ANALISA PENERAPAN AKUNTANSI IJARAH PADA BANK DKI CABANG SYARIAH WAHID HASYIM Silviana Aprillia, Muhammad Yusuf Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone +62.21 534 5830 - +62.21 535 0660 Fax +62.21 530 0244
[email protected]
ABSTRAK Penulisan ini menggambarkan tentang analisa penerapan akuntansi akad ijarah pada bank berdasarkan PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah dan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah. Dimana akad Ijarah (Pembiayaan sewa-menyewa) berdasarkan PSAK 107 mengenai akuntansi ijarah, ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dan ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskripstif yang mendeskripsikan teknik observasi dengan langsung datang ke Bank DKI Syariah dan melihat proses pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik kepemilikan rumah. Dan melakukan wawancara dengan cara tanya jawab dengan staff yang berkaitan di Bank DKI Syariah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa transaksi produk pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik kepemilikan rumah yang terdapat pada Bank DKI Syariah telah dicatat sesuai kriteria pencatatan yang ada pada PSAK 101: penyajian laporan keuangan syariah dan PSAk 107: akuntansi ijarah. Yang dilengkapi dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, serta pengungkapan. Kata Kunci : Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Kepemilikan rumah, PSAK 107: Akuntansi Ijarah
PENDAHULUAN Industri perbankan sudah dimulai dari zaman dahulu, dimulai dari jasa penukaran uang, sehingga masyarakat mengenal bank sebagai tempat menukaran uang. Semakin berkembangnya zaman kegiatan operasional perbankan bertambah menjadi tempat penitipan uang, lalu berkembang lagi menjadi tempat peminjaman uang. Dimana peminjamn uang ini berasal dari dana masyarakat yang menyimpan lalu oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya. Kebutuhan akan perbankan pun meningkat sehingga jasa yang ditawarkan bank saat ini pun bervariasi, seperti menerbitkan promes atau dikenal dengan banknote. Perbankan pun juga mempunyai manfaat dalam mengirim uang ke dalam maupun luar negeri dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pihak bank itu sendiri. Pada tahun 1970-an, tercetus gagasan untuk mendirikan bank yang berbasis syariah. Tetapi baru pada tanggal 1 November 1991 berdirilah bank berbasis syariah yang pertama kali bernama Bank Muamalah Indonesia, dimana Presiden Soeharto membantu pengumpulan dana untuk pendirian Bank Muamalah Indonesia. Bank Mualamalah Indonesia ini menunjukan performa yang bagus di kancah perbankan. Dan bank berbasih syariah ini juga membuktikan diri kepada Indonesia bahwa ia dapat bertahan pada masa krisis ekonomi tahun 1997. Yang pada kenyataannya banyak bank konvensional yang mengalami krisis keuangan, tetapi bank syariah ini tetap dapat bertahan dan tidak goyah dalam menghadapi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dikala itu. Krisis tersebut tidak menggangu bank Syariah karena bank Syariah menggunakan sistem bagi hasil, dimana tidak berupa bunga yang ditawarkan, tetapi mengajak deposan ikut serta dalam suatu usaha. Selain dari bagi hasil, bank syariah tidak mengenal yang namanya spread based, yaitu keuntungan dari selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman. Dimana jika terjadi positive based tentu saja menguntungkan bagi bank konvensional, tetapi jika terjadi negative spread dapat memungkinkan bank konvensional mengalami gangguan keuangan atau bisa juga sampai pailit. Secara fungsi bank syariah dengan bank konvensional tidaklah jauh berbeda, yang membedakan hanyalah sistem, perhitungan, perlakuan, dan perhitungannya saja. Fungsi kedua bank tersebut sama yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman ataupun dalam bentuk pembiayaan. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, bank harus menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana tujuannya adalah untuk memperbesar modal, maupun untuk memperbesar kegiatan pinjaman ataupun kegiatan pembiayaan. Selain daripada itu usaha yang dijalankan oleh bank syariah adalah usaha-usaha yang diperbolehkan dalam agama Islam. Usaha ini merupakan usaha untuk melakukan pembiayaan terhadap suatu usaha yang bersifat halal. Dan bank syariah menjamin hal tersebut, berbeda dengan bank umum konvensional lainnya, karena bank konvensional tidak dapat menjamin usaha yang mereka jalankan itu halal atau tidak. Contoh-contoh usaha yang tidak halal adalah melakukan pembiayaan usaha untuk minuman keras, maupun melakukan pembiayaan yang berunsurkan maysir (judi). Di dalam perbankan syariah selain menjamin bahwa pembiayaan yang dilakukan bersifat halal sesuai yang diatur dalam hukum Islam, bank juga memperkenalkan pajak religius atau pemberian sedekah atau yang dikenal dengan zakat. Penentuan harga atau mencari keuntungan bagi bank syariah adalah dengan cara pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal, prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan, pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan, dan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain. Menurut Agus Waluyo Nur dalam Jurnal La_Riba vol 1, No 2 (2007), Leasing diperkenalkan di Indonesia untuk kali pertama pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/974 dan No. 30/Kpb/I/974 tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perizinan Usaha Leasing”. Pada dekade 80-an perusahaan leasing semakin bertambah banyak sejalan dengan itu volume transaksinya mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dalam masa perkembangannya, leasing dikenal sebagai salah satu jalan atau cara untuk memperoleh modal bagi perusahaan yang tidak memiliki modal. Di samping tidak cukup modal, juga kurang mampu membayar bunga, jika modal yang diperlukan berasal dari kredit.
