadi pada ketiga petak ukur bernilai sangat kecil terhadap curah hujan. Hal demikian menyebabkan koefisien aliran permukaan yang didapatkan pada ketiga petak ukur terbilang sangat kecil yakni berkisar 0,009 – 0,02. Kecilnya koefisien aliran permukaan yang dihasilkan pada ketiga petak ukur disebabkan oleh kecilnya curah hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh yakni hanya berkisar antara 4 – 5 % (Tabel Lampiran 10).
42 Berdasarkan pedoman penetapan nilai T (konsep kedalaman ekivalen) oleh Hammer (1981), tanah lokasi penelitian memiliki kedalaman efektif ± 80 cm dan faktor kedalaman sebesar 1. Kedalaman ekivalen didapatkan dari perkalian antara nilai kedalaman efektif dan faktor kedalaman. Pada penelitian kali ini didapatkan hasil kedalaman ekivalen yakni sebesar 80 cm. Dengan rata-rata bobot isi tanah pada lokasi penelitian sebesar 0,9 gr cm-3 dan umur guna tahun lahan penelitian yakni 400 tahun, didapatkan hasil bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki nilai TSL (Tolerable Soil Loss) sebesar 18 ton ha-1 th-1. Sedangkan hasil rata-rata erosi ketiga petak ukur sebesar 0,03774 ton ha-1 th-1 dan nilai tersebut jauh lebih kecil dari nilai TSL sehingga erosi tanah yang terjadi pada petak masih dapat ditoleransi. Hasil pengukuran erosi tanah skala petak di perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan tidak dapat di scale up untuk menunjukkan kejadian erosi tanah sebenarnya pada skala perkebunan karena tidak memperhitungan erosi parit dan tebing yang nilai sebenarnya justru paling tinggi berkontribusi dalam kejadian aliran permukaan dan erosi tanah di perkebunan teh. Erosi parit pada perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan diduga sebagian besar berasal dari sisa-sisa bangunan saluran drainase ataupun jalan akses kebun/jalan setapak yang tidak terawat dengan baik sehingga mengakibatkan tingginya aliran permukaan saat terjadi hujan. Untuk itu perlu adanya tindakan perbaikan infrastruktur dan perbaikan konservasi pada lahan perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan agar erosi parit menjadi berkurang. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tanaman teh dewasa berumur 40 – 45 tahun, sehingga efek tutupan tajuk (vegetasi) sudah efektif dalam mengendalikan aliran permukan dan erosi. Namun demikian apabila penelitian dilakukan pada tanaman yang masih kecil atau baru ditanam, maka hasil erosi yang diperoleh dapat jauh berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan konservasi untuk meminimalkan erosi pada lahan perkebunan teh muda.
43 V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan 1.
Curah hujan tahunan perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII sebesar 2.627,3 mm tahun-1 dan tergolong kedalam tipe iklim B1 (sangat basah) menurut klasifikasi Schmidth - Ferguson.
2.
Erosivitas hujan (EI30) tahunan pada perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII sebesar 1.711,1 ton-meter ha-1 th-1. Nilai EI30 terbesar terjadi pada bulan Januari 2011 yakni sebesar 299,19 ton-meter ha-1dan EI30 terendah ditemukan pada bulan Agustus sebesar 2,01 ton-meter ha-1.
3.
Pemangkasan tanaman teh mempengaruhi aliran permukaan dan erosi tanah. Aliran permukaan dan erosi tertinggi terjadi pada petak T3 (4 tahun setelah pemangkasan) yakni berturut-turut sebesar 325,57 m3 ha-1 th-1 dan 55,36 kg ha-1 th-1. Aliran permukaan dan erosi terendah terjadi pada petak T1 (1 tahun setelah pemangkasan) dengan nilai berturut-turut sebesar 146,19 m3 ha-1 th-1 dan 25,80 kg ha-1 th-1.
4.
Aliran permukaan dan erosi tanah skala petak di perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII lebih rendah nilai TSL (Tolerable Soil Loss) sehingga masih dapat ditoleransikan.
5.2. Saran Saat periode pemangkasan disarankan untuk tetap mengembalikan sisa
pemangkasan ke sekeliling tanaman teh agar mengurangi dampak erosivitas hujan terhadap risiko aliran permukaan dan erosi tanah. Selain itu, pada tanaman teh muda, bangunan drainase yang rusak, dan jalur jalan setapak perlu dilakukan usaha konservasi tanah untuk menekan erosi tanah. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dengan lebih banyak jumlah petak pengamatan untuk melihat pengaruh perbedaan variasi umur pemangkasan, dan perbedaan lereng terhadap tingkat aliran permukaan dan erosi pada perkebunan teh.
44 DAFTAR PUSTAKA
Alberts, E. E. and W. H. Nielbling. 1994. Influence of Crop Residues on Water Erosion In P. W. Unger (ed). 2000. Managing Agriculture Residues. Lewis Publs., Chelsea, MI. Armstrong, C. L. and J. K. Mitchell. 1987. Transformation of Rainfall by Plant Canopy dalam S. Arsyad. 2006 . Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Jogyakarta. Baver, L. D. 1959. Soil Physics. 3rd Ed. John Wiley and Sons, Inc. New York Baver, L. D., W. H. Gardner, and W. R. Gardner. 1972. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York. Blanco, H. and R. Lal. 2008. Priciple of Soil Conservation and Management. Springer Science and Business Media B.V. Kansas, USA. Botschek, J., A. Neu, A. Skowronek, and A. N. Jayakody. 1998. Agricultural Suitability of Degraded Acrisols and Lixisols of Former Tea Lands In Srilanka In A. E. Hartemink. 2003. Soil Fertility Decline in the Tropic, Case Studies on Plantation. CABI Publishing. Wageningen.. Dariah, A., A. Fahmudin, S. Arsyad, Sudarsono, dan Maswar. 2003. Hubungan Antara Karakteristik Tanah dengan Tingkat Erosi pada Lahan Usahatani Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal Tanah dan Iklim 2 (21) : 78-86. Dariah, A. 2004. Tingkat Erosi dan Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dickinson, A. and R. Collin. 1998. Predicting Erosion and Sediment Yield at The Catchment Scale dalam N. Sa’ad. 2004. Kajian Pendugaan Erosi Sub Daerah Aliran Sungai Tugu Utara (Ciliwung Hulu). Jurnal Tanah dan Lingkungan 6 (1) : 31-38. Direktori Wisata Agro Indonesia. Luas Lahan Kebun Agrowisata Gn. Mas Kecamatan Cisarua Bogor. http//google./.jdudkij. Diakses tanggal 29 November 2010.
45 [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pedoman Teknis Praktek Budidaya Teh yang Baik. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Eden, T. 1958. Tea. Western Printing Services, Ltd. Bristol. Britain. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. Hartemink, A. E. 2003. Soil Fertility Decline in the Tropic, Case Studies on Plantation. CABI Publishing. Wageningen. Hartemink, A. E. 2006. Erosion: Perennial Crop Plantations. 2nd Ed; ISRIC-World Soil Information - CABI Publishing. Wageningen. Kohnke, H. and A. R. Bertrand. 1959. Soil Conservation. McGraw Hill Book Co., Inc. New York. Kohnke, H. 1968. Soil Physics. McGraw Hill Book Co., Inc. New York. Lal, R. 2003. Soil Erosion and the Global Carbon Budget dalam Blanco, H. and R. Lal. 2008. Priciple of Soil Conservation and Management. Springer Science and Business Media B.V. Kansas, USA Madhu, M., D. C. Sahoo, V. N. Sharda, and A. K. Sikka. 2011. Rainwater – Use Efficiency of Tea (Camelia Sinensis (L.)) Under Different Conservation Measures in the High Hill of South India. Applied Geography 31 (2) : 450 – 455. Mannering, J. V. and L. D. Meyer. 1961. The Effect of Different Methods of Corn Stalk Residue Management on Runoff and Erosion as evaluated by Simulated Rainfall dalam S, Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. McDonald, I and J. Low. 1984. Tropical Field Crops. Evans Brothers Limited Press. London. Morgan, R. P. C. 1979. Soil Erosion. Longman Inc., New York. Mostaghimi, S., V. O. Shanholtz, T. A. Dillaha, A. L. Kenimer, B. B. Ross, and T. M. Younos. 1987. Effect of Tillage System, Crop Residue Level, and Fertilizer Application Technique on Losses of Phosphorous and Pesticide from Agriculture Land. Mulyono, A., H. Lestiana, dan D. Mulyadi. 2011. Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Teh di Wilayah Segelaherang, Subang, Jawa Barat. Riset Geologi dan Pertambangan 21 (1) : 35-47. Musgrave, G. W. and H. N. Holtan. 1964. Infiltration in Handbook of Applied Hydrology. McGraw Hill Book Comp. New York. [NARSC] National Applied Resource Science Center (NARSC). 1996. Sampling Vegetation Attributes. Interagency Technical Reference
46 Prihartono, H. 2000. Organisasi Pengelolaan Kebun dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Penting pada Tanaman Teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Laporan Praktek Kerja Pengendalian Hama Terpadu Program Sarjana Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh, Gambung, Jawa Barat. [Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah dan Klimatologi. 1992. Peta Tanah Semi Detail Skala 1 : 50.000. Sa’ad, N. 2004. Kajian Pendugaan Erosi Sub Daerah Aliran Sungai Tugu Utara (Ciliwung Hulu). Jurnal Tanah dan Lingkungan 6 (1) : 31-38. Salim, A.A. 2000. Pengaruh Berbagai Fungsi Serasah Pangkasan dan Dosis Pupuk Terhadap Tanaman Teh Menghasilkan dalam Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Teh. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Sarief, E. S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung. Schoorel. A. F. and H. A. M. van der Vossen. 2000. Camelia Sinensis (L) Kuntzeln : H. A. M. van der Vossen, and M. Wessel. (Ed). Plant Resources of South-East Asia. Backhuys Publisher, Leiden, The Netherland. Setyamidjaja, D. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius Press. Yogyakarta. Sinukaban, N. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dengan Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor Styczen, M. E. and R.P.C. Morgan. 1995. Engineering Properties of Vegetation dalam R.P.C., Morgan and R.J. Rickson (eds.). Slope Stabilization and Erosion Control. A Bioengineering Approach. E & FN SPON. An Imprint of Chapman & Hall. London. Sulistyorini, C. A. 2006. Inventarisasi Tanaman Pakan Lebah Madu (Apis Cerana ferb) di Perkebunan Teh Gunung Mas. Skripsi. Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sukasman. 1991. Dampak Negatif Hilangnya Pohon Pelindung Terhadap Keserasian Tanaman Teh di Indonesia. Warta Teh dan Kina. 2 (1/2) : 9-12. Supriyo Ambar dan Karyono. 1980. Vegetasi, Runoff, dan Erosi Sebagai Indikator Evaluasi DAS dalam S. Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Thomson, L. M. 1957. Soil and Soil Fertility . 2nd Ed. McGraw-Hill Book Company., Inc. New York.
