Lokakarya Nasional Kambing Potong
ANALISA USAHA PENGGEMUKKAN KAMBING POTONG DITINJAU DARI SOSIAL-EKONOMI ARTARIA MISNIWATY Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, Galang, Sumatera Utara
ABSTRACT Socio-Economic Analysis of Goat Fattening.-.Rearing of goat was expected to gain maximum profit (benefits) or Break Even point (BEP) minimum. To know it’s rearing of goat benefits or lose out has done analysis. The data were obtained secunder datas and collected involve researches results formely, literature and statistic book on livestock. Analysis of goat fattening which are rearing intensive system to give some of information to smallholders or stockholders of goat. To assume some of data for analysis: The animal’s age for six months with weighing on average of 16 kg per animal, during of fattening: 100 days, average daily gain: 0.1 kg per animal per day. Analysis economic shown that benefits: Rp 427.48 per animals per day; BEP = 0.88; B/C: 1.134 and ROI: 13.4%. Goat view to social shown that goat as Kurban day for Musliem, as social control can needed for culturally at several of region, able to job involve labor of household farmers especially son or daughter and wife of farmer. Key words: Goat, fattening, analysis of social-economic ABSTRAK Setiap usaha ternak yang dilakukan diharapkan akan memberikan keuntungan semaksimal mungkin, minimal pada BEP/titik impas. Untuk mengetahui apakah usaha tersebut untung atau rugi perlu dilakukan Analisa Usaha. Data yang diperoleh merupakan data sekunder dan beberapa hasil penelitian, literature, dan Statistik Peternakan. Analisa usaha penggemukkan kambing potong dengan sistem pemeliharaan secara intensif dapat memberikan informasi kepada peternak maupun pengusaha ternak kambing dalam kegiatan pemeliharaan kambing potong per periode. Diasumsikanbahwa umur kambing bakalan: 6 bulan dengan bobot badan : 16 kg per ekor, lama penggemukkan: 100 hari, pertambahan bobot badan harian: 0,1 kg per hari sehingga diperoleh keuntungan: Rp 427.48 per ekor per hari; BEP = 0,88; B/C: 1.134 dan ROI: 13,4%. Dari konteks sosialnya, kambing merupakan ternak kurban bagi umat Islam, dapat dipakai untuk keperluan adat di beberapa daerah, bernilai sosial bagi pengikat kebersamaan di pedesaan, dapat melibatkan tenaga kerja keluarga terutama anggota keluarga ataupun istri petani. Merupakan nilai sosial dimana pemeilikan kambing menunjukkan adanya peningkatan keterkaitan kegiatan penduduk pedesaan. Kata kunci: Kambing potong, usaha penggemukkan, analisa sosial-ekonominya
PENDAHULUAN Populasi ternak kambing dari tahun mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Populasi kambing tahun 2002 sebesar 12.549.086 ekor dan tahun 2003 hanya mencapai 13.276.214 ekor. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan belum ada penanganan secara khusus (usaha ternak masih merupakan usaha sambilan) atau diduga banyaknya pemotongan kambing yang sedang bunting. Produksi daging kambing pada tahun 2003 sebesar 61.305 ton (kontribusi kambing terhadap penyediaan daging di Indonesia 3.3% dari total produksi daging menurut jenis ternak pada tahun 2003). Di satu pihak konsumsi daging pada tahun 2003 sebesar 6.08 kg/kapita/tahun atau 2.87 g/kapita/hari. Konsumsi daging rata-rata/kapita meningkatkan 4,2%/tahun. Kebutuhan ini semakin tinggi dengan adanya permintaan kurban pada hari
Raya Idul Adha. Peningkatan konsumsi daging tersebut berakibat terhadap permintaan belum dapat diimbangi oleh peningkatan produksi. Untuk mememuhi tersebut di masa datang, salah satu alternatif adalah dengan mengembangkan ternak kambing secara konsepsional. Permasalahan yang dihadapi peternak ataupun pengusaha kambing adalah kurang lengkapnya informasi dan belum memanfaatkan potensi yang ada seperti potensi sumber daya alam, potensi kambing, potensi pasar, potensi sumber daya manusia dan sebagainya secara optimal agar pengembangan kambing potong dapat direalisasikan secara baik. Potensi ternak kambing itu sendiri dapat dilihat bahwa kambing tersebut bersifat prolific, gampang beradapatasi dengan lingkungan sehingga dalam pemeliharaannya baik skala kecil maupun besar relatif tidak sulit. Disamping itu masalah kesehatan
