KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA PREDATOR PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN PADI SAWAH DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR
HERNI DWINTA PEBRIANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016 Herni Dwinta Pebrianti NIM A351130221
RINGKASAN HERNI DWINTA PEBRIANTI. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NINA MARYANA dan I WAYAN WINASA. Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Indonesia merupakan negara tropis sehingga kaya akan keanekaragaman hayati tersebut, salah satunya adalah serangga. Keanekaragaman serangga di suatu ekosistem dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Praktik budidaya yang sering diterapkan adalah secara monokultur. Hal ini akan memengaruhi keanekaragaman serangga. Serangga sebagai salah satu komponen dari biodiversitas memiliki peranan yang penting, yaitu sebagai herbivora (termasuk hama), karnivora (parasitoid dan predator), dan detritivora (pengurai). Sebagai parasitoid dan predator, serangga diharapkan dapat menjadi pengatur populasi hama di lapangan. Pertanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan salah satu model pertanaman yang dapat digunakan untuk melihat keanekaragaman hayati dengan kondisi vegetasi dan praktek budidaya yang berbeda. Adanya tanaman vegetasi bawah dalam suatu ekosistem dapat meningkatkan lama hidup dan daya predasi maupun parasitisasi dari musuh alami. Vegetasi bawah berguna sebagai tempat berlindung, tempat kopulasi, tempat istirahat ataupun sebagai sumber makanan bagi musuh alami. Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu ekosistem, maka semakin banyak pula sumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh musuh alami untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Penelitian dilaksanakan pada dua ekosistem, yaitu perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor, dan pertanaman padi sawah yang berdekatan dengan perkebunan tersebut. Pengamatan di lapangan dilakukan pada bulan Desember 2014 – Juli 2015. Penelitian ini mengambil 3 plot pada tanaman kelapa sawit dan 3 plot pada padi sawah. Setiap plot terdiri atas 5 subplot. Satu subplot berukuran 18 m x 18 m. Pengambilan sampel dilakukan mengikuti umur padi yaitu, sejak padi berumur 2 MST hingga menjelang padi dipanen dan diulang setiap 2 minggu sekali, dengan menggunakan 3 metode, yaitu jaring serangga, perangkap lubang, dan perangkap nampan kuning. Keanekaragaman parasitoid dan predator pada kedua ekosistem tersebut tinggi. Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 10 835 dari 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan pada padi sawah diperoleh 7641 individu dari 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Kelimpahan morfospesies parasitoid dan predator tertinggi masing-masing adalah Telenomus podisi dan Anoplolepis gracilipes. Keanekaragaman vegetasi bawah memengaruhi keanekaragaman parasitoid dan predator pada kedua ekosistem. Kata kunci: vegetasi bawah, perangkap serangga, musuh alami
SUMMARY HERNI DWINTA PEBRIANTI. Diversity of Parasitic and Predacious Arthropods in Oil Palm and Paddy Field at Cindali, Bogor Regency. Supervised by NINA MARYANA and I WAYAN WINASA. Biodiversity can be defined as the diversity of living things in various places to the riches on earth. Indonesia is a tropical country that has high biodiversity richness, one of them is insect. Insect diversity in the ecosystem is affected by environment and vegetation that live inside. Plantation technique that mostly applied is monoculture. This will affect the insect diversity. Insects as one of the components of biodiversity has an important role in the food web as herbivores (included as pest), carnivores (parasitoids and predators), and detritivores. Parasitic and predacious insects hopefully can depress insect pest population in the ecosystem. Oil palm plantation and paddy are the models of the plantation that can be used to see the biodiversity with the different vegetation and agricultural practices. The existence of ground vegetation can increase longevity and predation or parasitization rate of natural enemies. Ground vegetation can be used as a shelter, mating place, resting place or food source for natural enemy. The more vegetation in the ecosystem, the more nutrition sources and alternative hosts that can be used by natural enemies for their surviving. This research was conducted in two ecosystems, i.e. oil palm plantation of PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor and the second was paddy fields adjacent to the plantation. This research was conducted in December 2014 until July 2015. This research took 3 plots in oil palm plantations and 3 plots in paddy field. Each plot consisted of 5 subplots. One subplot was 18 m x 18 m. Sampling was carried out biweekly following the paddy age, since 2 weeks after planting until harvested. This research used three methods, i.e. insect nets, pitfall traps and yellow pan traps. The diversity of parasitoids and predators on both ecosystem was high. In the oil palm plantations the total number of insect parasitoids and predators was 10 835 individuals from 10 orders, 57 families and 184 morphospecies, while in the paddy fields was 7641 individuals from 10 orders, 60 families, and 183 morphospecies. The highest of parasitoid and predator morphospecies abundance was Telenomus podisi and Anoplolepis gracilipes. The diversity of ground vegetation in each ecosystem affected the diversity and abundance of parasitic Hymenoptera and predators. Key words: ground vegetation, insect trap, natural enemies
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA PREDATOR PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN PADI SAWAH DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR
HERNI DWINTA PEBRIANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir R Yayi Munara Kusumah, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWaTa’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul “Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Nina Maryana, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir I Wayan Winasa, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih kepada PTPN VIII Cindali, Bogor yang telah memberikan izin penulis sehingga peneliti dapat melakukan penelitian pada perkebunan kelapa sawit. Terima kasih kepada Ayahanda Taherman dan Ibunda Suryani atas doa tulus ikhlas, perjuangan dan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Hevni Siska Maryantama dan adinda Rahmat Dimas Kurniawan, kakak ipar Gunawan, keponakan Kean Adam Alfurqan dan Muhammad Haniif, serta keluarga besar yang tiada bosannya memberi semangat, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga kepada paman Defya Hendri dan kakak sepupu Nanda Tri Marbella yang selalu menyempatkan waktu mengunjungi penulis disela kesibukan untuk memberi semangat dan motivasi. Terima kasih kepada teman penelitian Ichsan Luqmana Indra Putra yang telah membantu baik di lapangan maupun laboratorium, serta Susilawati yang memberi dukungan, nasehat, menjadi kakak dan sahabat bagi penulis. Kepada Evie, Kak Nia, Kak Jo, Dita, Abang Badrus, Wildan, Ridwan, Agung, Abang Rudi, Abang Reno, Papa Richard, Ihsan N dan teman-teman Entomologi 2013 diucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Terima kasih kepada rekan-rekan di laboratorium Biosistematika Serangga, Ibu Aisyah, Mba Atiek, Ciptadi, Heri, Rizky N, Kak Leni, Kak Irfan, Mba Hapsah, Arini, serta adik-adik yang telah banyak membantu. Selanjutnya terima kasih kepada teman-teman yang selalu ada dalam suka dan duka. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016 Herni Dwinta Pebrianti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Keanekargaman Serangga pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Tanaman Padi Sawah Parasitoid Predator
3 3 4 6
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Pengambilan Sampel Metode Jaring Serangga Metode Perangkap Lubang Metode Perangkap Nampan Kuning Pengamatan Vegetasi Bawah Identifikasi Serangga Analisis Data
8 8 8 8 8 9 10 10 10
HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator Dominansi Parasitoid dan Predator Parasitoid Predator Individu Parasitoid dan Pradator yang Dominan Ditemukan Kesamaan Parasitoid dan Predator yang Ditemukan Perbedaan Komposisi Parasitoid dan Predator Vegetasi Bawah Kelimpahan Serangga Selain Parasitoid dan Predator
11 11 14 15 18 20 24 25 26 28
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29 29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL 1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan pertanaman padi sawah 2 Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, jumlah morfospesies dan jumlah individu parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 3 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 4 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individus predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 5 Parasitoid dan predator yang dominan ditemukan pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 6 Vegetasi bawah pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 7 Kelimpahan serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
11 13
16 19 21 27 28
DAFTAR GAMBAR 1 Denah lokasi peneltian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah di Cindali, Kabupaten Bogor 2 Kurva akumulasi spesies parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 3 Kelimpahan individu parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 4 Komposisi tiga famili parasitoid dengan morfospesies tertinggi pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 5 Komposisi tiga famili predator dengan morfospesies tertinggi pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 6 Jumlah morfospesies parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 7 Non - metric multidimentional scaling (NMDS) parasitoid dan predator berdasarkan indeks Bray-Curtis pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
9 12 14 17 21 24 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Anova keanekaragaman, jumlah morfospesies dan jumlah individu parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 2 Anova keanekaragaman, jumlah morfospesies dan jumlah individu predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 5 Faktor lingkungan selama pengambilan sampel di lapangan, data berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor 6 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
41 41 42 45 49
49
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Yaherwandi (2005), Indonesia adalah negara tropis sehingga kaya akan keanekaragaman hayati tersebut, baik flora maupun fauna. Buchori (2014) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan telah diakui dunia sebagai salah satu negara mega biodiversity, salah satunya adalah serangga. Keanekaragaman serangga pada suatu habitat berbeda, karena faktor tanaman, keadaan iklim, dan keadaan habitat di sekitarnya (Rizali et al. 2002). Keberadaan hutan sebagai habitat alami menyediakan jumlah serangga karnivora lebih banyak dan keanekaragaman serangga lebih tinggi dan kompleks dibandingkan dengan agroekosistem (Janzen 1987). Menurut LaSalle (1993), parasitoid merupakan musuh alami yang penting pada kebanyakan hama tanaman dan bertindak sebagai spesies kunci pada beberapa ekosistem. Parasitoid mampu mengendalikan hama secara spesifik dan populasinya di lapangan relatif cukup tinggi (Godfray 1994). Predator merupakan pemangsa organisme lain yang hidup bebas di alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dapat menyerang mulai dari fase pradewasa sampai dengan fase dewasa. Predator membutuhkan beberapa mangsa selama hidupnya sehingga dapat dimanfaatkan dalam menekan jumlah populasi hama di lapangan. Tanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan tanaman yang dibudidayakan secara monokultur, kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dan padi sawah merupakan tanaman semusim. Praktik pertanian, baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim tidak terlepas dari pengaruh keanekaragaman serangga. Keanekaragaman serangga di suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Menurut Rohrig et al. (2008), tumbuhan dapat menyediakan nektar bunga yang dapat meningkatkan daya tahan hidup dan keperidian serangga. Pada suatu habitat, keberadaan tumbuhan sangat beragam jenis dan komposisinya, termasuk pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah. Hal ini akan menciptakan perbedaan keanekaragaman serangga karnivora (parasitoid dan predator) yang tinggal di dalamnya. Parasitoid yang ditemukan pada pertanaman kelapa sawit di antaranya yaitu anggota Famili Braconidae, Ichneumonidae, Chalcididae, Eulophidae dan Elasmidae (Basri et al. 1995). Sahari (2012) melaporkan bahwa di Kalimantan Tengah ditemukan beberapa famili Hymenoptera parasitoid yang dominan pada tanaman kelapa sawit yaitu Scelionidae, Chalcididae, Braconidae, Ichneumonidae dan Evaniidae. Predator yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit yaitu dari Famili Cleridae dan Reduviidae (Cheong et al. 2010). Pada tanaman padi sawah, parasitoid yang ditemukan umumnya merupakan parasitoid telur dan parasitoid dari Famili Scelionidae (Herlina et al. 2011), sedangkan predator yang paling banyak di temukan adalah Famili Carabidae, Formicidae dan Lycosidae (Herlinda et al. 2008). PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Afdeling 1 Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor merupakan salah satu lokasi pertanaman kelapa sawit di
2 Jawa Barat, selain itu terdapat juga pertanaman padi sawah yang berdekatan dengan tanaman kelapa sawit. Berdasarkan kondisi ini menarik untuk dilihat perbedaan keanekaragaman serangga parasitoid dan predator pada kedua pertanaman tersebut, hal ini dapat dilakukan dengan mengambil imago serangga di lapangan sebanyak mungkin untuk melihat keanekaragaman dan kelimpahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan artropoda parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah di Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.
Rumusan Masalah Keanekaragaman hayati di suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Praktik budidaya yang sering diterapkan adalah monokultur dengan penggunaan insektisida yang intensif. Hal ini akan memengaruhi keanakeragaman hayati khususnya serangga. Serangga memiliki peranan yang bervariasi yaitu sebagai herbivora termasuk (hama), karnivora (parasitoid dan predator), dan detritivora (pengurai). Sebagai parasitoid dan predator, serangga diharapkan dapat menjadi pengatur populasi hama di lapangan. Pertanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan salah satu model pertanaman yang dapat digunakan untuk melihat keanekaragaman hayati dengan kondisi vegetasi dan praktik budidaya yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya kajian untuk mempelajari keanekaragaman serangga parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah yang berada di sekitar pertanaman kelapa sawit di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Hal tersebut mengingat keduanya merupakan tanaman yang dibudidayakan secara monokultur.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan kemiripan komposisi serangga parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat menyediakan data dan memberikan informasi tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah yang berada berdekatan dengan tanaman kelapa sawit di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan informasi hubungan vegetasi tumbuhan terhadap kelimpahan serangga.
3
TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Serangga pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Tanaman Padi Sawah Kelapa sawit dan padi merupakan tanaman pertanian yang penting di Indonesia, padi menduduki urutan pertama dan kemudian disusul dengan kelapa sawit (WG 2011). Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati terbesar di dunia, yaitu 59% (KMSI 2010), dan Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia (AAL 2013). Selanjutnya untuk tanaman padi, Indonesia adalah penghasil padi terbesar ke tiga di dunia setelah China dan India (OECD-FAO 2014). Padi merupakan tanaman pangan utama Indonesia dengan hasil produksi pada tahun 2014 adalah 71 juta ton padi (BPS 2015). Berdasarkan kondisi ini, tanaman kelapa sawit dan padi diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Hal ini tentunya berkaitan dengan kegiatan usaha tani yang tidak terlepas dari keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem (Altieri dan Nicholls 2004). Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Hal ini karena daerah tropis memiliki iklim yang hangat dan stabil sehingga sedikit terjadi kepunahan masal (Noyes 1989). Salah satu komponen keanekaragaman hayati tersebut adalah serangga. Serangga adalah salah satu kelompok hewan invertebrata dan termasuk anggota Filum Arthropoda yang tubuhnya beruas-ruas. Menurut Ross et al. (1982), jumlah serangga 11 kali lebih banyak dari jumlah anggota Arthropoda kelompok lain. Jumlah anggota Filum Arthropoda adalah 67.4% dari seluruh kelompok hewan di seluruh dunia dan 59.5% di antaranya merupakan serangga. Jumlah serangga yang banyak tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah ukuran tubuh yang kecil, siklus hidup yang pendek, mengalami metamorfosis, memiliki sistem indera dan neuromotorik yang baik, memiliki eksoskeleton, dan daya adaptasi dan seleksi yang tinggi (Gullan dan Cranston 1994). Serangga merupakan salah satu komponen keanekaragaman hayati yang berperan sebagai herbivora, karnivora dan pengurai dalam suatu jaring makanan. Keanekaragaman serangga dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan karena memengaruhi dan menentukan perkembangan serangga. Faktor lingkungan terdiri atas faktor biotik dan abiotik (Tarumingkeng 1991). Keanekaragaman serangga pada suatu ekosistem berbeda, termasuk adanya perbedaan antara keanekaragaman serangga di perkebunan kelapa sawit dan pertanaman padi sawah, namun tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh timbal balik yang baik apabila perkebunan sawit berdekatan dengan pertanaman padi sawah. Keanekaragaman serangga pada perkebunan kelapa sawit lebih mengarah pada pergantian spesies hutan oleh spesies nonhutan yang mendukung ekosistem terbuka, sehingga terdapat
4 perbedaan yang nyata dalam komposisi komunitas pada perkebunan kelapa sawit (Pfeiffer et al. 2008). Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi sawah lebih terpengaruh oleh adanya praktik pertanian (Downie et al. 1999). Praktik pertanian yang tidak sesuai dapat menyebabkan terjadinya ledakan serangga herbivora karena tidak bekerjanya serangga karnivora dengan baik. Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi sawah juga dipengaruhi oleh adanya ekosistem dan habitat yang mendukung. Berdasarkan penelitian yang dilaporkan Rizali et al. (2002), pada lahan pertanian padi sawah yang berbatasan langsung dengan hutan Taman Nasional Gunung Halimun, jenis dan peranan serangga yang diperoleh menunjukkan serangga herbivora yang paling banyak yaitu 37.2%, walaupun demikian jumlah musuh alami juga banyak, 33.6% (predator dan parasitoid), 6.2% serangga detritivora, dan 23% serangga lain. Struktur habitat sekitar lahan pertanian memengaruhi keanekaragaman musuh alami yang ada pada suatu lahan tersebut. Keberadaan hutan di sekitar lahan dapat meningkatkan keanekaragaman serangga yang ada. Perkebunan kelapa sawit dan pertanaman padi sawah yang berada berdekatan dapat diharapkan saling memengaruhi dalam hal hubungan timbal balik yang baik dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Melestarikan keanekaragaman hayati di dalam dan di sekitar perkebunan kelapa sawit dapat membantu untuk memastikan bahwa checks and balances yang biasanya mengatur spesies invasif dan hama di habitat alami terus berfungsi (Pfeiffer et al. 2008).
