KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI, BOGOR
ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cindali, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Ichsan Luqmana Indra Putra NIM A351124021
RINGKASAN ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cindali, Bogor. Dibimbing oleh PUDJIANTO dan NINA MARYANA. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum, praktik budidaya kelapa sawit dilakukan secara monokultur. Sistem budidaya monokultur dan kegiatan budidaya yang dilakukan selama bertahun-tahun dapat memengaruhi keanekargaman serangga dan vegetasi bawah yang ada. Tanaman, hama dan musuh alami merupakan komponen pada agroekosistem yang tersedia di alam. Keberadaannya menyediakan layanan jasa ekosistem dalam pengendalian hama oleh musuh alami seperti parasitoid karena keanekaragaman dan efektifitasnya yang tinggi dalam mengendalikan hama. Ketersediaan inang dan keanekaragaman tanaman di habitat agroekosistem merupakan faktor kunci keanekaragaman dan kelimpahan parasitoid. Penelitian ini bertujuan (1) mempelajari keanekaragaman parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor, (2) mempelajari keanekaragaman parasitoid pada tanaman kelapa sawit dan vegetasi bawah, serta (3) mempelajari dinamika populasi parasitoid penting di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor, pada September 2014 – Juni 2015. Penelitian dilakukan pada 6 blok pertanaman kelapa sawit. Pada setiap blok ditentukan 5 plot pengamatan yang berukuran 39.2 m x 39.2 m. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 tanaman yang dipilih secara acak pada masing-masing blok. Sehingga terdapat 30 tanaman yang diamati. Pengambilan sampel parasitoid dilakukan dengan metode pengamatan langsung dan tidak langsung. Metode pengamatan langsung dilakukan dengan mengambil serangga herbivora yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit. Serangga yang ditemukan kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipelihara dan diamati perkembangannya. Pengamatan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan jaring serangga dan perangkap nampan kuning. Parasitoid yang didapatkan diidentifikasi sampai tingkat morfospesies. Pengamatan vegetasi bawah dilakukan pada 3 subplot berukuran 9.8 m x 9.8 m yang diambil secara diagonal. Seluruh tanaman vegetasi bawah yang berada dalam subplot diambil dan diidentifikasi sampai dengan tingkat spesies. Perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor memiliki tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang tinggi dengan nilai indeks ShannonWiener sebesar 3.40. Hymenoptera parasitoid yang ditemukan berjumlah 111 morfospesies, 26 famili dengan total spesimen sebanyak 6 125 individu. Spesies yang memiliki kelimpahan individu terbanyak adalah Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae), Bracon sp. (Hymenoptera: Braconidae), Chrysocharis pentheus (Hymenoptera: Eulophidae), Microterys nietneri (Hymenoptera: Encyrtidae), dan Cosmoconus sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae). Morfospesies terbanyak didapatkan dari Famili Braconidae dengan jumlah morfospesies sebanyak 14 morfospesies, sedangkan kelimpahan individu terbanyak didapatkan dari Famili Scelionidae jumlah sebanyak dengan 394 individu. Braconidae, Scelionidae,
Encyrtidae, Eulophidae dan Scelionidae merupakan lima family serangga dengan kelimpahan tertinggi dibandingkan famili lainnya. Parasitoid yang berasosiasi dengan hama pemakan daun kelapa sawit yang ditemukan di PTPN VIII Cindali adalah Spinaria spinator (Hymenoptera: Braconidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens (Lepidoptera: Limacodidae) dan Amatisa sp. (Lepidoptera: Psychidae), Charops bicolor (Hymenoptera: Ichneumonidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens, Aphanogmus sp. (Hymenoptera: Ceraphronidae) yang berasosiasi dengan Mahasena corbetti dan Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae), dan Telenomus podisi yang berasosiasi dengan Birthosea bisura (Leppidoptera: Limacodidae). Telenomus podisi juga ditemukan beraosiasi dengan inang yang berada pada tanaman vegetasi bawah yaitu Lymantria sp. (Lepidoptera: Lymantriidae) pada tanaman Adiantum hispidum. Kelimpahan parasitoid mengalami fluktuasi pada setiap bulan mengikuti fluktuasi populasi inangnya. Kata kunci: Braconidae, inang, Interaksi inang-parasitoid, Scelionidae, vegetasi bawah
SUMMARY ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA. Diversity of Hymenoptera Parasitica in PTPN VIII Cindali Bogor’s Oil Palm Plantation. Supervised by PUDJIANTO and NINA MARYANA. Palm oil is one of plantation crops which have an important role in Indonesia. In general, the practice of oil palm cultivation is done in monoculture. Monoculture cropping systems and farming activities are carried out over the years can affect the diversity of insects and the ground vegetation. Plants, pests and natural enemies is a component of the agro-ecosystem that available in nature. Its presence provides an ecosystem services in pest control by natural enemies such as parasitoids due to the high of diversity and effectivity in controlling pests. The availability of host and crop diversity in agro-ecosystem habitat is a key factor of the diversity and parasitoid abundance. This study aims to (1) study the diversity of parasitoids in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation, (2) to study the diversity of parasitoid on oil palm trees and ground vegetation, and (3) to study the population dynamics of important parasitoid in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation. The study was conducted in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation, September 2014 - June 2015. The study was conducted on six blocks of oil palm plantations. Each block consisted of 5 plots (39.2 m x 39.2 m). Samples were taken at five randomly selected plants in each block. So there were 30 observed plants. Parasitoids sampling was conducted by direct and indirect sampling methods. Direct sampling method was carried out by taking herbivorous insects found in oil palm plantations. Samples of insects found then taken to the laboratory to be maintained and observed its development. Indirect sampling method was carried out by trapping insects using insect nets and yellow pan traps. The obtained parasitoids were identified to morphospecies level. Observations of ground vegetation made on 3 sub-plots (9.8 m x 9.8 m) which were taken diagonally. The entire crop of ground vegetation in the subplots were taken and identified to the species level. The diversity of parasitic Hymenoptera in PTPN VIII Cindali oil palm plantation washigh with Shannon-Wiener index value of 3.40. This research found 111 morphospecies parasitic Hymenoptera belong to 26 families with 6,125 individual specimens. The most abundant parasitic Hymenoptera found in this researc was Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae), followed by Bracon sp. (Hymenoptera: Braconidae), Chrysocharis pentheus (Hymenoptera: Eulophidae), Microterys nietneri (Hymenoptera: Encyrtidae), and Cosmoconus sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae). Braconidae was the family with the most morphospecies, i. e. 14 morphospecies. Parasitoids associated with leaf-eating pests of oil palm found in PTPN VIII Cindali were Spinaria spinator (Hymenoptera: Braconidae) that is associated with Setora nitens (Lepidoptera: Limacodidae) and Amatisa sp. (Lepidoptera: Psychidae), Chrops bicolor (Hymenoptera: Ichneumonidae) that is associated with Setora nitens, Aphanogmus sp. (Hymenoptera: Ceraphronidae) that is associated with Mahasena corbetti and Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae), and Telenomus podisi that is associated with Birthosea bisura (Leppidoptera: Limacodidae).
Telenomus podisi is also a parasitoid associated with Lymantria sp. (Lepidoptera: Lymantriidae) in ground vegetation plants Adiantum hispidum. Population abundance of these parasitoid was fluctuated during obsrevation following the fluctuation of the host population. Keyword: Braconidae, ground vegetation, host, host-parasite interaction, Scelionidae
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI, BOGOR
ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Teguh Santoso, DEA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWaTa’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak September 2014 ini adalah Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Pudjianto, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak PTPN VIII, Cindali, Bogor yang telah memberikan izin kepada peneliti sehingga dapat melaksanakan penelitian pada perkebunan kelapa sawit tersebut. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Genta selaku kepala afdeling I kebun kelapa sawit PTPN VIII yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian pada afdeling I dan Bapak Supri, pegawai PTPN VIII, yang telah bersedia menemani peneliti selama melakukan penelitian di lapangan. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Riviyandi Indra dan Ibunda Any Guntarti, dan kedua adik adinda Annisa Novia Indra Putri dan Kholif Sholehah Indra Kurniasih yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Sekolah Pascasarjana. Terima kasih kepada Istri tercinta, Ernawati Handayani, dan kedua bapak ibu mertua, Bapak Eko Sukadji dan Ibu Sartini, yang selalu memberikan support dan doa kepada penulis sehingga penulis menyelesaikan masa studi. Kepada sahabat-sahabat Lapak Brotherhood dan sahabat semasa peneliti SMA (Muhammad Zakiy Yusrizal, I Gung Komang Jagra Kumara, Muhammad Zunaisar) penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan sehingga bisa menyelesaikan masa studinya. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman penelitian Herni Dwinta Pebrianti yang telah membantu baik selama di lapangan maupun laboratorium. Kepada teman-teman Pascasarjana Entomologi 2012 dan 2013 penulis juga mengucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satupersatu sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi Pascasarjana Entomologi di IPB, Bogor. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Ichsan Luqmana Indra Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Hymenoptera Parasitoid Hymenoptera Parasitoid Sebagai Agens Pengendali Hayati Keanekaragaman Serangga Budi Daya Kelapa sawit Vegetasi Bawah METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Prosedur Penelitian Penentuan Blok dan Plot Pengamatan Pengamatan dengan Perangkap Nampan Kuning Pengamatan dengan Jaring Serangga Pengamatan dan Pengambilan Hama dan Parasitoid pada Kelapa Sawit Pengamatan Hama dan Parasitoid pada Vegetasi Bawah Identifikasi Spesimen Hymenoptera Parasitoid Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid Kelimpahan dan Komposisi Hymenoptera Parasitoid Famili Braconidae Famili Ichneumonidae Famili Scelionidae Famili Encyrtidae Famili Eulophidae Parasitoid Lain dengan Kelimpahan Tinggi Fluktuasi Populasi Hymenoptera Parasitoid Penting Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada Tanaman Kelapa Sawit Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada Vegetasi Bawah SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iv iv v 1 1 2 2 3 3 4 4 6 7 9 10 12 12 12 12 12 13 13 13 14 14 15 15 16 20 20 22 23 24 25 27 32 33 36 39 39 39 40 62 85
DAFTAR TABEL 1 Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D) 2 3 4
Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili Hymenoptera parasitoid yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Hubungan antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada tanaman kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada vegetasi bawah
16
17 34 37
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Desain pengambilan sampel pada plot lahan kelapa sawit Peta persebaran blok di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII afdeling I Cindali Spesies yang mendominasi Famili Braconidae Spesies yang mendominasi Famili Ichneumonidae Spesies yang mendominasi Famili Scelionidae Spesies yang mendominasi Famili Encyrtidae Spesies yang mendominasi Famili Eulophidae Apanteles spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Microplitis spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Platygaster spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Trichogramma spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali A. optabilis yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Elasmus spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali T. drosophilae yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Polypeza spp. Hubungan fluktuasi antara parasitoid-inang yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Sclerodermus sp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Hubungan fluktuasi antara parasitoid dan inang yang tardapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Parasitoid yang berasosiasi dengan hama Setora nitens Aphanogmus sp. Telenomus podisi Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada vegetasi bawah
13 15 21 22 24 25 26 27 28 28 29 30 30 31 31 32 33 35 35 36 37
DAFTAR LAMPIRAN 1
2 3 4 5
Kelimpahan serangga dan Arthropoda selain Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 - April 2015 Vegetasi bawah yang terdapat di plot penelitian di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Kelimpahan Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 - April 2015 Faktor lingkungan pada bulan September 2014 - April 2015 di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Kunci identifikasi Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali yang diperoleh dari September 2014 - April 2015
63 66 67 70 71
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hymenoptera merupakan salah satu ordo terbesar serangga yang sebagian besar anggotanya berperan sebagai parasitoid. Hymenoptera parasitoid bertindak sebagai agens terpenting dalam pengendalian hayati dan bertanggung jawab terhadap tingkat populasi hama pada suatu ekosistem (Shaw dan Hochberg 2001), termasuk pada perkebunan kelapa sawit. Beberapa penelitian tentang parasitoid yang dapat memarasit hama kelapa sawit telah dilakukan oleh Syed dan Shaleh (2003) dan Sahari (2012). Salah satu cara dalam mempelajari pentingnya peran Hymenoptera parasitoid dalam suatu ekosistem adalah dengan mengetahui keanekaragamannya. Pentingnya mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit salah satunya dapat digunakan sebagai informasi dalam rangka pengendalian hama kelapa sawit secara hayati (Tscharntke et al. 1998; Harrison dan Bruna 1999). Seperti pada pengendalian hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) apabila telah diketahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang berada di perkebunan tersebut, maka dapat digunakan sebagai musuh alami untuk mengendalikan hama tersebut (Murphy dan Briscoe 1999). Contoh lain pentingnya mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid adalah, ketika terjadinya ledakan populasi ulat kantung di perkebunan kelapa sawit dan belum diketahui Hymenoptera parasitoid yang dapat menekannya maka populasi hama tersebut akan terus meningkat (Cheong et al. 2010). Akan tetapi ketika telah dilakukan pendataan Hymenoptera parasitoid yang berada di perkebunan tersebut dan Hymenoptera parasitoid yang ada digunakan untuk menekan populasi hama ulat kantung, maka populasi hama tersebut dapat ditekan sampai dengan di bawah ambang batas ekonomi (Sankaran dan Syed 1972; Cheong et al. 2010). Beberapa penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid telah dilakukan di berbagai tempat, Idris (2001) dan Hindarto (2015), melakukan penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di pekebunan kelapa sawit masing-masing di Malaysia dan Medan (Sumatera Utara). Hasil dari penelitian keduanya mendapatkan 3 famili Hymenoptera parasitoid di Malaysia dan 20 famili Hymenoptera parasitoid yang mendominasi perkebunan kelapa sawit di Medan. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada suatu ekosistem dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan dan jumlah inang serta vegetasi bawah. Keberadaan dan jumlah inang di lapangan dapat memengaruhi tinggi rendahnya kelimpahan parasitoid di lapangan (Nouhuys dan Hanski 1999). Semakin banyak inang parasitoid di lapangan, maka populasi parasitoid tersebut semakin terjaga kestabilannya (May et al. 1981; Hassell et al. 1990). Selain dari inang, keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di lapangan juga dipengaruhi oleh vegetasi bawah. Keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti keanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag, sedangkan keanekaragaman serangga fitofag bergantung terhadap ketersedian tanaman inang di ekosistem (Godfray 1994). Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat pada
2 suatu ekosistem, maka akan semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat menjadi inang dari Hymenoptera parasitoid pada habitat tersebut (Siemann et al. 1998). Ekosistem perkebunan kelapa sawit yang terdapat di PTPN VIII, Cindali merupakan perkebunan kelapa sawit berumur tua, sehingga dimungkinkan akan terdapat banyak vegetasi bawah yang tumbuh di areal perkebunan tersebut. Banyaknya vegetasi bawah yang terdapat di suatu area perkebunan kelapa sawit dapat digunakan parasitoid sebagai tempat mencari tambahan nutrisi maupun inang alternatif, seperti pada penelitian dari Gitau et al. (2011), penambahan vegetasi bawah dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid pada hama kelapa sawit. Menurut Dyer (2007), dengan adanya vegetasi bawah dapat menjadi tempat berlindung bagi parasitoid yang juga dapat memarasit hama pada tanaman kelapa sawit. Sehingga dengan banyaknya vegetasi bawah yang berada di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali dapat dimungkinkan terdapat parasitoid yang dapat memarasit hama pada tanaman kelapa sawit yang hidup maupun mencari makan pada vegetasi bawah tersebut. Beberapa penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid telah dilakukan di beberapa tempat seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Akan tetapi di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor belum pernah dilakukan penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid. Mengingat pentingnya peranan Hymenoptera parasitoid, khususnya pada perkebunan kelapa sawit, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kabupaten Bogor sebagai tambahan informasi tentang keberadaan Hymenoptera parasitoid dalam pemanfaatannya sebagai agens pengendalian hayati.
Rumusan Masalah Praktek budi daya kelapa sawit tidak terlepas dari masalah hama tanaman. Beberapa pengendalian telah dilakukan dalam menangani masalah hama di perkebunan kelapa sawit, salah satunya adalah dengan menggunakan agens hayati. Salah satu agens hayati yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama di lapangan adalah Hymenoptera parasitoid. Parasitoid adalah spesies kunci pada beberapa ekosistem karena dapat mengendalikan hama di lapangan termasuk di perkebunan kelap sawit. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya kajian untuk mempelajari tentang keanekaragaman parasitoid khususnya Hymenoptera di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII. Kajian tersebut dilakukan mengingat belum adanya penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan (1) mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, (2) mengetahui perbedaan ataupun kesamaan jenis antara parasitoid yang ditemukan di tanaman kelapa sawit dan vegetasi bawah dan (3) mengetahui
3 fluktuasi parasitoid penting yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kecamatan Ranca Bungur.
Hipotesis 1. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit relatif rendah 2. Terdapat parasitoid yang ditemukan di vegetasi bawah yang dapat memarasit hama kelapa sawit. 3. Populasi parasitoid penting di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali mengalami fluktuasi.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran keanekaragaman parasitoid. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai landasan untuk program pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit secara hayati.
4
TINJAUAN PUSTAKA Hymenoptera Parasitoid Hymenoptera merupakan salah satu ordo yang termasuk ke dalam kelas Insecta yang memiliki jumlah spesies terbanyak dan tersebar di seluruh dunia. Ordo ini memiliki 20 superfamili yang terdiri atas 99 famili dan lebih dari 115 ribu spesies yang telah diidentifikasi (Goulet dan Huber 1993; La Salle 1993). Ordo Hymenoptera dibagi menjadi dua subordo, yaitu Symphyta dan Apocrita (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993). Ciri-ciri dari subordo Symphyta adalah larva berbentuk eruciform, tungkai berkembang baik pada bagian toraks dan abdomen. Dewasa tidak memiliki penggentingan antara ruas pertama dengan ruas ke-dua pada abdomen, dan memiliki ovipositor yang berbentuk seperti gergaji (Naumann et al. 1991). Subordo Apocrita memiliki ciriciri larva tanpa embelan tungkai dan tidak memiliki mata. Dewasa memiliki penggentingan antara ruas pertama dan ruas ke-dua metasoma dengan ovipositor berbentuk silindris dan biasanya memanjang (Goulet dan Huber 1993; Naumann et al. 1991). Subordo Apocrita terdapat dua golongan, yaitu aculeata beberapa dan parasitica (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993). Golongan aculeata biasanya memiliki ovipositor yang termodifikasi untuk menyengat mangsa atau pun untuk mempertahankan diri. Golongan ini terdiri atas Superfamili Apoidea, Chrysidoidea, dan Vespoidea. Golongan parasitika memiliki ovipositor yang termodifikasi hanya untuk meletakkan telur. Golongan ini terdiri atas Superfamili Ichneumonoidea, Evanioidea, Stephanoidea, Megalyroidea, Trigonalyoidea, Cynipoidea, Proctotrupoidea, Platygastroidea, Ceraphronoidea, Mymarommatoidea, dan Chalcidoidea (Goulet dan Huber 1993). Ordo Hymenoptera dari subordo Apocrita yang sudah banyak digunakan dalam pengendalian hayati sebagai parasitoid terdiri atas Sembilan superfamili. Kesembilan superfamily tersebut terdiri atas tujuh superfamili golongan parasitica dan dua superfamili dari golongan aculeata. Tujuh superfamili parasitica adalah Ichneumonoidea, Evanioidea, Proctotrupoidea, Platygastroidea, Ceraphronoidea Mymarommatoidea, dan Chalcidoidea. Dua superfamili dari aculeata adalah Chrysidoidea dan Vespoidea (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Tomanovic et al. 2013). Famili Hymenoptera parasitoid dan berperan sebagai musuh alami yang menjadi spesies kunci dalam agroekosistem maupun perkebunan adalah dari superfamili Ichneumonoidea yang terdiri atas Famili Braconidae dan Ichneumonidae. Famili Braconidae biasanya memarasit larva Ordo Lepidoptera, Coleoptera maupun Diptera (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993; Tomanovic et al. 2013), sedangkan Ichneumonidae memarasit larva ataupun pupa dari Ordo Lepidoptera dan Coleoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Ueno 2013). Superfamili Chalcidoidea terdiri atas Famili Eulophidae, Chalcididae, Encyrtidae, Aphelinidae, Trichogrammatidae, Pteromalidae, Torymiade, dan Mymaridae. Famili Eulophidae biasanya memarasit larva Ordo Lepidoptera dan Diptera yang terdapat dalam jaringan tanaman (Yoshimoto 1965; Hassell dan
5 Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Fisher dan La Salle 2005; Prinsloo dan Kelly 2009). Famili Chalcididae memarasit pupa dari Ordo Lepidoptera dan Diptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Jahnke et al. 2007; Kanagarajan dan Manickavasagam 2007). Famili Encyrtidae memarasit Superfamili Coccoidea, telur dan larva dari Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Neuroptera, Orthoptera, dan Arachnida (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Berry 2007; Jahnke et al. 2007; Nalini dan Manickavasagam 2011). Famili Aphelinidae memarasit Superfamili Aleyrodoidea, Aphidoidea, Psylloidea, Coccoidea, serta telur dari Lepidoptera, Diptera dan Orthoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Tooker dan Hanks 2000; Gonzales et al. 2008; Myartseva et al. 2014). Famili Trichogrammatidae memarasit telur Hemiptera, Orthoptera, Lepidoptera dan Thysanoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Hassan 1993; Hohmann dan Lovato 2003; Herz et al. 2007; Isas et al. 2016). Famili Pteromalidae memarasit pupa Coleoptera, Diptera, Siphonaptera dan Neuroptera (Askew 1970; Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; King 1997). Famili Torymidae memarasit Cynipidae, Cecidomyiidae dan ootheca dari Mantodea (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993) walaupun terdapat beberapa dari anggota famili ini yang menjadi herbivora (Nalepa dan Grissell 1993; Roques dan Skrzypczynska 2003). Famili Mymaridae memarasit telur Hemiptera, Psocoptera, Coleoptera, Orthoptera dan Diptera (Hassell dan Waage 1984; Huber 1986; Goulet dan Huber 1993). Superfamili Platygastroidea terdiri atas 2 famili, yaitu Famili Scelioniade dan Famili Platygastridae. Famili Scelionidae biasanya memarasit telur Orthoptera, Lepidoptera, Diptera, Mantodea, Hemiptera, Neuroptera, Coleoptera (Goulet dan Huber 1993; Ghahari et al. 2009; Kodjo et al. 2013), sedangkan Platygastridae memarasit telur Coleoptera, Hemiptera, dan Diptera (Goulet dan Huber 1993; Gnanakumar et al. 2012). Superfamili Ceraphronoidea, Famili Ceraphronidae memarasit Cecidomyiidae, Thysanoptera, Lepidopteta, Neuroptera dan pupa dari Famili Braconidae (Goulet dan Huber 1993; Evans et al. 2005) dan terdapat juga anggota famili ini yang merupakan hiperparasitoid (Jaramillo dan Vega 2009). Superfamili Evanioidea diwakili oleh Famili Evaniidae yang memarasit ooteka Blattodea (Deyrup dan Atkinson 1993; Goulet dan Huber 1993; Jennings et al. 2012; Klassen dan Sharanowski 2014). Superfamili Mymarommatoidea terdiri atas satu famili, yaitu Famili Mymarommatidae memarasit telur Coleoptera atau Hemiptera (Huber 1986; Goulet dan Huber 199; Huber et al. 2008). Superfamili Proctotrupoidea, Famili Diapriidae memarasit pupa Diptera, Coleoptera, dan Hemiptera (Goulet dan Huber 1993; Sivinski et al. 1998; Aguiar-Menez et al. 2003). Selain dari golongan parasitica, beberapa anggota golongan Aculeata juga diketahui dapat menjadi parasitoid, yaitu superfamili Chrysidoidea yang terdiri atas Famili Bethylidae, Dryinidae, dan Chrysididae, dan superfamili Vespoidea yang terdiri atas Famili Scoliidae dan Mutillidae (Goulet dan Huber 1993). Famili Bethylidae biasanya menjadi parasitoid pada telur Phasmatodea, ektoparasitoid pada Hemiptera, dan larva Coleoptera atau Lepidoptera yang terdapat di bawah kayu atau tanah (Conlong et al. 1988; Goulet dan Huber 1993; Gomez et al. 2005; Lord 2006; Li et al. 2015). Famili Dryinidae biasanya memarasit nimfa dari Hemiptera (Cicadellidae, Delphacidae dan Flattidae) (Goulet dan Huber 1993; Guglielmino 2002; Guglielmino dan Olmi 2006; Virla et al. 2010). Famili
6 Chrysididae biasanya ditemukan memarasit prapupa dari Tentheredinidae, telur Phasmatodea, dan memarasit mangsa dari Famili Vespidae, Spheciformes, ataupun Megachilidae (Goulet dan Huber 1993; Doronin 1996; Parn et al. 2015). Untuk famili dari Superfamili Vespoidea, Famili Scoliidae merupakan ektoparasitoid pada larva Coleoptera Famili Scarabaeidae atau Curculionidae (Kurczewski dan Spofford 1986; Goulet dan Huber 1993), sedangkan Famili Mutillidae merupakan ektoparasitoid pada larva atau pupa Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan Blattodea (Goulet dan Huber 1993; Lelej dan Schmid-Egger 2005; Aranda dan Graciolli 2013; Amini et al. 2014). Selain dari Subordo Apocrita, pada Subordo Symphyta juga terdapat anggota Superfamili yang menjadi parasitoid, yaitu Orussoidea Famili Orussidae (Goulet dan Huber 1993). Famili ini biasanya memarasit larva dari Ordo Coleoptera dan Hymenoptera yang menjadi penggerek kayu (Rawlings 1957; Goulet dan Huber 1993; Vilhelmsen dan Smith 2002; Vilhelmsen 2003). Sebagai salah satu ordo yang memiliki jumlah anggota yang besar dalam serangga, Hymenoptera memiliki keanekaragaman yang tinggi. Penelitian mengenai keanekaragaman Hymenoptera sudah banyak dilakukan misalnya penelitian dari Kannagi et al. (2013) tentang keanekaragman Hymenoptera di India; Anbalagan et al. (2015) tentang keanekaragaman Hymenoptera pada pertanaman sayur di India dan Rajkumari et al. (2012) tentang keanekaragaman Hymenoptera pada Kota Johar, India. Selain itu, penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera juga telah dikhususkan pada beberapa famili atau peran tertentu saja, seperti penelitian tentang keanekaragaman semut (Watanasit dan Nhu-eard 2011; Abtar et al. 2013; Arifin 2014), lebah (Souza dan Campos 2008; Rasmussen 2009; Mudri-Stojnic et al. 2012), atau tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid (Noyes 1989; Yaherwandi 2009; Lachaud dan Lachaud 2012). Hymenoptera parasitoid tersebar hampir di semua agroekosistem dan memiliki jumlah yang berbeda antara ekosistem satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi pada parasitoid yang memiliki inang yang spesifik yang memilki kisaran inang yang sempit (Hawkins 1994), dan berbeda dengan parastoid generalis yang akan menjadi lebih melimpah atau menjadi lebih banyak pada daerah tropis (Noyes 1989). Selain spesifikasi inang, keanekaragaman parasitoid juga disebabkan oleh ada tidaknya vegetasi bawah, serta perbedaan dan perubahan habitat (Atmowidi 2000).
Hymenoptera Parasitoid Sebagai Agens Pengendali Hayati Ordo Hymenoptera memiliki banyak peranan dalam ekosistem, yaitu sebagai herbivor, detritivor, penyerbuk, bioindikator, maupun sebagai musuh alami (Naumann et al. 1991; Borror et al. 1996; Anderson et al. 2010). Sebagai musuh alami, Hymenoptera dapat berperan sebagai predator maupun parasitoid (Naumann et al. 1991). Sekitar 80% spesies Hymenoptera termasuk ke dalam parasitoid (Quicke 1997). Kurang lebih 200.000 spesies dari anggota Ordo Hymenoptera merupakan parasitoid (Hassell dan Waage 1984). Banyak anggota dari Hymenoptera parasitoid yang telah digunakan sebagai agens pengendali hayati pada berbagai ekosistem (Kuris 1973; McMurtry 1992;
7 Anbalagan et al. 2015; Salim et al. 2016). Chrysocharis spp. dan Diglyphus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) digunakan dalam mengendalikan lalat pengorok daun (Sha et al. 2006; Liu et al. 2008). Famili Braconidae digunakan untuk mengendalikan berbagai hama pada tanaman pertanian (Sime et al. 2007; Daane et al. 2008; Kumar 2012; Lv et al. 2011). Famili Ichneumonidae untuk mengendalikan larva dan pupa dari Lepidoptera pada agroekosistem (Mason 2013; Tomanovic et al. 2013). Kemudian terdapat juga penggunaan Famili Encyrtidae untuk mengendalikan kutu-kutuan (Auchenorrhyncha) pada agroekosistem (Smith et al. 1988) dan Trichogrammatidae untuk mengendalikan telur serangga hama pada agroekosistem (Surtikanti 2006).