47 Troeh, F. R., J. A. Hobbs, and R. L. Donahue. 2004. Soil and Water Conservation for Productivity and Enviromental Protection. 4th Ed. Prentice Hall. River Grover, IL. USA. Tukidi. 2010. Karakteristik Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Geografi 7 (2):136145 Uhland, R.E. and A. M. O’Neal. 1951. Soil Permeability Determination for Use in Soil and Water Conservation dalam S. Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Van Noordwijk, M., M. V. Roode, E. L. McCallie, and B. Lusiana. 1998. Erosion and Sedimentation a Multiple Scale, Fractal Processes: Implication for Model, Experiment and Real World dalam N. Sa’ad. 2004. Kajian Pendugaan Erosi Sub Daerah Aliran Sungai Tugu Utara (Ciliwung Hulu). Jurnal Tanah dan Lingkungan. 6 (1) : 31-38 Wischmeier, W. H. and D. D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A Guide to Conservation Planning. U.S. Department of Agriculture. Agricultural Handbook 537, U.S. Government Printing Office. Washington DC. Wuest, S. B., J. D. Wiliams, and H. T. Gollany. 2006. Tillage and Parennial Grass Effect on Ponded Infiltration for Seven Semi-arid Loess Soils In H. Blanco and R. Lal. 2008. Principle of Soil Conservation and Management. Springer Science and Business Media B.V. Kansas, USA.
48
LAMPIRAN
49 Tabel Lampiran 1. Curah Hujan Bulanan dan Penentuan Tipe Iklim Menurut Klasifikasi Schmidth – Ferguson di Lokasi Penelitian Tahun Bulan
Q* 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jan
277
BB
729
BB
686
BB
408
BB
355
BB
660
BB
600
BB
391
BB
Feb
528
BB
515
BB
527
BB
662
BB
598
BB
645
BB
509
BB
245
BB
Mar
238
BB
369
BB
148
BB
374
BB
519
BB
504
BB
604
BB
223
BB
Aprl
216
BB
170
BB
337
BB
380
BB
390
BB
305
BB
130
BB
261
BB
Mei
277
BB
211
BB
159
BB
113
BB
235
BB
368
BB
287
BB
282
BB
Jun
51
BK
300
BB
96
BL
106
BB
64
BL
128
BB
115
BB
132
BK
Jul
75
BL
132
BB
20
BK
43
BK
5
BK
58
BK
132
BB
19
BK
Agst
6
BK
179
BB
16
BK
89
BL
120
BB
9
BK
176
BB
10
BK
Sept
179
BB
226
BB
14
BK
37
BK
154
BB
36
BK
236
BB
64
BL
Okt
96
BL
166
BB
166
BB
144
BB
266
BB
407
BB
389
BB
171
BB
Nov
198
BB
313
BB
119
BB
217
BB
495
BB
397
BB
316
BB
310
BB
Des
502
BB
269
BB
516
BB
474
BB
313
BB
250
BB
315
BB
310
BB
18,42
Jumlah BB
8
12
8
9
10
9
12
8
Jumlah BL
2
-
1
1
1
-
-
1
Jumlah BK
2
-
3
2
1
3
-
3
Ket :
BB BL BK Q
= Bulan Basah, Curah Hujan > 100 mm = Bulan Lembab, Curah Hujan antara 60 – 100 mm = Bulan Kering, Curah Hujan < 60 mm = termasuk kedalam tipe B1 yakni daerah sangat basah
54 49 Tabel Lampiran 3. Suhu dan Kelembaban Udara (Stasiun Klimatologi Citeko) Tgl
Suhu (0C) 07.00
13.00
1
20,1
23
20,6
2
20,6
24,2
3
20,5
4
Lembab Nisbi (%)
18.00 Rata-an
Max
Min
07.00
13.00
21,2
24,8
18,8
83
83
95
87
23
22,6
25,8
19,6
87
80
88
85
24,8
21,9
22,4
26,2
19,1
92
79
96
89
20,1
22
20,3
20,8
25,4
19
90
90
97
92
5
20,6
25,4
20,6
22,2
26,1
19,2
94
77
94
88
6
19,8
24
19,8
21,2
25,6
19,3
91
80
97
89
7
19,4
24
19,7
21
26
18,5
96
77
97
90
8
19,4
24,8
20,8
21,7
25,5
18,6
92
73
87
84
9
19,6
25,8
22,4
22,6
27,1
18,8
83
65
81
76
10
19,7
24,7
19,2
21,2
25,6
18,7
93
70
92
85
11
19
20,2
19
19,4
25,2
18,7
90
94
96
93
12
18,6
22
20,3
20,3
25,4
18,4
96
84
88
89
13
20,2
24,2
21
21,8
24,6
18,3
88
70
84
81
14
20,1
21
20,4
20,5
21,7
19,4
88
94
87
90
15
20,2
23,6
20,1
21,3
24,8
18,8
89
75
91
85
16
18,8
20
20,2
19,7
23,4
18,2
94
96
94
95
17
20
22
20
20,7
22,8
18,6
80
89
99
89
18
20,2
24
20,6
21,6
25,1
18,4
77
76
85
79
19
20,2
25,7
21,3
22,4
26,2
18,5
76
72
78
75
20
18,9
21,2
20,3
20,1
22,3
18,8
92
89
90
90
21
18,7
21,7
20,3
20,2
24,1
17,3
92
92
94
93
22
19,1
22,6
19,2
20,3
24
18,1
93
86
94
91
23
18,6
23,2
21,2
21
24,8
17,9
94
80
90
88
24
20,2
23,6
22,5
22,1
24,8
18,8
87
83
86
85
25
19,4
23,6
21,2
21,4
24,5
18,6
83
77
89
83
26
19,3
22,3
20,2
20,6
23,7
18,6
78
89
85
84
27
19
21,2
21,6
20,6
24,8
18,6
93
82
78
84
28
18,5
21,6
21,4
20,5
24,2
18,1
98
81
82
87
29
20,6
22
21,4
21,3
24,7
18,7
77
78
83
79
30
19,3
22,4
20,1
20,6
24,9
18,3
96
87
95
93
31
18,6
24,2
21,8
21,5
25,1
18,4
98
81
81
87
Jumlah
607,3
715
642,4
654,9 769,2 577,1
2.677
2.446
2.678
2.600
Rata-rata
19,6
23,1
20,7
89
82
89
87
21,1
24,8
18,6
18.00 Rata-an
Keterangan : - Data merupakan hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Citeko - Data yang digunakan adalah data pengamatan pada bulan Desember 2010
55 49 Tabel Lampiran 4. Data Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran Pengukuran Infiltrasi
T1
T2
T3
1
U1 (cm) 1,2
U2 (cm) 1,6
U1 (cm) 3,7
U2 (cm) 4,1
U3 (cm) 3,5
U1 (cm) 4,1
U2 (cm) 5,5
U3 (cm) 4,8
2
2
1
1,3
3
3,5
3,1
3
2,9
3,5
3
3
0,8
1,1
2,5
3,2
2,7
3,1
2,3
3,1
4
4
0,8
0,9
2,2
2,9
2,3
2,5
2
2,8
5
5
0,8
0,9
1,9
2,5
2
2,3
1,7
2,5
6
6
0,9
0,8
1,8
2,1
1,8
1,7
1,8
2,1
7
7
0,7
0,8
1,6
1,8
1,6
2
2,1
1,9
8
8
0,7
0,7
1,8
1,5
1,4
1,5
1,8
1,7
9
9
0,7
0,65
1,6
1,2
1,2
1,5
1,8
1,5
10
10
0,6*
0,55*
1,4
0,9
0,9
1,7
2
1,3
11
11
0,6*
0,55*
1,2
0,8
0,8
1,5
1,9
1,2
12
12
0,6*
0,55*
1,3
0,8
0,7
1,2
1,5
1,1
13
13
0,6*
1,2
0,7
0,7
1,2
1,6
1,1
14
14
1,2
0,7
0,6
1,1
1,5
1
15
15
1,2
0,6*
0,6
1,1
1,3
0,8
16
16
1,2
0,6*
0,4*
0,9
1,7
0,7
17
17
1,1
0,6*
0,4*
1,2
1,4
0,7
18
18
1
0,6*
0,4*
1
1,5
0,6
19
19
0,9*
0,4*
0,8
1,3
0,6
20
20
0,9*
1
1,1
0,5*
21
21
0,9*
0,8*
1,2
0,5*
22
22
0,8*
1,2
0,5*
23
23
0,8*
1,5
24
24
0,8*
1,1
25
25
1,2
26
26
1,1
27
27
0,8
28
28
1,2
29
29
0,7*