Parasitoid Istilah parasitoid pertama kali diperkenalkan oleh Router pada tahun 1913 yang menjelaskan bahwa parasitoid merupakan serangga yang fase pradewasanya hidup di dalam jaringan artropoda lain (serangga) yang kemudian mematikannya. Meskipun demikian, istilah ini baru diterima secara luas sejak tahun 1974 (Godfray 1994). Fase inang yang diserang parasitoid umumnya adalah telur dan larva, namun beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang menyerang imago inang (Gullan dan Cranston 1994). Parasitoid sering dianggap sangat efisien dan mampu menyempurnakan perkembangannya dalam satu inang. Berdasarkan jumlah parasitoid yang hidup dalam inang, parasitoid terdiri atas parasitoid soliter dan parasitoid gregarius. Parasitoid soliter merupakan spesies parasitoid yang perkembangan hidupnya terjadi pada satu tubuh inang, satu inang diparasit oleh satu individu parasitoid. Parasitoid gregarius adalah spesies parasitoid yang beberapa individu dapat hidup bersama-sama dalam tubuh satu inang, jumlah imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat banyak sekali (Naumann 1991). Parasitoid memiliki karakteristik antara lain, merusak inangnya selama perkembangan, berukuran relatif lebih kecil dari inangnya, memiliki inang yang spesifik, inangnya merupakan serangga, menghabiskan satu inang selama hidupnya, imago parasitoid hidup bebas dan hanya fase pradewasa yang memarasit inangnya. Selain itu karakteristik parasitoid yang lain adalah jumlah populasi di lapangan yang melimpah, dan mampu menekan populasi serangga hama secara nyata (Godfray 1994). Parasitoid mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik
5 dengan lingkungan, memiliki kebutuhan makanan per individu yang rendah dan memiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi. Terdapat dua jenis parasitoid berdasarkan perilaku makannya yaitu, endoparasitoid dan ektoparasitoid. Endoparasitoid adalah parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan di dalam tubuh inang, sedangkan ektoparasitoid adalah parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan di luar tubuh inang, hanya alat mulutnya yang melekat pada tubuh inang. Sebagian besar parasitoid hanya masuk ke dalam satu golongan saja, tetapi ada juga yang hidup sebagai endoparasitoid dan pada fase lain berubah menjadi ektoparasitoid (Godfray 1994; Quicke 1997). Berdasarkan fase inangnya, parasitoid dikelompokkan ke dalam parasitoid telur, telur-larva, larva, larva-pupa, pupa, dan imago. Terdapat beberapa parasitoid yang menyerang lebih dari satu fase, parasitoid ini berkembang pada dua fase, pada fase pertama larva parasitoid hanya berkembang dan baru bisa membunuh inang ketika masuk ke fase selanjutnya, seperti parasitoid telur-larva dan parasitoid larvapupa. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan pada inang, parasitoid terbagi menjadi dua kelompok, yaitu koinobion dan idiobion. Parasitoid yang inangnya tidak berkembang lebih jauh setelah terparasit termasuk ke dalam kelompok idiobion, sedangkan parasitoid yang inangnya tetap melanjutkan perkembangan paling tidak selama beberapa waktu setelah terparasit termasuk kelompok koinobion. Kelompok koinobiont biasanya menyerang larva, lebih sering pada instar-instar awal (Godfray 1994; Quicke 1997). Parasitoid dewasa menyerang inang untuk meletakkan telur dengan tujuan menyediakan makanan bagi keturunannya, dan beberapa parasitoid juga melakukan host feeding. Beberapa kasus terdapat sejumlah larva parasitoid dari spesies yang sama berkembang dalam satu ekor inang, fenomena ini dinamakan superparasitisme, dan jika dua spesies parasitoid yang berbeda meletakkan telur pada satu inang dan larvanya menyelesaikan siklus hidupnya pada inang tersebut dinamakan multiparasitisme (Godfray 1994). Famili Hymenoptera yang ditemukan mengalami superparasitisme di antaranya adalah Famili Braconidae (Montoya et al. 2012), Ichneumonidae (Ueno 1997; Zhang et al. 2010), Eupelmidae (Darrouzet et al. 2003), Eulophidae (Cheong et al. 2010), Pteromalidae (Wylie 1965; Kraft dan Van Nouhuys 2013), dan Trichogrammatidae (Shoeb dan El-Heneidy 2010). Beberapa contoh parasitoid yang mengalami fenomena multiparasitime di antaranya Famili Ichneumonidae Pimpla disparis Viereck dan Itoplectis conquisitor (Say) (Moser et al. 2008), Nemeritis canescens (Gravenhorst) dan Horogenes chrysostictos Gmelin pada Ephestia sericarium Scott (Lepidoptera: Phycitidae) (Fisher 1961), Famili Braconidae Aphaereta genevensis Fischer dan Aphaereta pallipes (Say) pada pupa Diptera cyclorrapha (Pexton dan Mayhew 2004), Hyposoter horticola (Gravenhorst) dan Cotesia melitaearum (Wilkinson) pada Melitaea cinxia (Linnaeus) (Lepidoptera: Nymphalidae) (Van Nouhuys dan Punju 2010), Aphidius colemani Viereck dan Lysiphlebus testaceipes (Cresson) pada Aphis gossypii Glover (Sampaio et al. 2006), dan Famili Aphelinidae Eretmocerus melanoscutus Zolnerowich dan Rose dan Encarsia Sophia (Girault dan Dodd) pada Bemisia tabaci (Gennadius) (Shah et al. 2015). Clausen (1940) menjelaskan bahwa terdapat beberapa ordo serangga yang termasuk ke dalam parasitoid yaitu Hymenoptera, Diptera, Strepsiptera, Coleoptera, Lepidoptera, Trichoptera, dan Neuroptera. Namun sebagian besar
6 parasitoid terdapat pada ordo Hymenoptera dan Diptera (Godfray 1994). Menurut Doutt (1959), terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar parasitoid berhasil memarasit inangnya, yaitu (1) penemuan habitat inang, (2) penemuan inang (3) pengenalan dan penerimaan inang, dan (4) kesesuaian inang. Studi tentang parasitoid dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan mengambil larva inang yang terserang parasitoid di lapangan kemudian diperbanyak di laboratorium untuk melihat parasitoid yang memarasiti inang sampel dan melihat biologi parasitoid. Cara berikutnya, yaitu mengambil imago di lapangan sebanyak mungkin untuk melihat keanekaragaman parasitoid di lapangan. Penelitian tentang studi keanekaragaman parasitoid sering dilakukan. Penelitian pada pertanaman padi sawah di antaranya dilakukan oleh Widiarta et al. (2006) yang melaporkan bahwa ditemukan Telenomus sp., Trichogramma sp., dan Opius sp. pada tanaman padi di Sukamandi pada musim hujan 2005/2006. Selanjutnya penelitian Yaherwandi (2009) melaporkan parasitoid yang dominan pada pertanaman padi sawah yaitu dari Ordo Hymenoptera Famili Mymaridae, Eulophidae dan Diapriidae.
Predator Predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Predator sering kali mempunyai mangsa yang sama ketika fase pradewasa dan dewasa. Namun terdapat jenis predator yang fase pradewasa dan dewasanya membutuhkan mangsa yang berlainan. Beberapa predator bersifat kanibal, terutama bila terjadi kekurangan makanan. Pada keadaan makanan yang terbatas, individu yang lemah akan dimangsa oleh individu yang kuat. Imago Famili Coccinellidae akan memakan telurnya sendiri yang baru diletakkan bila mangsanya yang berupa kutu-kutu tanaman tidak ditemukan (Borror et al. 1996). Beberapa strategi predator saat menangkap mangsa adalah diam menunggu, menyergap, insinuasi (menenangkan mangsanya yang aktif), teknik umpan dan menangkap (kepik pembunuh), terbang (Ordo Odonata dan Ordo Diptera), dan kleptoparasitisme (mendapatkan mangsa dengan mencuri dari serangga lain). Predator dalam menemukan mangsanya sama dengan hama dan parasitoid, yaitu memiliki beberapa tahapan di antaranya tahapan penemuan habitat mangsa, penemuan mangsa, penerimaan mangsa dan kesesuaian mangsa (New 1991). Predator memiliki peranan penting dalam penekanan populasi serangga hama, karena dapat meningkatkan mortalitas hama. Menurut Untung (2006), terdapat beberapa ordo serangga yang anggotanya merupakan predator, antara lain Coleoptera, Neuroptera, Hymenoptera, Diptera, Orthoptera, Odonata dan Hemiptera. Menurut Idris et al. (2001), kelimpahan serangga predator berkaitan dengan kelimpahan mangsa, pengaruh hujan dan pengaruh feromon dari serangga mangsa. Selain itu kelimpahan serangga predator berkaitan dengan vegetasi tanaman yang berada di sekitar lahan pertanaman. Kuznetsov dan Zakharov (2001) melaporkan, salah satu faktor yang memengaruhi penyebaran kumbang Coccinellidae di Rusia adalah kekayaan tanaman. Untung (2006) juga menjelaskan bahwa banyak serangga predator dapat hidup dan berkembangbiak memerlukan persyaratan hidup
7 yang tidak dapat ditemukan semuanya pada tanaman budidaya. Untuk memperoleh keperluan hidupnya pada periode tertentu serangga tersebut harus pindah ke tanaman inang pengganti atau habitat lainnya yang berada di sekitar tanaman budidaya seperti rerumputan, tumbuhan gulma, atau semak-semak sekitar lahan pertanian untuk mendapatkan makanan, tempat peletakan telur, dan sebagai tempat persembunyian yang sesuai. Predator merupakan salah satu musuh alami bagi serangga di perkebunan kelapa sawit dan tanaman padi sawah. Hindarto (2015) melaporkan bahwa serangga dengan fungsi ekologi sebagai predator pada perkebunan kelapa sawit dengan kelimpahan paling tinggi adalah Ordo Hymenoptera, Hemiptera dan Diptera. Predator pada tanaman padi sawah yang paling banyak ditemukan pada ekosistem persawahan di Daerah Cianjur, Jawa Barat adalah spesies dari Famili Carabidae dan Staphylinidae (Herlinda et al. 2004).
8
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada dua pertanaman, yaitu pertanaman kelapa sawit PTPN VIII Afdeling 1 Cindali dan pertanaman padi sawah yang berada berdekatan dengan tanaman kelapa sawit. Kedua lokasi berada di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Sortasi dan identifikasi dilaksanakan di laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Juli 2015.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel serangga dilakukan pada 2 lokasi pertanaman. Setiap lokasi penelitian terdiri atas 3 plot, sehingga total adalah 6 plot (Gambar 1). Pemilihan plot pada kelapa sawit dilakukan secara acak pada beberapa blok yang memiliki luas sekitar 145 - 150 ha dan berdekatan dengan sawah. Pemilihan plot pada padi sawah dilakukan dengan mengambil 3 lahan sawah yang kepemilikannya berbeda namun umur padinya sama dan memiliki luas sekitar 4000 – 5000 m2. Ditentukan 5 subplot pada setiap plot kelapa sawit dan padi. Satu subplot berukuran 18 m x 18 m. Pengambilan sampel serangga pada 2 lokasi pertanaman dilakukan mengikuti umur padi yaitu, sejak padi berumur 2 minggu setelah tanam (MST) hingga menjelang padi dipanen, dan diulang setiap 2 minggu sekali. Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan 3 metode, yaitu menggunakan jaring serangga, perangkap lubang dan perangkap nampan kuning. Metode Jaring Serangga Jaring serangga yang digunakan berdiameter 30 cm dengan panjang tongkat 80 cm, dan jaring tersebut terbuat dari kain organdi. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengayunkan jaring serangga sebanyak 100 kali ayunan ganda pada setiap subplot, sehingga total setiap plot yaitu 500 kali ayunan ganda. Satu kali ayunan ganda adalah mengayunkan jaring serangga 1 kali ke kiri dan 1 kali ke kanan. Hasil dari jaring serangga dimasukkan ke dalam separator. Separator yang digunakan berbentuk persegi panjang, terbuat dari kain yang berwarna hitam dengan kerangka kawat. Ukuran panjang empat sisi samping separator 26.5 cm, tinggi sisi depan 17.5 cm, tinggi sisi belakang 16 cm, lebar sisi depan 18 cm, dan lebar sisi belakang 16.5 cm. Bagian ujung depan kain separator terjuntai sebagai tempat untuk memasukkan serangga hasil dari jaring serangga. Ujung belakang kain separator diberi botol plastik yang berisi alkohol 70% sebagai wadah tempat sampel. Metode Perangkap Lubang Pengambilan sampel dengan menggunakan perangkap lubang dilakukan untuk menangkap serangga dan artropoda yang aktif pada permukaan tanah. Perangkap lubang berupa wadah plastik bening bervolume ± 240 ml, berdiameter-
9
Gambar 1 Denah lokasi penelitian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah di Cindali, Kabupaten Bogor. Plot pengamatan pada pertanaman kelapa sawit, Plot pengamatan pada pertanaman padi sawah 7 cm dan tinggi wadah 10 cm. Perangkap lubang dipasang dengan membuat suatu lubang dengan menggali tanah, selanjutnya wadah dimasukkan ke dalam lubang tersebut dan diusahakan permukaannya rata dengan permukaan tanah di sekitarnya. Perangkap lubang diisi dengan larutan gliserol sebanyak seperempat dari tinggi wadah. Bagian atas wadah ditutup dengan seng sebagai atap untuk menghindari masuknya air ketika hujan serta dipasang tiang yang terbuat dari bambu setinggi 5 cm dari permukaan tanah. Pada setiap plot dipasang 10 perangkap atau pada setiap subplot terdapat 2 perangkap. Perangkap lubang dipasang di sekitar tanaman kelapa sawit dan di pematang sawah selama 2 x 24 jam. Serangga hasil pengambilan sampel ini kemudian disaring dan dipindahkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70%. Metode Perangkap Nampan Kuning Metode pengambilan sampel dengan perangkap nampan kuning dilakukan untuk serangga yang tertarik pada warna cerah. Perangkap terbuat dari wadah plastik berukuran 22 cm x 14 cm x 4 cm, diisi larutan sabun sebanyak setengah dari tinggi wadahnya dan diletakkan pada permukaan tanah. Pada setiap plot dipasang 10 perangkap. Setiap subplot dipasang 2 perangkap selama 1 x 24 jam. Serangga yang terperangkap kemudian disaring dan dipindahkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70%.
