KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA PADA PERKEBUNAN TEH 0-300 METER DARI TEPI HUTAN DI PTPN VIII GUNUNG MAS, BOGOR
NISA RIZKI POERWITASARI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda pada Perkebunan Teh 0-300 meter dari Tepi Hutan di PTPN VIII Gunung Mas, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013 Nisa Rizki Poerwitasari NIM A34090062
______________________________ * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ABSTRAK NISA RIZKI POERWITASARI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda pada Perkebunan Teh 0-300 meter dari Tepi Hutan di PTPN VIII Gunung Mas, Bogor. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA. Pengetahuan keanekaragaman dan kelimpahan hama dan musuh alaminya di perkebunan teh dapat menjadi bahan pertimbangan keputusan pengendalian dengan sistem pengendalian hama terpadu. Penelitian yang dilakukan di PTPN VIII di Gunung Mas, Bogor selama 3 bulan ini bertujuan mengetahui pengaruh tepi hutan di perkebunan teh (0-100, 100-200, 200-300 meter kebun teh dari tepi hutan) terhadap keanekaragaman, kelimpahan, dan proporsi peran Arthropoda dengan pitfall trap, jaring serangga, dan metode branches beating. Arthropoda yang ditemukan di lapangan tergolong kelas Arachnida (3 ordo, 19 famili, dan 1383 spesies), Diplopoda (3 ordo, 6 famili, dan 27 spesies) dan Insecta (13 ordo, 73 famili, dan 5048 spesies). Kebun teh yang berjarak 0-100 m memiliki keanekaragaman Arthropoda paling tinggi. Kebun teh yang berjarak 100-200 m dari tepi hutan memiliki kelimpahan Arthropoda terbesar. Arthropoda paling banyak berperan sebagai predator pada perkebunan teh (55.53% dari total Arthropoda). Proporsi peran Arthropoda sebagai herbivor, detrivor, parasitoid, dan peran lainnya yaitu 21.52%, 20.94%, 1.38%, dan 0.63%. Kata kunci: keanekaragaman, kelimpahan, Arthropoda, teh, tepi hutan.
ABSTRACT NISA RIZKI POERWITASARI. Diversity and Abundance of Arthropods on 0300 meters Tea Plantation Habitats from Forest Edge at PTPN VIII Gunung Mas, Bogor. Supervised by DADAN HINDAYANA. Knowledge of pests and natural enemies diversity and abundance on the tea plantation is the essential considetarion for pest control descision by integrated pest management system. This study, conducted in PTPN VIII Gunung Mas tea plantation during 3 months, considered the effect of forest edge through tea boundaries (0-100, 100-200, 200-300 meters from forest edge) on diversity, abundance and family function proportion of Arthropods by pitfall trap, sweep net and branches beating methods for a week. Totally, the classes of Arthropod are Arachnida (3 orders, 19 families, and 1383 species), Diplopoda (3 orders, 6 families, and 27 species) and Insecta (13 orders, 73 families, and 5048 species). The 0-100 meters tea plantation from forest edge has highest number of Arthropods diversity. The highest number of Arthropods abundance is in 100-200 meters from forest edge. A lot of Arthropods have a role as predator on tea plantation (55.53% from total Arthropods). The proportions of herbivore, detrivore, parasitoid, and other are 21.52%, 20.94%, 1.38%, and 0.63%. Key words: diversity, abundance, Arthropods, tea, forest edge.
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA PADA PERKEBUNAN TEH 0-300 METER DARI TEPI HUTAN DI PTPN VIII GUNUNG MAS, BOGOR
NISA RIZKI POERWITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
: Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda pada Perkebunan Teh 0-300 meter dari Tepi Hutan di PTPN VIII Gunung Mas, Kabupaten Bogor Nama Mahasiswa : Nisa Rizki Poerwitasari NIM : A34090062 Judul Skripsi
Disetujui oleh
Dr. Ir. Dadan Hindayana Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda pada Perkebunan Teh 0300 meter dari Tepi Hutan di PTPN VIII Gunung Mas, Bogor sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juli 2013. Penulis menghaturkan terima kasih Dr. Ir. Dadan Hindayana selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu, saran, motivasi, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Proteksi Tanaman. Terima kasih kepada orang tua, adik-adik, dan seluruh keluarga penulis yang telah banyak mencurahkan tenaga, pikiran, dan do’a untuk penulis. Terima kasih kepada kepala dan seluruh staf PTPN VIII Gunung Mas, Bogor yang telah membantu penulis selama penelitian di lapangan. Terima kasih kepada rekanrekan di Laboratorium Ekologi Serangga, khususnya Arini dan Anggun Agustini, serta teman-teman di Proteksi Tanaman angkatan 46 yang selalu menginspirasi. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pertanian Indonesia.
Bogor, September 2013
Nisa Rizki Poerwitasari
1
DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Manfaat BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Metode penelitian Penentuan lokasi penelitian Pengamatan lapangan Pitfall trap Jaring serangga Branches beating method Identifikasi Arthropoda dan analisis data Hubungan proporsi Arthropoda predator dengan kerusakan tanaman HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Keanekaragaman dan kelimpahan Arthropoda Proporsi peran Arthropoda Arthropoda herbivor Arthropoda predator Arthropoda parasitoid Arthropoda detrivor Arthropoda lainnya Proporsi peran Arthropoda berdasarkan metode pengambilan sampel Hubungan Arthropoda predator dengan kerusakan tanaman di lapang SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 6 6 7 8 9 11 13 14 15 15 17 19 19 19 20 23 32
2
DAFTAR GAMBAR Kategori lokasi penelitian (a) dan titik sampel tiap kategori lokasi (b) Pitfall trap Metode pengambilan sampel dengan jaring serangga Teknik branches beating Lokasi A Lokasi B Lokasi C Proporsi famili individu Arthropoda herbivor Proporsi famili individu Arthropoda predator Proporsi famili individu Arthropoda parasitoid Gulma berbunga Phlox sp. Proporsi famili individu Arthropoda detrivor Proporsi famili individu Arthropoda lainnya Proporsi peran Arthropoda berdasarkan metode pengambilan sampel Serangan hama dan keberadaan predator kebun PTPN VIII Gunung Mas
3 4 4 5 6 7 7 10 12 13 14 14 15 16 17
DAFTAR TABEL Proporsi peran Arthropoda tiap lokasi pengamatan Proporsi peran Arthropoda keseluruhan Rata-rata temperatur, kelembaban, dan curah hujan di PTPN VIII Gunung Mas tiap bulan pengamatan (2013)
9 9 18
DAFTAR LAMPIRAN Peran dan jumlah jenis Arthropoda pada berbagai lokasi kebun teh Perhitungan persentase serangan hama di PTPN VIII Gunung Mas Perhitungan persentase keberadaan Arthropoda predator Mikroklimat kebun teh Gunung Mas dengan termohigrometer manual Peta kejadian hama dan penyakit PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas, Bogor afdeling 1 Beberapa gulma yang tumbuh di lokasi penelitian
24 27 28 29 30 31
1
PENDAHULUAN
Latar belakang Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) adalah komoditas perkebunan Indonesia yang tidak mungkin lepas dari berbagai tantangan. Kartasasmita (2011) menuliskan bahwa tantangan besar dalam memproduksi hasil perkebunan teh adalah menangani perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT). OPT seperti hewan vertebrata, serangga hama, nematoda, patogen tanaman, dan gulma menentukan pertumbuhan dan hasil panen tanaman teh. Misalnya, hama kepik penghisap daun teh (Helopeltis antonii) dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 40% (Atmadja 2003). Langkah tercepat, efektif dan efisien dalam mengendalikan hama adalah dengan aplikasi pestisida. Namun, penggunaan pestisida yang terus menerus akan berdampak buruk bagi tanaman, serangga, dan lingkungannya. Dampak negatif pestisida dapat mematikan organisme bukan target termasuk organisme yang menguntungkan dalam pengendalian hama (musuh alami), seperti predator dan parasitoid. Pada jangka panjang, efek negatif ini tidak hanya mengurangi keanekaragaman dan kelimpahan serangga di area pertanian, tetapi juga di lahan yang tidak dibudidayakan (Phalan et al. 2011). Oleh karena itu, pendekatan lain yang lebih berwawasan lingkungan perlu diupayakan untuk diterapkan dalam pengendalian hama. Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan metode pengendalian hama yang berwawasan lingkungan dan telah ditetapkan sebagai kebijakan utama pengendalian hama dan penyakit di Indonesia sejak 1969. Undang-undang Nomor 12 Pasal 20 Tahun 1992 memutuskan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan Sistem Pengendalian Hama Terpadu dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. PHT tidak mengendalikan dalam arti memberantas OPT, tetapi menoleransi kepadatan populasi suatu OPT sampai tingkat tertentu. Prinsip ini juga digunakan untuk tetap memelihara keberadaan musuh alami OPT tersebut dalam suatu keseimbangan dengan OPT pada tingkat yang tidak merugikan petani (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1993). Salah satu faktor keberhasilan PHT adalah berfungsinya komponen ekosistem. Masing-masing komponen ekosistem memiliki peran yang penting dalam menjaga keseimbangan alam. Sebagai contoh, musuh alami akan tumbuh dan bekerja optimal apabila OPT di ekosistem pertanian tersedia dan memenuhi kebutuhan makan musuh alami. Untuk itu, praktek budidaya pertanian selayaknya tidak mengganggu keseimbangan komponen ekosistem tersebut. Settle et al. (1996) menuliskan bahwa musuh alami memiliki fungsi yang penting dalam menekan OPT pada waktu jangka panjang dibandingkan dengan penggunaan pestisida. Pengetahuan keanekaragaman dan kelimpahan OPT seperti hama dan musuh alaminya di lapangan dapat menjadi bahan pertimbangan keputusan pengendalian dengan sistem PHT. Untuk memantau keanekaragaman hayati perlu dilengkapi informasi jumlah individu (kelimpahan), peranannya pada suatu habitat dan ekosistem (Primack et al. 1988; Oliver dan Beatti 1996), serta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2