195
Lokakarya Nasional Kambing Potong
hanya 5% dari total biaya produksi. Potensi sumber daya alam dapat mendukung usaha kambing apabila dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Bagaimana kita dapat memanfaatkan hijauan pakan ternak berupa rumput lapangan, rumput unggul, tree legume pohon, tree legum merambat, dedaunan, limbah pertanian maupun limbah industri seperti halnya jerami, dedak padi dan sebagainya dengan mempertimbangkan berapa persen sebaiknya dapat diberikan dengan melihat stastus fisiologis ternak kambing. Disamping itu perlu mengetahui kandungan nutrisi dari hijauan tersebut. Selain potensi di atas , potensi pasar juga perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin karena pasar ternak kambing selalu sedia setiap saat, sehingga dapat dikatakan bahwa pemasaran ternak kambing tidak merupakan masalah. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta adalah pasar yang besar. Konsumsi protein hewani untuk daging, telur dan susu pada tahun 2003 masing-masing 6,08 kg, 4,47 kg dan 7,28 kg/kapita per tahun. Konsumsi ini masih jauh dari rata-rata negara maju. Dari berbagai potensi yang ada, yang merupakan masalah adalah potensi sumber daya manusia. Peternak maupun pengusaha kambing perlu pengetahuan akan untung ruginya usaha kambing. Belum lengkapnya informasi sehingga peternak maupun pengusaha kambing tidak berani mengembangkan usaha tersebut, sedangkan prospek pengembangan kambing potong dalam rangka peningkatan produksi daging untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri masih memberikan gambaran yang cukup cerah. Hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia pada tahun 1998 pernah mengekspor kambing sebanyak 1.300 ekor melalui propinsi Sumatera Utara dan pada tahun 2002, Indonesia mengekspor kambing sebanyak 503.531 ekor. MATERI DAN METODE Data yang digunakan merupakan data sekunder yang meliputi hasil-hasil penelitian, buku STATISTIK PETERNAKAN (2003). Beberapa asumsi yang dipakai dalam analisa usaha penggemukkan kambing potong adalah: 1. Kambing bakalan yang dipakai: 100 ekor, dengan umur kurang lebih: 6 bulan dan bobot badan: 16 kg/ekor. 2. Lama penggemukkan: 100 hari atau kurang lebih 3 bulan= satu periode. 3. Pertambahan bobot badan harian: 100 g/hari: 0,1 kg/hari.
196
4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14. 15. 16. 17.
18.
Bobot badan sampai dijual: 26 kg/ekor. Dengan pemberian pakan konsentrat (200 g/hari/ekor; Rp 2000/kg) dan hijauan (10% bobot badan; Rp 300/kg) Depresi bank: 4%/periode Biaya tak terduga (over head cost): 2,5% Harga kambing bakalan: Rp 7.500/kg bobot hidup = Rp 120.000/ekor Harga karkas: Rp 20.000/kg (% karkas: 47%) Sewa kenderaan (transportasi): Rp 150.000/periode Kandang : 0.75 m2 /ekor x 100 ekor = 75 m2 (pembuatan kandang: Rp 150.000/m2). Penyusutan kandang 10 tahun: Rp 375.000/periode. Harga pupuk kandang: Rp 200/kg dan produksi/hari: 1,1 kg BK/ekor/hari (MATHIUS, 1994). Obat-obatan (obat cacing): Rp 3000/ekor/3 bulan/periode. Tenaga kerja (manajer 1 orang: Rp 500.000/ bulan). Tenaga kerja buruh: Rp 200.000/bulan dan buruh yang dibutuhkan: 2 orang. Konsentrat Rp 2.000/kg 0,2 kg/ekor/hari x Rp 2.000 x 100 ekor x 100 hari = Rp 4.000.000 Hijauan : Rp 300/kg : 10% BB = 3 kg /hari/ekor : 3 kg x Rp 300 x 100 ekor x 100 hari=: Rp 9.000.000 HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Kambing di Indonesia Kambing bila dibandingkan dengan domba jauh lebih banyak. Statistik Peternakan 2003 menunjukkan bahwa populasi kambing 1,68 kali bertumbuh lebih cepat dibanding domba. Namun demikian pertumbuhan ternak kambing berfluktuasi. Dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Populasi kambing menyebar secara merata di Indonesia. Statistik Peternakan 2003 menunjukkan bahwa populasi kambing 51,43% dari total populasi kambing terdapat di pulau Jawa, kemudian menyusul 25,2% terdapat di pulau Sumatera dan