10 Pengamatan Vegetasi Bawah Pengamatan vegetasi bawah dilakukan dengan tujuan sebagai data pendukung dalam penelitian. Vegetasi bawah yang ditemukan dalam plot pengambilan sampel serangga dicatat, diambil dan dibuat herbarium untuk selanjutnya diidentifikasi hingga tingkat spesies.
Identifikasi Serangga Sampel diidentifikasi sampai ke tingkat morfospesies. Identifikasi sampel dilakukan dengan acuan beberapa kunci identifikasi (Grissel dan Schauff 1990; CSIRO 1991; Goulet dan Huber 1993; Borror et al. 1996; Triplehorn dan Johnson 2005) serta dengan menggunakan spesimen referensi dari berbagai sumber.
Analisis Data Data hasil identifikasi ditabulasikan dalam satu tabel menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Data dianalisis dengan menggunakan program R Statistic versi 3.0.2 untuk melihat nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), jumlah morfospesies (S), jumlah individu (N), dominansi parasitoid dan predator. Kurva akumulasi parasitoid dan predator menggunakan program Estimates 9.1.0. Estimasi kekayaan digunakan nilai penduga Jackknife-1. Data keanekaragaman parasitoid dan predator pada lokasi penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (oneway Anova).
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator Parasitoid dan predator yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 11 ordo, 69 famili, 228 morfospesies, dan 18 476 individu. Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 10 835 dari 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan padi sawah diperoleh 7641 individu dari 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Kelimpahan parasitoid dan predator yang diperoleh lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit dibandingkan dengan pertanaman padi sawah (Tabel 1). Banyaknya parasitoid dan predator yang ditemukan pada habitat kelapa sawit karena terdapat banyak tanaman vegetasi bawah yang dapat mendukung kelangsungan hidup dari musuh alami. Menurut Barbosa dan Benrey (1998), semakin banyak atau beragam spesies dari tumbuhan yang terdapat dalam suatu habitat, maka semakin tinggi juga tingkat keanekaragaman musuh alami pada habitat tersebut. Tabel 1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan pertanaman padi sawah Lokasi
a
Ordo
Jumlah Famili Morfospesies
Individu
Jack-1a %
Sawit Parasitoid Predator
02 10
25 32
101 083
0 3248 0 7587
88.09 83.44
Sawah Parasitoid Predator
03 09
27 33
095 088
1910 5731
79.96 84.31
persentase spesies parasitoid dan predator yang diperoleh berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Jackknife-1
Kurva akumulasi spesies yang berupa nilai estimasi Jack-1 (Jackknife-1 estimator) yang diperoleh dari data morfospesies parasitoid dan predator yang dikumpulkan dari semua plot pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan padi sawah menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 2). Pada lokasi pertanaman kelapa sawit memiliki nilai penduga Jackknife-1 tertinggi untuk parasitoid yaitu 88.09% dan lokasi pertanaman padi sawah dengan nilai penduga Jackknife-1 tertinggi untuk predator yaitu 84.31%. Berdasarkan nilai yang diperoleh menunjukkan belum optimalnya jumlah spesies parasitoid dan predator yang dikumpulkan. Hal yang sama terlihat pada kurva akumulasi jumlah keseluruhan morfospesies parasitoid dan predator yang menunjukkan tidak tercapainya asimtot sampling. Hal ini berarti bahwa morfospesies parasitoid dan predator yang terdapat pada kedua lokasi pertanaman belum lengkap. Chao et al. (2009) menyatakan bahwa tidak optimalnya pengambilan sampel serangga umum terjadi pada penelitian ekologi di daerah tropis, seringkali diperlukan upaya pengambilan sampel tambahan untuk mengumpulkan semua spesies yang terdapat pada suatu daerah.
12 120
(a) Jumlah spesies
100 80 60 sawah 40
sawit
20 0 1
(b)
2
3 4 Waktu pengamatan
5
6
100
Jumlah spesies
80 60 sawah
40
sawit 20 0 1
2
3 4 Waktu pengamatan
5
6
Gambar 2 Kurva akumulasi spesies (a) parasitoid, dan (b) predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Jumlah serangga parasitoid berdasarkan lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada lokasi pertanaman kelapa sawit diperoleh 2 ordo, 25 famili, 101 morfospesies dan 3248 individu, sedangkan pada pertanaman padi sawah ditemukan 3 ordo, 27 famili, 95 morfospesies dan 1910 individu. Kekayaan parasitoid yang diperoleh lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit dibandingkan dengan padi sawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman parasitoid pada kedua lokasi pertanaman (kelapa sawit dan padi sawah) memiliki perbedaan. Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa perbedaan lokasi pertanaman memengaruhi keanekaragaman /H’ (F 1.4= 13.980, P= 0.020*), jumlah morfospesies parasitoid (F 1.4= 34.520, P= 0.004**), dan jumlah individu parasitoid (F 1.4= 8.521, P= 0.043*) (Lampiran 1). Hal ini karena pada suatu lokasi pertanaman yang sama kemungkinan bisa terjadi perbedaan kemiripan yang disebabkan perbedaan mikroklimat atau keadaan lingkungan yang dapat saja terjadi pada waktu yang berbeda meskipun berada pada satu lokasi yang sama. Hal ini dikarenakan serangga mengikuti atau beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda (Bianchi et al. 2006). Jumlah serangga dengan fungsi ekologi sebagai predator (Tabel 1), diperoleh 10 ordo, 32 famili, 83 morfospesies dan 7587 individu pada pertanaman kelapa sawit, sedangkan pada pertanaman padi sawah ditemukan 9 ordo, 33 famili, 88
13 morfospesies dan 5731 individu. Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman predator pada kedua lokasi pertanaman (kelapa sawit dan padi sawah) tidak memiliki perbedaan. Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa perbedaan lokasi pertanaman tidak memengaruhi keanekaragaman/H’ (F 1.4= 3.618, P= 0.130), dan jumlah morfospesies predator (F 1.4= 6.261, P= 0.066), namun memengaruhi jumlah individu predator (F 1.4= 23.050, P= 0.008**) (Lampiran 2). Hal ini karena predator memiliki kisaran mangsa yang luas dan tidak hanya bergantung pada satu mangsa saja. Selain itu menurut Herlinda et al. (2004) predator memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem efemeral seperti pada pertanaman padi sawah. Fungsi serangga sebagai parasitoid dan predator pada kedua lokasi pertanaman masing-masing menunjukkan keanekaragaman yang tinggi, karena dapat dilihat dari nilai indeks keanekaragaman yang lebih dari 3 (Tabel 2). Hal ini karena adanya vegetasi yang berada pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah yang merupakan tempat hidup dan sumber makanan bagi parasitoid dan predator. Siemann et al. (1999) menyatakan bahwa keanekaragaman predator dan parasitoid tergantung pada keanekaragaman herbivora, selain itu tergantung juga pada keanekaragaman tanaman, banyak parasitoid dan predator mengambil nektar dan serbuk sari sebagai nutrisi. Tabel 2 Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), jumlah morfospesies (S) dan jumlah individu (N) parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Lokasi (plot)
Fungsi ekologi
H’
S
N
Sawit 13
Parasitoid Predator
3.68 3.36
81 58
813 2304
Sawit 16
Parasitoid Predator
3.88 3.31
90 66
1117 2616
Sawit 18
Parasitoid Predator
3.66 3.30
87 63
1318 2667
Sawah 1
Parasitoid Predator
3.43 3.36
70 66
578 1895
Sawah 2
Parasitoid Predator
3.51 3.53
70 73
613 2023
Parasitoid
3.45
71
719
Predator
3.40
72
1813
Sawah 3
Kelimpahan individu parasitoid tertinggi ditemukan pada sawit plot 18 sebanyak 1318 individu, serta nilai indeks keanekaragaman dan jumlah morfospesies pada sawit plot 16 dengan masing-masing nilai H 3.88 dan S 90 (Tabel 2). Jumlah tertinggi individu predator ditemukan pada sawit plot 18 sebanyak 2667 individu, keanekaragaman pada sawah plot 2 dengan nilai H 3.53, dan jumlah morfospesies pada sawah plot 2 dengan S 73 morfospesies. Tingginya kelimpahan parasitoid dan predator pada sawit plot 18 karena umur tanaman sawit yang lebih tua dibandingkan dengan umur tanaman pada kedua plot sawit lainnya. Semakin tua umur kelapa sawit, maka akan memengaruhi kondisi vegetasi yang
14 terdapat di dalamnya. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan komposisi vegetasi yang terdapat di dalam plot sawit 18 memperlihatkan jumlah keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi yang lebih banyak dari sawit plot 13 dan 16. Luskins dan Potts (2011), menyatakan bahwa umur tanaman sawit yang lebih tua memengaruhi banyaknya vegetasi bawah yang tumbuh pada sawit tersebut.
Dominansi Parasitoid dan Predator
3201 2716
Parasitoid dalam penelitian ini berasal dari kelompok Ordo Diptera, Hymenoptera dan Strepsiptera. Predator berasal dari Ordo Araneae, Coleoptera, Dermaptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, Odonata, dan Orthoptera (Gambar 3). 3500 2079
Parasitoid 1440
2500 2000
Predator
324 0 0
0
0 12
0
0
0
500
47
206
1000
0 133
647
1500
0 5
Jumlah Individu
3000
0 25
a
0
1282
1560
1445
1500
Parasitoid 1000
9 0
468 0
341 0
0 0
0 23
279 0
45
0 2
500
0
331
Predator
0
b
Jumlah Individu
2000
1856
Ordo
0
Ordo
Gambar 3 Kelimpahan individu parasitoid dan predator pada pertanaman (a) kelapa sawit dan (b) padi sawah Banyaknya ordo dari parasitoid dan predator yang diperoleh dalam penelitian ini sama seperti yang ditemukan oleh beberapa peneliti pada pertanaman padi sawah yang tergolong dalam anggota Ordo Strepsiptera (Shepard et al. 1991),
15 Hymenoptera, dan Diptera (Rizali et al. 2002; Hamid et al. 2003). Predator ditemukan dari anggota Ordo Coleoptera, Orthoptera, Odonata, Dermaptera, dan Hymenoptera, Hemiptera, Diptera dan Araneae (Rizali et al. 2002; Herlinda et al. 2004; Widiarta et al. 2006). Selanjutnya pada perkebunan kelapa sawit Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, dan Odonata berperan sebagai predator, Ordo Diptera dan Hymenoptera dengan fungsi ekologi sebagai parasitoid (Hindarto 2015). Total morfospesies dari parasitoid dan predator adalah 228 morfospesies (Lampiran 3 dan 4), dengan jumlah tertinggi dari kelompok parasitoid pada kedua pertanaman sebanyak 120 morfospesies. Hal ini karena parasitoid mempunyai karakteristik antara lain jumlah populasi di lapangan yang melimpah dengan inang spesifik berupa serangga (Godfray 1994). Parasitoid mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik dengan lingkungan, memiliki kebutuhan makanan per individu yang rendah dan memiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi. Parasitoid Kelimpahan dan keanekaragaman morfospesies parasitoid yang paling dominan berasal dari Ordo Hymenoptera, baik pada pertanaman kelapa sawit maupun padi sawah dengan masing-masing berjumlah 3201 dan 1856 individu, dengan 114 morfospesies. Hal ini didukung dengan pendapat Hassel dan Waage (1984) bahwa keanekaragaman parasitoid yang tinggi terdapat pada Ordo Hymenoptera dengan kurang lebih 200 000 spesies, 250 000 spesies (Gauld 1986), bahkan menurut Quicke (1997), sekitar 80% spesies parasitoid termasuk ke dalam ordo Hymenoptera. Morfospesies dan individu parasitoid yang dominan ditemukan pada Ordo Hymenoptera tersebut terdapat pada Famili Braconidae, Scelionidae dan Eulophidae (Tabel 3). Tingginya perolehan karena penyebaran Famili ini yang cukup merata dan menempati beragam habitat. Famili Braconidae ditemukan dengan jumlah morfospesies tertinggi dibandingkan dengan famili lain, baik pada pertanaman kelapa sawit maupun padi sawah. Hal ini karena Famili Braconidae merupakan famili yang paling beragam dan melimpah ditemukan dari famili lain (Shaw dan Huddleston 1991). Pada penelitian yang dilakukan Sahari (2012) dilaporkan bahwa Famili Braconidae banyak ditemukan berperan sebagai parasitoid dari hama tanaman kelapa sawit, serta dominan ditemukan baik dari segi jumlah spesies maupun kelimpahannya. Menurut Papp (1994), Famili Braconidae banyak ditemukan pada vegetasi dengan ketinggian 0 - 3 m bila dibandingkan pada kanopi. Hal tersebut tentunya dapat dikaitkan dengan perangkap yang digunakan dalam penelitian ini. Famili yang ditemukan dengan jumlah morfospesies tertinggi kedua setelah Famili Braconidae adalah Famili Scelionidae. Famili ini ditemukan dengan jumlah kelimpahan individu tertinggi dibandingkan dengan famili lain. Menurut Goulet dan Huber (1993), Famili Scelionidae merupakan parasitoid telur dari banyak serangga dan laba-laba sehingga memiliki jumlah spesies yang banyak. Parasitoid Famili Scelionidae ini umum ditemukan pada tanaman padi sawah dan ditemukan dengan jumlah spesies dan individu yang banyak (Herlina et al. 2011). Selain itu, menurut Sperber et al. (2004), parasitoid Famili Scelionidae ini merupakan famili terbanyak ditemukan dibandingkan dengan parasitoid famili lainnya pada sistem agroforestri kakao di Brasil.
