ANALISIS BRAND EQUITY PADA SERAMBI BOTANI BOGOR
WINDA PRATIWI
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Brand Equity Pada Serambi Botani Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013
Winda Pratiwi NIM H24090049
ABSTRAK WINDA PRATIWI. Analisis Brand Equity Pada Serambi Botani Bogor. Dibimbing oleh Mimin Aminah. Brand equity adalah seperangkat aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan suatu merek yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty merek Serambi Botani di benak konsumen. Hasil analisis brand awareness, top of mind adalah merek Serambi Botani Bogor. Brand image Serambi Botani Bogor adalah: Pelayanan karyawan yang ramah dan bersahabat; Suasana gerai yang bersih dan nyaman; Gerai produk herbal (sehat dan alami); Gerai yang mencerminkan edukasi gaya hidup sehat; Cita rasa, khasiat, kesegaran produk baik. Hasil analisis perceived quality menunjukkan bahwa dari 16 atribut, 13 atribut berada pada skala baik yaitu. Sementara 3 atribut lain berada pada skala cukup. Hasil analisis piramida brand loyalty, menunjukkan bahwa switcher sebesar 2 persen, habitual buyer 34 persen, satisfied buyer 27 persen, liking the brand 24 persen, dan committed buyer 13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa merek Serambi Botani Bogor belum memiliki ekuitas merek yang kuat. Kata kunci: brand equity, brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty
ABSTRACT WINDA PRATIWI. Brand Equity Analysis of Serambi Botani Bogor. Supervised by Mimin Aminah. Brand equity is a set of brand assets and liabilities linked to a brand, which increase or decrease the value of a company's goods or services to the customer or the company. The purpose of this research is to analyze brand awareness, brand association, perceived quality, and brand loyalty in the minds of consumers Botany Porch. Based on the analysis of brand awareness, top of mind is Bogor Botanical Porch brand. Brand image of Bogor Botanical Porch is: Services the employees are friendly and welcoming; The atmosphere of the outlets are clean and comfortable; Specialty herbal products (natural and healthy); Outlets that reflect healthy lifestyles education; Taste, efficacy, the freshness of the product is good. Results on the analysis of perceived quality indicate that 13 attributes are on a good scale, 3 attributes are on a enough scale. Analysis of brand loyalty pyramid shows that 2 percent of the switcher, 34 percent of habitual buyers, 27 percent of satisfied buyers, 24 percent of liking the brand, 13 percent of committed buyers. These shows that the brand of Bogor Botanical Porch does not have a strong brand equity. Keywords: brand equity, brand awareness, brand association, perceived quality, and brand loyalty
RINGKASAN Winda Pratiwi (H24090049). ANALISIS BRAND EQUITY PADA SERAMBI BOTANI BOGOR. Di bawah bimbingan Mimin Aminah.
Jumlah kalangan menengah ke atas di Indonesia meningkat setiap tahunnya, ini dibuktikan oleh hasil survei The Boston Consulting Group dapat dilihat peningkatan kalangan menengah ke atas di Indonesia, yaitu tahun 2010 sebesar 33.44 persen, 2011 sebesar 40.5 persen, dan tahun 2012 sebesar 74 persen. Yushowady (2012) dalam bukunya yang berjudul Consumer3000 the middle class revolution menjelaskan bahwa gaya hidup kelas menengah ke atas saat ini adalah gaya hidup yang peduli akan kesehatan. Konsumsi produk kesehatan kalangan menengah ke atas sekarang adalah cenderung mengonsumsi makanan yang organik (nonkimiawi). Ragam produk dan pelayanan kesehatan yang dikonsumsi masyarakat itu merupakan bagian dari healthstyles masyarakat kelas menengah saat ini. Hal ini adalah peluang besar bagi gerai-gerai yang menjual produk sehat untuk memasarkan produknya. Serambi Botani Bogor merupakan ritel yang menjual berbagai macam produk lokal yang alami dan sehat sebagai wujud representasi hasil penelitian dan inovasi civitas akademika IPB. Produk ini kemudian dikomersiakan kepada masyarakat agar manfaatnya dapat langsung dirasakan. Dihadapkan pada atmosfer persaingan bisnis ritel yang semakin tajam, menuntut Serambi Botani Bogor untuk bersaing tidak hanya lewat produk, namun juga persepsi konsumen. Cara untuk membangun persepsi konsumen dan bersaing dalam jangka waktu lama adalah dengan memiliki brand equity yang kuat. Elemen-elemen brand equity yang akan dibahas pada penelitian kali ini adalah elemen-elemen utama yang mengacu pada uraian David A. Aaker, yaitu elemen brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Melalui ekuitas merek Serambi Botani Bogor akan diketahui gambaran keberhasilan dan kelanjutan bisnis suatu perusahaan, serta bagaimana mengelola, mengembangkan, mempertahankan, dan memperkuat kelangsungan hidup suatu perusahaan. Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dalam populasi pelanggan Serambi Botani. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan rumus statistika menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows versi 17. Hasil analisis brand awareness, top of mind adalah merek Serambi Botani Bogor. Brand image Serambi Botani Bogor adalah: pelayanan karyawan yang ramah dan bersahabat; Suasana gerai yang bersih dan nyaman; Gerai produk herbal (sehat dan alami); Gerai yang mencerminkan edukasi gaya hidup sehat; Cita rasa, khasiat, kesegaran produk baik. Hasil analisis perceived quality menunjukkan bahwa dari 16 atribut, 13 atribut berada pada skala baik yaitu. Sementara 3 atribut lain berada pada skala cukup. Hasil analisis piramida brand loyalty, menunjukkan bahwa switcher sebesar 2 persen, habitual buyer 34 persen, satisfied buyer 27 persen, liking the brand 24 persen, dan committed buyer 13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa merek Serambi Botani Bogor belum memiliki ekuitas merek yang kuat.