30
30
0,7*
31
31
0,7*
32
32
0,7*
No
menit ke-
1
* = nilai infiltrasi konstan U1, U2, U3 = Ulangan 1, Ulangan 2, Ulangan 3 Contoh Perhitungan : (nilai infiltrasi konstan petak 1 ulangan 1 x 60) : = 0,8 x 60 = 48 cm jam-1
56 49 Tabel 5. Klasifikasi Infiltrasi Menurut Kohnke (1968) Kategori Sangat lambat Lambat Agak Lambat Sedang Agak Cepat Cepat Sangat Cepat
Laju Infiltrasi (mm jam-1) 1 1–5 5 – 20 20 – 65 65 – 125 125 – 250 > 250
70 49 Tabel Lampiran 10. Nilai Lolosan Tajuk di Ketiga Petak Ukur Petak Pengamatan T1 T2 T3 Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun
Lolosan Tajuk Terhadap CH (%) 5,01 5,07 4,13
71 49 Tabel Lampiran 11. Riwayat Jadwal Pemangkasan Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Tahun 2008 - 2012 Nomor Kebun Luas Kebun Tanggal Pemangkasan 2 11,33 01 September 2008 18 7,42 01 Oktober 2008 10 11,79 01 Februari 2009 5 12,18 01 Juni 2009 15 12,34 01 Juli 2009 3 14,83 01 September 2009 12 11,94 01 Februari 2010 19 16,00 01 Mei 2010 8 9,93 01 Jul 2010 13 12,40 01 September 2010 6 12,39 01 Oktober 2010 11 10,76 01 Februari 2011 7 5,13 01 Februari 2011 14 9,32 01 Maret 2011 16 12,33 01 Juli 2011 9 8,43 01 Juli 2011 4 16,49 01 Februari 2012 9 9,46 01 Maret 2012 17 10,46 01 April 2012 Sumber : Data Administrasi Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII.
72 49
U
Keterangan : I – VI = blok kebun, ketinggian tempat = ± 1000 – 1100 mdpl Gambar Lampiran 1. Layout Ketiga Petak Pengukuran Erosi di Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII.
73 49
a)
b)
Gambar Lampiran 2. a) Sketsa Petak Ukur Aliran Permukaan dan b) Penampung Erosi (bak)
74 49
60 cm
60 cm
60 cm
60 cm
Tanaman Teh
80 cm
arah kontur
Keterangan : Tanaman teh ditanam searah kontur Gambar Lampiran 3. Layout Pertanaman Teh di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII.
Tabel Lampiran 2. Karakteristik Hujan di Lokasi Penelitian (Stasiun Klimatologi Citeko) Desember 2010 Tanggal 01 Des 03 Des 07 Des 08 Des 09 Des 10 Des 11 Des 12 Des 13 Des 14 Des 15 Des 16 Des 18 Des 19 Des 20 Des 21 Des 22 Des 25 Des 26 Des 27 Des 29 Des 30 Des 30 Des
CH (mm) 12,3 5 6,6 10,3 1,8 12,2 8,8 3,4 19,4 5,8 31,4 10,8 16,8 1,3 2,4 4,1 17,8 4,1 7,3 8,5 0,3 17,6 17,6
I (cm/jam) 14,19 4,48 3,42 0,93 0,38 3,02 8,47 1,49 26,32 9,96 46,69 24,16 8,24 1,29 2,81 6,38 9,79 1,84 3,91 5,8 0,45 24,17 24,17
I30 (cm/jam) 1,48 0,79 0,38 0,44 0,05 0,74 0,64 0,27 2,09 0,86 5 1,2 2 0 0,43 0,54 2,2 0 0,83 1,35 0 1,98 1,98
EI30
tanggal
4,05 0,79 0,4 0,78 0,01 1,54 1,07 0,15 9,05 1,09 42,59 2,94 7,75 0 0,19 0,41 8,72 0 1,12 2,56 0 8,05 8,05
01 Jan 03 Jan 04 Jan 05 Jan 06 Jan 07 Jan 08 Jan 09 Jan 10 Jan 11 Jan 12 Jan 13 Jan 14 Jan 15 Jan 16 Jan 17 Jan 18 Jan 19 Jan 20 Jan 21 Jan 22 Jan 23 Jan 24 Jan 25 Jan 26 Jan 27 Jan 28 Jan 29 Jan 30 Jan 31 Jan
CH (mm) 4,7 15,8 4,4 15,7 17,7 0,4 1,1 83,4 2,6 2,7 8,4 29 30,2 0,5 6,3 4,5 13 2,4 2,3 2,6 6,3 45 0,4 0,2 35 42 7,8 6,6 0,3 0,2
Januari 2011 I I30 (cm/jam) (cm/jam) 3,28 0,71 9,54 1,03 7,3 12,78 0,85 12,52 2,03 0,84 0 1,84 0 102,37 4,77 4,04 0,21 2,98 0,24 12,81 1,66 74,54 4,49 76,42 2,68 0,44 0,1 9,4 0,32 8,72 0,27 35,93 0,8 3,93 0,37 5,8 0,42 2,92 0,44 14,08 0 72,99 2,88 0,19 0 0,42 0 33,8 4,72 69,15 3,78 9,48 0,61 9,03 1,14 0,18 0,06 0,27 0
Februari 2011 EI30 0,66 2,85 2,42 7,84 0 0 100,85 0,09 0,1 3,83 34,52 20,78 0,01 0,35 0,22 2,46 0,16 0,2 0,2 0 32,48 0 0 43,46 43,16 0,93 1,63 0 0
Tanggal 01 Feb 02 Feb 03 Feb 04 Feb 06 Feb 07 Feb 08 Feb 12 Feb 13 Feb 14 Feb 16 Feb 18 Feb 25 Feb 26 Feb 27 Feb 28 Feb
CH (mm) 5,5 4,2 7,5 27,1 11,3 4,8 11,2 10,6 7,9 46,3 13,6 1,9 5,4 10,7 49 28,5
I (cm/jam) 7,9 1,82 7,62 22,54 12,92 4,02 18,27 11,22 12,52 66,8 15,87 2,56 9,84 19,81 53,01 35,97
I30 (cm/jam) 0,45 0,44 0,72 1,76 1,01 0,58 0,78 1,1 1,08 3,73 1,8 0 0,61 1,93 5,03 1,19
EI30 0,4 0,31 1,02 10,13 2,23 0,5 1,79 2,39 1,84 44,63 5,55 0 0,67 5,24 60,54 6,64
50 53
Tabel Lampiran 2. Lanjutan Maret 2011 Tanggal
CH (mm)
April 2011
I (cm/jam)
Mei 2011
I30 (cm/jam)
EI30
Tanggal
CH (mm)
I (cm/jam)
I30 (cm/jam)
EI30
Tanggal
CH (mm)
I (cm/jam)
I30 (cm/jam)
EI30
0,1
0,02
0
0
01 Mei
38,5
58,29
2,47
21,99
01 Mar
11,2
17,65
1,29
3,03
02 Apr
04 Mar
13,1
21,88
2,12
6,81
03 Apr
5,3
13,3
0,96
1,08
02 Mei
2,6
1,52
0,16
0,05
05 Mar
21,2
21,08
1,73
7,94
04 Apr
10,9
14,31
0,93
1,89
04 Mei
5,1
17
1,02
1,24
06 Mar
15
18,56
1,75
5,8
05 Apr
1,5
2,54
0,25
0,06
05 Mei
13,6
13,62
0,48
1,14
08 Mar
12,4
12,68
1,4
3,68
06 Apr
1
1,65
0,13
0,02
06 Mei
23,9
55,26
3,44
21,44
09 Mar
12,4
14,67
1,53
4,09
07 Apr
0,3
0,26
0
0
07 Mei
45,9
92,09
4,88
55,91
10 Mar
0,4
0,44
0
0
08 Apr
3,8
8,78
0,46
0,32
08 Mei
1,4
3,15
0,13
0,03
11 Mar
14,9
9,16
2,29
7,97
10 Apr
1
0,71
0,12
0,02
10 Mei
4
2,71
0,34
0,22
13 Mar
3,7
5,81
0,32
0,21
11 Apr
10
7,59
0,38
0,59
11 Mei
1
0,75
0
0
17 Mar
25,9
28,37
1,72
10,05
12 Apr
3,5
2,04
0,34
0,16
13 Mei
12,5
32
2
6,16
18 Mar
2,9
6,5
0,57
0,39
13 Apr
0,6
0,31
0,07
0
14 Mei
5,9
4,4
0,55
0,57
19 Mar
6,3
9,94
0,5
0,57
14 Apr
4,3
7,3
0,42
0,3
15 Mei
3,4
7,36
0,47
0,32
20 Mar
6
9,08
0,92
1,15
15 Apr
15,7
24,84
2,08
7,6
18 Mei
2,5
3,84
0,32
0,13
21 Mar
2,7
3,26
0,34
0,16
20 Apr
22
27,35
2,18
9,73
20 Mei
38,2
61,09
3,33
31,6
24 Mar
8,7
8,72
0,42
0,58
21 Apr
16
20,09
1,57
4,84
22 Mei
17,2
23,47
2,5
10,94
25 Mar
25,2
21,4
1,62
8,8
22 Apr