16 Tabel 3 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Ordo Diptera
Hymenoptera
Strepsiptera
Famili Conopidae Pipunculidae Tachinidae Aphelinidae Bethylidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Chrysididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucharitidae Eucoilidae Eulophidae Eupelmidae Eurytomidae Evaniidae Ichneumonidae Mutillidae Mymaridae Platygastridae Pompilidae Pteromalidae Scelionidae Scoliidae Torymidae Trichogrammatidae Stylopidae
Sawit S 00 01 02 02 02 15 07 01 00 04 01 07 01 03 12 02 02 03 08 01 05 03 00 04 13 01 01 03 00
N 000 035 012 018 028 440 150 041 000 337 017 172 001 041 399 039 039 019 073 001 306 276 000 057 649 002 010 086 000
Sawah S 01 01 02 00 02 16 05 02 01 03 01 04 00 02 09 01 02 01 09 01 07 03 01 04 10 01 01 04 01
N 1 17 27 0 2 130 155 9 1 182 11 50 0 19 233 5 17 1 34 2 211 233 1 29 440 2 7 82 9
S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu
Famili Eulophidae merupakan famili yang ditemukan dengan jumlah morfospesies tertinggi ketiga setelah Famili Braconidae dan Scelionidae. Menurut Gauthier et al. (2000), Famili Eulophidae ditemukan dengan kelimpahan yang tinggi pada daerah tropis dan sub tropis, memiliki kisaran inang yang luas, dan telah terbukti menjadi agen pengendalian hayati. Famili Eulophidae adalah salah satu parasitoid yang banyak ditemukan pada tanaman padi (Yaherwandi et al. 2007) dan pada pertanaman kelapa sawit (Sahari 2012). Cheong et al. (2010) melaporkan bahwa Famili Eulophidae ini diketahui menyerang ulat kantung pada tanaman kelapa sawit dengan tingkat parasitisasi yang tinggi (67.4%). Famili Braconidae, Scelionidae dan Eulpohidae tersebut masing-masing memiliki morfospesies dengan jumlah individu yang dominan. Pada Famili Braconidae, morfospesies dengan jumlah individu tertinggi adalah Bracon sp. dengan kelimpahan 151 individu, Famili Scelionidae yaitu Telenomus podisi Ashmead dengan 462 individu dan
17 Chrysocharis sp. anggota dari Famili Eulophidae dengan kelimpahan 229 individu (Gambar 4).
p2
a
r3
q3
s5
a 34
o 74 b 70 n 87 c 151 k 49
m3 l2
d6 e1
j26 i8 l2
h3 m1
a 16
b
g 29
f 14
b4 c8
k 186
Keterangan: a. Apanteles flavipes b. Apanteles glomeratus c. Bracon sp. d. Cardiochiles nigriceps e. C. philippinensis f. C. saltator g. Cardiochiles sp. h. Chelonus sp. i. Colastes sp. j. Diachasmimorpha sp. k. Doryctobracon sp. l. Fopius sp. m. Meteorus sp. n. Microplitis demolitor o. Microplitis manilae p. Opius sp. q. Phanerotoma sp. r. Spathius sp. s. Spinaria spinator
d 43 e35 Keterangan: f 26 a. Baeus sp. b. Calliscelio sp. g9 c. Caloteleia sp. h5 d. Ceratobaeus sp.
e. Gryon sp. f. Macroteleia gracilis g. Macroteleia spinitibia h. Platyscelio sp. i. Scelio sp. j. Telenomus podisi k. Telenomus sp. l. Trimorus sp. m. Trissolcus sp.
i 292 j 462
c a
l 155 a 229 k1 j 133 b 22
Keterangan: a. Chrysocharis sp. b. Closterocerus sp. c. Diglyphus sp. d. Eulophus sp. e. Euplectrus sp. f. Hemiptarsenus varicornis g. Neochrysocharis sp. h. Pediobius sp. i. Pnigalio sp. j. Quadrastichus sp. k. Tamarixia radiata l. Tetrastichus schoenobii
c7 i 16
h 30
g6
e5 f 24
d 4
Gambar 4 Komposisi tiga famili parasitoid dengan morfospesies tertinggi pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah, (a) Braconidae, (b) Scelionidae dan (c) Eulophidae
18 Morfospesies parasitoid dengan jumlah individu paling banyak adalah T. podisi, karena parasitoid ini merupakan parasitoid telur dari Famili Scelionidae dan memiliki sifat yang polifagus. Menurut Goulet dan Huber (1993), Famili Scelionidae merupakan parasitoid telur dari banyak serangga sehingga memiliki jumlah spesies yang banyak. Menurut Yeargan (1982), T. podisi merupakan parasitoid yang kelimpahannya paling banyak memarasit beberapa genus dari Famili Pentatomidae. Hal ini juga didukung oleh adanya Famili Pentatomidae yang ditemukan di lapangan. Selain banyaknya inang yang berada di lapangan, kondisi iklim juga memengaruhi kelimpahan. Suhu optimum bagi perkembangan T. podisi adalah 20 ± 1oC (Yeargan 1982). Akan tetapi suhu di lapangan menunjukkan kisaran 25oC (Lampiran 5). Hal ini berarti bahwa suhu tidak memengaruhi langsung terhadap perkembangan parasitoid, akan tetapi berpengaruh terhadap kelimpahan inang. Suhu yang hangat akan memengaruhi aktivitas metabolik dari inang yang akan memengaruhi jumlah inang di lapangan. Semakin banyak inang di lapangan, maka semakin banyak pula parasitoid yang berasosiasi dengan inang tersebut. Predator Sembilan ordo serangga dan satu ordo laba-laba yang berperan sebagai predator ditemukan pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan padi sawah. Artropoda predator yang banyak ditemukan adalah dari Ordo Hymenoptera dan Araneae pada kelapa sawit, serta Ordo Diptera dan Araneae pada padi sawah. Dominansi individu predator yang ditemukan berasal dari kelompok Ordo Hymenoptera adalah Famili Formicidae, Ordo Araneae adalah Famili Oxyopidae dan Ordo Diptera terdapat pada Ceratopogonidae (Tabel 4). Hymenoptera predator yang paling banyak ditemukan yaitu dari Famili Formicidae, hal ini karena banyaknya vegetasi bawah dan lingkungan pada habitat perkebunan kelapa sawit yang memiliki kondisi yang lembab. Menurut Atkins (1980), anggota Famili Formicidae banyak ditemukan pada daerah yang memiliki keadaan lembab dan pada daerah-daerah di sekitar hutan hujan tropis. Semut merupakan predator generalis yang sangat diperlukan dalam pertanian (Schmitz dan Suttle 2001). Semut menyerang serangga herbivora menggunakan berbagai strategi termasuk pemangsaan langsung dan mengeluarkan zat kimia bahkan gerakan aktif (Perfecto dan Vandermeer 2002). Predator selanjutnya adalah Araneae diperoleh dengan jumlah yang cukup banyak pada kedua lokasi pertanaman. Ordo Araneae merupakan salah satu kelompok yang dominan pada ekosistem pertanian pada umumnya dan berperan penting dalam ekosistem sawah, serta berperan dalam menekan populasi hama padi (Herlinda et al. 2008). Cendramadi (2011) melaporkan laba-laba yang banyak ditemukan sebagai predator pada tanaman kelapa sawit yakni dari jenis Tetragnathidae, Salticidae, Oxyopidae dan Lycosidae. Selain Ordo Hymenoptera dan Araneae, Ordo Diptera juga ditemukan dengan jumlah melimpah, salah satunya dari anggota Famili Ceratopogonidae. Banyaknya Diptera pada habitat persawahan karena persawahan merupakan lahan basah, dan kebanyakan larva yang ditemukan pada perairan adalah anggota dari Ordo Diptera (Daly et al. 1978). Selain mendukung banyaknya Diptera, lahan basah juga mendukung untuk berkembangnya predator lain, yaitu dari anggota Ordo Odonata. Ordo ini dikenal memiliki naiad yang hidup pada perairan, sehingga air yang berada pada persawahan dapat menjadi tempat hidup dan berkembangbiak dari anggota ordo tersebut (Dalia dan Leksono 2014).
19 Tabel 4
Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
Ordo Araneae
Coleoptera
Dermaptera Diptera
Hemiptera
Hymenoptera
Mantodea Neuroptera
Odonata
Orthoptera
Famili Araneidae Linyphiidae Lycosidae Oxyopidae Salticidae Tetragnathidae Theridiidae Thomisidae Carabidae Coccinellidae Dytiscidae Staphylinidae Forficulidae Asilidae Ceratopogonidae Culicidae Dolichopodidae Muscidae Tipulidae Lygaeidae Miridae Nepidae Notonectidae Pentatomidae Reduviidae Formicidae Sphecidae Vespidae Hymenopodidae Mantidae Ascalaphidae Hemerobiidae Mantispidae Chlorocypidae Coenagrionidae Libellulidae Gryllidae Tettigoniidae
S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu
Sawit S 2 1 2 2 5 2 2 3 2 2 0 3 2 1 5 1 4 0 1 2 0 0 0 0 5 20 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2
N 46 460 412 582 176 166 92 145 40 3 0 164 5 1 791 227 124 0 297 589 0 0 0 0 57 2703 9 4 92 41 1 1 23 2 4 6 98 226
Sawah S 1 1 2 2 4 2 2 2 6 7 1 2 1 1 4 1 3 1 1 3 2 1 1 1 5 19 2 3 0 1 0 0 0 0 2 2 1 1
N 2 84 162 580 72 377 86 82 159 111 6 55 2 1 818 87 103 15 536 164 69 3 13 17 13 1250 8 24 0 23 0 0 0 0 269 72 13 455
20 Predator yang ditemukan pada pertanaman padi sawah lainnya adalah dari Ordo Orthoptera, Coleoptera, dan Hemiptera. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shepard et al. (1991), bahwa predator yang sering ditemukan pada area pertanaman padi adalah dari Ordo Hemiptera, Coleoptera, Hymenoptera dan Odonata. Selain itu terdapat juga Ordo Orthoptera sebagai predator yaitu spesies Conocephalus longipennis (De Haan) (Tettigoniidae), C. melanus (De haan) (Tettigoniidae), dan Metioche vittaticollis (Stål) (Gryllidae). Gangurde (2007) melaporkan bahwa pada pertanaman padi sawah di Filipina ditemukan predator yang jumlahnya melimpah yaitu Micraspis crocea (Mulsant) (Coleoptera: Coccinellidae), C. longipennis, M. vittaticollis, Agriocnemis spp. (Odonata: Coenagrionidae), Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae). Banyaknya predator pada pertanaman padi karena banyaknya herbivora yang menjadi sumber makanan bagi predator. Menurut Herlinda et al. (2004), predator memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem efemeral seperti pada pertanaman padi sawah. Selain itu salah satu predator yang banyak ditemukan pada area pertanaman padi dari Ordo Coleoptera adalah Carabidae. Carabidae merupakan predator yang aktif mencari mangsanya pada permukaan tanah. Banyaknya Carabidae karena tanaman padi dan vegetasi bawah mendukung tersedianya tempat berlindung, makanan dan kondisi iklim mikro yang sesuai untuk serangga permukaan tanah, termasuk Carabidae. Selain merupakan predator pada kedua ekosistem, Famili Carabidae dapat digunakan sebagai bioindikator manajemen lahan (Kromp 1990). Tiga predator yang dominan diperoleh dalam penelitian yaitu, Ordo Hymenoptera Famili Formicidae, Ordo Diptera Famili Ceratopogonidae dan Ordo Araneae Famili Oxyopidae. Morfospesies predator dengan kelimpahan individu paling banyak adalah Anoplolepis gracilipes (F. Smith) dari Ordo Hymenoptera, Famili Formicidae yang dikenal sebagai yellow crazy ants yang merupakan spesies invasif (Gambar 5). Melimpahnya A. gracilipes diduga karena semut ini memiliki mangsa yang sangat luas seperti serangga, invertebrata dan unggas (Lester dan Tavite 2004). A. gracilipes memiliki daerah persebaran yang sangat luas dari Eropa sampai ke Asia (Wetterer 2005). Walaupun telah diketahui sebagai spesies invasif, karena banyak mangsanya yang berupa hama pada suatu perkebunan, A. gracilipes telah banyak digunakan sebagai agen biokontrol pada beberapa perkebunan, seperti kelapa dan kakao (Way dan Khoo 1992). Predator yang dominan diperoleh selanjutnya adalah Ordo Diptera, Famili Ceratopogonidae, morfospesies dengan jumlah individu tertinggi adalah Forcipomyia sp. 1 dengan kelimpahan 829 individu. Selanjutnya Oxyopes sp. anggota dari Famili Oxyopidae, Ordo Araneae dengan kelimpahan 701 individu. Individu Parasitoid dan Pradator yang Dominan Ditemukan Selain morfospesies per famili yang dominan ditemukan, morfospesies parasitoid dan predator yang ditemukan dalam peneltian ini dapat juga dilihat berdasarkan kelimpahan individu tertinggi. Parasitoid dengan kelimpahan tertinggi adalah T. podisi dan pada predator A. gracilipes (Tabel 5).
21 t5 u 257
a
q94 r17
s 364
b 1
a 1201
p17 o415 n2
c1 d 79 e 84 f 14
m 313 i264 k 394
l209
h4
g 48
j 170 e 222 a 472
b
b4 d 829
Keterangan: a. Anoplolepis gracilipes b. Camponotus sp. c. Cerapachys biroi d. Crematogaster difformis e. Crematogater sp. 1 f. Crematogaster sp. 2 g. Dolichoderus thoracicus h. Echinopla sp. i. Nylanderia sp. j. Odontomachus sp. k. Odontoponera denticulata l. Odontoponera sp. m. Oecophylla smaragdina n. Paratrechina longicornis o. Plagiolepis sp. p. Polyrachis sp. q. Solenopsis invicta r. Sturmigenys sp. s. Tapinoma sp. 1 t. Tapinoma sp. 2 u. Technomyrmex sp.
c 82 Keterangan: a. Ceratopogona sp. 1 b. Ceratopogona sp. 2 c. Culicoides sp. d. Forcipomyia sp. 1 e. Forcipomyia sp. 2
a 461
c
Keterangan: a. Oxyopes javanus b. Oxyopes sp.