ANALISIS BRAND EQUITY PADA SERAMBI BOTANI BOGOR
WINDA PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Brand Equity Pada Serambi Botani Bogor Nama : Winda Pratiwi NIM : H24090049
Disetujui oleh
Ir. Mimin Aminah, MM Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah brand equity, dengan judul Analisis Brand Equity Pada Serambi Botani Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Mimin Aminah, MM selaku dosen pembimbing, serta Bapak Dwiko selaku Manager Serambi Botani dan pihak Manajemen Serambi Botani yang telah banyak memberi dukungan dan saran serta membantu pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bunda Warzukni, ayah Mizwar, abang Reza Ardian dan abang Dendy Septian, sahabat, serta seluruh keluarga besar Manajemen 46 IPB, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013 Winda Pratiwi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Ritel
3
Merek (Brand)
3
Ekuitas Merek (Brand Equity)
4
METODOLOGI PENELITIAN
7
Metode Penelitian
8
Hasil Uji Awal
8
Pengolahan dan Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Gambaran Umum Perusahan
12
Bauran Pemasaran Serambi Botani Bogor
13
Pembahasan Penelitian
14
Implikasi Manajerial
23
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Jumlah Kalangan Menengah ke Atas di Indonesia Pemetaan bobot penilaian Rentang Skala Nilai rata-rata atribut perceived quality Serambi Botani Bogor
1 11 11 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Piramida Brand Awareness Piramida Loyalitas Harapan Kerangka Pemikiran Operasional Penyebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin Penyebaran konsumen berdasarkan usia Penyebaran konsumen berdasarkan status pernikahan Penyebaran konsumen berdasarkan pekerjaan Penyebaran konsumen berdasarkan pendidikan terakhir Penyebaran konsumen berdasarkan pendapatan/bulan Penyebaran konsumen berdasarkan pengeluaran/bulan Penyebaran media informasi Serambi Botani Bogor Penyebaran lamanya menjadi konsumen Serambi Botani Bogor Skala Semantic Differential Piramida Brand Loyalty Serambi Botani Bogor
4 7 7 14 14 15 15 16 16 17 17 18 19 22
PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah kalangan menengah ke atas di Indonesia meningkat setiap tahunnya, ini dibuktikan oleh hasil survei The Boston Consulting Group dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah Kalangan Menengah ke Atas di Indonesia (Juta Jiwa) 2010 2011 2012 Kalangan Menengah 33.44 40.5 74 ke Atas Sumber : Data diolah berdasarkan survei The Boston Consulting Group (BCG) tahun (2013)
Berdasarkan laporan dan riset BCG (Boston Consulting Group), kalangan menengah ke atas atau Middle Clas and Affluent Class (MAC’s) di Indonesia hingga 2012 sebanyak 74 juta jiwa yang berpenghasilan mulai dari 2 juta rupiah hingga lebih dari 7.5 juta rupiah. Yushowady (2012) dalam bukunya yang berjudul Consumer3000 the middle class revolution menjelaskan bahwa gaya hidup kelas menengah ke atas saat ini adalah gaya hidup yang peduli akan kesehatan. Konsumsi produk kesehatan kalangan menengah ke atas sekarang adalah cenderung mengonsumsi makanan yang organik (nonkimiawi). Mulai dari natural product, dental, surgery cosmetics, organics foods, nutrition management, physical fitness, dan lainnya. Ragam produk dan pelayanan kesehatan yang dikonsumsi masyarakat itu merupakan bagian dari healthstyles masyarakat kelas menengah saat ini. Hal ini adalah peluang besar bagi gerai-gerai yang menjual produk sehat untuk memasarkan produknya. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk pola hidup sehat berpengaruh pada potensi berkembangnya usaha bisnis dengan produk-produk yang sehat dan alami, salah satunya adalah Serambi Botani Bogor (SBB). Serambi Botani (SB) didirikan sebagai wujud representasi hasil-hasil penelitian maupun inovasi civitas akademika IPB untuk dipasarkan dan dipromosikan serta dikomersialisasikan pada masyarakat umum sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung. IPB sebagai salah satu perguruan tinggi di Bogor memberikan sumbangsih yang besar dalam riset dan pengembangan produk lokal yang alami dan sehat serta sebagai media edukasi untuk hidup sehat. Konsep sehat dan back to nature yang diusung SB membuat gerai ini mampu mengembangkan usahanya hingga sekarang. Berdasarkan data dari SBB, selama 2012 jumlah total konsumen SBB sebanyak 49.583 konsumen. Berdasarkan data Diskoperindag Kabupaten Bogor tahun 2012, jumlah ritel modern di Bogor adalah hypermarket 2 unit, supermarket 13 unit, departemen store 3 unit, minimarket 392 unit, pedagang 401 unit. Terlihat bahwa atmosfer persaingan semakin tajam menuntut SB untuk mampu bersaing tidak hanya lewat produk, tetapi juga lewat persepsi konsumen. Cara untuk membangun persepsi konsumen tersebut adalah dengan memiliki brand equity yang kuat, karena dengan landasan merek yang kuat akan membuat SB mampu bersaing dalam
2 jangka waktu lama, serta mampu mengembangkan dan merebut pasar. Agar mampu bersaing dan sustainable dalam bisnis ritel. Kondisi pasar sekarang dihadapkan pada peningkatan jumlah kalangan menengah ke atas yang melihat bahwa fungsi, merek yang diakui dan kredibilitas merek, serta pesan yang jelas mengenai sebuah produk akan menjadi elemen yang sangat penting untuk mereka (Boston Consulting Group, 2012). Salah satu cara untuk memenuhi tuntutan pasar tersebut adalah dengan mengetahui kekuatan merek yang akan memberikan pengaruh kepada keputusan pembelian konsumen. Brand equity memiliki elemen-elemen penting yang mendukung untuk merumuskan langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek yang akan berpengaruh pada peningkatan profit perusahaan. Elemen-elemen tersebut adalah brand awareness (kesadaran merek), brand association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand loyalty (loyalitas merek), dengan demikian SB harus mengetahui kekuatan mereknya melalui analisis brand equity bila ingin tetap bertahan dalam persaingan, serta dapat melangkah maju menghadapi persaingan. Penelitian ini akan menjadi output penting untuk perusahaan, berupa informasi saat ini dan apa yang menjadi harapan konsumen di masa depan, sehingga hal ini akan menjadi rumusan untuk strategi persaingan dipasar. Melalui ekuitas merek akan diketahui gambaran keberhasilan dan kelanjutan bisnis suatu perusahaan, serta bagaimana mengelola, mengembangkan, mempertahankan, dan memperkuat kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Perumusan Masalah Setiap jenis toko atau gerai eceran harus mempersiapkan rencana dan strategi pemasaran dengan baik. Hal ini dikarenakan lingkungan ritel modern telah berubah, pilihan ritel untuk konsumen lebih beragam, selera konsumen yang senantiasa berubah, serta indikator-indikator keputusan pembelian sebuah produk dipengaruhi oleh hal-hal yang senantiasa dinamis akibat pengaruh perkembangan zaman. Jenis toko eceran tumbuh hampir mirip satu dengan yang lainnya, konsumen juga lebih cerdas dalam menentukan keputusan pembelian. Hal ini berpengaruh pada kompetisi yang terjadi diantara ritel yang ada sekaligus meningkatkan persaingan secara nyata. Tantangan ritel di era lingkungan baru yang sebenarnya adalah strategi diferensiasi produk, yaitu melalui merek (Kotler dan Keller 2009). Diferensiasi secara alamiah telah dimiliki oleh SB, gerai ini menjual produk yang tidak mudah ditemui ditempat lain dan terkesan ekslusif karena ada beberapa item yang hanya dapat ditemui di gerai SB karena tidak tersedia di ritel lain, karena proses produksi berasal dari hasil riset dan penelitian civitas akademika IPB. Merek (label) pribadi yang digunakan SBB harus mampu bersaing dengan merek ritel lain, hal ini mencerminkan kesulitan tantangan label pribadi untuk bertahan dan bersaing di pasaran (Kotler dan Keller 2009). Merek yang kuat adalah kunci untuk dapat bersaing memperebutkan pangsa pasar serta mempertahankan konsumen agar tidak direbut oleh kompetitor. Oleh karena itu beberapa permasalahan yang di hadapi oleh SB dapat di tuangkan dalam rumusan masalah berikut, yaitu : (1) Bagaimana brand awareness merek SB di benak konsumen? (2) Bagaimana brand association merek SB di benak konsumen?
3 (3) Bagaimana perceived quality merek SB di benak konsumen? (4) Bagaimana brand loyalty merek SB di benak konsumen?
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk : (1) Menganalisis brand awareness untuk mengetahui posisi brand awareness merek SB di benak konsumen (2) Menganalisis brand association merek SB di benak konsumen (3) Menganalisis perceived quality merek SB di benak konsumen (4) Menganalisis brand loyalty merek SB di benak konsumen
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini : (1) Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi, masukan serta pertimbangan untuk perencanaan strategi pemasaran bagi SB agar mampu bertahan menghadapi pesaing, dan berbagai ancaman di masa depan agar visi dan misi perusahaan dapat tercapai. (2) Bagi para peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai data pendukung untuk melanjutkan penelitian di masa yang akan datang. (3) Bagi pihak lain, dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pemasaran pada umumnya, dan perilaku konsumen pada khususnya.