Lokakarya Nasional Kambing Potong
selebihnya di pulau lain. Hal ini menunjukkan bahwa kambing di pulau Jawa terlalu padat populasinya tetapi bukan berati di pulau lain tidak potensial. Seperti Nusa Tenggara dan lainnya juga potensial untuk ternak kambing. Dengan bergesernya penggunaan lahan di Pulau Jawa yakni semakin padatnya penduduk, maka diharapkan pengembangan ternak kambing diusahakan di luar Pulau Jawa. Disamping bila ditinjau dari alam sangat potensi untuk usaha ternak kambing tersebut. Tabel 1. Petumbuhan ternak kambing tahun 1999-2003 Tahun
Populasi (ekor)
Peningkatan (Perubahan) %
1998
13.560
-
1999
12.701
(6,3)
2000
12.586
(0,9)
2001
12.323
(2,1)
2002
12.549
1,8
2003
13.276
5,8
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN (2003)
Tabel 2. Alokasi waktu dan tenaga kerja wanita dalam sistem usaha tani Aktivitas
Istri petani
Anak wanita <14 Th
Anak wanita >14 Th
Kegiatan rutin rumah tangga
4.05 (12)
3.00 (7)
4.00 (6)
Bekerja di dalam/ luar usaha tani
5.05 (11)
-------
4.00 (4)
Kegiatan sosial
1.00 (8)
4.42 (5)
1.05 (2)
Memelihara ternak
0.35 (2)
3.00 (3)
2.15 (2)
Istirahat
1.15 (11)
1.18 (5)
1.40 (6)
Sumber: S.W. HANDAYANI et al. (1993)
Kambing dari konteks Sosial-Budaya Ternak kambing mempunyai peranan sosial yakni sebagai penyediaan pangan protein tinggi berupa daging dan susu; peningkatan kesehatan gizi masyarakat; bernilai soial bagi pengikat kebersamaan di pedesaan; dan bernilai rekreasi/ hobby. Usaha ternak kambing umumnya masih bersifat sambilan dan sistem pemeliharaan ternak umumya
masih secara ekstensif ataupun semi intensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak kambing diberbagai daerah berkisar 3–10 ekor/petani (PAAT et al., 1992). Dalam usaha ternak tersebut sering melibatkan tenaga kerja keluarga petani itu sendiri. Didukung hasil penelitian SOEDJANA (1993) menyatakan bahwa pemeliharaan ternak kecil merupakan usaha keluarga dengan anggota keluarga tani saling menggantikan dalam pemeliharaan ternak. Selanjutnya dikatakan bahwa tergantung lokasi,, umumnya peranan wanita dan anak-anak cukup nyata. Keterlibatan wanita untuk dataran tinggi 20% sedangkan di dataran rendah keterlbatan wanita sampai 40% Begitu pula hasil penelitian HANDAYANI et al., (1993) menyatakan bahwa Keterlibatan istri petani dan anak perempuan sangat besar dalam kegiatan usaha taninya. Sementara itu, kepala rumah tangga mencari nafkah di luar sebagai mata pencaharian pokok. Hasil penelitian di Sumatera Utara menunjukkan bagaimana peranan wanita dalam usaha tani di Sumatera Utara (Tabel 2). Lain halnya dalam pengambilan keputusan. Umumnya kepala rumah tangga petani cendrung lebih berperan. Misalnya kapan ternak harus dijual dan sebagainya. Kambing dari Konteks Ekonomi dan Analisanya Kambing sebagai salah satu komoditas dalam sektor peternakan sangat berarti bagi masyarakat dan mempunyai peran ekonomi yakni sebagai jaminan hidup dan stabilitas ekonomi keluarga; penyediaan lapangan kerja di pedesaan maupun dalam industri pengolahan hasil ternak berupa kulit, tulang, serat (wool); sumber pendapatan tambahan; sumber investasi; penyediaan bahan baku industri kulit, serat, indusri kerajinan tangan dari tulang untuk tujuan ekspor maupun dalam industri pengolahan hasil ternak berupa kulit, tulang dan serat (wool). Bila dilihat dari kontribusinya, HARTONO (1991) menyatakan bahwa kontribusi pendapatan usaha kambing terhadap usaha tani sawah dapat memberikan pendapatan tertinggi yaitu 48% dibanding usaha tani lainnya (dapat dilihat pada Tabel3). Analisa usaha penggemukkan kambing potong ini dilakukan dengan sistem pemeliharaan ternak secara intensif. Usaha penggemukkan yang dimaksud adalah memberikan perlakuan khusus selama periode penggemukkan (tertentu) untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar dalam bentuk pertambahan bobot badan (BH).