Dalam perbankan syariah leasing dikenal dengan ijarah. Berdasarkan Agus Waluyo Nur yang termuat dalam Jurnal La_Riba vol 1 no 2 (2007), mengatakan bahwa Sebagai bentuk pembiayaan yang memiliki kemiripan dengan ijarah, leasing merupakan suatu perjanjian antara pemilik barang (lessor) dengan pemakai barang (lessee). Pihak lessee berkewajiban membayar sewa secara periodik kepada lessor sebagai kompensasi atas penggunaan barang. Perjanjian atau kontrak leasing pada umumnya dilakukan secara tertulis dan memuat berbagai persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan transaksi leasing. Persyaratanpersyaratan dalam perjanjian tersebut memuat jangka waktu penggunaan barang, jumlah dan cara pelaksanaan angsuran, spesifikasi barang yang di lease dan pengalihan pada akhir masa kontrak. Menurut Rahmani Timorita Yulianti dalam Jurnal La_Riba vol. 1, No 1 (2007), Penetapan fatwa tentang pembiayaan ijarah dilaunchingkan dengan pertimbangan bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering memerlukan pihak lain melalui akad ijarah, yaitu akad ijarah, yaitu akad pemindahan manfaat suatu barang atau jasa dalam waku tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang bukti. Berdasarkan hal tersebut perbankan syariah dapat melayani melalui salah satu produk yaitu pembiayaan ijarah. Akad Ijarah ini selain dapat menyewa, ada opsi lain juga diberikan bahwa objek yang disewa pada akhirnya dapat dipindah tangan kan dengan kata lain dibeli oleh penyewa dengan kesepakatan yang telah disepakati antara penyewa dan pemilik. Mengenai fatwa yang semakin berkembang dengan mempertimbangkan masyarakat umum telah melakukan akad sewa-beli menurut Rahmani Timorita Yulianti dalam Jurnal La_Riba (2007) mengatakan bahwa perjanjian sewa menyewa disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewanya disebut al-Ijarah Muntahiyah bi alTamlik. Selain itu fatwa ini dimaksudkan untuk memberi pedoman kepada perbankan syariah dalam operasionalisasi produknya agar sesuai dengan syariah. Dalam prakteknya transaksi ijarah menurut Helmi Haris dalam jurnal La_Riba (2007), pilihan untuk menjual barang di akhir masa sewa, biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut beserta margin keuntungan yang ditetapkan oleh pihak bank. Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir masa sewa. Dalam Jurnal La_Riba (2007) Helmi Haris mengatakan bahwa nilai sewa yang berlaku harus berdasarkan harga barang dan besarnya cicilan barang tersebut, sehingga dapat diketahui berapa harga jual di akhir masa menyewakan atau apakah dapat langsung dengan hibah. Jadi penulis ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana prosedur/ketentuan yang berlaku dan cara perhitungan keuntungan sewa-menyewa menurut Bank Syariah. Dimana Bank Syariah pasti menawarkan produkproduk apa saja yang berlaku untuk kegiatan ijarah ini sendiri.