TINJAUAN PUSTAKA Ritel Perdagangan eceran atau pengeceran (retailing) termasuk semua aktivitas dalam menjual barang atau jasa langsung ke konsumen akhir untuk kebutuhan pribadi dan nonbisnis. Berikut ini Kotler dan Keller (2009:147) menjelaskan bagaimana keputusan pemasaran dengan lingkungan eceran di era baru sebagai latar belakang: pasar sasaran, pilihan produk, pengadaan barang, harga, jasa (pelayanan), atmosfer toko, komunikasi, dan keputusan lokasi. Menurut Berman dan Evans (2004:474) dalam Bob Foster, terdapat empat elemen promosi ritel, yaitu: advertising, sales promotion, public relation, and personal selling.
Merek (Brand) Merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan nya dari barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitior. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut dan melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor dengan produk yang identik. Observasi Aquilina dalam Patricia (2004:14) menyatakan bahwa retailer telah membuat kemajuan pesat pada 15-20 tahun terakhir dan sebagian besar
4 melihat private label mereka sebagai bagian yang penting dari keseluruhan ekuitas merek mereka.
strategi
Ekuitas Merek (Brand Equity) Salah satu definisi brand equity dari Aaker (1997) menyatakan bahwa ekuitas merek adalah seperangkat aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan ekuitas merek ke dalam empat kategori : brand awareness, perceived quality, brand associations, dan brand loyalty. a. Brand awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. b. Perceived quality, merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. c. Brand Association, yakni segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah merek, berkaitan dengan brand image yang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu. d. Brand Loyalty, yaitu “the attachment that a customer has to a brand”. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Aaker (1997), Brand Awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek yang merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek digambarkan sebagai suatu piramida yang dibagi dalam beberapa tingkatan yang ditunjukkan pada Gambar 1. Topof Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Brand Unware
Gambar 1 Piramida Brand Awareness (Aaker, 1997) a. Tidak menyadari merek (brand unware) Tingkat ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam kesadaran merek. Pada posisi ini konsumen sama sekali tidak menyadari keberadaan produk. b. Pengenalan merek (brand recognition) Konsumen mengenal merek produk diperlukan bantuan untuk mengingatnya.
5 c. Pengingatan kembali merek (brand recall) Tingkat pengingatan kembali merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan. d. Puncak pikiran (top of mind) Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan secara spontan satu nama merek tersebut merupakan puncak pikiran. Asosiasi Merek (brand association) Asosiasi merek adalah segala citra yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Asosiasi yang terkait dengan merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut : a. Product Attributes (Atribut produk) Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. b. Intangible Attributes (Atribut tak berwujud) Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas. c. Customers Benefits (Manfaat bagi pelanggan) Manfaat rasional berkaitan dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional, dan manfaat psikologis pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. d. Relative Price (Harga relatif) Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga. e. Application (Penggunaan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. f. Users/Customers (Pengguna/pelanggan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. g. Celebrity/Person (Orang terkenal/khalayak) Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. h. Life style/Personality (Gaya hidup/kepribadian) Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan gaya hidup. i. Product Class (Produk kelas) Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. j. Competitiors (Kompetitor) Mengetahui pesaing dan berusaha menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.
6 Kesan Kualitas (Perceived Quality) Kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Menurut Garvin (dalam Durianto dkk., 2004), perceived quality dibagi dalam tujuh dimensi yaitu : a. Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja. b. Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan dalam produk tersebut. c. Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. d. Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. e. Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. f. Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diuji. g. Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Loyalitas Merek (brand loyalty) Brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing. Terdapat beberapa tingkatan brand loyalty yaitu: a. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal. Pada umumnya, jenis konsumen ini suka berpindah-pindah merek karena faktor harga, disebut tipe konsumen switcher atau price buyer. b. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang ia gunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan atau habitual buyer. c. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer. d. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu perasaan emosional dalam menyukai merek. Para pembeli pada tingkat ini disebut liking the brand. e. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia atau committed buyer. Mereka menganggap merek sangat penting, baik dari segi fungsinya. Tingkatan dalam brand loyalty diharapkan membentuk segitiga terbalik, yaitu semakin ke atas makin melebar seperti tampak pada Gambar 2.
7 committed buyer liking the brand satisfied buyer habitual buyer switcher
Gambar 2 Piramida Loyalitas Harapan (Durianto et al., 2004)
METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ekuitas merek, faktor krusial adalah sejauh mana merek tertanam dibenak konsumen, karena itu pembahasan awal pada penelitian ini adalah brand awareness, kemudian bila konsumen telah sadar akan suatu merek, akan dilanjutkan dengan pengukuran brand association, kemudian menganalisis persepsi kualitas merek, pada tahap pengukuran brand loyalty. Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka pemikiran pada penelitian penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Perkembangan Baru Bisnis Ritel Produk “Herbal Nature”
Karakteristik Konsumen
SERAMBI BOTANI BOGOR
Analisis Deskriptif
Analisis Brand Equity
Analisis Brand Awareness
Analisis Brand Association
Analisis Perceived Quality
Analisis Brand Loyalty
Analisis Deskriptif
Tes Cochran
Skala Semantic Differential
Analisis Deskriptif
Brand Equity Serambi Botani Bogor
Rekomendasi
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional
8 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada SB yang berlokasi di Mall Botani Square terletak di pusat kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2013. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan metode purposive. Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan adalah melalui wawancara dari instrumen kuesioner, serta wawancara secara langsung pada responden dan pihak manajemen SB dengan pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang akan digunakan berasal dari literatur dan sumbersumber yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, seperti kumpulan data dari perusahaan, bahan pustaka, survei The Boston Consulting Group, artikel, jurnal, dan bahan dari internet. Hasil Uji Awal Uji Awal Reliabilitas Brand Association Penentuan terhadap asosiasi-asosiasi yang diuji dilakukan melalui studi literatur dan wawancara pihak manajemen SBB. Semua asosiasi diuji dengan menggunakan metode Spearman-Brown. Nilai realibilitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai dari r tabel. Jika diperoleh r11 atau relibilitas instrumen lebih besar dari r tabel maka dapat disimpulkan asosiasi yang digunakan reliabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji awal reliabilitas, diperoleh bahwa asosiasi brand association memiliki nilai r11= 0,375 dengan r tabel(0,05) = 0,361 maka diketahui r11 > r tabel dan dapat disimpulkan bahwa semua asosiasi yang akan diteliti dapat diandalkan. Uji Awal Perceived Quality Terdapat dua macam pengujian awal untuk perceived quality, yaitu uji validitas dengan menggunakan metode korelasi product moment pearson dan uji realibilitas dengan menggunakan metode alpha cronbach . Hasil pengujian validitas untuk analisis perceived quality, semua pernyataan lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen, yaitu 0.361. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pernyataan nyata dan dapat dinyatakan sahih. Responden dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan dalam kuesioner. Uji reliabilitas dilakukan kepada 30 orang responden dari pelanggan SBB. Berdasarkan teknik Alpha Cronbach dihasilkan nilai 0.881 untuk analisis perceived quality (dimana nilai tersebut berada pada rentang skala alpha 0.8 – 1.00 yakni masuk kriteria sangat reliabel). Berdasarkan uji reliabilitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan dalam kuesioner adalah rendah, sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila peneliti menyebarkan kuesioner secara berulang dan dalam waktu yang berlainan.
