ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA – RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU 1)
Andy Nur Hidayat
2)
3)
Achmad Ansori Devy Kuswidiastuti
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 60111 (email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstract – Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) mempunyai alat utama sistem senjata (alutsista) yang berbasiskan teknologi. Salah satu teknologi tersebut adalah Global Positioning system (GPS). GPS yang digunakan Angkatan Udara merupakan GPS aviation yang digunakan pula untuk kalangan sipil. GPS tersebut menjadi salah satu opsi bantuan untuk melaksanakan navigasi udara. Pesawat F16 saat ini belum terintegrasi dengan GPS. Dalam pelaksanaan navigasinya, pilot menggunakan data yang didapat dan dimasukkan ke sistem pesawat sebelum melaksanakan penerbangan, ditambah panduan radar darat serta pengamatan langsung. Data penerbangan dari GPS dibandingkan dengan record penerbangan yang tersimpan dalam Digital Video Recording(DVR). Dengan menggunakan RMS Error, data tersebut dicari perbedaannya.
2. GPS, NAVIGASI UDARA, SKADRON UDARA 3 DAN RMS ERROR Pada prinsipnya alat penerima GPS menerima sinyal yang berisikan kode dari satelit, kemudian dipecahkan untuk mendapatkan data posisi satelit dan jarak pengamat ke satelit. Alat penerima GPS harus mampu memperoleh informasi paling sedikit tiga satelit untuk menentukan posisi 2 dimensi ( bujur dan lintang ) dan jalur perpindahan satelit. Jika informasi berasal dari empat atau lebih satelit, maka alat penerima mampu menentukan posisi 3 dimensi (bujur, lintang dan ketinggian). Disamping itu, juga akan diperoleh informasi lain, seperti kecepatan, jarak perjalanan, jarak ke arah tujuan dan informasi lainnya.
Kata Kunci: Global Positioning System (GPS), Digital Video Recording (DVR), TNI AU, RMS Error. 1. PENDAHULUAN TNI Angkatan Udara bertugas menjaga kedaulatan wilayah RI di Udara. Dalam lingkungan TNI AU skadron Udara khususnya skadron tempur merupakan ujung tombak dalam kegiatan operasional tersebut. GPS saat ini merupakan penunjuk posisi paling popular. Dibawah kendali NAVTAR, GPS bisa berkembang seperti saat ini. Selain menunjukkan posisi secara tiga dimensi (latitude, longitude dan altitude), GPS dapat menjadi penunjuk waktu. Dalam pembahasan tugas akhir ini, sinyal yang dikirimkan kontinyu oleh satelit GPS akan diterima oleh alat penerima GPS sehingga dihasilkan data mengenai rute penerbangan. Data tersebut dibandingkan dengan data rute penerbangan yang dihasilkan oleh sistem pesawat. Selama proses navigasi udara, khususnya untuk pesawat militer, data yang ada berasal dari tampilan HUD (Head Up Display). Sehingga, dibutuhkan acuan tambahan supaya didapatkan track pesawat yang lebih akurat, yaitu dengan menghitung RMS errornya. Permasalahan diatas akan dibatasi dengan asumsi, GPS yang digunakan adalah Garmin GPS MAP 296, Penunjukan pembanding yang digunakan adalah data dari DVR ( Digital Video Recorder), Pengambilan data dilaksanakan dengan pesawat F 16 sesuai dengan misi yang dilaksanakan.
Gambar 1 Segmen Utama GPS [1]
Informasi tersebut tersusun dalam bentuk bit stream dan dimodulasikan ke dalam gelombang pembawa pada dua frekwensi L1 (1575.42 MHz) dan L2 (1227.6 MHz). Khusus untuk kode penghitung jarak atau yang dikenal dengan dengan Pseudo Random Noise (PRN) mempunyai dua kode dengan ketelitian yang berbeda. RF Carrier L1 L2
Tabel 1 Struktur Sinyal GPS [2] Frekuensi Sub Sub Sub Carrier ( MHz) Carrier Carrier Navigasi C/A Kode P 1575.42 1.023 10.23 50 MHz λ = 300 λ = 30 λ=6m 1227.60 10.23 50 MHz λ = 30 λ=6m
Kode P mempunyai rate frekuensi 10.23 MHz dan dimodulasikan pada gelombang pembawa L1 dan L2, sedangkan kode C/A mempunyai rate frekwensi 1.023 MHz dan hanya dimodulasikan oleh L1 saja (tabel 1).