44
96,37
5,06
53,33
23 Mei
2,2
1,09
0,23
0,07
26 Mar
6,2
3,3
0,35
0,29
23 Apr
36,8
93,35
3,22
30,1
24 Mei
34,9
70,42
3,5
30,13
24 Apr
31
72,2
4,52
37,08
25 Mei
10,2
21,69
1,04
2,29
25 Apr
21,5
46,54
3,09
16,51
26 Mei
16,7
31,35
1,57
5,66
27 Mei
0,8
1,71
0
0
30 Mei
0,6
0,64
0
0
31 Mei
0,8
1,69
0
0
26 Apr
12
12,9
0,7
1,54
30 Apr
20,2
47,82
1,96
8,96
51 54
Tabel Lampiran 2. Lanjutan Juni 2011 Tanggal
CH (mm)
I (cm/jam)
Juli 2011 I30 (cm/jam)
EI30
Agustus 2011
Tanggal
CH (mm)
I (cm/jam)
I30 (cm/jam)
EI30
Tanggal
CH (mm)
I (cm/jam)
I30 (cm/jam)
EI30
01 Jun
4,6
4,94
0,63
0,54
02 Jul
0,5
1,2
0
0
18 Agust
2,4
5,21
0
0
03 Jun
0,5
0,41
0
0
13 Jul
2,6
1,42
0,47
0,22
30 Agust
7
16,69
1,28
2,01
04 Jun
13,3
19,01
1,82
5,33
14 Jul
0,3
0,6
0
0
31 Agust
11,2
21,35
0
0
09 Jun
0,4
0,64
0
0
16 Jul
3,6
5,16
0,51
0,33
11 Jun
11,2
24,97
1,26
3,02
19 Jul
11,7
10,08
1,13
2,56
20 Jul
0,3
0,23
0,06
0
21 Jul
0,3
1,5
0
0
I30 (cm/jam) 1,03
EI30 1,63
14 Jun
0,7
1,73
0
0
28 Jun
61,9
78,41
3,98
57,34
29 Jun
3,8
5,17
0,26
0,16
30 Jun
35,4
40,01
1,83
13,35
September 2011 Tanggal 08 Sep
CH (mm) 0,3
I (cm/jam) 0,8
10 Sep
0,4
0,41
15 Sep
9,6
21,38
Desember 2011 I30 (cm/jam)
EI30 0
Tanggal 08 Okt
CH (mm) 7,8
0
0
10 Okt
0,7
0,75
0
0
1,66
4,08
11 Okt
8,8
14,85
1,04
1,87
0
I (cm/jam) 13,01
16 Sep
2,2
4,4
0,37
0,15
12 Okt
10
14,96
1,24
2,71
17 Sep
17,4
28,45
2,42
10,42
17 Okt
13,5
39,17
1,37
4,33
18 Sep
11,8
23,31
1,62
4,31
20 Okt
14,3
37,37
2,25
7,92
19 Sep
1,7
2,74
0,29
0,09
21 Okt
1
0,75
0
0
21 Sep
10
15,74
1,59
3,77
22 Okt
5,7
17,03
0,61
0,69
28 Sep
7,7
12,3
0,69
1
23 Okt
6,4
4,77
0,96
1,26
29 Sep
0,8
1,1
0
0
26 Okt
3,2
9,32
0
0
30 Sep
2,3
4,14
0,27
0,11
27 Okt
34,6
81,62
4,49
39,72
28 Okt
18
15,47
2,68
11,72
29 Okt
43,8
96,13
3,71
43,56
30 Okt
3,7
5,27
0,44
0,29
52 55
Tabel Lampiran 2. Lanjutan Desember 2011
November 2011 Tanggal 1 nov
Tanggal
CH (mm)
I (cm/jam)
02 Des
27,4
42,07
I30 (cm/jam) 1,98
04 Des
37,6
46,29
5,29
50,45
0,37
05 Des
1,5
5,01
0
0
0
06 Des
2
5,39
0
0
0,31
0,09
07 Des
26,8
36,71
2,64
16,64
6,56
0,26
0,16
08 Des
5
13,01
0,94
1,06
8,99
0,43
0,45
10 Des
4,2
4,54
0,52
0,37
CH (mm) 14,9
I (cm/jam) 40,41
I30 (cm/jam) 2,1
EI30 7,55
2 Nov
8,5
22,92
0,78
1,52
3 Nov
4,2
3,47
0,49
4 Nov
0,6
0,69
0,07
5 Nov
1,7
3,46
7 Nov
3,8
8 Nov
6,2
EI30 12,07
9 Nov
1,5
3,86
0,24
0,06
11 Des
4,2
5,85
0,53
0,38
11 Nov
4,6
7,9
0,54
0,46
17 Des
2,5
3,03
0,26
0,09
12 Nov
29,2
64,21
2,92
21,27
18 Des
0,7
1,05
13 Nov
9,3
31,67
1,26
2,69
19 Des
1,4
1,03
0,16
0,03
14 Nov
9,8
13,86
1,62
3,6
20 Des
0,6
0,45
0,1
0,01
15 Nov
8,8
13,55
0,76
1,33
21 Des
2,2
2,41
0,12
0,03
16 Nov
4
6,54
0
0
22 Des
1,8
6,6
0
0
17 Nov
66,7
82,68
5,32
94,9
23 Des
3,2
5,15
0
0
18 Nov
7,8
12,67
1,37
2,5
24 Des
9,4
12,39
0,55
1
19 Nov
50,3
149,17
6,02
82,94
25 Des
40,7
69,59
1,96
19,16
20 Nov
0,9
1,17
0,14
0,02
26 Des
15,6
49,12
0,92
3,43
21 Nov
16,2
33,87
1,85
7,28
27 Des
116,1
151,3
4,48
139,72
22 Nov
1,3
2,29
0,22
0,05
29 Des
6,7
14,49
0
0
23 Nov
8,5
17,68
1,55
3,29
24 Nov
22,8
29,6
1,26
5,57
25 Nov
0,7
3,5
0
0
27 Nov
0,7
0,67
0
0
28 Nov
24,5
25,68
4,26
27,84
29 Nov
2,4
3,13
0,2
0,08
53 56
56
Tabel Lampiran 8. Aliran Permukaan pada Petak T3 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 –Desember 2011 Desember 2010, Januari 2011 Air Drum Air Tong AP/ha (m3) (liter) 6,37 tidak ada 3,91
Februari 2011, Maret 2011
17 Des
CH Pias (mm) 5,8
18 Des
31,4
631,01
1,8
tidak ada
1,11
0,11
0,35
05 Feb
27,1
544,6
2,3
tidak ada
1,41
0,14
0,52
19 Des
11,2
225,08
3,32
tidak ada
2,04
0,20
1,82
06 Feb
11,3
227,1
1,4
tidak ada
0,86
0,09
0,76
24 Des
17,8
357,71
4,2
tidak ada
2,58
0,26
1,45
09 Feb
11,2
225,1
1,1
tidak ada
0,68
0,07
0,60
27 Des
4
80,38
1,23
tidak ada
0,76
0,08
1,89
16 Feb
46,6
936,5
3,6
tidak ada
2,21
0,22
0,47
02 Jan
4,7
94,45
5,1
tidak ada
3,13
0,31
6,67
17 Feb
13,6
273,3
5,1
tidak ada
3,13
0,31
2,30
04 Jan
15,8
317,52
2,2
tidak ada
1,35
0,14
0,86
25 Feb
5,4
108,5
2
tidak ada
1,23
0,12
2,28
06 Jan
15,7
315,51
8
tidak ada
4,92
0,49
3,13
27 Feb
10,7
215,0
2,5
tidak ada
1,54
0,15
1,44
12 Jan
2,7
54,26
9,4
tidak ada
5,78
0,58
21,39
28 Feb
49
984,7
2,8
tidak ada
1,72
0,17
0,35
13 Jan
8,4
168,81
10,2
tidak ada
6,27
0,63
7,46
10 Mar
12,4
249,2
3,5
tidak ada
2,15
0,22
1,73
19 Jan
13
261,25
2,8
tidak ada
1,72
0,17
1,32
17 Mar
0,4
8,0
26
tidak ada
15,98
1,60
399,39
24 Jan
45
904,32
6
tidak ada
3,69
0,37
0,82
18 Mar
25,9
520,5
11,4
tidak ada
7,00
0,70
2,70
25 Jan
0,4
8,04
4,4
tidak ada
2,70
0,27
67,59
25 Mar
8,7
174,8
1,4
tidak ada
0,86
0,09
0,99
27 Jan
35
703,36
8
tidak ada
4,92
0,49
1,40
29 Mar
0,8
16,1
4,1
tidak ada
2,52
0,25
31,49
28 Jan
42
844,03
4,2
tidak ada
2,58
0,26
0,61
31 Mar
25,3
508,4
4,3
tidak ada
2,64
0,26
1,04
29 Jan
7,8
156,75
2
tidak ada
1,23
0,12
1,58
30 Jan
6,6
132,63
1
tidak ada
0,61
0,06
0,93
Tanggal
CH Pias (cc) 116,56
Tanggal
0,39
%Ap thdp CH 6,75
04 Feb
CH Pias (mm) 7,5
AP (mm)
CH Pias (cc)
Air Drum (liter)
Air Tong
AP/ha (m3)
150,7
3,8
tidak ada
2,33
0,23
3,11
AP (mm)
%Ap thdp CH
63 57
Tabel Lampiran 8. Lanjutan April 2011, Mei 2011, Juni 2011 Air AP/ha AP Drum Air Tong (m3) (mm) (liter) 2,2 tidak ada 1,35 0,14
Oktober 11
13 Apr
CH Pias (mm) 3,5
15 Apr
4,3
86,41
4,7
tidak ada
2,89
0,29
6,72
09 Okt
7,9
158,76
20 Apr
22
442,11
5,2
tidak ada
3,20
0,32
1,45
11 Okt
0,7
14,07
22 Apr