9 Metode Pemilihan Sampel Pemilihan sampel dilakukan dengan metode judgement sampling dalam populasi pelanggan SB. Responden yang diteliti adalah konsumen SB yang telah membeli produk SB minimal 2 kali pembelian. Ukuran responden diperoleh berdasarkan perhitungan secara matematis menggunakan rumus Slovin (dalam Umar, 2005) : Keterangan : n : Ukuran sampel N : Ukuran populasi e : Kesalahan yang dapat ditolerir 10 % Diketahui jumlah pelanggan SB pada tahun 2012 sebesar 49.583, sehingga diperoleh contoh sejumlah : = 99,798 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (2) Berdasarkan rumus Slovin tersebut maka jumlah responden pada penelitian ini jumlahnya dibulatkan ke atas menjadi 100 responden.
Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode komputer menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows versi 17. Hasil tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode analisis brand equity. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, skala likert dan nilai rata-rata, skala Semantic Differential, serta tes cochran. Uji Validitas Data dapat dikatakan valid bila pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Data dianggap valid bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang akan diteliti. Untuk mengukur korelasi antar pertanyaan digunakan rumus korelasi product moment.
Keterangan : r : Koefisien korelasi (indeks validitas) X : Skor tiap pertanyaan Y : Skor total n : Jumlah responden Data dapat dikatakan valid bila nilai korelasi hitung data tersebut melebihi nilai korelasi tabelnya (r hitung > r tabel). Nilai r hitung adalah nilai-nilai yang berada dalam kolom corrected item total correlation. Jika r hasil positif, maka butir pertanyaan atau variabel tersebut valid.
10 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah uji keterandalan instrumen yang digunakan dalam riset. Instrumen riset yang terandal akan mampu mengungkap informasi yang sebenarnya di lapangan. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai dengan kenyataannya, dalam artian penelitian diulang berapa kali pun dengan instrumen yang sama, maka akan tetap memperoleh kesimpulan yang sama. Penelitian ini menggunakan metode Spearman-Brown dan Alpha Cronbach. Metode Spearman-Brown untuk uji reliabilitas brand associaton, dalam teknik ini skor yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua, yaitu ganjil-genap serta awalakhir, kemudian mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua sehingga diperoleh nilai rxy : ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (4) Keterangan : ∑X : Total skor ya belahan ganjil ∑Y : Total skor ya belahan genap ∑XY : Total skor hasil kali belahan ganjil dan genap rxy : Kolerasi antara dua belahan instrumen Selanjutnya nilai rxy tersebut dimasukkan kedalam rumus Spearman-Brown berikut: ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (5) Keterangan : r11 : reabilitas instrument rxy : kolerasi antara dua belahan instrumen Nilai reabillitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan r product moment. Jika r11 > r product moment, maka instrumen yang diugunakan dapat diandalkan dan penelitian dengan menggunakan instrumen sama dapat dilanjutkan. Metode Alpha Cronbach digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya rentangan antara beberapa nilai. Teknik ini digunakan pada pengujian elemen perceived quality. rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (6) Dimana : r11 : Reliabilitas instrumen k : Banyak butir pertanyaan σt 2 : Ragam total : Jumlah ragam butir Rumus ragam yang digunakan :
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (7) Dimana : n : Jumlah responden x : Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor butir pertanyaan)
11 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara terperinci data yang telah diperoleh serta menganalis semua elemen-elemen brand equity terkait. Data yang dianalisis dengan menggunakan analsis deskriptif yaitu karakteristik konsumen SB dan asosiasi konsumen mengenai citra merek SB. Skala Likert dan Rata-rata Skala likert yang digunakan untuk menganalisis brand loyalty dan perceived quality adalah skala pengukuran ordinal yang menunjukan tanggapan konsumen terhadap karakteristik produk, pemetaan bobot nilai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pemetaan bobot penilaian Nilai 5 4 3 2 1
Keterangan Sangat Puas Puas Cukup Puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas
Setelah data diperoleh, dicari nilai rata-ratanya untuk mengetahui ukuran pemusatan dan ukuran keragaman tanggapan responden digunakan rumus berikut:
Hasil dari rata-rata tersebut kemudian dipetakan ke rentang skala dengan mempertimbangkan informasi interval sebagai berikut : –
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (9)
Rentang skala yang digunakan dalam analisis perceived quality dan analisis elemen brand loyalty dapat dilihat pada Tabel 3 : Tabel 3 Rentang skala Skala 1.00 – 1.80 1.80 – 2.60 2.60 – 3.40 3.40 – 4.20 4.20 – 5.00
Keterangan Sangat Jelek Jelek Cukup Baik Sangat Baik
Skala Semantic Differential Skala semantic differential digunakan untuk menganalisis perceived quality. Metode ini menempatkan dua skala penilaian dalam titik-titik ekuivalen yang berlawanan yang disebut dengan bipolar. Biasanya diantara ekuivalen terdapat 5 atau 7 titik-titik baris skala dimana responden menilai suatu konsep. Contoh butirbutir skala semantik : . . . . . . sangat baik baik pasif . . . . . . aktif lambat . . . . . . sangat cepat
12 Tes Cochran Tes ini untuk menguji signifikansi setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek dan akan membentuk brand image dari merek. Rumus yang digunakan adalah :
Dimana : C : Banyaknya variabel (asosiasi) Ri : Jumlah baris jawaban ‘ya’ Cj : Jumlah kolom jawaban ‘ya’ N : Total besar Nilai Q yang diperoleh akan dibandingkan dengan nilai X2 tabel dengan sebesar 5% untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q dengan (pada tabel). Jika diperoleh nilai , maka Ho diterima, yang berarti semua asosiasi yang diuji saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek. Jika diperoleh nilai , dapat disimpulkan belum cukup bukti untuk menerima Ho. Jika nilai , dilanjutkan tahap pengujian ke tahap tiga dengan teknik yang sama sebagaimana telah dipaparkan. Jika nilai , maka pengujian dihentikan, yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi terakhir yang diuji.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Serambi Botani SB merupakan outlet IPB yang berlokasi di Mall Botani Square yang memiliki konsep sebagai outlet produk-produk IPB yang memenuhi standar “life style” dan juga “healthy cafe” dengan menggunakan produk produk IPB sebagai bahan baku utama. SB mulai beroperasi tanggal 7 Agustus 2009. SB dibentuk sebagai representasi hasil-hasil penelitian maupun inovasi civitas akademika IPB untuk dipasarkan dan dipromosikan serta dikomersialisasikan pada masyarakat umum sehingga manfaatnya dapat dirasakan semua pihak. SB, pelopor toko dan kafe yang mengutamakan kualitas produk yang baik untuk kesehatan. Terjamin lebih alami, higienis dan bebas dari bahan-bahan kimia berbahaya bagi tubuh. Terjamin karena proses pembuatannya diawasi langsung oleh para ahli dan peneliti yang merupakan dosen-dosen Institut Pertanian Bogor yang ahli dibidangnya. SB merupakan toko yang menyajikan aneka produkproduk sehat, aman dan terjamin, karena aspek kesehatan dan keterjaminan menjadi prioritas. Visi dan Misi Serambi Botani SB memiliki misi untuk meningkatkan kesadaran dan juga berpartisipasi langsung dalam mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat secara alami dengan