Prinsip perhitungan jarak dari pengamat ke satelit dengan menggunakan kode P atau C/A adalah membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan kode replika yang dibangkitkan oleh penerima GPS. Perbedaan waktu (dt) untukmensingkronkan kode yang diterima dengan replika adalah waktu tempuh gelombang pembawa ( RF ) dari satelit ke Pengamat. Dengan demikian jarak yang didapatkan adalah kecepatan cahaya (c) kali perbedaan waktu (dt). Metode penentuan posisi dengan menggunakan data pseudorange dinamakan pula sebagai metode absolute. Metode ini tidak digunakan untuk keperluan dengan ketelitian tinggi, missal orde mm. pada metode absolute, ada dua level yang direkomendasikan oleh GPS, yaitu SPS (Standard Positioning Service)dan PPS (Precise Positioning Service). SPS adalah layanan standard yang diberikan secara umum tanpa dipungut biaya melalui pemakaian kode C/A pada sinyal L1. Sedangkan PPS adalah pelayanan yang khusus mendapat izin melalui penggunaan kode P yang ada pada sinyal L1 dan L2.[3] Navigasi udara adalah pengetahuan mengenai metoda menuntun atau mengarahkan penerbangan dari suatu titik pemberangkatan ke titik tujuan dalam segala cuaca dengan seaman-amannya dan seefisien mungkin. Navigasi Udara dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Radio Navigasi 2. Radar Navigasi Dalam navigasi udara dikenal beberapa istilah yang sering digunakan antara lain, Heading, Course, Indicator Air speed, True air Speed, Calibrated Air Speed, Wind Speed, Wind Direction. Pada bulan Agustus 1986, Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama untuk pengadaan 12 Unit pesawat F 16 A/B blok 15OCU (Operation Capability Upgrade) . Pengiriman pertama pada desember 1989 dibawah program yang diberi tajuk Peace Bima-Sena. Pengiriman tersebut dilengkapi pada tahun 1990. Skadron Udara merupakan satuan kerja TNI AU yang berhubungan langsung dengan operasi udara. Skadron udara dipimpin oleh Komandan Skadron dengan pangkat Letnan Kolonel. Satuan ini memiliki flight terbang dan flight pemeliharaan. Skadron udara Udara bertanggung jawab langsung atas pembinaan personel (air crew, ground crew and logistics crew supports) dan pemeliharaan material khususnya pesawat terbang. Skadron Udara 3 berada dibawah wing 3 Lanud Iswahjudi. Skadron udara 3 saat ini menggunakan pesawat F16 sebagai pesawat operasional. Sebagai tulang punggung pertahanan udara nasional, personel maupun alat utama sistem senjata ( alutsista ) harus siaga 7 x 24 jam. Dalam pembinaan personel khususnya pilot (air crew), skadron udara melaksanakan latihan. Latihan atau exercise mission yag dilaksanakan bertujuan untuk : 1. menambah jam terbang 2. melaksanakan pengamanan udara
3. menambah kemampuan individu pilot 4. menyiapkan personel dan peralatan dalam keadaan siap tempur Root Mean Square (RMS) error menunjukkan perbedaan antara original control points dan new control point locations yang dihitung dengan proses tranformasi. Skala transformasi mengindikasikan seberapa besar peta diubah ke bentuk baru yang diskalakan dengan kondisi riil di lapangan. Persamaan untuk RMSE diberikan oleh rumus: RMS Error = sqrt(x2/n) (1) Dimana : x adalah error di satu dimensi pada satu titik n adalah jumlah point yang dijadikan sampel 3. DESAIN PENGUKURAN Garis besar pengambilan data untuk GPS dan DVR adalah melaksanakan terbang sesuai dengan misi dengan membawa GPS dan mengaktifkan sistem DVR.