Keanekaragaman Serangga Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Altieri dan Nicholls (2004), keanekaragaman hayati merupakan suatu istilah yang digunakan dalam menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem dan saling berinteraksi satu sama lain. Keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem dianggap sebagai salah satu sumber daya yang paling penting dalam membantu proses kehidupan (Withey 2012). Salah satu komponen penyusun keanekaragaman hayati tersebut adalah serangga. Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di bumi dan jumlahnya melebihi hewan darat lainnya (Borror et al. 1996; Amir dan Kahono 2003). Jumlah spesies serangga 11 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spesies Arthropoda lainnya, yaitu sebanyak 59.5% dari total jumlah anggota Filum Arthropoda (Ross et al. 1982, Minga 2010). Serangga memiliki persebaran yang luas dan tersebar di semua daerah tropis dan subtropis, akan tetapi tidak ditemukan di daerah kutub utara maupun selatan. Serangga pada daerah tropis biasanya memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (Odum 1971) dan hampir mendominasi pada semua ekosistem (Stork 1988; Neher 1999; Goehring et al. 2002; Longcore 2003; Austin et al. 2004; Johnson dan Agrawal 2007; Stork 2007). Keanekaragaman serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kompleksitas suatu lanskap, jenis vegetasi, iklim, garis lintang dan ketinggian dari atas permukaan laut, suhu, kelembaban udara, curah hujan dan intensitas cahaya matahari (Tarumingkeng 2001). Selain itu, perbedaan tipe habitat juga dapat memengaruhi keanekaragaman serangga yang ada. Sebagai contoh pada ekosistem hutan hujan tropis akan ditemukan keanekaragaman serangga yang tinggi dikarenakan masih banyaknya tanaman yang menjadi makanan dari serangga tersebut (Hill dan Hill 2001; Novotny dan Miller 2014). Selain itu, tingginya keanekaragaman serangga pada ekosistem hutan hujan tropis juga dapat disebabkan oleh masih banyaknya terdapat kanopi yang dapat menjadi tempat berlindung maupun beristirahat bagi serangga (Basset et al. 2004). Pada agroekosistem atau perkebunan, keanekaragaman serangga cenderung rendah karena tanaman yang tersedia biasanya hanya terbatas pada tanaman yang ditanaman oleh masyarakat (Paoletti et al. 1992; Carnus et al. 2006; Jaganmohan et al. 2013). Selain itu, dengan hanya ada jenis tanaman tertentu saja akan
8 menyebabkan tingkat kelimpahan populasi serangga herbivor pada agroekosistem lebih tinggi (Basset 1999; Garbach et al. 2014). Akan tetapi, melimpahnya herbivor pada agroekosistem akan menyebabkan tingginya dan beranekaragamnya musuh alami yang menyerang serangga herbivor tersebut (Magurran 1998; Altieri 1999). Tingkat keanekaragaman hayati dapat dinilai dengan menggunakan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan Indeks. Indeks yang digunakan dalam menilai tingkat keanekaragaman adalah Indeks Shannon-Wiener (Heip et al. 1998; Spellerberg dan Fedor 2003). Indeks Shannon-Wiener dapat digunakan untuk menghitung estimasi populasi yang terdapat dalam suatu ekosistem (Hutchison 1970; Heip et al. 1998; Clarke dan Warwick 2001). Indeks ShannonWiener didapatkan dengan menghitung individu dalam suatu populasi yang diasumsikan diambil atau tersampling secara acak dalam populasi yang besar (Nolan dan Callahan 2005; Bibi dan Ali 2013). Menurut Magurran (1998) Indeks Shannor-Wiener didapat dengan mengetahui jumlah spesies dan jumlah individu dalam masing-masing spesies. Terdapat 3 kriteria keanekaragaman pada suatu ekosistem menurut Indeks Shannon-Wiener, yaitu: apabila H < 1 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong rendah keberadaan hama dan musuh alami tidak seimbang sehingga dapat membuat kerusakan pada tanaman. Kriteria kedua apabila 1 < H < 3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong sedang dan mengarah kepada keadaan stabil, keberadaan hama dan musuh alami pada ekosistem tersebut hampir seimbang. Kriteria keanekaragaman terakhir adalah H > 3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong tinggi, keadaan pada ekosistem tersebut antara hama dan musuh alami seimbang dan tidak diperlukan pembunuhan hama (Michael 1995). Nilai dari Indeks Shannon-Wiener tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tipe habitat (McDonald et al. 2010; Carvalho dan Santos 2013) dan praktek pertanian atau praktek budi daya tanaman (Downie et al. 1999). Belum banyak informasi mengenai keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit, walaupun sudah terdapat beberapa penelitian yang dilakukan tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian Idris et al. (2001) mendapatkan 3 famili Hymenoptera parasitoid di Malaysia dan penelitian Hindarto (2015) mendapatkan 20 famili Hymenoptera parasitoid yang mendominasi pekebunan kelapa sawit di Medan. Penelitian dari Idris et al. (2001) menunjukkan bahwa Famili Ichneumonidae memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi daripada Braconidae pada Ayer Hitam di Malaysia. Pada hutan yang telah terdapat campur tangan manusia, Famili Braconidae memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (Gould et al. 2013). Pada hutan lindung di Sierra Calderona, Spanyol, Famili Braconidae memiliki tingkat keaneakaragaman yang tinggi (Falco-Gari et al. 2014). Perubahan pola penggunaan lahan (land use) juga akan memengaruhi keanekaragaman Hymenoptera parasitoid (Bennet dan Gratton 2012).
9 Budi Daya Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan dari famili Arecaceae yang berasal dari Nigeria. Meskipun demikian, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Brasil, Amerika Selatan (Agustira et al. 2008). Kelapa sawit pertama kali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 (Lubis 1992). Perkebunan kelapa sawit pertama di Indonesia berlokasi di Pantai Timur Sumatra dan Aceh dengan luas area perkebunan mencapai 5.123 ha (Hadi 2004). Dalam klasifikasi tumbuhan, kelapa sawit termasuk ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledone, Ordo Palmales, Famili Arecaceae, Sub Famili Coccoideae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis Jacq. (Setyamidjaja 2006). Tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 - 500 m di atas permukaan air laut dengan kelembapan 80-90%. Iklim yang dibutuhkan adalah curah hujan yang stabil 2 000-2 500 mm/tahun, dengan daerah yang tidak tergenang air pada musim hujan dan tidak kekeringan pada musim kemarau. Pola curah hujan tahunan sangat memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit (Pahan 2006). Kelapa sawit tumbuh pada berbagai tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan aluvial. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas (Fauzi et al. 2006). Lahan yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit, biasanya merupakan lahan konversi hutan alami (Pahan 2006). Dikarenakan merupakan bekas dari konservasi hutan alami, maka dapat memengaruhi kenaerakaragaman hayati yang berada pada lahan tersebut (Fitzherbert et al. 2008; Koh dan Wilcove 2008). Selain mengonversikan lahan dari hutan alami, budi daya kelapa sawit yang monokultur juga dapat memengaruhi keanekaragaman hayati pada ekosistem kelapa sawit (Fitzherbert et al. 2008). Walaupun budi daya kelapa sawit dilakukan secara monokultur, akan tetapi pada saat tanaman muda perlu memerhatikan tanaman penutup tanah. Tanaman yang biasanya digunakan sebagai penutup tanah adalah tanaman kacangan yang memiliki fungsi sebagai penutup tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi kompetisi hara (Pahan 2006). Pada umur tanaman tua hal-hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kompetisi dengan tumbuhan vegetasi bawah (Pahan 2006). Contoh dari vegetasi bawah yang biaanya terdapat pada lahan kelapa sawit adalah Imperata cylindrica (L.) P. Beauv., Mikania cordata (Burm.f) Robinson, Cyperus rotundus L., Ageratum conyzoides L., Paspalum conjugatum L. dan Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott (Setyamidjaja 2006). Walaupun kelapa sawit merupakan tanaman yang ditanam secara monokultur, akan tetapi telah banyak pemanfaatan tanaman vegetasi bawah yang sengaja ditanam untuk meningkatkan keanekaragaman musuh alami (Luskin dan Potts 2011; Khairiyah et al. 2013; Azhar et al. 2015). Selain sensitif terhadap kompetisi hara dengan gulma, tanaman kelapa sawit juga sensitif terhadap serangan hama, terutama dari golongan serangga (Fauzi et al. 2006; Pahan 2006). Banyak serangga yang berasosiasi dengan tanaman kelapa sawit, baik itu merupakan hama maupun musuh alami. Serangga yang menjadi hama pada tanaman kelapa sawit di antaranya adalah kumbang tanduk Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae), ngengat Tirathaba mundella Walker (Lepidoptera:
10 Limacodidae), Setothosea asigna van Eecke (Lepidoptera: Limacodidae), Setora nitens Walker (Lepidoptera: Limacodidae), Darna trima Moore (Lepidoptera: Limacodidae), Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae), Mahasena corbetti Tams (Lepidoptera: Psychidae), Cremastopsyche pendula de Joannis (Lepidoptera: Psychidae), Brachycyttarus griseus de Joannis (Lepidoptera: Psychidae), Manatha albipes Moore (Lepidoptera: Psychidae), Amatissa sp. (Lepidoptera: Psychidae), dan Cryptothelea cardiophaga Westw. (Lepidoptra: Psychidae) (Norman dan Basri 1992; Kiswanto et al. 2008). Selain serangga hama, ditemukan juga serangga yang berperan sebagai musuh alami pada perkebunan kelapa sawit, baik sebagai predator maupun parasitoid. Serangga yang berperan sebagai musuh alami yang ditemui pada perkebunan kelapa sawit adalah parasitoid famili Trichogrammatidae, Eulophidae, Encyrtidae, Chalcididae, Braconidae, Ceraphronidae dan Ichneumonidae serta predator Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera: Pentatomidae) ataupun Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) (Chenon et al. 1989). Famili Hymenoptera parasitoid yang telah digunakan dalam tanaman perkebunan adalah Braconidae (Syed dan Shaleh 2003; Sahari 2012; Hanysyam et al. 2013), Ceraphronidae (Kamarudin et al. 1996), Eulophidae (Hertslet dan Duckett 1971) dan Ichneumonidae (Pillain dan Nair 1983; Mariau 1999), Encyrtidae (Narendran 1998; Blumberg 2008); Aphelinidae (Blumberg 2008) dan Trichogrammatidae (Rao et al. 1971). Hymenoptera parasitoid yang telah diketahui berasosiasi dengan hama pada perkebunan kelapa sawit adalah Apanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae) (Syed dan Shaleh 2003), Spinaria spinator (GuérinMéneville) (Hanysyam et al. 2013), Aphanogmus thylax Polaszek dan Dessart (Kamarudin et al. 1996), Fornicia sp. (Hymenoptera: Braconidae), Euplectromorpha spp. (Hymenoptera: Eulophidae) dan Chlorocryptus purpuratus (Smith) (Hymenoptera: Ichneumonidae) (Wood 1968; Hertslet dan Duckett 1971; Mariau 1999). Selain itu, sebelas spesies parasitoid telah diketahui berasosiasi dengan hama Pteroma pendula Joannis (Lepidoptera: Psychidae) (Mahadi et al. 2012). Penelitian dari Syed dan Shaleh (2003), tentang parasitoid Apanteles sp. yang menyerang larva M. corbetti dan Sahari (2012) tentang Famili Braconidae ditemukan memarasit larva D. trima di Kalimantan Tengah juga menambah informasi tentang pentingnya Hymenoptera parasitoid sebagai musuh alami dari hama pada pertanaman kelapa sawit.
Vegetasi Bawah Vegetasi bawah adalah komunitas tumbuhan penyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah dan biasanya terdiri atas semak atau perdu rendah, herba dan rumput (Arsyad 2000). Adanya vegetasi bawah pada suatu ekosistem yang dapat menjadi lapisan penutup tanah, dapat menghilangkan pengaruh hujan dan mengurangi kekuatan disperse air hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya erosi (Arsyad 2000). Selain itu, dengan banyaknya vetasi bawah yang terdapat dalam suatu ekosistem akan dapat membantu meningkatkan keanekaragaman hayati yang terdapat dalam ekosistem tersebut (Singh et al. 2011; Peritika et al. 2012; Burianek et al. 2013).
11 Tumbuhan merupakan sumber makanan bagi serangga fitofag, tempat kopulasi, meletakkan telur, dan perlindungan. Tumbuhan bagi parasitoid dapat digunakan untuk menemukan inang yang umumnya serangga fitofag melalui isyarat kimia (Collatz et al. 2006). Ketersediaan tumbuhan berbunga pada suatu ekosistem sangat penting karena nektar, extra-florial nectar, dan serbuk sari merupakan sumber energi Hymenoptera parasitoid. Ketersediaan tumbuhan berbunga dapat meningkatkan keanekaragaman parasitoid. Peneliti telah menyatakan bahwa vegetasi bawah dapat membantu meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu habitat (Kolari et al. 2006; Nicholis dan Altieri 2012; Burianek et al. 2013). Selain itu, keanekaragaman Hymenoptera parasitoid juga dapat dipengaruhi oleh adanya tumbuhan vegetasi bawah. Keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti keanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag, sedangkan keanekaragaman serangga fitofag bergantung pada ketersedian tanaman inang di ekosistem (Godfray 1994; Sahari 2012). Semakin banyak vegetasi bawah yang ada pada suatu habitat, maka akan semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat menjadi inang dari Hymenoptera parasitoid pada habitat tersebut (Sawoniewicz 1979; Siemann et al. 1998). Beberapa vegetasi bawah yang telah terbukti membantu meningkatkan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit adalah Turnera spp., Antigonon leptopus Hook dan Arn, Cassia cobanensis (Britton) dan Euphorbia heterophylla L. (Wahid dan Kamaruddin 2002; Kamarudin dan Basri 2010; Sahari 2012; Pamuji et al. 2013).
12
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Afdeling 1 Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Juni 2015. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian Penentuan Blok dan Plot Pengamatan Penelitian dilakukan di 6 blok yang masing-masing luasnya berkisar antara 168 – 250 ha yang dipilih menyebar sehingga cukup mewakili secara keseluruhan kebun kelapa sawit di daerah tersebut. Pada setiap blok penelitian ditentukan 5 plot yang masing-masing berisi 5 x 5 pohon kelapa sawit yang ditentukan secara diagonal. Jarak antara pohon kelapa sawit adalah 9.8 m. Dengan demikian satu plot berukuran 39.2 m x 39.2 m (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan dengan pengambilan sampel serangga pada area penelitian satu bulan sekali. Interval pengambilan sampel tersebut disesuaikan dengan kegiatan pemotongan pelepah kelapa sawit yang dilakukan oleh PTPN VIII. Pada setiap plot dilakukan pengambilan sampel serangga Hymenoptera parasitoid dengan menggunakan metode perangkap nampan kuning (yellow pan trap), penjaringan (sweeping net), dan pengamatan dan pengambilan hama secara langsung. Pengambilan hama dilakukan baik pada daun kelapa sawit maupun pada vegetasi bawah. Hama dipelihara dan dilihat apakah muncul parasitoid hama tersebut. Pengamatan dengan Perangkap Nampan Kuning Pemasangan perangkap nampan kuning bertujuan untuk menangkap serangga-serangga yang tertarik pada warna cerah terutama warna kuning. Perangkap terbuat dari nampan yang berwarna kuning dengan ukuran 22 cm x 14 cm x 4 cm. Perangkap nampan kuning diletakkan pada permukaan tanah atau pada daerah yang terdapat gulma pada setiap plot penelitian. Nampan yang telah diletakkan tersebut kemudian diisi larutan air detergen sampai batas setengah volumenya. Pada setiap blok dipasang 10 perangkap nampan kuning, atau pada setiap plot dipasang 2 perangkap nampan kuning (Gambar 1). Pemasangan perangkap nampan kuning dilakukan pada pagi hari dan serangga yang terperangkap diambil 24 jam kemudian setelah pemasangan. Pemasangan dilakukan 8 kali dengan interval waktu 1 bulan. Serangga yang terperangkap dicuci dengan air dan disaring. Serangga diawetkan di dalam botol koleksi yang telah diisi alkohol 70% untuk kemudian disortir dan diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium.
13
Gambar 1 Desain pengambilan sampel pada plot lahan kelapa sawit, kelapa sawit, perangkap nampan kuning, petak pengamatan tanaman vegetasi bawah. Pengamatan dengan Jaring Serangga Pengambilan sampel serangga dengan jaring serangga dilakukan pada pagi hari. Pada setiap plot dilakukan seratus kali ayunan ganda di atas tanaman penutup tanah. Pengambilan sampel dengan jaring serangga diulang sebanyak 8 kali dengan interval waktu 1 bulan. Serangga yang terjaring kemudian dimasukkan ke dalam separator. Hymenoptera parasitoid yang tertangkap kemudian disortir dan diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium. Pengamatan dan Pengambilan Hama dan Parasitoid pada Kelapa Sawit Pengamatan dan pengambilan hama pemakan daun kelapa sawit dilakukan pada 2 pohon kelapa sawit yang ditentukan secara acak, sehingga dalam 1 blok terdapat 10 tanaman kelapa sawit. Penentuan 2 tanaman tersebut ditentukan secara acak dengan menggunakan lotere. Pada setiap tanaman diamati 5 pelepah daun terbawah dengan menggunakan teropong sehingga total dalam satu blok terdapat 50 pelepah daun kelapa sawit. Pada setiap daun kelapa sawit diamati ada tidaknya hama pemakan daun. Pada setiap plot dilakukan pemotongan satu pelepah daun ke6 kelapa sawit, sehingga pada setiap blok dipotong 5 pelepah daun. Hama yang ditemukan pada pelepah daun yang dipotong dipelihara di laboratorium dan diamati Hymenoptera parasitoid yang keluar. Pengamatan Hama dan Parasitoid pada Vegetasi Bawah Pengamatan hama dan parasitoid pada vegetasi bawah dilakukan dengan cara menentukan 3 subplot berukuran 9.8 m x 9.8 m yang merupakan jarak tanam antara pohon kelapa sawit yang ditentukan secara diagonal (Gambar 1). Berbagai fase hama yang ditemukan pada tumbuhan vegetasi bawah, baik berupa telur, larva atau pupa dalam subplot tersebut diambil kemudian dipelihara di laboratorium untuk melihat ada tidaknya parasitoid yang keluar. Serangga hama dan parasitoid yang ditemukan kemudian diidentifikasi. Pengamatan juga dilakukan pada tanaman vegetasi bawah. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan subplot yang sama dengan pengamatan hama dan parasitoid pada vegetasi bawah. Seluruh jenis tanaman vegetasi bawah yang berada di dalam subplot diambil dan dibuat herbarium untuk selanjutnya diidentifikasi hingga tingkat spesies.
14 Identifikasi Spesimen Hymenoptera Parasitoid Semua Hymenoptera parasitoid yang tertangkap kemudian diidentifikasi sampai tingkat morfospesies. Buku acuan yang digunakan adalah Hymenoptera of The World (Goulet dan Huber 1993), Annotated Keys to the Genera of Neartic Chalcidoidea (Gibson et al. 1997), A Handbook of The Families of Nearctic Chalcidoidea (Hymenoptera) (Grissell dan Schauff 1990) dan Manual of the New World Genera of the Family Braconidae (Hymenoptera) (Wharton et al. 1997). Selain itu identifikasi juga dilakukan menggunakan jurnal identifikasi seperti Ashmead (1904); Watanabe (1932); Johnson (1984); Hansson (1986); Alba (1988); Quicke dan Sharkey (1989); Baquero dan Jordana (1999); Sheng dan Pei (2002); Xu (2002); Buhl (2006); van Achterberg (2007 ); Choi dan Lee (2008); Huber (2009); Tamesse (2009); Buhl (2011); Erniwati dan Ubaidillah (2011); Masner (2012); dan Gunawardene dan Taylor (2012). Setelah Hymenoptera yang didapatkan teridentifikasi, kemudian disusun kunci identifikasi menuju spesies dari Hymenoptera parasitoid yang didapatkan selama penelitian. Kunci identifikasi disusun berdasarkan perbedaan karakter morfologi yang terdapat pada Hymenoptera parasitoid yang didapatkan. Penyusunan kunci identifikasi dilakukan secara binomial.
Analisis Data Hasil identifikasi kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di area perkebunan kelapa sawit PTPN VII dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Krebs 1999; Magurran 1998). Indeks Shannon-Wiener H’ = -
Keterangan : H’ = indeks pi = proporsi spesies ke-i dalam komunitas a = jumlah morfospesies
Selain diamati keanekaragaman parasitoid di area perkebunan kelapa sawit, juga diamati dominansi parasitoid yang ditemukan di area penelitian. Untuk mengetahui dominansi digunakan rumus dari Indeks Simpsons (McDonald et al. 2010). D=
Keterangan: D = indeks dominansi Simpsons s = jumlah morfospesies p i= proporsi spesies ke-i dalam komunitas
Untuk mengetahui dinamika populasi parasitoid penting yang terdapat pada area penelitian dilakukan penghitungan setiap morfospesies per bulan yang diperoleh selama penelitian. Hasil penghitungan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2010 untuk selanjutnya dibuat grafik untuk mengetahui fluktuasi yang terjadi pada parasitoid penting yang ditemukan pada area penelitian.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kebun PTPN VIII afdeling I terletak di Desa Bantar Sari, Cindali, Ranca Bungur, Bogor. Kebun PTPN VIII afdeling I memiliki total 65 661 tanaman kelapa sawit yang terbagi menjadi 18 blok. Total luas blok dari afdeling I adalah 504.45 ha dengan masing-masing blok berkisar antara 168 – 250 ha. Kelapa sawit yang terdapat pada afdeling I memiliki tahun tanam dari tahun 2002 – 2005 yang berarti tanaman kelapa sawit pada afdeling I sudah merupakan tanaman menghasilkan (TM) . Masing-masing tahun tanam memiliki jumlah blok yang berbeda, untuk tahun tanam 2002 terdiri atas 2 blok (blok 1 dan 2), 2003 terdiri atas 8 blok (blok 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12 dan blok 18), tahun tanam 2004 terdiri atas 6 blok (blok 7, 9, 13, 14, 15, dan blok 17), sedangkan tahun tanam 2005 terdiri atas 2 bok (blok 3 dan 16) (Gambar 2).
Gambar 2 Peta persebaran blok di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII afdeling I Cindali Perkebunan kelapa sawit Cindali memiliki pola budi daya yang diterapkan dalam pemeliharaan tanaman sawit. Metode pemupukan yang digunakan dalam pemeliharaan tanaman sawit di PTPN VIII, menggunakan 2 metode, yaitu metode tabur (broad cast) dan metode benam (pocket). Pemupukan dengan metode tabur dilakukan secara manual dengan menabur rata pada jarak 0.5 m untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dan jarak 1 – 2.4 m untuk TM. Pemupukan dengan metode benam dilakukan pada areal dengan topografi miring. Pocket (lubang) dibuat dengan cangkul sedalam ± 10 cm sebanyak ± 4 lubang di sekeliling pohon. Lubang kemudian diisi dengan pupuk dan ditutup kembali dengan tanah.
16 Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid Nilai keanekaragaman dan kemerataan Hymenoptera parasitoid yang diperoleh menunjukkan bahwa area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali memiliki nilai keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks Shannon-Wiener yang lebih besar dari 3.00 (Tabel 1). Tabel 1 Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D) Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Bulan
H
D
September 2014
3.15
0.97
Oktober 2014 November 2014 Desember 2014 Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015 April 2015
3.41 3.47 3.16 3.69 3.69 3.65 3.57
0.97 0.97 0.97 0.95 0.96 0.96 0.95
Apabila nilai Indeks Shannon-Wiener menunjukkan angka lebih dari 3, maka tingkat keanekaragaman pada suatu ekosistem tersebut tergolong tinggi (Michael 1995). Nilai tertinggi dari Indeks Shannon-Wiener didapat pada bulan Januari dan Februari 2015. Tingginya Nilai H pada bulan tersebut karena inang yang tersedia bagi parasitoid melimpah dan beragam (Lampiran 1). Semakin melimpah dan beragam inang yang tersedia bagi parasitoid, maka semakin tinggi keanekaragaman parasitoid pada area perkebunan kelapa sawit tersebut. Inang yang melimpah tersebut berasal dari Famili Chrysomelidae pada Ordo Coleoptera; Drosophilidae, dan Tephritidae pada Ordo Diptera; Aphididae, Cicadellidae, Delphacidae, dan Lygaeidae pada Ordo Hemiptera; Lymantriidae dan Pyralidae pada Ordo Lepidoptera; Mantidae pada Ordo Mantodea; serta Acrididae pada Ordo Orthoptera. Nilai Indeks Simpson menunjukkan dominansi spesies dalam suatu ekosistem, di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali tidak ditemukan adanya dominansi suatu spesies tertentu. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks Simpson yang hampir mendekati 1. Pertanaman kelapa sawit pada area penelitian termasuk perkebunan kelapa sawit yang berumur tua (tahun tanam 2002, 2003, 2004 dan 2005). Umur kelapa sawit akan memengaruhi kondisi mikrohabitat yang terdapat di dalam area perkebunan tersebut, seperti tumbuhan vegetasi bawah yang terdapat pada suatu area perkebunan kelapa sawit (Lampiran 2). Vegetasi bawah berguna sebagai tempat berlindung parasitoid dari cuaca yang tidak memungkinkan dan juga sebagai tempat untuk mencari inang alternatif bagi parasitoid tersebut. Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu area perkebunan kelapa sawit, maka semakin banyak sumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh parasitoid untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Menurut Erwin (1990), pada hutan tropik, semakin beranekaragamnya kanopi maka akan memengaruhi keanekaragaman spesies. Keanekaragaman kanopi yang terdapat
17 pada suatu habitat, maka semakin banyak keanekaragaman spesies yang terdapat pada habitat tersebut. Penelitian dari Horstmann et al. (2005) juga melaporkan bahwa keanekaragaman Arthropoda tertinggi, khususnya serangga, didapat pada umur hutan yang lebih tua dibandingkan dengan hutan yang masih muda. Pada hutan yang sudah tua didapatkan beragam kanopi yang terdapat di dalamnya. Semakin beragam kanopi, maka akan semakin banyak pula inang atau mangsa yang dapat digunakan bagi musuh alami (Horstmann et al. 2005). Kelimpahan parasitoid berdasarkan jumlah morfospesies dan jumlah individu di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali relatif banyak (Tabel 2, Lampiran 3). Morfospies yang ditemukan berjumlah 111 morfospeies dari 26 famili Ordo Hymenoptera. Tabel 2 Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili Hymenoptera parasitoid yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Superfamili Ichneumonoidea Platygastroidea Chalcidoidea
Evanioidea Cynipoidea Proctotrupoidea Ceraphronoidea Chrysidoidea Vespoidea
Jumlah
Famili Parasitoid Braconidae Ichneumonidae Platygastridae Scelionidae Aphelinidae Chalcididae Elasmidae Encyrtidae Eucharitidae Eulophidae Eupelmidae Eurytomidae Pteromalidae Torymidae Trichogrammatidae Mymaridae Evaniidae Eucoilidae Diapriidae Ceraphronidae Bethylidae Drynidae Mutillidae Pompilidae Tiphiidae Scoliidae
Σ Morfospsesies 14 09 03 12 03 02 02 10 01 12 02 03 04 02 04 04 04 03 04 05 02 01 01 01 01 02 111
Σ Individu 1054 0148 0279 1496 0051 0057 0217 0215 0004 0720 0066 0087 0057 0021 0216 0310 0028 0068 0698 0242 0055 0017 0002 0001 0011 0005 6 125
Parasitoid yang ditemukan dengan jumlah morfospesies terbanyak adalah Famili Braconidae sebanyak 14 morfospesies. Banyaknya morfospesies dari Famili
18 Braconidae dikarenakan Braconidae merupakan famili ke-dua dengan jumlah spesies terbanyak dari Hymenoptera parasitoid (Goulet dan Huber 1993), Braconidae juga tidak memiliki preferensi iklim maupun kondisi habitat tertentu untuk berkembang biak (Sharkey dan Wahl 1992; Ghahari et al. 2009) (Lampiran 4). Selain itu, ekosistem perkebunan dengan banyaknya vegetasi lain (vegetasi bawah), baik yang sengaja ditanam maupun yang tumbuh liar dapat menunjang kehidupan dari anggota famili tersebut (Falco-Gari et al. 2014). Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang memengaruhi tingginya morfospesies Braconidae pada area penelitian adalah perbedaan niche atau dalam hal ini adalah perbedaan inang yang digunakan oleh Hymenoptera parasitoid. Perbedaan niche tersebut akan menyebabkan perbedaan dalam hal parasitoid menggunakan maupun mengeksploitasi sumber daya yang ada. Famili Braconidae yang merupakan parasitoid larva tentu akan menggunakan sumber daya yang berbeda dengan Famili Scelionidae yang merupakan paraitoid telur, ataupun Famili Dryinidae dan Mutillidae yang merupakan parasitoid nimfa (Goulet dan Huber 1993). Menurut Odum (1971), suatu spesies tidak akan saling berebut atau berkompetisi dengan spesies lainnya apabila mereka memiliki niche yang berbeda. Menurut Wylie dan Speight (2012), perbedaan habitat atau niche dan cara hidup memungkinkan terjadinya perbedaan setiap spesies dalam satu kelompok yang sama dalam mengeksploitasi sumber makanan yang sama. Dari 111 morfospesies yang termasuk ke dalam 26 famili Hymenoptera parasitoid yang didapatkan, kemudian kunci identifikasi (Lampiran 5) menuju morfospesies tersebut telah dibuat berdasarkan perbedaan ciri-ciri morfologi dari Hymenoptera parasitoid tersebut. Pembuatan kunci identifikasi dimaksudkan sebagai salah satu alat untuk mengetahui jenis-jenis Hymenoptera parasitoid yang berada di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali. Banyaknya jumlah spesies dan individu Hymenoptera parasitoid yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII membuktikan bahwa walaupun perkebunan kelapa sawit merupakan perkebunan yang dikelola secara monokultur yang selalu dikonotasikan dengan keanekaragaman hayati yang rendah (Fayle et al. 2009; Sayer et al. 2012), tetapi pada kenyataannya untuk parasitoid, khususnya Hymenoptera parasitoid, keanekaragaman dinamis. Umur tanaman juga memengaruhi keadaan ekologi dalam suatu habitat dan dapat menentukan tinggi rendahnya keanekaragaman serangga khususnya parasitoid pada habitat tersebut. Semakin tua umur kelapa sawit maka akan memengaruhi keadaan dari vegetasi bawah pada perkebunan tersebut (Luskin dan Potts 2011). Hal ini dikarenakan pada pertanaman, tanaman muda tanaman vegetasi bawah yang ditemukan adalah tanaman penutup tanah (cover crop legume) saja (Pahan 2006). Hanya ditemukan tanaman penutup tanah pada umur muda dikarenakan tanaman sawit yang muda perlu adanya tambahan nutrisi dan tanaman penutup tanah dari golongan kacangkacangan mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman sawit. Selain itu, tanaman penutup tanah juga dimaksudkan agar tanaman kelapa sawit muda tidak mendapat gangguan atau kompetisi hara dari gulma lain (Pahan 2006). Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat dalam suatu area perkebunan kelapa sawit, maka keberadaan dan keanekaragaman parasitoid yang terdapat pada area tersebut akan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan area kelapa sawit yang memiliki vegetasi bawah yang cenderung lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan penelitian Rizali et al. (2002) dan Hamid et al. (2003) yang menyebutkan bahwa apabila suatu
19 habitat memiliki vegetasi yang lebih beranekaragam di dalamnya maka dapat meningkatkan nilai keanekaragaman parasitoid yang berada pada habitat tersebut. Hasil dari penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian serupa pada perkebuna kelapa sawit lain menunjukkan hasil yang lebih tinggi tingkat keanekaragamannya. Penelitian dari Hindarto (2015) pada perkebunan kelapa sawit di Medan hanya mendapatkan 20 famili Hymenoptera parasitoid yang terdiri atas 50 morfospesies, sedangkan pada penelitian Idris et al. (2001) pada perkebunan kelapa sawit di Malaysia hanya mendapatkan 3 famili Hymenoptera parasitoid yang terdiri atas 15 spesies. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada kebun sawit FELDA Gunung Besout 6, Sungkai, Perak, Malaysia. Pada perkebunan FELDA Gunung Besout 6 hanya didapatkan 6 famili dengan 14 spesies dari Hymenoptera parasitoid (Hanysyam et al. 2013). Hal ini membuktikan bahwa ekosistem pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII lebih mendukung bagi kelangsungan hidup Hymenoptera parasitoid dibandingkan kedua ekosistem kelapa sawit lainnya. Hal ini dikarenakan pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII masih banyak ditemukannya vegetasi bawah yang dapat menjadi sumber nutrisi, tempat mencari inang alternatif, maupun sebagai tempat berlindung bagi Hymenoptera parasitoid. Hal ini menunjukkan bahwa pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali memiliki jumlah famili yang lebih banyak. Apabila dibandingkan dengan penelitian serupa seperti perkebunan Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden di Brazil (Dall’Oglio et al. 2000) dan perkebunan pisang (Vargas 2006), penelitian menunjukkan hasil yang sama yaitu tedapat 26 famili Hymenoptera parasitoid yang berada di dalam ekosistem tersebut. Akan tetapi dari segi jumlah morfospesies lebih sedikit didapatkan pada perkebunan kelapa sawit hasil penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun memiliki jumlah famili yang sama, yaitu 26 famili, akan tetapi jumlah morfospesies yang didapatkan belum tentu sama. Faktor yang memengaruhi perbedaan jumlah morfospesies yang didapatkan adalah pada perkebunan Eucalyptus grandis dan pisang terdapat banyak tanaman lain di sekitar perkebunan tersebut, sehingga banyak tersedia makanan ataupun sumber nutrisi bagi Hymenoptera parasitoid. Lain halnya apabila dibandingkan dengan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan teh. Pada perkebunan teh di Bengal Utara, India didapatkan 12 famili dengan 33 spesies dari Hymenoptera parasitoid. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan perkebunan kakao, jumlah yang didapatkan lebih sedikit. Pada perkebunan kakao, famili Hymenoptera parasitoid yang didapatkan berjumlah 33 famili, akan tetapi jumlah morfospesies yang didapatkan lebih banyak dibandingkan pada perkebunan teh (Sperber et al. 2004). Apabila dibandingkan dengan tanaman semusim atau tanaman pangan, keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang didapatkan lebih tinggi. Menurut penelitian dari Anbalagan et al. (2015), ditemukan 37 famili Hymenoptera parasitoid dengan 100 spesies pada pertanaman sawi di India. Sedangkan pada penelitian Kandabane et al. (2006), hanya ditemukan 7 famili Hymenoptera parasitoid yang terdiri atas 22 spesies pada lahan persawahan irigasi di India. Hamid et al. (2003), menemukan 9 famili Hymenoptera parasitoid dengan 27 spesies pada lahan persawahan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Penelitian dari Yaherwandi (2012) juga mendapatkan morfospesies dari parasitoid yang lebih sedikit dibandingkan dengan parasitoid yang didapatkan di perkebunan kelapa
20 sawit PTPN VIII, yaitu 17 famili dengan 84 spesies Hymenoptera parsitoid pada lahan pertanaman Brassicaceae. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit lebih mendukung bagi keanekaragaman parasitoid, khususnya Hymenoptera, dibandingkan dengan agroekosistem. Dari perbandingan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat bahwa tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan ataupun pertanaman pembanding lainnya. Pola budidaya pertanaman kelapa sawit yang monokultur di PTPN VIII Cindali Bogor, masih mendukung untuk menjaga tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid tetap tinggi. Selain itu, tingginya indeks keanekaragaman parasitoid juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi bawah di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor.