16
321,54
4,7
tidak ada
2,89
0,29
1,80
13 Okt
10
24 Apr
36,8
739,53
6,3
tidak ada
3,87
0,39
1,05
18 Okt
25 Apr
31
622,98
4,2
tidak ada
2,58
0,26
0,83
21 Okt
04 Mei
2,6
52,25
7,3
tidak ada
4,49
0,45
17,25
05 Mei
5,1
102,49
6,7
tidak ada
4,12
0,41
8,07
06 Mei
13,6
273,31
5
tidak ada
3,07
0,31
2,26
27 Okt
3,2
07 Mei
23,9
480,29
4,9
tidak ada
3,01
0,30
1,26
28 Okt
34,6
13 Mei
12,5
251,20
1,6
tidak ada
0,98
0,10
0,79
29 Okt
18
Tanggal
CH Pias (cc) 70,34
%Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
CH Pias (cc)
3,86
01 Okt
2,3
46,22
Air Drum (liter) 1,8
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
%Ap thdp CH
tidak ada
1,10
0,11
4,81
2,56
tidak ada
1,57
0,16
1,99
7,15
tidak ada
4,39
0,44
62,76
200,96
12,88
tidak ada
7,91
0,79
7,91
13,5
271,30
4,21
tidak ada
2,59
0,26
1,92
14,3
287,37
4,06
tidak ada
2,49
0,25
1,74
23 Okt
5,7
114,55
3,21
tidak ada
1,97
0,20
3,46
24 Okt
6,4
128,61
6,3
tidak ada
3,87
0,39
6,05
64,31
7,23
tidak ada
4,44
0,44
13,88
695,32
11,44
tidak ada
7,03
0,70
2,03
361,73
7,025
tidak ada
4,32
0,43
2,40
16 Mei
3,4
68,33
1,3
tidak ada
0,80
0,08
2,35
30 Okt
43,8
880,20
25,5
tidak ada
15,67
1,57
3,58
21 Mei
38,2
767,67
7
tidak ada
4,30
0,43
1,13
31 Okt
3,7
74,35
4,06
tidak ada
2,49
0,25
6,74
23 Mei
17,2
345,65
2,9
tidak ada
1,78
0,18
1,04
27 Mei
16,7
335,60
1,7
tidak ada
1,04
0,10
0,63
05 Jun
13,3
267,28
3,8
tidak ada
2,33
0,23
1,76
12 Jun
11,2
225,08
4,2
tidak ada
2,58
0,26
2,30
64 58
Tabel Lampiran 8. Lanjutan November 2011 Tanggal
CH Pias (mm)
CH Pias (cc)
Air Drum (liter)
Air Tong
Desember 2011 AP/ha (m3)
AP (mm)
%Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
CH Pias (cc)
Air Drum (liter)
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
%Ap thdp CH
01 Nov
17
341,63
22,89
tidak ada
14,06
1,41
8,27
01 Des
24,5
492,35
20,05
tidak ada
12,32
1,23
5,03
02 Nov
14,9
299,43
2,81
tidak ada
1,73
0,17
1,16
03 Des
27,4
550,63
10,88
tidak ada
6,68
0,67
2,44
03 Nov
8,5
170,82
9,26
tidak ada
5,69
0,57
6,69
05 Des
37,6
755,61
2,62
tidak ada
1,61
0,16
0,43
08 Nov
3,8
76,36
0,6
tidak ada
0,37
0,04
0,97
08 Des
26,8
538,57
9,16
tidak ada
5,63
0,56
2,1
09 Nov
6,2
124,59
1,1
tidak ada
0,67
0,067
1,09
09 Des
5
100,48
3,46
tidak ada
2,12
0,21
4,25
12 Nov
4,6
92,44
3,23
tidak ada
1,98
0,2
4,31
11 Des
4,2
84,4
0,47
tidak ada
0,29
0,03
0,69
13 Nov
29,2
586,8
4,65
tidak ada
2,86
0,28
0,98
16 Des
2,5
50,24
0,4
tidak ada
0,24
0,02
0,98
14 Nov
9,3
186,89
3,33
tidak ada
2,05
0,2
2,2
26 Des
40,7
817,91
6,34
tidak ada
3,89
0,39
0,96
15 Nov
9,8
196,94
2,32
tidak ada
1,43
0,14
1,45
27 Des
15,6
313,5
2,26
tidak ada
1,39
0,14
0,89
17 Nov
4
80,38
2,68
tidak ada
1,65
0,16
4,12
28 Des
116,1
2333,14
12,72
tidak ada
7,81
0,78
0,67
18 Nov
66,7
1340,4
26,78
tidak ada
16,45
1,64
2,47
30 Des
6,7
134,64
0,4
tidak ada
0,25
0,02
0,37
19 Nov
7,8
156,75
8,59
tidak ada
5,28
0,53
6,77
31 Des
17
341,63
2,5
tidak ada
1,54
0,15
0,9
20 Nov
50,3
1010,83
10,73
tidak ada
6,59
0,66
1,31
22 Nov
16,2
325,55
9,72
tidak ada
5,97
0,6
3,69
23 Nov
1,3
26,12
2,38
tidak ada
1,46
0,15
11,25
24 Nov
8,5
170,82
7,28
tidak ada
4,47
0,45
5,26
25 Nov
22,8
458,19
4,32
tidak ada
2,65
0,27
1,16
28 Nov
0,7
14,07
1,67
tidak ada
1,03
0,1
14,66
29 Nov
24,5
492,35
5,34
tidak ada
3,28
0,33
1,34
30 Nov
2,4
48,23
2,28
tidak ada
1,4
0,14
5,84
65 59
Tabel Lampiran 7. Aliran Permukaan pada Petak T2 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 –Desember 2011
Tanggal
CH Pias (mm)
CH Pias (cc)
Desember 2010, Januari 2011 Air AP/ha Drum Air Tong (m3) (liter) 5,4 tidak ada 3,14
%Ap thdp CH
Tanggal
0,33
5,42
04 Feb
CH Pias (mm) 7,5
AP (mm)
CH Pias (cc) 150,72
Februari 2011, Maret 2011 Air AP/ha Drum Air Tong (m3) (liter) 4,2 tidak ada 2,45
AP (mm)
%Ap thdp CH
0,26
3,26
17 Des
5,8
116,56
18 Des
31,4
631,01
1,7
tidak ada
0,99
0,10
0,32
05 Feb
27,1
544,60
5,7
tidak ada
3,32
0,35
1,22
19 Des
11,2
225,08
2,3
tidak ada
1,34
0,14
1,20
06 Feb
11,3
227,08
3,5
tidak ada
2,04
0,22
1,80
24 Des
17,8
357,71
2
tidak ada
1,16
0,12
0,65
09 Feb
11,2
225,08
2
tidak ada
1,16
0,12
1,04
27 Des
4
80,38
1,6
tidak ada
0,93
0,10
2,33
16 Feb
46,6
936,47
6
tidak ada
3,49
0,37
0,75
02 Jan
4,7
94,45
2,9
tidak ada
1,69
0,18
3,59
17 Feb
13,6
273,31
7
tidak ada
4,08
0,43
3,00
04 Jan
15,8
317,52
1,4
tidak ada
0,82
0,09
0,52
25 Feb
5,4
108,52
1,8
tidak ada
1,05
0,11
1,94
06 Jan
15,7
315,51
3,8
tidak ada
2,21
0,23
1,41
27 Feb
10,7
215,03
2,4
tidak ada
1,40
0,15
1,31
12 Jan
2,7
54,26
10,2
tidak ada
5,94
0,63
22,00
28 Feb
49
984,70
1,5
tidak ada
0,87
0,09
0,18
13 Jan
8,4
168,81
14,6
tidak ada
8,50
0,90
10,12
10 Mar
12,4
249,19
6
tidak ada
3,49
0,37
2,82
19 Jan
13
261,25
2,9
tidak ada
1,69
0,18
1,30
17 Mar
0,4
8,04
23
tidak ada
13,39
1,41
334,87
24 Jan
45
904,32
5,2
tidak ada
3,03
0,32
0,67
18 Mar
25,9
520,49
7,1
tidak ada
4,13
0,44
1,60
25 Jan
0,4
8,04
3,8
tidak ada
2,21
0,23
55,33
25 Mar
8,7
174,84
1,3
tidak ada
0,76
0,08
0,87
27 Jan
35
703,36
5,9
tidak ada
3,44
0,36
0,98
29 Mar
0,8
16,08
2,2
tidak ada
1,28
0,14
16,02
28 Jan
42
844,03
5,6
tidak ada
3,26
0,34
0,78
31 Mar
25,3
508,43
3,4
tidak ada
1,98
0,21
0,78
29 Jan
7,8
156,75
4,2
tidak ada
2,45
0,26
3,14
30 Jan
6,6
132,63
3
tidak ada
1,75
0,18
2,65
60 60
Tabel Lampiran 7. Lanjutan
Tanggal
CH Pias (mm)