2
Keanekaragaman makhluk hidup di suatu habitat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Struktur vegetasi dan ketersediaan pakan pada habitat merupakan faktor utama yang mempengaruhi keanekaragaman jenis di suatu habitat (Campbell dan Neil 2009). Faktor lainnya yaitu iklim mikro dan penggunaan lahan. Pengalihan fungsi lahan hutan alami menjadi lahan pertanian intensif, seperti konversi lahan hutan menjadi perkebunan teh, berdampak negatif bagi keanekaragaman dan kelimpahan makhluk hidup (Murali 2011) tanpa terkecuali anggota kelompok Arthropoda. Agroekologiwan telah lama mengetahui pentingnya keanekaragaman ekosistem dalam pengendalian hama. Intensifikasi pertanian diketahui telah meningkatkan serangan hama sehingga ada hubungan antara keanekaragaman tanaman dengan keanekaragaman dan kelimpahan musuh alami pada sistem pertanian. Keanekaragaman musuh alami akan terus meningkat pada agroekosistem yang lebih beragam dan menghasilkan pengendalian hama yang lebih baik (Swift et al. 1996). Musuh alami seperti predator dan parasitoid lebih efisien mengendalikan kelimpahan hama pada pertanaman polikultur dibandingkan pada pertanaman monokultur (Riihimäki et al. 2004). Untuk mempertahankan keanekaragaman dapat dilakukan dengan mempertahankan vegetasi alami yang memang ada di pertanaman sebelum pembukaan lahan. Misalnya dengan tidak membabat habis hutan dalam pembukaan lahan menjadi lahan perkebunan teh. Ketika keanekaragaman musuh alami tinggi seperti pada sistem agroforestry tradisional, fungsi agroekosistem dan tujuan konservasi akan dijalankan oleh perlindungan keanekaragaman (Philpott dan Armbrecht 2006). Penelitian Ratsoavina dan Henson (2003) menunjukkan bahwa gradien perubahan lingkungan memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan invertebrata, terutama serangga tanah, dari habitat hutan primer menuju tepi hutan hingga ke perkebunan monokultur teh. Melalui penelitian mereka dibuktikan bahwa terjadi pengurangan keanekaragaman dan kelimpahan serangga sebanyak 40% dari hutan ke tepi hutan dan pengurangan hingga 50% dari tepi hutan ke habitat teh. Sampai saat ini, informasi hubungan jarak kebun teh dari hutan terhadap kelimpahan Arthropoda beserta proporsi perannya di Indonesia belum ada. Oleh karena itu, penelitian untuk melengkapi informasi tersebut perlu banyak dilakukan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan jarak kebun dari hutan terhadap keanekaragaman, kelimpahan, dan proporsi peran Arthropoda pada Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas yang pertanamannya dekat dengan hutan. Manfaat Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman, kelimpahan, dan proporsi peran Arthropoda di Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas, Bogor. Informasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan keputusan metode pengendalian hama terpadu, acuan untuk penelitian selanjutnya, dan pengayaan ilmu Entomologi.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Maret hingga Juli 2013. Pengambilan sampel Arthropoda dilakukan di Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, sedangkan identifikasi Arthropoda dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Metode penelitian Penentuan lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada perkebunan teh yang berbatasan dengan hutan. Kebun teh yang diamati seluas 9000 m2 dengan panjang kebun 300 m dan lebar (tepi hutan) 30 m. Kebun teh yang digunakan sebagai lokasi penelitian dibagi menjadi tiga kategori (Gambar 1a), yakni lokasi A (kebun teh yang berjarak 0 hingga 100 m dari tepi hutan), B (100 hingga 200 m dari tepi hutan), dan C (200 hingga 300 m dari tepi hutan). Setiap kategori dibuat 5 titik pengambilan sampel dengan pola X (Gambar 1b) sehingga terdapat 15 titik sampel. Masing-masing titik memiliki luas 2 m2.
(a) (b) Gambar 1 Kategori lokasi penelitian (a) dan titik sampel tiap kategori lokasi (b)
Pengamatan lapangan Pengambilan sampel Arthropoda dilakukankan dengan berbagai macam teknik, yaitu pitfall trap, jaring serangga, dan teknik branches beating. Masingmasing metode ini memiliki kekhususan Arthropoda yang akan diperoleh sehingga Arthropoda yang ada di lapang diketahui secara menyeluruh. Pengamatan lapangan dilaksanakan selama 2 hari setiap minggu. Hari pertama dilakukan pemasangan pitfall trap dan penjaringan. Hari kedua dilakukan pengambilan pitfall trap lalu dilanjutkan dengan teknik branches beating. Setiap
4
4
minggunya dilakukan pengambilan sampel 1 kali tiap titik sampel dengan ketiga metode. Pengambilan sampel diawali dengan titik yang berbeda tiap minggu pengamatan agar tiap sampel mendapat waktu dan kekuatan pengambilan yang sama. Selama pengamatan dicatat suhu, kelembaban, dan kondisi lapangan. Untuk itu diperlukan termohigrometer serta alat tulis. Pitfall trap. Pitfall trap (Gambar 2) termasuk salah satu perangkap yang dipergunakan untuk mengamati Arthropoda permukaan tanah (Powel et al. 1996). Pengambilan sampel Arthropoda dengan pitfall trap memerlukan alat dan bahan seperti gelas minuman bekas berbahan plastik yang bervolume 250 ml, sekop, air sabun, seng penutup, dan plastik. Sepertiga volume gelas plastik diisi air sabun dan diletakkan di dalam lubang yang sudah di buat di dalam tanah. Air sabun digunakan untuk membunuh dan mengawetkan Arthropoda permukaan tanah yang terperangkap. Seng penutup digunakan agar perangkap tidak terkena hujan saat dipasang di lapangan (Nasution 2012). Tiap titik sampel diletakkan 1 pitfall trap dan perangkap ini dipasang selama 24 jam. Arthropoda yang terperangkap kemudian diambil dan disimpan dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi di laboratorium.
Gambar 2 Pitfall trap Jaring serangga. Untuk memantau serangga yang aktif terbang seperti Diptera, Hymenoptera dan beberapa Coleoptera diperlukan perangkap jaring serangga (Gambar 3). Penjaringan serangga dilakukan 10 kali ayunan tunggal pada tiap titik sampel. Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah jaring serangga, plastik, dan alkohol 70%. Arthropoda kemudian diambil dan disimpan untuk diidentifikasi di laboratorium.
Gambar 3 Metode pengambilan sampel dengan jaring serangga Branches beating method. Teknik branches beating atau pemukulan dahan pohon teh dilakukan untuk mendapatkan Arthropoda yang tinggal di pohon seperti
5
serangga Coleoptera dan laba-laba (Gambar 4). Dahan teh dipukul sebanyak 10 kali. Di bagian bawah pohon teh diberi alas kain untuk menampung Arthropoda yang jatuh. Alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu kain putih berukuran 1 m2, tongkat pemukul, plastik, botol koleksi, kuas, dan alkohol 70%. Arthropoda kemudian diambil dan disimpan untuk diidentifikasi di laboratorium.
Gambar 4 Teknik branches beating
Identifikasi Arthropoda dan analisis data Arthropoda yang terperangkap diidentifikasi di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB dengan alat dan bahan seperti mikroskop elektron, cawan petri, lampu 50 Watt, botol koleksi serangga, dan alkohol 70%. Arthropoda diidentifikasi hingga tingkat famili dengan mengacu pada Pelajaran Pengenalan Serangga (Borror et al. 1996) dan www.bug-guide.net yang merupakan situs identifikasi Arthropoda resmi dari Iowa National University of Entomology Department. Selanjutnya Arthropoda dikelompokkan berdasarkan perannya sebagai herbivor, predator, parasitoid, detrivor, dan lainnya. Setelah diidentifikasi, data yang didapat diolah secara sederhana dengan Microsoft Office Excel 97-2003 Worksheet kemudian dideskripsikan secara kualitatif.