Kelimpahan dan Komposisi Hymenoptera Parasitoid Dari 26 famili yang ditemukan terdapat 5 famili dengan jumlah spesies dan individu yang lebih banyak dibandingkan dengan famili lainnya. Ke-lima famili tersebut adalah Braconidae, Ichneumonidae, Scelionidae, Encyrtidae, dan Eulophidae (Gambar 2). Kelima famili dengan jumlah spesies dan individu terbanyak tersebut, masing-masing terdapat spesies dengan jumlah individu yang dominan. Pada Famili Braconidae, spesies dengan jumlah individu tertinggi adalah Bracon sp., Cosmoconus sp. pada Famili Ichneumonidae, Scelio sp. 1 pada Scelionidae, Microterys nietneri (Motschulsky) pada Famili Encyrtidae, dan Chrysocharis pentheus (Walker) pada Famili Eulophidae. Tingginya spesies tersebut dikarenakan banyaknya inang yang ditemukan pada lokasi penelitian. Parasitoid Scelio sp. 1 memiliki jumlah individu yang tinggi karena banyaknya Famili Acrididae (Yoder et al. 2009; Sultana et al. 2013), Tettigoniidae dan Gryllidae (Austin et al. 2005). Parasitoid M. nietneri memiliki inang berupa Famili Coccidae seperti dari genus Ceroplastes, Coccus (Abd-Rabou 2012) atau kutu tanaman lainnya. Cosmoconus sp. memiliki inang dari larva Hymenoptera Symphyta Famili Tenthredinidae atau larva Ordo Lepidoptera (Herting dan Simmonds 1977; Goulet dan Huber 1993). Parasitoid Bracon sp. memiliki inang berupa larva dari Famili Noctuidae (Ordo Lepidoptera) (Van Achterberg 2007), Pyralidae (Taylor 1988), atau larva pengorok daun atau penggerek batang (Beyarslan 2011). Parasitoid ini juga dilaporkan menyerang larva Coleoptera, Famili Curculionidae (Tilman dan Cate 1989). Parasitoid Chrysocharis pentheus memiliki inang berupa larva dari lalat pengorok daun (Tran et al. 2006; Liu et al. 2008; Gencer 2009; Tran 2009). Selain itu, parasitoid ini menyerang serangga lain seperti serangga yang membentuk puru (Hansson 1986), Phyllocnistis citrella Stainton (Lepidoptera: Gracillariidae) (Mafi dan Ohbayashi 2010) dan Tuta absoluta Meyrick (Lepidoptera: Gelechiidae) (Ghoneim 2014). Famili Braconidae Braconidae ditemukan dengan jumlah spesies terbanyak (Gambar 3a) karena memiliki banyak inang dan merupakan spesies parasitoid yang terpenting di dunia. Famili Braconidae tidak memiliki preferensi iklim baik itu di iklim tropis maupun
21 subtropis atau kondisi habitat tertentu seperti ekosistem kering atau basah, sehingga anggota dari famili ini dapat ditemukan di mana saja (Sharkey dan Wahl 1992; Ghahari et al. 2009). Famili Braconidae telah diketahui dapat memarasit larva dari Ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, Hemiptera (Aduba et al. 2013) dan Trichoptera (Van Achterberg 2007) dan merupakan famili dengan kekayaan spesies yang cukup besar di dunia (Clausen 1940). Spesies yang mendominasi pada famili ini adalah Bracon sp.. Karakteristik dari Bracon sp. (Gambar 3b) adalah venasi 3 RSa pada sayap depan lebih panjang 1.6 x dari r, venasi r pada sayap depan tidak atau sangat jarang melengkung, antena biasanya dengan lebih dari 20 flagelomer, propleuron bagian posterior tanpa longitudinal carina (Quicke dan Sharkey 1989). Tingginya kelimpahan spesies ini karena memiliki jumlah inang yang banyak berupa beberapa larva seperti yang telah disebutkan sebelumnya. (m) 5 (l) 5
a
(n) 11 (a) 52
(k) 97
(b) 122
(j) 136
(i) 2 (h) 1 (c) 254 (g) 196
(d) 16 (e) 3
(f) 154
b b
c
.
Keterangan: (a) Apanteles flavipes (b) Apanteles glomeratus (c) Bracon sp. (d) Cardiochiles saltator (e) Colastes sp. (f) Diachasmimorpha sp. (g) Doryctobracon sp. (h) Heterospilus sp. (i) Meteorus sp. (j) Microplitis demolitor (k) Microplitis manilae (l) Fopius sp. (m) Spathius sp. (n) Spinaria spinator
d
Gambar 3 Spesies yang mendominasi Famili Braconidae, (a) komposisi spesies, (b) Bracon sp., (c) Doryctobracon sp., (d) Diachasmimorpha sp. Selain Bracon sp., spesies dengan kelimpahan yang tinggi lainnya adalah Doryctobracon sp. (Gambar 3c) dan Diachasmimorpha sp. (Gambar 3d). Inang dari kedua parasitoid ini biasanya berupa larva dari Famili Tephritidae (Ibrahim et al.
22 1994; Lopez-Martinez 2005; Bomfim et al. 2007; Marsaro Jr. et al. 2011; Quilici & Rousse 2012). Famili Ichneumonidae Pada Famili Ichneumonidae ditemukan 9 morfospesies yang telah teridentifikasi seluruhnya (Gambar 4a). Famili Ichneumonidae biasanya menjadi parasite pada larva atau pupa dari Lepidoptera maupun Coleoptera (Goulet dan Huber 1993). Morfospesies yang ditemukan melimpah pada famili ini adalah Cosmoconus sp.. (h) 3
a
(i) 4
(a) 12
(g) 19
(b) 15
(f) 23 (c) 33
Keterangan: (a) Charops bicolor (b) Chlorocryptus purpuratus (c) Cosmoconus sp. (d) Eurycryptus sp. (e) Goryphus basilaris (f) Ichneumon sp.1 (g) Ichneumon sp. 2 (h) Stictopisthus sp. (i) Xanthopimpla flavolineata
(e) 24 (d) 15
b
c
d
Gambar 4 Spesies yang mendominasi Famili Ichneumonidae, (a) komposisi spesies (b) Cosmoconus sp., (c) G. basilaris, (d) Ichneumon sp. 1. Cosmoconus sp. biasanya menyerang larva Hymenoptera Symphyta atau larva dari Lepidoptera (Goulet dan Huber 1993), dan larva Famili Tenthredinidae (Gambar 4b). Cosmoconus sp. memiliki ciri-ciri seperti berikut, tubuh hitam dengan selingan warna kuning, area petiol tanpa longitudinal carina, bagian muka berwarna hitam, flagelum 32 ruas (Sheng dan Pei 2002). Spesies lain yang ditemukan dengan kelimpahan tinggi adalah Goryphus basilaris Holmgren (Gambar 4c) dan Ichneumon sp. 1 (Gambar 4d). Banyaknya kedua spesies tersebut karena banyaknya inang yang ditemukan di lokasi penelitian. Inang dari parasitoid ini berupa larva dari Famili Pyralidae (Lepidoptera) (Gurr et al. 2012), larva dari Famili Cerambycidae (Coleoptera) (Yi-Ping et al. 2014). Ichneumon sp. 1 biasanya memiliki inang seperti larva atau pupa dari Famili Noctuidae, Pieridae dan Papilionidae (Lepidoptera) (Tschopp et al. 2013), pupa dari
23 Famili Lycaenidae (Lepidoptera) (Timus et al. 2013) atau larva dan pupa dari Famili Geometridae (Lepidoptera) (Carpenter et al. 1994). Walaupun larva Lepidoptera yang ditemukan bukan merupakan hama pemakan daun kelapa sawit, akan tetapi banyaknya vegetasi bawah yang berada pada area perkebuna kelapa sawit dapat menjadi pakan bagi larva Lepidoptera tersebut. Penelitian dari Raguso dan Llorente-Bousquets (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa famili dari Lepidoptera yang dapat hidup pada tanaman vegetasi bawah dikarenakan sifatnya yang polifagus. Selain itu, menurut Patrick (2000), terdapat 7 Famili Lepidoptera yang dapat hidup dan memakan tanaman Asteraceae. Hal ini yang memungkinkan tingginya ketiga spesies dari Famili Ichneumonidae tersebut. Famili Scelionidae Famili Scelionidae merupakan salah satu famili dengan spesies dan kelimpahan individu terbanyak. Pada famili ini ditemukan 12 spesies yang telah teridentifikasi seluruhnya (Gambar 5a). Famili ini biasanya menjadi parasit pada telur Orthoptera, Lepidoptera, Diptera, Mantodea, Hemiptera, Neuroptera dan Coleoptera (Goulet dan Huber 1993; Kodjo et al. 2013). Spesies yang ditemukan melimpah pada famili ini adalah Scelio sp. 1. Scelio sp. 1 (Gambar 5b) memiliki ciri-ciri tubuh berwarna hitam, tungkai dengan corak hitam pada bagian femur, venasi marginal melebar kearah pseudostigmal, venasi sangat pucat, frons biasanya dengan daerah yang lembut, klipeus menonjol dan bagian sudut klipeus kadang runcing, prepectus kadang berkembang baik, sayap belakang dengan venasi basal yang tebal dan pendek atau tidak bervenasi (Masner 2012). Spesies lain yang memiliki jumlah individu yang melimpah, yaitu Telenomus podisi Ashmead (Gambar 5c) dan Telenomus sp. 1 (Gambar 5d). Melimpahnya kedua spesies ini karena banyaknya inang pada lokasi penelitian. Inang dari kedua parasitoid ini biasanya berupa telur dari Famili Pentatomidae (Hemiptera) (Borges et al. 2003; Silva et al. 2006; Cingolani et al. 2015), Geometridae (Lepidoptera) (Carleton et al. 2010) dan Noctuidae (Lepidoptera) (Polaszek dan Foerster 1997; Figueiredo et al. 2002; Duarte et al. 2006). Tingginya ketiga spesies tersebut diduga karena habitat yang mendukung bagi perkembangan inangnya. Habitat dengan banyakya semak ataupun vegetasi bawah merupakan habitat yang mendukung bagi perkembangan dan pertumbuhan dari belalang yang merupakan inang dari Scelio sp. (Joern 1982). Selain itu area perkebunan kelapa sawit berdekatan dengan area pertanaman padi dari masyarakat yang merupakan salah satu habitat dari belalang (Picaud et al. 2003). Selain itu, banyaknya vegetasi bawah juga dapat dimanfaatkan belalang untuk meletakkan telur yang diletakkan di dalam jaringan tanaman (Ferreira dan Vasconcellos-Neto 2001) ataupun di dalam tanah (Joern 1982).
24 a
(a) 18
(b) 5 (c) 4 (d) 29 (e) 34
(l) 335
(f) 94 (g) 62 (h) 5
(i) 394 (k) 357
Keterangan: (a) Trissolcus sp. (b) Baeus sp. (c) Caloteleia sp. (d) Ceratobaeus sp. (e) Gryon sp. (f) Macroteleia gracilis (g) Macroteleia flava (h) Platyscelio sp. (i) Scelio sp. 1 (j) Scelio sp. 2 (k) Telenomus podisi (l) Telenomus sp. 1
(j) 159
b
c
d
d
Gambar 5 Spesies yang mendominasi Famili Scelionidae, (a) komposisi spesies, (b) Scelio sp. 1, (c) T. podisi, (d) Telenomus sp. 1. Famili Encyrtidae Famili Encyrtidae yang ditemukan pada penelitian ini terdapat 10 morfospesies dan 7 morfospesies di antaranya telah teridentifikasi (Gambar 6a). Famili ini biasanya menjadi parasitoid pada superfamili Coccoidea, serta telur dan larva dari Diptera, Coleoptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Neuroptera, Orthoptera dan Arachinda (Goulet dan Huber 1993; Jahnke et al. 2007; Nalini dan Manickavasagam 2011). Spesies yang ditemukan melimpah pada Famili Encyrtidae adalah Microterys nietneri (Motschulsky). M. nietneri (Gambar 6b) memiliki ciri-ciri, pita infuscate terluar dari sayap depan sangat terlihat bergabung dengan pita bagian tengah, pita tengah tidak terpotong, pedisel lebih panjang dari ruas pertama funikel, ruas funikel ke-empat, ke-lima dan ke-enam berwarna putih, sayap depan dengan 3 pita (Xu 2002). Inang dari parasitoid ini biasanya berupa Famili Coccidae seperti dari genus Ceroplastes atau Coccus (Beardsley 1976; Japoshvili dan Karaca 2007; Abd-Rabou 2012) atau scale insect lainnya (Xu dan Chen 2000). Spesies lain yang memiliki jumlah individu yang melimpah adalah Metaphycus sp. (Gambar 6c) dan Copidosoma sp. (Gambar 6d). Banyaknya individu dari kedua spesies ini karena banyaknya inang yang berada pada lokasi penelitian. Inang dari Metaphycus sp. berupa Famili Coccidae dan Pseudococcidae (Hemiptera) (Stathas et al. 2007; Lotfalizadeh et al. 2014) dan Aleyrodidae (Hemiptera) (Noyes dan Lozada 2006). Sedangkan parasitoid Copidosoma sp. memiliki inang larva dari Famili Tineidae (Lepidoptera) (Sharkov et al. 2003) dan
25 Gelechiidae (Lepidoptera) (Kolaczan et al. 2009). Tingginya ketiga spesies tersebut dikarenakan di area perkebunan kelapa sawit terdapat pertanaman ketela pohon (singkong) dari masayarakat. Tanaman ketela dapat menjadi inang bagi anggota Coccoidae, semisal dari Famili Pseudococcidae (Hammond et al. 1987; Barilli et al. 2014) dan Aleyrodidae (Alonso et al. 2012). Selain itu menurut Culik et al. (2007), terdapat anggota dari Pseudococcidae yang dapat menyerang tanaman dari Famili Amaranthaceae. Famili Gelechiidae merupakan famili yang banyak menyerang pada tanaman vegetasi bawah ataupun tanaman budidaya. a
(j) 20
(a) 2 (b) 38
(c) 3 (d) 2 (e) 3 (f) 2 (g) 6
(i) 103
Keterangan: (a) Acerophagus sp. (b) Copidosoma sp. (c) Encyrtidae sp.2 (d) Encyrtidae sp.4 (e) Encyrtidae sp.5 (f) Hambletonia pseudococcina (g) Leptomastix sp. (h) Metaphycus sp. (i) Microterys nietneri (j) Ooencyrtus sp.
(h) 66
b
c
d
Gambar 6 Spesies yang mendominasi Famili Encyrtidae, (a) komposisi spesies, (b) M. nietneri, (c) Metaphycus sp., (d) Copidosoma sp. Famili Eulophidae Famili Eulophidae yang ditemukan pada penelitian ini memiliki 11 morfospesies yang telah teridentifikasi seluruhnya. Famili ini biasanya menjadi parasitoid pada larva Lepidoptera, Coleoptera, Diptera dan Hymenoptera yang hidup di dalam jaringan (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993). Spesies yang ditemukan mendominasi dari famili ini adalah Chrysocharis pentheus (Walker) (Gambar 7a). C. pentheus (Gambar 7b) memiliki ciri-ciri, flagelum dengan 2 ruas apical yang bergabung, mandibel berbentuk seperti trisula, pronotal kolar halus dan mengkilap, petiol biasanya kecil dan mencolok (Hansson 1986). C. pentheus merupakan parasitoid yang bersifat idiobiont dan soliter (Liu et al. 2008). Walaupun spesies ini lebih banyak ditemukan menyerang lalat pengorok daun (Tran et al. 2006; Liu et al. 2008; Gencer 2009; Tran 2009), akan tetapi pernah ditemukan bahwa parasitoid ini menyerang serangga lain seperti Tuta absoluta
26 Meyrick (Lepidoptera: Gelechiidae) (Ghoneim 2014); Phyllocnistis citrella Stainton (Lepidoptera: Gracillariidae) (Mafi dan Ohbayashi 2010) dan serangga yang membentuk puru (Hansson 1986). Selain C. pentheus, spesies lain yang ditemukan memiliki jumlah individu yang melimpah adalah Tetrastichus schoenobii Ferriere (Gambar 7c) dan Pediobius sp. (Gambar 7d). Tingginya individu dari kedua spesies tersebut karena banyaknya inang yang berada pada lokasi penelitian. T. schoenobii memiliki inang berupa larva dari Famili Crambidae atau serangga penggerek batang (Lepidoptera) (Baehaki 2013; Varma et al. 2013; Gajbe et al. 2014). Pediobius sp. memiliki inang berupa pupa dari Famili Coccinellidae (Coleoptera) (Hansson dan Nishida 2002), larva dan pupa dari Famili Noctuidae (Lepidoptera) (Ghazali et al. 2014), pupa dari Pyralidae (Lepidoptera) dan Crambidae (Mohyuddin 1968), pupa dari Famili Gracillariidae (Lepidoptera) (Hernandez-Lopez et al. 2011), dan pembuat puru Famili Cynipidae (Hymenoptera) (Villar 1995). Tingginya ketiga spesies yang ditemukan diduga karena perkebunan kelapa sawit berdekatan dengan pertanaman padi masyarakat, sehingga inang dari spesies tersebut yang biasanya terdapat pada padi dapat berpindah ke tanaman vegetasi bawah yang berada di area perkebunan kelapa sawit. a
(k) 151 (a) 185
(j) 15
(i) 73
(b) 47 (h) 6 (c) 52
(g) 47 (f) 22 (e) 3
b
Keterangan: (a) Chrysocharis pentheus (b) Chrysocharis walleyi (c) Closterocerus trifasciatus (d) Diglyphus isaea (e) Eulophus sp. (f) Euplectrus sp. (g) Hemiptarsenus varicornis (h) Neochrysocharis sp. (i) Pediobius sp. (j) Pnigalio sp. (k) Tetrastichus schoenobii
(d) 46
c
d
Gambar 7 Spesies yang mendominasi Famili Eulophidae, (a) komposisi spesies, (b) Chrysocharis pentheus, (c) Tetrastichus schoenobii, (d) Pediobius sp.
27 Parasitoid Lain dengan Kelimpahan Tinggi Selain spesies parasitoid yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat spesies parasitoid lain yang juga memiliki kelimpahan yang tinggi. Spesies parasitoid tersebut adalah Apanteles spp., Microplitis spp., Platygaster spp., Trichogramma spp., Anagrus optabilis (Perkins), Elasmus spp., Trichopria drosophilae Perkins, Polypeza spp. dan Sclerodermus sp. Apanteles spp. Genus Apanteles merupakan salah satu genus yang termasuk ke dalam Famili Braconidae. Genus ini memiliki ciri-ciri hypopigium tidak tersklerotisasi sempurna, vanal lobe pada sayap belakang memipih atau cembung ke arah subapikal, dan petiol biasanya memendek ke arah posterior. Apanteles spp. yang didapatkan pada penelitian ini berjumlah 2 spesies, yaitu Apanteles flavipes (Cam.) dan Apanteles glomeratus (L.) (Gambar 8). Parasitoid A. flavipes memiliki ciri-ciri ubuh berukuran maksimal 2 mm, antena pada betina lebih pendek daripada tubuh, mesosoma tertekan ke arah dorsoventral, tegula kekuningan, keping skutelum mengkilap, ruas 1 – 3 metasoma hitam, ruas pertama metasoma melebar ke arah apikal, dan tergum ke-tiga metasoma halus (Watanabe 1932). A. glomeratus memiliki ciri-ciri tergit pertama pada metasoma bagian dorsal halus dan pada sisi apikal kasar, tergit ke-dua metasoma lebih pendek daripada tergit ketiga, ovipositor sangat pendek, selubung ovipositor panjangnya kurang lebih sepanjang ruas ke-tiga tarsus tungkai belakang (Watanabe 1932). a
b
Gambar 8 Apanteles spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, (a) Apanteles flavipes, (b) Apanteles glomeratus Tingginya ke-dua parasitoid tersebut dapat dikarenakan jumlah inang yang melimpah. Kedua parasitoid tersebut diketahui memiliki inang berupa larva dari Famili Pyralidae dan Crambidae (Gurr et al. 2012; Simanjuntak et al. 2013; Situmeang et al. 2014), Noctuidae (Iqbal dan Mohyuddin 1990; Romeis dan Shanower 1996), Pieridae (Shapiro 1982; Hochberg 1991). Sankaran dan Syed (1972) dan Sahari (2012), melaporkan Apanteles sp. juga memarasiti ulat kantung Mahasena corbetti. Microplitis spp. Genus Microplitis merupakan salah satu genus yang termasuk ke dalam Famili Braconidae. Genus ini memiliki ciri-ciri propodeum memiliki bentuk pahatan, selubung ovipositor pendek dengan seta yang berada pada sisi apikal, sel submarginal ke-dua kecil, venasi 2r – m pada sayap belakang ada tetapi tidak menebal. Microplitis spp. yang ditemukan pada penelitian ini berjumlah 2 spesies, yaitu Microplitis manilae Ashmead dan Microplitis demolitor Wilkinson (Gambar 9). M. manilae memiliki ciri-ciri ukuran tubuh 1.5 – 2 mm, hitam, kepala
28 halus, tungkai kemerahan, palpus kekuningan, sayap depan dengan venasi costa dan stigma kecokelatan, betina dengan metasoma lebih pendek daripada toraks dan memiliki antena lebih panjang, metatoraks dengan median karina (Ashmead 1904). Tingginya kedua spesies parasitoid tersebut diduga karena banyaknya inang yang berada pada area peneltian. Inang dari kedua parasitoid ini biasanya berupa larva dari Famili Noctuidae (Shepard et al. 1983; Rajapakse et al. 1985; Iqbal dan Mohyuddin 1990; Romeis dan Shanower 1996; Dung et al. 2011), dan Pyralidae (Gurr et al. 2012). a
b
Gambar 9 Microplitis spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, (a) M. demolitor, (b) M. manilae Platygaster spp. Platygaster merupakan salah satu genus dari Famili Platygastridae. Genus Platygaster memiliki ciri-ciri antena sangat menyiku, flagelomer 8 ruas, sayap depan tanpa venasi, jika ada hanya terdapat venasi submarginal yang tidak mencapa tepi sayap, dan ruas metasoma 2 selalu paling panjang dan paling lebar (Buhl 2006). Ditemukan 3 spesies dari genus ini pada penelitian ini. Spesies tersebut adalah Platygaster oryzae (Cameron), Platygaster sp. 1 dan Platygster sp. 2 (Gambar 10). Ciri-ciri dari Platygaster sp. 1 memiliki ciri-ciri warna tubuh hitam, seta pada sayap tidak terlihat jelas, metasoma hampir sepanjang mesosoma. Platygaster sp. 2 adalah warna tubuh merah, sayap memiliki rambut-rambut yang terlihat jelas, tubuh kecil, metasoma lebih panjang daripada mesosoma. P. oryzae memiliki ciri-ciri warna tubuh hitam atau kecokelatan, tungkai kuning, skutelum tranverse dan menyiku atau berbentuk segitiga, sayap depan dengan silia panjang pada tepi (Buhl 2011). a
b
c
Gambar 10 Platygaster spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, (a) Platygaster sp. 1, (b) Platygaster sp. 2, (c) Platygaster oryzae Tingginya kelimpahan dari ketiga spesies tersebut dikarenakan lokasi dari penelitian yang berdekatan dengan lahan persawahan. Inang dari ketiga spesies tersebut biasanya berupa telur dari hama pada tanaman padi, seperti penggerek batang padi dan hama ganjur padi (Austin et al. 2005; Johnson et al. 2013), dan
29 telur dari hama pembuat puru (Hill dan Emery 1937; Buhl 2006; Darrouzet-Nardi et al. 2006; Toth et al. 2011; Baidaq et al. 2015). Trichogramma spp. Trichogramma merupakan genus dari Famili Trichogrammatidae. Genus ini memiliki ciri-ciri sayap depan dengan RS1, klava 1 ruas, jantan dengan tiap ruas klavomer tidak berjauhan, venasi stigmal pada sayap depan memanjang, dan terdapat seta berbentuk garis yang berjauhan dan teratur. Spesies dalam genus ini yang ditemukan selama penelitian berjumlah 3 spesies, akan tetapi spesies yang memiliki kelimpahan yang tinggi hanya 2 spesies saja. Spesies tersebut adalah Trichogramma chilonis Ishii dan Trichogramma japonicum Ashmead (Gambar 11). T. chilonis memiliki ciri-ciri genitalia dengan perpanjangan gonobase bagian dorsal memiliki lubang atau cekungan yang jelas, sayap depan dengan 4 – 6 baris seta, pronotum dan ruas metasoma pada jantan kehitaman (Alba 1988). T. japonicum memiliki ciri-ciri perpanjangan dari genobase bagian dorsal berbentuk seperti pelana kuda, sayap depan dengan 8 – 9 baris seta, gonoforcep tumpul pada bagian ujung, dan warna tubuh cokelat gelap (Alba 1988). a
b
Gambar 11 Trichogramma spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, (a) T. chilonis, (b) T. japonicum Tingginya kelimpahan kedua spesies tersebut dikarenkan banyaknya inang yang berada pada lokasi penelitian. Anggota dari famili ini merupakan pasarasitoid telur dan memiliki kisaran preferensi inang yang luas (Goulet dan Huber 1993; Gibson et al. 1997). Inang dari kedua spesies ini antara lain adalah telur dari penggerek batang padi (Kusdiaman dan Kurniawati 2007; Rahayu 2008; Baehaki 2013; Varma et al. 2013; Justin dan Preetha 2014), penggerek batang tebu (Alba 1988; Reay-Jones 2006), penggulung daun padi (Cnaphalocrocis medinalis (Guenee) (Lepidoptera: Pyralidae)) (Gurr et al. 2012), telur dari Heliotis spp. dan Helicoverpa armigera (Hübner) (Iqbal dan Mohyuddin 1990; Romeis dan Shanower 1996), telur dari Trichoplusia ni (Hübner) (Singhamuni et al. 2015), telur dari Sitotroga cerealella (Olivier) (Lepidoptera: Gelechiidae) (Zahid et al. 2007; Perveen dan Sultan 2012; Shah et al. 2015), telur Corcyra cephalonica (St.) (Lepidoptera: Pyralidae) (Perveen dan Sultan 2012; Singhamuni et al. 2015), telur Galleria mellonella L. (Lepidoptera: Pyralidae) (Reay-Jones 2006), telur dari Daphnis nerii (Linnaeus) (Lepidoptera: Sphingidae) (Moore dan Miller 2008). Anagrus optabilis. Anagrus optabilis (Perkins) merupakan spesies parasitoid yang termasuk ke dalam Famili Mymaridae (Gambar 12). Spesies dari famili ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (minute). Spesies ini memiliki ciri-ciri skutelum telihat terpisah antara anterior dan posterior, skutelum bagian posterior
30 terbagi oleh cekungan, sayap depan meluas ke arah apikal. Kepala, mesosoma, metasoma dan tungkai berwarna kuning kecokelatan atau kuning pucat. Metasoma lebih panjang daripada mesosoma. Antena cokelat pucat dengan skapus dan pedisel berwarna terang, skapus panjang, mesoscutum dengan 4 area segitiga gelap, dan sayap depan dengan corak hitam (Baquero dan Jordana 1999, Huber 2009). Banyaknya spesies dari parasitod ini diduga karena melimpahnya inang yang berada pada area penelitian. Parasitoid ini biasanya menjadi parasitoid pada telur dari Famili Cicadellidae dan Delphacidae, inang spesies parasitoid ini di antaranya adalah Nilaparvata lugens (Stål), Sogatella furcifera (Horvath), Laodelphax striatellus (Fallén), dan Perkinsiella saccharicida Kirkaldy (Hemiptera: Delphacidae) (Miura et al. 1981; Sahad 1984; Shankar dan Baskaran 1988; Baquero dan Jordana 1999; Triapitsyn dan Serguei 2015).