b 701
Gambar 5 Komposisi tiga famili predator dengan morfospesies tertinggi pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah, (a) Formicidae, (b) Ceratopogonidae dan (c) Oxyopidae Tabel 5 Parasitoid dan predator yang dominan ditemukan pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Parasitoid Telenomus podisi (Hymenoptera: Scelionidae) Anagrus optabilis (Hymenoptera: Mymaridae) Platygaster oryzae (Hymenoptera: Platygastridae) Polypeza sp. 1 (Hymenoptera: Diapriidae) Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae)
Jumlah Individu 462 443 344 292 292
Predator Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera: Formicidae) Forcipomyia sp. 1 (Diptera: Ceratopogonidae) Geocoris sp. (Hemiptera: Lygaeidae) Oxyopes sp. (Araneae: Oxyopidae) Conocephalus longipennis (Orthoptera: Tettigoniidae)
Jumlah Individu 1201 0829 0746 0701 0621
22 Anagrus optabilis (Perkins) (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan salah satu parasitoid yang memiliki kelimpahan individu tertinggi. Hal ini karena banyaknya inang yang berupa kelompok wereng dari Famili Delphacidae ditemukan dalam penelitian ini. A. optabilis merupakan parasitoid penting pada telur dari Famili Delphacidae antara lain Sogatella furcifera (Horvath) dan Nilaparvata lugens (Stål) (Sahad 1984). Selain menjadi parasitoid telur pada Famili Delphacidae, parasitoid ini juga memarasit telur dari Famili Cercopidae, Cicadellidae, Miridae, Tingidae dan Ordo Odonata (Chiappini 1989). Banyaknya vegetasi bawah yang berbunga dalam penelitian ini juga menjadi salah satu faktor melimpahnya A. optabilis. Menurut Farrell (2013), walaupun Anagrus spp. merupakan parasitoid proovigenik, namun untuk kelangsungan hidupnya membutuhkan sumberdaya karbohidrat yang lain dan hal ini didapatkan salah satunya dari nektar. Selain menyediakan sumber karbohidrat, nektar juga berfungsi memperpanjang lama hidup dari musuh alami yang berada pada habitat tersebut (Vattala et al. 2006; Lee dan Heimpel 2007). Parasitoid Platygaster oryzae Cameron (Hymenoptera: Platygastridae), ditemukan melimpah, karena letak pertanaman kelapa sawit yang berdekatan dengan pertanaman pertanian. P. oryzae dikenal sebagai salah satu parasitoid penting yang terdapat pada area pertanian dan menjadi parasitoid potensial untuk mengendalikan hama pertanian (Ogah et al. 2009). Kedua lokasi penelitian berdekatan menyebabkan inang P. oryzae yang berada pada pertanaman padi sawah berpindah atau menyebrang ke area pertanaman kelapa sawit, sehingga menyebabkan banyaknya P. oryzae ditemukan pada kedua lokasi. P. oryzae biasanya memarasit telur dari hama ganjur (Diptera: Cecidomyiidae) (Ogah et al. 2011). Selanjutnya adalah Scelio sp., parasitoid ini memiliki kelimpahan yang tinggi karena banyaknya inang yang ditemukan. Inang dari famili ini berupa telur, biasanya dari Ordo Orthoptera ataupun Mantodea (Goulet dan Hubber 1993). Faktor lain yang memengaruhi tingginya kelimpahan individu adalah iklim, terutama suhu. Scelio sp. dapat berkembang optimal pada kisaran suhu 25 - 26 ± 2oC (Masner 2012). Parasitoid selanjutnya dengan kelimpahan individu terbanyak adalah Polypeza sp. 1 (Hymenoptera: Diapriidae). Parasitoid ini melimpah dikarenakan banyaknya inang yang ditemukan berupa lalat buah (Diptera: Tephritidae) (Goulet dan Hubber 1993). Polypeza sp. 1 sudah dikenal sebagai agens pengendalian hayati untuk lalat buah Rhagoletis spp. (Daniel dan Gruder 2012). Predator Forcipomyia sp. melimpah diduga karena di sekitar lokasi pengambilan sampel banyak ditemukan air, baik berupa air yang tergenang maupun aliran air untuk irigasi pertanian. Salah satu habitat dari serangga ini adalah perairan, baik yang hanya berupa genangan maupun yang berupa aliran (Frank dan Fish 2008). Selain itu Forcipomyia sp. juga ditemukan pada vegetasi bawah yang berada pada lahan kering, pada bagian tanaman seperti batang, daun maupun bunga (Marino et al. 2013), atau juga dapat ditemukan pada anggrek (Grogan et al. 2013). Selain habitat yang cocok bagi perkembangan predator tersebut, banyaknya mangsa dari spesies ini yang berupa rayap (Marshall et al. 2015), ataupun mikroinvertebrata lain (Saliu Jr 1990). Selain sebagai predator, banyak yang menyebutkan bahwa Forcipomyia sp. juga berperan sebagai penyerbuk (Kauffman 1973; Frimpong et al. 2011).
23 Predator lainnya yang melimpah adalah Famili Lygaeidae, banyak yang menyebutkan bahwa anggota dari famili ini kebanyakan adalah herbivora pengisap biji tanaman (Schuh dan Slater 1995). Akan tetapi terdapat beberapa anggota dari famili ini yang berperan sebagai predator bagi beberapa hama tanaman pertanian (Lundgren 2011; Burdfield-Steel dan Shuker 2014). Spesies dari famili ini yang melimpah sebagai predator adalah Geocoris sp. Melimpahnya spesies ini karena memiliki kisaran mangsa yang luas (Sweet 1960; York 1964). Beberapa mangsa dari spesies ini adalah larva Famili Noctuidae (Eubanks dan Denno 2000; Mari et al. 2013), nimfa dan imago dari kutudaun (Eubanks dan Denno 2000; Swaminathan et al. 2015), larva Famili Gelechiidae (Ghoneim 2014), laba-laba berukuran kecil, anggota Ordo Thysanoptera dan larva Famili Lymantriidae (Sannigrahi dan Mukhopadhyay 1992). Banyaknya mangsa yang berada pada lokasi pengambilan sampel memungkinkan spesies ini memiliki kelimpahan yang tinggi juga. Predator yang memiliki kelimpahan tinggi lain adalah Oxyopes sp. Oxyopes sp. merupakan predator melimpah yang tidak berasal dari Kelas Insekta melainkan dari Kelas Arachnida. Oxyopes sp. merupakan predator polifagus yang memangsa banyak ordo serangga (Lockley dan Young 1987; Huseynov 2007). Walaupun merupakan predator polifagus, akan tetapi terdapat preferensi mangsa dari Oxyopes sp. Beberapa mangsa yang lebih disukai adalah serangga dari Ordo Diptera, Hymenoptera dan Hemiptera (Huseynov 2007). Melimpahnya jumlah individu dari Oxyopes sp. selain dikarenakan banyaknya mangsa yang tersedia pada lokasi pengambilan sampel, faktor lain adalah aktivitas dari Oxyopes sp. Menurut Huseynov (2007), sebagian besar genus Oxyopes melakukan aktivitas pemangsaan pada malam hari ketika kebanyakan mangsanya sedang beristirahat. Selain itu habitat yang menjadi preferensi Oxyopes sp. adalah rerumputan dan area yang terdapat banyak tanaman vegetasi bawah (Brady 1975). Predator yang memiliki kelimpahan individu yang tinggi selanjutnya adalah C. longipennis. Spesies ini merupakan salah satu anggota dari Ordo Orthoptera yang menjadi predator selain M. vittaticolis dan Anaxipha sp. yang keduanya merupakan anggota dari Famili Gryllidae. Melimpahnya spesies ini karena banyaknya mangsa yang berada pada lokasi pengambilan sampel dan merupakan predator yang umum dijumpai pada ekosistem padi sawah (Rosa dan Mariana 2012; Chakraborty et al. 2015; Tauruslina et al. 2015). Beberapa mangsa dari predator ini adalah nimfa wereng (Chitra et al. 2000; Tauruslina et al. 2015) dan telur penggerek batang (Chitra et al. 2000; Rosa dan Mariana 2012). Walaupun merupakan predator, beberapa peneliti menyatakan bahwa spesies ini juga dapat menjadi herbivora (Woin et al. 2002; Ane dan Hussain 2016). Keanekaragaman serangga termasuk musuh alami yang berupa parasitoid dan predator yang berada pada suatu ekosistem sangat dibutuhkan dalam suatu usaha pertanian (Altieri 1999). Banyak faktor yang mendukung tinggi rendahnya keanekaragaman serangga pada suatu habitat. Salah satunya adalah iklim terutama suhu yang dapat memengaruhi keberhasilan suatu organisme untuk menetap, tumbuh dan berkembang pada suatu habitat (Hart et al. 2002; Hatherly et al. 2005). Menurut Vele et al. (2009), semut dari genus Formica (Hymenoptera: Formicidae) memerlukan suhu tanah antara 20 – 30oC dan suhu udara 16 - 20oC untuk melakukan aktivitasnya. Sedangkan parasitoid Bracon hebetor Say (Hymenoptera: Braconidae) dapat hidup lebih optimal pada suhu lingkungan berkisar antara 26 ± 2oC (Gunduz dan Gulel 2005), Fopius ceratitivorus Wharton (Hymenoptera:
24 Braconidae) yang memarasit Ceratitis capitata (Wiedemann) (Diptera: Tephritidae) dapat hidup optimal pada suhu sekitar 28 ± 2oC (Bokonon-Ganta et al. 2007). Suhu udara maupun kelembaban udara di lokasi penelitian merupakan kisaran optimal untuk hidup parasitoid Scelionidae, Braconidae maupun Eulophidae. Hal ini juga sebagai faktor yang mendukung tingginya jumlah morfospesies dan kelimpahan individu dari ketiga parasitoid tersebut ditemukan pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah.
Kesamaan Parasitoid dan Predator yang Ditemukan Pada kedua lokasi pertanaman, beberapa parasitoid dan predator hanya ditemukan pada pertanaman kelapa sawit maupun sebaliknya hanya ditemukan pada pertanaman padi sawah. Namun dari hasil penelitian juga didapatkan parasitoid dan predator yang sama-sama ditemukan pada dua lokasi tersebut (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari letak lokasi pertanaman yang berdekatan. Berdasarkan penelitian Rizali et al. (2002), lahan pertanian padi yang terletak berdekatan dengan tepian hutan memiliki nilai kesamaan komposisi spesies yang tinggi. Selain itu adanya pertanaman atau perkebunan lain yang berada dekat dengan suatu area pertanaman padi akan dapat meningkatkan keanekaragaman yang terdapat di dalamnya (Janzen 1987). Walaupun terdapat kesamaan parasitoid dan predator yang berada pada kedua pertanaman, terdapat juga parasitoid dan predator yang hanya ditemukan pada salah satu pertanaman saja. Menurut Proches dan Cowling (2007), walaupun terdapat dua pertanaman yang saling berdekatan, akan tetapi terdapat juga spesies yang hanya ditemukan pada masing-masing pertanaman tersebut. Hal ini berkaitan dengan makanan (Novotny et al. 2002) ataupun tempat tinggal atau shelter (Rensburg et al. 2004) yang tersedia bagi predator ataupun musuh alami tersebut. Sawit
a
Sawah
Sawit
Sawah
b
Gambar 6 Jumlah morfospesies (a) parasitoid dan (b) predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Walaupun perkebunan kelapa sawit memiliki dampak yang negatif terhadap keanekaragaman organisme, khususnya artropoda (Koh dan Wilcove 2007; Fayle et al. 2010), akan tetapi untuk keanekaragaman musuh alami tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap ekosistem lain (hutan dan lahan pertanaman) (Pfeiffer et al. 2008; Bruhl dan Eltz 2009). Faktor lain yang memengaruhi kesamaan Hymenoptera parasitoid dan predator pada kedua ekosistem adalah adanya vegetasi bawah. Vegetasi bawah berguna sebagai tempat berlindung parasitoid (Landis et al.
25 2000; Altieri dan Nicholls 2004). Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu habitat, maka semakin banyak pula sumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh musuh alami untuk dapat melangsungkan kehidupannya (Shelton dan Edwards 1983; Putra et al. 2012). Akan tetapi tidak semua musuh alami terdapat pada pertanaman yang memiliki banyak kanopi, salah satu musuh alami tersebut adalah Hymenoptera parasitoid dari genus Xanthopimpla (Ichneumonidae) (Townes dan Chiu 1970). Anggota dari genus ini banyak ditemukan pada area yang memiliki daerah terbuka lebih banyak, tepian hutan atau padang rumput (Idris et al. 2003). Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian ini, genus Xanthopimpla lebih banyak ditemukan pada pertanaman padi sawah yang memiliki daerah terbuka lebih banyak dan merupakan padang rumput dibandingkan dengan yang ditemukan pada pertanaman kelapa sawit.
Perbedaaan Komposisi Parasitoid dan Predator Komposisi dan kekayaan parasitoid dan predator dinilai lebih dapat menggambarkan pengaruh lokasi pertanaman dibandingkan hanya berdasarkan kelimpahan jumlah parasitoid dan predator. Salah satu analisis yang sering digunakan adalah analisis Non - metric multidimentional scaling (NMDS) (Gambar 7), yaitu untuk mengetahui hubungan keanekaragaman parasitoid dan predator yang terdapat pada lokasi pertanaman yang berbeda. NMDS diperoleh dari analisis berdasarkan Indeks Bray-Curtis. Untuk mengetahui tingkat perbedaan antara lokasi dilakukan uji lanjut dengan menggunakan analisis kemiripan (ANOSIM).
(a)
(b)
Gambar 7 Non - metric multidimentional scaling (NMDS) (a) parasitoid dan (b) predator berdasarkan indeks Bray-Curtis pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Meskipun secara statistik (ANOSIM statistik parasitoid; R = 1, P = 0.087 dan ANOSIM statistik predator; R = 1, P = 0.098) tidak berbeda nyata, namun
26 berdasarkan analisis NMDS parasitoid (Gambar 7 a) dan predator (Gambar 7 b) pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah memperlihatkan bahwa komposisi parasitoid dan predator antar lokasi tersebut cenderung berbeda. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena jenis tanaman dan vegetasi di sekitar pertanaman yang berbeda. Dimensi pada NMDS menunjukkan bahwa semakin berdekatan titik maka komposisinya semakin mirip. Kelompok kemiripan komposisi spesies parasitoid dan predator antara pertanaman kelapa sawit terpisah dengan pertanaman padi sawah, yang berarti kemiripan di antara kedua lokasi ini cenderung berbeda, meskipun secara statistik (analisis ANOSIM) perbedaan tersebut tidak berbeda nyata. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan jenis tanaman, pola budidaya dan vegetasi di sekitar pertanaman yang berbeda, sehingga memberikan pengaruh pada komposisi spesies parasitoid dan predator di dalamnya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa pada suatu lokasi pertanaman yang sama kemungkinan bisa terjadi perbedaan kemiripan yang disebabkan perbedaan mikroklimat atau keadaan lingkungan yang dapat saja terjadi pada waktu yang berbeda meskipun berada pada satu lokasi yang sama. Hal ini dikarenakan serangga mengikuti atau beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda (Bianchi et al. 2006).
Vegetasi Bawah Keanekaragaman serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keanekaragaman vegetasi bawah. Vegetasi bawah yang ditemukan pada kedua lokasi pertanaman cukup beragam (Tabel 6). Semakin beragam vegetasi bawah, maka semakin beragam pula keanekaragaman serangga pada habitat tersebut. Berdasarkan penelitian Hamid et al. (2003), apabila suatu habitat memiliki vegetasi yang lebih beranekaragam di dalamnya maka nilai keanekaragaman musuh alami yang berada pada habitat tersebut dapat meningkat. Keberadaan predator dan parasitoid pada vegetasi bawah berperan dalam pengendalian hama. Predator Cyrtorhinus sp. akan memangsa serangga yang berada pada vegetasi bawah seperti Cynodon dactylon (L.) Pers. dan Leersia hexandra Sw. jika wereng batang coklat tidak ada pada pertanaman padi. Tumbuhan tersebut juga menjadi tempat berkembangbiak Cyrtorrhinus sp., selain itu L. hexandra juga menjadi habitat bagi parasitoid Anagrus sp. (Kartohardjono 2011). Adanya tanaman vegetasi bawah dapat meningkatkan lama hidup dan daya predasi maupun parasitisasi dari musuh alami. Menurut Schellhorn dan Silberbauer (2007), pada lahan brokoli yang memiliki tanaman vegetasi bawah, daya predasi dan parasitisasi musuh alami dapat meningkat sampai dengan 30%. Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat pada suatu habitat, maka akan semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat menjadi inang maupun mangsa dari musuh alami pada habitat tersebut (Siemann et al. 1998).