Hubungan proporsi Arthropoda predator dengan kerusakan tanaman Setelah mengetahui proporsi peran Arthropoda predator di lapang, selanjutnya dilihat hubungannya dengan kerusakan tanaman tiap bulannya. Data kerusakan tanaman didapatkan dari Bagian Tanaman di PTPN VIII Gunung Mas. Lokasi penelitian ini masuk ke dalam blok 23 afdeling Gunung Mas 1. Persentase kerusakan tanaman dihitung dengan rumus berikut:
Kategori serangan yang ada di kebun penelitian meliputi serangan ringan (serangan hama kurang dari 2 ha), sedang (serangan hama 2 ha), dan berat (serangan hama lebih dari 2 ha) sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan PTPN VIII Gunung Mas.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi Topografi kebun teh di Gunung Mas berbukit-bukit dengan masih menyisakan area hutan lindung yang tidak ditanami teh. Kawasan hutan lindung ini berbatasan dengan area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tipe hutan yang berada di tepi bukit kebun teh yaitu hutan hujan tropis. Tipe hutan seperti ini memiliki keanekaragaman pohon hutan, tanaman perdu, rumput penutup lahan, dan lumut yang tinggi (Budiarti 2004). Beragamnya sumber makanan ini berkorelasi terhadap beragamnya kosumen, terutama Arthropoda. Kebun teh pada lokasi A berjarak 0 hingga 100 m dari tepi hutan. Lokasi ini berada di kemiringan bukit. Tanaman teh di lokasi A lebih muda dibandingkan dengan di lokasi B dan C. Pada bulan Maret 2013, umur tanaman teh lokasi A belum mencapai 1 tahun sehingga daun teh yang dihasilkan masih sedikit. Selain tanaman teh, pada lokasi A (Gambar 5) juga terdapat pohon-pohon hutan di pinggirannya, pohon pelindung, berbagai jenis rerumputan sebagai vegetasi penutup lahan, dan tanaman berbunga. Pohon pelindung yang umum tumbuh di Gunung Mas adalah silver oak (Grevillea robusta) dan albisia (Albizia falcata). Pohon pelindung tidak begitu rapat jaraknya. Gulma berdaun lebar yang ditemukan di lokasi A antara lain tali said (Commelina difusa), babadotan (Ageratum conyzoides), dan putri malu (Mimosa sp.). Phlox sp. merupakan tanaman berbunga yang mendominasi.
Gambar 5 Lokasi A Kebun teh pada lokasi B berjarak 100 hingga 200 m dari tepi hutan. Topografi lokasi ini landai. Kondisi lanskap perkebunan teh lokasi B (Gambar 6), selain didominasi oleh tanaman teh juga didominasi oleh pohon pelindung dan gulma berdaun lebar. Kerapatan pohon pelindung di lokasi B lebih tinggi dibandingkan di lokasi A dan C. Tiap dua baris tanaman teh ditanami sekitar 5 pohon pelindung. Penutup lahan berupa gulma berdaun lebar lebih rapat tumbuhnya di lokasi B dibandingkan dengan lokasi A dan C. Gulma berdaun lebar yang banyak tumbuh di lokasi ini adalah babadotan, kirinyuh (Euphatorium pallescens), kutumpang (Borreria laevis), dan harendong (Clidemia hirta). Kebun teh pada lokasi C berjarak 200 hingga 300 m dari tepi hutan. Topografi lokasi ini landai. Kondisi lanskap perkebunan teh lokasi C (Gambar 7) didominasi oleh tanaman teh. Keanekaragaman tumbuhan di lokasi ini rendah
7
karena pohon pelindung tumbuh sangat jarang dan permukaan tanah bersih dari gulma. Teknik budidaya perkebunan lebih intensif dilakukan pada lokasi C, seperti penyemprotan pestisida, pemupukan, penyiangan gulma, dan pemetikan pucuk.
Gambar 6 Lokasi B
Gambar 7 Lokasi C
Keanekaragaman dan kelimpahan Arthropoda Dari tiga lokasi kebun teh yang diteliti, total Arthropoda yang diperoleh sebanyak 6458 individu yang terdiri atas 3 kelas. Dari kelas Arachnida ditemukan 3 ordo, 19 famili, dan 1383 individu. Kelas Diplopoda yang didapatkan meliputi 3 ordo, 6 famili, dan 27 individu. Dari kelas Insecta didapatkan 13 ordo, 73 famili, dan 5048 individu. Kelompok Insecta berjumlah paling banyak karena serangga mempunyai sayap sehingga memudahkan dalam penyebaran, kecepatan reproduksinya tinggi sehingga jumlahnya melimpah, serta dapat hidup di mana pun seperti di udara, tanaman teh, dan tanah. Hal tersebut tidak dimiliki Arachnida dan Diplopoda yang hanya hidup di tanaman dan tanah saja. Berdasarkan lokasi penelitian, Arthropoda pada lokasi A terdapat 2045 individu dengan 83 famili. Jumlah Arthropoda pada lokasi B terdapat 2400 individu dengan 77 famili, sedangkan pada lokasi C terdapat 2013 individu dengan 78 famili (Lampiran 1). Hasil ini menunjukkan bahwa keanekaragaman Arthropoda paling tinggi terdapat pada lokasi A dan kelimpahan Arthropoda terdapat pada lokasi B. Keanekaragaman Arthropoda paling tinggi ditemukan pada lokasi A, baik dari jenis laba-laba (kelas Arachnida), serangga (kelas Insecta), maupun lewing
8
8
dan kaki seribu (kelas Diplopoda). Beragamnya Arthropoda dapat terjadi karena beragamnya vegetasi kebun teh yang ada di tepi hingga 100 m dari hutan. Menurut Godfray et al. (1997), keanekaragaman spesies serangga berkorelasi dengan keanekaragaman spesies tanaman. Vegetasi hutan di tepi kebun teh mempengaruhi tingginya keanekaragaman sumber makanan bagi Arthropoda sehingga Arthropoda yang hidup di habitat tersebut beragam jenisnya. Altieri (1999) menuliskan bahwa vegetasi di pinggir lahan pertanian menyediakan makanan dan habitat alternatif bagi Arthropoda yang pindah ke tanaman terdekat. Tidak ada perbedaan yang besar antara keanekaragaman Arthropoda pada lokasi B dan C. Sebagian besar famili Arthropoda yang ditemukan pada lokasi B juga ditemukan pada lokasi C. Praktek budidaya pertanian yang intensif pada lokasi B dan C, seperti penggunaan pupuk dan pestisida yang berdampak pada penurunan kualitas air dan tanah (Phalan et al. 2011), dapat mengurangi keanekaragaman serangga di area pertanian. Selain itu, keanekaragaman vegetasi pada kedua lokasi ini tidak setinggi pada lokasi A. Kelimpahan Arthropoda terbesar berada pada lokasi B. Pohon pelindung yang lebih rapat memberi pengaruh yang cukup besar terhadap jumlah Arthropoda yang tinggal di lokasi B. Kartawijaya (1996) menuliskan bahwa pohon pelindung berpengaruh pada intensitas cahaya matahari dan penambahan bahan organik dan mineral hara kepada tanah lapisan atas. Kadar organik tanah yang lebih tinggi akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kelembaban. Kondisi ini akan mengurangi keanekaragaman Arthropoda sekaligus meningkatkan kelimpahannya karena hanya beberapa jenis Arthropoda tertentu saja yang dapat beradaptasi dan bertahan dengan kondisi lanskap seperti itu sehingga kelimpahan Arthropoda di lokasi B lebih tinggi dari lokasi manapun. Proporsi peran Arthropoda Tidak ada perbedaan yang besar antara proporsi berbagai peran Arthropoda di tiap lokasi A, B, dan C (Tabel 1). Hasil ini menggambarkan bahwa proporsi peran Arthropoda berdasarkan jaraknya dengan hutan cukup seimbang. Ketiga lokasi pengamatan memberikan hasil bahwa Arthropoda predator berjumlah lebih banyak lalu diikuti dengan Arthropoda herbivor dan detrivor, sedangkan jumlah parasitoid dan peran lainnya sangat sedikit. Proporsi peran Arthropoda sebagai predator, herbivor, detrivor, parasitoid, dan lainnya pada semua lokasi berturutturut adalah 55.53%, 21.52%, 20.94%, 1.38%, dan 0.63% (Tabel 2). Arthropoda memiliki berbagai peran dalam rantai makanan suatu ekosistem. Diantaranya adalah herbivor, predator, parasitoid, dan detrivor. Arthropoda herbivor adalah Arthropoda yang memakan tumbuhan. Istilah hama berarti Arthropoda seperti serangga yang aktivitas makannya dapat menurunkan nilai ekonomi hasil produksi tanaman. Arthropoda predator adalah Arthropoda yang hidup bebas dengan membunuh lebih dari satu mangsa (serangga atau Arthropoda lain) sebagai makanannya untuk melengkapi perkembangan dan atau siklus hidupnya. Tipe makanannya bisa semua fase perkembangan serangga maupun fase tertentu, seperti telur, larva, nimfa, pupa dan atau imagonya saja. Serangga parasitoid hidup di dalam tubuh inangnya untuk mencapai siklus hidupnya, sehingga makanannya bergantung kepada inangnya. Arthropoda predator dan parasitoid termasuk musuh alami yang dapat digunakan untuk pengendalian hama secara hayati. Selain itu, di alam Arthropoda juga ada yang berperan sebagai