Gambar 12 A. optabilis yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Elasmus spp. Elasmus spp. merupakan genus yang termasuk ke dalam Famili Elasmidae. Genus ini ditemukan berjumlah 2 spesies pada penelitian ini. Spesies tersebut adalah Elasmus auratiscutellum Girault dan Elasmus polistis Burks (Gambar 13). a
b
Gambar 13 Elasmus spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, (a) E. auratiscutellum, (b) E. polistis E. auratiscutellum memiliki ciri-ciri scutellum berwarna terang, mesoscutum berwarna gelap, dan pedicel memiliki panjang yang sama dengan ruas pertama funikel (Gunawardene dan Taylor 2012). E. polistis memiliki ciri-ciri tubuh hitam, gaster bagian dorsal berwarna kekuningan, tungkai kuning kecokelatan, pedicel lebih pendek atau sama panjang dengan ruas pertama funikel. Banyaknya kelimpahan dari kedua spesies tersebut dikarenakan banyaknya inang yang berada pada area penelitian, inang dari E. polistis berupa larva atau pupa dari Famili Vespidae (Nelson 1976; Macom dan Landolt 1995; Whiteman dan
31 Landwer 2000; Somavilla et al. 2015). E. auratiscutellum memiliki inang berupa larva atau pupa dari Famili Crambidae (Shepard dan Barrion 1998; Subharani et al. 2010), dan larva dari penggulung daun pisang (Okolle et al. 2010). Trichopria drosophilae. Trichopria drosphilae (Perkins) merupakan spesies yang termasuk dalam Famili Diapriidae (Gambar 14). Spesies ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut skutelum dengan fovea pada bagian depan dengan gundukan yang kecil, kepala tampak atas terpisah secara transversal, antena dengan ruas berwarna gelap. Inang berupa larva dan pupa dari Famili Drosophilidae (Stacconi et al. 2015). Banyaknya spesies ini diduga karena banyaknya inang yang berupa larva atau pupa dari Famili Drosophilidae.
Gambar 14 T. drosophilae yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali Polypeza spp. Polypeza merupakan genus yang berada dalam Famili Diapriidae. Spesies dari genus ini yang ditemukan selama penelitian berjumlah 2 spesies, yaitu Polypeza sp. 1 dan Polypeza sp. 2 (Gambar 15). Genus Polypeza memiliki ciri-ciri antena 14 ruas, mesonotum dengan 2 alur, kepala membulat, palpus maksilaris 3 ruas, palpus labialis 2 ruas, dan venasi postmarginal dan marginal sangat kecil atau pendek. Polypeza sp. 1 memiliki ciri-ciri antena dengan seta yang terlihat jelas, metasoma membulat, warna tubuh kecokelatan, dan antena cokelat. Spesies lain, yaitu Polypeza sp. 2 memiliki ciri-ciri seta pada antena tidak terlihat jelas, metasoma lonjong dan meruncing di ujungnya, warna tubuh kecokelatan, dan antena cokelat. a
b
Gambar 15 Polypeza spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, (a) Polypeza sp. 1, (b) Polypeza sp. 2 Melimpahnya ke-dua spesies ini diduga karena banyaknya inang yang berada pada area penelitian. Inang dari kedua parasitoid ini biasanya berupa larva atau pupa dari Famili Tephritidae (Daniel 2014). Sclerodermus sp. Sclerodermus sp. (Gambar 16) merupakan spesies yang berasal dari Famili Bethylidae. Spesies ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut, petiol
32 tidak jatuh ke arah ventral, prostigma tidak berkembang, aksila tidak tampak, skapus memanjang, flagelomer 11 ruas dengan ruas terakhir menggada, mandibel berbentuk segitiga, dan sayap depan tanpa venasi radius. Banyaknya spesies ini diduga karena banyaknya inang yang berada pada lokasi penelitian. Inang dari parasitoid ini biasanya berupa larva dari Famili Gelechiidae (Ghoenim 2014), serta larva dari Ordo Coleoptera yang tinggal dalam jaringan atau substrat (Herard et al. 2005; Li et al. 2010).
Gambar 16 Sclerodermus sp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali
Fluktuasi Populasi Hymenoptera Parasitoid Penting Fluktuasi Hymenoptera parasitoid penting yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII mengikuti fluktuasi populasi inangnya. Hymenoptera parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan hama pemakan daun kelapa sawit adalah Spinaria spinator (Guerin-Meneville) (Hymenoptera: Braconidae) dengan Setora nitens Walker (Lepidoptera: Limacodidae) dan Amatissa sp. (Lepidoptera: Psychidae), dan Charops bicolor (Szepligeti) (Hymenoptera: Ichneumonidae) dengan S. nitens (Gambar 17a), dan Aphanogmus sp. (Hymenoptera: Ceraphronidae) dengan Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) dan Mahasena corbetti Tams (Lepidoptera: Psychidae) (Gambar 17b), dan Telenomus podisi Ashmead (Hymenoptera: Scelionidae) dengan Birthosea bisura (Moore) (Lepidoptera: Limacodidae) (Gambar 17c). Semakin banyak inang bagi parasitoid, maka semakin banyak parasitoid yang terdapat pada area tersebut. Selain itu faktor iklim dan vegetasi selama penelitian juga memengaruhi fluktuasi dari parasitoid penting pada area penelitian. Tingginya curah hujan akan semakin memengaruhi keanekaragaman vegetasi bawah di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali. Semakin beragamnya vegetasi bawah maka semakin beragam dan melimpah juga ketersediaan inang dan tambahan nutrisi bagi parasitoid tersebut. Tingginya kelimpahan parasitoid di lapangan karena tersedianya inang yang berada di lapangan (Nouhuys dan Hanski 1999; Kaeslin et al. 2004; Rivero dan West 2004). Semakin banyak inang parasitoid di lapangan, maka populasi parasitoid tersebut semakin terjaga kestabilannya (May et al. 1981; Hassell et al. 1990; Taylor 1997; French dan Travis 2001; Costamagna et al. 2004). Inang dan parastoid sangat berhubungan erat, ketiadaan inang dapat menyebabkan ketiadaan suatu parasitoid, akan tetapi tidak semua parasitoid akan terpengaruh. Dapat dilihat bahwa fluktuasi parasitoid dapat mengikuti fluktuasi inangnya, tetapi ketika tidak
33 terdapat inang parasitoid masih tetap ada dan dapat mencari inang alternatif lainnya (Amarasekare 2000; Varkonyi et al. 2002; Marino et al. 2005; Pratissoli et al. 2009). 6
a
Jumlah individu
5 4 Setora nitens Amatissa sp. Amatisa sp
3 2
Spinaria spinator 1
Charops bicolor
0 Amatisa sp Amatisa sp. 35
b
Jumlah individu
30 25 20
Metisa plana
15
Mahasena corbetti
10
Aphanogmus Aphanogmus sp sp.1
5 0
c
Jumlah individu
120 100 80 Birthosea bisura
60 40
Telenomus podisi
20 0
Chlorocryptus purpuratus
Bulan pengamatan
Gambar 17 Hubungan fluktuasi antara parasitoid dan inang yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, (a) S. nitens dan Amatissa sp. dengan S. spinator dan C. bicolor; (b) M. plana dan M. corbetti dengan Aphanogmus sp. (c) B. bisura dengan T. podisi dan C. purpuratus
Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivor pada Tanaman Kelapa Sawit Dari pemeliharaan hama pemakan daun kelapa sawit, terdapat beberapa Hymenoptera parasitoid yang berasosiasi dengan hama tersebut. Parasitoid tersebut adalah S. spinator dengan S. nitens dan Amatissa sp., Aphanogmus sp. dengan M.
34 corbetti dan M. plana, C. bicolor dengan S. nitens, dan T. podisi dengan B. bisura (Tabel 3). Tabel 3 Hubungan antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada tanaman kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor Parasitoid
Inang
Spinaria spinator
Setora nitens
Charops bicolor Chlorocryptus purpuratus Telenomus podisi Aphanogmus sp.
Amatissa sp. Setora nitens Birthosea bisura Birthosea bisura Mahasena corbetti
Gryon sp. Acerophagus sp.
Metisa plana Phintella sp. Pseudococcus sp.
Jumlah individu PL PTL 06 011 03 011 02 011 00 015 50 394 08 093 12 32 034 08 002
% parasitisasi 85.71 0075 28.57 0000 76.92 07.84 06.70 47.05 03.83
PL: pengamatan langsung, PTL: pengamatan tidak langsung
Selain parasitoid yang telah disebutkan di atas, terdapat parasitoid lain yang telah diketahui menjadi parasitoid pada salah satu hama pemakan daun di perkebunan kelapa sawit. Parasitoid tersebut adalah Chlorocryptus purpuratus (Smith). C. purpuratus merupakan salah satu parasitoid pada ulat B. bisura (Mariau 1999). Parasitoid ini ditemukan memarasit ulat tersebut di perkebunan kelapa sawit di Malaysia (Mariau 1999). C. purpuratus ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dengan metode pengambilan sampel secara tidak langsung (sweepnet dan perangkap nampan kuning), akan tetapi, pada saat pemeliharaan ulat B. bisura parasitoid tersebut tidak keluar. Penelitian mengenai parasitoid pada ulat B. bisura telah dilakukan, seperti Fornicia sp. (Hymenoptera: Braconidae); Euplectromorpha spp. (Hymenoptera: Eulophidae) dan C. purpuratus (Hymenoptera: Ichneumonidae) (Wood 1968; Hertslet dan Duckett 1971; Mariau 1999). Salah satu parasitoid yang memarasit ulat tersebut ditemukan di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, yaitu C. purpuratus akan tetapi tidak ditemukan keluar dari inang ulat yang dipelihara. Hal ini karena ketika parasitoid ada, namun inang yang berupa larva ulat belum tersedia, dan ketika larva ulat tersedia parasitoidnya tidak ditemukan atau belum ditemukan memarasit larva dari ulat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa musuh alami yang berupa Hymenoptera parasitoid yang terdapat dalam area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali tergolong lengkap dan dapat memarasit semua instar dari hama kecuali fase dewasa. S. spinator (Gambar 18a) (Hymenoptera: Braconidae) diketahui menjadi salah satu parasitoid penting dari hama ulat api di perkebunan kelapa sawit (Hanysyam et al. 2013). Genus Spinaria memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tergit pertama tidak bebas digerakkan dan bergabung dengan tergit ke-dua, tidak terdapat karina oksipital, pronotum tanpa gigi atau dengan duri panjang, ujung tergit ke-lima dengan 1 gigi di posterior, scutellum halus pada bagian subposterior, tergit ke-tiga dan ke-empat dengan gigi median atau tuberkel (Achterberg 2007). Spesies spinator memiliki ciri-ciri sebagai berikut, setae pada bagian belakang kepala memiliki diameter sepanjang oseli posterior dari lateral, basitarsus tungkai
35 belakang berwarna coklat tua atau hitam, tergit metasoma ke-lima memiliki warna bervariasi dan sayap depan tanpa corak parastigmal yang berwarna coklat (Achterberg 2007). a
b
Gambar 18 Parasitoid yang berasosiasi dengan hama Setora nitens, (a) S. spinator, (b) C. bicolor. Hymenoptera parasitoid lain yang menyerang hama pemakan daun pada area kelapa sawit PTPN VIII adalah C. bicolor (Gambar 18b). Genus Charops telah dikenal sebagai parasitoid penting pada beberapa hama tanaman (Fernandes et al. 2010; Erniwati dan Ubaidillah 2011). Genus Charops memiliki ciri-ciri, sayap depan tidak terdapat 3r-m, cu-a subvertikal, 2r-m lebih panjang dari abscissa M diantara 2r-m dan 2m-cu, sayap belakang dengan abscissa bagian distal dari Cul rapuh, Cu dan Cu-a miring ke dalam ke arah posterior. Ruas pertama pada metasoma sangat pipih dan panjang, klipeus cembung dengan cekungan pada daerah marginal, mandibel pendek dengan lekukan ventral yang luas pada bagan basal (Erniwati dan Ubaidillah 2011). Spesies bicolor memiliki ciri-ciri sebagai berikut, muka berambut, palpus labialis 3 ruas, kepala hitam, skapus, pedisel, dan palpus berwarna kuning. Bagian metasoma berwarna coklat kekuningan, tibia dengan 2 taji. Pada sayap depan tidak terdapat areola dan pada sayap belakang terdapat 5 hamuli (Choi dan Lee 2008). Aphanogmus sp. (Gambar 19) biasanya merupakan hiperparasitoid (Goulet dan Huber 1993; Polaszek dan La Salle 1995; Polaszek 1997; Jaramillo dan Vega 2009), namun dapat menjadi parasitoid primer pada beberapa serangga baik predator maupun hama tanaman (Evans et al. 2005; Tamesse 2009). Selain itu, Aphanogmus thylax Polaszek dan Dessart telah diketahui memarasit pupa dari M. plana di perkebunan sawit di Malaysia (Kamarudin et al. 1996). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa Aphanogmus sp. memarasiti ulat kantung M. plana dan M. corbetti. Menurut Cock et al. (2008), Aphanogmus sp. menjadi parasitoid sekunder yang memarasit hama baru dari genus Penthocrates Meyrick (Lepidoptera: Limacodidae) di Filipina bersama dengan Nesolynx sp. (Hymenoptera: Eulophidae). Selain parasitoid larva, terdapat juga parasitoid pupa, yaitu C. bicolor yang memarasit pupa S. Intens.
Gambar 19 Aphanogmus sp.
36 Genus Aphanogmus memiliki ciri-ciri koksa, femur dan tibia dari semua tungkai memiliki titik gelap, tarsi 5 ruas, tubuh hitam mengkilat dengan metasoma berwarna kuning dan bagian basal berwarna cokelat. Ciri-ciri yang terdapat pada antena yaitu radikel pada antena berwarna hitam, skapus silindris dan berwarna coklat, gelap atau hitam dengan ruas antena lain berwarna kuning pucat, funikel 5 ruas, gada 3 ruas, sayap depan dengan venasi post marginal berkembang baik, tidak terdapat venasi sub margina yang jelas (Tamesse 2009). T. podisi (Gambar 20) ditemukan memarasit telur B. bisura. T. podisi dikenal sebagai parasitoid telur pada beberapa serangga (Johnson 1984; Polaszek dan Kimani 1990; Goulet dan Huber 1993). Genus Telenomus memiliki ciri-ciri, pada genitalia jantan cekungan aedeago-volsellar lebih panjang daripada aedeago lobe, digiti dengan 3-5 gigi.
Gambar 20 Telenomus podisi Tubuh Genus Telenomus tidak pernah berwarna metalik, selalu coklat, hitam, kuning atau campuran, mata berambut (terkadang dengan rambut yang sangat pendek). Tidak terdapat karina hiperoksipital, tidak terdapat timbunan post ocellar, tidak terdapat lubang preocellar. Jantan dengan antena 12 ruas dan betina 11 ruas, gada pada jantan 5 ruas, tidak terdapat notauli, sayap seperti selaput, tidak terdapat pigmen, venasi post marginal lebih panjang daripada stigmal (Johnson 1984). Spesies podisi memiliki ciri-ciri sebagai berikut, betina memiliki 5 ruas klavus pada antenna, lebar frons sama dengan tinggi mata, frons halus, occipital carina berbentuk crenulate atau sederhana, memiliki 2 pasang atau lebih seta sublateral, terdapat karina metapleural. Pada sayap venasi basal tidak menebal, sayap belakang lebih lebar dari sayap depan (Johnson 1984). Terdapat juga parasitoid telur Gryon sp. (Hymenoptera: Scelionidae) yang memarasit telur laba-laba Phintella sp. (Araneae: Salticidae). Hal ini menunjukkan bahwa musuh alami yang berupa Hymenoptera parasitoid yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali tergolong lengkap dan dapat memarasit semua instar dari hama kecuali fase dewasa.
Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada Vegetasi Bawah Selain hubungan interaksi antara serangga herbivora dengan Hymenoptera parasitoid pada tanaman kelapa sawit, penelitian ini juga melihat hubungan interaksi antara serangga herbivora dengan Hymenoptera parasitoid yang terjadi pada vegetasi bawah (Gambar 21, Tabel 4). Terdapat beberapa vegetasi bawah yang
37 menjadi tempat terjadi interaksi Hymenoptera parasitoid dan herbivora di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali. Eurytoma dentata Eury toma.dentata
Euploea sp.
A. bifasciatus C. walleyi sp. Anastatus.bif asciatus T. podisi Microplitis demolitor Podagrion pachymerum Aleoides Aleoides.sp. Chry socharis.walley i Phorotrophus sp. Podagrion.pachy merum Phorotrophus.sp.
Telenomus.podisi Microplitis.demolitor
Ly mantria
sp1. sp. Euploea sp.LimacodidaeLymantria Limacodidae sp. 1
K. monocephala
Apartura argus
A. hispidulum
N. biserrata
Mantis sp.
Euploea core
Ageratum conyzoides
Chromolaema odorata
Diplonea sp. Diplonea sp. PhintellaS. sp. urticae Spilosoma urticae Phintella sp.
Mantis sp.
P. repens
Brachiaria humidicola
A. compressus C. crepidioides
Gambar 21 Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada vegetasi bawah Tabel 4 Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada vegetasi bawah Parasitoid Telenomus podisi Aleiodes sp. Microplitis demolitor Eurytoma dentata Anastatus bifasciatus Podagrion pachymerum Phorotrophus sp. Chrysocharis walleyi
Inang Lymantria sp. Spilosoma urticae Euploea core Euploea sp. Euploea sp. Limacodidae sp. Diponea sp. Mantis sp. Lymantria sp. Phintella sp.
Jumlah Individu PL PTL 18 394 11 000 71 136 23 33 051 20 07 033 83 011 02 003 12 047
PL: Pengamatan Langsung, PTL: Pengamatan Tidak Langsung
Eurytoma dentata Mayr (Hymenoptera: Eurytomidae) dapat memarasit beberapa inang, yaitu Euploea sp. (Lepidoptera: Nymphalidae), Limacodidae sp. 1 dan Euploea core Cramer. Podagrion pachymerum (Walker) (Hymenoptera: Torymidae) hanya memarasit satu inang saja, yaitu ooteka dari Ordo Mantodea. Euploea sp. (Lepidoptera: Nymphalidae) selain diparasit oleh E. dentata juga diparasiti oleh Microplitis demolitor Wilkinson (Hymenoptera: Braconidae).
38 Lymantria sp. (Lepidoptera: Lymantriidae) diparasiti oleh 2 parasitoid yang berbeda, yaitu T. podisi dan Phorotrophus sp. (Hymenoptera: Braconidae). Vegetasi bawah yang terlibat dalam hubungan tersebut tidak hanya dari satu jenis tanaman saja, akan tetapi dari beberapa jenis tanaman, yaitu Adiantum hispidium De Bosc., Chromolaena odorata L., Kyllinga monocephala Rottb., Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott, Ageratum conyzoides L., Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick, Panicum repens L., Crassocephalum crepidioides (Benth.) dan Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv. Dari beberapa tanaman yang telah disebutkan tersebut terdapat beberapa tanaman yang sudah digunakan untuk meningkatkan keanekaragaman sebagai shelter bagi musuh alami dalam area perkebunan kelapa sawit. Tanaman tersebut yaitu N. biserrata (Ariyanti et al. 2015) dan A. compressus (Sw.) (Samedani et al. 2013). Vegetasi bawah dapat meningkatkan keanekaragaman pada suatu habitat, khususnya parasitoid, karena selain menyediakan inang alternatif, dapat juga digunakan sebagai shelter, menyediakan nutrisi tambahan, dan tempat istirahat (Landis et al. 2000; Altieri dan Nicholls 2004; Wratten et al. 2004; Berndt et al. 2006; Luskin dan Potts 2011). Selain itu, interaksi antara serangga herbivora dengan Hymenoptera parasitoid juga dipengaruhi oleh iklim terutama suhu. Semakin hangat suhu maka akan mempercepat proses penyebaran hewan ektotermik (khususnya serangga hama) di antara habitat lokal (May 1979; Fuhrer 2003; Brose et al. 2012) dan dapat memengaruhi perubahan fenologi pada tanaman inang (Sherry et al. 2007; Hovenden et al. 2008; Selvaraj et al. 2013). Suhu juga memengaruhi musuh alami terutama serangga yang dapat meningkatkan daya jelajah (foraging) dalam upaya pencarian mangsa atau inang (Brown et al. 2004; Terblanche et al. 2007; Loeschcke dan Hoffman 2007; Lann et al. 2011), memengaruhi ketersediaan inang atau mangsa pada suatu area (Cooke dan Roland 2003; Stireman et al. 2005), serta memengaruhi tingkat parasitisasi inang oleh parasitoid (Sequeira dan Mackauer 1994; Stireman et al. 2005; Henri et al. 2012). Selain itu, terdapat teori yang menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu dalam suatu ekosistem akan memudahkan hama untuk terparasiti oleh parasitoid (Hance et al. 2007; Traill et al. 2010). Ketika suhu semakin tinggi maka populasi kutu daun akan semakin tinggi (Chen et al. 2007; Gao et al. 2009; Dong et al. 2013) dan akan menghasilkan populasi parasitoid yang tinggi. Melihat hasil yang didapat pada penelitian ini terdapat kesamaan antara Hymenoptera yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit dan yang ditemukan pada vegetasi bawah. Hal ini membuktikan bahwa vegetasi bawah sangat berpengaruh terhadap keberadaan parasitoid pada suatu area. Keberadaan parasitoid pada vegetasi bawah menunjukkan bahwa vegetasi bawah menyediakan inang alternatif atau tempat berlindung.
39
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor memiliki tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang tinggi dengan nilai indeks ShannonWiener sebesar 3.40. Hymenoptera parasitod yang ditemukan terdiri atas 111 spesies yang termasuk ke dalam 26 famili, dengan Famili Braconidae ditemukan dengan spesies terbanyak dengan jumlah 14 spesies. Kelimpahan individu tebanyak adalah Scelio sp. dari Famili Scelionidae dengan 394 ekor. Parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan hama pemakan daun kelapa sawit adalah Spinaria spinator (Braconidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens (Limacodidae) dan Amatissa sp. (Psychidae), Charops bicolor (Ichneumonidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens (Limacodidae), Aphanogmus sp. (Ceraphronidae) yang berasosiasi dengan Mahasena corbetti dan Metisa plana (Psychidae), dan Telenomus podisi (Scelionidae) yang berasosiasi dengan Birthosea bisura. T. podisi ditemukan juga berasosiasi dengan inang yang berada pada tanaman vegetasi bawah yaitu Lymantria sp. (Lymantriidae) pada tanaman Adiantum hispidulum.
Saran Perlu melakukan penelitian serupa yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit pada umur tanaman yang lebih muda, sehingga dapat dilihat apakah pada tanaman kelapa sawit umur tua dan umur muda memiliki kesamaan parasitoid atau tidak. Penanaman tanaman berbunga perlu dilakukan pada area perkebunan kelapa sawit untuk dapat meningkatkan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid.
40
DAFTAR PUSTAKA Abd-Rabou S. 2012. New records of host insects and distribution of the effective parasitoid, Microterys nietneri Motschulsky (Hymenoptera: Encyrtidae) in Egypt. J Tropl Asian Entomol. 1: 29-31. Abtar, Hasriyanti, Nasir B. 2013. Komunitas semut (Hymenoptera: Formicidae) pada tanaman padi, jagung dan bawang merah. J Agrotekbis. 1(2): 109-112. Aduba OL, Dawn MO, John RR, Peter GH, Thomas RP. 2013. Flowering plant effects on adults of the stink bug parasitoid Aridelus rufotestaceus (Hymenoptera: Braconidae). Biol Cont. 67: 344-349. Aguiar-Menez EL, Menezes EB, Loiacono MS. 2003. First record of Coptera haywardi Loiacono (Hymenoptera: Diapriidae) as a parasitoid of fruitinfesting Tephritidae (Diptera) in Brazil. Neotrop Entomol. 32(2): 355-358. Agustira MA, Kurniawan A, Dja’far, Siahaan D, Buana L, Wahyono T. 2008. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Alba MC. 1988. Trichogrammatids in the Philippines. Philipp Ent. 7(3): 253-271. Alonso RS, Racca-Filho F, Lima AF. 2012. Occurences of whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) on cassava (Manihot esculenta Crantz) crops under field conditions in the State of Rio de Janiero, Brazil. Entomo Brasilis. 5(1): 7879. Altieri MA. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agric, Ecosyst and Environ 74: 19-31. Altieri MA, Nicholls CI. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystem. Second edition. New York (USA): Food Product Press. Amarasekare P. 2000. Coexistence of competing parasitoids on patchily distributed host: local vs spatial mechanisms. Ecology. 81(5): 1286-1296. Amini A, Lelej AS, Sadeghi H, Karimi J. 2014. First record of the velvet ants (Hymenoptera: Mutillidae) reared from puparia of the ber fruit fly Carpomya vesuviana Costa (Diptera: Tephritidae) in Iran. Zootaxa. 3861(6): 585-590. Amir M, Sih Kahono. 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Cibinong (ID): Biodiversity Conservation Project. Anbalagan V, Paulraj MG, Ignacimuthu S. 2015. Diversity and abundance of Hymenoptera families in vegetable crops in north-eastern District of Tamil Nadu, India. IJFBS. 2(3): 100-104. Anderson A, McCormack S, Helden A, Sheridan H, Kinsella A, Purvis G. 2010. The potential of parasitoid Hymenoptera as bioindicators of arthropod diversity in agricultural grasslands. J Appl Ecol. (2010): 1-9 [Doi: 10.1111/j.1365-2664.2010.01937.x] Aranda R, Graciolli G. 2013. First report of Exomalopsis fulvofasciata (Hymenoptera: Anthoporidae) as host of two Timulla species (Hymenoptera: Mutillidae). Biota Neotrop. 13(4): 382-384. Arifin I. 2014. Keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae) pada berbagai subzona hutan pegunungan di sepanjang jalur pendakian Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP). BIOMA. 10(2): 1-9.