27 Tebel 6 Vegetasi bawah pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Ordo
Famili
Alismatales Apiales Asterales
Alismataceae Apiaceae Asteraceae
Brassicales
Brassicaceae Cleomaceae Polygonaceae Amaranthaceae Portulacaceae Pontederiaceae Dennstaedtiaceae Calymperaceae Fabaceae Rubiaceae Thuidiaceae Plantaginaceae
Caryophyllales
Commelinales Dennstaedtiales Dicranales Fabales Gentianales Hypnales Lamiales
Malpighiales Myrtales
Oxalidales Piperales Poales
Lamiaceae Phyllanthaceae Euphorbiaceae Onagraceae Melastomataceae
Oxalidaceae Piperaceae Poaceae
Cyperaceae
Polypodiales
Pteridaceae
Rosales Solanales Salviniales
Nephrolepidaceae Athyriaceae Urticaceae Convolvulaceae Marsileaceae
Lokasi (spesies) Sawit Centella asiatica Ageratum conyzoides Chromolaena odorata Crassocephalum crepidioides Sonchus arvensis Brassica juncea
Sawah Limnocharis flava Centella asiatica Ageratum conyzoides
Cleome rutidosperma Polygonum barbatum Amaranthus spinosus Portulaca oleracea
Amaranthus sp. Monochoria hastata
Pteridium aquilinum Calymperes sp. Mimosa pudica Rubia cordifolia Thuidium sp. Plantago major Plantago lanceolata Mentha piperita Phyllanthus urinaria Chamaesyce, Acalypha Clidemia hirta Melastoma malabathricum Oxalis stricta Peperomia pellucida Brachiaria humidicola Brachiaria decumbens Leptochloa chinensis Leersia hexandra Eleusine indica Chrysopogon aciculatus Panicum repens Axonopus compressus Cynodon dactylon Cyperus longus Cyperus rotundus Kyllinga monocephala
Mimosa pudica
Plantago major Plantago lanceolata Phyllanthus urinaria Ludwigia octovalvis Clidemia hirta
Leptochloa chinensis Leersia hexandra Cynodon dactylon
Cyperus longus Cyperus rotundus Kyllinga monocephala Scleria sp.
Adiantum sp. Adiantum hispidulum Adiantum tenerum Nephrolepis biserrata Athyrium filix Urtica dioica Ipomoea indica Marsilea sp.
28 Kelimpahan Serangga Selain Parasitoid dan Predator Keanekaragaman serangga selain parasitoid dan predator yang diperoleh pada penelitian ini berjumlah 12 ordo, 87 famili, 170 morfospesies dan 28 624 individu (Tabel 7). Selain vegetasi bawah, keanekaragaman serangga lain juga memengaruhi keanekaragaman parasitoid dan predator yang ada. Serangga lain merupakan inang bagi parasitoid dan mangsa bagi predator tersebut (Lampiran 6). Semakin tinggi keanekaragaman serangga lain yang ada pada suatu habitat, maka dapat dimungkinkan semakin tinggi juga keanekaragaman parasitoid dan predator yang terdapat pada habitat tersebut. Hal ini berkaitan dengan terpenuhi dan tercukupinya makanan bagi parasitoid dan predator tersebut. Menurut Sahari (2012), keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti keanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag, keanekaragaman serangga fitofag bergantung terhadap ketersedian tanaman inang di ekosistem. Tabel 7 Kelimpahan serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Ordo Blattodea Coleoptera Diptera Ephemeroptera Hemiptera Hymenoptera Isoptera Lepidoptera Orthoptera Phasmatodea Psocoptera Thysanoptera
F 2 14 21 1 11 5 1 14 5 1 1 2
Sawit S 2 33 31 1 24 11 1 19 12 1 1 6
N 35 1473 4672 1 2355 592 32 242 4328 1 8 402
F: jumlah famili, S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu
F 01 12 15 00 12 05 01 12 05 00 00 02
Sawah S 01 22 23 00 30 9 01 13 12 00 00 05
N 0005 1084 3289 0000 6287 0211 0002 0121 3134 0000 0000 0349
29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Serangga parasitoid dan predator yang diperoleh pada pertanaman kelapa sawit berjumlah 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan pada padi sawah diperoleh 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Nilai indeks H’ parasitoid dan predator tergolong tinggi yang berarti keanekaragaman spesies yang ditemukan tinggi pada kedua lokasi pertanaman. Parasitoid Telenomus podisi dan predator Anoplolepis gracilipes merupakan morfospesies dengan kelimpahan tertinggi.
Saran Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan jarak yang berbeda antara lokasi persawahan dengan perkebunan kelapa sawit. Pengambilan sampel perlu dilakukan dengan tambahan metode yang lain agar lebih dapat merepresentasikan kondisi kedua lokasi sampling.
30
DAFTAR PUSTAKA [AAL] Astra Agro Lestari. 2013. Investor buletin: Second edition February 2013 [internet]. [diunduh 2014 Sept 05]. Tersedia pada: http://www.idx.co.id /Portals/0/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK /From_EREP/201302/.PDF. Altieri MA. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agric Ecosysts Environ. 74:19-31. Altieri MA, Nicholls CI. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystem. Second edition. New York (US): Food Product Press. Ane NU, Hussain M. 2016. Diversity of insetc pests in major rice growing areas of the world. JEZS. 4(1):36-41. Atkins MD. 1980. Introductions to Insect Behavior. New York (US): MacMillan Publishing. Barbosa P, Benrey B. 1998. The influence of plants on insect parasitoids: implications for conservation biological control. Di dalam: Barbosa P. Editor. Conservation Biological Control. San Diego (MX): Academic Press. Basri MW, Norman K, Hamdan AB. 1995. Natural enemies of the bagworm, Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) and their impact on host population regulation. Crop Prot. 14(8):637-645. Bianchi FJJA, Booij CJH, Tscharntke T. 2006. Sustainable pest regulation in agricultural landscape: A review on landscape composition, biodiversity and natural pest control. Proc R Soc. 273:1715-1727. Bokonon-Ganta AH, Ramadan MM, Messing RH. 2007. Reproductive biology of Fopius ceratitivorus (Hymenoptera: Braconidae), an egg-larval parasitoid of the Mediterranean fruit fly, Ceratitis capitata (Diptera: Tephritidae). Biol Control. 41:361-367. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari an Introduction to the Study of Insects. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Tanaman Pangan Indonesia [internet]. [diunduh 11 Maret 2016]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Brady AR. 1975. The lynx spider genus Oxyopes in Mexicoand Central America (Araneaee: Oxyopidae). Psyche. (1975):189-243. Bruhl CA, Eltz T. 2009. Fuelling the crisis: species loss of the ground-dwelling forest ants in oil palm plantations in Sabah, Malaysia (Borneo). Biodivers conserv. 12:1371-1389. Buchori D. 2014. Orasi ilmiah guru besar IPB: Pengendalian hayati dan konservasi serangga untuk pembangunan Indonesia hijau. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Burdfield-Steel ER, Shuker DM. 2014. The evolutionary ecology of the Lygaeidae. Ecol Evol. 4(11):2278-2301. Cendramadi AW. 2011. Pengamatan kelimpahan ulat api (Limacodidae) dan ulat kantung (Psychidae) serta predator pada perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang plantation estate di bawah naungan karet [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
31 Chao A, Colwell RK, Lin CW, Gotelli NJ. 2009. Sufficient sampling for asymptotic minimum species richness estimators. Ecology. 90(4):1125-1133. Cheong YL, Sajab AS, Hafidzi NM, Omar D, Abod F. 2010. Outbreaks of bagworm and their natural enemies on an oil palm, Elaeis gueineensis, plantation at Hutan Melintang, Perak, Malaysia. J Entomol 7(3):141-151. Chakraborty K, Moitra MN, Sanyal AK, Rath PC. 2015. Important natural enemies of paddy insect pests in the upper gangetic plains of West Bengal, India. Internat J Plant Animal Environ Sci. 6(1):35-40. Chiappini E. 1989. Review of the Europan species of the genus Anagrus Haliday (Hymenoptera: Chalcidoidea). Boll Zoo Agr Bachic Ser II. 21:85-119. Chitra N, Soundararajan RP, Gunathilagaraj K. 2000. Orthoptera in rice fields of Coimbatore. Zoos Print J. 15(8):309-311. Clausen CP. 1940. Entomophagous Insects. McGraw-Hill book company, Inc. New York and London. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization. 1991. The Insects of Australia: A textbook for Student and Research Worker. Melbourne University Press. Dalia BPI, Leksono AS. 2014. Interaksi antara capung dengan arthropoda dan vertebrata predator di Kepanjen Kabupaten Malang. J Biotropika. 2(1). Daly HV, Doyen JT, Ehrlich PR. 1978. Introduction to Insect Biology and Diversity. International Student Edition. Tokyo (JP): Mc Graw Hill. Daniel C, Grunder J. 2012. Integrated management of Europan Cherry Fruit Fly Rhagoletis cerasi (L.): situation in Switzerland and Europe. MDPI. 3(4):956988. Darrouzet E, Imbert E, Chevrier C. 2003. Self-superparasitism consequences for offspring sex ratio in the solitary ectoparasitoid Eupelmus vuilleti. Entomol Exp Appl. 109:167-171. Doutt RL. 1959. Biology of parasitic Hymenoptera. Annu Rev Entomol. 4:161-183. Downie IS, Wilson WI, Abernethy VJ, McCracken DI, Foster GN, Ribera I, Murphy KJ, Waterhouse A. 1999. The impact of different agricultural landuses on epigeal spider diversity in Scotland. J Insect Conserv. 3:273-286. Eubanks MD, Denno RF. 2000. Health food versus fast food: the effects of prey quality and mobility on prey selection by a generalist predator and indirect interactions among prey species. Eco Entomol. 25:140-146. Farrell SL. 2013. The effect of floral nectar feeding on the parasitoid Anagrus spp. (Hymenoptera: Mymaridae). Spring. 1-18. Fayle TM, Turner EC, Snaddon JL, Chey VK, Chung AYC, Eggleton P, Foster WA. 2010. Oil palm expansion into rain forest greatly reduces ant biodiversity in canopy, epiphytes and leaf-litter. Basic Appl Ecol. 11:337-345. Fisher RC. 1961. A study in insect multiparasitism: Host selection and oviposition. Exp Biol. 38:267-275. Frank JH, Fish D. 2008. Potential biodiversity loss in Florida Bromeliad Phytotelmata due to Metamasius callizona (Coleoptera: Dryophthoridae), an invasive species. Fla Entomol. 91(1):1-8. Frimpong EA, Gemmill-Herren B, Gordon I, Kwapong PK. 2011. Dynamics of insect pollinators as influenced by cocoa production systems in Ghana. J Poll Ecol. 5(10):74-80.
32 Gangurde S. 2007. Aboveground arthropod pest and predator diversity in irrigated rice (Oryza sativa L.) production system of the Philippines. J Trop Agr. 45(12):1-8. Gauld ID. 1986. Taxonomy, its limitation and its role in understanding parasitoid biology. Di dalam, Waage J, Greathead D, editor. Insect Parasitoids. London (GB): Academic Press. hlm 1-19. Gauthier N, LaSalle J, Quicke DLJ, Godfray HCJ. 2000. Phylogeny of Eulophidae (Hymenoptera: Chacidoidea) with a reclassification of Eulophinae and the recognition that Elasmidae are derived eulophids. Systematic Entomol. 25:521-539. Ghoneim K. 2014. Predatory insects and arachnids as potential biological control agents against the invasive tomato leafminer, Tuta absoluta Meyrick (Lepidoptera: Gelechiidae), in perspective and prospective. JEZS. 2(2): 5271. Godfray HCJ. 1994. Parasitoid: Behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey (US): Pricenton University Press. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Minister of Supply and Services Canada. Grissell EE, Schauff ME. 1990. A Handbook of the Families of Nearctic Chalcidoidea (Hymenoptera). Washington (US): The Entomological Society of Washington. Grogan Jr WL, Hribar LJ, Howarth FG. 2013. The old world bitting midge, Forcipomyia (Lepidohelea) pulcherrima Santos Abreu, new to the fauna of the United States (Diptera: Ceratopogonidae). Polish J of Entomol. 82(4):287-302. Gullan PJ and Cranston PS. 1994. The Insects: an Outline of Entomology. London (GB): Chapman and Hall. Gunduz EA, Gulel A. 2005. Investigation of fecundity and sex ratio in the parasitoid Bracon hebetor Say (Hymenoptera: Braconidae) in relation to parasitoid age. Turk. J Zool. 29:291-294. Hamid H, Buchori D, Triwidodo H. 2003. Keanekaragaman parasitoid dan parasitisasinya pada pertanaman padi di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Hayati. 10(3):85-90. Hart AJ, Tullet AG, Bales JS, Walters KFA. 2002. Effects of temperature on the establisment potential in the UK of the non-native glasshouse biocontrol agent Macrolophus caliginosus. Physiol Entomol. 27:112-123. Hassel MP, Waage JK. 1984. Host-parasitoid population interactions. Annu Rev Entomol. 29:89-114. Hatherly IS, Hart AJ, Tullet AG, Bale JS. 2005. Use of thermal data as a screen of the establishment potential of non-native biological control agents in the UK. Bio Control. 50:687-698. Herlina N, Rizali A, Moerfiah, Sahari B, Buchori D. 2011. Pengaruh habitat sekitar lahan persawahan dan umur tanaman padi terhadap keanekaragaman Hymenoptera parasitika. J Entomol Indon. 8(1):17-26. Herlinda S, Rauf A, Sosromarsono S, Kartosuwondo U, Siswandi, Hidayat P. 2004. Artropoda predator penghuni ekosistem persawahan di Daerah Cianjur Jawa Barat. J Entomol Indon. 1(1):9-15.