9
detrivor. Arthropoda detrivor atau perombak bahan organik biasanya memakan tumbuh-tumbuhan yang mati atau membusuk, bangkai hewan, daun-daun jatuh, dan batang kayu yang mati. Arthropoda detrivor banyak ditemukan di permukaan tanah (Borror et al. 1996). Selain keempat peran tersebut, penelitian ini juga mengelompokkan Arthropoda yang berperan sebagai Arthropoda lainnya. Arthropoda tersebut tidak termasuk ke dalam peran herbivor, predator, detrivor, dan parasitoid serta ada Arthropoda yang tidak diketahui jelas peranannya dalam ekosistem alami (Odum 1993) perkebunan teh. Tabel 1 Proporsi peran Arthropoda tiap lokasi pengamatan Lokasi A Lokasi B Lokasi C Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Peran (individu) (%) (individu) (%) (individu) (%) Detrivor 461 22.54 489 20.38 402 19.97 Herbivor 416 20.34 436 18.17 538 26.73 Lainnya 11 0.54 19 0.79 11 0.55 Parasitoid 35 1.71 25 1.04 29 1.44 Predator 1122 54.87 1431 59.62 1033 51.31 Total 2045 100 2400 100 2013 100 Tabel 2 Proporsi peran Arthropoda keseluruhan Peran Jumlah Jumlah Persentase Famili (jenis) (individu) (%) Detrivor 16 1352 20.94 Herbivor 31 1390 21.52 Lainnya 3 41 0.63 Parasitoid 12 89 1.38 Predator 36 3586 55.53 Total 98 6458 100 Arthropoda herbivor Arthropoda pemakan tanaman beragam dan berlimpah jumlahnya setelah Arthropoda predator namun tidak berbeda jauh jumlahnya dengan detrivor (Tabel 2). Herbivor yang ditemukan tidak hanya yang memakan tanaman teh saja, tetapi juga rerumputan yang tumbuh liar di sekitar pertanaman. Herbivor yang termasuk hama pada tanaman teh yang ditemukan yaitu ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), wereng hijau (Hemiptera: Cicadellidae), Flatidae (Hemiptera), belalang (Orthoptera: Acrididae), kepik pengisap daun (Hemiptera: Miridae), serta ulat penggulung daun (Lepidoptera: Totrychidae). Persentase masing-masing hama tersebut adalah 28%, 26%, 17%, 12%, 2%, dan 2% (Gambar 8). Ulat jengkal Hyposidra talaca menyerang daun, pupus daun, dan peko. Serangan berat menyebabkan daun berlubang dan pucuk tanaman gundul, sehingga tinggal tulang daun saja. Hama ini bahkan menurunkan produksi hingga 40% di PTPN VIII Gunung Mas, Bogor (Pradana 2013). Wereng hijau Empoasca sp. menyerang pucuk teh dengan menusuk dan menghisap cairannya. Warna tulang daun akan berubah merah seperti terbakar kemudian menguning. Pertumbuhan daun menjadi terhambat dan pucuk daun teh tumbuh tidak abnormal
10
10
(Direktorat Perlindungan Perkebunan 2004). Kepik penghisap daun Helopeltis spp. umumnya menyerang pucuk daun muda, tetapi juga menyerang daun tua. Kepik ini menusuk dan menghisap daun teh sehingga terbentuk bercak-bercak hitam (Direktorat Perlindungan Perkebunan 2004). Ulat penggulung daun Homona coffearia dan Cydia leucostoma membuat gulungan daun yang masingmasing memiliki gulungan yang khas pada pucuk teh dan daun tua dengan benang sutera. Daun yang terserang tidak dapat dipetik sebagai hasil panen teh (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2010). Flatidae belum dikategorikan sebagai hama penting di Indonesia namun jumlahnya sangat banyak di kebun teh Gunung Mas. Hal ini harus diantisipasi agar Flatidae tidak menjadi hama baru di Indonesia. Di Guangxi dan Zhejiang, Cina, Geisha distinctissima (Hemiptera: Flatidae) merupakan hama penting tanaman teh dan jeruk (Zhang et al. 2010).
Acrididae Aphididae Cicadellidae Elateridae Hesperiidae Miridae Sciaridae Tetranychidae
Agromyzidae Cerambycidae Coccinellidae Flatidae Issidae Nymphalidae Scolytidae Tetrigidae
Alydidae Ceccidomyidae Curculionidae Gelechidae Limacodidae Pyralidae Tephritidae Totrychidae
Amatidae Chrysomelidae Drosophilidae Geometridae Membracidae Pyrrhocoridae Termittidae
Gambar 8 Proporsi famili individu Arthropoda herbivor Selain hama utama, ditemukan pula Arthropoda herbivor yang memakan tumbuhan sekitar tanaman teh, misalnya Alydidae (ordo Hemiptera). Di lapang, Alydidae ditemukan pada pertanaman teh yang tumbuh gulma Echinochloa crusgalli yang merupakan inangnya. Tabel 1 memperlihatkan bahwa serangan herbivor semakin meningkat sesuai dengan semakin jauhnya jarak kebun dari hutan, terutama serangan herbivor yang termasuk hama penting tanaman teh seperti ulat jengkal. Jumlah ulat jengkal dari lokasi A, B, dan C berturut-turut yaitu 70, 106, 208 (Lampiran 1). Serangan ulat jengkal paling banyak terjadi pada 200-300 meter dari hutan. Struktur vegetasi lokasi C yang didominasi oleh tanaman teh menggambarkan bahwa keanekaragaman tumbuhan pada lokasi ini rendah. Hal ini menyebabkan kelimpahan herbivor khususnya hama yang memakan tanaman teh menjadi tinggi. Altieri (1999) menuliskan bahwa serangga herbivor menjadi
11
dominan pada lahan pertanian monokultur. Serangan hama pada lokasi C lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Keanekaragaman musuh alami akan terus meningkat pada agroekosistem yang lebih beragam dan menghasilkan pengendalian hama yang lebih baik (Swift et al. 1996) sehingga serangan hama tidak banyak terjadi pada kebun teh yang dekat dengan hutan. Selain itu, umur tanaman teh juga mempengaruhi serangan hama. Umur tanaman teh pada lokasi A lebih muda dibandingkan dengan B dan C karena beberapa bulan yang lalu baru dipangkas. Pemangkasan pada tanaman teh dapat mengurangi kejadian hama dan penyakit (Barua 1969). Sudoi et al. (1996) meneliti bahwa tanaman teh yang berumur lebih tua sulit merespon pupuk N yang diberikan sehingga pemupukan harus dilakukan pada level rendah (yakni 50 kg N/ha tiap tahun) untuk mencegah kerusakan akibat hama selama masa stres tanaman. Kurangnya respon terhadap pupuk N ini menyebabkan kesehatan tanaman menurun sehingga tanaman mudah terserang hama dan penyakit. Arthropoda predator Arthropoda sebagai predator memiliki proporsi paling besar dibandingkan peran yang lain, yakni sebanyak 55.53% dari total individu (Tabel 1). Arthropoda predator yang ditemukan termasuk kelompok laba-laba, serangga, dan tungau yang jumlahnya melimpah dan keanekaragamannya tinggi, yaitu terdiri dari 3586 individu dengan 36 famili (Tabel 2). Arthropoda predator paling banyak ditemukan yaitu semut (Hymenoptera: Formicidae) sebanyak 50% dan laba-laba pembuat jaring (Araneae: Tetragnathidae) sebanyak 19% dari total predator. Lalu diikuti oleh jangkrik (Orthoptera: Gryllidae) 5%, laba-laba pelompat (Araneae: Salticidae) 5%, dan laba-laba Phalangiidae (Opiliones) sebanyak 3%. Sisanya adalah predator dari berbagai famili (Gambar 9). Semut berjumlah sangat banyak di kebun teh. Pada penelitian ini ditemukan 1781 individu semut (Lampiran 1). Semut sering ditemukan beraktivitas di permukaan tanah, di antara dahan, ranting, dan daun teh, serta di permukaan batang pohon pelindung teh. Semut termasuk generalist predator. Semut adalah agen pengendali hayati di agroekosistem dan mengurangi hama yang tidak diinginkan dengan memangsa langsung hama tersebut, mengeluarkan zat kimia yang menolak keberadaan hama, dan menjatuhkan hama dari tanaman inang (Way dan Khoo 1992). Direktorat Perlindungan Perkebunan (2004) menyebutkan bahwa semut menyerang ulat dan Helopeltis sp. di kebun teh. Laba-laba merupakan predator paling banyak dan beragam ditemukan pada perkebunan teh karena dapat memangsa berbagai jenis Arthropoda. Laba-laba famili Tetranaghthidae paling banyak ditemukan dibandingkan laba-laba lain di kebun teh. Laba-laba ini mudah dikenali karena corak dan warna abdomennya khas, yakni bercorak garis-garis hitam dengan abdomen hijau. Tetragnathidae digolongkan sebagai laba-laba pembuat jaring seperti Araneidae dan lainnya. Laba-laba ini memiliki mata dan kaki yang lemah, sehingga hanya mampu menangkap mangsa dengan bantuan jaringnya. Laba-laba Tetragnathidae akan lari menuju mangsanya apabila ada getaran serangga yang terperangkap pada jaringnya. Tetragnathidae kemudian menggigit dan melumpuhkannya. Kadang juga langsung mengisap cairan atau membungkus korban dengan sutera untuk dimakan di lain waktu (Direktorat Perlindungan Perkebunan 2004).