41 Ariyanti M, Yahya S, Murtilaksono K, Suwarto, Siregar HH. 2015. Study of the growth of Nephrolepis biserrata Kuntze and its utilization as cover crop under mature oil palm plantation. IJSBAR. 19(1): 12-17. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. Ashmead WH. 1904. A list of the Hymenoptera of the Philippines Islands, with the descriptions of new species. J New York Entomol Soc. 12(1): 1-22. Askew RR. 1970. Observation on the hosts and host food plants of some Pteromalidae [Hym., Chalcidoidea]. Entomophaga. 15(4): 379-385. Atmowidi T. 2000. Keanekaragaman morfospesies Hymenoptera parasitoid dan senyawa antiherbivora Taman Nasional Gunung Halimun [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Austin AD, Johnson NF, Dowton M. 2005. Systematics, evolution, and biology of Scelionid and Platygastrid wasps. Annu Rev Entomol. 50: 553-582. [Doi: 10.1146/annurev.ento.50.071803.130500]. Austin AD, Yeates DK, Cassis G, Fletcher MJ, La Salle J et al. 2004. Insects ‘downunder’ – diversity, endemism and evolution of the Australlian insect fauna: examples from select orders. Austra J Entomol. 43: 216-234. Azhar B, Saadun N, Puan CL, Kamarudin N, Aziz N, Nurhidayu S, Fischer J. 2015. Promoting landscape heterogeneity to improve the biodiversity benefits of certified palm oil production: evidence from Peninsular Malaysia. Global Ecology and Conservation. 3: 553-561. Baehaki. 2013. Hama penggerek batang padi dan teknologi pengendalian. Iptek Tanaman Pangan. 8(1): 1-14. Baidaq ZM, Ramadhane AM, Tara RA. 2015. Biological synchronization of the endo-parasitoid Platygaster demades Walker (Hymenoptera: Platygastridae) with its host the olive leaf midge Dasineura oleae F. Loew (Diptera: Cecidomyiidae). J of Agric and Environ Sci. 2(3): 1-8. Baquero E, Jordana R. 1999. Species of Anagrus Haliday, 1833 (Hymenoptera, Chalcidoidea, Mymaridae) in Navarra (Spain). Miscel-lania Zoologica. 22(2): 39-50. Barilli DR, Pietrowski V, Wengrat APGDS, Gazola D, Ringenberg R. 2014. Biological characteristics of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti (Hemiptera: Pseudococcidae). Revista Colombiana de Entomologia. 40(1): 21-24. Basset Y. 1999. Diversity and abundance of insect herbivores foraging on seedlings in a rainforest in Guyana. Ecol Entomol. 24: 245-259. Basset Y, Novotny V, Miller SE, Weiblen GD, Missa O, Stewart AJA. 2004. Conservation and biological monitoring of tropical forests: the role of parataxonomists. J App Ecol. 41: 163-174. Beardsley JW. 1976. A synopsis of the Encyrtidae of the Hawaiian Islands with keys to genera and species. Procc of the Hawaiian Entomol Soc. 22(2): 181228. Bennet AB, Gratton C. 2012. Local and landscape scale variables impact parasitoid assemblages across an urbanization gradient. Landscape and Urban Planning. 104: 26-33. Berndt LA, Wratten SD, Scarratt SL. 2006. The influence of floral resource subsidies on parasitism rates of leafrollers (Lepidoptera: Tortricidae) in New Zealand vineyard. BioCont. 37: 50-55.
42 Berry JA. 2007. Key to the New Zealand species of Psyllaephagus Ashmead (Hymenoptera: Encyrtidae) with description of three new species and a new record of the psyllid hyperparasitoid Coccidoctonus psyllae Riek (Hymenoptyera: Encyrtidae). Aus J Entomol. 46: 99-105. Beyarslan A. 2011. Two new species, Bracon (Lubracon) kuzguni sp. n. and Bracon (Lubracon) breviradius sp. n., from Turkey (Hymenoptera: Braconidae: Braconinae). Turk J Zool. 35(4): 503-508. Bibi F, Ali Z. 2013. Measurement of biodiversity indices of avian communities at Taunsa Barrage wildlife sanctuary, Pakistan. J Anim Plant Sci. 23(2): 469474. Blumberg D. 2008. Date palm arthropod pests and their management in Israel. Phytoparasitica. 36(5): 411-448. Bomfim DA, Uchoa-Fernandes MA, Braganca MAL. 2007. Hosts and parasitoids of fruit flies (Diptera: Tephritoidea) in the State of Tocantins, Brazil. Neotrop Entomol. 36(6): 984-986. Borges M, Colazza S, Ramirez-Lucas P, Chauhan KR, Moraes MCB, Aldrich JR. 2003. Kairomonal effect of walking trasces from Euschistus heros (Hemiptera: Pentatomidae) on two strains of Telenomus podisi (Hymenoptera: Scelionidae). Physio Entomol. 28: 349-355. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari An introduction to the Study of Insects. Brose U, Dunne JA, Montoya JM, Petchey OL, Schneider FD, Jacob U. 2012. Climate change in size-structured ecosystems introduction. Philos T Roy Soc B. 367: 2903-2912. Brown JH, Gillooly JF, Allen AP, Savage VM, West GB. 2004. Toward a metabolic theory of ecology. Ecology. 85: 1771-1789. Buhl PN. 2006. Key to Platygaster (Hymenoptera, Platygastridae) from Denmark, with descriptions of new species. Steenstrupia. 29(2): 127-167. Buhl PN. 2011. Species of Platygastrinae and Sceliotrachelinae from rainforest canopy in Tanzania, with keys to he Afrotropical species of Amblyaspis, Inostemma, Leptacis, Platygaster and Synopeas (Hymenoptera, Platygastridae). Tijdschrift voor Entomologie. 154: 75-126. Burianek V, Novotny R, Hellebrandova K, Sramek V. 2013. Ground vegetation as an important factor in the biodiversity of forest ecosystems and its evaluation in regrad to nitrogen deposition. J Forest Sci. 59(6): 238-253. Carleton D, Quiring D, Heard S, Hebert C, Delisle J, Berthiaume R, Bauce E, Royer L. 2010. Density-dependent and density-independent responses of three species of Telenomus parasitoids of hemlock looper eggs. Entomol Exp App. 137: 296-303. Carnus JM, Parotta J, Brockerhoff E, Arbez M, Jactel H, et al. 2006. Planted forests and biodiversity. J Forest (2006): 65-77. Carpenter JE, Pair SD, Pitt GP. 1994. Ichneumon promissorius (Hymenoptera: Ichneumonidae): development on North American hosts. J Economic Entomol. 87(4): 929-932. Carvalho AN, Santos PT. 2013. Factors affecting the distribution of epibenthic biodiversity in the Cavado estuary (NW Portugal). J of Integrated Coastal Zone Management. 13(1): 101-111.
43 Chen FJ, Gang W, Megha N, Parajulee FG. 2007. Impact of elevated CO2 on the third trophic level: a predator Harmonia axyridis and a parasitoid Aphidius picipes. Biocont Sci Tech. 17: 313-324. Chenon D, Sipayung A, Sudharto PS. 1989. The importance of natural enemies on leaf-eating caterpillar in oil palms plantations in Sumatra, Indonesia-uses an possibilities. Di dalam: Jalani BS, Zin ZZ, Paranjothy K, Arrifi D, Rajanaidu N, Cheach SC, Basri MW, Henson IE, Tayeb MD, editor. PORIM International Palm Oil Development Converence. Bangi: Palm Oil Research Institute. Hlm: 245-256. Cheong YL, Sajap AS, Hafidzi MN, Omar D, Abood F. 2010. Outbreaks of bag worms and their natural enemies in an oil palm, Elaeis guineensis, Plantation at Hutan Melintang, Perak, Malaysia. J Entomol. 7: 141-151. Choi JK, Lee JW. 2008. Taxonomic study of the genus Charops Holmgren (Hymenoptera: Ichneumonidae: Campopleginae) from the Eastern Palaeartic Region. Entomol Res. 38: 157-164. Cingolani MF, Greco NM, Liljesthrom GG. 2015. Cold-storage of Piezodorus guildinii (Hemiptera: Pentatomidae) eggs for rearing Telenomus podisi (Hymenoptera: Platygastridae). J Agr Sci Tech. 17: 1507-1516. Clarke KR, Warwick RM. 2001. Changes in Marine Communities: An Aproach to Statistical Analysis and Interpretation. 2nd ed. Plymouth: (UK): PRIMERE. Clausen CP. 1940. Entomophagous Insect. New York (USA): McGraw-Hill Book Company. Cock MJ, Gallego CE, Godfray HCJ. 2008. Penthocrates Meyrick (Lepidoptera: Limacodidae), a genus of new outbreak pests of coconut in the Philippines. Trop Pest Manag. 32(3): 201-206. Collatz J, Muller C, Steidle JLM. 2006. Protein synthesis-dependent long-term memory induced by one single associative training trial in the parasitic wasp Lariophagus distinguendus. Learn Mem. 13:263-266. Conlong DE, Graham DY, Hastings H. 1988. Notes on the natural host surveys and laboratory rearing of Goniozus natalensis Gordh (Hymenoptera: Bethylidae), a parasitoid of Eldana saccharina Walker (Lepidoptera: Pyralidae) larvae from Cyperus papyrus L. in Southern Africa. J Ent Soc Sth Afr. 51(1): 115127. Cooke BJ, Roland J. 2003. The effect of winter temperature on forest tent caterpillar (Lepidoptera: Lasiocampidae) egg survival an population dynamics in Northern climates. Environ Entomol. 32(2): 299-311. Costamagna AC, Menalled FD, Landis DA. 2004. Host density influences parasitism of the armyworm Pseudaletia unipuncta in agricultural landscapes. Basic and Applied Ecology. 5: 347-355. Culik MP, Martins DS, Ventura JA, Peronti ALBG, Gullan PJ, Kondo T. 2007. Coccida, Pseuodococcidae, Ortheziidae, and Monophlebidae (Hemiptera: Coccoidea) of Espirito Santo, Brazil. Biota Neotropica. 7(3): 61-67. Daane KM, Sime KR, Wang X, Nadel H, Johnson MW, Walton VM, Kirk A, Pickett CH. 2008. Psyttalia lounsburyi (Hymenoptera: Braconidae), potential biological contorl agent for the olive fruit fly in California. Biol Cont. 44: 7989.
44 Dall’Oglio OT, Zanuncio JC, Azevedo CO, Medeiros AGB. 2000. Survey of the Hymenoptera parasitoids in Eucalyptus grandis and in a native vegetation area in Ipaba, State of Minas Gerais, Brazil. An Soc Entomol Brasil. 29(3): 583-588. Daniel C. 2014. Experiences of integrated management of Europan Cherry Fruit Fly (Rhagoletis cerasi) and how to utilize this knowledge for Sea Buckthorn Fly (Rhagoletis batava). Proceedings to the 3rd Europan Workshop on Sea Buckthorn. Naantali (FIN): 14-16. Darrouzet-Nardi A, Hoopes MF, Walker JD, Briggs CJ. 2006. Dispersal and foraging behaviour of Platygaster californica: hosts can’t run, but they can hide. Ecol Entomol. 31: 298-306. Deyrup M, Atkinson TH. 1993. Survey of evaniid wasps (Hymenoptera: Evaniidae) and their cockroach hosts (Blattodea) in a natural Florida habitat. Florida Entomologist. 76(4):589-593. Dong Z, Hou R, Ouyang Z, Zhang R. 2013. Tritophic interactions influenced by warming and tillage: A field study on winter wheat, aphids and parasitoids. Agric, Ecosyst Enviro. 181: 144-148. Doronin M. 1996. The hosts of some cuckoo wasps (Hymenoptera, Chrysididae) in Latvia. Latvijas Entomologs. 35: 17-19. Downie IS, Wilson WI, Abernethy VJ, McCracken DI, Foster GN, Ribera I, Murphy KJ, Waterhouse A. 1999. The impact of different agricultural landuses on epigeal spider diversity in Scotland. J Insect Conserv. 3:273-286. Duarte S, Goncalves CI, Figueiredo E, Quartau JA, Mexia A, Amaro F. 2006. Viability of rearing Telenomus sp. (Hymenoptera: Scelionidae), an egg parasitoid of Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae), under laboratory conditions. Bol San Veg Plagas. 32: 513-521. Dung DT, Phuong LTH, Long KD. 2011. Insect parasitoid composition on soybean, some eco-biological characteristics of the parasitoid, Xanthopimpla punctata Fabricius on soybean leaffolder Omiodes indicata (Fabricius) in Hanoi, Vietnam. JISSAAS. 17(2): 58-69. Dyer LA. 2007. Large sclae gradients in tritrophic interactions. Tropinet. 18(3): 110. Erniwati, Ubaidillah R. 2011. Hymenopteran parasitoids associated with the banana-skipper Erionota thrax L. (Insecta: Lepidoptera, Hesperiidae) in Java, Indonesia. Biodiversitas. 12(2): 76-85. Erwin TL. 1990. Canopy arthropoda biodiversity: a chronology of sampling and techniques and result. Rev Per Ent. 32: 71-77. Evans GA, Dessart P, Glenn H. 2005. Two new species Aphanogmus (Hymenoptera: Ceraphronidae) of economic impotance reared from Cybocephalus nipponicus (Coleoptera: Cybocephalidae). Zootaxa. 1018: 4754. Falco-Gari JV, Peris-Felipo FJ, Jimenez-Peydro R. 2014. Diversity and phenology of the Braconid community (Hymenoptera: Braconidae) in the Mediterranian Protected Landscape of Sierra Calderona (Spain). J Ecol. 4: 175-181. Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Hartono R. 2006. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta (ID) : Penebar Swada.
45 Fayle TM, Turner EC, Snaddon JL, Chey VK, Chung AYC, Eggleton P, Foster WA. 2009. Oil palm expansion into rain forest greatly reduces ant biodiversity in canopy, epiphytes and leaf-litter. Basic App Ecol. 11: 337-345. Fernandes LBR, Filho MMD, Fernandes MA, Penteado-Dias AM. 2010. Ichneumonidae (Hymenoptera) parasitoids of Lepidoptera caterpillars feeding on Croton floribundus Spreng (Euphorbiaceae). Revista Brasileira de Entomologia. 54(2): 263-269. Ferreira SA, Vasconcellos-Neto J. 2001. Host plants of the grasshopper Cornops aquaticum (Bruner) (Orthoptera: Acrididae) in the Wetland of Pocone, MT, Brazil. Neotropical Entomology. 30(4): 523-533. Figueiredo MDLC, Lucia TMCD, Cruz I. 2002. Effect of Telenomus remus Nixon (Hymenoptera: Scelionidae) density on control of Spodoptera frugiperda (Smith) (Lepidoptera: Noctuidae) egg masses upon release in a maize field. Revista Brasileira de Milho e Sorgo. 1(2): 12-19. Fisher N, La Salle J. 2005. A new species of Neochrysocharis Kurdjumov (Hymenoptera: Eulophidae), a parasitoid of serpentine leaf miners (Diptera: Agromyzidae) in Southeast Asia. Zootaxa. 1044: 27-34. Fitzherbert EB, Struebig MJ, Morel A, Danielsen F, Bruhl CA, Donald PF, Phalan B. 2008. How will oil palm expansion affect biodiversity?. Trends in Ecology and Evolution. 23(10): 538-545. French DR, Travis MJ. 2001. Density-dependent dispersal in host-parasitoid assemblages. OIKOS. 95: 125-135. Fuhrer J. 2003. Agroecosystem responses to combination elevated CO2, ozone and global climate change. Agric Ecosys Environ. 97: 1-20. Gajbe N, Khan MA, Dadmal SM, Khadakkar S. 2014. Redescription of four Eulophid parasitoids (Hymenoptera: Eulophidae: Tetrastichinae) collected from Uttarakhand. J Entomol Zoo Studies. 2(4): 87-92. Gao F, Zhu S, Sun Y, Du L, Parajulee M, Kang L, Ge F. 2009. Interactive effects of elevated CO2 and cotton cultivar on tri-trophic interaction of Gossypium hirsutum, Aphis gossyppii, and Propylaea japonica. Environ Entomol. 37: 2937. Garbach K, Milder JC, Montenegro M, Karp DS, DeClerck FAJ. 2014. Biodiversity and ecosystem services in agroecosystems. Encyc Agric Food Syst. 2: 21-40. Gencer L. 2009. Contribution to the knowledge of the chalcid parasitoid complex (Hymenoptera: Chalcidoidea) of Agromyzid leafminers (Diptera: Agromyzidae) from Turkey, with new hosts and records. J Plant Protect Res. 49(2): 158-161. Ghahari H, Fischer M, Cetin EO, Beyarslan A, Havaskary M. 2009. A contributon to the knowledge of the Braconid-fauna (Hymenoptera, Ichneumonoidea, Braconidae) of Arasbaran, Northwestern Iran. Entomofauna. 30(20): 329336. Ghahari H, Havaskary M, Tabari M, Ostovan H, Sakenin H, Satar A. 2009. An annotated catalogue of Orthoptera (Insecta) and their natural enemies from Iranian rice fields and surrounding grasslands. Linzer Biologische Beitrage. 41(1): 639-672.
46 Ghazali SZ, Zain BMZ, Yaakop S. 2014. Determination of Pediobius sp. (Hymenoptera: Eulophidae), a new species record of endoparasitoid associated with beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) from Malaysia using DNA barcode. Pertanika J Trop Agric Sci. 37(2): 285291. Ghoneim K. 2014. Parasitic insects and mites as potential biocontrol agents for a devastative pest of tomato, Tuta absoluta Meyrick (Lepidoptera: Gelechiidae) in the world: a review. IJAR. 2(8): 81-115. Gibson GAP, Huber JT, Woolley JB. 1997. Annotated Keys to the Genera of Neartic Chalcidoidea (Hymenoptera). Ottawa, Canada (CA): NRC Research Press. Gitau CW, Gurr GM, Dewhurst CF, Nicol H, Fletcher M. 2011. Potential for biological control of Zophiuma butawengi (Heller) (Hemiptera: Lophopidae) in coconut and oil palms using the hymenopterans Ooencyrtus sp. (Encyrtidae) and Parastethynium maxwelli (Girault) (Mymaridae). Bio Control. 59(2): 187-191. Gnanakumar M, Rajmohana K, Bijoy C, Balan D, Nishi R. 2012. Diversity of Hymenopteran egg parasitoids in organic and conventional paddy ecosystems. Trop Agric Res. 23(4): 300-308. Goehring DM, Daily GC, Sekercioglu CH. 2002. Distribution of ground-dwelling arthropods in tropical countryside habitats. J Insect Conserv. 6: 83-91. Godfray HCJ. 1994. Parasitoid: Behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey (US): Pricenton University Press. Gomez J, Barrera JF, Rojas JC, Macias-Samano J, Liedo JP, Cruz-Lopez L, Badii MH. 2005. Volatile compounds released by disturbed females of Cephalonomia stephanoderis (Hymenoptera: Bethylidae): a parasitoid of the coffe berry borer Hypothenemus hampei (Coleoptera: Scolytidae). Florida Entomologist. 88(2): 180-187. Gonzales S, Vercher R, Dominguez GA, Mano P. 2008. Biodiversity and distribution of beneficial Arthropods within hedgerows of organic citrus orchard in Valencia (Spain). IOBC. 38: 275-279. Gould RK, Pejchar L, Bothwell SG, Brosi B, Wolny S, Mendenhall CD, Daily G. 2013. Forest restoration and parasitoid wasp communities in Montane Hawai’i. PLOS One. 8(3): 1-11. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guide to Families. Ottawa (UK): Centre for land and Biological Resources Research. Grissell EE, Schauff ME. 1990. A Handbook of the Families of Nearctic Chalcidoidea (Hymenoptera). Washington (US): The Entomological Society of Washington. Guglielmino A. 2002. Dryinidae (Hymenoptera: Chrysidoidea): an interesting group among the natural enemies of the Auchenorrhyncha (Hemiptera). Biologiezentrum Linz. 176: 549-556. Guglielmino A, Olmi M. 2006. A host-parasite catalog of world Dryinidae (Hymenoptera: Chrysidoidea): first supplement. Zootaxa. 1139: 35-62. Gunawardene NR, Taylor CK. 2012. New record of Elasmus (Hymenoptera, Elasmidae) species from Barrow Island, Western Australia. J Hym Res. 29: 21-35.
47 Gurr GM, Read DMY, Catindig JLA, Cheng J, Liu J, Lan PL, Heong KL. 2012. Parasitoids of the rice leaffolder Cnaphalocrocis medinalis and prospects for enhanching biological control with nectar plants. Agric Forest Entomol. 14: 1-12. Hadi MM. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Adicita Karya Nusa. Hamid H, Buchori D, Triwidodo H. 2003. Keanekaragaman parasitoid dan parasitisasinya pada pertanaman padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Hayati. 10(3): 85-90. Hammond WNO, Neuenschwander P, Herren HR. 1987. Impact of the exotic parasitoid Epidinocarsis lopezi on cassava mealybug (Phenacoccus manihoti) populations. Insects Sci Applic. 8(4): 887-891 Hance T, van Baaren J, Vernon P, Boivin G. 2007. Impact of extreme temperatures on parasitoids in a climate change perspectives. Annu Rev Entomol. 52: 107126. Hansson C. 1986. Revision of the new world species of Chrysocharis Forster (Hymenoptera: Eulophidae). Ent Scand Suppl. 29: 1-86. Hansson C, Nishida K. 2002. A new species of Pediobius (Hymenoptea: Eulophidae) from Epilachna (Coleoptera: Coccinellidae) in Costa Rica. Rev Biol Trop. 50(1): 121-125. Hanysyam MNM, Fauziah I, Khairiyah MHS, Fairuz K, et al. 2013. Assesment on the diversity of parasitoids of bagworms (Lepidoptera: Psychidae) in FELDA Gunung Besout 6, Sungkai, Perak. SHUSER. 2013: 130-135. Harrison S, Bruna E. 1999. Habitat fragmentation and large-scale conservation: what do we know for sure? Ecography. 22: 225-232. Hassan SA. 1993. The mass rearing and utilization of Trichogramma to control Lepidoptera pests: achievements and outlook. Pestic Sci. 37: 387-391. Hassell MP, Waage JK. 1984. Host-parasitoid population interactions. Ann Rev Entomol. 29: 89-114. Hassell MP, May RM, Pacala SW, Chesson PL. 1990. The persistence of hostparasitoid associations in patchy environments. I. A general criterion. Amer Nat. 138(3): 568-583. Hawkins BA. 1994. Pattern and process in host-parasitoid interaction. Cambridge (GB): Cambridge University Press. Heip CHR, Herman PMJ, Soetaert K. 1998. Indices of diversity and evenness. Oceanis. 24(4): 61-87. Henri DC, Seager D, Weller T, van Veen FJF. 2012. Potentia for climate effects on the size-structure of host-parasitoid indirect interaction networks. Phil Trans R Soc B. 367: 3018-3024. Herard F, Bon MC, Maspero M, Cocquempot C, Lopez J. 2005. Survey and evaluation of potential natural enemies of Anoplophora glabripennis and A. chinensis. Proceedings 16th US Department of Agriculture Interagency Research Forum on Gypsy Moth and Other Invasive Species. US: 337. Hernandez-Lopez A, Rougerie R, Augustin S, Less DC, et al. 2011. Host tracking or cryptic adaptation? Phylogeography of Pediobius saulius (Hymenoptera, Eulophidae), a parasitoid of the highly invasive horse-chestnut leafminer. Evolutionary Appl. 5: 256-269.
48 Herting B, Simmonds FJ. 1977. A Catalogue of Parasites and Predators of Terrestrial Athropods. IV ed. Farnharm Royal (GB): Commonwealth Agricultural Bureaux Inc. Hertslet IR, Duckett JE. 1971. Thosea bisura. A new major pest of oil palms. Planter. 47: 398-404. Herz A, Hassan SA, Hegazi E, Khafagi WE, Nasr FN, Youssef AI et al. 2007. Egg parasitoids of the genus Trichogramma (Hymenoptera, Trichogrammatidae) in olive groves of the Mediterranean region. Bio Control. 40: 48-56. Hill CC, Emery WT. 1937. The biology of Platygaster herrickii, a parasite of the hessian fly. J Agric Res. 55(3): 199-213. Hill JL, Hill RA. 2001. Why are tropical rain forests so species rich? Classifying, reviewing and evaluating theories. Progress in Physical Geography. 25(3): 326-354. Hindarto A. 2015. Keanekaragaman serangga pada perkebunan kelapa sawit pada umur tanaman yang berbeda di unit Kebun Rambutan PTPN III [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hochberg ME. 1991. Intra-Host interactions between a braconid endoparasitoid, Apanteles glomeratus, and a baculovirus for larvae of Pieris brassicae. J Animal Ecol. 60(1): 51-63. Hohmann CL, Lovato L. 2003. Parasitism of Hypocala andremona (Stoll) (Lepidoptera: Noctuidae) eggs on parsimmon tress by trichogrammatids. Neotropical Entomology. 32(2): 351-353. Horstmann K, Floren A, Linsenmair KE. 2005. Ichneumonidae (Hymenoptera) from the canopy of tropical forests in Sabah, Malaysia: A comparison between primary and secondary forests. Ecotropica. 11: 41-52. Hovenden MJ, Wills KE, Schoor JKV, Williams AL, Newton PCD. 2008. Flowering phenology in a species-rich temperate grassland is sensitive to warming but not elevated CO2. New Phytol. 178: 815-822. Huber JT. 1986. Systematic, biology, and hosts of the Mymaridae and Mymarommatidae (Insecta: Hymenoptera): 1758-1984. Entomography. 4: 185-243. Huber JT. 2009. Introduction to the Mymaridae (Hymenoptera) of Fiji, with descriptions of two new species and comparison with the fairyflies of other Pacific Islands. Fiji Arthropods. 106: 17-34. Huber JT, Gibson GAP, Bauer LS, Liu H, Gates M. 2008. The genus Mymaromella (Hymenoptera: Mymarommatidae) in North America, with a key to described extant species. J Hym Res. 17(2): 175-194. Hutchison K. 1970. A test for comparing diversity based on the Shannon formula. J Theor Biol. 29: 151-154. Ibrahim AB, Palacio IP, Rohani I. 1994. Biology of Diachasmimorpha longicaudata, a parasitoid of Carambola fruit fly, (Diptera: Tephritidae). Pertanika J Trop Agric Sci. 17(2): 139-143. Idris AB. 2001. Preliminary study on differential abundance and diversity of Ichneumonids and Braconids in star fruit orchard and oil palm plantations. PJBS. 4(8): 958-959. Idris AB, Gonzaga AD, Nor Zaneedarwaty N, Hasnah BT, Natasha BY. 2001. Does habitat disturbance has adverse effect on the diversity of parasitoid community?. J Biol Sci. 1(11): 1040-1042.
49 Idris AB, Sajap AS, Farikha NH, Yakoob AB, Ruslan MY. 2001. Preliminary study on diversity and abundance of Ichneumonids and Braconids (Insecta: Hymenoptera) at the Ayer Hitam Forest Reserve. Pertanika J Trop Agric Sci. 24(1): 43-48. Iqbal N, Mohyuddin AI. 1990. Eco-Biology of Heliothis spp. in Pakistan. Pakistan J Agric Res. 11(4): 257-266. Isas M, Albarracin EL, Perez MLP, Salvatore A. 2016. Trichogramma (Hymenoptera: Trichogrammatidae) species, egg parasitoids of Diatraea saccharalis (Lepidoptera: Crambidae) on sugarcane (Poales: Poaceae) in Argentina. Florida Entomologist. 99(1): 133-134. Jaganmohan M, Vailshery LS, Nagendra H. 2013. Patterns of insect abundance and distribution in urban domestic gardens in Bangalore, India. Diversity. 5: 767778. Jahnke SM, Redaelli LZ, Diefenbach LMG, Dal Soglio FK. 2007. Structure and composition of the assemblage of parasitoids associated to Phyllocnistis citrella pupae Stainton (Lepidoptera: Gracillariidae) in citrus orchards in Southern Brazil. Bio Control. 36(5): 746-751. Japoshvili G, Karaca I. 2007. Encyrtid (Hymenoptera: Encyrtidae) parasitoids of Coccidae (Hemiptera: Coccoidea) in Turkey. Turk Entomol Derg. 31(3): 175188. Jaramillo J, Vega FE. 2009. Aphanogmus sp. (Hymenoptera: Ceraphronidae): a hyperparasitoid of the coffee berry borer parasitoid Prorops nasuta (Hymenoptera: Bethylidae) in Kenya. Bioc Sci Tech. 19(1): 113-116. Jennings JT, Krogmann L, Mew SL. 2012. Hyptia deansi sp. nov., the first record of Evaniidae (Hymenoptera) from Mexican amber. Zootaxa. 3349: 63-68. Joern A. 1982. Vegetatio structure and microhabitat selection in grasshoppers (Orthoptera, Acrididae). The Southwestern Naturalist. 27(2): 197-209. Johnson NF. 1984. Sysmatics of Neartic Telenomus. Classifications and revisions of the podisi and phymatae groups. Bull Ohio Biol Surv. 6(3): 113. Johnson MTJ, Agrawal AA. 2007. Covariation and composition of arthropod species across plant genotypes of evening primorse, Oenothera biennis. OIKOS. 116: 941-956. Johnson PJ, Buhl PN, Torrez VC. 2013. A new species of Platygaster Latreille (Hymenoptera: Platygastridae) parasitizing Chilophaga virgate Gagne (Diptera: Cecidomyiidae). Zootaxa. 3630(1): 184-190. Justin GCL, Preetha G. 2014. Survey on the occurance, distribution pattern and management of stem borers on rice in Kanyakumari District, Tamil Nadu. JEZS. 2(6): 86-90. Kaeslin M, Wehrle I, Grossniklaus-Burgin C, Wyler T, Guggisberg U, Schittny JC, Lanzrein B. 2004. Stage-dependent strategies of host invasion in the egglarval parasitoid Chelonus inanitus. J Insect Physiol. 51: 287-296. Kamarudin NH, Basri MW. 2010. Interactions of the bagworm, Pteroma pendula (Lepidopetra: Psychidae), and its natural enemies in an oil palm plantation in Perak. J Oil Palm Res. 22: 758-764. Kamarudin NH, Walker AK, Wahid MB, LaSalle J, Polaszek A. 1996. Hymenopterous parasitoids associated with the bagworms Metisa plana and Mahasena corbetti (Lepidoptera: Psychidae) on oil palms in Peninsular Malaysia. Bull Entomol Res 86: 423-439.
