ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN AMRIL ARIFIN STIE-YPUP Makassar
ABSTRAK Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pertumbuhan APBD tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009 dan untuk mengetahui pertumbuhan alokasi dana untuk kepentingan aparatur dan dana untuk kepentingan pelayanan publik. Alat Analisis yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu menggunakan metode analisis pertumbuhan untuk menghitung pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta pertumbuhan alokasi belanja langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya dan Metode analisis proporsional yaitu untuk menghitung besarnya proporsi alokasi belanja langsung pada masing-masing kelompok dan jenis belanja setiap tahun terhadap keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta proporsi setiap kelompok dan jenis alokasi belanja langsung setiap tahunnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selama tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan dan selayaknya peningkatan volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran yang berorientasi pada pelayanan publik, dan alokasi anggaran belanja langsung yang terbesar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah belanja barang dan jasa dari alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan publik yaitu sebesar 29.09% sampai dengan 36.09% yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Belanja modal juga mengalami peningkatan tiap tahun yaitu sebesar 32.82% sampai dengan 36.18%, sedangkan pada belanja pegawai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 31.39% sampai dengan 37.58%. Kata Kunci: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Belanja langsung, Belanja Tidak Langsung PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat selain itu melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut tidak akan berjalan efektif tanpa didukung dengan faktor finansial/keuangan, maka untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah ditetapkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Lahirnya undang-undang tersebut merupakan langkah strategis dalam pengaturan desentralisasi fiskal bagi pemerintahan daerah. Litvack and Seddon dalam Prawirosetoto (2004:134) menyatakan bahwa desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggungjawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan dibidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment). Selanjutnya dijelaskan Prawirosetoto (2004:134) bahwa desentralsiasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik. Desentralsiasi fiskal merupakan inti dari desentralsiasi itu sendiri karena pemberian kewenangan di bidang politik maupun administrasi tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal merupakan
desentralisasi yang sia-sia, sebab untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab serta tugastugas pelayanan publik tanpa diberi wewenang baik penerimaan maupun pengeluaran desentralisasi tidak akan efektif, dengan demikian desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam rangka keseimbangan fiskal. Secara umum diyakini desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam rangka keseimbangan fiskal. Secara umum diyakini desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menyatakan kebutuhan masyarakat daerah barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemrintah pusat. Proses anggaran yang telah disepakati antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan amanat rakyat. Ini adalah tantangan untuk menunjukkan bahwa sebagai pihak yang bertanggungjawab akan “kepentingan rakyat” pemerintah daerah dan DPRD harus memposisikan dirinya pada posisi yang tepat. Dengan demikian sudah sewajarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dialokasikan pada kepentingan publik. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang sumber penerimaan terbesar dalam APBD nya berasal dari pajak daerah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 : Sumber Penerimaan APBD Prop.Sulawesi Selatan Tahun 2007 - 2009 (dlm ribuan rupiah) NO
Jenis Penerimaan
2007
%
2008
%
2009
%
Pendapan Asli Daerah
992.252.464
27.95
1.238.690.402
24.84
1.301.676.108
5.08
1.1
Pajak Daerah
850.491.375
28.83
1.068.165.045
25.59
1.125.026.110
5.32
1.2
Retribusi Daerah
56.489.993
1.82
72.972.983
29.18
91.984.773
26.05
1.3
Hasil Perusahaan Milik Daerah & Pe ngelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan
46.243.085
24.38
54.831.924
18.57
57.113.204
4.16
1.4
Lain-Lain PAD yang Sah
39.028.011
71.96
42.720.450
9.46
27.552.021
(35)
Dana Perimbangan
810.026.105
19
894.934.381
2.1
Bagi Hasil Pajak
169.232.074
12.79
2.2
Bagi Hasil Bukan Pajak/SDA