METODE PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan suatu penelitian/penyelidikan yang harus diterapkan dan secara hati-hati diatur sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas sehingga penelitian dapat dilakukan lebih terarah dan memudahkan dalam melakukan Analisa Penerapan Pembiayaan Ijarah pada Bank DKI Syariah berdasarkan PSAK no 107 tentang Akuntansi Ijarah. Dalam melakukan penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah dengan menggunakkan penelitian kualitatif dengan sumber data yaitu data primer dan sekunder. Untuk data primer, penulis mengambil data dari pihak bank DKI Syariah. Sedangkan, data sekunder diperoleh secara tidak langsung melalui literatur-literatur yang berasal dari studi pustaka yang berkaitan dengan perlakukan akuntansi ijarah. Dalam penulisan ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan riset sebagai berikut : 1. Studi Literatur Dimana penulis melakukan penelitian dengan cara mengumpulkan dan mempelajari buku-buku mengenai teori tentang sistem sewa-menyewa ijarah.. 2. Studi Lapangan Dimana penulis melakukan penelitian dengan cara meninjau langsung Bank DKI Syariah untuk dapat memperoleh data yang mendukung dan diperlukan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara : a) Wawancara Dimana penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait untuk dapat memperoleh izin melakukan penelitian ini, serta memperoleh data-data yang dibutuhkan untuk dapat menyusun penulisan skripsi secara benar dan mendukung. b) Observasi Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan operasional perusahaan untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai hal sewa-menyewa ijarah yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Pengamatan akan dilakukan pada saat kegiatan sewa-menyewa sedang berlangsung serta melihat perhitungan apa saja yang dilakukan sampai dilakukan pencatatan. Penelitian dilakukan di Bank DKI Syariah dimulai dari tanggal 21 Februari 2012.
HASIL DAN BAHASAN Ijarah adalah akad sewa menyewa atau akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan manfaat atau hak guna dari suatu barang yang terjadi antara bank sebagai pemilik objek dan nasabah sebagai penyewa objek, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Skim pemberian pinjaman ini menerapkan sistem syariah dengan akad ijarah. Dalam bank DKI Syariah hanya melayani ijarah muntahiyah bittamlik untuk rumah. Berikut beberapa mekanisme akad ijarah : a) Calon nasabah datang ke bank dengan tujuan mengajukan akad ijarah. Membicarakan persoalan objek yang akan disewa. b) Bank menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menjalankan akad ijarah tersebut. Serta, bank dan nasabah membicarakan persoalan tentang perjanjian objek, mulai dari objek yang dibutuhkan oleh nasabah, kegunaan atau manfaat dari objek yang akan diakadkan, menetapkan waktu atau periode akad ijarah. c) Menyetujui akad yang telah ditentukan oleh bank. Dalam hal ini, nasabah dikira telah mengerti syarat-syarat yang diajukan oleh bank. Setelah hal tersebut sama-sama dimengerti oleh kedua belah pihak, barulah akad tersebut disetujui oleh kedua belah pihak. d) Menandatangani akad. Setelah akad tersebut disetujui oleh kedua belah pihak, barulah bank dan nasabah menandatangani akad. Dan dapat dikatakan bahwa akad telah sah. Dalam perjanjian IMBT rumah terdapat beberapa point yang harus dipahami oleh nasabah, sehingga tidak melanggar perjanjian tersebut. Berikut ketentuan dan syarat-syarat perjanjian sebagai berikut: 1. Jaminan pembiayaan a. Berupa sebidang tanah (diberikan keterangan luas tanah, dan luas bangunan yang ada diatasnya) yang akan dibangun pada lahan (diberikan keterangan mengenai alamat lahan tersebut).
b.
2.
3.
4.