50 Kanagarajan R, Manickavasagam S. 2007. Diversity and status of Chalcids (Chalcididae: Hymenoptera) in agroecosystems. Plant Archives. 7(2): 661663. Kandabane M, Raguraman S, Mahadevan NR. 2006. Species composition and taxonomic similarity of Hymenoptera in an irrigated rice ecosystem of Tamil Nadu, India. Internat J Agric Sci. 2(2): 474-477. Kannagi A, Sivakumar V, Santhi V, Borgia JF. 2013. Hymenopteran diversity in a deciduous forest from South India. Int J Biodivers Conserv. 5(10): 666-670. Khairiyah MHS, Elfira SN, Hanysyam NM, Nurdiana S, Norashirene MJ, Faezah P. 2013. Entomofaunal diversity of Diptera at FELDA Besout 6 oil palm plantation. IERI Procedia. 5: 45-50. King BH. 1997. Host age response in the parasitoid wasp Spalangia cameroni (Hymenoptera: Pteromalidae). J Insect Behavior. 11(1): 103-117. Kiswanto, Purwanto HJ, Wijayanto B. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lampung (ID): BPTP. Klassen DL, Sharanowski BJ. 2014. First records of ensign wasps (Hymenoptera: Evaniidae) and their cockroach host (Blattodea: Blattellidae) in Manitoba. Proc Entomol Soc Manitoba. 70: 11-14. Kodjo TA, Komi A, Mawufe AK, Komlan W. 2013. Maize stemborers distribution, their natural enemies and farmers’ perception on climate change and stemborers in Southern Togo. J Appl Biosci. 64: 4773-4786. Koh LP, Wilcove DS. 2008. Is oil palm agriculture really destroying tropical biodiversity?. Conservation Letters. 1(2): 60-64. Kolaczan CR, Heard SB, Segraves KA, Althoff DM, Nason JD. 2009. Spatial and genetic structure of host-associated differentiation in the parasitoid Copidosoma gelechiae. J Evol Biol. 22: 1275-1283. Kolari P, Pumpanen J, Kulmala L, Ilvesniemi H, Nikinmaa E, Gronholm T. Hari P. 2006. Forest floor vegetation plays an important role in photosynthetic production of boreal forests. Forest Ecol and Manag. 221: 241-248. Krebs CJ. 1999. Ecological Metodology. Second Edition. New York (USA): An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Kumar S. 2012. Cotesia glomerata (Hymenoptera: Braconidae): a potential biocontrol agent for large white butterfly, Pieris brassicae (Lepidoptera: Pieridae). J Entomol. 2012: 1-7. Kurczewski FE, Spofford MG. 1986. Observations on the behaviors of some Scoliidae and Pompilidae (Hymenoptera) in Florida. Florida Entomologist. 69(4): 636-644. Kuris AM. 1973. Biological control: implications of the analogy between the trophic interactions of insect pest-parasitoid and snail-trematode systems. Experimental Parasitology. 33: 365-379. Kusdiaman D, Kurniawati N. 2007. Kajian pengendalian penggerek batang padi dengan monitoring lampu perangkap dan pelepasan parasitoid telur. Apresiasi Hasil Penelitian Padi. (2007): 383-392. Lachaud JP, Lachaud GP. 2012. Diversity of species and behavior of hymenopteran parasitoids of ants: A review. Psyche. (2012): 1-24. [Doi: 10.1155/2012 /134746]. Landis DA, Wratten SD, Gurr GM. 2000. Habitat management to coserve natural enemies of arthropod pests in agriculture. Annu Rev Entomol. 45: 175-201.
51 Lann CL, Roux O, Serain N, Van Alphen JJM, Vernon P, Van Baaren J. 2011. Thermal tolerance of sympatric hymenopteran parasitoid species: does it match seasonal activity?. Physiological Entomol. 36: 21-28. La Salle J. 1993. Parasitic Hymenoptera, biological control and biodiversity. Di dalam: LaSalle J, Gauld ID, editor. Hymenoptera and Biodiversity. Wallingfor (UK): CAB International Oxon. Hlm: 197-216. Lelej AS, Schmid-Egger Ch. 2005. The velvet ants (Hymenoptera, Mutillidae) of Central Europe. Linzer Biol Beitr. 37(2): 1505-1543. Li L, Wei W, Liu Z, Sun J. 2010. Host adaptation of a gregarious parasitoid Sclerodermus harmandi in artificial rearing. Bio Control. 55: 465-472. Li Z, Li B, Hu Z, Michaud JP, Dong J, Zhang Q, Liu X. 2015. The ectoparasitoid scleroderma guani (Hymenoptera: Bethylidae) uses innate and learned chemical cues to locate its host, larvae of the pine sawyer Monochamus alternatus (Coleoptera: Cerambycidae). Florida Entomologist. 98(4): 11821187. Liu TX, Kang L, Heinz KM, Trumble J. 2008. Biological control of Liriomyza leafminers: progress and perspective. CAB Rev. 4(4): 1-16. Loeschcke V, Hoffman AA. 2007. Consequences of heat hardening on a field fitness component in Drosophila depend on environtmental suhu. Americ Nat. 169: 175-183. Longcore T. 2003. Terrestrial arthropods as indicators of ecological restoration success in coastal sage scrub (California, USA). Restoration Eco. 11(4): 397409. Lopez-Martinez V. 2005. First record of Diachasmimorpha longicaudata (Ashmead) 1905 (Hymenoptera: Braconidae) parasitizing the papaya fruit fly Toxotrypana curvicauda Gerstaecker 1860. Entomotropica. 20(2): 121-123. Lord JC. 2006. Interaction of Mattesia oryzaephili (Neogrigarinorida: Lipotrophidae) with Cephalonomia spp. (Hymenoptera: Bethylidae) and their hosts Cryptolestes ferrugineus (Coleoptera: Laemophloeidae) and Oryzaephilus surinamensis (Coleoptera: Silvanidae). Bio Cont. 37: 167-172. Lotfalizadeh H, Zargaran MR, Taghizadeh M. 2014. Species diversity of Coccoidea parasitoids wasps (Hym.: Chalcidoidea) in the northern parts of EastAzarbaijan province, Iran. North-Western J Zoo. 10(1): 60-66. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.), Second edition. Tropical Agriculture Series. London (GB): Longman Group Limited. Luskin MS, Potts MD. 2011. Microclimate and habitat heterogeneity through the oil palm life cycle. Basic App Ecol. 12: 540-551. Lv J, Wilson LT, Beuzelin JM, White WH, Reagan TE, Way MO. 2011. Impact of Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) as an augmentative biocontrol agent for the sugarcane borer (Lepidoptera: Crambidae) on rice. Biol Cont. 56: 159-169. Macom TE, Landolt PJ. 1995. Elasmus polistis (Hymenoptera: Eulophidae) recovered from nests of Polistes dorsalis (Hymenoptera: Vespidae) in Florida. Florida Entomol. 78(4): 612-614. Mafi Sh, Ohbayashi N. 2010. Biology of Chrysocharis pentheus, an endoparasitoid wasp of the citrus leafminer Phyllocnistis citrella Stainton. J Agr Sci Tech. 12: 145-154.
52 Magurran AE. 1998. Ecological Diversity and its Measurement. New Jersey (US): Princeton University Press. Mahadi NA, Muhamad R, Adam NA. 2012. Relationship between bagworm Pteroma pendula Joannis (Lepidoptera: Psychidae) populations, parasitoids, and weather parameters in oil palm plantation. J Agri Sci. 4(12): 13-17. Mariau D. 1999. Limacodidae (Lepidoptera) on oil palm and coconut, Harmful species and natural enemies. Retour Au Menu. (1999): 158-160. Marino PC, Landis DA, Hawkins BA. 2005. Conserving parasitoid assemblages of North American pest Lepidoptera: Does biological control by native parasitoids depend on landscape complexity?. Biol Cont. 37: 173-185. Marsaro Jr AL, Adaime R, Ronchi-Teles B, Lima CB, da Silva Pereira PR. 2011. Anastrepha species (Diptera: Tephritidae), their hosts and parasitoids in the extreme north of Brazil. Biota Neotrop. 11(4): 117-123. Masner L. 2012. Revisionary notes and keys to world genera of Scelionidae (Hymenoptera: Proctotrupoidea). Mem Entomol Soc Can. Doi: 10.4039/entm10897fv. Mason PG. 2013. Biological control in Ontario 1952-2012: a summary of publications in the ‘Journal of The Entomology Society of Ontario’. JESO. 144: 27-111. May ML. 1979. Insect thermoregulation. Annu Rev Entomol. 24: 313-349. May RM, Hassell MP, Anderson RM, Tonkyn DW. 1981. Density dependence in host-parasitoid models. J Anim Ecol. 50: 855-865. McDonald C, Smith R, Scott M, Dick J. 2010. Using indices to measure biodiversity change through time. METMAV. (2010): 1-5. McMurtry JA. 1992. The role of exotic natural enemies in the biological control of insect and mite pests of avocado in California. Proc Second World Avocado Congress. 1992: 247-252. Michael. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. Jakarta (ID): UI Press. Minga H. 2010. Beneficial Insect. [Tersedia pada: http:// www. Thebeneficial insect.com]. Diakses pada 29 Maret 2016. Miura T, Hirashima Y, Chujo MT, Chu YI. 1981. Egg and nymphal parasites of rice leafhoppers and planthoppers: A result of field studies in Taiwan in 1979 (Part I). Esakia. 16: 39-50. Mohyuddin AI. 1968. Notes on the distribution and biology of Pediobius furvus (Gah.) (Hym. Eulophidae), a parasit of graminaceous stem-borers. Bull Ent Res. 59: 681-689. Moore A, Miller RH. 2008. Daphnis nerii (Lepidoptera: Sphingidae), a new pest of oleander on Guam, including notes on plant hosts and egg parasitism. Proc Hawaiian Entomol Soc. 40: 67-70. Mudri-Stojnic S, Andric A, Jozan Z, Vujic A. 2012. Pollinator diversity (Hymenoptera and Diptera) in semi-natural habitats in Serbia during summer. Arch Biol Sci. 64(2): 777-786. Murphy ST, Briscoe BR. 1999. The red palm weevil as an alien invasive: biology and the prospects of biological control as a component of IPM. Biocontrol. 20(1): 35-46.
53 Myartseva SN, Ruiz-Cancino E, Coronado-Blanco JM. 2014. Parasaissetia nigra (Hemiptera: Coccidae) and its parasitoids from the genus Coccophagus (Hymenoptera: Aphelinidae), with descriptions of a new species from Tamaulipas, Mexico. Florida Entomologist. 97(3): 1015-1020. Nalepa CA, Grissell EE. 1993. Host seed size and adult size, emergence, and morphology of Megastigmus acuelatus nigroflavus (Hymenoptera: Torymidae). Population Ecology. 22(6): 1313-1317. Nalini T, Manickavasagam S. 2011. Record of Encyrtidae (Hymenoptera: Chalcidoidea) parasitoids on mealybugs (Hemiptera: Pseudococcidae) from Tamil Nadu, India. J Species Lists and Distribution. 7(4): 510-515. Narendran TC. 1998. Parasitic Hymenoptera. Bangalore (IND): Interline Publishers. Naumann ID, van Achterberg C, Houston CF, Mickenen CD, Taylor RW. 1996. Hymenoptera. Di dalam: CSIRO. The Insect of Australia. A textbook for student and research workers. Volume II 2nd ed. Melbourne (AUS). Melbourne University Press. 916-1000. Neher DA. 1999. Soil community composition and ecosystem processes: comparing agricultural ecosystems with natural ecosystems. Agrofor Sys. 45: 159-185. Nelson JM. 1976. Elasmus polistis Burks (Hymenoptera: Eulophidae) reported in Oklahoma. Proc Oklahoma Acad Sci. 56: 55. Nicholis CI, Altieri MA. 2012. Plant biodiversity enhances bees and other insect pollinators in agroecosystems. A review: Agron Sustain Dev [internet]. [diunduh 2014 Sept 15]. Tersedia pada: DOI 10.1007/s13593-012-0092-y. Nolan KA, Callahan JE. 2005. Beachcomber biology: the Shannon-Wiener species diversity index. ABLE. 27: 334-338. Norman K, Basri MW. 1992. A Survey of Current Status and Control of Nettle Caterpillars (Lepidoptera: Limacodidae) in Malaysia (1981–1990). Palm Oil Research Institute Malaysia Occasional Paper. 27: 1–23. Nouhuys SV, Hanski I. 1999. Host diet affect extinctions and colonizations in a parasitoid metapopulation. J Anim Eco. 68: 1248-1258. Novotny M, Miller SE. 2014. Mapping and understanding the diversity of insects in the tropics: past achievements and future directions. Austral Entomol. (2014): 1-9. [Doi: 10.1111/aen.12111]. Noyes JS. 1989. The diversity of Hymenoptera in the tropic with special reference to parasitica in Sulawes: Ecol Entomol. 14: 197-207. Noyes JS, Lozada PW. 2006. Metaphycus zdeneki sp. nov. (Hymenoptera: Encyrtidae) from Peru, a parasitoid of Bakerius sp. (Hemiptera: Aleyrodidae). Acta Soc Zool Bohem. 69: 209-214. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): WB Saunders Company. Okolle JN, Ahmad AH, Mansor M. 2010. Bioecology and management of the banana skipper (Erionota thrax). Tree Forest Sci Biotech. 4(1): 22-31. Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
54 Pamuji R, Rahardjo BT, Tarno H. 2013. Populasi dan serangan hama ulat kantung Metisa plana Walker (Lepidoptera; Psychidae) serta parasitoidnya di perkebunan kelapa sawit Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. J HPT. 1(2): 58-71. Paoletti MG, Pimentel D, Stinner BR, Stinner D. 1992. Agroecosystem biodiversity: matching production and conservation biology. Agric, Ecosys Environ. 40: 3-23. Parn M, Soon V, Vallisoo T, Hovi K, Luig J. 2015. Host specifity of the tribe Chrysidini (Hymenoptera: Chrysididae) in Estonia ascertained with trapnesting. Eur J Entomol. 112(1): 91-99. Patrick B. 2000. Lepidoptera of small-leaved divaricating Olearia in New Zealand and their conservation priority. Sci Conser. 168: 1-26. Peritika MZ, Sugiyarto, Sunarto. 2012. Diversity of soil macrofauna on different pattern of sloping land agroforestry in Wonogiri, Central Java. Biodiversitas. 13(3): 140-144. Perveen F, Sultan R. 2012. Effects of the host and parasitoid densities on the quality production of Trichogramma chilonis on lepidopterous (Sitrotoga cerealella and Corcyra cephalonica). Arthropods. 1(2): 63-72. Picaud F, Bonnet E, Gloaguen V, Petit D. 2003. Decision making for food choice by grasshoppers (Orthoptera: Acrididae): comparison between a specialist species on a shrubby legume and three graminivorous species. Environt Entomol. 32(3): 680-688. Pillain GB, Nair KR. 1983. Xanthopimpla nana nana Schulz. (Hymernoptera: Ichneumonidae) a new pupal parasitoid of Opisina arenosella Walker on coconut. J Plant Crops. 11(1): 65-69. Polaszek A. 1997. An overview of parasitoids of African Lepidopteran cereal stemborers (Hymenoptera: Chrysidoidea, Ceraphronoidea, Chalcidoidea, Ichneumonoidea, Platygastroidea). Insect Sci Applic.17(1): 13-18. Polaszek A, Foerster A. 1997. Telenomus cyamophylax, n. sp. (Hymenoptera: Scelionidae) attacking eggs of the Velvetbean Caterpillar Anticarsia gemmatalis Hubner (Lepidoptera: Noctuidae). An Soc Entomol Brasil. 26(1): 177-181. Polaszek A, Kimani SW. 1990. Telenomus species (Hymenoptera: Scelionidae) attacking eggs of pyralid pests (Lepidoptera) in Africa: a review and guide to identification. Bull Entomol Res. 80: 57-71. Polaszek A, La Salle J. 1995. The hyperparasitoids (Hymneoptera: Ceraphronidae, Encyrtidae, Eulophidae, Eurytomidae) of cereal stemborers in Africa (Lepidoptera: Noctuidae, Pyralidae). Afr Ent. 3: 131-146. Pratissoli D, de Freitas Bueno A, de Freitas Bueno RCO, Zanuncio JC, Polancyzk RA. 2009. Revista Brasileira de Entomologia. 53(1): 151-153. Prinsloo GL, Kelly JA. 2009. The Tetrastichine wasps (Hymenoptera: Chalcidoidea: Eulophidae) associated with galls on Erythrina species (Fabaceae) in South Africa, with the description of five new species. Zootaxa. 2083: 27-45. Quicke DLJ. 1997. Parasitic wasp. London (GB): Chapman and Hall.
55 Quicke DLJ, Sharkey MJ. 1989. A key to and notes on the genera of Braconinae (Hymenoptera: Braconidae) from America North of Mexico with descriptions of two genera and three new species. Can Ent. 121: 337-361. Quilici S, Rousse P. 2012. Location of host and host habitat by fruit fly parasitoids. Insects. 3: 1220-1235. Raguso RA, Llorente-Bousquets J. 1990. The butterflies (Lepidoptera) of the Tuxtlas Mts., Veracruz, Mexico, revisited: species-richness and habitat disturbance. J Res Lepidop. 29(1-2): 105-133. Rahayu M. 2008. Identifikasi parasitoid telur dan potensi parasitasinya terhadap penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata Walker) di lapang. Warta WIPTEK. 16(2): 83-86. Rajapakse RHS, Ashley TR, Waddill VH. 1985. Biology and host acceptance of Microplitis manilae (Hymenoptera: Braconidae) raised on fall armyworm larvae Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae). Florida Entomologist. 68(4): 653-657. Rajkumari P, Sharmah D, Rahman A, Patgiri P. 2012. Diversity and distribution pattern of hymenopteran insects in Johar District, Assam, India. IJSR. 3(12): 1938-1941. Rao VP, Ghani MA, Sankaran T, Mathur KC. 1971. A review of biological control of insects and other pests in South East Asia and Pacific Region. CAB Tech Comm. 6: 1-64. Rasmussen C. 2009. Diversity and abundance of orchid bees (Hymenoptera: Apidae, Euglossini) in a tropical rainforest succession. Neotrop Entomol. 38(1): 66-73. Rawlings GB. 1957. Guiglia schauinslandi (Ashmead) (Hym. Orussidae) a parasite of Sirex noctilio (Fabricius) in New Zealand. The Entomologist. 90: 35-36. Reay-Jones FPF, Rochat J, Goebel R, Tabone E. 2006. Fucntional response of Trichogramma chilonis to Galleria mellonella and Chilo sacchariphagus eggs. Entomol Exp Appl. 118: 229-236. Rivero A, West SA. 2004. The costs and benefits of host feeding in parasitoids. Anim Behav. 69: 1293-1301. Rizali A, Buchori D, Triwidodo H. 2002. Keanekaragaman serangga pada lahan persawahan-tepian hutan: indikator untuk kesehatan lingkungan. Hayati. 9(2): 41-48. Romeis J, Shanower TG. 1996. Arthropod natural enemies of Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) in India. Biocont Sci Tech. 6: 481-508. Roques A, Skrzypczynska M. 2003. Seed-infesting chalcids of genus Megastigmus Dalman, 1820 (Hymenoptera: Torymidae) native and introduced to the West Paleartic region: taxonomy, host specifity and distribution. J Nat History. 37: 127-238. Ross HH, Ross CA, Ross JRP. 1982. A Text Book of Entomology. 4th ed. New York (USA): John Willey & Sons Inc. Sahad KA. 1984. Biology of Anagrus optabilis (Perkins) (Hymenoptera, Mymaridae), an egg parasitoid of delphacid planthoppers. Esakia. 22: 129144.
56 Sahari B. 2012. Struktur komunitas parasitoid Hymenoptera di perkebunan kelapa sawit, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salim M, Gokce A, Naqqash MN, Bakhsh A. 2016. An overview of biological control of economically important lepidopteron pests with parasitoids. JEZS. 4(1): 354-362. Samedani B, Juraimi AS, Anwar MP, Rafii MY, Awadz SHS, Anuar AR. 2013. Competitive interaction of Axonopus compressus and Asystasia gangetica under contrasting sunlight intensity. The Scientific World Journal. Article ID 308464. http://dx.doi.org/10.1155/ 2013/ 308464. Sankaran T, Syed RA. 1972. The natural enemies of bagworms on oil palms in Sabah, East Malaysia. Pacific Insects. 14(1): 57-71. Sawoniewicz J. 1979. The effect of shrub layer on the occurrence of the Ichneumonidae (Hymenoptera) in pine stands on different sites. Memorabilia Zoologica. 30: 89-130. Sayer J, Ghazoul J, Nelson P, Boedhihartono AK. 2012. Oil palm expansion transforms tropical landscapes and livelihoods. Global Food Security. 1: 114119. Selvaraj S, Ganeshamoorthi P, Pandiaraj T. 2013. Potential impact of recent climate change on biological control agents in agro-ecosystem: A review. Int J Biodivers Conserv. 5(12): 845-852. Sequeira R, Mackauer M. 1994. Variation in selected life-history parameters of the parasitoid wasp Aphidius ervi-influenced of host developmental stage. Entomol Exp Et Appl. 71: 15-22. Setyamidjaja. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budidaya, Panen, Pengolahan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sha ZL, Zhu CD, Murphy RW, Huang DW. 2006. Diglyphus isaea (Hymenoptera: Eulophidae): a probable complex of cryptic species that forms an important biological control agent of agromyzid leaf miners. J Zool Syst Evol Res. 45(2): 128-135. Shah MS, Khan IA, Salman M, Ahmad J, Akbar I, Shah JA, Khan GZ, Ssarwar M. 2015. Study on different life parameters of Trichogramma chilonis (Ishii) on eggs of Sitrotoga cerealella (Olivier) fed on old and new varieties of wheat, maize and sorghum. JEZS. 3(6): 397-400. Shankar G, Baskaran P. 1988. Impact of the presence of parasites on the population of resident endosymbiotes in brown planthopper, Nilaparvata lugens Stal. (Delphacidae: Homoptera). Current Sci. 57(4): 212-214. Shapiro AM. 1982. Susceptibility of Pieris napi microstriata (Pieridae) to Apanteles glomeratus (Hymenoptera, Braconidae). J Lepidopt Soc. 35(3): 256. Sharkey MJ, Wahl DB. 1992. Cladistic of the Ichneumonoidea (Hymenoptera). J. Hym Res 1: 15-24. Sharkov A, Katzner TE, Bragina T. 2003. A new species of Copidosoma Ratzeburg (Hymenoptera: Encyrtidae) from eagle nests in Kazakhstan. J Hym Res. 12(2): 308-311. Shaw MR, Hochberg ME. 2001. The neglect of parasitic Hymenoptera in insect conservation strategies: The British fauna as a prime example. J Insect Conserv. 5: 253-263.
57 Sheng Mao-Ling, Pei Hai-Chao. 2002. Two new species of genus Cosmoconus Foerster from Henan (Hymenoptera: Ichneumonidae). Acta Entomologica Sinica. 45: 96-98. Shepard BM, Powell JE, Jones Jr WA. 1983. Biology of Microplitis demolitor (Hymenoptera: Braconidae), an imported parasitoid of Heliothis (Lepidoptera: Noctuidae) spp. and the soybean looper, Pseudoplusia includes (Lepidoptera: Noctuidae). Environ Entomol. 12: 641-645. Shepard BM, Barrion AT. 1998. Parasitoid of insects associated with soybean and vegetable crops in Indonesia. J Agric Entomol. 15(3): 239-272. Sherry RA, Zhou XH, Gu SL, Arnore JA, Schimel DS, Verburg PS, Wallace LL, Luo YQ. 2007. Divergence of reproductive phenology under climate warming. PNAS. 104: 298-202. Siemann E, Tilman D, Haarstad J, Ritchie M. 1998. Experimental tests of the dependence of Arthropod diversity on plant diversity. Amer Nat. 152(5): 738750. Silva CC, Moraes MCB, Laumann RA, Borges M. 2006. Sensory response of the egg parasitoid Telenomus podisi to stimuli from the bug Euchistus heros. Pesq Agropec Bras. 41(7): 1093-1098. Simanjuntak SO, Toming MC, Bakti D. 2013. Daya parasitasi Apanteles flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) pada penggerek batang tebu bergaris (Chilo sacchariphagus Boj.) (Lepidoptera: Pyralidae) di laboratorium. J Agroteknologi. 1(2): 264-275. Sime KR, Daane KM, Kirk A, Andrews JW, Johnson MW, Messing RH. 2007. Psyttalia ponerophaga (Hymenoptera: Braconidae) as a potential biological control agent of olive fruit fly Bactrocera oleae (Diptera: Tephritidae) in California. Bull Entomol Res. 97: 233-242. Singh B, Tripathi KP, Singh K. 2011. Community structure, diversity, biomass, and net production in a rehabilitated subtropical forest in North India. J Forest. 1(2): 11-26. Singhamuni SAA, Hemachandra KS, Sirisena UGAI. 2015. 2015. Potential for mass rearing of the egg parasitoids, Trichogramma chilonis and Trichogramma achaeae (Hymenoptera: Trichogrammatidae) on Corcyra cephalonica eggs. Tropical Agric Res. 27(1): 1-12. Singhamuni SAA, Jayasuriya MIUF, Hemachandra KS, Sirisena UGAI. 2015. Evaluation of the potential of Trichogramma chilonis Ishii (Hymenoptera: Trichogrammatidae) as a bio-control agent for Trichoplusia ni, cabbage semilooper. Tropic Agric Res. 26(2): 223-236. Situmeang RS, Tobing MC, Pinem MI. 2014. Pengaruh jumlah inang Chilo saccharipahgus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) dan nisbah kelamin Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) terhadap keturunan yang dihasilkan di laboratorium. J Agroekoteknologi. 2(4): 1538-1544. Sivinski J, Vulinec K, Menezes E, Aluja M. 1998. The bionomic of Coptera haywardi (Ogloblin) (Hymenoptera: Diapriidae) and other pupal parasitoids of tephritid fruit flies (Diptera). Biol Cont. 11: 193-202. Smith D, Papacek DF, Murray DAH. 1988. The use of Leptomastix dactylopii Howard (Hymenoptera: Encyrtidae) to control Planococcus citri (Risso) (Hemiptera: Pseudococcidae) in Queensland citrus orchards. Queensland J Agric Animal Sci. 45(2): 157-164.
58 Somavilla A, Schoeninger K, Carvalho AF, Menezes RST, Del Lama MA, Costa MA, Oliveira ML. 2015. Record of parasitoids in nests of social wasps (Hymenoptera: Vespidae: Polistinae). Sociobiology. 62(1): 92-98. Souza L, Campos MJO. 2008. Composition and diversity of bees (Hymenoptera) attracted by Moericke traps in an agricultural area in Rio Claro, state of Sao Paulo, Brasil. Iheringia Ser Zool. 98(2): 236-243. Spellerberg IF, Fedor PJ. 2003. A tribute to Claude Shannon (1916 – 2001) and a plea for more rigorous use of species richness, species diversity, and the “Shannon-Wiener” Index. Glob Ecol Biogeog. 12: 177-179. Sperber CF, Nakayama K, Valverde MJ, Neves FS. 2004. Tree species richness and density affect parasitoid diversity in cacao agroforestry. Basic App Ecol. 5: 241-251. Stacconi MVR, Buffington M, Daane KM, Dalton DT, Grassi A, Kacar G, et al. 2015. Host stage preference, efficacy and fecundity of parasitoids attacking Drosophila suzukii in newly invaded areas. Biological Control. 84: 28-35. Stathas GJ, Eliopoulos PA, Japoshvili G, Kontodimas DC. 2007. Phenological and ecological aspects of Protopulvinaria pyriformis (Cockerell) (Hemiptera: Coccidae) in Greece. J Pest Sci. 1-7 (Doi: 10.1007/s10340-008-0216-y). Stireman JO, Dyer LA, Janzen DH, Singer MS, et al. 2005. Climatic unpredictability and parasitism of caterpillars: implications of global warming. PNAS. 102(48): 17384-17387. Stork NE. 1988. Insect diversity: facts, fiction, and speculation. Biol J Linnean Soc. 35: 321-337. Stork NE. 2007. World of insects. Nature. 448: 657-658. Subharani S, Thorat SS, Abem N, Kumar LA, Singh TK. 2010. A database on parasitoid of insect pests of crops in Manipur, India. J Plant Protec Sci. 2(2): 66-72. Sultana R, Wagan YS, Naeem M, Wagan MS, Khatri I. 2013. Systematic studies and host specifity of Scelio (Hymenoptera: Scelionidae) egg parasitoids of Orthoptera from Pakistan. Can J Pure App Sci. 7(3): 2505-2514. Surtikanti. 2006. Potensi parasitoid telur sebagai pengendali hama penggerek batang dan penggerek tongkol jagung. IPTEK Tanaman Pangan. 2: 192-203. Syed RA, Shaleh HA. 2003. Integrated pest management of bagworms in oil palm plantations of PTPP London Sumatra Indonesia TBK (with particular reference to Mahasena corbetti Tams) in North Sumatra (Indonesia) [internet]. [Diunduh 2014 Sep 04]. Tersedia pada http:// agris.fao. org/ agrissearch/search.do?recordID=ID200 3000236. Tamesse JL. 2009. Key for identification of the Hymenopteran parasitoids of the African citrus psylla Trioza erytreae Del Guercio (Hemiptera: Triozidae) in Cameroon. Afr J Agric Res. 4(1): 85-91. Tarumingkeng RC. 2001. Dinamika Populasi. Jakarta (ID): Pustaka Harapan Jaya. Taylor AD. 1988. Host effects on functional and ovipositional responses of Bracon hebetor. J Anim Ecol. 57(1): 173-184. Taylor AD. 1997. Density-dependent parasitoid recruitment per parasitized host: effects on parasitoid-host dynamics. Amer Nat. 149(5): 989-1000. Terblanche JS, Deere JA, Clusella-Trullas S. 2007. Critical thermal limits depend on methodological context. Biol Sci. 274: 2935-2942.