April 2011, Mei 2011, Juni 2011 Air CH Pias AP/ha Drum Air Tong (cc) (m3) (liter) 70,34 2,6 tidak ada 1,51
13 Apr
3,5
15 Apr
4,3
86,41
20 Apr
22
22 Apr
16
24 Apr
Oktober 11 %Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
0,16
4,33
01 Okt
2,3
46,2
Air Drum (liter) 2,4
158,8
AP (mm)
CH Pias (cc)
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
%Ap thdp CH
tidak ada
1,40
0,15
6,08
1,9
tidak ada
1,11
0,12
1,40
3,1
tidak ada
1,81
0,19
4,20
09 Okt
7,9
442,11
4
tidak ada
2,33
0,25
1,06
11 Okt
0,7
14,1
3,32
tidak ada
1,93
0,20
27,62
321,54
2,9
tidak ada
1,69
0,18
1,06
13 Okt
10
201,0
7,07
tidak ada
4,12
0,43
4,12
36,8
739,53
5,6
tidak ada
3,26
0,34
0,89
18 Okt
13,5
271,3
2,2
tidak ada
1,28
0,14
0,95
25 Apr
31
622,98
4
tidak ada
2,33
0,25
0,75
21 Okt
14,3
287,4
3
tidak ada
1,75
0,18
1,22
04 Mei
2,6
52,25
9,5
tidak ada
5,53
0,58
21,28
23 Okt
5,7
114,5
0,44
tidak ada
0,26
0,03
0,45
05 Mei
5,1
102,49
7,8
tidak ada
4,54
0,48
8,91
24 Okt
6,4
128,6
2,58
tidak ada
1,50
0,16
2,35
06 Mei
13,6
273,31
6,9
tidak ada
4,02
0,42
2,95
27 Okt
3,2
64,3
3,41
tidak ada
1,99
0,21
6,21
07 Mei
23,9
480,29
4
tidak ada
2,33
0,25
0,97
28 Okt
34,6
695,3
4,13
tidak ada
2,41
0,25
0,70
13 Mei
12,5
251,20
1,9
tidak ada
1,11
0,12
0,89
29 Okt
18
361,7
1,95
tidak ada
1,14
0,12
0,63
16 Mei
3,4
68,33
1,2
tidak ada
0,70
0,07
2,06
30 Okt
43,8
880,2
9,97
tidak ada
5,81
0,61
1,33
21 Mei
38,2
767,67
5,5
tidak ada
3,20
0,34
0,84
31 Okt
3,7
74,4
1,2
tidak ada
0,70
0,07
1,89
23 Mei
17,2
345,65
3
tidak ada
1,75
0,18
1,02
27 Mei
16,7
335,60
1,5
tidak ada
0,87
0,09
0,52
05 Jun
13,3
267,28
4,2
tidak ada
2,45
0,26
1,84
12 Jun
11,2
225,08
3
tidak ada
1,75
0,18
1,56
61 61
Tabel lampiran 7. Lanjutan November 2011
Desember 2011 %Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
CH Pias (cc)
Air Drum (liter)
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
0,4
2,21
01 Des
24,5
492,35
0,78
tidak ada
0,45
0,05
%Ap thdp CH 1,89
0,89
0,09
0,6
03 Des
27,4
550,63
8,54
tidak ada
4,97
0,52
2,03
tidak ada
2,04
0,22
2,4
05 Des
37,6
755,61
4,32
tidak ada
2,52
0,27
0,92
tidak ada
0,17
0,02
0,46
08 Des
26,8
538,57
1,52
tidak ada
0,89
0,09
0,24
0,5
tidak ada
0,29
0,03
0,47
09 Des
5
100,48
5,22
tidak ada
3,04
0,32
1,13
92,44
1,21
tidak ada
0,7
0,07
1,53
11 Des
4,2
84,4
2,14
tidak ada
1,25
0,13
2,49
29,2
586,8
1,36
tidak ada
0,79
0,08
0,27
16 Des
2,5
50,24
0,81
tidak ada
0,47
0,05
1,12
14 Nov
9,3
186,89
1,2
tidak ada
0,7
0,07
0,75
26 Des
40,7
817,91
1,43
tidak ada
0,83
0,09
3,33
15 Nov
9,8
196,94
1
tidak ada
0,58
0,06
0,59
27 Des
15,6
313,5
1,5
tidak ada
4,59
0,48
1,13
17 Nov
4
80,38
0,96
tidak ada
0,56
0,06
1,4
28 Des
116,1
2333,15
1,6
tidak ada
0,93
0,1
0,6
18 Nov
66,7
1340,4
9,53
tidak ada
5,55
0,59
0,83
30 Des
6,7
134,64
10,05
tidak ada
5,85
0,62
0,5
19 Nov
7,8
156,75
1,17
tidak ada
0,68
0,07
0,87
31 Des
17
341,63
0,45
tidak ada
0,26
0,03
0,39
20 Nov
50,3
1010,83
4,65
tidak ada
2,71
0,29
0,54
22 Nov
16,2
325,56
3,48
tidak ada
2,03
0,21
1,25
23 Nov
1,3
26,12
0,96
tidak ada
0,56
0,06
4,3
24 Nov
8,5
170,82
4,2
tidak ada
2,45
0,26
2,88
25 Nov
22,8
458,19
4,2
tidak ada
2,45
0,26
2,88
28 Nov
0,7
14,07
1,66
tidak ada
0,97
0,1
0,42
29 Nov
24,5
492,35
0,42
tidak ada
0,24
0,03
3,49
30 Nov
2,4
48,23
1,38
tidak ada
0,8
0,08
0,33
Tanggal
CH Pias (mm)
01 Nov
17
02 Nov
CH Pias (cc)
Air Drum (liter)
Air Tong
AP/ha (m3)
341,63
6,45
tidak ada
3,76
14,9
299,43
1,53
tidak ada
03 Nov
8,5
170,82
3,5
08 Nov
3,8
76,36
0,3
09 Nov
6,2
124,6
12 Nov
4,6
13 Nov
AP (mm)
62 62
Tabel Lampiran 6. Aliran Permukaan pada Petak T1 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 –Desember 2011
Tanggal
CH Pias (mm)
CH Pias (cc)
Desember 2010, Januari 2011 Air AP/ha Drum Air Tong (m3) (liter) 2 tidak ada 1,06
%Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
CH Pias (cc)
0,12
1,82
04 Feb
7,5
150,72
AP (mm)
Februari 2011, Maret 2011 Air AP/ha Drum Air Tong (m3) (liter) 1,2 tidak ada 0,63
17 Des
5,8
116,56
18 Des
31,4
631,01
1,4
tidak ada
0,74
0,09
0,24
05 Feb
27,1
544,60
4,5
tidak ada
19 Des
11,2
225,08
1,6
tidak ada
0,85
0,10
0,76
06 Feb
11,3
227,08
2,1
24 Des
17,8
357,71
3,3
tidak ada
1,75
0,20
0,98
09 Feb
11,2
225,08
27 Des
4
80,38
2,1
tidak ada
1,11
0,13
2,78
16 Feb
46,6
02 Jan
4,7
94,45
4,5
tidak ada
2,38
0,28
5,07
17 Feb
04 Jan
15,8
317,52
2,5
tidak ada
1,32
0,15
0,84
06 Jan
15,7
315,51
5,5
tidak ada
2,91
0,34
1,85
12 Jan
2,7
54,26
8,5
tidak ada
4,50
0,52
13 Jan
8,4
168,81
9
tidak ada
4,76
19 Jan
13
261,25
1,1
tidak ada
24 Jan
45
904,32
4
25 Jan
0,4
8,04
27 Jan
35
703,36
28 Jan
42
29 Jan
7,8
30 Jan
6,6
AP (mm)
%Ap thdp CH
0,07
0,85
2,38
0,28
0,88
tidak ada
1,11
0,13
0,98
1,4
tidak ada
0,74
0,09
0,66
936,47
6,3
tidak ada
3,33
0,39
0,72
13,6
273,31
4,2
tidak ada
2,22
0,26
1,63
25 Feb
5,4
108,52
0,75
tidak ada
0,40
0,05
0,73
27 Feb
10,7
215,03
1,2
tidak ada
0,63
0,07
0,59
16,66
28 Feb
49
984,70
0,48
tidak ada
0,25
0,03
0,05
0,55
5,67
10 Mar
12,4
249,19
5,7
tidak ada
3,02
0,35
2,43
0,58
0,07
0,45
17 Mar
0,4
8,04
7
tidak ada
3,70
0,43
92,59
tidak ada
2,12
0,25
0,47
18 Mar
25,9
520,49
6,3
tidak ada
3,33
0,39
1,29
2,3
tidak ada
1,22
0,14
30,42
25 Mar
8,7
174,84
1,1
tidak ada
0,58
0,07
0,67
4,3
tidak ada
2,28
0,26
0,65
29 Mar
0,8
16,08
0,7
tidak ada
0,37
0,04
4,63
844,03
3
tidak ada
1,59
0,18
0,38
31 Mar
25,3
508,43
1,2
tidak ada
0,63
0,07
0,25
156,75