197
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Tabel 3. Kontribusi pendapatan usaha kambing terhadap usahatani Pola Tanam*)
Luas lahan
Pendapatan dari usaha tani Rp
Pendapatan dari usaha tani %
Pendapatan dari usaha kambing Rp
Pendapatan dari usaha kambing %
PT1
0.313
205.175
52
191.000
48
PT2
0.325
152.750
59
105.900
41
PT3
0.300
150.300
56
116.000
44
PT4
0.288
120.500
66
62.500
34
PT5
0.315
237.500
64
135.175
36
PT6
0.379
294.300
74
102.400
26
*)PT1 = Sawah ditanami padi 3 kali per tahun PT2 = Sawah ditanami padi 2 kali per tahun PT3 = Sawah ditanami padi 2 kali dan jagung 1 kali per tahun PT4 = Sawah ditanami ketela dan jagung per tahun PT5 = Sawah ditanami kopi PT6 = Pekarangan ditanami kopi Sumber: B. HARTONO (1991)
Perlu ekstra hati-hati terutama pemberian pakan karena biaya pakan hampir 50–70% dari biaya total. Diusahakan pakan yang diberikan berkualitas tinggi karena umur kambing yang digemukkan sangat responsif terhadap pakan dan merupakan fase masa pertumbuhan yang sempurna. Analisa Penggemukkan Kambing Potong Perlu beberapa pertmbangan ekonomi dasar seperti: apa yang dihasilkan, bagaimana menghasilkannya, seberapa banyak harus dihasilkan, dan bagaimana harus memasarkannya. Untuk itu perlu pencataan semua kegiatan keluar/ masuknya selama periode penggemukkan. Hal ini disebabkan karena tanpa ada data yang lengkap meliputi catatan keluar masuknya pada sepanjang waktu pemeliharaan maka informasi apakah suatu usaha tersebut rugi atau laba menjadi tidak jelas. Dalam penerapannya perlu dicatat biaya tetap dan biaya variabel dan sekaligus penerimaannya. Analisa ekonomi menunjukkan bahwa penggemukkan kambing potong selama 100 hari dengan sistem pemeliharaan intensif akan memberikan keuntungan sebesar Rp 4.274.800/100 ekor/100 hari atau Rp 427.48 per ekor per hari. Dapat dikatakan usaha penggemukkan kambing potong dapat dijalankan sepanjang peternak maupun pengusaha menganalisa, mengestimasi atau memperhitungkan biaya tetap dan variabelnya maupun dengan hasil produksi Selanjutnya dilihat kelayakan suatu usaha tersebut dengan menghitung beberapa point antara lain:
198
1. Break Even Point (BEP) BEP = Total Biaya Pendapatan = Rp 1.024.400 + Rp 30.700.800 Rp 36.000.000 = 0,88 Berarti apabila nilai Break Even Point (BEP) di atas nol (dalam hal ini nilai BEP = 0.88) maka usaha penggemukkan kambing potong memberikan keuntungan. 2. B/C = Total Benefit Total Cost = 36.000.000 31.725.200 = 1.134 Berarti setiap peningkatan biaya sebanyak Rp 100 akan menghasilkan penerimaan sebanyak Rp 113.4 atau setiap pengeluaran tambahan biaya produksi tidak tetap sebesar Rp1 akan diperoleh pendapatan tunai sebesar Rp 1,34. Semakin tinggi nisbah B/C menunjukkan semakin menguntungkan. 3. ROI (Return On Investment) ROI = Laba Usaha x 100% Total Biaya = 4.274.800 x 100% = 13.4% 31.725.200 Berarti Usaha penggemukkan kambing potong yang dijalankan menghasilkan pendapatan yang setara bunga bank 13,4% selama 3 bulan.