59 Tilman PG, Cate JR. 1989. Six new hosts of Bracon mellitor (Hymenoptera: Braconidae), with review of recorded hosts. Environt Entomol. 18(2): 328333. Timus N, Constantineanu R, Rakosy L. 2013. Ichneumon balteatus (Hymenoptera: Ichneumonidae) – a new parasitoid species of Maculinea alcon butterflies (Lepidoptera: Lycaenidae). Entomol Romanica. 18: 31-35. Tomanovic Z, Stary P, Kavallieratos NG, Gagic V, Plecas M, Jankovic M et al. 2013. Aphid parasitoids (Hymenoptera: Braconidae: Aphidiinae) in wetland habitats in Western Paleartic: key and associated aphid parasitoid guilds. Annales de La Societe Entomologique de France. 48(1): 189-198. Tooker JF, Hanks LM. 2000. Influence of plant community structure on natural enemies of pine needle scale (Homoptera: Diapsididae) in urban landscape. Pop Ecol. 29(6): 1305-1311. Toth P, Vanova M, Lukas J. 2011. Impact of natural enemies on Obolodiplosis robiniae invasion. Biologia. 66(5): 870-876. Traill LW, Lim MLM, Sodhi NS, Bradshaw CJA. 2010. Mechanisms driving change: altered species interactions and ecosystem function through global warming. J Anim Ecol. 79: 937-947. Tran DH. 2009. Agromyzid leafminers and their parasitoids on vegetables in Central Vietnam. J ISSAAS. 15(2): 21-33. Tran DH, Tran TTA, Konishi K, Takagi M. 2006. Abundance of the parasitoid complex associated with Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae) on vegetable crops in Central and Southern Vietnam. J Fac Agr. 51(1): 115-120. Triapitsyn, Serguei V. 2015. Taxonomy of the genus Anagrus Haliday (Hymenoptera: Mymaridae) of the world: an annotated key to the described species, discussion of the remaining problems, and a checklist. Acta Zoologica Lilloana. 59(1-2): 3-50. Tscharntke T, Gathmann A, Steffan-Dewenter I. 1998. Bioindication using trapnesting bees and wasps and their natural enemies: community structure and interactions. J App Ecol. 35: 708-719. Tschopp A, Riedel M, Kropf C, Nentwig W, Klopfstein S. 2013. The evolution of host associations in the parasitic wasp genus Ichneumon (Hymenoptera: Ichneumonidae): convergent adaptations to host pupation sites. Evol Biol. 13: 1-13. Ueno T. 2013. Bioindicators of biodiversity and farming practice in rice paddies. ICJEBS. 1(1): 84-87. Van Achterberg C. 2007. Revision of the genus Spinaria Brulle (Hymenoptera: Braconidae: Rogadinae), with keys to genera and species of the subtripe Spinariina van Achterberg. Zoo Med Leiden. 81(2): 11-83. Van Achterberg C. 2007. Apanteles (Choeras) gielisi spec. nov. (Hymenoptera: Braconidae: Microgastrinae) from the Netherlands and the first report of Trichoptera as host of parasitoid. Zoo Med Leiden. 76(5): 1-20. Vargas R. 2006. Biodiversity in humid tropical banana plantations where there has been long-term use of crop protection products. Agronomia Costarricense. 30(2): 83-109. Varkonyi G, Hanski I, Rost M, Itamies J. 2002. Host-parasiotid dynamics in periodic boreal moths. OIKOS. 98: 421-430.
60 Varma NRG, Jagadeeshwar R, Shanker C. 2013. Relative composition of egg parasitoids of rice yellow stem borer, Scirpophaga incertulas (Walker). J Rice Res. 6(2): 53-58. Vilhelmsen L. 2003. Phylogeny and classification of the Orussidae (Insecta: Hymenoptera), a basal parasitic wasp taxon. Zoolog J Linnean Soc. 139: 337418. Vilhelmsen L, Smith DR. 2002. Revision of the ‘ophyropine’ genera Argentophrynopus gen. n., Guiglia Benson, Kulcania Benson, Ophrella Middlekauff, Ophyrnon Middlekauff, Ophyrnopus Konow, and Stirocorsia Konow (Hymenoptera: Orussidae). Insect Syst Evol. 33(4): 387-420. Villar JPI. 1995. Pediobius erdoesi sp. n., a new species collected from cynipid galls (Insecta: Hymenoptera: Eulophidae). Ann Naturhist Mus Wien. 97: 205208. Virla EG, Espinosa MS, Moya-Raygoza G. 2010. First host record for Anteon pilicorne (Ogloblin) (Hymenoptera: Dryinidae), a parasitoid of Cicadellidae, including the corn leafhopper (Hemiptera: Cicadellidae). Neotrop Entomol. 40(2): 285-287. Wahid MB, Kamaruddin NHJ. 2002. Cassia cobanensis as a beneficial plant for sustenance of parasitoid in bagworm control. MPOBTT. 132. Watanabe C. 1932. Notes on Braconidae of Japan. Insecta Matsumurana. 7(1): 74102. Watanasit S, Nhu-eard T. 2011. Diversity of ants (Hymenoptera: Formicidae) in two rubber plantations in Songkhla Province, Southern Thailand. Songklanakarin J Sci Technol. 33(2): 151-161. Wharton RA, Marsh PM, Sharkey MJ, et al. 1997. Manual of the New World Genera of the Family Braconidae (Hymenoptera). Washington DC (US): Allen Press. Whiteman NK, Landwer BHP. 2000. Parasitoid reared from Polistes (Hymenoptera: Vespidae: Polistinae) nests in Missouri, with a state record of Elasmus polistis Burks (Hymenoptera: Elasmidae). J Kansas Entomol Soc. 73(3): 186-188. Withey JB. 2012. Impact of the University of Leed’s Palm Oil Supply Chain on Biodiversity in Southeast Asia. Leeds (UK): Leeds University. Wood BJ. 1968. Pests of Oil Palms in Malaysia and Their Control. Kuala Lumpur (MA): Incorporated Society of Planters. Hlm. 204. Wratten S, Berndt L, Tylianakis J, Ernando P, Didham R. 2004. Adding flora diversity to enhance parasitoid fitness and eficacy. Available at http:// www. bugwood. org/ arthropod [9 Januari 2015]. Wylie FR, Speight MR. 2012. Insect Pest in Tropical Forestry. 2nd edition. Cambridge (US): CABI. Xu Z. 2002. Revision of the genus Microterys (Hymenoptera: Encyrtidae) of China. Zool Med Leiden. 76(17): 211-270. Xu Zhi-hong, Chen Han-lin. 2000. Six new species of the genus Microterys of China (Hymenoptera: Encyrtidae). Entomologia Sinica. 7(2): 97-106. Yaherwandi. 2009. Struktur komunitas Hymenoptera parasitoid pada berbagai lanskap pertanian di Sumatra Barat. J Entomol Indon. 6(1): 1-14. Yaherwandi. 2012. Community structure of parasitoids Hymenoptera associated with Brassicaceae and non-crop vegetation. Bioscience. 4(1): 22-26.
61 Yi-Ping W, Guo R, Zhang Z. 2014. Effect of Europan Hylesinus beetle attractans on Monochamus alternatus Hope (Coleoptera: Cerambycidae) in China forests. Forest Res. 3(2): 2-4. Yoder MJ, Valerio AA, Polaszek A, Masner L, Johnson NF. 2009. Revision of Scelio pulchripennis – group species (Hymenoptera, Platygastroidea, Platygastridae). Zoo Keys. 20: 53-118. Yoshimoto CM. 1965. Synopsis of Hawaiian Eulophidae including Aphelininae (Hym.: Chalcidoidea). Pacific Insects. 7(4): 665-699. Zahid M, Faris A, Sattar A, Khan I. 2007. Effects of parasitoid and host egg age on parasitism by Trichogramma chilonis (Ishii). J Sci Technol. 14(4): 381-384.
62
LAMPIRAN
63 Lampiran 1 Kelimpahan serangga dan Arthropoda selain Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 – April 2015 Ordo Araneae
Famili
Araneidae Linyphiidae Lycosidae Oxyopidae Pholcidae Salticidae Sparassidae Tetragnathidae Theridiidae Thomisidae Odonata Chlorocyphidae Coenagrionidae Libellulidae Blattodea Blattellidae Blattidae Isoptera Termitidae Mantodea Hymenopodidae Mantidae Dermaptera Forficulidae Orthoptera Acrididae Gryllidae Pyrgomorphidae Tetrigidae Tettigoniidae Phasmatodea Phasmatidae Psocoptera Trogiidae Hemiptera Alydidae Aphididae Aphrophoridae Cercopidae Cicadellidae Delphacidae Derbidae Lygaeidae Membracidae Miridae Pentatomidae Plataspididae Psyllidae Reduviidae Tingidae Thysanoptera Phlaeothripidae Thripidae
Bulan (2014-2015) Sept Okt Nov Des Jan Feb 0 1 5 9 16 23 12 16 22 35 27 110 14 11 6 10 8 44 41 41 54 59 79 176 2 0 1 1 0 0 45 16 24 19 27 29 2 0 9 0 0 0 9 10 14 21 19 29 11 15 21 31 17 13 6 28 57 11 14 25 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 2 1 1 3 1 0 0 1 0 3 0 2 4 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 7 16 19 2 4 33 1 2 8 2 1 15 0 0 0 0 0 2 142 81 194 93 103 376 77 48 132 34 68 76 31 40 42 11 17 21 63 71 105 97 173 210 21 20 45 13 19 82 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 15 17 23 19 22 70 17 29 15 22 38 47 7 0 0 0 0 0 0 4 5 1 2 1 316 248 386 213 233 278 21 27 33 39 41 76 2 0 0 0 1 0 88 84 98 75 93 121 11 10 84 14 17 24 0 1 1 0 0 0 7 6 0 2 1 5 0 0 1 0 0 0 8 6 17 13 11 13 0 6 3 0 2 11 13 15 40 36 39 32 3 12 7 14 19 27 2 15 9 19 24 48
Mar 0 53 60 148 0 23 0 44 8 6 2 0 2 5 0 0 17 4 0 149 101 10 284 97 0 0 24 65 0 3 351 89 0 182 16 0 2 5 0 8 54 19 37
Apr 27 27 24 117 0 21 8 33 11 22 0 1 2 3 0 0 31 17 0 217 57 18 153 69 0 0 43 58 0 13 211 49 2 143 27 0 3 0 23 7 33 21 37
64 Lampiran 1 Kelimpahan serangga dan Arthropoda selain Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 – April 2015 (lanjutan) Ordo Neuroptera
Coleoptera
Diptera
Famili Ascalaphidae Hemerobiidae Mantispidae Buprestidae Carabidae Chrysomelidae Coccinellidae Curculionidae Elateridae Nitidulidae Pselaphidae Ptilidae Scarabaeidae Scolytidae Staphylinidae Tenebrionidae Asilidae Bibionidae Calliphoridae Celyphidae Ceratopogonidae Chironomidae Chloropidae Culicidae Dolichopodidae Drosophilidae Lonchaeidae Micropezidae Muscidae Mycetophilidae Neridiidae Phoridae Pipunculidae Platystomatidae Sciaridae Sepsidae Syrphidae Stratiomyiidae Tabanidae Tachinidae Tephritidae Tipulidae
Bulan (2014-2015) Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 0 2 2 7 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 3 2 0 48 52 106 103 92 205 284 237 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 3 2 5 3 0 3 2 1 2 0 0 1 1 0 7 13 5 8 30 10 18 26 1 2 0 0 2 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3 2 1 1 0 3 2 2 6 12 10 0 4 2 2 14 15 12 7 14 8 5 12 4 1 2 0 2 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 9 0 0 0 0 4 2 3 6 2 0 0 13 7 9 22 88 47 60 66 121 81 55 28 24 23 39 98 145 193 129 23 33 29 37 26 122 33 41 17 24 18 15 21 21 33 18 18 10 28 19 14 29 21 31 31 37 58 69 78 142 108 93 32 25 55 14 31 119 90 57 0 4 1 0 4 13 12 17 7 4 14 9 11 15 4 17 2 3 2 6 5 24 8 23 0 0 0 0 0 1 0 0 53 58 69 77 97 196 270 127 2 4 2 5 3 11 7 5 2 6 3 6 8 12 7 16 1 6 4 0 4 2 3 2 4 7 3 9 14 33 3 27 2 0 0 0 0 1 1 0 4 1 0 3 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 3 3 2 15 19 26 27 31 78 26 51 13 15 19 11 19 67 28 47
65 Lampiran 1 Kelimpahan serangga dan Arthropoda selain Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 – April 2015 (lanjutan) Ordo
Famili
Sept Okt Lepidoptera Geometridae 0 4 Gracillariidae 0 3 Hesperiidae 1 2 Limacodidae 2 0 Lycaenidae 0 2 Lymantriidae 2 1 Noctuidae 0 0 Nymphalidae 0 0 Papilionidae 0 0 Pieridae 0 0 Pyralidae 17 15 Satyridae 0 0 Hymenoptera Agaonidae 0 0 Apidae 0 0 Formicidae 176 386 Nyssonidae 0 0 Sphecidae 0 1 Tentheredinidae 0 1 Vespidae 0 1
Bulan (2014-2015) Nov Des Jan Feb Mar Apr 7 0 0 2 0 6 1 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1 1 4 2 2 2 0 4 3 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 1 4 2 11 21 29 52 24 33 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 2 0 1 337 217 244 253 459 279 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 0 0 0 0 1 0 0 1 0 4 1 2
66 Lampiran 2 Vegetasi bawah yang terdapat di plot penelitian di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali Ordo Apiales Asterales
Famili Apiaceae Asteraceae
Brassicales Caryophyllales
Brassicaceae Amaranthaceae Polygonaceae Portulacaceae Dennstaedtiaceae Calymperaceae Fabaceae Rubiaceae Thuidiaceae Lamiaceae Plantaginaceae
Dennstaedtiales Dicranales Fabales Gentianales Hypnales Lamiales
Malpighiales
Euphorbiaceae
Oxalidales Piperales Poales
Phyllanthaceae Oxalidaceae Piperaceae Cyperaceae
Poaceae
Polypodiales
Athyriaceae Nephrolepidaceae Pteridaceae
Rosales Solanales
Urticaceae Convolvulaceae
Genus Centella Ageratum Chromolaena Crassocephalum Sonchus Brassica Amaranthus Polygonum Portulaca Pteridium Calymperes Mimosa Rubia Thuidium Mentha Plantago Plantago Acalypha Chamaesyce Phyllanthus Oxalis Peperomia Cyperus Cyperus Kyllinga Axonopus Brachiaria Brachiaria Chrysopogon Cynodon Eleusine Leersia Leptochloa Panicum Athyrium Nephrolepis Adiantum Adiantum Adiantum Urtica Ipomoea
Morfospesies asiatica conyzoides odorata crepidioides arvensis juncea spinosus barbatum oleracea aquilinum sp. pudica cordifolia sp. piperita lanceolata major indica hirta urinaria stricta pellucida longus rotundus monocephala compressus decumbens humidicola aciculatus dactylon indica hexandra chinensis repens filix bisserrata hispidulum sp. tenerum dioica indica
67 Lampiran 3 Kelimpahan Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 – April 2015 Superfamili Ceraphronoidea
Famili Ceraphronidae
Evanioidea
Evaniidae
Ichneumonoidea
Ichneumonidae
Braconidae
Proctotrupoidea
Diapriidae
Platygastroidea
Platygastridae
Scelionidae
Spesies Aphanogmus sp. Ceraphron sp. Ceraphronidae sp.1 Ceraphronidae sp.2 Eulagynodes sp. Evania sp. Evania sp.2 Evaniidae sp.1 Hyptia sp. Charops bicolor Chlorocryptus purpuratus Goryphus basilaris Xanthopimpla flavolineata Cosmoconus sp. Eurycryptus sp. Ichneumon sp.1 Ichneumon sp.2 Stictophistus sp. Apanteles flavipes Apanteles glomeratus Cardiochiles saltator Microplitis demolitor Microplitis manilae Spinaria spinator Bracon sp. Colastes sp. Diachasmimorpha sp. Doryctobracon sp. Heterospilus sp. Meteorus sp. Fopius sp. Spathius sp. Coptera holoptera Trichopria drosophilae Polypeza sp.1 Polypeza sp.2 Platygaster oryzae Platygaster sp.1 Platygaster sp.2 Macroteleia gracilis Macroteleia flava Telenomus podisi Baeus sp. Caloteleia sp. Ceratobaeus sp.
Total 093 063 019 002 065 006 004 003 015 012 015 024 004 033 015 023 019 003 052 122 16 136 97 11 254 3 154 196 1 2 5 5 20 155 306 217 190 38 51 94 62 394 5 4 29
68 Lampiran 3 Kelimpahan Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 – April 2015 (lanjutan) Superfamili
Famili Scelionidae
Cynipoidea
Eucoilidae
Chalcidoidea
Chalcididae Eurytomidae
Torymidae Pteromalidae
Eucharitidae Eupelmidae Encyrtidae
Aphelinidae
Eulophidae
Spesies Gryon sp. Platyscelio sp. Scelio sp.1 Scelio sp.2 Telenomus sp.1 Trissolcus sp. Gronotoma sp. Leptopilina sp. Kleidotoma sp. Brachymeria femoralis Brachymeria sp. Eurytoma dentata Eurytoma sp. Megastigmus sp. Podagrion pachymerum Torymus sp. Asaphes sp. Panstenon sp. Pteromalus sp.1 Pteromalus sp.2 Orasema sp. Anastatus bifasciatus Eupelmus sp. Hambletonia psedococcina Acerophagus sp. Copidosoma sp. Encyrtidae sp.1 Encyrtidae sp.2 Encyrtidae sp.3 Leptomastix sp. Metaphycus sp. Microterys nietneri Ooencyrtus sp. Ablerus chrysomphali Encarsia formosa Encarsia sp. Chrysocharis pentheus Chrysocharis walleyi Closterocerus trifasciatus Hemiptarsenus varicornis Tetrastichus schoenobii Diglyphus isaea Eulophus sp. Euplectrus sp. Neochrysocharis sp. Pediobius sp. Pnigalio sp.
Total 034 005 357 159 335 018 044 016 08 19 38 51 35 01 11 10 05 03 26 23 04 33 33 2 2 38 3 2 3 6 66 103 20 19 22 10 185 47 52 47 153 46 3 22 6 73 15
69 Lampiran 3 Kelimpahan Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 – April 2015 (lanjutan) Superfamili
Famili Elasmidae Trichogrammatidae
Mymaridae
Chrysidoidea
Drynidae Bethylidae
Vespoidea
Mutilidae Pompillidae Scoliidae Tiphiidae
Spesies Elasmus auratiskutelum Elasmus polistis Trichogramma japonicum Trichogramma chilonis Trichogrammatoidea thoseae Oligosita sp. Anagrus optabilis Anaphes sp. Polynema sp. Mymar sp. Gonatopus sp. Goniozus sp. Sclerodermus sp. Smircomyrne sp. Hemipepsis sp. Scolia soror Campsomeris plumipes Tiphia sp.
Total 167 050 091 075 019 031 246 024 006 034 004 008 047 2 1 1 4 11
70 Lampiran 4 Faktor lingkungan pada bulan September 2014 – April 2015 di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali (Sumber dari BMKG Bogor) Faktor lingkungan CH (mmHg) JHH (hari) ISM (lux)
Bulan Sep Okt Nov Des Jan 2014 2014 2014 2014 2015 108 189 398 88 148 5 7 16 12 18 383 375 310 291 261
Feb 2015 323 15 259
Mar 2015 314 17 325
Apr 2015 121 11 313
SU (oC)
26
26.8
26
26.3
25
25
26
25.8
KU (%)
73
75
83
82
87
88
85
86
28
29.9
29
29.6
27
26
29
28.4
o
TTB ( C)
Ket: CH (curah hujan); JHH (jumlah hari hujan); ISM (intensitas sinar matahari); SU (suhu udara); KU (kelembaban udara); TTB (suhu tanah berumput).
71 Lampiran 5 Kunci identifikasi Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali yang diperoleh dari September 2014 – April 2015 1a b 2a b 3a b 4a b 5a b 6a b 7a
b
8a
b
9a
b 10a
b
11a
Aculeata Parasitica Metasoma menempel pada bagian atas propodeum Metasoma menempel pada bagian bawah propodeum Petiol pendek, metasoma berbentuk seperti lonceng, warna tubuh hitam Petiol panjang, metasoma membulat, warna tubuh bervariasi Ruas pedisel putih Ruas pedisel hitam Warna tubuh hitam, ruas pedisel hitam Warna tubuh merah dengan selang warna hitam, ruas pedisel hitam Alat mulut prognathous Alat mulut hypognathous Petiole tidak jatuh ke arah ventral, prostigma tidak berkembang, aksila tidak tampak, skapus memanjang, flagelomer 11 ruas dengan ruas terakhir menggada, mandibel berbentuk segitiga, sayap depan tanpa venasi radius Petiole jatuh ke arah ventral, prostigma berkembang baik, aksila tampak, sel diskoidal terbuka, skapus tidak memanjang, flagelomer 10 ruas Tarsus tungkai depan pada betina termodifikasi seperti capit, propodeum tampak dorsal memiliki seta panjang, palpus maksilaris 5 ruas, jantan dan betina terdapat dimorfisme seksual, memiliki inang berupa wereng-werengan Tarsus tungkai depan pada betina tidak termodifikasi menjadi capit, tidak terdapat dimorfisme seksual Tubuh sangat berambut, tergit metasoma pertama sempit, sayap depan dengan venasi parastigma lebih panjang daripada pterostigma Tidak seperti di atas Ruas 1 dan 2 metasoma terpisahkan oleh cekungan yang dalam, tegula memanjang menutupi aksila, sayap belakang terdapat anal lobe, sayap depan dengan 2 sel submarginal Tubuh 20 – 25 mm, antena, toraks, femur tungkai depan dan kepala hitam, metasoma terkadang dengan 2 corak kuning pada kedua sisinya, sayap biasanya berwarna biru gelap Tubuh berukuran 5 – 25 mm, sayap depan dengan 2 sel submarginal, sayap depan dengan satu venasi berulang
2 12 3 6 Hyptia sp. (Evaniidae) 4 Evania sp. 1 (Evaniidae) 5 Evania sp. 2 (Evaniidae) Evaniidae sp. (Evaniidae) 7 8
Sclerodermus sp. (Bethylidae)
Goniozus sp. (Bethylidae)
Gonatopus sp. (Drynidae)
9 Smircomyrne sp. (Mutilidae) 10
Tiphia sp. (Tiphiidae)
11
Scolia soror (Scoliidae)
72 b
12a b 13a
b
14a
b 15a
b 16a
b
17a
b 18a b 19a
b
20a b
Tubuh berukuran 15 – 25 mm, sayap depan dengan 2 sel marginal, sayap depan dengan 2 venasi berulang Venasi sayap depan dan belakang berkembang baik Venasi sayap depan dan belakang tereduksi Venasi 2m-cu pada sayap depan tidak ada, vena 1/Rs+M pada sayap depan seringkali ada, metasoma tergum 2 dan 3 menyatu Venasi 2m-cu pada sayap depan ada, vena 1/Rs+M pada sayap depan tidak ada, metasoma tergum 2 dan 3 terpisah Tidak terdapat karina oksipital, karina prepektal tidak ada, tubuh orange kehitaman, klipeus emarginat, venasi 3 Rsa pada sayap depan lebih panjang 1.6 x dari r, venasi r pada sayap depan atau sangat jarang melengkung, flagelomer lebih dari 20 ruas, propleuron bagian posterior tanpa karina longitudinal Terdapat karina oksipital, karina prepektal terdapat pada daerah lateral Tibia depan dengan spina yang tampak pada permukaan anterior, sayap depan dengan 2 submarginal sel Tibia depan tanpa spina, sayap depan dengan 3 submarginal sel Koksa belakang dengan tuberkel basal, venasi r – m pada sayap depan ada, venasi 2 RS pada sayap depan tidak ada, cu-a pada sayap belakang ada, Subdiskal sel pertama pada sayap depan tertutup ke arah ujung, 2cu – a pada sayap depan ada, petiole tanpa tonjolan pada bagian basal, femur depan dan belakang tidak membesar Seta pada bagian belakang kepala berdiameter sepanjang oseli posterior dari lateral, tergit pertama bergabung dengan tergit 2, basitarsus tungkai belakang berwarna cokelat tua atau hitam, sayap depan tanpa corak parastigmal yang berwarna cokelat, pronotum tanpa gigi atau duri Ciri-ciri tidak seperti di atas Venasi 2r – rs ada, antena 18 ruas Venasi 2r – rs tidak ada, antena 14 – 20 ruas Propodeum memiliki alur, selubung ovipositor pendek dengan seta pada sisi apikal, sel submarginal ke-2 kecil, venasi 2r – m pada sayap belakang ada tetapi tidak menebal Hypopigium tidak tersklerotisasi sempurna, vanal lobe pada sayap belakang memipih atau cembung ke arah subapikal, petiole biasanya memendek ke arah posterior Ukuran tubuh 1.5 – 2 mm, tubuh hitam, metasoma ruas 1 – 3 kuning, tungkai hitam Ukuran tubuh 1.5 – 2 mm, hitam, kepala halus, tungkai kemerahan, palpus kekuningan, sayap
Campsomeris plumipes (Scoliidae) 13 34
14
27
Bracon sp. (Braconidae) 15
16 17 Heterospilus sp. (Braconidae)
Spathius sp. (Braconidae)
Spinaria spinator (Braconidae) 18 19 22
20
21 Microplitis demolitor (Braconidae) Microplitis Manilae (Braconidae)
73
21a
b
22a
b
23a
b 24a
b
25a b
26a b 27a
b 28a
depan dengan venasi costa dan stigma kecokelatan, pada betina abdomen lebih pendek daripada toraks dan memiliki antena lebih panjang, metatoraks dengan karina median Tubuh berukuran maksimal 2 mm, antena pada betina lebih pendek daripada tubuh, mesosoma tertekan ke arah dorsoventral, tegula kekuningan, keping skutelum mengkilap, ruas 1 – 3 metasoma hitam, ruas pertama metasoma melebar ke arah apikal, tergum ke-tiga metasoma halus Tergit pertama pada metasoma bagian dorsal halus, dan pada sisi apikal rugose, tergit ke-dua metasoma lebih pendek daripada tergit ke-tiga, ovipositor sangat pendek, selubung ovipositor panjangnya kurang lebih sepanjang ruas ke-tiga tarsus tungkai belakang Tergit pertama dari metasoma petiolat, sel submarginal ke-dua lebih tinggi dibandingkan lebarnya Tergit pertama dari metasoma tidak petiolat, sel submarginal ke-dua jarang yang lebih tinggi dibandingkan lebarnya Venasi RS pada sayap belakang bergabung ke arah tepi sayap, setiap tergum di metasoma memiliki 1 baris seta pada sisi subapikal Tidak seperti di atas Tergit median luas, hypopigium dengan daerah tengah yang tidak tersklerotisasi, pronotum berwarna merah, tepi ke-dua sayap dengan warna kecoklatan, tungkai depan orange Pronotum dengan alur pada bagian dorsal dengan sulkus yang berbentuk memanjang atau crenulate, venasi r pada sayap depan muncul dari basal ke-tiga stigma, mesoskutum mengkilap, tidak terdapat epicnemial carina Karina oksipital tidak ada Terdapat karina oksipital pada sisi lateral, notauli crenulate dan bertemu di bagian posterior, vertex pada bagian segitiga oselar memiliki alur Venasi RS+M pada sayap depan ada Venasi RS+M pada sayap depan tidak ada Postpetiol dengan daerah tengah memiliki corak, cekungan pada propopdeum di bagian basal melekuk ke arah lateral, ukuran tubuh 20 – 22 mm Tidak seperti di atas Warna tubuh orange dengan corak hitam, pada tibia tungkai tengah terdapat corak hitam pada bagian ujungnya
Apanteles flavipes (Braconidae)
Apanteles glomeratus (Braconidae)
23
25 Meteorus sp. (Braconidae) 24
Cardiochiles saltator (Braconidae)
Colastes sp. (Braconidae) 26
Fopius sp. (Braconidae) Doryctobracon sp. (Braconidae) Diachasmimorpha sp. (Braconidae)
28 29 Ichneumon sp. 1 (Ichneumonidae)
74 b
29a
b 30a
b 31a
b 32a
b 33a
b
34a b 35a
b
36a
Warna tubuh kuning dengan corak hitam, sayap depan dengan area kehitaman pada bagian ujung, femur tungkai belakang sedikit membesar Venasi sayap depan tanpa 3r – m, cu – a subvertikal, ruas pertama metasoma pipih dan panjang, muka beseta, palpus labialis 3 ruas, kepala hitam, bagian skapus, pedisel dan palpus kuning, metasoma coklat kekuningan, tibia dengan 2 taji Ruas pertama metasoma tidak pipih, tibia tanpa taji Metasoma biasanya dengan artikulasi yang luas pada daerah basal, metasoma dengan tuberkel yang berpasangan pada ruas 2 – 5, seta preapikal 5 buah, sayap depan tanpa corak kehitaman, tubuh tanpa corak atau garis hitam Mesoskutum bagian posterior tanpa karina lateral, metasoma tanpa daerah perluasan dan artikulasi Kepala dan toraks dengan corak kuning atau merah, muka hitam, kuku tungkai depan dan tengah tidak terbelah dua (bifida), petiol tanpa karina longitudinal, flagelum 32 ruas Kepala dan toraks tanpa corak, kuku pada tungkai depan dan tengah bifida Tubuh hitam dengan corak putih, petiol merah, femur dan tibia pada tungkai tengah dan belakang merah, sayap depan dengan corak hitam Tubuh orange kecokelatan, sayap depan tanpa corak, tungkai orange kecokelatan Wajah dengan rugae transversal, klipeus dengan tuberkel pada tepi apikal, prepektus dengan karirna vertikal pendek yang berlawanan arah dengan pronotum, antena dengan 31 - 32 flagelomer, flagelum hitam, skutelum dengan alur atau pahatan yang besar, tarsus dari tungkai depan dan tengah cokelat atau hitam Tegit 1 tanpa karina di beakang spirakel, propodeum jarang atau tidak punctate di antara karina transversal, propodeum tanpa garis longitudinal di antara karina transversal, wajah sangat tertekan dekat dengan clypeal foveae Torulus terletak jauh dengan alat mulut Torulus terletak dekat dengan alat mulut Antena 14 ruas, mesonotum dengan 2 alur, kepala membulat, palpus maksilaris 3 ruas, palpus labialis 2 ruas, venasi postmarginal dan marginal sangat kecil atau pendek Antena 13 ruas, mesonotum tanpa alur, kepala hampir bebentuk kotak, palpus maksilaris 2 ruas, palpus labialis 1 ruas, venasi postmarginal dan marginal panjang Antena dengan seta yang terlihat jelas, metasoma membulat, warna tubuh kecokelatan, antena cokelat