12
12
Phytoseiidae Clubionidae Oopinidae Tetragnathidae Carabidae Sarcophagidae Reduviidae Chrysopidae Tettigoniidae
Agelenidae Dysderidae Oxyopidae Theridiidae Staphylinidae Syrphidae Formicidae Mantispidae Tipulidae
Araneidae Gnaphosidae Pholcidae Theridiosomatidae Asilidae Tabanidae Vespidae Libellulidae Phalangiidae
Chelonethida Lycosidae Salticidae Thomisidae Dolichopodidae Pentatomidae Mantidae Gryllidae Spechidae
Gambar 9 Proporsi famili individu Arthropoda predator Predator lain yang banyak ditemukan di kebun teh adalah jangkrik, labalaba pelompat, dan laba-laba Phalangiidae. Direktorat Perlindungan Perkebunan (2004) menuliskan bahwa salah satu jangkrik yang bertindak sebagai predator adalah Metioche sp. Jangkrik berantena panjang berperan sebagai predator pada kebun teh. Mangsa utamanya adalah telur, ulat, dan kutu. Laba-laba pelompat tidak membuat jaring untuk menangkap mangsanya tetapi aktif mencari dan memangsa dengan cepat karena memiliki mata yang tajam. Laba-laba pelompat merupakan pemangsa penting bagi kepik seperti Helopeltis dan ngengat dari ulat jengkal. Di kebun teh laba-laba Phalangiidae banyak terlihat di batang teh dekat permukaan tanah. Newton dan Yeargan (2002) meneliti bahwa laba-laba Phalangiidae merupakan predator penting bagi hama pada tanaman perkebunan. Tabel 1 menunjukkan bahwa Arthropoda predator lebih banyak pada lokasi B. Pohon pelindung yang rapat pada lokasi B memberi pengaruh terhadap kelimpahan predator, terutama semut. Jumlah semut pada lokasi B terdapat 790, sedangkan pada lokasi A dan C masing-masing berjumlah 578 dan 413 semut (Lampiran 1). Armbrecht dan Perfecto (2003) mengemukakan bahwa penghilangan pohon pelindung dapat mengurangi sarang semut karena tidak ada ranting dan daun yang jatuh yang dapat digunakan sebagai sarang. Selain itu, keberadaan gulma berdaun lebar yang rapat juga memberikan pengaruh positif bagi kelimpahan predator. Penelitian Rasminah dan Rohman (2012) menunjukkan bahwa keberadaan gulma Synedrella nodiflora, Centella asiatica, Setaria sp., Borreria repends, Arachis pentoii dan kombinasinya meningkatkan kelimpahan predator Curinus sp. (Coleoptera: Coccinellidae), Oxyopes sp. (Araneae: Oxyopidae), dan Hymenopus sp. (Mantodea: Mantidae) sekitar 9.1% hingga 14.6% pada perkebunan teh di Wonosari, Malang.
13
Arthropoda parasitoid Jumlah parasitoid di lapang yakni 89 individu dengan 12 famili (Tabel 2) dan termasuk ke dalam ordo Hymenoptera saja. Sebanyak 75% famili dari Hymenoptera berperan sebagai parasitoid pada ekosistem perkebunan teh. Hal ini sebanding dengan Yaherwandi et al. (2007) yang menemukan hampir 74% famili dari ordo Hymenoptera berperan sebagai parasitoid pada ekosistem padi. Parasitoid paling banyak ditemukan termasuk famili Braconidae (33%), Encyrtidae (17%), Ichneumonidae (13%), dan Eupelmidae (12%) serta sisanya terbagi dalam beberapa famili (Gambar 10).
Aphelenidae
Braconidae
Chalcididae
Encyrtidae
Eulophidae
Eupelmidae
Ichneumonidae
Platygasteridae
Pteromelidae
Scelionidae
Torymidae
Trichogrammatidae
Gambar 10 Proporsi famili individu Arthropoda parasitoid Braconidae dan Ichneumonidae termasuk parasitoid penting karena jumlahnya banyak dan memiliki kisaran inang yang luas, seperti Lepidoptera, Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, Neuroptera, dan Mecoptera (Borror et al. 1996). Kedua famili ini merupakan parasitoid utama yang memarasit hama tanaman teh. Leiophron helopeltidis (Hymenoptera: Braconidae) memiliki inang khusus kepik penghisap daun teh Helopeltis (Direktorat Perlindungan Perkebunan 2004). Selain itu, ulat, kutu, kepik, dan wereng juga merupakan inang parasitoid Braconidae. Ichneumonidae menjadi parasitoid ulat jengkal dengan meletakkan telurnya di larva atau kepompong hama. Encyrtidae merupakan Hymenoptera parasit yang biasa menyerang telur dan larva Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, dan Orthoptera (Goulet dan Huber 1993). Encyrtidae adalah parasitoid penting pada kutu daun termasuk di dalam ekosistem teh. Berbagai jenis dari Eupelmidae menyerang berbagai inang di habitat yang luas (Borror et al. 1996). Jumlah parasitoid pada lokasi A, B, dan C berturut-turut adalah 35, 25, dan 29 individu (Tabel 1). Keanekaragaman tumbuhan yang tinggi pada lokasi A meningkatkan keanekaragaman dan kelimpahan serangga inang sehingga mendukung eksistensi parasitoid, terutama gulma berbunga Phlox sp. (Gambar 11). Selain itu, keberadaan tumbuhan liar dapat berfungsi sebagai tempat
14
14
berlindung imago Hymenoptera juga mendukung keberadaan serangga ini (Farid 2013).
Gambar 11 Gulma berbunga Phlox sp.
Arthropoda detrivor
Blattellidae
Blaniulidae
Entomobryidae
Euphthiracaridae
Forficulidae
Glomeridae
Isotomidae
Muscidae
Onychiuridae
Paradoxosomatidae
Phoridae
Polydesmidae
Pyrgodesmidae
Scarabeidae
Sminthuridae
Xystodesmidae
Gambar 12 Proporsi famili individu Arthropoda detrivor Arthropoda pengurai bahan organik menduduki posisi ketiga dalam proporsi peran terbanyak pada pertanaman teh yang dekat dengan hutan (Tabel 2) meliputi ordo Collembola, sebagian Diptera, seluruh kelas Dilopoda (6 famili dari ordo Glomerida, Julida, dan Polydesmida), sebagian Acari (famili Euphthiracaridae), ordo Blattodea (kecoak), Dermaptera (cocopet), dan kumbang Scarabaeidae. Proporsi tiap famili yang berperan sebagai detrivor ditunjukkan pada Gambar 12. Collembola berlimpah jumlahnya pada pertanaman teh. Famili yang ditemukan antara lain Entomobryidae (11%), Isotomidae (50%), Onychiuridae (6%), dan Sminthuridae. Selain hidup di permukaan tanah, Collembola juga sering ditemukan berloncatan pada daun teh. Borror et al. (1996) menuliskan bahwa Isotomidae umum berada di tepi hutan yang basah. Entomobryidae dan Sminthuridae terdapat di dalam reruntuhan daun dan di bawah kulit kayu,
15
sedangkan Onychiuridae banyak terdapat pada tanah-tanah pertanian dan hutan. Collembola mengambil proporsi lebih dari setengah total detrivor karena kondisi kebun yang lembab dan cuaca yang sering hujan menguntungkan serangga ini. Tabel 1 menunjukkan bahwa Arthropoda detrivor lebih banyak pada lokasi B. Jumlah detrivor pada lokasi B terdapat 489, sedangkan pada lokasi A dan C masing-masing berjumlah 461 dan 402 individu. Pohon pelindung pada lokasi B memberikan pengaruh terhadap mikroklimat pertanaman teh di bawahnya dalam hal meningkatkan kelembaban. Collembola suka hidup pada habitat dengan kelembaban tinggi. Pada lokasi dengan kelembaban yang lebih tinggi atau tempat yang ada bayangannya, spesies di kebun teh, seperti Collembola, dapat hidup lebih optimal (Ratsoavina dan Henson 2003). Arthropoda lainnya
Culicidae Lepidostomatidae Perilampidae
Gambar 13 Proporsi famili individu Arthropoda lainnya Arthropoda lainnya yang ditemukan di lapang terdiri dari tiga famili, yakni Culicidae (Diptera), Perilampidae (Hymenoptera), dan Lepidostomatidae (Trichoptera). Gambar 13 menunjukkan bahwa Culicidae memiliki kelimpahan yang lebih besar (76%) dibandingkan dengan Perilampidae (2%) ataupun Lepidostomatidae (22%). Di setiap pinggir jalan besar yang membatasi kebun teh terdapat lubang besar berbentuk persegi. Lubang ini akan terisi oleh air hujan ketika hujan turun sehingga terbentuk suatu kolam kecil. Wadah penampung air ini merupakan habitat air menggenang yang dijadikan tempat hidup larva Culicidae atau nyamuk (Andiyatu 2005) sehingga jumlah nyamuk berlimpah di kebun teh. Borror et al. (1996) menuliskan Perilampidae berperan sebagai hiperparasitoid, yaitu parasit yang memarasit parasitoid. Hal ini tidak diinginkan karena Perilampidae dapat menurunkan kelimpahan musuh alami. Namun selama penelitian hanya ditemukan 1 individu sehingga kelimpahannya diprediksi tidak banyak. Samways (1994) menuliskan bahwa famili Lepidostomatidae dapat digunakan sebagai indikator kesehatan lingkungan.