13 produk-produk lokal Indonesia. Selain itu, SB juga ingin meningkatkan kesejahteraan para pemilik dan karyawan UKM di bawah bimbingan Institut Pertanian Bogor. SB ingin mempermudah masyarakat dalam menikmati produkproduk alami dengan menawarkan kemitraan strategis kepada pihak-pihak yang tertarik untuk mengelola gerai SB. Sehingga diharapkan dari berbagai usaha yang berkesinambungan, SB wujud nyata dalam memberikan sumbangsih dan manfaat positif yang nyata bagi civitas akademika IPB, para pemilik dan karyawan UKM, para petani dan masyarakat luas. Misi SB adalah : 1. Memberikan kontribusi/berbagi pengetahuan tentang produk-produk yang sehat dan alami kepada masyarakat. 2. Meningkatkan nilai tambah produk lokal. 3. Menjadi lokomotif bisnis bagi para UKM binaan IPB sehingga meningkatkan kesejahteraan para UKM dan karyawannya. 4. Menjadi rekanan bisnis yang memberikan profit bagi usaha franchise. Segmenting, Targetting, Positioning Serambi Botani Bogor Segmentasi SBB memiliki segmentasi demografis dan psikografis, yaitu masyarakat kota Bogor kelas menengah ke atas dengan gaya hidup sehat. Sedangkan target yang dituju adalah keluarga, mengutamakan ibu-ibu karena SBB melihat bahwa penentu keputusan utama dalam pembelian terletak pada ibu rumah tangga. Positioning SBB adalah gerai produk lokal yang sehat dan alami untuk edukasi gaya hidup sehat. Bauran Pemasaran Serambi Botani Bogor Setiap usaha atau bisnis harus mempersiapkan strategi bauran pemasarannya dengan baik agar dapat sukses di pasaran, adapun bauran pemasaran SBB adalah sebagai berikut : a. Produk (Product) Produk yang dijual di SB adalah produk herbal dan alami yang bebas dari bahan kimia dan merupakan hasil riset civitas akademika IPB. SB mengelompokan produk yang dijualnya dalam beberapa kategori, seperti herbal and medicine, personal care, healthy drink, healthy food, snack and drink, essential oil. b. Tempat (Place) Kantor SB terletak di Kompleks Agripark, Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor. Produsen menyalurkan produknya ke kantor SB, produk didistribusikan ke gerai SB Bogor untuk dijual. Gerai SBB terletak di Mall Botani Square Lantai Dasar GF 14-15, Jalan Raya Pajajaran Bogor. Hingga saat ini gerai SB telah tersebar di beberapa mall, yaitu Gandaria City, Teras Kota, Kalibata City Square, Mall Artha Gading, Mall Alam Sutra, dan Mall Kasablanka. c. Harga (Price) Harga merupakan elemen yang penting dari bauran pemasaran, hal ini sensitif untuk sebuah bisnis, oleh karena itu proses penentuan harga tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang. Harga produk SB bermacam-macam, yaitu bekisar antara Rp 7.000,00 hingga Rp 220.000,00,-
14 d. Promosi (Promotion) Promosi yang dilakukan SB melalui beberapa media, yaitu lewat liputan khusus televisi dengan beberapa stasiun televisi swasta seperti Indosiar, Trans7, TransTv, ANTV, dan RCTI. Media lainnya yang digunakan untuk promosi yaitu melalui media cetak, yaitu koran kompas, brosur. Media sosial melalui web, facebook, hingga twitter. Promosi lewat penjualan langsung seperti mengikuti beberapa pameran-pameran dalam acara tertentu (membuka stand).
Pembahasan Penelitian Karakteristik Konsumen Serambi Botani Bogor Jenis Kelamin Konsumen SBB mayoritas adalah perempuan dengan persentase terbanyak, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
18% Laki-Laki 82%
Perempuan
Gambar 4 Penyebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin Hal ini dikarenakan produk yang dijual adalah kebanyakan produk yang sering digunakan oleh perempuan dibanding laki-laki. Selain itu, perempuan juga memegang peranan penting dalam keputusan pembelian kebutuhan rumah tangga dan konsumsi untuk keluarga, sehingga hal ini wajar bila konsumen SB Bogor mayoritas perempuan. Usia Persentase tertinggi usia konsumen SBB pada rentang 21-30 tahun, dan persentase terendah pada rentang usia dibawah 21 tahun. Hasil menunjukkan masa dewasa awal (21-40) merupakan konsumen dengan persentase kumulatif tertinggi, sebesar 55 persen, ini ditunjukkan pada Gambar 5. 27%
18% <21 Tahun 21-30 Tahun
22%
33%
31-40 Tahun >40 Tahun
Gambar 5 Penyebaran konsumen berdasarkan usia
15 Hal ini dikarenakan masa pada usia tersebut adalah puncak pertumbuhan fisik yang prima dan usia tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest people in population) karena didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif yaitu pola hidup sehat. Status Pernikahan Persentase konsumen SBB berdasarkan status pernikahan dapat dilihat pada Gambar 6.
49%
51%
Menikah Belum Menikah
Gambar 6 Penyebaran konsumen berdasarkan Status Pernikahan Sebanyak 51 persen konsumen SBB adalah dengan status belum menikah dan sisanya 49 persen menikah. Pekerjaan Konsumen SBB sebesar 29 persen adalah berstatus pelajar/mahasiswa, dan pensiunan sebagai persentase terendah yaitu 3 persen, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. 3% 6% 14%
29%
15% 18% 15%
Pelajar/Mahasiswa PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Ibu RT Pensiunan Lainnya
Gambar 7 Penyebaran konsumen berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan berhubungan dengan kategori usia dengan kebiasaaan hidup sehat, hal ini didukung oleh kemandirian ekonomi dan kemandirian untuk membuat keputusan dalam pembelian produk untuk dikonsumsi. Pendidikan Terakhir/Yang Sedang Dijalani Sebesar 61 persen konsumen SBB adalah dengan pendidikan Sarjana, sementara Pasca Sarjana sebagai persentase terkecil, sebesar 10 persen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8.
16
10%
15%
SMA 14% Diploma Sarjana
61%
Pasca Sarjana/Sederajat
Gambar 8 Penyebaran konsumen berdasarkan pendidikan terakhir/yang sedang dijalani Dilihat dari jumlah persentase tersebut, terlihat bahwa kalangan berpendidikan sudah menerapkan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi produk lokal yang alami dan sehat. Pendapatan/bulan Pendapatan konsumen SBB dengan persentase tertinggi sebesar 26 persen ada pada rentang lebih dari Rp. 5.500.000,- dan dapat dilihat pada Gambar 9.
20%
26%
Rp. 500.000, - Rp. 1.500.000, Rp. 1.500.001- Rp. 2.500.000, 13%
14%
Rp. 2.500.001, - Rp.3.500.000, Rp. 3.500.001, - Rp. 4.500.000,
12%
15%
Rp. 4.500.001, - Rp. 5.500.000, > Rp. 5.500.000,
Gambar 9 Penyebaran konsumen berdasarkan pendapatan/bulan Hal ini menunjukkan bahwa konsumen SBB adalah memang mayoritas kalangan menengah ke atas dan sudah menerapkan gaya hidup sehat dengan pemilihan produk herbal dan alami untuk dikonsumsi. Pengeluaran/bulan Pengeluaran konsumen dengan persentase terbanyak adalah berada pada rentang lebih dari Rp. 3.000.000,- dapat dilihat pada Gambar 10.