Ichneumon sp. 2 (Ichneumonidae)
Charops bicolor (Ichneumonidae) 30
Xanthopimpla flavolineata (Ichneumonidae) 31
Cosmoconus sp. (Ichneumonidae) 32 Goryphus basilaris (Ichneumonidae) 33
Chlorocryptus purpuratus (Ichneumonidae)
Eurycryptus sp. (Ichneumonidae) 35 38
36
37 Polypeza sp. 1 (Diapriidae)
75 b
37a
b
38a
b 39a
b
40a b
41a
b
42a
b 43a
Seta pada antena tidak terlihat jelas, metasoma lonjong dan meruncing di ujungnya, warna tubuh kecokelatan, antena cokelat Skutelum dengan fovea pada bagian depan dengan gundukan yang kecil, kepala tampak atas terpisah secara transversal, antena dengan beberapa ruas berwarna gelap, inang berupa larva dan pupa dari Famili Drosophilidae Tubuh hitam, metasoma membulat, kepala tampak atas membentuk seperti kotak, tungkai hitam kecuali pada bagian tibia berwarna merah atau kecokelatan, femur dan tibia membesar, mandibel kekuningan, inang biasanya merupakan larva atau pupa dari Famili Tephritidae Metasoma dengan tergum dan sternum terpisah oleh garis, ovipositor dapat ditarik ke dalam metasoma bila tidak digunakan Metasoma tidak terpisah oleh garis Antena sangat menyiku, flagelomer 8 ruas, sayap depan tanpa venasi, jika ada hanya terdapat venasi submarginal yang tidak mencapa tepi sayap, ruas metasoma 2 selalu paling panjang dan paling lebar Antena tidak menyiku, flagelomer 9 – 10 ruas (terkadang 4 atau 12), sayap depan venasi submarginal mencapai tepi sayap, venasi postmarginal dan stigmal biasanya ada, sayap belakang memiliki venasi submarginal yang lengkap dan mencapai hamuli Warna tubuh hitam, sayap dengan seta tapi tidak terlihat jelas Warna tubuh merah, sayap memiliki seta-seta yang terlihat jelas, tubuh kecil, metasoma lebih panjang daripada mesosoma Warna tubuh hitam atau kecokelatan, tungkai kuning, skutelum tranverse dan menyiku atau berbentuk segitiga, sayap depan dengan silia panjang pada tepi Warna tubuh hitam, seta pada sayap tidak terlihat jelas, metasoma hampir sepanjang mesosoma, tungkai kekuningan dengan corak hitam pada bagian tibia, terdapat spina pada bagian toraks Inang berupa telur pada Ordo Orthoptera, palpus maksilaris pendek dan 3 ruas, antena pendek 10 ruas Inang berupa telur selain Ordo Orthoptera, palpus maksilaris panjang, antena panjang Tubuh hitam, tungkai dengan corak hitam pada bagian femur, venasi marginal melebar ke arah pseudostigmal, sayap dengan corak hitam, frons dengan daerah yang lembut, klipeus menonjol dan ujung klipeus meruncing, prepektus kadang berkembang baik
Polypeza sp.2 (Diapriidae)
Trichopria drosophilae (Diapriidae)
Coptera holoptera (Diapriidae)
39 53
40
42 41 Platygaster sp. 2 (Platygastridae)
Platygaster oryzae (Platygastridae)
Platygaster sp. 1 (Platygastridae)
43 44
Scelio sp. 1 (Scelionidae)
76 B
44a b 45a
b
46a
b 47a b
48a
b 49a
b
50a b 51a
Tubuh orange kemerahan, tungkai tanpa corak hitam pada bagan femur, venasi marginal melebar ke arah pseudostigmal, sayap tanpa corak hitam, frons dengan daerah yang lembut, klipeus menonjol dan ujung klipeus meruncing, prepectus kadang berkembang baik Metasoma memanjang, mandibel dengan 3 gigi Metasoma normal, mandbel dengan 2 atau tanpa gigi Panjang tubuh 4.76 – 6.05 mm, mandibel cokelat kemerahan, koksa tungkai belakang kehitaman, tarsus kuning, mesosoma berwarna hitam Panjang tubuh 4.35 – 5.76 mm, kepala dan mesosoma berwarna orange atau kuning, 3 – 4 ruas terakhir metasoma berwarna hitam, mandibel cokelat gelap, palpus kuning, femur tungkai belakang agak membesar Antena bagian skapus memiliki bentuk yang melebar dan agak meruncing, kepala memipih ke arah anterior, mata terletak agak menyamping, tubuh berwarna hitam Antena tidak terdapat modifikasi pada bagaian skapus, kepala normal Bersayap, bentuk tubuh tidak menyerupai Collembola, mata berukuan normal Tubuh kecil dan tanpa sayap, bentuk tubuh hampir menyerupai Collembola, mata hampir 0.5 x dari total luas kepala, antena dengan 5 anuli, toraks pendek, skutelum tidak terlihat, palpus maksilaris 4 ruas, klava tebal, berbentuk oval dan memiliki 5 ruas Genitalia jantan memiliki cekungan aedeago – volsellar lebih panjang daripada aedeago lobe, digiti dengan 3 – 5 gigi, tidak terdapat karina hiperosipital, tidak terdapat lubang preoselar, antena pada jantan 12 ruas dengan gada 5 ruas dan pada betina 11 ruas, tidak terdapat notauli Tidak seperti di atas Lebar frons setinggi mata, frons halus, karina okipital berbentuk crenulate atau sederhana, terdapat 2 pasang atau lebih seta sublateral, terdapat karina metapleural, betina dengan 5 ruas klavomer, venasi basal pada sayap depan tidak menebal, sayap belakang lebih lebar dari sayap depan Betina tanpa ruas klavomer, sayap belakang sama lebarnya dengan sayap depan, venasi basal pada sayap depan tidak menebal, terdapat 3 pasang seta pada sublateral Tubuh berwarna orange kekuningan Tubuh berwarna hitam Tubuh dengan corak hitam pada bagian metasoma dan propodeum, sayap memiliki corak agak kehitaman, venasi marginal pendek, segmen
Scelio sp. 2 (Scelionidae) 45 46 Macroteleia gracilis (Scelionidae)
Macroteleia lava (Scelionidae)
Platyscelio sp. (Scelionidae) 47 48
Baeus sp. (Scelionidae)
49 50
Telenomus aposisi (Scelionidae)
Telenomus sp. (Scelionidae) 51 52 Caloteleia sp. (Scelionidae)
77
b
52a
b
53a
b 54a b
55a
b 56a
b 57a
b 58a
b
pertama metasoma sempit, ruas metasoma ke-dua dan ke-tiga berukuran sama, ruas skapus dan pedisel kuning sedangkan ruas klavomer hitam, metasoma agak memipih ke arah posterior Tubuh tanpa corak hitam, sayap tanpa corak hitam, seluruh ruas antena berwarna kekuningan, metasoma memipih ke arah samping, mesonotum tanpa alur, ruas metasoma pertama petioliform Antena 12 ruas, flagelum filiform, pada betina klava 5 ruas, palpus maksilaris 3 ruas, ruas abdomen mengerucut ke arah anterior Permukaan metapleuron dengan banyak seta, frons dengan cekungan atau alur kecil, antena betina dengan sensila basikonik pada klavomer ruas ke 3 5 pada sisi apikal Prepektus tidak terlihat, pronotum mencapai tegula, tidak ada yang metalik, biasanya berwarna hitam atau kecokelatan Prepektus terlihat memisahkan mesopleuron dan pronotum, pronotum tidak mencapai tegula Tungkai tanpa titik gelap, tarsus 5 ruas, tubuh hitam, skapus tidak silindris Koksa, femur dan tibia dari semua tungkai memiliki titik gelap, tarsus 5 ruas, tubuh hitam dengan metasoma berwarna kuning, skapus silindris dan berwarna coklat, atau hitam dengan ruas lain antena berwarna kuning pucat, funikel 5 ruas, klavomer 3 ruas, sayap depan dengan venasi postmarginal berkembang baik, tidak terdapat venasi submarginal Tubuh berwarna kecokelatan, sayap depan dengan corak hitam, ruas skapus dan pedisel kekuningan dan ruas klavomer hitam, Tubuh hitam, sayap depan tanpa corak hitam Tungkai kuning dengan selingan warna hitam, ruas tarsus kuning pucat, skapus kuning dengan corak hitam, ruas antena lain hitam, metasoma ruas pertama paling lebar, Tidak seperti di atas Sayap depan dengan venasi submarginal yang silindris pada tepi anterior, venasi stigmal melengkung ke arah distal, betina antena dengan 7 – 8 flagelomer, jantan dengan 8 – 9 flagelomer, dorsum rata dari tampak lateral Vertex membulat, segitiga oseli kecil, terdapat gundukan median pada mesoskutum Venasi sayap sangat tereduksi, sayap depan tanpa sel yang dikelilingi oleh vena, hanya memiliki 1 vena yang bercabang, pronotum tidak mencapai tegula, banyak yang berwarna metalik Venasi sayap tidak terlalu tereduksi, terdapat 1 atau lebih sel pada sayap depan, tidak ada yang metalik
Ceratobaeus sp. (Scelionidae)
Gryon sp. (Scelionidae)
Trissolcus sp. (Scelionidae)
54 58 55
Aphanogmus sp. (Ceraphronidae) Eulagynodes sp. (Ceraphronidae) 56
Ceraphronidae sp. 2 (Ceraphronidae) 57
Ceraphron sp. (Ceraphronidae) Ceraphronidae sp. 1 (Ceraphronidae)
59 108
78 59a b 60a b 61a
b
62a
b
63a
b
64a
b
65a b 66a
b 67a
Terdapat bagian dari tungkai belakang yang membesar Tungkai belakang normal tidak ada pembesaran Koksa tungkai belakang membesar Femur tungkai belakang membesar Skutelum berwarna terang, mesoskutum berwarna gelap, pedisel memiliki panjang yang sama dengan ruas pertama funikel Skutelum berwarna kekuningan atau kuning pucat, metasoma dengan corak hitam pada bagian tergit 1 - 2 atau 1 - 3, tungkai dengan corak hitam pada bagian tiba Pada bagian ventral femur terdapat gigi, tibia melengkung, ovipositor pendek dan tidak terlihat dari luar Pada bagian ventral femur tidak terdapat gigi, tibia tidak melengkung, ovipositor panjang dan terlihat dari luar Petiol dekat dengan metasoma, femur dan tibia tungkai belakang berwarna merah, sayap depan tanpa corak hitam, kepala dengan karina pada kedua sisi frons, klipeus terpisah dan menyiku, mesoskutelum tanpa peninggian Petiol dekat dengan metasoma, femur dan tibia tungkai belakang hitam, sayap depan dengan 2 corak hitam, kepala dengan karina pada kedua sisi frons, klipeus terpisah dan menyiku, mesoskutelum tanpa peninggian Antena dengan 3 ruas lebih lebar daripada panjangnya, flagelum biasanya panjang, propodeum dengan submedian karina, sayap depan dengan bagian basal yang kosong dan terdapat spekulum di belakang parastigma, metasternum dengan 1 karina median diantara foramina dan koksa tungkai belakang, warna biru metalik, propodeum dengan carina membentuk huruf Y terbalik, area frenal halus, venasi cu setose sepanjang basal sel dengan 11 – 20 seta Kalung pronotal tampak dorsal terlihat transversal, sayap depan dengan venasi marginal kurang lebih 7 x sepanjang venasi stigmal, propodeum biasanya tanpa carina, warna hijau metalik Tarsus kurang dari 3 ruas Tarsus lebih dari 3 ruas Klavus 2- 3 ruas, sayap depan tidak ovoid degan beberapa seta diskal, flagelum dengan ruas funikel terletak jauh dari gada dan tanpa sensila longitudinal Klava 1 ruas, sayap depan ovoid, ruas funikel bervariasi jaraknya dengan gada Sayap depan tanpa RS1, jantan dengan 3 ruas klavomer yang berjauhan, tiap ruas funikel dengan panjang seluas lebarnya dan tidak berbentuk keping
60 64 61 62 Elasmus auratiskutelum (Elasmidae)
Elasmus politis (Elasmidae)
63
65
Brachymeria temporalis (Chalcididae)
Brachymeria sp. (Chalcididae)
Podagrion pachymerum (Torymidae)
Torymus sp. (Torymidae) 66 69
Oligosita sp. (Trichogrammatidae) 67 Trichogrammatoidea sp. (Trichogrammatidae)
79 b
68a
b
69a
b 70a
b
71a
b 72a
b
73a b 74a
Sayap depan dengan RS1, klava 1 ruas, jantan dengan tiap ruas klavomer tidak berjauhan, venasi stigmal pada sayap depan memanjang, dan terdapat seta berbentuk garis yang berjauhan dan teratur Perpanjangan dari genobase pada genitalia bagian dorsal berbentuk seperti pelana kuda, sayap depan dengan 8 – 9 baris seta, gonoforcep tumpul pada bagian ujung, warna tubuh cokelat gelap Genitalia dengan perpanjangan gonobase bagian dorsal memiliki lubang atau cekungan yang jelas, sayap depan dengan 4 – 6 baris seta, pronotum dan ruas metasoma pada jantan kehitaman Kepala dengan struktur berbentuk seperti huruf H pada bagian vertex, sayap depan berbentuk seperti sendok atau bertangkai Kepala tanpa struktur berbenuk huruf H, sayap depan tidak bertangkai Sayap depan dengan 2 daerah longitudinal tanpa seta yang dipisahkan oleh seta dari venasi, propodeum memiliki penurunan ke arah skutelum, propodeum terdapat cekungan longitudinal, tubuh hitam atau cokelat gelap Sayap depan dengan seluruh permukaan sayap berseta, propodeum terletak sejajar dengan skutelum, propodeum tanpa cekungan median, tubuh kuning, cokelat terang atau keabu-abuan Skutelum telihat terpisah antara anterior dan posterior, skutelum bagian posterior terbagi oleh cekungan, sayap depan meluas ke arah apikal, kepala, mesosoma, metasoma dan tungkai berwarna kuning kecokelatan atau kuning pucat, metasoma lebih panjang daripada mesosoma, antena cokelat pucat dengan skapus dan pedisel berwarna terang, skapus panjang, mesoskutum dengan 4 area segitiga gelap, sayap depan dengan corak hitam Skutelum tidak terbagi Skapus kurang lebih 7 x lebih panjang daripada lebar, sayap belakang bertangkai tanpa membran dan hanya dengan 1 seta apikal, petiole panjang Sayap depan tanpa seta yang menebal dan biasanya tanpa corak, propodeum dengan atau tanpa median carina, sayap depan meluas ke arah tepi Tarsus 4 ruas Tarsus 4 – 5 ruas Skutelum tanpa cekungan sublateral, pronotum dengan tepi anterior memiliki karina transvers, tibia tungkai belakang paling tidak dengan 1 atau sepasang duri yang lebih panjang daripada basitarsus
68
Trichogramma japonicum (Trichogrammatidae)
Trichogramma chilonis (Trichogrammatidae)
70 73
Anaphes sp. (Mymaridae)
71
Anagrus optabilis (Mymaridae) 72
Mymar sp. (Mymaridae) Polynema sp. (Mymaridae) 74 86
Euplectrus sp. (Eulophidae)
80 b
75a
b 76a
b 77a b 78a
b 79a
b
80a
b
81a b 82a
Skutelum dengan cekungan yang jelas, pronotum tidak memiliki karina, metatibia dengan duri yang tidak lebih panjang daripada basitarsus Skutelum dengan cekungan submedian, klipeus utuh, notauli tidak lengkap, tubuh paling tidak kepala dan mesosoma berwarna metalik, sayap depan dengan panjang 2.4 – 2.7 lebih panjang daripada lebarnya, baris seta pada sayap depan melengkung, femur tungkai belakang terkadang dengan corak Notauli lengkap, warna tubuh bervariasi, sayap depan tidak memiliki baris seta Tarsus tungkai tengah lebih pendek daripada ruas ke-dua tarsus, mandibel tereduksi dan tidak bertemu di tengah, pada jantan funikel dengan 3 cabang atau tanpa cabang Mandibel normal dan bertemu di tengah, funikel dengan 3 ruas yang tidak bercabang Venasi submarginal tidak patah Venasi submarginal patah Antena dengan 2 ruas funikel dan tanpa cabang, mesoskutelum dengan sepasang cekungan longitudinal, sayap depan dengan panjang 2.4 - 2.7 kali lebih panjang daripada lebarnya, baris seta pada sayap depan melengkung Antena dengan 4 ruas funikel dengan 3 cabang, mesoskutelum tanpa cekungan longitudinal Propodeum dengan plica yang lengkap dan terdapat karina longitudinal, area di antara plica halus dan mengkilap, sisi lateral dari cabang funikel pada antena jantan tidak bergerigi dengan seta yang panjang, pada betina flagelum berwarna kuning kecokelatan, Sisi lateral dari cabang funikel pada antena jantan bergerigi dan tanpa seta, pada betina flagelum berwarna cokelat kecuali ujung flagelum berwarna putih, propodeum tanpa longitudnal carina Notauli tidak sampai pada tepi posterior dari mesoskutum, mesoskutelum tanpa sepasang cekungan Notauli sampai pada tepi posterior dari mesoskutum, mesoskutelum dengan sepasang cekungan, mesosoma cokelat dengan corak kuning dan putih, mesoskutum hampir semua berwarna cokelat Venasi poststigmal pada sayap depan lebih panjang daripada venasi stigma Venasi poststigmal pada sayap depan lebih pendek atau sepanjang venasi stigma Tepi dorsal dari pronotum dengan karina, karina median bifurcate dan mengarah ke arah posterior, tidak sampai pada tepi posterior dari propodeum
75
Diglyphus isaea (Eulophidae) 76
Eulophus sp. (Eulophidae) 77 78 80
Diglyphus isaea (Eulophidae) 79
Pnigalio sp. (Eulophidae)
Hemiptarsenus varicornis (Eulophidae)
81
Quadrastichus sp. (Eulophidae) 82 83 Chrysocharis pentheus (Eulophidae)
81 b
83a
b 84a
b
85a
b
86a
b 87a
b 88a
b 89a
b
Jantan dengan semua antena berwarna kuning, bagian antara torulus dan klipeus bersinggungan dan membentuk cekungan, frons tanpa bentuk garpu, propodeum dengan karina median yang kuat dan lengkap, metasoma berbentuk lanceolate, terdapat karina transvers sepanjang pronotum Propodeum dengan sepasang karina median dan plica, skutelum dengan sepasang seta, skutelum tanpa sepasang cekungan longitudinal, sayap depan menyempit Propodeum tanpa karina Sayap depan dengan 3 corak berwarna hitam, pada venasi stigma terdapat 1 baris seta, warna tubuh hijau metalik Sayap depan tanpa atau dengan 1 corak berwarna hitam, pada venasi stigma terdapat 1 atau 2 atau tidak terdapat baris seta Sayap depan tanpa baris seta, femur tungkai depan, tengah dan belakang berwarna putih sampai putih kekuningan, terkadang dengan corak berwarna hitam Sayap depan tanpa corak hitam, tidak terdapat baris seta, femur tungkai depan, tengah dan belakang tanpa corak, propodeum dengan karina paraspicular berbentuk Y, skutelum biasanya hanya dengan 2 pasang seta Sersi pada metasoma bagian sisi anterior membentuk huruf M / V, vena marginal pendek, mesopleuron conveks Tidak terdapat sersi pada sisi anterior, apabila terdapat tidak membentuk huruf M / V Skutelum segitiga dengan tepi posterior berbentuk truncate, klava 3 ruas dan berwarna kuning, funikel 5 ruas, klava berwarna putih, sayap memendek atau tidak ada, palpus maksilaris 4 ruas dan palpus labialis 2 ruas Funikel 4 – 5 ruas, sayap berkembang dengan baik, klava 2 – 3 ruas Klava dengan ujung bulat atau meruncing, sayap depan memiliki corak yang tidak terlalu terlihat di belakang venasi marginal dan stigmal, spirakel pada propodeum membulat dan tidak sampai pada tepi anterior propodeum, koksa tungkai depan dan tengah putih Tidak seperti di atas Metasoma dan mesosoma pada bagian dorsal tidak mengkilap, flagelum dengan beberapa ruas berwarna putih, skutelum tanpa seta pada apikal, mesoskutum berwarna berbeda dibandingkan bagian tubuh lainnya Metasoma dan mesosoma mengkilap dan berwarna metalik, flagelum cokelat
Chrysocharis walleyi (Eulophidae)
Pediobius sp. (Eulophidae) 84 Closterocerus trifasciatus (Eulophidae)
85
Neochrysocharis sp. (Eulophidae)
Tetrastichus schoenobii (Eulophidae)
87 96
Acerophagus sp. (Encyrtidae) 88
Copidosoma sp. (Encyrtidae) 89
Metaphycus sp. (Encyrtidae) 90
82 90a
b 91a
b
92a
b 93a
b 94a
b 95a
b
96a
b 97a b 98a
Pita infuscate dari sayap depan terlihat sangat bergabung dengan pita bagian tengah, pita tengah tidak terpotong, pedisel lebih panjang dari ruas pertama funikel, ruas funikel ke-empat, ke-lima dan ke-enam berwarna putih, sayap depan dengan 3 pita Sayap depan tanpa pita infuscate atau corak, funikel berwarna gelap atau terang Aksila terpisah, menggantung pada tepi posterior dari mesoskutum, mandibel dengan 1 gigi, torulus berada pada kepala bagian bawah, skutelum convex dan mengkilap Aksila tidak terpisah dan bertemu di tengah, skutelum tidak mengkilap, mandibel dengan atau tanpa gigi Kepala berbentuk seperti segi empat, wajah dari depan tampak rata, pedisel dengan seta memanjang ke arah dorsal, klava 1 ruas Kepala berbentuk normal, klava lebih dari 1 ruas Skutelum dan mesoskutum mengkilap dan terdapat pahatan yang dangkal, venasi postmarginal lebih panjang daripada venasi marginal, linea calva tertutupi oleh beberapa baris seta Tidak seperti di atas Skapus membesar, skapus hitam dengan corak putih, ruas antena lain hitam, tubuh cokelat dengan metasoma kuning pucat, tungkai kuning pucat atau putih, mata hitam Tidak seperti di atas Tubuh kuning, mata hijau metalik, pronotum dengan corak warna hijau metalik, tungkai kuning, sayap tanpa corak, metasoma cokelat dengan selingan kuning, femur tungkai tengah dan belakang dengan corak hitam pada bagian ujung Sayap dengan corak hitam, tungkai depan dan tengah berwarna putih kekuningan, tibia tungkai belakang berwarna hitam, skapus dan pedisel kuning, flagelomer hitam, tubuh berwarna cokelat kehitaman Merupakan parasitoid pada telur atau pupa dari Formicidae, prepektus terpisah dari pronotum dan mencapai tegula, flagelum dengan anuli yang berjauhan, kepala dan mesosoma berwarna hitam metalik, jantan memiliki cabang pada funikel sehingga berbentuk seperti kipas, pronotum memanjang ke arah posterior dan ujungnya melancip Bukan parasitoid pada Formicidae Memiliki taji yang besar dan panjang di salah satu tungkainya Pada tungkai tidak terdapat taji Taji pada tibia tengah besar dan panjang, hampir sepanjang basitarsus
Microterys nietneri (Encyrtidae) 91
Ooencyrtus sp. (Encyrtidae)
92 Hambletonia pseudococcina (Encyrtidae) 93
Leptomastix sp. (Encyrtidae) 94
Encyrtidae sp. 1 (Encyrtidae) 95
Encyrtidae sp. 2 (Encyrtidae)
Encyrtidae sp. 3 (Encyrtidae)
Orasema sp. (Eucharitidae) 97 98 102 99
83 b 99a
b
100a
b 101a
b
102a
b
103a
b 104a
b
105a
Taji pada tibia depan relatif panjang dan melengkung Sayap depan selalu memiliki linea clava, kolar pronotal tanpa celah, metanotum conveks, propodeum rata dan pada area plical berbentuk huruf V Basal metasoma putih, manibel dengan 1 gigi ventroapikal dan tepi dorsoapikal yang lebar, area plica pada propodeum kecil dan sempit seperti panah Flagelum 5 ruas, ruas ke-tiga funikel membulat atau subquadrat, venasi stigmal panjang kurang lebih 0.25 – 2.5 dari venasi marginal, venasi marginal dengan 4 – 6 seta dorsal Flagelum 6 ruas, venasi stigmal pendek, venasi marginal dengan 10 – 20 seta dorsal Venasi submarginal dengan 1 – 2 seta, venasi stigmal tidak melebar, skutelum selalu dengan 4 seta, pada betina flagelum tidak berbentuk seperti spindel dan klava membulat ke arah apikal, tubuh dengan bagian metasoma berwarna hitam dan bagian mesosoma berwarna kuning, ruas antena kuning kecokelatan Venasi submarginal dengan 1 – 2 seta, venasi stigmal tidak melebar, skutelum selalu dengan 4 seta, pada betina flagelum tidak berbentuk seperti spindel dan klava membulat ke arah apikal, tubuh berwarna kuning, ruas antena berwarna putih kecokelatan Pronotum tanpa puncture dan berbentuk seperti kerucut, mesosoma tidak menggembung, tarsus 5 ruas Pronotum dengan banyak puncture besar dan beseta, pronotum berbentuk kotak, mesosoma menggembung, tarsus 5 ruas Flagelum dengan 2 atau lebih ruas basal berbentuk bulat, atau pada jantan ruas ke-dua tanpa sensila longitudinal, skutelum dengan frenum yang halus dan kosong, hyperparasit pada Aphididae melalui Braconidae Tidak seperti di atas Sayap depan biasanya panjang dan sempit, venasi marginal 3 x lebih panjang dari venasi stigmal, petiole subquadrat dan meluas ke arah posterior, torulus conveks, tungkai panjang dan biasanya bewarna kuning Sayap depan lebih luas dengan venasi marginal biasanya lebih pendek, petiole panjang dan tidak meluas ke arah posterior Kepala tampak dorsal terlihat kokoh, hypopigium tidak terlalu jauh dari propodeum, flagelum
100
Eupelmus sp. (Eupelmidae)
Anastatus bifasciatus (Eupelmidae)
Ablerus chrysomphali (Aphelinidae) 101
Encarsia Formosa (Aphelinidae)
Encarsia sp. (Aphelinidae)
103
106
Asaphes sp. (Pteromalidae) 104
Panstenon sp. (Pteromalidae)
105 Pteromalus sp. (Pteromalidae)
84
b
106a
b
107a b 108a
b 109a
b
filiform, ruas pertama funkel tidak melebar ke arah apikal Panjang tubuh 2.9 mm, tubuh hijau metalik, antena hitam, skapus cokelat gelap, kalung pronotum mengarah ketepi, sayap depan memiliki panjang 2.1 x sepanjang lebarnya, kedua sayap hyaline Sayap depan dengan venasi marginal hitam dan lebar, panjang tubuh 1 – 5 mm, tubuh berwarna cokelat merupakan serangga pembuat puru, klipeus dengan 2 gigi, toraks agak mengkilap, betina dengan skapus pada antena tidak melebihi oseli tengah Metasoma tidak memanjang, warna tubuh hijau metalik, petiole ada yang memanjang dan tidak memanjang Warna tubuh kebiruan metalik, petiol ada yang memanjang ada yang tidak Warna tubuh hitam metalik, petiol tidak memanjang, hyperparasitod pada Braconidae Sel marginal tertutup, keping skutelum tidak memanjang, badan berukuran kurang dari 2 mm, mesosoma sangat pendek Sel marginal dan radial terbuka, kpeing skutelum memanjang, mesosoma panjang Skutelum truncate dan keping skutelum pada daerah longitudinal bercorak (lurik), cangkir skutelum kecil, sel radial terbuka, sayap depan menyempit pada daerah ujung distal, vena R1 menebal pada ujung tepi dari sayap depan, tidak terdapat areolet, Rs + M tidak ada, Petiole dengan lembidang yang luas pada daerah posterior, cincin metasoma yang berseta kurang lebih melebar ke arah dorsal, metapleural segitiga, seta fringe pada sayap panjang
Habrocytus sp. (Pteromalidae)
Megastigmus sp. (Eurytomidae)
107 Eurytoma dentata (Eurytomidae) Eurytoma sp. (Eurytomidae) Gronotoma sp. (Eucoilidae) 109
Kleidotoma sp. (Eucoilidae)
Leptopilina sp. (Eucoilidae)
85
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Desember 1989 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Any Guntarti dan Riviyandi Indra. Penulis merupakan lulusan SMAN 4 Yogyakarta pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan strata-1 (S1) di Jurusan Biologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada dan lulus pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan magister sains di Program Studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 dengan biaya sendiri.