Seluruh jaminan dan objek IMBT diikat HT (Hak Tanggung) Rp (sesuai yang ditentukan)
Syarat dan akad pembiayaan a. Menyetujui syarat dan ketentuan yang berlaku serta biaya-biaya yang akan timbul dengan menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SPPP) b. Telah dilakukan pengecekan sertifikat oleh pihak notaris dan jaminan tidak dalam sengketa. c. Nasabah telah melunasi semua biaya-biaya yang disyaratkan. d. Telah menyerahkan bukti pembayaran sewa awal atau uang muka sebelum akad (dimana sewa awal atau uang muka ditentukan diawal oleh pihak DKI) e. Jika dipersyaratkan, nasabah wajib mengisi formulir / surat pernyataan kesehatan dengan kondisi sebenarnya, jika tidak demikian, maka Bank tidak bertanggung jawab apabila klaim ditolak oleh pihak asuransi. Syarat pencairan pembiayaan a. Menandatangani perjanjian pembiayaan dan akta pengakuan hutang notarill beserta istri. b. Telah menyerahkan covernote yang menyatakan akan menyerahkan asli akta jual beli, pemecahan sertifikat induk dan proses balik nama sertifikat serta pengurusan IMB dari notaris dan developer setelah pengurusan selesai langsung diserahkan ke Bank DKI Cabang Syariah Wahid Hasyim. c. Memiliki rekening di Bank DKI Cabang Syariah Wahid Hasyim. d. Pencairan ke rekening developer. e. Syarat akad pembiayaan dan syarat lainnya telah terpenuhi. Syarat lainnya a. Bersedia mengikuti asuransi jiwa (menurut ketentuan asuransi) dengan Bankers Clause Bank DKI Syariah b. Bersedia mengikuti asuransi kebakaran rumah (Bankers Clause Bank DKI Syariah) c. Biaya notaris dan biaya lainnya yang berhubungan dengan pembiayaan ini ditanggung nasabah d. Skema IMBT ini berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional : Bahwa dalam rangka pelaksanaan IMBT, terlebih dahulu dilakukan akad Al Ba’l atas objek sewa dari pemilik tanah dan bangunan kepada bank, yang kemudian dilaksanakan akad ijarah dari Bank kepada Nasabah. Dan pada akhir periode sewa, bank akan melakukan hibah atas objek sewa kepada nasabah. Jika nasabah (penyewa / musta’jir) ingin memiliki objek sewa sebelum akhir periode maka akan dilakukan jual beli kembali atas objek sewa tersebut. e. Nasabah setuju untuk mengosongkan objek pembiayaan jika dalam 2 bulan tidak membayar angsuran dengan alasan apapun, dan akan dipasang papan bertuliskan “Rumah ini Dalam Penguasaan Bank DKI”. Jika menunggak 3 bulan, jaminan pembiayaan akan di jual. f. Nasabah dilarang menyewakan objek sewa tanpa persetujuan secara tertulis dari Bank DKI Syariah. g. Nasabah dinyatakan wanprestasi / lalai jika terjadi salah satu atau lebih peristiwa sebagai berikut : i. Tidak mengangsur selama dua bulan dengan alasan apapun ii. Nasabah melaksanakan, mengijinkan / memperbolehkan dilakukan penyimpangan, pelanggaran terhadap barang jaminan yang akan membahayakan keberadaan barang jaminan atau berkurangnya nilai jaminan dan hilangnya jaminan. iii. Apabila nasabah memindahkan hak sewa atau mengalihkan kepemilikan objek sewa tanpa persetujuan dari bank DKI Syarah atas objek sewa tanah dan bangunan (diberikan keterangan alamat tempat bangunan). iv. Apabila nasabah dinyatakan wanprestasi / lalai karena sebab-sebab pada poin diatas maka nasabah memberikan kewenangan / kuasa kepada pemberi fasilitas / bank untuk menjual jaminan. h. Objek IMBT adalah tanah dan bangunan yang merupakan satu kesatuan objek sewa dan nasabah setuju untuk melakukan sewa dan pembayaran angsuran sewa dengan nominal angsuran yang sama setiap bulannya meskipun bangunan baru selesai 8 (delapan) bulan kemudian untuk rumah 1 lantai, dan 12 bulan untuk rumah 2 lantai. i. Biaya pemeliharaan jaminan / objek sewa ditanggung oleh nasabah atau pemohon.
j.