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Tabel 4. Analisa usaha penggemukkan kambing potong untuk 100 ekor selama 100 hari/periode (000 Rupiah) Uraian
Satuan
Banyaknya
Harga
Total
Sewa lahan
M2
400
750
300
Sewa kenderaan/transportasi
Unit
1
150
150
Peralatan kandang
Unit
100
1
100
Penyusutan kandang (10 tahun)
Biaya tetap
M2
75
150
375
Biaya tak terduga
-
-
-
60
Depresiasi bank 4%
-
-
-
39,4 1.024,4
Jumlah Biaya variabel Kambing bakalan
Ekor
100
120
12.000
Pakan Konsentrat
Kg
0.2
2
4.000
Hijauan
Kg
3
0.3
9.000
Obat-obatan
Unit/Rp
100
3
300
Manajer
HOK
1
500
1.500
Buruh
HOK
2
300
1.200
Unit
1
-
800
Biaya tak terduga 2,5%
%
-
-
720
Depresiasi Bank 4%
%
-
-
1.180,8
Tenaga kerja
Listrik dan telepon
Jumlah
30.700,8
Pendapatan Karkas kambing (47% BH)
Ekor
12
20
24.000
Penjualan kotoran
Kg
110
Kulit (15% BH)
Kg
3.9
0.2
2.200
20
7.800
Kepala
Kg
0.5
5
250
Kaki
Kg
2
5
1.000
Jeroan
Kg
1.5
5
750
Jumlah
36.000
Keuntungan/pendapatan − (biaya tetap − biaya variabel) = = Rp 36.000.000 – (1.024.400 + 30.700.800) = Rp 4.274.800/100 ekor/100 hari = Rp 427,48/ekor/hari
KESIMPULAN Usaha ternak kambing potong mempunyai prospek sangat baik apabila dikelola dengan baik. Sebagai salah satu komponen dalam usaha tani kontribusi pendapatan keluarga petani. Agar usaha ternak kambing potong dapat lebih menguntungkan maka perlu SDM petani ditingkatkan tentang manajemen perkembangbiakan kambing, manajemen pakan, manajemen
perkandangan, manajemen kesehatan dan manajemen sosial ekonomi. Analisa usaha pengemukkan kambing potong dengan sistem pemeliharaan secara intensif dapat memberikan keuntungan Rp 427.48/ekor/hari. Dengan pemeliharaan ternak 100 ekor maka BEP (Break Even Point) = 0.88, sedangkan nisbah B/C = 1.134 dan ROI = 13,4%.
199
Lokakarya Nasional Kambing Potong
DAFTAR PUSTAKA DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN. 2003. Buku Statistik Peternakan. HANDAYANI, S.W, ARTARIA MISNIWATY and JUNIAR SIRAIT. 1993. Role of women in farm household in North Sumatra. Jurnal Penelitian Peternakan Sei Putih (JPPS) 1(4), Des, 1993. HARTONO, B. 1991. Optimasi Usahatani Ternak Kambing PE Di Sumber Pucung. Kabupaten Malang. Jawa Timur. Thesis Fakultas Pascasarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. MATHIUS, I.W. 1994. Potensi dan Pemanfaatan Pupuk Organik Asal Kotoran Kambing-Domba. Wartazoa. 3(2−4), Maret 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
200
PAAT, P.C., B. SETIADI, B. SUDARYANTO dan M. SARIUBANG. 1992. Peranan usaha ternak kambing Peranakan Etawah dalam usaha sistem usaha tani di Banggae Majane. Pros. Saresehan Usaha Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II. pp. 162−165.
SOEDJANA, T.D. 1993. Ekonomi Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil dalam Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Australian International Development Assistence Bureau dan Small Ruminant Collaborative Research Support Program (US−AID).