17
20%
27%
Rp. 500.001, - Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.001- Rp. 1.500.000, Rp. 1.500.001, - Rp. 2.000.000,
22% 19%
Rp. 2.500.001, - Rp. 3.000.000, 12%
> Rp. 3.000.000
Gambar 10 Penyebaran konsumen berdasarkan pengeluaran/bulan Hal ini mengindikasi bahwa semakin tinggi pendapatan maka akan berbanding lurus dengan tingkat pengeluaran. Media Informasi Media yang menjadi sumber informasi bagi para konsumen SBB untuk mengetahui berbagai informasi terkait SBB dapat dilihat pada Gambar 11. 3%
4% elektronik 35%
50%
cetak rekan kerja/teman/klg Internet
7%
Billboard Lainnya 1%
Gambar 11 Penyebaran media informasi Serambi Botani Bogor Sebesar 50 persen jatuh pada pilihan lainnya, yaitu lokasi gerai SBB yang dinilai strategis dari pintu masuk mall Botani Square. Lama Menjadi Konsumen Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkatan brand awareness konsumen bila dikaitkan dengan lamanya menjadi konsumen di SBB, hal ini ditunjukkan pada Gambar 12.
18
1-6 Bulan
23%
34%
6-12 Bulan 16%
1,5 Tahun 2 Tahun
8% 10%
9%
2,5 Tahun 3 Tahun - sekarang
Gambar 12 Penyebaran lamanya menjadi konsumen Serambi Botani Bogor Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa sebesar 34 persen telah menjadi pelanggan SBB lebih dari 3 tahun sampai dengan sekarang. Sehingga hal ini akan berpengaruh pada hasil brand recognition dan brand unware. Analisis Brand Awareness Analisis Top Of Mind SBB adalah top of mind dibanding gerai lain, diikuti oleh beberapa gerai pesaing yaitu The Body Shop yang memperoleh persentase sebesar 16 persen supermarket sebesar 4 persen K-Link dan toko herbal masing-masing sebesar 2 persen sementara akar fresh, all fresh, herbal life, HPA, klinik sehat, melilea, propolis, tianshi, dan toko obat dengan perolehan persentase sebesar 1 persen. Analisis Brand Recall Lima gerai dengan persentase teratas untuk brand recall adalah The Body Shop dan Herbal Life sebesar 8.8 persen. K-Link, Propolis, dan Supermarket sebesar 6.3 persen. Hal ini mengindikasi siapa saja kompetitor SBB yang memungkinkan konsumen untuk beralih ke gerai merek lain tersebut. Analisis Brand Recognition Tidak ada yang harus dibantu untuk mengingat merek, karena sebesar 78 persen mengenal merek SBB dengan baik, dan 22 persen baru mengenal merek. Analisis Brand Unware Tidak ada seorangpun yang tidak mengenal merek SB, hal ini dikarenakan kuesioner ditujukan pada konsumen yang telah mengenal SB.
19 Analisis Brand Association Berdasarkan tes cochran yang telah dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17. Perhitungan diberhentikan pada uji ke lima, karena Ho diterima, sesuai dengan ketentuan bila , maka pengujian dihentikan, yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi terakhir yang diuji. Hasil menunjukkan brand image SBB berdasarkan hasil perhitungan brand association adalah sebagai berikut: a. Pelayanan karyawan yang ramah dan bersahabat. Konsumen yang telah menjawab kuesioner menyatakan bahwa mereka dilayani dengan baik, komunikasi karyawan SBB ramah dan membantu mereka dalam memilih produk. Masukan yang diberikan konsumen terkait product knowledge yaitu ketika proses pemilihan produk hendaknya karyawan juga mempromosikan produk lain, sehingga ada peluang pembelian untuk produk lain. b. Suasana gerai yang bersih dan nyaman. Hal ini berkaitan dengan tata letak dan juga konsep gerai yang diusung oleh SBB membuat konsumen merasa nyaman, didukung oleh kebersihan yang senatias dijaga oleh karyawan yang berada dalam gerai SBB. c. Gerai produk herbal (sehat dan alami). Semua produk yang dijual oleh SB adalah produk sehat dan alami, serta bebas dari bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. d. Mencerminkan edukasi gaya hidup sehat. Hadirnya gerai SB adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat pentingnya membiasakan konsumsi produk herbal yang baik untuk kesehatan. e. Cita rasa, khasiat, kesegaran produk baik. Image SB ini adalah salah satu hasil dari komitmen pihak SB dalam menjamin mutu dan kualitas produk untuk konsumen.
Analisis Perceived Quality Hasil menunjukkan 13 atribut berada pada skala baik (3.40 – 4.20) dan 3 atribut lain berada pada skala cukup (2.60 -3.40) dilihat pada Gambar 13. P O N M L K J I H G F E D C B A
3
3,31
3,93 3,86
3,09
4,06
3,62
3,85
3,6
3,26 3,4
3,92 4,02
3,49
3,95
3,53 3,1
3,2
3,3
Cukup (2,60-3,40)
3,4
4,03
3,5
3,6
3,7
3,8
Baik (3,40-4,20)
Gambar 13 Skala Semantic Differential
3,9
4
4,1
20 Atribut SBB dengan nilai tertinggi yaitu 4.06 berada pada kualitas produk SBB, sementara untuk atribut dengan nilai terendah, yaitu 3.09 berada pada atribut brosur/iklan/informasi dari berbagai media sesuai dengan kenyataan produk di SB, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai rata-rata atribut perceived quality Serambi Botani Bogor Atribut-Atribut a. Kontak dengan customer service SB (kemudahan dihubungi ketika ada keluhan atau bertanya informasi) b. Produk packaging (Tampilan fisik produk) c. Tindakan karyawan SB dalam menangani keluhan d. Respon karyawan/CS yang dihubungi atau ditemui ketika keluhan e. Penampilan toko dan fasilitas fisik SB f. Harga produk di SB g. Pengetahuan karyawan terhadap produk h. Kesopanan dan keramahan karyawan SB i. Penampilan karyawan SB j. Respon terhadap permintaan produk di SB k. Kualitas produk SB l. Brosur/Iklan/Informasi dari berbagai media sesuai dengan kenyataan produk di SB m. Keamanan konsumsi/jaminan kesehatan produk di SB n. Ketepatan dalam nilai tagihan produk yang dibeli (Bill/Struk) o. Inovasi produk SB p. Hubungan/kedekatan SB dengan konsumen
Nilai RataRata 3.53 3.95 3.49 3.4 4.02 3.26 3.6 3.92 3.85 3.62 4.06 3.09 3.86 4.03 3.93 3.31
Atribut yang berada pada kategori cukup, sebaiknya mendapatkan perhatian lebih dari pihak manajemen SB, yaitu Brosur/Iklan/Informasi dari berbagai media sesuai dengan kenyataan produk di SB. Penyebaran informasi harus ditingkatkan, dilihat dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada 100 konsumen, proses penyebaran informasi atau promosi melalui berbagai media dirasa belum cukup dan masih kurang sehingga beberapa responden bahkan menjawab tidak pernah melihat informasi lain tentang SB di media, selain karena datang ke mall Botani Square dan melihat toko secara tidak sengaja. Atribut harga produk yang berada pada rentang cukup juga harus mendapat perhatian lebih, karena harga produk SBB masih dinilai konsumen pada kategori belum begitu terjangkau atau masih tegolong mahal, ini menyebabkan masih ada konsumen yang berpindah mencari merek lain untuk produk herbal, karena ditempat lain harganya lebih murah. Hal ini dapat di atasi dengan terus melakukan inovasi produk, karena dengan produk baru dapat menarik konsumen baru. Alternatif lainnya adalah dengan membuat pilihan kemasan dan variasi produk, misal jenis refill agar konsumen dapat lebih efisien dalam pembelian. Atribut hubungan/kedekatan SB dengan konsumen adalah hal yang juga harus menjadi perhatian pihak manajemen untuk menentukan strategi mempertahankan konsumen.