2,3
tidak ada
1,22
0,14
1,56
132,63
1,3
tidak ada
0,69
0,08
1,04
57 63
Tabel Lampiran 6. Lanjutan April 2011, Mei 2011, Juni 2011 Air AP/ha Drum Air Tong (m3) (liter) 1,5 tidak ada 0,79
Oktober 11
13 Apr
3,5
CH Pias (cc) 70,34
15 Apr
4,3
86,41
0,6
tidak ada
0,32
0,04
0,74
09 Okt
7,9
20 Apr
22
442,11
3,8
tidak ada
2,01
0,23
0,91
11 Okt
0,7
22 Apr
16
321,54
2,3
tidak ada
1,22
0,14
0,76
13 Okt
10
24 Apr
36,8
739,53
5
tidak ada
2,65
0,31
0,72
18 Okt
13,5
25 Apr
31
622,98
3,6
tidak ada
1,90
0,22
0,61
21 Okt
04 Mei
2,6
52,25
4,2
tidak ada
2,22
0,26
8,55
05 Mei
5,1
102,49
3,5
tidak ada
1,85
0,22
06 Mei
13,6
273,31
2
tidak ada
1,06
07 Mei
23,9
480,29
1
tidak ada
13 Mei
12,5
251,20
0,7
16 Mei
3,4
68,33
1,1
21 Mei
38,2
767,67
23 Mei
17,2
27 Mei
Tanggal
CH Pias (mm)
AP (mm)
%Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
CH Pias (cc)
0,09
2,27
01 Okt
2,3
46,2
Air Drum (liter) 1,2
158,8
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
%Ap thdp CH
tidak ada
0,63
0,07
2,76
0,2
tidak ada
0,11
0,01
0,13
14,1
1,1
tidak ada
0,58
0,07
8,31
201,0
0,34
tidak ada
0,18
0,02
0,18
271,3
0,77
tidak ada
0,41
0,05
0,30
14,3
287,4
0,44
tidak ada
0,23
0,03
0,16
23 Okt
5,7
114,5
0,34
tidak ada
0,18
0,02
0,32
3,63
24 Okt
6,4
128,6
0,46
tidak ada
0,24
0,03
0,38
0,12
0,78
27 Okt
3,2
64,3
1,16
tidak ada
0,61
0,07
1,92
0,53
0,06
0,22
28 Okt
34,6
695,3
2,33
tidak ada
1,23
0,14
0,36
tidak ada
0,37
0,04
0,30
29 Okt
18
361,7
2,32
tidak ada
1,23
0,14
0,68
tidak ada
0,58
0,07
1,71
30 Okt
43,8
880,2
4,96
tidak ada
2,62
0,30
0,60
4,3
tidak ada
2,28
0,26
0,60
31 Okt
3,7
74,4
0,38
tidak ada
0,20
0,02
0,54
345,65
1,1
tidak ada
0,58
0,07
0,34
16,7
335,60
1,25
tidak ada
0,66
0,08
0,40
05 Jun
13,3
267,28
2,1
tidak ada
1,11
0,13
0,84
12 Jun
11,2
225,08
1
tidak ada
0,53
0,06
0,47
58 64
Tabel Lampiran 6. Lanjutan November 2011 Tanggal
CH Pias (mm)
01 Nov
17
CH Pias (cc) 341,63
02 Nov
14,9
299,43
03 Nov
8,5
08 Nov
3,8
09 Nov
Air Drum (liter) 5,19
Desember 11
tidak ada
2,75
0,32
1,62
01 Des
24,5
492,35
Air Drum (liter) 3,24
tidak ada
1,71
0,2
%Ap thdp CH 0,7
1,63
tidak ada
0,86
0,1
0,58
03 Des
27,4
550,63
1,83
tidak ada
0,97
0,11
0,35
170,82
0,63
tidak ada
0,33
0,04
0,39
05 Des
37,6
76,36
0
tidak ada
0
0
0
08 Des
26,8
755,61
8,22
tidak ada
4,35
0,51
1,16
538,57
1,77
tidak ada
0,94
0,11
0,35
6,2
124,6
0,31
tidak ada
0,16
0,02
0,26
09 Des
5
100,48
1,23
tidak ada
0,65
0,08
1,3
12 Nov
4,6
92,44
1,31
tidak ada
0,69
0,08
1,51
11 Des
4,2
84,4
0,7
tidak ada
0,37
0,04
0,88
13 Nov
29,2
586,8
2,63
tidak ada
1,39
0,16
0,48
16 Des
2,5
50,24
24,43
tidak ada
12,93
1,5
51,7
14 Nov
9,3
186,89
0,6
tidak ada
0,32
0,04
0,34
26 Des
40,7
817,91
13,73
tidak ada
7,26
0,84
1,78
15 Nov
9,8
196,94
1,5
tidak ada
0,79
0,09
0,81
27 Des
15,6
313,5
Jan-00
tidak ada
2,81
0,33
1,8
17 Nov
4
80,38
1,67
tidak ada
0,88
0,1
2,21
28 Des
116,1
2333,15
21,25
tidak ada
11,24
1,31
0,97
18 Nov
66,7
1340,4
19 Nov
7,8
156,75
2,43
tidak ada
1,29
0,15
0,19
30 Des
6,7
134,64
1,6
tidak ada
0,85
0,1
1,26
3,31
tidak ada
1,75
0,2
2,25
31 Des
17
341,63
3,7
tidak ada
1,96
0,23
1,15
20 Nov
50,3
1010,83
1,16
tidak ada
0,61
0,07
0,12
22 Nov
16,2
325,56
2,23
tidak ada
1,18
0,14
0,73
23 Nov
1,3
26,12
0
tidak ada
0
0
0
24 Nov
8,5
170,82
3,23
tidak ada
1,71
0,2
2,01
25 Nov
22,8
458,19
1,35
tidak ada
0,71
0,08
0,31
28 Nov
0,7
14,07
0,83
tidak ada
0,44
0,05
6,27
29 Nov
24,5
492,35
1,15
tidak ada
0,61
0,07
0,25
30 Nov
2,4
48,23
0,24
tidak ada
0,13
0,01
0,53
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
%Ap thdp CH
Tanggal
CH Pias(mm)
CH Pias (cc)
Air Tong
AP/ha (m3)
AP (mm)
59 65
Tabel Lampiran 9. Erosi Harian pada Ketiga Petak Pengukuran di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 Desember 2011 Tanggal 17/12/2010 18/12/2010 19/12/2010 24/12/2010 27/12/2010 02/01/2011 04/01/2011 06/01/2011 12/01/2011 13/01/2011 19/01/2011 24/01/2011 25/01/2011 27/01/2011 28/01/2011 29/01/2011 30/01/2011 04/02/2011 05/02/2011 06/02/2011 09/02/2011 16/02/2011 17/02/2011 25/02/2011 27/02/2011
Contoh AP (ml) 498 512 485 492 469 492 488 495 498 487 482 512 487 489 485 491 469 1044 485 500 494 486 484 487 500
Petak T1 Sedimen (gr) 0,11 0,08 0,05 0,02 0,06 0,05 0,06 0,05 0,11 0,06 0,06 0,07 0,06 0,04 0,05 0,08 0,12 0,13 0,08 0,18 0,13 0,02 0,04 0,06 0,05
Erosi (gr/ha) 228,99 115,54 86,3 73,47 137,85 239,28 158,85 290,68 977 581,25 72,29 290,52 143,3 288,94 212,7 136,3 172,71 78,98 387,95 395,97 194,73 139,12 184,96 46,73 61,19
Contoh AP (ml) 468 504 521 491 478 491,5 457 499 449 490 489 516 498 498 490 480 485 495 484 481 482 490,5 460 498 512
Petak T2 Sedimen (gr) 0,06 0,14 0,05 0,08 0,06 0,05 0,06 0,05 0,07 0,03 0,08 0,08 0,06 0,02 0,05 0,03 0,05 0,09 0,09 0,11 0,08 0,05 0,02 0,06 0,05
Erosi (gr/ha) 399,45 271,45 124,96 188,46 116,7 167,02 105,31 217,42 924,3 510,93 274,38 468,72 258,57 416,93 362,79 377,22 179,63 433,68 607,7 456,68 192,99 352,24 183,48 122,48 134,98
Contoh AP (ml) 484 487 500 512 499 500 490 502 491 489 495 490 468 498 489 473 476 491 488 500 489 480 495 468 504
Petak T3 Sedimen (gr) 0,08 0,18 0,13 0,02 0,04 0,06 0,05 0,05 0,09 0,12 0,02 0,11 0,29 0,05 0,04 0,07 0,009 0,09 0,16 0,06 0,14 0,05 0,08 0,06 0,05
Erosi (gr/ha) 639,05 404,66 529,83 102,24 61,01 359,4 132,93 480,04 1047,22 1509,35 67,58 826,59 1679,33 615,58 292,49 152,81 116 417,36 460,52 102,27 191 223,99 502,93 157,19 148,14