Proporsi peran Arthropoda berdasarkan metode pengambilan sampel Pitfall trap, jaring serangga, dan metode branches beating merupakan teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel Arthropoda. Masing-masing metode ini memiliki kekhususan Arthropoda yang diperoleh sehingga Arthropoda
16
16
yang ada di lapang diketahui secara menyeluruh. Selain itu juga diketahui proporsi peran Arthropoda pada masing-masing metode sehingga diketahui pula peran Arthropoda tertentu paling banyak ditemukan di permukaan tanah, di antara dahan dan daun teh, atau aktif terbang. Hasil temuan ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam pengelolaan habitat pertanian khusunya dalam aplikasi sistem PHT yang harus mempertimbangkan kondisi habitat di sekitar lahan (Zehnder et al. 2007). Berdasarkan ketiga metode yang dilakukan, Arthropoda predator paling banyak terperangkap (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa predator hidup tidak hanya di permukaan tanah, tetapi juga aktif terbang dan tinggal di antara dahan tanaman teh. Namun, Arthropoda predator lebih banyak terperangkap pada pitfall trap, terutama semut dan berbagai macam laba-laba. Pada pitfall trap, semut yang terperangkap sebagian besar berkelompok. Untuk tetap memelihara keberadaan predator, keberagaman vegetasi penutup lahan harus dijaga. Penyiangan gulma harus bersifat selektif. Prinsip land clearing dalam mengendalikan gulma tidak dianjurkan agar Arthropoda permukaan tanah yang berperan sebagai predator memiliki tempat berlindung ataupun tempat meletakkan jaring bagi laba-laba. Predator
Branches beating
Parasitoid Lainnya
Jaring
Herbivor Pitfall trap
Detrivor 0
400
800 1200 1600 (individu)
Gambar 14 Proporsi peran Arthropoda berdasarkan metode pengambilan sampel Arthropoda herbivor banyak tertangkap dengan jaring serangga sehingga dapat dipastikan herbivor di kebun teh termasuk serangga yang aktif terbang. Untuk menyiasati hal ini, pihak kebun Gunung Mas telah memasang sticky trap dan melindungi batang pohon pelindung dengan plastik agar imago ulat jengkal tidak meletakkan telur disana (Komunikasi pribadi 2013). Namun, herbivor juga banyak didapatkan dengan metode branches beating. Herbivor yang paling banyak ditemui dengan metode ini adalah hama ulat jengkal pada stadia larva. Ulat jengkal sering terlihat menggantung pada ranting-ranting daun teh dan mudah jatuh ketika dahan teh digoyang. Sebanyak 67 individu parasitoid terperangkap dalam jaring serangga. Jumlah ini lebih besar dibanding yang ditemukan dengan pitfall trap dan metode branches beating. Imago Hymenoptera parasitoid termasuk serangga yang aktif terbang sehingga mudah ditangkap dengan jaring serangga.
17
Arthropoda detrivor paling tertinggi terperangkap pada pitfall trap. Pitfall trap termasuk salah satu perangkap yang dipergunakan untuk mengamati Arthropoda permukaan tanah (Powel et al. 1996) sehingga Arthropoda yang berperan sebagai perombak bahan organik yang terkandung dalam tanah banyak ditemukan dengan pitfall trap. Ketiga famili yang tergolong kategori Arthropoda lainnya banyak terperangkap pada pitfall trap. Famili Culicidae, Perilampidae, dan Lepidostomatidae yang terperangkap adalah stadia imagonya yang merupakan stadia serangga yang aktif terbang. Kemungkinan imago-imago tersebut terbang rendah di permukaan tanah sehingga terperangkap pada pitfall trap. Hubungan Arthropoda predator dengan kerusakan tanaman di lapang Data kerusakan tanaman didapatkan dari data serangan hama di lapangan. Fluktuasi serangan hama hasil rekapitulasi PTPN VIII Gunung Mas afdeling 1 blok 23 dan keberadaan predator dapat dilihat pada Gambar 15. Persentase serangan hama (Lampiran 2) dibandingkan dengan persentase keberadaan predator tiap bulannya (Lampiran 3). Presentase kerusakan teh akibat Helopeltis dari Maret hingga Mei 2013 berturut-turut adalah 26.37%, 47.62%, dan 58.07%. Pada Maret 2013 tidak terjadi kerusakan teh akibat serangan H. talaca, namun pada April 2013 terjadi kerusakan sebanyak 10.55% dan meningkat menjadi 15.83% pada Mei 2013. Presentase keberadaan predator di lapang yaitu 65.63% dari total individu Arthropoda pada Maret 2013, 55.14% pada April 2013, dan 46.78% pada Mei 2013. Dari Maret hingga Mei 2013 terjadi penurunan jumlah predator sehingga kerusakan tanaman akibat hama Helopeltis dan H. talaca meningkat. Hal ini berarti predator yang ada tidak mampu menekan perkembangan hama dan aktivitas hama merusak tanaman. Hama semakin meningkat karena semakin sedikit predator yang memangsanya.
100 80 60 40 20 0
Helopeltis
%
Hyposidra talaca Predator Maret
April
Mei
Bulan (2013)
Gambar 15 Serangan hama dan keberadaan predator kebun PTPN VIII Gunung Mas Turunnya persentase keberadaan predator, khususnya laba-laba, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya iklim mikro tempat hidupnya dan keberadaan makanan. Rata-rata temperatur, kelembaban, dan curah hujan tiap bulannya di PTPN VIII Gunung Mas (Tabel 3) yang fluktuatif memberikan
18
18
pengaruh negatif terhadap persentase jumlah predator. Kenyataan ini berbanding terbalik dengan Bukhari et al. (2012) yang menyimpulkan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban relatif, dan curah hujan mempengaruhi populasi laba-laba di kebun kapas. Faktor lain seperti keberadaan makanan berpengaruh pada keberadaan predator. Tabel 3 Rata-rata temperatur, kelembaban, dan curah hujan di PTPN VIII Gunung Mas tiap bulan pengamatan (2013) Parameter Maret April Mei O Temperatur ( C) 24.5 25.5 25.5 Kelembaban (%) 90 84 88 Curah hujan (mm) 22.2 9.35 15 Pada pertengahan April hingga Mei 2013 dilakukan pembersihan gulma pada kebun teh blok 23. Hilangnya gulma memungkinkan laba-laba yang hidup di permukaan tanah kehilangan tempat berlindung. Young dan Edwards (1990) menyatakan bahwa pergerakan alat pertanian pada lahan dapat menghancurkan jaring laba-laba dan tempat peletakan jaring. Penurunan persentase keberadaan predator diikuti dengan peningkatan persentase keberadaan hama Helopeltis spp. dan H. talaca. Curah hujan yang rendah pada Maret hingga Mei 2013 meningkatkan serangan hama. Serangan tertinggi hama ulat jengkal di perkebunan teh Gunung Mas biasa terjadi pada musim kemarau (Pradana 2013). Perkembangan H. talaca akan terhambat saat curah hujan tinggi karena larva akan jatuh dan terbaca air hujan (Parangin-angin 1992). Praktek pertanian intensif seperti penyemprotan pestisida yang dilakukan pada Maret dan Mei 2013 tidak memberikan pengaruh negatif bagi hama. Hal ini menunjukkan bahwa hama di kebun teh Gunung Mas telah resisten terhadap pestisida (Komunikasi pribadi 2013).
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Arthropoda pada kebun teh yang berada pada 0-100, 100-200, dan 200-300 meter dari tepi hutan memiliki proporsi keanekaragaman, kelimpahan, dan peran Arthropoda yang berbeda sehingga dapat disimpulkan bahwa hutan di pinggir kebun teh mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan Arthropoda. Kebun teh yang berjarak 0-100 m memiliki keanekaragaman Arthropoda paling tinggi. Kelimpahan Arthropoda terbesar berada pada kebun teh yang berjarak 100-200 m dari tepi hutan. Proporsi peran Arthropoda sebagai predator, herbivor, detrivor, parasitoid, dan lainnya berturut-turut adalah 55.53%, 21.52%, 20.94%, 1.38%, dan 0.63%. Herbivor paling banyak terdapat pada kebun teh yang berjarak 200300 m dari hutan. Predator dan detrivor paling banyak ditemukan pada kebun teh yang berjarak 100-200 m dari hutan. Parasitoid ditemukan paling banyak pada kebun teh yang berjarak 0-100 m dari hutan. Selain jarak kebun terhadap hutan, faktor lain seperti keanekaragaman vegetasi habitat, kelimpahan makanan Arthropoda, mekanisme pertanian yang intensif, dan iklim mikro juga mempengaruhi keanekaragaman, kelimpahan, dan proporsi peran Arthropoda. Saran Identifikasi hingga tingkat spesies perlu dilakukan agar peranan Arthropoda diketahui lebih spesifik. Setelah diketahui kelimpahan, keanekaragaman, dan proporsi peran Arthropoda dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya, diperlukan evaluasi sistem pengelolaan hama dari pihak perkebunan supaya teknik budidaya yang dilakukan tidak berdampak negatif bagi keanekaragaman dan kelimpahan Arthropoda yang menguntungkan. Selain itu, penelitian lebih lanjut tentang keberadaan Flatidae (Hemiptera) perlu dilakukan agar jenis ini tidak menjadi hama baru bagi perkebunan teh di Indonesia.