41.286.031
2.3
DAU
599.508.000
17.66
2.4
DAK
-
-
Lain-Lain Pendapatan yang Sah
7.220.318
(73)
JUMLAH
1.809.498.887
1
2
3
125
177.167.583 25.918.855
10
907.819.124
1.44
4.69
181.192.382
2.27
(84)
656.710.943 35.137.000
18.355.352
9.54 -
2.133.624.783
-
(41)
663.422.390
1.02 27.64
44.849.000 2.209.495.232
Sumber: APBD Prov.Sulawesi Selatan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan adanya peningkatan penerimaan diharapkan senakin besar dana yang dialokasikan pelayanan publik
-
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pertumbuhan APBD tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009. 2. Untuk mengetahui pertumbuhan alokasi dana untuk kepentingan aparatur dan dana untuk kepentingan pelayanan publik. LANDASAN TEORI DAN ALAT ANALISIS Mardiasmo (2002;59) menyatakan tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, untuk itu diperlukan desentralsiasi fiskal kepada daerah. Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan landasan pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan pendekatan komprehensif yaitu daerah diberi kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan rumah tangganya dan diberi kewenangan untuk menggali potensi daerah dan diberikan hak untuk mendapatkan bagi hasil dan sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya. Musgrave and Musgrave (1984;8) dalam Prawirosetoto menyebutkan kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi adalah proses yang sumber daya nasional digunakan untuk barang privat dan barang publik untuk mengatasi kegagalan pasar. Fungsi distribusi dalam rangka pembagian kembali pendapatan dan fungsi distribusi merupakan alat kebijaksanaan makro pemerintah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 5 ayat 2 menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah yaitu Pendapatan asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan. Selanjutnya pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus. Berkaitan dengan itu maka salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun) anggaran. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah yang menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Mardiasmo (2002;61) mengatakan anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah dan anggaran daerah salah satunya pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik. Hal yang tidak kalah penting dalam penyusunan anggaran beriorentasi kepada publik besarnya alokasi anggaran yang beriorentasi kepada kepentingan masyarakat. Pengalokasian anggaran yang beriorentasi kepada kepentingan masyarakat akan tergambar dalam proporsi pengalokasian anggaran yang lebih besar pada biaya pelayanan yang dapat dinikmati dan dirasakan oleh masyarakat. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, pilihan dan urusan yang penangannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. 1.
2.
Belanja daerah terdiri dari : Belanja Langsung, merupakan belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Kelompok belanja langsung ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Adapun yang termasuk dalam belanja tidak langsung adalah belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.
Dalam hal penyediaan pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah: (a) identifikasi masalah barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik atau privat), (b) siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan public tersebut (pemerintah atau swasta), (c) dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan skctor ketiga, (d) pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani swasta (Mardiasmo,2002,110). Dalam hal penyediaan pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah (a) identifikasi masalah barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik atau privat), (b) siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan publik tersebut (pemerintah atau swasta), (c) dapatkah penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan sektor ketiga, (d) pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani swasta. (Mardiasmo, 2002;110). Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Unit Bisnis Pemerintah
Pemerintah
Unit Pelayanan Pememrintah
Pelayanan Publik Non Pemerintah:
Gambar 1. Hubungan Sektor Publik, Sektor Swasta dan Sektor Ketiga Alat Analisis yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu: a. Metode analisis pertumbuhan untuk menghitung pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta pertumbuhan alokasi belanja langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya, dengan rumus: Pn - Po R= Notasi :
x 100% Po Pn = data pada tahun ke n P0 = data pada tahun sebelumnya R = pertumbuhan
b.