33 Herlinda S, Waluyo, Estuningsih SP, Irsan C. 2008. Perbandingan keanekaragaman spesies dan kelimpahan Arthropoda predator penghuni tanah di sawah lebak yang diaplikasi dan tanpa aplikasi insektisida. J Entomol Indo. 5(2):96-107. Hindarto A. 2015. Keanekaragaman serangga pada perkebunan kelapa sawit pada umur tanaman yang berbeda di unit Kebun Rambutan PTPN III [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Huseynov EF. 2007. Natural prey of the lynx spider Oxyopes lineatus (Araneaee: Oxyopidae). Entomol Fennica. 18:144-148. Idris AB, Roff MN, Fatimah SG. 2001. Effects of chili plant architecture on the population abundance of Aphis gossypii Glover, its coccinellid predator and relationship with virus disease incidence on chili (Capsicum annuum). Pakistan J. Biological Science. 4(11):1356-1360. Idris AB, Hanidah J, Gonzaga AD, Azura AN. 2003. Diversity, abundance, species composition and similarity of genus Xanthopimpla (Ichneumonidae: Pimplinae) in logged and fragmented forests of the Langat Basin in Selangor, Malaysia. J Asia-Pacific Entomol. 6(1):55-62. Janzen DH. 1987. Insect diversity of a Costa Rican dry forest: why keep it, and how?. Bio J Linnean Soci. 30:343-356. Kartohardjono A. 2011. Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama padi berbasis ekologi. Pengem Inov Pert. 4(1):29-46. Kauffman T. 1973. Preliminary observations on cecidomyiid midge and its role as cocoa pollinator in Ghana. Ghana J Agric Sci. 6:193-198. KMSI [Komisi Minyak Sawit Indonesia]. 2010. Statistik Minyak Sawit Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Koh LP, Wilcove DS. 2007. Cashing in palm oil for conservation. Nature. 448: 993-994. Kraft TS, Van Nouhuys S. 2013. The effect of multi-species host density on superparasitism and sex ratio in a gregarious parasitoid. Ecol Entomol. 38:138-146. Kromp B. 1990. Carabid beetles (Coleoptera, Carabidae) as boindicators in biological and conventional farming in Austrian potato fields. Biol Fert Soils. 9:182-187. Kuznetsov VN, Zakharov EV. 2001. Distribution of lady beetles (Coleoptera: Coccinellidae) in plant formulation in the Russian far east. Japan Coleopt Soc Osaka. 1:167-174. Landis DA, Wratten SD, Gurr GM. 2000. Habitat management to conserve natural enemies of arthropod pests in agriculture. Annu Rev Entomol. 45:175-201. LaSalle J. 1993. Parasitic Hymenoptera, biological control and biodiversity. Di dalam: LaSalle J, Gauld ID, editor. Hymenoptera and Biodiversity. Wallingfor (UK): CAB International Oxon. Lee JC, Heimpel GE. 2007. Effect of floral nectar, water and feeding frequency on Cotesia glomerata longevity. Biocontrol. 53:289-294. Lester PJ, Tavite A. 2004. Long-legged ants, Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera: Formicidae), have invaded Tokelau, changing composition and dynamics of ant and invertebrate communities. Pacific Science. 58(3):391-401. Lockley TC, Young OP. 1987. Prey of the stripped lynx spider Oxyopes salticus (Araneaee, Oxyopidae) on cotton in the delta area of Mississipi. J of Arachnology. 14:395-397.
34 Lundgren JG. 2011. Reproductive ecology of predaceous Heteroptera. Biol Control. 59:37-52. Luskins MS, Potts MD. 2011. Microclimate and habitat heterogeneity through the oil palm life cycle. Basic and Applied Ecology. 12:540-551. Mari JM, Chachar SD, Chachar QI, Kallar SA. 2013. Insect diversity in chickpea ecosystem. J of Agric Tech. 9(7): 1809-1819. Marino PI, Diaz F, Ronderos MM. 2013. A new species of Forcipomyia (Phytohelea) from Argentina (Diptera: Ceratopogonidae). Revista Mexicana de Biodiversida. 84:818-824. Marshall SA, Borkent A, Agnarsson I, Otis GW, Fraser L, d’Entremont D. 2015. New observations on a neotropical termite-hunting thereediid spider: opportunistic nest raiding, prey storage, and ceratopogonid kleptoparasites. J of Arachnology. 43(3):419-421. Masner L. 2012. Revisionary notes and keys to world genera of Scelionidae (Hymenoptera: Proctotrupoidea). Memoirs of the Entomological Society of Canada. Doi: 10.4039/entm10897fv. Montoya P, Perez-Lachaud G, Liedo P. 2012. Superparasitism in the fruit fly parasitoid Diacashmimorpha longicaudata (Hymenoptera: Braconidae) and the implications for mass rearing and augmentative release. Insects. 3:900911. Moser SE, Alleyne M, Wiednmann RN, Hanks LM. 2008. Influence of oviposition experience on multiparasitism by Pimpla disparis Viereck and Itoplectis conquisitor (Say) (Hymenoptera: Ichneumonidae). Environ Entomol. 37(5):1307-1312. Naumann ID. 1991. Chapter 42. Hymenoptera. The Insect of Australia vol II. Victoria (AU): [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. hlm 916-1000. New TR. 1991. Insects as Predators. New South Wales: New South Wales University Press. Novotny V, Basset Y, Miller SE, Weiblen GD, Bremer B, Eiek L, Drozd P. 2002. Low host specificity of herbivorous insects in a tropical forest. Nature. 416:841-844. Noyes JS. 1989. A study of five methods of sampling Hymenoptera (Insecta) in tropical rainforest, with special reference to the parasitica. J Nat Hist. 23:285298. [OECD-FAO] Organisation for Economic Co-operation and Development – Food and Agriculture Organization. 2014. Agriculture Outlook [internet]. [diunduh 2014 Sept 05]. Tersedia pada: http://www.oecd.org/site/ oecdfaoagriculturaloutlook/. Ogah EO, Nwilene FE, Ukwungwu MN, Omoloye AA, Agunbiade TA. 2009. Population dynamics of the African rice gall midge O. oryzivora Harris and Gadge (Diptera: Cecidomyiidae) and its parasitoids in the forest and southern Guinea savanna zones of Nigeria. Int J Trop Inst Sci. 29(2):86-92. Ogah EO, Odebiyi JA, Omoloye AA, Nwilene FE. 2011. Developmental biology and field performance of Platygaster diplosisae RIsbec (Hymenoptera: Platygastridae) an egg-larval parasitoid of African rice gall midge Orseolia oryzivora Harris and Gagne (Diptera: Cecidomyiidae). Afr J Environ Sci Technol. 5(11):950-955.
35 Papp J. 1994. The dispersion of braconid wasps in an oak forest of Hungary (Hymenoptera: Braconidae). Folia Entomol. 55:305-320. Perfecto I, Vandermeer J. 2002. Quality of agroecological matrix in a tropical montane lansdscape: ants in coffee plantations in Southern Mexico. Conserv Bio. 16(1):174-182. Pexton JJ, Mayhew PJ. 2004. Competitive interactions between parasitoid larvae and the evolution of gregarious development. Oecologia. 141:179-190. Pfeiffer M, Tuck HC, Lay TC. 2008. Exploring arboreal ant community composition and co-occurrence patterns in plantations of oil palm Elaeis guineensis in Borneo and Peninsular Malaysia. Ecography. 31(1):21-32. Pradhana RAI, Mudjiono G, Karindah S. 2014. Keanekaragaman serangga dan laba-laba pada pertanaman padi organic dan konvensional. J HPT. 2(2):5864. Proches S, Cowling RM. 2007. Do insect distributions fit our biomes? South African J Sci. 103:258-261. Putra ETS, Simatupang AF, Supriyanta, Waluyo S, Indradewa D. 2012. The growth of one-year old oil palm intercropped with soybean and groundnut. J Agric Sci. 4(5):169-180. Quicke DLJ. 1997. Parasitic wasp. London (GB): Chapman and Hall. Rensburg BJV, Koleff P, Gaston KJ, Chwon SL. 2004. Spatial congruence of ecological transition at the regional scale in South Africa. J Biogeogr. 31:843854. Rizali A, Buchori D, Triwidodo H. 2002. Keanekaragaman serangga pada lahan persawahan-tepian hutan: indikator untuk kesehatan lingkungan. Hayati. 9(2):41-48. Rohrig E, Silvinski J, Wharton R. 2008. Comparison of parasitic Hymenoptera captured in malaise traps baited with two flowering plants, Lobularia maritime (Brassicales: Brassicaceae) and Spemacoce verticilata (Gentianales: Rubiaceae). Florida Entomol. 91:621-627. Rosa HO, Mariana. 2012. Predators and parasitoids on rice field of back swamp and tidal swamp lands in South Kalimantan. IJSR. 3(10):759-763. Ross HH, Ross CA, Ross JRP. 1982. A Text Book of Entomology. 4 thed. New York (US): John Wiley & Son. Sahad KA. 1984. Biology of Anagrus optabilis (Perkins) (Hymenoptera, Mymaridae), an egg parasitoid of delphacid planthoppers. ESAKIA. 22:129144. Sahari B. 2012. Struktur komunitas parasitoid Hymenoptera di perkebunan kelapa sawit, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saliu Jr JK. 1990. Substrate distribution of Chironomid larvae in the Oyun River, Ilorin, Nigeria. Rev Bio Trop. 38(2B):483-485. Sampaio MV, Bueno VHP, Soglia MCM, De Conti BF, Rodrigues SMM. 2006. Larval competition between Aphidius colemani and Lysiphlebus testaceipes after multiparasitism of the host Aphis gossypii. Bulletin of Insectology. 59(2):147-151. Sannigrahi S, Mukhopadhyay A. 1992. Laboratory evaluation of predatory efficiency of Geocoris ochropterus Fieber (Hemiptera: Lygaeidae) on some common tea pests. S L J Tea Sci. 61(2): 39-44.
36 Schellhorn NA, Silberbauer L. 2007. The role of surrounding vegetation and refuges: increasing the effectiveness of predators and parasitoids in cotton and broccoli systems. Impact of Conservation Biological Control Practices on Natural Enemies. 1st International Symposium on Biological Control of Arthropods. Adelaide (AU): 235-243. Schuh RT, Slater JA. 1995. True bugs of the world (Hemiptera: Heteroptera) classification and natural history. Cornell University Press (UK): London. Schmitz OJ, Suttle KB. 2001. Effects of top predator species on direct and indirect interactions in a food web. Ecology. 82:2072-2081. Shah MMR, Zhang SZ, Liu TX. 2015. Whitefly, host plant and parasitoid: A review on their interactions. AJASE. 4(10):48-61. Shaw MR, Huddleston T. 1991. Classification and biology of braconid wasps (Hymenoptera. Braconidae). Handb Ident Br Insects. 7(11):1-126. Shelton MD, Edwards CR. 1983. Effects of weeds on the diversity and abundance of insects in soybeans. Environ Entomol. 12(2):296-298. Shepard BM, Barrion AT, Litsinger JA. 1991. Friends of The Rice Farmer: Helpful Insects, Spiders and Pathogens. Los Banos (BR): International Rice Research Institute. Shoeb MA, El-Heneidy A. 2010. Incidence of superparasitism in relation to some biological aspects of the egg parasitoid, Trichogramma evanescens West. (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Egyptian J of Biol Pest Control. 20(1):61-66. Siemann E, Tilman D, Haarstad J, Ritchie M. 1998. Experimental tests of the dependence of Arthropod diversity on plant diversity. American Naturalist. 152(5):738-750. Siemann E, Haarstad J, Tilman D. 1999. Dynamics of plant and Arthropoda diversity during old field succession. Ecography. 22:406-414. Sperber CF, Nakayama K, Valverde MJ, Neves FDS. 2004. Tree species richness and density affect parasitoid diversity in cacao agroforestry. Basic Appl Ecol. 5(3):241-251. Swaminathan R, Meena A, Meena BM. 2015. Diversity and predation potential of major Aphidophagous predators in maize. App Ecol and Environt Research. 13(4):1069-1084. Sweet MH. 1960. The seed bugs: a contribution to the feeding habits of the Lygaeidae (Hemiptera: Heteroptera). Ent Soc Amer Ann. 53(3):317-321. Tarumingkeng RC. 1991. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tauruslina AE, Trizelia, Yaherwandi, Hamid H. 2015. Analisis keanekaragaman hayati musuh alami pada ekosistem padi sawah di daerah endemik dan nonendemik wereng batang coklat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1(3):581-589. Townes H, Chiu S. 1970. The Indo-Australian species of Xanthopimpla (Ichneumonidae). Mem Am Entomol Instit. 14:1-367. Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and DeLong’s Introduction to the Study of Insect 7th Edition. Stamford (US): Cengage Learning.
37 Ueno T. 1997. Effects of superparasitism, larval competition, and host feeding on offspring fitness in the parasitoid Pimpla nipponica (Hymenoptera: Ichneumonidae). Ann Entomol Soc America. 90(5):682-688. Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu: Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Van Nouhuys S, Punju E. 2010. Coexistence of competing parasitoids: Which is the fugitive and where does it hide? OIKOS. 119: 61-70. Vattala HD, Wratten SD, Phillips CB, Wackers FL. 2006. The influence of flower morphology and nectar quality on the longevity of a parasitoid biological control agent. Biocontrol. 39:179-185. Vele A, Holusa J, Frouz J. 2009. Ecological requirements of some ant species of the genus Formica (Hymenoptera, Formicidae) in spruce forests. J For Sci. 55(1):32-40. Way MJ, Khoo KC. 1992. Role of ants in pest management. Annu Rev Entomol. 37:479-503. Wetterer JK. 2005. Worlwide distribution and potential spread of the Long-legged ant, Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera: Formicidae). Sociobiology. 45(1):1-21. Widiarta IN, Kusdiaman D, Suprihanto. 2006. Keragaman Arthropoda pada padi sawah dengan pengelolaan tanaman terpadu. J HPT Tropika. 6 (2):61-69. Woin N, Djonmaila, Ismael S, Bourou S, Bebom T. 2002. Potential for biological control of rice yellow mottle virus vectors. African Crop Science J. 15(4):211-222. [WG] World Growth. 2011. Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): World Growth. Wylie HG. 1965. Effects of superparasitism on Nasonia vitripennis (Walk.) (Hymenoptera: Pteromalidae). Canada Entomol. 97:326-331. Yaherwandi. 2005. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada beberapa tipe lanskap pertanian di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cianjur Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yaherwandi. 2009. Struktur komunitas Hymenoptera parasitoid pada berbagai lanskap pertanian di Sumatera Barat. J Entomol Indon. 6(1):1-14. Yaherwandi, Manuwoto S, Buchori D, Hidayat P, Prasetyo LB. 2007. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada struktur lanskap pertanian berbeda di daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, Jawa Barat. J HPT Tropika. 7(1):10-20. Yeargan KV. 1982. Reproductive capability and longevity of the parasitic wasps Telenomus podisi and Trissolcus euschisti. Annu Entomol Soc Am. 75:181183. York GT. 1964. Food studies of Geocoris spp., predators of the beet leafhopper. J Econ Entomol. 37(1):25-29. Zhang JH, Gu LQ, Wang CZ. 2010. Superparasitism behavior and host discrimination of Campoletis chlorideae (Ichneumonidae: Hymenoptera) toward Mythimna separata (Noctuidae: Lepidoptera). Environ Entomol. 39(4): 1249-1254.