Bank tanpa surat kuasa apapun berhak mendebet, memindahbukukan, atau memblokir rekening tabungan, deposito, atau giro pemohon dan pasangan pemohon (suami / isteri) untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. k. Nasabah wajib melaporkan secara tertulis sebelum dilakukan perubahan okupasi/ fungsi dari kewajibannya kepada bank. l. Menabung satu kali angsuran selama pembiayaan berlangsung dan hanya dapat diambil apabila pembiayaan telah lunas. m. Nasabah setuju memberikan surat kuasa yang tidak dapat dicabut dan mengabaikan sebab-sebab batalnya surat kuasa untuk menjual objek pembiayaan. Hasil penjualan digunakan untuk melunasi pembiayaan, dan jika ada sisa diserahkan ke nasabah. n. Nasabah menjamin kebenaran, keabsahan, keakuratan data dan informasi yang disampaikan kepada bank. o. Apabila nasabah mengakhiri masa sewa sebelum jatuh tempo, dilakukan Al-ba’i (jualbeli) dengan harga menurut bank. p. Lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank DKI Syariah. Setelah pemohon memahami perjanjian terebut maka akan dilakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan bila pemohon telah memenuhi syarat-syarat atau ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian. Kemudian sebagai tanda persetujuan terhadap ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku, maka bank mengharapkan adanya pengembalian copy / duplicate surat pernjanjian setelah nasabah tanda tangani. Dalam 30 hari nasabah atau pemohon harus mengembalikan atau memberitahukan atas keberlanjutan surat pernjanjian ini, jika dalam waktu tersebut tidak mengembalikan atau pun tidak ada pemberitahuan dengan alasan yang jelas, maka bank akan menganggap bahwa permohonan pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah atau pemohon akan dibatalkan atau digugurkan. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi ijarah pada Bank DKI Syariah telah sesuai dengan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah, penulis mengolah data yang di dapatkan penulis dari bank DKI Syariah. Seperti sub diatas, penulis telah menjelaskan penerapan akuntansi ijarah pada bank DKI Syariah. Berikut dibawah ini adalah pernyataan mengenai telah sesuai atau tidak sesuai penerapan akuntansi ijarah yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah terhadap PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah. 1) Atas pembelian rumah penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI syariah adalah: Dr. Aktiva kepemilikan rumah xxx Cr. Kas/Rekening Penjual xxx Pengakuan dan penyajian tentang akuntansi Ijarah adalah sebagai berikut : Dr. Aset Ijarah Muntahiyah bittamlikk xxx Cr. Kas/rekening pemilik aset xxx Berdasarkan analisa dan sumber yang dibaca oleh penulis maka perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 9 yang mengatakan bahwa: Objek Ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Dan perusahaan telah mengakui objek Ijarahnya pada saat diperolehnya dan biaya perolehan sebesar Rp600.000.000. Maka penjurnalannya aktiva kepemilikan rumah bertambah pada asset bank dan berkurangnya kas rekening bank untuk pembayaran pembelian objek ijarah tersebut. 2) Atas transaksi perjanjian transaksi ijarah, maka penjurnalan yang dilakukan oleh bank DKI Syariah adalah sebagai berikut: Dr. aktiva diperoleh untuk IMBT xxx Cr. Persediaan rumah IMBT xxx Sedangkan, dalam PSAK 107 pengakuan dan penyajian atas transaksi ijarah. Maka pernjurnalan berdasarkan PSAK 107 adalah sebagai berikut: Dr. Aktiva diperoleh untuk IMBT xxx Cr. Persedian rumah IMBT xxx Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 9, dimana pengakuan objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. di dalam Syariah tidak mengenal yang namanya bunga. Jadi disini bank seperti perantara menyewakan rumah, harga objek yang dibeli oleh
bank adalah harga perolehan nasabah juga. Tetapi dalam perjanjiannya pasti bank menginginkan return margin. Return margin per tahun yang diharapkan oleh bank di tentukan oleh kebijakan bank dan di diskusikan dengan nasabah yang disesuaikan dengan kemampuan nasabah. 