Metode analisis proporsional yaitu untuk menghitung besarnya proporsi alokasi belanja langsung pada masing-masing kelompok dan jenis belanja setiap tahun terhadap keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta proporsi setiap kelompok dan jenis alokasi belanja langsung setiap tahunnya dengan rumus: ∑ AK P=
x 100% ∑ AP
Notasi :
P AK AP
= Proporsi alokasi belanja langsung menurut kelompok belanja = Besarnya alokasi anggaran belanja langsung menurut kelompok belanja = Besarnya alokasi anggaran belanja langsung ANALISIS DATA
Pertumbuhan APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahs dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Selain itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berfungsi sebagai alat pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan efisiensi pengeluaran, membatasi kekuasaan atau kewenangan pemerintahan daerah, mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran dalam pengalokasian anggapan pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas serta memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. Pada sisi lain APBD merupakan sarana bagi pihak tertentu untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah baik dari segi pendapatan maupun dari sisi belanja. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun anggaran 2009 mengalami peningkatan baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi belanja. Peningkatan dari sisi pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan serta lain-lain pendapatan yang sah. Tabel 2. Perkembangan dan Pertumbuhan APBD Prov. Sulawesi Selatan T.A. 2006-2009 APBD Tahun Anggaran Pendapatan Belanja Pembiayaan
%
2006
1.480.115.047 1.392.341.273 (87.773.774) -
2007
1.809.498.887 1.833.767.270 24.268.383
31.7
2008
2.133.624.783 2.134.520.569 895.786
16.4
2009
2.209.495.232 2.288.468.449 78.973.217
7.2
Sumber: APBD Prov.Sulawesi Selatan Pertumbuhan APBD Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan 18.43% dari Rp 1.480.115.047 pada tahun 2006 menjadi Rp 2.209.495.232 pada tahun anggaran 2009. Dengan meningkatnya pertumbuhan APBD setiap tahunnya dapat dijadikan dasar bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk mengalokasikan dana yang lebih beriorentasi pada pelayanan publik. Pertumbuhan Alokasi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Untuk mengetahui besarnya belanja tidak langsung dan belanja langsung dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3 Pertumbuhan Alokasi Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung Tahun
Bagi Hasil
125.999.723
353.125.985
239.418.358
3.246.096
36.15
-
151.586.443
423.728.417
329.563.873
3.751.208
26.40
-
88.728.562
499.766.762
303.829.000
15.000.000
7.60
Bunga
Subsidi
Hibah
2007
324.239.125
396.285
-
-
2008
413.690.300
318.270
-
2009
515.425.105
400.000
-
Tak Terduga
%
Bantuan Keu
Pegawai
Bantuan Sosial
Sumber: APBD Prov.Sulawesi Selatan
Tahun
Tabel 4 Pertumbuhan Alokasi Belanja Langsung Belanja Langsung Pegawai Barang & Jasa Modal
%
2007
102.663.738
363.593.280
321.084.680
26.22
2008
101.518.645
435.182.478
275.180.935
3.12
2009
122.926.700
451.134.231
291.258.089
6.58
Sumber: APBD Prov.Sulawesi Selatan Berdasarkan tabel di atas dapat dilhat bahwa proporsi terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun anggaran 2007-2009 mengalami peningkatan. Belanja barang dan jasa pada belanja langsung mendominasi peningkatannya dibandingkan belanja pegawai dan belanja modal. Sedangkan pada belanja tidak langsung didonomasi pada belanja bagi hasil dan belanja pegawai. Pertumbuhan Belanja Langsung Menurut Kelompok dan Jenis Belanja Sebagaimana diketahui belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Untuk mengetahui kontribusi masing-masing kelompok dan jenis belanja pada alokasi pelayanan publik dapat dilihat pada tabel berikut berikut:
Tahun
Tabel 5 Pertumbuhan Belanja Langsung Tahun Anggaran 2007-2009 Belanja Langsung Pegawai % Barang & Jasa % Modal
%
2007
102.663.738
31.39
363.593.280
29.09
321.084.680
36.18
2008
101.518.645
31.04
435.182.478
34.82
275.180.935
31.01
2009
122.926.700 327.109.083
37.58
451.134.231 1.249.909.989
36.09
291.258.089 887.523.704
32.82
Sumber: APBD Provinsi Sulawesi Selatan Dari tabel di atas dapat dilihat dari alokasi belanja barang dan jasa merupakan terbesar dar alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan publik yaitu sebesar 29.09% sampai dengan 36.09% yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Belanja modal juga mengalami peningkatan tiap tahun yaitu sebesar 32.82% sampai dengan 36.18%, sedangkan pada belanja pegawai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 31.39% sampai dengan 37.58%. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas serta memperhatikan aspek analisis anggaran alokasi anggaran belanja langsung maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan menduduki sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Untuk itu dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah maka anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selama tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan dan selayaknya peningkatan volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran yang berorientasi pada pelayanan publik. 3. Alokasi anggaran belanja langsung yang terbesar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah belanja barang dan jasa dari alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan publik yaitu sebesar 29.09% sampai dengan 36.09% yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Belanja modal juga mengalami peningkatan tiap tahun yaitu sebesar 32.82% sampai dengan 36.18%, sedangkan pada belanja pegawai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 31.39% sampai dengan 37.58%. DAFTAR PUSTAKA Halim,Abdul,2004, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi, UPP-STIM YKPN, Yogyakarta. Mardiasmo,2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. -------------,2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta. Prawirosetoto Yuwono FX,2002 Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jakarta. Provinsi Sulawesi Selatan, Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 20072009. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. -----------------------, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.