38
39
LAMPIRAN
40
41 Lampiran 1 Anova keanekaragaman (H’), jumlah morfospesies (S) dan jumlah individu (N) parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Keanekaragaman (H’) Sumber keragaman Perlakuan Galat
derajat bebas 1 4
Jumlah kuadrat 0.11651 0.03333
Kuadrat tengah 0.11651 0.00833
F hitung 13.980
Pr > F 0.020*
derajat bebas 1 4
Jumlah kuadrat 368.2 042.7
Kuadrat tengah 368.2 010.7
F hitung 34.520
Pr > F 0.004**
derajat bebas 1 4
Jumlah kuadrat 298374 140061
Kuadrat tengah 298374 35015.0
F hitung 8.521
Pr > F 0.043*
Jumlah morfospesies (S) Sumber keragaman Perlakuan Galat
Jumlah individu (N) Sumber keragaman Perlakuan Galat
Lampiran 2 Anova keanekaragaman (H’), jumlah morfospesies (S) dan jumlah individu (N) predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Keanekaragaman (H’) Sumber keragaman Perlakuan Galat
derajat bebas 1 4
Jumlah kuadrat 0.01728 0.01910
Kuadrat tengah 0.01728 0.00478
F hitung 3.618
Pr > F 0.130
derajat bebas 1 4
Jumlah kuadrat 96.00 61.33
Kuadrat tengah 96.00 15.33
F hitung 6.261
Pr > F 0.066
derajat bebas 1 4
Jumlah kuadrat 574123 99641.0
Kuadrat tengah 574123 24910.0
F hitung 23.050
Pr > F 0.008**
Jumlah morfospesies (S) Sumber keragaman Perlakuan Galat
Jumlah individu (N) Sumber keragaman Perlakuan Galat
42 Lampiran 3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Ordo Diptera
Hymenoptera
Famili, Morfospesies Conopidae Conopidae sp. Pipunculidae Pipunculus sp. Tachinidae Exorista sp. Tachinidae sp. Wagneria sp. Aphelinidae Ablerus chrysomphali Encarsia formosa Bethylidae Bethylidae sp. Goniozus sp. Sclerodermus sp. Braconidae Apanteles flavipes Apanteles glomeratus Bracon sp. Cardiochiles nigriceps Cardiochiles philippinensis Cardiochiles saltator Cardiochiles sp. Chelonus sp. Colastes sp. Diachasmimorpha sp. Doryctobracon sp. Fopius sp. Meteorus sp. Microplitis demolitor Microplitis manilae Opius sp. Phanerotoma sp. Spathius sp. Spinaria spinator Ceraphronidae Aphanogmus sp. Ceraphron sp. 1 Ceraphron sp. 2 Ceraphronidae sp. 1 Ceraphronidae sp. 2 Eulagynodes sp. 1
Sawit
Sawah
0
1
35
17
0 1 11
1 0 26
15 3
0 0
0 4 24
1 0 1
10 56 126 0
24 14 25 6
0
1
13 10 3 6 24 49 2 2 71 63 0 1 0 4
1 19 0 2 2 0 0 1 16 11 2 2 3 1
46 71 1 5 17 8
91 46 0 9 8 1
43 Lampiran 3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Hymenoptera
Famili, Morfospesies Chalcididae Brachymeria femoralis Brachymeria lasus Chrysididae Stilbum sp. Diapriidae Coptera holoptera Polypeza sp. 1 Polypeza sp. 2 Trichopria drosophilae Elasmidae Elasmus auratiscutellum Encyrtidae Acerophagus sp. Copidosoma sp. Encyrtidae sp. Leptomastix sp. Metaphycus sp. Microterys nietneri Ooencyrtus sp. Eucharitidae Orasema sp. Eucoilidae Gronotoma sp. Kleidotoma sp. Leptopilina sp. Eulophidae Chrysocharis sp. Closterocerus sp. Diglyphus sp. Eulophus sp. Euplectrus sp. Hemiptarsenus varicornis Neochrysocharis sp. Pediobius sp. Pnigalio sp. Quadrastichus sp. Tamarixia radiata Tetrastichus schoenobii Eupelmidae Anastatus sp. Eupelmus sp.
Sawit
Sawah
41 0
7 2
0
1
24 169 79 65
0 123 49 10
17
11
1 37 1 1 48 62 22
1 25 0 0 2 0 22
1
0
25 1 15
14 0 5
182 22 6 3 3 17 6 25 13 55 1 66
47 0 1 1 2 7 0 5 3 78 0 89
27 12
0 5
44 Lampiran 3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Hymenoptera
Famili, Morfospesies Eurytomidae Eurytoma dentata Eurytoma sp. Evaniidae Evania sp. Evaniidae sp. Hyptia sp. Ichneumonidae Amauromorpha sp. Charops bicolor Charops sp. Cosmoconus sp. Eurycryptus sp. Goryphus sp. Ichneumon sp. 1 Ichneumon sp. 2 Phorothrophus sp. Xanthopimpla flavolineata Xanthopimpla gampsura Xanthopimpla sp. Mutillidae Smircomyrme sp. Mymaridae Anagrus optabilis Anaphes sp. Anastatus sp. Cleurchus sp. Erythemelus sp. Gonatocerus sp. Mymar sp. Polynema sp. Platygastridae Platygaster oryzae Platygaster sp. 1 Platygaster sp. 2 Pompilidae Hemipepsis sp. Pteromalidae Asaphes sp. Habrocytus sp. Panstenon sp. Pteromalus sp.
Sawit
Sawah
17 22
6 11
5 2 12
0 0 1
0 6 3 4 6 23 20 8 0 0 0 3
4 0 7 2 0 2 12 2 2 2 1 0
1
2
272 0 2 0 0 4 20 8
171 4 0 6 1 4 16 9
193 30 53
151 24 58
0
1
3 26 6 24
2 14 2 11
45 Lampiran 3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Hymenoptera
Strepsiptera
Famili, Morfospesies Scelionidae Baeus sp. Calliscelio sp. Caloteleia sp. Ceratobaeus sp. Gryon sp. Macroteleia gracillis Macroteleia spinitibia Platyscelio sp. Scelio sp. Telenomus podisi Telenomus sp. Trimorus sp. Trissolcus sp. Scoliidae Scolia sp. Torymidae Torymus sp. Trichogrammatidae Oligosita sp. Trichogramma chilonis Trichogramma japonicum Trichogramma minutum Stylopidae Stylops sp.
Sawit
Sawah
9 3 7 38 17 10 9 1 219 233 100 2 1
7 1 1 5 18 16 0 4 73 229 86 0 0
2
2
10
7
9 0 44 33
11 20 33 18
0
9
Lampiran 4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Ordo Araneae
Famili, Morfospesies Araneidae Araneidae sp. Gasteracantha sp. Linyphiidae Atypena sp. Lycosidae Lycosa sp. Pardosa pseudoannulata Oxyopidae Oxyopes javanus Oxyopes sp. Salticidae Bianor sp. Diplonema sp. Harmochirus sp. Myrmarachne sp. Phidippus sp. Phintella sp.
Sawit
Sawah
2 44
0 2
460
84
334 78
141 21
145 437
316 264
0 130 32 2 3 9
2 56 11 0 0 3
46 Lampiran 4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Araneae
Coleoptera
Dermaptera
Diptera
Famili, Morfospesies Tetragnathidae Tetragnatha maxillosa Tetragnatha sp. Theridiidae Chrysso argyrodiformis Chrysso sp. Thomisidae Misumena sp. Runcinia sp. Thomisus sp. Xysticus sp. Carabidae Chlaenius sp. Cicindella sp. Collyris sp. Ophionea nigrifasciata Ophionea sp. Pterostichus sp. Coccinellidae Chilocorus sp. Coccinella septempunctata Coccinella sp. Coccinella transversalis Coccinellidae sp. Menochilus sexmaculatus Verania lineata Dytiscidae Dysticus marginalis Staphylinidae Lathrobium sp. Paederus fuscipes Zyras sp. Forficulidae Euborellia sp. Forficula auricularia Asilidae Leptogaster sp. Neoitamus melanopogon Ceratopogonidae Ceratopogona sp. 1 Ceratopogona sp. 2 Culicoides sp. Forcipomyia sp. 1 Forcipomyia sp. 2 Culicidae Toxorrhynches sp.
Sawit
Sawah
1 165
25 352
1 91
1 85
140 0 4 1
79 3 0 0
0 38 0 0 0 2
81 3 1 29 7 38
0 1 0 0 0 0 2
8 2 13 1 3 11 73
0
6
158 5 1
25 30 0
4 1
2 0
0 1
1 0
189 4 22 471 105
283 0 60 358 117
227
87
47 Lampiran 4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Diptera
Hemiptera
Hymenoptera
Famili, Morfospesies Dolichopodidae Amblypsilopus sp. Dolichopodidae sp. Neurigona sp. Sciapus sp. Muscidae Coenasia sp. Lygaeidae Eretmocerus sp. Geocoris sp. Nysius sp. Miridae Cyrthorrhinus lividipennis Cyrthorrhinus sp. Nepidae Laccotrephes sp. Notonectidae Notonecta sp. Pentatomidae Andrallus splendens Reduviidae Rhynochoris sp. Ricolla sp. Sycanus annulicornis Sycanus sp. 1 Triatom sp. Formicidae Anoplolepis gracilipes Camponotus sp. Cerapachys biroi Crematogaster difformis Crematogaster sp. 1 Crematogaster sp. 2 Dolichoderus thoracicus Echinoplea sp. Nylanderia sp. Odontomachus sp. Odontoponera denticulata Odontoponera sp. 1 Oecophylla smaragdina Paratrechina longicornis Plagiolepis sp. Polyrachis sp. Solenopsis invicta Sturmigenys sp. Tapinoma sp. 1 Tapinoma sp. 2 Technomyrmex sp. 1
Sawit
Sawah
4 2 49 69
7 0 43 53
0
15
1 588 0
3 158 3
0 0
52 17
0
3
0
13
0
17
3 49 3 0 2
2 3 4 2 2
1028 1 1 64 83 13 34 1 166 141 300 152 247 0 81 2 14 11 215 4 145
173 0 0 15 1 1 14 3 98 29 94 57 66 2 334 15 80 6 149 1 112
48 Lampiran 4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Hymenoptera
Mantodea
Neuroptera
Odonata
Orthoptera
Famili, Morfospesies Sphecidae Nyssoninae sp. Sphex sp. Vespidae Parancistocerus sp. Polistes sp. Vespa analis Hymenopodidae Creoboter sp. Mantidae Mantis sp. Sphodromantis sp. Ascalaphidae Ascalaphidae sp. Hemerobiidae Hemerobiidae sp. Mantispidae Mantispa sp. Chlorocypidae Chlorocypa sp. Coenagrionidae Agriocnemis femina Agriocnemis pygmaea Coenagrion sp. Libellulidae Neurothemis terminata Orthetrum sabina Gryllidae Metioche vittaticolis Tettigoniidae Conocephalus longipennis Conocephalus melas
Sawit
Sawah
2 7
2 6
2 2 0
6 17 1
92
0
40 1
23 0
1
0
1
0
23
0
2
0
0 0 4
62 207 0
1 5
2 70
98
13
166 60
455 0
49 Lampiran 5 Faktor lingkungan selama pengambilan sampel di lapangan, data berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor Faktor lingkungan Curah hujan (mmHg)
Desember
Bulan (2014-2015) Januari Februari
Maret
88.0
148.0
323.0
314.0
291.0
261.0
259.0
325.0
Jumlah hari hujan (hari)
12.0
18.0
015.0
017.0
Kelembaban udara (%)
82.0
87.0
088.0
085.0
Suhu (oC)
26.3
25.2
025.0
025.6
Suhu tanah berumput (oC)
29.6
27.4
026.0
029.2
Intensitas sinar matahari (lux)
Lampiran 6 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah Ordo Blattodea Coleoptera
Diptera
Famili Blattellidae Blattidae Buprestidae Chrysomelidae Coccinellidae Polyphaga Curculionidae Elateridae Lampyridae Erotylidae Lycidae Meloidae Nitidulidae Pselaphidae Ptiliidae Scarabaeidae Scolytidae Staphylinidae Tenebrionidae Bibionidae Calliphoridae Celyphidae
S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu
Sawit S
Sawah N
S
N
1
34
1
5
1
1
0
0
1
2
0
0
9
1094
6
859
2
5
1
69
1
4
0
0
4
28
3
107
2
6
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
4
0
0
1
1
2
180
2
28
1
7
1
1
2
3
0
0
4
42
2
3
1
90
1
1
1
4
1
1
2
7
2
9
1
1
0
0
1
20
2
9
1
75
0
0
50 Lampiran 6 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo
Famili
Diptera
Chironomidae Chloropidae Drosophilidae Lonchaeidae Muscidae Mycetophilidae Neriidae Phoridae Platystomatidae Sarcophagidae Sciaridae Sciomyzidae Sepsidae Stratiomyidae Syrphidae Tabanidae Tephritidae Brachyptera Ephemeroptera Ephemerellidae Hemiptera Alydidae Aphididae Cercopidae Cicadellidae Coreidae Delphacidae Derbidae Membracidae Pentatomidae Plataspididae Psyllidae Ricaniidae Tingidae Hymenoptera Agaonidae Apidae Cynipidae Formicidae Symphyta Tenthredinidae Isoptera Termitidae S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu
Sawit
Sawah
S
N
1 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 3 1 4 1 1 3 1 1 7 0 3 1 2 3 1 1 0 1 1 2 0 6 1 1 1
1074 224 803 651 54 59 4 1301 38 2 47 34 81 9 10 1 181 3 1 179 156 12 1461 0 302 8 105 19 5 19 0 90 3 2 0 582 1 4 32
S 1 3 1 2 1 1 0 2 1 0 1 1 1 1 1 0 4 0 0 2 2 1 6 3 3 0 1 8 2 1 1 1 0 3 1 4 1 0 1
N 1500 340 188 633 62 4 0 324 1 0 102 70 8 4 1 0 43 0 0 1107 465 3 2660 3 1984 0 1 32 4 23 1 4 0 12 1 197 1 0 2
51 Lampiran 6 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah (lanjutan) Ordo Lepidoptera
Orthoptera
Phasmatodea Psocoptera Thysanoptera
Famili Arctiidae Crambidae Geometridae Gracillariidae Hesperiidae Lasiocampidae Limacodidae Lycaenidae Lymantriidae Noctuidae Nymphalidae Papilionidae Pieridae Psychidae Pyralidae Satyridae Acrididae Gryllidae Gryllotalpidae Pyrgomorphidae Tetrigidae Tettigoniidae Phasmatidae Trogiidae Phlaeothripidae Thripidae
S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu
Sawit
Sawah
S
N
S
N
0
0
1
1
2
3
2
43
1
8
1
1
1
9
0
0
2
2
1
3
1
2
0
0
1
4
0
0
1
3
0
0
2
14
1
4
1
2
1
1
0
0
1
3
1
1
1
1
3
15
1
4
1
2
1
1
1
176
1
58
1
1
1
1
5
1301
5
2482
2
940
2
206
0
0
1
2
2
152
2
276
2
1919
2
168
1
16
0
0
1
1
0
0
1
8
0
0
2
106
2
46
4
296
3
303
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1991 di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Penulis merupakan putri ke-dua dari tiga bersaudara pasangan Taherman dan Suryani. Penulis adalah lulusan MAN 1 Sungai Penuh, Provinsi Jambi pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan strata-1 (S1) di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT), Fakultas Pertanian, Universitas Jambi dan lulus pada tahun 2013. Penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains di Program Studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui program Beasiswa BPPDN DIKTI tahun 2013.