3) Atas transaksi penerimaan uang muka sewa Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut: Dr. Kas/ rekening penyewa xxx Cr. Sewa diterima di muka xxx Pengakuan dan penyajian untuk penerimaan uang muka sewa adalah sebagai berikut: Dr. kas/rekening penyewa xxx Cr. Titipan uang sewa muka IMBT xxx Perlakuan prosentase uang muka yang ditentukan oleh BI adalah 30% dari harga perolehan. Untuk pengukuran pada bank DKI cabang Syariah Wahid Hasyim sendiri memiliki kebijakan sendiri yaitu 20% dari harga perolehan yang biasanya disesuaikan kembali dengan gaji nasabah (DSR). Pengakuannya dilakukan pada saat uang tersebut dibayarkan dari nasabah ke bank. 4) Atas penerimaan biaya administrasi, bank DKI Syariah melakukan jurnal adalah sebagai berikut : Dr. Rekening Nasabah xxx Cr. Pendapatan Administrasi xxx Pengakuan dan penyajian penerimaan biaya administrasi adalah sebagai berikut : Dr. Kas/rekening penyewa xxx Cr. Pendapatan fee IMBT xxx Kebijakan bank DKI cabang Syariah Wahid Hasyim mengenai biaya administrasi adalah 1,25% dari harga pokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107. Pengukuran serta pengakuannya diakui pada saat transaksi dilakukan. 5) Atas transaksi penyusutan Bank DKI Syariah melakukan jurnal adalah sebagai berikut : Dr. Biaya Penyusutan xxx Cr. Akumulasi Penyusutan xxx Untuk penyusutan Bank DKI cabang Syariah Wahid Hasyim menggunakan metode garis lurus dimana nominal penyusutan setiap bulannya sampai dengan 15 tahun kemudian akan sama yaitu Rp2.500.000. Berdasarkan PSAK 107 Pengakuan dan penyajian untuk penyusutan : Dr. Biaya Penyusutan xxx Cr. Akumulasi penyusutan aktiva IMBT xxx Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf 11 dan 12. Yang menyatakan bahwa objek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amoritsasi untuk aset sejenis selama umur manfaat. 6) Atas transaksi pembayaran uang notaris dan asuransi penjurnalan yang dilakukan Bank DKI Syariah sebagai berikut : Dr. Rekening Nasabah xxx Cr. Rekening Asuransi xxx Cr. Rekening Notaris xxx Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa jika bank DKI melakukan penjurnalan atas transaksi tersebut, maka penjurnalan tersebut sesuai dengan PSAK 107 paragraf ke 16 yang menyatakan bahwa biaya perbaikan tidak rutin diakui pada saat terjadi. 7) Atas transaksi pendapatan sewa yang diterima oleh bank dari nasabah maka penjurnalannya adalah sebagai berikut : Dr. Kas/Rekening Penyewa xxx Cr. Pendapatan Sewa xxx
Pengakuan dan penyajian PSAK 107 untuk pendapatan sewa: Dr. Kas/Rekening Penyewa xxx Cr. Pendapatan Sewa
xxx
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penyajian penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke 14. Yang menyatakan bahwa Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa. 8) Atas penunggakan pembayaran Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut : Dr. Piutang pendapatan IMBT xxx Cr. Pendapatan yang ditangguhkan xxx Pengakuan dan penyajian PSAK 107 untuk penunggakan pendapatan : Dr. piutang pendapatan IMBT xxx Cr. Pendapatan ijarah xxx Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa penjurnalan yang dilakukan Bank DKI Syariah telah sesuai dengan PSAK 107 paragraf ke 15 yang menyatakan bahwa piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. 9) Atas transaksi Pembayaran Tunggakan beserta Ta’wid dan angsuran bulan berikutnya Bank DKI Syariah melakukan penjurnalan sebagai berikut : a. Pada saat pembayaran tunggakan Dr. Pendapatan yang ditangguhkan xxx Dr. Rekening Penyewa xxx Cr. Piutang Pendapatan IMBT xxx Cr. Pendapatan Sewa xxx b.
Pada saat pembayaran Ta’wid Dr. Rekening Penyewa Cr. Ta’wid
xxx xxx
Biaya Ta’wid ini ditentukan oleh Bank DKI Syariah. Biasanya biaya ini sekitar Rp200.000 sampai Rp300.000. ini untuk penggantian jasa yang telah dilakukan oleh pihak Bank untuk menagih nsabah yang menunggak. 10) Atas transaksi Pemindahan Kepemilikan Bank DKI cabang Syariah Wahid Hasyim melakukan penjurnalan sebagai berikut : Dr. Akumulasi Penyusutan xxx Cr. Aktiva Ijarah xxx Pengakuan dan penyajian untuk pemindahan kepemilikan: Dr. Akumulasi Penyusutan xxx Cr. Aktiva Ijarah
xxx
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa perlakuan penjurnalan yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah sudah sama dengan ketentuan PSAK 107 paragraf ke-6(a). Yang menyatakan bahwa perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik ke penyewa, dalam ijarah muntahiyah bitammlik dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban. Perlakuan penyajian dan pengungkapan ijarah dalam Bank DKI Syariah dapat dilihat dari neraca dan laporan laba rugi triwulan yang dikeluarkan oleh bank kepada public yang juga telah disampaikan pada Bank Indonesia. Laporan neraca dan laba rugi yang diperoleh penulis berasal dari situs bank dki syariah yang telah di share oleh pihak bank dan yang diambil oleh penulis adalah laporan triwulanan yang paling terakhir di share oleh pihak bank yaitu llaopran per 30 September 2011.