Gambar 2 Blok Diagram Pemrosesan data
Garmin GPS Map 296 sudah memiliki perlengkapan yang lengkap dan kompatibel. Dalam pemakaiannya, GPS ini mempunyai setting sederhana. Pemindahan datanya menggunakan Kabel USB dan data yang dipindahkan secara teknis tidak bisa bersamaan. Dari data penerbangan yang ada, informasi yang paling penting adalah tracks. Hal ini dikarenakan dari tracks ini dapat diperoleh plot pada peta elektronik. Pemindahan data tracks GPS dilakukan agar pengolahan data selanjutnya menjadi lebih mudah. Untuk program yang dipilih salah satunya adalah Microsoft excel. Dari program excel ini dapat diolah kembali sesuai kebutuhan. Untuk tugas akhir ini, pengolahan awal dan selanjutnya tetap menggunakan Microsoft excel. Data DVR dipindah dari pesawat ke bentuk softcopy. Perlakuan selanjutnya adalah melakukan sampling dengan interfal waktu sesuai dengan interfal waktu pada GPS. Hal ini bertujuan memudahkan perbandingan antara kedua data tersebut.
.
Gambar 2 GPSMap 296 Garmin
Pada DVR, data yang ada harus dicermati mode yang dipakai dalam kecepatannya. Semua mode yang akan diproses haruslah pada true air speed. Hal ini bisa terlihat dari abjad yang berada disamping kecepatan.
Gambar 4 penunjukan peta pada GPS
Setelah pesawat Landing, Receiver GPS diambil datanya menggunakan software dari Garmin. Hasil yang diperoleh berupa route, track, maupun gambar pada peta.[4]
Gambar 3 tampilan DVR pesawat F16
Perubahan dari calibrated air speed menjadi true air speed, memperhatikan beberapa faktor, yaitu ketinggian, kecepatan dan faktor temperatur luar. Perhitungannya dapat menggunakan grafik airspeed conversion, komputer aristo dan software komputer melalui internet. Pelaksanaan plotting menggunakan peta elektronik yang merupakan bagian dari software garmin. Tiap titik sampel diplot sesuai dengan jarak tempuh dan arah dari penerbangannya. Selanjutnya, tiap titik penunjukan DVR dibandingkan dengan titik sampel yang sama pada GPS. Dari tiap-tiap perbandingan itu dihitung RMS errornya.
Gambar 5 Active log pada GPS
DVR pada penerbangan itu terdiri atas empat file dengan ukuran masing-masing 2 Gb. Dengan waktu yang telah ditentukan, sampling dilaksanakan dari sesaat pesawat akan take off sampai landing.
4. HASIL DAN ANALISA Penerbangan yang dilaksanakan untuk pengambilan data tugas akhir ini adalah penerbangan patroli pada tanggal 23 Maret 2010. Pada penerbangan tersebut yang bertindak sebagai pilot adalah Lettu (pnb) Andri Setiawan. Knee pad yang digunakan pada GPS dipakai oleh Pilot. Hal ini untuk lebih menjaga keakurasian penerimaan data. Penerbangan patroli pada hari itu tidak menggunakan sorty khusus, melainkan dicarikan pilot serta misi yang sesuai dengan pengambilan data.
Tabel 1 Data hasil sampling DVR No
Alt
t(S)
CAS
TAS
speed
HDG
1
109.73
0
0
0
0
-
2
109.73
3
0
0
0
-
3
109.73
30
0
0
0
-
4
109.73
10
0
0
0
-
5
109.73
22
0
0
0
-
6
109.73
17
0
0
0
-
7
109.73
22
0
0
0
-
8
109.73
15
0
0
0
-
9
109.73
19
0
0
0
-
10
109.73
5
0
0
0
-
w/s
w/d
No
Alt
t(S)
CAS
TAS
speed
HDG
11
109.73
6
0
0
0
-
w/s
w/d
12
109.73
12
0
0
0
-
13
109.73
1
0
0
0
-
14
109.73
11
0
0
0
-
15
109.73
29
0
0
0
-
16
109.73
5
0
0
0
-
17
109.73
7
0
0
0
-
18
109.73
11
0
0
0
-
19
109.73
37
0
0
0
-
20
109.73
4
0
0
0
175
21
109.73
4
0
0
0
0
0
175
0
22
112.78
4
80
0
80
92.06
175
354
23
112.78
4
4
110
110
126.57
175
349
24
112.78
4
5
135
140
161.12
175
352
25
3
128.02
5
160
165
189.88
175
26
2
26
152.4
5
170
175
201.39
175
0
1
27
182.88
5
210
215
247.42
175
342
1
28
228.6
5
230
235
270.43
175
14
2
Dari gambar 6 terlihat bahwa DVR bereaksi terlebih dahulu dengan membelok mendahului GPS. Perbedaan di awal rute penerbangan sekitar 1-2 mil atau 2-3 km. Perbedaan ini dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah depan pesawat.