21 Analisis Brand Loyalty Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan melihat sejauh mana loyalitas konsumen terhadap merek gerai SBB, dimana hal ini akan menjadi bentuk platform dalam penentuan kekuatan merek. Analisis Switcher Berdasarkan hasil perhitungan switcher, diperoleh nilai 2.23. Dari 100 responden, konsumen yang sering dan selalu berpindah merek sebesar 3 persen. Sementara yang menjawab tidak pernah 31 persen, jarang 24 persen, dan kadangkadang 39 persen. Angka ini menunjukkan bahwa switcher masih dalam persentase yang cukup rendah dibanding konsumen lain yang lebih loyal, dan informasi ini cukup baik untuk SBB. Hasil dari wawancara langsung dengan responden, mayoritas menyatakan bahwa harga di SB tergolong tidak murah, sehingga ada indikasi bahwa mereka tertarik berpindah ke merek lain untuk membeli produk herbal yang lebih murah. Namun, yang menjawab kadang-kadang dan jarang dinilai cukup loyal, karena harga tidak begitu mempengaruhi keputusan pembelian mereka secara dominan, namun khasiat yang dirasakan adalah yang utama mempengaruhi. Analisis Habitual Buyer Berdasarkan hasil perhitungan habitual buyer, diperoleh nilai 4.01 yang berada pada kategori baik. Dari 100 responden, habitual buyer sebesar 85 persen dengan persentase setuju 68 persen dan sangat setuju 17 persen, sedangkan untuk netral sebesar 14 persen dan tidak setuju 1 persen. Dilihat dari persentase tersebut, dapat dikatakan bahwa konsumen yang merupakan habitual buyer menyatakan bahwa keputusan untuk mengkonsumsi produk di SBB karena faktor kebiasaan dan belum begitu mempunyai keinginan untuk berpindah ke merek lain karena sudah terbiasa dengan SBB. Analisis Satisfied Buyer Berdasarkan perhitungan satisfied buyer, diperoleh nilai 3.79 yang berada pada kategori baik. Persentase satisfied buyer dengan jawaban puas sebesar 59 persen dan sangat puas sebesar 10 persen sehingga jumlah satisfied buyer adalah 69 persen dari 100 responden. Sementara 31 persen menjawab cukup puas. Persentase di atas menunjukkan bahwa secara umum konsumen merasa puas dan belum ada cukup alasan untuk mereka berpindah ke merek lain, kecuali ada faktor yang sangat kuat mempengaruhi hal ini. Responden yang telah diwawancara dan memberikan jawaban cukup puas, rata-rata merasa kurang puas terhadap stock produk yang ingin mereka beli, karena dianggap cukup sering produk tidak ready stock. Analisis Liking The Brand Berdasarkan perhitungan liking the brand, diperoleh nilai 3.71 yang berada pada kategori baik, dimana persentase suka sebesar 51 persen dan 10 persen untuk sangat suka. Sedangkan yang menjawab biasa saja sebesar 39 persen. Secara umum konsumen suka akan merek SBB. Untuk konsumen yang menjawab biasa
22 saja ketika wawancara adalah dikarenakan masih ada beberapa hal yang belum bisa dipenuhi oleh pihak SB atas harapan dan ekspektasi konsumen tersebut. Analisis Committed Buyer Berdasarkan perhitungan committed buyer, diperoleh nilai 3.03 yang masuk pada kategori cukup, dengan persentase sering 26 persen dan selalu 6 persen. Sementara untuk kadang-kadang 45 persen, jarang 11 persen dan tidak pernah 12 persen. Hal ini mengindikasi bahwa belum cukup ikatan emosional konsumen terhadap merek, sehingga word of mouth belum cukup tercipta untuk dapat menarik pelanggan baru. Bahkan sekedar merekomendasikan kepada orang lain hingga dapat mempengaruhi untuk membeli produk di SBB. Piramida Brand Loyalty Berdasarkan piramida brand loyalty dapat dilihat bahwa loyalitas konsumen SBB hanya berada pada posisi habitual buyer dengan persentase terbesar, yaitu 34 persen. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 14. committed buyer 13 % liking the brand 24 % satisfied buyer 27 % habitual buyer 34 % switcher 2%
Gambar 14 Piramida Brand Loyalty Serambi Botani Bogor Mayoritas konsumen SBB hanya pada tahap kebiasaan membeli produk di sana dan masih ada kemungkinan untuk tidak loyal. Hal ini adalah bentuk evaluasi untuk pihak Manajemen SB, karena konsumen ternyata belum benar-benar komitmen terhadap SBB. Sedangkan satisfied buyer sebesar 27 persen untuk konsumen yang puas terhadap SBB. Liking the brand berada pada posisi ke tiga dalam tingkatan loyalitas konsumen dengan persentase 24 persen untuk konsumen yang suka merek SBB. Untuk membuat konsumen dapat loyal dan komit terhadap merek yaitu pada top posisi atau committed buyer adalah dengan meningkatkan persentase posisi loyalitas konsumen, yaitu posisi satisfied buyer dan liking the brand. Untuk meningkatkan hal ini maka, dibutuhkan strategi yang baik dan benar agar berimplikasi positif terhadap keberlangsungsan bisnis dan dapat meningkatkan profit perusahaan.