Berdasarkan analisis penulis, bahwa laporan neraca yang dibuat oleh Bank DKI Syariah masih menggunakan standart yang lama, belum menggunakan standart baru. Karena dalam pernyataan PSAK 101 (revisi 2011) pada paragraf 147 menyatakan bahwa entitas syariah menerapkan pernyataan ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan dini diperbolehkan. Pada pelaporan yang dibuat Bank DKI Syariah masih menggunakan aturan PSAK 101, yaitu menggunakan komponen keuangan sebagai berikut : 1. Neraca 2. Laporan laba rugi 3. Laporan perubahan ekuitas 4. Laporan arus kas 5. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat 6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan 7. Catatan atas laporan keuangan. Sedangkan berdasarkan PSAK 101 (revisi 2011) menyatakan bahwa : 1. Neraca berubah menjadi Laporan Posisi Keuangan 2. Laporan laba rugi dibagi menjadi 2 format yaitu laporan laba rugi (untuk menyajikan komponen laba rugi) dan laporan laba rugi komprehensif (untuk menyajikan komponen laba rugi dan komponen pendapatan komprehensif lain) 3. Laporan perubahan ekuitas 4. Laporan arus kas 5. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat 6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan 7. Catatan atas laporan keuangan.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian, analisis, dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis dan telah dituangkan dalam bab-bab sebelumnya , maka dapat ditarik penilaian tentang penerapan akuntansi ijarah pada Bank DKI Syariah sebagai berikut : 1. Dalam melakukan pembiayaan kepemilikan rumah pihak Bank DKI Syariah menggunakan prinsip Ijarah Muntahiyah Bittamlik. Dimana pembiayaan ini merupakan akad sewa menyewa yang ada dan dilakukan pada Bank DKI Syariah. Objek IMBT nya pun hanya rumah yang dianggap paling konsumtif oleh bank DKI Syariah. Akad IMBT ini bisa berupa akad IMBT AJB, akad IMBT Take Over, Akad IMBT renovasi, Akad IMBT rumah second, dan beberapa akad IMBT lainnya. 2.
Dalam melakukan penelitian penulis menemukan beberapa kekurangan dan kelebihan pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah muntahiyah bittamlik pada Bank DKI Syariah. Beberapa kekurangan pembiayaan ijarah dari pihak internal bank yaitu berada pada objek yang disewakan oleh bank DKI Syariah hanyalah berupa rumah, penulis berpendapat ini adalah kekurangan karena objek konsumtif saat ini bukan saja rumah melainkan adanya objek lain seperti mobil ataupun motor. Dimana varians produk yang ada di Bank DKI Syariah kurang. Tetapi pihak bank DKI Syariah juga memiliki beberapa kelebihan yaitu adanya pengembangan terhadap IMBT rumah ada berbagai variasi seperti IMBT AJB, akad IMBT Take Over, Akad IMBT renovasi, Akad IMBT rumah second, dan beberapa akad IMBT lainnya. Serta bank DKI Syariah menganut prinsip yang sesuai dengan syariah Islam. Pihak bank DKI Syariah juga menjunjung tinggi visi dan misi yang menjadi patokan mereka dalam bekerja dan memberikan pelatihan-pelatihan bagi karyawannya untuk meningkatkan kinerja kualitas agar semakin kompeten. Sehingga nasabah dapat menjalankan akad IMBT tanpa rasa khawatir selain dari itu Bank DKI Syariah juga mempunyai produk-produk dana dan pembiayaan yang ditawarkan pihak Bank.
3.
Pihak Bank DKI Syariah dalam melakukan pencatatan serta pelaporan setiap transaksi keuangannya telah mengikuti PSAK 101 yang berisikan mengenai tata cara pencatatan akuntansi syariah, pelaporan keuangan, bagan maupun bentuk laporan keuangan serta komponen laporan keuangan yang digunakan. Dan Pihak Bank DKI Syariah juga telah menggunakan panduan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah, pengertian ijarah, cara perlakuan objek ijarah, pada saat pemindahan kepemilikan, perlakuan terhadap penyusutan serta beban-beban yang ada akibat transaksi ijarah yang dilakukan oleh Pihak bank DKI Syariah dengan nasabah.
4.
Terdapat pembiayaan Ta’widh atau pembayaran denda yang seharusnya tidak dilakukan. Tetapi pembayaran Ta’widh ini dilakukan oleh Bank DKI Syariah sebagai biaya ganti untuk melakukan kegiatan penagihan disaat nasabah menunggak, dan telah disepakati diawal perjanjian.
Berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan yang dipaparkan oleh penulis, maka penulis memberikan saran kepada bank DKI Syariah cabang Wahid Hasyim untuk meningkatkan kualitas Bank DKI Syariah, selain itu penulis juga memberikan saran bagi pemerintah dan peneliti selanjutnya. Saran yang akan diberikan penulis yaitu : 1. Bagi Bank DKI Syariah Sebaiknya bank DKI Syariah lebih memperbanyak varians objek IMBT nya agar banyak pilihan objek IMBT nya sendiri. Sehingga masyarakat dapat dengan bijak memilih objek mana yang akan di IMBT kana tau memilih akad lain untuk mempunyai objek tersebut. Sehingga Bank DKI Syariah dapat berkembang dengan memiliki banyak varians yang dapat di IMBT kan dengan meningkatkan peraturan atau penseleksian objek-objek yang nantinya tidak akan merugikan pihak Bank DKI Syariah sendiri. Pembiayaan Ta’wid pada bank DKI Syariah tidak tercantum pada peraturan PSAK. 2.
Bagi pemerintah Pemerintah harus membuat peraturan yang jelas serta diadakan pelatihan yang memadai perbankan syariah. Dimana pemerintah berkewajiban untuk mengikuti perkembangan perbankan syariah yang ada dan terus memperbaharui peraturan yang ada dan memberikan pelatihan untuk menjalankan peraturan tersebut agar sesuai degan perkembangan syariah di masa yang akad datang. Serta memperluas perhatian masyarakat terhadap syariah sendiri.
3.
Bagi peneliti selanjutnya Untuk dapat membahas secara dalam lagi mengenai akad ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik maupun akad pembiayaan lainnya yang ditawarkan baik di Bank DKI Syariah maupun di lembaga syariah lainnya.
REFERENSI Agus Waluyo. (2007). Sistem Pembiayaan Leasing di Perbankan Syariah. Jurnal La_Riba. 1 (2):173, 177179, & 185. http://journal.uii.ac.id/index.php/JEI/article/ viewFile/501/413. Diakses pada tanggal 17 April. Amir Machmud dan Rukmana. (2010). Bank Syariah - Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia. Penerbit: Erlangga. Bank DKI Syariah. (2010). http://bankdkisyariah.co.id/?page=visimisi. Diakses pada tanggal 8 April 2012. Bank DKI Syariah. (2010). http://bankdkisyariah.co.id/?page=profile#. Diakses pada tanggal 8 april 2012. Dewan Syariah Nasional. (2000). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. http://www.bapepam.go.id/syariah/ fatwa/pdf/09-Ijarah.pdf. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012. Didik Hijrianto. (2010). Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada Bank Muamalat Indonesia cabang Mataram. http://eprints_undip.ac.id/24429/1/Didik_Hijrianto.pdf. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Bank Indonesia. (2011). Booklet Perbankan Indonesia. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1ED163F5-82EE-4949-A5CC3ABA6432E199/22827/BookletPerbankanInd2011ok.pdf. Diakses pada tanggal 16 April 2012. Helmi Haris. (2007). Pembiayaan Kepemilikan Rumah-Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari’ah. Jurnal La_Riba.1 (1):121-123. Huda, Nurul & Heykal, Mohamad (2010). Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan teoretis dan praktis (edisi 1) Jakarta: Penerbit Kencana. Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). PSAK 107. http://abufadilah.files.wordpress.com/ 2012/03/psak-107ijarah.pdf. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012. Ismail Sohilin. (2002). Pengantar manajeman. Penerbit: Erlangga. Ismail. (2011). Perbankan Syariah (edisi I, cetakan I). Jakarta: Kencana. Mervyn K lewis dan Latifa M. Algaoud cetakan. (2007). Perbankan Syariah - Prinsip, Praktik, dan Prospek alih bahasa oleh Burhan Subrata (cetakan 1: 2007). Penerbit: PT serambi Ilmu alam semesta anggota IKAPI. Muhammad Yusuf dan Wiroso. (2011). Bisnis Syariah (edisi 2). Jakarta : Mitra Wacana Media.
Osmad Muthaher. (2012). Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Graha Ilmu. Rahmani Timorita Yulianti. (2007). Pola Ijtihad Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang Produk Perbankan Syariah. Jurnal La_Riba. 1 (1): 67-68. Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lain (edisi 2, cetakan keempat). Jakarta : Salemba Empat. Sofyan, Wiroso, Yusuf. (2010). Akuntansi Perbankan Syariah. (edisi cetakan keempat). Jakarta: LPFE Usakti. Tatang Sutardi. Ijarah-Aplikasi Pada Lembaga Keuangan Syari’ah. http://www.pa-tanahgrogot.net/pdf/01ijarah.pdf. Diakses pada tanggal 15 April 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-0073B 0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012.
RIWAYAT PENULIS Silviana Aprillia lahir di kota Jakarta pada 9 April 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang akuntansi pada tahun 2012.