Pada grafik kecepatan yang berubah terhadap waktu pada gambar 8 terlihat 3 kali kecepatan GPS 0 Mph. Hal ini disebabkan 3 kali GPS kehilangan sinyal, sehingga pada saat itu kecepatan yang tampil akan 0 Mph.
Gambar 8 Grafik Kecepatan DVR dan GPS
Pada awal penerbangan, DVR tetap menunjukkan 0 sampai detik ke 8 setelah take off. Penyebabnya adalah speed indicator tidak akan mencatat pergerakan pesawat dibawah 70Mph. Hal ini tidak berlaku untuk di indikator yang lain. Dari perhitungan RMS error untuk penunjukan DVR dibandingkan dengan penunjukan GPS Garmin map 296 yang dilaksanakan pada penerbangan F 16 dengan rute Iswahjudi – Juanda – Malang – Sempu – Iswahjudi pada tanggal 23 Maret 2010, menunjukkan bahwa RMS Error diatas 1 mil terjadi pada saat pesawat membelok. Dari data tersebut dapat dievaluasi bahwa pemakaian software maupun pencatatan DVR tidak mengalami masalah. Hal ini, ditunjukkan dengan DVR tidak selalu bereaksi lebih dahulu dibandingkan dengan GPS. 4. PENUTUP
Gambar 6 plotting pada peta elektronik
Pada grafik penunjukan ketinggian pada gambar 7, terlihat perbedaan terjadi pada saat detik ke 548 sampai dengan detik ke 1566 dengan selisih sekitar 500 feet atau 152 meter. GPSmap 296 sudah dilengkapi dengan penunjuk altitude, namun tingkat ke akurasiaannya tidak sebaik penunjukan posisi. Namun, secara garis besar, penunjukan ketinggian hampir berimpitan.
Gambar 7 grafik ketinggian GPS dan DVR
Dari uraian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulannya adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan posisi dari route pesawat tempur dapat menggunakan data yang terekam pada Digital Video Recorder (DVR) yang berisi informasi altitude, heading, Calibrated Air Speed maupun Wind Speed maupun wind directionnya. 2. GPS Garmin map 296 merupakan tipe GPS aviation namun belum mencukupi untuk kebutuhan militer, khususnya pesawat tempur. 3. Perhitungan RMS Error menggunakan software yang dikeluarkan oleh Garmin, berhasil menggambarkan secara detail meskipun pelaksanaannya secara manual. 4. Informasi yang dihasilkan dalam tugas akhir ini adalah tampilan navigasi pesawat dengan GPS, plotting data DVR ke GPS serta RMS error dari penunjukan GPS dan DVR. 5. RMS Error yang ada dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan latihan rutin yang dilaksanakan oleh setiap penerbang TNI AU.
6. DVR yang berada di pesawat merupakan komponen yang harus didapatkan ketika pesawat mengalami accident disamping penerbangnya, karena mengandung informasi yang penting. Adapun saran dan masukan yang ingin disampaikan adalah Hasil analisa sederhana RMS Error ini diharapkan dapat berguna untuk kepentingan bangsa dan Negara ini pada umumnya dan TNI AU pada khususnya. Pemilihan GPS yang mempunyai akurasi tinggi sesuai dengan spesifikasi pesawat sangat diharapkan mampu meningkatkan konfidensi setiap penerbang pesawat tempur yang diharuskan mengambil keputusan cepat dan tepat. Selain itu, penggunaan satelit GPS berlangganan dapat meningkatkan akurasi penunjukan dari GPS itu sendiri.
DAFTAR REFERENSI [1] Hasanuddin ZA, 1999, “ Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya”, Pradnya Paramitha, Jakarta. [2] Khafid, Momon S, M. Yunus, Nursugi, 1999, “ Sistem Telemetri dan Pemantauan Obyek dengan GPS”, Bakorsurtan dan LAPAN, Bogor. [3] Navtar GPS, 2008, “SPS Performance standard”, Department of deffence USA , 2008. [4] Garmin, 2005,” aviation pilots guide”,Garmin International Inc.