23 Implikasi Manajerial Hasil analisis brand equity SBB dilihat dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya memberikan beberapa informasi terkait persepsi pelanggan mengenai merek gerai SBB, dan hal ini dapat menjadi rekomendasi bagi pihak Manajemen SBB dalam merencanakan strategi yang tepat untuk bersaing unggul di tengah meningkatnya atmosfer persaingan gerai produk herbal (sehat dan alami). Dilihat dari piramida loyalitas konsumen SBB, menunjukkan bahwa konsumen yang memiliki komitmen kuat terhadap merek SBB masih sangat sedikit, hal ini adalah bentuk dari beberapa elemen yang saling mempengaruhi, seperti brand image SBB yang dinilai konsumen masih tergolong produk dengan harga premium (relatif mahal), sedangkan bila dihubungkan dengan visi dan misi SB yaitu gerai yang ingin memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, sementara faktanya adalah tidak semua golongan masyarakat dapat menikmati produk SBB. Terkait dengan brand image yang ternyata di benak konsumen, salah satunya adalah SBB bukan merupakan gerai yang dikenal, hal ini berkaitan dengan beberapa atribut perceived quality yang masih perlu ditingkatkan, seperti promosi yang di nilai masih sangat kurang dan minim. Media sosial adalah sebuah media yang dapat digunakan untuk mempromosikan SB secara luas, sehingga netizen (para pengguna internet) dapat lebih sadar keberadaan SB, karena di zaman teknologi yang sudah semakin canggih, promosi melalui facebook dan twitter dapat dilakukan secara free. Hal ini didukung juga oleh banyaknya jumlah pengguna media sosial di Indonesia berdasarkan survei majalah the marketeers, dengan facebook pada posisi 2 dunia dan posisi 3 dunia untuk twitter. Promosi melalui media sosial dapat menciptakan efek domino kepada masyarakat, yang berujung pada word of mouth dari netizen (pengguna internet) kepada citizen (masyarakat luas) demikian dinyatakan oleh pernyataan Hermawan Kertajaya dalam bukunya “New Wave Marketing”. Sebaiknya program untuk pelanggan yang loyal serta untuk menarik pelanggan baru segera dilakukan, seperti promo-promo menarik, mengadakan event marketing (festival produk herbal), ataupun bentuk promosi lainnya. Hermawan Kertajaya juga menyatakan bahwa salah satu cara yang efektif dalam menyampaikan pesan sebuah brand adalah dengan mengajak konsumen lama dan konsumen potensial dalam sebuah event. Event marketing juga efektif untuk meningkatkan product image serta meningkatkan penjualan, berkomunikasi dengan target pasar, menambah jumlah pelanggan baru, serta meningkatkan loyalitas pelanggan. Event marketing menunjang keberhasilan media promosi, memperkenalkan produk, dan merupakan cara ampuh untuk mendekatkan diri dengan konsumen. Promosi melalui sistem member card. Free produk dan kantong batik edukasi go green. Seminar gratis (edukasi gaya hidup sehat “back to nature”), special gift untuk konsumen yang berulang tahun, promo khusus/discount untuk member, bulan tertentu spesial gimik untuk pelanggan setia, promosi prioritas member card, serta kunjungan lapang untuk melihat proses produksi dan operasi produk yang dijual di SB (wisata sekaligus edukasi). Langkah tersebut diharapkan dapat membangun kedekatan psikologis kepada pelanggan agar tidak berpindah
24 kepada merek lain, dan hal ini akan berimbas positif pada keberlanjutan bisnis dan profitabilitas usaha untuk jangka panjang. Persepsi untuk SBB yang paling baik dimata konsumen adalah kualitas produk, dan kestabilan kualitas harus senatiasa dijaga dari pihak hulu hingga hilir dalam menjamin kualitas, sistem FIFO (First In First Out) lebih dijaga penerapannya. Pihak pergudangan yang menjadi pihak utama dalam penerimaan barang harus lebih teliti dan detail dalam mengecek kondisi produk (berat, warna, rasa, dan kemasan). Pihak product development harus menjaga ketelitiannya, serta supplier juga harus tahu dan sadar dengan baik akan tanggung jawabnya. Stock adalah hal yang paling krusial dalam mengelola bisnis ritel, karena SB bukan gerai dengan mass production, hal ini akan sangat berpengaruh pada profit perusahaan. Kesalahan dalam stock, yaitu bila terlalu sedikit akan berpengaruh pada lost opportunity, jika terlalu banyak akan mempengaruhi cash flow. Sehingga untuk masalah stock harus jelas fast moving product dan slow moving product dalam penjualan agar stock dapat diatur dengan baik. Sistem stock harus selalu dijaga dan ditingkatkan kinerjanya. SB sebaiknya terus melakukan inovasi, baik dalam produk maupun dalam memuaskan konsumen melalui pelayanan. Seperti variasi produk yang lebih banyak dan lebih menonjolkan keunikan produk dibanding dengan produk serupa yang dijual di gerai lainnya, mempertahankan ciri khas SB adalah hal yang sebaiknya diperhatikan oleh pihak manajemen, terkait dengan diferensiasi yang akan menjadi nilai tambah gerai di mata konsumen. Kesiapan dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia, serta kesadaran akan kapabilitas yang dimiliki adalah beberapa hal yang harus diukur oleh pihak manajemen SBB bila ingin melakukan ekspansi pasar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil analisis terhadap brand equity SBB didapatkan bahwa top of mind merek gerai yang menjual produk alami dan sehat dibenak konsumen adalah SBB. Sementara untuk brand recall, The Body Shop dan Herbal Life adalah dua merek yang paling sering disebut setelah merek pertama disebut. Brand image SBB diketahui setelah menganalisis brand association, adapun image SBB dibenak konsumen adalah pelayanan karyawan ramah dan bersahabat, suasana gerai yang bersih dan nyaman, gerai produk herbal (alami dan sehat), gerai yang mencerminkan gaya hidup sehat, dan yang terakhir adalah cita rasa, khasiat, kesegaran produk baik. Perceived quality SBB setelah dianalisis atribut-atributnya berada pada rentang “cukup” dan “baik”. Nilai rataan atribut yang tertinggi adalah kualitas produk SBB, hal ini menunjukkan bahwa persepsi paling baik dibenak pelanggan adalah kualitas produk. Sementara nilai atribut terendah adalah brosur/iklan/informasi dari berbagai media sesuai dengan kenyataan produk di SB. Pada analisis piramida brand loyalty, SBB belum menunjukkan bentuk segitiga terbalik, artinya konsumen belum memiliki komitmen yang baik terhadap SBB. Hal yang paling mendasar dalam menentukan ekuitas merek adalah loyalitas
25 pelanggan terhadap merek, dan loyalitas dipengaruhi oleh dimensi lain dari ekuitas merek yaitu, brand awareness, brand association, dan perceived quality. Sehingga dapat disimpulkan bahwa merek SBB belum memiliki ekuitas merek yang kuat.
Saran Untuk meningkatkan brand awareness SBB, sebaiknya pihak manajemen melakukan integrasi berbagai media (media cetak, media konvensional, media sosial) untuk memperoleh word of mouth dari masyarakat. Dilihat dari brand image SBB, kualitas produk adalah hal yang menambah value added dibanding gerai lain yang menjual produk sejenis, dan ini harus dipertahankan, karena kualitas adalah yang menentukan loyalitas pelanggan untuk terus mengkonsumsi produk, sehingga akan berpengaruh pada peningkatan profitabilitas usaha. Atribut-atribut yang berada pada rentang baik harus dipertahankan dan ditingkatkan secara kontinu, sementara untuk atribut dalam kategori cukup adalah bagian yang menjadi evaluasi bagi pihak manajemen dalam menerapkan strategi untuk SB, agar loyalitas konsumen dapat dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA Foster, Bob. 2008. Manajemen Ritel. Bandung (ID): Alfabeta. Aaker, David. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. New York (ID): The Free Press. Durianto, Darmadi, dan Sugiarti, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Kotler, Philip, and Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Nicolino, Patricia F. The Complete Ideal’s Guides Brand Management. Jakarta (ID): Prenada Media. Yuswohady. 2012. Consumer3000. [Internet]. [diunduh 2013 Maret 06]. Tersedia pada: http://consumer3000.net/articles/healthstyle-pada-kelas-menengah/ BCG. 2012. Kalangan menengah ke atas di Indonesia. [Internet]. [diunduh 2013 April 15]. Tersedia pada: http://www.bisnis-kti.com Kertajaya, Hermawan. 2008. New Wave Marketing. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Curup, Bengkulu pada tanggal 1 September 1991. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Mizwar dan Warzukni. Penulis memulai pendidikan di SDN 5 Curup pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Curup dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Curup dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur USMI (undangan) pada departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan di kampus, sebagai panitia dan juga sebagai Master of Ceremony. Penulis juga aktif dalam mengikuti lomba-lomba dibidang marketing nasional, baik itu marketing debate, marketing plan, maupun marketing communication, dan berhasil menoreh prestasi di lomba tersebut.