20
DAFTAR PUSTAKA
Altieri MA. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and Environment. 74(1):19-31. Andiyatu. 2005. Fauna nyamuk (Diptera: Culicidae) di wilayah kampus IPB Dramaga dan sekitarnya serta potensinya sebagai penular penyakit. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Armbrecht I, Perfecto I. 2003. Litter-twig dwelling ant species richness and predation potential within a forest fragment and neighboring coffee plantations of contrasting habitat quality in Mexico. Agriculture, Ecosystems and Environment. 97(1):107-115. Atmadja WR. 2003. Status Helopeltis antonii sebagai hama pada beberapa tanaman perkebunan dan pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2):57-63 Barua DN. 1969. Seasonal dormancy in tea (Camellia sinensis L.). Nature. 224(5218):514. doi: 10.1038/224514a0. Borror DJ, Johnson NF, Triplehorn CA. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Budiarti W. 2004. Pendugaan produktivitas serasah zona Montana di hutan hujan pegunungan, Gunung Gede, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bukhari M, Naeem MM, Ur Rehman K, Andleed Shehla. 2012. Occurrence and Distribution Araneid Fauna Trapped from Cotton Fields of District Faisalabad, Pakistan. World Applied Sciences Journal. 19(5):714-718. doi: 10.5829/idosi.wasj.2012.19.05.6536. Campbell, Neil A. 2009. Biology: Concepts and Connections. Ed ke-6. San Francisco (US): Benjamin Cummings Pub Co. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1993. Prinsip-prinsip Pemahaman Pengendalian Hama Terpadu: Buku I Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2004. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Teh. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Farid MY. 2013. Pengaruh jarak dari hutan pada kondisi lanskap pertanian terhadap keanekaragaman Hymenoptera. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Godfray HC, Lewis OT, Memmot J. 1997. Studing insect diversity in the tropics. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences. 354(1):1811-1824. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Agriculture Canada Publication. Kartasasmita S. 2011. Strategi peningkatan daya saing dan nilai tambah Produk perkebunan. Di dalam: Haryono, Syakir M, Karmawati E, editor. Inovasi dan Percepatan Adopsi Teknologi Perkebunan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Perkebunan 2011. Expo Nasional Inovasi Perkebunan; 2011 Okt 1416; Jakarta. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Kementrian Pertanian. hal 11-17.
21
Kartawijaya WS. 1996. Pohon pelindung di kebun teh. Warta Teh dan Kina. Bandung (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 7(1-2):23-28. Murali R. 2011. Sharing vs. sparing. [Internet]. [diunduh 2012 Nov 27]. Tersedia pada: http://www. http://ecoagriculture.in/home/?p=321 Nasution AP. 2012. Kelimpahan arthropoda predator permukaan tanah pada tiga ekosistem pertanaman. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Newton BL, Yeargan KV. 2002. Population Characteristics of Phalangium opilio (Opiliomes: Phalangiidae) in Kentucky Agroecosystems. Environmental Entomology. 31(1):92-98. doi: 10.1603/0046-225X-31.1.92 Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Ed ke-3. Samingan T, penerjemah. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Press. Terjemahan dari: Fundamentals of Ecology. Oliver L, Beatti AJ. 1996. Invertebrate morphospecies as surrogates for species: a case of study. Conservation Biology. 10(1):99-109. Parangin-angin J. 1992. Pengamatan hama teh dan kentang di PTP Ciater Kabupaten Subang dan perkebunan teh di Cikajang, Kabupaten Garut serta pertanaman kentang di Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Phalan B, Balmford A, Green RE, Scharlemann JPW. 2011. Minimizing the harm to biodiversity of producing more food globally. Food Policy. 36(1 Suppl):72S-87S. doi: 10.1016/j.foodpol.2010.11.008. Philpott SM, Armbrecht I. 2006. Biodiversity in tropical agroforests and the ecological role of ants and ant diversity in predatory function. Ecological Entomology. 31:369-377. Powel W, Walton MP, Jervis MA. 1996. Population and Communities. Di dalam: Jervis M, Kidd N, editor. Insect Natural Enemies: Practical Approach to Their Study and Evaluation. London (GB): Chapman & Hall. hlm 532-543. Pradana, R. 2013. Pengelolaan kebun dan upaya pengendalian hama ulat jengkal (Hyposidra talaca) dengan aplikasi Hyposidra talaca nucleopolyhedrovirus pada tanaman teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1988. Biologi Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Obor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2010. Budidaya dan Pascapanen Teh. Bogor (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Rasminah S, Rohman F. 2012. Refugee plants increased generalist predator in tea plantation at Wonosari, Malang-Indonesia. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture. 6(1):51-54. Ratsoavina FM, Henson K. 2003. An investigation into the effect on abundance and diversity of terrestrial invertebrates of a changing environmental gradient: looking at the edge effect of primary, tropical submontane forest to monoculture tea plantation habitats. TBA Tanzania Project Reports on Invertebrates 1998-2005. [Internet]. [diunduh 2012 Des 21]. hlm 1-5. Tersedia pada: http://www.academia.edu/315859/An_Investigation_Into_ the_Effect_on_Abundance_and_Diversity_of_Terrestrial_Invertebrates_of_ a_Changing_Environmental_Gradient_Looking_at_the_Edge_Effect_of_Pri mary_
22
22
Riihimäki J, Kaitaniemi P, Koricheva J, Vehviläien H. 2004. Testing the enemies hypothesis in forest stands: the important role of tree species composition. Oecologia. 142(1):90-97. doi:10.10007/soo442-004-1696-y. Samways MJ. 1994. Insect Conservation Biology. New York (US): Chapman & Hall. Settle WH, Ariawan H, Astuti ET, Cahyana W, Hakim, AL, Hindayana D, Lestari AS, Pajarningsih. 1996. Managing tropical rice pests through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Ecology. 77(7):19751988. Sudoi, V., B.M. Khaemba, and F.M.E. Wanjala. 1996. Influence of soil applied (NPKS 25:5:5:5) on Brevipalpus phoenicis Geijkes (Acari: Tenuipalpidae) mite incidence and damage symptoms on tea. Annual Application of Biology. 128 (1):13–19. Swift MJ, Vandermeer J, Ramakrishnan PS, Anderson JM, Ong CK, Hawkins BA. 1996. Biodiversity and agroecosystem function. Di dalam: Mooney HA, Cushman JH, Medina E, Sala OE, Schulze ED, editor. Functional Roles of Biodiversity: A Global Perspective. New York (US): John Wiley & Sons. hlm 261-298. Way MJ, Khoo KC. 1992. Role of ants in pest-management. Annual Review of Entomology. 37(1):479-503. Yaherwandi, Manuwoto S, Buchori D, Hidayat P, Budiprasetyo L. 2007. Kenanekaragaman komunitas Hymenoptera parasitoid pada ekosistem padi. Jurnal HPT Tropika. 7(1):10-20. Young OP, Edwards GB. 1990. Spiders in United States field crop and their potential effect on crop pests. Journal of Arachnology. 18(1):1-27. Zehnder G, Gurr GM, Kuhne S, Wade MR, Wratten SD, Wyss E. 2007. Arthropod pest managements in organic crops. Annual Review of Entomology. 52(1):57-80. Zhang YL, Peng LF, Wang YL. 2010. Review of the planthopper genus Amasha Medler (Hemiptera: Fulgoromorpha: Flatidae: Phyllyphantini) with description of one new species from China. Zootaxa. 2664(1):61-68.