66 66
Tabel Lampiran 9. Lanjutan Tanggal 28/02/2011 10/03/2011 17/03/2011 18/03/2011 25/03/2011 29/03/2011 31/03/2011 13/04/2011 15/04/2011 20/04/2011 22/04/2011 24/04/2011 25/04/2011 04/05/2011 05/05/2011 06/05/2011 07/05/2011 13/05/2011 16/05/2011 21/05/2011 23/05/2011 27/05/2011 05/06/2011 12/06/2011 01/10/2011 09/10/2011 11/10/2011 13/10/2011 18/10/2011
Contoh AP (ml) 512 490 502 491 489 506 487 354 357 471,5 493 492 488 489 506 487 354 457,5 455 489,5 369,5 483,5 467,5 338 499 498 507 502 499
Petak T1 Sedimen (gr) 0,05 0,02 0,11 0,29 0,05 0,07 0,06 0,07 0,05 0,11 0,15 0,04 0,26 0,05 0,07 0,06 0,07 0,79 0,07 0,04 0,09 0,02 0,21 0,07 0,04 0,06 0,08 0,05 0,1
Erosi (gr/ha) 24,32 119,68 810,56 1973,55 58,85 50,83 78,59 156,63 43,97 468,48 366,82 209,84 1011,03 224,7 254,15 130,99 104,42 639,1 89,37 173,58 140,23 24,88 498,79 70,98 106,25 12,72 90,23 17,72 81,53
Contoh AP (ml) 485 492 488 495 498 487,5 460 509 482,5 481 457,5 483,5 489,5 448 487,5 460 509 498 340 482 357 483 350 508 503 467 498 340 504
Petak T2 Sedimen (gr) 0,06 0,06 0,06 0,07 0,05 0,05 0,08 0,04 0,21 0,25 0,79 0,02 0,04 0,05 0,05 0,08 0,04 0,34 0,08 0,03 0,05 0,15 0,07 0,08 0,07 0,06 0,07 0,05 0,06
Erosi (gr/ha) 105,56 422,18 1643,15 587,1 73,89 131,05 343,78 119,84 785,25 1206,04 2914,29 122,66 177,73 539,98 464,63 697,66 184,36 756,08 164,16 192,88 241,98 270,29 488,25 215,68 203,6 141,84 272,88 603,85 150,05
Contoh AP (ml) 521 491,5 457 499 449 490 490 494 4676 365,5 498 483 482 449 490 490 494 481 488 492 482,5 493 480 495 497 492 510 503 497
Petak T3 Sedimen (gr) 0,06 0,03 0,08 0,08 0,04 0,04 0,02 0,03 0,05 0,09 0,34 0,15 0,03 0,04 0,04 0,02 0,03 0,25 0,26 0,04 0,21 0,15 0,02 0,06 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06
Erosi (gr/ha) 194,91 128,83 2777,15 1121,07 76,37 207,11 104,84 80,57 305,76 769,8 1973,28 1197,71 155,4 398,23 338,44 121,91 179,45 508,97 423,98 341,15 775,03 314,86 94,58 88,9 23,72 158,08 429,54 784,54 305,03
67 67
Tabel Lampiran 9. Lanjutan Tanggal 21/10/2011 23/10/2011 24/10/2011 27/10/2011 28/10/2011 29/10/2011 30/10/2011 31/10/2011 01/11/2011 02/11/2011 03/11/2011 08/11/2011 09/11/2011 12/11/2011 13/11/2011 14/11/2011 15/11/2011 17/11/2011 18/11/2011 19/11/2011 20/11/2011 22/11/2011 23/11/2011 24/11/2011 25/11/2011 28/11/2011 29/11/2011 30/11/2011 01/12/2011
Contoh AP (ml) 443 356 470 500 497 473 495 381 498 512 485 469 492 488 495 498 487 482 512 487 489 491 469 1044 485 500 373
Petak T1 Sedimen (gr) 0,07 0,19 0,13 0,06 0,06 0,07 0,05 0,12 0,11 0,08 0,05 0,06 0,05 0,06 0,05 0,11 0,06 0,06 0,07 0,06 0,04 0,08 0,12 0,13 0,08 0,18 0,06
Erosi (grha) 36,94 50,25 66,81 71,94 562,53 428,5 264,36 63,03 594,23 134,53 33,98 0 20,35 69,66 167,11 31,71 172,41 107,85 159,68 240,41 72,27 149,85 0 191,41 179,36 54,63 99,14 45,25 278,99
Contoh AP (ml) 510 502 500 504 503 506 500 494 468 504 521 491 478 491,5 457 499 449 490 489 516 498 498 490 480 485 495 484 481 462
Petak T2 Sedimen (gr) 0,07 0,07 0,06 0,08 0,05 0,05 0,06 0,1 0,06 0,14 0,05 0,08 0,06 0,05 0,06 0,05 0,07 0,03 0,08 0,08 0,06 0,02 0,05 0,03 0,05 0,09 0,09 0,11 0,05
Erosi (gr/ha) 236,46 35,66 181,16 311,38 283,93 165,72 695,18 140,09 477,12 244,3 190,16 28,27 36,47 69,69 102,3 68,66 90,62 33,6 901,68 105,46 316,4 245,92 62,19 377,22 99,39 43,37 147,13 101,77 545,83
Contoh AP (ml) 506 500 387 502 500 501 493 500 484 487 500 512 499 500 490 502 491 489 495 490 468 498 489 473 476 491 488 500 466
Petak T3 Sedimen (gr) 0,5 0,07 0,06 0,05 0,04 0,23 0,06 0,06 0,08 0,18 0,13 0,02 0,04 0,06 0,05 0,05 0,09 0,12 0,02 0,11 0,29 0,05 0,04 0,07 0,009 0,09 0,16 0,06 0,05
Erosi (gr/ha) 245,83 273,94 598,79 437,55 1041,18 425,36 1889,22 294,49 2296,37 631,73 1477,78 14,61 54,56 227,62 280,96 199,82 258,46 396,57 646,36 1183,4 4095,27 747,93 165,74 556,23 501,12 183,42 1069,22 166,55 3481,34
68 68
Tabel Lampiran 9. Lanjutan Tanggal 03/12/2011 05/12/2011 08/12/2011 09/12/2011 11/12/2011 16/12/2011 26/12/2011 27/12/2011 28/12/2011 30/12/2011 31/12/2011 Rata-rata
Contoh AP (ml) 353 353 367 319 450 564 456 452 356 348 488
Petak T1 Sedimen (gr) 0,16 0,09 0,07 0,14 0,1 0,06 0,06 0,06 0,05 0,43 0,07
Erosi (gr/ha) 439,65 1086,51 180,42 287,05 83,23 1362,36 967,06 375,41 1614,59 1046,73 285,32 55357,97
Contoh AP (ml) 343 353 368 402 500 479 485 501 431 464 487
Petak T2 Sedimen (gr) 0,06 0,06 0,05 0,14 0,1 0,05 0,09 0,07 0,07 0,08 0,06
Erosi (gr/ha) 439,1 150,12 422,32 434,91 95,4 88,15 854,27 132,28 948,74 45,34 43,36 32060,27
Contoh AP (ml) 503 453 348 491 452 413 385 485 484 471 386
Petak T3 Sedimen (gr) 0,05 0,06 0,08 0,06 0,11 0,07 0,06 0,11 0,13 0,06 0,07
Erosi (gr/ha) 673,87 214,23 1305,23 264,65 70,46 42,08 614,21 316,86 2103,83 31,02 281,37 25803,88
69 69
a)
b)
c)
d)
Gambar Lampiran 6. Foto yang digunakan untuk analisis tutupan tajuk sebelum (a & b) dan sesudah (c & d) pemangkasan pada petak T3
77 70
a)
c)
b)
d)
Gambar Lampiran 5. Foto yang digunakan untuk analisis tutupan tajuk sebelum (a & b) dan sesudah (c & d) pemangkasan pada Petak T2
76 71
a)
d)
c)
d)
Gambar Lampiran 4. Foto yang digunakan untuk analisis tutupan tajuk sebelum (a & b ) dan sesudah (c & d) pemangkasan pada petak T1
75 72