23
LAMPIRAN
24
24
Lampiran 1 Peran dan jumlah jenis Arthropoda pada berbagai lokasi kebun teh Kelas Ordo Arachnida Acari
Araneae
Chelonethida Opiliones Diplopoda Glomerida Julida Polydesmida
Insecta
Blattodea Coleoptera
Collembola 25 Dermaptera Diptera
Famili Euphthiracaridae Phytoseiidae Tetranychidae Agelenidae Araneidae Clubionidae Dysderidae Gnaphosidae Lycosidae Oopinidae Oxyopidae Pholcidae Salticidae Tetragnathidae Theridiidae Theridiosomatidae Thomisidae
Peran Detrivor Predator Herbivor Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Phalangiidae Predator Glomeridae Detrivor Blaniulidae Detrivor Paradoxosomatidae Detrivor Polydesmidae Detrivor Pyrgodesmidae Detrivor Xystodesmidae Detrivor Blattellidae Detrivor Carabidae Predator Cerambycidae Herbivor Chrysomelidae Herbivor Coccinellidae Herbivor Curculionidae Herbivor Elateridae Herbivor Membracidae Herbivor Scarabaeidae Detrivor Scolytidae Herbivor Staphylinidae Predator Entomobryidae Detrivor Isotomidae Detrivor Onychiuridae Detrivor Sminthuridae Detrivor Forficulidae Detrivor Agromyzidae Herbivor Asilidae Predator Ceccidomyidae Herbivor Culicidae Lainnya
A* 11 5 3 9 21 2 3 1 21 9 54 220 7 17 1 23 1 1 1 2 2 1 8 4 13 2 11 3 2 63 240 28 4 13 1 1 1 11
B* 12 14 7 11 15 2 6 36 3 8 68 252 19 19 1 1 40 7 2 1 9 10 2 11 3 8 1 2 3 1 6 50 263 34 10 5 2 3 1 15
C* Jumlah 9 32 8 27 2 12 12 32 18 54 2 6 3 4 11 26 83 3 6 23 1 1 66 188 192 664 54 80 23 59 2 1 39 102 6 14 1 2 3 1 3 2 1 3 5 22 10 24 16 18 4 28 2 7 3 22 1 2 2 8 1 3 11 36 149 172 675 21 83 21 35 33 51 6 9 1 5 2 5 31
25
Dolichopodidae Drosophilidae Muscidae Phoridae Sarcophagidae Sciaridae Syrphidae Tabanidae Tephritidae Tipulidae Hemiptera Alydidae Aphididae Cicadellidae Flatidae Issidae Miridae Pentatomidae Pyrrhocoridae Reduviidae Hymenoptera Aphelenidae Braconidae Chalchididae Encyrtidae Eulophidae Eupelmidae Formicidae Ichneumonidae Perilampidae Platygasteridae Pteromelidae Scelionidae Spechidae Torymidae Trichogrammatidae Vespidae Isoptera Termittidae Lepidoptera Amatiidae Gelechidae Geometridae Hesperiidae Limacodidae Nymphalidae Pyralidae Totrychidae Mantodea Mantidae Neuroptera Chrysopidae Mantispidae Libellulidae
Predator Lainnya Detrivor Detrivor Predator Herbivor Predator Predator Herbivor Lainnya Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Lainnya Herbivor Predator Lainnya Predator Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Predator Parasitoid Lainnya Parasitoid Parasitoid Parasitoid Predator Parasitoid Parasitoid Predator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Predator Predator Predator
1 43 40 1 3 17 2 8 9 1 127 81 3 10 19 1 6 1 8 1 5 1 2 578 7 3 5 4 1 1 1 2 70 1 2 2 2 7 3 1 1
1 1 52 41 8 6 11 91 89 1 9 16 10 11 6 2 3 790 3 2 1 1 2 106 5 5 3 3 13 1 4 1
5 2 50 44 4 5 1 9 34 1 137 61 4 9 1 1 10 4 1 6 413 2 1 1 4 1 4 1 2 208 3 5 2 8 10 2 2 1 -
7 3 145 125 5 3 30 3 23 54 1 1 355 231 8 28 35 1 17 2 29 1 15 4 11 1781 12 1 3 1 9 7 1 1 5 1 2 6 384 9 12 7 13 30 6 7 1 2
26
26
Orthoptera
Acrididae Gryllidae Tetrigidae Tettigoniidae Lepidostomatidae
Herbivor Predator Herbivor Predator Lainnya
58 60 42 59 56 71 7 2 1 20 17 24 Trichoptera 4 5 Jumlah individu 2045 2400 2013 Jumlah famili 83 77 78 *: jarak kebun teh dari tepi hutan (m), A: 0-100 m, B: 100-200 m, C: 200-300 m
160 186 10 61 9 6458 98
27
Lampiran 2 Perhitungan persentase serangan hama di PTPN VIII Gunung Mas
Contoh:
Berikut adalah perhitungan persentase serangan hama tiap bulan penelitian. a. Maret 2013
b. April 2013
c. Mei 2013
a
1
b
2
3
4
P J P J P J P J A1 12 26 11 15 15 31 16 20 A2 13 13 22 33 51 63 29 35 A3 10 17 6 24 15 23 9 13 A4 7 13 13 24 16 25 14 29 A5 19 24 9 23 23 34 11 33 B1 9 16 16 23 12 27 19 31 B2 14 33 10 21 21 28 16 25 B3 14 22 6 16 18 29 18 27 B4 125 142 8 11 15 29 99 106 B5 6 11 17 24 19 34 28 36 C1 13 15 8 16 19 29 8 20 C2 7 11 13 26 16 32 26 26 C3 12 18 8 20 14 26 16 20 C4 9 13 10 31 18 33 20 33 C5 13 20 14 26 15 31 18 23 283 394 171 333 287 474 347 477 Total 51.3514 60.5485 72.7463 % Predator (%) 71.8274 Rata-rata % 64.11840424c 54.34667279d 46.48019842e Predator (%) a: Jumlah predator (individu), b: Jumlah Arthropoda (individu), Persentase predator bulan Maret (c), April (d), Mei (e) 2013.
Lokasi
Minggu pengamatan ke5 6 7 8 9 10 11 12 P J P J P J P J P J P J P J P J 21 30 18 38 19 25 15 31 18 40 12 24 15 25 7 20 16 29 33 52 12 23 11 27 13 37 16 36 65 89 5 21 15 29 18 35 19 44 20 34 33 51 16 22 15 32 16 36 24 55 16 41 25 45 19 37 10 25 12 25 10 28 7 20 112 131 19 65 17 39 19 35 14 45 22 38 8 32 10 36 27 42 27 50 15 54 26 41 22 49 10 21 12 36 21 37 43 60 15 36 25 43 13 37 15 40 14 25 11 20 7 22 17 41 20 48 35 55 16 44 13 29 18 28 18 30 21 33 81 97 31 50 65 83 18 35 8 23 16 25 25 47 31 69 37 50 19 37 37 56 16 67 10 37 20 34 30 39 25 39 21 34 19 34 16 25 14 32 12 23 117 129 18 64 9 38 10 20 20 35 18 40 13 36 11 34 6 25 12 39 2 20 18 36 29 60 15 36 43 82 10 40 9 30 14 50 7 21 35 54 17 35 13 27 19 30 17 38 7 14 11 26 15 61 26 47 17 31 19 32 21 50 8 43 17 31 13 26 4 16 503 755 318 647 350 627 283 618 214 554 312 507 277 583 187 489 66.6225 49.1499 55.8214 45.7929 38.6282 61.5385 47.5129 38.2413
Lampiran 3 Perhitungan persentase keberadaan Arthropoda predator
28
28
28
29
Lampiran 4
Mikroklimat kebun teh Gunung Mas dengan termohigrometer manual
Bulan minggu ke- tahun 2013 Maret ke-1 Maret ke-2 Maret ke-3 Maret ke-4 Rata-rata April ke-1 April ke-2 April ke-3 April ke-4 Rata-rata Mei ke-1 Mei ke-2 Mei ke-3 Mei ke-4 Rata-rata
Parameter mikroklimat Suhu bola Suhu bola Kelembaban kering (OC) basah (OC) udara (%) 20 19 91 28 27 92 26 24 84 24 23 91 24.5 23.25 90 25 23 84 28 25 77 25 24 92 24 22 83 25.5 23.5 84 27 25 84 26 24 84 25 24 92 24 23 91 25.5 24 88
30
30
Lampiran 5 Peta kejadian hama dan penyakit PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas, Bogor afdeling 1
31
30
Lampiran 6 Beberapa gulma yang tumbuh di lokasi penelitian
Gulma berbunga Phlox sp.
Babadotan (Ageratum conyzoides)
Kirinyuh (Euphatorium pallescens)
Kutumpang (Borreria laevis)
Harendong (Clidemia hirta)
Putri malu (Mimosa spp.)
Eleuisine indica
32
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada 14 Desember 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. H. Poerwantono Dwi Santoso dan Hj. Desitha Waty Sandra Dewi Hayuningdiyah, S.Pd. Kedua adiknya bernama Firmansyah Patriandhika dan Muhammad Fuad Farisi. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Bogor pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Proteksi Tanaman melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis juga mengambil mata kuliah minor Pengembangan Masyarakat dari Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masayarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi. Penulis pernah menjadi ketua kelompok Masa Orientasi TPB IPB 2009, anggota divisi Majalah Dinding Asrama, anggota Dewan Mushola Al Hijr Asrama Putri A2 TPB IPB, bendahara klub fotografi Shutter IPB tahun 2009/2010, tim sukses calon ketua BEM TPB IPB 2009/2010, anggota divisi publikasi, dekorasi dan dokumentasi Olimpiade Mahasiswa IPB 2010, bendahara dan penanggung jawab kelompok Masa Pengenalan Departemen Proteksi Tanaman Angkatan 47 POEPA 2010, dan bendahara klub fotografi Capung 2011-2013. Penulis pernah mengikuti sosialisasi Implementasi Vertical Greenery di SDN Bojong, Desa Cihideung Ilir, Bogor yang dicanangkan Departemen Soskemas BEM Faperta IPB 2011. Untuk mengembangkan kemampuannya di bidang akademik, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Ilmu Hama Tanaman Dasar tahun 2011, Asisten Praktikum Biologi Umum tahun 2011 untuk mahasiswa TPB IPB, dan Asisten Praktikum Hama dan Penyakit Tanaman Setahun tahun 2013. Hobi fotografi dan menulisnya mengantarkan penulis meraih prestasi juara 2 pada lomba fotografi 3rd Greenation BEM FEM IPB dan juara favorit pada lomba fotografi Pekan Ilmiah Muslim BKIM IPB tahun 2013. Prestasi lainnya yaitu juara 1 lomba membaca puisi Ramadhan in Contest di Asrama Putri A2 IPB dan juara 3 lomba membaca puisi tingkat Asrama TPB IPB. Sebagai tambahan kegiatannya di luar kampus, penulis pernah menjadi pembantu peneliti selama PKL di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obatobatan di Bogor, videografer dalam Grand Opening Bumbu Wangi Restaurant, pengajar bimbingan belajar di SMP Terbuka 1 Ciampea di Cihideung Ilir, Bogor dalam persiapan menghadapi ujian akhir nasional, relawan pembantu dapur umum di posko Hizbut Tahrir Indonesia saat bencana banjir di Jakarta, pengajar relawan di Sekolah Kita Rumpin tahun 2012, dan menjadi pencetus Sekolah Pijar di Rumpin untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar agama Islam bagi anak-anak di Desa Cibitung, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor yang menjadi korban sengketa lahan dengan TNI AU Atang Sendjaya Bogor. Saat ini penulis masih aktif sebagai pengajar di Rumpin, pengajar BTQ SMAN 5 Bogor, dan pengajar privat pelajaran umum di rumahnya.